pengolahan minyak

Upload: endaradecandra

Post on 09-Mar-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

TRANSCRIPT

BAB I

PENGARUH SERBUK KULIT JAGUNG SEBAGAI BIOADSORBEN TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FFA), ANGKA PEROKSIDA (PV) DAN KEPEKATAN WARNA PADA MINYAK GORENG BEKASBAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak goreng di Indonesia merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok makanan. Selain digunakan sebagai media penghantar panas pada proses menggoreng makanan, minyak goreng juga banyak digunakan sebagai bahan baku kue dan makanan khas Indonesia. Oleh karenanya kebutuhan minyak goreng di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Akan tetapi peningkatan kebutuhan itu tidak diimbangi dengan ketersediaan minyak goreng di pasaran. Sehingga tidak sedikit dari para pengusaha minyak goreng yang meningkatkan harga jual produknya dipasaran. Semakin melambungnya harga miyak goreng tersebut membuat sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke bawah menggunakan minyak goreng dengan berkali-kali pemakaian sebagai media untuk menggoreng. Padahal minyak goreng akan menurun kualitasnya seiring dengan pemanasan yang berulang-ulang.Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan jalan memurnikan minyak goreng bekas menggunakan bantuan adsorben sebagai penyerap zat-zat pengotor minyak goreng bekas. Salah satu bahan penyerap yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian yang banyak mengandung selulosa seperti limbah kulit jagung.Jagung merupakan salah satu tanaman pokok yang cukup dikenal tidak hanya di Indonesia melainkan juga di di dunia. Tanaman jagung memiliki banyak kegunaan bagi manusia, pada umumnya tanaman jagung dimanfaatkan dalam industri pangan bagi manusia dan pembuatan pakan ternak. Pemanfaatan tanaman jagung saat ini telah berkembang dan tidak hanya terbatas pada dua bidang industri yang telah disebutkan sebelumnya. Namun selain pemanfaatan dan pengembangan tersebut, tanaman jagung tetap menyisakan permasalahan berupa limbah kulit jagung. Limbah kulit jagung di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Namun jumlah pemakaiannya tidak sebanding dengan jumlah limbah jagung yang dihasilkan. Faktor-faktor diatas adalah yang mendasari penelitian ini dilakukan.

1.2. Permasalahan1.2.1. Identifikasi Masalah

Penjernihan minyak jelantah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendasarinnya yaitu: Jumlah massa bioadsorben yang digunakan sebagai media penyerap Ukuran partikel (mesh), semakin kecil semakin baik sifat adsorbentnya. Jenis bioadsorben yang digunakan, bioadsorben yang baik adalah yang memiliki kandungan serat yang tinggi Kecepatan pengadukan pada proses adsorbsi (RPM) Temperature pemanasan saat proses adsorbsi

1.2.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh massa serbuk kulit jagung sebagai bioadsorben pada minyak goreng bekas dalam menurunkan angka peroksida, kadar asam lemak bebas dan kepekatan warna minyak goreng bekas. Ketiga parameter tersebut adalah parameter dasar untuk mengukur kualitas minyak goreng.

1.3. Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum

Mendapatkan zat yang mampu memurnikan minyak goreng bekas dengan memanfaatkan limbah pertanian.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh massa serbuk jagung kering yang dimafaatkan sebagai bioadsorben terhadap penurunan kadar asam lemak bebas, angka peroksida, dan kepekatan warna pada minyak goreng bekas.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah: Memanfaatkan kulit jagung sebagai bioadsorben untuk pemurnian minyak goreng bekas Mengetahui teori dan praktek cara pemurnian minyak goreng bekas Mengetahui prosedur uji kualitas minyak goreng Mengurangi limbah pertanian, khususnya kulit jagung dengan memprosesnya menjadi bioadsobren yang lebih memiliki nilai guna yang tinggi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Bahan BakuII.1.1. Minyak dan Lemak

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal/gram sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram.Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak essensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol.Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarin. Penambahan lemak juga dimaksudkan untuk menambah kalori, serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan.Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair.Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu dan lemak sapi. Lemak hewan laut seperti ikan paus, minyak ikan herring yang berbentuk cair dan disebut minyak.Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan pangan yang berasal dari hewan. Lemak dalam jaringan hewan terdapat dalam jaringan adiposa. Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi.Minyak dan lemak adalah trigliserida yang berarti triester dari gliserol. Minyak dan lemak terbentuk dari satu gugus gliserol yang bereaksi dengan tiga gugus asam lemak dengan melepaskan tiga molekul air. Reaksi pembentukan lemak/minyak adalah sebagai berikut:

H2C-OHH2C-COOR1 HC-OH+ 3 RCOOH HC-COOR2 + 3 H2OH2C-OHH2C-COOR3 Gliserol asam lemak trigliserida air

Gambar II.1.1. Reaksi Pembentukan Trigliserida

Trigliserida mengandung hampr 95% asam lemak dan 5% giserol, yang terkombinasi sebagai ester. Asam didalam lemak adalah asam lemak, yang berstruktur asam alifatik berantai panjang, baik jenuh maupun tidak jenuh.

Jenis-jenis Minyak dan Lemak1. Minyak GorengMinyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas

2. MentegaLemak dari susu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui proses pengocokan atau churning yaitu proses pemecahan emulsi minyak dalam air. Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier)

3. MargarinMargarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau nabati Lemak hewani yang digunakan biasanya lemak babi atau lemak sapi, sedangkan lemak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas.

II.1.2.Minyak goreng bekas

Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002).Reaksi oksidasi merupakan penyebab utama perubahan citarasa dan bau yang disebut oxidative rancidity. Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan foto-oksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai (Azeredo, 2004). Pada reaksi foto-oksidasi, terjadi interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida, yang sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya perubahan rasa dan bau yang berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun karena sifatnya yang tidak stabil, hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder, misalnya senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity (Hamm, 2000; Azeredo, 2004). Besarnya tingkat oksidasi minyak dapat dinyatakan dengan perubahan peroxide value/ PV (Lawson, 1985). Pembentukan peroksida mempunyai peranan penting ditinjau dari segi rancidity. Produk reaksi oksidasi minyak, seperti peroksida, radikal bebas, aldehid, keton, hidroperoksida, polimer dan oxidized monomer dan berbagai produk oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan (Paul dan Mittal, 1997). Oksidasi juga menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui (Moreira, 1999; Maskan, 2003). Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap. Komponen bahan yang digoreng juga berinteraksi dengan minyak atau senyawa senyawa produk reaksi degradasi dalam minyak membentuk senyawa berwarna, seperti misalnya produk reaksi Maillard browning. Oleh karena itu warna dapat dipakai sebagai salah satu kriteria kualitas minyak goreng (maskan, 2003). Selama proses penggorengan, senyawa nitrogen (protein) dan fosfatida yang terekstrak dari bahan pangan yang digoreng (telur, daging, ikan, dll) membentuk senyawa berwarna dalam minyak, yaitu senyawa melanoidin (Miyagi, 2001). Lin dkk (2001) juga menyebutkan bahwa reaksi Maillard yang merupakan interaksi antara komponen komponen dalam bahan pangan, seperti gula dan asam amino, memberikan kontribusi terbentuknya warna gelap pada minyak. Kadar melanoidin dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 550 nm, dan absorbansi pada 460 nm dipakai sebagai indeks warna minyak (Miyagi, 2001). Selama dipanaskan minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih (Moreira, 1999). Hal ini juga dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi, hidrolisis, dan isomerasi. Dalam minyak yang kental, laju perpindahan panas akan berkurang, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menggoreng dan absorpsi minyak meningkat (Maskan, 2003). Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya bebrapa asam lemak dari minyak, menghasilkan Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi lebih lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin dkk, 2001).

Kerusakan Minyak

Penyerapan bau Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang menyebabkan seluruh lemak menjadi rusak.

Hidrolisis Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%.Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya. Oksidasi dan ketengikan Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan enzim-enzim lipoksidase. Pencegahan ketengikan Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel, lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi.

II.1.3. Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang laluJagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.

Gambar II.1.3. Serbuk Kulit Jagung

Kandungan Jagung

Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.Kulit jagung atau biasa disebut klobot jagung memiliki kandungan, seperti ditunjukkan pada table II.1.3

KandunganPersentase (%)

Berat Kering42.561

Protein Kasar3.400

Lemak Kasar2.548

Serat Kasar23.318

Sumber : Wahyono, 2004

Pada tabel diatas ditunjukkan kandungan serat kasar jagung yang cukup tinggi. Serat kasar memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Selulosa yang terdapat dalam serat dapat dimanfaatkan sebagai bioadsorben.

II.1.4. Selulosa

Selulosa mendominasi karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan hampir mencapai 50% karena selulosa merupakan bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengan diameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm). Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga dijumpai dalam tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Serat alami yang paling murni ialah serat kapas, yang terdiri dari sekitar 98% selulosa.

Selulosa merupakan -1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul. Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan diselingi daerah amorf yang kurang teratur. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya ikatan hidrogen.

Aplikasi Selulosa dan Produk Turunannya

Selulosa merupakan pembentuk struktur dinding sel tumbuhan. Selulosa bersifat tidak dapat dicerna oleh manusia sehingga berfungsi sebagai sumber serat yang membantu memperlancar defakasi. Bagi manusia, fungsi selulosa sebagai serat banyak sekali keuntungannya, antara lain memperlancar buang air besar, dan dapat menghindarkan dari berbagai penyakit seperti haemorrhoid (ambeyen), divertikulosis, kanker pada usus besar, appendicitis, diabetes, penyakit jantung koroner dan obesitas. Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah berupa serat kayu dalam industri kertas dan produk kertas dan karton. Pengunaan lainnya adalah sebagai serat tekstil yang bersaing dengan serat sintetis. Untuk aplikasi lebih luas, selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa produk, antara lain Microcrystalline Cellulose, Carboxymethyl cellulose, Methyl cellulose dan hydroxypropyl methyl cellulose. Produk-produk tersebut dimanfaatkan antara lain sebagai bahan antigumpal, emulsifier, stabilizer, dispersing agent, pengental, dan sebagai gelling agent. Aplikasi selulosa beserta produk turunannya disajikan pada Tabel II.1.4.

Tabel II.1.4. Aplikasi selulosa beserta produk turunannyaAplikasiCellulose derivative*Fungsi

Construction materials (plasters, filler, pastes) MC, HEMC, HPMC, CMC, HEMCMC water retention capacity, stability under load, adhesive strength

Paints CMC, HEC, HEMC, HPMC, HEMCMC stability of suspension, thickening, film formation, wetting

Paper manufacture CMC, HEC, HEMC, HPMC agents for binding and suspending, sizing aids and stabilizers

Textile industry (sizes, textile printing dyes) CMC, MC, HPMC, CMSEC adhesive and film-forming properties, thickening, soil release

Polymerization HEC, HPC, HPMC protective colloid, surface activity

Drilling industry ,mining (drilling fluids) CMC, CMSEC, HEC, HPC, HPMC water retention, flow characteristics, surface activity

Detergents CMC, HEMC, HPMC anti-redeposition power, wetting ability, suspending and emulsifying agents

Engineering (extrusion, electrode construction, ceramic sintering) MC, HPC, HPMC friction reduction, water retention, enhanced ignition processes

Cosmetics (creams, lotions, pharmaceuticals (ointments, gels, shampoos), tablets, coated tablets) CMC, MC, HEC, HEMC, HPMC thickeners, binding, emulsifying and stabilizing agents, film formation, tablet disintegrants

Foodstuffs (sauces, milkshakes, bakery products) CMC, HPMC, MC thickeners, binding agents, stabilizers and emulsifiers

Selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu:a. Selulosa (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.b. Selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.c. Selulosa (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.Selulosa merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri tekstil (Anonim, 2007).Selulosa merupakan komponen tanaman yang terbesar dan merupakan komponen penting yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas dan merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas -D-glukosa dan dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur utama dinding sel tumbuhan karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur molekulnya ( Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Sjostrom (1981), selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit -D-glukopironosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida. Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di alam. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear terdiri dari unit ulangan -D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya.

Gambar II.1.4.1. Sebuah rantai selulosa (konformasi I ), menunjukkan ikatan hidrogen (garis putus-putus) di antara molekul selulosa.

Selullosa terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat melalui 1-4-glikosidik. ikatan residu glukosa tersusun dengan posisi 1800 antara satu dengan yang lain, dan selanjutnya pengulangan unit dari rantai selulosa membentuk unit selobiosa. Derajat polimerisasi selulosa bervariasi antara 7000-15000 unit glukosa, tergantung pada bahan asalnya.

II.1.4.2. Rumus Bangun Selulosa

Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hydroxyl. gugus OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus O, N, dan S, membentuk ikatan hydrogen. Ikatan H juga terjadi antara gugus OH selullosa dengan air. Gugus OH selalu menyebabkan permukan selulosa menjadi hidrofilik.

II.2. Adsorbsi

Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari satu fase fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Pemisahan tejadi karena perbedaan bobot molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya. Dalam banyak hal komponen yang banyak diadsorbsi melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari larutan tanpa terlalu banyak adsorbsi terhadap komponen lain.Adapun syarat-syarat adsorbsi untuk berjalannya suatu proses, yaitu:1. Zat yang mengadsorbsi (adsorben)2. Zat yang teradsorbsi (adsorbat)3. Waktu pengocokan sampai adsorbsi berjalan seimbangAdsorbsi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu adsorbsi secara kimia dan secara fisika. Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada keadaan antar muka yang terjadi pada adsorbsi, kemisorbsi lebih sering terjadi pada keadaan antar muka padatan dengan cairan dan antar muka padatan dengan gas. Adsorbsi kimia diikuti dengan perubahan kalor adsorbsi yang cukup besar (20-100 kkal/mol). Adanya molekul yang menempel pada permukaan sebagai hasil kimisorbsi, merupakan salah satu alasan mengapa permukaan dapat mengkatalitis suatu reaksi.Adsorbsi jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara kimia, sehingga diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru, pada kimisorbsi permukaan padatan sangat kuat mengikuti molekul gas atau cairan sehingga sukar untuk dilepas kembali, sehingga prosees kimisorbsi sangat sedikit.Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor adsorbsi yang kecil (10 kkal/mol). Molekul-molekul yang diadsorbsi secara fisik tidak terikat secara kuat pada permukaan dan biasanya terjadi pada proses reversible yang cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul lain. Antaraksi dipolar, vander walls bersifat lemah dan energi yang dilepaskan jika partikel teradsorbsi fisika akan mempunyai besaran yang sama dengan entalpi kondensasi (kira-kira 10 kj/mol). Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang teradsorbsi fisika akan tetap mempertahankan identitasnya walaupun molekulnya mengalami adsorbsi permukaan.Adsorbsi fisika dapat terjadi oleh gaya Van Der Walls pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorbsi ini mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu gugus senyawa pada permukaan padatan (adsorben) dapat bertukar dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme ini sebenarnya penggabungan dari mekanisme kimisorbsi dan fisiosorbsi, karena adsorbsi jenis ini akan mengikat ion-ion yang diadsorbsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah lepas kendali.Dimana perbedaan sifat antara adsorbsi fisika dan adsorbsi kimia dapat dibedakan dengan tabel dibawah ini:Perbedaan antara adsorbsi fisika dengan adsorbsi kimiaParameterAdsorbsi FisikaAdsorbsi Kimia

Panas Adsorbsi40 KJ/mol

SuhuDibawah boiling point adsorbatDiatas boiling point adsorbat

Adsorbsi naik padaKenaikan titik didih adsorbatPada adsorbat dan adsorben

Energi aktivasiTidak adaTermasuk

ProsesMulti layerMono layer

Tabel II.1. Tabel Perbedaan Adsorbsi Fisika dan Adsorbsi Kimia

Peristiwa penyerapan suatu zat kedalam pori penyerap mengikuti mekanisme sebagai berikut:1. Perpindahan massa zat yang diserap dari larutan ke permukaan luar butir penyerap.2. Difusi zat yang diserap dalam pori penyerap.3. Perpindahan massa zat yang diserap dari larutan dalam pori ke permukaan pori penyerap.4. Reaksi di permukaan penyerap yang umumnya berlangsung cepat, sehingga konsentrasi zat yang diserap di permukaan pori selalu ada dalam keseimbangan dengan konsentrasinya di larutan dalam pori.

Proses adsorbsi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:1. Sifat fisik dan kimia dari adsorben, seperti: luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia dan lain sebagainya.2. Sifat fisik dan kimia dari fasa terserap, seperti: ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia dan lain sebagainya.3. Sifat dari fasa cair, seperti: pH dan temperatur.4. Konsentrasi dari fasa terserap untuk fasa cair.5. Waktu kontak antar fasa terserap dengan adsorben.6. Konsentrasi atau massa fasa penyerap.Semakin banyak massa penyerap yang digunakan, maka semakin luas area kontak antara penyerap dan zat yang terserap. Hal ini akan mengakibatkan jumlah zat yang terserap semakin besar

2.3 HIPOTESADari teori diatas, maka dapat diduga bahwa serbuk kulit jagung dapat digunakan sebagai bioadsorben pada proses pemurnian minyak goreng bekas karena kulit jagung memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Serat kasar meupakan sumber selulosa yang baik. Selulosa adalah suatu polimer alami yang memiiki gugus hidroksil (OH). gugus OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus O, N, dan S, membentuk ikatan hydrogen. Ikatan H juga terjadi antara gugus OH selullosa dengan air. Gugus OH selalu menyebabkan permukan selulosa menjadi hidrofilik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai zat penyerap (asorben) pada proses pemurnian minyak goreng bekas.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di laboratorium PTK II Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010.

III.2. Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan berbagai macam bahan-bahan kimia yang digunakan baik sebagai bahan uji percobaan maupun bahan untuk analisa hasil percobaan. Berbagai alat proses dan alat ukur juga digunakan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

1. Bahana. Air bebas oksigenb. Asam oksalat 0.01 Nc. Aquadestd. Ethanol .p.ae. Hablur KIf. HCl 4Ng. HCl teknish. Indikator kanjii. Indikator PPj. KI 20%k. KIO3 0.1 Nl. KOH 0.01 Nm. Kulit Jagung berukuran 60 Meshn. Larutan Asam asetat-kloroform (3:2)o. Minyak goreng bekas pakai sebagai bahan utama penelitianp. NaOH

2. Alata. Agitatorb. Aluc. Beaker glass 1000 mld. Blendere. Buret 25 mlf. Cawan Gochg. Cawan porcelainh. Corong kacai. Electrothermal heaterj. Erlemeyer 1000 mlk. Erlemeyer 250 mll. Erlemeyer vacuumm. Gelas ukurn. Hot plateo. Indikator universalp. Kertas saringq. Labu leher tiga 500 mlr. Labu ukurs. Ovent. Pipet tetesu. Pipet ukurv. Pompa vacumw. Saringan Meshx. Thermometer

III.3. Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini parameter yang digunakan adalah variasi massa kulit jagung yang digunakan sebagai adsorben. Proses adsorbsi ini dilakukan pada kondisi pH netral, suhu 110oC, kecepatan pengadukan 1000 RPM, dan waktu pengadukan selama 60 menit. Adapun variasi massa adsorben yang digunakan adalah: 2 grm, 4 grm, 6 grm, 8 grm, 10 grm, 12 grm dan 14 grm.

III.4. Tahapan Proses PenelitianIII.4.1. Prosedur Prosesa. Pembuatan Bioadsorben (Kulit Jagung)Limbah kulit jagung dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC hingga kering. Bahan yang sudah kering kemudian digiling dengan blender hingga menjadi serbuk berukuran 60 Mesh. Kemudian 200 m2 bahan ditambahkan larutan NaOH dengan perbandingan 1:4 dengan bahan bioadsorben. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan agitator pada kecepatan 500 RPM selama 1 jam pada suhu 90oC. Kemudian campuran tersebut dinetralkan dengan HCl 4 N hingga pH mencapai 7. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman. Padatan residu dicuci dengan aquadest panas. Selanjutnya padatan residu dikeringkan dalam oven pada suhu 70-80oC, kemudian digiling hingga ukurannya mencapa 60 Mesh.

b. AdsoprsiMinyak goreng bekas sebanyak 200 ml ditambahkan bioadsorben sebanyak dengan variasi massa 2 gr, 4 gr, 6 gr, 8 gr, 10 gr, 12 gr, dan 14 gr. Kemudian diaduk dengan agitator dengan kecepatan 1000 RPM pada suhu 110oC selama 1 jam. Selanjutnya minyak disaring dengan kertas saring whatman. Filtrat dianalisa angka asam lemak bebas, angka proksida, dan tingkat kejernihannya dengan spektrofotometri UV-VIS.

III.4.2. Diagram alir prosesA. Proses Pembuatan Bioasorben dari Kulit Jagung

Limbah Kulit Jagung

Pengeringan (Oven, 70oC)

Kulit Jagung Kering

Penggiligan (blender)

Pengayakan (60 Mesh)

Kulit Jagung Halus

Delignifikasi (500 RPM, 90oC, 1 jam)NaOH

HClNetralisasi (pH = 7)

Aquadest panasFiltratFiltrasi dan Pencucian

Padatan Serbuk Kulit Jagung Netral

Pengeringan (Oven, 70-80oC)

Penggilingan

Pengayakan (60 Mesh)

Bioadsorben kulit jagung

Gambar III.IV.II.A. Bagan Alir Proses Pembuatan BioadsorbenB. Proses Adsorbsi

Minyak Jelantah 200 ml

Bioadsorben(2 gr, 4 gr, 6 gr, 8 gr, 10 gr, 2 gr, 14 gr)

Adsorpsi(1000 RPM, 110oC,1 jam)

Ampas Kulit JagungFiltrasi

Filtrat Siap Analisa(FFA, PV, dan Kejernihan)

Gambar.III.IV.II.B. Bagan Alir Proses Adsorpsi

III.5. Metode Analisis Pengujian Kualitas Minyak Goreng1. Analisa Kadar Asam Lemak BebasAnalisa ini dapat menyatakan angka bilangan asam, jumlah asam lemak bebas, dan derajat asam dari minyak. Kurang lebih 10 gram minyak ditimbang dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan 50 ml ethanol 96% untuk melarutkan asam lemak. Campuran kemudian dididihkan dan didiamkan hingga dingin. Setelah itu, campuran dititrasi dengan larutan KOH 0.01 N menggunakan PP sebagai indikator (dititar sampai warna merah jambu tidak hilang selama 1 menit).Perhitungan:Bilangan asam = V KOH x N KOH x BST KOHBerat Sample (gram) Derajat Asam = V KOH x N KOH x 100 Berat sampel (gram)Kadar asam lemak = V KOH x N KOH x BM As Lemak x 100 % Berat Sampel (gram)Asam lemak yang digunakan untuk perhitungan berdasarkan jenis asam lemak yang paling banyak pada tiap meinyak sebagai berikut:MinyakAsam lemak terbanyakBMKelapa sawitPalmitat256Kelapa inti sawitLaurat200SusuOleat282Jagung, KelelaiLinoleat278

2. Analisa Bilangan PeroksidaAnalisa bilangan peroksida ditentukan dengan menimbang kurang lebih minyak sebanyak 5 gram dalam erlemeyer asah 300 ml, kemudian ditambahkan 1 gram hablur KI dan 25 ml larutan bilangan peroksida (Asam asetat-kloroform = 3:2). Dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit sambil sesekali dikocok kuat-kuat. Akhirnya ditambahkan 30 ml air bebas oksigen dan dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0.1 N hingga larutan menjadi warna kuning seulas lalu ditambahkan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan latutan Natrium tiosulfat hingga warna larutan menjadi jernih. Blanko (hanya larutan pereaksi tanpa sampel) dikerjakan juga seperti diatas.Perhitungan:Bilangan Peroksida = (V tio sampelV tio blanko) x N tio x BST O2 x 100 Berat sampel (gram)3. Analisa Kejernihan

Kejernihan minyak ditentukan dengan alat spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 460 nm (Lin,2001). Panjang gelombang ini didapat dari optical density minyak yang mencapai nilai tertinggi.

III.6. Pengolahan Data

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1.Data HasilIV.1.1. Angka Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid Value/FFA)

Tabel besaran angka bilangan asam, derajat asam dan kadar asam lemak bebas dengan variable massa bioadsorben dan volume minyak 10 gr.

Tabel IV.1.1. Tabel Bilangan Asam, Derajat Asam, dan Kadar Asam Lemak Bebas

Jumlah Adsorben (gr)Bilangan Asam(mgrek/mg)Derajat Asam(mgrek/mg)Kadar Asam Lemak (%)

02.82865.04211.2908

21.07211.91100.4892

41.05971.88900.4836

61.09101.94480.4979

81.08861.94040.4967

101.27412.27120.5814

121.05971.88900.4836

141.16692.08010.5325

IV.1.2. Angka Peroksida (Peroxide Value/PV).Tabel besaran angka bilangan peroksida dengan variable massa bioadsorben dan volume minyak 5 gr.

Tabel IV.1.2. Angka Bilangan Peroksida

Jumlah Adsorben (mg)Bilangan Peroksida(mgrek/mg)

026.496

29.568

46.256

62.208

82.208

103.68

123.312

146.992

IV.1.3. Data Nilai Absorbansi

Nilai ABS (absorbansi) yang didapat adalah hasil dari pembacaan alat Spektrofotometri UV-VIS.Tabel. IV.1.3 Nilai absorbansi warna yang terserap dalam serbuk jagung

Massa Adsorben (gr)ABS

01.498

21.442

41.386

61.386

81.370

101.345

121.407

141.412

IV.2. PembahasanTujuan dari penelitian ini adalah untuk memurnikan minyak goreng bekas. Tujuan utama proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, dan warna yang tidak menarik. Pada pemurnian minyak kali ini menggunkan proses adsorbsi, adapun syarat-syarat adsorbsi salah satunya adalah adanya zat yang mengadsorbsi (adsorben). Dalam penelitian ini digunakan serbuk kulit jagung sebagai adsorben. Serbuk kulit jagung dijadikan sebagai adsorben karena sifat utama kult jagung yang mempunyai porositas besar, densitas rendah, mengandung selulosa, permukaan luas dan tidak mahal sebagai nilai tambah ekonomis.Mutu minyak pangan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain warna, bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas (Ketaren, 1986 dan Welcher,1975). Oleh karena itu analisa yang dilakukan adalah analisa kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan analisa kejernihan warna dengan spektrofotometri.

IV.2.1 Kadar Asam Lemak Bebas vs Massa Biodsorben

Asam lemak bebas terbentuk pada reaksi hidrolisa, Minyak akan dirubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan enzim. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Reaksi ini juga mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak yang disebabkan oleh cracking pada ikatan rangkap sehingga rantainya semakin pendek. Kerusakan ini dapat menyebabkan bahan pangan tersebut mempunyai bau dan rasa yang tidak enak sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan tersebut.Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah mg basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar berasal dari hidrolisis minyak ataupun karena pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi bilangan asam makin rendah kualitas suatu minyak.Jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak atau minyak juga dapat dinyatakan sebagai derajat asam, yaitu banyaknya ml basa 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak. Selain itu sering dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas.H2C-COOR1H2C-OH HC-COOR2 + 3 H2O HC-OH+ 3 RCOOHH2C-COOR3H2C-OH

Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak

Gambar IV.2.1. Reaksi Hidrolisa Minyak

Kadar asam lemak bebas dapat ditentukan dengan menitrasi 10 gram sample minyak dengan larutan KOH. Asam lemak yang digunakan untuk perhitungan berdasarkan jenis asam lemak terbanyak pada tiap minyak. Dikarenakan sample yang diuji adalah minyak goreng bekas yang berasal dari minyak kelapa sawit. Maka kami menggunakan BM 256 untuk perhitungan kadar asam lemak bebas.Dari tabel IV.2.1.1. Kadar asam lemak bebas yang diperoleh dengan serbuk kulit jagung sebagai bioadsorben, dapat dilihat pada grafik seperti dibawah ini :

Grafik 4.2.1. Grafik kadar asam lemak bebas vs jumlah massa bioadsorben

Grafik 4.2.1.2 Grafik bilangan asam vs jumlah massa bioadsorbenGrafik 4.2.1.3 Grafik derajat asam vs jumlah massa bioadsorbenDari grafik IV.2.1.1. dapat dilihat hasil analisa kadar asam lemak bebas dari minyak goreng bekas (minyak jelantah) sebelum dimurnikan dan minyak goreng yang telah dimurnikan. Minyak goreng bekas yang belum diproses untuk dimurnikan memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 1.2908 %. Sedangkan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan kadar asam lemak bebasnya menurun pada kisaran angka 0.4836 0.5814 %.Nilai efisiensi dari proses dapat dilihat dari tabel IV.2.4.1. Dengan nilai kadar as. lemak bebas awal (sebelum adsorbsi) = 1.2908 %.Tabel IV.2.4.1 Kadar Asam Lemak Bebas terhadap Effisiensi

Jumlah Adsorben (mg)Kadar Asam Lemak (%)Effisiensi (%)

20.489262.10

40.483662.54

60.497961.43

80.496761.52

100.581454.96

120.483662.54

140.532558.75

Dari tabel IV.2.4.1 dapat dilihat efisiensi serbuk kulit jagung sebagai bioadsorben dalam menurunan kadar asam lemak bebas sebelum dilakukan proses pemurnian dan setelah proses pemurnian. Dapat dilihat bahwa serbuk kulit jagung mampu menetralkan beberapa asam lemak bebas pada minyak goreng bekas hingga 54 - 62 %. Akan tetapi, semakin banyak jumlah bioadsorben nilai effisiensinya tidak semakin meningkat melainkan fluktuasi. Nilai effisiensi terbesar ditunjukkan pada jumlah massa bioadsorben 4 gram dan 10 gram. Namun, secara teknis keefisensian yang optimum dapat ditetapkan pada jumlah massa bioadsorben 4 gram. Pada jumlah massa biadsorben 4 gram serbuk kulit jagung mampu menetralkan sejumlah kadar asam lemak bebas yang yang sama dengan jumlah massa 10 gram. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah massa yang lebih sedikit lebih efisien dibandingkan dengan jumlah massa yang lebih banyak namun penurunan angka kadar asam lemak bebasnya sama.Penyimpangan ini mungkin dapat disebabkan karena semakin banyaknya massa bioadsorben yang ditambahkan maka proses pengadukan menjadi semakin sulit karena larutan semakin mengental, sehingga menyebabkan proses adsorbsi menjadi kurang efektif.

IV.2.2Bilangan Peroksida vs Massa Bioadsorben

Uji ketengikan dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur senyawa-senyawa hasil oksidasi. Salah satu penentuan derajat ketengikan ini adalah dengan penentuan bilangan peroksida. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan Kalium Iodida (KI).Kerusakan minyak atau lemak terutama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis, baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantaranya kerusakan yang mungkin, ternyata kerusakan karena otooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai bilangan peroksida atau bilangan tiobarbiturat (TBA). Bilangan Peroksida dinyatakan sebagai mg oksigen yang terikat dalam 100 gram minyak atau lemak.Sejumlah minyak dilarutkan dalam campuran asam asetat : kloroform : alkohol = 40 : 110 : 50 (larutan bilangan peroksida) yang mengandung hablur KI maka akan terjadi pelepasan Iod menurut reaksi:

RCOO* + KI RCO* + H2O + I2 + K+

Iod yang bebas dtitrasi dengan laruan Natrium tiosulfat menggunakan indikator kanji sampai warna biru hilang.Dari tabel IV.2.2. Angka bilangan peroksida yang diserap oleh serbuk kulit jagung sebagai bioadsorben, dapat dilihat pada grafik seperti dibawah ini :

Grafik IV.2.2. Grafik Bilangan Peroksida Vs Massa Bioadsorben

Dari grafik IV.2.1. dapat dilihat hasil analisa angka peroksida dari minyak goreng bekas (minyak jelantah) sebelum dimurnikan dan minyak goreng yang telah dimurnikan. Minyak goreng bekas yang belum diproses untuk dimurnikan memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 26.496. Sedangkan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan kadar asam lemak bebasnya menurun pada kisaran angka 2.208 9.568.Nilai efisiensi dari proses dapat dilihat dari tabel IV.2.4.2. Dengan nilai kadar angka peroksida awal (sebelum adsorbsi) = 26.496.

Tabel IV.2.4.2 Angka Peroksida terhadap EffisiensiJumlah Adsorben (mg)Angka PeroksidaEffisiensi (%)

29.56863.89

46.25676.39

62.20891.67

82.20891.67

103.6886.11

123.31287.50

146.99273.61

Dari tabel IV.2.4.1 dapat dilihat penurunan angka peroksida sebelum dilakukan proses pemurnian dan setelah proses pemurnian ini menunjukkan bahwa serbuk kulit jagung mampu menetralkan beberapa senyawa-senyawa peroksida yang menyebabkan kerusakan pada minyak goreng bekas hingga 63.89 - 91.67 %. Akan tetapi, kasus yang sama juga ditunjukan pada analisa angka peroksida yakni semakin banyak jumlah bioadsorben nilai effisiensinya tidak semakin meningkat melainkan fluktuasi. Nilai effisiensi terbesar ditunjukkan pada jumlah massa bioadsorben 6 gram dan 8 gram. Namun, secara teknis keefisensian yang optimum dapat ditetapkan pada jumlah massa bioadsorben 6 gram. Pada jumlah massa biadsorben 6 gram serbuk kulit jagung mampu menetralkan senyawa-senyawa peroksida yang sama dengan jumlah massa 8 gram. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah massa yang lebih sedikit lebih efisien dibandingkan dengan jumlah massa yang lebih banyak namun penurunan angka kadar asam lemak bebasnya sama.Penyimpangan ini juga mungkin dapat disebabkan karena semakin banyaknya massa bioadsorben yang ditambahkan maka proses pengadukan menjadi semakin sulit karena larutan semakin mengental, sehingga menyebabkan proses adsorbsi menjadi kurang efektif.

IV.2.3.Kepekatan Warna vs Massa BioadsorbenWarna atau tingkat kejernihan pada minyak goreng merupakan faktor nilai jual minyak goreng. Karena kejernihan minyak goreng merupakan nilai estetika dan tolok ukur kemurnian minyak goreng tersebut. Warna pada minyak disebabkan karena adanya pigmen dalam lemak. Warna lemak tergatung dari macam pigmennya. Adanya karotenoid menyebabkan warna kuning kemerahan. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Bila minyak dihidrogenasi maka akan terjadi hidrogenasi karotenoid dan warna merah akan berkurang. Selain itu, perlakuan pemanasan juga akan mengurangi warna pigmen, karena karotenoid tidak stabil pada suhu tinggi. Pigmen ini mudah teroksidasi sehingga minyak akan mudah tengik. Cara menghilangkan pigmen biasanya dengan bantuan bioadsorben seperti pada penelitian yang dilakukan kali ini atau dengan bleaching earth. Pada minyak kelapa sawit, kandungan karotenoid jarang dihilangkan sepenuhnya karena merupakan provitamin A.Tokoferol yang merupakan sumber vitamin E sangat aktif terhadap oksidasi, sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan. Tokoferol yang teroksidasi akan menimbulkan warna coklat pada minyak. Warna coklat bisa juga disebabkan oleh reaksi browning nonenzimatik, yaitu karbohidrat akan bereaksi dengan protein bila ada panas seperti pada kasus perubahan warna pada minyak goreng bekas.Tingkat keefektifan bioadsorben dalam menyerap warna kepekatan minyak goreng bekas dapat dilihat pada grafik dibawah ini

Garfik IV.2.3. Grafik Nilai Absorbansi vs Massa Bioadsorben

Pada grafik IV.2.3 diatas dapat dilihat penurunan angka absorbansi yang terendah ditunjukkan pada massa biadsorben 10 gram, setelah itu nilai absorbansi meningkat kembali. Karena nilai absorbansi pada minyak goreng bekas yang telah dimurnikan hanya menurun sedikit dibanding dengan minyak goreng yang belum dimurnikan yakni dari 1.498 Abs menjadi kisaran pada 1.386 1.442 Abs.

Gambar IV.2.3. Gambar minyak goreng bekas yang telah mengalami proses absorbsi

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat nilai efisisiensi serbuk kulit jagug sebagai bioadsorben pada penyerapan zat-zat warna minyak goreng bekas. Dengan nilai absorbansi awal (sebelum adsorbsi) = 1.498.Tabel IV.2.4.3 Nilai absorbansi terhadap EffisiensiJumlah Adsorben (mg)Nilai AbsorbansiEffisiensi (%)

21.4423.74

41.3867.48

61.3867.48

81.3708.54

101.34510.21

121.4076.08

141.4125.74

Pada tabel IV.2.4.3. Nilai effiseinsi yang optimum dicapai pada jumlah massa bioadsorben 10 gram. Namun, setelah 10 gr nilai absorbansi kembali menurun. Hal ini mungkin saja disebabkan karena struktur fisik serbuk kulit jagung yang sulit dibuat uniform dan cenderung memanjang, sehingga menyebabkan luas permukaan bioadsorben tidak seragam. Selain itu mungkin disebabkan karena tingkat porositas serbuk kulit jagung kurang efektif dalam penyerapan zat-zat warna pada minyak goreng bekas.Nilai effisiensi yang ditunjukan pada proses penyerapan zat warna pada minyak goreng bekas tidak mencapai angka 50%. Ini menunjukkan serbuk kulit jagung kurang baik jika digunakan sebagai bioadsorben dalam menyerap zat warna.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan Dari data hasil penelitian laboratorum yang kami lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Serbuk kulit jagung dapat dijadikan biadsorben pada pemurnian minyak goreng bekas.2. Jumlah massa biadsorben (serbuk kulit jagung) mempengaruhi titik optimum hasil adsorbsi minyak goreng bekas. Yakni semakin banyak jumlah massa bioadsorben tidak menjamin proses adsorbsi menjadi semakin baik, namun ada jumlah massa optimumnya3. Dari hasil analisa kadar asam lemak bebas, bilangan asam dan derajat asam didapat bahwa pada variabel massa serbuk kulit jagung 4 gram dan 12 gram dihasilkan kandungan kadar asam lemak bebas, bilangan asam, dan derajat asam terendah. Kadar asam lemak bebas sebesar 0.4836 %, bilangan asam 1.0597 gerk/g dan derajat asam 1.8890 grek/g.4. Dari analisa angka peroksida didapat bahwa pada variabel massa serbuk kulit jagung 6 gr dan 8 gram, dihasilkan pula angka peroksida terendah sebesar 2.208 grek/g. 5. Nilai absorbansi terendah yang didapat dari hasil analisa kejernihan warna yaitu pada variabel massa serbuk kulit jagung 10 gr, sebesar 1.345.6. Dari hasil pengujian, dapat diambil kesimpulan bahwa serbuk kulit jagung sangat baik dalam menetralkan senyawa-senyawa peroksida penyebab kerusakan kerusakan minyak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai efisiensi pada analisa bilangan peroksida yang mencapai 91.67% pada variabel massa serbuk kulit jagung 6 gram dan 10 gram.IV.2. Saran

Untuk mendapatkan hasil pemurnian minyak yang optimum, sebaiknya pemurnian dilakukan secara beberapa tahap. Selain lebih effisien dalam penggunaan bahan baku, juga lebih effisien dalam proses penyerapan. Karena dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa massa bioadsorben memiliki titik puncak optimum penyerapan. Jadi, semakin banyak massa bioadsroben yang ditambahkan tidak menjamin proses absorbsi semakin baik dan maksimum.

Nur Annisaa RachmanTeknik Kimia FT-UMJ