penguasaan tanah dan hutan

3
Kebijakan Penguasaan Tanah dan Hutan di Indonesia POSTED BY SAMDHANA AGUSTUS 12, 2015 MENINGGALKAN KOMENTAR Aktifitas pemetaan wilayah kelola di Kampar Kiri, Riau. Foto : YMI Puluhan tahun terakhir, Indonesia dan negara berkembang lain telah mengalami berbagai dinamika terkait hubungan sosial akses lahan sumber daya alamnya (tenurial). Namun, proses panjang tersebut, belum berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Pada tingkat tapak, masih sulit menemukan cara tepat untuk menyelaraskan kepentingan konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Pada 5 agustus lalu, para pihak dari beragam latar belakang mendiskusikan lahan, sumber daya alam dan reformasi penguasaannya di Indonesia. Acara yang digagas pusat penelitian kehutanan dunia (CIFOR) tersebut menghadirkan berbagai perspektif dari kalangan pemerintah: diantaranya kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) yang mengedepankan target 12,7 juta hektar hutan untuk

Upload: dwi-januanto-nugroho

Post on 05-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bahan kuliah

TRANSCRIPT

Page 1: Penguasaan Tanah Dan HUtan

Kebijakan Penguasaan Tanah dan Hutan di IndonesiaPOSTED BY SAMDHANA ⋅ AGUSTUS 12, 2015 ⋅ MENINGGALKAN KOMENTAR

Aktifitas pemetaan wilayah kelola di Kampar Kiri, Riau. Foto : YMI

Puluhan tahun terakhir, Indonesia dan negara berkembang lain telah mengalami berbagai

dinamika terkait hubungan sosial akses lahan sumber daya alamnya (tenurial). Namun, proses

panjang tersebut, belum berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Pada tingkat tapak,

masih sulit menemukan cara tepat untuk menyelaraskan kepentingan konservasi dan

kesejahteraan masyarakat. Pada 5 agustus lalu, para pihak dari beragam latar belakang

mendiskusikan lahan, sumber daya alam dan reformasi penguasaannya di Indonesia.

Acara yang digagas pusat penelitian kehutanan dunia (CIFOR) tersebut menghadirkan berbagai

perspektif dari kalangan pemerintah: diantaranya kementerian lingkungan hidup dan kehutanan

(KLHK) yang mengedepankan target 12,7 juta hektar hutan untuk dikelola masyarakat;

kementerian agraria dan tata ruang (Kemen-ATR) dengan program percepatan penanganan

Page 2: Penguasaan Tanah Dan HUtan

sengketa dan pengakuan hak, sertifikasi lahan, juga upaya mendorong peraturan presiden untuk

reforma agrarian dan bank tanah.

Myrna Safitri dari Epistema Institute mengatakan berbagai program pemerintah tersebut belum

memberikan jaminan keamanan tenurial. Myrna memaparkan upaya yang telah dilakukan masih

lemah dalam melindungi hak, terlebih dalam aspek penanganan pengaduan, resolusi konflik dan

kompensasi bagi pemegang hak. Antara kebijakan dan fakta empiris di lapangan masih jauh

jaraknya, ungkap Myrna. Ia lalu mempertanyakan sejauh mana legitimasi instrument legal

tersebut.

Senada dengan Myrna, Abdon Nababan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melihat

kebijakan dan pemerintahan belum berpihak pada komunitas adat. Abdon menyampaikan

pihaknya telah berupaya untuk menjembatani di tingkat tapak dengan menggunakan peta

partisipatif sebagai alat untuk pengakuan.

“Sekitar 2,6 juta hektar wilayah adat telah dipetakan dan diserahkan datanya ke KLHK. Hingga

tahun 2020, sekitar 40 juta hektar wilayah akan dipetakan”, ujar Abdon.

Di tingkat sub-nasional, persoalan lebih mengerucut ke aspek pelaksanaan kebijakan hingga ke

tingkat tapak. Di Maluku misalnya, Azzam Bandjar, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku

mengeluhkan lemahnya kapasitas dalam perpetaan. Padahal, peta merupakan alat yang sangat

krusial untuk menata ruang hutan, pungkas Azzam.

Di Lampung yang lebih maju tenurial hutannya, kini menghadapi tantangan pelimpahan

kewenangan pemerintah daerah, buah UU 23/2014. Undang-undang tersebut berdampak pada

sektor kehutanan, yang ditarik kewenangan kabupaten/kota menjadi urusan provinsi.

Kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) menunjukkan di Lampung

banyak pendudukan kawasan hutan oleh masyarakat yang telah terjadi turun-temurun. Tak Cuma

untuk pemukiman, bahkan fasilitas umum, komersial dan gedung pemerintah telah berdiri di

kawasan hutan. Berbagai skema perhutanan sosial diharapkan dapat mengurangi potensi konflik

tenurial, di kawasan yang terlanjur diduduki tersebut. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)

diharapkan dapat lebih responsif terhadap keterlanjuran tenurial dengan memberikan

pendampingan kepada masyarakat agar sejahtera dan tetap mempertahankan hutan sesuai fungsi

utamanya.

Persoalan konflik masyarakat dengan perusahaan konsesi juga mewarnai diskusi. Kajian Ecosoc

menunjukkan bahwa pelanggaran HAM di berbagai konsesi perkebunan sawit masih ditemukan.

Page 3: Penguasaan Tanah Dan HUtan

Ecosoc juga menyoroti persoalan tumpang tindih perizinan. Konsep plasma perkebunan juga dilihat

Ecosoc sebagai kedok dalam memperbudak masyarakat sebagai petaninya.

Model perpindahan penduduk juga memberi pengaruh terhadap penguasaan lahan. Gamma

Galudra dari pusat penelitian Wanatani Internasional (ICRAF) menyatakan bahwa tata kuasa lahan

tidak selalu budaya asli setempat. Warga pendatang dengan keterampilan serta daya juang

tertentu sangat mungkin mengubah tata kuasa lahan. Gamma menekankan bahwa perhutanan

sosial hendaknya memperhatikan aspek pengelolaan hutan yang terbentuk oleh budaya yang

dinamis. Perhutanan sosial juga tidak dapat dianggap homogen, karena sangat tergantung pada

hubungan masyarakat terhadap lahan serta pengelolaannya, lanjut Gamma.

Angka 12,7 juta hektar target akses kelola rakyat terhadap hutan menjadi pisau bermata dua,

sebagai peluang sekaligus tantangan. Penyelesaian konflik di berbagai lokasi hingga pemerataan

kesejahteraan menjadi tujuan dari perhutanan sosial. Namun begitu, aspek kapasitas serta

dinamika politik nasional maupun daerah sangat berpengaruh kuat terhadap pencapaian target

tersebut. Peta indikatif arahan perhutanan sosial, serta penyederhanaan mekanisme perizinan bagi

perhutanan sosial diharapkan menjadi pendorong capaian target.

Persoalan tenurial, tidak semata berada di aspek politik dan tata kelola. Sinergi antara kebijakan

dan penerapan hingga ke tingkat tapak diperlukan, untuk mewujudkan hutan yang lestari dan

masyarakat sejahtera.

Tentang iklan-iklan inihttps://samdhanainstitute.wordpress.com/2015/08/12/kebijakan-penguasaan-tanah-dan-hutan-di-indonesia/