penguatan layanan harm reduction untuk pengguna napza suntik di puskesmas kota semarang
DESCRIPTION
Peran nyata Komunitas Pengguna NAPZA dalamTRANSCRIPT
PENGUATAN LAYANAN
HARM REDUCTION
DI PUSKESMAS KOTA SEMARANG
bagi pengguna NAPZA suntik
LEMBAGA PELOPOR PERUBAHANOrganisasi Berbasis Komunitas Pengguna NAPZA
Published by:
Lembaga Pelopor Perubahan
Jl. Anjasmoro VI/51Semarang 50144Central Java, Indonesia
Telephone [62] 24 7624326Facsimile [62] 24 7624326
Published June 2010Lembaga Pelopor Perubahan
Penguatan Layanan Harm Reduction Bagi Pengguna NAPZA Suntik di Puskesmas Kota Semarang
Divisi Layanan Lembaga Pelopor Perubahan
Design: Ira Hapsari, Ecka Donald DeppPhotography: Ira Hapsari
P a g e | 3
DAFTAR ISI
Bagian Satu : Latar Belakang 4
Bagian Dua : Penjajakan Cepat Kebutuhan Penasun di Kota Semarang 9
Bagian Tiga : Penjangkauan dan Promosi Layanan Harm Reduction
di Puskesmas Kota Semarang 13
Bagian Empat : Layanan Jarum & Alat Suntik Steril (LJASS) 18
Bagian Lima : Komunikasi – Informasi - Edukasi & Kondom 21
Bagian Enam : Pelatihan Fasilitator Masyarakat & Petugas Penjangkau 23
Bagian Tujuh : Pengorganisasian Masyarakat 26
Bagian Delapan : Pertemuan Rutin Fasilitator Masyarakat
& Petugas Penjangkau 30
Bagian Sembilan : Peluncuran Program Terapi Rumatan Metadon
di Puskesmas Poncol 32
Bagian Sepuluh : Tantangan Selama Pelaksanaan Program 35
Bagian Sebelas : Rekomendasi 37
1
P a g e | 5
1.
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini cap kriminal terhadap pengguna narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA) di masyarakat masih sangat
tinggi. UU Narkotika no 22/1997 dan UU Psikotropika no 5/1997
adalah dasar hukum yang digunakan negara untuk mengkriminalkan
perilaku penggunaan NAPZA . Pada September 2009, disahkan UU Narkotika no 35/2009 sebagai
pengganti UU lama tahun 1997. Substansi dari UU Narkotika baru ini
tidak jauh berbeda dari UU yang lama, perbedaan terletak pada
dicantumkannya gramatur yang menentukan besaran barang bukti
NAPZA untuk menggolongkan apakah seseorang adalah seorang
pemakai atau pengedar.
UU no 35/2009 juga menyebutkan institusi-institusi tertentu yang
bertanggung jawab menjadi pengampu rehabilitasi NAPZA bagi
pecandu. Sementara infrastruktur rehabilitasi NAPZA belum merata di
seluruh Indonesia.
Perubahan paradigma negara yang mulai memperhatikan penanganan
kesehatan pada pengguna/pecandu NAPZA belum serta merta dapat
mengubah pemahaman lama masyarakat yang selama bertahun-tahun
menerima informasi dari negara bahwa pengguna/pecandu NAPZA
adalah pelaku tindak kejahatan
Masyarakat tidak memahami bahwa pengguna / pecandu NAPZA
adalah orang yang memerlukan penanganan masalah kesehatan. Dan
andil negara dalam membentuk pemahaman ini sangatlah signifikan.
Perubahan serta merta dalam wujud UU Narkotika no 35/2009 dan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no 7/2009, diikuti oleh SEMA
P a g e | 6
no 4/2010 yang menunjukkan itikad baik untuk memperhatikan aspek
kesehatan pengguna/pecandu NAPZA tidak seketika dapat diterima
oleh masyarakat maupun penegak hukum pada umumnya.
Secara meluas ditemui keengganan pihak kepolisian, hakim dan jaksa
untuk mengarahkan pengguna/pecandu NAPZA pada rehabilitasi
ketergantungan NAPZA. Faktor ketidakpopuleran langkah rujukan
rehabilitasi menjadi salah satu faktor utama mengapa payung hukum
tersebut diatas belum segera dapat diimplementasikan dilapangan.
Kesenjangan inilah yang menjadi latar belakang aktifnya peran lembaga
swadaya masyarakat menjadi jembatan untuk menyediakan kebutuhan
kesehatan bagi pengguna/pecandu NAPZA dalam bentuk program
layanan pengurangan dampak buruk NAPZA atau Harm Reduction
(HR).
Mayoritas latar belakang pekerja lembaga swadaya masyarakat yang
menjadi penyedia layanan Harm Reduction adalah komunitas
pengguna/pecandu NAPZA itu sendiri. Sehingga klien merasa cukup
nyaman untuk mendapatkan layanan kesehatan melalui metode
penjangkauan berbasis rekan sebaya.
Sudah kira-kira sepuluh tahun layanan HR di Indonesia dijalankan
dengan metode penjangkauan berbasis rekan sebaya yang dilaksanakan
oleh lembaga swadaya masyarakat.
Bila kita kembali mengacu pada kewajiban negara pada warga
negaranya, salah satu pokok terpenting adalah menyediakan fasilitas
kesehatan. Berdasarkan fakta inilah maka pemerintah sebagai
pelaksana negara wajib memikirkan penyediaan layanan bagi warga
negara yang dalam hal ini adalah pengguna/pecandu NAPZA.
Beberapa tahun terakhir institusi pemerintah telah mulai dilibatkan
dalam penyediaan layanan Harm Reduction (HR). Penyediaan layanan
HR tersebut masih mendapatkan bantuan dari pemerintah negara asing
ataupun lembaga-lembaga internasional melalui institusi-institusi
pemerintah Indonesia. Dalam skala khusus di Jawa Tengah , bantuan
dana diterima dari pemerintah Australia melalui HIV Cooperation
Program for Indonesia (HCPI).
P a g e | 7
Lembaga Pelopor Perubahan (LPP) bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan Kota Semarang menjadi pelaksana program HR di Kota
Semarang.
Penyediaan layanan Harm Reduction di Puskesmas Kota Semarang
dimulai bulan Agustus 2009. Puskesmas yang bermitra dalam
menjalankan program adalah Puskesmas Poncol, Puskemas Srondol
dan Puskesmas Pegandan.
Layanan ini disediakan agar pengguna NAPZA suntik (penasun)
semakin mudah mengakses layanan yang disediakan di daerah sekitar
tempat tinggal mereka. Dampak positif yang diharapkan adalah
integrasi pengguna / pecandu NAPZA ke masyarakat umum.
Lembaga Pelopor Perubahan (LPP) adalah organisasi berbasis
komunitas pengguna /pecandu NAPZA yang mendukung program
pemerintah dengan bekerja mempromosikan layanan HR di Puskesmas
melalui relawan-relawan yang langsung turun menjangkau komunitas
penasun.
Relawan LPP juga menjadi fasilitator edukasi tentang adiksi pada
masyarakat. Tujuan utama edukasi adalah memperkenalkan
masyarakat pada komunitas pengguna / pecandu NAPZA dan segala
permasalahan adiksi yang melingkupi mereka. Dengan pemahaman
yang lebih baik diharapkan masyarakat dapat mendukung pelaksanaan
layanan HR di Puskesmas secara optimal.
Dalam menjalankan program tersebut LPP, menempatkan 2 relawan di
tiap Puskesmas, yaitu 1 orang CO (Community Organizer) dan 1 orang
CF (Community Facilitator). Relawan-relawan tersebut bekerja paruh
waktu selama 3 hari/minggu.
Pengawasan kinerja relawan di lapangan dilakukan oleh seorang Field
Coordinator yang bekerja penuh waktu. Sedang pada manajemen
program, ditangani oleh seorang Program Manager yang bekerja paruh
waktu, serta seorang staf administrasi yang bekerja paruh waktu.
2
2.
PENJAJAKAN CEPAT
KEBUTUHAN PENASUN
DI KOTA SEMARANG
Pada Juni 2009 Lembaga Pelopor Perubahan melakukan pemetaan
wilayah yang menjadi target populasi kegiatan program. Pemetaan
bertujuan untuk mendeteksi populasi penasun di wilayah Kota &
Kabupaten Semarang. Selain mendeteksi wilayah potensial populasi
penasun, LPP mengembangkan sistem identifikasi dengan tujuan untuk
memperoleh data umum serta karakteristik penasun secara lebih
spesifik dengan menemukenali kelompok sasaran merupakan aktivitas
utama dalam upaya merealisasikan program penjangkauan penasun.
Oleh karena itu sangat penting untuk memahami karakteristik dan pola
hubungan sosial yang ada diantara mereka, juga sistem sumber yang
mempengaruhi mereka.
Untuk memperoleh data yang cukup valid, LPP mengembangkan
kegiatan pemetaan dan pemutakhiran data tentang lokasi dan estimasi
populasi penasun pada awal program dan diperbaharui sepanjang
pelaksanaan program untuk menyesuaikan dengan perkembangan
lapangan. Kegiatan pemetaan dilakukan oleh 8 relawan LPP dengan
melakukan deep interview kepada kelompok dampingan dan menemui
tokoh kunci dari masing-masing wilayah.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan wawancara
per wilayah dan penyelenggaraan diskusi kelompok terfokus. Jumlah
responden sebanyak 214 orang.
Page |9
P a g e | 10
Ditemukan frekuensi menyuntik penasun responden sebagai berikut:
sebanyak 38 % telah berhenti menyuntik, 30% menyuntik 1
kali/minggu, 24% menyuntik 2-3 kali/minggu, dan 8% menyuntik >6
kali seminggu.
Frekuensi Menyuntik/Minggu (Juni 2009) Total
Berhenti Menyuntik 1X 2-3X >6X
Jumlah Responden 81 65 51 17 214
Persentase (%) 38% 30% 24% 8% 100%
Ditemukan jumlah kebutuhan jarum suntik per bulan di kota Semarang
sebesar 3932 buah / bulan untuk jumlah total klien sebesar 365 orang.
1 1| P a g e
3
P a g e | 13
3.
PENJANGKAUAN & PROMOSI
LAYANAN HARM REDUCTION
DI PUSKESMAS KOTA SEMARANG
Program Penjangkauan
Dalam program penjangkauan LPP bermitra dengan 3 Puskesmas yang
ada di Kota Semarang. Kerjasama sama dengan Puskesmas Parakan
yang berada di Kabupaten Temanggung telah selesai sampai Desember
2009.
Berikut profil dan wilayah jangkauan puskesmas-puskesmas tersebut :
A. Puskesmas Poncol Kota Semarang
Puskesmas Poncol beralamat di Jl. Imam Bonjol 114 Semarang , tepat
berhadapan dengan stasiun kereta api Poncol. Puskesmas Poncol
dipercaya untuk menjadi tempat rujukan Layanan Jarum dan Alat
Suntik Steril (LJASS), Voluntary Conseling & Testing (VCT) atau Tes HIV
Sukarela, Layanan Kesehatan Dasar, dan Konseling Adiksi bagi penasun.
Puskesmas ini juga memiliki Program Terapi Rumatan Metadon
(PTRM). Sampai laporan ini ditulis Puskesmas Poncol telah mempunyai
klien rutin sampai sebanyak 7 orang.
Puskesmas Poncol melayani 9 (sembilan) Kelurahan, yaitu:
P a g e | 14
1. Kelurahan Pendrikan Lor
2. Kelurahan Pendirikan Kidul
3. Kelurahan Pandan Sari
4. Kelurahan Kranggan Sari
5. Kelurahan Purwodinatan
6. Kelurahan Bangun Harjo
7. Kelurahan Sekayu
8. Kelurahan Kembang Sari
9. Kelurahan Kauman
Puskesmas Poncol memiliki kader-kader yang telah dilatih memahami
program Harm Reduction. Kader-kader tersebut akan bekerjasama
dengan kader dari LPP untuk melakukan sosialisasi program HR
kepada masyarakat dan penjangkauan pada kalangan penasun di
masing-masing kelurahan di wilayah layanan Puskesmas Poncol.
B. Puskesmas Pegandan Kota Semarang
Puskesmas yang beralamat di Jl. Kendeng Bonjol 114 Semarang ini
menyediakan layanan HR, antara lain Layanan Jarum dan Alat Suntik
Steril (LJASS), outlet kondom, komunikasi –informasi-edukasi (KIE),
layanan penjangkauan dan layanan kesehatan dasar.
LJASS dimulai dari pukul 11.00-13.00 WIB,. Layanan ditangani oleh
perawat maupun dokter yang telah dilatih program HR.
Puskesmas Pegandan melayani 8 (delapan) Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Sampangan
2. Kelurahan Bendan Ngisor
3. Kelurahan Bendan Duwur
4. Kelurahan Gajahmungkur
5. Kelurahan Petompon
6. Kelurahan Lempongsari
7. Kelurahan Bendungan
8. Kelurahan Karang Rejo
P a g e | 15
C. Puskesmas Srondol Kota Semarang
Puskesmas yang beralamat di Jl.Setiabudi 209 Semarang ini, dilayani
oleh 2 petugas Puskesmas. Puskesmas melayani penasun dari pukul
8.00 - 13.00 WIB. Puskesmas Srondol memiliki lokasi satelit untuk
LJASS beralamat Jl. Cemara II /3 Semarang.
Puskesmas ini melayani 3 (tiga) Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Srondol Wetan
2. Kelurahan Srondol Kulon
3. Kelurahan Banyumanik
Relawan LPP juga membuka akses diluar ketiga kelurahan ini, pada
lokasi-lokasi yang berdekatan dengan Puskesmas Srondol.
D. Puskesmas Parakan Kabupaten Temanggung
Puskesmas yang beralamat di Jl.Kosasih 154 Parakan, Kabupaten
Temanggung ini dilayani oleh 2 staf Puskesmas mulai dari jam 07.30 –
13.30 WIB. Pada bulan puasa LJASS dimulai jam 8.00-13.00 WIB. Untuk
layanan VCT, proses pre-test dan konseling dilayani oleh konselor
Puskesmas Parakan, sedangkan proses test dan post-test di rujuk ke
Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo.
Puskesmas ini melayani 9 (sembilan) Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Parakan Wetan
2. Kelurahan Campursalam
3. Kelurahan Wanutengah
4. Kelurahan Ngolondong
5. Kelurahan Parakan Kauman
6. Kelurahan Depokharjo
7. Kelurahan Caturanom
8. Kelurahan Glapansari
9. Kelurahan Sunginsari
P a g e | 16
Sejak awal program bulan September 2009 – Maret 2010, LPP telah
menjangkau sebanyak 160 penasun, sedangkan jumlah klien lama yang
ditemui lagi sebanyak 255 penasun dengan perincian sebagai berikut :
Keterangan September
2009
Oktober
2009
November
2009
Desember
2009
Januari
2010
Februari
2010
Maret
2010
Total
Penasun
Dijangkau
21 22 17 16 29 24 31 160
Klien Lama 21 35 44 45 50 60 255
4
P a g e | 18
4.
LAYANAN JARUM & ALAT SUNTIK STERIL
(LJASS)
Salah satu layanan Harm Reduction yang disediakan Puskesmas adalah
layanan jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS) yang disediakan oleh 3
Puskesmas pelaksana HR.
Penasun mendapatkan paket LJASS yang terbungkus dalam amplop
yang berisi 3 buah jarum steril, 3 buah kondom, 3 buah alcohol swab.
Dalam kegiatan LJASS para penasun bisa langsung mengakses ke
Puskesmas penyedia layanan akan tetapi di Kota Semarang ini karakter
penasun masih sangat tertutup sehingga kebanyakan para penasun
mengakses layanan melalui petugas penjangkau.
Selama program berjalan klien penasun baru yang mengakses LJASS
sebanyak 95 orang, sedangkan klien penasun lama sebanyak 147 orang.
P a g e | 19
Distribusi jarum sebanyak 1531 buah, dengan pengembalian jarum
bekas sebanyak 963 buah atau 63% dari jarum yang telah di
distribusikan, dengan perincian sebagai berikut :
Keterangan September
2009
Oktober
2009
November
2009
Desember
2009
Januari
2010
Februari
2010
Maret
2010
Total
LJASS
Klien Baru
7 12 10 4 27 20 15 95
LJASS
Klien Lama
5 12 15 21 39 55 147
LJASS
Terdistribusi
21 56 110 178 270 300 596 1531
Jarum Bekas
Dikembalikan
18 45 70 79 220 181 350 963
5
P a g e | 21
5.
KOMUNIKASI - INFORMASI– EDUKASI (KIE) &
KONDOM
Dalam strategi penjangkauan, petugas penjangkau juga di lengkapi
dengan alat bantu seperti KIE (komunikasi informasi dan edukasi) yang
menjadi pengingat pesan-pesan pencegahan penularan HIV dan AIDS.
Selain KIE, para petugas penjangkau juga dilengkapi alat pencegahan
penularan HIV dan AIDS melalui transmisi seksual, yaitu kondom. LPP
mendapatkan stok kondom dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Kota Semarang, BKKBN, dan DKT.
Materi KIE yang telah didistribusikan sebanyak 258 eksemplar,
sedangkan kondom telah didistribusikan sebanyak 434 buah dengan
perincian sebagai berikut :
Keterangan September
2009
Oktober
2009
November
2009
Desember
2009
Januari
2010
Februari
2010
Maret
2010
Total
KIE 21 64 70 20 29 24 30 258
Kondom 21 67 156 190 234 251 400 434
6
6.
PELATIHAN
FASILITATOR MASYARAKAT
& PETUGAS PENJANGKAU
Dalam meningkatkan kemampuan fasilitator masyarakat dan petugas
penjangkau maka LPP mengadakan 3 kali pelatihan . Pelatihan pertama
diadakan pada September 2009 dengan materi Dasar-dasar
Penjangkauan dan Pengorganisasian Masyarakat.
Pelatihan kedua dilaksanakan pada bulan Januari 2010 dengan materi
Penjangkauan Tingkat Lanjut dan Pengorganisasian Masyarakat.
Pelatihan ketiga diadakan pada Maret 2010 dengan materi Tehnik
Komunikasi Perubahan Perilaku.
Seluruh kegiatan pelatihan bertempat di basecamp LPP dengan peserta
6 orang relawan yang terdiri dari 3 orang fasilitator masyarakat (CO)
dan 3 orang penjangkau komunitas ( CF). Masing-masing pelatihan
Page |23
P a g e | 24
berlangsung selama tiga hari. Pelatihan difasilitasi oleh Yvonne Sibuea
dan Emha Fauzi dari LPP.
7
P a g e | 26
7.
PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Fasilitator Masyarakat (CO) dan Penjangkau Komunitas (CF) melakukan
kegiatan pengorganisasian masyarakat lingkungan sekitar Puskesmas
agar memperoleh dukungan penuh untuk melaksanakan Layanan HR di
Puskesmas.
Diharapkan dapat terbentuk pemahaman baru di masyarakat tentang
keberadaan pengguna/pecandu NAPZA.
Masyarakat yang telah memiliki perspektif baru tentang
pengguna/pecandu NAPZA sebagai anggota masyarakat yang
membutuhkan layanan kesehatan diharapkan dapat aktif mendukung
program layanan HR.
Dalam kegiatan pengorganisasian masyarakat , LPP telah telah
melakukan pertemuan dengan masyarakat sebanyak 23 kali antara lain
melalui media rapat RT/RW, pertemuan PKK, pertemuan Karang
Taruna dan pertemuan-pertemuan rutin lainnya yang biasa diadakan
warga sekitar di wilayah Puskesmas Srondol, Puskesmas Pegandan &
Puskesmas Poncol.
P a g e | 27
Karang Taruna Srondol Kulon
(Puskesmas Srondol)
Karang Taruna Srondol Kulon
(Puskesmas Srondol)
PKK Srondol
(Puskesmas Srondol)
PKK Srondol
(Puskesmas Srondol)
BKR di Kel. Sendang Gede
(Puskesmas Srondol)
P a g e | 28
Pertemuan Karang Taruna & Rapat Bulanan RW di Kel. Pegandan
(Puskesmas Pegandan)
Pertemuan Warga Masyarakat Kel.Bendan Duwur
(Puskesmas Pegandan)
Pertemuan Karang Taruna & Rapat Bulanan RW di Kel. Pandan Sari
(Puskesmas Poncol)
8
P a g e | 30
8.
PERTEMUAN RUTIN
FASILITATOR MASYARAKAT
& PETUGAS PENJANGKAU
Dalam pelaksanaan program telah ditentukan hari khusus untuk
keperluan koordinasi seluruh staf yang diadakan seminggu sekali setiap
Jumat.
Kesempatan pertemuan mingguan digunakan untuk evaluasi program
serta penentuan strategi lapangan sesuai dengan situasi terkini yang
dilaporkan para relawan.
9
P a g e | 32
9.
PELUNCURAN
PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
DI PUSKESMAS PONCOL
Pada 1 Oktober 2010 di Puskesmas Poncol dilaksanakan acara
peluncuran Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) . Acara yang
dimulai pukul 11.00 WIB ini dihadiri oleh pimpinan & staf Puskesmas
Poncol,
Turut hadir Koordinator Divisi Layanan Harm Reduction Lembaga
Pelopor Perubahan M.H. Fauzi, Program Officer KPA Provinsi Jawa
Tengah Abror Adahuri, serta seluruh relawan program penguatan HR di
Puskesmas.
Dr. Robert Kosasih hadir mewakili HCP,I disertai oleh Dr. Asliati, Sp.KJ
dari Jakarta sebagai tim ahli bidang adiksi yang membimbing para staf
Puskesmas di Kota Semarang.
P a g e | 33
Pembukaan diawali dengan pendaftaran penasun yang dirujuk
mengikuti PTRM oleh relawan LPP. Dr. Christine Kepala Puskesmas
Poncol menangani proses konseling untuk calon klien PTRM. Dari 10
orang yang dirujuk, hanya 5 orang yang lolos seleksi untuk menjadi
klien PTRM.
Puskesmas Poncol membuka layanan bagi penasun setiap hari dimulai
pukul 11.00 - 13.00 WIB. Sedangkan hari Jumat - Minggu Puskesmas
Poncol membuka layanan dari pukul 10.00 WIB - 12.00 WIB.
10
P a g e | 35
10.
TANTANGAN SELAMA PELAKSANAAN PROGRAM
• Minimnya koordinasi rutin antara pihak-pihat terkait layanan
Harm Reduction seperti penegak hukum, penyedia layanan
kesehatan, komunitas pengguna NAPZA, tokoh agama, akademisi
dan seluruh komponen masyarakat kota Semarang untuk
merancang program dan mempromosikan program Harm
Reduction.
• Kurangnya kepercayaan klien terhadap layanan Harm Reduction
yang dikelola oleh pemerintah terkait keamanan dan kerahasiaan
dalam mengakses layanan. Klien juga mengeluhkan keterbatasan
waktu mengakses layanan yang disediakan di Puskesmas.
11
P a g e |3 7
11.
KONKLUSI & REKOMENDASI
1. Mutlak diperlukan adanya koordinasi komprehensif antara
penegak hukum, penyedia layanan kesehatan, komunitas
pengguna NAPZA, tokoh agama, akademisi dan seluruh
komponen masyarakat kota Semarang untuk merancang program
dan mempromosikan program Harm Reduction yang sudah
berjalan.
2. Penyusunan sistem monitoring dan evaluasi yang akuntabel dari
penyandang dana /perwakilan pemerintah/ pengawas / dan
pelaksana program Harm Reduction yang disepakati pada awal
pelaksanaan program akan menjadi salah satu tolok ukur
keberhasilan yang sahih dari sebuah program.
3. Penelitian-penelitian perlu dilakukan secara berkesinambungan
untuk menjajaki kebutuhan terkini penasun di kota Semarang.
Komunitas pengguna NAPZA sepatutnya dilibatkan sejak awal
penyusunan rencana penelitian, agar manfaat penelitian dapat
diterima oleh komunitas secara maksimal.
4. Perlu perencanaan exit strategy agar program penanggulangan
dampak buruk NAPZA di kota Semarang dapat dibiayai oleh
Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2011
dan selanjutnya. Ketergantungan pada donasi pihak luar akan
berdampak pada putusnya program ditengah jalan bila
pemerintah setempat tidak segera merencanakan untuk
mengambil alih tanggung jawab tersebut.