pengukuran kinerja organisasi nirlaba dengan …

17
PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu) Yosua Eka Timesa Made Sudarma, Prof., Dr., Ak., CPA. Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang Email: [email protected] Abstract: Measurement of Non Profit Organization Performance with Balanced Scorecard Approach (Case Study On Rumah Sakit Baptis Batu). The purpose of this study was to measure the performance of Rumah Sakit Baptis Batu using the Balanced Scorecard approach. This Study uses secondary data from the hospital in 2015-2017 and primary data from distributing questionnaires to patients and employees. Balanced Scorecard approach uses four perspective in the measurement, namely financial perspective, customer perspective, internal business process perspective, and learning and growth perspective. The study concluded that the performance of Rumah Sakit Baptis Batu were measured using the Balanced Scorecard approach as a whole can be said to be “sufficient”. It can be shown from the analysis of each perspective of the Balanced Scorecard. Keyword: Performance Measurement, Balanced Scorecard, Non Profit Organization, Financial Perspective, Customer Perspective, Internal Business Process Perspective, Learning and Growth Perspective. Abstrak: Pengukuran Kinerja Organisasi Nirlaba dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja Rumah Sakit Baptis Batu menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rumah sakit pada tahun 2015-2017 dan data primer dari penyebaran kuesioner kepada pasien dan karyawan. Pendekatan Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif dalam pengukuran, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Penelitian menyimpulkan bahwa kinerja Rumah Sakit Baptis Batu diukur menggunakan Balanced Scorecard secara keseluruhan dapat dikatakan “cukup”. Hal ini dapat dilihat dari analisis setiap perspektif Balanced Scorecard. Kata Kunci: Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Organisasi Nirlaba, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan. I. PENDAHULUAN Rumah sakit adalah bentuk organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara menyeluruh. Hal tersebut sesuai dengan yang keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/menkes/PER/III/2010. Sebagai institusi yang menyediakan pelayanan kesehatan, rumah sakit memiliki fungsi yang perlu dipenuhi seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit pasal 5, yaitu: rumah sakit melakukan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, juga sebagai tempat penelitian dan

Upload: others

Post on 12-Apr-2022

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN PENDEKATAN

BALANCED SCORECARD

(Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu)

Yosua Eka Timesa

Made Sudarma, Prof., Dr., Ak., CPA.

Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang

Email: [email protected]

Abstract: Measurement of Non Profit Organization Performance with Balanced Scorecard

Approach (Case Study On Rumah Sakit Baptis Batu). The purpose of this study was to

measure the performance of Rumah Sakit Baptis Batu using the Balanced Scorecard approach.

This Study uses secondary data from the hospital in 2015-2017 and primary data from

distributing questionnaires to patients and employees. Balanced Scorecard approach uses four

perspective in the measurement, namely financial perspective, customer perspective, internal

business process perspective, and learning and growth perspective. The study concluded that

the performance of Rumah Sakit Baptis Batu were measured using the Balanced Scorecard

approach as a whole can be said to be “sufficient”. It can be shown from the analysis of each

perspective of the Balanced Scorecard.

Keyword: Performance Measurement, Balanced Scorecard, Non Profit Organization,

Financial Perspective, Customer Perspective, Internal Business Process Perspective, Learning

and Growth Perspective.

Abstrak: Pengukuran Kinerja Organisasi Nirlaba dengan Pendekatan Balanced

Scorecard (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu). Penelitian ini bertujuan untuk

mengukur kinerja Rumah Sakit Baptis Batu menggunakan pendekatan Balanced Scorecard.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rumah sakit pada tahun 2015-2017 dan data

primer dari penyebaran kuesioner kepada pasien dan karyawan. Pendekatan Balanced

Scorecard menggunakan empat perspektif dalam pengukuran, yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan. Penelitian menyimpulkan bahwa kinerja Rumah Sakit Baptis Batu diukur

menggunakan Balanced Scorecard secara keseluruhan dapat dikatakan “cukup”. Hal ini dapat

dilihat dari analisis setiap perspektif Balanced Scorecard.

Kata Kunci: Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Organisasi Nirlaba, Perspektif

Keuangan, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pembelajaran

dan Pertumbuhan.

I. PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah bentuk organisasi

yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara menyeluruh.

Hal tersebut sesuai dengan yang keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

340/menkes/PER/III/2010. Sebagai

institusi yang menyediakan pelayanan

kesehatan, rumah sakit memiliki fungsi

yang perlu dipenuhi seperti yang tercantum

dalam Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit

pasal 5, yaitu: rumah sakit melakukan

pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan, pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan, penyelenggaraan pendidikan

dan pelatihan sumber daya manusia, juga

sebagai tempat penelitian dan

Page 2: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

pengembangan ilmu dan teknologi bidang

kesehatan. Rumah sakit memiliki banyak

aktivitas yang dilakukan oleh petugas

berbagai jenis profesi, baik profesi medik

maupun profesi non-medik untuk

memenuhi tugas dan fungsinya. Dengan

tugas dan fungsi yang dilakukan oleh

berbagai pihak dalamnya, rumah sakit

memerlukan suatu alat penilaian kinerja

yang tepat untuk menentukan bahwa rumah

sakit telah dikelola secara efektif dan

efisien, mampu melayani segala lapisan

masyarakat dan berkualitas.

Kinerja merupakan faktor penting yang

harus diperhatikan oleh suatu organisasi,

terutama dalam menghadapi persaingan

bisnis yang kompetitif. Oleh karena itu,

menurut Bititci (2000:4) perlu adanya

sistem penilaian kinerja yang baik, yaitu

sensitif terhadap perubahan lingkungan

internal dan eksternal, mampu menilai dan

kembali memprioritaskan tujuan organisasi

ketika terjadi perubahan di lingkungan

bisnis. Pengukuran kinerja harus meliputi

pengukuran dari perspektif keuangan dan

non keuangan, karena dengan pengukuran

kinerja yang seimbang antara keuangan dan

non keuangan dapat menghasilkan evaluasi

kinerja keseluruhan yang efektif. Dengan

kebutuhan yang muncul terhadap

pentingnya pengukuran kinerja pada suatu

organisasi dan untuk memperbaiki sistem

penilaian, maka diciptakan suatu metode

pendekatan yang mengukur kinerja

organisasi dengan mempertimbangkan

empat perspektif yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses

bisnis internal, serta perspektif proses

pembelajaran dan pertumbuhan

(Mutasowifin, 2002:245).

Balanced Scorecard adalah metode

yang digunakan untuk mengukur kinerja

berdasarkan ukuran keuangan untuk

mengetahui hasil tindakan masa lalu, dan

juga berdasarkan ukuran non keuangan

untuk menentukan kinerja organisasi di

masa mendatang. Metode Balanced

Scorecard akan mempermudah manajer

dalam suatu organisasi supaya mampu

menyusun sistem manajemen yang sesuai

dengan lingkungan usahanya. Balanced

Scorecard merupakan alat inovatif yang

digunakan untuk menerjemahkan visi ke

dalam sasaran-sasaran strategis (Vesty,

2004:1), pertama kali metode ini

dikembangkan oleh Kaplan dan Norton

(1992:79) untuk menyeimbangkan

pengukuran antara ukuran keuangan dan

non keuangan secara umum dalam suatu

organisasi.

Balanced Scorecard pada awalnya

dirancang untuk organisasi yang

berorientasi pada laba, namun karena ada

perkembangan dalam dunia usaha yang

menuntut bahwa diperlukan penilaian

kinerja pada organisasi nirlaba, maka

diterapkanlah konsep Balanced Scorecard

pada organisasi nirlaba. Terdapat

perbedaan signifikan terhadap penggunaan

metode ini pada organisasi laba dan

organisasi nirlaba, diantaranya: pada

organisasi laba lebih menekankan pada

perspektif keuangan sebagai pengukur

kinerjanya, sedangkan pada organisasi

nirlaba perspektif pelanggan menjadi yang

utama dibandingkan perspektif yang lain.

Selain itu, perspektif keuangan pada

organisasi laba diartikan sebagai

keuntungan yang didapat, sedangkan pada

organisasi nirlaba perspektif keuangan

diartikan sebagai pertanggungjawaban

keuangan kepada sumber dana terhadap

penggunaan dana yang efektif dan efisien

dalam rangka melayani kebutuhan

masyarakat. Balanced Scorecard dinilai

cocok untuk diterapkan pada organisasi

nirlaba seperti rumah sakit, karena

Balanced Scorecard tidak hanya

menekankan pada satu perspektif saja.

Rumah Sakit Baptis Batu merupakan

organisasi sektor publik yang berdiri

dibawah Yayasan Rumah sakit Baptis

Indonesia. Rumah Sakit Baptis Batu saat ini

menjadi rumah sakit rujukan pelayanan

kesehatan di daerah sekitar kota Malang

dan Batu. Selain menghadapi permasalahan

internal yang ada, Rumah Sakit Baptis Batu

juga diperhadapkan dengan kondisi

lingkungan usaha dari berbagai faktor

peluang dan tantangan yang selalu

Page 3: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

berkembang secara dinamis. Oleh karena

itu, untuk dapat menjadikan Rumah Sakit

Baptis Batu sebagai rumah sakit yang dapat

memberikan pelayanan kesehatan yang

prima dan selalu menjadi rumah sakit

rujukan utama oleh masyarakat sekitar,

perlu adanya analisis kinerja guna

mengukur tingkat keberhasilan manajemen

dalam mengelola rumah sakit secara efektif

dan efisien serta mampu melayani segala

lapisan masyarakat dalam menyediakan

pelayanan yang berkualitas. Kepercayaan

masyarakat sangat diperlukan, mengingat

masyarakat merupakan pengguna jasa.

Diharapkan dengan peningkatan

kepercayaan dari masyarakat akan

memiliki dampak positif terhadap rumah

sakit.

Melihat fenomena tersebut, maka

diperlukan alternatif dengan menggunakan

Balanced Scorecard sebagai alat untuk

mengukur kinerja Rumah Sakit Baptis Batu

yang komprehensif, akurat dan terukur

karena tidak menitikberatkan pada

perspektif keuangan saja, namun dengan

empat perspektif yang terdapat dalam

Balanced Scorecard yaitu perspektif

keuangan, perspektif pelanggan, perspektif

bisnis internal dan perspektif pembelajaran

dan pertumbuhan berdasarkan visi dan misi

yang telah ditetapkan dalam rangka

mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan

latar belakang dan uraian diatas maka

dalam penelitian ini mengambil judul

“PENGUKURAN KINERJA

ORGANISASI NIRLABA DENGAN

PENDEKATAN BALANCED

SCORECARD (Studi Kasus pada Rumah

Sakit Baptis Batu)”.

I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Organisasi Nirlaba

Menurut Widodo dan Kustiawan

(2001:3) organisasi nirlaba adalah suatu

institusi yang menjalankan operasinya tidak

berorientasi mencari laba, namun bukan

berarti bahwa organisasi tersebut tidak

diperbolehkan menghasilkan keuntungan

dalam kegiatan operasionalnya, melainkan

dalam penggunaan manfaat dari

keuntungan tidak dialokasikan kepada

manajemen namun digunakan kembali

untuk mendukung kegiatan operasional

utama. Organisasi nirlaba adalah suatu

organisasi yang bertujuan pokok untuk

mencapai tujuan tertentu tanpa ada

perhatian terhadap hal-hal yang bersifat

mencari laba.

2.2 Definisi Kinerja

Bastian (2006:274) mendefinisikan

kinerja adalah gambaran pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau program

atau kebijaksanaan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi.

Kinerja merupakan suatu pencapaian atas

suatu program, kebijaksanaan atau kegiatan

dalam rangka mencapai visi dan misi

organisasi, serta dapat disebut sebagai hasil

evaluasi dari setiap kegiatan yang telah

dilakukan oleh suatu organisasi

sebelumnya.

2.2.1 Pengertian Pengukuran

Kinerja

Sedangkan Yuwono (2007:23)

mendefinisikan bahwa pengukuran

kinerja adalah tindakan pengukuran

yang dilakukan terhadap berbagai

aktivitas dalam rantai nilai yang ada

pada perusahaan. Hasil dari

pengukuran yang sudah dilakukan

nantinya akan digunakan sebagai

umpan balik untuk memberi informasi

tentang prestasi pelaksanaan suatu

rencana dan titik dimana organisasi

memerlukan penyesuain atas aktivitas

perencanaan dan pengendalian.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Organisasi Nirlaba

Mahmudi (2007:12) mengatakan

bahwa masyarakat akan menilai

kesuksesan organisasi sektor publik

melalui kemampuan organisasi dalam

memberikan pelayanan publik yang

relatif murah dan berkualitas. Hal ini

menunjukkan bahwa perspektif

pelanggan menjadi hal utama dalam

pengukuran kinerjanya, dan perspektif

keuangan menjadi hal yang perlu

Page 4: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

dipertanggungjawabkan kepada

sumber dana.

2.2.3 Pengukuran Kinerja Rumah

Sakit

Kinerja Rumah Sakit berdasarkan

standar pengukuran jasa pelayanan

kesehatan nasional (Depkes, 2005:70)

dinilai dari: BOR (Bed Occupancy

Rate), menunjukan pesentase tempat

tidur yang dihuni dengan tempat tidur

yang tersedia. BTO (Bed Turn Over

Rate), menunjukkan perbandingan

jumlah pasian keluar dengan rata-rata

tempat tidur yang terpakai. TOI (Turn

Over Interval), menunjukkan waktu

rata-rata luang tempat tidur. ALOS

(Average Lengthof Stay),

menunjukkan rata-rata lamanya

seorang pasien dirawat. GDR (Gross

Death Rate), digunakan untuk

mengetahui rata-rata kematian untuk

tiap-tiap 1000 pasien keluar. NDR (Net

Death Rate), digunakan untuk

mengetahui rata-rata angka kematian

lebih dari 48 jam setelah dirawat untuk

tiap-tiap 1000 pasien keluar.

2.2.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Memotivasi karyawan dalam

mencapai sasaran organisasi dan

mematuhi standar perilaku yang telah

ditetapkan agar membuahkan hasil

yang diinginkan adalah tujuan pokok

dilakukannya pengukuran kinerja.

Pengukuran kinerja akan diukur secara

berkelanjutan yang nantinya dapat

memberikan umpan balik pada

organisasi, supaya perbaikan kinerja

dapat terus dilakukan hingga

tercapainya target yang diinginkan

pada masa mendatang.

2.2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja

Bastian (2006:275) menjelaskan

bahwa banyak manfaat yang didapat

dari hasil pengukuran kinerja. Untuk

memastikan pemahaman para

pelaksana dan memastikan tercapainya

skema kerja yang disepakati adalah

salah satu manfaat yang dapat

diperoleh dari pengukuran kinerja yang

baik.

2.3 Pengukuran Kinerja dengan

Balanced Scorecard

Balanced Scorecard adalah metode yang

digunakan untuk menerjemahkan visi dan

misi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dari

pengukuran-pengukuran yang dilihat dari

empat perspektif serta menerjemahkan visi

unit bisnis dan misinya kedalam tujuan dan

pengukuran yang berwujud.

2.4 Balanced Scorecard

Balanced Scorecard merupakan suatu

sistem pengukuran kinerja organisasi

dengan menggunakan ukuran-ukuran

tertentu. ukuran tersebut merupakan

penjabaran dari visi dan misi organisasi

yang terbagi dalam empat perspektif yaitu

perspektif pelanggan, perspektif keuangan,

perspektif proses bisnis dan internal dan

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Balanced Scorecard melengkapi

seperangkat ukuran finansial kinerja masa

lalu dengan ukuran pendorong kinerja masa

depan (Kaplan dan Norton, 1996:53).

2.4.1 Karakteristik Balanced

Scorecard

Kaplan dan Norton (2001:160)

menyebutkan bahwa Balanced

Scorecard merupakan sistem

manajemen untuk

mengimplementasikan strategi,

mengukur kinerja tidak hanya

didasarkan pada aspek keuangan saja,

namun juga memperhatikan aspek non

keuangan untuk mengomunikasikan

visi, strategi, dan kinerja yang

diharapkan. Dengan kata lain,

pengukuran kinerja dengan Balanced

Scorecard tidak semata-mata hanya

untuk kepentingan jangka pendek saja,

melainkan juga untuk jangka panjang.

Sehingga suatu organisasi menggunakan

hasil pengukuran kinerja dengan metode

Balanced Scorecard untuk menghasilkan

berbagai proses manajemen penting.

2.4.2 Perspektif dalam Balanced

Scorecard

Balanced Scorecard menggunakan

empat perspektif yang berbeda sebagai

Page 5: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

alat pengukuran kinerjanya. Meskipun

berbeda tetapi keempat perspektif ini

memiliki tujuan yang sama, yaitu

mencapai sasaran strategi yang sudah

direncanakan oleh organsiasai. Keempat

perspektif ini saling berkaitan antara

satu dengan yang lainnya untuk

meningkatkan kinerja organisasi.

a. Perpektif Pelanggan

Menurut Kaplan dan Norton

(1996:58) pelanggan adalah

perusahaan dan segmen pasar yang

akan dituju, sedangkan segmen pasar

merupakan sumber yang akan

menjadi komponen penghasilan

tujuan finansial perusahaan.

b. Perspektif Keuangan

Balanced Scorecard menunjukkan

adanya metode pengukuran kinerja

yang menggabungkan antara

pengukuran secara keuangan dan non

keuangan (Kaplan dan Norton,

1996:53).

c. Proses Bisnis Internal

Yuwono (2007:36) mengatakan

bahwa “Balanced Scorecard dalam

perspektif proses bisnis internal

memungkinkan manajer untuk

mengetahui seberapa baik bisnis

mereka berjalan dan apakah produk

atau jasa mereka sesuai dengan

spesifikasi pelanggan”. Dengan kata

lain proses bisnis internal perlu

diidentifikasi dengan baik oleh

manajemen, karena dalam hal ini

terdapat nilai-nilai yang diinginkan

oleh pelanggan.

d. Perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan

Mahmudi (2007:146) mengatakan

bahwa perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan difokuskan untuk

menjawab pertanyaan bagaimana

organisasi terus melakukan perbaikan

dan menambah nilai bagi pelanggan.

2.4.3 Balanced Scorecard pada

Organisasi Nirlaba

Balanced Scorecard dapat

diterapkan untuk organisasi nirlaba

seperti Rumah Sakit. Penyesuaian perlu

dilakukan bila menggunakan Balanced

Scorecard untuk mengukur kinerja

organisasi nirlaba. Dikarenakan

organisasi nirlaba merupakan sistem

pelayanan kepada masyarakat. Gasperz

(2006:207) menjelaskan bahwa

organisasi nirlaba memerlukan beberapa

penyesuaian sebagai berikut:

1. Fokus utama dalam organiasi nirlaba

adalah pelanggan.

2. Tujuan utama dari organisasi nirlaba

bukanlah memaksimalkan hasil

finansial, melainkan keseimbangan

pertanggungjawaban finansial

terhadap pelayanan kepada

pelanggan dan kelompok yang

berkepentingan sesuai dengan visi

dan misi yang dimiliki suatu

organisasi.

3. Mendefinisikan ukuran dan sasaran

dalam perspektif pelanggan

membutuhkan perhatian yang baik,

hal ini sebagai konsekuensi atas peran

yang dimiliki oleh organisasi nirlaba

dan membutuhkan definisi yang jelas

dan strategis.

2.4.4 Keunggulan Balanced Scorecard

Keunggulan yang dimiliki oleh

balanced scorecard adalah mampu

menghasilkan rencana strategis yang

memiliki karakteristik sebagai berikut

(mulyadi, 2001:11); komprehensif,

balanced scorecard memperluas

perspektif yang dilingkupi oleh

perencanaan strategis. Koheren,

balanced scorecard mewajibkan adanya

hubungan sebab akibat (casual

relationship). Berimbang, keseimbangan

sasaran strategis yag dihasilkan oleh

sistem perencanaan strategis. Terukur,

keterukuran sasaran yang dihasilkan

oleh sistem perencanaan strategis.

2.4.5 Manfaat Balanced Scorecard

Penerapan Balanced Scorecard

memberikan berbagai manfaat kepada

suatu organisasi. Menurut Yuwono

(2007:34) terdapat berbagai manfaat

yang dapat diberikan kepada manajemen

dalam melaksanakan operasional

organisasinya, yaitu:

Page 6: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

a. Merangkum berbagai keunggulan

daya saing dalam agenda organisasi,

orientasi pelanggan, perbaikan

kualitas, kerjasama tim, pengurangan

pelontaran produk baru dan

pengelolaannya dalam perspektif

jangka panjang untuk menjadi satu

laporan manajemen.

b. Mendorong para manajemen untuk

memperhatikan semua tolok ukur

operasional yang terkait.

c. Membantu organisasi untuk

menyelaraskan tujuan dengan strategi

yang diterapkan.

d. Menerjemahkan dan

mengimplementasikan strategi ke

dalam sistem manajemen secara

komprehensif dan koheren yang

dapat dipantau perkembangan

maupun dinamikanya secara

berkelanjutan.

2.5 Pengertian Rumah Sakit

Menurut World Health Organization

(WHO:1957), Rumah Sakit merupakan

suatu bagian yang terintegrasi dari

organisasi dan medis, berfungsi

memberikan pelayanan kesehatan lengkap

kepada masyarakat baik kuratif maupun

rehabilitatif, dimana output pelayanannya

menjangkau pelayanan lingkungan dan

keluarga. Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009

tentang fungsi Rumah Sakit,

mendefinisikan Rumah Sakit sebagai

institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan gawat darurat.

2.6 Tinjauan Penetian Terdahulu

Penelitian terdahulu diperlukan

digunakan untuk menjustifikasikan

pentingnya suatu penelitian yang diteliti,

dan sebagai dialog berkelanjutan dengan

penelitian yang relevan (Creswell,

2017:154). Penelitian yang dilakukan oleh

Shofiyatul (2013) dengan judul penelitian

Pengukuran Kinerja Rumah Sakit dengan

Balanced Scorecard (Studi Kasus pada

Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo

Wlingi). Penelitian ini menggunakan data

historis rumah sakit yang terdapat pada

laporan tahunan yakni tahun 2010 sampai

tahun 2012, dan data kuesioner kepuasan

pelanggan dan kepuasan karyawan rumah

sakit. Hasil penelitian yang didapatkan

yakni Balanced Scorecard dapat diterapkan

di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, dengan

hasil pengukuran kinerja dapat dikatakan

“cukup”. Perspektif Bisnis Internal masih

memiliki kekurangan dengan adanya

beberapa indikator pelayanan yang masih

belum ideal.

II. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menerapkan

pendekatan metode campuran (mixed

mehod), yaitu suatu langkah penelitian

dengan menggabungkan dua bentuk

pendekatan dalam penelitian, yaitu

kualitatif dan kuantitatif. Penelitian

campuran merupakan pendekatan

penelitian yang mengkombinasikan antara

penelitian kualitatif dengan penelitian

kuantitatif (Creswell, 2014:5). Penelitian

ini menggunakan rancangan campuran

transformatif (transformative mixed

method), yaitu rancangan yang

menggabungkan elemen-elemen

pendekatan konvergen, sekuensial

eksplanatori, atau pendekatan sekuensial

eksploratori (Creswell, 2014:304).

Perspektif pelanggan dan perspektif

pertumbuhan dan pembelajaran akan

menggunakan dua pendekatan yaitu,

sekuensial eksplanatori dan sekuensial

eksploratori. Perspektif keuangan dan

perspektif Proses Bisnis Internal akan

menggunakan pendekatan sekuensial

eksploratori.

Data kualitatif dan kuantitatif akan

dijelaskan secara deskriptif, yaitu dengan

cara menggambarkan karakteristik variabel

yang ada. Hal ini dipilih dengan tujuan

untuk dapat memberikan gambaran

terhadap suatu fenomena yang terjadi

dalam suatu organisasi.

Page 7: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi menurut Riduwan (2014:8)

merupakan objek atau subjek yang berada

pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-

syarat tertentu berkaitan dengan masalah

penelitian. Jenis populasi dalam penelitian

ini adalah populasi terbata yaitu populasi

yang memiliki sumber data yang jelas

batasnya secara kuantitatif sehingga dapat

dihitung jumlahnya (Riduwan 2014:8).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

dan karyawan RS Baptis Batu. Hal ini

dipilih untuk dapat memperoleh gambaran

yang valid dalam mengukur kinerja

perusahaan melalui perspektif pelanggan

dan perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan. Pengukuran kinerja melalui

perspektif pelanggan serta perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan dilakukan

melalui penyebaran kuesioner.

Peneliti dalam penelitian ini mengambil

sampel menggunakan teknik probabilitas

untuk memberikan peluang yang sama pada

setiap anggota populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel, dengan metode

pengambilan sampel secara acak sederhana

(simple random sampling) yaitu

pengambilan sampel secara acak. Metode

simple random sampling dipilih lantaran

anggota populasi yang sudah dianggap

homogen atau sejenis (Riduwan, 2014:12).

Dalam menentukan jumlah sampel

digunakan rumus Slovin (Nursiyono,

2015:152) dikarenakan jumlah populasi

telah diketahui.

III. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

3.1 Pengukuran Kinerja dengan

Balanced Scorecard

RS Baptis Batu adalah organisasi nirlaba

yang memberikan pelayanan dalam bentuk

pelayanan medik bagi masyarakat. Banyak

fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan RS

Baptis Batu kepada masyarakat terutama

sekitar batu dan Malang Raya.

Kelangsungan operasi rumah sakit sangat

dipengaruhi oleh tingkat kepuasan dari para

pelanggannya. Bukan hanya dalam bidang

mutu pelayanan melainkan RS Baptis Batu

berada pada posisi yang strategis dengan

kondisi lingkungan kampus yang asri, yang

menjadi salah satu faktor penting RS Baptis

Batu memberikan mutu dan pelayanan yang

terbaik demi tercapainya kepuasan para

pelanggan merupakan hal mutlak yang

harus dicapai oleh RS Baptis Batu untuk

dapat bersaing dengan organisasi kesehatan

lainnya.

3.2 Perspektif Pelanggan

a. Kepuasan Pelanggan

Dari hasil penyebaran kuesioner

kepada pasien rawat inap dan rawat jalan

RS Baptis Batu, diperoleh hasil indeks

kepuasan sebesar 13894, indeks tersebut

berada pada interval 12158-14129. Hasil

ini menunjukkan bahwa pasien di RS

Baptis Batu dapat dikategorikan puas

terhadap pelayanan RS Baptis Batu.

untuk dapat melihat kepuasan pasien

scara rinci, peneliti menjabarkan

kepuasan pasien sesuai atribut yang

terdapat pada instrumen kepuasan pasien

yang terdiri dari tangible (nyata),

emphaty (empati), reliability

(keandalan), responsiveness

(ketanggapan), dan assurance (jaminan).

b. Retensi Pasien

Indikator ini bertujuan untuk

mengukur tingkat kemampuan RS

Baptis Batu dalam menjaga hubungan

dan mempertahankan pasien. Tingkat

retensi pasien RS Baptis Batu selalu

meningkat dari tahun ke tahun. pada

tahun 2015 sebesar 86,79%, lalu tahun

2016 meningkat sebesar 2,22% menjadi

86,79%, dan pada tahun 2017 meningkat

sebesar 5,61% menjadi 92,40%. Hal ini

menunjukkan bahwa RS Baptis sudah

berhasil dalam upaya mempertahankan

pasien lama dari tahun ke tahun.

c. Akuisisi Pasien

Indikator akuisisi pasien bertujuan

untuk mengukur tingkat kemampuan RS

Baptis Batu untuk menarik pelanggan

atau pasien baru. Pada tahun 2015

berhasil mengakuisisi pelanggan sebesar

8,32% dengan total pasien sebanyak

Page 8: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

38.419 pasien. Namun pada tahun 2016

mengalami penuruan sebesar 1,1%

menjadi 7,22% dengan total pasien yang

meningkat menjadi 41.351 pasien. Pada

tahun 2017 mengalami penuruan

kembali sebesar 2.62% menjadi 4,60%

dengan total pasien meningkat menjadi

66.685 pasien. Hal ini menunjukkan

bahwa ada tren yang buruk dari tahun ke

tahun pada akuisi pelanggan RS Baptis

Batu. Karena dengan terus menurunnya

persentase akuisisi pelanggan ini, maka

mengindikasikan adanya hal yang

kurang baik yang ada di rumah sakit.

Misalnya, terkait dengan pelayanan

yang buruk, biaya yang mahal, atau

beberapa faktor lain yang memengaruhi

pelanggan. Untuk meningkatkan rasio

akuisisi pelanggan RS Baptis Batu perlu

untuk meningkatkan pelayanan dan

lebih berorientasi pada pengembangan

yang mampu meningkatkan persentase

akuisi pelanggan di tahun selanjutnya.

3.3 Perspektif Keuangan

Keuangan merupakan suatu komponen

yang paling penting dalam sebuah

perusahaan. Dalam perspektif ini, kinerja

keuangan tetap digunakan untuk mengukur

apakah dalam strategi organisasi,

implementasi strategi hingga pelaksanaan

akan membawa dampak positif bagi

organisasi.

3.3.1 Rasio Efektivitas

Rasio Efektivitas yaitu rasio yang

menggambarkan berhasil atau tidaknya

institusi dalam mencapai target

pendapatannya.

Tabel 4.1

Rasio Efektivitas RS Baptis Batu

Tahun Anggaran

(Pendapatan)

Realisasi Anggaran

(Pendapatan)

Rasio

Efektivitas Keterangan

2015 Rp. 45.099.561.022 Rp. 44.898.626.133 99,6% Cukup

Efektif

2016 Rp. 53.788.955.444 Rp. 49.823.126.566 92,6% Cukup

Efektif

2017 Rp. 57.705.362.541 Rp. 55.093.605.367 95,5% Cukup

Efektif

Sumber: Data sekunder diolah

Apabila mengamati gambar dan

tabel diatas, perolehan pendapatan RS

Baptis Batu selalu meningkat dari tahun

ke tahun meskipun tidak pernah

mencapai target anggaran yang sudah

ditetapkan sebelumnya. Rasio

efektivitas RS Baptis Batu selama tahun

2015-2017 mengalami fluktuasi, pada

tahun 2015 Rasio Efektivitas berada

pada persentase 99,6%, namun pada

tahun 2016 mengalami penurunan

menjadi sebesar 92,6%, dan pada tahun

2017 mengalami peningkatan kembali

menjadi 95,5%. Untuk kinerja keuangan

RS Baptis Batu terutama pada rasio

efektivitas terbilang sudah cukup efektif,

dikarenakan antara hasil realisasi

pendapatan dan anggaran yang

ditetapkan tidak terjadi selisih yang jauh.

Meskipun mengalami penurunan di

tahun 2016, namun masih tetap

dikatakan efektif karena rasio efektivitas

tetap berada di atas 90%.

Dari rasio ini dapat menunjukkan

bahwa kinerja rasio efektivitas RS

Baptis Batu sudah cukup dalam

mencapai tujuannya. Tetapi perlu dicatat

bahwa efektivitas ini tidak menyatakan

tentang seberapa besar biaya yang telah

dikeluarkan, namun hanya pendapatan

yang berhasil diperoleh.

4.3.2 Rasio Ekonomi

Rasio ekonomi adalah rasio yang

menggambarkan kehematan dalam

penggunaan anggaran yang mencakup

Page 9: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

pengelolaan secara hati-hati atau hemat

dan tidak ada pemborosan.

Tabel 4.2

Rasio Ekonomis RS Baptis Batu

Tahun Anggaran

(Beban)

Realisasi Anggaran

(Beban)

Rasio

Ekonomis Keterangan

2015 Rp. 43.707.745.505 Rp. 44.691.005.837 97,79% Cukup

Ekonomis

2016 Rp. 53.433.301.190 Rp. 49.350.971.415 108,27% Ekonomis

2017 Rp. 56.412.393.820 Rp. 54.460.905.465 103,58% Ekonomis

Sumber: Data Sekunder diolah, 2018

Pengeluaran yang ada di RS Baptis

Batu pada umumnya digunakan untuk

belanja pegawai, belanja barang dan

belanja modal. Salah satu cara untuk

mengetahu rasio ekonomis adalah

dengan membandingkan apakah beban

yang telah direalisasi lebih besar dari

jumlah yang telah dianggarkan oleh RS

Baptis Batu sebelumnya. RS Baptis Batu

pernah mencapai pengeluaran melebihi

anggaran yang ditetapkan pada tahun

2015 yaitu dengan rasio sebesar 97,79%.

Namun pada tahun-tahun berikutnya RS

Baptis Batu mulai berbenah diri. Hal ini

dibuktikan dengan persentase Rasio

ekonomis yang mulai stabil berada pada

persentase lebih dari 100%. Pada tahun

2016 rasio ekonomis RS baptis Batu

berhasil mencapai 108,27%. Meskipun

pada tahun 2017 mengalami kenaikan

kembali menjadi 103,58%, namun hal

ini masih dapat dikatakan ekonomis

dikarenakan tidak melebihi anggaran

yang ditetapkan sebelumnya.

Jika dilihat dari data diatas, RS

Baptis perlu memfokuskan diri kembali

dalam penyusunan anggaran dan kontrol

pengendalian terhadap pengeluaran RS

Baptis Batu agar tidak terulang kembali

realisasi beban yang melebihi anggaran

yang telah ditetapkan sebelumnya

seperti pada tahun 2015. Namun secara

keseluruhan RS Baptis Batu

menujukkan kinerja keuangan yang

baik.

4.3.3 Rasio Efisiensi

Rasio efisiensi adalah rasio yang

menggambarkan perbandingan antara

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan dengan

realisasi pendapatan yang diterima.

Tabel 4.3

Rasio Efisiensi RS Baptis Batu

Tahun Realisasi Anggaran

(Pendapatan)

Biaya Untuk

Memperoleh

Pendapatan

Rasio

Efisiensi Keterangan

2015 Rp. 44.898.626.133 Rp. 37.260.522.277 83% Efisien

2016 Rp. 49.823.126.566 Rp. 40.899.234.934 82,1% Efisien

2017 Rp. 55.093.605.367 Rp. 42.882.127.107 77,8% Efisien

Sumber: Data Sekunder diolah, 2018

Seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh pendapatan pada RS

Baptis Batu ini seluruhnya terdapat pada

bidang pelayanan dan penunjang. Jika

melihat gambar dan tabel diatas

menunjukkan bahwa RS Baptis Batu

sudah baik dalam mengelola

pengeluaran untuk memperoleh

pendapatan. Hal ini dapat dilihat bahwa

dari tahun ke tahun persentase Rasio

Page 10: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

Efisiensi selalu menurun, pada tahun

2015 persentase berada pada angka 83%,

pada tahun 2016 turun 0,9% menjadi

82,1%, dan pada tahun 2017 turun secara

signifikan sebesar 4,3% sehingga

menjadi 77,8%. Dengan menurunnya

biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan dengan selalu

menaiknya pendapatan dari tahun ke

tahun menunjukkan bahwa RS baptis

Batu telah fokus dan baik dalam kinerja

keuangannya terutama dalam

efisiensinya. Pengeluaran perlu tetap

dijaga supaya tidak melebihi pendapatan

yang diperoleh, sehingga kinerja

perspektif keuangan yang diukur melalui

rasio efisiensi dapat dikatakan

menunjukkan hasil yang baik atau

efisien.

3.4 Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif ini dapat dilihat

apakah RS Baptis Batu telah melakukan

kinerja secara efisien dan efektif. Kaplan

dan Norton (1996) pengukuran kinerja pada

perspektif proses bisnis internal

berpedoman kepada proses inovasi dan

proses operasi. Dalam proses inovasi,

organisasi menggali pemahaman tentang

kebutuhan pelanggan masa kini dan masa

mendatang serta mengembangkan solusi

baru untuk pelanggan.

4.4.1 Proses Inovasi

Rumah sakit semakin bertambah banyak

di setiap daerah, karena itu rumah sakit

dituntut untuk membuka dan

mengembangkan jasa baru yang dapat

diberikan kepada masyarakat. Hal ini

dilakukan dengan tujuan menyediakan

pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan

menarik pelanggan itu sendiri. Dengan

adanya inovasi pada rumah sakit, maka

semakin besar peluang rumah sakit untuk

mendapat pasien yang lebih besar.

Tabel 4.4

Jumlah Inovasi Pelayanan Kesehatan RS Baptis Batu

Tahun Penambahan jenis pelayanan Jumlah pelayanan Persentase

2015 - 28 0%

2016 - 28 0%

2017 - 28 0%

Sumber: RS Baptis Batu, 2018

Dilihat dari tabel diatas, proses inovasi

di RS Baptis Batu memang belum terjadi

peningkatan selama 3 tahun dari tahun 2015

hingga tahun 2017. Selama 3 tahun

persentase inovasi sebesar 0%. Meskipun

tidak adanya penambahan jumlah

pelayanan di RS Baptis Batu, namun

manajemen sudah baik dalam

mempertahankan jumlah pelayanan yang

ada. Hal yang perlu diperhatikan bahwa

komitmen rumah sakit dalam

mengembangkan pelayanan perlu

ditingkatkan. Diharapkan proses inovasi

dapat kembali difokuskan oleh manajemen

rumah sakit untuk memberikan pelayanan

yang lebih baik kepada masyarakat.

4.4.2 Proses Operasi

4.4.2.1 Kunjungan Rawat Jalan

Perhitungan pada indikator ini

digunakan unuk mengetahui beban kinerja

RS Baptis Batu perhari. Selain mengetahui

beban perhari, indikator rata-rata

kunjungan rawat jalan ini juga dapat

mengetahui seberapa besar tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap RS

Baptis Batu. Berikut adalah jumlah rata-

rata kunjungan rawat jalan RS Baptis Batu:

Page 11: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

Tabel 4.5

Rata-rata Kunjungan Rawat Jalan RS Baptis Batu

Keterangan TAHUN

2015 2016 2017

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan per Tahun 36541 39792 64683

Jumlah Hari dalam 1 periode 365 365 365

Rata-rata Kunjungan per Hari 100 109 177

Sumber: Data Sekunder diolah, 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat

bahwa selalu ada peningkatan yang baik

dari tahun ke tahun. pada tahun 2015 rata-

rata kunjungan rawat jalan sebesar 100

pasien, pada tahun 2016 naik menjadi 109

pasien, dan pada tahun 2017 mengalami

peningkatan yang signifikan menjadi 177

pasien. Dari data di atas menunjukkan

bahwa citra RS Baptis Batu di masyarakat

sudah baik, hal ini ditunjukkan dari selalu

meningkatnya jumlah rata-rata kunjungan

rawat jalan.

4.4.2.2 Kunjungan Rawat Inap

Tabel 4.6

Indikator Rawat Inap RS Baptis Batu Indikator Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Keterangan

BOR 43,41% 48,50% 33,79% Kurang

ALOS 2,85 Hari 2,93 Hari 2,73 Hari Kurang

TOI 3,82 Hari 3,15 Hari 5,50 Hari Kurang

BTO 54,08 Kali 59,66 Kali 43,91 Kali Kurang

GDR 10,72 Orang 4,36 Orang 5,95 Orang Baik

NDR 37,3 Orang 20,11 Orang 20,56 Orang Baik

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

a. BOR (Bed Occupancy Rate)

Menurut Depkes RI (2011:44),

BOR adalah persentase pemakaian

tempat tidur pada satuan waktu tertentu.

Indikator ini memberikan gambaran

tentang tingkat penggunaan dan

pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.

Nilai ideal untuk BOR adalah 60%-

85%. Dari data di atas, dapat dilihat

bahwa rasio untuk BOR RS Baptis

menunjukkan belum mencapai nilai

ideal seperti standar yang ditetapkan

sebesar 60%-85%. Nilai BOR dari

tahun ke tahun tingkat persentase

mengalami fluktuasi. Penuruan

persentase terbesar terjadi pada tahun

2017 yaitu sebesar 14,71% sehingga

menjadikan persentase BOR pada tahun

2017 sebesar 33,79%. Namun

penurunan ini terjadi dikarenakan pada

tahun 2017 RS Baptis Batu melakukan

penambahan tempat tidur yang

sebelumnya sejumlah 100 TT menjadi

134 TT. Dari nilai BOR diatas jika

mengacu pada nilai ideal yang

ditetapkan RS Baptis Batu dinilai

kurang.

b. ALOS (Average Length of Stay)

Menurut Depkes RI (2011:44),

ALOS adalah rata-rata lama dirawat

seorang pasien. Indikator ini

menunjukkan tingkat ekonomi rumah

sakit. Nilai ideal ALOS pada rumah

sakit yang ditetapkan oleh Depkes RI

adalah 6-9hari. Berdasarkan tabel di

atas menunjukkan nilai yang belum

mencapai niali ideal. Hal ini dapat

dilihat dari nilai ALOS RS Baptis Batu

Page 12: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

sebesar selama 3 periode yang belum

sesuai standar yang ditetapkan yaitu

sebesar 6-9 hari. Tahun 2015 dengan

nilai 2,85 hari, pada tahun tahun 2016

dengan nilai 2,93 hari, dan pada tahun

2017 dengan nilai 2,73 hari. Ada

beberapa faktor yang memengaruhi

rendahnya nilai ALOS RS Baptis Batu,

yaitu: kondisi pasien sudah membaik

atau pulih sebelum 6 hari, pasien pulang

paksa atas kehendak sendiri atau

keluarga untuk dirawat di rumah.

Namun bila melihat dari standar yang

ditetapkan Depkes RI nilai ALOS RS

Baptis Batu masih belum dalam

keadaan baik dan dinilai kurang.

c. TOI (Turn Over Internal)

TOI menurut Depkes RI (2011:45)

adalah rata-rata lama tempat tidur tidak

ditempati setelah diisi terakhir kali.

Indikator ini menujukkan tingkat

efisiensi penggunaan tempat tidur. Nilai

ideal yang ditetapkan Depkes RI untuk

TOI adalah 1-3 hari. Dari hasil data di

atas dapat dilihat bahwa nilai TOI RS

Baptis Batu mengalami nilai yang

fluktuatif. Nilai TOI RS Baptis Batu

belum pernah menyentuh nilai ideal

yang ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan RI. Namun jika dilihat nilai

pada tahun 2017 sempat menyentuh

nilai dengan angka 5,5 Hari. Hal ini

disebabkan karena pihak RS Baptis

Batu melakukan penambahan tempat

tidur pada tahun 2017 yang sebelumnya

berjumlah 100 TT pada tahun 2016

menjadi 134 TT pada tahun 2017. Diliat

dari nilai TOI RS Baptis Batu di atas,

maka dapat dinyatakan kurang.

d. BTO (Bed Turn Over)

BTO menurut Depkes RI (2011:45)

adalah frekuensi pemakaian tempat

tidur pada satu periode, berapa kali

tempat tidur pada satu periode, berapa

kali tempat tidur dipakai dalam satu

satuan waktu tertentu. Nilai ideal BTO

yang ditetapkan adalah tempat tidur

digunakan sebanyak 40-50 kali dalam

setahun. Dilihat dari tabel di atas

menujukkan bahwa nilai BTO RS

Baptis Batu selama tiga tahun terakhir

mengalami fluktuasi. Nilai BTO RS

Baptis pada tahun 2015 dan 2016 tidak

mencapai ideal dengan nilai masing-

masing yaitu 54, 08 kali dan 59,66 kali,

namun pada tahun 2017 berhasil

mencapai nilai ideal dengan nilai BTO

yaitu 43,91 kali. Hal ini disebabkan

karena adanya penambahan jumlah

tempat tidur yang dilakukan pihak RS

Baptis Batu pada tahun 2017 yang

sebelumnya sebanyak 100 TT menjadi

134 TT. Dilihat dari nilai BTO di atas

jika mengacu nilai ideal yang

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan

RI maka dinilai kurang.

e. NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2011:45)

adalah angka kematian 48 jam setelah

dirawat untuk setiap 1000 pasien

keluar. Indikator ini memberikan

gambaran tentang mutu pelayanan

rumah sakit. Nilai ideal yang ditetapkan

oleh Depkes RI adalah tidak lebih dari

25 pasien per 1000 pasien. Dilihat dari

data di atas, nilai NDR RS Baptis Batu

sudah berada pada nilai yang ideal.

Karena nilai ideal untuk NDR yang

ditetapkan oleh Depkes RI adalah tidak

lebih dari 25 orang untuk setiap 1000

pasien. Meskipun nilai NDR dari tahun

ke tahun mangalami fluktuasi, namun

RS Baptis berhasil menurunkan tingkat

kematian 48 jam untuk 1000 pasien

dengan baik pada tahun 2016 menjadi

4,36 pasien yang sebelumnya pada

tahun 2015 dengan nilai mencapai

10,72 pasien. Hal ini menunjukkan

bahwa secara umum pelayanan

perawatan RS Baptis Batu sudah

memenuhi standar sehingga angka

kematian bisa ditekan. Tetapi, angka

NDR ini lebih dapat mencerminkan

kualitas pelayanan di RS Baptis Batu

dalam menangani pasien. Keseluruhan

untuk NDR dapat dikatakan baik jika

mengacu pada nilai ideal yang telah

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan

RI.

Page 13: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

f. GDR (Gross Death Rate)

Menurut Depkes RI (2011:45) GDR

adalah angka kematian umum untuk

setiap 1000 pasien keluar. Indikator ini

memberikan gambaran tentang mutu

pelayanan rumah sakit. Nilai ideal yang

ditetapkan oleh Depkes RI adalah tidak

lebih dari 45 kematian per 1000 pasien,

kecuali jika terjadi khusus seperti

wabah penyakit, bencana alam, perang,

dan lain-lain. Berdasarkan tabel diatas,

nilai GDR secara umum sudah baik. Hal

ini dapat dilihat dari nilai GDR selama

3 periode tidak melebihi nilai ideal yang

sudah ditetapkan yaitu 45 orang. tahun

2015 dengan 19,79 pasien, tahun 2016

dengan 20,11 pasien, dan pada tahun

2017 dengan 20,56 pasien. Jika dilihat

dari nilai per tahun, RS Baptis Batu

dapat dikatakan baik dalam menjaga

kualitas layanannya dengan bukti

bahwa RS Baptis Baptis Batu dapat

menjaga jumlah kematian umum pasien

pada nilai ideal. Dapat dikatakan bahwa

RS Baptis Batu telah memberikan

pelayanan perawatan yang baik.

4.5 Perspektif Pertumbuhan dan

Pembelajaran

Dalam perspektif pertumbuhan dan

pembelajaran, difokuskan pada pengukuran

kompetensi karyawan. Kompetensi

karyawan memiliki peran sangat penting

untuk menjaga agar organisasi berubah,

bertumbuh, dan berkembang sehingga

organisasi akan melakukan pengukuran

dengan kompetensi karyawan

(koesomowidjojo, 2017:74). Perspektif ini

akan diukur dengan indikator kepuasan

karyawan, retensi karyawan, dan persentase

pelatihan karyawan.

4.5.1 Kepuasan Karyawan

Kepuasan karywan dalam bekerja akan

berpengaruh pada tumbuh kembang

organisasi. Dari data yang telah

dikumpulkan dari hasil kuesioner dapat

ditentukan interval kepuasan karyawan RS

Baptis Batu yang digunakan untuk

mengetahui tingkat kepuasan karyawan.

Dari hasil penyebaran kuesioner kepada

karyawan RS Baptis Batu, diperoleh hasil

indeks kepuasan sebesar 6855, indeks

tersebut berada pada interval 6555-7823.

Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan di

RS Baptis Batu dapat dikategorikan agak

puas dalam bekerja di RS Baptis Batu.

untuk dapat melihat kepuasan karyawan

scara rinci, peneliti menjabarkan kepuasan

karyawan sesuai atribut yang terdapat pada

instrumen kepuasan pasien yang terdiri dari

gaji, pekerjaan, rekan kerja, atasan, promosi

jabatan dan lngkungan kerja.

4.5.2 Retensi Karyawan

Retensi karyawan merupakan

kemampuan organisasi untuk

mempertahankan karyawannya. Maksud

dan tujuan dari retensi karyawan adalah

untuk melihat seberapa besar tingkat

loyalitas karyawan terhadap RS Baptis

Batu. Semakin tinggi persentasenya,

menggambarkan bahwa tingkat loyalitas

karyawan terhadap RS Baptis Batu adalah

baik.

Tabel 4.7

Jumlah Pegawai Keluar dan Total Pegawai RS Baptis Batu

Keterangan TAHUN

2015 2016 2017

Jumlah Pegawai Keluar 14 19 19

Jumlah Total Pegawai 284 280 282

Retensi Karyawan 4,92% 6,78% 6,73%

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa

persentase retensi karyawan RS Baptis Batu

ada peningkatan yang cukup tinggi di tahun

2016. Pada tahun 2015 dengan nilai 4,29%,

pada tahun 2016 mengalami kenaikan

menjadi 6,78%, dan pada tahun 2017 turun

Page 14: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

tidak terlalu signifikan sebesar 0,05%

menjadi 6,73%. Hal ini menunjukkan

bahwa saat meningkatnya indikator retensi

karyawan pada tahun 2016 dapat diartikan

bahwa tingkat perputaran karyawan buruk.

4.5.3 Tingkat Presentase Pelatihan

Karyawan

Pada rasio tingkat persentase pelatihan

karyawan, organisasi akan mengukur

besarnya persentase karyawan yang

memiliki keahlian dan terampil sehingga

dapat menambah tingkat pertumbuhan dan

pembelajaran organisasi. Semakin besar

jumlah karyawan yang akan diberi

pelatihan, akan meningkatkan jumlah

karyawan yang memiliki keterampilan

sesuai harapan organisasi

(koesomowidjojo, 2017:76).

Tabel 4.8

Jumlah Pelatihan Karyawan RS Baptis Batu

Keterangan

TAHUN

2015

2016

(s.d Agustus

2016)

2017

Pelatihan Eksternal 13 12 90

Pelatihan Internal 70 19 42

Total Pelatihan

Karyawan 83 31 132

Persentase Karyawan

Terampil 29,22% 11,07% 46,8%

Sumber: RS Baptis Batu, 2018

Data di atas memiliki kekurangan data

penelitian pada tahun 2016, data yang

tercatat hanya sampai bulan agustus tahun

2016. Jika dilihat dari tahun ke tahun

jumlah pelatihan karyawan mengalami

fluktuasi. Peningkatan terbesar terdapat

pada tahun 2017, dengan jumlah total

mencapai 132 orang selama setahun.

Semakin tinggi persentase karyawan yang

terampil, organisasi memiliki kesempatan

untuk meningkatkan pertumbuhan lebih

lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa RS

Baptis Batu sudah cukup baik dalam

memberikan pelatihan karyawan yang

berkala, dilihat dari data tahun 2017 yang

mencapai hampir 50% karyawan terampil.

4.6 Hasil Keseluruhan dan Pengukuran

Kinerja dengan Balanced Scorecard

Pengukuran dalam Balanced Scorecard

adalah mengukur secara seimbang antara

perspektif yang satu dengan perspektif yang

lainnya dengan tolak ukur masing-masing

perspektif.

Tabel 4.9

Skor Pengukuran Kinerja RS Baptis Batu

Perspektif Tahun

Kriteria Skor 2015 2016 2017

Pelanggan

Kepuasan Pasien Kuesioner Baik 1

Retensi Pasien 86,79% 89,01% 92,40% Baik 1

Akuisisi Pasien 8,32% 7,22% 4,60% Kurang -1

Page 15: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

Keuangan

Rasio Ekonomis 97,79 108,27% 103,58% Baik 1

Rasio Efisiensi 83% 82,1% 77,8% Baik 1

Rasio Efektivitas 99,6% 92,6% 95,5% Cukup 0

Proses Bisnis Internal

Proses Inovasi 0% 0% 0% Cukup 0

Rata-rata Kunjungan Rawat Jalan 100 orang 109 orang 177 orang Baik 1

BOR 43,41% 48,50% 33,79% Kurang -1

ALOS 2,85 Hari 2,93 Hari 2,73 Hari Kurang -1

TOI 3,82 Hari 3,15 Hari 5,50 Hari Kurang -1

BTO 54,08 Kali 59,66 Kali 43,91 Kali Kurang -1

GDR 10,72 Orang 4,36 Orang 5,95 Orang Baik 1

NDR 37,3 Orang 20,11 Orang 20,56 Orang Baik 1

Pembelajaran dan Pertumbuhan

Kepuasan Karyawan Kuesioner Cukup 0

Retensi Karyawan 4,92% 6,78% 6,73% Cukup 0

Persentase Karyawan Terampil 29,22% 11,07% 46,8% Cukup 0

Sumber: Data diolah, 2018

Total hasil bobot skor RS Baptis Batu

adalah 2 dari 17 ukuran kinerja. Sehingga

rata-rata skor total adalah 3/17 = 0,11.

Setelah diperoleh rata-rata skor, langkah

selanjutnya adalah membuat skala untuk

menilai total skor tersebut yang nantinya

bisa menentukan kinerja RS Baptis Batu

dapat dikatakan “Kurang”, “Cukup”, atau

“Baik”. Setelah membuat skala, selanjutnya

adalah menentukan batas area “kurang”,

“cukup”, dan “baik”. Maka berikut adalah

hasilnya, kinerja dikatakan kurang jika

nilainya kurang dari 50% (skor 0),

sedangkan inerja dikatakan baik apabila

lebih dari 80% (skor 0,6). Sisanya adalah

daerah cukup yaitu antara 50%-80% (skor

antara 0-0,6). Dengan demikian hasil

pengukuran kinerja secara keseluruhan dari

RS Baptis Batu dapat dikatakan “Cukup”,

dengan total skor 0,11. Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja RS Baptis

Batu cukup baik apabila diukur dengan

menggunakan metode Balanced Scorecard

dengan keempat perspektifnya yaitu

perspektif keuangan, perspektif pelanggan,

perspektif proses bisnis internal, dan

perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil

perhitungan yang telak dilakukan dapat

disimpulkan bahwa peneliti menggunakan

data laporan anggaran RS Baptis Batu, data

laporan realisasi anggaran RS Baptis Batu,

data jumlah kunjungan RS Baptis, data

jumlah pasien RS Baptis Batu, data

pengukuran kinerja RS Baptis Batu, data

karyawan RS Baptis Batu selama tahun

2015 sampai dengan tahun 2017, serta

jawaban dari kuesioner kepuasan pasien

dan jawaban kuesioner kepuasan karyawan

RS baptis Batu untuk melakukan

pengukuran atas kinerja RS Baptis Batu

dengan konsep Balanced Scorecard. RS

Baptis Batu telah memformulasikan visi,

misi, dan strateginya dan hasil penelitian

menunjukkan bahwa kinerja Rumah Sakit

dikatakan “cukup” bila diukur dengan

menggunakan metode Balanced Scorecard.

5.2 Saran

RS Baptis Batu dapat memfokuskan

kembali kepada indikator yang masih

dinilai kurang, dan dapat menggunakan

metode Balanced Scorecard untuk

mengevaluasi kinerja pada tahun-tahun

berikutnya. RS Baptis Batu perlu

meningkatkan brand image pada RS Baptis

Batu agar dapat meningkatkan persentase

akuisi pasien yaitu mendapatkan pasien

baru. RS Baptis perlu berhati-hati dengan

penggunaan dana anggaran belanja dengan

seekonomis mungkin, agar tidak terulang

Page 16: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

kejadian jumlah pengeluaran lebih besar

dari anggaran yang telah ditetapkan

sebelumnya. RS Baptis perlu meningkatkan

tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan

tempat tidur guna meningkatkan kinerja

rasio BTO, BOR, ALOS, dan TOI yang

masih dinilai belum berada pada nilai ideal

yang telah ditetapkan.

5.3 Keterbatasan

Data yang dikumpulkan oleh peneliti

adalah data sekunder, oleh karena itu data

didapatkan dari pihak lain. Data tidak

secara langsung didapatkan karena adanya

sistem yang harus diikuti sehingga

memerlukan waktu yang cukup lama

sampai data diperoleh. Kurangnya

informasi yang diperoleh oleh peneliti dari

pihak Rumah Sakit dikarenakan adanya

beberapa informasi tahun sebelumnya yang

tidak tercatat pada data-data yang dimiliki

Rumah Sakit. Terbatasnya periode yang

digunakan dalam penelitian yaitu hanya

tiga tahun, hal ini menyebabkan kurang bisa

menggambarkan pertumbuhan dan

perkembangan yang terjadi pada RS Baptis

Batu dalam kondisi jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor

Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Bititci, U.S., Turner, T. and Begemann, C.

(2000). Dynamic of Performance

Measurement Systems. International

Journal of Operations & Production

Management, Vol. 20, No. 6, h. 692-

704

Creswell, John W. (2017). Research

Design: Pendekatan metode

kualitatif, Kuantitatif, dan

Campuran. Edisi Keempat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Departemen Kesehatan R.I. (2011). Buku

Petunjuk Pengisian, Pengolahan

Data Rumah Sakit. Jakarta: Depkes

RI

Fraenkel, J. & Wallen, N. (1932). How to

Design and Evaluate Research in

Education. 8th Edition. New York:

Mc Graw Hill

Gazpers, Vincent. (2006). Sistem

Pengukuran Kinerja Terintegrasi

Balanced Scorecard dengan Six

Sigma untuk Organisasi Pemerintah.

Jakarta: Gramedia Pustaka.

Hansen dan Mowen. (2006). Akuntansi

Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Standar

Akuntansi Keuangan Revisi 2011.

PSAK No. 45: Pelaporan Keuangan

Organisasi Nirlaba. Jakarta: Salemba

Empat.

Junaedi. (2002). Balanced Scorecard:

Pengukuran Kinerja Pada

Pemerintah daerah. KOMPAK, No.

6, September

Kaplan, Robert S., & Norton, David P.

(1992). The Balanced Scorecard:

Measured that Drive Performance.

Harvard Business Review

Kaplan, Robert S., & Norton, David P.

(1996). Balanced Scorecard:

Translating Strategy into Action.

Massachusetts: Harvard Business

Review

Kaplan, Robert S., & Norton, David P.

(1996). Linking The Balanced

Scorecard to Strategy. California

Management Review, Vol 39. No. 1.

Kaplan, Robert S., & Norton, David P.

(2001). Transforming The Balanced

Scorecard from Performance

Measurement to Strategic

Management: Part 2. American

Accounting Assocation, Vol 15 No.

2, June, pp. 147-160

Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1204/Menkes/SK/

X/2004 tentang persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Page 17: PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN …

Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No: 983. Menkes/SK/1992

tentang pedoman rumah sakit umum.

Koesomowidjojo, Suci R.M. (2017).

Balanced Scorecard: Model

Pengukuran Kinerja Organisasi

dengan Empat Perspektif. Jakarta:

Raih Asa Sukses

Laila. (2014). Analisis Pengukuran Kinerja

Rumah Sakit dengan Penerapan

Metode Balanced Scorecard (Studi

Kasus Pada RSUD Kanjuruhan

Kepanjen Kabupaten Malang).

Skripsi: Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, Universitas Brawijaya

Mahmudi. (2007). Analisis Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah.

Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor

Publik. Yogyakarta: Andi

Mulyadi. (2001). Balanced Scorecard: Alat

Kontemporer untuk Pelipatgandaan

Kinerja Keuangan Perusahaan.

Jakarta: Salemba Empat.

Mutasowifin, Ali. Mei 2002. Penerapan

Balanced Scorecard Sebagai Tolok

Ukur Penilaian Pada Badan Usaha

Berbentuk Koperasi. Jurnal

Universitas Paramadina, Vol. 1, No.

3, h. 245-264

Nainggolan, Pahala. (2005). Akuntansi

Keuangan Yayasan dan Lembaga

Nirlaba Sejenis. Edisi Satu. Jakarta:

PT Radja Grafindo Persada.

Nursiyono, Joko Ade. (2015). Kompas

Teknik Pengambilan Sampel. Bogor:

In Media

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.

340/Menkes/Per/III/2010 tentang

klasifikasi rumah sakit.

Prasetyo C, Benedicta. (2004).

Perancangan Strategy Map. Jakarta:

Gramedia Pustaka

Rai, I Gusti Agung. (2008). Audit Kinerja

pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba

Empat.

Riduwan, Dr. (2014). Dasar-dasar

Statistika. Bandung: Alfabeta.

Sekaran, Uma. (2003). Research Methods

for Business. 4th edition. New York:

John Wiley & Sons, inc.

Sekaran, Uma. (2007). Metode Penelitian

untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta:

Salemba Empat.

Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Bisnis

(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D). Bandung: Alfabeta

Tunggal, Amin, Widjaja. (2002).

Memahami Konsep Balanced

Scorecard. Cetakan kedua. Jakarta:

Harvarindo.

Undang-Undang Republik Indonesia No.

44 Tahun 2009 tentang Fungsi

Rumah

Sakit

Vesty, Gillian. Maret (2004). A Case Study

of The Balanced Scorecard in Public

Hospitals. School of Accounting and

Finance, Faculty of Business and

Law, Victoria University.

Wibisono, Dermawan. 2006. Manajemen

Kinerja. Jakarta: PT. Erlangga.

Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan.

(2009). Akuntansi dan Manajemen

Keuangan untuk Organisasi

Pengelola Zakat. Jakarta: Salemba

Empat

Yuwono, Sony. (2007). Petunjuk Praktis

Penyususunan Balanced Scorecard:

Menuju Organisasi yang Berfokus

pada Strategi. Jakarta: PT. Gramedia