penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

100

Upload: yayasanbadak

Post on 17-Jan-2017

1.120 views

Category:

Data & Analytics


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 2: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 3: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya AirKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)2015

Page 4: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penanggungjawab:

Basah Hernowo

Pengarah:

Medrilzam

Penulis:

Pungky Widiaryanto

Kineta Gisela Dionia

Kontributor:

Nita Kartika, Nur H. Rahayu, Dadang Jainal Mutaqin, Andi Setyo Pambudi, Miranti

Triana Zulkifli, Farida Yulistianingrum, June Ratna Mia, Mohammad Showam, Ulfah

Yannisca, Dhevi Arimbi

Diterbitkan oleh

Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas

Page 5: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

iii

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Buku Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia ini dapat diselesaikan. Buku ini merupakan laporan dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan pembangunan kehutanan program konservasi sumber daya alam dan ekosistem, dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai pencapaian kinerja terhadap pelaksanaan pembangunan di sektor kehutanan yang termuat di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) diamanatkan untuk melakukan pemantauan kinerja terhadap pelaksanaan program-program pembangunan baik program jangka panjang maupun program

pembangunan jangka menengah serta rencana pembangunan tahunan yang tertuang dalam RKP.

Secara umum laporan pemantauan ini memberikan gambaran mengenai: (1) Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi Indonesia; (2) Permasalahan dan pemecahan/tindak lanjut permasalahan yang ada; (3) Rekomendasi yang harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup pemantauan program pembangunan kawasan konservasi ini fokus pada pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia. Diharapkan informasi dari kegiatan pemantauan ini bisa dijadikan sebagai masukan guna memperbaiki program-program pembangunan di masa yang akan datang dan juga bisa memberikan informasi dan data bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.

Akhir kata, diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan pemantauan. Buku ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku ini.

Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya AirKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas

Basah Hernowo

Page 6: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Page 7: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

v

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

DAFTAR ISI

iii Kata Pengantarv Daftar Isi

vii Daftar Tabelviii Daftar Gambar

x Daftar Istilahxiii Ringkasan Eksekutif02 Bab 1. Pendahuluan

02 Latar belakang

03 Tujuan dan Sasaran

03 Metodologi

03 Pelaksanaan Kegiatan

04 Sistematika Penyusunan Laporan

06 Bab 2. Metode Pemantauan: Management Effectiveness Tracking Tools

06 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya

11 Pengumpulan Data

12 Metode Penilaian

16 Bab 3. Hasil Kunjungan Lapangan

16 Taman Nasional Kutai

20 Taman Nasional Way Kambas

24 Taman Nasional Gunung Rinjani

28 Taman Nasional Komodo

32 Taman Nasional Gunung Tambora

34 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

38 Bab 4. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

38 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai

41 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas

45 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani

49 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo

56 Bab 5. Sintesa 6 Aspek Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

56 Konteks

58 Perencanaan

Page 8: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

vi

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

61 Inputs

65 Proses

72 Outputs

74 Outcomes

78 Bab 6. Simpulan dan Rekomendasi78 Simpulan

81 Rekomendasi

82 Daftar Pustaka

DAFTAR ISI

Page 9: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

vii

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

DAFTAR TABEL

12 Tabel 2.1 Metode Penilaian Indikator Utama METT Assesment Form

17 Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai

17 Tabel 3.2 Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja

17 Tabel 3.3 SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan

23 Tabel 3.4 Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014

24 Tabel 3.5 Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014

30 Tabel 3.6 Jumlah Pegawai Taman Nasionsl Komodo tahun 2009-2014

44 Tabel 4.1 Key Resource Taman Nasional Way Kambas

52 Tabel 4.2Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo tahun 2008-2013

53 Tabel 4.3 Key Resource TN Komodo

56 Tabel 5.1Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel

58 Tabel 5.2Perbandingan Apek Perencanaan 4 taman Nasional Sampel

61 Tabel 5.3Perbandingan Aspek Inputs 4 Taman Nasional Sampel

65 Tabel 5.4Perbandingan Aspek Proses 4 Taman Nasional Sampel

72 Tabel 5.5Perbandingan Aspek Outputs 4 Taman Nasional Sampel

74 Tabel 5.6Perbandingan Aspek Outcomes 4 Taman Nasional Sampel

Page 10: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

viii

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

DAFTAR GAMBAR

7 Gambar 2.1 Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)

8 Gambar 2.2 Halaman Data Sheet 2 METT (Daftar Ancaman)

9 Gambar 2.3 Elemen-Elemen Penilaian METT

11 Gambar 2.4 Contoh Halaman Assesment Form

13 Gambar 2.5 Tahapan Penggunaan METT

16 Gambar 3.1 Lokasi Taman Nasional Kutai

20 Gambar 3.2 Lokasi Taman Nasional Way Kambas

21 Gambar 3.3 Konsep kandang Badak SRS

22 Gambar 3.4 Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi

24 Gambar 3.5 Lokasi TN Gunung Rinjani di Pulau Lombok

27 Gambar 3.6 Ilustrasi jalur Pendakian jalur Sembalun dan Senaru

28 Gambar 3.7 Lokasi Taman Nasional Komodo

32 Gambar 3.8 Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora

34 Gambar 3.9 Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

38 Gambar 4.1 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Kutai

39 Gambar 4.2 Efektivitas Pengelolaan TN Kutai Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan

41 Gambar 4.3 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNWK

42 Gambar 4.4 Efektivitas Pengelolaan TNWK Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan

45 Gambar 4.5 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNGR

46 Gambar 4.6 Efektivitas Pengelolaan TNGR Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan

Page 11: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

ix

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

DAFTAR GAMBAR

49 Gambar 4.7 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Komodo

50 Gambar 4.8 Efektivitas Pengelolaan TN Komodo Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan

80 Gambar 6.1 Ilustrasi Perbandingan Skor METT 4 Taman Nasional Sampel terhadap Pemenuhan IKK KSDAE

Page 12: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

x

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

DAFTAR ISTILAH

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam

BTN Balai Taman Nasional

BTNK Balai Taman Nasional Kutai

BTNWK Balai Taman Nasional Way Kambas

BTNGR Balai Taman Nasional Gunung Rinjani

BTS Base Transceiver Station

CA Cagar Alam

CAL Cagar Alam Laut

Camera trap Kamera yang digunakan untuk mengambil foto/gambar satwa

DAS Daerah Aliran Sungai

Drone Sebuah pesawat yang tidak berawak

EoH Enhancing Our Heritage

ERU Elephant Response Unit

Ha Hektar

Hutan konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Pasal 1 angka 9 UU 41/1999)

IBSAP Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan

IKK Indikator Kinerja Kegiatan

IPPA Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam

IUCN International Union for Conservation of Nature

Kawasan konservasi Kawasan atau area yang dilindungi dan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya

KK Kepala Keluarga

KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

METT Management Effectiveness Tracking Tools

MK Mahkamah Konstitusi

PEH Pengendali Ekosistem Hutan

Pemantauan Kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin (PP. 39/2006)

Page 13: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

xi

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

PLG Pusat Latihan Gajah

PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak

Polhut Polisi Kehutanan

PROARCA-CAPAS Programa Ambiental Regional Para Centroamerica – Central American Protected Areas System

PT Perseroan Terbatas

PTN Pengelolaan Taman Nasional

RAPPAM Rapid Assessment and Prioritisation of Protected Area Management

Renja K/L Rencana Kerja Kementerian/Lembaga

Resort Unit pengelolaan hutan konservasi terkecil

RKA KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga

RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPTN Rencana Pengelolaan Taman Nasional

SAR Search and Rescue

SDM Sumber Daya Manusia

SK Surat Keputusan

SPORC Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat

SPTN Seksi Pengelolaan Taman Nasional

SRS Suaka Rhino Sumatera

TN Taman Nasional, adalah kawasan pelestaian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, da rekreasi (Pasal 1 angka 14 UU 5/1990)

TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

TNGR Taman Nasional Gunung Rinjani

TNK Taman Nasional Kutai

TNWK Taman Nasional Way Kambas

UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

WCPA World Commission on Protected Areas

WWF World Wildlife Fund

YABI Yayasan Badak Indonesia

Zona Blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga kawasan dapat dilakukan secara maksimal

DAFTAR ISTILAH

Page 14: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Page 15: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

xiii

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kegiatan pemantauan pembangunan kehutanan tahun 2015 difokuskan pada program konservasi sumber daya alam dan ekosistem. Upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar dilaksanakan di kawasan hutan konservasi. Dalam melakukannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola kawasan konservasi di tingkat lapangan. Organisasi pemangku hutan di lapangan yang menjadi habitat keanekaragaman hayati di Indonesia ini meliputi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN). Perbedaan dua institusi ini terdapat pada ruang lingkup wilayah pengelolaannya. BKSDA membawahi kawasan konservasi non taman nasional seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman buru dan taman wisata alam. Sedangkan BTN memangku kawasan Taman Nasional (TN).

Efektivitas pengelolaan di lapangan merupakan elemen kunci dari suksesnya pencapaian agenda pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia. berkaitan dengan hal tersebut, kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas tahun 2015 mencoba memantau efektivitas pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu tool yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi ini adalah Management Effectiveness Tracking Tools (METT), yang dikembangkan oleh WWF dan World Bank, serta telah diaplikasikan di berbagai negara. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air tahun 2015 mempergunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan ini.

Dari hasil kunjungan dan analisa METT empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari perumahan, pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa tanpa izin, dan ancaman yang muncul dari intrusi manusia. Ancaman dari perumahan umumnya memiliki dampak lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas permukiman dan aktivitas ekonominya di dalam kawasan taman nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat.

Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai dengan IKK KSDAE. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini. Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan permasalahan yang kompleks sehingga menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan, terutama dalam hal pengukuhan kawasan sebagai elemen terpenting untuk kepastian lokus kawasan.

Page 16: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 17: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

“Porter Gunung Rinjani”

Page 18: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

02

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

BAB 1PENDAHULUAN

BAB 1PENDAHULUAN

Pemantauan kegiatan pembangunan merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam proses

pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah ditetapkan. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya.

Salah satu prioritas pembangunan kehutanan adalah konservasi sumber daya hutan. Pembangunan konservasi sumber daya hutan dilakukan melalui pendekatan konservasi kawasan maupun konservasi keanekaragaman hayati. Sering dikatakan bahwa konservasi kawasan sekaligus juga melakukan konservasi keanekaragaman hayati. Namun demikian, konservasi pada tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati terutama di luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga keberadaannya. Keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia tersebar tidak hanya di dalam kawasan hutan akan tetapi juga di luar kawasan hutan. Diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 90

tipe ekosistem dimulai dari ekosistem laut dalam, mangrove, hutan pantai, hutan dataran tinggi, hingga hutan alpine. Selanjutnya, berdasarkan data IBSAP, Indonesia merupakan megabiodiversiti yang memiliki keanekaragaman hayati; mamalia 515 species dan sebagian besar endemik, reptilia 511 species, 1531 species burung, dan sekitar 270 species amfibi.

Hutan Konservasi Indonesia berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2014) memiliki luasan 24 juta ha mencakup hampir 20% wilayah hutan daratan Indonesia. Hutan konservasi merupakan kawasan daratan dengan fungsi strategis yang diperuntukkan untuk melakukan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan keanekaragaman hayati serta jasa lingkungan. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati maka dilakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dan bermanfaat terutama dalam perbaikan perencanaan pembangunan pada periode berikutnya. Diharapkan pula dengan meningkatnya pengelolaan kawasan konservasi, kontribusi ekonomi dari kawasan tersebut dapat dimaksimalkan. Untuk meningkatkan pengelolaan kawasan hutan konservasi, maka Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air akan melaksanakan kegiatan pemantauan pelaksanaan kegiatan kawasan hutan konservasi.

1.1 Latar Belakang

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 19: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

03

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

BAB 1PENDAHULUAN

1.2 Tujuan dan SasaranTujuan dari kegiatan pemantauan ini adalah sebagai berikut:

1. Memantau pelaksanaan Renja-KL yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

2. Melakukan pemantauan pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Sasaran yang ingin dicapai adalah terpantaunya pelaksanaan program dan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati yang dilaksanakan oleh sektor kehutanan termasuk perkembangan realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran, dan kendala yang dihadapi.

1.3 MetodologiMetodologi yang digunakan meliputi

penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan, program dan kegiatan yang ada dan tertuang di dalam dokumen perencanaan (RPJM dan RKP). Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yaitu Management Effectiveness Tracking Tools (METT). Metode ini digunakan guna memperoleh skor (dalam presentase) efektivitas pengelolaan kawasan yang dipantau.

Selain desk study, kegiatan pemantauan juga dilakukan di beberapa kawasan konservasi di Indonesia seperti Taman Nasional (TN) Kutai, TN

Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo, TN Gunung Gede Pangrango dan kawasan konservasi Gunung Tambora). Peninjauan lapangan ditujukan untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan program pembangunan, pertemuan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung penggunaan tools METT. Aplikasi METT dalam kegiatan pemantauan ini diujicobakan untuk empat Taman Nasional sampel yaitu, TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani dan TN Komodo. Hal ini dilakukan karena perbedaan tipologi permasalahan pada setiap TN tersebut.

1.4 Pelaksana KegiatanKegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Kehutanan

dan Konservasi Sumber Daya Air – Bappenas, sebagai unit yang terkait langsung dengan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati di sektor kehutanan.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 20: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

04

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

BAB 1PENDAHULUAN

1.5 Sistematika Penyusunan LaporanSistematika penulisan pada bab selanjutnya adalah sebagai berikut.

BAB 2: METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

Bab ini menjabarkan mengenai penjelasan METT yang terdiri dari konsep, elemen penilaian, dan metodologi penilaian. Terkait elemen-elemen penilaian, penjelasan akan dillengkapi dengan framework WCPA.

BAB 3: HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN

Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran umum dari beberapa taman nasional sampel sebagai wilayah pemantauan kawasan konservasi. Akan dijelaskan mengenai lokasi taman nasional, sejarah singkat pengukuhan, ekosistem di dalamnya, dan juga potensi-potensi yang dimiliki tiap-tiap taman nasional. Output dari bab ini yaitu informasi mengenai gambaran umum wilayah pemantauan kawasan konservasi.

BAB 4: HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Pada bab ini dijabarkan hasil dari penilaian terhadap empat taman nasional menggunakan METT (TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo). Selain pembahasan mengenai analisis efektivitas pengelolaan berdasarkan elemen-elemen penilaian, dijabarkan pula mengenai ancaman-ancaman yang dihadapi oleh masing-masing taman nasional. Output dari bab ini yaitu grafik dan penjelasan terhadap kondisi efektivitas pengelolaan saat ini terhadap empat taman nasional tersebut.

BAB 5: SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Bab ini berisi sintesa dari masing-masing aspek efektivitas (konteks, perencanaan, input, proses, output, outcomes) dari keseluruhan kawasan konservasi sampel. Hasil sintesa ini diharapkan dapat menjadi masukan kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yang akan datang.

BAB 6: SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi simpulan kegiatan pemantauan dan hasil penilaian efektivitas pengelolaan. Bagian saran ditujukan untuk kegiatan pemantauan selanjutnya serta untuk perbaikan tiap aspek dalam penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.

Page 21: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

“Tarantula Taman Nasional Kutai”

Page 22: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

06

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

2.1 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya

Efektivitas pengelolaan adalah sebuah tingkatan untuk mengukur sejauh mana suatu kegiatan pengelolaan

mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Management Effectiveness Tracking Tools (METT) merupakan salah satu metode penilaian yang dapat digunakan dalam mengukur pengelolaan kawasan konservasi.

Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), telah banyak dikembangkan metode untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan kawasan konservasi di seluruh dunia (untuk berbagai kepentingan) seperti METT, RAPPAM, EoH, PROARCA-CAPAS, dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.

Pembentukan METT sendiri diinisiasi oleh Bank Dunia dan WWF dalam rangka menanggapi penurunan keanekaragaman hayati hutan-hutan di dunia. Metode ini dibangun dari framework World Commission on Protected Areas (WCPA) yang mencakup 6 elemen penilaian; context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes. Selanjutnya, keenam elemen penilaian ini akan menjadi dasar dalam penilaian efektivitas pengelolaan yang dilakukan. Dengan diketahuinya efektivitas suatu efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, maka

pengelola akan mengetahui faktor-faktor apa saja yang perlu mendapatkan perbaikan kedepannya. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih efektif dan efisien serta dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan-tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

METT telah diimplementasikan di sekitar 1300 kawasan yang dilindungi yang berada di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Di Indonesia, metode METT pernah disosialisasikan dan diujicobakan di 39 taman nasional pada tahun 2004 dengan tujuan agar kedepannya setiap taman nasional dapat menjawab berbagai ancaman ataupun hambatan-hambatan yang pada umumnya dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Selain itu di Indonesia, contoh-contoh penggunaan METT sebelumnya yaitu penggunaan METT oleh TN Gunung Gede Pangrango (2009), CA dan CAL Kepulauan Krakatau (2013), lokalatih dan lokakarya oleh Kementerian Kehutanan (2010), dan pada acara penilaian efektivitas pengelolaan di Balikpapan (2014).

Penggunaan metode METT adalah salah satu solusi yang cukup praktis untuk dapat mengetahui sejauh mana pengelolaan suatu kawasan telah efektif dilakukan. Metode METT tidak membutuhkan dana yang besar, ataupun kebutuhan sumber daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif cepat dan mudah untuk diselesaikan, sehingga petugas kawasan konservasi dapat melakukan self assessment

Penilaian terhadap efektivitas

pengelolaan merupakan suatu

kegiatan yang penting dalam

rangka memperbaiki pengelolaan kawasan

konservasi.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 23: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

07

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

terhadap kawasannya masing-masing.

Secara garis besar, metode METT terbagi menjadi dua bagian utama yaitu;

Bagian pertama; Lembar data / data sheets

Lembar data terdiri dari lembar data 1 (satu) dan lembar data 2 (dua). Lembar data 1 bersifat sangat umum dan memberikan informasi dasar terkait kawasan konservasi. Lembar data ini terdiri dari status kawasan, kepegawaian, pendanaan dan tujuan pengelolaan. Sedangkan lembar data 2 bersifat lebih spesifik, yaitu berisi tentang ancaman-ancaman yang dihadapi oleh kawasan. Terdapat 12 butir jenis ancaman

dengan turunannya masing-masing, dan setiap penilai harus memahami dengan jelas kondisi kawasan yang dinilai untuk dapat mengisi lembar data tersebut.

Bagian kedua; Lembar penilaian/assessment form

Lembar penilaian berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai elemen-elemen seperti yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcome.

Berikut adalah contoh dari bagian pertama, yaitu datasheet 1 dan 2.

Gambar 2.1 - Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)

Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)

Page 24: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

08

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

Gambar 2.2 - Halaman Data Sheet 1 METT (Daftar Ancaman)

Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)

Page 25: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

09

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

EVALUATION

Context:Status and

TreatsWhere are we now?

PlanningWhere do we want to be and how will

we get there?

InputsWhat do we

need?

Management Process

How do we go about it?

OutputWhat did we do

and what products or services were

produced?

OutcomeWhat did de

achieve?

Sedangkan untuk bagian kedua (lembar penilaian), setiap elemen yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcom selanjutnya akan diturunkan menjadi poin-poin indikator/nomor pertanyaan pada asessment form. Enam elemen tersebut merupakan suatu satu rangkaian yang saling berkaitan seperti

yang tertera dalam Gambar 2.3. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sebenar-benarnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta memberikan penjelasan tambahan pada setiap indikator di kolom yang disediakan. Dapat pula ditambahkan dengan dokumen-dokumen data yang dimiliki.

Sumber: Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting (2006)

1. Konteks Konteks dapat diartikan sebagai penilaian dari sisi pentingnya kawasan konservasi, ancaman dan kebijakan terkait, yang dituangkan dalam status hukum. Elemen konteks memberikan gambaran status legalitas kawasan. Selain itu, elemen ini berhubungan dengan pengukuhan kawasan, apakah kawasan konservasi memiliki status hukum ataupun bila merupakan perusahaan swasta, kemudian terdapat perjanjian hukum atau semacamnya.

2. PerencanaanElemen perencanaan menggambarkan apa yang ingin dicapai dari suatu pengelolaan, dan bagaimana mencapainya. Elemen ini memiliki

fokus pada kesesuaian, antara hal-hal yang direncanakan dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan. Rencana pengelolaan, rencana desain, adanya visi misi yang ditetapkan sebelum melakukan pengelolaan, merupakan hal-hal yang dikaji dalam elemen ini. Selain itu terdapat pula indikator-indikator yang membahas mengenai ada atau tidaknya penggunaan hasil penelitian/evaluasi yang dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan, ketersediaan jadwal dan proses yang dibentuk untuk penelaahan rencana pengelolaan secara berkala, ketersediaan perencanaan penggunaan lahan dan air, dan lain sebagainya.

Gambar 2.3 - Elemen-Elemen Penilaian METT

Page 26: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

10

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

3. Input Elemen input meliputi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengelolaan. Sumber daya dapat diartikan sebagai sumber daya lembaga maupun sumber daya yang ada di lapangan. Input dapat berupa ketersediaan SDM baik jumlah ataupun kapasitas, ketersediaan sarana-prasarana, informasi-informasi penting, dan anggaran pengelolaan.

4. Proses Elemen proses menggambarkan bagaimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan. Elemen ini meliputi kegiatan dalam proses perencanaan, pengumpulan dan pengelolaan data/informasi, pembinaan habitat dan populasi, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan kawasan, peningkatan kesadaran dan masyarakat, monitoring dan evaluasi, dan lain-lain.

5. Output Salah satu kesuksesan dari pengelolaan kawasan konservasi dapat dilihat dari segi output atau hasil. Suatu kawasan konservasi dapat memberikan dua produk, yaitu barang dan jasa. Produk yang dihasilkan ini merupakan hasil dari kegiatan pengelolaan.

Elemen output menggambarkan kegiatan pengelolaan yang sudah dilakukan dan hasil dari kegiatan pengelolaan tersebut.

Elemen ini diantaranya membahas mengenai implementasi dari rencana kerja rutin dalam pengelolaan, ataupun perwujudan sarana parasarana kawasan yang memadai untuk keberlangsungan pengelolaan.

6. Outcomes Aspek ini lebih menjawab pertanyaan apa yang telah kita dapatkan. Penilaiannya pun lebih difokuskan kepada dampak dari pengelolaan kawasan konservasi terhadap tujuan. Dampak juga dapat dijabarkan sebagai akibat dari pengelolaan berkaitan dengan tujuan. 2 hal yang diperhatikan dalam menilai aspek ini adalah kesejahteraan dan nilai ekologis.

Sedangkan dalam penggunaannya, proses metode METT terdiri dari dua langkah, yaitu proses input data dan proses penilaian. Keenam elemen penilaian (context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes) selanjutnya akan ditemukan dalam butir-butir pertanyaan pada lembar penilaian (assessment form). Lembar penilaian terdiri atas 30 butir pertanyaan, dan dalam pengisiannya disarankan menggunakan aplikasi komputer agar lebih memudahkan rangkaian proses penilaian. Selain lebih praktis, penggunaan aplikasi komputer juga akan membantu untuk menyajikan hasil analisis penilaian yang lebih presisi/detail. Gambar 2.4 adalah contoh dari halaman assessment form dari elemen konteks, perencanaan dan input.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 27: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

11

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

Assessment form terdiri dari 30 butir pertanyaan dengan rentang nilai dari setiap butir pertanyaan yaitu 0 s.d 3, dengan skor maksimum 99. Selanjutnya, struktur dan isi dari perangkat hasil pemantauan METT ini dibuat dalam format microsoft excel. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sejujur-jujurnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta mengisi kolom comment/explanation dan juga ‘next steps’. Comment/explanation merupakan bagian untuk

menjelaskan setiap indikator yang diberikan penilaian, sedangkan next steps merupakan bagian untuk memberikan masukan terkait tindak lanjut yang seharusnya dapat dilakukan agar dapat memperbaiki indikator-indikator tersebut dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil perhitungan untuk skor indikator/pertanyaan, akan dihasilkan prosentase nilai efektifitas pengelolaan kawasan konservasi yang dinilai.

Gambar 2.4 - Contoh Halaman Assessment Form

Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)

2.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Desember 2015. Data primer yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung saat kunjungan lapangan dilakukan, serta dilengkapi dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola kawasan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data instansi BTN dan tinjauan literatur internet jika dibutuhkan. Pada dasarnya, data sekunder digunakan untuk mendukung data hasil kunjungan lapangan yaitu seperti data sejarah kawasan, tanggal pengukuhan, daftar potensi flora dan fauna, jumlah tenaga kerja, daftar keikutsertaan pegawai dalam pelatihan, dan lainnya. Keseluruhan data selanjutnya digunakan untuk mengisi lembar-lembar penilaian seperti Data sheet 1 (data umum kawasan), Data sheet 2 (daftar ancaman), dan Assessment Form.

Page 28: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

12

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

Poin Keterangan

3 Sangat sesuai dengan pertanyaan2 Cukup sesuai dengan pertanyaan1 Sedikit sesuai dengan pertanyaan0 Tidak sesuai dengan pertanyaan

+1 Additional points yang terpenuhi

Setelah selesai mengisi seluruh pertanyaan, poin yang dikumpulkan kemudian dijumlah dan dibagi dengan nilai maksimum dari 30 pertanyaan. Bila dari 30 pertanyaan sebagai indikator pengelolaan efektif pada bagian assessment form terdapat pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan kawasan, maka pertanyaan tersebut kemudian dapat diabaikan. Hal ini akan berdampak pada total skor, yaitu total skor bukan senilai 99, melainkan 99 dikurangi dengan 3 poin setiap butir pertanyaan yang diabaikan. Nilai akhir dari menyelesaikan penilaian dapat dihitung sebagai persentase dari 99 atau nilai total dari seluruh pertanyaan yang relevan dengan kawasan konservasi tersebut. Selain itu, dalam menentukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan, harus disertai dengan penjelasan pelengkap pada kolom ‘explanation’. Pada akhirnya, jika suatu kawasan konservasi memiliki jumlah nilai poin sebesar 60 dari nilai total 93 (dengan dua pertanyaan dianggap tidak relevan), persentase tersebut dapat dihitung dengan membagi 60 dengan 93 lalu dikalikan 100 (contoh: 60/93 x 100=64,5%).

Hasil dari penilaian yang dilakukan dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti grafik efektivitas pengelolaan, penghitungan presentase efektivitas yang dijabarkan dari tiap-tiap elemen penilaian, penyajian grafik ancaman, tabel kondisi key resource dari suatu kawasan, dan lain-lain.

Secara keseluruhan, implementasi METT terdiri dari 1) melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan kegiatan pengelolaan, 2) memahami kondisi dan permasalahan kawasan, 3) melakukan assessment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan, dan 4) memaparkan hasil assessment kepada pihak pengelola kawasan. Rangkaian ini dipaparkan pada Gambar 2.5 mengenai ilustrasi dari penggunaan METT pada kegiatan pemantauan kawasan konservasi.

Tabel 2.1 - Metode Penilaian Indikator Utama METT Assessment Form

Sumber: Hasil analisis, 2015

2.3 Metode Penilaian

Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian METT adalah memilih pernyataan yang dianggap paling sesuai dalam setiap indikator (pertanyaan dalam assessment form) dengan keadaan nyata di kawasan konservasi terkait. Pemilihan kesesuaian pernyataan dalam tiap indikator tersebut kemudian secara otomatis akan mendapatkan poinnya masing-masing. Dalam melakukan penilaian terhadap METT assessment form, telah terdapat poin (angka) tertentu yang tersedia di setiap indikator. Poin-poin tersebut terdiri dari poin 0 sampai dengan 3 untuk 30 indikator utama, sedangkan poin +1 untuk setiap indikator tambahan (additional point). Nilai paling tinggi dari seluruh pertanyaan dan pertanyaan tambahan adalah 99, dengan setiap nomor indikator memiliki nilai maksimum yaitu 3.

Page 29: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

13

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

BAB 2METODE PEMANTAUAN:

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS

Sumber: Hasil analisis, 2015

Gambar 2.5 - Tahapan Penggunaan METT

15

Gambar 2.5

Tahapan Penggunaan METT

Sumber: Hasil analisis, 2015

Peningkatan efektivitas kawasan hutan konservasi

Memahami kondisi dan permasalahan kawasan

Melakukan assesment hingga menghasilkan gambaran

mengenai keberlangsungan pengelolaan kawasan

Memaparkan/mendiskusikan hasil assesment kepada pihak

pengelola kawasan

Melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan

kegiatan kawasan hutan konservasi

Page 30: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 31: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN

“Taman Nasional Gunung Tambora”

Page 32: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

16

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

3.1 Taman Nasional Kutai

BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN

a. Gambaran Umum Kawasan

Taman Nasional Kutai terletak di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Kutai terletak di Kabupaten Kutai Timur (86,75%), Kota Bontang (0,36%), dan Kabupaten

Kutai Kartanegara (12,88%), Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, TN Kutai terletak di 0°7’54” - 0°33’53” Lintang Utara dan 116°58’48” - 117°35’29” Bujur Timur. Secara fisiografis permukaan tanah Taman Nasional Kutai bergelombang ringan, sedang sampai berat dan dibagian barat dan utara berbukit–bukit sampai dengan bergunung dengan ketinggian 0- 400 mdpl.

Taman Nasional Kutai merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan luas 198.629 hektar. Semula pada tahun 1934 Taman Nasional Kutai berstatus Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 hektar (Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No: 3843/AZ/1934), dan kemudian pada tahun 1936 ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 hektar oleh pemerintah Kerajaan Kutai (SK (ZB) Nomor: 80/22-ZB/1936). Pada tahun 1957 terdapat perubahan status menjadi Taman Nasional dengan luas 198.629 hektar (SK Menhut No. 325/Kpts-II/1995).

Gambar 3.1 - Lokasi Taman Nasional Kutai

Sumber: Google Maps, 2015

Batas Taman Nasional Kutai memanjang dari garis pantai selat Makasar sampai +60 km ke daratan. Batas utara mengikuti alur Sungai Sangata, batas sebelah selatan merupakan garis lurus dari titik ikat di Kelurahan Bontang Kuala dan berbatasan dengan Hutan Lindung Bontang, PT Indominco Mandiri, PT Kitadin dan PT Surya Hutani Jaya. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan HTI PT Kiani lestari dan sebagian PT Surya Hutani Jaya. Dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan, terdapat ‘Mitra Kutai’ yang merupakan sebuah wadah beranggotakan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar Taman Nasional Kutai, yang membantu pengelolaan melalui kegiatan-kegiatan tertentu dan juga usaha-usaha pengembangan kawasan taman nasional ini.

Pengelolaan Taman Nasional Kutai dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan, yaitu SPTN I Sangata dan SPTN II Tenggarong.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 33: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

17

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

No. Seksi Pengelolaan Resort Luas

1 SPTN I SANGATA

Resort Sangata +- 36.840,76 Ha

Resort Sangkima +- 42.532,8 Ha

Resort Telukpandan +- 45.967,13

Total +- 125.340,69 Ha

2 SPTN II TENGGARONG

Resort Menamang Sebulu +- 36.644,16 Ha

Resort Mawai Bengkal +- 36.644,16 Ha

Total +- 73.288,31 Ha

Tabel 3.1 - Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai

Tabel 3.2 - Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja

Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013

Sedangkan, berikut adalah alokasi sumber daya manusia pada pengelolaan Taman Nasional Kutai berdasarkan wilayah kerja dan tingkat pendidikan.

No. Wilayah Kerja PNS Tenaga Upah Jumlah

1 Kantor Balai Taman Nasional Kutai 30 8 38

2 Kantor SPTN Wilayah I Sangatta 4 - 4

a. Resort Teluk Pandan 7 - 7

b. Resort Sangkima 6 - 6

c. Resort Sangatta 8 - 8

3 Kantor SPTN Wilayah II Tenggarong 4 1 5

a. Resort Menamang - Sebulu 6 - 6

b. Resort Mawai Indah - Muara Bengkal 6 - 6

4 SPORC 20 - 20

TOTAL 91 9 100

Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013

Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013

Tabel 3.3 - SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tahun Doktor (S3)

Master (S2)

Sarjana (S1)

Sarjana Muda / Diploma

SLTA SLTP SD Jumlah

1 2008 - 3 20 2 73 2 - 100

2 2009 - 1 20 3 73 2 - 99

3 2010 - 5 19 3 69 2 - 98

4 2011 - 6 16 4 67 2 - 96

5 2012 1 6 21 3 60 2 - 93

6 2013 1 4 18 4 62 2 - 91

Page 34: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

18

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Dari tabel 3.3, terlihat bahwa jumlah lulusan sarjana muda, sarjana, master, dan doktor cenderung tetap selama periode tahun 2008-2013 tersebut, sedangkan jumlah lulusan SLTA cenderung mengalami penurunan. Secara keseluruhan, jumlah SDM dari Taman Nasional Kutai juga menunjukkan tren yang menurun.

b. Ekosistem

Adapun beragam tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Kutai antara lain (BTNK,2001):

1. Hutan Dipterocarpaceae campuran, sebagian besar terdapat di bagian timur kawasan. Pada kawasan bekas kebakaran telah muncul Macaranga dan perdu.

2. Hutan Ulin-Meranti-Kapur, terdapat di bagian barat TN Kutai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang dan mencakup hampir 50% dari luas TN Kutai.

3. Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai, terdapat di sepanjang pantai Selat Makassar.

4. Vegetasi hutan rawa air tawar, tersebar pada daerah kantong-kantong sepanjang sungai dan mengandung endapan lumpur yang dibawa banjir.

5. Vegetasi hutan kerangas, terdapat di sebelah barat Teluk Kaba.

6. Vegetasi hutan tergenang apabila banjir, terdapat pada daerah di sepanjang sungai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang.

c. Potensi Kawasan Taman Nasional

Potensi Flora dan Fauna

Taman Nasional Kutai merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna. Di Taman Nasional ini terdapat sekitar 958 jenis flora yang teridentifikasi, 330 jenis burung, 11 dari 13 jenis primata borneo, termasuk orangutan / Pongo pygmaeus dan 80 jenis mamalia yang 22 jenis diantaranya dilindungi (2013, Statisik TN Kutai). Selain itu Taman Nasional Kutai juga berperan sebagai tempat hidup beruang madu, buaya, macan dahan, banteng, kijang, tarantula, dan berbagai kekayaan fauna lainnya. Taman nasional ini merupakan taman nasional ketiga sebagai pusat rehabilitasi orangutan yang berlokasi di Teluk Kaba.

Potensi Wisata

‒ Sangkima

Obyek wisata yang terletak di jalan penghubung antara Bontang dan Sangata ini menjadi obyek wisata andalan Taman Nasional Kutai terutama dari kunjungan wisatawan nusantara. Potensi wisata yang ada di Sangkima antara lain adalah hutan alam dengan berbagai tumbuhan terutama ulin dan dari famili Dipterocarpaceae, berbagai jenis satwa liar seperti orangutan moreo [Pongo pygmaeus morio], owa-owa, beruk, monyet ekor panjang dan berbagai jenis burung. Pohon ulin raksasa yang diperkirakan berumur 1000 tahun dan memiliki diameter 2,47 meter merupakan salah satu atraksi wisata yang dapat ditemukan setelah menyusuri boardwalk sepanjang kurang lebih 900 meter. Daya tarik yang lain di Sangkima adalah petualangan jelajah hutan dengan fasilitas outbond yang cukup memadai dengan jalur yang menantang, antara lain seperti jembatan gantung dan jembatan sling.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 35: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

19

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Fasilitas yang tersedia di kawasan wisata alam Sangkima antara lain wisma tamu, balai pertemuan umum, mushola dan toilet. Kawasan ini terletak di km 38 jalan poros Bontang–Sangatta, dan pengunjung dapat mencapai lokasi ini dengan transportasi darat yang memerlukan waktu sekitar 60 menit dari Bontang dan 30 menit dari Sangatta. Kemudahan akses ini menyebabkan Sangkima cukup banyak dikunjungi wisatawan.

‒ Prevab Mentoko

Prevab – Mentoko terletak di pinggir sungai Sangata dan berbatasan langsung dengan areal industri batubara di seberang sungai. Prevab Mentoko dapat dicapai melalui dua alternatif jalur sungai, yaitu melalui Jembatan Pinang (pintu gerbang Kota Sangatta) dengan waktu tempuh 2 jam, atau melalui Dermaga Papa Charlie (Desa Kabo Jaya) dengan waktu tempuh +/- 30 menit.

Fasilitas yang terdapat di Prevab antara lain penginapan, pusat informasi, sumber air bersih, shelter dan trail wisata. Objek ini juga sangat cocok untuk dijadikan pondok penelitian.

‒ Teluk Lombok

Potensi utama Pantai Teluk Lombok adalah pantai berpasir putih dan bertopografi landai dengan pohon kelapa yang masih relatif banyak. Selain itu, di beberapa bagian terdapat kawasan hutan mangrove.

Tersedia jalan panggung/boardwalk sepanjang kurang lebih 500 meter hasil inisiasi masyarakat setempat. Pada kawasan hutan mangrove ini masih banyak ditemukan berbagai jenis burung dan fauna ekosistem mangrove. Selain itu di sekitar pantai Teluk Lombok masih terdapat ekosistem terumbu karang, seperti berbagai jenis karang lunak dan karang keras serta berbagai jenis ikan-ikan karang yang beranekawarna.

Selain Sangkima, Prevab Mentoko, dan Teluk Lombok, masih terdapat objek-objek wisata alam lainnya seperti Teluk Kaba, Telaga Bening, dan Bontang Mangrove Park.

© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK

© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK

Page 36: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

20

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

3.2 Taman Nasional Way Kambas

Gambar 3.2 - Lokasi Taman Nasional Way Kambas

Sumber: Google Maps, 2015

a. Gambaran Umum Kawasan

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional tertua di Indonesia. Luas TNWK mencapai sekitar 1.300 km2 di sekitar Sungai Way Kambas, atau tepatnya di wilayah pesisir timur Lampung. TNWK Merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Daya tarik utama TNWK yaitu satwa Gajah, Badak, dan Harimau Sumatera.

Secara administratif, TNWK termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Taman nasional ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas 125.621,3 ha.

Adapun batas-batas Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut;

Utara : Kabupaten Lampung Tengah

Selatan : Kabupaten Lampung Timur

Barat : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur

Timur : Laut Jawa

Sebagai salah satu tujuan wisata yang populer di Lampung, Taman Nasional Way Kambas memiliki kelengkapan fasilitas berupa lahan parkir, pesanggrahan, musholla, arena atraksi gajah, kios makanan dan cinderamata, hingga laboratorium alam dan wisma peneliti. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai wadah untuk kepentingan pengelolaan dua satwa utama, yaitu gajah dan badak.

Taman Nasional Way

Kambas (TNWK) merupakan salah

satu taman nasional tertua di Indonesia.

Page 37: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

21

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

1. Pusat Latihan Gajah (PLG)

Pusat Latihan Gajah didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 dengan luas ± 2300 ha. Pada awalnya PLG berfungsi untuk melatih gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar dapat berdaya guna. Hingga tahun 1995, terdapat sekitar 300 ekor gajah yang berhasil ditangkap dan dilatih di PLG. Pada tahun 2000, sebagian besar gajah terlatih tersebut didistribusi ke berbagai daerah di tanah air dan didayagunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, breeding, serta ekowisata.

Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah. Di PLG dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah bermain bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih berbagai atraksi lainnya.

Sedangkan untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan gangguan gajah liar, terdapat bantuan dari lembaga donor dalam mengadakan patroli konflik gajah yang menggunakan beberapa ekor gajah terlatih dalam bentuk tim Elephant Response Unit (ERU). ERU selanjutnya bekerjasama dengan masyarakat sekitar dan rutin melakukan patroli untuk mencegah koloni gajah keluar dari kawasan dan memasuki daerah permukiman.

2. Suaka Rhino Sumatera (SRS)

Suaka Rhino Sumatera merupakan satu-satunya tempat pengembangbiakan satwa liar badak Sumatera di Indonesia, bahkan merupakan satu-satunya tempat pengembang-biakan badak Sumatera secara semi alami di dunia. Prioritas utama SRS adalah memelihara kesehatan Badak Sumatera, dengan fungsi sebagai pusat breeding, penelitian dan pendidikan. Berbeda dengan PLG, kunjungan wisata di SRS sangat terbatas dan tidak terbuka untuk umum.

Saat ini, SRS memiliki area seluas 100 ha yang digunakan sebagai kandang dari 5 ekor badak. Konsep kandang dirancang sedemikian rupa agar dapat mendukung dan memberikan kemudahan dalam kegiatan konservasi.

Gambar 3.3 - Konsep Kandang Badak di SRS

Sumber: Data SRS, 2015

© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK

Page 38: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

22

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Terkait SDM, jumlah personil pengelola TNWK sampai dengan saat ini mencapai 258 personil, dengan kompetensi fungsional umum, Polhut, PEH, pawang dan penyuluh. Adapun sebaran pegawai sebagaimana terlihat dalam gambar dibawah ini.

Sumber: Data Diolah dari RPTN 2010-2014 TNWK

Gambar 3.4 - Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi

b. Ekosistem

Taman Nasional Way Kambas memiliki satu spektrum ekosistem yang besar, dimana di dalamnya dapat ditemui beberapa formasi hutan, seperti formasi hutan mangrove, rawa dan dataran rendah tanah kering. Didasarkan pada tipe ekosistemnya, kawasan ini dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe, yaitu hutan mangrove, pantai, riparian rawa, dan dipterocarpaceae dataran rendah. Dapat pula ditemukan daerah padang rumput luas yang merupakan akibat dari kegiatan logging dan kebakaran hutan yang pernah terjadi.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 39: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

23

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

c. Potensi Kawasan Taman Nasional

Potensi Flora dan Fauna

Potensi flora yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas antara lain api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus). Sedangkan, potensi fauna yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas terdiri atas 50 jenis mamalia diantaranya Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis),

siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.

Potensi Wisata

Sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah memiliki citranya tersendiri terkait wisata satwa gajah yang dapat dinikmati di PLG sebagai salah satu tujuan rekreasi keluarga, baik nusantara ataupun pengunjung mancanegara. Berikut adalah data kunjungan wisatawan pada tahun 2014.

No BulanJumlah Pengunjung

Wisatawan Nusantara Wisatawan asing1. Januari 5.098 252. Februari 488 143. Maret 840 254. April 724 395. Mei 2.161 26. Juni 1.061 297. Juli 381 128. Agustus 7.873 219. September 1.922 16

10. Oktober 1.573 411. November 134 112. Desember 1.543 5

Total 23.798 203

Tabel 3.4 - Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014

Sumber: Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014

Page 40: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

24

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Sedangkan, berikut adalah data kunjungan wisatawan (nusantara ataupun asing) dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2014.

Tabel 3.5 - Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014

Sumber:Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014

No. Tahun Pengunjung JumlahNusantara Asing

1. 2010 8.818 243 9,0612. 2011 10.724 220 10.9443. 2012 12.445 268 12.1734. 2013 12.963 339 13.3025. 2014 23.798 203 24.001

3.3 Taman Nasional Gunung Rinjani

Gambar 3.5 - Lokasi Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok

Sumber: Google Maps, 2015

a. Gambaran Umum Kawasan

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997 dengan luas 40.000 ha walaupun dilapangan luasnya lebih dari 41.000 ha. TNGR merupakan salah satu taman nasional bercirikan daerah yang bergunung-gunung dengan ketinggian antara 550 meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Puncak ketinggian terdapat di puncak Gunung Rinjani (3.726 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah sebelah Barat terdapat Danau Segara Anak (2.008 m dpl) yang memiliki air dengan kandungan belerang dan beragam suhu yang berbeda yaitu mulai dari dingin, hangat hingga panas.

Secara administratif, TNGR berada pada 3 kabupaten; Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat.

Page 41: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

25

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Sesuai dengan SK Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, SK 99/IV/Set-3/2005 tanggal 26 September 2005 tentang Penataan Zona pada Taman Nasional Gunung Rinjani, kawasan TNGR dibagi menjadi beberapa zona pengelolaan yaitu :

• Zona Inti: 20.843,50 Ha• Zona Rimba: 17.349.50 Ha• Zona Pemanfaatan: 799,00 Ha• Zona Pemanfaatan Intensif: 390,00 Ha• Zona Pemanfaatan Khusus: 401,00 Ha• Kultural: 75,00 Ha• Wisata: 326,00 Ha• Zona Lainnya: 2.338,00 Ha• Zona Pemanfaatan Tradisional: 583,00 Ha• Zona Rehabilitasi: 1.755,00 Ha

Taman Nasional Gunung Rinjani di bagi menjadi 2 (dua) wilayah pengelolaan dalam bentuk Seksi Konservasi Wilayah, yaitu:

1. Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Barat Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Barat dengan luas areal ± 12.357,67 Ha (30%) yang dibagi dalam 3 (tiga) resort (Anyar, Santong, Senaru) dan beberapa Pos Jaga.

2. Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di 2 (dua) Kabupaten di Kabupaten Lombok Timur seluas ± 22.152,88 Ha (53%), sementara wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Tengah seluas ± 6.819,45 Ha (17%) yang terbagi dalam 6 resort (Aikmel, Kb.Kuning, Joben, Sembalun, Aik Berik, Steling) dan beberapa Pos Jaga.

Secara keseluruhan tenaga kerja di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencapai 92 orang, namun masih dirasa kurang jika dipandang dari standar pendidikan, terutama kebutuhan terhadap tenaga yang berasal dari S1 dengan berbagai asal disiplin ilmu. Untuk pendidikan dan pelatihan pegawai, direncanakan 60 orang setiap tahunnya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 42: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

26

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

b. Ekosistem

TNGR merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan rendah hingga pegunungan tinggi dan savana di Nusa Tenggara. Terdapat beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan tropis dataran rendah, hutan hujan tropis pegunungan (1.500 – 2.000 m dpl) yang masih utuh dan berbentuk hutan primer, serta hutan cemara dan vegetasi sub alpin pada ketinggian di atas 2.000 m dpl.

c. Potensi Kawasan Taman Nasional

Potensi Flora dan Fauna

Berikut adalah jenis-jenis flora yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Rinjani berdasarkan kelompok ketinggian;

• 1000-2000m dpl: bermacam-macam tumbuhan seperti beringin (ficus superb), garu (dysoxylum sp), dan perkebunan penduduk yang ditanami sayur-sayuran seperti kol, cabai, bawang, dan juga kentang.

• 2000-3000 m dpl: dominan vegetasi cemara gunung (casuarina junghuniana).

• >3000 m dpl: terdapat jenis rumput-rumputan dan bunga edelweiss (Anaphalis javanica) (Anonymous, 2011).

Sedangkan berikut adalah kekayaan fauna yang dapat ditemukan di TNGR;

• Babi Hutan (Sus Scrofa), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Ganggarangan Kecil (Vivvericula indica), Trenggiling (Manis javanica), Musang Rinjani (Paradoxurus- hermaproditus rhindjanicus), Leleko/Congkok (Felis bengalensis javanensis), Rusa Timor (Cervus timorensis floresiensis), Landak (Hystrix javanica).

• Beberapa jenis burung diantaranya: Kakatua Jambul Kuning (Cacatua shulphurea parvula), Koakiau (Philemon buceroides neglectus), Perkici Dada Merah (Trichoglossus haematodus), Isap Madu Topi Sisik (Lichmera lombokia), Punglor Kepala Merah (Zootera interpres), Punglor Kepala Hitam (Zootera doherty) dan lain-lain.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 43: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

27

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Potensi Wisata

Terdapat banyak potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Gunung Rinjani, diantaranya yaitu;

• Puncak Gunung Rinjani, Jalur Senaru, Jalur Sembalun

• Desa Adat Senaru dan Air Terjun Sendang Gile

• Danau Segara Anak

• Air terjun Jeruk Manis

• Otak Kokok

• Pemandian Air Panas Sebau

Untuk wisata puncak Gunung Rinjani, terdapat dua jalur resmi pendakian yaitu jalur Senaru dan jalur Sembalun. Jalur Sembalun didominasi oleh padang rumput savana, sedangkan jalur Senaru merupakan jalur dengan bentang alam hutan hujan pegunungan rendah hingga tinggi.

Gambar 3.6 - Ilustrasi Jalur Pendakian Jalur Sembalun dan Senaru

Sumber: Hasil penelusuran internet, 2015

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 44: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

28

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

3.4 Taman Nasional Komodo

a. Gambaran Umum Kawasan

Taman Nasional Komodo berada di kepulauan Indonesia Timur, tepatnya di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Flores. Secara administratif, Taman Nasional Komodo termasuk dalam Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta 26 buah pulau lainnya.

Taman Nasional Komodo dibentuk melalui pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan melalui SK No.306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Luas Taman Nasional Komodo yaitu 173.300 ha, yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha lautan. Pengelolaan taman nasional ini berada di bawah tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman Nasional Komodo yang berlokasi di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Taman Nasional Komodo merupakan salah satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan merupakan Cagar Biosfer tahun 1986 serta Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 di indonesia (UNESCO). Keindahan terumbu karang dan pembentukan pulau-pulau di kawasan Taman Nasional Komodo sendiri berasal dari tekanan yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng kontinen, Sahul dan Sunda.

Gambar 3.7 - Lokasi Taman Nasional Komodo

Sumber: Google Maps, 2015

Page 45: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

29

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Berikut adalah tipe-tipe zona di Taman Nasional Komodo:

• Zona Inti, (34.311 Ha) merupakan zona yang mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

• Zona Rimba, (66.921,08 Ha) merupakan zona yang di dalamnya tidak diperbolehkan adanya aktivitas manusia sebagaimana pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas.

• Zona Perlindungan Bahari, (36.308 Ha) adalah daerah dari garis pantai sampai 500 meter ke arah luar dari garis isodepth 20 meter sekeliling batas karang dan pulau, kecuali pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Pada zona ini tidak boleh dilakukan kegiatan pengambilan hasil laut, seperti halnya pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas.

• Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, (824 Ha) diperuntukkan secara intensif hanya bagi wisata alam daratan.

• Zona Pemanfatan Wisata Bahari, (1.584 Ha) diperuntukkan secara intensif bagi wisata alam perairan.

• Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, (879 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo.

• Zona Pemanfaatan Tradisional Bahari, (17.308 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo. Pada zona ini dapat dilakukan pengambilan hasil laut dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang).

• Zona Khusus Pemukiman, (298 Ha) zona untuk bermukim hanya bagi penduduk asli dengan peraturan tertentu dari Kepala Balai TN Komodo bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat.

• Zona Khusus Pelagis, (59.601 Ha) dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lainnya yang tidak dilindungi, dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang) serta kegiatan wisata/rekreasi.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 46: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

30

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Terkait kepegawaian, hingga bulan Desember 2014 Balai Taman Nasional Komodo memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 orang (78 orang PNS/CPNS dan 43 tenaga upah). Rincian jumlah pegawai Balai Taman Nasional Komodo dari tahun 2009 –2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No. Tahun

STA

JumlahPNS CPNS Harian/UpahGol. IV

Gol. III

Gol. II

Gol. I

Gol. III

Gol. II

Gol. I S1 SLTA

1 2009 1 64 30 1 - 2 - - - 982 2010 1 59 28 1 1 - - - 10 1003 2011 1 58 25 1 - 4 - 1 28 1184 2012 1 61 26 1 - - - 1 28 1185 2013 1 55 23 1 - - - 1 42 1236 2014 1 55 19 1 2 - - 1 42 121

Tabel 3.6 - Jumlah Pegawai Taman Nasional Komodo Tahun 2009-2014

Sumber: Statistik Balai Taman Nasional Komodo tahun 2009-2014

b. Ekosistem

Kawasan TN Komodo sangat dipengaruhi oleh hujan musim dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Kondisi alam di wilayah taman nasional yang kering dan gersang tersebut kemudian memberikan keunikan tersendiri. Ekosistem TN Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi serta curah hujan rendah. Ekosistem perairannya dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi arus laut yang kuat.

Sebagian besar taman nasional merupakan savana. Hampir 70% luas Kawasan Taman Nasional Komodo berupa padang savana, dengan vegetasi dominan yaitu rumput–rumputan, seperti Seteria adhaerens, chloris barbata, Heteropogon contortus, juga borassus flabellifer (lontar). Tumbuhan lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida). Bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.). Selain savana, terdapat pula hutan musim dataran rendah.

Sedangkan untuk ekosistem terumbu karang, Taman Nasional Komodo termasuk yang terindah di dunia dengan kekayaan perairan berupa terdapatnya lebih dari 1000 jenis ikan, 260 jenis karang dan 70 jenis bunga karang (sponge). Acropora adalah jenis yang umum dijumpai di wilayah ini. Terdapat pula tutupan hutan bakau. Walaupun hanya sekitar 5%, namun hutan bakau memiliki peranan yang sangat penting sebagai penahan abrasi air laut, penahan sedimen dari air sungai (daratan), juga sebagai tempat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan bakau dapat di jumpai di sekitar Loh Sabiƒta dan Loh Lawi (Pulau Komodo), dan di Loh Kima dan Loh Buaya (Pulau Rinca). Dua jenis Bakau yang dominan adalah Rhizophora mucronata di daerah pasang surut dan Lumnitzera racemora di daratan.

Page 47: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

31

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

c. Potensi Kawasan Taman Nasional

Potensi Flora dan Fauna

TN Komodo berada dalam zonasi transisi antara flora dan fauna Asia dan Australia. Selain itu cukup esktrimnya iklim di kawasan taman nasional ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar daratan yang dapat bertahan merupakan jenis–jenis yang mampu beradaptasi dengan lingkungan kering. Dapat dijumpai sekitar 244 jenis flora darat (palem, anggrek, rumput, rotan, asam, bidara dan lain-lain).

Komodo (Varanus Komodoensis), sebagai satwa utama di kawasan ini memang sangat sesuai untuk hidup di daerah dengan padang savana yang luas, sumber air yang terbatas, serta suhu yang cukup panas. Selain komodo, terdapat banyak fauna lainnya seperti ular kobra dan berbagai ular lainnya, kadal, tokek, penyu sisik, penyu hijau, serta berbagai jenis mamalia seperti rusa, babi hutan, kuda liar dan kerbau liar.

Potensi Wisata

Taman Nasional Komodo memiliki daya tarik tersendiri dengan memberikan wisatawan pengalaman untuk dapat melihat komodo di alam liar. Selain komodo, wisatawan dapat pula melakukan pengamatan satwa liar lainnya seperti rusa timor, kerbau liar, dan babi hutan. Wisatawan dapat menyaksikan hutan bakau, padang savana serta satwa liar di Loh Buaya. Loh Buaya merupakan pusat kunjungan di Pulau Rinca, dan dapat dicapai dalam 1-2 jam dengan menggunakan perahu/boat sewaan dari Labuan Bajo.

Di samping itu, Taman nasional ini juga memiliki beragam aktivitas lainnya yang dapat dilakukan di Loh Liang, seperti:

‒ Pengamatan burung; burung gosong, kakak tua kecil jambul kuning, srigunting (Dicrurus hottentottus) dan pergam hijau (Ducula aenae)

‒ Pendakian (Loh Liang-Gunung Ara–Gunung Satalibo)

‒ Penjelajahan (Loh Liang–sebita)

‒ Photo hunting dan video shooting

‒ Diving, snorkeling di pantai merah dan pulau lainnya.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 48: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

32

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Wilayah laut di Taman Nasional Komodo yang kaya akan nutrisi berkat aliran air dingin dari Samudera Hindia yang menjaga makanan untuk kehidupan laut, menyebabkan snorkeling atau diving merupakan salah satu aktivitas unggulan di kawasan ini. Selain itu, dengan menjadi Situs Warisan Dunia selama lebih dari 30 tahun, terumbu karang dan pulau-pulau di taman nasional ini pun sangat dilindungi. Status tersebut memberikan kehidupan bawah laut yang melimpah dan juga kesempatan karang untuk berkembang. Lokasi yang menarik untuk menyelam ataupun snorkeling diantaranya adalah Pulau Pengah, Pulau Siaba, Padar Utara, Pulau Mauan, Pulau Indihiang. Pantai merah, Batu Bolong, Gili Lawa Darat dan lain-lain.

3.5 Taman Nasional Gunung Tambora

Gambar 3.8 - Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora

Sumber: Google Maps, 2015

a. Gambaran Umum Kawasan

Pada mulanya, kawasan Gunung Tambora merupakan salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Kawasan ini merupakan area bekas letusan Gunung Tambora pada tanggal 5 April 1815 yang menjadi letusan besar dan melontarkan 100 km3 batuan panas dan 400 juta ton gas sulfur hingga 43 km ke atmosfer. Letusan ini menyebabkan belahan dunia sebelah utara tidak mengalami musim panas, serta mengurangi ketinggian gunung dari 4200 m dpl menjadi hanya setinggi 2800 m dpl.

Gunung Tambora merupakan gabungan situs geologi yang perlu dipertahankan, termasuk kondisi hutan di sekelilingnya. Kawasan tersebut sudah banyak dikunjungi oleh turis mancanegara maupun lokal dalam rangka melakukan riset, menikmati keanekaragaman hayati dan ekositemnya ataupun gejala-gejala alam lainnya. Pengunjung kawasan Tambora diprediksi akan meningkat seiring dengan adanya kegiatan promosi. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar.

Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan SK penetapan status kawasan Tambora No. 418/Kpts-II/1999 yang terbagi atas:

• Taman Buru seluas 26.130,25 Ha

• Suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha

• Cagar Alam seluas 23.840,18 Ha.

Page 49: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

33

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

Kawasan konservasi Gunung Tambora diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April 2015 sebagai Taman Nasional, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815. Penunjukan sebagai Taman Nasional dilegalkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 111/MenLHK-II/2015.

b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna

TN Gunung Tambora memiliki kekayaan ekosistem yang luar biasa, dengan kekhasannya yaitu memiliki ekosistem hutan dataran rendah, ekositem hutan pegunungan dan ekosistem savana. Tumbuhan di kawasan Gunung Tambora tersebar dalam 3 tipe ekosistem hutan, mulai dari hutan musim, hutan hujan tropis dan hutan savana. Beberapa jenis tumbuhan, seperti Lepidagathis eucephala, Achyranthes bidentata, Colocasia gigantea, Dichrocephala chrysanthemifolia, dan lainnya tumbuh subur di kawasan ini.

c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional

Potensi Flora dan Fauna

Kawasan ini merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa mulai dari primata, reptil, mamalia, hingga aves/burung seperti kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea). Jumlah jenis burung yang telah teridentifikasi pada tahun 2012 sebanyak 43 jenis, di mana beberapa jenis di antaranya merupakan jenis yang dilindungi dan satu jenis burung endemik asli Nusa Tenggara Barat.

Potensi Wisata dan Lainnya

TN Gunung Tambora memiliki daya tarik pariwisata alam yang berupa keindahan panorama dari hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan. Keanekaragaman hayait berupa flora dan fauna di taman nasional ini menambah pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Selain itu, TN Gunung Tambora juga dapat dijadikan wisata geologi bila didasarkan pada sejarah Gunung Tambora, dengan salah satu dahsyatnya letusan gunung ini.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 50: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

34

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

3.6 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

a. Gambaran Umum Kawasan

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Secara administratif, kawasan TNGGP berada di wilayah 3 kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Oleh karena posisinya yang strategis sebagai daerah penyangga beberapa kota besar seperti Cianjur, Sukabumi dan Bogor, peranan TNGGP sangat vital. Selain itu TNGGP merupakan kawasan sumber air terpenting bagi DAS diantaranya DAS Ciliwung dan Citarum.

Gambar 3.9 - Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Sumber: Google Maps, 2015

TNGGP mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. TNGGP ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980 dan memiliki luasan sekitar 22.851 hektar. TNGGP merupakan salah satu taman nasional yang memiliki kawasan terkecil dibandingkan dengan taman nasional lainnya.

TNGGP memiliki rata-rata curah hujan pertahun sebesar 3600-4000 mm. Rata-rata suhu udara di TNGGP berkisar antara 5°-28° C dengan ketinggian tempat berkisar antara 1.000-3.000 m. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.

Kantor pengelola TNGGP yaitu Balai Besar TNGGP, berada di Cibodas. Dalam pengelolaannya, TNGGP dibagi menjadi 3 (tiga) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wil), yaitu Bidang PTN Wilayah I di Cianjur, Bidang PTN Wilayah II di Selabintana-Sukabumi, dan Bidang PTN Wilayah III di Bogor. TNGGP terbagi ke dalam 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil) dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam menuju pemanfaatan yang berkelanjutan.

Page 51: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

35

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Edelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan Cantigi (Vaccinium varingiaefolium).

Berbagai jenis tumbuhan dengan spesies unik bisa ditemukan di dalam kawan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mulai dari rasamala, kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan lain-lain. Selain tumbuhan, TNGGP juga menjadi habitat bagi berbagai satwa liar seperti kepik raksasa, lebih dari 100 jenis mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, sigung dan lain-lain, serta 250 jenis burung.

Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus). Satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Selain itu, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya yaitu burung langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung hantu (Otus angelinae).

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 52: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

36

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN

c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional

TNGGP kaya akan potensi ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut:

• Telaga Biru: Sebuah danau kecil yang berukuran 5 hektar, dan terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Disebut telaga biru karena airnya dapat terlihat berwarna biru yang disebabkan oleh jenis ganggang biru yang hidup didalamnya. Warna biru akan lebih jelas terlihat apabila permukaan air telaga tersinar matahari.

• Rawa Gayonggong: Terletak 1,8 dari pintu masuk Cibodas. Rawa mengandung belerang dengan latar belakang hutan pegunungan yang terdapat pada ketinggian 1.400 meter tersebut memiliki pemandangan yang unik dan indah.

• Air Terjun: Air terjun Cibeureum terletak 2,5 km dari pintu masuk Cibodas. Di lokasi air terjun ini terdapat dua buah air terjun lainnya yang lebih kecil yaitu Air Terjun Cikundul dan Cidendeng. Di sisi sebelah kanan dari air terjun Cibeurem terdapat Limut merah (Spagnum gedeanum) yang tidak dapat ditemukan di lokasi lain. Air terjun ini merupakan air terjun tertinggi yang dapat di kunjungi oleh wisatawan.

• Air panas: Terletak 5,2 km dari pintu masuk Cibodas, diketinggian 2.150 mdpl, tidak jauh dari tempat berkemah Kandang Batu. Para pendaki dapat menyempatkan diri mandi di mata air panas tersebut sambil beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya.

• Kawah Gunung Gede: Kawah Gunung Gede berjarak 8,9 km dari pintu masuk Cibodas. Sejauh 500 meter mendekati puncak, merupakan daerah yang gersang akibat letusan gunung yang pernah terjadi. Di daerah ini tidak terdapat pepohonan dan rerumputan hanya tumbuh menyebar di beberapa tempat. Kawah Gunung Gede masih aktif dan secara periodik mengeluarkan gas-gas yang berbau belerang. Terdapat tiga buah kawah yang berdekatan, yaitu: Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon.

• Alun-alun Suryakencana: Terletak pada ketinggian 2.750 meter, antara Gunung Gede dan Gunung Gemuruh, terdapat daerah datar dengan panjang 1.500 meter dan lebar 250 meter. Lokasi ini berjarak 10,2 km dari pintu masuk Cibodas dan 6,9 km dari pintu masuk Gunung Putri. Di daerah ini banyak ditemukan bunga Edelweiss dan juga tersedia tempat berkemah.

• Alun-alun Pangrango: Terletak di lereng Gunung Pangrango. Seperti alun-alun Suryakencana namun dengan luas yang lebih kecil, lapangan ini banyak ditumbuhi bunga Edelweiss.

• Gunung Putri dan Selabintana: Sebuah tempat berkemah dengan kapasitas 100-150 orang.

• Kandang Batu dan Kandang Badak: Sebuah tempat untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 53: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

“Komodo”

Page 54: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

38

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI,

TN KOMODO

4.1 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai

4.1.1 Ancaman yang Dihadapi

Ancaman seringkali menjadi penghambat dalam pengelolaan, dan juga merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan arah pengelolaan. Pada umumnya, ancaman-ancaman terhadap kawasan konservasi menyebabkan

kebutuhan input meningkat ataupun secara langsung menyebabkan proses pengelolaan tidak optimal. Untuk itu diperlukan identifikasi terhadap ancaman-ancaman tersebut sehingga selanjutnya dapat dirumuskan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pada lembar penilaian METT-datasheet 2, terdapat 12 jenis ancaman. Gambar 4.1 menunjukkan berbagai ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Kutai.

Berdasarkan grafik di atas, secara umum hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ancaman pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. Ancaman tertinggi berasal dari perumahan dan komersial serta transportasi dan layanan koridor. Ancaman yang dihadapi di taman nasional ini memang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang diawali dengan terus berkembangnya aktivitas perambahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan.

Di satu sisi, perambahan kian meluas dengan adanya faktor penarik yaitu sebuah jalan poros Bontang-Sangatta sebagai salah satu layanan koridor yang melintas dan ‘membelah’ kawasan Taman Nasional Kutai, sehingga kemudian menimbulkan pula sebuah fragmentasi kawasan dan isolasi satwa dari habitatnya. Aktivitas bermukim yang kerap tumbuh di sekitar koridor jalan juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, unsur-unsur komersial, kegiatan bertani/beternak/budidaya lainnya hingga industri. Selain itu, menara Base Transceiver Station (BTS) – infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi nirkabel – sudah banyak dibangun di dalam kawasan dengan alasan untuk menunjang telekomunikasi.

Gambar 4.1 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Kutai

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Ancaman yang signifikan

Page 55: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

39

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Selain ancaman dari koridor jalan, masih terdapat ancaman lain dari koridor sungai yang berperan sebagai jalur transportasi perairan, terutama koridor sungai. Koridor sungai di satu sisi juga sering digunakan para ilegal logger, pemburu liar, pencuri tanaman dan pelaku tindakan ilegal lainnya sebagai jalur transportasi/akses keluar-masuk kawasan taman nasional. Ancaman-ancaman lainnya yang juga terdapat di taman nasional ini yaitu kebakaran hutan, kegiatan perminyakan (oleh PT Pertamina) dan berbagai jenis polusi (limbah rumah tangga, limbah industri, limbah padat, polusi udara). Dari berbagai ancaman yang ada di kawasan Taman Nasional Kutai, dapat dikatakan bahwa ancaman dari permukiman dan layanan koridor transportasi merupakan ancaman utama, yang juga menyebabkan timbulnya ancaman-ancaman lainnya dan menghambat terwujudnya pengelolaan kawasan yang optimal.

Gambar 4.2 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

4.1.2 Efektivitas Pengelolaan

Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, Grafik 4.2 menggambarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai.

Secara rata-rata, presentase efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai yang diperoleh yaitu 52,5%.

Konteks

Elemen konteks hanya terdiri dari 1 buah pertanyaan, yaitu mengenai status hukum kawasan. Konteks hanya dicerminkan dari 1 buah pertanyaan, maka dari itu bobot tiap pilihan poin menjadi sangat besar pada elemen ini. Terkait konteks Taman Nasional Kutai, saat ini proses pengukuhan taman nasional sudah diajukan, namun belum selesai. Terlebih penetapan kawasan TN Kutai belum sesuai dengan rencana penggunaan ruang yang diusulkan oleh pemerintah daerah yang berada di sekeliling TN Kutai.

Page 56: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

40

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Perencanaan

Terkait elemen perencanaan, saat ini TN Kutai telah memiliki RPTN periode 10 tahun. Dalam RPTN tersebut telah tertuang tujuan (visi dan misi) pengelolaan. Di samping itu, terdapat peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan TN seperti Peraturan Menteri LHK tentang penunjukkan TN Kutai, dan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan tersebut belum berdampak pada penanganan konflik penggunaan lahan yang kian kompleks di Taman Nasional Kutai. Hingga saat ini belum terdapat peraturan ataupun sinergisasi aturan yang dapat membantu penanganan konflik TN Kutai agar penggunaan lahan dapat berlangsung secara optimal dan lestari untuk kepentingan konservasi. Selain itu dibutuhkan pula sebuah rencana penggunaan lahan dan air sekitar dengan memperhitungkan kebutuhan jangka panjang TN Kutai sebagai kawasan konservasi.

Input

Masih terdapat banyak kekurangan dalam elemen input pada TN Kutai. Kapasitas karyawan ataupun dukungan lembaga masih kurang dalam pengendalian penggunaan lahan taman nasional serta terhadap pencegahan pencurian kayu, selain itu dari segi kuantitas karyawan juga masih kurang mencukupi. Padahal, jumlah karyawan untuk ditempatkan di resort merupakan salah satu hal yang dapat berpengaruh pada efektivitas pengelolaan di lapangan. Terkait ketersediaan informasi, saat ini telah terdapat cukup informasi mengenai habitat dan spesies penting untuk mendukung area perencanaan dan pengambilan keputusan, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaharui secara berkala.

Dalam ketersediaan peralatan, dengan akses kawasan yang cukup sulit, TN Kutai masih memerlukan berbagai peralatan penunjang kegiatan patroli misalnya camera trap, drone, juga kendaraan untuk mengakses lapangan. Sedangkan terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Kutai tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Hal ini juga terjadi pada taman nasional sampel lainnya; TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo.

Proses

Elemen ini merupakan elemen dengan jumlah pertanyaan terbanyak, yaitu 21 buah pertanyaan. Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Kutai.

• Terdapat kerjasama dengan peneliti asal Kanada mengenai orang utan sebagai satwa kunci di TNK.

• Masih belum terdapat kegiatan pengelolaan khusus untuk orang utan sebagai satwa unggulan dan nilai utama penunjukan kawasan.

• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal, seperti banyaknya kualitas fasilitas wisata yang telah rusak dan belum diperbaiki (jembatan, boardwalk, dan lain lain).

• Adanya kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi dalam pemberian masukan.

• Terdapat sebuah kerjasama yang menghasilkan ‘Mitra Kutai’ (membantu Balai TNK dalam kegiatan-kegiatan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan).

• Di satu sisi, masyarakat sekitar serta Pemda cukup sulit untuk bekerjasama dengan baik dalam memelihara kawasan.

• Terdapat sistem untuk mengontol akses/penggunaan sumber daya di kawasan (sistem pengamanan) berbentuk patroli pengamanan dan patroli kebakaran hutan, namun keduanya masih memiliki kendala dalam hal aksesibilitas.

Page 57: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

41

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Output

Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L, dan rencana kerja per divisi. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan.

Outcome

Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa belum terdapat manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan bagi masyarakat. Kondisi nilai penting kawasan pun belum dapat diidentifikasi melalui perbandingan degradasi nilai-nilai ekologis ataupun kultural sejak pertama kali kawasan ditetapkan.

4.2 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas

4.2.1 Ancaman yang Dihadapi

Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.

Hasil penilaian menunjukkan bahwa jenis ancaman penggunaan dan perusakan sumber daya hayati serta intrusi manusia merupakan dua ancaman tertinggi yang dihadapi Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan dan perusakan sumber daya hayati yaitu terkait masih banyak terjadi kegiatan perburuan satwa hingga pembunuhan gajah baik perburuan gading gajah ataupun akibat konfliknya dengan manusia. Selain itu terdapat pula banyak aktivitas pencurian hasil hutan seperti tanaman gaharu, ataupun pemanenan sumber daya air di beberapa titik perairan dalam kawasan. Sedangkan ancaman berikutnya berasal dari intrusi manusia yang cukup tinggi. Selain kegiatan rekreasi/wisata yang tergolong berintensitas tinggi dan juga kegiatan penelitian/pendidikan lain yang banyak dilakukan di kawasan, kegiatan pengelolaan sendiri dapat memberikan ancaman-ancaman tertentu terhadap habitat dan kehidupan satwa. Kegiatan pengelolaan yang dimaksud yaitu kegiatan konstruksi fasilitas taman nasional ataupun penggunaan kendaraan pengelolaan sehari-hari, yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap habitat satwa.

Gambar 4.3 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Ancaman yang signifikan

Page 58: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

42

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

4.2.2 Efektivitas Pengelolaan

Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.

Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang diperoleh yaitu sebasar 65,65%.

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Gambar 4.4 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan

Konteks

Taman Nasional Way Kambas telah resmi dikukuhkan pada tahun 1999. Kawasan mempunyai status hukum yang jelas, dengan hubungan yang bekerjasama dengan baik dengan masyarakat.

Perencanaan

Proses perencanaan kawasan (sejak tahun 1993) mencakup banyak pihak dan ahli-ahli terkait, sebagai contoh yaitu keikutsertaan ahli badak dalam perumusan perencanaan pengelolaan kawasan. Terkait pencapaian tujuan pengelolaan (lestari, berdayaguna, sinergi, welmanaged), saat ini belum terwujud dengan baik dengan masih banyak terjadinya konflik gajah dengan manusia. Selain itu, belum seluruh program yang direncanakan dalam RPTN terlaksana, salah satunya karena belum memadainya alokasi pendanaan. Sedangkan untuk desain zonasi, hingga saat ini telah cukup sesuai dengan kepentingan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. Di samping itu, desain sanctuary badak (SRS) juga sangat mendukung upaya pelestarian badak secara tepat.

Page 59: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

43

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Input

Kapasitas karyawan sudah cukup baik, namun masih dibutuhkan tenaga tambahan untuk ditempatkan di lapangan serta untuk kegiatan patroli. Terkait ketersediaan informasi, BTN Way Kambas masih membutuhkan banyak data dan informasi yang valid dan dapat digunakan untuk mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan. Anggaran yang tersedia saat ini dirasa belum mencukupi dan TNWK masih menggunakan bantuan pendanaan dari luar. Namun di samping itu pengelolaan harus diimbangi pula dengan perawatan fasilitas resort. Terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Way Kambas tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan.

Proses

Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.

• Tata batas telah ditetapkan pada tahun 1998, dan hingga saat ini TNWK masih memiliki batasan wilayah yang jelas dengan pihak masyarakat sekitar.

• Terdapat kegiatan patroli gajah untuk pencegahan keluarnya gajah ke daerah pemukiman masyarakat, dan patroli sumber daya hutan sebagai sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan.

• Terdapat banyak penelitian yang dilakukan di dalam kawasan, dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pengelolaan.

• Dalam keberjalanan pengelolaan, pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal. Selain pemeliharaan fasilitas/peralatan di lokasi wisata (PLG) yang terlihat kurang, resort-resort juga tidak terpelihara dengan baik ataupun digunakan sebagaimana fungsinya. Hal ini juga memberikan gambaran prioritas pengelolaan anggaran yang kurang bersifat strategis. Dengan disegerakannya perbaikan fasilitas resort, fungsi resort untuk ditempati pegawai akan kembali dan berbagai kegiatan di lapangan akan mampu berjalan dengan lebih efektif.

• Terdapat beberapa keikutsertaan pegawai dalam berbagai pelatihan, namun tidak seluruhnya relevan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan.

• Terdapat kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi pada pemberian masukan pengelolaan. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar 3 sampai dengan 6 bulan sekali.

• Saat ini belum terdapat kerjasama pengelolaan kawasan dengan operator pariwisata, namun tahap pelelangan rencana pengembangan kerjasama telah dilakukan.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 60: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

44

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Output

Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L dan rencana kerja rutin SRS/PLG/ERU. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan guna melayani tingkat kunjungan yang tinggi. Dibutuhkan perbaikan fasilitas seperti kualitas bangunan pos, toilet, jembatan, ataupun railing pengaman. Namun dari segi kelengkapan, fasilitas dan layanan pengunjung saat ini sudah cukup memadai dengan adanya visitor center, arena atraksi, loket karcis, selter pengunjung, toilet, kios suvenir, dan lain-lain.

Outcome

Hingga saat ini, manfaat ekonomi yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan yaitu berupa terserapnya tenaga kerja. Perekrutan tenaga kerja tambahan dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Kondisi nilai penting kawasan pun terjaga dengan baik, yaitu telah dijalankannya perlakuan dan perhatian secara khusus terhadap badak sebagai spesies kunci sekaligus spesies terancam punah, juga tersedia pusat rehabilitasi gajah untuk penyembuhan dan perawatan terhadap gajah-gajah yang membutuhkan. Bila kedepannya diadakan pusat pengelolaan satwa tapir dan Harimau Sumatera, kondisi nilai penting kawasan Taman Nasional Way Kambas akan semakin utuh.

Taman Nasional Way Kambas sebagai sebuah kawasan konservasi dengan beberapa satwa unggulan seperti Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir dan Beruang, saat ini telah memiliki pengelolaan spesifik terhadap dua satwa yaitu Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Melalui kerjasama dengan pihak LSM YABI, sebuah sanctuary Badak Sumatera ‘Suaka Rhino Sumatera’ (SRS) berhasil dikelola dengan sangat baik. SRS memiliki fungsi sebagai rumah sakit satwa, penangkaran, pusat breeding, dan pusat penelitian. Berbagai upaya yang telah dilakukan para pengelola membuahkan hasil, seperti pada tahun 2007, seekor Badak Sumatera jantan, Andalas, berhasil dikirimkan ke TN Way Kambas dari salah satu kebun binatang di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 2012, seekor bayi badak, Andatu, berhasil dilahirkan di SRS. Kelahiran bayi badak ini merupakan salah satu keberhasilan terbesar dari upaya para pengelola untuk mengawinkan dan merawat kesehatan induk badak (Ratu). Akhirnya, setelah 124 tahun, Andatu merupakan bayi Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan di penangkaran.

Sedangkan untuk pengelolaan satwa gajah, sejak tahun 1985 TN Way Kambas memiliki sebuah Pusat Latihan Gajah (PLG) yang mulanya berfungsi sebagai tempat pelatihan gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar kemudian dapat berdaya guna. Seiring berjalannya waktu, gajah-gajah di PLG tidak hanya didayagunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan breeding, namun juga semakin dikenal sebagai sebuah destinasi ekowisata. Hingga saat ini, di TN Way Kambas telah dibentuk pula sebuah tim Elephant Response Unit (ERU) yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan patroli pengamanan dalam rangka pencegahan konflik antara koloni gajah dan manusia.

Tabel 4.1 - Key Resource Taman Nasional Way Kambas

Sumber: Hasil Analisis, 2015

KEY

RESO

URC

E

Habitat

Animal species Tapir, Beruang

Harimau Sumatera

Gajah Sumatera

Badak Sumatera

Bird species Other faunal species

POOR GOOD VERY GOOD EXCELLENT

STATUS

Page 61: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

45

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Pengelolaan SRS merupakan contoh dari pengelolaan penangkaran satwa yang baik dan efektif. Dalam perencanaan pembangunan kandang, telah dilakukan berbagai kajian mendalam sehingga penangkaran tersebut dalam dikelola serta berdayaguna dengan efektif. Salah satu bentuk perencanaan yang baik pada penangkaran ini yaitu adanya design kandang SRS (Lihat Gambar 3.6) dengan luasan 100 ha yang disesuaikan sedemikian rupa agar dapat ideal dan nyaman bagi kehidupan alami badak, namun juga berdayaguna bagi kelangsungan perkembangbiakkannya. Kandang tersebut merupakan suatu luasan hutan di Taman Nasional Way Kambas yang diberikan pagar dengan ketinggian celah-celah tertentu agar satwa lain tetap dapat melintas, diberikan pagar sekat untuk memisahkan satu badak dengan badak lainnya, namun disediakan sebuah meeting point di bagian tengah area yang ditujukan sebagai area perkawinan badak.

Selanjutnya, efektivitas pengelolaan yang dilakukan TN Way Kambas akan semakin baik bila dilakukan pula pengelolaan khusus terhadap key resources lainnya seperti Harimau Sumatera, tapir, dan beruang. Pengelolaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penangkaran, rumah sakit satwa, ataupun konsep suaka satwa lainnya.

4.3 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani

4.3.1 Ancaman yang Dihadapi

Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.

Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi dua jenis ancaman utama dalam pengelolaannya, yaitu terkait perumahan (perambahan) dan polusi. Salah satu ancaman utama yang juga merupakan sumber bagi kemunculan ancaman lainnya yaitu adalah terus berlangsungnya aktivitas perambahan oleh masyarakat. Aktivitas perambahan kerap terjadi dan semakin meluas di dalam kawasan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Balai TNGR, namun hingga saat ini aktivitas perambahan tersebut tetap terus terjadi. Lokasi perambahan di kawasan TNGR cukup tersebar, kian meluas, dan kemudian tentu menimbulkan ancaman lain dengan pembukaan lahan-lahan baru secara disengaja juga penggunaan sumber daya (penebangan kayu) dalam skala besar untuk keperluan hidup dan bermukim.

Gambar 4.5 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Ancaman yang signifikan

Page 62: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

46

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Berikutnya yaitu ancaman dari polusi di dalam kawasan. Taman Nasional Gunung Rinjani sebagai objek wisata yang telah dikenal mancanegara memang akan ditantang untuk mampu menyediakan pelayanan dan pengelolaan yang seimbang dengan meluapnya jumlah pengunjung. Pengembangan wisata yang dilakukan ternyata tidak dapat diimbangi dengan kesiapan pengelolaan sampah. Selain dari masih kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, hal ini juga merupakan akibat dari lemahnya kesadaran dari pengunjung/pendaki dalam menjaga kebersihan alam. Selanjutnya sampah yang didominasi oleh sampah padat ini (terutama bungkus makanan dan tisu basah) menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian kawasan, baik dari segi ekosistem ataupun estetika.

Sedangkan selain hal-hal tersebut, terdapat pula jenis ancaman lain seperti terkait aktivitas pemanfaatan air ataupun faktor-faktor alam seperti gunung api, kekeringan, ataupun suhu ekstrim.

4.3.2 Efektivitas Pengelolaan

Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.

Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu 75,75%.

Gambar 4.6 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Konteks

Taman Nasional Gunung Rinjani telah resmi ditetapkan pada tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997.

Page 63: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

47

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Input

Terkait SDM (jumlah ataupun kapasitas karyawan), sudah cukup baik dan memadai, namun dukungan lembaga masih kurang misalnya dalam upaya pengendalian perambahan kawasan. Pendanaan saat ini dimanfaatkan seoptimal mungkin dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar pengelolaan, dengan tidak adanya bantuan pendanaan dari luar untuk keberlangsungan pengelolaan. Sedangkan informasi mengenai habitat / spesies penting cukup lengkap dan dapat digunakan untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Terkait peralatan-peralatan pengelolaan, masih dibutuhkan alat-alat komunikasi (radio,HT, atau lain sebagainya) serta tambahan kendaraan untuk keperluan transportasi seperti misalnya dibutuhkan pada kegiatan evakuasi. Sedangkan untuk aliran dana masuk, sama seperti yang lainnya bahwa dana aliran yang diperoleh TNGR tidak dapat digunakan langsung untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan sesuai dengan sistem PNBP yang berlaku.

Perencanaan

Telah tersedia peraturan-peraturan kawasan konservasi seperti adanya peraturan mengenai legalitas kawasan TN (Peraturan Menteri LHK ataupun peraturan tata ruang), namun konflik penggunaan lahan dengan masyarakat masih terjadi. Di samping itu, TNGR memiliki visi yang tercantum dalam RPTN dan menjadi dasar pelaksanaan program/kegiatan yang akan dilaksanakan. Pengelolaan yang berlangsung saat ini sesuai dengan tujuan pengelolaan (kelestarian kawasan yang bermanfaat bagi masyarakat) salah satunya berwujud dalam pendayagunaan porter/guide yang merupakan masyarakat sekitar TNGR. Selain itu, untuk mewujudkan kelestarian, desain kawasan sudah disesuaikan dengan kajian-kajian tertentu dalam menentukan zonasi ataupun dengan tidak adanya pembukaan jalur-jalur baru untuk aktivitas pendakian. Sedangkan terkait perencanaan penggunaan lahan dan air, pengelolaan TNGR telah mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang dalam bentuk penggunaan air diatur dengan adanya izin pemanfaatan air oleh masyarakat kepada pihak Balai TNGR dilengkapi dengan MoU, peraturan izin pemanfaatan air, serta peraturan zonasi kawasan.

Proses

Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.

• Penetapan batas kawasan jelas dan diketahui, namun tetap masih terjadi aktivitas perambahan.

• Sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan berupa kegiatan patroli berjalan dengan baik, namun dapat lebih efektif dengan penambahan jumlah personil untuk meng-cover luasan wilayah TNGR.

• Terdapat banyak penelitian dari berbagai universitas, dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pengelolaan.

• Pengelolaan anggaran saat ini menunjukkan prioritas pendanaan telah mengarah pada kebutuhan-kebutuhan utama pengelolaan kawasan (contoh: alokasi yang besar pada penanganan kebersihan).

• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan sejauh ini berwujud sebatas pemeliharaan dasar, dan masih banyak ditemukan kondisi

Page 64: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

48

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

fasilitas-fasilitas yang kurang baik.

• Kegiatan pendidikan dan kesadaran masyarakat diadakan melalui kader konservasi. Dalam bentuk sebuah program pendidikan/kesadaran terkait kebutuhan pengelolaan kawasan serta keikutsertaan para kader konservasi pada pemberian masukan untuk pengelolaan, kegiatan ini terdiri dari pemberian ilmu dasar konservasi, peningkatan kesadaran, hingga pelatihan SAR. Pihak Balai TNGR juga memberikan kesempatan bagi para porter pendakian Gunung Rinjani untuk memperoleh pelatihan-pelatihan dalam pelayanan pengunjung/wisatawan.

• Kegiatan monitoring dan evaluasi rutin dilakukan oleh salah satu sub-bagian internal Balai TNGR.

• Dalam keberjalanan pengelolaannya, kontribusi operator tur komersial berwujud dengan banyak terdapatnya tour agent yang ikut mempromosikan pariwisata TNGR.

Output

Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, masih sangat dibutuhkan peningkatan kualitas guna melayani tingkat kunjungan yang tinggi. Salah satu contohnya yaitu dibutuhkan perbaikan fasilitas pada bangunan pos, toilet, jembatan, ataupun railing pengaman.

Outcome

Meskipun sebagian nilai-nilai ekologis terdegradasi seperti kerusakan lahan dan penurunan estetika alam, namun kondisi nilai-nilai kehati cukup baik dengan digunakannya hasil-hasil masukan dari penelitian untuk pengelolaan spesifik terhadap satwa tertentu. Selain itu pengelolaan spesifik didasarkan pada kajian terlebih dahulu, dan dilengkapi dengan monitoring rutin. Sedangkan terkait manfaat ekonomi, TNGR memberikan manfaat serta aliran ekonomi kepada banyak masyarakat lokal (porter, guide, usaha penginapan).

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 65: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

49

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

4.4 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo

4.4.1 Ancaman yang Dihadapi

Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Komodo.

Dalam keberlangsungan pengelolaannya, TN Komodo tidak memiliki ancaman-ancaman yang berdampak besar bagi kelestarian kawasan. Hingga saat ini, ancaman yang cukup mengganggu yaitu masih terdapatnya perburuan liar (terutama rusa sebagai makanan dari satwa kunci; komodo) dan masih terjadinya pemanenan sumber daya air bahkan tidak jarang digunakannya bom ikan. Hal ini tentu berdampak buruk bagi kelangsungan ekosistem terumbu karang, padahal terumbu karang merupakan salah satu aset utama sebagai daya tarik dalam ekowisata. Sedangkan terkait masalah penanganan polusi, dalam hal ini limbah padat, masih belum dikelola dengan penanggulangan yang tepat dan ramah lingkungan (masih dengan pembakaran sampah).

Ancaman lain yang dihadapi TN Komodo yaitu dari keberadaan perkampungan masyarakat di dalam kawasan, dan potensi ancaman dari infrastruktur-infrastruktur penunjang pariwisata yang kedepannya akan dibangun melalui IPPA. Kegiatan bermukin oleh setidaknya 400 KK di dalam kawasan tersebut harus diiringi dengan pengawasan agar tidak bertambah luas dan mengancam nilai-nilai kawasan. Selain itu pengembangan ekowisata yang direncanakan untuk kawasan TN Komodo juga memerlukan pengawasan yang baik sehingga nantinya pengembangan ekowisata tersebut tidak justru menjadi ancaman bagi kelangsungan ekosistem kawasan.

Gambar 4.7 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Komodo

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Ancaman yang signifikan

Page 66: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

50

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

4.4.2 Efektivitas Pengelolaan

Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Komodo.

Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Komodo yaitu 71,8%.

Konteks

Taman Nasional Komodo telah resmi dikukuhkan pada tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.306/Kpts-II/92.

Gambar 4.8 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Komodo Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan

Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015

Perencanaan

Telah tersedia berbagai peraturan terkait legalitas kawasan, dilengkapi dengan zonasi kawasan dan telah dicantumkan ke dalam RTRW. Visi pengelolaan yaitu ‘sebagai destinasi ekowisata kelas dunia kebanggaan nasional yang terdepan dalam tata kelola kawasan konservasi’ selanjutnya tertuang ke dalam misi pengelolaan, namun pengelolaan yang saat ini berjalan masih memiliki beberapa kekurangan dalam upaya perwujudan sebuah destinasi ekowisata kelas dunia. Di satu sisi, desain kawasan saat ini masih perlu dilengkapi dengan masterplan untuk pengembangan ekowisata, selain untuk menunjang visi pengelolaan, selanjutnya dapat menjadi dasar dalam berbagai pengadaan IPPA. Saat ini, pengadaan IPPA masih memerlukan banyak kajian dan masukan dari berbagai pihak agar dapat lebih memperhatikan keberlanjutan landscape pengembangan ekowisata.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 67: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

51

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Input

Kapasitas karyawan dalam upaya penegakan aturan sudah cukup baik serta informasi tentang habitat penting dan spesies sudah cukup lengkap dengan dilakukannya inventarisasi dan monitoring satwa dan habitat telah dilakukan secara rutin. Sedangkan untuk jumlah karyawan, masih dirasakan kekurangan dalam jumlah personil untuk kegiatan patroli. Selain personil, jumlah boat sebagai sarana penunjang patroli wilayah perairan juga masih belum mencukupi. Di samping itu, biaya yang cukup besar terkait kebutuhan bahan bakar boat tersebut juga menyebabkan pengalokasian dana dirasa masih kurang mencukupi untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya, terutama dalam peningkatan kualitas dan kelengkapan fasilitas kawasan. Masih dibutuhkan alternatif sumber dana diluar APBN, agar mempercepat peningkatan pelayanan kawasan dalam hal ekowisata bertaraf internasional. Untuk aliran dana masuk, sesuai dengan sistem PNBP maka dana tersebut tidak dapat digunakan langsung untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan kawasan.

Proses

Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Komodo.

• Penetapan batas kawasan sudah jelas dan diketahui oleh pihak pengelola ataupun penduduk setempat. Telah terdapat pula pagar pembatas sebagai batas jelas dengan zona permukiman.

• Sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan diwujudkan dalam bentuk patroli daratan dan wilayah perairan. Di wilayah perairan, diterapkan sistem patroli berlapis. Patroli dilakukan secara rutin, dan diupayakan untuk dapat selalu efektif mengingat bentang alam kawasan TN Komodo yang tergolong cukup open-access.

• Balai TN Komodo memberikan arahan bagi para peneliti (lembaga/mahasiswa/dosen) agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi kebutuhan pengelolaan. Sebagai contoh, pernah terdapat penelitian yang memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan terumbu karang di kawasan TN Komodo.

• Pengelolaan anggaran diarahkan untuk salah satu kepentingan utama pengelolaan yaitu patroli pengamanan, mengingat ancaman terhadap pencurian sumber daya kawasan tergolong cukup besar di taman nasional ini.

• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan sejauh ini berwujud sebatas pemeliharaan dasar, dan untuk mewujudkan pelayanan ekowisata bertaraf internasional, masih diperlukan kesesuaian ataupun peningkatan-peningkatan kualitas terhadap fasilitas saat ini.

• Kader konservasi sebagai wujud dari pendidikan dan penyadaran masyarakat terkait nilai-nilai konservasi telah dijalankan. Selanjutnya dibutuhkan peran yang lebih dari para kader konservasi tersebut agar dapat turut serta dalam pemberian masukan terkait arah pengelolaan.

• Kegiatan monitoring dan evaluasi saat ini sudah secara rutin dilakukan. Namun, hasil kegiatan monev tersebut belum sepenuhnya dijadikan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pada tahun berikutnya.

• Saat ini banyak terdapat operator pariwisata yang ikut mempromosikan TN Komodo, namun belum ada kontribusi dalam bentuk kerjasama langsung yang lebih profesional dan berdampak besar.

Page 68: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

52

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Output

RKA K/L sebagai wujud rencana kerja rutin. Sedangkan terkait fasilitas pengunjung, ketersediaan fasilitas serta layanan pengunjung masih memerlukan peningkatan seperti kondisi fisik infrastruktur, kelengkapan pelayanan, dan kebersihan lingkungan.

Outcome

Manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal berbentuk pada kesempatan dalam bidang jasa guide, transportasi, distribusi barang dan bahan makanan, toko pengecer, dan usaha kerajinan. Di samping itu, kondisi nilai-nilai penting (nilai ekologis) cenderung utuh dan dilengkapi dengan pengelolaan yang tepat bagi satwa komodo sebagai satwa kunci kawasan.

Sebagai suatu taman nasional dengan komodo sebagai ciri khas satwa unggulan, daya tarik utama TN Komodo memang berada pada reptil purba tersebut. Selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan pendidikan, penelitian, ataupun juga pengembangan wisata alam, salah satu fungsi dari keberadaan TN Komodo yaitu ditujukan sebagai tempat untuk menjamin kelangsungan hidup jangka panjang komodo beserta kualitas habitat hidupnya. Komodo juga merupakan spesies satwa yang terancam punah, bahkan kawasan TN Komodo merupakan satu-satunya habitat alami komodo yang saat ini bisa ditemukan di dunia. Spesies komodo merupakan reptil terberat dan terbesar yang masih hidup, dengan waktu penetasan telur kurang lebih 8 bulan, dan juga merupakan satwa yang bersifat kanibal. Untuk menghindari serangan komodo dewasa, anak komodo hidup di atas pohon dan memakan kadal kecil ataupun berbagai jernis serangga. Sedangkan makanan komodo dewasa yang utama adalah rusa dan babi hutan.

Makanan komodo merupakan hal yang penting untuk dipertahankan keberadaannya, karena selain komodo dapat menyerang manusia karena kekurangan makanan, terdapat pula ancaman yang berasal dari adanya perburuan liar terhadap rusa di dalam kawasan taman nasional. Untuk mempertahankan jumlah populasi mangsa yang ada di kawasan, pihak pengelola TN Komodo berupaya semaksimal mungkin untuk memperketat patroli pengamanan agar sumber daya kawasan selalu terpantau dari perburuan liar. Ketika kunjungan lapangan dilakukan, kondisi jumlah mangsa yang ada saat ini masih relatif banyak ditemukan.

Tabel 4.2 berikut merupakan tabel yang menggambarkan estimasi populasi komodo di TN Komodo tahun 2008-2013. Dari tabel tersebut terlihat bahwa terdapat peningkatan jumlah populasi komodo antara 2008 dengan tahun 2013. Selain komodo, kakatua kecil jambul kuning juga merupakan spesies utama kawasan ini. Tren populasi kakatua kecil jambul kuning selama sepuluh tahun terakhir di semua lokasi di Taman Nasional Komodo dapat dikatakan dalam keadaan stabil karena tidak adanya gangguan terhadap habitat mereka.

Tahun Estimasi Komodo (Individu)Komodo Rinca Gili Motang Nusa Kode TN Komodo

2008 1288 1336 - - 26242009 1492,63 1984,35 131,49 95,18 3703,65

2010 2550,21 2706,88 131,49 95,18 5483,75

2011 2065,41 2355,46 131,49 95,18 4647,53

2012 2841,52 2406,18 63,02 99,75 5410,47

2013 2921,08 3238 43,83 99,75 6302,66

Tabel 4.2 - Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo Tahun 2008-2013

Sumber: Data Diolah dari Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024

Page 69: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

53

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:

TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO

Beberapa contoh upaya pengelolaan yang ditujukan terhadap komodo ataupun kakatua kecil jambul kuning antara lain berupa penyediaan pusat informasi, pemantauan pakan dan habitat, inventarisasi dan pendugaan populasi, pengusahaan jalan trail ke tempat pengamatan (kedua spesies tersebut) dan penyediaan fasilitas menara pandang.

KEY

RESO

URC

E

Habitat

Animal species Komodo

Bird species Kakatua Kecil Jambul Kuning

Other faunal species

POOR GOOD VERY GOOD EXCELLENT

STATUS

Terkait penelitian yang ditujukan untuk kepentingan-kepentingan penunjang pengelolaan terhadap satwa komodo, terdapat beberapa contoh seperti berikut;

- Inventarisasi komodo oleh Ataupah, Abdullah, Zainuddi, dan Mador tahun 1997.

- Penelitian Perilaku, penggunaan ruang dan pendugaan parameter demografi Komodo oleh Purba, Muhammad, Usboko Loh Buaya, Pulau Rinca tahun 2008

- Penelitian Penyebaran Spasial Rusa oleh Setiyati tahun 2008

- Penelitian Perilaku arboreal dan pakan alami anak komodo oleh Kause tahun 2010. (Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024)

Sedangkan untuk burung kakatua kecil jambul kuning, belum terdapat penelitian-penelitian yang secara spesifik ditujukan untuk menunjang informasi dalam keberlangsungan pengelolaan kehipannya.

Tabel 4.3 - Key Resource Taman Nasional Komodo

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 70: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 71: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI

“Puncak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”

Page 72: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

56

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI

5.1 Konteks

Tabel 5.1 - Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel

Isu TN Kutai TN Way Kambas

TN Gunung Rinjani TN Komodo

Status hukum

Proses pengukuhan sudah diajukan, namun belum selesai.

Pengukuhan oleh Menteri Kehutanan melalui surat keputusan Nomor 670/Kpts-II/1999, tanggal 26 Juni 1999.

TNGR telah dikukuhkan pada tahun 2005 melalui SK 298/Menhut-II/2005.

Telah dikukuhkan pada tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.306/Kpts-II/92.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Status hukum merupakan salah satu isu penting yang menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Berdasarkan analisa empat taman nasional sampel, terlihat bahwa status hukum sangat berpengaruh secara signifikan terhadap permasalahan-permasalahan kawasan konservasi, dan menghambat dalam suksesnya pengelolaan kawasan. Pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan. Sesuai dengan Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 tanggal 25 Februari tahun 2012, kawasan hutan yang ditunjuk sebelum tahun 2012 mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan jelas. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, sehingga mempunya inplikasi suatu kawasan hutan tidak hanya sekedar mendapat penunjukan kawasan hutan, melainkan juga dilakukan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan.

Pentingnya pengukuhan kawasan konservasi sebagai prasyarat efektifnya pengelolaan terlihat dari kasus yang terjadi di Taman Nasional Kutai. Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional (TN) Kutai merupakan kawasan konservasi, yang pengukuhannya melalui SK Penetapan Kawasan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, belum selesai. Proses penetapan kawasan Taman Nasional Kutai ini terkendala oleh keberadaan jalan penghubung Kabupaten Sangatta dengan Kabupaten Bontang. Banyaknya pemukiman yang tersebar di sepanjang jalan lintas kabupaten ini juga telah menyebabkan pengukuhan kawasan menjadi rumit. Sementara itu, upaya pengukuhan saat ini sudah diajukan oleh Balai Taman Nasional Kutai kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna mendapatkan Surat Keputusannya.

Dalam konteks pengukuhan kawasan untuk TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo telah memiliki kejelasan status hukum penetapan kawasan konservasi tersebut. Selain pengukuhan, sebagai sebuah UPT

Page 73: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

57

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

pemerintah pusat, hubungan yang baik dengan pemerintah daerah atau provinsi juga merupakan salah satu komponen penguat ‘legalitas’ kawasan di mata masyarakat dan daerah sekitar. Dari empat TN sampel, dapat disimpulkan bahwa hubungan tersebut (hubungan baik dengan Pemda) merupakan tantangan tersendiri bagi pengelola kawasan konservasi. Pengakuan pihak Pemerintah Provinsi atau daerah atas keberadaan Taman Nasional mendukung keberhasilan efektivitas pengelolaan kawasan, seperti dalam mendukung pembangunan

sarana dan prasarana penunjang, dan pertimbangan pembangunan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek ekologis kawasan.

Di satu sisi, hubungan yang baik dengan Pemda dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi kawasan konservasi dalam beberapa hal penunjang pengelolaan, seperti kerjasama dalam hal kebersihan (sampah dan lain-lain), keamanan dari pencurian sumber daya kawasan, promosi, ataupun dalam hal pencegahan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat.

“ Pengukuhan kawasan hutan

konservasi merupakan faktor kunci pengelolaan yang efektif

Page 74: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

58

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

5.2 Perencanaan

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Pera

tura

n ka

was

an

kons

erva

siTe

rdap

at p

erat

uran

-per

atur

an

men

gena

i leg

alita

s ka

was

an T

N

sepe

rti P

erat

uran

Men

teri

LHK

dan

tata

ruan

g, n

amun

kon

flik

peng

guna

an la

han

deng

an

mas

yara

kat m

asih

terja

di.

Terd

apat

per

atur

an-p

erat

uran

m

enge

nai l

egal

itas

kaw

asan

TN

se

perti

Per

atur

an M

ente

ri LH

K da

n ta

ta ru

ang.

Terd

apat

per

atur

an-p

erat

uran

m

enge

nai l

egal

itas

kaw

asan

TN

se

perti

Per

atur

an M

ente

ri LH

K da

n ta

ta ru

ang,

nam

un k

onfli

k pe

nggu

naan

laha

n de

ngan

m

asya

raka

t mas

ih te

rjadi

.

Terd

apat

per

atur

an-p

erat

uran

m

enge

nai l

egal

itas

kaw

asan

TN

sep

erti

Pera

tura

n M

ente

ri LH

K, p

erat

uran

tata

ruan

g,

dile

ngka

pi p

ula

deng

an

pera

tura

n zo

nasi

kaw

asan

, da

n su

dah

dica

ntum

kan

dala

m

RTRW

.

Tuju

an k

awas

an

kons

erva

siTe

rdap

at tu

juan

yan

g di

tuan

gkan

dal

am v

isi

peng

elol

aan

yaitu

‘Ter

jaga

nya

keut

uhan

kaw

asan

dan

op

timal

nya

fung

si Ta

man

N

asio

nal K

utai

’, da

n se

cara

le

bih

rinci

tela

h di

jaba

rkan

da

lam

misi

pen

gelo

laan

.

Penc

apai

an tu

juan

(les

tari,

be

rday

a gu

na, s

iner

gi,

wel

man

aged

) bel

um te

rwuj

ud

deng

an m

asih

terja

diny

a ko

nflik

gaj

ah d

enga

n m

anus

ia.

Terd

apat

tuju

an y

ang

ditu

angk

an d

alam

visi

pe

ngel

olaa

n, d

an s

ecar

a le

bih

rinci

tela

h di

jaba

rkan

dal

am

misi

pen

gelo

laan

.

Visi

peng

elol

aan

‘seba

gai

desti

nasi

ekow

isata

kel

as

duni

a ke

bang

gaan

nas

iona

l ya

ng te

rdep

an d

alam

tata

ke

lola

kaw

asan

kon

serv

asi’

sela

njut

nya

tert

uang

ke

dala

m

misi

pen

gelo

laan

, nam

un

peng

elol

aan

yang

saa

t ini

be

rjala

n m

asih

mem

iliki

be

bera

pa k

ekur

anga

n da

lam

up

aya

perw

ujud

an s

ebua

h de

stina

si ek

owisa

ta k

elas

du

nia.

Desa

in k

awas

an

kons

erva

siTe

rdap

at k

orid

or ja

lan

yang

m

embe

lah

tam

an n

asio

nal

dan

berd

ampa

k pa

da s

ulitn

ya

peng

elol

aan,

nam

un te

rdap

at

solu

si un

tuk

mel

akuk

an e

ncla

ve

seba

gai u

paya

men

gata

sinya

. Pe

rlu d

ilaku

kan

peny

elar

asan

lin

tas

kem

ente

rian

dan

juga

de

ngan

Pem

erin

tah

Prov

insi/

Daer

ah m

enge

nai d

aera

h/ar

ea

TN y

ang

saat

ini t

elah

men

jadi

ko

ridor

jala

n te

rseb

ut.

Desa

in zo

nasi

yang

dite

tapk

an

tela

h di

sesu

aika

n pa

da

kepe

nting

an p

eman

faat

an

dan

peng

elol

aan

kaw

asan

. Se

lain

itu

desa

in s

anct

uary

SR

S (k

anda

ng b

adak

den

gan

berb

agai

per

timba

ngan

ke

butu

han

pena

ngka

ran)

m

erup

akan

tind

akan

yan

g te

pat u

ntuk

men

duku

ng

kons

erva

si sp

esie

s se

kalig

us

men

jaga

pro

ses

ekol

ogis

kaw

asan

.

Luas

an d

an k

ondi

si ka

was

an

men

duku

ng k

onse

rvas

i sp

esie

s da

n ha

bita

t. Ke

giat

an

pend

akia

n ya

ng a

da p

un

berla

ngsu

ng b

aik

dan

tidak

m

embu

ka ja

lur-

jalu

r bar

u /

aktiv

itas-

aktiv

itas

baru

yan

g be

rpot

ensi

men

ggan

ggu

pros

es

ekol

ogis

di k

awas

an.

Dipe

rluka

n m

aste

rpla

n un

tuk

peng

emba

ngan

ek

owisa

ta. P

entin

g pu

la

untu

k se

lalu

mem

astik

an

bahw

a pe

rkem

bang

an zo

na

perm

ukim

an y

ang

tela

h di

teta

pkan

di d

alam

kaw

asan

tid

ak b

erta

mba

h lu

as s

ehin

gga

berp

oten

si se

baga

i anc

aman

te

rhad

ap k

awas

an T

N s

ebag

ai

kaw

asan

kon

serv

asi.

Tab

el 5

.2 -

Per

band

inga

n A

spek

Per

enca

naan

4 T

aman

Nas

iona

l Sam

pel

Page 75: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

59

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Renc

ana

peng

elol

aan

Tela

h di

susu

n RP

TN d

enga

n pe

riode

10

tahu

n (2

014-

2025

). N

amun

, dar

i ber

baga

i pro

gram

ya

ng d

irenc

anak

an b

elum

se

luru

hnya

terla

ksan

a.

Dari

berb

agai

pro

gram

ya

ng d

irenc

anak

an b

elum

se

luru

hnya

terla

ksan

a. M

asih

be

lum

mem

adai

nya

alok

asi

pend

anaa

n da

ri pu

sat.

Terd

apat

renc

ana

peng

elol

aan

dan

renc

ana

ters

ebut

di

impl

emen

tasik

an.

RPTN

sud

ah a

da, n

amun

sa

at in

i RPT

N K

omod

o se

dang

dal

am m

asa

revi

si m

enye

suai

kan

perio

de 1

0 ta

hun.

Beb

erap

a pr

ogra

m

belu

m d

apat

dila

ksan

akan

di

kare

naka

n m

asih

kur

angn

ya

alok

asi p

enda

naan

.

Pere

ncan

aan

untu

k pe

nggu

naan

laha

n da

n ai

r

Mas

ih b

anya

k te

rdap

at

bang

unan

/ in

fras

truk

tur

di d

alam

kaw

asan

tam

an

nasio

nal,

juga

pen

ggun

aan

air

oleh

per

muk

iman

mas

yara

kat.

Dipe

rluka

n ke

sepa

kata

n an

tara

BT

N d

enga

n Pe

mpr

ov d

an

Pem

da.

Kare

na b

atas

ant

ara

kaw

asan

kon

serv

asi d

an

laha

n pe

ndud

uk y

ang

suda

h m

empe

rtim

bang

kan

kebu

tuha

n la

han

dan

air s

udah

je

las,

mak

a pe

nggu

naan

laha

n da

n ai

r dia

ngga

p su

dah

sesu

ai

untu

k m

emba

ntu

penc

apai

an

tuju

an k

awas

an.

Peng

guna

an a

ir di

atur

den

gan

adan

ya iz

in p

eman

faat

an

air o

leh

mas

yara

kat k

epad

a pi

hak

bala

i tam

an n

asio

nal.

Dile

ngka

pi d

enga

n M

oU,

pera

tura

n iz

in p

eman

faat

an

air,

sert

a pe

ratu

ran

zona

si ka

was

an, r

enca

na

peng

guna

an la

han

dan

air

tela

h m

empe

rtim

bang

kan

kebu

tuha

n ja

ngka

pan

jang

.

Bebe

rapa

IPPA

/pen

ggun

aan

kaw

asan

unt

uk e

coto

urism

ku

rang

mem

perh

atika

n ke

berla

njut

an la

ndsc

ape

bent

ang

alam

. Zon

asi

suda

h m

empe

rtim

bang

kan

kete

rsed

iaan

aks

es a

ir da

n ke

sesu

aian

laha

n.

Sum

ber:

Has

il An

alisi

s, 2

015

Page 76: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

60

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Perencanaan merupakan salah satu syarat utama keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi. Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, dan berwujud sebuah siklus yang dilengkapi dengan unsur pengawasan dan evaluasi. Oleh karena itu, menurut Garth N. Jone, perencanaan merupakan sebuah proses pemilihan dan pengembangan dari tindakan yang paling baik atau menguntungkan untuk mencapai tujuan.

Dalam kerangka penilaian METT, isu-isu utama dalam elemen perencanaan untuk mengukur efektivitas pengelolan kawasan konservasi meliputi peraturan kawasan, tujuan pengelolaan, desain kawasan, rencana pengelolaan, dan rencana penggunaan lahan dan air merupakan

Di Indonesia, pentingnya kawasan konservasi beserta keanekaragaman hayati telah diratifikasi dan dituangkan ke dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan PP 28 tahun 2011. Di samping itu, setiap kawasan konservasi memiliki tujuan pengelolaan masing-masing yang lebih spesifik dan diturunkan kepada butir-butir misi pengelolaan. Dari empat TN sampel, masing-masing TN telah memiliki tujuan pengelolaan dan tercantum dalam RPTN ataupun SK penunjukan/penetapan kawasan. Pengelolaan yang berlangsung pun diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, namun seringkali terkendala oleh jumlah SDM

efektif, peralatan/fasilitas pendukung, dan juga pendanaan yang diberikan dari pusat.

Setiap Balai TN pada dasarnya telah memiliki rencana pengelolaan jangka panjang yang tertuang dalam RPTN. Akan tetapi RPTN yang ada saat ini masih mengacu kepada petunjuk teknis periode RPTN 25 tahun. Padahal, peraturan yang berlaku mengenai RPTN menyebutkan periode RPTN 10 tahun. Dengan adanya peraturan baru ini maka setiap BTN wajib merevisi RPTN masing-masing.

Permasalahannya, RPTN tidak menjabarkan beberapa aspek yang lebih detail seperti timeline kerja dalam kurun waktu tertentu, desain tapak, dan kebutuhan anggaran per tahun. Hal ini perlu dilakukan mengingat pentingnya perencanaan dalam membantu merumuskan alternatif atau prosedur dari langkah-langkah pengelolaan, perumusan kebijakan ataupun keberlangsungan program/kegiatan.

Selain itu, desain kawasan dan perencanaan penggunaan lahan dan air seharusnya tercantum dalam zonasi tiap kawasan taman nasional. Sebagian besar taman nasional sampel telah mengadopsi perencanaan penggunaan lahan dan air ke dalam pembuatan zonasi kawasan. Kedepannya, hal ini seharusnya diberlakukan pada seluruh taman nasional dan unit pengelolaan kawasan konservasi di seluruh Indonesia untuk mengantisipasi munculnya eksternalitas negatif yang berdampak terhadap efektifitas pengelolaan kawasan konservasi.

“Rencana Pengelolaan Taman

Nasional (RPTN) yang telah disusun seharusnya menjadi acuan dalam

menjabarkan rencana tahunan yang tertuang dalam RKA K/L

Page 77: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

61

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

5.3 InputsT

abel

5.3

- P

erba

ndin

gan

Asp

ek I

nput

s 4

Tam

an N

asio

nal S

ampe

l

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Pene

gaka

n hu

kum

Kapa

sitas

kar

yaw

an a

taup

un

duku

ngan

lem

baga

mas

ih

kura

ng d

alam

pen

gend

alia

n pe

nggu

naan

laha

n TN

ser

ta

upay

a pe

nceg

ahan

terh

adap

pe

ncur

ian

kayu

.

Kapa

sitas

kar

yaw

an

suda

h cu

kup

baik

dal

am

peng

enda

lian

peng

guna

an

laha

n TN

ser

ta d

alam

upa

ya-

upay

a pe

nceg

ahan

pen

curia

n ka

yu/p

erbu

ruan

sat

wa

(mel

alui

pa

trol

i).

Seca

ra k

esel

uruh

an k

apas

itas

kary

awan

dal

am m

eneg

akka

n hu

kum

sud

ah c

ukup

bai

k,

nam

un te

rdap

at k

ekur

anga

n te

rkai

t kap

asita

s pe

nceg

ahan

se

rta

peng

enda

lian

aktiv

itas

pera

mba

han.

Hal

ters

ebut

ju

ga b

erka

itan

deng

an m

asih

ku

rang

nya

duku

ngan

lem

baga

da

lam

hal

ini.

Kapa

sitas

kar

yaw

an d

alam

m

eneg

akka

n hu

kum

sud

ah

cuku

p ba

ik, n

amun

mas

ih

terd

apat

kek

uran

gan

dala

m

hal j

umla

h pe

rson

il da

n ju

mla

h bo

at u

ntuk

men

duku

ng

kegi

atan

pen

egak

an h

ukum

di

wila

yah

pera

iran.

Inve

ntar

isas

i sum

ber

daya

BTN

Kut

ai m

emili

ki in

form

asi

yang

cuk

up le

ngka

p te

ntan

g ha

bita

t pen

ting,

spe

sies,

dan

pr

oses

eko

logi

s, d

an in

form

asi

ters

ebut

tela

h di

man

faat

kan

untu

k m

endu

kung

ara

h pe

renc

anaa

n.

BTN

Way

Kam

bas

mas

ih

mem

butu

hkan

ban

yak

data

da

n in

form

asi y

ang

valid

da

n da

pat d

igun

akan

unt

uk

men

duku

ng p

eren

cana

an d

an

peng

ambi

lan

kepu

tusa

n.

Info

rmas

i cuk

up le

ngka

p te

ntan

g ha

bita

t pen

ting,

sp

esie

s, d

an p

rose

s ek

olog

is,

teta

pi ti

dak

term

onito

r sec

ara

rutin

.

Info

rmas

i cuk

up le

ngka

p te

ntan

g ha

bita

t pen

ting,

sp

esie

s, d

an p

rose

s ek

olog

is,

sert

a in

vent

arisa

si da

n m

onito

ring

satw

a da

n ha

bita

t di

laku

kan

seca

ra ru

tin.

Jum

lah

kary

awan

Kebu

tuha

n ju

mla

h ka

ryaw

an

untu

k di

tem

patk

an p

ada

reso

rt-r

esor

t mas

ih k

uran

g m

encu

kupi

, beg

itu p

ula

deng

an

renc

ana

peng

adaa

n po

s ya

ng

akan

san

gat m

emer

luka

n su

mbe

r day

a m

anus

ia.

Mas

ih d

ibut

uhka

n te

naga

ta

mba

han

untu

k di

tem

patk

an

di la

pang

an, s

erta

tena

ga

tam

baha

n un

tuk

kegi

atan

pa

trol

i.

Terd

apat

seb

anya

k 89

PN

S,

20 T

enag

a Ko

ntra

k. N

amun

ju

mla

h Po

lhut

saa

t ini

yai

tu

seba

nyak

36

oran

g m

asih

dap

at

ditin

gkat

kan

untu

k ke

penti

ngan

ef

ektiv

itas

patr

oli.

Terd

apat

seb

anya

k 78

ora

ng

pega

wai

teta

p da

n 43

ora

ng

pega

wai

har

ian.

Den

gan

luas

an

kaw

asan

TN

Kom

odo,

mas

ih

dipe

rluka

n te

naga

tam

baha

n di

la

pang

an.

Angg

aran

saat

ini

Angg

aran

terk

ait k

egia

tan

dasa

r sep

erti

inve

ntar

isasi

dan

mon

itorin

g ke

anek

arag

aman

ha

yati

mas

ih b

elum

mem

adai

, se

lain

itu

kebu

tuha

n pe

men

uhan

per

baik

an s

arpr

as

wisa

ta ju

ga m

asih

bel

um d

apat

te

rpen

uhi (

bany

ak fa

silita

s w

isata

yan

g ru

sak)

.

Angg

aran

yan

g te

rsed

ia d

irasa

m

asih

bel

um m

emad

ai. B

iaya

ya

ng d

ibut

uhka

n un

tuk

paka

n ba

dak

dan

gaja

h se

baga

i sa

lah

satu

keb

utuh

an d

asar

pe

ngel

olaa

n, m

embu

tuhk

an

dana

yan

g cu

kup

besa

r.

Dana

unt

uk p

enye

leng

gara

an

kegi

atan

cuk

up, n

amun

mas

ih

dapa

t leb

ih d

iting

katk

an u

ntuk

m

empe

role

h pe

laks

anaa

n ke

giat

an y

ang

lebi

h ba

ik.

Angg

aran

yan

g ad

a se

bagi

an

besa

r ter

alok

asi u

ntuk

ke

giat

an o

pera

siona

lisas

i dan

ad

min

istra

si pe

rkan

tora

n.

Mas

ih d

ibut

uhka

n al

tern

atif

sum

ber d

ana

untu

k ke

perlu

an

peng

elol

aan

dan

pem

anfa

atan

ka

was

an b

erta

raf i

nter

nasio

nal.

Page 78: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

62

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Jam

inan

alo

kasi

an

ggar

anM

eski

pun

terd

apat

ang

gara

n,

saat

ini T

NK

mas

ih b

anya

k m

emer

luka

n ba

ntua

n da

ri M

itra

Kuta

i sep

erti

untu

k ke

giat

an s

osia

lisas

i kep

ada

Pem

da.

Saat

ini T

NW

K m

asih

ban

yak

mem

erlu

kan

bant

uan

dari

pend

anaa

n lu

ar u

ntuk

ke

berla

ngsu

ngan

keg

iata

n pe

rlind

unga

n/pe

lest

aria

n sp

ecie

s.

Tida

k te

rdap

at b

antu

an

pend

anaa

n da

ri lu

ar, n

amun

an

ggar

an y

ang

ters

edia

cuk

up

untu

k m

emen

uhi k

ebut

uhan

da

sar.

Pem

erin

tah

men

galo

kasik

an

pend

anaa

n un

tuk

peng

elol

aan

TN K

omod

o se

tiap

tahu

n,

nam

un ti

dak

ada

jam

inan

be

sara

n al

okas

i pen

dana

an.

Pera

lata

nM

asih

terd

apat

ban

yak

keku

rang

an d

alam

kete

rsed

iaan

pe

rala

tan

peng

elol

aan

sepe

rti

cam

era

trap

, dro

ne, j

uga

kend

araa

n un

tuk

men

gaks

es

lapa

ngan

.

Pera

lata

n da

n fa

silita

s da

sar

ters

edia

, nam

un a

kan

lebi

h ba

ik b

ila te

rdap

at p

eral

atan

ta

mba

han

sepe

rti d

rone

unt

uk

patr

oli,

dan

cam

era

trap

unt

uk

mon

itorin

g sa

twa.

Mas

ih te

rdap

at b

eber

apa

keku

rang

an s

eper

ti te

rbat

asny

a al

at k

omun

ikas

i; ra

dio,

w

alki

e ta

lkie

, HT,

dan

juga

m

asih

dib

utuh

kan

tam

baha

n ke

ndar

aan

untu

k be

rbag

ai

kepe

rluan

tran

spor

tasi

sepe

rti

untu

k ke

giat

an e

vaku

asi.

Dron

e ju

ga c

ukup

dib

utuh

kan

untu

k ke

perlu

an p

enga

was

an,

men

ging

at m

edan

TN

GR

yang

cu

kup

bera

t.

Sala

h sa

tu k

ekur

anga

n fa

silita

s ad

alah

sep

erti

terb

atas

nya

jum

lah

boat

unt

uk k

eper

luan

tr

ansp

orta

si da

n pa

trol

i. Se

dang

kan

untu

k ku

alita

s fa

silita

s ya

ng s

aat i

ni te

rsed

ia,

mas

ih d

apat

diti

ngka

tkan

se

hing

ga d

apat

ses

uai d

enga

n pe

laya

nan

desti

nasi

kela

s du

nia.

Biay

a (b

iaya

mas

uk/

dend

a)Si

stem

PN

BPSi

stem

PN

BPSi

stem

PN

BPSi

stem

PN

BP

Sum

ber:

Has

il An

alisi

s, 2

015

Page 79: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

63

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Elemen penting lain dalam METT adalah input yang meliputi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan. Sumber daya yang dimaksud termasuk informasi yang diperoleh dari inventarisasi sumber daya kawasan, ketersediaan SDM baik jumlah ataupun kapasitas dalam menegakkan hukum, ketersediaan anggaran dan jaminan alokasi anggaran, ketersediaan sarana-prasarana atau peralatan, juga perolehan biaya masuk kawasan melalui retribusi ataupun denda.

Penegakan hukum. Kapasitas karyawan dalam penegakan hukum nyatanya memerlukan dukungan dari berbagai hal lainnya seperti dukungan dari lembaga terkait seperti pihak kepolisian dan pihak Pemda. Dalam hal perambahan di TN Rinjani, kurangnya dukungan peralatan penunjang seperti kurangnya radio komunikasi dan kendaraan operasional, menjadi faktor utama masih banyaknya aktivitas perburuan, terutama untuk berburu rusa. Dukungan aktif dari masyarakat seperti kerjasama yang telah dilakukan oleh TN Way Kambas dan penduduk sekitar dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan konflik gajah dengan masyarakat juga dinilai efektif.

Selain itu, kapasitas karyawan juga perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan terkait penegakan hukum di kawasan. Pelatihan tersebut dapat berwujud pelatihan dasar mengenai pemahaman hukum yang berlaku, prosedur penindakan pelanggaran, dan lain sebagainya.

Inventarisasi sumber daya. Inventarisasi sumber daya kawasan berperan sebagai dasar penentu arah rencana pengelolaan dan pengambilan keputusan. Informasi-informasi penting mengenai kawasan, keanekaragaman hayati, bentang alam dan ekosistem, ataupun proses-proses ekologis lainnya menjadi landasan awal bagi pihak pengelola dalam memahami potensi kawasan yang akan dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan. Saat ini berbagai informasi penting tersebut cenderung telah dikumpulkan dengan baik. Inventarisasi seharusnya dilakukan

secara berkala untuk menentukan ketepatan dalam menyusun program dan kegiatan. Keterbatasan anggaran dan kekurangan peralatan pendukung merupakan contoh-contoh hambatan yang dihadapi oleh pihak pengelola taman nasional dalam keberlangsungan kegiatan inventarisasi.

Jumlah karyawan. Dari empat sampel Taman Nasional, jumlah dan kapasitas karyawan dinilai masih kurang memadai. Di sisi lain, kualitas dan kuantitas pegawai BTN sangat menentukan dalam menjaga keberlanjutan kawasan konservasi. Untuk itu, sebaiknya diberikan pelatihan yang merata kepada seluruh staf, terutama kepada staf yang bertugas.

Anggaran dan jaminan alokasi anggaran. Secara umum anggaran yang tersedia untuk melakukan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi sebagian besar tergantung kepada alokasi anggaran dari pemerintah. Jumlah anggaran yang berasal dari pemerintah ini dnilai masih kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhannya. Beberapa BTN telah mencoba melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi kekurangan anggaran yang dibutuhkan dalam pengelolaan TN. Permasalahan lain terkait anggaran adalah kurangnya efisien dalam penggunaan anggaran pemerintah untuk belanja kegiatan pembangunan. Sebagai contoh, masih ditemukan besarnya alokasi pendanaan untuk perjalanan konsultasi ke pusat dengan intensitas yang sangat tinggi. Padahal dana ini dapat digunakan untuk kegiatan lainnya yang lebih memberikan dampak positif bagi kawasan konservasi seperti untuk meningkatkan intensitas kegiatan monitoring satwa.

Peralatan. Terkait ketersediaan peralatan penunjang, dapat disimpulkan bahwa masih banyak ketidaklengkapan peralatan/fasilitas, yang selanjutnya dapat berdampak negatif terhadap efektivitas pengelolaan. Di TN Kutai, selain jumlah personil patroli pengamanan kawasan yang dirasa masih sangat terbatas, terdapat kendala-kendala lain yaitu berupa masih belum memadainya

Page 80: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

64

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

ketersediaan seperti ketersediaan camera trap untuk inventarisasi dan monitoring satwa, dan juga peralatan teknis pendukung operasionalisasi di lapangan lainnya. Kebutuhan drone juga diperlukan untuk mendukung kegiatan patroli pengamanan dari illegal logging ataupun perburuan satwa yang masih sering terjadi di kawasan ini. Camera trap dan drone juga merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh TN Way Kambas, sedangkan untuk bentang alam yang cukup berat seperti di TN Gunung Rinjani, selain memerlukan drone, diperlukan pula kendaraan untuk kepentingan evakuasi pengunjung (evakuasi pendakian) serta pembaharuan sarana telekomunikasi seperti radio ataupun HT. Sedangkan untuk TN Komodo, patroli wilayah perairan memiliki hambatan tersendiri

terkait kebutuhan jumlah speedboat dan dana yang cukup besar untuk bahan bakarnya.

Biaya masuk/denda. Untuk biaya masuk, sistem PNBP menyebabkan aliran dana yang diterima oleh TN tidak dapat langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Di satu sisi diperlukan alternatif mekanisme pendanaan yang dapat mengolaborasi kebutuhan berbagai pihak sehingga sistem ‘subsidi silang’ tetap berjalan, dan dilengkapi dengan suatu sistem insentif terhadap kawasan-kawasan dengan penghasilan PNBP yang cukup besar. Dengan demikian, biaya masuk dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dalam mengelola kawasan konservasi.

“Kurangnya jumlah dan jaminan

alokasi anggaran menjadi permasalahan klasik dalam pengelolaan kawasan hutan

konservasi

Page 81: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

65

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

5.4 Proses

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Dem

arka

si b

atas

ka

was

an k

onse

rvas

iSe

jak

tahu

n 19

95, b

elum

ad

a pe

neta

pan

bata

s-ba

tas

kaw

asan

.

Tata

bat

as te

lah

dite

tapk

an

pada

tahu

n 19

98, d

an h

ingg

a sa

at in

i mem

iliki

bat

asan

yan

g je

las.

Pene

tapa

n ba

tas

kaw

asan

je

las

dan

dike

tahu

i oto

ritas

pe

ngel

olaa

n da

n ju

ga

pend

uduk

/pen

ggun

a la

han

seki

tar.

Nam

un, t

etap

mas

ih

terja

di a

ktivi

tas

pera

mba

han.

Pene

tapa

n ba

tas

kaw

asan

je

las

dan

dike

tahu

i oto

ritas

pe

ngel

olaa

n da

n ju

ga

pend

uduk

/pen

ggun

a la

han

seki

tar.

Tela

h te

rdap

at p

ula

paga

r seb

agai

bat

as je

las

deng

an zo

na p

erm

ukim

an.

Sist

em p

rote

ksi

Peng

guna

an s

umbe

r day

a ol

eh p

endu

duk

sulit

unt

uk

diko

ntro

l. Pa

trol

i pen

gam

anan

da

n ke

baka

ran

huta

n be

rjala

n m

eski

pun

mas

ih te

rdap

at

kesu

litan

dal

am a

kses

.

Terd

apat

keg

iata

n pa

trol

i unt

uk

men

cega

h pe

nyal

ahgu

naan

su

mbe

r day

a ka

was

an.

Patr

oli p

enga

man

an h

utan

be

rjala

n de

ngan

bai

k m

eski

pun

mas

ih d

apat

diti

ngka

tkan

m

elal

ui p

enam

baha

n ju

mla

h pe

rson

il Po

lhut

. Sed

angk

an

siste

m u

ntuk

men

gont

rol

peng

guna

an s

umbe

r day

a (k

eber

sihan

ala

m) d

enga

n te

pat b

elum

terw

ujud

.

Patr

oli p

enga

man

an k

awas

an

dila

kuka

n de

ngan

bai

k da

ri tin

gkat

reso

rt h

ingg

a tin

gkat

ka

was

an s

ecar

a ke

selu

ruha

n.

Kond

isi k

awas

an y

ang

beru

pa p

erai

ran/

laut

lepa

s m

enye

babk

an k

awas

an d

apat

di

akse

s se

cara

beb

as. P

atro

li di

laku

kan

di d

arat

dan

wila

yah

pera

iran,

nam

un in

tens

itas

dala

m m

elak

ukan

pat

roli

mas

ih

kura

ng, k

aren

a ke

terb

atas

an

pend

anaa

n fa

silita

s pe

nunj

ang

patr

oli (

spee

dboa

t).

Pene

litian

Terd

apat

ker

jasa

ma

deng

an

pene

liti a

sal K

anad

a m

enge

nai

oran

guta

n (s

alah

sat

u sa

twa

kunc

i di T

NK)

. Sel

ain

itu B

alai

TN

K se

lalu

mem

berik

an

arah

an b

agi p

ara

pene

liti la

in

(lem

baga

/mah

asisw

a/do

sen)

un

tuk

men

jaw

ab k

ebut

uhan

pe

ngel

olaa

n.

Terd

apat

ban

yak

pene

litian

ya

ng d

ilaku

kan

di k

awas

an, d

an

diar

ahka

n un

tuk

sesu

ai d

enga

n ke

butu

han

peng

elol

aan.

(U

NIL

A, IP

B, U

GM

, dll)

Bala

i TN

GR

mem

berik

an

arah

an b

agi p

ara

pene

liti

(lem

baga

/mah

asisw

a/do

sen)

un

tukm

emba

ntu

men

eliti

ha

l-hal

yan

g di

butu

hkan

un

tuk

men

jaw

ab k

ebut

uhan

pe

ngel

olaa

n.

Bala

i TN

Kom

odo

mem

berik

an

arah

an b

agi p

ara

pene

liti

(lem

baga

/mah

asisw

a/do

sen)

un

tukm

emba

ntu

men

eliti

ha

l-hal

yan

g di

butu

hkan

un

tuk

men

jaw

ab k

ebut

uhan

pe

ngel

olaa

n.

Tab

el 5

.4 -

Per

band

inga

n A

spek

Pro

ses

4 T

aman

Nas

iona

l Sam

pel

Page 82: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

66

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Peng

elol

aan

sum

ber

daya

Terd

apat

NSP

K, n

amun

in

tens

itas

dala

m m

elak

ukan

in

vent

arisa

si da

n m

onito

ring

kean

ekar

agam

an h

ayati

te

ruta

ma

satw

a lia

r mas

ih

kura

ng.

Reso

rt-r

esor

t tida

k te

rpel

ihar

a de

ngan

bai

k, a

taup

un

dite

mpa

ti se

baga

iman

a fu

ngsin

ya.

Dala

m p

enen

tuan

zona

si, te

lah

dian

alisi

s te

rlebi

h da

hulu

aga

r ja

lur w

isata

tida

k m

engg

angg

u ha

bita

t-hab

itat s

atw

a te

rten

tu.

Sela

in it

u, te

rdap

at N

SPK

yang

di

buat

ole

h di

rekt

orat

tekn

is KS

DAE.

Diat

ur d

alam

Nor

ma,

Sta

ndar

, Pr

osed

ur, K

riter

ia (N

SPK)

yan

g di

buat

ole

h di

rekt

orat

tekn

is KS

DAE.

Pela

tihan

kar

yaw

anPe

rnah

dia

daka

n be

bera

pa

kali

pela

tihan

dal

am b

entu

k in

hou

se tr

aini

ng. N

amun

, pe

latih

an in

i tida

k be

gitu

ef

ektif

.

Suda

h te

rdap

at b

eber

apa

pela

tihan

, nam

un ti

dak

selu

ruhn

ya re

leva

n de

ngan

ke

butu

han

peng

elol

aan

kaw

asan

sec

ara

lang

sung

. Di

TNW

K, k

eter

ampi

lan

paw

ang

dan

polh

ut m

erup

akan

sal

ah

satu

hal

yan

g cu

kup

penti

ng

untu

k di

optim

alka

n.

Suda

h te

rdap

at b

eber

apa

pela

tihan

, nam

un ti

dak

selu

ruhn

ya re

leva

n de

ngan

ke

butu

han

peng

elol

aan

kaw

asan

sec

ara

lang

sung

.

Suda

h te

rdap

at b

eber

apa

pela

tihan

, nam

un ti

dak

selu

ruhn

ya ru

tin d

an re

leva

n de

ngan

keb

utuh

an p

enge

lola

an

kaw

asan

sec

ara

lang

sung

.

Peng

elol

aan

dana

an

ggar

anM

asih

terd

apat

beb

erap

a ke

kura

ngan

dal

am p

enge

lola

an

angg

aran

, hal

ini b

erw

ujud

da

lam

alo

kasi

kebu

tuha

n tia

p bi

dang

yan

g m

asih

kur

ang

dida

sark

an p

ada

prio

ritas

ke

penti

ngan

pen

gelo

laan

.

Peng

elol

aan

angg

aran

pe

rlu u

ntuk

lebi

h m

empe

rtim

bang

kan

kebu

tuha

n-ke

butu

han

yang

m

emili

ki d

ampa

k be

sar p

ada

efek

tivita

s pe

ngel

olaa

n, s

alah

sa

tuny

a m

asih

bel

um a

dany

a pr

iorit

as u

ntuk

men

angg

ulan

gi

terb

engk

alai

nya

bang

unan

-ba

ngun

an re

sort

/pos

-pos

. (c

onto

h: re

sort

kua

la k

amba

s)

Peng

elol

aan

angg

aran

di

sesu

aika

n pa

da p

riorit

as

kebu

tuha

n pe

ngel

olaa

n ka

was

an k

onse

rvas

i. Sa

at in

i, da

na d

iprio

ritas

kan

untu

k ev

akua

si, c

lean

up

sam

pah,

da

n sa

rana

pra

sara

na.

Peng

elol

aan

angg

aran

di

sesu

aika

n pa

da p

riorit

as

kebu

tuha

n pe

nting

pe

ngel

olaa

n ka

was

an

kons

erva

si. S

aat i

ni, d

ana

dipr

iorit

aska

n un

tuk

men

duku

ng k

egia

tan

mon

itorin

g pe

ngam

anan

ka

was

an.

Pem

elih

araa

n pe

rala

tan

Terd

apat

pem

elih

araa

n, n

amun

m

asih

per

lu d

iting

katk

an.

Terd

apat

pem

elih

araa

n da

sar,

nam

un p

emel

ihar

aan

ters

ebut

m

asih

bel

um m

emad

ai u

ntuk

fa

silita

s-fa

silita

s te

rten

tu

sepe

rti p

emel

ihar

aan

reso

rt

atau

pun

PLG

.

Terd

apat

pem

elih

araa

n da

sar,

nam

un m

asih

sa

ngat

mem

erlu

kan

peni

ngka

tan

untu

k da

pat

sela

lu m

engi

mba

ngi j

umla

h pe

ngun

jung

yan

g da

tang

.

Terd

apat

pem

elih

araa

n da

sar,

nam

un m

asih

sa

ngat

mem

erlu

kan

peni

ngka

tan

untu

k da

pat

sela

lu m

engi

mba

ngi j

umla

h pe

ngun

jung

yan

g da

tang

.

Page 83: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

67

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Pend

idik

an d

an

kesa

dara

nU

ntuk

mem

enuh

i tuj

uan

kons

erva

si, B

alai

TN

Kut

ai

mem

bent

uk s

ebua

h ‘k

ader

ko

nser

vasi

’ yan

g m

erup

akan

to

koh-

toko

h m

asya

raka

t, gu

ru,

pram

uka,

dan

lain

-lain

seb

agai

up

aya

penc

erda

san

dan

peni

ngka

tan

kesa

dara

n ba

gi

war

ga s

ekita

r TN

Kut

ai te

rkai

t pe

nting

nya

pem

elih

araa

n ka

was

an.

Bala

i TN

WK

mem

bent

uk

sebu

ah k

ader

kon

serv

asi

yang

terd

iri d

ari m

asya

raka

t-m

asya

raka

t sek

itar.

Terd

apat

ke

giat

an s

ekita

r 3 s

ampa

i de

ngan

6 b

ulan

sek

ali,

seba

gai

upay

a pe

ncer

dasa

n da

n pe

ning

kata

n ke

sada

ran

bagi

w

arga

sek

itar T

NW

K te

rkai

t pe

nting

nya

pem

elih

araa

n ka

was

an.

Unt

uk m

emba

ntu

men

capa

i tu

juan

kon

serv

asi,

Bala

i TN

Ko

mod

o m

embe

ntuk

‘kad

er

kons

erva

si’ y

ang

terd

iri a

tas

mas

yara

kat s

ekita

r kaw

asan

. Ak

tivita

s ya

ng d

ilaku

kan

sepe

rti p

ence

rdas

an d

ari i

lmu

dasa

r kon

serv

asi,

peni

ngka

tan

kesa

dara

n m

enge

nai

penti

ngny

a pe

mel

ihar

aan

kaw

asan

, hin

gga

pela

tihan

SAR

.

Unt

uk m

emba

ntu

men

capa

i tu

juan

kon

serv

asi,

Bala

i TN

Ko

mod

o m

embe

ntuk

‘kad

er

kons

erva

si’ y

ang

terd

iri a

tas

mas

yara

kat s

ekita

r kaw

asan

. Pa

da k

egia

tan

kade

risas

i in

i, di

berik

an p

ence

rdas

an

dari

ilmu

dasa

r kon

serv

asi,

peni

ngka

tan

kesa

dara

n m

enge

nai p

entin

gnya

pe

mel

ihar

aan

kaw

asan

, dan

la

in s

ebag

ainy

a. T

erda

pat p

ula

bebe

rapa

kel

ompo

k bi

naan

(c

onto

h: k

elom

pok

peng

rajin

, ne

laya

n, n

atur

alist

gui

de).

Kete

rkai

tan

nega

ra d

an

piha

k ko

mer

sial

Terd

apat

ker

jasa

ma

yang

m

engh

asilk

an s

ebua

h ‘M

itra

Kuta

i’. M

itra

Kuta

i mer

upak

an

perk

umpu

lan

peru

saha

an-

peru

saha

an y

ang

berk

egia

tan

di s

ekita

r TN

K da

n be

rtuj

uan

untu

k m

emba

ntu

upay

a pe

lest

aria

n ka

was

an.

Terd

apat

ker

jasa

ma

yang

bai

k de

ngan

ban

yak

NG

O.

Sala

h sa

tu c

onto

h ke

rjasa

ma

yang

dila

kuka

n de

ngan

pe

rusa

haan

kom

ersil

yai

tu

pada

keg

iata

n pe

ngel

olaa

n sa

mpa

h ta

hun

2012

.

Terd

apat

ker

jasa

ma

deng

an P

T Te

lkom

sel u

ntuk

opti

mal

isasi

peng

elol

aan

Tam

an N

asio

nal

Kom

odo

dan

juga

pro

gram

pe

ngem

bang

an d

an

pem

berd

ayaa

n m

asya

raka

t. Se

lain

itu

kede

pann

ya

infr

astr

uktu

r par

iwisa

ta a

kan

diba

ngun

mel

alui

IPPA

.

Mas

yara

kat a

dat/

tr

adis

iona

lM

asya

raka

t lok

al (s

erta

Pem

da)

cuku

p su

lit u

ntuk

bek

erja

sam

a de

ngan

bai

k da

lam

mem

elih

ara

kaw

asan

kon

serv

asi.

Tida

k te

rdap

at m

asya

raka

t ad

at /

trad

ision

alTe

rdap

at p

ariti

sipas

i la

ngsu

ng b

erup

a pe

rekr

utan

te

naga

-ten

aga

kont

rak

yang

m

erup

akan

mas

yara

kat l

okal

. N

amun

, pad

a um

umny

a pa

ra

mas

yara

kat m

enya

mpa

ikan

m

asuk

an m

erek

a m

elal

ui c

ara

info

rmal

sep

erti

berb

inca

ng

deng

an P

olhu

t, da

n la

in-la

in.

Tida

k te

rdap

at m

asya

raka

t ad

at /

trad

ision

al

Page 84: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

68

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Mas

yara

kat s

ekita

rKa

der k

onse

rvas

i / to

koh-

toko

h m

asya

raka

t sek

itar t

urut

ser

ta

dala

m p

embe

rian

mas

ukan

.

Kade

r kon

serv

asi /

toko

h-to

koh

mas

yara

kat j

uga

para

m

asya

raka

t yan

g be

kerja

se

baga

i paw

ang

gaja

h tu

rut

sert

a da

lam

pem

beria

n m

asuk

an. T

erda

pat k

omun

ikas

i ya

ng te

rbuk

a, d

an m

asya

raka

t tu

rut s

erta

dal

am m

elak

ukan

pe

njag

aan

terh

adap

gaj

ah-g

aja

yang

kel

uar d

ari k

awas

an T

N.

Kade

r kon

serv

asi /

toko

h-to

koh

mas

yara

kat s

ekita

r tu

rut s

erta

dal

am p

embe

rian

mas

ukan

. Seb

agia

n be

sar

mas

yara

kat d

an p

enge

lola

te

lah

mem

iliki

hub

unga

n ba

ik d

enga

n te

rbuk

anya

ko

mun

ikas

i. Se

bagi

an b

esar

m

asya

raka

t akti

f men

duku

ng

kaw

asan

kon

serv

asi m

elal

ui

keik

utse

rtaa

nnya

dal

am k

ader

at

aupu

n da

lam

jasa

por

ter

pend

akia

n.

Kade

r kon

serv

asi /

toko

h-to

koh

mas

yara

kat s

ekita

r tur

ut s

erta

da

lam

pem

beria

n m

asuk

an,

nam

un p

artis

ipas

i dal

am

men

entu

kan

kebi

jaka

n ta

man

na

siona

l mas

ih k

uran

g se

perti

da

lam

pro

ses

peng

ajua

n IP

PA

di d

alam

kaw

asan

TN

Kom

odo.

Mon

itorin

g da

n ev

alua

siM

onito

ring

dan

eval

uasi

suda

h ad

a, te

tapi

kur

ang

efek

tif

kare

na ti

dak

ada

tinda

k la

njut

.

Has

il m

onev

bel

um d

igun

akan

se

baga

iman

a m

estin

ya, d

enga

n m

asih

bel

um d

iper

baik

inya

fa

silita

s-fa

silita

s pe

ngel

olaa

n ka

was

an, t

erm

asuk

PLG

yan

g m

embu

tuhk

an p

emel

ihar

aan

lebi

h ba

ik.

Terd

apat

sub

bag

ian

dari

inte

rnal

bal

ai y

ang

mel

akuk

an

mon

ev.

Terd

apat

sub

bag

ian

dari

inte

rnal

bal

ai y

ang

mel

akuk

an

mon

ev.

Ope

rato

r par

iwis

ata

kom

ersi

alTi

dak

terd

apat

hub

unga

n de

ngan

ope

rato

r par

iwisa

ta.

Saat

ini b

elum

terd

apat

hu

bung

an d

enga

n op

erat

or

pariw

isata

, nam

un s

udah

da

lam

taha

p pe

lela

ngan

pe

renc

anaa

n pe

ngem

bang

an

kerja

sam

a.

Terd

apat

ban

yak

tour

age

nt

yang

ikut

mem

prom

osik

an

pariw

isata

di T

NG

R.

Terd

apat

ban

yak

tour

age

nt

yang

ikut

mem

prom

osik

an

pariw

isata

di T

N K

omod

o da

n tu

rut m

enga

rahk

an p

ara

wisa

taw

an u

ntuk

men

aati

atur

an-a

tura

n ya

ng a

da.

Sum

ber:

Has

il An

alisi

s, 2

015

Page 85: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

69

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Elemen proses menggambarkan bagaimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan. Elemen ini meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh BTN sesuai dengan rencana kerja yang telah dibuat. Terdapat 13 isu pada elemen proses, yaitu;

- Demarkasi batas kawasan konservasi - Sistem proteksi - Penelitian - Pengelolaan sumber daya - Pelatihan karyawan - Pengelolaan dana anggaran - Pemeliharaan peralatan- Pendidikan dan kesadaran- Keterkaitan negara dan pihak komersil- Masyarakat adat/tradisional- Masyarakat sekitar- Monitoring dan evaluasi- Operator pariwisata komersial

Demarkasi batas adalah kegiatan pemasangan dan pengukuran batas untuk mempertegas garis batas suatu wilayah. Demarkasi kawasan hutan merupakan prasyarat penting bagi pengelolaan kawasan hutan. Dari empat taman nasional sampel, hanya TN Kutai yang masih belum selesai tata batasnya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kondisi ini disebabkan adanya infrastruktur jalan yang berada di taman nasional, dan telah menyebabkan merebaknya bangunan komersial dan pemukiman penduduk di sepanjang jalan.

Sistem proteksi. Pada pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, kegiatan patroli pengamanan/perlindungan hutan adalah wujud dari sistem proteksi terhadap penebangan liar, perburuan liar, ataupun bentuk kegiatan lain yang merugikan sumber daya hutan. Umumnya, patroli hutan dapat berjalan dengan efektif untuk mengendalikan akses/penggunaan sumber daya apabila jumlah personil mencukupi untuk luasan wilayah tertentu, dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti kendaraan, sarana penunjang dan radio komunikasi. Selain patroli pengamanan hutan, upaya untuk menjaga kelestarian bentang alam juga merupakan bentuk dari sistem proteksi terhadap kawasan, seperti upaya bersih gunung

yang dilakukan di TN Gunung Rinjani. Dalam melakukan pengamanan kawasan, akan lebih efektif apabila terdapat kerjasama/bantuan dari pihak-pihak lain seperti pihak kepolisian dalam membantu menindaklanjuti temuan-temuan gangguan keamanan hutan, dan tentunya masyarakat sekitar dalam menjaga kawasan hutan. Maka dari itu, pendidikan/penyadaran yang digunakan untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya kawasan konservasi, merupakan salah satu modal awal dalam menghimpunnya untuk mendukung pengelolaan.

Saat ini, tiap-tiap taman nasional sampel memiliki kader konservasi yang merupakan sebuah kegiatan peningkatan kesadaran bagi masyarakat sekitar kawasan taman nasional terkait ilmu-ilmu dasar konservasi dan peningkatan kesadaran untuk turut menjaga kelestarian kawasan. Kader konservasi selanjutnya dapat turut memberikan masukan terhadap pengelolaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan diharapkan para kader tersebut dapat memberikan penyadaran serupa kepada para keluarga dan kerabatnya. Hal ini merupakan awal yang baik untuk menarik perhatian dan kepedulian masyarakat pada kawasan konservasi. Sebagai tambahan, pendidikan/penyadaran dapat lebih ditingkatkan dengan berbagai inovasi melalui aktivitas yang lebih menarik dan menghimpun massa lebih besar. Selain itu, diperlukan pula sebuah kebijakan untuk memberikan pendidikan konservasi kepada sekolah-sekolah dasar ataupun sekolah menengah, guna memperkenalkan nilai-nilai keutamaan konservasi sejak dini.

Terkait penelitian, terdapat penelitian yang dilakukan oleh universitas (dosen/mahasiswa), umum, ataupun lembaga-lembaga penelitian tertentu yang mengkaji potensi, permasalahan dan sumber daya keanekaragaman hayati di dalam taman nasional. Akan tetapi, penelitian yang dihasilkan belum menjadi dasar dalam menyusun kebijakan dan rencana kerja. Produk-produk penelitian/kajian ini seharusnya dijadikan acuan dalam menyusun program dan rencana pengelolaan TN. Selain itu, pihak pengelola juga seharusnya menyusun masterplan penelitian.

Page 86: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

70

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Untuk pengelolaan sumber daya, secara aktif telah dilakukan seperti yang diatur dalam Norma, Standar, Prosedur, Kriteria (NSPK) yang dibuat oleh direktorat teknis lingkup Direktorat Jenderal KSDAE.

Dalam hal pengelolaan anggaran, setiap TN sampel seharusnya memiliki pengelolaan yang memenuhi kebutuhan penting pengelolaan, seperti yang dilakukan oleh TN Gunung Rinjani dengan memprioritaskan penggunaan dana pada hal penting (dan juga mendesak) berupa perbaikan pos-pos pendakian dan clean up sampah. Salah satu contoh dari hal yang dapat dikatakan sebagai prioritas adalah pemeliharaan peralatan perala(atau fasiltias) kawasan, baik peralatan/fasilitas untuk kebutuhan pengelolaan, ataupun untuk kebutuhan pelayanan pengunjung. Dengan memprioritaskan dalam pemeliharaan ini, dua tujuan utama kawasan akan tercapai. Pemeliharaan dapat meningkatkan efektivitas keberlangsungan berbagai kegiatan pengelolaan tanpa terhambat oleh hal-hal teknis seperti rusaknya kendaraan dan lain sebagainya. Pemeliharaan rutin juga dapat memberikan citra yang baik bagi pengalaman/kenyamanan pengunjung untuk selanjutnya turut membantu mempromosikan kawasan.

Sementara itu, pengelolaan anggaran yang kurang baik dapat berdampak pada tidak efisiennya penggunaan anggaran dalam mendukung kegiatan. Keterbatasan dana seringkali menjadi hambatan dalam pengelolaan, namun dengan menentukan prioritas, pengelolaan dapat terus berlangsung dengan baik meskipun tidak sempurna.

Pelatihan karyawan. Saat ini, banyak pelatihan yang ditujukan kepada pegawai masing-masing taman nasional sampel namun sesungguhnya tidak berkaitan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan. Dalam menentukan keikutsertaan ataupun pengadaan pelatihan, penting untuk memahami kebutuhan-kebutuhan utama dalam pengelolaan. Setiap kawasan taman nasional memiliki karakteristik dan kebutuhan spesifiknya masing-masing, contohnya seperti pada kebutuhan spesifik dalam keterampilan pawang gajah ataupun perawat badak di TN Way Kambas. Namun secara keseluruhan, untuk mengatasi kurangnya jumlah personil di lapangan

yang cenderung dihadapi oleh seluruh TN sampel, dibutuhkan sebuah solusi tertentu guna menutupi kekurangan tersebut. Sebagai contoh, dapat diberlakukan suatu kebijakan yang mewajibkan setiap karyawan untuk mengikuti pelatihan dasar-dasar polhut ataupun kemampuan lapangan lainnya, sehingga saat suatu kawasan konservasi sangat membutuhkan tambahan personil, seluruh karyawan non-lapangan dapat berperan membantu dalam melakukan pengamanan dan perlindungan kawasan konservasi terhadap gangguan dari luar.

Untuk isu keterkaitan negara dengan pihak komersial ataupun pengguna lahan dan air sekitar kawasan, hubungan yang paling baik dan berkelanjutan untuk secara langsung mendukung arah pengelolaan kawasan taman nasional yaitu dalam bentuk kemitraan yang dilakukan antara Balai Taman Nasional Kutai dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan TN Kutai. Hubungan baik ini selanjutnya berwujud sebuah ‘Mitra Kutai’ dengan pembentukan panitia yang diresmikan pada tahun 1995 melalui SK Dirjen PHKA No. 121/Kpts/DJ-VI/1995. Mitra Kutai mendukung keberlangsungan pengelolaan dan pengembangan kawasan melalui bantuan-bantuan pengadaan kegiatan pelestarian Taman Nasional Kutai dan pendanaan yang dilengkapi rapat koordinasi kerjasama setiap tahunnya. Contoh lainnya yaitu terkait penangkaran satwa tertentu, dapat pula dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga non-pemerintah yang dilakukan oleh TN Way Kambas dengan YABI dalam pengadaan dan pengelolaan SRS.

Sejauh ini, banyak taman nasional yang memiliki keterkaitan dengan pihak komersial berupa sebatas kerjasama atas pengadaan kegiatan-kegiatan/fasilitas tertentu, misalnya kerjasama antara PT Telkomsel dengan TN Komodo. Kedepannya, kemitraan semacam Mitra Kutai ataupun kerjasama seperti pengadaan SRS akan sangat membantu pengelolaan kawasan bila diterapkan di tiap-tiap taman nasional, sehingga selanjutnya akan terdapat satu kepengurusan selain Balai TN yang memberikan perhatian terhadap kelestarian tiap-tiap kawasan konservasi. Di samping hubungan dengan pihak komersial, dibutuhkan pula kerjasama dengan operator-operator pariwisata untuk mempromosikan taman

Page 87: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

71

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

nasional dengan profesional. Saat ini, umumnya belum ada hubungan antara pengelola kawasan konservasi dengan operator pariwisata komersial selain hubungan yang berkenaan dengan karcis masuk dan kepatuhan terhadap peraturan di dalam kawasan.

Sedangkan terkait masyarakat, baik masyarakat adat/tradisional ataupun masyarakat sekitar kawasan, perannya sangat dibutuhkan dalam pemberian masukan untuk pengelolaan. Masyarakat yang aktif mendukung pengelolaan dapat pula berkontribusi dalam pemberian

informasi-informasi dan pengamanan kawasan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peran dari masyarakat akan sangat membantu jalannya pengelolaan. Untuk isu monitoring dan evaluasi, hasil dari penilaian yang digambarkan oleh empat taman nasional sampel menunjukkan bahwa meskipun kedua kegiatan tersebut berjalan, namun belum dilakukan secara disiplin, rutin, dan sistematis. Selain itu hasil dari monitoring evaluasi juga belum efektif dimasukkan ke dalam menyusun kebijakan dan rencana pengelolaan kawasan konservasi.

“Penggunaan anggaran

yang kurang tepat sasaran dan kurang efisien sangat

berpengaruh dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan di tingkat tapak

Page 88: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

72

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

5.5 Outputs

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Renc

ana

kerja

rutin

Terd

apat

renc

ana

kerja

rutin

ta

huna

n ya

itu R

KA K

/L.

Terd

apat

renc

ana

kerja

rutin

SR

S, P

L da

n ER

U. T

erda

pat p

ula

renc

ana

kegi

atan

tahu

nan

yaitu

RK

A K/

L.

Terd

apat

renc

ana

kerja

ru

tin ta

huna

n ya

itu R

KL K

/L.

Seda

ngka

n, m

asin

g-m

asin

g su

b-bi

dang

mem

iliki

tim

elin

e ke

rja te

rsen

diri

yang

disu

sun

bers

ama

kepa

la s

ub-b

idan

g m

asin

g-m

asin

g.

Terd

apat

renc

ana

kerja

rutin

ta

huna

n ya

itu R

KL K

/L d

an

suda

h di

impl

emen

tasik

an.

Fasi

litas

pen

gunj

ung

Terd

apat

ban

yak

kebu

tuha

n pe

rbai

kan

fasil

itas

wisa

ta

sepe

rti b

oard

wal

k, je

mba

tan,

da

n la

in s

ebag

ainy

a un

tuk

men

ingk

atka

n da

ya ta

rik

kaw

asan

. Sel

ain

itu fa

silita

s-fa

silita

s pe

nunj

ang

pela

yana

n la

inny

a m

asih

bel

um m

emad

ai/

ters

edia

(con

toh:

kio

s su

veni

r se

derh

ana

di s

etiap

spo

t wisa

ta

agar

men

unja

ng p

rom

osi

kaw

asan

).

Fasil

itas

yang

ters

edia

san

gat

bera

gam

sep

erti

visit

or c

ente

r, pl

aza,

ker

eta

gaja

h da

n ar

ena

atra

ksi,

loke

t kar

cis,

sel

ter

peng

unju

ng, p

esan

ggra

han,

to

ilet,

kios

suv

enir.

Are

a pa

rkir,

gu

est h

ouse

, dan

lain

-lain

, na

mun

terd

apat

ban

yak

pula

ke

butu

han

perb

aika

n da

n pe

mel

ihar

aan

fasil

itas-

fasil

itas

ters

ebut

.

Unt

uk ti

ngka

t kun

jung

an y

ang

tingg

i, ka

pasit

as d

ari p

os-p

os

pend

akia

n G

unun

g Ri

njan

i m

asih

bel

um m

encu

kupi

. Se

lain

itu

kual

itas

bang

unan

po

s, to

ilet,

jem

bata

n, a

taup

un

raili

ng p

enga

man

ban

yak

yang

m

embu

tuhk

an p

erba

ikan

dan

pe

mel

ihar

aan.

Unt

uk m

enca

pai t

ujua

n se

baga

i de

stina

si ek

owisa

ta k

elas

dun

ia,

fasil

itas

peng

unju

ng m

asih

m

emer

luka

n pe

ning

kata

n ku

alita

s se

perti

pen

ingk

atan

ko

ndisi

fisik

infr

astr

uktu

r, ke

leng

kapa

n pe

laya

nan,

hin

gga

kebe

rsih

an.

Tab

el 5

.5 -

Per

band

inga

n A

spek

Out

puts

4 T

aman

Nas

iona

l Sam

pel

Sum

ber:

Has

il An

alisi

s, 2

015

Page 89: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

73

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Elemen output menggambarkan hasil dari kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan. Elemen ini membahas mengenai implementasi dari rencana kerja rutin dalam pengelolaan dan perwujudan sarana prasarana kawasan yang memadai untuk keberlangsungan pengelolaan ataupun pelayanan untuk pengunjung.

Terkait rencana kerja rutin, setiap taman nasional memiliki rencana kerja rutin tahunan yang berbentuk sebuah Renja dan RKA K/L. Renja dan RKA K/L berisi tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan beserta anggarannya. Dalam dokumen ini setiap detail kegiatan disusun untuk mencapai indikator pembangunan yang telah ditetapkan. Di beberapa BTN sampel, rencana tahunan ini juga dibuat hingga ke level seksi, dan disusun berdasarkan kebutuhan masing-masing seksi.

Mengenai fasilitas pengunjung, dari empat taman nasional sampel cenderung telah memiliki fasilitas dasar. Namun, kebutuhan untuk perbaikan fasilitas-fasilitas tersebut tidak ditemukan di empat taman nasional sampel. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini, perbaikan fasilitas pengunjung belum menjadi prioritas dari keberlangsungan pengelolaan taman nasional. Tidak jarang fasilitas yang membutuhkan perbaikan merupakan fasilitas pengaman seperti railing/pagar, jembatan, boardwalk dan lain sebagainya yang tentunya memerlukan perbaikan untuk menjaga keselamatan pengunjung. Di samping itu, untuk menjadi destinasi ekowisata bertaraf internasional seperti yang ingin dicapai oleh TN Komodo ataupun TN Rinjani, sudah seharusnya kelengkapan fasilitas pengunjung dengan kualitas yang baik merupakan salah satu syarat utama dalam perwujudan tujuan tersebut.

“Perbaikan fasilitas

pendukung khususnya untuk pengembangan ekowisata di kawasan hutan konservasi hingga kini sering kurang

menjadi prioritas

Page 90: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

74

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

5.6 OutcomesT

abel

5.6

- P

erba

ndin

gan

Asp

ek O

utco

mes

4 T

aman

Nas

iona

l Sam

pel

Sum

ber:

Has

il An

alisi

s, 2

015

Isu

TN K

utai

TN W

ay K

amba

sTN

Gun

ung

Rinj

ani

TN K

omod

o

Man

faat

eko

nom

iTe

rdap

at p

enye

rapa

n te

naga

ker

ja h

onor

er

seba

gai M

angg

ala

Agni

dan

ke

giat

an re

stor

asi e

kosis

tem

. Se

lain

itu

mas

yara

kat j

uga

mem

anfa

atka

n Da

nau

Mao

un

tuk

kegi

atan

per

ikan

an.

TNW

K m

erek

rut b

anya

k te

naga

ta

mba

han

yang

mer

upak

an

mas

yara

kat s

ekita

r kaw

asan

un

tuk

peng

elol

aan.

Kaw

asan

kon

serv

asi

mem

berik

an m

anfa

at e

kono

mi

kepa

da b

anya

k m

asya

raka

t lo

kal m

isaln

ya te

rkai

t jas

a po

rter

dan

usa

ha p

engi

napa

n.

Kaw

asan

kon

serv

asi

mem

berik

an m

anfa

at e

kono

mi

kepa

da m

asya

raka

t lok

al

terk

ait j

asa

guid

e, tr

ansp

orta

si,

dist

ribus

i bar

ang

dan

baha

n m

akan

an, t

oko

peng

ecer

, dan

us

aha

kera

jinan

.

Kon

disi

nila

i-nila

iBe

lum

ada

iden

tifika

si ni

lai-

nila

i eko

logi

s at

au k

ultu

ral

yang

ber

ada

di k

awas

an ta

man

na

siona

l. Ba

nyak

mas

ukan

ya

ng d

idas

arka

n pa

da h

asil

pene

litian

. Ter

dapa

t sist

em

peng

elol

aan

berb

asis

reso

rt.

Spes

ies

tera

ncam

pun

ah

sepe

rti B

adak

tela

h di

perh

atika

n se

cara

khu

sus

(ber

wuj

ud p

ada

peng

elol

aan

rutin

Sua

ka R

hino

Sum

ater

a un

tuk

bada

k) s

erta

terd

apat

pu

la P

usat

Lati

han

Gaj

ah u

ntuk

ga

jah.

Te

rdap

at s

istem

pen

gelo

laan

be

rbas

is re

sort

. dan

ban

yak

mas

ukan

yan

g di

dasa

rkan

pad

a ha

sil p

enel

itian

.

Seba

gian

nila

i eko

logi

s te

rdeg

rada

si, s

eper

ti be

rkur

angn

ya p

asok

an a

ir, d

an

rusa

knya

laha

n ak

ibat

akti

vita

s pe

ram

baha

n. T

erda

pat b

anya

k m

asuk

an h

asil

pene

litian

un

iver

sitas

-uni

vers

itas

(con

toh:

m

asuk

an te

rkai

t pen

gelo

laan

sa

mpa

h). T

erda

pat s

istem

pe

ngel

olaa

n be

rbas

is re

sort

, da

n pe

ngel

olaa

n sp

esifi

k te

rhad

ap s

atw

a te

rten

tu y

ang

dida

sark

an p

ada

kajia

n te

rlebi

h da

hulu

. Pa

trol

i ruti

n da

n m

onito

ring

satw

a ya

ng d

ituju

kan

untu

k m

enja

ga k

eane

kara

gam

an

haya

ti ut

ama

dan

ekol

ogi

mer

upak

an k

egia

tan

yang

be

rsifa

t ruti

n.

Kean

ekar

agam

an h

ayati

dan

ni

lai-n

ilai e

kolo

gis

cend

erun

g ut

uh, d

an K

omod

o se

baga

i sa

twa

kunc

i men

dapa

tkan

pe

ngel

olaa

n se

cara

tepa

t. Te

rdap

at b

anya

k m

asuk

an

hasil

pen

eliti

an u

nive

rsita

s-un

iver

sitas

(con

toh:

pen

eliti

an

terh

adap

kon

disi

kese

hata

n te

rum

bu k

aran

g).

Terd

apat

sist

em p

enge

lola

an

berb

asis

reso

rt, d

an

peng

elol

aan

utam

a te

rhad

ap

kom

odo.

Sel

ain

itu k

egia

tan

patr

oli p

enga

man

an d

an

mon

itorin

g sa

twa

untu

k m

enga

tasi

anca

man

per

buru

an

atau

pen

curia

n su

mbe

r day

a ka

was

an m

erup

akan

bag

ian

rutin

dar

i pen

gelo

laan

.

Page 91: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

75

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Elemen outcomes menggambarkan apa yang sudah dicapai atau dampak suatu kegiatan pengelolaan terhadap peningkatan kondisi kawasan dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk manfaat ekonomi, secara umum taman nasional telah memberikan peluang aliran ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya dalam bentuk kesempatan berusaha ataupun kesempatan bekerja, terutama dalam mendukung pemanfaatan taman nasional sebagai pariwisata alam. Hal ini merupakan langkah yang baik agar masyarakat mendapatkan manfaat dari kelestarian kawasan tanpa harus mengeksploitasi sumber daya di dalamnya. Sedangkan untuk kondisi nilai-nilai, dibutuhkan identifikasi terlebih dahulu mengenai kondisi nilai-nilai ekologis/kultural awal, selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai-nilai tersebut (baru ditetapkannya kawasan sebagai taman nasional), dengan kondisinya saat ini. Salah satu upaya yang efektif dalam menjaga nilai ekologis utama kawasan yaitu dengan melakukan pengelolaan spesifik terhadap keanekaragaman hayati tertentu. Sedangkan untuk mengetahui kondisi nilai-nilai saat ini, dapat didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan monitoring yang dilakukan secara berkala.

“Kehadiran Balai Taman

Nasional sebagai pengelola kawasan hutan konservasi memberikan manfaat yang

berarti bagi masyarakat sekitar

Page 92: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia
Page 93: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

“Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas”

Page 94: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

78

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

6.1 Simpulan

6.1.1 Simpulan Kegiatan Pemantauan dan Penggunaan METT

Kegiatan pemantauan kawasan hutan konservasi merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah ditetapkan dan hasil pemantauan tersebut selanjutnya dijadikan bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya.

Di samping konservasi kawasan, konservasi pada tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati terutama di luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga keberadaannya. Untuk mewujudkan konservasi yang optimal, diperlukan sebuah pola pengelolaan yang efektif.

Efektivitas pengelolaan adalah sebuah tingkat untuk mengukur sejauh mana suatu kegiatan pengelolaan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi.

Metodologi pada kegiatan pemantauan ini meliputi penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan, program dan kegiatan yang ada dan tertuang di dalam dokumen perencanaan (RPJM

dan RKP). Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yaitu Management Effectiveness Tracking Tools (METT). METT digunakan untuk memperoleh skor dari efektivitas pengelolaan kawasan yang dipantau. Pada kegiatan ini, dilakukan peninjauan lapangan guna memperoleh informasi tentang pelaksanaan program pembangunan, pertemuan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung penggunaan tools METT.

Pembentukan METT didasari oleh Bank Dunia dan WWF, dibangun dari framework World Commission on Protected Areas (WCPA) dengan 6 elemen penilaian; context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes.

Penggunaan metode METT adalah salah satu solusi yang cukup praktis untuk dapat mengetahui sejauh mana pengelolaan suatu kawasan telah efektif dilakukan. Metode METT tidak membutuhkan dana yang besar, ataupun kebutuhan sumber daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif cepat dan mudah untuk diselesaikan, serta memungkinkan para non-spesialis untuk terlibat dalam proses penilaian, karena metodenya yang praktis dan mudah dipahami.

Page 95: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

79

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

6.1.2 Simpulan Hasil Penilaian

Dari empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari tekanan perumahan, pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa illegal, dan ancaman yang muncul dari intrusi manusia.

Ancaman dari tekanan perumahan umumnya memiliki dampak lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas bermukim di dalam kawasan taman nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat. Seperti yang dialami oleh TN Kutai, masalah yang timbul akibat semakin meluasnya perambahan yang dilakukan masyarakat akhirnya turut menimbulkan berbagai ancaman lainnya, seperti ancaman dari polusi limbah rumah tangga, penggunaan sumber daya kawasan tanpa mengikuti kaidah pengawetan alam dan perlindungan serta pemanfaatan yang lestari, modifikasi sistem alam dengan adanya fragmentasi kawasan, potensi

munculnya kegiatan budidaya tanaman/perikanan, dan lain-lain. Ancaman terkait perumahan ini juga dihadapi oleh TN Gunung Rinjani dengan terus meluasnya aktivitas perambahan oleh masyarakat, demikian juga TN Komodo meskipun dalam skala yang rendah dan masih cukup terpantau oleh pihak pengelola.

Ancaman dari pencurian sumber daya dalam berbagai bentuk seperti illegal logging, illegal fishing, perburuan satwa, pencurian tanaman dan lain sebagainya masih kerap dihadapi dengan intensitas yang cukup tinggi oleh tiga taman nasional, yaitu TN Kutai, TN Way Kambas, dan TN Komodo. Berdasarkan hasil pemantauan, beberapa ancaman yang tidak ditemukan di empat kawasan konservasi sampel antara lain seperti ancaman dari budidaya obat, pembangkit energi termasuk bendungan PLTA, jalur penerbangan, hal-hal terkait kemiliteran, tanaman asing (invasive species) ataupun dikenalkannya bahan rekayasa genetika organisme ke dalam ekosistem alami kawasan, ancaman dari berbagai dampak perubahan iklim dan cuaca buruk seperti badai, banjir, atau yang lainnya, serta ancaman perihal budaya dan sosial tertentu.

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 96: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

80

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

Berdasarkan Gambar 6.1 di atas terlihat bahwa dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai dengan IKK KSDAE. Sedangkan untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini (sesuai dengan Gambar 4.4). Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan kompleksitas permasalahan yang menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan, terutama dalam hal pengukuhan kawasan terlebih dahulu.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Nilai METT secara umum

Nilai rata-rata efektifitas pengelolaan kawasan konservasi di empat taman nasional sampel yaitu TN Kutai 52,5 %, TN Way Kambas 65,65 %, TN Gunung Rinjani 75,75 %, dan TN Komodo 71,8%.

Gambar 6.1 - Ilustrasi Perbandingan Skor METT Empat Taman Nasional Sampel terhadap Pem enuhan IKK KSDAE

© Dokumentasi Dit. KKSDA

Page 97: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

81

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

6.2 Rekomendasi

6.2.1 Rekomendasi terhadap Kegiatan Pemantauan dan Penggunaan METT

Sampel untuk kegiatan pemantauan sebaiknya mewakili seluruh tipologi kawasan konservasi di seluruh Indonesia.

Diperlukan ketelitian dari tahap input data hingga tahap scoring & calculating. Untuk menghasilkan penilaian yang lebih akurat, dapat dilakukan diskusi bersama antara pihak internal (unit pelaksana teknis hutan konservasi) dengan pihak eksternal (penilai) agar rangkaian proses penilaian dapat berjalan lebih efektif.

Hal penting yang perlu diutamakan dalam melakukan penilaian pengelolaan kawasan konservasi menggunakan METT yaitu jawaban harus sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Penilai harus memberikan jawaban yang jujur dalam proses penilaian. Bila terdapat persepsi yang berbeda, maka persepsi tersebut digunakan sebagai pertimbangan dengan bukti dokumen–dokumen atau data-data yang ada. Penting pula untuk melakukan pembahasan sebelum menentukan keputusan penilaian. Diperlukan pembahasan pada setiap aspek manajemen yang dinilai melalui berbagai pertimbangan. Selain itu, untuk setiap pertanyaan pada assessment form, penilai diminta untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang sekiranya tepat untuk dapat meningkatkan kinerja pengelolaan.

Agar dapat melacak perkembangan presentase efektivitas pengelolaan dalam kurun waktu tertentu, perlu dilakukan penilaian berkala sehingga dihasilkan data time series terkait efektivitas pengelolaan suatu kawasan konservasi.

Terdapat beberapa poin isu yang kurang sesuai dengan kondisi umum kawasan konservasi di Indonesia. Adapun isu-isu yang dapat lebih dispesifikkan ataupun diperjelas sesuai dengan konteks Indonesia.

Dalam konteks penggunaan METT untuk menilai pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia, metode ini perlu divalidasi sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Status hukum, misalnya, dapat disesuaikan dengan kondisi peraturan-peraturan yang ada saat ini. Jaminan anggaran juga menjadi aspek lain yang dipertimbangkan dalam memvalidasi METT, karena proses perencanaan dan penganggaran untuk pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia mengacu kepada peraturan yang sudah ada. Faktor lebih penting yang menyangkut anggaran adalah penilaian efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang ada.

Terlepas dari beberapa kekurangan tool ini, METT dapat digunakan untuk mengendalikan pengelolaan kawasan hutan konservasi. Hasil dari penilaian METT dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas perencanaan program dan anggaran di masa yang akan datang dalam rangka mewujudkan suksesnya pembangunan bidang konservasi alam dan ekosistem di Indonesia.

Page 98: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

82

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Kutai, 2013. Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013

Balai Taman Nasional Kutai, 2015. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kutai Periode 2015-2024

Balai Taman Nasional Komodo, 2015. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, 2014. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Gunung Rinjani Periode 2014-2023

Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Periode 2010-2014

Balai Taman Nasional Way Kambas, 2014. Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas

http://dephut.go.id

http://ditjenphka.dephut.go.id

Republik Indonesia, 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Republik Indonesia, 2011. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

Republik Indonesia, 2011. Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 tentang Kawasan Hutan

UNESCO, 2006. Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting

WWF dan World Bank, 2007. Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at ProtectedArea Sites: Second Edition

Page 99: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia

Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN

Page 100: Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi indonesia