peninjauan terminal bahan bakar minyak tanjung … · dewan perwakilan rakyat republik indonesia...

23
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU PENINJAUAN TERMINAL BAHAN BAKAR MINYAK TANJUNG UBAN PT PERTAMINA (PERSERO) DAN PENINJAUAN TAMBANG BAUKSIT PT GUNUNG BINTAN ABADI DI KABUPATEN BINTAN 8 - 10 MARET 2019 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2019

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN

    KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI

    KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU

    PENINJAUAN TERMINAL BAHAN BAKAR MINYAK

    TANJUNG UBAN PT PERTAMINA (PERSERO) DAN PENINJAUAN

    TAMBANG BAUKSIT PT GUNUNG BINTAN ABADI

    DI KABUPATEN BINTAN

    8 - 10 MARET 2019

    KOMISI VII

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    2019

  • BAGIAN I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang, diantaranya

    emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara dan lain-lain. Bahan

    tambang itu dikuasai oleh negara, hak penguasaan negara berisi wewenang un-

    tuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan

    galian, serta berisi kewajiban untuk menggunakannya sebesar-besarnya bagi ke-

    makmuran rakyat, sehingga penguasaan oleh negara terhadap sumber daya alam

    tersebut dilaksanakan oleh pemerintah. Pertambangan merupakan salah satu

    usaha industri yang dapat diandalkan untuk mendatangkan devisa negara bagi

    Indonesia. Selain itu, industry pertambangan juga menciptakan lapangan kerja di

    kabupaten dan kota dimana merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

    1945 menyatakan bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

    dalam-nya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

    Prinsip yang terkandung dalam ketentuan UUD 1945 ini mengandung makna

    kewajiban pemerintah sebagai pelaksana kebijakan negara untuk melakukan

    pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam sebesar-besar untuk

    kemakmuran rakyat.

    Salah satu modal dasar yang dimiliki oleh Kepulauan Riau khususnya dalam

    sektor pertambangan adalah tambang bauksit. Jumlah sumber daya bauksit di sini

    secara keseluruhan diperkirakan mencapai 180,97 juta ton (CRITC COREMAP

    LIPI, 2010). Menurut Kepulauan Riau dalam angka tahun 2015, jumlah luasan

    bauksit di Kepulauan Riau tersebar pada tiga Kabupaten dan satu Kota.

    Kabupaten Bintan merupakan salah satu dari empat kabupaten/kota yang

    memiliki tambang bauksit dengan jumlah luasan terbesar kedua yang luasannya

    mencapai 8.557,35 ha, sementara luasan terbesar pertama yaitu Kab. Lingga

  • yang mencapai 62.185,0 ha, disusul oleh Tanjungpinang dengan luasan sebesar

    1.722,79 ha dan Karimun 375,0 ha.

    Sementara itu di Kabupaten Bintan, kecamatan yang memiliki potensi

    sebaran bauksit cukup besar adalah Kecamatan Bintan Timur, dimana pada

    wilayah daratan utama serta pulau-pulau di sekitarnya merupakan wilayah

    tambang dan sebagian merupakan bekas tambang bauksit. Wilayah yang

    mempunyai sebaran bauksit cukup luas terdapat di Desa Gunung Lengkuas,

    Busung, Toapaya dan Ekang Anculai, serta di pulau-pulau yang termasuk dalam

    wilayah Kecamatan Bintan Timur. Potensi bauksit di seluruh wilayah tersebut

    pada sebaran luas sekitar 10.450 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar

    209 juta m³.

    Aktivitas pertambangan bauksit di Bintan Timur tersebut merupakan hasil

    tambang yang besar pengaruhnya terhadap perekonomian Bintan Timur

    khusunya dan Kabupaten Bintan pada umumnya. Perkembangan produksi bauksit

    tahun 2013 mencapai 1.096.466,56 ton dari tiga perusahaan tambang yang aktif

    (Bintan Dalam Angka Tahun 2014). Jumlah bauksit yang melimpah tersebut

    dieksplor sebanyak-banyaknya oleh para penambang tanpa memikirkan apa

    dampak buruk yang akan terjadi terhadap lingkungan apabila dieksplorasi

    tanpa melihat kaidah yang telah ditetapkan.

    Aktivitas pertambangan bauksit tersebut pada umumnya belum menerapkan

    konsep pengelolaan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)

    sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap spasial, sosial dan ekonomi

    masyarakat di sekitar pertambangan tersebut. Dari penambangan bauksit ini

    menghasilkan dampak bagi masyarakat sekitar, baik dampak positif maupun

    negatif. Di satu sisi penambangan bauksit ini dalam segi ekonomi membuka

    lapangan pekerjaan baru dan membantu meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat melalui DPPM dari perusahaan yang dialokasikan untuk

    pembangunan masjid, sekolah, TPQ, pengadaan paving block untuk jalan serta

    beasiswa sedangkan dari segi sosial terjadi perubahan perilaku masyarakat

    menjadi lebih konsumtif. Namun di sisi lain juga berdampak negatif, mulai dari

    longsor, banjir dan pencemaran udara. Serta dari segi spasial/keruangan

    rusaknya prasarana jalan akibat kendaraan berat pengangkut bauksit yang

  • melewati permukiman warga. Tidak hanya itu, lahan-lahan bekas galian bauksit

    juga dibiarkan rusak parah sehingga membentuk lubang-lubang besar.

    Penambangan ilegal marak terlihat hampir di seluruh penjuru bintan. tidak ada

    tindakan tegas untuk mengatasi ini baik oleh pemerintah maupun kepolisian. Izin

    Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah pun terlihat seperti tidak

    memperhatikan dampak sosial, ekonomi maupun lingkungan. sebagai contoh

    adanya aktivitas pertambangan di dekat aktivitas masyarakat seperti rumah sakit.

    Indikasi penggunaan solar bersubsidi untuk industri pun semakin menguat karena

    maraknya antrian dumptruck di SPBU-SPBU disekitar area pertambangan. Hal ini

    merugikan negara ratusan juta setiap harinya. Solar bersubsidi seharusnya

    digunakan untuk kepentingan masyarakat dan tentu saja rakyat kecil khususnya

    nelayan dirugikan karena jatah solar yang seharusnya ditujukan untuk mereka,

    diambil oleh pelaku industri besar

    Begitu pula untuk keuntungan yang didapat oleh pemerintah tidak sebanding

    dengan rusaknya lahan. Sudah kekayaan mineralnya dijarah habis-habisan,

    lahannya rusak tanpa adanya reklamasi lahan, jalur transportasi darat juga rusak

    karena setiap hari dilewati dumptruck bermuatan berat, "Uang"nya pun tidak

    masuk ke kas daerah. Sangat memprihatinkan. Padahal keuntungan dari kegiatan

    pertambangan ini bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Bintan baik di

    sektor pendidikan maupun ekonomi. Menurut Data, ada 11 titik aktivitas

    pertambangan bauksit yang tersebar di 3 daerah di daratan dan 8 di pulau-pulau

    kecil di Bintan. Jika pulau-pulau ini terus dikeruk hasil buminya, dan tidak adanya

    usaha untuk memperbaiki kondisi lahan/reklamasi, maka bisa dipastikan

    beberapa tahun kemudian pulau ini akan lenyap (tinggal nama) atau akan menjadi

    pulau mati karena tidak ada yang bisa hidup didalamnyaBerdasarkan kondisi-

    kondisi yang terjadi baik itu positif seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru,

    meningkatnya kesejahteraan masyarakat ataupun negatifnya seperti pencemaran

    udara serta lahan bekas galian yang rusak parah, maka perlu adanya kajian

    tentang pengaruh penambangan bauksit terhadap masyarakat pesisir di

    Kecamatan Bintan Timur terutama dalam segi spasial, sosial dan ekonomi.

    Potensi terganggunya Kesehatan masyarakat Bintan akibat pencemaran

    udara dan tanah yang bisa mengakibatkan ISPA dan penyakit kulit, Kelangkaan

  • dan tidak tersedianya air bersih karena semakin sedikitnya lahan hijau dan hutan

    lindung untuk daerah resapan air, terancamnya Nelayan Bintan kehilangan mata

    pencaharian karena rusaknya ekosistem laut yang mengakibatkan penurunan

    jumlah ikan dan mina laut, banjir yang beberapa waktu lalu terjadi di jalan Batu 13

    dan Senggarang karena rusaknya Hutan Mangrove, potensi tenggelamnya pulau-

    pulau kecil bekas tempat penambangan bauksit, rusaknya daerah cagar alam

    makam kuno peninggalan Kerajaan Riau Lingga serta menurunnya tingkat

    perekonomian di sektor Pariwisata. Semua itu akibat dari aktivitas pertambangan

    Bauksit di Bintan yang tidak terkendali!

    Berkaitan dengan hal tersebut, Komisi VII DPR RI memandang perlu untuk

    melakukan Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah dan Lingkungan ke Tambang

    Ilegal di Pulau Bintan Tanjung Pinang Kepulaun Riau. Kunjungan ini

    diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam menerapkan konsep

    pengelolaan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) sehingga

    dapat menimbulkan dampak terhadap spasial, sosial dan ekonomi masyarakat di

    sekitar pertambangan tersebut. Dari penambangan bauksit ini menghasilkan

    dampak bagi masyarakat sekitar, baik dampak positif maupun negatif. serta

    mendapatkan informasi menyangkut kendala-kendala yang dihadapi untuk

    kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR RI dalam Rapat Kerja dan Rapat

    Dengar Pendapat bersama mitra-mitra terkait sesuai dengan fungsinya.

    I. DASAR HUKUM KUNJUNGAN

    Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah dan Lingkungan Komisi VII DPR RI

    dilaksanakan berdasarkan Hasil Keputusan Rapat Intern Komisi VII DPR RI

    tanggal 4 Maret 2019 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2018-2019 serta

    merujuk pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor

    1/DPR RI/I/2014 tentang Tata Tertib DPR RI.

    II. MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

    Maksud dan Tujuan diadakannya Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah

    dan Lingkungan Komisi VII DPR RI adalah dalam rangka melihat secara langsung

    proses pengelolaan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)

  • serta pengelolaan limbah B3 dari aktivitas pertambangan dan permasalahan yang

    dihadapi Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

    III. WAKTU DAN LOKASI KEGIATAN

    Waktu pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah dan Lingkungan

    Komisi VII DPR RI ke Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau adalah tanggal

    8 s.d 10 Maret 2019. Adapun agenda tim Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah

    dan Lingkungan Komisi VII DPR RI selama berada di Pulau Bintan adalah

    sebagai berikut:

    1. Peninjauan lapangan ke Lokasi Penambangan Bauksi Kabupaten Bintan

    Kepri.

    2. Pertemuan dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, Dirjen Gakkum,

    Dirjen PSLB3 KLHK RI, Dirjen PPKL, Dirjen PTKL KLHK RI, Direksi PT

    Gunung Bintan Abadi, Kepala Dinas ESDM dan Kepala Dinas Lingkungan

    Hidup Prov. Kepri, Pemda Kepri serta Pemkot Bintan.

    IV. SASARAN DAN HASIL KEGIATAN

    Sasaran dari kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah dan

    Lingkungan Komisi VII DPR RI ke Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

    adalah:

    1. Mendapatkan penjelasan menyangkut pengelolaan pertambangan yang baik

    dan benar (good mining practice) sehingga dapat menimbulkan dampak

    terhadap spasial, sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar pertambangan

    tersebut

    2. Mendapatkan penjelasan pengelolaan limbah B3 di Lokasi Pertambangan

    Bauksit

    3. Memperoleh informasi kendala dan dukungan yang diperlukan oleh Dinas

    ESDM, Lingkungan dan Pemda serta Pemkot Pulau Bintan Provinsi Kepri.

    Hasil kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Panja Limbah dan Lingkungan

    Komisi VII DPR RI diharapkan bisa menjadi referensi untuk ditindaklanjuti dalam

    Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan mitra terkait.

    V. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI

  • Adapun anggota Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI diikuti oleh

    anggota Komisi VII DPR RI dengan didampingi oleh Sekretariat Komisi VII DPR

    RI sebagaimana daftar terdapat dalam lampiran yang melakukan Kunjungan ke

    Peninjauan Tambang Ilegal di Pulau Bintan Tanjung Pinang Kepulauan Riau,

    VI. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN

    Metode pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI

    adalah sebagai berikut :

    a. Persiapan

    - Menghimpun data dan informasi awal.

    - Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait yang akan menjadi

    lokasi kunjungan kerja.

    - Mempersiapkan administrasi keberangkatan

    b. Pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik

    Pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI dilakukan

    dengan cara kunjungan lapangan dan diskusi didalam ruangan.

    c. Pelaporan

    Pelaporan merupakan resume kegiatan yang dituangkan secara

    deskriptif.

  • BAGIAN II

    PELAKSANAAN KEGIATAN DAN HASIL KUNJUNGAN KERJA

    Pelaksanaan kegiatan dan hasil kunjungan kerja spesifik Komisi VII

    DPR RI ke Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tanjung Uban didampingi oleh

    Perwakilan Dirjen Minerba KESDM, Perwakilan Dirjen Gakkum, Dirjen PSLB3,

    Dirjen PPKL, Dirjen PTKL, Kadis ESDM Provinsi Kepri, dan Pemda serta Pemkot

    Prov.Kepri, sebagai berikut:

    A. Peninjauan TBBM Tanjung Uban PT Pertamina (Persero)

    Dari hasil pelaksanaan kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke

    TBBM Tanjung Uban pada tanggal 25 Oktober 2018 ada beberapa catatan dan

    rekomendasi diataranya :

    1. Pelaksanaan pengolahan limbah berupa tanah terkontaminasi minyak di TBBM

    Tanjung Uban sudah dilakukan dengan kerja sama dengan pihak lain. Untuk itu

    perlu dilakukan evaluasi tentang legalitas perizinan dan kapasitas pihak mitra

    kerja pengolah limbah TBBM Tanjung Uban, apakah telah memenuhi perizinan,

    ketentuan dan standar yang ada.

    2. TBBM Tanjung Uban dalam hal ini PT Pertamina (Persero) perlu membuat

    perencanaan pemulihan lahan terkontaminasi yang pelaksanaanya perlu

    dikoordinasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

    3. Di TBBM Tanjung Uban ditemukan penempatan tanah terkontaminasi yang

    diduga cara penempatan limbah tanah terkontaminasi tersebut tidak sesuai

    dengan ketentuan, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kementerian

    LHK dan melihat dokumen perizinan yang terkait.

    4. Terminal BBM Tanjung Uban di dirikan pada tahun 1937 oleh NKPM

    (Nederlandshe Koloniale Petroleum Maatschappij), selanjutnya pada tahun

    1959 NKPM berubah menjadi nama PT Stanvac Indonesia. Pada tahun 1970

    diserahkan kepada PT Pertamina (Persero) wilayah unit pengolahan – III Plaju /

    Sungai Gerong. Pada tanggal 1 April 1999 sampai sekarang, fasilitas TBBM

    Tanjung Uban berada dalam wilayah kerja Marketing Operation Region I

    Medan.

  • 5. Pola distribusi BBM di TBBM Tanjung Uban dimulai dengan penerimaan BBM

    dari kilang dan import yang masuk ke TBBM Tanjung Uban, dilakukan

    penimbunan di tanki-tanki dalam TBBM yang berjumlah 23 tanki dan

    selanjutnya dilakukan penyaluran ke SPBUM, APMS dan langsung ke industri.

    dalam proses penyaluran mempunyai armada mobil tangki, kapal

    tanker/tongkang, dan khusus untuk TNI AL melalui pipa.

    6. Penyaluran BBM yang dilayani oleh TBBM Tanjung Uban menyebar ke 12 unit

    SPBMU, 3 unit APMS, 3 unit SPBB, 7 unit AMT, dan 2 unit SPDN. Sedangkan

    penjualan produk per bulan, untuk Premium sebanyak 4.831 KL, Kerosene

    sebanyak 1.632 KL, Solar sebanyak 3.2017 KL dan Pertamax Turbo sebanyak

    269 KL. Untuk konsumsi industri penyaluran Solar sebanyak 3.612 KL dan

    Pertamax Turbo sebanyak 68 KL.

    7. TBBM Tanjung Uban mempunyai kegiatan lingkungan dengan membersihkan

    800 Kg sampah di pesisir pantai dalam 2 jam kegiatan. Selain itu juga telah

    menerima penghargaan dari Bupati Bintan dalam kegiatan peduli lingkungan

    pada bulan November 2017.

    8. Proses pengolahan limbah oleh TBBM dilakukan dengan mengumpulkan

    limbah di suatu tempat di lokasi TBBM dan selanjutnya dilakukan

    pengangkutan ke perusahaan pengolah limbah.

    9. Selain limbah yang dihasilkan oleh TBBM Tanjung Uban, di Tanjung Uban ini

    juga merupakan tempat penimbunan minyak hitam oleh beberapa pihak lain,

    sehingga limbah minyak yang ada di Tanjung Uban tidak hanya berasal dari

    TBBM Tanjung Uban, tetapi juga berasal dari pihak lain.

    10. Mulai tahun 2010 TBBM Tanjung Uban telah intensif melakukan pengolahan

    limbah dan melakukan kerja sama dengan pihak pengolah limbah dan

    termasuk juga melakukan kerja sama serta melakukan koordinasi intensif

    bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

    11. Limbah minyak dari TBBM Tanjung Uban sudah berbentuk limbah yang

    bercampur dengan tanah, sehingga pengolahan limbah dilakukan di pabrik

    semen yaitu Holcim karena oleh pabrik semen tersebut, limbah minyak yang

    berasal dari TBBM Tanjung Uban akan diolah dan merupakan bahan baku

  • menjadi semen. Sementara ini volume limbah yang sudah terkirim ke Holcim

    sebanyak 13.000 Ton.

    12. Dalam pengolahan limbah, pihak penghasil limbah dalam hal ini TBBM

    Tanjung Uban PT Pertamina (Persero) harus memastikan bahwa limbah yang

    diangkut dan diolah oleh pihak lain harus dipastikan telah musnah sesuai

    dengan katentuan dan standar yang ada. Dalam hal tidak musnah sesuai

    dengan ketentuan, maka pihak penghasil limbah (TBBM Tanjung Uban) tetap

    harus bertanggungjawab. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

    Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa

    limbah harus musnah sampai tuntas.

    13. TBBM Tanjung Uban tidak ikut dalam proper lingkungan hidup dengan alasan

    karena sedang melakukan proses pemulihan lingkungan.Terhadap masalah

    limbah di TBBM Tanjung Uban ini perlu membuat perencanaan komprehensif

    untuk penanganan tanah terkontaminasi.

    Kronologis dan Tindaklanjutnya

  • Ringkasan Pengelolaan

    Lay Out letak Tanah yang Terkontaminasi

  • Tindak Lanjut Berita Acara Verifikasi Lapangan oleh Pihak PT Pertamina dan

    Direktorat Gakkum KLHK diantaranya :

    - Berita Acara Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

    tanggal 1 Desember 2018:

    1.Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dan Perijinan terkait

    2.Pemeriksaan Fasilitas Pengendalian Pencemaran Air

    3.Pemeriksaan Upaya Pengendalian Pencemaran Udara

    4.Pemeriksaan Sarana Pengelolaan B3 dan Limbah B3

    5.Wawancara pihak terkait

  • Limbah B3 yang berada di TBBM PT Pertamina Tanjung Uban

  • Terkait penanganan LB3 pertamina oleh Direktorat Gakkum KLHK :

    a. Pertamina menghasilkan limbah B3 berupa sludge, tanah terkontaminasi

    minyak (ttm) dan limbah B3 umumnya dari operasional seperti aki dll.

    b. Terhadap LB3 sludge dan ttm yang menjadi perhatian, bahwa LB3 tsb telah

    berada/tersimpan di pertamina sejak lama, berdasarkan data pengawasan

    ditjen gakkum bahwa Ditjen PSLB3 telah menetapkan lokasi tersebut dalam

    pemulihan.

    c. Dari penetapan pemulihan beberapa sudah diterbitkan Surat Status

    Penyelesaiaan Lahan Terkontaminasi.

    d. Tahapan gakkum dalam hal tersebut adalah memastikan bahwa seluruh

    proses SSPLT (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan)

    harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.

    e. Untuk menindak lanjuti temuan dlm pengawasan dan pelaksanaan

    pengelolaan lanjutan tanah terkontaminas, saat ini melakukan pengumpulan

    bahan dan keterangan

    Laporan Pengawasan penaatan kewajiban lingkungan hidup terhadap PT.

    Pertamina Terminal BBM Tanjung Uban Jl. Nusa Indah No. 1, tanjung Uban,

    Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.

  • - kegiatannya Menerima BBM, Menimbun BBM dan Menyalurkan

    BBM, Pertamina menghasilkan :

    1. Limbah Cair:

    Perusahaan tidak memiliki izin pembuangan air limbah ke laut,

    2. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

    a. di TPS LB3 Sludge perusahaan menyimpan sludge sebanyak ± 268 ton

    dari tahun 2016,

    b. Sludge dari pembersihan tangki timbun pada bulan September 2018 di

    tank T-30 sebanyak ±10 ton, masih tersimpan di TPS LB3

    c. Berdasarkan neraca limbah, terdapat LB3 yang disimpan yaitu:

    • Limbah Januari- Maret 2018 : 371209 kg

    Diserahkan ke pihak ketiga : 10595 kg

    Sisa limbah (disimpan) : 360614 kg

    • Limbah April-Juni 2018 : 360614 kg

    Diserahkan ke pihak ketiga : -

    Sisa limbah (disimpan) : -

    3. Pengelolaan Tanah Terkontaminasi

    1) Pertamina Tanjung Uban juga dalam proses melakukan pemulihan lahan

    terkontaminasi di beberapa titik yang dikaji oleh LPPM IPB.

    2) Pekerjaan pemulihan lahan terkontaminasi telah dimulai sejak awal bulan

    November 2014. Kegiatan tersebut didampingi oleh Lapi ITB selaku

    pengawas pekerjaan yang menentukan titik koordinat dan berapa dimensi

    tanah yang harus dikelola.

    3) Pengelolaan terdiri dari tahap pengukuran, penggalian, pengepakan

    menggunakan jumbo bag, pengapalan dengan tongkang, lalu

    pengangkutan ke pihak ketiga berizin yaitu PT HOLCIM.

    4) Pengelolaan pada tahun 2018 adalah melanjutkan pemulihan pada

    sebaran 1 yang belum selesai dipulihkan. Pemulihan (dari tahap

    pengukuran, penggalian, pengepakan menggunakan jumbo bag,

    pengapalan dengan tongkang, lalu pengangkutan) dilakukan oleh PT.

    Desa Air Cargo Batam berdasarkan kontrak kerjasama Nomor

    392/F11400/2018-S0 tanggal 24 September 2018, dan selanjutnya di

    bawa ke pengelolan lanjutan atau pemanfaat ke indocement

  • 5) Jumlah Penggalian Tanah Terkontaminasi LB3 terakhir September 2018

    1.381,2 Ton (dalam jumbo bag)

    6) Perusahaan memiliki Surat Kerjasama dengan PT. Desa Air Cargo Batam

    (sebagai pengumpul, pengolah dan pemanfaat limbah B3) dan PT. Desa

    Armada Betiga (sebagai pengankut limbah B3) tanggal 29 Januari 2018

    dengan masa waktu kerjasama selama 1 tahun.

  • Gambar 1. Pertemuan dan Pengecekan Tanah Terkontaminasi di TBBM PT

    Pertamina Tanjung Uban

    B. Peninjauan ke Lokasi Tambang Ilegal dan Tambang Bauksit PT

    Gunung Bintan Abadi.

    Pelaksanaan kegiatan dan hasil kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke

    Tambang Bauksit PT Gunung Bintan Abadi dan tambang ilegal di Bintan Tanjung

    Pinang didampingi oleh Perwakilan Dirjen Minerba KESDM, Perwakilan Dirjen

    Gakkum, Dirjen PSLB3, Dirjen PPKL, Dirjen PTKL, Kadis ESDM Provinsi Kepri,

    dan Pemda serta Pemkot Prov.Kepri, sebagai berikut:

    1. Kabupaten Bintan merupakan salah satu dari empat kabupaten/kota yang

    memiliki tambang bauksit dengan jumlah luasan terbesar kedua yang

    luasannya mencapai 8.557,35 ha, sementara luasan terbesar pertama yaitu

    Kab. Lingga yang mencapai 62.185,0 ha, disusul oleh Tanjungpinang dengan

    luasan sebesar 1.722,79 ha dan Karimun 375,0 ha.

    2. Sementara itu di Kabupaten Bintan, kecamatan yang memiliki potensi sebaran

    bauksit cukup besar adalah Kecamatan Bintan Timur, dimana pada wilayah

    daratan utama serta pulau-pulau di sekitarnya merupakan wilayah tambang

  • dan sebagian merupakan bekas tambang bauksit. Wilayah yang mempunyai

    sebaran bauksit cukup luas terdapat di Desa Gunung Lengkuas, Busung,

    Toapaya dan Ekang Anculai, serta di pulau-pulau yang termasuk dalam

    wilayah Kecamatan Bintan Timur. Potensi bauksit di seluruh wilayah tersebut

    pada sebaran luas sekitar 10.450 ha dengan jumlah sumber daya tereka

    sebesar 209 juta m³.

    3. Penambangan ilegal marak terlihat hampir di seluruh penjuru bintan. tidak ada

    tindakan tegas untuk mengatasi ini baik oleh pemerintah maupun kepolisian.

    Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah pun terlihat

    seperti tidak memperhatikan dampak sosial, ekonomi maupun lingkungan.

    sebagai contoh adanya aktivitas pertambangan di dekat aktivitas masyarakat

    seperti rumah sakit. Indikasi penggunaan solar bersubsidi untuk industri pun

    semakin menguat karena maraknya antrian dumptruck di SPBU-SPBU

    disekitar area pertambangan. Hal ini merugikan negara ratusan juta setiap

    harinya. Solar bersubsidi seharusnya digunakan untuk kepentingan

    masyarakat dan tentu saja rakyat kecil khususnya nelayan dirugikan karena

    jatah solar yang seharusnya ditujukan untuk mereka, diambil oleh pelaku

    industri besar.

    4. Pertambangan bauksit di Bintan mulai menggeliat setelah PT Gunung Bintan

    Abadi mendapat izin ekspor bauksit seberat 1,6 juta metrik ton ke China mulai

    19 Maret 2018 - Maret 2019. Izin itu diterbitkan Ditjen Perdagangan Luar

    Negeri setelah Gubernur Kepri Nurdin Basirun memberi IUP Operasi Produksi

    melalui Surat Keputusan Nomor 948/KPTS-18/V/2017 tertanggal 10 Mei 2017.

    5. PT GBA yang diberi ijin untuk melakukan aktivitas pertambangan di

    Tembeling di atas lahan seluas sekitar 90 hektare di Tembeling itu bekerja

    sama belasan perusahaan lainnya dengan membagi kuota bauksit kepada

    belasan perusahaan.

    6. Dari hasil verifikasi lapangan pengaduan dugaan pencemaran dan perusakan

    lingkungan oleh kegiatan pertambangan bauksit oleh PT Gunung Bintan

    Abadi (GBA), diperoleh informasi bahwa perusahaan yang mendapat izin

    ekspor bauksit seberat 1,6 juta matrix ton itu merupakan pemilik Izin Usaha

    Pertambangan (IUP) Operasi dan Produksi (OP) Bauksit di Pulau Bintan. PT

  • GBA juga merupakan satu- satunya perusahaan yg memiliki izin ekspor untuk

    hasil tambang bauksit.

    7. Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 3141/KPTS-18/XI/2018

    tertanggal 7 November 2018 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan

    dan Operasi Produksi Untuk Penjualan CV Buana Sinar Khatulistiwa. CV

    Buana Sinar Khatulistiwa mendapatkan izin dari Dinas Penanaman Modal dan

    Pelayanan Satu Atap Kepri untuk memproduksi dan menjual bauksit dengan

    kuota 150 ribu matrix ton. Izin tersebut diberikan berdasarkan permohonan

    yang diajukan perusahaan itu pada 25 Oktober 2018. Namun, kegiatan

    eksploitasi, pengangkutan dan penjualan batu bauksit dilakukan sejak

    Februari 2018.

    8. Saat ini, ada empat perusahaan yang kedapatan melakukan penambangan

    ilegal. Perusahaan itu, yakni CV Demor, CV Gemilang Sukses, CV Azura

    Gemerlang dan CV Swakarya Mandiri. Keempat perusahaan itu hanya

    diberikan surat teguran dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri

    pada 4 Februari 2019.

    9. Berdasarkan surat yang ditandatangani Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan

    Kehutanan Kepri Yerry Suparna, keempat perusahaan itu melakukan

    pertambangan ilegal di kawasan hutan produksi terbatas dan hutam produksi

    konversi di Tanjung Elong dan Pulau Koyang di Desa Mantang Lama,

    Kecamatan Mantang. Selain itu, perusahaan itu juga melakukan

    pertambangan ilegal di Pulau Buton dan Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan

    Pesisir. Keempat perusahaan itu diduga melanggar UU Kehutanan dan UU

    Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Pemberantasan

    dan Pencegahan Hutan Lindung.

    10. Modus yang sama juga dilakukan perusahaan lainnya, yang memperoleh ijin

    dari Pemkab Bintan, Dinas ESDM dan Dinas PTSP Kepri. Dinas ESDM Kepri

    dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan 19 ijin angkut dan jual bauksit

    kepada perusahaan. Perusahaan yang mendapat ijin dari Dinas ESDM Kepri

    yakni CV Buana Sinar Khatuliswa mendapat empat ijin, Koperasi HKTR

    Bintan, CV Sang He, CV Kuantan Indah Perdana, Badan Usaha Milik Desa

    Maritim Jaya, CV Cahaya Tauhid Alam Lestari, CV Gemilang Mandiri Sukses

    mendapat tiga ijin, CV Tan Maju Bersama mendapat dua ijin, CV Swakarya

  • Mandiri, PT Zadya Putra Bintan, CV Hang Tuah, CV Bintan Jaya Sejahtera

    dan CV Martia Lestari.

    11. Berdasarkan hasil pengawasan Kementerian ESDM terhadap kemajuan

    pembangunan fasilitas pemurnian mineral di dalam negeri, dan kegiatan

    penjualan mineral ke luar negeri bagi perusahaan pemegang rekomendasi

    persetujuan ekspor.

    1. Poin pertama ditegaskan berdasarkan Pasal 55 ayat (4) Permen ESDM

    Nomor 25/2018 mengatur tentang verifikasi kemajuan fisik pemurnian

    fasilitas pemurnian di dalam negeri dialihkan secara bekala setiap enam

    bulan oleh verifikator independen.

    2. Poin kedua, Pasal 55 (5) Permen ESDM Nomor 25/2018 mengatur

    tentang kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian sebagaimana

    dimaksud harus mencapai paling sedikit 90 persen dari rencana

    kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang dihitung secara

    kumulatif sampai satu bulan terakhir.

    3. Sementara poin ketigas ditegaskan, Pasal 55 ayat (7) Permen ESDN

    Nomor 2018 mengatur dalam hal setiap 6 bulan persentase kemajuan

    fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai 90 persen.

    4. Direktur Jenderal atas nama menteri menerbitkan rekomendasi kepada

    direktur jenderal yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

    bidang perdagangan luar negeri untuk mencabut persetujuan ekspor

    yang telah diberikan.

    5. Berdasarkan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik pembangunan

    fasilitas pemurnian 6 bulanan yang diverifikasi oleh PT Sucofindo

    (persero) progress kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian PT

    GBA hanya mencapai 75,51 persen dari rencana yang ditetapkan.

    12. Dari kunjungan yang dilakukan oleh Tim Kunjungan Komisi VII DPR RI

    bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan

    Kehutanan perlu dilakukan verifikasi terhadap dokumen perizinan dan

    keterangan kegiatan penambangan serta jaminan Pasca Tambang yang lebih

    detail dan jelas.

  • Gambar 2. Peninjauan Tambang Ilegal dan Tambang Bauksit PT Gunung

    Bintan Abadi di Tanjung Pinang Bintan.

    BAGIAN III

    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    Dari pelaksanaan kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke

    TBBM Tanjung Uban dan ke lokasi Penambangan Bauksit PT Gunung Bintan

    Abadi dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

    1. Pelaksanaan pengolahan limbah berupa tanah terkontaminasi minyak di

    TBBM Tanjung Uban sudah dilakukan dengan kerja sama dengan pihak lain

    (PT Desa Air Cargo). Untuk itu perlu dilakukan evaluasi tentang legalitas

    perizinan dan kapasitas pihak mitra kerja pengolah limbah TBBM Tanjung

    Uban, apakah telah memenuhi perizinan, ketentuan dan standar yang ada

    serta menghentikan proses pengiriman ke pihak PT DAC selama proses

    pengecekan dari Kementerian LHK. Kalau tidak sesuai harus diputus

    hubungan kerjanya karena PT DAC yang mendapat kontrak untuk mengelola

    limbah Pertamina itu, ternyata menjualnya kembali ke PT. Holcim sebagai

    broker limbah.

    2. TBBM Tanjung Uban dalam hal ini PT Pertamina (Persero) perlu membuat

    perencanaan pemulihan lahan terkontaminasi yang pelaksanaanya perlu

    dikoordinasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

    3. Di TBBM Tanjung Uban ditemukan penempatan tanah terkontaminasi yang

    diduga cara penempatan limbah tanah terkontaminasi tersebut tidak sesuai

  • dengan ketentuan, namun hal ini masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih

    lanjut dan melihat dokumen terkait.

    4. Kerusakan lingkungan banyak terjadi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) akibat

    penyalahgunaan izin pertambangan dan pengelolaan limbah, Panja Limbah

    dan Lingkungan Komisi VII DPR RI bersama Kementerian ESDM dan

    Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan pendalaman

    dan evaluasi lebih lanjut terhadap perizinan pemanfaatan lahan untuk

    pembangunan smelter oleh PT Gunung Bintan Abadi, diantaranya tentang:

    a. Perizinan lingkungan hidup,

    b. Pencabutan Izin ekspor sesuai rekomendasi dari Kementerian ESDM RI

    c. Verifikasi dengan melakukan deliniasi peta fisik eksisting proyek

    dibandingkan dengan rona awal dari dokumen atau overlay pembukaan

    lahan berdasarkan citra mulai proyek berjalan hingga saat ini.

    5. Panja Limbah dan Lingkungan Komisi VII DPR RI perlu melakukan

    pembahasan secara intensif dalam RDP di DPR dengan Kementerian ESDM,

    Kementerian LHK, KemenDag RI, Gubernur kepri, Kadis ESDM dan LHK

    Prov.Kepri serta Jampidsus dan Bareskrim Polri untuk diminta data serta

    keterangan yang lebih lengkap terkait evaluasi izin PT GBA dan izin terhadap

    pertambangan ilegal, pencabutan Izin ekspor serta kerusakan lingkungan

    hidup akibat kegiatan tambang ilegal di Kepulauan Riau.

    PENUTUP

    Demikian Laporan Kegiatan Kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI,

    sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi Pengawasan DPR RI untuk

    dapat ditindaklanjuti.

    Jakarta, Maret 2019

    Tim Kunjungan Komisi VII DPR RI

    Ketua Tim,

    Muhammad Nasir