penulisan makalah ini dibatasi pada konsep web viewreviu yang akan dilakukan berdasarkan pp tersebut...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memperbaiki pengelolaan, pencatatan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan
atas keuangan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah ditetapkan paket
undang-undang di bidang keuangan negara. Dengan adanya paket undang-undang tersebut,
yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan
transparan.
Akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan Pemerintahan baru dapat dicapai jika
seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan
di instansi masing-masing. Sistem pengendalian intern (SPI) adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk memperkuat dan menunjang
efektivitas SPI dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang dilaksanakan oleh aparat
pengawasan intern Pemerintah (APIP).
Berkaitan dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, menurut pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Salah satu lingkup pemeriksaan BPK adalah
pemeriksaan keuangan, dan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN),
sebelum melaksanakan pemeriksaan keuangan tersebut dibutuhkan pemahaman yang
memadai atas pengendalian intern dari entitas yang nantinya sebagai dasar pengujian
1
terhadap SPI yang meliputi pengujian terhadap efektivitas desain dan implementasi sistem
pengendalian intern.
Selanjutnya dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
disebutkan pula bahwa: “Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan
intern Pemerintah.” Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan oleh BPK
dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada
kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan
negara. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam tulisan ini penulis mengambil judul “Sinergi
antara BPK dan APIP dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan Pemerintah”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, pokok permasalahan yang ingin
dianalisis dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk sinergi antara BPK dan APIP dalam meningkatkan kualitas laporan
keuangan Pemerintah?
2. Apakah yang menjadi kendala penerapan sinergi BPK dan APIP dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan Pemerintah dan bagaimana menghadapinya?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Menjelaskan bentuk sinergi antara BPK dan APIP dalam meningkatkan kualitas laporan
keuangan Pemerintah.
2. Menjelaskan kendala dari penerapan sinergi BPK dan APIP dalam meningkatkan kualitas
laporan keuangan Pemerintah dan rekomendasi untuk menghadapinya.
D. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini dibatasi pada konsep sinergi antara BPK dan APIP dalam
meningkatkan kualitas laporan keuangan Pemerintah, kendala dalam penerapan sinergi antara
BPK dan APIP, serta langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghadapi kendala
tersebut.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kewajiban Pelaporan dan Sistem Pengendalian Intern
Pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan merupakan salah satu bentuk
akuntabilitas penyelenggara Pemerintahan kepada rakyat melalui perwakilannya di lembaga
legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 telah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola
keuangan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah diwajibkan untuk
menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana,
termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Sistem akuntansi tersebut digunakan
sebagai sarana penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah berdasarkan standar
akuntansi Pemerintahan yang berlaku. Laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sekurang-
kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara/daerah
dan badan lainnya. Selanjutnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran, Presiden selaku kepala Pemerintahan di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota
selaku kepala Pemerintahan di daerah menyampaikan laporan keuangan Pemerintah
pusat/daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun sebelumnya, dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur
dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh. Wewenang tersebut didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan
sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan masing-masing. Gubernur/bupati/walikota
mengatur lebih lanjut dan meyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan
pemerintah daerah yang dipimpinnya.
Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
3
peraturan perundang-undangan. Pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit,
reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas
dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan
telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien
untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
B. Pemeriksaan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal pemerintah melaksanakan audit
atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah tersebut berdasarkan standar pemeriksaan
yang berlaku. Jangka waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah
pusat/daerah oleh BPK ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
harus diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Alasannya, Presiden dan
Gubernur/Bupati/Walikota sudah harus menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
C. APIP dan Fungsinya
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPI dilakukan pengawasan intern atas
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi Pemerintah. Pengawasan intern merupakan salah
satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian
independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan
pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia,
kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Dengan melakukan pengawasan,
pemerintah diharapkan dapat menjalankan kegiatan dengan efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel. Pentingnya pengawasan membuat pemerintah membentuk APIP sebagai pelaksana
pengawasan intern kegiatan pemerintahan
Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud terdiri atas: 1) BPKP;
2) Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan
intern; 3) Inspektorat Provinsi; dan 4) Inspektorat Kabupaten/Kota.
Aparat pengawasan intern Pemerintah melakukan pengawasan intern dengan cara: 1)
audit; 2) reviu; 3) evaluasi; 4) pemantauan; dan 5) kegiatan pengawasan lainnya. Kegiatan
audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan
penjaminan kualitas (quality assurance).
4
D. Reviu atas Laporan Keuangan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 mewajibkan laporan keuangan direviu
oleh APIP sebelum diserahkan kepada BPK untuk diaudit. Reviu atas laporan keuangan
departemen dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dan reviu laporan keuangan Pemerintah
daerah (LKPD) dilakukan oleh Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.
1. Pengertian Reviu atas Laporan Keuangan
Menurut pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006: Reviu yang dilakukan
dimaksudkan untuk memberikan keyakinan terbatas atas laporan keuangan dalam rangka
pernyataan tanggung jawab (statement of responsibility) atas laporan keuangan tersebut.
Pernyataan tanggung jawab memuat pernyataan bahwa laporan keuangan telah disusun
berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan sesuai dengan standar akuntansi
Pemerintahan (SAP). Reviu yang akan dilakukan berdasarkan PP tersebut harus meliputi
reviu atas sistem pengendalian intern dan kesesuaian dengan SAP. Namun demikian, sistem
pengendalian intern yang direviu dibatasi pada pengendalian yang berkaitan dengan
penyusunan laporan keuangan. Reviu dimaksudkan untuk memberikan keyakinan akurasi,
keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum
disampaikan oleh pejabat pengelola keuangan kepada menteri/pimpinan lembaga dan kepala
daerah. Jadi sebelum menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah menandatangani surat
pernyataan tanggung jawab maka APIP harus melakukan reviu terlebih dahulu.
Pengertian reviu atas laporan keuangan menurut Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP): Pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar
memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi
material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia atau sesuai dengan basis akuntansi
komprehensif yang lain. Reviu tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern,
pengujian atas catatan akuntansi, dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan
dengan cara pemerolehan bahan bukti dan prosedur tertentu lainnya yang biasanya
dilaksanakan dalam suatu audit.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006
Tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga:
Prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan
5
analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus
dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
2. Konsep Reviu atas Laporan Keuangan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas konsep dasar reviu adalah sebagai berikut.
a. Reviu dilaksanakan secara paralel dengan penyusunan laporan keuangan Pemerintah.
Reviu paralel dimaksudkan untuk memperoleh informasi tepat waktu agar koreksi dapat
dilakukan segera.
b. Reviu tertuju pada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak
memberikan keyakinan akan semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.
Reviu memberikan keyakinan bagi APIP bahwa tidak ada modifikasi
(koreksi/penyesuaian) material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan
keuangan yang direviu sesuai dengan SAP, baik segi pengakuan, penilaian,
pengungkapan dan sebagainya.
c. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan suatu pendapat (opini) seperti halnya
dalam audit, meskipun reviu mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern secara
terbatas.
d. Tidak dilakukan pengujian terhadap kebenaran substansi dokumen sumber seperti
perjanjian kontrak pengadaan barang dan jasa, bukti pembayaran/kuitansi, dan berita
acara fisik atas pengadaan barang dan jasa.
e. Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan, APIP harus memahami secara garis besar
sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis
akuntansi yang digunakan untuk menyajikan laporan keuangan.
Kompetensi umum yang perlu dimiliki oleh pelaksana reviu adalah:
a. Pemahaman mengenai akuntansi, khususnya akuntansi sektor publik/Pemerintahan,
termasuk pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan,
b. Pemahaman mengenai sistem pengendalian intern.
Dalam pelaksanannya, reviu berbeda dengan audit yaitu
a. Reviu tidak menguji bukti, hanya sampai alur dari jurnal-buku besar-laporan keuangan.
6
b. Reviu atas sistem pengendalian intern terbatas pada pengendalian akuntansi, berupa
proses akuntansi pendapatan, pengeluaran, aset, dan non-kas.
Hasil reviu ini kemudian disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga dan kepala
daerah untuk dijadikan dasar menerbitkan pernyataan tanggung jawab menteri/pimpinan
lembaga dan kepala daerah (statement of responsibility). Pernyataan tersebut antara lain
menyatakan bahwa “Laporan Keuangan telah disusun dengan sistem pengendalian intern
yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan”. Selanjutnya, jika dalam
audit oleh BPK ditemukan salah saji dan diperlukan koreksi-koreksi, APIP sepatutnya
mendampingi pejabat pengelola keuangan dalam proses exit meeting dan menyusun laporan
keuangan yang telah diaudit sesuai koreksi dari audit eksternal (BPK).
7
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Sinergi BPK dan APIP
Selama ini, untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, BPK
telah berinisiatif untuk melakukan beyond the call of duty yang secara tidak langsung berhasil
meningkatkan kinerja pemerintah dalam bidang pertanggungjawaban keuangan negara.
Inisiatif ini dilaksanakan dengan meningkatkan sinergi bersama pihak-pihak terkait yaitu
lembaga-lembaga negara dan aparat pemeriksa/pengawas lainnya. Keenam inisiatif beyond
the call of duty yang telah dilakukan BPK itu adalah:
1. Pemerintah menandatangani manajemen representatif.
2. Pemerintah menentukan kapan mencapai opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
3. Pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP untuk memperbaiki
sistem keuangan daerah.
4. Mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum (BLU), BUMN, agar menjadi
lebih mandiri dan korporatis.
5. DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik untuk mendorong pemerintah daerah dan
menindaklanjuti temuan BPK.
6. Dalam lingkungan makro, ditingkat Departemen, Depdagri, Depkeu dan departemen
teknis berkoordinasi untuk menyusun suatu esain dalam melaksanakan paket tiga UU
Keuangan Negara tahun 2003-2004
BPK RI memandang fungsi APIP bukan sekadar pengawas intern pemerintah, tapi
juga merupakan mitra strategis BPK RI dalam melaksanakan tugas konstitusional BPK RI
dalam memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
Bentuk sinergi antara BPK RI dan APIP yang sangat mungkin dikembangkan di masa
depan antara lain: 1) BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil
reviu atas laporan keuangan pemerintah sehingga akan mengurangi waktu pemeriksaan BPK
RI, 2) APIP sebagai ujung tombak mendukung manajemen kementerian/lembaga dalam
pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian internal. APIP yang
profesional dan independen akan mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas
8
pengelolaan keuangan Kementerian/Lembaga. Dengan demikian, misi BPK sebagai
pemeriksa eksternal akan terbantu dengan keberadaan APIP.
B. Kendala yang Dihadapi
Ada beberapa kendala ataupun masalah yang muncul atau mungkin muncul dalam
rangka penerapan sinergi ataupun yang berpengaruh sebelum sinergi tersebut diterapkan.
Keterbatasan waktu yang diamanatkan undang-undang untuk dapat memenuhi jadwal yang
sangat ketat dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
oleh BPK, yaitu dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan tentu saja diperlukan pengelolaan
sumber daya dan dana yang dimiliki dan tersedia pada BPK yang terbatas. Dengan kendala
keterbatasan waktu dan sumber daya tersebut dikhawatirkan audit yang dilakukan oleh BPK
tidak sesuai dengan standar audit sehingga laporan hasil audit dari BPK tersebut malah
menyesatkan pihak-pihak yang menggunakan informasi hasil audit BPK tersebut.
Opini BPK atas LKKL tahun 2006-2008Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2006-2008
Sampai saat ini pelaksanaan reviu atas laporan keuangan yang dilakukan oleh APIP
sebelum disampaikan kepada BPK untuk diaudit, ternyata masih belum sepenuhnya dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal ini terbukti dari masih banyaknya
laporan keuangan pemerintah baik di tingkat kementerian/lembaga maupun di tingkat daerah
yang mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Untuk LKKL, pada tahun 2008 sebanyak 22%
dari 83 LKKL yang mendapatkan opini disclaimer dari BPK (lihat grafik). Hal ini
dimungkinkan terjadi karena tidak efektif dan efisiennya APIP dalam melaksanakan
fungsinya.
Selain tugas pengawasan yang dilakukan dengan audit; reviu; evaluasi; pemantauan;
dan kegiatan pengawasan lainnya, tugas-tugas yang dilaksanakan oleh APIP juga banyak
9
melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi
pemerintah sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki pada saat ini. Hanya saja, masih sering
terdengar suara sumbang yang mengecilkan peran dan arti penting APIP dalam membantu
terwujudnya good governace pada sektor publik.
Berkaitan dengan sinergi pengawasan, sampai saat ini masih terjadi tumpang tindih
pemeriksaan. Serta masih melekatnya paradigma rivalitas antara BPK dan APIP dalam
melaksanakan fungsinya masing-masing terutama berhubungan dengan Pemerintah Daerah.
Masalah selanjutnya berupa KPK menilai saat ini tingkat laporan APIP tentang
pelanggaran hukum masih rendah, sehingga dugaan tindak pidana korupsi relatif tidak
ditindak dengan memadai. Rendahnya tingkat laporan itu antara lain disebabkan oleh rasa
sungkan aparat pengawas internal terhadap pimpinan instansi. Dengan tidak dilaporkannya
tindak pelanggaran hukum yang terjadi di suatu instansi, maka keterbukaan dan tata kelola
Pemerintah yang baik tidak akan pernah terpenuhi. Menurut Ryaas Rasyid sistem yang
berlaku sekarang tidak memungkinkan aparat pengawas internal untuk memutuskan hukuman
terhadap pelanggaran aturan di suatu instansi. APIP hanya bisa melaporkan dugaan
pelanggaran ke pimpinan instansi, departemen, atau kementerian. Keputusan untuk
menindaklanjuti laporan itu ada di tangan pimpinan.
C. Rekomendasi untuk Menghadapi Kendala
Permasalahan keterbatasan waktu dalam pemeriksaan laporan keuangan pemerintah
yang dilakukan oleh BPK sebenarnya telah diantisipasi dengan pasal 9 ayat (3) UU Nomor 15
tahun 2004 “Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa
dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.” Dengan kata lain
BPK dapat melakukan outsourcing. Penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar
BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa dan/atau tenaga
ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan. Sinergi dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan koordinasi bersama pemerintah untuk memperluas cakupan pemeriksaan
melalui pemeriksaan yang bekerja untuk dan atas nama BPK, KAP, serta APIP. Khusus
untuk penggunaan pemeriksa yang berasal dari aparat pengawasan intern pemerintah
diperlukan penugasan dari pimpinan instansi yang bersangkutan. Namun di sisi lain, hal ini
juga mengakibatkan perlunya tambahan sumber dana agar dapat dilaksanakan.
Sehubungan dengan permasalahan masih kurang efektif dan efisiennya APIP dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dapat diminimalkan dengan adanya kerjasama antara
10
BPKP dan APIP lainnya, khususnya APIP Pusat. Pengembangan sinergi pengawasan sesama
APIP dapat dilakukan dengan cara mutual adjustment melalui koordinasi yang baik, direct
supervision melalui proses peer review (telaahan sejawat), serta standardisasi input, proses
kerja maupun output. Selanjutnya, upaya pengembangan sinergi pengawasan APIP dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penajaman peran jajaran APIP dalam struktur pengawasan intern secara keseluruhan.
Dalam kaitan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) yang bertanggung
jawab di bidang koordinasi pengawasan dapat memainkan peran menyinergikan gerak
dan langkah pengawasan intern dalam rangka mendorong peningkatan kinerja organisasi
pemerintahan dan membangun good governance. Dalam konteks penajaman peran ini
pun, perlu pula dikukuhkan APIP yang secara teknis berfungsi sebagai middle line.
2. Penerapan standar dan kode etik pada jajaran APIP.
Dengan karakteristik yang relatif spesifik mengingat basis disiplin keilmuan dan
profesinya yang meliput berbagai disiplin ilmu, fungsi pengawasan intern perlu
merevitalisasi penerapan standar dan kode etik dalam pelaksanaan tugas pengawasan.
Dengan penerapan standar dan kode etik secara sungguh-sungguh dan konsisten, maka
pola perilaku aparat pengawasan dapat terprediksi dan terkendali. Hal ini berarti bahwa
secara tidak langsung akan terwujud standardisasi keahlian, keterampilan dan
pengetahuan sumber daya manusia pengawasan, standardisasi proses kerja pelaksanaan
audit, serta standardisasi hasil kerja audit pada tataran mikro yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada tataran makro.
3. Pengembangan prosedur kerja dan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.
Prosedur kerja baku perlu dikembangkan untuk menginternalisasikan proses sinergi
pengawasan, baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, serta pemantauan
dan evaluasi tindak lanjut. Bagi instansi diberlakukannya komputerisasi pelaporan
keuangan yang terstandar adalah salah satunya, hubungannya dengan BPK nantinya
adalah lebih mudahnya pemeriksaan keuangan yang akan dilakukan BPK dengan
menggunakan e-audit (elektronik audit). Dengan mengembangkan pola hubungan data
dan informasi antara BPK dan instansi untuk menciptakan suatu pusat data BPK. Strategi
link and match diawali dengan mengidentifikasikan sumber informasi apa yang
diperlukan BPK dari berbagai lembaga/kementerian atau badan. Data ini dapat berupa
data finansial maupun non finansial yang diolah serta digunakan dalam proses
pemeriksaan secara elektronis.
11
Tuntutan perubahan dan ruang lingkup pekerjaan APIP yang sangat luas dan
komprehensif, untuk menjamin kualitas hasil pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak
sumber daya manusia dengan berbagai jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman
tersebut, diperlukan suatu program pendidikan, pelatihan yang profesional dan berkelanjutan,
bimbingan teknis, serta pendampingan.
Berkaitan dengan sinergi pengawasan, disampaikan bahwa untuk menghindari adanya
tumpang tindih pemeriksaan, maka permasalahan RMP (Rencana Mulai Penugasan) agar
dapat dikoordinasikan, sehinga APIP tetap dapat melaksanakan PKPT (Program Kerja
Pemeriksaan Tahunan) dan BPK tetap dapat melaksanakan RKP (Rencana Kegiatan
Pemeriksaan). Berkaitan dengan hubungan APIP dan BPK dalam pelaksanaan tugasnya,
maka diperlukan adanya perubahan paradigma dari “rivalitas” menjadi “komplementari”.
Implementasinya adalah BPK melakukan Audit Keuangan terhadap Laporan Keuangan
Pemerintah yang menghasilkan opini, sementara itu APIP, membantu Pemerintah untuk
menyiapkan Laporan Keuangan Pemerintah sesuai dengan SAP dan dilaksanakan dalam SPI
yang memadai.
Dalam hal rendahnya tingkat laporan APIP ke aparat penegak hukum, dapat diusulkan
APIP diberi kewenangan luas untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran aturan. Pengawas
internal harus punya otoritas untuk menentukan hukuman terhadap suatu dugaan
pelanggaran. Selain itu, perlunya suatu pemberdayaan pengawasan intern bagi APIP,
pemberdayaan pengawasan internal tersebut adalah tugas dan wewenang KPK, seperti tertera
dalam UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Aturan itu menyebutkan, KPK berwenang
melakukan koordinasi dan supervisi terhadap institusi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi, serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan
12
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Bentuk sinergi antara BPK dan APIP antara lain: 1) BPK dapat memanfaatkan hasil
pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan keuangan pemerintah sehingga akan
mengurangi waktu pemeriksaan BPK, 2) APIP sebagai ujung tombak mendukung manajemen
kementerian/lembaga dalam pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem
pengendalian internal.
Fungsi APIP yang berjalan dengan baik akan menghasilkan keluaran yang berharga
untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif, dan legislatif dalam
memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara pada waktu yang akan
datang. Oleh sebab itu, fungsi pengawasan intern yang dilakukan oleh APIP lebih
diberdayagunakan dan dilaksanakan bersinergi dengan kebutuhan pelaksanaan pemeriksaan
oleh BPK demi tercapainya laporan keuangan yang lebih berkualitas dan lebih jauh lagi demi
tercapainya good governance yang tercermin pada terwujudnya transparansi, akuntabilitas,
kejujuran, dan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa permasalahan yang muncul atau mungkin muncul di antaranya adalah
keterbatasan waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan oleh BPK. Reviu atas laporan
keuangan yang dilakukan oleh APIP masih belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan pemerintah. Tuntutan perubahan dan luasnya ruang lingkup tugas dan
fungsi APIP. Tingkat laporan APIP tentang pelanggaran hukum masih rendah.
B. Saran
Agar sinergi antara APIP dan BPK berjalan diperlukan peningkatan efektivitas
pengawasan oleh APIP yang ditandai adanya nilai tambah hasil pengawasan tersebut bagi
instansi atau lembaga, laporan tindak pidana ke aparat penegak hukum dalam hal ini jika
terjadi tindak pidana APIP tidak lagi segan-segan melaporkan. Perlu peningkatan kompetensi
khususnya bagi aparat pengawasan intern agar lebih tanggap dalam menghadapi perubahan
melalui program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan berkelanjutan, bimbingan
teknis dan pendampingan. Yang terakhir, diperlukan sinkronisasi fungsi antara APIP dan
BPK dan perubahan paradigma dari “rivalitas” menjadi “komplementari”.
13
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
________________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
________________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
________________, Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
________________, Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
________________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008
Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Menteri Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 4 tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
BPK RI, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara.
BPK RI, 2010, Siaran Pers: 63 Tahun BPK RI ”BPK Tingkatkan Sinergi untuk Mendorong
Transparansi dan Akuntabilitas”.
BPK RI, 2010, Siaran Pers: BPK dan APIP Tingkatkan Sinergi ”Peningkatan Transparansi
dan Akuntabilitas Keuangan Negara”.
PSAR No 01, SAR Seksi 100 Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan.
Kuntadi, Cris. 2009. Peran Akuntansi dan Audit dalam Transformasi Tata Kelola (Good
Governance)Instansi Pemerintahan yang Akuntabel, Transparan, dan Berbasis
Kinerja.
Kuntadi, Cris. 2010. Peningkatan Kapasitas Auditor Internal dalam Pelaksanaan Reviu Atas
Laporan Keuangan.
14
Marsono, Reformasi Kelembagaan Pengawasan Internal Pemerintah: Strategi Menuju
Efisiensi dan Harmonisasi Pengawasan.
Wakhyudi, Pemberdayaan Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance pada
Sektor Publik.
http://www.antaranews.com/berita/1250093014/kpk-laporan-pengawas-internal-pemerintah-
masih-rend ah diakses pada 10 Agustus 2010
http://www.bpkp.go.id/viewberita.php?aksi=view&start=0&id=3227 diakses pada 10
Agustus 2010
15