penurunan kadar merkuri (hg) melalui metode …
TRANSCRIPT
PENURUNAN KADAR MERKURI (Hg) MELALUI METODE CONSTRUCTED WETLAND PADA AIR LIMBAH TAILING TAMBANG
EMAS RAKYAT PONGKOR, JAWA BARAT
Aulia Qisthi1, Setyo Sarwanto Moersidik2, Hanies Ambarsari3
1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
3. Balai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kawasan PUSPIPTEK,Tangerang, 15314, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Hingga saat ini kasus pencemaran air limbah tailing akibat pertambangan emas rakyat di Pongkor, Jawa Barat masih termasuk dalam kategori yang cukup memprihatinkan. Tingginya kadar merkuri pada air limbah yang melebihi baku mutu lingkungan, membuat kebutuhan pengolahan air limbah tambang emas rakyat menjadi penting untuk dilaksanakan. Pada penelitian ini, metode constructed wetland dengan menggunakan tanaman Phragmites Australis digunakan untuk mengurangi kadar merkuri pada air limbah tersebut. Air limbah yang digunakan pada penelitian terdiri dari limbah asli tambang emas rakyat Pongkor dengan kadar 27 ppb dan limbah buatan dengan kadar 30 ppb, 60 ppb dan 90 ppb. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efisiensi penurunan kadar merkuri yang dihasilkan adalah sebesar 99,8% pada air limbah buatan dengan kadar 60 ppb dan 90 ppb, serta sebesar 99,6% pada air limbah asli dan air limbah buatan kadar 30 ppb. Tingkat akumulasi Hg tertinggi ditemukan di bagian akar tanaman dengan konsentrasi merkuri total pada bagian akar, batang dan daun tanaman adalah sebesar 3,502 mg/kg, 5,102 mg/kg dan 12,066 mg/kg pada air limbah buatan kadar 30 ppb, 60 ppb dan 90 ppb.
Reducing Levels of Mercury (Hg) Through Constructed Wetland Method In Artisanal And Small-Scale Gold Mine Tailing Pongkor, West Java
Abstract
Water contamination due to artisanal and small-scale gold mine activity at Pongkor, West Java is still in an alarming condition. The high level of mercury in gold mine tailing wastewater in Pongkor, West Java, has exceeded government regulations on the standard of wastewater quality. This has increased the need for the implementation of wastewater treatment. In this study, a constructed wetland method was applied to reduce the levels of mercury (Hg) in gold mine tailing with Phragmites Australis. Wastewater which was used in this study consisted of original gold mine tailing wastewater that was contaminated by mercury up to 27 ppb and artificial wastewater consisting of various doses of mercury in 30 ppb, 60 ppb and 90 ppb levels. The results showed that the efficiency levels of mercury after treatment reached 99.6% in both the
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
original wastewater as well as 30 ppb wastewater of mercury, while the efficiency levels for wastewater of 60 ppb and 90 ppb levels of mercury reached 99.8%. This study also showed that the highest accumulation of mercury was found in the roots, with a total accumulation mercury in Phragmites Australis of 3.502mg/kg, 5.102 mg/kg and 12.066 mg/kg in artificial wastewater at 30 ppb, 60 ppb and 90 ppb levels.
Keywords: Artisanal and Small-Scale Gold Mine, Constructed Wetland, Mercury, Pongkor, Tailing
Pendahuluan
Merkuri merupakan ancaman global bagi manusia dan lingkungan (UNEP, 2013). Setidaknya
merkuri termasuk dalam daftar enam polutan berbahaya dunia oleh IPCS (International
Programme on Chemical Safety) dan satu dari 10 bahan kimia berbahaya dunia yang menjadi
fokus utama terkait permasalahan kesehatan masyarakat (WHO, 2013). Merkuri (Hg) adalah
unsur dari logam berat yang dapat ditemukan di udara, air, dan tanah melalui tiga bentuk, yakni
merkuri metalik atau merkuri elemental (Hg0), merkuri inorganik (Hg2+), dan merkuri organik
(CH3Hg) (EPA, 2014). Aktivitas manusia, terutama pertambangan dan pembakaran batu bara
telah meningkatkan konsentrasi dan mobilitas merkuri di udara, air permukaan, tanah, dan laut
(UNEP, 2013). Hal tersebut tak terkecuali diakibatkan oleh aktivitas yang dilakukan para
penambangan emas rakyat.
Hingga saat ini diperkirakan 10-15 juta orang masih melakukan praktik penambangan emas
rakyat yang tersebar di seluruh dunia (UNIDO, 2004). Praktik ini tak terkecuali terjadi di
Indonesia. Tambang emas rakyat adalah kegiatan penambangan untuk mencari keuntungan yang
memproduksi batuan (Run-off Mine) kurang dari 100.000 t/a (metrik ton per tahun) dan
denganmenggunakan prinsip sederhana dalam pengolahan mineral, tanpa memperhatikan
prinsip-prinsip keteknikan dan ekologi setempat (Seccatore, et.al., 2014). Metode yang paling
banyak digunakan oleh pertambangan emas rakyat adalah melalui proses amalgamasi dengan
merkuri (Lacerda & Salomons, 1998). 10-15 juta penambang rakyat yang tersebar di 70 negara
di dunia, melakukan ekstraksi emas hingga 350 metrik ton per tahun dengan pelepasan mekuri ke
lingkungan hingga 640-1350 metrik ton pertahun (Telmer & Veiga, 2008). Maka pertambangan
emas rakyat menjadi konsumen pengguna merkuri tertinggi di dunia (UNEP, 2013).
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Tingginya harga emas yang terus meningkat, kerap memikat para penambang emas rakyat untuk
terus melakukan penambanganan (Hylander, et. al., 2007). Sayangnya penambangan tersebut
tidak diiringi dengan kesadaran akan bahaya merkuri bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya.
Diketahui penurunan kualitas lingkungan akibat praktik penambangan emas rakyat terus
meningkat (Hidayati, Juhaeti, & Syarif, 2009). Penurunan kualitas lingkungan tersebut terjadi
akibat adanya pembuangan limbah tailing hasil produksi penambangan emas dengan merkuri
secara bebas ke lingkungan. Limbah tailing yang merupakan sisa dari pengolahan penambangan
tersebut yang memiliki potensi sangat besar dalam meningkatkan zat pencemar pada lingkungan.
Potensi ini berasal dari kandungan logam berat merkuri yang dimilikinya yang dapat
menimbulkan kontaminasi terhadap air permukaan, air tanah, dan sungai sekitar.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pengelolaan agar dapat meminimalisasi potensi
pencemaran pada lingkungan. Metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah melalui
metode lahan basah buatan (constructed wetland). Lahan basah buatan adalah salah satu cara
pengolahan limbah dengan menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang
memanfaatkan tanaman pada prosesnya. Sistem penjernihan air di lahan basah ini memiliki
prinsip self purification, di mana tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama proses
berlangsung (Hammer, 1986).
Sistem lahan basah buatan (constructed wetlands) dapat terbukti secara efektif dalam
menghilangkan padatan yang tersuspensi, polutan organik, dan nutrien dari air limbah
(Vyamazal, 2008). Sistem lahan basah buatan pun dapat menghemat energi, biaya pembangunan
dan operasional yang lebih murah, dan dapat membentuk ekosistem baru, dan memberi nilai
estetika pada suatu tempat (Kent, 2001).
Tinjauan Teoritis
Lahan basah buatan (constructed wetland) adalah sistem pengolahan air limbah yang terdiri atas
kolam atau saluran yang ditanami oleh tanaman air, dan bergantung pada proses mikrobiologi,
kimia, dan fisika dalam mengolah air limbah (USEPA, 1999). Dalam perkembangannya, lahan
basah buatan dapat mengalami suksesi sehingga tampak seperti ekosistem alami (Wibowo et al,
1996). Lahan basah buatan (constructed wetland) adalah salah satu cara pengolahan limbah
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
dengan menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang memanfaatkan tanaman
dalam prosesnya, sistem penjernihan air di lahan basah ini memiliki prinsip self purification, di
mana tidak akan bahan kimia yang ditambahkan selama proses berlangsung (Hammer, 1986).
Lahan basah buatan dapat dibagi menjadi 2 buah sistem, yakni FWS (Free Water Surface) dan
SSF (Subsurface Flow system) seperti contoh gambar berikut ini :
Gambar 1. Tipe-Tipe Aliran Lahan Basah Buatan
(a) Horizontal sub-surface flowdan (b) Free Water Surface Flow
Sumber: (USEPA, 1999)
Secara umum metode perancangan lahan basah buatan adalah mengklasifikasi dari loading rate
per unit area saat diberikan polutan / air limbah nantinya (USEPA, 1999). Perancangan lahan
basah buatan merupakan hal yang sangat penting dan perlu dipikirkan secara matang dalam
rangka memperoleh tujuan untuk mengelola air limbah, air hujan, banjir dan sebagai sarana
edukasi dan rekreasi bagi masyarakat. Berikut adalah kriteria perancangan lahan basah buatan
berdasarkan (ITRC, 2003) :
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Tabel 1. Kriteria Perancangan Lahan Basah Buatan
Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan metode lahan basah buatan (constructed wetland) dimana
perancangan lahan basah buatan mengacu pada kriteria desain yang terdapat pada buku pedoman
Interstate Technology and Regulatory Council (ITRC, 2003). Perancangan lahan basah buatan
pada penelitian termasuk dalam kategori aliran free water surface (FWS) dengan tanaman yang
ditanam adalah tanaman Parupuk (Phragmites Australis) berusia 2-3 bulan. Lahan basah buatan
dirancang dengan sistem batch sehingga pengisian air limbah hanya dilakukan satu kali pada
awal penelitian. Lahan basah buatan akan dilakukan pada media plastik, dengan spesifikasi
tinggi 40 cm dan diameter 39 cm dan media yang digunakan adalah tanah, kompos, dan kerikil.
Terdapat dua jenis air limbah yang digunakan pada penelitian ini, yakni air limbah buatan dan air
limbah asli tailing tambang emas Pongkor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil sampling yang
diperoleh, air limbah tailing tambang emas rakyat diketahui memiliki kadar Hg antara 27 ppb -
81,5 ppb. Berdasarkan data tersebut, variasi air limbah buatan ditetapkan sebesar 30 ppb, 60 ppb
dan 90 ppb. Pembuatan limbah buatan sintetis menggunakan senyawa merkuri klorida (HgCl2)
untuk membentuk konsentrasi larutan yang diinginkan.
Penelitian diawali dengan melakukan penanaman tanaman pada media tanaman dan reaktor yang
disediakan. Selanjutnya adalah mengalirkan air limbah ke dalam reaktor yang telah disediakan.
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Adapun penelitian akan dilakukan selama 5 hari, dan dengan waktu detensi yang ditetapkan
selama 1 hari maka pada hari dimana air limbah dimasukkan akan dikategorikan menjadi hari ke-
0 dan pengecekan Hg akan dilakukan pada Hari ke-1, 2, 3, 4, 5. Analisa kadar merkuri pada air
limbah dilakukan dengan alat AAS (Spektrofotometer Absorpsi Atom). Pada akhir percobaan
dilakukan pemanenan tanaman, menimbangnya dan mengeringkan tanaman untuk akhirnya
dilakukan analisa Hg pada tanaman yang dilakukan sesuai referensi dalam buku Handbook of
Reference Methods for Plant Analysis (Kalra, Y. P.,1998). Berikut adalah ilustrasi rancangan
penelitian :
Gambar 2. Rancangan Penelitian
Hasil Penelitian
Pengambilan sampel air limbah tailing tambang emas rakyat dilakukan langsung pada area
penambangan rakyat yang berada di Pongkor. Pengambilan sampel pertama diawali di kediaman
PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) Bapak Sahali (S: 06o 39’ 12” dan E: 106o 34’ 11”).
Pengambilan sampel kedua dilakukan pada kediaman PETI Bapak Edih (S: 06° 39' 12.639" dan
E: 106° 34' 13.9182"). Lokasi pengambilan sampling air ketiga dilakukan di lokasi PETI Bapak
Teguh (S: 6°39'12.6" E: 106°34'13.9") dan terakhir di lokasi Bapak Abih (S: 06o 39’ 12” dan E:
106o 34’ 11”). Berikut adalah lokasi Penambangan Emas Rakyat Pongkor, Jawa Barat.
Reaktor2(30ppb)
Reaktor4(60ppb)
Reaktor6(90ppb)
Reaktor1(30ppb)
Reaktor3(60ppb)
Reaktor5(90ppb)
Running1 Running2(duplo)
PengujiandenganLimbahAsliTailingTambangRakyat
Reaktor7
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Gambar 3. Lokasi Penambangan Emas Rakyat Pongkor
Berdasarkan sampling yang telah dilakukan, berikut adalah tabel rekapitulasi hasil pengujian
limbah Penambangan Emas Rakyat di Pongkor, Jawa Barat :
Tabel 2. Hasil Pengujian Limbah PETI Pongkor Bulan Februari-Mei 2015
Parameter Satuan Hasil
Pengujian Tahap 1
Hasil Pengujian Tahap 2
Hasil Pengujian Tahap 3
Hasil Pengujian Tahap 4
BML
Hg ppb 67 83 55 27 5 - 80 75 - 5
pH - 6,9 7 6.9 6.9 6-9 Suhu oC 25,1 26.1 25.1 2.6 -
Baku mutu lingkungan yang digunkan pada penelitian ini mengacu pada baku mutu lingkungan
sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga.
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Setelah melakukan sampling, penelitian dilanjutkan pada sistem lahan basah buatan. Hasil
penelitian menunjukkan sistem lahan basah buatan yang digunakan dapat melakukan penurunan
kadar merkuri dengan baik pada air limbah sintetis dan limbah asli. Berikut adalah tabel tingkat
konsentrasi Hg pada sistem lahan basah buatan selama penelitian :
Tabel 3. Konsentrasi Hg Pada Air Limbah
Konsentrasi Hg (ppb) Hari ke- 30 ppb 60 ppb 90 ppb Limbah Asli
0 33,36 63,4 87,48 27,50 1 5,44 4,45 24,48 4,52 2 3,93 1,99 13,74 2,35 3 0,79 1,28 8,17 <0,1 4 <0,1 <0,1 3,39 <0,1 5 <0,1 <0,1 <0,1 <0,1
Berdasarkan Tabel.1 diketahui penurunan kadar Hg pada air limbah selama penelitian berhasil
mencapai baku mutu lingkungan sesusai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan
Bijih Emas dan atau Tembaga, dimana kadar maksimum limbah cair hasil kegiatan
pertambangan emas yang mengandung Hg adalah sebesar 5 ppb. Berikut dibawah ini adalah
tabel tingkat efisiensi akumulatif Hg pada sistem lahan basah buatan :
Tabel 4. Tingkat Efisiensi Penuruan Kadar Hg
Tabel Efisiensi Penuruan Kadar Hg (ppb)
Hari ke- 30 ppb 60 ppb 90 ppb Limbah Asli
1 82,534% 93,005% 71,942% 83,566% 2 87,482% 96,938% 84,290% 91,443% 3 97,375% 98,157% 90,652% 99,636% 4 99,697% 99,841% 96,120% 99,636% 5 99,697% 99,841% 99,886% 99,636%
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Berdasarkan tabel 2 dapat terlihat sistem lahan basah buatan (constructed wetland) dengan
tanaman Phragmites Australis memiliki tingkat efisiensi penurunan kadar Hg mencapai 99,8%
pada air limbah buatan kadar 60 ppb dan 90 ppb. Sedangkan pada limbah asli dan limbah buatan
kadar 30 ppb, tingkat efisiensi penurunan kadar Hg mencapai 99,6%. Pada penelitian ini,
dilakukan pula perhitungan total akumulasi Hg pada tanah yang memililki peran sebagai media
dari lahan basah buatan (constructed wetland) tersebut. Berikut adalah tabel total akumulasi Hg
pada tanah :
Tabel 5. Total Akumulasi Hg Pada Tanah
Total Akumulasi Hg Pada Tanah Nama Satuan Jumlah
Limbah Sintetis 30 ppb ppb 21 Limbah Sintetis 60 ppb ppb 27 Limbah Sintetis 90 ppb ppb 82 Limbah Asli 27 ppb ppb 16
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh adanya total akumulasi Hg dalam tanah berjumlah 21 ppb pada
air limbah sintetis 30 ppb, kadar 27 ppb pada air limbah sintetis 60 ppb dan kadar 82 ppb Hg
pada air limbah sintetis 90 ppb. Selanjutnya terdapat pula perhitungan total akumulasi Hg pada
tanaman Phragmites Australis yang digunakan pada penelitian sebagai tersebut :
Gambar 4.Total Akumulasi Hg Pada Tanaman Phragmites Australis
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Pada gambar 1 dapat terlihat bahwa tingkat akumulasi merkuri pada tanaman Phragmites
Australis lebih tinggi ditemukan di bagian akar dibandingkan dengan bagian batang dan daun.
Konsentrasi Hg yang ditemukan di akar berturut-turut adalah sebesar 1,574 mg/kg, 3,649 mg/kg,
8,758 mg/kg dan 3,858 mg/kg pada air limbah buatan merkuri dengan kadar 30 ppb, 60 ppb, 90
ppb dan limbah asli (27 ppb). Sedangkan konsentrasi Hg yang ditemukan pada bagian batang
tanaman adalah berturut-turut sebesar 1,542 mg/kg, 1,013 mg/kg, 2,774 mg/kg, 0,353 mg/kg dan
ditemukan kadar Hg sebesar 0,387 mg/kg, 0,457 mg/kg, 0,534 mg/kg dan 0,304 mg/kg pada
bagian daun tanamn untuk air limbah kadar 30 ppb, 60 ppb, 90 ppb dan limbah asli (27 ppb).
Berdasarkan gambar 1 dapat terlihat bahwa semakin tinggi kadar merkuri pada air limbah maka
semakin tinggi pula tingkat akumulasi Hg pada tanaman Phragmites Australis. Berikut adalah
total kadar Hg pada tanaman berturut-turut yakni sebesar 3,502 mg/kg, 5,120 mg/kg, 12,066
mg/kg dan 4,514 mg/kg pada air limbah buatan merkuri dengan kadar 30 ppb, 60 ppb, 90 ppb
dan limbah asli (27 ppb).
Pada penelitian ini terdapat pula parameter control dimana pH merupakan salah satu parameter
kontrol yang diujikan pada penelitian ini. Berikut adalah hasil pengujian pH selama penelitian
berlangsung :
Tabel 6. Derajat Keasaman Air Limbah
Hari ke- 30 ppb 60 ppb 90 ppb Kontrol
Positif Kontrol Negatif
Limbah Asli
0 6,895 6,835 6,81 6,8 6,8 6,9 1 6,46 6,47 6,485 6,47 6,46 6,47 2 6,41 6,4 6,4 6,41 6,4 6,4 3 6,405 6,4 6,39 6,4 6,41 6,41 4 6,56 6,55 6,545 6,54 6,54 6,54 5 6,63 6,64 6,645 6,65 6,65 6,65
Selain pengujian derajat keasaman (pH), dilakukan pula pengujian suhu pada air limbah selama
penelitian berlangsung. Berikut adalah tabel suhu pada air limbah selama penelitian :
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Tabel 7. Data Suhu Penelitian
Pembahasan
Proses penurunan kadar merkuri pada air limbah pada penelitian berlangsung selama 5 hari. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh El-Agroudy, 1999 yang menyebutkan bahwa
proses penyisihan merkuri pada umumnya memakan waktu yang relatif singkat. Selanjutnya
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses penghilangan konsentrasi merkuri
pada air limbah (El-Agroudy, 1999) yakni: (1) proses penyerapan logam berat pada tanaman, (2)
proses penguapan, (3) proses pembentukan senyawa kimia baru pada tanah dan (4) luas area
permukaan tanah.
Berdasarkan data pada tabel 5.2 dapat terlihat adanya penyerapan yang cukup tinggi kadar
merkuri dalam tanah yang berasal dari air limbah. Data ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kadar merkuri pada air limbah yang diberikan pada suatu sistem lahan basah buatan (constructed
wetland) maka jumlah akumulasi penyerapan merkuri pada permukaan tanah akan semakin
meningkat. Tingginya tingkat akumulasi pada merkuri di tanah disebabkan tanah merupakan
cadangan penyimpanan utama ketika pertama kali merkuri lepas dalam lingkungan (Odumo, et.
al., 2014). Hal ini pun sama dengan yang terjadi pada keadaan asli pada tambang emas rakyat di
Pongkor, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Juhaeti, 2009) diketahui
bahwa kadar konsentrasi merkuri (Hg) air limbah tailing memiliki kisaran antara 4,4 ppb – 392
ppb sedangkan pada sedimen tailing diketahui kadar konsentrasi Hg memiliki rentang 22,67
mg/kg – 598 mg/kg. Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa Hg dengan karakteristik logam
berat dapat sangat mudah terakumulasi dalam padatan berupa lumpur dan tanah. Kontaminan
Hari ke- 30 ppb 60 ppb 90 ppb Kontrol
Positif Kontrol Negatif
Limbah Asli
0 30,15 oC 30,50C 30,5 0C 30,5 oC 30,5 oC 29 oC 1 30,65 oC 31 0C 30,9 0C 31,1 oC 30,9 oC 30,9 oC 2 30,5 oC 30,7 0C 30,55 0C 30,5 oC 30,5 oC 30,6 oC 3 30,05 oC 30,1 0C 29,95 0C 29,8 oC 29,9 oC 29,9 oC 4 29,9 oC 29,85 0C 30 0C 29,9 oC 30,1 oC 29,9 oC 5 29 oC 28,9 0C 28,9 0C 28,9 oC 28,9 oC 29 oC
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
dengan jumlah kecil yang terakumulasi pada permukaan tanah dapat menjadi sumber
kontaminan contohnya berasal dari aktivitas pertambangan (Robles, et al., 2014)
Tanaman air dilaporkan dapat digunakan sebagai katalis alami dalam menyerap dan
mengakumulasi logam berat dari air limbah yang terkontaminasi dimana tanaman Phragmites
Australis merupakan tanaman yang paling sering digunakan dalam membantu melakukan
pengolahan air limbah pada lahan basah buatan (Vyamazal & Kropfelova, 2008).
Berdasarkan Gambar.1 menunjukkan tingkat akumulasi Hg pada akar tanaman memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi Hg pada batang dan daun di
dalam tanaman. Telah banyak sumber dan literatur yang mengemukakan terkait tingkat
penyerapan dan akumulasi logam berat pada tanaman air, hasil yang ditunjukkan pada tanaman
air Phragmites Australis adalah terlihat tingginya konsentrasi kadar logam pada akar, dengan
rendahnya konsentrasi kadar logam pada bagian tajuk tanaman (Windham, Weis, & Weis, 2003).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bonanno & Giudice, 2010) menunjukkan
bahwa organ tumbuhan bagian bahwa merupakan area utama dalam akumulasi penyerapan
logam Cd, Cr, Cu, Hg, Mn, Ni, Pb dan Zn. Namun tingkat absorpsi organik dan inorganik logam
berat merkuri oleh tanaman dari tanah lebih rendah dibandingkan dengan tingkat absorpsi logam
berat lain (Lodenius, 1980) hal ini bisa dikarenakan adanya barier saat perpindahan translokasi
merkuri dari akar tanaman menuju batang dan daun (Afrous, et. al., 2011).
Pada umumnya logam akan diserap melalui akar lalu naik menuju tajuk tanaman (Afrous, et. al.,
2011), namun berdasarkan penelitian oleh (Baldanatoni, et. al., 2004) terdapat beberapa variasi
kasus terkait absorpsi dan akumulasi logam berat pada akar dan tajuk tanaman. Berdasarkan
tabel 5.13 yang telah dipaparkan, dapat terlihat pula pada air limbah dengan 30 ppb Hg total Hg
yang diserap pada tanaman adalah sebesar 3,502 mg/kg, sedangkan pada kadar air limbah 60 ppb
total Hg yang diserap pada tanaman adalah sebesar 5,120 mg/kg dan pada kadar 90 ppb adalah
18,051 mg/kg. Hal ini memperlihatakan bahwa kadar penyisihan merkuri bergantung pada
tingkat kontaminasi merkuri tersebut (Kamal, et. al., 2004). Semakin tinggi kadar merkuri yang
terdapat dalam air, maka semakin tinggi jumlah merkuri yang dapat diserap oleh tanaman
(Skinner, Wright, & Porter-Goff, 2007; Rahmansyah, Hidayati, & Juhaeti, 2009). Faktor genetik
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
dan jenis tumbuhan dapat menjadi salah satu faktor dalam menentukan penyerapan logam pada
zona perakaran dan akar/tajuk pada tingkat yang bervariasi (Rahmansyah, Hidayati, & Juhaeti,
2009).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kadar Hg pada air limbah tailing tambang emas rakyat di Pongkor Jawa Barat adalah
berkisar antara 27 ppb – 81,5 ppb.
2. Sistem lahan basah buatan dengan tanaman Phragmites Australis terbukti dapat menyerap
Hg pada air limbah merkuri dengan tingkat efisiensi mencapai 99,8% pada air limbah
buatan kadar 60 ppb dan 90 ppb.Serta pada limbah asli dan limbah buatan kadar 30 ppb
dengan tingkat efisiensi mencapai 99,6%.
3. Tingkat akumulasi merkuri pada tanaman Phragmites Australis lebih tinggi ditemukan di
bagian akar dibandingkan dengan bagian batang dan daun dengan konsentrasi Hg
ditemukan di akar berturut-turut adalah sebesar 1,574 mg/kg, 3,649 mg/kg dan 8,758
mg/kg pada air limbah buatan merkuri dengan kadar 30 ppb, 60 ppb dan 90 ppb.
4. Semakin tinggi kadar merkuri pada air limbah maka semakin tinggi tinggi tingkat
akumulasi Hg pada tanaman Phragmites Australis dengan total Hg pada tanaman adalah
berturut-turut sebesar 3,502 mg/kg, 5,120 mg/kg dan 12,066 mg/kg pada air limbah buatan
merkuri dengan kadar 30 ppb, 60 ppb dan 90 ppb.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan,
yaitu :
1. Diperlukan penelitian lanjutan terkait konsentrasi merkuri maksimal yang dapat diterima
oleh tanaman Phragmites Australis.
2. Diperlukan kehati-hatian dalam melakukan penelitian baik skala laboratorium hingga skala
lapangan, dikarenakan sifat dan kondisi logam berat merkuri yang tidak stabil.
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Ucapan Terimakasih
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Balai Teknologi Lingkungan BPPT RI yang
telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis dalam melakukan penelitian di
laboratorium tersebut. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Setyo
Sarwanto Moersidik, DEA., dan Hanies Ambarsari, B.Sc., M.Appl.Sc., Ph.D selaku pembimbing
penulis pada penelitian ini, serta kepada Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M, DEA dan Dr.rer.nat
Budiawan dari Universitas Indonesia, Dr. Nuril Hidayati dan Dr. Cynthia Henny M.Sc dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Prof. Takashi Tomiyasu dan Yuriko Kono dari
Kagoshima University, Jepang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini
hingga tepat pada waktunya.
Daftar Referensi
Afrous, A., Mashouri, M., Liaghat, A., Pazira, E., & Sedghi, H. (2011). Mercury and Arsenc Accumulation by Three
Species of Aquatic Plants in Dezful, Iran. African Journal of Agricultural Research , 5391-5397
Bonanno, G., & Giudice, R. (2010). Heavy metal bioaccumulation by the organs of Phragmites Australis (common reed) and their potential use as contamination indicators. Ecological Indicators , 639-645.
El-Agroudy, A. A. (1999). Investigation of Constructed Wetlands Capability to Remove Mercury from Contaminated Waters. Montreal.
EPA. (2014, Desember 29). EPA. Diakses Juni 13, 2015, from EPA: http://www.epa.gov/
Hammer, M. J. (1986). Waste Water Technolody, 3rd Edition . Prentice Hall International Edition.
Hidayati, N., Juhaeti, T., & Syarif, F. (2009). Mercury and Cyanide Contaminations in Gold Mine Environment and Possible Solution of Cleaning Up by Using Phytoextraction. Biosciences , 88-94
Hylander, L. D., Plath, D., Miranda, C. R., Lucke, S., Ohlander, J., & Rivera, A. T. (2007). Comparison of Different Gold Recovery Methods with Regard to Pollution Kontrol and Efficiency. Clean Journal , 52-61
ITRC. (2003). Technical and Regulatory Guidance Document for Constructed Treatment Wetlands. The Interstate Technology & Regulatory Council
Juhaeti, N. H. (2009). Tumbuhan Akumulator Untuk Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Merkuri dan Sianida Penambangan Emas. Bogor: LIPI Press.
Kalra, Y. P. (1998). Handbook of Reference Methods for Plant Analysis. London: CRC Press.
Kamal, M., Ghaly, A., Mahmoud, N., & Cote, R. (2004). Phytoaccumulation of heavy metals by aquatic plants. Environment International , 1029-1039.
Lacerda, L., & Salomons, W. (1998). Mercury from gold and silver mining: a chemical time-bom? Springer , 146.
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015
Lodenius, M. (1980). Environmental Mobilization of Mercury and Cadmium. Helsinki: Department of Environmental Conservation, University of Helsinki.
Odumo, B. O., Carbonell, G., Angeyo, H. K., & Patel, J. P. (2014). Impact of gold mining associated with mercury contamination in soil, biota sediments and tailings in Kenya. Springer .
Rahmansyah, M., Hidayati, N., & Juhaeti, T. (2009). Tumbuhan Akumulator Untuk Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Merkuri dan Sianida Penambangan Emas. Bogor: LIPI.
Robles, I., Lakatos, J., Scharek, P., Planck, Z., Hernandez, G., Solis, S., et al. (2014). Characterization and Remediation of Soils and Sediments Polluted with Mercury: Occurrence, Transformations, Environmental Considerations and San Joaquin’s Sierra Gorda Cas. In INTECH, Environmental Risk Assessment of Soil Contamination (pp. 827-842). INTECH.
Seccatore, J., Veiga, M., Origliasso, C., Marin, T., & Tomi, G. D. (2014). An Estimation of The Artisanal Small-Scale Production of Gold in The World. Science of Total Environment , 662-667.
Skinner, K., Wright, N., & Porter-Goff, E. (2007). Mercury Uptake and Accumulation by Four Species Aquatic Plants. Environmental Pollution , 234-237.
Telmer, K., & Veiga, M. M. (2008). World emissions of mercury from small scale artisanal gold mining and the knowledge gaps about them. In UNEP, Mercury fate and transport in the global atmosphere: measurements models and policy implications; (pp. 96-129). UNEP.
UNEP. (2013). Global Mercury Assessment. UNEP
UNEP. (2013). Reducing Mercury Use in Artisanal and Small-Scale Gold Mining. UNEP
UNIDO. (2004). Global Mercury Project. Vienna: UNIDO.
USEPA. (1999). Manual Constructed Wetlands Treatment of Municipal Wastewaters. Ohio: USPEA.
Vyamazal, J., & Kropfelova, L. (2008). Wastewater Treatment in Constructed Wetlands with Horizontal Sub-Surface Flow. Environmental Pollution .
WHO. (2013). Mercury and Health. Diakses Juni 13, 2015, from WHO: http://www.who.int/
Windham, L., Weis, J., & Weis, P. (2003). Uptake and Dsitribution of Metals on Two Dominant Salt Marsh Macrophytes, Spartina Alternifola (Cordgrass) and Phragmites Australis (Common Reed). Estuarine, Coastla and Shelf Science , 63-72.
Penurunan kadar..., Aulia Qisthi, FT UI, 2015