penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan hak asasi manusia

16
Kolokium Jalan dan Jembatan Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 1 PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN YANG BERWAWASAN HAK ASASI MANUSIA Dento Mudhiarko Anita Sri Indrawanti Dit. Bina Teknik, Ditjen Bina Marga Gedung Bina Marga Lt. 4, Jl. Pattimura No. 20, Jakarta Selatan [email protected] ABSTRAK Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya. Di era reformasi sekarang ini jalan dan jembatan masih merupakan prasarana utama untuk masyarakat menuju ke tempat-tempat kegiatan ekonomi, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Tempat-tempat kegiatan tersebut adalah tumpuan kebutuhan dasar masyarakat terutama menyangkut kesehatan dan pendidikan, dimana dapat terkait dengan angka kematian ibu dan bayi atau berpengaruh ke presentase buta aksara dan jumlah anak sekolah. Sedangkan hak hidup dan hak atas pendidikan adalah termasuk hak dasar setiap manusia yang dijamin oleh Negara. Namun sejauh ini penyelenggaraan jalan dan jembatan sebagai akses ke pemenuhan hak-hak dasar tersebut masih banyak kekurangan, mengingat masih banyak jalan yang rusak diberitakan melalui media massa di berbagai Indonesia. Dengan demikian terdapat indikasi bahwa pemerintah telah melanggar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dari masyarakat dengan penyediaan infrastruktur yang buruk. Belum lagi berbagai hak masyarakat yang dilanggar dalam proses pembebasan tanah untuk proyek-proyek pembangunan jalan. Dalam analisa terhadap data sekunder dari media massa, beberapa literatur dan data aduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini penulis menjelaskan betapa pentingnya penerapan berbagai kebijakan termasuk norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan yang ada dalam rangka mewujudkan peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak Asasi Manusia. Kata Kunci: Kebijakan Penyelenggaraan Jalan, Infrastruktur Berwawasan HAM, Jalan dan Hak Asasi Manusia. ABSTRACT Roads increase economic activity in one area by providing access for people to go or to send commodities to their destination. By the existence of roads, commodities flow can run quickly into the local market and the economic product of one region can be sold to markets outside the region. In addition, roads also develop the economic activity along its route.

Upload: trisna-hidayat

Post on 05-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Jenis penulisan ini adalah analisa deskriptif terhadap data sekunder pemberitaan media dan juga data aduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM terkait bidang infrastruktur jalan dan jembatan untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM apa saja yang (dapat) terjadi di sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu akan dipaparkan juga kebijakan yang ada termasuk dari segi Norma Standar Pedoman dan Manual/ Kriteria (NSPM/K) yang telah mendukung tegaknya HAM sehingga penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berlangsung saat ini dapat dinyatakan telah berwawasan HAM, meskipun masih di tingkat kebijakan

TRANSCRIPT

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 1

    PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN YANG BERWAWASAN HAK ASASI MANUSIA

    Dento Mudhiarko

    Anita Sri Indrawanti Dit. Bina Teknik, Ditjen Bina Marga

    Gedung Bina Marga Lt. 4, Jl. Pattimura No. 20, Jakarta Selatan [email protected]

    ABSTRAK Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang

    untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan,

    komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat

    dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan

    ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya.

    Di era reformasi sekarang ini jalan dan jembatan masih merupakan prasarana utama

    untuk masyarakat menuju ke tempat-tempat kegiatan ekonomi, pelayanan kesehatan,

    dan pendidikan. Tempat-tempat kegiatan tersebut adalah tumpuan kebutuhan dasar

    masyarakat terutama menyangkut kesehatan dan pendidikan, dimana dapat terkait

    dengan angka kematian ibu dan bayi atau berpengaruh ke presentase buta aksara dan

    jumlah anak sekolah. Sedangkan hak hidup dan hak atas pendidikan adalah termasuk

    hak dasar setiap manusia yang dijamin oleh Negara. Namun sejauh ini

    penyelenggaraan jalan dan jembatan sebagai akses ke pemenuhan hak-hak dasar

    tersebut masih banyak kekurangan, mengingat masih banyak jalan yang rusak

    diberitakan melalui media massa di berbagai Indonesia. Dengan demikian terdapat

    indikasi bahwa pemerintah telah melanggar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dari

    masyarakat dengan penyediaan infrastruktur yang buruk. Belum lagi berbagai hak

    masyarakat yang dilanggar dalam proses pembebasan tanah untuk proyek-proyek

    pembangunan jalan.

    Dalam analisa terhadap data sekunder dari media massa, beberapa literatur dan data

    aduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini penulis menjelaskan betapa pentingnya

    penerapan berbagai kebijakan termasuk norma, standar, pedoman dan manual

    (NSPM) dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan yang ada dalam rangka

    mewujudkan peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak

    Asasi Manusia.

    Kata Kunci: Kebijakan Penyelenggaraan Jalan, Infrastruktur Berwawasan HAM, Jalan dan Hak Asasi Manusia. ABSTRACT

    Roads increase economic activity in one area by providing access for people to go or to send commodities to their destination. By the existence of roads, commodities flow can run quickly into the local market and the economic product of one region can be sold to markets outside the region. In addition, roads also develop the economic activity along its route.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 2

    In the current reformation era, roads and bridges are still major infrastructure relied by the community for accessing places of economic activity, health care facilities, and education. Those places are essential as places of people's basic needs regarding health and education, which is closely related to maternal and infant mortality also might affect the percentage of illiteracy and the number of school children. While the right for proper life and right for education are among the basic human right which is guaranteed by the State. But so far the performance of roads and bridges as access to the fulfillment of peoples basic rights are still insufficient, considering reports from mass media regarding many roads are in poor condition in several areas in Indonesia. Thus there are indications that the government had violated the rights of economic, social, and cultural rights of people with performing poor infrastructure. Additionally there is also variety of people's rights being violated in the process of land acquisition for road construction projects. In a study conducted by analysis of secondary data from the mass media, literature and the complaints data from the National Human Rights Commission, the author describes how important the application of various policies including all norms, standards, guidelines, and manuals (NSPM) in the implementation of the existing road infrastructure in order to perform a Human Rights based road and bridge development.

    Keywords: Roads Organisation Policy, Human Rights Based Infrastructure, Roads and Human Rights.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 3

    BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan infrastruktur jalan dan jembatan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena membantu orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasar di luar wilayah itu. Bahkan, disinyalir dengan adanya percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perekonomian Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada keuntungan dari hasil ekspor. Karena vitalnya dampak penyelenggaraan jalan terhadap pertumbuhan ekonomi negara ini, tidak mengherankan apabila masalah infrastruktur jalan dan jembatan di Indonesia semakin menjadi sorotan publik di era derasnya arus informasi saat ini. Melalui media massa, masyarakat bebas mendapatkan informasi apapun mengenai penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan. Di satu sisi telah banyak informasi mengenai pertumbuhannya dan mengenai dampak positifnya seperti mengurangi angka kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia. Di pihak lain juga banyak pemberitaan mengenai sisi negatif pembangunan jalan seperti halnya ganti rugi tanah yang bermasalah, kerusakan infrastruktur jalan yang mengakibatkan kecelakaan hingga terputusnya akses suatu daerah akibat jalan atau jembatan yang rusak. Bahkan beberapa ekses negatif infrastruktur jalan yang menyentuh masyarakat tersebut ada yang berkembang menjadi permasalahan hak asasi manusia (HAM).1 Catatan hitam terkait hak asasi manusia di dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan di Indonesia telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Pada era pemerintahan Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jendral Hindia Belanda yang ke-36, pada tahun 1808 1811 ia membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura (Pantai Utara) yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini adalah proyek monumental namun dibayar dengan praktik kerja paksa yang menelan banyak korban jiwa. Seiring dengan kemerdekaannya, negara Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB), Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil Politik (SIPOL), hingga dikeluarkannya Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jadi pada hakikatnya negara Indonesia berkomitmen terhadap penegakan HAM, Secara tak langsung penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan merupakan bagian dari pemenuhan Hak EKOSOB. B. Tinjauan Pustaka Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun, terutama negara. Dengan demikian, negara melalui pemerintah bertanggung jawab untuk

    1 Data aduan HAM dalam klasifikasi sengketa lahan yang diterima olehKomnas HAM RI.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 4

    menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan; hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; kemerdekaan berserikat dan berkumpul; hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; juga hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/l998 tentang Hak Asasi Manusia menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat, serta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Sehingga kemudian disahkannya Undang-undang no. 39 tahun 1999 yang mendefinisikan Hak Asasi Manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi dan Sosial Budaya (EKOSOB) di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Tidak seperti halnya hak-hak sipil dan politik (SIPOL) yang dapat ditunda pemenuhannya, hak EKOSOB itu sesuatu yang harus diberikan, karena merupakan hak yang bersifat positif yaitu hak atas, yang mensyaratkan intervensi Negara dalam rangka memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan distribusi hak . Karena itu untuk memenuhi hak-hak itu negara berkewajiban secara bertahap untuk memenuhinya, walaupun adanya keterbatasan sumber daya tidak membuat Negara terbebas dari kewajiban tersebut. Berbeda dengan hak-hak SIPOL yang lebih dipahami dalam istilah negatif; bebas dari dan menuntut minimnya campur tangan Negara, maka dalam pemenuhan hak-hak EKOSOB Negara wajib untuk terlibat lebih banyak untuk memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan tingkat distribusi nilai-nilai yang dikandungnya.2 Negara dinyatakan melanggar apabila ia melakukan tindakan (commission) yang dilarang atau tidak diperbolehkan oleh norma-norma hak asasi manusia. Tindakan tidak berbuat atau tidak mengambil langkah-langkah untuk mencapai hasil (obligation of result) dapat dikategorikan pelanggaran omisi. Sedangkan pelanggaran omisi (omission) dapat juga berupa pembiaran atau kegagalan Negara untuk mengambil tindakan lanjutan yang perlu atas kewajiban hukum, misalnya gagal mengambil langkah seperti yang terdapat dalam kovenan, gagal untuk mengimplementasikan segera hak yang oleh kovenan dianggap perlu segera diwujudkan; gagal menyingkirkan dengan segera hambatan-hambatan yang menjadi kewajiban Negara untuk memenuhi hak dengan segera. Penghambatan dan penghentian dapat dilaksanakan apabila terjadi keterbatasan sumber daya dan force major.

    2 Weston, Burns H, Hak-hak Asasi Manusia dalam Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi

    Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993. Hal 14-15

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 5

    Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Berdasarkan pengertiannya dalam UU No.38 tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Pembagian tugas antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan ini juga diatur sehingga terdapat status Jalan Nasional (dan Strategis Nasional), Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten/ Kota. Sasaran RPJM ke-2 (2010-2014) sebagaimana digambarkan secara umum dalam RPJPN 2005-2025, berpangkal pada keberlanjutan kondisi keamanan dan kesejahteraan dan ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Di dalam Arah Kebijakan dan Strategi yang terdapat dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PU 2010 2014 juga telah terdapat visi Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.

    1. Kesejahteraan Rakyat. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat, melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa. Tujuan penting ini dikelola melalui kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    2. Demokrasi. Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi manusia.

    3. Keadilan. Terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

    C. Metodologi

    Jenis penulisan ini adalah analisa deskriptif terhadap data sekunder pemberitaan media dan juga data aduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM terkait bidang infrastruktur jalan dan jembatan untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM apa saja yang (dapat) terjadi di sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu akan dipaparkan juga kebijakan yang ada termasuk dari segi Norma Standar Pedoman dan Manual/ Kriteria (NSPM/K) yang telah mendukung tegaknya HAM sehingga penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berlangsung saat ini dapat dinyatakan telah berwawasan HAM, meskipun masih di tingkat kebijakan.

    BAB II. PEMBAHASAN Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa tujuan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain, adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu, bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3). Di samping itu, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 6

    yang harus diatur dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4). Penyelenggaraan jalan nasional oleh Direktorat Jenderal Bina Marga untuk periode pembangunan tahun 2010 2014 memiliki visi Terwujudnya sistem jaringan jalan yang handal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Adapun misi yang diemban adalah:

    (1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas dan keselamatan yang memadai;

    (2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan di kawasan perkotaan; dan

    (3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan jalan daerah.

    Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka ditetapkan Tujuan dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran utama yang ingin dicapai antara lain yaitu prosentase jaringan jalan dalam kondisi mantap meningkat menjadi 94%, penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat Kegiatan Nasional sebesar 5%, panjang penambahan lajur kilometer sebesar 13.000 lajur-kilometer, panjang peningkatan kapasitas jalan sebesar 19.370 kilometer, serta panjang penambahan jaringan jalan bebas hambatan sebesar 700 kilometer.3 II.1. Indikasi Pelangaran HAM di bidang infrastruktur jalan dan jembatan. Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya,keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan. Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah pengembangan. Pusat pengembangan dimaksudkan untuk dikoneksikan dalam satu hubungan hierarkis dalam bentuk jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu. Dengan struktur tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan masing-masing sesuai dengan hierarkinya. Kedudukan jaringan jalan sebagai bagian sistem transportasi menghubungkan dan mengikat semua pusat kegiatan sehingga pengembangan jaringan jalan tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan berbagai moda transportasi secara terpadu, baik moda transportasi darat, laut, maupun udara. Tingkat perkembangan antardaerah yang serasi dan seimbang merupakan perwujudan berbagai tujuan pembangunan. Tingkat perkembangan suatu daerah (wilayah dalam batasan administratif) akan dipengaruhi oleh satuan wilayah pengembangan yang bersangkutan. Pada prinsipnya, perkembangan semua satuan wilayah pengembangan perlu dikendalikan agar dicapai tingkat perkembangan antardaerah yang seimbang. Usaha pengendalian tersebut pada dasarnya merupakan salah satu langkah penyeimbang dalam pengembangan wilayah yang dapat dilakukan secara langsung

    3 Website Bina Marga di akses pada tanggal 16 April 2012

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 7

    atau tidak langsung, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada beberapa satuan wilayah pengembangan yang tergolong kecil dan lemah untuk mengelompokkan diri menjadi lebih besar dan kuat. Proses pengelompokan tersebut, yang dijalankan dengan meningkatkan kemampuan pelayanan pemasaran dari salah satu kota yang menduduki hierarki tertinggi, akan membawa implikasi pada penyelenggaraan sistem distribusi. Di dalam sistem distribusi, sistem jaringan jalan memegang peranan penting karena peningkatan pelayanan pemasaran menuntut pengembangan prasarana transportasi. Agar sistem distribusi dapat berfungsi dengan baik, perlu dibangun jalan berspesifikasi bebas hambatan yang memperhatikan rasa keadilan berbagai elemen masyarakat. Pembangunan jalan bebas hambatan tersebut yang memerlukan pendanaan relatif besar diselenggarakan melalui pembangunan jalan tol. Melalui peran penting jalan dalam membentuk struktur wilayah, penyelenggaraan jalan pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan perkembangan antardaerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan (road infrastructures for all). Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara mempunyai kewenangan menyelenggarakan jalan dan jembatan. Penyelenggaraan jalan, sebagai salah satu bagian penyelenggaraan prasarana transportasi, melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah. Agar diperoleh suatu hasil penanganan jalan yang memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan penyelenggaraan jalan secara terpadu dan bersinergi antarsektor, antardaerah dan juga antarpemerintah serta masyarakat termasuk dunia usaha. Sesuai dengan kewenangannya, Ditjen Bina Marga merupakan perwakilan Negara dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan, selain juga terdapat peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Apabila mengacu pada sasaran utama yang disebutkan diatas maka panjang jalan eksisting yang ada pada tahun 2010 sepanjang sekitar 38.000 km akan menjadi sekitar 51.000 km pada tahun 2014 nanti. Penyelenggaraan infrastruktur tersebut tentu saja harus mendukung kesejahteraan rakyat, demokrasi dan keadilan. Sehingga ketika Renstra 2010-2014 ditetapkan seharusnya sudah mencantumkan rencana penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan baik secara umum maupun bertahap. Secara transparan semua tahapan tersebut juga perlu diketahui oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian hak-hak EKOSOB masyarakat yang berkaitan dengan akses jalan/ jembatan dapat terjamin. Akses informasi terhadap rencana pembangunan infrastruktur memang bisa diperoleh masyarakat, namun informasinya masih sebatas kebijakan/ rencana umum yang sifatnya mengambang tanpa diketahui jelas daerah mana saja yang akan dibangun terlebih dahulu, berdasarkan skala prioritas seperti apa, dan juga ada atau tidaknya kajian yang mendukungnya. Akibatnya seringkali penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi terhambat atau justru berbenturan dengan masyarakat. Bahkan skala prioritas pembangunan yang tidak jelas terkadang membuat hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi tidak harmonis. Misalnya terjadi proses pembebasan tanah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah tidak kunjung ditindaklanjuti dengan pembangunan dari tingkat Pusat. Demikian juga sebaliknya, ketika Pemerintah Pusat berencana mengadakan pembangunan jalan dengan kebutuhan pembebasan lahan, namun pemberitahuan kegiatan tersebut kepada Pemerintah Daerah terlalu mendadak sehingga PEMDA yang memiliki peran vital dalam pembebasan tanah tidak punya cukup waktu untuk menyediakan anggaran bagi proses tersebut. Dampak dari kejadian tersebut adalah menjadi tertundanya kegiatan pembangunan atau apabila proses pembangunan tetap dipaksakan maka penduduk

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 8

    yang terkena pembebasan lahan akibat proyek (PTP) berpotensi menjadi korban pelanggaran HAM akibat distorsi informasi yang diterima, ketidakjelasan proses ganti kerugian, serta potensi terlanggarnya hak-hak EKOSOB lainnya. Dalam data aduan pelanggaran HAM yang diterima oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM RI tercatat 19 kasus pada tahun 2010 dan 20 kasus pada tahun 2011 merupakan kasus-kasus terkait dengan sengketa lahan di bidang infrastruktur jalan dan jembatan. Komposisi kasus-kasus tersebut dapat dilihat di Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Data Aduan yang diterima Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan

    Tahun 2010

    Keterangan Jalan Tol

    Jalan Non-Tol Total Aduan Bid

    Jalan

    Aduan Selain

    Bid. Jalan

    TOTAL ADUAN

    Nasional Lainnya Tidak

    disebut

    Jumlah Kasus

    14 0 0 5 19 800 819

    Tahun 2011

    Keterangan Jalan Tol

    Jalan Non-Tol Total Aduan

    Bid Jalan

    Aduan Selain

    Bid. Jalan

    TOTAL ADUAN

    Nasional Lainnya Tidak

    disebut

    Jumlah Kasus

    7 2 3 8 20 1044 1064

    (Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 &2011)

    Penyelenggaraan Jalan Tol menjadi sumber aduan kasus yang paling banyak dibandingkan dengan jalan Nasional ataupun Provinsi/ Kabupaten. Meskipun demikian secara keseluruhan aduan kasus di bidang jalan hanya sekitar 2% dari seluruh aduan sengketa lahan yang masuk ke data Komnas HAM pada setiap tahunnya. Berbagai kasus sengketa lahan selain di bidang jalan banyak terjadi pada sektor perkebunan, pertambangan, dan lain sebagainya. Adapun berdasarkan lokasi sumber surat aduan kasus sengketa lahan terkait bidang jalan tersebut masuk ke Komnas HAM, pada tahun 2010 Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama dengan 5 kasus. Sedangkan di tahun 2011 Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung menempati posisi paling atas dengan masing-masing 3 kasus. Komposisi aduan pelanggaran HAM terkait infrastruktur Jalan berdasarkan lokasi kejadian kasus dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2 Data Kasus Berdasarkan Lokasi Sumber Aduan

    Tahun 2010

    No. Provinsi Jumlah Kasus

    1 Jawa Barat 5

    2 Jawa Tengah 4

    3 Jawa Timur 4

    4 Jambi 2

    5 Sulawesi Selatan 2

    6 Sumatera Barat 1

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 9

    7 DKI Jakarta 1

    TOTAL 19

    Tahun 2011

    No. Provinsi Jumlah Kasus

    1 Jawa Tengah 3

    2 Jawa Barat 3

    3 Lampung 3

    4 Jawa Timur 2

    5 DKI Jakarta 2

    6 Jambi 2

    7 Sulawesi Selatan 2

    8 Sumatera Barat 1

    9 Riau 1

    10 Kalimantan Selatan 1

    TOTAL 20

    (Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 & 2011)

    Melihat sebaran lokasi sumber surat aduan mengenai pelanggaran HAM terkait bidang jalan yang masuk ke Komnas HAM pada tahun 2010 & 2011 tersebut menjelaskan dua kemungkinan, pertama bahwa mayoritas aduan yang berasal dari Indonesia bagian barat tersebut memang karena banyak kasus pelanggaran terjadi di bagian barat Indonesia atau kemungkinan kedua yaitu karena tingkat kesadaran HAM masyarakat di bagian timur Indonesia masih rendah sehingga meskipun terjadi hal serupa (pelanggaran HAM) namun masyarakat tidak ada yang melaporkan karena tidak mengetahui bahwa hak-hak mereka telah dilanggar atau tidak mengetahui mekanisme pengaduan HAM ini. Dalam data aduan kasus tersebut hampir semuanya memiliki modus serupa yaitu berupa kesewenangan dan ancaman dalam pembebasan tanah serta pembebasan tanah yang dilakukan tanpa ganti kerugian yang wajar. Dengan demikian hak-hak EKOSOB yang dilanggar oleh negara dalam proses penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan setidaknya meliputi Hak Atas Informasi, Hak Atas Rasa Aman dan Hak Atas Kesejahteraan. Kesewenangan dalam pembebasan tanah meliputi kegiatan pembebasan lahan tanpa pemberitahuan atau mengabaikan pemberian informasi kepada masyarakat, terutama penduduk terkena proyek (PTP). Pengabaian terhadap hak memperoleh informasi merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas informasi yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dan Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Dari tindakan yang berupa ancaman yang terjadi dalam proses pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan menjadikan Negara gagal menyediakan rasa aman bagi masyarakat. Ketidakmampuan Negara menjamin rasa aman di masyarakat ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 10

    tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Akibat tindakan yang diduga telah menghilangkan hak-hak atas kepemilikan warga dan belum memperoleh penyelesaian secara resmi, mengindikasikan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas kesejahteraan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum dan Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum. Di sisi lain dari peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan, kondisi jalan dan jembatan yang tersedia sebagai akses masyarakat menuju tempat pendidikan, sarana kesehatan serta pusat kegiatan ekonomi tidak selalu dalam keadaan mantap. Dari segi pemberitaan oleh berbagai media massa target jalan mantap sebesar 94% sepertinya masih jauh dari tercapai. Dalam kurun waktu kuartal pertama tahun 2012 ini saja melalui media massa harian online dapat kita temukan banyak artikel mengenai kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di berbagai daerah di Indonesia. 4 Kerusakan infrastruktur tersebut bukan hanya sebatas lubang-lubang kecil, namun kerusakan yang cukup mengganggu distribusi perekonomian atau bahkan berakibat pada terputusnya akses. Penyebab dari kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di berbagai wilayah di Indonesia memang multifaktor, mulai dari keadaan cuaca yang ekstrim, bencana alam, faktor beban jalan yang berlebihan, hingga pada kualitas konstruksi yang terkadang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Namun apapun penyebab kerusakan tersebut Pemerintah seharusnya tetap memikul tanggung jawab dalam menjamin ketersediaan akses jalan kepada masyarakat. Karena akses jalan merupakan prasyarat bagi pemenuhan hak-hak EKOSOB seperti hak atas pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat kegiatan ekonomi, dll. Ketika Pemerintah tidak bisa menyediakan akses bagi masyarakat ke tempat kegiatan ekonomi, fasilitas kesehatan dasar dan sarana pendidikan yang layak maka terjadi indikasi pelangggaran hak-hak EKOSOB tersebut. II.2. Perencanaan dan Penyelenggaran Pembangunan Insfrastruktur Jalan dan Jembatan Yang Berwawasan HAM A. Perencanaan Pembangunan Yang Berwawasan HAM dengan Pendekatan Belajar sosial dan Melibatkan Partisipasi warga negara. Dalam skema pembangunan, perencanaan dan perumusan strategi adalah bagian penting dalam keseluruhan prosesnya. Dengan adanya perencanaan yang matang, bisa meminimalisir terjadinya koordinasi dan implementasi proses yang tidak efektif dan efisien di level antar birokrasi pemerintah maupun di level aparatur dengan masyarakat. Pembangunan merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang artinya sudah menjadi landasan tujuan setiap Negara yang mengakui HAM dalam konstitusinya. Dalam hal perencanaan pembangunan insfratruktur jalan dan jembatan, harus berwawasan HAM karena sebagaimana disebutkan dalam penjelasan di muka tujuan pembangunan sebagai upaya untuk memajukan kesejahteraan umum

    4 Berdasarkan artikel dari berbagai website koran on-line sepanjang tahun 2012, diakses pada tanggal 16 April 2012.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 11

    khususnya Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang tercantum dalam pertimbangan UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekosob, sejalan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam setiap proses pembangunan, warga Negara punya hak untuk terlibat di berbagai turunan aktivitasnya. Keterlibatan tersebut sebagai manisfestasi hak asasi warga Negara mulai dari proses perencanaan, implementasi hingga pemanfaatan fasilitas yang dibangun. Hal itu sesuai dengan bunyi pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999 yaitu: Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Metode pelibatan partisipasi aktif warga negara ini merupakan pendekatan belajar sosial yang paling positif dan relevan bagi perencanaan pembangunan yang berwawasan HAM. Melalui proses belajar sosial yang melibatkan partispasi masyarakat -- termasuk organisasi masyarakat sipil -- dalam proses pembangunan, selain akan menghasilkan produk pembangunan yang tepat guna namun juga mendorong transparansi dan akuntabilitas tugas dan fungsi pemerintah sebagai pelaksana pemenuhan HAM. Karakteristik bangsa Indonesia yang heterogen dari segi adat, tradisi dan dinamika sosial tentu beragam pula aspirasi dan kebutuhannya akan ekonomi, sosial dan budayanya. Dikaitkan dengan pembangunan jalan dan jembatan juga memerlukan pendekatan yang sama. Perlu diperhatikan berbagai aspek dan juga konsultasi dengan masyarakat. Misalnya jika melihat dari segi sosial dan budaya, ada wilayah atau areal tertentu yang amat bernilai tinggi bagi masyarakat setempat secara ekonomi, sosial atau budaya, bahkan menjadi warisan budaya bangsa yang pemanfaatannya tidak bisa dialih fungsikan menjadi atau jembatan dengan alasan apapun. II.3. Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan terkait penegakan HAM Pemerintah Indonesia dalam proses pembangunan insfrastruktur jalan dan jembatan sudah menyelaraskan wawasan HAM tersebut dengan kebijakan dan pedomannya. Dikenal adanya siklus delapan dan NSPM ke-binamarga-an yang melandasi delapan tahap tersebut dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Pada berbagai NSPM tersebut beberapa kebijakan penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang memperhatikan penegakan HAM adalah dengan mengakomodir kepentingan-kepentingan terkait HAM, antara lain:

    Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan, sebagai lampiran dari Peraturan Menteri PU Nomor 5 tahun 2012 tentang Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan melaksanakan pembangunan nasional yang berkelanjutan ataupun berwawasan lingkungan, maka kegiatan tersebut juga merupakan salah satu upaya penegakan HAM, dimana hak masyarakat untuk hidup layak tidak terganggu. Pedoman penanaman pohon ini dimaksudkan agar pada saat pelaksanaan pembangunan memperhatikan juga pengelolaan lingkungan sekitar lokasi pembangunan jalan sehingga kenyamanan masyarakat di sekitarnya tidak terganggu. Adapun tujuan penanaman pohon di ruang milik jalan adalah untuk meningkatkan fungsi jalur hijau pada Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dalam menciptakan suasana lingkungan sepanjang

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 12

    jalan yang lebih nyaman, indah dan untuk mengurangi tingkat pencemaran udara serta kebisingan.

    Manual Keselamatan pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi, Manual ini pada dasarnya hadir untuk menjawab permasalahan Keselamatan Jalan. Berisi petunjuk praktis bagi para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk dapat menyelenggarakan konstruksi di bidang jalan dan jembatan dengan asas keselamatan sehingga menjamin keselamatan pekerja sekaligus pengguna jalan.

    Kepmen PU No. 134/KPTS/M/2011 tentang Perubahan Kepmen PU No. 363/KPTS/M/2009 tentang Pembentukan Tim PUG Kementerian PU, sebagai tindak lanjut pemenuhan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kebijakan terkait pengarusutamaan gender ini merupakan salah satu bentuk penegakan terhadap HAM, dimana yang dimaksud dengan gender adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis tetapi berdasarkan sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang luas. Penegakan HAM dilakukan dengan membangun strategi untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Keberhasilan penegakan HAM terkait pengarusutamaan gender ini ditandai dengan terpenuhinya akses, kesempatan partisipasi, kontrol, dan manfaat atas pembangunan. Terkait dengan pengarusutamaan gender ini, dalam proyek-proyek berbantuan Loan atau Grant di Bina Marga terdapat kegiatan pelengkap berupa kampanye HIV & AIDS serta anti perdagangan manusia.

    Peraturan Menteri PU Nomor 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum merupakan langkah penegakan HAM dimana keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah hak para pekerja yang harus diperhatikan. Sehingga agar penyelenggaraan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dapat terselenggara secara optimal, diperlukan suatu pedoman pembinaan dan pengendalian sistem keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif.

    Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PU 2010-2014 memiliki visi Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan, dengan demikian penyelenggaraan pembangunan di Bidang Pekerjaan Umum harus memenuhi visi tersebut, termasuk menjunjung tinggi hak asasi manusia.

    Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang mencakup penjelasan mengenai penyiapan dokumen lingkungan, baik berupa AMDAL, UKL-UPL ataupun SPPL. AMDAL dengan konsultasi publik, merupakan bentuk menjunjung hak asasi manusia dengan memberikan informasi serta mendengarkan aspirasi dari warga di sekitar proyek yang dikhawatirkan terkena dampak negatif dari dilaksanakannya pembangunan jalan. Sebelum dilaksanakan studi AMDAL, dilaksanakan pengumuman melalui media cetak, dan konsultasi langsung dengan masyarakat di sekitar lokasi rencana proyek, dengan maksud untuk memperhatikan dan

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 13

    mengakomodir aspirasi masyarakat dan dapat menanggulangi keresahan masyarakat yang mungkin timbul. Dengan demikian pada setiap proyek jalan yang dilengkapi AMDAL pasti melakukan proses konsultasi publik.

    Dari penjelasan beberapa NSPM ke-bina margaan tersebut, terlihat bahwa dalam tahapan pembangunan infrastruktur jalan, aspek keberlangsungan ekosistem serta praktik humanis partisipatoris dalam arti lebih mengedepankan aspek dan dimensi manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan. Praktik tersebut memberi akses kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan melalui panduan keselamatan pekerja dan pengguna jalan, kesetaraan gender dalam setiap proses pembangunan, hingga konsultasi publik dalam hal AMDAL. Kurang lebih praktik ini juga bagian dari pengamalan pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999 yang dijelaskan di poin sebelumnya. II. 4. Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan yang berwawasan HAM Upaya pengakuan internasional atas status pembangunan sebagai HAM yang bersifat kolektif telah dilakukan oleh negara-negara berkembang sejak tahun 1970-an. Upaya tersebut menuai hasilnya pada saat Sidang PBB pada tahun 1986 mengeluarkan Deklarasi HAM atas Pembangunan. Herry Priyono (1992) mencatat bahwa Deklarasi tersebut antara lain berisi pengakuan HAM sebagai alat sekaligus tujuan pembangunan, tuntutan atas perluasan partisipasi rakyat sebagai manifestasi HAM atas pembangunan, dan kewajiban badan-badan pembangunan nasional serta internasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus utama dalam pembangunan.5 Pada dasarnya untuk menyelenggarakan infrastruktur jalan dan jembatan dengan berwawasan HAM Pemerintah perlu melakukan penjelasan mengenai pekerjaan konstruksi ini secara transparan kepada masyarakat. Pemerintah harus menjelaskan tahapan pembangunan secara mendetil, kapan akan dilakukan konstruksi, kapan pembebasan tanah dan mekanisme ganti ruginya, kapan akan selesai. Sehingga masyarakat memiliki peran dalam mengontrol pekerjaan tersebut. Dari aspek legal Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Berwawasan HAM telah tertuang di dalam berbagai kebijakan yang mendasari kegiatan-kegiatan di siklus delapan dari pembangunan jalan, apabila disederhanakan akan terlihat seperti dalam tabel 3 berikut:

    Tabel 3. Tahapan Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Aspek HAM

    No. Tahapan Pertimbangan

    1

    Perencanaan Umum

    Adanya pertimbangan penyelenggaraan proyek infrastruktur terhadap : a. Tata Ruang b. Daerah Sensitif c. Konsultasi Masyarakat

    - Konsultasi masyarakat merupakan suatu forum keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan infrastruktur jalan

    5 Herry Priyono, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10 Desember 1992, hal. 4.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 14

    - Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan berbagai metode dan dengan berbagai pemangku kepentingan yang mewakili golongan/kelompok PTP, mewakili instansi, Lembaga Swadaya Masyarakat, mewakili kelompok profesi dan mewakili instansi PEMDA

    2

    Pra Studi Kelayakan

    Koordinasi dengan PEMDA dan Survei awal melingkupi ketersediaan dan status kepemilikan tanah.

    3

    Studi Kelayakan

    Penyusunan studi kelayakan termasuk kelayakan lingkungan.

    4

    Perencanaan Teknis

    Penyiapan teknis desain detail (DED) berdasarkan alternatif terbaik hasil dari studi kelayakan dan dengan mengintegrasikan pengelolaan lingkungan dari studi lingkungan yang telah dilakukan.

    5

    Pra Konstruksi (Perencanaan pengadaan Tanah)

    Penyusunan Studi Analisis Dampak Sosial (ANDAS) dan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP) akibat melintasi daerah komunitas rentan (komunitas adat dan/atau fakir miskin sangat disarankan agar pembangunan dapat diterima dan didukung oleh komunitas setempat.

    6

    Konstruksi

    Pelibatan masyarakat setempat dalam pekerjaan konstruksi sesuai dengan keahlian dan keterampilan.

    7

    Pasca Konstruksi / Operasional

    Menampung masukan, keluhan, dan informasi mengenai operasional / kerusakan jalan dari masyarakat.

    8

    Monitoring & Evaluasi

    Melakukan evaluasi seluruh pekerjaan untuk perencanaan kegiatan yang lebih baik di masa mendatang

    Penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak Asasi Manusia harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) pembangunan secara keseluruhan. Agar hal tersebut dapat tercapai, koordinasi dan konsultasi antar instansi terkait mutlak diperlukan dan menjadi sangat penting. Dengan demikian, sinergi yang optimal terkait peran Negara dan Pemerintah selaku pemangku kewajiban dengan warga negara selaku pemegang hak atas hasil dan tujuan utama dari pembangunan, bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum bangsa Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 15

    BAB III. KESIMPULAN Pertama, Perencanaan pembangunan yang berwawasan HAM merupakan perencanaan pembangunan yang menjadikan nilai-nilai HAM sebagai sumber pokok sekaligus rambu-rambu dalam perencanaan pembangunan. HAM harus dipatuhi oleh negara atau pemerintah dalam menjalankan fungsinya sehingga menjadikan pembangunan sebagai sarana kesejahteraan manusia, dan bukan sebaliknya, yakni menjadikan pembangunan sebagai tujuan dengan mengorbankan hak asasi manusia demi pembangunan. Pembangunan sepatutnya dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan penegakkan hak atas pembangunan. Hal ini telah diwujudkan dalam ketersediaan berbagai NSPM yang dimiliki Bina Marga sebagai landasan untuk menyelenggarakan infrastruktur jalan dan jembatan. Kedua, Pendekatan belajar sosial dalam perencanaan pembangunan merupakan pendekatan yang paling positif dan relevan bagi perencanaan pembangunan yang berwawasan HAM. Pendekatan ini memungkinkan keterlibatan secara aktif warga negara dalam proses pembangunan karena selain sebagai manifestasi hak asasi sebagai warga negara, juga untuk menjamin hak-hak asasi warga negara atas pembangunan, baik secara individual maupun kolektif. Pendekatan ini merupakan prasyarat bagi model pembangunan yang berpusat pada rakyat (people-centered development). Pendekatan ini telah diadopsi oleh Bina Marga dengan menampung pendapat dan keluhan dari masyarakat terutama pada tahap monitoring dan evaluasi untuk terus memperbaiki kualitas penyelenggaraan jalan. Ketiga, dari sisi pembangunan kebijakan, kebijakan yang relevan untuk dikembangkan sejalan dengan nilai-nilai HAM adalah model humanis partisipatoris. Manifestasi dari model pembangunan kebijakan ini adalah memberi perhatian pada aspek dan dimensi manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan yang memberi akses kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan. Kebijakan memberi alokasi wewenang yang lebih besar kepada warga negara untuk menentukan realisasi dirinya sebagai subjek, bukan objek yang dibentuk dan dikontrol oleh subjek lain. Penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan juga sudah melibatkan masyarakat dalam perencanaan berupa konsultasi publik dan dalam tahap konstruksi berupa pengikutsertaan masyarakat lokal dalam konstruksi sesuai keahlian dan keterampilannya. Terakhir, target Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Berwawasan HAM, adalah tercapainya pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan HAM melalui program dan kegiatan yang terukur pada jangka menengah dan jangka panjang. Tersedianya NSPM pembangunan jalan yang mengakomodir penegakan HAM menjadi salah satu landasan dalam rangka mewujudkan pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan HAM. Meskipun dalam implementasi lapangannya penyelenggaraan jalan masih memiliki catatan di dalam kasus pelanggaran HAM namun pada hakikatnya kebijakan yang ada telah berwawasan HAM. Sehingga dalam rangka peningatan kualitas penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan terutama dalam wawasan HAM, hal-hal yang dijadikan sasaran utama adalah sebagai berikut: a. Mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan

    dampak positif penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan. b. Turut mewujudkan tata pemerintahan yang baik, yang transparan dan akuntabel

    mulai dari tingkat pusat hingga Kelurahan atau Desa. c. Meningkatkan kepatuhan masyarakat sekitar lokasi infrastruktur jalan yang

    diselenggarakan dalam menjaga kualitas dan fungsinya. d. Meningkatkan kapasitas penyelenggara infrastruktur jalan dalam penyelenggaraan

    infrastruktur yang berwawasan HAM.

  • Kolokium Jalan dan Jembatan

    Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 16

    DAFTAR PUSTAKA

    Ditjen Bina Marga, 2009. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Kementerian PU, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 20102014. Komnas HAM, 2007. Multinational Corporations (MNCs) dan Masyarakat Dalam

    Perspektif Hak Asasi Manusia, Jakarta: Komnas HAM. Priyono Herry, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10

    Desember 1992, hal. 4. Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan

    Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Undang undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Undang undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

    Anonim. 2012. http://www.hariansumutpos.com/2012/04/31411/wapres-kritik-jalan-

    rusak.htm diakses tanggal 16 April 2012. Anonim. 2012. Perlu Kontribusi Pengusaha Perbaiki Jalan Rusak

    http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=106839 diakses tanggal 16 April 2012.

    Dian, 2012.

    http://serpong.kompas.com/berita/detail/1597/Spanduk.Protes.Jalan.Rusak.Diganti.Spanduk.Minta.Maaf diakses tanggal 16 April 2012.

    Harjono, Yulvianus. 2012.

    http://regional.kompas.com/read/2012/04/15/14495583/Jalan.By.Pass.Lampung.Rusak.Parah diakses tanggal 16 April 2012.

    Junaedi. 2012.

    http://regional.kompas.com/read/2012/03/22/10503830/Jalan.Rusak.Parah.98.Kilometer.Ditempuh.6.jam diakses tanggal 16 April 2012.

    Trisnaningtyas, Farida. 2012. http://www.solopos.com/2012/boyolali/jalan-rusak-jalur-

    wonosegoro-repaking-rusak-parah-180109 diakses tanggal 16 April 2012.