penyelesaian konflik separatis di thailand...

160
PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL STUDI KASUS PERDANA MENTERI SURAYUD CHULANONT DAN PERDANA MENTERI YINGLUCK SHINAWATRA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Faisal Abdau NIM. 1110112000070 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: nguyennhan

Post on 11-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL

STUDI KASUS PERDANA MENTERI SURAYUD CHULANONT DAN

PERDANA MENTERI YINGLUCK SHINAWATRA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Faisal Abdau

NIM. 1110112000070

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL:

STUDI KASUS PERDANA MENTERI SURAYUD CHULANONT

DAN PERDANA MENTERI YINGLUCK SHINAWATRA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Faisal Abdau

NIM. 1110112000070

Mengetahui,

Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing Skripsi

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

Dr. Chaider S. Bamualim, MA

NIP. 197010132005011003 NIP. 196605241999031001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 3: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL

STUDI KASUS PERDANA MENTERI SURAYUD CHULANONT DAN

PERDANA MENTERI YINGLUCK SHINAWATRA

Oleh:

Faisal Abdau

1110112000070

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Mei 2017.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Ketua,

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

NIP. 197010132005011003

Sekretaris,

Suryani, M.Si

NIP. 197704242007102003

Penguji I,

Dr. A. Bakir Ihsan, MA

NIP. 197204122003121002

Penguji II,

Adi Prayitno, M.Si

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 3 Mei 2017

Ketua Program Studi,

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

NIP. 197010132005011003

Page 4: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL

STUDI KASUS PERDANA MENTERI SURAYUD CHULANONT

DAN PERDANA MENTERI YINGLUCK SHINAWATRA

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 03 Mei 2017

Faisal Abdau

Page 5: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

i

ABSTRAKSI

Skripsi ini menganalisis tentang upaya penguasa militer dan penguasa sipil

dalam penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan. Tujuan penulisan ini adalah

untuk memberikan deskripsi tentang situasi dan kondisi konflik separatis di Thailand

Selatan. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mengetahui upaya penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan oleh penguasa

militer dan penguasa sipil. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

pendekatan kualitatif dengan metode kajian kepustakaan (library research).

Konflik separatis di Thailand Selatan pada dasarnya merupakan masalah

politik identitas. Kemunculan gerakan separatis dipahami sebagai salah satu upaya

mempertahankan identitas keagamaan dan etnisitas masyarakat Melayu Muslim

terhadap sikap diskriminatif pemerintah Thailand. Keberadaan penguasa militer dan

penguasa sipil sangat mempengaruhi sikap pemerintah dalam mengeluarkan

kebijakan tentang konflik separatis di Thailand Selatan. Dalam studi kasus skripsi ini,

penguasa militer Jenderal Surayud Chulanont cenderung menggunakan pendekatan

militeristik dan penguasa sipil Yingluck Shinawatra mengutamakan pendekatan

politis dalam penerapan kebijakan pemerintah terkait konflik separatis di Thailand

Selatan. Temuan ini didasari dari hasil analisis penulis menggunakan kerangka teori

konflik, teori kebijakan publik dan teori hubungan sipil-militer.

Teori konflik digunakan penulis untuk menganalisis akar permasalahan dan

dinamika konflik separatis di Thailand Selatan. Sedangkan, teori kebijakan publik

digunakan untuk menganalisa produk-produk kebijakan dan proses implementasi

kebijakan serta hasil yang dicapai dari suatu kebijakan pemerintah mengenai

penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan. Selain itu, penulis menggunakan

teori hubungan sipil-militer untuk menganalisa relasi sipil-militer dalam pembuatan

dan pelaksanaan kebijakan publik terkait konflik separatis di Thailand Selatan.

Kata kunci: Konflik separatis, Surayud Chulanont, Yingluck Shinawatra, teori

konflik, teori kebijakan publik, teori hubungan sipil-militer, Thailand Selatan.

Page 6: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segaja puji dan syukur penulis panjatkan akan kehadirat Allah SWT atas

segala nikmat-Nya, taufik dan hidayah-Nya tercurah kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, yang senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk serta suri-

teladan bagi umatnya.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua khususnya

ayahanda yang telah lama berpulang ke pangkuan Illahi Rabbi, Sya’roni dan juga

kepada ibunda, Masroni. Kedua orang tua yang luar biasa mendidik penulis sejak

kecil hingga saat ini dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Kemudian untuk sang

adik, Quraish Shihab yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat penulis.

Terimakasih yang setulus-tulusnya atas semua yang telah diberikan kepada penulis.

Penulisan skripsi ini tentu tidak dapat terselesaikan dan berjalan maksimal

tanpa bantuan, dukungan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, perkenankan penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik dan

Ibu Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Chaider S. Bamualim, MA selaku dosen pembimbing yang dengan

begitu sabar membimbing penulis, bahkan ketika masa-masa sulit sekalipun.

Terimakasih telah memberikan segenap ilmu, ide, pemikiran, pengalaman dan

kesabaran dalam proses penulisan skripsi ini.

Page 7: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

iii

4. Bapak Dr. Ahmad Bakir Ihsan, MA, Bapak Adi Prayitno, M.Si, Bapak Dr. Ali

Munhanif, MA, Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si, Ibu Dr. Haniah Hanafie,

M.Si, Ibu Dra. Gefarina Djohan, MA, MA, Bapak Dr. Agus Nugraha, MA,

Bapak Dr. Saiful Mujani, Bapak Dr. Burhanuddin Muhtadi, Bapak Idris

Thaha, M.Si, dan Ibu Ana Sabhana Azmy, M.I.P, yang telah memberikan

sumbangsih ilmu dan pengalaman selama masa studi penulis di Program Studi

Ilmu Politik. Semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat bagi penulis di

masa mendatang.

5. Sahabat dalam suka dan duka yang selalu memberikan semangat kepada

penulis dari Ilmu Politik 2010; Erwin, Choir, Aisyah, Lulu, Fahmi, Riyan,

Ferdian, Fajar, Adis, Enda, Ajoe, Jideng, Ibhem, Hilman, Rizki, Faisal (Oye),

Dona, Indra, Turminah, dll. Semoga persahabatan ini akan terus terjalin di

kemudian hari kelak.

6. Sahabat terbaik penulis Reta Marina Pratiwi yang telah bersama-sama dalam

suka dan duka serta senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan

motivasi sehingga penulis mampu berjuang kembali untuk menyelesaikan

skripsi ini.

7. Sahabat KKN SPIRIT 2013 yang terus memotivasi penulis; Tashul, Soni,

Erwin, Tebe, Sekar, Cindy, Abo, Jandri, Dina, Jhimi, Didi, Anton, Panji, Mia,

Hakim, Wandi, Asmi.

8. Dukungan dan motivasi tak terkira dari orang-orang luar biasa; Mr. Thirachai

‘Salahudin’ Wuthitham, Mrs. Angkhana Neelaphaijit, dan Mr. Abemie

Chainarong dari Thailand.

9. Dukungan dan bantuan materil yang luar biasa; Mr. Don Pathan dari Patani

Forum, dan Mr. Romadon Panjor dari Deep South Watch.

10. Kepada seluruh keluarga besar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi

(Perludem); Mba Titi Anggraini, Mba Rahmi, Mba Diah, Sebastian, Mas

Kholil, Mas Usep, Dhika, Oik, Mas fadli, Mba Ninis, Santo, Juki, yang telah

memberikan kesempatan berharga dalam menimba ilmu dan pengalaman.

Page 8: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

iv

11. Kepada Ikatan Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki

(IKBDM) khususnya Geifari 05; Alim, Ade Alim, Rudi, Ikhwan, Mus, Yuli,

dll, yang selama ini telah menjalani pahit getir perjuangan dan kehidupan

bersama selama enam tahun di pesantren.

12. Kepada keluarga besar UKM Bahasa FLAT khususnya angkatan Flawless;

Albert, Dina, Fajar, Fauziah, Eni, Kohar, Kamil, Yuni, Herry, dll.

13. Komunitas International Studies Club UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan wawasan keilmuan penulis.

14. Organisasi YEP! Youth Empowering, Faktabahasa, HIPESASI, Bulan Sabit

Merah Indonesia yang telah memberikan ilmu dan wawasan berorganisasi

penulis.

15. Terimakasih kepada pihak-pihak terkait; Mr. Ernie Bower dari Center for

Strategic and International Studies, Mr. Sunai Phasuk dari Human Right

Watch Thailand, Mr. Jim Della Giocoma dari International Crisis Group

Thailand, Mr. Kasturi Mahkota dari PULO, Almunauwar bin Rusli dari

Universitas Islam Indonesia.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga seluruh bentuk

dukungan, bimbingan, dan motivasi yang diterima penulis dapat bermanfaat dan

tercatat sebagai amal kebaikan di sisi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kelalaian tersebut. Semoga Allah

SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya

Rabbal ‘Alamiin.

Jakarta, 03 Mei 2017.

Faisal Abdau

Page 9: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………… v

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… vii

DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….. viii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

1.1 Pernyataan Masalah………………………………………………… 1

1.2 Pertanyaan Penelitian………………………………………………. 13

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………….. 14

1.4 Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 15

1.5 Metodologi Penelitian.……………………………………………… 18

1.6 Sistematika Penulisan………………………………………………. 19

BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………… 22

2.1 Teori Kebijakan Publik…………………………………………….... 22

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik……………………………….... 22

2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik……………………………… 24

2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik………………………. 27

A. Model Grindle…………………………………………… 27

B. Model George Edwards III………………………………. 28

C. Model Mazmanian dan Sabatier…………………………. 29

D. Model Van Meter dan Van Horn………………………… 31

2.2 Teori Konflik…………………………………………………………. 35

2.3 Teori Hubungan Sipil-Militer………………………………………… 42

BAB III LATAR BELAKANG GERAKAN SEPARATIS DI THAILAND

SELATAN…………………………………………....................... 45

3.1 Gambaran Umum Gerakan Separatis di Thailand Selatan………... 46

3.2 Kelompok – Kelompok Gerakan Separatis di Thailand Selatan...... 50

Page 10: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

vi

3.2.1 Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP)……………. 50

3.2.2 Barisan Revolusi Nasional (BRN)………………………… 54

3.2.3 Patani United Liberation Organization (PULO)………....... 58

3.2.4 Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP)…………………. 64

3.3 Biografi Penguasa Militer dan Penguasa Sipil Thailand…………... 67

3.3.1 Biografi Penguasa Militer: Jenderal Surayud Chulanont…... 67

3.3.2 Biografi Penguasa Sipil: Yingluck Shinawatra…………….. 70

BAB IV PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND

SELATAN OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA

SIPIL………………………………………………………………. 73

4.1 Politik dan Pemerintahan………………………………………....... 74

4.1.1 Reformasi Birokrasi……………………………………....... 74

4.1.2 Dialog dan Negosiasi………………………………………. 79

4.2 Keamanan………………………………………………………….. 89

4.3 Hukum dan HAM………………………………………………….. 96

4.4 Ekonomi…………………………………………………………… 101

4.5 Pendidikan……………………………………………………......... 105

4.6 Respon Kelompok Separatis terhadap Kebijakan Penguasa

Militer dan Penguasa Sipil……………............................................. 109

BAB V PENUTUP………………………………………………………… 122

5.1 Kesimpulan………………………………………………………… 122

5.2 Saran……………………………………………………………….. 126

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... ix

LAMPIRAN…………………………………………………………………….. xx

Page 11: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

vii

DAFTAR GAMBAR

1. Jumlah Kasus Konflik di Thailand Selatan Tahun 2001 – 2003…………. 3

2. Kasus Konflik di Thailand Selatan 2004 – 2005…………………………. 6

3. Model Implementasi Kebijakan Grindle…………………………………. 27

4. Model Implementasi Kebijakan George Edwards III……………............. 28

5. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier………………. 29

6. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn………............ 31

7. Rincian Penambahan Aparat Keamanan di Thailand Selatan……………. 93

8. Insiden Kekerasan di Thailand Selatan (2006-2008)…………………….. 95

9. Anggaran Nasional untuk Perbaikan dan Pembangunan Provinsi

Perbatasan Selatan Thailand 2004-2014…………………………………. 104

10. Aksi Kekerasan, Jumlah Korban Tewas dan Terluka dalam Konflik

Separatis di Thailand Selatan (Periode Surayud Chulanont)…………….. 110

11. Aksi Kekerasan, Jumlah Korban Tewas dan Terluka dalam Konflik

Separatis di Thailand Selatan (Periode Yingluck Shinawatra)…………... 120

Page 12: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

viii

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN : Association of South East Asia Nations

BNPP : Barisan Nasional Pembebasan Patani

BRN : Barisan Revolusi Nasional

BRN-C : Barisan Revolusi Nasional Coordinate

CPM : Civil-Police-Military Task Force

DPP : Dewan Pimpinan Parti

GMIP : Gerakan Mujahidin Islam Patani

HAM : Hak Asasi Manusia

HDC : The Henri Dunant Center for Humanitarian Dialogue

ISA : Internal Security Act

ISOC : Internal Security Operations Command

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

NRC : National Reconciliation Commission

NSC : National Security Council

OKI : Organisasi Konferensi Islam

PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PPM : Patani People’s Movement

PSTI : Private School Teaching Islam

PULO : Patani United Liberation Organization

SBPAC : Southern Border Provinces Administration Center

UKM : Usaha Kecil dan Menengah

UNHCR : United Nation High Commissioner for Refugees

Page 13: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah

Fenomena gerakan separatis menjadi sebuah tantangan terhadap integritas

suatu wilayah dan eksistensi negara, dan juga dianggap sebagai uji standar kedaulatan

sebuah negara. Gerakan separatis saat ini terjadi di berbagai belahan dunia seperti

Thailand, Aceh, Chechnya, Kashmir, Skotlandia, Somalia, Sri Lanka, Tibet, dan

Transnistria.1 Gerakan separatis terjadi ketika sekelompok orang dari suatu negara

berusaha untuk memisahkan diri atau menciptakan sebuah negara baru.2

Kemunculan gerakan separatis ini disebabkan oleh berbagai aspek seperti

ekonomi, politik, budaya, suku, etnis, ras, dll. Tujuan dari gerakan separatis pun

bervariasi mulai dari menuntut suatu otonomi khusus hingga memperoleh

kemerdekaan.3 Hal itu dilakukan agar mereka dapat memperoleh pengakuan oleh

negara dan memperjuangkan kepentingan mereka.

Gerakan separatis di Thailand Selatan terjadi karena adanya aneksasi wilayah

Patani Raya oleh kerajaan Siam (Thailand) melalui Anglo-Siam Treaty sejak tahun

1 Brian Beary, Separatist Movement: A Global Reference, (Washinghton DC: CQ Press, 2011), h. 28-30. 2 Yuna Hiraide, “Creating A Framework for the Peaceful Resolution of the Separatist State Movement”

DIMUN V Research Report, 13 November 2014, h. 1. 3 Ryan D. Griffiths dan Ivan Savic, “Globalization and Separatism: The Influence of Internal and

External Interdependence on The Strategies of Separatism,” dalam Jerry Harris, The Nation in the Global Era:

Conflict and The Transformation, (Leiden: Brill, 2009), h. 319.

Page 14: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

2

1909.4 Pasca perjanjian tersebut, wilayah Patani, Yala, Narathiwat dan Songkla

dengan mayoritas penduduk beragama Islam dikuasai oleh negara yang bercorak

agama Buddha.

Separatisme merupakan gerakan politik terhadap suatu negara yang bercita-

cita untuk membentuk sebuah daerah otonom menjadi wilayah merdeka.5 Oleh karena

itu, kelompok separatis Thailand berusaha melawan kebijakan pemerintah Thailand

yang menginginkan penerapan kebijakan asimilasi (mengubah budaya Melayu berciri

khas Islam menjadi budaya Thailand).

Tidak hanya penerapan asimilasi, namun gerakan separatis juga menginginkan

adanya otonomi secara luas atau kemerdekaan dari Thailand. Adanya ideologi

Thainess yang diterapkan oleh Thailand menyebabkan perbedaan ideologi oleh

Thailand Selatan.6 Thainess merupakan karakter nasional yang berkonsep sebagai

bangsa, agama, dan kerajaan yang menjadikan ciri khas Thailand.7

Ideologi Thainess memunculkan kebijakan politik sentralistik yang

memusatkan seluruh kebijakan pada pemerintah pusat.8 Kebijakan sentralistik juga

dianggap sebagai tindakan yang mengintimidasi masyarakat Thailand Selatan dengan

4 Thanet Aphornsuvan, “Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand,” Asia Research

Institute: Working Paper Series No. 32 (Bangkok: Thammasat University, 2004), h. 2. 5 Thomas Goumenos, Mechanism of Ethnic and Separatist Movement, (Essex: Essex University Press,

2006), h. 4. 6 Saichol Sattayanurak, “The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and the “Truth”

Constructed by “Thainess”, (Chiang Mai: Chiang Mai University, t.t), h. 3. 7 Saichol Sattayanurak, “The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and the “Truth”

Constructed by “Thainess”, h. 9. 8 Saichol Sattayanurak, “The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and the “Truth”

Constructed by “Thainess”, 12.

Page 15: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

3

menempatkan pejabat-pejabat pemerintahan daerah berasal dari pemerintah pusat

Thailand.9

Di akhir tahun 2001, bertepatan pada tanggal 24 Desember 2001 menjadi awal

pecahnya kembali konflik di Thailand Selatan. Pasca terpilihnya Thaksin Shinawatra

sebagai Perdana Menteri Thailand, kelompok separatis melancarkan penyerangan ke

lima kantor polisi di Patani, Yala dan Narathiwat yang menyebabkan beberapa polisi

dan seorang satuan pengamanan desa tewas.10

Dalam dua tahun berikutnya, berbagai gangguan keamanan seperti

penembakan terhadap aparat keamanan, pembakaran rumah warga, sekolah dan

gedung pemerintah semakin meningkat dari 50 kasus pada tahun 2001 menjadi 75

kasus tahun 2002 dan 119 kasus pada tahun 2003.11

Gambar I.1.

Jumlah Kasus Konflik di Thailand Selatan Tahun 2001 - 2003

Sumber: International Crisis Group, Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad, ICG, 2005.

9 Saichol Sattayanurak, “The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and the “Truth”

Constructed by “Thainess”, h. 6-7. 10 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding the Conflict’s

Evolving Dynamic, (Virginia: Rand Corporation, 2008), h. 9. 11 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad,” Crisis Asia Group Report No

98, Mei 2005, (Brussel: International Crisis Group, 2005), h. 16.

Page 16: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

4

Pada tanggal 4 Januari 2004, Thailand Selatan kembali bergejolak dengan

insiden pembakaran 20 sekolah dan tiga pos polisi di 13 distrik Provinsi Narathiwat

serta pemboman di jembatan dan jalan layang di Provinsi Yala. Tak berselang lama,

terjadi peristiwa penyerangan dan penjarahan 405 senjata terdiri dari 366 senapan

serbu M-16, 24 pistol, tujuh roket granat, dua senapan mesin M-60 dan empat

peluncur roket di markas militer Rachanakarin, Distrik Jho Ai Rong, Provinsi

Narathiwat, Thailand Selatan.12

Pasca insiden tersebut, pemerintah Thailand membuat kebijakan dengan

memberlakukan status “Darurat Militer” untuk wilayah Patani, Yala, Narathiwat dan

empat distrik di Provinsi Songkhla efektif sejak 5 Januari 2004 serta penambahan

3.000 tentara yang dipimpin Fourth Royal Army yang bertugas menjaga keamanan di

bagian Selatan Thailand termasuk Patani, Yala dan Narathiwat.13

Bahkan, Perdana

Menteri Thaksin Shinawatra memberikan batas akhir tujuh hari pasca insiden di

Thailand Selatan untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan tanpa

melalui proses pengadilan.14

Militer Thailand berhasil menangkap 33 pelaku kejahatan dan lima

diantaranya adalah pemimpin kelompok yang bertanggung jawab atas peristiwa 4

Januari 2004 lalu yaitu Nasoree Saesang, Karim Karubang, dan Jehku Mae Kuteh

12 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad,” h. 17. 13 Felix Heiduk dan Kay Moller, Southern Thailand: The Origin of Violence (Berlin: German Institute

for International Affairs, 2004), h. 1. 14 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 17.

Page 17: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

5

dari Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP) dan Masae Useng dan Waeli Copter

Waji yang berasal dari Barisan Revolusi Nasional (BRN).15

Meskipun pemerintah Thailand berhasil menangkap aktor penting dalam

kerusuhan 4 Januari 2004 silam, situasi dan kondisi di wilayah Thailand Selatan

belum sepenuhnya normal dan terkendali. Dua bulan kemudian, pemerintah Thailand

dikejutkan dengan peristiwa penyerbuan pos pemeriksaan, kantor polisi dan markas

militer di Provinsi Patani, Songkhla, dan Yala pada 28 April 2004.16

Serangan ini dilakukan oleh kelompok separatis Hikmat Allah Abadan

pimpinan ustadz Soh alias Ismail Yusuf Rayalong beserta pengikutnya sekitar 150

orang.17

Pemerintah Thailand mengerahkan militernya untuk mengepung kelompok

ustadz Soh di masjid Krue Sae sehingga terjadi pertempuran sengit yang menewaskan

106 militan dan 5 polisi.18

Akibat dari tindakan represif militer dalam peristiwa masjid Krue Sae,

pemerintah Thailand mendapat kecaman dari berbagai pihak mulai dari organisasi

HAM lokal hingga internasional seperti Amnesty International dan UNHCR.19

UNHCR juga melakukan investigasi atas peristiwa yang paling mematikan dalam

sejarah Thailand.20

Ketika investigasi peristiwa masjid Krue Sae belum usai, Thailand

15 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 17. 16 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding the Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 10. 17 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 21. 18 National Reconciliation Commission, Report of National Reconciliation Commission: Overcoming

Violence Throught the Power of Reconciliation (Bangkok: Secretariat of Cabinet, 2005), h. 46. 19 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 27-28. 20 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 27-28.

Page 18: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

6

Selatan dikejutkan dengan insiden demonstrasi berdarah di kantor polisi Tak Bai,

Narathiwat pada 25 Oktober 2004.21

Demonstrasi yang diikuti oleh sekitar 1.500

orang menuntut atas pembebasan enam warga Narathiwat yang ditangkap atas

tuduhan memasok senjata untuk kelompok separatis.

Dalam insiden ini, militer Thailand membubarkan paksa dan menahan para

demonstran yang menyebabkan 85 orang tewas dan 1.300 lainnya ditahan.22

Insiden

ini berhasil menarik kembali perhatian dunia internasional atas kasus HAM di

Thailand Selatan dan pemerintah bertanggung jawab dengan memberikan santunan

sebesar 10.000 Baht untuk keluarga korban tewas maupun luka-luka dalam insiden

Tak Bai. Pemerintah juga didesak untuk memasukan kasus ini ke dalam investigasi

independen yang dilakukan Komisi Rekonsiliasi Nasional.23

Gambar I.2.

Kasus Konflik di Thailand Selatan 2004 - 2005

Sumber: Srisompob Jitpiromsri, 9 Months Into The 9th

Year, http://www.deepsouthwatch.org/

21 Robert B. Albitron, Thailand in 2004: The “Crisis in South”, Asian Survey Vol. 45 No. 1, (California:

University of California Press, 2005), h. 170. 22 Enam orang demonstran tewas tertembak oleh militer Thailand dalam proses pembubaran aksi

demonstrasi dan 79 orang lainnya tewas dalam tahanan akibat sesak napas dan dehidrasi dalam truk-truk tahanan.

National Reconciliation Committee, h. 47. 23 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 31.

Page 19: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

7

Konflik yang terjadi sepanjang tahun 2004 – 2005 telah berdampak secara

langsung pada bidang ekonomi dan bisnis di empat wilayah konflik di Thailand

Selatan. Sektor perikanan yang menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk

di Thailand Selatan sepi peminat akibat konflik berkepanjangan yang membuat pasar

industri perikanan menurun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dari sektor bisnis

mengalami penurunan seperti properti, dan penyediaan barang dan jasa.24

Sejak pemerintah menetapkan status darurat militer, pengunjung domestik

maupun mancanegara merosot tajam dan mematikan industri perhotelan dan restoran.

Para tenaga pengajar asing pun meninggalkan wilayah tersebut sehingga kegiatan

belajar mengajar terganggu akibat kurangnya pengajar di berbagai lembaga

pendidikan di Thailand Selatan.25

Berbagai peristiwa yang terjadi dalam konflik di Thailand Selatan tak lepas

dari peran para aktor-aktor yang terlibat dalam konflik tersebut. Menurut Wallensten,

konflik dapat terjadi jika adanya konfrontasi antara dua kelompok yang berusaha

mencapai tujuannya masing-masing.26

Dalam hal ini, kelompok separatis di Thailand

Selatan ingin memperjuangkan hak-hak mereka sebagai etnis Muslim Melayu dengan

menentang kebijakan politik asimilasi yang mengganti bahasa Melayu menjadi

24 National Reconciliation Commission, Report of National Reconciliation Commission: Overcoming

Violence Through the Power of Reconciliation, h. 41-42. 25 Robert B. Albritton, Thailand in 2005: The Struggle for Democratic Consolidation, Asian Survey Vol.

46, No. 1, (California: University of California Press, 2006), h. 143. 26 Peter Wallensten, Understanding Conflict Resolution: War, Peace and the Global System, (London:

SAGE Publication Ltd, 2002), h. 16.

Page 20: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

8

bahasa Thai sebagai bahasa nasional dan mengubah sistem pendidikan Islam salafi

menjadi pendidikan sekuler sehingga pemerintah Thailand bisa mengatur regulasi dan

kurikulum pendidikan di Thailand Selatan.27

Pemerintah Thailand merespon aksi kekerasan yang dilakukan gerakan

separatis ini dengan berbagai cara mulai dari perundingan damai dengan pihak

kelompok separatis hingga intervensi bersenjata.28

Sejak tahun 2004, Perdana

Menteri Thaksin Shinawatra menerapkan kebijakan “garis keras” yang cukup

kontroversial yaitu penetapan status darurat militer pasca insiden kerusuhan 4 Januari

2004 di Provinsi Yala, Patani dan Narathiwat.29

Perdana Menteri Thaksin Shinawatra mengirim pasukan sebanyak 24.000

personil terdiri dari 10.000 personil polisi, 10.000 anggota militer dan 4.000 pasukan

penjaga perbatasan.30

Selain itu, Thaksin menambah jumlah pasukan paramiliter yang

terdiri dari 5.000 Ranger, 2.200 pasukan keamanan desa (Chor Ror Bor), 67.400

relawan keamanan desa (Or Sor), 9.541 anggota relawan wanita keamanan desa dan

1.400 pasukan pelindung guru.31

27 Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence and the State in the Patani

Insurgency, SIPRI Policy Paper No. 20, (Swedia: CM Gruppen, 2007), h. 20-21. 28 Anthony L. Smith, “Trouble in Thailand‟s Muslim South: Separatism, not Global Terrorism”, Asia-

Pacific Center for Security Studies Vol. 3 No. 10, December 2004, (Hawai: APCSS, 2004), h. 3. 29 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding the Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 17. 30 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding the Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 17. 31Angel Rabasa, dkk. The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asia: A Net Assessment, (Virginia:

Rand Corporation, 2009), h. 107-111.

Page 21: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

9

Selama kurun waktu 2001-2006, pemerintahan Thaksin lebih

mengimplementasikan kebijakan konfrontasi dengan kelompok separatis melalui

intervensi bersenjata daripada negosiasi politik untuk penyelesaian konflik di

Thailand Selatan. Demi kelancaran implementasi kebijakan Thaksin, ia meningkatkan

alutsista komando daerah militer Keempat (Fourth Royal Army) dengan helikopter

angkut dan helikopter tempur. Hal ini dilakukan untuk memperlancar koordinasi

dalam setiap operasi militer di seluruh wilayah Thailand Selatan.32

Meskipun Thaksin telah menempatkan ribuan pasukan bersenjata dan

menetapkan status darurat militer sejak 5 Januari 2004, keadaan di wilayah Thailand

Selatan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat dari jumlah

insiden konflik di Thailand Selatan mengalami peningkatan dari 1.838 kasus (2004)

menjadi 2.173 kasus (2005).33

Sedangkan jumlah korban jiwa akibat konflik di

wilayah Thailand Selatan cukup tinggi yaitu 1.654 orang (2004) dan 1.675 orang

(2005).34

Pada 16 Juli 2005, Perdana Menteri Thaksin Shinawatra mengumumkan

Undang-Undang Darurat tentang Administrasi Publik dalam Situasi Darurat

(Emergency Decree on Public Administration in Emergency Decree). Undang-

undang yang berisi 19 pasal ini disahkan sebagai upaya alternatif dari status darurat

militer di Thailand Selatan dan melindungi hak-hak warga negara dari tindakan

32 Angel Rabasa, dkk. The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asia: A Net Assessment, h. 111-112. 33 Srisompob Jitpriromsi dan Duncan McCargo, “The Southern Thai Conflict Six Years On: Insurgency,

Not Just Crime”, Contemporary Southeast Asia Vol. 32, No. 2, (Singapura: ISEAS, 2010), h. 157. 34 Srisompob Jitpriromsi dan Duncan McCargo, “The Southern Thai Conflict Six Years On: Insurgency,

Not Just Crime”, h. 162.

Page 22: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

10

sewenang-wenang sehingga undang-undang ini memberikan perlindungan yang lebih

baik kepada masyarakat selama operasi militer berlangsung.35

Akan tetapi, para pegiat HAM baik lokal maupun internasional mengecam

kemunculan undang-undang tersebut. Human Rights Watch, sebuah organisasi HAM

internasional berbasis di Amerika Serikat menyampaikan surat terbuka kepada

Perdana Menteri Thaksin Shinawatra bahwa undang-undang darurat itu tidak

mencerminkan negara Thailand dalam keadaan darurat sepenuhnya namun hanya

sebagian wilayah dari negara Thailand.36

International Crisis Group juga mengkritisi kebijakan Thaksin bahwa undang-

undang darurat telah melanggar kebebasan hidup seseorang dengan memberikan

mandat penuh kepada penegak hukum untuk menghalalkan segala cara dalam

penanganan situasi krisis dan memberikan kekebalan hukum dari segala tuduhan

ataupun tindakan kriminal selama menjalankan tugas.37

Ketua Komisi Rekonsiliasi Nasional Anand Panyarachun yang menangani

kasus konflik di Thailand Selatan ikut bereaksi keras terhadap pengesahan undang-

undang tersebut dan menganggap bahwa gagasan (undang-undang) pemerintah

Thailand tidak sesuai dengan upaya-upaya rekonsiliasi dan hanya akan membawa

situasi di Thailand Selatan semakin kritis, Ia mengatakan:

35 International Crisis Group, “Thailand‟s Emergency Decree: No Solution”, Crisis Asia Group Report

No 105 November 2005, (Jakarta: International Crisis Group, 2005), h. 1-2. 36Human Rights Watch, “Emergency Decree Violates Thai Constitution and Laws,” artikel diakses pada

tanggal 14 Februari 2015 dari laman http://www.hrw.org/legacy/english/docs/2005/08/04/thaila11592_txt.htm 37International Crisis Group, “Thailand‟s Emergency Decree: No Solution”, h. 2-4.

Page 23: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

11

“The authorities have worked inefficiently. They have arrested innocent people

instead of the real culprits, leading to mistrust among locals. So, giving them

broader power may lead to increased violence and eventually a real crisis… The

government’s ideas are not compatible with reconciliation efforts”.38

(Pihak-pihak berwenang tidak bekerja secara efisien. Mereka menangkap orang-

orang yang tidak bersalah atas tuduhan kejahatan, menimbulkan ketidak percayaan

masyarakat [terhadap pemerintah]. Lalu, mereka diberikan kekuasaan yang lebih luas

sehingga memungkinkan bertambahnya pelanggaran dan berakhir pada krisis yang

nyata… Kami [NRC] setuju bahwa gagasan pemerintahan ini tidak sesuai dengan

upaya-upaya rekonsiliasi)”.

Kebijakan represif Thaksin terhadap masyarakat Melayu Muslim di Thailand

Selatan memberikan preseden buruk bagi pemerintah Thailand. Berbagai pelanggaran

HAM yang terjadi akibat tindakan sewenang-wenang pemerintahan Thaksin

berakibat fatal bagi karir politik Thaksin. Selain itu, hubungan penguasa sipil dengan

militer yang buruk semakin memperkeruh situasi politik nasional.

Pada 16 September 2006, sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh Panglima

Tentara Thailand Jenderal Sonthi Boonyaratglin berhasil menggulingkan

pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra sekaligus mengakhiri 15 tahun

kekuasaan Thailand dibawah kepemimpinan penguasa sipil. Kelompok kudeta

menyatakan tiga alasan penting atas pemakzulan Thaksin Shinawatra yaitu kasus

korupsi, kasus penghinaan terhadap keluarga kerajaan, dan penyalahgunaan

kekuasaan dalam konflik di Thailand Selatan.39

Tak berselang lama, kelompok kudeta melantik Jenderal Surayud Chulanont

sebagai Perdana Menteri Thailand. Di masa kepemimpinannya, Surayud

38 The Nations, “Emergency Decrees: Anand Slams Govt as Editors up in Arms,” artikel diakses pada

tanggal 14 Februari 2015 dari http://www.nationmultimedia.com/specials/south/1907.php 39 Patani Forum, Negotiating The Future of Patani, (Patani: Patani Forum, 2014), h. 90.

Page 24: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

12

mengandalkan peran militer dalam berbagai kebijakan terkait penyelesaian konflik

separatis. Latar belakang Surayud yang berasal dari militer, tentu sangat berpengaruh

dalam penentuan kebijakan pemerintah salah satunya pengesahan Undang – Undang

Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act).40

Hubungan masyarakat sipil

dengan militer kembali diuji dengan kepemimpinan penguasa Militer di Thailand.

Pasca pemerintahan Surayud Chulanont, Thailand mengalami beberapa kali

pergantian pemerintahan yang tergolong singkat akibat krisis politik nasional seperti

periode Samak Sundarajev (Februari-Agustus 2008), Somchai Wongsawat

(September-Desember 2008), dan Abhisit Vejjajiva (Januari 2009-Juli 2011).

Pemilu 2011 menjadi momentum penting dengan terpilihnya Yingluck

Shinawatra menjadi Perdana Menteri Thailand. Mengusung tema „Rekonsiliasi

Nasional‟, Yingluck menerapkan strategi yang mengedepankan pendekatan politik

daripada kekuatan militer, salah satunya dialog perdamaian dengan kelompok

separatis dan kesepakatan gencatan senjata selama bulan Ramadhan 2013.41

Pemerintahan penguasa sipil seperti Yingluck Shinawatra membuka lembaran baru

hubungan masyarakat Melayu Muslim dengan pemerintah Thailand.

Beragam upaya penyelesaian konflik di Thailand Selatan telah dilakukan

pemerintah, baik oleh penguasa militer seperti Jendral Surayud Chulanont maupun

40 Canan Atilgan, The Internal Security Act (ISA) Implication for Southern Conflict, (Thailand: Konrad-

Adenauer-Siftung, 2008), h. 1-3. 41 Kathleen Rustici, “Peace Talks Announced to Address the Conflict in Southern Thailand,” Artikel

diakses pada tanggal 26 Maret 2015 dari http://csis.org/publication/peace-talks-announced-address-conflict-

southern-thailand

Page 25: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

13

penguasa sipil seperti Yingluck Shinawatra. Implementasi kebijakan kedua tokoh

penguasa tersebut patut menjadi perhatian utama untuk mencapai tujuan perdamaian

di Thailand Selatan yaitu memulihkan stabilitas ekonomi, sosial dan politik

masyarakat Thailand Selatan serta mengakhiri konflik separatis di empat provinsi

bagian selatan Thailand.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menganalisis

“Penyelesaian Konflik Separatis di Thailand Selatan oleh Penguasa Militer dan

Penguasa Sipil”, studi kasus tentang Perdana Menteri (Jend) Surayud Chulanont dan

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini

difokuskan pada penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan oleh penguasa

militer dan penguasa sipil. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi munculnya gerakan separatis di Thailand Selatan?

2. Bagaimana kebijakan penguasa militer dan penguasa sipil dalam penyelesaian

konflik separatis di Thailand Selatan?

Page 26: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

14

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan Penelitian

Tujuan dan kegunaan akademis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan deskripsi tentang situasi dan kondisi konflik yang terjadi di

Thailand Selatan.

2. Melakukan identifikasi dan mengetahui upaya penyelesaian konflik separatis di

Thailand Selatan oleh penguasa militer dan penguasa sipil.

3. Menganalisa hubungan sipil-militer dalam pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan terkait konflik separatis di Thailand Selatan.

B. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki peran yang cukup signifikan dalam memperkaya studi

tentang separatisme. Kemudian, penelitian ini menunjukan bagaimana peran negara

yaitu pemerintah Thailand dalam upaya penyelesaian konflik separatis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dan peneliti yang memiliki perhatian

dalam penanganan konflik separatis di Thailand.

Page 27: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

15

1.4 Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian juga pernah dilakukan seputar permasalahan konflik di

Thailand Selatan dan peran pemerintah Thailand dalam penganggulangan gerakan

separatis di wilayah tersebut, diantaranya adalah:

Pertama, “Implementasi Kebijakan Perdana Menteri Thaksin

Shinawatra dalam Menyelesaikan Konflik Minoritas Muslim di Thailand

Selatan.” Skripsi ini disusun oleh Mahamarophi Uma di program studi Jinayah

Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu studi yang

membahas tentang kebijakan pemerintah Thailand dalam penyelesaian konflik di

Thailand Selatan pada masa Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yaitu antara tahun

2001-2006 dan langkah-langkah apa saja yang diambil pemerintah Thailand untuk

menyelesaikan konflik minoritas muslim di Thailand Selatan. Uma menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan pendekatan metode content analysis. Sedangkan

teknik pengumpulan data berupa observasi dan penggunaan angket penelitian serta

studi dokumentasi dilakukan untuk menambah data-data yang akan dianalisa dalam

penelitian ini.

Fokus penelitian Uma, seperti terlihat jelas pada judulnya adalah

implementasi kebijakan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Dalam penelitiannya

Uma mencoba untuk menganalisa strategi penerapan kebijakan yang dilakukan oleh

Perdana Menteri Thaksin Shinawatra mulai dari sosialisasi pelaksanaan kebijakan

pemerintah hingga penerapan kebijakan dalam aspek pendidikan, ekonomi, sarana

Page 28: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

16

prasana, budaya dan militer. Uma juga melakukan korespondensi dengan

menganalisa respon masyarakat terhadap penerapan kebijakan Perdana Menteri

Thaksin Shinawatra.

Hasil penelitian Uma ini menyarankan agar implementasi kebijakan di

Thailand Selatan tidak hanya sekedar sosialisasi kebijakan tapi pengawasan dan

evaluasi yang rutin dan intensif juga harus dilakukan sehingga proses penerapan

kebijakan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pelatihan kepada pelaksana

kebijakan harus dilakukan agar mereka memahami dan menjalankan kebijakan sesuai

dengan rencana strategi kebijakan pemerintah Thailand.

Kedua, “Diplomasi Thailand-Malaysia dalam Mengatasi Gerakan

Separatis di Thailand Selatan Periode 2000-2009.” Skripsi ini dilakukan pada

tahun 2012 dan disusun oleh Desy Arisandy dari program studi Hubungan

Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini menjelaskan tentang

dampak negatif yang disebabkan oleh gerakan separatis di Thailand Selatan telah

berimbas pada ketegangan hubungan diplomatik negara Malaysia yang berbatasan

langsung dengan negara Thailand bagian Selatan. Oleh karena itu, Desy berusaha

mengetahui langkah-langkah dan bentuk diplomasi yang dilakukan antara Thailand

dan Malaysia agar gerakan separatis dapat teratasi. Dalam penelitian ini, Desy

menggunakan beberapa teori yaitu diplomasi, kerjasama keamanan, kepentingan

nasional, dan kebijakan luar negeri dengan metode penelitian kualitatif melalui

pendekatan teknik studi pustaka (library research).

Page 29: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

17

Dalam penelitian ini, Desy menjelaskan bahwa diplomasi Thailand-Malaysia

telah terjalin dalam berbagai sektor mulai dari peningkatan sosio-ekonomi di wilayah

perbatasan, mengatasi kewarganegaraan ganda, dan menjalin kerjasama militer

dengan memperketat wilayah perbatasan. Selain itu, Malaysia juga berperan sebagai

fasilitator perdamaian antara pemerintah Thailand dan Organisasi separatis di

Thailand Selatan. Kerjasama diplomasi ini terus dilakukan sehingga konflik internal

di Thailand yang telah terjadi selama hampir satu abad ini berakhir.

Pada dasarnya penelitian yang dilakukan saat ini memiliki objek kajian yang

sama yaitu mengenai konflik dan gerakan separatis di Thailand Selatan. Namun

terdapat perbedaan dari penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu melihat

penerapan kebijakan pemerintah Thailand pada masa Thaksin Shinawatra dan

hubungan diplomatis dengan negara tetangga yaitu Malaysia.

Perbedaan dalam penulisan ini, penulis melihat bagaimana kebijakan

penguasa militer dan penguasa sipil Thailand dalam penyelesaian konflik separatis di

Thailand Selatan. Selain itu, perbedaan lain terletak pada teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori kebijakan publik, teori konflik, dan teori hubungan sipil-

militer.

Page 30: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

18

1.5 Metodologi Penelitian

A. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian

kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif. Melalui metode kajian

kepustakaan ini diharapkan peneliti mampu memberikan informasi yang bersifat

deskriptif, yaitu menjabarkan hal – hal yang berkaitan dengan suatu fenomena

tertentu. Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan dan menganalisa

informasi tentang upaya pemerintah Thailand dalam menyelesaikan konflik

separatisme di Thailand Selatan. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini

diharapkan mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya (naturalistik).

B. Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilakukan melalui kajian dokumentasi dalam teknik

dokumentasi. Penulis mulai membaca, mengkaji, dan mencatat data – data yang

diambil dari berbagai sumber. Data yang dikumpulkan berupa buku-buku, surat

kabar, majalah, bahan elektronik seperti internet, jurnal ilmiah, dan lain sebagainya.

C. Teknik Analisis Data

Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dan dijelaskan menggunakan

analisis isi (content analysis) terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan

cetak (buku, artikel, koran, majalah, dan sebagainya) dan bahan non cetak seperti

gambar, chart, video dan lain – lain.

Page 31: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

19

Dalam penelitian ini, penulis mulai mencari dan mengidentifikasi bukti –

bukti dari data yang telah dikumpulkan. Kemudian penulis mulai memilah data yang

dikumpulkan, mana data yang digunakan dan mana data yang tidak digunakan. Pada

tahap akhir, penulis mulai menganalisa datanya, menginterpretasikan dan

mengkomparasikan dengan sumber-sumber lain dan mengambil kesimpulan akhir

dari analisisnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum, penulis menyajikan sistematika penulisan dalam

lima bab. Hal ini dimaksudkan pembahasan dapat dilakukan secara sistematis

sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mudah di pahami oleh

para pembaca skripsi ini. Adapun pembahasan dan penulisan skripsi ini secara garis

besar, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN.

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, pertanyaan

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoretis dan konseptual,

metodologi penelitian terdiri dari metode, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, dan sistematika penelitian.

Page 32: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

20

BAB II LANDASAN TEORI.

Dalam bab ini, penulis menjelaskan teori–teori yang digunakan sebagai pisau

analisis dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori kebijakan publik,

teori konflik, dan teori hubungan sipil-militer untuk membantu mempertajam analisa

penulis dalam skripsi ini.

BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND

SELATAN.

Pada bab ini, penulis membahas tentang gambaran umum konflik separatis di

Thailand Selatan mulai dari sejarah dan perkembangan konflik di Thailand Selatan,

profil penguasa dari militer yaitu Perdana Menteri Surayud Chulanont, dan profil

penguasa dari sipil yaitu Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, serta informasi

tentang kelompok – kelompok separatis di Thailand Selatan.

BAB IV PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND

SELATAN OLEH PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL.

Bab ini membahas tentang temuan dan analisis yang menjelaskan tentang

upaya mengatasi konflik separatis di Thailand Selatan dengan penerapan analisis dan

teori yang telah dibahas pada landasan teori. Poin–poin yang menjadi bahan analisis

adalah kebijakan penguasa militer dan penguasa sipil Thailand dalam penyelesaian

konflik separatis di Thailand Selatan dan mengevaluasi hasil–hasil yang telah dicapai

pemerintah Thailand dalam mengatasi konflik tersebut.

Page 33: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

21

BAB V PENUTUP

Pada bab ini, penulis berharap dapat mendeskripsikan hasil dari penelitian

dalam bentuk kesimpulan. Selanjutnya untuk melengkapi penelitian ini, penulis

menyisipkan saran–saran agar bahan pertimbangan tentang bahasan yang telah

diangkat sebagai pokok permasalahan.

Page 34: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

22

BAB II

LANDASAN TEORI

3.1 Teori Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan mencakup

berbagai sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.

Terdapat beberapa tingkatan yang bersifat nasional, regional ataupun lokal dalam

bentuk kebijakan seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden,

peraturan menteri, dan peraturan pemerintah daerah/provinsi. Dalam KBBI, kebijakan

dimaknai sebagai sebuah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan

dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak

(tentang pemerintahan, organisasi, dsb); tujuan, prinsip, dan garis pedoman untuk

manajemen dalam usaha mencapai sasaran.42

Sedangkan publik diartikan sebagai

suatu kelompok atau masyarakat dengan kepentingan tertentu.43

Kebijakan publik merupakan modal utama yang dimiliki pemerintah untuk

menata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dikatakan sebagai

modal utama karena hanya melalui kebijakan publiklah pemerintah memiliki

kekuatan dan wewenang untuk mengatur masyarakat sekaligus memaksakan

ketentuan yang telah ditetapkan. Walaupun memaksa, akan tetapi sah dan memiliki

42 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Diknas,

2005), h.131. 43 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 131.

Page 35: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

23

legitimasi yang didasari pada regulasi yang jelas.44

Intervensi yang dilakukan

pemerintah terhadap masyarakat mendorong terjadinya perubahan terhadap publik

melalui usaha-usaha yang telah direncanakan sehingga memberikan dampak yang

cukup berpengaruh pada kehidupan masyarakat.45

Secara terminologi, pengertian kebijakan publik (public policy) memiliki

banyak perspektif yang berbeda-beda dari berbagai ahli, tergantung dari perspektif

tafsirannya. Terdapat pengertian berbeda yaitu kebijakan publik merupakan suatu

tindakan yang diambil pemerintah untuk melakukan suatu hal atau sebaliknya seperti

yang dijelaskan oleh Thomas R. Dye yang dikutip dari Agustino Leo.46

Definisi ini

menekankan bahwa kebijakan publik bukan hanya suatu hasil dari perumusan

masalah tertentu tetapi dapat berupa suatu tindakan yang akan memiliki pengaruh

pada masyarakat baik ketika dilakukan pengambilan keputusan ataupun sebaliknya.

George Edwards III mendefinisikan kebijakan publik sebagai “suatu tindakan

pemerintah yang berupa program-program pemerintah untuk pencapaian sasaran atau

tujuan”.47

Berbeda dengan James A. Anderson, ia mendefinisikan kebijakan publik

merupakan “kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah”.48

44 Budiman Rusli, Kebijakan Publik: Membangun Pelayanan Publik yang Responsif, (Bandung: Hakim

Publishing, 2013), h. 3. 45 Benny Sianturi, Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten

Toba Samosir, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2013), h. 17. 46 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 7. 47 Sri Suwitri, Konsep Dasar Kebijakan Publik, (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang, 2008),

h. 10. 48 AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005), h. 2.

Page 36: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

24

Menurut Carl Friedrich sebagaimana dikutip juga dari Agustino Leo

menerangkan bahwa kebijakan publik terdiri dari rangkaian tindakan atau kegiatan

yang digagas baik perseorangan, kelompok maupun pemerintah dalam suatu

lingkungan yang memiliki permasalahan atau hambatan sehingga diperlukan

kebijakan yang diharapkan dapat mengatasinya dan mencapai tujuan dari kebijakan

tersebut.49

Definisi ini menunjukkan bahwa kebijakan dapat menjadi suatu manajemen

konflik. Carl mencoba menjelaskan bahwa dibutuhkan lebih banyak peran atau aktor

dalam memutuskan suatu masalah sehingga hasil kebijakan pun tidak hanya

berdampak pada pemerintah, tapi juga berbagai pihak yang terlibat dalam pembuatan

kebijakan. Definisi ini juga mengangkat konsepsi dasar demokrasi yaitu setiap orang

memiliki hak untuk bersuara sehingga konsep demokrasi ini dapat berfungsi dalam

perumusan kebijakan publik.

2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik

a. Konsep Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi menjadi salah satu tahapan dalam proses kebijakan dan

petunjuk untuk menjelaskan tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan

dalam mencapai sasarannya. Istilah implementasi pertama kali digunakan oleh Harold

Lawswell, seorang tokoh studi kebijakan publik. Menurut Lawswell, implementasi

merupakan salah satu tahapan atau proses dalam suatu kebijakan publik, perlu adanya

49 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 8.

Page 37: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

25

rangkaian tahapan atau proses yang terdiri dari penyusunan agenda, formulasi,

legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Pendekatan ini dikenal

dengan pendekatan proses (policy process approach).50

Seiring dengan perkembangan studi kebijakan publik, para ilmuwan mulai

menjadikan implementasi menjadi sebuah konsep seperti Jeffrey Pressman dan Aaron

Wildavsky yang dikutip dari Purwanto, implementasi memiliki beberapa ciri khusus

yaitu untuk menjalankan kebijakan (to carry out), untuk memenuhi janji-janji

sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan

output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan kebijakan (to produce), untuk

menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan (to complete).51

Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood, implementasi kebijakan

sangat berkaitan dengan tingkat keberhasilan mengevaluasi masalah lalu

menginterpretasikan ke dalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan,

Van Meter dan Van Horn yang dikutip dari Winarno menyatakan implementasi

kebijakan publik hanya sebatas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau

kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan

sebelumnya. Tindakan-tindakan yang dimaksud diatas meliputi upaya-upaya untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun

50 Erwan Agus Purwanto, Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,

(Yogyakarta: Gava Media, 2012), h. 17. 51 Erwan Agus Purwanto, Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,

h. 17-20.

Page 38: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

26

waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan upaya-upaya untuk mencapai

perubahan-perubahan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan.52

Implementasi merupakan tahap yang penting dalam proses kebijakan publik.

Tahapan ini menjadi penentu dari tingkat keberhasilan maupun kegagalan suatu

kebijakan. Implementasi kebijakan menjadi proses terberat setelah merumuskan

kebijakan, proses ini akan menghadapi berbagai kendala dan hambatan di lapangan

yang berbeda dari konsep yang telah dibuat. Oleh karena itu, diperlukan konsistensi

dalam implementasi kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya agar mempunyai

dampak atau tujuan yang diinginkan.

b. Tahapan Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan publik hakikatnya adalah pelaksanaan atau penerapan

keputusan yang dibuat oleh pemerintah dalam bentuk kegiatan – kegiatan baik dan

ditindak lanjuti kepada badan pelaksana kebijakan, atau oleh pemangku kepentingan

lain yang menjadi sasaran keputusan yang telah diputuskan sebelumnya sehingga

tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan tersebut bisa menimbulkan dampak,

baik dampak positif maupun dampak negatif.

c. Tahapan Implikasi

Proses yang terdapat dalam tahapan ini merupakan hasil dari setiap proses

tahapan interpretasi dan tahapan pengorganisasian.

52 Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007),

h. 102.

Page 39: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

27

2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik

A. Model Grindle

Gambar II.1

Model Implementasi Kebijakan Grindle

Sumber: AG Subarsono, Analisa Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, 2005.

Model implementasi kebijakan yang dipopulerkan oleh Merilee S. Grindle

memiliki dua variabel penting yang mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan,

yaitu isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

implementation).53

Suatu kebijakan yang sudah menjadi program aksi dengan biaya

yang tersedia, belum tentu berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Hal ini

ditentukan dari kemampuan mengimplementasikan kebijakan dan dapat dilihat dari

faktor konten dan konteks kebijakan tersebut.Variabel isi kebijakan Grindle terdiri

atas enam hal, yaitu:

a) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan,

b) Tipe atau jenis manfaat yang akan dihasilkan,

53 AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005), h. 93.

Page 40: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

28

c) Tingkat perubahan yang diharapkan,

d) Kedudukan pengambil keputusan,

e) Pelaksana kebijakan,

f) Sumber daya yang dapat disediakan.

Sedangkan variabel lingkungan implementasi terdiri atas tiga hal, yaitu:

a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat,

b) Karakteristik lembaga dan penguasa,

c) Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana kebijakan.

B. Model George Edwards III

Gambar II.2

Model Implementasi Kebijakan George Edwards III

Sumber: Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Media Presindo, 2007.

Menurut Edwards, implementasi kebijakan merupakan tahapan krusial dalam

suatu kebijakan melalui program-program dan berdampak langsung terhadap

masyarakat sebagai sasaran dan tujuan yang dipengaruhinya.54

Jika suatu kebijakan

yang tidak sesuai dengan masalah yang menjadi target dari kebijakan. Maka,

kebijakan tersebut dapat mengalami kegagalan meskipun diimplementasikan dengan

baik.

54 Sri Suwitri, Konsep Dasar Kebijakan Publik, (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang, 2008),

h. 10.

Page 41: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

29

Sebaliknya, suatu kebijakan yang telah diformulasikan dengan baik untuk

mengatasi suatu masalah di masyarakat, bisa mengalami kegagalan jika pelaksana

kebijakan tidak mampu mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Oleh karena

itu, Edwards menjelaskan empat faktor krusial yang mempengaruhi suatu kebijakan,

yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.55

C. Model Mazmanian dan Sabatier

Gambar II.4

Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier

Sumber: Samodra Wibawa, Evaluasi Kebijakan Publik, PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel dalam model

implementasi kebijakan, yaitu;

1) Karakteristik masalah (tractability of the problem).

55 Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h. 126.

Page 42: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

30

2) Kemampuan regulasi dalam struktur kebijakan (ability of statute to

structurize implementation).

3) Variabel diluar kebijakan/lingkungan (nonstatutory variables affecting

implementation).

Pada variabel karakteristik masalah (tractability of the problem), terdapat

empat faktor penting untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan agar

implementasi kebijakan berjalan dengan efektif, yakni ketersediaan dukungan teknis

dan teoritis, keragaman perilaku kelompok sasaran, persentase kelompok sasaran dari

total keseluruhan populasi, dan tingkat perubahan perilaku yang diharapkan.

Sedangkan pada variabel kemampuan regulasi dalam menstrukturisasi

implementasi (ability of statute to structurize implementation), terdiri atas tujuh

elemen yang menstrukturisasi implementasi suatu kebijakan yaitu kejelasan dan

konsisten tujuan, memiliki kajian tentang kebijakan secara teoritis maupun empiris,

memiliki pendanaan yang memadai untuk menunjang pelaksanaan kebijakan,

integrasi lembaga pelaksana kebijakan, diskresi petugas pelaksana dalam

menjalankan tugas di lapangan, sistem rekrutmen petugas pelaksana, dan keterbukaan

akses bagi publik terhadap implementasi kebijakan.

Di variabel ini, Mazmanian dan Sabatier menekankan faktor eksternal yang

memiliki pengaruh besar pada pelaksanaan kebijakan. Ada enam aspek yang meliputi

kondisi sosial, ekonomi dan teknologi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan,

Page 43: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

31

respon publik terhadap kebijakan, respon dan sumber daya target kebijakan,

dukungan kelompok penguasa, dan komitmen serta kemampuan petugas pelaksana.56

D. Model Van Meter dan Van Horn

Gambar II.3

Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Sumber: Riant Nugroho, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang, PT. Elex Media

Komputindo, 2006.

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn memiliki enam

variabel yang dapat mempengaruhi kebijakan dengan menghubungkan seluruh

variabel ke dalam suatu simpul yang saling berkaitan antara kebijakan dan

pencapaian. Model ini memperlihatkan hubungan berbagai faktor yang

mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn

menjelaskan keenam variabel sebagai berikut;

a. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran merupakan hal penting dalam suatu kebijakan yang harus

diperhatikan dan dilakukan oleh pelaksana kebijakan. Hal ini berkaitan dengan

56 Samodra Wibawa, Evaluasi Kebijakan Publik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 25-26.

Page 44: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

32

kinerja kebijakan yang menjadi tolak ukur atas tingkat keberhasilan kebijakan yang

telah dirumuskan oleh pembuat kebijakan. Oleh karena itu, standar dan sasaran

kebijakan harus disusun dengan baik, jelas dan terarah sehingga dalam tahap

pelaksanaan tidak terjadi permasalahan dalam penafsiran kebijakan yang telah

ditetapkan.

b. Sumber Daya

Suatu kebijakan yang telah dirancang dengan baik dan rapi tentunya

memerlukan sumber daya yang memadai untuk menunjang dan menggerakkan

pelaksanaan kebijakan agar sesuai dengan standar dan sasaran yang ditetapkan.

Sumber daya berupa dukungan finansial, tenaga manusia, dan alat-alat perlengkapan

lainnya sangat diperlukan untuk membantu kelancaran implementasi kebijakan agar

dapat berjalan efektif dan efisien.

c. Hubungan Antar Organisasi

Komunikasi merupakan hal penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan atau

dalam hal ini koordinasi intra organisasi/instansi pelaksana kebijakan mulai dari

tingkat pimpinan hingga petugas pelaksana di lapangan semesti memiliki alur

komunikasi dan koordinasi yang baik dan jelas agar memudahkan pelaksanaan

kebijakan kepada target atau sasaran kebijakan.

Page 45: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

33

Selain hubungan intra organisasi/instansi terkait, keberhasilan implementasi

kebijakan juga didukung oleh hubungan yang baik antar organisasi yang terlibat atau

memiliki kepentingan yang sama dalam kebijakan tersebut.57

d. Karakteristik Petugas Pelaksana

Karakteristik yang dimaksud Van Meter dan Van Horn dapat diperhatikan

dari struktur birokrasi badan pelaksana yang mencerminkan karakteristik, norma-

norma, dan pola-pola hubungan dalam birokrasi. Ketiga hal tersebut sangat

mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan. Implementasi kebijakan sangat

terpengaruh pada struktur birokrasi yang terjadi pada suatu organisasi karena alur

birokrasi telah menciptakan hubungan yang simultan antar petugas pelaksana

kebijakan. Norma-norma yang muncul dalam suatu organisasi akan menentukan cara

pelaksanaan kebijakan baik secara formal seperti standard operating procedure

(SOP) atau pedoman pelaksanaan kebijakan maupun secara informal seperti

informasi yang bersifat nasihat dari pimpinan kepada petugas pelaksana lapangan.58

e. Kondisi Sosial, Politik dan Ekonomi

Efektivitas suatu kebijakan tak hanya dipengaruhi oleh tingkat kecakapan

petugas pelaksana dalam menjalankan kebijakan tapi juga terdapat faktor eksternal

yang tak kalah penting untuk dicermati dalam implementasi kebijakan yaitu kondisi

sosial, politik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan tersebut. Kondisi ini

meliputi sumber daya ekonomi yang menunjang pelaksanaan kebijakan, tingkat

57 Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h. 112-114. 58 Samodra Wibawa, Evaluasi Kebijakan Publik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 20-21.

Page 46: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

34

dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan terhadap kebijakan, keadaan sosio-

ekonomi masyarakat yang akan dipengaruhi kebijakan, karakter dan opini publik

terhadap implementasi kebijakan, serta dukungan elit politik dalam pelaksanaan

kebijakan.

f. Disposisi Pelaksana

Van Meter dan Van Horn menegaskan dalam variabel ini bahwa keberhasilan

dan kegagalan implementasi suatu kebijakan ditentukan oleh perilaku petugas

pelaksana. Pemahaman dan pengetahuan petugas pelaksana terhadap kebijakan yang

dijalankan menjadi faktor penting dalam efektivitas implementasi kebijakan. Selain

itu respon atau sikap petugas pelaksana juga penting agar penyampaian informasi

kepada target atau sasaran kebijakan dapat tersampaikan dengan baik dan jelas.

Petugas pelaksana kebijakan semestinya memiliki kesamaan preferensi nilai

dengan sistem nilai kebijakan yang telah dibuat. Bersikap netral, loyal, dan obyektif

dalam menerapkan kebijakan kepada masyarakat menjadi faktor utama keberhasilan

implementasi kebijakan.59

Dalam penelitian ini, model implementasi Van Meter dan Van Horn

digunakan sebagai acuan dalam menganalisa proses implementasi kebijakan oleh

penguasa sipil dan penguasa militer terkait penyelesaian konflik di Thailand Selatan.

59 Samodra Wibawa, Evaluasi Kebijakan Publik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 21-22.

Page 47: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

35

2.2 Teori Konflik

Konflik merupakan masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan

pandangan antara dua orang, kelompok bahkan negara.60

Konflik juga merupakan

gejala sosial yang selalu ada dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat

inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana

saja dan kapan saja. Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin

“con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.61

Pada

umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan

dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan

peperangan internasional.

Konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka

seperti nilai, status, kekuasaan dan sebagainya dimana tujuan mereka berkonflik itu

tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untk menundukkan pesaingnya.

Konflik artinya perselisihan atau pertentangan. Sedangkan konflik sosial yaitu

pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh dikehidupan.

Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa

memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.62

Dalam pengertian lain, konflik

60 Council of Europe, Youth Transforming Conflict: Understanding Conflict, diakses pada tanggal 27

April 2015 dari laman http://pjp-eu.coe.int/documents/1017981/7110680/3-Understandingconflict.pdf/0f63c846-

6942-4e8f-83c0-3626f2f73dfa 61 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan

Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 345. 62 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 99.

Page 48: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

36

merupakan suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau

kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan.63

Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena

pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan

integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-

hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan

perbedaan kepentingan sosial.

Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki

kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan

dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa diantaranya yang dapat

diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga

menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat

diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang

terkecil hingga peperangan.

Karl Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam

bidang perekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan atau konflik

juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan politik.64

Segi

pemikiran filosofis Marx berpusat pada usaha untuk membuka kedok sistem nilai

masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi yang

63 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2005), h. 68. 64 Karl Marx dan Friedrich Engels, The Communist Manifesto: A Modern Edition, (New York: Verso,

1998), h. 35.

Page 49: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

37

mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun dalam

pandangannya, orientasi budaya tidak seluruhnya ditentukan oleh struktur kelas

ekonomi, orientasi tersebut sangat dipengaruhi dan dipaksa oleh struktur tersebut.

Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materiil seperti terlihat dalam struktur

masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu para

pelakunya.

Terdapat beberapa segi kenyataan sosial yang Marx tekankan, yang tidak

dapat diabaikan oleh teori apa pun yaitu antara lain adalah; pengakuan terhadap

adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling

bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari

posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran dan

berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur sosial,

merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Marx lebih cenderung melihat nilai dan

norma budaya sebagai ideologi yang mencerminkan usaha kelompok-kelompok

dominan untuk membenarkan berlangsungnya dominasi mereka.

Lewis A. Coser terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur

sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu

mengabaikan studi tentang konflik sosial.65

Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi

yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori

konflik), Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua

65 Lewis Coser, The Functions of Social Conflict, (New York: The Free Press, 1956), h. 16.

Page 50: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

38

pendekatan tersebut. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil

persetujuan dan konsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional

struktural, tetapi dia juga menunjuk pada proses lain yaitu konflik sosial.66

Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara

potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok

tertentu.67

Coser menunjukkan bahwa konflik dengan kelompok luar akan membantu

pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga

dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser berpendapat bahwa “tingkat

konsensus kelompok sebelum konflik terjadi” merupakan hubungan timbal balik

paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok.

Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok itu tergantung pada

penerimaan secara total seluruh aspek-aspek kehidupan kelompok. Konflik dengan

kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis, tetapi konflik ini

sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan emosional yang

intim) berdasar atas isu yang non-realistis.68

Coser mengatakan musuh-musuh baru mungkin mencoba untuk lebih

memperkuat perkembangan dan peningkaan kohesi kelompok-kelompok yang

demikian tak hanya mencapai identitas struktural lewat oposisi dengan berbagai

kelompok luar tetapi dalam perjuangannya juga mengalami peningkatan integrasi dan

66 Lewis Coser, The Functions of Social Conflict, (New York: The Free Press, 1956), h. 33. 67 Lewis Coser, The Functions of Social Conflict, h. 46. 68 Lewis Coser, The Functions of Social Conflict, h. 67.

Page 51: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

39

kohesi.69

Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai

dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber

pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya.70

Berbeda dengan Coser, Edward Azar mendefinisikan konflik berasal dari

suatu kelompok (etnis, agama, bahasa, atau karakteristik budaya) ditolak identitasnya

di suatu wilayah yang memiliki perbedaan dengan identitas tersebut.71

Dipahami oleh

Edward bahwa konflik adalah gagasan realis politik yang melihat konflik menjadi

perebutan kekuasaan tak terelakkan dan semua tingkatan berusaha untuk membangun

beberapa keunggulan komparatif.

Konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka

seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya. Tujuan pihak yang berkonflik tidak

hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Seperti

yang didefinisikan oleh Lawang, Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan

dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan

sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif

terbatas.72

Menurut Dahrendorf, ia melihat teori konflik sebagai teori parsial,

menganggap teori itu merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa

69 Lewis A. Coser, “Social Conflict and the Theory of Social Change”, The British Journal of Sociology,

Vol. 8, No. 3, September 1957, (London: The London School of Economics and Political Science, 1957), h. 203. 70 Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998),

h. 156. 71 Edward E. Azar, The Management of Protracted Conflict: Theory & Cases, (Aldershot: Dartmouth,

1990), h. 6. 72 Robert Lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), h. 53.

Page 52: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

40

fenomena sosial. Dahrendorf menganggap masyarakat berisi ganda, memiliki sisi

konflik dan sisi kerjasama.73

Asumsi Dahrendorf tentang masyarakat ialah bahwa

setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta

konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan

kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam

masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki

kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan

ketertiban dalam masyarakat.

Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsesus

yang dikenal dengan teori konflik dialektika.74

Dengan demikian diusulkan agar teori

sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsesus. Teori

konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat

masyarakat sedangkan teori konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat.

Bagi Dahrendorf, masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat

disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di

dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain.

Jadi ada perilaku yang ditentukan dan perilaku yang otonom, maka keduanya harus

seimbang.

73 Ralf Dahrendorf, Class and Class Conflict in Industrial Society, (Stanford: Stanford University Press,

1959), h. 24 74 Ralf Dahrendorf, Class and Class Conflict in Industrial Society, h. 24.

Page 53: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

41

Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat

memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan,

sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya

masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan

juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat

didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat

mempunyai dua wajah (konflik dan konsensus).75

Oleh karena itu, harus dibagi

menjadi dua bagian: teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus harus

menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji konflik

kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama

dihadapan tekanan itu. Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat tak akan ada tanpa

konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Jadi, kita tidak akan

punya konflik kecuali ada konsensus sebelumnya.76

Konsep teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan fakta

sosial. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi

faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah

suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi serta

perbedaan wewenang di antara individu dalam masyarakat itulah yang harus menjadi

75 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: CV. Rajawali, 2000), h.131. 76 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prenada Media, 2004),

h. 154.

Page 54: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

42

perhatian utama. Struktur yang sebenarnya dari konflik-konflik harus diperhatikan di

dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap

kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa konflik adalah

mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.77

2.3 Teori Hubungan Sipil-Militer

Sejak tahun 1945, studi hubungan sipil-militer mulai berkembang di Amerika

Serikat. Kemunculan studi ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu perubahan

situasi keamanan internasional pasca perang dunia II, dan perkembangan ilmu sosial

modern abad ke-20.78

Perkembangan studi hubungan sipil-militer semakin pesat ketika munculnya

tokoh Samuel Huntington dengan karyanya “The Soldier and The State”. Huntington

mengemukakan gagasannya mengenai teori hubungan sipil-militer bahwa kelompok

sipil dapat mengendalikan militer melalui dua cara yaitu kontrol sipil subyektif

(Subjective Civilian Control) dan kontrol sipil obyektif (Objective Civilian

Control).79

Huntington memfokuskan teori hubungan sipil-militer dengan meminimalisir

kekuasaan yang dimiliki militer dan memperkuat kekuasaan sipil atas militer. Oleh

karena itu, Huntington mengemukakan konsep kontrol sipil subyektif (Subjective

77 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2010), h. 26. 78 Peter Douglas Feaver, “Civil-Military Relations”, Annual Review of Political Sciences Vol. 2, (North

Carolina: University of Kentucky, 1999), h. 212. 79 Samuel P. Huntington, The Soldier and The State: Theory and Politics of Civil-Military Relations,

(Massachussett: Harvard University Press, 1964), h. 80.

Page 55: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

43

Civilian Control). Konsep ini berusaha memaksimalkan peran dan kekuasaan sipil

dengan penguatan konstitusi negara – parlementer dan presidensial. Pada akhirnya,

militer harus bergantung pada kelompok elit politik dan memperlemah pengaruh

militer dengan menolak keberadaan institusi militer yang independen sehingga terjadi

civilianization of the military.80

Berbeda halnya dengan kontrol sipil subyektif, pendekatan kontrol sipil obyektif

(Objective Civilian Control) lebih terfokus pada penguatan potensi militer sebagai

lembaga profesional. Demi tercapai tujuan tersebut, kelompok elit sipil harus

membagi kekuasaan kepada militer dengan memberikan otonomi khusus dalam hal

keamanan dan pertahanan serta kebijakan yang mendukung profesionalitas militer.

Sebaliknya, militer harus menghargai adanya kekuasaan politik sipil dan bersedia

menjadikan militer sebagai alat negara. Hal ini berdampak pada pembatasan militer

terhadap posisi atau pengaruh politik.81

Jika dirujuk menggunakan teori hubungan sipil-militer oleh Huntington,

profesionalitas militer di Thailand sangat berpengaruh besar pada politik nasional

Thailand sehingga hubungan sipil-militer di Thailand tidak selalu berjalan mulus dan

kerap terjadi ketegangan yang memicu timbulnya krisis politik berkepanjangan.

Khusus penanganan konflik separatis di Thailand Selatan, terjadi perebutan

kekuasaan dalam kepemimpinan proses rekonsiliasi konflik di Thailand Selatan.

80 Samuel P. Huntington, The Soldier and The State: Theory and Politics of Civil-Military Relations,

h. 83. 81

Samuel P. Huntington, The Soldier and The State: Theory and Politics of Civil-Military Relations, h.

80-85.

Page 56: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

44

Kubu Thaksin bersama para pemimpin elit politik dan birokrat bersaing dengan

kekuasaan Raja Thailand bersama militer yang menganggap dirinya sebagai “The

Guardian of Thai Nation” (Penjaga Bangsa Thailand).82

Ketegangan dalam hubungan

sipil-militer dapat terjadi jika penguasa menggunakan militer sebagai alat perubahan

sosial.83

Kepemimpinan penguasa militer Surayud Chulanont berusaha meminimalisir

peran sipil dalam proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan dengan lebih

mengedepankan penggunaan aparat keamanan dan operasi militer. Sedangkan

kepemimpinan penguasa sipil Yingluck Shinawatra berusaha mengurangi peran

militer dalam sektor keamanan di Thailand Selatan dan memaksimalkan peran sipil

khususnya penggunaan paramiliter (kelompok sipil bersenjata) serta memfokuskan

pada isu pembangunan dan perundingan dengan militer.

82 International Crisis Group, “A Coup Ordained? Thailand Prospects for Stability” Crisis Group Asia

Report No263 December 2014, (Bangkok: International Crisis Group, 2014), h. 1-3. 83 Edward R. Taylor, Command in The 21st Century: An Introduction of Civil-Military Relations,

(California: United State Naval Academy, 1998), h. 30.

Page 57: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

45

BAB III

LATAR BELAKANG KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

Gerakan separatisme merupakan suatu gerakan yang berupaya memisahkan

diri dari suatu wilayah atau sekelompok manusia.84

Gerakan separatis sering terjadi

akibat munculnya rasa ketidakadilan terhadap kebijakan yang telah dibuat atau

adanya kesenjangan sosial terhadap wilayah tersebut sehingga timbul upaya untuk

melawan penguasa dan menginginkan kemerdekaan. Keinginan tersebut menuntut

keadilan atas hak-hak politik atau hak kekayaan alam yang terkandung dalam wilayah

tersebut.

Separatisme merupakan gerakan politik terhadap suatu negara yang bercita-

cita untuk membentuk sebuah daerah otonom menjadi wilayah merdeka.85

Pola inilah

yang ditemukan dalam gerakan separatis di Thailand Selatan. Berawal dari kegagalan

pemerintah Thailand mengakomodasi perbedaan identitas dengan menerapkan

kebijakan yang monolitik (single identity) melalui berbagai program integrasi dan

sentralisasi pembangunan nasional. Kebijakan ini secara langsung memaksa

masyarakat Islam Melayu di Thailand Selatan agar mengadopsi kehidupan

masyarakat Buddha Thailand.

Situasi ini didukung oleh keadaan sosial ekonomi yang cenderung miskin di

empat provinsi Islam di Thailand Selatan. Hal ini diakibatkan adanya kesenjangan

84 Yuna Hiraide, “Creating A Framework for the Peaceful Resolution of the Separatist State

Movement,” DIMUN V Research Report, 13 November 2014, h. 1. 85 Thomas Goumenos, Mechanism of Ethnic and Separatist Movement, (Essex: Essex University Press,

2006), h. 4.

Page 58: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

46

pembangunan dan kurangnya perhatian pemerintah dalam pemerataan ekonomi.

Kegagalan pejabat pemerintah daerah yang berasal dari utusan pemerintah pusat

dalam melakukan pendekatan kepada warga setempat dan kurangnya pemahaman

terkait agama, budaya dan etnik menimbulkan rasa ketidakpuasan warga terhadap

otoritas yang memimpin wilayah tersebut dan melatarbelakangi lahirnya ide-ide

untuk memperoleh keadilan dan persamaan hak sebagai warga negara.

Berbagai upaya dilakukan agar tercapai tujuannya mulai dari penyampaian

aspirasi secara damai melalui dialog dengan otoritas setempat hingga tindakan

anarkis yang mengganggu keamanan dan stabilitas politik wilayah tersebut demi

mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat ataupun penguasa. Hal inilah

yang dialami Thailand, gerakan separatis yang terdapat di bagian Selatan negara ini

berupaya untuk memperoleh otonomi khusus hingga memisahkan diri dari Thailand.

3.1 Gambaran Umum Konflik Separatis di Thailand Selatan

Konflik separatis yang terjadi di Thailand Selatan merupakan hasil dari

konflik lama antara kelompok minoritas Muslim Melayu dengan kelompok mayoritas

Buddha Siam (Thailand). Wilayah yang telah menjadi tempat tinggal bagi tiga juta

jiwa warga Muslim atau 80 persen dari jumlah populasi di provinsi Patani, Yala, dan

Narathiwat.86

86 Felik Hiduk dan Kay Moller, “Southern Thailand: The Origins of Violence”, Stiftung Wissenschaft

und Politik Comment Vol. 7, Mei 2004, (Berlin: German Institute or International and Security Affairs, 2004), h. 2.

Page 59: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

47

Konflik di Thailand Selatan diawali sejak peristiwa aneksasi wilayah Patani

Raya (Patani, Yala, Narathiwat dan Songkla) ke dalam wilayah kerajaan Siam

(Thailand). Proses penggabungan wilayah ditandai dengan perjanjian pembagian

wilayah antara kerajaan Siam (Thailand) dengan pemerintah Inggris tahun 1909

(Anglo-Siam Treaty).87

Pasca perjanjian tersebut, wilayah Patani, Yala, Narathiwat

dan Songkla dengan mayoritas penduduk beragama Islam keturunan Melayu

terintegrasi ke dalam kerajaan Siam yang menganut agama Buddha.

Sejak integrasi wilayah Patani menjadi Thailand Selatan, masyarakat Muslim

Melayu harus mengikuti pola integrasi nasional yang diterapkan Thailand yaitu

ideologi Thainess. Ideologi Thainess merupakan karakter nasional yang berkonsep

sebagai satu bangsa, satu bahasa, satu agama, dan satu kerajaan yang menjadi ciri

khas Thailand.88

Paham Thainess menjadi dasar kebijakan pemerintah Thailand

memberlakukan program asimilasi diseluruh wilayah Thailand. Hal ini menjadikan

bahasa resmi negara adalah bahasa Thai dan mengeliminasi budaya Melayu yang

identik dengan Islam menjadi budaya Thai.89

Selain kebijakan asimilasi terdapat juga

kebijakan politik sentralistik yang dianggap sebagai tindakan yang mengintimidasi

87 Thanet Aphornsuvan, “Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand,” Asia Research

Institute: Working Paper Series No. 32, (Bangkok: Thammasat University, 2004), h. 2. 88 Thanet Aphornsuvan, “Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand,” h. 9. 89 Saichol Sattayanurak, The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and the “Truth”

Constructed by “Thainess, (Chiang Mai: Chiang Mai University, t.t), h. 3.

Page 60: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

48

masyarakat Thailand Selatan dengan menempatkan pejabat-pejabat pemerintah

daerah di Thailand Selatan berasal dari utusan pemerintah pusat Thailand.90

Masyarakat Muslim Melayu dipaksa menjadi bagian negara Thailand melalui

serangkaian program integrasi dengan menjadikan mereka bangsa Thai (Thainess).

Pemerintah Thailand secara paksa telah menghancurkan kedaulatan dan kemandirian

masyarakat Muslim Melayu sebagai suatu entitas politik, budaya, bahasa, dan agama

yang telah ada sebelumnya. Kegiatan pembangunan nasional diimplementasikan

melalui program migrasi yang dipaksakan (forced migration policy), sentralisasi

pembangunan serta timpangnya pembagian hasil sumberdaya ditambah lagi dengan

implementasi praktek asimilasi masyarakat mayoritas Buddha Thailand baik dalam

bidang sosial politik, sosial budaya, maupun sosial ekonomi terhadap Muslim Melayu

di Thailand Selatan.91

Dilihat secara geografis, perubahan wilayah yang terjadi ini, Patani yang

asalnya merdeka dan merupakan mayoritas kemudian berubah sebagai wilayah

subordinat Thailand serta menjadi minoritas di level nasional.92

Muslim Melayu di

Thailand Selatan memiliki agama, budaya, bahasa, dan ethnik yang berbeda pula

sehingga mereka sering dianggap sebagai outsider, orang luar dan warganegara kelas

dua di Thailand. Kelompok minoritas Muslim Patani seakan tidak mendapat tempat

90 Thanet Aphornsuvan, “Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand,” h. 67. 91 Paulus Rudolf Yuniarto, “Minoritas Muslim Thailand: Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar

Gerakan Separatisme”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 7, No. 1, Tahun 2005, (Jakarta: LIPI, 2005),

h. 91-92. 92 Paulus Rudolf Yuniarto, “Minoritas Muslim Thailand: Asimilasi, Perlawanan Budaya, dan Akar

Gerakan Separatisme”, h. 94-95.

Page 61: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

49

dan mendapat perlakuan yang berbeda. Mereka dipandang sebagai kelompok lain

(outsiders) justru di tanah airnya sendiri. Kenyataan ini bisa menjadi acuan, mengapa

daerah Selatan Thailand sering muncul konflik dibandingkan daerah lainnya.

Konflik berkepanjangan memicu tumbuhnya generasi baru perlawanan

masyarakat Muslim Melayu. Pada tahun 1950-an atau setengah abad pasca

penggabungan paksa wilayah Patani Raya ke dalam negara Thailand dan

implementasi kebijakan-kebijakan yang tidak akomodatif bagi masyarakat Melayu

Muslim di wilayah Thailand Selatan. Muncullah organisasi-organisasi separatis yang

bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Muslim Melayu diantaranya;

a. Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP) yang didirikan oleh para

pemuka agama setempat dan didukung oleh kaum intelektual muslim

Thailand yang berasal dari Arab Saudi, Mesir dan Pakistan;

b. Barisan Revolusi Nasional (BRN) dibentuk oleh sekumpulan prajurit-

prajurit Muslim di wilayah Thailand Selatan;

c. Patani United Liberation Organization (PULO) merupakan organisasi

yang didirikan oleh para pelajar Muslim di Thailand Selatan yg bersekolah

diluar negeri;

d. Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP) yang berasal dari sekumpulan

veteran perang Afghanistan dari wilayah Thailand Selatan.93

93 Felik Hiduk dan Kay Moller, “Southern Thailand: The Origins of Violence”, h. 2.

Page 62: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

50

3.2 Kelompok – Kelompok Gerakan Separatis di Thailand Selatan

3.2.1 Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP – BIPP)

Barisan Nasional Pembebasan Patani atau disingkat BNPP merupakan

organisasi separatis pertama yang terbentuk pada tahun 1959.94

Organisasi ini

pertama kali dipimpin oleh Tengku Mahmud Mahyiddin, anak dari raja Patani

terakhir, Tengku Abdul Kadir. Pembentukan BNPP di insiasi oleh dua organisasi

masyarakat di Thailand Selatan yaitu Gabungan Melayu Patani Raya (GAMPAR),

dan Patani People’s Movement (PPM).95

Para tokoh-tokoh penting dalam BNPP

berasal dari berbagai golongan mulai dari politisi, pemuka agama hingga tokoh

pendidikan di Thailand Selatan.

Pergerakan organisasi ini cukup masif dan terstruktur, BNPP merekrut para

pemuda dan pelajar muslim dan kemudian dikirim keluar negeri diantaranya

Malaysia, Indonesia, Mesir, Pakistan, dan Arab Saudi untuk membangun jaringan

BNPP di luar negeri seperti Rumah Patani di Mesir dan Akhon di Arab Saudi. Selain

itu, BNPP juga mengirim para pemuda untuk berlatih kemiliteran dan teknik gerilya

di Libya, Suriah dan Afghanistan. Semua hal itu dilakukan untuk mendidik para

kader muda BNPP untuk memperjuangkan kemerdekaan Patani Raya.96

94 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, Crisis Group Asia Report

N°98, Mei 2005, (Singapura: International Crisis Group, 2005), h. 6. 95 Osman Abdullah Chuah, ”Conflict and Peace Initiatives Between Minority Muslims and Thai

Buddhists in Southern Thailand,” diakses pada tanggal 19 Oktober 2014 dari laman

http://www.religionconflictpeace.org/print/61 96 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 6-7.

Page 63: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

51

Pembentukan pasukan bersenjata juga menjadi salah satu cara BNPP

melancarkan intervensi terhadap pemerintah Thailand. Dibawah kepemimpinan

militer Idris Mat Diah alias Pak Yeh alias Deureh Madiyoh, BNPP berhasil

menghimpun sekitar 200 - 300 personil untuk menjalankan aksi – aksi subversif

terhadap aparat keamanan Thailand sekaligus memprovokasi masyarakat muslim

untuk bergabung sebagai anggota BNPP.97

Pemimpin BNPP Tengku Abdul Jalal menetap di Kelantan, Malaysia dan

menjalankan berbagai agenda politik di Malaysia diantaranya menjalin kerjasama

dengan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) dan mengajak para pemuda untuk menjadi

warga Malaysia dan memiliki kewarganegaraan ganda serta masuk ke dalam

pemerintahan Malaysia agar mempermudah BNPP dalam menjalankan operasi lintas

perbatasan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan BNPP baik dalam maupun luar

negeri, Barisan Nasional Pembebasan Patani menjadi sangat terkenal di dunia

internasional dan menjadi ancaman terbesar bagi pemerintah Thailand. Hal ini

terbukti dengan keberhasilan BNPP membawa permasalahan Thailand Selatan ke

Konferensi Menteri Luar Negeri Muslim di Istanbul, Turki pada tahun 1976.98

Selain

97 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 6-7. 98 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 36.

Page 64: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

52

itu, menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi internasional seperti Organisasi

Pembebasan Palestina (PLO), Liga Arab, dan Organisasi Konferensi Islam (OIC).99

Barisan Nasional Pembebasan Patani melakukan berbagai macam upaya

untuk memperoleh kemerdekaan dan terlepas dari kekuasaan pemerintah Thailand.

Prinsip ini sangat berbeda dari organisasi-organisasi pendahulunya seperti Gabungan

Melayu Patani Raya (GAMPAR) memiliki tujuan untuk bergabung dengan Malaysia

atau Patani People’s Movement (PPM) menuntut adanya otonomi khusus untuk

beberapa wilayah di Thailand Selatan yaitu Patani, Yala, dan Narathiwat. BNPP

memiliki cakupan yang sangat luas, tak hanya sekedar daerah otonomi khusus atau

integrasi tetapi negara independen yang berdaulat.100

Demi mencapai tujuan kemerdekaan Patani Raya, BNPP menetapkan

landasan revolusi dan manifesto perjuangan Melayu Muslim Patani.101

Berikut lima

landasan revolusi Barisan Nasional Pembebasan Patani yaitu;

1) Angkatan tentara gerilya adalah angkatan tentara nasional, sebagai angkatan

tentara rakyat Patani yang berjuang untuk kemerdekaan dan tidak melakukan

perkara-perkara yang tidak adil atau menghina kaum wanita dan anak-anak.

2) Tidak melakukan perampokan harta benda, membuat kebinasaan atau

mengganggu mata pencaharian rakyat yang sah mengikuti undang-undang dan

menurut prinsip ajaran Islam.

99 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 7. 100 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 11. 101 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 35.

Page 65: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

53

3) Menghormati adat-istiadat atau carahidup rakyat serta memberikan kerjasama

terhadap mereka.

4) Berjuang dengan gagah dan berani di samping menghormati tunas-tunas

perjuangan dengan tenaga dan daya sendiri, dan segala peralatan senjata yang

dirampas akan dirahasiakan tempat simpanannya.

5) Segala keputusan masyarakat hendaklah mengikuti suara terbanyak dan ini

akan dianggap penting, hendaklah diadakan latihan-latihan dan memberikan

pengetahuan mengenai peperangan, muslihat perang gerilya dan ajaran-ajaran

doktrin pemberontakan.

Barisan Nasional Pembebasan Patani juga memiliki enam manifesto yang

menjadi cita-cita perjuangan kemerdekaan Patani Raya, yakni:

1) Menuntut kemerdekaan hak bangsa Melayu Patani yaitu Tanah Air, Agama

Islam, Bahasa, kebudayaan dan Kedaulatan pemerintahan Melayu Patani.

2) Mewujudkan sebuah negara Islam Patani dan mewujudkan sebuah masyarakat

yang menjalankan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari serta menuntut

keridhoan dari Allah SWT.

3) Berusaha menyatukan perjuangan kemerdekaan Patani supaya berada di

bawah satu puncak pimpinan partai.

4) Mengorganisasikan kekuatan rakyat ke arah perjuangan kemerdekaan yang

lebih terorganisir.

5) Menjadikan suara rakyat Patani keperingkat antara bangsa.

6) Menegakkan konsep hidup bersama antara negara dan menjunjung tinggi

piagam bangsa-bangsa bersatu.102

Pada tahun 1977, pemimpin BNPP Tengku Abdul Jalal meninggal di

Kelantan, Malaysia. Hal ini menjadi awal kemunduran organisasi tersebut. Setahun

102 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 36.

Page 66: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

54

kemudian, Partai Islam Se-Malaysia (PAS) sebagai aliansi utama organisasi BNPP

mengalami kekalahan dan menjadikan BNPP semakin merosot. Pada tahun 1986,

BNPP resmi berganti nama menjadi Barisan Islam Pembebasan Patani (BIPP).103

3.2.2 Barisan Revolusi Nasional (BRN)

Organisasi ini didirikan pada bulan Maret 1960 oleh Ustadz Haji Abdul

Karim Hassan, seorang guru agama di distrik Ruso, Narathiwat. Pembentukan

Barisan Revolusi Nasional atau disingkat BRN di latar belakangi oleh kebijakan

Program Peningkatan Pendidikan yang dicetuskan pemerintah Thailand dibawah

kepemimpinan Marsekal Sarit Thannarat yang memerintahkan agar sekolah-sekolah

agama untuk menerapkan kurikulum sekuler dalam kegiatan belajar mengajar dan

mengubah status dari sekolah agama (ponoh) menjadi sekolah umum pendidikan

Islam (rongrian ekachon son satsana Islam).104

Bagi sekolah yang menolak

kebijakan,akan ditutup secara paksa.

Penerapan kebijakan ini menyebabkan banyak pelajar Melayu Muslim

melanjutkan studi ke sekolah sekuler yang mengadopsi kurikulum nasional Thailand.

Sedangkan para guru agama menentang kebijakan ini karena dianggap menyalahi

sistem pengajaran agama Islam, diantara yang menentang ialah Abdul Karim Hassan.

103 International Crisis Group, “Stalemate in Southern Thailand”, Crisis Group Asia Briefing N°113,

November 2010, (Bangkok: International Crisis Group, 2010), h. 8. 104 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 7.

Page 67: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

55

Ia beranggapan kebijakan ini merupakan upaya pemerintah Thailand mengasimilasi

masyarakat Muslim dan melemahkan budaya Melayu di wilayah Thailand Selatan.105

Oleh karena itu, BRN dibentuk sebagai organisasi politik yang menentang

kebijakan pemerintah Thailand dengan menggunakan jaringan sekolah-sekolah

agama sebagai basis pertahanan dan membentuk pasukan bersenjata guna

melancarkan intervensi yang dapat mengganggu stabilitas negara. Perlawanan

bersenjata BRN dipimpin oleh Jehku Baku alias Mapiyoh Sadalah dan memiliki

kekuatan tempur 150 hingga 300 personil yang tersebar di provinsi Yala dan

Songkhla.106

Abdul Karim Hassan bersama para tokoh intelektual muda menjadikan BRN

sebagai bentuk perjuangan meraih kemerdekaan dari pemerintah Thailand dan

mendirikan sebuah negara republik yang berasaskan nasionalisme, sosialisme dan

Islam atau dikenal dengan ideologi “Sosialisme Islam”.107

Barisan Revolusi Nasional

memiliki dua misi utama dalam memperjuangkan kemerdekaannya108

, antara lain;

1) Menjadikan seluruh wilayah berpenduduk mayoritas Muslim di Thailand

Selatan (Yala, Patani, Narathiwat, dan sebagian distrik di Songkhla) sebagai

bagian dari negara Patani Raya yang berdaulat dan meraih kemerdekaan

penuh dari Thailand.

105 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 7-8. 106 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8. 107 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8. 108 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding The Conflict’s

Evolving Dynamic, (Virginia: Rand Corporation, 2008), h. 5-6.

Page 68: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

56

2) Menggabungkan seluruh wilayah di Patani Raya menjadi satu-satunya bangsa

Melayu Muslim Sosialis di Asia Tenggara dan dipimpin oleh seorang

penguasa dibawah satu bendera kebangsaan.

Paham Sosialisme Islam yang diusung BRN menimbulkan kekhawatiran

sekaligus ancaman terbesar bagi Pemerintah Thailand karena organisasi sayap kiri ini

berhasil menjalin hubungan baik dengan Partai Komunis Thailand dan Partai Sosialis

Rakyat Malaya (Malaysia). Selain itu, Barisan Revolusi Nasional mendapat

dukungan dari para kelompok ultrakonservatif di Malaysia dan Timur Tengah seperti

Aljazair, Libya, dan Suriah.109

Hubungan erat yang terjalin antara BRN dengan Partai Komunis di Thailand

dan Malaysia mengancam stabilitas keamanan wilayah perbatasan kedua negara, hal

ini yang menjadi concern utama pemerintah Thailand karena BRN telah mengubah

konflik internal antara pemerintah Thailand dengan kelompok minoritas Melayu

Muslim menjadi konflik ideologi yang lebih berbahaya. Konflik ini dapat

mengundang perhatian kelompok radikal dan kelompok kiri dari negara-negara blok

sosialis, terutama Vietnam dan Tiongkok.110

Barisan Revolusi Nasional beranggapan bahwa paham sosialisme merupakan

tren baru dalam perjuangan masyarakat Melayu Muslim sehingga dapat menarik

minat para pemuda untuk ikut terlibat dalam pergerakan organisasi tersebut. Selain

itu, paham sosialisme juga memberikan keuntungan berupa jaringan yang besar

109 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8. 110 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 40.

Page 69: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

57

khususnya dalam suplai persenjataan dan strategi gerilya. Namun demikian, hal ini

menimbulkan kontroversi dan sentimen dari kelompok konservatif Islam baik di

Thailand maupun luar negeri seperti Malaysia dan negara-negara Arab yang

menganggap pergerakan BRN cenderung ke arah sosialisme dan dapat merusak citra

perjuangan kemerdekaan masyarakat Melayu Muslim.111

Pada tahun 1980-an, pemerintah Thailand melakukan operasi militer besar-

besaran di wilayah Patani, Yala, Narathiwat dan Bangkok untuk mengatasi

pergerakan kelompok sayap kiri yang dipelopori Barisan Revolusi Nasional. Aparat

keamanan Thailand menangkap para guru agama dan menutup sekolah-sekolah

agama di provinsi Yala yang dianggap sebagai basis komunis. Hal ini menjadikan

preseden buruk bagi masyarakat Melayu Muslim, khususnya BRN karena pemerintah

Thailand menganggap orang Melayu adalah orang komunis.112

Akibatnya, timbul perpecahan dikalangan internal BRN karena dianggap

menyalahi landasan organisasi BRN yang semula berjuang atas dasar solidaritas etnik

dan agama berubah menjadi perjuangan ideologi semata. Selain itu, hubungan yang

kurang baik dengan kalangan konservatif Islam yang merupakan kelompok dominan

semakin memperlemah pengaruh BRN di wilayah Thailand Selatan.113

111 Laili Maftukhah, Gerakan Pembebasan Islam Pattani di Thailand Selatan Pada Tahun 1973-1982,

(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), h. 55. 112 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 42. 113 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding The Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 6.

Page 70: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

58

Pada tahun 1990-an, Barisan Revolusi Nasional mulai mengalami

kemunduran dan disintegrasi yang sistematis ditandai dengan kemunculan organisasi

pecahan diantaranya Barisan Revolusi Nasional Ulama (BRN-Ulama), Barisan

Revolusi Nasional Kongres (BRN-Kongres) dan Barisan Revolusi Nasional

Coordinate (BRN-C).114

3.2.3 Patani United Liberation Organization (PULO)

Organisasi Persatuan Pembebasan Patani atau dikenal dengan PULO dibentuk

pada tahun 1968 oleh Tengku Bira Kotanila alias Kabir Abdul Rahman. Ia berasal

dari keturunan bangsawan, Bira merupakan putra dari Raja Raman, Kadir Abdul

Rahman.115

Selain itu, ia merupakan tokoh intelektual lulusan ilmu politik Universitas

Muslim Aligarh, India. Menurut Bira, pembentukan PULO merupakan solusi jalan

tengah dalam gerakan perjuangan Melayu Muslim. Ia beranggapan bahwa organisasi-

organisasi pendahulunya terlalu membatasi keinginan masyarakat Melayu Muslim

secara umum sehingga strategi perjuangan pun menjadi tidak efektif.116

Berbeda dengan para pendahulunya, PULO mengadopsi sistem dual-track

strategy yaitu menjalankan strategi dengan aksi kekerasan dan juga cara-cara yang

lebih persuasif. Pergerakan organisasi ini pun tidak menganut paham-paham

organisasi pendahulunya seperti BNPP dengan paham konservatif Islam atau BRN

114 Neil J. Melvin, “Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence and the State in the Patani

Insurgency, SIPRI Policy Paper No. 20, September 2007, (Stockholm: SIPRI, 2007), h. 8. 115 Laili Maftukhah, Gerakan Pembebasan Islam Pattani di Thailand Selatan Pada Tahun 1973-1982,

h. 56. 116 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding The Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 6.

Page 71: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

59

yang terkenal dengan paham Sosialisme Islam. Akan tetapi, PULO mengadopsi

paham yang dikenal dengan Ubangtapekema atau singkatan dari Ugama (Agama),

Bangsa, Tanah Air, dan Perikemanusiaan.117

Melalui ideologi ini, PULO lebih

dikenal sebagai organisasi etno-nasionalis daripada organisasi Islam. Meskipun,

tujuan utama pergerakan organisasi ini adalah meraih kemerdekaan sebagai negara

Islam Patani dan terbebas dari pemerintahan Thailand.118

Lebih lengkapnya, Chaiwat Satha-Anand yang dikutip dari S.P. Harish

menjelaskan secara rinci tujuan-tujuan berdirinya organisasi PULO, sebagai berikut:

1. “PULO is a political organization for the people of Patani. PULO aims to:

a. Unite all active political parties among the people of Patani against the Thai

imperialist.

b. Unite and actively fight for freedom, world liberty against prevalent

colonialist, both old and new. [We] will fight the imperialist in every way

with the strength and the force of weapons. [We] will especially fight the

Israelis who occupy the Arabs’ land.

2. PULO has its own history and ideology which constitute a particular political,

military, economic order which is most conducive to the hope, costum, and wish

of the people of Patani.

3. The doctrine of federation (sic) adheres to the concept of nation-state which is, in

turn, defined by Islam, nationality and humanitarianism.

4. Liberation of Patani from the yoke of the Thai imperialist is a matter of life and

death for the people of Pattani will try and continue to fight for the freedom of

Pattani and the emergence of an Islamic Republic.”119

1. PULO merupakan organisasi politik masyarakat patani. Tujuan PULO ialah:

a. Mempersatukan seluruh partai politik aktif di kalangan masyarakat Patani

melawan imperialis Thailand.

b. Bersatu dan berjuang secara aktif untuk kemerdekaan, kebebasan dunia

melawan penjajahan, baik yang lama maupun yang baru. (Kami) akan

melawan kaum imperialis menggunakan segala cara dengan kekuatan dan

117 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 43. 118 Neil J. Melvin, “Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence and the State in the Patani

Insurgency”, h. 16. 119 S. P. Harish, “Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, Working

Paper Series No. 107, February 2006, (Singapore: Institute of Defense and Strategic Studies, 2006), h. 12-13.

Page 72: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

60

pasukan bersenjata. [Kami] khususnya akan memerangi orang-orang Israel

yang merebut tanah orang-orang Arab.

2. PULO memiliki sejarah dan ideologi tersendiri yang mendasari kebijakan

ekonomi, militer dan politik yang menjadi paling sesuai bagi harapan dan

keinginan masyarakat Patani.

3. Ajaran tentang sebuah negara federasi yang menganut konsep negara berbangsa

yang kemudian didefinisikan sebagai Islam, nasionalisme, dan kemanusiaan.

4. Kemerdekaan Patani dari penindasan kaum imperialis Thailand merupakan

persoalan hidup dan mati bagi seluruh masyarakat Patani yang akan mencoba dan

melanjutkan perjuangan kemerdekaan Patani dan kebangkitan sebuah negara

Republik Islam.”

Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, PULO membuat struktur organisasi ke

dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama memiliki peran sebagai pembuat kebijakan

(policy-maker) yang terdiri dari pimpinan senior PULO sekaligus menjadi markas

besar PULO yang terletak di Kota Mekkah, Arab Saudi.120

Markas ini juga bertugas

sebagai pencari dana (fund raiser) yang menjalankan operasinya di berbagai negara

Timur Tengah diantaranya Libya, Suriah, Iran bahkan Eropa seperti Jerman.121

Tingkatan kedua bertanggung jawab menangani urusan politik PULO baik di

dalam maupun luar negeri yang berbasis di Tumpah, Kelantan, Malaysia. Melalui

markas ini, PULO menjalankan agenda-agenda politik seperti memobilisasi massa

dan melakukan propaganda terkait perjuangan Muslim Melayu di Thailand Selatan.122

Di Malaysia, PULO memiliki hubungan dekat dengan Partai Islam Se-Malaysia

(PAS) sehingga memudahkan pergerakan aktivitas PULO di luar negeri.

120 Fadinla Da-oh, Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani Thailand Selatan,

h. 42. 121 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8. 122 Laili Maftukhah, Gerakan Pembebasan Islam Pattani di Thailand Selatan Pada Tahun 1973-1982,

h. 57.

Page 73: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

61

Tingkatan ketiga merupakan pusat komando militer PULO yang dipimpin

oleh Sama-ae Thanam, terletak di Kota Baru, Kelantan, Malaysia. Meskipun markas

militer berbasis di luar negeri, PULO memiliki jaringan yang cukup besar sekitar 200

hingga 600 personil dengan persenjataan lengkap dan tersebar di empat provinsi

berpenduduk Muslim di Thailand Selatan. Untuk meningkatkan keahlian tempur dan

strategi gerilya, para anggota militer PULO mendapatkan pelatihan di luar negeri

seperti Palestina dan Suriah.123

Proses rekrutmen anggota PULO lebih difokuskan pemuda Muslim Thailand

Selatan yang sedang belajar di luar negeri seperti Malaysia dan negara-negara Timur

Tengah. Selain itu, PULO juga merekrut masyarakat Muslim Thailand yang

melaksanakan ibadah haji di Mekkah, Arab Saudi.124

Di Thailand Selatan, PULO

merekrut para guru agama untuk menjadi kader dan ikut terlibat dalam organisasi

tersebut. PULO mengklaim telah memiliki 20.000 anggota yang tersebar di seluruh

wilayah Thailand Selatan dan di berbagai negara.125

Oleh karena itu, PULO dikenal

sebagai organisasi separatis terbesar dan paling efektif selama lebih dari 20 tahun.

Strategi gerakan separatis PULO mengarah kepada berbagai target yang

berkaitan erat dengan simbol-simbol budaya Thai seperti sekolah-sekolah umum,

wihara, gedung pemerintahan, bahkan guru-guru yang beragama Buddha.126

Selain

123 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8-9. 124 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 8. 125 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 9. 126 Peter Chalk, The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding The Conflict’s

Evolving Dynamic, h. 6.

Page 74: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

62

itu, PULO lebih memfokuskan serangan yang mampu menarik perhatian pers

internasional agar gerakan separatis di Thailand Selatan menjadi fokus dunia.

Pada akhir tahun 1975, terjadi sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh

tentara Thailand terhadap lima warga sipil di distrik Bacho, Narathiwat. PULO

memanfaatkan peristiwa ini melalui propaganda terhadap penduduk Thailand Selatan

untuk melakukan demonstrasi menuntut pemerintah Thailand agar mengadili tentara

yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.127

Bertepatan pada hari raya Idul

Adha, PULO berhasil mengerahkan 70.000 orang dalam aksi protes terhadap

pemerintah Thailand dan peristiwa ini mendapat perhatian dari media

internasional.128

Pasca aksi protes, pemerintah Thailand tidak merespon dengan baik dan

menetapkan status darurat militer di seluruh wilayah Thailand. Hal ini berakibat pada

kemarahan masyarakat Melayu Muslim khususnya kelompok separatis. Pada

September 1977, PULO terlibat dalam aksi penyerangan rombongan kerajaan di

provinsi Yala yang mengakibatkan lima orang tewas dan puluhan luka-luka.129

Kemudian, PULO juga bertanggung jawab terhadap peristiwa pemboman

terhadapbandara, terminal bus, dan stasiun kereta api di Bangkok.130

Pada tahun 1984, pemerintah Arab Saudi mulai mengkhawatirkan aktivitas

PULO di wilayah Arab Saudi. PULO diketahui memiliki hubungan erat dengan Partai

127 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 9. 128 S.P.Harish,“Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, h. 13 129 S.P.Harish,“Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, h. 13. 130 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 9-10.

Page 75: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

63

Baath di Suriah dan membuka kantor perwakilan di Iran. Selain itu, PULO juga

membuat semacam kartu identitas khusus bagi para penduduk Melayu Muslim di

Thailand Selatan untuk menetap di Arab Saudi sekaligus mengumpulkan pajak dari

mereka.131

Hal inilah yang membuat pemerintah Arab Saudi menghentikan segala

aktivitas PULO di Mekah dengan menangkap dan mendeportasi para pimpinan

PULO serta menutup kantor pusat PULO di Mekah yang merupakan basis utama

PULO di luar negeri.

Akibat dari penangkapan para pimpinan PULO di Mekah, aktivitas

pergerakan PULO menurun drastis. Diiringi pula dengan keberhasilan pemerintah

Thailand memberlakukan kebijakan amnesti bagi para kelompok separatis dan

pembentukan pasukan keamanan gabungan yang terdiri dari tentara, polisi, dan warga

sipil (CPM 43).132

Pada tahun 1995, Aarong Mureng dan Haji Abdul Rahman Bazo membentuk

organisasi pecahan PULO yang bernama New PULO.133

Organisasi ini lebih

mengutamakan penyerangan kecil terhadap instansi pemerintahan Thailand daripada

propaganda politik seperti yang dilakukan PULO. Pembentukan New PULO

menandai kemunduran organisasi PULO dan mengawali kemunculan organisasi New

PULO.

131 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 9-10. 132 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 11-12. 133 S. P. Harish, “Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, h. 14.

Page 76: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

64

3.2.4 Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP)

Organisasi separatis ini merupakan kelompok yang terbilang baru

dibandingkan organisasi separatis lainnya di Thailand Selatan. Berdiri pada tahun

1995, organisasi ini dipimpin oleh Nasoree Saesang, ia berasal dari distrik Bacho,

Narathiwat.134

Gerakan Mujahidin Islam Patani atau disingkat GMIP memiliki misi

untuk merebut kemerdekaan dari Thailand dan membentuk negara Islam Patani.135

Gerakan Mujahidin Islam Patani merupakan organisasi dengan jumlah

anggota yang cukup kecil sekitar 27 orang. Pada awal pembentukan GMIP, seluruh

anggotanya merupakan veteran perang Afghanistan - Uni Soviet yang sudah terlatih

dalam berbagai pertempuran dan berpengalaman dalam pembentukan gerakan

bersenjata.

Berbeda dengan organisasi separatis lainnya di Thailand Selatan yang

independen dalam melakukan aksi penyerangan terhadap pemerintah Thailand. GMIP

merupakan bagian dari jaringan teroris internasional, Al-Qaeda pimpinan Osama bin

Laden.136

GMIP juga terlibat aktif dalam berjejaring dengan kelompok Al-Qaeda di

negara tetangga seperti Kelompok Mujahidin Malaysia (KMM), dan Jamaah

Islamiyah (JI). Mereka membentuk aliansi organisasi Al-Qaeda tingkat regional yang

dikenal dengan Rabiatul Mujahidin (RM).137

134 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 13. 135 S.P.Harish,“Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, h. 14. 136 S.P.Harish, “Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand Discord”, h. 14. 137 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 25.

Page 77: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

65

Oleh karena itu, kebutuhan logistik, persenjataan dan pelatihan anggota

sebagian dipasok dari jaringan Al-Qaeda. Selain itu, GMIP juga menggalang dana

melalui berbagai tindakan kriminal seperti penculikan, pemerasan dan perampokan.

Hal inilah yang menyebabkan aparat keamanan Thailand menganggap GMIP hanya

sebagai kelompok penjahat lokal.138

Pada Agustus 1997 hingga Januari 1998, GMIP bekerjasama dengan New

PULO melakukan 33 aksi penyerangan dengan target gedung-gedung pemerintahan

Thailand. Penyerangan ini merupakan yang terbesar sejak tahun 1980-an. Selain itu,

GMIP juga dikenal selalu meninggalkan jejak di setiap aksi penyerangannya dengan

menyebarkan kertas selembaran berisi ajakan untuk berjihad dan mendukung Osama

bin Laden.139

Sepanjang tahun 2001 hingga 2003, GMIP meningkatkan target

penyerangannya dari gedung pemerintahan menjadi kantor polisi dan markas militer

di wilayah Thailand Selatan. GMIP juga terlibat dalam berbagai upaya pencurian

senjata dari markas militer. Aparat keamanan Thailand merespon dengan

melancarkan operasi penangkapan para pimpinan GMIP. Pada Agustus 2003, dua

pimpinan GMIP yaitu Nasae Saning dan Mahma Maeroh tewas tertembak dalam

sebuah operasi penyergapan di provinsi Patani.140

138 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 16. 139 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 14. 140 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 16.

Page 78: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

66

Pada 4 Januari 2004, GMIP bekerjasama dengan BRN melancarkan aksi

penyerangan terbesar sepanjang sejarah separatis di Thailand Selatan. Penyerangan

ini melibatkan lebih dari 100 penyerang bersenjata yang menargetkan markas militer

Thailand di distrik Cho Airong, Narathiwat. Disamping penyerangan tersebut,

kelompok separatis juga menjarah 400 senjata dari gudang militer yang terdiri dari

senapan laras panjang, pistol, senapan mesin dan peluncur roket.141

Pada saat yang bersamaan, kelompok separatis juga melancarkan aksi

pembakaran di 20 sekolah, tiga kantor polisi yang tersebar di 11 distrik provinsi

Narathiwat. Selain itu, aksi pemboman juga terjadi di provinsi Patani. Keesokan

harinya, Perdana Menteri Thaksin Shinawatra memberlakukan status darurat militer

di tiga provinsi (Patani, Yala, dan Narathiwat).142

Para pimpinan GMIP dan BRN masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang

(DPO) teratas oleh seluruh aparat keamanan Thailand. Para pimpinan GMIP yang

masuk dalam DPO diantaranya Nasoree Saesang (Pimpinan GMIP Narathiwat),

Karim Karubang (Pimpinan GMIP Yala), dan Jehku Mae Kuteh (Pemimpin Utama

GMIP).143

Pada Januari 2005, Jehku Mae Kuteh tertangkap di Malaysia. Hal ini

menandai kemunduran aktivitas GMIP dalam gerakan separatis di Thailand Selatan.

141 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 16. 142 International Crisis Group, “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”, h. 16. 143 Laili Maftukhah, Gerakan Pembebasan Islam Pattani di Thailand Selatan Pada Tahun 1973-1982,

h. 61.

Page 79: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

67

3.3 Biografi Penguasa Militer dan Penguasa Sipil Thailand

3.3.1 Biografi Penguasa Militer: Perdana Menteri Jenderal Surayud Chulanont

Jenderal (Purn) Surayud Chulanont adalah Perdana Menteri ke-24 Thailand

dan juga menjabat sebagai kepala pemerintahan sementara Thailand pasca kudeta

militer yang menggulingkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Sebelum menjabat

sebagai Perdana Menteri, Surayud merupakan Panglima Angkatan Bersenjata

Thailand (2002-2003) dan Kepala Satuan Angkatan Darat Thailand (1998-2002).144

Pria kelahiran Prachinburi, 28 Agustus 1943 ini berasal dari keluarga militer

dan politisi. Ayahnya, Phayom Chulanont merupakan tokoh politisi dari Partai

Komunis Thailand yang sebelumnya adalah mantan anggota Tentara Angkatan Darat

Thailand berpangkat Letnan Kolonel. Mengikuti jejak sang ayah sebagai tentara,

Surayud menempuh pendidikan militer di Chulachomklao Royal Military Academy

dan National Defence College of Thailand.

Karir kemiliteran Surayud dimulai dengan menempati posisi sebagai tentara

divisi artileri dan infantri. Operasi militer pertamanya ialah pemberantasan kelompok

Komunis Thailand yang pada saat itu dipimpin oleh ayahnya sendiri, Phayom

Chulanont.145

Pada tahun 1992, berkat keberhasilan Surayud dalam menjalankan

operasi pertamanya, ia diangkat sebagai Komandan Pasukan Khusus Thailand oleh

Jenderal Prem Tinsulanonda.

144 Thailand for You, “Surayud Chulanont: Privy Councilor, Soldier and Regent of Thailand”, Diakses

pada tanggal 24 Januari 2016 dari laman http://www.th4u.com/surayud_chulanont.htm 145 Kevin Hewison, “Thailand New Prime Minister General Surayud Chulanont: A man and his

contradictions”, diunduh pada 24 Januari 2016 dari laman http://www.csr-asia.com/upload/surayudchulanont1.pdf

Page 80: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

68

Dimasa kepemimpinannya, ia terlibat pada kasus “Bloody May” yang

mengakibatkan 50 orang tewas dan ratusan luka-luka pada sebuah aksi damai di

Bangkok. Hal ini memicu kecaman dari berbagai pihak. Akan tetapi, Surayud sebagai

komandan pasukan pada peristiwa itu, membantah terlibat tindakan represif

tersebut.146

Tak berselang lama, tahun 1994 Surayud di rotasi menjadi Panglima

Komando Daerah Militer Kedua (2nd Army Region) yang bertugas di wilayah Timur

Laut Thailand.

Pada tahun 1998, Surayud dilantik sebagai Kepala Satuan Angkatan Darat

Thailand (Royal Thai Army) oleh Perdana Menteri Chuan Leekpai. Surayud

menerapkan kebijakan “Political-Free Army” atau tentara tidak terlibat dalam

politik.147

Surayud melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas negara seperti

operasi militer pemberantasan narkoba di perbatasan Myanmar, penghentian

deportasi dan menerima pengungsi Burma (Vietnam) tinggal di Thailand, dan

memberantas mafia dikalangan tentara.148

Sejak masa kepemimpinan Surayud,

tentara Thailand mulai terlibat dalam pasukan penjaga perdamaian PBB (United

National Peacekeeper Force) di Timur Timor.

Pada tahun 2002, Surayud kembali dilantik sebagai Panglima Tentara

Nasional Thailand, sebuah posisi tertinggi dalam struktur militer Thailand. Diakhir

masa jabatannya, Surayud berhasil menjalankan misi penyelamatan warga Thailand

146 BBC News, “Profile: Surayud Chulanont”, Diakses pada tanggal 24 Januari 2016 dari laman

http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/5392722.stm 147 BBC News, “Profile: Surayud Chulanont”. 148 Shawn L Nance, “Unplugging Thailand, Myanmar energy deals”, diakses pada tanggal 24 Januari

2016 dari laman http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HK14Ae02.html

Page 81: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

69

di Phnom Penh, Kamboja dalam operasi“Pochentong One”, sebuah peristiwa

penyerangan kedubes Thailand dan perusahaan milik warga Thailand di Kamboja.149

Diakhir tahun 2003, Surayud mengakhiri karir kemiliterannya sebagai

komandan tertinggi tentara Thailand. 38 tahun berkecimpung di bidang militer,

Surayud memiliki reputasi yang baik sebagai prajurit yang bebas dari politik dan anti

korupsi. Hal inilah yang menjadikan Surayud dipilih Raja Bhumibol Adulyadej

sebagai Dewan Penasehat Raja (Privy Council) di tahun yang sama.

Pertengahan tahun 2006, terjadi kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal

Sonthi Boonyaratglin untuk menggulingkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.

Jenderal Sonthi Boonyaratglin merupakan panglima tertinggi tentara Thailand dan

rekan sejawat Surayud Chulanont semasa ia menjabat sebagai Komandan Pasukan

Khusus Thailand. Kudeta militer yang berlangsung selama 12 hari berhasil mencopot

Thaksin Shinawatra sebagai kepala negara dan pemerintahan.

Pasca kudeta, rumor pengganti sementara Perdana Menteri Thailand semakin

menguat dan Surayud Chulanont menjadi kandidat terkuat posisi tersebut. Dibawah

tekanan masyarakat nasional dan internasional serta citra negatif kudeta militer akan

memperburuk stabilitas politik dan ekonomi Thailand. Pada 1 Oktober 2006, Jenderal

Sonthi sebagai pimpinan tertinggi militer menunjuk Surayud Chulanont sebagai

Perdana Menteri Thailand atas titah Raja Bhumibol Adulyadej. Sonthi beranggapan

149 Alexander Hilton, “Khmerness and the Thai „Other‟: Violence, Discourse and Symbolism in the

2003 Anti-Thai Riots in Cambodia”, Journal of Southeast Asian Studies Vol. 37 Issue 3, October 2006,

(Singapore: The National University of Singapore, 2006), h. 448.

Page 82: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

70

bahwa Surayud adalah warga sipil dan tidak terikat pada struktur kemiliteran dan

reputasinya yang bebas dari dunia politik dan dikenal sebagai pejuang anti korupsi

dikalangan militer menjadikannya pilihan terbaik sebagai Perdana Menteri

Thailand.150

Surayud Chulanont menjabat sebagai Perdana Menteri mulai 1 Oktober

2006 hingga 29 Januari 2008.

3.3.2 Biografi Penguasa Sipil: Perdana Menteri Yingluck Shinawatra

Yingluck Shinawatra lahir pada 21 Juni 1967 di Provinsi Chiang Mai

merupakan seorang pengusaha Thailand dan juga politisi dari Partai Pheu Thai.151

Ayahnya adalah seorang anggota parlemen dari akhir 1960-an sampai pertengahan

1970-an, dan kakaknya, Thaksin Shinawatra juga menjabat di parlemen dan di

berbagai jabatan menteri sebelum menjadi Perdana Menteri pada tahun 2001-2006.152

Yingluck menjabat sebagai Perdana Menteri setelah berhasil memenangkan pemilu

2011 dan menjadi Perdana Menteri pertama perempuan di Thailand.

Yingluck memulai pendidikannya di Regina Coeli College, sebuah sekolah

swasta tingkat menengah khusus perempuan dan Yupparaj College, sekolah tingkat

menengah atas. Kemudian ia melanjutkan studi dan meraih gelar sarjana dari Chiang

150 Connie Levett, “General Sworn in as new Thai PM”, diakses pada tanggal 24 Januari 2016 dari

laman http://www.smh.com.au/news/world/general-sworn-in-as-new-thai-pm/2006/10/01/1159641211838.html 151 The Telegraph, “Yingluck Shinawatra is set to become Thailand‟s first female prime minister”,

diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.telegraph.co.uk/news/worldwide/asia/thailand/8683053/Yingluck-Shinawatra-profile.html. 152 The Britannica, “Yingluck Shinawatra: Profile” diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.britannica.com/print/article/1786711

Page 83: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

71

Mai University dan gelar master dari Kentucky State University, Amerika Serikat di

bidang administrasi publik.153

Setelah kembali ke Thailand, ia mulai bekerja di berbagai perusahaan bisnis

keluarganya, secara bertahap mengemban lebih banyak tanggung jawab hingga

diangkat menjadi direktur eksekutif di perusahaan yang didirikan oleh kakaknya,

Thaksin Shinawatra, perusahaan pengembang properti SC Asset Company dan

direktur pelaksana Advanced Info Service (AIS), sebuah perusahaan

telekomunikasi.154

Yingluck menikah dengan pengusaha Thailand Anusorn Amornchat pada

tahun 1995, dan pasangan ini memiliki seorang anak laki-laki bernama Supasek.

Anusorn adalah direktur M Link Asia, perusahaan yang bergerak dibidang penjualan

telepon selular. Kakak perempuan Yingluck, Yaowapa Wongsawat adalah istri dari

mantan Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat.155

Yingluck mengawali karir politiknya ketika diusung sebagai kandidat Perdana

Menteri oleh partai Puea Thai (PPT), sebuah partai bentukan mantan politisi partai

Thai Rak Thai (Partai pendukung Thaksin Shinawatra) yang dibubarkan tahun 2007.

Pada bulan Mei 2011, Partai Pheu Thai mengusung Yingluck Shinawatra sebagai

kandidat Perdana Menteri dalam pemilihan umum 2011.

153 Thomas Fuller, “Yingluck Shinawatra Is Elected Thai Prime Minister by Parliament”, diakses pada

tanggal 25 Januari 2016 dari laman http://www.nytimes.com/2011/08/06/world/asia/06thailand.html. 154 BBC News, “Profile: Yingluck Shinawatra” diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13723451 155 CBC News, “Yingluck Shinawatra, Thailand‟s 1st female prime minister”, diakses pada tanggal 25

Januari 2016 dari laman http://www.cbc.ca/news/world/yingluck-shinawatra-s-1st-female-prime-minister-

1.982685

Page 84: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

72

Pada pemilu 2011, Yingluck bersaing dengan kandidat dari Partai Demokrat

Abhisit Vejjajiva, incumbent Perdana Menteri Thailand periode 2008-2011. Yingluck

mengangkat tema kampanye rekonsiliasi nasional untuk mengakhiri krisis politik

Thailand yang telah berlangsung sejak 2008 hingga 2011. Yingluck juga mengangkat

isu terkait pengurangan pajak perusahaan, peningkatan taraf hidup, pengurangan

biaya pendidikan, dan pembentukan otonomi khusus daerah Thailand Selatan.156

Pada 3 Juli 2011, Partai Pheu Thai berhasil memenangkan pemilu dengan

perolehan kursi 265 dari 500 kursi parlemen dan menjadikan Yingluck Shinawatra

terpilih sebagai Perdana Menteri ke-28 Thailand. Pada 8 Agustus 2011, Yingluck

Shinawatra dilantik sebagai Perdana Menteri Thailand oleh raja Bhumibol

Adulyadej.157

Yingluck menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand mulai 5 Agustus

2011 hingga 7 Mei 2014.

156 Tim LaRocco, “Yingluck Faces Thai Insurgency”, diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://thediplomat.com/2011/08/yingluck-faces-thai-insurgency/ 157 The Telegraph, “Yingluck Shinawatra formally appointed Thailand‟s first female prime minister”,

diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.telegraph.co.uk/news/worldwide/asia/thailand/8683019/Yingluck-Shinawatra-formally-appointed-

thailands-first-female-prime-minister.html

Page 85: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

73

BAB IV

PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN OLEH

PENGUASA MILITER DAN PENGUASA SIPIL

Konflik dan peningkatan aktivitas gerakan separatis di Thailand Selatan antara

masyarakat Melayu Muslim dengan pemerintah Thailand telah berlangsung selama

hampir dua dekade. Persoalan sejarah, keterpurukan pembangunan ekonomi,

kesenjangan sosial, dan kegagalan mengakomodasi perbedaan identitas mendorong

masyarakat Melayu Muslim melakukan perlawanan terhadap pemerintah Thailand

yang berusaha mempersatukan wilayah mereka.

Pemerintah Thailand telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan

konflik separatis di Thailand Selatan melalui kebijakan-kebijakan yang

mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan masyarakat Melayu Muslim sekaligus

memulihkan stabilitas keamanan negara. Akan tetapi, kebijakan yang diterapkan tidak

selalu mendapat respon positif oleh masyarakat Melayu Muslim. Selain itu,

kurangnya koordinasi antar lembaga dalam pemerintahan Thailand menyebabkan

pelaksanaan kebijakan terhambat atau bahkan tidak tepat sasaran. Semestinya, suatu

kebijakan mampu mengatasi permasalahan dan mencapai tujuan yang diharapkan.158

Oleh karena itu, pemerintah Thailand menganalisis akar permasalahan dalam

konflik separatis di Thailand Selatan agar kebijakan yang diimplementasikan dapat

menjadi solusi untuk mengakhiri krisis dan konflik berkepanjangan tersebut. Peran

158 AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005), h. 8.

Page 86: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

74

Perdana Menteri selaku kepala negara dan kepala pemerintahan Thailand menjadi

sangat penting sebagai inisiator atau penggagas kebijakan yang mempengaruhi

kehidupan rakyat khususnya masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan.

4.1 Politik dan Pemerintahan

4.1.1 Reformasi Birokrasi

Kebijakan pertama Perdana Menteri Surayud Chulanont adalah membuat

Keputusan Perdana Menteri No. 207/2006 tentang Pelaksanaan Pemerintahan Administratif

di Provinsi Perbatasan Selatan Thailand.159

Melalui keputusan tersebut, SBPAC (Southern

Border Provinces Administration Center) kembali dibentuk dan menjalankan fungsinya

sebagai lembaga administrasi negara yang merancang dan menjalankan kebijakan

ekonomi, politik, dan sosial di Thailand Selatan. SBPAC juga menjadi ruang

komunikasi masyarakat perbatasan dengan pemerintah pusat.160

Kemudian Surayud juga melakukan revitalisasi CPM (Civil-Police-Military

Task Force), sebuah badan keamanan negara yang bertugas menjaga keamanan di

wilayah perbatasan Selatan Thailand, kedua kebijakan tersebut mulai efektif sejak

November 2006. Selain itu, Surayud melakukan restrukturisasi dan mengubah jalur

birokrasi kedua lembaga tersebut. Surayud juga melibatkan masyarakat Melayu

159 Thai Laws, Internal Security Act: Translation, (Bangkok: Government of Thailand, 2008), h. 8. 160 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, Crisis Group Asia Report No

129 March 2007, (Jakarta: International Crisis Group, 2007), h. 13.

Page 87: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

75

Muslim yang terdiri dari tokoh agama, politisi, dan pendidikan dalam Dewan

Penasehat SBPAC.161

Keterlibatan masyarakat Melayu Muslim di dalam struktur SBPAC yang baru

diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap proses penyelesaian konflik

separatis di Thailand Selatan. Keberadaan staf lokal SBPAC terbukti mampu

membangun jalur koordinasi antara pemerintah Thailand dengan penduduk lokal di

Thailand Selatan sekaligus sumber informasi intelijen untuk mengantisipasi

pergerakan kelompok separatis di Thailand Selatan.162

Surayud menunjuk Prannai Suwannarath, seorang pejabat tinggi Kementerian

Dalam Negeri Thailand sebagai direktur SBPAC yang baru. Meskipun lembaga ini

khusus menangani permasalahan di wilayah mayoritas Muslim, namun pejabat tinggi

dan menengah SBPAC berasal dari non Melayu Muslim. Hanya pejabat tingkat

bawah yang merupakan penduduk asli Melayu Muslim di Thailand Selatan.163

Pada masa pemerintahan Surayud, SBPAC dan CPM berada langsung di

bawah koordinasi Kantor Staf Perdana Menteri dan Internal Security Operations

Command (ISOC) sebuah badan militer yang menangani keamanan nasional.

161 Srisompob Jitpriromrsi dan Duncan McCargo, “A Ministry of South: New Governance‟s Proposal

for Thailand‟s Southern Region”, Contemporary Southeast Asia Vol. 30, No. 3, 2008, (Singapura: Institute of

Southeast Asian Studies, 2008), h. 414-415. 162 Srisompob Jitpriromrsi dan Duncan McCargo, “A Ministry of South: New Governance‟s Proposal

for Thailand‟s Southern Region”, h. 414-415. 163 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 13.

Page 88: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

76

Sedangkan struktur birokrasinya berada di bawah pimpinan Kementerian Dalam

Negeri dan 18 kementerian lainnya sebagai tenaga pendukung.164

Pasca kudeta September 2006, militer mulai mengambil alih peran kepolisian

sebagai pasukan keamanan di Thailand Selatan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

pengaruh Thaksin yang memiliki hubungan erat dengan kepolisian. Meskipun

Perdana Menteri Surayud Chulanont menekankan pendekatan persuasif melalui

dialog dengan banyak pihak menjadi cara utama dalam penyelesaian konflik separatis

di Thailand Selatan,165

akan tetapi, pendekatan ini dibarengi dengan penambahan

jumlah aparat keamanan di wilayah tersebut sehingga menimbulkan kekhawatiran

terhadap peningkatan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat

keamanan.

Sedangkan, pada masa pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra,

kebijakan reformasi birokrasi menjadi salah satu isu pertama dalam penyelesaian

konflik separatis di Thailand Selatan. Pada 18 Oktober 2011, Yingluck melantik

Kolonel (Polisi) Thawee Sodsong sebagai Sekretaris Jenderal SBPAC, dan beberapa

bulan kemudian melantik Letnan Jenderal Paradorn Pattanathabut sebagai Kepala

NSC (National Security Council), sebuah lembaga keamanan nasional yang salah

164 International Crisis Group, “Stalemate in Southern Thailand”, Crisis Group Asia Briefing No 113,

November 2010, (Bangkok, International Crisis Group, 2010), h. 10. 165 Parvaiz Bukhari, “For Southern Thailand, Still No Peace”, diakses pada tanggal 1 Februari 2017 dari laman

http://content.time.com/time/world/article/0,8599,1572061,00.html

Page 89: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

77

satu tugasnya adalah merancang kebijakan keamanan dan pembangunan di Thailand

Selatan.166

Pasca pelantikan para pimpinan lembaga negara yang menangani konflik

separatis di Thailand Selatan, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra menginisiasi

pembentukan unit khusus yang dikenal dengan “Pentagon II”, sebuah pusat

komando gabungan SBPAC dan ISOC untuk menghimpun informasi intelijen di

Thailand Selatan. Yingluck menganggap kegagalan aparat keamanan menangani

pergerakan separatis akibat buruknya koordinasi SBPAC dan ISOC. Oleh karena itu,

koordinasi yang baik antar lembaga menjadi prioritas utama untuk mengantisipasi

aktivitas kelompok separatis di Thailand Selatan.167

Sebelumnya, pada masa pemerintahan Surayud, SBPAC berada dibawah

pengawasan ISOC dan Kantor Staf Perdana Menteri. Akan tetapi, di masa

pemerintahan selanjutnya Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva (2008-2011) struktur

kelembagaan SBPAC dipisah dari ISOC dan menjadi lembaga independen setingkat

menteri yang dipimpin langsung oleh seorang Perdana Menteri. Kemudian SBPAC

diberikan wewenang lebih luas dalam perencanaan dan penggunaan anggaran.168

Hal

ini dilakukan untuk meningkatkan peran masyarakat sipil dalam menangani konflik

separatis di Thailand Selatan, khususnya di bidang pembangunan.

166 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, Crisis Group Asia

Report No 241, December 2012, (Bangkok: International Crisis Group, 2012), h. 15. 167 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 17. 168 International Crisis Group, “Southern Thailand: Moving Towards Political Solution?”, Crisis Group

Asia Report No 181, December 2009, (Bangkok: International Crisis Group, 2009), h. 7-8.

Page 90: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

78

Akibat adanya dualisme kelembagaan dalam penanganan konflik separatis di

Thailand Selatan antara SBPAC yang dipimpin oleh masyarakat sipil dengan ISOC

yang didominasi oleh militer, terjadilah ketidak harmonisan antar lembaga dan

menyebabkan lemahnya koordinasi dan pelaksanaan kebijakan di Thailand Selatan.

Oleh karena itu, Yingluck memperluas unit khusus Pentagon II menjadi sebuah

badan koordinasi nasional yang bertugas menjalankan kebijakan strategis terkait

permasalahan di perbatasan Thailand Selatan atau dikenal dengan Operations Centre

for the Implementation of Policy and Strategy to Resolve Problems of the Southern

Border Provinces.169

Lembaga yang diresmikan Yingluck pada 8 Agustus 2012, berfungsi sebagai

pusat koordinasi lintas lembaga yang terdiri dari 17 kementerian dan 66 instansi

lainnya yang bertanggung jawab menangani wilayah perbatasan Selatan Thailand.

Lembaga ini dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Yingluck Shinawatra selaku

direktur utama dan Letnan Jenderal Paradorn Pattanathabut selaku direktur pelaksana.

Lembaga ini akan menjalankan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan di bidang

keamanan, pembangunan dan hukum.170

Meskipun pemerintah telah membentuk badan koordinasi khusus penanganan

wilayah Thailand Selatan, keberadaan lembaga tersebut tidak sepenuhnya berjalan

maksimal. SBPAC menganggap keberadaan badan koordinasi akan membingungkan

jalur birokrasi di wilayah perbatasan dan SBPAC bersikeras untuk tetap menjalankan

169 Patani Forum, Negotiating the Future of Patani, (Patani: Patani Forum, 2014), h. 74. 170 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 17.

Page 91: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

79

kebijakan sosial, ekonomi, dan politik secara independen. Sedangkan, militer masih

memiliki hak veto untuk menjalankan berbagai kebijakan keamanan tanpa

persetujuan lembaga manapun.

4.1.2 Dialog dan Negosiasi

Bagi pemerintah Thailand, penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan

merupakan isu terpenting yang harus segera dituntaskan, terlebih Surayud

menegaskan cara-cara damai dan terbuka untuk mengakhiri konflik akan menjadi

pilihannya menghadapi kelompok separatis di Thailand Selatan. Surayud berkata

dalam sela-sela kunjungannya ke Malaysia, “We will try to talk to a lot of people to

resolve these (south) problems by peaceful means.”171

(Kami akan mencoba berbicara

dengan banyak pihak untuk menyelesaikan masalah-masalah [Thailand Selatan]

secara damai).

Demi mencapai tujuan tersebut, pemerintah Thailand berupaya mengadakan

pertemuan dengan para pimpinan kelompok separatis di Thailand Selatan. Akan

tetapi, pemerintah Thailand mengalami hambatan dalam pelaksanaan dialog tersebut,

permasalahannya adalah kelompok separatis di Thailand Selatan memiliki struktur

organisasi dan jalur koordinasi yang rumit. Kemudian, setiap aksi penyerangan yang

171 Fox News, “Thai PM Plans to quell Country‟s Muslim Insurgency Peacefuly”, diakses pada tanggal

2 Februari 2017 dari laman http://www.foxnews.com/story/2006/10/18/thai-pm-plans-to-quell-country-muslim-

insurgency-peacefully.html.

Page 92: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

80

dilakukan kelompok separatis Thailand Selatan tidak pernah diklaim, dipublikasikan

dan tanpa tuntutan serta tujuan yang jelas.172

Selama pemerintahan Surayud, tercatat hanya satu kali pertemuan resmi

antara pemerintah Thailand dengan para pimpinan kelompok separatis. Pertemuan

dilaksanakan pada tanggal 10-12 Desember 2007 di Bahrain. Pertemuan ini bersifat

tertutup dan berbentuk dialog antara perwakilan pemerintah Thailand yang terdiri dari

Perdana Menteri Thailand Surayud Chulanont, Penasehat Perdana Menteri Thailand

Dr. Mark Tamthai, dan Menteri Luar Negeri Thailand Nitya Pibulsonggram dengan

perwakilan dari kelompok separatis BRN-C dan PULO.173

Pertemuan yang di mediasi oleh LSM yang berbasis di Jenewa, Swiss yaitu

The Henri Dunant Center for Humanitarian Dialogue (HDC), telah berjalan dengan

baik. Pada pertemuan tersebut, Surayud mengatakan bahwa pemerintah Thailand

bersedia untuk memulai pembicaraan tentang hal apapun kecuali pemisahan diri dari

negara Thailand.174

Pertemuan di Bahrain menghasilkan beberapa komitmen di kedua

belah pihak yaitu;

a. BRN-C dan PULO tidak menuntut adanya pemisahan diri dari negara

Thailand.

172 Benjamin Zawacki, “Political Inconvenient, Legally Correct: A Non-International Armed Conflict in

Southern Thailand”, Journal of Conflict and Security Law 2012, (London: Oxford University Press, 2012),

h. 15-16. 173 US Diplomatic Cable, “Southern Dialogue Facilitator Gives Optimistic Readout on Bahrain Talks”,

diakses pada tanggal 2 Februari 2017 dari laman http://www.cabledrum.net/diff/07BANGKOK6281 174 US Diplomatic Cable, “Southern Violence: Surayud Talks to The BRN-C”, diakses pada tanggal 2

Februari 2017 dari laman http://archive.org/stream/07BANGKOK6161/07BANGKOK6161_djvu.txt

Page 93: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

81

b. Pemerintah Thailand membebaskan tahanan yang diminta oleh BRN-C dan

PULO.

c. Pemerintah Thailand mengganti seluruh aparat keamanan yang terindikasi

korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di wilayah Thailand Selatan.

d. Pemerintah Thailand menangani insiden-insiden yang dilaporkan oleh BRN-C

dan PULO.

e. Pemerintah Thailand, BRN-C, dan PULO sepakat melakukan pertemuan

kembali setelah pemerintahan Thailand baru telah terbentuk.175

Pertemuan ini menjadi pertemuan pertama dan terakhir Perdana Menteri

Surayud Chulanont sebelum ia mengakhiri masa jabatannya pada 29 Januari 2008.

Namun demikian, pertemuan ini menjadi langkah awal yang baik antara pemerintah

Thailand dengan kelompok separatis untuk mengakhiri konflik di Thailand Selatan.

Pemerintahan Surayud Chulanont mewarisi ruang dialog dengan kelompok

separatis yang dapat dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya. Tercatat, banyak

upaya pemerintah Thailand pasca Surayud Chulanont melakukan dialog dengan

kelompok separatis. Beberapa pertemuan masih berlanjut pasca pergantian

pemerintahan seperti The Bahrain Talk (Maret dan Juni 2008), The Geneva Process

(Januari 2010, November 2011, Januari 2012)176

, dan beberapa inisiatif dialog

perdamaian gagal dilanjutkan seperti The Bogor Talk (September 2008), The OIC

Initiative (Oktober 2010), dan The Thaksin Initiative (Maret 2012).177

175 US Diplomatic Cable, “Southern Violence: Surayud Talks to The BRN-C”. 176 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 21. 177 Patani Forum, Negotiating a Peaceful Coexistence between the Malays of Patani and the Thai State,

(Patani: Patani Forum, 2012), h. 58-59.

Page 94: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

82

Upaya dialog perdamaian antara pemerintah Thailand dengan kelompok

separatis giat dilakukan terutama di masa pemerintahan Perdana Menteri Yingluck

Shinawatra yang menerapkan strategi “Political Leading the Military” sebuah

konsep yang mengedepankan pendekatan politik dibanding kekuatan militer. Pada

Maret 2012, Yingluck mengesahkan kebijakan tiga tahunan tentang manajemen dan

pembangunan di provinsi perbatasan Selatan Thailand atau dikenal dengan “The

National Security Council Policies on Management and Development in Southern

Border Province 2012-2014”.178

Kebijakan ini menjadi pedoman utama dalam pelaksanaan kebijakan di

seluruh wilayah perbatasan Selatan Thailand. Kebijakan yang terdiri dari sembilan

poin utama mengenai fokus kebijakan pemerintah Thailand selama tiga tahun

mendatang, salah satunya menyebutkan tentang upaya pemerintah mendukung dialog

dengan kelompok separatis. Hal ini jelas terlihat pada poin kedelapan, yaitu;

“Create environments suitable and favourable for discussion of conflict resolution

and … give guarantee[s] for participation to those involved and the stakeholders in

the process of peace-building by: … Encouraging continuity of peace dialogue

process with people who have different opinions and ideologies from the state and

choose to use violence to fight against the state, as one of the stakeholders in

Southern border provinces problems.”179

(Menciptakan lingkungan yang nyaman dan baik untuk berdiskusi tentang

penyelesaian konflik dan … Memberikan jaminan bagi semua pihak yang terlibat dan

berkepentingan untuk berpartisipasi dalam proses perdamaian … Mendorong

berlangsungnya proses dialog perdamaian dari pihak-pihak yang memiliki perbedaan

pendapat dan ideologi dengan negara dan [pihak-pihak] yang memilih menggunakan

jalan kekerasan untuk melawan negara sebagai salah satu pihak yang berkepentingan

dalam permasalahan di provinsi perbatasan Selatan Thailand).

178 Deep South Watch, “The National Security Council: Policies on Management and Development in

Southern Border Province 2012-2014”, (Dalam bahasa Thai) diakses pada 25 Februari 2017 dari laman

http://www.deepsouthwatch.org/sites/default/files/nsc_deepsouthpolicy12-14.pdf 179 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 10.

Page 95: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

83

Poin di atas menyatakan dengan jelas bahwa dialog menjadi salah satu isu

penting dalam proses perdamaian di Thailand Selatan. Kebijakan ini juga mengakhiri

sikap pemerintah yang selama ini berpura-pura tidak menganggap kelompok separatis

sebagai ancaman negara. Sebaliknya, Yingluck mulai mempertimbangkan pentingnya

berdialog dengan pihak-pihak yang melakukan perlawanan terhadap negara sebagai

upaya penyelesaian konflik di Thailand Selatan.

Pada 28 Februari 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia. Perdana Menteri

Yingluck Shinawatra bersama Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menginisiasi

nota kesepahaman untuk memulai dialog perdamaian antara pemerintah Thailand

dengan kelompok separatis di Thailand Selatan. Malaysia bertindak sebagai fasilitator

dalam dialog resmi kedua belah pihak tersebut. Peristiwa bersejarah ini dikenal

dengan General Consensus on Peace Dialogue Process.180

Dalam proses dialog yang berlangsung sebanyak tiga kali, pemerintah

Thailand mengutus 10 anggota delegasi yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal NSC

Letnan Jenderal Paradorn Pattanatabut, Wakil Sekretaris Jenderal Kementerian

Pertahanan Thailand Jenderal Niphat Tonglek, dan Sekretaris Jenderal SPBAC

Kolonel Polisi Thawee Sodsong. Seluruh tim pemerintah Thailand terdiri dari NSC,

SBPAC, Kepolisian Thailand, Kementerian Dalam Negeri Thailand. Sedangkan

delegasi kelompok separatis dipimpin oleh perwakilan Barisan Revolusi Nasional

(BRN) Hassan Taib. Adapun anggotanya terdiri dari Lukman Bin Lima dari PULO,

180 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” Crisis Group Asia Report No

270, July 2015, (Bangkok: International Crisis Group, 2015), h. 3.

Page 96: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

84

Abdul Karim Khalib dan Adam Muhammad Noor dari Pemuda (Organisasi sayap

BRN), dua anggota divisi luar negeri BRN, dan dua anggota senior BRN. Kemudian

fasilitator dari Malaysia ialah Datuk Seri Ahmad Zamzamin Hashim, mantan Kepala

Badan Intelijen Malaysia sekaligus rekan terdekat Perdana Menteri Najib Razak.181

Pertemuan pertama diadakan pada 28 Maret 2013 dengan agenda

mendengarkan permintaan kedua belah pihak sebelum pembahasan proses

perdamaian. BRN memanfaat kesempatan ini dengan mengajukan lima tuntutan

kepada pemerintah Thailand, sebagai berikut:

a. Pengakuan bahwa BRN merupakan perwakilan dari seluruh masyarakat

Melayu Patani.

b. Pengangkatan status Malaysia sebagai mediator, bukan hanya sebagai

fasilitator.

c. Melibatkan negara-negara ASEAN, Organisasi Konferensi Islam (OKI),

dan LSM dalam proses dialog perdamaian.

d. Pengakuan atas eksistensi kedaulatan bangsa Melayu Patani.

e. Membebaskan seluruh tahanan pejuang Patani dari penjara.182

Sedangkan delegasi pemerintah Thailand hanya mengajukan permintaan

untuk tidak menuntut adanya pemisahan diri atau kemerdekaan dari Thailand dan

meminta kelompok separatis untuk mengalihkan penyerangan terhadap warga sipil

(soft target) menjadi penyerangan ke aparat keamanan (hard target).183

Dalam

181 Duncan McCargo, Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?, (Sydney: Lowy Institute for

International Policy, 2014), h. 6-9. 182 Duncan McCargo, Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?, h. 8. 183 Srisompob Jitpiromsri, “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence Conflict: A Decade

of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904

Page 97: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

85

pertemuan pertama, delegasi pemerintah Thailand terlihat belum memiliki persiapan

yang matang untuk memulai dialog. Berbeda dengan delegasi separatis yang

menyatakan dengan jelas tujuan mereka berdialog melalui poin-poin di atas.

Sedangkan delegasi pemerintah Thailand tidak memiliki poin-poin utama yang

menegaskan kepentingan mereka dalam dialog perdana tersebut.

Pada 28 April 2013, pertemuan kedua diadakan untuk menindaklanjuti hasil

dialog sebelumnya dan mendengar respon dari kedua belah pihak. Hassan Thaib

menegaskan kembali jika pemerintah menyetujui lima permintaan tersebut. Maka,

BRN akan mengurangi aksi penyerangan di Thailand Selatan. Akan tetapi, delegasi

pemerintah Thailand mengatakan permintaan BRN masih dalam tahap pengkajian

dan memastikan akan segera membebaskan para tahanan. Pemerintah Thailand juga

meminta BRN menahan seluruh operasi kelompok separatis sebagai bukti bahwa tim

separatis dalam dialog ini mampu mengendalikan pergerakan anggotanya di

lapangan.184

Ternyata, delegasi kelompok separatis tidak memiliki kapasitas untuk

mengontrol anggotanya. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya aksi kekerasan

sepanjang dialog berlangsung.

Pertemuan ketiga dilakukan pada 13 Juni 2013. Malaysia mengajukan

gagasan pemberlakukan gencatan senjata dari kedua belah pihak pada bulan

Ramadhan atau dikenal dengan “Ramadhan Peace Initiative”. Pada kesempatan

terpisah, Hassan Thaib menyetujui gagasan dengan tujuh syarat diantaranya

184 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 3.

Page 98: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

86

penarikan aparat keamanan non lokal dari Thailand Selatan, penarikan tentara dari

desa-desa, menghentikan aksi penyergapan, penangkapan, dan membebastugaskan

personil keamanan Muslim selama bulan Ramadhan. Jika syarat itu terpenuhi, BRN

akan menghentikan seluruh operasi kelompok separatis.185

Namun, pemerintah

Thailand belum merespon persyaratan Hassan Thaib tapi pemerintah Thailand

menjamin akan mengikuti gagasan gencatan senjata. Pada akhirnya, gencatan senjata

tetap berlangsung selama 40 hari terhitung mulai 10 Juli sampai dengan 18 Agustus

2013.186

Pada pekan pertama gencatan senjata, terlihat hampir tidak terjadi aksi

kekerasan yang dilakukan kelompok separatis seperti pemboman atau penyerangan

terhadap aparat keamanan. Hal ini menunjukkan BRN mampu mengendalikan

pergerakan anggotanya di seluruh wilayah Thailand Selatan.187

Namun, gencatan

senjata yang diharapkan mampu menjadi awal pondasi dan komitmen kedua belah

pihak untuk mengakhiri konflik harus kandas.

Pada awal Agustus 2013, BRN menuduh aparat keamanan Thailand telah

melakukan 11 kali serangan terhadap kelompok separatis dan masyarakat Melayu

Muslim diantaranya penyerbuan markas kelompok separatis di Narathiwat oleh

militer Thailand dan pembunuhan imam Masjid Raya Patani, Yacob Raimanee, oleh

185 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 5. 186 Srisompob Jitpiromsri dan Anders Engvall, A Meaningful Peace: Ramadhan Ceasefire Assessment,

(Patani: Deep South Watch, 2013), h. 1. 187 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 5-6.

Page 99: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

87

terduga aparat keamanan.188

Pada 6 Agustus 2013, BRN menyatakan mundur secara

sepihak dari gencatan senjata dan menunda sementara keikutsertaannya dalam dialog

perdamaian karena pemerintah Thailand tidak merespon lima tuntutan dalam dialog

dan tujuh persyaratan gencatan senjata.189

Kegagalan dialog dan gencatan senjata menjadi pukulan keras bagi

pemerintah Thailand. Sejak awal pembentukan tim delegasi Thailand, tidak terdapat

tokoh petinggi militer maupun pejabat tinggi setingkat menteri yang terlibat dalam

dialog. Padahal dua elemen – Militer dan Birokrat, merupakan unsur penting dalam

proses perdamaian di Thailand Selatan. Sebaliknya, Yingluck memilih susunan tim

Thailand yang memiliki kedekatan dengan Partai Pheu Thai seperti Letnan Jenderal

Paradorn Pattanatabut dan Kolonel Polisi Thawee Sodsong yang berhubungan baik

dengan Thaksin.190

Pembentukan delegasi Thailand yang bersifat politis, membuat

banyak pihak khawatir dan meragukan kredibilitas pemerintah Thailand dalam dialog

termasuk dari kelompok separatis.

Di lain pihak, kelompok separatis khususnya Dewan Pimpinan Parti (DPP)

yang merupakan dewan pimpinan tertinggi BRN sudah menyatakan tidak mendukung

rencana dialog 28 Februari 2013 silam. Meskipun pada akhirnya BRN mengutus tim

delegasinya, Hassan Thaib bukan berasal dari DPP BRN dan tidak memiliki pengaruh

188 Duncan McCargo, “Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?,” h. 11. 189 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 6. 190 Duncan McCargo, “Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?,” h. 12-13.

Page 100: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

88

besar terhadap anggota separatis lainnya.191

Hal ini terbukti dari ketidakmampuan

Hassan Thaib menginstruksikan para anggotanya untuk menghentikan serangan saat

pertemuan kedua.

Kelemahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dalam melakukan

koordinasi dengan jajaran kabinetnya dan para petinggi militer menyebabkan

perpecahan dikalangan internal pemerintahan. Menteri Pertahanan Thailand

Sukhompol Suwanathat dan Wakil Perdana Menteri Thailand Chalerm Yubamrung

menolak tuntutan kelompok separatis. Sedangkan, Panglima Tentara Thailand

Jenderal Prayuth Chan-ocha mengkhawatirkan respon publik jika pemerintah

menuruti permintaan kelompok separatis.192

Selain itu, sabotase yang dilakukan

militer selama bulan Ramadhan menjadi penyebab berakhirnya gencatan senjata.

Namun demikian, pemerintah Thailand dibawah kepemimpinan Perdana

Menteri Yingluck Shinawatra berhasil mengidentifikasi akar permasalahan konflik di

Thailand Selatan. Sikap pemerintah yang mengakui keberadaan kelompok separatis

sebagai “pihak yang berkepentingan dalam penyelesaian konflik” mengubah pola

pikir pemerintah dalam menangani konflik di Thailand Selatan. Terlepas dari

kekurangan dalam ruang dialog, pemerintah Thailand berhasil meyakinkan

masyarakat bahwa dialog merupakan cara terbaik untuk mengakhiri konflik dengan

191 Patani Forum, Negotiating a Peaceful Coexistence between the Malays of Patani and the Thai State,

h. 90. 192 Isaara News, “BRN set new conditions for reduction of violence”, diakses pada tanggal 18 Februari

2017 dari laman http://www.isranews.org/isranews-article/item/22019-brn-set-new-conditions-for-reduction-of-

violence.html

Page 101: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

89

mengundang tokoh kelompok separatis membahas kemungkinan terciptanya

perdamaian di Thailand Selatan.

4.2 Keamanan

Isu keamanan menjadi salah satu pondasi utama dalam upaya penyelesaian

konflik di Thailand Selatan, tak terkecuali oleh Perdana Menteri Surayud Chulanont.

Kebijakan keamanan dinilai sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan

pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan. Selain itu, isu keamanan juga berkaitan

dengan penegakan hukum serta memastikan situasi dan kondisi di daerah konflik

aman dan kondusif.

Di awal pemerintahan Surayud Chulanont, pendekatan secara persuasif

melalui dialog lebih diutamakan untuk meraih kembali kepercayaan dan simpati

masyarakat Melayu Muslim terhadap pemerintah. Surayud berusaha meyakinkan

masyarakat Melayu Muslim bahwa pemerintahan baru tidak akan menerapkan

kebijakan-kebijakan represif seperti yang dilakukan pemerintahan Thaksin. Upaya

Surayud pun berhasil menarik perhatian banyak pihak dan sebagian besar masyarakat

Melayu Muslim mulai mendukung kebijakan yang diterapkan pemerintah.

Namun kelompok separatis terlihat tidak mempedulikan siapa penguasa pasca

kudeta dan perkembangan politik nasional di Bangkok. Kelompok separatis terus

melancarkan serangannya demi mencapai tuntutan mereka yaitu pemisahan diri dari

Page 102: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

90

Thailand.193

Selain itu, peningkatan serangan kelompok separatis bertujuan untuk

menggagalkan proses rekonsiliasi yang dijalankan pemerintah dan mengintimidasi

masyarakat agar tidak bekerjasama dengan pemerintah Thailand.

Komitmen pemerintahan Surayud tentang penyelesaian konflik separatis di

Thailand Selatan melalui proses damai ternyata tidak selalu mendapat respon positif

dari semua pihak. Ketegangan antara aparat keamanan dengan penduduk Melayu

Muslim makin memanas dengan peningkatan aksi kekerasan yang terjadi di Thailand

Selatan. Peningkatan aksi kekerasan menyebabkan meningkat pula jumlah korban

tewas dan terluka dari kedua belah pihak. Tercatat, aktivitas kelompok separatis tidak

mengalami penurunan dari 1,847 insiden (2006) menjadi 1,850 insiden (2007). Selain

itu, terjadi pula peningkatan korban tewas dan luka-luka dari 1,913 orang (2006)

menjadi 2,337 orang (2007).194

Pada Juni 2007, Perdana Menteri Surayud Chulanont bersama Ketua Dewan

Keamanan Nasional (Council of National Security) Jenderal Sonthi Boonyaratglin

merespon peningkatan aksi kekerasan di Thailand Selatan dengan menerapkan

kebijakan keamanan yang dikenal dengan “The Southern Territory Protection

193 Ian Storey, “Ethnic Separatism In Southern Thailand: Kingdom Fraying at The Edge?”, Asia Pacific

Center for Security Studies Paper, March 2007, (Hawai: APCSS, 2007), h. 8. 194 Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, “The Southern Thailand Conflict Six Years On:

Insurgency, Not Just Crime,” Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, Vol.

32, No. 2, Agustus 2010, (Singapura: ISEAS, 2010), h. 162.

Page 103: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

91

Plan”.195

Kebijakan keamanan ini sekaligus mengubah strategi pemerintah dalam

penyelesaian konflik dari pendekatan persuasif menjadi represif.

Perdana Menteri Surayud Chulanont menginstruksikan Panglima Tentara

Nasional Thailand Jenderal Anupang Paochinda menambah jumlah personil aparat

keamanan di wilayah Thailand Selatan. Terhitung sebanyak 50,000 personil

diterjunkan di bawah komando Internal Security Operations Command (ISOC).

Penambahan personil ini terdiri dari 30,000 tentara dan 20,000 polisi.196

Jumlah ini

belum termasuk personil aparat keamanan dari kalangan paramiliter.

Selain pasukan regular (tentara dan polisi) yang bertugas mengendalikan dan

menjaga keamanan seluruh wilayah perbatasan di Thailand Selatan, terdapat pasukan

paramiliter yang bertugas menjaga lokasi-lokasi vital seperti gedung pemerintahan,

sekolah, tempat ibadah dan ruang publik lainnya. Paramiliter yang bertugas di

Thailand Selatan terbagi menjadi empat, yaitu;

a. The Ranger Force atau Thahan Phran (pasukan pemburu) dibentuk pada

tahun 1981 oleh Tentara Nasional Thailand untuk melawan pemberontakan di

perbatasan negara Thailand. Di wilayah Thailand Selatan, terdapat tujuh

markas Komando Resimen (Korem) Ranger yang tersebar di seluruh wilayah

Thailand Selatan. Seluruh Korem berada dibawah markas Komando Daerah

Militer (Kodam) atau dikenal The Fourth Army. Pasukan ini memiliki tugas

yang sama dengan tentara Thailand, menjaga stabilitas keamanan di wilayah

195 Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, “The Southern Thailand Conflict Six Years On:

Insurgency, Not Just Crime”, h. 159. 196 Zachary Abuza, “The Ongoing Insurgency in Southern Thailand: Trends in Violence,

Counterinsurgency Operations, and the Impact of National Politics”, Institute for National Strategic Studies:

Strategic Perspective No.6, (Washington DC: National Defense University Press, 2011), h. 13.

Page 104: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

92

Korem masing-masing, hanya struktur komando yang berada langsung

dibawah Tentara Nasional Thailand.

b. The Volunteer Defence Corps atau dikenal dengan Or Sor (sukarelawan),

merupakan organisasi paramiliter terbesar di Thailand. Pasukan ini berada di

bawah pimpinan kementerian dalam negeri Thailand.

c. The National Village Development and Self-Defense Volunteers atau Chor

Ror Bor, organisasi ini berada di bawah kementerian administrasi daerah

Thailand dan di bawah komando ISOC. Chor Ror Bor bertugas menjaga

keamanan tingkat desa dan mengawal para pejabat desa. Organisasi ini hanya

merekrut warga lokal sehingga mampu menjadi sumber informasi intelijen

untuk menghadapi gerakan kelompok separatis.

d. The Village Protection Volunteers dikenal dengan Or Ror Bor merupakan

organisasi paramiliter yang diinisiasi oleh Ratu Sirikit. Or Ror Bor berada

dibawah kendali kementerian pertahanan Thailand bertugas menjaga desa

berpenduduk Buddha di wilayah Thailand Selatan.197

Terdapat beberapa perbedaan kebijakan penambahan personil keamanan

antara Perdana Menteri Surayud Chulanont dengan Perdana Menteri Yingluck

Shinawatra. Di masa kepemimpinan Yingluck, pemerintah Thailand memang masih

mengandalkan kemampuan aparat keamanan dalam penyelesaian konflik di Thailand

Selatan dan Yingluck menyetujui adanya penambahan pasukan keamanan di Thailand

Selatan.

Perbedaan kebijakan penambahan personil keamanan mulai terlihat dari

komposisi aparat keamanan di Thailand Selatan. Yingluck mengurangi jumlah

pasukan militer dari 30,000 tentara (2007) menjadi 24,000 tentara (2012) dan pasukan

197 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Problem with Paramilitaries”, Crisis Group Asia

Report No 140, Oktober 2007, (Jakarta: International Crisis Group, 2007), h. 15-18.

Page 105: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

93

polisi dari 20,000 (2007) menjadi 17,000 (2012).198

Yingluck meningkatkan jumlah

personil keamanan dari kalangan paramiliter seperti yang disebutkan di atas. Adapun

perbandingan rincian jumlah penambahan aparat keamanan pada masa pemerintahan

Surayud Chulanont dengan Yingluck Shinawatra adalah sebagai berikut:

Gambar IV.1

Rincian Penambahan Aparat Keamanan di Thailand Selatan

No. Nama Instansi Keamanan

Masa Pemerintahan

Surayud

Chulanont

Yingluck

Shinawatra

1. Royal Thai Army 30,000 24,000

2. Royal Thai Police 20,000 17,000

3. The Ranger Force 10,000 18,000

4. The Volunteer Defence Corps 2,787 7,000

5. The National Village

Development and Self-Defense

Volunteers

47,400 60,000

6. The Village Protection

Volunteers 10,000 25,000

Total Personil 120,187 151,000 *Diolah dari berbagai sumber.

Penambahan personil paramiliter di Thailand Selatan bertujuan untuk

mengurangi peran pasukan reguler (militer dan polisi) dalam konflik di Thailand

Selatan sekaligus memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada paramiliter

untuk melakukan pengamanan di Thailand Selatan. Selain itu, pasukan paramiliter

direkrut dari warga lokal sehingga pasukan ini memiliki pemahaman lebih tentang

kondisi masyarakat dan situasi keamanan di Thailand Selatan.199

198 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 12. 199 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 12-13.

Page 106: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

94

Perbedaan kebijakan keamanan selanjutnya adalah keberadaan operasi militer.

Dalam kebijakan keamanan Surayud, penambahan aparat keamanan merupakan salah

satu tahapan dari “The Southern Territory Protection Plan”. Tahapan berikutnya

adalah pelaksanaan operasi militer yang dikenal dengan “Cordon and Search

Operation” (Operasi Cari dan Kepung) dimulai pada pertengahan Juli 2007. Operasi

ini melibatkan sekitar 60,000 personil aparat keamanan di seluruh Thailand

Selatan.200

Operasi militer ini dipimpin langsung Jenderal Anupong Paochinda. Berbeda

dengan operasi militer sebelumnya yang dipimpin oleh Kodam Keempat (The Fourth

Army), operasi kali ini melibatkan seluruh markas komando daerah militer di

Thailand. The First Army, bertugas di Provinsi Narathiwat, The Second Army berada

di Provinsi Patani, The Third Army memimpin di Provinsi Yala, dan The Fourth

Army bertanggung jawab atas empat distrik di Provinsi Songkhla.201

Kepolisian

Thailand juga membentuk Pusat Operasi Polisi Perbatasan Selatan Thailand

(SBPPOC).

Operasi ini mengutamakan informasi intelijen yang akurat untuk menentukan

wilayah pertahanan kelompok separatis dan menangkap para pemimpinnya. Aparat

keamanan menyisir setiap wilayah, dari rumah ke rumah, desa ke desa untuk

menangkap anggota kelompok separatis. Petugas pengamanan juga memperbanyak

200 International Crisis Group: “Southern Thailand: Moving Towards Political Solutions?,” Crisis Group

Asia Report No 181, Desember 2009, (Bangkok: International Crisis Group, 2009), h. 2. 201 Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, “The Southern Thailand Conflict Six Years On:

Insurgency, Not Just Crime”, h. 181.

Page 107: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

95

jumlah pos pemeriksaan dan patrol rutin untuk mempersempit ruang gerak kelompok

separatis.

Gambar IV.2

Insiden Kekerasan di Thailand Selatan (2006-2008)

Sumber: Srisompob Jitpiromsri & Duncan McCargo, The Southern Thailand Conflict Six Years On, ISEAS, 2010.

Berdasarkan grafik di atas, terjadi penurunan insiden secara drastis pasca

operasi militer Juli 2007. Penurunan sebesar 50% terjadi dari 229 insiden (Agustus

2007) menjadi 114 insiden (September 2007) dan terus menurun di bawah angka 100.

Meskipun militer Thailand berhasil meredam serangan kelompok separatis, operasi

militer ini telah menimbulkan banyak masalah baru khususnya kasus pelanggaran

HAM seperti penangkapan tanpa surat perintah hingga pembunuhan ekstra judisial.202

202 Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, “The Southern Thailand Conflict Six Years On:

Insurgency, Not Just Crime”, h. 160.

Page 108: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

96

Sedangkan, pemerintahan Yingluck Shinawatra melalui konsep “Political

leading the military”,203

lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dan

pemerintahan di Thailand Selatan. Aktivitas aparat keamanan khususnya militer harus

menyesuaikan dengan program-program pemerintah.204

Oleh karena itu, Yingluck

memutuskan untuk mengubah struktur militer di Thailand Selatan dengan

mengembalikan tanggung jawab keamanan wilayah Thailand Selatan hanya kepada

The Fourth Army dan meningkatkan peran paramiliter di Thailand Selatan.205

4.3 Hukum dan HAM

Persoalan hukum dan HAM di Thailand Selatan menjadi isu penting dalam

pemerintahan Perdana Menteri Surayud Chulanont. Terlebih, pemerintahan terdahulu

dikenal dengan kebijakan yang keras dan terlibat banyak kasus pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, penanganan kasus hukum dan HAM perlu mendapat perhatian

khusus dari pemerintah Thailand sebagai salah satu upaya meredam potensi konflik di

Thailand Selatan.

Pada 2 November 2006, Surayud Chulanont melakukan kunjungan pertama ke

Thailand Selatan sejak menjabat sebagai Perdana Menteri. Agenda utama Surayud

ialah bertemu dengan para pemuka agama Islam di Thailand Selatan dan pemerintah

203 Srisompob Jitpiromsri, “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence Conflict: A Decade

of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904 204 Srisompob Jitpiromsri, “The New Challenge of Thailand‟s Security Forces in Southern Frontiers”,

Civil Society, Politics and Development in ASEAN Countries: International Conference on Political Science,

Public Administration and Peace Studies, 6-7 September 2012, (Hatyai: Prince of Songkhla University, 2012), h.

48-49. 205 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 13.

Page 109: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

97

Thailand memohon maaf kepada seluruh masyarakat Melayu Muslim di Thailand

Selatan atas kekejaman dan ketidakadilan yang diderita selama pemerintahan

Thaksin.206

Khusus peristiwa demonstrasi Tak Bai dan masjid Krue Sae yang

menelan 191 korban jiwa, pemerintah akan memberikan kompensasi sebesar 42 Juta

Baht bagi keluarga korban dan membebaskan 56 tahanan yang masih mendekam di

penjara.207

Tak berselang lama, 8 November 2006 menjadi hari kunjungan kedua

Surayud ke Thailand Selatan. Kunjungan kali ini bertempat di sekolah Thamma

Witthaya dan bertemu dengan para tokoh pendidikan, guru, dan pelajar di Thailand

Selatan. Pada kesempatan ini, Surayud mengumumkan penghapusan kebijakan daftar

hitam (blacklist policy) yang mencakup 80% tenaga pengajar di sekolah Thamma

Witthaya masuk dalam daftar hitam tersebut. Selain itu, Surayud juga membebaskan

lima guru yang ditahan atas tuduhan keterlibatan kelompok separatis.208

Pada Februari 2007, Surayud membentuk tim investigasi atas kasus aktivis

HAM Muslim Somchai Neelaphaijit yang “dihilangkan” oleh aparat keamanan

Thailand pada Maret 2004. Surayud menunjuk Letnan Jenderal Polisi Thanee

206 Neil J. Melvin, “Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence, and the State in the Patani

Insurgency”, SIPRI Policy Paper No. 20, September 2007, (Stockholm: Stockholm International Peace Research

Initiative, 2007), h. 5. 207 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 3. 208 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 3-4.

Page 110: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

98

Somboonsap sebagai ketua tim investigasi dan membentuk tim yang berasal dari

Departemen Investigasi Khusus Kepolisian Thailand.209

Penanganan kasus demonstrasi Tak Bai dan masjid Krue Sae masih

menyisakan permasalahan yang belum tuntas. Meskipun seluruh keluarga korban

telah diberikan kompensasi, para keluarga korban diminta menandatangani perjanjian

untuk tidak mengajukan gugatan atau tuntutan terhadap kasus tersebut. Sedangkan

aparat keamanan yang terlibat dalam kedua kasus tersebut tak satupun dibawa ke

pengadilan.210

Menjelang akhir masa pemerintahannya, Perdana Menteri Surayud Chulanont

mengesahkan undang-undang (UU) terkait keamanan nasional yang dikenal dengan

“Internal Security Act” (ISA). Sebuah kebijakan nasional yang juga berdampak pada

proses penyelesaian konflik di Thailand Selatan. Surayud berharap UU ISA menjadi

pilihan alternatif pemerintah Thailand dalam menangani isu keamanan nasional

daripada pemberlakukan status Darurat Militer dan kebijakan “Emergency Decree”

yang disahkan Thaksin 2005 silam.211

Undang-Undang yang disahkan pada 20 Desember 2007 memuat beberapa

regulasi yang mengundang kontroversi publik diantaranya terkait kewenangan luar

biasa dan kekebalan hukum pejabat ISOC dalam penanganan masalah keamanan

209 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 18 210 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 18. 211 International Commission of Jurist, Thailand’s Internal Security Act: Risking The Rule of Law?,

(Bangkok: International Commission of Jurist, 2010), h. 4.

Page 111: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

99

nasional, penahanan tanpa proses pengadilan kepada terduga pelaku kejahatan, dan

pemberian amnesti bagi tersangka yang mengakui kesalahan melalui proses

„rehabilitasi‟.212

Kebijakan hukum dan HAM selama masa pemerintahan Perdana Menteri

Surayud Chulanont terbilang cukup banyak dibandingkan dengan periode Perdana

Menteri Yingluck Shinawatra. Hal ini bukan berarti Perdana Menteri Yingluck

Shinawatra tidak memperhatikan isu hukum dan HAM dalam penyelesaian konflik

separatis di Thailand Selatan. Akan tetapi, beberapa kasus hukum dan HAM sudah

terselesaikan oleh penguasa terdahulunya seperti Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva.

Upaya pemerintah Thailand dibawah kepemimpinan Yingluck Shinawatra

dalam penanganan kasus hukum dan HAM ialah pemberian kompensasi dan

pemberdayaan keluarga korban konflik di Thailand Selatan. Pemerintah Thailand

memberikan anggaran sebesar 2 Milyar Baht untuk pemberian kompensasi bagi

korban konflik di Thailand Selatan.213

Pemerintah Thailand mencatat sekitar 2,000 korban konflik terdaftar dalam

program pemberian kompensasi.214

Pemerintah juga menentukan jumlah kompensasi

dengan mengklasifikasi korban konflik dalam empat kategori. Pertama, keluarga

korban dari warga sipil berhak mendapat kompensasi sebesar 100,000 Baht. Kedua,

212 Human Right Watch, “Thailand: Internal Security Act Threatens Democracy and Human Rights”

diakses pada tanggal 15 Februari 2017 dari laman http://www.hrw.org/news/2007/11/05/thailand-internal-

security-act-threatens-democracy-and-human-rights. 213 Bureau of Democracy, Human Rights and Labor, “Thailand 2013 Human Rights Report,” Country

Report on Human Rights Practices for 2013, (Washington DC: United States Department of State, 2013), h. 3. 214 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 16.

Page 112: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

100

keluarga korban dari pegawai negeri sipil, termasuk polisi dan tentara berhak

mendapat kompensasi dari tunjangan khusus PNS dan anak korban mendapat

pekerjaan di badan pemerintah. Ketiga, keluarga korban yang berasal dari peristiwa

pembantaian di Masjid Krue Sae dan demonstrasi Tak Bai berhak mendapat

kompensasi sebesar 7.5 Juta Baht. Keempat, korban yang ditahan tanpa tuduhan yang

jelas dan korban yang dibebaskan oleh pengadilan terkait konflik di Thailand Selatan

juga berhak mendapat kompensasi.215

Berbagai kasus pelanggaran HAM yang telah diusut sejak periode Perdana

Menteri Surayud Chulanont masih belum terselesaikan seperti kasus demonstrasi Tak

Bai dan Masjid Krue Sae. Begitu pula kasus penghilangan paksa aktivis HAM

Somchai Neelaphaijit oleh terduga aparat keamanan Thailand belum tuntas hingga

saat ini.

Upaya pemerintah Thailand baik di masa pemerintahan Perdana Menteri

Surayud Chulanont maupun Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dalam

penanganan isu hukum dan HAM berhasil mendapat sambutan baik dari masyarakat

Melayu Muslim di Thailand Selatan. Melalui kebijakan tersebut, Surayud berusaha

meraih kembali kepercayaan masyarakat Melayu Muslim terhadap pemerintah dan

mendukung kebijakan pemerintah. Sedangkan, Yingluck berusaha meyakinkan

215 Pattaya Mail, “Govt to compensate violence victims in Deep South”, diakses pada tanggal 17

Februari 2017 dari laman http://www.pattayamail.com/thailandnews/govt-to-compensate-violence-victims-in-

deep-south-11357

Page 113: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

101

masyarakat Melayu Muslim bahwa pemerintahan Yingluck Shinawatra bertanggung

jawab dan peduli terhadap korban konflik separatis di Thailand Selatan.

4.4 Ekonomi

Di awal pemerintahan Surayud Chulanont, pemerintah Thailand membuat

rencana pembangunan ekonomi di tiga provinsi perbatasan Selatan Thailand ke dalam

sebuah konsep “Special Economic Zone”.216

Dalam konsep tersebut, pemerintah

akan memberikan insentif pajak bagi para investor yang bersedia menanam modal di

daerah perbatasan Selatan Thailand. Selain itu, pemerintah berupaya

mengembangkan kembali “Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle”, sebuah

kerjasama ekonomi trilateral yang pernah dijalankan tahun 1993, dan pemerintah

Thailand memasukkan seluruh provinsi di Thailand Selatan ke dalam rencana

tersebut.

Namun, upaya pemerintah Thailand mengembangkan berbagai rencana dan

konsep pembangunan ekonomi di perbatasan Selatan Thailand tidak membuahkan

hasil. Hal ini terjadi akibat peningkatan kekerasan di Thailand Selatan yang semakin

mengkhawatirkan sehingga para investor tidak melihat provinsi-provinsi di

perbatasan Selatan Thailand sebagai peluang bisnis yang cukup baik. Hal ini juga

diperburuk dengan krisis ekonomi nasional dan instabilitas politik dalam negeri

sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun daerah.

216 Ian Storey, “Ethnic Separatism In Southern Thailand: Kingdom Fraying at The Edge?”, h. 7.

Page 114: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

102

Dalam konteks konflik separatis di Thailand Selatan, peningkatan tingkat

kekerasan sepanjang tahun 2006-2007 menjadi salah satu faktor utama kegagalan

pemerintah menarik minat pengusaha untuk berinvestasi di wilayah Thailand Selatan.

Selain itu, rendahnya pendapatan di sektor pariwisata diakibatkan berbagai peristiwa

terorisme seperti pemboman pada malam Tahun Baru 2007 di Bangkok dan

rangkaian pemboman di Hatyai, Thailand Selatan.217

Oleh karena itu, upaya Perdana Menteri Surayud Chulanont melalui gagasan

pembangunan ekonomi di Thailand Selatan tidak dapat terealisasikan. Pemerintah

Thailand seharusnya terlebih dahulu menanggulangi gangguan keamanan dari

kelompok separatis di Thailand Selatan agar memberikan rasa aman bagi masyarakat

dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk sektor pariwisata dan bisnis.

Pada periode Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, sektor ekonomi menjadi

salah satu fokus utama pemerintah Thailand. Melalui konsep “Political Leading the

Military”, pemerintahan Yingluck lebih mengedepankan isu pembangunan ekonomi

dan reformasi pemerintahan. Yingluck menunjuk National Security Council (NSC)

dan Southern Border Provinces Administration Center (SBPAC) sebagai lembaga

penanggung jawab proses pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan Selatan

Thailand.

217 Bank of Thailand, Annual Report: Thailand’s Economic and Monetary Condition in 2007, (Bangkok:

Monetary Policy Group, 2008), h. 2.

Page 115: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

103

NSC bertugas merancang kebijakan terkait pembangunan dan pemerintahan di

provinsi perbatasan Selatan Thailand yang dikenal dengan “The National Security

Council Policies on Management and Development in Southern Border Province

2012-2014”. Kemudian SBPAC sebagai pelaksana kebijakan pemerintah melalui

program-program pembangunan ekonomi sesuai dengan pedoman kebijakan yang

dikeluarkan NSC. Program-program pemerintah terkait pembangunan ekonomi antara

lain peningkatan kualitas hidup dan pendapatan penduduk lokal, perbaikan ekonomi

daerah dan investasi, serta kerjasama ekonomi dengan negara perbatasan.218

SBPAC mengadakan program pelatihan keterampilan dan kewirausahaan

untuk penduduk lokal di perbatasan Selatan Thailand. Melalui program Satu Desa

Satu Produk “One Tambon One Product” (OTOP),219

diharapkan masyarakat mampu

meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan. Selain itu, SBPAC juga memberikan

bantuan dana sebesar 5,000 Baht per unit usaha kecil dan menengah (UKM) untuk

mendukung program kewirausahaan.220

Setiap tahunnya, pemerintah Thailand mengalokasikan anggaran besar untuk

program perbaikan dan pembangunan wilayah perbatasan Selatan Thailand.

Anggaran ini dikhususkan untuk mendukung program-program pemerintah yang

bertujuan untuk menyelesaikan konflik di provinsi perbatasan Selatan Thailand.

218 Srisompob Jitpiromsri, “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence Conflict: A Decade

of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904 219 United National Development Program, Lesson Learned from the Implementation of Southern

Thailand Empowerment and Participation (STEP) Project 2010-2014, (Patani: Prince of Songkhla University),

h. 8. 220 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 15.

Page 116: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

104

Gambar IV.3

Anggaran Nasional untuk Perbaikan dan Pembangunan

Provinsi Perbatasan Selatan Thailand 2004-2014

Sumber: Srisompob Jitpiromsri, An Incovenient Truth about the Deep South Violent Conflict,

Deep South Watch, 2014.

Konflik separatis di Thailand Selatan telah menghabiskan anggaran yang

cukup besar. Terhitung mulai tahun 2004 hingga 2014, konflik tersebut telah menelan

biaya sebesar 206 Miliar Baht. Selama masa Perdana Menteri Surayud Chulanont,

pemerintah telah menghabiskan anggaran 31.7 Miliar Baht yang sebagian besar

digunakan untuk operasi militer dan intelijen di wilayah perbatasan Selatan Thailand.

Surayud mengatakan;

“The government will raise the efficiency of intelligence and operations of the

National Intelligence Co-ordination Centre, integrate efforts of resolving security

problems in border provinces in the south so as to boost public trust in government

security enforcement.”221

(Pemerintah akan meningkatkan efisiensi dalam operasi-operasi [militer] dan

intelijen yang dilakukan oleh Pusat Koordinasi Intelijen Nasional, [pemerintah] akan

mengintegrasikan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah keamanan di Selatan

221 Vithoon Amorn, “Thailand adopts deficit budget to spur growth”, diakses pada tanggal 18 Februari

2017 dari laman http://www.reuters.com/article/idUSBKK27464720070704

Page 117: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

105

[Thailand] sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah

dalam penegakan keamanan).”

Pada periode Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, pemerintah

mengalokasikan anggaran sebesar 61.8 Miliar Baht. Sebagian besar anggaran

digunakan untuk menjalankan program-program pembangunan ekonomi dan

reformasi pemerintahan daerah di perbatasan Selatan Thailand. Selain itu, proses

dialog perdamaian dengan kelompok separatis juga memakan biaya yang tak

sedikit.222

Berbagai upaya pemerintah dalam perbaikan sektor ekonomi daerah belum

mencapai target secara signifikan. Isu keamanan masih menjadi masalah utama,

peningkatan aksi kekerasan di wilayah Thailand Selatan memberikan dampak buruk

terhadap perekonomian daerah, khususnya sektor pertanian dan sektor industri.

Ekonomi yang terpuruk mengakibatkan tingginya angka kemiskinan dan

pengangguran. Pemerintah semestinya mampu membuat kebijakan yang lebih efektif

dengan melibatkan aparat keamanan demi kelancaran implementasi kebijakan dan

memberikan dampak besar bagi masyarakat.

4.5 Pendidikan

Pendidikan menjadi hal yang paling krusial dalam pembangunan sumber daya

manusia di suatu daerah. Akan tetapi pada masa pemerintahan Surayud Chulanont isu

pendidikan tidak menjadi isu yang populer dalam upaya penyelesaian konflik

separatis di Thailand Selatan. Padahal, sistem sekolah negeri yang dijalankan

222 Srisompob Jitpiromsri, “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence Conflict: A Decade

of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904

Page 118: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

106

pemerintah menggunakan bahasa pengantar Thai dan mengeliminasi budaya Melayu

menjadi faktor utama timbulnya gerakan perlawanan di Thailand Selatan.

Pemerintah hanya berupaya meningkatkan insentif bagi sekolah-sekolah di

Thailand Selatan tanpa mengubah kurikulum dengan memasukkan pelajaran bahasa

dan budaya Melayu dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah negeri. Pemerintah

memberikan subsidi bagi sekolah Islam swasta (PSTI) sebesar 10,000 Baht per siswa

dan sekolah negeri (State School) sebesar 2,900 Baht per siswa ditambah sumbangan

pembangunan dan bonus gaji pengajar sebesar 1,000 Baht per bulan.223

Hal ini

mengakibatkan infrastruktur sekolah Islam jauh tertinggal dibanding sekolah negeri

di Thailand Selatan. Selain itu, sekolah Islam masih dinyatakan ilegal dan ijazahnya

tidak diakui pemerintah sehingga lulusan sekolah Islam kalah bersaing dalam dunia

kerja dibandingkan lulusan sekolah negeri.

Tak hanya masalah kesenjangan infrastruktur dalam dunia pendidikan di

Thailand Selatan, keamanan sekolah dan tenaga pengajar menjadi hal yang patut

diperhatikan. Sejak tahun 2004-2007, tercatat 100 sekolah dibakar dan 73 guru tewas

terbunuh dalam konflik separatis di Thailand Selatan.224

Para guru khususnya yang

beragama Buddha dianggap sebagai simbol kebijakan asimilasi yang diterapkan

pemerintah sejak tahun 1920-an. Pemerintah merespon peningkatan kekerasan

223 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 19-20. 224 Joseph Chinyong Liow dan Don Pathan, “Confronting Ghosts: Thailand‟s Shapeless Southern

Insurgency”, Lowy Institute Paper 30, (New South Wales: Lowy Institute for International Policy, 2010), h. 35.

Page 119: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

107

terhadap guru di Thailand Selatan dengan memberikan pengawalan aparat bersenjata

dan mempermudah izin kepemilikan senjata bagi profesi guru.225

Selain itu, pemerintah juga mengedarkan selembaran informasi yang berisikan

himbauan agar penduduk lokal melindungi guru dari tindakan kekerasan. Pemerintah

juga membangun jalur komunikasi radio khusus sekolah dan melibatkan para guru

untuk membuat rencana pengamanan sekolah.226

Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi tindakan kekerasan terhadap guru di Thailand Selatan.

Pemerintah juga memberikan beasiswa studi keperawatan sebesar 140 Juta

Baht untuk 3,000 wanita Muslim yang kemudian bertugas di Thailand Selatan.227

Selain itu, pemerintah juga memberikan pendampingan dan pelatihan khusus pelajar

lulusan bidang kesehatan untuk memperoleh sertifikat ketenagakerjaan. Disamping

meningkatkan pemerataan pendidikan, pemerintah juga membuka kesempatan untuk

pelajar Melayu Muslim bekerja di pemerintahan.

Terdapat sekitar 10,000 pelajar Melayu Muslim yang melanjutkan studi di

luar negeri dan kembali ke daerahnya untuk mencari pekerjaan. Akan tetapi, tak

sedikit dari ijazah mereka yang tak diakui pemerintah sehingga mereka diharuskan

mencari pekerjaan yang tidak sesuai bidang profesi yang diinginkan.228

Hal ini

menjadi masalah penting karena semakin bertambahnya tingkat pengangguran dari

225 Benjamin Zawacki, “Political Inconvenient, Legally Correct: A Non-International Armed Conflict in

Southern Thailand”, h. 13-14. 226 National Reconciliation Commission, The Report of The National Reconciliation Commission:

Overcoming Violence Through the Power of Reconciliation, h. 95. 227 Zachary Abuza, “The Ongoing Insurgency in Southern Thailand: Trends in Violence,

Counterinsurgency Operations, and the Impact of National Politics”, h. 13. 228 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 21-22.

Page 120: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

108

pelajar lulusan luar negeri di Thailand Selatan. Pemerintah berusaha menyediakan

lapangan pekerjaan bagi pelajar lulusan luar negeri seperti kantor perwakilan

Thailand di luar negeri atau petugas administrasi di badan militer dan pemerintahan.

Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, pemerintah

Thailand mencanangkan pendidikan menjadi salah satu isu penting dalam

penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan. Di poin kelima dari “The National

Security Council Policies on Management and Development in Southern Border

Province 2012-2014”, pemerintah menyatakan “The state must promote education

and awareness of the value of multicultural society.” (Negara harus memajukan

[sektor] pendidikan dan kesadaran akan nilai-nilai masyarakat multikultural).229

Kebijakan ini menjadi dasar pemerintah melaksanakan program-program

pendidikan di wilayah perbatasan Selatan Thailand. Sekretaris Jenderal SBPAC

Thawee Sodsong memberikan hibah pendidikan senilai 175 Juta Baht untuk

pembangunan gedung baru Yala Islamic University. Pemerintah juga mengalokasikan

dana sebesar 63.5 Juta Baht untuk sekolah-sekolah dasar Islam dan kegiatan

keagamaan di seluruh masjid di Thailand Selatan.230

Pemerintah Thailand juga memperhatikan pentingnya kesadaran atas nilai-

nilai keberagaman etnis di Thailand Selatan. Berbeda dengan pemerintahan

sebelumnya, Yingluck dan Thawee mendorong penggunaan bahasa Melayu Patani

sebagai bahasa kedua setelah bahasa Thai. Untuk mendukung hal tersebut,

229 Deep South Watch, “The National Security Council: Policies on Management and Development in

Southern Border Province 2012-2014” (Dalam bahasa Thai) diakses pada tanggal 25 Februari 2017 dari laman

http://www.deepsouthwatch.org/sites/default/files/nsc_deepsouthpolicy12-14.pdf 230 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 15.

Page 121: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

109

pemerintah membangun stasiun televisi dan radio berbahasa Melayu. Selain itu,

pemerintah juga membangun Institut Bahasa Thai-Melayu sebagai sarana komunikasi

dan edukasi bagi masyarakat Thailand.231

4.6 Respon Kelompok Separatis terhadap Kebijakan Penguasa Militer dan

Penguasa Sipil

Peristiwa kudeta militer September 2006 silam menjadi lembaran baru bagi

proses penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan. Perdana menteri Surayud

Chulanont diharapkan mampu memperbaiki situasi dan kondisi di wilayah Thailand

Selatan dengan memulai proses-proses damai yang sempat tertunda dan mengakhiri

kebijakan-kebijakan negatif yang diterapkan penguasa sebelumnya, Thaksin

Shinawatra.

Di awal pemerintahan Surayud, berbagai inisiatif baru diterapkan untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Thailand seperti

permohonan maaf kepada penduduk Melayu Muslim, pembebasan tahanan,

penghapusan kebijakan negatif Thaksin, dan berbagai reformasi kebijakan lain yang

memberikan kesejahteraan bagi penduduk Melayu Muslim serta mengakhiri konflik

secara damai.232

Komitmen yang telah disampaikan pemerintah pusat tentang penyelesaian

konflik separatis di Thailand Selatan melalui proses damai ternyata tidak selalu

mendapat respon positif dari semua pihak. Ketegangan antara aparat keamanan

231 United National Development Program, Lesson Learned from the Implementation of Southern

Thailand Empowerment and Participation (STEP) Project 2010-2014, h. 3. 232 International Crisis Group, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, h. 3-4.

Page 122: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

110

dengan penduduk Melayu Muslim makin memanas dengan meningkatnya aksi

kekerasan yang terjadi di Thailand Selatan. Peningkatan aksi kekerasan menyebabkan

meningkat pula jumlah korban tewas dan terluka dari kedua belah pihak.

Pemerintah Thailand memberikan isyarat kepada kelompok-kelompok

separatis untuk berdialog membahas proses perdamaian di Thailand Selatan. Akan

tetapi, kelompok-kelompok separatis merespon negatif terhadap ide tersebut.233

Hal

ini terlihat dari peningkatan aksi kekerasan dan jumlah korban tewas dan terluka di

awal pemerintahan Surayud Chulanont.

Gambar IV.4

Aksi Kekerasan, Jumlah Korban Tewas dan Terluka dalam

Konflik Separatis di Thailand Selatan (Periode Surayud Chulanont)

Sumber: Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, The Southern Thailand Six Years On, ISEAS, 2010.

233 Neil J. Melvin, “Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence, and the State in the Patani

Insurgency”, h. 5-6.

Page 123: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

111

Kelompok separatis terlihat tidak mempedulikan siapa penguasa pasca kudeta

dan perkembangan politik nasional di Bangkok. Kelompok separatis terus

melancarkan serangannya demi mencapai tuntutan mereka yaitu pemisahan diri dari

Thailand.234

Selain itu, peningkatan serangan kelompok separatis bertujuan untuk

menggagalkan proses rekonsiliasi yang dijalankan pemerintah dan mengintimidasi

masyarakat agar tidak bekerjasama dengan pemerintah Thailand.

Aparat keamanan yang saat itu berjumlah 30,000 personil (sebelum operasi

militer) terlihat tidak mampu meredam konflik yang terjadi di Thailand Selatan.

Kelompok separatis berusaha memprovokasi aparat keamanan agar menggunakan

jalan kekerasan untuk menanggulangi konflik di Thailand Selatan.235

Hal ini terbukti

berhasil, pemerintah bersama militer Thailand menjalankan operasi militer besar-

besaran dengan menambah pasukan keamanan menjadi 60,000 personil.

Meskipun operasi militer ini berhasil meredam aksi kekerasan di Thailand

Selatan. Namun menyisakan banyak permasalahan seperti penangkapan dan

penahanan massal, pembunuhan, dan berbagai pelanggaran HAM lainnya.236

Hal ini

dijadikan kelompok separatis sebagai alat propaganda kepada masyarakat agar tidak

mendukung kebijakan pemerintah, seperti dalam sebuah selembaran yang disebar

kelompok separatis pada Juli 2007:

234 Ian Storey, “Ethnic Separatism In Southern Thailand: Kingdom Fraying at The Edge?”, h. 8. 235 Zachary Abuza, “The Ongoing Insurgency in Southern Thailand: Trends in Violence,

Counterinsurgency Operations, and the Impact of National Politics”, h. 17. 236 Srisompob Jitpiromsri dan Duncan McCargo, “The Southern Thailand Conflict Six Years On:

Insurgency, Not Just Crime,” h. 163.

Page 124: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

112

“The Siamese kafirs are creating confusion in the four provinces. They have killed

innocents, shot into teashops, into people’s houses, at people returning from prayers,

into ponohs [Islamic boarding schools]…. All these incidents have been carried out

by government officials, especially Thahan Phran.”237

(Orang-orang kafir Thailand sedang menciptakan kekacauan di empat provinsi

[Patani, Yala, Narathiwat dan Songkhla]. Mereka membunuh orang tak bersalah,

menembaki kedai teh, rumah-rumah penduduk, menembaki orang-orang yang pulang

dari sholat, menembaki Ponoh [sekolah-sekolah Islam]…. Semua kejadian tersebut

didalangi oleh pejabat pemerintah, khususnya Thahan Phran [pasukan paramiliter])”.

Selama operasi militer berlangsung, propaganda menjadi senjata efektif

kelompok separatis untuk menghancurkan hubungan dan kepercayaan masyarakat

kepada pemerintah. Kelompok separatis juga menerapkan strategi baru yaitu

membatasi serangan dan memfokuskan pada target tertentu yang bersifat vital dan

menarik perhatian publik. Oleh karena itu, meskipun operasi militer berhasil

meredam aksi kekerasan namun tidak mengurangi jumlah korban tewas dan luka-luka

dalam konflik di Thailand Selatan.

Kegagalan pemerintah melakukan pendekatan kepada masyarakat Melayu

Muslim dan kegagalan aparat keamanan meredam ketegangan dan kekerasan di

Thailand Selatan dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok separatis melalui berbagai

serangan sporadik dan masif.238

Peningkatan serangan yang dilakukan kelompok

separatis menandai keberhasilan mereka meningkatkan kepercayaan diri,

penambahan jumlah anggota, dan kecanggihan senjata dan strategi.

Pertemuan kelompok separatis dengan Perdana Menteri Surayud Chulanont di

Bahrain merupakan kesempatan langka dan berharga bagi kelompok separatis.

237 International Crisis Group, “Southern Thailand: Problem with Paramilitaries”, h. 8. 238 Ian Storey, “Ethnic Separatism In Southern Thailand: Kingdom Fraying at The Edge?”, h. 8.

Page 125: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

113

Pertemuan yang langsung dihadiri kepala negara belum pernah terjadi sebelumnya

dalam proses perdamaian konflik di Thailand Selatan. Kelompok separatis

memanfaatkan momentum ini untuk menyatakan komitmen mereka tidak menuntut

kemerdekaan dari negara Thailand. Tentunya komitmen ini disertai dengan syarat-

syarat yang sekiranya bisa diterima pemerintah.

Sikap kelompok separatis yang bersedia mengikuti pertemuan dengan

pemerintah menunjukkan keinginan yang besar pula dari kelompok separatis untuk

memulai proses perdamaian dan mengakhiri konflik berkepanjangan. Sikap kelompok

separatis sangatlah jelas selama belum tercapai kesepakatan dan persetujuan atas

permintaan mereka, aksi kekerasan akan terus berlangsung untuk menekan

pemerintah mendengarkan tuntutan mereka.

Seiring pergantian pemerintahan, kelompok separatis juga mengalami

regenerasi dari generasi lama (Tahun 60-70an) ke generasi baru (Tahun 2000-an).

Kemunculan generasi baru “Juwae” (Pejuang) dalam struktur organisasi separatis

menambah masalah baru bagi pemerintah Thailand. Pada masa pemerintahan

Yingluck Shinawatra, kelompok separatis menjadi lebih kompleks dengan adanya

perbedaan generasi separatis. Generasi lama “Pemimpin” yang sebagian besar

mengasingkan diri ke luar negeri masih memimpin organisasi. Sedangkan generasi

baru “Juwae” yang menjadi aktor-aktor dibalik serangan di Thailand Selatan

membentuk jaringan kecil tingkat desa yang terdiri dari divisi politik dan militer.

Page 126: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

114

Oleh karena itu, Juwae miliki kemampuan bertindak secara independen dan

sistematis.239

Per April 2012, kelompok separatis memiliki sekitar 300 pimpinan unit, 3.000

Juwae aktif, dan 10.000 pendukung.240

Seluruhnya tersebar di empat provinsi

perbatasan Selatan Thailand dengan rincian 4.116 anggota di provinsi Narathiwat,

3.183 anggota di provinsi Patani, 2.059 anggota di provinsi Yala, dan 334 di empat

distrik provinsi Songkhla.241

Dalam sebuah wawancara The Asia Foundation dengan

kelompok separatis menjelaskan betapa mudahnya melakukan rekrutmen anggota

baru kelompok separatis;

“Finding people to take up arms is not difficult because there are plenty of people

who are angry at the Thai state. The hard part is getting combatants to commit to the

chosen course of action. It takes real commitment for a person who is angry to take

up arms. Every insurgent has his own personal reasons. Some personally

experienced discrimination or were abused. I just feel that it’s my moral obligation

to fight.”242

(Menemukan orang-orang untuk mengangkat senjata bukanlah hal yang sulit karena

banyak orang yang marah kepada negara Thailand. Bagian tersulit adalah

menemukan pejuang yang berkomitmen untuk melakukan aksi-aksi yang telah

ditentukan. Diperlukan komitmen yang kuat dari seseorang yang marah [kepada

pemerintah] untuk mengangkat senjata. Setiap pemberontak memiliki alasan masing-

masing [untuk bergabung]. Sebagian memiliki pengalaman tersendiri atas tindakan

diskriminatif dan sewenang-wenang [pemerintah]. Saya merasa bahwa ini

[pemberontakan] adalah tanggung jawab moral saya untuk melakukan perlawanan).”

Pemerintah Thailand khawatir para Pemimpin sebagai generasi lama tidak

mampu mengendalikan aktivitas serangan Juwae di Thailand Selatan. Sejak lama,

239 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 3-4. 240 Phuket News, “Army chief says Thailand facing 3,000 militans”, diakses pada 2 Maret 2017 dari

laman http://www.thephuketnews.com/army-chief-says-thailand-facing-3-000-militants-29547.php 241 Bangkok Post, “10.000 named in insurgency handbook” diakses pada 2 Maret 2017 dari laman

http://www.bangkokpost.com/print/309273 242 Adam Burke, Pauline Tweedie, dan Ora-orn Poocharoen, The Contested Corners of Asia: The Case

of Southern Thailand, (San Fransisco: The Asia Foundation, 2013), h. 28.

Page 127: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

115

pemerintah selalu melakukan kontak dan hubungan dengan generasi lama kelompok

separatis. Apalagi pemerintahan Yingluck Shinawatra telah berkomitmen untuk

menggunakan jalur dialog dalam penyelesaian konflik di Thailand Selatan.

Pelantikan Kolonel Polisi Thawee Sodsong sebagai Sekretaris Jenderal

SBPAC yang baru menimbulkan polemik dari berbagai pihak. Pasalnya, rekam jejak

Thawee tidak cukup baik dalam sejarah penanganan konflik separatis di Thailand

Selatan. Pasca serangan Januari 2004 silam, Thawee terlibat dalam aksi penangkapan

besar-besaran dan penganiayaan kepada sejumlah terduga separatis dan guru-guru

Muslim. Terlebih, Thawee mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tokoh

muslim paling berpengaruh di Thailand Selatan, Sapae-ing Basor atas tuduhan

keterlibatan dalam jaringan kelompok separatis, meskipun Sapae-ing Basor tak

berhasil ditahan dan pemerintah mengakui bahwa surat penahanannya telah

dipalsukan. Akan tetapi, masyarakat Melayu Muslim khususnya kelompok separatis

sudah terlanjur trauma atas tindakan diskriminatif Thawee di masa lalu.243

Pada 17 Maret 2012, pimpinan kelompok separatis yang berada di Malaysia

melakukan pertemuan dengan Thaksin Shinawatra dan didampingi oleh Thawee

Sodsong. Pertemuan ini berhasil dilaksanakan dengan bantuan Perdana Menteri

Malaysia Najib Razak dan Kepolisian Malaysia yang menekan para pimpinan

kelompok separatis untuk mengikuti pertemuan tersebut.244

Undangan dialog

243 Patani Forum, Negotiating a Peaceful Coexistence between the Malays of Patani and the Thai State,

h. 108-109. 244 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 22.

Page 128: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

116

perdamaian dengan cara paksaan tentunya tidak memberikan hasil yang baik. Pada 31

Maret 2012, kelompok separatis melancarkan dua serangan bom mobil di kawasan

bisnis Yala dan sebuah hotel di Hatyai yang mengakibatkan 18 orang tewas dan 500

lainnya luka-luka. Kedua serangan tersebut merupakan jawaban atas ketidakpuasan

Juwae terhadap kehadiran Thaksin dalam dialog dan ancaman atas tekanan yang

diterima para pimpinan kelompok separatis dalam pertemuan tersebut.245

Barisan Revolusi Nasional Coordinate (BRN-C) sebagai salah satu dari

kelompok separatis terbesar di Thailand Selatan memboikot pertemuan tersebut.

BRN-C beralasan masyarakat Melayu Muslim masih belum bisa memaafkan

kebijakan-kebijakan Thaksin yang represif dan otoriter.246

Selain itu, pertemuan

mendadak antara Thaksin dan pimpinan kelompok separatis mengejutkan banyak

pihak termasuk kalangan Juwae. Pasca pertemuan, pemerintah Thailand berusaha

merahasiakan dari publik hingga serangan 31 Maret terjadi dan kebenaran pun

terungkap.

Peristiwa 31 Maret 2012 menunjukan kemampuan dan persenjataan kelompok

separatis semakin canggih. Generasi baru kelompok separatis mampu melaksanakan

serangan di target-target dengan penjagaan ketat. Tentu hal ini mengkhawatirkan bagi

pemerintah karena warga sipil menjadi korban terbesar dalam serangan kelompok

separatis di Thailand Selatan. Selama tahun 2011 tercatat 1,987 insiden dengan 1,464

245 International Crisis Group, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, h. 6. 246 Patani Forum, Negotiating a Peaceful Coexistence between the Malays of Patani and the Thai State,

h. 110-111.

Page 129: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

117

korban tewas dan luka-luka, lalu tahun 2012 ada 1,045 insiden dengan 1,837 korban

tewas dan luka-luka, sedangkan di tahun 2013 terhitung 1,297 insiden dengan 1,418

korban tewas dan luka-luka.247

Pola serangan kelompok separatis selama pemerintahan Yingluck Shinawatra

lebih menekankan pada efektifitas serangan terhadap target dengan jumlah korban

yang tinggi tapi minim jumlah serangan. Pada Juli 2012, sebuah serangan kelompok

separatis terhadap patroli keamanan di Distrik Mayo, Patani yang menewaskan empat

tentara membuat gempar seluruh Thailand. Pasalnya, kelompok separatis sengaja

melakukan serangan dengan direkam oleh CCTV.248

Tentunya, peristiwa ini menjadi

viral di media Thailand sekaligus menjadi tekanan untuk pemerintah agar segera

bertindak mengatasi ketidak efektifan aparat keamanan dalam menangani konflik di

Thailand Selatan. Pimpinan kelompok separatis juga menyatakan bahwa serangan

Mayo merupakan bagian dari strategi melumpuhkan pemerintahan di Thailand

Selatan.249

Pemerintah Thailand tentunya tak tinggal diam terhadap aksi kelompok

separatis, Yingluck dan Thawee meminta bantuan Malaysia untuk memfasilitasi

pemerintah Thailand dalam pertemuan dengan kelompok separatis. pertemuan yang

dikenal dengan ”The Kuala Lumpur Process” diresmikan pada 28 Februari 2013

247 Srisompob Jitpiromsri, “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence Conflict: A Decade

of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904 248 Terry Fredrickson, “Forces go after attackers”, diakses pada tanggal 3 Maret 2017 dari laman

http://www.bangkokpost.com/learning/advanced/305012/forces-go-after-attackers 249 Patani Forum, Negotiating the Future of Patani, h. 72.

Page 130: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

118

dengan rangkaian pertemuan antara pemerintah Thailand dengan kelompok separatis

pada 31 Maret, 28 April, dan 13 Juni 2013.

Sebelum pertemuan itu terlaksana, Dewan Pimpinan Parti (DPP) BRN-C

sebagai pimpinan tertinggi kelompok separatis menyatakan tidak tertarik pada

gagasan pertemuan tersebut karena Yingluck tidak bersedia menjamin keselamatan

perwakilannya. Akan tetapi, BRN-C mendukung adanya proses perdamaian di

Thailand Selatan. Reaksi ini membuat pemerintah Thailand dan Malaysia kesulitan

mencari sosok yang akan menempati posisi sebagai perwakilan dari kelompok

separatis. Pada akhirnya, BRN-C mengutus Hassan Thaib sebagai „perantara‟

delegasi kelompok separatis.250

Terpilihnya Hassan Thaib membingungkan banyak pihak karena ia bukan

berasal dari DPP BRN-C dan tidak memiliki kapabilitas untuk mengendalikan Juwae

di lapangan. DPP BRN-C menggunakan Hassan Thaib sebagai strategi kelompok

separatis menguji kesiapan dan kesungguhan pemerintah Thailand untuk benar-benar

memulai perundingan perdamaian. BRN-C beranggapan pemerintah Thailand tidak

akan berkomitmen dalam proses perdamaian karena adanya perpecahan internal

dengan tidak melibatkan kalangan militer dan birokrat dalam pertemuan. Selain itu,

BRN-C ingin melatih delegasinya dalam perundingan politik dan diakui oleh

pemerintah Thailand dan dunia internasional.251

250 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 4. 251 Patani Forum, Negotiating the Future of Patani, h. 91.

Page 131: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

119

Bagi kalangan Juwae, pertemuan di Kuala Lumpur tidak mempengaruhi

pergerakan kelompok separatis di Thailand Selatan. Selama pertemuan berlangsung,

terjadi peningkatan serangan dari 130 insiden (Maret 2013) menjadi 298 insiden

(April 2013), termasuk pembunuhan Wakil Gubernur Provinsi Yala Issara

Thongthawat yang mengejutkan banyak pihak.252

Pasca insiden, pemerintah Thailand

meminta Hassan Thaib untuk memerintahkan Juwae mengurangi serangan di

Thailand Selatan. Sejak saat itu, pemerintah mengakui bahwa Hassan Thaib tidak

memiliki kapabilitas mengendalikan kelompok separatis.

Namun demikian, pertemuan terus berlanjut hingga tercapainya kesepakatan

gencatan senjata melalui “Ramadhan Peace Initiative”. BRN-C yang semula

menyatakan tidak mendukung dialog perdamaian, mulai menunjukan niat baik

dengan menyetujui gencatan senjata. Dalam periode gencatan senjata, BRN-C

terbukti mampu mengendalikan gerakan kelompok separatis dengan berkurangnya

intensitas serangan kelompok separatis. Tercatat, Juli 2013 menjadi bulan dengan

jumlah aksi kekerasan terendah sejak Desember 2007 dengan 42 insiden.253

252 Bangkok Post, “Deputy governor killed”, diakses pada tanggal 3 Maret 2017 dari laman

http://www.pressreader.com/thailand/bangkok-post/20130406/281479273881140 253 Srisompob Jitpiromsri dan Anders Engvall, A Meaningful Peace: Ramadhan Ceasefire Assessment,

(Patani: Deep South Watch, 2013), h. 4.

Page 132: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

120

Gambar IV.5

Aksi Kekerasan, Jumlah Korban Tewas dan Terluka dalam

Konflik Separatis di Thailand Selatan (Periode Yingluck Shinawatra)

Sumber: Deep South Watch, Summary of Unrest in Southern Border Province, 2012-2014.

Pada hari ke-26 masa gencatan senjata, kelompok separatis mengakhiri

kesepakatan secara sepihak dan menunda keikutsertaan dalam dialog perdamaian.

Kelompok separatis menilai aparat keamanan Thailand tidak kooperatif dengan

sengaja melakukan penyergapan ke markas kelompok separatis di Narathiwat serta

melakukan pembunuhan warga Melayu Muslim selama masa gencatan senjata,

khususnya pembunuhan Imam Besar Masjid Raya Patani, Yacob Raimanee.254

Selain

itu, kelompok separatis menilai pemerintah Thailand menghambat proses perdamaian

dengan belum menyetujui tuntutan yang diajukan kelompok separatis.255

254 Duncan McCargo, “Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?,” h. 11. 255 International Crisis Group, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” h. 6.

Peace Dialogue

Ramadhan Peace Intiative

Page 133: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

121

Kedua kalinya, pemerintah meminta delegasi kelompok separatis untuk

menjelaskan lebih lanjut tentang lima tuntutan tersebut. Malaysia meminta Hassan

Thaib untuk meyakinkan DPP BRN-C agar mengikuti kemauan pemerintah. Pada

September 2013, fasilitator Malaysia Dato Ahmad Zamzamin menyampaikan

dokumen yang berisi penjelasan tuntutan kelompok separatis kepada pimpinan

delegasi pemerintah Thailand, Letnan Jenderal Paradorn Pattanataburn.256

Isi dari

dokumen tersebut diantaranya meminta pemerintah Thailand mengakui BRN-C

sebagai perwakilan resmi masyarakat Melayu Muslim, BRN-C meminta keempat

wilayah perbatasan Selatan Thailand menjadi sebuah daerah otonomi khusus.

Pada Oktober 2013, kelompok separatis mendapat jawaban akan segala

tuntutan mereka bahwa pemerintah Thailand menyetujui pembahasan lebih lanjut

mengenai lima tuntutan kelompok separatis. Pertemuan yang direncanakan pada

Desember 2013 terpaksa harus tertunda oleh pemerintah Thailand karena adanya

krisis politik nasional di Bangkok.

Namun demikian, kelompok separatis bersikeras tetap menginginkan adanya

dialog perdamaian secara terbuka dengan pemerintah dan kelompok separatis juga

bersedia jika harus melibatkan organisasi internasional dalam dialog. Tentunya

keinginan ini harus disambut dengan baik oleh pemerintah Thailand agar terciptanya

perdamaian di seluruh wilayah Thailand Selatan.257

256 Duncan McCargo, “Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?,” h. 10. 257 Patani Forum, Negotiating the Future of Patani, h. 112-113

Page 134: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

122

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gerakan separatis Melayu Muslim di Thailand Selatan pada dasarnya

merupakan masalah politik identitas. Bahasa, norma (tradisi dan adat-istiadat), dan

agama merupakan identitas asli yang masih dipertahankan oleh masyarakat Melayu

Muslim. Penyatuan wilayah Patani Raya ke dalam negara Thailand secara geografis

dan administratif membawa dampak sosio-kultural dan keagamaan. Apalagi

kebijakan integrasi pemerintah Thailand dibuat untuk mencampuri urusan-urusan

keagamaan dan tradisi masyarakat Melayu Muslim. Identitas Melayu Muslim yang

cenderung bersifat baku dituntut untuk beradaptasi dengan simbol-simbol Thainess

yang menekankan tentang kesetiaan kepada Raja Thai (Monarchy), etika Buddha

(Religion), dan budaya mayoritas bangsa Thai (Nation).

Gerakan perlawanan yang muncul dipahami sebagai salah satu upaya

mempertahankan identitas nilai keagamaan dan etnisitas masyarakat Melayu Muslim

dengan menuntut dihentikannya sikap diskriminatif pemerintah Thailand. Faktor

etnisitas dan solidaritas keagamaan telah membedakan masyarakat minoritas Melayu

Muslim dari bagian utama penduduk mayoritas Thai sehingga memicu tumbuhnya

paham separatis yang muncul sebagai perlawanan budaya atas diskriminasi dari

etnisitas Thai.

Page 135: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

123

Dari segi ekonomi, masyarakat Melayu Muslim yang berdiam di provinsi

perbatasan Selatan Thailand diketahui sebagai wilayah yang berada dibawah garis

kemiskinan. Hal ini melahirkan perasaan ketidakadilan secara politik, ekonomi, dan

budaya, yang akhirnya juga memunculkan perasaan anti pemerintah dan

berkontribusi besar dalam perkembangan ideologi separatisme di kalangan

masyarakat Melayu Muslim.

Kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat Melayu Muslim yang terus

bergejolak dimanfaatkan oleh pemerintah Thailand untuk memobilisasi dan mendapat

dukungan rakyat dalam upaya penyelesaian konflik di Thailand Selatan. Peristiwa

kerusuhan 4 Januari 2004 silam menjadi pemicu pemerintah Thailand menerapkan

pendekatan militeristik. Status Darurat Militer (2004), UU Adminstrasi Darurat

(2005), dan UU Keamanan Internal (2008) seraya mengamini upaya pemerintah

Thailand membuat masyarakat Melayu Muslim menjadi pihak yang paling menderita

dari kebijakan tersebut.

Konflik berdarah yang telah terjadi lebih dari seratus tahun tak membuat

pemerintah Thailand memetik pelajaran dan memahami inti permasalahan. Rasa

ketidakadilan dan penderitaan masyarakat Melayu Muslim yang muncul ke

permukaan dalam berbagai aksi kekerasan dan balas dendam menegaskan bahwa

pendekatan militeristik untuk meredam aksi kekerasan akan semakin memperkuat

identitas bahwa mereka memiliki perbedaan dengan bangsa Thai.

Page 136: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

124

Pendekatan militeristik merupakan salah satu yang digunakan Perdana

Menteri Surayud Chulanont dalam meredam aksi perlawanan „pejuang‟ Melayu

Muslim di Thailand Selatan. Metode yang mengedepankan peran aktif militer dalam

berbagai proses kebijakan pemerintah ternyata berdampak negatif dan tidak efektif

bagi pemerintah Thailand. Inkonsistensi sikap Surayud Chulanont yang semula

menggunakan cara-cara persuasif melalui permohonan maaf pemerintah, pemberian

amnesti, dan kompensasi untuk korban konflik berubah menjadi cara-cara sporadik

dan represif melalui operasi militer yang memang berhasil meredam aksi kekerasan

tapi juga menambah deretan daftar hitam kasus pelanggaran HAM di Thailand

Selatan.

Julukan “The Sole Guardian of the Thai Nation” yang melekat pada tubuh

militer Thailand juga mengilhami Surayud Chulanont untuk tetap menjaga kemurnian

ideologi Thainess. Jika pemerintah Thailand bersikeras menempatkan ideologi

Thainess di atas segalanya, maka semakin keras pula perlawanan (budaya)

masyarakat Melayu Muslim untuk mempertahankan identitas mereka. Konflik

separatis di Thailand Selatan secara tidak langsung memiliki pola “action-reaction”,

membuat setiap langkah pemerintah Thailand akan menemui jalan buntu.

Pemerintah Thailand berusaha mencari kebijakan alternatif yang

mengakomodasi kebutuhan masyarakat Melayu Muslim mulai dari pembangunan

sosial ekonomi, pemerataan pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan hingga dana

insentif peningkatan infrastruktur daerah.

Page 137: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

125

Tentunya, kebijakan pemerintah ditanggapi secara berbeda oleh beragam

kelompok masyarakat. Bagi kelompok separatis, kebijakan ini dicurigai sebagai

bentuk penetrasi terhadap budaya dan ekonomi masyarakat Melayu Muslim. Ketidak

percayaan kelompok separatis terhadap pemerintah muncul sebagai bentuk akumulasi

kekecewaan, penderitaan, dan keputusasaan masyarakat Melayu Muslim atas

tindakan diskriminatif dan sewenang-wenang pemerintah.

Respon serupa juga diterima Yingluck Shinawatra yang menggunakan

pendekatan politis melalui pembangunan ekonomi dan reformasi pemerintahan yang

tertuang dalam strategi “The National Security Council Policies on Management and

Development in Southern Border Province 2012-2014”. Program kewirausahaan dan

peningkatan kualitas hidup masyarakat Melayu Muslim tidak memberikan dampak

signifikan dalam hal pemerataan pembangunan ekonomi. Faktor keamanan masih

menjadi penghalang utama yang membuat kebijakan pemerintah terhambat dan tidak

maksimal.

Dalam konteks politik nasional, perpecahan internal pemerintahan antara

partai penguasa Pheu Thai dengan jajaran kabinet dan petinggi militer serta rusaknya

koordinasi antar lembaga menjadi penyebab kegagalan setiap kebijakan Yingluck

Shinawatra sehingga menjadi tidak efektif. Hubungan elit sipil dengan militer yang

saling bersaing memperebutkan kekuasaan dalam proses rekonsiliasi konflik

mengakibatkan kesenjangan antara kelompok sipil dan militer. Kondisi ini

Page 138: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

126

mempengaruhi proses dialog perdamaian antara pemerintah Thailand dan kelompok

separatis.

Upaya Yingluck Shinawatra menyelesaikan konflik disalah artikan pihak

militer sebagai upaya memperbaiki „nama baik‟ Thaksin untuk meraih kepercayaan

publik sehingga militer melakukan sabotase dalam proses gencatan senjata. Untuk

kesekian kalinya, masyarakat Melayu Muslim menjadi pihak yang paling dirugikan

akibat kontestasi politik nasional yang tidak sehat. Kelompok separatis kembali

menunjukan kekuatan seiring dengan propaganda yang dilakukan militer melalui

aksi-aksi diskriminatif terhadap masyarakat Melayu Muslim. Upaya perdamaian di

Thailand Selatan yang menjadi impian harus kandas di tengah jalan.

5.2 Saran

Pada akhirnya, pemerintah dan militer harus saling bersinergi dan

berkoordinasi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Keterlibatan kedua

elemen tersebut merupakan hal paling utama dalam proses penyelesaian konflik

separatis di Thailand Selatan. Apalagi jika pemerintah dan militer mulai memahami

akar permasalahan konflik di Thailand Selatan dengan mengeluarkan kebijakan yang

akomodatif dan pro-masyarakat Melayu Muslim.

Semestinya, aktor-aktor negara baik dari militer, birokrat, politisi hingga

kerajaan mulai membuka diri terhadap kebijakan politik desentralisasi dalam sebuah

ruang otonomi berdasarkan etnisitas sebagai solusi konflik di Thailand Selatan.

Daerah otonomi yang memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk menjalani

Page 139: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

127

kehidupan sesuai dengan identitas agama dan budayanya, memberikan kesempatan

bagi masyarakat daerah untuk berperan dalam penyelesaian masalah dan

pembangunan. Kebijakan ini tentunya perlu dibahas dalam sebuah „forum dialog‟

dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan dalam konflik. Hal ini penting

agar semua pihak dapat menerima hasil kesepakatan dan terciptanya transisi politik

secara damai.

Page 140: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

ix

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Abuza, Zachary. “The Ongoing Insurgency in Southern Thailand: Trends in Violence,

Counterinsurgency Operations, and the Impact of National Politics”, Institute

for National Strategic Studies: Strategic Perspective No.6, Washington DC:

National Defense University Press, 2011.

Agustino, Leo. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2008.

Albittron, Robert B. “Thailand in 2004: The Crisis in South”, Asian Survey Vol. 45

No. 1. California: University of California Press, 2005.

_ _ _ _. “Thailand in 2005: The Struggle for Democratic Consolidation,” Asian

Survey Vol. 46, No. 1. California: University of California Press, 2006.

Aphornsuvan, Thanet. “Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern

Thailand,” Asia Research Institute: Working Paper Series No. 32, Bangkok:

Thammasat University, 2004.

Atilgan, Canan. The Internal Security Act (ISA) Implication for Southern Conflict,

Thailand: Konrad-Adenauer-Siftung, 2008.

Azar, Edward E. The Management of Protracted Conflict: Theory & Cases,

Aldershot: Dartmouth, 1990.

Bank of Thailand, Annual Report: Thailand’s Economic and Monetary Condition in

2007, Bangkok: Monetary Policy Group, 2008.

Beary, Brian. Separatist Movement: A Global Reference, Washinghton DC: CQ

Press, 2011.

Bureau of Democracy, Human Rights and Labor, “Thailand 2013 Human Rights

Report,” Country Report on Human Rights Practices for 2013, Washington

DC: United States Department of State, 2013.

Burke, Adam. Tweedie, Pauline dan Poocharoen, Ora-orn. The Contested Corners of

Asia: The Case of Southern Thailand, (San Fransisco: The Asia Foundation,

2013),

Page 141: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

x

Chalk, Peter. The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand: Understanding

the Conflict’s Evolving Dynamic. Virginia: Rand Corporation, 2008.

Coser, Lewis A. The Functions of Social Conflict, New York: The Free Press, 1956.

_ _ _ _, “Social Conflict and the Theory of Social Change”, The British Journal of

Sociology, Vol. 8, No. 3, September 1957, London: The London School of

Economics and Political Science, 1957.

Da-oh, Fadinla. Ideologi Politik Organisasi Perjuangan Melayu Muslim di Patani

Thailand Selatan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

Dahrendorf, Ralf. Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford: Stanford

University Press, 1959.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat

Bahasa Diknas, 2005.

Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2000.

Feaver, Peter Douglas. “Civil-Military Relations”, Annual Review of Political

Sciences Vol. 2, North Carolina: University of Kentucky, 1999.

Goumenos, Thomas. Mechanism of Ethnic and Separatist Movement, Essex: Essex

University Press, 2006.

Griffiths, Ryan D. dan Savic, Ivan. “Globalization and Separatism: The Influence of

Internal and External Interdependence on The Strategies of Separatism,” dalam

Jerry Harris, The Nation in the Global Era: Conflict and The Transformation,

Leiden: Brill, 2009.

Harish, S.P. “Changing Conflict Identities: The case of the Southern Thailand

Discord”, Working Paper Series No. 107, February 2006, Singapore: Institute

of Defense and Strategic Studies, 2006.

Heiduk, Felix dan Moller, Kay. Southern Thailand: The Origin of Violence. Berlin:

German Institute for International Affairs, 2004.

Hilton, Alexander. “Khmerness and the Thai „Other‟: Violence, Discourse and

Symbolism in the 2003 Anti-Thai Riots in Cambodia”, Journal of Southeast

Page 142: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xi

Asian Studies Vol. 37 Issue 3, October 2006, Singapore: The National

University of Singapore, 2006.

Hiraide, Yuna. “Creating A Framework for the Peaceful Resolution of the Separatist

State Movement” DIMUN V Research Report, 13 November 2014.

Howlett, Michael dan Ramesh, M. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy

Subsystem, Toronto: Oxford University Press, 1995.

_ _ _ _. “Pattern of Policy Instrument Choice: Policy Styles, Policy Learning and the

privatization Experience” dalam Review of Policy Research, Vol. 12, Issues, 1-

2, Review of Policy Research, 2005.

Huntington, Samuel P. The Soldier and The State: Theory and Politics of Civil-

Military Relations, Massachussett: Harvard University Press, 1964.

International Commission of Jurist, Thailand’s Internal Security Act: Risking The

Rule of Law?, Bangkok: International Commission of Jurist, 2010.

International Crisis Group. “Southern Thailand: Insurgency, Not Jihad”. Crisis Group

Asia Report N°98, Mei 2005, Singapura: International Crisis Group, 2005.

_ _ _ _. “Thailand‟s Emergency Decree: No Solution”. Crisis Group Asia Report No

105, November 2005, Jakarta: International Crisis Group, 2005.

_ _ _ _, “Southern Thailand: The Impact of Coup”, Crisis Group Asia Report No

129

March 2007, Jakarta: International Crisis Group, 2007.

_ _ _ _, “Southern Thailand: The Problem with Paramilitaries”, Crisis Group Asia

Report No 140, Oktober 2007, Jakarta: International Crisis Group, 2007.

_ _ _ _, “Southern Thailand: Moving Towards Political Solution?”, Crisis Group Asia

Report No 181, December 2009, Bangkok: International Crisis Group, 2009.

_ _ _ _, “Stalemate in Southern Thailand”, Crisis Group Asia Briefing N°113,

November 2010, Bangkok: International Crisis Group, 2010.

_ _ _ _, “Thailand: The Evolving Conflict in the South”, Crisis Group Asia Report No

241, December 2012, Bangkok: International Crisis Group, 2012.

_ _ _ _, “A Coup Ordained? Thailand Prospects for Stability” Crisis Group Asia

Report No

263 December 2014, Bangkok: International Crisis Group, 2014.

Page 143: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xii

_ _ _ _, “Southern Thailand: Dialogue in Doubt,” Crisis Group Asia Report No 270,

July 2015, Bangkok: International Crisis Group, 2015.

Jitpiromsri, Srisompob. “The New Challenge of Thailand‟s Security Forces in

Southern Frontiers”, Civil Society, Politics and Development in ASEAN

Countries: International Conference on Political Science, Public

Administration and Peace Studies, 6-7 September 2012, Hatyai: Prince of

Songkhla University, 2012.

_ _ _ _, dan Engvall, Anders. A Meaningful Peace: Ramadhan Ceasefire Assessment,

Patani: Deep South Watch, 2013.

_ _ _ _, dan McCargo, Duncan. “A Ministry of South: New Governance‟s Proposal

for Thailand‟s Southern Region”, Contemporary Southeast Asia Vol. 30, No. 3,

2008, Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, 2008.

_ _ _ _, “The Southern Thai Conflict Six Years On: Insurgency, Not Just Crime,”

Contemporary Southeast Asia Vol. 32, No. 2. Singapura: Institute of Southeast

Asian Studies, 2010.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 04 Tahun 2007.

Lawang, Robert. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, Jakarta: Universitas

Terbuka, 1994.

Liow, Joseph Chinyong dan Pathan, Don. “Confronting Ghosts: Thailand‟s Shapeless

Southern Insurgency”, Lowy Institute Paper 30, New South Wales: Lowy

Institute for International Policy, 2010.

Maftukhah, Laili. Gerakan Pembebasan Islam Pattani di Thailand Selatan Pada

Tahun 1973-1982, Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.

Marx, Karl. dan Engels, Friedrich. The Communist Manifesto: A Modern Edition,

New York: Verso, 1998.

McCargo, Duncan. “Southern Thailand: From Conflict to Negotiation?,” Sydney:

Lowy Institute for International Policy, 2014.

Page 144: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xiii

Melvin, Neil J. “Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence and the State in

the Patani Insurgency,” SIPRI Policy Paper No. 20. Swedia: CM Gruppen,

2007

Narwoko, J. Dwi. dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005

National Reconciliation Commission, Report of National Reconciliation Commission:

Overcoming Violence Through the Power of Reconciliation. Bangkok:

Secretariat of Cabinet, 2005.

Patani Forum, Negotiating a Peaceful Coexistence between the Malays of Patani and

the Thai State, Patani: Patani Forum, 2012.

_ _ _ _, Negotiating The Future of Patani, Patani: Patani Forum, 2014.

Polama, Margaret M. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: CV. Rajawali, 2000.

Purwanto, Erwan Agus. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di

Indonesia, Yogyakarta: Gava Media, 2012.

Rabasa, Angel. dkk. The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asia: A Net

Assessment. Virginia: Rand Corporation, 2009.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2010.

_ _ _ _ dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media,

2004.

Rusli, Budiman. Kebijakan publik membangun pelayanan publik yang responsif,

Bandung: Hakim Publishing, 2013.

Sattayanurak, Saichol. “The Construction of Mainstream Thought on “Thainess” and

the “Truth” Constructed by “Thainess”, Chiang Mai: Chiang Mai University.

Setiadi, Elly M. dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2011.

Page 145: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xiv

Sianturi, Benny. Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat

Daerah di Kabupaten Toba Samosir, Medan: Universitas Sumatera Utara,

2013.

Smith, Anthony L. “Trouble in Thailand‟s Muslim South: Separatism, not Global

Terrorism”, Asia-Pacific Center for Security Studies Vol. 3 No. 10, December

2004, Hawai: APCSS, 2004.

Soekanto, Soerjono. Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Storey, Ian. “Ethnic Separatism In Southern Thailand: Kingdom Fraying at The

Edge?”, Asia Pacific Center for Security Studies Paper, March 2007, Hawai:

APCSS, 2007.

Subarsono, A.G. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Suwitri, Sri. Konsep Dasar Kebijakan Publik, Semarang: Universitas Diponegoro

Semarang, 2008.

Taylor, Edward R. Command in The 21st Century: An Introduction of Civil-Military

Relations, California: United State Naval Academy, 1998.

Thai Laws, Internal Security Act: Translation, Bangkok, 2008.

Tilaar, H.A.R. dan Nugroho, Riant. Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008.

United National Development Program, Lesson Learned from the Implementation of

Southern Thailand Empowerment and Participation (STEP) Project 2010-2014,

Patani: Prince of Songkhla University.

Wallensten, Peter. Understanding Conflict Resolution: War, Peace and the Global

System, London: SAGE Publication Ltd, 2002.

Wibawa, Samodra, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1994.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Presindo,

2007.

Page 146: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xv

Yuniarto, Paulus Rudolf. “Minoritas Muslim Thailand: Asimilasi, Perlawanan

Budaya dan Akar Gerakan Separatisme”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol.

7, No. 1, Tahun 2005, Jakarta: LIPI, 2005.

Zawacki, Benjamin. “Political Inconvenient, Legally Correct: A Non-International

Armed Conflict in Southern Thailand”, Journal of Conflict and Security Law

2012, London: Oxford University Press, 2012.

Zeitlin, Irving M. Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1998.

Artikel dan Portal Berita Online

Amorn, Vithoon. “Thailand adopts deficit budget to spur growth”, diakses pada

tanggal 18 Februari 2017 dari laman

http://www.reuters.com/article/idUSBKK27464720070704

Bangkok Post, “10.000 named in insurgency handbook” diakses pada 2 Maret 2017

dari laman http://www.bangkokpost.com/print/309273

_ _ _ _, “Deputy governonr killed” diakses pada tanggal 3 Maret 2017 dari laman

http://www.pressreader.com/thailand/bangkokpost/20130406/28147927388114

0

BBC News, Profile: Surayud Chulanont, Diakses pada tanggal 24 Januari 2016 dari

laman http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/5392722.stm

_ _ _ _, “Profile: Yingluck Shinawatra” diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari

laman http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13723451

Bukhari, Parvaiz. “For Southern Thailand, Still No Peace”, diakses pada tanggal 1

Februari 2017 dari laman

http://content.time.com/time/world/article/0,8599,1572061,00.html

CBC News, “Yingluck Shinawatra, Thailand‟s 1st female prime minister”, diakses

pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.cbc.ca/news/world/yingluck-shinawatra-s-1st-female-prime-

minister-1.982685

Page 147: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xvi

Chuah, Osman Abdullah. ”Conflict and Peace Initiatives between Minority Muslims

and Thai Buddhists in Southern Thailand” diakses pada tanggal 19 Oktober

2014 dari laman http://www.religionconflictpeace.org/print/61

Council of Europe, Youth Transforming Conflict: Understanding Conflict diakses

pada tanggal 27 April 2015 dari laman website http://pjp-

eu.coe.int/documents/1017981/7110680/3-Understandingconflict.pdf/0f63c846-

6942-4e8f-83c0-3626f2f73dfa

Deep South Watch, “The National Security Council: Policies on Management and

Development in Southern Border Province 2012-2014” (Dalam bahasa Thai)

diakses pada tanggal 25 Februari 2017 dari laman

http://www.deepsouthwatch.org/sites/default/files/nsc_deepsouthpolicy12-

14.pdf

Fox News, “Thai PM Plans to quell Country‟s Muslim Insurgency Peacefuly”,

diakses pada tanggal 2 Februari 2017 dari laman

http://www.foxnews.com/story/2006/10/18/thai-pm-plans-to-quell-country-

muslim-insurgency-peacefully.html.

Fredrickson, Terry. “Forces go after attackers” diakses pada tanggal 3 Maret 2017

dari laman http://www.bangkokpost.com/learning/advanced/305012/forces-go-

after-attackers

Fuller, Thomas. “Yingluck Shinawatra Is Elected Thai Prime Minister by

Parliament”, diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.nytimes.com/2011/08/06/world/asia/06thailand.html.

Hewison, Kevin. Thailand New Prime Minister General Surayud Chulanont: A man

and his contradictions, diunduh pada tanggal 24 Januari 2016 dari laman

http://www.csr-asia.com/upload/surayudchulanont1.pdf

Human Rights Watch, “Emergency Decree Violates Thai Constitution and Laws.”

Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2015 dari

http://www.hrw.org/legacy/english/docs/2005/08/04/thaila11592_txt.htm

Page 148: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xvii

_ _ _ _, “Thailand: Internal Security Act Threatens Democracy and Human Rights”

diakses pada tanggal 15 Februari 2017 dari laman

http://www.hrw.org/news/2007/11/05/thailand-internal-security-act-threatens-

democracy-and-human-rights.

Isaara News, “BRN set new conditions for reduction of violence”, diakses pada

tanggal 18 Februari 2017 dari laman http://www.isranews.org/isranews-

article/item/22019-brn-set-new-conditions-for-reduction-of-violence.html

Jitpiromsri, Srisompob. “An Inconveniant Truth about the Deep South Violence

Conflict: A Decade of Chaotic, Constrained Realities and Uncertain

Resolution”, diakses pada tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://deepsouthwatch.org/print/5904

LaRocco, Tim. “Yingluck Faces Thai Insurgency” diakses pada tanggal 25 Januari

2016 dari laman http://thediplomat.com/2011/08/yingluck-faces-thai-

insurgency/

Levett, Connie. General Sworn in as new Thai PM, diakses pada tanggal 24 Januari

2016 dari laman http://www.smh.com.au/news/world/general-sworn-in-as-new-

thai-pm/2006/10/01/1159641211838.html

Nance, Shawn L. Unplugging Thailand, Myanmar energy deals, diakses pada tanggal

24 Januari 2016 dari laman

http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HK14Ae02.html

Pattaya Mail, “Govt to compensate violence victims in Deep South”, diakses pada

tanggal 17 Februari 2017 dari laman

http://www.pattayamail.com/thailandnews/govt-to-compensate-violence-

victims-in-deep-south-11357

Page 149: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xviii

Phuket News, “Army chief says Thailand facing 3,000 militans” diakses pada 2

Maret 2017 dari laman http://www.thephuketnews.com/army-chief-says-

thailand-facing-3-000-militants-29547.php

Rustici, Kathleen. “Peace Talks Announced to Address the Conflict in Southern

Thailand,” Artikel diakses pada tanggal 26 Maret 2015 dari

http://csis.org/publication/peace-talks-announced-address-conflict-southern-

thailand

Thailand for You, Surayud Chulanont: Privy Councilor, Soldier and Regent of

Thailand, Diakses pada tanggal 24 Januari 2016 dari laman

http://www.th4u.com/surayud_chulanont.htm

The Britannica, “Yingluck Shinawatra: Profile” diakses pada tanggal 25 Januari 2016

dari laman http://www.britannica.com/print/article/1786711

The Nations, “Emergency Decrees: Anand Slams Govt as Editors up in Arms.”

Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2015 dari

http://www.nationmultimedia.com/specials/south/1907.php

The Telegraph, “Yingluck Shinawatra is set to become Thailand‟s first female prime

minister”, diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.telegraph.co.uk/news/worldwide/asia/thailand/8683053/Yingluck-

Shinawatra-profile.html.

_ _ _ _, “Yingluck Shinawatra formally appointed Thailand‟s first female prime

minister”, diakses pada tanggal 25 Januari 2016 dari laman

http://www.telegraph.co.uk/news/worldwide/asia/thailand/8683019/Yingluck-

Shinawatra-formally-appointed-thailands-first-female-prime-minister.html

US Diplomatic Cable, “Southern Dialogue Facilitator Gives Optimistic Readout on

Bahrain Talks”, diakses pada tanggal 2 Februari 2017 dari laman

http://www.cabledrum.net/diff/07BANGKOK6281

Page 150: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

xix

_ _ _ _, “Southern Violence: Surayud Talks to The BRN-C” diakses pada tanggal 2

Februari 2017 dari laman

http://archive.org/stream/07BANGKOK6161/07BANGKOK6161_djvu.txt

Page 151: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

MALAYSIA

w...."hi,,,"

,._,.•

Sf 5Mbon......,. ....

,.... Y.~ngG• Naralhlwa'•

"'.........•

y-. .......-Y.I.•

II•••Lon ~ y.......... ....!'-'. ~

IoIIliid.kbK ....

THAILAND

Songkhla•

Page 152: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

(Datuk Mohame Thajudeen bin Abdul Wahab)Secretary of the

National Security Council of Malaysia

Witnessed By:

(Ustaz Hassan Taib)(Lt. Gen, Paradorn Pattanatabut)

Done and signed in Kuala LumpurOn the 28th February 2013

We are willing to engage In peace dialogue wrth people who Il,lVl'different opmions and Ideologies from the state (10 bo roten I -<I 10 .1Sparty 8) as one of the stakeholders In solvmq the Southum Bordl"Provinces problem under the framework of the 111.11 Consutunonwhile Malaysia would act as tacllltatcr Safely 1n()(lSlIIOS SI1.111bl'provided to all members of the Joint Workmg Group tlliougilolilthe'entire process,

The Government of 111atland 11.15 opporntcd Ih,' S", "'lillY {'I'llI",11

of the National Secuuty Council (to be rulou od to dS Ihllty A) 1011(11111the group supportmg favour able envuonment L'tI',lllon 101 1'1'lit "promotion m the Southern Border Provinces ot Ill.III,IIUI

GENERAL CONSENSUS ON PEACE DIALOGlJl· PHOCf SS

Page 153: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 1

Internal Security Act, B.E. 2551 (2008)

Translation

BHUMIBOL ADULYADEJ, REX;

Given on the 19th Day of February 2008

Being the 63rd Year of the Present Reign.

His Majesty King Bhumibol Adulyadej is graciously pleased to proclaim that:

Whereas it is expedient to have an Act on Internal Security

This Act contains provisions which impose restrictions on the rights and liberties of the

people as allowable under Section 29 and Section 31 along with Section 32, 33, 34, 36, 41,

and 43 of the Constitution of the Kingdom of Thailand by virtue of the provisions of the

law.

Be it, therefore, enacted by the King, by and with the advice and consent of the National

Legislative Assembly as follows.

Section 1

This Act is called "the Internal Security Act, B.E.2551 (2008)"

Section 2

This Act comes into force on the day following its announcement in the Government

Gazette.

Section 3

In this Act

‘the maintenance of internal security’ means operations to prevent, control, resolve, and

restore any situation which is or may be a threat arising from persons or groups of persons

creating disorder, destruction, or loss of life, limb, or property of the people or the state, in

order to restore normalcy for the sake of the peace and order of the people, or the security

of the nation.

‘the Board’ means the Internal Security Operations Board

‘the Director’ means the Director of the Internal Security Operations Command

‘government agency’ means an office of government, state enterprise, public organization,

local government body, or other government body but excluding the courts and

independent organizations under the Constitution.

‘state official’ means a government servant, officer, or employee of a government agency

‘competent officer’ means a person appointed by the Director of Internal Security to carry

out duties under this Act

‘province’ includes Bangkok

‘provincial governor’ includes the governor of Bangkok

Section 4

The Prime Minister shall have charge and control of the execution of this Act.

Chapter 1

The Internal Security Operations Command

Page 154: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 2

Section 5

There shall be an Internal Security Operations Command, known in short as ISOC, within

the Prime Minister’s Office with power and responsibility for the maintenance of internal

security.

ISOC shall have the status of a special government agency under the direct command of

the Prime Minister. The administration, management, structure and division of work, the powers of units, and manpower level shall be determined by the Cabinet.

The Prime Minister in his status as head of government shall be the Director of Internal

Security, known in short as DISOC, with command over government servants, officers and

employees in ISOC, and with responsibility for the official operations of ISOC. The Commander-in-Chief of the Army shall be Deputy Director of Internal Security.

The Director may appoint an Assistant Director from among government servants affiliated

to ISOC or other state officials as appropriate with due regard to the structure and division of work within ISOC.

The Chief of Staff of the Army shall be the Secretary of ISOC with the duty to take

responsibility for the direction and activity of ISOC.

The Deputy Director, Assistant Director, and Secretary of ISOC have power to command

government servants, officers and employees in ISOC as deputies of the Director, and have other powers and duties as assigned by the Director.

The Director shall have power to undertake juristic acts, prosecute or defend lawsuits, and

perform any actions in connection with lawsuits which are related to the duty of the

Internal Security Operations Command, acting in the name of the Prime Minister’s Office.

In execution of duty and exercise of power under this Act, the Director may assign his power in writing to the Deputy Director to execute the power on his behalf.

Section 6

ISOC shall be a government agency according to the law on budget procedures and the law on government finance.

Section 7

ISOC shall have powers and duties as follows:

(1) to monitor, investigate, and evaluate situations which may give rise to a threat

to internal security, and report to the Cabinet for consideration on further action;

(2) to direct the maintenance of internal security, pursuant to which ISOC shall have

the power and duty to propose a plan and directions for operation and

implementation for the Cabinet to consider and approve, and when the Cabinet has given approval, government agencies shall follow this plan and directions;

(3) to direct, coordinate, and support the activity of government agencies in

operations related to implementation under (2), pursuant to which the Cabinet

may also assign ISOC the power to oversee implementation by government agencies as determined by Cabinet;

(4) to encourage people to be aware of their duty in upholding nation, religion, and

king; to build love and unity among people in the nation; as well as to promote

popular participation in preventing and overcoming various problems which

affect internal security and the peace and order of society;

(5) to undertake other operations according to legislation or as assigned by the Cabinet, National Security Council, or Prime Minister.

Section 8

Beside the transfer of government duties under the Act on the Organization of State

Administration, the Director may assign the powers and duties of the Director under this

Page 155: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 3

Act to the director of a Regional ISOC, the director of a Provincial ISOC, or the director of a center or head of an agency otherwise named.

Section 9

To facilitate operations within the power of ISOC under this Act, a government agency

shall, at the request of the Director of ISOC, send state officials to serve at ISOC; and a

central personnel organization or any other body which has power and duty similar to that

government agency shall provide the government agency that has sent state officials to

serve at ISOC with replacement staff as required, but not exceeding the number sent.

Section 10

There shall be an Internal Security Operations Board composed of the Prime Minister or a

Deputy Prime Minister assigned by the Prime Minister as Chairman; Minister of Defense

and Minister of Interior as Deputy Chairmen; Minister of Justice, Minister of Information

and Communications Technology, Permanent Secretary for Defense, Permanent Secretary

for Foreign Affairs, Permanent Secretary for Interior, Attorney-General, Director-General of

the National Security Council, Director of the National Intelligence Agency, Director of the

Budget Bureau,, Secretary of the Civil Service Commission, Secretary of the Public Sector

Development Commission, Supreme Commander, Commander-in-Chief of the Royal Thai

Army, Commander-in-Chief of the Royal Thai Navy, Commander-in-Chief of the Royal Thai

Air Force, Commissioner-General of the Royal Thai Police, Comptroller-General, and

Director of the Department of Special Investigations, as members; the Secretary of ISOC

as member and secretary; and no more than two government servants within ISOC

appointed by the Director as assistant secretaries.

The Board shall have the power to oversee, offer consultation, and make proposals to

ISOC on operations within the power of ISOC, including the following powers and

responsibilities:

(1) to prescribe procedures for the direction and coordination of government

agencies related to the maintenance of internal security;

(2) to prescribe procedures for the activity of ISOC, Regional ISOCs, and Provincial

ISOCs;

(3) to issue regulations concerning budget, financing, properties, and the

management of the assets of ISOC;

(4) to appoint an ISOC advisory council with due regard to participation by various

segments of the population, consisting at the minimum of people with expertise

or experience in political science, public administration, jurisprudence, science

and technology, maintenance of people’s rights and freedoms, peaceful

resolution of problems, maintenance of state security, and public media, with

the duty to propose solutions to problems or prevention of threats that arise and

to give advice as sought by the Board;

(5) to appoint committees or working groups to exercise duty as assigned;

(6) to undertake other duties as laid down in this Act or other laws.

Section 11

When there is necessity for the sake of internal security within the territory of any army

region, the Board on the proposal of the Director may pass a resolution for the regional

army to establish a Regional Internal Security Operations Command, known in short as a

Regional ISOC.

A Regional ISOC shall report directly to ISOC; the Commander of the Regional Army shall

be the Regional Director of Internal Security with duty and responsibility to support the

maintenance of internal security within the territory of responsibility of the regional army,

as the Director assigns.

Page 156: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 4

To facilitate the work of a Regional ISOC, the Director has the power to appoint

government servants, officers and employees of the regional army, together with

government servants, officers and employees of government agencies within the territory,

to work regularly or temporarily in a Regional ISOC, as proposed by the director of a Regional ISOC.

The director of a Regional ISOC shall have command over government servants, officers,

and employees who have been ordered to work within the Regional ISOC, and shall take

responsibility for the implementation of the work of the Regional ISOC.

The structure, division of work, staffing, and management of working units within a

Regional ISOC shall be determined by the Director following proposals by the director of the Regional ISOC.

ISOC and the regional army shall study how to provide support with personnel, budget,

and resources for the operations of a Regional ISOC on the request of the Director of

Regional Security, with the provisions of Section 9 applying to the Regional ISOC, mutatis mutandis.

Section 12

To facilitate participation in overcoming problems or protecting against threats that arise,

the director of a Regional ISOC may establish a Regional ISOC advisory board consisting of

a chairman and no more than 50 members, appointed from among persons accepted and

trusted by the people in all parts of the territory with duty to propose solutions for

problems or for prevention of threats that arise, and to give consultation as requested by the director of the Regional ISOC

Section 13

To facilitate the support, assistance, and execution of duty of the director of a Regional

ISOC under Section 11, the director of a Regional ISOC with the approval of the Minister of

Interior and the Director may establish a Provincial Internal Security Operations Command,

known in short as a Provincial ISOC, in any province within the territory of the regional

army as a unit reporting directly to the Regional ISOC, with duties and responsibilities to

support the maintenance of internal security in an area of responsibility within that

province as assigned by the Director. The Provincial Governor shall be the Provincial

Director of Internal Security, with power of command over government servants, officers and employees, and responsibility for the operations of the Provincial ISOC.

The structure, division of work, staffing, and administration of working units within a

Provincial ISOC shall be as determined by the Director.

ISOC and the province shall study how to provide support with personnel, budget, and

resources for the operations of a Provincial ISOC on the request of the director of a

Provincial ISOC, with the provisions of Section 9 applying to the Provincial ISOC, mutatis mutandis.

Section 14

To promote participation in overcoming problems or guarding against threats that arise,

the director of a Provincial ISOC may establish an advisory board consisting of a chairman

and no more than 30 members, appointed from among persons accepted and trusted by

the population in all parts of the territory, with duty to propose solutions for problems or

for prevention of threats that arise, and to give consultation as requested by the director of

the Provincial ISOC.

Chapter 2

Duties of maintaining internal security

Section 15

In the event of an occurrence which affects internal security but which does not yet require

the declaration of a state of emergency under the Act on Public Administration in an

Page 157: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 5

Emergency Situation, in which the occurrence has a tendency to persist for a long time,

and falls under the power and responsibility for solving problems of several government

agencies, the Cabinet shall pass a resolution to have ISOC take responsibility for

prevention, suppression, and eradication or mitigation of this occurrence which affects

internal security, within an assigned area and time-period, and shall make a general

announcement of this fact.

In the event that the occurrence in paragraph 1 subsides or can be overcome within the

powers of the government agencies which have normal responsibility, the Prime Minister

shall declare that the powers of ISOC as assigned under paragraph 1 lapse, and the Prime

Minister shall promptly report the outcome to the House of Representatives and Senate.

Section 16

In implementation under Section 15, ISOC shall also have powers and duties as follows:

(1) to prevent, suppress, eradicate, and overcome or mitigate the occurrence that

affects internal security as assigned under Section 15;

(2) to draw up a plan of execution according to (1) to be proposed to the Board for

approval;

(3) to oversee, follow up, and expedite relevant government agencies and state

officials to implement or coordinate implementation according to the plan in (2);

(4) to order that any state official whose behavior is a threat to internal security or

an obstruction to the maintenance of internal security, be excluded from a

designated area.

In drawing up a plan under (2), ISOC shall meet to consult with the Office of the National

Security Council and relevant government agencies, and pursuant to this shall draw up a

plan to confront every situation that may arise.

In the event of an order under (4), ISOC shall inform the government agency to which the

state official belongs along with the reason, and shall have the state official report to the

government agency to which that state official is attached as soon as possible. The

officials of the government agency to which that official is attached shall issue an order for

that state official to be relieved of official duties or relieved from the implementation of

official duties in the area as prescribed in the aforesaid order.

For the benefit of implementing operations according to the duties and powers under

paragraph 1, if there is necessity for ISOC to use the powers and duties that according to

law fall within the powers, duties or responsibilities of any government agency, the Cabinet

shall have the power to appoint any officer within ISOC to be a government official or

competent officer under law, or to pass a resolution for the government agency to transfer

its powers, duties and responsibilities under law in the aforesaid matter to ISOC to operate

in its stead, or to have power to operate within a specified area and time period, and shall

also prescribe the principles and conditions relating to that power.

Section 17

In the event of a need to overcome problems affecting internal security according to the

powers and duties in Section 16 in any area, the Director with the approval of the Board

shall have the power to establish one or more special operations centers or agencies

otherwise named to carry out any duty or several duties as specified.

The structure, staffing, administration, duties, control and coordination or command of an

operations center or agency otherwise named under paragraph 1 shall be as determined by

the Director with the approval of the Board, and published in the Government Gazette.

The provisions of Section 9 shall apply to these operations centers and agencies, mutatis

mutandis, and the power of the Director shall serve as the power of the director of the

center or agency.

Page 158: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 6

Section 18

To facilitate the prevention, suppression, eradication, and solution or mitigation of an

occurrence under Section 15, the Director with the approval of the Cabinet shall have the

power to issue regulations as follows:

(1) to have relevant state officials implement any action, or suspend any action;

(2) to prohibit entry or exit at a locality, building, or designated area during its

operating hours, except with the permission of a competent official or being an

exempted person;

(3) to prohibit exit from dwelling places within a designated time;

(4) to prohibit the carrying of weapons outside dwelling places;

(5) to prohibit the use of routes or vehicles or to prescribe conditions on the use of

routes or vehicles;

(6) to order persons to perform or suspend any action in connection with electronic

equipment in order to guard against danger to life, limb, or property of the

people.

Orders under paragraph 1 may prescribe principles, time period, or other conditions and

the aforesaid prescriptions must not create unreasonable inconvenience for the people.

Section 19

In the execution of powers under Section 16(1), the Director and any competent officer

designated by the Director shall be deemed to be a high-level Interior official or police

officer and also an investigating officer according to the Code of Procedure for Criminal

Investigation.

Section 20

Should the execution of power by ISOC under Section 16 (1) result in loss for any innocent

person, ISOC shall arrange for that person to receive compensation for the loss

appropriate to the case according to principles and conditions determined by the Cabinet.

Section 21

Within the area assigned for ISOC operations under a Cabinet resolution in Section 15, if

an investigating officer believes that any accused person has committed an offence which

affects internal security as designated by Cabinet by mistake or out of ignorance, and that

granting the suspect the opportunity to reform will be of benefit to the maintenance of

internal security, the investigating officer shall submit records about that accused along

with the opinion of the officer to the Director.

If the Director concurs with the opinion of the investigating officer, the Director shall send

the report along with the Director’s opinion to a public prosecutor to present to the court;

if the court deems it appropriate, the court may order that person be sent to the Director

to undergo training at a designated place for a period not exceeding 6 months and under

any other conditions prescribed by the court, in lieu of court proceedings.

The procedure under paragraph 2 may be carried out only when the accused consents to

undergo training and abide by the conditions in lieu of court proceedings. The consent of

the wrongdoer shall be submitted along with the report and opinion of the investigating

officer according to paragraph 2.

Section 22

Officials exercising their duties within an area designated under Section 15 may receive

special remuneration as designated by the Cabinet.

Any official under paragraph 1 who suffers injury, death, disability, or loss of body parts as

a result of the execution of duty may receive other benefits apart from those provided by

law in accordance with regulations decided by the Cabinet.

Page 159: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 7

Section 23

Any regulation, notification, order, or action under this Chapter is not subject to the law on

administrative procedures.

Any court case arising from a regulation, notification, order or action under this provision

shall fall within the power of the courts of justice. Pursuant to this, in the event that the

court must consider providing measures of protection or temporary protection prior to a

judgment under the Code of Civil Procedure or the Code of Criminal Procedure, according

to the case, the court shall summon the state official or competent officer who issued the

regulation, notification, order or action to explain the facts, report, or show reason, as part

of the consideration of ordering the aforesaid measures of protection or temporary

protection.

Chapter 3

Liability

Section 24

Any person who violates a regulation issued under Section 18 (2), (3), (4), (5), or (6) is

liable to imprisonment not exceeding 1 year, or a fine not exceeding 20,000 Baht, or both.

Provisions

Section 25

The activities, resources, budget, debts, rights, government servants, employees, and

personnel of the Internal Security Operations Command according to the order of the

Prime Minister’s Office 205/2006 concerning the establishment of the Internal Security

Operations Command, dated 30 October 2006 shall be transferred to the Internal Security

Operations Command under this Act.

Section 26

The Southern Border Provinces Administration Center and the Joint Civilian-Police-Military

Command established by the order of the Prime Minister’s Office 207/2006 concerning

government administration in the southern border provinces dated 30 October 2006 shall

become centers of operations or agencies otherwise named established under Section 17

of this Act.

Countersigned by

General Surayud Chulanont

Prime Minister

Note: The reasons for promulgating this Act are as follows. At present there are security

problems caused by various people or groups of people. These problems are violent, and

may quickly expand to a point they have broad and complex impact that may affect the

independence and integrity of the realm, give rise to disorder within country, and threaten

the peace and contentment of the people. In order to protect against such threats and to

resolve them promptly and completely, it is appropriate to designate a principal agency

Page 160: PENYELESAIAN KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41054/1/FAISAL... · Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ... Kemunculan

www.ThaiLaws.com 8

with responsibility for internal security, including integrating and coordinating actions

among all government offices, and promoting participation by people in preserving security

and strengthening their own localities. It is necessary to enact this law in order to guard

against threats which may arise in times of normalcy, and to lay down measures and

mechanisms for use at times when a security threat has arisen in any area in order to

regulate the use of power for the specific purpose according to the level of seriousness of

the situation, so that the situation may be resolved efficiently and with unity.

Published in the Government Gazette, 125, 39 a, 27 February 2008, pp. 33-44.

Disclaimer

This translation is intended to help Thais or foreigners to understand Thailand laws and

regulations only, not to use as references, because it is only the original Thai version of

legislation that carries legal effect. www.ThaiLaws.com, therefore, shall not be held

responsible in any way for any damage or otherwise the user may incur as a result of or in

connection with any use of this publication for any purposes. It’s the responsibility of the

user to obtain the correct meaning or interpretation of this publication or any part thereof

from Thai version or by making a formal request to the appropriate or related authorities.