penyusunan peraturan perundang-undangan · 2014-01-19 · pembentukan undang-undang yang disusun...
TRANSCRIPT
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ANDY KURNIAWAN, SAP, MPA
Staff Pengajar pada Jurusan Administrasi Publik
Fakultasi Ilmu Administrai – Universitas Brawijaya
Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan | Pertemuan 7 dan 14
Landasan Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
Prinsip Peraturan Perundang-Undangan
a. Dasar Peraturan Perundang-Undangan selalu Peraturan Perundang-
Undangan.
b. Hanya Peraturan Perundang-Undangan tertentu saja yang dapat
dijadikan Landasan Yuridis.
c. Peraturan Perundang-Undangan yang masih berlaku hanya dapat
dihapus, dicabut, atau diubah oleh Peraturan Perundang-Undangan
yang sederajat atau yang lebih tinggi.
d. Peraturan Perundang-Undangan baru mengesampingkan Peraturan
Perundang-Undangan Lama.
e. Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi mengesampingkan
Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah.
f. Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat khusus
mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat
umum.
g. Setiap Jenis Peraturan Perundang-Undangan materi muatannya
berbeda.
Dasar Peraturan Perundang-Undangan selalu Peraturan Perundang-Undangan
Landasan atau dasar Peraturan Perundang-Undangan secara yuridis selalu
Peraturan Perundang-Undangan dan tidak ada hukum lain yang dijadikan
dasar yuridis kecuali Peraturan Perundang-Undangan. Dalam menyusun
Peraturan Perundang-Undangan harus ada landasan yuridis secara jelas.
Walaupun ada hukum lain selain Peraturan Perundang-Undangan namun
hanya sebatas dijadikan sebagai bahan dalam menyusun Peraturan
Perundang-Undangan. Contoh hukum lain seperti hukum adat, yurisprudensi,
dan sebagainya.
Hanya Peraturan Perundang-Undangan Tertentu Saja yang Dapat Dijadikan Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yaitu hanya
Peraturan Perundang-Undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan
terkait langsung dengan Peraturan Perundang-Undangan yang akan disusun.
Oleh karena itu tidak dimungkinkan suatu Peraturan Perundang-Undangan
yang lebih rendah dijadikan dasar yuridis dalam menyusun Peraturan
Perundang-Undangan. Kemudian Peraturan Perundang-Undangan yang tidak
terkait langsung juga tidak dapat dijadikan dasar yuridis Peraturan Perundang-
Undangan.
Peraturan Perundang-Undangan yang masih berlaku hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh Peraturan Perundang-Undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
Dengan prinsip tersebut, maka sangat penting peranan tata urutan atau hirarki
Perundang-Undangan dan dengan prinsip tersebut tidak akan mengurangi para
pengambil keputusan untuk melakukan penemuan hukum melalui penafsiran
(interpretasi), pembangunan hukum maupun penghalusan hukum terhadap
Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Perundang-Undangan baru mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan Lama
Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang
sederajat, maka yang diberlakukan adalah Peraturan Perundang-Undangan
yang terbaru. Dalam prakteknya pada prinsip tersebut temyata tidak mudah
diterapkan, karena banyak Peraturan Perundang-Undangan yang sederajat
saling bertentangan materi muatannya namun malahan sering dilanggar oleh
para pihak yang memiliki kepentingan.
Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah
Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang
lebih tinggi tingkatannya dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih
rendah, maka Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yang
diberlakukan, dan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah
dikesampingkan.
Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat khusus mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat umum
Apabila terjadi pertentangan antara Peraturan Perundang-Undangan yang
bersifat khusus dengan Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat umum
yang sederajat tingkatannya, maka yang diberlakukan adalah Peraturan
Perundang-Undangan yang bersifat khusus (lex spesialis derogat lex
generalis).
Setiap Jenis Peraturan Perundang-Undangan materi muatannya berbeda.
Setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan materi muatannya harus
saling berbeda satu sama lain yang berarti bahwa materi muatan
Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (terdahulu) tidak
boleh diatur kembali di dalam materi muatan Peraturan Perundang-
Undangan yang lebih rendah. Penentuan materi muatan Peraturan
Perundang-Undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak
mengalami kesulitan apabila materi muatan tertentu dalam Peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi tingkatannya jelas-jelas
mendelegasikan kepada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih
rendah.
Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terdiri dari 3 tahapan besar yaitu:
PRA LEGISLASI Perencanaan, Persiapan, TeknikPenyusunan, Perumusan
LEGISLASI Pembahasan, Pengesahan, Pengundangan
PASCA LEGISLASI Penyebarluasan
Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah:Proses yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan
Pasal 1 angka 1 UU No. 10 Tahun 2004
PERENCANAAN PROGRAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG : PROLEGNAS
Dasar Hukum penggunaan instrumen Prolegnas dalam Pembentukan Undang-Undang :
Pasal 15 Ayat (1) UU No 10 tahun 2004:
Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional
Pasal 17 Ayat (1) UU No 10 tahun 2004:
Rancangan undang-undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari
Dewan Perwakilan Rakyat disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional
Pasal 2 Ayat (1) Perpres No. 68 Tahun 2005:
Penyusunan RUU dilakukan Pemrakarsa berdasarkan Prolegnas
Pasal 2 51 Ayat (1) UU NO. 27 Tahun 2009:
DPD dapat mengajukan rancangan undang-undang berdasarkan program legislasi nasional
Pasal 101 Ayat (1) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib:
Rancangan Undang-Undang sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan
Prolegnas
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis (Pasal 1 angka 9 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan)
BERENCANA Disusun dengan niatan sebagai pedoman bagi pembentukan undang-undang
TERPADU Koordinatif antara DPR dan Pemerintah
SISTEMATIS Menggunakan mekanisme dan syarat tertentu
Peran Prolegnas terkait dengan Pembangunan Hukum adalah:
1. SEBAGAI INSTRUMEN perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.
2. SEBAGAI ARAH POLITIK HUKUM NASIONAL atau potretrencana materi hukum dalam kurun waktu tertentu untuk mencapai tujuan negara yang sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945. (Pada tataran ini Prolegnas harus mengacu pada RPJP, RPJM danRKP)
Dengan Prolegnas dapat diketahui undang-undang apa saja yang akan diarahkan dibuatatau yang akan diperbaharui pada masa yang
akan datang.
Oleh karena itu Pengelolaan Prolegnas HARUS diarahkan agar rencana pembentukan UU dilaksanakan sesuai dengan skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
Oleh karena itu, penyusunan Prolegnas harus
betul-betul terencana, terpadu, dan sistematis
TIDAK HANYA
sekadar menanyakan apa yang dibutuhkan oleh
masing-masing instansi, kemudian dituangkan
dalam daftar.
ACUAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN PROLEGNAS
Pasal 106 ayat (8) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib
1. Perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
2. Perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
3. Perintah undang-undang lainnya.
4. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
7. Rencana Kerja Pemerintah.
8. Mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat
Tujuan Prolegnas:
1. Terwujudnya konsistensi undang-undang
2. Tidak ada pertentangan antar undang-undang
(vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada
terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna,
dan demokratis.
3. mempercepat proses penggantian materi hukum
yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat
4. Mewujudkan kerjasama yang sinergis antara
lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses
pembentukan undang-undang
Penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 tahun 2004:
Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang
legislasi.
Pasal 16 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2004:
Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan
Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang
undangan
ALUR PENYUSUNAN PROLEGNAS DILINGKUNGAN PEMERINTAH
INVEN-
TARISASI
PENYU-
SUNAN
PEMBA-
HASAN
KOORDI-
NASI
PROLEG-
NAS
Kementerian/
LPNKKlasifikasi
Sinkronisasi
Pembulatan
Rapat
Pembahasan
Tahunan
di lingkungan
Pemerintah
Penyusunan
Prolegnas
Prioritas
bersama dengan
Baleg DPR RI
Lima
tahunan &
Prioritas
tahunan(ditetapkan
melalui
Paripurna
DPR RI)
PAPARAN NA
Walaupun Perpres No. 61 tahun 2005 menyatakan bahwa Prolegnas ditetapkan untuk jangka waktu panjang, menengah dan tahunan, AKAN TETAPI sejak tahun 2004 DPR RI selaku koordinator penyusunan Prolegnas hanya menetapkan Prolegnas jangka menengah dan tahunan saja, sedangkan Prolegnas jangka panjang belum pernah ditetapkan
KEPUTUSAN DPR RI NO.1/DPR
RI/III/2004-2005 TENTANG
PERSETUJUAN PENETAPAN
PROGRAM LEGISLASI
NASIONAL TAHUN 2005–2009
Ditetapkan 284 (dua ratus delapan
puluh empat) RUU sebagai program
pembentukan UU tahun 2005 s/d
2009
KEPUTUSAN DPR RI NO. :
41A/DPR RI/I/2009-2010 TENTANG
PERSETUJUAN PENETAPAN
PROGRAM LEGISLASI
NASIONAL TAHUN 2010-2014
Ditetapkan 247 (dua ratus empat
puluh tujuh) RUU sebagai program
pembentukan UU tahun 2010 s/d
2014
KENDALA PROLEGNAS
1. Jumlah Rencana Legislasi yang terlalu banyak untuk diselesaikanselama lima Tahun. (2005 s/d 2009= 284 RUU; 2010 s/d 2014=247 RUU).
Demikian juga prioritas tahunannya (Tahun 2010= 70 RUU; Tahun
2011=70 RUU)
Jumlah tersebut belum ditambah dengan adanya Daftar KumulatifTerbuka yang akan menambah jumlah RUU yang disusun
Akan berdampak menjadi luncuran tahun berikutnya.
2. Dinamika usulan pembentukan undang-undang baik yang datangdari DPR maupun Pemerintah. Tidak ada jaminan bahwa selama lima tahun tidak akan muncul rencana
legislasi baru (diluar daftar yang ada) baik yang diusulkan DPR maupunPernerintah
3. Substansi Rancangan Undang-Undang Faktor berat ringannya substansi RUU akan sangat mempengaruhi proses
pembahasan. Ukuran berat dan ringannya RUU dapat dilihat dari jumlahpasalnya (RUU KUHPidana misalnya memuat lebih dari 740 pasal, dibandingkan dengan RUU ratifikasi perjanjian internasional
4. Kualitas Rancangan Undang-Undang Pembahasan suatu RUU mungkin akan lebih "mudah" apabila naskah RUU
tersebut telah melalui proses penyusunan dan perancangan yang baik dansesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang baku.
akan lebih baik apabila sebelum disusun naskah RUU-nya terlebih dahuludisusun naskah akademiknya
5. Kriteria penentuan prioritas RUU Prolegnas yang seringkali tidak dapat
diterapkan secara ketat
Sudah disusun naskah akademiknya
Sudah disusun draft RUU
Sudah melalui tahap rapat antarkementerian
Sudah selesai proses harmonisasi
TANTANGAN PROLEGNAS KEDEPAN
Pengalaman 2 kali penetapan Proleganas jangka menengah menjadi pelajaran penting bagi BALEG DPR RI dan Menteri Hukum dan HAM dalam MENATA ULANG (RE DESIGN)penyusunan dan pengelolaan Prolegnas baik di lingkungan DPR dan Pemerintah
Upaya re design tersebut perlu dilakukan sebagai wujud
pertanggungjawaban BALEG DPR dan Menteri Hukum dan HAM
selaku koordinator penyusunan Prolegnas dilingkungan DPR dan
Pemerintah.
Upaya re design tersebut ditujukan agar jumlah RUU yang di
rencanakan dalam Prolegnas harus benar-benar sesuai kebutuhan
hukum masyarakat dan harus disesuaikan dengan kemampuan rata-
rata DPR dan Pemerintah dalam membahas RUU setiap tahunnya,
sehingga tidak ada lagi RUU yang diluncuran tahun-tahun berikutnya,
kecuali untuk RUU tertentu yang memang substansinya berkaitan
dengan kepentingan nasional yang bersifat luas dan kompleks.
upaya melakukan re design penyusunan dan pengelolaan Prolegnas difokuskan terhadap:
1. Tatacara Pengusulan Prolegnas
2. Tatacara Penentuan Prioritas Prolegnas
3. Mekanisme Penentuan Prioritas Luncuran
4. Mekanisme Pertanggungjawaban
PERSIAPAN PROGRAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG : NASKAH AKADEMI
NASKAH AKADEMIK :Naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, arah
pengaturan Rancangan Undang-UndangPasal 1 angka 7 Perpres 68 Tahun 2005
Dasar Hukum Kewajiban Dukungan Naskah Akademik
Pasal 142 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009:
Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD disertai penjelasan atau
keterangan dan/atau naskah akademik
Pasal 99 ayat (5) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib:
Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diajukan disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah
akademik
Tujuan Penyusunan Naskah Akademik
1. memudahkan pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan
2. Memudahkan perencanaan, misalnya kapan harus diselesaikan
3. Memudahkan legal drafter dalam merumuskan norma-norma peraturan yang akan dibuat
4. Sebagai bahan yang menunjukkan bahwa peraturan yang akan dibuat sudah memiliki kesiapan karena didukung dengan data dan informasi yang memadai
Substansi Muatan Naskah Akademik terdiri dari:
1. Alasan-alasan mengapa suatu peraturan harus dibuat, paling tidak dalam naskah akademik dicantumkan alasan filosofis, yuridis dan sosiologis
2. Identifikasi permasalahan
3. Tujuan pembuatan naskah akademik
4. Asas-asas atau prinsip-prinsip (hukum dan non-hukum) yang digunakan dengan didasarkan pada teori atau komparatif studi
5. Peraturan perundang-undangan terkait, untuk mencegahpertentangan atau duplikasi yang tidak perlu Adopsi dari living law yang hidup di masyarakat atau
mempertimbangkan kesesuaian dengan kondisi masyarakat Mempertimbangkan pula ketersediaan infrastruktur jalannya
peraturan agar efektif.
Ketentuan Format Naskah Akademik
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan
JUDUL NA
BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGB. IDENTIFIKASI MASALAHC. TUJUAN DAN KEGUNAAND. METODE PENELITIAN
BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA
BAB III MATERI MUATAN RUU DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG
„TERIMAKASIH“