peralihan hak atas tanah yang belum ... -...
TRANSCRIPT
PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
DAN PENDAFTARAN HAKNYA DI KANTOR PERTANAHAN MEDAN
TESIS
Oleh
MUAZ EFFENDI 077011043/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 0 9
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KECAMATAN MEDAN JOHOR
DAN PENDAFTARAN HAKNYA DI KANTOR PERTANAHAN MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh MUAZ EFFENDI 077011043/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 0 9
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 24 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn.
2. Syafnil Gani, SH., M.Hum
3. Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH. CN. MS
4. Chadidjah Dalimunthe, SH. M. Hum
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
ABSTRAK
Kepemilikan hak atas tanah tidaklah semata-mata menyangkut jangka waktu yang panjang tapi juga menyangkut kepentingan pihak lain, tidak terjadinya sengketa tanah adalah hal yang diharapkan oleh semua pihak, karena sengketa tanah akan merugikan para pihak yang bersangkutan dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan serta waktu yang tersita untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Demikian juga halnya terhadap jual beli tanah yang belum bersertipikat yang merupakan pengalihan hak atas tanah atau memindahkan hak atas tanah masih banyak dilakukan dengan cara yang tidak menurut ketentuan sehingga dapat menimbulkan sengketa tanah serta tidak terciptanya kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dibidang pertanahan yang merupakan tujuan dari Undang-undang Pokok Agraria. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan penelitian mengenai jual beli/ peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat yang dibuat oleh Camat dan pelepasan hak dengan ganti rugi yang dibuat oleh Notaris serta Pendaftaran Haknya di Kantor Pertanahan Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan secara akurat mengenai jual beli/peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat dan mengenai pendaftaran hak atas tanah. Penelitian dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden dan mengedarkan kuesioner, data dianalisis tanpa menggunakan rumus-rumus statistik kemudian dibahas dengan membandingkan teori-teori hukum agraria dan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan dalam melakukan jual beli/peralihan hak atas tanah yang belum bersertifikat terdapat ketidak seragaman bahkan menyimpang dari kaedah hukum yang berlaku, demikian juga terhadap pendaftaran hak atas tanah tersebut menimbulkan beberapa masalah dan kendala dari pihak masyarakat yaitu mahalnya biaya pendaftaran hak atas tanah, proses pendaftaran tanah yang terlalu lama, kurang mengerti fungsi sertipikat dan masyarakat merasa sudah cukup dengan alas hak yang dimiliki sekarang sehingga tidak berminat untuk mendaftarkan hak atas tanah. Sehubungan dengan hal ini maka pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah Republik Indonesia tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kata Kunci : Jual Beli/Peralihan Hak Atas Tanah, Pendaftaran Tanah, Tanah Belum
Bersertipikat
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
ABSTRACT
Ownership rights on land not solely related to a long period of time but also about the interests of other parties, not the land dispute is expected by all parties, since land disputes would harm the parties concerned with the many costs incurred and time taken to resolve the dispute. Similarly, the sale and purchase of land that has not bersertipikat which is the transfer of title to land or transfer land rights are still a lot done in a way that is not according to the provisions that may cause disputes and does not create certainty, order and protection of land in the field of law that is the purpose of Law Basic Agrarian. In connection with this research is needed on sale / transfer of rights on land that has not bersertipikat made by the Head and the relinquishment of rights to compensation made by the Notary and Registration of Land Office its rights in Medan.
This research is descriptive analysis, which aims to describe accurately the sale / transfer of rights on land that has not certified and the registration of rights to land. Research carried out by direct interviews with respondents and distributing questionnaires, analyzed the data without using statistical formulas and then discussed by comparing the theories of agrarian law and the provisions of applicable laws.
The results of this study showed in conducting sale and purchase / transfer of rights on land that has not certified there is lack of uniformity even deviate applicable law, as well as the registration of land rights which creates some problems and constraints of the society is the high cost of land registration, land registration process is too long, less understood function of the community certificate and has had enough with the base-owned right now, so no interest to register rights to land. In connection with this, the land registry that aims to provide legal certainty and legal protection to the holders of rights on a land area, providing information to the parties concerned including the government to easily obtain the necessary data in a legal action regarding the areas land and units of flats that have been registered and for the orderly implementation of land administration as expected by the Government of the Republic of Indonesia can not walk properly. Keywords: Sale and Purchase / Transitional Land Rights, Land Registration, Land
not Certified
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
KATA PENGANTAR Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat, dan hidayah-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan
dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan tesis
dengan judul “PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM
BERSERTIPIKAT DI KECAMATAN MEDAN JOHOR DAN
PENDAFTARAN HAKNYA DI KANTOR PERTANAHAN MEDAN”, sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera, Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
berupa bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan, oleh karena itu
diucapkan terima kasih kepada yang terhormat dan amat terpelajar Ibu
Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, Ibu Chairani Bustami, SH, SpN,
M.Kn. dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum demikian juga kepada dosen
penguji Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH. CN.MS dan Ibu Chadidjah
Dalimunthe,SH. M.Hum atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan
tesis ini. Selanjutnya diucapkan terima kasih kepada:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa, B.MSc, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH. CN.MS, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. R. Muh.Adi Dermawan, M.Eng.Sc, selaku Kepala Kantor Pertanahan
Kota Medan.
5. Bapak Pulungan Harahap, SH, M.Si, selaku Camat Medan Johor.
6. Bapak Sutan Tolang Lubis, SSTP, MSP, selaku Lurah Gedung Johor.
7. Bapak Darwin Zainuddin, SH, SpN selaku Notaris di Kota Medan.
8. Ibu ErnaWaty Lubis, SH, SpN, selaku Notaris di Kota Medan.
9. Ibu Roosmidar, SH, SpN, selaku Notaris di Kota Medan.
10. Seluruh Staf Pengajar Pogram Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
11. Seluruh Staf Administrasi Pogram Studi Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
12. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang selalu membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis
dan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn).
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada orang tua
penulis Ayahanda Haji Zulkifli Ahmad dan Ibunda Hajjah Zuraida Nasution
yang selalu mengasihi, memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat
sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, selanjutnya ucapan terima kasih
kepada istri tercinta Emilda, SE dan anak-anak tersayang Muhammad Nurilham
, Muhammad Ihsan dan Tasya Azzahra atas motivasi dan doa kalian telah dapat
menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Agustus 2009
Penulis
Muaz Effendi
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : MUAZ EFFENDI, SH Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/01 Maret 1972 Alamat : Jl. Bajak II Gg. Sepakat No.192A Medan Jenis Kelamin : Laki-laki
II. ORANG TUA Nama Ayah : H. ZULKIFLI AHMAD Nama Ibu : HJ. ZURAIDA NASUTION
III. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
A. SD 1978 sampai 1984 Sekolah Dasar Negeri 010151 Petatal, Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan
B. SMP 1984 sampai 1987 Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 – Medan C. SMA 1987 sampai 1990 Sekolah Menengah Atas
Nasional Khalsa – Medan
D. Universitas 1991 sampai 1995 S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara – Medan
E. Universitas 2007 sampai 2009 S-2 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara – Medan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT …………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. x
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 9
E. Keaslian Penelitian ........................................................... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi........................................... 11
1. Kerangka Teori ........................................................... 11
2. Konsepsi...................................................................... 24
G. Metode Penelitian ............................................................. 28
1. Sifat Penelitian ............................................................ 28
2. Metode Pendekatan .....................................................
3. Populasi dan Sampel ................................................... 29
4. Alat Pengumpulan Data ............................................. 30
5. Analisis Data .............................................................. 31
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB II : TERJADINYA KETIDAKSERAGAMAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KECAMATAN MEDAN JOHOR ……………………. 32
A. Gambaran Umum Daerah ................................................. 32
B. Alas Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat ............ 35
C. Pengertian Dan Pandangan Masyarakat Tentang Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertipikat ............................ 38
BAB III : BENTUK-BENTUK SURAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH SEBAGAI LANDASAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT ....... 46
A. Pengertian Jual Beli .......................................................... 46
B. Bentuk-Bentuk Surat Jual Beli Tanah Atau Peralihan Hak Atas Tanah ........................................................................ 47
1. Surat-Surat Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Camat/Lurah....................................................... 47
2. Akta Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dibuat Notaris 54
3. Kewenangan Notaris Membuat Akta Peralihan Hak .. 57
BAB IV : PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT SERTA KENDALA- KENDALA YANG UMUMNYA DIHADAPI
MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH PADA KANTOR PERTANAHAN MEDAN...................... 67
A. Pelaksananaan PendaftaranTanah ..................................... 67
B. Sistem Pendaftaran Tanah................................................. 75
C. Subyek Pendaftaran Tanah................................................ 80
D. Obyek Pendaftaran Tanah ................................................. 81
E. Tata Cara Pendaftaran Tanah ............................................ 82
F. Kendala-kendala Yang Menghambat Pendaftaran Tanah. 97
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 102
A. Kesimpulan ....................................................................... 102
B. Saran.................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 105
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
DAFTAR TABEL
Nomor Judul tabel Halaman
1. Luas Wilayah Kecamatan Medan Johor dan Jumlah Penduduk 35
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Tanah mempunyai arti penting dan strategis bagi kehidupan masyarakat di
Indonesia. Tanah sebagai sumber kehidupan, karena disinilah setiap orang dapat
bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tempat mendirikan rumah
bersama keluarga melanjutkan keturunan dan sebagai tempat peristirahatan yang
terakhir ketika dipanggil sang pencipta, yang kemudian dalam masyarakat adat tanah
dianggap mempunyai sifat magis religius.
“Mengingat bahwa hubungan religius antara orang Indonesia dengan tanah
masih ada, dan tidak hanya meliputi hubungan individual antara yang bersangkutan
saja, tapi menjelma juga sebagai peraturan-peraturan dalam hukum adat”.1
Dilihat dari sisi hukum adat, masalah tanah mempunyai arti yang penting,
disebutkan oleh Soerojo Wignjodipuro, adanya dua sebab tanah mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, yaitu :
1. Karena sifatnya Tanah merupakan satu-satunya harta kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, toh masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan kadang malah lebih menguntungkan. Contoh : sebidang tanah yang dibakar, di atasnya dijatuhkan bom, tanah tersebut tidak lenyap, sebidang tanah tersebut akan muncul kembali tetap berujud
1 Imam Soetiknyo, Proses Terjadinya UUPA, (Yogyakarta, Penerbit Gajah Mada University Press, 1987), hlm. 59
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
tanah seperti semula kalau dibawa banjir, misalnya malahan setelah air surut, muncul kembali sebidang tanah yang lebih subur dari semula.
2. Karena fakta Yaitu suatu kenyataan bahwa tanah itu : a. Merupakan tempat tinggal persekutuan b. Memberikan penghidupan kepada persekutuan, warga persekutuan
yang meninggal dunia dikebumikan. c. Merupakan pola tempat tinggal dayang-dayang pelindung persekutuan
dan roh para leluhur.2
Hukum pertanahan di Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum yang bersifat
kolonial dan feodal sebagai akibat selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda,
sehingga ada dua macam tanah yaitu tanah-tanah dengan hak barat dan tanah-tanah
dengan hak adat, yang berakibat pada perbedaan dalam peralihannya, termasuk
perolehan hak melalui jual beli, perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi
pemilik tanah yang bersangkutan.
Akibat zaman penjajahan terjadi perlakuan yang tidak wajar terutama pada hukum agraria yang bersifat dualisme, yaitu terhadap tanah-tanah hak barat yang pada umumnya dimiliki oleh golongan Eropa atau yang dipersamakan, mendapat jaminan yang kuat dengan pendaftaran pada daftar umum sesuai dengan hak yang melekat padanya serta bukti hak atas tanah tersebut.3
”Terhadap tanah-tanah hak adat diatur menurut hukum adat dan tidak diberi jaminan dan kepastian hukum atas hak tersebut, karena tidak didaftarkan pada daftar umum dengan hak atas tanah yang tegas, melainkan hanya diberikan bukti pembayaran pajak saja dan bukan merupakan bukti hak”.4
2 Sorojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta, Gunung Agung, MCML, XXXII, 1982), hlm. 197.
3 Sajuti Thalib, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau, (Jakarta, Penerbit Bina Aksara, 1985), hlm. 17.
4 Ibid, hlm. 17.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Dengan sistem tertutup dari masyarakat adat tersebut telah cukup
membuktikan kepemilikan tanah tersebut karena masing-masing individu di dalam
lingkungan masyarakat adat tersebut saling mengenal satu sama lain dengan baik.
Demikian pula dalam hal peralihan hak atas tanah, khusus untuk jual beli
tanah dilakukan menurut sistem hukum yang dianut oleh para pihak yang
bertransaksi. Bagi golongan Eropa, hukum yang berlaku untuk jual beli tanah
berdasarkan hukum perdata. Sedangkan bagi golongan masyarakat pribumi, jual beli
tanah berdasarkan hukum kebiasaan.
Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan
tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang
menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi kemakmuran rakyat. ”Sebelum
berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal lembaga hukum jual beli
tanah, ada yang diatur oleh Kitab Undang-undang Perdata yang tertulis, dan ada yang
diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis”.5
Dengan semakin kompleksnya persoalan hukum pertanahan di Indonesia,
menyebabkan diundangkannya peraturan dasar pokok-pokok agraria dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960, yang lebih populer dengan nama Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA) yaitu tepat pada tanggal 24 September 1960.
5 Boedi Harsono I., Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta, Penerbit Djambatan, 2003), Edisi Revisi, hlm. 27.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal tersebut, sejak itu tanggal 24 September tercatat sebagai salah satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah perkembangan agraria/ pertanahan di Indonesia pada umumnya dan pembaharuan hukum agraria/hukum tanah di Indonesia pada khususnya.6
Adapun tujuan pokok Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), sebagaimana
disebutkan dalam penjelasan umumnya adalah sebagai berikut :
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
negara dan rakyat terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur
(ekonomis).
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan (politis).
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
tanah bagi seluruh rakyat (hukum).
Menurut putusan Mahkamah Agung (MA) dalam Putusan tanggal 29 Agustus 1970 Nomor 123/K/SIP/70, jual beli tanah dilakukan menurut sistem hukum adat, yang dikenal adanya sistem pemindahan hak yang konstan, karena pendaftaran hanya merupakan tindakan administrasi. Dengan demikian dalam hukum adat pemindahan hak atas tanah serentak terjadi begitu uang pembayarannya diserahkan pihak pembeli kepada pihak penjual.7
Hal serupa juga disebutkan oleh Boedi Harsono, bahwa “dalam hukum adat jual beli tanah bukan perbuatan hukum yang merupakan apa yang disebut perjanjian obligatoir. Jual beli tanah dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.8
6 Ibid, hlm. 1 7 AP Parlindungan, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, (Bandung, Alumni, 1973), hlm. 30. 8 Boedi Harsono, I, Op.Cit, hlm. 29.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
”Bahwa jual beli tanah yang berlaku sekarang ini adalah berdasarkan konsepsi
jual beli tanah menurut hukum adat”.9 Pesatnya perkembangan ekonomi masyarakat
dewasa ini, khusus di bidang pertanahan menyebabkan nilai ekonomi dari tanah
semakin tinggi dan menyebabkan status hak atas tanah semakin penting, karena akan
memberikan jaminan kepemilikan atas tanah dan memberi kepastian hukum bagi
pemilik tanah yang bersangkutan. Sehingga masalah pembuktian hak tersebut juga
menjadi semakin penting, karena sekarang yang mempunyai alat bukti yang kuat atas
status tanah yang dimilikinya, tentu akan terjamin pula kepastian hukumnya atas
tanah tersebut.
Demikian pula bila tanah tersebut akan dialihkan kepada pihak lain, kedua
pihak merasa yakin tidak akan terjadi sengketa di kemudian hari mengenai tanah
tersebut serta akan memudahkan dalam tata cara dan proses penjualan tanah tersebut.
Mengenai peralihan tanah itu, tidak hanya pihak penjual dan pihak pembeli
yang berkepentingan, bahkan ada pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap
tanah tersebut akan memperoleh keterangan secara lebih mudah dan tidak timbul
keragu-raguan lagi.
Kepemilikan tanah tidak hanya menyangkut jangka waktu yang panjang, tapi
juga menyangkut kepentingan pihak lain, maka tidak adanya sengketa tanah adalah
hal yang diharapkan oleh semua pihak, karena sengketa tanah akan merugikan para
pihak yang bersangkutan dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan serta waktu yang
tersita untuk menyelesaikan sengketa tersebut terbilang cukup panjang dan mahal.
9 I.G.N. Sugangga, Pengantar Hukum Adat, (Semarang, Universitas Diponegoro, 1994), hlm.
146
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Mengingat pentingnya pendaftaran tanah untuk memperoleh alat bukti hak atas tanah, maka pemerintah untuk pertama kali mempunyai suatu lembaga pendaftaran tanah dalam sejarah pertanahan di Indonesia, yang uniform dan berlaku secara nasional sebagai konsekuensi berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.L.N 1997 Nomor 59, tanggal 8 Juli 1997 dan berlaku 8 Oktober 1997, sebagai perintah dari Pasal 19 UUPA.10 Sejak saat itu telah berlangsung era baru dalam pelaksanaan pendaftaran tanah
dan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah di Indonesia yaitu dengan
berlakunya pendaftaran tanah secara seragam di seluruh Indonesia.
”Menurut Boedi Harsono, penggantian tersebut berdasarkan kenyataan bahwa pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 30 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan”.11 Praktek transaksi jual beli tanah atau pelepasan hak atas tanah di Kecamatan
Medan Johor, khususnya tanah yang belum bersertipikat masih terdapat
ketidakseragaman yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria
(UUPA), transaksi jual beli tanah yang tidak seragam tersebut dapat dilihat dari
mudahnya transaksi tersebut dilakukan. Pertama, disini pihak penjual yang memiliki
tanah dan pihak pembeli, cukup bersepakat atas harga tanah yang dijual tersebut,
kemudian pihak pembeli akan memberikan sejumlah uang sebagai tanda pembayaran
kepada pihak penjual dan pihak penjual menyerahkan tanah tersebut tanpa sehelai
tanda terima atau surat apapun, mereka melakukannya atas dasar saling percaya dan
pihak pembeli langsung menempati tanah dan menggarap tanah yang dibelinya.
10 Ap. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 1999), hlm. 1. 11 Boedi Harsono, I, Op.Cit, hlm. 473
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Transaksi jual beli secara lisan ini biasanya dilakukan oleh para pihak yang sudah
saling mengenal satu dengan lainnya dalam suatu kekerabatan yang kental.
Kedua, cara transaksi jual beli tanah atau pelepasan hak atas tanah ini
sebenarnya juga dilakukan secara lisan, tapi sebagai tanda pelunasan pembelian tanah
maka pihak pembeli menyerahkan selembar kwitansi yang berisi sejumlah uang yang
telah mereka sepakati sebelumnya dengan pihak penjual. Kemudian pihak pembeli
akan menempati tanah yang dibelinya atau langsung menggarap tanah tersebut.
Kedua cara di atas menunjukkan bahwa masyarakat dalam melakukan jual
beli tanah atau pelepasan hak atas tanah yang belum bersertipikat tidak mempunyai
pedoman secara legal bahkan seolah-olah mereka tidak mengetahui tata cara yang
menjadi aturan hukum yang menjadi pedoman kehidupan bermasyarakat. Ironisnya
masyarakat menganggap tata cara yang mereka lakukan sah-sah saja, padahal jual
beli tanah yang seperti ini disamping diragukan keabsahannya secara hukum juga
mudah sekali menimbulkan sengketa, karena selain pihak penjual dan pihak pembeli
yang tahu tentang adanya jual beli tersebut, maka pihak lain yang merasa
berkepentingan tidak tahu dasar/alas hak terjadinya perpindahan kepemilikan atas
tanah yang bersangkutan.
Ketiga, tata cara transaksi ini sesuai dengan ketentuan hukum adat. Pihak
penjual dan pihak pembeli sepakat terhadap harga jual beli tanah dan mereka
menghadap Lurah/Kepala Desa untuk melakukan jual beli tersebut. Sebagai tanda
telah terjadi jual beli tanah, maka dibuatlah surat jual beli yang dibuat oleh pihak
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
penjual, di tandatangani oleh pihak penjual, pihak pembeli, dua orang saksi dan
diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dimana tanah tersebut berada.
Hal-hal tersebut telah melatarbelakangi penulisan tesis yang berjudul
“Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan
Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan”, sebab pada
prakteknya di Kecamatan Medan Johor terdapat ketidakseragaman dalam hal jual beli
tanah yang belum bersertipikat serta guna mengetahui kendala-kendala dalam
pendaftaran hak atas tanah di Kantor Pertanahan Medan, yang selanjutnya
dihubungkan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang nomor 5
Tahun 1960 (UUPA) dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan
sebagai berikut :
1. Mengapa terjadi ketidakseragaman atas peralihan hak atas tanah yang belum
bersertipikat di Kecamatan Medan Johor?
2. Bagaimana bentuk-bentuk surat peralihan hak atas tanah sebagai landasan
pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat ?
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
3. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah yang belum bersertipikat serta
kendala-kendala apa yang umumnya dihadapi masyarakat dalam pendaftaran
tanah pada Kantor Pertanahan Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran secara rinci dan tepat serta konkrit mengenai persoalan yang diungkapkan
dalam permasalahan tersebut di atas, adalah :
1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadi ketidakseragaman peralihan hak atas tanah
yang belum bersertipikat di Kecamatan Medan Johor.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk surat peralihan hak atas tanah sebagai landasan
pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran tanah yang belum bersertipikat serta
kendala-kendala yang umumnya dihadapi masyarakat dalam pendaftaran tanah
pada Kantor Pertanahan Medan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
D.Manfaat Penelitian
1. Bersifat Teoritis
Bahwa dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum
khususnya di bidang hukum agraria serta untuk mengetahui secara langsung
penerapan hukum yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah yang belum
bersertipikat, alasan terjadi ketidakseragaman peralihan hak atas tanah
tersebut, ditinjau dari sudut pandang masyarakat dan instansi yang berwenang
serta pelaksanaan pendaftaran haknya di Kantor Pertanahan Medan.
2. Bersifat Praktis
Setelah diketahui penyebab terjadinya ketidakseragaman dalam
peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat serta pelaksanaan
pendaftaran hak atas tanah, maka instansi yang berwenang dan masyarakat
yang berkepentingan dapat mengambil langkah-langkah serta cara untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut yang akan bermanfaat bagi pembangunan,
khususnya pembangunan di bidang hukum agraria, karena dengan
diketahuinya penerapan suatu ketentuan hukum agraria dan bagaimana
tanggapan masyarakat, akan memberikan masukan berupa saran dan kritik
dalam rangka untuk menyempurnakan ketentuan hukum yang bersangkutan
dan mengambil langkah-langkah strategis guna tercapainya tertib hukum di
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
bidang hukum agraria dan tertib administrasi pertanahan nasional secara
komprehensif.
E.Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul
“ Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor
Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan” belum ada yang
membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
keasliannya, tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jual beli yang
pernah dilakukan oleh alumni mahasiswa Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
yakni :
b. Nama : Wuryandari Dwi Astuti
NIM : 017011066
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Keabsahan Jual Beli Tanah Hak Tanpa Melalui PPAT (Studi
Kasus di Pengadilan Negeri Medan)
c. Nama : Adi Irwansyah
NIM : 017011003
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Jual Beli Tanah Hak Milik Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 di Kota Medan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kaitan dengan penelitian ini pembahasannya tidak sama baik dari variabel maupun isinya belum pernah dilakukan, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“Teori adalah merupakan suatu prinsip ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, salah satu arti teori adalah “Pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu”.12
Hukum positif yang lahir diluar Kitab Undang-undang Hukum Perdata
sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum perikatan ini
memerlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan
menggunakan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan:
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (pemerintah dari pembentuk Undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.13
“Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
12 W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1985), hlm. 155. 13 Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung, Mandar Maju, 2002), hlm. 55
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
perbandingan, pegangan teoritis”,14 bagi peneliti terutama tentang jual beli tanah
yang belum bersertipikat dan pendaftaran haknya di Kantor Pertanahan Medan.
Dalam membicarakan tentang peralihan hak atas tanah yang belum
bersertipikat maka harus diketahui terlebih dahulu pengertian tanah dan dasar hukum
mengenai tanah itu sendiri.
Menurut geologis-agronomis, pengertian tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi paling atas yang dapat dimanfaatkan untuk menanami tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan. Sedangkan tanah bangunan digunakan untuk menegakkan rumah. Di dalam tanah garapan ini dari atas ke bawah berturut-turut terdapat sisiran garapan sedalam irisan bajak, lapisan pembentukan kukus dan lapisan dalam.15
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tanah adalah:
a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali b. Keadaan bumi di suatu tempat c. Permukaan bumi yang diberi batas d. Bahan dari bumi, bumi sebagai lahan sesuatu (pasir, cadas, aspal, dan
lain-lain).16
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan definisi tanah, sesuai
dengan Pasal 4 (empat) ayat (1) yang menyebutkan bahwa “atas dasar hak menguasai
dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama sama dengan orang-orang
14 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, Mandar Maju, 1994), hlm. 80 15 AP Parlindungan, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, (Bandung, Alumni, 1973), hlm. 35. 16 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Edisi Ke-II, Cetakan ketiga, 1994, hlm. 12.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
lain serta badan-badan hukum”. Sehingga secara yuridis, pengertian tanah adalah
permukaan bumi.
Selanjutnya penjelasan umum Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) bagian
II ayat (1) menegaskan, bahwa : dalam pada itu hanya permukaan bumi saja, yaitu
yang disebut tanah, yang dapat dihaki (dimiliki oleh seseorang).
Sebelum berlakunya UUPA, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pada
tanggal 24 September 1960, jual beli tanah di Indonesia mempergunakan dua sistem
hukum, yaitu sistem hukum barat bagi golongan Eropah dan sistem hukum adat bagi
golongan bumi putera atau pribumi.
AP Parlindungan menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya UUPA, negara kita masih terdapat dualisme dalam hukum agraria. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih berlakunya dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita, yaitua hukum adat dan hukum barat sehingga terdapat dua macam tanah yaitu tanah adat dan tanah barat.17
Jual beli tanah menurut hukum adat pada dasarnya mempunyai syarat terang
dan tunai, maksudnya adalah jual beli dilakukan dihadapan kepala desa dan pembeli
membayar harga tanah secara tunai kepada penjual sesuai dengan kesepakatan antara
penjual dengan pembeli.
“Sehingga dikatakan bahwa jual beli tanah menurut hukum adat itu bersifat
terang, nyata (konkrit) dan bersifat tunai (kontan)”.18 Sesuai dengan pendapat di atas,
Boedi Harsono mengatakan bahwa, “jual beli tanah itu adalah penyerahan hak atas
tanah yang dijual kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh kepada 17 AP. Parlindungan, Op.Cit, hlm. 40 18 K.Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1977), hlm. 30.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
penjual harga yang telah disetujui bersama, maka jual beli tanah menurut hukum adat
ini pengaturannya termasuk dalam hukum adat.19
Dengan berlakunya UUPA, maka terjadi perubahan secara fundamental atau mendasar di dalam sistem hukum nasional seperti dikatakan oleh Boedi Harsono bahwa, “UUPA menciptakan hukum agraria nasional berstruktur tunggal, yang seperti dinyatakan dalam bagian “berpendapat” serta penjelasan umum UUPA berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar rakyat Indonesia.20 “Boedi Harsono menyebutkan, bahwa sebelum berlakunya UUPA dikenal lembaga hukum jual beli tanah. Ada yang diatur oleh KUH Perdata yang tertulis, dan ada yang diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis”.21
Jual beli tanah pada dasarnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah
kepada pihak lain yaitu dari penjual kepada pembeli dengan sejumlah pembayaran,
menurut pasal 1457 KUH Perdata, pengertian jual beli yaitu, “suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu hak milik atas
sesuatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.22
Selanjutnya R.Soebekti menyebutkan bahwa, “penyerahan barang tidak bergerak terjadi dengan pengutipan sebuah “akta transport” dalam register tanah di depan Pegawai Balik Nama (Ordonansi Balik Nama, LN.1834-27)”.23
Dalam jual beli tanah yang dilakukan sesudah berlakunya UUPA, yang
sangat penting diperhatikan adalah :
a. Subjek dalam jual beli tanah adalah warga negara Indonesia (Pasal 9
UUPA yang merupakan Prinsip Nasionalitas), namun demikian seorang 19 Boedi Harsono I, Op.Cit, hlm. 29 20 Ibid, hlm. 3 21 Ibid, hlm. 27 22 R. Subekti, I, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet Boek), (Jakarta, Pradnya Paramita, 1996), hlm. 366 23 R.Subekti, II, Hukum Perjanjian, (Jakarta, PT.Intermasa, 1979), hlm. 79
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Warga Negara Asing juga dapat menjadi Subjek dalam jual beli tanah
disebabkan warisan yang diterimanya dan dalam hal demikian Warga
Negara Asing tersebut wajib melepaskan haknya dalam jangka waktu
1(satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut jika dalam 1 (satu) tahun
tersebut tidak dilepaskan maka hak tersebut batal karena hukum dan jatuh
kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung (Pasal 21 ayat (3) UUPA).
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun1998 menyebutkan bahwa orang
asing yang sesudah berlakunya peraturan ini memperoleh hak milik karena
pewarisan, karena wasiat atau percampuran karena perkawinan. Demikian
juga Warga Negara Indonesia yang mepunyai hak milik dan setelah
berlakunya peraturan ini kehilangan kewarganegaraannya wajib
melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun harus mengalihkan
haknya apabila tidak maka hak atas tanahnya dikuasai oleh negara.
b. Objek dalam jual beli tanah adalah :
1) Tanah dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pengelolaan untuk tanah yang sudah bersertipikat.
2) Untuk tanah yang belum bersertipikat antara lain yaitu:
a) SK Gubernur (Surat Keterangan Gubernur)
b) SKT (Surat Keterangan Tanah) Bupati
c) SK Camat (Surat Keterangan Camat)
d) SK Lurah (Surat Keterangan Lurah)
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
e) Tanah Garapan
f) Grant Sulthan
Tata cara jual beli tanah sesudah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria
(UUPA) yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 adalah :
a. Pihak penjual dan pihak pembeli harus mempersiapkan berkas-berkas
dokumen yang diperlukan untuk jual beli tanah tersebut, yaitu :
1) Golongan I, yaitu dokumen status tanah
2) Golongan II, yaitu dokumen identitas penjual dan pembeli dan
perbuatan hukum atas tanah
3) Golongan III, yaitu dokumen lain-lain.
b. Kemudian penjual dan pembeli menghadap PPAT untuk dibuatkan akta
jual beli, untuk itu PPAT harus bertindak sebagai berikut :
1) Untuk tanah yang belum bersertipikat, “PPAT dapat meminta
kehadiran kepala desa dan seorang anggota pemerintah desa untuk
bertindak sebagai saksi, juga menjamin bahwa tanah yang akan dijual
memang hak milik penjual dan ia berwenang menjualnya”.24
Menurut Harun Al Rasyid, bahwa :
Fungsi akta merupakan sesuatu yang penting bila ia dihubungkan dengan pemindahan hak milik seseorang terhadap sesuatu barang tertentu yang menjadi miliknya, karena akta jual beli tanah mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh akta otentik, maka mempunyai kekuatan pembuktian formal,
24 Effendi Perangin-angin, I, Hukum Agraria di Indonesia (Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum), (Jakarta, CV.Rajawali, 1987), hlm. 18.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
artinya para pihak memang benar-benar telah menerangkan apa yang telah diterangkan dalam akta tersebut adalah benar berlaku terhadap pihak ketiga.25 ”Sedangkan M. Yahya Harahap berpendapat bahwa, “tujuan akta jual beli tanah hanya sekedar mensejajari jual beli itu dengan keperluan penyerahan yang kadang-kadang memerlukan penyerahan yuridis disamping penyerahan nyata”.26
2) Untuk tanah yang sudah bersertipikat, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) sebelum membuat akta jual beli, maka harus meneliti :
(a) Sertipikat tanah ke Kantor Pertanahan tentang sesuai atau tidak
dengan arsip data fisik dan data yuridis di Kantor Pertanahan,
dalam praktek di lapangan biasanya disebut dengan cek bersih.
(b) Adanya pernyataan dari penjual bahwa bidang tanah tidak
berada dalam sengketa.
Selain kedua hal tersebut di atas PPAT juga harus
memperhatikan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan (BPHTB) yang harus dibayarkan pembeli (Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1997 yang kemudian dirubah dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2000) dan pembayaran Pajak Penghasilan
(PPh) yang harus dibayarkan penjual (Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994), dalam hal mana BPHTB tersebut harus dibayar jika
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) telah mencapai Rp.30.000.000,- (tiga
puluh juta rupiah) namun jika NJOP ini tidak mencapai
25 Harun Al Rasyid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah (Berikut Peraturan-peraturannya), (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 66 26 M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung, Alumni, 1982), hlm. 182
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) maka BPHTB tersebut tidak
perlu dibayar atau nihil dan jika NJOP tersebut telah mencapai
Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) maka PPh juga harus
dibayar, namun jika NJOP tidak mencapai Rp.60.000.000,- maka PPh
tersebut tidak perlu dibayar atau nihil (rumusan tentang NJOP
Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) untuk BPHTB dan
Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) untuk PPh, ketentuan ini
berlaku di Medan.
Penentuan nilai pengenaan pajak yang harus dibayar wajib
pajak ini, yaitu nilai tertinggi diantata nilai jual obyek pajak nyata
dengan dengan nilai jual obyek pajak dalam Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
3) Untuk selanjutnya setelah PPAT membuat akta jual beli, maka PPAT
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta,
wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen
yang bersangkutan kepada kantor pertanahan untuk didaftar (Pasal 40
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Pasal 3 (tiga) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 memerinci
tujuan dari pendaftaran tanah yaitu :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pendaftaran untuk tanah yang belum bersertipikat disebut dengan
pendaftaran pertama kali. Pendaftaran pertama kali adalah kegiatan
pendaftaran yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum
didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Ada dua macam pendaftaran tanah pertama kali, yaitu :
a. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua
objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan yang diprakarsai oleh pemerintah.
b. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal atas permintaan pemilik tanah.
Pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan sistem publikasi negatif yang
mengandung unsur positif, demikian UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, hal ini dilihat pada Pasal 19 ayat (2) huruf (c) UUPA, bahwa
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Dalam mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif/stelsel negatif ini,
maka dipergunakan lembaga yang terdapat dalam hukum adat yaitu lembaga
rechtsverwerking.
Rechtsverwerking yaitu: apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata merasa menguasai tanah tersebut, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.27 Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah tersebut dikerjakan oleh orang lain, yang memperolehnya dengan itikad baik, maka dia dianggap telah melepaskan haknya atas bidang tanah yang bersangkutan dan karenanya hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut.28
Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan adanya lembaga
rechtsverwerking ini antara lain sebagai berikut :
a. Putusan Mahkamah Agung Nomor 210/K/Sip/1944 tanggal 10 Januari
1956
b. Putusan Mahkamah Agung Nomor 361/K/Sip/1958 tanggal 21 November
1958
27 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendafataran Tanah, (Bandung, CV. Mandar Maju, 2008), hlm. 147.
28 Boedi Harsono, I, Op.Cit, hlm. 483
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
c. Putusan Mahkamah Agung Nomor 329/K/Sip/1957 tanggal 24 Mei 1958.
d. Putusan Mahkamah Agung Nomor 70/K/Sip/1955 tanggal 7 Maret 1959.
e. Putusan Mahkamah Agung Nomor 707/K/Sip/1972 tanggal 4 Desember
1975.
f. Putusan Mahkamah Agung Nomor 695/K/Sip/1973 tanggal 21 Januari
1974.
Menurut Saleh Adiwinata bahwa, “bila kita perhatikan jual beli menurut UUPA dengan membandingkan caranya dalam jual beli sesuai dengan hukum adat sebelum UUPA berlaku, maka dari saat terjadinya persetujuan jual beli sampai si pembeli menjadi pemilik hak atas tanah berbeda sekali, juga formalitas lainnya lebih mirip kepada jual beli tanah eigendom dulu daripada jual beli tanah dengan hak milik Indonesia”.29
Pernyataan di atas disebabkan kalau sebelum berlakunya UUPA, jual beli hanya dilakukan dihadapan kepala desa, maka menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, sebagaimana juga menurut Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997, kecuali ada keadaan-keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas sebidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT.30
Berbeda dengan pendapat Saleh Adiwinata, adalah pendapat Boedi Harsono bahwa, “dalam memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang terbuka, lembaga jual beli misalnya, mengalami modernisasi dan penyesuaian, tanpa mengubah hakekatnya sebagai perbuatan hukum pemindaha hak atas tanah dengan pembayaran harganya secara tunai, serta sifatnya dan cirinya sebagai perbuatan yang riil dan terang”.31
29 Saleh Adiwinata, Pengertian Hukum Adat Menurut UUPA, (Bandung, Alumni, 1976), hlm.
36. 30 Boedi Harsono I, Op.Cit, hlm. 539 31 Ibid, hlm. 208
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
dirubah dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997, pada Pasal 19 disebutkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah memberikan sesuatu hak atas tanah,
menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai
tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan
dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara Agraria (selanjutnya
dalam peraturan-peraturan ini disebut sebagai Penjamin), akte tersebut
bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.
Dari ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, Achmad Chulaemi berpendapat bahwa, “bila diperhatikan konstruksi kalimat yang dipakai oleh pasal tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa persetujuan jual beli tanah merupakan persetujuan yang konsensuil, karena dipisahkan secara tegas antara persetujuan sendiri dengan penyerahannya (levering) sedangkan dalam hukum adat konstruksi kalimat dengan tidak cocok karena dalam hukum adat menganut asas kontan”.32
AP Parlindungan juga menjelaskan maksud Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, “bahwa pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagai satu-satunya pejabat yang berhak melakukan perbuatan akta dan tidak dapat dilaksanakan oleh instansi lain seperti pengadilan negeri ataupun dengan keputusan pengadilan atas setiap peralihan hak atas tanah.33
Sehingga dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 hal di atas dipertegas dengan ketentuan yaitu peralihan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
32 Achmad Chulaemi, Hukum Agraria dan Perkembangan, Macam-macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya, (Semarang, FH-UNDIP, 1996), hlm. 15. 33 AP Parlindungan, H. Serba Serbi Hukum Agraria, (Bandung, Alumni, 1984), hlm. 198
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Mengenai hubungan jual beli dalam UUPA dan hukum adat, Harun Al
Rasyid mengatakan bahwa, “jual beli dalam UUPA adalah jual beli yang
sesuai dengan hukum adat, yaitu dibayar tunai, karena tanpa dilakukan
pembayaran tersebut, maka tidak akan terjadi jual beli dihadapan PPAT dan
tidak akan memperoleh akta jual beli dari PPAT yang berarti tidak adanya
pemindahan hak atas tanah secara hukum menurut ketentuan yang berlaku”.34
Berbeda dengan pendapat di atas adalah pernyataan Saleh Adiwinata bahwa, “tidak mungkin hak itu kita anggap berpindah ke pembeli pada waktu akta dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peralihan haknya hanya masih disetujui oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk juga setelah pembeli mendapat izin, hak atas tanah dapat dianggap telah beralih, namun peralihannya itu belumlah berlaku pada pihak ketiga”.35
Senada dengan pendapat Saleh Adiwinata adalah Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa, “dilihat dari sistem pemindahan hak dalam UUPA, saat lahir hak (kebendaan) adalah pada saat pendaftaran”.36
34 Harun Al Rasyid, Op.Cit, hlm. 36 35 Saleh Adiwinata, Loc.Cit, hlm. 36 36 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Hipotek, (Bandung, Alumni, 1980), hlm. 41.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
2. Konsepsi
Perlu diketahui bahwa konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori,
karena konsep merupakan penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya
hanya baru ada dalam pikiran.
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang
konkrit, disebut dengan operation/definition. Pentingnya definisi operasional adalah
untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari
suatu istilah yang dipakai.37
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil
penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Peralihan hak atas tanah adalah perubahan status kepemilikan, penguasaan,
peruntukan atas tanah yang dilakukan dengan jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Dari
berbagai bentuk peralihan hak atas tanah yang disebut di atas maka yang menjadi
pokok bahasan tesis ini adalah peralihan hak atas tanah melalui jual beli.
Harun Al Rasyid mengatakan bahwa, “pengertian jual beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak/orang lain yaitu dari penjual kepada pembeli”.38
Demikian juga dengan jual beli tanah, yang menggunakan ketentuan UUPA juga berdasarkan hukum adat, seperti ketentuan Pasal 26 ayat
37 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10. 38 Harun Al Rasyid, Op.Cit, hlm. 50.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
(1), UUPA yang menyatakan bahwa jual beli, penukaran, penghibah, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.39
Tanah yang belum bersertipikat adalah tanah yang sama sekali belum pernah
didaftarkan di Kantor Pertanahan, namun tanah tersebut secara nyata (de facto)
berada di dalam kekuasaan pemilik tanah, seperti ada rumah di atasnya atau yang
ditanami dengan tanaman.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, pengertian pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
pemerintah serta terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Boedi Harsono menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian di atas bahwa, kata-kata ‘suatu rangkaian kegiatan’ menunjukkan kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain berturutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat.40 Selanjutnya beliau berkata bahwa, “kata ‘terus menerus’ menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya”.41
39 Ibid, hlm. 13. 40 Boedi Harsono I, Op.Cit, hlm. 72 41 Ibid, hlm. 73
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Data tersebut harus tetap dipelihara bilamana terjadi perubahan baik
perubahan terhadap subjeknya dikarenakan adanya perbuatan hukum atas tanah
tersebut, seperti pewarisan, jual beli, hibah, wakaf/pemberian dan lain-lain, maupun
perubahan yang terjadi pada objeknya, yaitu bilamana terjadi perubahan status hak
atas tanah tersebut.
Boedi Harsono melanjutkan pernyataannya bahwa, kata ‘teratur’ menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum”.42
“Mengenai pentingnya pendaftaran tanah, Bachsan Mustafa berpendapat
bahwa, pendaftaran tanah akan melahirkan sertipikat tanah, mempunyai arti untuk memberikan kepastian hukum, karena hukum jelas dapat diketahui baik identitas pemegang haknya (subjeknya) maupun identitas tanahnya”.43
Bachtiar Effendi menyebutkan ada dua tujuan pendaftaran tanah yaitu :
a. Penyediaan data-data penggunaan tanah untuk pemerintah ataupun masyarakat.
b. Jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.44
K.Wantjik Saleh juga berpendapat bahwa :
Tujuan diadakannya pendaftaran tanah oleh pemerintah adalah untuk menjamin kepastian hukum, yang meliputi mengenai : IV. Letak, batas dan luas tanah V. Status tanah dan orang yang berhak atas tanah VI. Pemberian berupa surat sertipikat.45
Demikian pula Harun Al Rasyid berpendapat bahwa :
42 Ibid, hlm75 43 Bachsan Mustafa, Hukum Agraria Dalam Perspektif, (Bandung, Remaja Karya CV, 1984), hlm. 58. 44 Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, (Bandung, Alumni, 1993), hlm. 21 45 K.Wantjik Saleh, Op.Cit, hlm. 59
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Tujuan pendaftaran tanah adalah terciptanya kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum menyangkut bidang keagrariaan, khusus mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Kepastrian hukum itu harus meliputi : A. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang
hak. B. Kepastian hukum objek hak (letak, batas-batas dan luas bidang
tanah).46
Menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah mempunyai fungsi sebagai berikut
b. Dalam bidang pembuktian c. Memberikan jaminan kepastian hukum d. Dalam hal-hal tertentui sebagai syarat konstitutif bagi terjadinya
suatu peristiwa hukum, misalnya terciptanya hak atas tanah, peralihan hak, hapusnya hak.47
VII. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan
praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.
Data yang diperoleh dari penelitian, diusahakan memberikan gambaran atau
mengungkapkan berbagai faktor yang dipandang erat hubungannya dengan gejala-
gejala yang diteliti, kemudian akan dianalisa mengenai penerapan atau
pelaksanaan peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan mengenai
jual beli tanah yang belum bersertipikat serta tata cara pendaftaran haknya di
46 Harun AL Rasyid, Op.Cit, hlm. 82 47 Boedi Harsonoi, III, Beberapa Analisa Tentang Hukum Agraria, Bagian I, Esa Study Club, Jakarta, hlm. 108.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Kantor Pertanahan untuk mendapatkan data atau informasi mengenai pelaksanaan
dan kendala-kendala yang dihadapi.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan adalah metode pendekatan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis disini menekankan dari segi perundang-undangan
dan peraturan-peraturan serta norma-norma hukum yang relevan dengan
permasalahan ini, yang bersumber pada data sekunder.
Sedangkan pengertian empiris adalah, bahwa di dalam penelitian yang dilakukan dengan melihat kenyataan dalam praktek tentang ketidakseragaman tata cara dan bentuk jual beli tanah yang belum bersertipikat serta tata cara (prosedur) pendaftaran hak atas tanah berikut kendala-kendala yang umumnya dihadapi dalam pendaftaran tanah.
3. Populasi dan Sampel
Penulisan tesis ini didukung dengan penelitian di lapangan (field
research) ini penulis melakukan penelitian di lapangan untuk memperoleh
data dan keterangan yang diperlukan.
“Populasi adalah seluruh objek yang melakukan jual beli atau seluruh
gejala dan seluruh unit yang akan diteliti. Oleh karena populasi bisaanya
sangat besar dan luas, maka tidak mungkin meneliti seluruh populasi itu, tapi
cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sample”.48
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah sebagian
masyarakat yang melakukan jual beli tanah yang belum bersertipikat tersebut
48 Ronny Hanitijo Soemitro I, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 44.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
sedangkan Kantor Pertanahan Medan, Notaris, Kelurahan dan Kecamatan
adalah sebagai data pendukung.
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purpossive sampling, yaitu penarikan sampel bertujuan atau dilakukan dengan cara mengambil subjek atau objek didasarkan pada tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dipilih karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar jumlahnya dari jauh letaknya.49
Berdasarkan teknik sampling di atas, maka diambil sampel :
a. Responden 10 orang yang homogen, bukan untuk mengukur keadaan
tetapi untuk mengambil informasinya.
Data pendukung :
b. Kantor Pertanahan Kota Medan
c. Kantor Notaris, Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan di Medan
Johor.
4. Alat Pengumpulan Data
”Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui
observasi, pengamatan, interview, wawancara, questioner, angket”.50
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara dengan informal. Teknik wawancara berencana, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah direncanakan atau disusun terlebih dahulu. Tetapi tidak berarti hanya terpancang pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan. Disini dimungkinkan variasi
49 Ibid, hlm. 51 50 Ibid, hlm. 44.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
pertanyaan lain sesuai pada waktu wawancara, dengan terpusat pada satu pokok tertentu (focused-interview).51 ”Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui perpustakaan,
dengan menelaah buku-buku literatur, Undang-undang, brosur/ tulisan
yang ada kaitan dengan masalah yang akan diteliti”.52
5. Analisis Data
Metode yang digunakan adalah analisa kualitatif, yaitu data yang
diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif
untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. “Data tersebut
kemudian dianalisa secara interpretatif menggunakan teori maupun hukum
positif yang telah dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan
untuk menjawab permasalahan yang ada”.53
51 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta, PT.Gramedia, 1986), hlm. 173. 52 Ronny Hanitijo Soemitro II, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, Rajawali, 1984), hlm. 172. 53 Rommy Hanitijo Soemitro I, Op.Cit, hlm. 119.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB II
TERJADINYA KETIDAKSERAGAMAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KECAMATAN
MEDAN JOHOR
A. Gambaran Umum Daerah
Kota Medan sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Sumatera
Utara letaknya cukup strategis secara regional karena berbatasan langsung dengan
Selat Malaka di bagian Utara sehingga relatif dekat dengan kota/negara yang lebih
maju seperti Pulau Penang dan Singapura, bahkan dijadikan barometer dalam
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Kota Medan sebagai kota
ketiga terbesar di Indonesia mempunyai luas wilayah 26.510-Ha terdiri dari 21
kecamatan dan 151 kelurahan.
Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu dari 21 Kecamatan yang
berada di wilayah Kota Medan yang sebelumnya termasuk Kecamatan Tanjung
Morawa, Kecamatan Patumbak dan Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.
Kecamatan Medan Johor menjadi bagian wilayah Kota Medan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tanggal 10 Mei 1973 yang luas arealnya lebih
kurang 3.228 Ha dan terdiri dari 10 Kelurahan.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1987 Nomor 140/4078/K/1978 tentang
Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kota Medan, yang salah satu diantaranya terdapat
di Kecamatan Medan Johor. Dengan demikian jumlah kelurahan yang tadinya hanya
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
33
10 maka setelah keluarnya SK tersebut jumlah kelurahan di Kecamatan Medan Johor
menjadi 11 Kelurahan.
Terakhir kali dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
1991, Kecamatan Medan Johor mengalami pemekaran sehingga jumlah Kelurahan
menjadi 6 Kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Sukamaju luasnya 152-Ha
2. Kelurahan Titi Kuning luasnya 181-Ha
3. Kelurahan Kedai Durian luasnya 98-Ha
4. Kelurahan Pangkalan Masyhur luasnya 400-Ha
5. Kelurahan Gedung Johor luasnya 315-Ha
6. Kelurahan Kwala Bekala luasnya 550-Ha
Kecamatan Medan Johor terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan luas
wilayah 1.696-Ha merupakan daerah pemukiman dan resapan air yang mempunyai
batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun, Medan Polonia,
Medan Kota, Medan baru dan Medan Selayang.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua
Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan
Tuntungan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Luas wilayah Kecamatan Medan Johor secara lebih rinci berikut jumlah
penduduk sampai dengan Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1 : Luas Wilayah Kecamatan Medan Johor dan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk
No Kelurahan Luas Wilayah
Jlh KK L P L+P
Jumlah Lingkungan RT RW
1 Sukamaju 152 3.048 7.432 7.101 14.542 13 27 11
2 Titi
Kuning
181 5.271 11.920 11.769 23.689 15 47
15
3 Kedai
Durian
98 1.459
3.525
3.213
6.738 5 14 3
4 P.Masyhur 400 7.315 17.081 16.545 33.626 15 46 13
5 Gedung
Johor
315 5.266 12.446 12.388 24.834 13 17 6
6 Kwala
Bekala
550 7.159 17.215 17.389 34.604 20 47 16
Jumlah 1.696 28.725 69.610 68.405 138.015 81 198 64
Sumber: Kantor Camat Medan Johor, 2009
Secara garis besar Kecamatan Medan Johor merupakan kawasan pemukiman
namun masih memiliki kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan Gedung Johor
dan Kwala Bekala yang masih memiliki peluang untuk dapat dikembangkan menjadi
kawasan agrobisnis yang bernilai ekonomis, apalagi jika dapat dikembangkan secara
profesional.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Kebutuhan masyarakat yang meningkat akan tanah maka mendorong pula
meningkatnya kegiatan jual beli tanah sebagai salah satu bentuk proses peralihan hak
atas tanah. Berbagai aktivitas anggota masyarakat guna memanfaatkan tanah telah
mendorong adanya pengaturan perihal sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan
pemukiman, mengingat tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
bertambah sehingga harus digunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan
masyarakat.
B. Alas Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat
Terhadap hak atas tanah yang dikuasai atau diusahai oleh masyarakat
sekarang ini dengan suatu bukti kepemilikan ada yang sifatnya tertulis. Namun
demikian masih banyak juga yang tidak dilengkapi dengan suatu bukti kepemilikan
hak (alas hak) yang jelas dan tidak lengkap, hal ini disebabkan tanah yang dikuasai
oleh pemiliknya diperoleh dengan pembukaan tanah pada zaman dahulu secara
bersama-sama oleh kelompok masyarakat setempat.
Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan
penetapan hak atas tanah terlebih dahulu harus dibuktikan terlebih dengan adanya
dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan
tanah yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti
awal untuk pengajuan hak kepemilikannya.
Alas hak diartikan sebagai bukti penguasaan hak atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini bisanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, akta otentik maupun surat dibawah tangan lain-lain.54
Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 dan Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, alas hak
tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status bidang tanah,
pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Alas
pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat kepemilikan hak
atas tanah di Kantor Pertanahan merupakan satu alat bukti yang dapat digunakan
sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang
tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.
Secara perdata, dengan adanya hukum yang mempunyai tanah dengan
tanahnya yang dapat dibuktikan dengan penguasaan fisik baik secara nyata di
lapangan atau ada alas haknya berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu
hak keperdataan, tanah tersebut telah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi
miliknya.
Untuk mengetahui hak atas atas tanah maka terlebih dahulu harus diketahui
pengertian hak atas tanah tersebut. Hak atas tanah adalah wewenang kepada
pemegang haknya untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan Negara dan Bangsa atau kepentingan umum.
54 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Op.Cit, hlm. 237
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria diatur bahwa bumi (tanah) dikuasai tertinggi oleh Negara.
Dikuasai dalam hal ini bukan berarti dimiliki tetapi negara berwenang untuk:
2. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi (tanah).
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan hukum mengenai bumi (tanah).
Hak menguasai dari Negara ini adalah untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat/masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur. Di Kecamatan Medan Johor terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat
dijumpai berbagai jenis alas hak, yaitu:
2. SK Gubernur (Surat Keterangan Gubernur)
3. SKT (Surat Keterangan Tanah) Bupati Deli Serdang
SKT ini didapati karena Kecamatan ini sebelum terjadinya pemekaran dahulunya
merupakan wilayah Kabupaten Deli Serdang.
4. SK Camat (Surat Keterangan Camat) Kecamatan Medan Johor.
5. SK Lurah (Surat Keterangan Lurah)
6. Tanah Garapan
7. Grant Sulthan
8. Surat Jual beli di bawah tangan.
Berdasarkan syarat bahwa pemberian/penetapan hak atas tanah harus
dibuktikan terlebih dahulu dengan adanya dasar penguasaan yang menunjukkan
adanya hubungan hukum pemilik dengan tanah tersebut. Setelah ada dasar
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
penguasaan dimaksud maka selanjutnya dapat saja diformalkan hak tersebut dengan
penetapan pemerintah. Apabila hubungan hukum tersebut ditunjukkan dengan bukti-
bukti tertulis yang pernah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang pada daerah yang
sudah bersentuhan dengan administrasi dan yurisdiksi hukum pertanahan seperti pada
masyarakat di daerah swapraja/kotapraja maupun bukti-bukti tidak tertulis pada
daerah-daerah yang realitas sosial budayanya tunduk pada hukum adat setempat dan
status tanahnya masih ditemukan hak ulayat dan hak milik adat, dalam hal ini
dilakukan dengan pendaftaran tanah dengan konversi dan pengakuan hak atau
penegasan hak.
Untuk daerah-daerah yang tidak pernah diberlakukan administrasi pertanahan
dan juga daerah-daerah yang status hukum tanahnya tidak diakui lagi sebagai tanah
adat atau dapat dikatakan sebagai tanah negara atau tanah yang langsung dikuasai
negara maka kegiatan administrasi dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah
dilakukan dengan cara penetapan pemerintah melalui pemberian hak.
A. Pengertian Dan Pandangan Masyarakat Tentang Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertipikat
Jual beli hak atas atas tanah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan masyarakat, bahkan bagi golongan tertentu jual beli ini sering dilakukan.
Penjual merupakan pemilik tanah yang sah atas tanah tersebut, jika jual beli tersebut
dilakukan oleh pihak lain dengan surat kuasa dari penjual yang sah dengan itikad
tidak baik maka dapat menyebabkan perbuatan hukum tersebut batal demi hukum.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Pengertian jual beli dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai suatu
perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang
dikehendaki secara sukarela.55
Dalam transaksi jual beli tanah sering kali bangunan dan atau tanaman di atas
tanah bersangkutan turut menjadi obyek jual beli, hal ini harus dipertegas sebelum
transaksi yang dilakukan, apakah bangunan dan atau tanaman tersebut juga
merupakan obyek jual beli atau tidak. Jika bangunan dan atau tanaman tidak
disebutkan dalam obyek jual beli secara jelas dan tegas maka secara hukum bangunan
dan atau tanaman tersebut tidak turut diperjual belikan, keadaan yang demikian ini
karena dalam hukum pertanahan di Indonesia berlaku hukum adat yang menganut
asas pemisahan horizontal yaitu bangunan dan atau tanaman bukan merupakan bagian
dari tanah, dengan demikian hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi
kepemilikan bangunan yang ada di atasnya. Jika hal ini tidak diperhatikan secara teliti
dan seksama maka dapat menjadi konflik bagi masyarakat yang melaksanakan jual
beli tersebut.
Kebisaaan yang dilakukan masyarakat dalam jual beli tanah merupakan
perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dengan membayar sejumlah harga pada
saat bersamaan dilakukan secara tunai dan terang. Tunai artinya ketika jual beli
dilakukan, penjual menyerahkan tanah tersebut kepada pembeli dan penjual
menerima pembayaran harganya dari pembeli dan pembeli menyerahkan selembar
55 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung, Aneka, 1981), hlm. 25
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
kwitansi sebagai bukti telah dilakukan pembayaran untuk selanjutnya pembuatan jual
beli tersebut dianggap telah selesai. Terang artinya telah diserahkan fisik benda yang
dibeli tersebut dalam hal ini adalah tanah. Perbuatan hukum ini adalah jual beli yang
dimaksudkan dalam hukum adat.
Namun demikian ada juga sebagian masyarakat melakukan jual beli di bawah
tangan yaitu dengan cara hanya menggunakan selembar kwitansi sebagai bukti
peralihan haknya, dimana pembeli menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran
dan penjual menyerahkan kwitansi berikut alas hak atas tanah baik berupa SKT
(Surat Keterangan Tanah) atau surat-surat lain yang menjadi dasar kepemilikan atas
tanah tersebut kepada pihak pembeli untuk dikuasainya, hal ini dilakukan mereka
antara lain adalah untuk menghindari biaya yang relatif besar dan prosedur yang
berbelit-belit jika mereka harus melakukan transaksi jual beli atau pelepasan hak
dihadapan pejabat yang berwenang akan tetapi ada juga masyarakat yang melakukan
jual beli ini karena tidak mengetahui tentang prosedur jual beli atau pelepasan hak itu
sendiri sehingga mereka menyamakan antara jual beli benda bergerak dengan benda
tidak bergerak (tanah).
Seseorang yang melakukan jual beli tanah dengan cara sederhana hanya
menggunakan kwitansi sebagai bukti pembayaran maupun sebagai bukti peralihannya
adalah perbuatan hukum yang salah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ketika
kepentingan orang tersebut selaku pembeli terhadap pihak lain tidak terpenuhi,
misalnya sebagai berikut:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Pihak pembeli yang terakhir mau melakukan jual beli lagi dengan pihak lain
kemudian mereka pergi ke Kantor Camat untuk membuat Surat Pelepasan Hak
atau Peralihan Hak Atas Tanah yang tentunya surat-surat aslinya diperlihatkan
kepada pegawai Kantor Kecamatan untuk diperiksa dan diteliti secara seksama
dengan memperlihatkan surat-surat ini maka diketahuilah bahwa kwitansi tersebut
adalah satu-satunya surat yang merupakan bukti bahwa jual beli telah tejadi maka
hal ini tentunya menjadi hambatan bagi penjual dan pembeli untuk
menindaklanjuti jual beli diantara mereka.
a. Untuk mengatasi hal ini bisanya dilakukan penandatanganan ulang antara
penjual dengan pembeli yaitu dengan menandatangani Surat Pernyataan
Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi, setelah hal ini
ditandatanganai maka surat ini dilegalisasi oleh Camat setelah hal ini selesai
kemudian dibuatlah Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan
Rugi yang baru yaitu antara pembeli tersebut dengan pihak ketiga (pembeli
terakhir), jika penjual telah meninggal dunia maka ahli warislah yang harus
menandatangani Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Rugi.
b. Jika penjual tidak dijumpai lagi karena telah pindah atau tidak diketahui
keberadaannya maka Camat akan mengeluarkan Surat Keterangan Tanah
setelah berkordinasi dengan pihak kelurahan serta pernyataan-pernyataan dari
pihak-pihak yang berkepentingan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
2. Untuk mendaftarkan tanah agar mendapatkan Sertipikat dari Kantor Pertanahan
Medan. Pada saat melakukan pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan maka
semua surat tanah secara kronologis akan dilihat, diperiksa dan diteliti secara
seksama jika ada surat-surat yang tidak lengkap maka harus dilengkapi, kwitansi
tersebut sebagai surat pengalihan hak tidak diterima oleh Kantor Pertanahan
untuk melakukan pendaftaran, tentunya sipemohon segera kembali Kantor Lurah
atau Camat untuk membuatkan Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah
Dengan Ganti Rugi atau dibuatkan Surat Keterangan Tanah mengenai tanah yang
diperjualbelikan tersebut.
3. Untuk memperoleh pinjaman uang di Bank, dalam prakteknya surat tanah tersebut
dapat dijadikan jaminan saat meminjam uang, setelah permohonan diperiksa oleh
pihak bank maka diketahui bahwa kwitansi sebagai dasar kepemilikan calon
debitur tidak dapat diproses sebagaimana mestinya, maka calon debitur harus
membuat Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi atau
dibuatkan Surat Keterangan Tanah oleh Camat.
Jual beli dalam masyarakat awam intinya adalah bergantinya subyek
kepemilikan yaitu antara pemilik lama dengan pemilik yang baru dengan adanya
pembayaran sesuai dengan harga yang telah mereka sepakati tanpa memperhatikan
prosedur jual beli, aspek-aspek hukum maupun konsekuensinya di kemudian hari.
Perlu ditegaskan jual beli yang dimaksudkan adalah sama dengan Pelepasan
Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris maupun Camat, hal ini
dikarenakan tanah tersebut belum dimiliki dengan hak tertentu (sebagaimana yang
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dimaksudkan dalam Pasal 16 UUPA) dan status kepemilikan tanah tersebut
merupakan tanah yang langsung dikuasai negara.
Peralihan hak atas tanah adalah perubahan status kepemilikan, penguasaan,
peruntukan atas dasar jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan ke dalam perseroan,
pemisahan dan pembagian atau karena warisan.
Untuk tanah yang belum bersertipikat atau tanah yang dikuasai oleh negara
maka seseorang hanya boleh menguasainya untuk diusahakan sehingga mendapat
manfaat dari tanah tersebut. Apabila dilakukan jual beli terhadap tanah tersebut
berarti terjadi peralihan hak dari penjual kepada pembeli yang diikuti dengan
pembayaran sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian atas peralihan hak atas
tanah tersebut, hak yang dimaksudkan adalah hak dalam arti menguasai dan
mengusahakan atau mengelola tanah tersebut.
Hak-hak atas tanah yang belum bersertipikat lebih mengacu kepada kepada
hak seseorang yang telah memperoleh manfaat dari tanah yang langsung dikuasai
oleh negara, tanah tersebut masih dalam kekuasaan negara dan seseorang dapat
menggarapnya untuk diusahakan atau dikelola.
Seseorang yang telah menjadi pemegang hak atas tanah yang belum
bersertipikat tidak dapat memberikan haknya tersebut kepada orang lain dengan
begitu saja karena hak itu merupakan kewenangannya namun yang dapat
dilakukannya adalah mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya
dengan akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
ataupun Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dilegalisasi oleh Notaris
ataupun Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi yang
dibuat oleh Camat.
Dengan melepaskan haknya itu, tanah yang terlibat menjadi tanah negara,
yaitu dikuasai langsung oleh negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain
selain negara yang berhak atas tanah tersebut.56
Pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya
dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Salah satu kunci yang cukup
menentukan dalam perbuatan hukum di atas adalah yang berkenaan dengan ganti rugi
dalam pelepasan hak atau penyerahan tanah itu adalah imbalan sebagai pengganti
nilai tanah yang diserahkan oleh pemilik atau pemegang hak atas tanah.
Berdasarkan ketentuan ini dapat kita ketahui bahwa ganti rugi merupakan
suatu imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah yang telah dilepas atau
diserahkan oleh pembeli.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka jelaslah bahwa
begitu mudah dan gampangnya masyarakat untuk melaksanakan peralihan hak atas
tanah tanpa mengetahui proses ataupun cara peralihan itu sehingga pada saat
pendaftaran hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan maupun segala hal yang
menyangkut tanah tersebut terhadap pihak lain pastilah terjadi kesulitan.
56 AP.Parlindungan, Konversi Hak-hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, (Bandung, Mandar Maju, 1997), hlm. 135
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Bagi sebagian masyarakat yang telah mengetahui teknis dan tata cara
peralihan hak atas tanah tentu tidak akan mau untuk melakukan transaksi jual beli
tersebut dengan demikian mudahnya, apalagi jika tidak sesuai prosedur karena dapat
menimbulkan sengketa atau konflik di kemudian hari. Untuk melaksanakan suatu
perbuatan hukum peralihan atau pelepasan hak atas tanah maka harus dilakukan
dihadapan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan peralihan atau pelepasan hak
atas tanah tersebut yaitu ke Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan ataupun ke Kantor
Notaris guna menjamin kepastian hukum tentang peralihan atau pelepasan hak atas
tanah tersebut.
Kenyataan ini dapat kita lihat dengan adanya surat-surat tanah yang dibuat
oleh Camat maupun Lurah. Surat-surat yang dibuat Camat ataupun Lurah adalah
untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang mereka kuasai, tanah-tanah
tersebut merupakan tanah-tanah yang belum dikonversi atau tanah-tanah yang
dikuasai oleh negara yang diduduki oleh rakyat, sehingga tanah tersebut merupakan
hak seseorang.
Pada umumnya Camat sering mengeluarkan “SK Camat” (Surat Keterangan
Camat) yang dibuat dengan berbagai judul seperti Surat Pelepasan Hak Atas Tanah
Dengan Ganti Rugi dan lain sebagainya, surat ini dibuat oleh Camat sebagai bukti
hak ataupun bukti peralihan hak atas tanah sehubungan dengan adanya jual beli tanah.
Dari penelitian dan data-data yang diperoleh, pada Kantor Camat Medan Johor judul
surat pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat adalah “Surat Pernyataan
Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi”, sedangkan terhadap tanah-tanah
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
yang tidak mempunyai surat sama sekali karena hilang, musnah ataupun karena tidak
punya sama sekali Camat membuatkan “Surat Keterangan Tanah”. Surat-surat
kepemilikan ini dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan untuk diterbitkan
sertipikatnya.
Berdasarkan penelitian dan angket serta wawancara yang dilakukan dengan
responden (10 orang) dapat diketahui bahwa:
Masyarakat yang melakukan jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat
pergi ke kantor Lurah 2 orang, ke kantor Camat 5 orang, sedangkan sisanya sebanyak
3 orang pergi ke kantor Notaris. Alasan yang menyatakan kenapa mereka pergi ke
kantor Camat, Lurah maupun Notaris adalah masing-masing menyebutkan
dikarenakan biaya yang relatif lebih murah dan merasa lebih mudah serta telah kenal
dengan Lurah, Camat, Notaris ataupun setidak-tidaknya dengan pegawainya.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakseragaman jual beli adalah:
1. Ketidaktahuan
2. Kebiasaan.
3. Biaya.
4. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai ketidakseragaman bentuk
perolehan haknya
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB III
BENTUK –BENTUK SURAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH SEBAGAI LANDASAN PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT
A. Pengertian Jual Beli
Perbuatan jual beli dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai suatu
perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang
dikehendaki dengan sukarela.57
Berdasarkan perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di Indonesia dapat
dibedakan mengenai jual beli dan pengalihan haknya. Undang-undang Pokok Agraria
tidak mengatur secara khusus tentang jual beli namun dapat dipahami bahwa
pengertian jual beli dalam hukum tanah nasional adalah jual beli tanah dalam
pengertian hukum adat mengingat bahwa hukum agraria yang berlaku adalah hukum
adat sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria yang
menyebutkan bahwa: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.
57 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka hukum Bisnis, (Bandung, Alumni, 1981), hlm. 25
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009 48
Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat yaitu perbuatan hukum
penyerahan tanah untuk selama-lamanyanya disebut dengan jual beli lepas dimana
penjual menerima pembayaran sejumlah uang dari harga penjualannya. Dengan
demikian menurut hukum adat yang merupakan dasar dari hukum tanah nasional
yang yang berlaku saat ini sebagaimana termuat dalam Undang-undang Pokok
Agraria peralihan hak atas tanah terjadi sejak ditandatanganinya surat/akta dihadapan
pejabat yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual,
peralihan atau pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli berarti
pemindahan penguasaan secara yuridis dan fisik sekaligus, namun ada kalanya
peralihan atau pemindahan hak tersebut baru secara yuridis saja karena secara fisik
tanah masih dibawah penguasaan orang lain, misalnya karena hubungan sewa yang
belum berakhir waktunya.
B. Bentuk-Bentuk Surat Perolehan Hak Atas Tanah
1. Surat-Surat Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Camat/Lurah
Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya terdiri dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berkedudukan di
ibukota negara sedangkan Pemerintah Daerah berada di daerah yang terdiri
dari Pemerintah propinsi yang dipimpin Gubernur dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dipimpin oleh Bupati/Walikota.
Salah satu unsur pemerintah yang merupakan bagian dari
Pemerintahan Kota yang berada dibawah kepemimpinan Walikota adalah
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Camat yang membawahi wilayah suatu kecamatan tertentu berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Walikota atau Bupati (jika berada di bawah
kepemimpinan Bupati).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah telah ditegaskan bahwa kecamatan adalah
wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota.
Camat dalam kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan adalah
“Camat merupakan pemerintah kecamatan merangkap sebagai administrator
kecamatan”.58
Secara umum suatu wilayah kecamatan mempunyai 4 (empat)
pengertian, yaitu:
a. Wilayah pemerintahan dan administrasi umum;
b. Wilayah jabatan (daerah administratif);
c. Aparatur atau perangkat pemerintahan/administrasi;
d. Unit organisasi pemerintahan territorial dekonsentral.
Segala tugas dan kewenangan yang dimiliki Camat sebagai perangkat
daerah dan kepala wilayah kecamatan tertentu yang menerima pelimpahan
sebahagian tugas dan kewenangan dari Bupati atau Walikota merupakan
tugas-tugas dalam bidang hukum administrasi negara.
58 S.Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 17
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan sebagai administrasi negara, antara
lain:
a. Melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (implementasi).
b. Menyelenggarakan Undang-undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah.59
Surat atau akta jual beli ataupun peralihan dan pemindahan hak atas
tanah yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang adalah dengan maksud
dan tujuan yang sama yaitu mengalihkan atau memindahkan hak dan
kewajiban hak atas tanah dari penjual kepada pembeli.
Berdasarkan kenyataannya, dalam masyarakat terdapat bermacam-
macam bentuk surat/akta jual beli yang ditemukan untuk peralihan atau
pemindahan hak atas tanah tersebut, namun demikian tidak semua bentuk
surat/akta itu dapat dipertanggungjawabkan secara hukum termasuk untuk
pendaftaran haknya guna memperoleh sertipikat pada Kantor Pertanahan
Medan.
Berdasarkan penelitian dan data-data yang diperoleh pada Kecamatan
Medan Johor, semua surat peralihan hak atas tanah baik peralihan berikut
bangunan ataupun tanpa bangunan yang alas haknya belum bersertipikat dan
masih merupakan tanah negara yang dialihkan atau diganti rugikan dibuatlah
59 Ibid, hlm. 12
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
suatu Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi
(dibuat rangkap tiga), rangkap pertama untuk arsip di Kantor Camat, rangkap
kedua untuk arsip di Kantor Lurah dan rangkap yang yang ketiga untuk
pembeli), Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi
ini ditandatangani oleh Pihak Pertama (selaku Penjual) dan Pihak Kedua
(selaku Pembeli) kemudian surat ini dilegalisasi oleh Camat dengan diberi
nomor dan tanggal sesuai dengan daftar nomor urut dan tanggal yang ada
dalam buku register di Kantor Camat.
Dalam satu set Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan
Ganti Rugi yang dilegalisasi oleh Camat ini berisikan:
1. Surat Pernyataan Pelepasan Pengusaan Tanah Dengan Ganti Rugi
2. Keterangan Situasi Tanah
3. Surat Keterangan
4. Surat Kuasa (jika dikuasakan)
5. Surat Pernyataan/Pengakuan Pemilikan Tanah
6. Berita Acara Pengukuran Atas Tanah
7. Surat Jaminan
8. Surat Pernyataan Ahli Waris (jika pemilik tanah telah meninggal
dunia).
Syarat-syarat untuk membuat Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan
Tanah Dengan Ganti Rugi adalah:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
a. Asli Surat Tanah
b. Kartu Identitas Penjual (suami/istri)
c. Kartu Identitas Pembeli
d. SPPT PBB tahun berjalan
e. Surat Pernyataan Ahli Waris (jika pemilik tanah yang terdaftar dalam
Surat Keterangan Tanah telah meninggal dunia).
f. Pas photo ukuran 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar
Perbuatan hukum untuk menerbitkan Surat Pernyataan Pelepasan
Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi atas tanah-tanah negara yang belum
mempunyai sertipikat sebagaimana terjadi merupakan kewenangan dalam
kedudukan Camat sebagai kepala wilayah kecamatan yang bertujuan untuk
tertib administrasi di Kantor Camat.
Camat dalam hal ini berperan sebagai pejabat pemerintah berdasarkan
jabatannya dapat mengetahui tentang kepemilikan tanah dalam wilayah
pemerintahannya maka Camat dapat menjadi saksi atas dasar jabatannya
untuk menguatkan kebenaran isi surat tersebut apabila dikemudian hari terjadi
perselisihan sampai ke Pengadilan karena dalam surat itu sendiri Camat
mengetahui tentang keberadaan tanah yang diperjual belikan tersebut.
Keadaan yang demikian ini bagi masyarakat menambahkan keyakinan
bahwa dengan diketahui oleh Camat maka jual beli yang mereka lakukan
lebih sah lagi dalam arti bahwa Camat telah mengetahui bahwa kepemilikan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
tanah di wilayah kerjanya telah berganti antara penjual sebagai pemilik lama
dengan pembeli sebagai pemilik yang baru.
Dalam satu tahun di Kecamatan ini terdapat lebih kurang 200-250
transaksi peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan Surat Pernyataan
Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi dengan biaya pembuatan
surat tersebut berkisar antara Rp.1.000.000 sampai dengan Rp.1.500.000 dan
dapat disiapkan satu hari sampai tujuh hari setelah penandatanganan surat
tersebut.
Begitu banyaknya transaksi peralihan hak atas tanah yang berlangsung
pada Kecamatan ini tidak ada sekalipun pembeli meminta kepada Camat
untuk melanjutkan peralihan tersebut segera didaftarkan pada Kantor
Pertanahan Medan untuk memperoleh Sertipikat, sehingga dapat dipastikan
peranan Camat dalam pendaftaran hak tidak ada.60
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Camat Medan Johor
untuk menerbitkan atau membuat Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan
Tanah Dengan Ganti Rugi, antara lain:
a. Surat tanah tidak ada (sama sekali belum pernah ada)
b. Surat tanah hilang.
c. Biaya
d. Tanah tersebut dalam sengketa.
60 Hasil wawancara dengan Pulungan Harahap, Camat Medan Johor, pada tanggal 04 Juni 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Jual beli atau peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat tidak
pernah dibuat oleh Lurah yang bersangkutan namun Kantor Lurah hanya
meneruskan keinginan dari masyarakat yang datang ke kantor tersebut untuk
membuat jual beli atau peralihan hak tersebut ke Kantor Camat61, sedangkan
yang dibuat berkaitan dengan jual beli atau pengalihan hak tersebut di Kantor
Lurah adalah Surat Pernyataan/ Pengakuan Pemilik Tanah, Berita Acara
Pengukuran Tanah, Keterangan Situasi Tanah, Surat Keterangan dan Surat
Jaminan serta Surat Pernyataan Ahli Waris (jika pemilik telah meninggal
dunia) yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah, kemudian surat tersebut
dikirim ke Kantor Kecamatan Medan Johor, bahkan terkadang jika para pihak
ingin cepat menyelesaikan jual beli atau peralihan hak atas tanah yang belum
bersertipikat itu blanko Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah
Dengan Ganti Rugi itu ditandatangani di Kantor Kelurahan yang memang
telah dipersiapkan dan diambil dari Kantor Camat Medan Johor.
Berdasarkan penelitian dan data yang diperoleh dalam 1 (satu) tahun
di Kelurahan ini terdapat 80-110 kasus yang datang ke Kantor Lurah untuk
dibuatkan transaksi peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan Surat
Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi dengan biaya
pembuatan surat tersebut sama dengan yang diterapkan di Kantor Camat
berkisar antara Rp.1.000.000 sampai dengan Rp.1.500.000 dan surat
61 Hasil wawancara dengan Sukmawati, Sekretaris Lurah Kelurahan Gedung Johor, pada tanggal 08 Juni 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
peralihan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 1 hari sampai 7 hari setelah
penandatanganan surat tersebut.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Lurah Gedung Johor
dalam menerbitkan surat-surat yang berkaitan dengan Surat Pernyataan
Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh Camat
adalah:
a. Tidak sesuai surat sebagai alas hak atas tanah dengan ukuran tanah di
lapangan.
b. Batas-batas dengan jiran tetangga yang tidak jelas sehingga dapat
menimbulkan sengketa.
c. Biaya.
2. Akta Peralihan Hak Atas Tanah yang dibuat Notaris
Akta yang dibuat Notaris memberikan kepastian hukum bagi para
pihak yang membuatnya, karena Undang-undang yang memberikan
wewenang kepada Notaris untuk membuat suatu akta otentik yang fungsinya
sebagai alat bukti di Pengadilan jika dikemudian hari terjadi sengketa diantara
para pihak yang membuat akta itu.
Akta yang dibuat oleh Notaris atau dibuat dihadapan Notaris
merupakan suatu alat bukti, sehingga dalam membuat suatu akta seorang
Notaris harus memperhatikan norma-norma selain kode etik dan ketentuan
perundang-undangan lainnya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Akta adalah tulisan yang ditandatangani oleh para pihak yang
berkepentingan yang bertujuan menjadi alat bukti.62
Ditinjau dari cara pembuatannya akta dibedakan atas 2 (dua) bagian
yakni akta otentik dan akta di bawah tangan.
Akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang diisyaratkan dan dibuat oleh pejabat-pejabat (ambtenaren)yang berwenang yang menurut atau berdasar pada Undang-undang dibebani untuk menyatakan apa yang telah disaksikan (waarneming) atau dilakukannya, sedang akta dibawah tangan adalah semua akta yang bukan akta otentik.63
Pengertian akta otentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata adalah suatu akta yang dalam bentuk ditentukan oleh
Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Dari perumusan ini dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) jenis akta
otentik, yaitu:
a. Akta yang diperbuat oleh (door een) Notaris. Akta seperti ini bisaanya diberi nama “akta relaas” atau “Acara”, yangtermasuk jenis akta ini antara lain akta berita berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas, akta berita acara rapat direksi perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventaris harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian. Akta ini merupakan keterangan atau kesaksian dari Notaris tentang apa yang dilihat, atau apa yang disaksikannya terhadap perbuatan yang dilakukan orang lain.
b. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan van een) Notaris.
62 M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notaris, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997, hlm. 3 63 Trimoelja. D. Doerjadi, Beberapa Permasalahan Tentang Akta Notaris/PPAT, yang disampaikan pada acara Temu Ilmiah dan Pembinaan Serta Pembekalan Anggota Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Garden Palace Hotel, Surabaya tanggal 14 Juli 2003
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Akta ini dinamakan akta pihak-pihak (partij-akte). Isi akta ini ialah catatan Notaris yang bersifat otentik mengenai keterangan-keterangan dari pada penghadap yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta bersangkutan. Golongan akta ini termasuk akta jual beli, sewa menyewa, perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit dan sebagainya.64
Pasal 1 ayat (7 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun
2007 (UUJN) menyebutkan bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang
dibuat atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam Undang-undang. Mengenai bentuk-bentuk Akta dalam Undang-undang
Jabatan Notaris diatur dalam pasal, antara lain yaitu:
Pasal 42, menyebutkan sebagai berikut:
1) Akta Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan.
2) Ruang dan sela kosong digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3) Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam akta, penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan angka.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi surat kuasa yang belum menyebutkan nama penerima kuasa.
Pasal 43, menyebutkan sebagai berikut:
1) Akta dibuat dalam bahasa Indonesia. 2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta Notaris wajib menterjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
3) Apabila Notaris tidak dapat menterjemah atau menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penterjemah resmi.
64 M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notaris, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997, hlm. 3
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
4) Akta dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang Undang-undang tidak menentukan lain.
5) Dalam hal akta dibuat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4), Notaris wajib menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 44, menyebutkan sebagai berikut:
1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan Notaris, kecuali ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tandatangan dalam akta dengan menyebutkan alasannya.
2) Alasan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta.
3) Alasan sebagaiman yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, saksi, Notaris dan penterjemah resmi.
4) Pembacaan, penterjemahan atau penjelasan dan penandatanganan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
3. Kewenangan Notaris Membuat Akta Peralihan Hak
Mengalihkan hak atas tanah haruslah dilakukan dihadapan Notaris
atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Untuk akta-akta tanah, sebenarnya
kewenangan khusus dari PPAT karena untuk membuat akta otentik dalam
perjanjian peralihan hak atas tanah dimaksudkan adalah:
a. Memindahkan hak atas tanah;
b. Memberikan sesuatu hak baru atas tanah;
c. Menggadaikan tanah;
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
d. Meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.65
Dalam kenyataannya perjanjian peralihan hak atas tanah seperti yang
disebutkan di atas dapat dilaksanakan dihadapan Notaris. Terhadap tanah-
tanah yang besertipikat jual beli atau pengalihan hak atas tanah berikut segala
sesuatu yang berada di atas tanah tersebut harus dilaksanakan dihadapan
PPAT tetapi ada kalanya kewajiban PPAT ini atas permintaan para
pihak/penghadap dibuat dengan akta Notaris.
Bentuk akta dalam peralihan hak yang dibuat oleh PPAT adalah akta
yang berbentuk baku yaitu yang mempergunakan formulir baku yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, sehingga setiap deeds of conveyance (setiap
peralihan hak ataupun pengikatan sebagai jaminan dengan hak tanggungan)
haruslah menggunakan formulir baku tersebut. Sedangkan dalam bentuk akta
Notaris diatur berdasarkan UUJN.
Dalam perbuatan hukum jual beli/peralihan hak atas tanah yang
bersertipikat haruslah dibuat dengan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah tetapi jika ada syarat ataupun sebab lain sehingga
peralihan/pemindahan hak atas tanah tersebut kurang memenuhi persyaratan
pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sedangkan perbuatan
hukum jual beli tanah dan atau berikut bangunan tetap dilakukan oleh penjual
65 Effendi Perangin-angin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hlm. 34
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dan pembeli, maka Notaris haruslah membuat akta Perikatan Jual Beli
dengan akta Notaris.66
Seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat menolak untuk membuat
akta jual beli atas tanah yang bersertipikat Hak Milik dengan alasan, antara
lain:
a. Sertipikat belum cek bersih di Kantor Pertanahan b. Pajak Penghasilan (PPh) belum dibayar oleh penjual c. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) belum
dibayar oleh pembeli d. Sertipikat masih terdaftar atas nama pewaris e. Sertipikat masih ada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) belum
di Roya f. Sertipikat induk belum dipecah, pembeli hanya membeli sebagian g. Pembeli orang asing, sertipikat tersebut harus ditanggalkan hak
miliknya h. Pembeli adalah Perseroan Terbatas sehingga sertipikat tersebut harus
diturunkan hak miliknya menjadi Hak Guna Bangunan i. Sertipikat (atas tanah dimaksud) berada di luar wilayah kerja Pejabat
Pembuat Akta Tanah tersebut. j. Pembeli tidak menginginkan Sertipikat atas namanya karena ingin
menjual kembali dengan kapling-kapling, dengan memakai Surat Kuasa Menjual.67 Kewenangan seorang Notaris dapat melakukan pembuatan akta
peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat, antara lain adalah:
a. Berdasarkan Pasal 1 UUJN
Menurut pasal ini, bahwa Notaris adalah Pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, hal ini mengandung pengertian bahwa Notaris mempunyai kewenangan khusus untuk
66 Hasil wawancara dengan Darwin Zainuddin, SH, SpN, Notaris Kota Medan, pada tanggal 10 Juni 2009
67 Chairani Bustami, Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dengan Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan 2001, hlm.47.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan-tindakan, perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan. Akta otentik ini harus dibuat berdasarkan apa yang dikehendadki oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan oleh Undang-undang harus dinyatakan dalam suatu akta.
b. Berkaitan dengan hal tersebut Pasal 16 ayat (1) UUJN menyebutkan
bahwa Notaris berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang terutama
membuat akta-akta yang diperlukan oleh yang berkepentingan, Notaris
dibenarkan untuk menolaknya apabila ada alasan-alasan yang kuat.
c. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN yang mengatur wewenang
Notaris untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah.
d. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
e. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
bahwa bangsa Indonesia bukanlah tempatnya bertindak sebagai pemilik
tanah, lebih tepat jika Negara sebagai organisasi kekuasaan dari rakyat
bertindak selaku badan penguasa. Kekuasaan negara yang dimaksudkan
adalah mengenai semua bumi, air, ruang angkasa. Jadi walaupun sudah
dimiliki haknya oleh seseorang maupun tidak, kekuasaan Negara
mengenai hak yang sudah dipunyai dengan suatu hak dibatasi oleh isi dari
hak tersebut artinya sampai seberapa jauh Negara memberikan kekuatan
kepada yang memilikinya untuk menggunakan haknya, sampai disitulah
kekuasaan Negara. Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas
dan penuh. Berpedoman pada tujuan yang disebutkan, Negara dapat
memberikan tanah yang sedemikian itu kepada seseorang ataupun badan
hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.
f. Berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Sebelum berlakunya UUPA dikenal lembaga hukum jual beli tanah, ada
yang diatur dalam KUH Perdata yang tertulis dan ada yang diatur hukum
adat yang tidak tertulis. Menurut ketentuan pasal ini yang disebut dengan
jual beli adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah
disebut penjual menyerahkan tanah kepada pihak lain yang disebut
pembeli.
Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan
apapun atas hak atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu ketentuan
hukum mengenai jual beli tanah tersebut bukan merupakan hukum tanah,
melainkan ketentuan perdata, tegasnya hukum perjanjian Barat. Tidak ada
bedanya dengan jual beli benda-benda bukan tanah, biasanya jual beli
dilakukan dihadapan Notaris.
Hak atas tanah baru berpindah kepada pembeli jika penjual telah
menyerahkan secara yuridis kepadanya dalam rangka memenuhi kewajiban
hukumnya (Pasal 1459 KUH Perdata). Menurut Pasal 616 dan 620 KUH
Perdata penyerahan harus dilakukan dengan membuat akta dan wajib
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
didaftarkan pada pejabat yang disebut penyimpan hipotik. Dengan selesainya
dilakukan pendaftaran tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah
kepada pembeli.
Pasal 1888 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan
bahwa kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada aktanya asli.
Dengan demikian mengacu kepada pasal ini kekuatan pembuktian dari akta
Notaris terletak dalam minuta aktanya. Menurut Pasal 16 UUJN, minuta asli
akta itu tetap disimpan oleh Notaris dan tidak akan diberikan kepada siapapun
kecuali Undang-undang menyatakan lain.
Mengenai akta Pelepasan Hak Atas Tanah yang dibuat dengan akta
Notaris mempunyai akibat hukum yang sah terhadap akta yang telah
dibuatnya. Jika Pemilik tanah yang baru hendak mendaftarkan haknya
dikemudian hari maka akta ini dapat diterima Kantor Pertanahan sebagai alas
hak yang sah atas tanah yang belum bersertipikat tersebut.
Sebelum membuat akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi seorang
Notaris haruslah memeriksa keabsahan dan kelengkapan alas hak maupun
surat-surat yang berhubungan dengan pembuktian kepemilikan tanah tersebut
sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai syarat untuk membuat suatu akta.
Mengenai kebenaran isi dari surat-surat yang diperiksa Notaris tidak
dapat mengujinya secara materil dengan eksistensi keberadaan tanah yang
bersangkutan, dengan kata lain Notaris tidak pergi ketempat dimana letak
tanah itu berada ataupun untuk melihat batas-batas tanah sebagaimana yang
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dimaksudkan dalam surat-surat tersebut. Notaris cukup melihat bukti-bukti
yang diberikan kepadanya berdasarkan surat-surat tersebut.
Untuk menghindari bahwa atas tanah yang belum bersertipikat
tersebut memang benar kepunyaan penjual dan tidak dalam keadaan sengketa
maka sebelum akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi dibuat untuk
ditandatangani para pihak maka Notaris selalu meminta dibuatkan Surat
Keterangan Tidak Silang Sengketa (biasa juga disebut SS) yang diterbitkan
oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat bersangkutan dimana tanah itu berada,
surat ini isinya menerangkan bahwa di atas tanah yang akan dijual tersebut
tidak bersengketa dengan pihak manapun juga.
Mengenai berlakunya Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa dapat
dijelaskan bahwa pengeluaran atau penerbitan Surat Keterangan Tidak Silang
Sengketa atas tanah tidak ada dasar hukumnya, surat tersebut bersifat
keterangan mengenai keadaan fisik tanah di lapangan yang diketahui oleh
Lurah maupun Camat, namun demikian surat ini juga sering menjadi bukti
kepemilikan tambahan oleh pemilik tanah.68
Kegunaan dari Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa antara lain:
a. Untuk menunjukkan itikad baik bahwa benar objek hak atas tanah yang
hendak dijual tidak dalam keadaan sengketa.
68 Hasil wawancara dengan Pulungan Harahap, Camat Medan Johor, pada tanggal 04 Juni 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
b. Itikad baik dari pembeli terhadap penjual bahwa pembeli percaya atau
membenarkan Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa tersebut
diterbitkan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat merupakan suatu
kebenaran terhadap keadaan tanah yang hendak dijual.
c. Melindungi Notaris dalam menjalankan tugasnya menjaga kebenaran
akan bukti-bukti yang diperlukan dalam perjanjian peralihan hak atas
tanah tersebut.
Hal ini merupakan salah satu perbedaan dalam hal pelaksanaan
pembuatan akta Peralihan Hak Atas Tanah yang dibuat di Kantor Notaris
dengan Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi
yang dibuat oleh Camat.
Pada saat para pihak datang menghadap kepada Notaris hendaklah
memenuhi syarat-syarat yang diperlukan antara lain:
a. Tanda Pengenal (KTP) suami/isteri atau identitas para pihak
b. Surat Kuasa (bagi mereka yang dikuasakan penjual dengan akta Notaris
ataupun yang dilegalisasi dan bagi pembeli diperbolehkan dengan kuasa
lisan)
c. Asli Tanda bukti hak atas tanah (alas hak atas tanah)
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT
PBB) Tahun berjalan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Syarat-syarat ini kemudian diserahkan kepada Notaris untuk
selanjutnya diteliti guna pembuatan akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi.
Selain dari syarat-syarat yang disebutkan di atas Surat Keterangan Tidak
Silang Sengketa juga diperlukan dan merupakan suatu kewajiban bagi
pembuatan akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi, jika tidak ada Surat
Keterangan Tidak Silang Sengketa maka tidak akan dibuat akta tersebut tetapi
cukup dilegalisasi tanda tangan saja,69 sebagaimana yang dimaksudkan dalam
pasal 15 ayat (2) a Undang-undang Jabatan Notaris.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Daftar Akta yang diperbuat pada
kantor Notaris Roosmidar, SH, SpN jumlah akta Pelepasan Hak Dengan Ganti
Rugi 1 selama (satu) tahun jumlahnya mencapai 40 sampai dengan 50 akta,
termasuk Surat Peralihan Hak Atas Tanah yang yang dilegalisasi tanda
tangan, judul akta yang digunakan adalah Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi.
Pada umumnya masyarakat (pembeli) yang membuat akta Pelepasan
Hak Dengan Ganti Rugi di kantor Notaris tidak melanjutkan untuk melakukan
pendaftaran hak (membuat sertipikat), kecuali hanya bagi mereka yang
mempunyai kepentingan tertentu diantaranya untuk meminjam uang pada
bank untuk dijadikan agunan yang melanjutkan pendaftaran haknya setelah
melakukan pelepasan hak tersebut dengan bantuan Notaris.70
69 Hasil wawancara dengan Roosmidar, SH, SpN, Notaris Kota Medan, pada tanggal 01 Juni 2009 70 Hasil wawancara dengan Erna Waty Lubis, SH, SpN, Notaris Kota Medan, pada tanggal 31 Mei 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Berdasarkan data yang diperoleh sehubungan dengan peralihan hak
atas tanah dapat diketahui ada satu perbuatan hukum peralihan hak atas tanah
yang belum bersertipikat yang dilakukan seseorang (pembeli) dengan cara
membeli sebidang tanah dengan atau tanpa bangunan namun demikian pada
saat mendaftarkan haknya tetap atas nama pemilik tanah yang lama (penjual)
pada Kantor Pertanahan Kota Medan, walaupun segala hak dan kewajiban
atas peralihan hak atas tanah tersebut telah dipenuhi kedua belah pihak yang
artinya sejak akta Pelepasan Hak Dengan Ganti tersebut ditandatangani kedua
belah pihak maka segala keuntungan dan kerugian yang diperoleh akibat
peralihan hak tersebut menjadi tanggung jawab pembeli. Namun demikian ia
tetap mendaftarkan tanah tersebut atas nama pihak pertama sehingga sertipikat
yang dimohonkan pendaftarannya tersebut terbit atas nama penjual. Segala
hak dan kewenangan pembeli terhadap tanah tersebut setelah sertipikat itu
diterbitkan adalah berdasarkan Surat Kuasa yang penandatanganannya dibuat
bersamaan dengan akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi. Isi dari Surat
Kuasa ini memuat antara lain, untuk memohonkan sertipikat, menerima
sertipikat setelah selesai diproses, melakukan pemecahan sertipikat pada
Kantor Pertanahan, untuk menjual kepada pihak-pihak lain, menandatangani
akta jual beli dan menerima uang hasil penjualan, hal ini bisaanya dilakukan
oleh seseorang yang mempunyai usaha properti atau jual beli rumah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Daftar Akta yang diperbuat pada
kantor Notaris Erna Waty Lubis, SH, SpN, jumlah Akta Pelepasan Hak
Dengan Ganti Rugi 1 (satu) tahun sebanyak lebih kurang 20 sampai dengan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
30 akta, termasuk Surat Peralihan Hak Atas Tanah di bawah tangan yang
dilegalisasi oleh Notaris. Judul akta yang digunakan adalah Pelepasan Hak
Atas Tanah Dengan Ganti Rugi, jika obyek yang diperjual belikan tersebut
sebidang tanah kosong, tetapi jika terdapat bangunan diatasnya maka judul
aktanya adalah Jual Beli Dan Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Daftar Akta yang diperbuat pada
kantor Notaris Darwin Zainuddin,, SpN, jumlah Akta Pelepasan Hak Dengan
Ganti Rugi 1 (satu) tahun sebanyak 5 sampai dengan 10 akta dan tidak ada
Surat Peralihan Hak Atas Tanah dibawah tangan yang dilegalisasi oleh
Notaris. Judul akta yang digunakan adalah Penglepasan Hak Dengan Ganti
Rugi Serta Pemberian Kuasa.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB IV
PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT SERTA KENDALA-KENDALA YANG UMUMNYA DIHADAPI MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH PADA
KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
A. Pelaksananaan PendaftaranTanah
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Jawatan Pendaftaran Tanah menurut
ketentuan Peraturan Pemerintah, sebagaimana diketahui bahwa semula Jawatan
Pendaftaran tanah adalah bernaung di bawah Departemen Kehakiman, dengan
dibentuknya Departemen Agraria maka Jawatan Pendaftaran tanah digabungkan
kepada Departemen Agraria yang merupakan instansi tersendiri.
Setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 dengan
dibentuknya Badan Pertanahan Nasional (BPN) maka yang berhubungan dengan hak-
hak atas tanah merupakan wewenang dari Badan Pertanahan Nasional tersebut, untuk
Daerah Tingkat I (Kanwil BPN) dan untuk Daerah Tingkat II adalah Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan
Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Ketentuan ini merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk mengatur dan
menyelenggarakan pendaftaran tanah, hal ini merupakan jaminana adanya kepastian
hukum bagi pemegang hak, tentang kepastian hukum ini diatur oleh Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) dan Peraturan Pelaksanaannya.
Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang hendak mendapatkan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
70
sertipikat hak atas tanah harus melalui tahap-tahap tertentu dan harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang ditentukan.
Pendaftaran tanah pada masa mendatang merupakan aksi yang penting dalam
pengadministrasian tanah, demi untuk mengamankan hak-hak seseorang atas tanah
dan demi terwujudnya penatagunaan tanah serta administrasi pertanahan yang akurat
dan terjamin, sudah barang tentu negara akan melaksanakan tugas tersebut untuk
kepentingan warganya dan kepentingan negara itu sendiri.
Kegiatan pendaftaran yang diatur dalam Pasal 11 PP Nomor 24 Tahun 1997,
meliputi dua kegiatan yaitu pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan
data pendaftaran tanah.
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali, yaitu pendaftaran yang dilekatkan
terhadap obyek pendaftaran tanah (tanah negara dan bukti hak lama) yang belum
didaftar berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali sebagaimana yang
dimaksudkan dalam Pasal 12 ayat (1 )PP Nomor 24 Tahun 1997 meliputi:
1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2. Pembuktian hak dan pembukuannya;
3. Penerbitan sertipikat;
4. Penyajian data fisik dan data yuridis;
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan pendaftaran
data pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis. Dengan kata
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
lain, pendaftaran baru karena adanya perubahan yang terjadi dikemudian hari, baik
mengenai tanahnya (pemisahan dan penggabungan serta hapusnya dan
pembebanannya), hak maupun subyek haknya karena tujuan pendaftaran tanah untuk
menjamin kepastian hukum atas tanah.
Pasal 65 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan bahwa
berdasarkan Berita Acara Pengesahan data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 64 ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penegasan Hak Hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 60 ayat (2) dan alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak terakhir.
2. Pengakuan Hak Hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan pengakuan fisiknya selama 20 (dua puluh) tahun sebagimana dimaksud dalam Pasal 61 oleh Ketua Panitia Ajudikasi diakui sebagai hak milik.
3. Pemberian Hak
Menurut Pasal 4 Undang-undang Pokok Agraria yang selanjutnya dirinci dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria, kepada perorangan atau badan hukum dapat diberikan berbagai hak atas tanah. Meskipun tidak secara tegas diatur, akan tetapi wewenang untuk memberikan hak-hak atas tanah seperti tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria adalah Negara Republik Indonesia cq Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Pasal 66 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997, menyebutkan:
1. Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Ketua Panitia Ajudikasi mengusulkan secara Kolektif kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat pemberian hak atas tanah-tanah Negara termasuk tanah Negara yang menjadi obyek landreform.
2. Dalam pendaftaran tanah secara sisitematik Kepala Kantor Pertanahan diberi wewenang untuk menetapkan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Menurut ketentuan pasal 12 ayat (2) PP Nomor 24 1997, kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi yaitu:
1. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya;
Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik hal ini
diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997.
Pendaftaran tanah secara sistematik (massal) diselenggarakan atas prakarsa
pemerintah berdasarkan rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan
di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan.
Pendaftaran tanah secara sporadik (massal atau individu) dilaksanakan atas
permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak-pihak yang berhak atas obyek
pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Untuk melaksanakan pendaftaran secara sistematik maka sesuai dengan Pasal
15 PP Nomor 24 Tahun 1997, bahwa kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dimulai dengan pembuatan peta dasar
pendaftaran. Peta dasar adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-
unsur geografis, seperti sungai, jalan bangunan dan batas fisik bidang tanah. Untuk
keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan pemeliharaan dasar
teknik Nasional disetiap Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara
sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) diusahakan peta dasar pendaftaran
untuk keperluan pendaftaran secara sporadik (Pasal 15 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun
1997). Dalam kegiatan dan pengumpulan dan pengolahan data fisik hal yang
dilangsungkan menurut Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah bidang-
bidang tanah yang akan dipetakan diukur setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya
dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas pada disetiap sudut bidang
tanah yang bersangkutan yang melakukan pengukuran dan pemetaan dalam proses
pendaftaran secara sistematik adalah Panitia Ajudikasi .
Hak yang akan didaftarkan adalah hak baru dan hak lama, dimana pembuktian
hak baru ini menurut Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 dibuktikan dengan
penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang
bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dari tanah negara atau tanah pengelolaan. Pembuktian menurut Pasal 24 ayat (1) dan
(2) PP Nomor 24 Tahun 1997, adalah:
1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak-hak tersebut berupa alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggapcukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak lain yang membebaninya.
2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana pada ayat (1), pembukuan hak dapatdilakukan berdasarkan kenyataan penguasaab fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka
oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/ kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang hendak
mendapatkan sertipikat hak atas tanah harus melalui tahapan-tahapan tertentu dan
harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan, semua persyaratan-
persyaratan ini sangat diperlukan guna mendapatkan penjelasan tentang:
1. Orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah (kepastian
mengenai subyek haknya);
2. Letak, batas-batas, luas, dibebani hak tanggungan hak lain atau tidak berada
dalam sengketa atau tidak dan sebagainya (kepastian mengenai obyek haknya).
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Permohonan hak yang diterima oleh Kantor Pertanahan diproses antara lain
dengan penelitian kelapangan oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau Panitia
B), kemudian apabila telah memenuhi syarat maka sesuai kewenangannya dan
diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. Pemohon mendaftarkan
haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang
pemasukan ke kas negara dan atau Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) jika dinyatakan dalam Surat Keputusan tersebut. yang diperlukan untuk
pendaftaran surat keputusan pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti
hak adalah:
1. Surat Permohonan Pendaftaran;
2. Surat Pengantar Surat Keputusan Pemberiah Hak;
3. Bukti Pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila diisyaratkan identitas
pemohon.
Tanah-tanah yang belum pernah didaftarkan, sekaligus diperlengkapi dengan
pendaftarannya dan sebagai bukti diberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah
(SKPT) sebagai kelengkapan dari persyaratan-persyaratan. Kegiatan selanjutnya
dilakukan oleh aparat Seksi Pendaftaran Tanah. Kegiatan-kegiatan itu meliputi
pengukuran, pemetaan dan pendaftaran haknya.
Untuk keperluan penyelenggaraan tata usaha pendaftaran tanah tersebut
dipergunakan 4 (empat) macam daftar, yaitu:
1. Daftar tanah;
2. Daftar buku tanah;
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
3. Daftar surat ukur;
4. Daftar nama.
Kegiatan pengukuran, pemetaan dan lain sebagainya untuk permohonan yang
diisyaratkan harus diumumkan terlebih dahulu hanya akan dilakukan bila tenggang
waktu pengumuman itu telah berakhir dan tidak ada keberatan dari pihak lain. Pasal
26 PP Nomor 24 Tahun 1997, mengatakan bahwa:
1. Pengumuman ditempatkan di Kantor Kepala Desa/Kelurahan dan Kantor Kecamatan selama 1 (satu) bulan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 2 (dua) bulan dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan pada yang berkepentingan mengajukan keberatan. Pengumumannya dilakukan melalui media masa.
2. Hasil pengumuman tersebut akan dituangkan dalam suatu berita acara, dimana berita acara tersebut menjadi dasar untuk: a. Pembukuan atas tanah, hal ini berdasarkan alat bukti yang dimaksud
dalam Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997. b. Pengakuan hak atas tanah, yaitu dalam hal penguasaan fisik bidang
tanah selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut. c. Pemberian hak atas tanah, yaitu tanah tersebut adalah tanah Negara
misalnya Surat Keterangan Camat. Tanah-tanah yang akan diukur dan dipetakan harus diberi tanda batas, sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961. Penetapan batas-
batas tanah itu dilakukan atas dasar persesuaian pendapat antara para pemilik tanah
yang berbatasan (system contradictoire delimite). Oleh sebab itu selain pemilik tanah,
perlu hadir pula pemilik tanah yang berbatasan, dengan demikian dapat dihindari
adanya salah letak terhadap tanda batas tersebut.
Pengukuran tanah dilakukan dengan sistem kadasteral dan dilakukan oleh
juru ukur, hasil pengukuran ini kemudian dipetakan kemudian dibuat surat ukurnya
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dan surat ukur tersebut harus sesuai dengan peta pendaftaran tanahnya. Surat ukur
tersebut diberi tanggal dan nomor urut menurut tahun pembuatannya.
Bidang tanah yang telah diberi tanda batas, diukur dan dipetakan dan
ditetapkan subyek haknya, kemudian haknya dibukukan dalam daftar buku tanah dari
Kelurahan yang bersangkutan, daftar buku tanah terdiri atas kumpulan buku tanah
yang dijilid. Satu buku tanah hanya dipergunakan untuk mendaftar satu hak atas
tanah.Tiap-tiap hak atas tanah yang sudah dibukukan diberi nomor urut macam
haknya. Semua hak-hak atas tanah telah dibukukan dibuatkan salinan dari buku tanah
yang bersangkutan. Salinan buku tanah itu dan surat ukurnya kemudian dijahit
menjadi satu dengan diberi kertas sampul yang bentuknya telah ditentukan oleh
Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria.
B. Sistem Pendaftaran Tanah
Dengan terlaksananya pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah
diharapkan seseorang lebih merasa aman tidak ada gangguan atas hak yang dipunyai.
Jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah adalah sangat
digantungkan kepada sistem apakah yang dianut dalam melaksanakan pendaftaran
atau pendaftaran hak atas tanah.
Menurut Bachtiar Effendie, sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak
Negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah, yaitu:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Sistem Torrens Adapun sertipikat tanah menurut sistem Torrens ini merupakan alat bukti pemegangan hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa diganggu gugat. Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin kecuali jika memperoleh sertipikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan ataupun dengan cara pemalsuan.
2. Sistem Positif Suatu sertipikat tanah yang telah diberikan itu adalah sebagai suatu tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah. Ciri pokok sistem positif ini ialah bahwa pendaftaran tanah adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah adalah tidakdapat dibantah kendatipun ia ternyata bukanlah pemilik yang berhak atas tanah tersebut.
3. Sistem Negatif Segala apa yang tercantum di dalam sertipikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan yang sebaliknya (tidak benar) di muka sidang pengadilan. Ciri pokok sistem negatif ini adalah bahwa pendaftaran tanah tidaklah menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat untuk dibantah jika nama yang terdaftar bukanlah pemiliknya.71
Pengertian negatif disini adalah bahwa adanya keterangan-keterangan yang
ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan sedangkan
pengertian positif adalah bahwa adanya peranan aktif dari petugas pelaksana
pendaftaran tanah dalam hal penelitian terhadap hak-hak atas tanah yang didaftar
tersebut.
Menurut pendapat Mariam Darus Badrulzaman, dalam buku Bachtiar
Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya
bahwa:
Sistem yang dianut di Indonesia adalam sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif. Hal ini terlihat dengan adanya perlindungan hukum kepada pemilik sebenarnya (sistem negatif) sedangkan sisitem positifnya terlihat
71 Bachtiar Effendi, Op.Cit, hlm. 35
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dengan adanya campur tangan dari pemerintah dimana Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Seksi Pendaftaran Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan suatu hak atas tanah.72 Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa Mariam Darus Badrulzaman,
berpendapat bahwa bahwa sistem yang dianut Undang-undang Pokok Agraria adalah
sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif.
Sedangkan Boedi Harsono dalam buku Bachtiar Effendie Pendaftaran Tanah
di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya mengatakan “bahwasannya
sistem yang dipakai Undang-undang Pokok Agraria adalah sistem negatif bertendens
positif. Pendaftaran tanah di negara kita menurut Pasal 19 ayat (1) bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum tetapi bukan maksudnya akan mempergunakan apa yang
disebut sistem positif.73
Dengan demikian dapat disimpulkan Pasal 19 ayat (2) huruf (c) bahwa surat
tanda bukti hak yang akan dikeluarkan berlaku sebagai pembuktian yang kuat. Ayat
tersebut tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat
pembuktian yang mutlak.
Menurut Abdurrahman, dalam buku Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di
Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya bahwa, beliau lebih cenderung
kepada pendapat Mariam Darus Badrulzaman, yang telah menyatakan bahwa:
“Sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sistem campuran antara sistem positif dengan sistem negatif, dimana dalam
72 Ibid, hlm. 36 73 Ibid, hlm. 22
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
sistem yang demikian segala kekurangan yang ada pada sistem negatif dan positif sudah tertutup”.74
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pendapat para sarjana tersebut
bahwa sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh Undang-undang pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sistem campuran sistem
positif dan sistem negatif.
Sedangkan pendapat Sunaryati Hartono dalam buku Bachtiar Effendie,
Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya menyatakan
bahwa:
“Sudah saatnya kita berpegang pada sistem positif yang menjadikan sertipikat tanah satu-satunya alat bukti untuk membuktikan hak milik atas tanah dengan perngertian bahwa apabila dapat dibuktikan bahwa sertpikat itu palsu atau dipalsukan atau diperoleh dengan jalan yang tidak syah (karena paksaan atau pungutan liar atau uang sogok misalnya) maka tentu saja sertipikat itu dianggap tidak syah sehingga menjai batal dengan sendirinya (van rechts wegenietig).”75 Berdasarkan uraian di atas sangat jelas sekali bahwa pendapat ini
menunjukkan bahwa sistem pendaftaran tanah adalah memakai sistem positif.
Sedangkan A.P. Parlindungan berpendapat bahwa sistem yang dianut
Undang-undang Pokok Agraria adalah:
Sistem Torrens karena sistem ini selain sederhana, efisien dan “murah” dan selalu dilihat diteliti pada akta penjabatnya siapa-siapa yang bertanda tangan dan pada sertipikat hak atas tanahnya setiap mutasi diketahui dan oleh karena pada sertipikat tanah jika terjadi mutasi maka nama yang sebelumnya dicoret
74 Ibid, hlm. 36 75 Ibid, hlm. 38
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dengan tinta halus sehingga masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru disertai dengan dasar hukumnya.76 Sistem ini dapat diidentifikasi dari:
1. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya pendaftaran tanah itu agar negara dapat membuktikan hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar sistem Torrens dimaksud dimana manakala seseorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena Undang-undang maupun hal lain harus mengajukan permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan atas namanya.
2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang berifat sporadis. Penelitian ini dikenal dengan examiner of title. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengenal ini dengan nama Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dan Panitia B untuk Hak Guna Usaha).77
Sedangkan menurut Suardi dalam buku Muhammad Yamin Lubis dan Abdul
Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah mengatakan:
“Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat berkesimpulan: 1. Tanah yang hendak didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk
memberikan haknya; 2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan; 3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atau Panitia
pemeriksaan tanah untuk dapat diberikan haknyasesuai yang dimohonkan pemilik tanah;
4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak ada yang bersengketa lagi dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya;
76 AP Parlindungan, Komentar Atas dst. Tahun 1993, hlm. 115 77 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis., Op.Cit, hlm. 114
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
5. Indikator ini berarti atau bermakna mendukung asas publisitas dan asas spesialitas dari pelaksanaan pendaftarn tanah yang dilakukan di Indonesia.78
Keberadaan sistem pendaftaran model Torrens, persis apa yang disebutkan
atas permohonan seseorang untuk memperoleh hak milik sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 22 Undang-undang Pokok Agraria:
1. Terjadinya hak milik menurut hak adat diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Selain menurut cara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi: a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. b. Ketentuan Undang-undang.
Dengan kata lain setiap akan terjadinya hak milik (diproses pendaftaran untuk
hak miliknya) harus melalui penetapan pemerintah, agar permohonan dapat disetujui
untuk dikeluarkan bukti haknya setelah diajukan seseorang kekantor pertanahan
setempat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang dianut oleh Undang-undang Pokok Agraria sekarang ini sebagaimana yang dikatakan oleh Bachtiar Effendie yaitu ”telah tiba saatnya untuk meninggalkan sistem yang dianut Undang-undang Pokok Agraria sekarang ini, karena dengan sistem positif sertipikat tanah merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah dengan demikian demikian dihindari tumpang tindihnya sertipikat tanah sehingga apa yang diharapkan suatu kepastian hukum dalam pemegangan hak atas tanah akan dapat terlaksana”.79
Hal ini dapat kita lihat dari Penjelasan Umum dari Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mana antara lain menyatakan
78 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, op.cit, hal. 207 79 Bachtiar Effendi, Ibid. 36
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
bahwa pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak
mengakibatkan seseorang yang sebenarnya berhak untuk atas tanah itu akan
dihilangkan haknya, orang tersebut masih dapat menggugat orang yang berhak. Jadi
pendaftaran yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah mutlak maka sistem
pendaftaran kita adalah sistem negatif yang bertendensi positif.
Berdasarkan uraian di atas diharapkan bagaimanapun sistem yang dianut
dalam pendaftaran tanah yang paling penting disamping selain berfungsi untuk
melindungi pemilik, juga mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa
haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya,80 sehingga akhirnya
tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun dapat dicapai.
C. Subyek Pendaftaran Tanah
Subyek hak atas tanah merupakan orang perserorangan atau badan hukum
yang dapat memperoleh hak atas tanah, sehingga namanya dicantumkan dalam buku
tanah selaku pemegang sertipikat hak atas tanah yang mempunyai hak, kehendak dan
dapat melakukan perbuatan hukum untuk mengambil manfaat bagi kepentigan
dirinya, keluarganya, bangsa dan negara.
Orang perserorangan/pribadi selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang
yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing
80 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landrefrom di Indonesia dan Permasalahannya, Medan, FH USU Press 2000, hlm. 132
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
yang berdomisili di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak
kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.
Badan Hukum selaku subyek hak atas tanah antara lain badan usaha yang
didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia atau badan hukum
asing melalui penanaman modal asing di Indonesia, lembaga pemerintahan Indonesia,
lembaga perwakilan negara asing, lembaga perwakilan internasional, badan
keagamaan atau badan sosial lainnya.
Perhimpunan orang yang tergabung dalam badan hukum walau tidak berjiwa
seperti halnya manusia, namun mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan
hukum sehingga dipersamakan dengan orang yang selanjutnya oleh Undang-undang
diakui sebagai subyek hukum seperti badan hukum publik, badan hukum privat dan
badan hukum lainnya.
D. Obyek Pendaftaran Tanah
Obyek hak atas tanah merupakan bidang-bidang tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia yang dapat dipunyai dengan sesuatu kepemilikan hak atas tanah
oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Obyek hak ini merupakan sesuatu yang tidak mempunyai hak dan tidak
menjadi pihak dalam hukum namun semata-mata hanya diobyekkan bagi subyek hak.
Dalam hukum perdata yang menjadi obyek hak itu adalah benda, diantaranya
adalah benda tak bergerak yaitu tanah. Tanah yang dimaksud adalah daratan di
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
lapisan kulit bumi nusantara yang dapat dipunyai dengan sesuatu kepemilikan hak
atas tanah oleh perseorangan atau badan hukum.
Menurut ketentuan hukum perdata bahwa tanah selaku obyek bukan saja
dipandang sebagai benda (zaak) tak bergerak berujud yang dapat dilihat secara nyata,
juga dipandang terpisah sebagai benda tak bergerak dan tak berujud, sehingga jika
terjadi peralihan haknya harus diikuti dengan penyerahan haknya (levering), sesuai
ketentuan Pasal 612 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
mengatur tentang obyek Pendaftaran Tanah, yaitu:
1. Obyek Pendaftaran Tanah meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf; d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan; f. Tanah Negara.
2. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (f), pendaftarannya dilakukan dengan acara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.
E. Tata Cara Pendaftaran Tanah
Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan
bahwa Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, hal ini
berbeda dangan apa yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 bahwa penyelenggara pendaftaran tanah dilakukan oleh Jawatan Pendaftaran
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Tanah yaitu ketika masih berlaku merupakan suatu jawatan di Departemen
Kehakiman dan kemudian digabungkan pada Menteri Agraria dan teruslah jawatan
pendaftaran tanah tersebut mempunyai kantor tersendiri sebagai Kantor Pendaftaran
Tanah dan instansi atasannya adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pendaftaran
Tanah dan kemudian atasan lanjutannya adalah Jawatan Pendaftaran Tanah.
Persyaratan permohonan sertipikat hak atas tanah yang ditentukan dalam
Standar Prosedur Pengaturan dan Pelayanan (SPPP) di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional telah dibuat secara konstelasi hukum positif, terutama Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Peraturan Pelaksananya, baik diproses secara sistematik melalui Panitia
Ajudikasi ataupun Sporadik melalui pemilik tanah sendiri di Kantor Pertanahan.
Faktualnya, pada setiap pengajuan permohonan sertipikat kepemilikan hak
atas tanah di Kantor Pertanahan yang lebih dahulu diperiksa dan diteliti, yaitu
mengenai tiga persyaratan data:
1. Pemilik, sebagai subyek hak
2. Tanah, sebagai obyek hak
3. Surat, sebagai alas hak.
Untuk melengkapi pemeriksaan dan penelitian dengan tiga persyaratan data di
atas diperlukan dua persyaratan data pendukung, yakni:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Tujuan Penggunaan Hak
2. Cara Perolehan Hak.
Hal ini dilakukan guna mengurangi resiko terjadi kesalahan prosedur
penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Kota Medan.
Alas hak yang dijadikan dasar dalam penerbitan sertipikat kepemilikan hak
atas tanah di Kantor Pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai
alat pembuktian yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah, baik
secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi
Permohonan Hak untuk pertama kali terhadap alas hak sebagai alat bukti
tersebut dapat dijadikan dasar untuk penerbitan sertipikat pada Kantor Pertanahan
sebagai :
1. Penegasan Hak Atas Tanah
Penegasan hak atas tanah merupakan Keputusan Badan Pertanahan Nasional,
yaitu mengenai penegasan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik adat,
ditegaskan untuk permohonan melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas
tanah di Kantor Pertanahan dengan pemenuhan persyaratan permohonan, sebagai
berikut:
a. Surat Permohonan;
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri pemohon;
c. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri penerima kuasa disertai
dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan;
d. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan;
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
e. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, yaitu:
1) Surat bukti hak milik yang terbit berdasarkan peraturan swapraja
2) Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA Nomor 9/1959
3) Surat keputusan pemberian hak dari pejabat yang berwenang baik
sebelum atau pun sejak berlakunya Undang-undang Pokok Agraria yang
tidak disertai dengan kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,
tetapi telah dipenuhi semua kewajiban didalamnya;
4) Petuk pajak bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kiktir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961
5) Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang
dialihkan;
6) Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai dengan alas hak yang dialihkan;
7) Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang
dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1997 dengan disertai alas hak wakafnya;
8) Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang berwenang yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
9) Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh pemerintah daerah atau;
10) Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang
dialihkan;
11) Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ketentuan-Ketentuan Konversi
Undang-undang Pokok Agraria;
12) Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan diberlakukannnya
Undang-undang Pokok Agraria.
Sehubungan dengan penegasan hak atas tanah tersebut di atas maka
prosedurnya pemohon mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat (Pertanahan Medan) melalui loket penerimaan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Setiap fotocopy yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
b. Setelah surat keputusan penegasan hak atas tanah diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan, maka dimohonkan penerbitan sertipikat hak atas tanahnya tanpa
pembayaran BPHTB dan uang pemasukan kepada negara.
Dasar hukum dari persyaratan perolehan sertipikat hak atas tanah melalui
prosedural perolehan penegasan hak atas tanah, yaitu:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002.
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997.
e. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1900 Tanggal
31 Juli 2003.
2. Pengakuan Hak Atas Tanah
Pengakuan hak atas tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional,
yaitu sehubungan dengan pengakuan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik
adat yang diakuai melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah di Kantor
Pertanahan, dengan pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
a. Surat Permohonan;
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri pemohon;
c. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri penerima kuasa disertai
dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan;
d. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan;
e. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli disertai dengan:
1) Surat pernyataan pengakuan fisik bidang tanah secara terus menerus
selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh
kepala desa.lurah, dan
2) Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang disaksikan oleh 2 orang
saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat.
Sehubungan dengan persyaratan permohonan pengakuan hak atas tanah tersebut
di atas yang disampaikan oleh pemohon kepada kepala Kantor Pertanahan
setempat (Pertanahan Kota Medan) melalui loket penerimaan dengan persyaratan
sebagai berikut:
a. Setiap fotocopy yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
b. Setelah surat keputusan pengakuan hak atas tanahnya diterbitkan oleh
Kantor Pertanahan, maka dimohonkan penerbitan sertipikat hak atas
tanahnya tanpa pembayaran BPHTB dan uang Pemasukan kepada negara.
Dasar hukum dari persyaratan perolehan sertipikat hak atas tanah melalui
prosedural perolehan pengakuan hak atas tanah, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002.
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997.
e. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1900 Tanggal
31 Juli 2003.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
3. Pemberian Hak Atas Tanah
Pemberian hak atas tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional,
yaitu sehubungan dengan pemberian hak atas tanah kepada pemohon yang berasal
dari tanah negara melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah di Kantor
Pertanahan, dengan pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
a. Surat Permohonan;
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri pemohon;
c. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri penerima kuasa disertai
dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan;
d. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan;
e. Surat pernyataan tanda batas telah dipasang;
f. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, atau
g. Apabila tidak ada bukti lainnya maka dibuat surat pernyataan pengakuan
fisik tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun
atau alih beralih) dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi
dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dan didukung oleh Surat Keterangan
Kepala Desa/Lurah yang didukung oleh Surat Keterangan Kepala
Desa/Lurah yang disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya
dibenarkan oleh tetua masyarakat setempat.
Sehubungan dengan persyaratan permohonan tersebut di atas yang
disampaikan oleh pemohon kepada kepala Kantor Pertanahan setempat
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
(Pertanahan Kota Medan) melalui loket penerimaan dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. Setiap fotocopy yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
b. Setelah surat keputusan pemberian hak atas tanahnya diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan, maka permohonan dilengkapi dengan bukti:
1) Pembayaran pajak BPHTB terutang;
2) Pembayaran uang Pemasukan kepada negara yang terutang (khusus bagi
Pegawai Negeri Sipil dikenakan uang pemasukan sebesar 50% dari yang
seharusnya dan bagi pensiunan Pegawai Negeri Sipil dikenakan 10% dari
yang seharusnya, dengan melampirkan bukti fotocopy Surat Keputusan
terakhir.
Dasar hukum dari persyaratan perolehan sertipikat hak atas tanah melalui
prosedural perolehan pemberian hak atas tanah, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002.
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997.
e. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan nasional Nomor 600-1900 Tanggal
31 Juli 2003.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Kegunaan dari alat bukti ini berdasarkan ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata bahwa alat bukti hak dapat digunakan untuk:
a. Mendalilkan kepunyaan suatu hak;
b. Meneguhkan kepunyaan hak sendiri;
c. Membantah kepunyaan hak orang lain;
d. Menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum.
Dengan demikian, pembuktian hak atas tanah merupakan proses yang dapat
digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaan, meneguhkan kepunyaan,
membantah kepunyaan atau untuk menunjukan kepunyaan atas suatu pemilikan hak
atas tanah dalam suatu perbuatan hukum tertentu.
Mengenai ketentuan pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak
pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Syarat-syarat dan Tata cara permohonan serta pemberian hak milik
sebagaimana yang disebutkan dalam Bab II (Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah
Secara Individual atau Kolektif), Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional adalah sebagai berikut:
Pasal 8 ayat (1) Hak milik dapat diberikan kepada:
a. Warga Negara Indonesia b. Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: 1) Bank Pemerintah;
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
2) Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Ayat (2) : Pemberian Hak Milik untuk badan hukum sebagimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya
Pasal 9 ayat (1)
Permohonan hak milik atas tanah negara diajukan secara tertulis. Ayat (2), permohonan hak milik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/ suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungan
b. Apabila badan hukum: nama tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik,
kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan tanggal dan nomornya);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Rencana penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara);
3. Lain-lain: a. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang
dimiliki oleh pemohon, termasuk tanah-tanah yang dimohon; b. Keterangan lain yang dianggap perlu.
Pasal 10
Permohonan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilampiri dengan: 1. Mengenai pemohon:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
a. Jika perorangan: fotocopy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia.
b. Jika badan hukum: fotocopy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Mengenai tanahnya: a. Data yuridis: sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti
pelepasan hak b. Dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang dibeli dari
Pemerintah; akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan lainnya;
c. Data fisik; surat ukur gambar situasi dan IMB, apabila ada; d. Surat lain yang dianggap perlu. e. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status
tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon sesuai contoh lampiran 3.
Kemudian setelah ketentuan mengenai alas hak atas tanah maka selanjutnya
diatur juga tata cara pemberian atau penetapan dari hak atas tanah tersebut sesuai
dengan konstitusi dan makna negara hukum yang menginginkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan kebisaaan dan tindakan pejabat dalam menjalankan tugasnya harus
didasarkan pada hukum yang berlaku.
Tata cara pemberian ataupun penetapan hak tersebut termasuk dalam kategori
aturan formalitas yang harus dijalankan dan dilaksanakan oleh pejabat terkait maupun
pihak-pihak yang berkepentingan dengan obyek tanah yang akan didaftarkan atau
disertipikatkan.
Tata Cara Pemberian Hak Milik: Pasal 11
Permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diajukan kepada menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Pasal 12 Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan: 1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik. 2. Mencatat dalam formulir isian sesuai contoh Lampiran 4 3. Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian
contoh 4. Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai contoh lampiran 6
Pasal 13 Ayat (1) :
Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelapangan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan hak milik atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2) :
Dalam hal surat tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.
Ayat (3) :
Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada: a. Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk
memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar dan tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah (konstatering rapport), sesuai contoh lampiran 7.
b. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam Berita Acara, sesuai contoh lampiran S; atau
c. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan hak selain yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan huruf (b), yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah sesuai contoh lampiran 9.
Ayat (4) :
Dalam hal data fisik dan data yuridis belum lengkap Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Ayat (5) Dalam hal keputusan pemberian hak milik telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohonkan atau keputusan penolakan disertai dengan alas an penolakannya.
Ayat (6)
Dalam hal keputusan pemberian hak milik tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah, disertai pendapat dan pertimbangannya, sesuai contoh lampiran 10.
Pasal 14 Ayat (1)
Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), Kepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala Bidang Hak-hak Atas Tanah untuk: a. Mencatat dalam formulir isian sesuai contoh lampiran 11 b. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik dan
apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor Pertanahan bersangkutan untuk melengkapinya.
Ayat (2)
Kepala Kantor Wilayah meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon beserta pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan sebagimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) Dalam hal keputusan pemberian hak milik telah dilimpahkan Kepala Kantor Wilayah sebagiman dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alas an penolakannya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Ayat (4) Dalam hal keputusan pemberian hak milik tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah menyampaikan berkas permohonan dimaksud kepada Menteri disertai pendapat dan pertimbangannya, sesuai contoh lampiran 12.
Pasal 15 Ayat (1) :
Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Menteri memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk: a. Mencatat dalam formulir isian sesuai contoh lampiran 13. b. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan
apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor Wilayah yang bersangkutan untuk melengkapinya.
Ayat (2) :
Menteri meneliti, kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon dengan memperhatikan pendapat pertimbangan Kepala Kantor Wilayah sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan tersebut atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) :
Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Menteri menerbitkan keputusan pemberian Hak Milik atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan yang disertai dengan alas an penolakannya.
Pasal 16
Keputusan pemberian Hak Milik atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.
Pasal 76 ayat (2)
Pemberian hak secara umum sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (1) merupakan pemberian hak atas sebidang tanah yang memenuhi kriteria tertentu kepada penerima hak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Pasal 78 Permohonan hak milik atas tanah untuk rumah tempat tinggal diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerahnya meliputi letak tanah yang bersangkutan, permohonan hak milik ini sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 79 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, memuat: a. Keterangan mengenai pemohon: nama, tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal dan keterangan mengenai bidang tanah yang dipunyai. b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:
sertipikat, letak, batas-batas dan luasnya (sebutkan tanggal dan nomor surat ukurnya)
c. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon.
Setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang
dimiliki oleh pemohon (subyek hak), maka pemerintah sebagai pemangku Hak
Menguasai Negara yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan
hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya
memformalkan hubungan hukum tersebut dengan memberikan hak-hak atas tanah
yang dibuktikan dengan keputusan penerbitan haknya (sertipikat).
F. Kendala-kendala yang menghambat pendaftaran tanah
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak atas bidang tanah tersebut. Oleh sebab itu setiap bidang tanah yang
dimiliki wajib dilakukan pendaftaran tanah, baik melalui sporadik maupun sistematik.
Permasalahan status hak atas tanah secara umum adalah:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Potensi sengketa dan konflik pertanahan menjadi tinggi akibat aturan hukum pertanahan belum sepenuhnya memberi kepastian hukum.
2. Jumlah bidang tanah yang bersertipikat masih rendah. 3. Lemahnya kepastian hukum menyebabkan hak-hak masyarakat menjadi
kurang terlindungi, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin 4. Kurangnya sumber daya manusia dari segi kualitas dan kuantitas 5. Masih timpangnya struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah.81 Pendaftaran tanah adalah program dan tugas pokok dari Badan Pertanahan
Nasional (BPN), yaitu untuk melaksanakan dan memberikan landasan hukum bidang
pertanahan untuk terwujudnya suatu tata kehidupan bagi masyarakat dimana tanah di
samping mempunyai fungsi sosial namun juga berfungsi atau memberikan nilai
ekonomis bagi pemilik hak atas tanah dan mempunyai nilai jaminan bagi pemegang
hak.
Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang oleh perorangan
atau kelompok ataupun suatu lembaga atas suatu bidang tanah oleh pejabat yang
berwenang dan mengeluarkan surat bukti hak.
Secara yuridis pendaftaran tanah telah dijamin di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria yang
menyatakan demi kepastian hukum tanah harus didaftarkan. Hukum menghendaki
kepastian. Kepastian dibutuhkan untuk menghilangkan keragu-raguan. Hukum
pertanahan Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa pemegang hak milik
atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Namun pendaftaran tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya. 81 Hasil wawancara dengan Emri Rangkuti, SH, MkN, Kepala Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota Medan, pada tanggal 20 Mei 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Terhadap hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat sekarang ini dengan
suatu bukti kepemilikan ada sifatnya yang tertulis dan ada juga yang tidak dilengkapi
dengan suatu bukti (alas hak) yang jelas, hal ini disebabkan tanah yang ada yang
dikuasai pemiliknya berasal dari pembukaan tanah pada zaman dahulu secara
bersama-sama oleh suatu kelompok masyarakat yang tentunya dapat menyebabkan
peluangnya terjadi sengketa semakin besar.
Berlakunya peraturan tentang pendaftaran tanah sehingga peraturan tersebut
dapat berfungsi denngan baik, salah satu faktor adalah dilihat dari kelembagaan dan
aparat pelaksana. Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria telah disebutkan bahwa
pendaftaran tanah merupakan kewajiban bersama antara merintah dengan masyarakat
sebagai pemegang hak atas tanah dan memenuhi Pasal 5 dan Pasal 6 PP Nomor 24
Tahun 1997.
Dalam melakukan pendaftaran tersebut ada kalanya timbul kendala-kendala
dan permasalahan, baik yang dihadapi pemerintah (BPN) ataupun masyarakat (yang
mempunyai hak atas tanah).
Unsur-unsur yang menjadi kendala di luar ketentuan Undang-undang
mungkin baik itu kendala dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, yaitu
terbatasnya tenaga pelaksana, sarana, biaya dan kurangnya penyuluhan yang
diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat kurang berminat dan kurang
mengerti arti dan pentingnya sertipikat itu, mungkin juga karena biaya pengurusan
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
yang terlalu mahal atau proses pengurusan pendaftaran tanah terlalu lama dan
berbelit.
Selain dari hal-hal yang disebut di atas, keadaan obyektif bidang-bidang tanah
yang luas dan tersebar di wilayah yang luas dan sebagian besar pula penguasaannya
tidak pula didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat
dipercaya kebenarannya juga menjadi sebab terjadinya kendala dalam terwujudnya
pendaftaran tanah dari segi kualitas maupun kwantitas telah mengupayakan beberapa
cara dan strategi dalam pelaksanaan dan percepatan pendaftaran tanah dengan
berbagai bentuk kerja lembaga pertanahan seperti PRONA, Program Ajudikasi,
Konsolidasi tanah serta Program sertifikasi massal swadaya lainnya seperti
LARASITA (Layanan Masyarakat Untuk Sertipikat Tanah) pada saat ini.
Program LARASITA yang sedang dilaksanakan pelayanannya saat ini di
Kantor Pertanahan Medan sifatnya sangat membantu masyarakat namun demikian
masih banyak juga kendala yang dihadapi, antara lain:
1. Masyarakat tidak di tempat. 2. Masyarakat tidak memahami fungsi dan makna sertipikat. 3. SPPT PBB tidak siap dan belum didistribusikan dari Kantor Pelayanan
Pajak setempat. 4. Nilai Jual Obyek Pajak terlalu tinggi.82 Berdasarkan hasil penelitian dan data-data yang diperoleh maka dapat
diketahui mengapa terjadi kendala-kendala untuk mendaftarkan hak atas tanah yaitu:
1. Pada Kantor Pertanahan Kota Medan
82 Hasil wawancara dengan Emri Rangkuti, SH, MkN, Kepala Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota Medan, pada tanggal 20 Mei 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
d. Sumber daya manusia kurang mencukupi.
e. Peralatan kurang memadai.
f. Sistem pemetaan kurang baik.83
2. Pada masyarakat umum.
a. Alas hak yang ada kurang lengkap.
b. Tanda batas tidak dipasang.
c. Terjadinya sengketa (konflik) tanah.
d. Dibutuhkan biaya yang relatif besar, diantaranya untuk membayar Uang
Pemasukan Negara dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.
e. Jenuh dengan prosedur yang panjang dan berbelit-belit.
f. Beranggapan bahwa alas hak yang mereka pegang sekarang mempunyai
kekuatan yang sama dengan sertipikat sehingga untuk mensertipikatkan
tanahnya hanyalah pekerjaan yang sia-sia saja dengan kata lain tingkat
pengetahuan terhadap pentingnya pendaftaran tanah (sertipikat) masih
relatif rendah.
Jika saja aktivitas kinerja pembuatan sertipikat dilakukan dengan program
sederhana, biaya murah dan waktu yang relatif singkat benar-benar dapat
dilaksanakan maka hal ini membantu pemerintah dalam mewujudkan Catur Tertib
Pertanahan yang telah dicanangkan dan sudah saatnya bagi masyarakat yang masih
83 Hasil wawancara dengan Syafruddin Chandra, SH, SpN, MkN, Staf Kantor Pertanahan Kota Medan, pada tanggal 20 Mei 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
ingin meningkatkan pengetahuannya terhadap sertipikat pemerintah harus berperan
aktif berada di posisi terdepan untuk memberikan pengetahuan akan arti dan manfaat
sertipikat tersebut.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan data yang diperoleh tentang Peralihan Hak Atas
Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran
Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat masih terjadi ketidakseragaman
yang dilaksanakan sebagian masyarakat di Kecamatan Medan Johor, ada yang
bertransaksi dengan kwitansi saja, ada yang melaksanakan transaksi dan membuat
surat pelepasan haknya di kantor Lurah, ada yang di kantor Camat dan ada juga
yang melaksanakannya di Kantor Notaris. Hal ini disebabkan beberapa faktor
yaitu ketidaktahuan, kebiasaan, biaya dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah
mengenai ketidakseragaman bentuk perolehan haknya.
2. Berbagai bentuk surat peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat seperti
surat dibawah tangan (surat ini tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan
pendaftaran hak atas tanah pada kantor pertanahan Medan ataupun pada pihak
ketiga), surat dibawahtangan yang dilegalisasi Notaris, Akta Pelepasan Hak
Dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris dan Surat Pernyataan
Penguasaan Pelepasan Tanah Dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh Camat (dapat
dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran hak pada kantor pertanahan Medan)
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009 107
bertujuan untuk mengalihkan hak atau memindahkan hak dan kewajiban atas
tanah dari penjual kepada pembeli.
3. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar dan untuk terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah Republik Indonesia
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya disebabkan sumber daya manusia,
peralatan kurang memadai dan sistem pemetaan yang kurang baik pada kantor
pertanahan Medan serta alas hak yang kurang lengkap, tanda batas tidak dipasang,
terjadinya sengketa (konflik) tanah, biaya yang relatif besar, prosedur yang
berbelit-belit dan beranggapan bahwa alas hak yang dipunyai mempunyai
kekuatan yang sama dengan sertipikat menurut masyarakat, sehingga dengan
demikian azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka (pasal 2 PP
No.24 Tahun 1997) belum dapat diterapkan sepenuhnya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
2. Saran
Memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka
dapat dirumuskan beberapa saran sebagai masukan kepada semua pihak terkait
dengan penelitian tesis ini, yaitu:
1. Agar instansi-instansi yang terkait melaksanakan sosialiasi hukum agar
masyarakat memahami tentang pentingnya peralihan hak atas tanah dilakukan
dihadapan pejabat yang berwenang bukan menurut kebiasaan ataupun dengan
menggunakan kwitansi, sehingga dasar pengajuan pendaftaran hak/ permohonan
hak ataupun sebagai dasar untuk mengalihkannya kepada pihak lain khususnya
terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat tidak menimbulkan konsekuensi
yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri di kemudian hari.
2. Diharapkan kepada Camat dan Notaris agar meneliti alas hak secara seksama dan
bertindak professional dalam membuat surat atau akta peralihan hak atas tanah
yang belum bersertipikat agar legalitas surat/akta tersebut dapat dipertanggung
jawabkan serta untuk mencegah terjadinya sengketa.
3. Penyuluhan Hukum bersifat terpadu yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan Kota Medan secara bersama-sama
dengan pihak Kecamatan, Kelurahan ataupun pihak-pihak lain yang terkait perlu
digiatkan dan dilaksanakan agar masyarakat mengetahui dan memahami
pentingnya sertipikat dan segera mendaftarkan sertipikatnya.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Adiwinata, Saleh, Pengertian Hukum Adat Menurut UUPA, Alumni, Bandung, 1976 Al Rasyid, Harun, Sekilas tentang Jual beli Tanah Berikut Peraturan-peraturannya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987 Atmosudirjo, S.Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994 Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1981 _______________________, Aneka Hukum Bisnis, Aneka, Bandung, 1981 _______________________, Bab-bab Tentang Hipotek, Alumni, Bandung, 1980 Chulaemi, Achmad, Hukum Agraria dan Perkembangan, Macam-macam Hak Atas
Tanah dan Pemindahannya, FH-UNDIP, Semarang, 1996 Dalimunthe, Chadidjah, Pelaksanaan Landrefrom di Indonesia dan
Permasalahannya, Medan, FH USU Press 2000 Doerjadi, Trimoelja. D., Beberapa Permasalahan Tentang Akta Notaris/PPAT, yang
disampaikan pada acara Temu Ilmiah dan Pembinaan Serta Pembekalan Anggota Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah IPPAT, Garden Palace Hotel, Surabaya tanggal 14 Juli 2003
Effendi, Bachtiar, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan
Pelaksanaannya, Bandung, Alumni, 1983 _______________, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan
Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993 Harahap, M.Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982 Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi, 2003.
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009 110
_____________, Beberapa Analisa Tentang Hukum Agraria, Bagian I, Esa Study Club, Jakarta
I.G.N. Sugangga, Pengantar Hukum Adat, Universitas Diponegoro, Semarang, 1994 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Edisi Ke-II, Cetakan ketiga, Jakarta, 1994 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, PT.Gramedia, Jakarta,
1986 Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994 Lubis, Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendafataran Tanah,
CV. Mandar Maju, Bandung, 2008 Mustafa, Bachsan Hukum Agraria Dalam Perspektif, Remaja Karya CV, Bandung,
1984 Parlindungan, AP., Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, Alumni, Bandung, 1973 _______________, H. Serba Serbi Hukum Agraria, Alumni, Bandung, 1984 _______________, Konversi Hak-hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, Mandar
Maju, Bandung, 1997 _______________, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999 Perangin-angin, Effendi, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut
Pandang Praktisi Hukum, CV.Rajawali, Jakarta, 1987 ___________________, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Press,
Jakarta, 1993 Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1985 Rasjidi dan Rasjidi Ira Thania, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,
2002 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wet Boek, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1996
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
_________, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 1979 Saleh, K.Wantjik, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977 Sembiring, M.U., Teknik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notaris,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997 _____________, Teknik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notaris,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997 Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang
Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993
Soemitro Ronny Hanitijo, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1984 ____________________, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1988 Soetiknyo, Imam, Proses Terjadinya UUPA, Penerbit Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1987 Thalib, Sajuti, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau,
Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1985 Wignjodipuro, Sorojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung,
MCML, XXXII, Jakarta, 1982 Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Kitab Undang-undang Hukum Perdata Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1974 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1999 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
Jurnal dan Laporan Chairani Bustami, Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dengan Akta Perikatan Jual
Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis Magister Kenotariatan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2001.