peran gender dalam pengambilan keputusan dan … · 9 sebaran contoh berdasarkan pembagian peran...
TRANSCRIPT
PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
PADA KELUARGA USIA PENSIUN
SRI WAHYUNI MUHSIN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Gender dalam
Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Sri Wahyuni Muhsin
NIM I24090087
ABSTRAK
SRI WAHYUNI MUHSIN. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan
Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun. Dibimbing oleh
HARTOYO dan NETI HERNAWATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan peran gender dalam
pengambilan keputusan dengan kesejahteraan subjektif pada keluarga usia
pensiun. Penelitian ini melibatkan 154 keluarga dengan suami atau istri yang sudah
pensiun dengan usia lebih atau sama dengan 56 tahun dan dipilih secara purposive.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner yang
dianalisis secara deskriptif, uji beda T-Test, dan uji korelasi Pearson. Lama
pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran
gender dalam pengambilan keputusan aktivitas pengelolaan keuangan. Jumlah
anggota keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam
pengambilan keputusan aktivitas manajemen usaha. Pendapatan keluarga
berhubungan signifikan dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hasil penelitian
juga menunjukkan peran gender dalam pengambilan keputusan pada aktivitas
manajemen usaha berhubungan negatif dengan kesejahteraan ekonomi keluarga.
Kata kunci : Keluarga pensiun, kesejahteraan subjektif, peran gender
ABSTRACT
SRI WAHYUNI MUHSIN. The Role of Gender on Decision Making and
Subjective Well-Being of Family at Retirement Age. Supervised by HARTOYO
and NETI HERNAWATI.
This study is aimed to analyze the relationship between gender roles in
decision-making with subjective well-being at retirement age family. This study
used cross sectional design and involved 154 families with retired husband or wives
aged over or 56 years old and selected purposively. Data were collected by interview
using questionnaire and was analyzed by descriptive, independent sample t-test, and
and Pearson correlation. Education attendance and family’s income were positively
significant associated with gender roles in financial management. Number of
family dependents were positively significant associated with gender roles in
bussiness management. Pearson correlation test results showed that family’s
income associated significantly with the economic well-being of the family. The
results also demonstrate the role of gender in bussiness management activity is
negatively related to the economic subjective well-being of retirement families.
Keywords: Retirement family, subjective well-being, gender roles
.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
PADA KELUARGA USIA PENSIUN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
SRI WAHYUNI MUHSIN
Judul Skripsi : Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan
Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun
Nama : Sri Wahyuni Muhsin
NIM : I24090087
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Pembimbing I
Neti Hernawati SP, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan
Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun”. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc dan Ibu Neti Hernawati SP,
M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Alfiasari SP, M.Si selaku
pembimbing akademik, Ibu Megawati Simanjuntak SP, M.Si dan Ibu Dr. Tin
Herawati SP, M.Si dan seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Muhsin
SP, Ibu Rosmina S.Pd, M.Si, Adikku tersayang Rahmat Fadhillah, terima kasih
atas kasih sayang, doa, nasihat, dan motivasi yang tidak pernah putus diberikan.
Tidak lupa terima kasih kepada teman seperjuangan penelitian, Halisa Rohayu,
Silvia Dewi S. A, Dyah Purnama Sari, dan Sri Sulastri, atas waktu, kebersamaan,
dan kerjasamanya. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman IKK 46, terutama Halisa, Woro dan Tiwi atas kebersamaan dan
persahabatan yang penuh warna dan juga keluarga besar IMTR khususnya IMTR
46. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada ayadun (Radhi
Fadhillah S.Pi) yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi untuk
menyelesaikan laporan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semuanya
dengan kebaikan.
Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dari hati yang paling
dalam. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak orang.
Bogor, Februari 2014
Sri Wahyuni Muhsin
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PENELITIAN 5
METODE PENELITIAN 6
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 7
Teknik Pengambilan Contoh 7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8
Pengolahan dan Analisis Data 9
Definisi Operasional 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Karakteristik Contoh dan Keluarga 11
Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan 11
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Peran Gender
dalam Pengambilan Keputusan 15
Kesejahteraan Subjektif Keluarga 16
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Kesejahteraan
Subjektif Keluarga 19
Hubungan antara Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dengan
Kesejahteraan Subjektif Keluarga 21
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 30
RIWAYAT HIDUP 34
DAFTAR TABEL
1 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik contoh dan
keluarga berdasarkan riwayat pekerjaan 11
2 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan 12
3 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan 12
4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
domestik dan riwayat pekerjaan 13
5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
domestik dan riwayat pekerjaan 13
6 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
sosial dan riwayat pekerjaan 14
7 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
sosial dan riwayat pekerjaan 14
8 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
manajemen usaha dan riwayat pekerjaan 15
9 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
manajemen usaha dan riwayat pekerjaan 15
10 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan peran
gender dalam pengambilan keputusan 16
11 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan ekonomi dan riwayat
pekerjaan 17
12 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan fisik dan riwayat pekerjaan 17
13 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan psikologis dan riwayat
pekerjaan 18
14 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan sosial dan riwayat pekerjaan 19
15 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif total dan riwayat
pekerjaan 19
16 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan
kesejahteraan subjektif keluarga 20
17 Hasil uji korelasi peran gender dalam pengambilan keputusan dan
kesejahteraan subjektif keluarga 21
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran hubungan peran gender dalam pengambilan
keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun 6 2 Teknik pengambilan contoh 8
DAFTAR LAMPIRAN
1. Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan
kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan 30
2. Pengkategorian variabel penelitian 33
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia mengalami kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang
berusia 60 tahun ke atas karena usia harapan hidup yang semakin memanjang,
yaitu bisa mencapai usia 77 tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah lansia di
Indonesia yang meningkat secara signifikan berdasarkan hasil sensus penduduk
pada tahun 2010. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa
jumlah penduduk lansia di Indonesia adalah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar
7.93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14.44 juta jiwa (BPS 2010). Secara umum,
usia lanjut dini dibatasi oleh rentang usia antara 60-70 tahun, dimana pada masa
tersebut ditandai oleh berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental
(Hurlock 1980). Saat memasuki usia lanjut, lansia juga dihadapkan pada berbagai
tantangan baru seperti pensiun, kehilangan pasangan, tinggal jauh dari anak-anak
maupun cucu, dan penurunan fungsi fisik.
Selain dalam hal perubahan fisik, masa pensiun memang salah satu
masalah yang dihadapi oleh lansia, dimana masa pensiun merupakan akhir pola
hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru sehingga pensiun selalu
menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan
secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu (Schwartz 1974). Pensiun
akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama
bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina
dengan rekan kerja, dan menghilangkan identitas seseorang yang sudah melekat
begitu lama. Sehingga masa pensiun ini sering menimbulkan masalah psikologis
baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap
menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya
timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan
tertentu. Pendapat ini dipertegas oleh Havighurst (1961) bahwa salah satu tugas-
tugas perkembangan pada masa tua adalah menyesuaikan diri dengan masa
pensiun dan berkurangnya penghasilan sehingga individu yang telah memasuki
masa pensiun harus dapat menyesuaikan diri pada masa pensiunnya dengan baik.
Berdasarkan data BPS (2010) terlihat bahwa jumlah angkatan kerja di
Propinsi Jawa Barat meningkat 4.10 persen sehingga akan berdampak pada
peningkatan jumlah individu yang akan mengalami masa pensiun. Semakin tua
seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu
produktivitas kerja pun akan menurun. Seiring dengan masa pensiun diharapkan
individu akan mempunyai waktu yang lebih banyak sehingga untuk melakukan
pembagian peran didalam keluarga dapat dilakukan secara bersama-sama.
Seperti halnya menurut Duvall (1971) yang menyebutkan bahwa tahapan
keluarga usia lanjut, tugas perkembangannya adalah mempertahankan
pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan dengan pendapatan yang
menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan keluarga antar generasi, dan
meneruskan untuk memahami eksistensi mereka.
Persepsi peran gender dalam keluarga mempengaruhi pola pembagian
peran dalam keluarga. Perbedaan bentukan budaya antara laki-laki dan wanita
pada keluarga mengakibatkan perbedaan peran dalam keluarga (Zhang et. al
2
1998; Okawa et. al 1988) sehingga mengakibatkan perbedaan tanggung jawab
dalam kegiatan-kegiatan keluarga yang meliputi kegiatan di sektor domestik dan
publik (kegiatan ekonomi dan sosial). Peran gender yang dilakukan keluarga
dapat bertujuan untuk mendistribusikan dan menjaga keseimbangan dalam sistem
keluarga (Puspitawati 2012). Begitu pula dengan keluarga pada tahap dewasa
madya menuju dewasa akhir yang mengalami masa pensiun, yang harus tetap
bertahan dan berbagi peran di dalam keluarga. Seperti hasil penelitian
Supriyantini (2002) yang menunjukkan bahwa suami-istri yang ikut terlibat
berperan dalam urusan rumah tangga akan lebih mampu mengatasi konflik-
konflik yang terjadi dalam urusan rumah tangga tanpa merugikan salah satu
pihak dan mengurangi adanya stres pada pasangan karier ganda akibat
menumpuknya tugas-tugas dalam rumah tangga. Begitu juga pada penelitian
Saleha (2003) yang menunjukkan bahwa peran yang dilakukan pada sektor
domestik dilakukan secara bersama-sama. Pentingnya peran suami pada kegiatan
rumah tangga akan membantu menyelamatkan istri dari kelebihan peran dalam
keluarga sehingga istri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik
(Puspitawati 2008). Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh istri dominan
dalam aktivitas pengelolaan keuangan akan memberikan kepuasan tersendiri bagi
istri, tetapi bagi suami itu hal yang dianggap biasa. Ada perbedaan tingkat
kepuasan yang dirasakan antara laki-laki dan perempuan pada aktivitas
pengelolaan keuangan.
Berkurangnya penghasilan pada masa pensiun dan adanya perbedaan
antara PNS dan non PNS dari segi pendapatan yang diterima ketika masih
bekerja maupun setelah pensiun, juga dapat membuat seseorang merasa stres
bahkan frustasi dan kecewa karena takut kebutuhan-kebutuhannya tidak
terpenuhi. Perubahan pendapatan akan memengaruhi nilai dan tujuan yang akan
dicapai oleh sebuah keluarga sehingga kesejahteraan subjektif yang dirasakan
oleh PNS juga akan berbeda dengan non PNS. Kesejahteraan subjektif keluarga
PNS diduga akan lebih baik karena telah mengikuti dana pensiun wajib dari
pemerintah atau perusahaan dari tempatnya bekerja. Keamanan yang dirasakan
contoh PNS dalam hal keuangan juga berdampak pada kesejahteraan yang
dirasakan semakin meningkat.
Kesejahteraan merupakan aspek atau tujuan akhir yang diharapkan oleh
semua orang. Chen (2010) mendefinisikan bahwa kesejahteraan subjektif
merupakan kepuasan kehidupan secara keseluruhan. Perubahan peran baru dan
kombinasi peran juga memiliki efek yang berbeda pada kesejahteraan (Chen et.
al 2010). Kualitas hidup itu sendiri dipengaruhi oleh keadaan psikologis, mental,
sosial, dan ekonomi (Greendale et. al 2000; Osborne et. al 2003). Semakin baik
kondisi keuangan maka semakin besar kepuasan hidup (Gray et al 1992; Krause
1991). Liu dan Guo (2008) juga menyatakan bahwa status ekonomi dan masalah
keuangan dapat menyebabkan pembatasan dalam kemampuan seseorang untuk
mandiri dan memenuhi kebutuhan sehingga akan berdampak pada kesejahteraan.
Hasil penelitian Chen (2010) menyatakan usia, jenis kelamin, pendidikan, status
keuangan, status perkawinan, kesehatan fisik, self efficacy, kegiatan personal,
hubungan anggota keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan.
Hasil penelitian Islamia (2012) juga menunjukkan kesejahteraan dipengaruhi
oleh tekanan sosial, tipologi wilayah, usia, pendapatan, pendidikan, dan besar
keluarga. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini menjadi
3
penting untuk melihat hubungan peran gender dalam pengambilan keputusan dan
kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun.
Perumusan Masalah
Berdasarkan data BPS (2010) yang menyebutkan bahwa angkatan kerja
di Jawa Barat semakin meningkat sehingga menunjukkan bahwa semakin banyak
pula individu yang akan mengalami pensiun di usia yang telah ditentukan.
Kondisi individu yang memasuki masa pensiun berpeluang untuk menghadapi
kecemasan dan stres yaitu mereka akan memikirkan bagaimana kehidupan
mereka selanjutnya. Masa pensiun ini memiliki konsekuensi baik secara positif
maupun negatif. Secara positif pensiunan mengganggap bahwa masa pensiun
adalah masa yang menyenangkan yaitu terbebas dari beban dan stres pada semua
aktivitas kerja yang dirasakan. Konsekuensi negatifnya maka mereka yang
mengalami masa pensiun akan stres karena terputus dari dunia kerja, yang telah
memberikannya banyak kepuasan baik dari segi uang, jabatan, harga diri dan
sebagainya sehingga akan berdampak pada kesejahteraannya.
Permasalahan-permasalahan yang muncul akibat pensiun umumnya
disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi masa pensiun.
Ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi
kebutuhan–kebutuhan tertentu akibat pensiun. Perubahan yang diakibatkan oleh
masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri (Eliana 2003). Beberapa
permasalahan yang akan timbul ketika individu pada saat pensiun adalah dari
segi ekonomi, sosial, fisik dan psikologis. Begitu juga dengan peran baru yang
akan dijalankan dalam keluarga agar dapat menyeimbangkan sistem keluarga.
Baik suami maupun istri akan mengambil alih peran dari masing-masing.
Pembagian peran yang baik antara suami dan istri akan membuat keluarga
merasa sejahtera dan harmonis. Beberapa masalah yang juga dihadapi itu tekanan
utamanya adalah membuat sesuatu yang dapat menguntungkan dengan
memberikan pendapatan yang memadai setelah pensiun. Terjadinya perubahan
pendapatan juga akan memengaruhi nilai dan tujuan yang akan dicapai oleh
sebuah keluarga. Nilai dan tujuan tersebut akan menentukan tingkat kepuasan
dan tingkat kebahagiaan keluarga yang pada akhirnya menentukan tingkat
kesejahteraan keluarga. Hal-hal tersebut seperti memanfaatkan waktu senggang
yang begitu banyak dan bagaimana caranya untuk melibatkan diri dalam kegiatan
sosial masyarakat. Perubahan peran baru dan kombinasi peran juga memiliki
efek yang berbeda pada kesejahteraan (Chen et. al 2010).
Penelitian ini menduga bahwa pada keluarga PNS maupun non PNS
memiliki perbedaan dalam peran gender dalam pengambilan keputusan dan
kesejahteraan subjektif keluarga. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin
mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan bagaimana kesejahteraan subjektif
yang didapat serta pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan pada
seseorang di usia pensiun. Maka pertanyaan yang diajukan adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga PNS dan non PNS?
2. Bagaimana pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan
kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS?
4
3. Bagaimana hubungan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, peran
gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada
keluarga PNS dan non PNS?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Peran Gender
dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia
Pensiun.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik contoh dan karakteristik keluarga
PNS dan non PNS
2. Untuk menganalisis pembagian peran gender dalam pengambilan
keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS
3. Untuk menganalisis hubungan karakteristik contoh, karakteristik keluarga,
peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif
pada keluarga PNS dan non PNS
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti yaitu sarana
untuk mengembangkan diri dari ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan
serta dapat memberikan tambahan pengetahuan/referensi bagi peneliti sendiri
serta bagi penelitian selanjutnya terkait dengan peran gender dalam pengambilan
keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Bagi masyarakat,
khususnya keluarga pada usia pensiun penelitian ini bermanfaat untuk
memberikan gambaran mengenai pembagian peran gender dalam pengambilan
keputusan sehingga keluarga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Bagi
pemerintah, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang
pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan
subjektif pada keluarga dengan usia pensiun sehingga dapat dijadikan
pertimbangan dalam pengambilan suatu kebijakan pemerintah khususnya bidang
kesejahteraan keluarga usia pensiun.
5
KERANGKA PENELITIAN
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup penduduk, jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari
tahun ke tahun sehingga jumlah penduduk usia pensiun juga semakin meningkat.
Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja dan peningkatan usia harapan
hidup di Indonesia berdampak pada semakin meningkat pula jumlah pensiunan
(BPS 2010). Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat juga
sebagai wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk
mengembangkan potensi dan aspek sosial dan ekonomi. Keluarga juga
merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang dapat
mendukung atau membantu keluarga untuk mencapai tujuannya.
Penelitian ini dilandasi oleh teori struktural fungsional yang berlandaskan
empat konsep (sistem, struktur sosial, fungsi, dan keseimbangan). Teori ini
memandang tidak ada individu dan sistem yang berfungsi secara independen,
melainkan dipengaruhi dan pada gilirannya memengaruhi orang lain atau sistem
lain (Winton 1995), serta mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial,
yang merupakan sumber utama struktur masyarakat (Megawangi 1999).
Sementara itu, teori perkembangan memandang sistem keluarga akan
menghadapi proses perubahan (perkembangan) yang meliputi perubahan pola
interaksi dan hubungan antar anggota keluarga di sepanjang waktu (Duvall 1971).
Cara keluarga dalam menggunakan sumberdaya berbeda-beda, oleh
karena itu output yang dihasilkan oleh keluarga juga berbeda. Elemen keluarga
tersebut terdiri dari input, throughput dan output. Input (sumberdaya manusia
dan materi) yang digunakan untuk mencapai output (kesejahteraan subjektif),
sedangkan proses perubahan input menuju output disebut sebagai “throughput”
(peran gender dalam pengambilan keputusan). Dalam menghadapi masa pensiun,
keluarga akan mengalami masalah-masalah khususnya yang berkaitan dengan
keluarga baik dari segi emosi, ekonomi, sosial dan psikologi. Masa pensiun
dimana seseorang tidak lagi bekerja diduga akan memiliki waktu luang yang
lebih banyak sehingga pada pembagian peran gender dalam pengambilan
keputusan baik dari aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan
manajemen usaha dapat berhubungan dengan kesejahteraan subjektif keluarga.
Karakteristik contoh (usia, riwayat pekerjaan, dan pendidikan),
karakteristik keluarga (lama pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, dan
pendapatan keluarga) diduga berhubungan dengan peran gender dalam
pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh keluarga
usia pensiun. Pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dijadikan
sebagai salah satu proses yang mendukung kesejahteraan subjektif yang akan
dicapai. Kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan
yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain. Dengan demikian,
tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan akan menentukan tingkat
kesejahteraan subjektif keluarga.
Penelitian ini difokuskan pada peran gender dalam pengambilan
keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Pada penelitian ini
diduga terdapat hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga, peran gender
6
dalam pengambilan keputusan, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Bagan
kerangka pemikiran secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan peran gender dalam pengambilan
keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Karakteristik
keluarga
Jumlah tanggungan
Pendapatan keluarga
Lama Pernikahan
Karakteristik
Contoh
Usia
Pendidikan
Riwayat pekerjaan
Lingkungan
sosial
Keluarga
Masyarakat
Pemerintah
Peran Gender dalam
Pengambilan Keputusan
1. Aktivitas Pengelolaan
Keuangan
2. Aktivitas Domestik
3. Aktivitas Sosial
4. Aktivitas Manajemen
Usaha
Kesejahteraan Subjektif
1. Kesejahteraan Ekonomi
2. Kesejahteraan Fisik
3. Kesejahteraan Psikologis
4. Kesejahteraan Sosial
7
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian “payung” dengan tema “Manajemen
Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun dengan riwayat pekerjaan PNS dan non
PNS”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study,
yaitu pengukuran variabel-variabel penelitian pada satu waktu bersamaan dengan
objek yang berbeda. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Bogor Utara, Kota
Bogor (perumahan Bantarjati dan Indraprasta) dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor (perumahan Ciomas Permai dan Taman Pagelaran). Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
terdapat perumahan yang sudah lama ada sehingga diharapkan terdapat penduduk
usia pensiun yang memiliki latar belakang usia dan riwayat pekerjaan yang sesuai
dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan selama dua bulan
yaitu pada bulan April hingga Mei 2013.
Teknik Pengambilan Contoh
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “payung” dengan tema
“Manajemen Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun”. Penelitian payung tersebut ingin
mengungkap bagaimana perilaku manajemen sumberdaya keluarga yang terkait
dengan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahhteraan subjektif
keluarga, alokasi waktu dan pengeluaran, strategi nafkah dan dukungan sosial, dan
perencanaan keuangan hari tua pada masa lalu, yang kemudian akan dibedakan
berdasarkan tempat tinggal (kota dan kabupaten) dan riwayat pekerjaan (PNS dan
non PNS). Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang telah memasuki usia
pensiun (≥56 tahun) dan tinggal di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor yaitu di
empat perumahan yang telah ditentukan. Perumahan-perumahan yang dipilih
merupakan perumahan yang sudah lama ada dan diduga terdapat banyak penduduk
lanjut usia.
Contoh pada penelitian ini adalah 160 orang suami atau istri yang telah
memasuki usia pensiun (≥56 tahun), memiliki riwayat pekerjaan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan non PNS (pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN).
Contoh penelitian berjumlah 160 orang yang terdiri dari 80 orang usia pensiun PNS
dan 80 orang usia pensiun non PNS. Jumlah tersebut dipilih karena untuk memenuhi
kriteria minimal statistik N=30. Teknik penarikan contoh dilakukan secara purposive
sampling. Setelah proses cleaning, contoh yang dapat digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 154 (77 orang usia pensiun PNS dan 77 orang usia pensiun non PNS).
Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Gambar 2 Skema penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh langsung dengan melakukan wawancara kepada suami atau istri
yang berusia diatas atau sama dengan 56 tahun dan telah pensiun dari pekerjaan
utamanya. Data primer yang diperoleh dengan bantuan kuesioner meliputi
karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pembagian peran gender dalam
pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga. Data sekunder
yang diperoleh adalah data monografi dari Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor
dan Kelurahan Ciomas di Kabupaten Bogor. Data yang diambil dari kelurahan
tersebut adalah data jumlah keluarga yang termasuk usia pensiun.
Kuesioner berisi data tentang karakteristik contoh (usia, pendidikan,
riwayat pekerjaan) dan karakteristik keluarga (jumlah tanggungan keluarga,
pendapatan, dan lama pernikahan). Selain itu kuesioner juga berisi tentang peran
gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga.
Instrumen untuk mengukur peran gender dalam pengambilan keputusan diacu
dan dimodifikasi dari Irzalinda (2010) yang terdiri dari empat dimensi yaitu
aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha.
Instrumen ini terdiri dari 30 item pernyataan dengan nilai Cronbach’s α sebesar
0.899. Variabel peran gender dalam pengambilan keputusan diukur dengan
Provinsi Jawa
Barat
Kota Bogor Kabupaten
Bogor
Kec. Bogor
Utara Kec. Ciomas
Perumahan
Taman
Pagelaran
Perumahan
Ciomas
Permai
Perumahan
Indraprasta
Perumahan
Bantarjati
n = 40
keluarga
n = 40
keluarga
n = 40
keluarga
n = 40
keluarga
PNS
n
=20
Non
PNS
=20
PNS
n
=20
Non
PNS
=20
PNS
n
=20
PNS
n
=20
Non
PNS
=20
Non
PNS
=20
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
9
menggunakan skala likert dari 1-3 (istri sendiri/istri dominan, bersama, suami
sendiri/suami dominan).
Instrumen untuk mengukur kesejahteraan subjektif keluarga diacu dan
dimodifikasi dari Puspitawati (2012) dan material living standards yang
termasuk dalam key dimension of well being pada Commission on the
Measurement of Economic Performance and Social Progress. Instrumen
kesejahteraan subjektif diukur dengan empat dimensi yaitu ekonomi, fisik,
psikologis, dan sosial. Pernyataan mengenai material living standards mencakup
pernyataan mengenai pendapatan, konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Di
dalam instrumen ini terdapat 22 item pernyataan yang terdiri dari tujuh peryataan
mengenai dimensi ekonomi, lima pernyataan mengenai dimensi fisik, lima
pernyataan mengenai dimensi psikologis dan lima pernyataan mengenai dimensi
sosial. Nilai Cronbach’s α untuk instrumen ini adalah 0.865. Kesejahteraan
subjektif keluarga juga diukur dengan skala likert dari 1-5 (sangat tidak puas-
sangat puas).
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil wawancara, selanjutnya diolah melalui
proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007
dan SPSS for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif
dan inferensia. Analisis deskriptif meliputi rata-rata dan standar deviasi. Analisis
inferensia yang digunakan adalah uji beda Independent Samples T-Test dan uji
korelasi Pearson. Uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk melihat
perbedaan variabel penelitian antara keluarga usia pensiun PNS dan non PNS.
Sementara itu, uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan
antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, peran gender dalam
pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun PNS
dan non PNS.
Definisi Operasional
Keluarga usia pensiun adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta
anggota keluarga lainnya dengan suami dan atau istri termasuk ke dalam
usia pensiun yaitu dengan usia diatas atau sama dengan 56 tahun yang
berstatus telah pensiun.
Contoh adalah suami atau istri yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun)
dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, pegawai
swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN dari berbagai tingkat ekonomi.
Karakteristik contoh dan keluarga adalah segala informasi yang berkaitan
dengan identitas diri contoh dan keluarganya, seperti: usia, pekerjaan, lama
pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan lama pernikahan.
Usia adalah umur yang dimiliki contoh atau lama hidup contoh yang dinyatakan
dalam tahun.
10
Lama pendidikan adalah lama contoh menempuh pendidikan formal yang
dinyatakan dalam tahun.
Riwayat pekerjaan adalah jenis profesi terakhir yang dilakukan oleh contoh
yang dibedakan menjadi PNS dan non PNS.
Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang
masih tinggal bersama dan hidupnya masih menjadi tanggungan kepala
keluarga tersebut.
Pendapatan keluarga adalah total pengeluaran yang dikeluarkan oleh keluarga
ditambah saving.
Peran gender dalam pengambilan keputusan adalah pembagian peran antara
suami istri baik yang terdiri dari pembagian peran dalam aktivitas
pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha.
Peran pengelolaan keuangan adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-
laki atau perempuan yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan
barang dan jasa serta mengontrol keuangan keluarga.
Peran domestik adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau
perempuan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan
sumberdaya manusia dan pekerjaan rumah tangga.
Peran sosial adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau
perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat.
Peran manajemen usaha adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki
atau perempuan untuk merencanakan, mengelola, membelanjakan, dan
mengontrol keuangan usaha keluarga.
Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang berupa kesejahteraan fisik,
ekonomi, psikologis, dan sosial yang diukur dengan pendekatan tingkat
kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh contoh sendiri bukan orang
lain terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga.
Kesejahteraan ekonomi subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap
ekonomi yang dirasakan dan merasa tidak mengalami kendala dalam
pemenuhan pendidikan anak, belanja, dan dapat beraktivitas tanpa khawatir
akan mengganggu kondisi finansialnya.
Kesejahteraan fisik subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap fisik
atau kesehatan yang dirasakan saat ini.
Kesejahteraan psikologis subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang
terhadap keadaan mental dan spiritual yang dirasakan sekarang.
Kesejahteraan sosial subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap
hubungan komunikasi antar anggota keluarga serta komunikasi dengan
keluarga besar dan lingkungan diluar keluarga.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Contoh dan Keluarga
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar contoh PNS (81.82%)
maupun non PNS (85.71%) berjenis kelamin laki-laki. Usia contoh terkategori
kedalam dewasa akhir dengan total rata-rata usia contoh 60.91 tahun (Hurlock 1980).
Berdasarkan lama pendidikan, rata-rata contoh PNS menempuh pendidikan
selama 13.52 tahun sedangkan non PNS menempuh pendidikan selama 12.74
tahun. Rata-rata lama pernikahan contoh PNS adalah 33.96 tahun sedangkan non
PNS 32.75 tahun. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga contoh PNS sebanyak
2.92 orang sedangkan non PNS sebanyak 3.22 orang. Berdasarkan pendapatan
keluarga contoh, PNS rata-rata memperoleh pendapatan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan non PNS yaitu sebesar Rp5 117 262.3 dan Rp4 663 235.9.
Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada lama pendidikan
contoh PNS dengan non PNS (p<0.05).
Tabel 1Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik contoh dan keluarga
berdasarkan riwayat pekerjaan
No Karakteristik
contoh dan
keluarga
PNS Non PNS Total p-value
Rataan±Sd Rataan±Sd Rataan±Sd
1. Usia contoh
(tahun) 61.51±4.641 60.31±4.691 60.91±4.690 0.114
2. Lama pendidikan
contoh (tahun) 13.52±2.286 12.74±2.489 13.13±2.414 0.045*
3. Lama pernikahan
(tahun) 33.96±8.583 32.75±6.773 33.36±7.730 0.334
4. Jumlah tanggungan
keluarga (orang) 2.92±1.061 3.22±1.304 3.07±1.194 0.121
5. Pendapatan
keluarga
(Rp/bulan)
5 117 262.3± 2 532 680.1
4 666 235.9± 2 992 357.8
4 891 749.1± 2 772 237.2
0.314
Keterangan: *signifikan pada p-value <0.05
Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
Aktivitas Pengelolaan Keuangan
Pada kegiatan pengelolaan keuangan keluarga terlihat bahwa keluarga
pensiun PNS pengambilan keputusannya lebih banyak dilakukan secara bersama-
sama (83.1%), begitu juga pada keluarga pensiun non PNS yaitu sebesar 76.6
persen. Jika dilihat data untuk kategori pengambilan keputusan yang dilakukan
suami dominan terlihat bahwa persentase pada keluarga non PNS dua kali lebih
besar dibandingkan dengan keluarga pensiun PNS. Hal ini dikarenakan pada
12
keluarga non PNS masih ada yang melakukan aktivitas mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan (n=154)
Pembagian Aktivitas
Pengelolaan Keuangan
PNS Non PNS Total
n % n % n %
Istri/dominan istri 11 14.3 14 18.2 25 16.2
Bersama-sama 64 83.1 59 76.6 123 79.9
Suami/dominan suami 2 2.6 4 5.2 6 3.9
Hal yang menarik untuk dicermati pada kegiatan pengelolaan keuangan
keluarga pada Tabel 3 adalah adanya perbedaan pembagian peran dalam
beberapa kegiatan. Hampir dari separuh keluarga pensiun PNS (46.8%), dalam
mencari nafkah masih dominan dilakukan oleh suami, sementara pada keluarga
non PNS persentase terbesar keluarga pensiun mencari nafkah dilakukan secara
bersama-sama. Kegiatan pengatur penyediaan makanan keluarga masih dominan
dilakukan oleh istri baik pada keluarga pensiun PNS maupun non PNS. Hal ini
dikarenakan suami masih menganut sistem patriarki yang mengatur bahwa peran
pencari nafkah utama dilakukan oleh suami sedangkan pengatur penyediakan
pangan dilakukan oleh istri. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat
perbedaan nyata pada pembagian peran pengelolaan keuangan antara keluarga
pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05).
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan Aktivitas Pengelolaan
Keuangan Keluarga PNS (%) Non PNS (%) 1 2 3 1 2 3
Mencari nafkah keluarga 10.4 42.9 46.8 2.6 50.6 46.8 Merencanakan keuangan
keluarga 18.2 74.0 7.8 24.7 66.2 9.1
Mengelola uang keluarga 26.0 70.1 3.9 31.2 61.0 7.8 Memutuskan untuk
membelanjakan uang keluarga 29.9 64.9 5.2 29.9 63.6 6.5
Mengontrol pengeluaran
keuangan keluarga 26.0 66.2 7.8 24.7 63.6 11.7
Pengatur penyediaan makanan
keluarga 58.4 40.3 1.3 67.5 27.3 5.2
Mengatur kegiatan rumah
tangga 31.2 62.3 6.5 37.7 57.1 5.2
Mencari pinjaman bank 5.2 72.7 22.1 5.2 76.6 18.2 Mencari pinjaman ke
tetangga/keluarga 5.2 74.0 20.8 5.2 81.8 13.0
Kepemilikan rekening 9.1 51.9 39.0 13.0 53.2 33.8 Mencari pemecahan masalah
keuangan 5.2 76.6 18.2 3.9 77.9 18.2
Bertanggung jawab
pengasuhan dan pendidikan 7.8 87.0 5.2 2.6 84.4 13.0
p-value 0.858 Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
13
Aktivitas domestik
Pada kegiatan domestik, terlihat bahwa keluarga pensiun PNS
pengambilan keputusannya lebih dari separuh keluarga PNS lebih banyak
dilakukan secara bersama-sama (59.7%), begitu juga pada keluarga pensiun non
PNS yaitu sebesar 58.4 persen. Persentase pengambilan keputusan yang
dilakukan istri pada aktivitas domestik juga masih tinggi pada keluarga PNS dan
non PNS. Terlihat suami juga ikut terlibat dalam kegiatan domestik, walaupun
persentasenya lebih kecil. Hal ini diduga karena waktu luang yang dimiliki suami
lebih banyak sehingga dapat saling membantu dan juga atas dasar nilai yang
dianut oleh suami.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
domestik dan riwayat pekerjaan (n=154)
Pembagian Aktivitas
Domestik
PNS Non PNS Total
n % n % n %
Istri/dominan istri 28 36.4 28 36.4 56 36.4
Bersama-sama 46 59.7 45 58.4 91 59.1
Suami/dominan suami 3 3.9 4 5.2 7 4.5
.
Hal yang menarik untuk dicermati pada Tabel 5 adalah pembagian peran
gender dalam pengambilan keputusan aktivitas domestik terlihat tidak ada
perbedaan yang nyata antara keluarga PNS dan non PNS. Kebanyakan kegiatan
lebih dilakukan secara bersama-sama antara suami-istri. Dari 10 item peryataan
yang dominan dilakukan suami adalah mencuci kendaraan dan mengambil air,
dan yang dominan dilakukan oleh istri adalah menyediakan makanan dan belanja
kebutuhan sehari hari. Selebihnya kegiatan domestik dilakukan secara bersama-
sama. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada
pembagian peran domestik antara keluarga pensiun PNS dan non PNS (p>0.05).
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
domestik dan riwayat pekerjaan Aktivitas Domestik PNS (%) Non PNS (%)
1 2 3 1 2 3 Membersihkan rumah 16.9 75.3 7.8 22.1 70.1 7.8 Mencuci pakaian 36.4 59.7 3.9 33.8 54.5 11.7 Menyeterika pakaian 42.9 51.9 5.2 41.6 48.1 10.4 Menyediakan makanan 67.5 31.2 1.3 61.0 33.8 3.2 Belanja kebutuhan sehari-
hari 53.2 19.5 27.3 55.8 23.4 20.8
Belanja peralatan rumah
tangga 45.5 49.4 5.2 44.2 49.4 6.5
Mencuci kendaraan 7.5 8.9 83.6 5.5 10.9 83.6 Mengambil air 7.8 42.9 49.4 7.8 44.2 48.1 Menyapu halaman 20.8 59.7 19.5 32.5 53.2 14.3 Menata ruangan 42.9 53.2 3.9 40.3 53.2 6.5 p-value 0.676 Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
14
Aktivitas sosial
Pada kegiatan sosial, berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa kegiatan sosial
lebih banyak dilakukan secara bersama-sama antara suami-istri baik pada
keluarga contoh pensiun PNS (68.8%) dan keluarga contoh pensiun non PNS
yaitu 67.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa antara suami dan istri sudah ada
tanggung jawab bersama sehingga pembagian perannya pun seimbang.
Persentase pembagian peran sosial yang dilakukan oleh suami dominan juga
cukup tinggi.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
sosial dan riwayat pekerjaan (n=154)
Pembagian Aktivitas Sosial PNS Non PNS Total
n % n % n %
Istri/dominan istri 4 5.2 2 2.6 6 3.9
Bersama-sama 53 68.8 52 67.5 105 68.2
Suami/dominan suami 20 26.0 23 29.9 43 27.9
Adapun kegiatan yang didominasi suami yaitu kegiatan rapat desa pada
keluarga PNS (79.2%) dan non PNS (75.3%) dan kerja bakti pada keluarga PNS
(77.9%) dan non PNS yaitu 74 persen (Tabel 7). Hal ini dikarenakan keluarga
usia pensiun memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga lebih dapat untuk
mengikuti kegiatan sosial di masyarakat. Walau demikian, hasil uji beda
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran sosial antara
keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05).
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
sosial dan riwayat pekerjaan Aktivitas Sosial PNS (%) Non PNS (%)
1 2 3 1 2 3 Arisan 51.9 44.2 3.9 46.8 44.2 9.1 Pengajian 10.4 84.4 5.2 13.0 66.2 20.8 Rapat desa 5.2 15.6 79.2 3.9 20.8 75.3 Kerja bakti 5.2 16.9 77.9 1.3 24.7 74.0
p-value 0.374 Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3 : suami sendiri/ suami dominan
Aktivitas manajemen usaha keluarga
Kegiatan usaha pada penelitian ini kegiatannya meliputi pengambilan
keputusan dalam hal merencanakan keuangan usaha, mengelola uang usaha,
memutuskan untuk membelanjakan uang usaha dan mengontrol pengeluaran
keuangan usaha. Pada kegiatan manajemen usaha ini hanya melibatkan keluarga
usia pensiun yang memiliki usaha saja. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa
kegiatan usaha baik pada keluarga contoh pensiun PNS (73.7%) dan contoh
keluarga non PNS pengambilan keputusannya dilakukan secara bersama-sama.
Persentase suami dalam melakukan pengambilan keputusan pada aktivitas
manajemen usaha pada contoh non PNS lebih besar dibandingkan dengan PNS.
Hal ini dikarenakan usaha yang dimiliki oleh keluarga non PNS lebih banyak
15
dibandingkan contoh keluarga PNS. Jenis usaha yang dimiliki oleh keluarga
contoh baik PNS maupun non PNS antara lain adalah usaha kontrakan, warung,
dan usaha bakeri. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada
pembagian peran usaha antara keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS
( p< 0.05).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
manajemen usaha dan riwayat pekerjaan (n=95)
Pembagian Aktivitas
Manajemen Usaha
PNS Non PNS Total
n % n % n %
Istri/dominan istri 6 15.8 6 10.5 12 12.6
Bersama-sama 28 73.7 32 56.1 60 63.2
Suami/dominan suami 4 10.5 19 33.4 23 24.2
Hal yang menarik dari Tabel 9 adalah persentase terbesar pada aktivitas
manajemen usaha lebih dilakukan secara bersama-sama. Persentase pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh suami dominan pada contoh keluarga non PNS
lebih tinggi dari pada PNS di keempat item pernyataan. Hal ini dikarenakan pada
keluarga PNS yang memiliki usaha berkisar 38 contoh keluarga sedangkan non
PNS sebanyak 57 contoh keluarga. Hasil uji beda menunjukkan terdapat
perbedaan nyata pada pembagian peran manajemen usaha antara keluarga
pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas
manajemen usaha dan riwayat pekerjaan Aktivitas Manajemen
Usaha PNS (%) Non PNS (%)
1 2 3 1 2 3 Merencanakan keuangan
usaha 15.8 73.7 10.5 10.5 56.2 33.3
Mengelola uang usaha 18.4 76.3 5.3 10.5 59.7 29.8 Memutuskan untuk
membelanjakan uang usaha 18.4 76.3 5.3 10.5 61.4 28.1
Mengontrol pengeluaran
keuangan usaha 18.4 76.3 5.3 10.5 59.7 29.8
p-value 0.000 Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Peran Gender dalam
Pengambilan Keputusan
Setiap keluarga mempunyai perbedaan dalam hal pembagian peran dalam
pengambilan sebuah keputusan. Pembagian peran ini diartikan dalam hal
pengambilan keputusan dalam peran pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan
manajemen usaha. Berdasarkan uji korelasi Pearson, diperoleh hubungan yang
menunjukkan bahwa lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan
positif signifikan dengan pengambilan keputusan pada peran pengelolaan
keuangan, dimana semakin lama menempuh pendidikan dan memiliki
pendapatan yang tinggi maka pengambilan keputusan dalam pengelolaan
keuangan cenderung lebih dilakukan secara bersama-sama agar keuangan di
16
dalam keluarga dapat terkontrol dengan baik. Jumlah anggota keluarga
berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan
keputusan manajemen usaha, dimana semakin banyak anggota keluarga maka
pembagian peran gender dalam keputusan aktivitas manajemen usaha
memungkinkan dilakukan secara bersama-sama. Jumlah anggota keluarga sangat
berkaitan dengan pengambilan keputusan keluarga. Semakin banyak anggota
keluarga akan memudahkan keluarga dalam mengerjakan pekerjaan usaha yang
sedang dijalankan.
Tabel 10 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan peran
gender dalam pengambilan keputusan Karakteristik Peran
Pengelolaan
Keuangan
Peran Domestik
Peran Sosial
Peran
Manajemen
Usaha
Contoh dan
Keluarga
Usia (tahun) -.023 -.001 -.019 .001
Lama pendidikan
(tahun)
.205* -.199 -.062 .133
Pendapatan keluarga
(Rp/bulan)
.250** -.022 .039 .131
Jumlah tanggungan
keluarga (orang)
.081 .152 .146 .117*
Lama pernikahan
(tahun)
-.133 .003 .013 -.017
Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan menurut Sawidak (1985) merupakan sejumlah kepuasan
yang diperoleh seseorang dari mengonsumsi pendapatan yang diterima, namun
tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif
karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil
mengonsumsi pendapatan tersebut. Menurut Guhardja et.al (1992), kepuasan
merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen.
Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat
subjektif.
Kesejahteraan Ekonomi
Kesejahteraan subjektif dimensi ekonomi terdiri dari pendapatan,
konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada
Tabel 11, terlihat bahwa persentase terbesar contoh keluarga pensiun PNS
tergolong ke dalam kategori sedang (51.9%) sedangkan non PNS persentase
terbesarnya berada pada kategori rendah yaitu 48 persen. Hanya 11.7 persen
contoh PNS dan 9.1 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan ekonomi
terkategori tinggi yang berarti masih sedikit contoh yang merasa sangat puas
dengan keadaan ekonomi setelah pensiun. Hal ini diduga karena pendapatan PNS
lebih tinggi dibandingkan non PNS. Baik contoh keluarga PNS maupun non PNS
masih belum merasa puas dengan keuangan setelah pensiun dan masih
17
mengalami kesulitan dalam membiayai kesehatan (lampiran 2). Nilai rata-rata
dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan
tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada
kesejahteraan ekonomi (p>0.05).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan ekonomi subjektif dan
riwayat pekerjaan
Kesejahteraan Ekonomi PNS Non PNS Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 28 36.4 37 48.0 65 42.2
Sedang (60%-80%) 40 51.9 33 42.9 73 47.4
Tinggi (>80%) 9 11.7 7 9.1 16 10.4
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Rataan±SD 62.1±15.9 59.6±16.0 60.9±15.9
p-value 0.342
Kesejahteraan Fisik
Kesejahteraan keluarga secara fisik terdiri dari keadaan kesehatan contoh
dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 12, baik contoh
keluarga PNS maupun non PNS persentase terbesar keduanya tergolong ke
dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan selama masa produktif, contoh masih
merasa puas dengan keadaan fisiknya sehingga ketika memasuki masa pensiun,
keadaaan fisik bukan masalah utama yang dirasakan oleh keluarga usia pensiun.
Hanya 5.2 persen contoh PNS dan 3.9 persen contoh non PNS memiliki
kesejahteraan fisik terkategori rendah yang berarti lebih sedikit contoh merasa
tidak puas dengan keadaan fisik setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga
merasa tidak puas berada pada bagian membawa anggota keluarga yang sakit ke
tempat pengobatan modern. Hal ini dikarenakan keuangan yang dimiliki oleh
keluarga setelah pensiun berkurang (lampiran 2). Secara keseluruhan baik contoh
PNS maupun non PNS sangat puas dengan keadaan rumah, pakaian, dan
kesehatan setelah pensiun. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan
nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan fisik (p>0.05).
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan fisik subjektif dan riwayat
pekerjaan
Kesejahteraan Fisik PNS Non PNS Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 4 5.2 3 3.9 7 4.5
Sedang (60%-80%) 28 36.4 34 44.2 62 40.3
Tinggi (>80%) 45 58.4 40 51.9 85 55.2
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Rataan±SD 86.8±15.5 85.1±14.2 85.9±14.9
p-value 0.466
18
Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan keluarga secara psikologis terdiri dari keadaan mental dan
spiritual contoh dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 13,
terlihat bahwa persentase terbesar contoh keluarga pensiun PNS tergolong ke
dalam kategori tinggi (61.0%) sedangkan non PNS persentase terbesarnya berada
pada kategori sedang yaitu 49.3 persen. Hanya 3.9 persen contoh PNS dan 9.1
persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan psikologis terkategori rendah
yang berarti lebih sedikit contoh merasa tidak puas dengan keadaan psikologis
setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga non PNS masih belum sejahtera
psikologisnya terlihat pada persentase kepuasan terhadap keadaan mental dan
spiritual dan juga kepuasan pada pekerjaan sekarang dimungkinkan karena jenis
pekerjaan contoh non PNS bervariasi (lampiran 2). Hasil uji beda menunjukkan
terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan
psikologis (p<0.05).
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan psikologis subjektif dan
riwayat pekerjaan
Kesejahteraan
Psikologis
PNS Non PNS Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 3 3.9 7 9.1 10 6.5
Sedang (60%-80%) 27 35.1 38 49.3 65 42.2
Tinggi (>80%) 47 61.0 32 41.6 79 51.3
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Rataan±SD 86.3±14.5 81.9±13.4 84.1±14.1
p-value 0.052
Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan keluarga secara sosial merupakan kepuasan hubungan
komunikasi antar sesama anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga
besar dan lingkungan di luar keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada
Tabel 14, baik contoh keluarga PNS (75.3%) maupun non PNS (50.7%)
persentase terbesar keduanya tergolong ke dalam kategori tinggi. Hanya 3.9
persen contoh PNS dan 6.4 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan sosial
terkategori rendah yang berarti lebih sedikit contoh merasa tidak puas dengan
keadaan sosial setelah pensiun. Meskipun keduanya tergolong kategori tinggi,
tetapi PNS masih mendominasi kategori tinggi sedangkan non PNS
persentasenya lebih banyak ke kategori sedang dan rendah yang mengartikan
bahwa masih banyak keluarga non PNS yang belum merasa puas dengan
kesejahteraan sosial setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga non PNS masih
belum sejahtera sosialnya terlihat pada persentase kepuasan keluarga pada
keterlibatan keluarga dalam kegiatan lingkungan, hubungan keluarga, hubungan
dengan teman sebaya, hubungan dengan pasangan dan dalam hal membantu
tetangga masih kurang (lampiran 2). Hasil uji beda menunjukkan terdapat
perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan sosial
(p<0.05).
19
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan sosial subjektif dan riwayat
pekerjaan
Kesejahteraan Sosial PNS Non PNS Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 3 3.9 5 6.4 6 4.0
Sedang (60%-80%) 16 20.8 33 42.9 74 48.0
Tinggi (>80%) 58 75.3 39 50.7 74 48.0
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Rataan±SD 90.7±13.5 84.2±14.1 87.5±14.1
p-value 0.004
Kesejahteraan Subjektif Total
Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh PNS (57.1%)
memiliki kesejahteraan subjektif terkategori tinggi yang berarti contoh merasa
sangat puas dengan keadaan ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial setelah
pensiun dan lebih separuh contoh keluarga PNS (57.1%) memiliki kesejahteraan
subjektif dengan terkategori sedang, mengartikan bahwa belum merasa cukup
puas dengan keadaan setelah pensiun. Contoh PNS memiliki kesejahteraan
subjektif lebih tinggi dikarenakan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan
dengan non PNS dan ekspektasi keluarga terhadap kehidupan mereka tidak
terlalu tinggi, jadi dalam menghadapi kondisi sehari-hari keluarga PNS
cenderung pasrah dan selalu bersyukur dengan segala sesuatu yang didapat. Hasil
uji beda juga menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada kesejahteraan
subjektif antara contoh PNS dan non PNS (p<0.05).
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif dan riwayat
pekerjaan
Kesejahteraan
Subjektif Total
PNS Non PNS Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 3 3.9 3 3.9 6 4.0
Sedang (60%-80%) 30 39.0 44 57.1 74 48.0
Tinggi (>80%) 44 57.1 30 39.0 74 48.0
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Rataan±SD 81.5±11.9 77.7±11.4 79.6±11.8
p-value 0.047
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Kesejahteraan Subjektif
Keluarga
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa pendapatan berhubungan
positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif ekonomi keluarga. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi pendapatan yang dimiliki keluarga maka semakin
tinggi kesejahteraan ekonomi yang dirasakan. Pendapatan merupakan salah satu
indikator untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga (Tabel 16).
20
Tabel 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan
kesejahteraan subjektif keluarga Karakteristik Kesejahteraan
ekonomi
Kesejahteraan
fisik
Kesejahteraan
psikologis
Kesejahteraan
sosial
Kesejahteraan
Subjektif
Contoh dan
Keluarga
Usia (tahun) -.064 -.017 -.053 -.125 -.080
Lama
pendidikan
(tahun)
.103 .079 .096 .058 .105
Pendapatan
keluarga
(Rp/bulan)
.200* .069 .072 .000 .111
Jumlah
tanggungan
keluarga
(orang)
-.009 .024 -.037 .071 -.015
Lama
pernikahan
(tahun)
-.003 -.038 .055 -.048 -0.011
Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Hasil lain menunjukkan bahwa usia, lama pendidikan, lama pernikahan
dan, jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan
kesejahteraan subjektif keluarga. Usia cenderung berhubungan negatif dengan
kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya bahwa semakin tinggi usia contoh
maka semakin rendah tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin tua usia
seseorang maka dihadapkan permasalahan kesehatan yang menyebabkan
kesejahteraan semakin menurun. Solinge dan Henkens (2005) menyebutkan
bahwa salah satu faktor penentu utama kesejahteraan pada orang dewasa yang
lebih tua adalah kesehatan.
Lama pendidikan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan
subjektif keluarga. Semakin lama pendidikan yang ditempuh memberikan
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan status ekonomi keluarga sehingga keluarga akan merasa
lebih sejahtera. Hal ini dimungkinkan karena keluarga belum bisa mengelola
sumberdaya yang dimiliki dengan baik. Lama pernikahan tidak berhubungan
signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga, tetapi ada kecenderungan
bahwa semakin lama usia pernikahan yang telah dijalani maka cenderung
menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga.
Jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan
kesejahteraan subjektif keluarga tetapi ada kecenderungan bahwa keluarga
dengan jumlah anggota yang lebih banyak memiliki kesejahteraan yang kecil.
Selain itu, tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya ditentukan oleh
jumlah tanggungan keluarga, dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga
bukan berarti kesejahteraan subjektif seseorang menurun. Walaupun jumlah
tanggungan keluarga yang dimiliki masih tergolong sedikit namun persepsi
mengenai ekspektasi atau harapannya terhadap kehidupan yang dijalani sudah
tercapai maka dapat dikatakan orang tersebut sudah merasa sejahtera secara
subjektif.
21
Hubungan antara Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan
Kesejahteraan Subjektif Keluarga
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang negatif
signifikan antara pembagian peran pengambilan keputusan manajemen usaha dan
kesejahteraan subjektif ekonomi keluarga. Hal ini mengartikan bahwa semakin
tinggi pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan manajemen usaha
secara bersama-sama maka memungkinkan semakin rendah kesejahteraan
ekonomi yang dirasakan keluarga. Hal ini dikarenakan adanya sikap empati dari
salah satu anggota keluarga yang akan mengontrol keputusan dari anggota
keluarga yang lain sehingga ada harapan yang terhambat apabila keputusan pada
aktivitas manajemen usaha dilakukan secara bersama-sama (Tabel 17).
Tabel 17 Hasil uji korelasi antara peran gender dalam pengambilan keputusan
dengan kesejahteraan subjektif keluarga
Karakteristik Kesejahteraan
ekonomi
Kesejahteraan
fisik
Kesejahteraan
psikologis
Kesejahteraan
sosial
Kesejahteraan
subjektif
Aktivitas
pengelolaan
keuangan
.003 .090 .035 .079 .063
Aktivitas
domestik
.014 -.036 -.088 -.013 -.037
Aktivitas
sosial
-.085 -.051 -.029 .092 .001
Aktivitas
manajemen
usaha
-.202* .023 -.058 -.059 -..096
Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Untuk aktivitas lain menunjukkan bahwa baik peran gender dalam
pengambilan keputusan pengelolaan keuangan, domestik, dan sosial tidak
berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini diduga
karena baik suami maupun istri memiliki harapan lain atau penghargaan diri
yang akan terhambat apabila semua aktivitas keluarga dilakukan secara bersama-
sama. Menurut Guhardja et. al (1992), kepuasan merupakan output yang telah
diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-
beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang
dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang
diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman.
PEMBAHASAN
Teori struktural fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat
merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang
saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan
yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Penerapan teori
22
struktural fungsional dalam konteks keluarga terlihat dari struktur dan aturan
yang ditetapkan. Seperti fungsi ekonomi keluarga, dalam keluarga terdapat
pembagian kerja yang disesuaikan dengan status, peranan, jenis kelamin, dan
umur-umur anggota keluarga dimana ayah sebagai kepala rumah tangga
fungsional terhadap istri dan anak-anaknya.
Hasil penelitian menunjukkan lama pendidikan contoh pensiun PNS dan
non PNS berbeda nyata, tetapi hasil uji korelasi menunjukkan bahwa lama
pendidikan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif
keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengemukakan
bahwa tingkat pendidikan memengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Hal ini
menunjukkan bahwa contoh PNS menempuh pendidikan lebih lama
dibandingkan dengan non PNS.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan yang dimiliki baik
contoh PNS maupun non PNS tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena contoh
non PNS memiliki pekerjaan yang bervariasi sehingga pendapatan yang didapat
beragam. Orang yang berpendidikan tinggi biasa diidentikkan dengan orang yang
memiliki mutu sumberdaya manusia yang tinggi. Pada umumnya mereka juga
mendapat upah dan gaji yang relatif tinggi pula dibandingkan dengan orang yang
bermutu pendidikan rendah (Guhardja et. al 1992). Pendidikan dan kesejahteraan
adalah dua aspek yang saling mempengaruhi.
Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga (laki-laki dan perempuan)
dalam keluarga inti menunjukkan adanya diferensiasi gender yang merupakan
prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 1999).
Menurut Newman dan Grauerholz (2002), pendekatan teori struktural fungsional
ini mampu digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga untuk menjaga
keutuhan keluarga dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian peran dalam
pengambilan keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan persentase terbesar
pengambilan keputusannya baik PNS maupun non PNS dilakukan secara
bersama-sama antara suami istri. Perbedaan terlihat pada aktivitas mencari
nafkah dan pengatur penyediaan makanan keluarga. Pengambilan keputusan
pada aktivitas mencari nafkah lebih dominan dilakukan suami. Sesuai dengan
teori struktural fungsional yang menjelaskan bahwa struktural fungsionalisme
berjalan melalui individu-individu sebagai aktor dengan menjalankan fungsi dan
perannya masing-masing melalui bentuk adaptasi terhadap subsistem struktural
fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan. Persyaratan sturktural yang
harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi salah satunya adalah
diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan di
dalam keluarga (Megawangi 1999). Sedangkan pengatur penyediaan makanan
lebih dominan dilakukan oleh istri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Saleha
(2003) dan Azzachrawani (2004) bahwa pengambilan keputusan dalam
pengeluaran pangan dan urusan makanan atau pangan cenderung diambil atau
didominasi oleh istri. Hal ini diduga karena istri memegang tanggung jawab
dalam mengelola keuangan rumah tangga meskipun dalam beberapa kasus suami
bersedia untuk berbagi pekerjaan dengan istri.
Pembagian peran pada aktivitas domestik persentase terbesar
pengambilan keputusannya juga dilakukan bersama-sama oleh suami istri, tetapi
persentase pengambilan keputusan yang dilakukan istri juga cukup tinggi,
23
walaupun suami juga ikut terlibat dalam aktivitas domestik. Hal ini sejalan
dengan Kusomo (2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas domestik,
pengambilan keputusan tidak selalu merupakan tanggung jawab dipihak istri saja,
tetapi telah menjadi tanggung jawab bersama antara suami dan istri, meskipun
pada bidang tertentu seperti penyediaan makanan dirumah serta pengaturan
berbagai macam pengeluaran keluarga, tanggung jawab istri tetap lebih dominan.
Adapun sikap saling membantu disini berkaitan dengan keterlibatan suami dan
istri dalam pengaturan rumah tangga seperti soal pekerjaan dapur, memelihara
pakaian, alat rumah tangga dan kebersihan rumah, serta mengurus keluarga
terutama dalam pengasuhan anak dan semakin baiknya bekerjasama antara suami
dan istri akan semakin meningkatkan kesejahteraan keluarga yang diharapkan
(Supriyantini 2002).
Keterlibatan suami dalam urusan rumahtangga sangat diharapkan untuk
meringankan tugas istri. Salah satu faktor yang mempengaruhi seorang suami
ikut berpartisipasi dalam pekerjaan rumahtangga adalah pandangan gender yang
dianut oleh suami. Menurut William dan Best (1990) pandangan peran gender
merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan
seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki
atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Perbedaan bentukan
budaya antara laki-laki dan wanita pada keluarga mengakibatkan perbedaan
peran dalam keluarga (Zhang et. al 1998; Okawa et. al 1988). Pandangan gender
yang dianut suami yang ikut terlibat membantu istri melakukan berbagai peran
adalah pandangan demokratis yaitu adanya keseimbangan dalam pembagian
peran dalam keluarga. Musyawarah bersama adalah cara untuk mengatasi
masalah dalam keluarga, diantaranya adalah dengan cara memiliki waktu
bersama, membahas masalah bersama (Puspitawati dan Herawati 2009).
Pembagian peran sosial pada keluarga pensiun, pengambilan
keputusannya juga dilakukan secara bersama-sama antara suami istri. Hal ini
dikarenakan keluarga yang telah memasuki masa pensiun memiliki waktu luang
yang lebih banyak sehingga dapat ikut terlibat dalam kegiatan sosial di
masyarakat. Begitu juga pada pengambilan keputusan aktivitas usaha dilakukan
bersama-sama antara suami istri, tetapi persentase pengambilan keputusan yang
dilakukan suami dominan pada contoh keluarga non PNS lebih tinggi
dibandingkan PNS, hal ini dikarena faktor jumlah usaha yang dimiliki non PNS
lebih banyak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan dan pendapatan
keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan
keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan. hal ini berarti semakin lama
contoh menempuh pendidikan dan pendapatan yang dimiliki tinggi maka
pengambilan keputusan aktivitas pengelolaan keuangan cenderung dilakukan
bersama-sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Firdaus (2008) yang
menyatakan bahwa semakin lama pendidikan yang ditempuh maka manajemen
keuangan yang dilakukan akan semakin baik karena contoh telah memiliki
keterampilan dalam mengelola keuangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga
berhubungan positif signifikan dengan pengambilan keputusan keluarga dalam
aktivitas manajemen usaha. Artinya, semakin banyak jumlah anggota keluarga
maka pengambilan keputusannya semakin dilakukan secara bersama-sama, sebab
24
jumlah anggota keluarga yang banyak memungkinkan pengambilan keputusan
dalam keluarga dilakukan atau dipercayakan pada seluruh anggota keluarga. Hal
ini sejalan dengan penelitian Fahmi (2008), yang mengungkapkan bahwa jumlah
anggota keluarga atau besar keluarga berhubungan dengan pengambilan
keputusan. Berbeda dengan penelitian Muflikhati (2010), tentang analisis dan
pengembangan model peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang
mengungkapkan bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga atau besar
keluarga, maka pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama.
Hasil penelitian juga menunjukkan peran gender dalam pengambilan
keputusan aktivitas manajemen usaha berhubungan negatif dengan kesejahteraan
ekonomi keluarga. Hal ini mengartikan bahwa jika manajemen usaha lebih
banyak dilakukan secara bersama-sama maka waktu untuk mengelola keuangan
jadi berkurang sehingga tidak terkontrol dengan baik dan akan berdampak pada
kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan juga karena adanya empati
dari salah satu anggota keluarga sehingga anggota keluarga lain merasa ada
hambatan untuk mewujudkan keinginan yang lebih tinggi.
Teori manajemen sumberdaya manusia menjelaskan penggunaan
sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap
penting oleh keluarga yang bertujuan untuk mencapai hasil sebaik-baiknya
dengan sumberdaya yang sekecil-kecilnya (Puspitawati 2012). Kesejahteraan
keluarga usia pensiun merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya
keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi, termasuk di dalamnya
adalah pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya yang dimiliki
oleh keluarga. Seperti Kim dan Moen (1999) yang menyatakan bahwa ada 3
faktor yang berkontribusi terhadap kesejahteraan subjektif keluarga yaitu
sumberdaya ekonomi, hubungan sosial dan sumberdaya manusia. Orang yang
pendapatannya yang tidak mencukupi dan memiliki masalah keuangan
cenderung merasakan ketidakpuasan dan tidak mampu menyesuaikan diri dimasa
pensiun. Kim dan Moen (2002) juga menyatakan bahwa sangat penting menjaga
sumberdaya dan konteks sekitar transisi pensiun (jenis kelamin, tingkat
kesejahteraan psikologis, keadaan pasangan dan kontrol diri, kualitas perkawinan,
kesehatan, dan pendapatan) untuk memahami dinamika pensiun dan
hubungannya dengan kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan subjektif keluarga
tidak terlepas dari peran keluarga dalam menjalankan atau mengelola baik dalam
kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan fisiologis, psikologis dan kesejahteraan
sosial. Kesejahteraan subjektif menggambarkan evaluasi individu terhadap
kehidupannya yang mencangkup kebahagiaan, kondisi emosi yang senang, dan
tenang serta kepuasan hidup (Diener dan Biswas 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan ekonomi dan fisik
pada keluarga usia pensiun tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Kim dan Moen (1999 ) yaitu para pensiun pada usia 60 tahun tidak
memiliki efek pada fungsi kesejatan fisik. Hanya kesejahteraan psikologis dan
kesejahteraan sosial yang berbeda nyata antara keluarga PNS dan non PNS. Hal
ini dikarenakan keluarga pensiun PNS memiliki waktu luang yang lebih tinggi
sehingga lebih banyak terlibat didalam kegiatan dilingkungan tempat tinggal dan
lebih banyak waktu untuk keluarga.
Kesejahteraan keluarga usia pensiun PNS lebih banyak yang terkategori
tinggi dibandingkan dengan keluarga non PNS. Nilai rata-rata kesejahteraan
25
subjektif keluarga PNS (81.5) lebih tinggi dibandingkan keluarga non PNS (77.7).
Hal ini diduga karena pendapatan yang didapat oleh PNS lebih besar
dibandingkan non PNS. Hal tersebut didukung dengan hasil uji beda yang
dilakukan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dan
non PNS pada lama pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa pendidikan dan status keuangan merupakan faktor yang memengaruhi
kesejahteraan (Chen 2010). Hal lain yang diduga menyebabkan kesejahteraan
subjektif keluarga PNS lebih tinggi adalah PNS telah mengikuti dana pensiun
wajib dari pemerintah atau perusahaan dari tempatnya bekerja. Dana pensiun
wajib dari pemerintah yang diikuti PNS berupa Taspen (Tabungan dan Asuransi
Pensiun). Adanya Taspen membuat PNS merasa lebih aman karena sudah
memiliki jaminan setelah pensiun. Keamanan yang dirasakan contoh PNS dalam
hal keuangan juga berdampak pada kesejahteraan yang dirasakan semakin
meningkat. Hasil uji hubungan juga menunjukkan bahwa keluarga contoh PNS
kesejahteraan subjektifnya lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga non PNS.
Hasil uji hubungan menunjukkan pendapatan berhubungan signifikan
dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan
Gray et al. (1992); Krause (1991) bahwa semakin baik kondisi keuangan maka
semakin besar kepuasan hidup. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan Iskandar (2007) dan Suandi (2007) yang menyatakan
bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Hal
tersebut juga didukung dengan hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dan non PNS pada lama
pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendidikan dan
status keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan (Chen
2010). Adaptasi yang baik terhadap pendapatan dan status perkawinan akan
mempengaruhi kepuasan hidup ( Kahneman dan Krueger 2006).
Pendapatan yang tinggi akan memberikan kepuasan keluarga contoh
terhadap kesejahteraan materi keluarga. Seseorang mungkin memiliki pandangan
tersendiri tentang arti kesejahteraan yang mungkin berbeda dengan konsep
subjektif. Konsep kesejahteraan subjektif merupakan seseuatu yang bersifat
subjektif, setiap orang mempunyai pedoman, tujuan, dan cara hidup yang
berbeda-beda sehingga memberikan nilai yang berbeda pula tentang faktor-faktor
yang menentukan tingkat kesejahteraan (Hartoyo 2008).
Hasil lain menunjukkan bahwa usia, lama pernikahan, dan jumlah
tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan
subjektif keluarga. Usia tidak berhubungan dengan kesejahteraan subjektif
keluarga. Usia contoh dalam penelitian ini tidak dikelompokkan antara usia
suami dan usia istri dan penelitian ini hanya dilihat dari usia contoh secara
keseluruhan dimana contoh merupakan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Hal tersebut menjadi salah satu yang diduga bahwa usia tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Selain itu,
diduga karena rendahnya keragaman data (berkaitan dengan data yang diperoleh
terlalu homogen). Tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya
ditentukan oleh usia, dengan bertambahnya usia bukan berarti kesejahteraan
subjektif seseorang meningkat. Usia tidak berhubungan nyata dengan
kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
26
terdahulu yang mengemukakan bahwa usia mempengaruhi kesejahteraan
subjektif (Chen 2010; Puspitawati 2009).
Jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan
kesejahteraan subjektif keluarga. Namun ada kecenderungan dimana semakin
sedikit jumlah tanggungan ketika pensiun akan meningkatkan kepuasan terhadap
kesejahteraan subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hartoyo dan Aniri
(2010) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan jumlah anggota yang lebih
banyak memiliki beban kebutuhan yang lebih besar, sehingga peluang untuk
sejahtera menjadi lebih kecil.
Lama pernikahan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan
subjektif keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun lama pernikahan yang
ditempuh oleh keluarga sudah lama akan tetapi tidak menjamin kesejahteraan
subjektif keluarga akan menurun. Selain itu, rata-rata lama pernikahan contoh
PNS maupun non PNS menunjukkan kesamaan dimana lama pernikahan yang
telah ditempuh adalah lebih dari 30 tahun sehingga tidak menunjukkan hubungan
yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Andrews dan Withey
(1976) mengungkapkan bahwa faktor demografis (usia, jenis kelamin,
pendapatan, pendidikan, ras, status perkawinan ) hanya menyumbang sekitar 8%
dari varians dalam kesejahteraan subjektif.
Analisis tentang kepuasan dalam rumah tangga berhubungan dengan
aspek utama yaitu pelaku yang membuat keputusan dan pola kesepakatan
bagaimana sebaiknya keputusan tersebut dibuat. Terkait pembagian peran dalam
aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha, secara
keseluruhan menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara
bersama-sama. Sesuai dengan teori stuktural fungsional bahwa pada umumnya,
keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana masing-masing anggota keluarga
tersebut saling mempengaruhi, saling membutuhkan, dan semua
mengembangkan hubungan intensif antar anggota keluarga sehingga mengalami
pergeseran fungsi di dalam keluarga. Hal ini terjadi pada keluarga usia pensiun.
Misalnya suami pada masa produktif perannya mencari nafkah, ketika memasuki
masa pensiun akan merambah peran domestik. Sementara istri setelah memasuki
masa pensiun akan ikut terlibat mencari nafkah membantu suami seperti hasil
pada penelitian ini menjelaskan bahwa baik pembagian peran dalam aktivitas
pengelolaan keuangan, domestik, sosial, dan manajemen usaha lebih dilakukan
secara bersama-sama.
Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak dapat digeneralisasikan pada
seluruh pensiunan di Indonesia, karena penelitian ini menggunakan desain
purposive. Selain itu, kekurangan penelitian ini juga terletak pada respondennya
yang beragam yaitu suami atau istri sehingga persepsinya akan berbeda.
SIMPULAN
Secara garis besar kerjasama antar suami istri pada kegiatan pengelolaan
keuangan, domestik, sosial, dan manajemen usaha lebih dilakukan secara
bersama-sama. Artinya, pembagian peran dalam keluarga contoh sudah seimbang
atau setara antara suami dan istri. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa
lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan
peran gender dalam pengambilan keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan.
27
Jumlah anggota keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender
dalam pengambilan keputusan aktivitas manajemen usaha. Pendapatan keluarga
berhubungan signifikan dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hasil penelitian
juga menunjukkan peran gender pada kegiatan manajemen usaha berhubungan
negatif dengan kesejahteraan ekonomi keluarga.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian disarankan pemerintah melakukan program
kegiatan pemberdayaan pensiun misalnya program pemberian informasi dan
konsultasi seputar cara meningkatkan keuangan pensiun agar produktivitas
kerjanya dapat kembali sehingga termotivasi untuk membuat usaha-usaha
mandiri agar dapat meningkatkan pendapatan keluarga sehingga berdampak pada
kesejahteraan keluarga. Selain itu, perlu dilakukan penyuluhan tentang
pentingnya peran gender dengan kerjasama yang baik antara suami dan istri agar
tidak terjadinya peran ganda. Masyarakat yang sudah memasuki usia pensiun
diharapkan agar dapat melakukan perencanaan keuangan sebelum masa pensiun
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
DAFTAR PUSTAKA
Andrews FM, Withey SB. (1976). Social indicators of well-being. New York:
Plenum. Azzachrawani. 2004. Kontribusi perempuan terhadap pendapatan keluarga dan
dampaknya terhadap kepuasan keluarga [tesis]. Bogor [ID] : Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah penduduk Jawa Barat dan
Ketenagakerjaan. [diunduh Februari 2013]. Tersedia
pada :http://jabar.bps.go.id/subyek/data-jumlah-penduduk-jawa-barat-
berdasarkan-ketenagakerjaan-tahun-2011-2012.
Chen J, Shiho M, Kiyoko K. 2010. Factors related to well-being among the
elderly in urban china focusing on multiple roles: Bioscience trends.
4(2):61-71.
Diener E. 2002. Finding on Subyective Well-being and Their Implication for
Empowerment. Social Indicators Research. 79:661-8.
Duvall EM. 1971. Family Development. New York (US): J.B. Lippincott
Company.
Eliana R. 2003. Konsep Diri Pada Pensiunan. Online Journal. [On-line serial]
Available: http://74.125.153.132/search?q =cache%3AJZ7m7EpT7_sJ%3
Alibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Ffk%2Fpsikologirika%2520eliana.pdf
+konsep+diri+pada+pensiunan+eliana&hl=id&gl=id.
Fahmi SA. 2009. Analisis Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani
[skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.
Firdaus, Sunarti E. 2009. Hubungan antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme
Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Wanita Pemetik The. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen. 2(1) : 21-31
28
Gray GR, Ventis DG, Hayslip BJr. 1992. Socio-cognitive skills as a determinant
of life satisfaction in aged persons. International Journal of Aging and
Human Development, 35(3), 205–218.
Guhardja S, Herien P, Hartoyo, Hastuti. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya
Keluarga. Bogor [ID]: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Greendale GA, Salem GJ, Young JT, Damesyn M, Marion M, Wang MY .2000.
A randomized trial of weighted vest use in ambulatory older adults:
strength, performance, and quality of life outcomes. Journal of the
American Geriatrics Society, 48(3), 305–311.
Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya
ikan dan non pembudidaya ikan di kabupaten bogor. Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen. 3(1):64-73
Havighurst RJ. 1961. Succesful aging. Gerontologist,1,8-13
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan Edisi Kelima Terjemahan Soegjarwo & Istiwidayanti.
Jakarta (ID): Penerbit Erlangga
Irzalinda V. 2010. Kontribusi Ekonomi, Peran Perempuan dan Kesejahteraan
Keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor [skripsi], Bogor [ID]. Institut
Pertanian Bogor
Iskandar A. 2007. Analisis Praktek Manajemen Sumberdaya Keluarga dan
Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten dan Kota
Bogor. Media Gizi dan Keluarga 31(1); 1-12
Islamia I. 2012. Tekanan Sosial, Tekanan Psikologis, dan Kesejahteraan
Subjektif Keluarga di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor
[ID]. Institut Pertanian Bogor
Kahniman D, Krueger AB. 2006. Developments in the Measurement of
Subjective Well-Being. Journal of Economic Perspectives 20(1), 3-24.
Kim JE, Moen P. 1999. Work/retirement transitions and psycological well-being
in late midlife. Intacha [NY]. Cornell University.
_____________ . 1999. Is Retirement Good or Bad for Subjektive Well= Being.
Psychological Sciences. Intacha [NY]. Cornell University.
______________ . 2002. Retirement transitions, gender, and psycological well-
being : A Life-Course, Ecological Model. Psychological Sciences, 57B(3),
P212-222
Krause N. 1991. Stressful events and life satisfaction among elderly men and
women. Journal of Gerontology, 46(2), 584–592.
Kusomo RAB. 2009. Peran Gender dalam Strategi Koping dan Pengambilan
Keputusan serta Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani PAdi
dan Hortikultura di Daerah Pinggiran Perkotaan [tesis]. Bogor [ID]: Institut
Pertanian Bogor.
Liu L, Guo Q. 2008. Life satisfaction in a sample of empty-nest elderly: a survey
in the rural area of a mountainous county in China. Quality Life Research,
17, 823–830.
Megawangi R. 1999, 2001. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Penerbit Mizan.
Muflikhati I. 2010. Analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas
sumberdaya manusia dan kesejahteraan keluarga diwilayah pesisir Provinsi
Jawa Barat[Disertasi]. Bogor [ID]:Institut Pertanian Bogor
29
Okawa M. 1988. Physiological aging changes. (Okawa M, Nasada H, Kitajima
M, Koyano W, Tsuha S, Nagahisa H, Okawa M. Physiological aging
changes. (Okawa M, Nasada H, Kitajima M, Koyano W, Tsuha S,
Nagahisa H,
Osborne RH, Hawthorne G, Lew EA, Gray LC. 2003. Quality of life assessment
in the community-dwelling elderly: validation of the Assessment of Quality
of Life (AQoL) instrument and comparison with the SF-36. Journal of
Clinical Epidemiology, 56(2), 138–147.
Purnamawati. 2007. Gambaran Psychological Well-Being Pegawai Negeri Sipil
yang Pensiun di Usia Dewasa Madya. [skripsi] Depok [ID]. Fakultas
Psikologi. Universitas Indonesia.
Puspitasari N. 2012. Peran Gender, Kontribusi Ekonomi Perempuan, dan
Kesejahteraan Keluarga Petani Hortikultura [skripsi]. Bogor. Institut
Pertanian Bogor
Puspitawati H. 2009. Pengaruh Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 2(1), 11-20
____________. 2009. Modul Peningkatan Fungsi Keluarga Menuju Ketahanan
Pangan Keluarga Tani. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
Fakultas Ekologi Manusia. IPB.
____________. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
Kampus IPB Taman Kencana Bogor: IPB Press
Saleha Q. 2003. Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender
dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan
Timur [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sawidak MA. 1985. Analisa tingkat kesejahteraan ekonomi petani transmigran di
Delta Upang Provinsi Sumatera Selatan [tesis]. Bogor [ID] : Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Schwartz AN. 1974. Retirement: Termination or transition. Geriatrics, 29(5),
190-192, 195-198
Shen S, Fang Li, JK. 2011. Quality of life and old age social welfare system for
the rural elderly in China: Ageing Int 37(285-299)
Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah
Pedesaan Provinsi Jambi [disertasi]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana IPB.
Sunarti E, Nuryani N, Hernawati N. 2009. Hubungan antara Fungsi Adaptasi,
Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Pemeliharaan Sistem dengan
Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2
(1) : 1-10
Supriyantini. 2002. Hubungan antara Pandangan Gender dengan Keterlibatan
Rumah Tangga. [thesis] Medan. Fakultas Kedokteran. Universitas
Sumatera Utara.
Williams JE, Best DL. (Eds.). 1990. Sex and psyche: Gender and self viewed
cross cuturally. Newbury Park. CA: Sage Publications. Newman, D. M. &
Grauerholz, L. 2002. Sociology of families. Thousand Oaks, CA: Pine
Forge Press.
Zhang JX, Schwarzer R. Measuring optimistic selfbeliefs: A Chinese adaptation
of the general self-efficacy scale. Psychologia. 1995; 38:174-181.
30
Lampiran 1 Presentase sebaran jawaban contoh berdasarkan penyataan
kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan (%) No Item
Pertanyaan
PNS non PNS p-
value
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
Dimensi Ekonomi
1. Keluarga
merasa puas
dengan kondisi
keuangan
setelah pensiun
13.0 7.8 79.2 2.7 13.0 18.2 68.8 2.6 0.364
2. Keluarga
merasa
pendapatan
yang didapat
setelah pensiun
tidak cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
45.5 14.3 40.3 2.0 29.9 19.5 50.6 2.2 0.077
3. Semenjak
pensiun,
keluarga
mengurangi
waktu
untukmelakukan
hobi demi
menjaga
keuangan
keluarga
64.9 11.7 23.4 1.6 61.0 13.0 26.0 1.7 0.640
4. Keluarga bisa
melakukan hal
yang diinginkan
tanpa khawatir
mempengaruhi
keuangan
keluarga
27.3 16.9 55.8 2.3 36.4 19.5 44.2 2.1 0.148
5. Keluarga
merasa
kesulitan
memenuhi
pendidikan
anggota
keluarga
5.2 10.4 84.4 2.8 16.9 13.0 70.1 2.5 0.015*
6. Keluarga
mengalami
kesulitan dalam
membiayai
kesehatan
11.7 13.0 75.3 2.6 14.3 14.3 71.4 2.6 0.571
7. Keluarga
memiliki
tabungan yang
cukup untuk
memenuhi
kebutuhan yang
tidak terduga
33.8 11.7 54.5 2.2 37.7 14.3 48.1 2.1 0.487
Dimensi
Fisik
8. Rumah yang
dimiliki
sekarang sudah
2.6 3.9 93.5 3.0 1.3 7.8 90.9 3.0 0.822
31
No Item
Pertanyaan
PNS non PNS p-
value
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
layak huni
9. Kondisi rumah
dan fasilitas
didalamnya
sudah membuat
nyaman
keluarga
1.3 5.2 93.5 3.0 0.0 6.5 93.5 3.0 0.777
10.
Pakaian yang
diperoleh
keluarga sudah
dianggap layak
dan mencukupi
1.3 2.6 96.1 3.0 0.0 3.9 96.1 3.0 0.736
11.
Keluarga
merasa puas
dengan keadaan
kesehatan fisik
saat ini
3.9 5.2 90.9 2.9 1.3 9.1 89.6 2.9 0.842
12.
Membawa
setiap anggota
keluarga yang
sakit ke tempat
pengobatan
modern
7.8 3.9 88.3 2.8 1.3 5.2 93.5 2.9 0.114
Dimensi
Psikologis
13.
Keluarga sering
mengalami
gangguan
kesehatan
sehingga
mengganggu
aktivitas sehari-
hari yang
dilakukan
11.7 10.4 77.9 2.7 11.7 11.7 76.6 2.7 0.906
14.
Keluarga
merasa bebas
menjalankan
ibadah
46.8 6.5 45.5 3.0 45.5 11.7 42.9 3.0 0.314
15.
Keluarga
merasa puas
dengan keadaan
spiritual/ mental
3.9 0.0 96.1 3.0 1.3 0.0 98.7 3.0 0.612
16.
Keluarga
merasa aman
dari gangguan
kejahatan
seperti
penodongan,
perampokan,
pemerasan
2.6 0.0 97.4 2.9 1.3 5.2 93.5 2.8 0.702
17.
Keluarga
merasa puas
dengan
pekerjaan yang
sekarang
2.6 5.2 92.2 2.9 2.6 10.4 87.0 2.8 0.431
Dimensi
Sosial
18.
Keluarga
mampu ikut
terlibat dalam
2.6 1.3 96.1 2.9 1.3 7.8 90.9 2.9 0.482
32
No Item
Pertanyaan
PNS non PNS p-
value
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
Tidak
setuju
Netral Setuju Rata-
rata
kegiatan di
lingkungan
tempat tinggal
19.
Keluarga
merasa antar
anggota
keluarga
memiliki
hubungan yang
harmonis
1.3 1.3 97.4 3.0 0.0 3.9 96.1 3.0 1.000
20.
Keluarga
merasa
memiliki
hubungan yang
harmonis
dengan teman
sebaya
1.3 3.9 94.8 3.0 0.0 14.3 85.7 2.9 0.140
21.
Saya merasa
puas
berkomunikasi
dengan
pasangan
1.3 2.6 96.1 3.0 1.3 3.9 94.8 2.9 0.779
22.
Keluarga sering
membantu
tetangga/orang
lain
1.3 15.6 83.1 2.9 3.9 2.6 93.5 2.8 0.250
Ket: * nyata pada p-value <0.05
33
Lampiran 2 Pengkategorian variabel penelitian
Variabel Skala data Jenis data Keterangan
Karakteristik
Sosiodemografi
Jenis kelamin Nominal Primer [1] Laki-laki
[2] Perempuan
Usia Rasio Primer [1] Dewasa menengah (41-60)
[2] Dewasa akhir (> 60 tahun)
Lama pendidikan Rasio Primer [1] Rendah (0-6 tahun)
[2] Sedang (7-13 tahun)
[3] Tinggi (14-20 tahun)
Jumlah tanggungan keluarga Rasio Primer [1] Sedikit (1-4 orang)
[2] Sedang (5-7 orang)
[3] Banyak (> 7 orang)
Status kesehatan Interval Primer [1] Mempunyai > 1 penyakit serius
[2] Mempunyai 1 penyakit serius
[3] Tidak mempunyai penyakit
serius
Pendapatan Rasio Primer [1] < Rp 1.000.000
[2] Rp 1.000.001 - Rp 2.999.999
[3] Rp 3.000.000 - Rp 4.999.999
[4] Rp 5.000.000- Rp 6.999.999
[5] Rp >7.000.000
Riwayat pekerjaan Nominal Primer [1] Pegawai Negeri
[2] Pegawai Swasta (Wiraswasta,
pegawai BUMN)
Peran Gender
- Aktivitas pengelolaan
keuangan
- Aktivitas domestik
- Aktivitas sosial
- Aktivitas manajemen
usaha
Ordinal Primer [1] Istri sendiri/dominan
[2] Istri + suami (bersama)
[3] Suami sendiri/dominan
Kesejahteraan subjektif
- Kesejahteraan fisik
- Kesejahteraan ekonomi
- Kesejahteraan sosial
- Kesejahteraan psikologis
Ordinal Primer [1] sangat tidak setuju
[2] tidak setuju
[3] netral/kondisional
[4] setuju
[5] sangat setuju
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jeuram, Aceh Barat pada tanggal 5 Maret 1991.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Muhsin SP dan
Ibu Rosmina S.Pd, M.Si. Riwayat pendidikan penulis antara lain Raudhatul Atfal
(1996-1997), SD Negeri 14 Meulaboh (1997-2003), MTsN Model Negeri I (2003-
2006). Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 4 Wira Bangsa Meulaboh dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Beasiswa Utusan Daerah dan diterima di Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.
Penulis aktif di organisasi berbasis kekeluargaan yaitu OMDA IMTR bagi
masyarakat aceh yang tinggal di Bogor sebagai Ketua Divisi Kewirausahaan
(2010-2011), Panitia Hari Keluarga sebagai anggota divisi konsumsi. Penulis juga
menjadi salah satu Asisten Mata Kuliah Manajemen Keuangan Konsumen di
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (2012-2013).