peran kesertaan mahram bagi perempuan dalam...
TRANSCRIPT
i
“PERAN KESERTAAN MAHRAM BAGI PEREMPUAN
DALAM PERJALANAN HAJI DAN UMRAH DI
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI
DAN UMRAH”
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ana Dzikriyana NIM: 1113053000016
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/ 2017 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
“PERAN KESERTAAN MAHRAM BAGI PEREMPUAN
DALAM PERJALANAN HAJI DAN UMRAH DI
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI
DAN UMRAH”
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ana Dzikriyana
NIM: 1113053000016
Di Bawah Bimbingan:
Hj. Dra. Jundah Sulaiman, MA NIP: 196203031992032001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/ 2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ciputat, September 2017
Ana Dzikriyana
i
ABSTRAK
Ana Dzikriyana
Pembimbing: Hj. Dra. Jundah Sulaiman, MA
PERAN KESERTAAN MAHRAM BAGI PEREMPUAN DALAM
PERJALANAN HAJI DAN UMRAH DI DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH
Pada masyarakat awam, sering terjadi salah paham dalam memahami
istilah mahram. Mereka banyak yang menyebutnya dengan istilah muhrim. Dalam
terminologi Bahasa Arab, kata mahram adalah orang-orang yang merupakan
lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) dinikahi. Dalam terminologi, istilah
muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji setelah
tahallul. Mahram tidak hanya berhenti pada masalah perkawinan. Hal tersebut
terbukti dengan adanya ketentuan bagi seorang perempuan dalam melakukan
safar, salah satunya adalah safar umrah dan haji. Umrah dan haji merupakan safar
yang mengharuskan keamanan sebagai syarat isthitho‟ah. Dan merupakan syarat
umum dalam pelaksanaan haji dan umrah.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan pemahaman
dan praktek yang dilakukan Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah
terhadap peran kesertaan mahram oleh badan penyelenggara haji dan umrah
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode
kualitatif menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan tekhnik pengumpulan
data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa bagi jama‟ah haji perempuan yang
tidak disertai mahram nya cukup diikutkan dengan mahram rombongan jama‟ah
haji yang ada. Sedangkan penerapan kesertaan mahram pada jama‟ah umrah
perempuan yang tidak disertai mahram nya, ada ketentuan sesuai dengan usia
jama‟ah tersebut atau dengan membayar sejumlah uang untuk pengeluaran buku
surat keterang mahram dan segala peraturan yang berhubungan dengan haji dan
umrah Kementrian Agama merujuk kepada Negara Arab Saudi termasuk dalam
hal kesertaan mahram ini. Pemerintah dan biro wisata hanya menjalankan dan
memenuhi segala peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Arab Saudi.
Kata Kunci: Mahram, Aplikasi, Peran
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala Puji dan Syukur senantiasa kita limpahkan kehadirat Illahi Robbi
yang menguasai seluruh alam semesta. Dialah Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, yang memberikan karunia dan hidayah-Nya kepada seluruh
umat manusia di muka bumi. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada
Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarganya dan sahabatnya
serta kepada pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah berkat Rahmat dan Inayah Allah SWT, serta bantuan dari
berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:
“Aplikasi Peran Kesertaan Mahram Bagi Perempuan Dalam Perjalanan Haji dan
Umrah Pada Direktorat Penyelenggara Haji dan Umrah”
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tidak
mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-
pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung dalam proses
penyelesaian skripsi ini, tentunya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suparto,
iii
M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan i Bidang Akademik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bagian
Administrasi Umum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Drs. Cecep Castrawijaya, MA dan Drs. Sugiharto, MA selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah Haji dan Umroh beserta Sekretaris
Jurusan Manajemen Dakwah Haji dan Umroh yang telah membantu penulis
menyelesaikan studi di Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.
4. Dr. Sihabuddin Noor, MA selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
membuka jalan saya menuju ujian seminar proposal skripsi dengan
menyetujui judul skripsi yang saya ajukan.
5. Hj. Dra. Jundah Sulaiman, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
dengan besar hati dan sabar meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, saran, semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
sehingga akhirnya bisa sampai ke meja Munaqasyah.
6. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah baik Ketua Sidang, Penguji I,
Penguji II, Sekretaris dan Pembimbing.
7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan
segala kemampuannya guna memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai
harganya. Serta kepada seluruh Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah
iv
Jakarta yang telah memberikan pelayanan terbaiknya selaam penulis
menyelesaikan administrasi.
8. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis yaitu Abi HM. Idris Noor dan
Ummi Hj. Mudzakiroh yang telah mencurahkan kasih sayangnya, serta tak
putus-putusnya memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam
menempuh pendidikan. Juga kepada Kakak-Adek penulis Mas H. Moch.
Sa‟dun Daaim, S.Pd, L.c, Mbak Hj. Nurul Khariroh, L.c, adek Muhammad
Nor Yasin Mubarok, adek Muhammad Luthfi Anjana, dan adek Muhammad
Farhan Maulana atas segala motivasinya sehingga penulis dapat sampai pada
jenjang terakhir sebagai mahasiswa.
9. Ustadz H. Endang Husna Hadiawan, S.Ag dan Ibuk Hj. Arbiyah Mahfudz,
AH., S.Th.I dan seluruh keluarga besar Pesantren Al-Quran Nur Medina atas
segala kebersamaannya selama ini, yang telah banyak mewarnai kehidupan
penulis kurang lebih 4 tahun ini, juga memberikan tempat tinggal yang baik
kepada penulis untuk terus belajar.
10. Keluarga Besar Pesantren Yatim Cahaya Madinah yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk berproses, mengembangkan diri, menghibur
dan menjadi penyemangat penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai
mahasiswi ini.
11. Keluarga Besar Pesantren Nurul Quran Sukolilan Patebon Kendal yang
senantiasa menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir
ini agar bisa segera mengabdi dirumah.
v
12. Keluarga Besar Pesantren Al Mubarok Mranggen Demak, Pondok Pesantren
Al Islah Al Ishom Gleget Mayong, Pondok Pesantren Asy-Syarifah
Brumbung, Pondok Pesantren Al Islah Mangkang yang sedikit banyak telah
membentuk pribadi penulis dan memberikan banyak pelajaran berharga
kepada penulis selama belajar bersama.
13. Calon Suami Mas Muhammad Minanulloh Yusuf, Lc. yang cinta dan sabarnya
menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Teman-teman beda atap Dek Ilma Zidna, dek Putri dan dek Moli yang selalu
membuat penulis tambah pusing.
15. Teman-teman terkasih Dewi Lestari, Rosita, Sintia Fajar, Ilza yang sabar
menemani penulis, mengantar penulis bimbingan dan membantu penulis
menghabiskan makanan setiap penulis beli jajan.
16. Teman-teman Program Studi Manajemen Haji dan Umroh angkatan 2013
yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis belajar selama di
bangku kuliah, yang banyak membantu penulis menyelesaikan tugas makalah
dan menuliskan absen ketika penulis izin tidak masuk
17. Serta kepada semua pihak yang telah ikut andil dan berpartisipasi serta
membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga amal baik mereka
diterima di sisi Allah SWT dan mendapat balasan yang berlipat ganda, amiin.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, karena kemampuan dan
kondisi serta berbagai hal yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini, mohon
kiranya kritik dan saran konstruktif bagi penulis. Maka dengan kerendahan hati,
vi
Alhamdulillah penulis dapat mewujudkan skripsi yang sangat sederhana ini,
walaupun demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Ciputat, September 2017
Ana Dzikriyana
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 8
C. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 9
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................................... 12
E. Metodologi Penelitian ...................................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................... 19
A. Peran ................................................................................................................ 19
1. Pengertian Peran .......................................................................................... 19
2. Jenis Jenis Peran ......................................................................................... 20
B. Mahram ............................................................................................................ 21
1. Pengertian Mahram ..................................................................................... 21
2. Mahram dalam Alquran .............................................................................. 24
3. Mahram Dalam Perspektif Fiqih ................................................................ 24
C. Haji dan Umrah ............................................................................................... 28
1. Pengertian Haji ............................................................................................ 28
viii
2. Pengertian Umrah ........................................................................................ 32
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENTRIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA ......................................................................................... 35
A. Sejarah Berdiri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah........... 35
B. Visi dan Misi .................................................................................................... 40
C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah ............................................................................................................... 43
D. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah ... 46
BAB IV TEMUAN MASALAH
A. Problem Penerapan Praktek Mahram Pada Perjalanan Haji dan Umrah
Indonesia ................................................................................................................ 47
B. Peran Kesertaan Mahram ................................................................................. 61
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 66
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 66
B. Saran ................................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementrian Agama Republik Indonesia ............................................................. 71
2. Brosur Perjalanan Umrah .................................................................................... 72
3. Contoh Gambar Visa .......................................................................................... 73
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pengajuan Judul
2. Lembar ACC Judul Oleh Dosen Pembimbing Akademik
3. Surat Pengajuan Dosen Pembimbing Skripsi
4. Surat Bimbingan Skripsi
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Keterangan Penelitian Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang lengkap dan Rahmatan li al „alamin.
Sebagai agama yang lengkap, Islam memberikan aturan dan tuntunan pada hampir
seluruh aspek manusia dan kemanusiaan mulai dari ujung kaki hingga ujung
rambut. Begitu pula segala hal ihwal aktifitas manusia mulai dari bangun tidur
sampai tidur lagi juga diatur dalam Islam. Sebagai agama Rahmatan li al „alamin,
Islam menawarkan solusi di setiap aturan dan ketentuan yang diberlakukan –hal
ini, bisa diketahui dengan merenungkan hikmah di setiap aturan syari‟at-. Hampir
tidak ada aturan atau ketentuan syari‟at yang diberlakukan tanpa ada aspek dar‟u
al mafasid (menghindari kerusakan) dan atau aspek jalbu al mashalih
(mendapatkan kemanfa‟atan). Salah satu aturan atau ketentuan syari‟at tersebut
adalah keharusan kesertaan mahram bagi perempuan saat safar.
Pada masyarakat awam, sering terjadi salah paham dalam memahami
istilah mahram. Mereka banyak yang menyebutnya dengan istilah muhrim. Dalam
terminologi Bahasa Arab, kata mahram adalah orang-orang yang merupakan
lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) dinikahi. Dalam terminologi, istilah
muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji setelah
tahallul. Mahram tidak hanya berhenti pada masalah perkawinan. Hal tersebut
terbukti dengan adanya ketentuan bagi seorang perempuan dalam melakukan
safar. Menurut pendapat sebagian ulama, hanya diperbolehkan melakukan safar
2
jika dibersamai mahram nya. Ketentuan keharusan kesertaan mahram 1
perempuan pada safar bisa ditemukan pada hadis Nabi Saw yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة و زهير بن حرب كالهما عن سفيان _ قال أبو بكر حدثنا سفيان بن عيينة_
صلى اهلل عليه وسلم يخطب حدثنا عمرو بن دينار عن أبي معبد قال سمعت ابن عباس يقول سمعت النبي
يقول: ال يخلون رجل بـإ مرأة إال و معا ذو محرم وال تسافر المر أة إال ومع ذى محرم. فقام رجل فقال يا
رسول اهلل إن امرأتى خرجت حاجة و إني اكتتبت في غزوة كذا و كذا. قال انطلق فحج مع امرأتك.
“Janganlah seorang perempuan menyendiri dengan seorang laki-laki
kecuali dengan mahram-nya dan janganlah seorang perempuan
melakukan perjalanan kecuali disertai mahram-nya. Seorang laki-laki
berdiri dan berkata: “wahai Rasulallah istriku bepergian untuk suatu
kepentingan dan Aku mendapat mandat untuk berperang. Rasul saw
menjawab: “Pergilah berhaji bersama istrimu”.2
Dalalah yang ditunjukkan pada hadis tersebut menurut Imam al-Nawawi
adalah bahwa bagi yang berstatus mahram dengan perempuan yang melakukan
suatu perjalanan boleh menemaninya karena tidak boleh menikahi, sedangkan
bagi yang bukan mahram -nya tidak boleh menemani karena boleh menikahi.3
Dari hadits ini, bisa diketahui bahwa seorang perempuan tidak diperbolehkan
berduaan dengan lelaki yang bukan mahramnya dan tidak diperbolehkan
1 Kata mahram berasal dari lafaz haram yang berarti terlarang atau dilarang. Kata
tersebut, merupakan isim maf‟ul, bentuk dasar dari kata harama (fi‟il madhi) atau bisa juga harima
atau aaruma. Kata mahram dengan jama‟nya maharim memilki makna ma la yahillu intihakuha
(sesuatu yang tidak boleh dilanggar). Lihat Luis Ma‟luf , al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‟lam,
(Bairut: Dar al-Masyriq, 2007), h.128. lihat juga A.W. Munawwir, Kamus Munawwir Arab-
Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.257. 2 Imam Bukhârî dan Muslim yang meriwayatkan hadis ini dengan lafaz yang hampir
sama, dalam satu riwayat disebutkan lafaz dari imam Muslim. Imam Muslim, Sahih Muslim, juz 2,
bab Safara Mar‟ah ma‟a Mahramin, no.424, Maktbah al-Syamilah. 3 Imam al-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, (Bairut:Dar al-Fikr, t.t), h.103.
3
bepergian – walaupun untuk keperluan ibadah sekalipun – tanpa disertai
mahramnya.
Ketentuan hadis ini bukanlah ketentuan yang hanya sifatnya membatasi
perempuan dan mengekang dari segala hal. Justru sebaliknya, hadis ini
memberikan hak kepada wanita untuk beribadah layaknya laki-laki dengan
mempertimbangkan maqasid al-Syari‟ah diantaranya menjaga wanita dari segala
bahaya – baik mengenai nyawa, kehormatan, keturunan - yang mengancam,
sehingga menimbulkan ketidak amanan bagi perempuan tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar perempuan tersebut mendapatkan keamanan. Dimana
keamanan merupakan syarat seseorang diperbolehkan bepergian.
Pemahaman mengenai maksud hadis ini sangatlah penting agar tidak
terjadi kesenjangan dan kesalahpahaman antara maksud atau kandungan hadis dan
implementasi lapangan. Sehingga tidak keluar dari koridor maqasid al-Syari‟ah.4
Pemahaman yang tidak sesuai dengan pesan dan kandungan hadis akan
mengakibatkan implementasinya tidak sampai pada maqasid al-Syari‟ah bahkan
menimbulkan kemudharatan.
Kesertaan mahram dalam safar perempuan, merupakan kajian fiqh yakni
hasil dari ijtihad para ulama berdasarkan pada syari‟at yang ada. Ijtihad hukum
yang dihasilkan akan berbeda-beda sesuai masa dan tempat dimana ijtihad itu
dilakukan dan bagaimana keadaan masyarakat pada saat itu. Sebagaimana fiqh
safar di Arab Saudi bagi perempuan yang belum menikah harus ditemani mahram
nya ketika bepergian. Hal ini melihat pada tingkat keamanan di Arab Saudi
4 Muhammad Syahrur, Prinsip dan Dasar Hermeneutik Hukum Islam Kontemporer, alih
bahasa Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: ELSAQ Press, 2007), h. 216.
4
terhadap perempuan jika bepergian sendiri. Didukung dengan lingkungan dan
budaya masyarakat Arab. Berbeda dengan di Indonesia, bagi muslimah yang
bepergian, tidak harus ditemani mahram nya baik bepergian di dalam negeri
maupun bepergian ke luar negeri. Hal ini juga melihat pada tingkat keamanan dan
kultur masyarakat Indonesia itu sendiri. Dengan adanya pemahaman dan
penerapan hokum dari ijtihad para ulama tersebut, Arab Saudi juga menerapkan
hukum tersebut sebagai salah satu peraturan yang harus ditepati bagi setiap
muslimah yang akan berkunjung ke Arab Saudi. Diketahui bersama bahwa Arab
Saudi adalah Negara pusat Islam sedunia, haji dan umrah termasuk dalam ruang
lingkup tersebut. Maka haji dan umrah juga harus mengikuti hukum dan sistem
yang diterapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Yakni wajibnya bagi seluruh
jama‟ah haji dan umrah perempuan disertai mahram ketika melakukan haji atau
umrah tersebut.
Hadis kesertaan mahram bagi perempuan pada safar ini berlaku pada
semua safar perempuan yang memang memerlukan mahram sebagai pendamping
untuk keamanan. Salah satunya adalah safar umrah dan haji. Umrah dan haji
merupakan safar yang mengharuskan keamanan sebagai syarat isthitho‟ah.5 Dan
merupakan syarat umum dalam pelaksanaan haji dan umrah.6 Akan tetapi
dinamika sosio kultural masyarakat sekarang tentang safar umrah mengantarkan
5 Abȗ Bakr „Usmân bin Muhammad Syath al-Dimyâtî, Hasyyah I‟anatu al-Thalibin „Ala
Hal alfaz Fath al-Mu‟in li Syarhi Qurratu al-„Ain bi Muhimmati al-Din,jilid 2, (Bairut: Dâr al-
Kutub, 2012), h.468. 6 Penjelasan Malik bin Annas dalam sebuah hadis riwayat Abu „Isa Muhammad bin „Isa
bin Surah al-Tirmizi, tentang kesertaan mahram dalam ibadah haji. Pada Babu Ma Ja a Fi
Karahiyati an Tusafiru Fi Mar‟ah Wahdaha, hadis no.15 Maktabah al-Syâmilah dan pendapat
imam Syafi‟I pada masalah istita‟ah dalam ibadah haji dan umrah.
5
pada pemahaman lain oleh sebagian orang tentang kesertaan mahram perempuan
pada safar umrah.
Dinamika sosio kultural mayarakat tersebut adalah animo masyarakat
untuk melaksanakan umrah dari waktu ke waktu selalu meningkat. Hal ini
dikarenakan terbatasnya kuota haji sehingga menimbulkan waiting list atau daftar
tunggu yang berkepanjangan. Disamping itu kerinduan akan ibadah haji semakin
tak tertahankan, maka umrah dianggap sebagai salah satu solusi instan untuk
segera sampai ke tanah suci.
Hal tersebut dibuktikan dengan data dari Kementerian Agama RI pada
tahun 2016. Berdasarkan laporan dari Kantor Urusan Hai (KUH) Indonesia di
Jeddah, mulai dari 1 Januari hingga 16 April tercatat 31.425 jamaah umrah.
jamaah tersebut berangkat melalui 85 travel atau Penyelenggara Pelaksana Ibadah
Umrah (PPIU). Data tersebut meningkat jika dibandingkan dengan rekapitulasi
per 2 April yaitu sebanyak 21.701 jamaah umrah. dengan rata rata sekitar 266
jamaah umrah yang terbang ke Saudi setiap hari. Perkembangan selanjutnya
rekapan data per 30 April jamaah mencapai 26.411 dan terus meningkat rekapan
data 1 Januari hingga 7 Mei 2017 Jamaah mencapai 34.869 jamaah. Maka dapat
diperkirakan rata rata 5.602 jamaah umrah Indonesia yang berangkat umrah setiap
bulan. Peningkatan ini akan semakin berlipat-lipat pada bulan Ramadhan dan hari
hari besar Islam lainnya.7
Sedangkan kasus pada September 2016, ditemukan 30 jama‟ah haji
Indonesia tanpa masuk kuota haji nasional Indonesia. Baik kuota nasional haji
7 http://haji.kemenag.go.id/tingginya-minat-umrah. Kementrian Agama R.I Direktorat
Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, Affan Rangkuti, Rabu 29 April 2015, Senin 11 Mei
2015. Diakses pada 18 Februari 2017, pukul 10. 30 WIB.
6
regular maupun kuota nasional haji khusus. Mereka masuk ke Arab Saudi
menggunakan visa ziarah. Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menjelaskan bahwa nasib 30 jama‟ah haji nonkuota ini spekulatif sekali.
Sebab belum ada jaminan mereka lolos masuk kawasan Armina. Sejumlah masuk
kawasan Armina, ada pos penjagaan (check point). Disetiap pos ini, jama‟ah haji
akan diperiksa legalitas visa hajinya. Jama‟ah haji nonkuota yang boleh masuk ke
Armina adalah jama‟ah kategori undangan kerajaan Arab Saudi. Menurut
pengamat jama‟ah haji, bahwa masyarakat umumnya nekat menjadi jama‟ah haji
nonkuota karena tidak sabar menunggu lamanya antrian haji. Antrian jama‟ah haji
ini, semakin membengkak karena adanya pemotongan kuota atau jumlah jama‟ah
haji Indonesia mencapai 20 persen pertahun. Kuota normal jama‟ah haji mencapai
211.000 dengan adanya potongan jama‟ah kini tinggal 168.800 orang. Menurut
laporan, bahwa kuota akan dinormalkan kembali jika renovasi masjidil haram
telah selesai. Pemerintah Arab Saudi berjanji akan menyelesaikan renovasi
masjidil haram pada tahun 2016 ini.8 Sedangkan menurut wakil ketua komisi VIII
DPR RI, Ledia Hanifa Amalia menyatakan bahwa ditambahnya kuota calon
jama‟ah haji Indonesia akan mengurangi antrian calon jama‟ah haji Indonesia.
Namun, untuk calon jama‟ah umrah tidak akan berkurang, karena faktor antrian
haji masih cukup lama. Penambahan kuota haji, tidak mengubah keinginan
masyarakat untuk pergi umrah karena jama‟ah umrah banyak dan travel
bermacam-macam. Dengan ini, Ledia berharap Direktorat Pembinaan Haji dan
Umrah Dalam Negeri untuk mengontrol travel umrah yang ada di Indonesia.
8 www.radarpekalongan.com, 8 September 2017, diakses pada Rabu 9 Agustus 2017,
pukul 13.00 WIB.
7
Pengecekan harus dilakukan secara rutin, karena penyelenggara tidak hanya
dipusat, namun didaerah-daerah.9 Pengecekan tersebut penting karena adanya
kasus jama‟ah haji Indonesia menggunakan paspor Negara lain. Seperti kasus
pada Agustus 2016, 177 jama‟ah haji Indonesia menggunakan paspor Filipina.
Menurut salah satu pengurus ormas Islam bahwa praktek penggunaan paspor
Negara lain terutama Filipina, Thailand dan Vietnam untuk menunaikan ibadah
haji sudah sering dilakukan oleh WNI, karena terbatasnya kuota ibadah haji
Indonesia.10
Dari animo masyarakat tersebut, perlu dilihat bagaimana praktek haji dan
umrah yang dilaksanakan oleh agen perjalanan ibadah haji dan umrah. Sebagian
hal yang telah diketahui bersama oleh para jama‟ah atau sebagian masyarakat
bahwa setiap agen memiliki berbagai syarat dan ketentuan yang berlaku.
Diantaranya adalah adanya ketentuan keharusan jama‟ah umrah perempuan
berusia dibawah empat puluh tahun yang tidak disertai mahram, membayar uang
mahram sesuai ketentuan yang ada. Sedangkan bagi jama‟ah perempuan yang
berusia diatas empat puluh tahun tanpa disertai mahram tidak diberlakukan hal
tersebut. Tentu praktek tersebut perlu diketahui bagaimana landasan hukum atau
ketentuan syari‟at yang dipahami sehingga terjadi dan dilaksanakan pada setiap
umrah perempuan yang tanpa disertai mahram.
Dari kenyataan tentang kebijakan ini, penulis menduga ada kesenjangan
antara teks hadis kesertaan mahram perempuan pada safar dengan praktik pada
9 Jurnal Haji dan Umrah, Rabu 4 Muharram 1438 H/ 5 Oktober 2016. Diakses pada Rabu,
9 Agustus 2017, pukul 13.30 WIB. 10
www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/16. Diakses pada 9 Agustus 2017,
pukul 14.24 WIB.
8
agen perjalanan ibadah haji dan umrah. Letak kesenjangan tersebut adalah
keharusan kesertaan mahram diganti dengan kebijakan membayar uang mahram.
Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait peran
kesertaan mahram bagi perempuan pada safar (umrah).
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulisan
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah kontekstualisasi konsep mahram menurut
pandangan ulama?
b. Bagaimanakah pengaplikasian kontekstualisasi hadis tentang
kesertaan mahram dalam safar perempuan terhadap realita sosial
sekarang?
c. Apakah dasar ketentuan persyaratan membayar uang mahram bagi
jamaah umrah perempuan usia dibawah 40 tahun?
d. Apakah pemerintah selaku penyelenggara ibadah haji atau umrah
mengatur tentang mahram?
e. Bagaimanakah pemahaman dan praktek yang dilakukan terhadap
kesertaan mahram oleh badan penyelenggara pemberangkatan haji
dan umrah?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis akan lebih
fokus pada poin-poin tertentu saja, melihat pada dalil yang menjadi
9
dasar hukum, melihat pemahaman dan praktek yang dilakukan oleh
badan penyelenggara haji dan umrah terhadap peran kesertaan
mahram bagi perempuan pada safar haji dan umrah.
3. Perumusan Masalah
1. Apa problematika yang dihadapi dalam penerapan peran
kesertaan mahram bagi perempuan dalam perjalanan haji dan
umrah di Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah?
2. Bagaimanakah peran kesertaan mahram bagi perempuan pada
perjalanan haji dan umrah?
C. Tinjauan Pustaka
Penelitian seputar fiqh Haji khususnya pada persoalan mahram maupun
perempuan masih sangat jarang ditemukan mengingat jurusan Manajemen Haji
dan Umrah ini tergolong jurusan baru dalam daftar penjruusan yang ada adi
kalangan universitas. Berikut beberapa yang dapat penulis cantumkan berikut
dengan keabsahan teori sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya.
1. Jurnal Musawa Studi Gender dan Islam, diterbitkan oleh UIN
Yogyakarta, tahun 2005. Jurnal ini, membahas tentang persoalan
mahram dari sudut pandang al-Qur‟an dan Hadis serta komentar
ulama tentang makna dan pemahan hadis secara tekstual dan
kontekstual. Dalam jurnal tersebut belum memperlihatkan
bagaimana implementasi atau praktek mahram yang diterapkan.
10
Sedangkan tulisan ini akan menarasikan bagaimana kerja atau
praktek mahram yang berlaku untuk melihat kesesuainan dengan
syari‟at tentunya berdasarkan pada al-Qur‟an dan hadis dan tidak
lepas dari koridor maqasid al-Syari‟ah.
2. Skripsi yang berjudul Wanita dalam perspektif As Sunnah disusun
oleh Nur Hamidah pada tahun 2000 dari Pasca Sarjana Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang membahas tentang
peran wanita pada masa rasul dalam kehidupan sosial, pembinaan
wanita dalam ilmu pengetahuan, sosial, dakwah, akhlak dan jiwa.
Namun tidak membahas tentang aplikasinya hal tersebut dimasa
sekarang. Menurut penulis,akan lebih baik jika dilengkapi dengan
contoh aplikasi pada masa sekarang dengan berdasar melihat
kontekstual atau fenomena yang ada termasuk mengenai safar
perempuan.
3. Skripsi yang berjudul Kontekstualisasi Hadis Penyertaan Mahram
dalam Perjalanan Seorang Perempuan. Disusun oleh Nur Laila
Syahidah pada tahun 2013, pembahasan lebih focus kepada
pemahaman secara kontekstual terhadap beberapa hadis yang
dianggap dapat mewakili tentang persoalan mahram pada safar
perempuan dan melihat sekilas pandangan ulama klasik serta ruang
lingkup pembahasan yang sederhana.
4. Skripsi yang berjudul Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen
11
PHU) Kementrian Agama Republik Indonesia Tahun 2010-2011.
Disusun oleh Abdus Somad pada tahun 2013, dalam penelitian
dipaparkan semua tugas, fungsi yang ada di lingkungan kerja Ditjen
PHU, dipaparkan juga deskripsi penyelenggaraannya pada tahun
2010 dan 2011 namun disana tidak dibahas secara rinci masing
masing subbab termasuk mengenai keamanan dan perlindungan
Jamaah Haji yang dalam hal ini termasuk peran kesertaan mahram
bagi perempuan dibawah umur 45 tahun.
Adapun yang membedakan pembahasan ini dengan beberapa pustaka
tersebut adalah bahwa penelitian ini berusaha mengkaji lebih mendalam tentang
mahram yang dianggap dapat mewakili untuk mencapai pembahasan, yang
kemudian akan disajikan dalam bentuk kesimpulan yang berisi bagaimana peran
kesertaan mahram dan kedudukannya bagi perempuan pada perjalanan umrah
serta pengaplikasiannya dalam realita sosial sesuai dengan kebijakan yang
disepakati oleh Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah. Hal inilah yang menurut
penulis belum dibahas dalam penelitian khususnya dalam skripsi Jurusan
Manajemen Dakwah Haji dan Umrah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan penelitian ini, diharapkan praktek peran kesertaan
mahram pada perjalanan perempuan dalam ibadah umrah dapat dilaksanakan dan
dipahami sebagaimana mestinya.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:
12
1. Untuk mengetahui konsep mahram
2. Untuk mengetahui hubungan pemahaman dan praktek yang dilakukan
Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah terhadap peran
kesertaan mahram oleh badan penyelenggara haji dan umrah.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk:
1. Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan bisa menjadi khazanah
keilmuan manajemen dakwah dalam lingkup manajemen haji oleh
Kemenag RI dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam
berbagai penulisan karya ilmiah.
2. Akademis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi teoritis dan dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan
mengenai praktek yang sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh
Ditjen PHU untuk mencapai penyelenggaraan haji yang mabrur dan
ideal.
3. Praktisi/Masyarakat, yaitu memberikan gambaran dan informasi
kepada masyarakat umum khususnya pada mahasiswa Manajemen
Dakwah Haji dan Umroh bagaimana pentingnya peran kesertaan
mahram bagi perempuan pada perjalanan khususnya haji atau umrah.
E. Metodologi Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian yang dianggap lebih
komprehensif dan lebih mudah dipahami. Antara lain:
1. Metode Pengumpulan Data
13
Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan
(library research) atas buku buku yang terkait dengan pembahasan dan aspek-
aspek yang terkait dengan pembahasan. Kemudian penulis mengumpulkan
data-data yang telah dihasilkan dari kepustakaan, menelitinya dan membuat
kesimpulan. Kemudian penulis menawarkan solusi sebagai sebuah tanggapan
atas masalah yang ada di masyarakat dengan teori yang ada.
2. Metode Penelitian
a. Metode Penelitian
Adapun metode pembahasan skripsi ini, penulis akan
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode
penelitian yang mengumpulkan dan menganlisis data kualitatif, yaitu kata-
kata dan perbuatan manusia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
lapangan, karena yang diteliti adalah sesuai dengan yang ada di lapangan
secara langsung. Menurut Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian. Dengan memilih metode penelitian kualitatif ini,
penulis mengharapkan dapat memperoleh data yang lengkap dan akurat.
b. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenis penelitian, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan angka-angka. Data tersebut berasal dari penelitian
langsung kepada objek dengan teknik wawancara langsung.
c. Waktu Penelitian
14
Dalam penelitian ini penulis membatasi waktu pada bulan April s.d
September 2017
d. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah Kantor Kementrian
Agama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang
didalamnya terdapat sekelompok orang yang dapat memberikan informasi
representatif, mereka terdiri dari Kepala Bagian Umum dan Kepala Seksi
Bidang Pembinaan/Bimbingan Jamaah Haji, staff dan jajarannya.
Travel/Biro Wisata penyelenggara Haji dan Umrah.
e. Lokasi Penelitian
Kantor Kementrian Agama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah, Jalan Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta 10710
Travel Al Isya Nurul Baqi Tour and Travel, Jalan Cirendeu Raya
No. 1C, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang.
PT. Wanda Fathimah Zahra, Jalan MH. Thamrin No. 138
Pekunden Semarang
f. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah
menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif, data yang dilakukan
dalam penulisan ini melalui data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau
badan tertentu. Seperti hasil wawancara atau hasil kuesioner yang
dilakukan oleh peneliti.
15
Sedangkan data sekunder, berupa data primer yang telah diolah
lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau
pihak lain. Adapun topik penelitian ini, terfokus pada bidang hadis dan
pemahaman serta implementasi terhadap hadis tentang kesertaan mahram
oleh badan penyelenggara haji dan umrah. Sedangkan data sekunder pada
penelitian ini adalah data pendukung yang diperoleh dari literatur yang
digunakan yaitu; pertama, Alquran dan kitab-kitab hadis khususnya kutub
al-Tis‟ah untuk mengkaji hadis-hadis yang berhubungan dengan mahram.
Kedua, literatur-literatur hadis atau kitab syarah yang menjelaskan tentang
hadis-hadis tersebut dan berhubungan dengannya. Ketiga, literature yang
berhubungan dengan pandangan ulama klasik hingga kontemporer dalam
memandang konsep maẖram sehingga dapat meninjau lebih luas untuk
pengaplikasian hadis yang berhubungan dengan persoalan mahram yang
ada.
Mengingat penelitian ini adalah penelitian lapangan maka untuk
mendapatkan data-data tentang pengetahuan yang berhubungan dengan
pemahaman objek yang dikaji, akan dilakukan wawancara kepada badan
atau objek tertentu yang berhubungan dengan penelitian. Untuk
memperoleh data pendukung dilakukan juga kajian literature11
atau bahan-
bahan yang bersifat kepustakaan, sedangkan pendekatan yang digunakan
11
Disebut juga kajian teori, studi pustaka, studi kepustakaan yang banyak menguraikan
landasan-landasan berfikir yang mendukung penyelesaian masalah penelitian. Lihat, M. Subana
dan Sudrajat, Dasar-Dasar Ilmu Penelitian Ilmiah. (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.77.
16
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif 12
. Hal ini, bertujuan agar
penelitian mencapai maksud dari penelitian dan selalu dapat mengikuti
pertanyaan penelitian serta dapat melaporkan pandangan informan dengan
terperinci dan ilmiah.
3. Metode Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Wawancara yang digunakan secara
mendalam yaitu menggunakan teknik wawancara terstruktur. Wawancara
terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila penelitian atau
pengumpul data telah mengtahui dengan pasti tentang informasi apa saja yang
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data
telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis
yang telah disiapkan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur, adalah
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar dari permasalahan yang akan ditanyakan.
12
Pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai proses investigasi dimana peneliti berusaha
memahami fenomena sosial secara bertahap dengan membedakan, membandingkan dan meniru
serta mengkatalogkan objek studi. Lihat, John W. Creswell, Research Design; Qualitative &
Quantitative (terj.). cet II. (Jakarta: KIK Press, 2003), h. 4-6. Kualitatif merupakan penelitian
berupa pengumpulan data lebih dalam bentuk deskriptif dengan kata-kata atau gambar. Lihat Prof.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Rajawali Press: Jakarta, 2011), h.3.
17
4. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dan analitis. Yakni menganalisis data-data yang berhubungan
dengan persoalan mahram yang terjadi dimasyarakat serta hadis-hadis dan
analisis hadis yang terdapat dalam kitab-kitab klasik maupun kontemporer.
Untuk memperoleh pemahaman konsep mahram yang dipahami oleh badan
penyelenggara haji dan umrah, maka dilakukan wawancara secara langsung
dengan personil-personil yang berhubungan dengan penyelenggaraan haji dan
umrah. hal ini dilakukan agar lebih mengetahui pandangan para personil yang
mendukung terselenggaranya praktek mahram pada jama‟ah haji dan umrah,
serta melihat pada suatu ketentuan atau peraturan-peraturan yang ada
didalamnya.
5. Tekhnik Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman
Akademik Strata I 2013/2014 yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi,
dkk dan diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tahun 2013.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, pada tiap-tiap bab
terdiri dari beberapa sub bab.
Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Identifikasi Masalah,. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tinjauan
18
Pustaka, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
Bab II, berisi tentang tinjauan teoritis yang terdiri dari: Pengertian
Aplikasi, Pengertian Peran, Pengertian Mahram, Pengertian Haji dan Umrah.
Bab III, berisi tentang gambaran umum Direktorat Jenderal
Penyelenggara Haji dan Umroh mulai dari Sejarah berdiri, Visi dan Misi, Tugas
Pokok dan Fungsi dan Struktur Organisasi.
Bab IV, tinjauan terhadap pemahaman dan praktek yang dilakukan tentang
peran kesertaan mahram pada safar perempuan oleh Direktorat Jenderal
Penyelenggara Haji dan Umrah.
Bab V, penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian Peran
Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Artinya
seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan suatu peran.13
Secara etimologi dalam kamus modern “peran” berarti sesuatu yang
menjadi kegiatan atau memegang pimpinan yang utama, memerankan,
memainkan sesuatu, peran lakon, bagian utama.14
Sedangkan menurut tokoh,
berbeda-beda argumen yang diutarakan. Menurut Jenning peran yaitu cara
berinteraksi yang melibatkan tingkah laku individu dalam masyarakat, yang
pada akhirnya ada proses penempatan status peranan seseorang dala, keluarga,
organisasi atau lembaga, masyarakat dan lain sebagainya.
Menurut Gross Masson dan A. W. Mc. Eachern sebagaimana dikutip
oleh David Berry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan
yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.15
Sarlito Wirawan Sarwono menerangkan dalam bukunya bahwa “peran adalah
harapan-harapan lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas
dan semestinya dilakukan oleh seseorang yang memiliki peran
13
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
(Jakarta: Prenada Media kencana Group 2007), cet. Ke-3, h. 159 14
Poerwadarminta, WJS, Kamus Modern,(Jakarta:jembatan 1976), cet. Ke-2, h.473) 15
N. Gross, W. S. Mason, and A. W. Mc Eachern. Explotation in Role Analysis, dalam
David Berry, pokok-pokok pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1995), cet.
Ke-5, h. 99
20
tertentu.16
Sedangkan menurut Abu Ahmadi dalam buku Psikologi Sosialnya
menulis bahwa “peran adalah suatu penghargaan manusia terhadap cara
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status
dan fungsi sosialnya.17
Dan dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam
teori peran dalam golongan yaitu istilah-istilah yang menyangkut:
1) Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.
2) Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
3) Kedudukan orang-orang dalam perilaku.
4) Kaitan antara orang atau perilaku
Dari beberapa definisi diatas maka jelaslah bahwa peran merupakan
suatu kegiatan yang berkaitan dalam kehidupan manusia karena peran
seseorang merupakan bagian dalam interaksi sosial dan dalam interaksi
tersebut akan memunculkan perilaku. Perilaku yang diharapkan tidak berdiri
sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan adanya orang lain yang dimiliki
oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
2. Jenis- Jenis Peran
a. Role Position, adalah kedudukan sosial yang sekaligus menjadi status
atau kedudukan yang berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi
orang/lembaga tersebut dalam struktur posisi tertentu
b. Role Behaviour, adalah cara seseorang/lembaga dalam memainkan
perannya.
16
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984),
cet. Ke-1, h. 235 17
Abu Ahmad, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta 1991), h. 14
21
c. Role Perception, adalah bagaimana seseorang/lembaga memandang
peranan sosialnya serta bagaimana ia harus bertindak dan berbuat atas
dasar pandangannya tersebut.
d. Role Expectation, adalah peranan seseorang/lembaga terhadap peranan
yang dimainkannya bagi sebagian besar masyarakat.
B. Mahram
1. Pengertian Mahram
Dikalangan masyarakat sering terjadi kekeliruan dalam menggunakan
istilah mahram dan muhrim. Mahram secara etimologi berasal dari kata حرم
yang berbentuk masdar mim حمرم yang artinya “yang haram, kerabat yang
haram dinikahi, terlarang”.18
Secara terminologi mahram adalah orang yang
haram untuk dinikahi, baik mahram yang bersifat selamanya (mu‟abbad)
maupun sementara (muaqqat).19
Maẖram yang bersifat selamanya
(mu‟abbad) menyebabkan seorang laki-laki diharamkan20
untuk menikahi
seorang perempuan untuk selamanya, kapanpun. Sedangkan mahram muaqqat
hanya mengharamkan seorang laki-laki menikahi perempuan selama waktu
tertentu dan keadaan tertentu. Jika status hubungan yang menjadikan mereka
mahram berubah dan mereka bukan mahram lagi, maka pernikahan mereka
18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab- Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif: 2002), h. 257 19
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2009), h.46 20
Al-Raghib al-Asfahani menjelaskan tentang haram yaitu sesuatu yang dilarang (al-
mamnu minhu), baik larangan yang bersifat paksaan atau karena pertimbanagn akal sehat, syara‟
atau pertimbanagn orang yang mengetahui masalah tersebut. Lihat al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam
Mufradat al-Fazh al-Qur‟an, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), h. 113
22
halal untuk dilaksanakan.21
Sedangkan istilah muhrim, berarti seorang yang
sedang melakukan ihram haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram.
Ketika itu, ia tidak diperbolehkan melakukan beberapa hal yang menjadi
larangan bagi orang yang sedang ihram. Seperti memakai wangi-wangian,
memakai pakaian yang berjahit, berburu, merusak tanaman dan hal lainnya
yag menjadi larangan bagi orang yang sedang ihram, sampai ia selesai
tahallul.22
Menilik kembali makna lafaz حرم yang melahirkan term محرم memiliki
pesan moral dari adanya konsep mahram yakni memperlihatkan selayaknya
para perempuan dihormati, dimulyakan dan dijaga kehormatannya dengan
konsekuensi bahwa perempuan mahram tidak sepantasnya untuk dinikahi oleh
laki-laki yang menjadi mahram nya.23
Larangan menikahi perempuan yang
menjadi mahram seseorang, bukan lahir dari praktik masyarakat, akan tetapi
karena tidak sejalan dengan akal sehat naluri manusia. Hal tersebut juga telah
menjadi rambu-rambu dalam surah al-Nisa‟: 23 yang juga berkaitan dengan
konteks munasabah pada ayat sebelumnya Yakni merupakan salah satu
kebiasaan orang-orang jahiliyyah menikahi mahram nya.24
Imam Fakhruddin
al-Razi dalam tafsir al-Kabîr, menegaskan bahwa keharaman menikahi ibu
21
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2009), h.57 22
Merupakan salah satu ritual haji atau umrah, yakni mencukur rambut sebagai tanda
bahwa haji atau umrah sudah selesai, diaman seseorang dihalalkan kembali melakukan hal-hal
yang dilarang disaat ihram haji atau umrah. Lihat Abi Hamid Muhammad al-Ghazali, Mukhtashar
Ihya‟ „Ulum al-Din, (Cairo: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 2004), h. 53 23
Abdullah Mustaqim, Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam no.9, 1 januari 2010, h. 6 24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol. 2,
Edisi Baru Cet. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 470
23
dan anak-anak perempuannya sendiri sudah diterapkan sejak nabi Adam A.S
bahkan tidak ada agama Ilahi manapun yang memperbolehkannya.25
Melihat dasar konsep mahram yang telah ditetapkan dalam Syari„at,
maka mahram memiliki hubungan dengan kesertaan pada safar perempuan.
Artinya mereka yang dimaksud untuk menemani perempuan ketika bepergian
adalah mereka yang telah menjadi mahram nya. Mahram dalam safar ini
menurut ulama hadis, salah satunya imam Nawawi berpendapat bahwa
mahram adalah mereka yang haram dinikahi selamanya karena hubungan
nasab, rada‟ (persusuan) dan hubungan pernikahan. Penekanan kata selamanya
disini, berindikasi pada keharaman atas saudara ipar perempuan atau bibi dari
istri akan hilang keharamannya untuk dinikahi ketika istri meninggal dunia.26
Begitu juga menurut kamus istilah haji dan umrah, bahwa yang dimaksud
mahram dalam haji atau umrah adalah laki-laki atau perempuan yang haram
untuk dinikahi karena masih mempunyai hubungan darah dekat (nasab),
hubungan sesusuan dan hubungan pernikahan.27
Dari pengertian yang telah
dipaparkan tersebut maka, muncullah batasan bagi mereka yang menemani
perempuan untuk bepergian yakni mereka yang memiliki hubungan nasab,
hubungan sesusuan atau hubungan perkawinan. Hal ini terlepas dari
pemahaman teks hadis tentang mahram dalam safar perempuan baik secara
tekstual maupun kontekstual.
25
Muhammad Fakhruddin al-Razi, Tafsir Fakhru al-Din al-Razi al-Musytahidu bi al-
Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz. 10, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), h. 27 26
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Ibn Mura al-Hizami, Sa Muslim Bisyarhi al-Nawawi,
Babu Safara al-Mar‟ati Ma„a Mahramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, (Lebanon: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyyah, tt), h. 105 27
Sumuran Harahab, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008),
h. 354
24
2. Mahram Dalam Alqur’an
Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam al-Qur‟an , kata haram
dengan segala derivasinya disebut delapan puluh tiga kali dalam berbagai
konteks yang berbeda-beda. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an
, surat An-Nisa ayat 22-24 sebagai berikut:
حرمت {22} سبيال وال تنكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إال ما قد سلف إنه كان فاحشة ومقتا وساء
مهاتكم الالتي عليكم أمهاتكم وبـناتكم وأخواتكم وعماتكم وخاالتكم وبـنات األخ وبـنات األخت وأ
بكم الالتي في حجوركم من نسآئكم الالتي دخلتم أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأمهات نسآئكم وربائ
نائكم الذين من أصالبك م وأن تجمعوا بـين بهن فإن لم تكونوا دخلتم بهن فال جناح عليكم وحالئل أبـ
{22ف إن الله كان غفورا رحيما }األختـين إال ما قد سل
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan-perempuan yang telah
dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-
buruk jalan (yang ditempuh)”. Diharamkan atas kamu (menikahi)
ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-
saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-
saudara yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-
anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, dan istri yang telah kamu
campuri,tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan
menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
3. Mahram Dalam Perspektif Fiqih
Mahram merupakan masalah yang penting dalam Islam karena ia
memiliki beberapa pengaruh dalam tingkah laku, hukum-hukum halal atau
25
haram. Selain itu juga, mahram merupakan kebijaksanaan Allah
dan kesempurnaan agama-Nya yang mengatur segala kehidupan. Untuk itu,
seharusnya kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahram dan hal-
hal yang terkait dengan mahram.
A. Mahram Yang Bersifat Selamanya
Mahram muabbad adalah keharaman untuk menikahi seseorang yang
termasuk dalam mahram nya, yang bersifat selamanya. Berdasarkan surat an-
Nisa ayat 23, maka sebab-sebab seorang laki-laki haram menikahi seorang
perempuan selama-lamanya terbagi menjadi tiga, yaitu nasab (keturunan),
perkawinan dan persusuan.
a. Pengharaman Karena Nasab (Keturunan)
1) Ibu. Ibu di sini adalah perempuan yang mengandung dan melahirkan
anak laki-laki. Hubungan antara ibu dan anak inilah yang menyebabkan
adanya ikatan mahram. Lalu ibunya dari ibu, yaitu nenek hingga ke
atas, baik dari jalur bapak atau jalur ibu.28
2) Anak Perempuan. Anak perempuan di sini adalah anak yang dilahirkan
oleh istri maupun anak kandung. Anak perempuan hingga ke bawah
baik cucu perempuan dari anak laki-laki dan cucu perempuan dari anak
perempuan. Termasuk anak kandung dan tiri, cucu dan cicit dengan
semua tingkatannya.
3) Saudara Perempuan, yaitu saudara-saudara perempuan sekandung,
28
Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh, Fatwa-fatwa tentang Wanita Penerjemah
Majmuah (Jakarta: Darul Haq, 2011), h. 148
26
sebapak atau seibu.
4) „Ammah, yaitu bibi dari pihak ayah, perempuan yang menjadi saudara
kandung ayah, atau saudara perempuan ayah dari salah satu orang tua
ayah. Termasuk saudara-saudara perempuan kakek, baik sekandung,
sebapak dan seibu.
5) Khalah, yaitu bibi dari pihak ibu. Saudara-saudara ibu atau saudara-
saudara nenek yang perempuan hingga ke atas, baik sekandung,
sebapak atau seibu.
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki. Mereka adalah keponakan,
anak perempuan dari saudara laki-laki, baik kandung maupun anak tiri.
7) Anak perempuan dari saudara perempuan. Mereka adalah keponakan,
anak perempuan dari saudara perempuan, baik sekandung, sebapak atau
seibu.
b. Pengharaman Karena Perkawinan29
1) Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik
dari garis ibu atau ayah.
2) Anak tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin antara
suami dengan ibu anak tersebut. Termasuk juga cucu perempuan baik
dari anak laki-laki maupun anak perempuan.30
3) Menantu, yaitu istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah.
4) Ibu tiri, yaitu bekas istri ayah, untuk ini tidak disyaratkan harus adanya
29
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahran, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Press, 2009),
h. 69 30
Abd al-„Azim, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-„Aziz (Madinah: Dar al-
Taqwid, 1995), h. 287
27
hubungan seksual antara ibu dan ayah.
c. Pengharaman Karena Persusuan
Berdasarkan ayat di atas, Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh al- Sunnah
menjelaskan bahwa pengharaman karena sepersusuan terbagi menjadi berikut :
1) Ibu susuan (perempuan yang menyusui, karena ia berada di posisi ibu
bagi anak yang disusuinya).
2) Ibu dari ibu susuan, karena ia berstatus nenek bagi anak yang disusui.
3) Ibu dari suami ibu susuan (mertua ibu susu), karena ia juga nenek bagi
anak yang disusui.
4) Saudara perempuan ibu susuan, karena ia adalah bibi baginya.
5) Saudara perempuan dari suami ibu susuan.
6) Anak keturunan ibu susuan, baik dari pihak ayah dan ibu susuan
maupun salah satu pihak saja.
7) Saudara perempuan sesusuan, baik dari pihak ayah dan ibu susuan
maupun salah satunya saja.
Penjelasan seputar susuan ini dapat dikemukakan beberapa hal:
a. Susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah susuan yang
diberikan pada anak yang memah masih memperoleh makanan dari air
susu.
B. Mahram Yang Bersifat Sementara
Mahram Muaqqat yaitu orang-orang yang haram dinikahi karena sebab
tertentu dan bersifat sementara, yakni apabila penyebab kemahraman itu hilang,
28
hubungan mahram juga terputus
Adapun perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk sementara
adalah sebagai berikut :
1. Dua perempuan bersaudara haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam
waktu bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang
bersamaan.
2. Perempuan yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain.
3. Perempuan yang sedang masa „iddah.
4. Perempuan yang ditalak tiga haram dinikahi dengan bekas suaminya,
kecuali kalau sudah dinikahi lagi dengan orang lain dan telah berhubungan
serta dicerai oleh suami terakhir dan telah habis masa „iddah-nya.
5. Perempuan yang sedang melakukan ihram, baik ihram haji maupun umroh.
C. Haji dan Umrah
1. Pengertian Haji
Dalam ensiklopedi Islam, haji berarti menyengaja menuju dan
mengunjungi. Ia diambil dari etimologi Bahasa Arab dimana kata haji
mempunya arti qashd, yakni tujuan, maksud dan menyengaja. Menurut istilah
syara‟, haji ialah menuju ke Baitullah dan ke tempat-tempat tertentu31
dalam
definisi diatas, selain Ka‟bah dan Mas‟a (tempat Sa‟i), juga Arafah,
Muzdalifah, dan Mina. Sedangkan yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan
31
Abdul Rahman Al-Zaziri, Fikih Empat Madzab Bagian Ibadah (Puasa, Zakat,
Haji,Kurban). (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), Cet: ke-1, h. 77
29
Dzulhijjah.sedangkan amal ibadah tertentu adalah Thawaf, Sa‟i, Wukuf, Mabit
di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina dan lain-lain.32
Haji adalah
berkunjung ke Baitullah untuk melakukan beberapa amalan demi memenuhi
panggilan Allah SWT dan mengharapkan Ridho-Nya.
Ibadah haji mulai diperintahkan pada akhir tahun ke-9 Hijriah (setelah
Nabi berada di Madinah), dengan diturunkannya ayat yang berkaitan dengan
kewajiban itu. Yaitu ayat 97, S. Ali Imron (3): yang berbunyi:
على النا {79س حج البيت مه استطاع إليه سبيال ومه كفر فإن هللا غني عه العالميه }ولله
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah (QS. Ali Imran: 97)
Menurut cara pelaksanaannya, haji terbagi menjadi tiga macam, yaitu
haji ifrad, haji tamattu‟ dan haji qiran. Haji Ifrad adalah haji yang
dilaksanakan dengan mendahulukan umrah daripada ibadah haji, sedangkan
haji Tamattu‟ adalah ibadah haji yang dikerjakan dengan mendahulukan ihram
umtuk umrah lalu kemudian baru melaksanakan ihram haji setelah pekerjaan-
pekerjaan umrah lainnya telah selesai dikerjakan. Sedangkan haji Qiran adalah
melakukan ihram untuk ibadah haji sekaligus bersamaan dengan niat untuk
umrah.
Ibadah haji merupakan ibadah besar yang setiap saat orang dapat
menunaikannya, karena melaksanakan ibadah haji membutuhkan kekuatan
fisik, disamping kekuatan dana, keselamatan, keamanan khususnya bagi
perepuan yang tinggal jauh dari makkah seperti Indonesia. Oleh karena itu
32
Direktorat Jenderal Haji Kementrian Agama dan Persprektif Haji Indonesia (Jakarta:
Kemenag RI, 2010) h. 87
30
Allah hanya mewajibkan bagi orang-orang yang mampu.
Dalam pelaksanaan ibadah haji ada beberapa hal penting terkait syarat,
rukun, wajib dan sunnah haji yang perlu diperhatikan agar menghasilkan
ibadah haji yang mabrur.
a. Syarat Haji
Syarat adalah segala hal yang harus dilakukan sebelum melakukan
sebuah ibadah, tidak sah ibadahnya jika tidak memenuhi syarat. Dalam
pelaksanaan ibadah haji dan umrah pun juga ada beberapa syarat yang
harus dijalani oleh calon jamaah, tidak hanya semata-mata mampu dalam
hal pembiayaan, namun juga ada beberapa syarat utama yang harus
dimiliki oleh calon jamaah haji, antara lain:
1) Beragama Islam
2) Telah mencapai usia berakal (Baligh)
3) Berakal sehat
4) Merdeka (bukan hamba sahaya)
5) Pengetahuan tentang manasik haji dan umrah
6) Kemampuan (istita‟ah)
7) Dilaksankan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan
8) Kelengkapan dokumen perjalanan (paspor) dan izin masuk ke negara
tujuan (visa)
b. Rukun Haji
Rukun adalah segala sesuatu yang mendasar dan harus dikerjakan
selama satu ibadah berlangsung tidak sah jika meninggalkan satu
31
rukunnya. Adapun yang termasuk dalam rukun-rukun haji adalah enam
hal33
, antara lain:
1) Ihram, yaitu berniat untuk memulai ibadah haji
2) Wuquf di Arafah
3) Thawaf di Baitullah
4) Sa‟i antara bukit Shafa dan Marwah
5) Tahallul, yaitu mencukur atau memotong sedikit atau seluruh bagian
rambut
6) Tertib, yaitu berurutan mengerjakan rukun haji
c. Wajib Haji
Wajib haji atau umrah adalah sesuatu hal yang apabila
ditinggalkan, haji atau umrahnya sah, akan tetapi wajib membayar dam.
Wajib haji meliputi:
1) Melakukan ihram dari miqat
2) Mabit di Muzdalifah
3) Melempar jumrah aqabah (10 Zulhijjah)
4) Mabit di Mina dan melontar jamrah pada hari-hari Tasyriq, dan
5) Menghindari segala yang diharamkan dalam ihram34
Sementara untuk wajib umrah menurut Syafi‟iyyah ada dua, yaitu
ihram dari miqat dan menghundari semua larangan-larangan ihram.35
d. Sunnah Haji
Sunnah adalah amalan-amalan yang apabila dilaksanakan
33
Zakaria al-Anshari, Fat al-Wahhab, (Surabaya: al-Hidayah, t. th), Juz I, h. 258 34
Ibid, Juz I, h. 666 35
Ibid, Juz I, h. 665
32
mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak dikenakan apa-apa.36
1) Melakukan haji dengan Ifrad
2) Talbiyah
3) Thawaf Qudum
4) Bermalam di Muzdalifah
5) Shalat thawaf dua rakaat37
2. Pengertian Umrah
Pengertian umrah menurut bahasa berarti ziarah yang bertujuan untuk
menyuburkan rasa cinta.38
Kata umrah berasal dari i‟timar yang berarti ziarah,
yakni menziarahi ka‟bah dan berthawaf disekelilingnya, kemudian bersa‟i
antara shafa dan marwa, serta mencukur rambut (tahallul) tampa wukuf di
arafah. Dalam buku Bimbingan Manasik Haji Departemen Agama RI,
Umrah ialah berkunjung ke Baitullah untuk melakukan thawaf, sa‟i dan
bercukur demi mengharap ridha Allah.39
Umrah dapat dilaksanakan kapan saja kecuali di waktu-waktu
tertentu yang dimakruhkan (Hari Arafah, Nahar, dan hari Tasyrik)
Dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah ada beberapa hal penting
terkait syarat, rukun, wajib dan sunnah haji yang perlu diperhatikan agar
menghasilkan ibadah haji yang mabrur.
36
Muhammad al-Bakri Syata al-Dimyati, I‟anah al-Talibin, Juz I, h. 55 37
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Wacana Ilmu, 1995) h. 213 38
Ahmad Warson Munawir, Op. Cit., h. 1042 39
Departemen Agama RI Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta: 2003), h. 3
33
a. Syarat Umrah
Syarat adalah segala hal yang harus dilakukan sebelum melakukan
sebuah ibadah, tidak sah ibadahnya jika tidak memenuhi syarat. Dalam
pelaksanaan ibadah umrah pun juga ada beberapa syarat yang harus
dijalani oleh calon jamaah, tidak hanya semata-mata mampu dalam hal
pembiayaan, namun juga ada beberapa syarat utama yang harus dimiliki
oleh calon jamaah, antara lain:
1) Beragama Islam
2) Telah mencapai usia berakal (Baligh)
3) Berakal sehat
4) Merdeka (bukan hamba sahaya)
5) Pengetahuan tentang manasik haji dan umrah
6) Kemampuan (istita‟ah)
7) Dilaksankan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan
8) Kelengkapan dokumen perjalanan (paspor) dan izin masuk ke negara
tujuan (visa)
b. Rukun Umrah
Rukun adalah segala sesuatu yang mendasar dan harus dikerjakan
selama satu ibadah berlangsung tidak sah jika meninggalkan satu
rukunnya. Adapun yang termasuk dalam rukun-rukun haji adalah enam
hal40
, antara lain:
1) Ihram, yaitu berniat untuk memulai ibadah umrah
40
Zakaria al-Anshari, Fat al-Wahhab, (Surabaya: al-Hidayah, t. th), Juz I, h. 258
34
2) Wuquf di Arafah
3) Thawaf di Baitullah
4) Sa‟i antara bukit Shafa dan Marwah
5) Tahallul, yaitu mencukur atau memotong sedikit atau seluruh bagian
rambut
6) Tertib, yaitu berurutan mengerjakan rukun umrah
c. Rukun Umrah
Rukun umrah menurut Imam Syafi‟i ada lima, yaitu:
1) Ihram
2) Tawaf
3) Sa‟i
4) Memotong rambut, dan
5) Tertib
d. Wajib Umrah
Wajib umrah adalah sesuatu hal yang apabila ditinggalkan, haji
atau umrahnya sah, akan tetapi wajib membayar dam. Sementara untuk
wajib umrah menurut Syafi‟iyyah ada dua, yaitu ihram dari miqat dan
menghundari semua larangan-larangan ihram.41
e. Sunnah Umrah
Sunnah adalah amalan-amalan yang apabila dilaksanakan
mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak dikenakan apa-apa.42
41
Ibid, Juz I, h. 665 42
Muhammad al-Bakri Syata al-Dimyati, I‟anah al-Talibin, Juz I, h. 55
35
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTRIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
A. Sejarah Berdiri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Sejarah penyelanggaraan haji di Indonesia telah mengalami waktu yang
sangat lama. Bermula dari masuknya agama Islam hingga masuknya pada masa
reformasi. Menurut sejarah umat Islam Nusantara Indonesia menunaikan ibadah
haji sejak Islam masuk Nusantara pada abad ke-10 pada saat itu ibadah haji
dilakukan secara massal seperti saat ini.43
Sejarah penyelenggaraan haji memiliki dinamika yang bermuara pada
persoalan pokok yaitu peraturan menyangkut hubungan bilateral atara dua negara
yang memiliki perbedaan sosio-budaya, bentuk pemerintahan, dan status
kenegaraan. Indonesia menganut sistem pemerintahan, sementara Arab Saudi
menganut sistem kerajaan.
1. Penyelenggaraan Haji Masa Penjajahan
Faktor dominan dalam masalah perjalanan haji pada masa ini
(penjajahan) yaitu faktor keamanan di perjalanan dan fasilitas angkutan
jamaah haji yang masih sangat minim. Akan tetapi, kendala itu tidak
mengurangi keinginan umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji, bahkan
jumlahnya mulai meningkat cepat yang diperkirakan mulai pada tahun 1910
43
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggara Haji dan Umroh, 2012), h. 8
36
dengan melihat beberapa faktor tersebut, maka penguasa pada saat itu perlu
mengadakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan ibadah haji.44
2. Penyelenggaraan Haji Pasca Kemeredekaan
Penyelenggaraan pada masa ini dilakukan sepenuhnya oleh
Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada di setiap Karesidenan,
karena saat itu karesidenan merupakan pemerintahan daerah yang mengatur
dan mengelola serta mengadministrasikan segala urusan permasyarakatan,
termasuk didalamnya memudahkan semua urusan yang berhubungan dengan
calon jamaah haji.
Dalam perkembangan selanjutnya, untuk lebih memberikan kekuatan
legalitas penyelenggaraan haji, pada tanggal 21 Januaari 1950 Badan Kongres
Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus
menangani kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan
Penyelenggaraan Haji (PPHI) yang diketahui oleh KHM Sudjak.. Kedudukan
PPHI lebih dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya surat Kementerian Agama
yang ditanda tangani oleh Menteri Agama RIS K.H. Wahid Hasyim No. 3170,
tanggal 6 Februari 1950, kemudian disusul dengan surat edaran Menteri
Agama di Yogyakarta Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950 yang
menunjukan Panitia Perbaikan Penyelenggaraan Haji Indonesia (PPHI)
sebagai satu-satunya wadah sah disamping pemerintah untuk mengurus dan
menyelenggarakan perjalanan haji Indonesia.
44
Achmad Nijam Alatif Hanan, Manajemen Hajji, (Jakarta: Nizam Press, 2004), h.20
37
3. Penyelenggaraan Haji Masa Reformasi
Era reformasi yang mulai menggema pada tahun 1999 merupakan awal
dari sistem keterbukaan dan transparansi, menuntut setiap bentuk kebijakan.
Setiap kebijakan yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat akan
mendapat respond dan kritik yang gencar. Pemerintah di tuntut untuk
menyempurnakan sistem penyelenggaraan haji dengan menekankan pada
pelayanan, perlindungan dan pembinaan secara optimal.
Perubahan lingkungan baik eksternal maupun sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi memacu pemerintah untuk melakukan perubahan
dalam manajemen birokrasi tradisional yang diimplementasikan selama ini.
Seperti penerapan sistem komputerisasi haji (pendaftaran online dan real time)
serta informasi yang memanfaatkan media internet.
Setelah 54 tahun payung hukum tentang penyelenggaraan ibadah haji
adalah keputusan Presiden, maka pada tahun 1999 diterapkan undang-undang
No. 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Isi dari undang-
undang tersebut menekanka kepada pelayanan, pembinaan dan perlindungan
kepada jamaah haji serta mengarah kepada sistem yang lebih professional.45
Pada tahun 2008 pemerintah menerbitkan undang-undang No. 13 tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang baru sebagai pengganti UU
No. 17 tahun 1999. Penyempurnaan kebijakan paling mendasar dalam undag-
45
Ibid., h. 53
38
undang yang baru adalah penyelenggaraan haji. ada 4 hal yang baru dalam
undang-undang No. 13 tahun 2008 tersebut, yaitu:46
1. Adanya komisi pengawas khusus dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Pemerintah yang dipresentasikan melalui Departemen Agama sebagai
penyelnggara ibadah haji harus didampingi oleh suatu lembaga independen
yang bertugaas untuk mengawasi penyelenggaraan mulai dari
pernecanaan, pengorganisasian, pelaksaaan, sampai selesai operasional
haji. lembaga yang harus mendampingi adalah Komisi Pengawas Haji
Indonesia. (KPHI)
2. Meningkatnya peran masyarakat dalam keuangan hasil dari efisiensi dari
biaya penyelenggaraan ibadah haji. Sehingga adanya pembentukan Badan
Pengelola Dana Abadi Umat (BPDAU). Pengelola DAU harus dilakukan
oleh badan pengelola yang terdiri dari dua dewan pengelolaan, yaitu
Dewan Pengawas dan Dewan Pelaksana.
3. Adanya penguatan Hirarkis Kebijakan dalam undang-undang yang baru
sehingga perlunya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Menteri Agama
(PMA) dan Peraturan Daerah yang mengatur transportasi di daerah.
4. Semakin menguatkan perlindungan kepada jamaah haji dan umrah. Hal ini
merupakan bentuk komitmen dari undang-undang No. 13 tahun 2008 yang
menyebutkan, bagi penyelenggara haji khusus dan perjalanan umroh yang
46
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggara Haji dan Umroh, 2012), h. 86
39
tidak bisa memenuhi ketentuan sesuai undang-undang no. 13 tahun 2008
dan peraturan pemerintah maka akan dikenakan sanksi administrative.
Selanjutnya undang-undang No. 13 tahun 2008 menyatakan bahwa
Menteri Agama sebagai koorinator terhadap penyelenggaraan ibadah haji. dalam
pelaksanaan teknis sehari-hari, Menteri Agama dibantu oleh Dirjen Penyelenggara
Haji dan Umrah (DPHU), gubernur dibantu oleh Kepala Kanwil Kemenag
Provinsi selaku kepala staf penyelenggara haji di tingkat Provinsi,
Bupati/Walikota dibantu oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota selaku
kepala staf penyelenggara haji di tingkat kabupaten/kota. Sementara Duta Besar
dibantu oleh Konjen RI selaku coordinator harian dan Konsul haji selaku Kepala
Staf Penyelenggara Haji di Arab Saudi.47
Akan tetapi undang-undang tahun 2008 diubah setelah ada kebijakan dari
Pemerintah Arab Saudi yang menetapkan bahwa sejak tahun 1430 H jamaah haji
dari seluruh negara yang akan menunaikan ibadah haji harus menggunakan
passport biasa. Maka dari itu beberapa point pada undang-undang No. 13 tahun
2008 diubah dan ditetapkan undang-undang baru no. 34 tahun 2009 untuk
mengakomodir dan menghormati peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Arab
Saudi.
Pengelolaan haji dikelola Kementrian Agama sudah berdiri sejak tahun
1964 dan sudah mengalami 11 kali pergantian pemimpin sebagai berikut:
Nama Jabatan Masa Bakti
Prof. KH. Farid Ma‟ruf Menteri Urusan Haji 1964-1965
47
Ibid., h. 180
40
Dirjen Urusan Haji 1965-1973
H.Burhani Tjokrohandoko Dirjen Urusan Haji
Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1973-1979
1979-1984
H.A. Qadir Basalamah Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1984-1989
H. Andi lolo Tonang, SH Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1989-1991
Drs. H. Amidhan Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1991-1995
Drs. H. A. Ghazali Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1995-1996
Drs. H. Mubarok, M.Si Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1996-200
Drs. H. Taufiq Kamil Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
2000-2005
Drs. H. Slamet Riyanto,
M.Si
Dirjen Bimas Islam dan
urusan Haji
Dirjen Penyelenggara
Haji dan Umroh
2005-2006
2006-2012
Dr. H. Anggito Abimanyu Dirjen Penyelenggara
Haji dan Umrah
2012-2014
Prof. Dr. H. Abdul Djamil,
MA
Dirjen Penyelengga Haji
dan Umrah
2014-sekarang
B. Visi dan Misi
Direktorat jenderal sebagai unsur pelaksana Kementerian Agama dalam
visinys, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju,
sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara
41
Kesatua Republik Indonesia, maka peningkatan kualitas penyelenggaraan haji dan
umroh adalah prospek yang sangat penting di kembangkan.
Untuk penyelenggaraan haji dan umrah melibatkan beberapa instansi
pemerintah. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (DITJEN PHU)
menangani tugas pokok penyelenggaraan haji, pelayanan kesehatan ditangani oleh
Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaj) Kementerian Kesehatan, untuk transportasi
jamaah haji ditangani oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Kementerian
Perhubungan). Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan penyediaan dokumentasi
perjalanan, dan Kementerian Hukum dan Kementerian Hak AsasiManusia
(HAM).
Mengacu pada keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umroh: D/54 tahun 2010 tentang Visi dan Misi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, maka ditetapkan:
1. Visi
Visi dan misi Ditjen PHU adalah gambaran dari harapan dan tantangan
dalam mewujudkan harapat tersebut, pencapaian tersebut merupakan
implementasi dari tugas pokok dan fungsi dan kewenangan Ditjen PHU
melalui tujuan strategis dan pelaksanaan program dengan memperhatikan
karakteristik, nilai, dan prinsip yang ditetapkan.
Demi tercapainya peningkatan kualitas dan perbaikan pencapaian
penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia maka DITJEN PHU menetapkan
visi yaitu: terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada
42
jamaah haji dan umrah berdasarkan asas keadilan, transparansi, akuntabel,
dengan prinsip nirlaba, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Pembinaan diwujudkan dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan
penerangan kepada masyarakat dan jamaah haji. Sedangkan
pembinaan petugas diarahkan pada profesionalisme dan dedikasinya.
b. Pelayanan diwujudkan dalam bentuk pemberian pelayanan
administrasi dan dokumen, transportasi, kesehatan serta akomodasi
dan konsumsi.
c. Perlindungan diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan dan
keamanan jamaah haji dari mendapat Surat Pemanggilan Masuk
Asrama (SPMA), di Arab Saudi sampai pulang kembali ke tanah air.
d. Asas Keadilan tergambar dari penyelenggaraan ibadah haji yang harus
berpegang teguh pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak,
dan tidak sewenang-wenang dalam penyelenggaraannya.
e. Transparan yaitu segala sesatu yang dilakukan selama proses
penyelenggaraan ibadah haji dapat diketahui oleh masyarakat dan
jamaah haji.
f. Akuntabel dengan prinsip nirlaba, adalah rangkaian penyelenggaraan
ibadah haji dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak
mencari keuntungan atau laba.
43
Untuk tercapainya visi tersebut perlu diciptakan kualitas sistem
penyelenggaraan ibadah haji dan pembinaan ibadah haji dan umroh yang taat
asas dan menciptakan kemandirian terampil, serta akhlak mulia.
2. Misi
a. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji.
b. Meningkatkan kualitas penyuluhan, bimbingan, dan pemahaman
manasik haji.
c. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji
melalui pembinaan haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan
ibadah haji.
d. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis
lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
e. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,
transportasi, dan catering sesuai standar pelayanan minimal
penyelenggaraan ibadah haji.
f. Memberikan perlindungan kepada jamaah sehingga mendapatkan rasa
aman, adil, dan kepastian melaksanakan ibadah haji.
g. Meningkatkan akuntabilitas dana haji serta pengembangan sistem
informasi haji.
C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umroh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) menganut
sistem kerja yang teratur dengan beberapa rencana strategis sebagai berikut:
44
1. Tugas : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah ( Ditjen
PHU) mempunyai tugas untuk merumuskan sertas melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis dibidang penyelenggaraan haji dan
pembinaan umroh berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Fungsi :
a. Perumusan dan penetapan visi, misi dan kebijakan teknis di bidang
penyelenggaraan haji dan umroh.
b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di
bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan umroh.
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan
pembinaan umroh.
d. Pemberian pembinaan teknis dan evaluasi pelaksana tugas.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.48
Adapun Jenis fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
antara lain sebagai berikut:
a. Merencanakan dan memastikan keberangkatan jamaah haji seluruh
Indonesia.
b. Memastikan jumlah jamaah haji yang akan diberangkatkan
berdasarkan jumlah kuota jamaah haji Indonesia.
c. Memastikan bahwa seluruh embarkasi telah siap untuk
melaksanakan operasional pemberangkatan jamaah haji dengan
segala sarana dan prasarana.
48
Pasal 224 Peraturan Menteri Agama No. 10 tahun 2010
45
d. Memastikan sarana transportasi udara yang akan menerbangkan
jemaah haji ke Arab Saudi telah siap di seluruh bandara embarkasi.
e. Memastikan bahwa seluruh dokumen haji (paspor) seluruh jemaah
sudah siap.
f. Memastikan bahwa pemondokan jemaah haji di Madinah dan di
Makkah sudah siap, termasuk bus salawat antar jemput jamaah haji
dari pondok ke Masjidil Haram pulang pergi.
g. Memastikan kesiapan catering sudah siap di Bandara Arab Saudi ,
di Madinah, di Makkah dan di Armina.
h. Memastikan sarana prasarana pelayanan jemaah haji, yaitu
pelayanan umum, pelayaan kesehatan, pelayanan bimbingan
ibadah dan manasik haji haji serta pengamanan jemaah selama di
Arab Saudi.
i. Melakukan koordinasi dengan Kementerian dan lembaga terkait
dalam rangka kelancaran operasional penyelenggaraan ibadah haji,
baik dalam negeri maupun luar negeri.
j. Memantau operasional penyelenggaraan ibadah haji sejak
keberangkatan jamaah dari masing-masing embarkasi, selama di
Arab Saudi sampai kembali pulang di tanah air.49
49
Ahmad Kartono, Manajemen haji dan umroh, h.44-45
46
D. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (Ditjen
PHU) dalam pelaksanaan teknis penyelenggaraan ibadah haji didasarkan atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 92 tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementrian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementrian Negara serta Peraturan Mentri Agama (PMA) No. 10 tahun 2010
tentang organisasi Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama.
Sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 10 tahun 2010, Ditjen PHU
terdiri dari secretariat, Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah, Direktorat
Pelayanan Haji, dan Direktorat Pengelolaan Dana Haji.
Gambar. 150
50
www.kemenag.go.id , gambar ini di akses pada tanggal 8 juni 2017 pukul 14.30
47
BAB IV
TEMUAN MASALAH
A. Problematika Praktek Kesertaan Mahram Bagi Perjalanan Haji dan
Umrah
Selaku badan pengendali urusan keagamaan di Indonesia, perjalan ibadah
haji dan umrah di Indonesia dibawah pengawasan kementrian agama R.I. Dalam
hal pelaksanaan ibadah haji, kementrian agama memiliki peran penting. Mulai
dari pendataan pendaftaran jama„ah, antrian keberangkatan, persiapan
keberangkatan hingga pelayanan jama„ah ketika berada di tanah suci. Peran
kementrian agama dalam hal ini sangat penting, yakni sebagai penyelenggara
utama dalam pelaksaan ibadah haji. Oleh karena itu, kementrian agama memiliki
peraturan-peraturan dan perundang-undangan dalam mengatur tata tertib
perjalanan haji dan umrah bagi seluruh jama„ah Indonesia.
1. Kebijakan Kementrian Agama Pada Perjalanan Haji dan Umrah
Mengenai peraturan ibadah haji kementrian agama memiliki undang-
undang dan segala hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Seperti tentang
kebijakan tanggung jawab kementrian agama atas pelaksanaan ibadah haji,
disebutkan dalam pasal 4 (ayat 1): “Pemerintah bertanggung jawab terhadap
kebijakan penyelenggaraan ibadah Haji Reguler secara Nasional.”51
Dengan
ada nya undang-undang tersebut, menguatkan pernyataan bahwa kementrian
51
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaa Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Bab II,
Kebijakan, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 102.
48
agama benar-benar menjadi badan utama penyelenggaraan ibadah haji. Selain
oleh pemerintah, ibadah haji juga sebagian ditangani oleh badan-badan swasta.
Mereka sebagai perantara sampainya para jama‟ah ke tanah suci. Menurut
pengakuan para petugas biro haji dan umrah, mereka tidak paham secara detil
bagaimana syari‟at mengatur urusan yang berkaitan dengan haji dan umrah,
terutama masalah mahram. Mereka hanya menjalankan dan bekerja sesuai
peraturan yang ada dari pihak-pihak yang berwenang.52
Dalam
penyelenggaraan ibadah haji di musim haji ini, pemerintah bekerja sama
dengan pemerintahan atau kerajaan Arab Saudi. Hal ini untuk menjaga
komunikasi dalam pengaturan keluar masuk jama„ah dan pelayanan jama„ah
selama di Arab Saudi hingga selesainya musim haji.53
Segala sesuatu
mengenai pelayanan dan peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan
ibadah haji telah diatur oleh pemerintah Arab Saudi yang tertera dalam
undang-undang yang telah di tetapkan.54
Sedangkan ibadah umrah, yang memiliki rentang waktu cukup panjang
dibanding dengan penyelenggaraan ibadah haji juga dibawah pengawasan
kementrian agama. Namun, dalam hal ini kementrian agama lebih mengawasi
secara umum, sebagaimana tertera dalam pasal 4 (ayat 1): “Penyelenggaraan
ibadah umrah dapat dilakukan oleh pemerintah dan atau biro perjalanan wisata
52
Wawancara dengan provider, 16 Februari 2016. 53
Lihat Ta„limatul Hajj, Bab III, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah:2015), h. 21-26. 54
Lihat Ta„limatul Hajj, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Direktorat Pembinan Haji dan Umrah:2015).
49
yang ditetapkan oleh Menteri”.55
Ibadah umrah dilaksanakan oleh badan-
badan biro perjalanan wisata dengan beberapa ketentuan yang dikeluarkan
oleh kementrian agama RI.56
Sedangkan dalam pengawasan dan layanan
secara khusus semua ditangani oleh badan swasta atau biro perjalnan
pariwisata yang disebut juga travel-travel perjalanan haji dan umrah, yang
tertera dalam undang-undang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah pasal 1
(ayat 3): “Penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang selanjutnya disingkat
PPIU adalah biro perjalanan wisata yang telah mendapat izin dari menteri
untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah”.57
Untuk menjadi PPIU
haruslah memiliki izin operasional dari Menteri dengan memenuhi beberapa
syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.58
Dengan adanya izin operasional
55
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab II, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, (Kemenag:
Jakarta, 2015), h. 202. 56
Mengenai ketentuan perizinan biro pariwisata penyelenggara ibadah Haji dan Umrah
diatur dalam Pasal 5, ayat:
1) Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah oleh biro perjalanan wisata wajib mendapat
izin operasional sebagai PPIU.
2) Izin operasional PPIU sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan oleh Menteri.
3) Izin operasional sebagai PPIU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh
Direktur Jendral atas nama Menteri setelah biro perjalnan memenuhi persyaratan.
Lihat Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, (Kemenag:
Jakarta, 2015), h. 202. 57
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab I, Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 201. 58
Izin operasional sebagai PPIU diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri setelah
biro perjalanan memiliki persyaratan sebagai berikut:
1) Memilki data akta perusahaan, Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan tidak
sebagai pemilik PPIU lain
2) Memiliki susunan kepengurusan perusahaan
3) Memilki izin usaha biro perjalanan wisata dari dinas pariwisata setempat yang sudah
beroprasi paling singkat dua tahun
4) Memiliki akta notaris pendirian perseroan terbatas dan atau perubahannya sebagai biro
perjalanan wisata yang memiliki bidang keagamaan/perjalanan ibadah yang telah
mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
50
ini, maka PPIU terdaftar sebagai PPIU resmi.59
Badan ini melaporkan kepada
kementrian agama tentang kesiapan jama„ah yang akan diberangkatkan ke
tanah suci, kesiapan pelayanan meliputi transportasi, konsumsi, kesehatan dan
pendamping jama„ah. Hal ini juga diatur dalam pasal 3:“ Penyelenggaraan
perjalanan ibadah umrah bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan
dan perlindungan yang sebaik-baiknya kepada jemaah, sehingga jemaah dapat
menunaikan ibadahnya sesuai ketentuan syariat Islam”.60
Sedangkan dalam masalah mahram yang ditetapkan oleh kementrian
agama adalah dengan menyertakan mahram jama„ah haji, mahram disini
sebagaimana mahram yang dimaksud dalam hubungan nasab dan pernikahan.
Hal ini diatur dalam aturan pendaftaran jama„ah haji dan berhubungan dengan
bagian tata usaha dalam pelayanan haji dan umrah. Yakni dengan aturan
bahwa jama„ah yang disertai mahram nya disebut juga jama„ah haji yang ber-
mahram gabungan, seperti suami atau istri dibuktikan dengan kutipan akta
5) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan dari pemerintah setempat yang masih
berlaku
6) Memiliki surat keterangan terdaftar dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan dan fotocopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan dan
pipinan perusahaan
7) Memiliki laporan keuangan perusahaan yang sehat satu tahun terakhir dan telah diaudit
akuntan public yang terdaftar dengan opini minimal Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
8) Memiliki surat rekomendasi asli dari instansi pemerintah daerah provinsi dan atau
kabupaten/ kota setempat yang membidangi pariwisata yang masih berlaku
9) Memiliki surat rekomendasi asli dari Kanwil setempat yang dilampiri berita acara
peninjauan lapangan
10) Menyerahkan jaminan dalam bentuk bank garansi atas nama Biro Perjalanan Wisata
yang diterbitkan oleh Bank Syariah dan atau Bank Umum Nasional disertai surat kuasa
pencairan yang ditujukan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Lihat Kementrian
Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab II, Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h.
203. 59
Contoh nama-nama PPIU resmi terlampir. 60
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab I, Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 202.
51
nikah atau kartu keluarga. Sedangkan penggabungan mahram anak atau orang
tua dibuktikan dengan akta kelahiran.61
Untuk ketentuan bagi jama„ah yang
lanjut usia minimal diatas 75 tahun, boleh menyertakan pendamping dengan
beberapa catatan yang telah ditentukan.62
Hal tersebut dikuatkan oleh
pernyataan bagian tata usaha, yang menjelaskan bahwa jika ada jama„ah haji
yang mempunyai hubungan mahram dengan nomor urut (tahun)
keberangkatan yang berbeda, maka dapat diberangkatkan secara bersamaan
mengikuti keberangkatan urutan tercepat diantara keduanya. Hal tersebut
dilakukan untuk memudahkan jama„ah ketika melaksanakan ibadah.63
Sedangkan bagi jama„ah yang tidak beserta dengan mahram cukup di-
mahramkan mengikuti rombongan jama„ah (mahram jama‟ah).
Sedangkan mahram dalam ibadah umrah, belum ditemukan ketentuan
secara rinci sebagaimana pada jama„ah haji. Kementrian agama hanya
memberikan rambu-rambu dan peraturan secara umum kepada pihak biro
wisata yang memberangkatkan jama„ah umrah. Namun, tetap dibawah
pengawasan kementrian agama.64
Hal tersebut dibuktikan dengan laporan bagi
biro wisata yang akan memberangkatkan jama„ah nya kepada subdit umrah
61
Surat Penyampaian Peraturan Pelaksanaan Pelunasan BPIH Reguler, dari Direktur
Jenderal kepada Direktur Pelayanan Haji dan Umrah. Nomor Nota Dinas:
Dj/Set.VII/2/OT.01/664/2015, dikeluarkan pada 11 Mei, 2015, h. 10. 62
Diantara ketentuan jama„ah lansia minimal 75 tahun boleh disertai dengan pendamping
(maẖram):
1) Jama„ah lanjut usia tidak mampu mandiri (udzur) yang dinyatakan dengan surat
keterangan dokter.
2) Pendamping mempunyai hubungan keluarga yakni istri, suami, anak kandung atau adik
kandung yang dibuktikan dengan kartu keluarga, akta nikah, akta kelahiran yang relevan
dengan jama„ah lansia. Lihat Surat Penyampaian Peraturan Pelaksanaan Pelunasan
BPIH Reguler, dari Direktur Jenderal kepada Direktur Pelayanan Haji dan Umrah.
Nomor Nota Dinas: Dj/Set.VII/2/OT.01/664/2015, dikeluarkan pada 11 Mei, 2015, h. 15. 63
Wawancara dengan Kabag T.U pelayanan Haji dan Umrah, pada 13Maret 2016. 64
Wawancara dengan Kabag T.U, Subdit Umrah dan badan pelayanan lainnya yang
berhubungan dengan pelayanan Haji dan Umrah, pada Selasa, 8 Maret 2016.
52
kementrian Agama. Jika dianggap sudah memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan oleh kementrian agama maka mereka mendapat izin untuk
memberangkatkan jama„ah. Hal-hal yang dilaporkan berupa kesiapan dari segi
pelayanan bimbingan ibadah umrah,65
pelayanan akomodasi,66
kesiapan
perlengkapan kesehatan,67
transportasi68
dan hal lainnya yang berhubungan
65
Peraturan pelayanan bimbingan Jama‟ah umrah, Pasal 11 ayat:
1) Pelayanan bimbingan Jemaah Umrah diberikan oleh pembimbing ibadah sebelum
keberangkatan, dalam perjalanan dan selama di Arab Saudi
2) Pelayanan bimbingan Jemaah Umrah meliputi materi bimbingan manasik dan perjalanan
umrah
3) Pembimbing ibadah, diangkat oleh pimpinan PPIU dan wajib memiliki standar
kompetensi meliputi pengetahuan dibidang manasik haji/umrah dan telah melaksanankan
haji/umrah. Lihat Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18
Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Pendaftaran dan
Pelayanan, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 206. 66
Peraturan pelayanan akomodasi jama‟ah Umrah:
1) Pelayanan akomodasi selama Jemaah berada di Arab Saudi
2) Pelayanan akomodasi wajib dilakukan PPIU dengan menempatkan Jemaah pada hotel
minimal bintang tiga
3) Pelayanan konsumsi harus memenuhi standart menu, higienitas dan kesehatan. Lihat
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, pendaftaran dan pelayanan, (Kemenag:
Jakarta, 2015), h. 206. 67
Peraturan pelayanan kesehatan:
1) Penyediaan petugas kesehatan
2) Penyediaan obat-obatan
3) Pengurusan bagi Jemaah Umrah yang sakit selama di perjalanan dan di Arab Saudi. Lihat
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Pendaftaran dan Pelayanan, Pasal 14,
(Kemenag: Jakarta, 2015), h. 207. 68
Peraturan pelayanan transportasi:
1) Pelayanan transportasi Jemaah Umrah oleh PPIU meliputi pelayanan pemberangkatan ke
dan dari Arab Saudi dan selama di Arab Saudi
2) Transportasi Jemaah Umrah paling banyak satu kali transit dengan menggunakan
maskapai penerbangan yang sama dan memiliki izin mendarat di Indonesia dan Arab
Saudi
3) Transportasi darat selama di Arab Saudi wajib memiliki tasreh izin untuk pelayanan
umrah
4) Transportasi Jemaah Umrah wajib memperhatikan kenyamanan, keselamatan dan
keamanan. Lihat Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18
Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Pendaftaran dan
pelayanan, pasal 12, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 206.
53
dengan kebutuhan jama‟ah.69
Hal tersebut wajib dilaporkan sebagai wujud
pengawasan kementerian Agama terhadap kinerja biro wisata.
2. Pemahaman dan Penerapan Kesertaan Mahram Pada Biro Wisata
Berbicara seputar kesertaan mahram dalam perjalanan ibadah haji dan
umrah, ada beberapa hal yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang
berhubungan dengan pelaksanaan haji dan umrah. Pihak-pihak tersebut hanya
mengikuti peraturan dan undang-undang yang ditetapkan oleh kementrian
Agama dan kedutaan Arab Saudi. Termasuk penerapan yang dijalankan oleh
biro wisata perjalanan haji dan umrah. Seperti peraturan kesertaan mahram,
menurut pengakuan dari sebagian besar pihak biro wisata yang menangani haji
dan umrah, mereka hanya menjalankan segala peraturan dan undang-undang
yang telah ditetapkan oleh kementrian agama dan atau kedutaan Arab Saudi.
Dari peraturan yang ada mereka berusaha untuk memenuhinya. Seperti tentang
peraturan kesertaan mahram bagi jama‟ah haji dan umrah perempuan. Ada
perbedaan dalam penerapan kesertaan mahram antara jama‟ah haji dan
jama‟ah umrah perempuan. Yakni bagi jama‟ah haji perempuan yang tidak
disertai mahram nya cukup diikutkan dengan mahram rombongan jama‟ah
69
PPIU wajib memberikan layanan berupa:
1) Bimbingan ibadah Umrah
2) Transportasi jemaah Umrah
3) Akomodasi dan konsumsi
4) Kesehatan Jemaah Umrah
5) Perlindungan Jemaah Umrah dan petugas Umrah
6) Administrasi dan dokumentasi Umrah. Lihat Kementrian Agama RI, Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Umrah. Bab II, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, Pasal 10, (Kemenag: Jakarta,
2015), h. 205
54
haji yang ada.70
Dalam hal kesertaan mahram pada jama‟ah haji yang
diterapkan oleh biro wisata sebagaimana yang diterapkan oleh kemeterian
Agama. Hanya saja karena pada biro wisata tidak sampai menumpuk antrian
jama‟ah haji yang cukup panjang, maka mereka tidak mengupayakan untuk
menyertakan bersama kerabat dari calon jama‟ah yang akan diberangkatkan.
Sedangkan penerapan kesertaan mahram pada jama‟ah umrah
perempuan yang tidak disertai mahram nya, ada ketentuan sesuai dengan usia
jama‟ah tersebut. Peraturan ini diikuti oleh pihak biro wisata sesuai dengan
ketentuan oleh kedutaan Arab Saudi. Ketika jama‟ah perempuan berusia
kurang dari 40 tahun, harus disertai oleh mahram-nya. Maka untuk dapat
memenuhi peraturan tersebut, pada visa mereka diberikan keterangan
kesertaan mahram. Sedangkan untuk jama‟ah perempuan yang berusia diatas
40 tahun, tidak diwajibkan demikian. Pernyataan biro wisata ini dapat
dikuatkan dengan praktek lapangan bahwa pada antrian imigrasi di Arab
Saudi, ketika jama‟ah akan memasuki bandara Arab Saudi, terkadang
dikelompokkan antrian jama‟ah yang berusia diatas 40 tahun untuk mengantri
di satu loket antrian khusus. Hal ini untuk lebih mempercepat proses
pemeriksaan passport dan visa. Karena berdasarkan kebijakan yang
dikeluarkan Arab Saudi, bahwa pada visa jama‟ah yang berusia lebih dari
empat puluh tahun tidak ada keterangan beserta dengan mahram-nya atau
hanya cukup mahram jama‟ah. Sedangkan bagi jama‟ah perempuan di bawah
usia 40 tahun, sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan Arab Saudi,
70
Hasil wawancara pada salah satu staf biro wisata perjalanan haji dan umrah, pada 23
Februari 2017, pukul 10.00 WIB.
55
mereka harus disertai mahram-nya baik mahram keluarga atau berupa
keterangan yang disertakan pada visa berupa keterangan kesertaan mahram.
Akan tertulis pada visa mereka keterangan mahram yang menyertainya. Hal
ini berdampak pada pemeriksaan visa, artinya mereka harus selalu bersamaan
ketika ada pemeriksaan tersebut. Baik ketika memasuki Arab Saudi maupun
ketika akan meninggalkan Arab Saudi.71
Kesertaan tersebut untuk
membuktikan bahwa mereka benar-benar berstatus mahram, sehingga tidak
dianggap melanggar peraturan yang diterapkan oleh Negara Arab Saudi.
Untuk pembuatan visa, bagi agen atau travel yang belum memiliki
surat izin resmi dari kementrian agama, mereka belum dapat mengeluarkan
surat izin yang disebut mofa. Mofa ini adalah keterangan tentang jama‟ah
berdasarkan data-data sebelum diolah menjadi visa. Prosedurnya, dalam
pembuatan mofa ini mereka harus bekerjasama dengan travel atau biro wisata
yang telah memiliki surat izin, biro wisata ini disebut provider.72
Provider
merupakan istilah bagi biro wisata atau travel yang telah memiliki surat izin
resmi dari kementrian agama R.I. dan mereka memiliki kontrak kerjasama
71
Contoh seorang jama‟ah perempuan bernama Azizah berusia 35 tahun, tanpa disertai
maẖram. Ia mendapat visa dengan keterangan mahram dengan Salim. Salim pada visa tersebut
sebagai saudara kandungnya. Maka Azizah dan Salim dalam pemeriksaan visa harus bersamaan,
ketika mereka berada pada imigrasi memasuki Arab Saudi maupun ketika akan meninggalkan
Arab Saudi. Lihat contoh visa usia dibawah 40 tahun dan diatas 40 tahun, terlampir. 72
Undang- undang terkait pengurusan visa:
1) Pengurusan visa dilakukan oleh PPIU yang memiliki kontrak kerja sama dengan
perusahaan pelayanan umrah dan telah mendapatkan pengesahan dari kementerian terkait
2) PPIU yang memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan pelayanan umrah di Arab
Saudi dapat menjadi provider visa. Lihat Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab II,
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, Pasal 18, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 208.
56
dengan perusahaan pelayanan haji dan umrah di Arab Saudi.73
Dengan meng-
input data-data74
para jama„ah yang akan melaksanakan haji atau umrah,
mereka harus menunggu beberapa waktu untuk menjadi mofa. Agar tidak
terjadi antrian yang cukup lama, agen yang belum memiliki izin resmi ini,
harus bekerja sama dengan beberapa provider. Setelah data di-input menjadi
surat izin yang disebut mofa. Untuk menjadi visa, pihak travel harus
mengantarkan mofa tersebut ke kantor kedutaan Arab Saudi untuk di stampel.
Masa berlaku mofa, hanya dua minggu maka pihak biro wisata yang belum
menjadi provider harus bekerjasama dengan beberapa provider agar mofa
tidak kadaluarsa.
Demikian praktek mahram dan beberapa peraturan yang didapat,
ketentuan tentang batasan usia dan kesertaan mahram menurut pengakuan biro
wisata, tidak tertulis. Pihak biro wisata hanya mengikuti perkembangan
informasi yang telah diberikan oleh Kedutaan Besar Arab Saudi. Perubahan
yang sering terjadi hanya masalah jangka waktu tersedianya visa dan kesiapan
visa bagi jama„ah sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
Dari hasil penelitian praktek kesertaan mahram pada biro wisata
kepada jama‟ah haji dan umrah tersebut, terlihat perbedaan antara praktek
pada jama‟ah haji dan jama‟ah umrah. Yakni pada jama‟ah haji mahram
diupayakan sebisa mungkin untuk menyertai jama‟ah dan jika benar-benar
tidak ada mahram nya pada daftar calon jama‟ah haji ditahun-tahun berikutnya
73
Travel dapat menjadi provider memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Persyaratan tersebut, telah ditentukan oleh badan perizinan yang bekerjasama dengan mereka.
Daftar beberapa travel yang telah mendapat surat izin, terlampir. 74
Contoh data-data yang harus di input terlampir.
57
maka akan diikutkan mahram jama‟ah atau mahram rombongan. Sedangkan
pada penerapan untuk jama‟ah umrah, mereka benar-benar harus disertai
mahram personal dan tidak diikutkan pada mahram rombongan. Sehingga jika
tidak disertai mahram mereka, pihak biro wisata menunjuk salah satu jama‟ah
laki-laki untuk dijadikan mahram dan diberi keterangan pada visa bahwa
mereka memiliki hubungan mahram. Jama‟ah perempuan tersebut harus
membayar uang mahram sesuai ketentuan dari masing-masing biro perjalanan
haji dan umrah.
3. Problem Penerapan Praktek Mahram Pada Perjalanan Haji dan
Umrah Indonesia
Perjalanan ibadah haji dan umrah yang diselenggarakan oleh travel-
travel yang ada, harus menjalani beberapa prosedur. Mulai dari pendaftaran,
pengurusan visa, jadwal manasik sampai penentuan hari keberangkatan. Salah
satu hal yang menjadi problem dalam prosedur keberangkatan haji dan umrah
adalah bagi jama‟ah perempuan yang tidak disertai mahram-nya memiliki
beberapa ketentuan. Salah satu ketentuan yang telah dijalankan oleh beberapa
pihak biro perjalanan haji dan umrah adalah adanya batas usia bagi jama„ah
perempuan yang pergi tanpa mahram. Yakni bagi mereka yang berusia kurang
dari empat puluh tahun, harus membayar uang mahram dengan mahram yang
telah ditentukan oleh pihak tertentu. Sedangkan bagi jama„ah yang berusia
lebih dari empat puluh tahun, mereka tidak dikenakan uang mahram. Menurut
pengakuan pihak biro wisata, ketentuan tersebut salah satu kebijakan Arab
Saudi yang memang harus dijalankan oleh pihak travel atau agen-agen
58
pemberangkatan haji dan umrah. Selain itu, fungsi dari mahram yang telah
ditentukan hanyalah berlaku pada awal pemeriksaan visa di bandara pertama
jama„ah mendarat. Untuk selanjutnya, fungsi dari mahram itu sendiri tidak
sebagaimana mestinya mahram yang sebenarnya. Berikut contoh brosur
penawaran paket umrah beserta ketentuan pembayaran uang mahram:
Brosur tersebut adalah contoh penawaran beberapa paket umrah, salah
satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh jama‟ah diluar biaya paket umrah
yang telah ditentukan adalah surat keterangan mahram dengan biaya sebesar
tiga ratus ribu rupiah.
Bagi jama‟ah perempuan yang dikenakan membayar uang mahram,
setiap travel atau biro wisata haji dan umrah memiliki ketentuan yang
berbeda-beda dalam jumlah pembayarannya. Yakni sebesar tiga ratus ribu
sampai lima ratus ribu rupiah. Uang tersebut digunakan untuk operasional
pembuatan keterangan kesertaan mahram. Menurut pengakuan dari pihak
59
travel, sebenarnya dari provider tidak menentukan sebesar itu, mereka hanya
menentukan sebesar dua ratus ribu rupiah.
Dalam proses pembuatan visa, dengan dalih mematuhi dan memenuhi
persyaratan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Arab Saudi. Bahwa jama‟ah
yang berusia dibawah 40 tahun harus disertai mahram-nya. Maka pihak biro
wisata menyatakan untuk melayani masyarakat dan memenuhi kebijakan yang
ada, mereka berusaha agar jama‟ah tetap dapat berangkat ketanah suci walau
belum bisa bersama keluarga atau mahram-nya. Mereka menyatakan bahwa,
mungkin masyarakat yang dalam keadaan demikian karena keterbatasan
ekonomi dan hal lainnya sehingga belum bisa mengajak keluarga atau
mahram-nya untuk ke tanah suci. Oleh karena itu, mereka sebagai salah satu
badan yang bergerak pada perjalanan ibadah ketanah suci (biro wisata)
mereka berniat untuk membantu masyarakat dalam hal ibadah tersebut.
Dengan sekian peraturan dan kebijakan yang harus dipatuhi baik dari
kementrian Agama maupun dari kebijakan Arab Saudi, mereka mengupayakan
untuk memenuhi persyaratan tersebut. Salah satunya adalah kesertaan mahram
atau keterangan kesertaan mahram bagi jama‟ah perempuan yang tidak
berangkat beserta mahram-nya. Cara pembuatannya semua berdasarkan pada
data dan dokumen-dokumen yang menguatkan data tersebut sebagai bukti
kefalitan data itu. Contohnya jama‟ah perempuan bernama Azizah yang
berusia dibawah 40 tahun, akan melaksanakan umrah tanpa disertai oleh
mahram-nya. Maka ia harus dibuatkan keterangan kesertaan mahram pada
visanya. Misalnya ia akan di-mahram-kan dengan jama‟ah yang ada dalam
60
rombongannya bernama Salim, dalam keterangan mahram ini Salim akan di-
mahram-kan sebagai pamannya. Maka dalam nasabnya kakek Azizah dan
ayah Salim akan bertemu sebut saja Abdullah. Untuk mengolah data ini,
diperlukan dokumen-dokumen dari Azizah dan Salim untuk menyiasati data.
Maka dibuat data sedemikian rupa bahwa Azizah dan Salim adalah mahram.
Yakni Azizah keponakan Salim dengan kakek Abdullah dan ayah Salim
adalah Abdullah. Dari data yang didapat kemudian di input pada sistem data
jama‟ah. Data yang telah masuk pada sistem ini, akan terbaca pada kedutaan
dan badan semacam biro wisata di Arab Saudi yang bekerja sama dengan biro
wisata Indonesia yang telah menjadi provider. Dengan demikian visa Salim
atau Azizah akan ada keterangan bahwa Azizah bersama dengan mahram-nya
yaitu Salim sebagai pamannya. Untuk proses pembuatan surat keterangan
mahram, pada biro wisata dikenakan administrasi sebesar 300 sampai 500 ribu
rupiah. Hal ini, ditentukan oleh pihak travel sendiri.
Keterangan kesertaan mahram tertera pada visa jama‟ah, baik jama‟ah
perempuan maupun jama‟ah laki-laki yang menjadi mahram nya. Maka
pembuatan keterangan maẖram berkaitan dengan pembuatan visa jama‟ah.
Visa dikeluarkan oleh kedutaan Arab Saudi sedangkan untuk membuat
keterangan mahram diperlukan data-data atau dokumen-dokumen pendukung
yang didapat dari jama‟ah. Data-data atau dokumen-dokumen ini, disiapkan
oleh pihat biro wisata yang langsung bertemu dengan jama‟ah, jika biro wisata
yang bertemu dengan jama‟ah belum termasuk provider, maka biro wisata ini
melaporkan kepada provider. Proses selanjutnya data tersebut dikelola oleh
61
pihak provider. Hasil pengelolaan data tersebut dilaporkan pada kedutaan
Arab Saudi untuk disertakan pada visa yang akan dikeluarkan oleh pihak
kedutaan Arab Saudi. 75
Dari proses dan tahapan-tahapan tersebut, terlihat
bahwa keterangan kesertaan mahram dikeluarkan oleh pihak travel atau biro
wisata yang telah menjadi provider disertakan langsung bersama dengan visa
jama‟ah. Keterangan mahram pada visa sebagai penguat atas kesertaan
mahram jama‟ah perempuan yang tidak disertai mahram-nya. Proses
pembuatan keterangan kesertaan mahram ini pada biro wisata perjalanan haji
dan umrah hanya berlaku pada jama‟ah umrah perempuan yang tidak disertai
mahram nya. Sedangkan untuk jama‟ah haji perempuan yang tidak disertai
mahram nya cukup di sertakan dengan mahram rombongan.
B. . Peran Kesertaan Mahram
Melihat pada kebiajkan yang diterapkan oleh kementerian Agama dan
badan-badan penyelenggara haji dan umrah, terutama dalam hal kesertaan
mahram terlihat ada beberapa hal yang perlu ditelaah kembali. Pertama,
penerapan kesertaan mahram yang diterapkan oleh kementerian Agama bagi
jama‟ah haji perempuan. Dengan antrian keberangkatan jama‟ah haji yang cukup
panjang, mengupayakan bagi jama‟ah haji perempuan yang memiliki mahram
pada daftar antrian keberangkatan haji di tahun yang berbeda, untuk berangkat
bersama mahram nya. Yakni dengan mengajukan antrian keberangkatan bagi
jama‟ah perempuan yang memiliki antrian keberangkatan pada tahun yang
75
Sebagaimana terlampir
62
berbeda dengan mahram nya. Jika tidak ada mahram nya pada daftar jama‟ah
keberangkatan haji, maka diikutkan dengan maẖram rombongan.76
Hal ini juga
dilakuakan oleh biro wisata perjalanan haji dan umrah. Yakni bagi jama‟ah haji
perempuan jika tidak disertai mahram nya cukup diikutkan atau disertakan dengan
mahram rombongan. Penerapan kesertaan mahram pada jama‟ah perempuan yang
akan melakukan haji fardlu, masih diperdebatkan keharusannya. Menukil
pendapat imam imam al-Sonʻani dalam subul al-Salam, beliau menukil pendapat
Ibn Daqiq al-„Id dikaitkan dengan penafsiran ayat tentang kewajiban menunaikan
haji ke baitullah (Q.S. Ali „Imran: 97). Bahwa ayat tersebut bersifat umum yakni
kewajiban menunaikan haji umum bagi laki-laki dan perempuan. Maka
pemaknaan hadis “perempuan tidak boleh safar kecuali bersama mahramnya”
juga bersifat umum bagi setiap perjalanan, oleh karena itu dianggap bertentangan
antara kedua dalil yang bersifat umum tersebut. Keumuman kedua dalil tersebut,
salah satunya dapat mentakhsis. Yakni keumuman ayat ditakhsis dengan hadis,
yang menunjukkan keumuman pada ayat adalah kewajiban ibadah haji bagi
seluruh ummat laki-laki atau perempuan, namun ditakhsis dengan hadis tersebut
tidak boleh seorang perempuan safar kecuali dengan mahramnya. Sedangkan haji
termasuk safar bagi perempuan, maka husus bagi perempuan boleh melaksanakan
haji jika ada mahramnya. Dan hadis ini berlaku umum bagi perempuan muda
(syaibah) dan perempuan cukup usia („ajuz). Imam al-Sonʻani juga menyatakan
76
Contoh: jama‟ah haji perempuan bernama Azizah, terdaftar pada kementerian Agama
sebagai jama‟ah dengan keberangkatan tahun 2015 tanpa mahram. Selanjutnya dicari jama‟ah
yang mungkin masih mempunyai hubungan mahram pada daftar keberangkatan jama‟ah haji
ditahun yang akan datang atau tahun-tahun berikutnya. Ternyata ditemukan Aziz suami Azizah
sebagai jama‟ah haji dengan tahun keberangkatan 2019 maka diupayakan Aziz akan berangkat haji
bersama Azizah pada tahun 2015. Hasil wawancara dengan salah satu subdit T.U. haji dan umrah
pada Kementerian Agama Jakarta Pusat, Jl. Lapangan Banteng Utara.
63
bahwa bolehnya kedudukan mahram digantikan dengan perempuan yang
terpercaya, hal tersebut berdasarkan apa yang pernah dilakukan para sahabat.
Namun, Imam Syafiʻi juga berpendapat bahwa bolehnya bagi seorang perempuan
safar bersama dengan rombongan. Jika keamanan bagi perempuan tersebut sudah
dianggap cukup atau terjamin.77
Maka penerapan kesertaan mahram pada jama‟ah
haji yang telah diterapkan oleh kementerian Agama dan biro wisata sesuai dengan
pendapat para ulama yang telah dipaparkan pada syarh hadis tentang kesertaan
mahram tersebut. Yakni mengupayakan disertakan dengan mahram nya walaupun
dengan antrian keberangkatan pada tahun yang berbeda atau menyertakan jama‟ah
perempuan dengan maẖram rombongan.
Kedua, pada peraturan yang diterapkan oleh mayoritas biro wisata haji dan
umrah. Yakni batasan usia yang menjadi persyaratan kesertaan mahram. Bagi
jama‟ah perempuan yang berusia dibawah 40 tahun, diwajibkan akan kesertaan
mahram dan jika tidak beserta mahram, akan diganti dengan mahram yang
ditentukan dari pihak biro haji dan umrah. Mengenai batasan usia menurut asumsi
sebagian dari pihak biro haji dan umrah, bahwa perempuan yang berada pada usia
kurang dari 40 tahun masih dalam usia produktif dan masih menimbulkan gairah
bagi laki-laki yang melihatnya, sehingga perlu didampingi dan disertai mahram.
Apalagi haji atau umrah merupakan suatu ibadah yang membutuhkan perjalanan
cukup jauh. Sedangkan bagi jama‟ah perempuan yang berusia diatas 40 tahun
77
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-Kahlani, Subul al-
Salam, Kitab al-Hajji, Babu Tahrimu al-Khalwah bi al-Aj Nabiyyati wa Safariha min Ghairi
mahramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 608. Lihat juga Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin
„Abd Allah bin Husain al-Syaukani, Nail al- AutharSyarhu Muntaq al-Akhbar min Ahadisi Sayyidi
al-Akhyar,Kitabu al-Manasik, Bab al-Nahyu „an Safari al-Mar‟ah li al-Hajji aw Ghairihi Illa bi
Mahramin, al-Maktabah al-Syamilah, h. 355.
64
tidak di syaratkan demikian. Maka jika dilihat dari sisi kemanan baik bagi
perempuan syaibah maupun „ajuz masing-masing memiliki kebutuhan terhadap
keamanan tersebut. Bagi mereka yang berusia dibawah 40 tahun selain masih usia
produktif juga sangat membutuhkan kemanan bagi perempuan ketika dalam suatu
perjalanan. Lebih-lebih bagi usia diatas 40 tahun, walaupun dianggap usia kurang
produktif tetapi justru mereka lebih membutuhkan bantuan selain keamanan juga
bantuan fisik, karena fisik yang mulai melemah. Sehingga tidak mengganggu
jama‟ah lain yang akan melakukan ibadah. Hal ini jika memang benar-benar peran
kesertaan mahram akan diterapkan secara tekstual sebagaimana pada hadis yang
telah dipaparkan.
Ketiga, adanya ketentuan membayar uang mahram bagi jama‟ah umrah
perempuan yang berusia dibawah 40 tahun dan tidak disertai mahramnya. Uang
ini digunakan sebagai biaya pembuatan visa besertakan keterangan mahram yang
mendampingi.78
Dalam hal ini, apakah tidak dapat cukup diberlakukan mahram
rombongan saja sebagaimana pada ibadah haji yang tidak disertai mahramnya.
Sehingga, tidak diberlakukan uang mahram untuk jama‟ah umrah perempuan atau
mengikuti pendapat imam Hasan al-Bashri bahwa seorang muslim adalah
mahram, jika tidak ada mahram nasab atau mahram pernikahan maka dapat
digantikan dengan muslim lainnya. Sehingga tidak ada perubahan identitas dan
pembayaran uang mahram. Namun, pendapat imam Hasan al-Bashri perlu
dipertimbangkan kembali, karena melihat pada praktek lapangan yang ada
kesertaan mahram bersama muslim lainnya berfungsi hanya pada pemeriksaan
78
Contoh visa sebagaimana terlampir.
65
saja. Karena mahram pada jama‟ah umrah perempuan -yang tidak disertai
mahram nasab atau suaminya- yang tertera dalam keterangan visa, tidak dapat
berlaku sebagaimana mahram yang dimaksud syari‟at karena pada dasarnya
mereka bukan mahram. Fungsi mahram sebagai pendamping sangat perlu bagi
perempuan. Contoh kecil seperti ketika melakukan rangkaian ibadah umrah,
dalam tawaf dan sa‟i. Seorang perempuan membutuhkan pendamping, ketika
berdesak-desakan dengan sekian banyak jama‟ah dari berbagai penjuru dunia.
Ketika bersama dengan mahram yang ditunjuk tersebut, dalam situasi
melaksanakan rangakaian ibadah umrah ini, mahram tidak dapat berfungsi. Maka
penyertaan mahram bersama sesama muslim kurang tepat. Apalagi penerapan
sebagaimana yang telah terjadi di lapangan dengan melalui proses perubahan data
menjadi sedemikian rupa, sehingga dapat tertera keterangan pada visa jama‟ah
perempuan tersebut bersama dengan mahram nya (sebagai paman, saudara
kandung atau mahram yang lainnya). Jika memang adanya ketentuan harus
beserta mahram, pendapat ulama yang lebih tepat untuk diterapkan diantaranya
pendapat imam Syafi‟i yang mensyaratkan keamanan. Yakni sebagaimana pada
penerapan mahram bagi jama‟ah haji diikutkan dengan mahram rombongan.
Ketika melaksanakan rangakaian ibadah haji atau umrah, dapat berdampingan
beserta jama‟ah perempuan yang lainnya. Sehingga tidak harus melewati proses
perubahan data sedemikian rupa dan pembayaran uang mahram.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika yang dihadapi dalam penerapan peran kesertaan mahram
bagi perempuan dalam perjalanan haji dan umrah di Direktorat Penyelenggaraan
Haji dan Umrah adalah
1. Pada jama‟ah haji mahram diupayakan sebisa mungkin untuk
menyertai jama‟ah dan jika benar-benar tidak ada mahram nya pada
daftar calon jama‟ah haji ditahun-tahun berikutnya maka akan
diikutkan mahram jama‟ah atau mahram rombongan. Sedangkan pada
penerapan kesertaan mahram untuk jama‟ah umrah, mereka benar-
benar harus disertai mahram personal dan tidak diikutkan pada
mahram rombongan. Sehingga jika tidak disertai mahram mereka,
pihak biro wisata menunjuk salah satu jama‟ah laki-laki untuk
dijadikan mahram dan diberi keterangan pada visa bahwa mereka
memiliki hubungan mahram. Jama‟ah perempuan tersebut harus
membayar uang mahram sesuai ketentuan dari masing-masing biro
perjalanan haji dan umrah.
2. Adanya kewajiban bagi jama‟ah perempuan yang tidak disertai
mahram-nya untuk mengikui beberapa ketentuan, salah satu ketentuan
yang telah dijalankan oleh beberapa pihak biro perjalanan haji dan
umrah adalah adanya batas usia bagi jama„ah perempuan yang pergi
67
tanpa mahram. Yakni bagi mereka yang berusia kurang dari empat
puluh tahun, harus membayar uang mahram dengan mahram yang
telah ditentukan oleh pihak tertentu. Sedangkan bagi jama„ah yang
berusia lebih dari empat puluh tahun, mereka tidak dikenakan uang
mahram.
Peran kesertaan mahram bagi perempuan dalam perjalanan haji dan umrah
adalah sebagai salah satu solusi dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Arab Saudi
selaku negara yang akan menjadi tujuan perjalanan dan ibadah yang berdasarkan
peraturan-peraturan syariat bahwa setiap warga negara asing perempuan yang
datang maka harus disertai dengan mahramnya, kebijakan tersebut juga sesuai
dengan dalil yang menjadi dasar hukum kewajiban perempuan bersama
mahramnya dalam seluruh safar demi keamanan. Maka dalam hal kesertaan
mahram ini menurut pengakuan dari biro perjalanan wisata dan kementrian
agama, mereka hanya menjalankan dan memenuhi segala peraturan dan ketentuan
yang dikeluarkan oleh Arab Saudi.
B. Kritik dan Saran
Kementrian agama sebagai badan tertinggi pengawas haji dan umrah,
hendaknya lebih mengawasi dan memperhatikan biro wisata terutama dalam hal
kesertaan mahram bagi jama‟ah perempuan. Selain itu, memberikan solusi kepada
biro wisata untuk mencapai peraturan kesertaan mahram dalam umrah. Dapat
dilakukan dengan membicarakan hal ini kepada pihak-pihak keagamaan di
Indonesia dan kepada Negara Arab Saudi.
68
Untuk biro perjalanan haji dan umrah yang memiliki tujuan baik,
menyampaikan dan melayani masyarakat melaksanakan ibadah ke tanah suci,
hendaknya tidak semena-mena dalam menentukan uang mahram atau membuat
suatu kebijakan. Sehingga tidak menimbulkan tuduhan dari pihak-pihak lain atas
diberlakukannya uang mahram tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, Metode penelitian Kualitatif, Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2016.
A.W. Munawwir. Kamus Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. 1997. Surabaya:
Pustaka Progressif.
Basyuni, Muhammad Maftuh, Reformasi Manajemen Haji. Jakarta: FDK Press.
2008.
Creswell, John W. Research Design; Qualitative & Quantitative. (terj.).cet II.
2003. Jakarta: KIK Press.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, Edisi ke-3 Cetakan ke-2, 2002.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dinamika dan Perspektif
Haji Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Peraturan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Jakarta: Kementrian Agama Republik
Indonesia. 2012.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data.2011. Rajawali Press:
Jakarta.
Harahab, Sumuran. Kamus Istilah Haji dan Umrah. 2008. Jakarta: Mitra Abadi
Press.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba
Humanika, 2010.
John W. Creswell. Research Design; Qualitative & Quantitative (terj.).cet II.
2003. Jakarta: KIK Press.
Kartono, Ahmad. Manajemen Operasional Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Jakarta.
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. 2015. Kemenag: Jakarta.
M. Subana dan Sudrajat. Dasar-Dasar Ilmu Penelitian Ilmiah. 2001. Bandung:
Pustaka Setia.
69
Mulia, Siti Musdah dan Ahmad Thib Raya. Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam
Islam. Bogor: Prenada Media. 2003.
Mulyanto, Agus. Sistem Informasi Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.
Mustaqim, Abdullah. Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam no.9, 1 januari
2010.
Najwa, Nurun. Wacana Spiritualitas Perempuan (Prespektif Hadis). 2008.
Yogyakarta: Cahaya Pustaka.
Peraturan tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Jakarta: Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah. 2012.
Putuhena, Saleh. Historiografi Haji di Indonesia. 2007. Yogyakarta: LKIS.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an.
Vol. 2. 2009. Jakarta: Lentera Hati.
Rofi‟i. Harun, dan Edi Mulyono. Panduan Praktis dan Terlengkap Ibadah Haji
dan Umrah. Yogyakarta: Safira. 2013.
Syahrur, Muhammad. Prinsip dan Dasar Hermeneutik Hukum Islam
Kontemporer. 2007. Yogyakarta: ELSAQ Press.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
2010.
Ta„limatul Hajj. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Direktorat
Pembinaan Haji dan Umrah:2015.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Akademik
Program Strata 1 2013/2014. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2013
Hamidah, Nur. Wanita dalam perspektif As Sunnah. Thesis dari Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Syahidah, Nur Laila. Kontekstualisasi Hadis Penyertaan Mahram dalam
Perjalanan Seorang Perempuan. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
70
Somad, Abdus. Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) Kementrian Agama
Republik Indonesia Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
71
Lampiran 1
Hasil wawancara 5 Februari 2017, pada salah satu staf biro wisata haji dan umrah.
Transkrip Wawancara:
T: Bagaimana ketentuan kesertaan mahram yang berlaku kak?
J: Untuk mahram ya, yang sudah punya mahram sendiri, tinggal di input
datanya, kalau yang belum punya, ketentuannya di bawah usia 40 tahun harus
bayar uang mahram kalau diatas usia 40 tahun ya gak papa gak bayar uang
mahram dan gak pakai mahram
T: ketentuan itu siapa yang nentuin kak?
J: Udah dari sananya, dari Provider yang kasi tau kita, provider dari kedutaan
Arab Saudi.
T: Provider? Badan apa itu kak?
J: Provider itu perusahaan yang mengeluarkan surat izin buat ke Arab Saudi
T: Maksudnya? Visa?
J: Bukan, itu sebelum jadi visa disebut Mofa. Ketika Mofa sudah di stampel
oleh KEDUBES Arab Saudi, itu baru jadi Visa.
T: Mofa berapa lama masa berlakunya kak?
J: Cuma dua minnggu, kalau Visa 30 hari.
T: Dua minggu? Jadi kalau ngantri di Provider nya gimana?
J: Ya kita kerjasamanya gak sama satu provider, kita kerjasama dengan
beberapa provider.
T: Perusahaan yang bisa jadi provider itu, apa syarat-syaratnya kak?
J: Wah… kurang tahu saya ya….
T: Intinya berarti dia kerjasama dengan KEDUBES ya kak, buat bisa
ngeluarin Mofa tadi?
J: Iya.
T: Kalau sampai masa berlaku Mofa habis gimana kak, sebelum di stampel?
J: Ya itu dia jangan sampai habis, Kita harus kerjasama dengan beberapa
provider.
72
T: Berapa lama Mofa itu jadi kak?
J: Gak lama kok, tergantung juga. Misalnya kita masukin data pagi nih…
malam atau besok udah bisa jadi. Tapi kalau lagi ngantri, ya ngantri.
T: Untuk masalah mahram yang bayar tadi kak, berapa bayarnya?
J: 300 ribu
T: Itu untuk operasional apa aja?
J: Ya itu udah ketentuan dari provider-nya
T: Jadi bayarnya ke provider?
J: Iya
T: Emang segitu kak?
J: Gak sih… kalau dari sananya paling 200 ribu, kita ambil seratus buat
operasionalnya.
T: Untuk pemeriksaan mahram itu dimana sih kak, imigrasi ya?
J: Bukan, diterminal kita mau masuk Arab Saudi
T: Terus setelah itu, dimana lagi?
J: Udah gak ada lagi
T: Terus, praktek di lapangannya ketika umrah gimana?
J: Ya gak ada, Cuma buat pemeriksaan aja.
T: Problem tentang mahram yang bayar itu apa aja kak, yang pernah terjadi?
J: Ya… kadang pernah, mahram sakit, jadi gak bisa berangkat
T: Terus gimana?
J: Ya kita konfirmasi ke Provider, nanti di kasi stempel keterangan ganti
mahram, tapi bahasa Arab tulisannya.
T: Jadi ditunda kak, keberangkatannya?
J: Iya.
T: Untuk persyaratan ke Arab Saudi harus disertai mahram siapa yang
menentukan kak?
J: Muassasah Arab Saudi
T: Jadi dari KEDUBES yang kasi tau ya?
J: Iya
T: Provider?
73
J: Provider Cuma dibawah KEDUBES
T: Intinya semua ketentuan dari KEDUBES, provider yang kasi tahu ke travel
kak?
J: Iya
T: Ada ketentuan-ketentuan atau kayak undang-undang secara tertulis kak,
dari Arab Saudi?
J: Gak ada, kami Cuma dikasi tau aja sama provider
T: Jadi, Cuma diinfokan aja?
J: Iya.
T: Emang sering ada perubahan kak?
J: Ya kadang mungkin, Cuma kasi tau kalau berapa hari sebelum
keberangkatan visa harus jadi, itu yang berubah-ubah.
T: Owh.. jadi Cuma masalah jangka waktu jadinya visa sebelum
keberangkatan aja?
J: Iya.
T: Kembali lagi ya kak, untuk pemeriksaan mahram yang katanya diterminal
tadi, itu ketat gak kak?
J: Ya kadang ketat, kadang gak juga sih… tergantung keadaan. Saya pernah
berangkat juga, mahram saya sakit, jadi saya tetap berangkat aja, cari Air
Line yang mau berangkatin nanti disananya bisa ngelolosin masuk gak pakai
mahram
T: Jadi Air Line juga bisa berpengaruh kak?
J: Ya.. saya kemarin gitu
T: Terakhir ni kak, buat data yang di input untuk jadi Mofa itu apa aja?
J: Owh ya ini, kayak gini contohnya (sambil memperlihatkan computer ke
saya dan menjelaskan keterangan-keterangannya)
T: Boleh saya minta data itu, buat sample?
J: Owh ya… saya printkan aja.
Ok… Makasih kak…
74
Lampiran 2
Hasil wawancara 13 Februari 2017, pada salah satu staf biro wisata haji dan
umrah.
Transkrip Wawancara:
P: Bagaimanakah ketentuan yang diterapkan dalam travel ini bagi jama„ah haji
atau umrah perempuan yang tidak disertai mahram -nya?
N: kami menentukan tidak adanya surat mahram, jadi mereka harus disertai
mahram -nya, karena saya berpegang pada pemahaman hadis tentang mahram
bahwa memang seorang perempuan harus disertai mahram nya. Hal tersebut
karena pengalaman saya ketika haji adanya jama„ah perempuan tanpa disertai
mahram nya, ia mengalami cedera kakinya didepan masjid al-haram, dan kami
sebagai satu rombongan tidak tahu ia dirawat dimana. Karena tidak ada mahram
yang menyertainya. Selain itu juga pernah ada dalam satu rombongan saya,
pemimpin rombongan yang memebawa istrinya ketika haji, ia memperhatikan
jama„ah perempuan yang lain sehingga kurang memperhatikan istrinya. Sampai-
sampai istrinya marah, merasa terlantar. Jadi saya berfikir bahwa lebih kuat
pemahaman hadis tentang mahram ini jika dipahami ya memang perempuan pergi
harus dengan mahram (dalam ibadah haji atau umrah). Memang benar ada
pendapat boleh di mahram kan rombongan, asalakan aman. Tetapi dengan
pengalaman saya tadi, dapat merepotkan orang lain jika demikian. Sedangkan
akhir-akhir ini saya mendengar untuk peraturan jamaah perempuan yang dibawah
usia 45 tahun harus dengan mahram, untuk yang diatas itu tidak. Tetapi, orang
Arab jika musim haji justru banyak orang-orang dari suku-suku luar, yang mereka
ketika melihat lawan jenis hasratnya kuat. Dengan berbagai pengalaman tentang
kejadian-kejadian perempuan yang dibawa orang Arab. Hadis ini bersifat
universal dalam memahaminya karena hadis juga termasuk wahyu karena
disampaikan oleh Rasul yang dibawah control Allah swt.
P : bagaimana dengan biro perjalanan yang memiliki kebijakan lain?
N : untuk masalah itu, orang Arab Saudi percaya dengan data yang dibawa
jama„ah. Di imigrasi, jama„ah dipanggil untuk diperiksa identitasnya, tetapi
petugas percaya saja dengan data yang ada. Tapi akahir-akhir ini saya mendengar
pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini sudah menyangkut bisnis oriented, artinya
semakin banyak orang yang masuk ke negaranya, semakin banyak income
Negara. Sehingga bagi mereka asal ada formalitas yaudah…. bisa, tapikan kita
gak bisa main-main dari segi hukumkan…. Ini artinya melanggar agama.
75
Kemudian dari ijtihad mereka, ada yang mengatakan mahram rombongan itu,
dalam rombongan ada orang yang dipercaya gitu.. tapi ya itu tadi, melihat
pengalaman kejadian-kejadian tadi. Kecuali kalau benar-benar ikhlas membantu (
sebagai mahram) dan tidak mengganggu aktivitas orang lain. tapikan jarang….
P : jadi kebijakan itu, (tentang pembayaran uang mahram ) yang mengeluarkan
kementrian agama?
N : iya saya pikir kementrian agama, atau saya anggap apakah kementrian agama,
atau orang Indonesia yang membodohi pemerintah Arab Saudi atau petugas
imigrasi atau juga Karena pemerintah Arab Saudi yang penting uang masuk,
sehingga tidak ketat dalam persoalan mahram, sehingga kementrian agama ketika
mengeluarkan perintah surat mahram, atau dengan pemahaman mereka dengan
berjalan bersama-sama bisa dipercaya. Memang bisa dipercaya, tapi ya
dampaknya, gitu…
P : lalu bagaimana dengan penentuan mahram, memang dilegalkan dari
kementrian agama atau bagaiamana?
N : naa… itu, ya kementrian agama yang melegalkan, seperti ONH misalnya
dalam satu rombongan di pasang-pasangkan ini dengan ini misalnya. Ya seperti
yang saya bilang, Allah kok dikibulin gitu, padahalkan ini hukum.
P : jadi sebenarnya pemerintah Arab Saudi tau gak si pak, sebenarnya dengan
keadaan yang terjadi di Indonesia seperti ini dan dampaknya?
N : mungkin pemerintah Arab Saudi ada jaminan dari pemerintah Indonesia
kemudian ada uang masuk jugakan bagi mereka, seperti itu…
P : apakah memang kebijakan itu tidak ada perubahan ya pak, dari Arab Saudi?
N : ya kalau kebijakan mahram itu, baru beberapa tahun belakangan ini. Kalau
dulu semuanya harus pakai mahram, tapi ya dulu ada keterangan surat mahram
itu.
P : bagaimana dengan realita sekarang di Indonesia pak, bagaimana cara kita
menyikapi dengan bertambah banyaknya orang-orang yang ingin berangkat umrah
dan banyaknya travel-travel yang kebanyakan tidak menggunakan kebijakan
seperti yang bapak terapkan disini?
N : jadi ya itu memang problem, ketika saya diajak masuk kesini itu ya saya
minta satu saya mau, tapi betul-betul melaksanakan al-Qur‟an dans sunnah.
Karena yang seperti saya teliti dan say plajari, pertama uangnya tidak halal, kedua
tidak kondusif prosesi ibadahnya.
76
P : jadi menurut bapak, pemahaman dari pemerintah Arab Saudi tentang hadis ini
ya seperti dalam matannya pak?
N : iya… ya kemudian petugas imigrasi yang menjalankan.
P : untuk kementrian agama mengeluarkan kebijakan itu, ada secara tertulisnya
gak pak?
N : ya artinya ada didalam persyaratan itu ada seperti passport, jaminan kesehatan,
surat mahram ya seperti itu, jadi ya merupakan persyaratan. Karena Arab Saudi
mengatakan harus dengan mahram, sementara orang Arab Saudi tidak mengerti
bahwa menimbulkan dampak seperti itu.
77
Lampiran 3
Hasil wawancara 20 Februari 2017, pada salah satu staf biro wisata haji dan
umrah.
Transkrip Wawancara:
P : bagaimana ketentuan jama„ah haji atau umrah yang mereka tidak disertai
mahram ?
N : untuk pertanyaan mbak, seputar mahram memang kita tidak mempunyai
peraturan sendiri, tetapi berbalik kepada peraturan kedutaan Arab Saudi. Dan itu
memang salah satu syari„at yah…. Secara logikanya memang perempuan harus
didampingi oleh mahram nya. Tapi ada ketentuan bahwa jama„ah umrah yang
perlu di mahram kan adalah wanita yang usia di bawah 45 tahun , jadi diatas usia
45 tahun itu boleh tanpa diserta oleh mahram nya. Itu ketentuan dari kedutaan
Saudinya plus proses visa umrahnya. Atas dasar itu, banyak gejala yang muncul
terutama beberapa calon jama„ah mahram yang akan berangkat karena terkendala
biaya. Mungkin Dia bekerja gitukan, yang belum bisa memberangkatkan sama
kakaknya, orang tuanya atau saudaranya ya kan yang menjadi mahram nya. Jadi
suatu permasalahan tersendiri yang harus diakomodir, bagaimana bisa
memberangkatkan jama„ah wanita. Nah… kitakan travel ya, setiap travel itu
namanya agent, agent itu punya klue baik itu klue air lines, hotel, departemen
agama, kedutaan dan agent harus mengumpulkan semuanya dan atas dasar itu dari
kedutaan menjadi sebuah keharusan bagi jama„ah perempuan untuk disertai
mahram nya. Tapi mungkin inilah beberapa kendala-kendala yang terjadi bahwa
bagaiamana dalam tanda kutip mensiasati kebijakan ini. Dan ini pernah berjalan
dibuatkan mahram, misalkan mbak Syahidah usia kurang dari 45 tahun misalkan
ada paman, paman aslinya ini tidak tahukan kedutaan lebih tepatnya kedutaan
Saudi. Maka misalnya Azizah itukan di mahram kan dengan Abdullah sebagai
pamannya dan kita mengajukan surat keterangan mahram kepada kementrian
agama. Sedangkan alat-alat pendukungnya, misalkan akta kelahira, misalkan
Azizah di akta kelahirannya bin Yahya sedangkan di akte kelahirannya Abdullah,
misalkan Abdullah bin Salim, nah nanti diruntut kakeknya, brarti Dia masih ada
hubungan kakek kan dengan Salim karena pamannya. Nanti bisa dilihat biasanya
di kartu keluarga bapaknya Azizah harusnya ada keterangan bapaknya Salim, nah
nanti bukti-bukti itu yang dibutuhkan oleh kementrian agama untuk mahram nya.
Menjadi bukti bahwa Azizah keponakan Abdullah dan nanti diselipkan surat
keterangan mahram nya. Dan di system disebutkan bahwa Azizah nomer passport
sekian-sekian, lahir tanggal sekian terdeteksi Dia masih berusia di bawah 45 tahun
78
kan, disebutkan mahram nya siapa. Kemudian Abdullah bin Salim juga nanti ada
keterangan bahwa Abdullah adalah mahram nya Azizah. Kemudian nanti
Abdullah dan Azizah didekatkan, setelah itu sudah tinggal stamp visa. Selanjutnya
adalah keberangkatan, keberangkatan itu tinggal…. Tahun-tahun terakhir ini, satu
tahun terakhir ini sampai di Jeddah nanti ada antrian imigrasi. Dalam proses ini
nanti akan kita dekatkan dengan mahram nya. Seperti Azizah jangan jauh-jauh
dari Abdullah. Dating dengan mahram, kemudian pas pulang juga harus dengan
mahram nya. Dilihat passport Azizah udah ok, Abdullah nya mana nih… kalau
Abdullahnya gak ada gak bisa pulang. Begitu juga kalau Abdullah nya kalau
Abdullahnya pulang duluan gak ada Azizah juga gak bisa. Tapi kalau misalnya
Dia (jama„ah) dengan berangkat dengan mahram aslinya kan misalnya dengan
bapaknya, ya udah gak ada masalah. Dilihat dari akta anaknya, ketrangan
bapaknya sebagai penanggung jawab anak laki-lakinya misalnya dibawah usia 18
tahun gitu kan… nah itu beda lagi artinya tidak dibutuhkan surat mahram. Dari
kedutaan langsung mengetahui bahwa ini bapaknya. Brarti dokumennya dokumen
kelahiran, surat nikah kalau dengan istrinya dan tidak perlu surat mahram.
Sedangkan untuk yang menggunakan surat mahram tadi kan terlihat jauh
hubungannya, makannya di kuatkan dengan surat-surat keterangan yang lainnya.
Kalau untuk di haji tidak seribet di mahram, karena ya kadang bisa jadi istri sama
suaminya mendaftar dengan tahun yang berbeda istrinya dulu misalkan, lalu
suaminya. Maka bisa saja berangkat bareng, yang jelas saya lihat kalau di haji
tidak seribet di umrah dan hampir-hampir tidak ada surat keterangan maẖram.
P : kalau untuk maslah biaya pembuatan surat mahram itu ada pak ?
N : ada…
P : sekitar berapa pak?
N : sekitar… maksimal 100 sampai 300 ribuan
P : terus nanti biayanya kemana larinya pak? Ke kementrian agama?
N : mmmm… he em ke kementrian agama, tapi saya kurang tahu juga… yaa…
kalau sekarang, agak longgar akhir-akhir ini… kemarin umrah pakai mahram ?
P : ya pakai, tapi kayaknya gak begitu ketat, gimana itu?
N : ya memang dua tahun terakhir ini, sudah agak longgar. Malah sekarang lebih
sering laki-laki sendiri di sebelah sana.
P : jadi surat mahram itu yang ngeluarin dari mana?
N : dari Kanwil kementrian agama.
79
P : itu biaya masuknya ke kanwil atau kemana sih ke kanwil atau kedutaan?
N : ke travel biasanya atau ke kanwil, gak kalau ke kedutaan.
P : travel provider itu, ada hubungannya dengan prosedur pembuatan surat
maẖram itu tadi?
N : menurut saya ada tiga macam perizinan ya… izin ke kementrian agama, subdit
Haji, subdit umrah dan perizinan visa. Untuk provider ini, berkenaan dengan
perizinan visa. Dia harus punya perizinan umrah, izin haji dan izin visa atau
perizinan provider. Kalau travelnya sendiri ada sekitar 650 travel yang ada
perizinan umrah. Untuk yang punya perizinan visa atau provider, dari 650 itu
mungkin sekitar 120 an. travel yang sebagai provider ini yang mengurusi data
jama‟ah mulai dari entry data sampai pada visa. Jadi travel ini punya hubungan
system langsung dengan kementrian Saudi, dan travel ini sudah mempunyai izin
umrah. Ketika dimsukkan datanya, kemudian diproses disana sudah dapat nomor
Mova, kemudian diproses disini kemudian disiapkan data legalnya baru
dimasukkan ke kedutaan. Jadi setiap provider visa punya izin umrah. Setiap
kantor-kantor travel yang belum punya izin umrah sendiri, dia akan mengajukan
perizinan jama‟ah umrahnya di provider visa. Dengan menyertakan data-data
yang lengakap itu, di Makkah dimana, di Madinah di hotel mana, berapa hari.
Kemudian maẖram nya siapa semua data lengakap. Karena nanti jika terjadi
kesalahan disitu, terjadi kesalaahan di system. Kalau dulu semua yang mengurusi
kedutaan, mulai dari entry data sampai visa, tapi kalau sekarang sudah ada yang
namanya proider visa. Mungkin ya sekitar 80 % di kerjakan ditravel kemudian
datanya dikirim ke kedutaan di cocokkan dengan ,berkas aslinya kemudian di
print baru dicetak di kasi stampel visa baru selesai.
P : bagaimana dengan problem, tentang surat maẖram ini apakah ada? Misalnya
masalah kesertaan mahram nya gimana aplikasi ketika umrah?
N : untuk problem ya, selama kita mengikuti peraturan kedutaan ya, insyallah gak
pernah ada problem. Kecuali kalau terjadi kesalahan dalam penulisan data yang
tidak sesuai dengan aslinya pada system. Jika terjadi demikian bisa jadi tidak
keluar visa atau keluar visa tapi gak bisa berangkat. Karena kalau sekarang saya
gak tahu ya, kalau dulu iyu ada tertulis nama mahram nya di passport yang laki-
80
laki atau perempuan yang di mahram kan. Yang kemudian berdampak kalu mau
keluar dari Saudi keduanya harus bareng, karena di masing-masing passport sudah
tertulis.
P : ketentuan mahram itu dari mana?
N : Kedutaan Arab Saudi
P : ada gak peraturan secara tertulis nya tentang mahram atau hanya sekedar info?
N : sejauh ini sih, tidak ada ketentuan secara tertulis, tapi menjadi syarat.
Misalnya untuk kita ke America boleh hanya dengan code booking saja bisa. Tapi
untuk Saudi peraturannya memang tiket harus asli. Untuk peraturannya tertulis
kapan kita juga gak tahu, tapi kalau untuk peraturan secara tertulis itu biasanya
Cuma dilayangkan kabar di madding kedutaan gak ke travel-travel gitu ya,
misalnya tentang tanggal berapa kedutaan tidak menerima tiket maskapai blaa..
blaa.. blaa… yaudah besok kita kasi tahu ke travel-travel. Lo pakai maskapai ini
ya? Gak bisa di panding dulu. Karena nya kenapa, ya kita gak tahu. Artinya
kewenangan, semuanya pengeluaran visa, kemudian ketentuan persyaratan,
apapun itu semua menjadi kewenangan Saudi. Kita apalagi travel ya, kalau mau
jadi provider ya harus mengikuti, kalau gak merekapun gak mengemis. Ya tahu
sendrikan ketentuan untuk perjalanan ibadah haji dan umrah semuanya dari Saudi
gak hanya di Indonesia, di Malaysia pun dan seluruh dunia itu pasti Saudi yang
punya wewenang. Ya paling kita mengapresiasi dengan kementrian Agama gitu
ya, menjaga hubngan dengan konsulat visa nya, dengan duta besarnya kalau ada
yang memberatkan kita bisa saling komunikasi dengan kementrian agama,
konsulat juga untuk merubah itu semua tidak mudah karena memenag kebijakan
mereka. Asal kita mengikuti sih.. sebenarnya mudah, jangan melawan gitu kan…
ya kita tinggal kasi tahu ke masyarakat bahwa ini persyaratannya.
P : dengan adanya hal demikian bagaimana dengan jumlah jama‟ah umrah?
N : ya semakin meningkat, untuk grafik jama‟ah semakin meningkat. Ditambah
dengan umrah yang murah yang mudah terjangkau, jadi masyarakat luas jadi
mudah mengakses kesitukan. Dengan menyediakan fasilitas yang terjangkau
untuk jama‟ah.
P : baik.. kesimpulan yang dapat saya ambil, agent (travel) hanya menjalankan
peraturan dari kedutaan dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Dan
kementrian agama yang menetapkan dan mengeluarkan suarat mahram itu…?
N : kementrian Agama, tapi mungkin perlu di up date lagi untuk sekarang-
sekarang masih ngeluarin surat mahram apa gak. Tapi beberapa tahun terahir ini
81
ya, sudah tidak mengeluarkan surat keterangan mahram setahu saya ya… tapi ini
musti nanti ditinjau lagi. Kalau tidak berarti travel yang menjamin gitu ya…
(mengeluarkan) surat keterangan mahram.
P : kenapa kadang-kadang di imigrasi itu seperti tidak begitu diperhatikan
peraturan yang sudah ditentukan dari kedutaan tadi?
N : ya kadang memang seperti itu, kita dari agent tidak membuat peraturan, hanya
mengikuti dari kedutaan saja.
P : bisa gak, peraturan itu kadang longgar karena antrian jama‟ah yang di imigrasi
itu terlalu panjang? Karena saya lihat kok seperti untung-untungan?
N : ya kadang bisa dibilang begitu, tapi kalau alasannya seperti itu, itu kan
peraturan dari mereka. Bisa dong seharusnya kalau antrian jama‟ah panjang
mereka buka konter lagi. Tapi gmana ya.. dari panitia atau petugas imigrasi yang
kurang piyawai ya… disaat jama‟ah udah capek, baru dating sudah dipusingkan
dengan antrian imigrasi yang membingungkan. Tapi ya gitu, gak Indonesia aja,
semua Negara mengalami itu. Kita bukan menjelekkan ya.. tapi ya… kadangan
mereka kalau lagi kurang mood nya ditutup antriannya. Ya begitulah…
Kita sebagai agent hanya mengikuti peraturan dari kedutaan dan
menjalankannya, adapun kementrian dan kedutaan sebagai mitra kerja kami.
Apalagi kementrian Agama sebagai orang tua kami. Kami hanya menjembatani
antara keinginan masyarakat dengan peraturan yang ada, yang telah dibuat oleh
kedutaan. Bagaimanapun kementrian Agama sebagai pelenggara haji ingin
menyelenggarakan lebih baik.
P : baik terima kasih sekali… atas informasinya, saya mohon maaf apabila ada
kata-kata yang kurang berkenan dan pertanyaan yang kurang pas… semoga
infonya dapat memperlancar penelitian saya.
82
Gambar.1
83
Gambar.2
84
Gambar.3
85
86
87
88
89