peran organisasi muallaf aceh dalam kegiatan sosial ... · 1. peran peran adalah tindakan seseorang...
TRANSCRIPT
PERAN ORGANISASI MUALLAF ACEH DALAM KEGIATAN
SOSIAL KEAGAMAAN PASCA TSUNAMI
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
HERI SURIADI
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Ilmu Perbandingan Agama
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2016 M/ 1438 H
NIM. 321002844
HERI SURIADI
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Ilmu Perbandingan Agama
NIM. 321002844
v
PERAN ORGANISASI MUALLAF ACEH DALAM KEGIATAN SOSIAL
KEAGAMAAN PASCA TSUNAMI
Nama : Heri Suriadi
Tebal Skripsi : 65 halaman
Pembimbing I : Drs. H. Taslim H.M. Yasin, M.Si.
Pembimbing II : Drs. H. Miskahuddin, M.Si.
ABSTRAK
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah
SAW didataran Arab, atau lebih dikenal di kota Mekkah. Islam mengajarkan
kesetaraan antara yang kaya dan yang miskin. Islam mengajarkan kepada manusia
tentang bagaimana menunjukkan sikap saling tolong-menolong dalam beragama,
atau sesama dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan dari pihak
lain. Peran orang yang baru masuk Islam salah satu bentuk dia mensyukuri nikmat
Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, orang-orang yang baru masuk Islam
dikenal dengan sebutan muallaf. Adapun yang menjadi masalah dalam skripsi ini
adalah bagaimana peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan sosial
keagamaan pasca tsunami, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi
organisasi muallaf Aceh dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial
keagamaan, sebagaimana dinamika organisasi muallaf Aceh. Pendekatan yang
penulis gunakan dalam penelitian ini bersifat metode deskriptif yang
menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) serta dengan
pendekatan kualitatif penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research)
berkaitan dengan problematika pengamalan ajaran agama Islam. Bagi muallaf
dalam hal pengamalan rukun Islam yang dibatasi penelitiannya hanya di Kota
Banda Aceh. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini yaitu dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi, yakni alat
untuk memperoleh sejumlah data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan
kepada responden yang disusun secara sistematis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran organisasi Muallaf Aceh dalam kegiatan sosial keagamaan, dalam
seminggu mereka mengajak silaturahmi untuk pengajian dan pengembangan
mendalami pembelajaran ilmu-ilmu agama dan kaidah-kaidah agama tersebut.
Keberadaan peran organisasi Muallaf sering diasumsikan sebagai alat kotrol bagi
Muallaf yang baru masuk Islam. Faktor utama yang menjadi penyebab belum
begitu optimalnya pembinaan keagamaan ini bagi para Muallaf adalah, waktu
yang digunakan untuk pelaksanaan pembinaan masih sangat terbatas. Dinamika
organisasi muallaf Aceh dinilai kurang memberi perhatian terhadap
pemberdayaan Muallaf yang diyakini selama ini warga Muallaf kurang
diperhatikan, dan perhatian paling dibutuhkan oleh mereka adalah pembinaan
pengetahuan agama Islam berkelanjutan.
NIM : 321002844
vi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, yang senantiasa
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada hamba-Nya sehingga penulis
telah dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Organisasi Muallaf Aceh
Dalam Kegiatan Sosial Keagamaan Pasca Tsunami.
Shalawat beriring salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad Saw
beserta keluarga dan sahabatnya yang karena beliaulah penulis dapat merasakan
betapa bermaknanya alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang
ini.
Upaya penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan beban studi
yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa yang hendak mengakhiri program S-1
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dari awal program
perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini tentu tidak akan tercapai
apabila tidak ada bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil. Oleh
karena itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Kedua orang tua yang paling penulis sayangi dan cintai, Ayahanda tercinta
Samsuir dan Ibunda tercinda Murni. S, yang tiada henti-hentinya mencurahkan
kasih sayang, dan adik tercinta (Rika Sandeva, Algian Sanjuari, dan Lara Mariani)
yang memberikan dukungan dan doa yang tak kunjung henti diberikan kepada
penulis dalam menyelesaikan studi di Prodi Ilmu Perbandingan Agama. Bapak
vii
Drs. H. Taslim H.M. Yasin, M.Si. selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs. H.
Miskahuddin, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah banyak meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan dan dukungan berupa motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini. Bapak Zainuddin, S.Ag., M.Ag. selaku Penasehat
Akademik (PA).
Selanjutnya, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry,
Bapak Dr. Lukman Hakim, M.Ag. Bapak dan Ibu wakil dekan, dosen dan asisten
dosen, serta karyawan di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-
Raniry yang telah membantu penulis untuk mengadakan penelitian dalam
menyelesaikan skripsi ini. Bapak/Ibu dosen Prodi Ilmu Perbandingan Agama yang
telah mendidik, mengajar dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan
selama menjalani pendidikan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry
Banda Aceh. Sahabat-sahabat penulis, Said Firdaus Abbas, S.Hi., M.H,
Hermasnyah Putra, Irwansyah, Zainal Abidin, Khairil Fazal, Muhammad Khaidir,
Sudirman, Romianto, Muliawan, Puji Asusi, Putri Arisa, dan Asria, yang selalu
memberikan partisipasi, motivasi dan tenaga untuk penulis, terima kasih atas
semuanya sahabat. Semua mahasiswa Ilmu Perbandingan Agama leting 2010,
yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan teman-teman dari Prodi lainnya yang
telah berjuang bersama-sama demi mendapatkan gelar sarjana dan kepada teman-
teman KPM tercinta. terima kasih atas semuanya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan motivasi
yang sudah diberikan sehingga menjadi amal kebaikan dan mendapat pahala yang
setimpal di sisi Allah SWT. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini
viii
masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan ilmu penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan penulis di masa yang akan datang,
dengan harapan skripsi ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua.
Banda Aceh, 16 Desember 2016
Heri Suriadi
Penulis,
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii
LEMBARAN PENGESAHAN .................................................................... iii
LEMBARAN PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
E. Penjelasan Istilah ....................................................................... 5
F. Kerangka Teori .......................................................................... 6
G. Kajian Pustaka ........................................................................... 9
H. Metode Penelitian ...................................................................... 11
I. Sistematika Pembahasan............................................................ 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUALLAF
A. Pengertian Muallaf dan Dasar Hukumnya ................................ 17
B. Macam-macam Muallaf ........................................................... 21
C. Golongan-golongan yang Dikategorikan Muallaf .................... 23
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Keagamaan ........ 26
E. Perkembangan Perilaku Keagamaan Muallaf .......................... 37
BAB III MUALLAF ACEH DALAM KEGIATAN SOSIAL
KEAGAMAAN PASCA TSUNAMI
A. Peran Organisasi Muallaf Aceh dalam Kagiatan Sosial
Keagamaan Pasca Tsunami ....................................................... 43
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Organisasi
Muallaf Aceh dalam Melaksanakan Berbagai Kegiatan Sosial
Keagamaan ................................................................................ 49
C. Dinamika Organisasi Muallaf Aceh .......................................... 57
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 60
B. Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 63
DAFTAR PERTANYAAN ............................................................................ 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 66
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Rasulullah SAW didataran Arab, atau lebih dikenal di kota Mekkah. Islam
mengajarkan kesetaraan antara yang kaya dan yang miskin. Sesuai dengan itu Abu
Su’ud menyebutkan, bahwa Islam dibawa oleh Nabi ditandai dengan beberapa
hal; Pertama, adanya Nabi pembawa dan penyebaran ajaran. Kedua, adanya kitab
suci yang didasarkan pada sumber supranatural, yang dikenal sebagai wahyu,
yang berisi prinsip-prinsip ontologi (aqidah), epistimologi (ibadah, ritual),
maupun aksiologi (akhlak, etika). Ketiga, adanya pengikut atau pemeluk yang
mengakui kebenaran ajaran tersebut. Keempat, adanya rumah ibadah tempat
peribadatan (ritus) dilaksanakan bersama-sama”.1
Dalam hal ini, Islam mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana
menunjukkan sikap saling tolong-menolong dalam beragama, atau sesama dan
membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain. Peran orang
yang baru masuk Islam salah satu bentuk dia mensyukuri nikmat Allah Yang
Maha Kuasa. Oleh karena itu, orang-orang yang baru masuk Islam dikenal dengan
sebutan muallaf.2 Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia hanya akan
menjadi apa dan siapa bergantung ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa
1Abu Su’ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran, Dan Peranannya Dalam Peradaban Umat
Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 38. 2Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi, (terj. Hery Noer Aly dkk), (Semarang:
Toha Putra Semarang, 1992), 240-242.
2
hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak “menjadi” manusia. Dalam
pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Di satu sisi
ia menjadi anak buah, tetapi di sisi lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah
ayah atau ibu, tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi ia adalah kakak, tetapi
di sisi lain ia adalah adik.
Demikian juga dalam posisi guru dan murid, kawan dan lawan, buruh dan
majikan, besar dan kecil, menantu dan mertua dan atau menjadi muallaf dan
seterusnya. Para Muallaf membentuk sebuah organisasi, supaya memudahkan
Pemerintah untuk membimbing serta membina para Muallaf khususnya di Aceh
pada masa Pasca Tsunami hingga sekarang.
Organisasi Muallaf memiliki peran yang besar untuk mendorong
terciptanya penguatan pemberdayaan sosial. Keberadaan peran organisasi Muallaf
sering diasumsikan sebagai alat kotrol bagi Muallaf yang baru masuk Islam.
Lembaga organisasi Muallaf tersebut juga memberikan kontribusi baik dari segi
sektor sosial, maupun keagamaan. Semenjak masa Pasca Tsunami hingga
sekarang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Aceh, khususnya para
Muallaf dalam melakukan peran organisasi Muallaf Aceh dalam kegiatan sosial
keagamaan, dalam seminggu mereka mengajak silaturahmi untuk pengajian dan
pengembangan mendalami pembelajaran ilmu-ilmu agama dan kaidah-kaidah
agama tersebut.
Organisasi Muallaf memiliki peran yang besar untuk mendorong
terciptanya penguatan pemberdayaan sosial. Keberadaan peran organisasi Muallaf
sering diasumsikan sebagai alat kotrol bagi Muallaf yang baru masuk Islam.
3
Selanjutnya ada dua organisasi Muallaf yang terbentuk sampai saat ini, yakni
Pertama, Forum Muallaf Aceh (FORMULA), yang dipimpin oleh Tgk. Rasyid,
dan yang Kedua, Lembaga Persatuan Muallaf Aceh Sejahtera (PMAS), yang
dipimpin oleh Ibu Fatimah Azzahra.
Robert Park dari Universitas Chicago memandang, bahwa masyarakat
mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan
individu-individu kedalam berbagai macam peran (roles).3 Melalui peran inilah
kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru,
mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita
tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis menarik untuk mengkaji
masalah berjudul “Peran Organisasi Muallaf Aceh Dalam Kegiatan Sosial
Keagamaan Pasca Tsunami”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan sosial
keagamaan pasca tsunami?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi organisasi muallaf
Aceh dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial keagamaan?
3. Bagaimana dinamika organisasi muallaf Aceh?
3Mustafa Hasan, Perspektif Dalam Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 16.
4
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian dalam
penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan sosial
keagamaan pasca tsunami.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi
organisasi muallaf Aceh dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial
keagamaan.
3. Untuk mengetahui dinamika organisasi muallaf Aceh.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan
penelitian di bidang ilmu perbandingan agama khususnya dalam
memberikan informasi mengenai cara tolong-menolong dalam agama pada
orang yang melakukan perpindahan agama ke Islam serta proses selama
seorang muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi mengenai kasus yang dihadapi oleh muallaf
tersebut. Hal ini diharapkan mampu membantu subjek mengatasi berbagai
permasalahan pengamalan ajaran agama Islam, agar lebih efektif dan
5
bermakna, sehingga masalah yang dulu dihadapinya dapat terpecahkan dan
dapat mengamalkan ajaran agama Islam secara kaffah.
E. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman dan salah penafsiran pada
istilah-istilah yang dipakai pada pembahasan penelitian ini maka perlu ada
penjelasan terhadap istilah yang dipakai. Adapun istilah yang perlu dijelaskan
adalah:
1. Peran
Peran adalah tindakan seseorang dalam suatu peristiwa dan sebagai bagian
dari tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan.4 Peran menggambarkan interaksi
sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang
ditetapkan oleh budaya.5
2. Organisasi
Organisasi merupakan suatu perkumpulan yang mewadahi semua aspirasi
dari semua anggota, sesuai dengan itu menurut Ernest Dale Organisasi adalah
suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan, pengembangan, dan
pemeliharaan suatu struktur atau pola hubungan kerja dari orang-orang dalam
suatu kerja kelompok.6
3. Muallaf
Muallaf adalah orang yang baru masuk Islam beberapa tahun dan masih
awam dalam ilmu agama, sedangkan dalam bahasa Arab muallaf artinya orang
4Hartono, Kamus Praktik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 325.
5Iwan, Peran Sosial, (Jakarta: Word Pers, 2010), 20.
6Dale, Ernest. Planning and Developing The Company Organization Structure, (New
York: AMA, 1959), 177.
6
berserah diri, tunduk dan pasrah. Orang-orang yang baru masuk Islam dikenal
dengan sebutan muallaf. Istilah ini demikian populer di tengah umat Islam. Tapi
sayang pengertiannya hanya identik dengan orang yang baru masuk Islam.
Maksudnya, masuk Islamnya setelah dewasa, setelah memeluk agama lain terlebih
dahulu.
4. Sosial
Kata sosial adalah sebagai kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh
banyak individu atau kelompoknya yang bertujuan untuk mensejahterakan
anggotanya dan juga banyak orang tergantung makna dan tujuan masing-masing.7
5. Keagamaan
Secara Etimologi, istilah keagamaan itu berasal dari kata “Agama” yang
mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga menjadi keagamaan.8 Agama
itu sendiri mempunyai arti kepercayaan kepada Tuhan, ajaran kebaikan yang
bertalian dengan kepercayaan.9
F. Kerangka Teori
Sebagai pendukung tulisan ini, maka penulis mencoba untuk memberikan
beberapa gambaran mengenai peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan
sosial keagamaan. Namun pada saat sekarang ini umat Islam dengan bebas dapat
menjalankan ibadahnya dengan tenang, tanpa ada intervensi dari pihak manapun,
namun demikian ancaman untuk pindah agama sangat terbuka lebar, mengingat
kemiskinan masih menjadi perangkap untuk pindah agama. Nabi sendiri telah
7Achmad Sanusi, Dt. Studi Sosial di Indonesia, (Bandung: IKIP, 1971), 31.
8Dewi S. Baharta, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Bintang Terang, 1995), 4.
9Ahmad Norman P. (ed)., Metodologi Studi Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
9.
7
mewaspadai kita sebagai umat Islam dalam haditsnya “Kemiskinan dapat
mengakibatkan kekufuran”.
Adapun untuk non Muslim terbagi kepada dua kelompok yaitu 1).
kelompok orang kafir yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok
dan keluarganya. 2). Kelompok orang yang dikhawatirkan akan berbuat bencana.
Kondisi Islam di Aceh saat ini sangat kuat, disamping culture Aceh yang sangat
kental dengan budaya Islam, kemudian didukung legitimasi dalam undang-undang
untuk menjalankan syari’at Islam secara kaffah. Oleh sebab itu, untuk keberadaan
muallaf di Aceh, kiranya praktek khalifah Umar bin Khattab di atas dapat
diimplementasikan dengan baik dan perlu direinterpretasi makna muallaf sesuai
dengan kondisi syari’at dan Adat Kebudayaan Aceh.
Masyarakat bahkan tidak lagi memasukan faktor waktu dalam
memberikan gelar muallaf kepada seseorang. Bagi mereka, siapapun yang pernah
beragama non Islam lalu masuk Islam, maka berhak menyandang gelar muallaf.
Gelar ini berlaku abadi, tak ada batas waktunya, padahal tidak demikian
semestinya. Tulisan ini bertujuan meluruskan anggapan keliru tersebut. Tidak
salah orang yang baru masuk Islam yang pernah menjadi non muslim
disebut muallaf. Syari’at Islam tidak membatasi, makna muallaf dalam pengertian
tersebut. Tujuan lain dari tulisan ini, menjelaskan kandungan makna muallaf
yang ternyata lebih luas dari anggapan sementara orang.
Orang muslim perlu mengetahui lebih mendalam tentang apa, siapa dan
bagaimana muallaf. Bukan hanya bagi orang yang baru atau akan masuk Islam,
tetapi juga bagi umat Islam secara umum karena masing-masing pihak harus
8
mengetahui hak dan tanggungjawabnya. Lebih dari itu, pengetahuan tentang
muallaf dapat membantu memberi solusi terhadap problematika kemuallafan
ditengah umat. Pengertian muallaf, berasal dari kata (أليفا صيره أي ألفه) yang
menjadikannya jinak. Sedangkan ( المؤلف قلوبهم) artinya orang yang hatinya
dijinakkan. Istilah ini digunakan untuk orang yang sedang dijinakkan hatinya oleh
Islam agar membela atau masuk Islam. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam
rangka menjinakkan seseorang diungkapkan dengan kata ( تأليف القلوب ) ta’liful
qulub atau penjinakkan hati seseorang.
1. Menurut istilah syari’at, muallaf adalah orang diberi perhatian khusus oleh
Islam dengan tujuan menjinakkan hatinya demi kemaslahatan Islam dan
kaum muslimin. Perhatian di sini biasanya berupa materi, tujuan santunan
materi, ini bisa seragam, yang terangkum dalam 4 (empat) hal, seperti
yang disimpulkan oleh Imam Al-Mawardi:
a) Agar yang bersangkutan bisa membantu kaum muslimin.
b) Agar yang bersangkutan tidak menimpakan bahaya kepada kaum
muslimin.
c) Agar yang bersangkutan mendekatkan kaum kerabatnya kepada Islam.
d) Agar yang bersangkutan masuk Islam.10
Muallaf sebagai orang yang baru menyakini Islam sebagai kebenaran,
tentu saja banyak sekali mempunyai problem atau masalah, mulai dari keimanan
yang masih lemah atau kurangnya pemahaman terhadap agama baru mereka. Di
samping itu juga, mereka menghadapi persoalan komplek lainnya seperti diusir
10
Al-Mawardi, Imam, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-Hukum Penyelenggaraan
Negara Islam, (Terjemahan Fadli Bahri), (Jakarta: Darul Falah, 2006), 113.
9
dan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan, intimidasi-intimidasi dari orang-
orang yang tidak suka atas agama yang baru dianutnya. Selain itu tidak ada
kepedulian dari masyarakat sekitar semakin membuat keimanan mereka menjadi
lemah dan kurang meyakini agama baru tersebut. Kurangnya perhatian lembaga
atau organisasi keagamaan terhadap para muallaf, juga menjadi salah satu
hambatan bagi mereka untuk mendalami agama baru mereka secara lebih jauh.
Melihat hal yang demikian itu, jelas sekali bahwa peran organisasi muallaf
sangat memerlukan seseorang yang dapat membimbing dan memberikan
penyuluhan agama agar mereka tidak merasa sendiri dalam menghadapi semua
permasalahan yang sedang di hadapi. Diharapkan dengan bimbingan tersebut
semua persoalan yang mereka hadapi dapat diatasi atau solusi pemecahannya
minimal dapat diringankan.
G. Kajian Pustaka
Peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan sosial keagamaan
merupakan suatu kajian yang menarik, di mana banyaknya intelektual yang ingin
menulis tentang muallaf dalam kegiatan sosial keagamaan. Pemahaman muallaf
adalah orang-orang yang hatinya dibujuk dan dijinakkan hatinya agar cenderung
kepada Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru mengetahui dan belum
memahami tentang Islam. Oleh karena itu, mereka berada pada posisi yang
membutuhkan pembinaan dan bimbingan ajaran-ajaran Islam. Agar mereka
mengatahui syari’at Islam untuk kemudian dapat mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
10
Penulis menggunakan beberapa kutipan skripsi dan buku-buku yang
membahas tentang muallaf untuk mendasari penelitian ini, seperti sejauh
pengamatan penulis dapat beberapa skripsi dan buku-buku yang berkaitan muallaf
tersebut, di antaranya yang berjudul:
Skripsi, yang berjudul “Proses Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam
Tehadap Para Muallaf YABUMI di Yogyakarta”, yang ditulis oleh Verawati,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2005.
Dalam skripsi ini menitikberatkan pada proses pemberian bantuan secara mental
dan spiritual yang diberikan oleh konselor kepada klien.11
Skripsi, yang berjudul “Metode Bimbingan Keagamaan Muallaf Yayasan
Majelis Muhtadin Kota Yogyakarta”, yang ditulis oleh Ucu Muhaenim, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008. Dalam
skripsi ini menitikberatkan pada metode yang digunakan pembimbing dalam
memberikan materi agama Islam dan ilmu pengetahuan lainnya.12
Selanjutnya Jeffrey Lang dalam buku yang berjudul “Struggling to
Surrender (Pergumulan Menuju Kepasrahan): Kesan-kesan Seorang Muallaf
Amerika”. Dalam buku ini mengisahkan kesan-kesan seorang muallaf Amerika,
mulai tentang kesukaran-kesukaran yang ditemui setelah pindah ke agama Islam
hingga perjuangan untuk berpartisipasi dalam komunitas muslim.13
11
Verawati, Proses Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam Tehadap Para Muallaf
YABUMI di Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2005. 12
Ucu Muhaenim, Metode Bimbingan Keagamaan Muallaf Yayasan Majelis Muhtadin
Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2008. 13
Jeffrey Lang, Struggling to Surrender (Pergumulan Menuju Kepasrahan): Kesan-kesan
Seorang Muallaf Amerika, (Jakarta: PT. Serabi Ilmu Semesta, 2000), 27.
11
Muhammad Zulkarnain dalam buku yang berjudul “Mengapa Saya Masuk
Islam”. Dalam buku ini mengisahkan anak laki-laki tunggal yang sangat
dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Ayahnya di samping sebagai pendeta yang
masih menjalankan tugas-tugas kependetaannya, juga pegawai negeri dengan dua
balok mas murni serta sebuah bintang pada bahunya di dinas Bea dan Cukai.14
Berdasarkan dari keseluruhan penelusuran sumber dari buku-buku pustaka
yang dilakukan, belum ditemukan satupun tulisan yang secara khusus membahas
tentang Peran Organisasi Muallaf Aceh Dalam Kegiatan Sosial Keagamaan
Pasca Tsunami. Oleh karenanya, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan
guna untuk melihat secara lebih jelas sebenarnya faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi eksistensi organisasi muallaf Aceh dalam melaksanakan berbagai
kegiatan sosial keagamaan.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam setiap penelitian ilmiah, masalah pendekatan penelitian merupakan
faktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya penelitian yang dilakukan, oleh
karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Dimana penelitian ini mengupas atau menguraikan suatu masalah yang ada
sekarang berdasarkan data yang telah ada. Maka dalam penelitian ini pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan Kualitatif.15
Penelitian ini termasuk penelitian
lapangan (field research) berkaitan dengan problematika pengamalan ajaran
14
Muhammad Zulkarnain, Mengapa Saya Masuk Islam, (Solo: Ramadhani, 1995), 48. 15
Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, (Jakarta: Raja Wali
Press, 2008), 8.
12
agama Islam bagi muallaf dalam hal pengamalan rukun Islam yang dibatasi
penelitiannya hanya di Kota Banda Aceh. Penelitian ini termasuk dalam penelitian
deskriptif yakni pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.
Sekaligus penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan
data sekunder dan merupakan penelitian dengan menggunakan buku bacaan
sebagai landasan untuk mengambil data yang ada dengan kaitannya dengan
penulisan skripsi ini, dimana penulis dapatkan dengan cara membaca dan
mengkaji buku-buku, kitab, artikel, majalah dan situs website yang berkaitan
dengan pembahasan Peran Organisasi Muallaf Aceh Dalam Kegiatan Sosial
Keagamaan Pasca Tsunami. Kemudian dikategorisasikan sesuai data yang
terpakai untuk menuntaskan karya ilmiah ini sehingga mendapatkan hasil yang
valid.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Jln. Kuala Unga No. 6 Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populiasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang menjadi objek
penelitian. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah muallaf yang
ada di Kota Banda Aceh.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Adapun
teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode sampling random
13
yaitu suatu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi,
cara ini dilakukan jika populasinya kecil.16
Maka yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah semua populasi yang ada yaitu 88 (delapan puluh delapan)
orang muallaf yang ada di berbagai Kota Banda Aceh.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data primer, teknik yang penulis gunakan adalah
penelitian lapangan (field research), dengan melakukan penelitian. Data yang
diperoleh akan digunakan untuk membuat kesimpulan dalam penelitian tersebut.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi, yakni alat untuk
memperoleh sejumlah data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan kepada
responden yang disusun secara sistematis.17
Bentuk wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala wawancara terbuka.
Dalam teknik pengumpulan data, yang penulis gunakan adalah:
a. Wawancara yaitu dengan membuat pertanyaan pokok sebagai panduan
bertanya, wawancara dilakukan dengan pimpinan Tgk. Rasyid pada Forum
Muallaf Aceh (FORMULA), wawancara dilakukan dengan pertanyaan
yang terbuka dan luas cakupan jawaban yang diinginkan oleh peneliti.
Untuk mengetahui lebih mendetil tentang Peran Organisasi Muallaf Aceh
dalam Kegiatan Sosial Keagamaan Pasca Tsunami, sehingga mendapatkan
16
Sri Anggraini, Populasi dan Sampel, (Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2000), 23. 17
Winarno Surakhmand, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, (Bandung:
Tarsito, 2005), 93.
14
data yang akurat dan objektif yang berhubungan dengan pembahasan
skripsi.
b. Observasi, yaitu cara memperoleh keterangan atau data yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yaitu
terhadap pimpinan Tgk. Rasyid pada Forum Muallaf Aceh (FORMULA),
untuk mengetahui lebih mendetil tentang peran organisasi muallaf Aceh
dalam kegiatan sosial keagamaan pasca tsunami, faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi eksistensi organisasi muallaf Aceh dalam
melaksanakan berbagai kegiatan sosial keagamaan, dan dinamika
organisasi muallaf Aceh.
c. Data dokumentasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara menganalisis data pada Forum Muallaf Aceh (FORMULA),
atau data-data lainnya yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.
Untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka (library
research), yaitu dengan menelaah dan membaca kitab-kitab dan buku-buku yang
berkaitan dengan pembahasan.
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah semua data terkumpul melalui interview (wawancara), maka
langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data secara deskriptif
kualitatif. Setiap alternatif jawaban yang berkenaan dengan tujuan penelitian
diolah dalam bentuk penjabaran sesuai dengan realitas jawaban tersebut.
Dalam penyusunan hasil kajian dalam bentuk skripsi, penulis tentu harus
memiliki acuan penulisan, yang penulis pakai di sini, yaitu berpedoman kepada
15
buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry tahun
2013. Yang menurut penulis lebih tepat dipakai berdasarkan kepada penulis
sendiri sebagai mahasiswa Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, UIN Ar-
Raniry.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan para pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini,
maka penulis mengemukakan garis-garis besar dari setiap pembahasan yang telah
diuraikan dalam skripsi ini, di mana terdapat pada tiap-tiap bab, yaitu:
Bab pertama terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan
istilah, kerangka teori, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, penulis terangkan tinjauan umum tentang muallaf yang terdiri
dari pengertian muallaf dan dasar hukumnya, macam-macam muallaf, golongan-
golongan yang dikategorikan muallaf, faktor-faktor yang mempengaruhi konversi
keagamaan, dan perkembangan perilaku keagamaan muallaf.
Bab ketiga, penulis menguraikan mengenai hasil penelitian muallaf Aceh
dalam kegiatan sosial keagamaan pasca tsunami yang terdiri dari peran organisasi
muallaf Aceh dalam kagiatan sosial keagamaan pasca tsunami, faktor-faktor yang
mempengaruhi eksistensi organisasi muallaf Aceh dalam melaksanakan berbagai
kegiatan sosial keagamaan, dan dinamika organisasi muallaf Aceh.
16
Bab keempat, bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini, pada bab
terakhir ini berisi kesimpulan dari skripsi ini dan akhirnya pada bab ini penulis
kemukakan saran yang mungkin berguna bagi semua pihak yang bersangkutan.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MUALLAF
A. Pengertian Muallaf dan Dasar Hukumnya
Muallaf berasal dari bahasa Arab yang berarti tunduk, menyerah, pasrah.
Sedangkan, dalam pengertian Islam, muallaf digunakan untuk menunjukkan
kepada seorang yang baru masuk agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Muallaf, antara lain:
1. Dalam Ensiklopedi Dasar Islam, Muallaf ialah seseorang yang semula
kafir dan baru memeluk Islam.1
2. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Muallaf (Ar: Muallaf qalbuh; jamak;
mu’allafah qulubuhum = orang yang hatinya dibujuk dan dijinakkan).
Orang yang dijinakkan hatinya agar cenderung kepada Islam.2
3. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dipaparkan bahwa Muallaf yaitu
orang-orang yang sedang dijinakkan atau dibujuk hati mereka.3
Ditinjau dari bahasa, muallaf berasal dari kata “allafa” yang bermakna
“shayyararahu alifan” yang berarti menjinakkan, menjadikannya atau
membuatnya jinak.4 Allafa bainal qulub bermakna menyatukan atau
menundukkan hati manusia yang berbeda-beda. Muallaf menurut etimologi adalah
orang-orang yang hatinya dijinakkan, ditaklukkan dan diluluhkan. Karena yang
1 Achmad Roestandi, Ensiklopedi Dasar Islam, (Jakarta: PT. Pradaya Paramitia, 1993),
173. 2 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
1997), 1187. 3 Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), 130.
4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
34.
18
ditaklukkan adalah hatinya, maka cara yang dilakukan adalah mengambil simpati
secara halus seperti memberikan sesuatu atau berbuat baik, bukan dengan
kekerasan seperti perang, maupun dengan paksaan. Sedangkan secara
terminologis, para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai muallaf adalah orang-
orang yang hidup pada masa awal Islam dan telah masuk Islam.
Sedangkan al-Zuhr mengartikan muallaf sebagai orang yang baru masuk
Islam. Keindahan dan ketinggian syari’at Islam dalam mengatur proses atau
perjalanan kehidupan umat manusia dalam semua aspek telah berupaya untuk
menarik minat mereka yang bukan Islam untuk mengenali serta mendalami Islam.
Islam mempunyai peraturan dan garis panduan yang jelas dan mengutamakan tiga
aspek utama yaitu aqidah, syariah dan akhlak. Aturan hidup dalam Islam
sebenarnya mempunyai misi yang jelas apabila semuanya dikaitkan dengan
hakikat kejadian manusia itu sendiri, dalam sistem kehidupan yang diatur dengan
bijaksana serta keluhuran dalam membentuk insan yang seimbang dari segi
intelek, rohani, jasmani yang dapat dijadikan melalui contoh tauladan yang baik
dalam penerapan nilai-nilai murni dan penghayatan Islam.
Hakikat inilah yang mendorong mereka untuk memeluk agama Islam,
selain faktor yang paling utama yaitu hidayah dari Allah SWT. Perlu dipahami
bahwa Allah SWT itu memberikan hidayahnya kepada siapa saja yang ia
kehendaki dan hidayah itu juga datang melalui berbagai cara, salah satu adalah
melalui perkawinan. Pemelukan agama Islam oleh seorang muallaf atas dasar
untuk nikah dengan orang Islam hanyalah sebagai suatu penyebab mengapa ia
memeluk Islam. Masyarakat melakukan tindakan ini dengan melabelkan seorang
19
itu memeluk Islam karena hendak kawin. Tetapi perlu diingat dan apa yang lebih
utama adalah perkara ini berlaku karena ia telah mendapat hidayah dari Allah
SWT. Ada juga perkawinan wanita Islam dengan lelaki bukan Islam tetapi
pernikahan itu tidak berlandaskan syariat Islam, melainkan wanita Islam itu pula
yang menukar agamaya mengikut agama lelaki tersebut. Padahal sudah dijelaskan
dalam surat Al-Baqarah ayat 221 :
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Q.S. Al-Baqarah ayat
221).5
Jadi ayat di atas menjelaskan para ulama memahami ayat ini, bahwa
wanita muslimah haram hukumnya nikah dengan laki-laki non muslim manapun
juga.6 Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad orang muallaf
adalah orang yang dapat dibujuk hatinya, (orang yang baru masuk Islam dan
5 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemaahnya, (Jakarta: CV Penerbit J-ART,
2005), 36. 6 Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta: UNIPDU Press, 2012), 144.
20
imanya masih lemah). Makna muallaf adalah orang yang baru masuk Islam adalah
makna yang paling banyak disepakati oleh para ulama.7
Dasar hukumnya sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ali
Imran ayat 103:
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imran ayat 103).
8
Jadi ayat di atas menjelaskan secara bahasa, al-muallafah qulubuhum
berarti orang-orang yang hatinya dijinakkan, ditaklukkan dan diluluhkan. Karena
yang ditaklukkan adalah hatinya, maka cara yang dilakukan adalah mengambil
simpati secara halus seperti memberikan sesuatu atau berbuat baik, bukan dengan
kekerasan seperti perang, maupun dengan paksaan.
Sayyid Sabiq mendefinisikan muallaf sebagai orang yang hatinya perlu
dilunakkan (dalam arti yang positif) untuk memeluk Islam, atau untuk dikukuhkan
karena keislamannya yang lemah atau untuk mencegah tindakan buruknya
7 Muhammadiyah Ja’far, Tuntunan Praktis Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji, Cetakan 3,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1997), 73. 8Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Sigma Examedia
Arkanleema, 2009), 63.
21
terhadap kaum muslimin atau karena ia membentengi kaum muslimin.9 Senada
dengan definisi di atas, pengertian muallaf menurut Yusuf Qardhawi yaitu mereka
yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah
terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau
harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum
muslimin dari musuh.10
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy muallaf yaitu mereka yang perlu
dilunakkan hatinya, ditarik simpatinya kepada Islam, atau mereka yang ditetapkan
hatinya di dalam Islam. Juga mereka yang perlu ditolak kejahatannya terhadap
orang Islam dan mereka yang diharap akan membela orang Islam.11
B. Macam-macam Muallaf
Para ulama memberi pengertian luas untuk kata muallaf, karena mengacu
pada esensi maknanya. Ada dua kata kunci untuk pengertiannya; menjinakkan
hati obyek dan lahirnya dampak positif bagi umat Islam dari obyek tersebut.
Oleh karenanya, muallaf dimungkinkan berasal dari kalangan non muslim. Dari
kalangan non Islam secara garis besar, muallaf dari golongan non muslim terdiri
dari dua kategori: pertama, diharapkan lahirnya kebaikan darinya, misalnya
masuk Islam, dan kedua, dikhawatirkan munculnya keburukan darinya. Muallaf
kafir dikelompokkan dalam 2 (dua) golongan, yaitu:12
9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Terj. Fiqih Sunnah), (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara,
2009), 677. 10
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), 563. 11
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1996), 188. 12
Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978), 313.
22
a) Golongan yang diharapkan keislamannya, baik dari lingkungan keluarga
maupun kelompoknya.
b) Golongan yang dikhawatirkan kejahatannya, dengan pemberian zakat
diharapkan mereka tidak melakukan kejahatan terhadap kaum muslim.
Untuk jenis ini, muallaf bisa bermakna amat luas, oleh karenanya
diperlukan pandangan bijak dari pemimpin umat Islam dalam menentukan
prioritasnya dari kalangan Islam:
a) Orang yang baru masuk Islam.
b) Muslim keturunan yang menjadi target pemurtadan
c) Muslim terpandang ditengah pengikutnya yang masih kafir.
d) Tokoh yang masuk Islam bersama pengikutnya tapi masih labil.
e) Kaum muslimin yang berada di tapal batas teritorial musuh (kafir)
f) Pihak yang bisa memuluskan jalan bagi penarikan zakat suatu kaum.
g) Umat Islam korban bencana alam.13
Muallaf yang muslim ada 4 (empat) macam yaitu:
1) Orang yang telah memeluk Islam, namun niat atau imannya masih lemah,
maka diperkuatkan dengan diberi zakat.
2) Orang yang telah memeluk Islam dengan niat yang cukup kuat dan ia
terkemuka dikalangan kaumnya. Ia diberi zakat dengan harapan agar
kawan-kawannya akan tertarik untuk memeluk Islam.
3) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kafir yang berada di
sampingnya.
4) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang
membayar zakat.14
Oleh karena itu orang-orang terkemuka di lingkungan kaumnya, muallaf
seperti itu diberi bagian zakat agar orang-orang seperti itu tertarik untuk masuk
Islam, seperti yang dilakukan Nabi kepada mereka, dan kebijakan itu tidak
diberlakukan lagi di zaman Umar.
13
Lubis, Arsyad Thalib, Ilmu Fiqih, Cet. XII, (Medan: Firma Islamiyah, 1985), 23. 14
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (terj. Nor Hasanuddin dkk), (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2006), 567.
23
C. Golongan-golongan yang Dikategorikan Muallaf
Golongan muallaf mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat
mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan dalam
membela dan menolong kaum muslim dari musuh.
Kelompok muallaf terbagi kedalam beberapa golongan, baik yang muslim
maupun non muslim, yaitu:
1. Golongan ke Islaman kelompok dan keluarganya.
Rasulullah memberikan kebebasan/keamanan kepada Shafwan bin
Umayyah saat Fathu Makkah yang ketika itu ia belum menjadi Muslim.
Rasulullah sudah dipinjami senjata/pedang dan diberi beberapa unta. Kemudian
akhirnya Shafwan bin Umayyah masuk Islam dan menjadi seorang Muslim yang
baik. Rasulullah berkata: “Ini adalah pemberian orang yang tidak khawatir akan
kekafiran”.
2. Golongan orang yang dikhawatirkan kelakuan jahatnya.
Golongan ini dimasukkan kedalam kelompok mustahik zakat, dengan
harapan dapat mencegah kejahatannya. Dalam riwayat Ibnu Abbas dikatakan,
bahwa ada suatu kaum datang kepada Nabi Saw, yang apabila mereka diberi
bagian zakat, mereka akan memuji Islam dengan mengatakan “Inilah agama yang
baik”, akan tetapi apabila mereka tidak diberi, mereka mencelanya.
3. Golongan orang yang baru masuk Islam.
Mereka perlu diberi santunan agar bertambah mantap keyakinannya
terhadap Islam. Ulama Az-Zuhri pernah ditanya tentang siapa yang menjadi
24
golongan muallaf ini, lalu ia menjawab: “Yahudi atau Nasrani yang masuk Islam,
walaupun keadaannya kaya”.
4. Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang
mempunyai sahabat-sahabat orang kafir.
Dengan mereka diberi zakat, diharapkan dapat menarik simpati mereka
untuk memeluk Islam. Contoh kasus, Abu Bakar pernah memberi zakat kepada
Adi bin Hatim dan Zibriqan bin Badr, padahal keduanya mempunyai posisi
terhormat dikalangan masyarakatnya.
5. Pemimpin dan tokoh kaum muslimin yang berpengaruh dikalangan
kaumnya dan imannya masih lemah.
Mereka diberi bagian zakat, dengan harapan imannya menjadi tetap dan
kuat, kemudian memberikan dorongan untuk berjihad dan kegiatan lain. Contoh
kasus, Rasulullah pernah memberi kelompok semacam ini yaitu kepada sebagian
penduduk Mekkah yang telah dibebaskan dan telah masuk Islam.
6. Kaum muslimin yang bertempat tinggal di benteng-benteng dan daerah
perbatasan dengan musuh.
Mereka diberi bagian zakat, dengan harapan dapat mempertahankan diri
dan membela kaum muslimin lainnya yang tinggal jauh dari benteng itu dari
serbuan musuh.
7. Kaum muslimin yang membutuhkan untuk mengurus zakat orang yang
tidak mau mengeluarkan zakat.
Dalam hal ini zakat diberikan, untuk memperlunak hati mereka, bagi
penguasa merupakan tindakan untuk memilih di antara dua hal yang ringan
25
madharatnya dan kemaslahatannya. Semua golongan tersebut di atas termasuk
dalam pengertian “golongan muallaf”, baik mereka muslim maupun yang kafir.
Pendapat para ulama mengenai golongan muallaf, yaitu:
a. Menurut Imam asy-Syafi’i, golongan muallaf itu adalah orang yang baru
memeluk Islam. Jadi jangan diberi bagian dari zakat orang musyrik supaya
hatinya tertarik kepada Islam. Diceritakan bahwa Rasulullah pernah
memberi bagian dari bagian muallaf kepada sebagian orang musyrik pada
waktu perang Hunain, tapi sebenarnya itu bukan bagian dari harta zakat,
akan tetapi berasal dari harta fai’ (semua harta yang dikuasai) dan khusus
dari harta Nabi Saw.
b. Imam ar-Razi dalam tafsirnya, mengutip pendapat Imam Wahidi yang
mengatakan “Sesungguhnya Allah SWT telah memperkaya kaum
muslimin untuk tidak menarik hati kaum musyrikin.
Dari beberapa golongan di atas dapat disimpulkan, bahwa muallaf adalah
seseorang yang mempunyai keinginan masuk agama Islam dan baru masuk agama
Islam yang membutuhkan perhatian sesama orang Islam agar seseorang tersebut
mencintai agama Islam.15
Dan perlu untuk diketahui, bahwa perkataan “muallaf”
di masa dahulu, tidak diberikan untuk tiap mereka yang baru masuk Islam, tapi
hanya diberikan kepada mereka yang dirasa lemah Imannya dan perlu disokong
Iman yang lemah itu dengan pemberian. Sudah umum diketahui, bahwa pada
masa Nabi yang dinamai muallaf, hanyalah orang yang diketahui ada menerima
15
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, Cet. Ke- 2,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1966), 36.
26
bagian ini saja.16
Kebanyakan dari kita sekarang menamakan muallaf pada semua
yang baru masuk Islam saja tanpa melihat kepada lemah atau kuatnya Iman
mereka.
Di antara hikmah dari ditetapkannya bagian khusus untuk mereka yang
dijinakkan hatinya adalah pembuktian bahwa pada hakikatnya Islam adalah agama
yang lebih cenderung kepada kebaikan, kelembutan dan juga kesejahteraan.
Seringkali terjadi kekufuran atau keingkaran seseorang dari memeluk agama
Islam karena faktor ekonomi atau kesejahteraan, meski masih berupa
kekhawatiran.17
Dilihat dari klasifikasi golongan muallaf, sebagaimana diperinci
oleh fuqaha, maka diberikannya bagian zakat untuk ashnaf al-muallafah
qulubuhum karena ada tujuan-tujuan dan maksud-maksud tertentu yang sifatnya
sangat kondisional.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Keagamaan
Dalam psikologi Agama perubahan perilaku agama biasa disebut dengan
konversi agama. Konversi berasal dari kata latin “conversion” yang berarti taubat,
pindah, berubah (agama), berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke
dalam agama (paderi). Sedangkan menurut istilah sebagaimana dikemukakan
Max heirich, konvensi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau
sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau
16
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1996), 189. 17
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 4: Zakat, (Jakarta: DU Publishing, 2011), 294.
27
perilaku sebelumnya.18
Konversi agama adalah istilah yang pada umumnya
diberikan untuk proses yang menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan;
proses itu bisa terjadi secara berangsur-angsur atau secara tiba-tiba.
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya konversi agama antara lain:19
1. Pertentangan batin (konflik jiwa);
2. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama;
3. Ajakan atau seruan dan sugesti;
4. Faktor-faktor emosi;
5. Kemauan.
Pertentangan batin (konflik batin) adalah ketegangan batin yang memukul
jiwa sehingga ia merasa gelisah dan sangat cemas. Ketegangan batin ini
dikarenakan ada hal-hal yang menggelitik pikiran dan hatinya, yang
mengakibatkannya sangat gelisah dan cemas. Konversi agama banyak
menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat seseorang berada.
Selain itu, konversi agama memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri
sebagai berikut:20
1. Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap
agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2. Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan
dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
18
Jamaluddin, Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2003), 53. 19
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 159. 20
Achmad Sudiro, Sikap Manusia dan Perubahannya, (Bandung: Widya, 2000), 118.
28
3. perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan
dari suatu agama ke agama lain tapi juga termasuk perubahan pandangan
terhadap agama yang dianutnya sendiri.
4. Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun
disebabkan faktor petunjuk dari yang Maha Kuasa.
Menurut William James dalam bukunya “the varieties of religious
experience para ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang
menyebabkan konversi agama. Ia mengemukakan pandangan mereka, misalnya:
para ahli agama menyatakan, bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya
konversi agama adalah petunjuk ilahi, para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang
menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial, para ahli ilmu
jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi adalah
faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern dan ekstern, dan para ahli
ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi
pendidikan.21
Adapun selain yang di atas, menurut pendapat beberapa tokoh terkemuka
faktor-faktor penyebab terjadinya konversi agama. Ramayulis berpendapat, bahwa
konversi agama mengandung dua unsur antara lain:
1. Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang
terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam
batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu
transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di
21
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 7.
29
ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi
menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur
psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula
struktur psikologis baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal
dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang
atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini
kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa
tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.
Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor yang
manjadi pendorong konversi, banyak menguraikan faktor yang mendorong
terjadinya konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang
terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan
pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung
didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.22
Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong
terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh supernatural berperan
secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau
kelompok. Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya
konversi agama karena pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong
terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain:
22
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Klam Mulia, 2007), 79.
30
1. Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat
keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun
bidang keagamaan yang lain).
2. Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang
atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin
hingga terbiasa. Misalnya, menghadiri upacara keagamaan.
3. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya:
karib, keluarga, famili dan sebagainya.
4. Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin
agama merupakan salah satu pendorong konversi agama.
5. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang
dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong
terjadinya konversi agama.
6. Pengaruh kekuasaan pemimpin dimaksud di sini adalah, pengaruh
kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misalnya, Kepala
Negara, Raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara persuasif
(secara halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).
Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya
konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern
maupun faktor ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang
atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan
terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa
31
yang demikian itu secara psikologis kehidupan seseorang itu menjadi kosong dan
tidak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu
memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tenteram.
Para ahli ilmu pendidikan berpendapat, bahwa konversi agama
dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan
argumentasi, bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama.
Walaupun belum dapat dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga
pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang
bernaung di bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan pula.
Faktor-faktor terjadinya konversi agama meliputi:23
1. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang
yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-
kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu
mudah mengalami konversi agama. Di samping itu sering pula terasa
ketegangan batin, yang memukul jiwa, merasa tidak tenteram, gelisah
yang kadang-kadang terasa tidak ada sebabnya dan kadang-kadang tidak
diketahui. Dalam semua konversi agama, boleh dikatakan, latar belakang
yang terpokok adalah konflik jiwa (pertentangan batin) dan ketegangan
perasaan, yang mungkin disebabkan oleh berbagai keadaan.
2. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, di antara faktor-faktor penting
dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang
mempengaruhinya sehingga terjadi konversi tersebut. Di antara pengaruh
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 165.
32
yang terpenting adalah pendidikan orang tua di waktu kecil mempunyai
pengaruh yang besar terhadap diri orang-orang, yang kemudian terjadi
padanya konflik konversi agama, adalah keadaan mengalami ketegangan
yang konflik batin itu, sangat tidak bisa, tidak mau, pengalaman di waktu
kecil, dekat dengan orang tua dalam suasana yang tenang dan aman damai
akan teringat dan membayang-bayang secara tidak sadar dalam dirinya.
Keadaan inilah yang dalam peristiwa-peristiwa tertentu menyebabkan
konversi tiba-tiba terjadi. Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya
adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gereja-gereja.
Melalui bimbingan lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu
faktor penting yang memudahkan terjadinya konversi agama jika pada
umur dewasanya ia kemudian menjadi acuh tak acuh pada agama dan
mengalami konflik jiwa atau ketegangan batin yang tidak teratasi.
3. Ajakan/seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa di antara peristiwa
konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar.
Orang-orang yang gelisah, yang sedang mengalami kegoncangan batin,
akan sangat mudah menerima sugesti atau bujukan-bujukan itu. Karena
orang-orang yang sedang gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera
terlepas dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh keadaan
ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi atau moral.
4. Faktor-faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau
banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila ia sedang
mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya
33
tidak terlalu banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa, emosi
adalah salah satu faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi
agama, apabila ia sedang mengalami kekecewaan.
5. Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan seseorang itu
sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain.
6. Cinta, cinta merupakan anugerah yang harus dipelihara, tanpa cinta hidup
tidak akan menjadi indah dan bahagia, cinta juga merupakan salah satu
fungsi sebagai psikologi dan merupakan fitrah yang diberikan kepada
manusia ataupun binatang yang banyak mempengaruhi hidupnya,
seseorang dapat melakukan konversi agama karena dilandaskan perasaan
cinta kepada pasangannya.
7. Pernikahan, adalah salah perwujudan dari perasaan saling mencintai dan
menyayangi.
8. Hidayah dalam firman Allah SWT, yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-
orang yang mau menerima petunjuk. (Q.S. Al-Qashash ayat: 56).
34
Artinya: Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki langit. begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S. Al-An’am
ayat: 125).
Ayat-ayat al-Qur’an di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa
bagaimanapun usaha orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti
keyakinannya, tanpa ada kehendak dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia
diperintah oleh Allah SWT untuk berusaha, namun jangan sampai melawan
kehendak Allah SWT dengan segala pemaksaan.
9. Kebenaran agama, agama yang benar adalah yang tepat memilih
Tuhannya, tidak keliru pilih yang bukan Tuhan dianggap Tuhan.
Kebenaran agama yang dimaksud tidak karena paksaan, bujukan dari
orang lain, akan tetapi lewat kesadaran dan keinsyafan antara lain melalui
dialog-dialog, ceramah, mempelajari literatur, buku-buku dan media lain.24
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar.
Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah
gedung, bangunan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan
bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya. Dengan
demikian seseorang tidak serta merta beralih agama. Terlebih untuk agama, yang
masing-masingnya memiliki perangkat aturan serta nilai yang apabila telah
terintegrasi pada diri seseorang akan mempengaruhi cara pandang, bertindak, tutur
24
Jalaluddin, Psikologi Agama; Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Pinsip-
prinsip Psikologi, Cet. ke-16, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 379.
35
kata orang tersebut berdasarkan agamanya. Oleh karenanya, proses terjadinya
konversi tentu memakan waktu.
Demikian pula seseorang atau kelompok yang mengalami proses konversi
agama ini, segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola
tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah
terjadi konversi agama pada dirinya secaca spontan pula sama ditinggalkan sama
sekali. Segala bentuk kepercayann batin terhadap kepercayaan lama seperti:
harapan, rasa bahagia, keselamatan, kemantapan berubah menjadi berlawanan
arah. Timbulah gejala-gejala baru berupa: perasaan serba tidak lengkap dan tidak
sempurna. Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk: merenung,
timbulnya tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa
depan, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Perasaan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin
sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya.
Umumnya apabila gejala tersebut sudah dialami seseorang atau kelompok maka
dirinya menjadi lemah dan pasrah ataupun timbul semacam peledakan perasaan
untuk menghindarkan diri dari pertentangan batin itu. Ketenangan batin akan
terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu memilih
pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan
pertaruhan terhadap masa depannya sehingga ia merupakan pegangan baru dalam
kehidupan selanjutnya.
Sebagai hasil dari pemilihan terhadap pandangan hidup itu maka bersedia
dan mampu untuk membaktikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan ada
36
dalam pandangan hidup yang dipilihnya itu berupa ikut berpartisipasi secara
penuh. Makin kuat keyakinannya terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan
semakin tinggi pula nilai bakti yang diberikannya. Konversi agama dimana dalam
dirinya terjadi kegelisahan, gejolak berbagai persoalan yang terkadang tidak
mampu dihadapinya sendiri.
Di antara ketegangan dan kegoncangan dalam dirinya karena tidak
mempunyai seseorang dalam menguasai nilai-nilai moral dan agama dalam
hidupnya. Sebenarnya orang tersebut mengetahui mana yang benar untuk
dilakukan, akan tetapi tidak mampu untuk berbuat sehingga mengakibatkan segala
yang dilakukannya serba salah, namun tetap tidak mau melakukan yang benar.
Kepanikan atau kegoncangan jiwa itu kadang membuat orang tiba-tiba mudah
terangsang melihat aktivitas keagamaan seseorang atau kebetulan mendengar
uraian agama yang mampu menggoyahkan keyakinan sebelumnya, karena yang
baru itu dianggapnya dapat memberi ketenangan dari kepuasan batin dan mampu
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
Konversi para muallaf mulai mempelajari dan menjalankan ajaran agama
islam melalui bimbingan dan motivasi dari pasangan mereka, walaupun sifatnya
kurang mendalam karena keterbatasan ilmu yang dimiliki pasangannya tersebut.
Di sisi lain muallaf beserta pasangannya cenderung masih menutup diri pada
masyarakat sekitar terutama kepada para tokoh agama sehingga menghambat
mereka untuk mendalami dan menerapkan nilai-nilai ajaran agama yang baru.
Perpindahan agama merupakan proses perubahan sosial serta perubahan
pandangan dalam kehidupan seseorang. Berangkat dari hal tersebut, banyak orang
37
yang pindah agama tetapi ajaran serta pandangan hidupnya yang lama masih
melekat dalam dirinya, sedangkan ajaran yang baru dianutnya masih belum
banyak yang dipelajari. Ketika seseorang melakukan konversi agama, maka
seseorang diharapkan bisa meninggalkan sebagian atau bahkan seluruh nilai,
keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang sama, seseorang
tersebut diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem perilaku dari agama
yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan diri melakukan aktivitas dan pola
perilaku yang sesuai dengan ajaran agama yang baru. Melakukan konversi agam
berarti belajar dan beradaptasi dengan banyak hal tentang berbagai hal yang baru.
E. Perkembangan Perilaku Keagamaan Muallaf
Di dalam hal ini perkembangan perilaku keagamaan muallaf menemukan
suatu sumber informasi dari tokoh historis yang mengalami konversi agama yaitu:
Umar Bin Khattab, yang dapat dijadikan pegangan perkembangan perilaku
keagamaan muallaf untuk itu mengamati perilaku Umar Bin Khattab.
Bagi setiap orang yang beragama Islam yang belajar sejarah Islam,
tentunya tidak akan asing dengan Umar Bin Khattab. Abu Bakar menunjuk Umar
Bin Khattab sebagai penggantinya.25
Umar adalah seorang tokoh yang mengalami
konversi agama. Sebelum ia masuk Islam, ia ingin menghentikan syiar ajaran
Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Sikap dan tindakannya tersebut
karena Umar seorang pemberani yang sangat membela adat kebiasaan kaumnya.
25
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), 84.
38
Bahkan ia pernah menguburkan anak perempuannya demi menjaga dan
memelihara tradisi bangsanya.
Perubahan Umar yang sangat besar terjadi secara tiba-tiba. Seolah-olah
tidak ada proses jiwa yang mendahului konversi keyakinannya. Sepintas lalu
terkesan bahwa konversi agamanya terjadi dalam sekejap mata. Para ahli agama
dengan mudah mengatakan, bahwa hal itu terjadi karena hidayah Allah. Menurut
Zakiah Daradjat, bahwa ahli-ahli jiwa tidak akan mengingkari soal petunjuk Allah
yang diberikannya kepada siapapun yang dikehendakinya dan kapanpun.26
Mungkin ini yang disebut Allah adalah Allah yang Maha mampu membolak-
balikan hati manusia. Kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan seruan tauhid,
menggoncangkan keyakinan bangsa Arab Quraisy dan menyebabkan Umar
merasa tersinggung karena ajaran Muhammad itu menunjukkan kelemahan dan
kesalahan tradisi dan agama yang telah lama mereka hormati. Karena itu Umar
marah dan ingin membunuh Muhammad SAW.
Perilaku keagamaan pada umumnya merupakan cerminan dari pemahaman
seseorang terhadap agamanya. Jika seseorang memahami agama secara formal
atau menekankan aspek lahiriahnya saja, seperti yang nampak dalam ritual-ritual
keagamaan yang ada, maka sudah tentu juga akan melahirkan perilaku keagamaan
yang lebih mengutamakan bentuk formalitas atau lahiriahnya juga, padahal
subtansi agama sesungguhnya justru melewati batas-batas formal dan lahiriahnya
itu.27
26
Zakiah Daradjat, Ibid., 151. 27
Musa Asy’arie. 2007, Perilaku Keagamaan dan Filsafat Berbangsa, http://www:
padepokan.co.id, 2.
39
Meskipun sikap keagamaan merupakan perwujudan dari pengalaman dan
penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan batin
seseorang, karenanya persoalan sikap keagamaan pun tidak dapat dipisahkan dari
kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya. Sikap keagamaan merupakan
integrasi antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan), dan konasi
(perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat
dengan gejala jiwa pada seseorang. Agama dipeluk dan dihayati oleh manusia,
praktek dan penghayatan agama tersebut diistilahkan sebagai keberagamaan
(religiusitas). Keberagamaannya, manusia menemukan dimensi terdalam dirinya
yang menyentuh emosi dan jiwa. Oleh karena itu, keberagamaan yang baik akan
membawa tiap individu memiliki jiwa yang sehat dan membentuk kepribadian
yang kokoh dan seimbang. Agama bersumber pada wahyu Tuhan. Oleh karena
itu, keberagamaan pun merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak
langsung kepada wahyu Tuhan juga. Keberagamaan memiliki beberapa dimensi.
Dimensi-dimensi tersebut antara lain dimensi pertama adalah aspek kognitif
keberagamaan, dua dari yang terakhir adalah aspek behavioral keberagamaan dan
yang terakhir adalah aspek afektif keberagamaan.28
Perspektif Islam dalam perilaku keberagamaan dijelaskan pada Al-Qur’an
surat Al-Baqarah 208, di bawah ini:
28
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, ed. Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), 93.
40
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. Al-Baqarah
ayat 208).
Jadi ayat di atas menjelaskan Allah menuntut orang beriman (Islam) untuk
beragama secara menyeluruh tidak hanya satu aspek atau dimensi tertentu saja,
melainkan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan. Oleh karena itu, setiap
muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak haruslah didasarkan pada
nilai dan norma ajaran Islam.
Bagi seorang muslim, keberagamaan dapat dilihat dari seberapa dalam
keyakinan, seberapa jauh pengetahuan, seberapa konsisten pelaksanaan ibadah
ritual keagamaan, seberapa dalam penghayatan atas agama Islam serta seberapa
jauh implikasi agama tercermin dalam perilakunya. Dalam Islam, keberagamaan
akan lebih luas dan mendalam jika dapat dirasakan seberapa dalam penghayatan
keagamaan seseorang. Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa
dimensi keberagamaan dalam Islam terdiri dari lima lima dimensi, yaitu: Aqidah
(iman atau ideology), dimensi ibadah (ritual), dimensi amal (pengamalan),
dimensi ihsan (penghayatan, situasi dimana seseorang merasa dekat dengan
Allah), dan dimensi ilmu (pengetahuan).
Perilaku keberagamaan pada muallaf terkait dengan pengetahuan individu
tentang ajaran-ajaran yang ada dalam Islam, kepercayaan terhadap Allah SWT,
sikap percaya terhadap doktrin-doktrin dalam Islam, dan munculnya keraguan
pada doktrin yang bersifat Ghaib. Pengetahuan agama yang dimiliki semua
partisipan menunjukkan bahwa individu bersungguh-sungguh dalam memeluk
agama. Sesuai dengan bentuk kepercayaan terhadap ajaran agama, secara umum
41
partisipan yang memiliki kepercayaan terhadap ajaran dalam agama Islam, namun
tidak pada kondisi dan alasan yang sama. Partisipan juga mendeskripsikan
kepercayaannya terhadap Tuhan dengan cara yang berbeda.
Muallaf juga merasakan perubahan sifat kearah yang lebih baik setelah
dirinya menjadi Muslim. Dimana perilaku keberagamaan dan merasakan
perubahan ini. Perilaku keberagamaan merasakan dirinya kini lebih tidak mudah
marah dan sifat badmood-nya secara perlahan-lahan berkurang. Perilaku
keberagamaan merasa bahwa dirinya kini menjadi orang yang lebih baik dan lebih
dewasa dalam menghadapi masalah. Ketika menjalankan agama selalu ada emosi-
emosi tertentu yang muncul sebagai reaksi terhadap pengalaman perilaku
keberagamaan menjalankan agama. Emosi positif yang dirasakan perilaku
keberagamaan diantaranya adalah ketenangan, nyaman, damai, dan senang. Emosi
negatif juga dirasakan oleh perilaku keberagamaan, yakni sedih, dan
ketidaksukaan terhadap suatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa muallaf pun
menyadari tanggung jawabnya sebagai pemeluk agama Islam dan turut serta
menyebarkan ilmunya kepada orang lain.
Sedangkan keterlibatan dalam acara keagamaan hanya nampak pada
perilaku keberagamaan. Usaha ini juga merupakan salah satu bukti bahwa para
muallaf memiliki kesungguhan dalam mempertahankan keyakinannya. Selain itu,
partisipan juga menyatakan komitmen untuk memegang teguh keyakinan.
Perilaku keberagamaan keusahanya untuk tetap mempertahankan keyakinannya
dalam agama Islam, walaupun menghadapi banyak pertentangan dari lingkungan.
Muallaf ini juga belum banyak mengetahui dan mendalami ajaran agamanya yang
42
baru demikian juga dengan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi
muallaf yang demikian ini ditambah dengan upaya dari kalangan nasrani yang
cenderung memasuki bagi muallaf merupakan suatu ancaman yang serius yang
dapat membahayakan eksisitensi keimanannya.
43
BAB III
MUALLAF ACEH DALAM KEGIATAN SOSIAL KEAGAMAAN
PASCA TSUNAMI
A. Peran Organisasi Muallaf Aceh dalam Kegiatan Sosial Keagamaan Pasca
Tsunami
Dalam kehidupan kegiatan sosial keagamaan para Muallaf membentuk
sebuah organisasi, supaya memudahkan Pemerintah untuk membimbing serta
membina para Muallaf khususnya di Aceh pada masa Pasca Tsunami hingga
sekarang. Semenjak masa Pasca Tsunami hingga sekarang sudah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat Aceh, khususnya para Muallaf dalam melakukan
peran organisasi Muallaf Aceh dalam kegiatan sosial keagamaan, dalam seminggu
mereka mengajak silaturahmi untuk pengajian dan pengembangan mendalami
pembelajaran ilmu-ilmu agama dan kaidah-kaidah agama tersebut.1
Pembinaan para Muallaf, lebih dikhususkan pada pembinaannya melalui
tokoh-tokoh agama, agar cita-cita dalam mempelajari ajaran agama Islam dapat
tercapai. Organisasi Muallaf memiliki peran yang besar untuk mendorong
terciptanya penguatan pemberdayaan sosial. Keberadaan peran organisasi Muallaf
sering diasumsikan sebagai alat kotrol bagi Muallaf yang baru masuk Islam.
Lembaga organisasi Muallaf tersebut juga memberikan kontribusi baik dari segi
sektor sosial, maupun keagamaan. Selanjutnya ada dua organisasi Muallaf yang
terbentuk sampai saat ini, yakni
1Wawancara dengan Tgk. Rasyid sebagai Ketua Forum Muallaf Aceh, Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam, tanggal 26 Januari 2016 Pukul 10:00.
44
1. Forum Muallaf Aceh (FORMULA), yang dipimpin oleh Tgk.
Rasyid
2. Lembaga Persatuan Muallaf Aceh Sejahtera (PMAS), yang
dipimpin oleh Ibu Fatimah Azzahra.2
Forum Muallaf Aceh (FORMULA), resmi dibentuk Rabu 14 Desember
2010 di Hotel Diana Banda Aceh, menurut Tgk. Rasyid ada tiga faktor
terbentuknya Organisasi Muallaf di Aceh. Pertama, para Muallaf ikut serta dalam
mengadakan pengajian baik untuk para Muallaf maupun pengajian masyarakat
yang ada di Kota Banda Aceh. Kedua, para Muallaf ikut serta dalam membantu
masyarakat yang ditimpa musibah bencana alam pada Pasca Tsunami yang terjadi
di Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Kemudian yang Ketiga, para Muallaf ikut
serta dalam menyukseskan acara-acara keagamaan yang ada di Kota Banda Aceh,
seperti pembagian Zakat Fitrah pada Hari Raya Idul Fitri, pembagian daging
Qurban pada Hari Raya Idul Adha, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Sehingga organisasi Muallaf dapat terbentuk pada tahun 2010, sebagai salah satu
lembaga untuk menanggapi dan membantu menyukseskan apa saja kegiatan yang
ada di Kota Banda Aceh dan sekitarnya.3
Kalangan Muallaf yang bergabung dalam Forum Muallaf Aceh
membutuhkan pembinaan ilmu agama, baik yang dilakukan pemerintah maupun
masyarakat, sehingga mereka bisa mendalami Islam secara menyeluruh.
Ungkapan Ketua Forum Muallaf Aceh Tgk. Rasyid di Banda Aceh, adalah Kami
2Wawancara dengan Tgk. Rasyid sebagai Ketua Forum Muallaf Aceh, Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam, tanggal 26 Januari 2016 Pukul 10:00. 3Wawancara dengan Tgk. Rasyid sebagai Ketua Forum Muallaf Aceh, Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam, tanggal 26 Januari 2016 Pukul 10:00.
45
membutuhkan pembinaan untuk meningkatkan pemahaman terhadap Islam.
Pemahaman kami terhadap Islam masih kurang.
Selama ini, Muallaf di Aceh kurang mendapat pembinaan, jelas mereka
membutuhkan pelayanan strategis terhadap pemahaman Agama Islam meningkat.
Ada kesan bahwa mereka dibiarkan sendiri mencari dan memperdalam ilmu
agamanya. Banyak Muallaf setelah masuk Islam terkesan dibiarkan begitu saja,
sehingga mereka belajar spiritual keagamaan bahwa mandiri, saja. Padahal,
mereka perlu dibimbing hingga mampu dan memiliki kemampuan agama yang
mapan.
Menurut Tgk. Rasyid, pembinaan yang dilakukannya seperti belajar
mengaji dan pengaruh keagamaan lainnya. Pandangan, lebih dari 88 orang
Muallaf di Aceh, baru 30 persen yang bisa mengaji. Ini tentu memprihatinkan
serta masih banyak Muallaf belum bisa mengaji. Kalau pun bisa mengaji hanya
masih sebatas membaca surat Al Fatihah sampai dengan surat Yunus. Tgk. Rasyid
mengakui pembinaan Muallaf oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota sangat minim, kalau pun ada, itu masih sebatas program sekali
jalan, tidak berkelanjutan.
Meskipun hal itu, Forum Muallaf Aceh mengajak masyarakat maupun
Pemerintah Daerah di Aceh membantu pembinaan Muallaf. Tanpa bantuan
tersebut, karena Forum Muallaf dikhawatirkan sebagaimana mestinya tidak akan
memahami Agama Islam. Dalam upaya peningkatan memahami agamanya. Tgk.
Rasyid mengatakan bahwa, pembinaan Muallaf itu merupakan bagian dari
peningkatan kapasitas keagamaan. Mereka yang sudah dibina nantinya adalah bisa
46
meneruskan pengetahuannya tentang Islam kepada Muallaf lainnya. Sebagian
warga Muallaf di Aceh masuk Islam karena ingin mengubah aqidah yang dulunya
tidak baik menjadi baik, Islam merupakan yang terbaik bagi kami.4
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah anggota forum Muallaf Banda
Aceh lebih agama yang dianutnya adalah, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1.
Daftar Anggota Forum Muallaf Banda Aceh
No. Nama Anggota L/P Agama Sebelumnya Umur
1. Taufiqurrahman L Kristen 30
2. Hastuti P Kristen 31
3. Aggussalim L Buddha 54
4. Masitah P Kristen 38
5. M.Irfan Willyam L Kristen 25
6. M.Affandy L Kristen 20
7. Aminun L Kristen 37
8. Istiarti P Kristen 32
9. Jamaluddin L Kristen 32
10. Melia Wati P Kristen 17
11. Hermato Hadi L Kristen 60
12. Nyuk Lan P Kristen 31
13. Nurdin Puteh L Kristen 73
14. Maneh P Kristen 67
15. Icut Wahyuni P Kristen 23
16. Rasyid L Buddha 44
17. Susani P Buddha 36
18. Vivian Chandra P Buddha 15
19. Shinta Ladistia P Kristen 24
20. Doddy Saputra L Kristen 24
21. Susarto L Buddha 34
22. Siti Maulidar L Buddha 30
23. Suwarno L Kristen 34
24. Nurhayati P Kristen 29
25. Rudy Hartono L Buddha 49
26. Wakiyem P Kristen 34
27. Muhammad Ramli L Kristen 48
4Wawancara dengan Tgk. Rasyid sebagai Ketua Forum Muallaf Aceh, Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam, tanggal 26 Januari 2016 Pukul 10:00.
47
28. Nurdin Surbakti L Kristen 50
29. Nelly Panjaitan P Kristen 38
30. Junita Rahmadhani S P Kristen 26
31. Nia Andriayati P Kristen 23
32. Rina Anggraini S P Kristen 19
33. Eri Fina Uly P Kristen 19
34. Yuan Reha Nova Uli P Kristen 16
35. Nila Padila P Kristen 15
36. Denny Saputra L Kristen 36
37. Nurlaily P Kristen 33
38. Kausar Yovandi L Kristen 23
39. M.Kadir L Kristen 60
40. Ramlah P Kristen 50
41. Taufiqurrahman L Kristen 30
42. Fajar Habibi L Kristen 26
43. Rahmat Hidayat L Kristen 18
44. Iskandar L Buddha 53
45. Fitriana P Kristen 41
46. M.Akmal L Kristen 20
47. Desi Ratna Juwita P Kristen 17
48. Aris Munandar L Kristen 15
49. Jafaruddin L Kristen 49
50. Siti Nur Mutiara P Kristen 30
51. Juli Saputra L Kristen 24
52. Jamaluddin Sitorus L Kristen 52
53. Siti Anggur P Kristen 49
54. Yuni Arianti P Kristen 25
55. Hermansyah Sitorus L Kristen 21
56. Sukamto L Buddha 56
57. Marhita P Buddha 40
58. Surma Setia Yodi L Buddha 15
59. Sujoko L Buddha 42
60. Mahlia P Buddha 40
61. Eka Desi Yanti P Buddha 19
62. M.Ichsan L Buddha 15
63. M.Khairul Hadi L Buddha 26
64. Novi Andriani P Buddha 25
65. Fauzi L Kristen 28
66. Salma P Kristen 26
67. Juanidi L Kristen 36
68. Siti Zubaidah P Kristen 30
69. Tina Yusaina P Kristen 43
70. Muhammad Nasrool L Kristen 46
71. Husni L Buddha 38
48
72. Nurhadiana P Buddha 32
73. Nurmalahayati P Buddha 30
74. Ririn Yesica Putri P Buddha 17
75. M.Ali L Buddha 33
76. Mutia P Buddha 28
77. Abdul Mursalin L Buddha 36
78. Syarifah P Buddha 29
79. Andy L Buddha 23
80. Jacky L Buddha 29
81. Nora Fitria P Buddha 27
82. Zulfiat Sri P Kristen 55
83. Ernawati P Kristen 52
84. Julian Andy Syahputra L Kristen 31
85. Agus Hendra Koeswara L Kristen 29
86. Erlina Prasticha P Kristen 22
87. Siti Mariah P Kristen 52
88. Ang That Fie L Buddha 38 Sumber Data: Daftar Anggota Forum Muallaf Banda Aceh 2016.
Berdasarkan daftar anggota forum Muallaf Banda Aceh saat ini berjumlah
keseluruhan 88 orang, laki-laki 44 orang dan perempuan 44 orang.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Muallaf Banda Aceh dan
agama yang dianut, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.
Jumlah Penduduk Beserta Pemeluk Agamanya
No. Agama Jumlah
1. Islam 219,260 Jiwa
2. Kristen 400 Jiwa
3. Katolik 390 Jiwa
4. Hindu 22 Jiwa
5. Buddha 3,094 Jiwa
6. Konghucu -
Jumlah 223,166 Jiwa
Sumber Data: Jumlah Penduduk Beserta Pemeluk Agamanya Banda Aceh 2016
49
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tempat rumah ibadah Muallaf
Banda Aceh dan agama yang dianut, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3.
Jumlah Rumah Ibadah Beserta Pemeluk Agamanya
No. Agama Rumah Ibadah
1. Islam 103 Buah
2. Kristen 3 Buah
3. Katolik 1 Buah
4. Hindu -
5 Buddha 4 Buah
6. Konghucu 1 Buah
Jumlah 112 Buah
Sumber Data: Jumlah Rumah Ibadah Beserta Pemeluk Agamanya Banda Aceh 2016
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara seperti diketahui bahwa
kegiatan keagamaan di kalangan Muallaf yang telah dilaksanakan oleh kegiatan
keagamaan yang terkandung di dalamnya segala kegiatan positif sehingga
diharapkan menimbulkan kesadaran dalam menjalankan ajaran agama.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi Organisasi Muallaf Aceh
dalam Melaksanakan Berbagai Kegiatan Sosial Keagamaan
Eksistensi Muallaf di Kota Banda Aceh, pada dasarnya tidak terlepas dari
peran masyarakat Kota Banda Aceh yang bisa menerima kehadiran masyarakat
yang berlainan suku, budaya dan agama selain Islam. Sehingga dari perbedaan
tersebut dapat hidup berdampingan dengan rukun, tanpa ada kerusuhan dan
konflik yang menyebabkan terjadinya permusuhan. Karena Islam mengajarkan
bagaimana berhubungan antara sesama manusia. Bahkan dalam Islam diajarkan
50
bagaimana membangun hubungan yang baik antara sesama manusia, dan bisa
menjalin hubungan yang harmonis selaku makhluk sosial, bahkan dengan
tegaskan dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13).5
Jadi ayat di atas menjelaskan untuk saling kenal mengenal, karena Allah
SWT telah menciptakan manusia itu bersuku-suku, berbangsa-bangsa dengan
tujuan agar saling kenal mengenal.
Hubungan baik yang terpancar dari masyarakat Kota Banda Aceh terhadap
keberadaan Muallaf, ini pertanda bahwa masyarakat Kota Banda Aceh dalam
melaksanakan berbagai kegiatan sosial keagamaan, yang mayoritas Islam, serta
adat istiadat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai kebaikan antara sesama
masyarakat muslim maupun non-Muslim yang berada di Kota Banda Aceh. Maka
sudah sewajarnya untuk menerima dan melindungi Muallaf yang berada di Kota
Banda Aceh, selain sudah menjadi salah satu daerah favorit bagi non-Muslim
yang ingin masuk Islam untuk menjadi Muallaf, juga menjadi salah satu
kebanggaan tersendiri bagi Aceh khususnya Kota Banda Aceh. Oleh karena itu
sudah sepatutnya menjadi tugas dan kewajiban Pemerintah dan masyarakat Kota
5 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Sigma Examedia
Arkanleema, 2009), 106.
51
Banda Aceh dalam melindungi dan menerima para Muallaf serta membina
Muallaf untuk meningkatkan pemahaman keislamannya.6
Adapun faktor utama yang menjadi penyebab belum begitu optimalnya
pembinaan keagamaan ini bagi para Muallaf adalah, waktu yang digunakan untuk
pelaksanaan pembinaan masih sangat terbatas, tempat pembinaan keagamaan
yang ada belum digunakan secara optimal, tujuan telah di programkan oleh
Pemerintah Daerah, kurangnya minat dan kesadaran dari Muallaf untuk mengikuti
pembinaan, latar belakang pendidikan sebagian tenaga pembina masih
berpendidikan umum dan menengah, dana cukup minim, pekerjaan Muallaf
sebagai petani, lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Adapun
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi organisasi Muallaf Aceh,
yaitu:
1. Adanya keberadaan Muallaf beserta perangkatnya
2. Adanya jumlah Muallaf yang terus mengalami peningkatan
3. Adanya Kerjasama yang harmonis dari berbagai pihak
4. Adanya Terselenggara majelis taklim secara rutin
5. Adanya tersedia dana yang cukup
6. Adanya mesjid sebagai sarana dan prasarana untuk pembinaan Muallaf
dan,
7. Adanya pembinaan ke rumah-rumah para muallaf.
Terdapat berbagai alasan mengapa seorang individu selalu berkomitmen
terhadap apa yang ia inginkan dan tetap tinggal dalam sebuah organisasi yang ia
6 Irwansyah, Pandangan non-Muslim Terhadap Muallaf di Kota Banda Aceh, (Banda
Aceh: Fakultas Syari`ah IAIN Ar-Raniry, 2015), 19.
52
tempati. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah dapat berasal dari
individunya sendiri dan dari organisasi. Misalkan individu yang telah berada
dalam suatu organisasi lebih dari dua tahun, dan individu yang memiliki
keinginan untuk berkembang, memiliki komitmen organisasi yang tinggi
dibanding dengan individu yang baru masuk di dalam suatu organisasi.
1. Faktor Pribadi :
a) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja dan kepribadian.
b) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang Muallaf sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen Muallaf pada organisasi. Muallaf yang baru
beberapa tahun bekerja dan Muallaf yang sudah puluhan tahun bekerja
dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
2. Faktor dalam Organisasi :
a) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam
pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
b) Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk
organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang
dilakukan organisasi terhadap Muallaf.
c) Nilai-nilai kemanusiaan. Pondasi yang utama dalam membangun
komitmen Muallaf adalah adanya kesungguhan dari organisasi untuk bisa
memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan.
d) Komunikasi dua arah yang komprehensif. Komitmen organisasi dibangun
atas dasar kepercayaan, dan kepercayaan pasti membutuhkan komunikasi
53
dua arah. Tanpa adanya komunikasi dua arah mustahil komitmen
organisasi dapat dibangun dengan baik.
e) Rasa kebersamaan dan kerukunan menemukan bahwa seperti dalam
masyarakat utopis, organisasi yang ingin meraih kebersamaan, seluruh
faktor ini bersama-sama menciptakan rasa senasib dan kerukunan, yang
pada tahap selanjutnya memberi kontribusi pada komitmen Muallaf.
f) Visi dan Misi menyatakan bahwa pemimpin dapat memberi inspirasi bagi
tumbuhnya performansi dan komitmen Muallaf yang tinggi dengan cara
memberi kesempatan pada Muallaf untuk dapat mengerti dan memahami
visi dan misi bersama dalam sebuah organisasi.
g) Nilai sebagai dasar perekrutan. Nilai personal merupakan dasar kesesuaian
seseorang untuk menunjukkan kesesuaian dengan organisasi.
h) Kestabilan kerja. Muallaf dengan kestabilan yang tinggi akan memperoleh
komitmen organisasi yang tinggi pula.
Adapun kegiatan keagamaan, sangat mendukung dalam menumbuhkan
nilai-nilai agama dalam diri Muallaf, akan tetapi kesadaran Muallaf itu sendiri
juga memiliki peran yang penting, karena dalam kegiatan pembinaan ini ada
sebagian kecil Muallaf yang kurang aktif dalam mengikuti pembinaan keagamaan
tersebut. Sehingga peran tokoh agama dalam hal ini juga diperlukan untuk
menumbuhkan kesadaran Muallaf terhadap pentingnya agama. Agar mereka tidak
hanya memeluk agama Islam semata tetapi juga mengamalkan ajaran agama dan
melaksanakan perintah-Nya.
54
Selain itu juga diperlukan minat yang besar untuk mengikuti pembinaan,
karena tanpa adanya minat dalam diri Muallaf maka akan berpengaruh pada
kegiatan yang ada dalam pembinaan tersebut, karena minat adanya pada diri
seseorang akan dapat melakukan sesuatu, tanpa adanya minat maka pembinaan itu
sulit untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Oleh karena itu seorang pembina
harus jeli memperhatikan keadaan orang yang dibina.
Masih menurut keterangan pembina bahwa kendala yang sering ditemui
pembina dalam melaksanakan pembinaan adalah kurangnya dukungan dari semua
pihak, kurangnya rasa percaya diri dari Muallaf, kurangnya pengetahuan Muallaf
sehingga menimbulkan rasa minder, merasa bodoh, dan kesibukan Muallaf dalam
bekerja sering menjadi penghambat bagi Muallaf dalam mengikuti pembinaan.
Selain kendala yang ada pada diri Muallaf, ada beberapa kendala yang
dihadapi oleh pembina dalam melaksanakan pembinaan antara lain jarak antara
rumah Muallaf yang satu dengan Muallaf yang lainnya cukup jauh sehingga
pembina kesulitan dalam mengumpulkannya, waktu yang tersedia sangat terbatas,
dana yang minim, tempatnya belum strategis dan lingkungan yang kurang
mendukung.
Dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pembinaan keagamaan
di kalangan Muallaf di Kota Banda Aceh dari latar belakang pendidikan
keagamaan di kalangan Muallaf kompetensi pembina sangatlah berperan, dalam
hal ini latar belakang pendidikan pembina turut menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan pembinaan keagamaan di kalangan Muallaf. Membina adalah
memberikan bimbingan secara sadar dan terarah kepada mereka yang dibina
55
dalam hal ini khususnya terhadap para Muallaf dalam hal keagamaan terutama
dalam keimanan, ibadah dan akhlaqul karimah, baik akhlak tehadap sesama
manusia maupun akhlak dengan Allah SWT. menuju terbentuknya pribadi muslim
yang seutuhnya (insan kamil).
Hal ini tentu tidak akan tercapai apabila para pembina keagamaan yang
bersangkutan tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan materi
yang disampaikan, apalagi dalam membina para Muallaf yang baru memeluk
Islam diperlukan kesabaran yang besar, penguasaan materi yang baik, serta
pembina dituntut mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang Islam yang
luas, dalam hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan
pembina tersebut.
Faktor tenaga pembina juga berpengaruh terhadap pembinaan yang
dilaksanakan di kalangan Muallaf. Kemampuan pembina dalam menguasai
materi, metode, kharismatik, ikhlas, dan berwibawa dalam diri seorang pembina
harus tercermin dalam dirinya dan dalam kehidupan sehari-hari. Karena bagi para
muallaf pembina adalah suri tauladan yang mereka contoh untuk mengetahui baik
tidaknya apa yang mereka jalankan dalam kehidupan. Berhasil tidaknya dalam
membina keagamaan para Muallaf sangat ditentukan oleh faktor tenaga pembina.
Tenaga pembina dimaksud disini adalah orang yang dapat memberikan
bimbingan, arahan, tuntunan serta mampu memberikan pengayoman kepada
mereka yang dibina. Di sisi lain, para pembina juga harus seorang yang
berkualitas, profesional, bersifat sabar, ulet dan tekun dalam menjalankan tugas
serta ikhlas dalam melakukan pembinaan.
56
Selain faktor kualitas tenaga pembina juga hendaknya perlu diperhatikan
masalah kuantitas, yakni mencukupi kebutuhan para Muallaf dengan jumlah
tenaga pembina yang ada dan apakah dapat menyampaikan ajaran-ajaran agama
ketengah-tengah mereka, sebab dengan jumlah tenaga pembina yang cukup akan
turut menentukan keberhasilan pembinaan keagamaan yang diberikannya.
Pembinaan keagamaan di Kota Banda Aceh juga diperlukan tenaga pembina yang
mengetahui metodologi pengajaran agama, maupun upaya pembina dapat
memperoleh pengertian dan kemampuan mengajarkan agama yang di tunjang
dengan pengetahuan dan kecakapan profesional.
Menurut tenaga pembina bahwa jumlah pembina yang ada cukup memadai
untuk pelaksanaan pembinaan keagamaan. Namun mereka berharap agar
kesejahteraan tenaga pembina juga diperhatikan. Kurangnya dana, materi ataupun
honor/ gaji tenaga pembina keagamaan tersebut, tentunya akan mempengaruhi
keefektifan dan kelancaran proses pembinaan keagamaan yang dilaksanakan.
Dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keberhasilan
penyelenggaraan suatu kegiatan, baik kegiatan yang sifatnya kondisional maupun
yang sifatnya kontinu. Makin besar dana yang dimiliki, maka akan semakin
terbuka jalan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, begitu juga sebaliknya.
Menurut keterangan para pembina dana yang didapat dari pemerintah Daerah
sebesar 10 juta itu pun setelah mengajukan proposal meminta bantuan untuk
keperluan pembinaan para muallaf. Selain itu pernah mendapatkan bantuan
berupa: pakaian untuk para Muallaf, 10 buah Al-Qur’an terjemahan, seperangkat
alat kematian dan buku-buku tentang ke Islaman yang di dapat dari Departemen
57
Agama. Adapun honor/ gaji yang di terima oleh pembina dalam setiap bulannya
adalah sebesar Rp 400.000 dan diterima dalam tiga bulan sekali. Dengan begitu
kecilnya dana yang diperoleh ini tentu saja menimbulkan kesukaran bagi pembina
mempergunakan dana tersebut.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap Muallaf seperti kebanyakan
Muallaf tinggal bersama keluarganya yang masih belum Islam, dalam artian
mereka tidak semuanya (satu keluarga) memeluk Islam. Kadang-kadang ada juga
keluarga Muallaf yang kurang senang apabila ada familinya yang berpindah
keagama lain. Sehingga muallaf tersebut agak diasingkan dari hubungan keluarga.
Lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh dalam melaksanakan pembinaan
keagamaan, karena para Muallaf akan melihat bagaimana sikap dan tingkah laku
pembina, pemuka agama dan sesama muslim.
C. Dinamika Organisasi Muallaf Aceh
Pemerintah Aceh dinilai kurang memberi perhatian terhadap
pemberdayaan Muallaf yang diyakini selama ini warga Muallaf kurang
diperhatikan, dan perhatian paling dibutuhkan oleh mereka adalah pembinaan
pengetahuan agama Islam berkelanjutan. Ke depan mengharapkan Pemerintah
Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf agar tidak
melupakan para Muallaf tersebut. Organisasi (FORMULA) yang dibentuk ini
bukan bertujuan untuk meminta bantuan finansial dari orang lain termasuk
pemerintah, namun itu sebagai tempat memperkuat silaturrahim sesama Muallaf
khususnya di Banda Aceh.
58
Jika dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai
terhadap setiap keadaan. Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang
yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan
mempunyai tujuan bersama.
Dengan demikian dinamika organisasi merupakan sebuah konsep yang
menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah. Selain itu dinamika
organisasi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua atau
lebih individu, memiliki hubungan psikologi secara jelas antara anggota satu
dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara
bersama.
Dinamika organisasi merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang
hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika organisasi itu antara lain:
1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan
hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain).
2. Memudahkan segala pekerjaan. (Banyak pekerjaan yang tidak dapat
dilaksanakan tanpa bantuan orang lain).
3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan
mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih
cepat, efektif dan efesian. (pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian
kelompoknya masing-masing/sesuai keahlian).
59
4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat (setiap
individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran
yang sama dalam masyarakat).
Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi
kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti
kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat
keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya. Sebagai
contoh, seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
factor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam
individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan
konflik antar kelompok.
60
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kehidupan kegiatan sosial keagamaan para Muallaf membentuk
sebuah organisasi, supaya memudahkan Pemerintah untuk membimbing
serta membina para Muallaf khususnya di Aceh pada masa Pasca
Tsunami hingga sekarang. Semenjak masa Pasca Tsunami hingga
sekarang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Aceh, khususnya
para Muallaf dalam melakukan peran organisasi Muallaf Aceh dalam
kegiatan sosial keagamaan, dalam seminggu mereka mengajak
silaturahmi untuk pengajian dan pengembangan mendalami pembelajaran
ilmu-ilmu agama dan kaidah-kaidah agama tersebut. Organisasi Muallaf
memiliki peran yang besar untuk mendorong terciptanya penguatan
pemberdayaan sosial. Keberadaan peran organisasi Muallaf sering
diasumsikan sebagai alat kotrol bagi Muallaf yang baru masuk Islam.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi organisasi muallaf Aceh
dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial keagamaan. Dalam faktor
utama yang menjadi penyebab belum begitu optimalnya pembinaan
keagamaan ini bagi para Muallaf adalah, waktu yang digunakan untuk
pelaksanaan pembinaan masih sangat terbatas, tempat pembinaan
keagamaan yang ada belum digunakan secara optimal, tujuan telah di
programkan oleh Pemerintah Daerah, kurangnya minat dan kesadaran
dari Muallaf untuk mengikuti pembinaan, latar belakang pendidikan
61
sebagian tenaga pembina masih berpendidikan umum dan menengah,
dana cukup minim, pekerjaan Muallaf sebagai petani, lingkungan
masyarakat yang kurang mendukung. Selanjutnya adanya keberadaan
Muallaf beserta perangkatnya, adanya jumlah Muallaf yang terus
mengalami peningkatan, adanya kerjasama yang harmonis dari berbagai
pihak, adanya Terselenggara majelis taklim secara rutin, adanya tersedia
dana yang cukup, adanya mesjid sebagai sarana dan prasarana untuk
pembinaan Muallaf dan, adanya pembinaan ke rumah-rumah para
muallaf.
3. Dinamika organisasi muallaf Aceh, dinamika memiliki arti
tenaga/kekuatan yang selalu bergerak, berkembang dan dapat
menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap keadaan. Sedangkan
organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan
sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan
bersama. Akan tetapi Pemerintah Aceh dinilai kurang memberi perhatian
terhadap pemberdayaan Muallaf yang diyakini selama ini warga Muallaf
kurang diperhatikan, dan perhatian paling dibutuhkan oleh mereka adalah
pembinaan pengetahuan agama Islam berkelanjutan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian di Jln. Kuala Unga No. 6 Gampong Mulia
Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh pada Pasca Tsunami berkaitan dengan Peran
Organisasi Muallaf Aceh Dalam Kegiatan Sosial Keagamaan Pasca Tsunami,
62
maka penulis ingin memberikan beberapa saran yang harapannya dapat
bermanfaat bagi semua pihak, yaitu:
1. Bagi organisasi (FORMULA) sebaiknya lebih ditingkatkan kembali
kinerjanya agar organisasi berjalan dengan baik dan hasilnya pun dapat
secara maksimal dapat dirasakan oleh masyarakat. Program-program
serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan dimensi sosial lebih
diperbanyak untuk menjaga keutuhan serta persaudaraan masyarakat
yang dibentuk ini bukan bertujuan untuk meminta bantuan finansial dari
orang lain termasuk pemerintah, namun itu sebagai tempat memperkuat
silaturrahim sesama Muallaf khususnya di Banda Aceh.
2. Bagi para Muallaf, lebih aktif dalam mengikuti organisasi-organisasi
serta kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh (FORMULA) karena sangat
bermanfaat bagi kehidupan beragama maupun kehidupan sosial.
3. Bagi mahasiswa, yang tertarik untuk meneliti pada kajian ini, diharapkan
memfokuskan pada peran organisasi muallaf Aceh dalam kegiatan sosial
keagamaan pasca tsunami yang lain karena dalam kajian tentang kegiatan
sosial keagamaan ini sangat bermanfaat untuk menyadarkan Para muallaf
bahwa di dalam ajaran agama Islam manusia tidak hanya diwajibkan
untuk beribadah terus menerus dengan intensitas yang tinggi tetapi juga
harus peka terhadap kehidupan sosial keagamaannya.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran, Dan Peranannya Dalam Peradaban
Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Achmad Sanusi, Dt. Studi Sosial di Indonesia, Bandung: IKIP, 1971.
Achmad Sudiro, Sikap Manusia dan Perubahannya, Bandung: Widya, 2000.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi, (terj. Hery Noer Aly dkk),
Semarang: Toha Putra Semarang, 1992.
Ahmad Norman P. (ed)., Metodologi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000.
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 4: Zakat, Jakarta: DU Publishing, 2011.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif,
1997.
Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer, Yogyakarta: UNIPDU Press, 2012.
Al-Mawardi, Imam, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-Hukum Penyelenggaraan
Negara Islam, (Terjemahan Fadli Bahri), Jakarta: Darul Falah, 2006.
Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Jakarta: Raja
Wali Press, 2008.
Dale, Ernest. Planning and Developing The Company Organization Structure,
New York: AMA, 1959.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Sigma
Examedia Arkanleema, 2009.
Dewi S. Baharta, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Bintang Terang, 1995.
Hartono, Kamus Praktik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Iwan, Peran Sosial, Jakarta: Word Pers, 2010.
Jamaluddin, Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2003.
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
64
Jalaluddin, Psikologi Agama; Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan
Pinsip-prinsip Psikologi, Cet. ke-16, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012.
Lubis, Arsyad Thalib, Ilmu Fiqih, Cet. XII, Medan: Firma Islamiyah, 1985.
Mustafa Hasan, Perspektif Dalam Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Muhammadiyah Ja’far, Tuntunan Praktis Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji, Cetakan
3, Jakarta: Kalam Mulia, 1997.
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007.
Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Klam Mulia, 2007.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (terj. Nor Hasanuddin dkk), Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2006.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Terj. Fiqih Sunnah), Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara,
2009.
Sri Anggraini, Populasi dan Sampel, Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2000.
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, ed. Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 1996.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, Cet. Ke-
2, Jakarta: Bulan Bintang, 1966.
Winarno Surakhmand, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik,
Bandung: Tarsito, 2005.
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002.
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Diri:
Nama : Heri Suriadi
Tempat/ Tgl Lahir : Kampung Ujung, 22 Maret 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Kebangsaan/ Suku : Indonesia/Aceh
Status : Belum Kawin
Alamat : Jln. Tgk Diblang II, Darussalam Banda Aceh
2. Orang Tua/ Wali:
Nama Ayah : Samsuir
Pekerjaan : Petani
Nama Ibu : Murni. S
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
3. Riwayat Pendidikan:
a. SD : SD N Indradamai Tahun Lulus 2004
b. SLTP : SLTP N 1 Kluet Selatan Tahun Lulus 2007
c. SMA : SMA N 1 Bakongan Tahun Lulus 2010
d. Perguruan Tinggi : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prodi Ilmu
Perbandingan Agama (IPA) Universitas Islam
Negeri (UIN) Ar-Raniry masuk Tahun 2010.
4. Pengalaman Organisasi:
a. IMPIDA (Ikatan Mahasiswa Pemuda Indradamai)
Banda Aceh, 16 Desember 2016
Penulis,
HERI SURIADI
Pekerjaan/ NIM : Mahasiswa/ 321002844
NIM. 321002844