peran pemerintah dalam mengatasi ... - universitas indonesia

19
JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL2020, 44-62 44 PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN DARAT INDONESIA Kania Saraswati Harisoesyanti 1 Getar Hati 2 Ni Luh Putu Maitra Agastya 3 ABSTRAK Pengembangan wilayah perbatasan Indonesia menjadi perhatian khusus para pemangku kepentingan mengingat keberadaannya yang merupakan pintu gerbang yang menghubungkan dengan negara tetangga. Situasi wilayah perbatasan yang dinamis, menuntut terwujudnya kondisi masyarakat perbatasan yang sejahtera melalui pembangunan yang bertujuan untuk menjaga keamanan nasional sebagai wujud eksistensi kehadiran negara. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan masalah-masalah di perbatasan dan peran pemerintah lokal sebagai eksekutor kebijakan di titik perbatasan negara untuk mengatasi masalah yang muncul. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif-deskriptif melalui hasil studi literatur, diskusi kelompok, wawancara, serta observasi yang dilakukan di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan negara Malaysia, Timor Leste dan Papua New Guinea. Subyek penelitian mencakup lembaga pemerintah yang berwenang dalam mengelola perbatasan darat serta masyarakat di wilayah perbatasan tersebut. Analisis dilakukan dengan menggunakan NVIVO melalui analisis tema dalam memetakan tema-tema permasalahan yang muncul dalam fakta lapangan. Artikel ini mencakup pembahasan mengenai tantangan pemerintah lokal dalam memberikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat perbatasan serta peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan kerawanan sosial dan kejahatan yang ada di wilayah perbatasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran negara di wilayah perbatasan dapat direpresentasikan melalui relasi pemerintah pusat dan lokal, organisasi lokal, dan masyarakat lokal. Karakteristik geografis, budaya lokal, dan latar belakang sejarah wilayah perbatasan menjadi tantangan dalam mengejawantahkan relasi pemerintah dengan organisasi dan masyarakat lokal. Dalam relasi tersebut, peningkatan kapasitas pemerintah dalam pengelolaan perbatasan dibutuhkan untuk memastikan keselarasan kebijakan dan aksi atas kebijakan yang telah ditetapkan yang membutuhkan disamping pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah. KATA KUNCI:: kehadiran negara, pemerintah lokal, wilayah perbatasan. 1 Mahasiswa Program Doktoral, Universiti Malaya, Malaysia 2 Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia 3 Mahasiswa Program Doktoral, University of Melbourne Australia

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

44

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN DARAT

INDONESIA

Kania Saraswati Harisoesyanti1 Getar Hati2

Ni Luh Putu Maitra Agastya3

ABSTRAK

Pengembangan wilayah perbatasan Indonesia menjadi perhatian khusus para pemangku kepentingan mengingat keberadaannya yang merupakan pintu gerbang yang menghubungkan dengan negara tetangga. Situasi wilayah perbatasan yang dinamis, menuntut terwujudnya kondisi masyarakat perbatasan yang sejahtera melalui pembangunan yang bertujuan untuk menjaga keamanan nasional sebagai wujud eksistensi kehadiran negara. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan masalah-masalah di perbatasan dan peran pemerintah lokal sebagai eksekutor kebijakan di titik perbatasan negara untuk mengatasi masalah yang muncul. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif-deskriptif melalui hasil studi literatur, diskusi kelompok, wawancara, serta observasi yang dilakukan di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan negara Malaysia, Timor Leste dan Papua New Guinea. Subyek penelitian mencakup lembaga pemerintah yang berwenang dalam mengelola perbatasan darat serta masyarakat di wilayah perbatasan tersebut. Analisis dilakukan dengan menggunakan NVIVO melalui analisis tema dalam memetakan tema-tema permasalahan yang muncul dalam fakta lapangan. Artikel ini mencakup pembahasan mengenai tantangan pemerintah lokal dalam memberikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat perbatasan serta peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan kerawanan sosial dan kejahatan yang ada di wilayah perbatasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran negara di wilayah perbatasan dapat direpresentasikan melalui relasi pemerintah pusat dan lokal, organisasi lokal, dan masyarakat lokal. Karakteristik geografis, budaya lokal, dan latar belakang sejarah wilayah perbatasan menjadi tantangan dalam mengejawantahkan relasi pemerintah dengan organisasi dan masyarakat lokal. Dalam relasi tersebut, peningkatan kapasitas pemerintah dalam pengelolaan perbatasan dibutuhkan untuk memastikan keselarasan kebijakan dan aksi atas kebijakan yang telah ditetapkan yang membutuhkan disamping pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah.

KATA KUNCI:: kehadiran negara, pemerintah lokal, wilayah perbatasan.

1 Mahasiswa Program Doktoral, Universiti Malaya, Malaysia 2 Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia 3 Mahasiswa Program Doktoral, University of Melbourne Australia

Page 2: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

45

LATAR BELAKANG

Kepentingan nasional dikedepankan

dalam pengelolaan dan pengembangan

wilayah batas negara karena kebutuhan

sumberdaya yang besar dan isu-isu yang

kompleks. Penelitian ini memaparkan

implementasi pengembangan wilayah

perbatasan Indonesia yang bersifat lintas

sektoral. Dari kajian sebelumnya (Bappenas,

2014; Kemitraan, 2011; hasil Diskusi

Kelompok Terfokus, 2018), secara umum

permasalahan kerawanan sosial dan keamanan

di wilayah perbatasan di wilayah Indonesia

mencakup hal-hal yang terkait permasalahan

yang kompleks, antara lain pengelolaan batas

negara, sosial budaya, fisik, kesehatan,

pendidikan, ekonomi, dan keamanan dimana

antara satu permasalahan dengan

permasalahan lainnya memiliki keterkaitan.

Irwansyah (2017) menyatakan bahwa

diperlukan kajian lebih lanjut mengenai

pejabat pemerintah dalam memahami

kebutuhan masyarakat setempat. Untuk

mengatasi permasalahan di perbatasan,

kehadiran negara menjadi penting sebagai

bukti kemampuannya dalam menjamin

kesejahteraan kepada warga setempat yang

selaras dengan warga negara tetangga.

Berbagai tantangan bermunculan dalam

perencanaan pembangunan pemerintah daerah

di tengah kehadiran otoritas pemerintah

nasional. Peran dan tantangan pemerintah

lokal dalam memberikan pelayanan kebutuhan

dasar masyarakat perbatasan serta peran dalam

mengatasi permasalahan kerawanan sosial dan

kejahatan yang ada di wilayah perbatasan

wilayah perbatasan yakni Indonesia - Malaysia

dan Indonesia - Timor Leste menjadi perhatian

khusus bagi semua pihak. Hal ini dikarenakan

permasalahan yang muncul dapat memicu

permasalahan tidak hanya di wilayah

perbatasan saja tetapi lebih besar lagi

merupakan permasalahan negara karena

mempertaruhkan kedaulatan negara. Untuk

itu, dalam artikel ini menekankan bahwa

kerawanan sosial di wilayah perbatasan

merupakan masalah dengan titik tekan

kerentanan dan konsekuensi yang berbeda dan

khas karena dapat mengganggu stabilitas di

internal maupun eksternal negara yang

kemudian menggambarkan bagaimana peran

pemerintah sebagai eksekutor kebijakan di

titik perbatasan negara untuk mengatasi

masalah yang muncul. Artikel ini juga

berupaya memberikan kontribusi data untuk

mempertajam rekomendasi mengenai peran

pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini.

Kerawanan Sosial

Wilayah perbatasan menjadi perhatian

khusus karena disinilah letak garis pemisah

antara dua atau lebih negara. Garis ini akan

menentukan batas wilayah dimana suatu

negara berdaulat. Isu kerawanan masih muncul

di wilayah perbatasan yang muncul karena

berbagai hal. Pemahaman konvensional

mengenai kerawanan dilihat sebagai adanya

keterbukaan dan paparan terhadap ancaman

dan pelanggaran yang berlaku di banyak arena

politik kontemporer, di mana ia memunculkan

Page 3: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

46

serangkaian wacana tentang keamanan dan

ketahanan (Drichel, 2013).

Selain itu, kerawanan sosial adalah

struktur sosial dari suatu komunitas atau

masyarakat terkena shock atau stress yang

biasanya disebabkan oleh perselisihan

ekonomi, perubahan lingkungan, kebijakan

pemerintah atau bahkan disebabkan oleh

kejadian internal dan kekuatan yang dihasilkan

dari kombinasi beberapa faktor (EVI, 2003

dalam Badan Pusat Statistik, 2014).

Kerawanan sosial dapat muncul akibat

ketidakadilan atau kesenjangan yang terjadi

dalam pembangunan, termasuk pembangunan

yang ada di wilayah perbatasan. Peran faktor

ekonomi, politik dan sosial membentuk

kerawanan pada suatu kelompok di dalam

masyarakat. Adanya situasi yang rentan

dipandang tidak hanya sebagai fungsi dari

sejauh mana paparan kita terhadap bahaya

tetapi juga sebagai fungsi dari kapasitas untuk

perlindungan diri dan potensi untuk ketahanan

atau pemulihan dari yang negatif efek dari

kejadian buruk (Misztal, 2011, p.

21). Ketidakmampuan individu, komunitas

atau pun lembaga dalam menghadapi

kerawanan sosial dapat mengancam bahkan

merusak proses pembangunan yang berjalan.

Wilayah perbatasan sangat rentan terhadap

ancaman yang datang dari dalam dan juga luar

negara Indonesia. Untuk itu, lembaga negara

merupakan institusi negara yang berperan

penting dalam memberikan respon yang tepat

dalam penanganan permasalahan kerawanan

sosial dan keamanan di kawasan perbatasan.

Kehadiran Negara

Kehadiran negara menjadi prioritas

dalam menjamin perlindungan dan pemenuhan

kesejahteraan warga negara perbatasan

Indonesia. Negara hadir melalui kebijakan,

program, dan aturan yang kemudian

diimplementasikan untuk mencapai tujuan

tersebut. Kehadiran negara dipercaya dapat

menjaga unsur-unsur, yakni hutan, udara,

kekayaan alam, unsur air dan membumi

(memiliki tanah), yang membentuk hukum

untuk kelanjutan hidup. Kehadiran negara

tersebut diupayakan dengan tindakan strategis

pada prioritas dua bidang, yakni pembangunan

nasional dan ketahanan. Pada

bidang pembangunan nasional, warga

berperan aktif selaku ”partisipan” dan negara

melakukan perannya sebagai ”tutor”, tidak

hanya sebagai ”pengabdi” (servant).

Sedangkan pada bidang keamanan,

menyangkut kehidupan masyarakat di

manapun dan kapanpun serta terkait dengan

keselamatan negara dan bangsa (ketahanan

nasional) (Joesoef, 2016).

Darto (2014) mengungkapkan bahwa

kehadiran negara ditunjukkan dengan

pengembangan demokrasi yang membuka

hak-hak warga negara. Hal ini

menggambarkan kemampuan negara atau

pemerintah dalam mengelola kesejahteraan

rakyatnya. Selain itu pula, ia menyatakan

bahwa upaya memberikan teladan,

menumbuhkan terobosan dan inovasi

pelayanan yang langsung dapat dinikmati oleh

masyarakat sebagai respon atau jawaban atas

Page 4: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

47

tuntutan kebutuhan layanan merupakan bentuk

kehadiran negara.

Besar atau kecilnya jarak antara negara

dengan warga masyarakat perbatasan dapat

terlihat dari layanan yang diberikan oleh

pemerintah. Semakin kuatnya kehadiran

negara ditunjukkan dengan pelayanan yang

mampu memberikan dampak pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat

setempat terutama tidak tergantung pada

negara tetangga, yang akhirnya dapat

memperkecil jarak antara pemerintah dengan

warganya.

Selain itu pula, adanya kesenjangan

antara kemampuan sumber daya manusia yang

memiliki tanggung jawab untuk

mengimplementasikan kebijakan di perbatasan

dengan kebijakan dan hukum yang telah

ditetapkan. Pemerintah pusat, lokal dengan

struktur organisasi lokal saling berinteraksi

untuk dapat berkolaborasi membangun

kekuatan wilayah perbatasan. Kehadiran

negara yang direpresentasikan melalui

kerjasama pemerintah lokal dengan organisasi

masyarakat lokal dan pemimpin lokal.

Kebijakan dan aturan adat istiadat yang

berlaku pada masyarakat lokal juga mungkin

saling bertentangan, sehingga diperlukan

perumusan komunikasi dan informasi yang

konstruktif agar meminimalisasi bentuk

tindakan yang mengancam integrasi bangsa.

Namun, perlu digaris bawahi bahwa

implementasi kebijakan, program, dan aturan

tersebut sangat bergantung pada agen

pelaksana yang langsung mengeksekusi

kebijakan, program, dan aturan tersebut dalam

bentuk tindakan (act). Implementasi di

lapangan seringkali dimodifikasi sesuai

dengan tuntutan faktual di wilayah perbatasan

dengan dinamika, tantangan, dan kepentingan

yang berbeda. Breslin & Nesadurai (2018)

menjelaskan wilayah perbatasan di Asia

Tenggara menunjukkan bahwa pelaku

pembangunan norma, standar, aturan dan

praktik yang mengarahkan perilaku aktor lain

ke arah tujuan fungsional tidak hanya

melibatkan peran negara, tetapi juga dominasi

pelaku non-pemerintah (perusahaan bisnis,

LSM, yayasan, dan pakar) dan dominasinya

cenderung bersifat politis sehingga

menunjukkan kegagalan lembaga dan

organisasi global-regional untuk menyediakan

tata kelola yang dapat efektif.

Di level lokal sebagai ranah direct

executor, salah satu hal utama yang perlu

dilihat dalam mengedepankan efektivitas dan

efisiensi kinerja negara dalam mengatasi

permasalahan di perbatasan adalah dengan

melaksanakan koordinasi antar lembaga.

Koordinasi tersebut tentu dilaksanakan oleh

berbagai pemangku kepentingan. Jadi

koordinasi yang terjalin tidak hanya sebatas

prioritas antara lembaga pemerintah saja,

tetapi antara lembaga pemerintah dan

Lembaga non pemerintah.

Namun perlu disoroti bagaimana

koordinasi tersebut terimplementasi secara

faktual dengan adanya perbedaan dinamika,

tantangan, dan kepentingan di berbagai

wilayah perbatasan di Indonesia, khususnya

Page 5: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

48

perbatasan Indonesia – Malaysia dan

Indonesia – Timor Leste. Berdasarkan fakta

lapangan lembaga, koordinasi lembaga di

wilayah lokal perbatasan dinilai masih

memiliki beberapa keterbatasan dan kekuatan.

Sementara itu, wilayah perbatasan juga

memiliki berbagai permasalahan sosial yang

harus ditanggung.

METODE PENELITIAN

Artikel ini merupakan analisis kajian

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi

pustaka; wawancara mendalam; Focus Group

Discussion (FGD); serta pengamatan langsung

di lapangan. Informan terdiri dari pembuat

kebijakan di tingkat pusat dan daerah;

pemerintah lokal; para ahli dan pemerhati

perbatasan; tokoh masyarakat dan anggota

masyarakat di perbatasan; praktisi dari

lembaga pemerintah dan non

pemerintah. Studi pustaka dilakukan sejak

Februari 2018 dengan menelaah berbagai

literatur terkait dengan kondisi dan situasi

perbatasan di Indonesia dan juga luar negeri

untuk memberikan wawasan tentang

perbatasan. Pengumpulan data melalui FGD

dihadiri oleh para pemangku kepentingan di

tingkat nasional. Partisipan yang hadir

memiliki peran penting dan pemahaman yang

mendalam mengenai wilayah perbatasan di

Indonesia. Salah satu hasil FGD dan studi

literatur tersebut, adalah terkait dengan

kebijakan nasional, dan kerawanan sosial

(termasuk kejahatan transnasional dan

keamanan nasional pada umumnya), serta

kapasitas Lembaga negara dan non negara

dalam pengelolaan perbatasan. Lokasi dalam

penelitian ini adalah perbatasan darat

Indonesia dengan Malaysia yakni pada

provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Utara;

dan Timor Leste yakni provinsi Nusa Tenggara

Timur. Hasil data yang terkumpul kemudian

dilanjutkan dengan melakukan teknik analisis

data dengan cara melakukan reduksi data

terkait dengan peran pemerintah di wilayah

perbatasan, menyusun dan menyajikan data

tersebut serta penarikan kesimpulan. Teknik

pengolahan dan analisis data dilakukan

melalui analisis tema (thematic analysis)

dengan menggunakan aplikasi N-Vivo.

HASIL TEMUAN LAPANGAN

Bagian ini mendeskripsikan mengenai

kondisi di wilayah perbatasan yang

meningkatkan risiko terjadinya kerawanan

sosial. Faktor ekonomi (ketimpangan kondisi

ekonomi) dan faktor politik (status

kewarganegaraan dan keamanan perbatasan)

yang saling mempengaruhi memicu timbulnya

kerawanan sosial seperti terbatasnya akses

layanan kesehatan, pendidikan, perdagangan

manusia (human trafficking), dan pengedaran

narkotika.

i. Permasalahan Kerawanan Sosial Wilayah

Perbatasan Darat

Ketimpangan Ekonomi

Kondisi perekonomian makro suatu

negara dengan negara tetangga memicu

Page 6: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

49

timbulnya ketimpangan ekonomi di wilayah-

wilayah perbatasan. Dari hasil olah data

melalui wawancara mendalam dan FGD, pada

konteks masyarakat perbatasan Malaysia,

masyarakat setempat lebih memilih untuk

berjualan hasil perkebunannya dengan

memanfaatkan keuntungan dari selisih nilai

tukar uang yang cukup besar. Tidak hanya

untuk menjual hasil panen, tetapi pembelian

pupuk juga diambil dari Malaysia dikarenakan

faktor harga yang lebih murah dibandingkan

menggunakan produk Indonesia. Selain itu,

terdapat juga masalah warga Indonesia yang

cenderung untuk memilih bekerja di Malaysia

dan mayoritas secara non-prosedural. Hal ini

dilakukan dengan menggunakan Pas lintas

batas yang mereka miliki, walaupun PLB

tersebut tidak memberikan izin untuk bekerja.

Bekerja tanpa perlindungan di negara lain yang

sangat dekat dari daerah asal tetap lebih

menguntungkan karena nilai tukar uang yang

lebih tinggi dan tidak adanya lapangan

pekerjaan di wilayah perbatasan karena letak

yang sangat terpencil.

Disamping itu, ketimpangan ekonomi

juga terjadi karena kenyamanan warga

setempat untuk melakukan kegiatan ekonomi

di negara tetangga. Pemerintah setempat juga

sudah berupaya untuk mengkampanyekan

produk-produk nasional, namun tetap

terkendala pada sulitnya mengubah mindset

masyarakat karena mereka telah “akrab”

dengan produk asal Malaysia. Kedekatan

masyarakat Indonesia dengan produk asal

Malaysia di Kalimantan Utara, khususnya di

Kabupaten Nunukan, mendorong lebih

banyaknya transaksi ekonomi di negara

tetangga. Namun, keakraban masyarakat

Indonesia dengan produk negara tetangganya

menjadi permasalahan karena produk yang

dikonsumsi adalah produk yang sudah tidak

memiliki kualitas yang baik. Daging ayam dan

sapi yang kesehariannya di konsumsi oleh

warga bukanlah produk yang berkualitas

bagus. Ayam merah yang mereka dapatkan

adalah ayam petelur yang tidak dikonsumsi

oleh warga negara tetangga. Begitu pula

halnya dengan daging sapi. Daging tersebut

adalah daging yang dikirimkan dari India

(karena warga India tidak mengonsumsi

daging sapi) melalui Malaysia. Hal ini sudah

pernah disosialisasikan oleh pihak puskesmas,

sayangnya, warga belum terlalu peduli karena

tidak ada pasokan dari daerah mereka sendiri.

Padahal, apabila warga mampu

menyediakannya dari hasil ternak sendiri,

tentu kerentanan (baik ketergantungan dari sisi

ekonomi terhadap negara tetangga dan

kerentanan dalam hal kesehatan) dapat

terhindar. Warga negara yang tinggal di

wilayah terjauh hampir tidak dapat terlibat

dalam transaksi ekonomi yang terjadi di negara

sendiri. Keluhan yang dikemukakan oleh

warga Labang, salah satunya adalah apa yang

mereka rasakan telah mereka utarakan kepada

pihak pemerintah, akan tetapi belum ada

tanggapan, “... kami ini menderita, tidak ada

pendapatan uang, .. kami turun ke Mansalong

baru dapat gula dapat kopi, kami suku dayak.

Sudah ada kepala desa, ibu Bupati belum lagi

Page 7: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

50

muncul-muncul untuk pertemuan masyarakat

tertinggal ini.” (S, warga Labang, 10 Agustus

2018).

Ketidakjelasan Status Kependudukan

Status kewarganegaraan dan

kependudukan di wilayah perbatasan menjadi

kerawanan dan juga menimbulkan tantangan.

Salah satu contohnya adalah kondisi di Belu

menunjukkan bahwa tantangan penanganan

sistem pemerintahan di wilayah perbatasan ini

adalah terkait dengan membludaknya warga

baik warga Indonesia maupun warga Timor

Leste yang harus dilayani. Tidak dapat

dipungkiri dan diungkap oleh informan

penelitian bahwa pada dasarnya Kabupaten

Belu menjadi wilayah yang menanggung

beban pindahnya penduduk dari 13 kecamatan

di wilayah Timor Timur, yang eksodus ke

wilayah Indonesia, ke NTT umumnya dan

yang tinggal di Belu khususnya. Gelombang

pengungsi eks Timor Timur sangat besar

jumlahnya dan menjalani proses penyatuan

dalam kehidupan sebagai warga di NTT secara

keseluruhan. Penduduk eks Timor Timur

disebut dengan istilah ‘warga pendatang’,

sebuah penamaan yang berlaku pada awalnya.

Lebih dari 15 tahun berselang, warga

pendatang (yang bernuansa labelling) tidak

lagi berlaku dan tidak memiliki makna spesifik

dalam kehidupan masyarakat. Generasi baru

sudah tumbuh dari anak anak para pengungsi

ini dan kini sudah tidak dapat dibedakan lagi

dari warga lokal lainnya. Hal ini merupakan

tantangan untuk perbaikan kapasitas

pemerintah lokal di sana. Hal tersebut

disampaikan oleh Kepala Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Belu,

“13 kabupaten, Pak! Bayangkan! Pindah

semua kesini. Dulu, Pak, halaman kantor ini

dijadikan kemah. Teras ini dijadikan kemah....

Lama-lama dia menyebar, kembali, ada yang

tidak kembali, terus ada yang sempat dikirim

jadi transmigran ke Kalimantan. Tapi, kadang-

kadang tidak betah (lalu) kembali lagi.”

(Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Kab. B, 2018).

Kondisi tersebut memaksa pemerintah

siap untuk memberikan layanan bagi

masyarakat yang sangat dinamis dengan

kewarganegaraan yang simpang siur.

Beberapa sektor yang menjadi permasalahan

adalah Kabupaten Belu adalah wilayah

terdepan bukan saja dalam garis depan

perbatasan dengan negara tetangga,

namun juga menanggung beban sebagai

kabupaten yang menyerap berbagai ekses

konfliks sosial dari pergolakan politik

kemerdekaan Timor Leste. Untuk selanjutnya,

kerawanan sosial yang meliputi permasalahan

sosial-emosional, kesehatan, kelompok rentan,

pendidikan dan permasalahan identitas akan

membahayakan bagi kualitas hidup

masyarakat di Belu.

Ancaman Keamanan Transnasional

Terkait transmigrasi, wilayah

perbatasan di Entikong merupakan salah satu

wilayah yang cukup padat dan penting

khususnya untuk di daerah Kalimantan Barat

Page 8: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

51

itu sendiri. Untuk itu, sebagai wilayah transit,

arus perpindahan barang hingga manusia

terjadi cukup tinggi. Hal ini dapat

menimbulkan kerawanan sosial karena kasus-

kasus kejahatan bermunculan. Permasalahan

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi

korban kekerasan dan perdagangan manusia

merupakan salah satu masalah khas di wilayah

perbatasan, terutama di wilayah Entikong.

Selain terkait dengan keamanan, masalah ini

juga erat kaitannya dengan status

kependudukan dalam pemberian pelayanan.

Korban perdagangan manusia yang dalam

banyak kasus adalah bukan warga Entikong

harus segera mendapatkan pendampingan dan

penanganan langsung. TKI non-prosedural

sebagai isu yang menjadi sorotan pemerintah

setempat, secara fakta terungkap bahwa

mereka bukan penduduk asli Entikong,

melainkan merupakan orang-orang yang

berasal dari luar pulau Kalimantan seperti

Jawa hingga Nusa Tenggara. Persepsi seperti

ini kemudian memunculkan sentimen

‘pendatang’ yang cukup kental di dalam

masyarakatnya.

Hal ini kemudian juga berpengaruh

kepada penanganan yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga daerah tersebut, terkait

dengan pemulangan para TKI non-prosedural

ini ke daerah asalnya, yang cukup memakan

waktu lama karena persoalan birokrasi dan

anggaran. Situasi seperti ini juga kerap terjadi

pada penanganan isu lain, seperti human

trafficking. Persoalan tersebut juga terjadi di

wilayah Sanggau, Kalimantan Barat. Terkait

dengan TKI non-prosedural seringkali terjadi

karena adanya oknum-oknum yang mampu

mengelabui prosedur formal sehingga

membuat TKI ilegal lolos dari pemantauan,

seperti yang disampaikan sebagai berikut:

“Kita juga melakukan pencegahan

kejahatan, khususnya kita sangat ketat

dalam memberikan paspor untuk

masyarakat yang ada indikasi menjadi

TKA non-prosedural, mereka harus

punya surat rekomendasi kalau mau

bekerja. Cuman persepsinya kan, yang

namanya TKI (Tenaga Kerja Indonesia)

itu kan sektor informal yang beredar di

masyarakat, cuman kan kita

kembangkan juga kan yang namanya

tenaga kerja Indonesia bukan cuman

yang informal, namun yang formal juga.

Kebanyakan yang formal itu yang gak

mengikuti prosedur, namanya kerja di

luar negeri kan biasanya ada rekom

(surat rekomendasi), tapi mungkin

karena pengetahuan mereka lebih dari

yang non-formal, dan juga dari segi

finansial pun memenuhi syarat (terbukti

melalui visa yang bisa mereka

dapatkan), jadinya ya sudah gitu (lolos

dari pemantauan).” (Kodim Sanggau,

2018).

Permasalahan TKI ini masih menjadi

tantangan besar untuk diatasi dengan

merefleksikan lemahnya koordinasi antar

lembaga, seperti yang diungkapkan sebagai

berikut: “Kalau bisa pusat itu tuh jangan jalan

masing-masing, maksudnya gini. Maksudnya

Page 9: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

52

kan kalau biasanya itu kepentingannya

berjalan masing-masing, Dinas jalan sendiri,

kementerian jalan sendiri, jadinya mereka itu

tidak bergerak bersatu itu. Tidak ada

koordinasi.” (Ars, FGD... 2018).

Kasus ini memberikan gambaran

ketidakjelasan kewenangan dan juga kakunya

pengalokasian anggaran untuk mengatasi

masalah-masalah khusus di wilayah

perbatasan. Isu kewenangan sangat

mempengaruhi penganggaran serta juga

respon atau tindak lanjut terhadap kasus-kasus

yang terjadi. Di dalam isu kewenangan ini,

kondisi perencanaan dan pemberian layanan

yang masih terkotak-kotak atau sektoral

menyebabkan respon menjadi semakin lambat

dan terlihat tidak komprehensif. Secara

faktual, pemerintah lokal telah mengupayakan

melalui Pos Pelayanan Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI)

dengan cara memberikan sosialisasi untuk

merubah pandangan warga lokal perbatasan

agar tidak terlibat dalam perdagangan

manusia. Namun, upaya ini masih belum

mencapai hasil yang optimal. Hal ini

diungkapkan oleh Camat Entikong sebagai

berikut:

“...di Entikong itu kan ada namanya

P4TKI, nah P4TKI ini lah yang

menjadi leading sectornya, nah bersama

dengan Puskesma ya kan. Lalu mereka

ini kan punya satgas, satgas yang P4TKI

itu, yang, yang legal maupun ilegal kan.

Tapi memang dilema juga lah, karena

memang di perbatasan ini

merubah mindset orang ini memang

sangat sulit. Kita berkali-kali ya sudah

memberi sosialisasi penyuluhan, apa

segala, ... Tapi intinya bahwa masyarakat

kita ini memang kadang-kadang

kebiasaan itu yang susah juga mereka.

Kita, seperti penyelundupan ya kan,

lewat jalan tikus, padahal udah dijaga

oleh TNI-Polri, tapi masih ada juga yang

nekat.” (Camat Entikong, 2018).

Hal tersebut kemudian berkaitan

dengan poin kedua, yakni koordinasi antar

lembaga yang masih menemukan hambatan.

Beberapa koordinasi lembaga seperti dinas

sosial, dan dinas tenaga kerja dan transmigrasi

tidak berjalan berkesinambungan, terutama

dengan BNP2TKI yang lebih bersifat vertikal,

padahal permasalahan sosial seperti TKI non-

prosedural yang juga berujung menjadi human

trafficking adalah isu yang sangat kompleks.

Selain itu, BNN juga mengalami kendala

terkait dengan minimnya tenaga kerja,

sehingga belum dapat memaksimalkan

program-program yang dikembangkan.

Masalah perdagangan narkoba sebagai

salah satu isu kejahatan transnasional di

wilayah perbatasan banyak dibicarakan di

wilayah Entikong dan Sanggau, Kalimantan

Barat. Terkait dengan pencegahan, upaya yang

dilakukan mencakup sosialisasi secara

langsung di pertemuan warga maupun melalui

media dengan melibatkan unsur pemerintah,

masyarakat dan pendidikan, serta swasta. Hal

ini seperti yang dinyatakan oleh Pihak

Kepolisian Sanggau:

Page 10: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

53

“Untuk pencegahan kita lakukan

dengan berbagai macam metode, yaitu

yang kita laksanakan pada setiap

tahunnya itu adalah pencegahan melalui

media; ada media tatap langsung di

masyarakat dengan tiga unsur yaitu baik

unsur pemerintah, masyarakat dan

pendidikan, serta swasta. Jadi setiap

kegiatan itu kita laksanakan secara

merata mencegah untuk wilayah-

wilayah yang rawan terhadap

penyalahgunaan narkotika atau narkoba.

Nah untuk media-media yang kita

laksanakan itu hampir semua media...

Kemudian yang lainnya seperti melalui

radio, ataupun videotron, sudah kita

laksanakan, tapi memang semakin

dipajang semakin banyak juga kasus-

kasus yang terjadi. Rata-rata dari

Malaysia, kita sudah bekerjasama

dengan imigrasi dan pihak-pihak terkait,

jadi semakin kita bekerja keras justru

semakin banyak juga kasus-kasus yang

terjadi....” (Kepolisian Sanggau, 2018).

Selain itu, juga diupayakan sosialisasi

melalui kegiatan organisasi, sekolah,

kelompok suku dan keagamaan, seperti:

“Kemudian di berbagai bidang organisasi itu,

di luar pemerintahan itu sudah mulai

dijalankan misalnya ada acara-acara ulang

tahun, atau perkumpulan-perkumpulan Jawa,

atau Cina, itu kita tetap rangkul pak. Minimal

kita terlibat sosialisasi dalam acara itu dan bisa

lah masuk. Yang masih belum bisa itu, itu agak

sulit, kalau misalnya promosi lewat acara-

acara di gedung, misalnya perkawinan;

biasanya kalau diperbolehkan ya masuk, kalau

engga ya engga, biasanya lewat pensi atau

dekorasi dan sebagainya.... Yang sudah kita

laksanakan melalui khotbah Jumat, itu

serempat pada tanggal 16 dalam rangka Hari

Kebangkitan Nasional, itu kita bagikan setiap

masjid itu naskah khotbah pada hari yang

sama; yaitu dengan judul yang sama mengenai

pencegahan narkoba. ” (Kepolisian Sanggau,

2018).

Sedangkan kapabilitas pemerintah

lokal dalam penanganan isu ini juga mencakup

upaya penanganan dan pemberdayaan,

pemerintah melalui koordinasi dengan BNN

dan rumah sakit di Pontianak atau di Parindu

juga mengupayakan rehabilitasi bagi

penyalahguna. Sedangkan terkait dengan

upaya pemberantasan, penyelundupan di

wilayah perbatasan banyak terjadi dengan

ditunjukkan adanya pelaku yang tertangkap

melalui beragam modus. Namun, penanganan

ini juga belum optimal karena kurangnya

personil di wilayah perbatasan serta luasnya

kemungkinan titik-titik yang dapat menjadi

‘jalan tikus’ para penyelundup narkoba.

Permasalahan ini akan memberikan dampak

pada kualitas sumber daya manusia Indonesia

di perbatasan untuk masa yang akan datang.

Tidak hanya permasalahan kesehatan yang

bersifat jangka panjang, masalah miras dan

narkoba juga sangat memprihatinkan.

Masyarakat yang terkena dampak pun

masyarakat yang masih berusia muda.

Page 11: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

54

Masih kuatnya penerapan adat istiadat

masyarakat Dayak di wilayah ini dirasakan

sulit untuk dihilangkan walaupun dapat

menimbulkan kerentanan pada masyarakat.

Misalnya pada saat perayaan baik pesta

pernikahan ataupun kematian, pada

pelaksanaan adat Dayak yang berlaku adalah

disediakannya minuman-minuman keras

(beralkohol) untuk dikonsumsi secara

bergiliran dengan menggunakan satu alat

minum (sedotan) yang tidak bisa digantikan

dengan alat lainnya. Hal ini tentu dapat

membuat terjangkitnya penyakit menularkan

yang dapat ditularkan antara satu orang dengan

yang lainnya. Selain itu pula, kebebasan warga

untuk mengonsumsi minuman keras tersebut

baik warga yang sudah dewasa maupun anak-

anak dapat menimbulkan kerentanan lainnya.

Konflik antar individu yang terpengaruh

konsumsi alkohol memang pernah terjadi pada

saat perayaan tersebut, akan tetapi warga tidak

cemas karena perselisihan tersebut bisa

diselesaikan.

Layanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan

yang Belum Terpenuhi

Mengingat kondisi wilayah perbatasan

yang sangat sulit dijangkau dengan terbatasnya

sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah, maka masalah

terbatasnya layanan kesehatan dan pendidikan

sudah dipastikan terjadi. Di sektor layanan

kesehatan, pemerintah mau tidak mau harus

menyediakan pemenuhan layanan kesehatan

untuk semua masyarakat yang membutuhkan

meskipun mereka sudah lama tinggal di negara

lain dengan alasan kemanusiaan untuk

membantu ‘saudara’. Hal ini karena mereka

seringkali kesulitan untuk berobat di negara

tempat mereka tinggal. Hal ini diungkapkan

oleh staf Dinas Kesehatan Kabupaten Belu,

“Misalnya saya punya saudara. Dia

kawin, dia di sana. Terus tiba-tiba dia

sakit, di sana hidupnya tidak betul, dan

dia mau dapatkan pelayanan kesehatan

di sana—ini sering dialami, ya, dinas

kesehatan; dia di sana hidupnya—

terutama yang batas. Desa-desa

sepanjang perbatasan. Di sana dia

hidupnya sudah tidak ini, ya, kalau dia

datang ‘kan pasti saya tidak tega, ‘to,

Pak, saudara kami. Jadi dia tinggal di

(desa) situ—tinggal di sini, dan kulit,

rambut, ‘kan tidak ada bedanya, lama-

lama juga dia sudah mengaku penduduk

desa itu. Tapi dia karena—minta maaf—

seperti sekarang ini Rubella, ‘kan, tiba-

tiba dia datang, terus dia betah tidak

kembali lagi .... Dan itu kalau desa-desa

di perbatasan dianggap biasa. Kadang-

kadang saya juga tidak tega ini saudara

saya, dia di sana hidupnya sudah tidak

ini (layak)” (Staf Dinas Kesehatan

Kabupaten Belu, 2018).

Layanan kesehatan memang

seharusnya diberikan kepada semua orang

tanpa pertimbangan status kependudukan dan

kewarganegaraan, namun dalam konteks tata

kelola sumberdaya kesehatan, hal ini tentunya

akan menimbulkan tantangan. Fasilitas

Page 12: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

55

kesehatan di wilayah perbatasan terjauh masih

terbatas pada fasilitas primer. Di desa-desa

wilayah Entikong, Kalimantan Barat sudah

tersedia layanan kesehatan primer seperti

Posyandu dan Puskesmas sebagai layanan

pertolongan pertama. Namun, warga Indonesia

di perbatasan Indonesia – Malaysia terkadang

memilih untuk berobat di wilayah Malaysia

karena jarak sarana kesehatan yang lebih

memadai untuk pengobatan penyakit serius

lebih dekat dibandingkan harus menuju

Sanggau. Hal ini diungkapkan saat Focus

Group Discussion dengan Dinas Kesehatan

Entikong,

“Kalau Posyandu itu di desa-desa

sudah ada. Memang tapi untuk yang

daerah-daerah jauh karena tenaganya

kurang, dinasnya memang sangat

terbatas ya. ... Jadi begini, kalau masalah

kesehatan itu tidak yang ke Malaysia itu

biasanya untuk sakit yang cukup keras.

Kalau di sini kan biasanya untuk yang

pertolongan pertama, biasanya ada di

Sanggau. Tapi kalau misalnya dibanding

ke Sanggau, di sini kan lebih dekat, kalau

di Sanggau bisa sampai 2 jam setengah.

Kalau masalah pelayanan, sebenarnya

tingkat pelayanan tidak berbeda jauh,

sama. Jadi permasalahannya bukan dari

segi pelayanan, tapi karena jarak.”

(Dinas Kesehatan Entikong, 2018).

Masalah terkait dengan hak pelayanan

dan fasilitas juga ditemukan dalam layanan

pendidikan. Di Kabupaten Belu, jumlah

penduduk yang terus bertambah dan

infrastruktur yang belum mendukung

menjadikan pemerintah terutama Dinas

Pendidikan kesulitan untuk menyediakan

fasilitas pendidikan yang memadai. Untuk itu,

inisiasi pendirian sekolah dari swadaya

masyarakat dirasa sangat membantu meskipun

fasilitasnya belum dinilai layak seperti

ketidaktersediaan tempat sehingga harus

menumpang di area publik serta ketiadaan

fasilitas pendukung seperti ruang guru dan

sanitasi. Hal ini disampaikan oleh Dinas

Pendidikan sebagai berikut:

“Tadi sudah dijelaskan karena efek dari

satu propinsi ke satu kabupaten,

akhirnya jumlah penduduk juga

bertambah. Seiring itu juga jumlah

siswa, dan kita juga di Kabupaten Belu

sebagai kabupaten batas, ya, pasti tingkat

pendidikan untuk anak-anak di era

global sangat dibutuhkan, seperti contoh

ada dari bidang PAUD, kami dari Belu

sini sekolah negeri TK hanya dua. Yang

lain kebanyakan swadaya masyarakat.

Swadaya masyarakat PAUD itu juga

kadang belum memiliki bangunan jadi

masih numpang, kayak Balai Desa, Balai

Dusun. Sudah begitu, tidak dilengkapi

dengan fasilitas. Memang untuk ruangan

ada tetapi itu digabung, hanya dipisah di

bilik antara ruang tutor dan anak didik

itu. Sudah begitu tidak ada fasilitas

sanitasi, WC tidak punya. Terus untuk

SD, SMP, begitu pula. Jumlah siswa

semakin banyak, sarana prasarana tidak

Page 13: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

56

mendukung. Di sini ada sekolah yang

ruang gurunya tidak ada. Otomatis

dipakai ruang kelas. Untuk daerah

tertentu, karena keadaan daerah juga,

kadang kekurangan air. Jadi sekolah-

sekolah itu gersang, toiletnya juga tidak

ada fasilitas air bersih. Prasarana SMP

seperti lab komputer, lab IPA, tidak

semuanya punya.” (Dinas Pendidikan

Kabupaten Belu, 2018)

Berdasarkan hasil monitoring Dinas

Pendidikan, warga lokal perbatasan di daerah

pedesaan dianggap memiliki modal manusia

dari adanya minat anak-anak untuk bersekolah.

Namun, hal ini tidak didukung dengan adanya

fasilitas dan sarana yang memadai, seperti

infrastruktur sekolah. Hal ini disampaikan oleh

informan salah satu staf Pendidikan, “Kalau

yang kami pantau dan monitoring, tingkat

minat yang tinggi dan prestasi justru ada di

anak-anak yang tinggal di pedesaan. Cuma

karena di desa kurang didukung dengan

fasilitas dan sarana itu yang masih kurang

sekali.” (Bu Ys, Dinas Pendidikan Kabupaten

Belu, 2018).

ii. Peran Pemerintah Lokal dalam Mengatasi

Permasalahan Kerawanan Sosial di Wilayah

Perbatasan Darat

Pada bagian sebelumnya telah

dideskripsikan bahwa terdapat permasalahan

di aspek politik dan ekonomi yang menjadi

akar masalah dari timbulnya kerawanan sosial

di wilayah perbatasan. Dalam bagian ini,

dideskripsikan mengenai peran-peran yang

dikembangkan oleh Pemerintah dalam

mengatasi permasalahan kerawanan sosial di

wilayah perbatasan darat.

Peran Pemerintah Pusat sebagai Penyusun

Kebijakan dan Pelaksana dalam Keamanan

dan Pengembangan Infrastruktur

Negara dituntut untuk berperan lebih

dominan dan memiliki pengaruh besar dalam

memberikan layanan serta menjamin

kesejahteraan masyarakat. Untuk itu

diperlukan kehadiran negara dalam

menanggapi situasi dan kondisi di wilayah

perbatasan, terutama terkait dengan bagaimana

situasi dan kondisi negara tetangga

mempengaruhi masyarakat lokal di wilayah

perbatasan. Tidak jarang muncul gesekan-

gesekan antara pandangan ataupun kebijakan

lokal yang terjadi antara negara tetangga,

masyarakat lokal serta pihak yang terkait

lainnya. Negara, dalam hal ini pemerintah

pusat, memiliki peran utama untuk

menentukan langkah dan kebijakan yang akan

menentukan arah pembangunan di wilayah

perbatasan. Kemampuan negara untuk hadir

dilihat dari upaya negara dalam menegakkan

kedaulatan dengan menjaga keamanan wilayah

perbatasan yang rentan terhadap ancaman

yang datang dari dalam dan luar negara serta

membangun infrastruktur yang sering

dipandang sebagai cikal bakal pembangunan

ekonomi.

Sesuai dengan regulasi yang berlaku,

pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap

keamanan wilayah perbatasan. Hal ini telah

Page 14: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

57

terlaksana dengan adanya kebijakan yang

mengatur mengenai ketersediaan pos

penjagaan di beberapa titik wilayah perbatasan

serta pengelolaannya yang dilakukan oleh

pemerintah pusat.

“... tanpa regulasi tidak bisa.

Regulasi instruksi Presiden no. 6 tahun

2015. Kemudian ditindaklanjuti oleh

Menteri Pekerjaan Umum. Nah InPres

ini dasarnya memang dari BNPP, artinya

yang pertama kali untuk mengusulkan

pembangunan 7 PLPN ini, sehingga

terbitlah Inpres ini tahun 2015 itu, dan

kemudian ditindaklanjuti

pembangunannya oleh Menteri

Pekerjaan Umum. Beserta kementerian-

kementerian lain yang mendukung

dalam pelaksanaan pembangunan, dan

personil-personil yang bertugas di

masing-masing PLPN. Contoh; tadi dari

Imigrasi, Bea Cukai, Karantina; kan

mereka berdiri sendiri ya. Kalau Imigrasi

kan kementerian hukum dan HAM, dan

terlibat dalam Inpres itu. Instruksi

Presiden itu jelas, diinstruksikan kepada

kementerian dan lembaga kepada

termasuk gubernur dan Bupati di

kawasan perbatasan dibangunnya tujuh

PLPN tadi” (Narsum1 Entikong, 2018)

Batas negara pada kenyataannya

menjadi tempat “lalu lintas” hubungan antar

dua negara. Dua wilayah negara yang

bertetangga ini telah memberikan

penghidupan bagi warga di perbatasan. Situasi

ini memunculkan adanya negosiasi di antara

negara dengan warga perbatasan.

Diberikannya kesempatan warga untuk dapat

mengakses wilayah negara lain untuk

kepentingan sosial dan ekonomi warga.

Pembangunan infrastruktur pada

dasarnya menjadi kebutuhan mendasar di

daerah perbatasan karena menentukan

kemudahan masyarakat untuk mendapatkan

akses terhadap peningkatan kualitas hidup

mereka. Di Belu, Pembangunan Pos

Perbatasan, misalnya, dirasakan sangat besar

mendorong kebanggaan dan kehormatan.

Mengenal wilayahnya yang memiliki nuansa

sejarah lepasnya (merdeka-nya) Timor Leste

dan konflik sosial yang menyertainya.

Pos Batas Lintas Negara hadir sebagai

tempat yang paling menampilkan kehadiran

berbagai wakil lembaga negara yang

melakukan tugas nya masing-masing, terdiri

dari kementerian kesehatan untuk karantina

kesehatan, kementerian pertanian untuk

karantina tanaman, kemenkumham untuk

masalah imigrasi, kementerian kelautan dan

perikanan untuk karantina ikan dan

kementerian keuangan untuk masalah bea dan

cukai. Pembangunan Pos Batas Lintas Negara

di Papua juga memberikan warna tersendiri

terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal

di wilayah perbatasan. Permasalahannya,

wilayah darat di daerah perbatasan yang begitu

luas menjadi tantangan tersendiri. Bahkan di

perbatasan Indonesia dan PNG pun, 99%

perbatasan darat masih belum memiliki

jalanan, dan belum memiliki pos perbatasan.

Walaupun tersedia pos perbatasan, belum tentu

Page 15: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

58

dialiri listrik. Perbatasan di Pegunungan

Bintang, misalnya, masih berupa hutan lebat.

Permasalahan pembangunan di

wilayah perbatasan juga ditemui di

Kalimantan Utara. Dari hasil FGD, partisipan

melihat adanya urgensi untuk pembangunan

perbatasan yang lebih layak sebagaimana di

wilayah Entikong. Medan berat mempersulit

pencegahan kejahatan transnasional dan

kerawanan sosial. Kebutuhan pangan sehari-

hari pun, warga masih bergantung pada

pasokan dari negara tetangga, Malaysia.

Peran Koordinatif Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dalam Pengembangan

Ekonomi dan Penyediaan Layanan Dasar

Tidak hanya itu, keterbatasan ekonomi

memunculkan masalah tidak terpenuhinya gizi

bagi ibu hamil dan balita. Terkait dengan

masalah kesehatan tersebut misalnya,

pemerintah harus hadir tidak hanya upaya

kuratif tapi juga preventif. Upaya pemenuhan

hak warga negara lainnya di wilayah

perbatasan antara lain adalah dengan

menempatkan bantuan tenaga kesehatan yang

mampu memberikan layanan kepada

masyarakat setempat.

Di sisi lain, upaya negara untuk bisa

tetap hadir dalam mendampingi masyarakat

untuk tetap dalam keadaan “sejahtera” juga

tidak selamanya memberikan dampak yang

signifikan terhadap peningkatan kualitas

hidup. Pengembangan program vs project

pengentasan kemiskinan di daerah perbatasan

harus menjadi isu yang serius untuk ditangani.

Jika tidak, kondisi “kesejahteraan” di

Indonesia yang lebih baik dari pada negara

tetangga tidak memiliki implikasi yang baik

terhadap pengembangan sumber daya manusia

masyarakat Indonesia di masa yang akan

datang.

Terkait dengan permasalahan

ekonomi, perhatian dan fasilitasi dari

pemerintah daerah seperti bantuan modal

usaha, pembinaan dan pelatihan bagi petani

sangat diharapkan. (Suwartiningsih, Samiyono

dan Purnomo, 2017). Bila melihat potensi yang

ada, sesungguhnya bantuan pemerintah yang

bersifat pemberdayaan tentu dapat

membangun warga perbatasan. Akan tetapi

bila upaya ini tidak diiringi dengan asesmen

terlebih dahulu terkait dengan budaya dan adat

yang berlaku misalnya, bantuan yang

diberikan tidaklah efektif. Pemerintah perlu

memahami dan memanfaatkan modal yang ada

di wilayah tersebut, apakah kemampuan

manusia yang ada di wilayah perbatasan sudah

siap menerima bantuan dan dampingan yang

diberikan.

Untuk itu, negara perlu melakukan

kontrol terhadap keamanan yang melibatkan

aktivitas sosial dan ekonomi. Apa yang

dirasakan oleh warga di wilayah perbatasan

mengarah pada kebutuhan untuk hadirnya

negara di wilayah mereka. Keberadaan negara,

terwakilkan dengan adanya aparat, tidak dapat

mengontrol penuh apa saja yang terjadi dalam

lalu lintas di perbatasan, mengingat adanya

keterbatasan tidak hanya dari infrastruktur,

tetapi juga manajemen perbatasan yang belum

Page 16: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

59

sempurna dijalankan, seperti perbedaan

tanggung jawab dan tugas dari masing-masing

lembaga dan aparat yang seharusnya hadir di

wilayah perbatasan. Rizki dan Merdekawati

(2018) menyatakan bahwa pejabat negara yang

ditempatkan di wilayah perbatasan sangat

minim baik dari jumlah personel serta

infrastruktur pendukung, dimana kondisi ini

menyebabkan dampak baik dari segi hukum

maupun keamanan. Wilayah perbatasan

merupakan wilayah dimana pemerintah

melayani semua warga negaranya. Merujuk

pada hal ini, pemerintah pusat perlu membuat

koordinasi dengan wilayah perbatasan dan

wilayah asal migran dimana saat ini sering

terjadi masalah.

Koordinasi pemerintah pusat hingga

desa harus terus diupayakan, terutama terkait

dengan penilaian kebutuhan warga perbatasan.

Negara tidak dapat secara tepat memberikan

layanan kepada warga bila tidak mengetahui

apa saja yang diperlukan oleh warganya dan

apa potensi yang ada di wilayah perbatasan.

Pemerintah harus melibatkan kepala kampung,

kepala suku, dan tokoh-tokoh adat yang ada di

kampung karena mereka masih sangat

berpengaruh dalam mengelola warga

kampung/adat mereka.

Negara menerapkan aturan hukum dan

kebijakan yang telah ditetapkan dihadapkan

dengan aturan yang berbeda-beda dengan

setiap negara tetangga. Perlu ada kerjasama

dengan negara tetangga untuk berkoordinasi

dalam penerapan aturan mengenai perbatasan

masing-masing negara. Hal ini kembali lagi

menyangkut kedaulatan negara dan

pemenuhan hak warganya demi stabilitas

keamanan dan peningkatan kesejahteraan

masing-masing negara.

Selain penanganan masalah kesehatan,

masyarakat juga membutuhkan koordinasi

untuk penanganan preventif dan

developmental dalam mencegah kejahatan

transnasional dan kerawanan sosial. Di

wilayah tertentu yang ditinggali oleh

masyarakat transmigran, koordinasi dengan

berbagai pihak telah dilakukan karena elit

desanya memiliki kemampuan leadership yang

baik. Berbagai bantuan dan program dari

pemerintah bisa dioptimalkan untuk kemajuan

desanya. Berbeda dengan di wilayah lain yang

dekat dengan perbatasan. Koordinasi untuk

pemanfaatan bantuan pemerintah belum

maksimal. Bahkan penggunaan bantuan

pemerintah lebih menekankan pada aspek

infrastruktur. Temuan ini menekankan

lemahnya Lembaga pemerintah yang memang

seharusnya berperan untuk mengembangkan

koordinasi di daerah perbatasan. Tidak

mengherankan jika pemerintah daerah yang

menyatakan bahwa rapat koordinasi yang

kerap di laksanakan oleh Lembaga tersebut

dipandang kurang bermanfaat nyata. Selain

itu, bagi pemerintah daerah, banyak regulasi

pemerintah pusat yang sering berubah dalam

hal birokratisasi pembangunan yang

menyebabkan mereka harus melakukan

pelatihan ulang dan menghambat kerja nyata.

Pembagian kewenangan secara vertikal

juga menghambat penyelesaian masalah –

Page 17: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

60

masalah di perbatasan. Pemerintah pusat

melalui BP4TKI hanya memiliki anggaran

untuk mendeportasi TKI tanpa anggaran dan

kapasitas untuk memberikan pelayanan

psikososial. Setelah TKI masuk kembali ke

wilayah Indonesia, kewenangan untuk

menangani mereka masih belum jelas. Dinas

Sosial Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak memiliki anggaran

terbatas (diutamakan untuk TKI non-

pendatang) untuk memberikan pelayanan

respon psikososial.

Koordinasi dengan pemerintah

provinsi cukup panjang dan setelah koordinasi

dilaksanakan, dalam beberapa kasus, TKI tetap

tidak bisa mendapatkan bantuan karena

provinsi juga tidak memiliki anggaran untuk

respon, yang kemudian harus dilanjutkan ke

tingkat nasional. Hal ini mengakibatkan

permasalahan TKI di wilayah perbatasan

Indonesia-Malaysia yang menjadi sentral isu

ini belum juga dapat efektif diatasi.

KESIMPULAN

Budaya lokal menjadi tantangan bagi

organisasi, dalam hal ini pemerintah, dalam

mengembangkan pengembangan collective

governance di perbatasan, di Indonesia. Untuk

itu diperlukan pemahaman dalam

menempatkan makna perbatasan sebagai suatu

peluang bagi negara untuk dapat hadir menjaga

kedaulatannya.

Kehadiran negara tidak hanya dilihat

dari kebijakan mengenai wilayah perbatasan

yang dibuat oleh negara, dibutuhkan aksi atas

kebijakan dan program yang telah ditetapkan.

Selain itu, kehadiran negara bukan hanya

diwujudkan dalam pembangunan infrastruktur

yang menghubungkan antar kedua negara,

akan tetapi juga membangun kapasitas

pemerintah itu sendiri dalam menghadapi

tantangan di perbatasan. Kapasitas pemerintah

yang mampu mengelola wilayah perbatasan

baik dari segi pengelolaan politik, ekonomi,

sosial dan budaya.

Tantangan wilayah perbatasan dengan

karakteristik geografis, budaya dan latar

belakang sejarah yang memunculkan

permasalahan yang berbeda antara satu daerah

dengan yang lainnya.

REKOMENDASI

Salah satu hal utama yang perlu dilihat

dalam mengedepankan efektivitas dan

efisiensi kinerja negara dalam mengatasi

permasalahan di perbatasan adalah dengan

melaksanakan koordinasi antar Lembaga.

Koordinasi tersebut tentu dilaksanakan oleh

berbagai pemangku kepentingan. Jadi

koordinasi yang terjalin tidak hanya antara

Lembaga pemerintah saja, tetapi antara

Lembaga pemerintah dan Lembaga non

pemerintah.

Pembagian kewenangan secara vertikal

juga menghambat penyelesaian masalah –

masalah di perbatasan. Penanganan TKI

sebagai salah satu masalah sosial yang sering

ditemukan di wilayah perbatasan, termasuk

Entikong, dapat memberikan ilustrasi yang

lebih jelas. Pemerintah pusat melalui BP4TKI

Page 18: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KERAWANAN SOSIAL DI WILAYAH PERBATASAN (KANIA SARASWATI, GETAR HATI, NI LUH PUTU)

61

hanya memiliki anggaran untuk mendeportasi

TKI tanpa anggaran dan kapasitas untuk

memberikan pelayanan psikososial. Setelah

TKI masuk kembali ke wilayah Indonesia,

kewenangan untuk menangani mereka masih

belum jelas. Dinas Sosial Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak memiliki

anggaran terbatas (diutamakan untuk TKI non-

pendatang) untuk memberikan pelayanan

respon psikososial. Koordinasi dengan

pemerintah provinsi cukup panjang dan setelah

koordinasi dilaksanakan, dalam beberapa

kasus, TKI tetap tidak bisa mendapatkan

bantuan karena provinsi juga tidak memiliki

anggaran untuk respon, yang kemudian harus

dilanjutkan ke tingkat nasional. Di sisi lain,

korban harus segera mendapatkan

pendampingan, salah satunya yang digerakkan

oleh lembaga swadaya. Untuk itu, penanganan

secara preventif diperlukan dalam

mengantisipasi resiko kerawanan sosial yang

mungkin muncul di wilayah perbatasan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). (2014) Indeks

Potensi Kerawanan Sosial di DKI

Jakarta. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

(2014). Indeks Potensi Kerawanan

Sosial (IPKS) DKI Jakarta

Breslin, S., & Nesadurai, H. E. (2018). Who

governs and how? Non-state actors and

transnational governance in Southeast

Asia. Journal of Contemporary Asia,

48(2), 187-203.

Darto, M. (2014). Menghadirkan (kembali)

Negara. Jurnal Borneo Administrator,

10(2).

Drichel, Simone. (2013). Reframing

Vulnerability: "so obviously the

problem..."?. SubStance, Vol. 42, No. 3,

ISSUE 132: Vulnerability (2013), pp. 3-

27. The Johns Hopkins University Press.

https://www.jstor.org/stable/24540722

Irwansyah (2017). Border Issue:

Misperception between Indonesia and

Malaysia. SHS Web of Conferences 33,

00058 (2017). DOI: 10.1051/

shsconf/20173300058 i-COME'16

Kemitraan (2011). Kebijakan Pengelolaan

Kawasan Perbatasan: Partnership

Policy Paper No.2/2011. Jakarta: Mei

2011.

Misztal, (2011). The challenges of

vulnerability: In search of strategies for

a less vulnerable social life. Houndmills,

Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Rizki, M., & Merdekawati, A., (2018), “The

Significance of Boundary Construction

at Land Border between Indonesia-

Malaysia in Temajuk Village, Sambas

Regency as Manifestations of

Indonesia’s Sovereignty” in The 1st

Page 19: PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI ... - Universitas Indonesia

JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL, JILID 21, NOMOR 1, APRIL 2020, 44-62

62

International Conference on South East

Asia Studies, 2016, KnE Social

Sciences, hal. 405–423. DOI

10.18502/kss.v3i5.2346

Shaun Breslin & Helen E. S. Nesadurai (2018)

Who Governs and How? NonState

Actors and Transnational Governance in

Southeast Asia, Journal of

Contemporary Asia, 48:2, 187-203,

DOI: 10.1080/00472336.2017.1416423

Suwartiningsih, Sri, David Syonom Daru

Purnomo. Harmoni Sosial Masyarakat

Perbatasan Indonesia-Malaysia. Jurnal

Hubungan Internasional. Vol. 7 No. 1,

April-September 2018.

https://doi.org/10.18196/hi.71120

Joesoef, Daoed. (2016). Kehadiran Negara.

https://nasional.kompas.com/read/

2016/09/26/20130441/kehadiran.negara

?page=all.

Tim Peneliti Kejahatan Transnasional dan

Perlindungan Warga Negara di

Perbatasan Darat Negara Kesaturan RI.

(2018). Transkrip Diskusi Kelompok

Terfokus dan Wawancara Mendalam.

Universitas Indonesia. (tidak

diterbitkan)