peran penghulu dalam mengurangi angka...
TRANSCRIPT
PERAN PENGHULU DALAM MENGURANGI ANGKA
PERCERAIAN DI KUA KARANG TENGAH KOTA
TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Raynaldo Nugroho
NIM: 11110004200014
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
Tulisan ini dipersembahkan kepada
Orang Tua Penulis,
Budiono dan Enis Solikah,
juga untuk adik penulis, Raihanah.
vi
ABSTRAK
RAYNALDO NUGROHO. NIM: 1111044200014. PERAN PENGHULU DALAM
MENGURANGI ANGKA PERCERAIAN DI KUA KARANG TENGAH KOTA
TANGERANG. Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Administrasi Keperdataan
Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1437 H/2016 M. x + 57 halaman dan lampiran.
Angka Perceraian di Indonesia telah mencapai angka yang luar biasa tinggi. Terdapat
banyak faktor yang penting dalam rangka mengurangi angka perceraian. Salah satu
faktormya adalah faktor peran pemerintah. Pemerintah berinteraksi dengan masyarakat dalam
hal munakahat melalui institusi Pengadilan Agama dan KUA. Penghulu selaku pejabat
pemerintah yang bekerja di KUA merupakan wakil pemerintah yang berada paling dekat
dengan masyarakat tentu memiliki peran bagi terjadinya perceraian di masyarakat.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui peran dan upaya apa saja yang dilakukan
seorang penghulu untuk menekan angka perceraian dan juga mengatahui faktor apa saja yang
menjadi penyebab utama perceraian khususnya di KUA Karang Tengah. Penelitian ini
penting untuk dilakukan demi menemukan solusi atas meningkatnya angka perceraian yang
terus meningkat dari tahun ke tahun.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik
pengambilan data melalui riset lapangan, dalam hal ini juga dengan cara wawancara kepada
narasumber. Selain riset lapangan riset kepustakaan juga dilakukan dengan mengakses buku
atau rujukan lain yang ada di perpustakaan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penghulu berperan dalam mengurangi angka
peceraian meskipun tidak secara langsung. Hal tersebut dilakukan lewat peningkatan p3n,
sosialisasi, pembinaan keluarga sakinah, dan juga memberikan penyuluhan berkala.
Penelitian ini juga menemukan bahwa faktor penyebab perceraian yang paling besar adalah
faktor ekonomi, pendidikan, dan lingkungan.
Kata Kunci : Penghulu, perceraian, KUA.
Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie
Daftar Pustaka : Tahun 1958 s.d 2015
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya,
tulisan berjudul ”Peran Penghulu Dalam Mengurangi Angka Perceraian di KUA
Karang Tengah Kota Tangerang” dapat diselesaikan. Penulisan karya ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penuls menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangat
sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Abdul Halim, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Arip Purkon, MA, Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA, dosen pembimbing yang telah waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
5. Prof. Dr. Abdul Wahab Abdul Muhaimin, Lc, MA dan Drs. Siril Wafa, M.A ,
yang telah meluangkan waktu untuk menjadi penguji skripsi saya serta
memberikan kritik, masukan, dan saran yang sangat berharga;
viii
6. M. Soleh, MA, Abdul Mukti, MA, penghulu KUA Karang Tengah, serta
seluruh pegawai KUA Karang Tengah dan pegawai Pengadilan Agama Kota
Tangerang;
7. Orang tua penulis tercinta, Budiono S. Sos, dan Enis Solikah yang telah
memberikan bantuan dukungan moral, material, dan selalu berdoa untuk saya;
8. Shofa Widyani;
9. Sahabat AKI 2011 yang telah memberikan semangat dalam penulisan, tempat
bertedih, dan juga membantu dalam hal sumber penulisan.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Jakarta : 04 Januari 2016 M
23 Rabiul Awal 1437 H
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 8
E. Metode Penelitian ..................................................................................... 9
F. Kerangka Teori.......................................................................................... 11
G. Review Studi Terdahulu ............................................................................ 14
H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGHULU DAN PERCERAIAN
A. Pengertian Penghulu .................................................................................. 17
B. Tugas Pokok Penghulu .............................................................................. 20
C. Jabatan Penghulu dan Kegiatannya ........................................................... 21
D. Kompetensi Penghulu ................................................................................ 26
E. Pengertian dan Syarat Perceraian............................................................... 28
F. Sebab dan Akibat Perceraian ..................................................................... 33
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KUA KECAMATAN KARANG
TENGAH KOTA TANGERANG
A. Letak Geografis.............................................................................. ........... 39
B. Kedudukan.......................................................... ....................................... 39
C. Tugas dan Wewenang ................................................................................ 43
D. Struktur Organisasi .................................................................................... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Perceraian di KUA Karang Tengah ........................................................... 48
B. Keterlibatan Penghulu dalam Mengurangi Perceraian .............................. 40
C. Pemenuhan Tugas Penghulu ...................................................................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 54
B. Saran .......................................................................................................... 55
ix
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan zoon politicon yakni makhluk yang tidak pernah bisa
hidup sendiri. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial mendorongnya untuk terus
berinteraksi dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu manusia
membutuhkan teman untuk saling berbagi, mengasihi, dan menyayangi. Allah
pun menciptakan manusia saling berpasang-pasangan, yakni pria dan wanita.
Dan diantaranya Allah memberikan karunia yang begitu besar berupa rasa cinta
yang dapat diwujudkan dalam lembaga perkawinan.
Lembaga perkawinan merupakan suatu lembaga yang mempunyai
kedudukan tinggi dan terhormat dalam hukum Islam dan hukum Nasional
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan-peraturan khusus yang
berkaitan dengan perkawinan yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan.1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU
No.1 Tahun 1974).
1Abdul Rahman Ghazali. Fiqh Munakahat. (Jakarta:Kencana.2008) h. 131.
2
Disamping definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No 1. Tahun 1974
yang telah dipaparkan diatas, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memberikan
definisi lain yakni bahwa perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mittsaqon gholiidhan untuk menaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan Ibadah.2
Pada dasarmya semua orang yang telah terikat dalam perkawinan
menginginkan bahtera rumah tangganya berjalan dengan sempurna hingga maut
yang memisahkan. Perkawinan merupakan sebuah perikatan antara suami istri
yang didalamnya dimungkinkan terdapat adanya perjanjian diluar substansi
utama perkawinan. Perjanjian ini adalah muncul dari kehendak para pihak yang
terikat dalam perkawinan sebagai sebuah ikatan persyaratan tambahan untuk
kepentingan suami atau istri.3
Kemudian dari perkawinan muncul pula hubungan orang tua dengan anak
anaknya, serta timbul hubungan kekeluargan sedarah dan semenda. Oleh karena
itu, perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar, baik dalam hubungan
kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta
bernegara pada umumnya. Karena bila dilihat dari segi sosial suatu perkawinan,
dalam masyarakat setiap bangsa ditemui suatu penilaian umum, bahwa orang
yang sedang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempumyai kedudukan yang
2 Budi Durachman, Kompikasi Hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007), h. 7.
3 Mohammad Asmawi, Nikah, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), h.21.
3
lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.4 Maka seyogyanya segenap bangsa
Indonesia mengetahui seluk-beluk berbagai peraturan hukum perkawinan, agar
mereka dapat memahami dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.5
Maksud perkawinan ialah abadi, bukanlah untuk sementara waktu
kemudian diputuskan. Karena dengan demikian dapat mendirikan rumah tangga
yang damai dan teratur, serta memperoleh turunan yang sah dalam masyarakat.
Dengan perkawianan yang sah, anak-anak akan mengenal Ibu, Bapak, dan Nenek
moyangnya, mereka merasa tenang dan damai dalam masyarakat, sebab
keturunan mereka jelas, dan masyarakat pun menemukan kedamaian, karena
tidak ada dari anggota mereka mencurigakan nasabnya.6
Tetapi kadang-kadang kedua suami istri gagal dalam usahanya mendirikan
rumah tangga yang damai dan teratur, lantaran keduanya berlainan tabi‟at dan
kemauan, berlain tujuan hidup dan cita-cita sehingga hampir selalu terjadi
pertengkaran dan perselisihan antara keduanya. Sebab itu tidak ada obat yang
terakhir selain dari pada perceraian, supaya keduanya jangan hidup dalam satu
rumah yang penuh api pertengkaran, permusuhan dan penderitaan.7
4 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986),
h.48. 5 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia, h.6
6 Muhammad Fu‟ad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta : CV.Cendikia Sentra Muslim,
2002), h.11. 7 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1996),
h.110.
4
Pada satu sisi, perceraian sejatinya dibolehkan dalam Islam. Namun di sisi
lain, perkawinan diorientasikan sebagai komitmen selamanya dan kekal.8
Meskipun demikian, terkadang muncul keadaan-keadaan yang menyebabkan
cita-cita suci perkawinan gagal terwujud. Namun demikian, perceraian dapat
diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak untuk mengakomodasi
realitas-realitas tentang perkawinan yang gagal.9
Suami istri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil
keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin dan memang
dianjurkan untuk disusun kembali. Walaupun dalam ajaran Agama Islam ada
jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal
yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi. Setiap ada sahabat
datang kepadanya yang ingin bercerai dengan istrinya, Rasulullah selalu
menunnjukkan rasa tidak senangnya seraya berkata bahwa hal yang halal tapi
dibenci oleh Allah adalah perceraian.10
Ketika terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak, Islam tidak langsung
menganjurkan suami istri untuk mengakhiri perkawinan, tetapi dilakukan terlebih
dahulu musyawarah. Di dalamnya, bisa saja suami istri membahas tentang
bagaimana nusyuz yang telah dilakukan oleh keda belah pihak atau perkara yang
8 Abdul Qodir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1995) h.316.
9 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika. 2013) h. 228.
10Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta :
Prenada Media,2004), h.96-97.
5
menjadi syikak muncul, sehingga sebab-sebab terjadinya kesalahpahaman bisa
diatasi.11
Perceraian juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 39 disebutkan :
1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan Perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu
tidak akan dapat rukun sebagai suami istri,
3. Tata cara Perceraian di depan sidang Pengadilan di atur dalam peraturan
perundangan tersebut.
Saat ini, perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Wakil Menteri Agama menyatakan jumlah kasus di Indonesia pada tahun 2014
telah mencapai angka 354.000 kasus perceraian dalam satu tahun. Di Kota
Tanggerang sendiri, terjadi 2242 kasus perceraian sepanjang tahun 2014. Ini
merupakan angka yang termasuk tinggi bila dibandingkan dengan angka
perceraian di daerah lainnya. Namun, di kota Tangerang sendiri, kecamatan
Karang Tengah mampu menekan angka perceraian di wilayahnya apabila
dibandingkan dengan kecamatan – kecamatan lainnya.12
Dalam upaya mengurangi perceraian, maka dalam hal ini penghulu atau
Pejabat KUA yang mempunyai fungsi sebagai orang yang ditunjuk oleh Negara,
11
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika. 2013) h. 230. 12
Database Kementerian Agama 2014.
6
harus cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang akan
melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan dasar mereka melakukan
pernikahan. Apabila hal ini telah dilaksanakan, maka besar harapan kemungkinan
terjadinya perceraian dapat dihindari. Upaya yang dilakukan oleh penghulu
haruslah memberikan dampak positif dan dapat memberikan kesadaran kepada
masyarakat bahwa perceraian membawa resiko yang sangat besar. Selain itu,
penghulu pun memiliki peran yang penting dalam menghalangi terjadinya
perceraian sebelum perceraian tersebut diajukan ke pengadilan agama.
Dilihat dari latar belakang yang ada, penulis akan mencoba mengungkap
masalah tersebut dan mudah-mudahan dapat membantu mengatasi permasalahan
perceraian, khususnya di kecamatan tersebut. Tidak bisa dipungkiri dengan
terjadinya perceraian tersebut dapat menimbulkan banyak dampak terhadap
lingkungan yang ada disekitar.
B. Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam latar belakang yang telah
dijelaskan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Lembaga apa saja yang bertanggung jawab dalam meminimalisasi angka
perceraian?
2. Adakah hubungan antara perceraian dengan ekonomi sebuah keluarga?
3. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian di Karang Tengah?
4. Bagaimana upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian?
7
5. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan oleh
Penghulu dalam mengurangi perceraian?
6. Sejauh mana peran pemerintah dalam mengurangi angka perceraian?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Setelah mengungkapkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas, diketahui bahwa masalah perceraian di Indonesia telah
sangat luar biasa. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian tentulah sangat
beragam namaun dalam tulisan ini penulis memfokuskan kepada faktor atas
perceraian yang terjadi di Karang Tengah.
Selain itu, bahwasanya tugas dan fungsi Penghulu tidak hanya semata -
mata mencatatkan pernikahan. Di dalam pasal 4 Peraturan Menteri Nomor
PER/62/M.PAN/6/2005 tentang jabatan fungsional penghulu, penghulu juga
berperan sebagai pembina keluarga sakinah. Pembinaan keluarga sakinah
yang baik akan Dari peraturan tersebut, maka penulis juga membatasi
permasalahan pembahasan pada penelitian skripsi ini kepada peran penghulu
dalam mengurangi angka perceraian, khususnya pada masyarakat Karang
Tengah.
2. Perumusan Masalah
Dalam peraturan Menteri Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 pasal 4
disebutkan bahwa jabatan fungsional penghulu adalah sebagai Pembina
8
keluarga sakinah, tetapi pada kenyataannya tugas itu kurang dilaksanakan
sehingga berpengaruh pada tingginya angka perceraian. Sebaliknya, diantara
sekian KUA diseluruh Indonesia, KUA Karang Tengah adalah salah satu
KUA yang mampu menekan angka perceraian dengan cara mengoptimalkan
peranan penghulunya. Hal ini tentu patut dijadikan rujukan bagi KUA dan
penghulu lainnya guna melakukan perbaikan dalam kinerjanya selaku pejabat
negara. Maka dara itu penulis merumuskan poin-poin penting penelitian
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian di Karang Tengah?
2. Bagaimana upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian?
3. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan oleh
Penghulu dalam mengurangi perceraian?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor perceraian utama yang menjadi tantangan bagi
penghulu dalam melaksanakan pembinaan.
2. Untuk mengetahui upaya penghulu dan pelaksanaan pembinaan keluarga
sakinah dalam mengurangi perceraian yang dilakukan di kecamatan Karang
Tengah.
3. Untuk mengetahui upaya penghulu dalam meminimalisasi perceraian.
9
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk meminimalisir Perceraian di Kecamatan Karang Tengah, Kota
Tangerang.
2. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang
merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan
menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya
Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama yang
berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini, karena dengan
membahas masalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk
membaca dan memahami buku-buku yang terkait dengan masalah
perkawinan dan Perceraian, sekaligus melalui observasi terhadap keadaan
di lapangan.
E. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Dalam obyek penelitian ini, penulis mengambil lokasi sesuai dengan judul
dari skripsi penulis di atas, yaitu studi kasus di KUA Karang Tengah, Kota
Tangerang.
10
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari segi penyusunannya, penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, penelitian kualitatif yaitu suatu analisis data dimana penulis
menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Adapun teknik
penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan penulis yaitu :
a. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu
organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada skripsi ini penulis
mewawancari penghulu yang bertugas di KUA Karang Tengah.
b. Data Skunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membandingkan atas
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan,
dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur‟an, Hadis, buku-buku
ilmiah, Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta
peraturan-peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis, karena
tujuan dari penelitian mendapatkan data. Bila dilihat dari sumber datanya, maka
pengumpulan data mengunakan :
a. Riset perpustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan
bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan
11
b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan keadaan yang
terjadi di KUA Karang Tengah.
5. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh kemudian di analisis. Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat di informasikannya kepada orang lain.
F. Kerangka Teori
Akad dalam pernikahan adalah fase penting dalam kehidupan masyarakat
dan penting sekali artinya dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga.
Keadaan menuntut adanya persiapan mental yang matang dalam membina rumah
tangga.
Perihal akad ini maka jelas akan disinggung pula perihal administrasi. Jika
dibuka kembali kitab-kitab fikih klasik, maka tidak akan ditemukan adanya
kewajiban pasangan suami istri untuk mencatatkan perkawinannya pada pejabat
negara. Dalam tradisi umat Islam terdahulu, perkawinan sudah dianggap sah bila
telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya. Hal ini berbeda dengan perkara
muamalah, yang dengan tegas Alquran memerintahkan untuk mencatatkannya.13
Dengan demikian, ketentuan mengenai pencatatan perkawinan baru diterapkan
13
Qs.Al-Baqarah [2]: 282
12
dalam masyarakat Islam pada masa modern dimana telah dilakukan pembaruan
hukum perkawinan.
Dalam khazanah klasik hanya dikenal adanya nikah sirri. Nikah sirri yang
dimaksudkan disini tentu berbeda dengan pengertian nikih sirri pada masa
sekarang. Nikah sirri dalam konteks kitab-kitab klasik dapat dilihat dari dua
pengertian. Pertama, adalah pernikahan yang tidak diumumkan pada khalayak
ramai, dengan cara memukul duff, atau pernikahan yang tidak menghadirkan
saksi atau karena kurangnya saksi. Dalam hal yang pertama, Imam al-Syafi‟i
menjelaskan tentang pentingnya kedudukan dua orang saksi dalam pernikahan. Ia
menjelaskan bahwa pernikahan yang tidak cukup saksinya tergolong ke dalam
pernikahan sirri. Pendapat ini diambilnya dari „Umar bin Khattab, yaitu ketika
„Umar mendatangi suatu pernikahan yang hanya disaksikan oleh satu orang saksi
laki-laki dan satu orang perempuan, dia menyatakan bahwa pernikahan ini
tergolong sirri., maka aku bisa merajam kamu bila dilanjutkan.14
Kedua, nikah yang tergolong nikah sirri adalah pernikahan yang tidak
diumumkan dengan daffi atau membakar sesuatu (sampai terlihat asap) sebagai
tanda adanya pernikahan. Nikah sirri dalam bentuk ini pernah dinyatakan oleh
Rasulullah Saw dan Umar bin Khathab, sebagaimana yang dijelaskan Sahnun ,
yaitu ketika Rasulullah Saw melewati suatu kaum, terdengar suara nyanyian lalu
Rasulullah pun bertanya ”Suara apa itu?” Kemudian Sahabat menjawab,
14
Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Idris Al-Syafi’i, al-Umm,(ttp:tp., tt), Kitab al-Nikah, Juz V, h.151.
13
“Pernikahan Seseorang”. Rasulullah Saw pun berkata, “Sempurnalah
agamanya. Tidaklah tergolong nikah sirri setelah ditabuh duff atau kelihatan
asap”.15
Pasangan Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat
mengambil keputusan bercerai, meskipun dalam ajaran Islam ada jalan
penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yang
meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi.16
Hal pertama suatu
pernikahan dianggap sirri karena tidak adanya saksi, sedangkan dalam hal yang
kedua pernikahan dianggap sirri ketika tidak ada pengumuman atas akad yang
telah dilakukan.
Dari penjabaran diatas dapat dimengerti bahwa Islam mengutamakan akan
kejelasan status pernikahan. Berangkat dari pernyataan tersebut, maka kini di
Indonesia, dan sebagian negara berpendudukan Muslim di dunia, mewajibkan
bagi calon pasangan suami istri yang akan melakukan pernikahan untuk
mendaftrar di lembaga tertentu ( KUA di Indonesia), dan pernikahannya tersebut
akan disaksikan dan dicatatkan oleh seorang penghulu.
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil
sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan
15
Imam Anas ibn Malik, al-Mudawanah al-Kubra,(Beirut: Dar al-Shadir, tth), Juz IV, h. 194. 16
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada
Media, 2004), h. 97.
14
perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk
menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang
jabatan Fungsional Penghulu dan angka kreditnya, salah satu tugas pokok
penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan.
Yaitu pengawasan pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan
nikah/rujuk, penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran
ketentuan nikah/rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan
muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.17
G. Review Studi Terdahulu
Dalam melakukan penelitian, penulis juga mencatut beberapa sumber
review studi terdahulu, yaitu :
1. Skripsi yang berjudul “Efektvitas Pencatatan Perkawinan Pada KUA
Kecamatan Bekasi Utara” yang ditulis oleh Isti Astuti Savitri pada tahun
2011 di fakultas syariah dan hukum. Dalam skripsi ini, Isti Astuti meneliti
pengaruh pencatatan perkawinan dengan angka perceraian yang terjadi di
kecamatan Bekasi Utara dengan cara membandingkan angka pasangan yang
17
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), h. 1.
15
melakukan pencatatan perkawinan dengan angka perceraian yang terjadi
dalam satu tahun terakhir. Sementara penulis dalam skripsi ini melihat peran
penghulu dalam mengurangi angka pereraian dengan menelisik pemenuhan
tugas-tugas penghul sesuai dengan perma yang berlaku;
2. Skripsi yang berjudul ”Peran dan Kontibusi BP4 dalam Membentuk
Keluarga Sakinah di KUA Tanah Abang” yang ditulis oleh Syarifudin pada
tahun 2011. Dalam skripsi ini, Syarifudin membahas keterkaitan antara BP4
dan juga keluarga sakinah dengan melihat peran dan kontribusi daripada
BP4 itu sendiri di KUA Tanah Abang, khususnya perihal kursus calon
pengantin. Sementara itu, dalam tulisan ini penulis tidak memabahas peran
BP4 sebagai suatu badan, melainkan peran individu penghulu terhadap
angka perceraian yang terjadi di KUA Karang Tengah. Selain itu penelitian
ini tidak saja melihat pemenuhan tugas pembinaan perkawinan yang
dilakukan sebelum perkawinan, melainkan juga pasca perkawinan.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai
hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut
dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini:
Bab Pertama, berisi pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum
dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang
16
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Kerangka Teori, Review Studi Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
Bab Kedua, berisi Pengertian penghulu, Tugas pokok penghulu, Jabatan
peghulu dan kegiatannya, Kompetensi penghulu, serta Pengetian dan Faktor –
faktor perceraian.
Bab Ketiga, berisi kondisi wilayah KUA Karang Tengah Tangerang yang
mencakup letak geografis wilayah, kedudukan, tugas dan wewenang, serta
struktur organisasi KUA Karang Tengah Tangerang.
Bab Keempat, berisi data perceraian di KUA Karang Tengah, Keterlibatan
Penghulu dalam Mengurangi Perceraian, serta Analisis penulis.
Bab Kelima, berisi Penutup, Kesimpulan, Saran-saran.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGHULU DAN PERCERAIAN
A. Pengertian Penghulu
Dalam adat Minangkabau, komunitas adat tertumpu pada suku (klan). Suku
atau kaum merupakan abungan keluarga yang berasal dari nenek yang sama dari
pihak ibu. Suku dipimpin oleh seorang penghulu suku yang bergelar datuk.
Biasanya dalam suatu nagari (setingkat desa sekarang) berdiam dua atau lebih
suku. Kepemimpinan nagari dipegang secara kolektif diantara penghulu suku,
dimana salah seorangnya ditunjuk sebagai penghulu “andiko” (berasal dari kata
sansekerta “andhika” artinya utama).1
Penghulu merupakan bentuk kepemimpinan masyarakat di Indonesia. Kata
penghulu berasal dari kata hulu yang diberikan awal pe. Kata hulu merujuk pada
sumber atau awal sebagaimana kata hulu sungai. Sementara awalan pe-
merupakan pembentuk kata benda. Jadi penghulu adalah orang yang dituakan
untuk menjadi pemimpin.2
Kata penghulu memiliki beragam makna dalam masyarakat di Indonesia.
Bagi masyarakat Minang kata penghulu identik dengan kepala suku yang
memiliki kewenangan untuk mengatur kemenakan dan harta pusaka. Tapi di
beberapa tempat kata penghulu bisa memiliki makna yang jauh berbeda. Dalam
1 Ibn Qayim Ismail, Kiai Penghulu Jawa, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 8
2 Ibn Qayim Ismail, Kiai Penghulu Jawa, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 10
18
masyarakat melayu lainnya, kata penghulu biasanya merujuk pada ketua
kampung. Dulu kepala kampung tunduk langsung berada di bawah sultan.
Berbeda dengan penghulu di Minang yang relatif independen dari pengaruh Raja
di Pagaruyung. Makna yang jauh berbeda ditemui di Jawa, penghulu identik
dengan orang atau pejabat yang berwenang melakukan akad nikah. Di daerah
lain biasanya menggunakan kata qadi (hakim) untuk jabatan tersebut.
Ketika zaman colonial Belanda, istilah penghulu juga digunakan untuk
menyebut pemimpinan “gerombolan” melayu. Biasanya dalam setiap
pertempuran pasukan Belanda membawa serta gerombolan melayu yang bertugas
untuk melakukan pekerjaan kasar seperti mengangkut perlengkapan atau logistic
prajurit. Kata penghulu juga digunakan untuk menyebut mandor pekerja rodi.
Bahkan digunakan untuk menyebut petugas yang menangani komoditas tertentu
seperti kopi. Pada zaman Belanda ini, istilah penghulu lebih bernada negative
karena merujuk sebagai pejabat atau orang-orang yang diangkat oleh Belanda.3
Penghulu dalam Bahasa Melayu Kuno sama dengan pa`hulu, dalam Bahasa
Minang sama dengan panghulu, yang secara maknanya orang yang disebut
dengan penghulu berkedudukan setara dengan raja atau sama dengan datuk.
Setelah masuknya pengaruh Islam, sebutan penghulu juga digunakan untuk
3 Ibn Qayim Ismail, Kiai Penghulu Jawa, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 15
19
seseorang yang bertugas atau berwenang dalam legalitas suatu pernikahan dalam
agama Islam atau Penghulu Nikah, sebutan lainnya Tuan Kadhi4
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil
sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk
menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.5
Dalam Permen PAN Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005, dalam SKB Menag
RI dan Kepala BKN Nomor 20 dan 14A Tahun 2005, Penghulu adalah PNS
sebagai PPN yang diberitugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh Menag atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan NR menurut agama Islam
dan kegiatan kepenghuluan.6
Dalam PMA 11 Tahun 2007, Penghulu adalah pejabat fungsional PNS
yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan pengawasan
NR menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.7
Dalam Perpres RI Nomor 73 Tahun 2007, Penghulu adalah Pegawai
Pencatat Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.8
4 Ibn Qayim Ismail, Kiai Penghulu Jawa, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 82.
5 Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2005.
6 Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No.62 Tahun 2005.
7 Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007.
20
Jabatan Penghulu PNS yang diangkat dalam jabatan Penghulu tidak dapat
menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan fungsional lain maupun jabatan
struktural. Penghulu dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala KUA.
B. Tugas Pokok Penghulu
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang
jabatan Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok
penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan, pengawasan
pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/rujuk, penasihatan dan
konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk,
pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan
keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan
pengembangan kepenghuluan.9
Sedangkan tugas pokok penghulu menurut PMA Nomor 11 Tahun 2007
meliputi :
1. Pasal 3 ayat (1): PPN sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat(l) dapat
melaksanakan tugasnya dapat diawali oleh Penghulu atau Pembantu PPN;
8 Peraturan Presiden RI No.73 Tahun 2007.
9 Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), h.
1.
21
2. Pasal 4: Pelaksnaan tugas Penghulu dan Pembantu PPN sebagimana di atur
dalam pasal 3 ayat (1) dilaksanakan atas mandat yang diberikan oleh PPN.10
Propesi penghulu yang ternyata turut memberikan andil dalam
pembangunan keluarga sejahtera. Bahkan, dalam struktur terbarunya, penghulu
juga ditekankan untuk menjalin hubungan lintas sektoral dengan aparat dan
masyarakat dalam bidang-bidang yang menjadi tugas pokok dan fungsi
kepenghuluan.11
C. Jabatan Penghulu dan Kegiatannya
Penghulu adalah pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk
menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan pada KUA Kecamatan
bersama dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Tugas pelayanan nikah sebelum
terbitnya regulasi tentang jabatan fungsional penghulu dilaksanakan oleh PPN
dibantu oleh wakil PPN. PPN dijabat oleh Kepala KUA yang merupakan pejabat
struktural dan Wakil PPN adalah staf yang mendapatkan SK untuk melaksanakan
tugas pengawasan nikah/rujuk berdasarkan agama Islam, wakil PPN bukan
merupakan jabatan fungsional.
10
Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007. 11
Nurul Huda Haem, Awas Illegal Wedding dari penghulu liar hingga perselingkuhan,
(Jakarta: Pt Mizan Publika, 2007), h. 128.
22
Dalam rangka meningkatkan status pejabat pelaksana pencatatan nikah,
berdasarkan KEP/42/M.PAN/4/2004 semua Kepala KUA dan wakil PPN
diinpassing kedalam jabatan fungsional penghulu, dengan katagori penghulu ula,
penghulu wustha dan penghulu ulya.
Terbitnya Peraturan Menpan nomor : PER/62/M.PAN/6/2005 merubah
jabatan fungsional penghulu menjadi Penghulu Pertama, penghulu Muda dan
Penghulu Madya.12
1. Penghulu Pertama13
Penghulu pertama adalah jabatan penghulu yang paling rendah, karena
dari itu tugas-tugasnya pun masih merupakan tugas yang mendasar dan dapat
dikelompokan menjadi beberapa bidang sebagai berikut :
a. Pendidikan, meliputi: Pendidikan sekolah dan memperoleh Ijazah/gelar;
Pendidikan dan Pelatihan (diklat) fungsional kepenguluan dan memperoleh
Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP), Pendidikan dan
pelatihan Prajabatan dan memperoleh sertifikat.
b. Pelayanan dan Konsultasi Nikah/Rujuk, meliputi: Perencanaan kegiatan
kepenghuluan; Pengawasan pencatatan nikah/rujuk, Pelaksanaan pelayanan
nikah/rujuk, Penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk, Pemantauan
pelanggaran ketentuan nikah/rujuk, Pelayanan fatwa hukum munakahat dan
12
Zainal Fatah, Penghulu dan angka kreditnya, (Semarang: Kementerian Agama, 2015), h. 11. 13
Iskandar Bunyamin, Panuan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), h. 3.
23
bimbingan muamalah; Pembinaan keluarga sakinah; Pemantauan dan
evaluasi kegiatan kepenghuluan.
c. Pengembangan Kepenghuluan, meliputi: Pengkajian masalah hukum
munakahat (bahsul masail munakahat dan ahwal as syakhsiyah),
Pengembangan metode penasihatan, konseling dan pelaksanaan
nikah/rujuk, Pengembangan perangkat dan standar pelayanan nikah/rujuk,
Penyusunan kompilasi fatwa hukum munakahat, dan Koordinasi kegiatan
lintas sektoral di bidang kepenghuluan.
d. Pengembangan Profesi, meliputi: Penyusunan karya tulis/karya ilmiah di
bidang kepenghuluan dan hukum Islam, Penerjemahan/penyaduran buku
dan karya ilmiah di bidang kepenghuluan dan hukum Islam, Penyusunan
pedoman/petunjuk teknis kepenghuluan dan hukum Islam, dan Pelayanan
konsultasi kepenghuluan dan hukum Islam.
e. Penunjang Tugas Penghulu, meliputi: Pembelajaran dan atau pelatihan di
bidang kepenghuluan dan hukum Islam, Keikutsertaan dalam seminar,
lokakarya atau konferensi, Keanggotaan dalam organisasi profesi
Penghulu, Keanggotaan dalam tim jabatan fungsional Penghulu,
Keikutsertaan dalam kegiatan pengabdian masyarakat, Keanggotaan dalam
delegasi misi keagamaan, Perolehan penghargaan/tanda jasa, Perolehan
gelar kesarjanaan lainnya.
24
2. Penghulu Muda14
Penghulu muda merupakan jabatan menengah daripada jabatan
fungsional penghulu, bagi seorang Penghulu Muda terdaat 32 kegiatan yang
merupakan tugas utamanya.
Disamping 20 kegiatan dari penghulu pertama, kegiatan penghulu muda
ditambah dengan meneliti kebenaran data calon pengantin, wali nikah dan
saksi nikah di balai nikah maupun di luar balai nikah, meneliti data pasangan
rujuk dan saksi, melakukan penetapan dan atau penolakan kehendak
nikah/rujuk dan menyampaikannya, menganalisis kebutuhan konseling/
penasihatan calon pengantin.
Dalam hal konseling atau tugasnya dalam melakukan pembinaan
perkawinan, penghulu muda memiliki beberapa tugas yaitu menyusun materi
dan desain konseling/penasihatan calon pengantin, mengarahkan/ memberikan
materi konseling/penasihatan calon pengantin, mengevaluasi rangkaian
kegiatan konseling/penasihatan calon pengantin, mengidentifikasi dan
menverifikasi dan memberikan solusi terhadap pelanggaran ketentuan
nikah/rujuk, menyusun monografi kasus, menyusun jadwal
konseling/penasihatan nikah/rujuk, mengidentifikasi permasalahan hukum
munakahat, menyusun materi bimbingan muamalah, membentuk kader
pembimbing muamalah, mengidentifikasi kondisi keluarga sakinah II dan
14
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), h. 4.
25
sakinah III, menyusun materi pembinaan keluarga sakinah, menyusun materi
bahtsul masail munakahat dan ahwal as syakhsiyyah, melakukan uji coba hasil
pengembangan metode penasihatan/konseling dan pelaksanaan serta
pengembangan perangkat dan standar pelaayanan nikah/rujuk.15
3. Penghulu Madya16
Penghulu madya merupakan jabatan fungsional penghulu yang paling
tinggi tingkatannya apabila dibandingkan dengan jabatan penghulu pertama
dan penghulu muda. Tugas penghulu madya tidak lagi sekedar tugas – tugas
dasar seperti yang dimiliki oleh penghulu pertama.
Bagi Penghulu Madya terdapat 32 kegiatan yang merupakan tugas
pokok dari penghulu madya. Tugasnya disamping kegiatan yang telah
disebutka dalam tugas Penghulu Muda, ditambah dengan kegiatan
menganalisis kasus dan problematika rumah tangga, mengidentifikasi
pelanggaran peraturan perundang-undangan, mengamankan dokumen
nikah/rujuk, melakukan telaahan dan pemecahan masalah pelanggaran
ketentuan nikah/rujuk, melaporkan kepada pihak yang berwenang,
menganalisis dan menetapkan fatwa hukum.
15
Zainal Fatah, Penghulu dan angka kreditnya, (Semarang: Kementerian Agama, 2015) h. 21 16
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), h. 7
26
Selain itu, penghulu madya juga bertugas untuk melakukan tugas dan
identiikasi dan analisis yang meliputi mengidentifikasi kondisi keluarga
sakinah III plus, menganalisis bahan/data pembinaan keluarga sakinah.
Seorang penghulu madya juga melakukan beberapa tugas yang
berkaitan dengan pengembangan sistim baik dalam konseling, pelayanan
maupun pengambangan hukum perkawinan.
Diantaranya adalah seperti mengembangkan metode
penasihatan/konseling dan pelaksanaan nikah/rujuk, merekomendasikan hasil
pengembangan metode penasihatan/konseling pelaksanaan nikah/rujuk,
mengembangkan perangkat dan standar pelayanan nikah/rujuk,
merekomendasikan hasil pengembangan perangkat dan standar pelayanan
nikah/rujuk, mengembangkan sistim pelayanan nikah rujuk, mengembangkan
instrumen pelayanan nikah/rujuk, menyusun kompilasi fatwa hukum
munakahat.17
D. Kompetensi Penghulu
Untuk mampu melaksanakan tugas sebagaimana yang diuraikan diatas
maka seorang Penghulu sebagai suatu jabatan Fungsional harus memiliki
kompetensi sebagai berikut:
17
Zainal Fatah, Penghulu dan angka kreditnya, (Semarang: Kementerian Agama, 2015) h. 21.
27
1. Unsur Utama
Unsur utama terdiri dari: pendidikan, pelayanan dan konsultasi nikah/rujuk,
pengembangan kepenghuluan, dan pengembangan profesi Penghulu. Unsur ini
meliputi poin poin penting daripada kemampuan dasar yang harus dimiliki
oleh seorang penghulu.
2. Unsur Penunjang
Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas
Penghulu. Berdasarkasn pasal 6 angka 5 Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor: PER/62/M.PAN/6/2005 penunjang tugas Penghulu
meliputi:
a. Pembelajaran dan atau pelatihan dibidang kepenghuluan dan hukum Islam;
b. Keikutsertaan dalam seminar, lokakarya, atau konferensi;
c. Keanggotaan dalam organisasi profesi penghulu;
d. Keanggotaan dalam tim penilai jabatan fungsional penghulu;
e. Keikutsertaan dalam kegiatan pengabdian masyarakat;
f. Keanggotaan dalam delegasi misi keagamaan;
g. Perolehan penghargaan/tanda jasa, dan
h. Perolehan gelar kesarjanaan lainnya.
28
E. Pengertian dan Syarat Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian dalam bahasa Arab adalah thalaq, yang mengandung arti
melepas atau membuka simpul.Menurut istilah fiqh, thalaq disebut pula
hkulu’, makna aslinya menanggalkan atau membuka sesuatu jika yang minta
cerai itu pihak istri.Walaupun perceraian itu diperbolehkan, tetapi menurut
Qur’an suci dan Hadits terang sekali bahwa hak itu baru boleh dilakukan
dalam keadaaan luar biasa.
Al-Qur’an memberi bermacam-macam usaha guna menghindari
perceraian.Atas dasar ajaran Qur’an semacam itulah Muhammad SAW
menyebut perceraian sebagai barang halal yang paling tidak disukai oleh
Allah.
Kesan umum seakan-akan orang Islam boleh menceraikan istrinya
dengan sewenang-wenang, ini hanyalah memutar balikkan undang-undang
Islam yang terang-benderang tentang perceraian.
Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.18
Perkawinan sebagai ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga bahagia, sejahtera, kekal abadi berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
18
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 1989), h.42.
29
Perkawinan dapat putus karena : kematian, perceraian, atas keputusan
pengadilan. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 38 Undang-Undang
Perkawinan.19
Perceraian biasa disebut “cerai talak” dan atas keputusan pengadilan
disebut “cerai gugat”. Cerai talak perceraian yang dijatuhkan oleh seorang
suami kepada istrinya yang perkawinannya dilaksanakan menurut agama
islam (Pasal 14 PP No. 9/1975). Cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan
oleh seorang istri yang melakukan perkawinan menurut agama islam dan oleh
seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan perkawinannya menurut
agamanya dan kepercayaan itu selain agama Islam (penjelasan Pasal 20 ayat
(1) PP No. 9/1975). Cerai talak dan cerai gugat hanya dapat dilakukan di
depan Sidang Pengadilan (Pasal 39 ayat (1) PP No. 9).
Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89), sebelum putusan
akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan
Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera, misalnya:
a. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
b. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika
suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
c. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya
diberikan oleh suami.
19
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991), h.116.
30
d. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan
dan pendidikan anak.
e. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang
menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan
harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.
Asas perceraian yang diuraikan di dalam Al-Qur’an, yang besar
kecilnya mencakup segala macam sebab, adalah keputusan suami-isteri untuk
memutus ikatan perkawinan karena mereka tidak sanggup lagi hidup bersama
sebagai suami-isteri.
Sebenarnya, perkawinan itu tiada lain hanyalah suatu perjanjian untuk
hidup bersama sebagai suami-isteri, dan apabila masing-masing pihak tidak
setuju dan tidak cocok lagi untuk hidup bersama, maka perceraian tidak dapat
ditunda lagi.
Ini bukanlah berarti setiap percekcokkan diantara mereka akan
mengakibatkan perceraian, hanya tidak adanya kesanggupan untuk hidup
bersama sebagai suami-isteri sajalah yang menyebabkan ditempuhnya
perceraian.20
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 231 menyatakan:21
20
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), h. 25-27. 21
Abdul Wahab Abd Muhaimin, Ayat-ayat Perkawinan Dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu
Katsir, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), h. 27.
31
(٣٢ ١ :البقرة)
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka
mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang
ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).
janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena
dengan demikian kamu Menganiaya mereka[145]. Barangsiapa berbuat
demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah
nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu
Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran
kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada
Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Jika sebuah rumah tangga yang didalamnya terjadi percekcokan yang
berkepanjangan, maka dalam diri suami/isteri terdapat dua hal yang
bertentangan. Pertama, bahaya cekcok yang berkepanjangan dalam rumah
tangga, ini jelas bertentangan dengan tujuan perkawinan yaitu dalam rangka
mencapai sakinah (ketentraman), dan kedua, bahaya percerain yang juga
bertentangan dengan tujuan perkawinan.Dalam kondisi yang demikian, jika
bahaya percaraian lebih ringan di bandingkan dengan cekcok yang
32
berkepanjangan, maka seseorang dibolehkan bercerai demi menghindar dari
bahaya yang lebih besar.Sebaliknya, jika menurut pertimbangan bahwa
bahaya perceraian lebih besar daripada cekcok rumah tangga karena masih
dapat didamaikan, maka perceraian tidak boleh dilakukan.
Dengan demikian syariat sebenarnya bertujuan untuk memperkecil
jumlah perceraian. Jika hal ini dihubungkan dengan pelaksanaan perceraian
yang terjadi di Indonesia khususnya bagi umat Islam perceraian hanya dapat
dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama. Setelah Pengadilan Agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, maka
hal itu tidak bertentangan dengan syariat islam, karena jika dilihat dari esensi
aturan ini, bertujuan untuk memperkecil jumlah perceraian, serta mencegah
kesewenang-wenangan kaum laki-laki dalam hal Perceraian.22
2. Syarat-syarat Perceraian
Syarat-syarat perceraian termaktub dalam pasal 39 Undang-undang
perkawinan terdiri dari 3 ayat, yaitu23
:
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak;
22
Sri Mulyati, Relasi Suami Iteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004), h. 15-16. 23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009),
h.227.
33
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri;
c. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Putusan perceraian harus didaftarkan pada Pegawai Pencatatan Sipil di
tempat perkawinan itu telah dilangsungkan. Mengenai perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri, pendaftaran itu harus dilakukan pada Pegawai
Pencatatn Sipil di Jakarta. Pendaftaran harus dilakukan dalam waktu enam
bulan setelah hari tanggal putusan hakim. Jikalau pendaftaran dalam waktu
yang ditentukan oleh undang-undang dilalaikan, putusan perceraian
kehilangan kekuatannya, yang berarti, menurut undang-undang perkawinan
masih tetap berlangsung.
F. Sebab dan Akibat Perceraian
1. Sebab Perceraian
Suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-
masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.
34
Karena itu, undang-undang ini juga menganut asas atau prinsip
mempersulit terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus
ada alasan-alasan tertentu serta dilakukan di depan sidang pengadilan.24
Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1997 menyatakan
Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami-istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan persengketaan
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
24
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.
268.
35
Dari alasan-alasan yang ditentukan pasal 19 ini dapat dipahami bahwa
ikatan nikah yang idealnya kekal abadi diberi peluang terputusnya dengan
perceraian.25
2. Akibat dari Perceraian
Undang-undang Perkawinan mengatur dengan tuntas tentang kedudukan
harta benda di dalam perkawinan. Ketentuan yang terdapat di dalam pasal 37
Undang-undang Perkawinan menegaskan bahwa bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.26
Menurut pasal 35, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 harta benda
dalam perkawinan ada yang disebut harta bersama yakni harta benda yang
diperoleh selama perkawinan berlangsung. Disamping ini ada yang disebut
harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan sepanjang para pihak tidak
menentukan lain. Karena itu pasal 36 menetukan bahwa harta bersama suami
atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedang
mengenai harta bawaan dan harta diperoleh masing-masing sebagai hadiah
atau warisan, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
25
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.
120. 26
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 1989), h. 122.
36
Menurut penjelasan pasal 35, apabila perkawinan putus maka harta
bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Disini tidak
dijelaskan perkawinan putus karena apa. Karena itu perkawinan putus
mungkin karena salah satu pihak mati, mungkin pula karena perceraian. Akan
tetapi pasal 37 mengaitkan putusnya perkawinan itu karena perceraian yakni
apabila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing
menurut penjelasan pasal 37 ini ialah hukum agama, hukum adat dan hukum
lain-lainnya. Apa yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing pada
penjelasan pasal 35 adalah sama dengan pasal 37.
Sementara itu, akibat dari perceraian terhadap anak yang masih di
bawah umur juga menyangkut masalah perwalian.
Masalah perwalian diatur dalam Pasal 220 dan Pasal 230. Dengan
bubarnya perkawinan maka hilanglah kekuasaan orang tua, terhadap anak-
anak dan kekuasaan ini diganti dengan suatu perwalian. Mengenai perwalian
ini terdapat ketentuan-ketentuan seperti berikut :
1) Setelah oleh hakim dijatuhkan putusan di dalam hal perceraian ia harus
memanggil bekas suami istri dan semua keluarga sedarah dan semenda
dari anak-anak yang belum dewasa untuk didengar tentang pengangkatan
seorang wali. Hakim kemudian menetapkan untuk tiap anak siapa dari
antara dua orang tua itu yang harus menjadi wali. Hakim hanya dapat
37
menetapkan salah satu dari orang tua. Siapa yang ditetapkan itu terserah
kepada hakim sendiri.
2) Jika setelah perceraian mempunyai kekuatan mutlak, terjadi sesutau hal
yang penting, maka atas permintaan bekas suami atau istri, penetapan
pengangkatan wali dapat diubah oleh hakim.
Lalu, hal-hal yang mengatur mengenai keuntungan bagi anak-anak
terdapat dalam passal 231. Dengan perceraian hubungan suami istri terputus,
tetapi hubungan dengan anak-anak tidak. Maka, sudah sepantasnya jika segala
keuntunhan bagi anak-anak yang timbul berhubungan dengan perkawinan
orang tuanya tetap ada. Keuntungan hak waris atau dari perjanjian kawin,
umpamanya jika pada perjanjian kawin ditentukan sesuatu keuntungan bagi si
istri maka jika si istri ini meninggal maka anak-anak berhak atas keuntungan
yang dijanjikan kepada ibunya.
Selain itu, undang – undang pun menyebutkan hal – hal lain pasca
perceraian yaitu:
a. Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan
mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan member keputusannya.
b. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya
38
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul niaya tersebut .
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri
(Pasal 41 UU No. I. 1974).
Dari penjabaran uraian diatas, dapat diketahui bahwa perceraian
memiliki banyak dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Untuk itu, pencegahan perceraian pun harus diupayakan baik dari sisi internal
suami istri, maupun dari pihak eksternal dalam hal ini pemerintah dan
masyarakat.
Perceraian memang dibolehkan dalam Islam, namun itu merupakan opsi
terakhir yang hanya dapat dilakukan apabila sudah tidak ditemukan jalan
keluar lain. Pasca perceraian pun mantan suami istri ini tetap harus membagi
pertanggung jawaban baik atas harta maupun anak dengan adil dan dengan
cara yang sesuai dengan syariat Islam.
39
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG KUA KECAMATAN KARANG TENGAH
KOTA TANGERANG
A. Letak Geografis
Kecamatan Karang Tengah merupakan salah satu dari 13 Kecamatan yang
ada di Kabupaten Tangerang. Dengan luas wilayah (+_ ) 163, 59 Ha. Kecamatan
Karang Tengah terdiri dari 7 Desa/ Kelurahan, 74 RW dan 359 RT. Adapun 7
Desa/ Kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan Karang Tengah yaitu Desa
Karang Mulya, Desa Karang Tengah, Desa Karang Timur, Desa Pondok Pucung,
Desa Pedurenan, Desa Parung Jaya, Desa Pondok Bahar.
Kecamatan Karang Tengah berbatasan dengan kecamatan cipondoh di
Utara, Kecamatan Ciledug di Selatan, Kecamatan Pinang di sebalah barat, dan
Kecamatan Kembangan di sebelah timur. Masyarakat Karang Tengah terdiri dari
masyarakat pendatang dari luar daerah. Mayoritas masyarakatnya adalah
transmigran yang bekerja di Jakarta atau Tangerang.
B. Kedudukan
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Depag yang
melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama Islam, di wilayah
Kecamatan (KMA No.517/2001 dan PMA No.11/2007). Dikatakan sebagai unit
kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat.
40
Keberadaan KUA dinilai sangat urgen seiring dengan keberadaan
Kemenag. Fakta sejarah juga menunjukan kelahiran KUA hanya berselang
sepuluh bulan dari kelahiran Kemenag, tepatnya tanggal 21 Nopember 1946. Ini
sekali lagi, menunjukan peran KUA sangat strategis, bila dilihat dari
keberadannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama yang
memerlukan pelayanan bidang urusan agama Islam. Konsekuensi dari peran itu,
secara otomatis aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri
dengan menyelenggarakan manajemen kearsipan, administrasi surat-menyurat
dan statistik serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, KUA juga dituntut
betul-betul mampu menjalankan tugas dibidang pencatatan nikah dan rujuk (NR)
secara apik.1
Kantor urusan agama kecamatan berperan dalam melaksanakan tugas
umum pemerintahan dalam bidang pembangunan keagamaan (Islam) dalam
wilayah kecamatan. Melaksanakan tugas – tugas pokok KUA dalam pelayanan
munakahat, perwakafan, zakat, ibadah sosial, kepenyuluhan dan lain-lain,
membina badan / lembaga semi resmi seperti MUI, BAZ, BP4, LPTQ dan tugas
lintas sektoral di wilayah kecamatan.2
Berdasarkan keputusan Menteri Agama Nomor :517 Tahun 2001 tentang
Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kedudukan KUA
Kecamatan adalah instansi vertical Departement Agama yang berbeda dibawah
1 Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, (- : Salimunazzam, 2007) h. 5.
2 Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah, Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, (Jakarta: Departemen Agama RI,2004) h. 25.
41
dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten Kota.
Memasuki Era Reformasi dengan adanya undang-undang No. 22 Th 1999
tentang ekonomi daerah pada tingkat kecamatan ada penghapusan dinas/ jawatan
vertical dirubah menjadi UPK (Unit Pelaksana Kecamatan) dibawah camat.
Dengan demikian tugas Kantor Urusan Agama semakin berat dan berdasarkan
kepres ada tiga tugas pokok:
1. Bidang administratif kantor
2. Nikah, Rujuk dan Pembinaan bimbingan kerumah tanggaan
3. Bidang ibadah sosial harus mengadakan pembinaan, penyelesaian,
penerangan situasi, kemasjidan, perwakafan dan lain sebagainya.3
Bagian dari pernikahan , ialah badan penasehatan pembinaan dan
pelestarian perkawinan (BP4). Tujuannya untuk menciptakan rumah tangga yang
sakinah, mawwadah, dan rahmah. Bagi rumah tangga yang sedang krisis
diberikan bimbingan, nasehat-nasehat, pandangan dan lain sebagainya
diusahakan dan diupayakan untuk rukun kembali dijaga jangan sampai terjadi
perpecahan dan perceraian, apalagi yang sudah memiliki keturunan.4
Jadi BP4 dalam tugasnya selain dari pada memberikan bimbingan kepada
calon pengantin juga memberikan penjelasan bagi mereka yang sedang krisis
dalam rumah tangganya. Tujuannya ialah untuk mengurangi dan mencegah
3 KUA Kecamatan Karang Tengah, Laporan dan Evaluasi Kerja Kantor Urusan Agama
Kecamatan Karang Tengah, Tahun 2013. h.7 4 Muchtar Ilyas, Motivator Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama, 2007), h. 80.
42
terjadinya perceraian, mencegah poligami yang tidak bertanggung jawab,
perkawinan di bawah umur, dan perkawinan di bawah tangan (Nikah Sirri).
BP4 adalah suatu organisasi yang bersifat prifer, sebagai penunjang
sebagian tugas Kemenag dalam bidang penasehatan perkawinan, dan pembinaan
keluarga/ rumah tangga. Adapun kepengurusan BP4 terdiri unsur pemerintahan,
tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya.5
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi KUA Karang Tengah , maka
ditetapkan visi ‘’Terwujudnya Keluarga muslim Kota Tangerang yang beriman,
bertaqwa dan berakhlaqul karimah’’.
Visi ini dijabarkan dalam misi KUA Karang Tengah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pelayanan ketata usahaan
2. Meningkatkan kualitas administrasi keuangan
3. Meningktkan kualitas pelayanan teknis dan administrasi nikah/ rujuk
4. Meningkatkan kualitas pelayanan keluarga sakinah
5. Meningkatkan kualiatas pelayanan bimbingan sosial
6. Meningkatkan kualitas pelayanan kemitraan umat
7. Menigkatkan kualitas pelayanan produksi halal
Visi ini menjelaskan perihal tujuan utama dari keberadaan KUA Karang
Tengah itu sendiri. Apabila ditarik sebuah benang merah, maka kesimpulan dari
5 KUA Kecamatan Karang Tengah, Laporan dan Evaluasi Kerja Kantor Urusan Agama
Kecamatan Karang Tengah, Tahun 2013. h.8-9
43
visi yang dijabarkan oleh KUA Karang Tengah ini adalah menyangkut perihal
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat baik dari sisi administasi
maupun pelayanan pembinaan pernikahan
C. Tugas dan Wewenang
1. Mengawasi, mencatat Nikah, Talak, dan Rujuk serta mendaftar cerai talak dan
gugat atau dalam bidang NTCR.6
Bedasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 2 Tahun
1990 Pasal 2 ayat (1). PPN adalah tugasnya mengawasi dan atau mencatat
nikah dan rujuk serta mendaftarkan cerai talak dan cerai gugat dibantu oleh
pegawai KUA Kecamatan.
Mengenai Tugas Pegawai KUA Kecamatan juga tertulis dalam UU
No. 22 Tahun 1946 Pasal 1 ayat (2), yang berhak melakukan pencatatan dan
pengawasan atas nikah dan pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya
pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk untui
itu.
2. Menerima Pemberitahuan kehendak nikah, meneliti persyaratan nikah
(suratketerangan untuk nikah (N1), surat Keterangan asal-usul (N2),
Persetujuan mempelai (N3), Surat keterangan izin orang tua (N4).
6 Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, (- : Salimunazzam, 2007) h. 15.
44
3. Dalam hal meneliti dann memeriksa data-data calon pengantin maka PPN
harus memeriksa sekalian data yang masuk dari kelurahan juga memeriksa
data-data lama atau mengecek ulang data-data yang sudah dilaksanakan
pernikahannya agar tidak terjadi kesalahan terhadap pemeriksaan data.
4. Tidak dibolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan pernikahan
apabila mengetahui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh calon mempelai,
apabila setelah dilakukan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan, baik persyaratan menurut hukum Islam
maupun persyaratan menurut perundang-undangan yang berlaku, maka PPN
harus menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat
penolakan kepada yang bersangkutan serta alasan-alsannya.
5. Kepala KUA Kecamatan adalah juga sebagai pejabat pembuat akta ikrar
wakaf (PPAIW).
6. Tugas KUA sebagaimana dijelaskan dalam PMA No. 2 tahun 1990 tentang
kewajiban PPN, Pasal 9ayat (1-6) dan pasal 10 (1-3), yaitu :
a. Hasil pemeriksaan nikah ditulis dan ditandatangani oleh PPN atau
Pembantu PPN dan mereka yang berkepentingan dalam daftar pemeriksaan
nikah menurut model NB.
b. Pembantu PPN membuat daftar pemeriksaan nikah rangkap dua, sehelai
dikirim kepada PPN yang mewilayahi beserta surat-surat yang diperlukan
dan sehelai lainnya disimpan.
45
c. Calon suami, calon istri dan wali nikah yang masing-masing mengisi daftar
pemeriksaan nikah sebgaimana dimaksud pada ayat (1) pada ruang II, III,
IV sedang ruang yang lainnya diisi oleh PPN atau Pembantu PPN.
d. Apabila mereka tidak dapat menulis, maka ruang I, III dan IV
sebagaimana dimaksud ayat (3) diisi oleh PPN.
e. Pengiriman lembar pertama daftar pemeriksaan nikah sebagaimana
dimaksud ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 15 hari sesudah akad
nikah dilangsungkan.
f. Apabila lembar pertama daftar pemeriksaan nikah itu hilang, maka oleh
pembantu PPN dibuat salinan dari daftar kedua dengan berita acara Sebab-
sebab hilangnya lembar pertama tersebut.
g. Melakukan pencatatan itsbat nikah.
h. Berwenang menjadi wali hakim.7
D. Stuktur Organisasi
Adapun struktur organisasi yang ada di KUA Kecamatan Karang Tengah
adalah kep. Men Ag (Keputusan Menteri Agama) No. 517 Tahun 2001 tentang
Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kedudukan KUA
7 M. Soleh, PPN KUA Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Karang Tengah, Senin 28
September 2015.
46
Kecamatan adalah instansi vertikal Departement Agama yang berbeda di bawah
dan tanggung jawab langsung Kepala Kantor Departement Agama Kabupaten/
Kota. Oleh Karena itu, struktur organisasi KUA Kecamatan Karang Tengah
adalah sebagai berikut8 :
DATA KEPEGAWAIAN KUA KECAMATAN KARANG TENGAH
TAHUN ANGGARAN 20159
NO N A M A NIP GOL POS
1. Drs. H. ABD. Mukti 195801061985031002 VI/a Kepala
KUA
2. H. Burhanudin S, Ag 197206262000031002 VI/a Penghulu
Madya
3. M. Soleh 197005222000031002 VI/a Penghulu
Madya
4. Dedi Abd. Aziz S, Ag 197001121993931001 III/d Penghulu
Muda
5. jawiyah 196703041990031001 III/b Pelaksana
6. Yusrizal, S.s 197904212006041019 III/a Pelaksana
7. Ina Maelufah S.pd.I - - Honorer
8KUA Kecamatan Karang Tengah, Laporan dan Evaluasi Kerja Kantor Urusan Agama
Kecamatan Karang Tengah, Tahun 2013-2014. 9Profil KUA Karang Tengah Kota Tangerang.
47
8. Abdul Aziz - - Honorer
9. Aida Hamdayati S.pd.i - - Honorer
10. Hj.Neneng Sumiati M.pd 196108241989032003 IV/a Penyuluh
11. Yuli Astuti - III/a Penyuluh
12. Maman Supriatman - - Pengawas
13. Rusli M.pd - - Pengawas
Dari data pegawai diatas diketahui bahwa jumlah pegawai yang bekerja
di KUA Karang Tengah berjumlah sebanyak 13 orang yang terdiri dari
delapan pegawai negeri yang meliputi empat penghulu, dua pelaksana, serta
dua penyuluh, dan lima pegawa non PNS yang meliputi dua pengawas dan
tiga pegawai honorer.
Meskipun jumlah pegawainya hanya terbatas kepada 13 orang, namun
hingga tahun ini KUA Karang Tengah telah mampu menurunkan angka
perceraian dengan mengoptimalkan pegawai – pegawai yang ada.
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Perceraian di KUA Karang Tengah
Secara umum tingkat perceraian di KUA Karang Tengah masih terbilang
tinggi meskipun sudah dilakukan upaya dan terobosan oleh penghulu untuk
menekan angka perceraian tersebut. Masyarakat masih banyak yang melakukan
perceraian tanpa melihat dampak yang akan terjadi serta akan ditimbulkan oleh
sebuah perceraian tersebut. Hal ini merupakan masalah dalam masyarakat yang
perlu dipecahkan.
Ketika terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak, Islam tidak langsung
menganjurkan suami istri untuk mengakhiri perkawinan, tetapi dilakukan terlebih
dahulu musyawarah. Di dalamnya, bisa saja suami istri membahas permasalahan
diantara keduanya terlebih dahulu, sehingga sebab-sebab terjadinya
kesalahpahaman bisa diatasi.1
Pada dasarnya perceraian memang tidak dilakukan di KUA, tetapi
penghulu dari pihak KUA menghimbau masyarakat ketika ingin bercerai datang
terlebih dahulu ke KUA untuk meminta petunjuk kepada Penghulu sehingga bisa
memberikan jalan keluar.2
1Melanie P. Meija, Gender Jihad: Muslim Women, Islamic Jurisprudence, and Women’s
Rights, Jurnal Kritike, Volume I No I, Juni 2007. 2M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015.
49
Karena Penghulu juga merupakan orang yang ditunjuk oleh Negara dan
mempunyai fungsi untuk melangsungkan perkawinan, maka penguhulu harus
bersikap cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang
akan melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan tujuan-tujuan mereka
menikah, sehingga setelah menikah tidak akan mudah terjadi perceraian.3
Dari hasil wawancara dengan penghulu dari pihak KUA tersebut, maka
dapat diketahui upaya dan peran apa saja yang telah dilakukan oleh Penghulu
dalam mengurangi Perceraian dan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Karang Tengah.
Beberapa upaya yang telah dilakukan Penghulu dalam mengurangi
Perceraian:
1. Memberikan Penyuluhan.
2. Meningkatkan Kualitas P3N.
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah Secara Rutin.
4. dan Membuat Program yang berbentuk Sosialisasi.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian:
1. Faktor Pendidikan.
2. Faktor Ekonomi.
3. Faktor Lingkungan.4
3 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015..
4 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015..
50
Dengan adanya empat Upaya tersebut yang akan dilakukan oleh Penghulu,
masyarakat Karang Tengah merupakan sasaran yang tepat terhadap apa yang
dilakukan Penghulu itu.
Penghulu juga mengharapakan kerjasama dari masyarakat untuk ikut serta
melakukan upaya-upaya yang sudah dibuat agar berjalan dengan baik dan lancar.
Dengan upaya ini, diharapkan angka perceraian akan berkurang. Penghulu ingin
sekali merubah pola hidup masyarakat menjadi lebih baik dan modern. Yang bisa
berfikir kedepan dan tidak mengutamakan perceraian apabila ada permasalahan
yang timbul dari hubungan keluarga.5
B. Keterlibatan Penghulu dalam Mengurangi Perceraian
Keterlibatan penghulu dalam perceraian jelas terjadi, karena seseorang
yang ingin melakukan perceraian terlebih dahulu datang ke Kantor KUA dan
menghadap Penghulu. Tetapi tugas Penghulu disini bukanlah untuk menceraikan
pihak-pihak yang akan bercerai, melainkan berusaha dan memberi solusi agar
tidak terjadi Perceraian.
Para pihak yang ingin bercerai selalu datang ke Penghulu untuk meminta
petunjuk atau jalan keluar terhadap permasalahan yang sedang di alami oleh
kedua belah pihak. Mereka meyakini bahwa Penghulu bisa memberikan solusi
kepada mereka. Disinilah adanya keterlibatan Penghulu dalam Perceraian.6
5 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015..
6 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015.
51
Setiap masyarakat pasti mempunyai suatu permasalahan baik yang
berhubungan dengan keluarga maupun dengan orang lain. Sebuah keluarga
merupakan suatu pembelajaran yang sangat penting dalam kaitannya dengan
suami istri, hal ini bisa kita lihat dari sebagian masyarakat yang melakukan
perceraian karena dalam hubungan suami isterinya tidak bisa di pertahankan
kembali sehingga berujung pada sebuah Perceraian.7
Semakin banyak upaya yang dilakukan oleh Penghulu semakin sedikit
Perceraian itu terjadi. Walaupun upaya itu tidak banyak, yang penting adalah
terlaksananya upaya itu. Perceraian bisa berkurang apabila faktor-faktor
penyebab perceraian yang ada bisa dihilangkan atau diminimalkan.8
Dari beberapa Upaya yang akan dilakukan oleh Penghulu sebagai Berikut:
1. Memberikan Penyuluhan.
Dengan memberikan penyuluhan keagamaan terhadap Bapak-bapak, Ibu-ibu,
Pemuda/I dalam suatu pengajian baik tingkat RT maupun Desa yang akan
terciptanya komunikasi yang harmonis dan baik terhadap masyarakat
sehingga dapat menciptakan wawasan berumah tangga yang lebih inspiratif.
Penyuluhan ini juga bisa dilakukan terhadap anak-anak sekolah yang sudah
dewasa dan yang sudah berfikir untuk melakukan pernikahan. Penyuluhan ini
sangat penting untuk tidak terjadinya perceraian dan meminimalisir perceraian
yang sudah ada. Penghulu akan terjun langsung untuk melakukan upaya ini
7 Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta:Kencana. 2008. h. 147.
8 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015.
52
agar benar-benar berjalan dan bisa membuahkan hasil yang baik, terutama
pada masyarakat Karang Tengah.9
2. Meningkatkan Kualitas P3N.
P3N (Amil) selaku pembantu dari pihak KUA supaya bisa memberikan ilmu-
ilmu tentang berumah tangga yang baik dan rukun. Maka dari itu Perceraian
yang dilakukan sebagian masyarakat Karang Tengah bisa menjadi lebih
sedikit dari sebelumnya.10
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah.
Dengan adanya Pembinaan Keluarga Sakinah yang dilakukan Penghulu akan
membuat masyarakat mengerti arti pentingnya membangun sebuah keluarga
yang baik dan rukun. Sehingga masyarakat lebih mempertimbangkan apabila
meraka ingin melakukan perceraian. Pembinaan Keluarga Sakinah juga
merupakan upaya yang sangat baik dalam mengurangi Perceraian yang
dilakukan sebagian masyarakat Karang Tengah. Dan pembinaan ini haruslah
dilakukan oleh orang-orang yang memang benar-benar mengerti tentang
menjalin keluarga yang baik itu seperti apa. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh
Penghulu sebagai orang yang dianggap faham terhadap permasalahan seperti
ini.11
4. Membuat Program berbentuk Sosialisasi.
9 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015.
10 M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015.
11 BKKBN, Membangun Keluarga Sehat dan Sakinah, (Jakarta: BKKBN, 2008), h.5.
53
Dengan adanya kerjasama yang baik dari pihak KUA dengan BKKBN,
Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Pejabat setempat. Maka Sosialisasi ini
akan membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat Karang Tengah baik
yang sudah bercerai maupun yang masih berkeluarga. Dan memberikan
dampak yang baik bagi semua komponen masyarakat, sehingga keharmonisan
dalam suatu keluarga dapat lebih dijaga.
Program ini juga sangat penting untuk meminimalisir Perceraian yang
dilakukan sebagian masyarakat.12
C. Pemenuhan Tugas Penghulu
Sebagai seorang penghulu, maka diharuskan untuk melaksanakan semua
tugas pokoknya dan tidak semata – mata hanya melaksanakan tugasnya sebagai
pegawai pencatat nikah. Penghulu juga bertanggung jawab dalam melakukan
pengawasan dan penyuluhan baik sebagai anggota KUA, maupun sebagai
individu penghulu.13
Penghulu di Karang Tengah sudah memulai menerapkan tugasnya tersebut
dengan memperbanyak terjun langsung ke dalam masyarakat. Karena penghulu
merupakan pihak selain kyai atau ustad yang diberi tanggung jawab untuk
membina masyarakat khususnya dalam bidang pernikahan maupun perceraian
tidak hanya oleh agama namun juga undang – undang.
12
M. Soleh, wawancara pribadi, Tangerang, 28 September 2015. 13
Muttaqin, Pegawai Pencatat Nikah, (Banten: Kementerian Agama, 2003), h.21.
54
Upaya yang telah dilakukan oleh para penghulu di Karang Tengah ini pun
membuahkan hasil. Dilihat dari data pengadilan agama, angka perceraian yang
ada di Karang Tengah tergolong rendah apabila dibandingkan dengan KUA lain
di Kota Tangerang.14
Meskipun bukan yang terendah, namun apabila melihat dari segi populasi
maka Karang Tengah merupakan salah satu KUA yang mampu menekan angka
perceraian yang terjadi setiap tahunnya.
Namun, upaya ini pun rasanya masih bisa lebih dimaksimalkan apabila
tugas penyuluhan dan pengawasan ini bisa lebih dipertegas oleh pemerintah
melihat bahwa fakta di lapangannya masih terdapat masyarakat yang enggan
untuk bekerja sama dengan program yang telah dilaksanakan oleh penghulu.
14
Database Perceraian Pengadilan Agama Kota Tangerang 2014-2015
54
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan, maka dapat penulis
tarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.
A. Kesimpulan
1. Faktor – faktor perceraian utama yang dihadapi oleh masyarakat di Karang
Tengah adalah a. Faktor pendidikan; b. Faktor ekonomi; dan Faktor
lingkungan.
2. Peran dan upaya yang dilakukan oleh penghulu yaitu dengan cara memberikan
penyuluhan, meningkatkan kualitas P3N (Amil), mengadakan pembinaan
keluarga sakinah dan membuat program yang berbentuk sosialisasi secara
rutin. Dengan adanya upaya dan program seperti itu, maka masyarakat lebih
mengetahui dampak buruk tentang perceraian.
3. Pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah dan penugasan penyuluhan yang
dilakukan secara rutin oleh penghulu mampu menekan angka perceraian di
Karang Tengah, meski begitu, dukungan pemerintah dan masyarakat masih
sangat dibutuhkan guna memaksimalkan kegiatan ini.
55
B. Saran
1. Disarankan kepada Penghulu agar terus berupaya dan berusaha meminimalisir
tingkat perceraian di KUA Karang Tengah dengan melakukan terobosan –
terobosan baru.
2. Penghulu harus lebih bertanggung jawab terhadap setiap tugas dan fungsi
Penghulu.
3. Pemerintah harus lebih mendukung pemenuhan tugas dan fungsi penghulu
melalui penguatan undang-undang dan juga penyiapan dana yang mencukupi
4. Masyarakatt agar lebih memperhatikan dampak Perceraian yang akan
ditimbulkan.
5. Masyarakat harus lebih memikirkan masa depan keluarga yang sudah
dibentuk supaya tidak mudah terjadi perceraian.
56
DAFTAR PUSTAKA
Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Idris Al-Syafi’i, al-Umm,(ttp:tp., tt), Kitab al-
Nikah, Juz V.
Afandi, Ali. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta : PT
Rineka Cipta. 1997.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI.
Ali, Mohamad Daud. Hukum Islam Dan Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2002.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT Sinar Grafika,
2009.
Ashqolani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Harramain.
Asmawi, Muhammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta:
Darussalam. 2004.
Aziz, Abdul. ensklopedia Islam. Jakarta: PT. IkhtiarBaru Van Hoove. 1994.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
1993.
Bunyamin, Iskandar. Panduan Praktis Penghulu, Banten: Kementerian Agama.
2012.
Database Perceraian Pengadilan Agama Kota Tangerang
Djaelani, Abdul Qodir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1995.
Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media. 2007.
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatang dan
Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012.
Fatah, Zainal. Penghulu dan angka kreditnya. Semarang: Kementerian Agama.
2015
Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta:Kencana.2008.
57
Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding dari penghulu liar hingga
perselingkuhan. Jakarta: Pt Mizan Publika, 2007.
Imam Anas ibn Malik, al-Mudawanah al-Kubra,(Beirut: Dar al-Shadir, tth), Juz
IV
Ismail, Ibn Qayim. Kiai Penghulu Jawa. Jakarta: Gema Insani. 1997.
KUA Kecamatan Karang Tengah. Laporan dan Evaluasi Kerja Kantor Urusan
Agama Kecamatan Karang Tengah. Tahun 2014
Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995
M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam
Kajian Ibnu Katsir, Jakarta: Gaung Persada. 2010.
Mulyati,Sri. Relasi Suami Iteri dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita. 2004
P. Meija, Melanie, Gender Jihad: Muslim Women, Islamic Jurisprudence, and
Women’s Rights, Jurnal Kritike, Volume I No I, Juni 2007.
Peraturan Menteri Agama No.11 Tahun 2007
Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2005
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No.62 Tahun 2005
Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Azaz-azaz Hukum Perkawinan.-
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2003
Shabbagh, Mahmud. Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. Bandung: PT
Remaja Rosda. 1994.
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Pradnya Paramita, 2009.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT Intermasa, 1989.
Syakir, Muhammad Fu’ad. Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV. Cendekia Sentra
Muslim, 2002.
Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana.
2009.
58
Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1994.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1986.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bandung: Citra Umbara, 2007.
Sopyan Yayan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional, Tangerang: UIN Syrif Hidayatullah Jakarta, 2011. CET I.
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1996.
Zain, Muhammad dan Mukhtar Ashoiq. Membangun Keluarga Humanis, Jakarta:
Grahacipta, 2005.
Zein, Satria Effendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
Jakarta: Prenada Media, 2004.
Zuhaili, Wahbah, Terjemah Fiqh Islam wa adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayie
al-kattani, dkk. Damaskus: Darul Fikr,2007
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita, diakses 14 Februari 2015,08.13 WIB
Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding dari Penghulu Liar Hingga
Perselingkuhan, Jakarta: PT Mizan Publika, 2007
HASIL WAWANCARA
Nama: M. Soleh MA
Hari/Tanggal: Semin, 28 September 2015
1. Apa saja tugas pokok seorang penghulu?
Tugas seorang penghulu sangatlah banyak. Tidak terbatas sebagai ppn
saja melainkan juga melakukan suscatin, pembinaan keluarga sakinah,
pengadaan lttq, dan juga mensosialisasikan segala hal tentang
perkawinan kepada masyarakat.
2. Bagaimana keterkaitan antara penghulu dan perceraian?
Secara langsung memang tidak ada hubungan antar penghulu da
perceraian karena perceraian dilakukan di Pengadilan Agama. Tapi,
pada praktiknya Penghulu sering dipercaya sebagai pintu terakhir
sebelum perceraian. Banyak masyarakat yang datang ke KUA terlebih
dahulu apabila mereka ingin melakukan perceraian.
3. Menurut bapak, faktor apa yang menjadi penyebab utama
perceraian di Karng Tengah?
Kebanyakan perceraian yang terjadi adalah karena faktor ekonomi,
faktr ekonomi menyebabkan ketidakpuasan duniawi bagi pasangan
suami istri dan akhirnya mereka cek cok dan akhirnya bercerai. Selain
faktor ekonomi, banyak juga yang bercerai karena faktor lingkungan
dan keluarga. Lingkungan yang tidak baik dapat menyebabkan si
pasangan ini mudah terpengaruh dan akhirnya mudah melakukan
perceraian. Tapi, lebih dari itu, menurut saya faktor yang paling
mempengaruhi adalah dari segi penddikan, yakni terutama pendidikan
agama. Pendidikan agama berpern besar bagi kelanggengan suatu
rumah tangga karena menyangkut akhlak, kesabaran , dan lain lain.
4. Adakah Upaya yang dilakukan oleh penghulu untuk mengurangi
angka perceraian tersebut?
Tentu kam sebagai penghulu mengupayakan hal tebaik untuk
masyarakat, kami melakukan pembinaan tidak hanya sebelum
pernikahan namun juga prosesnya kami awasi dan juga kami terus
melakukan peningkatan p3n, serta sosialisasi kepada masyarakat. Hal
utama agar masyarakat mau menjalani program yang kita adakan
adalah kedekatan kita dengan masyarakat. Karena itu, penghulu harus
banyak bergaul supaya mendapat kepercayaan masyarakat.
5. Bagaimana respons masyarakat terhadp kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh para Penghulu?
Alhamdulilah banyak masyarakat yang merespons positif, hal ini
terlihat dari angka perceraian yang kian menurun, namun sayangnya
masih banyak masyarakat yang tidak mau berpartisipasi dan
mengindahkan keberadaan penghulu jadi kami rasa belum cukup
optimal.
6. Bagaimana harapan kedepannya?
Semoga kami bisa terus melaksanakan kegiatan seperti ini, semoga
juga ppemerintah mendukung dan bahkan mewajibkan para
penghulunya ntuk terus berinovasi dan sadar akan tugasnya secara
keseluruhan, bukan hanya sekedar pencatatan nikah saja.
TABEL PERCERAIAN 20141
No. Nama
Kecamatan
Jumlah Perkara
Jumlah Perkara Gugatan Permohonan
1 2 3 4 6
1 Tangerang 269 35 304
2 Cipondoh 258 39 297
3 Ciledug 234 24 258
4 Jatiuwung 105 12 117
5 Batuceper 98 10 108
6 Benda 63 13 76
7 Periuk 114 8 122
8 Karawaci 259 28 287
9 Pinang 273 27 300
10 Karang
Tengah 129 9 138
11 Larangan 210 16 226
12 Cibodas 211 17 228
13 Neglasari 77 9 86
Jumlah 2300 247 2547
1 Database Perceraian Pengadilan Agama Kota Tangerang
TABEL PERCERAIAN 20152
No.
Nama
Kecamatan
Jumlah Perkara
Jumlah Perkara
Gugatan Permohonan
1 2 3 4 6
1 Tangerang 169 18 187
2 Cipondoh 190 36 226
3 Ciledug 173 12 185
4 Jatiuwung 70 4 74
5 Batuceper 67 7 74
6 Benda 64 8 72
7 Periuk 83 9 92
8 Karawaci 153 9 162
9 Pinang 145 17 162
10 Karang
Tengah 101 38 139
11 Larangan 182 15 197
12 Cibodas 122 8 130
13 Neglasari 64 8 72
Jumlah 1583 189 1772
2 Database Perceraian Pengadilan Agama Kota Tangerang