peran penyuluh agama dalam menjalankan fungsi...
TRANSCRIPT
PERAN PENYULUH AGAMA DALAM MENJALANKAN
FUNGSI PROFESI UNTUK KASUS KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PARUNG BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Khomsiatul Inayah
NIM 11140520000041
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
ABSTRAK
Khomsiatul Inayah, 11140520000041, Peran Penyuluh Agama
dalam Menjalankan Fungsi Profesi untuk Kasus Kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT) di Parung Bogor, dibawah Bimbingan Dra.
Rini Laili Prihatini, M. Si, 2020.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, terlebih pada permasalahan yang
dapat menimbulkan terjadinya kekerasan. Menanggapi hal tersebut,
keberadaan profesi penyuluh agama memiliki fungsi strategis dalam
pembangunan bangsa melalui bahasa agama. Penelitian ini bertujuan
menjelaskan 1) Peran penyuluh agama dalam menjalankan fungsi
profesinya untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga 2) Menjelaskan
faktor pendukung dan faktor penghambat penyuluh agama dalam
mencegah KDRT di Parung Bogor.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang penyuluh agama Islam,
1 orang mediator Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) dan 3 orang masyarakat Parung. Adapun teknik
penentuan informan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis
data yang digunakan ialah reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) Peran penyuluh agama dalam
menjalankan fungsi informatif dan edukatif ialah menyampaikan
informasi mengenai prosedur apabila pasangan yang berkonflik
memutuskan untuk bercerai, memberikan pengajaran di majelis ta’lim
dan menjadi pemateri dalam kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah.
Melakukan layanan konsultasi dengan masyarakat yang memiliki
permasalahan rumah tangga sebagai fungsi konsultatif dan menjadi
pendamping (mediator) pada masyarakat yang memiliki konflik rumah
tangga sebagai fungsi advokatif. 2) Faktor pendukung penyuluh dalam
mencegah kekerasan dalam rumah tangga adalah kemampuan penyuluh
melakukan metode penyuluhan, kerjasama antara penyuluh dan BP4,
keterampilan penyuluh melakukan pendampingan bagi masyarakat yang
berkonflik. Faktor penghambat penyuluh adalah keterbatasan fasilitas,
jumlah SDM yang terbatas dan rendahnya kemampuan penyuluh
memanfaatkan media massa dalam melakukan penyuluhan.
Kata Kunci : Penyuluh Agama dan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (KDRT).
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puja dan puji penulis lantunkan terhadap semua
karunia dari Allah SWT, yang senantiasa memberikan
pertolongan kepada hamba-Nya yang senantiasa berusaha dan tak
lupa berdoa. Sehingga berkat pertolongan Allah SWT, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Penyuluh
Agama dalam Menjalankan Fungsi Profesi untuk Kasus
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Parung Bogor”.
Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada baginda alam yang mulia Nabi Muhammad SAW, karena
berkat perjuangan beliau kita dapat menikmati indahnya ilmu
pengetahuan.
Sebagai makhluk sosial, penulis menyadari penuh bahwa
dalam prosesnya mulai dari tahap penelitian hingga tahap
penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan maupun dukungan
yang telah diberikan dari berbagai pihak. Terutama kedua
orangtua penulis Bapak Tarmizi dan Ibu Cicih Sulaesih yang
tiada hentinya memberikan do’a, dukungan, kasih sayang,
pengorbanan dan ketulusan kepada penulis. Serta adikku
Fithriyyah yang selalu memberikan semangat disetiap harinya.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia dan keberkahan
kepada kalian semua. Aamiin Allahumma Aamiin.
Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang penulis
selesaikan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
ii
Jakarta. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:
1. Suparto, M. Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag, BSW, MSW
selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabuddin
Noor, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, serta Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama.
2. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku Ketua dan Artiarini
Puspita Arwan, M.Psi selaku Sekretaris program studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dosen Pembimbing Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si yang
senantiasa membimbing, mengarahkan dan memotivasi
penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Dra. Musfirah Nurlaily, M.A selaku Dosen Penasehat
Akademik, program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
(BPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si selaku dosen penguji I dan
Muchtar Mochamad Solihin, M.Si selaku dosen penguji II
pada sidang munaqasyah.
6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
iii
serta seluruh civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. H. Asmat, S.Ag selaku Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Parung Bogor Jawa Barat beserta seluruh pegawai
KUA yang telah menerima penulis dengan terbuka dan
memberikan informasi serta data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
8. Pradita, M Ali Nurdin (Bang Ali), Hoirunnisa (Ka Ocin),
Annisa Eka Mardiyah, Mutiara Juliantini (Muje) dan M. Syur
Ronally yang senantiasa memotivasi penulis dalam menyusun
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan program studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2014.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun
karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, maka penulis mengharapkan kritik serta saran yang
dapat membangun. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya
bagi segenap keluarga besar program studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 20 Januari 2020
Khomsiatul Inayah
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR......................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................
B. Identifikasi Masalah..................................................
C. Batasan Masalah........................................................
D. Rumusan Masalah.....................................................
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.................................
F. Tinjauan Kajian Terdahulu........................................
G. Metode Penelitian......................................................
H. Sistematika Penulisan................................................
1
11
11
12
12
13
19
29
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Peran Penyuluh Agama
1. Pengertian Peran..................................................
2. Macam-macam Peran..........................................
3. Pengertian Penyuluh Agama................................
4. Peran Penyuluh Agama........................................
32
33
36
38
v
5. Pengertian Penyuluhan Agama............................
6. Metode Penyuluhan Agama.................................
7. Materi Penyuluhan Agama...................................
8. Sasaran Penyuluhan.............................................
9. Media Penyuluhan...............................................
41
44
47
51
51
B. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
1. Pengertian Kekerasan..........................................
2. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga......
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)...................................................
4. Pencegahan Tindak KDRT..................................
C. Kerangka Berfikir......................................................
53
57
60
62
66
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN
AGAMA (KUA) PARUNG
A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Parung
1. Sejarah KUA Parung............................................
2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi.............................
3. Visi dan Misi KUA Parung..................................
4. Ragam Pelayanan KUA Parung...........................
5. Kegiatan Kemitraan KUA Parung.......................
6. Letak Geografis...................................................
7. Agama..................................................................
8. Sarana dan Prasarana KUA Parung......................
9. Struktur Organisasi KUA Parung.........................
69
70
71
72
73
73
74
75
76
B. Profil Penyuluh Agama Islam KUA Parung
1. Penyuluh Agama Islam KUA Parung...................
77
vi
2. Hubungan Penyuluh Agama Islam dengan BP4...
3. Program Penyuluh Agama Islam KUA Parung....
80
81
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan
1. Penyuluh Agama Islam KUA Parung...................
2. Mediator BP4 KUA Parung.................................
3. Masyarakat Kecamatan Parung............................
B. Temuan penelitian
1. Peran Penyuluh Agama Islam KUA Parung.........
83
85
86
88
BAB V PEMBAHASAN
A. Peran penyuluh agama Islam dalam menjalankan
fungsi informatif dan edukatif, konsultatif serta
fungsi advokatif untuk kasus kekerasan dalam rumah
tangga di Parung Bogor...................................
B. Faktor pendukung dan faktor penghambat penyuluh
agama Islam dalam mencegah kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor...................................
C. Analisis SWOT..........................................................
102
114
122
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan....................................................................
B. Implikasi....................................................................
C. Saran..........................................................................
128
129
130
DAFTAR PUSTAKA........................................................... 133
LAMPIRAN......................................................................... 140
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan
2016-2018.............................................................
4
Tabel 3.1 Jumlah pemeluk agama masyarakat Kecamatan
Parung...................................................................
75
Tabel 3.2 Penyuluh agama Islam KUA Kecamatan
Parung...................................................................
79
Tabel 4.1 Tujuan peran penyuluh agama dalam
menjalankan fungsi profesi untuk kasus
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Parung
Bogor.....................................................................
100
Tabel 5.1 Analisis SWOT..................................................... 122
Tabel 5.2 Analisis strategi
SWOT.........................................
123
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur organisasi KUA
Parung...........................
76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketimpangan relasi dan peran gender antara laki-laki dan
perempuan terjadi karena adanya aturan, tradisi dan hubungan
timbal balik yang menentukan batas feminitas dan maskulinitas.
Semua ini mengakibatkan adanya pembagian kekuasaan antara
perempuan dan laki-laki, yang selanjutnya berimbas dalam
kehidupan sosial.1
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
perceraian yang cukup tinggi. Hal itu terbukti menurut Badan
Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung tahun 2016. Tiga
besar provinsi dengan angka perceraian tinggi adalah Jawa Timur,
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Klasifikasi tingkat perceraian yang
terjadi didominasi oleh cerai gugat (perceraian yang diajukan oleh
pihak istri) daripada cerai thalak.2 Besarnya jumlah perempuan
yang mengajukan perceraian melahirkan tanda tanya terkait posisi
dan kondisi perempuan dalam perkawinan. Ditenggarai masih
adanya budaya patriarki menyebabkan adanya subordinasi
perempuan dalam perkawinan yang berkontribusi terhadap
tingginya perempuan yang mengajukan gugat cerai.
1 Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. vii. 2 Hamdani Wahyu Sururie, Darurat Perceraian Dalam Keluarga Muslim
Indonesia, (Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(LP2M) UIN Sunan Gunung Djati), h. 93.
2
Sepanjang tahun 2016, faktor penyebab terjadinya perceraian
keluarga di Indonesia didominasi oleh tiga faktor yaitu,
ketidakharmonisan atau perselisihan dan pertengkaran,
permasalahan ekonomi dan tidak adanya tanggungjawab.
Kategori “tidak ada keharmonisan” bermakna luas, banyak hal
yang tercakup didalamnya. Terminologi yang digunakan dalam
kategorisasi penyebab perceraian menunjukan sebuah fenomena
penghalusan peristilahan yang berdampak mengaburkan
penyebab sesungguhnya perceraian.3
Dalam kehidupan sosial, berkembang mitos bahwa laki-laki
lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan karena laki-laki
dipandang lebih cerdas, kuat dan tidak emosional. Mitos tersebut
mempengaruhi perilaku orangtua dalam mendidik anak. Selain itu
penafsiran ayat-ayat Agama yang menafsirkan perempuan secara
tradisional dan subjektif, serta budaya patriarki yang memandang
kekuasaan berada di tangan laki-laki juga menyebabkan kerugian
terhadap perempuan.4 Dominasi laki-laki dalam berbagai aspek
kehidupan menyebabkan perempuan mengalami beragam
diskriminasi. Salah satu bentuk diskiriminasi yang terjadi ialah
adanya nilai-nilai pembagian kerja yang menekankan bahwa
dunia rumah tangga sepenuhnya milik perempuan, menyebabkan
tugas-tugas perempuan hanya terfokus pada sumur, dapur dan
kasur.
3 Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2016.
Kekerasan Terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan
Kekerasan Terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas dan Negara.
h. 17. Dalam https://www.komnasperempuan.go.id/, Diakses pada 9 Agustus
2018. 4 Ibid, h. vii.
3
Salah satu bentuk dari ketidakadilan gender adalah tindak
kekerasan terhadap perempuan baik yang berbentuk fisik atau
psikis termasuk anggapan bahwa laki-laki pemegang supermasi
dan dominasi terhadap berbagai sektor kehidupan.5 Kekerasan
sarat dengan makna derita, baik ditelaah dari perspektif psikologi
maupun hukum didalamnya yang terkandung perilaku manusia
baik individu maupun kelompok yang menyebabkan timbulnya
penderitaan bagi orang lain.6 Kekerasan mencerminkan
pengejawantahan perilaku agresif terpendam dari manusia
terutama dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.7
Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh Pengadilan
Agama serta lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34
provinsi, menunjukan adanya peningkatan laporan kasus
kekerasan terhadap perempuan selama periode tahun 2016-2018.
Berikut merupakan tabel jumlah laporan kasus kekerasan
terhadap perempuan yang sudah penulis sajikan ke dalam bentuk
tabel.
5 Fadillah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 76. 6 Elli Nur Hayati, Panduan Untuk Pendamping Korban Kekerasan:
Konseling Berwawasan Gender, cet. Ke-2 (Yogyakarta: Rifka Annisa kerja
sama dengan Pustaka Pelajar, 2002), h.25. 7 Wahyu Rahardjo, Penganiayaan Emosional Dan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga: Sebuah Potret Buram Kehidupan Berkeluarga, (Jurnal
Penelitian Psikologi: Universitas Gunadarma, 2007),. Vol. 12. No. 1, h.1.
4
Tabel 1.1 Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan
2016-2018.8
No. Tahun Jumlah
1. 2016 259.150
2. 2017 348.446
3. 2018 406.178
Berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan diatas, pola kasus kekerasan
terhadap perempuan terbagi menjadi tiga bagian yaitu kasus di
ranah rumah tangga dan atau relasi personal, ranah komunitas dan
ranah negara. Sepanjang tahun 2016-2018 juga diketahui bahwa
laporan kekerasan yang dialami perempuan paling banyak adalah
pada ranah rumah tangga dengan persentase terbesar ialah kasus
kekerasan terhadap istri (KTI).9 Sejatinya, kekerasan bisa terjadi
dimana saja dan dalam konteks apa saja, termasuk dalam ranah
keluarga atau yang dikenal dengan sebutan kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). Adapun bentuk-bentuk laporan kekerasan
yang dialami perempuan dalam rumah tanggga ialah kekerasan
fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan
ekonomi.10
8 Komnas Perempuan, Dalam https://www.komnasperempuan.go.id,
Diakses pada 30 November 2019. 9 Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2016.
Kekerasan Terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan
Kekerasan Terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas dan Negara.
h. 17. Dalam https://www.komnasperempuan.go.id/, Diakses pada 9 Agustus
2018. 10
Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun
2018. Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam Pusaran Politik
5
Meningkatnya angka pengaduan langsung ke Komnas
Perempuan juga menunjukan bahwa kesadaran perempuan korban
atau masyarakat yang membutuhkan perlindungan di luar sistem
yang tersedia dalam struktur negara dan kondisi penanganan
kekerasan terhadap perempuan masih belum membaik atau masih
mengalami stagnasi penegakan hukum dan penanganannya.11
Peningkatan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga yang cukup signifikan juga menunjukkan bahwa
pelaku kekerasan adalah orang-orang yang dipercaya, dihormati
dan dicintai, serta terjadi di wilayah yang seharusnya menjamin
keamanan setiap penghuninya, yaitu keluarga.12
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat
yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap
perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
anggota keluarga.13
Poin penting dalam keluarga adalah
perwujudan relasi yang ideal antara suami dan istri yaitu interaksi
positif antara keduanya. Melalui pernikahan, suami istri
diharapkan secara bersama-sama dapat mewujudkan rumah
tangga sebagai tempat berlindung, menikmati naungan kasih
Populisme. h.1. Dalam https://www.komnasperempuan.go.id/. Diakses pada 10
Agustus 2018. 11
Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun
2018. Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam Pusaran Politik
Populisme. h.18, Dalam https://www.komnasperempuan.go.id/. Diakses pada
10 Agustus 2018. 12
Kristyanti, J.R, Memahami Dinamika Kekerasan Pada Perempuan
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jurnal Psikologi, 2004, Vol. 13 No.
1. h. 98. 13
Umi Muzayanah, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Peran
Lembaga Agama Di Banyumas Jawa Tengah, Peneliti Litbang Agama
Semarang, 2016, Vol. 2. No. 2. h. 1. Diakses pada 11 Agustus 2018.
6
sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam
pertumbuhan yang baik.14
Sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.15
Permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga memang
sangatlah beragam. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat
terganggu jika kualitas pengendalian diri tidak dapat dikontrol,
terlebih pada permasalahan yang dapat menimbulkan terjadinya
kekerasan.16
Hal tersebut tentunya sudah terlepas dari tujuan
diadakannya perkawinan guna membentuk keluarga yang
harmonis sesuai dengan tuntunan ajaran Agama Islam yaitu
sakinah, ma waddah, wa rahmah.
Perwujudan dalam penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
(UU RI) Nomor 23 Tahun 2004. Pada pasal 4 ditegaskan bahwa
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan:
1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
14
Mayyadah Na‟im, Peran Mediasi Dalam Upaya Mempertahankan
Perkawinan Pada Badan Penasihatan Pembinaan Dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Jakarta Selatan, (Skripsi: Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019), h. 1. 15
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2017), Bab
1 Pasal 1, h. 1. 16
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Visimedia, 2007), Cet Ke-1, h. 68-69.
7
2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan
4. Memelihara keutuhan rumah tangga harmonis dan
sejahtera.17
Keterangan diatas menunjukkan bahwa diperlukan adanya
upaya dalam meminimalisir angka kekerasan dalam rumah
tangga. Pembekalan dan pemahaman kepada masyarakat
diharapkan dapat mengurangi angka kekerasan dalam rumah
tangga melalui kegiatan yang dapat mewujudkan masyarakat
Indonesia menuju kualitas hidup yang lebih baik. Hal itu
dilakukan mengingat bahwa kekerasan dalam rumah tangga
berdampak negatif secara fisik, emosional, dan psikologis
terhadap orang yang menjadi sasarannya (korban kekerasan).18
Pada hakikatnya, dalam Agama Islam manusia dipandang
pada derajat yang sama tanpa membedakan laki-laki dan
perempuan. Perbedaan yang ada hanya ditentukan pada kualitas
ketakwaannya saja. Batas-batas sosial seperti suku, bahasa, laki-
laki atau perempuan tidak bisa dijadikan ukuran untuk
menentukan seseorang menjadi lebih baik dari orang lain. Hal ini
didasari bahwa Agama apapun tidak pernah menyetujui dan
menerima berbagai bentuk tindak kekerasan.19
Agama dalam
17
ST. Rahmatiah, Dakwah, Trafficking dan KDRT, (UIN Alaudin
Makassar: Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2013), h. 50. 18
Ibid, h. 50. 19
Fatma Amilia, Pergeseran Nilai dan Peran Lembaga Keagamaan
dalam Penanggulangan KDRT (Studi Lembaga Kegamaan di Yogyakarta),
Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 5, No. 1, 2016, h. 23.
8
kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar.20
Agama memberikan patokan dan tuntunan berupa perintah dan
larangan kepada manusia dalam aktualisasi kehidupan. Suatu hal
yang berhubungan dengan Agama menjadi penting, karena ajaran
Agama berperan dalam pembentukkan tingkah laku dan
pengarahan penggunaan akal untuk perbaikan hidup manusia.21
Realitanya jalan yang ditunjukan ajaran Agama tidak seluruhnya
diikuti oleh manusia, hal itu menyebabkan tindak kekerasan
dalam rumah tangga masih terjadi sampai saat ini.
Sejalan dengan hal tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk
menekan angka kasus kekerasan dalam rumah tangga oleh
lembaga pemerintah maupun non-pemerintah agar kekerasan
dalam rumah tangga tidak mudah terjadi dikalangan masyarakat.
Kementrian Agama sebagai instansi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dibidang Agama mempunyai Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak
dan rujuk. Pelayanan pencatatan perkawinan bagi umat Islam
yaitu di Kantor Urusan Agama (KUA) yang merupakan unit
pelaksanaan teknis dibawah Kementrian Agama dan
bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan secara operasioanal dibina oleh Kepala
Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota sesuai dengan PMA
Nomor 34 Tahun 2016 tentang organisasi dan tata kerja KUA
Kecamatan. Dalam melaksanakan tugasnya, KUA Kecamatan
20
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,
(Jakarta: Bulan Bintang. 1982), h. 56. 21
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,
(Jakarta: Bulan Bintang. 1982), h. 57.
9
menyelenggarakan fungsinya yaitu pelaksanaan, pelayanan,
pengawasan, pencatatan dan pelaporan nikah/rujuk, pelayanan
bimbingan keluarga sakinah, dan pelayanan bimbingan dan
penerangan Agama Islam. Dalam susunan organisasi KUA
Kecamatan, terdapat kelompok jabatan fungsional tertentu yaitu
penyuluh Agama Islam.22
Keberadaan profesi penyuluh Agama memiliki fungsi
strategis dalam pembangunan bangsa. Fungsi tersebut meliputi
fungsi informatif dan edukatif, fungsi konsultatif, serta fungsi
advokatif.23
Penguatan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan
yang sesuai dengan ajaran Agama termasuk upaya pencegahan
tindak kekerasan dalam rumah tangga perlu mendapat perhatian
yang lebih besar dari semua pihak baik masyarakat maupun
pemerintah.
Penyuluh Agama adalah pembimbing umat beragama dalam
rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.24
Penyuluh Agama yang dimaksud disini adalah
penyuluh Agama Islam yang memberikan pengertian dan
penjabaran tentang segala aspek pembangunan melalui bahasa
22
Trisnayati, Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam Fungsional
Dalam Upaya Pencegahan Perceraian Di Kabupaten Tangerang, (Tesis,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2018), h. 5-6. 23
Muhammad Umar Fauzi, Strategi Penyuluh Agama Islam Dalam
Menangkal Faham Radikalisme di Kabupaten Nganjuk, Jurnal Studi Islam dan
Muamalah. Vol. 6 No. 1. Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul „Ula, h. 3.
Diakses pada 15 Agustus 2018. 24
Departemen Agama RI, Panduan Tugas Penyuluh Agama, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2007), h. 8-9.
10
Agama.25
Penyuluh Agama memiliki potensi untuk didudukan
sebagai figur atau tokoh yang dianggap memiliki banyak
pengetahuan keagamaan. Perannya sangat strategis dalam rangka
membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta
mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai
bidang baik dibidang keagamaan maupun pembangunan.26
Penelitian ini menarik untuk diteliti guna mengetahui
bagaimana peran penyuluh Agama Islam dalam menjalankan
fungsi profesinya untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga
melalui kegiatan di majelis ta‟lim, kegiatan bimbingan
perkawinan kepada pasangan calon pengantin maupun kegiatan
konsultasi. Penyuluh Agama Islam yang terintegrasi dalam
keanggotaan Kantor Urusan Agama (KUA) memegang peran
dalam menjalani program tersebut kepada masyarakat. Sehingga
masyarakat dapat memahami dan menerapkan segala aspek yang
ditujukan oleh pemerintah melalui bekal-bekal yang diterangkan
oleh penyuluh Agama Islam dalam kegiatan tersebut.
Pada pelaksanaannya, penyuluh Agama Islam sebagai ujung
tombak dari Kementrian Agama yang diharapkan mampu untuk
menjalankan perannya di tengah-tengah masyarakat dengan
menjalankan fungsinya di bidang kegiatan secara bersama-sama
dan berkesinambungan seperti melakukan bimbingan dan
25
Amirulloh, Analisis Pengembangan Kompetensi Penyuluh Agama
Pada Ditjen Bimas Islam Kementrian Agama Republik Indonesia Dalam
Memelihara Kerukunan Umat Beragama, (Tangerang Selatan: YPM, 2016), h.
18. 26
Thalib Manhia, Tugas Pokok Dan Fungsi Penyuluh Agama Islam
Fungsional, (Kementrian Agama RI, Kantor Wilayah Provinsi Gorontalo),
dalam https://gorontalo2.kemenag.go.id/, Diakses pada 15 Oktober 2018.
11
penyuluhan, konsultasi Agama dan pembangunan melalui bahasa
agama khususnya dalam mewujudkan keluarga sakinah,
mawaddah, wa rohmah sesuai dengan fungsi-fungsi yang melekat
pada tugas penyuluh Agama.27
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis
sebuah karya ilmiah dan menuangkannya ke dalam sebuah skripsi
berjudul “Peran Penyuluh Agama dalam Menjalankan Fungsi
Profesi untuk Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT) di Parung Bogor”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis
mengidentifikasi masalah yakni kekerasan dalam rumah tangga
merupakan salah satu masalah yang muncul di tengah-tengah
masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga perlu ditangani agar
tidak semakin meresahkan dengan cara pencegahan, pembinaan
maupun penanganan dari berbagai pihak yang berwenang.
C. Batasan Masalah
1. Batasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan untuk mencegah
pembahasan masalah yang melebar dan tidak terfokus. Maka
berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis berusaha
memfokuskan dan mempertegas ruang lingkup pembahasan
pada peran penyuluh agama Islam dalam menjalankan fungsi
27
Trisnayati, Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam Fungsional
Dalam Upaya Pencegahan Perceraian Di Kabupaten Tangerang, (Tesis,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2018), h. 7.
12
profesi meliputi fungsi informatif dan edukatif, fungsi
konsultatif serta fungsi advokatif. Sedangkan batasan pada
kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari aspek kekerasan
verbal dan kekerasan non verbal yang dialami masyarakat
Kecamatan Parung Bogor.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana peran penyuluh agama Islam dalam
menjalankan fungsi informatif dan edukatif, konsultatif
serta advokatif untuk kasus kekerasan dalam rumah
tangga di Parung Bogor?
b. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat penyuluh
agama Islam dalam mencegah kekerasan dalam rumah
tangga di Parung Bogor?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui peran penyuluh agama Islam dalam
menjalankan fungsi informatif dan edukatif,
konsultatif serta advokatif untuk kasus kekerasan
dalam rumah tangga di Parung Bogor.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat
penyuluh agama Islam dalam mencegah kekerasan
dalam rumah tangga di Parung Bogor.
2. Manfaat Penelitian
13
a. Memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan mata kuliah
Dasar-Dasar Penyuluhan, Gender dan Pembangunan,
Bimbingan Spiritual dan Administrasi Penyuluhan.
b. Sebagai bahan masukan dalam menyusun program
praktikum dan pengembangan kurikulum Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan
bagi Penyuluh Agama Islam dibawah Direktorat
Bimas Islam untuk penyusunan program kerja.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam menyusun penelitian ini, penulis telah melakukan studi
pustaka antara lain:
1. Skripsi karya Rezky Aztuti Arhal, dengan judul penelitian
Metode Konseling Islam dalam Mengatasi Kekerasan
Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Di
Kelurahan Dannuang Kecamatan Ujungloe Kabupaten
Bulukumba. Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
(BPI), (Makassar: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Alauddin Makassar, 2017). Penelitian ini berisi tentang teknik
pelaksanaan konseling Islam mengatasi kekerasan perempuan
dalam rumah tangga yang dilakukan oleh penyuluh Agama
Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik konseling
Islam dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga di Kelurahan Dannuang Kecamatan Ujungloe
14
Kabupaten Bulukumba adalah dengan memberikan latihan
spiritual, melakukan pendekatan komunikasi, memberikan
bimbingan keagamaan, dan kejujuran dalam keluarga yang
bertujuan untuk memberikan ketenangan tersendiri bagi para
korban kekerasan dalam rumah tangga. Kelebihan dalam
penelitian ini adalah penulis membahas mengenai faktor-faktor
yang menjadi penghambat dalam mengatasi kekerasan dalam
rumah tangga dengan jelas, penulis juga memberikan
intervensi berupa saran terhadap metode teknik konseling agar
penyuluh agama mampu memberikan bimbingan penyuluhan
sesuai dengan kebutuhan keluarga yang sedang mengalami
permasalahan. Kekurangan penelitian ini adalah dalam aspek
analisis temuan yang kurang tajam, belum dijelaskan secara
komprehensif kajian penelitiannya. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan bimbingan dan psikologi.28
2. Umi Muzayanah dalam jurnal Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dan Peran Lembaga Agama di Banyumas Jawa
Tengah, tahun 2016. Penelitian ini berisi tentang faktor-faktor
yang menjadi penyebab KDRT terhadap perempuan, serta
untuk mengetahui sejauh mana peran lembaga Agama dalam
menanggulangi kasus KDRT di Kabupaten Banyumas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualiatatif deskripstif.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kondisi ekonomi
28
Rezky Artuti Arhal, Metode Konseling Islam dalam Mengatasi
Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan
Dannuang Kecamatan Ujungloe Kabupaten Bulukumba. (Skripsi S1 Fakultas
Dakwah da Komunikasi UIN Alauddin Makassar, 2017), h. 40-42.
15
keluarga yang lemah menjadi penyebab terbesar KDRT
terjadi. Peran lembaga Agama dalam mencegah atau
mengatasi KDRT masih sebatas pada taraf usaha preventif
yang dilakukan melalui pembinaan rohani dan kegiatan dialog
keagamaan. Kelebihan penelitian ini yaitu meneliti fenomena
KDRT di Banyumas dengan mengumpulkan data primer dari
tokoh Agama, aktivis lembaga Agama dan di dukung data
sekunder yaitu dokumen terkait dengan kajian lembaga Agama
Kabupaten Banyumas, dimana Kabupaten Banyumas termasuk
ke dalam 10 besar kasus KDRT terbesar di Jawa Tengah.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah belum tergambar
jelas keterangan pada subjek penelitiannya sehingga tidak
diketahui langsung siapa tokoh Agama dan Aktivis lembaga
Agama yang dimaksud dalam penelitian ini.
3. Skripsi karya Helpin, dengan judul penelitian Peran
Penyuluh Agama Islam Dalam Menanggulangi Kekerasan
Dalam Rumah Tangga di Desa Motaha Kecamatan Angata
Kabupaten Konawe Selatan. Program Studi Bimbingan Dan
Penyuluhan Islam (BPI), (Sulawesi Tenggara: Fakultas
Dakwah, IAIN Kendari 2014). Penelitian ini berisi tentang
peran penyuluh Agama dalam menggulangi kekerasan dalam
rumah tangga. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Desa Motaha
adalah kekerasan dalam bentuk pisik dan psikis yang
disebabkan oleh faktor ekonomi, orang ketiga dan minuman
keras. Peran penyuluh Agama dalam penanggulangan
kejahatan kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan cara
16
melakukan upaya perdamaian serta upaya yang terencana
seperti melakukan upaya Pre-emtif, Preventif, dan Represif.
Kelebihan dalam penelitian ini ialah pembahasannya yang
menarik, terfokus pada kegiatan penyuluhan Agama yang
dilakukan oleh penyuluh Agama Islam dalam mewujudkan
keutuhan dan kerukunan rumah tangga guna terciptanya
kualitas perilaku dan kemampuan pengendalian diri yang baik
pada masyarakat. Kekurangan penelitian ini pada aspek
konten isi yang masih umum dilihat dalam pembahasan teori
maupun temuan analisisnya sehingga belum mengkerucut
dalam pembahasan yang paling urgent. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif.29
4. Skripsi karya Uminidiatul Hasanah, dengan judul penelitian
Efektivitas Bimbingan Konseling Islam di BP-4 dalam
Mengatasi Masalah Pada Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (Studi Pada Kantor Kementrian Agama
Pekanbaru). Program studi Bimbingan Konseling Islam,
(Pekanbaru: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sultan
Syarif Kasim Riau, 2014). Penelitian ini berisi tentang
efektivitas bimbingan konseling Islam di BP-4 dalam
mengatasi masalah pada korban kekerasan dalam rumah
tangga. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Badan
Penasehat Pelestarian Perkawinan (BP-4) dalam mengatasi
masalah kekerasan dalam rumah tangga efektif dilakukan, hal
29
Helpin, Metode Konseling Islam dalam Mengatasi Kekerasan
Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan Dannuang
Kecamatan Ujungloe Kabupaten Bulukumba, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah
IAIN Kendari), h. 17.
17
ini dapat dilihat dari berbagai upaya yang telah dilakukan BP-
4 dalam memberikan materi konseling dan dari semua kasus
yang masuk ke BP-4 sebagian besar dapat didamaikan
kembali. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif
deskriptif. Kelebihan dalam penelitian ini yaitu pemberian
alat bantu (media) berupa video film tentang kekerasan dalam
rumah tangga yang digunakan dalam mengatasi KDRT oleh
BP-4 Kota Pekanbaru yang bertujuan agar pasangan suami
istri dapat berfikir lebih jernih lagi dan mengetahui ruginya
jika kekerasan terjadi dalam rumah tangga. Kekurangan
penelitian yang dilakukan oleh Uminidiatul Hasanah belum
menjelaskan secara detail bentuk upaya BP-4 Kota Pekanbaru
dalam memberikan pelayanan pada pasangan suami istri yang
sedang bermasalah.
5. Rina Antasari dan Nilawati dalam Jurnal Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Dalam Kacamata Peran BP4, tahun 2014.
Penelitian ini berisi tentang peran BP4 dalam menghadapi
permasalahan KDRT. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
BP4 sangat membantu dalam persoalan keluarga, khususnya
persoalan yang berkaitan dengan KDRT. Bantuan yang
diberikan oleh BP4 di antaranya adalah membantu
memecahkan masalah keluarga, mendamaikan suami istri yan
sedang berselisih paham dan keinginan untuk becerai serta
memberikan wawasan untuk membina rumah tangga.
Kelebihan dalam penelitian ini adalah penulis menjelaskan
dengan jelas kinerja BP4 yang berada di Kota Palembang
dalam melaksanakan fungsi dan perannya terhadap
18
permasalahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan metode diskripsi analisis.30
Penulis juga menunjukan temuan data dilapangan dengan baik.
Dalam penelitian ini, BP4 hanya menangani kasus jika klien
datang dan melapor. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
penelitian tidak membahas mengenai kinerja BP4 untuk
bekerjasama dengan instasi pemerintah lain (Desa) sehingga
gerak aktif BP4 dalam pelayanan masyarakat untuk mencegah
KDRT dirasa belum optimal.
6. Skripsi karya Siti Yaumah, dengan judul penelitian Upaya
Penanganan Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Di Pesantren Untuk Pemberdayaan Perempuan (PUAN)
Amal Hayati Aqidah Usymuni Sumenep Madura. Program
Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah,
2009). Penelitian ini berisi upaya penanganan masalah KDRT
secara preventif dan kuratif, proses pelayanan masalah KDRT
meliputi pelayanan fisik/medis, psikososial, spiritual dan
hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Kelebihan dalam penelitian ini adalah penelitian
ini menjelaskan tahapan demi tahapan bentuk-bentuk upaya
penanganan masalah KDRT yang dialami masyarakt.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah tidak menjelaskan
30
Rina Antasari dan Nilawati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Kacamata Peran BP4, (Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang: Jurnal
Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1, 2014), h. 126-127.
19
secara jelas dampak atau manfaat yang diterima dari
masyarakat yang mengalami KDRT terhadap upaya
penanganan yang dilakukan PUAN Amal Hayati.
Dari semua tinjauan kajian terdahulu diatas, penelitian yang
dilakukan penulis memiliki perbedaan sebagai berikut:
a. Lokasi penelitian skripsi ini yaitu di KUA Kecamatan
Parung Bogor. Hal tersebut tentu berbeda dengan tinjauan
kajian terdahulu diatas.
b. Masalah dalam penulisan skripsi ini membahas mengenai
peran penyuluh Agama Islam dalam menjalankan fungsi
profesinya untuk kasus KDRT serta faktor pendukung dan
faktor penghambat penyuluh Agama Islam dalam
mencegah tindak KDRT di Parung Bogor. Hal ini tentu
berbeda dengan penelitian diatas.
c. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif dan teknik analisis data penelitian ini
menggunakan model Miles dan Huberman. Pada
penelitian ini penulis juga menggunakan teknik analisis
SWOT (Swot Analysis) yang digunakan hanya untuk
menjawab rumusan masalah pada poin kedua. Hal
tersebut berbeda dengan tinjauan kajian terdahulu diatas.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan
pandangan-pandangan dasar interpretatif dan fenomenologis yang
meliputi:
20
a. Realitas sosial adalah sesuatu subjektif dan
diinterpretasikan, bukan sesuatu yang lepas di luar
individu-individu
b. Manusia tidak secara sederhana disimpulkan
mengikuti hukum-hukum alam di luar diri, melainkan
menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya
c. Ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat
induktif, idiografis dan tidak bebas nilai serta
d. Penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan
sosial.31
Penulis memilih metode kualitatif untuk menganalisis realitas
sosial secara mendalam. Metode ini dipilih karena penulis ingin
menjelaskan penelitian secara mendalam mengenai peran
penyuluh Agama Islam dalam menjalankan fungsi informatif dan
edukatif, konsultatif dan fungsi advokatif untuk kasus kekerasan
dalam rumah tangga di Parung Bogor. Melalui metode kualitatif,
penulis memiliki keluwesan dalam menyusun, menganalisis hasil
temuan dilapangan dan memungkinkan penulis menggunakan
kedekatan emosional dengan subjek penelitian sehingga dapat
mempermudah penulis memperoleh informasi dan mempelajari
setiap fenomena yang terjadi.
31
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 31.
21
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis deskriptif. Jenis deksriptif kualitatif bertujuan
untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang
ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya
menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter,
sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi
ataupun fenomena tertentu.32
Jenis penelitian deskriptif dalam penelitian ini dipilih
untuk menggambarkan dan mengungkapkan fakta dan
fenomena yang terjadi di lapangan. Pendeskripsian yang
penulis lakukan berdasarkan pada data-data atau informasi
yang didapatkan dilapangan melalui observasi, wawancara
dan dokumentasi.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih
penulis berdasarkan beberapa alasan, diantaranya:
1) Lokasi penelitian dapat dijangkau dan data mudah
diakses oleh penulis sehingga dapat dilaksanakan
penelitian.
2) Penulis belum pernah menemukan karya ilmiah
berupa skripsi yang meneliti tentang Peran
32
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 68.
22
Penyuluh Agama Dalam Menjalankan Fungsi
Profesi Untuk Kasus Kekerasan dalam Rumah
Tangga di lokasi penelitian.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian lapangan dimulai sejak 12 Juli 2018
sampai 1 November 2019.
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Bila penelitian kuantitatif diarahkan pada generalisasi
(jumlah) tentang pengambilan sampel secara acak dan
terstratifikasi, penelitian kualitatif umumnya
menggunakan pendekatan purposif. Sampel tidak diambil
secara acak tetapi justru dipilih mengikuti kriteria tertentu.
Pilihan prosedur yang ada memberikan pilihan-pilihan
pada peneliti untuk mengambil prosedur yang dianggap
paling sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.33
Pendekatan purposif merupakan teknik yang
berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki subjek yang
dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan penelitian
yang akan dilakukan.34
Berkaitan dengan pendekatan
purposif dalam menentukan subyek penelitian, penulis
juga menggunakan metode non-probability sampling.
Non-Probability Sampling. Metode Non-Probability
33
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 118-119. 34
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, Cet. Ke-3 (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 106.
23
Sampling merupakan metode memilih sampel dari
populasi dengan tidak memberikan peluang yang sama
kepada anggota populasi.35
Pada penelitian kualitatif, sebelum studi dimulai
peneliti sudah harus memiliki bayangan mengenai isu-isu
yang akan dilibatkan dalam topik, orang-orang yang akan
di wawancara seperti narasumber yakni orang yang
dianggap penting memiliki pengetahuan khusus atau dapat
memberikan informasi mengenai topik yang diteliti,
karakteristik yang diisyaratkan dari narasumber dan lain
sebagainya. Pemilihan orang yang tepat sebagai
narasumber sebagai argumentasi konseptualnya menjadi
faktor penting.36
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang penyuluh
Agama Islam fungsional (PAIF), satu orang penyuluh
Agama Islam honorer (PAH), satu orang mediator BP4.
Keempat subyek tersebut merupakan orang yang
berkedudukan pada KUA Parung. Selain empat orang
yang menjadi subyek penelitian diatas, penulis juga
mewawancarai tiga orang masyarakat penerima manfaat
dari kegiatan yang dilakukan penyuluh Agama dan BP4
untuk dijadikan sebagai informan penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana
peran penyuluh Agama Islam dalam menjalankan fungsi
35
Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu
Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 62. 36
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 109-110.
24
informatif dan edukatif, fungsi konsultatif serta fungsi
advokatif untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga
serta untuk melihat faktor pendukung dan faktor
penghambat penyuluh Agama Islam dalam mencegah
kekerasan dalam rumah tangga di Parung Bogor.
b. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah peran penyuluh
agama dalam menjalankan fungsi profesi untuk kasus
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Parung Bogor.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang
berarti “melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi
diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.37
Penulis melakukan observasi atau pengamatan
langsung untuk mencari informasi dan mengumpulkan
data yang dibutuhkan dengan cara mengamati langsung
dan meninjau segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
penyuluh Agama Islam yang bekerjasama dengan BP4
KUA Parung. Penulis mengamati setiap kegiatan yang
37
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 134.
25
dilakukan mulai dari kegiatan di majelis ta‟lim dan
kegiatan bimbingan perkawinan.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara
kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk
memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif
yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang
diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu
tersebut.38
Pada penelitian ini, teknik wawancara dilakukan
kepada subyek penelitian untuk memperoleh data yang
diperlukan dan akan digunakan penulis sebagai sumber
data utama. Adapun teknik wawancara yang digunakan
adalah wawancara terstruktur, dimana penulis sudah
membuat daftar pertanyaan berupa pedoman wawancara
terlebih dahulu.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.39
38
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 144.h. 146. 39
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, Cet. ke-3 (Jakaarta: Salemba Humanika, 2012), h. 143.
26
Penulis menggunakan teknik dokumentasi dalam
penelitian ini untuk memperoleh data yang telah di
dokumentasikan oleh KUA Parung dengan mengkaji
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Pada teknik dokumentasi ini, penulis
menggunakan seperangkat alat untuk menyimpan dan
merekam hasil wawancara maupun hasil observasi seperti
kamera, recorder, buku catatan, pena dan alat pendukung
lainnya.
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Data Primer
Sumber data primer adalah jenis data yang diperoleh
langsung dari objek penelitian sebagai bahan informasi
yang dicari. Data primer juga berarti data yang langsung
diperoleh dari dari sumber data pertama di lokasi
penelitian atau objek penelitian.40
Pada penelitian ini,
sumber data primer merupakan hasil pengumpulan data
melalui proses wawancara langsung dan proses
pengamatan langsung atau observasi yang dilakukan
penulis.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari
sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang
40
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana,
2010), h. 122.
27
dibutuhkan.41
Pada penelitian ini, sumber data sekunder
yang digunakan penulis bersumber dari buku-buku,
internet, jurnal, artikel serta data-data yang dimiliki
lembaga/tempat dilangsungkannya penelitian ini yang
penulis lakukan melalui teknik dokumentasi.
6. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh
kejelasan mengenai apa yang ingin diungkap peneliti melalui
pengamatan yang dilakukan.42
Strategi analisis kualitatif,
umumnya tidak digunakan sebagai alat mencari data dalam
arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis
proses sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta
yang tampak dipermukaan itu. Dengan demikian, maka
analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses
dan fakta bukan sekadar untuk menjelaskan fakta tersebut.43
Pada penelitian ini, teknik analisis data dalam penelitian
ini menggunakan model Miles dan Huberman. Adapun teknik
analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya. Maka data yang telah direduksi akan
41
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana,
2010), h. 123. 42
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian
Perilaku Manusia, Cet. ke- 6 (Depok: LPSP3, 2017), h. 187. 43
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 144.
28
memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Secara
teknis, pada kegiatan reduksi data yang telah dilakukan
dalam penelitian ini meliputi perekaman hasil wawancara
kemudian pengamatan hasil pengumpulan dokumen yang
berhubungan dengan fokus penelitian.
b. Penyajian Data
Menyajikan data yaitu penyusunan sekumpulan
informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan penarikan tindakan. Pada penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori atau
sejenisnya. Pada penelitian ini, secara teknis data-data
disajikan dalam bentuk teks naratif, tabel, foto-foto dan
bagan.
c. Penarikan Kesimpulan
Data yang diperoleh penulis melalui hasil wawancara
dideskriptifkan secara menyeluruh. Data wawancara
dalam penelitian ini adalah sumber data utama yang
menjadi bahan analisis data untuk menjawab masalah
penelitian.
Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan analisis
SWOT untuk menjawab rumusan masalah pada poin
kedua. SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan
29
Threats (ancaman).44
Menurut Freddy Rangkuti, matriks
SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan
kelemahan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan
kesempatan-kesempatan eksternal dari tantangan yang
dihadapi. Analisis SWOT yang digunakan penulis pada
penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah
penelitian pada poin kedua.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini, penulis menggunakan
Pedoman Karya Ilmiah Skripsi yang diterbitkan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman penulisan
skripsi. Berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi tahun 2017,
skripsi dengan jenis penelitian kualitatif dibagi ke dalam VI
Bab.45
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I memuat tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan kajian
terdahulu, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
44
Arif, Yusuf Hamali, Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 107. 45
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi), Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2017, h. 19.
30
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi landasan teori tentang peran
penyuluh agama, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) dan kerangka berfikir.
BAB III : GAMBARAN UMUM
Isi dari Bab III memuat tentang profil
Kantor Urusan Agama (KUA) Parung
meliputi sejarah, kedudukan tugas dan
fungsi, visi dan misi, ragam pelayanan,
kegiatan kemitraan, letak geografis,
agama, sarana dan prasarana dan struktur
organisasi KUA Parung. Bab ini juga
memuat tentang profil penyuluh Agama
Islam KUA Parung, hubungan penyuluh
Agama Islam dengan BP4 dan program
penyuluh agama Islam KUA Parung.
BAB IV : DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini memuat data dan hasil temuan di
lapangan meliputi deskripsi informan dan
peran penyuluh Agama Islam KUA
Parung.
BAB V : PEMBAHASAN
Bab ini memuat tentang peran penyuluh
agama Islam dalam menjalankan fungsi
profesi untuk kasus kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor, faktor
31
pendukung dan faktor penghambat
penyuluh agama Islam dalam mencegah
kekerasan dalam rumah tangga di Parung
Bogor dan analisis SWOT.
BAB VI : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Bab ini berisi tentang simpulan, implikasi
dan saran.
32
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Peran Penyuluh Agama
1. Pengertian Peran
Kata peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.1 Sedangkan kata peran
dalam Kamus Ilmiah Populer karangan Poerwadarminta
mempunyai arti orang yang dianggap sangat berpengaruh
dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pemikiran
maupun tenaga demi satu tujuan.2
Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan
(status). Jika sesorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan peranan.
Perbedaan peranan dan kedudukan adalah untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena
tidak ada kedudukan tanpa peran dan peran tanpa kedudukan,
keduanya saling bergantung satu sama lain.3 Menurut Sarlito
Wirawan Sarwono, peran adalah harapan-harapan lain pada
umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas dan
1 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), Cet. Ke-2, h. 854. 2 WJS Poerwadarminta, Kamus Ilmiah Modern (Jakarta: Jembatan,
1976), Cet. Ke-2, h. 473. 3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 210.
33
semestinya dilakukan oleh orang yang memiliki peran
tertentu.4
Dalam teori Biddle & Thomas dikutip dari buku Sarlito
Wirawan Sarwono, membagi peristilahan dalam teori peran
empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:5
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi
sosial.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku.
d. Kaitan antara orang dengan perilaku.
2. Macam-macam Peran
Sutarmadi dan Al-Tirmidzi membagi jenis-jenis peran ke
dalam empat bagian, yaitu:6
a. Role Position adalah kedudukan sosial yang sekaligus
menjadikan status sosial atau kedudukan dan
berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi orang
tersebut dalam struktur sosial tertentu.
b. Role Behaviour adalah cara seseorang memainkan
perannya apabila orang tersebut melakukan dengan
baik perannya maka ia akan diterima baik dikeluarga,
masyarakat dan lain-lain. Sebaliknya apabila orang
tersebut tidak melakukan perannya dengan baik,
4 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 99-100. 5 Ibid, h. 233-234.
6 A. Sutarmadi dan Al Tirmidzi, Peranan Dalam Pengembangan Hadist
dan Fiqih, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 27.
34
orang tersebut tidak akan diterima dikeluarga maupun
masyarakat.
c. Role Perceptiont adalah bagaiamana seseorang
memandang peranan sosialnya serta bagaimana ia
harus bertindak atas dasar pandangan orang tersebut.
d. Role Expectation adalah peranan seseorang terhadap
peranan yang dimainkannya bagi sebagian besar
masyarakat.
Peran dapat diklasifikasikan menurut bermacam cara
sesuai dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai peran
dapat disebutkan sebagai berikut:7
a. Berdasarkan pelaksanaannya peran dapat dibedakan
menjadi dua bagian:
1) Peran yang diharapkan (Exected Roles), yaitu
cara ideal dalam pelaksanaan peran menurut
penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki
peran yang diharapkan secermat-cermatnya dan
peran ini tidak dapat ditawar dan harus
dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peran jenis
ini antara lain adalah peran hakim, peran
protokoler diplomatik, dan sebaginya.
2) Peran yang disesuaikan (Actual Roles), yaitu cara
bagaimana sebenarnya peran itu dijalankan.
Peran ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat
7 Zulkarnain Fadli, Peran Penyuluh Agama Dalam Membina Akhlak
Jamaah Islamic Cultural Center (ICC) Pejaten Barat Jakarta Selatan, (Skripsi
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2013), h. 12-13.
35
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok
dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang
muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.
b. Berdasarkan cara memperolehnya peran dapat
dibedakan menjadi:
1) Peran bawaan (Ascribed Roles), yaitu peran
yang diperoleh secara otomatis bukan karena
usaha, misalnya peran sebagai nenek, anak,
bupati dan sebagainya.
2) Peran pilihan (Achives Roles), yaitu peran yang
diperoleh atas dasar keputusan sendiri, misalnya
seseorang yang memutuskan untuk memilih
kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga dan menjadi mahasiswa
program sosiologi.
Jika dilihat dari beberapa teori peran diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa peran berhubungan dengan status,
kedudukan dan fungsi yang ada di masyarakat. Peran yang
dimaksud dalam pengertian ini adalah tingkah laku seseorang
yang diharapkan dalam interaksi sosial, atau seseorang yang
menjadi panutan dalam ucapan maupun tindakannya di
lingkungan masyarakat. Pada penelitian ini juga, peran yang
dimaksud penulis adalah peran Penyuluh Agama dalam
menjalankan fungsi profesinya di masyarakat.
36
3. Pengertian Penyuluh Agama
Secara bahasa kata penyuluh berasal dari kata “suluh”
yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi (biasa
dibuat dari daun kelapa yang kering atau damar) “obor”.8 Bisa
disimpulkan bahwa penyuluh adalah seseorang yang memberi
penerangan dan petunjuk kepada jalan yang benar.9
Sedangkan menurut Zakiah Darajat, Agama adalah
kebutuhan jiwa atau psikis manusia yang akan mengatur dan
mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan dan cara
menghadapi tiap-tiap masalah.10
Agama juga dapat berfungsi
sebagai etos pembangunan maksudnya bahwa Agama
menjadi panutan seseorang atau masyarakat jika diyakini dan
dihayati secara mendalam mampu memberikan suatu tatanan
nilai moral dan sikap, selanjutnya nilai moral tersebut akan
memberikan garis-garis pedoman tingkah laku seseorang
dalam bertindak sesuai dengan ajaran Agamanya.11
Istilah penyuluh Agama mulai disosialisasikan sejak tahun
1985 yaitu dengan adanya Keputusan Menteri Agama nomor
791 Tahun 1985 tentang honorarium bagi penyuluh Agama.
Istilah penyuluh Agama dipergunakan untuk mengganti
istilah Guru Agama Honorer (GAH) yang dipakai sebelumnya
8 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama), h. 719. 9 Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1386. 10
Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Dan Pengembangan Mental,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1982), cet. Ke-3, h. 52. 11
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), h. 264.
37
di lingkungan kedinasan Departemen Agama.12
Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil antara lain dinyatakan
bahwa untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan
pembinaan karir pegawai negeri sipil perlu ditetapkan jabatan
fungsional.13
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut,
dikeluarkan keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999
tentang rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang antara lain menetapkan bahwa penyuluh Agama
adalah jabatan fungsional pegawai negeri yang termasuk
dalam rumpun jabatan keagamaan.
Mengacu pada peraturan diatas, keberadaan penyuluh
Agama ditengah-tengah masyarakat ini sangat signifikan dan
diperlukan. Mereka menjadi inspirator, motivatir, stabilitator
dan dinamisator pembangunan di tengah-tengah masyarakat
dengan bahasa Agama. Karena pembangunan nasional bangsa
Indonesia bukan hanya dimensi fisik-material, tetapi harus
diimbangi juga dengan pembangunan mental-spiritual.
Disinilah peran dan fungsi penyuluh Agama untuk
membangun mental dan spiritual masyarakat Indonesia yang
Agamis. Sehingga Agama bukan sebatas formalitas dan
identitas saja, tetapi harus menjadi sumber inspirasi, motivasi
12
Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, (Jakarta: Dirjen
Bimas Islam dan Urusan Haji, 1987), h. 8. 13
Kementrian Agama RI. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Penyuluh Agama, Kementrian Agama RI: Direktorat Jenderal
Bimas Islam, 2012, h. 1-2.
38
dan landasan etika sosial dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.14
Jika dilihat dari pengertian penyuluh Agama diatas,
penyuluh Agama diartikan sebagai agen perubahan di
masyarakat yang selalu membimbing, mengayomi dan
menggerakan masyarakat untuk berbuat baik dan menjauhi
perbuatan yang di larang dalam Agama. Pada penelitian ini,
penyuluh Agama yang dimaksud penulis adalah penyuluh
Agama Islam. Penyuluh Agama Islam berperan sebagai juru
dakwah atau mubaligh yang mengemban tugas dalam
menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam ke tengah-tengah
kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu maupun
kelompok agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.15
4. Peran Penyuluh Agama
Berdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah,
bahwa Penyuluh Agama adalah pegawai di jajaran
Kementrian Agama RI yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan bimbingan keagamaan dan
pembangunan melalui bahasa Agama. Sedangkan bidang
14
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 1-2. 15
Hilyati Fijriyah, Hubungan Antara Penyuluhan Agama Dengan
Motivasi Kerja Karyawan Di Perseroan Terbatas (PT) Krakatau Bandar
Samudera (KBS) Cigading, (Skripsi: Program Studi Bimbingan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017), h. 57.
39
pekerjaannya adalah penyuluhan Agama, yaitu suatu kegiatan
bimbingan atau penerangan Agama dan pembangunan dengan
bahasa Agama untuk meningkatkan peranserta masyarakat
dalam pembangunan nasional.16
Berdasarkan definisi tersebut, sekurangnya ada empat
macam tugas yang mesti dilakukan oleh Penyuluh Agama,
yaitu (1) memberikan bimbingan agama; (2) memberikan
penyuluhan agama; (3) berpartisipasi dalam pembangunan
dengan bahasa agama dan (4) memberikan konsultasi atau
arahan keagamaan. Semua ini dilakukan demi meningkatkan
keimanan, ketakwaan dan kerukunan umat beragama serta
keikutsertaan dalam keberhasilan pembangunan nasional.17
Jika dilihat dari penjelasan diatas, peran tidak pernah
terlepas dari fungsi yang ada didalamnya. Mengenai kata
peran dan fungsi, baik hubungan dan perbedaan di dalamnya,
dijelaskan bahwa peran memiliki arti sebagai status atau
kedudukan seseorang di masyarakat. Peran ini lebih diartikan
sebagai status seseorang yang mengemban tugas (kewajiban)
yang harus dilakukan oleh seseorang tersebut di masyarakat.18
16
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 8-9. 17
Ibid, h. 9. 18
Qois Dzulfaqor, Peran Penyuluh Agama Islam Dalam Mewujudkan
Keluarga Sakinah Di Kecamatan Cakung Jakarta Timur, (Skripsi: Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 38.
40
Sedangkan fungsi dalam hal ini diartikan sebagai jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan.19
Fungsi ini sebagai pelaksanaan
atau realisasi daripada kewajiban-kewajiban jabatan
(pekerjaan) atau status (kedudukan) seseorang di masyarakat.
Dari kedua kata tersebut dapat dilihat perbedaan antara
satu dengan yang lainnya. Dimana peran adalah sebuah
kewajiban (tugas) yang harus dilakukan seseorang dalam
kedudukannya di masyarakat, sedangkan fungsi sebagai
realisasi daripada kewajiban yang diemban oleh seseorang
sesuai dengan kedudukannya di masyarakat.20
Fungsi dari Penyuluh Agama, sebagaimana yang
diugkapkan Kustini (2014), bahwa setidaknya ada 3 fungsi
yang harus diperankan oleh mereka dalam melaksanakan
tugasnya, yaitu:21
a. Fungsi Informatif dan edukatif; yakni sebagai juru
dakwah yang berkewajiban mendakwahkan ajaran
agamanya, menyampaikan penerangan agama dan
mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan ajaran agamanya.
b. Fungsi konsultatif; yaitu ikut aktif dan berpartisipatif
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi
19
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 420. 20
Qois Dzulfaqor, Peran Penyuluh Agama Islam Dalam Mewujudkan
Keluarga Sakinah Di Kecamatan Cakung Jakarta Timur, (Skripsi: Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 38. 21
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 9.
41
masyarakat, baik persoalan pribadi, keluarga,
lingkungan dan masyarakat umum dengan bimbingan
dan solusi ajaran agama.
c. Fungsi Advokatif; yakni memiliki tanggungjawab
moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan
terhadap umat binaan atas berbagai ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan
akidah, ibadah dan akhlak masyarakat.
5. Pengertian Penyuluhan Agama
Dalam pengertian umum, penyuluhan adalah salah satu
bagian dari ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses
perubahan individu serta masyarakat agar dapat terwujud
perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.22
Istilah penyuluhan dalam bahasa sehari-hari sering digunakan
untuk menyebut pada kegiatan pemberian penerangan kepada
masyarakat baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah
seperti penyuluhan pertanian, yaitu pemberian penerangan
kepada para petani tentang cara-cara bertani yang baik dan
benar serta penyuluhan narkoba, yaitu pemberian penerangan
kepada masyarakat tentang bahaya narkoba serta cara
menanggulanginya.23
22
Amirulloh, Analisis Pengembangan Kompetensi Penyuluh Agama
Pada Ditjen Bimas Islam Kementrian Agama Republik Indonesia Dalam
Memelihara Kerukunan Umat Beragama, (Tangerang Selatan: YPM, 2016), h.
17. 23
Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam, (Pengembangan
Dakwah Melalui Psikoterapi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 49.
42
M. Arifin memaparkan bahwa istilah penyuluhan
mengandung arti menerangi, manasehati atau memberi
kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti
tentang hal yang dialaminya.24
Penyuluhan juga bisa
berfungsi sebagai berikut:
a. Penyuluhan sebagai proses perubahan sosial
Penyuluhan tidak sekedar merupakan proses perubahan
perilaku pada diri seseorang, tetapi merupakan proses
perubahan sosial yang mencakup banyak aspek, termasuk
politik dan ekonomi yang dalam jangka panjang secara
bertahap mampu diandalkan menciptakan pilihan-pilihan baru
untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya.25
b. Penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat
Inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk
memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti
memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau
mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.
Konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pemahaman
bahwa pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya
masyarakat madani (yang beradab) dan mandiri dalam
pengertian dapat mengambil keputusan (yang terbaik) bagi
kesejahteraannya sendiri.
24
Lailatussa‟diah, dkk. Metode dan Teknik Penyuluhan, Jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam 6 Tahun 2013, (Ciputat: Mega Mall Ciputat,
2016), h. 2. 25
Cess Leeuwis, Komunikasi Untuk Inovasi Pedesaan Berfikir Kembali
Tentang Penyuluhan Pertanian, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 40.
43
c. Penyuluhan sebagai penguatan kapasitas
Penguatan kapasitas di sini adalah penguatan kemampuan
yang dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat),
kelembagaan maupun hubungan atau jejaring antar individu,
kelompok organisasi, kelompok organisasi sosial, serta pihak
lain diluar sistem masyarakatnya sampai di arah global.
Kemampuan atau kapasitas masyarakat diartikan sebagai daya
atau kekuatan yang dimilki oleh setiap individu dan
masyarakatnya untuk memobilisasi dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki secara lebih berhasil guna (efektif)
dan berdaya guna (efisien) secara berkelanjutan. Dalam
hubungan ini, kekuatan atau daya yang dimiliki setiap
individu dan masyarakat bukan dalam arti pasif tetapi bersifat
aktif yaitu terus menerus dikembangkan atau dikuatkan untuk
memproduksi atau menghasilkan sesuatu yang lebih
bermanfaat.26
Kelsey dan Herane mengemukakan bahwa falsafah
penyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk
membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya
sebagai manusia. Dari pendapat tersebut terkandung
pengertian bahwa:
1) Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan
bukannya bekerja untuk masyarakat. Kehadiran penyuluh
bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus
mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat
26
Cess Leeuwis, Komunikasi Untuk Inovasi Pedesaan Berfikir Kembali
Tentang Penyuluhan Pertanian, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 52.
44
dan mampu menumbuhkan, menggerakkan, serta
memelihara partisipasi masyarakat.
2) Penyuluhan tidak menciptakan ketergantungan, tetapi
harus mampu mendorong semakin terciptanya kreativitas
dan kemandirian masyarakat agar semakin memiliki
kemampuan untuk berswakarsa swadaya, swadana, dan
swakelola bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan guna
tercapainya tujuan, harapan, dan keinginan-keinginan
masyarakat sasarannya.
3) Penyuluhan yang dilaksanakan harus selalu mengacu
kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.27
6. Metode Penyuluhan Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah
cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki.28
Sedangkan
menurut M. Arifin, secara harfiah metode adalah segala
sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.29
Adapun metode yang sering digunakan dalam
melakukan penyuluhan Agama adalah sebagai berikut:
27
Sahrul Iman, Peran Penyuluh Agama Dalam Meningkatkan Prososial
Masyarakat Organik (Masyarakat Perkotaan) Di Kebayoran Lama Jakarta
Selatan, (Skripsi:Jurusan BPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 41-
42. 28
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), Cet. Ke-2, h. 740. 29
H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, (Jakarta: PT. Golden Terayon, 1998), h. Cet Ke-6, h. 43.
45
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dilakukan
dengan maksud menyampaikan keterangan, petunjuk,
pengertian dan penjelasan tentang sesuatu kepada
pendengar dengan menggunakan lisan.30
Metode ceramah
yang dimaksud adalah suatu cara menyampaikan bahan
secara lisan oleh tenaga penyuluh. Sedangkan peran
audien sebagai penerima pesan, mendengar,
memperhatikan, dan mencatat informasi yang
disampaikan penyuluh bila diperlukan.31
Metode ini
efektif untuk jumlah sasaran dengan jumlah relatif banyak
dan tidak memerlukan umpan balik dari peserta
penyuluhan secara langsung atau interaktif.32
b. Wisata Religi
Metode ini biasa dikenal dengan wisata ziarah, yaitu
dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah dari masa
lalu. Hal yang dapat dipetik ialah meningkatnya wawasan
sasaran bina mengenai keragaman budaya dalam
keberagaman.33
30
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amza, 2009), h. 102. 31
Departemen Agama RI, Pedoman Penyuluhan Wakaf Bagi Penyuluh
Agama, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementrian Agama RI, 2010), h. 108. 32
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 69. 33
Ibid, h. 70.
46
c. Metode Tanya Jawab
Metode ini sesungguhnya dapat digunakan bersamaan
dengan metode ceramah. Ciri khas dari metode ini ialah
keterlibatan aktif sasaran bina untuk mengungkapkan hal-
hal yang masih belum dipahami olehnya atau menjadi
persoalan bersama.
d. Halaqoh Diskusi
Metode ini mirip dengan tanya jawab pada aspek
keterlibatan sasaran bina. Yang membedakannya, metode
ini efektif bagi sasaran bina yang berpotensi pengetahuan
memadai.
e. Demonstrasi
Metode ini efektif untuk menyampaikan hal-hal yang
sifatnya praktis dan memerlukan penjelasan secara
demonstratif misalnya praktif wudhu, sholat atau manasik
haji.
f. Konseling
Metode ini dilakukan sasaran bina selaku individu
yang memerlukan penjelasan-penjelasan mengenai hal-hal
yang mungkin menjadi permasalahan baginya. Jika pada
metode-metode sebelumnya (ceramah, diskusi, wisata
religi dan demontratif) penyuluh memerankan fungsi
edukatif, maka pada metode ini penyuluh memerankan
fungsi konsultatif.34
34
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 70.
47
7. Materi Penyuluhan Agama
Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang
disampaikan dalam kegiatan penyuluhan, baik yang
menyangkut ilmu atau teknologi. Materi yang baik dalam
penyuluhan adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran,
menarik karena dapat diperbaiki, dapat meningkatkan
pendapatan dan dapat memecahkan masalah yang sedang di
hadapi oleh sasaran penyuluhan.
Menurut Mardikanto, materi pada dasarnya dibedakan ke
dalam (a) materi pokok, yaitu materi yang benar-benar
dibutuhkan dan harus diketahui sasaran; (b) materi yang
penting, yaitu materi berisi dasar pemahaman tentang sesuatu
yang berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan sasaran; (c)
materi penunjang, yaitu materi yang masih berkaitan dengan
kebutuhan sasaran, namun hanya untuk memperluas
cakrawala pengetahuan atau pemahaman tentang kebutuhan
yang dirasakan sasaran; (d) materi mubazir, yaitu materi yang
sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kebutuhan sasaran
tetapi kadang dibahas.35
Materi-materi yang disampaikan oleh Penyuluh Agama
Islam pada dasarnya bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadist
sebagai sumber utama meliputi aqidah, syariah dan akhlak.
35
Sahrul Iman, Peran Penyuluh Agama Dalam Meningkatkan Prososial
Masyarakat Organik (Masyarakat Perkotaan) Di Kebayoran Lama Jakarta
Selatan, (Skripsi:Jurusan BPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 61.
48
a. Akidah
Akidah (keimanan) adalah sebagai sistem kepercayaan
yang berpokok pangkal atas kepercayaan dan keyakinan
yang sungguh-sungguh akan ke-Esaan Allah SWT.
Akidah merupakan ajaran pokok Islam yang terkait
dengan keyakinan/keimanan ini terangkum dalam rukun
iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat,
iman kepada kitab suci, iman kepada rassul, iman kepada
hari akhir dan iman kepada qadha dan qadhar.
Akidah ini merupakan ruh bagi setiap orang. Dengan
berpegang teguh padanya, maka manusia akan hidup
dalam keadaan yang baik dan menggembirakan, tetapi
bila manusia meninggalkan akan matilah semangat
kerohaniannya. Akidah adalah sumber dari rasa kasih
sayang yang terpuji, akidah merupakan tempat
tertanamnya perasaan-perasaan yang indah dan luhur.
Oleh karena itu, akidah bagi kehidupan manusia menjadi
sumber kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang
tinggi. Akidah akan mendidik manusia untuk
mengikhlaskan seluruh kehidupannya pada Allah semata.
Dengan demikian, terbentuknya karakter yang agung
menjadi manusia yang suci, jujur dan teguh memegang
amanah, maka akidah merupakan kekuatan yang besar,
yang mampu mengatur secara tertib kehidupan manusia.
b. Syariah
Syariah berarti tatanan, perundang-undangan atau
hukum yaitu tata aturan yang mengatur pola hubungan
49
manusia dengan Allah secara vertikal dan hubungan
manusia dengan sesamanya secara horizontal. Kaidah
syariah yang secara khusus mengatur pola hubungan
horizontal dengan sesamanya disebut mua‟malah. Dengan
demikian syari‟ah meliputi ibadah dan mu‟amalah.
Ibadah dalam arti umum (ibadah „am-mah) ialah tiap
amal perbuatan yang disukai dan diridhai Allah SWT
yang dilakukan oleh seorang muslim dengan niat karena
Allah semata.36
Dalam hal ibadah mencangkup segala
amal perbuatan yang mendekatkan hamba kepada
Tuhannya untuk meningkatkan ke araj kesempurnaan
menurut tuntutan Allah SWT. Ibadah ini menjaga
keseimbangan naluri antara kebutuhan jasmani dan rohani
manusia. Ibadah ini meliputi rukun Islam yaitu syahadat,
sholat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan masalah
mu‟amalah yaitu mengatur pola hubungan horizontal
dengan sesamanya seperti masalah waris, pernikahan,
perdagangan dan sebagainya.
c. Akhlakul Karimah
Akhlak adalah sistem yang tertanam dalam jiwa
daripadanya timbul perbuatan yang mudah tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran. Akhlak dalam Islam
adalah sesuatu sikap mental dan tingkah laku perbuatan
36
Hilyati Fijriyah, Hubungan Antara Penyuluhan Agama Dengan
Motivasi Kerja Karyawan Di Perseroan Terbatas (PT) Krakatau Bandar
Samudera (KBS) Cigading, (Skripsi: Program Studi Bimbingan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017), h. 28.
50
yang luhur, mempunyai hubungan dengan zat yang Maha
Kuasa. Akhlak Islam adalah produk dari keyakinan atas
ke-Esaan Tuhan.
Menurut ajaran Islam, bimbingan akhlakul karimah
adalah faktor penting dalam membina suatu umat dan
membangun suatu bangsa. Oleh karena itu, bimbingan
akhlak harus ditanamkan sejak dini. Bimbingan akhlak ini
sangat penting karena menyangkut sikap dan perilaku dan
seyogyanya disampaikan oleh seorang muslim dalam
hidupnya sehari-hari secara personal (pribadi) maupun
sosial.
Dalam hal ini yang termasuk akhlak disini ialah
seperti berbuat baikpada orangtua, saling hormat-
menghormati, tolong menolong, bersilaturrahim, nasehat
menasehati dan sebagainya. Ketiga macam materi tersebut
tidak dapat dipisahkan, sebab satu dengan yang lainnya
saling berkaitan meskipun dapat dibeda-bedakan. Jika
diberi perumpamaan, ajaran-ajaran Islam bagaikan pohon
yang amat rindang yang terdiri dari akar yang
mencengkram erat di dalam perut bumi yang berupa
akidah, sedangkan batang pohonnya adalah syariah dan
buahnya merupakan akhlakul karimah.37
37
Hilyati Fijriyah, Hubungan Antara Penyuluhan Agama Dengan
Motivasi Kerja Karyawan Di Perseroan Terbatas (PT) Krakatau Bandar
Samudera (KBS) Cigading, (Skripsi: Program Studi Bimbingan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017), h. 55.
51
Dengan demikian, materi penyuluhan menjadi poin
penting dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Hal tersebut
dikarenakan satu sama lain saling berkaitan untuk
memberikan manfaat yang besar guna menunjang kehidupan
masyarakat.
8. Sasaran Penyuluhan
Dalam konteks kegiatan bimbingan dan penyuluhan
Agama dikenal istilah kelompok sasaran dan kelompok
binaan. Kelompok sasaran adalah kelompok atau anggota
masyarakat yang berada dalam suatu wilayah kerja seorang
Penyuluh Agama. Apabila wilayah kerjanya tingkat
Kecamatan, maka kelompok sasarannya adalah kelompok
masyarakat yang di Kecamatan tersebut. Begitu pula jika
wilayah kerjanya tingkat desa/kelurahan, maka kelompok
sasarannya mencakup kelompok masyarakat yang berada di
wilayah desa/kelurahan tersebut.38
9. Media Penyuluhan
Menurut Mardikanto, media adalah alat atau benda yang
dapat diamati, didengar, diraba atau dirasakan oleh indra
manusia yang berfungsi untuk memperagakan atau
menjelaskan uraian yang disampaikan penyuluh guna
membantu proses belajar sasaran agar materi penyuluhan
38
Dudung Abdul Rohaman dan Firman Nugraha, Menjadi Penyuluh
Agama Profesional (Analisis Teoritis dan Praktis), (Bandung: LEKKAS,
2017), h. 51.
52
mudah diterima dan dipahami.39
Adapun media yang
digunakan dalam penyuluhan adalah sebagai berikut:40
a. Media Cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual,
biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau
foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini
adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar
balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah,
poster, foto yang menginformasikan kesehatan.
b. Media Elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan
dinamis, dapat dilihat dan didengar penyampaiannya
melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam
media ini adalah televisi, radio, video film¸ CD, VCD.
c. Media Luar Ruang
Media ini merupak media yang penyampaiannya
diluar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik
misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan
televisi layar lebar.
Secara sederhana media penyuluhan adalah alat
berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan (messages)
penyuluhan dengan model-model yang sesuai dengan materi
39
Sahrul Iman, Peran Penyuluh Agama Dalam Meningkatkan Prososial
Masyarakat Organik (Masyarakat Perkotaan) Di Kebayoran Lama Jakarta
Selatan, (Skripsi:Jurusan BPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 60. 40
Hilyati Fijriyah, Hubungan Antara Penyuluhan Agama Dengan
Motivasi Kerja Karyawan Di Perseroan Terbatas (PT) Krakatau Bandar
Samudera (KBS) Cigading, (Skripsi: Program Studi Bimbingan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017), h. 41-42
53
penyuluhan. Adapun media penyuluhan yang penulis maksud
dalam penelitian ini adalah media cetak dan media luar ruang.
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
1. Pengertian Kekerasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan
diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menyebabkan
cidera atau matinya orang lain. Dengan demikian, kekerasan
merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang
mengakibatkan luka, cacat, sakit, serta unsur yang perlu
diperhatikan adalah berupa paksaan.41
Adapun pengertian
kekerasan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Omas Ihromi, kekerasan merupakan suatu
tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan
tertentu sehingga dapat merugikan orang lain baik
dalam bentuk fisik maupun psikis.42
b. Menurut Soekanto, kekerasan adalah perbuatan yang
dapat menimbulkan luka fisik, pingsan maupun
kematian yang terdiri dari lima faktor yaitu:43
1) Kekerasan tanpa menggunakan alat atau tangan
kosong.
2) Kekerasan menggunakan alat.
41
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Ke-3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007). 42
Tapi Omas Irhomi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarto Luhulimal,
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (Bandung: Alumni, 2000), h.
267. 43
Soekanto, Jurnal Psikologi UI, (Jakarta: UI Press, 1980), h. 5.
54
3) Kekerasan mengkombinasikan alat dengan
tangan kosong.
4) Kekerasan individu.
5) Kekerasan kelompok.
c. Jane Robert Chapman pendiri Centere For Woman
Policy berpendapat, bahwa tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak terjadi secara universal di
semua negara. Dari 90 negara yang diteliti selalu di
temukan kekerasan dalam keluarga dan dalam
perilaku tersebut yang paling sering terjadi adalah
tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-
anak.44
d. Menurut Ruby Hardiati Johny, kekerasan merupakan
sebuah terminologi yang sarat dengan arti dan makna
“derita”, baik dikaji dari perspektif psikologi maupun
hukum, bahwa di dalamnya terkandung perilaku
manusia (seseorang/sekelompok orang) yang dapat
menimbulkan penderitaan bagi orang lain
(pribadi/kelompok).45
44
Achie Sudiarti Luhulima, Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, (Jakarta:
Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2009), h. 78. 45
Saeno Fitrianingsih, Faktor-Faktor Penyebab Tindakan Kekerasan
Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Kota Bandar
Lampung), (Skripsi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik:
Universitas Lampung, 2016), h. 11.
55
Pada umumnya, tindak kekerasan dan penggunanya
dikaitkan dengan tindakan bermotivasi individual, walau
banyak tindak kekerasan dilakukan individu atas nama orang
lain. Dengan demikian suatu tindakan baru dapat
dikategorikan sebagai kekerasan jika tindakan itu
menyebabkan, membahayakan keselamatan orang lain.46
Perilaku tersebut di anggap sebagai perbuatan yang
menyimpang, karena melanggar hukum juga nilai dan norma
yang terdapat dalam masyarakat seperti norma Agama,
kesusilaan dan kesopanan.
Peran gender (role gender) yang tidak seimbang
menyebabkan ketimpangan sosial atau ketidakadilan gender
yang bersumber dari perbedaan peran gender antara laki-laki
dan perempuan, hal ini sangat merugikan posisi perempuan
dalam berbagai komunitas sosial. Adanya ketidakadilan
gender menurut Mansour Faqih disebabkan oleh perilaku dan
perlakuan sosial, yaitu:47
a. Subordinasi
Pada dasarnya adalah keyakinan dianggap lebih
penting dan lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya.
Pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Sebuah
pandangan yang tidak adil terhadap perempuan dan dasar
46
Hadijah dan La Janna, Hukum Islam & Undang-Undang Anti
Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Ambon: Cipta Karya Mandiri, 2007), h. 8. 47
Fadillah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi
Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 58.
56
anggapan bahwa perempuan ittu irasional, emosional dan
lemah, menyebabkan penempatan perempuan dalam
peran-peran yang dianggap kurang penting atau
subordinat.48
b. Stereotipe perempuan
Stereotipe adalah pelabelan terhadap kelompok, suku,
bangsa tertentu yang selalu berkonotasi negatif, sehingga
sering merugikan dan menimbulkan ketidakadilan.
Misalnya label perempuan sebagai ibu rumah tangga
(domestik) dan laki-laki sebagai pencari nafkah (publik),
perempuan lemah, laki-laki kuat dan lain-lain.49
c. Kekerasan/Violence
Salah satu bentuk ketidakadilan gender adalah tindak
kekerasan terhadap perempuan, baik yang berbentuk
kekerasan pisik maupun psikis, termasuk anggapan bahwa
laki-laki pemegang supermasi dan dominasi terhadap
berbagai sektor kehidupan.50
Perilaku kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak tidak sesuai dengan martabat
kemanusiaan maupun hak-hak korban yang melekat sejak
lahir. Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak
hanya merupakan masalah global melainkan terkait
dengan isu global Hak Asasi Manusia (HAM).51
48
Fadillah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat
Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 74. 49
Ibid, h. 76-78. 50
Ibid, h. 78. 51
Muladi, Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di
Indonesia, (Jakarta: The Habibie Center, 2002), h. 60.
57
2. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindakan
atas seseorang terhadap pasangannya berupa serangan dan
ancaman, baik penyiksaan secara pisik, psikologis dan
berujung sampai kematian. Pada hakikatnya kekerasan yang
terjadi dalam lingkup rumah tangga bisa terjadi dan menimpa
siapa saja di dalamnya, tidak terkecuali kekerasan dalam
rumah tangga yang menimpa kaum perempuan atau istri.
Kekerasan terhadap kaum wanita mempunyai dua bentuk
yaitu:
a. Kekerasan di rumah biasanya terjadi dalam bentuk
kekerasan fisik oleh suami terhadap istrinya.
b. Kekerasan di lingkungan sosial yang terjadi dalam
bentuk perlakuan diskriminatif terhadap kaum wanita
yang menjalankan fungsi-fungsi sosialnya.52
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (UU PKDRT) Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan
bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam
52
Sunarto, Televisi, Kekerasan & Perempuan, (Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2009), h. 5-6.
58
lingkup rumah tangga.53
Lingkup rumah tangga dalam
undang-undang ini adalah:
a. Suami, istri, anak.
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah
tangga.
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut.54
UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan:
a. Penghormatan hak asasi manusia.
b. Keadilan dan kesetaraan gender.
c. Nondiskriminasi.
d. Perlindungan korban.
UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga bertujuan :
a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah
tangga.
b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
53
Moerti Hadiati Soeroso, Buku Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU RI No. 23 Tahun 2004), (Jakarta: Sinar
Grafika, 1992), h. 21. 54
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Rineke
Cipta, 2004), h. 7.
59
d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis
dan sejahtera.55
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena masih
adanya pemahaman yang keliru mengenai bias gender dimana
seorang perempuan harus tunduk kepada laki-laki, hal itu
mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Bias gender juga menekan kaum perempuan untuk menjadi
submisif dan menerima semua bentuk perilaku tidak adil yang
mengedepankan hak sosial atau orang lain daripada hak
pribadi. Pada umumnya bias gender juga menempatkan
perempuan pada posisi lemah, sehingga membuat laki-laki
lebih dominan dalam sistem keluarga dan masyarakat. Hal
tersebut sangat merugikan perempuan sehingga perempuan
lebih sering mengalami kekerasan.56
Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap
perempuan yaitu:
1) Budaya Patriarki yang mendudukkan laki-laki sebagai
makhluk superior dan perempuan sebagai makhluk
inferior.
2) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran Agama
sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai
perempuan.
55
Fiely Karisma Putri, dkk. Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Skripsi
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran: Universitas Dipenogoro,
2010), h. 18. 56
Anugriaty Indah Asmarany, Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, Dalam Jurnal Psikologi: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada, Vol. 3. No. 1-20, h.5.
60
3) Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang
suka memukul, biasanya akan meniru perilaku
ayahnya.57
3. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 bentuk-bentuk
tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga yaitu
sebagai berikut:58
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan
yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut,
(menjambak), menendang, menyulut dengan rokok,
menyetrika, memukul/melukai dengan senjata dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan tampat seperti
babak belur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka
lainnya. KDRT jenis ini biasanya terjadi dikarenakan
pelaku tidak bisa menahan emosi pada saat terjadi
perselisihan.
b. Kekerasan Psikologi
Kekerasan psikologis atau kekerasan emosional adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
57
Hasyim Hasanah, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Dalam
Rumah Tangga Perspektif Pemberitaan Media, Vol. 9, No. 1, 2013, IAIN
Walisongo, h. 167. 58
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Rineke
Cipta, 2004), h. 7.
61
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan
harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam
atau, menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan
kehendak. Kekerasan jenis ini terkadang belum disadari
bahwa hal ini adalah termasuk KDRT. KDRT jenis ini
juga berdampak negatif terhadap perkembangan bayi,
apabila si korban sedang mengandung karena tekanan-
tekanan yang dideritanya.
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian
(menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa
melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d. Kekerasan Ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, akan tetapi menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri. Nafkah merupakan suatu
kewajiban suami terhadap istri, sedangkan seorang istri
yang bekerja sifatnya hanya membantu. Seorang suami
62
yang tidak menafkahi keluarganya biasanya karena suami
suka bermain judi, selingkuh, sehingga lupa akan
tanggung jawabnya. Kondisi demikian yang berlangsung
secara terus-menerus biasanya menjadi alasan bagi istri
untuk mengajukan perceraian.
e. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang
tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9).59
4. Pencegahan Tindak KDRT
Pada hakikatnya, terdapat dua pendekatan yang dapat
dilakukan untuk menangani permasalahan KDRT yaitu
dengan pendekatan preventif dan kuratif. Upaya pencegahan
KDRT telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga baik
instansi pemerintah, lembaga Agama maupun swadaya
masyarakat dengan pendekatan hukum dan kampanye
59
Siti Rabiatul Ayidah S, Pencegahan KDRT Dalam Perspektif Islam,
Dalam Jurnal Psiklogi Islam Untuk Penguatan Keluarga, Menuju Bangsa Yang
Tangguh dan Berkarakter, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya:
Universitas Islam Indonesia, 2016, h. 260.
63
kesetaraan gender serta penguatan dan pemberdayaan
perempuan.
Adapun upaya yang dilakukan lembaga pemerintah
maupun swadaya masyarakat sebagai bentuk preventif dan
kuratif KDRT adalah sebagai berikut:
a. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A)
Tujuan dibentuknya P2TP2A adalah membangun gerakan
bersama untuk menghapus kekerasan dan traficking terhadap
perempuan dan anak dengan memberikan pelayanan yang
meliputi pendampingan psikologis, advokasi serta informasi
terhadap perempuan dan anak yang mengalami tindak
kekerasan secara preventif, kuratif dan rehabilitatif.60
Bentuk
upaya pencegahan yang dilakukan oleh P2TP2A adalah
sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat yang bertujuan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai KDRT dan
pencegahannya. Sosialisasi dan penyuluhan dilakukan di
berbagai instansi, kelompok PKK maupun kelompok
organisasi perempuan. Sedangkan upaya penanganan tindak
KDRT yang dilakukan oleh P2TP2A adalah dengan
memberikan bantuan konseling yang bekerja sama dengan
60
Emy Rosnawati, Peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, (Jurnal Kosmik Hukum: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo, 2018), Vol. 18, No. 1. Diakses pada 6 Mei 2019, h.
92-93.
64
psikolog, pendampingan dan bantuan hukum serta rumah
aman yang bentuknya kemitraan.61
b. Badan Penasehat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4)
BP4 sebagai lembaga profesi dan mitra Kementrian
Agama yang bertugas membantu meningkatkan mutu
perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga
sakinah. BP4 berada dalam struktur Kementrian Agama,
khususnya dibawah Direktorat Urusan Agama dan Pembinaan
Syariah. BP4 tidak hanya menangani pasangan suami istri
yang berkonflik tetapi turut memberikan pendidikan dan
menatar guna menghindari dan mengurangi konflik yang
terjadi pada pasangan suami istri.62
Salah satu bentuk upaya
yang dilakukan BP4 sebagai bentuk pencegahan KDRT
adalah penataran calon pengantin. Melalui penataran calon
pengantin, calon pasangan suami istri diberikan bekal
pengetahuan mengenai hak dan kewajibannya dalam sebuah
rumah tangga. Sedangkan bentuk penanggulangan terhadap
kasus KDRT adalah dengan melakukan mediasi. Mediasi
dilakukan dengan memanggil pihak terlapor untuk dimintai
penjelasan, kemudian pihak yang berselisih diberikan nasihat
61
Misriyani Hartati, Studi Tentang Upaya Penanganan Tindak
Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak (Studi Kasus Pada Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A)) Provinsi
Kalimantan Timur, (Jurnal FISIP Universitas Mulawarman: Program 62
Rina Antasari dan Nilawati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Kacamata Peran BP4, (Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang: Jurnal
Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1, 2014), h. 127-128.
65
dan pendampingan dan jika tidak ada lagi kecocokan antara
kedua belah pihak yang berkonflik maka BP4 akan
menyerahkan kasus KDRT ke jalur hukum.
c. Rifka Annisa Women‟s Crisis Center (WCC)
Rifka Annisa Women‟s Crisis Center (WCC) adalah
organisasi non pemerintah yang berkomitmen pada
penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Upaya preventif
yang dilakukan Rifka Annisa Women‟s Crisis Center (WCC)
adalah dengan mengadakan penelitian dan pelatihan tentang
isu kekerasan berbasis gender dan mengadakan diskusi rutin
setiap setahun sekali dengan aparat penegak hokum. Upaya
penanganan yang dilakukan Rifka Annisa Women‟s Crisis
Center adalah dengan melakukan pendampingan litigasi dan
non litigasi. Pendampingan litigasi adalah pendampingan bagi
korban yang menjalani proses pendampingan hokum.
Sedangkan pendampingan non litigasi yaitu layanan mediasi
yang diberikan kepada kedua belah pihak.63
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan KDRT
membutuhkan peran serta berbagai pihak seperti peran
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat
yang diharapkan dengan adanya kerjasama dari berbagai
pihak, sosialisasi UU PKDRT dapat berjalan dengan baik.
63
Fifi Andriyani, Kontribusi Rifka Annisa Women‟s Crisis Center
Yogyakarta Dalam Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), (Skripsi Jurusan Ilmu Hukum: UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2013), h. 93-94.
66
C. Kerangka Berfikir
Perwujudan dalam penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
(UU RI) Nomor 23 Tahun 2004. Pada pasal 4 ditegaskan bahwa
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan untuk
mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga,
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak
pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan memelihara keutuhan
rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.64
Undang-undang
tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini menjadi
dasar untuk melakukan upaya dalam meminimalisir angka
kekerasan dalam rumah tangga.
Berbagai upaya dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun
non pemerintah agar kekerasan dalam rumah tangga tidak mudah
terjadi di masyarakat, mengingat jumlah laporan KDRT yang
dialami perempuan menurut Komnas Perempuan di Indonesia
mengalami peningkatan dalam periode tahun 2016-2018.
Berdasarkan observasi di lapangan penulis mendapati terkait
masih banyaknya pengaduan masyarakat kepada KUA dan BP4
mengenai masalah-masalah rumah tangga yang dialami
masyarakat Kecamatan Parung.
Dalam proses membangun keluarga yang sakinah mawaddah
warahmah pasangan suami istri pastilah memiliki problematika
dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga. Keutuhan
dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas
64
ST. Rahmatiah, Dakwah, Trafficking dan KDRT, (UIN Alaudin
Makassar: Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2013), h. 50.
67
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, terlebih pada
permasalahan yang dapat menimbulkan terjadinya kekerasan.65
Hal itu tentunya sudah terlepas dari tujuan diadakannya
perkawinan guna membentuk keluarga yang harmonis sesuai
dengan tuntunan ajaran Agama Islam yaitu sakinah, ma waddah,
wa rahmah.
Pada konteks ini, keberadaan profesi penyuluh Agama
memiliki fungsi strategis dalam pembangunan bangsa. Fungsi
tersebut meliputi fungsi informatif dan edukatif, fungsi
konsultatif serta fungsi advokatif.66
Perannya sangat strategis
dalam rangka membangun mental, moral dan nilai ketakwaan
umat serta mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat
dalam berbagai bidang baik dibidang keagamaan maupun
pembangunan.
Peran penyuluh menjadi penting sebab penyuluh memiliki
kedekatan baik secara personal maupun emosional kepada
masyarakat mengingat dalam kesehariannya penyuluh agama
berperan aktif dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat
melalui berbagai kegiatan yang menjadi wilayah binaannya.
Penulis berasumsi bahwa dengan adanya peran penyuluh
agama dalam menjalankan fungsi profesinya dapat menekan atau
mengurangi jumlah laporan masyarakat yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga di Parung Bogor. Penelitian ini
65
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Visimedia, 2007), Cet. 1, h. 68-69. 66
Muhammad Umar Fauzi, Strategi Penyuluh Agama Islam Dalam
Menangkal Faham Radikalisme di Kabupaten Nganjuk, Sekolah Tinggi
Agama Islam Miftahul „Ula, h. 3. Diakses pada 15 Agustus 2018.
68
akan berfokus pada sejauh mana peran penyuluh agama Islam
menjalankan fungsi profesinya.
69
BAB III
GAMBARAN UMUM
KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) PARUNG
A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Parung
1. Sejarah KUA Parung
Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan
KUA Kecamatan adalah unit pelaksana teknis pada
Kementrian Agama yang berada dalam naungan Direktur
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional
dibina oleh kepala Kantor Kementrian Agama
Kabupaten/Kota. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung merupakan institusi pemerintah di bawah Kementrian
Agama Kabupaten Bogor yang mempunyai tugas dan fungsi
pemerintah di bidang pembangunan Agama di Kecamatan,
khususnya di bidang urusan Agama Islam. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, maka KUA Kecamatan Parung
merencanakan berbagai program kegiatan yang dituangkan
dalam program strategis. Hal itu dimaksudkan agar tugas dan
fungsi yang diembannya dapat mencapai hasil yang baik.1
Kantor Urusan Agama Kecamatan Parung merupakan
salah satu dari 40 KUA Kecamatan yang ada di lingkungan
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor. KUA
Kecamatan Parung mulai berdiri pada tahun 1950-an. KUA
Parung terletak di Jalan Masjid No. 33 Kecamatan Parung,
1 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor Periode 2018-2019, h. 1. Pada 19 Maret 2019.
70
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Gedung KUA parung
dibangun diatas tanah milik pemerintah Desa dengan status
Hak Guna Pakai (HGP) dan dibiayai pembangunannya oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada
tahun 2009 dengan luas bangunan 100 m2.2 Kantor Urusan
Agama merupakan bagian dari unsur pelaksana sebagian
tugas pokok kementerian Agama yang berhubungan langsung
dengan masyarakat di Kabupaten dan Kota di bidang urusan
Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.
2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi KUA Parung
Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya
disingkat dengan KUA Kecamatan adalah unit pelaksanaan
teknis pada Kementerian Agama yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala
Kementerian Agama Kabupaten/Kota. KUA Kecamatan
berkedudukan di Kecamatan dan dipimpin oleh kepala KUA
yang mempunyai tugas melaksanakan layanan dan bimbingan
masyarakat islam di wilayah kerjanya.3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud. KUA
Kecamatan menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan
pelaporan nikah dan rujuk;
2 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor Periode 2018-2019, h. 2. Pada 19 Maret 2019. 3 Ibid, h. 3. Pada 19 Maret 2019.
71
b. Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat
islam;
c. Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi
manajemen KUA Kecamatan;
d. Pelayanan bimbingan keluarga sakinah;
e. Pelayanan bimbingan kemasjidan;
f. Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan
syariah;
g. Pelayanan bimbingan dan penerangan agama islam;
h. Pelayanan bimbingan zakat dan wakaf dan
i. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA
Kecamatan.
Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud, KUA
Kecamatan dapat melaksanakan fungsi layanan bimbingan
manasik haji bagi jemaah haji reguler.
3. Visi dan Misi KUA Parung
a. Visi
Terwujudya pelayanan masyarakat yang berkualitas dan
partisipatif di bidang urusan Agama Islam di wilayah
Kecamatan Parung Bogor Jawa Barat.
b. Misi
1) Meningkatkan kualitas pelayanan nikah dan rujuk.
2) Meningkatkan kualitas pelayanan bimbingan dan
pembinaan keluarga sakinah.
3) Meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan
perwakafan.
72
4) Meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan
sarana ibadah sosial.
5) Meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan
kemitraan umat Islam.
6) Meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan
produk halal.
7) Meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan
dan bimbingan haji.
4. Ragam Pelayanan KUA Parung
Adapun ragam pelayanan yang ada di KUA Kecamatan
Parung sebagai berikut:4
a. Tertib administrasi pencatatan nikah dan rujuk.
b. Mengusahakan pencatatan nikah dan rujuk tepat dan
cepat.
c. Memberikan pengetahuan dasar pernikahan melalui
suscatin.
d. Pembinaan keluarga (BP4).
e. Pendataan Zis.
f. Pelayanan Wakaf.
g. Pelayanan Haji.
h. Pembinaan Produk Halal.
i. Pembinaan umat melalui penyuluhan Majlis Ta‟lim,
Masjid, Musholla dll.
4 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor periode 2018-2019, h. 5. Pada 19 Maret 2019.
73
5. Kegiatan Kemitraan KUA Parung
a. Sosialisasi pengembangan kemitraan umat Islam
dilingkungan pemerintah dan masyarakat.
b. Memberikan penjelasan tentang pentingnya
pengembangan kemitraan di kalangan umat Islam
melalui ceramah-ceramah di Majlis Ta‟lim.
c. Mengikuti orientasi hisab rukyat yang diselenggarakan
oleh Badan Hisab Rukyat Tingkat Provinsi.
d. Mengikuti Rukyatul Hilal penentuan awal Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah.
e. Mengikuti simulasi Rukyatul Hilal awal bulan Hijriyah
yang diselenggarakan Badan Hisab Rukyat.
f. Melayani pengukuran arah kiblat Masjid, Mushalla
serta menerbitkan sertifikat arah kiblat.
6. Letak Geografis
KUA Kecamatan Parung berlokasi di Jalan Masjid No. 33
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.
KUA Kecamatan Parung terletak di wilayah barat Kantor
Pemerintah Daerah dan ± 20 Km dari Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Bogor. Adapun posisi KUA Kecamatan
Parung diapit oleh Polsek Kecamatan Parung dan SDN 03-04
Parung. Sedangkan KUA Kecamatan Parung berhadapan
dengan Masjid Jami‟ Roudhotush Shalihin yang berada tepat
di seberang jalan dari KUA Kecamatan Parung. Wilayah kerja
KUA Kecamatan Parung meliputi 9 Desa dengan jumlah 53
74
RW dan 231 RT. Adapun batas wilayah KUA Parung
berbatasan dengan:5
a. Sebelah Timur : Kecamatan Tajurhalang
b. Sebelah Barat : Kecamatan Ciseeng
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Kemang
d. Sebelah Utara : Kecamatan Sawangan
Kecamatan Parung termasuk ke dalam wilayah
administrasi Kabupaten Bogor yang terdiri dari sembilan
kelurahan:6
a. Kelurahan Parung
b. Kelurahan Pemagarsari
c. Kelurahan Waru
d. Kelurahan Warujaya
e. Kelurahan Bojong Indah
f. Kelurahan Bojong Sempu
g. Kelurahan Cogreg
h. Kelurahan Jabon Mekar
i. Kelurahan Iwul
7. Agama
Masyarakat Kecamatan Parung merupakan masyarakat
yang menganut Agama yang beragam berdasarkan
kepercayaan yang dianut masing-masing individu. Berikut
adalah persentasi jumlah pemeluk Agama masyarakat
Kecamatan Parung:
5 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor periode 2018-2019, h. 5. Pada 19 Maret 2019. 6 Ibid, h. 5. Pada 19 Maret 2019.
75
Tabel 3.1 Jumlah pemeluk agama masyarakat Kecamatan
Parung:7
Agama Jumlah Jiwa
Pemeluk Agama Islam 105.286 Jiwa
Pemeluk Agama Kristen 763 Jiwa
Pemeluk Agama Katholik 706 Jiwa
Pemeluk Agama Budha 1.060 Jiwa
Pemeluk Agama Hindu 285 Jiwa
Jumlah 108.100 Jiwa
8. Sarana dan Prasarana KUA Parung
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parung Bogor
memiliki sarana dan prasarana dalam melaksanakan tugas-
tugas baik tugas perkantoran maupun tugas pelayanan dan
pembinaan kepada masyarakat. Adapun sarana dan prasarana
yang ada di KUA Parung adalah sebagai berikut:8
1. Ruang tamu
2. Ruang staff dan penghulu
3. Ruang arsip atau administrasi
4. Ruang nikah
5. Ruang BP4
6. Kursi
7. Meja
8. Komputer
9. Mesin ketik
10. Printer dan lain sebagainya.
7 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor periode 2018-2019, h. 5. Pada 19 Maret 2019. 8 Observasi langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung, pada 15 Maret 2019.
76
9. Struktur Organisasi
Gambar 3.2 Struktur Organisasi (KUA) Parung.9
9 Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor periode 2018-2019, h. 6. Pada 19 Maret 2019.
KEPALA KUA
H. Asmat, S. Ag
BENDAHARA
Miharsih
SEKSI HUMAS
Tarman, S.H.I
Moh. Yamin
SEKSI PEMBINAAN KELUARGA
SAKINAH
Eka Rosdiana S SEKSI
DOKUMENTASI
Taufiq Qurrahman
SEKSI TATA USAHA
Rumiyati
SEKSI KONSULTASI
Abdul Mu'iz, M.A.
Dra. Hj. Khaindharoh
SEKERTARIS
Md. Agung Julianto
77
B. Profil Penyuluh Agama Islam Kantor Urusan Agama
(KUA) Parung
1. Penyuluh Agama Islam KUA Parung
Penyuluh Agama Islam adalah sebuah jabatan di
Kementrian Agama yang termasuk ke dalam kelompok
jabatan fungsional yang terintegrasi dalam ruang lingkup
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. penetapan ini
merujuk pada Pasal 11 ayat 1 PMA Nomor 34 Tahun 2016
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan bahwa:
“Kelompok jabatan fungsional terdiri dari kelompok
jabatan fungsional tertentu yaitu Penghulu dan Penyuluh
Agama Islam, dan kelompok jabatan fungsional umum
yang masing-masing terbagi dalam beberapa kelompok
sesuai dengan bidang keahliannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”10
PMA Nomor 34 Tahun 2016 tersebut juga memberi
putusan bahwa Penyuluh Agama Islam yang sebelumnya
tidak termasuk dalam struktur Kantor Urusan Agama (KUA)
kemudian masuk pada struktur Kantor Urusan Agama (KUA)
karena termasuk dalam jabatan fungsional yang telah
dijelaskan diatas, dan sebagaimana yang dipaparkan pada
pasal 5 PMA Nomor 34 Tahun 2016 bahwa:
10
PMA Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Urusan Agama (KUA), dalam
https://bimasislam.kemenag.go.id/files/PMA-34-update.pdf, Diakses pada 2
Desember 2019.
78
“Susunan organisasi KUA Kecamatan terdiri atas: Kepala
KUA, Petugas Tata Usaha dan kelompok Jabatan
Fungsional.”
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Penyuluh
Agama Islam terdiri dari Penyuluh Agama Islam fungsional
dan Penyuluh Agama Islam honorer yang sama-sama
mengemban tugas sesuai perundangan-undangan yang
berlaku. Penyuluh Agama Islam KUA Parung berjumlah 10
orang diantaranya 2 orang penyuluh Agama Islam fungsional
dan 8 orang penyuluh Agama Islam honorer. Adapun daftar
nama bagian penyuluh Agama Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Parung adalah sebagai berikut:11
11
Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor Periode 2018-2019, h. 8. Pada 19 Maret 2019.
79
Tabel 3.2 Penyuluh agama Islam KUA Kecamatan Parung.12
12
Dikutip dari Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung Bogor Periode 2018-2019, h. 10. Pada 19 Maret 2019.
No. Nama NIP/No. Reg Keterangan
1. Dra. Hj. Khaindharoh 196607072006042004 Penyuluh Agama
Islam Fungsional
2. Eva Dianawati M. Ag 19750071120072029 Penyuluh Agama
Islam Fungsional
3. Mustafid 32.01.19881005.0280 Penyuluh Agama
Islam Honorer
4. Nurfajri 32.01.19910517.0281 Penyuluh Agama
Islam Honorer
5. Eka Rosdiana
Saputra
32.01.19891030.0276 Penyuluh Agama
Islam Honorer
6. Ma‟lah 32.01.19750730.0275 Penyuluh Agama
Islam Honorer
7. Linah 32.01.19730512.0278 Penyuluh Agama
Islam Honorer
8. Idah Faridah 32.01.19780808.0279 Penyuluh Agama
Islam Honorer
9. Fuzi Damayanti 32.01.19830319.0282 Penyuluh Agama
Islam Honorer
10. Eva Solikhati 32.01.19890105.0277 Penyuluh Agama
Islam Honorer
80
2. Hubungan Penyuluh Agama Islam dengan BP4
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) adalah organisasi profesional yang bersifat sosial
keagamaan sebagai mitra kerja Kementrian Agama dan
institusi terkait baik pemerintahan maupun non pemerintah
dalam mewujudkan keluarga sakinah ma waddah wa
rohmah.13
BP4 berdiri secara resmi pada 3 Januari 1960 di
Jakarta dan disahkan berdasarkan SK Menteri Agama RI No.
85 tahun 1961. BP4 berdiri bertujuan untuk mempertinggi
mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah
menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa
Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materil dan
spritual.14
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu program
yang dilaksanakan BP4 adalah bimbingan Pra-nikah di KUA
bagi calon pengantin.15
Pada kegiatan bimbingan Pra-nikah atau bimbingan
perkawinan, penyuluh agama Islam dilibatkan dalam mengisi
kegiatan tersebut, seperti memberikan materi-materi yang
berkaitan dengan rumah tangga sesuai dengan ajaran Islam.
Maka hubungan BP4 dan penyuluh Agama Islam KUA
Kecamatan Parung ini terlihat dalam kegiatan bimbingan
perkawinan (Bimwin). Tetapi untuk kegiatan lain seperti
13
Qois Dzulfaqqor, Peran Penyuluh Agama Islam Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah Di Kecamatan Cakung Jakarta Timur,
(Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2018), h. 101. 14
Tulus, dkk. Buku Panduan Konseling Untuk Konselor BP4
Perspektif Kesetaraan, (Jakarta, Rahima, 2012), h. 11-12. 15
Ibid, h. 19.
81
penyuluhan perkawinan di majelis ta‟lim yang merupakan
binaan daripada penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan
Parung, BP4 tidak ikut serta dalam membantu proses
penyuluhan tersebut.
Menurut data yang penulis peroleh dari pihak BP4 dan
Penyuluh Agama KUA Kecamatan parung, permasalahan-
permasalahan rumah tangga yang paling banyak ditemukan
dan di konsultasikan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Minimnya komunikasi antar pasangan
b. Ekonomi
c. Poligami
d. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
3. Program Penyuluh Agama Islam KUA Parung
Penyuluh Agama Islam KUA Parung berjumlah 10 orang
yang bertugas di 9 Kelurahan di wilayah Kecamatan Parung.
Dalam hubungannya dengan penelitian yang dilakukan
penulis, maka yang menjadi dasar pembahasan ini yaitu peran
penyuluh Agama Islam pada pelaksanaan bimbingan dan
penyuluhan melalui tatap muka kepada kelompok masyarakat
yang menjadi kelompok sasaran/binaan dan dalam
melaksanakan konsultasi secara perorangan.
Penyuluh Agama Islam yang bekerjasama dengan BP4
KUA Kecamatan Parung dalam upaya mencegah dan
menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di
masyarakat melakukan kegiatan diantaranya sebagai berikut:16
16
Observasi langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Parung, pada 15 Maret 2019.
82
a. Melakukan kegiatan bimbingan penyuluhan tatap
muka terhadap kelompok binaan tentang materi
perkawinan, dengan menanamkan, mengamalkan dan
menghayati nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
akhlak mulia dalam kehidupan keluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Memberikan bimbingan perkawinan bagi pasangan
calon pengantin agar memiliki pengetahuan dan
kesiapan secara fisik dan mental dalam memasuki
jenjang perkawinan, sehingga dapat membangun
keluarga sakinah.
c. Melaksanakan konsultasi masalah perkawinan
terutama mengenai konflik rumah tangga.
Menurunkan angka perselisihan perkawinan dan
perceraian sehingga mengurangi jumlah keluarga
bermasalah yang menjadi sumber kerawanan sosial.
d. Memberikan penyuluhan kepada usia pra-nikah.
Membina remaja usia nikah agar tidak terjerumus
kepada pergaulan bebas.
83
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan
Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara dan
observasi langsung terhadap kegiatan yang dilakukan penyuluh
Agama Islam yang bekerjasama dengan BP4 KUA Parung. Pada
penelitian ini penulis mewawancarai dua orang penyuluh Agama
Islam fungsional (PAIF), satu orang penyuluh Agama Islam
honorer (PAH) bidang penyuluhan keluarga sakinah, satu orang
Mediator BP4 dan tiga orang masyarakat penerima manfaat yang
penulis jadikan sebagai informan luar. Informan luar yang penulis
wawancarai meliputi satu orang jama‟ah majelis ta‟lim binaan
penyuluh, satu orang masyarakat yang pernah mengikuti kegiatan
bimbingan perkawinan dan satu orang masyarakat yang pernah
berkonsultasi di KUA Kecamatan Parung. Adapun penjelasan
data mengenai informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penyuluh Agama Islam
a. Dra. Hj. Khaindharoh
Ibu Dra. Hj. Khaindharoh adalah seorang penyuluh
Agama Islam fungsional di KUA Kecamatan Parung
golongan III C, beliau di kenal dengan sapaan bunda Iin.
Bunda Iin lahir di Jepara, 7 Juli 1966. Beliau tinggal di
Perumahan Gria Jakarta, Jl. Sawo I Blok C2/No. 26
Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan. Bunda Iin
termasuk salah satu penyuluh Agama Islam yang paling
84
lama bertugas di KUA Kecamatan Parung, yaitu sejak
tahun 2006. Pada tahun 2017 beliau sempat ditugaskan
menjadi penyuluh Agama Islam fungsional di KUA
Kecamatan Ciseeng, namun setelah hampir satu tahun
beliau kembali ditugaskan di KUA Kecamatan Parung
hingga saat ini. Beliau juga pernah menempuh pendidikan
S1 di IAIN Walisongo Semarang Jurusan Ushuluddin.
b. Eva Dianawati M. Ag
Ibu Eva Dianawati M. Ag adalah seorang penyuluh
Agama Islam fungsional di KUA Kecamatan Parung sejak
tahun 2017. Beliau lahir di Bogor, 11 Juli 1975. Beliau
tinggal di Jl. Darussalam Rt 02/Rw 02 Kp. Pondok
Kelurahan Curug Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
Sebelum ditugaskan di KUA Kecamatan Parung beliau
pernah bertugas di KUA Kecamatan Ciseeng. Saat ini
beliau termasuk ke dalam penyuluh Agama Islam
fungsional golongan III D. Beliau pernah menempuh
pendidikan S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Jinayah Siyasah dan
menempuh pendidikan S2 di Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ)
Jurusan Syariah.
c. Eka Rosdiana Saputra
Bapak Eka Rosdiana Saputra adalah seorang penyuluh
Agama Islam honorer di KUA Kecamatan Parung sejak
tahun 2017. Beliau lahir di Majalengka, 30 Oktober 1989.
Beliau tinggal di Jl. H. Mawi Gg. SMUN Rt 04/Rw 04
85
Desa Warujaya Kecamatan Parung Bogor. Sebelum
bertugas di KUA Parung, beliau berprofesi sebagai
relawan di Lembaga Zakat. Beliau pernah menempuh
pendidikan di LIPIA selama 4 tahun dan pernah
menempuh pendidikan di Institut Agama Islam Modern
Syahid jurusan Pendidikan Agama Islam. Selain
berprofesi sebagai penyuluh Agama Islam di KUA
Parung, beliau juga berprofesi sebagai guru di Madrasah
Diniyah dan Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA) yang
berada di Kecamatan Parung.
2. Mediator BP4
a. Abdul Mu‟iz, M.A.
Bapak Abdul Mu‟iz adalah salah seorang Mediator
Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) di KUA Kecamatan Parung. Beliau lahir di Jakarta,
19 April 1974. Beliau tinggal di Jl. Tanah Ara II Rt
004/Rw 012 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan. Beliau telah bertugas di KUA Kecamatan Parung
sejak tahun 2007. Sebelum bertugas di KUA Kecamatan
Parung, beliau pernah menekuni profesi sebagai tenaga
pengajar di SDIT Fajar hidayah di Kota Wisata Cileungsi
pada tahun 2004. Beliau juga pernah menempuh
pendidikan S1 jurusan Tafsir Hadist dan menempuh
pendidikan S2 di Jurusan Konsentrasi Hadist Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
86
3. Masyarakat Parung
a. Hj. Iyay Sumiati
Ibu Iyay adalah seorang jama‟ah di Majelis Ta‟lim As-
Salafiah Al-Mansuriah yang dibina oleh Ibu Dra. Hj.
Khaindharoh (penyuluh Agama Islam Fungsional KUA
Kecamatan Parung Bogor). Beliau lahir di Sukabumi, 8
Desember 1967. Ibu Iyay berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dan memiliki dua orang anak. Beliau tinggal di
Kp. Jati Rt 04/Rw 04 Desa Parung Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Pemilihan Ibu Iyay sebagai informan luar dikarenakan
beliau adalah jama‟ah aktif di majelis ta‟lim binaan
penyuluh Agama Islam KUA Parung, Selain itu, Ibu Iyay
pernah mengalami permasalahan dalam rumah tangganya
sebelum aktif mengikuti kegiatan di majelis ta‟lim.
Sehingga penulis merasa cukup untuk mengetahui
bagaimana peran penyuluh Agama Islam KUA Parung.
b. Riska Oktaviani
Ibu Riska adalah masyarakat Parung yang pernah
mengikuti kegiatan bimbingan perkawinan saat penulis
melakukan penelitian di KUA Parung bersama dengan
pasangannya Bapak Nur Achmadi. Mereka saling kenal
selama kurang lebih empat bulan sebelum akhirnya
memutuskan untuk menikah. Setelah menikah, Ibu Riska
akhirnya mengikuti jejak suami dan saat ini mereka
tinggal di Jl. H. Saenan Rt 03/Rw 09 No. 65. Ibu Riska
87
pernah menempuh pendidikan jurusan Kebidanan di
Akademi Kebidanan Bogor Husada sedangkan Bapak
Achmadi pernah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi MBI jurusan Manajeman.
c. Apriyani
Ibu Apriyani adalah masyarakat Parung yang pernah
datang ke KUA Kecamatan Parung untuk berkonsultasi
dengan Bapak Abdul Mu‟is terkait permasalahan rumah
tangganya. Beliau lahir di Jakarta, 4 Agustus 1987. Beliau
memiliki dua orang anak. Beliau pernah menempuh
pendidikan terakhir S1 jurusan sistem informasi di Bina
Sarana Informatika. Beliau tinggal di Kp. Sawah Rt
02/Rw 03 No. 14 C Desa Pemagarsari Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Ibu Apri pernah mengalami KDRT yang dilakukan
oleh suaminya saat mereka tinggal Kota Magelang tahun
2017. Bentuk kekerasan yang dialami Ibu Apri adalah
pemukulan pada bagian kepala hingga memar. Namun
permasalahan terkait pemukulan tersebut bisa
terselesaikan hingga Ibu Apri dan suaminya bisa rujuk
kembali. Saat kembali ke Parung pada awal tahun 2019,
Ibu Apri mengalami permasalahan kembali dengan sang
suami. Kali ini Ibu Apri memutuskan untuk datang ke
KUA dan mengkonsultasikan permasalahan rumah
tangganya. Hal tersebut ia lakukan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seperti semula dan meminta
88
bimbingan untuk bisa mengambil keputusan yang bijak
terkait permasalahan dalam rumah tangganya.
B. Temuan Penelitian
1. Peran Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Parung
Tugas pokok penyuluh Agama sesuai dengan kententuan
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 adalah
melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau
penyuluhan Agama dan pembangunan melalui bahasa
Agama.1 Penyuluh Agama sebagai pemimpin masyarakat
bertindak sebagai imam dalam masalah Agama dan masalah
kemasyarakatan begitu pula dalam masalah kenegaraan
dengan mensukseskan program pemerintah.2 Selain
melaksanakan tugas, penyuluh Agama Islam juga wajib
melaksanakan fungsinya dimasyarakat sehingga dapat
dikatakan memiliki peran di masyarakat.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, penulis
menemukan peran Penyuluh Agama Islam dalam
menjalankan fungsi profesi untuk kasus kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor antara lain sebagai berikut:
1 Kemenag RI, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh
Agama, (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 12. 2 Trisnayati, Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam Fungsional
Dalam Upaya Pencegahan Perceraian Di Kabupaten Tangerang, (Tesis:
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2018), h. 71.
89
a. Fungsi Informatif dan Edukatif
Penyuluh Agama Islam KUA Parung melakukan kegiatan
pembinaan dan bimbingan kepada jama‟ah di majelis ta‟lim
serta membantu tugas KUA dalam menyampaikan informasi
tentang pentingnya mengikuti kegiatan bimbingan pra-nikah
yang menjadi program KUA Parung. Adapun uraian
penjelasan yang penulis temukan di lapangan adalah sebagai
berikut:
1) Kegiatan di Majelis Ta‟lim
Berdasarkan hasil observasi, penulis menemukan bahwa
penyuluh Agama Islam KUA Parung menyampaikan materi-
materi yang berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas
hidup berumah tangga di majelis ta‟lim yang berada di
wilayah Kecamatan Parung. Meskipun penulis tidak
menemukan adanya kegiatan pembinaan keluarga sakinah
maupun pemilihan keluarga sakinah teladan, namun materi
yang berkaitan tentang keluarga sakinah disampaikan
penyuluh dengan menyisipkan materi tersebut pada setiap
pertemuan di majelis ta‟lim.
Kegiatan ini rutin dilakukan lima hari dalam seminggu
yaitu pada hari senin-kamis, dengan jadwal waktu yang
bervariasi seperti pukul 07.30-10.00 WIB, 09.00-11.00 WIB
dan 13.00-15.00 WIB oleh penyuluh Agama Islam fungsional
maupun penyuluh Agama Islam honorer. Adapun penyuluh
Agama Islam yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Bunda
Iin, Ibu Eva dan Bapak Eka.
90
Sasaran dalam kegiatan ini rata-rata adalah kaum ibu. Hal
ini didasari bahwa waktu pelaksanaan kegiatan adalah di pagi
dan siang hari. Sedangkan waktu kegiatan dengan sasaran
remaja masjid dan kaum bapak adalah di malam hari dan
lebih banyak di akhir pekan yang dilakukan oleh penyuluh
Agama Islam laki-laki. Maka penulis menyimpulkan bahwa
kegiatan di majelis ta‟lim lebih banyak diterima oleh kaum
ibu. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Eva:
Saya membina ibu-ibu majelis ta‟lim. Kalau bapak-bapak
dan remaja masjid itu sama penyuluh Agama honorer laki-
laki karena biasanya dilakukan di malam hari setiap akhir
pekan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis
lakukan dengan penyuluh Agama Islam fungsional diatas,
penulis juga mendapatkan informasi bahwa dari sepuluh
penyuluh Agama KUA Parung hanya tiga orang yang berjenis
kelamin laki-laki. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan
oleh penyuluh Agama Islam KUA Parung hampir sama
seperti kegiatan penyuluh di majelis ta‟lim pada umumnya
yaitu diawali dengan pembacaan surah al-fatihah, dilanjut
dengan pembacaan ayat suci Al-Qur‟an, pembacaan tahlil dan
tahmid, kemudian diisi dengan penyampaian materi oleh
penyuluh Agama dan ditutup dengan do‟a.
Terkait dalam menjalankan fungsi informatif dan edukatif
untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga, penyuluh Agama
Islam KUA Parung memberikan informasi dan pengajaran
kepada sasaran penyuluhan dengan pedoman materi yang
bersumber dari program pembinaan gerakan keluarga sakinah
91
yang dirancang oleh Kementrian Agama. Materi khusus
tentang keluarga sakinah ini biasanya berupa materi fikih
munakahat, namun karena penyuluh Agama Islam tidak
dikhususkan menyampaikan materi tentang keluarga sakinah
saja, melainkan menyampaikan materi penyuluhan dari segala
aspek keagamaan.
Adapun materi yang biasa disisipkan berupa materi akhlak
dan membina kehidupan berumah tangga. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Eva:
Materi yang biasa disisipkan seperti materi berakhlak yang
baik sama pasangan, misalnya bersikap lemah lembut dan
tidak berkata kasar sama pasangan misalnya, seorang istri
harus mematuhi perintah suami dengan catatan kepada
hal-hal yang dibenarkan sama Agama dan bukan mengikuti
perintah yang dilarang Allah Swt. Selain itu juga materi
tentang bagaimana memanage rumah tangga mulai dari
pola asuh anak. Karna membangun keluarga sakinah
bukan hanya hubungan antara suami dan istri saja tetapi
seluruh yang berada dalam keluarga, baik anak, orangtua,
bahkan dilingkungan masyarakat.3
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis
lakukan, diketahui bahwa materi yang disampaikan penyuluh
Agama Islam kepada remaja masjid berbeda dengan materi
yang diterima oleh jama‟ah ibu-ibu atau bapak-bapak di
majelis ta‟lim. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Eka:
Tentu berbeda materi untuk ibu-ibu sama remaja masjid.
Materi untuk remaja biasanya yang disampaikan itu
seputar bahaya pergaulan bebas.
3 Wawancara pribadi dengan Ibu Eva Dianawati selaku Penyuluh Agama
Islam Fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 28 Juni 2019.
92
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan
dengan penyuluh Agama Islam diatas, diketahui bahwa materi
yang disampaikan penyuluh kepada remaja adalah materi
seputar pergaulan bebas. Hal tersebut bertujuan agar remaja
tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang dapat
merugikan dirinya sendiri.
Berdasarkan observasi di lapangan, penulis juga
menemukan bahwa metode yang digunakan oleh penyuluh
Agama Islam di majelis ta‟lim hampir sama dengan metode
penyuluhan pada umumnya. Setidaknya penulis menemukan
tiga metode yang digunakan penyuluh Agama Islam dalam
melakukan penyuluhan yaitu metode ceramah, metode tanya-
jawab dan metode diskusi. Seperti yang diungkapkan oleh
Bunda Iin:
Biasanya metodenya dengan ceramah, dilanjutkan tanya
jawab kak.4
Metodenya biasanya itu dengan ceramah dan lanjut
dialog.5
Dalam uraian metode yang dilakukan penyuluh Agama
Islam KUA Parung diatas, penulis menyimpulkan bahwa dari
sekian banyak metode penyuluhan yang ada, penyuluh
Agama Islam memilih menyampaikan materi dengan metode
ceramah. Pemilihan metode ceramah ini bukan tidak
beralasan, jumlah jama‟ah atau sasaran penyuluhan yang
4 Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama Islam
fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019. 5 Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019.
93
cukup banyak dan waktu yang terbatas membuat metode
ceramah adalah metode pilihan pertama yang dilakukan
penyuluh Agama Islam KUA Parung dalam melakukan
penyuluhan di majelis ta‟lim.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, penulis juga
menemukan bahwa media yang digunakan penyuluh Agama
Islam KUA Parung dalam menyampaikan materi berupa
media cetak seperti flyer (selebaran) dan media luar ruang
seperti infocus. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Eka:
Meskipun tidak sering tapi saya juga pernah memberikan
materi lewat selebaran seputar pernikahan secara umum.
Waktu itu saya kopikan dan saya bagikan sama jama‟ah.
Selain itu biasanya, juga pakai infocus. Kalau pakai
infocus memang gak sering, karna infocus yang kita punya
hanya satu.6
2) Bimbingan Perkawinan Pra-Nikah
Bimbingan perkawinan pra nikah bagi pasangan calon
pengantin merupakan bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
mengedukasi calon pasangan pengantin sebelum menjalani
proses kehidupan berumah tangga. Kegiatan bimbingan
perkawinan ini dilaksanakan satu kali dalam seminggu yaitu
pada hari kamis pukul 10.00-13.00 WIB yang bertempat di
ruang balai nikah KUA Parung. Untuk mengetahui lebih jelas
mengenai tahapan awal kegiatan bimbingan perkawinan bagi
pasangan calon pengantin, berikut ungkapan Bapak Mu‟is:
Jadi kalau pasangan pengantin mendaftarkan diri
kemudian pihak KUA melihat kelengkapan persyaratan
6 Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019.
94
yang mereka serahkan. Ketika telah terpenuhi
persyaratannya, kemudian oleh kita itu di Billing atau di
daftarkan ke pusat. Nah, baru oleh kita diberikan surat
panggilan untuk mengikuti BIMWIN itu. Biasanya bisa
seminggu atau dua minggu sebelum mereka
melangsungkan pernikahan. Kita kondisional, dan ada
waktu-waktu tertentu yang memang diarahkan oleh Kantor
Kementrian Agama Kabupaten itu untuk dilaksanakan
secara serentak atau massal. Nah diluar itu, ketika
misalnya tidak secara definitif ditentukan oleh Kementrian
Agama Kabupaten Bogor, setiap orang yang daftar untuk
pernikahan kita tetap melayani kegiatan BIMWIN itu
meskipun hanya satu atau dua pasang.7
Berdasarkan pemaparan Bapak Abdul Mu‟is diatas,
penulis mendapatkan informasi bahwa kegiatan tersebut
dilakukan setelah calon pasangan pengantin yang mendaftar
telah memenuhi segala persyaratan administrasi di KUA.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, satu hingga dua minggu
sebelum kegiatan dilaksanakan, pihak KUA akan memberikan
surat panggilan kepada pasangan calon pengantin yang berisi
jadwal waktu pelaksanan kegiatan berlangsung. Selain itu,
terdapat waktu-waktu tertentu dalam kegiatan Bimbingan
perkawinan yang diadakan serentak, tetapi diluar dari waktu-
waktu tersebut pihak KUA akan tetap melangsungkan
kegiatan BIMWIN meskipun hanya satu atau dua pasang
calon pengantin yang mendaftar.
Berdasarkan observasi penulis di lapangan, penulis
mengamati bahwa materi yang disampaikan dalam kegiatan
BIMWIN berupa dasar-dasar ajaran Agama Islam, Undang-
7 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is, Mediator BP4
KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019.
95
undang perkawinan, Undang-undang KDRT, Keluarga
Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Selain itu dalam
kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah yang diadakan
serentak, peserta yang mengikuti kegiatan tersebut
mendapatkan sertifikat dan cenderamata berupa buku pondasi
keluarga sakinah, note dan pulpen.
Kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah merupakan
upaya preventif yang dilakukan guna pasangan calon
pengantin dapat memiliki bekal pengetahuan tentang
perkawinan. Meskipun kegiatan ini bermanfaat, namun masih
banyak masyarakat Parung yang tidak hadir untuk mengikuti
kegiatan ini, hal itu disebabkan karena peserta tidak
mendapatkan ijin dari perusahaan tempatnya bekerja. Seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Mu‟is:
Peserta tidak hadir untuk ikut bimwin itu karna sulit
dapat ijin dari tempatnya bekerja seperti pabrik-pabrik.
Tapi pada saat akad pernikahan, sebisa mungkin kita
menyampaikan pesan singkat tentang kehidupan rumah
tangga dengan harapan paling tidak bisa menjadi
motivasi stimulus mereka dalam bekal setelah mereka
menikah.8
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis diatas
mengenai fungsi informatif dan edukatif penyuluh Agama
Islam KUA Parung untuk kasus kekerasan dalam rumah
tangga, penulis menyimpulkan bahwa penyuluh Agama Islam
KUA Parung sudah terlaksana dengan cukup baik.
8 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is, Mediator BP4
KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019.
96
b. Fungsi Konsultatif
Dalam menjalankan fungsi konsultatif, penyuluh Agama
Islam KUA Parung menyediakan dirinya untuk turut
memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun
sebagai anggota masyarakat umum dengan bimbingan dan
solusi ajaran Agama terutama mengenai permasalahan rumah
tangga yang dialami masyarakat Kecamatan Parung. adapun
laporan bentuk permasalahan rumah tangga yang dialami
masyarakat seperti perselingkuhan, suami tidak memberikan
nafkah, perbedaan pendapat, KDRT, maupun poligami.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Eka:
Saya sering terima curhatan dari jama‟ah tentang
masalah rumah tangganya. Tapi ada juga masyarakat
yang mau konsultasi dan datang langsung ke KUA.
Biasanya masalah yang dialami mereka itu macam-
macam seperti masalah perselingkuhan, istri mengeluh
suami tidak memberikan nafkah, masalah perbedaan
pendapat, KDRT, poligami.9
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat dikatakan
bahwa penyuluh Agama Islam menjadi tempat bertanya dan
tempat mengadu bagi masyarakat untuk turut membantu
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Kegiatan
konsultasi tidak terjadwal seperti kegiatan di majelis ta‟lim.
Untuk itu, penyuluh harus siap sedia melayani masyarakat
yang ingin berkonsultasi kepadanya. Hal tersebut dikarenakan
tidak semua jama‟ah majelis ta‟lim berani menyampaikan
9 Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019.
97
pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pribadinya
dihadapan umum. Maka biasanya masyarakat yang ingin
berkonsultasi, meminta waktu penyuluh selepas kegiatan di
majelis ta‟lim maupun datang langsung ke KUA. Dalam
konsultasi, penyuluh Agama Islam KUA Parung melakukan
kerjasama dengan BP4 dalam membantu menangani
permasalahan rumah tangga yang dialami seorang klien,
dimana BP4 adalah organisasi profesional yang bersifat sosial
keagamaan sebagai mitra kerja Kementrian Agama dan
institusi terkait baik pemerintahan maupun non pemerintah
dalam mewujudkan keluarga sakinah ma waddah wa
rohmah.10
Penulis juga berkesempatan untuk mewawancarai salah
seorang masyarakat Kecamatan Parung yang memiliki
permasalahan rumah tangga dan melakukan konsultasi di
KUA Kecamatan Parung pada tahun 2019. Ibu Apri pernah
menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh suaminya di
tahun 2017. Ibu apri mengalami memar di kepala, namun
permasalahan tersebut dapat terselesaikan sehingga Ibu Apri
dan suami bisa kembali rujuk. Permasalahan rumah tangga
Ibu Apri kembali mencuat saat Ibu Apri memutuskan untuk
kembali tinggal di tempat asalnya yaitu di Kecamatan Parung
saat hamil anak kedua. Suami Ibu Apri kembali menunjukan
10
Qois Dzulfaqqor, Peran Penyuluh Agama Islam Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah Di Kecamatan Cakung Jakarta Timur,
(Skripsi: Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2018), h. 101.
98
sikap yang keras seperti selalu marah pada hal-hal yang
dianggap spele. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Apri:
Aku bermasalah sama suami sudah dua kali. Yang
pertama waktu aku tinggal di Magelang, suamiku nuduh
aku ngambil uang, aku kan gaterima. Sebelumnya
memang ada cekcok juga, terus suami aku pukul aku
deket kepala sampe aku memar. Aku bilang sama bapaku
lewat telepon, dan bapaku nyaranin untuk visum dan
lapor ke polsek supaya ada efek jera buat suamiku. Kalau
dulu aku ga cabut berkas, suamiku bisa dipenjara. Tapi
alhamdulillah masalah yang itu sudah selesai. Nah yang
kedua, waktu aku hamil anak kedua ini, kebetulan aku
sesar. Aku minta biaya untuk sesar, dia malah
ngomongnya dengan kata menyakitkan “jangan-jangan
itu bukan anakku” malah ngomong begitu. Suamiku itu
wataknya keras banget mba, masalah yang spele-spele
aja dia suka banting-banting barang, kalau marah suka
gajelas. Aku juga udah bingung dan coba datang ke KUA
untuk curhat, terus aku konsultasi sama pak Mu‟is
tentang masalah rumah tanggaku.11
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang penulis lakukan, diketahui bahwa penyuluh Agama
Islam dan BP4 KUA Parung sangat terbuka kepada
masyarakat yang melakukan konsultasi terkait permasalahan
rumah tangga yang dialaminya. Seperti yang diungkapkan
oleh Bunda Iin:
Secara nurani, penyuluh kan juga manusia. Kalau
diperlakukan seperti itu, kita mengumpamakan diri
sendiri, ga tegalah. Jika hal tersebut terjadi pada diri kita
kaya apa, artinya seorang penyuluh wajib membela,
menolong. Karna kita sebagai penyuluh Agama juga kan
11
Wawancara pribadi dengan Ibu Apri selaku masyarakat Kecamatan
Parung Bogor, 31 Juli 2019.
99
bisa menyelamatkan masyarakat yang memang butuh
bantuan sebagai bentuk amal ma‟ruf nahi mungkar.12
Berdasarkan hasil wawancara dan temuan penulis di
lapangan, penulis menyimpulkan bahwa penyuluh Agama
Islam yang bekerjasama dengan BP4 KUA parung sangat
terbuka dan sangat membantu kepada masyarakat yang
hendak melakukan konsultasi mengenai permasalahan rumah
tangga yang sedang dialaminya.
c. Fungsi Advokatif
Pada fungsi advokatif, penyuluh Agama Islam KUA
Parung memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk
melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat
dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
yang merugikan aqidah, mengganggu ibadah, dan merusak
akhlak.
Cara penyuluh Agama Islam KUA Parung untuk
memaksimalkan perannya dalam menjalankan fungsi
advokatif adalah dengan memberikan advokasi berupa
pendampingan. Berdasarkan observasi penulis di lapangan,
permasalahan yang dialami masyarakat sudah berada pada
tingkatan yang kritis dan kurangnya usaha kedua belah pihak
untuk kembali rujuk. Untuk itu, pendampingan diberikan
dengan teknik dan strategi yang dapat menenangkan dan
memberi solusi kepada pasangan yang berkonflik. Selain itu,
12
Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama
Islam fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019.
100
upaya membangun komunikasi dengan lembaga terkait juga
dilakukan.
Selanjutnya, peran penyuluh Agama KUA Parung dalam
menjalankan fungsinya di masyarakat yang penulis
deskripsikan diatas memiliki tujuan sesuai dengan fungsinya.
Adapun tujuan dari peran penyuluh Agama KUA Parung
berdasarkan fungsinya telah penulis sajikan ke dalam tabel
seperti di bawah ini:
Tabel 4.1
Tujuan Peran Penyuluh Agama Dalam Menjalankan Fungsi
Profesi Untuk Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Di Parung Bogor.
No. Peran Tujuan
1. Fungsi Informatif
dan edukatif
Memberikan informasi kepada
masyarakat tentang keluarga yang
sakinah, pemberitahuan kegiatan
bimbingan pra-nikah (BIMWIN) bagi
calon pengantin dan pesan-pesan lain
yang diberikan oleh Kementrian Agama
RI. Pada fungsi ini juga penyuluh
memberikan pengajaran kepada
masyarakat mengenai panduan dalam
menempuh kehidupan berumah tangga
sesuai dengan syariat Islam. Seperti
memenuhi hak dan kewajiban bersama,
berakhlak yang baik dalam berumah
tangga. Hal tersebut guna meminimalisir
maupun menekan angka kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) maupun angka
101
perceraian di Indonesia.
2. Fungsi Konsultatif Memberikan bimbingan kepada
masyarakat yang membutuhkan bantuan
terkait permasalahan rumah tangga yang
sedang dihadapi melalui konsultasi,
sehingga masyarakat bisa menghadapi dan
menyikapi permasalahannya dengan cara
yang bijak, sesuai dengan ketentuan
hukum syariat Islam. Konsultasi juga
sebagai upaya agar permasalahan rumah
tangga yang terjadi tidak semakin melebar
dan mengarah kepada adanya tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) yang dapat merugikan kedua
belah pihak.
3. Fungsi Advokatif Menjadi penengah (mediator) ketika ada
masyarakat yang memiliki permasalahan
rumah tangga dengan mencari tahu akar
permasalahan dan memberikan solusi
terbaik. Hal ini bertujuan agar terciptanya
lingkungan yang kondusif maupun
ketentraman dalam berumah tangga.
102
BAB V
PEMBAHASAN
A. Peran Penyuluh Agama Dalam Menjalankan Fungsi
Profesi Untuk Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Di Parung Bogor.
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.1 Selain
melaksanakan tugas, penyuluh Agama Islam juga wajib
melaksanakan fungsinya sehingga dapat dikatakan memiliki peran
di masyarakat. Fungsi tersebut meliputi fungsi informatif dan
edukatif, fungsi konsultatif serta fungsi advokatif. Meningkatnya
angka kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi, juga
menjadi tantangan tersendiri bagi penyuluh Agama Islam untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal. Berikut
adalah uraian mengenai peran penyuluh Agama Islam dalam
menjalankan fungsi profesi untuk kasus kekerasan dalam rumah
tangga di Parung Bogor:
1. Penyuluh Agama Islam menyampaikan informasi apabila ada
masyarakat yang memiliki permasalahan rumah tangga,
maka penyuluh memberikan arahan kepada pasangan yang
berkonflik untuk dapat melewati prosesnya sesuai dengan
aturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Eka:
1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1990), h. 269.
103
Disini kami lebih mengarahkan prosedurnya jika pada
akhirnya ada pasangan yang memutuskan untuk bercerai
atau berakhir di Pengadilan Agama. Kami mengarahkan
apakah lewat Lembaga Bantuan Hukum Kabupaten Bogor
atau lewat PosBaKum yaitu Pos Bantuan Hukum.2
Selain itu dalam memenuhi fungsi informatif penyuluh juga
melakukan penyuluhan tentang keluarga sakinah di majelis
ta‟lim. Seperti yang diungkapkan oleh Bunda Iin:
Sebagai salah satu upaya mencegah kasus kekerasan
dalam rumah tangga, penyuluh Agama Islam disini
melaksanakan penyuluhan tentang keluarga sakinah di
majelis-majelis ta‟lim yang ada di Kecamatan Parung.
Tujuannya adalah agar jama‟ah tahu arti penting dari
hidup berkeluarga dan berusaha untuk membangun
keluarga yang sakinah, sehingga dengan informasi yang
disampaikan dalam penyuluhan, suami dan istri bisa terus
saling mengingatkan dalam kebaikan.3
Pendapat dari penyuluh Agama Islam diatas dapat dikaitkan
dengan teori penyuluhan yang dikemukakan oleh M. Arifin.
Dalam teori penyuluhan dikatakan bahwa penyuluhan
mengandung arti menerangi, manasehati atau memberi
kejelasan kepada orang lain agar memahami atau mengerti
tentang hal yang dialaminya.4
Selanjutnya, penulis juga berkesempatan untuk melakukan
observasi dan wawancara kepada salah seorang jama‟ah majelis
2 Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019. 3 Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama Islam
fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019. 4 Lailatussa‟diah, dkk. Metode dan Teknik Penyuluhan, Jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam 6 Tahun 2013, (Ciputat: Mega Mall Ciputat,
2016), h. 2.
104
ta‟lim binaan penyuluh di Kecamatan Parung. Hasil observasi
dan wawancara menunjukan bahwa pemberian materi
penyuluhan tentang keluarga sakinah yang dilakukan oleh
penyuluh Agama Islam KUA Parung turut diaplikasikan dalam
kehidupannya sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Iyay:
Banyak materi bermanfaat yang saya terima dan saya
praktekin di rumah juga, kaya bagaimana si akhlak kita
sebagai istri kepada suami. Misalnya dari hal yang kecil
kaya kita mau ngaji atau pergi ngaji kita ijin dulu sama
suami, kalau dulu saya terkesan cuek dan kalau mau
pergi ya pergi aja makanya kadang suka ribut sama
suami. Perjalanan hidup rumah tangga kan banyak lika-
likunya ya, jadi setelah tau oh ternyata begini seharusnya
adab kita yang baik sama suami. Jadi yang tadinya saya
gatau kan saya akhirnya jadi tau dan saya mencoba untuk
merubah pemikiran diri saya yang salah dulu.5
Berdasarkan observasi dan wawancara diatas, diketahui
bahwa memang benar penyuluhan dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat. Hal ini sesuai dengan asal kata
penyuluh yaitu suluh atau obor yang berarti pemberi terang
dimana penyuluh memberikan informasi-informasi yang belum
diketahui masyarakat agar masyarakat mengetahuinya. Maka
penulis menyimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh seseorang untuk
memberikan informasi, penerangan, perubahan perilaku dalam
mencapai kehidupan lebih baik.
5 Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Iyay Sumiati. Jama‟ah Majelis
Ta‟lim As-Salafiah Al-Mansuriah, Bogor 24 Juli 2019.
105
Dalam hal ini penyuluh dan jama‟ah yang menerima manfaat
dari pelaksanaan kegiatan di majelis ta‟lim tentu berharap agar
kehidupan rumah tangganya dapat menjadi keluarga yang
sakinah mawaddah wa rahmah. Seperti yang diungkapkan oleh
Bunda Iin:
Saya berharap sebagai seorang penyuluh, jama‟ah dapat
membangun keluarga yang sakinah mawaddah,
warohmah. Keluarga yang harmonis tidak saling egois,
artinya tetap tenang meskipun menghadapi banyak
rintangan dan ujian kehidupan.
Selain itu, penyuluh Agama Islam KUA Parung memberikan
edukasi kepada masyarakat mengenai perkawinan, yaitu melalui
kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah sebagai bekal untuk
pasangan calon pengantin sebelum memasuki kehidupan
berumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mu‟is:
Saya melihat kendala besar dalam kasus-kasus rumah
tangga adalah minimnya bekal individu itu sendiri,
contohnya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut saya kekerasan yang terjadi itu berawal dari
ketidakpahaman mereka dalam menjalani proses hidup
berumah tangga. Maka dalam bimbingan perkawinan ini
ada upaya membangun energi positif dan memberikan
pendidikan kepada pasangan calon pengantin tentang
tugas dan kewajiban suami dan istri.6
Selain itu, pada kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah
terdapat materi-materi tentang hak dan kewajiban suami dan
istri yang disampaikan kepada calon pasangan pengantin serta
penjelasan mengenai kekerasan dan upaya mencegah adanya
6 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is M.A. Mediator BP4
KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019.
106
kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh
Bunda Iin:
Menurut Bunda kebanyakan orang mungkin taunya
kekerasan itu yang sifatnya fisik seperti memukul dan
menampar, tapi menghina dengan kata-kata yang kasar
juga termasuk kekerasan secara non fisik. Dan itu semua
seharusnya tidak terjadi pada kehidupan seseorang dalam
rumah tangga. Maka adanya pelaksanan Bimwin ini
sebetulnya sangat berguna bagi mereka yang akan
menjalani kehidupan berumah tangga.7
Pendapat Mediator BP4 yang diperkuat dari pendapat
penyuluh Agama Islam fungsional diatas dapat dikaitkan
dengan teori Kekerasan yang dikemukakan oleh Omas Ihromi.
Kekerasan merupakan suatu tindakan atau sikap yang dilakukan
dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan orang lain
baik dalam bentuk fisik maupun psikis.8
Pelaksanaan kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah
kegiatan biasanya dilaksanakan di ruang balai nikah maupun di
ruang SDN 03 Parung. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan
bimwin dilakukan pukul 10.00 wib sampai dengan pukul 13.00
wib. Pelaksanaan kegiatan bimwin pada umumnya dilakukan
dua kali dalam seminggu yakni pada hari selasa dan kamis,
namun untuk pelaksanaan serentak bimwin dilaksanakan dua
hingga tiga kali dalam setahu sesuai dengan program
7 Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama Islam
fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019. 8 Omas Irhomi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarto Luhulimal,
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (Bandung: Alumni, 2000), h.
267.
107
Kementrian Agama Kabupaten Bogor. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Eva:
Untuk pelaksaan bimwin tempatnya disini di ruang balai
nikah KUA. Jika tidak mencukupi kita mencarikan tempat
yang lebih mencukupi biasanya disebelah Kantor kami,
diruang SDN 03 Parung. Untuk pelaksanaan bimwin itu dua
hari dalam seminggu yaitu hari selasa dan kamis. Selain itu
ada juga waktu tertentu untuk pelaksanaan bimwin serentak
dan biasanya dua sampai tiga kali dalam setahun.9
Selanjutnya, penulis juga berkesempatan untuk melakukan
observasi dan wawancara kepada salah seorang peserta Bimwin
pra-nikah di KUA Parung. Hasil observasi dilapangan, penulis
mengamati bahwa peserta mendapatkan materi-materi seputar
hak dan kewajiban suami istri, KDRT, keluarga berencana
(KB), kesehatan reproduksi. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu
Riska:
Waktu saya ikut Bimwin yang disampaikan sama pemateri
itu tentang makna dari sakinah, mawaddah, warohmah,
ilmu Agama tentang pernikahan juga pokoknya banyak,
tentang kesehatan reproduksi dari pihak Puskesmas
seperti tentang HIV Aids, suntik TT Catin, terus tentang
KB, jumlah anak, jarak persalinan, jarak kehamilan,
pokoknya banyak deh tentang kesehatan reproduksi.
Terus materinya ada tugas dan tanggung jawab suami
istri, hak suami dan istri, lalu ada kasus permasalahan
rumah tangga yang banyak terjadi seperti KDRT, UU
KDRT, terus wejangan-wejangan deh tentang berumah
tangga. Kalau masalah kaya gini, disikapinya seperti apa,
kayak gitu. Terus ada hukum pernikahan dalam undang-
undang, perencanaan masa depan, terus ada juga tuh
9 Wawancara pribadi dengan Ibu Eva Dianawati selaku Penyuluh Agama
Islam Fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 28 Juni 2019.
108
materi yang ngajarin cara ijab qobul. Pokoknya teks-teks
ijab qobul juga disampaikan sama narasumber.10
Berdasarkan observasi dan wawancara yang penulis
lakukan, diketahui bahwa memang benar pelaksanaan kegiatan
bimbingan perkawinan ditujukan untuk mengedukasi pasangan
calon pengantin dan sebagai salah satu upaya dalam
meminimalisir kasus kekerasan yang memungkinkan terjadi
dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga memang
sudah sepatutnya tidak terjadi karna kekerasan merupakan suatu
tindakan atau sikap yang dapat merugikan orang lain baik dalam
bentuk fisik maupun psikis. Maka dari hasil observasi dan
wawancara yang penulis lakukan dengan informan diatas,
penulis menyimpulkan bahwa peran penyuluh Agama Islam
yang bekerjasama dengan BP4, pihak Puskesmas dan Polsek
sudah terlaksana dengan cukup baik.
2. Penyuluh Agama Islam KUA Parung menyediakan dirinya
untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan yang
dihadapi masyarakat, baik persoalan pribadi, keluarga
maupun persoalan masyarakat secara umum. Dalam
menjalankan peran konsultasi, penyuluh Agama Islam
melakukannya melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan
di majelis ta‟lim maupun melaksanakan konsultasi di KUA.
Seperti yang diungkapkan oleh Bunda Iin:
Ada dari beberapa jama‟ah yang ingin konsultasi tetapi
tidak ingin di majelis ta‟lim. Makanya saya biasanya
melakukan konsultasi juga setelah kegiatan di majelis
10
Wawancara pribadi dengan Ibu Riska, Peserta Kegiatan Bimbingan
Perkawinan KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 7 Juli 2019.
109
ta‟lim, ya terkadang masih dimajelis juga sih di
depannya, biasanya diteras depan. Intinya si supaya dia
tidak merasa risih dan lebih leluasa menceritakan
permasalahan yang dia lagi hadapi.11
Selain itu, pernyataan yang diungkapkan Bunda Iin diperkuat
dengan yang diungkapkan oleh Bapak Mu‟is:
Kami juga menerima masyarakat atau warga, suami atau
istri bahkan pihak keluarga dari suami atau istri yang
datang ke KUA untuk konsultasi terkait persoalan rumah
tangganya.12
Pada layanan konsultasi di KUA, penyuluh Agama Islam
bekerjasama dengan BP4 KUA Parung dalam membantu
menangani permasalahan rumah tangga yang dialami
masyarakat Parung melalui bimbingan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Abdul Mu‟is:
Konsultasi disini kita memberikan bimbingan atau
nasehat dengan problem solving kepada pasangan yang
memiliki permasalahan dalam kehidupan rumah tangga.
Sehingga dengan adanya layanan bimbingan konsultasi
ini, yang bersangkutan dapat mengatasinya secara
bijaksana dan memperbaiki diri guna tercapainya
keluarga yang sakinah.13
Pendapat dari Bapak Mu‟is diatas dapat dikaitkan dengan
teori bimbingan yang dikemukakan oleh Samsul Munir bahwa
bimbingan merupakan pemberian bantuan kepada orang lain
dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam
11
Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama Islam
fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019. 12
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is M.A. Mediator BP4
KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019. 13
Ibid, Bogor 14 Mei 2019.
110
mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan
hidup.14
Timbulnya permasalahan dalam rumah tangga dipicu dari
beberapa faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Permasalahan dalam rumah tangga yang dipicu faktor internal
meliputi ketidakharmonisan dan ketidakmampuan masing-
masing pasangan sehingga menimbulkan pertikaian diantara
suami istri. Sedangkan permasalahan yang dipicu faktor
eksternal bisa disebabkan adanya pihak ketiga yang dapat
mengganggu hubungan pasangan suami istri. Pada penelitian ini
terdapat permasalahan rumah tangga yang menjadi prioritas
utama penulis yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Penyuluh
Agama Islam bekerjasama dengan BP4 Parung sebagai salah
satu lembaga yang menangani mediasi, mengupayakan
pencegahan perceraian. Dalam tahap ini, pasangan suami istri
berharap mediator dapat mempemudah penyelasaian
permasalahan rumah tangga mereka.
Dari hasil observasi dan wawancara, penulis menemukan
bahwa materi yang diterima oleh pasangan suami istri yang
sedang berselisih disesuaikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang sedang dihadapi. Hal ini dilakukan agar
masing-masing pasangan dapat memahami terlebih dahulu
permasalahan yang mereka sedang hadapi dan pemahaman
tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan suami istri.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Abdul Mu‟is:
14
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
AMZAH, 2010), h. 3
111
BP4 tugasnya adalah mendamaikan pasangan yang
sedang bertikai, saat mereka sedang bertikai disini BP4
berusaha untuk membantu mereka demi tercapainya
kedamaian diantara kedua belah pihak, kami berupaya
membuat masing-masing dari pasangan dapat mengerti
hak dan kewajiban yang harus dijalaninya.
Adapun metode yang digunakan dalam upaya mendamaikan
pasangan suami istri yang sedang berselisish tidak jauh berbeda
dengan metode penyuluhan pada umumnya yakni metode
pembinaan dengan cara melakukan pertemuan terpisah (caucus-
caucus) dengan teknik penyampaian penasihatan dan tanya-
jawab. Hal ini sesuai dengan teori Gery Goodpaster yang
dikutip oleh D.Y Witanto terkait peran penting seorang
mediator yakni; menyusun agenda mediasi, mengidentifikasi
masalah serta kepentingan-kepentingan krisis, penyelesaian
masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan dan diagnosis
sengketa memudahkan penyelesaian modern.15
Penulis menemukan bahwa BP4 bekerjasama dengan
penyuluh Agama Islam dalam upaya mempertahankan
pernikahan. Secara teknis penyuluh Agama yang melakukan
penyuluhan ke masyarakat sering menerima laporan
permasalahan rumah tangga dan masyarakat juga kurang
mengetahui keberadaan maupun fungsi dari BP4 itu sendiri.
Maka dari itu, penyuluh Agama Islam berupaya untuk
membantu masyarakat yang sedang bertikai dengan
15
D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara Perdata Di
Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1
Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. (Bandung: Alfabeta,
2010), H. 102.
112
mengarahkan masyarakat untuk bisa datang ke KUA dan
menemui BP4. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Eka:
Sebenarnya disini kalau ada yang mau konsul tentang
perceraian biasanya dibantu sama pak Tarman, untuk
konsultasi masalah rumah tangga bisa ke pak Abdul
Mu‟is. Karena memang gak sembarang orang bisa
menangani hal tersebut, jadi biar lebih optimal
penanganannya.16
Selanjutnya, penulis juga berkesempatan melakukan
observasi dan wawancara kepada salah seorang masyarakat
Kecamatan Parung penerima manfaat dari bimbingan konsultasi
yang pernah diterima. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Apri:
Setelah konsultasi saya merasa lebih plong. Jadi lebih
bijak untuk ambil keputusan karna kita kan konsultasi
sama orang yang lebih paham ya. Waktu itu saya maunya
cerai saja karna sudah tak dinafkahi tiga bulan dan terus-
terusan ribut sama suami. Saat konsul dikasih saran
untuk tidak gegabah ambil keputusan, disarankan untuk
salat istikhoroh dulu, ditenangin dan diingetin untuk
melihat masa depan anak. Konsultasinya juga ga selalu
dalam ruangan gitu, terkadang pun saya masih suka
nanya-nanya lewat wa sama beliau. Dan alhamdulillah
aku merasa sangat terbantu.17
Berdasarkan observasi dan wawancara yang penulis
lakukan, diketahui bahwa memang benar bimbingan yang
dilakukan merupakan suatu usaha untuk membantu seseorang
dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dalam
penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup sehingga mampu
16
Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019. 17
Wawancara pribadi dengan Ibu Apri selaku masyarakat Kecamatan
Parung Bogor, 31 Juli 2019.
113
mengatasi hambatan guna merencanakan masa depan yang lebih
baik.
3. Penyuluh Agama Islam KUA Parung memiliki tanggung
jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan
pembelaan terhadap masyarakat binaannya dari berbagai
ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang
merugikan ibadah dan merusak akhlak. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Mu‟is:
Jadi penyuluh Agama memiliki tanggung jawab
melakukan kegiatan pembelaan atau perlindungan
kepada masyarakat dari masalah-masalah yang ada salah
satunya kasus KDRT.18
Dalam hal ini, terdapat upaya advokasi berupa
pendampingan bagi masyarakat yang memiliki permasalahan
rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Eka:
Jadi penyuluh Agama membantu masyarakat yang datang
ke KUA untuk turut membantu menyelesaikan konflik
rumah tangganya. Misalnya kami menerima laporan
adanya KDRT maka kami akan mencoba menghadirkan
pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan untuk
mediasi.19
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, penulis
menyimpulkan bahwa peran penyuluh Agama KUA Parung
dalam menjalankan fungsi advokatif untuk kasus KDRT adalah
sebagai mediator sosial masyarakat, dimana penyuluh memiliki
kesempatan untuk mendamaikan atau merujukkan pasangan
18
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is M.A. Mediator
BP4 KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019. 19
Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019.
114
yang berkonflik dengan cara mempertemukan kedua belah
pihak dan secara persuasif mengarahkan pasangan yang
berkonflik untuk menempuh jalan damai. Dalam proses ini juga,
penyuluh dituntut untuk bersikap netral sehingga memunculkan
kesadaran bagi pasangan yang berkonflik untuk rujuk dan
damai.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyuluh Agama
Islam Dalam Mencegah Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Di Parung Bogor.
Untuk melihat faktor pendukung dan penghambat dalam
penelitian ini, penulis menggunakan analisis SWOT (Strengths,
Weakness, Opportunities, Threats) untuk mengetahui kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman penyuluh Agama Islam dalam
mencegah tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di
Parung Bogor.
SWOT adalah singkatan dari Strenghts (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats
(ancaman).20
Menurut Freddy Rangkuti, matriks SWOT
digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan dari
sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-
kesempatan eksternal dari tantangan yang dihadapi.21
Adapun
analisis SWOT yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
20
Arif, Yusuf Hamali, Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 107. 21
Qibti Aliyah, Pola Pembinaan Agama Dalam Meningkatkan
Pengetahuan Agama Anak Jalanan Di Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi
Pasar Minggu Jakarta Selatan, (Skripsi:Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 79-80.
115
1. Analisis Lingkungan Internal
Berdasarkan hasil identifikasi faktor SWOT, kekuatan
(Strenghts) dan kelemahan (Weaknesses) peran penyuluh agama
Islam dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga di
Parung Bogor adalah sebagai berikut:
a. Faktor Kekuatan (Strenghts)
1) Penyuluh Agama Islam KUA Parung memiliki
kemampuan melaksanakan metode penyuluhan melalui
ceramah, diskusi dan konseling.
Keberadaan Penyuluh Agama Islam KUA Parung yang
memiliki kemampuan melaksanakan metode tepat akan
mendukung pencapaian tujuan penyuluhan secara lebih
optimal. Hal ini membuat penyampaian materi dikemas
dan disampaikan oleh penyuluh dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh masyarakat Parung. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Iyay:
Menurut saya, metode ceramah yang biasa dilakukan
sama penyuluh itu penyampaiannya lugas dan bisa
dimengerti jama‟ah. Soalnya diluar sana dalam
ceramah terkadang masih ada orang yang
menyampaikannya tidak melihat situasi dan kondisi,
misalnya menggunakan bahasa yang susah dimengerti 22
Menurut kaka, narasumber yang menyampaikan materi
cukup bagus, berkompeten, bisa dimengerti oleh semua
peserta. Menarik juga, soalnya ada salah satu pemberi
22
Wawancara Pribadi dengan Ibu Hj. Iyay Sumiati selaku jama‟ah
Majelis Ta‟lim As-Salafiah Al-Mansuriah, Bogor 24 Juli 2019.
116
materi yang lucu gitu, yang ada komedi-komedinya gitu.
Bikin gak jenuh, pesertanya excited pokoknya mah.23
2) Penyuluh Agama Islam KUA Parung melakukan
kerjasama dengan BP4 KUA Parung.
Adanya kerjasama tersebut dapat mensukseskan dan
mengoptimalkan tujuan yaitu mencegah kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor. Seperti yang diungkapkan
Ibu Eva:
Alhamdulillah menurut saya selama ini kerjasama
antara penyuluh dan BP4 untuk mencegah KDRT
disini berjalan lancar.24
Pernyataan yang diungkapkan Ibu Eva diperkuat
dengan yang diungkapkan Bapak Eka:
Penyuluh dan BP4 memang sudah punya tugasnya
masing-masing, kalau dijalankan dengan
bertanggung jawab dan saling koordinasi maka
semuanya berjalan dengan baik. Maka disini itu kita
bekerjasama dengan saling bantu dan koordinasi.25
3) Penyuluh Agama Islam KUA Parung memiliki
keterampilan dalam melakukan pendampingan kepada
masyarakat yang memiliki permasalahan dalam rumah
tangga.
Keberadaan penyuluh Agama Islam KUA Parung yang
bertanggungjawab secara profesional dan responsif untuk
23
Wawancara Pribadi dengan Ibu Riska selaku peserta Bimwin KUA
Kecamatan Parung Bogor, 10 Agustus 2019. 24
Wawancara pribadi dengan Ibu Eva Dianawati selaku Penyuluh
Agama Islam Fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 28 Juni 2019. 25
Wawancara pribadi dengan Bapak Eka Rosdiana Saputra selaku
penyuluh Agama Islam honorer KUA Kecamatan Parung Bogor, 2 Juli 2019.
117
membimbing dan mengarahkan masyarakat, membuat
masyarakat merasa sangat terbantu. Seperti yang diungkapkan
oleh Ibu Apri:
Selama aku konsultasi tentang masalah rumah
tanggaku, aku merasa pelayanannya itu baik, mereka
merespon cepet, aku juga merasa bener-bener
dibantu. Aku juga merasa jadi anak disana,
silaturahim kita juga masih terus sampe sekarang.26
b. Faktor Kelemahan (Weaknesses)
1) Keterbatasan fasilitas dalam melaksanakan kegiatan
menjadi kelemahan penyuluh dalam mengoptimalkan
program.
Fasilitas yang kurang memadai seperti terbatasnya
ruang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan
perkawinan pra-nikah, ruang konsultasi dan terbatasnya
jumlah media penyuluhan. Seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Mu‟is:
Ruang balai nikah disini jadi ruangan paling besar
yang ada di KUA. Biasanya digunakan untuk
konsultasi, kegiatan Bimwin bahkan untuk rapat-
rapat yang diadakan antara pihak KUA dengan para
amil. 27
Menurut saya, pelaksanaan kegiatan Bimwin
pesertanya jangan terlalu banyak soalnya
ruangannya sempit, meskipun memang ruangan ini
26
Wawancara pribadi dengan Ibu Apri selaku masyarakat Kecamatan
Parung Bogor, 31 Juli 2019. 27
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Mu‟is M.A. Mediator BP4
KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 14 Mei 2019.
118
paling besar tapi kalau bisa sih ruangannya lebih
diluaskan lagi.28
Waktu awal saya konsultasi, saya merasa ga privasi
sama sekali. Soalnya meja kerja pak Mu‟is kan ada di
dalem dan sampingnya kan ada tiga meja kerja yang
lain. Jadi kurang fokus. Tapi saya juga pernah konsul
diruang balai nikah kebetulan waktu itu lagi gaada
kegiatan, disitu si lebih kondusif.29
2) Kurangnya jumlah tenaga Penyuluh Agama Islam KUA
Parung.
Penyuluh Agama Islam KUA Parung teridiri dari dua
orang penyuluh Agama Islam fungsional (PAIF) dan
delapan penyuluh Agama Islam honorer (PAH). Jumlah
tersebut memang tidak sebanding dengan banyaknya
jumlah masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan
Parung, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Eva:
Pegawai pemerintah KUA disini itu kan jumlahnya
terbatas, jadi sinergitas dengan masyarakat juga
sangat dibutuhkan. Menurut saya masyarakat juga
seharusnya lebih respon terhadap kasus KDRT yang
ada disekitar, karna semuanya punya kewajiban
untuk mencegah dan menolong jika terjadinya
KDRT.30
3) Rendahnya kemampuan Penyuluh Agama Islam KUA
Parung dalam memanfaatkan media penyuluhan menjadi
kelemahan dalam proses penyuluhan Agama.
28
Wawancara Pribadi dengan Ibu Riska selaku peserta Bimwin KUA
Kecamatan Parung Bogor, 10 Agustus 2019. 29
Wawancara pribadi dengan Ibu Apri selaku masyarakat Kecamatan
Parung Bogor, 31 Juli 2019. 30
Wawancara pribadi dengan Ibu Eva Dianawati, M. Ag. Penyuluh
Agama Islam Fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 28 Juni 2019.
119
Salah satu penggunaan media yang dapat berdampak
lebih luas bagi penyuluhan adalah media massa. Akan
tetapi Penyuluh Agama Islam KUA Parung hanya
menggunakan media cetak seperti flyer (selebaran) dan
memanfaatkan penggunaan alat InFocus saat
menyampaikan materi.
2. Analisis Lingkungan Eksternal
Berdasarkan hasil identifikasi faktor SWOT peluang
(Opportunities) dan ancaman (Threats) peran penyuluh Agama
dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga di Parung
Bogor adalah sebagai berikut:
a. Faktor Peluang (Opportunities)
1) Penyuluh Agama Islam KUA Parung pernah melakukan
kerjasama dengan lembaga pendidikan. Saat itu kegiatan
yang dilakukan adalah penyuluhan tentang bahaya narkoba
dan pergaulan bebas. Seperti yang diungkapkan oleh Bunda
Iin:
Setahun yang lalu Bunda sama bu Eva pernah kasih
penyuluhan ke SMUN 1 Parung. Waktu itu kita kasih
penyuluhan tentang bahaya narkoba dan pergaulan
bebas bagi remaja untuk lomba sekolah sehat.31
Meskipun kegiatan tersebut dilakukan hanya pada event
tertentu tetapi dengan adanya kerjasama tersebut dapat
membuka peluang untuk mengembangkan program khusus yang
lancar dan efektif mengenai pencegahan kekerasan dalam rumah
tangga maupun upaya yang harus dilakukan apabila seseorang
31
Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama
Islam fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019.
120
mengalami maupun melihat tanda-tanda adanya unsur
kekerasan.
2) Masyarakat di Kecamatan Parung mengetahui bahwa
kegiatan yang dilaksanakan oleh KUA Parung merupakan
kegiatan yang positif dan bermanfaat. Kepercayaan tersebut
menjadi peluang bagi penyuluh Agama Islam KUA Parung
untuk mendapat dukungan dari masyarakat sekitar sehingga
dapat terus menjalankan kegiatan yang positif bagi
masyarakat di wilayah Kecamatan Parung. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Riska:
Menurut kaka sebagai peserta Bimwin, kegiatan
Bimwin sangat positif, materi yang disampaikan
bagus, bermanfaat dan bisa dipahami. Harapan kaka
si semoga kegiatan ini terus berjalan dengan
lancar.32
Selama aku konsultasi tentang masalah rumah
tanggaku, aku merasa pelayanannya itu baik, mereka
merespon cepet, aku juga merasa bener-bener
dibantu. Aku juga merasa jadi anak disana,
silaturahim kita juga masih terus sampe sekarang.33
b. Faktor Ancaman (Threats)
1) Kurangnya sinergitas antara Instansi Pemerintah terkait
dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga menjadi
ancaman bagi penyuluh dalam memaksimalkan peran dan
fungsinya dimasyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Eva:
32
Wawancara Pribadi dengan Ibu Riska selaku peserta Bimwin KUA
Kecamatan Parung Bogor, 10 Agustus 2019. 33
Wawancara pribadi dengan Ibu Apri selaku masyarakat Kecamatan
Parung Bogor, 31 Juli 2019.
121
Untuk memaksimalkan program, sebenarnya
dibutuhkan sinergitas antara satu instansi dengan
instansi lain. Misal, untuk membuat program khusus
penyuluhan pencegahan KDRT itu harusnya ada
sinergitas yang lebih juga dari Polsek.34
Kurangnya dukungan Instansi Pemerintah setempat dalam
mencegah KDRT membuat tidak adanya gagasan maupun
inovasi terbaru untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
2) Program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya mencegah
kekerasan dalam rumah tangga tidak sampai pada
pembentukan calon keluarga sakinah teladan sesuai kriteria
yang telah ditentukan oleh Kementrian Agama RI untuk
diseleksi dan dipilih mewakili Kecamatan sampai ditingkat
selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bunda Iin:
Dulu, saya lupa tepatnya tahun berapa itu kita
pernah mengirimkan satu pasang perwakilan
masyarakat Kecamatan Parung untuk mengikuti
kegiatan keluarga sakinah teladan tingkat Kabupaten
Bogor karna memang diwajibkan setiap Kecamatan
mengirimkan pasangan keluarga sakinah teladan.
Itupun hanya sekali dan sampai saat ini masih
belum.35
Hasil wawancara diatas menunjukan bahwa pelaksanaan
program kegiatan hanya sebatas pada kegiatan di majelis ta‟lim
dan kegiatan di KUA. Hal ini juga menandakan bahwa upaya
mencegah KDRT menjadi tidak optimal. Hal tersebut
memungkinkan KDRT masih akan dialami maupun terjadi
34
Wawancara pribadi dengan Ibu Eva Dianawati selaku Penyuluh
Agama Islam Fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, Bogor 28 Juni 2019. 35
Wawancara pribadi dengan Bunda Iin selaku penyuluh Agama Islam
fungsional KUA Kecamatan Parung Bogor, 14 Mei 2019.
122
peningkatan laporan dari masyarakat. Sejatinya, dengan
diadakannya program pemilihan keluarga sakinah teladan
sebenarnya adalah untuk memotivasi masyarakat untuk saling
berlomba-lomba dalam kebaikan dengan memperbaiki diri dan
hubungannya dengan keluarga sehingga menciptakan keluarga
yang tentram sesuai ajaran Agama Islam.
C. Analisis SWOT
1. Analisis SWOT
Berdasarkan analisis SWOT maka dapat diformulasikan
strategi yang dapat dilaksanakan. Analisis SWOT mengacu
pada informasi yang didapat oleh penulis ketika melakukan
wawancara dan pengamatan kepada pihak yang terlibat.
Penulis menyajikan data tersebut ke dalam bentuk tabel.
122
Tabel 5.1
Analisis SWOT
Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)
1. Penyuluh Agama Islam KUA Parung memiliki kemampuan
melaksanakan metode penyuluhan melalui ceramah,
tanya jawab dan konseling kepada jama’ah di majelis
ta’lim maupun masyarakat Parung yang memiliki
permasalahan rumah tangga.
2. Penyuluh Agama Islam KUA Parung melakukan kerjasama
dengan BP4 dalam mencegah dan menangani kasus
kekerasan dalam rumah tangga di Parung Bogor.
3. Penyuluh Agama Islam KUA Parung memiliki
keterampilan dalam melakukan pendampingan kepada
masyarakat yang memiliki permasalahan dalam rumah
1. Keterbatasan fasilitas dalam melaksanakan kegiatan
menjadi kelemahan Penyuluh Agama Islam KUA
Parung mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
2. Terbatasnya SDM Penyuluh Agama Islam KUA Parung
tidak sebanding dengan banyaknya jumlah
masyarakat di Kecamatan Parung.
3. Rendahnya kemampuan Penyuluh Agama Islam KUA
Parung dalam memanfaatkan media penyuluhan
seperti media massa menjadi kelemahan penyuluh
dalam melakukan penyuluhan di masyarakat.
123
tangga.
Peluang (Opportunities) Ancaman (Threaths)
1. Penyuluh Agama Islam KUA Parung pernah melakukan
kerjasama dengan lembaga lain. Adanya kerjasama
tersebut dapat membuka peluang untuk
mengembangkan program pencegahan KDRT maupun
upaya yang harus dilakukan apabila seseorang
mengalami maupun melihat tanda-tanda adanya unsur
kekerasan.
2. Masyarakat di Kecamatan Parung mengetahui bahwa
kegiatan yang dilaksanakan kegiatan yang positif dan
bermanfaat. Adanya kepercayaan tersebut membuka
peluang bagi penyuluh mendapatkan dukungan dari
masyarakat.
1. Kurangnya dukungan Instansi Pemerintah setempat
menyebabkan tidak adanya gagasan maupun inovasi
terbaru Penyuluh Agama Islam KUA Parung dalam
mencegah KDRT.
2. Penanganan pencegahan KDRT yang tidak optimal,
memungkinkan KDRT masih akan dialami masyarakat
Parung.
124
Tabel 5.2
Analisis Strategi SWOT
ANALISIS STRATEGI
Strengt-Opportunity Weakness-Opportunitty
1. Adanya kerjasama antara Penyuluh Agama Islam
KUA Parung dengan BP4 dalam mencegah
KDRT dapat memperkuat jejaring penyuluh
untuk bisa menambah kerjasama pada lembaga
lain.
2. Keterampilan penyuluh dalam melakukan
pendampingan pada masyarakat yang memiliki
permasalahan rumah tangga menjadi modal utama
bagi penyuluh mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat.
1. Terbatasnya SDM Penyuluh Agama Islam KUA
Parung dapat diatasi dengan membangun kerjasama
maupun memperkuat jejaring pada lembaga lain,
sehingga pencegahan KDRT menjadi lebih
optimal.
2. Adanya dukungan atau kepercayaan masyarakat
terhadap profesi penyuluh agama dapat
mengoptimalisasi peran penyuluh dalam
melakukan penyuluhan yang lebih luas.
125
ANALISIS STRATEGI
Strengt-Threat Weakness-Threat
1. Kemampuan Penyuluh Agama Islam KUA dalam
melaksanakan metode penyuluhan yang tepat saat
menyampaikan materi dapat menurunkan laporan
masyarakat yang mengalami KDRT.
1. Memanfaatkan penggunaan media penyuluhan
sehingga mendapat Penyuluh Agama Islam KUA
Parung mendapat dukungan dari Instansi
Pemerintah setempat dan membuat inovasi terbaru
dalam upaya mencegah KDRT.
126
Adapun penjelasan dari hasil SWOT diatas, maka alternatif
yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Strategi S.O
Terciptanya kerjasama antara Penyuluh Agama Islam
KUA Parung dengan BP4 dalam mencegah kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) dapat memperkuat jejaring penyuluh
untuk bisa menambah kerjasama pada lembaga lain. Dengan
adanya kerjasama dapat memperkuat peran penyuluh dalam
mencegah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Parung
Bogor.
2. Strategi W.O
Adanya dukungan atau kepercayaan masyarakat terhadap
profesi penyuluh agama dapat mengoptimalisasi peran
penyuluh dalam melakukan penyuluhan yang lebih luas.
Kemampuan persuasif penyuluh dalam melakukan
penyuluhan.
3. Strategi S.T
Kemampuan Penyuluh Agama Islam KUA dalam
melaksanakan metode penyuluhan yang tepat saat
menyampaikan materi dapat menurunkan laporan
masyarakat yang mengalami KDRT. Metode penyuluhan
seperti ceramah dengan penggunaan bahasa yang mudah
dipahami oleh sasaran penyuluhan akan lebih efektif
diterima.
127
4. Strategi W.T
Memanfaatkan penggunaan media penyuluhan sehingga
Penyuluh Agama Islam KUA Parung mendapat dukungan
dari Instansi Pemerintah setempat maupun dalam membuat
inovasi terbaru dalam upaya mencegah KDRT.
Pemanfaatan penggunaan media massa menjadi alternatif
penyuluh dalam melakukan penyuluhan seperti membuat
karya tulis ilmiah maupun tulisan-tulisan yang
dipublikasikan dalam laman online.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis faktor
pendukung dan faktor penghambat penyuluh agama Islam dalam
mencegah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Parung
Bogor, penulis menyimpulkan bahwa peran penyuluh agama
Islam KUA Parung dalam mencegah KDRT mengalami
perubahan namun tidak signifikan. Adapun pemilihan strategi
bertujuan untuk menemukan strategi yang dapat dilakukan dan
menentukan strategi mana yang menjadi prioritas untuk
dilaksanakan dengan tujuan mencegah tindak kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) di Parung Bogor. Strategi yang bisa
dilakukan sebagai berikut:
1. Menambah kerjasama dengan lembaga lain
2. Meningkatkan peran masyarakat dalam mencegah KDRT
3. Kualitas metode penyuluhan
4. Memanfaatkan penggunaan media massa
128
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Parung Bogor tentang peran penyuluh Agama dalam
menjalankan fungsi profesi untuk kasus kekerasan dalam rumah
tangga dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran penyuluh Agama Islam KUA Parung dalam
menjalankan fungsi informatif dan edukatif dengan
menyampaikan informasi apabila ada masyarakat yang
memiliki permasalahan rumah tangga maka penyuluh
memberikan arahan kepada pasangan yang berkonflik
untuk dapat melewati prosesnya sesuai dengan aturan dan
prosedur yang telah ditetapkan, penyuluh juga
memberikan ilmu tentang keluarga sakinah seperti
berakhlak yang baik dengan pasangan, tata cara berumah
tangga dan menjadi pemateri dalam kegiatan bimbingan
perkawinan pra-nikah bagi pasangan calon pengantin.
Dalam menjalankan fungsi konsultatif, penyuluh
menyediakan layanan konsultasi terkait permasalahan-
permasalahan bagi pasangan yang berkonflik. Sedangkan
dalam menjalankan fungsi advokatif, penyuluh bertindak
sebagai pendamping dan menjadi mediator terkait
permasalahan rumah tangga yang dihadapi masyarakat.
129
2. Faktor pendukung penyuluh Agama Islam dalam
mencegah kekerasan dalam rumah tangga adalah adanya
kerjasama yang dilakukan antara Penyuluh dan BP4
KUA Parung, kualitas metode penyuluhan Agama dan
Profesionalisme penyuluh dalam membimbing. Adapun
faktor penghambat penyuluh Agama Islam dalam
mencegah kekerasan dalam rumah tangga adalah
keterbatasan fasilitas, kurangnya dukungan Instansi
Pemerintah setempat dan Jumlah penyuluh Agama yang
belum mencukupi.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran penyuluh agama
dalam menjalankan fungsi profesi untuk kasus kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor maka implikasi pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Adanya peran penyuluh dalam menjalankan fungsi
informatif dan edukatif menunjukan bahwa penyuluh
semakin terasah dalam memberikan informasi,
memperoleh data, melakukan penyuluhan seperti
menyampaikan materi.
2. Adanya peran penyuluh dalam menjalankan fungsi
konsultatif menunjukan bahwa penyuluh memiliki metode
dalam melakukan strategi yang dapat menenangkan bagi
masyarakat yang berkonsultasi terkait permasalahan
rumah tangga.
3. Adanya peran penyuluh dalam menjalankan fungsi
advokatif menunjukan bahwa penyuluh menjadi mediator
130
dan melatih keterampilan penyuluh dalam melakukan
pendampingan.
4. Adanya hasil penelitian ini memungkinkan terjadinya
pembinaan kepada Penyuluh Agama Islam baik PAIF
maupun PAH oleh Direktorat Bimas Islam.
C. Saran
Hasil penelitian penulis mengenai peran penyuluh Agama
dalam menjalankan fungsi profesi untuk kasus kekerasan dalam
rumah tangga di Parung Bogor, penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Kementrian Agama
a. Membuat kebijakan yang lebih dalam melakukan
perekrutan Penyuluh Agama Islam dengan
mempertimbangkan latar belakang pendidikan
penyuluh dan kemampuan teknis penyuluh Agama
Islam dalam melakukan pendekatan kepada
masyarakat maupun dalam melaksanakan tugasnya.
b. Membuat kebijakan dan alokasi anggaran tentang
kewajiban mengikuti bimbingan perkawinan bagi
pasangan yang akan menikah.
c. Bekerjasama dengan Kementrian Ketenagakerjaan
untuk membuat kebijakan kewajiban mengikuti
kegiatan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin
yang bekerja pada perusahaan sehingga mudah untuk
mengikuti kegiatan tersebut.
2. Penyuluh Agama Islam
131
a. Mampu meningkatkan kinerja untuk selalu
menjunjung profesionalisme dan tanggungjawab
kepada masyarakat dengan melakukan adopsi, difusi
dan inovasi dalam melakukan bimbingan dan
penyuluhan kepada masyarakat sehingga dapat
mengikuti perkembangan zaman. Hal tersebut bisa
diperoleh misalnya dari keaktifan penyuluh mengikuti
kegiatan diskusi maupun seminar-seminar yang
diadakan oleh Kementrian Agama.
b. Memanfaatkan penggunaan media massa yang dapat
berdampak lebih luas bagi penyuluhannya. Seperti
membuat karya tulis ilmiah atau
menterjemahkan/menyadur buku dan bahan-bahan
lain di bidang Agama dan pembangunan.
c. Mampu melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan
pihak-pihak terkait secara berkesinambungan untuk
dapat meningkatkan perannya di masyarakat.
3. Lembaga KUA
a. Memantau secara berkesinambungan kegiatan yang
dilakukan Penyuluh Agama Islam maupun BP4 dalam
melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada
masyarakat untuk selanjutnya mengevaluasi dan
meningkatkan bimbingan dan penyuluhan tersebut.
b. Melakukan kerjasama dan sosialisasi kepada Tokoh
masyarakat, Tokoh Adat maupun Tokoh Agama
mengenai Peran Penyuluh Agama Islam, Peran BP4
dan Peran Lembaga KUA sehingga masyarakat dapat
132
mengetahui siapa dan dimana tempat yang dapat
mereka temui untuk membantu menyelesaikan
permasalahan mereka.
c. Melakukan kerjasama dengan lembaga khusus seperti
P2TP2A maupun lembaga bantuan hukum lainnya
jika terdapat laporan mengenai kasus kekerasan dalam
rumah tangga sehingga penanganan kasus tersebut
dapat berjalan optimal.
4. Masyarakat
a. Masyarakat yang hendak melakukan pernikahan
sebaiknya mengikuti kegiatan bimbingan perkawinan
sebagai bekal dalam menjalani proses kehidupan
berumah tangga.
b. Masyarakat yang memiliki permasalahan dalam
rumah tangga sebaiknya bertanya kepada Penyuluh
Agama Islam perihal permasalahan yang dialami. Jika
permasalahan tersebut dirasa sangat rahasia,
masyarakat hendaknya datang langsung ke Kantor
Urusan Agama (KUA) untuk mengkonsultasikan
permasalahannya kepada BP4.
c. Untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga, hendaknya masing-masing pihak dalam
lingkup keluarga selalu menjalin kerjasama yang baik
dalam membina hubungan agar tidak terjadi
kesalahpahaman antara satu dengan yang lainnya,
terlebih pada hal-hal yang menimbulkan adanya
tindak kekerasan.
133
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah, Qibti. 2018. Pola Pembinaan Agama Dalam
Meningkatkan Pengetahuan Agama Anak Jalanan Di
Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi Pasar Minggu Jakarta
Selatan. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Amilia, Fatma. 2016. Jurnal Syariah dan Hukum. Vol. 5 No. 1, h.
23.
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
2010. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta: AMZAH.
Amirulloh. 2016. Analisis Pengembangan Kompetensi Penyuluh
Agama Pada Ditjen Bimas Islam Kementrian Agama
Republik Indonesia Dalam Memelihara Kerukunan Umat
Beragama. Tangerang Selatan: YPM.
Andriyani, Fifi. 2013. Kontribusi Rifka Annisa Women‟s Crisis
Center Yogyakarta Dalam Penanganan Tindak Pidana
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Skripsi, Jurusan
Ilmu Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Antasari, Rina dan Nilawati. 2014. Jurnal Multikultural &
Multireligius. Vol. 13 No. 1, 126-128.
Arhal, Rezky Artuti. 2017. Metode Konseling Islam dalam
Mengatasi Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah
Tangga Di Kelurahan Dannuang Kecamatan Ujungloe
Kabupaten Bulukumba. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN
Alauddin Makassar.
Arifin, Isep Zainal. 2009. Bimbingan Penyuluhan Islam,
(Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam).
Jakarta: Rajawali Pers.
134
Arifin, M. 1998. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan Agama. Jakarta: PT. Golden Terayon.
Asmarany, Anugriaty Indah. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada. Vol. 3 No. 1, 5.
Bungin, M. Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif, Komunikasi,
Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya.
Jakarta: Kencana.
Bungin, M. Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: Kencana.
Darajat, Zakiah. 1982. Pendidikan Agama Dan Pengembangan
Mental. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Agama RI. 1987. Panduan Penyuluh Agama.
Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji.
2007. Panduan Tugas Penyuluh
Agama. Jakarta: Departemen Agama RI.
2010. Pedoman Penyuluhan Wakaf
Bagi Penyuluh Agama. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dzulfaqor, Qois. 2018. Peran Penyuluh Agama Islam Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah Di Kecamatan Cakung
Jakarta Timur. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fadli, Zulkarnain. 2013. Peran Penyuluh Agama Dalam
Membina Akhlak Jamaah Islamic Cultural Center (ICC)
Pejaten Barat Jakarta Selatan. Skripsi, Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
135
Fauzi, Muhammad Umar. 2018. Jurnal Studi Islam dan
Muamalah. Vol. 6 No. 1, 3.
Fijriyah, Hilyati. 2017. Hubungan Antara Penyuluhan Agama
Dengan Motivasi Kerja Karyawan Di Perseroan Terbatas
(PT) Krakatau Bandar Samudera (KBS) Cigading. Skripsi,
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Fitrianingsih, Saeno. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Tindakan
Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga
(Studi Kasus Kota Bandar Lampung). Skripsi, Jurusan
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Lampung.
Hadijah dan La Janna. 2007. Hukum Islam & Undang-Undang
Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ambon: Cipta
Karya Mandiri.
Hamali, Arif Yusuf. 2016. Pemahaman Strategi Bisnis dan
Kewirausahaan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Hartati, Misriyani. 2013. Jurnal FISIP Universitas Mulawarman.
Vol. 1 No. 3, 13.
Hasanah, Hasyim. 2013. Jurnal IAIN Walisongo. Vol. 9 No. 1,
167.
Hayati, Elli Nur. 2002. Panduan Untuk Pendamping Korban
Kekerasan: Konseling Berwawasan Gender. Yogyakarta:
Rifka Annisa kerja sama dengan Pustaka Pelajar.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif
Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif
Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
136
Iman, Sahrul. 2018. Peran Penyuluh Agama Dalam
Meningkatkan Prososial Masyarakat Organik (Masyarakat
Perkotaan) Di Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Skripsi,
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Irhomi, Tapi Omas, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarto
Luhulimal. 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap
Wanita. Bandung: Alumni.
Kemenag RI. 2012. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Penyuluh Agama. Jakarta: Kemenag RI.
Lailatussa‟diah, dkk. 2016. Metode dan Teknik Penyuluhan.
Ciputat: Mega Mall.
Leeuwis, Cess. 2009. Komunikasi Untuk Inovasi Pedesaan
Berfikir Kembali Tentang Penyuluhan Pertanian.
Yogyakarta: Kanisius.
Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun
2016. Kekerasan Terhadap Perempuan Meluas: Negara
Urgen Hadir Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan di
Ranah Domestik, Komunitas dan Negara. Juga dapat
diunduh pada https://www.komnasperempuan.go.id/
Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun
2017. Labirin Kekerasan Terhadap Perempuan: Dari Gang
Rape Hingga Femicide, Alarm Bagi Negara Untuk
Bertindak Tepat. Juga dapat diunduh pada
https://www.komnasperempuan.go.id/
Lembar Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun
2018. Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam
Pusaran Politik Populisme. Juga dapat diunduh pada
https://www.komnasperempuan.go.id/
Luhulima, Achie Sudiarti. 2009. Pemahaman Bentuk-Bentuk
Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif
137
Pemecahannya. Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender
UI.
Manhia, Thalib Tugas Pokok Dan Fungsi Penyuluh Agama Islam
Fungsional. Kementrian Agama RI, Kantor Wilayah
Provinsi Gorontalo. Juga dapat diunduh pada
https://gorontalo2.kemenag.go.id/.
Muladi. 2002. Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi
Hukum di Indonesia, Jakarta: The Habibie Center.
Muzayanah, Umi. 2016. Jurnal Litbang Agama. Vol. 2 No. 2, 1.
Na‟im, Mayyadah. 2019. Peran Mediasi Dalam Upaya
Mempertahankan Perkawinan Pada Badan Penasihatan
Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta
Selatan. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi).
2017. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
PMA Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Urusan Agama (KUA), Juga dapat diunduh pada
https://bimasislam.kemenag.go.id/files/PMA-34-update.pdf
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Ilmiah Modern. Jakarta:
Jembatan.
Poerwandari, E. Kristi. 2017. Pendekatan Kualitatif Untuk
Penelitian Perilaku Manusia. Depok: LPSP3.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengantar
Kajian Gender. 2003. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN
Syarif Hidayatullah.
138
Putri, Fiely Karisma dkk. 2010. Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Skripsi, Jurusan Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran, Universitas Dipenogoro.
R, Kristyanti J. 2004. Jurnal Psikologi, Vol. 13 No. 1, 98.
Rahardjo, Wahyu. 2007. Jurnal Penelitian Psikologi Universitas
Gunadarma, Vol. 12 No. 1, 1.
Rahmatiah, ST. 2013. Dakwah, Trafficking dan KDRT. UIN
Alaudin Makassar: Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga. Jakarta: Rineke Cipta.
Rohaman, Dudung Abdul dan Firman Nugraha. 2017. Menjadi
Penyuluh Agama Profesional (Analisis Teoritis dan
Praktis). Bandung: LEKKAS.
Rosnawati, Emy. 2018. Jurnal Kosmik Hukum: Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Vol. 18 No. 1, 92-93.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1995. Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar,. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
1980. Jurnal Psikologi UI. Jakarta: UI Press.
Soeroso, Moerti Hadiati. 1992. Buku Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU RI No.
23 Tahun 2004). Jakarta: Sinar Grafika.
139
Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan & Perempuan. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Suralaga, Fadillah dkk. 2003. Pengantar Kajian Gender. Jakarta:
Pusat Studi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sururie, Hamdani Wahyu. Darurat Perceraian Dalam Keluarga
Muslim Indonesia, Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Sunan Gunung Djati.
Sutarmadi. A dan Al Tirmidzi. 1998. Peranan Dalam
Pengembangan Hadist dan Fiqih. Ciputat: Logos Wacana
Ilmu.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Trisnayati. 2018. Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam
Fungsional Dalam Upaya Pencegahan Perceraian Di
Kabupaten Tangerang. Tesis, Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tulus, dkk. 2012. Buku Panduan Konseling Untuk Konselor BP4
Perspektif Kesetaraan. Jakarta: Rahima.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974. 2007.
Tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Jakarta: Visimedia.
2017.
Tentang Perkawinan Bab 1 Pasal 1. Jakarta: Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.
Witanto, D.Y. 2010. Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara
Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan
Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Bandung: Alfabeta.
140
LAMPIRAN
Catatan Lapangan
Tanggal : 22 Juli 2018
Waktu : 13.15-14.00 wib
Tempat : KUA Kecamatan Parung
Penulis melakukan observasi di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Penulis bertemu dengan kepala
KUA yaitu bapak H. Asmat, S.Ag. Saat bertemu dengan bapak
Asmat, penulis memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan
tujuan penulis melakukan penelitian di KUA Parung. Saat itu penulis
juga membawa surat ijin penelitian, kemudian penulis serahkan
kepada Bapak Asmat. Kemudian Bapak Asmat mempersilahkan
penulis untuk masuk dan berbincang-bincang di ruang kerja beliau.
Bapak Asmat saat itu menyampaikan bahwa kondisi fisiknya
sedang tidak sehat sehingga dalam wawancara seputar kegiatan yang
ada di KUA, tak jarang beliau terbatuk saat menjawab pertanyaan
penulis. Meskipun demikian, bapak Asmat tetap memberikan jawaban
dari beberapa pertanyaan yang diajukan penulis. Saat itu penulis
menanyakan seputar jumlah penyuluh Agama Islam dan kegiatan apa
saja yang biasa dilakukan. Bapak Asmat juga memberitahu kepada
penulis bahwa beliau baru saja menjabat di KUA Parung sejak Januari
2019. Oleh karena itu, bapak Asmat memberikan nomer kontak hand
phone penyuluh Agama Islam fungsional yang bernama Bunda Iin
kepada penulis agar penulis mendapatkan informasi yang mendalam
untuk penelitian.
Catatan Lapangan
Tanggal : 20 Januari 2019
Waktu : 10.00-11.50 wib
Tempat : KUA Kecamatan Parung
Penulis menemui penyuluh Agama Islam Fungsional KUA Parung
yang bernama bunda Iin. Sebelumnya penulis terlebih dahulu
membuat janji dengan beliau melalui nomer hand phone yang sudah
penulis dapatkan dari bapak Asmat selaku Kepala KUA Parung.
Penulis menyampaikan maksud dan tujuan untuk meminta ijin
melakukan penelitian beberapa hari kedepan dan penulis juga
bertanya seputar kegiatan penyuluh Agama Islam KUA Parung.
Selain itu, penulis juga meminta ijin untuk dapat memawawancarai
masyarakat di Kecamatan Parung. Masyarakat tersebut akan penulis
jadikan sebagai informan luar, yaitu sebagai penerima manfaat dari
kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh Agama. Maka dalam
observasi ini, penulis mendapatkan informasi bahwa kegiatan
penyuluh yaitu di majelis ta’lim, kegiatan bimbingan perkawinan pra-
nikah yang merupakan program KUA, dan kegiatan konsultasi.
Catatan Lapangan
Tanggal : 14 April 2019
Waktu : 09.00-11.20 wib
Tempat : Majelis Ta’lim As-Salafiah Al-Mansuriah Parung
Penulis melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan penyuluh
di Majelis Ta’lim secara langsung. Saat itu penulis mengunjungi
majelis ta’lim As-Salafiah Al-Mansuriah yang berada sekitar 300
meter dari Kantor KUA Parung. Seusai kegiatan, penulis
diperkenankan untuk memperkenalkan diri sebagai jama’ah baru,
penulis pun juga berkenalan dengan beberapa jamaah yang duduk
disekitar penulis. Pada observasi pertama ini, penulis melihat antusias
masyarakat yang hadir di majelis ta’lim cukup tinggi. Hal tersebut
penulis lihat dengan jumlah jamaah yang datang mencapai 50 orang.
Pada observasi pertama di majelis ta’lim ini, penulis melihat
bahwa kegiatan dimajelis diawali dengan pembacaan surat al-fatihah,
dilanjutkan pembacaan surah yasin, tahlil dan tahmid. Setelah itu
penyampaian materi oleh Bunda Iin. Saat itu bunda Iin
menyampaikan materi seputar pentingnya menjaga hubungan baik
dalam keluarga, tetangga maupun dengan para kerabat, sehingga hal
tersebut dapat membuat rumah tangga menjadi tentram karena saling
menjaga dan saling mengisi satu sama lain.
Saat itu bunda Iin menyampaikan materi dengan metode ceramah
melalui mikrofon. Penyampaian materi juga disampaikan dengan
bahasa yang mudah dimengerti, mengingat usia jamaah yang hadir
pada saat itu berusia antara 40 sampai 60 tahun. Selanjutnya kegiatan
ditutup dengan pembacaan do’a.
Catatan Lapangan
Tanggal : 23 April 2019
Waktu : 13.15-14.15 wib
Tempat : KUA Kecamatan Parung
Penulis datang ke KUA Parung untuk mengetahui lebih lengkap
mengenai struktur organisasi, sejarah maupun profil dari Kantor
Urusan Agama (KUA) Parung. Saat itu penulis bertemu dengan bapak
Abdul Mu’is selaku mediator BP4 KUA Parung. Bapak Abdul Mu’is
memberikan data dan informasi yang diminta oleh penulis diruang
kerjanya yang tepat berada disamping ruangan kantor Kepala KUA
Parung. Selain itu, penulis juga bertemu dengan bapak Agung selaku
sekertaris KUA Parung. Penulis juga meminta ijin untuk dapat
mengambil gambar maupun mendokumentasikan baik dari bangunan,
maupun ruang kerja KUA Parung guna kelengkapan dalam penelitian
penulis. Saat itu KUA cukup ramai dipenuhi oleh beberapa
masyarakat yang akan mendaftarkan diri untuk menikah.
Catatan Lapangan
Tanggal : 28 Juni 2019
Waktu : 10.00-11.00 wib
Tempat : KUA Kecamatan Parung
Penulis menemui penyuluh Agama Islam fungsional yang
bernama ibu Eva Dianawati di ruang balai nikah KUA Parung. Dua
hari sebelumnya, penulis terlebih dahulu menghubungi ibu Eva
melalui nomor WhatsApp yang penulis dapatkan dari Bunda Iin.
Penulis datang terlebih dahulu sekitar 15 menit sebelum ibu Eva
datang ke KUA Parung. Suasana di KUA Parung saat itu cukup ramai
oleh masyarakat yang sedang mendaftarkan dirinya untuk menikah
maupun mengurus persuratan lain.
Penulis juga meminta ijin untuk dapat melihat secara langsung
kegiatan bimbingan perkawinan pra-nikah yang diadakan KUA
Parung. Kemudian Ibu Eva memberikan jadwal waktu pelaksanaan
kegiatan bimbingan perkawinan yang diadakan serentak oleh KUA
Parung yaitu pada 8 Agustus 2019.
Catatan Lapangan
Tanggal : 24 Juli 2019
Waktu : 13.00-14.15 wib
Tempat : Rumah Ibu Hj. Iyay
Penulis berkesempatan mengunjungi kediaman Ibu Iyay. Ibu Iyay
adalah jama’ah majelis ta’lim binaan penyuluh yait As-Salafiah Al-
Mansuriah. Kediama ibu Iyay hanya sekitar 400 meter dari KUA
Parung. Sebelumnya penulis pernah bertemu dan berkenalan dengan
Ibu Iyay saat penulis hadir mengikuti kegiatan di majelis ta’lim As-
Salafiah Al-Mansuriah. Akhirnya penulis berbincang-bincang
mengenai pandangan Ibu Iyay terhadap kegiatan yang dilakukan di
majelis ta’lim maupun motivasi ibu Iyay mengikuti dan menjadi
jamaah di majelis ta’lim As-Salafiah Al-Mansuriah.
Catatan Lapangan
Tanggal : 31 Juli 2019
Waktu : 09.00-13.00 wib
Tempat : Rumah Ibu Apriyani
Penulis mengunjungi rumah Ibu Apriyani. Ibu Apriyani adalah
masyarakat yang tinggal di Kecamatan Parung dan pernah melakukan
konsultasi terkait permasalahan rumah tangganya di KUA Parung
dengan Bapak Abdul Mu’is pada 20 februari 2019. Karena pada saat
itu, Ibu Apri merasa bingung dan ingin mengakhiri kehidupan rumah
tangganya dengan bercerai. Dua hari sebelumnya, penulis mencoba
menghubungi Ibu Apri melalui nomer WhatsApp yang telah penulis
dapatkan dari bapak Mu’is. Maka pada 31 Juli 2019, penulis bisa
mengunjungi kediaman Ibu Apri yang berlokasi di Kp. Sawah Rt
2/Rw 3 Desa Pemagarsari Kecamatan Parung Bogor.
Saat itu penulis bertanya seputar konflik apa yang sebenarnya
terjadi dalam rumah tangga Ibu Apri. Kemudian Ibu Apri
menceritakan konflik rumah tangganya mulai dari awal pertama
akhirnya memutuskan menikah hingga keputusan atau niat beliau
untuk bercerai. Saat itu suami ibu Apri berada di Arab. Maka saat
penulis datang, hanya ada orangtua Ibu Apri dan anak perempuannya
yang berusia dua tahun bernama Imut. Penulis juga menanyakan
bagaimana perasaan ibu Apri setelah berkonsultasi dan apakah setelah
berkonsultasi keputusan Ibu Apri untuk bercerai sudah dipikirkan
secara masak. Saat itu penulis mengambil kesimpulan berdasarkan
yang disampaikan ibu Apri bahwa setelah berkonsultasi dirinya
merasa lega dan merasa terbantu dalam menyikapi permasalahan
rumah tangga yang sedang dihadapinya.
Catatan Lapangan
Tanggal : 8 Agustus 2019
Waktu : 10.20-13.15 wib
Tempat : SDN 03 Parung
Pada observasi ini penulis mengikuti kegiatan bimbingan
perkawinan pra-nikah yang diadakan KUA Parung secara langsung.
Saat itu kegiatan dilaksanakan di ruang SDN 03 Parung, yang
letaknya tepat disamping KUA Parung. Peserta ditempatkan diruang
SDN Parung 03, hal tersebut dikarenakan jumlah peserta yang hadir
mencapai lima pasang calon pengantin. Maka tidak memungkinkan
untuk bisa melaksanakan kegiatan diruang balai nikah KUA karena
ruang balai nikah hanya dapat menampung 3 pasang calon pengantin
dan dirasa tidak kondusif mengingat banyak masyarakat yang datang
ke KUA untuk mengurus keperluannya. Saat itu kegiatan dimulai
sedikit lebih lambat dari jadwalnya yaitu pada pukul 10.20 wib
sampai dengan 13.15 wib.
Kegiatan pertama diawali dengan sambutan dari Bapak Asmat
selaku Kepala KUA Parung, dilanjutkan dengan penyampaian materi
oleh narasumber yaitu Ibu Eva Dianawati. Saat itu Ibu Eva
menyampaikan materi seputar bagaimana membangun keluarga yang
sakinah materi tersebut meliputi hak dan kewajiban suami istri,
generasi yang berkualitas seperti bagaimana pola asuh orangtua
terhadap anak. Selain itu narasumber kedua pada kegiatan bimbingan
tersebut adalah bapak Joko yangmana beliau perwakilan dari pihak
kepolisian. Beliau menyampaikan mengenai ketahanan keluarga
dalam menghadapi tantangan kekinian seperti perkawinan yang
beresiko, ancaman kekerasan dalam rumah tangga hingga
menyampaikan lembaga-lembaga pemberi layanan keluarga seperti
BP4 hingga P2TP2A. Pada kesempatan yang sama, setelah ishoma
narasumber ketiga yang menyamapaikan materi adalah bapak Eka
Rusdiana, beliau menyampaikan mengenai bagaimana cara mengelola
konflik yang ada dalam keluarga. Pada kegiatan bimbingan
perkawinan pra-nikah ini, peserta mendapatkan sertifkat dan
cenderamata berupa buku yang berjudul “fondasi keluarga sakinah”,
pulpen, dan satu buah tote bag.
Catatan Lapangan
Tanggal : 10 Agustus 2019
Waktu : 09.30-11.00 wib
Tempat : Rumah Ibu Riska
Penulis berkesempatan untuk bisa datang ke rumah Ibu Riska
Oktaviani. Sebelumnya penulis meminta biodata dari Bapak Agung
berkenaan dengan alamat kediaman Ibu Riska sehingga penulis dapat
mewanwancarai Ibu Riska dan bertanya seputar pengalamannya
mengikuti bimbingan perkwinan pra-nikah dan harapannya ke depan
terhadap program kegiatan tersebut.
PEDOMAN WAWANCARA PENYULUH AGAMA ISLAM
A. Fungsi Informatif dan Edukatif
1. Bisakan anda menceritakan, apa yang dimaksud dengan fungsi
informatif dan edukatif Penyuluh Agama?
2. Mengapa Penyuluh Agama perlu menjalankan fungsi informatif
dan edukatif?
3. Bagaimana alur pelaksanaan dari program kegiatan Penyuluh
Agama dalam menjalankan fungsi informatif dan edukatif?
4. Kapan waktu program kegiatan Penyuluh Agama menjalankan
fungsi informatif dan edukatif dilakukan?
5. Siapa yang menjalankan fungsi informatif dan edukatif serta siapa
yang menjadi sasaran Penyuluh Agama?
6. Berapa jumlah sasaran Penyuluh Agama dalam menjalankan
fungsi informatif dan edukatif?
7. Dimana tempat Penyuluh Agama dalam menjalankan fungsi
informatif dan edukatif?
8. Apakah ada kendala dalam menjalankan fungsi informatif dan
edukatif?
B. Fungsi Konsultatif
1. Bisakan anda menceritakan, apa yang dimaksud dengan fungsi
konsultatif Penyuluh Agama?
2. Seperti apa bentuk kegiatan yang anda lakukan dalam
menjalankan fungsi konsultatif?
3. Mengapa Penyuluh Agama perlu menjalankan fungsi konsultatif?
4. Dimana tempat Penyuluh Agama dalam menjalankan fungsi
konsultatif?
5. Seperti apa bentuk permasalahan yang anda terima dari
masyarakat?
6. Siapa saja yang membantu anda dalam menjalankan fungsi
konsultatif?
7. Apakah ada kendala dalam menjalankan fungsi konsultatif?
C. Fungsi Advokatif
1. Bisakan anda menceritakan, apa yang dimaksud dengan fungsi
advokatif Penyuluh Agama?
2. Kapan fungsi advokatif dilakukan?
3. Seperti apa bentuk advokasi yang dilakukan?
4. Apakah ada kendala dalam menjalankan fungsi advokatif?
5. Solusi apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?
D. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan KDRT?
2. Menurut anda, seperti apa bentuk-bentuk KDRT?
3. Menurut anda, faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya
KDRT?
4. Berapa banyak jumlah laporan KDRT yang diterima dan
ditangani?
5. Bagaimana upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kasus
KDRT?
6. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam mencegah KDRT?
PEDOMAN WAWANCARA MEDIATOR BP4
1. Bisakah anda menceritakan, seperti apa fungsi informatif dan
edukatif, konsultatif serta advokatif penyuluh agama?
2. Siapa saja pihak BP4 yang biasanya terlibat untuk menangani
masyarakat yang memiliki permasalahan rumah tangga?
3. Kapan kerjasama antara pihak BP4 dan penyuluh agama
dilakukan?
4. Mengapa kerjasama antara pihak BP4 dan penyuluh agama
penting dilakukan?
5. Bagaimana bentuk kerjasama yang dilakukan antara BP4 dan
penyuluh agama dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah
tangga?
6. Dimana tempat biasanya penyuluh agama dan BP4 bekerjasama
dengan penyuluh agama untuk mencegah maupun menangani
masyarakat yang memiliki permasalahan rumah tangga?
PEDOMAN WAWANCARA JAMA’AH MAJELIS TA’LIM
1. Sudah berapa lama anda mengikuti kegiatan di majelis ta’lim?
2. Apa alasan anda mengikuti kegiatan di majelis ta’lim?
3. Materi apa saja yang biasa anda terima dari penyuluh agama Islam
KUA Parung?
4. Metode apa yang digunakan penyuluh dalam menyampaikan
materi?
5. Menurut anda, seperti apa keluarga yang sakinah?
6. Apakah selama anda menertima materi oleh penyuluh di majelis
ta’lim, anda mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari?
7. Menurut anda, seberapa penting penyuluh menyampaikan materi
seputar keluarga sakinah?
8. Apakah anda sudah merasa cukup dari penyampaian materi dari
penyuluh agama?
9. Apa harapan anda ke depan untuk kegiatan penyuluh di majelis
ta’lim?
PEDOMAN WAWANCARA PESERTA BIMWIN
1. Berapa lama jangka waktu perkenalan anda dengan pasangan
sampai akhirnya memutuskan untuk menikah?
2. Apa alasan anda mengikuti kegiatan BIMWIN?
3. Materi apa saja yang anda dapat dari kegiatan BIMWIN?
4. Metode apa yang digunakan penyuluh saat kegiatan BIMWIN?
5. Menurut anda, bagaimana kemampuan narasumber dalam
menyampaikan materi?
6. Apa harapan anda terhadap program BIMWIN yang dilaksanakan
oleh pihak KUA?
PEDOMAN WAWANCARA MASYARAKAT PARUNG
1. Sudah berapa lama anda memiliki konflik dengan pasangan?
2. Apa yang anda rasakan ketika memiliki konflik dengan pasangan?
3. Apa yang anda lakukan untuk bisa mengatasi konflik tersebut?
4. Siapa yang anda hubungi dan percaya untuk bisa membantu
menangani permasalahan rumah tangga?
5. Mengapa anda merasa perlu bantuan orang lain dalam menangani
permasalahan rumah tangga?
6. Menurut anda selama melakukan konsultasi, saran atau nasihat
apa yang anda terima?
7. Apakah anda merasa terbantu dengan saran atau nasihat yang
diberikan?
8. Berapa lama waktu anda berkonsultasi?
9. Apakah selama anda berkonsultasi, pasangan anda turut hadir atau
dipanggil untuk mediasi?
10. Menurut anda, kendala apa yang dialami saat berkonsultasi?
11. Menurut anda, bagaimana solusi yang harus dilakukan dalam
mengatasi kendala tersebut?
Dokumentasi
Foto Sarana dan Prasarana Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Parung
Gedung KUA Kecamatan Parung
(Tampak Depan)
Plang KUA Kecamatan Parung
Ruang depan KUA Kecamatan Parung
Ruang Kerja 1 KUA Kecamatan Parung
Ruang Nikah KUA Kecamatan
Parung
Ruang Kerja 2 KUA Kecamatan
Parung
Foto Kegiatan Bimbingan Perkawinan
Ruang Kerja 2 KUA Kecamatan
Parung
Sambutan Kepala KUA Kecamatan
Parung (Bapak H. Asmat)
Pemberian Materi oleh Ibu Eva
Dianawati, M.Ag (PAIF)
Pemberian Materi oleh Bapak Eka
Rosdiana Saputra (PAH)
Pemberian Materi Oleh Bapak Joko
(Kapolsek Kecamatan Parung)
Penyerahan Sertifikat Kepada Peserta
Bimbingan Perkawinan
Sesi Foto Bersama Pihak KUA &
Peserta BIMWIN
Foto Kegiatan Penyuluh Agama Islam di Majelis Ta’lim
Bapak Abdul Mu’is, M.A selaku
Mediator BP4 KUA Parung.
Bapak Md. Agung Julianto
selaku Sekertaris KUA
Parung.
Ibu selaku Rumiyati selaku Tata
Usaha KUA Parung.
Ibu Dra. Hj Khaindharoh selaku
PAIF bersama jama’ah Majelis
Ta’lim
Wawancara dengan Ibu Apriyani
selaku masyarakat Kecamatan
Parung.
Bapak Eka Rosdiana selaku PAH
bersama PAIF dan staf tata usaha
KUA Parung.
FOTO SIDANG MUNAQASYAH
FOTO SETELAH SIDANG MUNAQASYAH