peranan komunikasi dalam difusi teknologi

14
PERANAN KOMUNIKASI DALAM DIFUSI TEKNOLOGI Oleh: Slamet Mulyana Abstrak Inovasi menjadi aspek yang teramat penting dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif. Inovasi juga menjadi suatu hal yang strategis ketika kevakuman serta rutinitas menjadi fenomena umum dalam sistem kerja. Inovasi sangat berati ketika tingkat produktivitas usaha menjadi hal yang mendasar bagi terbangunnya kemampuan persaingan. Inovasi akan terasakan maknanya ketika proses difusi absorpsi menjadi mekanisme rutin terjadi dalam sistem inovasi. Dengan demikian difusi inovasi sebagai sustu proses transfer of knowledge menjadi suatu hal yang esensi dalam mendorong percepatan tumbuhnya perekonomian dan kesejahteraan nasional. Kondisi tersebut menuntut partisipasi aktif seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan, pengkajian dan difusi teknologi baik dari kalangan akademisi (perguruan tinggi), dunia usaha, industriawan, maupun pemerintah untuk bersama-sama melakukan kajian terhadap faktor-faktor determinan dalam difusi teknologi secara lebih intensif, dan komunikasi adalah kata kuncinya Kata Kunci: Inovasi, sistem inovasi, difusi teknologi, komunikasi Pengantar Kemampuan nasional suatu negara untuk mengembangkan kapabilitas teknologi banyak ditentukan oleh upaya teknologis, perlengkapan modal, dana dan kualitas sumberdaya manusia, serta keterampilan teknis dan organisatoris untuk menggunakan unsur-unsur di atas secara efektif dan efesien. Upaya teknologis (technological effort) yang dimaksud adalah usaha sungguh-sungguh untuk menggunakan informasi teknologi yang tersedia, serta mengakumulasikan pengetahuan teknologi yang diperoleh untuk memilih, membaurkan dan menyesuaikan teknologi yang ada, dan/atau menciptakan teknologi baru. Penguasaan teknologi bukan mengacu hanya pada efisiensi teknis, tetapi juga kemampuan untuk menyesuaikan teknologi sehingga lebih cocok dengan kondisi lokal, serta kemampuan untuk menciptakan teknologi baru yang lebih baik. Usaha negara-negara berkembang memacu proses industrialisasi pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi, yang mampu menghasilkan produk- produk berdaya saing tinggi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan berarti. Untuk itu tidak ada pilihan lain bagi setiap negara kecuali menyiasati berbagai wahana untuk meraih peluang-peluang yang terbuka dalam rangka peningkatan kapabilitas teknologi.

Upload: nur-aisyah

Post on 04-Jul-2015

12.601 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

PERANAN KOMUNIKASI DALAM DIFUSI TEKNOLOGI

Oleh: Slamet Mulyana

Abstrak

Inovasi menjadi aspek yang teramat penting dalam kondisi persaingan yang semakin

kompetitif. Inovasi juga menjadi suatu hal yang strategis ketika kevakuman serta rutinitas

menjadi fenomena umum dalam sistem kerja. Inovasi sangat berati ketika tingkat

produktivitas usaha menjadi hal yang mendasar bagi terbangunnya kemampuan persaingan.

Inovasi akan terasakan maknanya ketika proses difusi absorpsi menjadi mekanisme rutin

terjadi dalam sistem inovasi. Dengan demikian difusi inovasi sebagai sustu proses transfer of

knowledge menjadi suatu hal yang esensi dalam mendorong percepatan tumbuhnya

perekonomian dan kesejahteraan nasional.

Kondisi tersebut menuntut partisipasi aktif seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan,

pengkajian dan difusi teknologi baik dari kalangan akademisi (perguruan tinggi), dunia

usaha, industriawan, maupun pemerintah untuk bersama-sama melakukan kajian terhadap

faktor-faktor determinan dalam difusi teknologi secara lebih intensif, dan komunikasi adalah

kata kuncinya

Kata Kunci: Inovasi, sistem inovasi, difusi teknologi, komunikasi

Pengantar

Kemampuan nasional suatu negara untuk mengembangkan kapabilitas teknologi

banyak ditentukan oleh upaya teknologis, perlengkapan modal, dana dan kualitas sumberdaya

manusia, serta keterampilan teknis dan organisatoris untuk menggunakan unsur-unsur di atas

secara efektif dan efesien. Upaya teknologis (technological effort) yang dimaksud adalah

usaha sungguh-sungguh untuk menggunakan informasi teknologi yang tersedia, serta

mengakumulasikan pengetahuan teknologi yang diperoleh untuk memilih, membaurkan dan

menyesuaikan teknologi yang ada, dan/atau menciptakan teknologi baru. Penguasaan

teknologi bukan mengacu hanya pada efisiensi teknis, tetapi juga kemampuan untuk

menyesuaikan teknologi sehingga lebih cocok dengan kondisi lokal, serta kemampuan untuk

menciptakan teknologi baru yang lebih baik.

Usaha negara-negara berkembang memacu proses industrialisasi pada dasarnya

dimaksudkan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi, yang mampu menghasilkan produk-

produk berdaya saing tinggi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat secara nyata dan berarti. Untuk itu tidak ada pilihan lain bagi setiap negara

kecuali menyiasati berbagai wahana untuk meraih peluang-peluang yang terbuka dalam

rangka peningkatan kapabilitas teknologi.

Page 2: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Berbagai usaha yang dilakukan seringkali terbentur pada kendala faktor-faktor yang bersifat

struktural seperti penguasaan teknologi, kualitas sumber daya manusia, prasarana fisik, serta

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal, kemampuan suatu negara untuk

mengembangkan kapabilitas teknologi banyak ditentukan oleh upaya teknologis,

perlengkapan modal, dana, kualitas sumber daya manusia, serta keterampilan teknis dan

organisatoris, untuk menggunakan unsur-unsur tersebut secara efektif dan efisien (Call,

1992).

Kondisi tersebut menuntut partisipasi aktif seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan,

pengkajian dan alih teknologi baik dari kalangan akademisi (perguruan tinggi), dunia usaha,

industriawan, maupun pemerintah untuk bersama-sama melakukan kajian terhadap faktor-

faktor tersebut secara lebih intensif, sehingga dapat menghasilkan rancangan strategi

pengembangan industri dan teknologi yang memiliki daya saing tinggi baik secara nasional,

regional maupun global.

Konsep Alih Teknologi

Secara sederhana, konsep alih teknologi dapat diartikan sebagai salah satu cara untuk

memperoleh kemampuan teknologi, di mana saluran yang dapat dipakai juga bermacam-

macam. Sebagai contoh: alih teknologi dapat dilakukan dengan cara penanaman modal asing,

memalui berbagai perjanjian bantuan teknis dan manajerial, melalui tukar-menukar tenaga

ahli, melalui buku-buku, dan sebagainya.

Konsep alih teknologi dipahami secara berbeda-beda, seperti juga konsep kemampuan

teknologi. Santikar (1981) menunjukkan bahwa ada empat macam konsep alih teknologi, di

mana masing-masing konsep membutuhkan kemampuan teknologi dan pendalaman teknologi

yang berbeda-beda. Keempat konsep alih teknologi tersebut adalah:

1. Alih teknologi secara geografis. Konsep ini menganggap alih teknologi telah terjadi jika

teknologi tersebut telah dapat digunakan di tempat yang baru, sedangkan sumber-sumber

masukan sama sekali tidak diperhatikan.

2. Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika

tenaga kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien, yaitu jika

mereka telah dapat menjalankan mesin-mesin, menyiapkan skema masukan-keluaran, dan

merencanakan penjualan.

Page 3: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

3. Transmisi atau difusi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika teknologi

menyebar ke unit-unit produktif lokal lainnya. Hal ini dapat terjadi melalui program sub-

contracting atau usaha-usaha diseminasi lainnya.

4. Pengembangan dan adaptasi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi baru terjadi

jika tenaga kerja lokal yang telah memahami teknologi tersebut mulai mengadaptasinya

untuk kebutuhan-kebutuhan spesifik setempat ataupun dapat memodifikasinya untuk

berbagai kebutuhan. Pada kasus-kasus tertentu yang dianggap berhasil, tenaga kerja lokal

dapat mengembangkan teknik-teknik baru berdasarkan teknologi impor tadi.

Berdasarkan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan teknologi

masyarakat mencapai taraf optimal, jika alih teknologi sudah sampai pada konsep yang

keempat, yang dikenal dengan istilah reverse engineering. Untuk kasus-kasus negara

berkembang, seperti Indonesia, dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan maka alih

teknologi dapat dikatakan berhasil jika konsep yang ketiga bisa dicapai, yaitu adanya

transmisi atau difusi teknologi.

Jika dilihat prosesnya, alih teknologi dapat dilihat sebagai suatu proses yang dimulai

sejak dari kontak awal penerima dengan pemilik teknologi; dilanjutkan dengan negosiasi

terutama untuk mengatasi berbagai hambatan yang disebabkan oleh perbedaan sosial budaya

antara pemilik dan penerima teknologi; kemudian tahap implementasi; serta proses umpan

balik dan pertukaran yang terjadi terus-menerus, sampai hubungan antara pemilik dan

penerima teknologi baru terputus.

Oleh karena itu, diperlukan pula jaringan alih teknologi baik secara intrainstitusional

maupun interinstitusional. Jaringan tersebut dimaksudkan untuk membentuk dinamika belajar

(dynamic learning) melalui belajar sambil bekerja (learning by doing), belajar sambil

memakai (learning by using), dan belajar sambil saling berhubungan (learning by

interacting). Kesemuanya itu merupakan jalur cepat berikutnya untuk meningkatkan

produktivitas ke arah standar yang lebih tinggi secara terus-menerus.

Cara lain untuk alih teknologi adalah melalui inovasi terus-menerus (continious

innovation) dalam hal produk dan proses produksi. Namun yang menjadi persoalan adalah

bagaimana membentuk sistem intrainstitusi dan interinstitusi yang dibutuhkan sehingga dapat

tercipta learning by interacting dalam setiap kegiatan ekonomi yang mampu menghasilkan

Page 4: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

perubahan inkremental dalam produk maupun proses produksi, betapapun kecilnya

perubahan tersebut.

Di lain pihak, permasalahan yang seringkali diangkat adalah bagaimana proses penerapan

temuan teknologi atau alih teknologi dilakukan ? Faktor-faktor apa saja yang perlu

dipertimbangkan dalam usaha penerapan temuan teknologi maupun upaya melakukan alih

teknologi ?

Saat ini, yang dimulai sejak sekali 1980-an, konsep prosedur pengkajian teknologi untuk

melihat faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses alih teknologi, yang

dianjurkan dan diminati lebih mengarah pada pengkajian yang sifatnya terpadu, yaitu

menyangkut tidak saja pada pengembangan teknologi (technology development), tetapi juga

penilaian/evaluasi teknologi (technology evaluation) serta penilaian dan pengolaan teknologi

(technology assessment and management) (Burge, 1993). Tahapan tersebut pada intinya

terdiri dari tiga tahapan pokok, yaitu:

Tahap 1. Pengembangan teknologi

a. Penilaian kebutuhan

b. Pengembangan rancangan teknis

Tahap 2. Penilaian teknologi

a. Ketepatan teknologi dari perspektif teknologi

b. Ketepatan teknologi dari perspektif sosial/institusional

Tahap 3. Penilaian dampak dan Pengelolaan teknologi

a. Penilaian dampak

b. Pemantauan dampak dan pengelolaannya

Berdasarkan tiga tahapan tersebut, pertimbangan yang selanjutnya dilakukan dalam

pengambilan keputusan baik untuk pengembangan, penerapan ataupun pengalihan teknologi

adalah keterpaduan antara pertimbangan teknis, ekonomi, sosial maupun lingkungan yang

melihat seberapa jauh pranata-pranata dalam masyarakat dapat menerima teknologi yang

dimaksud. Bahkan dalam tahap pertama pun diharapkan adanya pertimbangan mengenai

pandangan stakeholders dan masyarakat pada umumnya mengenai kebutuhan akan suatu

teknologi tertentu.

Permasalahan yang akan muncul adalah seberapa jauh ketentuan normatif tersebut, yang

dianjurkan oleh lembaga internasional, telah dan dapat dilaksanakan di dalam pertimbangan

penerapan maupun alih teknologi? Dalam hal ini diperlukan kerja sama dan koordinasi antara

Page 5: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

berbagai institusi yang terkait, sehingga berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dan

aspek-aspek yang akan mempengaruhi proses alih teknologi dapat dibicarakan dan dicarikan

solusinya secara sinergis, dan pada akhirnya alih teknologi dapat berjalan melalui proses

akselerasi secara efektif dan efisien sebagaimana yang diharapkan.

Peranan Teknologi dan Permasalahannya

Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi dimensi baru dalam persaingan

internasional yang berkaitan erat dengan laju perkembangan teknologi yang makin pesat dan

persaingan industri yang makin tajam. Perkembangan teknologi (technological progress)

telah disadari mampu memberikan keuntungan ekonomi, sehingga negara-negara

berkembang berusaha untuk mengembangkan potensinya untuk menyerap, mengadakan dan

mengimplementasikan teknologi.

Betapa pentingnya peranan teknologi dalam perjalanan suatu bangsa ditunjukkan oleh

keberhasilan industrialisasi di negara-negara maju dan NIEs (Newly Industrializing

Economics). Dalam kasus NIEs seperti Korea Selatan, Taiwan atau Singapura, keberhasilan

mereka dalam beralih dari strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor dengan

mengandalkan pada produk akhir dan padat karya ke produk-produk yang lebih canggih,

berlangsung sejalan dengan peningkatan kapabilitas teknologi yang terarah serta dengan

landasan yang kokoh dan lebih merata (Pangestu dan Basri, 1995).

Pengalaman di beberapa negara juga menunjukkan bahwa peningkatan kapabilitas

teknologi berlangsung secara bertahap. Pengertian bertahap di sini lebih mengacu pada

kematangan dalam menjalani setiap tahap, yang sekaligus menjamin kesiapan dan landasan

yang kokoh untuk memasuki tahapan lebih lanjut. Salah satu yang terpenting adalah

bagaimana meningkatkan social absorption capacity dari suatu bangsa/masyarakat

menghadapi proses transformasi, yang meliputi antara lain: aspek sosiokultural, kesiapan

sumber daya manusia, aspek kelembagaan, dan kesiapan birokrasi (Pangestu dan Basri, 1995;

Sutrisno, 1994; Thee, Jusmaliani dan Indrawati, 1995). Faktor lainnya adalah kesiapan

infrastruktur dalam arti yang luas, meliputi tidak hanya infrastruktur fisik melainkan juga

infrastruktur pemasaran, infrastruktur kuangan, kapabilitas informasi, kapabilitas teknologi,

dan sebagainya.

Page 6: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Kebijakan pemerintah Indonesia juga mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan dan

teknologi sangat diperlukan untuk menumbuhkan daya saing bangsa dalam memproduksi

barang dan jasa, yang berbasis sumber daya lokal, yang pada gilirannya akan meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan berkelanjutan (sustainable). Hal

tersebut antara lain tercermin dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, di mana pembangunan dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dilakukan melalui empat program nasional, yang

meliputi (1) Iptek dalam dunia usaha, (2) diseminasi informasi iptek, (3) peningkatan sumber

daya Iptek, serta (4) kemandirian dan keunggulan Iptek.

Komitmen tersebut diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang No. 18 Tahun

2002, tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi (Sisnas IPTEK). Undang-Undang ini mewajibkan pemerintah untuk

memperhatikan: (1) upaya penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu dasar, ilmu pengetahuan dan

teknologi strategis, serta peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan; (2) penguatan

dan penguasaan ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang mendukung perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi; (3) penguatan pertumbuhan industri berbasis teknologi, untuk

meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi; serta (4) penguatan

tarikan pasar bagi hasil kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Persoalannya kemudian adalah sampai saat ini masih banyak kegiatan produktif

masyarakat yang memerlukan dukungan iptek, baik yang berskala kecil, menengah atau

besar, belum bisa dipenuhi secara optimal. Operasional lembaga penelitian dan

pengembangan pemerintah (seperti LIPI, BPPT, BATAN, LAPAN, LEN dan lain-lain),

perguruan tinggi (seperti ITB, UI, UGM, UNPAD,dan lain-lain), ataupun industri/perusahaan

swasta memang sudah lama berjalan, tetapi belum menunjukkan peran dan fungsi yang

optimal dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi bagi aktivitas pemberdayaan

dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Beberapa kajian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya kondisi seperti itu, antara lain:

Pertama, alih teknologi tidak berjalan lancar dan lebih terbatas pada kemampuan

operasional karena lemahnya pengembangan sumber daya manusia. Hal tersebut

Page 7: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

menyebabkan terbatasnya: kemampuan memperoleh dan mengalihkan teknologi yang telah

dipilih, kemampuan menyesuaikan (mengadaptasi) teknologi tersebut sesuai dengan keadaan

setempat, dan kemampuan melatih masyarakat dalam penggunaan teknologi tersebut.

Kedua, kegiatan penelitian dan pengembangan dalam arti yang sebenarnya tidak atau

sangat sedikit dilakukan, yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan inovatif berbagai

lembaga litbang baik pemerintah, perguruan tinggi maupun industri. Sebagai contoh, kegiatan

litbang industri (perusahaan manufaktur) pada umumnya terbatas pada kegiatan uji coba

bahan baku atau pengendalian mutu, dan tidak memperhatikan perubahan–perubahan pada

sisi permintaan/pasar.

Ketiga, kemampuan teknologi berbagai lembaga litbang sebagian besar baru terbatas

pada kemampuan investasi, produksi dan beberapa perubahan kecil, sedangkan kemampuan

pemasaran masih sangat lemah atau hampir tidak ada. Hal tersebut menyebabkan produk-

produk yang dihasilkan lembaga litbang tidak populer di masyarakat. Kondisi ini diperparah

dengan faktor keempat, yaitu tidak adanya keterkaitan yang jelas antara berbagai lembaga

litbang serta antara berbagai kelompok potensial dalam masyarakat dapat dimanfaatkan

sebagai unit antara (intermediate institution), yang dapat berperan dan berfungsi strategis

dalam menjembatani kebutuhan dan tuntutan konsumen/pasar dengan keberadaan dan

kemampuan lembaga litbang sebagai produsen iptek.

Dalam hal diseminasi iptek hasil litbang, keberadaan unit-unit antara (intermediate

institution), seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), suplier swasta, instansi teknis

terkait, ataupun konsorsium yang dibentuk oleh msyarakat, pemerintah dan swasta, sangat

penting dan berguna baik sebagai unit teknis praktis maupun sebagai fasilitator. Dengan kata

lain, unit-unit antara mempunyai peran dan fungsi yang strategis dan potensial dalam

membantu proses diseminasi iptek hasil litbang secara aktual dan berkelanjutan. Dengan

pendekatan matching programme antara simpul-simpul iptek dan unit-unit bisnis diharapkan

muncul sinergi baru, yang dapat meningkatkan akselerasi aliran (diseminasi) iptek, serta

terjadinya solusi terarah (focusing solution) kepada persoalan langsung kebutuhan pengguna

dan penghasil iptek.

Perlunya Intervensi Dalam Difusi Teknologi

Page 8: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Inovasi menjadi aspek yang teramat penting dalam kondisi persaingan yang semakin

kompetitif. Inovasi juga menjadi suatu hal yang strategis ketika kevakuman serta rutinitas

menjadi fenomena umum dalam sistem kerja. Inovasi sangat berati ketika tingkat

produktivitas usaha menjadi hal yang mendasar bagi terbangunnya kemampuan persaingan.

Inovasi akan terasakan maknanya ketika proses difusi absorpsi menjadi mekanisme rutin

terjadi dalam sistem inovasi. Dengan demikian difusi inovasi sebagai sustu proses transfer of

knowledge menjadi suatu hal yang esensi dalam mendorong percepatan tumbuhnya

perekonomian dan kesejahteraan nasional.

Berbagai insiatif program pemerintah telah banyak di dilakukan untuk melakukan

kegiatan difusi dimaksud. Inisiatif dan program dimaksud ditujukan untuk meningkatkan

kapasitas produksi dunia usaha dan industri didasarkan pada absorpsi produk litbang. Difusi

inovasi menjadi suatu yang sangat penting dan diperlukan keterlibatan pemerintah dalam

mendorong prosesnya.

Walaupun masalah difusi inovasi ini telah banyak dibahas diberbagai kesempatan,

baik dalam bentuk kajian maupun seminar, difusi inovasi tetap menjadi suatu tema yang

cukup aktual dibahas, terutama ketika ditengarai kondisi iklim inovasi masih belum

berkembang di negeri ini. Hal tersebut terlihat dari kondisi dunia usaha yang masih mencari

suatu instant teknologi dalam mendorong produktivitas usahanya dibandingkan dengan

kebutuhan mengembangkan litbangnya. Di sisi lain keberadaan produk litbang yang

dihasilkan oleh berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi belum dapat dijadikan andalan

dunia usaha mauapun industri dalam proses produksinya.

Alasan klasik mengapa pemerintah perlu melakukan intervensi dalam mendorong

terjadinya difusi inovasi adalah karena terjadinya kegagalan pasar (market failure).

Kegagalan pasar tersebut terkait dengan adanya ketidaksinkronan antara kebutuhan (need

requirement) inovasi dari pihak industri dan dunia usaha dengan produk yang dihasilkan oleh

berbagai lembaga litbang. Kondisi tersebut antara lain diakibatkan adanya kelemahan dalam

perilaku organisasi, kemampuan sumberdaya manusia maupun kapasitas manajerial. Akses

informasi terhadap teknologi juga menjadi alasan terjadinya kegagalan pasar ini. Akibat

kondisi tersebut memunculkan macetnya sistem transaksi dan ujungnya iklim inovasi menjadi

mandeg.

Page 9: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Alasan lain adalah perlunya intervensi kebijakan dalam prooses difusi adalah

kegagalan „sistemic‟ yang diakibatkan kelemahan dalam keterkaitan (linkage) serta interaksi

(interaction) antara berbagai aktor dalam sistem inovasi. Dengan kondisi tersebut

ketergantungan fungsional antar berbagai elemen/aktor sistem inovasi tidak terbangun

menjadi suatu proses sinergitas. Adanya kegagalan pasar dan kegagalan “sistemic” tersebut

dapat membatasi pengembangan kapasitas absorptif dunia usaha dan industri atau secara

umum mengurangi kemampuan industri dan dunia usaha dalam melakukan identifikasi, akses

dan penggunaan teknologi.

Alasan lain perlunya dukungan difusi inovasi produk litbang menjadi fokus kebijakan

pemerintah adalah untuk memaksimalkan investasi terutama melihat pengembalian investasi

(return of investmen/ROI) dari kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Berbagai

upaya untuk menunjukkan pengembalian pengeluaran biaya litbang juga merefleksikan

program yang dibutuhkan untuk mendukung proses pembiayaan yang sedang berjalan.

Adanya persaingan di bidang industri dan teknologi, pengembangan ekonomi regional,

stabilitas dalam percaturan bisnis dan “job creation” merupakan alasan lain perlunya

intervensi kebijakan di bidang difusi inovasi terutama dalam bentuk program disfusi

teknologi berorientasi pengguna (demand driven). Dengan memahami berbagai alasan tadi

sekaligus dalam rangka memperbaiki kegagalan pasar dalam mengakses informasi, intervensi

kebijakan dapat lebih ekstensif dan komperehensif.

Peranan Komunikasi dalam Difusi Teknologi

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa iptek belum secara optimal dimanfaatkan dalam

kegiatan perekonomian masyarakat, khususnya pada sektor usaha tradisional berskala kecil

dan menengah termasuk usaha-usaha yang dilakukan IKM/UKM.

Salah satu faktor yang menjadi kendala adalah belum terfokusnya pemanfaatan dan

penyebaran informasi (diseminasi) iptek pada sasarannya. Aspek penyebaran

informasi/komunikasi memegang peranan penting untuk tercapainya proses adopsi iptek pada

masyarakat. Proses adopsi tersebut terutama menyangkut pengemasan produk iptek yang

berorientasi kebutuhan masyarakat konsumen; metode diseminasi yang digunakan; dan

optimalisasi simpul-simpul iptek. Hal-hal tersebut dilakukan masih dalam kapasitas terbatas

oleh produsen iptek, yakni lembaga-lembaga penelitian (lemlitbang) dan perguruan tinggi.

Page 10: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Untuk melihat pemanfaatan iptek di masyarakat, terutama masyarakat IKM/UKM, dapat

dirujuk proyek percontohan kebijakan penyebaran iptek di daerah yang telah menerima

program iptekda. Namun demikian, pengaruh dari program tersebut sampai saat ini belum

menunjukkan adanya peningkatan produktivitas yang berbasis pada pemanfaatan iptek secara

optimal.

Aspek lain yang perlu dikaji secara mendalam adalah peran pemerintah daerah sebagai

fasilitator untuk memperlancar arus komunikasi dan penyebaran informasi iptek (diseminasi),

ternyata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat kapabilitas lembaga tersebut kurang

memadai serta belum optimalnya intensitas komunikasi pada proses pendampingan dan

pembinaan program iptekda tersebut. Padahal pemerintah daerah dapat berperan dalam

menentukan sarana dan prasarana melalui berbagai kebijakan yang dibuatnya untuk

menciptakan arus komunikasi yang memadai.

Kendala lain dalam proses difusi inovasi iptek oleh masyarakat /IKM adalah: (1) rendahnya

tingkat kemampuan dan keterampilan SDM yang berperan dalam proses difusi inovasi; (2)

terbatasnya informasi pusat-pusat iptek akibat lemahnya pola dan jaringan komunikasi serta

penyebarannnya di masyarakat; serta (3) sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

mendukung proses diseminasi iptek belum memadai.

Dalam hal ini komunikasi memiliki peran yang sangat penting; tidak mungkin terjadi proses

inovasi tanpa komunikasi. Hadiat (2002) mengungkapkan fungsi komunikasi dalam sistem

inovasi nasional, bahwa sebuah sistem tidak bisa lepas dari aspek-aspek yang terkait dengan

pola interaksi, relationship dan linkage, di mana komunikasi menjadi instrumen proses

utamanya. Komunikasi dan informasi bukan saja berperan sebagai fungsi yang

memungkinkan proses internal sebuah elemen berjalan, tetapi juga mempersambungkan

jejaring yang dibentuk elemen-elemen sistem tersebut.

Ljunberg (1982 dalam Gogor Nurharyoko, 2002), melihat peran komunikasi dan inovasi

sebagai keseluruhan pada suatu rangkaian proses inovasi yang dianggap suatu jaringan yang

kompleks dari alur komunikasi yang menghubungkan tahap-tahap dari proses inovasi

tersebut. Kemudian Fischer et.al (1977) menyatakan bahwa komunikasi sebagai suatu proses

pengambilalihan (handling-over) dari paket informasi dari suatu pihak ke pihak lainnya.

Brown dan Eisenhardt (1995) juga menyatakan bahwa komunikasi terstruktur (structured

communication) merupakan satu prasyarat yang menentukan dalam komunikasi internal

maupun eksternal untuk keberhasilan suatu proses inovasi. Michael Gibbons et.al (1997)

menyatakan bahwa ada dua unsur penting dalam sistem komunikasi dalam proses inovasi,

yakni mobilitas dan selektivitas. Mobilitas adalah proses komunikasi antarpeneliti dalam

konteks di mana peneliti tersebut selalu berpindah dari satu situs penelitian ke situs penelitian

yang lain. Pada unsur ini, komunikasi yang dilakukan dapat memberikan suatu pembentukan

ide-ide baru yang sangat berguna dalam mengkreasikan inovasi baru. Intensitas komunikasi

selama mobilitas tersebut berbanding lurus dengan semakin besarnya kesempatan untuk

Page 11: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

dihasilkannya inovasi-inovasi baru. Unsur selektivitas adalah diperlukannya suatu proses

dalam berkomunikasi, di mana para pelaku dapat menentukan dengan baik masalah yang

akan dipecahkan dalam suatu skala prioritas yang tepat ( Nurharyoko, 2002).

Selanjutnya, Ulijn (2000) menambahkan unsur ketiga, refleksivitas, yaitu perlunya

diperhatikan kompetensi dari para pelaku proses komunikasi dalam inovasi tersebut, dari

konteks refleksinya dengan kultur. Misalnya, satu kompetensi dalam bidang komunikasi

tertentu pada suatu kultur tertentu, bisa dianggap kurang kompeten pada kultur yang berbeda.

Pada transformasi informasi dari suatu proses inovasi, menurut Stuart Macdonald (1992)

dalam Nurharyoko (2002) menyatakan bahwa kondisi ketika informasi itu dibentuk

(generated) oleh satu sumber informasi, bisa jadi berbeda kondisinya (circumstance) dengan

kondisi ketika informasi tersebut diterima oleh penerima. Perbedaan ini merupakan kendala

besar dalam menerjemahkan secara tepat kandungan informasi tersebut, oleh karenanya

diperlukan suatu saluran komunikasi (communication channel) yang terstruktur sedemikian

rupa sehingga dapat mempermudah penerima informasi dalam menginterpretasikan

kandungan informasi yang disampaikan lewat proses komunikai tersebut.

Peran komunikasi dalam sistem inovasi amat penting karena inovasi secara hakiki

adalah jaringan kompleks dari sejumlah alur komunikasi yang menghubungkan tahap-tahap

dari proses inovasi (Ljunberg, 1982, dalam Gogor Nurharyoko, 2002: 1). Lebih dari itu,

komunikasi terstruktur (structured communication) merupakan sebuah prasyarat yang

menentukan dalam komunikasi internal dan eksternal untuk keberhasilan proses inovasi.

Sedemikian penting peran komunikasi dalam inovasi, “kepadatan komunikasi”

(communication-density) merupakan suatu variabel kunci dalam proses inovasi yang berhasil.

Peningkatan kerapatan/kepadatan komunikasi merupakan indikasi bagi peningkatan difusi isi

yang dikomunikasikan yang diyakini akan meningkatkan kondusivitas bagi terjadinya inovasi

baru.

Bahkan karakteristik dari jenis komunikasi yang terjadi diidentifikasi berbeda dalam

setiap tahapan inovasi (Butler, 1997, dalam Gogor, 2002: 2). Untuk tahapan spekulasi

(speculation research) karakteristik dari jenis komunikasi yang terjadi adalah:

(1) Komunikasi personal antarpeneliti yang sangat tergantung keberhasilannya dengan

keterampilan tak teraba (tacit) dari peneliti yang terlibat;

(2) Struktur komunikasi biasanya nonformal dan fleksibel. Untuk tahapan eksploitasi

(exploitative research) karakteristik dari jenis komunikasi yang terjadi biasanya lebih

spesifik, terjadi proses dimana keterampilan tak teraba mulai ditransformasikan ke

dalam bentuk yang lebih jelas dan spesifik, dan struktur komunikasi bergeser ke

bentuk yang lebih formal.

Page 12: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

(3) Tahap eksploitasi (exploratory research) karakteristik dari jenis komunikasi yang terjadi

adalah komunikasi sudah sampai pada tahap sangat spesifik dan langsung berorientasi

pada pencapaian sasaran yang jelas, segala hal yang sifatnya tak teraba (tacit) sudah

seluruhnya bisa ditransformasikan ke bentuk yang spesifik dan bisa dialihkan

(transferable) ke seluruh pihak yang terlibat dalam proses inovasi, dan struktur

komunikasi sudah sangat formal, lebih terbatas, dan kaku (rigid)

Hal tersebut di atas akan terwujud jika terjadi kebersamaan dalam makna (the

commonness in meaning), maka komunikasi dalam proses inovasi harus memenuhi beberapa

persyaratan, terutama adanya “trust atau sikap percaya” dari khalayak. Para

komunikatornya pun harus melek huruf secara sosial – psikologis – kultural” (socially,

psychologically, and culturally literate).

Beberapa prinsip manajemen komunikasi dan inovasi yang penting guna

mempercepat pemapanan sistem inovasi nasional adalah sebagai berikut (Santoso S.

Hamijoyo, 2002: 4):

a. Lembaga riset-inovasi harus benar-benar menjadi salah satu pranata sosial yang memiliki

kewibawaan nasional, sama wibawanya dengan misalnya, pranata politik, keamanan,

keuangan, perdagangan.

b. Meraih posisi atau mereposisi diri sebagai prioritas nasional dengan fokus kegiatan

strategis yang spesifik (tegas) dengan menerapkan kriteria keberhasilan secara konsekuen.

c. Menentukan dan memelopori terobosan-terobosan baru iptek-inovasi dalam bidang-bidang

ekonomi, perdagangan, industri nasional, dengan tujuan selain meningkatkan pangsa

pasar (market share) juga menguasai pangsa peluang (opportunity share).

d. Secara jujur dan berani mengevaluasi diri menemukan landasan untuk mengadakan

reformasi manajemen guna mengantisipasi tugas-tugas menurut persyaratan-persyaratan

baru yang diperkirakan. Salah satu sasaran utama ialah penyegaran dan perbaikan SDM,

meningkatkan efisiensi dan kinerja dengan menekan “overhead cost” yang menekan

biaya pengembangan, organisasional dan rekayasa.

Page 13: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

e. Mencegah apa yang dikalangan reformis manajemen bisnis sebagai “genetical

inbreeding”, yang mematikan keberanian berinovasi dengan mengganti para pengelola

dan pelaku riset yang sudah terlalu lama mangkal dalam bidang-bidang riset yang sama.

f. Membangun kemitraan antar lembaga riset inovasi untuk secara sinergis menghimpun

modal intelektual, mencegah berulang-ulangnya riset inovasi yang sudah pernah

dilakukan oleh orang lain sebelumnya, dan mempercepat transformasi industri, teknologi,

perdagangan, dan sektor-sektor lain.

g. Inovasi dan penyebarannya secara berhasil biasanya diprakarsai dan dikelola oleh

pimpinan yang kuat, berwibawa, imajinatif, dan bersemangat wira usaha.

Sejalan dengan perubahan tahapan dan kegiatan litbang yang disertai dengan

perubahan jenis komunikasi yang semula bersifat luwes dan informal ke arah komunikasi

yang lebih terstruktur, spesifik dan kaku maka persoalan yang kerap muncul adalah

berbedanya kondisi ketika informasi dihasilkan dan saat ia diterima khalayak. Perbedaan

kondisi tadi dapat menjadi kendala dalam menerjemahkan secara tepat kandungan informasi.

Untuk mengatasinya, demikian Mcdonald (1992, dalam Gogor, 2002) menyatakan

pentingnya suatu kanal komunikasi yang terstruktur sedemikian rupa sehingga dapat

mempermudah penerima informasi dalam menginterpretasikan kandungan informasi yang

disampaikan melalui proses komunikasi tersebut sehingga terciptanya kebersamaan dalam

makna.

Daftar Pustaka

Hadiat, 2002, Komersialisasi Produk Litbang, Sebuah Proses Pembelajaran, Lembaga

Pengembangan Inovasi, (LPI) Jakarta.

Krainz, Gerhard. 1997. “Managing the Integration of New Technology (MINT)” dalam

Diffusing Technology to Industry: Government Policies and Programmes. Paris.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Rogers, E.M. Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, The Free Press,

London

Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations, Free Press, London

_______________, 1995, Diffusions of Innovations Forth Edition, Tree Press, New York.

Page 14: Peranan komunikasi dalam difusi teknologi

Tubbs, Stewart L, dan Sylvia Moss, 2000, Humman Coommunication, Konteks-konteks

Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung.

Twiss, Brian C., 1992, Managing Technological Innovation, Pitman, London.