perancangan dan pengukuran alat penentu kadar …
TRANSCRIPT
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
21
PERANCANGAN DAN PENGUKURAN
ALAT PENENTU KADAR LOGAM PADA ISOLATOR
AKIBAT KONTAMINASI OLEH POLUTAN
R. Ahmad Cholilurrahman, Eri Setyawan dan Rudi Irmawanto
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No.59, Dukuh Sutorejo, Mulyorejo, Surabaya,Jawa Timur 60113
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Kondisi isolator pada musim panas (kering) sering dihinggapi oleh debu atau material lain yang
halus dan menempel pada isolator tersebut untuk jangka waktu sampai adanya musim hujan, adanya debu
atau material yang menempel pada isolator tersebut menyebabkan terjadinya kontak fisik antara bahan
isolator sendiri dengan bahan polutan yang ada. Jika ini terjadi cukup lama akan ad peristiwa senyawa
yang bersifat kimiawi sehingga menimbulkan kontaminasi dan menyebabkan isolator tersebut daya
tahannya menurun, Selama ini, PT PLN (Persero) sebagai pemilik hanya melakukan pemeliharaan dengan
cara menyemprotkan isolator yang berdebu dengan air supaya terlihat bersih dan tidak kotor. Padahal
sifat bahan yang terkontaminasi dan menempel pada isolator kemungkinan masih ada dan belum
sepenuhnya bersih secara fisik dan kimia. Sebagai evaluasi digunakan pengukuran parameter-parameter
tingkat kekotoran isolator, dilaksanakan dengan mengambil sampel di lapangan antara lain : di daerah
bergaram seperti pantai kenjeran Surabaya, di kawasan polusi pabrik, Sentral Industri daerah Rungkut
dan Tandes Surabaya, di jalan raya protokol, jalan di kawasan bisnis dengan polusi asap kendaraan yang
tinggi (jalan Raya Darmo dan sejenisnya) di Surabaya. Hasil akhir menunjukkan bahwa : (1).
Sampel polutan kawasan pantai memiliki nilai konduktifitas terbesar dibandingkan dengan
sample polutan kawasan padat kendaraan bermotor dan kawasan industri, (2). Sampel polutan kawasan
pantai memiliki nilai timbunan garam ekivalen terbesar dibandingkan dengan sample polutan kawasan
padat kendaraan bermotor dan kawasan industri, (3). Sampel polutan kawasan industri memiliki nilai
kandungan besi dan kandungan tembaga terbesar dibandingkan dengan sample polutan kawasan padat
kendaraan bermotor dan kawasan industri.
Kata Kunci : Isolator Pin-Post, Kegagalan Isolator, Equivalent Salt Deposit Density
I. PENDAHULUAN
Kondisi isolator pada misim panas (kering)
sering dihinggapi oleh debu atau material lain yang halus dan menempel pada isolator tersebut, untuk
jangka waktu sampai adanya musim hujan, adanya
debu atau material yang menempel pada isolator
tersebut menyebabkan terjadinya kontak fisik antara
bahan isolator sendiri dengan bahan polutan yang ada.
Jika ini terjadi cukup lama akan ada peristiwa senyawa
yang bersifat kimiawi sehingga menimbulkan
kontaminasi dan menyebabkan isolator tersebut daya
tahannya menurun, Selama ini, PT PLN (Persero)
sebagai pemilik hanya melakukan pemeliharaan
dengan cara menyemprotkan isolator yang berdebu dengan air supaya terlihat bersih dan tidak kotor.
Padahal sifat bahan yang terkontaminasi dan menempel
pada isolator kemungkinan masih ada dan belum
sepenuhnya bersih secara fisik dan kimia, Untuk itu
perlu diadakannya penelitian.
Untuk mengkaji keadaaan isolator di atas, diperlukan
suatu alat ukur untuk mengetahui konduktivitas
isolator, kepadatan timbunan garam ekivalen pada
isolator serta kandungan logam dalam polutan dengan
spectra foto meter.
Untuk membeli peralatan tersebut sangat mahal,
tujuan tahapan pertama dalam penelitian ini adalah
mengukur konduktivitas pada isolator, mengukur
kepadatan timbunan garam ekivalen pada isolator serta
mengukur kandungan logam dalam polutan dengan
peralatan spectra foto meter dan peralatan pendukung
lainnya. Tahapan kedua adalah bertujuan untuk
mendesain dan merancang peralatan pengukuran tingkat kekotoran isolator akibat kontaminasi oleh
polutan. Peralatan yang akan dirancang tersebut dapat
digunakan untuk mengukur konduktivitas pada
isolator, mengukur kepadatan timbunan garam ekivalen
pada isolator serta mengukur kandungan logam pada
polutan dalam satu kesatuan peralatan yang kompak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isolator
Isolator terdiri dari bahan porselin yang diapit
oleh elektroda - elektroda dengan demikian isolator terdiri dari sejumlah kapasitansi – kapasitansi
diperbesar oleh terjadinyalapisan yang menghambat
listrik karena kelembaban udara, debu, dan lain-lain.
Karena kapasitansi ini distribusi tegangan pada
gandengan isolator tidak seragam, maka tegangan
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
22
diperbaiki dengan memasang tanduk busur api.
Tegangan lompatan api pada isolator terdiri dari
tegangan lompatan api (flash over) frekuensi rendah
impuls dan tembus dalam minyak (Surdia dan saito, 1999).
Pada isolator tegangan tinggi yang dipasang di
daerah-daerah yang banyak mengandung polusi, bahan
– bahan kotoran yang dapat menyebabkan terjadinya
flash over dapat berasal baik dari polusi alam antara
lain : es, salju, garam (pengotoran oleh air laut), debu,
pasir dan lain-lain. Macam – macam polusi yang dapat
menimbulkan flash over adalah debu semn (cement
dust), abu terbang (fly ash), abu garam-garaman
(potash), kapur (limestone), batu tahu (gypsum), dan
kumpulan bahan-bahan lain (sirait dan triyono, 1982).
Bahan-bahan polusi ini teridir dari dua komponen, yaitu : komponen konduktif dan komponen inert
(lemban). Hampir semua komponen konduktif terdiri
atas ion – ion garam seperti : Sodium Chlorida,
Magnesium, Sodium Sulfat, dan lain - lain.
Garam – garam ini ketika berbentuk larutan
mempengaruhi tegangan flash over, karena
memberikan lapisan yang bersifat konduktif pada
permukaan isolator. Beberapa komponen konduktif,
terutama yang berasal dari pengotoran industri, adalah
larutan gas seprti : Sodium Dioksida. Polusi dalam
bentuk ini sulit untuk dideteksi, karena jika permukaan isolator mengering, gas yang ada akan lenyap.
Komponen inert adalah suatu bahan padat yang tidak
dapat larut sebagai ion – ion, komponen inert ini dapat
menurunkan ketahanan listrik. Bahan – bahan inert
dapat bersifat menyerap air hidrofilic, sifat ini dapat
menaikkan laju pembasahan isolator. Jenis komponen
inert (penyerap air) antara lain : lempung (keramik),
silica dioksida, dan semen organik. Sedangkann yang
termasuk bahan air (hydroponic) adalah gemuk dan oli,
bahan – bahan anti air ini dapat menyebabkan air
terpecah menjadi butiran – butiran yang kemudian
memecah lapisan konduktif pada permukaan isolator.
2.2 Kegagalan Isolator
Breakdown isolasi dapat terjadi karena
kegagalan mekanis yang disebabkan oleh tekanan
mekanis yang dihasilkan medan elektrik. Hal ini
disebut kegagalan elektro mekanis. Sebaliknya,
brakdown dapat juga terjadi karena degradasi kimia
yang disebabkan oleh pembangkitan panas karena rugi
– rugi dielektrik pada bahan isolasi. Proses ini bersifat
komulatif dan lebih berat pada saat kehadiran udara dan
kelmbaban bahan. Ketika breakdown terjadi pada permukaan isolator, mengakibatkan terjadinya flash
over sederhana atau formasi dari sebuah jalur
penghantar pada permukaan. Ketika jalur penghantar
terbentuk yang disebut dengan “penjejakan (tracking)”
dan menghasilkan penurunan bahan flash over
permukaan umumnya terjadi ketika isolator padat
disisipkan pada sebuah elektrik cair. Flash over
permukaan yang disebut diatas adalah penyebab tingkat
kesulitan tertinggi dalam praktek sehari – hari. Isolator
porselin yang digunakan pada penyaluran tenaga listrik
harus dirancang untuk memiliki jalur panjang di atas
permukaan. Kontaminasi permukaan dari isolator
dielektrik terjadi hampir di semua tempat pada beberapa tingkatan. Pada isolator tegangan tinggi dari
porselin dengan tipe suspensi, panjang jalur di atas
permukaan adalah 20 sampai 30 lebih besar dari yang
melalui bahan padat. Meskipun demikian, breakdown
permukaan adalah bentuk kegagalan yang paling utama
(Naidu dan Karnaraju, 1995)
2.3 Pembasahan Lapisan Kotor Permukaan
Isolator
Menurut Sirait dan Triyono (1982), beberapa
faktor yang ikut menentukan tingkat polusi adalah uap air lembab pada permukaan isolator. Pembasahan
isolator dapat terjadi karena pengembunan terjadi
ketika suhu permukaan isolator turun sampai berada di
bawah suhu titik embun. Pada cuaca malam yang cerah,
permukaan isolator (terutama permukaan atas)
kehilangan panas (melalui radiasi ke udara malam)
lebih cepat dari pada panas yang diperolehnya dari arus
udara. Jika jatuh sampai di bawah titik embun, uap air
lembab terbentuk pada permukaan isolator. Penelitian
pada isolator yang sedang bertegangan, menunjukkan
bahwa peristiwa ini sering terjadi pada dini hari. Pembasahan karena tumbukan butir- butir air dengan
permukaan isolator biasanya terjadi pada saat cuaca
berkabut atau hujan. Mekanisme pembahasan ini
tergantung kepada angin, dan dapat membasahi
permukaan bawah isolator lebih efektif dari pada
pembahasan dengan pengembunan. Timbunan kotoran
(polusi) di permukaan isolator yang bersifat
hygroskopis menyerap uap air udara, akan tetapi tidak
terjadi reaksi kimia antara air dengan bahan polusi
tersebut. Butir – butir air yang menyentuh permukaan
isolator di serap oleh bahan kotoran, dan secara cepat
pembasahan ini melebar ke permukaan isolator. Air pada permukaan isolator melarutkan kotoran yang
menempel pada permukaan isolator, peristiwa ini
menyebabkan konsentrasi larutan pada permukaan
isolator berbeda dengan konsentrasi bahan larutan di
udara sekitarnya. Difusi diakibatkan oleh perbedaan
konsentrasi ini, dan menarik air ke permukaan isolator.
Air yang teresap membuat larutan menjadi encer, hal
ini kemudian memperkecil perbedaan yang selanjutnya
akan mengurangi laju pengumpulan air. Pembasahan
dengan cara difusi kimia ini pengaruhnya dapat
diabaikan, jika dibandingkan dengan pembasahan dengan cara pengembunan. Untuk menghasilkan
tegangan flash over minimum, diperlukan suatu jumlah
air yang kritis pada permukaan isolator. Kondisi
pembasahan yang kritis umumnya dapat terjadi selama
keadaan cuaca berkabut atau hujan rintik-rintik, pada
keadaan hujan lebat, jumlah air yang cukup besar dapat
membersihkan isolator dari kotoran – kotoran dan dapat
menahan untuk sementara waktu terbentuknya pita
kering. Jadi memperlambat terjadinya flash over.
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
23
2.4 Pembentukan Pita Kering (Dry Band)
Awal pertumbuhan pita kering pada permukaan
isolator kotor kelas diakibatkan oleh adanya “proses
peralihan thermal” yang terjadi pada permukaan isolator. Tiga urutan proses pembentukan pita ketiga
adalah sebagai berikut : (a) Disipasi dayamenaikkan
temperature, kemudian menaikkan konduktansi dengan
suatu factor 1,5 sampai 3,5 kali, sampai temperaturnya
mencapai titik didih air, (b) Air yang terkandung dalam
lapisan kotor diuapkan dalam jangka waktu yang relatif
lama, hal ini meredusir ketebalan lapisan kotoran, akan
tetapi menaikkan konsentrasi garam dan asam yang
dapat memberikan konduktansi yang relatif konstan,
(c) Jika kejenuhan telah tercapai, pemanasan lebih
lanjut mempercepat pembentukan garam atau
penguapan asam dan dengan cepat menaikkan tahanan, kemudian pengeringan lapisan berakhir dan
terbentuklah pita kering (dry band). Dalam praktek,
studi tentang pembentukan pita kering ini sangat rumit,
disebabkan adanya pengaruh geometri isolator,
ketidakrataan pengotoran dan keanekaragaman
lingkungan yang dijumpai. Lapisan polusi pada
permukaan isolator yang menjadi basah akan
menaikkan arus bocor permukaan pada tegangan
operasi dan membuat distribusi tegangan menjadi
linier. Daya disipasi oleh arus bocor pada lapisan
kotoran basah di permukaan isolator dipergunakan untuk menguapkan uap air dalam lapisan kotoran
tersebut, peristiwa penguapan ini merupakan awal dari
serangkaian proses pembentukan pita kering.
Parameter yang mempengaruhi pembentukan pita
kering ini banyak sekali, antara lain : ketebalan lapisan
polusi, suhu permukaan maksimum yang dapat dicapai,
tahanan lapisan kotoran, waktu yang diperlukan untuk
mencapai suhu maksimum tersebut, jenis bahan
substrak, dimensi dan faktor model, nilai tegangan yang
dipergunakan, harga arus bocor maksimum yang
dicapai, dan lain-lain. Pertumbuhan pitakering
terutama tergantung pada suhu permukaan terhadap temperatur (Sirait dan Triyono, 1982)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Tahap penelitian ini, dengan kegiatan mengukur
parameter-parameter tingkat kekotoran isolator,
dilaksanakan dengan mengambil sampel di lapangan
antara lain : di daerah bergaram seperti pantai kenjeran
Surabaya, di kawasan polusi pabrik, Sentral Industri
daerah Rungkut dan Tandes Surabaya, di jalan raya protokol, jalan di kawasan bisnis dengan polusi asap
kendaraan yang tinggi (jalan Raya Darmo dan
sejenisnya) di Surabaya.
3.2 Tahapan Penelitian
3.2.1 Pengukuran Parameter Tingkat Kekotoran
Isolator
Setelah ditentukan lokasi tempat pengambilan sampel polutan, selanjutnya dilaksanakan pengukuran
di laboratorium kimia. Adapun pengukuran
parameternya, antara lain:
Pengukuran Konduktivitas Isolator
Pengukuran Kepadatan Timbunan Garam
Ekivalen (ESDD)
Pengukuran Kandungan Logam Pada Polutan
Diagram alir, urutan pengukuran tingkat
kekotoran pada isolator akibat kontaminasi oleh
polutan, dapat diperlihatkan pada gambar 1 :
Gambar 1 Diagram Alir, Urutan Kegiatan Pengukuran
Tingkat Kekotoran Isolator Akibat Kontaminasi oleh
Polutan
3.2.2 Pengukuran Konduktivitas Isolator
Sampel kotoran dipindahkan dari isolator –
isolator yang bertegangan atau tidak bertegangan atau
pengumpul kotoran yang lain (misalnya piringan
datar). Pemindahan sampel kotoran tersebut dengan mempergunakan air murni sambil disapu dengan kuas
kecil, kemudian kotoran yang tercampur dengan air
murni tersebut di ukur konduktivitasnya (Satuan :
Siemens : V) dengan memakai konduktometer. Untuk
mendapatkan nilai pengukuran yang maksimum,
pengambilan nilai sampel kotoran harus berulang –
ulang. Periode pengumpulan kotoran diantara
terjadinya dua pencucian isolator oleh air hujan (alam)
secara berturut – turut.
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
24
Gambar 2 Pengukuran Konduktivitas Pada Isolator
Untuk mengetahui konduktivitas dari isolator
(lihat gambar: 3.2), dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Lama pengambilan kotoran yang melekat pada
isolator ± 6 bulan
Kotoran pada isolator kemudian diambil dan
ditimbang beratnya (dalam gram) dalam
timbangan analitis
Kemudian dicari perbandingan berat kotoran dari
isolator tersebut dibagi berat dan debu (dalam gram)
Kotoran yang telah ditimbang, dilarutkan dalam
aquades sebanyak 100 mili liter
Kotoran yang telah terlarut dalam aquades, diukur
konduktivitasnya dengan menggunakan alat
Konduktometer
Kotoran hasil pengukuran dengan
Konduktometer, dapat diktahui kekeruhannya
Dari hasil pengukuran dengan Konduktometer,
dapat diketahui kekeruhannya
Dengan adanya kekeruhan tersebut, maka dapat diartikan bahwa polutan tersebut bersifat agresif
sebagai penghantar listrik.
3.2.3 Pengukuran Kepadatan Timbunan Garam
Ekivalen
Kepadatan timbunan garam ekivalen
(Equivalen Salt Deposit Density ESDD) banyak
dipergunakan sebagai ukuran tingkat kekotoran suatu
daerah. Studi ini banyak dilakukan di Jepang dan
Amerika Serikat. Equivalent Salt Deposit Density
(ESDD) adalah jumlah NaCl yang akan menghasilkan
konduktivitas yang sama pada ketipisan yang sempurna. ESDD hanya berlaku untuk larutan kotoran
yang berada dalamkeadaan tunak (steady state). Adalah
merupakan tingkat kekotoran di daerah tersebut.
Prosedur pengukuran tingkat intensitas polutan
dengan metode EESD adalah terlebih dahulu harus
diketahui besar nilai konduktifitas sampel polutan yang
telah diambil, dalam hal ini telah diketahui besar nilai
konduktifitas sampel polutan isolator pada tiap-tiap
wilayah pengambilan sampel polutan yang telah
ditentukan, yaitu kawasan industri, kawasan pantai, dan
kawasan padat kendaraan bermotor.
Langkah awal adalah menghitung konsentrasi
garam Nacl dimana besar nilai konduktifitas sampel polutan telah diketahui pada percobaan laboratorium
sebelumnya, untuk mengetahui besar nilai konsentrasi
garam Nacl yaitu dengan menggunakan rumus:
10
107,503,1
20
4 xxD
Keterangan :
D : Konsentrasi garam Nacl (%)
σ20 : Konduktifitas larutan pada temperatur 20o C
(µS/cm)
Selanjutnya dihitung luas permukaan isolator,
yaitu luas semua permukaan keramik yang membentuk
isolator tersebut. Dalam hal ini, luas bahagian logam
isolator tidak ikut diukur, isolator sampel dibentuk oleh
empat sirip yang bentuknya mirip dengan kerucut
terpotong, di mana salah satu di antaranya yaitu sirip
paling atas berbentuk kerucut terpotong terbalik.
Secara pendekatan, luas permukaan dalam dan
permukaan luar sirip-sirip tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus luas permukaan kerucut
terpotong.
Yang dimaksud dengan luas permukaan isolator adalah jumlah luas permukaan dalam dan luas
permukaan luar semua sirip yang membentuk isolator
tersebut.seperti contoh gambar 3.3 isolator type pin
post di bawah ini.
Gambar 3 Contoh Isolator Type Pin Post
Dalam perhitungan matematika, luas selimut
kerucut terpotong dapat dirumuskan sebagai berikut :
L s= πp (r 1+ r 2)
Keterangan :
Ls : Luas selimut kerucut terpotong
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
25
P : Panjang garis pelukis atau apotema
kerucut terpotong
r1 : Jari-jari bidang alas/ dasar/ bawah
kerucut terpotong
r2 : Jari-jari bidang atas kerucut terpotong
Setelah diketahui besar konsentrasi kandungan garam Nacl,dan luas permukaan isolator maka besar
nilai EESD dalam larutan polutan tersebut yaitu dengan
menggunakan perhitungan:
W : Kepadatan timbunan garam ekivalen
EESD ( mg/cm2)
V : Volume air destilasi dalam gelas ukur (cc)
D : Konsentrasi kesetaraaan garam dalam larutan
polutan (%)
S : Luas permukaaan isolator (cm2)
3.2.4 Pengukuran kandungan Besi dan
Tembaga pada sample polutan
Analisa Logam (Fe dan Cu) dengan
spektrofotometer Serapan atom dilakukan melalui
proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom. Dari
hasil serapan atom tersebut, maka dapat diketahui besar
kandungan logam Fe ataupun Cu pada sampel polutan
isolator yang telah diambil.
3.2.4.1 Peralatan yang digunakan dalam percobaan
laboratorium ini adalah
Buret 10 ml yang telah terkalibrasi
Corong
Gelas piala 250 ml yang telah terkalibrasi
Kertas saring Whatman 42
Labu ukur 100 ml dan 1000 ml yan telah
terkalibrasi
Pipet volume 5 ml, 10 ml, 100 ml yang telah
terkalibrasi
Penangas air yang telah terkalibrasi
Spektrofotometer Serapan atom merk “GBC”
yang telah terkalibrasi Tabung reaksi.
3.2.4.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam
percobaan laboratorium ini adalah:
Sampel polutan isolator pada kawasan Industri,
kawasan pantai, dan kawasan padat kendaraan
bermotor
Aquabidest yang telah diasamkan dengan HNO3
1,5 ml dalam aquades 1 liter
HNO3 pekat
Larutan standar Fe 1000 mg/l
Larutan standar Cu 1000 mg/l
3.2.4.3 Pembuatan larutan standar
Pembuatan larutan standar Fe
- Pembuatan larutan standar Fe 100 ppm
Langkah pembuatan larutan standar Fe pada
kisaran 100 ppm adalah dipipet 5 ml larutan induk Fe
1000 mg/l lalu larutan induk Fe tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquabidest
yang telah diasamkan hingga tanda garis, lalu dikocok
agar bereaksi.
Gambar 4 Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe) 100
ppn
- Pembuatan larutan standar Fe 10 mg/l
Langkah pembuatan larutan standar Fe pada
kisaran 10 mg/l adalah dipipet 5 ml larutan induk Fe 100 mg/l lalu larutan induk Fe tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquabidest
yang telah diasamkan hingga tanda garis, lalu dikocok
agar bereaksi.
Gambar 5 Pembuatan Larutan Standar Besi(Fe) 10
mg/l
- Pembuatan larutan seri standar Fe 0,2 mg/l ;
0.4 mg/l ; 0,6 mg/l ; 0,8 mg/l dan 1 mg/l
Langkah pembuatan larutan seri standar Fe
yang telah ditentukan tsb adalah dengan dipipet
masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml larutan
standar Fe 10 mg/l dan dimasukkan masing-masing ke
dalam labu ukur 50 ml, lalu diencerkan dengan
aquabidest yang telah diasamkan sampai tanda garis, dan dikocok agar bereaksi.
Gambar 6 Pembuatan larutan seri standar Fe 0,2 mg/l
; 0.4 mg/l ; 0,6 mg/l ; 0,8 mg/l dan 1 mg/l
S
DxVxW 10
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
26
Pembuatan larutan standar Cu
- Pembuatan larutan standar Cu 100 ppm
Langkah pembuatan larutan standar Cu pada kisaran
100 ppm adalah dipipet 5 ml larutan induk Cu 1000 mg/l lalu larutan induk Cu tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquabidest
yang telah diasamkan hingga tanda garis, lalu dikocok
agar bereaksi.
Gambar 7 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu)
100 ppm
- Pembuatan Larutan Standar Cu 10 mg/l
Langkah pembuatan larutan standar Cu pada
kisaran 10 mg/l adalah dipipet 5 ml larutan induk Cu
100 mg/l lalu larutan induk Cu tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquabidest
yang telah diasamkan hingga tanda garis, lalu dikocok
agar bereaksi.
Gambar 8 Pembuatan Larutan Standar Tembaga(Cu)
10 mg/l
- Pembuatan Larutan Seri Standar Cu 0,2 mg/l
; 0.4 mg/l ; 0,6 mg/l ; 0,8 mg/l dan 1 mg/l
Langkah pembuatan larutan seri standar Cu
yang telah ditentukan tsb adalah dengan dipipet
masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml larutan
standar Cu 10 mg/l dan dimasukkan masing-masing ke
dalam labu ukur 50 ml, lalu diencerkan dengan
aquabidest yang telah diasamkan sampai tanda garis,
dan dikocok agar bereaksi.
Gambar 9 Pembuatan Larutan Seri Standar Cu 0,2
mg/l ; 0.4 mg/l ; 0,6 mg/l ; 0,8 mg/l dan 1 mg/l
3.2.4.4 Pembuatan Kurva Standar
- Pembuatan kurva standar Fe
Diukur masing-masing absorbansi larutan seri
standar Fe 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0 ppm dengan
spektrafotometer serapan atom pada panjang
gelombang (λ) = 248,3 nm.
- Pembuatan kurva standar Cu Diukur masing-masing absorbansi larutan seri standar
Cu 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0 ppm dengan
spektrafotometer serapan atom pada panjang
gelombang (λ) = 213,9 nm.
3.2.4.5 Preparasi larutan Sampel polutan
Larutkan sampel polutan ke dalam gelas ukur
yang berisi aquades 100 ml, dan kocok sampel polutan
tersebut hingga larut.
Gambar 10 Pelarutan sampel polutan dalam gelas
ukur berisi aquades 100 ml
- Pipet larutan yang telah larut dalam aquades
tersebut sebanyak 100 ml ke dalam gelas piala dengan ukuran takaran 250 ml.
Gambar 11 Proses pemindahan larutan polutan 100 ml
- Masukkan 5 ml HNO3 pekat ke dalam gelas
piala tersebut yang telah berisi larutan sampel
polutan.
Gambar 12 Proses pencampuran larutan HNO3
dengan larutan dalam gelas piala
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
27
- Destruksi larutan pada gelas piala tersebut
pada penangas air hingga volumenya
menjadi ± 5 ml.
Gambar 13 Proses Destruksi larutan
- Encerkan larutan sampel tersebut dengan
aquabies panas ke dalam labu ukur takaran
50 ml
Gambar 14.Proses Pengenceran Larutan Dengan
Aquabidest
- Encerkan larutan sampel yang telah dengan
diberi aquades, lalu larutan tersebut
dibiarkan dulu sampai suhunya sekitar 30˚
celcius, lalu tambah aquabides hingga garis
batas
Gambar 15 Proses pengenceran larutan dengan
dengaan aquades
- Masukkan sampel tersebut ke dalam tabung
reaksi dimana disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman 42.
Gambar 16 Proses pemindahan larutan polutan ke
dalam tabung reaksi
- Asamkan larutan sampel dengan larutan
HNO3 hingga mencapai PH 2.
Gambar 17 Proses pengasaman larutan polutan dengan
menambahkan larutan HNO3
- Buat blanko berupa 100 ml aquabidest yang
diasamkan dengan HNO3 hingga mencapai
PH 2.
Gambar 18 Proses pembuatan blanko larutan
dengan mencampur larutan HNO3 dan aquades
3.2.5 Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel
Hasil preparasi larutan sampel yang telah
dilakukan lalu diukur dengan alat spektrofotometer
serapan atom, untuk analisis Fe digunakan ketetapan
panjang gelombang (λ) = 248,3 nm, sedangkan untuk
analisis Cu digunakan ketetapan panjang gelombang
(λ) = 324,7 nm
Gambar 19 Proses Pengukuran Absorbansi Larutan
Dengan Alat Spektrafotometer
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Pengujian Laboratorium Pengukuran
Tingkat Konduktivitas Isolator Akibat Polutan
4.1.1.1 Pengukuran Berat Polutan Dengan
Timbangan Analitik
Debu polutan dari 3 wilayah pengambilan
sampel debu polutan yang telah diambil dari 3 lokasi
yang telah ditentukan, yaitu kawasan Industri (daerah
sekitar jalam margomulyo Surabaya dan rungkut
industri Surabaya), kawasan Pantai (daerah pantai
kenjeran Surabaya), kawasan Padat kendaraan
bermotor (daerah jalan Raya Darmo), ditimbang
beratnya dengan menggunakan timbangan analitik
Pengukuran Berat Polutan dengan Timbangan
Analitik Polutan Kawasan IndustricSampel debu
polutan kawasan Industri yang telah diambil ditaruh
dalam sebuah kertas dimana berfungsi sebagai tempat
polutan pada saat pengukuran di timbangan analitik,
selain itu berat kertas dapat diabaikan, sehingga tidak
mempengaruhi perhitungan berat dari polutan tersebut.
Gambar 20 Sampel Polutan Kawasan Industri
Ditempatkan pada kertas dan ditimbang
beratnya dengan timbangan analitik Dari hasil
pengukuran berat sampel polutan pada kawasan
industri yang telah dilakukan dapat diketahui berat
sampel polutan kawasan industri adalah 1.789.
Pengukuran Berat Polutan dengan Timbangan
Analitik Polutan Kawasan Pantai Sampel debu polutan kawasan pantai yang telah
diambil ditaruh dalam sebuah kertas dimana berfungsi
sebagai tempat polutan pada saat pengukuran di
timbangan analitik, selain itu berat kertas juga tidak
mempengaruhi perhitungan berat dari polutan tersebut.
Gambar 21 Sampel polutan kawasan pantai
ditempatkan pada kertas dan ditimbang beratnya
dengan timbangan analitik
Pengukuran Berat Polutan dengan Timbangan
Analitik Polutan Kawasan Pantai Polutan
KawasanPadat Kendaraan Bermotor
Sampel debu polutan kawasan padat kendaraan
bermotor yang telah diambil ditaruh dalam sebuah
kertas dimana berfungsi sebagai tempat polutan pada
saat pengukuran di timbangan analitik, selain itu berat
kertas juga tidak mempengaruhi perhitungan berat dari
polutan tersebut.
Gambar 22 Sampel Polutan Kawasan Padat
Kendaraan Bermotor Ditimbang Beratnya Dengan
Timbangan Analitik
Dari hasil pengukuran berat sampel polutan
pada kawasan padat kendaraan bermotor yang telah
dilakukan dapat diketahui berat sampel polutan
kawasan padat kendaraan bermotor adalah 0,341 gram.
4.1.1.2 Pengukuran Konduktifitas Polutan dengan
menggunakan alat Konduktometer
Setelah ditimbang dan diketahui masing-
masing sampel debu polutan dari 3 wilayah yang
telah ditentukan tersebut, selanjutnya masing-
masing polutan tersebut dilarutkan dalam gelas
ukur yang telah berisi aquades sebanyak 100 ml.
Setelah sampel polutan dilarutkan, sampel polutan
yang telah larut dipisah antara kotoran polutan
(yang tidak dapat larut dalam aquades) dengan
polutan debu polutan (polutan yang larut dalam
aquades). Setelah polutan tersebut dipisah, maka
polutan yang dapat larut dalam aquades tersebut
diukur nilai konduktifitasnya dengan alat
konduktometer, sehungga dapat diketahui nilai
konduktifitas poilutan tersebut.
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
29
Berat Polutan = Berat polutan yang dapat
larut + Berat polutan yang tidak dapat larut
Pengukuran Konduktifitas Polutan
Kawasan Industri Dengan Menggunakan Alat
Konduktometer
Sampel kawasan industri yang telah ditimbang
beratnya, dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah
berisi aquades 100 ml
Gambar 23 Sampel Polutan Kawasan Industri
Dimasukkan Ke Dalam Gelas Ukur yang Telah Berisi
Aquades 100 Ml
Untuk mengetahui perbandingan antara berat
debu dan berat kotoran polutan kawasan industri,
wadah gelas ukur yang berisi larutan aquades dan
polutan tersebut diaduk terlebih dahulu selama kurang
lebih 5 menit sampai tidak ada kotoran yang
mengendap pada gelas ukur, setelah itu aquades dan
polutan tersebut dituangkan pada gelas ukur yang
kosong dimana di bagian atas gelas ukur tersebut diberi
kertas saring.
Gambar 24 Polutan yang telah masuk dalam aquades
diaduk lalu dimasukkan ke gelas ukur kosong dan
disaring terlebih dahulu
Kotoran yang tidak larut dalam aquades akan
tersaring pada kertas saring, dan kotoran yang larut
dalam aquades akan masuk ke gelas ukur kosong
tersebut bersama aquades. kotoran yang tersaring pada
aquades didiamkan dulu sampai kering pada sebuah wadah, dan setelah kering kotoran tersebut ditimbang
beratnya.
Gambar 25 Kotoran Polutan Yang Tersaring
Diukur Beratnya Dengan Timbangan Analitik
Dari hasil diketahuinya berat kotoran yang tidak
dapat tersaring maka dapat diketahui perbandingan
berat debu dan berat kotoran dengan perhitungan:
Dari hasil percobaan laboratorium, telah
diketahui perbandingan berat polutan kawasan industri, yaitu:
Berat kotoran polutan kawasan Industri (tidak
dapat larut) = 0,563 gram
Berat debu polutan kawasan Industri (dapat larut)
= 0,226 gram
Untuk mengetahui besar nilai konduktivitas pada
aquades yang telah bercampur dengan debu polutan
tersebut, yaitu dengan cara mengaduk aquades yang
berisi polutan tersebut selama kurang lebih 5 menit agar
polutan yang masih mengendap dapat tercampur lagi,
setelah mengaduk aquades yang berisi polutan tersebut, kemudian memasukkan anoda konduktometer pada
aquades yang berisi polutan lalu didiamkan dulu
beberapa saat sampai didapat angka besar nilai daya
hantar listrik tersebut.
Gambar 26 Polutan Diukur Nilai Konduktifitasnya
Dengan Menggunakan Alat Konduktometer
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan didapat
hasil besar nilai konduktivitas aquades yang berisi
polutan kawasan industri tersebut sebesar: 528,1 S/cm
Pengukuran Konduktifitas Polutan Kawasan
Pantai dengan menggunakan alat Konduktometer
Sampel kawasan pantai yang telah ditimbang
beratnya, dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah
berisi aquades 100 ml
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
30
Berat Polutan = Berat polutan yang dapat
larut + Berat polutan yang tidak dapat larut
Gambar 27 Sampel Polutan Kawasan Pantai
Dimasukkan Ke Dalam Gelas Ukur yang Telah Berisi Aquades
Untuk mengetahui perbandingan antara berat
debu dan berat kotoran polutan kawasan pantai, wadah
gelas ukur yang berisi larutan aquades dan polutan
tersebut diaduk terlebih dahulu selama kurang lebih 5
menit sampai tidak ada kotoran yang mengendap pada
gelas ukur, setelah itu aquades dan polutan tersebut
dituangkan pada gelas ukur yang kosong dimana di
bagian atas gelas ukur tersebut diberi kertas saring.
Gambar 28 Polutan yang telah masuk dalam aquades
diaduk lalu dimasukkan ke gelas ukur kosong dan
disaring terlebih dahulu
Kotoran yang tidak larut dalam aquades akan
tersaring pada kertas saring, dan kotoran yang larut
dalam aquades akan masuk ke gelas ukur kosong
tersebut bersama aquades. kotoran yang tersaring pada
aquades didiamkan dulu sampai kering pada sebuah
wadah, dan setelah kering kotoran tersebut ditimbang
beratnya.
Gambar 29 Kotoran Polutan yang Tersaring Diukur
Beratnya dengan Timbangan Analitik
Dari hasil diketahuinya berat kotoran yang tidak
dapat tersaring maka dapat diketahui perbandingan
berat debu dan berat kotoran dengan perhitungan:
Dari hasil percobaan laboratorium, telah
diketahui perbandingan berat polutan kawasan pantai,
yaitu:
Berat kotoran polutan kawasan pantai (tidak
dapat larut) = 0,222 gram
Berat debu polutan kawasan pantai (dapat
larut) = 0,213 gram
Untuk mengetahui besar nilai konduktivitas
pada aquades yang telah bercampur dengan debu
polutan tersebut, yaitu dengan cara mengaduk aquades
yang berisi polutan kawasan pantai tersebut selama
kurang lebih 5 menit agar polutan yang masih
mengendap dapat tercampur lagi, setelah mengaduk
aquades yang berisi polutan tersebut, kemudian
memasukkan anoda konduktometer pada aquades yang
berisi polutan lalu didiamkan dulu beberapa saat
sampai didapat angka besar nilai daya hantar listrik tersebut.
Gambar 30 Polutan Diukur Nilai Konduktifitasnya
dengan Menggunakan Alat Konduktometer
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan
didapat hasil besar nilai konduktivitas aquades yang
berisi polutan kawasan pantai tersebut sebesar: 543,2
S/cm.
Pengukuran Konduktifitas Polutan Kawasan
Padat Kendaraan Bermotor dengan menggunakan
alat Konduktometer
Sampel kawasan padat kendaraan bermotor
yang telah ditimbang beratnya, dimasukkan ke dalam
gelas ukur yang telah berisi aquades 100 ml
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
31
Berat Polutan = Berat polutan yang dapat larut +
Berat polutan yang tidak dapat larut
Gambar 31 Sampel polutan kawasan padat kendaraan
bermotor dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah
berisi aquades
Untuk mengetahui perbandingan antara berat
debu dan berat kotoran polutan kawasan padat
kendaraan bermotor, wadah gelas ukur yang berisi larutan aquades dan polutan tersebut diaduk terlebih
dahulu selama kurang lebih 5 menit sampai tidak ada
kotoran yang mengendap pada gelas ukur, setelah itu
aquades dan polutan tersebut dituangkan pada gelas
ukur yang kosong dimana di bagian atas gelas ukur
tersebut diberi kertas saring.
Gambar 32 Polutan yang telah masuk dalam aquades
diaduk lalu dimasukkan ke gelas ukur kosong dan
disaring terlebih dahulu
Kotoran yang tidak larut dalam aquades akan
tersaring pada kertas saring, dan kotoran yang larut
dalam aquades akan masuk ke gelas ukur kosong
tersebut bersama aquades. kotoran yang tersaring pada
aquades didiamkan dulu sampai kering pada sebuah
wadah, dan setelah kering kotoran tersebut ditimbang
beratnya.
Gambar 32 Kotoran polutan yang tersaring
diukur beratnya dengan timbangan analitik
Dari hasil diketahuinya berat kotoran yang tidak
dapat tersaring maka dapat diketahui perbandingan
berat debu dan berat kotoran dengan perhitungan:
Dari hasil percobaan laboratorium, telah
diketahui perbandingan berat polutan kawasan padat
kendaraan bermotor, yaitu:
Berat kotoran polutan kawasan padat kendaraan
bermotor (tidak dapat larut) = 0,174 gram
Berat debu polutan kawasan padat kendaraan
bermotor (dapat larut) = 0,167 gram
Untuk mengetahui besar nilai konduktivitas
pada aquades yang telah bercampur dengan debu
polutan tersebut, yaitu dengan cara mengaduk aquades
yang berisi polutan kawasan padat kendaraan bermotor
tersebut selama kurang lebih 5 menit agar polutan yang
masih mengendap dapat tercampur lagi, setelah
mengaduk aquades yang berisi polutan tersebut,
kemudian memasukkan anoda konduktometer pada
aquades yang berisi polutan lalu didiamkan dulu
beberapa saat sampai didapat angka besar nilai daya
hantar listrik tersebut.
Gambar 33 Polutan diukur nilai konduktifitasnya
Dengan menggunakan alat konduktometer
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan
didapat hasil besar nilai konduktivitas aquades yang
berisi polutan kawasan padat kendaraan bermotor
tersebut sebesar: 521,1 S/cm
4.1.2 Pengukuran Kepadatan Timbunan Garam
Ekivalen Pada Polutan Isolator
Pengukuran besar kepadatan timbunan garam
ekivalen (EESD) pada polutan kawasan industri
Pada percobaaan laboratorium untuk mengukur besar
nilai konduktifitas polutan kawasan industri telah
diketahui pada percobaan sebelumnya, yaitu didapat
besar nilai konduktifitas polutan kawasan industri
sebesar = 528,1 S/Cm.
Langkah selanjutnya adalah menghitung besar
konsentrasi garam Nacl (D),dimana dipergunakan perhitungan :
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
32
10
107,503,1
20
4 xxD
10
1,528107,503,14 xx
D
Setelah diketahui besar konsentrasi kandungan
garam Nacl, selanjutnya dihitung luas permukaan
isolator, yaitu luas semua permukaan keramik yang membentuk isolator tersebut, dengan perhitungan :
Ls1 = πp (r 1+ r 2)
Ls1 = 3,14 x 5,7 ( 5 + 3,6 )
Ls1 = 153,923 cm2
Ls2 = πp (r 1+ r 2)
Ls2 = 3,14 x 3,8 ( 4 + 3,6 )
Ls2 = 90,683 cm2
L s3 = πp (r 1+ r 2)
Ls3 = 3,14 x 14 ( 8,5 + 3,6 ) Ls3 = 531,596 cm2
Luas total permukaan isolator = Ls1 + Ls2 + Ls3
= 153,923 + 90,683 + 531,596
= 776,202 cm2
Besar nilai EESD dalam larutan polutan
tersebut yaitu dengan menggunakan perhitungan:
W 0,0374 mg/cm2
Pengukuran besar kepadatan timbunan garam
ekivalen (EESD) pada polutan Kawasan pantai. Pada percobaaan laboratorium untuk mengukur besar nilai
konduktifitas polutan kawasan industri telah diketahui
pada percobaan sebelumnya, yaitu didapat besar nilai
konduktifitas polutan kawasan industri sebesar =
543,2 S/Cm
Langkah selanjutnya adalah menghitung besar
konsentrasi garam Nacl (D), dimana dipergunakan
perhitungan :
10
107,503,1
20
4 xxD
10
5432,0107,503,14 xx
D
Setelah diketahui besar konsentrasi kandungan
garam Nacl, selanjutnya dihitung luas permukaan
isolator, yaitu luas semua permukaan keramik yang
membentuk isolator tersebut, dengan perhitungan :
Ls1 = πp (r 1+ r 2)
Ls1 = 3,14 x 5,7 ( 5 + 3,6 )
Ls1 = 153,923 cm2
Ls2 = πp (r 1+ r 2)
Ls2 = 3,14 x 3,8 ( 4 + 3,6 )
Ls2 = 90,683 cm2
L s3 = πp (r 1+ r 2)
Ls3 = 3,14 x 14 ( 8,5 + 3,6 )
Ls3 = 531,596 cm2
Luas total permukaan isolator= Ls1 +Ls2 + Ls3
= 153,923 + 90,683 + 531,596
= 776,202 cm2
Besar nilai EESD larutan polutan tersebut dapat
diketahui yaitu dengan menggunakan perhitungan:
W 0,0369 mg/ cm2
4.1.3 Pengukuran kepadatan timbunan logam (Fe
dan Cu) pada polutan isolator dengan
menggunakan alat spectrafotometer
Sebelum melakukan percobaan pengukuran
besasr nilai timbunan Besi(Fe) dan tembaga(Cu) pada
sampel larutan polutan isolator yang telah diambil di
kawasan industri, kawasan pantai dan kawasan padat
kendaraan bermotor dengan menggunakan alat
spectrafotometer, perlu dilakuan pembuatan standar
kurva kandungan besi dan kandungan tembaga sebagai
acuan dalam melakukan pengukuran nilai timbunan
besi dan tembaga sampel larutan polutan.
Setelah dulakukan pengukuran maka didapat besar nilai larutan standart larutan besi(Fe) sebagai
berikut:
0290,0D
S
DxVxW 10
202,776
0290,010010 xxW
0299,0D
S
DxVxW 10
202.776
0286,010010 xxW
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
33
Tabel 1 Hasil pengukuran larutan standar kurva besi
(Fe) menggunakan alat pectrafotomter
Besar nilai larutan standart larutan tembaga(Cu)
sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil pengukuran larutan standar kurva
tembaga(Cu) menggunakan alat spectrafotomter
Pengukuran kepadatan timbunan Logam
besi(Fe) dan tembaga(Cu) pada sampel
polutan isolator kawasan Industri
Data hasil pengukuran absorbansi larutan
besi(Fe) sampel polutan kawasan industri dengan
menggunakan alat spektrofotometer dapat dilihat pada
tabel pada halaman 38 berikut ini:
Tabel 3 Hasil pengukuran nilai timbunan Besi(Fe)
pada kawasan Industri
Sedangkan data hasil pengukuran absorbansi
larutan tembaga(Cu) sampel polutan kawasan industri
dengan menggunakan alat spektrofotometer dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Pengukuran kepadatan timbunan logam
besi(Fe) dan tembaga(Cu) pada polutan
isolator kawasan pantai
Data hasil pengukuran absorbansi larutan besi(Fe)
sampel polutan kawasan pantai dengan menggunakan
alat spektrofotometer dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 4 Hasil pengukuran nilai timbunan tembaga(Cu)
pada kawasan Industri
Sampel Konsentrasi
Cu (µg/ml)
Absorban
Rata-rata
Perulangan pembacaan
absorbansi
Blanko --- 0,0023 0,0034 0,0017 0,0018
Sampel
Polutan
Kawasan
Industri 0,00031 0,0021 0,0021 0,0018 0,0022
Blanko --- 0,0008 0,0005 0,0011 0,0007
Tabel 5 Hasil pengukuran nilai timbunan Besi(Fe)
kawasan pantai
Sampel Konsentrasi
Fe(µg/ml) Absorban
Rata-rata
Perulangan pembacaan
absorbansi
Blanko --- 0,0007 0,0020 0,0002
-
0,0000
Sampel
Polutan
Kawasan
Pantai 0,0631 0,0027 0,0022 0,0033 0,0022
Blanko --- 0,0011 0,0016 0,0008 0,0010
Data hasil pengukuran absorbansi larutan
tembaga(Cu) sampel polutan kawasan pantai dengan
menggunakan alat spektrofotometer dapat dilihat pada
tabel di berikut ini:
Sampel Konsentrasi
Fe (µg/ml) Absorbansi
Rata-Rata
Blanko ------ 0,0000
standar 1 0,2000 0,0045
standar 2 0,4000 0,0087
standar 3 0,6000 0,0135
standar 4 0,8000 0,0181
standar 5 1,0000 0,0234
Sampel Konsentrasi Cu
(µg/Ml)
Absorbansi
Rata-Rata
Blanko ------ 0,0009
Standar 1 0,2000 0,0181
Standar 2 0,4000 0,0353
Standar 3 0,6000 0,0535
Standar 4 0,8000 0,0716
Standar 5 1,0000 0,0906
Sampel
Konsentrasi
Fe(µg/ml)
Absorban
Rata-rata
Perulangan pembacaan
absorbansi
Blanko --- 0,0007 0,0020 0,0002 0,0000
Sampel
Polutan
Kawasan
Industri
0,0744 0,0027 0,0022 0,0033 0,0022
Blanko --- 0,0011 0,0016 0,0008 0,0010
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
34
Tabel 6 Hasil pengukuran nilai timbunan Tembaga
(Cu) pada kawasan pantai
Sampel Konsentrasi
Cu (µg/ml)
Absorban
Rata-rata
Perulangan pembacaan
absorbansi
Blanko --- 0,0023 0,0034 0,0017 0,0018
Sampel Polutan Kawasan Pantai
0,00026 0,0021 0,0021 0,0018 0,0022
Blanko --- 0,0008 0,0005 0,0011 0,0007
Pengukuran kepadatan timbunan Logam besi
(Fe) dan tembaga(Cu) pada polutan isolator
kawasan padat kendaraan bermotor
Data hasil pengukuran absorbansi logam besi(Fe)
sampel polutan kawasan padat kendaraan bermotor
dengan menggunakan alat spektrofotometer dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7 Hasil pengukuran nilai timbunan Besi(Fe)
pada kawasan padat kendaraan bermotor
Sampel Konsentrasi
Fe (µg/ml)
Absorban
Rata-rata
Perulangan Pembacaan
Absorbansi
Blanko --- 0,0007 0,0020 0,0002 -0,0000
Sampel
Polutan
Kawasan
Padat
kendaraan
bermotor
0,0689 0,0027 0,0022 0,0033 0,0022
Blanko --- 0,0011 0,0016 0,0008 0,0010
Sedangkan data hasil pengukuran absorbansi
logam tembaga(Cu) sampel polutan kawasan padat
kendaraan bermotor dengan menggunakan alat
spektrofotometer
Tabel 8 Hasil pengukuran nilai timbunan tembaga(Cu)
kawasan padat kendaraan bermotor
Sampel
Konsentrasi
Cu (µg/ml)
Absorban
Rata-rata
Perulangan pembacaan
Absorbansi
Blanko --- 0,0023 0,0034 0,0017 0,0018
Sampel
Polutan
Kawasan
Padat
Kendaraan
Bermotor
0,00028 0,0021 0,0021 0,0018 0,0022
Blanko --- 0,0008 0,0005 0,0011 0,0007
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengujian Laboratorium Pengukuran
Tingkat Konduktivitas pada Polutan Isolator
Berdasarkan uji laboratorium pengukuran
tingkat konduktifitas isolator akibat polutan yang telah
dilakukan pada sampel polutan di tiga wilayah yang
telah ditenyukan yaitu kawasan Industri, kawasan
pantai, kawasan padat kendaraan bermotor, didapat
hasil nilai konduktifitas pada tiap sampel polutan
seperti pada tabel di bawah ini:
4.2.2 Pengujian laboratorium pengukuran
kepadatan timbunan garam ekivalen pada polutan
isolator
Telah disebutkan sebelumnya bahwa jumlah
lokasi pengambilan sampel ditetapkan di tiga lokasi
yang berbeda. Nilai ESDD pada suatu lokasi ditetapkan
dengan menghitung nilai rata-rata ESDD. Setelah harga
rata-rata ESDD pada suatu daerah dihitung, maka:
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
35
Tabel 9 Hasil Pengujian Laboratorium Pengukuran Tingkat Konduktivitas Pada Polutan Isolator
Sampel Polutan
Nilai
Konduktifitas
(S/cm)
Pembahasan
Polutan Kawasan Industri
528,1
Pada sampel polutan isolator kawasan industri nilai daya hantar listrik yang ditimbulkan lebih kecil dari sampel polutan kawasan pantai, hal ini disebabkan karena sebagian besmasukar polutan yang berada pada sekitar kawasan industri tersebut cenderung terkontaminasi oleh zat limbah Industri(Zat-zat yang
mengandung minyak / gas /debu dari hasil kerja industri) dimana zat yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu senyawa yang memiliki daya hantar listrik yang cenderung lebih lemah, hal ini dikarenakan senyawa yang di dalam air terion sebagian atau senyawa tersebut hanya sebagian saja yang berubah menjadi ion dan sebagian yang lainnya masih sebagai molekul senyawa yang terlarut. sehingga menghalangi ion-ion yang akan menghantarkan listrik, dan menyebabkan zat tersebut tidak dapat menghantarkan listrik dengan sempurna
Polutan
Kawasan Pantai 543,2
Pada sampel polutan isolator kawasan pantai memiliki nilai daya hantar listrik
yang lebih besar, hal ini terjadi dikarenakan pada kawasan pantai, polutan di sekitar lingkungan tersebut cenderung telah bercampur dengan kandungan-kandungan zat garam / asam dari air laut yang berada di kawasan pantai tersebut, telah diketahui bersama bahwa asam / garam merupakan salah satu zat larutan elektrolit kuat, hal ini disebabkan karena partikel-partikel yang ada di dalam larutan asam atau garam adalah ion-ion yang bergabung dengan molekul air, sehingga larutan tersebut daya hantar listriknya kuat, selain itu disebabkan karena tidak ada molekul atau partikel lain yang menghalangi gerakan ion-ion untuk
menghantarkan arus listrik, sementara molekul-molekul air adalah sebagai media untuk pergerakan ion.
Polutan
Kawasan Padat
Kendaraan
Bermotor
521,1
Pada sampel polutan kawasan padat kendaraan bermotor daya hantar listriknya lebih kecil dibandingkan dengan sampel polutan isolator kawasan pantai ataupun sampel polutan isolator kawasan industri, hal ini disebabkan sebagian besar polutan pada kawasan padat kendaraan bermotor zat polutannya cenderung tercampur oleh gas karbon dioksida yang hanya mengandung minyak atau oli
disebabkan dari hasil kerja kendaraan bermotor yang digunakan, zat oli atau minyak adalah zat yang memiliki nilai elektrolit atau memiliki daya hantar listrik yang rendah, hal ini disebabkan karena minyak adalah zat yang memiliki ion-ion yang sedikit, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Diperoleh nilai ESDD polutan isolator pada tiga
wilayah lokasi pengambilan sampel polutan tersebut.
Menurut data dari SPLN 10-3B 1993, dan menurut data
dari IEEE (Amerika Serikat), jika ESDD berkisar antara
0,03 s/d 0,06 mg/cm2 maka intensitas polusi
dikategorikan ringan. Hasilnya adalah seperti
ditunjukkan pada tabel di bawah ini,
Tabel 10 Hasil Pengujian Laboratorium Pengukuran
Kepadatan Timbunan Garam Ekivalen Polutan Pada
Isolator.
Sampel Nilai
EESD (Mg/Cm2)
Kategori Polutan
Polutan Kawasan Industri 0,0374 Ringan
Polutan Kawasan Pantai 0,0385 Ringan
Polutan Kawasan Padat Kendaraan Bermotor
0,0369 Ringan
4.2.3 Pengujian Laboratorium Pengukuran
Kepadatan Timbunan Logam (Fe Dan Cu) pada
Polutan Isolator dengan Menggunakan Alat
Spectrafotometer
Pada pengujian laboratorium dengan
menggunakan alat spectrafotomer telah diketahui besar
nilai kandungan senyawa besi (Fe) dan kandungan senyawa tembaga (Cu) dalam larutan polutan yang
telah diambil di tiga kawasan yang berbeda, yaitu
kawasan industri, kawasan pantai, kawasan padat
kendaraan bermotor.
Dari hasil uji laboratorium pengukuran tingkat
konduktifitas polutan yang telah dilakukan sebelumnya
dimana konduktifitas polutan dipengaruhi oleh
kandungan garam, maka dalam percobaan kali ini
diketahui bagian senyawa kandungan besi(Fe) dan
tembaga(Cu), seperti diketahui bahwa besi(Fe) dan
tembaga(Cu) merupakan zat penghantar listrik dan
panas yang paling baik, selain itu besi jika bercampur dengan zat asam dalam kurun waktu tertentu sangat
berpotensi menimbulkan kerak atau korosif, dari
pengukuran kandungan besi dan tembaga dengan
menggunakan alat spectrafotometer, didapat hasil
seperti pada tabel 11 di bawah ini:
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
36
Tabel 11 Hasil Pengujian Laboratorium Pengukuran Kepadatan Timbunan Logam (Fe Dan Cu) Pada Polutan
Isolator Dengan Menggunakan Alat Spectrafotometer.
Sampel Konsentrasi
Kandungan Besi (Fe)
Konsentrasi Kandungan
Tembaga (Cu) Pembahasan
Polutan Kawasan Industri
0,0744 0,00031
Pada sampel polutan kawasan industri memiliki nilai kandungan besi dan tembaga yang paling besar dibanding dengan sampel polutan pada kawasan pantai dan padat kendaraan bermotor, hal ini dikarenakan oleh faktor polutan yang berada di kawasan industri cenderung terkontaminasi oleh hasil limbah kerja industri yang berupa limbah asap dan limbah debu dari berbagai macam bahan-bahan produksi industri yang dapat berupa logam ataupun non
logam maupun dari polutan asap kendaraan seperti truk / kendaraan dengan bahan bakar diesel.
Polutan Kawasan Pantai
0,0631 0,00026
Pada sampel polutan kawasan pantai didapat hasil kandungan besi dan tembaga yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel polutan kawasan industri dan kawasan padat kendaraan bermotor, hal ini disebabkan polutan yang berada di sekitar kawasan pantai tersebut tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang mengandung besi(Fe) dan tembaga(Cu) yang berada di sekitar kawasan pantai
tersebut, sehingga nilai kandungan besi(Fe) dan tembaga(Cu) pada polutan kawasan pantai relatif kecil dibanding polutan pada kawasan industri maupun pada kawasan padat kendaraan bermotor
Polutan Kawasan Padat Kendaraan Bermotor
0,0681 0,00028
Pada sampel polutan kawasan padat kendaraan bermotor, didapat hasil kandungan besi dan tembaga yang lebih besar dari kawasan pantai namun lebih kecil dibanding kawasan industri, hal ini dipengaruhi karena polutan pada kawasan padat kendaraan bermotor, polutannya cenderung terkontaminasi oleh hasil kerja
kendaraan bermotor yang berada di sekitar kawasan tersebut
4.2.4 Ringkasan pembahasan
- Ringkasan pembahasan Pengujian laboratorium pengukuran tingkat konduktivitas pada polutan
isolator
Setelah melakukan pengujian laboratorium
untuk mengukur tingkat konduktifitas polutan pada
isolator dari tiga sampel polutan yang berbeda wilayah
pengambilan sampel polutan, maka didapatkan
ringkasan bahwa sampel polutan pada kawasan pantai
adalah sampel polutan yang memiliki nilai
konduktifitas yang terbesar dibanding dengan sampel
polutan kawasan Industri dan kawasan padat kendaraan
bermotor, hal ini dipengaruhi karena pada kawasan
pantai, polutan di sekitar lingkungan tersebut cenderung telah bercampur dengan kandungan-
kandungan zat garam / asam dari air laut yang berada
di kawasan pantai tersebut, telah diketahui bersama
bahwa asam / garam merupakan salah satu zat larutan
elektrolit kuat, hal ini disebabkan karena partikel-
partikel yang ada di dalam larutan asam atau garam
adalah ion-ion yang bergabung dengan molekul air,
sehingga larutan tersebut daya hantar listriknya kuat,
selain itu disebabkan karena tidak ada molekul atau
partikel lain yang menghalangi gerakan ion-ion untuk
menghantarkan arus listrik, sementara molekul-molekul air adalah sebagai media untuk pergerakan ion.
- Ringkasan pembahasan Pengujian laboratorium
pengukuran kepadatan timbunan garam ekivalen
pada polutan isolator
Setelah melakukan pengujian laboratorium
untuk mengukur tingkat konduktifitas polutan pada
isolator dari tiga sampel polutan yang berbeda wilayah
pengambilan sampel polutan, maka didapatkan ringkasan bahwa sampel polutan pada kawasan pantai
adalah sampel polutan yang memiliki nilai kepadatan
timbunan garam ekivalen yang terbesar dibanding
dengan sampel polutan kawasan Industri dan kawasan
padat kendaraan bermotor, hal ini dipengaruhi karena
polutan kawasan pantai dekat dengan laut, telah
diketahui bahwa air laut sendiri memiliki kandungan
garam yang besar sehingga lingkungan yang berada di
sekitar laut tersebut sangat berpotensi terkontaminasi
oleh zat-zat garam yang terbawa angin dari proses
penguapan air laut tersebut ataupun dari endapan garam
pada air laut tersebut. - Ringkasan Pembahasan Pengujian Laboratorium
Pengukuran Kepadatan Timbunan Logam (Fe
Dan Cu) Pada Polutan Isolator Dengan
Menggunakan Alat Spectrafotometer
Setelah melakukan pengujian laboratorium
untuk mengukur tingkat konduktifitas polutan pada
isolator dari tiga sampel polutan yang berbeda wilayah
pengambilan sampel polutan, maka didapatkan
ringkasan bahwa sampel polutan pada kawasan pantai
adalah sampel polutan yang memiliki nilai
konduktifitas yang terbesar dibanding dengan sampel polutan kawasan Industri dan kawasan padat kendaraan
bermotor, hal ini dipengaruhi karena pada sampel
polutan kawasan industri memiliki nilai kandungan
besi dan tembaga yang paling besar dibanding dengan
sampel polutan pada kawasan pantai dan padat
kendaraan bermotor, hal ini dikarenakan oleh faktor
CYCLOTRON P-ISSN2614-5499
VOLUME 1 NOMOR 2, JULI 2018 E-ISSN2614-5164
37
polutan yang berada di kawasan industri
cenderung terkontaminasi oleh hasil limbah kerja
industri yang berupa limbah asap dan limbah debu dari
berbagai macam bahan-bahan produksi industri yang dapat berupa logam ataupun non logam maupun dari
polutan asap kendaraan seperti truk / kendaraan dengan
bahan bakar diesel.
V. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
Sampel polutan kawasan pantai memiliki nilai
konduktifitas terbesar dibandingkan dengan sample polutan kawasan padat kendaraan
bermotor dan kawasan industri
Sampel polutan kawasan pantai memiliki nilai
timbunan garam ekivalen terbesar dibandingkan
dengan sample polutan kawasan padat kendaraan
bermotor dan kawasan industri
Sampel polutan kawasan industri memiliki nilai
kandungan besi dan kandungan tembaga terbesar
dibandingkan dengan sample polutan kawasan
padat kendaraan bermotor dan kawasan industri.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Arismunandar, 1982, “ Teknik Tegangan Tinggi
Suplemen ”, Jakarta.Penerbit PT Ghalia Indonesia, Jakarta.
[2] Arismunandar, 1984, “ Teknik Tegangan Tinggi”,
Jakarta.Penerbit PT Pradnya Paramita, Jakarta.
[3] Baktir Achmad, 1992, “ Perkiraan Luas Daerah
Penyebaran Polutan Partikular : Studi khasus
Cerobang PT Semen Gresik ”, Laporan penelitian,
PUSLIT ITS
[4] Berahim, Hamzah, 2007, Resin Epoksi Silane
layak untuk Materi Isolator Listrik Tegangan
Tinggi Tropis, www,kapanlagi.com
[5] Cholilurrahman, R. Ahmad dan artanti W.S., Ika,
1996, “ Teknik Pengujian Isolator Pin Post pada SUTM 20 kV “, Registrasi Perpustakaan ITATS,
Surabaya, Nomor : 621.319, 37 dan 000720 / TAE
/ 1996.
[6] Cholilurrahman, R. Ahmad dan Setiawati, indah,
1996, “ Penentuan Bentuk Isolator dan Medan
Listrik pada Tegangan Kerja 6 kV dengan
Persamaan Differensial yang Diperoleh dari
Bantuan Koordinat Parabola “, Registrasi
Perpustakaan ITATS, Surabaya, Nomor :
621.319.37 dan 000902 / TAE / 1996.
[7] Endrianto, Agus, 2003, “ Perbandingan Antara SF6Cb dengan OCB Berbasis Sifat Bahan
Pemadaman “, Tugas Akhir Jurusan Teknik
Elektro, FTI, ITATS, Surabaya.
[8] CIGRE Technical Bulletin 63, 1991, “ Guide to
procedures for estimating the lightning
performance of transmission lines “.
[9] Madagaskar, 1993, “ Pengaruh Unsur Feldspar
Pada Bahan Glasir Isolator Listrik Tegangan
Menengah Terhadap Sifat Mekanik dan Kuat
Tembus Listrik “, www.google.com
[10] Nugrahanti, Asri, 1993, “ Pengaruh Unsur Kwarsa
/ Silika Pada Bahan Glasir Isolator Tegangan Menengah Terhadap Sifat Mekanik Dan Kuat
Tembus Listrik “, Program Studi S-2 Teknik
Material, PPs, UI, Jakarta.
[11] Sirait dan Triyono, 1982, “Pemetaan Polusi Pada
Isolator Listrik di Indonesia”, Makalah pada
Pertemuan Kelompok Tegangan Tinggi di
Jakarta.