perancangan instalasi pengolahan air limbah (ipal
TRANSCRIPT
35
PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK DENGAN SISTEM FREE WATER SURFACE
WETLAND (STUDI KASUS PT. X SURABAYA)
Vilga Frellita Chisi Virginian5, Mochamad Luqman Ashari5, Denny Dermawan5
email: [email protected]
ABSTRAK
PT. X Surabaya adalah perusahaan yang memproduksi semua baja galvanis. PT. X Surabaya belum memiliki instalasi pengolahan air limbah. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh PT. X Surabaya selama enam bulan berkelanjutan pada 2013, aliran air limbah domestik di PT. X Surabaya terdapat amonia yang memiliki laju melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk merancang Instalasi Pengolahan Air Limbah di PT. X Surabaya. Dari hasil rancangan, dipilih metode Wetland Air Permukaan Gratis. Berdasar pada hasil laboratorium, konsentrasi amonia air limbah domestik PT. X Surabaya adalah 12,8 mg / L. Perencanaan dengan Metode Free Water Surface Wetland menghasilkan dimensi (L = 164 m, W = 17 m, D = 0,65m). Menggunakan software SAP 2000 menghasilkan jumlah lapangan saat di sumbu x dan y adalah 8,2014 tonm dan alas saat di sumbu x dan y adalah 3.811 tonm, kemudian dihitung dengan rumus untuk mendapatkan jumlah tulangan dalam arah longitudinal sebagai sebanyak 1,096 buah dan arah melebar sebanyak 116 buah dengan menggunakan batang baja polos dengan diameter 22mm dengan jarak antara tulangan 150mm Kata Kunci: Konsentrasi Amonia, Free Water Surface Wetland, Pengolahan Limbah
ABSTRACT
PT. X Surabaya is a company that produced all of about galvanize steel. PT. X Surabaya has not have wastewater treatment plant. Based on the result of measurement which was done by PT. X Surabaya, six months be continue on 2013, the throwing of domestic wastewater in PT. X Surabaya contained ammonia that its rate was exceed effluent standard which had decided by Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013. The research aim to design Wastewater Treatment Plant at PT. X Surabaya. From the designing, so was chosen Free Water Surface Wetland method. Depend on the result of laboratory, ammonia concentration of domestic wastewater of PT. X Surabaya was 12,8 mg/L. The planning with Free Water Surface Wetland method resulted dimension (L=164 m, W=17 m, D=0,65m). Using of SAP
5 Dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
36
200 software was resulted number of pitch moment at x and y axis is 8,2014 tonm and pedestal moment at x and y axis is 3,811 tonm, then be calculated with a formula to obtain the amount of reinforcement in the longitudinal direction as many as 1.096 pieces and directions widened as much as 116 pieces by using a plain steel bars with a diameter of 22mm with 150mm spacing between reinforcement. Keywords: ammonia concentration, Free Water Surface Wetland, wastewater
Pendahuluan Intensitas kerja yang tinggi menyebabkan jumlah limbah yang dihasilkan oleh PT X Surabaya juga tinggi.Namun, karena belum tersedianya IPAL, limbah domestik yang dihasilkan langsung dibuang ke badan air. Berdasarkan hasil yang keluar, 6 bulan terakhir dalam tahun 2013 parameter untuk ammonia menunjukkan hasil yang melebihi baku mutu. Untuk dapat mengendalikan parameter-parameter agar tidak melebihi ambang batas sebelum dibuang ke badan air, limbah domestik cair harus diolah terlebih dahulu.Metode yang akan digunakan dalam perancangan ini adalah Free Water Surface.
Kajian Pustaka Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah dibagi menjadi 3 macam yakni: 1. Secara Fisik. Perubahan yang
ditimbulkan parameter fisika dalam limbah cair antara lain padatan, kekeruhan, bau, temperatur, daya hantar listrik, dan warna
2. Secara Kimia. Secara umum sifat air dipengaruhi oleh bahan senyawa organik, anorganik, dan logam
3. Secara Biologi. Karakteristik limbah secara biologis menggunakan mikroorganisme dalam prosesnya.
Perhitungan Debit Air Limbah Perhitungan debit air limbah yang
keluar dapat menggunakan 2 cara, yakni: 1. Pengguanaan air tiap bulan dapat
digunakan untuk menghitung debit air limbah karena, sekitar 60% sampai dengan 90% penggunaan air akan menjadi limbah.
2. Dengan menggunakan tabel dibawah ini. Tabel 1 Tipikal Debit Air Limbah
dari Tempat Komersil
Source Unit
Flowrate (L/unit.d)
Range Typica
l Airport Passenger 11-19 15 Apartment Bedroom 380-570 450 Automobile service station
Vehicle served Employee
30-57 34-57
40 50
Bar/cocktail lounge
Seat Employee
45-95 38-60
80 50
Boarding house
Person 95-250 170
Conference center
Person 40-60 30
Department store
Toilet room Employee
1300-2300 30-57
1500 40
Hotel Guest Employee
150-230 30-57
190 40
Industrial building
Employee 57-130 75
Laundry Machine Customer
1500-2100 170-210
1700 190
37
Mobile home park
Unit 470-570 530
Motel (with kitchen)
Guest 210-340 230
Motel (without kitchen)
Guest 190-290 210
Office Employee 26-60 50 Public lavatory
User 11-19 15
Restaurant (conventional)
Customer 26-40 35
Restaurant (with bar)
Customer 34-45 40
Shopping center
Employee Parking space
26-50 4-11
40 8
Theatre (indoor)
Seat 8-15 10
(Sumber : Metcalf & Eddy, 2003) Tahapan Pengolahan Air Limbah Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi.Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah untuk mengurangi polutan organik dan anorganik dalam limbah cair ke level dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan senyawa toksik dapat dieliminir. Tahapan pengolahan air limbah dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu primary treatment, secondary treatment, dan tertier treatment apabila diperlukan. Wetland Wetland adalah suatu lahan yang jenuh air dengan kedalaman air tipikal yang kurang dari 0,6 m yang mendukung pertumbuhan tanaman air emergent misalnya Cattail, bulrush, umbrella plant, dan canna (Metcalf and Eddy, 1991).Secara umum sistem pengolahan limbah dengan Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan (Surface FlowConstructed Wetland) atau FWS
(Free Water System) dan sistem aliran bawahpermukaan (Sub-Surface Flow Constructed Wetland) atau sering dikenal dengansistem SSF-Wetlands (Leady, 1997). Perbedaan sistem aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Tipe Aliran Lahan Basah
Buatan (Sumber: Supradata, 2005)
Tabel 2 Kelebihan dan Keterbatasan
Pengolahan Air Limbah dengan Constructed Wetland
Kelebihan Keterbatasan
Pemilihan lokasi lebih fleksibel
Area yang dibutuhkan relatif luas
Biaya pembuatan dan pembuatan dan operasi rendah
Adanya kehilangan air karena penguapan
Kebutuhan energi relatif redah
Ada kemungkinan menjadi tempat
38
berkembang biak nyamuk dan agen penyakit lainnya
Pengoperasian dan pemeliharaan relatif murah
Terdapat kemungkinan timbulnya bau yang kurang sedap
Ada kemungkinan dijadikan sebagai habitat untuk kehidupan liar
(Sumber: Adaptasi dari Pescod, 1992, Polpasert et al., 2001, dan Veenstra, 2000) Free Water Surface System (FWS) Pada sistem FWS, aliran air berada di atas dasar wetland, dan akar tanaman berada pada lapisan endapan dasar kolom air. Wetland memiliki efisiensi penghilangan suspensi padat pada kolom air yang cukup besar.Materi-materi yang tersuspensi di kolom air dapat terdiri dari banyak macam kontaminan, seperti nutrien, logam berat, atau ikatan fisika atau kimia.
Gambar 2 Free Water Surface (Sumber: http://ucanr.edu.com, 2014)
Tipe Free Water Surface dipilih pada perancangan instalasi pengolahan air limbah ini dikarenakan memiliki kelebihan sebagai berikut.
1. Sebagian besar jenis tanaman sesuai untuk tipe Free Water Surface
2. Efektif untuk menghilangkan logam-logam berat yang terlarut dalam limbah cair
3. Praktis, karena tidak membutuhkan tenaga operator yang terlatih
4. Manfaat wetland tidak hanya dapat digunakan menjadi instalasi pengolahan air limbah saja namun juga dapat berfungsi sebagai: - Meningkatkan kualitas air melalui
asimilasi dan transformasi sedimen, nutrisi dan polutan lainnya
- Sebagai tempat penyimpanan air dan rendaman banjir Sebagai estetika, rekreasi, komersial, dan media pendidikan
Desain Free Water Surface Wetland Parameter desain yang sangat penting untuk sistem constructed wetland adalah waktu detensi hidrolis, kedalaman bak (panjang dan lebar), laju beban BOD5, dan laju beban hidrolis. Tabel 3 Panduan Desain Untuk Constructed Wetland Paramater
desain
Unit
Tipe sistem
FWS SFS
Hydraulic detention time Water depth BOD5 loading rate Hyraulic loading rate Specific area
day
ft
lb/acre Mgal/acre.d
Acre/(Mgal/
d)
4 – 15
0,3 – 2,0
< 60 0,015 – 0,050
67 – 20
4 – 15
1,0 – 2,5
< 60 0,015 –
0,05 67 – 20
(Sumber : Metcalf & Eddy, 2003) 1. Hydraulic Detention Time
Untuk desain sistem FWS dalam mendapatkan penyisihan BOD, disyaratkan waktu detensi yang dapat diestimasi melalui persamaan orde satu berikut (Metcalf & Eddy, 1991) :
exp 0.7 .
Dimana :
39
Ce= konsentrasi efluen BOD5, mg/L Co= konsentrasi influen BOD5, mg/L A= fraksi BOD5 yang tidak
tersisihkan sebagai padatan yang mengendap pada bagian hulu dari sistem
0.7 = kostanta empiris KT= konstanta ketergantungan pada temperatur, d-1 Av=permukaan area yang spesifik
untuk aktivitas Mikrobiologi, ft2/ft3
t = waktu detensi hidrolis, d Waktu detensi hidrolis adalah sebuah fungsi dari debit desain dan sistem geometri yang diekspresikan oleh persamaan berikut (Metcalf & Eddy, 2003):
Dimana L = panjang basin, ft W= lebar basin, ft n = fraksi dari area cross-section
yang tidak terdapat tumbuhan d = kedalaman basin, ft Q = debit rata-rata yang melalui
sistem [(Q in + Q out)/2], ft3/d Nilai-nilai di bawah ini telah
diestimasi berdasarkan kedua persamaan di atas, meskipun demikian nilai-nilai di bawah ini sangat terbatas penggunaannya (Metcalf & Eddy, 2003). A= 0,52 KT= K 1,1 , T dalam ( °) K20= 0,0057 d-1 Av= 4,8 ft2/ft3 (15,7 m2/m3) N= 0,75 Nilai luas permukaan basin (As) dapat ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini (Metcalf & Eddy, 2003) :
ln ln ln
Dimana As = luas permukaan FWS
wetland,m2(ft2) KT = K20 (1,06)(T-20)
K20 = 0,2779 d-1 n = 0,65 – 0,75 A = 0,52 (efluen primer) = 0,7 – 0,85 (efluen sekunder) = 0,9 (efluen tersier) Sedangkan waktu detensi (T) untuk sistem FWS dapat diperoleh dari persamaan di bawah ini (Metcalf & Eddy, 2003) :
exp
2. Kedalaman Air
Untuk sistem FWS, area permukaan (L x W) telah ditentukan oleh desain waktu detensi dan kedalaman.Bentuk basin dengan performansi yang superior, memiliki panjang dan dangkal, dengan rekomendasi rasio panjang terhadap lebar paling sedikit 10 : 1 (Prayatni, 2011).
3. BOD5 Loading Rate Beban BOD5 harus dibatasi, sehingga kebutuhan oksigen untuk air buangan tidak melebihi kapasitas transfer oksigen oleh vegetasi wetland. Rentang estimasi laju transfer oksigen untuktanaman yang terendam adalah 45 sampai 400 lb/acre.d (5 – 45 g/m2.d) dengan nilai tipikal 180 lb/ac.d (20 g/m2.d).
4. Hydraulic-Loading Rate (HLR) Rentang hydraulic-loading rate yang digunakan untuk perancangan adalah dari 15.000 hingga 55.000 gal/acre.d (150 – 500 m3/ha.d).Area spesifik yang dibutuhkan adalah sebesar 20 hingga 65 acres/Mgal.d (2,1 – 6,9 ha/103 m3.d). Berdasarkan Sherwood C. Reed dan Ronald W.
40
Crites, 1995, persamaan untuk menentukan Hydraulic-Loading Rate adalah:
Dimana Q= debit air limbah yang masuk (m3/d) A= luas area (ha)
5. Amonium Removal 0,193 1,55 ln 1,75
Dimana Nt= jumlah ammonium yang hilang (mg/L) No= jumlah ammonium awal (mg/L)
Tanaman Tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes). Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya di dalam air kurang mencukupi tetapi mempunyai respon terhadap konsentrasi unsur hara yang tinggi. Eceng gondok juga mampu menjernihkan atau menurunkan kekeruhan suatu perairan hingga 120 mg. Bagian dinding permukaan akar, batang, dan daunnya memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada kedalaman yang eksterm sampai 8 meter di bawah permukaan air masih mampu menyerap sinar matahari serta zat-zat yang larut di bawah permukaan air.
Berdasarkan penelitian yang telah ada, eceng gondok mampu menurunkan kadar ammonia sebesar 58% saat diterapkan pada limbah cair rumah potong ternak (Sumarno, 1990). Penelitian lain menyebutkan eceng gondok muda mampu menyerap konsentrasi ammonia sebesar 94,13% dengan waktu kontak selama 6 hari, dan eceng gondok tua mampu menyerap
konsentrasi ammonia sebesar 98,48% dengan waktu kontak selama 6 hari (Badrus dan Endro, 2006).
Jumlah eceng gondok yang digunakan adalah setiap 6 liter media kultur, terdapat eceng gondok basah sebanyak 5 gr/l atau 30 gram (Nurma dkk,).
Perhitungan Sipil
Perhitungan sipil ini dilakukan untuk menghitung jumlah kebutuhan baja tulangan yang digunakan untuk membangun Free Water Surface ini.Dalam pehitungan sipil ini digunakan software SAP 2000 untuk membantu dalam menghitung besar momen pada perancangan ini.
Kebutuhan tulangan dapat diperoleh berdasarkan kesetimbangan momen kopel antara tarik baja dan desak beton yang jaraknya z. Berikut adalah rumus mencari As kebutuhan.
As =∅ ,
Dimana: = diameter tulangan (cm) a = berat jenis beton (kg/cm3) d = lebar efektif (cm) As kebutuhan selanjutnya harus
dibandingkan dengan As perancangan. Hasil dari As perancangan harus lebih besar daripada As kebutuhan agar memasuki faktor aman. Berikut adalah rumus mencari As perancangan.
As =, ∅
As kebutuhan < As perancangan Aman Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT X Surabaya dengan menggunakan sistem Free Water Surface Wetland.Parameter ini diambil dari Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013, air yang diperuntukkan sebagai air baku air minum termasuk dalam air
41
kelas satu.Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengujian sample air limbah
Perhitungan debit air limbah per hari
Perhitungan free water surface wetland
Perhitungan sipil
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Hasil dan Pembahasan Pengumpulan Data
Sample limbah diambil pada titik pertemuan dari keseluruhan outlet, lalu di ujikan ke laboratorium. Hasil menunjukkan kadar ammonia pada limbah sebesar 12,82 mg/L.
Pengolahan Data 1. Perhitungan debit per hari
Berdasarkan perhitungan penggunaan air PDAM selama 6 bulan terakhir dimulai dari bulan Juli 2013 – Desember 2013, diperoleh pemakaian tertinggi adalah pada bulan Oktober yakni 3187 m3. Jadi pemakaian rata-rata perhari adalah: Qday = Qmonth :hari kerja efektif x 80% Qday = 3187m3 : 26 x 80% Qday = 98,06153 m3/hari 2. Konstanta ketergantungan pada
temperatur KT = 〖K20 (1.1)〗^((T-20)) KT= 〖0,0057 (1.1)〗^((30-20)) KT = 0,0147843
3. Luas permukaan Free Water
Surface
ln ln ln
98,06153 ln 19,00 ln 8,5 ln 0,52
0,0147843 0,5 0,75
2661,0151 m2
4. Lebar Free Water Surface Rekomendasi rasio panjang
terhadap lebar paling sedikit 10 : 1, maka: W √ ∶ 10
W 2661,0151 ∶ 10 W=16,312618 m 17 m 5. Panjang Free Water Surface L =As∶W L =2661,0151∶16,312618 L =163,12618 m 164 m 6. Waktu detensi
2661,0151 0,75 0,598,06153
10,176067hari 7. Hydraulic Loading Rate
98,061530,266102
368,51174 m3/Ha.d
8. Ammonia removal 0,193 1,55 ln 1,75 0,193 12,82
1,55 ln 368,511741,75
9,8839425mg/L 9. Specific area
0,26610298,06153
42
0,0027136 Ha.d/m3 10. Ammonia Removal oleh Eceng
Gondok Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Badrus Zaman dan Endro Sutrisno, eceng gondok muda mampu menyerap konsentrasi ammonia sebesar 94,13% dengan waktu tinggal selama 6 hari. Maka besar ammonia akhir adalah: Nt=94,13%×No Nt=94,13%×12,82mg/L Nt=12,067466mg/L Nakhir=No-Nt Nakhir=12,82 mg/L-12,067466mg/L Nakhir= 0,752534 mg/L
11. Jumlah Eceng Gondok
Jumlah eceng gondok yang digunakan adalah setiap 6 liter media kultur, terdapat eceng gondok basah sebanyak 5 gr/l atau 30 gram, maka: Jumlah eceng gondok=5×Q Jumlah eceng gondok=5×98061,53 L/hari Jumlah eceng gondok=490307,65 gram Jumlah eceng gondok=490,3076 kg
Asumsi penurunan ammonia menngunakan hasil perhitungan berdasarkan ammonia removal oleh eceng gondok yaitu sebesar 12,067466 mg/L dikarenakan hasil itu lebih mendekati kondisi penurunan factual di lapangan.
Berikut adalah Gambar 4 yakni detail IPAL Free Water Surface tampak atas dan Gambar 5 yakni detail IPAL Free Water Surface tampak samping:
Gambar 4 yakni detail IPAL Free Water Surface tampak atas
43
Gambar 5 yakni detail IPAL Free Water Surface tampak samping
12. Perhitungan Sipil
Pada desain IPAL ini direncanakan sebagai berikut: - Panjang kolam (P) = 164 m - Lebar kolam (L) = 17 m - Kedalaman kolam (h) = 0,5 m - Free board = 0,15 m - Tebal beton = 0,2 m - fc beton = 25 MPa - berat jenis beton pracetak = 2400 kg/m3 - beban hidup (LL) = 100 kg/m2 - beban mati (air) (DL) = 1000 kg/m3
Khusus untuk plat dasar kolam beban ditambahkan dengan beban air, yakni: DL = × h DL = 1000 kg/m3×0,5 m DL = 500 kg/m2 Dan 100 kg/m2 untuk LL
Dari data-data yang telah dihitung diatas, kemudian pembebanan dapat dimasukkan ke software SAP 2000 untuk mencari momen tumpuan dan momen lapangan terbesar yang digunakan untuk mencari tulangan. Pada software SAP 2000 juga akan dimasukkan kombinasi beban sebagai berikut:
Kombinasi 1 = 1,4 DL Kombinasi 2 = 1,2 DL + 1,6 LL
Dari perhitungan pembebanan diatas, akan diperoleh besarnya momen tumpuan dan momen lapangan yang dapat diperoleh melalui software SAP 2000. Berikut adalah gambar 6 dan gambar 7 yang akan menunjukkan besarnya momen tumpuan (Mt) pada koordinat X dan Y serta momen lapangan (Ml) pada koordinat X dan Y.
44
Gambar 6 Grafik Besar Momen Pada Kombinasi 1
Gambar 7 Grafik Besar Momen Pada Kombinasi 2
Besar momen lapangan dan momen tumpuan pada koordinat X dan Y pada kombinasi 1 adalah: Mlx = 8,204 tonm Mly = 8,204 tonm Mtx = 3,811 tonm Mty = 3,811 tonm Sedangkan besar momen lapangan dan momen tumpuan pada koordinat X dan Y pada kombinasi 2 adalah: Mlx = 6,938 tonm Mly = 6,938 tonm Mtx = 3,096 tonm Mty = 3,096 tonm Jumlah meshing dari perencanaan menggunakan software SAP diatas adalah 20 arah X dan 20 arah Y. maka besaran tiap meshing adalah Arah X = 17 m : 5 Arah X = 3,4 m
Arah Y = 164 m : 20 Arah Y = 8,2 m Jadi, besaran tiap meshing adalah 3,4 m × 8,2 m 13. Perhitungan Kebutuhan Tulangan
Pada penelitian ini direncakan ketebalan plat sebesar 20 cm dan d sebesar 16 cm, serta menggunakan baja tulangan polos dengan diameter 10 mm.
Momen pada kombinasi 1 yang dipakai dalam perhitungan kebutuhan tulangan ini karena lebih besar dari kombinasi 2.Maka As kebutuhan dapat dihitung sebagai berikut: - Mlx = 8,204 tonm = 820.400 kgcm As=820.400/(1×2400×0,9×16)=23,74cm2
- Mly = 8,204 tonm = 820.400 kgcm
45
As =820.400/(1×2400×0,9×16) = 23,74 cm2
- Mtx = 3,811 tonm = 381.100 kgcm As =381.100/(1×2400×0,9×16) = 11,03 cm2
- Mty = 3,811 tonm = 381.100 kgcm As = 381.100/(1×2400×0,9×16) = 11,03 cm2
Pada perencanaan ini akan digunakan baja tulangan polos dengan diameter 16 mm dengan jarak 80 mm. maka As perencanaannya adalah sebagai berikut: - Mlx
As = , ∅
As = ,
As = 2513,27 mm2 = 25,13 cm2 OK
- Mly
As = , ∅
As= ,
As = 2513,27 mm2 = 25,13 cm2 OK
- Mtx
As = , ∅
As = ,
As = 2513,27 mm2 = 25,13 cm2 OK
- Mty
As = , ∅
As = ,
As = 2513,27 mm2 = 25,13 cm2 OK Maka, total kebutuhan tulangan
adalah sebagai berikut: Kebutuhan tulangan arah memanjang = Panjang total IPAL ÷ jarak antar tulangan = 164400 mm ÷ 80 mm = 2055 buah Kebutuhan tulangan arah melebar
= Panjang total IPAL ÷ jarak antar tulangan = 17400 mm ÷ 80 mm = 217,5 buah 218 buah Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah:
1. Dari hasil pengujian sampling besar konsentrasi ammonia limbah domestik pada PT. X Surabaya adalah 12,82 mg/L.
2. Perhitungan teknis rancangan IPAL di PT. X Surabaya di dapatkan hasil bahwa Free Water Surface Wetland Constructed mempunyai dimensi panjang 164 meter dan lebar 17 meter dengan kedalaman 0,5 meter dan free board 0,15 meter. Jadi, total kedalamannya adalah 0,65 meter.
3. Perhitungan sipil rancangan IPAL di PT. X Surabaya di dapatkan momen lapangan pada sumbu x dan y adalah sebesar 8,204 tonm dan momen tumpuan pada sumbu x dan y adalah sebesar 3,811 tonm. Dari besarnya momen, didapatkan kebutuhan tulangan dengan diameter sebesar 16 mm dengan jarak 80 mm dengan jumlah tulangan arah memanjang sebesar 2055 buah dan jumlah tulangan arah melebar sebesar 218 buah.
Daftar Pustaka [1] Catharina, A. Wibisono G. (2013).
Pengolahan Limbah Domestik Dengan Teknologi Taman Tanaman Air (Constructed Wetland). Indonesian Green
46
Technology Journal. Vol 2, No 2, pp.1-8
[2] Eddy. Metcalf. (2003). Waste water Engineering Treatment and Reuse, Fourth Edition, New York : McGrawHill.
[3] Dwi, E. (2006). Pertumbuhan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Mart. Solm) Pada Air Bekas Penambangan Batubara. Jurnal Hutan Tropis,No 18,pp.94-103
[4] Fibrian, N. Rya, H. Izzati, M, (2013). Metode Pengolahan Effluent Limbah Sistem Vertical dan Horizontal Sub Surface Flow Wetland Terhadap Pengurangan Nitrit dan Amonia di PT. Phapros Semarang.Proseding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Semarang
[5] Juwita, N., Nurhidayati, T., Indah, K, Profil protein Kiambang (Salvania molesta) yang Dikulturkan Pada Media Modifikasi Air Lumpur Sidoarjo. pp.2-15
[6] Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur
[7] Ratnani, R. (2012). Kemampuan Kombinasi Eceng Gondok dan Lumpur Aktif Untuk Menurunkan Pencemaran Pada Limbah Cair Industri Tahu. Momentum,Vol 8, No 1,pp.1-5
[8] Ronald, W. Daniel, C. Andrew, P. Jeffrey, D. Tchobanoglus, G.(1988). Design Manual Constructed Wetland and Aquatic Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment. U.S: Center for Environmental Research Information
[9] Ronald, W. Daniel, C. Andrew, P. Jeffrey, D. Tchobanoglus, G.(2000). Design Manual Constructed Wetland and Aquatic Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment. U.S: Center for Environmental Research Information
[10] Rossiana, N. Supriatun, T. Dhahiyat, T.(2007) Fitoremediasi Limbah Cair dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) dan Limbah Padat Industri Minyak Bumi dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza
[11] Zaman, B. Sutrisno, E.(2006). Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan umur dan Lama Kontak. Jurnal Presipitasi. Vol 1, No 1, pp.1-6