perancangan sistem monitoring temperature ruang rawat inap secara real-time
DESCRIPTION
Skripsi S1TRANSCRIPT
RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING
RESPON PERUBAHAN SUHU
PENGKONDISIAN UDARA PADA RUANG
RAWAT INAP
(Studi Kasus: RSUP Dr Sardjito)
Eki Farlen
Jurusan Teknik Fisika FT UGM
Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA Intisari- Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang penting guna mendapatkan kenyamanan pasien.
Setiap ruangan ber-AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan oleh tidak meratanya distribusi suhu di dalam
ruangan tersebut. Oleh karena itu dirancang suatu sistem monitoring respon perubahan suhu AC secara real time dengan
menempatkan sensor suhu di titik zona nyaman pasien di Ruang Rawat Inap RS. Sardjito guna mengetahui keadaan pasien apakah
selalu terjaga dalam zona kenyamanan termal yang mengacu pada standard ASHRAE, SNI 03-6572-2001, dan Pedoman teknis tata
udara rumah sakit.
AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas 2 PK atau setara dengan 5275 Watt sudah cukup efisien
mendinginkan ruangan yang berukuran 35,2 m2 mengingat beban puncak panas sensibel dan laten yang diperkirakan pada ruang
tersebut tidak jauh lebih besar melebihi kapasitas AC, yaitu sebesar 6230,51 Watt. Ketiga zona pengukuran berada pada zona
kenyamanan termal pasien dan hasil pengujian respon set-point tetap dengan variasi pengaturan kecepatan fan AC menunjukkan
bahwa suhu ruangan rata-rata dengan beban panas sebesar 2100 Watt mencapai keadaan steady pada suhu 24oC di menit ke-14.
Panas total sensibel dan laten sebesar 3139 Watt yang dibangkitkan selama pengujian respon gangguan internal mengakibatkan
kenaikan suhu ruangan hingga 25,2 oC, ruangan masih dalam zona nyaman standard SNI karena masih berada pada rentang suhu
22,8oC hingga 25,8
oC.
Kata Kunci : monitoring suhu, zona nyaman, pengkondisian udara, beban pendinginan
Abstract- Air conditioning in hospitals have an important role to obtain the patient's comfort. Each air-conditioned room will
feel uncomfortable if one of them caused by the uneven of room temperature distribution. Therefore, writer designed system
monitoring of air conditioning temperature response change in real time by placing a temperature sensor at some point of comfort
zone in Inpatient room of Sardjito Hospital to determine whether the patient's condition is always maintained in the thermal comfort
zone which refers to the ASHRAE standard, SNI 03-6572-2001, and technical guidelines HVAC hospital.
AC which used in VIP wards have capacity amount 2 PK or equivalent to 5275 Watt have enough efficient to cool the room
the size of 35,2 m2 because total peak of sensible and latent heat expected in the space not much bigger than the capacity of AC,
equal to 6230,51 Watt. The three sensor of the measurement were located around thermal comfort zone and the result of response
testing of set-point fixed with variation of AC fan speed settings show that the average temperature of the room with a cooling load
amount 2100 Watts reach steady state at a temperature of 24oC in the 14th minute. Total of Sensible and latent heat amount 3139
watts that are generated during the testing of internal disturbance response resulted in increasing of room temperature from 24oC till
25,2°C , the room still at comfort zone because still in SNI standard temperature range between 22,8oC to 25,8
oC.
Keyword : temperature monitoring, comfort zone, air conditioning, cooling load
I. PENDAHULUAN
Studi menunjukkan bahwa pasien dalam lingkungan
terkendali umumnya memiliki penyembuhan fisik lebih cepat
daripada pasien dalam lingkungan yang tidak terkendali. Perbedaan tindakan terhadap beberapa penyakit
mengakibatkan setiap ruangan membutuhkan pengkondisian
udara yang berbeda-beda untuk menghindarkan penularan
penyakit dan temperatur ruangan yang tepat untuk penyakit
yang berbeda. Pengkondisian udara di rumah sakit
mempunyai peran yang penting guna memperoleh
kenyamanan termal pasien. Pengaturan kenyamanan
lingkungan dibantu dengan menggunakan sistem
pengkondisian udara dimana suhu ruangan adalah faktor yang
paling berpengaruh dalam parameter pengkondisian udara [1]. Faktor-faktor ketidaknyamanan termal ruangan dijelaskan
dalam ASHRAE, HVAC Design Manual for Hospitals and
Clinics, 2003 [2], di antaranya temperatur, kelembaban,
aktivitas, pakaian, kecepatan udara, dan kualitas udara.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,
permasalahan dalam penelitian ini adalah setiap ruangan ber-
AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan
oleh tidak meratanya distribusi suhu di dalam ruangan
tersebut. Oleh karena itu dirancang suatu sistem monitoring
respon perubahan suhu AC secara real time dengan
menempatkan sensor suhu di titik zona nyaman pasien di
Ruang Rawat Inap RS. Sardjito guna mengetahui keadaan
pasien apakah selalu terjaga dalam zona kenyamanan termal yang mengacu pada standard ASHRAE, SNI 03-6572-2001,
dan Pedoman teknis tata udara rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun
sistem monitoring respon perubahan suhu pengkondisian
udara pada zona nyaman pasien guna menjaga kondisi pasien
di dalam ruangan setiap waktu.
II. STUDI PUSTAKA
Sendi Surya (2006) menganalisa perhitungan
kapasitas penyejuk udara yang detail guna mendapatkan
efisiensi energi dan nilai ekonomis, dengan meminimalisasi besar kapasitas sistem penyejuk udara tersebut sesuai dengan
kebutuhan menggunakan software Microsoft Excel dan
Borland Delphi 7. Untuk kondisi beban pendinginan ruangan
yang lebih besar dari kapasitas sistem penyejuk udara, akan
memakan waktu lama untuk mencapai suhu standar
kenyamanan (24oC pada kelembaban 50% sampai 26oC pada
kelembaban 70%). Hal ini sangat mempengaruhi kenyamanan
penghuni ruangan. Sebaliknya, jika kapasitas sistem penyejuk
yang terpasang telah sesuai dengan beban kalor maksimum
yang terdapat dalam ruangan, maka sistem dapat dengan
mudah mencapai suhu standar kenyamanan [3].
Gbr. 1 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang[6]
Chandra Thomas Saragih (2011), telah merancang
bangun dan melakukan pengujian evaporator untuk pengkondisian udara pada ruangan hotel dengan memasang
sensor suhu di beberapa titik ruangan [4]. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa respon perubahan suhu udara di setiap
lokasi titik ruangan berbeda-beda, di dalam suatu ruangan
yang berukuran 22,932 m2 dengan range suhu antara 22oC s/d
25oC. dan untuk lokasi titik pengukuran yang berdekatan
memiliki perbedaan suhu yang sedikit.
III. DASAR TEORI
III.1 Konsep Kenyamanan Termal
Rasa nyaman sangat dipengaruhi oleh suhu udara di
dalam ruangan. Rasa nyaman dapat diperoleh apabila suhu
berkisar antara 75°F atau sekitar 23°C pada kelembaban 50% sampai 78°F atau sekitar 26°C pada kelembaban 70%, nilai
diatas merupakan rekomendasi dari ASHRAE Handbook of
Fundamentals [6]. Rekomendasi dari Standar Nasional
Indonesia (SNI) 03-6572-2001, menyebutkan bahwa daerah
kenyamanan suhu untuk daerah tropis antara temperatur
efektif 22,8°C- 25,8°C [7] .
Standar kenyamanan ASHRAE Handbook of
Fundamentals tahun 1981 mendeskripsikan efek kesehatan
dari pengkondisian udara yang berkaitan dengan kelembaban
ruangan. Ruangan yang memiliki kelembaban relative (RH)
antara 50-70%, merupakan standar kenyamanan yang terbaik bagi rumah, perkantoran, dan jenis hunian lainnya sedangkan
Ruangan yang memiliki kelembaban relative (RH) di bawah
50%, merupakan daerah yang terlalu kering, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernafasan [3].
II.2 Beban Pendinginan
Perhitungan beban kalor tiap ruangan merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan kapasitas
pendinginan yang dibutuhkan, sehingga harus dilakukan
dengan hatihati dan sangat cermat pada setiap komponen
beban. Perhitungan beban pendinginan yang cermat akan
dapat menjamin diperhatikannya sebanyak mungkin peluang
penghematan energi pada tahap perencanaan.[9]
III.2.1 Beban Pendinginan Eksternal
Beban pendinginan selubung bangunan adalah
komponen beban pendinginan bangunan yang dipengaruhi
oleh proses perpindahan panas dari atau ke lingkungan
melalui selubung bangunan.
III.2.1.1 Panas dari Atap, Partisi, dan Lantai
Panas yang masuk melalui atap, partisi, dan lantai
dapat dihitung dengan Persamaan 3.1
(3.1)
Dimana A adalah luas permukaan dinding (m2), U
adalah nilai transmittansi (W/m2K), dan = Selisih suhu
dalam dan luar ruangan (Kelvin) (Tr – To). Nilai U pada
setiap dinding memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung
dari jenis bahan materialnya.
III.2.1.2 Radiasi yang Menembus Kaca
Panas terbesar yang masuk melalui kaca adalah melalui radiasi langsung jika dibandingkan melalui konduksi.
Dirumuskan dengan Persamaan 3.2
(3.2)
SCL digunakan untuk menghitung rerata besarnya
solar radiasi yang masuk ke dalam ruangan memanaskan
ruangan dan melepaskan panasnya dalam bentuk sensible
heat. Shading koefisien (SC) digunakan untuk menentukan
seberapa banyak cahaya yang masuk, setiap kaca memiliki
nilai yang berbeda[9].
III.2.1.3 Melalui Konduksi Atap, Dinding, dan Jendela
Konduksi melalui atap, dinding, dan jendela dapat
dihitung dengan Persamaan 3.3.
(3.3)
Di mana U adalah koefisien transfer panas (W/m2K),
A luas permukaan dinding/atap (m2), CLTD adalah Cooling
Load Temperature (F). CLTD adalah cooling load temperatur
difference ditampilkan pada Tabel 30 dan Tabel 32 Bab 28
ASHARE .
III.2.2 Beban Pendinginan Internal
Dalam perhitungan ini diperkenalkan konsep CLF
(cooling load factor) di mana konsepnya sama dengan CLTD
untuk konduksi dan SCL untuk radiasi matahari yaitu
menghitung kapasitas dari ruangan dalam menyimpan panas [5].
III.2.2.1 Panas manusia (Okupansi)
Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu
mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang
dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu
panas sensible dan panas laten.
(3.4)
(3.5)
Panas sensibel dan panas laten pada Persamaan (3.4)
dan (3.5) adalah perkiraan panas yang dikeluarkan manusia
dan sesuai umur dan aktivitasnya. Dimana N adalah jumlah
manusia yang ada di ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table 37 [9].
III.2.2.2 Panas lampu
Panas lampu memberikan kontribusi panas yang
cukup signifikan.
(3.6)
Intensitas lampu (W) dan nilai Ballast factor untuk
lampu fluorescent adalah 1.2 dan lampu non fluorescent 1. Jika suhu ruangan tidak diset pada temperature sama dalam
waktu 24 jam, maka asumsi nilai CLF = 1. Sf = 0,78 [5].
III.2.2.3 Panas peralatan elektronik
Komputer, printer, mesin fax, TV, kulkas, dan
peralatan dapur memberikan kontribusi panas ke dalam
ruangan sama halnya dengan sebuah lampu
(3.7)
(3.8)
ASHRAE juga memberikan standard nilai panas
yang dibangkitkan dari beberapa peralatan (2001 ASHRAE
Fundamentals, Chapter 29, and Tables 8, 9, & 10) [9].
III.3. USB 1208 LS
USB 1208LS mempunyai 8 masukan analog, dua
keluaran analog 10bit, 16 koneksi I/O digital, dan satu
counter eksternal 32-bit. USB 1208LS disuplai + 5 volt dari
USB komputer, tidak ada tenaga luar yang dibutuhkan.
Masukan analog USB 1208LS adalah perangkat lunak yang
dapat dikonfigurasikan delapan masukan 11 bit single-ended,
atau empat masukan diferensial 12 bit [13].
Gbr. 2 USB 1208 LS
USB 1208 dapat dihubungkan sampai delapan
hubungan masukan analog ke sekrup terminal terdiri pin 1
sampai 20 (CH0 IN sampai CH7 IN) konfigurasi kanal
masukan analog seperti kanal delapan single ended atau
empat kanal differensial. Ketika dikonfigurasikan untuk mode single ended, masing masing masukan analog memiliki
resolusi 11 bit, dalam kaitan dengan pembatasan yang
dikenakan oleh pengubah analog ke digital [14].
III.4. Sensor LM 35
Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam penelitian
ini berupa komponen elektronika-elektronika yang diproduksi
oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan
tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan
sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran
impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga
dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.
Gbr. 3 IC LM 35
IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas
dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output
tegangan keluaran sangat linear terhadap perubahan suhu.
Sensor ini berfungsi sebagai pegubah dari besaran fisis suhu
ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi
kenaikan tegangan sebesar 10 mV [23]. Gambar 3.3.
menunjukan bentuk dari LM35 tampak depan dan tampak
bawah. 3 pin LM35 menujukan fungsi masing-masing pin
diantaranya, Pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja
dari LM35, Pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan
keluaran atau Vout dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai
dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang
dapat digunakan antara 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran
sensor ini akan naik secara liniear sebesar 10 mV setiap
derajat celcius, seperti tampak pada Gambar 3.4.
III.5. Matlab Akuisisi Data
Perangkat akuisisi data atau Data Acquitition
Toolbox terdiri dari 3 komponen yang berbeda: M-file
function, data acquition engine, dan hardware driver adaptor
[22]. Seperti pada Gambar 3.5, komponen-komponen ini
memperbolehkan untuk melakukan pertukaran data antara
perangkat keras akuisisi data dengan MATLAB.
Gbr. 4 Komponen matlab akuisisi data
Gambar 3.5. menggambarkan bagaimana informasi mengalir dari satu komponen ke komponen yang lain,
informasi terdiri dari Property value yang dapat
mengendalikan perilaku/karakteristik dari aplikasi akuisisi
data dengan mengkonfigurasikan property value, dapat
menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan pengolahan data.
Data dari sensor yang terhubung dengan masukan analog dan
tersimpan di MATLAB, atau data keluaran dari MATLAB
menuju aktuator yang terhubung ke keluaran analog
perangkat keras akuisisi data. Events dapat terjadi pada waktu
tertentu setelah kondisi bertemu dan dapat menghasilkan satu
atau lebih callback yang kita spesifikasikan. Event dapat
dihasilkan hanya setelah mengkonfigurasikan property value-
nya.
IV. PELAKSANAAN PENELITIAN
IV.1. Tata Laksana Penelitian
Gbr 5. Flowchart Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dengan
enam tahap sebagai berikut:
IV.1.1 Studi Literatur
Sebelum penelitian dimulai, penulis melakukan studi
literatur untuk mempelajari tentang pengkondisian udara di
rumah sakit dengan cara observasi dan wawancara. Sumber
pustaka diperoleh baik melalui buku teks, literature dari
internet, jurnal, makalah, laporan teknis, tesis, skripsi, maupun peraturan perundangan dan dokumen dari Rumah
sakit Sardjito.
IV.1.2 Perolehan Data
Data yang diperlukan meliputi karakteristik
fundamental bangunan, seperti bentuk geometri, konstruksi
selubung bangunan, beban internal, dan spesifikasi pendingin
ruangan. Perolehan data dan materi penelitian dapat ditempuh
dengan cara Observasi, Cetak biru (blueprint) yang
digunakan sebagai sumber data. Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi yang tidak
dalam bentuk dokumentasi atau arsip.
IV.1.3 Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi tahap perhitungan
perkiraan beban pendinginan ruangan bertujuan untuk
mengetahui kapasitas mesin pendingin yang dibutuhkan
untuk ruangan berukuran 35,2 m2 dan beberapa kondisi lainya
yang mempengaruhi beban pendinginan. Perhitungan
dilakukan pada saat bulan Juli dari jam 10:00 sampai dengan
jam 21:00.
IV.1.4 Perancangan Sistem Monitoring Suhu
Gbr 6. Arsitektur perancangan sistem monitoring
Power Suply yang digunakan adalah batre 9V untuk
mensuplai tegangan Vcc Op-Amp dan sebagai inputan
regulator penstabil tegangan.
Berfungsi untuk menghaluskan tegangan keluaran catu
daya dan menjaga kestabilan tegangan [12]. Untuk
menghasilkan tegangan keluaran positif menggunakan IC
seri 7805, besarnya 2 digit paling belakang menyatakan
besarknya nilai tegangan keluaran yang dihasilkan IC
tersebut (5 Volt).
Gbr 7. Rangkaian pengkondisian modul sensor LM 35.
Keluaran sensor ini akan naik linear sebesar 10 mV
setiap derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut [11]:
VLM35 = Suhu* 10 mV (4.1)
Dimana Vout adalah tegangan keluaran sensor yang
terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajat celcius. Jadi, jika Vout = 530mV, maka suhu terukur
adalah 53 derajat Celcius.
IC Op-amp digunakan sebagai penguat sinyal tegangan
DC, memperbesar tegangan, merubah tegangan dari milivolt
menjadi volt, IC op-amp dasar adalah LM741. Namun dalam
penelitian ini menggunakan IC LM324 yang merupakan
gabungan dari 4 buah Op-amp, lebih praktis karena tidak
memerlukan catu daya negatif, dan ekonomis. Penguatan non-
inverting dengan keluaran yang tetap sefase dengan masukan.
Resistor variable atau biasa disebut potensiometer yang
memiliki 2 kaki input dan 1 kaki output, namun pada
penelitian ini penulis hanya memakai 1 kaki input dan output, dengan mengatur putaran potensiometer untuk mendapatkan
perbandingan R2/R1 mendekati nilai 9 untuk penguatan non-
inverting 10 kali.
IV.1.5. Antarmuka USB 1208 dan Komputer
Agar USB dapat digunakan untuk antarmuka,
terlebih dahulu harus dideteksi dengan menggunakan
program instaCal [14]. Kemudian kita dapat memilih
konfigurasi yang digunakan (single mode atau differential mode) sesuai dengan kebutuhan masukan analog yang
digunakan. Setelah komputer berhasil mendeteksi komponen
dan menginstal program aplikasi yang dibutuhkan maka
dilakukan beberapa pengujian yaitu pengujian terminal input
analog (CH0 IN – CH7 IN) . Proses konfigurasi USB 1208
LS pada instacal terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Konfigurasi USB dengan Matlab/Sesi akuisisi data
terdiri dari 4 langkah yang harus ditempuh ketika akan
mengambil dan mengeluarkan data dari perangkat keras [15] :
Gbr. 8 Konfigurasi USB1208LS pada 8 single-ended
Gbr. 9 Test Board Channel USB 1208 LS
1. Membuat objek
Membuat objek adalah mengkonfigurasikan suatu objek yang akan dijadikan target akuisisi, mendefinisikan nama
jenis adaptor dan nomor board yang akan dipakai, dengan
menuliskan object creation function (object constructors) di
command window.
2. Mengalamatkan channel/Line
Channel/line adalah lokasi masukan dan keluaran
analog/digital yang terhubung pada perangkat keras,
misalnya USB 1208 LS terdiri dari 8 channel analog input, 2
channel analog output 16 line digital I/O. dari beberapa
channel dan line harus dialamatkan pada MATLAB.
3. Mendapatkan/mengeluarkan data
Setelah mengkonfigurasikan objek, mengalamatkan
channel/line dan mengatur parameter/property, proses
pengambilan dan pengeluaran data sudah bisa dilakukan
dengan mengikuti 3 langkah berikut :
1. Starting Objek
2. Logging data or sending
3. Stopping objek
4. Membersihkan (clean Up)
Ketika sudah tidak lagi menjalankan perangkat keras, yang seharusnya dilakukan adalah membersihkan MATLAB
dengan membuang program-program objek yang sudah
dibuat dari memori (engine) dan dari workspace. Langkah ini
diambil untuk mengakhiri proses sesi akuisisi data.
Setelah modul sensor dan USB 1208 terhubung dan
terkonfigurasi oleh Matlab/Simulink, tahap selanjutnya
adalah membuat blok diagram pada simulink untuk merekam
setiap hasil pengukuran yang berlangsung secara real time.
USB 1208 LS memiliki kecepatan mengakuisisi data yang
sangat cepat, pada penelitian ini 100 sampel per detik, yang
artinya USB 1208 LS akan melakukan pencacahan
pengukuran setiap 0,01 detik, dengan durasi waktu yang akan
ditentukan, semakin lama waktu pengukuran akan semakin
banyak data yang disimpan.
Gbr. 10 Blok Simulink Pengkondisian Sinyal 2
Pengkondisin sinyal 2 dengan blok-blok simulink dengan
menambahkan lowpass filter pada Gambar 10, dengan tujuan
agar meloloskan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi
cut-off dan frekuensi di atas frekuensi cut-off biasanya
diperkecil (idealnya hilang). Faktor pengali (gain) 10 kali untuk mengkalibrasi hasil pengukuran tegangan keluaran dari
op-amp untuk mendapatkan nilai Temperatur yang
sebenarnya.
IV.1.6 Teknik Pengukuran Temperatur Ruangan
Pada Gambar 11. Sensor suhu 1 berjarak 5 meter dari AC
diletakkan di atas kursi sofa dengan ketinggian 0,47 meter,
Sensor suhu 2 berjarak 3,6 meter dari AC diletakkan di atas
tempat tidur pasien dengan ketinggian 0,78 meter, dan sensor
suhu 3 berjarak 1,5 meter dari AC diletakkan di atas lantai.
Gbr. 11 Peletakan Lokasi Titik-titik Pengukuran
Metode perhitungan untuk pengukuran 3 titik
pengukuran dengan rumus rata-rata per sampel di mana notasi
i adalah titik-titik peletakan sensor, notasi u adalah jumlah
titik pengukuran, Δt adalah waktu cacah.
(4.2)
Dalam melakukan pengujian terdapat dua skenario :
a. Skenario pertama : Pengujian respon set point tetap
dan perubahan set point turun ketika tanpa adanya
gangguan
b. Skenario kedua : Pengujian respon ketika diberikan
gangguan, sumber panas internal yang dibangkitkan
dalam ruangan seperti lampu dan peralatan
elektronik dihidupkan, aktivitas manusia sampai 3
orang di dalam ruangan serta pengukuran suhu luar
ruangan jika memungkinkan terjadinya perubahan
yang signifikan.
IV.2. Rencana Analisis Hasil
Analisis perbandingan hasil perhitungan perkiraan
beban pendinginan sebelum dan sesudah dipasang AC dan
menguji karakteristik sistem dilihat dari hasil pengujian
respon set-point naik dan turun, pengujian perubahan respon
ketika ada gangguan, dan menganalisa hasil perhitungan yang
berkaitan dengan kenyamanan termal.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil Pengujian Sitem Monitoring
V.1.1. Hasil Pengujian Sensor
Uji Akurasi dilakukan dengan membandingkan suhu
ruangan yang terukur termometer digital yang sudah terkalibrasi dengan sensor suhu LM 35. Berdasarkan Tabel I
hasil pengukuran dan pengujian perbandingan pembacaan
suhu ruang dengan termometer analog dan LM35, dapat
disimpulkan bahwa sensor suhu LM35 bekerja cukup baik,
karena sensor 1, 2, dan 3 memiliki error antara 0oC-0,5oC.
Hal ini sesuai dengan sifat LM35, yaitu memiliki akurasi
sampai 0,5oC. Dengan rata-rata prosentase kesalahan
pembacaan suhu sebesar 0,83%, 0,65%, dan 0,78%.
Tabel I. Hasil Pengujian Akurasi Sensor
Suhu
Termometer
Analog
(oC)
Suhu Sensor LM
(oC)
1 Eror 2 Eror 3 Eror
27 27,2 0,2 26,6 0,4 27,2 0,2
28 27,9 0,1 27,9 0,1 28 0
29 29,1 0,1 29,2 0,2 28,8 0,2
30 30 0 30,1 0,1 29,7 0,3
31 30,8 0,2 30,8 0,2 30,7 0,3
32 31,9 0,1 31,9 0,1 32,1 0,1
33 33,3 0,3 32,5 0,5 33,2 0,2
34 34,1 0,1 33,8 0,2 34,1 0,1
Karena tegangan keluaran dari sensor LM35 masih
sangat kecil dalam orde miliVolt, maka pada penelitian ini
penulis menambahkan rangkaian penguat op-amp non-
inverting dengan menggunakan Resistor 100K (R1) dan
Resistor Variabel 10K yang terukur dengan Ohm-meter
bernilai 98.5 Ohm dan 10,83 Ohm. Secara teori menghasilkan penguatan non-inverting sebesar 10,07 kali
(mendekati 10 kali) dan secara hasil pengujian sebenarnya
menghasilkan penguatan sebesar 10,024 kali, karena tegangan
offset LM324 hanya 2mV. Terlihat dari kemiringan (slope)
hubungan antara tegangan masukan dari sensor (input)
dengan tegangan keluaran (output) dari IC Op-amp 342 pada
Gambar 12 .
Gbr 12 Grafik pengujian rangkaian penguat Op-amp non-inverting.
V.1.2. Pengujian Akurasi dan Resolusi ADC USB 1208 LS
Tinggi rendahnya resolusi ADC akan berpengaruh
terhadap tingkat ketelitian, sensitifitas dan akurasi sensor
terhadap perubahan temperatur, jika sensor mempunyai
resolusi tinggi maka akurasi dan sensitifitasnya akan semakin
tinggi dan sebaliknya apabila resolusi ADC kecil maka akurasi dan sensitifitasnya rendah. ADC pada modul USB
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 bit dan nilai
resolusinya dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Sensor dengan nilai akurasi tinggi akan
menghasilkan pengukuran dengan kesalahan yang sangat
kecil. Tingkat akurasi USB LS dipengaruhi oleh Offset dan
Gain pada keluaran tegangan yang telah terkonversi ADC, Pada Gambar 13, dengan kesalahan pembacaan sebesar 0,2%,
pada penelitian ini dengan batas kerja pengujian dari 20-35oC
untuk range Tegangan input analog sebesar 3.5 Volt, maka
3,5 V x ± 0,002 = ±0,0035 V
Gbr 13 Grafik Pengujian ADC dengan USB 1208 LS
V.2. Analisis Hasil Perhitungan Beban Pendinginan dengan
Kondisi Terpasang
Perhitungan beban pendinginan dilakukan pada tiap
jam kerja, yaitu pada pukul 10:00 WIB sampai dengan 21:00
WIB. Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan beban
pendinginan ruang rawat inap III, beban puncak pendinginan
untuk ruangan berukuran 5,5m x 6,4m x 2,9m terjadi pada
pukul 4 sore sebesar 5377,29 Watt. Laju panas sebelum
masuk ruangan (space heat gain) besarnya tidak sama ketika
sudah menembus beberapa bagian interior ruangan (jendela,
dinding, atap, dan ventilasi), karena sudah diserap terlebih dahulu, oleh karena itu terjadi time lag antara panas sebelum
dan sesudah masuk ruangan dan pada sore hari beban panas
maksimal dari setiap elemen bangunan baru dilepaskan ke
dalam ruangan.
AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas
2 PK atau setara dengan 5275 Watt (17999,06 Btu/jam),
artinya sistem penyejuk udara tersebut hanya mampu
memberi kapasitas pendinginan sebesar 17999 btu dalam
jangka waktu 1 jam. Beban puncak panas sensibel dan laten
yang diperkirakan pada ruang tersebut sebesar 5377,29 Watt,
dengan memperhitungkan safety factor 5 % dan rugi
kebocoran supply duct 10% maka Effective Room Total Heat (ERTH) sebesar 6230,51 Watt (21192,81 Btu/hr).
Gbr 14. Grafik beban pendinginan ruangan
1:1,17 adalah perbandingan nilai beban pendinginan
puncak dengan kapasitas mesin penyejuk udara, nilai
perbandingan yang kecil dan bisa dikatakan sudah cukup
efisien dan ekonomis untuk mendinginkan ruangan yang
berukuran 35,6 m2, karena kompresor tidak akan menyala
lebih lama jika beban pendinginan ruangan tidak melebihi
kapasitas mesin penyejuk udara, terkecuali jika suhu luar
ruangan naik secara ekstrim yang akan membebani kerja kompresor untuk mencapai suhu standard kenyamanan
(24oC), maka motor komperesor akan terus bekerja untuk
mencapai suhu tersebut turun sesuai yang diinginkan.
Akibatnya motor akan panas dan secara otomatis umur dari
sistem akan pendek.
V.3. Analisis Hasil Pengujian Respon Set Point Tetap
Berdasarkan Gambar 15, titik 1 yang berjarak 5
meter dari AC dan dekat dengan Jendela yang merupakan
elemen penyumbang panas terbesar akibat transmisi radiasi
matahari memiliki perbedaan suhu dengan titik 2 dan titk 3
yang suhunya identik. Suhu mula-mula di titik 1 sebesar
27oC, sedangkan di titik 2 yang berada pada zona nyaman pasien sebesar 26,5oC dan titik 3 yang dekat dengan AC
sebesar 26,3oC.
Pengujian set-point tetap yang dilakukan adalah
mengamati respon perubahan suhu ketika tanpa adanya
gangguan (disturbance), ketika pertama kali Air Conditioner
(AC) dinyalakan dan di-set pada suhu 24oC, titik 3 yang
berjarak 1,8 meter dari AC mengalami penurunan suhu yang
lebih cepat dibandingkan titik 2 dan titik 3, ini dikarenakan
titik 3 merasakan debit aliran udara suplai AC lebih besar
daripada titik 2 dan titik 1.
Gbr 15 Pengukuran distribusi suhu ruangan
Secara keseluruhan, suhu ruangan rata-rata dari
ketiga titik tersebut sudah cukup baik, terlihat pada Gambar
16. Pengujian pertama pada kondisi awal suhu ruangan
sebesar 26.5oC sebelum Air Conditioner dinyalakan,
kemudian AC dinyalakan dan di-set pada suhu 24oC (Garis
biru) mengalami penurunan suhu 2.5oC dari keadaan awal
hingga menuju set-point yang diinginkan selama 14 menit
untuk mencapai keadaan steady-nya.
Gbr 16. Pengujian ke-1 pada Suhu ruangan rata-rata
Pada Ruang rawat inap VIP kapasitas terpasang 2
PK atau sebesar 5275 Watt (17999,06 Btu/jam). Sedangkan
berdasarkan hasil perhitungan beban panas ruangan ketika
pengujian jam 10:00 pagi adalah sebesar 1818 Watt atau 6203
Btu/jam. Sebagai akibatnya, waktu nyala kompresor sistem
terpasang akan lebih cepat menurunkan suhu yang
diinginkan.
Gbr 17. Pengujian ke-2 dengan pengaturan jendela kipas bergerak
naik turun
Pada pengujian yang ke dua, louvre vertical diatur
bergerak naik-turun dan tidak diam di satu titik. Swing istilah
perintah pada remote AC. Fan speed diset auto agar
menyesuaikan antara suhu ruangan dengan laju aliran udara
suplai, ketika suhu ruangan naik akibat gangguan, maka laju
aliran udara AC harus lebih besar mensuplai ke ruangan,
akibatnya suhu ruangan akan kembali turun.
Gbr 18. Pengujian ke-3 dengan pengaturan jendela kipas diam
V.4. Analisis Hasil Pengujian Respon Set-point Turun
Pada keadaan steady suhu ruangan rata-rata dari ke
tiga titik adalah 24oC, kemudian penulis mengubah set point
remote AC dari 24oC menjadi 22oC. Perubahan setting suhu
ruangan dari 24oC menjadi 22oC membutuhkan waktu selama
7,4 menit hingga mencapai keadaan steady-state nya.
meskipun kenyataanya tidak sampai suhu 22oC, melainkan
22,3oC.
Gbr 19 Pengujian respon set point turun
Untuk menurunkan suhu dari keadaan awal 26.5oC
sampai 24oC memerlukan waktu lebih lama dibandingkan
menurunkan suhu dari 24oC menjadi 22oC. Terjadi perbedaan
waktu penetapan antara hasil pengujian respon set-point tetap
dengan hasil pengujian respon set-point turun. Perbedaan dikarenakan adanya time-delay (waktu tunda) ruangan ketika
pertama kali AC dinyalakan. Besarnya waktu tunda
bergantung pada parameter seperti [16] :
Nilai Lpo = 40 kJ/K adalah hasil empirik (Yuji
Yamakawa, 2009), adalah laju aliran udara ketika bekerja
pada 50% dari keadaan maksimalnya (0.15 m3/s), dan UA
koefisien transfer panas. Waktu tunda akan bernilai kecil jika
laju aliran udara suplai ( ) ditingkatkan dan koefisien transfer
panas (UA) dibesarkan dengan cara mengganti material-
material agar panas buang dari ruangan ke lingkungan
berlangsung dengan cepat sehingga suhu menjadi lebih cepat
turun ke keadaan yang diinginkan.
V.5 Analisis Hasil Pengujian Respon Gangguan
Pengujian gangguan dilakukan pada pukul 11:00
WIB dengan keadaan awal kamar kosong tidak ada pasien,
lampu dan semua peralatan elektronik mati. Berdasarkan hasil
perhitungan beban pendinginan pada jam tersebut sebesar 1919 Watt, nilai ini belum termasuk beban pendinginan
internal dan Tabel II. Dirincikan perhitunganya.
Tabel II. Sumber panas internal yang dibangkitkan selama
gangguan sistem
No. Sumber Panas Sensibel
dan laten (watt)
1 2 orang duduk santai 164
2 1 orang berdiri 182.4
3 TV LCD 125
4 Dispenser 350
5 Laptop 35,8
6 Infiltrasi(pintu terbuka) 52,82
7 Lampu 229.12
Total 1139.22 Keterangan : hasil perhitungan beban internal mengacu pada Tabel 8,9,10
ASHRAE fundamental handbook 1997
Pada Gambar 20. di menit ke-19 suhu ruangan mulai
naik dari keadaan tunaknya dan sampai puncak kenaikanya di
menit ke-30 pada suhu 25,2oC. Kembali turun sampai ke
keadaan tunak di menit ke 43, selama 24 menit terjadi
kenaikan suhu hingga 25,2oC akibat panas internal yang
dibangkitkan, kemudian di menit ke-48 pintu ruangan dibuka
dan terjadi proses infiltrasi, panas dari luar ruangan berpindah
ke dalam ruangan dan terjadi kenaikan suhu 24,8oC, namun
terjadi hanya 8 menit kemudian kembali ke keadaan tunaknya.
Selama pengujian gangguan akibat beban
pendinginan internal berlangsung, tidak terjadi perubahan
suhu udara luar ruangan yang signifikan, suhu rata-rata udara
luar selama 1 jam pengujian sebesar 30oC. Ini menunjukan
bahwa kenaikan suhu ruangan terjadi karena faktor beban
pendinginan internal dan tidak dipengaruhi oleh suhu udara
luar ruangan. Panas total sensibel dan latent dari eksternal dan
internal sebesar 3058 Watt yang dibangkitkan selama
pengujian respon gangguan mengakibatkan kenaikan suhu hingga 25,2 oC, ruangan masih berada dalam standar zona
nyaman yang direkomendasikan SNI, yaitu berada pada
rentang 22,8 hingga 25,8oC.
Gbr 20. Respon gangguan, Garis merah (suhu luar ruangan) dan garis hijau
(suhu dalam ruangan)
VI. PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa parameter-parameter faktor
kenyamanan sistem pengkondisian udara yang data-datannya
didapatkan dari hasil perancangan monitoring suhu dan
pengukuran suhu dan kecepatan udara suplai AC, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas 2 PK
atau setara dengan 5275 Watt (17999,06 Btu/jam),
sedangkan beban puncak panas sensibel dan laten yang
diperkirakan pada ruang tersebut sebesar 5377,29 Watt,
dengan memperhitungkan safety factor 5 % dan rugi
kebocoran supply duct 10% maka Effective Room Total Heat (ERTH) sebesar 6230,51 Watt (21192,81 Btu/hr).
2. 1:1,17 adalah nilai perbandingan beban pendinginan
puncak dengan kapasitas mesin penyejuk udara, nilai
perbandingan yang kecil dan bisa dikatakan sudah cukup
efisien dan ekonomis untuk mendinginkan ruangan yang
berukuran 35,6 m2, karena kompresor tidak akan menyala
lebih lama jika beban pendinginan ruangan tidak melebihi
kapasitas mesin penyejuk udara, terkecuali jika suhu luar
ruangan naik secara ekstrim yang akan membebani kerja
kompresor untuk mencapai suhu standard kenyamanan
(24oC). 3. Pengukuran distribusi suhu ruangan menunjukan bahwa
ke tiga titik pengukuruan berada pada zona nyaman
standar SNI karena masih pada rentang suhu 22,8oC s/d
25,8oC
4. Pengujian respon set-point tetap yang dilakukan pada jam
10:00 pagi dengan kondisi beban panas total sebesar 1818
Watt dan kondisi awal suhu ruangan 26,5oC memerlukan
waktu 14 menit untuk mencapai suhu yang diinginkan,
24oC dan pengujian respon set-point turun dari keadaan
awal suhu ruangan 24oC memerlukan waktu 8 menit untuk
mencapai suhu 22oC.
5. Panas total sensibel dan latent sebesar 3139 Watt yang
dibangkitkan selama pengujian respon gangguan
mengakibatkan kenaikan suhu hingga 25,2 oC, ruangan
dalam zona nyaman standar SNI karena masih berada pada rentang 22,8 hingga 25,8oC.
VI.2. Saran
Dari hasil dan kesimpulan penelitian ini, dapat
diajukan beberapa saran agar penelitian ini dapat bermanfaat
dan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan
datang. Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut :
1. Menambah beberapa sensor yang menyebar dalam
ruangan agar mendapatkan suhu ruangan rata-rata yang
mewakili suhu ruangan sebenarnya dan memiliki
persamaan nilai suhu ruangan yang terbaca pada remote AC.
2. Menambah sensor kelembaban untuk mendapatkan nilai
yang sebenarnya, dalam penelitian ini hanya menghitung
nilai kelembaban dengan kurva psikometri.
3. Pengujian respon set-point naik dan turun dilakukan pada
saat jam beban pendinginan puncak, yaitu sore hari,
untuk mengamati performa kinerja AC mendingingkan
ruangan.
4. Keterbatasan jam dan waktu pengambilan data di rumah
sakit karena kamar pasien selalu terisi, maka sebaiknya
pengukuran/monitoring pengujian dilakukan dalam sehari untuk mendapatkan hasil yang analisa yang lebih
teliti.
Daftar Pustaka
[1] Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS . “Pedoman Praktis
Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah
Sakit”, Kementrian Kesehatan-RI, DIREKTORAT
JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN, Jakarta, 2012.
[2] ASHRAE. HVAC design manual for Hospital and Clinic.
American Society of Heating, Refrigeration, and Air
Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika
Serikat, 2009.
[3] Sendi Surya. “Perhitungan Kapasitas Sistem Penyejuk
Udara Dalam Rangka .Konservasi Energi Tata Udara
Pada Bangunan Gedung”. Skripsi, Universitas
Diponogoro, Semarang, 2006.
[4] Chandra Thomas Saragi, “Rancang Bangun Pengujian
Evaporator Siklus Kompresi Uap Hibrid Untuk
Pengkondisian Udara Ruangan 22,932 m2 ”. Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2011.
[5] Kholid Ridwan. Handout Fisika Bangunan. Handout,
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik-UGM,
Yogyakarta, 2010.
[6] ASHRAE. 2009 ASHRAE Handbook – Fundamentals
(SI). American Society of Heating, Refrigeration, and Air
Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika
Serikat, 2009.
[7] Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-6196-2000, SNI 03-
6090-2000, SNI 03-6197-2000, SNI 03- 6759-2002, SNI
03-6572-2001. Jakarta : Bagian Proyek Efisiensi Energi
Depdiknas. 2001. [8] Wiranto Arismunandar, Heizo Saito : PENYEGARAN
UDARA; Edisi ke IV Pradnya Paramita, 1991. [9] Nonresidential Cooling and Heating Load Calculations
,American Society of Heating, Refrigeration, and Air
Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika
Serikat, 2009. 1997.
[10] Wilbert F. Refrigrasi dan Pengkondisian Udara.
Erlangga, Jakarta, 2009.
[11] Datasheet LM 35, Texas Instruments. Diakses dari
http://www.ti.com/lit/ds/symlink/lm35.pdf , 7
September 2013.
[12] Malvino. Prinsip-prinsip Elektronika. Salemba Teknika, Jakarta, 2003
[13] Measurement computing, USB 1208 LS User’s
guide,2006
[14] Quick Start Guide MCC DAQ Software. Dokumen
teknis, MCC Measurement, 2012.
[15] Hans Petter. Data Acquitition in Matlab. Tutorial,
Telemark University College, Norway, 2012.
[16] Yamakawa Y. et al.2010. Compensation of Manual Rest
to offset Thermal Loads Change for PID Controller.
ASHRAE, vol 116, part 1,pp. 303-515.
[17] Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, SNI
03-6572-2001.