perancangan tongkat sebagai alat bantu jalan bagi lansia · pdf fileperpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERANCANGAN TONGKAT SEBAGAI ALAT BANTU JALAN
BAGI LANSIA
(Studi Kasus UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
AHMAD TAUFIQ NUGROHO
I 1306019
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat dari tugas akhir yang dilakukan.
Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam
permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG
Proses penuaan membawa berbagai konsekuensi berupa masalah fisik,
mental, maupun sosial sehingga seorang lansia akan mengalami keterbatasan.
Seorang lansia cenderung mengalami tingkat ketergantungan yang tinggi karena
secara alamiah kemampuan fisiologis organ lansia telah mengalami penurunan
fungsi, seperti gerakan otot yang semakin kaku, gerakan tangan yang gemetaran,
kontrol keseimbangan semakin labil. Selain mengalami penurunan kemampuan
fisiologis, seorang lansia juga mengalami penurunan kemampuan kognitif yang
ditandai dengan terjadi penurunan daya ingat (demensia) dan juga tidak mudah
menerima ide atau hal yang baru (Nurmianto, 1995).
UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta adalah salah satu lembaga
sosial yang memberikan pelayanan terhadap para lansia di kota Surakarta. Tempat
ini memiliki kegiatan-kegiatan untuk mengisi waktu para penghuni panti. Salah
satu kegiatan yang dilakukan sendiri oleh beberapa penghuni panti adalah
aktivitas jalan. Aktivitas jalan ini juga dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu
jalan seperti pengguna tongkat untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di
lingkungan panti misalnya pergi ke kamar mandi, ke toilet maupun pergi ke
mushola. Pengguna tongkat tersebut salah satunya adalah para lansia yang berusia
75 tahun sampai dengan 85 tahun yang mengalami penurunan fungsi organ tubuh
dan menyebabkan lansia tersebut tidak bisa berjalan secara normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
Penggunaan alat bantu jalan berupa tongkat yang sudah ada sebelumnya
sangat rentan terhadap adanya keluhan yang timbul seperti saat berjalan lansia
sering merasa kurang nyaman dalam menggunakan tongkat yang sudah ada
sebelumnya. Tongkat yang ada sebelumnya pada umumnya dirancang seadanya
dan belum sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal tersebut ditunjukkan dari tongkat
yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan kayu, memiliki diameter
yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, serta tongkat tersebut hanya memiliki
panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia. Hal
ini dapat dilihat dari adanya keluhan lansia dalam menggunakan tongkat yang
sudah ada tersebut.
Berdasarkan wawancara terhadap lansia yang menggunakan tongkat yang
ada sebelumnya saat melakukan aktivitas jalan, didapatkan hasil sebanyak 25
responden (100 %) mengeluhkan rasa sakit dibagian lower back atau punggung
hal ini dikarenakan tongkat yang sudah ada hanya memiliki panjang 50 cm dan
tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia, sebanyak 16 responden
(64%) mengeluhkan nyeri dibagian lengan atas dan lengan bawah hal ini
dikarenakan diameter tongkat yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm
menyebabkan kondisi tubuh lansia tidak stabil, dan sebanyak 7 responden (28%)
mengeluhkan nyeri pada telapak tangan hal ini disebabkan karena tongkat tersebut
hanya terbuat dari bahan kayu dan memiliki permukaan genggaman tangan yang
keras.
Berdasarkan keluhan yang dialami oleh lansia saat melakukan aktivitas
jalan khususnya aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu
tongkat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti, maka perlu
dilakukan perancangan alat bantu jalan yang lebih baik bagi lansia yaitu
perancangan alat bantu tongkat yang baru dan disesuaikan dengan anthropometri
ukuran tubuh lansia tersebut yang akan memberikan kemudahan bagi para lansia
dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu
tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu menghasilkan
rancangan alat bantu tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti
Surakarta.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu memberikan usulan
rancangan alat bantu tongkat yang nyaman bagi lansia di UPTD Panti Wredha
Dharma Bhakti Surakarta.
1.5 BATASAN MASALAH
Agar penelitan ini tidak terlalu luas topik pembahasannya maka
diperlukan adanya pembatasan masalah, adapun batasan masalah dari penelitian
ini adalah penelitian dilakukan terhadap lansia yang berusia 75 tahun sampai
dengan 85 tahun pengguna alat bantu jalan yang berupa tongkat.
1.6 ASUMSI-ASUMSI
Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang
diteliti. Adapun asumsi yang digunakan sebagai berikut:
1. Tongkat hasil rancangan digunakan pada medan permukaan yang rata.
2. Selang kepercayaan yang digunakan 95 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang
diberikan pada setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya.
Dari pokok-pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab seperti
dijelaskan, di bawah ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung
dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, jurnal penelitian,
sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang uraian langkah-langkah penelitian yang dilakukan,
selain juga merupakan gambaran kerangka berpikir penulis dalam
melakukan penelitian dari awal sampai penelitian selesai.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi tentang data-data/informasi yang diperlukan dalam
menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data dengan
menggunakan metode yang telah ditentukan.
BAB V : ANALISIS
Analisis berisi penjelasan dari output yang didapatkan pada tahapan
pengumpulan dan pengolahan data.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pengolahan data dan
analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi yang diberikan untuk
perbaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam
penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta
menganalisa permasalahan yang ada.
2.1 Gambaran Umum Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta
Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta merupakan badan milik pemerintah
dalam bidang sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi
para lanjut usia atau lansia yang terlantar. Upaya peningkatan kesejahteraan
tersebut berupa penyediaan fasilitas hunian yang layak serta terpenuhinya
kebutuhan hidup untuk lansia seperti makan, minum dan lain sebagainya.
Terjaminnya kualitas hidup lansia oleh pemerintah ini mengacu pada UUD 45
Pasal 34 yang berbunyi : ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara”, sebagai dasar dalam pengabdian negara kepada masyarakat. Panti
Wredha Dharma Bakti Surakarta beralamatkan di jalan Dr. Rajiman No. 620,
Surakarta.
2.1.1 Visi dan Misi
Adapun visi dan misi panti wredha ini adalah :
a. Visi
Memberikan kesejahteraan pada lanjut usia terlantar
b. Misi
· Menciptakan para lansia terlantar agar hidup sejahtera, aman, dan
tenteram.
· Mempersiapkan untuk kebahagiaan hidup bagi lanjut usia terlantar baik
lahir maupun batin
2.1.2 Tugas Pokok
a. Menyelenggarakan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan urusan rumah
tangga Panti Wredha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
b. Merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta sesuai dengan kebijaksanaan.
c. Melaksanakan motivasi dan observasi kepada calon klien.
d. Melayani, membina dan merawat untuk memperoleh rasa aman.
e. Menyelenggarakan urusan tata usaha Panti Wredha Dharma Bakti
f. Menggali sumber dana dari masyarakat
g. Melaksanakan tata tertib administrasi serta membuat laporan berkala
2.1.3 Data Panti
a. Kapasitas panti dapat menampung 85 orang
b. Pegawai 8 orang dan tenaga 5 orang
c. Luas tanah panti + 3.500 meter persegi
d. Luas tanah makam khusus panti + 2.600 meter persegi, yang teletak di
wilayah Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo
e. Sarana panti : asrama warga sebanyak 38 ruangan, aula 1 buah, kantor 1 buah,
masjid 1 buah, dan rumah dinas
f. Perlengkapan asrama terdiri dari kelengkapan tempat tidur klien, penerangan
listrik, air minum PDAM, alat masak dengan kompor gas
g. Asrama dikelompokan menjadi 7 kelompok dan masing-masing dibimbing
oleh petugas panti
h. Sumber dana dari Pemerintah Kota Surakarta dan donator masyarakat
2.1.4 Gambaran aktivitas di Panti Whreda
Salah satu aktivitas yang ada di UPTD Panti Whreda Dharma Bakti
Surakarta untuk mengisi kegiatan para lansia ialah aktivitas fisik. Adapun
aktivitas fisik yang disarankan untuk seorang lansia adalah yang memiliki beban
ringan atau sedang, waktu relatif lama dan tidak bersifat kompetitif. Aktivitas
tersebut antara lain jalan kaki, senam ringan, beribadah ke mushola serta
melakukan aktivitas pekerjaan rumah tangga sehari-hari seperti mencuci baju,
mencuci piring dan membersihkan tempat tidur. Aktivitas tersebut jika dilakukan
secara rutin dapat menghambat laju perubahan degeneratif pada orang berusia
lanjut. Adanya fasilitas yang nyaman, aman dan memiliki kemudahan akses yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
tinggi diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan pada lansia selama
beraktivitas. Fasilitas ini harus dapat menunjang semua keterbatasan kaum lansia
sehingga mereka dapat beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir akan mengalami
masalah selama beraktivitas. Keterbatasan kemampuan gerak menjadi
pertimbangan dalam perancangan fasilitas untuk lansia (Tarwaka dkk, 2004).
2.2 Lanjut Usia
2.2.1 Proses Penuaan
Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses
menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase
progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke
arah kemunduran yang dimulai dalam sel yang merupakan komponen terkecil dari
tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga
mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan.
Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di
dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus, dan
berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Madyana, 1991).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan meliputi hereditas
(keturunan), nutrisi (makanan), status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan,
dan stres. Menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:
· Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis
yang menetap.
· Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
· Gigi mulai ompong.
· Penglihatan dan pendengaran berkurang.
· Mudah lelah.
· Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
· Kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak terutama di
bagian perut dan pinggul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
Selain kemunduran biologis menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran
kemampuan-kemampuan kognitif antara lain:
· Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
· Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal
yang baru terjadi.
· Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat juga
mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan
juga pandangan biasanya sudah menyempit.
· Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam
tes-tes intelegensi menjadi lebih rendah.
· Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
2.2.2 Penurunan Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik seseorang dicapai pada saat usianya antara 25-30 tahun,
dan kapasitas fisiologis akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi
puncaknya terlampaui. Proses penuaan ditandai dengan tubuh yang mulai
melemah, gerakan tubuh makin lamban dan kurang bertenaga, keseimbangan
tubuh semakin berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi (Santoso, 2004).
Pulat (1992) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun kapasitas fisik seseorang akan
menurun 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan
sensoris dan motorisnya menurun sebesar 60%.
2.2.3 Penurunan Sistem Saraf
Liliana (2007) menyatakan bahwa perubahan sistem saraf pada lansia
ditandai dengan keadaan sebagai berikut:
1. Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang berumur 50 tahun.
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak.
2. Berkurangnya kecepatan konduksi saraf. Hal ini disebabkan oleh penurunan
kemampuan saraf dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Akibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah penurunan kepekaan
panca indera seperti:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
1. Berkurangnya keseimbangan tubuh, diupayakan dengan mengurangi lintasan
yang membutuhkan keseimbangan tinggi seperti titian, blind-step juga
tangga.
2. Penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit, diupayakan untuk menggunakan
peralatan kamar mandi yang relatif aman bagi lansia seperti pemanas air dan
termostat.
3. Terjadi buta parsial, melemahnya kecepatan focusing pada mata lansia dan
makin buramnya lensa yang ditandai dengan lensa mata makin berwarna
putih. Hal ini akan mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru dan
violet. Keadaan ini berakibat pada gerakan lansia yang semakin lamban dan
terbatas sehingga diperlukan alat bantu untuk memudahkan dalam bergerak
seperti pegangan tangan (Ginting, 2010).
Gambar 2.1 Berkurangnya Keseimbangan pada Lansia
Sumber : Tarwaka, 2004 2.2.4 Penurunan Kekuatan Otot
Penurunan kekuatan otot tubuh pada lansia meliputi, penurunan kekuatan
otot tangan sebesar 16%-40%. Variasi ini tergantung pada tingkat kesegaran
jasmani seeorang. Penurunan kekuatan genggam tangan menurun sebesar 50%,
dan kekuatan otot lengan menurun sebesar 50% (Ergonomi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
Gambar 2.2 Penurunan kekuatan otot menyebakan lansia tidak bisa bergerak dengan mandiri
Sumber : Tarwaka, 2004 2.2.5 Penurunan Koordinasi Gerak Anggota Tubuh
Makin berkurangnya kemampuan koordinasi tubuh akan mempersulit
lansia dalam melakukan koordinasi pekerjaan yang berisi informasi yang
kompleks (Sutalaksana, 1979). Terdapat penurunan kestabilan baik berdiri
maupun duduk setelah midlife. Perubahan pada tulang, otot,dan jaringan saraf
juga terjadi pada orang tua. Degenerasi proses pada tulang rawan (cartilage) dan
otot menyebabkan penurunan mobilitas dan meningkatnya resiko cedera. 50%
Kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi kekuatan tangan hanya turun 16%.
Waktu reksi sekurangkurangnya turun 20% pada umur 60 tahun dibandingkan
pada umur 20 tahun (Wignjosoebroto, 1995). Lansia membutuhkan tempat tinggal
dan beraktivitas yang lebih aman dan nyaman untuk bergerak, dan latihan untuk
dapat menyesuaikan diri terhadap hambatan koordinasi yang dimilikinya.
2.3 Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan
nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan
(Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Mital, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah (Madyana, 1991) :
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi
Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat
perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja
ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai
manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang
benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya
meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan
kepuasann dapat terpelihara. Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek
sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia didalamya dan sifat
memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut,
pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih
tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sisten-sistem manusia
benda, manusia-fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan lain perkataan
ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi
dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Panero dan
Zelnik, 1979).
Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat
bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu :
a. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang
dibutuhkan.
b. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha
menuju tujuan bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu
menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak
dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia
sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara
efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan (Pulat, 1992).
2.4 Anthropometri dalam Ergonomi
Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja
adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan
jasa produksi. Perlunya memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang
bangun fasilitas pada dekade sekarang ini adalah merupakan sesuatu yang tidak
dapat ditunda lagi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai
ukuran anthropometri tubuh manusia maupun penerapan data-data antrhropometri
manusia.
2.4.1 Pengertian Anthropometri
Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan
metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh
manusia (Santoso, 2004). Anthropometri merupakan suatu ilmu yang secara
khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan
perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain
sebagainya (Panero dan Zelnik, 1979). Data anthropometri yang ada dibedakan
menjadi dua kategori, antara lain (Santoso, 2004):
a. Dimensi struktural (statis)
Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi
tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat
badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi
atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.
b. Dimensi fungsional (dinamis)
Dimensi fungsional mencakup pengukuran dimensi tubuh pada berbagai
posisi atau sikap. Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi
fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan
gerakan-gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Data anthropometri dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, antara lain
(Wignjosoebroto, 1995):
a. Perancangan areal kerja
b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas dan sebagainya
c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,
dan lain-lain
d. Perancangan lingkungan kerja fisik
Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah
dikarenakan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Nurmianto, 2004):
a. Keacakan/random
Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas
sama jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih
akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.
b. Jenis kelamin
Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk
kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean dan
nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi
segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk kedua jenis
kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.
c. Suku bangsa
Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang
tidak kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu
negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya
jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi
jumlah satuan angkatan kerja, maka akan mempengaruhi anthropometri secara
nasional.
d. Usia, digolongkan atas berbagai kelompok usia yaitu:
· Balita
· Anak-anak
· Remaja
· Dewasa
· Lanjut usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk
anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat sampai
batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia
mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan berkurangnya dinamika
gerakan tangan dan kaki.
e. Jenis pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam
seleksi karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai
postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran
pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
f. Pakaian
Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh
bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya
terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu musim dingin
manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan ukuran yang relatif
lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas
pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronaut pun harus
mempunyai pakaian khusus.
g. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan
analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.
h. Cacat tubuh secara fisik
Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu
dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi
untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta
merasakan “kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam
pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya: keterbatasan
jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja,
lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di dalam lavatory, jalur khusus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan lain-
lain.
2.4.2 Dimensi Anthropometri
Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran
produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang
akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil
dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.4 di
bawah ini.
Gambar 2.3 Anthropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 1995
Keterangan gambar 2.1 di atas, yaitu:
1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala).
2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukkan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala).
7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.
8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10 : Tebal atau lebar paha.
11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.
12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut betis.
13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan
paha.
15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16 : Lebar pinggul ataupun pantat.
17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan
dalam gambar).
18 : Lebar perut.
19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus.
20 : Lebar kepala.
21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22 : Lebar telapak tangan.
23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan
(tidak ditunjukkan dalam gambar).
24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.
25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.
26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai
dengan ujung jari tangan.
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data anthropometri yang tepat
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan
pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukuran
dimensi anthropometri tubuh yang diperlukan dalam perancangan dijelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengukuran dimensi tubuh
Data Anthropometri Keterangan Cara Pengukuran
Tinggi siku berdiri (tsb)
Ukur jarak vertikal mulai dari telapak kaki sampai siku. Subjek berdiri tegak dengan siku direntangkan kedepan
Panjang telapak tangan (ptt)
Ukur panjang tangan diukur dari pergelangan tangan sampai dengan ujung jari tengah
Diameter lingkar genggam
(dlg)
Ukur diameter telapak tangan pada saat posisi menggenggam
Sumber: Panero dan Zelnik, 1979
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
2.4.3 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Anthropometri
Penerapan data anthropometri, distribusi yang umum digunakan adalah
distribusi normal (Nurmianto, 2004). Dalam statistik, distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata (x) dan standar deviasi (σ) dari data
yang ada. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang ada dapat ditentukan percentile
sesuai tabel probabilitas distribusi normal.
Adanya berbagai variasi yang cukup luas pada ukuran tubuh manusia
secara perorangan, maka besar “nilai rata-rata” menjadi tidak begitu penting bagi
perancang. Hal yang justru harus diperhatikan adalah rentang nilai yang ada.
Secara statistik sudah diketahui bahwa data pengukuran tubuh manusia pada
berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa sehingga data-
data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian tengah grafik,
sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan ekstrim akan terletak di ujung-
ujung grafik. Merancang untuk kepentingan keseluruhan populasi sekaligus
merupakan hal yang tidak praktis. Berdasarkan uraian tersebut, maka kebanyakan
data anthropometri disajikan dalam bentuk percentile.
Presentil menunjukkan jumlah bagian per seratus orang dari suatu populasi
yang memiliki ukuran tubuh tertentu (atau yang lebih kecil) atau nilai yang
menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di
bawah nilai tersebut. Sebagai contoh bila dikatakan presentil pertama dari suatu
data pengukuran tinggi badan, maka pengertiannya adalah bahwa 99% dari
populasi memiliki data pengukuran yang bernilai lebih besar dari 1% dari populasi
yang tadi disebutkan. Contoh lainnya : bila dikatakan presentil ke-95 dari suatu
pengukuran data tinggi badan berarti bahwa hanya 5% data merupakan data tinggi
badan yang bernilai lebih besar dari suatu populasi dan 95% populasi merupakan
data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah pada populasi tersebut. The
Anthropometric Source Book yang diterbitkan oleh Badan Administrasi Nasional
Aeronotika dan penerbangan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA)
merumuskan pengertian presentil yaitu definisi presentil sebenarnya sederhananya
saja. Untuk suatu kelompok data apapun. Misalnya data berat badan pilot,
presentil pertama menunjukkan data sejumlah pilot yang berat badannya lebih
besar daripada 1% data para pilot yang disebutkan paling kecil berat badannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
dan dilain pihak merupakan data berat badan dari setiap pilot yang kurang berat
badannya dari 99% pilot dengan berat badan yang terbesar. Dapat juga dikatakan
bahwa presentil kedua merupakan data yang bernilai lebih besar daripada 2% pilot
yang paling ringan, dan lebih kecil dari 98% pilot-pilot terberat. Jadi, berapapun
besaran nilai k dari 1 hingga 99 maka presentil ke-k tersebut merupakan nilai yang
lebih besar dari k% berat badan terkecil dan kurang dari yang terbesar (100k)%.
Presentil 50 yang merupakan nilai dari suatu rata-rata, merupakan nilai yang
membagi data menjadi dua bagian, yaitu yang berisi data bernilai terkecil dan
terbesar masing-masing sebesar 50% dari keseluruhan nilai tersebut.
Persentil ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata ukuran
dari suatu kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu
data adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50
mewakili pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering
digunakan sebagai pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dangan
asumsi tersebut mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok.
Sebenarnya tidak ada yang dapat disebut “manusia rata-rata”.
Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan presentil.
Pertama, suatu persentil anthropometrik dari tiap individu hanya berlaku untuk
satu data dimensi tubuh saja. Hal dapat merupakan data tinggi badan atau data
tinggi duduk. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki persentil yang
sama, ke-95 atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi tubuhnya. Hal ini
hanya merupakan gambaran dari suatu makhluk dalam khayalan, karena
seseorang dengan presentil ke-50 untuk data tinggi badannya, dapat saja memiliki
persentil ke-40 untuk data tinggi lututnya, atau persentil ke-60 untuk data panjang
lengannya seperti ilustrasi pada gambar 2.5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
Gambar 2.4 Ilustrasi Persentil Sumber: Wignjosoebroto, 1995
Pemakaian nilai-nilai percentile yang umum diaplikasikan dalam
perhitungan data anthropometri dijelaskan pada gambar 2.6 dan dalam tabel 2.2 di
bawah ini.
Gambar 2.5 Distribusi normal dengan data anthropometri
Sumber : Nurmianto, 2004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
Tabel 2.2 Jenis persentil dan cara perhitungan dalam distribusi normal
Sumber : Nurmianto, 2004
2.4.4 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan
Penggunaan data anthropometri dalam penentuan ukuran produk harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip di bawah ini agar produk yang dirancang bisa
sesuai dengan ukuran tubuh pengguna (Wignjosoebroto, 1995) yaitu :
a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim
Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk yaitu :
· Sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim.
· Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada)
Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran diaplikasikan
yaitu
· Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai percentile terbesar misalnya 90-th, 95-
th, atau 99-th percentile.
· Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan
percentile terkecil misalnya 1-th, 5-th, atau 10-th percentile
Persentil Perhitungan
1-St
2,5-th
5-th
10-th
50-th
x - 2,325 . s
x - 1,96 . s
x - 1,645 . s
x - 1,28 . s
x
90-th
95-th
97,5-th
99-th
x + 1,28 . s
x + 1,645 . s
x + 1,96 . s
x + 2,325 . s
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang
ukuran tertentu (adjustable).
Produk dirancang dengan ukuran yang dapat diubah-ubah sehingga cukup
fleksible untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai
macam ukuran tubuh. Mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini
maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang
nilai 5-th, 50-th, dan 95-th.
c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata
Produk dirancang berdasarkan pada ukuran rata-rata tubuh manusia atau
dalam rentang 50-th percentile.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam
proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang
bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut:
a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
yang nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut,
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data
structural body dimension ataukah functional body dimension,
c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk
tersebut,
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran
yang fleksibel atau ukuran rata-rata,
e. Pilih persentil populasi yang harus diikuti; ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai
persentil yang lain yang dikehendaki,
f. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan
nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai. Aplikasikan
data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila
diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian
yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves),
dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
2.4.5 Identifikasi kebutuhan
Tahap ini merupakan jembatan penghubung antara pengguna sebagai
target pasar dengan perusahaan pengembangan produk. Proses identifikasi
kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dalam proses
pengembangan produkl dan merupakan tahapan yang mempunyai hubungan
paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan
pesaing dan menetapkan spesifikasi produk (Mital, 2008). Identifikasi kebutuhan
pelanggan terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:
a. Pengumpulan data awal
Pengumpulan data awal berhubungan dengan konsumen dan pengalaman
penggunaan dari produk yang dikembangkan ini. Terdapat dua metode dalam
pengumpulan data mentah yang banyak digunakan adalah wawancara, dan
observasi produk saat digunakan (Mital, 2008).
Metode yang paling dianjurkan adalah wawancara, karena wawancara
relatif lebih berbiaya rendah dan dengan wawancara tim pengembang produk
dapat merasakan lingkungan penggunaan produk tersebut (Mital, 2008).
Pada metode wawancara ini telah terdapat suatu pedoman mengenai
jumlah wawancara yang harus dilakukan, 10 wawancara dirasa kurang sedangkan
50 buah wawancara akan menjadi terlalu banyak. Wawancara dapat diadakan
secara berurutan, dan dihentikan bila tidak ada lagi kebutuhan konsumen yang
baru yang terungkap oleh wawancara tambahan (Mital, 2008).
Pertanyaan-pertanyaan yang biasa digunakan dalam wawancara ini adalah
meliputi kapan dan mengapa menggunakan produk ini, beri contoh penggunaan
produk, apa yang anda sukai dari produk yang ada saat ini, hal apa saja yang
dipertimbangkan saat membeli produk, dan perbaikan apa yang diharapkan
terhadap produk (Mital, 2008).
b. Intepretasi data mentah menjadi kebutuhan konsumen
Kebutuhan konsumen diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan
merupakan hasil intepretasi kebutuhan yang berupa data mentah yang diperoleh
dari konsumen. Berikut ini pedoman dalam mengintepretasikan data awal yaitu
ekspresikan kebutuhan sebagai ”apa yang harus dilakukan ?” atau ” bagaimana
melakukannya ?”, ekspresikan kebutuhan sama spesifiknya seperti data mentah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
gunakan pernyataan positif bukan negatif, ekspresikan kebutuhan sebagai atribut
dari produk, dan hindari kata ”harus” atau ”sebaiknya” (Mital, 2008).
c. Pengorganisasian kebutuhan menjadi hierarki
Hasil dari pengorganisasian ini menghasilkan daftar yang berisi satu set
kebutuhan-kebutuhan primer yang masing-masing tergolong lebih lanjut
membentuk kebutuhan-kebutuhan sekundernya (Mital, 2008).
d. Menetapkan kepentingan relatif setiap kebutuhan
Terdapat dua pendekatan dasar dari tahapan ini yaitu pengadaan pada
konsensus dari anggota tim berdasarkan pada pengalaman mereka saat bersama
konsumen dan pengadaan pada hasil penilaian tingkat kepentingan dengan survey
lebih lanjut pada konsumen (Mital, 2008).
2.4.6 Penetapan Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk untuk menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan
oleh sebuah perusahaan. Beberapa perusahaan menggunakan istilah “kebutuhan
produk” atau “ karakteristik engineering” untuk hal ini. Target spesifikasi dibuat
setelah kebutuhan pelanggan diidentifikasi tetapi sebelum konsep dikembangkan.
Hasil dari spesifikasi produk adalah matrik kebutuhan. Matrik tersebut
menjelaskan tentang keinginan konsumen dan karakteristik engineering yang ada
untuk memenuhi keinginan tersebut (Ulrich, 2001).
2.4.7 Penyusunan Konsep Produk
Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan
dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir
(Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :
a. Memperjelas Masalah
Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan
kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai
dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah
berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk
yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau
teknologinya (Ulrich, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
b. Pencarian eksternal (Benchmarking)
Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan penyelesaian bagi masalah
dan submasalah yang telah diidentifikasi pada tahap penjelasan masalah.
Pencarian eksternal untuk pemecahan masalah ini adalah pengumpulan informasi.
Lima cara untuk mengumpulkan informasi dari sumber eksternal sebagai berikut
wawancara konsumen utama, konsultasi dengan ahli, pencarian literatur, dan
perbandingan kompetitif (Ulrich, 2001).
c. Pencarian Internal
Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal
merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif
komponen produk (Ulrich, 2001).
d. Menggali Secara Sistematis.
Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.
Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian
yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan
perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan
internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk
subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan
untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan
fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu
tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination
table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan
mengkombinasikan bagian alternatif-alternatif yang ada (Ulrich, 2001).
2.4.8 Pemilihan Konsep Produk
Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria VoC dan
kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif dari masing-
masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian atau
pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).
Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep
yang terstruktur (Ulrich, 2001). Sebuah metode terstruktur yang banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan
penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penyaringan konsep (concept screening)
Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk
mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.
Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk
memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan
konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun
1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).
Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :
1. Mempersiapkan matriks pemilihan
Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk
menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi dengan
inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep yang akan dibahas
akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi tertulis dan juga
penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).
Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice of Customer). Kriteria
pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu membedakan konsep satu dengan
yang lainnya. Setelah dipertimbangkan dengan teliti, kemudian dipilih sebuah
konsep yang menjadi referensi perbandingan membangun konsep-konsep solusi.
Pencarian internal ini dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat dua
buah acuan yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu
maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide (Ulrich,
2001).
2. Menghitung nilai dari konsep
Nilai-nilai yaitu ”lebih baik” (+), ”sama” (0), atau ”lebih buruk” (-)
diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana
perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap kriteria.
Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu kriteria sebelum
melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila yang terjadi adalah
jumlah konsep yang banyak, maka yang dilakukan adalah sebaliknya yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria, baru melangkah ke konsep
selanjutnya (Ulrich, 2001).
3. Memberi rangking pada tiap konsep
Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai ”lebih
baik”, ”sama”, dan ”lebih buruk”. Kemudian nilai total pada setiap konsep dapat
diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai ”lebih baik” dengan nilai ”lebih
buruk”. Setelah penjumlahan selesai, langkah selanjutnya adalah memberi
rangking pada setiap konsep secara urut. Terlihat jelas, konsep-konsep dengan
banyak nilai positif dan sedikit nilai negatif akan memiliki ranking yang lebih
tinggi (Ulrich, 2001).
4. Menyatukan dan memperbaiki konsep
Setelah setiap konsep telah dinilai dan diranking, sebaiknya diperiksa
apakah setiap konsep masuk akal dan kemudian mempertimbangkan
kemungkinan adanya konsep-konsep yang dapat disatukan dan diperbaiki (Ulrich,
2001).
5. Memilih satu atau lebih konsep
Setelah puas dengan pengertian tentang setiap konsep dan kualitasnya,
maka langkah selanjutnya adalah memilih konsep mana yang akan dilanjutkan
pada penyaringan dan analisis lebih jauh (Ulrich, 2001).
2.5 Tahap Pengujian Konsep
Pada tahap pengujian konsep ini, pengembang produk meminta respons
dari pengguna potensial terhadap target pasar yang dituju mengenai uraian dan
gambaran konsep produk. Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi
konsep, dimana kedua aktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep
yang akan dikembangkan lebih lanjut (Ulrich, 2001).
Berikut ini adalah tahapan dalam proses pengujian konsep:
a. Mendefinisikan Maksud Pengujian Konsep
Pengembang produk secara eksplisit menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang
ingin dijawab melalui pengujian ini (Ulrich, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
b. Memilih Populasi Survey
Hal yang mendasari pengujian konsep adalah populasi pelanggan potensial
yang disurvei mencerminkan target pasar dari sebuah produk, karena itu
pengembang harus memilih populasi survei yang mencerminkan target pasar
yang sebenarnya (Ulrich, 2001).
c. Memilih Format Survey
Format survei berikut ini biasa digunakan dalam pengujian konsep: interaksi
langsung, telepon, lewat surat (pos), E-mail dan internet (Ulrich, 2001).
d. Mengkomunikasikan konsep
Pilihan format survei sangat berkaitan dengan bagaimana konsep akan
dikomunikasikan. Konsep dapat dikomunikasikan dalam bentuk salah satu
dari cara-cara berikut ini: uraian verbal, sketsa, foto dan gambar, storyboard,
video, simulasi, multimedia interaktif, model fisik, dan prototipe yang
dioperasikan (Ulrich, 2001).
2.6 Mekanika Konstruksi
2.6.1 Statika
Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban
terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga
dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau
beban (Mott L, 2009).
Terdapat 3 jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis
perletakan yang digunakan dalam menahan beban yag ada dalam struktur, beban
yang ditahan oleh perletakan masing-masing adalah:
a. Tumpuan rol
Yaitu tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus
bidang peletakannya.
Gambar 2.6 Tumpuan rol Sumber : Mott L, 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
b. Tumpuan sendi
Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya
selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki
satu gaya.
Gambar 2.7 Tumpuan sendi Sumber : Mott L, 2009
c. Tumpuan jepitan
Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen
sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya.
Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam
keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0,
∑FVertikal = 0, ∑M= 0
Gambar 2.8 Tumpuan sendi Sumber : Mott L, 2009
2.6.2 Gaya
Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja
padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan
pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga
keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila
resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan
kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑Fz = 0, ∑M = 0 (Popov, 1991).
Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam
menjadi bergerak atau sebaliknya (Popov, 1991). Dalam ilmu statika berlaku
hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika kemudian dikenal dibedakan menjadi :
a. Gaya Luar
Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar
sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi (Popov,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
1991). Sedangkan beban adalah beratnya beban atau barang yang
didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan
menjadi beberapa macam yaitu :
· Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti
dining, penutup lantai dll.
· Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan,
ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil
(kendaraan), kereta dll.
· Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani
struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban
segitiga.
· Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik.
· Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-
pindahkan baik itu beban mrata, titik, atau kombinasi antar keduanya.
b. Gaya dalam
Akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan
perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya
deformasi atau perubahan bentuk. Agar suatu struktur tidak hancur atau
runtuh maka besarnya gaya akan bergantung pada struktur gaya luar
(Popov, 1991).
c. Gaya geser (Shearing Force Diagram)
Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang
arah garis kerjanya tegak lurus (^ ) pada sumbu batang yang ditinjau
seperti tampak pada Gambar 2.11.
Gambar 2.9 Sketsa prinsip statika kesetimbangan Sumber : Popov, 1991
Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram),
dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+)
bergantung dari arah gaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
Gambar 2.10 Sketsa shearing force diagram
Sumber : Popov, 1991
d. Gaya normal (Normal force)
Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban
yang arah garis kerjanya searah (// ) sumbu batang yang ditinjau (Popov,
1991).
Gambar 2.11 Sketsa normal force Sumber : Popov, 1991
Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar. Pada
gambar diatas nampak bahwa tanda (-) negative yaitu batang tertekan,
sedang bertanda (+) batang tertarik.
e. Momen
Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang
terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut (Popov,
1991).
Gambar 2.12 Sketsa moment bending (+) Sumber : Popov, 1991
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
Gambar 2.13 Landasan Sketsa moment bending (-) Sumber : Popov, 1991
Dalam sebuah perhitugan gaya dalam momen memiliki kesepakatan yang
senantiasa dipenuhi yaitu pada arah tinjauan, diantaranya:
· Ditinjau dari arah kanan
Gambar 2.14 Landasan arah kanan Sumber : Popov, 1991
· Ditinjau dari arah kiri
Gambar 2.15 Landasan arah kiri Sumber : Popov, 1991
2.6.3 Perhitungan Gaya Pada Rancangan
a. Perhitungan gaya pada rancangan menggunakan persamaan:
F = m . a ....................................................persamaan 2.1
dengan;
F = gaya (N)
m = massa (kg)
a = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
Bila searah jarum jam (+)
Bila berlawanan jarum jam (-)
Bila berlawanan jarum jam (-)
Bila searah jarum jam (+)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
b. Perhitungan gaya pada pegas menggunakan persamaan:
Fs = k (Lf – Ls). .............................................persamaan 2.2
dengan;
Fs = gaya pegas (N)
k = konstanta pegas (N/mm)
Lf = panjang bebas pegas (mm)
Ls = panjang solid pegas (mm)
2.7 Penelitian Sebelumnya
Perancangan ulang boncengan anak-anak pada sepeda motor oleh Ivan
Saputra (2009). Perancangan ulang kursi boncengan anak-anak ini
mempertimbangkan aspek ketidaksesuaian anthropometri penggunanya yang
mengakibatkan keluhan pada beberapa bagian tubuh. Metode yang digunakan
adalah pendekatan anthropometri untuk menentukan dimensi ukuran boncengan
dan konsep perancangan yang dipakai adalah konsep perancangan Ulrich. Data
anthropometri yang digunakan adalah lebar bahu, tinggi bahu duduk, tinggi siku
duduk, panjang siku ke ujung jari, panjang pantat popliteal, tinggi popliteal,
panjang telapak kaki, tinggi duduk, lebar kepala, panjang telapak kaki, lebar
telapak kaki, lebar tangan, mulut ke puncak kepala dan tebal telapak kaki. Data
anthropometri ini berasal dari dimensi anthropometri tubuh anak umur 3-6 tahun
di TK BA Aisyiyah Wironanggan dan Klewer. Penelitian ini menghasilkan
rancangan boncengan anak pada sepeda motor dengan penambahan penyangga
kepala, penyangga kaki dan penyangga tangan.
Pengembangan Desain Axillary Kruk Menggunakan Pemodelan Dempster
oleh Margareta Bayu (2008). Pengembangan desain ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya gaya dan tekanan yang terjadi pada ketiak dan pergelangan
tangan saat berjalan menggunakan axillary kruk. Berdasarkan penyebaran
kuesioner yang diberikan kepada 20 pengguna axillary kruk yang berada di RS.
Orthopedi Prof. Dr. Soeharso diperoleh informasi bahwa 20 pengguna axillary
diantaranya yaitu 60 % mengeluhkan rasa tidak nyaman pada bagian pad axillary
atau bantalan dari kruk, 75 % pengguna mengeluhkan rasa sakit pada bagian
pergelangan tangan, dan 30% pengguna mengeluhkan tip yang licin sehingga kruk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
mudah terpeleset jika berjalan di permukaan basah dan miring. Penelitian ini
menghasilkan desain axillary kruk yang memberikan kenyamanan pada saat
digunakan tanpa menimbulkan rasa sakit pada bagian pergelangan tangan dan
pada bagian ketiak.
Perancangan ulang meja komputer hidesk di SAT UNS oleh Muji Lestari
(2007). Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data keluhan dengan
kuesioner NBM dan keluhan mengenai kekurangan dari meja komputer
sebelumnya. Data anthropometri yang digunakan adalah jangkauan tangan ke
depan, lebar bahu, panjang telapak kaki, tebal paha, tinggi siku duduk, panjang
telapak tangan, sudut putaran kaki ke belakang dan tinggi mata duduk. Data
tersebut berasal dari para pengunjung SAT dan data mahasiswa jurusan Teknik
Industri UNS. Penelitian ini menggunakan pendekatan anthropometri untuk
menentukan dimensi meja dan pendekatan biomekanik untuk mengevaluasi posisi
duduk yang baik untuk bekerja. Penelitian ini menghasilkan rancangan meja
komputer hidesk yang ergonomis untuk mengurangi kelelahan dengan
mempertimbangkan sudut kemiringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ditunjukan pada gambar. 3.1 sebagai berikut.
Gambar 3.1 Metodologi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1 Metodologi penelitian (lanjutan)
Diagram alir penelitian yang digambarkan di atas, setiap tahapannya akan
dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bagian berikut ini.
3.1 Tahap Identifikasi Masalah
Tahap ini diawali dengan studi pustaka, studi lapangan, perumusan masalah,
penentuan tujuan penelitian dan menentukan manfaat penelitian. Langkah-langkah
yang ada pada tahap identifikasi masalah tersebut dijelaskan pada sub bab berikut
ini.
3.1.1 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses identifikasi fasilitas
kerja yang berupa perancangan alat bantu tongkat pada UPTD Panti Wredha
Dharma Bakti Surakarta. Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini. Pencarian
informasi ini dilakukan dengan melalui internet, perpustakaan, sehingga diperoleh
referensi yang dapat digunakan untuk mendukung pembahasan perancangan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.1.2 Studi Lapangan
Studi Lapangan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan
lansia saat melakukan aktivitas khususnya aktivitas jalan di tempat penelitian
dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap serta
menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan
data awal dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar,
dan wawancara kepada para lansia dengan tujuan untuk mengetahui keluhan yang
dirasakan oleh lansia.
Wawancara kepada para lansia dilakukan untuk mengetahui keluhan yang
dirasakan oleh lansia saat menggunakan tongkat yang sudah ada sebelumnya.
Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat
yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas jalan
untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti. Munculnya keluhan
atau rasa tidak nyaman ini cukup mendukung untuk dilakukan penelitian
mengenai alat bantu jalan yang sudah ada sebelumnya berupa tongkat yang
digunakan oleh lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
3.1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, kemudian disusun
sebuah rumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut
adalah bagaimana merancang alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.
3.1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat
menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan
penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah menghasilkan
rancangan alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.
3.1.5 Manfaat Penelitian
Suatu permasalahan akan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur
manfaat. Agar memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih
dahulu manfaat yang akan didapatkan dari suatu penelitian. Adapun manfaat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan usulan rancangan alat bantu
tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.
3.2 Tahap Pengumpulan Data
Tahap-tahap pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung
penelitian mengenai perancangan alat bantu tongkat, sebagai berikut:
3.2.1 Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dengan cara pengambilan gambar berupa kondisi
awal lansia saat menggunakan alat bantu jalan tongkat yang ada sebelumnya yang
berada di Panti Wredha tersebut.
3.2.2 Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari
penghuni panti wredha mengenai kesulitan atau keluhan yang dialami lansia saat
melakukan aktivitas jalan khususnya saat menggunakan tongkat yang sudah ada.
Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat
yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun. Hasil dari wawancara tersebut
merupakan keinginan dan keluhan yang dialami oleh lansia yang kemudian akan
digunakan oleh pihak engineer atau peneliti sebagai dasar dalam melakukan
perancangan.
3.2.3 Identifikasi Alat Bantu Jalan Tongkat
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat bantu tongkat yang
sudah ada sebelumnya. Selain itu identifikasi dapat dijadikan sebagai informasi
awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat bantu jalan tongkat yang
digunakan sebelumnya serta perlunya proses perancangan alat bantu tongkat.
Alat bantu tongkat yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan
kayu, memiliki diameter yang kecil yaitu hanya berdiameter 1.5 cm, serta tongkat
tersebut hanya memiliki panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya
sesuai kebutuhan lansia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
3.3 Penyusunan Konsep Perancangan
Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan
dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir
(Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :
1. Memperjelas Masalah
Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan
kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai
dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah
berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk
yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau
teknologinya (Ulrich, 2001).
2. Pencarian eksternal (Benchmarking)
Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan pemecahan keseluruhan
masalah dan sub masalah yang ditemukan selama langkah memperjelas masalah
(Ulrich, 2001).
3. Pencarian Internal
Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal
merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif
komponen produk (Ulrich, 2001).
4. Menggali Secara Sistematis.
Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.
Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian
yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan
perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan
internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk
subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan
untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan
fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu
tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination
table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan
mengkombinasikan bagian alternatif-alternatif yang ada (Ulrich, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria voice of
costumer dan kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif
dari masing-masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian
atau pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).
Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep
yang terstruktur (Ulrich, 2001). Sebuah metode terstruktur yang banyak
digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan
penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Concept Screening (Penyaringan Konsep)
Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk
mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.
Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk
memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan
konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun
1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).
Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :
a. Mempersiapkan matriks pemilihan
Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk
menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi
dengan inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep
yang akan dibahas akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi
tertulis dan juga penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).
Konsep-konsep memasuki bagian atas dari matriks, dan kriteria
memasuki bagian kiri. Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice
of Customer). Kriteria pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu
membedakan konsep satu dengan yang lainnya. Setelah dipertimbangkan
dengan teliti, kemudian dipilih sebuah konsep yang menjadi referensi
perbandingan membangun konsep-konsep solusi. Pencarian internal ini
dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat empat buah acuan
yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu
maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide
(Ulrich, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
b. Menghitung nilai dari konsep
Nilai-nilai yaitu ”lebih baik” (+), ”sama” (0), atau ”lebih buruk” (-)
diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana
perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap
kriteria. Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu
kriteria sebelum melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila
yang terjadi adalah jumlah konsep yang banyak, maka yang dilakukan
adalah sebaliknya yaitu menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria,
baru melangkah ke konsep selanjutnya (Ulrich, 2001).
c. Memberi rangking pada tiap konsep
Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai
”lebih baik”, ”sama”, dan ”lebih buruk”. Kemudian nilai total pada setiap
konsep dapat diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai ”lebih baik”
dengan nilai ”lebih buruk”. Setelah penjumlahan selesai, langkah
selanjutnya adalah memberi rangking pada setiap konsep secara urut.
Terlihat jelas, konsep-konsep dengan banyak nilai positif dan sedikit nilai
negatif akan memiliki ranking yang lebih tinggi (Ulrich, 2001).
d. Menyatukan dan memperbaiki konsep
Setelah setiap konsep telah dinilai dan diranking, sebaiknya diperiksa
apakah setiap konsep masuk akal dan kemudian mempertimbangkan
kemungkinan adanya konsep-konsep yang dapat disatukan dan diperbaiki
(Ulrich, 2001).
e. Memilih satu atau lebih konsep
Setelah puas dengan pengertian tentang setiap konsep dan kualitasnya,
maka langkah selanjutnya adalah memilih konsep mana yang akan
dilanjutkan pada penyaringan dan analisis lebih jauh (Ulrich, 2001).
3.3.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan dan Keinginan (Need)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap lansia pengguna alat bantu
tongkat yang sudah ada sebelumnya, maka diperoleh informasi tentang keluhan
dan keinginan lansia terhadap tongkat yang sudah ada tersebut. Setelah diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
data keluhan dan keinginan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan
pengelompokan data berdasarkan keluhan dan keinginan kedalam sebuah tabel.
Pengelompokan data tersebut nantinya dijadikan sebagai masukan dan
pertimbangan dalam perancangan alat bantu tongkat.
3.3.2 Penentuan Ide Perancangan (Idea)
Berdasarkan kebutuhan perancangan yang telah dinyatakan dengan jelas,
maka dapat dikembangkan suatu solusi pemecahan masalah. Penentuan solusi
perancangan haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perancangan yang
berasal dari engineer atau peneliti. Pada penjabaran kebutuhan, peneliti melihat
adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh yaitu
dengan memberikan usulan rancangan alat bantu tongkat. Perancangan alat bantu
tongkat tersebut bertujuan untuk mengurangi keluhan.
3.3.3 Pengembangan Ide Perancangan (Development)
Tahap ini merupakan penjelasan tentang perancangan alat bantu tongkat
yang berisi tentang penentuan dimensi alat bantu jalan tongkat, spesifikasi
komponen, serta memodelkan hasil rancangan ke dalam gambar yang kemudian
diwujudkan dalam bentuk prototipe produk.
3.4 Pengolahan Data Anthropometri
Data mentah yang sudah didapatkan diuji terlebih dahulu dengan
menggunakan metode statistik sederhana yaitu uji kecukupan data, uji
keseragaman data dan uji kenormalan data. Hal tersebut dilakukan agar data yang
diperoleh bersifat representatif, artinya data tersebut dapat mewakili populasi
yang diharapkan (Walpole, 1995).
1. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh sudah mencukupi untuk diolah. Sebelum dilakukan uji kecukupan
data terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan s = 0,05 yang
menunjukkan penyimpangan maksimum hasil penelitian. Selain itu juga
ditentukan tingkat kepercayaan 95% dengan k = 2 yang menunjukkan
besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data anthropometri, artinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
bahwa rata-rata data hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang sebesar 5%
dari rata-rata sebenarnya (Walpole, 1995). Rumusan uji kecukupan data, yaitu:
222 )()(
/'úú
û
ù
êê
ë
é -=
åå å
i
ii
x
xxNskN ...……………….... persamaan 3.1
dengan;
k = tingkat kepercayaan
s = derajat ketelitian
ix = data ke-i, i : 1, 2, 3, ... N
N = jumlah data pengamatan.
N’ = jumlah data teoritis
Data dianggap telah mencukupi jika memenuhi persyaratan N’<N, dengan
kata lain jumlah data secara teotitis lebih kecil daripada jumlah data
pengamatan (Walpole, 1995).
2. Uji keseragaman data
Uji keseragaman data berfungsi untuk memperkecil varian yang ada
dengan membuang data ekstrim. Jika ada data yang berada di luar batas
kendali atas ataupun batas kendali bawah maka data tersebut dibuang.
Langkah pertama dalam uji keseragaman ini adalah perhitungan mean dan
standar deviasi untuk mengetahui batas kendali atas dan bawah. Menurut
Walpole (1995) rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu:
n
xn
ii
xå=
-
= 1 …………………………………………....……. persamaan 3.2
=SD1
)( 2
-
-å-
n
xxi ……………………………….…........ persamaan 3.3
BKA = SDx .2+-
……………………………………............ persamaan 3.4
BKB = SDx .2--
……………………………………........... persamaan 3.5
dengan;
SD = standar deviasi
ix = data ke-i, i : 1, 2, 3, ... n
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
-
x = mean data
n = jumlah data
BKA = batas kendali atas
BKB = batas kendali bawah
Jika ada data yang berada di luar batas kendali atas maupun batas kendali
bawah, maka data tersebut harus dieliminasi atau dihilangkan. Untuk dapat
melihat keseragaman data dapat digunakan peta kendali .-
x
3. Uji kenormalan data
x
xxcX iå -=
22 )(
……………………….…………..... persamaan 3.6
bila a),1(2 -< kdcX f maka data dikatakan normal.
k = jumlah data
3.5 Estimasi Biaya
Estimasi biaya dilakukan untuk memperkirakan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk perancangan alat bantu tongkat. Biaya yang dihitung meliputi
biaya material, dan biaya non material.
3.6 Tahap Analisis
Tahap análisis dilakukan untuk menganalisis hasil terhadap pengumpulan
dan pengolahan data sebelumnya.
3.7 Tahap Kesimpulan dan Saran
Bagian terakhir penelitian berisi kesimpulan yang menjawab tujuan akhir
dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah
dilakukan, serta saran-saran yang berisi masukan untuk penelitian-penelitian
berikutnya agar lebih baik lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Permasalahan dalam penelitian akan lebih mudah untuk diselesaikan
bilamana ada data yang berkaitan langsung dengan permasalahan. Penyelesaian
dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap pengumpulan dan pengolahan data
sebagai dasar analisis terhadap penyelesaian permasalahan yang dihadapi.
4.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang proses
aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia menggunakan tongkat yang sudah ada
sebelumnya, data keluhan lansia, dan dimensi tubuh lansia yang akan digunakan
dalam perancangan alat bantu tongkat.
4.1.1 Pengumpulan Data Anthropometri
Pengumpulan data anthropometri dilakukan selama bulan Februari 2010
sampai dengan bulan Maret 2010. Pengukuran ini dilakukan kepada 25 orang
lansia pengguna alat bantu tongkat sebelumnya yang berusia 75 tahun sampai
dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas jalan untuk melakukan kegiatan sehari-
harinya di lingkungan panti. Data anthropometri yang dipakai adalah tinggi siku
berdiri, panjang telapak tangan dan diameter lingkar genggam.
4.1.2 Deskripsi aktivitas jalan yang dilakukan lansia
Pola aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia saat menggunakan tongkat
yang sudah ada sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Tabel 4.1 Aktivitas proses jalan yang dilakukan oleh lansia saat menggunakan tongkat yang sudah ada sebelumnya
No Dokumentasi Aktivitas Keterangan Resiko
1
Aktivitas lansia saat mengambil dan memegang tongkat
Sikap kerja: bertumpu pada bagian lengan dan pergelangan tangan
resiko pada bagian lengan dan telapak tangan serta keluhan nyeri pada pergelangan tangan
2
Aktivitas lansia saat mengambil posisi berdiri
Sikap kerja: bagian punggung membungkuk dan lengan serta pergelangan tangan dengan bertumpu pada kedua kaki
resiko pada bagian punggung, pergelangan tangan, serta keluhan nyeri pada bagian lengan atas dan lengan bawah
3
Aktivitas proses jalan yang dilakukan lansia
Sikap kerja: kepala dan leher merunduk, bagian lengan bawah dan pergelangan tangan menahan beban, punggung membungkuk, lengan bawah dan pergelangan tangan bergerak maju mundur dengan memegang tongkat.
resiko pada bagian kepala, leher, dan adanya keluhan rasa sakit dibagian lower back atau punggung
Sumber : Dokumentasi, 2010
Berdasarkan pengamatan pada Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa terdapat
tiga aktivitas yang dilakukan oleh lansia antara lain aktivitas saat mengambil dan
memegang tongkat, aktivitas saat mengambil posisi berdiri, dan kemudian
melakukan proses aktivitas jalan. Aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
dengan menggunakan alat bantu jalan tongkat yang sudah ada sebelumnya dapat
menyebabkan cidera.
4.1.3 Identifikasi Alat Bantu Tongkat Sebelumnya
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat bantu tongkat yang
sudah ada dan yang saat ini digunakan. Selain itu identifikasi dapat dijadikan
sebagai informasi awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat bantu
tongkat yang sudah ada sebelumnya serta perlunya proses perancangan alat bantu
tongkat. Alat bantu tongkat yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan
kayu, memiliki diameter yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, memiliki
panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia,
selain itu tongkat tersebut hanya memiliki satu kaki sebagai penopang beban.
Adapun kondisi alat bantu tongkat yang saat ini digunakan dapat dilihat pada
gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Alat bantu tongkat yang saat ini digunakan
Sumber : Dokumentasi, 2010 Berdasarkan kondisi tersebut, kelemahan alat bantu tongkat sebelumnya
dan yang saat ini digunakan yaitu hanya berfungsi sebagai penopang beban saja
dan belum dapat mengurangi keluhan maupun cidera yang dialami oleh lansia.
Kelemahan tersebut jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan resiko cidera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
lebih parah khususnya yang dialami lansia, untuk itu perlu adanya perancangan
alat bantu tongkat yang berfungsi untuk mengurangi resiko cidera bagi lansia.
4.2 Pengolahan Data
Pengolahan data diawali dengan melakukan proses penentuan konsep
desain. Proses penentuan konsep diawali dengan identifikasi kebutuhan pengguna.
4.2.1 Identifikasi Kebutuhan Pengguna
Identifikasi kebutuhan pengguna diperoleh dari hasil wawancara dengan
responden. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung
dari para lansia di Panti Wredha Dharma Bakti mengenai keluhan dan
ketidaknyamanan yang dialami lansia ketika menggunakan tongkat yang sudah
ada sebelumnya saat proses aktivitas jalan berlangsung dalam melakukan kegiatan
sehari-harinya di lingkungan panti. Dari hasil wawancara dengan lansia pengguna
alat bantu tongkat sebelumnya dapat diketahui ketidaknyamanan dan kesulitan
yang dialami lansia. Berikut merupakan pertanyaan yang digunakan untuk
mengidentifikasi ketidaknyamanan dan kesulitan pada saat proses aktivitas jalan
berlangsung.
· Ketidaknyamanan seperti apa yang Anda rasakan ketika melakukan proses
aktivitas jalan saat menggunakan tongkat yang sudah ada sekarang ?
· Apa yang Anda inginkan atau harapkan untuk perbaikan alat bantu tongkat
yang sudah ada sekarang ?
Hasil wawancara terhadap lansia pada saat proses aktivitas jalan
berlangsung dalam melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan Panti
Wredha Dharma Bakti mengenai keluhan dan ketidaknyamanan pada proses
penggunaan tongkat yang ada sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
Tabel 4.2 Rekapitulasi keluhan lansia
No Keluhan Jumlah Persentase
1
Pada saat mengambil dan memegang tongkat ,
lansia kurang nyaman terhadap pegangan tongkat
yang digunakan, sebab panjang genggaman tongkat
tersebut terlalu pendek dan permukaan genggaman
yang keras.
7 28 %
2
Pada saat mengambil posisi berdiri, lansia
merasakan nyeri pada bagian lengan atas dan
lengan bawah karena diameter tongkat yang terlalu
kecil sehingga tongkat tidak dapat menahan beban
lansia sepenuhnya dan menyebabkan kondisi tubuh
tidak stabil.
16 64 %
3
Pada saat melakukan proses aktivitas jalan, lansia
mengeluh adanya nyeri pada bagian lower back
atau punggung karena lansia harus menyesuikan
dengan ketinggian tongkat.
25 100 %
Sumber: Pengumpulan data, 2010
Tabel 4.2 menunjukkan hasil rekapitulasi data keluhan yang dialami lansia
ketika melakukan aktivitas jalan, dimana diperoleh hasil tingkat keluhan terbesar
terjadi ketika proses aktivitas jalan berlangsung karena beban yang ditopang oleh
tongkat terlalu berat karena ukuran diameter tongkat yang terlalu kecil, sehingga
menyebabkan kondisi tubuh tidak stabil. Selain itu wawancara juga dilakukan
untuk mengetahui keinginan lansia tentang adanya perancangan alat bantu
tongkat. Hasil wawancara mengenai keinginan untuk perancangan alat bantu
tongkat dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Tabel 4.3 Kebutuhan lansia terhadap perancangan alat bantu tongkat
No Keluhan Responden Kebutuhan lansia
1
Ketidaknyamanan lansia
terhadap pegangan tongkat yang
digunakan, sebab panjang
genggaman tongkat tersebut
terlalu pendek dan permukaan
genggaman yang keras.
Perlu adanya alat bantu jalan yang
memiliki pegangan tongkat yang
nyaman untuk digunakan
2
Timbulnya rasa nyeri pada
bagian lengan atas dan lengan
bawah karena diameter tongkat
yang terlalu kecil sehingga
tongkat tidak dapat menahan
beban lansia sepenuhnya dan
menyebabkan kondisi tubuh
tidak stabil.
Perlu adanya alat bantu jalan yang
dapat menopang beban lansia
sepenuhnya dan aman untuk
digunakan.
3
Timbulnya keluhan pada bagian
lower back atau punggung
karena lansia harus
menyesuikan dengan ketinggian
tongkat.
Perlu adanya alat bantu jalan yang
dapat diatur ketinggiannya sesuai
kebutuhan.
Sumber: Pengumpulan data, 2010
4.2.2 Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk bertujuan untuk memunculkan “karakteristik
engineering” untuk menyusun desain perancangan alat bantu tongkat.
“Karakteristik engineering” melalui penterjemahan data hasil kebutuhan lansia ke
bahasa pabrikasi. “Karakteristik engineering” ini digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam menentukan konsep desain perancangan alat bantu tongkat.
Dengan adanya “Karakteristik engineering” tersebut diharapkan didapat konsep
desain perancangan alat bantu tongkat yang lebih baik karena rancangan dibuat
berdasarkan keinginan pengguna (Ulrich, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
Hasil pengumpulan data hasil wawancara dapat dilihat pada tabel 4.4.
Beberapa kebutuhan pengguna akan diterjemahkan menjadi “Karakteristik
engineering” dalam perancangan desain sebagai berikut :
Tabel 4.4 Spesifikasi produk konsep desain perancangan alat bantu tongkat
No Kebutuhan responden “Karakteristik engineering”
1
Perlu adanya alat bantu jalan
yang memiliki pegangan tongkat
yang nyaman untuk digunakan
Merancang alat bantu jalan yang
memiliki panjang genggaman lebih
lebar serta dilengkapi dengan karet/
busa pada bagian genggamannya.
2
Perlu adanya alat bantu jalan
yang dapat menopang beban
lansia sepenuhnya dan aman
untuk digunakan.
Merancang alat bantu jalan yang
memiliki diameter lebih lebar dan
memiliki bahan yang kuat supaya
dapat menahan beban lansia
sepenuhnya.
3
Perlu adanya alat bantu jalan
yang dapat diatur ketinggiannya
sesuai kebutuhan.
Merancang alat bantu jalan yang
dapat diatur ketinggiannya dengan
penggunaan sistem height adjuster
sesuai dengan postur lansia
Sumber : Data diolah, 2010
4.2.3 Penyusunan Konsep Desain
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai
teknologi, prinsip kerja, dan bentuk produk. Konsep produk merupakan gambaran
singkat bagaimanan produk memuaskan pelanggan yang ditampilkan dengan
model 3 dimensi secara garis besar (Ulrich, 2001). Langkah-langkah penyusunan
konsep produk sebagai berikut:
1. Memperjelas Masalah
Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan
kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai
dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah
berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau
teknologinya (Ulrich, 2001).
Pada perancangan ini, dekomposisi berdasarkan kebutuhan utama
pelanggan adalah konsep yang diterjemahkan dari keluhan pengguna saat
melakukan proses aktivitas jalan menggunakan alat bantu jalan yang sudah ada
sebelumnya. Sub masalah hasil dari dekomposisi ini mencakup ketidaknyamanan
lansia saat memegang alat bantu tongkat yang sudah ada, adanya rasa nyeri pada
bagian lengan atas dan lengan bawah karena tongkat tidak dapat menahan beban
lansia sepenuhnya serta menyebabkan kondisi tubuh tidak stabil. Selain itu
timbulnya rasa nyeri pada bagian lower back atau punggung karena lansia harus
menyesuaikan dengan ketinggian tongkat.
Langkah selanjutnya dalam memperjelas masalah adalah memfokuskan
pada sub masalah kritis. Pemfokusan pada sub masalah kritis pada perancangan
alat bantu jalan tongkat dilakukan melalui penetapan urutan prioritas terhadap
konsep berdasarkan banyaknya suara keluhan pengguna setelah melakukan proses
aktivitas jalan. Untuk memenuhi semua keinginan konsumen maka semua atribut
menjadi prioritas yang sama pentingnya.
Hasil proses memperjelas masalah akan diterangkan pada sub bab sebagai
berikut:
a) Perlu adanya fasilitas yang memberikan kenyamanan kepada lansia saat
memakai pegangan tongkat tanpa menimbulkan rasa sakit pada telapak
tangan. Hal ini dapat diwujudkan dengan pemberian karet/ busa pada
bagian genggamannya, sehingga rasa sakit pada telapak tangan dapat
dikurangi.
b) Alat mampu menahan beban lansia sepenuhnya dan alat tersebut dapat
menyebabkan kondisi tubuh stabil saat aktivitas jalan berlangsung. Dalam
hal ini alat bantu jalan tongkat hasil rancangan harus memiliki diameter
lebih lebar dan memiliki bahan yang kuat supaya dapat menahan beban
lansia sepenuhnya.
c) Perlunya alat bantu jalan yang bisa diatur ketinggiannya sesuai dengan
postur lansia sehingga posisi tubuh tidak terlalu membungkuk. Hal ini
dapat diwujudkan dengan penggunaan sistem height adjuster sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
ketinggian alat bantu jalan tersebut dapat disesuaikan dengan keinginan
dan kebutuhan lansia.
2. Pencarian eksternal (Benchmarking)
Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan pemecahan keseluruhan
masalah dan sub masalah yang ditemukan selama langkah memperjelas masalah.
Pencarian eksternal dalam penelitian ini dilakukan dengan benchmarking produk
lain yang sejenis. Karena di Panti Wredha Darma Bakti Surakarta hanya
menggunakan tongkat seadanya, maka benchmarking dilakukan terhadap alat
bantu jalan tongkat yang ada di pasaran sebagai masukan atribut kebutuhan yang
belum dapat dibangkitkan dari proses spesifikasi produk (Ulrich, 2001).
Gambar 4.2 Tongkat di pasaran
Sumber : Data dikumpulkan, 2010
Dari produk pesaing di atas masih terdapat beberapa kelemahan apabila
tongkat tersebut diaplikasikan ke Panti Wredha Darma Bakti Surakarta dimana
subyeknya adalah lansia yang memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan
tiap aktivitasnya.
Identifikasi kekurangan tongkat di atas :
a. Pada bagian genggaman tangan, bahan terbuat dari plastik bukan dari
karet/ busa. Hal ini menyebabkan masih timbulnya rasa sakit khususnya
pada bagian genggaman tersebut dan pada bagian kaki tongkat terbuat dari
nilon yang masih bisa menyebabkan jatuh pada penggunanya ketika
digunakan pada medan permukaan yang licin.
a. b. c.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
b. Tongkat masih terbuat dari bahan kayu yang belum dapat menopang beban
lansia sepenuhnya dan pada bagian genggaman tangan terbuat dari bahan
plastik yang dapat menyebabkan timbulnya rasa sakit pada bagian
genggaman tersebut serta pada bagian kaki tongkat terbuat dari nilon yang
masih bisa menyebabkan jatuh pada penggunanya ketika digunakan pada
medan permukaan yang licin.
c. Tongkat tersebut hanya memiliki ketinggian tertentu, dan tidak bisa diatur
ketinggiannya sesuai keinginan dan kebutuhan lansia sesuai dengan postur
lansia. Pada saat tongkat tersebut digunakan, maka pada bagian alas
tongkat cenderung kaku dan tidak fleksibel, sehingga pada bagian alas
tongkat kurang mampu menyesuaikan dengan medan permukaan lantai.
Dari kekurangan tongkat di atas dapat dibangkitkan beberapa atribut
kebutuhan lansia yang belum bisa dibangkitkan lewat tahap spesifikasi. Atribut
kebutuhan lansia tersebut antara lain :
Tabel 4.5 Atribut Kebutuhan Lansia
No Kekurangan tongkat Kebutuhan
1
Pada bagian genggaman tangan,
bahan terbuat dari plastik bukan
dari karet/ busa. Hal ini
menyebabkan masih timbulnya
rasa sakit khususnya pada bagian
genggaman tersebut.
Memberikan kenyamanan pada
bagian genggaman tangan
2
Tongkat tersebut hanya memiliki
ketinggian tertentu, dan tidak bisa
diatur ketinggiannya sesuai
keinginan dan kebutuhan lansia
sesuai dengan postur lansia.
Memberikan kemudahan untuk
mengatur ketinggian tongkat sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
3
Pada saat tongkat tersebut
digunakan, maka pada bagian
alas tongkat cenderung kaku dan
tidak fleksibel, sehingga pada
bagian alas tongkat kurang
mampu menyesuaikan dengan
medan permukaan lantai sehingga
kenyamanan penggunaannya pun
kurang maksimal.
Memberikankenyamanan penggunaan
pada bagian alas tongkat serta dengan
penambahan bahan yang kuat supaya
dapat menahan beban lansia
sepenuhnya.
Sumber : Data diolah, 2010
Atribut kebutuhan pengguna yang muncul pada tahap spesifikasi produk
akan digabung dengan atribut kebutuhan yang muncul saat benchmarking dengan
produk sejenis (Ulrich, 2001). Tahap selanjutnya setelah semua atribut kebutuhan
dibangkitkan adalah membuat matrik kebutuhan yang ditunjukan pada tabel 4.6.
Tujuan dari pembuatan matrik kebutuhan adalah menerjemahkan keinginan
konsumen (Voice of Customer) ke ”karakteristik engineering” (Voice of Engineer)
Tabel 4.6 Matrik-matrik kebutuhan
Sumber : Data diolah, 2010
(lanjutan) Tabel 4.5 Atribut Kebutuhan Lansia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
3. Menggali Secara Sistematis
Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.
Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian
yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan
perbandingan dan pemangkasan (Ulrich, 2001). Setiap “karakteristik engineering”
dijelaskan lebih dulu sebelum membuat pohon klasifikasi konsep.
a. Rangka Kaki Tongkat
Rangka untuk kaki tongkat pada perancangan kali ini mempunyai
pilihan 2 model yaitu model 1 dan model 2. Pada model 1 rangka kaki
mempunyai bentuk lurus serta memiliki satu tumpuan sebagai penopang
beban dan pada model 2 rangka kaki mempunyai bentuk melengkung
serta memiliki empat ruas kaki sebagai penopang beban. Model rangka
ditunjukan pada gambar 4.3 dan gambar 4.4 dibawah ini.
Gambar 4.3 Model rangka kaki bentuk 1
Sumber : Data dikumpulkan, 2010
Gambar 4.4 Model rangka kaki bentuk 2
Sumber : Data dikumpulkan, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
b. Desain Rangka
Desain rangka untuk perancangan tongkat mempunyai pilihan 2
model yaitu model 1 dan model 2. Pada model 1 desain rangka memiliki
bentuk lurus memanjang mulai dari permukaan bawah sampai atas dan
pada model 2 desain rangka memiliki bentuk melengkung pada bagian
permukaan atasnya yang ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 4.5 Model desain rangka bentuk 1
Sumber : Data dikumpulkan, 2010
Gambar 4.6 Model desain rangka bentuk 2
Sumber : Data dikumpulkan, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
c. Sistem Kenyamanan dan Fleksibilitas
Sistem kenyamanan dan fleksibilitas yang menjadi pilihan
perancangan tongkat adalah dengan sistem balljoint (sistem goyang) dan
tanpa balljoint.
d. Sistem Pengatur Ketinggian
Sistem pengatur ketinggian yang menjadi pilihan perancangan
tongkat adalah dengan penggunaan roughcounter (pengunci kupu-kupu)
dan tanpa roughcounter.
Dari penjabaran beberapa alternatif konsep diatas didapat
kombinasi beberapa konsep perancangan yang digambarkan lewat
pohon klasifikasi dan tabel kombinasi konsep pada gambar 4.7
dan tabel 4.7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Gambar 4.7 Pohon klasifikasi untuk perancangan tongkat
Sumber : Data diolah, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Gambar 4.7 Pohon klasifikasi untuk perancangan tongkat lanjutan Sumber : Data diolah, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Tabel 4.7 Kombinasi konsep desain perancangan tongkat
Sumber : Data diolah, 2010
Karena pada rangka kaki model 1 tersebut mempunyai banyak
kelemahan dibanding dengan rangka kaki model 2, maka desain yang
menggunakan rangka kaki model 1 tersebut dihilangkan. Kelemahan
desain rangka kaki model 1 adalah pada bagian alasnya hanya memiliki
satu tumpuan sebagai penopang beban sehingga saat digunakan kurang
mampu untuk menahan beban lansia sepenuhnya dan kurang fleksibel
terhadap medan permukaan lantai. Apabila ingin menyesuaikan dengan
medan permukaan lantai, maka lansia tersebut harus mengangkat tongkat
tersebut berulang-ulang. Jika hal tersebut dilakukan terus-menerus maka
lansia akan mengalami nyeri pada bagian pergelangan tangan. Untuk
itulah sistem kenyamanan dan fleksibilitas terhadap penyesuaian medan
permukaan lantai lebih dipilih yang memakai sistem balljoint (sistem
goyang) karena selain mampu menyesuaikan dan fleksibel terhadap
permukaan lantai, sistem ini juga mampu mengurangi keluhan lansia
khususnya nyeri pada bagian pergelangan tangan, bila dibandingkan
dengan tanpa penggunaan sistem tersebut. Setelah menghilangkan desain
rangka kaki model 1 dan tanpa penggunaan sistem balljoint (sistem
goyang) tersebut didapat kombinasi akhir dari konsep desain perancangan
tongkat yang ditunjukan pada tabel 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Tabel 4.8 Kombinasi akhir konsep desain perancangan tongkat
Sumber : Data diolah, 2010
4. Kombinasi Konsep
Kombinasi konsep-konsep desain yang terpilih dijelaskan seperti di
bawah ini :
a. Konsep 1
Pada konsep 1 ini desain perancangan tongkat menggunakan rangka kaki
model 2 yaitu rangka kaki yang memiliki bentuk melengkung serta
memiliki empat ruas kaki sebagai penopang beban. Hal ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan tubuh lansia sepenuhnya bila dibanding dengan
hanya memiliki satu ruas kaki sebagai satu tumpuan bebannya saja. Desain
rangka memakai model 1 yaitu memiliki bentuk lurus memanjang mulai
dari permukaan bawah sampai atas. Untuk segi kenyamanan dan
fleksibilitas desain perancangan kali ini dilengkapi dengan sistem balljoint
(sistem goyang) yang bertujuan agar bagian alas tongkat ketika digunakan
mampu menyesuaikan dengan medan permukaan lantai sehingga
kenyamanan penggunaannya pun dapat maksimal. Desain perancangan
tongkat ini juga dilengkapi sistem pengatur ketinggian dengan penggunaan
roughcounter (pengunci kupu-kupu) supaya tongkat tersebut dapat diatur
ketinggiannya sesuai kebutuhan pengguna. Desain ini dilihat pada gambar
4.8.
Model Rangka Kaki Desain Rangka Sistem Kenyamanan dan Fleksibilitas Sistem Pengatur Ketinggian
Model 2
Bulljoint (sistem goyang)
Tanpa Bulljoint
Bulljoint (sistem goyang)
Tanpa Bulljoint
Desain Model 1
Desain Model 2
Roughcounter (pengunci kupu-kupu)
Tanpa Roughcounter
Roughcounter (pengunci kupu-kupu)
Tanpa Roughcounter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Gambar 4.8 Konsep desain perancangan tongkat 1
Sumber : Data diolah, 2010
b. Konsep 2
Pada konsep 2 ini desain perancangan tongkat menggunakan rangka kaki
model 2 yaitu rangka kaki yang memiliki bentuk melengkung serta
memiliki empat ruas kaki sebagai penopang beban. Hal ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan tubuh lansia sepenuhnya bila dibanding dengan
hanya memiliki satu ruas kaki sebagai satu tumpuan bebannya saja. Desain
rangka memakai model 1 yaitu memiliki bentuk lurus memanjang mulai
dari permukaan bawah sampai atas. Desain ini dilihat pada gambar 4.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Gambar 4.9 Konsep desain perancangan tongkat 2 Sumber : Data diolah, 2010
c. Konsep 3
Pada konsep 3 ini desain perancangan tongkat menggunakan rangka kaki
model 2 yaitu rangka kaki yang memiliki bentuk melengkung serta
memiliki empat ruas kaki sebagai penopang beban. Hal ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan tubuh lansia sepenuhnya bila dibanding dengan
hanya memiliki satu ruas kaki sebagai satu tumpuan bebannya saja. Desain
rangka memakai model 2 yaitu memiliki bentuk melengkung pada bagian
permukaan atasnya. Untuk segi kenyamanan dan fleksibilitas desain
perancangan kali ini dilengkapi dengan sistem balljoint (sistem goyang)
yang bertujuan agar bagian alas tongkat ketika digunakan mampu
menyesuaikan dengan medan permukaan lantai sehingga kenyamanan
penggunaannya pun dapat maksimal. Desain perancangan tongkat ini juga
dilengkapi sistem pengatur ketinggian dengan penggunaan roughcounter
(pengunci kupu-kupu) supaya tongkat tersebut dapat diatur ketinggiannya
sesuai kebutuhan pengguna. Desain ini dilihat pada gambar 4.10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Gambar 4.10 Konsep desain perancangan tongkat 3 Sumber : Data diolah, 2010
d. Konsep 4
Pada konsep 4 ini desain perancangan tongkat menggunakan rangka kaki
model 2 yaitu rangka kaki yang memiliki bentuk melengkung serta
memiliki empat ruas kaki sebagai penopang beban. Hal ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan tubuh lansia sepenuhnya bila dibanding dengan
hanya memiliki satu ruas kaki sebagai satu tumpuan bebannya saja. Desain
rangka memakai model 2 yaitu memiliki bentuk melengkung pada bagian
permukaan atasnya. Desain ini dilihat pada gambar 4.11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Gambar 4.11 Konsep desain perancangan tongkat 4 Sumber : Data diolah, 2010 4.2.4 Seleksi Konsep Produk
Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk
mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.
Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk
memperkecil jumlah konsep yang akan dipertimbangkan lebih lanjut (Ulrich,
2001).
1. Persiapan Matriks Pemilihan
Matriks yang akan digunakan berisi konsep yang akan dipilih dan kriteria
pemilihan. Kriteria pemilihan adalah gabungan dari beberapa voice of
customer yang berasal dari keluhan pengguna dengan voice of engineering
(Ulrich, 2001). Dari kombinasi alternatif desain tongkat yang ada, diberikan
penilaian dengan berbagai pertimbangan dan diambil nilai yang tertinggi.
Tabel 4.9 Matriks pemilihan konsep
No Kriteria Seleksi 1 Kekuatan rangka menopang beban 2 Mampu menyesuaikan dengan tinggi lansia
3 Tidak menimbulkan resiko (tidak menimbulkan rasa sakit pada genggaman tangan/ pergelangan tangan)
4 Desain yang ergonomis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Sumber : Data diolah, 2010 2. Concept Screening
Penyaringan konsep berguna untuk mempersempit alternatif konsep yang
ada dan mempermudah pemilihan konsep yang akan dikembangkan.
Penyaringan konsep ini dilakukan dengan cara membandingkan konsep satu
dengan konsep lainnya. Perhitungan nilai konsep dengan menggunakan nilai-
nilai yaitu ”lebih baik” (+), ”sama” (0), atau ”lebih buruk” (-) diletakkan pada
setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana perbandingan setiap
konsep (Ulrich, 2001). Matriks penyaringan konsep dapat dilihat pada tabel
4.10.
Tabel 4.10 Matriks penyaringan konsep
1 2 3 41 Kekuatan rangka menopang beban 0 0 0 02 Mampu menyesuaikan dengan tinggi lansia + 0 + 0
3Tidak menimbulkan resiko (tidak menimbulkan rasa sakit pada genggaman tangan/ pergelangan tangan)
0 0 0 0
4 Desain yang ergonomis 0 0 + +5 Mampu menjaga kestabilan tubuh lansia ketika menggunakan tongkat + 0 + 06 Kenyamanan penggunaan dan fleksibel terhadap medan permukaan lantai + 0 + 0
3 0 4 10 0 0 03 5 2 52 4 1 3
tdk tdk ya tdk
KonsepNo Kriteria Seleksi
jml +jml -jlh 0peringkatlanjutkan?
Sumber : Data diolah, 2010 4.2.5 Pengujian Konsep
Pengujian konsep dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu
tongkat yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas
jalan untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan Panti Wredha
Dharma Bakti Surakarta. Konsep yang terpilih tersebut diajukan untuk diketahui
apakah konsep sudah sesuai keinginan lansia atau belum.
5 Mampu menjaga kestabilan tubuh lansia ketika menggunakan tongkat
6 Kenyamanan penggunaan dan fleksibel terhadap medan permukaan lantai
(lanjutan) Tabel 4.9 Matriks pemilihan konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
4.2.6 Penentuan Data Anthropometri
Perancangan alat bantu tongkat harus disesuaikan dengan anthropometri
penggunanya. Hal ini yang menyebabkan diperlukannya pengukuran data
anthropometri terhadap lansia. Data anthropometri yang digunakan dalam
perancangan alat bantu tongkat meliputi:
a. Tinggi siku berdiri (tsb)
b. Diameter lingkar genggam (dlg)
c. Panjang telapak tangan (ptt)
Data yang terkumpul, kemudian ditentukan perhitungan persentilnya,
untuk mendapatkan batas ukuran yang diperlukan. Persentil yang digunakan pada
perancangan alat bantu tongkat rancanganyaitu persentil 5, 50 dan 95. Penentuan
persentil ini ditentukan dengan pertimbangan bahwa persentil ini dapat
mengakomodasi data persentil ke 5, 50 atau 95, sehingga populasi dapat terlayani
(Zelnik dan Panero, 2003). Persentil ini dapat dihitung berdasarkan rumus seperti
pada Tabel 2.2. Dengan contoh persentil untuk tinggi siku berdiri sebagai berikut:
P5 = 79,24 – (1,645 . 1,09) = 78,84
P50 = 79,24
P95 = 79,24 + (1,645 . 1,09) = 82,44
Berdasarkan perhitungan data tinggi siku berdiri nilai persentil ke-5 sebesar
78,84 cm, nilai persentil ke-50 sebesar 79,24 cm, dan nilai persentil ke-95 sebesar
82,44 cm. Rekapitulasi hasil perhitungan persentil ditunjukkan pada Tabel 4.11
Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Antropometri
No Data yang diukur Simbol Rata-rata stdev P5 P50 P95
1 Tinggi siku berdiri tsb 79,24 1,09 78,84 79,24 82,44
2 Diameter lingkar genggam
dlg 2,46 0,11 2,42 2,46 2,76
3 Panjang telapak tangan
ptt 15,76 1,11 15,36 15,76 19,00
Sumber : Data diolah, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
4.2.7 Perhitungan Uji Kecukupan Data, Uji Keseragaman Data, dan Uji
Kenormalan Data
a. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh sudah mencukupi untuk diolah. Sebelum dilakukan uji kecukupan
data terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan s = 0,05 yang
menunjukkan penyimpangan maksimum hasil penelitian. Selain itu juga
ditentukan tingkat kepercayaan 95% dengan k = 2 yang menunjukkan
besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data anthropometri, artinya
bahwa rata-rata data hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang sebesar 5%
dari rata-rata sebenarnya (Walpole, 1995). Rumusan uji kecukupan data, yaitu:
222 )()(
/'úú
û
ù
êê
ë
é -=
åå å
i
ii
x
xxNskN ...……………….... persamaan 4.1
dengan;
k = tingkat kepercayaan
s = derajat ketelitian
ix = data ke-i, i : 1, 2, 3, ... N
N = jumlah data pengamatan.
N’ = jumlah data teoritis
Data dianggap telah mencukupi jika memenuhi persyaratan N’<N, dengan
kata lain jumlah data secara teotitis lebih kecil daripada jumlah data
pengamatan (Walpole, 1995).
1. Uji kecukupan data tinggi siku berdiri:
N’ = ( )
222
úúú
û
ù
êêê
ë
é -
åå å
X
XXNSk
= 2
2
2016
(2016)-162599.2505,02
úúú
û
ù
êêê
ë
é
= 0,283
Karena syarat N’≤ N terpenuhi maka data tinggi siku berdiri telah cukup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
2. Uji kecukupan data diameter lingkar genggam:
N’ = ( )
222
úúú
û
ù
êêê
ë
é -
åå å
X
XXNSk
= 2
2
65
(65)-169,3.2505,02
úúú
û
ù
êêê
ë
é
= 2,840
Karena syarat N’≤ N terpenuhi maka data diameter lingkar genggam telah
cukup.
.3. Uji kecukupan data panjang telapak tangan:
N’ = ( )
222
úúú
û
ù
êêê
ë
é -
åå å
X
XXNSk
= 2
2
429,5
(429,5)-7408,25.2505,02
úúú
û
ù
êêê
ë
é
= 6,384
Karena syarat N’≤ N terpenuhi maka data tinggi siku berdiri telah cukup.
Hasil perhitungan uji kecukupan data tiap dimensi antropometri dapat
dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Tabel Uji Kecukupan Data Antropometri
Sumber: Data diolah, 2010
b. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data berfungsi untuk memperkecil varian yang ada
dengan membuang data ekstrim. Jika ada data yang berada di luar batas
kendali atas ataupun batas kendali bawah maka data tersebut dibuang.
Langkah pertama dalam uji keseragaman ini adalah perhitungan mean dan
No. Dimensi Anthropometri N N' Keterangan
1 Tinggi siku berdiri 25 0,283 Cukup
2 Diameter lingkar genggam 25 2,840 Cukup
3 Panjang telapak tangan 25 6,384 Cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
standar deviasi untuk mengetahui batas kendali atas dan bawah. Menurut
Walpole (1995) rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu:
n
xn
ii
xå=
-
= 1 …………………………………………....……. persamaan 4.2
=SD1
)( 2
-
-å-
n
xxi ……………………………….…........ persamaan 4.3
BKA = SDx .2+-
……………………………………............ persamaan 4.4
BKB = SDx .2--
……………………………………........... persamaan 4.5
dengan;
SD = standar deviasi
ix = data ke-i, i : 1, 2, 3, ... n
-
x = mean data
n = jumlah data
BKA = batas kendali atas
BKB = batas kendali bawah
Jika ada data yang berada di luar batas kendali atas maupun batas kendali
bawah, maka data tersebut harus dieliminasi atau dihilangkan. Untuk dapat
melihat keseragaman data dapat digunakan peta kendali .-
x
1. Uji keseragaman data tinggi siku berdiri
a. Menghitung nilai mean (-
x )
n
xn
ii
xå=
-
= 1
255,81...8082 +++
=-
x
-
x = 80,64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
b. Menghitung nilai standar deviasi (SD)
SD = 1
)( 2
-
-å-
n
xxi
SD =125
)64,805,81(...)64,8082( 22
--++-
SD = 1,09
c. Menghitung batas kontrol
BKA = ( )SDX .2+
= 80,64 + (2 . 1,09)
= 82,829
BKB = ( )SDX .2-
= 80,64 - (2 . 1,09)
= 78,451
Hasil perhitungan di atas dapat dilihat pada grafik tinggi siku berdiri yang
disajikan dalam peta kendali seperti terlihat pada gambar 4.12
Gambar 4.12 Grafik Peta Kendali X Data Tinggi Siku Berdiri
Sumber: Data diolah, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
2. Uji keseragaman data diameter lingkar genggam
a. Menghitung nilai mean (-
x )
n
xn
ii
xå=
-
= 1
255,2...7,25,2 +++
=-
x
-
x = 2,6
b. Menghitung nilai standar deviasi (SD)
SD = 1
)( 2
-
-å-
n
xxi
SD =125
)6,25,2(...)6,25,2( 22
--++-
SD = 0,11
c. Menghitung batas kontrol
BKA = ( )SDX .2+
= 2,6 + (2 . 0,11)
= 2,82
BKB = ( )SDX .2-
= 2,6 - (2 . 0,11)
= 2,37
Hasil perhitungan di atas dapat dilihat pada grafik diameter lingkar
genggam yang disajikan dalam peta kendali seperti terlihat pada gambar 4.13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
Gambar 4.13 Grafik Peta Kendali X Data Diameter Lingkar Genggam
Sumber: Data diolah, 2010
3. Uji keseragaman data panjang telapak tangan
a. Menghitung nilai mean (-
x )
n
xn
ii
xå=
-
= 1
2517...1816 +++
=-
x
-
x = 17,18
b. Menghitung nilai standar deviasi (SD)
SD = 1
)( 2
-
-å-
n
xxi
SD =125
)18,1717(...)18,1716( 22
--++-
SD = 1,108
c. Menghitung batas kontrol
BKA = ( )SDX .2+
= 17,18 + (2 . 1,108)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
= 19,39
BKB = ( )SDX .2-
= 17,18 - (2 . 1,108)
= 14,96
Hasil perhitungan di atas dapat dilihat pada grafik panjang telapak tangan
yang disajikan dalam peta kendali seperti terlihat pada gambar 4.14
Gambar 4.14 Grafik Peta Kendali X Data Panjang Telapak Tangan
Sumber: Data diolah, 2010
Hasil dari uji keseragaman data tiap dimensi anthropometri dapat dilihat
pada tabel 4.13
Tabel 4.13 Tabel Uji Keseragaman Data Antropometri
Sumber: Data diolah, 2010
No. Dimensi
Anthropometri X bar stdev BKA BKB Max Min Keterangan 1 Tinggi siku berdiri 80,64 1,09 82,829 78,451 82,50 79,00 seragam
2 Diameter lingkar
genggam 2,60 0,11 2,824 2,376 2,80 2,40 seragam
3 Panjang telapak
tangan 17,18 1,11 19,395 14,965 19,00 15,00 seragam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
Uji Kenormalan Data
1. Uji kenormalan data tinggi siku berdiri:
( )X
XXcX i
hitungå -
=2
2
80,6428,760
=
= 0,357
tabelcX 2
={ a),1( -kdf }= 42,55, dimana : a ( taraf signifikan ) = 5 %
Dari hasil perhitungan, karena hitungcX 2
< tabelcX 2
terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa data antropometri tersebut adalah normal.
2. Uji kenormalan data diameter lingkar genggam:
( )X
XXcX i
hitungå -
=2
2
2,60,3
=
= 0,115
tabelcX 2
={ a),1( -kdf }= 42,55, dimana : a ( taraf signifikan ) = 5 %
Dari hasil perhitungan, karena hitungcX 2
< tabelcX 2
terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa data antropometri tersebut adalah normal.
3. Uji kenormalan data panjang telapak tangan:
( )X
XXcX i
hitungå -
=2
2
17,1829,44
=
= 1,713
tabelcX 2
={ a),1( -kdf }= 42,55, dimana : a ( taraf signifikan ) = 5 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
Dari hasil perhitungan, karena hitungcX 2
< tabelcX 2
terpenuhi maka dapat
disimpulkan bahwa data antropometri tersebut adalah normal.
Hasil dari uji kenormalan data tiap dimensi antropometri dapat dilihat pada
tabel 4.14
Tabel 4.14 Tabel Uji Kenormalan Data Antropometri
No. Data yang diukur Simbol X bar Σ(x-
xbar)2 X˄2 n df Keterangan 1 Tinggi siku berdiri tsb 80,64 2,876 0,036 25 24 normal
2 Diameter lingkar
genggam dlg 2,60 0,30 0,115 25 24 normal
3 Panjang telapak
tangan ptt 17,18 29,44 1,71 25 24 normal Sumber: Data diolah, 2010
4.3 Perancangan Alat Bantu Tongkat
Perancangan alat bantu tongkat ditentukan berdasarkan data anthropometri
lansia dan perhitungan persentil yang telah dilakukan. Pada tahap ini dilakukan
penentuan ukuran alat bantu tongkat rancangan. Penentuan dimensi ukuran
dilakukan sebagai berikut:
1. Tinggi alat bantu tongkat
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan tinggi alat bantu
tongkat adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan persentil ke-50. Penggunaan
persentil 50 dimaksudkan sebagai gambaran yang mendekati nilai rata-rata
ukuran. Perhitungan tinggi alat bantu tongkat rancangan, sebagai berikut:
Tinggi alat bantu tongkat = tsb (P50)
= 79,24 cm
dengan;
tsb = tinggi siku berdiri
P50 = persentil 50
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh tinggi alat bantu
tongkat hasil rancangan sebesar 79,24 cm ~ 79 cm.
2. Panjang genggaman alat bantu tongkat
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman
alat bantu tongkat adalah panjang telapak tangan (ptt) dengan persentil ke-5.
Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar lansia yang memiliki panjang
telapak tangan lebih kecil memiliki ruang yang cukup antara ketika memegang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
genggaman alat bantu tongkat tersebut. Perhitungan panjang genggaman alat
bantu tongkat rancangan, sebagai berikut:
Panjang genggaman alat bantu tongkat = ptt (P5)
= 15,36 cm
dengan;
ptt = panjang telapak tangan
P5 = persentil 5
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang genggaman
alat bantu tongkat hasil rancangan sebesar 15 cm.
3. Diameter alat bantu tongkat
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter tongkat
adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-50. Penggunaan
persentil 50 dimaksudkan agar lansia yang memiliki diameter genggam lebih
besar maupun yang lebih kecil dapat memegang tongkat tersebut dengan
nyaman. Perhitungan diameter alat bantu tongkat rancangan, sebagai berikut:
Diameter alat bantu tongkat = dlg (P50)
= 2,46 cm
dengan;
dlg = diameter lingkar genggam
P50 = persentil 50
Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh diameter tongkat hasil
rancangan sebesar 2,5 cm.
Tabel 4.15 Rekapitulasi Perhitungan Dimensi Alat Bantu Tongkat Rancangan
No Dimensi Alat Bantu Tongkat Hasil Rancangan Ukuran
1. Tinggi tongkat 79 cm
2. Panjang genggaman tongkat 15 cm
3. Diameter tongkat 2,5 cm Sumber : Data diolah, 2010
Ukuran rancangan alat bantu tongkat rancangan tersebut ditentukan
dengan pertimbangan beberapa faktor, seperti data anthropometri lansia serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
persentil yang digunakan. Gambar rancangan dijelaskan melalui gambar, sebagai
berikut:
Gambar 4.15 Bagian atas alat bantu tongkat (2d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian atas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Gambar 4.16 Bagian atas alat bantu tongkat (3d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian atas alat bantu tongkat rancangan dibuat dengan spesifikasi ukuran
sebagai berikut:
Ø diameter tongkat 22 mm
Ø tinggi tongkat 59 cm.
Ø diameter handpad/ genggaman tangan 25 mm
Ø panjang handpad/ genggaman tangan 15 cm
Ø diameter lubang 6 mm
Ø diameter pengunci roughcounter 10 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Gambar 4.17 Bagian Roughcounter alat bantu tongkat (2d) Sumber : Data diolah, 2010
Gambar 4.18 Bagian Roughcounter alat bantu tongkat (3d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian roughcounter/ pengunci kupu-kupu alat bantu tongkat dibuat
dengan spesifikasi ukuran sebagai berikut:
Ø diameter roughcounter 6 mm
Bagian Roughcounter/ pengunci kupu-kupu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
Gambar 4.19 Bagian bawah/ engkol alat bantu tongkat (2d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian bawah/ engkol:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
Gambar 4.20 Bagian bawah/ engkol alat bantu tongkat (3d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian bawah/ engkol alat bantu tongkat dibuat dengan spesifikasi ukuran
sebagai berikut:
Ø diameter pipa 19 mm
Ø tinggi pipa 20 cm
Ø diameter lubang 6 mm
Ø diameter ring pengunci spring 30 mm
Ø diameter lubang ring pengunci 19 mm
Ø tebal ring pengunci spring 10 mm
Ø panjang spring tekan 13 cm
Ø diameter lingkaran spring 30 mm
Ø diameter kawat 3,5 mm
pipa stenless
lubang
ring pengunci spring
spring tekan
balljoint
kaki tongkat
mur pengunci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
Ø diameter balljoint 30 mm
Ø diameter mur pengunci 5 mm
Ø diameter kaki 17 mm
Ø panjang kaki 10 cm
Gambar 4.21 Alat bantu tongkat (2d) Sumber : Data diolah, 2010
Bagian-bagian setelah disatukan:
masukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
Gambar 4.22 Alat bantu tongkat (3d) Sumber : Data diolah, 2010
4.3.1 Menentukan gaya pada rancangan
Perhitungan dilakukan terhadap gaya pada alat bantu tongkat. Perhitungan
terdiri dari 4 tahap, yaitu: menghitung gaya pada alat bantu tongkat, menghitung
gaya pada lansia, perhitungan gaya pada kaki tongkat, dan menghitung gaya pada
pegas.
1. Menghitung gaya pada alat bantu tongkat
Untuk menghitung gaya pada alat bantu tongkat terlebih dahulu harus
menentukan massa dari alat bantu tongkat rancangan tersebut. Massa alat bantu
tongkat rancangan diukur dengan menggunakan timbangan. Setelah dilakukan
pengukuran, maka didapatkan massa alat bantu tongkat rancangan sebesar 1,5 kg.
Besarnya gaya pada alat bantu tongkat rancangan dihitung dengan
mengalikan massa alat bantu tongkat dengan percepatan gravitasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
a. Gaya pada alat bantu tongkat = massa alat bantu tongkat x percepatan gravitasi
Ftongkat = mtongkat . a
Ftongkat = 1,5 kg . 9,81 m/s2
Ftongkat = 49,05 N
Jadi besarnya gaya pada alat bantu tongkat sebesar 49,05 N
2. Mencari gaya pada lansia
Beban-beban yang bersentuhan langsung dengan alat bantu jalan tongkat
diukur dengan menggunakan timbangan. Pengukuran itu dilakukan terhadap 25
lansia saat melakukan aktivitas jalan. Selanjutnya dari massa alat bantu tongkat
yang telah diukur tersebut, dihitung presentasenya terhadap berat badan lansia.
Hasil persentase massa alat bantu tongkat terhadap berat badan dilihat pada tabel
4.16
Tabel 4.16 Perbandingan Massa Alat Bantu Tongkat Terhadap Berat Badan
Responden Berat Badan
Perbandingan massa alat bantu tongkat terhadap
ke- (kg) berat badan 1 51,5 9 2 46 10 3 60 8 4 67 7 5 73 6 6 75 6 7 40 12,5 8 50 10 9 48 10,4
10 49,5 10 11 42,5 11,8 12 39 12,8 13 46,5 10,8 14 43,5 11,5 15 48 10,4 16 58,5 8,5 17 70 7 18 62,5 8 19 68 7,4 20 71 7 21 41,5 12 22 65 7,7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-43
Sumber : Data diolah, 2010
a. Massa lansia maksimum = (% rata-rata perbandingan massa alat bantu tongkat
terhadap berat badan x berat badan maksimum)
= (0,091 . 75) = 6,83 kg
b. Gaya pada lansia = massa lansia x percepatan gravitasi
Flansia = mlansia . a
Flansia = 6,83 kg . 9,81 m/s2
Flansia = 67 N
Jadi besarnya gaya pada lansia sebesar 67 N
3. Gaya pada kaki tongkat.
Bagian pada kaki tongkat merupakan tumpuan dari gaya tongkat (Ftongkat) dan
gaya lansia (Flansia). Penggambaran gaya pada kaki tongkat secara lebih jelas
dapat dilihat pada gambar 4.23
Gambar 4.23 Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu tongkat
23 60 8,3 24 54 9,3 25 70 7
Rata-rata 9,1
(lanjutan) Tabel 4.16 Perbandingan Massa Alat Bantu Tongkat Terhadap Berat Badan
Flansia
Ftongkat
Fkaki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-44
Gaya-gaya reaksi tumpuan penyangga alat bantu tongkat dapat dihitung
dengan menerapkan persamaan kesetimbangan gaya- gaya yang bekerja pada arah
sumbu y (å Fy = 0 )
å Fy = 0
-Flansia – Ftongkat + Fkaki = 0
-67 – 49,05 + Fkaki = 0
-116,05 + Fkaki = 0
Fkaki = 116,05 N
Jadi besarnya gaya pada kaki tongkat sebesar 116,05 N
4. Gaya pada pegas/ spring
Bagian spring merupakan tumpuan gaya dari kaki tongkat (Fkaki) dan gaya dari
tumpuan lansia (Flansia). Penggambaran beban secara lebih jelas dapat dilihat
pada gambar 4.24
Gambar 4.24 Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu tongkat
Panjang spring bebas = Lf = 130 mm
Diameter luar = OD = 30 mm
Diameter kawat = Dw = 3,5 mm
· Diameter rata-rata = Dm = OD – Dw = 30 – 3,5 = 26,5 mm
· Diameter dalam = ID = Dm – Dw = 26,5 – 3,5 = 23 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-45
· Indeks pegas = C = Dm/Dw = 26,5/3,5 = 7,57
· Faktor Wahl = K = (4C-1)/(4C-4)+0,615/C
K = [4(7,57)-1]/[4(7,57)-4] + 0,615/7,57
K = 1,32
Tegangan dalam pegas akibat gaya dari tumpuan lansia Flansia = Fo = 67 N
µo = 8. K. Fo. C / µ. D2
w
= 8. (1,32). (67). (7,57) / 3,14 . (3,5)2 = 135 567 N
Defleksi pada gaya operasi karena tumpuan lansia
fo = 8. Fo. C3 . Na / G. Dw
= 8(67)( 7,57)3(8,0) / (11,5 x 106)(3,5)= 1,16 mm
Panjang operasi = Lo = Lf – fo = 130 – 1,16 = 128,84 mm
Panjang solid = Ls = Dw. (N) = 3,5. (8,0) = 28 mm
Konstanta pegas = k = ∆ F / ∆ L = Fls / (Lf – Lo)
= Fo / fo = 67 / 1,16 = 57,76N/mm
Gaya pada pegas ketika pegas berada pada panjang solidnya
Fs = k (Lf – Ls) = (57,76 N/mm)(130 mm – 28 mm)
= (57,76 N/mm)(102 mm)
= 5892 N
4.4 Penentuan Spesifikasi
Spesifikasi produk ditentukan berdasarkan komponen-komponen yang
digunakan dalam perancangan alat bantu tongkat. Komponen ditentukan
berdasarkan pengetahuan peneliti tentang material ataupun peralatan, komponen,
selain itu juga melakukan konsultasi dengan pakar dalam penentuan komponen
tersebut. Komponen yang digunakan dalam penentuan perancangan alat bantu
tongkat meliputi:
1. Pipa Stenless/ pipa krom
Pipa stenless/ pipa krom dipilih karena selain mampu menahan beban
lansia juga ringan dalam penggunaannya. Untuk itulah pipa stenless
dijadikan sebagai rangka utama dalam pembuatan alat bantu tongkat
tersebut. Pipa stenless tersebut pada mulanya megalami proses roll terlebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-46
dahulu. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pembentukan pola
dasarnya.
Gambar 4.25 Pipa Stenless
Sumber : perancangan produk, 2010
2. Balljoint
Balljoint merupakan salah satu komponen yang berfungsi untuk
memberikan kenyamanan terhadap pemakaian karena balljoint tersebut
bekerja secara fleksibel (sistem goyang) ketika digunakan serta mampu
menyesuaikan dengan medan permukaan lantai. Balljoint yang digunakan
dalam perancangan adalah balljoint yang memiliki diameter 30 mm.
Gambar 4.26 Balljoint
Sumber : perancangan produk, 2010
3. Spring Tekan/ Pegas Tekan
Spring Tekan merupakan salah satu komponen yang fleksibel yang
digunakan untuk menghasilkan gaya atau torsi dan pada saat yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-47
menyimpan energi. Spring Tekan yang digunakan memiliki spesifikasi
diameter yang digunakan sebesar 30 mm.
Gambar 4.27 Spring Tekan
Sumber : perancangan produk, 2010
4. Ring Pengunci Spring
Ring pengunci spring merupakan salah satu komponen yang berfungsi
sebagai pengikat spring supaya spring yang telah terpasang dapat terkunci
secara tepat serta mempertahankan posisi spring supaya stabil. Ring
pengunci yang digunakan memiliki spesifikasi diameter 30 mm dan
memiliki ketebalan 10 mm. Ring pengunci dengan spesifikasi tersebut
dipilih supaya pemasangan ring dengan spring yang akan dipasang sesuai
dan tepat posisinya.
Gambar 4.28 Ring Pengunci Spring
Sumber : perancangan produk, 2010
5. Roughcounter (pengunci kupu-kupu)
Roughcounter merupakan salah satu komponen yang berfungsi sebagai
pengunci sekaligus sebagai pengatur ketinggian tongkat sesuai kebutuhan
pengguna. Roughcounter yang digunakan memiliki spesifikasi diameter 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-48
mm. Roughcounter dengan spesifikasi tersebut dipilih supaya pemasangan
roughcounter tepat pada bagian lubang tongkat.
Gambar 4.29 Roughcounter
Sumber : perancangan produk, 2010
6. Handpad
Handpad merupakan salah satu komponen yang memberikan kemudahan
pada bagian pegangan/ genggaman tangan. Handpad yang digunakan
terbuat dari bahan karet untuk memberikan kenyamanan pada bagian
genggaman tangan.
Gambar 4.30 Handpad
Sumber : perancangan produk, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-49
4.5 Prototipe Alat Bantu Tongkat Rancangan
Prototipe merupakan hasil rancangan yang dibuat berdasarkan perhitungan
anthropometri lansia dengan tujuan sebagai evaluasi produk. Berikut ini
merupakan prototipe hasil rancangan alat bantu tongkat.
Gambar 4.31 Prototipe rancangan alat bantu tongkat
Berdasarkan prototipe tersebut, evaluasi hasil rancangan dapat ditentukan
dengan mewujudkan hasil rancangan menjadi nyata. Gambar 4.30 menunjukkan
hasil prototipe alat bantu tongkat.
4.6 Penentuan Estimasi Biaya Alat Bantu Tongkat Rancangan
Estimasi biaya dilakukan untuk memperkirakan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk perancangan alat bantu fasilitas kerja yang berupa alat bantu
tongkat.
Tabel 4.17 Estimasi Biaya Material
No Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan Biaya (Rp)
1 Pipa stenless Ө 19x22 mm 1 meter 135000
2 Balljoint Panjang 13 cm Ө 30 mm 1 buah 65000
3 Spring tekan panjang 13 cm Ө kawat 3.5 mm Lingkaran spring Ө 30 mm 1 buah 45000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-50
Sumber : Data diolah, 2010
Dari Tabel 4.14 diketahui bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian material adalah sebesar Rp 268.000,00
Biaya non material terdiri dari biaya tenaga kerja (termasuk biaya proses
permesinan), biaya ide, dan biaya transportasi. Besarnya biaya non material yang
dikeluarkan adalah sebagi berikut.
Tabel 4.18 Estimasi Biaya Non Material
NO. Biaya non material Pengeluaran biaya (Rp) 1 Biaya tenaga kerja 80000 2 Biaya ide & design 30000 3 Biaya transportasi 20000
TOTAL BIAYA 132000 Sumber : Data diolah, 2010 Besarnya biaya non material yang diperlukan dalam pembuatan alat bantu
tongkat hasil rancangan adalah sebesar Rp 132.000,00. Jadi total biaya
keseluruhan yang dikeluarkan untuk membuat alat bantu tongkat adalah sebesar
Rp 400.000,00.
4 Ring pengunci spring
Ө 30 mm Ө lubang 19 mm Tebal 10 mm 1 buah 10000
5 Roughcounter Ө 6 mm 1 buah 5000 6 Handpad karet Telah tersedia dipasaran 1 buah 2000 7 Mur Ө 6 mm 2 buah 2000 8 Karet Telah tersedia dipasaran 4 buah 4000 Total 268000
(lanjutan) Tabel 4.17 Estimasi Biaya Material
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V
ANALISIS
Pada bab ini akan dilakukan análisis terhadap hasil penelitian yang telah
dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis tersebut akan diuraikan
dalam sub bab di bawah ini.
5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Analisis hasil penelitian yang dilakukan adalah analisis terhadap rancangan
alat, analisis kekuatan rangka dan biaya, analisis kondisi alat bantu tongkat hasil
rancangan, serta analisis aktivitas penggunaan tongkat hasil rancangan. Analisis
secara lebih jelas dijelaskan, sebagai berikut:
5.1.1 Analisis Rancangan Alat
Dalam proses pembuatan produk, terjadi beberapa perubahan spesifikasi
bahan dan ukuran dari produk sebelumnya. Produk yang sudah ada sebelumnya
yaitu tongkat yang ada sebelumnya terbuat dari bahan kayu, memiliki diameter
yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, memiliki panjang 50 cm dan tidak
dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia, selain itu tongkat tersebut
hanya memiliki satu kaki sebagai penopang beban, serta pada bagian alas tongkat
kurang mampu untuk menyesuaikan dengan medan permukaan lantai.
Perubahan yang terjadi pada tongkat yang ada sebelumnya menjadi
tongkat hasil rancangan yang baru ialah tongkat hasil rancangan terbuat dari
bahan stenlesstel, memiliki diameter 2,5 cm, memiliki panjang 59 cm dan dapat
diatur ketinggian sampai 20 cm, memiliki empat ruas kaki sebagai penopang
beban, serta pada bagian alas tongkat lebih fleksibel mampu untuk menyesuaikan
dengan medan permukaan lantai. Hasil produk rancangan tongkat yang baru ini
memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Pengguna nyaman memakai,
Desain yang ada disesuaikan dengan anthropometri lansia sehingga
membuat pengguna merasa nyaman saat memakai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
b. Alat kuat,
Pemilihan bahan sudah mempertimbangkan faktor beban dari lansia. Hal
ini memungkinkan alat digunakan sebagai alat bantu ketika aktivitas jalan
berlangsung.
c. Mengurangi keluhan dan resiko pada pemakai,
Desain yang ada dibuat untuk mengurangi keluhan dan resiko yang ada
sebelumnya. Keluhan yang timbul ialah adanya rasa kurang nyaman
terhadap pegangan tongkat yang ada sebelumnya beresiko pada
munculnya nyeri pada telapak tangan dan pergelangan tangan, adanya
keluhan saat aktivitas jalan berlangsung karena harus menyesuaikan
dengan ketinggian tongkat dan beresiko pada bagian lower back atau
punggung, dan adanya rasa nyeri pada bagian lengan atas dan lengan
bawah karena diameter tongkat yang terlalu kecil.
d. Mudah untuk diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan pengguna.
Alat dilengkapi dengan roughcounter/ pengunci kupu-kupu sebagai sistem
height adjuster/ sistem pengatur ketinggian, sehingga memungkinkan
untuk diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan pengguna yaitu sesuai
kebutuhan lansia.
e. Mampu menyesuaikan/ fleksibel terhadap medan permukaan lantai
Alat dilengkapi dengan balljoint sebagai sistem kenyamanan pada bagian
alas tongkat sehingga memungkinkan penyesuaian terhadap medan
permukaan lantai tersebut.
5.1.2 Analisis Perhitungan Gaya dan Penentuan Biaya
Rangka utama rancangan alat bantu tongkat ini terbuat dari bahan pipa
stenlesstell dengan diameter 25 mm. Berdasarkan perhitungan pada bab
sebelumnya diperoleh hasil bahwa gaya pada lansia sebesar 67 N, sedangkan gaya
pada kaki tongkat sebesar 116,05 N. Karena gaya pada bagian kaki tongkat lebih
besar dari perhitungan gaya yang dihasilkan oleh lansia, maka kerangka produk
dianggap aman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
Pada bagian spring menggunakan lingkaran spring dengan diameter 30
mm. Hal ini bertujuan supaya pemasangan spring sesuai dengan diameter ring
pengunci spring. Berdasarkan perhitungan pada bab sebelumnya, diperoleh hasil
bahwa gaya yang dihasilkan oleh lansia sebesar 67 N, sedangkan gaya pada pegas
ketika pegas berada pada panjang solidnya sebesar 5892 N. Karena gaya pada
pegas lebih besar dari perhitungan gaya pada lansia, maka spring yang digunakan
dianggap aman.
Biaya pembuatan rancangan alat bantu tongkat yang baru terdiri dari biaya
material dan biaya non material. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian material adalah sebesar Rp 268.000,00 dengan rincian yang tertera
pada tabel 4.14. Biaya tersebut belum termasuk biaya non material yang terdiri
dari biaya tenaga kerja (termasuk biaya proses permesinan), biaya ide, dan biaya
transportasi. Besarnya biaya non material yang dikeluarkan adalah sebesar Rp
132.000,00. Jadi total biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk membuat alat
bantu tongkat adalah sebesar Rp 400.000,00.
5.1.3 Analisis Kondisi Alat Bantu Tongkat Rancangan
Dari hasil perancangan ulang yang diwujudkan dalam bentuk gambar,
kemudian diwujudkan dalam pembuatan prototipe. Dari hasil pembuatan prototipe
tersebut akan didapatkan kondisi alat bantu tongkat hasil rancangan. Tabel 5.1
menggambarkan analisis kondisi alat bantu tongkat setelah dilakukan
perancangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
Tabel 5.1 Analisis Kondisi Alat Bantu Tongkat Hasil Rancangan
Tongkat hasil rancangan Keterangan
Terdapat karet/ busa pada bagian pegangan tangan yang memberikan kenyamanan pada saat posisi menggenggam
Bahan tongkat hasil rancangan terbuat dari pipa stenless dengan diameter 25 mm dan lebih kuat
Terdapat karet/ busa pada pegangan tangan
Bahan terbuat dari pipa stenless
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
(lanjutan) Tabel 5.1
Tongkat hasil rancangan Keterangan
Terdapat sistem pengatur ketinggian / height adjuster yang memungkinkan tongkat dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan, komponen yang digunakan ialah roughcounter (pengunci kupu-kupu) dengan diameter 6 mm.
Tongkat hasil rancangan memiliki diameter yang cukup lebar yaitu berdiameter 2,5 cm
Memiliki sistem pengatur ketinggian/ height adjuster
Diameter tongkat yang cukup lebar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
(lanjutan) Tabel 5.1
Tongkat hasil rancangan Keterangan
Tongkat hasil rancangan memiliki empat ruas kaki sebagai tumpuan beban
Terdapat penambahan komponen yang mampu menyesuaikan kaki tongkat terhadap medan permukaan lantai, komponen yang digunakan ialah balljoint yang berfungsi memberikan fleksibilitas pada kaki tongkat
Memiliki empat ruas kaki sebagai tumpuan beban
Terdapat penambahan komponen yang mampu menyesuaikan kaki tongkat terhadap medan permukaan lantai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
5.1.4 Analisis Aktivitas Penggunaan Tongkat Rancangan
Dari hasil perancangan yang diwujudkan dalam bentuk prototipe, dapat
diketahui ilustrasi aktivitas lansia dalam menggunakan tongkat hasil
rancangan. Analisis aktivitas lansia dalam menggunakan tongkat hasil
rancangan dapat dijelaskan pada tabel 5.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
Tabel 5.2 Analisis Aktivitas Penggunaan Tongkat Hasil Rancangan
Aktivitas penggunaan tongkat hasil rancangan
Keterangan
Aktivitas lansia saat mengambil tongkat. Tongkat hasil rancangan sudah dilengkapi karet/ busa pada bagian pegangan tangan yang memungkinkan lansia nyaman pada saat menggenggam
Aktivitas lansia saat berdiri. Tongkat hasil rancangan berdiameter 2,5 cm sehingga cukup lebar dan menyebabkan kondisi tubuh terasa nyaman ketika posisi berdiri berlangsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
(lanjutan) Tabel 5.2
Aktivitas penggunaan tongkat hasil rancangan Keterangan
Tongkat hasil rancangan dilengkapi dengan sistem pengatur ketinggian. Dengan penggunaan roughcounter/ pengunci kupu-kupu, maka tongkat hasil rancangan dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia.
Pada saat proses aktivitas jalan berlangsung, pada bagian kaki tongkat hasil rancangan telah mampu untuk menyesuaikan dengan medan permukaan lantai dan fleksibel. Hal ini dikarenakan penggunaan balljoint sebagai sistem kenyamanan dan fleksibilitas pada bagian kaki tongkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:
Penelitian ini telah menghasilkan rancangan alat bantu tongkat yang memiliki
fitur rangka dengan bahan stenlesstel, memiliki diameter 2,5 cm, memiliki
panjang 59 cm dan dapat diatur ketinggian sampai 20 cm, tongkat memiliki empat
kaki sebagai penopang beban dan mampu untuk menyesuaikan dengan medan
permukaan lantai.
6.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut:
Desain rancangan produk dapat dikembangkan untuk fungsi sistem pengatur
ketinggian/ height adjuster yang lebih mudah dioperasikan misal dengan
penggunaan sistem hidrolik, sehingga lansia dapat dengan mudah memakai
produk rancangan.