peraturan daerah kabupaten jembrana tentang · pekerjaan umum; 28. peraturan menteri dalam negeri...
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANANOMOR 7 TAHUN 2002
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)KABUPATEN JEMBRANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI JEMBRANA,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang
dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali,
maka Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut perlu dijabarkan
kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Jembrana
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah ;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, dan huruf b,
serta sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang, dipandang perlu menetapkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun
1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok
Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 65; Tambahan Lembaran Negara Nomor
3046);
2
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara
Tahun 1980 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3186);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomer 122; Tambahan Lembaran Negara Nomor
3274);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistem;
7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman;
8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
9. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3480);
10. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3507);
11. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215);
12. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
13. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 72; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1982;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988
Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104;
Tambahan Lembaran Indonesia Nomor 3660);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
3
21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
22. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;
23. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
24. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990, tentang Penggunaan Tanahbagi Pembangunan Kawasan Industri;
25. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanahbagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
26. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993, tentang KoordinasiPengelolaan Tata Ruang Nasional;
27. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976 tentang Tugas BidangKeagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi danPekerjaan Umum;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang PedomanPenyusunan Rencana dan Pengendalian Pembangunan di Daerah;
29. Peraturan Menteri PU. Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis SempadanSungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan BekasSungai;
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang PenyidikPegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah;
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentangPenyelenggaraan Penataan Ruang;
32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata CaraPeran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang DiDaerah;
33. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 353/KPTS-III/1986, tentangPenetapan Radius/Jarak Larangan Penebangan Pohon dari Mata Air,Waduk/Danau, Sungai dan Anak Sungai dalam Kawasan Hutan, HutanCadangan dan Hutan Lainnya;
34. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang BentukPeraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
35. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentangPedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata RuangWilayah Propinsi Dati I dan Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenDati II;
36. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang PenataanRuang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan;
37. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 15 Tahun 1988tentang Pengendalian Pengambilan Air Bawah Tanah dan AirPermukaan;
4
38. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 4 Tahun 1999
tentang Perubahan Pertama Perda Propinsi Dati I Bali Nomor 4 Tahun
1996, Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
Bali (Jo. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor
2/PD/DPRD/1974, Nomor 3 / Pd / DPRD /1 974, dan Nomor 4 / Pd /
DPRD / 1974, masing-masing tentang Tata Ruang untuk Pembangunan,
Lingkungan Khusus dan Bangunan-bangunan);
39. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Jembrana Nomor 2
Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jembrana (Lembaran Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Jembrana Tahun 1991 Nomor 156 tanggal
29 Oktober 1991 Seri D Nomor 152) ;
40. Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 8 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas/Unsur
Pelaksana Kabupaten Jembrana (Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana
Tahun 2000 Nomor 28; Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Jembrana Nomor 6).
Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TENTANGRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATENJEMBRANA
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah daerah Kabupaten Jembrana.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Jembrana.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Jembrana.
4. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jembrana.
5. Tri Hita Karana adalah tiga unsur keseimbangan hubungan antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya yang dapat
mendatangkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagian bagi kehidupan manusia.
Ketiga unsur tersebut adalah : filosofi yang menyangkut Parhyangan, tempat umat
manusia untuk menghubungkan diri dengan Tuhan; Pawongan, tempat umat manusia
menghubungkan diri dengan sesama manusia; Palemahan, tempat umat manusia
menghubungkan diri dengan alam lingkungannya.
5
6. Ruang, adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udarasebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup danmelakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidup.
7. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakanmaupun tidak.
8. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, danpengendalian pemanfaatan ruang.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atauaspek fungsional.
11. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) adalah rencana tata ruang wilayahkabupaten untuk mewujudkan keterkaitan antar kegiatan yang memanfaatkan ruang dankebijakan-kebijakan mengenai kawasan yang harus dilindungi, pengembangan kawasanbudidaya, sistim permukiman, sistim kegiatan pembangunan, jaringan prasarana, danwilayah-wilayah yang diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu rencana.
12. Kawasan adalah wilayah yang mempunyai fungsi utama tertentu.13. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.14. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dansumber daya buatan.
15. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertaniantermasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagaitempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dankegiatan ekonomi.
16. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertaniandengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dandistribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
17. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskanpengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruangsegera dalam kurun waktu rencana.
18. Status Quo adalah pemberian status khusus terhadap suatu kegiatan budidaya yangdilaksanakan dan telah mendapatkan ijin resmi serta dilakukan di kawasan nonbudidaya yang direncanakan bisa tetap dilaksanakan sepanjang ijin dimaksud masihberlaku.
BAB IIAZAS, TUJUAN, SASARAN, FUNGSI DAN STRATEGI
Bagian PertamaAzas
Pasal 2Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana disusun berazaskan :
a. Tri Hita Karana;b. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;c. Keterbukaan, kebersamaan, dan perlindungan hukum;
6
Bagian keduaTujuan
Pasal 3Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk :a. Merumuskan kebijaksanaan - kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang Wilayah;b. Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar bagian wilayah di
Kabupaten Jembrana;c. Mempertahankan kelestarian, keharmonisan dan keindahan lingkungan alam yang ada;d. Mempertahankan pola-pola pemukiman tradisional yang ada, dan sebagian dasar
pijakan nyata dalam pengembangan pemukiman lebih lanjut;e. Menetapkan lokasi investasi yang ditanamkan Pemerintah dan masyarakat Kabupaten
Jembrana;
Bagian ketigaSasaran
Pasal 4Sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah adalah :a. Turwujudnya pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan
tidak mengorbankan aspek kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup;b. Terciptanya kemudahan bagi masing-masing instansi sektor maupun Dinas di
Kabupaten Jembrana yang terlibat dalam pengembangan potensi wilayah,pengembangan kegiatan sosial ekonomi serta pengaturan sistim pergerakan dankoordinasi pengembangan baik dalam penentuan program dan pendanaan maupundalam penyiapan aspek hukum/peraturan;
c. Mencegah terjadinya benturan kepentingan antar sektor dalam usaha-usaha yangberkaitan dengan pemanfaatan ruang;
d. Memberikan kemudahan bagi Pemerintah Kabupaten, khususnya yang berkaitandengan pembuatan Keputusan-keputusan tentang Pemanfaatan Ruang.
Bagian keempatFungsi
Pasal 5Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah adalah untuk :a. Sebagai dasar bagi Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk menetapkan lokasi dalam
menyusun program-program dan proyek-proyek pembangunan yang berkaitan denganpemanfaatan ruang di wilayah perencanaan;
b. Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang dan perijinan lokasipembangunan sehingga pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan Rencana Tata RuangWilayah yang sudah ditetapkan;
c. Sebagai dasar penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah dan sebagai pedomanpemantauan ruang secara lebih rinci.
7
Bagian kelimaStrategi
Pasal 6(1) Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada
pasal 5 ditetapkan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah yang dijabarkan
kedalam seperangkat skenario pengembangan sektor yang saling terkait satu dengan
yang lainnya, serta dilaksanakan secara simultan agar tercapai hasil pembangunan yang
optimal, serasi dan seimbang serta mampu menghasilkan sinergi antar pertumbuhan
sektor-sektor dengan pengembangan tata ruang wilayah.
(2) Strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya;
b. Pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu yang
berlokasi di daerah;
c. Sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan;
d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan;
e. Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya.
Pasal 7Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya buatan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka strategi
pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) hurup a, adalah
sebagai berikut :
a. Penggunaan klasifikasi dan kriteria pembentukan struktur kawasan lindung yang
konsisten antar sektor terkait;
b. Pengendalian secara ketat penggunaan dan pengelolaan tanah oleh penduduk atau
proyek pembangunan (sektoral) tertentu yang diperbolehkan agar tidak mengganggu
fungsi lindung;
c. Penyelesaian kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui
pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, konversi atau rehabilitasi tanah,
pembatasan kegiatan serta pemindahan kegiatan permukiman penduduk yang
mengganggu secara bertahap keluar kawasan lindung dengan persetujuan
masyarakat setempat dan bersifat melindungi hak-hak masyarakat;
d. Batas-batas kawasan lindung, kawasan budidaya dan syarat-syarat pelaksanaan
kegiatan budidaya dalam kawasan lindung ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas
persetujuan DPR, setelah memperhatikan Aspirasi Masyarakat;
e. Penyediaan informasi yang memadai dan bersifat terbuka.
8
Pasal 8Untuk meningkatkan keterkaitan potensi, daya dukung wilayah dan keselarasan sertaketerpaduan pengembangan kawasan budidaya, maka strategi pengembangan kawasanbudidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) hurup a, adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan sektor-sektor ekonomi dengan mengacu kepada pembangunanberkelanjutan yang mampu meningkatkan pendapatan daerah;
b. Pengembangan perekonomian khususnya pengembangan investasi diupayakanuntuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang optimal sesuai potensi wilayah danpemerataan perkembangan disetiap pusat-pusat pengembangan dan daerahbelakangnya;
c. Konsistensi dalam penerapan dan pemanfaatan arahan vegetasi yang telahdihasilkan melalui penelitian khusus oleh lembaga terkait (Rehabilitasi Lahan danKoservasi Tanah (RLKT), Perguruan Tinggi, Penelitian, dan lain-lain);
d. Penyertaan studi lingkungan dalam mengembangkan kegiatan budidaya pada lahan-lahan yang berada di bawah dan di sekitar kawasan lindung untuk menjaga fungsipenyangga kawasan lindung;
e. Pemantapan prosedur dan mekanisme dalam setiap perubahan kegiatan budidayakhususnya dari kegiatan pertanian menjadi kegiatan budidaya yang lain;
f. Penanganan lahan kritis di kawasan budidaya disesuaikan dengan kondisi setempatdengan pemilihan vegetasi/tanaman yang memiliki nilai ekonomi;
g. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah di arahkan padaupaya untuk tetap mempertahankan luas lahan yang sudah ada disertai dengan upayapengembangan wilayah yang mempunyai potensi kesesuaian lahan, daya dukungdan prasarana irigasi yang memadai;
h. Pengembangan sektor pariwisata diarahkan pada pengembangan sarana wisata dikawasan pariwisata dan fasilitas penunjang obyek wisata dengan tetapmempertahankan kelestarian lingkungan;
i. Pengembangan sektor industri diarahkan pada pengembangan dan pemanfaatansentra-sentra industri kecil dan aneka industri dengan tetap memperhatikankelestarian lingkungan;
j. Pengembangan sektor pertambangan, khususnya galian C ditekankan kepadapenataan bekas galian melalui rehabilitasi lahan dan optimalisasi fungsi.
Pasal 9Strategi pelaksanaan sistim kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan danperkotaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) hurup c, adalah sebagaiberikut:
a. Memacu perkembangan pusat-pusat pembangkit kegiatan sektor unggulan daerahserta menata pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan sesuai denganhirarki dan fungsinya;
b. Meningkatkan jumlah dan fasilitas pendukung pada pusat-pusat permukimanperkotaan yang memiliki hirarki terendah;
c. Meningkatkan kualitas kegiatan pada pusat-pusat permukiman perdesaan (kotadesa) untuk mengurangi tingkat migrasi ke luar;
d. Meningkatkan sistem trasnportasi di darat dan laut guna memperlancar proseskoleksi dan distribusi barang dan jasa, baik antar wilayah maupun intra wilayah.
9
Pasal 10Untuk meningkatkan peran dan fungsi kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan, maka
strategi pengembangan yang ditempuh adalah :
a. Peningkatan prasarana dan sarana pendukung kehidupan sosial ekonomi dan sosial
budaya baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan;
b. Menyiapkan dan mengupayakan agar semua kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan memiliki rencana tata ruang yang lebih rinci dan selalu diperbaharui
untuk memudahkan dalam mengarahkan lokasi investasi;
c. Meningkatkan pelayanan sistem prasarana wilayah di kawasan perkotaan dan
perdesaan dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi yang kondusif bagi
pertumbuhan dan pemeratan ekonomi wilayah;
d. Pengembangan kawasan perkotaan diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin potensi sumber daya kawasan perdesaan sebagai daerah belakangnya
sesuai dengan fungsi/ tipologi dari kawasan perdesaan.
Pasal 11Strategi pengembangan sitim prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat
(2) hurup d, adalah sebagai berikut :
a. Selain memantapkan fungsi jalur-jalur perhubungan darat, juga ditingkatkan
pelayanan Penyeberangan Gilimanuk – Ketapang dan Pelabuhan Perikanan
Pengambengan dengan menata dan menyediakan sarana dan prasarana perhubungan
secara memadai;
b. Pelayanan prasarana air bersih di Kabupaten Jembrana dengan meningkatkan
kapasitas terpasang sumber air baku dari mata air, air permukaan maupun dari air
tanah dan peningkatan pelayanan air bersih di perkotaan maupun di perdesaan;
c. Sistem prasarana irigasi di Kabupaten Jembrana diupayakan melalui
pendistribusian air yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas untuk
pengembangan pertanian terutama pertanian tanaman pangan lahan basah;
d. Pengembangan energi listrik diarahkan untuk memberikan pelayanan yang memadai
dan lebih merata, meningkatkan kapasitas sumber pembangkit tenaga listrik dan
perluasan jaringan distribusi;
e. Pengembangan prasarana telekomunikasi diarahkan untuk memberikan kemudahan
bagi pemakai jasa telekomunikasi, meningkatkan pelayanan pos dan giro serta
peningkatan kapasitas sentral dan kapasitas jaringan telepon;
f. Melaksanakan regionalisasi sistem pelayanan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah dan sistem pelayanan istalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).
Pasal 12Untuk mendukung konsistensi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, maka strategi
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya
alam lainnya adalah :
1. Strategi Penatagunaan Tanah
Ketentuan penatagunaan tanah meliputi :
10
a. Pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah hendaknya diarahkan
pemanfaatannya serta dilaksanakan secara berencana untuk kepentingan
pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat;
b. Penataan aspek hukum pertanahan perlu dilaksanakan dengan memperhatikan
kepastian hukum hak atas tanah, fungsi sosial hak tanah dan mencegah
penelantaran tanah;
c. Melakukan koordinasi antar instansi terkait dalam usaha-usaha pengaturan
penguasaan tanah dan penggunaan tanah untuk pembangunan;
d. Melakukan pengendalian atas pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah
serta pengalihan hak atas tanah.
2. Strategi Penatagunaan Air
a. Pemanfaatan air sungai diarahkan untuk mendukung pengembangan kebutuhan
air untuk irigasi, kebutuhan air untuk air bersih, dan pengembangan energi
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sesuai potensi yang ada;
b. Pemanfaatan badan sungai diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor
strategis terutama sektor pariwisata dengan memanfaatkan badan sungai
sebagai prasarana pendukung kegiatan wisata tirta sesuai potensi yang ada;
c. Pemanfaatan perairan laut diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor
strategis seperti : perikanan, wisata tirta, dan angkutan laut sesuai dengan
potensi yang ada;
d. Setiap kegiatan pembuangan limbah cair ke perairan laut/kali tingkat
pencemarannya ditoleransi sampai ambang batas baku mutu sesuai ketentuan
yang berlaku;
3. Strategi Penatagunaan Udara
a. Struktur dan ketinggian maksimum bangunan dan bangunan-bangunan pada
radius daerah penerbangan harus mengikuti ketentuan dan peraturan yang
berlaku dan dikoordinasikan dengan instansi yang terkait;
b. Ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara di atas permukaan bumi
dibatasi maksimal 15 meter, kecuali bangunan khusus (bangunan umum,
bangunan Hankam, menara, monumen, dan sebagainya) yang memerlukan
ketinggian lebih dari 15 meter dan apabila ada tuntutan secara khusus maka
perlu dilakukan pengkajian ulang dengan memperhatikan keserasian terhadap
lingkungan sekitarnya serta dikoordinasikan dengan instansi terkait;
c. Pembuangan limbah gas hasil proses suatu pembakaran ke ruang udara harus
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku;
d. Pembangunan jaringan SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) harus
memperhitungkan dampak negatif terhadap lingkungan dengan melakukan
studi/ penelitian sebelumnya;
e. Pemanfaatan ruang udara untuk jalur penerbangan harus dikoordinasikan
dengan instansi berwenang.
11
B A B III
KEDUDUKAN, WILAYAH DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Bagian Pertama
Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah
Pasal 13
Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah :
a. Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Bali, dan mengacu
pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Bali, Pola Dasar Daerah Kabupaten
Jembrana serta Program Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana;
b. Merupakan Matra Ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana
dan Program Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana;
c. Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan
Daerah khususnya di Kabupaten Jembrana;
d. Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Umum dan Rencana Detail
Tata Ruang di Kabupaten Jembrana.
Bagian Kedua
Wilayah Perencanaan
Pasal 14
(1) Wilayah Perencanaan mencakup seluruh wilayah di Kabupaten Jembrana, secara
geografis antara 8 09’58 – 8 28’02 Lintang Selatan dan 114 25’53 – 114 75’28 BujurTimur.
(2) Luas seluruh wilayah perencanaan adalah 841,80 km2
(3) Batas-batas administrasi wilayah perencanaan adalah :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng
b. Sebelah Timur : Kabupaten Tabanan
c. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
d. Sebelah Barat : Selat Bali
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana
Pasal 15
Jangka Waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana adalah 10 tahun (mulai
tahun 2000 sampai tahun 2010), yang dijabarkan kedalam Program Pembangunan Daerah.
12
BAB IVRUANG LINGKUP
Pasal 16Ruang Lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenJembrana ini mencakup pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sampai dengan batas ruangdaratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Pasal 17Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 meliputi :
a. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat danpertahanan keamanan yang diwujudkan melalui pemanfaatan ruang wilayah untuktercapainya pemanfaatan ruang yang refresentatif;
b. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah;c. Rencana umum tata ruang wilayah;d. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
BAB IVRENCANA STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian PertamaRencana Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah
Paragraf 1Umum
Pasal 18(1) Rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
huruf b diwujudkan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan dan sistempermukiman perdesaan serta sistem permukiman perkotaan sebagaimana dimaksuddalam pasal 6 huruf c serta prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan,dan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d.
(2) Rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 13ayat (1) meliputi sistim kegiatan pembangunan, sistem permukiman perdesaan, sistimpermukiman perkotaan, dan sistim prasarana, (lihat Lampiran Gambar 1, rencanastruktur tata ruang).
Paragraf 2Sistem Permukiman Perdesaan
Pasal 19Sistem permukiman perdesaan di bentuk oleh pusat-pusat permukiman hirarki/ Orde IVdan V yang berfungsi sebagai sub pusat atau pusat permukiman perdesaan (PPD) untukmelayani pusat-pusat permukiman perdesaan yang hirarkinya lebih rendah. Sistimpermukiman perdesaan dapat dilihat pada lampiran Tabel 1 dan Gambar 2 (sistimpermukiman perkotaan dan perdesaan).
13
Paragraf 3Sistem Permukiman Perkotaan
Pasal 20Kota Orde I Negara berperan sebagai pusat pelayanan utama di seluruh KabupatenJembrana dan di wilayah Bali Barat yang fungsinya ditetapkan sebagai Pusat KegiatanLokal A (PKL-A)Kota Orde II Pekutatan, Mendoyo, Melaya dan Gilimanuk berperan sebagai sub pusatpelayanan satu atau beberapa wilayah desa yang berdekatan/ bersebelahan dan fungsinyaditetapkan sebagai PKL-B/Madya I (Pusat Kegiatan Lokal-B/ Madya I). Sistim permukimanperkotaan dapat dilihat pada lampiran Tabel 1 dan Gambar 2 (sistim permukimanperkotaan dan perdesaan).Kota Orde III Yeh Embang berperan sebagai sub pusat pelayanan satu atau beberapawilayah desa yang berdekatan/ bersebelahan dan fungsinya ditetapkan sebagai PKL-B/Madya II (Pusat Kegiatan Lokal-B/ Madya II).
Paragraf 4Sistem Prasarana
Pasal 21Prasarana Transportasi
Rencana sistem jaringan trasportasi di Kabupaten Jembrana mencakup :a. Jaringan arteri primer adalah jalur Gilimanuk - Denpasarb. Jaringan jalan kolektor 1 adalah jalur Gilimanuk – Singarajac. Jaringan jalan kolektor 2 adalah jalur Pulukan – Pupuan, jalur Mendoyo –
Perancak, jalur Negara – Pengambengan, dan jalur Negara – Baluk Reningd. Sebagai bagian transportasi darat di Kabupaten Jembrana adalah fasilitas
penyeberangan Gilimanuk – Ketapange. Sebagai bagian dari transportasi laut juga dikembangkan Pelabuhan Perikanan di
Pengambenganf. Jaringan jalan lainnya di Kabupaten Jembrana adalah jaringan jalan lokal baik
primer maupun sekunder (lihat lampiran Gambar 3 rencana sistim jaringantransportasi).
Pengembangan sistem prasarana transportasi di Kabupaten Jembrana secara umummencakup pembangunan baru, peningkatan dan rehabilitasi/pemeliharaan jalan danjembatan. Secara rutin sesuai dengan prioritasnya dilakukan peningkatan danrehabilitasi/pemeliharaan untuk seluruh jaringan jalan dan jembatan di KabupatenJembrana.
Pasal 22Prasarana Air Bersih
(1) Sistem pelayanan air bersih perpipaan di Kabupaten Jembrana adalah, air baku darisumbernya seperti : mata air, sumur bor dan air sungai dialirkan ke bak penampungandan atau reservoar. Air dari reservoar kemudian di alirkan ke konsumen melaluisambungan rumah, kran umum ataupun tangki air;
(2) Direncanakan 3 (tiga) unit pelayanan air bersih di Kabupaten Jembrana yakni :
14
a. Unit Pusat melayani Kecamatan Negara, sebagian Kecamatan Mendoyo, dan
sebagian Kecamatan Melaya;
b. Unit Barat melayani Kecamatan Melaya;
c. Unit Timur melayani Kecamatan Pekutatan dan sebagian Kecamatan Mendoyo.
(3) Program pengembangan air bersih di Kabupaten Jembrana adalah :
a. Meningkatkan kapasitas sumber air baku (mata air, air permukaan, maupun
sumur bor);
b. Membatasi pengunaan air tanah disekitar pantai Gilimanuk, Candikusuma dan
Pengambengan;
c. Meningkatkan pelayanan air bersih baik diperkotaan maupun di pedesaan;
d. Menurunkan terjadinya kebocoran air melalui perbaikan teknis maupun
menejemen pengelolaan.
Pasal 23Prasarana Persampahan dan Air Limbah
(1) Rencana Sistem Prasarana Persampahan diarahkan sebagai berikut :
a. Pada kawasan permukiman dengan kepadatan rendah seperti di perdesaan,
pembuangan sampah dapat dilaksanakan secara individu, sedangkan pada kawasan
permukiman dengan kepadatan yang lebih tinggi, perlu pengelolaan persampahan
dilakukan secara terkoordinasi dengan penyediaan prasarana persampahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah.
b. Kebijaksanaan pengelolaan persampahan di Kabupaten Jembrana antara lain :
- Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam operasional persampahan
yang didukung oleh peran pemerintah (Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan
dan Pertamanan) dalam sistem pengelolaan.
- Pemanfaatan sampah organik untuk kompos yang dikelola secara profesional.
- Sistem cluster TPA sampah di Kabupaten Jembrana adalah TPA Peh untuk
pelayanan permukiman Kota Negara dan sekitarnya, dan TPA Melaya untuk
pelayanan Kota Melaya dan sekitarnya.
(2) Rencana Sistem Prasarana Air Limbah diarahkan sebagai berikut :
a. Pembuangan air limbah, terutama limbah tinja dilaksanakan dengan sistem
setempat yakni dengan menyediakan tangki septic baik secara individu maupun
komunal. Penyediaan tangki septic secara individu dilaksanakan pada permukiman
dengan kepadatan relatif rendah, sedangkan pada permukiman padat dilakukan
dengan penyediaan tangki septic komunal;
b. Pengurasan tangki septic (WC) dilakukan dengan mobil tangki, dan
pembuangannya di bawa ke IPLT Peh;
c. Pembuangan air limbah selain limbah tinja harus di Treatment dengan
menyediakan sarana pembuangan air limbah sebelum dibuang kebadan air. Sarana
pembuangan air limbah ini disediakan secara individu maupun secara komunal.
Penyediaan sarana air limbah komunal antara lain seperti kegiatan industri yang
mengelompok di Pengambengan dengan dikoordinasikan oleh Pemda Kabupaten
Jembrana.
15
Pasal 24Prasarana Irigasi
a. Luas sawah baku di Kabupaten Jembrana adalah 11,034 ha, yang tersebar di setiap
kecamatan.
b. Sistem irigasi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Jembrana adalah sistem irigasi
dari air permukaan (sungai) dengan membuat bendungan, yang kemudian dialirkan
melalui saluran induk, saluran sekunder, saluran tersier dan seterusnya sampai di
persawahan.
c. Selain dari air permukaan, sistem irigasi di Kabupaten Jembrana juga bersumber dari
air tanah yang kemudian dialirkan ke reservoar dengan pipa transmisi, air dari
reservoar selanjutnya dialirkan ke daerah irigasi melalui jaringan pipa distribusi.
Secara visual rencana sistem irigasi di Kabupaten Jembrana disajikan pada Gambar 6
Program pengembangan sistem jaringan irigasi di Kabupaten Jembrana adalah :
Memantapkan sistem jaringan yang telah ada
Mengembangkan sistem irigasi air tanah
Pemberdayaan subak dalam pengelolaan jaringan irigasi.
Pasal 25Prasarana Energi Listrik
a. Sistem jaringan listrik di Kabupaten Jembrana mulai dari interkoneksi Jawa-Bali,
gardu induk Gilimanuk dan gardu induk Negara serta gardu induk Antosari
dihubungkan dengan jaringan kabel tegangan tinggi. Selanjutnya melalui jaringan
tegangan menengah dihubungkan ke gardu-gardu distribusi dan ke konsumen
melalui jaringan kabel tegangan rendah.
b. Khusus untuk jaringan kabel tegangan tinggi agar diberlakukan kawasan bebas
hantaran listrik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 26Prasarana Komunikasi
a. Prasarana komunikasi di Kabupaten Jembrana dikembangkan dengan peningkatankapasitas sentral dan kapasitas jaringan kabel baik lokal, nasional, maupuninternasional, untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun perencanaan.
b. Sistem jaringan prasarana komunikasi (telepon) di Kabupaten Jembrana melaluiSdenteral Telepon Otomat (STO) Negara dan STO Gilimanuk serta StasiunTelepon Perdesaan di : Manggisari, Gumbrih, Pekutatan, Yeh Embang,Penyaringan, Perancak, Tuwed, Melaya, Palasari dan Belimbingari.
Bagian KeduaRencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah
Pasal 27Rencana pola pemanfaatan ruang wilayah dimaksud dalam pasal 3 huruf b menggambarkansebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya.
16
Pasal 28Jenis-jenis komponen kawasan lindung dan kawasan budidaya :(1) Jenis-jenis komponen kawasan lindung yang ditetapkan di Kabupaten Jembrana
meliputi:a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas
kawasan hutan lindungb. Kawasan perlindungan setempat, terdiri atas :
Kawasan sempadan pantai Kawasan sempadan sungai Kawasan sekitar mata air Kawasan sempadan jurang Kawasan sekitar danau/waduk Kawasan radius kesucian pura, dan Kawasan suci
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya terdiri atas : Kawasan Taman Nasional Bali Barat Kawasan pantai berhutan bakau Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
d. Kawasan rawan bencana terdiri atas : Kawasan rawan erosi
(2) Jenis-jenis komponen kawasan budidaya yang dikembangkan di Kabupaten Jembranameliputi :a. Kawasan Hutan Produksi
Kawasan hutan produksi terbatas Kawasan hutan produksi tetap
b. Kawasan budidaya pertanian, yang meliputi : kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah kawasan pertanian tanaman tahunan/ perkebunan kawasan budidaya peternakan kawasan budidaya perikanan
c. Kawasan budidaya pariwisatad. Kawasan budidaya pertambangane. Kawasan budidaya perindustrianf. Kawasan budidaya permukiman
BAB VRENCANA UMUM TATA RUANG WILAYAH
Bagian PertamaUmum
Pasal 29(1) Rencana umum tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c
diwujudkan berdasarkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimanadimaksud pada Bagian Pertama Bab IV dan rencana pola pemanfaatan ruang wilayahsebagaimana dimaksud pada Bagian Kedua Bab IV.
(2) Untuk mewujudkan rencana umum tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud padaayat (1), ditetapkan penetapan lokasi dan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah.
17
Bagian KeduaPenetapan Lokasi Kawasan Lindung
Pasal 30Rencana kawasan lindung yang ditetapkan seluas 41.160,24 ha (48,89% luas Kabupaten
Jembrana) meliputi komponen jenis-jenis kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 ayat (1), dengan sebaran lokasi seperti pada lampiran Gambar 5, (rencana alokasi
pemanfaatan ruang).
Pasal 31(1) Kawasan hutan lindung seluas 32.974,97 ha dengan sebaran lokasi di seluruh
Kecamatan Kabupaten Jembrana
(2) Sebaran Kawasan hutan lindung berada di seluruh kecamatan di Kabupaten Jermbrana
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan hutan lindung ditempuh melalui kebijaksanaan
pengelolaan sebagai berikut :
a. Penentuan batas kawasan hutan lindung berdasarkan Keppres No. 32/1990, melalui
pengukuhan dan penataan batas di lapangan untuk memudahkan pengendaliannya;
b. Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada (penyelesaian masalah penggunaan
lahan yang telah berlangsung lama);
c. Pengendalian fungsi hidrorologis kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan
(rehabilitasi dan konservasi);
d. Pencegahan terhadap kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu
fungsi lindung;
e. Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di hutan lindung
seperti penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah, pencegahan bencana alam agar
tidak mengganggu fungsi lindung;
f. Perlu pengendalian dan pengawasan kawasan budidaya yang telah ada di dalam
kawasan lindung melalui pendekatan zonasi pengelolaan yang diidentifikasi melalui
studi penelitian yang lebih rinci.
Pasal 32(1) Kawasan sempadan pantai seluas + 600 ha.
(2) Sebaran lokasi sempadan pantai, terdapat di pesisir selatan dan barat wilayah Kabupaten
Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang di sepanjang kawasan sempadan pantai diarahkan sesuai
dengan kebijaksanaan pengelolaan sebagai berikut :
a. Jarak sempadan pantai ditetapkan sejauh minimal 100 meter dari titk pasang air laut
tertinggi kearah daratan;
b. Sempadan pantai dapat lebih kecil dari 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi
bagi pantai dengan kondisi fisik stabil setelah dilakukan penelitian oleh instansi
teknis terkait, terutama pada lokasi-lokasi diluar tempat melangsungkan kegiatan
agama (Dewa dan Pitra Yadnya) untuk kepentingan bangunan umum, kepentingan
pertahanan keamanan dan kepentingan keagamaan;
18
c. Pemanfaatan ruang di sepanjang kawasan sempadan pantai adalah sebagai kawasan
tidak terbangun, kecuali yang sudah ada diberlakukan status quo (dapat tetap
dipertahankan);
d. Pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi pantai;
e. Penanggulangan dan pengembalian fungsi lindung pantai yang mengalami kerusakan
karena abrasi.
Pasal 33
(1) Kawasan sempadan sungai seluas + 4938 ha lokasinya tersebar disepanjang tepi sungai
diseluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Jembrana
(2) Lokasi sungai tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang di sepanjang sempadan sungai, diarahkan sesuai
kebijaksanaan pengelolaan sebagai berikut :
a. Jarak sempadan sungai meliputi jarak sekurang-kurangnya 50 meter di kiri-kanan
sungai tidak bertanggul dan 5 meter di kiri-kanan sungai bertanggul berlaku untuk
sungai-sungai yang berada di luar kawasan permukiman perkotaan, sedangkan untuk
sungai yang berada di kawasan permukiman perkotaan sekurang-kurangnya 10 meter
di kiri-kanan sungai tidak bertanggul dan 3 meter di kiri - kanan sungai bertanggul
serta mencukupi untuk dibangun jalan inspeksi sungai atau jalan lingkungan.
b. Pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang sempadan sungai yang dapat
mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai serta alirannya;
c. Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai, dan pengamanan daerah
aliran sungai.
Pasal 34
(1) Kawasan sekitar mata air seluas + 22,27 ha.
(2) Lokasi mata air menyebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang di sekitar mata air diarahkan sesuai kebijaksanaan
pengelolaan sebagai berikut :
a. Radius pengamanan kawasan sekitar mata air minimal 200 meter;
b. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat
mengganggu fungsi mata air (terutama sebagai sumber air baku);
c. Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar mata air;
d. Radius pengamanan sekitar mata air dapat lebih kecil dari 200 meter hanya bagi
bangunan/ kegiatan yang terkait dengan pengamanan dan pemanfaatan mata air
secara terkendali, serta tidak mengganggu mata air.
Pasal 35
(1) Kawasan radius kesucian pura seluas 42,00 ha terutama Pura-pura yang berstatus/
tingkat DangKahyangan dan Pura Jagatnata
19
(2) Sebaran Pura Dang Kahyangan dan Pura Jagatnata termuat pada lampiran Tabel 2,
sedangkan Pura Kahyangan Tiga tersebar di masing-masing desa adat di Kabupaten
Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang di kawasan radius kesucian pura diarahkan sebagai
berikut :
a. penetapan radius kesucian pura untuk Pura Sad Kahyangan dengan ukuran
Apeneleng Agung ± 1000 meter (Apeneleng = sebatas penglihatan normal, Agung =
besar);
b. penetapan radius kesucian pura untuk Pura Dhang Kahyangan dengan ukuran
Apeneleng Alit ± 500 meter (Apeneleng = sebatas penglihatan normal, Alit = kecil );
c. penetapan radius kesucian Pura Kahyangan Tiga adalah Apanyengker(Apanimpug)
± 10-50 meter, diatur lebih lanjut dalam rencana tata ruang yang lebih rinci dengan
tetap mengacu kepada ketentuan Bhisama; dan
d. Pemanfaatan ruang di dalam radius kesucian pura sebagai kawasan tidak terbangun
terkecuali dapat diberlakukan status quo bagi bangunan-bangunan yang telah ada
dan rencana pembangunan yang berada dalam radius kawasan kesucian pura yang
telah memiliki perijinan lengkap, sedangkan pembangunan baru mutlak berpedoman
kepada Bhisama.
Pasal 36(1) Kawasan suci di wilayah perencanaan meliputi tempat melasti di campuhan dan di
pantai, dan catus pata (pempatan agung) seluas 12,50 ha.
(2) Sebaran lokasi campuhan terdapat di setiap pertemuan sungai secara tersebar di seluruh
kecamatan di Kabupaten Jembrana, sedangkan tempat melasti juga tersebar di seluruh
Kecamatan di Kabupaten Jembrana, seperti terlihat pada lampiran Gambar 9 (sebaran
lokasi kawasan suci). Untuk Catus Pata (Pempatan Agung) tersebar di masing-masing
desa adat di Kabupaten Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang di sekitar campuhan dan tempat melasti diarahkan sebagai
berikut :
a. penetapan radius kesucian campuhan minimal sama dengan sempadan sungai yang
bersangkutan, serta tempat untuk melasti minimal 100 meter.
b. pemanfaatan ruang di dalam radius kawasan suci sebagai kawasan tidak terbangun
terkecuali dapat diberlakukan status quo bagi bangunan-bangunan yang telah ada
dan rencana pembangunan yang berada dalam radius kawasan kesucian pura yang
telah memiliki perijinan lengkap, sedangkan pembangunan baru mutlak berpedoman
kepada Bhisama.
c. pantai dan campuhan pengelolaanya disesuaikan dengan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan dan harus mendapat pertimbangan dari Pemda dan lembaga keagamaan
dan desa adat setempat yang terkait.
Pasal 37(1) Kawasan sempadan jurang di wilayah perencanaan seluas + 3.333,90 ha.
(2) Sebaran sempadan jurang terdapat di bagian utara seluruh wilayah kecamatan di
kabupaten Jembrana .
20
(3) Rencana pemanfaatan ruang di kawasan sempadan jurang diarahkan sebagai berikut:
a. pemanfaatan kawasan sempadan jurang adalah untuk kawasan tidak terbangun dan
dengan menanami vegetasi yang dapat menunjang penguatan tebing;
b. lebar sempadan jurang sekurang-kurangnya dua kali kedalaman jurang yang
dihitung dari bibir jurang;
c. pengendalian kegiatan budidaya yang telah berada di dalam kawasan sempadanjurang;
d. sempadan jurang dapat kurang dari ketentuan di atas hanya untuk jurang yangdinyatakan stabil setelah melalui penelitian dari instansi teknis terkait.
Pasal 38(1). Kawasan Taman Nasional Bali Barat di wilayah perencanaan meliputi Hutan
Suakamargasatwa seluas 3.607,84 ha, suaka alam laut dan perairan lainnya 437,50 ha,hutan lindung dan hutan produksi terbatas 2.142,66 ha. Total luas keseluruhan adalah6.188,00 ha.
(2). Sebaran lokasi kawasan Taman Nasional Bali Barat seluruhnya berada di wilayahKecamatan Melaya.
(3). Rencana pemanfaatan ruang kawasan Taman Nasional Bali Barat diarahkan sebagaiberikut :
a. pengelolaan kawasan Taman Nasional Bali Barat dengan mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisatarekreasi, dan pendidikan;
b. menjaga kelestarian fauna dan flora serta lingkungan kawasan Taman Nasional BaliBarat;
c. menghindari segala bentuk pemanfaatan lahan yang tidak terkait dengankepentingan Taman Nasional Bali Barat.
Pasal 39(1) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan seluas 1,80 ha yang terdiri atas
peninggalan-peninggalan sejarah.(2) Sebaran lokasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah : Pura Peti Batu
(sarkofagus) di Desa Kaliakah Kecamatan Negara, Situs Purbakala dan MonumenLintas Laut di Kelurahan Gilimanuk Kecamatan Melaya.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan diarahkansebagai berikut :a. pengelolaan kawasan ini adalah melalui pengamanan dan menjaga kelestarian dari
berbagai bentuk ancaman baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor alam;b. pemanfaatan di sekitar kawasan ini sesuai dengan ketentuan pemanfaatan masing-
masing jenis komponen kawasan lindung yang bersangkutan;c. untuk kawasan cagar budaya yang berstatus sebagai tempat suci umat Hindu,
pengelolaanya diberikan sepenuhnya kepada umat yang bersangkutan untukdimanfaatkan sebagai tempat melaksanakan upacara ritual keagamaan.
21
Pasal 40(1) Kawasan pantai berhutan bakau di wilayah perencanaan seluas + 625,00 ha.(2) Sebaran lokasi kawasan ini terdapat di Kelurahan Gilimanuk Kecamatan Melaya dan di
Desa Perancak Kecamatan Negara.(3) Rencana pemanfaatan ruang bagi perlindungan kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Pelestarian hutan bakau di sepanjang pesisir pantai.b. Pengendalian kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi hutan
bakau.
Pasal 41(1). Kawasan rawan bencana di wilayah perencanaan berupa kawasan rawan bencana
erosi dengan luas kawasan 2.000,00 ha.
(2). Sebaran lokasi kawasan rawan bencana erosi terdapat di Kecamatan : Pekutatan,
Negara dan Mendoyo.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana ini diarahkan untuk :
a. pembatasan dan pengawasan pembangunan di kawasan rawan erosi;
b. rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada kawasan rawan erosi;
c. pengendalian dan penanggulangan di sekitar kawasan rawan bencana erosi.
Rencana pengembangan kawasan lindung disajikan pada lampiran Gambar 8.
Pasal 42Kawasan Budidaya
Rencana kawasan budidaya yang dikembangkan seluas 38.222,20 ha (45,37 % dari luas
Kabupaten Jembrana) meliputi komponen jenis-jenis kawasan budidaya sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) dengan sebaran lokasi termuat pada lampiran Gambar 10
(rencana pengembangan kawasan budidaya).
Pasal 43(1). Kawasan hutan produksi seluas 2.993,20 ha terdiri dari hutan produksi terbatas
2.610,20 dan hutan produksi tetap 383,00 ha.
(2). Lokasi kawasan hutan produksi ini seluruhnya berda di Kecamatan Melaya.
(3). Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan hutan produksi diarahkan sebagai berikut
:
a. Pengembangan fungsi penyangga yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung;
b. Penyediaan bahan baku kayu melalui kegiatan pengelolaan HP;
c. Reboisasi dan rehabilitasi lahan potensial kritis pada kawasan hutan produksi;
d. Pengkajian dan penelitian terhadap keberadaan hutan produksi secara periodik
baik dari sudut pandang sosial ekonomi, teknologi maupun lingkungan.
Pasal 44(1) Kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah seluas 7.889,00 ha.
(2) Sebaran lokasi kawasan ini diarahkan seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten
Jembrana
22
(3) Rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah
diarahkan sebagai berikut :
a. pemanfaatan semua lahan-lahan yang telah mendapatkan pengairan (irigasi) tetapi
belum dimanfaatkan sebagai lahan sawah;
b. mengoptimalkan produktivitas lahan-lahan sawah yang sudah ada melalui program
intensifikasi dan dengan memprioritaskan pemanfaatan sarana produksi lokal;
c. mempertahankan luas pertanian padi sawah yang ada saat ini;
d. pencegahan dan membatasi alih fungsi lahan sawah produktif untuk kegiatan
budidaya lainnya, seperti akomodasi/ fasilitas pariwisata, industri, perumahan
skala besar, kecuali untuk penyediaan prasarana umum, dengan mengacu kepada
Surat Edaran Menteri BPN dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tentang
Larangan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Lahan Basah Irigasi Teknis; dan
e. pemantapan prosedur dan mekanisme dalam setiap perubahan kegiatan budidaya
khususnya dari kegiatan pertanian menjadi kegiatan budidaya lainnya.
Pasal 45(1) Kawasan partanian tanaman tahunan/ perkebunan seluas 18.405,00 ha.
(2) Sebaran lokasi perkebunan rakyat di arahkan ke seluruh wilayah kecamatan di
Kabupaten Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. pengembangan kegiatan diarahkan pada lahan-lahan yang memiliki potensi/
kesesuaian lahan sebagai lahan perkebunan/ tanaman tahunan secara optimal;
b. jenis komoditi yang dikembangkan meliputi : kelapa dalam, kopi arabika, kopi
robusta, cengkeh, vanili, dan kakao;
c. Pengendalian perluasan tanaman perkebunan untuk memelihara kelestarian
lingkungan;
d. mengoptimalkan produktivitas lahan-lahan perkebunan baik melalui intensifikasi
maupun ekstensifikasi.
Pasal 46(1) Kawasan peternakan luasnya tumpang tidih dengan dengan kawasan pertanian lahan
kering
(2) Sebaran lokasi kawasan ini di seluruh kecamatan di Kabupaten Jembrana.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Jenis ternak yang dikembangkan meliputi : sapi Bali, dan kerbau, kambing, babi,
ayam.
b. Pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mensuplai bahan makanan ternak;
c. Pemanfaatan lahan kritis melalui pengembangan rumput, leguminosa, semak, dan
jenis pohon yang tahan lahan kering dan sesuai untuk makanan ternak melalui
sistem tiga strata;
d. Penyediaan bibit-bibit unggul ternak (kawin suntik);
e. Pengendalian limbah peternakan agar tidak mencemari lingkungan dan aliran
sungai.
23
Pasal 47(1) Kawasan budidaya perikanan terdiri atas perikanan darat dan perikanan laut yang
pemanfaatannya tumpang tindih/ bercampur dengan kawasan pertanian lainnya kecuali
perikanan laut perikanan tambak. Luas perikanan tambak adalah 1.129,22 ha.
(2) Sebaran lokasi kawasan perikanan darat diarahkan ke seluruh wilayah kecamatan di
Kabupaten Jembrana, sedangkan untuk perikanan laut diarahkan diseluruh wilayah
perairan laut. Sedangkan khusus untuk pengembangan perikanan tambak diarahkan di
Desa Budeng Kecamatan Negara.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Pengembangan budidaya perikanan darat terutama melalui budidaya mina di lahan
sawah, di kolam air tenang, di kolam air deras dan saluran irigasi;
b. Peningkatan produktivitas perikanan yang sudah berjalan;
c. Pemanfaatan wilayah perikanan laut, yaitu : perairan pantai, lepas pantai, dan zona
ekonomi ekslusif bagi peningkatan produksi perikanan laut; dan
d. Pengembangan perikanan tambak serta upaya-upaya peningkatan produksinya.
Pasal 48(1) Kawasan pariwisata yang dikembangkan meliputi luas 2.494,00 ha, yang terdiri atas
kawasan pariwisata, obyek dan daya tarik wisata serta stop over.
(2) Sebaran lokasi kawasan ini diarahkan ke Kecamatan Mendoyo, Negara, dan Melaya
untuk kawasan pariwisata, dan di tempat-tempat tertentu yang potensial di seluruh
kecamatan untuk obyek dan daya tarik wisata serta stop ove.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Pengembangan kawasan pariwisata perlu didukung dengan pengembangan obyek
dan daya tarik wisata, dimana pada kawasan pariwisata dapat dibangun akomodasi
dan fasilitas penunjang pariwisata, sedangkan pada obyek dan daya tarik wisata atau
stop over yang khusus berada di luar kawasan pariwisata dapat juga disediakan
berbagai jenis fasilitas sesuai dengan fungsi utama obyek dan dapat dilengkapi
dengan jasa pelayanan makan, minum serta akomodasi setinggi-tingginya Hotel
kelas Melati, sebagai fasilitas penunjang obyek dengan jumlah kamar hotel dibatasi
seminimal mungkin atau maksimal 25 kamar, untuk melindungi kelestarian fungsi
utama obyek;
b. Kawasan pariwisata tidak semata-mata hanya diartikan sebagai kawasan yang boleh
dibangun fasilitas akomodasi dan fasilitas penunjang di seluruh bagian kawasan,
melainkan kawasan pariwisata sesungguhnya mencakup kawasan lindung dan
kawasan budidaya (baik kawasan budidaya pariwisata, permukiman, pertanian dan
jenis budidaya lainnya) yang peruntukannya harus ditata secara lebih terpadu antara
satu kawasan dengan kawasan yang lainnya dan dituangkan ke dalam rencana tata
ruang yang lebih rinci (RDTR Kawasan, dan RTR Kawasan);
c. Pengembangan kawasan pariwisata pada tiap kawasan, khususnya untuk pengadaan
akomodasi hunian, menggunakan standar 30-50 kamar tiap hektar. Kepadatan
fasilitas akomodasi ini disesuaikan dengan kondisi kawasan pariwisata tersebut dan
dibatasi secara ketat, terutama untuk daerah-daerah yang berbatasan dengan hutan
lindung;
24
d. Peningkatan promosi dan sistem informasi yang berkaitan dengan potensi obyek dan
daya tarik wisata dengan berbagai potensi pendukungnya seperti ketersediaan lahan,
tenaga kerja dan berbagai kemudahan perijinan untuk lebih menggiatkan investasi
sektor pariwisata.
Pasal 49
(1) Kawasan budidaya perindustrian yang dikembangkan adalah zona industri menengah
dan industri kecil/ kerajinan rumah tangga. Zona industri menengah luasnya 625,00 ha
sedangkan industri kecil/kerajinan rumah tangga merupakan bagian dari kawasan
permukiman.
(2) Zona industri menengah diarahkan lokasinya di Desa : Pengambengan, Tegalbadeng
Barat, Tegalbadeng Timur dan sebagian Desa Baluk Kecamatan Negara, sedangkan
kegiatan industri kecil/kerajinan diarahkan di kawasan permukiman, baik di
permukiman perkotaan maupun perdesaan.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Harus mengacu pada SK Menteri Perindutrian Nomor 286/M/SK/10/1989 tentang
Tata Cara Perijinan dan Standar Teknis Kawasan Industri;
b. Pembentukan sistem informasi di dalam mengarahkan investasi sektor industri
menurut lokasi, jenis dan klasifikasi industri yang konsisten dengan rencana
kawasan budidaya industri;
c. Pembuangan limbah kegiatan industri baik ke udara, darat maupun ke perairan harus
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh instansi berwenang;
d. Kegiatan industri di kawasan permukiman perkotaan diarahkan sesuai RUTRK
masing-masing kota, serta pengembangan sentra-sentra industri kecil; dan
e. Pengembangan industri yang tidak terkait dengan potensi sumber alam setempat
harus tetap memberi manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat dan pemerintah
daerah setempat.
Pasal 50
(1) Kawasan budidaya pertambangan yang dikembangkan terbatas pada kegiatan
penambangan galian golongan C dan pengeboran air bawah tanah.
(2) Sebaran lokasi kawasan ini diarahkan ke seluruh kecamatan sesuai dengan potensinya.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. upaya eksploitasi bahan tambang Galian C diprioritaskan pada cadangan yang
tersedia akibat endapan geologi yang terdiri dari pasir dan batu;
b. kegiatan eksploitasi dibatasi sampai dengan rencana pemanfaatan pasca tambang ;
c. pengawasan yang intensif terhadap pengelolaan pertambangan Galian C, dan
kegiatan pengeboran air bawah tanah;
d. mengadakan pembatasan pemakaian air bawah tanah bagi lahan-lahan yang rawan
intrusi air laut.
25
Pasal 51
(1) Kawasan budidaya permukiman yang dikembangkan terdiri atas permukiman perkotaan
dan perdesaan, yang meliputi luas 5.446,00 ha.
(2) Sebaran lokasi kawasan permukiman yang meliputi permukiman perkotaan (kota
kabupaten, kota kecamatan) dan permukiman perdesaan (desa-desa) diarahkan disekitar
permukiman yang telah ada.
(3) Rencana pemanfaatan ruang kawasan ini diarahkan sebagai berikut :
a. Pengembangan kawasan terbangun pada lahan yang sesuai dengan kriteria fisik
kawasan permukiman, meliputi : kemiringan lereng, ketersediaan mutu dan
sumber air bersih, bebas dari potensi banjir dan genangan;
b. Pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan
dengan kawasan lindung;
c. Penetapan sempadan perbatasan antar wilayah kabupaten sekurang-kurangnya 50
meter di kiri-kanan garis sempadan perbatasan wilayah, serta berfungsi sebagai
Ruang Terbuka Hijau (RTH);
d. Penetapan jalur hijau antara kawasan permukiman dengan kawasan-kawasan
tertentu seperti kawasan pertambangan, industri, dan lain-lainnya, dengan
persetujuan DPRD Kabupaten Jembrana
e. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan lebih diarahkan pada kota (pusat
permukiman) paling rendah berorde III. Hal ini berarti kota tersebut dipacu agar
mampu melayani penduduk kecamatannya melalui prioritas penambahan fasilitas
perkotaan;
f. Pengembangan pusat perdesaan diutamakan pada desa-desa yang jumlah
penduduknya belum mencapai 5.000 jiwa, untuk ditingkatkan menjadi kategori
kota desa. Dalam jangka panjang, pusat permukiman yang berbatasan dengan
kawasan lindung, perkembangannya dibatasi tidak melebihi dari kategori kota desa
termasuk juga penyuluhan kepada masyarakat mengenai kesadaran lingkungan dan
memberikan informasi rencana tata ruang secara terbuka kepada masyarakat luas.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang Daerah
Pasal 52
Pelaksanaan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2)
diselenggarakan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan, pengelolaan kawasan serta
penatagunaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) hurup e.
Pasal 53
(1) Dalam melaksanakan pemanfaatan ruang, Kepala Daerah mempersiapkan kebijaksanaan
yang berisi pengaturan bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan sesuai
dengan fungsi lindung dan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
26
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa penetapan keputusan Kepala
Daerah tentang ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan ruang untuk kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
(3) Ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan ruang dalam kawasan lindung dan
kawasan budidaya, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(4) Penentuan ketentuan persyaratan teknis yang dilakukan oleh Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), berupa kebijaksanaan teknis operasional dengan berpedoman
pada kebijakan umum yang ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 54(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, dikembangkan kebijaksanaan insentif dan
disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Kebijaksanaan insentif pemanfaatan ruang memberikan rangsangan terhadap kegiatan
yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang.
(3) Kebijaksanaan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan antara lain
melalui penetapan kebijaksanaan dibidang ekonomi, fisik, dan pelayanan umum.
(4) Kebijaksanaan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan
atau mencegah kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
(5) Kebijaksanaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan antara
lain melalui penolakan pemberian perizinan pembangunan, pembatasan pengadaan
sarana dan prasarana.
(6) Dalam melaksanakan kebijaksanaan insentif dan disinsentif, tidak mengurangi dan
menghapuskan hak-hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati hak-hak
masyarakat yang melekat pada ruang.
(7) Penetapan kebijaksanaan yang dilakukan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berupa kebijaksanaan teknis kawasan yang perlu diberi insentif dan disinsentif
dengan berpedoman kepada kebijakan umum yang ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 55(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, RTRW Kabupaten dijabarkan dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun Daerah.
(2) Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1),
dijabarkan dalam program tahunan pemanfaatan ruang.
(3) Program tahunan pemanfaatan ruang sebagaiman dimaksud pada ayat (2), harus
terintegrasi dengan program pemanfaatan ruang RTRW Propinsi.
Pasal 56(1) Penyusunan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya diutamakan kepada
kawasan-kawasan yang diprioritaskan pembangunannya guna mendukung pembentukan
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
(2) Penyusunan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaiman dimaksud
pada ayat (1), dialokasikan sesuai denga tahapan pembangunan.
27
(3) Penyusunan program tahunan pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya dibahas dalam
rapat koordinasi pembangunan guna tercapainya keselarasan rencana kegiatan
pemanfaatan ruang dengan rencana kegiatan pembangunan sektoral dan daerah.
Pasal 57
Dalam pemanfaatan ruang di Daerah yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara dan
sumberdaya alam lainnya diselenggarakan pola pengelolaan tata guna tanah, air, udara dan
sumberdaya alam lainnya.
BAB VI
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 58
(1) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf
d didasarkan atas pengelolaan kawasan dan penatagunaan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 6 ayat (2).
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana di maksud pada ayat (1) di kawasan
lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, kawasan tertentu
dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang,
termasuk terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan
sumber daya alam lainnya.
(3) pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilaksanakan melalui pendayagunaan mekanisme perijinan pemanfaatan ruang.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan
pelaporan, pemantauan, evaluasi dan hasil pengawasan pemanfaatan ruang berupa
temuan penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang
(2) Bupati wajib menyiapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk pemeriksaan dan
penyidikan atas penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang.
(3) Bupati menyiapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan hasil evaluasi penyimpangan melalui
peninjauan lapangan pada lokasi secara koordinatif dan terpadu serta masukan dari
Gubernur.
Pasal 60
(1) Penertiban pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten dilakukan melalui penertiban
langsung dan penertiban tidak langsung
(2) Penertiban langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pemberian sanksi administratif, sanksi pidana, dan sanksi perdata
(3) Penertiban tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui
antara lain :
28
a. pengenaan pajak/retribusi
b. pembatasan pengadaan prasarana dan sarana
c. penolakan pemberian perijinan pembangunan
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 61
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana masyarakat berhak :
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah, rencana tata ruang kawasan
atau rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 62
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 selain
masyarakat mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana dari
Lembaran Daerah Kabupaten, masyarakat mengetahui rencana tata ruang yang telah
ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten pada
tempat-tempat yang mudah diketahui oleh masyarakat luas.
(2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui
masyarakat dari penempelan / pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan
pada tempat-tempat umum dan kantor-kantor secara fungsional menangani rencana tata
ruang tersebut.
Pasal 63
(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku.
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung
didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat
berupa manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan,
penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan ataupun atas hukum adat yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
29
Pasal 64
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status
semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Jembrana diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak
yang berkepentingan, setelah mendapat persetujuan masyarakat setempat.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 65
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana , masyarakat wajib :
a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
b. berlaku tertib dalam keikutsertaanya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 66
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 63 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu
dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
Pasal 67
Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran serta masyarakat dapat berbentuk :
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan dan perkotaan;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Jembrana;
d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Jembrana;
f. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan/ atau kegiatan
menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
30
Pasal 68(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh Bupati termasuk pengaturannya pada Tingkat Kecamatan sampai
dengan desa/ Kelurahan.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertib
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana.
Pasal 69Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten, termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan
peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.
Pasal 70Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan di
daerah disampaikan secara lisan atau tertulis mulai dari Tingkat desa/ Kelurahan ke
Kecamatan, kepada Bupati dan pejabat yang berwenang.
BAB VIIIPENYIDIKAN
Pasal 71(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah atau Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi, atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
d. memeriksa buku - buku, catatan - catatan dan dokumen - dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi ;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut ;
31
f. meminta tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan
Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ;
j. menghentikan penyidikan ;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggung
jawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB IXKETENTUAN PIDANA
Pasal 72(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah).
(2) Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 73Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
sampai dengan pasal 49 pada bab V digambarkan pada peta wilayah Kabupaten Jembrana
dengan tingkat ketelitian berskala 1: 50.000 sesuai dengan Buku Kompilasi Data dan Buku
Rencana Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana tahun 2000 – 2010
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 74Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
sampai dengan pasal 49 pada bab V berfungsi sebagai matra ruang dari Pola Dasar
Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana untuk penyusunan Rencana Pembangunan
Lima Tahun Daerah Kabupaten Jembrana pada periode berikutnya.
32
Pasal 75Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud dalam pasal 30
sampai dengan pasal 51 pada bab V digunakan sebagai pedoman bagi :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di Wilayah Kabupaten;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
Kabupaten serta keserasian antar sektor;
c. penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di
Kabupaten;
d. penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten;
d. pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.
Pasal 76Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jermbrana menjadi dasar untuk penertiban
perizinan lokasi pembangunan
Pasal 77Ketentuan mengenai penataan ruang lautan dan ruang udara akan diatur lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 78Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Jembrana sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 sampai dengan pasal 49 pada bab V dapat
dilakukan 5 (lima) tahun sekali.
BAB XIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 79Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua rencana tata ruang kawasan,
rencana rinci tata ruang kawasan di daerah, dan sektoral yang berkaitan dengan penataan
ruang di daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Jembrana sesuai dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 80Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan terhadap berbagai usaha
dan/ atau kegiatan serta peraturan perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang
berlaku namun tidak sesuai lagi dengan Rencana tata Ruang Wilayah Kabupaten Jermbrana
ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
33
BAB XIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 81Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana adalah 10 (sepuluh)
tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 82Hal-hal yang belum diatur dalam Pemerintahan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 83Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana.
Ditetapkan di NegaraPada tanggal 15 Agustus 2002BUPATI JEMBRANA,
I GEDE WINASA
Diundangkan di NegaraPada tanggal 16 Agustus 2002SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JEMBRANA,
Drs. I GDE SUINAYA, MM
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2002 NOMOR 45
ttd
ttd
34
PENJELASAN ATASPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA
NOMOR 7 TAHUN 2002
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)KABUPATEN JEMBRANA
1. PENJELASAN UMUM
Pembangunan di Wilayah Kabupaten Jembrana dilaksanakan secara nyata danberencana. Untuk mendukung hal tersebut terutama dalam menciptakan dan kelancaranpelaksanaannya, maka pemerintah Kabupaten Jembrana mengusahakan agar pembangunanyang dilaksanakan selalu berwawasan lingkungan dan berwawasan budaya setempatsehingga akan terwujud keseimbangan antara sumber daya alam dengan sumber dayabuatan.
Salah satu upaya ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yangmencangkup proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalianpemanfaatan ruang.
Pada tahap dari kegiatan penataan ruang ini adalah melakukan Revisi Rencana TataRuang Wilayah Kabupaten Jembrana yang meruapakan lanjutan dari penyempurnaan tataruang yang telah ada. Perencanaan tata ruang wilayah yang dituangkan kedalam RencanaTata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana berikut landasan hukumnya yang ditetapkankedalam Peraturan Daerah.
Materi Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana :Pertama agar mampu mewujudkan satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis atau dapatmengantisipasi tuntutan perkembangan pembangunan dengan tanpa mengabaikankeserasian pembangunan antara wilayah Kota/Kabupaten sebagaimana diarahkan dalamPeraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 4 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang WilayahPropinsi (RTRW) Bali : Kedua tetap mengarah kepada upaya pelestarian lingkungan sesuaidengan falsafah “Tri Hita Karana”, yang berintikan unsur-unsur nilai keseimbanganhubungan antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia, dan antaramanusia dengan alam lingkungannya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 : Cukup Jelas.Pasal 2 : Penyusunan RTRW ini berazaskan nilai-nilai yang terkandung dalam
falsafah Tri Hita Karana, karena secara makro terkandung pertama; unsurParahyangan yang dicerminkan oleh adanya upaya pangaturanpemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya dimanaterdapat kawasan suci dan tempat-tempat suci bagi umat Hindu. KeduaPawongan yang dicerminkan oleh adanya upaya pengaturan pemanfaatanruang kawasan budidaya khusunya kawasan budidaya permukiman, danketiga unsur Palemahan yang dicerminkan oleh adanya upaya pengaturanpemnafaatan ruang kawasan budidaya diluar permukiman.
35
Yang dimaksud dengan semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang
dapat menjamin seluruh kepentingan, yakni kepentingan Pemerintah
Daerah dan masyarakat secara adil dan memperhatikan golongan ekonomi
lemah. Yang dimaksud dengan terpadu adalah bahwa penataan ruang
dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan
pemanfaatan ruang baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat.
Penataan Ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencangkup
antara lain pertimbangkan aspek, waktu, modal, optimasi, daya dukung
lingkungan, daya tampung lingkungan, dan geopolitik. Dalam
mempertimbang- kan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang
memperhatikan adanya aspek perkiraan, ruang lingkup wilayah yang
direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta
kebutuhan dan tujuan pemanfaatan ruang. Penataan ruang harus
diselenggarakan secara tertib sehingga memenuhi proses dan prosedur
yang berlaku secara teratur dan konsisten. Yang dimaksud dengan berdaya
guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang harus dapat
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.
Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa
penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan struktur pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk
antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar sektor dan daerah
dalam satu kesatuan wlayah. Yang dimaksud dengan berkelanjutan bahwa
penataan ruang menjamin kelestarian, kemampuan daya dukung sumber
daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin generasi.
Pasal 3 : Cukup Jelas
Pasal 4 : Cukup Jelas
Pasal 5 : Cukup Jelas
Pasal 6 : Cukup Jelas
Pasal 7 : Cukup Jelas
Pasal 8 : Cukup Jelas
Pasal 9 : Cukup Jelas
Pasal 10 :
Huruf b : Kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan agar mempunyai tata ruang
yang lebih rinci, yang dimaksud adalah supaya ditindaklanjuti dengan
Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ), yang memperlihatkan zona – zona
kegiatan atau daerah-daerah yang boleh atau tidak untuk melakukan
kegiatan pembangunan dengan luas areal tertentu. Yang lebih rinci lagi
yaitu dengan Rencana Tehnis Tata Ruang ( RTTR ), yaitu pemanfaatan
ruang yang lebih terukur; misalnya berapa are atau meter persegi yang bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan lokasi pembangunan terminal.
36
Selalu diperbaharui yang dimaksud adalah Rencana Tata Ruang yang telah
di Perda kan agar ditinjau lagi dalam kurun waktu tertentu (3 tahun, 5
tahun, dst.), apabila diperlukan dan ada perubahan dalam pemanfaatan
ruang untuk perubahan pembangunan yang berkelanjutan.
Pasal 11 : Cukup Jelas
Pasal 12 :
Ayat (2) huruf d : Yang dimaksud dengan ambang batas baku mutu adalah limbah
cair yang dibuang ke perairan laut/kali, agar disaring dan dibersihkan
terlebih dahulu atau melalui test laboratorium terhadap kelayakannya, agar
tidak mencemari daerah perairan laut/kali, sehingga makluk hidup yang ada
didalamnya tidak mati dan terkena limbah racun tersebut.
Pasal 13 : Cukup Jelas
Pasal 14 : Cukup Jelas
Pasal 15 : Cukup Jelas
Pasal 16 : Cukup Jelas
Pasal 17 : Cukup Jelas
Pasal 18 : Cukup Jelas
Pasal 19 : Cukup Jelas
Pasal 20 : Kota orde yang berkaitan dengan kata ordenantie yang berarti satuan
kawasan pengembangan dalam rencana tata ruang yang berdasarkan
pengamatan dan survey. Sedangkan kriterianya berdasarkan ; luas wilayah
pelayanan, jumlah penduduk, kapasitas kegiatan jumlah pergerakan barang
dan jasa serta jumlah kendaraan seperti : kota orde I Negara adalah sebagai
kegiatan kota yang paling sibuk dan ramai di Kabnupaten Jembrana.
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah :
- pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu kabupaten
atau beberapa kecamatan.
- pusat pengolahan / pengumpul barang untuk beberapa kecamatan.
- simpul transportasi untuk beberapa kecamatan
- jasa pemerintahan untuk beberapa kecamatan bersifat khusus karena
mendorong perkembangan sektor strategis.
Pasal 21 : Kriteria kelas jalan ditentukan oleh kepadatan lalu lintas kendaraan, lebar
jalan, panjang jalan, notase kendaraan dan struktur jalan misalnya ; jalan
yang lalu lintas kendaraanya padat, notase kendaraan lewat diatas 10 ton
dapat dikatagorikan jalan kelas satu, yaitu jalan atau jaringan arteri primer,
jalur Gilimanuk – Denpasar.
Pasal 22 : Cukup Jelas
Pasal 23 : Cukup Jelas
Pasal 24 : Cukup Jelas
Pasal 25 : Cukup Jelas
Pasal 26 : Cukup Jelas
Pasal 27 : Cukup Jelas
Pasal 28 : Cukup Jelas
Pasal 29 : Cukup Jelas
Pasal 30 : Cukup Jelas
37
Pasal 31 : Cukup Jelas
Pasal 32 :
Ayat (3) huruf d : Pencegahan terhadap hal – hal yang tidak boleh adalah
pencegahan kegiatan budidaya disepanjang pantai yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi; karena dapat merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar
sungai serta alirannya, seperti: penggalian dan pemanfaatan pasir pantai yang
berlebihan untuk kegiatan pembangunan, pembuangan sampah liar, limbah
dan sebagainya.
Pasal 33 : Cukup Jelas
Pasal 34 :
Ayat (3) huruf a :
- Mengadakan pengendalian kegiatan yang telah ada sebelumnya (
bangunan yang telah ada } disekitar mata air, bahwa disekeliling
mata air mempunyai manfaat penting untuk dipertahankan
kelestarian fungsi mata air.
- Bangunan – bangunan yang telah ada dan rencana pembangunan
dalam radius kawasan sekitar mata air yang telah memiliki perijinan
lengkap tetap dipertahankan, sedangkan pembangunan baru mutlak
mengikuti pada aturan yang berlaku.
Pasal 35 : Cukup Jelas
Pasal 36 :
Ayat (1) : - Tempat Melasti adalah tempat mensucikan Ida Betara/Betari bagi
umat Hindu.
- Campuhan adalah pertemuan antara sungai yang satu dengan sungai
yang lainnya.
Ayat 2 :- Catus Pata ( Pempatan Agung ) adalah tempat untuk mengadakan
Tawur Agung (Menyeimbangkan dan Melestarikan Alam
semesta) bagi umat Hindu dimasing – masing desa adat di Kabupaten
Jembrana.
- Bhisama adalah hasil musyawarah yang dituangkan dalam aturan dan
wajib dilaksanakan.
Pasal 37 : Cukup Jelas
Pasal 38 : Cukup Jelas
Pasal 39 : Cukup Jelas
Pasal 40 : Cukup Jelas
Pasal 41 : Cukup Jelas
Pasal 42 : Cukup Jelas
Pasal 43 : Cukup Jelas
Pasal 44 :
Ayat 3 huruf d : Perumahan skala besar seperti lahan untuk pembangunan Real
Estate melebihi 1 ( satu ) hektar , serta Perumnas, BTN dan
sebagainya.
Pasal 45 : Cukup Jelas
Pasal 46 : Cukup Jelas
Pasal 47 : Cukup Jelas
38
Pasal 48 : Cukup Jelas
Pasal 49 : Cukup Jelas
Pasal 50 : Cukup Jelas
Pasal 51 : Cukup Jelas
Pasal 52 : Cukup Jelas
Pasal 53 : Cukup Jelas
Pasal 54 : Cukup Jelas
Pasal 55 : Cukup Jelas
Pasal 56 : Cukup Jelas
Pasal 57 : Cukup Jelas
Pasal 58 : Cukup Jelas
Pasal 59 : Cukup Jelas
Pasal 60 : Cukup Jelas
Pasal 61 : Cukup Jelas
Pasal 62 : Cukup Jelas
Pasal 63 : Cukup Jelas
Pasal 64 : Cukup Jelas
Pasal 65 : Cukup Jelas
Pasal 66 : Cukup Jelas
Pasal 67 : Cukup Jelas
Pasal 68 : Cukup Jelas
Pasal 69 : Cukup Jelas
Pasal 70 : Cukup Jelas
Pasal 71 : Cukup Jelas
Pasal 72 : Cukup Jelas
Pasal 73 : Cukup Jelas
Pasal 74 : Cukup Jelas
Pasal 75 : Cukup Jelas
Pasal 76 : Pengaturan lebih lanjut terhadap bangunan-bangunan tersebut ditetapkan
dengan Keputusan Bupati
Pasal 77 : Cukup Jelas
Pasal 78 : Cukup Jelas
Pasal 79 : Cukup Jelas
Pasal 80 : Cukup Jelas
Pasal 81 : Cukup Jelas
Pasal 82 : Cukup Jelas
Pasal 83 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7