peraturan daerah kota tangerang selatan nomor 15 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah...
DESCRIPTION
CopianTRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2011 - 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota
Tangerang Selatan dengan memanfaatkan ruang
wilayah secara berdayaguna, berhasilguna, serasi,
selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat
maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
Pemerintah Kota, masyarakat dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan Di Provinsi Banten maka penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan tersendiri
dan terpisah dengan Kabupaten Tangerang sebagai
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
2
Kabupaten Induk;
d. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan arahan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu
dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d
perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Tangerang
Selatan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011 – 2031;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Nomor 3274);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
3
Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
10. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan Di Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4935);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
4
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
17. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten
Tahun 2010 – 2030 (Lembaran Daerah Provinsi Banten
Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Banten Nomor 32);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
5
Perkotaan;
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 32 Tahun
2007 tentang Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Di Sekitar Bandar Udara Pondok Cabe;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
dan
WALIKOTA TANGERANG SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 – 2031.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Kota adalah Kota Tangerang Selatan.
2. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tangerang Selatan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kota
Tangerang Selatan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
6
7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
12. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
16. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang yang memuat
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, diklasifikasikan menjadi
rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan yang selanjutnya
disebut RTRW Kota Tangerang Selatan adalah hasil perencanaan tata
ruang wilayah Kota Tangerang Selatan.
18. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
19. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budi daya.
20. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
7
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
21. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
22. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
23. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
24. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
25. Kawasan Strategis Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan
serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi.
26. Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara adalah wilayah yang
ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan
dan keamanan negara.
27. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota adalah tujuan yang ditetapkan
pemerintah daerah kota yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi
pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada
dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara
dan ketahanan nasional.
28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota adalah rencana yang mencakup
sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan
prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan
wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
8
jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air.
29. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota adalah rencana distribusi peruntukan
ruang wilayah kota, meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kota
(20 tahun) yang dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah
kota yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya perencanaan dua
puluh tahun.
30. Cekungan Air Tanah, yang selanjutnya disingkat CAT adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air
tanah berlangsung.
31. Pusat Pelayanan Kota yang selanjutnya disingkat PPK adalah pusat
pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh
wilayah kota dan/atau regional.
32. Subpusat Pelayanan Kota yang selanjutnya disingkat SPK adalah pusat
pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub
wilayah kota.
33. Pusat Lingkungan yang selanjutnya disingkat PL adalah pusat pelayanan
ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan kota.
34. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permulaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kerta api, jalan lori, dan jalan kabel
(road/street).
35. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan arteri yang menghubungkan antara
kawasan primer dan kawasan sekunder kesatu, antar kawasan sekunder
kesatu, atau antara kawasan sekunder kesatu dan kawasan sekunder
kedua.
36. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang menghubungkan antar kawasan
sekunder kedua, atau antara kawasan sekunder kedua dan kawasan PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
9
sekunder ketiga kolektor.
37. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat, berciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
38. Jalan Lingkungan Sekunder adalah jalan yang menghubungkan antarpersil
dalam kawasan perkotaan.
39. Sistem Jaringan Jalan adalah kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
40. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol
(toll road).
41. Jaringan Sumber Daya Air adalah jaringan air, mata air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.
42. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
43. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2.
44. Jaringan Sungai adalah jaringan tempat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi
kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
45. Jaringan Air Baku adalah jaringan air yang dipergunakan sebagai bahan
pokok untuk diolah menjadi air minum.
46. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,
pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
10
47. Pasar Modern adalah area tempat jual beli barang dengan sistem
pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang
berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket
ataupun grosir yang berbentuk perkulakan.
48. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan
tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh
pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar.
49. Sektor Informal adalah kegiatan usaha yang ditandai dengan bersandar
pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil,
padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, keterampilan dapat
diperoleh diluar sistem sekolah formal, dan tidak terkena secara langsung
oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.
50. Pedestrian adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat
berupa trotoar, penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak
sebidang.
51. Sarana Prasarana Pejalan Kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang
disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan layanan demi kelancaran,
keamanan, kenyamanan, dan keselamatan bagi pejalan kaki.
52. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan lindung atau kawasan budi daya
yang meliputi zona-zona yang berpotensi mengalami bencana.
53. Ruang Evakuasi Bencana merupakan area terbuka atau lahan terbuka
hijau atau bangunan yang dapat digunakan masyarakat untuk
menyelamatkan diri dari bencana alam maupun bencana lainnya
54. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
55. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah ruang
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
11
terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori ruang
terbuka hijau (RTH), berupa lahan yang diperkeras dan badan air.
56. Saluran Utama Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah
saluran udara yang mendistribusikan energi listrik dengan kekuatan 150
(seratus lima puluh) kilovolt yang mendistribusikan dari pusat-pusat
beban menuju gardu-gardu listrik.
57. Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat
SUTET adalah saluran udara dengan kekuatan 500 (lima ratus) kilovolt
yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat
pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga
energi listrik bisa disalurkan dengan efisien.
58. Drainase yaitu prasarana yang berfungsi mengalirkan limpasan air
permukaan ke badan air penerima atau ke bangunan resapan batuan.
59. Air Limbah yaitu semua jenis air buangan yang mengandung kotoran dari
rumah tangga, binatang atau tumbuh-tumbuhan, termasuk buangan
industri dan kimia.
60. Kolam Tandon Air adalah tempat penampungan air, dalam kondisi cukup
jernih dan mempunyai suhu antara 20ºC-30ºC.
61. Tempat Penampungan Sementara, yang selanjutnya disingkat TPS adalah
tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
62. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu, yang selanjutnya disingkat TPST
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir
sampah.
63. Right Of Way, yang selanjutnya disingkat ROW adalah ruang milik jalan
yaitu sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih
menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang
milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan
keamanan penggunaan jalan antara lain untuk pelebaran ruang manfaat
jalan pada masa yang akan datang.
64. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota adalah arahan pemanfaatan
ruang wilayah untuk tingkat kota.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
12
65. Indikasi Program Utama Jangka Menengah Lima Tahunan adalah petunjuk
yang memuat usulan program utama penataan/pengembangan kota,
perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu
pelaksanaan, dalam rangka mewujudkan ruang kota yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
66. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota adalah
ketentuan-ketentuan yang dibuat/disusun dalam upaya mengendalikan
pemanfaatan ruang wilayah kota agar sesuai dengan RTRW Kota yang
berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kota.
67. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Kota adalah ketentuan umum
yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kota dan unsur-unsur
pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kota.
68. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah koefisien
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan luas persil
atau kaveling atau blok peruntukan.
69. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah koefisien
perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas
persil atau kaveling atau blok peruntukan.
70. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan atau penghijauan
dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
71. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan,
dihitung dari batas terluar saluran air kotor sampai batas terluar muka
bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang atau jarak bebas minimum
dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai,
batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau
rencana saluran, jaringan tegangan listrik, jaringan pipa gas dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
13
sebagainya.
72. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
73. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, atau badan hukum.
74. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
75. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan yang selanjutnya
disingkat KKOP adalah tanah dan/perairan dan ruang udara di sekitar
bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan
dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
Bagian Kedua
Peran dan Fungsi
Pasal 2
RTRW Kota Tangerang Selatan disusun sebagai alat operasionalisasi
pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota.
Pasal 3
RTRW Kota Tangerang Selatan menjadi pedoman untuk :
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota;
d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis kota; dan
g. penyusunan rencana detail tata ruang di wilayah kota.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
RTRW Kota Tangerang Selatan memuat :
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota;PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
14
b. rencana struktur ruang wilayah kota;
c. rencana pola ruang wilayah kota;
d. penetapan kawasan strategis wilayah kota;
e. arah pemanfaatan ruang wilayah kota; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Pasal 5
Wilayah perencanaan RTRW Kota Tangerang Selatan meliputi 7 (tujuh)
kecamatan, 54 (lima puluh empat) Kelurahan/Desa meliputi :
a. Kecamatan Serpong meliputi :
1. Kelurahan Lengkong Wetan;
2. Kelurahan Lengkong Gudang;
3. Kelurahan Lengkong Gudang Timur;
4. Kelurahan Cilenggang;
5. Kelurahan Rawa Buntu;
6. Kelurahan Rawa Mekar Jaya;
7. Kelurahan Serpong;
8. Kelurahan Ciater; dan
9. Kelurahan Buaran.
b. Kecamatan Serpong Utara meliputi :
1. Kelurahan Pakualam;
2. Kelurahan Pakujaya;
3. Kelurahan Pakulonan;
4. Kelurahan Pondok Jagung Timur;
5. Kelurahan Pondok Jagung;
6. Kelurahan Jelupang; dan
7. Kelurahan Lengkong Karya.
c. Kecamatan Pondok Aren meliputi :
1. Kelurahan Pondok Kacang;
2. Kelurahan Pondok Kacang Timur;
3. Kelurahan Parigi Baru;
4. Kelurahan Parigi Lama;
5. Kelurahan Pondok Pucung;PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
15
6. Kelurahan Pondok Jaya;
7. Kelurahan Jurang Mangu Timur;
8. Kelurahan Jurang Mangu Barat;
9. Kelurahan Pondok Karya;
10. Kelurahan Pondok Betung; dan
11. Kelurahan Pondok Aren.
d. Kecamatan Ciputat meliputi :
1. Kelurahan Jombang;
2. Kelurahan Serua;
3. Kelurahan Serua Indah;
4. Kelurahan Sawah Lama;
5. Kelurahan Sawah Baru;
6. Kelurahan Ciputat; dan
7. Kelurahan Cipayung.
e. Kecamatan Ciputat Timur meliputi :
1. Kelurahan Pondok Ranji;
2. Kelurahan Rengas;
3. Kelurahan Rempoa;
4. Kelurahan Cempaka Putih;
5. Kelurahan Cireundeu; dan
6. Kelurahan Pisangan.
f. Kecamatan Pamulang meliputi :
1. Kelurahan Benda Baru;
2. Kelurahan Bambu Apus;
3. Kelurahan Pondok Benda;
4. Kelurahan Pamulang Barat;
5. Kelurahan Pamulang Timur;
6. Kelurahan Kedaung;
7. Kelurahan Pondok Cabe Udik; dan
8. Kelurahan Pondok Cabe Ilir.
g. Kecamatan Setu meliputi :
1. Kelurahan Muncul;PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
16
2. Desa Kranggan;
3. Desa Kademangan;
4. Desa Setu;
5. Desa Bhakti Jaya; dan
6. Desa Babakan.
Pasal 6
Kota Tangerang Selatan secara geografis terletak pada koordinat 106º 38‘ -
106º 47‘ bujur timur dan 06º 13‘ 30” - 06º 22‘ 30“ lintang selatan dengan luas
14.719 (empat belas ribu tujuh ratus sembilan belas) hektar.
Pasal 7
Batas wilayah Kota Tangerang Selatan meliputi :
a. sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan Provinsi DKI
Jakarta;
b. sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok;
c. sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok;
dan
d. sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pasal 8
Penataan Ruang Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk mewujudkan Kota
Tangerang Selatan sebagai pusat pelayanan pendidikan, perumahan,
perdagangan dan jasa, berskala regional dan nasional yang mandiri, aman,
nyaman, asri, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan serta berkeadilan
dalam mendukung Kota Tangerang Selatan sebagai bagian dari Kawasan
Strategis Nasional Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur
(Jabodetabekpunjur).
Pasal 9PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
17
Kebijakan penataan ruang meliputi :
a. kebijakan struktur ruang;
b. kebijakan pola ruang; dan
c. kebijakan kawasan strategis kota.
Pasal 10
Kebijakan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
meliputi:
a. pemantapan peran Kota dalam sistem nasional sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) yang melayani kegiatan skala nasional;
b. peningkatan aksesibilitas pusat pelayanan Kota yang terintegrasi dan
berhirarki sebagai pusat pelayanan pendidikan, perumahan, perdagangan
dan jasa, berskala regional dan nasional, yang aman, nyaman, religius,
produktif, berdaya saing, serta berkelanjutan;
c. pengembangan dan peningkatan sarana prasarana transportasi berbasis
transportasi publik yang terpadu dan terkendali; dan
d. pengembangan dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem
infrastruktur Kota, prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu,
merata dan berkelanjutan dengan mengutamakan kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 11
(1) Strategi pemantapan peran kota dalam sistem nasional sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN), yang melayani kegiatan skala Nasional
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi :
a. mendorong kemudahan aksesibilitas terhadap kegiatan skala regional
dan nasional;
b. mengembangkan infrastruktur dalam rangka mendukung kota
sebagai kota satelit dan gerbang utama Kota Inti Jakarta; dan
c. memperkuat kota agar dapat berfungsi dan berpotensi sebagai pusat
kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dan nasional.
(2) Strategi peningkatan aksesibilitas pusat pelayanan kota yang terintegrasi
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
18
dan berhirarki sebagai pusat pelayanan pendidikan, perumahan,
perdagangan dan jasa, berskala regional dan nasional, yang aman,
nyaman, religius, produktif, berdaya saing, serta berkelanjutan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi :
a. menetapkan 3 (tiga) PPK yang membawahi 3 (tiga) SPK dan 3 (tiga)
PL yang dihubungkan melalui jaringan jalan berjenjang dengan pola
pergerakan merata;
b. mengembangkan fungsi kegiatan yang mendukung kegiatan SPK;
c. menyediakan fasilitas yang memadai pada tiap pusat pelayanan
sesuai skala pelayanannya; dan
d. mengembangkan sistem Transit Oriented Development (TOD)
meliputi pembangunan dan pengembangan terminal/stasiun antar
moda pada pusat-pusat kegiatan, stasiun angkutan jalan rel, shelter
angkutan massal jalan raya dan terminal angkutan umum jalan raya
yang terintegrasi dengan pengembangan lahan di sekitarnya.
(3) Strategi pengembangan dan peningkatan sarana prasarana transportasi
berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali sebagaimana
dimaksud pasal 10 huruf c, dilakukan melalui strategi :
a. menjaga fungsi dan hirarki jalan;
b. meningkatkan kapasitas jaringan jalan melalui pembangunan dan
pelebaran jalan, pengelolaan lalu lintas serta menghilangkan
gangguan sisi jalan;
c. memprioritaskan pengembangkan sistem angkutan umum massal
yang terpadu;
d. menyediakan fasilitas parkir yang memadai dan terpadu dengan
pusat-pusat kegiatan;
e. membangun sistem park and ride;
f. mengembangkan sistem terminal dalam kota serta membangun
terminal di batas Kota; dan
g. mengoptimalkan pengendalian dan penyelenggaraan sistem
transportasi Kota.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
19
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan
sistem infrastruktur kota, prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu,
merata dan berkelanjutan dengan mengutamakan kelestarian lingkungan
hidup sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf d dilakukan
melalui strategi :
a. mengembangkan sistem jaringan prasarana transportasi jalan dan
kereta api dalam pelayanan perkotaan;
b. menetapkan ruang sepanjang jaringan jalan rel kereta api sebagai
RTH;
c. mewajibkan penyediaan sumur resapan dalam setiap kegiatan
pembangunan;
d. meningkatkan penyediaan dan persebaran infrastruktur perkotaan ke
seluruh wilayah kota;
e. mengembangkan distribusi jaringan energi dan pelayanan ke seluruh
wilayah kota;
f. meningkatkan jangkauan pelayanan telekomunikasi ke seluruh
wilayah Kota untuk mendukung pengembangan perdagangan dan
jasa;
g. mengembangkan dan meningkatkan pelayanan prasarana sumber
daya air ke seluruh wilayah Kota;
h. mewajibkan penyediaan instalasi pengelolaan limbah khusus pada
setiap kegiatan yang menghasilkan limbah;
i. meningkatkan sistem pengolahan persampahan yang ramah
lingkungan;
j. meningkatkan pelayanan prasarana drainase dalam rangka mengatasi
permasalahan banjir dan genangan;
k. meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana jalan pejalan kaki
pada kawasan fungsional kota termasuk penyediaan jalur pejalan kaki
bagi penyandang cacat;
l. meningkatkan penyediaan jalur evakuasi bencana pada lokasi
permukiman padat, kawasan perdagangan, dan kawasan industri
serta menyediakan ruang dan gedung pemerintah sebagai titik
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
20
pengumpulan pengungsi; dan
m. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk
mengurangi terjadinya kebakaran.
Pasal 12
Kebijakan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi :
a. pengembangan kawasan lindung dengan meningkatkan kualitas kawasan
lindung agar sesuai dengan fungsi perlindungannya sehingga terjaga
kelestariannya;
b. pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. pengembangan kawasan budi daya dengan meningkatkan produktivitas
kawasan namun tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
d. peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 13
(1) Strategi pengembangan kawasan lindung dengan meningkatkan kualitas
kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi perlindungannya sehingga
terjaga kelestariannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a
meliputi :
a. menetapkan kawasan lindung di wilayah Kota untuk mendukung RTH
kota;
b. meningkatkan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem;
c. mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung lingkungan
hidup dalam mengarahkan kegiatan pembangunan fisik; dan
d. meningkatkan jumlah RTH hingga mencapai 30 (tiga puluh) persen
pada akhir tahun perencanaan.
(2) Strategi pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
a. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
21
pembangunan yang berkelanjutan;
b. mengarahkan orientasi pembangunan sepanjang sungai dengan
menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan; dan
c. mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat
menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin
tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir
dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan.
(3) Strategi pengembangan kawasan budi daya dengan meningkatkan
produktivitas kawasan namun tidak melampaui daya dukung dan daya
tampung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
meliputi:
a. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan beserta prasarana
secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan
perekonomian;
b. mengurangi dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
c. mengembangkan fungsi perkotaan dengan tetap memperhatikan
penyediaan RTH melalui pengaturan intensitas ruang; dan
d. mengembangkan kawasan perumahan berdasarkan tingkat hunian
padat dan sedang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan
kawasan dan didukung dengan akses yang baik.
(4) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d meliputi:
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan negara;
b. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan sekitar
kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak
terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara
sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset pertahanan dan keamanan
negara.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
22
Pasal 14
(1) Kebijakan penetapan kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c meliputi :
a. penetapan kawasan strategis kota berdasarkan sosial budaya;
b. penetapan kawasan strategis kota berdasarkan aspek pertumbuhan
ekonomi; dan
c. penetapan kawasan strategis kota berdasarkan aspek lingkungan.
(2) Strategi penetapan kawasan strategis kota berdasarkan aspek sosial
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan
mempertahankan Cagar Budaya yang ada.
(3) Strategi penetapan kawasan strategis kota berdasarkan aspek
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pasar;
b. mengembangkan perdagangan yang sudah ada agar lebih teratur dan
merata;
c. menyediakan lokasi usaha perdagangan yang tertata dan mudah
dijangkau;
d. mengatur jaringan transportasi sekitar pasar;
e. mengembangkan dan menata pergudangan dan industri kecil/home
industri yang masih menyebar;
f. mengembangkan sentra industri kecil;
g. mengembangkan jenis industri yang memiliki keterkaitan kuat dengan
sektor lainnya; dan
h. meningkatkan kualitas produk dan daya saing dengan modal sejenis
berdasarkan kemampuan dan teknologi yang dikuasai
pengusaha/pengrajin.
(4) Strategi penetapan kawasan strategis kota berdasarkan aspek lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. menata kawasan budidaya berada di daerah sempadan situ dan
Sungai;
b. menanami tumbuhan di sekitar sungai dan situ yang dapat dapat
membantu fungsi ekologis Kota;
c. menetapan kawasan di sekitar situ dan sungai sebagai daerah
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
23
resapan; dan
d. melarang fungsi budi daya di sekitar situ dan sungai.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Rencana struktur ruang wilayah kota meliputi:
a. sistem pusat pelayanan; dan
b. sistem prasarana wilayah kota.
(2) Rencana struktur ruang wilayah kota digambarkan dalam Peta Rencana
Struktur Ruang dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Pelayanan Kota
Pasal 16
(1) Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) huruf a meliputi:
a. PPK;
b. SPK; dan
c. PL.
(2) Rencana sistem PPK digambarkan dalam Peta Rencana Sistem Pusat
Pelayanan dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pada
setiap wilayah Kecamatan di Kota Tangerang Selatan diatur dengan
Peraturan Daerah tersendiri paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
penetapan RTRW Kota Tangerang Selatan.
Pasal 17PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
24
PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi :
a. PPK I sebagai pusat pemerintahan, pelayanan umum, perdagangan dan
jasa skala pelayanan regional dan perumahan kepadatan tinggi diarahkan
di Kecamatan Ciputat;
b. PPK II memiliki fungsi sebagai kegiatan pemerintahan, pelayanan umum,
perdagangan dan jasa skala pelayanan regional dan nasional serta
perumahan kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan Serpong; dan
c. PPK III memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, perdagangan
dan jasa skala pelayanan regional dan nasional serta perumahan
kepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan Pondok Aren.
Pasal 18
SPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b meliputi :
a. SPK I memiliki fungsi sebagai pelayanan umum, perdagangan dan jasa,
dan perumahan kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan Serpong
Utara;
b. SPK II memiliki fungsi sebagai perkantoran pemerintahan, dan perumahan
kepadatan sedang diarahkan di Kecamatan Setu;
c. SPK III memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, dan perumahan
kepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan Ciputat Timur; dan
d. SPK IV memiliki fungsi sebagai kegiatan pelayanan umum, perdagangan
dan jasa dan perumahan kepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan
Pamulang.
Pasal 19
PL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c meliputi :
a. PL memiliki fungsi sebagai kegiatan ekonomi ditetapkan di :
1. Kelurahan Pondok Jagung, Kelurahan Paku Alam, Kelurahan Jelupang,
dan Kelurahan Lengkong Karya pada Kecamatan Serpong Utara; dan
2. Kelurahan Muncul dan Kelurahan Setu, Kecamatan Setu.
b. PL memiliki fungsi sebagai kegiatan pendidikan ditetapkan di :
1. Kelurahan Pondok Aren, Kelurahan Pondok Jaya, Kelurahan
Jurangmangu Timur, Kelurahan Jurangmangu Barat, Kelurahan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
25
Pondok Karya, Kelurahan Parigi Baru, Kelurahan Parigi di Kecamatan
Pondok Aren;
2. Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur;
3. Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat;
4. Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan
Pamulang; dan
5. Kelurahan Rawa Buntu, Kelurahan Serpong, dan Kelurahan Rawa
Mekar Jaya, Kecamatan Serpong.
c. PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di Kelurahan
Pamulang Barat dan Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang;
d. PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di sekitar
Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat;
e. PL kegiatan perdagangan, jasa dan pendidikan terletak di Kelurahan Rawa
Buntu, Kelurahan Serpong, Kelurahan Rawa Mekar Jaya, Kecamatan
Serpong; dan
f. PL kegiatan ekonomi lokal terletak di lokasi pertigaan Puspiptek hingga
perempatan Muncul, Kelurahan Muncul dan Kelurahan Setu, Kecamatan
Setu.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota
Pasal 20
(1) Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b meliputi :
a. rencana sistem prasarana utama; dan
b. rencana sistem prasarana lainnya.
(2) Rencana sistem prasarana utama wilayah kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. rencana sistem jaringan transportasi darat;
b. rencana sistem jaringan transportasi perkereta apian; dan
c. rencana sistem jaringan transportasi udara.
(3) Rencana sistem prasarana lainnya wilayah kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. rencana sistem jaringan prasarana energi/kelistrikan;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
26
b. rencana sistem jaringan prasarana telekomunikasi;
c. rencana sistem jaringan prasarana sumber daya air; dan
d. rencana infrastruktur perkotaan.
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Utama
Pasal 21
(1) Rencana sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) huruf a meliputi :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
(2) Rencana sistem jaringan transportasi darat dan jaringan jalan
digambarkan dalam Peta Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat
dan jaringan jalan dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.a dan Lampiran III.b yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 22
(1) Sistem pengembangan jaringan jalan sebagimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan jalan tol;
b. jaringan jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder;
c. jaringan jalan lokal; dan
d. jaringan jalan lingkungan sekunder.
(2) Jaringan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ruas Jalan Tol Serpong – Pondok Aren- Pondok Indah (JORR I) dengan
ROW 60 (enam puluh) meter;
b. rencana Jalan Tol JORR II ruas Kunciran - Serpong dengan ROW 60
(enam puluh) meter;
c. rencana Jalan Tol JORR II ruas Serpong – Cinere dengan ROW 60
(enam puluh) meter; dan
d. rencana Jalan Tol ruas Serpong - Balaraja dengan ROW 60 (enam
puluh) meter.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
27
(3) Jaringan jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi :
a. Jalan Moch.Toha dengan ROW 32 (tiga puluh dua) meter;
b. Jalan R.E. Martadinata dengan ROW 32 (tiga puluh dua) meter;
c. Jalan Dewi Sartika dengan ROW 32 (tiga puluh dua) meter; dan
d. Jalan Ir. Juanda dengan ROW 32 (tiga puluh dua) meter.
(4) Jaringan jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Jalan Serpong Raya;
b. Jalan WR. Supratman;
c. Jalan Otto Iskandar Dinata;
d. Jalan Pondok Aren Raya;
e. Jalan Bukit Indah;
f. Jalan Tanah Merah Wetan;
g. Jalan Purnawarman;
h. Jalan Pondok Jaya;
i. Jalan Lengkong Gudang;
j. Jalan Buaran;
k. Jalan Benda Raya;
l. Jalan Cireudeu Raya;
m. Jalan Surya Kencana;
n. Jalan Pamulang Permai Barat I;
o. Jalan Pondok Cabe Raya;
p. Jalan Sukadamai;
q. Jalan Jombang Raya;
r.Jalan Al-Amanah;
s. Jalan Kp. Kelapa;
t.Jalan Ds. Buaran;
u. Jalan Kp. Jelupang;
v. Jalan Bhayangkara;
w. Jalan RM. Mansyur;
x. Jalan Pondok Jagung;
y. Jalan Parakan (Pondok Benda);
z. Jalan Pahlawan (Rempoa);
aa. Jalan Serua Raya;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
28
bb. Jalan Aria Putra;
cc. Jalan Jombang jaya;
dd. Jalan Puspiptek;
ee. Jalan Raya Parigi;
ff. Jalan Pahlawan Seribu;
gg. Jalan Siliwangi;
hh. Jalan Padjajaran;
ii. Jalan Tegal Rotan;
jj. Jalan Cendrawasih;
kk. Jalan Pondok Betung Raya;
ll. Jalan Kyai Haji Wahid Hasyim;
mm.Jalan Parigi Utama; dan
nn.Jalan Regensi Raya.
(5) Pengembangan dan optimalisasi jaringan jalan terdiri atas :
a. pengembangan jalan strategis nasional meliputi : Jalan Otista –
Jalan Padjajaran – Jalan Pamulang Raya – Jalan Siliwangi – Jalan
Puspiptek – Jalan Raya Serpong – Jalan Tekno Widya – Jalan Buaran –
Rawa buntu – Jalan Kapten Subianto – Jalan Raya Serpong;
b. rencana pembangunan jalan meliputi :
1. pengembangan jaringan jalan lingkar kota meliputi Jalan Raya
Serpong – Jalan Kapten Soebiyanto – Jalan Buaran Rawa Buntu –
Jalan Tekno Widya – Jalan Raya Serpong - Jalan Raya Puspiptek –
Jalan Siliwangi/Pamulang Raya - Jalan Padjadaran – Jalan Otto
Iskandardinata – Jalan Dewi Sartika – Jalan Ir. H. Juanda – Jalan
WR Supratman – Jalan Bintaro Utama – Boulevard Bintaro – Graha
Bintaro – Jalan Bhayangkara – Boulevard Alam Sutera – Jalan
Raya Serpong;
2. pengembangan jalan poros kota meliputi :
a) jalan poros Utara – Selatan meliputi jalan Raden Patah –
Jalan Jombang Raya - Jalan Aria Putra – Jalan Ciater
Sukamulya – Jalan Mujahir - Jalan Beringin – Jalan
Siliwangi/Pamulang Raya - Jalan Surya Kencana - Jalan Serua
Raya - Jalan Cinangka Raya (Jalan Mohamad Toha) Batas
Bogor; dan
b) jalan poros Timur – Barat meliputi Jalan Pulau Air (batas Kota
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
29
Depok) – Jalan Pondok Cabe 5 - Jalan Pondok Cabe Raya -
Jalan Bukit Cirendeu - Jalan Purnawarman - Jalan Kertamukti -
Jalan Wr. Supratman - Jalan Kompas Menjangan - Jalan
Merpati - Jalan Aria Putera - Jalan Bukit Indah - Jalan Ciater
Raya - Jalan Letnan Sutopo - Jalan BSD Arteri Barat - Batas
Kabupaten Tangerang.
c. pengembangan rencana simpang tidak sebidang meliputi :
1. simpang ruas Jalan Raya Serpong/Jalan Kapten Soebiyanto
(German Center); Jalan Raya Serpong (Alam Sutera); dan Jalan
Raya Serpong (Pasar Serpong);
2. simpang ruas jalan RE Martadinata (Gaplek);
3. simpang jalan Letnan Sutopo (Polsek Serpong); dan
4. simpang Jombang (Sudimara); dan simpang Pondok Ranji.
d. penataan perempatan persimpangan jalan dalam wilayah kota;
e. sistem jaringan jalan arteri dan kolektor didesain dan dapat
difungsikan sebagai jalur angkutan umum massal; dan
f. persilangan dengan jalur kereta api diarahkan menjadi persilangan
tidak sebidang.
Pasal 23
(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b meliputi terminal angkutan
penumpang.
(2) Terminal angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. pengembangan terminal tipe A di Kecamatan Pamulang;
b. pengembangan terminal tipe B di Kecamatan Ciputat; dan
c. pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Serpong, Kecamatan
Setu, dan Kecamatan Pondok Aren.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana terminal penumpang Tipe C
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dijelaskan lebih rinci dalam
Rencana Detail Tata Ruang.
Pasal 24
(1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c meliputi :PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
30
a. pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan dalam kota
yang diarahkan sebagai moda angkutan umum pada jalan-jalan
utama yang memiliki nilai strategis; dan
b. pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang
terintegrasi dengan sistem angkutan umum massal
Jabodetabekpunjur.
(2) Pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan dalam kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. koridor Ciputat -Pamulang - Setu;
b. koridor Pamulang - Pondok Aren - Serpong;
c. koridor Ciputat - Pondok Aren;
d. koridor Ciputat - Serpong; dan
e. koridor yang menghubungkan antara koridor dalam kota.
(3) Pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan yang terintegrasi
dengan sistem angkutan umum massal Jabodetabekpunjur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. koridor Serpong - Tangerang;
b. koridor Serpong - Bogor;
c. koridor Setu - Ciputat - Lebak Bulus;
d. koridor BSD - Ratu Plaza;
e. koridor BSD - Pasar Baru;
f. koridor BSD - Mangga Dua; dan
g. koridor Bintaro.
Pasal 25
(1) Rencana sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) huruf b meliputi :
a. jaringan jalur kereta api; dan
b. prasarana perkeretaapian berupa stasiun kereta api.
(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. peningkatan jalur kereta api jalur ganda Serpong - Merak;
b. pengembangan jaringan jalur kereta api Serpong - Cikupa - Cikande
- Serang;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
31
c. pengembangan jalur kereta api monorel/Sky Train Puspiptek -
Bandara Soekarno Hatta; dan
d. pengembangan prasarana dan sarana baru jaringan kereta api intra
kota yang menghubungkan antar pusat pelayanan.
(3) Prasarana perkeretaapian berupa stasiun kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. pengembangan stasiun kereta api eksisting meliputi:
1. stasiun Serpong di Kelurahan Serpong, Kecamatan Serpong;
2. stasiun Rawa Buntu di Kelurahan Rawa Buntu Kecamatan
Serpong;
3. stasiun Sudimara di Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat;
4. stasiun Jurangmangu di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan
Ciputat; dan
5. stasiun Pondok Ranji di Kelurahan Pondok Ranji Kecamatan
Ciputat Timur.
b. pembangunan stasiun kereta api terpadu di Kecamatan Serpong,
Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur dan Kecamatan Setu.
(4) Penyediaan fasilitas parkir kendaraan pribadi dengan konsep park and ride
untuk berpindah angkutan di stasiun.
(5) Rencana sistem jaringan perkeretaapian digambarkan dalam Peta
Rencana Sistem Jaringan Perkeretaapian dengan tingkat ketelitian
1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 26
(1) Rencana Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) huruf c meliputi :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
meliputi Bandara Khusus Pondok Cabe yang berfungsi sebagai lokasi
pertahanan dan keamanan negara, penerbangan domestik dan perbaikan
pesawat yang ditetapkan di Kecamatan Pamulang.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
32
(3) Ruang udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa KKOP
yang meliputi Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat dan Kecamatan
Ciputat Timur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
(4) Penataan dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam KKOP berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) KKOP digambarkan dalam peta kawasan keselamatan operasi
penerbangan Kota Tangerang Selatan dengan tingkat ketelitian 1:25.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 27
(1) Rencana Sistem jaringan prasarana energi/kelistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a diarahkan agar terjamin
keandalan dan kesinambungan penyediaannya.
(2) Sistem jaringan prasarana energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas :
a. jaringan pipa gas;
b. jaringan tenaga listrik; dan
c. penyediaan energi alternatif.
(3) Jaringan pipa gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri atas :
a. pengembangan rencana wilayah jaringan distribusi kota sesuai
dengan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi
Nasional di Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kecamatan
Serpong, dan Kecamatan Serpong Utara; dan
b. pengembangan pelayanan energi gas untuk transportasi melalui
pengadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG) pada jalan-
jalan arteri dan kolektor.
(4) Jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas :
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
33
a. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik meliputi :
1. jaringan transmisi SUTET 500 (lima ratus) kilovolt yang melintasi
Kecamatan Setu;
2. pengembangan jaringan SUTT 150 (seratus lima puluh) kilovolt
yang melintasi Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat,
Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan
Pondok Aren, Kecamatan Setu dan Kecamatan Ciputat Timur;
3. gardu induk 150 (seratus lima puluh) kilovolt yang berada
Kecamatan Serpong, Kecamatan Setu, Kecamatan Ciputat
Timur dan Kecamatan Pondok Aren; dan
4. pengadaan gardu distribusi di seluruh wilayah kota.
b. kebutuhan listrik sampai akhir tahun rencana sebesar kurang lebih
1.426.701 (satu juta empat ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus
satu) kilowatt atau sekitar 1.426,7 (seribu empat ratus dua puluh
enam koma tujuh) megawatt; dan
c. pengembangan jaringan transmisi bawah tanah di Kecamatan
Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan
Ciputat Timur, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu.
(5) Pemerataan pelayanan penerangan jalan umum pada seluruh
lingkungan permukiman dan peningkatan kualitas penerangan jalan
umum pada jalan protokol, jalan penghubung, taman serta pusat
aktifitas masyarakat.
(6) Penyediaan sumber energi alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi :
a. penyediaan energi listrik alternatif yang berwawasan lingkungan
terutama untuk bangunan dengan kebutuhan energi listrik yang
besar, memanfaatkan tenaga surya dan angin; dan
b. penyediaan sumber energi baru biogas yang terdapat di Kecamatan
Setu dan Kecamatan Serpong.
(7) Penyediaan dan pemanfaatan jaringan tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut oleh penyelenggara
kelistrikan.
(8) Rencana sistem jaringan energi dijelaskan lebih rinci dalam Peta
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
34
Rencana Sistem Jaringan Energi tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Pasal 28
(1) Rencana sistem jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, melalui pengembangan jaringan
telekomunikasi.
(2) Pengembangan sistem telekomunikasi sebagaimana tercantum pada ayat
(1) meliputi sistem kabel/fiber optic dan sistem nirkabel yang menjangkau
seluruh wilayah Kota.
(3) Pengembangan dan pemerataan jaringan telepon kabel yang menjangkau
seluruh wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pengembangan jaringan telekomunikasi bawah tanah untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas ruang kota.
(4) Pengembangan dan pemerataan jaringan telepon nirkabel yang
menjangkau seluruh wilayah kota berupa telepon seluler sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi :
a. penguatan signal jaringan Global System for Mobile (GSM) dan Code
Division Multiple Access (CDMA); dan
b. pengembangan dan penataan menara Base Transceiver Station (BTS)
secara terpadu di wilayah Kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan penataan menara
Base Transceiver Station (BTS) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
b diatur dengan Peraturan Walikota.
(6) Ketentuan penggunaan frekuensi pemancar radio untuk menjamin
kelancaran dan keamanan arus penerbangan ditetapkan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(7) Rencana sistem jaringan telekomunikasi dijelaskan lebih rinci dalam Peta
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi dengan tingkat ketelitian
1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
35
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 29
(1) Rencana Sistem jaringan sumber daya air kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf c diarahkan pada konservasi sumberdaya
air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air
meliputi :
a. WS;
b. CAT;
c. situ;
d. sistem jaringan air baku untuk air minum;
e. sistem pengendali banjir; dan
f. sistem pengendali rawan longsor.
(2) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. WS Ciliwung-Cisadane kewenangan Pemerintah Pusat; dan
b. DAS pada Kota Tangerang Selatan yang terletak pada WS Ciliwung-
Cisadane meliputi :
1. DAS Angke;
2. DAS Pesanggrahan; dan
3. DAS Cisadane.
(3) CAT sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah CAT Jakarta
yang merupakan CAT lintas Provinsi.
(4) Situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Situ Legoso/Situ Kuru seluas kurang lebih 4 (empat) hektar di
kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur;
b. Situ Pamulang seluas kurang lebih 25,32 (dua puluh lima koma tiga
dua) hektar di Kelurahan Benda Barat, Kelurahan Cipayung,
Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat, Kelurahan Pamulang Barat
Kecamatan Pamulang;
c. Situ Bungur seluas kurang lebih 3,25 (tiga koma dua lima) hektar di
Kecamatan Ciputat Timur;
d. Situ Rompong seluas kurang lebih 1,74 (satu koma tujuh empat)
hektar di Kecamatan Ciputat Timur;
e. Situ Parigi seluas kurang lebih 5,25 (lima koma dua lima) hektar di
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
36
Kecamatan Pondok Aren;
f. Situ Ciledug seluas kurang lebih 31,44 (tiga puluh satu koma empat
empat) hektar di Kecamatan Pamulang;
g. Situ Kayu Antap seluas kurang lebih 1,63 (satu koma enam tiga)
hektar di Kelurahan Cempaka Putih dan Rempoa, Kecamatan Ciputat
Timur;
h. Situ Pondok Jagung/Rawa Kutup seluas kurang lebih 7,95 (tujuh
koma sembilan lima) hektar di Kecamatan Serpong Utara; dan
i. Situ Gintung seluas kurang lebih 21,49 (dua puluh satu koma empat
sembilan) hektar di Kecamatan Ciputat Timur.
(5) Sistem jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi Sungai Cisadane, Kali Angke, Sungai
Pasanggrahan dan situ yang berada di Kota Tangerang Selatan dan
pemanfaatan sistem pelayanan air baku dilakukan melalui instalasi
pengolahan air di Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan
Pamulang dan Kecamatan Ciputat Timur dengan kapasitas kurang lebih
6.000 (enam ribu) meter kubik perdetik;
(6) Rencana sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e berada di sekitar Kali Angke, Kali Serua, Kali Ciputat, Kali Kedaung,
dan Kali Pesanggrahan melalui :
a. pengembangan jalur hijau di sepanjang sungai, kali dan situ;
b. pengendalian banjir jangka panjang dengan pengerukan dan
normalisasi kali, dan saluran pembuang;
c. penetapan badan air berupa saluran dan sungai sesuai
peruntukannya;
d. rehabilitasi saluran drainase dengan memperbesar saluran drainase
serta membongkar dan/atau mengganti utilitas yang dapat
mengganggu sistem drainase;
e. penataan dan/atau pelebaran sungai, kali dan saluran pembuang;
f. penurapan dan pompanisasi sungai, kali, dan saluran pembuang;
g. rehabilitasi saluran drainase dengan memperbesar saluran drainase
serta membongkar dan/atau mengganti utilitas yang dapat
mengganggu sistem drainase;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
37
h. pembuatan polder dan/atau tandon air dan/atau kolam resapan dan
sumur resapan di seluruh wilayah kota; dan
i. penyediaan sumur resapan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan sumur resapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf i diatur dengan Peraturan Walikota.
(8) Rencana sistem pengendalian rawan longsor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f berada di sekitar Situ Sasak atau Situ Pamulang
Kecamatan Pamulang, Situ Tujuh Muara atau Ciledug Kecamatan
Pamulang dan Situ Parigi Kecamatan Pondok Aren antara lain :
a. normalisasi dan/atau pengerukan situ;
b. penurapan dan pompanisasi situ;
c. mencegah pembangunan di bantaran situ; dan
d. pembatasan budi daya ikan di wilayah situ.
Pasal 30
Rencana infrastruktur perkotaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat
(3) huruf d meliputi :
a. sistem penyediaan air minum;
b. sistem pengelolaan air limbah;
c. sistem persampahan;
d. sistem drainase;
e. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan
pejalan kaki;
f. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalur
sepeda;
g. jalur evakuasi bencana;
h. sistem proteksi kebakaran; dan
i. sistem perparkiran.
Pasal 31
(1) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
huruf a meliputi :
a. jaringan perpipaan; dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
38
b. jaringan non-perpipaan.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
:
a. pengembangan penyediaan air minum dilakukan untuk memenuhi
cakupan pelayanan minimal 50 (lima puluh) persen dari seluruh
jumlah penduduk;
b. pengembangan unit air baku yang memanfaatkan air permukaan
bersumber sungai, situ, dan tandon, meliputi Sungai Cisadane, Kali
Angke, Kali Pesanggrahan dan Situ Pondok Jagung di Kecamatan
Serpong Utara, Situ Gintung di Kecamatan Ciputat Timur, Situ
Pamulang di Kecamatan Pamulang, dan Situ Ciledug di Kecamatan
Pamulang;
c. pengembangan sistem penyediaan air minum dilakukan menurut
SPK terdiri atas :
1. SPK I meliputi Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong
Utara;
2. SPK II meliputi Kecamatan Pondok Aren;
3. SPK III meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur,
dan Kecamatan Pamulang; dan
4. SPK IV, adalah Kecamatan Setu.
d. pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas jaringan distribusi
primer, jaringan distribusi sekunder dan jaringan retikulasi yang
pengembangannya diintegrasikan dengan sistem jaringan jalan dan
saluran; dan
e. pengembangan unit pelayanan dilakukan dengan
mempertimbangkan optimasi ruang, efisiensi dan efektifitas
pelayanan.
(3) Jaringan non-perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan hanya
dilakukan pada wilayah yang belum terlayani oleh Sistem
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
39
Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan;
b. sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan dilakukan
dalam bentuk individual, komunal, dan komunal khusus;
c. sistem penyediaan air minum jaringan non-perpipaan berbentuk
individual, komunal, dan komunal khusus dilakukan dengan
mempertimbangkan optimasi spasial, efektifitas dan efisien; dan
d. penyediaan air minum diarahkan pada peningkatan pelayanan 80%
sampai akhir tahun 2031.
(4) Pengembangan sistem air minum meliputi :
a. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha (swasta) dalam
penyelenggaraan sistem air minum; dan
b. peningkatan kerjasama dengan daerah sekitarnya terkait rencana
pengembangan pelayanan maupun sumber air bakunya.
(5) Rencana sistem penyediaan air minum dijelaskan lebih rinci dalam Peta
Sistem penyediaan air minum dengan tingkat ketelitian 1:25.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 32
(1) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf b
meliputi :
a. sistem pengelolaan limbah terpusat;
b. sistem pengelolaan limbah setempat;
c. sistem pengelolaan limbah komunal berbasis masyarakat; dan
d. sistem pengelolaan limbah cair lainnya.
(2) Sistem pengelolaan limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
meliputi seluruh wilayah kota.
(3) Sistem pengelolaan limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, dilakukan secara individual dengan tangki septik tersebar di
seluruh wilayah kota.
(4) Sistem pengelolaan limbah komunal berbasis masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Cipeucang;PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
40
b. pembangunan IPLT baru; dan
c. pengembangan jaringan air limbah komunal di kawasan perumahan
skala besar.
(5) Sistem pengelolaan limbah cair lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d meliputi kegiatan rumah sakit, industri, hotel dan limbah
domestik dari kegiatan/dan atau usaha seperti mall, apartemen,
restoran sesuai dengan baku mutu air limbah dengan pengolahan IPAL
setempat melalui prinsip teknologi ramah lingkungan.
(6) Rencana sistem pengelolaan air limbah dijelaskan lebih rinci dalam Peta
Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah dengan tingkat ketelitian
1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 33
(1) Rencana sistem persampahan sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf c,
dilakukan dengan konsep mengurangi, mendaur ulang dan menggunakan
kembali atau disebut konsep mengurangi (reduce), menggunakan kembali
(reuse), mendaur ulang (recycle), dan memulihkan (recovery).
(2) Peningkatan akses pelayanan pengelolaan persampahan hingga mencapai
cakupan minimal 80 (delapan puluh) persen dari seluruh jumlah penduduk.
(3) Upaya reduksi timbulan sampah dilaksanakan melalui :
a. penetapan target pengurangan sampah secara bertahap dalam
jangka waktu tertentu;
b. penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. kegiatan menggunakan kembali dan mendaur ulang; dan
d. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
(4) Mengoptimalkan pemanfaatan tempat pemrosesan akhir Cipeucang
dengan luas minimal 10 (sepuluh) hektar dengan inovasi teknologi yang
tepat guna dan berwawasan lingkungan.
(5) Pengadaan lokasi TPST pada setiap Kelurahan;
(6) Kandungan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan teknologi dan
metode pemrosesan yang sesuai dengan ketentuan peraturan PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
41
perundangan-undangan.
(7) Mengembangkan konsep TPA Sampah Kota menggunakan sistem
pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill); dan
(8) Rencana sistem persampahan dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana
Sistem Persampahan dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 34
(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d meliputi :
a. penataan kembali sempadan sungai dan situ sejalan dengan
penataan sungai dan situ menurut fungsinya sebagai pengendali
banjir, drainase, dan penggelontor;
b. pembangunan, peningkatan dan pengembangan fungsi situ,
tandon air, kolam resapan dan sumur resapan sebagai lokasi
tempat penampungan air terutama di bagian hulu dan daerah
cekungan secara terbatas dan lahan terbuka;
c. pengembangan drainase diarahkan sebagai saluran air hujan yang
merupakan saluran drainase utama sungai, drainase lingkungan,
dan drainase jalan;
d. pembangunan polder dan/atau tandon dan/atau kolam dan sumur
resapan yang terintegrasi dengan sistem drainase lingkungan
perumahan dan pengembangan kawasan;
e. perbaikan bangunan air; dan
f. penghijauan bantaran sungai yang menjadi saluran pembuang.
(2) Strategi pengembangan sistem drainase kota meliputi:
a. sistem jaringan drainase kota terdiri atas jaringan drainase makro dan
mikro;
b. jaringan drainase makro sebagaimana dimaksud pada huruf a
merupakan bagian dari sistem pada masing-masing DPS di Kota; dan
c. jaringan drainase mikro sebagaimana dimaksud pada huruf a terdiri
dari drainase primer, sekunder, dan tersier yang ditetapkan dengan
menggunakan pendekatan DPS pada setiap Kecamatan di Kota.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
42
(3) Rencana sistem drainase dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana
Sistem Drainase dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
(1) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan
pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e meliputi :
a. pedestrian;
b. penyeberangan sebidang berupa tempat penyeberangan yang
dinyatakan dengan marka;
c. jalan dan/atau rambu lalu lintas serta dapat didukung dengan lampu
lalu lintas; dan
d. penyeberangan tidak sebidang berupa jembatan penyeberangan dan
penyeberangan bawah tanah.
(2) Rencana pengembangan jalur pedestrian yang baru di setiap jalan
selain jalan tol meliputi :
a. penyediaan lahan bagi jalur pedestrian;
b. penyediaan lahan bagi jalur pedestrian yang baru dapat dilakukan
bersamaan dengan rencana peningkatan jalan yang telah disusun oleh
Pemerintah Kota;
c. penyediaan penyeberangan sebidang ditempatkan pada kaki
persimpangan yang dikendalikan dengan lampu lalu lintas atau tanpa
lampu lalu lintas serta pada ruas jalan yang memiliki tingkat
penyeberang jalan yang tinggi;
d. penyediaan penyeberangan tidak sebidang ditempatkan pada lokasi
rawan kecelakaan bagi pejalan kaki, lokasi dengan volume arus lalu
lintas dan pejalan kaki yang menyeberang tinggi serta lokasi
penyeberangan sebidang yang tersedia sudah mengganggu lalu lintas
yang ada; dan
e. penyediaan jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d tetap mempertimbangkan segi
keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kelancaran dengan
memperhatikan bagi penyandang cacat serta terintegrasi dengan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
43
sistem transportasi lainnya.
(3) Rencana pengembangan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan
kaki dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana Penyediaan Prasarana dan
Sarana Jaringan Jalan Pejalan Kaki dengan tingkat ketelitian 1:25.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 36
(1) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalur
sepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f meliputi :
a. koridor primer meliputi ruas jalan di arteri sekunder dan kolektor
sekunder; dan
b. penyediaan jalur sepeda tetap mempertimbangkan segi keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kelancaran dengan memperhatikan bagi
penyandang cacat serta terintegrasi dengan sistem transportasi
lainnya.
(2) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
jalur sepeda dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana Penyediaan dan
Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Jalur Sepeda dengan tingkat
ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
(1) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf g,
bertujuan untuk menyediakan ruang yang dapat dipergunakan sebagai
tempat keselamatan dan ruang untuk berlindung jika terjadi bencana.
(2) Jenis rawan bencana yang potensial terjadi di Kota Tangerang Selatan
meliputi bencana alam banjir, longsor, gempa bumi, puting beliung,
ledakan pipa gas, bencana biologi/kimia dan radiasi nuklir.
(3) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
escape way dan melting point.
(4) Jalan yang ditetapkan sebagai escape way sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi jalan lingkungan dan jalan kolektor di sekitar wilayah
rawan bencana yang mengarah ke tempat penampungan terdiri atas :
a. Jalan Puspiptek menuju ruang evakuasi bencana kawasan puspiptek;
b. Jalan Ir. H. Juanda menuju ruang evakuasi bencana Stadion Mini PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
44
Ciputat, Universitas Muhamadiyah dan Kantor Kecamatan Ciputat
Timur;
c. Jalan Siliwangi sampai Jalan Pamulang Raya menuju ruang evakuasi
bencana Kantor Kecamatan Pamulang;
d. Jalan Pahlawan Seribu dan ruas jalan serpong raya menuju ruang
evakuasi bencana Lapangan Bola Cilenggang; dan
e. Jalan di sekitar alun-alun Kecamatan Pondok Aren menuju ruang
evakuasi bencana alun-alun Kecamatan Pondok Aren.
(5) Rencana jalur evakuasi bencana dijelaskan lebih rinci dalam Peta
Rencana Jalur Evakuasi Bencana dengan tingkat ketelitian 1:25.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 38
(1) Sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf
h, dimaksudkan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran dalam
lingkup kota, lingkungan, dan bangunan yang disepakati oleh pemangku
kepentingan meliputi :
a. pencegahan kebakaran;
b. pemberdayaan peran masyarakat;
c. pemadam kebakaran; dan
d. penyelamatan jiwa dan harta benda.
(2) Sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota.
Pasal 39
Sistem perparkiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf i meliputi :
a. penyediaan parkir di luar badan jalan, untuk kegiatan perdagangan dan
jasa, perkantoran, industri dan pergudangan dan kegiatan pelayanan
umum meliputi area parkir, taman parkir dan gedung parkir;
b. pembatasan dan penataan parkir pada jalan/on street;
c. penyediaan fasilitas parkir kendaraan pribadi dengan konsep park and ride
untuk berpindah angkutan di terminal dan di stasiun; dan
d. jumlah minimal parkir yang harus disediakan pada setiap jenis kegiatan
yang menimbulkan bangkitan perjalanan sesuai dengan ketentuan yang
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
45
berlaku.
BAB IVRENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
Bagian KesatuUmum
Pasal 40
(1) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota, diwujudkan melalui :
a. rencana pengembangan Kawasan Lindung; dan
b. rencana pengembangan Kawasan Budi Daya.
(2) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota digambarkan dalam Peta Rencana
Pola Ruang dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung
Pasal 41
Rencana pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (1) huruf a, meliputi :
a. kawasan perlindungan setempat;
b. RTH;
c. kawasan rawan bencana alam; dan
d. kawasan cagar budaya.
Pasal 42
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
huruf a, meliputi kawasan sempadan sungai dan/atau kali dengan arahan
pengembangan meliputi :
a. kawasan sekitar sempadan sungai dan/atau kali dan/atau saluran
pembuang meliputi Sungai Cisadane;
b. kawasan sekitar sempadan situ yang ditetapkan sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat; dan
c. kawasan cagar budaya kota meliputi bangunan rumah tradisional.
(2) Luas kawasan perlindungan setempat kurang lebih 161,9 (seratus enam
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
46
puluh satu koma sembilan) hektar.
(3) Rencana pengembangan kawasan perlindungan setempat meliputi :
a. mempertahankan fungsi sempadan sungai/kali dan mengendalikan
perkembangannya;
b. mengembalikan fungsi sempadan sungai/kali di seluruh wilayah kota
sebagai RTH secara bertahap;
c. merehabilitasi kawasan sempadan sungai/kali yang mengalami
penurunan fungsi; dan
d. pengembangan jalur khusus wisata yang menghubungkan antar
kawasan cagar budaya diatur dalam rencana induk pariwisata Kota.
(4) Rencana kawasan perlindungan setempat wilayah kota digambarkan
dalam Peta Rencana Kawasan Perlindungan Setempat dengan tingkat
ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 43
(1) Penyediaan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b untuk
mencapai luas minimal 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota,
dikembangkan RTH privat minimal 10 (sepuluh) persen dan RTH publik
sebesar 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
(2) Penyediaan RTH privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
pekarangan rumah, perkantoran, pertokoan dan tempat usaha, kawasan
industri, fasilitas umum, pergudangan, taman atap bangunan, lapangan
golf dan RTH di dalam kawasan bandar udara khusus dengan luas kurang
lebih 1.471,9 (seribu empat ratus tujuh puluh satu koma sembilan) hektar
atau 10 (Sepuluh) persen dari 14.719 (empat belas ribu tujuh ratus
sembilan belas) hektar luas kota.
(3) Penyediaan RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi luas
kurang lebih 2.930,13 (dua ribu sembilan ratus tiga puluh koma satu tiga)
hektar atau 20 (dua puluh) persen dari luas kota.
(4) RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi :
a. RTH lapangan olahraga tersebar di seluruh Kecamatan;
b. RTH halaman bangunan pemerintahan terdiri atas halaman Gedung
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
47
Pusat Pemerintahan Kota, halaman perkantoran pemerintahan, dan
RTH halaman sekolah tersebar di seluruh Kecamatan;
c. RTH taman kota tersebar di seluruh Kecamatan;
d. RTH taman jalan tersebar di seluruh Kecamatan;
e. RTH pemakaman umum tersebar di seluruh Kecamatan;
f. RTH hutan kota di Kecamatan Setu;
g. RTH sempadan sungai/kali merupakan bagian dari sarana, prasarana
dan utilitas tersebar di seluruh Kecamatan;
h. RTH sempadan situ/embung/pond merupakan bagian dari sarana,
prasarana dan utilitas di Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong
Utara, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat
Timur dan Kecamatan Pondok Aren;
i. RTH pengaman jalur kereta api merupakan bagian dari sarana,
prasarana dan utilitas di Kecamatan Serpong, Kecamatan Ciputat,
Kecamatan Ciputat Timur dan Kecamatan Pondok Aren;
j. RTH pengaman jalur pipa gas merupakan bagian dari sarana,
prasarana dan utilitas di Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan
Serpong, Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat; dan
k. RTH SUTT/SUTET merupakan bagian dari sarana, prasarana dan
utilitas tersebar di seluruh Kecamatan.
(5) Rencana penyediaan RTH wilayah kota digambarkan dalam Peta Rencana
Penyediaan RTH dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 44
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
huruf c meliputi kawasan rawan bencana banjir, longsor, radiasi nuklir.
(2) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Kecamatan Pondok Aren;
b. Kecamatan Ciputat Timur;
c. Kecamatan Ciputat;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
48
d. Kecamatan Serpong;
e. Kecamatan Serpong Utara
f. Kecamatan Setu; dan
g. Kecamatan Pamulang.
(3) Kawasan rawan bencana longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Kecamatan Pamulang;
b. Kecamatan Setu;
c. Kecamatan Serpong; dan
d. Kecamatan Ciputat Timur.
(4) Kawasan radiasi nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpusat di
kawasan Puspiptek pada Kecamatan Setu dengan sebaran radiasi meliputi
seluruh wilayah kota dan sekitarnya.
(5) Pengembangan kawasan evakuasi bencana bertujuan untuk memberikan
ruang terbuka yang aman dari bencana alam sebagai tempat berlindung
dan penampungan penduduk sementara dari suatu bencana alam meliputi
:
a. ruang evakuasi bencana skala kota meliputi lapangan bola
Cilenggang, alun-alun Kecamatan Pondok Aren, lapangan kantor
Kecamatan Pamulang, lapangan kantor Kecamatan Ciputat Timur,
kawasan Puspiptek, Universitas Muhammadiyah dan stadion mini
Ciputat; dan
b. ruang evakuasi bencana skala lingkungan tersebar diseluruh wilayah
kota.
(6) Kawasan rawan bencana dan ruang evakuasi digambarkan dalam Peta
Kawasan Rawan Bencana dan Ruang Evakuasi dengan tingkat ketelitian 1 :
25.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran XVIII dan lampiran XIX
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 45
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d
meliputi:
a. bangunan peristiwa Lengkong di Kecamatan Serpong;
b. tugu pernyataan rakyat Serpong di Kecamatan Setu; dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
49
c. rumah adat perpaduan budaya Cina dan Betawi di Kecamatan Ciputat.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Kawasan Budi Daya
Pasal 46
Rencana pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1) huruf b meliputi :
a. kawasan peruntukan perumahan;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
c. kawasan peruntukan perkantoran;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan peruntukan pariwisata;
f. kawasan RTNH;
g. kawasan ruang evakuasi bencana;
h. kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 47
Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf
a direncanakan sebesar kurang lebih 7.610,67 (tujuh ribu enam ratus sepuluh
koma enam tujuh) hektar tersebar di seluruh wilayah kota terdiri atas
perumahan vertikal dan perumahan horizontal meliputi :
a. kawasan peruntukan perumahan kepadatan tinggi meliputi :
1. Kecamatan Pondok Aren;
2. Kecamatan Ciputat;
3. Kecamatan Ciputat Timur; dan
4. Kecamatan Pamulang.
b. kawasan peruntukan perumahan kepadatan sedang meliputi :
1. Kecamatan Serpong Utara;
2. Kecamatan Serpong; dan
3. Kecamatan Setu.
Pasal 48
(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
50
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b meliputi :
a. pasar tradisional;
b. pusat perbelanjaan; dan
c. toko modern.
(2) Pasar tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pasar Ciputat di Kecamatan Ciputat;
b. pasar Ciputat Permai di Kecamatan Ciputat;
c. pasar Jombang di Kecamatan Ciputat;
d. pasar Bintaro Sektor 2 di Kecamatan Ciputat Timur;
e. pasar Jengkol di Kecamatan Setu;
f. pasar Serpong di Kecamatan Serpong; dan
g. pasar Gedung Hijau di Kecamatan Serpong Utara.
(3) Pusat perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. pengembangan perdagangan skala regional kota berupa
perdagangan grosir dan pasar besar ditetapkan di Kecamatan
Serpong, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan
Pamulang dan Kecamatan Pondok Aren; dan
b. pengembangan kawasan perdagangan berbentuk rumah
toko di sepanjang jalan arteri sekunder dan jalan kolektor sekunder.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Toko Modern sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 49
(1) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
huruf c meliputi kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan dan
perkantoran swasta.
(2) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan di :
a. Kecamatan Ciputat;
b. Kecamatan Setu;
c. Kecamatan Serpong;
d. kantor Kecamatan tersebar di setiap Kecamatan; danPARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
51
e. kantor Kelurahan tersebar di setiap Kelurahan.
(3) Kawasan peruntukan perkantoran swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan di :
a. Kecamatan Pondok Aren;
b. Kecamatan Serpong;
c. Kecamatan Serpong Utara;
d. Kecamatan Ciputat; dan
e. Kecamatan Pamulang.
Pasal 50
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam 46 huruf d,
meliputi :
a. industri besar;
b. industri menengah; dan
c. industri kecil dan mikro.
(2) Kegiatan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
diarahkan pada optimalisasi industri eksisting yang tersebar di wilayah
kota, dengan ketentuan tidak menambah luasan lahan dan tidak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kawasan sekitarnya.
(3) Kegiatan industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat dikembangkan di Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Serpong,
Kecamatan Setu dan Kecamatan Ciputat dengan ketentuan kegiatan
industri tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kawasan
sekitarnya.
(4) Kegiatan industri kecil dan mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat dikembangkan pada kawasan perumahan dengan ketentuan
kegiatan dilengkapi dengan sarana dan prasarana pengelolaan limbah dan
sampah untuk mengurangi timbulnya dampak negatif bagi lingkungan
dan kawasan sekitarnya.
Pasal 51
Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 huruf e, meliputi :
a. pengembangan wisata alam dan rekreasi diarahkan di Sungai Cisadane, PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
52
Situ Gintung, Situ Ciledug, Situ Pondok Jagung, taman kota dan hutan kota;
b. pengembangan wisata belanja diarahkan di Kecamatan Pondok Aren,
Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Ciputat Timur; dan
c. pengembangan wisata kuliner di Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong
Utara dan Kecamatan Pondok Aren.
Pasal 52
Kawasan RTNH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf f meliputi :
a. pelataran parkir stasiun Pondok Ranji di Kecamatan Ciputat Timur;
b. pelataran parkir stasiun Sudimara di Kecamatan Ciputat;
c. pelataran parkir stasiun Jurang Mangu di Kecamatan Pondok Aren;
d. pelataran parkir stasiun Rawa Buntu di Kecamatan Serpong;
e. pelataran parkir stasiun Serpong di Kecamatan Serpong;
f. pelataran parkir terminal Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pamulang;
g. pelataran parkir pusat perdagangan, perkantoran dan jasa tersebar di
seluruh Kecamatan; dan
h. pedestrian di seluruh Kecamatan.
Pasal 53
(1) Pengembangan kawasan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 huruf g bertujuan untuk memberikan ruang terbuka yang aman
dari bencana alam sebagai tempat berlindung dan penampungan
penduduk sementara dari suatu bencana alam meliputi :
a. ruang evakuasi bencana skala kota; dan
b. ruang evakuasi bencana skala lingkungan.
(2) Ruang evakuasi bencana skala kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. lapangan bola Cilenggang;
b. alun-alun Kecamatan Pondok Aren;
c. kantor Kecamatan Pamulang;
d. kantor Kecamatan Ciputat Timur;
e. kawasan Puspiptek;
f. Universitas Muhammadiyah; dan
g. stadion mini Ciputat.
(3) Ruang evakuasi bencana skala lingkungan sebagaimana dimaksud pada PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
53
ayat (1) huruf b meliputi :
a. lapangan Kecamatan Ciputat;
b. lapangan Kecamatan Serpong
Utara;
c. lapangan Kecamatan Pondok
Aren;
d. lapangan Kecamatan Ciputat;
e. lapangan Kecamatan Ciputat
Timur;
f. lapangan Kecamatan Pamulang;
dan
g. lapangan Kecamatan Setu.
Pasal 54
Pengembangan kawasan peruntukan kegiatan sektor informal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf h meliputi :
a. pusat perdagangan Kecamatan Pamulang, Kecamatan Setu,
Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, dan Kecamatan Pondok
Aren;
b. sektor 9 Kel pondok Pucung Kecamatan Pondok Aren;
c. kawasan stasiun yang berada di kota;
d. pasar delapan Kelurahan Pakulonan Kecamatan Serpong Utara;
e. pasar modern Kelurahan Rawa Mekar Kecamatan Serpong; dan
f. taman jajan Kelurahan Rawa Buntu Kecamatan Serpong.
Pasal 55
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf
i meliputi :
a. kawasan peruntukan pertanian;
b. kawasan peruntukan perikanan;
c. kawasan peruntukan pelayanan umum;
d. kawasan peruntukan pergudangan; dan
e. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
54
huruf a meliputi :
a. kawasan pertanian tanaman holtikultura dan kawasan peternakan.
b. kawasan pertanian tanaman holtikultura sebagaimana dimaksud pada
huruf a berada di Kecamatan di Kota; dan
c. kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak
berada dalam kawasan perumahan/permukiman.
(3) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
perikanan budi daya ditetapkan di seluruh wilayah kota.
(4) Kawasan peruntukan pelayanan umum berupa pendidikan, kesehatan, dan
peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di
seluruh wilayah kota.
(5) Kawasan peruntukan pergudangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d ditetapkan di Kecamatan Setu dan Kecamatan Serpong.
(6) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. Komando Pendidikan dan Latihan (KODIKLAT) TNI di Kecamatan
Serpong dengan luas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;
b. Markas Batalyon Kavaleri 9 di Kecamatan Serpong Utara dengan luas
kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
c. Markas Batalyon Artileri Pertahanan Udara I (ARHANUDRI I), Rajawali
di Kecamatan Serpong Utara dengan luas kurang lebih 19 (sembilan
belas) hektar;
d. Pusat Penerbangan Angkatan Darat (PUSPENERBAD) di Kecamatan
Pamulang;
e. Pusat Pendidikan Lalu Lintas Polisi Republik Indonesia (PUSDIKLANTAS
POLRI) Kecamatan Serpong Utara;
f. Satuan Brimob Detasemen C Pelopor di Kecamatan Ciputat;
g. Komando Rayon Militer (KORAMIL) yang berada pada Kecamatan di
Kota; dan
h. Polisi Udara di Kecamatan Pamulang dengan luas kurang lebih 15
(lima belas) hektar.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KOTAPARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
55
Pasal 56
(1) Kota Tangerang Selatan ditetapkan termasuk dalam Kawasan Strategis
Nasional Jabodetabekpunjur.
(2) Kota Tangerang Selatan ditetapkan termasuk kawasan strategis Provinsi
sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi di Puspiptek pada Kecamatan Setu.
(3) Penetapan Kawasan Strategis Kota meliputi :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
Pasal 57
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) huruf a meliputi :
a. sepanjang Jalan Raya Serpong;
b. kawasan sekitar Central Bussiness District (CBD) Bumi Serpong Damai
Kecamatan Serpong;
c. kawasan sekitar CBD Bintaro Kecamatan Pondok Aren; dan
d. kawasan Alam Sutra Kecamatan Serpong Utara.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf b meliputi Kawasan Pusat
Pemerintah Kota di Kecamatan Ciputat.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) huruf c
meliputi Kawasan Situ Gintung.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana tata ruang kawasan strategis
diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan sejak penetapan RTRW Kota Tangerang Selatan.
(5) Penetapan kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
56
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Arahan Pemanfaatan
Pasal 58
(1) Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota merupakan perwujudan
rencana struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis kota.
(2) Arahan pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. indikasi program utama;
b. indikasi sumber pendanaan;
c. indikasi pelaksana kegiatan; dan
d. waktu pelaksanaan.
(3) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri atas :
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang; dan
c. indikasi program utama perwujudan kawasan strategis kota.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri atas dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota,
Swasta dan Masyarakat.
(5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota,
dan/atau Masyarakat.
(6) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
terdiri atas 4 (empat) tahapan meliputi :
a. tahap pertama, pada periode tahun 2011;
b. tahap kedua, pada periode tahun 2016;
c. tahap ketiga, pada periode tahun 2021; dan
d. tahap keempat, pada periode tahun 2026.
(7) Rincian Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi
pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan sebagaimana tercantum
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
57
dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 59
(1) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) huruf a meliputi indikasi program
utama perwujudan sistem pusat pelayanan kota dan infrastruktur serta
perwujudan sistem jaringan prasarana perkotaan.
(2) Indikasi program utama perwujudan sistem pusat kegiatan dan
infrastruktur serta sistem jaringan prasarana perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi indikasi program utama perwujudan
sistem pusat pelayanan, jaringan transportasi, jaringan
energi/kelistrikan, jaringan telekomunikasi, jaringan sumber daya
air, penyediaan air minum, pengelolaan air limbah, pengelolaan
sampah, jaringan drainase, dan sistem proteksi kebakaran.
Pasal 60
(1) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) pada tahap pertama diprioritaskan
pada:
a. perwujudan pusat pelayanan;
b. pengembangan jaringan transportasi meliputi pembangunan jalan
bebas hambatan, peningkatan jalan arteri, kolektor sekunder,
pembangunan jalan lingkar Kota, angkutan umum, dan
pembangunan kota;
c. pengembangan monorel/Sky Train Puspiptek – Bandara Soekarno
Hatta;
d. pengembangan kawasan parkir;
e. pengembangan jaringan energi listrik meliputi pembangkit tenaga
listrik, gardu induk, dan jaringan transmisi;
f. pengembangan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap
dan bergerak;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
58
g. pengembangan prasarana air baku dan pelestarian sumber daya
air;
h. pengembangan jaringan air minum perpipaan dan/atau bukan
jaringan perpipaan;
i. pengembangan jaringan air limbah setempat dan pembangunan
IPAL;
j. pengembangan pengelolaan persampahan meliputi TPS, TPST dan
pengoperasian TPA;
k. pengembangan jaringan drainase makro dan mikro; dan
l. peningkatan fungsi rencana induk sistem proteksi kebakaran.
(2) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) pada tahap kedua diprioritaskan pada
:
a. pengembangan pusat pelayanan meliputi kawasan pertumbuhan
ekonomi, pusat perdagangan dan pemerintahan;
b. peningkatan jaringan transportasi meliputi peningkatan jalan
arteri, kolektor sekunder, jalan Lingkar Kota, angkutan umum, dan
pembangunan terminal;
c. pengembangan monorel/Sky Train Puspiptek - Bandara Soekarno
Hatta;
d. peningkatan dan pembangunan kawasan parkir;
e. peningkatan jaringan energi listrik meliputi pembangunan instalasi
baru dan pengoperasian kabel bawah tanah;
f. peningkatan jaringan telekomunikasi, meliputi pembangunan
jaringan telekomunikasi, peningkatan kualitas pelayanan, dan
pembangunan telekomunikasi;
g. peningkatan prasarana air baku dan pelestarian sumber daya air;
h. peningkatan jaringan air minum perpipaan meliputi kapasitas debit
air;
i.peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah,
pengembangan saluran dan pipa utama saluran air limbah, dan
pembuatan instalasi pengelolaan setempat untuk kegiatan industri
dan rumah sakit;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
59
j.pengoperasian TPA, rehabilitasi TPS, peningkatan pelayanan
persampahan, dan usaha reduksi melalui pengomposan, daur ulang,
dan pemilahan sampah;
k. pengingkatan jaringan drainase makro dan mikro meliputi
pembuatan saluran drainase tersier, dan normalisasi sungai; dan
l. pengembangan fungi rencana induk sistem proteksi kebakaran.
(3) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) pada tahap ketiga diprioritaskan pada
:
a. peningkatan fungsi pusat pelayanan meliputi kawasan pertumbuhan
ekonomi, pusat perdagangan, dan pemerintahan;
b. peningkatan jaringan transportasi meliputi peningkatan jalan
arteri, kolektor sekunder, Jalan Lingkar Kota, angkutan umum, dan
pembangunan terminal;
c. pengembangan monorel/Sky Train Puspiptek – Bandara Soekarno
Hatta;
d. pemantapan kawasan parkir;
e. pemantapan jaringan energi listrik meliputi pembangkit tenaga
listrik, gardsu induk, dan jaringan transmisi;
f. pemantapan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap dan
bergerak;
g. pemantapan prasarana air baku dan pelestarian sumber daya air;
h. pemantapan jaringan air minum perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan;
i. peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah,
pengembangan saluran dan pipa utama saluran air limbah, dan
pembuatan instalasi pengelolaan setempat untuk kegiatan industri
dan rumah sakit;
j. pemantapan TPA, rehabilitasi TPS, peningkatan pelayanan
persampahan, dan usaha reduksi melalui pengomposan, daur ulang,
dan pemilahan sampah;
k. pemantapan jaringan drainase makro dan mikro meliputi
pembuatan saluran drainase tersier, dan normalisasi sungai; dan
l. pemantapan fungsi rencana induk sistem proteksi kebakaran.
(4) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
60
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) pada tahap keempat diprioritaskan
pada:
a. pemantapan fungsi PPK;
b. pemantapan jaringan transportasi meliputi transportasi jalan, jalur
kereta api, dan stasiun kereta api;
c. pemantapan kawasan parkir;
d. pemantapan jaringan energi listrik meliputi pembangkit tenaga
listrik, gardu induk, dan jaringan transmisi;
e. pemantapan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap dan
bergerak;
f. pemantapan jaringan sumber daya air, dan jaringan sungai;
g. pemantapan jaringan air minum perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan;
h. pemantapan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah,
pengembangan saluran dan pipa utama saluran air limbah, dan
pembuatan instalasi pengelolaan setempat untuk kegiatan industri
dan rumah sakit;
i. pematapan persampahan TPS, TPST dan TPA; dan
j. pemantapan jaringan drainase makro dan mikro meliputi perbaikan
sistem drainase, dan peningkatan kapasitas drainase mikro yang
ada.
Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang
Pasal 61
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 ayat (3) huruf b meliputi indikasi program untuk
perwujudan kawasan lindung dan perwujudan kawasan budi daya.
(2) Indikasi program utama perwujudan kawasan lindung dan perwujudan
kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. indikasi program utama untuk perwujudan kawasan lindung terdiri
atas perlindungan setempat; dan
b. indikasi program utama untuk perwujudan kawasan budi daya
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
61
terdiri atas kawasan peruntukan perumahan.
Pasal 62
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) pada tahap pertama diprioritaskan pada :
a. pengendalian dan pengembangan sempadan sungai, sempadan
mata air, sempadan rel kereta api, pembangunan RTH, dan
pengelolaan bangunan cagar budaya;
b. pengembangan kawasan perumahan dan pembangunan
infrastruktur dasar;
c. pengembangan kawasan perdagangan danjasa serta fasilitas
penunjangnya, dan pemerataan fasilitas perdagangan menurut skala
pelayanan dan struktur ruang Kota;
d. pengembangan dan peningkatan perkantoran pemerintahan;
e. pembangunan infrastruktur dasar kawasan peruntukan industri,
pengembangan industri kecil dan/atau industri rumah tangga,
pengembangan industri menengah dan besar, dan pengembangan
pergudangan;
f. pengembangan fasilitas pendukung kegiatan pariwisata;
g. pengelolaan kegiatan pedagang kaki lima; dan
h. pembangunan kawasan peruntukan lainnya, relokasi kawasan
peruntukan lainnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
pemeliharaan dan rehabilitasi.
(2) Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) pada tahap kedua diprioritaskan pada :
a. peningkatan fungsi sempadan sungai, sempadan mata air,
sempadan rel kereta api, pembangunan RTH, dan pengelolaan
bangunan cagar budaya;
b. pengembangan kawasan perumahan dan pembangunan
infrastruktur dasar;
c. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa serta fasilitas
penunjangnya, dan pemerataan fasilitas perdagangan menurut
skala pelayanan dan struktur ruang kota;
d. rehabilitasi dan peningkatan fungsi perkantoran pemerintahan;
e. pembangunan dan peningkatan fungsi infrastruktur dasar kawasan PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
62
industri, pengembangan industri kecil dan/atau industri rumah
tangga, pengembangan industri menengah dan besar, dan
pengembangan pergudangan;
f. pengembangan fasilitas pendukung pariwisata;
g. pengelolaan kegiatan pedagang kaki lima; dan
h. pembangunan kawasan peruntukan lainnya, relokasi kawasan
peruntukan lainnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
pemeliharaan dan rehabilitasi.
(3) Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) pada tahap ketiga diprioritaskan pada :
a. pemantapan sempadan sungai, sempadan mata air, sempadan rel
kereta api, pembangunan RTH, dan pengelolaan bangunan cagar
budaya;
b. pemantapan kawasan perumahan dan infrastruktur dasar; dan
c. pemantapan kawasan peruntukan lainnya, relokasi kawasan
peruntukan lainnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
pemeliharaan dan rehabilitasi.
(4) Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) pada tahap keempat diprioritaskan pada :
a. pemantapan sempadan sungai, sempadan mata air, sempadan rel
kereta api;
b. pembangunan RTH;
c. pengelolaan bangunan cagar budaya; dan
d. pemantapan kawasan perumahan dan infrastruktur dasar.
Bagian Keempat
Indikasi Program Utama Perwujudan Kawasan Strategis Kota
Pasal 63
(1) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) huruf c meliputi indikasi
program untuk perwujudan kawasan strategis.
(2) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis pada ayat (1)
meliputi indikasi program untuk perwujudan kawasan strategis dari sudut
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
63
kepentingan pertumbuhan ekonomi, dan kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Pasal 64
(1) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) pada tahap pertama diprioritaskan
pada:
a. peningkatan fungsi dan pengembangan kawasan strategis bidang
ekonomi;
b. penataan dan pembangunan perdagangan; dan
c. peningkatan fungsi dan pengembangan kawasan strategis bidang
daya dukung lingkungan hidup.
(2) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) pada tahap kedua diprioritaskan
pada :
a. penataan dan pembangunan fasilitas kawasan pusat pelayanan
kota;
b. pengembangan dan pembangunan fasilitas kawasan peruntukan
perdagangan dan jasa;
c. penataan dan pembangunan fasilitas kawasan koridor sepanjang sisi
jalan Raya Serpong;
d. penataan kawasan situ; dan
e. penataan dan pembangunan promenade sepanjang Sungai
Cisadane, Kali Pesanggrahan dan Kali Angke.
(3) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) pada tahap ketiga diprioritaskan
pada :
a. penataan dan pembangunan fasilitas kawasan pusat pelayanan
kota;
b. pengembangan dan pembangunan fasilitas kawasan peruntukan
industri;
c. penataan dan pembangunan fasilitas kawasan koridor sepanjang sisi
jalan raya Serpong;
d. penataan kawasan situ; dan
e. penataan dan pembangunan promenade sepanjang Sungai
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
64
Cisadane, Kali Pesanggrahan dan Kali Angke.
(4) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) pada tahap keempat diprioritaskan
pada:
a. pembangunan kawasan pusat pelayanan kota; dan
b. penataan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa.
Bagian Kelima
Indikasi Sumber Pendanaan
Pasal 65
(1) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat
(4) terdiri atas dana pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur
dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota, investasi swasta dan/atau
kerjasama pendanaan.
(2) Kerja sama pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pengelolaan aset hasil kerja sama Pemerintah dengan swasta dapat
dilaksanakan sesuai dengan analisa kelayakan ekonomi dan finansial.
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 66
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kota yang berisi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan umum insentif dan disinsentif; danPARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
65
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 67
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (2) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang
diperbolehkan dengan syarat dan kegiatan yang tidak diperbolehkan;
b. ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan umum prasarana dan sarana minimum yang disediakan;
dan
d. ketentuan khusus sesuai dengan karakter masing-masing zona.
(2) Apabila Rencana Detail Tata Ruang Kota belum tersusun, Ketentuan Umum
Peraturan Zonasi berfungsi sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan
ruang dan dasar pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 67
ayat (1) diterapkan klasifikasi zonasi yang meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kota.
(4) Rincian Ketentuan Umum Peraturan Zonasi dan tabel zonasi berdasarkan
luasan tanah sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII.a dan
Lampiran XXII.b yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang
Pasal 68
Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat pelayanan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
66
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi dan kelistrikan;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;
e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi sistem infrastruktur perkotaan.
Pasal 69
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pusat pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi PPK;
b. ketentuan umum peraturan zonasi SPK; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi PL.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan,
perdagangan dan jasa skala regional dan kota, sarana pendidikan,
sarana kesehatan, sarana olah raga, sarana transportasi dan
telekomunikasi, sarana rekreasi dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun
atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan
jasa;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat
berat, dan kegiatan-kegiatan yang mengganggu kenyamanan serta
menimbulkan pencemaran; dan
d. intensitas pemanfaatan ruang PPK meliputi :
1. KDB maksimal sebesar 70 (tujuh puluh) persen;
2. KLB maksimal 8 (delapan); dan
3. KDH minimal sebesar 10 (sepuluh) persen.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi SPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan,
perdagangan dan jasa skala kota, sarana pendidikan, sarana
kesehatan, sarana olah raga, sarana transportasi dan telekomunikasi,
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
67
sarana rekreasi dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun
atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan
jasa;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat
berat, dan kegiatan-kegiatan yang mengganggu kenyamanan serta
menimbulkan pencemaran; dan
d. intensitas pemanfaatan ruang SPK meliputi :
1. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
2. KLB maksimal 7,2 (tujuh koma dua); dan
3. KDH minimal sebesar 10 (sepuluh) persen.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi PL sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan,
perdagangan dan jasa skala lokal, sarana pendidikan, sarana
kesehatan, sarana olah raga, sarana transportasi dan telekomunikasi,
sarana rekreasi dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun
atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan
jasa;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat
berat, dan kegiatan-kegiatan yang mengganggu kenyamanan serta
menimbulkan pencemaran; dan
d. intensitas pemanfaatan ruang PL, meliputi :
1. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
2. KLB maksimal 4 (empat); dan
3. KDH minimal sebesar 10 (sepuluh) persen.
Pasal 70
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b meliputi :
a. jaringan jalan dan terminal multimoda;PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
68
b. jaringan rel kereta api, jaringan jalur monorail dan stasiun kereta api;
dan
c. jaringan transportasi udara.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan dan terminal
multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan yang mengikuti ketentuan ruang milik jalan, ruang
manfaat jalan, dan ruang pengawasan jalan sesuai dengan
ketentuan peraturan undangan; dan
2. kegiatan yang mengikuti ruang milik terminal multimoda, ruang
manfaat terminal multimoda, dan ruang pengawasan terminal
multimoda sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi :
1. pembangunan utilitas jalan termasuk kelengkapan jalan,
penanaman pohon, pemasangan papan reklame, parkir dan
pembangunan fasilitas pendukung jalan lainnya yang tidak
mengganggu kelancaran lalu lintas dan keselamatan pengguna
jalan; dan
2. pembangunan utilitas terminal multimoda termasuk kelengkapan
terminal multimoda, pemasangan papan reklame, parkir dan
pembangunan fasilitas pendukung terminal multimoda lainnya
yang tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna
terminal multimoda.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan perdagangan,
jasa dan kegiatan lainnya yang menganggu kelancaran arus lalu
lintas; dan
d. intensitas pemanfaatan jaringan jalan dan terminal multimoda
meliputi jalur hijau pada ruang milik jalan dengan KDH paling rendah
10 (sepuluh) persen.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jalur jaringan rel kereta api,
jaringan jalur monorail/sky train dan stasiun kereta api sebagaimana
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
69
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan sarana penunjang
keselamatan perkeretaapian;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi :
1. kegiatan pertanian dengan tingkat intensitas rendah dan
kegiatan yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu
lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api dan jalur monorail;
dan
2. kegiatan pembangunan utilitas stasiun kereta api termasuk
kelengkapan stasiun kereta api, pemasangan papan reklame,
parkir, dan pembangunan fasilitas pendukung stasiun kereta api
lainnya yang tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan
pengguna stasiun kereta api.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi
perkeretaapian; dan
d. intensitas pemanfaatan jalur jaringan rel kereta api, jaringan jalur
monorail dan stasiun kereta api disesuaikan dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(4) Ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi :
1. kegiatan navigasi dan kegiatan komunikasi penerbangan,
kegiatan kegiatan perhotelan, kuliner, perparkiran, perawatan
yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan
bandar udara khusus pada daerah lingkungan kerja bandar udara
khusus; dan
2. kegiatan pendaratan, lepas landas, penyelamatan penerbangan
pada KKOP dan RTH.
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi sekolah, rumah sakit,
kegiatan yang menimbulkan asap, menghasilkan cahaya,
menggunakan frekuensi radio yang mengganggu komunikasi
penerbangan, melintasi landasan dan kegiatan lain yang mengganggu
keselamatan penerbangan; dan
c. intensitas pemanfaatan jaringan transportasi udara meliputi KDB 40
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
70
(empat puluh) persen dan KLB menyesuaikan dengan peraturan
ketinggian dalam KKOP.
Pasal 71
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi dan kelistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan prasarana dan sarana
jaringan transmisi tenaga listrik, kegiatan penunjang sistem jaringan
transmisi tenaga listrik, dan penghijauan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemakaman, pertanian, kemasyarakatan, olah raga, rekreasi, perparkiran,
dan kegiatan lain yang bersifat sementara dan tidak permanen dan tidak
mengganggu fungsi sistem jaringan transmisi tenaga listrik;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu fungsi sistem
jaringan transmisi tenaga listrik; dan
d. zona bebas berjarak minimum 20 (dua puluh) meter di luar sekeliling
gardu induk dan dilarang untuk bangunan dan kegiatan yang mengganggu
operasional gardu induk.
Pasal 72Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf d meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana
dan sarana sistem jaringan telekomunikasi dan fasilitas penunjang sistem
jaringan telekomunikasi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak membahayakan
keamanan dan keselamatan manusia, lingkungan sekitarnya dan yang
tidak mengganggu fungsi sistem jaringan telekomunikasi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang membahayakan
keamanan dan keselamatan manusia, lingkungan sekitarnya dan yang
dapat mengganggu fungsi system jaringan telekomunikasi;
d. untuk ketinggian tower telekomunikasi di atas 60 (enam puluh) meter,
jarak tower dari bangunan terdekat diperbolehkan 20 (dua puluh) meter;
dan
e. untuk ketinggian tower di bawah 60 (enam puluh) meter, jarak tower dari PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
71
bangunan terdekat diperbolehkan 10 (sepuluh) meter.
Pasal 73Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan tandon air,
normalisasi sungai, pembangunan prasarana lalu lintas air, pembangunan
bangunan pengambilan dan pembuangan air, pembangunan bangunan
penunjang sistem prasarana kota, dan kegiatan pengamanan sungai serta
pengamanan sempadan situ;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air dan fungsi system jaringan sumber daya air;
dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
menggangu fungsi sungai dan tandon air sebagai sumber air serta jaringan
irigasi.
Pasal 74
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem infrastruktur perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf f meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem penyediaan air minum;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengelolaan air limbah;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem persampahan;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase;
e. ketentuan umum peraturan zonasi prasarana dan sarana jaringan
jalan pejalan kaki;
f. ketentuan umum peraturan zonasi prasarana dan sarana jaringan
jalur sepeda;
g. ketentuan umum peraturan zonasi jalur evakuasi bencana;
h. ketentuan umum peraturan zonasi sistem proteksi kebakaran; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perparkiran.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem penyediaan air minum
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
72
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
bangunan pengambilan air, penghijauan, dan pembangunan
prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu
keberlanjutan fungsi penyediaan air minum, mengakibatkan
pencemaran air baku dari air limbah dan sampah, dan mengakibatkan
kerusakan prasarana dan sarana penyediaan air minum; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu keberlanjutan fungsi penyediaan air minum,
mengakibatkan pencemaran air baku dari air limbah dan sampah, dan
mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana penyediaan air
minum.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengelolaan air limbah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan prasarana dan
sarana air limbah dalam rangka mengurangi, memanfaatkan kembali,
dan mengolah air limbah domestik;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
sistem jaringan air limbah; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pembuangan sampah,
pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun, pembuangan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, dan kegiatan lain yang dapat
mengganggu fungsi sistem jaringan air limbah.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem persampahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa ketentuan umum peraturan zonasi
peruntukan TPA meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengoperasian TPA
sampah berupa pemilahan, pengumpulan, pengolahan, pemrosesan
akhir sampah, dan pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill),
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
73
pemeliharaan TPA sampah, dan industri terkait pengolahan sampah;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pertanian non pangan, kegiatan penghijauan, kegiatan permukiman
dalam jarak yang aman dari dampak pengelolaan persampahan, dan
kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi kawasan peruntukan TPA
sampah; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
mengganggu operasionalisasi persampahan dan mengganggu fungsi
kawasan peruntukan TPA sampah.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana sistem jaringan drainase dalam rangka
mengurangi genangan air dan mendukung pengendalian banjir;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
sistem jaringan drainase; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan
sampah, pembuangan limbah, dan kegiatan lain yang dapat
mengganggu fungsi system jaringan drainase.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi prasarana dan sarana jaringan jalan
pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki, kegiatan
penghijauan, dan perlengkapan fasilitas jalan dan/atau pedestrian;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan yang tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana
jaringan jalan pejalan kaki; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
yang dapat mengganggu fungsi dan peruntukan jaringan jalan pejalan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
74
kaki.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi prasarana dan sarana jaringan jalur
sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana jaringan jalur sepeda, kegiatan penghijauan,
dan perlengkapan fasilitas jalur sepeda;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan yang tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana
jaringan jalur sepeda; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
yang dapat mengganggu fungsi dan peruntukan jaringan jalur sepeda.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi jalur evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana jalur evakuasi bencana, kegiatan penghijauan,
dan perlengkapan fasilitas jalan dan/atau pedestrian;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan yang tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana
jalur evakuasi bencana; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
yang dapat mengganggu fungsi dan peruntukan jalur evakuasi
bencana.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem proteksi kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana pemadam kebakaran, penghijauan, dan
kegiatan pembangunan yang mendukung fasilitas serta perlengkapan
pemadam kebakaran, dan pembangunan akses bagi kelancaran
penanggulangan kebakaran;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan yang tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana
pemadam kebakaran; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
75
yang dapat mengganggu kelancaran penanggulangan kebakaran,
fungsi prasarana dan sarana pemadam kebakaran, fasilitas pemadam
kebakaran, dan perlengkapan pemadam kebakaran.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perparkiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan fasilitas
perparkiran, pembangunan prasarana dan sarana penunjang
perparkiran, penghijauan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pendirian
bangunan secara terbatas untuk menunjang kegiatan perparkiran dan
tidak mengganggu kelancaran kegiatan perparkiran; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain pada
huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan
perparkiran.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pola Ruang
Pasal 75
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3) huruf b meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
b. ketentuan umum peraturan zonasi RTH;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran
pemerintahan;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
76
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan RTNH;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana;
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi
kegiatan sektor informal; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 76
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan situ; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan situ sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pemanfaatan kawasan
sekitar situ untuk RTH, kegiatan olah raga, kegiatan pariwisata, dan
penelitian;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan sekitar situ sebagai kawasan perlindungan setempat dan
kualitas lingkungan di kawasan sekitar situ; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya
termasuk mendirikan bangunan, kecuali bangunan yang menunjang
fungsi kawasan dan/atau bangunan yang merupakan bagian dari
suatu jaringan atau tranmisi bagi kepentingan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b.
(3) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang sempadan situ
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. KDB maksimal 10 (sepuluh) persen;
b. KLB maksimal 0,2 (nol koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal 1 (satu) lantai;
d. KDH minimum 80 (delapan puluh) persen; dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
77
e. batas sempadan situ ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pemanfaatan
sempadan sungai untuk RTH, budi daya pertanian dengan jenis
tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah,
pemasangan reklame dan papan pengumuman, pemasangan
bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, dan pipa
air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan
pengambilan dan pembuangan air, dan bangunan penunjang sistem
prasarana kota;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat dan
kualitas lingkungan di sempadan sungai; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya
termasuk mendirikan bangunan, kecuali bangunan yang menunjang
fungsi kawasan dan/atau bangunan yang merupakan bagian dari
suatu jaringan atau tranmisi bagi kepentingan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b.
(5) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. KDB maksimal 10 (sepuluh) persen;
b. KLB maksimal 0,2 (nol koma dua);
c. Tinggi bangunan maksimal 1 (satu) lantai;
d. KDH minimal 80 (delapan puluh) persen; dan
e. batas sempadan sungai yang paling rendah disesuaikan dengan
ketentuan yang ditetapkan.
Pasal 77
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi RTH sebagaimana dimaksud dalam
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
78
Pasal 75 ayat (2) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi RTH, kegiatan rekreasi dan
olahraga;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi bangunan
penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum dengan syarat tidak
mengganggu fungsi dan peruntukan RTH sebagai kawasan lindung
kota; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi RTH.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang RTH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 20 (dua puluh) persen;
b. KLB maksimal 0,2 (nol koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal 1 (satu) lantai; dan
d. KDH minimal 80 (delapan puluh) persen.
Pasal 78
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan penelitian, kegiatan
pendidikan, kegiatan sosial budaya, dan kegiatan pariwisata;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas untuk bangunan pengawasan dan kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu
fungsi kawasan cagar budaya sebagai kawasan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
merusak kekayaan budaya yang berupa bangunan bersejarah,
pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan,
pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan
di sekitar peninggalan bangunan bersejarah, dan/atau pemanfaatan
ruang yang dapat mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat
setempat.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan cagar budaya
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
79
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 40 (empat puluh) persen;
b. KLB maksimal 2,4 (dua koma empat);
c. Tinggi bangunan maksimal 2 (dua) lantai; dan
d. KDH minimal 20 (dua puluh) persen.
Pasal 79
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf d berupa ketentuan umum
peraturan zonasi bencana banjir, longsor, dan gempa bumi meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penghijauan,
pembangunan prasarana dan sarana untuk meminimalkan akibat
bencana banjir;
b. kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a diperbolehkan dengan
syarat meliputi kegiatan pembangunan secara terbatas untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana dan perlindungan
kepentingan umum; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
b. KLB maksimal 1,8 (satu koma delapan);
c. tinggi bangunan maksimal 3 (tiga) lantai; dan
d. KDH minimum 15 (lima belas) persen.
Pasal 80
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf a berupa ketentuan umum
peraturan zonasi perumahan kepadatan tinggi dan perumahan kepadatan
sedang meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
perumahan, RTH, kegiatan pembangunan prasarana dan sarana
lingkungan perumahan sesuai dengan standar, hirarki dan skala
pelayanannya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
80
sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa pemanfaatan ruang
secara terbatas untuk mendukung kegiatan permukiman beserta
prasarana dan sarana lingkungan, kegiatan pengembangan
perumahan horizontal dengan luasan kurang dari 1 (satu) hektar,
industri kecil dan mikro dengan luas ruang maksimal 100 (seratus)
meter persegi dan tidak merupakan industri polutif; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan industri besar
dan kegiatan lainnya yang mengakibatkan terganggunya kegiatan
perumahan.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan perumahan
kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
b. KLB maksimal 1,2 (satu koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal dibatasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
d. KDH minimum 10 (sepuluh) persen.
Pasal 81
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kawasan perdagangan dan
jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan untuk kegiatan profesional, jasa
keuangan, jasa perkantoran usaha dan perdagangan, jasa hiburan
dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan serta kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana umum pendukung pada kawasan blok
komersial dan jalan nasional meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala regional, pada strip
komersial dan jalan provinsi meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dan skala kota,
pada jalan kota meliputi kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
perdagangan dan jasa skala kota dan skala lokal;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
81
jasa skala regional, skala kota dan lokal seperti rumah susun,
apartemen, sarana pendidikan, sarana kesehatan, rekreasi, sarana
olah raga; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan perdagangan
dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 70 (tujuh puluh) persen;
b. KLB maksimal 8 (delapan);
c. tinggi bangunan pada blok komersial minimal 3 (tiga) lantai dan
maksimal tinggi bangunan sesuai peraturan perundangan; dan
d. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
Pasal 82
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan perkantoran pemerintahan, serta
kegiatan pembangunan prasarana dan sarana umum pendukung
perkantoran seperti sarana pejalan kaki yang menerus, sarana
olahraga, sarana peribadatan, sarana perparkiran, sarana kuliner,
sarana transportasi umum, ruang terbuka hijau, dan jaringan utilitas
perkantoran yang dilengkapi aksesibilitas bagi penyandang cacat;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a kegiatan pemanfaatan ruang
untuk mendukung kegiatan perkantoran pemerintahan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan perkantoran
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 50 (lima puluh) persen;
b. KLB maksimal 3,2 (tiga koma dua);
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
82
c. tinggi bangunan minimal 2 (dua) lantai dan maksimal tinggi bangunan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
d. KDH minimal 20 (dua puluh) persen.
Pasal 83
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf d meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan industri dan fasilitas penunjang industri
dengan memperhatikan konsep eco industrial park meliputi
perkantoran industri, terminal barang, pergudangan, tempat ibadah,
fasilitas olahraga, wartel, warnet, dan jasa-jasa penunjang industri
meliputi jasa promosi dan informasi hasil industri, jasa
ketenagakerjaan, jasa ekspedisi, dan sarana penunjang lainnya
meliputi IPAL terpusat untuk pengelolaan limbah cair;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan industri berupa
hunian, rekreasi, serta perdagangan dan jasa dengan luas total tidak
melebihi 10 (sepuluh) persen total luas lantai; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan peruntukan
industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 70 (tujuh puluh) persen;
b. KLB maksimal 3,2 (tiga koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal 8 (delapan) lantai; dan
d. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
Pasal 84
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf e meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan pariwisata dan fasilitas penunjang
pariwisata, kegiatan pemanfaatan potensi alam dan budaya
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
83
masyarakat sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, kegiatan perlindungan terhadap peninggalan kebudayaan
masa lampau (heritage);
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan
pariwisata adalah kegiatan hunian, jasa pelayanan bisnis, jasa
percetakan, fotografi dan komunikasi; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang berpotensi
terjadinya perubahan lingkungan fisik alamiah ruang untuk kawasan
wisata alam selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 50 (lima puluh) persen;
b. KLB maksimal 3,2 (tiga koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal 8 (delapan) lantai; dan
d. KDH minimal 15 (lima belas) persen.
Pasal 85
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan RTNH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (3) huruf f meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan berlangsungnya aktifitas masyarakat, kegiatan
olahraga, kegiatan rekreasi, kegiatan parkir, penyediaan plasa,
monumen, landmark dan evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk sektor informal secara terbatas untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a sesuai dengan
KDB yang ditetapkan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan RTNH
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
84
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 10 (sepuluh) persen;
b. KLB maksimal 0,4 (nol koma empat);
c. tinggi bangunan maksimal 2 (dua) lantai; dan
d. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
Pasal 86
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf g meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan prasarana dan sarana evakuasi
bencana, penghijauan, dan pembangunan fasilitas penunjang
keselamatan orang dan menunjang kegiatan operasionalisasi
evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan
evakuasi bencana; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan ruang evakuasi
bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 50 (lima puluh) persen;
b. KLB maksimal 0,8 (nol koma delapan);
c. tinggi bangunan maksimal 2 (dua) lantai; dan
d. KDH minimal 20 (dua puluh) persen.
Pasal 87
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan ruang bagi
kegiatan sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3)
huruf h meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan prasarana dan sarana sektor informal,
penghijauan, dan pembangunan fasilitas penunjang kegiatan sektor
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
85
informal;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan sektor
informal; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan kegiatan sektor
informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 40 (empat puluh) persen;
b. KLB maksimal 0,4 (nol koma empat);
c. tinggi bangunan maksimal 1 (satu) lantai; dan
d. KDH minimal 20 (dua puluh) persen.
Pasal 88
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) huruf i meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi pertanian;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pelayanan umum;
c. ketentuan umum peraturan zonasi peruntukan penunjang bandar
udara khusus;
d. ketentuan umum peraturan zonasi bandar udara khusus; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi pertanahan dan keamanan negara.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
berupa kegiatan pertanian, pembangunan prasarana dan sarana
penunjang pertanian, kegiatan pariwisata, kegiatan penelitian dan
penghijauan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi permukiman
penduduk maksimal 25 (dua puluh lima) persen dari luas kawasan
pertanian;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengakibatkan terganggunya kegiatan pertanian; dan
d. intensitas pemanfaatan ruang kawasan pertanian meliputi :
1. KDB maksimal 30 (tiga puluh) persen;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
86
2. KLB maksimal 1,2 (satu koma dua);
3. tinggi bangunan maksimal 4 (empat) lantai; dan
4. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diarahkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan untuk
prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala
pelayanan yang ditetapkan, dan prasarana dan sarana peribadatan,
terminal, TPA, penghijauan serta kegiatan pembangunan fasilitas
penunjang kawasan pelayanan umum;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas untuk mendukung kegiatan pendidikan,
kesehatan, dan peribadatan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; dan
d. intensitas pemanfaatan ruang kawasan pelayanan umum meliputi :
1. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
2. KLB maksimal 4 (empat);
3. tinggi bangunan maksimal 8 (delapan) lantai; dan
4. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan penunjang bandar
udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diarahkan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
yang secara langsung dan tidak langsung menunjang kegiatan bandar
udara khusus berupa fasilitas perbengkelan pesawat udara, fasilitas
pergudangan, penginapan, toko, restoran, lapangan golf, RTH,
perparkiran, rekreasi, perkantoran, dan fasilitas olahraga;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi industri non
polutan dan fasiltas umum dan sosial berdasarkan ketentuan KKOP,
kawasan kebisingan dan peraturan terkait penerbangan yang telah
ditetapkan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi perumahan, sekolah, dan
rumah sakit.
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
87
d. intensitas pemanfaatan ruang kawasan penunjang bandar udara
khusus meliputi :
1. KDB maksimal 50 (lima puluh) persen;
2. KLB maksimal 0,5 (nol koma lima);
3. tinggi bangunan maksimal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-perundangan; dan
4. KDH minimal 20 (dua puluh) persen.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diarahkan dengan ketentuan
berdasarkan pada pengembangan rencana induk Bandar Udara Pondok
Cabe yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diarahkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan untuk
prasarana dan sarana penunjang aspek pertahanan dan kemanan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan
penghijauan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas dan selektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis
Pasal 89
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) huruf c meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya; dan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
88
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Pasal 90
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 huruf a meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan, perdagangan dan jasa
skala kota, regional, dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rumah susun
atau apartemen, rumah toko atau rumah kantor, dan kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan perdagangan dan
jasa; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi industri, bengkel alat
berat, dan kegiatan yang mengganggu kenyamanan serta
menimbulkan pencemaran.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 70 (tujuh puluh) persen;
b. KLB maksimal 8 (delapan);
c. tinggi bangunan maksimal disesuaikan berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
d. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
Pasal 91
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
huruf b meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa skala kota,
dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi apartemen,
rumah susun, rumah toko atau rumah kantor dan kegiatan
pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan pusat pemerintahan;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
89
dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang dari sudut kepentingan
sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. KDB maksimal 60 (enam puluh) persen;
b. KLB maksimal 7,2 (tujuh koma dua);
c. tinggi bangunan minimal 3 (tiga) lantai dan ketinggian maksimal
disesuaikan dengan peraturan perundangan; dan
d. KDH minimal 10 (sepuluh) persen.
Pasal 92
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 huruf c meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pariwisata, penelitian dan RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan sekitar situ sebagai kawasan perlindungan setempat dan
kualitas lingkungan di kawasan sekitar situ; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya
termasuk mendirikan bangunan, kecuali bangunan yang menunjang
fungsi kawasan dan/atau bangunan yang merupakan bagian dari
suatu jaringan atau tranmisi bagi kepentingan umum.
(2) Ketentuan umum intensitas pemanfaatan ruang kawasan peruntukan
wilayah sekitar Situ Gintung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
:
a. KDB maksimal 30 (tiga puluh) persen;
b. KLB maksimal 1,2 (satu koma dua);
c. tinggi bangunan maksimal 2 (dua) lantai; dan
d. KDH minimal 60 (enam puluh) persen.
Pasal 93
(1) Di kawasan budi daya dapat ditetapkan kegiatan selain sebagaimana
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
90
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf b dengan ketentuan tidak
mengganggu dominasi fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak
melanggar ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari BKPRD Kota.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 94
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (2) huruf b
didasarkan pada prinsip penerapan perizinan :
a. kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya
dilarang kecuali dengan izin; dan
b. setiap kegiatan dan pembangunan harus mendapatkan izin dari
Pemerintah Kota yang melakukan pengendalian terhadap
kesesuaiannya dengan rencana tata ruang, serta ketentuan
administrasi.
(2) Ketentuan perizinan ini bertujuan untuk :
a. menjamin pemaanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
standard dan kualitas minimum yang ditetapkan;
b. menghindari eksternalitas negatif; dan
c. melindungi kepentingan umum.
Pasal 95
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1)
meliputi :
a. izin lokasi;
b. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
c. izin mendirikan bangunan; dan
d. izin lain berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Setiap pemanfaatan ruang harus mendapat izin sesuai dengan peruntukan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
91
wilayah berdasarkan zonasi yang ditetapkan.
Pasal 96
(1) Tata cara pemberian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf
a meliputi :
a. izin lokasi diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang
diperlukan dalam rangka melakukan aktivitasnya;
b. izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan
dalam rangka pemanfaatan ruang;
c. izin lokasi diperlukan untuk pemanfaatan ruang lebih dari 1 (satu)
hektar untuk kegiatan bukan pertanian dan lebih dari 25 (dua puluh
lima) hektar untuk kegiatan pertanian;
d. izin lokasi diberikan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
e. pemohon mengajukan permohonan kepada instansi yang ditetapkan
dengan melengkapi semua persyaratan;
f. instansi yang ditetapkan melakukan uji kesesuaian dengan rencana
tata ruang atas lokasi yang dimohonkan; dan
g. apabila usulan lokasi yang dimohonkan diperkirakan mempunyai
dampak penting pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Tata cara pemberian izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf b meliputi :
a. izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan berdasarkan izin
lokasi;
b. izin penggunaan pemanfaatan tanah merupakan dasar untuk
permohonan mendirikan bangunan pemohon mengajukan
permohonan kepada instansi yang ditetapkan dengan melengkapi
semua persyaratan;
c. instansi sebagaimana tersebut pada huruf c mempersiapkan
perencanaan atas lokasi yang dimohon terkait untuk dibahas dan
dikoreksi; dan
d. apabila usulan lokasi yang dimohonkan diperkirakan mempunyai
dampak penting, pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Peraturan
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
92
Perundang-undangan.
(3) Tata cara pemberian izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 ayat (1) huruf c meliputi :
a. izin mendirikan bangunan diberikan berdasarkan rencana detail tata
ruang dan peraturan zonasi;
b. selama rencana detail tata ruang kota dan peraturan zonasi belum
ada, maka izin mendirikan bangunan dapat diberikan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah kota dan ketentuan umum peraturan
zonasi;
c. pemohon mengajukan permohonan kepada instansi yang ditetapkan
dengan melengkapi semua persyaratan;
d. instansi sebagaimana tersebut pada huruf c mempersiapkan
perencanaan atas lokasi yang dimohon terkait untuk dibahas dan
dikoreksi;
e. apabila usulan lokasi yang dimohonkan diperkirakan mempunyai
dampak penting, pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
f. izin mendirikan bangunan merupakan dasar dalam mendirikan
bangunan dalam rangka pemanfaatan ruang sesuai fungsi yang telah
ditetapkan dan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui
oleh pemerintah daerah kota.
(4) izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf d merupakan izin
yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 97
(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dilaksanakan oleh
Walikota.
(2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Keempat
Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif
Pasal 98
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
93
(1) Ketentuan umum insentif dan disinsetif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (2) huruf c meliputi :
a. mendorong dan/atau merangsang pembangunan yang sejalan dengan
rencana tata ruang;
b. menghambat dan/atau membatasi pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang; dan
c. memberi peluang kepada masyarakat dan pengembangan untuk
partisipasi dalam pembangunan.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(3) Perangkat atau mekanisme insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. keringanan pajak, pengurangan retribusi, pemberian kompensasi,
subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaaan infrastuktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
Pemerintah Daerah.
(4) Perangkat atau mekanisme disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa :
a. pengenaan pajak yang tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
penalti, pembatasan administrasi pertanahan dan persyaratan khusus
dalam perizinan.
Pasal 99
(1) Dalam rangka mendorong terwujudnya struktur dan pola ruang wilayah
kota, insentif diberikan pada kawasan sebagai berikut :
a. kawasan yang didorong perkembangannya;
b. kawasan pusat kota; dan
c. kawasan strategis kota.
(2) Bentuk insentif yang diberikan pada kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
94
a. reduksi biaya retribusi iklan bagi sektor swasta yang mengelola RTH
yang berada pada ruang publik;
b. kemudahan perizinan pengembangan kawasan sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan;
c. kemudahan perizinan bagi sektor dunia usaha yang melakukan
peremajaan terhadap kawasan;
d. penyediaan pelayanan jaringan utilitas dan prasarana dasar kawasan;
dan/atau
e. penyediaan jalan akses yang memadai.
Pasal 100
(1) Untuk menghambat perkembangan kawasan yang dibatasi
perkembangannya maka disinsentif diberlakukan pada kawasan sebagai
berikut:
a. kawasan yang dibatasi pengembangannya dan kawasan yang
ditetapkan sebagai lingkungan dengan kepadatan sedang; dan
b. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pemugaran.
(2) Bentuk disinsentif yang dikenakan pada kawasan yang dibatasi
pengembangannya dan kawasan yang ditetapkan sebagai lingkungan
dengan kepadatan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. membatasi izin prinsip dan izin lokasi;
b. setiap pengembangan ruang wajib dilengkapi dengan dokumen amdal
dan wajib mendapatkan izin prinsip dan izin lokasi dari Walikota; dan
c. tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana vital yang
sudah ditetapkan di dalam RTRW Kota Tangerang Selatan.
(3) Bentuk disinsentif yang dikenakan pada kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. pengenaan pajak kegiatan yang relatif lebih besar daripada kawasan
lainnya untuk setiap pengembangan ruang;
b. setiap pengembangan ruang wajib dilengkapi dengan dokumen amdal
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
95
dan wajib mendapatkan izin lokasi dari Walikota;
c. pengenaan sanksi terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak
negatif bagi pelestarian kawasan maupun bangunan cagar budaya;
d. pembatasan ketinggian bangunan dan luas lahan bagi pengembangan
kegiatan didalam dan di sekitar kawasan cagar budaya; dan
e. pelarangan ekstensifikasi lahan bagi kegiatan yang telah ada, kecuali
pada kawasan yang telah memiliki petunjuk yang telah disahkan,
namun dengan memperhatikan standar teknis konstruksi dan aspek
mitigasi bencana.
Pasal 101
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif diatur dengan Peraturan Walikota.
(2) Ketentuan insentif dan disinsentif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 102
(1) Arahan sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf d merupakan
pengenaan sanksi dengan tujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan
tegaknya peraturan perundangan bidang penataan ruang.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
sanksi administratif dan sanksi pidana.
(3) Pengenaan sanksi dilaksanakan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 103(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2)
dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada
terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.
(2) Pelanggaran penataan ruang yang dapat dikenai sanksi administratif
meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin prinsip, izin lokasi, dan
izin keterangan rencana kota. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
96
dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
dan/atau
c. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundangan bagai milik umum.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembongkaran bangunan;
g. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
h. denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 104Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2) ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIIIPERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN
Bagian KesatuPeran Masyarakat
Pasal 105Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap :
a. partisipasi dalam perencanaan tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 106
Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 huruf a dapat berupa :
(1) memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
97
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi perencana tata ruang; dan
5. penetapan rencana tata ruang.
(2) Kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Propinsi Banten, Pemerintah
Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata
ruang.
Pasal 107
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 huruf b dapat berupa :
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan negara serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya
alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 108Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 huruf c dapat berupa :
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan terhadap instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
98
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
Pasal 109(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Kementerian terkait dengan penataan ruang, Gubernur, dan Walikota.
Pasal 110Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah kota membangun
sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 111Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian KeduaKelembagaan
Pasal 112(1) Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara terpadu
dan komprehensif melalui suatu koordinasi dan kerja sama antara
Pemerintah Kota dan Pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang
dan pelaksanaan kegiatan pembangunan.
(2) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan
kerja sama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk
BKPRD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, susunan organisasi, dan tata kerja
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
99
BKPRD diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 113
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk pembantu pejabat penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan
penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak/pidana dalam bidang penataan
ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik
kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai
negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
100
undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta
proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 114(1) Setiap orang yang tidak memenuhi syarat dalam melakukan kegiatan yang
diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b,
Pasal 69 ayat (3) huruf b, Pasal 69 ayat (4) huruf b, Pasal 70 ayat (2) huruf
b, Pasal 70 ayat (3) huruf b, Pasal 71 huruf b, Pasal 72 huruf b, Pasal 73
huruf b, Pasal 74 ayat (2) huruf b, Pasal 74 ayat (3) huruf b, Pasal 74 ayat
(4) huruf b, Pasal 74 ayat (5) huruf b, Pasal 74 ayat (6) huruf b, Pasal 74
ayat (7) huruf b, Pasal 74 ayat (8) huruf b, Pasal 74 ayat (9) huruf b,Pasal
74 ayat (10) huruf b, Pasal 76 ayat (2) huruf b, Pasal 76 ayat (4) huruf b,
Pasal 77 ayat (1) huruf b, Pasal 78 ayat (1) huruf b, Pasal 79 ayat (1) huruf
b, Pasal 80 ayat (1) huruf b, Pasal 81 ayat (1) huruf b, Pasal 82 ayat (1)
huruf b, Pasal 83 ayat (1) huruf b, Pasal 84 ayat (1) huruf b, Pasal 85 ayat
(1) huruf b, Pasal 86 ayat (1) huruf b, Pasal 87 ayat (1) huruf b, Pasal 88
ayat (2) huruf b, Pasal 88 ayat (3) huruf b, Pasal 88 ayat (4) huruf b, Pasal
88 ayat (6) huruf b, Pasal 90 ayat (1) huruf b, Pasal 91 ayat (1) huruf b,
Pasal 92 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dapat
dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan Pasal 103 ayat (3) Peraturan
Daerah ini.
Pasal 115
(1) Setiap orang yang :
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
101
a. melakukan kegiatan yang tidak diperbolehkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c, Pasal 69 ayat (3) huruf c, Pasal 69
ayat (4) huruf c, Pasal 70 ayat (2) huruf c, Pasal 70 ayat (3) huruf c,
Pasal 70 ayat (4) huruf b, Pasal 71 huruf c, Pasal 72 huruf c, Pasal 73
huruf c, Pasal 74 ayat (2) huruf c, Pasal 74 ayat (3) huruf c, Pasal 74
ayat (4) huruf c, Pasal 74 ayat (5) huruf c, Pasal 74 ayat (6) huruf c,
Pasal 74 ayat (7) huruf c, Pasal 74 ayat (8) huruf c, Pasal 74 ayat (9)
huruf c, Pasal 74 ayat (10) huruf c, Pasal 76 ayat (2) huruf c, Pasal 76
ayat (4) huruf c, Pasal 77 ayat (1) huruf c, Pasal 78 ayat (1) huruf c,
Pasal 79 ayat (1) huruf c, Pasal 80 ayat (1) huruf c, Pasal 81 ayat (1)
huruf c, Pasal 82 ayat (1) huruf c, Pasal 83 ayat (1) huruf c, Pasal 84
ayat (1) huruf c, Pasal 85 ayat (1) huruf c, Pasal 86 ayat (1) huruf c,
Pasal 87 ayat (1) huruf c, Pasal 88 ayat (2) huruf c, Pasal 88 ayat (3)
huruf c, Pasal 88 ayat (4) huruf c, Pasal 88 ayat (6) huruf c, Pasal 90
ayat (1) huruf c, Pasal 91 ayat (1) huruf c, Pasal 92 ayat (1) huruf c,
yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang;
b. tidak menaati rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1), Pasal 43 ayat (4), Pasal 44 ayat (2) sampai dengan ayat
(5), Pasal 45, Pasal 47, Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 49 ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 51, Pasal 52,
Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 54, Pasal 55 ayat (2) huruf b dan
huruf c, Pasal 55 ayat (3) sampai dengan ayat (6), Pasal 56 ayat (2),
Pasal 57 ayat (1) sampai dengan ayat (4), yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang;
c. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95;
d. tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96;
e. tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dipidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
(2) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak
sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
102
ayat (1) huruf b, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 73
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pasal 116Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 adalah kejahatan.
BAB XIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 117
(1) Jangka Waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah 20 (dua puluh)
tahun sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, dan/atau
perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
BAB XIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 118Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku :
a. semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang
daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
c. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA
103
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
d. pemanfaatan ruang di Kota yang diselenggarakan tanpa izin dan/atau
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan
dan akan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
e. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang
diperlukan.
BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 119Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang
Selatan.
Ditetapkan di Tangerang Selatan.
pada tanggal 30 Desember 2011
WALIKOTATANGERANG SELATAN,
Ttd capAIRIN RACHMI DIANY
Diundangkan di Tangerang Selatan.
pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH
KOTA TANGERANG SELATAN,
Ttd cap
DUDUNG E. DIREDJA
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 15
PARAF HIERARKI PARAF HIERARKI
ASISTEN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN WAKIL WALIKOTA
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA SEKRETARIS DAERAH
PARAF KOORDINASI
KEPALA BAPPEDA