peraturan menteri kesehatan republik indonesia …hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/pmk no. 51...
TRANSCRIPT
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Program
Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi dan memperbaiki citra birokrasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan, diperlukan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851);
3. Undang-Undang...
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4890);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5135);
11. Instruksi...
- 3 -
11. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
13. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012
tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 008 Tahun
2012 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 345);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI
DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN.
Pasal 1
Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan
Kementerian Kesehatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Petunjuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan acuan bagi Unit Penggerak Integritas dan Unit Pembangun Integritas,
Pimpinan Unit Eselon 1 dan Pimpinan Satuan/Unit Kerja dalam pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
Pasal 3...
- 4 -
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2012
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1294
- 5 -
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 51 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH
BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH
BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU
WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN
MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi, Kementerian Kesehatan telah menyusun Road Map 2010-
2014 Reformasi Birokrasi di Kementerian Kesehatan dan menetapkan
sembilan Program Reformasi Birokrasi Kementerian. Salah satu dari
program tersebut adalah penguatan pengawasan. Melalui penguatan
pengawasan diharapkan meningkatnya penyelenggaraan Kementerian
Kesehatan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN). Strategi pencegahan merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi terjadinya korupsi.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana
diamanatkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi dan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu dibangun program
pencegahan korupsi yang lebih efisien, efektif dan komprehensif, melalui
penetapan Zona Integritas menuju terwujudnya Wilayah Bebas dari
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
- 6 -
Membangun Zona Integritas menuju WBK/WBBM di lingkungan
Kementerian Kesehatan merupakan bentuk pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang yang konkrit, sebagai bagian dari
pencapaian reformasi birokrasi dan pelayanan publik. Untuk itu
diperlukan komitmen dari pimpinan dan segenap pegawai Kementerian
Kesehatan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyusun Petunjuk
Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM di
lingkungan Kementerian Kesehatan.
B. Maksud, Tujuan dan Sasaran
Maksud penyusunan petunjuk pelaksanaan ini adalah memberikan
acuan dan penyamaan persepsi bagi Unit Penggerak Integritas, Unit
Pembangun Integritas, pimpinan satuan kerja dan pimpinan Unit Eselon
I dalam melakukan pembangunan, pembinaan dan evaluasi
WBK/WBBM.
Adapun sasaran penyusunan petunjuk pelaksanaan ini adalah untuk
mempercepat terwujudnya WBK/WBBM di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Pelaksanaan ini meliputi pembangunan Zona
Integritas menuju WBK/WBBM, pembinaan dan evaluasi WBK/WBBM
di Kementerian Kesehatan.
D. Pengertian Umum
Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan :
1. Zona Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada
Kementerian yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat
(komitmen) untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani melalui upaya pencegahan
korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan
publik.
2. Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat WBK adalah
sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi syarat indikator hasil WBK dan memperoleh hasil
penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona Integritas yang telah
memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas
laporan keuangannya.
- 7 -
3. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya disingkat
WBBM adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi syarat indikator hasil WBBM dan
memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona
Integritas yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) dari BPK atas laporan keuangannya.
4. Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum,
melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain
dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian
atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau
immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
5. Unit Kerja adalah Unit/Satuan Kerja di lingkungan Kementerian
serendah-rendahnya Eselon III yang menyelenggarakan fungsi
pelayanan kepada masyarakat.
6. Unit Penggerak Integritas yang selanjutnya disingkat UPI adalah unit
kerja yang ditugasi untuk memberikan dorongan dan dukungan
administratif dan teknis kepada unit kerja dalam melaksanakan
kegiatan pencegahan korupsi.
7. Unit Pembangun Integritas yang selanjutnya disingkat UPbI adalah
unit kerja yang ditugasi untuk mendorong terwujudnya WBK/WBBM
pada masing-masing Satuan Kerja.
8. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
9. Tim Penilai Internal adalah tim yang dibentuk oleh Menteri
Kesehatan yang mempunyai tugas melakukan penilaian unit kerja
dalam rangka memperoleh predikat WBK/WBBM.
10. Tim Penilai Nasional adalah tim yang dibentuk oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang
diberi tugas melakukan penilaian unit kerja dalam rangka
memperoleh predikat WBK/WBBM.
- 8 -
BAB II
PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS
DARI KORUPSI
Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM, merupakan salah satu
upaya pencegahan korupsi sebagaimana telah diamanatkan dalam Inpres
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Pemberantasan Korupsi.
Pembangunan Zona Integritas dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
A. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilaksanakan oleh
pimpinan dan seluruh pegawai Kementerian Kesehatan.
2. Apabila seluruh unsur instansi pemerintah telah menandatangani
Dokumen Pakta Integritas, maka untuk selanjutnya penandatanganan
Dokumen Pakta Integritas dilaksanakan pada saat pelantikan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Pegawai Negeri Sipil (PNS), dalam rangka
promosi dan mutasi kepegawaian.
3. Penandatangan Dokumen Pakta Integritas merupakan salah satu
unsur dari indikator proses dalam penilaian unit kerja berpredikat
WBK.
B. Pencanangan Zona Integritas
Pencanangan Zona Integritas diawali dengan deklarasi/pernyataan
komitmen oleh Menteri disaksikan oleh wakil dari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI)
dan dipublikasikan secara luas.
Publikasi tersebut dilakukan agar semua pihak dapat memantau,
mengawal dan mengawasi, serta berperan serta dalam pelaksanaan
program kegiatan pencegahan korupsi, reformasi birokrasi, dan
peningkatan kualitas pelayanan publik yang telah ditetapkan, dengan
harapan terwujudnya aparat Kementerian yang sungguh-sungguh
berintegritas dan bebas dari korupsi.
- 9 -
C. Proses Pembangunan Zona Integritas
Proses Pembangunan Zona Integritas dilakukan dengan berbagai
kegiatan nyata penerapan program pencegahan korupsi secara terpadu
melalui tahapan sebagai berikut:
1. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas
Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilakukan oleh seluruh
Pejabat dan Pegawai Kementerian Kesehatan dengan mengacu
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta
Integritas di Lingkungan Kementerian.
2. Pemenuhan Kewajiban Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara
Pelaksanaan kewajiban Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) dilakukan oleh satker melalui kegiatan sebagai
berikut:
a. Adanya pelaporan oleh pegawai yang wajib lapor LHKPN
b. Sosialisasi LHKPN kepada pegawai
c. Evaluasi ketepatan waktu penyampaian LHKPN
d. Evaluasi atas kesesuaian format LHKPN dengan substansinya
e. Evaluasi atas pengendalian pemenuhan LHKPN
f. Tindak lanjut atas evaluasi
Pemenuhan kewajiban LHKPN oleh satker mengacu pada Peraturan
Perundang-undangan sebagai berikut:
a. Pasal 2 dan Pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
b. Pasal 13 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi
c. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
d. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/05/M.PAN/04/2006 tentang
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
e. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/16/M.PAN/10/2006 tentang
Tindak Lanjut Penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara
f. Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/01/M.PAN/01/2008 tentang
Peningkatan Ketaatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara Untuk Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
- 10 -
g. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor SE/05/M.PAN-
RB/03/2012 tentang Kewajiban Penyampaian dan Sanksi Atas
Keterlambatan Penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah
3. Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja
Penerapan asas akuntabilitas kinerja dikerjakan oleh satker melalui
pemenuhan asas sebagai berikut :
a. Tujuan dan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) berorientasi hasil
b. Program/kegiatan RPJMD selaras dengan tujuan dan sasaran
c. Indikator kinerja telah memenuhi kriteria SMART
d. Indikator kinerja ditetapkan dengan target
e. Laporan akuntabilitas kinerja digunakan untuk perbaikan
perencanaan,penerapan manajemen kinerja, perbaikan kinerja
dan keberhasilan unit kerja
Pemenuhan penerapan akuntabilitas kinerja oleh satker mengacu
pada Peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
b. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
c. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor KEP/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum
Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
d. Peraturan Menteri Negara PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah
e. Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
4. Pemenuhan Kewajiban Pelaporan Keuangan
Pelaksanaan Kewajiban Pelaporan Keuangan dilakukan oleh satker
melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Ketepatan waktu laporan keuangan
b. Kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP)
c. Evaluasi atas pengendalian penyusunan pelaporan keuangan
d. Tindak lanjut atas evaluasi
- 11 -
e. Hasil audit digunakan sebagai perbaikan
f. Laporan keuangan digunakan sebagai penentuan keputusan
terkait alokasi sumberdaya
Pemenuhan kewajiban pelaporan keuangan oleh satker mengacu pada
peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
c. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan
5. Penerapan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Penerapan Disiplin PNS oleh satker mengacu pada peraturan
perundang-undangan terutama Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Kepala BKN Nomor
21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010.
6. Penerapan Kode Etik Khusus
Penerapan kode etik dilaksanakan unit kerja melalui kegiatan sebagai
berikut:
a. Sosialisasi kode etik di lingkungan satker
b. Kesesuaian materi kode etik dengan ketentuan yang berlaku
c. Kesesuaian materi kode etik dengan karakteristik unit kerja
d. Kode etik yang memuat sanksi
e. Pembentukan majelis kode etik
f. Adanya SOP yang aplikatif
g. Digunakannya kode etik sebagai acuan kerja pegawai
h. Evaluasi atas pengendalian Adanya pelaksanan kode etik
i. Tindak lanjut atas evaluasi.
Penerapan kode etik oleh satker mengacu pada:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 008 Tahun 2012 tentang
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian
Kesehatan.
- 12 -
7. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik
Penerapan Pelayanan Kebijakan Pelayanan Publik oleh satker
mengacu pada:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan
c. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik
8. Penerapan Whistleblower System Tindak Pidana Korupsi
Penerapan Whistleblower System (WBS) oleh satker melalui kegiatan
sebagai berikut :
a. Adanya kegiatan sosialisasi kepada seluruh pegawai
b. Kesuaian sistem perlindungan pelapor dengan peraturan yang
berlaku
c. Adanya unit khusus yang menanganinya
d. Mempunyai mekanisme perlindungan saksi/korban
e. Adanya salaluran yang menggunakan teknologi informasi
f. Evaluasi atas pelaksanaan kegiatan Whistleblower System
g. Tindak lanjut hasil evaluasi
Penerapan WBS dikerjakan satker mengacu pada peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban
b. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi
Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collabolator) di dalam Perkara
Tindak Pidana Tertentu
c. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 08 Tahun 2012 tentang
Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak
Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian
9. Pengendalian Gratifikasi
Kegiatan pengendalian gratifikasi dilaksanakan unit satker melalui
kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan program pengendalian gratifikasi
b. Kegiatan sosialisasi kepada seluruh pegawai
c. Adanya laporan pemberian hadiah ke KPK
d. Adanya Evaluasi pelaksanaan kegiatan
- 13 -
e. Tindak lanjut atas hasil evaluasi
Kegiatan Pengendalian Gratifikasi oleh satker mengacu pada
Peraturan Perundang-undangan yaitu:
a. Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
b. Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
10. Penanganan Benturan Kepentingan
Kegiatan penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) oleh
satker melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut:
a. Adanya pedoman benturan kepentingan
b. Kegiatan sosialisasi pedoman
c. Kesesuaian materi pedoman dengan ketentuan yang ada
d. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan
e. Tindak lanjut atas hasil evaluasi
Penanganan benturan kepentingan mengacu pada peraturan
perundang-undangan, terutama Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan
Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
11. Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan Promosi Anti Korupsi
Kegiatan pendidikan/pembinaan dan promosi anti korupsi
dilaksanakan oleh satuan kerja melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Memiliki program inisiatif anti korupsi
b. Kesesuaian materi program dengan ketentuan yang berlaku
c. Adanya sosialisasi program kepada seluruh pegawai
d. Adanya kegiatan promosi di lingkungan internal dan eksternal
e. Ketepatan waktu momen promosi anti korupsi
f. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan program
g. Tindak lanjut atas evaluasi
Pemenuhan kegiatan tersebut di atas dikerjakan satker mengacu
pada Instruksi Ke-10 dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang mewajibkan
pimpinan Kementerian untuk meningkatkan pembinaan dan
pengawasan dalam rangka meniadakan perilaku koruptif di
lingkungan instansi masing-masing.
- 14 -
12. Pelaksanaan Saran Perbaikan yang Diberikan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan/Komisi Pemberantasan Korupsi/Aparat Pengawas Internal
Pemerintah
Kegiatan ini dikerjakan oleh satker sebagai tindak lanjut atas saran-
saran perbaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan/Komisi
Pemberantasan Korupsi/Aparat Pengawas Internal Pemerintah
(BPK/KPK/APIP) dengan mengacu kepada peraturan perundang-
undangan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah yang mewajibkan APIP
memantau dan mendorong tindak lanjut hasil pengawasan
ekstern dan intern Pemerintah
b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 09
Tahun 2009 tentang Pedoman umum Pelaksanaan Pemantauan,
Evaluasi dan Pelaporan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
Fungsional
c. Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyelesaian Tindak
Lanjut Atas Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang Tidak Dapat
Ditindaklanjuti di Lingkungan Instansi Pemerintah
13. Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas
Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas dikerjakan oleh satker
di lingkungan Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan
peraturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh mantan
pegawai, baik yang berstatus pensiun maupun yang berstatus aktif
dengan tujuan menghindari tindak pidana korupsi.
14. Penerapan Kebijakan Pelaporan Transaksi Keuangan yang Tidak
Sesuai dengan Profil oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan
Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan oleh satker
melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut:
a. Adanya MOU dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK)
b. Sosialisasi kepada seluruh pegawai atas kebijakan pelaporan
transaksi keuangan yang tidak wajar
c. Pelaksanaan pelaporan
d. Evaluasi atas pengendalian pelaporan transaksi keuangan yang
tidak wajar
e. Tindak lanjut atas evaluasi
- 15 -
Pemenuhan kebijakan tersebut oleh satker dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
b. Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Pengawasan Dalam Rangka Mewujudkan Aparatur
Negara yang Berintegritas, Akuntabel, dan Transparan
15. Rekrutmen Secara Terbuka
Pelaksanaan rekrutmen dilakukan oleh satker secara terbuka
dengan mengacu peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002
b. Peraturan Kepala BKN Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002
16. Promosi Jabatan Secara Terbuka
Kegiatan promosi jabatan struktural yang berasal dari lingkungan
internal ataupun eksternal Kementerian Kesehatan dikerjakan oleh
satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999
b. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2002
c. Peraturan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
17. Mekanisme Pengaduan Masyarakat
Kegiatan mekanisme pengaduan masyarakat oleh satker dilakukan
melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut:
a. Adanya pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat
b. Adanya SOP koordinasi penaganan pengaduan
c. Adanya SOP kerahasian identitas pelapor
d. Adanya mekanisme perlindungan saksi dan korban
- 16 -
e. Evaluasi atas pengendalian penangan pengaduan
f. Tindak lanjut atas evaluasi
Pemenuhan mekanisme penanganan pengaduan masyarakat oleh
satker dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
b. Peraturan Menteri Negara PAN Nomor PER/05/M.PAN/4/2009
tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi
Pemerintah
c. Peraturan perundang-undangan lainnya yang sejalan dengan
ketentuan dalam huruf a dan b tersebut di atas
18. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (E-
Procurement)
Kegiatan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-
procurement) dilakukan satker melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Adanya pedoman e- Procurement
b. Sosialisasi kepada seluruh pegawai
c. Kesesuaian materi pedoman dengan peraturan yang berlaku
d. Kerja sama dengan LPSE
e. Penggunaan Teknologi Informasi yang sesuai dengan peraturan
f. Pelaksanaan pengadaan melalui e- procumement
g. Evaluasi atas pengendalian pelaksanaan e-procurement
h. Tindak lanjut atas evaluasi
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh satker dengan mengacu
pada peraturan perundang-undangan terutama Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35
Tahun 2011.
19. Pengukuran Kinerja Individu Sesuai dengan Ketentuan yang Berlaku
Pengukuran kinerja individu dikerjakan oleh satker dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan terutama Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
Sesuai dengan Pasal 33 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada
tanggal 1 Januari 2014.
- 17 -
20. Keterbukaan Informasi Publik
Pemenuhan penerapan keterbukaan informasi publik oleh satker
melalui pemenuhan kegiatan sebagai berikut:
a. Sosialisasi kebijakan kepada seluruh pegawai
b. Kesesuaian materi kebijakan dengan peraturan yang berlaku
c. Pelaksanaan pengumuman informasi kepada publik kepada
pihak yang berkepentingan secara berkala
d. Evaluasi atas pengendalian pelayanan informasi publik
e. Tindak lanjut atas evaluasi
Pemenuhan kebijakan oleh satker dengan mengacu terutama
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
Peran Unit Penggerak Integritas (UPI) dan Unit Pembangunan
Integritas (UPbI) dalam Pembangunan Zona Integritas
Tugas UPI secara ex-officio dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan. Peran Unit Penggerak Integritas
(Inspektorat Jenderal) mendorong satker WBK/WBBM melalui
kegiatan pendampingan, sosialisasi, pelatihan, coaching, fasilitasi
atau bentuk-bentuk bimbingan teknis lainnya. Dengan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Apabila diperlukan, UPI dapat
meminta bantuan pendampingan kepada instansi terkait, misalnya
KPK, ORI, Kementerian PAN dan RB, BPK, BPKP, BKN, dan LKPP
dalam proses pembinaan dan penegakan integritas.
Dalam mendukung kelancaran pembangunan Zona Integritas
menuju WBK/WBBM maka dibentuk satuan tugas pembangun
integritas (UPbI) pada unit Eselon-1 dan Satker dengan tugas
melakukan sosialisasi/kampanye dalam rangka memberikan
motivasi dan mengoordinasikan gerakan budaya anti korupsi. UPbI
terdiri dari Sekretariat dan Unit Kerja/Satuan Kerja di luar
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Satuan unit Pembangun Integritas bertanggung jawab langsung
kepada Pimpinan Satuan Kerja dan menyampaikan laporan kegiatan
secara berkala kepada pimpinan Eselon I terkait dan bekerja sama
dengan UPI.
- 18 -
BAB III
PENILAIAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA BERPREDIKAT
WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI
Penilaian satker yang berpredikat WBK pada Kementerian Kesehatan
dilakukan oleh Tim Penilai Internal yang dibentuk oleh Menteri
Kesehatan. Penilaian tersebut dilakukan menggunakan indikator proses
dan indikator hasil, pada tingkat Kementerian dan Satker. Proses
penilaian Satker WBK dimulai dengan identifikasi calon satker WBK oleh
pimpinan unit Eselon-1 dengan mengunakan kriteria sebagai berikut:
Opini laporan keuangan oleh BPK RI serendah-rendahnya Wajar
Dengan Pengecualian (WDP).
Unit kerja yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Calon WBK
adalah unit kerja setingkat eselon I, eselon II, atau unit kerja setingkat
eselon III yang memiliki peran penting/strategis dalam
penyelenggaraan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Peran
penting/strategis tersebut tercermin dari: (1) jumlah aset/anggaran
yang dikelola relatif besar; dan (2) produk yang dihasilkan berperan
besar terhadap kepentingan masyarakat.
A. Identifikasi dan Pengusulan Calon Wilayah Bebas dari Korupsi
Dalam rangka penentuan satker yang akan diusulkan menjadi WBK
terlebih dahulu Eselon-1 melakukan pemilihan satker yang berkinerja
baik untuk diusulkan menjadi WBK.
Adapun tahapan yang perlu dibangun untuk pemenuhan indikator
WBK adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Unit Kerja yang Berpotensi Sebagai WBK
Setelah Eselon-1 memilih satker yang berkinerja baik, UPI
melakukan pembinaan dalam waktu yang memadai terhadap unit
kerja yang yang di usulkan oleh Eselon-1 untuk menjadi WBK.
2. Penilaian Indikator WBK
Selanjutnya dilakukan penilaian (self assessment) oleh Tim Penilai
Internal. Penilaian dilakukan terhadap capaian indikator proses
dan indikator hasil. Penilaian terhadap unit kerja yang akan
diusulkan untuk mendapat predikat WBK menggunakan indikator
proses dan indikator hasil dilakukan berdasarkan data selama dua
tahun anggaran terakhir.
- 19 -
a. Penilaian Indikator Proses
Indikator Proses adalah indikator yang digunakan untuk
mengukur tingkat penerapan 20 kegiatan dalam rangka
pencegahan korupsi. Penilaian secara self assessment terhadap
indikator proses dilakukan oleh Tim Penilai Internal dengan
menggunakan template kertas kerja evaluasi Lampiran 3 dan
Lampiran 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Rincian bobot
indikator proses pada 20 kegiatan tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian Bobot Indikator Proses Sebagai Syarat Penilaian
Unit Kerja Berpredikat WBK.
NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT (%)
1 Penandatanganan Dokumen Pakta
Integritas
5
2 Pemenuhan Kewajiban LHKPN 6
3 Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja 6
4 Pemenuhan Kewajiban Laporan Keuangan 5
5 Penerapan Kebijakan Disiplin PNS*) 5
6 Penerapan Kode Etik Khusus 4
7 Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik*) 6
8 Penerapan Whistleblower System Tindak
Pidana Korupsi
6
9 Pengendalian Gratifikasi 6
10 Penanganan Benturan Kepentingan
(Conflicts of Interest)
6
11 Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan
Promosi Anti Korupsi
6
12 Pelaksanaan saran perbaikan yang
diberikan oleh BPK/KPK/APIP
5
13 Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna
Tugas*)
4
14 Penerapan Kebijakan Pelaporan Transaksi
Keuangan yang Tidak Sesuai dengan Profil
oleh PPATK
6
15 Promosi Jabatan Secara Terbuka*) 3
16 Rekrutmen Secara Terbuka 3
- 20 -
NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT (%)
17 Mekanisme Pengaduan Masyarakat 6
18 E-Procurement 6
19 Pengukuran Kinerja Individu *) 3
20 Keterbukaan Informasi Publik 3
b. Penilaian Indikator Hasil
Assesment terhadap indikator hasil dilakukan oleh Tim Penilai
Nasional terhadap hasil self assesment yang dilakukan oleh Tim
Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja berpredikat
WBK dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi, sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman. Rincian bobot
indikator hasil tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan
Unit Kerja Berpredikat WBK.
NO UNSUR INDIKATOR
HASIL
NILAI KETERANGAN
1 Nilai indeks integritas*) ≥7,0 Skala 0-10
Berdasarkan instrumen
KPK
2 Penilaian Kinerja Unit
Pelayanan Publik
≥550 Skala 0-1000
Berdasarkan PermenPAN
dan RB Nomor 38 Tahun
2012
3 Persentase kerugian
negara (KN) yang
belum diselesaikan (%)
0% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP, BPK atau
Keputusan Aparat
Penegak Hukum (APH)
4 Persentase maksimum
temuan in-efektif (%
anggaran)
3% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP dan BPK
5 Persentase maksimum
temuan in-efisien (%
anggaran)
5% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP dan BPK
6 Persentase maksimum
jumlah pegawai yang
dijatuhi hukuman
disiplin karena
1% Dalam 2 tahun terakhir
0% jika jumlah pegawai
<100 orang; ≤1% jika
jumlah pegawai ≥100
- 21 -
NO UNSUR INDIKATOR
HASIL
NILAI KETERANGAN
penyalahgunaan
keuangan
orang
7 Persentase pengaduan
masyarakat yang
belum ditindaklanjuti
**)
5% Pengaduan yang telah
>60 hari
8 Persentase pegawai
yang melakukan
tindak pidana korupsi
0% Dalam 2 tahun terakhir
berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan
hukum tetap
*) Penerapan menunggu persetujuan dari KPK.
**) Khusus masalah maladministrasi yang menjadi tanggung
jawab pimpinan unit kerja
3. Review
Sebelum Tim Penilai Internal menyampaikan hasil penilaian secara
self assessment kepada Menteri, untuk memperoleh keyakinan bahwa
proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal
telah sesuai ketentuan dan pedoman, dilakukan review oleh Tim
Penilai Nasional dengan menelaah bukti-bukti self assessment, tanpa
menilai kebenaran material hasil self assessment. Untuk itu, Menteri
terlebih dahulu menyampaikan permohonan review kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas hasil
self assessment yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal.
B. Penetapan dan Penghargaan Satuan Kerja Berpredikat Wilayah Bebas
dari Korupsi
Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penilai Internal, Menteri dapat
menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK.
Penetapan unit kerja berpredikat WBK dituangkan dalam Keputusan
Menteri, disertai pemberian piagam/piala/trophy, dan bentuk
penghargaan lainnya.
Penetapan predikat WBK dan penyerahan piagam/piala/trophy, atau
penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti
Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau
pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia. Penetapan
- 22 -
predikat WBK berlaku sesuai yang tertera dalam Surat Keputusan
Kesehatan, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya
terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat
dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi.
- 23 -
BAB IV
PENILAIAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA BERPREDIKAT WILAYAH
BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
Penilaian satker yang berpredikat WBBM hanya diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi syarat indikator WBBM dan memperoleh hasil
penilaian indikator proses di atas 75 pada Zona Integritas yang telah
memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan
keuangannya.
A. Pengusulan Calon Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
Menteri Kesehatan mengusulkan unit kerja yang berpredikat WBK
untuk diikutsertakan dalam penilaian guna memperoleh predikat
WBBM, dengan ketentuan:
1. Unit kerja yang diusulkan tidak lebih dari dua unit kerja.
2. Usulan harus ditandatangani oleh Menteri dalam sampul tertutup
dan bersifat rahasia, disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
3. Usulan dilampiri dengan hasil self assessment oleh Tim Penilai
Internal.
4. Jumlah unit kerja yang dinilai oleh Tim Penilai Nasional merupakan
kewenangan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
5. Usulan paling lambat diterima oleh Menteri pada tanggal 30 Agustus
setiap tahunnya. Khusus untuk tahun 2012 paling lambat 31
Oktober 2012.
B. Evaluasi
Tim Penilai Nasional melakukan penilaian melalui evaluasi atas
kebenaran material hasil self assessment yang dilaksanakan oleh Tim
Penilai Internal, termasuk hasil self assessment tentang capaian
indikator hasil WBBM berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Selain itu Tim Penilai Nasional
juga melakukan evaluasi atas data dan informasi lainnya yang
berkembang setelah dilaksanakannnya self assessment sampai dengan
saat penilaian.
- 24 -
C. Penilaian Indikator Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
1. Penilaian Indikator Proses
Assessment terhadap indikator proses dilaksanakan oleh Tim Penilai
Nasional melalui evaluasi atas hasil self assesment yang dilakukan
oleh Tim Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja
berpredikat WBK dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4 Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
Metode penilaian indikator proses WBBM sama dengan metode
penilaian indikator proses WBK.
2. Penilaian Indikator Hasil
Assessment terhadap indikator hasil dilakukan oleh Tim Penilai
Nasional terhadap hasil self assesment yang dilakukan oleh Tim
Penilai Internal dalam rangka penetapan unit kerja berpredikat WBK
dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi, sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Pedoman. Rincian bobot indikator hasil
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan
Unit Kerja Berpredikat WBBM
NO UNSUR INDIKATOR
HASIL
NILAI KETERANGAN
1 Nilai indeks integritas*) ≥7,5 Skala 0-10
instrumen KPK
2 Penilaian Kinerja Unit
Pelayanan Publik
≥750 Skala 0-1000
Berdasarkan PermenPAN
dan RB Nomor 38 Tahun
2012
3 Persentase kerugian
negara (KN) yang belum
diselesaikan (%)
0% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP, BPK atau
Keputusan Aparat
Penegak Hukum (APH)
- 25 -
NO UNSUR INDIKATOR
HASIL
NILAI KETERANGAN
4 Jumlah maksimum
temuan in-efektif
berdasarkan penilaian
APIP (% anggaran)
2% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP dan BPK
5 Jumlah maksimum
temuan in-efisien
berdasarkan penilaian
APIP (% anggaran)
3% Dalam 2 tahun terakhir
Berdasarkan penilaian
APIP dan BPK
6 Persentase maksimum
jumlah pegawai yang
dijatuhi hukuman
disiplin karena
penyalahgunaan
keuangan
0% Dalam 2 tahun terakhir
0% jika jumlah pegawai
<100 orang; ≤1% jika
jumlah pegawai ≥100
orang
7 Persentase pengaduan
masyarakat yang belum
ditindaklanjuti **)
0% Pengaduan yang telah
>60 hari
8 Persentase jumlah
pegawai yang dijatuhi
hukuman karena tindak
pidana korupsi
0% Dalam 2 tahun terakhir
berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan
hukum tetap
*) Penerapan menunggu persetujuan dari KPK.
**) Khusus masalah maladministrasi yang menjadi tanggung jawab
pimpinan unit kerja.
D. Penetapan dan Penghargaan Satuan Kerja Berpredikat Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani
Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penilai Nasional, Menteri dapat
memutuskan untuk menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja
berpredikat WBBM. Penetapan unit kerja berpredikat WBBM dituangkan
dalam Keputusan Menteri, disertai pemberian piagam/piala/trophy, dan
bentuk penghargaan lainnya. Penetapan predikat WBBM berlaku sesuai
yang tertera dalam Keputusan Menteri, dan dapat dicabut apabila
ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang
mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari
korupsi dan/atau indikator kinerja pelayanan.
- 26 -
Penetapan predikat WBBM dan penyerahan piagam/piala/trophy, atau
penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti
Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau
pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.
- 27 -
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Guna menjaga terpeliharanya predikat WBK/WBBM, maka perlu dilakukan
pembinaan dan pengawasan yang efektif.
A. Pembinaan
Pembinaan terhadap unit kerja/pegawai dan dilakukan secara
institusional. Alat UPI dan UPbI dengan cara memberikan asistensi
perbaikan sistem dan prosedur, pemberian fasilitas dan anggaran
kedinasan, pelatihan teknis, perbaikan kesejahteraan, kenaikan pangkat
istimewa atau kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mempersempit
peluang/kesempatan melakukan korupsi. Selain itu juga dilakukan
pembinaan karakter pegawai melalui pelatihan anti korupsi atau
pembentukan integritas, pendekatan spiritual/keagamaan untuk
memperbaiki atau meluruskan niat, sehingga memiliki kemauan dan
kemampuan untuk meninggalkan sikap dan perbuatan koruptif serta
perbuatan yang melanggar hukum lainnya.
Pembinaan dilaksanakan tidak hanya untuk
memelihara/mempertahankan predikat WBK/WBBM yang diperoleh,
melainkan juga untuk menuju tercapainya predikat WBK/WBBM.
B. Pengawasan
Pada tingkat nasional, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi membentuk Tim Pemantau Independen
Nasional dengan tugas melakukan pemantauan terhadap unit kerja
berpredikat WBK/WBBM baik secara proaktif maupun berdasarkan
laporan-laporan dari masyarakat atau Forum Pemantau Independen di
tingkat instansi pemerintah. Selain itu, Tim Pemantau Independen
Nasional juga dapat mencabut/merubah status WBK/WBBM, jika
ternyata syarat-syarat penilaian WBK/WBBM tidak dapat
dipertahankan.
- 28 -
BAB VI
PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Membangun Zona Integritas Menuju WBK/WBBM
ini disusun untuk dijadikan sebagai acuan pembangunan perangkat Zona
Integritas di Kementerian Kesehatan. Petunjuk Pelaksanaan ini bersifat
dinamis, dapat disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan
dengan perkembangan lingkungan strategis maupun masukan-masukan
dari pemangku kepentingan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI