perbandingan hukum jabatan notaris di...
TRANSCRIPT
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
49
PERBANDINGAN HUKUM JABATAN NOTARIS DI INDONESIA DAN
DI NEGARA BELANDA
Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum Jabatan
Notaris dalam perspektif pengawasan jabatan notaris di Indonesia untuk
dibandingkan dengan pengaturan hukum pengawasan Jabatan di Belanda. Ada
satu hal fenomenal yang ditemukan dalam penelitian ini, dengan adanya satu
badan hukum eksternal yang melakukan pengawasan secara terpadu di Negara
Belanda. Badan tersebut adalah Bureau Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan
Keuangan) yang merupakan regulator integral dan tidak hanya akan mengawasi
keuangan, tetapi juga kualitas dan integritas. Selain melakukan pengawasan
kantor BFT juga juga masih berhubungan dengan Koninklijke Notariële
Beroepsorganisatie – KNB organisasi notaris di Negara Belanda. Dengan
kemitraan antara BFT dan KNB akan memperkuat bentuk pengawasan satu sama
lain,. KNB dan BFT memiliki prinsip yang sama yaitu untuk menjadikan profesi
notaris sebagai profesi yang terhormat, jujur dan dapat diandalkan.
Dengan melakukan perbandingan pengaturan hukum pengawasan jabatan
notaris di Indonesia dan di Belanda diharapkan dapat diketahui bagaimana
perkembangan hukum jabatan notaris di Belanda dan di Indonesia pada saat
sekarang, sehingga dapat dianalisis hal-hal yang lebih baik pengaturan hukumnya
dan dapat menjadi dasar pemikiran untuk perbaikan dan penyempurnaan
pengaturan hukum jabatan notaris di Indonesia dalam perspektif pengawasan
Jabatan notaris.
Kata Kunci : Jabatan Notaris
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan notaris sebagai
pejabat umum pembuat akta otentik
memang semakin dianggap penting
dengan berkembangnya bidang
hukum. Oleh karena itu, adanya
suatu wadah perkumpulan bagi
notaris diharapkan membawa
perkembangan-perkembangan yang
positif dalam pelaksanaan jabatan
notaris di Indonesia. Peraturan
terakhir tentang jabatan notaris, yaitu
Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, telah
mengatur beberapa ketentuan
mengenai organisasi notaris.
Ketentuan-ketentuan mengenai
organisasi notaris dalam undang-
undang tersebut diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan para notaris
untuk berkumpul dalam jabatan
mereka sebagai notaris dan lebih dari
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
51
itu, organisasi notaris sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang
tersebut diharapkan dapat
mengangkat citra jabatan notaris
menjadi lebih baik.
Jabatan yang diemban
Notaris adalah suatu jabatan
kepercayaan yang diberikan oleh
undang-undang dan masyarakat,
untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk
melaksanakan kepercayaan yang
diberikan kepadanya dengan selalu
menjunjung tinggi etika hukum dan
martabat serta keluhuran jabatannya,
sebab apabila hal tersebut diabaikan
oleh seorang Notaris maka akan
berbahaya bagi masyarakat umum
yang dilayaninya.
Dalam menjalankan
jabatannya, seorang Notaris tidak
cukup hanya memiliki keahlian
hukum tetapi juga harus dilandasi
tanggung jawab dan penghayatan
terhadap keluhuran martabat dan
etika. Peranan dan kewenangan
Notaris sangat penting bagi lalu
lintas hukum di masyarakat, oleh
karena itu Notaris harus dapat
menjalankan profesinya secara
profesional, berdedikasi tinggi serta
selalu menjunjung harkat dan
martabatnya dengan menegakkan
kode etik Notaris.
Kode Etik Notaris akan tetapi
juga untuk tujuan yang lebih luas,
yaitu agar para Notaris dalam
menjalankan tugas persyaratan-
persyaratan ditetapkan oleh undang
undang, demi pengamanan atas
kepentingan masyarakat yang
dilayaninya.
Diadakannya pengawasan
terhadap para Notaris adalah sangat
beralasan, mengingat bahwa Notaris
menjalankan suatu fungsi sosial yang
sangat penting, meliputi bidang yang
sangat luas. Sebagaimana telah diatur
dalam UUJN, selain membuat akta-
akta otentik, Notaris juga ditugaskan
untuk melakukan pendaftaran dan
mensahkan surat-surat atau akta-akta
yang dibuat di bawah tangan. Notaris
juga memberikan penyuluhan hukum
dan penjelasan mengenai undang-
undang kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Notaris sebagai pejabat
umum harus senantiasa menyadari
bahwa ia diangkat oleh penguasa
bukan hanya untuk kepentingannya
sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan masyarakat. Oleh sebab
itu, undang undang memberikan
kepada Notaris suatu kepercayaan
yang besar dan sejalan dengan itu,
Notaris harus pula menyadari bahwa
setiap pemberian kepercayaan
kepada seseorang meletakkan
tanggung jawab di atas bahunya,
baik berdasarkan hukum, moral
maupun etika.
Notaris yang tidak
bertanggung jawab dan tidak
menjunjung tinggi hukum dan
martabat serta keluhuran jabatannya
adalah berbahaya, tidak hanya bagi
individu tetapi juga bagi masyarakat
yang dilayaninya.
Selain dari adanya tanggung
jawab dan etika profesi yang tinggi,
juga adanya integritas dan moralitas
yang baik, hal ini merupakan
persyaratan yang harus dimiliki oleh
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
52
setiap Notaris. Apabila Notaris
memenuhi persyaratan-persyaratan
di atas, maka dapat diharapkan
Notaris akan melakukan tugasnya
dengan baik, sesuai dengan tuntutan
hukum dan kepentingan masyarakat.
Namun pada saat ini di
Indonesia terdapat beberapa
organisasi notaris, pertama INI
(Ikatan Notaris Indonesia) sebagai
organisasi notaris yang diakui oleh
pemerintah. Selain itu, ada pula
Himpunan Notaris Indonesia (HNI),
Asosiasi Notaris Indonesia (ANI),
dan Organisasi Perhimpunan Notaris
untuk Reformasi. Hal ini terjadi
karena memang di dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris maupun
Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor: 009-
014/PUU-III/2005i
tidak
menyebutkan secara tegas bahwa
satu-satunya organisasi jabatan untuk
mereka yang memangku jabatan
notaris adalah INI(Ikatan Notaris
Indonesia).
Dengan melakukan
perbandingan dengan hukum jabatan
notaris di Belanda diharapkan agar
dapat diketahui bagaimana
perkembangan hukum jabatan notaris
di Belanda dan di Indonesia pada
saat sekarang, sehingga dapat
dianalisa hal-hal yang dapat menjadi
dasar pemikiran untuk perbaikan dan
penyempurnaan pengaturan
mengenai hukum jabatan notaris di
Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada pemaparan
latar belakang masalah tersebut di
atas, maka pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam tulisan ini dapat
diidentifikasikan dalam suatu
rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan mengenai
hukum Jabatan Notaris di
Indonesia dan di Negara Belanda
2. Bagaimana implementasi
mengenai hukum Jabatan Notaris
di Indonesia dan di Negara
Belanda
C. Kerangka Teori
Terdapat berbagai istilah
dalam perbandingan hukum
perbandingan hukum yaitu :
1. Comparative Law
2. Foreign Law
3. Comparative Jurisprudence
Dengan demikian, pertama,
perbandingan hukum merupakan
sejarah hukum (legal history) yang
berkenaan dengan hubungan antara
sistem-sistem. Tetapi, tidak dapat
dikatakan bahwa perbandingan
hukum secara sederhana sebagai
cabang dari sejarah hukum. Kedua,
perbandingan hukum berkenaan
dengan sifat hukum, khususnya
tentang sifat pembangunan hukum
(legal development).
Applied Theory dalam
penelitian ini memakai konsep
hukum dalam pembangunan yang
dikemukakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja. Secara substansial,
di dalam negara hukum ada dua hal
yang pokok, yaitu: pertama, adanya
pembatasan kekuasaan negara
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
53
terhadap perseorangan, negara tidak
maha kuasa, negara tidak dapat
bertindak sewenang-wenang.
Tindakan-tindakan negara terhadap
warga negaranya dibatasi oleh
hukum. Dengan kata lain, kekuasaan
tunduk kepada hukum. Kedua, tidak
boleh pembatasan kekuasaan negara
terhadap perseorangan ini menjadi
sedemikian rupa, sehingga
pemerintah terganggu dalam
melaksanakan tugasnya.
Pendapat di atas dapat dimaknai
bahwa di dalam negara hukum,
perlindungan hukum tidak hanya
semata-mata untuk kepentingan
penduduk dan warga negara, tetapi
juga memberikan perlindungan
sekaligus memberikan legitimasi
kepada pemerintah untuk bertindak
tegas dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, agar pemerintah tidak
dirugikan dan tidak takut untuk
mengambil tindakan terhadap siapa
pun yang mencoba dan melakukan
perbuatan yang melanggar hukum.
Secara fungsional, sistem
penegakan hukum merupakan suatu
sistem aksi yang diwujudkan dalam
suatu Sistem Peradilan Pidana. Ada
sekian banyak aktivitas yang
dilakukan oleh alat perlengkapan
negara dalam penegakan hukum.
Alat atau instrumen penegak hukum
itu secara sempit biasanya hanyalah
badan-badan yang mempunyai
wewenang kepolisian dan kejaksaan.
Akan tetapi, kalau penegakan hukum
itu diartikan secara luas, maka
penegakan hukum itu juga menjadi
tugas dari pembentuk undang-
undang, hakim, instansi
pemerintahan (bestuur), termasuk
aparatur eksekusi pidana.
Oleh karena itu, dapat
dipahami jika ada yang berpendapat
bahwa penegakan hukum itu
merupakan bidang yang sangat luas,
sebab tidak hanya tindakan yang
bersifat kuratif dan represif, tetapi
juga tindakan preventif. Dalam arti
luas, tindakan preventif melibatkan
banyak pihak atau badan antara lain
pembentuk undang-undang, polisi,
kejaksaan, pengadilan, pamong praja
dan aparatur eksekusi pidana serta
masyarakat secara umum.
Walaupun hukum dalam arti
normatif semakin hari semakin baik,
hal itu tidak ber-
arti bahwa tujuan dari hukum, yaitu
tercapainya keadilan dan kepastian
hukum, semakin hari semakin baik.
Teori kebijakan hukum
berawal dari landasan pembangunan
hukum nasional sebagai salah satu
strategi pembangunan nasiona.
Fungsi dan peranan hukumdalam
pembangunan merupakan penentu
arah kebijakan pembangunan di
bidang hukum. Fungsi hukum yang
utama sebagai sarana rekayasa sosial
(a tool of social engineering) adalah
membawa perubahan mendasar sikap
masyarakat dalam setiap gerak
pembangunan nasional.
Fungsi dan peranan hukum
dalam model hukum pembangunan
kurang dipahami sebagai pembawa
perubahan sikap (attitude)
penyelenggara negara, melainkan
dipahami sebagai sarana (a tool)
semata-mata untuk mengubah sikap
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
54
masyarakat. Dengan kata lain,
hukum dipahami hanya sebagai
sarana untuk mengubah sikap
masyarakat dan tidak dipahami
sebagai sarana untuk mengubah
perilaku penyelenggara negara ke
arah yang lebih baik dari
sebelumnya.
Namun, menurut Mochtar
Kusumaatmadja, konsep Roscoe
Pound justru cocok untuk negara
maju maupun negara berkembang
yang bergerak dari kondisi agraris
menuju industri seperti Indonesia.
Dalam hal ini, hukum (undang-
undang) mengubah alam pemikiran
masyarakat tradisional ke pemikiran
modern.
Asumsi dasarnya adalah
bahwa hukum itu tidak boleh
ketinggalan dengan proses
perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat, termasuk pembangunan..
Mochtar Kusumaatmadja juga
berpendapat bahwa kelemahan teori
hukum dari ajaran Von Savigny
tentang mazab sejarah maupun aliran
sociological jurisprudence adalah
bahwa masing-masing aliran tersebut
tidak dapat menerangkan secara
memuaskan apa yang dimaksudkan
dengan volksgeist atau nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat. Di
Indonesia, pelbagai upaya
pengungkapan apa yang hidup dalam
kesadaran hukum masyarakat telah
diberi tempat yang layak, yaitu
konsepsi hukum sebagai alat atau
sarana pembaharuan masyarakat.
Strategi pembangunan hukurn
nasional harus mernpertimbangkan 5
(lima) faktor, yaitu ratio biaya dan
efisiensi, kepentingan
lintas sektoral, dan kontrol kualitas,
dapat dipertanggungjawabkan dan
standardisasi analisis dan evaluasi
peraturan perundang-undangan.
Strategi pembangunan hukum yang
hanya dilandaskan kepada
kepentingan sektoral harus diubah
dengan mengutamakan kepentingan
keterkaitan antarsektoral sehingga
tidakmenimbulkan tumpang tindih
wewenang antara instansi yang
saling berkaitan satu sama lain.
Penetapan cost and efficiency
yang ketat akan dapat mencegah
lahirnya produk perundang-
undangan yang benar-benar
diperlukan untuk memperkuat
pembangunan nasional dan yang
lebih rnengutamakan kualitas produk
perundang-undangan yang rnernadai.
Kedua faktor tersebut diperkuat
dengan kontrol kualitas yang
komprehensif serta analisis dan
evaluasi peraturan perundang-
undangan yang terstandardisasi
dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan, diharapkan
dapat menghasilkan perencanaan
pernbangunan hukum dan penegakan
hukurn yang dapat mendukung
pembangunan nasional dalam bidang
lainnya.
D. Metode Penelitian
1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam
penelitian ini adalah perundang-
undangan yang berkaitan dengan
hukum jabatan notaris di negera
Belanda dan hukum jabatan notaris
di Indonesia.
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
55
2. Teknik Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumen terhadap data-
data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini. Dengannya, dapat
memudahkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data-
data yang digunakan dianalisis
berdasarkan metode analisis data
kualitatif, yang mana adalah analisis
data dengan pemaknaan sendiri oleh
peneliti terhadap data-data yang
dikumpulkan untuk penelitian.
HASIL PENELITIAN
A. Pengawasan Jabatan Notaris di
Indonesia
1. Majelis Pengawas
Dengan berlakunya Undang-
Undang Jabatan Notaris, pengawasan
Notaris dilakukan oleh Menteri yang
kemudian membentuk Majelis
Pengawas yang terdiri atas unsur
pemerintah, organisasi Notaris dan
ahli akademisi masing-masing
sebanyak 3 (tiga) orang. Adapun
susunan anggota Majelis Pengawas
Notaris tersebut, sebagaimana diatur
dalam Pasal 67 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004
adalah sebagai berikut :
1. Birokasi Pemerintah sebanyak 3 (
tiga ) orang;
2. Organisasi Notaris sebanyak 3 (
tiga ) orang;
3. Akademisi sebanyak 3 (tiga) orang
;
2. Dewan Kehormatan
Dewan Kehormatan
merupakan alat perlengkapan
perkumpulan yang terdiri dari
beberapa orang anggota yang dipilih
dari anggota biasa dan werda
Notaris, yang berdedikasi tinggi dan
loyal terhadap perkumpulan,
berkepribadian baik, arif dan
bijaksana, sehingga dapat menjadi
panutan bagi anggota dan diangkat
oleh kongres untuk masa jabatan
yang sama dengan masa jabatan
kepengurusan. Dewan Kehormatan
berwenang melakukan pemeriksaan
atas pelanggaran terhadap Kode Etik
dan menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarannya sesuai dengan
kewenangannya dan bertugas untuk:
a. melakukan pembinaan, bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung tinggi Kode
Etik;
b. memeriksa dan mengambil
keputusan atas dugaan
pelanggaran ketentuan Kode Etik
yang bersifat internal atau yang
tidak mempunyai masyarakat
secara langsung;
c. memberikan saran dan pendapat
kepada majelis pengawas atas
dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Jabatan Notaris.
Pengawasanan atas pelaksaanaan
Kode Etik dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Pada tingkat pertama oleh
Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia dan Dewan Kehormatan
Daerah;
b. Pada tingkat banding oleh
Pengurus Wilayah Ikatan Notaris
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
56
Indonesia dan Dewan Kehormatan
Wilayah;
c. Pada tingkat terakhir oleh
Pengurus Pusat Ikatan Notaris
Indonesia dan Dewan Kehormatan
Pusat.
Dewan Kehormatan Daerah terdiri
dari 3 (tiga) orang anggota
diantaranya, seorang Ketua, seorang
Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris.
Yang dapat diangkat menjadi
anggota Dewan Kehormatan Daerah
adalah anggota biasa yang telah
menjabat sebagai Notaris sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun dan
anggota luar biasa (mantan Notaris),
yang senantiasa mentaati peraturan
perkumpulan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal
serta mempunyai rasa kepedulian
yang tinggi kepada konferensi daerah
dapat menentukan lain, terutama
mengenai komposisi Notaris dan
mantan Notaris.
3. Permasalahan Pelaksanaan
Pengawasan Notaris
3.1. Majelis Pengawas Tidak
Berwenang Menjadi Pelapor
Tindak Pidana
Mengenai kewenangan
Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah,
dan Pusat ) ini, ada satu kewenangan
Majelis Pengawas yang perlu untuk
diluruskan sesuai aturan hukum yang
berlaku, yaitu atas laporan Majelis
Pemeriksa jika menemukan suatu
tindak pidana dalam melakukan
pemeriksaan terhadap notaris, maka
majelis pengawas akan
melaporkannya kepada pihak yang
berwenang. Substansi Pasal ini telah
menempatkan Majelis Pengawas
Notaris sebagai pelapor tindak
pidana.
Menurut Pasal 1 angka 24
Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) bahwa laporan
adalah pemberitahuan yang
disampaikan oleh seseorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat
berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana. Berdasarkan isi Pasal
tersebut, bahwa syarat untuk menjadi
pelapor, yaitu :
1) Seorang ( satu orang /
perseorangan); dan
2) Ada hak dan kewajiban
berdasarkan undang-undang.
Majelis Pengawas merupakan suatu
badan dengan parameter seperti ini
dikaitkan dengan Pasal 1 angka 24
KUHAP, bahwa yang dapat menjadi
pelapor adalah subjek hukum berupa
orang, bukan majelis atau badan .
Berkaitan pula dengan keputusan
Menteri Kehakiman Nomor
M.01.PW.07.03. Tahun 1982 tentang
Pedoman Pelaksanaan KUHAP,
dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 1
dan Pasal 7 ayat (1) disebutkan
bahwa, penyidik dan penyelidik
berkewajiban mempunyai wewenang
menerima laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak
pidana. Substansi Pasal ini
menegaskan bahwa penyelidik atau
penyidik hanya menerima pengaduan
atau laporan dari orang. Dengan
demikian tidak tepat Majelis
Pengawas bertindak sebagai pelapor
tindak pidana, karena Majelis
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
57
Pengawas bukan subjek Hukum
berupa orang. Ketentuan Pasal 1
angka 24 KUHAP menentukan
bahwa hak atau kewajiban
melaporkan suatu tindak pidana
harus berdasarkan undang-undang,
maka dengan demikian Majelis
Pengawas tidak mempunyai hak dan
kewajiban sebagai pelapor
berdasarkan undang-undang. Pelapor
harus subjek hukum orang atau
perorangan, bukan badan, majelis
atau lembaga. Karena terjadi
ketidaksinkronan secara vertical
antara Pasal 1 angka 24 KUHAP
dengan Pasal 32 ayat 1 dan 2
Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, maka
kemudian Pasal 32 ayat 1 dan 2
Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, tidak
berlaku.
3.2. Majelis Pengawas Sebagai
Badan atau Jabatan Tata Usaha
Negara
Pada dasarnya pengawasan
terhadap Notaris dilakukan oleh
Menteri (Pasal 67 ayat (1) UUJN)
dan dalam pelaksanaannya dilakukan
oleh Majelis Pengawas yang
dibentuk oleh Menteri (Pasal 67 ayat
(2) UUJN). Menempatkan
kedudukan Majelis Pengawas yang
melaksanakan tugas pengawasan dari
Menteri dapat dianggap sebagai
menerima tugas dari Menteri (secara
atributif) sebagai pihak yang
mempunyai urusan pemerintahan.
Dengan demikian perlu dikaji
kedudukan Majelis Pengawas yang
secara fungsional (dalam fungsinya)
telah melakukan urusan
pemerintahan. Mengenai kedudukan
Majelis Pengawas tersebut dapatkah
dikategorikan sebagai Badan atau
Jabatan Tata Usaha Negara? Apakah
Keputusan Majelis Pengawas yang
telah menjatuhkan Sanksi
Administratif
telah memenuhi ketentuan sebagai
Keputusan Tata Usaha Negara ?.
Majelis Pengawas dalam
menjalankan kewenangannya
mengeluarkan putusan yang
ditujukan kepada Notaris, baik
putusan menjatuhkan sanksi
administratif ataupun putusan
mengusulkan untuk memberikan
sanksi-sanksi tetentu dari MPW
kepada MPP ataupun MPP kepada
Menteri.
Pada dasarnya yang
mempunyai wewenang melakukan
pengawasan dan pemeriksaan
terhadap Notaris adalah Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
dalam pelaksanaannya Menteri
membentuk Majelis Pengawas
Notaris. Menteri sebagai kepala
Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia mempunyai tugas
membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan
pemerintah di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
Dengan demikian
kewenangan pengawasan terhadap
Notaris ada pada pemerintah,
sehingga berkaitan dengan cara
pemerintah memperoleh wewenang
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
58
pengawasan tersebut Ada 2 (dua)
cara utama untuk memperoleh
wewenang pemerintah, yaitu
Atribusi dan Delegasi. Mandat juga
ditempatkan sebagai cara tersendiri
untuk memperoleh wewenang,
namun apabila dikaitkan dengan
gugatan ke pengadilan tata usaha
negara, Mandat tidak ditempatkan
secara tersendiri karena penerima
Mandat tidak bisa menjadi tergugat
di pengadilan tata usaha negara.
Berdasarkan pengertian
tersebut di atas, bahwa wewenang
untuk melakukan pengawasan
terhadap Notaris secara atributif ada
pada Menteri sendiri, yang dibuat,
diciptakan dan diperintahkan dalam
undang-undang sebagaimana
tersebut dalam Pasal 67 ayat (1)
UUJN. Kedudukan Menteri sebagai
eksekutif (pemerintah) yang
menjalankan kekuasaan pemerintah
dalam kualifikasi sebagai Badan atau
Jabatan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan Pasal 67 ayat (2)
UUJN Menteri mendelegasikan
wewenang pengawasan tersebut
kepada suatu badan dengan nama
Majelis Pengawas. Majelis Pengawas
menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, adalah
suatu badan yang mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk
melaksanakan pengawasan dan
pembinaan terhadap Notaris.
Dengan demikian Menteri
selaku delegans dan Majelis
Pengawas selaku delegataris. Majelis
Pengawas sebagai delegataris
mempunyai wewenang untuk
mengawasi Notaris sepenuhnya,
tanpa perlu untuk mengembalikan
wewenangnya kepada delegans.
Kedudukan Menteri selaku Badan
atau Jabatan TUN yang
melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku
membawa konsekuensi terhadap
Majelis Pengawas, yaitu Majelis
Pengawas berkedudukan pula
sebagai Badan atau Jabatan TUN,
karena menerima delegasi dari badan
atau Jabatan yang berkedudukan
sebagai Badan atau Jabatan TUN
dengan demikian secara kolegial
Majelis Pengawas sebagai :
a. badan atau Pejabat TUN;
b. melaksanakan urusan
pemerintahan;
c. berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu melakukan
pengawasan terhadap Notaris
sesuai dengan UUJN.
Dalam melakukan
pengawasan, pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi Majelis Pengawas
harus berdasarkan kewenangan yang
telah ditentukan UUJN sebagai
acuan untuk mengambil keputusan,
hal ini perlu dipahami karena
anggota Majelis Pengawas tidak
semua berasal dari Notaris, sehingga
tindakan atau keputusan dari Majelis
Pengawas harus mencerminkan
tindakan suatu Majelis Pengawas
sebagai suatu badan, bukan tindakan
anggota Majelis Pengawas yang
dianggap sebagai tindakan Majelis
Pengawas.
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
59
Dengan demikian jika
Menteri Hukum dan HAM RI yang
secara atribusi mempunyai
kewenangan Pengawasan yang
kemudian didelegasikan kepada
Majelis Pengawas, maka Menteri
telah memberikan kewenangan
kepada Majelis Pengawas Notaris
untuk melakukan wewenangnya.
B. Implementasi Pengawasan
Jabatan Notaris di Negara
Belanda
1. Biro Financieel Toezicht
(Kantor Pengawasan
Keuangan )
Dengan diperkenalkannya
Perubahan UU Notaris baru, maka
sejak 1 Januari 2013 maka
pengawasan seorang notaris menjadi
lebih jelas dan seragam di bawah
BFT.
BFT adalah regulator integral
dan tidak hanya akan mengawasi
keuangan, tetapi juga kualitas dan
integritas. Dalam Undang-Undang
lama, tugas ini sebelumnya berada di
tangan sembilan belas majelis
pengawasan. Dalam menjalankan
peran yang baru ini, BFT akan
menggunakan perhitungan risiko
dalam mengawasi semua kantor
notaris. Selain melakukan
pengawasan kantor BFT juga juga
masih berhubungan dengan peer
review dari KNB. Dengan kemitraan
antara BFT dan KNB akan
memperkuat bentuk pengawasan satu
sama lain, dimana dapat bertukar
data yang akurat dari kecenderungan
umum dalam pelaksanaa tugas
notaris dan bila diperlukan adanya
intervensi khusus kasus tertentu.
KNB dan BFT memiliki prinsip yang
sama yaitu untuk menjadikan profesi
notaris sebagai profesi yang
terhormat, jujur dan dapat
diandalkan.
BFT memiliki wewenang dan
tanggung jawab yang berbeda
dengan KNB, dimana KNB bertugas
menetapkan aturan dan memajukan
kualitas, sedangka BFT mengawasi
kepatuhan (compliance).
Alasan Pengawasan oleh BFT
Pada tahun 1999, kelompok
kerja khusus telah menguji
efektivitas dari pengawasan notaris
profesi. Kelompok kerja
menyimpulkan bahwa ada beberapa
hambatan untuk pengawasan yang
efektif :
- Pengawasan terlalu terpisah-pisah,
tidak ada tempat sentral yang
menyimpan semua informasi.
- Majelis Pengawas terlalu
bergantung pada informasi yang
diberikan oleh otoritas lainnya.
- Pengawasan terlalu terfokus pada
tindakan represi, namun sedikit
perhatian terhadap kegiatan
pencegahan.
- Banyaknya Majelis Pengawas
menyebabkan kurangnya
keseragaman dalam pengawasan.
- Banyaknya otoritas yang
menangani keluhan sehingga tidak
mempunyai keseragaman dalam
putusan.
Kelompok kerja menyarankan untuk
memberlakukan pemeriksaan khusus
untuk profesi notaris. Pengawasan
harus melalui otoritas nasional yang
independen, melakukan fungsi
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
60
pengawasan kualitas hukum dan
integritas profesi notaris. Menteri
Kehakiman dan KNB juga tidak
melihat pengawasan yang terpisah-
pisah sebagai solusi terhadap
masalah-masalah tersebut di atas.
Dalam menanggapi temuan
kelompok kerja ini, mereka
memberikan kewenangan kepada
BFT untuk melakukan pengawasan.
BFT singkatan Biro Financieel
Toezicht ( Kantor Pengawasan
Keuangan ) yang sejak 1 Januari
2013, BFT sudah mulai mengawasi
seluruh sistem jaminan kualitas
secara terintegrasi.
BFT adalah badan pengawas
dan mengawasi kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan oleh petugas
pengadilan dan notaris dan sesuai
dengan Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme ( Prevention )
Act ( dalam bahasa Belanda :
WWFT ) oleh berbagai kelompok
profesional.
Sehingga BFT memberikan
kontribusi dalam kepastian hukum,
perlindungan kepentingan keuangan
kolektif orang-orang profesional,
pengguna jasa, dan integritas sistem
keuangan di Belanda.
Ketika melaksanakan kegiatan
pengawasannya, BFT adalah :
- Independen
- Transparan
- Profesional
- Selektif dan efisien
- Tegas
1.1.Kerangka Penilaian
Standar yang relevan dengan
pengawasan ditentukan oleh hukum
dan peraturan, peraturan menteri dan
(disiplin) yurisprudensi. Standar
standar ini adalah kerangka penilaian
untuk BFT.
1.2.Area Pengawasan
Daerah pengawasan BFT
yang berbeda per kelompok
profesional. BFT adalah pengawas
keuangan di mana petugas
pengadilan yang bersangkutan. BFT
integral mengawasi hal kenotarisan
(termasuk WWFT) BFT juga
bertugas mengawasi kepatuhan
dengan WWFT, misalnya dari
penasihat pajak, akuntan terdaftar,
akuntan dan konsultan administrasi,
atau profesi lain yang melakukan
kegiatan yang hampir sama, seperti
kantor administrasi, penasihat pajak,
dan penasehat bisnis.
1.3.Pengawasan keuangan petugas
pengadilan
Pengawasan keuangan
petugas pengadilan ditujukan untuk
mengamankan kepercayaan
masyarakat bahwa dana pihak ketiga
dipercayakan kepada petugas
pengadilan yang aman dan aman .
1.4.Posisi Informasi BFT
Posisi informasi yang baik
sangat penting untuk BFT, untuk
memungkinkan untuk secara
memadai melaksanakan tugas
pengawasannya . BFT menggunakan
informasi dari petugas pengadilan itu
sendiri untuk membangun posisi
informasinya. Petugas pengadilan
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
61
secara berkala memberikan BFT
dengan ( keuangan ) informasi.
Pada Penyelidikan Situs
1.5.Sentra Informasi BFT
Sentra informasi yang baik
adalah sangat penting bagi BFT,
untuk memungkinkan pelaksanaan
tugas pengawasannya secara
memadai. BFT akan mulai dengan
menggunakan informasi dari notaris
sendiri untuk membangun sentra
informasinya. Notaris akan secara
berkala memberikan BFT data
informasi keuangannya.
1.6.Keahlian BFT dan kerangka
hukum
BFT memiliki kekuatan dari
UU Administrasi Umum (dalam
bahasa Belanda: Algemene Wet
Bestuursrecht -AWB) yang
mewajibkan notaris untuk bekerja
sama. Title 5.2 dari AWB berlaku
untuk tugas pengawasan. Sehingga
BFT memiliki kewenangan untuk itu,
misalnya untuk membuat salinan
informasi bisnis. BFT juga
berwenang untuk memeriksa
administrasi keuangan pribadi
notaris. AWB juga akan
memungkinkan penggunaan
informasi dari pihak ketiga untuk
dilibatkan dalam pengawasan.
Notaris tidak memiliki kewajiban
kerahasiaan dengan BFT dan karena
itu tidak dapat menggunakan haknya
tersebut untuk menolak menjawab
pertanyaan BFT.
1.7.Pada Penyelidikan Situs
Penyelidikan seorang notaris dapat
terjadi karena berbagai macam
alasan yang berbeda. Jika menurut
analisis ada kemungkinan timbul
risiko, maka dilakukan penyelidikan,
berdasarkan informasi yang
dikumpulkan. Setelah itu dibuat
laporan sebagai hasil dari
penyelidikan .
Pelaksanaan
BFT dapat mengambil
tindakan penegakan hukum. Tujuan
dari tindakan hukum di satu sisi
adalah untuk memperbaiki perilaku
tidak patuh (non-conformant),
sementara itu juga memiliki lebih
dari karakter korektif . Sejumlah
contoh penegakan termasuk
percakapan transmissive standar ,
memaksakan denda atau hukuman
atau - dalam kasus pelanggaran
standar yang lebih serius -
mengirimkan keluhan disiplin
dengan hakim disiplin (ruang untuk
notaryship tersebut ) .
1.8.Pengawasan kepatuhan
terhadap Undang-Undang
Pencegahan Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme
BFT bertugas mengawasi ,
misalnya, ( calon ) notaris dan
notaris pengganti, pengacara ,
penasihat pajak , akuntan terdaftar ,
akuntan dan konsultan administrasi ,
dan setiap profesional independen
lainnya atau bisnis yang
melaksanakan kegiatan serupa,
seperti kantor administrasi ,
penasihat pajak, dan hukum dan
penasihat bisnis.
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
62
Pemantauan kepatuhan WWFT
didasarkan pada kebijakan tiga hal:
Meningkatkan kesadaran
hukum dan peraturan , (
pencucian uang ) risiko dan
pentingnya memerangi
terorisme dan pencucian uang
( dengan cara publikasi dan
presentasi ) ;
Merangsang kepatuhan
terhadap hukum dan
peraturan melalui organisasi
profesi dan asosiasi , apakah
atau tidak melalui peer
review ( pengujian
intercollegial );
Pengujian kepatuhan
terhadap hukum dan
peraturan oleh para
profesional tersebut melalui
investigasi sendiri terfokus
reguler dan risiko.
1.9. Jurisdiksi Penegakan Disiplin
Majelis Pengawas
(Supervisory Chambers). Jurisdiksi
disiplin juga telah diberlakukan
untuk notaris junior. Undang-undang
Notaris baru menyatakan bahwa
notaris dan notaris junior tunduk
pada aturan disiplin ketika mereka
melakukan pelanggaran terhadap (
Huijgen dan Pleysier , 2001):
a. Undang-undang atau
peraturan yang terkait
Notaris
b. Tanggung jawab notaris
terhadap klien
c. Standar lain yang berasal
dari profesi notaris
2.Pengawasan Jaminan Kualitas
Kegiatan ini sudah mulai
dilakukan sebelum pengenalan
Undang-Undang Notaris baru.
Sistem kualitas jaminan terdiri dari
lima unsur ;
- Wajib pendidikan pasca –
sarjana Survei kepuasan pelanggan
- Pengembangan sistem
verifikasi antar –
persaudaraan
- Pengembangan
perencanaan karir
- Pengenalan buku
pegangan pada kualitas
dalam rangka untuk
- Merangsang
pengembangan kualitas
pedoman dalam kantor
notaris. Buku panduan ini
berisi standar kualitas
minimum yang berkaitan
dengan organisasi kantor,
bimbingan klien,
pembuatan akta notaris,
dan bekerja sama dengan
komisi keuangan (
Notariaat Magazine ,
Januari 2005) .
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Jabatan Notaris Pengaturan
tentang pengawasan terhadap
Notaris dalam menjalankan tugas
dan jabatannya adalah Pasal 1 butir 6
Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris ,
dimana yang melakukan tugas
pengawasan terhadap Notaris setelah
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
63
berlakunya Undang-Undang Jabatan
Notaris adalah tugas dari Majelis
Pengawas. Selain itu menurut Pasal
67 Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang
menjadi pengawas untuk mengawasi
segala tugas dan jabatan Notaris
diatur dalam adalah Menteri yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris.
Kode Etik notaris ditetapkan oleh
organisasi notaris, seperti tertera
dalam UUJN pasal 83, namun dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris
tidak menyebutkan nama suatu
organisasi notaris tertentu yang
berwenang untuk menetapkan kode
etik tersebut.
Di Negara Belanda pengaturan
tentang pengawasan terhadap notaris
terdapat dalam BAB IX pasal 110-
113 dalam Undang-Undang Notaris
Tahun 1999 (Wet op het Notarisambt
- WNA). Pada pasal 110 ayat 1 jelas
disebutkan bahwa yang berwenang
untuk melakukan pengawasan adalah
Bureau Financieel Toezicht (Kantor
Pengawasan Keuangan). Badan ini
adalah badan hukum yang
bertanggung jawab dalam
mengawasi kepatuhan notaris,
notaris pengganti, dan notaris junior,
termasuk pengawasan terhadap
pelayanan yang diberikan sebagai
notaris, notaris pengganti atau junior
notaris.
2.Di Indonesia pelaksanaan tugas
pengawasan terhadap notaris
dilakukan oleh Majelis Pengawas
Notaris dan Dewan Kehormatan
merupakan amanat Undang-undang
Jabatan Notaris, khususnya Pasal 67
Ayat (1) dan (2) yang menyatakan
bahwa menteri berwenang dalam
mengawasi notaris dan dalam
melaksanakan pengawasannya
menteri membentuk majelis
pengawas. Pengawasan ditujukan
untuk pentaatan terhadap Kode Etik
dan ketaatan untuk menjalankan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
peraturan perundang-undangan.
.
Pengaturan Organisasi Notaris
seperti di Belanda ini lebih jelas
dasar hukumnya dan berorientasi
pada peningkatan kualitas.
Pengaturan ini bisa diadopsi dalam
pengaturan hukum Jabatan Notaris di
Indonesia, yang akan menghilangkan
ketidakjelasan definisi wadah
organisasi notaris.
Dalam proses adopsi peraturan
dalam rangka pembangunan hukum
nasional, maka hal ini berkaitan
dengan strategi kebijakan dari
pembuat hukum.
B. Saran
1. Pengawasan oleh badan eksternal
seperti yang dilakukan BFT
sebaiknya bisa dicontoh dalam
pengaturan hukum pengawasan
notaris di Indonesia. Apa yang
dimuat dalam pengaturan hukum
pengawasan Notaris di Belanda
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
64
(WNA Tahun 1999) tersebut
merupakan refleksi dari perubahan
mendasar dalam setiap gerak
pembangunan nasional di Belanda,
dimana pengawasan notaris
dilakukan oleh Kantor Pengawasan
Keuangan untuk mematuhi (comply)
terhadap Undang-Undang
pencegahan tindak pidana pencucian
uang dan pendanaan teroris, karena
tugas dan tanggung jawab notaris
akan bersinggungan dengan hal-hal
ini.
2.Pembahasan RUU UUJN pada saat
sekarang diharapkan bisa melakukan
perbaikan aturan-aturan yang lebih
menyinkronkan aturan, serta lebih
efektif dan efisien dalam
pelaksanaannya, dengan tetap
menjunjung nilai-nilai keadilan dan
asas manfaat. Terutama dalam hal
kejelasan wadah organisasi notaris
sehingga bisa fokus dalam
peningkatan keahlian notaris dan
peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat.
3. DIperlukan politik hukum
pemerintah yang strategis dan
visionary untuk menentukan arah
perbaikan peraturan Jabatan Notaris
pada umumnya, pengawasan pada
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris
Indonesia, Bandung:PT Refika
Aditama.
----------------, 2009, Meneropong
Khazanah Notaris dan PPAT
Indonesia, Bandung:Citra Aditya
Bakti.
Anshori, Abdul Ghofur, 2009,
Lembaga Kenotariatan Indonesia,
Yogyakarta:UII Press.
Budiono, Herlien, 2010, Kumpulan
Tulisan Hukum Perdata di Bidang
Kenotariatan, Bandung:Citra Aditya
Bakti.
CPB Netherland Beureau for
Economic Policy Analysis 2013,
(http://www.cpb.nl), diakses tanggal
1 November 2013.
Dewi , Santia, 2011, Panduan Teori
& Praktik Notaris, Yogyakarta:
Penerbit
Dja’is , Mochammad dan RMJ
Koosmargono, 2008, Membaca dan
Mengerti HIR, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Gutteridge ,H.C., Comparative Law,
1946, An Introduction to the
Comparative Method of Legal Study
& Research, Cambridge.
Kie, Tan Thong, 2007, Studi
Notariat dan Serba-Serbi Praktek
Notaris, Jakarta:Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Koehn, Daryl, 2000, Landasan Etika
Profesi, Yogyakarta:Penerbit
Kanisius.
Koninklijke Notariele
Beroepsorganisatie(KNB), 2013,
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
65
(http://www.ebnotariaat.nl) diakses
tanggal 1 November 2013.
Metis Notaries Nederland, 2013,
(http://www.metisnotarissen.nl),
diakses tanggal 1 November 2013.
Nico, 2003, Tanggung Jawab
Notaris Selaku Pejabat Umum,
Yogyakarta : Center for
Documentation and Studies of
Business Law.
Notodisoerjo ,.R. Soegondo, 1993,
Hukum Notariat di Indonesia, PT.
Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Purwadi , Hari, 2000, Pendekatan
Baru Dalam Studi Perbandingan
Hukum: “Critical Comparative
Law” Dan Transplantasi Hukum Di
Indonesia, dalam Wajah Hukum di
Era Reformasi, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Radjagukguk ,Erman , 2000,
Perbandingan Sistem Hukum (Civil
Law – Common Law) Jilid I
(Kumpulan Kuliah), Fakultas Hukum
UI Program Pasca Sarjana.Pustaka
Yustisia.
Soekanto , Soerjono dan Sri
Mamudji, 2007, Penelitian Hukum
Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Tobing ,G.H.S. Lumban, 1983,
Peraturan Jabatan Notaris,
Jakarta:Erlangga.
Widjojanto, Bambang, 2005,
Ceramah: “Etika Profesi Suatu
Kajian dan
Beberapa Masalah Pokok”.
Pendidikan Khusus Profesi Advokat
Angkatan
I, Depok.
Z.D. Lacle, 2013,
(http://www.leidenuniv.nl), Notarieel
Ethic Development, diakses tanggal 1
November 2013.
Nicole Kuijpers, Joelle Noailly, Ben
Vollaard, , Liberalization of the
Ducth Notary Profession, CPB
Netherland Beureau for Economic
Policy Analysis 2013,The Hague,
The Netherlands, 2013, page 13.
Malavet, P.A., The Latin notary, a
historical and comparative model,
mimeo, Hastings, College of the
Law, 1996.
Blokland, P., Testen en toelichting
op de wet op het notarisambt,
Koningklijke Vermande, Lelystad,
The Netherlands, 2001.
Jong, R. de, Tussen ambt en vrij
beroep. Het notariaat tussen 1842 en
1999, Stichting ter bevordering van
de notariele wetenschap,
Amsterdam, 2002.
Voert, M. ter and M. van Ewijk,
2004, Eerste Trendrapportage
Notariaat. Toegankelijkheid,
continuïteit, kwaliteit en integriteit
van het notariaat, WODC, The
Hague.
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
66
Huijgen, W.G. and A.J.H. Pleysier,
2001, De wetgeving op het
notarisambt, Kluwer, Deventer.
Plug, P.J., A.S.E. Dekker, S.E. van
der Hurk, B.E. Baarsma and F.A.
Felsö, Mededinging versus
domeinmonopolie en
ministerieplicht. Over de gevolgen
van marktwerking in het notariaat,
Berenschot/SEO, The Hague, 2003.
Sujamto, Aspek Aspek-aspek
Pengawasan Di Indonesia, (Jakarta :
Sinar Grafika, 1993), hlm.53.
Viktor M. Situmorang dan
Cormentyna Sitanggang, Hukum
Administrasi Pemerintahan Di
Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika,
1993), hlm. 233.
Sujamto, Beberapa Pengertian
Dibidang Pengawasan, (Jakarta
:Ghalia
Indonesia, 1983). hal 64.
S. Wojowasito, Kamus Umum
Belanda-Indonesia, Jakarta : Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1978, hlm. 428.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta ;
Balai Pustaka, 1976), hal. 20.
Sujamto, Norma dan Etika
Pengawasan, Jakarta : Sinar Grafika,
1989, hlm 18.
29 Sujamto, Norma dan Etika
Pengawasan, (Jakarta : Sinar
Grafika, 1989), hal 18 .
Poedjawijatna, Etika Filsafat
Tingkath Laku, (Jakarta : Bina
Aksara, 1984), hal 6
Anonim, Himpunan Etika Profesi :
Berbagai Kode Etik Asosiasi
Indonesia, Pustaka. (Yogyakarta :
Yustisia, 2006), hal. 123.
Keputusan Kongres Ikatan Indonesia
(I.N.I) tentang Kode Etik
Keputusan Kongres Ikatan Indonesia
(I.N.I) tentang Kode Etik
B. Peraturan Perundang-
undangan
UU No. 30 Tahun 2004 Tentang
Undang-Undang Jabatan Notaris,
Indonesia.
Wet op het Notarisambt, Tahun
1999, Belanda.
i Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung:PT Citra Aditya
Bakti, 2009, hlm. 117.