perbandingan kualitas nutrisi silase tebon …digilib.unila.ac.id/54527/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN KUALITAS NUTRISI SILASE TEBON JAGUNG DANSORGHUM YANG DIBERI BAHAN ADITIF BERBEDA
(Skripsi)
Oleh:
HERDIYON BANU SANJAYA
JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERBANDINGAN KUALITAS NUTRISI SILASE TEBON JAGUNG DANSORGHUM YANG DIBERI BAHAN ADITIF BERBEDA
Oleh
Herdiyon Banu Sanjaya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein kasar, serat kasar,dan pH silase tebon jagung dan sorghum yang diberikan berbagai jenis bahanaditif (dedak, molases, sorghum). Penelitian ini dilaksanakan pada Mei--Juli 2018di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, FakultasPertanian, Universitas Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan adalahRancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 4 kali ulangan. Faktor yangditeliti adalah (1) jenis hijauan, yang terdiri dari dua jenis yaitu sorghum dantebon jagung dan (2) bahan aditif, yang terdiri dari tiga jenis yaitu dedak, onggok,dan molases. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi (P>0,05)antara penggunaan jenis hijauan dan bahan aditif terhadap kandungan proteinkasar, serat kasar, dan pH. Penggunaan jenis hijauan yang berbeda berpengaruhnyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar, namun tidak berpengaruh nyata(P>0,05) terhadap kandungan serat kasar dan nilai pH. Penggunaan jenis bahanaditif yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasardan serat kasar, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pH.Penggunaan sorghum dengan bahan aditif molases menghasilkan kandunganprotein kasar terbaik (7,52%).
Kata kunci: Bahan aditif, pH, Protein kasar, Serat kasar, Silase, Sorghum, Tebonjagung
ABSTRACT
COMPARISON NUTRITIONAL QUALITY OF SILAGE SORGHUM ANDCORN STOVER ARE GIVEN DIFFERENT ADDITIVES
By
Herdiyon Banu Sanjaya
The research has been conducted to determine crude protein, crude fiber, and pHof silage corn stover and sorghum with various types of additives (rice bran,cassava and molasses). The research was conducted in May--July 2018 atNutrition and Feed Laboratory, Department of Animal Husbandry, Faculty ofAgriculture, University of Lampung. The experiment was arranged byCompletely Randomized Design (CRD) factorial design with four replications.The treatment in this research is (1) the type of forage, which consists of twotypes of sorghum and corn stover; and (2) additive type, which consists of threetypes of rice bran, cassava and molasses. The result showed there was nointeraction (P>0.05) between types of forage and additives on crude protein, crudefiber, and pH value. The use of different types of forage significant effect(P<0.05) to the crude protein content, but did not significant (P>0.05) to the crudefiber content and pH values. The use of different types of additives significanteffected (P<0.05) to crude protein and crude fiber, but did not significant (P>0.05)to pH values. The use of sorghum with molasses additives generate the best crudeprotein (7.52%).
Keywords: Additives, Corn stover, Crude fiber, Crude protein, pH, Silage,Sorghum
PERBANDINGAN KUALITAS NUTRISI SILASE TEBON JAGUNG DANSORGHUM YANG DIBERI BAHAN ADITIF BERBEDA
Oleh
HERDIYON BANU SANJAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSarjana Peternakan
Pada
Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada 27 Februari 1996. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara, anak dari Bapak Edy Suyono dan Ibu
Hermawati. Penulis mempunyai seorang adik laki-laki yang bernama Muhammad
Hary Panuju.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Yustikarini pada 2002;
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Labuhan Ratu pada 2008; Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) 22 Bandarlampung pada 2011; dan Sekolah Menengah
Atas Negeri (SMAN) 14 Bandarlampung pada 2014. Pada tahun 2014 Penulis
terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Penulis pernah berorganisasi sebagai pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS) di SMAN 14 Bandarlampung pada 2012--2014, dan anggota Himpunan
Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) periode 2014--2015. Selama masa studi
Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Manajemen Usaha
Ternak Unggas, Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, dan Teknologi Pengolahan
Pakan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Balairejo,
Kabupaten Lampung Tengah pada Januari--Maret 2017 dan melaksanakan Praktik
Umum (PU) di Sumberrejo Farm, Lampung Tengah pada Juli--Agustus 2017.
Tuntutlah ilmu, tetapi tidak melupakan ibadah, dan kerjakanlahibadah, tetapi tidak melupakan ilmu
(Hasan al-Bashri)
A good motto is: use friendliness but do not use your friends(Frank Crane)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnyabersama kesulitan ada kemudahan
(Q.S. Al-Insyirah: 5--6)
Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu,dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik
bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui(Q.S. Al-Baqarah: 216)
Mulailah darimana Anda berada. Gunakan apa yang anda miliki.Lakukan apa yang anda bisa
(Arthur Ashe)
Salah satu penyakit terbesar adalah tidak menjadi siapa-siapa bagisiapapun
(Mother Teresa)
Alhamdulillahirabbil’alaamiin…….Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya dankepada suri tauladanku Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan hidup dan
pemberi syafaat di hari akhir
Ibunda dan ayahanda tercinta, terimakasih atas segala doa dan pengorbananmuyang telah membawaku menuju kesuksesan
Mungkin inilah yang mampu kubuktikan kepadamu bahwa aku tak pernah lupaakan keringat dan air mata yang jatuh dalam memperjuangkanku, aku tak pernah
lupa nasihat dan dukunganmu, aku tak pernah lupasegalanya dan selamanya
Ku persembahkan mahakarya yang sederhana ini kepada:Ibunda (Hermawati), Ayahanda (Edy Suyono), adiku (Muhammad Hary Panuju),Guru, Dosen, serta teman seperjuangan atas waktu, motivasi, dan pengorbanan
kalian yang telah membantuku dalam menyelesaikan skripsi iniSerta
Almamater tercinta yang turut dalam membentuk pribadiku menjadi lebih dewasadalam berpikir, berucap, dan bertindak
SANWACANA
Penulis ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan
Kualitas Nutrisi Silase Tebon Jagung dan Sorghum yang Diberi Bahan Aditif
Berbeda”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian--yang telah memberikan izin;
2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan-- yang
senantiasa memberikan arahan, nasihat, dan dukungan dalam menyelesaikan
penyelesaian skripsi ini;
3. Bapak Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.--selaku Sekretaris Jurusan
Peternakan--yang telah memberikan dukungan;
4. Bapak Liman, S.Pt., M.Si.--selaku Dosen Pembimbing Utama--atas ide
penelitian, arahan, bimbingan, dan nasihat yang telah diberikan selama
penelitian dan penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.--selaku Dosen Pembimbing Anggota--
yang senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman;
6. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Dosen Penguji--yang senantiasa
memberikan waktu, dukungan, dan pemahaman;
7. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P.--selaku Dosen Pembimbing Akademik--yang
senantiasa memberikan waktu, dukungan, dan bimbingan;
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, yang telah memberikan
pembelajaran dan pemahaman yang berharga;
9. Keluarga tercinta, atas kasih sayang, doa, semangat, dan motivasi
kebersamaan dan kebahagiaan yang diberikan selama ini;
10. Sahabat-sahabat, Indah Setiawati, Prakarsa Putra Laksana, Agung Nurmanto,
Seto Febri Pradana, Muhammad Zain Fikri, Fiqri Alghazali, Eko Purwanto,
Melly Haryanti, Riski Nanda Amelia, Restu Erma Junita, dan Anggi Derma
Tungga Dewi atas segala waktu yang telah diberikan.
11. Teman seperjuangan Jurusan Peternakan Angkatan 2014, terimakasih atas
dukungan, dan kebersamaan selama perkuliahan;
12. Teman-teman Angkatan 2012 dan 2013, serta adik-adik Angkatan 2015,
2016, dan 2017 Jurusan Peternakan yang telah memberikan semangat, saran,
dan motivasi;
13. Seluruh pihak yang terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis sadar masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini dan Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 7 November 2018
Herdiyon Banu Sanjaya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang dan Masalah ............................................................ 1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
C. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
D. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 3
E. Hipotesis ........................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
A. Tebon Jagung .................................................................................... 7
B. Sorghum ............................................................................................ 10
C. Silase ................................................................................................. 12
D. Jenis dan Kandungan Nutrisi Zat Aditif Silase ................................ 17
E. Penggunaan Dedak, Onggok, dan Molases ....................................... 20
F. Perubahan Nutrisi pada Silase .......................................................... 21
G. Uji Organoleptik Silase..................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 25
A. Waktu dan Tempat ............................................................................ 25
vii
B. Alat dan Bahan ................................................................................ 25
1. Alat ............................................................................................ 25
2. Bahan ........................................................................................ 25
C. Metode Penelitian ............................................................................ 26
D. Peubah yang Diamati ...................................................................... 27
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 27
1. Pembuatan silase ....................................................................... 27
2. Persiapan sampel analisis .......................................................... 29
3. Kadar protein kasar ................................................................... 29
4. Kadar serat kasar ....................................................................... 31
F. Analisis Data .................................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34
A. Pengaruh Perlakuan Perbedaan Jenis Hijauan dan Bahan Aditif
terhadap Kandungan Protein Kasar Silase ....................................... 34
B. Pengaruh Perlakuan Perbedaan Jenis Hijauan dan Bahan Aditif
terhadap Kandungan Serat Kasar Silase .......................................... 35
C. Pengaruh Perlakuan Perbedaan Jenis Hijauan dan Bahan Aditif
terhadap pH Silase ........................................................................... 37
D. Pengaruh Perlakuan Perbedaan Jenis Hijauan dan Bahan Aditif
terhadap Organoleptik Silase ........................................................... 39
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42
A. Simpulan .......................................................................................... 42
B. Saran ................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 43
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan nutrisi tebon jagung berdasarkan umur panen .................. 10
2. Kriteria penilaian silase ........................................................................ 16
3. Kandungan nutrisi berbagai zat aditif .................................................. 19
4. Nilai ukur kualitas silase ...................................................................... 28
5. Kandungan protein kasar silase ............................................................ 34
6. Kandungan serat kasar silase ............................................................... 36
7. Pengukuran pH silase ........................................................................... 38
8. Hasil pengamatan organoleptik silase .................................................. 39
9. Kandungan protein kasar silase hasil penelitian .................................. 49
10 Analisis ragam kandungan protein kasar silase hasil penelitian .......... 49
11. Uji BNT rata-rata kandungan protein kasar pada perlakuan jenis
jenis hijauan ......................................................................................... 49
12. Uji BNT rata-rata kandungan serat kasar pada perlakuan bahan aditif 50
13. Kandungan serat kasar silase hasil penelitian ...................................... 51
14. Analisis ragam kandungan serat kasar silase hasil penelitian .............. 51
15. Uji BNT rata-rata kandungan serat kasar hasil pada perlakuan zat
aditif ..................................................................................................... 51
16. pH silase hasil penelitian ...................................................................... 52
17. Analisis ragam pH silase hasil penelitian ............................................ 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak penelitian ............................................................................. 27
2. Pembuatan silase .................................................................................. 53
3. Penyimpanan silase .............................................................................. 53
4. Uji organoleptik silase.......................................................................... 54
5. Penjemuran sampel .............................................................................. 54
6. Analisis protein kasar........................................................................... 55
7. Analisis serat kasar............................................................................... 55
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Tebon jagung dan sorghum dikenal sebagai hijauan yang baik sebagai pakan
ternak. Tebon jagung digunakan sebagai pakan ternak karena produksinya tinggi
dalam waktu yang singkat dan mempunyai nilai nutrisi yang baik. Penggunaan
tebon jagung sebagai pakan ternak mempunyai kekurangan yakni bersaing dengan
kebutuhan pangan manusia. Sorghum dapat menjadi solusi sebagai alternatif
hijauan pengganti tebon jagung. Nilai nutrisi dan tingkat produksi sorghum relatif
sama dengan tebon jagung.
Hijauan memiliki kekurangan yakni ketersediaannya yang tidak konsisten.
Ketersediaan hijauan melimpah saat musim hujan dan menurun saat musim
kemarau. Saat musim hujan, ketersediaan hijauan melimpah, tetapi terbuang
akibat mengalami pembusukan. Sedangkan saat musim kemarau ketersediaan
hijauan berkurang, sehingga menjadi masalah karena ternak kekurangan pakan.
Diperlukan usaha khusus untuk mengawetkan hijauan pada musim hujan,
sehingga dapat digunakan pada musim kemarau. Usaha yang tepat dilakukan
untuk mengawetkan hijauan adalah dengan metode silase.
Silase adalah hasil fermentasi dari bahan pakan yang berkadar air tinggi, dalam
keadaan kedap udara (anaerob) oleh bakteri asam laktat (Subekti dkk., 2013).
2
Prinsip pembuatan silase adalah menciptakan keadaan anaerob dimana bakteri
asam laktat dapat tumbuh dan bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh. Kondisi
tersebut dapat menghambat proses pembusukan, sehingga hijauan dapat disimpan
lama. Selain itu, proses pembuatan silase dapat meningkatkan nilai nutrisi bahan
pakan yang berasal dari bakteri dan penguraian serat.
Proses pembuatan silase memanfaatkan bakteri asam laktat. Penambahan zat
aditif yang mengandung gula pada pembuatan silase dapat membantu bakteri
asam laktat dalam mempercepat proses dan meningkatkan kualitas silase.
Terdapat berbagai macam bahan aditif yang dapat digunakan dalam proses
pembuatan silase, yakni dedak, molases, dan onggok. Bahan-bahan tersebut
mengandung gula-gula sederhana yang dibutuhkan oleh bakteri asam laktat.
Berdasarkan uraian pada paragraf sebelumnya, peneliti ingin mengetahui
pengaruh jenis hijauan dan bahan aditif terhadap kualitas silase. Oleh sebab itu,
dilakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Kualitas Nutrisi Silase Tebon
Jagung dan Sorghum yang Diberi Bahan Aditif Berbeda”.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini:
1. mengetahui pengaruh perbedaan jenis hijauan terhadap kualitas nutrisi silase;
2. mengetahui pengaruh perbedaaan jenis bahan aditif terhadap kualitas nutrisi
silase;
3. mengetahui adanya interaksi antara jenis hijauan dan bahan aditif yang
digunakan dalam pembuatan silase.
3
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
mengenai penggunaan zat aditif yang baik dalam pembuatan silase tebon jagung
dan sorghum. Informasi yang didapat kemudian dapat diaplikasikan untuk
mengatasi keterbatasan pakan pada musim kemarau.
D. Kerangka Pemikiran
Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan buah
jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45--65 hari (Umiyasih
dan Wina, 2008). Rangkuti (1987) menyatakan bahwa kandungan zat makanan
hijauan jagung muda pada Berat Kering (BK) 90% adalah Protein Kasar (PK)
11,33%, Serat Kasar (SK) 28,00%, Lemak Kasar (LK) 0,68%, Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETN) 49,23%, Abu 10,76%, Neutral Detergent Fiber (NDF)
64,40%, Acid Detergent Fiber (ADF) 32,64% dan Total Digestible Nutrient
(TDN) 53,00%. Tanaman jagung yang dipanen muda, maka kadar air tanaman
jagung akan tinggi, tetapi kadar air akan menurun dengan semakin tuanya umur
tanaman jagung tersebut, terutama pada biji (Lubis, 1992).
Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman serealia yang
potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan sebagai pakan ternak
ruminansia, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia.
Sorghum tumbuh tegak dan mempunyai daya adaptasi agroekologi yang luas,
tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, membutuhkan input lebih sedikit serta
4
lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain.
Sorghum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, 332 kilo kalori dan 11.0 g
protein/100 g biji pada biji, dan bagian vegetatifnya 12,8% protein kasar, sehingga
dapat dibudidayakan secara intensif sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak
ruminansia terutama pada musim kemarau (OISAT, 2011). Sorghum (Sorghum
bicolor (L.) Moench ) adalah tanaman yang mirip dengan jagung dalam hal
agronomi dan nutrisi. Kandungan nutrisi sorghum dengan perlakuan pupuk
kotoran ayam dengan dosis 25 (ton/Ha) adalah sebesar 11,13% protein kasar dan
34,38% (Liman dkk., 2018). Nilai nutrisi yang dikandung sorghum pada fase
vegetatif adalah 13,76%--15,66% PK dengan 26,06%--31,85% kadar SK
(Purnomohadi, 2006).
Pakan jenis hijauan memiliki kelemahan, yakni mudah rusak. Tingginya kadar air
pada bahan pakan tersebut menyebabkan berbagai organisme perusak seperti
jamur dan bakteri pengurai dapat hidup bebas. Akibatnya, pakan cepat
mengalami pembusukan. Hal ini menyebabkan hijauan tidak dapat disimpan
dalam waktu yang lama. Diperlukan metode pengolahan khusus untuk mengatasi
keterbatasan hijauan.
Metode yang dapat dilakukan untuk mengawetkan pakan adalah dengan ensilase.
Ensilase adalah proses fermentasi anaerobik dari bahan hijauan pakan dengan
hasil berupa silase (Ohmomo dkk., 2002). Fermentasi anaerobik silase
memanfaatkan bakteri fermentasi dalam prosesnya. Hasil samping dari proses
fermentasi adalah asam laktat. Asam laktat dapat menurunkan pH dimana bakteri
5
pembusuk tidak dapat hidup. Dengan begitu, proses pembusukan pakan dapat
terhenti, sehingga hijauan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Penambahan zat aditif dapat meningkatkan kecepatan proses pembuatan silase.
Van Soest (1994) menyatakan bahwa penambahan beberapa aditif pada pembuatan
silase dapat meningkatkan komposisi dan kualitas nutrisi silase, sehingga kandungan
nutrisi yang berbeda pada setiap akselerator dapat memengaruhi perubahan
kandungan nutrisi silase. Molases, tepung gaplek dan dedak padi cocok digunakan
sebagai akselerator karena kandungan BK yang tinggi dan mudah didapat (Fathul
dkk., 2003). Zat aditif tersebut dapat menjadi akselerator karena mengandung
karbohidrat sederhana seperti glukosa, selulosa dan pati. Karbohidrat sederhana yang
terdapat pada bahan-bahan tersebut difermentasi oleh bakteri asam laktat menjadi
asam laktat. Kandungan asam laktat dapat menurunkan pH dimana kondisi
lingkungan menjadi asam, sehingga bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh.
Perbedaan jenis hijauan menjadi faktor penentu kualitas silase. Kandungan SK
pada hijauan dapat mempengaruhi kecepatan proses silase. Rangkuti (1987) dan
Purnomohadi (2006) menyatakan bahwa kandungan SK hijauan jagung muda
adalah 28,00%, sedangkan sorghum 26,06%--31,85%. Kandungan SK yang lebih
rendah pada tebon jagung dapat mempercepat proses dan meningkatkan kualitas
silase.
Penggunaan berbagai zat aditif yang berbeda menentukan kecepatan dan kualitas
silase. Proses terjadinya silase membutuhkan karbohidrat sederhana sebagai
makanan mikroba asam laktat. Dedak, onggok, dan molases mengandung
karbohidrat sederhana yang mampu mempercepat proses silase. Dedak
6
mengandung selulosa dan pati; onggok mengandung pati; dan molases
mengandung sukrosa. Berdasarkan data dari Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak UNILA (2015) dan Fathul dkk. (2015) kandungan BETN pada molases
(79,02%) lebih tinggi daripada dedak padi (46,61%) dan onggok (67,94%).
Berdasarkan keterangan tersebut, molases mengandung nutrisi paling baik yang
dibutuhkan dalam proses silase.
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini, yakni:
1. adanya pengaruh perbedaan jenis hijauan terhadap kualitas silase;
2. adanya pengaruh perbedaan jenis bahan aditif terhadap kualitas silase;
3. adanya interaksi antara perbedaan jenis hijauan dan bahan aditif yang
digunakan terhadap kualitas silase.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tebon Jagung
Jagung merupakan sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras yang
dalam beberapa tahun terakhir ini kebutuhannya sebagai bahan baku pakan ternak
terus meningkat tiap tahun dengan laju kenaikan sebesar 20%, sedangkan untuk
kebutuhan pangan justru cenderung menurun. Keberadaan limbah tanaman
jagung diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan pakan ternak ruminansia
pada musim kemarau. Pendayagunaan limbah tanaman jagung dipandang perlu
dilakukan sebagai upaya untuk mengolah limbah berlebihan setelah musim panen
agar tidak terbuang percuma dan dapat dijadikan sebagai cadangan makanan
ternak bila memasuki musim paceklik (Karimuna dkk., 2009)
Ada beberapa istilah lokal/Indonesia dari bagian-bagian tanaman jagung yang
perlu diketahui sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan dalam menyusun
ransum/pakan konsentrat untuk ruminansia diantaranya:
1. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung terdiri dari batang, daun-daunan
dan buah jagung muda yang biasanya dipanen pada umur 45--65 hari.
Sebagian petani juga ada yang menyebut tebon jagung tanpa memasukkan
jagung muda ke dalamnya.
8
2. Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang
dibiarkan mengering di ladang setelah buah jagungnya dipanen.
3. Kulit buah jagung/klobot adalah kulit luar yang membungkus biji jagung.
4. Tongkol jagung/janggel adalah sisa hasil dari perontokkan biji jagung.
5. Tumpi adalah hasil samping dari proses perontokkan/pemipilan biji jagung
selain tongkol dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung.
6. Homini (empok) adalah hasil samping dari industri jagung semolina yaitu
hasil samping dari proses penggilingan kering jagung (dry milling).
Limbah tanaman jagung dan agroindustrinya cukup potensial sebagai pakan
ternak ruminansia. Namun karena nilai nutrisi yang terkandung di dalamnya pada
umumnya rendah, sebaiknya dikombinasikan/disuplementasi dengan bahan pakan
lain sebagai sumber protein. Pengayaan terhadap limbah tanaman jagung dapat
pula dilakukan melalui fermentasi, amoniasi, dibuat hay maupun silase, sekaligus
sebagai upaya memperpanjang daya simpan. (Umiyasih dan Wina, 2008).
Rangkuti (1987) menyatakan bahwa kandungan zat makanan hijauan jagung muda
pada BK 90% adalah PK 11,33%, SK 28,00%, LK 0,68%, BETN 49,23%, Abu
10,76%, NDF 64,40%, ADF 32,64% dan TDN 53,00%. Tanaman jagung yang
dipanen muda, maka kadar air tanaman jagung akan tinggi, tetapi kadar air akan
menurun dengan semakin tuanya umur tanaman jagung tersebut, terutama pada
biji (Lubis, 1992).
Bagian tanaman jagung terdiri dari batang, daun, dan buah jagungnya. Batang
jagung memiliki ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10--40 ruas yang
9
umumnya tidak bercabang. Tanaman jagung memiliki panjang batang berkisar
antara 60--300 cm (tergantung tipe jagung), sedangkan panjang daunnya
bervariasi mulai dari 30--150 cm dengan lebar 4--5 cm. Buah jagung yang telah
dipanen memiliki komposisi klobot dengan persentase (9,70%), biji jagung
75,40% dan tongkol jagung 14,40%. Jagung manis memiliki komposisi yang
berbeda yaitu persentase klobot lebih tinggi 36% serta tongkol dan biji 64%
dikarenakan tanaman ini dipanen saat masih muda. Kandungan protein tanaman
jagung yang dipanen pada umur 60--70 hari tidak kalah dengan rumput raja yaitu
rata-rata sebesar 12,57% lebih tinggi dibanding rumput raja yang hanya 10,63%,
sedangkan untuk energinya yang terkandung dalam tanaman jagung sebesar
34,78% lebih tinggi dibanding rumput raja sebesar 13,60%. Lemak yang
terkandung dari kedua bahan diatas relatif rendah sebesar 3% (Kushartono dan
Iriani, 2003). Limbah jagung yang biasa disebut dengan tebon jagung juga
mengandung banyak karbohidrat terlarut yang akan mendukung
perkembangbiakan mikroorganisme penghasil asam laktat dapat berjalan dengan
baik, sehingga proses penurunan pH menjadi asam terjadi lebih cepat dan tercapai
fase stabil (Rif’an, 2009).
Berdasarkan penelitian Rahayu dkk. (2017), kualitas nutrisi silase tebon jagung
terbaik adalah yang dibuat dengan penambahan fermentor Lignochloritik
sebanyak 20 ml, dan disimpan selama 1,5 bulan. Hasilnya silase tebon jagung
tersebut memiliki kandungan air dan SK terendah, yaitu 78,07% dan 25,21%, PK
dan LK tertinggi, yaitu 10,41% dan 2,13%.
10
Tabel 1. Kandungan nutrisi tebon jagung berdasarkan umur panen
No. Jenis Bahan BK (%) PK (%) LK (%) SK (%) TDN(%)1 Tebon jagung umur
panen 34--56 hari91,1 10,7 2,1 30,5 59
2 Tebon jagung umurpanen 56--70 hari
92,2 9,9 1,9 29,6 54,3
3 Tebon jagung umurpanen 99--112 hari
91,3 9,2 2,3 25,7 49,6
Sumber: Fitri (2015)
Keterangan:BK : Bahan Kering SK : Serat KasarPK : Protein Kasar TDN : Total Digestible NutrientLK : Lemak Kasar
B. Sorghum
Sorghum sp merupakan salah satu jenis rumput yang mempunyai potensi cukup
besar untuk dikembangkan di Indonesia. Rumput ini mampu tumbuh pada tanah
yang sangat bervariasi, tahan terhadap hama dan penyakit, curah hujan yang
cukup dimana tanaman serelia lainnya sering mengalami kegagalan karena
kekurangan air (Yusmin, 1998).
Sorghum merupakan tanaman serealia yang dapat memberikan banyak manfaat,
diantaranya dari biji menghasilkan tepung sebagai pengganti gandum, dari batang
dapat menghasilkan nira yang dapat dimanfaatkan sebagai gula dan hijauan pakan
ternak. Sorghum merupakan salah satu jenis tanaman serelia yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah
adaptasi yang luas. Sorghum cukup toleran terhadapat tanah yang kurang subur
atau tanah kritis, sehingga lahan-lahan yang kurang produktif atau lahan tidur bisa
ditanami. Tanaman sorghum cukup toleran terhadap kekeringan dan genangan
11
air, dapat berproduksi pada lahan marginal serta relatif tahan terhadap gangguan
hama dan penyakit. Sorghum tidak memerlukan teknologi dan perawatan khusus
sebagaimana tanaman lain. Untuk mendapatkan hasil maksimal, sorghum
sebaiknya ditanam pada musim kemarau karena sepanjang hidupnya memerlukan
sinar matahari penuh (Prihandana dan Hendroko, 2008).
Sorghum adalah genus yang terdiri dari 20 jenis rumputan, asal-usul sorghum
berasal dari wilayah tropis sampai subtropis di Afrika Timur, dengan salah satu
jenisnya berasal dari Negara Meksiko. Sorghum ditanam dan dikembangkan di
Eropa Selatan, Amerika Tengah, dan Asia Selatan. Sorghum adalah tanaman dari
family Poaceae dan marga Shorghum. Dari sekitar 32 spesies, yang paling
banyak dibudidayakan yaitu jenis bicolor (japonicum). Oleh masyarakat di Jawa
disebut dengan nama “Cantel”, sorghum ini satu family dengan tanaman lainnya
seperti padi, jagung, gandum, dan tanaman lainnya seperti tebu. (Anonim, 2016)
Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman serealia yang
potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan sebagai pakan ternak
ruminansia, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia.
Sorghum tumbuh tegak dan mempunyai daya adaptasi agroekologi yang luas,
tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, membutuhkan input lebih sedikit serta
lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain.
Sorghum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, 332 kilo kalori dan 11,0 g
protein/100 g biji pada biji, dan bagian vegetatifnya 12,8% PK, sehingga dapat
dibudidayakan secara intensif sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak
ruminansia terutama pada musim kemarau (OISAT, 2011). Nilai nutrisi yang
12
dikandung sorghum pada fase vegetatif adalah 13,76%--15,66% PK dengan
26,06%--31,85% kadar SK (Purnomohadi, 2006). Hijauan sorghum juga
dimanfaatkan sebagai hay. Hay sorghum yang berasal dari hijauan yang dipanen
pada umur 50 hari mengandung 16,2% PK dalam BK. Kandungan gula dan sari
buah yang terdapat pada tangkainya menyebabkan sorghum menjadi salah satu
dari tanaman yang terbaik untuk dijadikan silase (Miller dan Stroup, 2004).
Penelitian Koten (2012) menyimpulkan tanaman sorghum varietas lokal Rote
yang dipanen pada umur 90 hari dengan dosis pupuk urea 100 kg/ha,
memproduksi BK, BO, dan PK tertinggi dibandingkan dengan umur panen 50 dan
70 hari.
C. Silase
Silase adalah proses pengawetan hijauan pakan segar dalam kondisi anaerob
dengan pembentukan atau penambahan asam. Asam yang terbentuk yaitu asam-
asam organik antara lain laktat, asetat, dan butirat sebagai hasil fermentasi
karbohidrat terlarut oleh bakteri sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
derajat keasaman (pH). Turunnya nilai pH, maka pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk akan terhambat (Stefani dkk., 2010).
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan
kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya,
agar bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian diberikan
sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam
mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Akan tetapi, fermentasi yang
13
terjadi di dalam silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol prosesnya,
akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang diawetkan menjadi berkurang
jumlahnya. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi tersebut,
beberapa jenis zat tambahan (additive) harus digunakan agar kandungan nutrisi
dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa meningkatkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya. Pembuatan silase
dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya tergantung dari
bahan tambahan yang akan digunakan (Siregar, 1996).
Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat,
sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa
diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water
soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan
bakteri asam laktat ataupun kombinasi dari beberapa additive silage merupakan
perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam
laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang
berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob,
udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan
reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi
silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun (Stefani
dkk., 2010).
Bakteri asam laktat (BAL) epifit memfermentasi karbohidrat terlarut air dalam
tanaman menjadi asam laktat dan sebagian kecil diubah menjadi asam asetat.
Produksi asam tersebut, pH materi yang diensilasi menurun dan mikroba perusak
14
dihambat pertumbuhannya (Chen dan Weinberg, 2008). Nilai pH yang baik untuk
pembuatan silase yang baik adalah 4,5 sedangkan kadar bahan keringnya berkisar
28--35% (Bolsen dkk., 1978). Bila pH > 5,0 dan kadar bahan kering 50% maka
bakteri beracun Clostridia akan tumbuh, sedangkan nilai pH yang terlalu rendah <
4,1 dan bahan kering 15% akan mengaktifkan mikroba kontaminan (Tangendjaja
dkk., 1992). Pengukuran pH silase dilakukan menggunakan pH meter digital
setelah silase dipanen. Sebelum dilakukan penetapan pH, sampel diberi aquades
dengan perbandingan antara sampel dan aquades adalah 1:10 (Nahm, 1992).
Menurut Elferink dkk. (2000), karbohidrat terlarut air dan BAL yang rendah serta
kadar serat yang tinggi menghasilkan silase berkualitas rendah. Agar
mendapatkan silase yang baik, kadar air hijauan perlu diturunkan 60%--70%,
meningkatkan kandungan karbohidrat terlarut air sehingga BAL dapat tumbuh
dengan baik, menghindari pertumbuhan jamur dan mikroba yang merugikan,
menurunkan kehilangan BK, dan PK selama ensilasi (Nishino dkk., 2003).
Menurut Weinberg and Muck (1996), proses ensilasi dalam silo/fermentor kedap
udara terbagi dalam 4 tahap, yaitu:
Tahap I – Fase aerobik
Tahap ini pada umumnya hanya memerlukan waktu beberapa jam saja, fase
aerobik terjadi karena keberadaan oksigen di sela-sela partikel tanaman. Jumlah
oksigen yang ada akan berkurang seiring dengan terjadinya proses respirasi pada
material tanaman serta pertumbuhan mikroorganisme aerobik dan fakultatif
aerobik, seperti khamir dan enterobakteria. Selanjutnya, enzim pada tanaman
15
seperti protease dan carbohydrase akan teraktivasi, sehingga kondisi pH pada
tumpukan hijauan segar tetap dalam batas normal (pH 6,5--6,0).
Tahap II – Fase fermentasi
Tahap ini dimulai ketika kondisi pada tumpukan silase menjadi anaerobik, kondisi
tersebut akan berlanjut hingga beberapa minggu, tergantung pada jenis dan
kandungan hijauan yang digunakan serta kondisi proses ensilase. Jika proses
fermentasi berlangsung dengan sempurna, BAL akan berkembang dan menjadi
dominan, pH pada material silase akan turun hingga 3,8--5,0 karena adanya
produksi asam laktat dan asam-asam lainnya.
Tahap III – Fase stabil
Tahap ini akan berlangsung selama oksigen dari luar tidak masuk ke dalam
silo/fermentor. Sebagian besar jumlah mikroorganisme yang berkembang pada
fase fermentasi akan berkurang secara perlahan. Beberapa jenis mikroorganisme
toleran asam dapat bertahan dalam kondisi stasioner (inactive). Pada fase ini,
mikroorganisme lainnya seperti clostridia dan bacilli bertahan dengan
menghasilkan spora. Hanya beberapa jenis mikroorganisme penghasil enzim
protease dan carbohydrase toleran asam serta beberapa mikroorganisme khusus,
seperti Lactobacillus buchneri yang dapat tetap aktif pada level rendah.
Tahap IV – Fase pemanenan (feed-out/aerobic spoilage)
Fase ini dimulai segera setelah silo/fermentor dibuka dan silase terekspos udara
luar. Hal tersebut tidak terhindarkan, bahkan dapat dimulai terlalu awal jika
penutup silase rusak sehingga terjadi kebocoran. Jika fase ini berlangsung terlalu
16
lama, maka silase akan mengalami deteriorasi atau penurunan kualitas silase
akibat terjadinya degradasi asam organik yang ada oleh khamir dan bakteri asam
asetat. Proses tersebut akan menaikkan pH pada tumpukan silase dan selanjutya
akan berlangsung tahap spoilage ke-2 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan
suhu, dan peningkatan aktifitas mikroorganisme kontaminan, seperti bacilli,
moulds dan enterobacteria (Honig dan Woolford, 1980).
Karakteristik silase yang baik menurut Cullison (1975) dan Utomo (1999) yakni:
1. warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau
kecoklatan, sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau
kehitaman;
2. bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam, bebas dari bau manis,
bau ammonia, dan bau H2S;
3. tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. tidak menggumpal, tidak lembek,
dan tidak berlendir;
4. keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan
bebas jamur.
Tabel 2. Kriteria penilaian silase
KriteriaPenilaian
Baik Sekali Baik Sedang Buruk
Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak BanyakBau Asam Asam Kurang asam BusukpH 3,2--4,5 4,2--4,5 4,5--4,8 >4,8
Kadar N-NH3 <10% 10--15% <20% >20%
Sumber: Deptan (1980)
17
D. Jenis dan Kandungan Nutrisi Zat Aditif Silase
Proses pembuatan silase akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase
diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam
laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator
adalah untuk menambahkan bahan kering, untuk mengurangi kadar air silase,
membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan
untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Komar, 1984). Rukmana
(2005) menyatakan bahwa penambahan aditif pada bahan baku silase berfungsi
untuk menstimulir fermentasi asam laktat sehingga akan mempercepat
pertumbuhan bakteri asam laktat, menekan pertumbuhan Clostridium dan
membantu penurunan pH. Bahan pakan yang digunakan sebagai aditif silase
sebaiknya mengandung karbohidrat yang mudah larut karena merupakan substrat
terpenting bagi perkembangan bakteri asam laktat yang jarang ditemui pada
hijauan akan tetapi banyak terdapat dalam ensilase (Wijiyanto dkk., 2005).
Molases adalah hasil ikutan dari limbah perkebunan tebu yang berwarna hitam
kecoklatan. Kandungan gizi yang cukup baik di dalamnya sangat baik digunakan
sebagai bahan tambahan pakan ternak. Selain itu, molases juga mengandung
vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti
Kobalt, Boron, Iodium, Tembaga, Mangan dan Seng. Molases memiliki
kelemahan yakni kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila
dikonsumsi terlalu banyak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak
18
adalah kadar karbohidrat tinggi (48--60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan
disukai ternak (Yudith, 2010).
Molases adalah bahan aditif berupa sumber karbohidrat yang berfungsi sebagai
bahan dengan pembentukan asam laktat pada proses ensilase yang sempurna
(Bolsen dkk., 1995). Fungsi lain untuk mempercepat terbentuknya asam laktat
serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia dalam bakteri (Sumarsih
dkk., 2009).
Onggok merupakan limbah dari industri tapioka. Onggok adalah hasil ikutan
pengolahan dari ubi kayu menjadi tapioka (Kolopita dan Sutardi, 1997).
Suharyono dkk. (1982) menyatakan bahwa komposisi nutrisi onggok adalah
89,38% BK, 87,60% bahan organik (BO), 1,60% PK, dan kecernaan bahan
keringnya sebesar 82.0% berfungsi untuk mempercepat tercapainya kondisi asam,
memacu terbentuknya asam laktat dan asetat, mendapatkan karbohidrat mudah
terfermentasikan sebagai sumber energi bagi bakteri yang berperan dalam
fermentasi, menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri lain dan jamur yang
tidak dikehendaki, mengurangi oksigen yang ada baik secara langsung maupun
tidak langsung, mengurangi produksi air dan menyerap beberapa asam yang tidak
diinginkan.
Safarina (2009) menyatakan selama proses ensilase, pati yang terkandung di
dalam tepung gaplek diubah menjadi gula melalui proses sakarisasi sebelum
proses fermentasi, sedangkan molases mengandung karbohidrat (sukrosa) yang
merupakan golongan disakarida sehingga mudah dimanfaatkan mikrobia selama
19
proses fermentasi berlangsung untuk memproduksi asam laktat dan menyebabkan
penurunan pH yang menghasilkan silase berbau asam.
Penambahan dedak padi sebagai sumber karbohidrat diharapkan dapat mudah
larut dan dapat dengan cepat dimanfaatkan oleh BAL sebagai nutrisi untuk
pertumbuhannya (Hartadi dkk., 1993). Silase batang pisang yang ditambah dedak
padi menghasilkan bau silase yang tidak berbau. Hal ini disebabkan oleh
karbohidrat yang terdapat pada dedak padi (pati dan selulosa), serta SK 11,6% dan
BETN 48,3% yang menyebabkan penguraian karbohidrat oleh BAL untuk
memproduksi asam laktat tercapainya lambat, sehingga pH yang dihasilkan di atas
empat (McDonald, 1981). Gunawan (1975) menyatakan bahwa fungsi dedak
dalam fermentasi adalah sebagai bahan pemadat dan pengikat sehingga bentuk
produk hasil fermentasi akan menarik, disamping itu penambahan dedak dalam
substrat akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga menyebabkan mikroba cepat
tumbuh dan mudah berkembang biak.
Tabel 3. Kandungan nutrisi berbagai zat aditif
NamaBahan
Hasil Analisis (%)Kadar Air Protein Kasar Serat Kasar BETN
KadarAir
DM Segar DM Segar DM Segar DM
DedakPadi
11,53 88,47 10,2 11,5 8,21 9,3 46,61 52,69,
Onggok 13,20 89,12 - 2,72 - 8,71 - 67,94Molases 41,44 58,6 2,44 4,17 0,28 0,5 44,88 76,64
Keterangan : DM= Dry matterSumber: Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak UNILA (2015) dan Fathuldkk. (2015)
20
E. Penggunaan Dedak, Onggok, dan Molases
Perlakuan antara level dedak padi DP l% dan DP 5% tidak memberikan perbedaan
yang nyata terhadap beberapa parameter kualitas silase yaitu bahan organik, abu,
bahan kering, suhu panen, % rusak, jumlah koloni bakteri asam laktat akhir dan
asam laktat. Level dedak dalam aplikasi pernbuatan silase dapat berpengaruh
terhadap kualitas silase dan dapat digunakan sebagai tambahan mulai l% w/w
sampai 5% w/w. (Ridwan dkk., 2005). Berdasarkan penelitian Jasin (2014)
dikatakan bahwa kandungan asam laktat silase rumput gajah yang dihasilkan
dengan penambahan dedak padi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak mendapat tambahan dedak padi dan pemberian dedak padi sebanyak 5%
menghasilkan kandungan asam laktat tertinggi yaitu mencapai 107,92 g/kg BK
akan tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan penambahan
dedak padi 1% dan 3%.
Hasil penelitian Supartini (2011) disimpulkan bahwa penambahan onggok hingga
4% dari bahan baku pada pembuatan silase campuran daun ubi kayu dan gamal
mampu menekan penurunan kandungan nutrien silase yang dihasilkan. Pengaruh
penambahan onggok dengan level berbeda pada setiap perlakuan memberikan
dampak terhadap penurunan kandungan BK, BO, dan PK. Penurunan kandungan
BK, BO, dan PK tertinggi terdapat pada P0 dan penurunan kandungan BK, dan
PK terendah terdapat pada perlakuan P3. Penurunan kandungan nutrien silase
dari bahan baku dapat dikatakan bahwa penambahan aditif onggok 4% (P3)
ternyata mampu menekan penurunan kandungan nutrien silase campuran daun
ubikayu dan gamal. Tetapi tampak bahwa persentase penurunan yang terbesar
21
justru terdapat pada kandungan PK meskipun secara fisik (warna, tekstur dan bau)
silase terlihat tidak ada perbedaan antar perlakuan. Hal ini diduga karena
kurangnya pasokan karbohidrat mudah larut yang merupakan substrat penting
bagi perkembangan bakteri asam laktat sehingga dalam proses ensilase bakteri
asam laktat memanfaatkan nutrien yang terkandung di dalam bahan baku yang
mengakibatkan turunnya kandungan nutrien silase.
Pemberian molases berpengaruh terhadap kandungan bahan kering dan bahan
organik, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan HCN silase.
Penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong yang
menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan organik paling tinggi adalah
5%. (Fathurrohman dkk., 2015). Berdasarkan penelitian Jasin (2014) yang
menyatakan bahwa kandungan asam laktat silase rumput gajah yang dihasilkan
dengan penambahan molases nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan
pemberian molases sebanyak 5% menghasilkan kandungan asam laktat tertinggi
yaitu mencapai 10.65% akan tetapi hasil ini tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata dibandingkan dengan penambahan molases 1% dan 3%.
F. Perubahan Nutrisi pada Proses Pembuatan Silase
Proses kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi dapat menurunkan
kandungan SK (Sandi dkk., 2010). Tinggi rendahnya penurunan kandungan SK
ditentukan oleh fraksi SK berupa lignin. Lignin yang tinggi menyebabkan bakteri
akan sulit mendegradasi bahan sehingga penurunan SK akan rendah. Daun
mengandung lignin sebesar 25,4%, 22,6% selulosa, dan 13,3% hemiselulosa
22
(Aregheore, 2000). Umumnya, yang mempengaruhi SK adalah waktu panen,
semakin lama waktu panen tanaman, maka kandungan SK semakin tinggi.
Peningkatan umur tanaman menyebabkan tanaman memasuki fase pertumbuhan
dimana tanaman mengalami penuaan, sehingga bagian tanaman mengandung
selulosa dan lignin yang tinggi. (Liman dkk., 2018)
Kelompok bakteri Lactobacillus dalam proses fermentasi akan menghasilkan
sejumlah besar enzim mencerna SK seperti selulase dan mannase. Keuntungan
kelompok bakteri ini dalam mencerna SK adalah karena bakteri tidak
menghasilkan SK dalam aktivitasnya, sehingga lebih efektif dalam menurunkan
SK dari pada ragi dan jamur (Hanafiah, 1995). Mikroba akan mendegradasi
bahan organik seperti gula, protein, pati, hemiselulosa dan selulosa untuk
pertumbuhannya (Kalsum dan Sjofjan, 2008).
Hidrolisis protein dilakukan oleh enzim protease hijauan menjadi asam amino
kemudian menjadi amina dan amonia. Laju kecepatan penguraian protein
(proteolisis) tergantung pada kecepatan penurunan pH. Nilai pH yang turun pada
awal ensilase sangat bermanfaat untuk mencegah perombakan protein hijauan.
Aktivitas protease optimal pada pH 4--7 tergantung kepada materi yang
digunakan (Slottner dan Bertillsson, 2006). Givens dan Rulquin (2004)
menyatakan bahwa kandungan protein kasar mengalami penurunan 0,6%--0,8%
selama awal ensilase. Mikroba akan mendegradasi bahan organik seperti gula,
protein, pati, hemiselulosa dan selulosa untuk pertumbuhannya.
23
G. Uji Organoleptik Silase
Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu
komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata, hidung,
mulut dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subyektif
karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto,
1990).
Reksohadiprodjo (1998), menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada
tanaman yang mengalami proses ensilase disebabkan oleh proses respirasi aerobic
yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai gula tanaman
habis. Gula akan teroksidasi menjadi CO2 dan air, panas juga dihasilkan pada
proses ini sehingga temperatur naik. Temperatur yang tidak dapat terkendali akan
menyebabkan silase berwarna coklat tua sampai hitam. Hal ini menyebabkan
turunnya nilai kandungan nutrisi pakan, karena banyak sumber karbohidrat yang
hilang dan kecernaaan protein turun. Menurut Ensminger dan Olentine (1978),
menyatakan bahwa warna coklat tembakau, coklat kehitaman, karamel (gula
bakar) atau gosong menunjukan silase kelebihan panas.
Utomo (1999) menyatakan bahwa aroma silase yang baik agak asam, bebas dari
bau manis, bau ammonia, dan bau H2S. Silase dengan atau tanpa penambahan
starter memiliki aroma cenderung asam, sehingga setiap perlakuan yang berbeda
tidak mempengaruhi aroma silase.
Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu
tekstur masih jelas, seperti alamnya. Apabila kadar air hijauan pada saat dibuat
24
silase masih cukup tinggi, maka tekstur silase dapat menjadi lembek. Agar tekstur
silase baik, hijauan yang akan dibuat silase diangin-anginkan terlebih dahulu,
untuk menurunkan kadar airnya. Selain itu, pada saat memasukkan hijauan ke
dalam silo, hijauan dipadatkan dan diusahakan udara yang tertinggal sedikit
mungkin.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada Mei--Juli 2018 di Laboratorium
Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain plastik ukuran 1 kg, tali
plastik, baskom/ nampan, sarung tangan silikon, dan pH meter. Alat yang
digunakan untuk analisis proksimat adalah kertas saring, oven, labu kjedahl, alat
destruksi, erlenmeyer, gelas ukur, alat destilasi, alat titrasi, corong, botol semprot,
desikator, tanur, cawan porselen, soxhlet, kondensor, timbangan analitik dan
kompor listrik.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tebon jagung dengan umur
panen 50 hari, hijauan sorghum dengan umur panen 50 hari, molases, onggok,
dedak padi, dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis proksimat antara lain
26
H2SO4 pekat, air suling, H2BO3, indikator NaOH 45%, HCl 0,1N, H2SO4 0,25N,
NaOH 0,313N, dan aseton.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x3.
Perlakuan yang diberikan sebagai berikut:
P1 : Silase sorghum dengan penambahan dedak padi 5%.
P2 : Silase sorghum dengan penambahan onggok 5%.
P3 : Silase sorghum dengan penambahan molasses 5%.
P4 : Silase tebon jagung dengan penambahan dedak padi 5%.
P5 : Silase tebon jagung dengan penambahan onggok 5%.
P6 : Silase tebon jagung dengan penambahan molasses 5%.
Penelitian ini menggunakan 6 kombinasi perlakuan dan 4 kali ulangan. Jumlah
bahan yang digunakan yakni hijauan sorghum 12 kg dan tebon jagung 12 kg.
Masing-masing perlakuan dan ulangan menggunakan 1 kg bahan baku.
27
Tata Letak Penelitian
P1U4 P5U1 P4U4 P3U2
P6U1 P2U2 P1U2 P6U3
P1U3 P1U1 P5U4 P5U2
P5U3 P3U1 P2U1 P2U4
P2U3 P6U4 P6U2 P3U3
P4U2 P3U4 P4U1 P4U3
Gambar 1. Tata letak penelitian
D. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah warna, aroma, tekstur, pH,
kandungan PK, dan kandungan SK dari silase.
E. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan silase:
1.) Memanen tebon jagung dan sorghum, kemudian timbang bobotnya;
2.) melayukan selama 12 jam dan timbang bobotnya;
3.) memotong tebon jagung dan sorghum menjadi kecil (kurang lebih 5 cm);
4.) mencampur bahan baku dengan zat aditif sesuai dengan perlakuan;
5.) memasukan campuran bahan baku dan bahan aditif ke dalam wadah plastik;
6.) memadatkan campuran hingga tidak ada udara di dalam plastik;
7.) menutup rapat kantung plastik dan menyimpannya selama 6 minggu;
8.) melakukan pengujian sampel meliputi uji organoleptik dan pH pada minggu
ke-6;
28
9.) mengukur keasaman silase dengan pH meter.
Pengukuran nilai pH silase menggunakan prosedur Nahm (1992). Pengukuran
pH silase dilakukan menggunakan pH meter digital setelah silase dipanen.
Sebelum dilakukan penetapan pH, sampel diberi aquades dengan
perbandingan antara sampel dan aquades adalah 1:10.
10.) menganalisis karakteristik wangi, rasa, warna, dan tekstur dengan
menggunakan skor pembobotan mengacu pada Direktorat Pakan Ternak
(2012) (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai ukur kualitas silase
Indikator Bobot Penjelasan NilaiWangi 25 Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam
Bau asam wangi Tidak ada bau Seperti jamur dan kompos bau tidak sedap
2520100
Rasa 25 Manis, sedikit asam seperti yoghurt Sedikit asam Tidak ada rasa Tidak sedap
2520100
Warna 25 Hijau kekuning-kuningan Coklat agak kehitaman Hitam mendekati warna kompos
25100
Sentuhan 25 Kering tapi kalau dipegang terasa lembut danlunak
Kandungan airnya terasa sedikit banyak tapitidak bersih
Terasa basah sedikit becek
25200
Jumlah 100 Jumlah wangi+ warna+ rasa+ sentuhanSumber: Direktorat Pakan Ternak (2012)
29
2. Persiapan sampel analisis:
a. menimbang sampel analisis;
b. menjemur sampel di bawah sinar matahari selama sekitar 3 hari, kemudian
ditimbang;
c. menggiling sampel hingga lolos saringan 40 mesh;
d. mengaduk hingga homogen dan memasukkan ke dalam botol yang telah
diberi label.
Analisis proksimat menggunakan metode sesuai dengan Fathul (2015). Analisis
yang dilakukan yakni perhitungan kadar protein kasar dan serat kasar:
3. Kadar protein kasar
Tahap pelaksanaan analisis protein adalah sebagai berikut :
1. menimbang kertas saring biasa (6 x 6 cm²) dan mencatat bobotnya (A);
2. memasukkan sampel analisa sebanyak 0,1 g dan kemudian mencatat
bobotnya (B);
3. memasukkan sampel ke dalam labu Kjeldahl, kemudian menambahkan 15
ml H2SO4 pekat dan 0,2 g campuran garam;
4. menyalakan alat destruksi, kemudian mengerjakan destruksi, lalu
mematikan alat destruksi apabila sampel berubah warna menjadi jernih
kehijauan, selanjutnya mendiamkan sampai menjadi dingin;
5. menambahkan 200 ml air suling dan menyiapkan 25 ml H2BO3 di gelas
erlenmeyer, kemudian meneteskan 2 tetes indikator (larutan berubah
30
menjadi biru), lalu memasukkan ujung alat kondensor ke dalam gelas
tersebut dan harus dalam posisi terendam;
6. menyalakan alat destilasi dan menambahkan 50 ml NaOH 45% ke dalam
labu Kjeldahl, kemudian mengangkut ujung alat kondensor yang terendam,
apabila larutan telah menjadi sebanyak 2/3 bagian dari gelas tersebut dan
matikan alat destilasi.
7. membilas ujung kondensor dengan air suling menggunakan botol semprot,
menyiapkan alat untuk titrasi dan mengisi buret dengan larutan HCl 0,1N,
selanjutnya mengamati dan membaca angka pada buret kemudian mencatat
(L1);
8. menghentikan titrasi apabila larutan berubah warna menjadi hijau,
mengamati buret dan membaca angka, kemudian mencatatnya (L2);
9. menghitung kadar protein kasar dengan rumus berikut:
N = ( Lblanko – Lsampel) x Nbasa x N/1000
B - A
Keterangan:
N = besarnya kandungan nitrogen (%)
Lblanko = volume titran untuk blanko (ml)
Lsampel = volume titran untuk sampel (ml)
Nbasa = normalitas NaOH sebesar 0,1
N = berat atom nitrogen 14
A = bobot kerta saring biasa (gram)
B = bobot kertas saring biasa berisi sampel (gram)
x 100%
31
Menghitung kadar protein dengan rumus sebagai berikut :
KP = N x FP
Keterangan:
KP = kadar protein kasar (%)
N = kandungan nitrogen
FP = angka faktor protein untuk pakan nabati sebesar 6,25.
4. Kadar serat kasar
Tahap pelaksanaan analisis serat kasar adalah sebagai berikut :
1. menimbang kertas dan mencatat bobotnya (A);
2. memasukkan sampel analisis sebanyak 0,1 g, kemudian mencatat bobotnya
(B);
3. menuangkan sampel analisa ke dalam gelas erlenmeyer, menambahkan 200
ml H2SO4 0,25 N, menghubungkan gelas erlenmeyer dengan alat kondensor
dan menyalakan panas, selanjutnya memanaskan selama 30 menit terhitung
sejak awal mendidih;
4. menyaring dengan corong kaca beralas kain linen serta membilas dengan air
suling panas dengan menggunakan botol semprot sampai bebas asam,
selanjutnya melakukan uji kertas lakmus untuk mengetahui bebas asam,
kemudian memasukkan residu kembali ke gelas erlenmeyer;
5. menambahkan 200 ml NaOH 0,313 N, menghubungkan gelas erlenmeyer
dengan alat kondensor, kemudian memanaskan selama 30 menit terhitung
sejak awal mendidih, selanjutnya menyaring dengan menggunakan corong
kaca beralas kertas saring whatman ashles yang diketahui bobotnya (C);
32
6. membilas dengan air suling panas dengan menggunakan botol semprot
sampai bebas basa, kemudian melakukan uji kertas lakmus untuk
mengetahui bebas basa, lalu bilas dengan aseton;
7. melipat kertas saring whatman ashles berisi residu, memanaskan didalam
oven 1050C selama 6 jam, kemudian mendinginkan di dalam desikator
selama 15 menit, menimbang dan mencatat bobotnya (D);
8. meletakkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya (E);
9. mengabukan di dalam tanur 6000C selama 2 jam, lalu matikan tanur, dan
mendiamkan sampai warna merah membara pada cawan sudah tidak ada,
selanjutnya memasukkan ke dalam desikator, sampai mencapai suhu kamar,
lalu menimbang mencatat bobotnya (F);
10. menghitung kadar serat kasar dengan rumus berikut:
(D – C) – (F – E)KS = X 100 %
(B – A)
Keterangan:
KS = kadar serat kasar (%)
A = bobot kertas (gram)
B = bobot kertas berisi sampel analisa (gram)
C = bobot kertas saring Whatman Eashles (gram)
D = bobot kertas saring Whatman Eashles berisi residu (gram)
E = bobot cawan porselin (gram)
F = bobot cawan porselin berisi abu (gram).
33
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan
kemudian dilakukan analisis secara statistik. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji
lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perbedaan jenis hijauan berpengaruh nyata terhadap kandungan PK silase,
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan SK silase.
2. Perbedaan jenis bahan aditif berpengaruh nyata terhadap kandungan PK dan
SK silase.
3. Tidak terjadi interaksi antara perbedaan jenis hijauan dan perbedaan bahan
aditif silase.
B. Saran
Saran agar diperoleh hasil yang lebih baik dalam penelitian ini yakni, sebaiknya
silase dibuat dengan skala yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Sorghum untuk Pakan Ternak. https://www.peternakankita.com/sorgum-untuk-pakan-ternak/ diakses pada 19 Desember 2017
Aregheore, E. M. 2000. Chemical composition and nutritive value some tropicalby-product feedstuf for small ruminant in vivo and in vitro degistibility.Anim. Feed. Sci. Technol. 85: 99--109
Bolsen, K.K., G. Ashbell, and J. M. Wilkinnson. 1995. Silage Additives. VCHVerlagsgesellschaft. Weinheim
Chen, Y. and Z. G. Weinberg. 2008. Changes during aerobic exposure of wheatsilages. Anim. Feed Sci. Technol. 154 (2): 76--82
Cullison, A. E. 1975. Feed and Feding . University of George Reston PublishingCompany Inc. Virginia
Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. 1980. PedomanPelaksanaan Unit Pelaksana Proyek pada Budidaya Tebu. DepartemenPertanian Direktorat Jendral Perkebunan. Jakarta
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Pakan Ternak.2012. Silase. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.Jakarta
Elferink, S. J. W. H. O., F. Driehuis, J. C. GoĴschal and S. F. Spoelstra. 2000.Silage fermentation processes and their manipulation. FAO PlantProduction and Protection Paper. 161: 17--30
Ensminger, M. E. and C. G. Olentine. 1978. Feed and Nutrition Complate. TheEnsminger Publishing Company. Clovis. California
Fathul, F., N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2003. Bahan Pakan dan FormulasiRansum. Buku Ajar Universitas Lampung. Bandar Lampung
Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2015. Pengetahuan Pakan danFormulasi Ransum. Buku Ajar Universitas Lampung. Bandar Lampung
44
Fathurrohman, F., A. Budiman, dan T. Dhalika. 2015. Pengaruh tingkatpenambahan molasaes pada pembuatan silase kulit umbi singkong(Mannihot esculenta) terhadap kandungan bahan kering, bahan organik,dan HCN. Jurnal Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. 4 (1): 1--8
Fitri. 2015. Keunggulan Tebon Jagung Sebagai Hijauan Pakan Ternak Berkualitasdan Disukai Ternak. http://www.agrobisnisinfo.com/2015/07/keunggulan-tebon-jagung-sebagai-hijauan.html. Diakses pada 19 Desember 2017
Givens. D. I. dan H. Rulquin. 2004. Utilization by ruminant of nitrogen compundsin silage base diet. Anim. Feed Sci. Technol. 114: 1--18
Gunawan, C. 1975. Percobaan Membuat Inokulum untuk Tempe dan Oncom.Makalah Ceramah Ilmiah LKN. LIPI Bandung
Hanafiah, A. 1995. Peningkatan Nilai Nutrisi Empulur Sagu (Metroxylon sp)sebagai Bahan Pakan Monogastrik melalui Teknologi FermentasiMenggunakan Aspergillus niger. Skripsi. IPB. Bogor
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 1993. Tabel KomposisiPakan untuk Indonesia. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Honig, H. and M. K.Woolford. 1980. Changes in silage on exposure to air.Journal Institut fur Grundland- und Futterpflanzenforschung. 11: 76--87
Jasin, I. 2014. Pengaruh penambahan dedak padi dan inokulum bakteri asamlaktat dari cairan rumen sapi peranakan ongole terhadap kandungan nutrisisilase rumput gajah. Jurnal Fakultas Peternakan Universitas Darul UlumIslamic Centre Sudirman Guppi. 11 (2): 59--63
Kalsum, U dan O. Sjofjan. 2008. Pengaruh waktu inkubasi campuran ampas tahudan onggok yang difermentasi dengan Neurosporasitophila terhadapkandungan zat makanan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakandan Veteriner Bogor. Puslitbang Peternakan, Bogor. 226--232
Karimuna, L., Safitri, dan L.O. Sabaruddin. 2009. Pengaruh jarak tanam danpemangkasan terhadap kualitas silase dua varietas jagung (Zea mays L.).Agripet. 9 (1): 17--25
Kolopita, M. dan T. Sutardi. 1997. Pencernaan ampas onggok dalam rumen sapidan kerbau. Bull. 3 (12): 236--244
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak.Yayasan Dian Grahita. Jakarta
45
Koten, B. B., R. D. Soetrisno, N. Ngadiyono, dan B. Suwignyo. 2012. Produksitanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) moench) varietas lokal rotesebagai hijauan pakan ruminansia pada umur panen dan dosis pupuk ureayang berbeda. Bulletin Peternakan 36 (3): 150--155
Kushartono, B. dan N. Iriani. 2003. Prospek Pengembangan Tanaman JagungSebagai Sumber Hijauan Pakan Ternak. Prosiding Temu TeknisFungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak Bogor. 26--31
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak. 2015. Hasil Analisis Proksimat SilaseLimbah Sayuran. Universitas Lampung. Bandarlampung
Liman, A. K. Wijaya, S. Tantalo, Muhtarudin, Septianingrum, W. P. Indriyantiand K. Adhianto. 2018. Effect type and levels of manure on forageproduction and nutrient quality of sorghum (Sorghum bicolor (l.) moench)plant. Asian J. Crop Sci., 10 (3): 115--120
Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta
McDonald, P. 1981. Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons. New York
Miller, F. R and J. A. Stroup. 2004. Growth and management of sorghums forforage production. Proceedings National Alfalfa Symposium: 1--10
Nahm, K. H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis.Copyright by Yoo Han Publishing Inc. Seoul
Nishino, N., H. Harada., and E. Sakaguchi. 2003. Evaluation of fermentation andaerobic stability of wet brewers’ grains ensiled alone or in combinationwith various feeds as a total mixed ration. J. Sci. Food. Agric. 883: 557--563
Ohmomo, S., O. Tanaka, H. K. Kitamoto and Y. Cai. 2002. Silage and microbialperformance, oldstory but new problems. J. JARQ 36 (2): 59--71
OISAT. 2011. Sorghum. PAN Germany Pestizid Aktions-Netzwerk e.V. PANGermany
Prihandana, R dan R. Hendroko. 2008. Energi Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnomohadi, M. 2006. Potensi penggunaan beberapa varietas sorgum manis(Sorghum bicolor (L.) Moench) sebagai tanaman pakan. Berkala PenelitianHayati. 12: 41--44
46
Rahayu, I. D., L. Zalizar, A. Widianto dan M. I. Yulianto. 2017. Karakteristik danKualitas Silase Tebon Jagung (Zea Mays) Menggunakan Berbagai TingkatPenambahan Fermentor yang Mengandung Bakteri Lignochloritik.Procceding Seminar Nasional dan Gelar Produk. UniversitasMuhamadiyah Malang. Malang
Rangkuti, M. 1987. Meningkatkan Pemakaian Jerami Jagung Sebagai PakanTernak Ruminansia dengan Suplementasi. Bioconvertion ProjectWorkshop on Crop Residues For Feed and Other Purposes. Grati
Reksohadiprojdo, S. 1998. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta
Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina, dan Y. Widyastuti. 2005. PengaruhPenambahan Dedak dan Lactobaillus plantarum 1 BL-2 dalam PembuatanSilase Rumbut Gajah (Pennisteum purpureum). Bogor: Pusat PenelitianBioteknologi LIPI. 28 (3): 117--123
Rif’an, M. 2009. Pengaruh Lama Fermentasi Pakan Komplit dan Silase TebonJagung Terhadap Perubahan pH dan Kandungan Nutrien. Skripsi.Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. UniversitasBrawijaya. Malang
Rukmana, R. 2005. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta
Safarina. 2009. Optimalisasi Kualitas Silase Daun Rami (Boehmeria nivea, L.GAUD) Melalui Penambahan Beberapa Zat Aditif. Skripsi. Jurusan IlmuNutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor
Sandi, S. E., B. Laconi, A. Sudarman, K. G. Wiryawan, dan D. Mangundjaja.2010. Kualitas Nutrisi Silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi EnzimCairan Rumen Sapi dan Leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan.33: 25--30
Siregar, M. E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta
Slottner, D. dan J. Bertilsson. 2006. Effect of Ensiling Technology on ProteinDegradation during Ensilage. Anim Feed Sci. Technol. 127: 101--111
Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan HasilPertanian. Bhatara Aksara. Jakarta
Stefani, J. W. H. F. Driehuis., J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silagefermentation processes and their manipulation. Electronic conference ontropical silage. Food. Agri. Org. 8 (3): 6--33
47
Subekti, G., Suwarno, dan N. Hidayat, 2013. Penggunaan beberapa aditif danbakteri asam laktat terhadap karakteristik fisik silase rumput gajah padahari ke- 14. JIP 1 (3): 835--841
Supartini, N. 2011. Penggunaan onggok sebagai aditif terhadap kandungan nutriensilase campuran daun ubikayu dan gamal. Jurnal Fakultas Pertanian,Universitas Tribhuwana Tunggadewi. 11 (1): 91--96
Suharyono, Z. Abidin, Hendratno, C. N. G. Yates, dan R. Bahaudin. 1982.Pengaruh penambahan kombinasi sera onggok dengan urea terhadapperubahan metabolisme rumen kerbau yang diberi rumput lapangansebagai makanan basal. Proc. Seminar Ilmiah Ruminansia Besar. Bogor.
Sumarsih, S., C. I. Sutrisno., dan B. Sulistiyanto. 2009. Kajian Penambahan TetesSebagai Aditif Terhadap Kualitas Organoleptik dan Nutrisi Silase KulitPisang. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang
Tangendjaja, B. E. Wina, T. M. Ibrahim, dan B. Palmer. 1992. Kaliandra(Calliandra calothyrsus) dan Manfaatnya. Balai Penelitian Ternak dan TheAustralian Centre For Institute Agricultural Research: 13--42
Umiyasih, U. dan E. Wina. 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah TanamanJagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa. 18 (3): 127--136
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta
Van Soest, P. J. 1994. Nutrient Ecology of The Ruminant. Ruminant Metabolism,Nutritional Strategies, The Cellulolytic Fermentation and Chemistry ofForages and Plant Fiber 2nd Edition. Cornell University. New York
Weinberg, Z.G. and R.E. Muck. 1996. New trends and opportunities in thedevelopment and use of inoculants for silage. FEMS Microbiol. Rev. 19:53--68
Wijiyanto, T., Koentjoko dan O. Sjofjan. 2005. Pengaruh Waktu Inkubasi danKetebalan Media Onggok Terfermentasi Oleh Bacillus coagulansTerhadap Kandungan Nutrisi dan Produksi Asam Laktat sebagai AditifPakan. http://pakanternak.brawijaya.ac.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=75&Itemid=22. Diakses 25 Maret 2018
Yudith T. A., 2010. Pemanfaatan Pelepah Sawit dan Hasil Ikutan Industri KelapaSawit terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan.Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Yusmin, H. D. 1998. Budidaya Sorghum Cocok untuk Daerah Kering. KedaulatanRakyat. Yogyakarta