perbandingan metode cta dan metode piksel based classification dalam pemetaan komposisi vegetasi...
DESCRIPTION
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan perbandingan metode classification tree analysis dan metode pixel based classification dalam pemetaan komposisi vegetasimenggunakan citra resolusi tinggi dengan area studi di Gunung Tidar.TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
DATA MINING UNTUK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS
Perbandingan Metode Classification Tree Analysis dan Metode Piksel Based Classification
dalam Pemetaan Komposisi Vegetasi Menggunakan Citra Resolusi Tinggi
Dosen pengampu :
Nur Mohammad Farda, S.Si, M.Cs.
Disusun Oleh:
Nama : Aswin Nur Saputra
NIM : 14/375668/PGE/01158
FAKULTAS GEOGRAFI
PROGRAM PASCASARJANA PENGINDERAAN JAUH
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
Asumsi paling awal yang diutarakan Danoedoro (2012) bahwa dalam klasifikasi
multispektral ialah bahwa tiap objek dapat dibedakan dari yang lain berdasarkan nilai
spektralnya. Phinn (2002) menyebutkan bahwa klasifikasi multispektral mengasumsikan: (a)
resolusi spasial tingi, dimana setiap piksel merupakan piksel murni yang tersusun atas satu
macam objek penutup lahan, (b) piksel-piksel yang menyusun satu jenis penutup lahan
mempunyai kesamaan spectral, (c) setiap penutup lahan yang berbeda juga mempunyai
perbedaan spectral yang signifikan.
Selain dianalisis secara visual, menurut Manalu (2010) citra penginderaan jauh sering
juga dianalisis secara digital untuk mendapatkan informasi tematik. Kalsifikasi multispektral
adalah satu diantara metode yang sering digunakan untuk mengekstrak informasi, terutama
informasi penutup lahan. Bila pada pengolahan citra digital, citra penginderaan jauh akan
dianalisis secara kualitatif mengingat peran interpretasi visual yang kuat dalam perolehan
informasi. Sedangkan klasifikasi multispektral menggunakan pendekatan kuantitatif dan
megurangi subyektifitas pada kegiatan interpretasi. Klasifikasi citra penginderaan jauh adalah
suatu proses dimana semua piksel dari suatu citra yang mempunyai kenampakan spectral yang
sama akan diidentifikasikan.
Danoedoro (2012) menyebutkan bahwa pemrosesan PCA pada dasarnya merupakan
teknik rotasi yang diterapkan pada sistem koordinat multisaluran sehingga menghasilkan
citra baru dengan jumlah saluran yang lebih sedikit. Saluran yang lebih sedikit tersebut
mempunyai korelasi yang rendah antar dengan variansi yang besar pada tiap salurannya,
sehingga mampu meminimalisir duplikasi informasi dibandingkan dengan citra asli
sebelum dilakukan PCA.
Data mining menurut Guo (2009) khususnya secara spasial memiliki akar yang dalam
kajian analisis spasial (seperti statistik spasial, analisis kartografi, dan analisis ekplorasi data) dan
berbagai area kajian data mining dalam statistic dan ilmu computer (seperti clustering,
klasifikasi, association rule mining, visualisasi informasi, dan analisis visual). Tujuannya adalah
untuk mengintegrasikan dan mengembangkan metode dalam berbagai kajian untuk analisis data
spasial yang besar dan kompleks. Spasial data mining meliputi berbagai tugas dan untuk setiap
tugas tersedia sejumlah metode yang berbeda untuk digunakan baik itu komputasi, statistik,
visual atau kombinasi dari beberapa diantaranya.
Klasifikasi dalam data mining oleh Guo (2009) adalah tentang mengelompokkan item
data dalam kelas-kelas menurut sifatnya (nilai atribut). Klasifikasi ini juga biasa disebut
Supervised Classificaton (klasifikasi terselia) sedangkan kebalikannya adalah Unsupervised
Classification (klasifikasi tidak terselia).
Teknik untuk menggabungkan beberapa sumber informasi mulai berkembang pada area
kajian penginderaan jauh, terutama dalam pemetaan bentang lahan (Rogan et al., 2006, dalam
Ramos, 2008). Seiring hal tersebut teknik machine learning jadi meningkat karena teknik
tersebut memfasilitasi integrasi data dari beberapa sumber karena kemampuannya untuk
menggabungkan secara terus menerus dan analisis data kategorikal dalam asumsi statistik
(Gahegan, 2003 dalam Ramos, 2008). Machine learning mengacu pada algoritma induksi yang
menganalisis informasi dan mengenlai pola melalui proses belajar otomatis dan berulang dari
training data (Malerba et al., 2001 dalam Ramos, 2008). Breiman et al. (1984) dalam Ramos
(2008) menyajikan contoh teknik machine learning sebagai classification tree analysis, dimana
teknik ini mampu menagani data dimensi tinggi. Teknik ini telah banyak diterapkan pada
permodelan vegetasi dari data lingkungan SIG, analisis citra untuk penutup lahan dan pemetaan
hutan (Friedl & Brodley , 1997; Rognan et al., 2003)
Objek vegetasi merupakan salah satu dari tiga aspek keruangan dalam lingkup geografi.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek abiotik (fisik), biotik dan manusia, dimana ketiga aspek
tersebut saling berinteraksi antar satu dengan yang lain. Aspek biotik yang salah satunya dalah
flota (vegetasi) merupakan salah satu aspek keruangan yang sangat menarik dikaji. Kenampakan
tiap individu vegetasi memiliki struktur yang beraneka ragam, baik dari struktur daun, batang
maupun akar yang dapat dilihat secara langsung dilapangan. Permasalahan terjadi ketika objek
vegetasi tersebut coba dikaji dan dipetakan menggunakan data penginderaan jauh yang dilihat
dari atas dimana yang terlihat hanya kenampakan tajuknya saja. Struktur tajuk sendiri tersusun
dari berbagai macam jaringan seperti jaringan sponge dan palisade yang mana mempengaruhi
nilai pantulan spektral yang datang dari matahari dan kembali direkam oleh sensor.
Terdapat beberapa metode untuk interpretasi dan klasifikasi objek vegetasi yaitu
klasifikasi berbasis piksel dan klasfikasi berbasis objek. Permasalahan klasifikasi berbasis piksel
pada citra resolusi spasial tinggi adalah salt and pepper yang muncul pada hasil klasifikasi.
Daerah kajian untuk penelitian ini adalah hutan Gunung Tidar di kota Magelang yang merupakan
hutan tropis dan memiliki komposisi floristik yang heterogen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan perbandingan metode classification tree
analysis dan metode pixel based classification dalam pemetaan komposisi vegetasi
menggunakan citra resolusi tinggi dengan area studi di Gunung Tidar.
II. Metode Penelitian
a. Alat dan Bahan
- Seperangkat computer
- Perangkat lunak Arc Gis 10.1, ENVI 5.1 dan Idrisi Selva
- Citra Worldview-2 tanggal perekaman 1 Oktober 2012
b. Metode
Koreksi Atmosfer
Koreksi atmosfer termasuk dalam rangkaian koreksi radiometric yang diperlukan
atas dasar dua alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus
memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan dengan nilai pantulan atau
pancaran spektral objek yang sebenarnya (Guindon, 1984, dalam Danoedoro, 2012).
Pada koreksi ini, diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu kerangka liputan
(scene) seharusnya nol, sesuai dengan bit-coding sensor. Apabila nilai terendah piksel
pada kerangka liputan tersebut bukan nol maka nilai penambah (atau offset) tersebut
dipandang sebagai hasil dari hamburan atmosfer (Danoedoro, 2012). Citra perlu
dikoreksi karena nantinya akan dilakukan transformasi menjadi indeks vegetasi yang
akan dijadikan salah satu input untuk proses klasifikasi. Berikut adalah alogaritma yang
digunakan dalam kalibrasi sensor (Digital globe,) :
Keterangan :
absCalFactorBand = Absolute radiometric calibration factor
QPiksel Band = Pixel Band
LPixel Band =Spektral radiance(W.m-2
.sr-1
.µm-1
)
Spectral Band Spectral Iradiance [W.m-2
.µm-1
]
Panchromatic 1580.8140
Coastal 1758.2229
Blue 1974.2416
Green 1856.4104
Yellow 1738.4791
Red 1559.4555
Red Edge 1342.0695
NIR1 1069.7302
NIR2 861.2866
Tabel 1. Worldview-2 Band Averaged Solar Spectral Irradiance
Selanjutnya adalah melakukan koreksi radiometrik yaitu reflectance at-sensor ,
dimana proses ini adalah memperbaiki nilai piksel yang mengalami gangguang atmoster
yang terdapat pada sensor. Formulasi koreksi reflectance at-sensor dapat dilihat sebagai
berikut :
ρλPixel,Band =
( )
dES2 = (1-0.01674*cos(0.9856*(JD-4)))
2
θs = (900 – sun elevation)*(π/180)
Keterangan :
Lλ = Nilai radiansi spektral [W.m-2
.sr-1
.µm-1
]
π = 22/ 7 atau 3,1428571428
θs = Sudut zenith matahari ketika citra direkam (radians)
d2 = Kuadrat jarak bumi-matahari dengan satuan astronomi
JD = Julian Day
Transformasi citra
- PCA (Principle Component Analysis)
Analisis komponen utama atau analisis faktor (Principal Component
Analysis, PCA, atau Transformasi Karhunen – Loeve) merupakan teknik rotasi yang
sangat spesifik PCA pada dasarnya adalah teknik rotasi yang diterapkan pada sistem
koordinat multisaluran (bahkan lebih dari 3 dimensi) sehingga menghasilkan citra
baru dengan jumlah ‘saluran’ yang lebih sedikit. Dengan kata lain, PCA mampu
mengurangi dimensionalitas data (Danoedoro, 2012).
- Vegetation Index
Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang
diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, biomassa, Leaf Area Index
(LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya (Danoedoro, 2012). Pada penelitian ini
penggunaan indeks vegetasi diharapkan mampu meningkatkan hasil dari klasifikasi
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 1. Band PCA; a) band 1, b) band 2, c) band 3, d) band 4, e) band 5, f) band 6
yang akan dilakukan karena indeks vegetasi merupakan transformasi yang
menonjolkan kenampakan vegetasi.
NDVI (Normalized Differenced Vegetation Index)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan kombinasi
antara teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. NDVI mampu
menonjolkan aspek kerapatan vegetasi. NDVI, nilai selalu berkisar antara -1 hingga
+1 (Danoedoro, 2012) dimana nilai -1 menunjukan vegetasi tersebut kurang rapat
yang dapat diasumsikan vegetasi tersebut memiliki tajuk yang jarang-jarang seperti
pohon pinus. Transformasi NDVI dirumuskan sebagai berikut:
( )
( )
SAVI ( Soil Adjusted Vegetation Index)
Untuk menekan gangguan latar belakang tanah yang berupa variasi respon
spectral tanah yang berbeda-beda maka digunakan indeks vegetasi SAVI (Soil
Adjusted Vegetation Index). Indeks vegetasi ini mencoba untuk mereduksi gangguan
tanah terutama pada lokasi yang vegetasinya tidak terlalu rapat dengan cara perilaku
isovegetasi (yang mempunyai kerapatan yang sama) (Danoedoro, 2012). SAVI
dirumuskan sebagai berikut:
( )
dimana L ialah faktor koreksi untuk vegetasi, yang besarnya 0 untuk vegetasi sangat
rapat dan 1 untuk vegetasi yang sangat jarang. Faktor pengali (1+L) digunakan
supaya julat hasil transformasi berkisar antara -1 dan +1.
ARVI (Atmospheric Resistant Vegetation Index)
Penggunaan indeks vegetasi ARVI (Atmospheric Resistant Vegetation Index)
untuk menekan dan meminimalkan pengaruh atmosfer. Didaerah kajian terutama
daerah yang memiliki ketinggian cukup tunggu seperti daerah perbukitan, pengaruh
atmosfer perlu juga diperhatikan sehingga transfomarsi ARVI merupakan salah satu
pilihan untuk dijadikan sebagia input data dalam pemrosesan. Formulasi ARVI dapat
dilihat sebagai berikut :
dimana rb= BV merah – gamma (BV merah – BV biru), dengan gamma diberi nilai 1,0
DVI (Difference Vegetation Index)
Indeks DVI ini juga digunakan sebagai input untuk meminimalisir pengaruh
pantulan tanah yang mengganggu pantulan vegetasi disekitarnya akan tetapi
kelemahanya belum memperhitungkan perbedaan antara reflektansi dan cahaya yang
disebabkan oleh efek atmosfer atau bayangan. DVI dirumuskan sebagai berikut
(Tucker, 1979):
(c) (d)
(a) (b)
Gambar 2. Tranformasi indek vegetasi a) SAVI, b) NDVI, c) ARVI, d) DVI
Desain sample dan Lapangan
Metode sampling yang digunakan adalah stratifed random sampling dimana
sampel diambil berdasarkan hasil klasifikasi visual yang nantinya akan menjadi peta
tentatif komposisi vegetasi. Jumlah sampel yang diambil ada 69 dimana 31 sampel
dijadikan sebagai sampel klasifikasi dan 38 dijadikan sebagai sampel uji akurasi.
Tabel 2. Spesies penyusun komposisi vegetasi
Kelas
Komposisi
Spesies Vegetasi
Pinus Beringin Sengon Glonggong Aren Kaliandra Godheg Sepatu
Dia
A
√
B
√
C
√
D
√
E
√
F √
G
√
H
√
Dari hasil lapangan dapat dirumuskan tabel komposisi vegetasi seperti pada tabel
2 di atas. Kenampakan vegetasi tersebut merupakan vegetasi yang paling dominan dan
paling tinggi sehingga dapat terlihat melalui data penginderaan jauh. Selain itu terdapat
kelas yang memiliki beberapa kombinasi vegetasi tutupan atas dan bawah yang mana
nilai pantulan spektral tersebut saling mempengaruhi
Dalam pengambilan sampel perlu dilihat juga nilai separabilitas dari sampel yang
diambil terlihat bahwa nilai separabilitas untuk input citra band Reflectance-VI dan PCA-
VI memiliki keterpisahan sampel yang baik yaitu diatas 1,9. Hal ini diasumsikan bahwa
hasil dari klasifikasi tiap objek nanti dapat terbedakan dengan baik. Nilai separabilitas
dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Nilai separabilitas sampel klasifikasi dengan berbagai input citra
Input Citra / Nilai
Separabilitas
Nilai Separabilitas
0-1 1-1,9 >1,9 Total
Reflectance 0 6 49 55
VI 2 24 29 55
Reflectance VI 0 0 55 55
PCA VI 0 0 55 55
PCA 0 6 49 55
Klasifikasi Berbasis Piksel
Klasifikasi Maximum Likelhood
Metode klasifikasi maximum likelihood didasari pada perhitungan probabilitas.
Berbeda dengan algoritma lain yang didasari oleh pengukuran jarak antara koordinat
guguss sampel dengan koordinat piksel kandidiat. Pada algoritma ini, piksel dikelaskan
sebagai objek tertentu bukan karena jarak euklidiannya, melainkan oleh bentuk, ukuran,
dan orientasi sampel pada feature space (yang berupa elisoida) (Shresta, 1991 dalam
Danoedoro, 2012).
(a)
(e) (d)
(b) (c)
Gambar 3. Hasil klasifikasi Maximum Likelihood pada citra (a) PCA; (b) PCA-VI; (c) Reflectance; (d)
Reflectance-VI; (e) VI (Vegetation Index)
Klasifikasi Mahalanobis
Metode ini berdasarkan algoritmanya memiliki karakteristik yaitu adanya nilai
penguat yang fleksibel sehingga mudah disesuaikan dengan perubahan kondisi, hal ini
yang menyebabkan metode ini lebih akurat dibanding metode lain yang juga digunakan
untuk mencari nilai penyebaran data, misalnya metode Euclidean Distance. Penguat dari
Mahalonobis distance ini ada pada nilai kovariannya.
(a)
(e) (d)
(b) (c)
Gambar 4. Hasil klasifikasi Mahalonobis Distance pada citra (a) PCA; (b) PCA-VI; (c)
Reflectance; (d) Reflectance-VI; (e) VI (Vegetation Index)
CTA (Classification tree analysis)
CTA telah berhasil digunakan untuk klasifikasi multispektral dan citra
hiperspektral, penggabungan data tambahan dengan citra multispektral untuk
meningkatkan akurasi klasifikasi, dan analisis deteksi perubahan. Meskipun CTA adalah
teknik statistik yang relatif baru, yang telah dikembangkan sekitar 20 tahun yang lalu, hal
itu telah kemudian menjadi subyek pembangunan yang cukup besar dan perbaikan.
Penelitian ini mencoba membandingkan metode klasifikasi CTA dan Pixel Based dengan
menggunakan 5 input data penginderaan jauh hasil pengolahan digital, yaitu VI
(Vegetation Index), Reflectance, Reflectance-VI, PCA (Principle Component Analysis),
PCA-VI.
(a)
(e) (d)
(b) (c)
Gambar 5. Hasil Klasifikasi CTA pada citra; (a) PCA, (b) PCA-VI, (c) Reflectance-VI, (d)
Reflectance, (e) VI
Uji Akurasi
Evaluasi dilakukan dengan menganalisa hasil klasifikasi. Model klasifikasi pixel
based menggunakan lima input citra dan dua metode klasifikasi. Penilaian tingkat akurasi
hasil klasifikasi ditabulasikan dalam sebuah tabel confusion matrix. Informasi
dalam confusion matrix diperlukan untuk menentukan kinerja model klasifikasi.
Tabel 4. Perbandingan akurasi model klasifikasi Pixel Based
KLASIFIKASI
Maximum
Likelihood
Mahalanobis
Distance
Classification Tree
Analysis
INP
UT
C
ITR
A
Reflectance 76,65% 75,71% 79,25%
VI 60,85% 50,12% 75,24%
PCA 81,13% 74,29% 58,25%
Reflectance - VI 69,81% 79,72% 78,77%
PCA - VI 70,28% 79,48% 71,93%
Berdasarkan pengukuran akurasi dengan menggunakan confusion matrix maka
didapatkan tingkat akurasi tertinggi pada 3 metode klasifikasi. Pada metode klasifikasi
dengan menggunakan maximum likelihood yaitu pada input citra PCA sebesar 81,13%.
Sedangkan pada metode klasifikasi mahalanobis distance tingkat akurasi tertinggi
terdapat pada input citra Reflectance-VI (Vegetation Index) mencapai 79,7170 %. Pada
metode maximum likelihood yang dengan input citra PCA mempunyai akurasi tertinggi
karena perpaduan metode ini membawa keunggulan klasifikasi maximum likelihood yang
merupakan klasifikasi yang berpedoman pada nilai piksel yang sudah dikategori
obyeknya atau dibuat dalam training sampel untuk masing-masing obyek komposisi
vegetasi. Pemilihan training sampel yang baik dapat menghasilkan klasifikasi yang
optimal sehingga akurasi yang diperoleh tinggi. Analisis komponen utama (PCA)
mempunyai kelebihan dapat menghasilkan citra baru dengan jumlah saluran yang lebih
sedikit akan tetapi memuat sebagian besar informasi yang dimiliki oleh seluruh saluran,
sehingga terjadi penyederhanaan pada saluran-saluran citra tersebut menjadi lebih
ringkas, maka pengamatan visual pada citra lebih efisien. Pada PCA, band atau saluran
yang digunakan hanya saluran 1-6, sedangkan saluran 7 dan 8 tidak digunakan, karena
saluran 7 dan 8 berisi noise, yang apabila dihilangkan tentu saja akan meningkatkan
akurasi. Pada analisis PCA saluran 1, terlihat adanya penghilangan faktor tanah,
sedangkan kebalikannya pada band 2 untuk analisis ini terjadi penonjolan faktor tanah.
Untuk metode klasifikasi mahalanobis, akurasi tertinggi terdapat pada input citra
Reflectance-VI (Vegetation Index). Ini juga merupakan tingkat akurasi tertinggi kedua
pada perbandingan tingkat akurasi menggunakan maximum likelihood dan mahalanobis
dengan beberapa input data citra yang berbeda. Klasifikasi menggunakan mahalanobis
mempunyai keunggulan bahwa metode ini memiliki nilai penguat yang fleksibel sehingga
mudah disesuaikan dengan perubahan kondisi, hal ini yang menyebabkan metode ini
lebih akurat dibanding metode lain yang juga digunakan untuk mencari nilai penyebaran
data. Mahalanobis Distance sebenarnya mirip dengan klasifikasi Maximum Likehood,
tetapi menganggap semua kovarian kelas adalah sama dan karenanya merupakan metode
yang lebih cepat. Semua piksel yang diklasifikasikan ke kelas ROI terdekat kecuali
pengguna menentukan ambang batas jarak. Penguat dari Mahalonobis distance ini ada
pada nilai kovariannya. Metode klasifikasi ini ternyata mempunyai akurasi yang tinggi
saat dipadukan dengan Reflectance-VI (Vegetation Index) dimana input citra indeks
vegetasi merupakan transformasi yang menonjolkan kenampakan vegetasi.
Metode klasifikasi yang dianalisa lebih lanjut untuk dibandingkan dengan metode
klasifikasi lainnya adalah CTA (Classification tree analysis). Hasil akurasi tertinggi dari
klasifikasi ini adalah sebesar 79,25% dari hasil input citra asli terkoreksi surface at
reflectance. Pada metode ini variasi input data hasil transformasi indeks vegetasi dan
analisis PCA meningkatkan hasil akurasi dari klasifikasi. Hal itu menunjukan bahwa
metode CTA cukup menggunakan citra asli hasil koreksi atmosfer untuk melakukan
pemetaan komposisi vegetasi di wilayah Gunung Tidar.
Gambar 6. Peta Komposisi Vegetasi Terbaik
KESIMPULAN
Hasil klasifikasi berbasis piksel dengan menggunakan metode maximum
likelihood menghasilkan akurasi yang lebih baik daripada menggunakan metode
Classification Tree Analysis. Input data yang digunakan yang menghasilkan akurasi
terbaik pada tiap metode berbeda-beda. Hal tersebut menunjukan bahwa variasi input
klasifikasi dapat meningkatkan dan menurunkan hasil dari klasifikasi komposisi vegetasi
karena karakteristik input data yang berbeda-beda. Akurasi yang terbaik dihasilkan pada
input citra PCA pada metode klasifikasi maximum likelihood.
Daftar Pustaka
Aryaguna, Prama. 2012. Perbandingan Klasifikasi Berbasis Pixel Dan Klasifikasi Berbasis
Objek Menggunakan Citra Resolusi Tinggi Dalam Pemetaan Komposisi Floristik (Studi
Kasus Gunung Tidar Kota Magelang). UGM. Yogyakarta
Danoedoro, Projo.2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta : Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Digital globe. 2010. Radiometric Use of WorldView-2 Imagery. Digital Globe.Inc
Gao, Y et al. 2005. Comparison of pixel-based and object-oriented image classification
approaches—a case study in a coal fire area, Wuda, Inner Mongolia, China.
International Journal of Remote Sensing.
Guo et al . 2009. Spatial data mining and geographic knowledge discovery-An introduction,
Computers, Environment and Urban Systems, 33(6) pp. 403-408
Manalu, R.J. 2010. Deteksi Perubahan Penutup Lahan Berdasarkan Analisis Visual Dari Citra
Landsat TM Studi Kasus: Lemah Abang Bekasi. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,
LAPAN. Jakarta
Phinn, S. 2002. Monitoring The Composition Of Urban Environments Based On The
Vegetation-Impervious Surface-Soil (VIS) Model By Subpixel Analysis Techniques.
International Journal of Remote Sensing. Volume 23, Issue 20, 2002
Ramos, Rui A. R. & Ribeiro, R. A. 2008. Multi-criteria spatial analysis with machine learning
algorithm: an application in the South of Brazil. Universidade de São Paulo, Brazil
Rognan et al., 2003 Land-cover Change Monitoring with Classification Trees Using Landsat
TM and Ancillary data. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing 69(7): 793-804.
Tucker, C. Red And Photographic Infrared Linear Combinations For Monitoring Vegetation.
Remote Sensing of Environment : 127-150
Wicaksono, P. 2010. Integrated Model of Water Column Correction Technique for Improving
Satellite-Based Benthic Habitat Mapping. Yogyakarta: Gadjah Mada University.