perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBEDAAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK DENGAN
INTELLIGENCE QUOTIENT RATA-RATA DAN INTELLIGENCE
QUOTIENT DI ATAS RATA-RATA DI SDN MANAHAN
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Melisa Esti Wahyuni
G0007209
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak dengan
Intelligence Quotient Rata-Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata
di SDN Manahan Surakarta
Melisa Esti W., G0007209, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, 21 Oktober 2010
Pembimbing Utama Nama : Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) NIP : 19441226 197310 1 001 (.................................) Pembimbing Pendamping Nama : Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes NIP : 19640810 199802 2 001 (.................................) Penguji Utama Nama : Ganung Harsono, dr., Sp.A (K) NIP : 140 087 353 (.................................) Anggota Penguji Nama : Widardo, Drs., M.Sc NIP : 19631216 199003 1 002 (.................................)
Surakarta, ................................ 2010
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP: 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS NIP: 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 21 Oktober 2010
Melisa Esti W.
NIM. G0007209
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Melisa Esti W., G0007209, 2010. Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak dengan Intelligence Quotient Rata-Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata di SDN Manahan Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Tujuan: Anak dengan IQ di atas rata-rata memiliki kemampuan lebih tinggi untuk menerima, memahami, dan mengelola informasi. Kemampuan ini dapat membantu untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan psikososial pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random stratifikasi proporsional. Berdasarkan hasil tes IQ siswa-siswi kelas 4 dan 5 di SDN Manahan Surakarta, diambil sampel masing-masing 30 orang per kelompok (kelompok anak dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata). Kuesioner (Pediatric Symptom Checklist) diisi oleh orang tua dari siswa yang menjadi sampel penelitian. Data dianalisis dengan SPSS 17 for Windows. Hasil: Rerata (mean) skor gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata adalah 18,97, sedangkan pada anak dengan IQ di atas rata-rata adalah 14,97. Hasil uji t tidak berpasangan memperlihatkan probabilitas sebesar 0,161 (p > 0,05). Hal ini berarti nilai signifikansi perbedaan pada kedua kelompok adalah tidak bermakna. Simpulan: Perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata adalah tidak bermakna. Kata kunci: gangguan psikososial; Intelligence Quotient
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Melisa Esti W., G0007209, 2010. Differences of Psychosocial Disorders between Children with Average Intelligence Quotient and Above Average Intelligence Quotient in Manahan Surakarta State Primary School. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University.
Objective: Children with an above average IQ had a higher ability to accept, understand, and manage information. This ability can help reducing the risk of psychosocial disorders in children. The aim of this research is to determine whether the differences of psychosocial disorders existed in children with average Intelligence Quotient and above average Intelligence Quotient in Manahan Surakarta state primary school. Methods: This research is an analytical observational study with cross sectional approach. Sample was collected by proportional stratification random technique. Based on the IQ test of 4th and 5th grade students in Manahan Surakarta state primary school, 30 samples were collected for each group (children with average and above average Intelligence Quotient). Questionnaires (Pediatric Symptom Checklist) were obtained by parents of the students who become research sample. Data were analyzed with SPSS 17 for Windows. Results: Mean score of psychosocial disorders in the children with average IQ is 18,97, while in the children with above average IQ is 14,97. Result of unpaired t test showed the probability of 0,161 (p > 0,05). It means the significance value of the difference in the two groups was not significant. Conclusion: The differences of psychosocial disorders between children with average Intelligence Quotient and above average Intelligence Quotient was insignificant. Keywords: psychosocial disorders; Intelligence Quotient
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak dengan Intelligence Quotient Rata-Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata di SDN Manahan Surakarta”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan baik moril maupun materiil yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kepada:
1. Prof. DR. AA Subijanto, dr., MS, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi beserta staf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengarahkan serta memberikan masukan kepada penulis.
4. Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, kritik dan saran demi sempurnanya penulisan skripsi ini.
5. Ganung Harsono, dr., Sp.A (K) selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.
6. Widardo, Drs., M.Sc selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.
7. Staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang telah membantu penulis dalam memperlancar penyusunan skripsi.
8. Keluarga dan teman-teman penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menjadi sumbangan bagi ilmu kedokteran selanjutnya.
Surakarta, 21 Oktober 2010
Melisa Esti W.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
1. Proses dan Periode Perkembangan ............................................. 5
2. Inteligensi ..................................................................................... 6
3. Raven’s Progressive Matrices..................................................... 9
4. Gangguan Psikososial .................................................................. 13
5. Pediatric Symptom Checklist (PSC) ........................................... 14
6. Hubungan Inteligensi dengan Gangguan Psikososial ................ 14
B. Kerangka Pikiran ............................................................................... 17
C. Hipotesis ............................................................................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 19
A. Jenis Penelitian................................................................................... 19
B. Lokasi Penelitian................................................................................ 19
C. Subjek Penelitian ............................................................................... 19
D. Teknik Sampling ................................................................................ 19
E. Rancangan Penelitian ........................................................................ 21
F. Variabel Penelitian............................................................................. 22
G. Definisi Operasional Variabel........................................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
H. Instrumen Penelitian .......................................................................... 23
I. Cara Kerja .......................................................................................... 23
J. Teknik Analisis Data ......................................................................... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 25
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 25
B. Analisis Data....................................................................................... 27
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 30
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 34
A. Simpulan............................................................................................. 34
B. Saran ................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Norma IQ dalam WISC .................................................................... 9
Tabel 2. Kategorisasi Hasil Tes CPM dalam Persentil ................................. 12
Tabel 3. Statistik Skor PSC Masing-Masing Kelompok Sampel ................. 26
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji t Skor Gangguan Psikososial Kedua Kelompok
Sampel ............................................................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices……………………. 10
Gambar 2. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok
Sampel dengan IQ Rata-Rata………………………………..…. 26
Gambar 3. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok
Sampel dengan IQ di Atas Rata-Rata..………………………… 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Data Primer Sampel Penelitian
Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Output SPSS untuk Statistik dan Frekuensi Skor Gangguan
Psikososial
Lampiran 5 Output SPSS untuk explore Skor Gangguan Psikososial
Lampiran 6 Output SPSS untuk Uji Normalitas Sampel
Lampiran 7 Output SPSS untuk Uji Normalitas Setelah Transformasi Data
pada Kelompok Sampel dengan IQ di Atas Rata-Rata
Lampiran 8 Output SPSS untuk Uji t Tidak Berpasangan (Independent t-Test)
dan Uji Homogenitas Varians (Levene’s Test)
Lampiran 9 Output SPSS untuk Tabulasi Silang antara Status Gangguan
Psikososial dengan Kategori IQ
Lampiran 10
Lampiran 11
Surat Ijin Penelitian
Ethical Clearance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tiga ranah utama perkembangan manusia adalah perkembangan fisik,
perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Pertumbuhan tubuh
dan otak, kapasitas sensoris, keterampilan motorik merupakan bagian dari
perkembangan fisik. Perubahan dan stabilitas dalam kemampuan mental,
perhatian, ingatan, bahasa, pemikiran, logika, dan kreativitas membentuk
perkembangan kognitif. Perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian,
dan hubungan sosial akan membentuk perkembangan psikososial (Papalia et
al., 2008).
Perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial saling terkait satu sama
lain. Sebagai contoh, kapasitas kognitif dan fisik memberikan kontribusi besar
pada kepercayaan diri, mempengaruhi penerimaan sosial, dan pilihan pekerjaan
(Papalia et al., 2008).
Perkembangan kognitif yang terjadi sepanjang masa anak-anak
pertengahan, memampukan anak mengembangkan konsep diri mereka yang
lebih kompleks, serta tumbuh dalam pemahaman emosional dan kontrol. Emosi
seperti rasa sedih, gembira, dan takut merupakan reaksi subjektif pengalaman
yang diasosiasikan dengan perubahan psikologis dan perilaku (Papalia et al.,
2008).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kecerdasan merupakan kemampuan menyelesaikan masalah,
beradaptasi, serta belajar dari pengalaman. Dalam perkembangan kognitif,
kecerdasan anak dapat diukur dengan tes inteligensi, misalnya dengan
Intelligence Quotient (IQ) Test. Istilah IQ masih digunakan untuk
mendefinisikan suatu nilai dari tes kecerdasan yang telah distandardisasikan
(Santrock, 2007).
IQ di atas rata-rata menunjukkan tingginya kemampuan seseorang
untuk melakukan pertimbangan, perencanaan dan pemecahan masalah. Orang-
orang dengan IQ di atas rata-rata juga lebih mudah untuk menerima,
memahami, dan mengelola informasi yang didapat. Keterampilan pemrosesan
informasi mereka yang superior dapat membantu dalam menghadapi
kemalangan, melindungi diri, mengatur perilaku, dan belajar dari pengalaman
(Papalia et al., 2008). Apabila kemampuan tersebut dimiliki oleh anak-anak,
maka akan mendukung perkembangan psikososial mereka, serta mengurangi
kemungkinan timbulnya gangguan psikososial.
Gangguan psikososial adalah penyakit mental yang disebabkan atau
dipengaruhi oleh pengalaman hidup, serta gangguan proses kognitif dan
perilaku (Ford-Martin, 2006). Gangguan psikososial pada anak dapat
mempengaruhi perkembangan di usia selanjutnya. Aspek psikososial anak
perlu mendapat perhatian khusus karena untuk tumbuh kembang anak yang
optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan kesehatan mental (Riza, dkk.,
2007).
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Masalah psikososial merupakan contoh gangguan mental emosional
yang kini sering dihadapi oleh masyarakat. Anak dan remaja yang berkunjung
ke fasilitas kesehatan umum dengan gangguan tersebut mencapai 34,39 %
(Hidayat, 2008). Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 1995
menyebutkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada anak dan
remaja usia 4 hingga 15 tahun adalah 104 per 1000 (Siswono, 2001). Gangguan
tersebut bahkan dapat mengakibatkan terjadinya bunuh diri, seperti pada kasus
depresi yang mulai banyak dialami oleh anak dan remaja (Hidayat, 2008).
Sementara itu, saat ini pengetahuan mengenai intervensi terhadap gangguan
psikososial masih terbatas (Maughan, 1997).
Aspek psikososial anak akan dilihat dalam penelitian ini. Anak dengan
IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata dapat mengalami gangguan psikososial.
Dalam penelitian ini juga dapat diketahui ada tidaknya keterkaitan tingkat
Intelligence Quotient dengan kejadian gangguan psikososial, yaitu dengan cara
meneliti perbedaan gangguan psikososial antara anak dengan Intelligence
Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan
Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata di
SDN Manahan Surakarta.
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan
Intelligence Quotient di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Mengetahui perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan
Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua akan
pentingnya perhatian terhadap perkembangan psikososial dan inteligensi
anak.
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Proses dan Periode Perkembangan
a. Proses perkembangan
Pola perkembangan manusia dihasilkan dari hubungan beberapa
proses yaitu proses biologis, kognitif, dan sosial-emosi. Proses biologis
berkaitan dengan perkembangan fisik atau perubahan pada tubuh. Peran
proses biologis dalam perkembangan antara lain perkembangan otak, gen
yang diwariskan, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan
motorik, dan perubahan hormon saat puber (Santrock, 2007).
Perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa
menggambarkan proses kognitif. Sedangkan perubahan dalam hubungan
seseorang dengan orang lain, perubahan emosi, dan kepribadian termasuk
proses sosial-emosi yang berperan dalam perkembangan psikososial
(Santrock, 2007; Papalia et al., 2008).
Ketiga proses saling berhubungan erat, misalnya kemajuan
kognitif yang terkait dengan fisik dan emosional. Satu contoh yaitu
kemampuan bicara bergantung pada perkembangan mulut dan otak.
Seorang anak yang kesulitan mengekspresikan diri dengan kata juga bisa
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempengaruhi popularitas dan harga diri akibat reaksi negatif dari
teman-temannya (Papalia et al., 2008).
b. Periode perkembangan, dibagi menjadi:
1. Periode pralahir (prenatal period) dimulai saat pembuahan hingga
kehamilan sekitar sembilan bulan.
2. Masa bayi dan batita, dari lahir hingga usia 3 tahun.
3. Masa anak-anak awal, usia 3 sampai 6 tahun.
4. Masa anak-anak tengah dan akhir, usia 6 hingga 11 tahun.
5. Masa remaja, merupakan peralihan perkembangan dari anak-anak
menuju dewasa awal yaitu sekitar usia 11 hingga 20 tahun.
6. Masa dewasa awal, sekitar usia 20 sampai 40 tahun.
7. Masa dewasa tengah, usia 40 sampai 65 tahun.
8. Masa dewasa akhir, mulai 65 tahun dan seterusnya.
(Santrock, 2007; Papalia et al., 2008)
2. Inteligensi
Menurut Anita E. Woolfolk dalam Yusuf (2004), inteligensi
merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan
menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan
beradaptasi dengan lingkungan.
Aspek-aspek inteligensi menurut Gardner dalam Yusuf (2004):
a. Logical-mathematical: kemampuan mengamati pola-pola logis
dan numerik, serta berpikir rasional.
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Linguistic: kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata, dan
keragaman fungsi bahasa.
c. Musical: kemampuan menghasilkan dan mengapresiasikan
ritme, nada, dan bentuk ekspresi musik.
d. Spatial: kemampuan persepsi ruang visual dan transformasi
persepsi.
e. Bodily Kinesthetic: kemampuan mengontrol gerak tubuh dan
menangani objek dengan terampil.
f. Interpersonal: kemampuan mengamati dan merespon suasana
hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
g. Intrapersonal: kemampuan memahami perasaan, kekuatan dan
kelemahan, serta inteligensi diri sendiri.
Faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain genetik dan
lingkungan. Faktor genetik berperan 48% dalam pembentukan IQ dan
sisanya adalah faktor lingkungan. Beberapa ahli genetik menyatakan bahwa
gen ibu berupa faktor kromosom x merupakan pembawa kecerdasan pada
anak laki-laki maupun perempuan (Novita, 2006). Pengaruh genetik juga
ditunjukkan dengan korelasi IQ dua saudara kembar setelur yang hidup
serumah sebesar 86%; saudara kembar setelur tetapi tidak serumah adalah
76%; saudara tidak setelur tetapi serumah adalah 55%; dan jika serumah
tetapi bukan saudara kandung sebesar 0% (Riyadi, 2009). Sedangkan
pengaruh lingkungan terhadap kecerdasan antara lain kecukupan gizi yang
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
baik semasa bayi, lancar tidaknya proses kelahiran, dan ada tidaknya
stimulus yang tepat (Novita, 2006).
Inteligensi tidak dapat diamati langsung, melainkan disimpulkan
dari tindakan nyata atau manifestasi dari proses berpikir rasional
(Ardiansyah, 2002). Tes kecerdasan inteligensi yang sering digunakan untuk
anak-anak adalah Stanford-Binet Intelligence Scale dan Wechsler
Intelligence Scale for Children (WISC) (Papalia et al., 2008). WISC-IV
digunakan untuk anak-anak usia 6 hingga 16 tahun. Wechsler Preschool and
Primary Scale of Intelligence-III (WPPSI-III) untuk anak-anak usia 4
hingga 6 ½ tahun (Santrock, 2007).
Tes Binet dapat mengukur mental age (MA) anak. Tingkat
perkembangan mental ini kemudian dibandingkan dengan chronological
age (CA) atau usia sejak kelahiran sehingga diperoleh nilai Intelligence
Quotient. Tes dalam skala ini dikelompokkan menurut level usia, mulai dari
usia 2 tahun hingga dewasa. Rumus yang digunakan yaitu:
IQ = MA x 100 CA
Skala Stanford-Binet berbeda dengan skala Wechsler yang menilai
enam aspek verbal dan lima aspek non verbal. Aspek verbal meliputi
informasi, pemahaman, hitungan, kesamaan, kosakata, dan rentang angka.
Lima aspek non verbal yaitu kelengkapan gambar, susunan gambar,
rancangan balok, perakitan objek, dan sandi (Azwar, 2008).
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 1. Norma IQ dalam WISC
Intelligence Quotient (IQ) Klasifikasi
≥ 130
120-129
110-119
90-109
80-89
70-79
≤ 69
Superior
Sangat pandai
Pandai
Rata-rata
Lambat
Sangat lambat
Lemah mental
(Azwar, 2008)
Nilai tes IQ yang diambil saat masa anak-anak pertengahan
merupakan prediktor prestasi sekolah yang bagus dan hasilnya lebih dapat
diandalkan daripada nilai tes IQ pada masa prasekolah. Hal ini juga
mengacu kepada tahapan perkembangan kognitif berdasarkan pendekatan
Piaget dalam Yusuf (2004), yaitu tahapan operasional kongkret saat masa
anak-anak tengah (6-11 tahun). Pada masa tersebut, anak dapat berpikir
lebih logis karena mereka mampu mengambil berbagai aspek situasi ke
dalam pertimbangan (Papalia et al., 2008).
3. Raven’s Progressive Matrices
Contoh jenis tes IQ yang dapat diberikan secara klasikal adalah
Progressive Matrices yang dirancang oleh J.C. Raven. Tes ini terutama
berperan penting dalam penilaian inteligensi non verbal, khususnya pada
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aspek berpikir logis atau penalaran. Penalaran mengacu pada kapasitas
pengolahan kognitif, yaitu kemampuan umum untuk memproses informasi,
atau sebagai proses mental saat pemecahan masalah-masalah baru (Costa et
al., 2004).
Pada setiap jenis tes ini, peserta diminta untuk mengidentifikasi
segmen yang hilang untuk melengkapi pola yang lebih besar. Banyak item
yang dibuat dalam bentuk matriks berukuran 3x3 atau 2x2, sehingga diberi
nama matrices (Pradita, 2009). Contoh soal tes ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 1. Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices (Costa et al., 2004)
Dasar penyusunan progressive matrices oleh Raven adalah konsep
inteligensi Spearman yang dikenal dengan two factor teory. Faktor umum
disebut general factor atau faktor-g, sedangkan faktor spesifik dan hanya
diungkap oleh tes tertentu disebut faktor-s. Definisi inteligensi menurut
Spearman mengandung dua komponen kualitatif, yaitu eduksi relasi dan
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
eduksi korelasi. Eduksi relasi adalah kemampuan menemukan hubungan
dasar di antara dua hal. Eduksi korelasi adalah kemampuan menerapkan
hubungan dasar yang telah ditemukan dalam proses eduksi relasi
sebelumnya ke dalam situasi baru (Azwar, 2008).
Psikometri Raven’s Progressive Matrices menurut Raven (2003),
antara lain:
a. Reliabilitas tes dan tes ulang yang baik (antara 0,70 dan 0,90).
b. Validitas prediktif lebih rendah daripada tes kecerdasan verbal yang
digunakan untuk kriteria akademik.
c. Validitas berupa indikator yang baik untuk faktor-g Spearman.
Menurut Raven dan Court dalam Pradita (2009), tiga bentuk
matriks yang berbeda untuk peserta dengan kemampuan berbeda pula, yaitu:
1. Standard Progressive Matrices
Bentuk ini merupakan bentuk asli dari matrices. Bukletnya meliputi lima
set (A-E) dan masing-masing terdiri dari 12 item. Tiap item dalam satu
set semakin meningkat kesulitannya, sehingga membutuhkan kapasitas
kognitif yang lebih besar untuk menganalisis dan mengkode informasi.
Keseluruhan item disajikan dengan tinta hitam berlatar belakang putih
(Pradita, 2009).
2. Coloured Progressive Matrices
Bentuk ini cocok digunakan dalam studi antropologis ataupun studi klinis
(Azwar, 2008). Tes CPM dapat digunakan secara efektif dalam berbagai
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lintas budaya pada anak usia 5 hingga 11 tahun (Bass, 2000). Tes ini juga
dapat diberikan pada orang-orang dengan kesulitan belajar, cacat
jasmani, dan kapasitas intelektual di bawah normal (Azwar, 2008;
Pradita, 2009).
CPM terdiri atas 2 set (A,B) masing-masing memiliki 12 item, serta
terdapat sisipan 12 item (Ab). Sebagian besar item disajikan dengan latar
belakang berwarna agar menstimulasi peserta secara visual. Latar
belakang berwarna cerah juga membuat tes lebih menarik bagi anak-anak
(Bass, 2000). Namun item paling akhir pada set B disajikan dalam warna
hitam putih (Pradita, 2009).
Tabel 2. Kategorisasi Hasil Tes CPM dalam Persentil
Persentil Kategori
95
75-90
50
< 25
Cerdas
Di atas rata-rata
Rata-rata
Di bawah rata-rata
3. Advanced Progressive Matrices
Bentuk matriks yang diperbaharui terdiri dari 48 item, disajikan dalam 12
satuan (set I), dan yang lain dalam 36 satuan (set II). Item-item disajikan
secara hitam putih dengan latar belakang putih, serta tiap set dibuat
menjadi semakin sulit. Bentuk ini tepat untuk remaja dan dewasa dengan
tingkat kecerdasan di atas normal (Pradita, 2009).
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Gangguan Psikososial
Perkembangan psikososial terjadi akibat adanya perubahan dan
stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial (Papalia et al.,
2008). Psikososial merupakan hubungan yang dinamis dan saling
mempengaruhi antara psikologis dan pengaruh sosial. Ketidakseimbangan
antara kedua komponen tersebut akan menimbulkan gangguan psikososial
(Riza, dkk., 2007).
Seorang anak dengan gangguan psikososial akan mengalami
perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial.
Perubahan tersebut dapat menimbulkan tingkah laku sosial seperti
negativisme atau pembangkangan, agresi, berselisih, persaingan, tingkah
laku berkuasa, dan mementingkan diri sendiri (Yusuf, 2004).
Perkembangan sosial anak-anak dipengaruhi oleh lingkungannya,
seperti keluarga, sekolah, dan teman-temannya. Lingkungan keluarga yang
berpengaruh antara lain keadaan sosial ekonomi, keutuhan keluarga,
karakter orang tua, dan status anak. Keadaan sosial ekonomi yang dapat
mencukupi kebutuhan dan keluarga harmonis akan menunjang
perkembangan sosial anak. Status anak, misalnya anak tunggal, sulung, atau
bungsu, juga menentukan perkembangan ini. Contohnya anak tunggal akan
cenderung lebih egois (Gerungan, 2004). Sedangkan karakter orang tua
dapat mempengaruhi sikap atau cara dalam pengasuhan. Sikap otoriter
dalam mengasuh anak dapat menimbulkan pasivitas atau sikap menunggu,
agresivitas, kecemasan, dan anak mudah putus asa. Sedangkan sikap
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penelantar menyebabkan anak menjadi kurang pengawasan. Sifat tidak taat
mungkin bisa ditemukan pada anak yang diasuh dengan pola demokratis.
Anak-anak juga bisa menjadi sangat bergantung pada orang tua karena
adanya pola asuh permisif yang terlalu menuruti keinginan anak dan
melindungi secara berlebihan (Gerungan, 2004; Nuraeni, 2006). Faktor lain
yang mempengaruhi timbulnya gangguan psikososial anak adalah interaksi
orang tua dan anak. Perhatian orang tua kepada anak dapat berkurang akibat
kesibukannya bekerja (Gerungan, 2004).
5. Pediatric Symptom Checklist (PSC)
Pediatric Symptom Checklist adalah sebuah kuesioner tentang
emosi dan tingkah laku anak yang diisi oleh orang tua berdasarkan
pemantauan terhadap fungsi psikososial anak. PSC berfungsi sebagai alat
skrining gangguan psikososial. Hasil skor PSC 28 atau lebih pada anak usia
6 hingga 16 tahun mengindikasikan adanya gangguan psikososial dan
membutuhkan evaluasi lebih lanjut (Jellinek et al., 1999).
6. Hubungan Inteligensi dengan Gangguan Psikososial
Teori pembelajaran sosial Bandura menyebutkan bahwa proses
kognitif terjadi saat seseorang mengamati model dan mempelajari
perilakunya sehingga terbentuk pola perilaku baru (Papalia et al., 2008).
Jadi perilaku seseorang tergantung pada cara berpikir dan mempersepsi
lingkungannya (Mustafa, 2010).
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain perilaku, inteligensi juga mempengaruhi perkembangan
kepribadian. Individu dengan inteligensi rendah akan mengalami hambatan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Yusuf, 2004).
Keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dapat timbul jika
terdapat ketidakseimbangan kognisi (Sarwono, 2004). Contoh hubungan
inteligensi dan psikologis anak dapat ditemukan pada anak tangguh. Anak
tangguh adalah mereka yang mampu mempertahankan ketenangan saat
menghadapi tantangan atau ancaman, atau mampu bangkit kembali setelah
menghadapi peristiwa traumatik. Anak yang tangguh cenderung memiliki
IQ tinggi dan dapat memecahkan masalah dengan baik (Papalia et al.,
2008).
Namun ada perbedaan terhadap individu gifted yang memiliki
keistimewaan kemampuan, misalnya dalam intelektual, bakat akademik
khusus, berpikir kreatif dan produktif, kemampuan kepemimpinan, seni
visual dan peragaan, serta kemampuan psikomotor. Identifikasi individu
gifted mempunyai konsep yang lebih luas, tidak hanya dari segi IQ
melainkan juga superioritas performansi di bidang-bidang kecakapan khusus
antara lain musik, seni, kepemimpinan, atau sosial (Azwar, 2008).
Karakteristik perilaku dan personalitas anak-anak gifted justru dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti tidak sabar, perfeksionis, tidak suka
diganggu, tidak toleransi, tampak hiperaktif, menolak masukan orang tua
atau teman, sensitif terhadap kritik, depresi akibat harapan tinggi pada diri
sendiri dan orang lain, dan frustasi jika kekurangan waktu untuk melakukan
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minatnya (Tiel, dkk., 2007). Kesulitan dalam bersosialisasi juga sering
dialami oleh anak-anak berbakat (Zikrayati, 2009).
Teori psikososial Erikson juga menunjukkan kaitan inteligensi dan
psikososial anak. Hubungan keduanya lebih tampak saat anak usia sekolah
dasar. Pada usia tersebut, anak-anak mengarahkan energi menuju
penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Mereka bisa merasa
rendah diri jika tidak mampu menyelesaikan tugas atau menghasilkan
sesuatu. Tahapan perkembangan pada masa anak-anak pertengahan ini
disebut sebagai kerja keras versus rasa inferior (Santrock, 2007).
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
1. Garis utuh (───) : variabel diteliti
2. Garis putus-putus (------) : variabel tidak diteliti
Lingkungan dan Intelligence Quotient dapat berpengaruh terhadap
terjadinya gangguan psikososial. Sekolah, keluarga, masyarakat merupakan
Lingkungan
Gangguan Psikososial
Intelligence Quotient
Sekolah Keluarga Masyarakat
Karakter orang tua
Tingkat pendidikan orang tua
Sosial ekonomi keluarga
Keutuhan keluarga
Status anak
Interaksi orang tua dan anak
Genetik
Lingkungan, antara lain: - Gizi - Riwayat perinatal - Stimulasi
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagian dari lingkungan yang turut memberikan dampak terhadap timbulnya
gangguan tersebut. Beberapa faktor dari keluarga yang mempengaruhi
gangguan psikososial, yaitu karakter orang tua, tingkat pendidikan orang tua,
sosial ekonomi keluarga, keutuhan keluarga, status anak, serta interaksi orang
tua dan anak. Dalam penelitian ini faktor lingkungan merupakan variabel yang
tidak diteliti. Sedangkan variabel yang diteliti adalah Intelligence Quotient.
Namun, faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi IQ tidak diteliti.
C. Hipotesis
Ada perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence
Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional.
B. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Manahan
Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah anak-anak di SDN Manahan
Surakarta yang duduk di kelas 4 dan 5. Sampel penelitian diambil dari populasi
yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu siswa
yang telah mendapat persetujuan dari orang tua untuk mengikuti penelitian.
Kriteria eksklusi yaitu siswa yang memiliki cacat fisik, serta anak-anak yang
memiliki inteligensi superior dengan hasil tes IQ lebih dari persentil 95.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random stratifikasi
proporsional. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 30 subjek
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penelitian, sesuai dengan analisis bivariat (rule of thumb) yang digunakan
dalam penelitian (Murti, 2010). Dalam penelitian ini diambil 30 subjek yang
memiliki IQ rata-rata, dan 30 subjek dengan IQ di atas rata-rata.
Sebelum pengambilan sampel, terlebih dahulu dilaksanakan tes IQ
yang bekerja sama dengan salah satu yayasan psikologi di Surakarta. Tes ini
diikuti oleh 167 siswa-siswi kelas 4 dan 5. Kemudian didapatkan 53 anak
dengan hasil tes IQ rata-rata dan 60 anak dengan hasil tes IQ di atas rata-rata.
Dalam pengambilan sampel, masing-masing kelompok dipilih 30 anak secara
random.
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Rancangan Penelitian
Random Random
Populasi
IQ di atas rata rata
Uji t
Sampel anak dengan IQ di atas rata-rata
Kuesioner PSC
Tes IQ (Coloured Progressive Matrices Test)
Skor PSC
Terganggu Tidak terganggu
IQ rata rata
Sampel anak dengan
IQ rata-rata
Kuesioner PSC
Skor PSC
Terganggu Tidak terganggu
Data hasil tes IQ
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Intelligence Quotient
2. Variabel terikat : Gangguan psikososial
3. Variabel luar :
a. Lingkungan sekolah
b. Lingkungan masyarakat
c. Lingkungan keluarga (antara lain interaksi orang tua dan anak, karakter
orang tua, tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi keluarga,
keutuhan keluarga, dan status anak)
G. Definisi Operasional Variabel
1. Intelligence Quotient: dibagi menjadi dua kelompok yaitu siswa-siswi kelas
4-5 di SDN Manahan yang memiliki IQ rata-rata dengan hasil tes pada
persentil 50, serta IQ di atas rata-rata dengan hasil tes pada persentil 75-90.
Jenis tes yang digunakan adalah Coloured Progressive Matrices.
Skala: Nominal
2. Gangguan psikososial: adalah ketidakseimbangan kondisi psikis dan sosial
pada anak. Ada atau tidaknya gangguan dapat dideteksi menggunakan skor
PSC. Tiap jawaban memiliki skor berbeda, yaitu skor 0 untuk jawaban
”tidak pernah”, skor 1 untuk jawaban ”jarang”, skor 2 untuk jawaban
”sering”. Jumlah skor 28 atau lebih tinggi menunjukkan adanya indikasi
gangguan psikososial. Dalam penelitian ini akan dianalisis rerata (mean)
dari skor PSC.
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Skala: Interval
H. Instrumen Penelitian
1. Peralatan tes Coloured Progressive Matrices (CPM), terdiri dari buku berisi
soal dan lembar jawab. Pena atau pensil milik masing-masing siswa
digunakan sebagai alat tulis.
2. Data hasil tes IQ menggunakan CPM.
3. Kuesioner: merupakan data-data yang berhubungan dengan variabel
penelitian. Kuesioner ini berisi Pediatric Symptom Checklist (PSC).
Kuesioner diisi oleh orang tua dari siswa yang menjadi sampel penelitian.
I. Cara Kerja
Penelitian dilakukan di SDN Manahan Surakarta. Tes IQ dilakukan
terlebih dahulu, yaitu bekerja sama dengan salah satu yayasan psikologi di
Surakarta dan menggunakan jenis tes Coloured Progressive Matrices. Salah
satu data yang digunakan adalah hasil tes IQ siswa-siswi kelas 4 dan 5. Hasil
tersebut diklasifikasikan berdasarkan kategorisasi dalam persentil. Sampel
yang digunakan hanya anak-anak dengan hasil tes IQ pada persentil 50 dan 75-
90. Selanjutnya sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anak
dengan Intelligence Quotient rata-rata dan kelompok anak dengan Intelligence
Quotient di atas rata-rata.
Para siswa yang menjadi sampel penelitian akan dibagikan kuesioner.
Kemudian kuesioner diisi oleh orang tua di rumah masing-masing. Derajat
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
gangguan psikososial pada kedua kelompok dinilai berdasarkan hasil skor PSC
yang diperoleh dari pengisian kuesioner. Hasil skor PSC akan dianalisis
dengan uji t, kemudian diolah dengan Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 17 for Windows.
J. Teknik Analisis Data
Kelompok anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan kelompok
anak dengan Intelligence Quotient di atas rata-rata akan dilakukan klasifikasi
derajat gangguan psikososial berdasarkan hasil skor PSC. Kelompok sampel
dengan skor 28 atau lebih termasuk dalam anak-anak dengan adanya indikasi
gangguan psikososial. Hasil skor PSC kedua kelompok sampel akan dianalisis
secara statistik.
Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna
antara gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata
dan anak dengan Intelligence Quotient di atas rata-rata. Dalam uji t ini,
dibandingkan rerata (mean) skor gangguan psikososial antara 2 kelompok
tersebut. Kemudian data diolah dengan SPSS 17 for Windows untuk
mengetahui perbedaan 2 kelompok bermakna, tidak bermakna, atau tidak ada
beda.
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes Intelligence Quotient
(IQ) 167 responden, didapatkan 53 anak dengan hasil tes pada persentil 50 (IQ
rata-rata) dan 60 anak dengan hasil tes pada persentil 75-90 (IQ di atas rata-
rata). Dengan demikian populasi penelitian ini sebanyak 113 anak. Sesuai
dengan rule of thumb, maka masing-masing kelompok diambil 30 sampel
secara random sebagai subjek penelitian. Jumlah keseluruhan sampel adalah 60
anak, yang terdiri dari 30 anak dengan IQ rata-rata dan 30 anak dengan IQ di
atas rata-rata.
Data penelitian dilengkapi dengan pengisian kuesioner dan penilaian
skor gangguan psikososial. Skor gangguan psikososial didapat dengan
melakukan penilaian atas kuesioner yang diisi oleh orang tua sampel.
Kuesioner yang digunakan adalah Pediatric Symptom Checklist (PSC). Sampel
dinyatakan mengalami gangguan psikososial apabila memiliki skor 28 atau
lebih.
Semua data skor gangguan psikososial sampel lengkap dan tidak ada
data yang hilang (missing). Rerata (mean) skor gangguan psikososial dari 60
anak adalah 16,97. Statistik untuk masing-masing kelompok sampel
ditunjukkan oleh tabel berikut:
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3. Statistik Skor PSC Masing-Masing Kelompok Sampel*
Kategori
IQ
Jumlah Rerata Standar
Deviasi
Nilai
maksimum
Nilai
minimum
IQ rata-rata 30 18,97 11,886 48 2
IQ di atas rata-rata
30 14,97 9,814 39 3
*) tabel output SPSS statistik skor PSC masing-masing kelompok dapat dilihat pada lampiran 5
Pada tabel di atas terlihat rerata skor gangguan psikososial atau skor PSC
kelompok anak IQ rata-rata adalah 18,97 dengan standar deviasi 11,886.
Sedangkan rerata pada kelompok anak IQ di atas rata-rata adalah 14,97 dengan
standar deviasi sebesar 9,814. Frekuensi skor gangguan psikososial dapat dilihat
pada lampiran 4, atau digambarkan dalam bentuk histogram (Gambar 2 dan 3).
Pada histogram tampak bahwa nilai minimum skor PSC kelompok anak IQ rata-
rata adalah 2 dan nilai maksimumnya 48. Sedangkan kelompok anak IQ di atas
rata-rata memiliki nilai minimum skor PSC sebesar 3 dan nilai maksimumnya 39.
Gambar 2. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok Sampel dengan IQ Rata-Rata
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok Sampel dengan IQ di Atas Rata-Rata
B. Analisis Data
Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis yang dipakai tergantung
dari normal tidaknya distribusi data (Dahlan, 2009). Apabila distribusi data
tidak normal, penyajian data menggunakan median dan minimum-maksimum,
serta uji non parametrik. Sedangkan distribusi data normal, penyajian data
dapat menggunakan mean dan standar deviasi, serta uji hipotesis berupa uji
parametrik. Uji t tidak berpasangan adalah uji parametrik yang digunakan
dalam penelitian ini dan mempunyai salah satu syarat yaitu data berdistribusi
normal.
Distribusi data untuk kelompok dengan sampel kecil (≤ 50), dapat
dinilai dengan uji normalitas yaitu uji Shapiro-Wilk (Dahlan, 2009). Penilaian
distribusi data ini dilakukan secara analitis. Tingkat signifikansi untuk
kelompok IQ rata-rata adalah 0,250 (lampiran 6). Nilai tersebut menunjukkan p
> 0,05, maka dapat dikatakan kelompok IQ rata-rata memiliki distribusi
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
normal. Tabel pada lampiran 6 juga memperlihatkan kelompok IQ di atas rata-
rata mempunyai tingkat signifikansi 0,014 atau p < 0,05. Nilai ini menunjukkan
distribusi data tidak normal. Namun setelah dilakukan transformasi data
(lampiran 7), tingkat signifikansi menjadi 0,360. Dengan demikian kelompok
IQ di atas rata-rata mempunyai data hasil transformasi yang berdistribusi
normal.
Selanjutnya perlu dilakukan uji homogenitas varians untuk melihat
sifat kehomogenan antar sampel. Tabel pada lampiran 8 menampilkan hasil uji
homogenitas varians dengan uji Levene. Nilai signifikansi dengan uji Levene
adalah 0,234, yang berarti p > 0,05. Apabila p > 0,05, maka kedua kelompok
memiliki varians data sama.
Setelah dilakukan analisis normalitas data dan homogenitas varians,
selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis dengan uji t.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji t Skor Gangguan Psikososial Kedua Kelompok Sampel *
Uji t untuk kesetaraan mean
T hitung kemaknaan Mean
difference
Skor
gangguan
psikososial
Diasumsi varian sama 1,421 0,161 4,000
Diasumsi varian tidak
sama
1,421 0,161 4,000
*) tabel output SPSS untuk uji t dapat dilihat pada lampiran 8
Mean masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 3, yaitu 18,97
untuk kelompok IQ rata-rata dan 14,97 untuk kelompok IQ di atas rata-rata.
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan mean dimana skor gangguan
psikososial anak dengan IQ rata-rata lebih tinggi daripada IQ di atas rata-rata.
Demikian pula tampak pada tabel 4 kolom mean difference, yang menyatakan
beda rata-rata skor gangguan psikososial kedua kelompok sampel adalah 4,000.
Berdasarkan uji Levene didapatkan bahwa varians kedua kelompok
adalah sama. Oleh karena itu, untuk membandingkan rerata kelompok sampel
dengan uji t (t-test for equality of means) digunakan hasil pada kolom equal
variance assumed (diasumsi kedua varians sama). Tabel 4 pada kolom equal
variance assumed (diasumsi kedua varians sama) menampilkan besar t hitung
adalah 1,421 dengan probabilitas 0,161. Probabilitas > 0,05 menunjukkan
perbedaan rerata skor gangguan psikososial yang tidak bermakna antara anak
dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata.
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PEMBAHASAN
Gangguan psikososial erat kaitannya dengan skor gangguan psikososial
yang didapat dari pengisian kuesioner Pediatric Symptom Checklist. Skor lebih
dari atau sama dengan 28 mengindikasikan adanya gangguan psikososial. Oleh
sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis statistik terhadap skor gangguan
psikososial untuk mengetahui perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan
IQ rata-rata dan di atas rata-rata.
Tabulasi silang pada lampiran 9 memperlihatkan bahwa 7 dari 30 sampel
pada kelompok anak dengan IQ rata-rata mengalami gangguan psikososial,
sedangkan 4 dari 30 sampel pada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata
mengalami gangguan psikososial. Perbedaan proporsi kasar tersebut menunjukkan
bahwa kelompok anak dengan IQ rata-rata lebih banyak mengalami gangguan
psikososial daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Namun proporsi
kasar tersebut belum bisa mengungkap signifikansi atau kemaknaan dari
perbedaan kedua kelompok.
Dalam penelitian ini juga dibandingkan rerata skor gangguan psikososial
masing-masing kelompok, yaitu 18,97 untuk kelompok anak dengan IQ rata-rata
dan 14,97 untuk kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Kedua nilai tersebut
menunjukkan adanya perbedaan rerata kedua kelompok sampel sebesar 4,000,
dimana rerata skor gangguan psikososial pada anak IQ rata-rata lebih tinggi
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Namun untuk mengetahui
perbedaan tersebut bermakna atau tidak, maka perlu dilakukan uji signifikansi
perbedaan rerata dengan uji t. Nilai signifikansi dari hasil uji t adalah 0,161
(lampiran 8). Hal ini berarti perbedaan rerata kedua kelompok tidak bermakna.
Kemungkinan terjadinya kesalahan dalam uji statistik parametrik telah
diantisipasi dengan melakukan uji normalitas data dan uji homogenitas varians.
Hasil dari kedua uji tersebut adalah distribusi data yang normal dan varians data
kedua kelompok sama. Dengan demikian syarat uji t telah dipenuhi, sehingga
hasil analisis uji t dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan hasil analisis uji t, kedua kelompok sampel memiliki
perbedaan rerata skor gangguan psikososial yang tidak bermakna. Meskipun
kelompok anak dengan IQ rata-rata memiliki mean skor gangguan psikososial
lebih tinggi daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata, namun nilai
signifikansi perbedaan tersebut tidak bermakna. Hal ini berarti hipotesis
penelitian, yang menyebutkan adanya perbedaan gangguan psikososial pada kedua
kelompok, belum dapat dibuktikan secara statistik.
Psikososial merupakan hubungan yang dinamis dan saling
mempengaruhi antara psikologis dan pengaruh sosial. Ketidakseimbangan antara
kedua komponen tersebut akan menimbulkan gangguan psikososial (Riza, dkk.,
2007).
Masing-masing komponen, baik psikologis maupun sosial, memiliki
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan psikososial. Sebagai
contoh, keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dapat timbul jika terdapat
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketidakseimbangan kognisi (Sarwono, 2004). Selain itu, individu dengan
inteligensi rendah akan mengalami hambatan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan (Yusuf, 2004). Sedangkan perkembangan sosial anak-anak lebih
dipengaruhi oleh lingkungannya.
Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, antara lain
keluarga, sekolah dan teman-temannya, serta masyarakat. Faktor keluarga,
misalnya keadaan sosial ekonomi, keutuhan keluarga, karakter orang tua, dan
status anak. Keluarga harmonis dan kebutuhan ekonomi yang tercukupi dapat
menunjang perkembangan sosial anak. Status anak juga berpengaruh terhadap
perkembangan, contohnya anak tunggal yang cenderung lebih egois. Sedangkan
karakter orang tua akan menentukan sikap atau cara pengasuhan anak. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2006) disebutkan bahwa anak dapat
menjadi mudah putus asa dan cemas akibat sikap otoriter orang tua. Gangguan
psikososial anak juga bisa terjadi kerena kurangnya interaksi anak dengan orang
tuanya yang sibuk bekerja (Gerungan, 2004).
Pembelajaran mengenai psikososial anak, ternyata tidak hanya dari sisi
psikologis yang dapat dipengaruhi oleh inteligensi, namun juga perlu diperhatikan
dari perkembangan sosial yang sangat dipengaruhi lingkungan. Dalam penelitian
ini hanya mengikutsertakan IQ sebagai variabel bebas yang diteliti. Sedangkan
lingkungan sebagai variabel luar yang mempengaruhi psikososial, belum
diikutsertakan dalam penelitian. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi hasil
penelitian, dimana terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok anak
dengan IQ rata-rata dan kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Oleh karena
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui pengaruh
lingkungan sebagai variabel luar terhadap gangguan psikososial anak.
Selain dipengaruhi variabel luar, hasil penelitian juga dapat dipengaruhi
oleh proses pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan tanpa wawancara
dan orang tua siswa mengisi kuesioner di rumah masing-masing. Oleh sebab itu,
peneliti tidak dapat mengawasi proses pengisian kuesioner dan ada kemungkinan
isi kuesioner belum dipahami oleh para orang tua. Hal ini berbeda dengan
penyelenggaraan tes IQ yang telah diawasi oleh dua orang observer, sehingga
dapat meminimalkan kemungkinan menyontek antar siswa. Selain itu, tes IQ
dilaksanakan pagi hari agar para siswa lebih dapat berkonsentrasi saat
mengerjakan soal-soal.
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Rerata (mean) skor gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata
lebih tinggi daripada anak dengan IQ di atas rata-rata. Mean skor gangguan
psikososial pada anak dengan IQ rata-rata adalah 18,97 dengan standar
deviasi sebesar 11,886. Sedangkan pada anak dengan IQ di atas rata-rata
memiliki mean 14,97 dan standar deviasi sebesar 9,814.
2. Terdapat perbedaan nilai rerata (mean) antara gangguan psikososial pada
anak dengan IQ rata-rata dan anak dengan IQ di atas rata-rata di SDN
Manahan Surakarta, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p > 0,05).
B. Saran
1. Perlu penelitian lanjutan dengan pengendalian variabel luar yang dapat
mempengaruhi gangguan psikososial, antara lain lingkungan keluarga,
sekolah, teman-teman, ataupun masyarakat. Salah satu cara pengendalian
variabel luar adalah menentukan kriteria inklusi dan eksklusi yang sesuai
agar diperoleh sampel yang lebih homogen.
2. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang lebih baik,
misalnya pengisian kuesioner dengan wawancara.
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Orang tua diharapkan dapat lebih memperhatikan perkembangan anak,
seperti kemampuan kognitif, kondisi psikologis, maupun lingkungan sosial
yang mempengaruhi perkembangan anak.
35