perbedaan hasil tangkapan alat tangkap bagan apung …
TRANSCRIPT
PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG
PADA INTENSITAS CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA
DI PERAIRAN DANAU SINGKARAK
SUMATERA BARAT
SKRIPSI
ROHMIYATI
E1E014015
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG
PADA INTENSITAS CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA
DI PERAIRAN DANAU SINGKARAK
SUMATERA BARAT
Disajikan oleh:
Rohmiyati (E1E014015), Dibawah bimbingan:
Raguati¹ dan Filawati²
RINGKASAN
Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki potensi
perikanan yang cukup tinggi salah satunya di wilayah perairan Danau Singkarak.
Bagan apung adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Bagan apung merupakan alat tangkap (light
fishing) yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau
menarik ikan untuk berkumpul dibawah cahaya lampu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan alat
tangkap bagan apung pada intensitas cahaya lampu yang berbeda. Materi yang
digunakan pada penelitian ini adalah hasil tangkapan alat tangkap bagan apung
dengan menggunakan 4 lampu LED (Light Emiting Diode) Philips warna putih
dengan daya 30 watt/ intensitas cahaya 241 lux dan 4 lampu LED Philips warna
putih dengan daya 45 watt/ intensitas cahaya 345 lux. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode experimental fishing dengan 14 kali
pengulangan, hasil tangkapan diperoleh secara langsung melalui penelitian di
lapangan. Data yang dihimpun meliputi hasil tangkapan alat tangkap bagan apung
dan parameter lingkungan (suhu, kecepatan arus dan pH). Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa
lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux memberikan hasil tangkapan
lebih banyak dengan total 237,2 kg (8392 ekor) dan ikan yang paling banyak
tertangkap adalah ikan bilih 62,4 kg (5110 ekor).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah lampu LED (Light Emiting Diode)
Philips warna putih dengan daya lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux
memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan daya lampu 30
watt/ intensitas cahaya lampu 241 lux.
Kata Kunci : Bagan Apung, Intensitas Cahaya Lampu, Hasil Tangkapan
¹ Pembimbing Utama
² Pembimbing Pendamping
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyampaikan bahwa Skripsi saya yang berjudul
“Perbedaan Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung Pada Intensitas Cahaya
Lampu Yang Berbeda Di Perairan Danau Singkarak Sumatera Barat” adalah karya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian paling akhir skripsi ini sesuai
dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
Jambi, Juli 2021
dto
Rohmiyati
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sumber Harapan pada tanggal 26
Oktober 1995, sebagai anak pertama dari pasangan
suami istri Bapak Supar dan Ibu Yurnita. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 208/II Pelepat
Ilir pada tahun 2008, pendidikan menengah pertama di
SMP N 1 Pelepat Ilir pada tahun 2011, dan pendidikan
menengah atas di SMA N 1 Pelepat Ilir pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur
SNMPTN. Pada bulan Agustus 2017, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja
Nyata Revolusi Mental di Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan Kota
Jambi dan mengikuti kegiatan Magang pada bulan Oktober 2017 di Desa Majelis
Hidayah Parit VII Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Provinsi Jambi dengan judul Hasil Tangkapan Alat Tangkap Togok Di Desa
Majelis Hidayah Parit VII Kuala Jambi.
i
PRAKATA
Pada kesempatan ini penulis awali dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, keselamatan serta
kesempatan yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik
untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana strata satu (S1) pada Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
dengan judul “Perbedaan Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung Pada
Intensitas Cahaya Lampu Yang Berbeda Di Perairan Danau Singkarak
Sumatera Barat”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyelesaian skripsi
ini telah banyak melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Ayahanda tercinta Alm. Supar, ibu Yurnita dan bapak Guntur, terimakasih
yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan
juga dukungan yang diberikan tiada hentinya kepada penulis. Semoga
Allah selalu senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada orang
tua saya. Serta kepada adik saya Rudiono atas kasih sayang dan cinta
kasihnya serta dukungan yang tiada batasnya, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.
2. Dr. Ir. Raguati, M.P. selaku Pembimbing Utama terimakasih atas
bimbingan ilmu pengetahuan, nasihat dan juga semangat yang telah
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Filawati, S.Pt., M.P. selaku Pembimbing Pendamping terimakasih atas
bimbingan ilmu pengetahuan, nasihat dan juga semangat yang telah
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Agus Budiyansyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Jambi.
5. Dr. Ir. Syafwan, M.Sc. selaku Wakil Dekan BAKSI.
Dr. Ir. Suparjo, M.P. selaku Wakil Dekan BUPK, dan
ii
Dr. Yatno, S.Pt., M.Si. selaku Wakil Dekan BKA.
6. Nelwida, S.Pt., M.P. selaku ketua Prodi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan dan Lisna, S.Pi., M.Si. selaku sekretaris sprodi yang telah
banyak membantu.
7. Dr. Ir. Gushairiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik penulis.
8. Fauzan Ramadhan, S.Pi., M.Si. Selaku dosen perikanan yang telah banyak
memberi nasihat dan dukungannya.
9. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Peternakan khususnya di prodi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah membekali penulis dengan
berbagai disiplin ilmu.
10. Bapak Elsuqodri, Abang Edi, Dori, Rahmi dan Firman yang telah
membantu kegiatan penelitian di Danau Singkarak Sumatera Barat.
11. Teman–teman dan orang terkasihku Dwi, Dewi, Nurdiani, Sance, Tri
Minanggi, Mika, Bela, Indri, Rita, Westi, Rohmi, Anugrah, Bayu, Ilham,
Jhohan, Rian, Hendro, Billi, Ridwan, Aldinar, Ima, Firda dan teman-teman
lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu serta teman-teman PSP
2014 semua yang telah mendukung dan membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini.
12. Seluruh adik-adik mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yeng telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu
perikanan.
Jambi, Juli 2021
Rohmiyati
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 3
1.3 Manfaat ....................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perairan Danau ............................................................................ 4
2.1.1 Ekosistem Danau ................................................................. 4
2.1.2 Danau Singkarak .................................................................. 5
2.2 Unit Penangkapan Ikan................................................................ 6
2.2.1 Alat Tangkap Bagan Apung ................................................. 6
2.2.2 Kapal Perikanan ................................................................... 8
2.2.3 Nelayan ............................................................................... 8
2.3 Teknik Operasi Penangkapan ...................................................... 9
2.4 Hasil Tangkapan ......................................................................... 10
2.4.1 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) ............................. 10
2.4.2 Ikan Asang (Osteochilus hasseliti) ...................................... 12
2.4.3 Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi) .................................... 13
2.4.4 Ikan Barau (Hampala macrolepidota) ................................. 14
2.4.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ....................................... 15
2.4.6 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................ 17
2.5 Peran Cahaya pada Alat Tangkap Bagan Apung .......................... 18
2.6 Intensitas Cahaya Lampu............................................................. 20
2.7 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan 21
iv
2.7.1 Suhu ................................................................................... 21
2.7.2 Arus .................................................................................... 21
2.7.3 Derajat Keasaman/pH ......................................................... 22
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat danWaktu ....................................................................... 23
3.2 Materi dan Peralatan .................................................................... 23
3.2.1 Alat dan Bahan .................................................................... 23
3.2.2 Alat Pengukur Parameter Lingkungan .................................. 23
3.3 Metode Penelitian........................................................................ 23
3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................... 24
3.4.1 Persiapan Penelitian ............................................................. 24
3.4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian .......................................... 24
3.4.3 Mengukur Parameter Lingkungan ........................................ 25
3.5 Data yang dihimpun .................................................................... 26
3.6 Analisis Data ............................................................................... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................ 28
4.2 Hasil Tangkapan ......................................................................... 30
4.3 Parameter Lingkungan ................................................................ 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 34
5.2 Saran ........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 35
LAMPIRAN ............................................................................................ 38
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung dengan Intensitas Cahaya
Lampu yang Berbeda selama 28 Hari .................................................. 30
2. Parameter Lingkungan ......................................................................... 32
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Zona Danau ......................................................................................... 5
2. Alat Tangkap Bagan Apung ................................................................. 6
3. Perahu Dayung..................................................................................... 8
4. Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) .............................................. 11
5. Ikan Asang (Osteochilus hasseliti) ....................................................... 13
6. Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi) ..................................................... 14
7. Ikan Barau (Hampala macrolepidota) .................................................. 15
8. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........................................................ 16
9. Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................................. 18
10. Kontruksi Bagan Apung ..................................................................... 25
11. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 28
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg).......................... 38
2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan .................................. 39
3. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat (kg) .. 40
4. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah ekor Ikan ... 41
5. Parameter Lingkungan ......................................................................... 42
6. Alat Tangkap Bagan Apung ................................................................. 46
7. Alat Penelitian ..................................................................................... 46
8. Proses Pengopersian Alat Tangkap ....................................................... 47
9. Pengukuran Parameter Lingkungan ...................................................... 49
10. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung .................................... 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sumatera Barat memiliki luas area 42.297,3 km3
dan memiliki
kondisi alam yang berupa dataran tinggi yang bergunung-gunung. Dari luas area
yang dimiliki hanya 15% yang bisa digunakan untuk pertanian. Provinsi ini
memiliki 5 danau besar yaitu: Danau Singkarak (10.908,2 ha), Danau Maninjau
(9.950 ha), Danau Atas (3.500 ha), Danau Bawah (1.400 ha) serta Danau Talang
(500 ha). Danau Singkarak terletak pada 100028
’28
’’ BT - 100
036
’08
’’ BT dan
0032
’01
’’ LS - 0
042
’03
’’ LS. Luas danau ini 10.908,2 ha, kedalaman maksimum
271,5 m, kedalaman rata-rata 178,677 m, panjang maksimum 20,808 km, dan
lebar maksimum 7,175 km (Lubis et al., 2012).
Danau adalah salah satu perairan tawar yang mempunyai potensi yang
dapat meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta pemenuhan
gizi bagi masyarakat (Susanto, 2000). Pada umumnya masyarakat disekitar Danau
Singkarak sehari-hari bekerja sebagai nelayan, petani, serta penyedia sarana dan
prasarana pariwisata danau Singkarak (Dinas Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Solok, 2015). Jumlah alat tangkap bagan apung yang terpasang di
Danau Singkarak berjumlah sebanyak 516 unit. Sejumlah 238 bagan apung
diantaranya berada di Kabupaten Solok dan 278 unit di Kabupaten Tanah Datar
(Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, 2019).
Perairan Danau Singkarak mempunyai potensi perikanan yang cukup
tinggi dan perikanan danau mempunyai keanekaragaman jenis ikan yang relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Beberapa jenis ikan yang hidup
di Danau singkarak antara lain ikan bilih (Mystacoleucus padangensis), ikan
asang (Ostheochilus hasseliti), ikan kapiek (Puntius schwanefeldi), ikan barau
(Hampala macrolepidota), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan mas
(Cyprinus carpio) (Armaini, 2002).
Di sepanjang Danau Singkarak terdapat alat tangkap seperti bagan apung,
jaring dan pancing (Sulawesty, 2007). Alat tangkap bagan apung dioperasikan
pada malam hari, untuk itu nelayan butuh alat penunjang lain seperti lampu.
Penggunaan cahaya lampu sebagai atraktan (daya tarik) pada proses penangkapan
2
ikan. Cahaya lampu tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan ikan target
tangkapan pada area penangkapan sehingga hasil tangkapannya menjadi
meningkat. Cahaya yang digunakan pada bagan bertujuan untuk mengumpulkan
ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif. Ikan yang bersifat fototaksis positif
akan berkumpul di daerah cahaya lampu, sehingga memudahkan nelayan untuk
menangkap ikan (Hasan, 2008).
Penelitian ini dilakukan di sekitar danau yang dekat dengan pemukiman
masyarakat dan di sekitar keramba jaring apung di Nagari Tikalak, Kecamatan X
Koto Singkarak. Masyarakat di Danau Singkarak sebagiannya memiliki keramba
jaring apung sebagai tempat budidaya ikan nila untuk memperoleh penghasilan.
Nelayan bagan apung di Danau Singkarak sendiri sebagian besar menggunakan
satu jenis warna lampu yakni warna lampu putih. Jenis lampu yang digunakan
nelayan bagan apung di Danau Singkarak yaitu jenis lampu LED (Light Emiting
Diode). Lampu LED sebenarnya sudah digunakan oleh masyarakat secara meluas,
misal sebagai lampu kendaraan bermotor, lampu emergency, lampu penerangan
rumah, televisi, komputer, proyektor, LCD dan lampu rambu lalu lintas. Dengan
demikian lampu LED juga kemungkinan besar dapat digunakan sebagai alat bantu
penangkapan ikan pada bagan apung. Lampu LED memiliki beberapa kelebihan
yang sangat menguntungkan nelayan, seperti hemat listrik, ukurannya kecil,
cahayanya dingin dan usia pakainya hingga 100 ribu jam (Thenu et al., 2013).
Nelayan Danau Singkarak menggunakan lampu LED warna putih dengan
memasang lampu tepat diatas permukaan air dengan tujuan agar cahaya
memancar ke arah bawah air dan cahaya tidak terlalu menyebar sehingga ikan
akan tetap fokus berada disekitaran cahaya lampu.
Intensitas cahaya lampu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
hasil tangkapan. Hal tersebut dikarenakan besar atau kecilnya intensitas cahaya
lampu akan menentukan jumlah ikan yang akan tertangkap. Intensitas cahaya
lampu didapatkan sesuai dengan daya Watt lampu yang digunakan. Berdasarkan
survey, masyarakat/nelayan Danau Singkarak terbiasa menggunakan cahaya
lampu dalam pengoperasian alat tangkap menggunakan daya lampu 30 watt
dengan hasil tangkapan rata-rata 2-4 kg maka dalam penelitian ini digunakan
lampu 45 watt guna dapat meningkatkan hasil tangkapan karena intensitas cahaya
3
lampu lebih tinggi sehingga menyebabkan perbedaan hasil tangkapan Susanto
(2000). Berdasarkan penjelasan diatas penulis telah melakukan penelitian
mengenai perbedaan intensitas cahaya lampu terhadap hasil tangkapan bagan
apung diperairan Danau Singkarak dengan menggunakan lampu LED yaitu 30
watt dan 45 watt.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil
tangkapan alat tangkap bagan apung pada intensitas cahaya lampu yang berbeda.
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa perikanan, nelayan bagan apung
dan institusi terkait memberikan infomasi untuk meningkatkan hasil tangkapan
dengan menggunakan intensitas cahaya lampu yang efektif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perairan Danau
2.1.1 Ekosistem Danau
Ekosistem danau merupakan ekosistem yang cakupan wilayahnya berupa
danau dan sekitarnya. Ekosistem sendiri merupakan interaksi timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Sedangkan danau merupakan cekungan
yang terdapat pada permukaan bumi dan terisi oleh air yang befungsi sebagai
tempat berlangsungnya siklus hidup flora dan fauna serta sumber air yang dapat
digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ekosistem danau ini ialah hubungan dari beberapa populasi yang hidup disuatu
cekungan terisi air secara alamiah di permukaan bumi dan saling mengadakan
interaksi baik langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya (hubungan
berupa timbal balik) (Fatma, 2016).
Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan
fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai pengatur tata
air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang dilindungi atau
endemik serta penambat sedimen, unsur hara dan bahan pencemar. Fungsi sosial-
ekonomi-budaya danau adalah memenuhi keperluan hidup manusia, antara lain
sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi dalam penyumbang bahan genetik,
sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting,
sebagai sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat baik langsung
(pertanian, perikanan, industri, rumah tangga) maupun tidak langsung (sumber
bahan baku air minum dan penghasil energi melalui PLTA), sebagai tempat
tampungan air yang berlebih baik dari air hujan, aliran permukaan maupun
sumber-sumber air bawah tanah sehingga danau berfungsi juga untuk membantu
mengatasi banjir, sebagai pengatur tata air, menjaga iklim mikro karena
keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan curah hujan
setempat serta sebagai sarana rekreasi dan objek wisata (Sittadewi, 2008).
Ekosistem danau mempunyai 4 zona (daerah) yaitu, zona litoral
merupakan daerah dangkal yang mana cahaya matahari dapat menembus perairan
5
danau dengan optimal. Terdapat tumbuhan air yang berakar dan organisme yang
beragam. Zona limnetik merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih
dapat ditembus sinar matahari. Pada zona ini, fitoplankton dan tumbuhan yang
berfotosintesis menyediakan makanan bagi zooplankton, ikan-ikan dan hewan
lainnya. Zona profundal merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau
yang merupakan daerah yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari, daerah
ini dihuni oleh cacing dan mikroba. Zona bentik merupakan daerah dasar danau
tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati (Hidayat, 2013).
Sumber : E-biologi (2015)
Gambar 1. Zona Danau
2.1.2 Danau Singkarak
Danau Singkarak adalah sebuah danau yang membentang di dua
kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan
Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak merupakan salah satu danau tektonik
seperti gempa. Akibat gempa terjadi proses patahan (fault) pada permukaan tanah.
Permukaan tanah yang patah mengalami pemerosotan atau amblas (subsidence)
dan menjadi cekung. Selanjutnya bagian yang cekung karena amblas tersebut
terisi air dan terbentuklah danau. Contoh: Danau Poso, Danau Tempe, Danau
Tondano, dan Danau Towuti di Sulawesi. Danau Singkarak, Danau Maninjau, dan
Danau Takengon di Sumatera (Emelia, 2009).
Luas permukaan Danau Singkarak mencapai 10.908,2 ha dengan panjang
maksimum 20,808 km dan lebar maksimum 7,174 km dengan kedalaman 271,5 m
(Lubis et al., 2012). Danau singkarak merupakan salah satu danau yang memiliki
6
potensi perikanan yang sangat bagus untuk kesejahteraan masyarakat, dimana
adanya ikan bilih dan berbagai jenis ikan lainnya sebagai sumber penghasilan bagi
nelayan di Danau Singkarak dan nelayan dikawasan Danau Singkarak masih
menggunakan bagan sebagai salah satu alat untuk menangkap ikan (Suryono,
2011).
2.2 Unit Penangkapan Ikan
2.2.1 Alat Tangkap Bagan Apung
Gambar 2. Alat Tangkap Bagan Apung
Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk
menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga
memudahkan dalam proses penangkapan selanjutnya. Dalam pengoperasiannya
bagan dilengkapi dengan jaring yang berbentuk kubus untuk membatasi gerak
renang ikan kemudian diangkat agar ikan tidak dapat lolos lagi (Ayodhyoa, 1981).
Bagan diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu, bagan tancap dan bagan
apung. Berdasarkan alat pengapungnya bagan dibagi menjadi tiga golongan yaitu,
bagan apung satu perahu, bagan apung dua perahu dan bagan apung memakai
rakit (Hanim, 1995).
Bagan tancap merupakan alat penangkapan yang menetap pada suatu
tempat dalam waktu tertentu sedangkan bagan apung merupakan alat
penangkapan yang dapat berpindah-pindah dan menggunakan lampu sebagai alat
untuk menarik perhatian ikan. Alat ini hanya dioperasikan pada malam hari pada
perairan yang arusnya tidak terlalu kuat. Alat tangkap bagan termasuk kedalam
alat tangkap jenis (lift net), dimana proses kerjanya adalah dengan mengusahakan
agar berbagai jenis ikan dan hewan air lainnya dapat berkumpul diatas jaring
7
bagan tersebut, yang kemudian alat tangkap tersebut diangkat secepatnya
(Gunarso, 1985). Selain itu bagan termasuk (light fishing) yang menggunakan
lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik ikan untuk berkumpul
dibawah cahaya lampu (Ayodhyoa, 1981).
Jaring angkat atau bagan ini dalam beberapa tipe yaitu, tipe bundar, segi
empat, empat persegi panjang dan lain-lain. Jaring pengangkat mempunyai
bingkai yang dapat menangkap ikan ketika jaring-jaring tesebut diangkat secara
vertikal. Sebagian besar jaring digantung, sehingga ikan akan menghampiri jaring
dengan bantuan umpan atau cahaya lampu, setelah itu jaring diangkat dengan
cepat untuk menangkap ikan tersebut. Spesies yang akan ditangkap adalah ikan
yang mempunyai kebiasaan bergerombol dan suka pada cahaya lampu atau umpan
(Kamal, 1991).
Komponen alat tangkap bagan terdiri dari jaring bagan, rumah bagan
(anjang-anjang), lampu dan serok. Terdapat alat penggulung atau (roller) yang
berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring. Pada prinsipnya bagan
terdiri dari jaring yang berbentuk empat persegi dengan ukuran standar 7,5 x 7,5
meter dan anjang-anjang terbuat dari besi yang berukuran dibagian bawah 8,5 x
8,5 meter, sedangkan dibagian atas berukuran 8 x 8 meter. Pada anjang-anjang
inilah tempat dimana jaring yang berbentuk tikar, lampu dan roller terdapat.
Jaring bisa dibuat dari bahan yang dianyam atau ditenun yang berukuran mata
jaring (mesh size) 0,5 cm, jaring tersebut diikatkan pada sebuah bingkai berbentuk
empat persegi. Bingkai ini bisa dari bambu, besi atau bahan lainnya. Pada bagian
bingkai yang berhadapan diikatkan tali dari ijuk, tambang atau bahan lainnya
untuk menarik dan menurunkan jaring pada waktu penangkapan, pada keempat
pojok bingkai atau jaring diikatkan batu-batu pemberat agar jaring mudah
tenggelam (Subani, 1975).
Cara penangkapan ikan dengan alat bagan ini tidaklah susah, justru dapat
dikatakan hampir semua orang dapat melakukannya. Penangkapan dimulai
dengan terlebih dahulu menurunkan jaring melalui empat utas tali yang diikatkan
pada bingkai dengan menggunakan suatu putaran roller, kemudian lampu
diturunkan diatas permukaan air. Jaring diturunkan pada kedalaman 5-10 meter
dibawah permukaan air, dan ditunggu sampai ikan-ikan banyak berkumpul.
8
Penangkapan jaring dimulai ketika ikan-ikan sudah banyak berkumpul dibawah
lampu. Pengambilan ikan dilakukan dengan serok (Subani, 1975).
2.2.2 Kapal Perikanan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,
kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan
untuk melakukan penangkapan ikan mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,
dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Kapal perikanan di perairan umum daratan, umumnya terdiri dari perahu
dayung, perahu papan kecil, perahu papan sedang, motor tempel dan kapal motor
(Deswati, 2015). Pada perairan Danau Singkarak nelayan menggunakan perahu
dayung. Perahu berfungsi sebagai sarana transportasi bagi nelayan untuk menuju
daerah penangkapan maupun keramba jaring apung.
Gambar 3. Perahu Dayung
2.2.3 Nelayan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,
mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan. Nelayan menurut waktu kerjanya dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu: nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan
9
untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan sambilan utama adalah
nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi
penangkapan ikan. Nelayan tambahan sambilan adalah nelayan yang sebagian
kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam
operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya/tanaman air. Para nelayan
melakukan pekerjaannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi
kebutuhan hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan
meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya biaya, jumlah
perahu, jumlah tenaga, kerja, jarak tempuh dan pengalaman (Ridha, 2017).
Nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian jaring angkat (lift net)
tidak terlalu banyak, cukup satu atau dua orang saja, karena tugasnya hanya
menurunkan dan menaikkan jaring pada saat mengoperasikan alat tangkap
tersebut (Takril, 2005).
2.3 Teknik Operasi Penangkapan
Proses penangkapan pada bagan sangat sederhana. Ketika malam mulai
gelap, jaring mulai diturunkan. Seiring dengan penurunan jaring, lampu penarik
perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu 2-3 jam, jaring ditarik dengan
menggunakan roller. Waktu yang dibutuhkan untuk penarikan hanya 10 menit.
Setelah itu ikan diangkat ke atas bagan. Selanjutnya jaring kembali diturunkan
untuk menunggu operasi selanjutnya. Dalam semalam pengangkatan jaring
dilakukan 4-5 kali (Sudirman dan Natsir, 2011).
Pada saat nelayan tiba dibagan maka yang pertama dilakukan adalah
menurunkan jaring dan menghidupkan lampu. Setelah masa perendaman jaring
selama semalaman atau dianggap sudah banyak ikan yang terkumpul dibawah
bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan
memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas. Setelah jaring terangkat
maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan serok jaring.
10
2.4 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun binatang air
lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Hasil tangkapan bisa
dibedakan menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan. Hasil tangkapan utama adalah spesies yang menjadi target dari
operasi penangkapan sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah spesies yang
merupakan diluar dari target operasi penangkapan (Ramadhan, 2008).
Hasil tangkapan bagan apung berupa jenis ikan pelagis kecil yang bersifat
fototaksis positif seperti Ikan bilih/biko (Mystacoleucus padangensis) yang
merupakan salah satu diantara beberapa jenis ikan yang hidup di Danau Singkarak
yang menjadi target utama penangkapan oleh masyarakat/nelayan di sekitar danau
(Armaini, 2002). Jenis ikan lainnya, diantaranya adalah ikan asang/nilem
(Osteochilus Brachmoides), ikan sasau/barau (Hampala mocrolepidota), ikan
kapiek (Puntius shwanefeldi), ikan baung (Macrones planiceps), ikan
mujaie/mujair (Tilapia pleurothalmus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).
2.4.1 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)
Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan air tawar
endemik yang hidup di Danau Singkarak. Klasifikasi ikan bilih sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Mystacoleucus
Spesies : Mystacoleucus padangensis
Nama indonesia ikan bilih adalah Bako atau lebih populer dengan nama
Bilih. Secara umum ikan bilih menyukai perairan jernih, suhu perairan rendah
berkisar (26,0 – 28,0 oC) dan daerah litoral perairannya berbatu kerikil dan atau
pasir. Berdasarkan sifat dan kebiasaan makannya, ikan bilih termasuk ikan
benthopelagis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang
berada di dasar perairan maupun di lapisan tengah dan permukaan air.
Makanan utama ikan bilih dihabitat aslinya Danau Singkarak adalah
detritus dan zooplankton sedangkan diperairan Danau Toba makanan utama ikan
11
bilih adalah detrius dan fitoplankton serta makanan tambahannya adalah
zooplankton dan seresah. Makanan utama ikan bilih di kedua perairan tersebut
hampir sama hanya sedikit berbeda dalam persentase komposisinya
(Kartamihardja, 2008). Berikut dapat dilihat gambar ikan bilih:
Gambar 4. Ikan Bilih
Morfologi ikan bilih antara lain sebagai berikut:
1. Sirip punggung mempunyai jari-jari keras (berduri) yang rebah ke muka,
kadang-kadang duri ini tertutup oleh sisik sehingga tidak kelihatan jika tidak
diraba. Sirip dubur tidak mempunyai jari-jari keras, hanya terdapat 8- 9 jari-jari
lemah
2. Badan bulat panjang dan pipih, tinggi badan 2-3 cm, panjang badan maksimum
11,6 cm
3. Sisiknya kecil-kecil dan tipis, terdapat 37-39 baris antara tengah-tengah dasar
sirip punggung dan gurat sisi (lateral line)
4. Tubuh ditutupi oleh sisik yang berwarna keperak-perakan. Punggung dan ekor
bagian sebelah sirip berwarna kehitam-hitaman.
Habitat pemijahan ikan bilih adalah perairan yang jernih dengan suhu air
relatif rendah, berkisar antara 24,0-26,0°C, dan dasar danau yang berbatu kerikil
dan atau pasir. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan
ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah
pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampainya di habitat
pemijahan tersebut, ikan bilih betina melepaskan telur dan bersamaan dengan itu
juga ikan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur tersebut. Telur ikan
12
bilih yang telah dibuahi berwarna transparan (Kartamihardja, E.S dan Sarnita,
A.S, 2008).
Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi
pada suhu air antara 27,0-28,0°C dan larvanya berkembang di danau menjadi
dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore
hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari
mulai jam 05.00 sampai 09.00, seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang
dilepaskan. Pemijahan ikan bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin
tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu periode
pemijahannya. Jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan bilih berkisar
antara 3.654-14.561 butir telur dengan rata-rata 7.580 butir per induk.
(Kartamihardja, E.S., 2009).
2.4.2 Ikan Asang (Osteochilus hasseliti)
Klasifikasi ikan asang (Osteochilus hasseliti), menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Familia : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus hasselti
Ikan Asang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi. Ikan tersebut tersebar dipulau jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan sumatera. Di sumatera, ikan asang dapat ditemui diberbagai sungai
dan danau (Kottelat et al., 1993). Danau-danau yang menjadi habitat spesies
tersebut di Sumatera Barat diantaranya adalah Danau Singkarak dan Maninjau.
Danau Singkarak dan Danau Maninjau memiliki beberapa perbedaan mendasar
secara geologi dan ekologi. Danau Singkarak merupakan danau tektonik (Syandri,
1996) sedangkan Danau Maninjau merupakan danau kaldera (KLH 2011).
Temperatur air di Singkarak berkisar antara 25°C – 27°C sedangkan di Maninjau
berkisar antara 28,13°C–28,47°C. Berikut dapat dilihat gambar ikan asang:
13
Gambar 5. Ikan Asang
2.4.3 Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi)
Klasifikasi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi), menurut Kottelat et al,
(1993) adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophyshi
Family : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius schwanefeldi
Ikan ini tergolong sebagai ikan pemakan segala makanan (omnivora) dan
tidak mengganggu jenis ikan kecil diperairan dimana dia hidup. Dari segi biologi
reproduksinya ikan ini tergolong pada ikan yang mempunyai tipe reproduksi
biseksual, dimana sperma dan telur berkembang secara terpisah pada individu
yang berbeda, dengan kata lain ikan jantan dan ikan betina berkembang sejak lahir
atau menetas serta setiap individu akan tetap sebagai jantan atau betina selama
hidupnya.
Ikan kapiek termasuk spesies ikan air tawar penghuni daerah tropis yang
hidup di perairan sungai, danau dan rawa. Ikan kapiek bentuk tubuh gepeng dan
berbadan tinggi. Ikan kapiek juga dijumpai pada kedalaman perairan 1-4 meter,
suhu berkisar 25-30°C, pH berkisar 5-7 dengan keadaan arus lemah atau pada
tempat yang merupakan lubuk. Ciri-ciri ikan kapiek adalah bentuk tubuh simetris
bilateral, bentuk tubuh pipih (compressed), bibir atas tidak terpisah dengan rahang
bawah. Mulut protactile, mempunyai sepasang lubang hidung (Saanin, 1984).
Ikan kapiek memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sirip punggung terdiri dari 4 jari-
14
jari keras dan 8 jari-jari lemah. Sirip anus terdiri dari 4 jari keras dan 5 jari-jari
lemah. Sirip dada terdiri dari 1 jari-jari keras dan 14-16 jari-jari lemah. Kerangka
tubuh kuat melengkung mulai dari hidung sampai ke punggung. Panjang baku
4,1-4,3 kali panjang kepala dan tinggi badan 2,3-2,4 kali panjang baku. Mulut di
ujung kepala (terminal) memiliki 2 sungut kecil. Sungut di mulut dan di rahang
atas, daerah pipi sempit terdapat 8-9 sisik antara garis rusuk dan sirip anus. Warna
badan keputih-putihan bagian punggung coklat kehijauan, tepi atas dan bawah
sirip ekor terdapat garis hitam. Berikut dapat dilihat gambar ikan kapek:
Gambar 6. Ikan Kapiek
2.4.4 Ikan Barau (Hampala macrolepidota)
Klasifikasi ikan Barau (Hampala macrolepidota), menurut Saanin (1968)
adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Hampala
Spesies : Hampala macrolepidota
Ikan barau memiliki ciri-ciri bibir atas terpisah dari moncong oleh suatu
lekukan yang jelas, pangkal bibir atas terpisah oleh lapisan kulit moncong, mulut
terminal atau subterminal, gurat sisi mempunyai 25-30 sisik, sirip perut depan
datar atau membulat, sirip anal memiliki 5 jari-jari bercabang tidak memiliki duri
pada sirip punggung, hidup di perairan air tawar yaitu di danau dan sungai dan
tersebar luas di perairan Indo-Australia (Sumatra, Jawa, Borneo), Malaka, Siam,
15
Indo-China. (Weber and Beaufort, 1916 ; Kottelat et al. 1993 ; Sulaiman &
Mayden, 2012).
Hampala macrolepidota pada ikan yang berukuran besar memiliki bercak
hitam antara sirip punggung dengan sirip perut yang kemudian menjadi samar-
samar pada ikan yang sangat besar. Di Danau Singkarak ada dua jenis genus
Hampala yaitu yang memiliki bercak hitam Hampala macrolepidota (nama
daerah: Barau) dan yang lainnya tidak memiliki bercak hitam Hampala sp (nama
daerah: Sasau) Salsabila (1987). Berikut dapat dilihat gambar ikan barau:
Gambar 7. Ikan Barau
2.4.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1984), ialah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila dapat hidup dengan baik dalam lingkungan perairan air tawar
apabila memiliki suhu yang berkisar antara 25 - 32° C dan pH yang ideal berkisar
antara 5 – 9 (Amri, 2003). Ikan ini termasuk ikan omnivora (pemakan segala).
Menurut Ghufran et al., (2010) yang menyatakan bahwa makanan dari ikan nila
berupa plankton, perifiton dan tumbuh–tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang
sutera dan klekap. Berikut dapat dilihat gambar ikan nila:
16
Gambar 8. Ikan Nila
Morfologi ikan nila (menurut Saanin (1984), mempunyai bentuk tubuh
bulat pipih pada badan dan sirip ekor (caudal fin) ditemukan garis lurus. Pada
sirip punggung ikan nila ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat hidup
di perairan tawar dengan menggunakan ekor untuk bergerak. Nila memiliki lima
sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut
(ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya
memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat
juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil serta sirip anus
berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah
dengan bentuk bulat.
Kebiasaan makan ikan nila tergolong herbivora cenderung karnivora
berdasarkan hasil analisis makanan dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton,
zooplankton dan serasah. Nilai pH yang ditoleransi untuk budidaya ikan air tawar
berkisar antara 7 hingga 8,5. Nilai tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ikan
yang baik (Dadiono, Sri dan Kartini, 2017). Kondisi lingkungan perairan yang
stabil ditandai dengan keragaman plankton dan jumlah spesies yang tinggi.
Kondisi perairan yang stabil juga ditandai dengan kisaran kualitas air yang sesuai
dengan pertumbuhan organisme budidaya. Plankton merupakan faktor penting
bagi kehidupan ikan baik di perairan tawar, payau maupun laut. Plankton
khususnya fitoplankton merupakan organisme penghasil makanan yang pertama
pada siklus rantai makanan. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang melayang
dan hanyut di perairan serta mampu berfotosintesis (Agustini, 2014).
17
2.4.6 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Khairuman et al., (2008)
adalah sebagai berikut:
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Ikan Mas termasuk kedalam golongan family Cyprinidae. Ikan Mas
memiliki tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan
arus tidak terlalu deras, misalnya di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat
hidup baik pada suhu 25°C-30°C dan pH air antara 7-8. Air serta bahan-bahan
yang terkandung di dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Air
berpengaruh terhadap biota perairan, seperti ikan, udang, kerang dan lain-lain
(Yulvizar et al., 2014).
Organ pertama yang langsung berhubungan dengan makanan adalah
mulut. Bentuk mulut ikan mas adalah proctactile atau dapat disembulkan dengan
posisi mulut terminal. Ukuran bukaan mulut ikan mas berkisar 1 cm dimana
dilengkapi oleh gigi kecil yang disebut vilivorm. Berdasarkan bukaan mulut ikan
bentuk gigi dapat diduga bahwa ikan ini termasuk ikan herbivor (Putri et al.,
2009).
Ada dua faktor yang merangsang ikan untuk makan. Pertama, faktor yang
mempengaruhi motivasi internal atau pendorong ikan untuk makan, termasuk
waktu, musim, intensitas cahaya, saat dan jenis makanan berakhir, suhu, dan ritme
internal lainnnya. Kedua, adalah rangsangan makan yang diterima oleh indera
seperti bau, rasa, tampilan dan sebagainya. Gabungan kedua faktor tersebut
menentukan kapan dan bagaimana ikan akan makan dan apa yang ingin
dimakannnya. Rangsangan visual yang mampu memicu ikan mencari makan
dapat berupa gerak, warna, atau bentuk. Intensitas cahaya mempengaruhi gerak
ikan dalam mencari makanan (Rahardjo et al., 2010). Berikut dapat dilihat gambar
ikan mas:
18
Gambar 9. Ikan Mas
2.5 Peran Cahaya Pada Alat Tangkap Bagan Apung
Cahaya lampu merupakan suatu bentuk alat bantu secara optik yang
digunakan untuk menarik dan mengkonsentrasikan ikan. Sejak waktu lama
metode ini telah diketahui secara efektif di perairan air tawar maupun di laut,
untuk menangkap ikan secara individu maupun secara bergerombolan. Kegunaan
cahaya lampu dalam metode penangkapan ikan adalah untuk menarik ikan, serta
mengkonsentrasikan dan menjaga ikan agar tetap terkonsentrasi dan mudah
ditangkap.
Tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya
peristiwa fototaksis. Cahaya merangsang ikan dan menarik ikan untuk berkumpul
pada sumber cahaya tersebut atau juga disebutkan karena adanya rangsangan
cahaya, ikan kemudian memberikan responnya. Peristiwa ini dimanfaatkan dalam
penangkapan ikan yang umumnya disebut light fishing atau dari segi lain dapat
juga dikatakan memanfaatkan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan
itu sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa dalam light fishing, penangkapan ikan
tidak seluruhnya memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan
tetapi menyalurkan keinginan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.
Fungsi cahaya dalam penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan
sampai pada suatu area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan alat jaring
ataupun pancing dan alat-alat lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Pemanfaatan lampu ini dilakukan dalam upaya memahami perilaku ikan
merespon cahaya yang ada disekitarnya. Pemanfaatan lampu dapat dimanfaatkan
sebagai alat bantu penangkapan ikan yang telah berkembang secara cepat sejak
ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan beranggapan bahwa semakin
19
besar intensitas cahaya yang digunakan maka akan memperbanyak hasil
tangkapannya sehingga tidak jarang nelayan menggunakan lampu yang relatif
banyak jumlahnya dengan intensitas cahaya yang tinggi dalam operasi
penangkapannya. Anggapan tersebut tidak benar, karena masing-masing ikan
mempunyai respon terhadap besarnya intensitas cahaya yang berbeda-beda.
Fungsi cahaya pada penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan
sampai pada suatu area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan jaring.
Dengan alat jaring ini dapat dikatakan bahwa jaring bersifat pasif, cahaya
berfungsi untuk menarik ikan ke tempat jaring. Peristiwa berkumpulnya ikan
dibawah cahaya ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu peristiwa langsung dan
peristiwa tidak langsung. Peristiwa langsung yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu
berkumpul, sedangkan peristiwa tidak langsung yaitu dengan adanya cahaya maka
sebagai tempat plankton berkumpul lalu banyak ikan yang berkumpul untuk
memakan plankton tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tertariknya ikan terhadap sumber
cahaya antara lain keberadaan ikan dengan sumber cahaya, suhu air, intensitas
cahaya dan predator. Berbagai faktor yang mempengaruhi ikan terhadap cahaya,
sumber dari cahaya itu sendiri yang merupakan faktor utama (intensitas cahaya)
yang mempengaruhi secara langsung pola tingkah laku ikan (Yami, 1991).
Pola tertariknya ikan pada sumber cahaya berbeda-beda, pola kedatangan
ikan pada sumber cahaya dan ada yang langsung dan ada juga yang hanya berada
disekitar sumber pencahayaan. Ikan yang pola kedatangan tidak langsung masuk
kedalam sumber cahaya karena ingin mencari makan. Sedangkan ikan yang pola
kedatangannya pada sumber pencahayaan langsung diindikasikan adalah ikan
yang berfototaksis positif dan telah beradaptasi dengan cahaya masih tetap terus
bergerak mendekati cahaya dan menjauhi predator (Sulaiman et al., 2006).
Teknik penangkapan ikan sejak dahulu sampai sekarang relatif sama,
yakni didasarkan pada pemanfaatan tingkah laku ikan. Pada bagan, atraktor
berupa cahaya buatan sangat diperlukan dalam proses penangkapan ikan. Fungsi
atraktor cahaya sebagai pengumpul jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis
positif, sehingga nelayan mudah melakukan penangkapan (Yuda, 2012).
20
2.6 Intensitas Cahaya Lampu
Rahman (2018), mengatakan bahwa kisaran intensitas cahaya yang
dihasilkan pada jarak 0.50 meter berkisar antara 256-385 lux. Pada pengukuran
dengan jarak 1 meter, intensitas cahaya yang terukur berada pada kisaran 73 -101
lux. Sedangkan hasil pengukuran pada jarak 1.50 meter terukur pada kisaran 61-
68 lux. Iluminasi cahaya yang terukur terus mengalami penurunan seiring
bertambahnya jarak. Hal tersebut bermakna bahwa nilai intensitas cahaya terus
menurun seiring bertambahnya jarak pengukuran. Nilai-nilai iluminasi tersebut
masih dalam kisaran yang adapted bagi ikan.
Jenis dan komposisi hasil tangkapan atau konsentrasi gerombolan ikan
berbeda-beda untuk setiap jenisnya, pada perikanan bagan ikan teri membentuk
schooling pada kedalaman 0-5 meter yaitu pada kisaran iluminasi cahaya 80-120
lux dan untuk ikan kembung, ikan layang dan tembang berada pada kisaran
kedalaman 10-20 meter yaitu pada kisaran intensitas 5-10 lux, sedangkan cumi-
cumi berada pada daerah bayang-bayang (Sudirman 2003). Setiap ikan memiliki
batas toleransi yang berbeda-beda terhadap cahaya (Purbayanto et al., 2010).
Martasuganda (2014), mengatakan bahwa gerombolan ikan hanya akan
tertarik pada cahaya apabila intensitas cahaya dipasang di atas permukaan air bisa
menjangkau gerombolan ikan. Kemudian terbatasnya kemampuan intensitas
cahaya untuk menjangkau gerombolan ikan bergantung pada besarnya intensitas
cahaya di dalam perairan, hal ini terjadi karena beberapa ikan memiliki swimming
layer yang berbeda-beda.
Ikan-ikan yang mencari makan, apabila tersedia makanan akan tinggal
lama di daerah iluminasi cahaya untuk makan dan sebaliknya akan segera
meninggalkan daerah tersebut jika tidak tersedia makanan. Ikan-ikan yang
pototaksis positif akan memilih cahaya yang disenanginya. Berenang di atas atau
di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar iluminasi cahaya. Ikan pototaksis
positif dan mencari makan akan melakukan keduanya berada di daerah iluminasi
sambil melakukan aktivitas makan (feeding activity) (Sudirman dan Nessa, 2011).
21
2.7 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan
2.7.1 Suhu
Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan organisme
aquatik. Jenis, jumlah dan keberadaan organisme aquatik sering berubah dengan
adanya perubahan suhu air, terutama terjadinya kenaikan suhu. Suhu yang masih
dapat ditolerir oleh organisme berkisar 20-30oC, suhu yang sesuai dengan
perkembangan fitoplankton berkisar antara 25-30oC, namun suhu yang optimal
untuk pertumbuhan dari zooplankton antara 15-30oC (Rachmanda, 2011).
Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Perbedaan suhu perairan disetiap stasiun pengamatan dipengaruhi oleh waktu,
intensitas cahaya dan cuaca selain kedalaman suatu perairan juga berpengaruh
terhadap perbedaan suhu hal ini dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari
yang masuk kedalam kolom perairan, jadi semakin bertambahnya kedalaman
maka semakin menurun juga suhu air pada kedalaman tersebut (Rahman et al.,
2016).
Suhu air danau cukup bervariasi yaitu sekitar 25-28oC. Pada dasarnya
bahwa dengan adanya variasi suhu yang cukup besar dapat memberikan dampak
atau pengaruh yang cukup besar pula terhadap berbagai aktifitas metabolisme dari
organisme yang mendiami suatu perairan. Tinggi rendahnya suhu suatu perairan
sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah
hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan.
Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan (Maniagasi
et al., 2013).
2.7.2 Arus
Arus merupakan gerakan air secara perlahan maupun cepat dipermukaan
air maupun di dalam air yang merupakan wujud dari penyinaran bumi yang tidak
merata, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat air itu sendiri, gravitasi bumi,
keadaan dasar perairan, distribusi pantai dan gerakan rotasi bumi, angin dan
bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya (Hutabarat,
2000).
Arus yaitu gerakan air pada suatu perairan secara tidak langsung besar
pengaruhnya terhadap kehidupan ikan, karena arus dapat memindahkan ikan, arus
22
dapat memindahkan makanan ikan serta arus dapat memindahkan lingkungan
hidup ikan (Robert, 2005).
Kecepatan arus dibedakan menjadi 4 kategori yaitu kecepatan arus 0-0,25
m/s termasuk arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/s termasuk arus sedang,
0,50-1 m/s arus cepat dan diatas 1 m/s disebut arus sangat cepat (Harahap dan
Ihsan, 2009).
2.7.3 Derajat Keasaman/pH
Derajat Keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari
power of hidrogen). pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, bisa
dapat membunuh hewan tersebut. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi),
kandungan oksigen terlarut akan bekurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang
sebaliknya terjadi pada suasana basa. Sebagian besar biotik aquatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 - 8,5 (Syafrudin, 2016).
Organisme aquatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai
nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa
lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik pada umumnya berkisar
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat
basa membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Sementara pH yang tinggi
menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan
terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan konsentrasi amoniak yang
juga bersifat sangat toksis bagi organisme. Nilai pH dipengaruhi oleh faktor fisik
sedimen, berkaitan dengan konsentrasi bahan-bahan organik yang ada disedimen.
Semakin kecil ukuran butiran sedimen, pHnya semakin rendah demikian juga
sebaliknya. Perubahan nilai pH dalam sedimen mempengaruhi sebaran
mikroorganisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor
kimia tersebut. Sebagian mikroorganisme sengat peka terhadap perubahan nilai
pH dalam perairan. Nilai pH akan mempengaruhi proses-proses biokimia
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Danau Singkarak, Nagari Tikalak,
Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat pada
Tanggal 21 Desember 2018 – 24 Januari 2019.
3.2 Materi dan Peralatan
3.2.1 Alat dan Bahan
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil tangkapan alat
tangkap bagan apung dengan menggunakan 4 lampu LED (Light Emiting Diode)
Philips warna putih dengan daya 30 watt dan 4 lampu LED Philips warna putih
dengan daya 45 watt. Alat yang digunakan adalah unit operasional penangkapan
bagan apung yaitu perahu dayung dan 8 bagan apung sebagai alat menangkap
ikan, stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang
diperlukan dalam kegiatan, lux meter digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya, timbangan untuk menghitung berat hasil tangkapan, kamera, alat tulis dan
laptop untuk mengolah data.
3.2.2 Alat Pengukur Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan yang dilakukan meliputi: suhu perairan
(thermometer), pH (pH meter), arus (tali rafia dan botol air mineral), global
position system (GPS), alat tulis dan alat dokumentasi (camera).
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental
fishing, hasil tangkapan diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan.
Data tersebut adalah hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat
tangkap bagan apung berdasarkan intensitas cahaya lampu LED (Light Emiting
Diode) Philips warna putih 30 watt dan 45 watt.
Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan (lampu LED Philips warna putih 30 watt
dan 45 watt) dan 14 kali pengulangan perlakuan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
24
1. Stasiun I (dekat pemukiman warga): menggunakan 4 unit alat tangkap
bagan apung dengan 2 lampu LED Philips warna putih 30 watt dan 2
lampu LED Philips warna putih 45 watt.
2. Stasiun II (dekat keramba jaring apung): menggunakan 4 unit alat tangkap
bagan apung dengan 2 lampu LED Philips warna putih 30 watt dan 2
lampu LED Philips warna putih 45 watt.
Dari kedua perlakuan tersebut kemudian diambil rata-ratanya dalam
jumlah berat (Kg) agar data yang didapat dalam angka bisa lebih mewakili.
Masing-masing unit bagan apung yang dipasang dimasukan ke dalam 14
kelompok (hari-hari operasi).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
Persiapan dilakukan sebagai berikut, pertama mempersiapkan alat tangkap
yang akan digunakan dengan cara mengecek semua komponen alat tangkap bagan
apung seperti jaring bagan, lampu, serok dan roller. Semua kompenen tersebut
harus dicek agar ketika proses penangkapan alat tangkap dapat dioperasikan
secara maksimal.
3.4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
Pengoperasian bagan dimulai pada saat matahari mulai tenggelam dan
diakhiri ketika matahari mulai terbit. Ketika hari mulai gelap yaitu pukul 18.00
WIB, jaring bagan mulai diturunkan, seiring dengan penurunan jaring lampu
dinyalakan selama 10 jam bersamaan dengan perendaman jaring tersebut.
Selanjutnya pengukuran intensitas cahaya lampu dilakukan dengan cara
mendekatkan lux meter tepat berada dibawah lampu terpasang yaitu di atas
permukaan air. Pada pukul 04.00 WIB jaring ditarik menggunakan roller. Waktu
yang dibutuhan untuk penarikan 5-10 menit per satu unit alat tangkap bagan
apung. Setelah itu ikan diangkat menggunakan serok dan kemudian dipindahkan
kedalam keranjang, selanjutnya ikan dibawa ke pinggir danau. Berikut gambar
kontruksi alat tangkap bagan apung terlihat pada Gambar 10.
25
Gambar 10. Kontruksi Bagan Apung
Keterangan:
1. Bangunan Bagan 5. Pemberat Jaring
2. Karangka Jaring Waring 6. Pemberat didasar Danau
3. Pelampung 7. Lampu
4. Jaring Waring
3.4.3 Mengukur Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan disetiap kali melakukan
penangkapan meliputi suhu, kecepatan arus dan pH sebagai berikut:
1. Suhu diukur menggunakan thermometer yang dicelupkan ke perairan,
setelah dicelupkan maka terlihat batas suhu yang tertera pada alat
tersebut.
2. Kecepatan arus diukur menggunakan metode botol hanyut yang diisi
dengan air sebanyak 2/3 botol dan dikaitkan ke salah satu ujung tali.
Ukuran tali yang digunakan sepanjang 1 meter. Kemudian jatuhkan botol
ke perairan dengan kondisi ujung tali di sisi sebaliknya telah dililitkan ke
tangan. Pada saat botol dihanyutkan stopwatch mulai dinyalakan,
kemudian saat tali telah menegang stopwatch dimatikan. Wibisono (2005)
menyatakan bahwa waktu yang telah didapatkan dari pengukuran
kecepatan arus dihitung menggunakan rumus sebagau berikut
Keterangan : V = Kecepatan Arus (m/detik), s = jarak panjang tali (m), t = waktu
(detik)
2
5
6
1
4
3
7
26
3. Derajat Keasaman/pH diukur menggunakan pH meter yang dicelupkan
pada permukaan air, kemudian dicatat angka yang muncul pada alat
tersebut.
3.5 Data yang dihimpun
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan
langsung di lapangan terhadap hasil tangkapan. Selain itu dilakukan wawancara
dengan pemilik atau nelayan yang mengoperasikan alat tangkap. Secara rinci data
primer yang di kumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan, menghitung jumlah hasil
tangkapan per kg, per ekor dan jenis ikan tangkapan.
2. Pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, kecepatan arus dan pH.
3. Wawancara dengan nelayan bagan apung, pemilik unit, lembaga dan instansi
terkait.
Data sekunder sebagai penunjang data primer yang diperoleh dari lembaga
dan instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain, Dinas Perikanan dan
Pangan Kabupaten Solok Sumatera Barat adalah data kondisi geografis, wilayah
sekitar Danau Singkarak tersebut dan jurnal yang bersangkutan.
3.6 Analisis Data
Data yang dianalisis yaitu jumlah hasil tangkapan (Kg) secara keseluruhan
jenis dan jumlah hasil tangkapan individu (Ekor), kondisi fisika (suhu dan
kecepatan arus) dan kondisi kimia yaitu Derajat Keasaman/pH.
Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan intensitas cahaya terhadap
jumlah hasil tangkapan menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt secara
keseluruhan dalam jumlah hasil berat (Kg) maka dilakukan uji-t (Sudjana,1982).
Thit = ̅ ̅
√
Dimana :
X = Rata-Rata hasil tangkapan lampu 30 Watt (Kg)
X = Rata-Rata hasil tangkapan lampu 45 Watt (Kg)
27
n = Jumlah sampel pengamatan I (30 Watt)
n = Jumlah sampel pengamatan II (45 Watt)
S = Standar deviasi
Uji statistik tersebut dilakukan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil tangkapan dalam berat (kg) dan jumlah (ekor)
menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt
H1 : Terdapat perbedaan hasil tangkapan dalam berat (kg) dan jumlah (ekor)
menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt
Untuk melihat perbedaan hasil tangkapan berbeda atau tidak yaitu dengan
cara menghitung analisis uji t diatas dengan kaidah keputusan apabila
Thitung>Ttabel maka (H0) ditolak yang artinya ada perbedaan hasil tangkapan
menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt. Hasil uji statistik yang diperoleh
selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Danau Singkarak adalah sebuah danau yang membentang di dua
kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan
Kabupaten Tanah Datar. Danau singkarak merupakan salah satu danau yang
memiliki potensi perikanan yang cukup bagus untuk kesejahteraan masyarakat,
dimana adanya ikan bilih dan berbagai jenis ikan lainnya sebagai sumber
penghasilan bagi nelayan di Danau Singkarak dan nelayan dikawasan Danau
Singkarak masih menggunakan bagan sebagai salah satu alat untuk menangkap
ikan (Suryonoet al., 2006). Hal ini dikarenakan alat tangkap bagan cocok untuk
menangkap ikan pelagis kecil pada malam hari yang pengoperasiannya
menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan.
Danau Singkarak terletak pada ketinggian 369 m di atas permukaan laut
(dpl). Letak geografis Danau Singkarak pada koordinat 100028
’28
’’BT -
100036
’08
’’ BT dan 0
032
’01
’’ LS - 0
042
’03
’’ LS. Luas permukaan Danau Singkarak
yaitu mencapai 10.908,2 ha, kedalaman maksimum 271,5 m, kedalaman rata-rata
178,677 m, panjang maksimum 20,808 km, dan lebar maksimum 7,175 km (Lubis
at al., 2012). Lokasi penelitian dilakukan di dua stasiun yang berbeda dan dapat
dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian
29
Berdasarkan Gambar 11 diketahui lokasi penelitian untuk pengoperasian
alat tangkap bagan apung. Stasiun I terletak di dekat pemukiman warga dan
Stasiun II terletak di dekat keramba jaring apung.
1. Lokasi Stasiun I
Lokasi stasiun I terletak di dekat pemukiman warga pada titik koordinat
sebagai berikut:
(1) 0041
’25,2
’’LS - 100
034
’18,0
’’ BT (Lampu 45 Watt)
(2) 0041
’30,0
’’LS - 100
034
’09,1
’’ BT (Lampu 45 Watt)
(3) 0041
’31,3
’’LS - 100
034
’03,3
’’ BT (Lampu 30 Watt)
(4) 0041
’33,4
’’LS - 100
034
’03,0
’’ BT (Lampu 30 Watt)
Stasiun I merupakan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia,
karena daerah ini menjadi jalur atau lintasan dari perahu-perahu nelayan. Hasil
tangkapan kurang optimal dikarenakan terdapat limbah plastik disekitar pinggiran
danau yang disebabkan oleh masyarakat sekitar danau. Keberadaan sampah
plastik di perairan membahayakan organisme yang tinggal di sekitarnya. Sifat
plastik yang tahan lama serta membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai
akan menyebabkan plastik bertahan di perairan, terbawa arus, maupun masuk ke
dalam rantai makanan (Li et al., 2016).
2. Lokasi Stasiun II
Lokasi stasiun II terletak di dekat keramba jaring apung pada titik
koordinat sebagai berikut:
(1) 0041
’16,6
’’LS - 100
035
’31,6
’’ BT (Lampu 30 Watt)
(2) 0041
’16,8
’’LS - 100
035
’25,4
’’ BT (Lampu 30 Watt)
(3) 0041
’29,7
’’LS - 100
035
’16,3
’’ BT (Lampu 45 Watt)
(4) 0041
’42,1
’’LS - 100
035
’23,3
’’ BT (Lampu 45 Watt)
Stasiun II merupakan daerah yang terdapat keramba jaring apung yang
dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan nila oleh masyarakat Danau
Singkarak. Diharapkan dapat menghasilkan tangkapan yang banyak kerena
terdapat sisa-sisa pakan dari ikan nila yang terbuang atau menyebar disekitar
keramba jaring apung. Hal ini sesuai, Sumiarsih dan Windarti (2009) yang
menyatakan bahwa ikan-ikan yang hidup di sekitar keramba dapat memanfaatkan
sisa-sisa pakan yang keluar dari keramba sebagai makanan utamanya.
30
4.2 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan pada alat tangkap bagan apung terdapat 6 jenis ikan. Ikan
bilih (Mystacoleucus padangensis), ikan asang (Ostheochilushasseliti), ikan
kapiek (Puntius schwanefeldi), ikan barau (Hampala macrolepidota), ikan nila
(Oreochromis niloticus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). Hasil tangkapan pada
alat tangkap bagan apung dengan intensitas cahaya lampu yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung dengan Intensitas Cahaya
Lampu yang Berbeda selama 28 Hari.
No Jenis Ikan
30 Watt 45 Watt
Berat Jumlah Berat Jumlah
(kg) (ekor) (kg) (ekor)
1 Bilih (Mystacoleucus padangensis) 41 3314 62,4 5110
2 Asang (Ostheochilus hasseliti) 29 898 33,8 1035
3 Kapiek (Puntius schwanafeldi) 28,3 996 37,1 1307
4 Barau (Hampala macrolepidota) 34,6 719 38,6 809
5 Nila (Oreocrhomis niloticus) 27,7 63 45,9 96
6 Mas (Cyprinus carpio) 11,4 26 19,4 35
Total 172 6016 237,2 8392
Rata-rata 12,29a 429,71
a 16,94
b 599,43
b
Keterangan: 1. Huruf superscript yang berbeda dalam satu baris menunjukan
berpengaruh nyata (p<0,05)
2. Lampu Putih 30 Watt/ Intensitas Cahaya 241 Lux
3. Lampu Putih 45 Watt/ Intensitas Cahaya 345 Lux
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap hasil tangkapan ikan berdasarkan berat ikan dan jumlah ikan. Hal ini
menunjukan bahwa intensitas cahaya lampu yang berbeda akan menghasilkan
berat tangkapan yang berbeda pula. Hasil tangkapan yang tertinggi terdapat pada
jenis ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) pada lampu putih 45 watt/ intensitas
cahaya 345 lux sebanyak 62,4 kg (5110 ekor) sedangkan lampu putih 30 watt/
intensitas cahaya 241 lux sebanyak 41 kg (3314 ekor). Banyaknya hasil tangkapan
ikan bilih dikarenakan ikan bilih merupakan ikan endemik yang hidup di Danau
Singkarak Sumatera Barat (Kottelat et al.,1993, Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Selain itu faktor yang menyebabkan ikan bilih banyak tertangkap atau
mendominasi di bagan karena ikan bilih merupakan salah satu ikan yang bersifat
fototaksis positif atau tertarik oleh cahaya lampu. Hal ini sesuai dengan
31
pernyataan Gunarso (1985), kemunculan ikan dibawah bagan disebabkan oleh
keberadaan makanan yang biasanya berkumpul dibawah cahaya lampu yaitu
plankton, udang dan ikan-ikan yang lebih kecil.
Rata-rata nilai hasil tangkapan ikan selama penelitian pada lampu putih 30
watt/ intensitas cahaya 241 lux sebanyak 12,29 kg (429,71 atau 430 ekor) dan
pada lampu putih 45 watt/ intensitas cahaya 345 lux sebanyak 16,94 kg (599,43
atau sekitar 600 ekor). Banyaknya hasil tangkapan ikan pada lampu putih 45 watt/
intensitas cahaya 345 lux disebabkan karena lampu putih 45 watt/ intensitas
cahaya 345 lux lebih tinggi dibandingkan lampu putih 30 watt/ intensitas cahaya
241 lux sehingga lebih banyak menghasilkan tangkapan ikan. Hal ini
menyebabkan bahwa jumlah ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan yang bersifat
fototaksis positif. Ikan-ikan tersebut lebih menyukai cahaya lampu yang lebih
terang dan disebabkan oleh keberadaan makanan yang biasanya berkumpul
dibawah cahaya lampu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunarso (1985),
kemunculan ikan dibawah bagan disebabkan oleh keberadaan makanan yang
biasanya berkumpul dibawah cahaya lampu yaitu plankton, udang dan ikan-ikan
yang lebih kecil. Perbedaan intensitas cahaya lampu menyebabkan perbedaan
hasil tangkapan (Susanto, 2000).
4.3 Parameter Lingkungan
Kualitas air pada perairan danau memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap survival dan pertumbuhan mahluk-mahluk yang hidup di perairan
tersebut. Untuk itu terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik
bagi organisme akuatik. Parameter lingkungan sangat mempengaruhi keberhasilan
dalam penangkapan ikan disuatu tempat. Dimana parameter lingkungan dibagi
menjadi 2 faktor yaitu faktor fisika yang mencakup suhu, kecepatan arus, dan
faktor kimia mencakup pH air yang diukur di Nagari Tikalak, Kecamatan X Koto
Singkarak selama penelitian. Parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.
32
Tabel 2. Parameter Lingkungan
Stasiun
Parameter lingkungan
Suhu pH
Arus Kondisi Cuaca
(°C) m/s
I Rataan 26,93 6,9 0,11 Mendung, Hujan Ringan,
Cerah
Kisaran 26-29 6,4-7,6 0,05-0,016
II Rataan 27,93 7,3 0,07 Mendung, Hujan Ringan,
Cerah Kisaran 26-30 6,6-7,6 0,05-0,10
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat suhu perairan Danau Singkarak selama
penelitian pada stasiun I yaitu berkisar 26-29°C dengan rata-rata suhu selama
penelitian adalah 26,93°C dan pada stasiun II berkisar 26-30°C dengan rata-rata
suhu adalah 27,93°C, sehingga dapat dikatakan bahwa suhu perairan di Danau
Singkarak dari dua stasiun tersebut merupakan suhu yang optimum bagi
pertumbuhan ikan. Hal ini di dukung oleh Triyanto et al., (2007), bahwa suhu di
perairan danau berkisar antara 27,300C – 31,30
0C kondisi tersebut sesuai dengan
suhu perairan yang umum ditemui pada perairan danau sangat diperlukan agar
pertumbuhan ikan–ikan pada perairan tropis dapat berlangsung dengan baik.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat derajat keasaman di Danau
Singkarak memiliki sifat yang tidak terlalu asam maupun basa dengan kisaran 6,4-
7,6 dengan rata–rata 6,9 pada stasiun I dan stasiun II berkisar antara 6,6–7,6
dengan rata-rata 7,3 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat derajat keasaman
(pH) di Danau Singkarak masih tergolong normal dan sangat baik bagi kehidupan
biota air. Menurut Kordi dan Tancung (2007), air yang bersifat basa biasanya
memperlihatkan produktivitas biologi yang tinggi, sedangkan air yang bersifat
asam produktivitasnya rendah. Dimana kondisi air yang normal dan memenuhi
syarat untuk kehidupan biota air, yakni mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kecepatan arus berkisar
antara 0,05–0,016 m/s dengan rata–rata pada stasiun I yaitu 0,11 m/s dan pada
stasiun II yaitu berkisar 0,05-0,10 m/s dengan rata-rata 0,07 m/s sehingga dapat
dikatakan bahwa kecepatan arus di Danau Singkarak dari dua stasiun tersebut
termasuk arus yang lambat. Kecepatan arus merupakan pergerakan massa air yang
terjadi dari daerah tinggi ke daerah rendah sesuai dengan sifatnya. Kecepatan arus
dapat menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan perairan,
33
dikarenakan arus mempunyai peranan penting dalam menyediakan atau sebagai
transportasi zat hara, plankton, telur, larva ikan dan biota air lainnya untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Triyanto et al., 2007). Kecepatan arus
dibedakan menjadi 4 kategori yaitu kecepatan arus 0-0,25 m/s termasuk arus
lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/s termasuk arus sedang, 0,50-1 m/s arus cepat
dan diatas 1 m/s disebut arus sangat cepat (Ihsan, 2009).
Pada penelitian ini faktor yang diamati adalah kondisi cuaca dimana
kondisi curah hujan selama penelitian pada bulan Desember cenderung hujan
ringan dan bulan Januari kondisi cuaca cerah. Cuaca merupakan keadaan udara
pada saat tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat.
Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi cuaca dan iklim yaitu suhu, curah
hujan dan angin. Angin merupakan faktor yang paling penting dalam usaha
penangkapan ikan karena nelayan tradisional masih tergantung pada kondisi angin
dalam pengoperasi penangkapan (Hutabarat dan Evans, 2000).
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah lampu LED (Light Emiting Diode)
Philips warna putih dengan daya lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux
memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan daya lampu 30
watt/ intensitas cahaya lampu 241 lux.
5.2 Saran
Diperlukannya penelitian lebih lanjut tentang efektifitas penggunaan
lampu LED (Light Emitting Diode) namun dengan warna dan kapasitas intensitas
cahaya lampu yang berbeda agar mampu menarik perhatian ikan yang bersifat
fototaksis positif dengan baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
Armaini, W. 2002. Keragaman Usaha Perikanan Tangkap Ikan Bilih di Danau
Singkarak, Desa Muaro Pingai, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten
Solok, Provinsi Sumatera Barat.
Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Hal 97.
Baskoro, M. S. dan Suherman, A. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan dengan
Cahaya. UNDIP. Semarang. Hal 176.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat. 2019. Database Perikanan
Nelayan Danau Singkarak. Provinsi Sumatera Barat.
Dinas Perikanan. 2015. Database Potensi Perikanan dan Peternakan Kabupaten
Solok. Pemertintah Kabupaten Solok, Solok.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Jakarta.
Emelia, F. 2009. Alternatif Pemanfaatan Danau Bagi Pengembangan Wisata
Melalui Konsep Keberlanjutan Sumberdaya Perairan Dan Perikanan Di
Danau Singkarak, Sumatera Barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metoda dan
Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hanim. 1995. Analisis Usaha Bagan Kapal Motor dan Bagan Perahu Studi Kasus
di Kelurahan Pasir Sebelah Kecamatan Koto Tangah Kodya Padang. Hal
60.
Hasan. 2008. Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya pada Bagan
Apung terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Jurnal Sains danTeknologi Indonesia. 2 (3) : 11-18.
Herlina. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Tawar. Agromedia. Pustaka.
Jakarta.
Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 2000. Pengantar Oceonografi. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Ihsan. 2009. Komposisi Hasil Tangkapan Sondong Di Kelurahan Batu Teritip
Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau [Skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru.
Kamal, E. 1991. Garis Besar Alat Penangkapan Ikan dan Metoda
Pengoperasiannya. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta. Padang..
Hal 60.
36
Kartamihardja, E. S. dan Sarnita, A. S. 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba
(Keberhasilan Introduksi Ikan, Implikasi Pengelolaan dan Prospek Masa
Depan). Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 50 Hlm.
Kordi, K dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. PT. Rhineka Cipta. Jakarta.
Kottelat, M., A. J. Whitten., M. S. Kartika dan S. Wiroatmojo. 1993. Ikan Air
Tawar di Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Seriplius Edition (HK),
Ltd. Kerjasama dengan Proyek EMDI, Kantor Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I. Jakarta. 293 Hal.
Li, W.C., H.F. Tse, L. Fok. 2016. Plastic Waste in the Marine Environment: A
Review of Sources, Occurrence and Effects. Science of the Total
Environment. Hal 566-567 : 333-349.
Lubis, N., Adnan, K dan Nur El Fajri. 2012. Fish Community and Water Quality
in Singkarak Lake Solok Regency Sumatera Barat Province. Faculty of
Fisheris and Marine Science, University of Riau, Pekanbaru. Hal 14.
Maniagasi, R., Sipriana, S., Tumembouw, Yoppy, M. 2013. Analisis Kualitas
Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2.
Martasuganda, S. 2014. Bahan Kuliah Jaring Angkat (Lift Net Fishery) Bagan.
Teknologi Perikanan Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Institut
Pertanian Bogor.
Rahman, A. 2018. Studi Hasil Tangkapan Bagan Tancap dengan Menggunakan
Lampu Light Emiting Diode (LED) 364 Watt di Tekolabbua Perairan
Pangkep [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin Makasaar.
Ramadhan, A. 2008. Ketahanan Takan dan Lentur Bambu sebagai Tiang
Penyangga pada Bagan Apung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institusi Pertanian Bogor.
Sittadewi, E. H. 2008. Fungsi Strategis Danau Tondano, Perubahan Ekosistem
dan Masalah yang Terjadi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 9 (1) : 56-66
Subani, W dan Barus H. R. 1975. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.
Nomor 59 Tahun 1988/199. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian Perikanan
Laut, Departemen Pertanian. Hal 245.
Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta.
Jakarta.
37
Sudirman dan Natsir. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya. UMM
Press. Malang.
Sudirman dan Nessa. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya.
UMM Press. Malang.
Sulawety, F. 2007. Distribusi Vartikel Fitoplankton Di Danau Singkarak.
Limnotek, Vol XIV, No. 1, P, 37-46.
Sumiarsih dan Windarti. 2009. Identifikasi dan Analisa Isi Lambung Ikan-ikan
yang Hidup di Sekitar Keramba di Waduk PLTA Koto Panjang. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Vol 14. No 2. Hal 147-159.
Suryono, T., S. Nomosatryo., E. Mulyana. 2006. Tingkat Kesuburan Danau
Singkarak, Padang, Sumatera Barat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI.
Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Depdiknas. Jakarta
Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di
Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Bogor: Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 61.
Triyanto, Hartoto D. I., Cynthia H., Badjoeri M., Sulawesty F., Yuniarti I.,
Mardiyati Y., Nomosatriyo S., Sugiarti dan Sutrisno. 2007. Kajian
Karakteristik Limnologi Danau Maninjau. Laporan Tehnis. Puslit
Limnologi-LIPI.
Undang-Undang No. 31. 2004. Tentang Perikanan. Jakarta. DKP.
Yami, B. 1991. Fishing With Light Ar-Rangement With The Agriculture Or-
Ganization of The United Nation By Fishing News Books Ltd. Farnham.
Survey. England. Hal 121.
Yuda, L. K. 2012. Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Bagan Di
Perairan Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Vol. 3. ISSN : 2088-3137.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg)
Ulangan 30 Watt
Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total
1 3,5 2,2 2,1 2,6 1,7 0,5 12,6
2 2,7 2,1 1,8 1,6 1,7 0,8 10,7
3 3 1,8 2,2 2,5 2,8 0,4 12,7
4 2,3 1,9 2 2,4 2,8 1,5 12,9
5 2,9 2,1 1,9 2,5 1,8 1,2 12,4
6 2,9 2,6 1,9 2,2 3,4 1,3 14,3
7 2,5 1,8 1,8 2,7 1 0,4 10,2
8 3,1 2,1 2,3 2,4 0,9 1,2 12
9 3,1 2,3 1,8 2,7 2,5 0,9 13,3
10 3,3 1,9 2 2,7 2,3 0,9 13,1
11 3 1,9 2,1 2,5 1,3 0,4 11,2
12 2,5 2,3 2,1 2,5 2,8 0,4 12,6
13 2,8 2,1 2 2,6 1,3 0,5 11,3
14 3,4 1,9 2,3 2,7 1,4 1 12,7
Total 41 29 28,3 34,6 27,7 11,4 172
Ulangan 45 Watt
Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total
1 3,6 2,5 2,2 3,1 2,9 1 15,3
2 4,4 3 2,4 2,2 3,9 1,9 17,8
3 5,1 2,1 3,3 2,7 3,8 1,5 18,5
4 4,7 2 2,8 3,5 4,9 0,8 18,7
5 4,1 2,6 1,9 2,6 2,4 0,5 14,1
6 4,7 2,2 2,5 2,2 3,5 2,9 18
7 4,7 2,1 2,7 2,7 3,1 0,4 15,7
8 3,5 2,6 3,2 3,1 2,5 0,9 15,8
9 4,3 2,8 2,7 2,6 3,4 0,5 16,3
10 4,5 2,3 2,9 2,3 3,3 1,4 16,7
11 4,5 2,2 2,5 3,3 1,9 1,2 15,6
12 4,4 2,4 2,1 2,9 5,4 0,5 17,7
13 5,2 2,8 2,9 2,3 1,9 2,4 17,5
14 4,7 2,2 3 3,1 3 3,5 19,5
Total 62,4 33,8 37,1 38,6 45,9 19,4 237,2
39
Lampiran 2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan
Ulangan 30 Watt
Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total
1 284 68 74 54 4 1 485
2 219 65 65 33 4 2 388
3 241 57 78 52 6 1 435
4 186 58 69 51 6 3 373
5 235 64 67 50 4 3 423
6 233 80 67 48 8 3 439
7 204 57 62 57 2 1 383
8 251 66 82 49 2 3 453
9 249 70 65 57 6 2 449
10 265 60 70 56 5 2 458
11 241 59 74 53 3 1 431
12 204 70 73 51 7 1 406
13 228 65 71 52 3 1 420
14 274 59 79 56 3 2 473
Total 3314 898 996 719 63 26 6016
Ulangan 45 Watt
Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total
1 371 76 76 64 6 2 595
2 363 91 83 45 8 4 594
3 410 65 117 67 8 3 670
4 378 61 98 71 9 2 619
5 332 79 69 55 5 1 541
6 379 67 87 46 8 6 593
7 378 65 96 55 7 1 602
8 281 82 113 63 6 2 547
9 348 85 95 56 7 1 592
10 362 70 101 47 6 3 589
11 360 67 90 67 4 3 591
12 353 73 73 61 11 1 572
13 418 85 103 48 4 5 663
14 377 69 106 64 7 1 624
Total 5110 1035 1307 809 96 35 8392
40
Lampiran 3. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg)
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Hasil
Tangkapan
Equal variances
assumed 2.819 .105 -9.216 26 .000 -4.6571 .5053 -5.6958 -3.6185
Equal variances
not assumed -9.216 23.571 .000 -4.6571 .5053 -5.7011 -3.6132
41
Lampiran 4. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Hasil
Tangkapan
Equal
variances
assumed
.006 .940 -12.828 26 .000 -169.714 13.230 -196.909 -142.520
Equal
variances not
assumed
-12.828 25.821 .000 -169.714 13.230 -196.918 -142.510
42
Lampiran 5. Parameter Lingkungan
Ulangan
Suhu
Stasiun I Stasiun II
Lampu Jumlah Rataan
Lampu Jumlah Rataan
30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt
1 26 28 26 28 108 27 28 28 28 28 112 28
2 27 27 26 28 108 27 26 27 28 27 108 27
3 26 27 28 27 108 27 28 27 29 28 112 28
4 27 28 29 28 112 28 27 27 27 27 108 27
5 26 26 28 28 108 27 26 26 28 28 108 27
6 26 26 26 26 104 26 29 29 29 29 116 29
7 26 25 26 27 104 26 29 29 29 29 116 29
8 26 26 26 26 104 26 29 29 29 29 116 29
9 27 26 27 28 108 27 27 27 27 27 108 27
10 27 27 27 27 108 27 27 27 27 27 108 27
11 27 27 27 27 108 27 27 28 28 29 112 28
12 26 26 28 28 108 27 28 29 30 29 116 29
13 26 27 27 28 108 27 28 28 28 28 112 28
14 28 27 28 29 112 28 28 28 28 28 112 28
Jumlah 371 373 379 385 1508 377 387 389 395 393 1564 391
Rataan 26,5 26,64 27,07 27,5 107,71 26,93 27,64 27,79 28,21 28,07 111,71 27,93
43
Ulangan
pH
Stasiun I Stasiun II
Lampu Jumlah Rataan
Lampu Jumlah Rataan
30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt
1 6,9 6,9 7,1 7,1 28 7 7,4 7,4 7,6 7,6 30 7,5
2 6,6 6,6 6,7 6,8 26,7 6,675 7 7,1 7,1 7,2 28,4 7,1
3 6,8 6,9 6,9 7 27,6 6,9 7,5 7,5 7,5 7,5 30 7,5
4 7,3 7,3 7,4 7,6 29,6 7,4 6,8 6,9 7 6,9 27,6 6,9
5 7 7 7,2 7,2 28,4 7,1 6,6 6,7 6,6 6,8 26,7 6,675
6 6,4 6,5 6,5 6,6 26 6,5 7,3 7,3 7,5 7,5 29,6 7,4
7 6,5 6,5 6,5 6,5 26 6,5 7,4 7,5 7,5 7,6 30 7,5
8 6,4 6,4 6,6 6,6 26 6,5 7,4 7,3 7,5 7,4 29,6 7,4
9 6,7 6,6 6,7 6,7 26,7 6,675 6,8 6,8 6,7 7 27,3 6,825
10 7,1 7,1 7,2 7 28,4 7,1 6,9 6,9 6,9 6,9 27,6 6,9
11 6,9 7 7 7,1 28 7 7,4 7,6 7,5 7,5 30 7,5
12 7 7 7 7 28 7 7,5 7,5 7,5 7,5 30 7,5
13 6,7 6,7 6,7 6,7 26,8 6,7 7,4 7,4 7,4 7,4 29,6 7,4
14 7,4 7,5 7,5 7,6 30 7,5 7,5 7,4 7,6 7,5 30 7,5
Jumlah 95,7 96 97 97,5 386,2 96,55 100,9 101,3 101,9 102,3 406,4 101,6
Rataan 6,84 6,86 6,93 6,96 27,59 6,9 7,21 7,24 7,28 7,31 29,03 7,26
44
Ulangan
Arus
Stasiun I Stasiun II
Lampu Jumlah Rataan
Lampu Jumlah Rataan
30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt
1 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,05 0,23 0,06
2 0,11 0,1 0,11 0,1 0,42 0,11 0,08 0,07 0,08 0,07 0,3 0,08
3 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
4 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06 0,1 0,09 0,1 0,09 0,38 0,1
5 0,08 0,08 0,08 0,06 0,3 0,08 0,07 0,07 0,07 0,07 0,28 0,07
6 0,14 0,14 0,13 0,08 0,49 0,12 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
7 0,16 0,15 0,14 0,14 0,59 0,15 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
8 0,16 0,16 0,15 0,14 0,61 0,15 0,07 0,07 0,06 0,07 0,27 0,07
9 0,11 0,1 0,1 0,14 0,45 0,11 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09
10 0,08 0,08 0,08 0,1 0,34 0,09 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09
11 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
12 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
13 0,11 0,11 0,11 0,09 0,42 0,11 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06
14 0,06 0,06 0,05 0,09 0,26 0,1 0,06 0,06 0,05 0,05 0,22 0,06
Jumlah 1,44 1,37 1,34 1,33 5,48 1,4 1 0,96 0,96 0,94 3,86 0,1
Rataan 0,1 0,11 0,1 0,1 0,39 0,1 0,07 0,07 0,07 0,07 0,28 0,07
45
Stasiun Ulangan Kondisi Cuaca
I
1 Mendung
2 Hujan Ringan
3 Hujan Ringan
4 Cerah
5 Mendung
6 Hujan Ringan
7 Hujan Ringan
8 Hujan Ringan
9 Hujan Ringan
10 Mendung
11 Mendung
12 Mendung
13 Hujan Ringan
14 Cerah
II
15 Cerah
16 Mendung
17 Cerah
18 Hujan Ringan
19 Mendung
20 Cerah
21 Cerah
22 Cerah
23 Hujan Ringan
24 Hujan Ringan
25 Cerah
26 Cerah
27 Cerah
28 Cerah
46
Lampiran 6. Alat Tangkap Bagan Apung
Alat Tangkap Bagan Apung
Lampiran 7. Alat Penelitian
Lampu Lux Meter
pH Meter Thermometer
47
Lampiran 8. Proses Pengoperasian Alat Tangkap
Pemutaran Katrol Penurunan Jaring
Pengukuran Intensitas cahaya lampu
Pengangkatan Jaring
48
Pengangkatan Hasil Tangkapan
Hasil Tangkapan
49
Lampiran 9. Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengukuran Suhu Pengukuran pH
Pengukuran Arus
50
Lampiran 10. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung
Foto Hasil Penelitian Foto Literatur Klasifikasi
Kelas : Pisces
Sub kelas: Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus :Mystacoleucus
Spesies :Mystacoleucus
padangensis
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Ostheochilus
Spesies : Ostheochilus
hasseliti
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo :Ostariophyshi
Famili :Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius
schwanefeldi
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Hampala
Spesies : Hampala
macrolepitoda
Filum : Chordata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis
niloticus
51
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus
Carpio