perbedaan kejadian insomnia pada lansia yang …eprints.ums.ac.id/63612/12/naskah publikasi...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANSIA YANG
TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL
BERSAMA KELUARGA
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
Pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
NOVITA TYAS WULANDARI
J 210.140.093
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PERBEDAAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANSIA YANG TINGGAL
DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA
KELUARGA
Abstrak
Insomnia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan untuk
memulai tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur, dan rasa tidak puas dengan
tidurnya. Gangguan tidur sering ditemukan pada lansia yang tinggal di panti
jompo, terutama lansia yang biasa bekerja dan setelah di panti jompo tidak
bekerja,suasana berkabung, atau hidup sendiri tanpa keluarga. Dari berbagai
masalah yang terjadi pada lansia, keluarga merupakan support system utama bagi
lanjut usia dalam mencegah timbulnya insomnia. Dukungan keluarga mempunyai
peran aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan lansia,
namun beberapa keluarga lebih memilih untuk menitipkan lansia di panti jompo
saat perawatan dirumah dirasakan semakin sulit. Tinggal di panti dapat
memberikan kesenangan bagi lansia karena kebersamaan yang baik dengan teman
sebaya dapat mengubur rasa kesepian yang biasa dialami lansia. Namun, jauh dari
lubuk hati mereka merasa lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian insomnia antara lansia yang
tinggal di Panti Wredha dengan yang Tinggal Bersama Keluarga. Penelitian ini,
menggunakan metode Observasional analitik, melalui pendekatan cross sectional.
Sampel diambil dengan teknik purposive sampling sebanyak 31 sampel kelompok
lansia yang tinggal di panti dan 31 lansia yang tinggal bersama keluarga. Penelitia
ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan Posyandu Lansia
Puspasari Abadi V Nilasari, Desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. Analisa data
yang digunakan dalam penelitian ini dengan uji Mann Whitney U dengan hasil
nilai signifikasi (ρ=0,013 < α=0,05) yang berarti terdapat perbedaan rerata yang
signifikan antara kejadian insomnia pada lansia yang tinggal di panti wredha
dengan yang tinggal bersama keluarga.
Kata kunci: Insomnia, Lansia
Abstract
Insomnia is a condition where a person has difficulty to start sleeping, difficulty to
maintain sleep, and dissatisfaction with sleep. Sleep disturbance is often found in
elderly people living in nursing homes, especially the elderly who usually work
and after the nursing home is not working, the mourning atmosphere, or living
alone without family. Of the various problems that occur in the elderly, the family
is the main system support for elderly in preventing the onset of insomnia. Family
support has an active role in maintaining and improving the health status of the
elderly, but some families prefer to leave the elderly in nursing homes when home
care is felt increasingly difficult. Living in the orphanage can give pleasure to the
elderly because good togetherness with peers can bury the loneliness that is
usually experienced by the elderly. However, far from their hearts feel more
comfortable to be near his family. This study aims to determine the difference
between insomnia occurrence of elderly living in Panti Wredha and Living with
Family. This research, using analytic observational method, through cross
2
sectional approach. The sample was taken by purposive sampling technique as
many as 31 samples of elderly group living in the orphanage and 31 elderly living
with family. The research was conducted in Panti Wredha Dharma Bhakti
Surakarta and Posyandu Lansia Puspasari Abadi V Nilasari, Gonilan Village,
Kartasura, Sukoharjo. Data analysis used in this study with Mann Whitney U test
with the result of significance value (ρ = 0,013 <α = 0,05) which mean there is
significant difference between insomnia incidence in elderly living in orphanage
with living with family.
Keywords: Insomnia, Elderly
1. PENDAHULUAN
Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Lansia) menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia
60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013). Pada tingkat lansia,
individu banyak mengalami perubahan secara biologis, psikologis, dan sosial,
khususnya kemunduran berbagai fungsi dan kemampuan yang dahulu pernah
dimiliki. Proses penuaan antara lain perubahan penampilan fisik, penurunan daya
tahan tubuh, dan penurunan berbagai fungsi organ yang mengancam kesehatan
lansia. Mereka juga harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan
sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi tersebut
menyebabkan seorang lansia lebih rentan untuk mengalami berbagai masalah
kesehatan.
Populasi lansia secara global diprediksi akan terus mengalami
peningkatan. Setelah tahun 2100 populasi lansia di Indonesia diprediksi
mengalami peningkatan lebih tinggi dari pada populasi lansia di dunia. Prosentase
sebaran populasi lansia di seluruh provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Tengah
mendapat rangking 2 yang mempunyai jumlah populasi lansia terbanyak
(Kemenkes RI, Pusdatin;, 2016). Semakin meningkatnya populasi lansia, maka
memungkinkan semakin meningkat pula permasalahan-permasalahan kesehatan
lebih banyak terjadi pada lansia, insomnia salah satunya.
Menurut penelitian Sayekti dan Hendrati (2015), prevalensi insomnia pada
lansia cukup tinggi, yaitu lebih dari 60% lansia mengalami insomnia. Munculnya
gangguan ini seringkali diabaikan. Penelitian ini dilakukan secara observasional
analitik dengan desain penelitian case control. Lokasi penelitian di Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Jombang dan dilakukan pada 40 orang lansia. Sedangkan
3
menurut, survey penelitian Soamole (2017), yang dilakukan di Dukuh Ngebel,
Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta didapatkan hasil 90% lansia mengalami
insomnia. Munculnya insomnia ini, disertai dengan riwayat penyakit tertentu.
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang paling sering
dikeluhkan di dunia praktik kedokteran. Insomnia dapat didefinisikan sebagai
kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi, serta
mengantuk di siang hari. Gangguan tidur dapat menyerang semua golongan usia,
namun lebih sering menjadi keluhan masalah psikologis yang umum di kalangan
lansia (Kim, et al., 2013). Namun beberapa artikel mengatakan bahwa angka
kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia. Dengan kata lain,
gejala insomnia sering terjadi pada orang lanjut usia (lansia) bahkan hampir
setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami kesulitan memulai tidur dan
mempertahankan tidurnya (Stanley M, 2007).
Berdasarkan berbagai permasalahan insomnia yang terjadi pada lansia
tersebut, keluarga merupakan support system utama bagi usia lanjut dalam
mencegah timbulnya insomnia pada lansia. Peran keluarga dalam perawatan usia
lanjut antara lain menjaga atau merawat usia lanjut, mempertahankan dan
meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta
memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi usia lanjut.
Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai
oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangan usia lanjut. Keluarga diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan biologis, imperative (saling menguatkan), budaya dan
aspirasi, serta nilai nilai keluarga (Jaya & Rosmina, 2010).
Tempat tinggal dan lingkungan merupakan hal yang penting karena
mempunyai dampak utama pada kesehatan lansia. Keluarga harus terlibat aktif
dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan lansia (Nugroho,
Keperawatan Gerontik & Geriatrik, 2015). Dukungan keluarga yang baik tentunya
berdampak pada status kesehatan lansia yang baik pula. Seorang lansia akan
merasakan lebih nyaman dan tentram jika berada di dekat keluarga, psikologis
lansia akan terjaga sehingga lansia bisa menikmati masa tuanya dengan bahagia.
Namun, Beberapa keluarga mempertimbangkan untuk menggunakan perawatan
jompo saat perawatan di rumah dirasakan semakin sulit. Para lansia yang
dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari
sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia.
4
Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan
tersendiri sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya
mereka alami. Akan tetapi jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman
berada di dekat keluarganya (Maryam, Ekasari, Rosidawati, & Jubaedi. A, 2008).
Lansia yang tinggal dipanti cenderung mengalami penurunan psikologis
karena kurang mendapatkan dukungan keluarga, sehingga dapat memunculkan
berbagai masalah kesehatan salah satunya insomnia karena keluarga merupakan
sistem pendukung utama bagi lansia. Apabila terjadi suatu masalah, keluarga
menjadi tujuan pertama lansia untuk meminta pertolongan, setelah itu teman dan
tetangga, sedangkan tempat pelayanan sosial merupakan pilihan terakhir
(Abdullah, Arsin, & Yahya, 2012). Dukungan keluarga sangat penting terutama
jika terjadi perubahan fisik atau fungsi mental lansia dan keluarga memegang
tanggung jawab untuk menolong lansia mengidentifikasi masalahnya dari
berbagai sumber.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan metode
Observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya hubungan antar
variabel, yang diukur satu kali dalam waktu yang bersamaan dan tidak ada follow-
up (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan Cross
sectional yaitu dalam penelitian faktor pengaruh dan hal yang dipengaruhi diukur
satu kali dalam waktu yang bersamaan, setiap subyek hanya dikenai satu kali
pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran (Saryono
& Anggraeni, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah 79 lansia yang tinggal
di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan 35 lansia yang tinggal bersama
keluarga di wilayah Posyandu Lansia Puspasari Abadi V Nilasari, Desa Gonilan.
Sampel yang digunakan masing-masing kelompok 31 sampel dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Pada penelitian ini
instrument yang digunakan untuk mengukur kejadian insomnia menggunakan
kuesioner Insomnia Rating Scale yang dikembangkan oleh Kelompok Studi
Psikiatri Biologik Jakarta (KSPBJ).
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Distribusi Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Responden menurut jenis kelamin umur, pekerjaan,
pendidikan
3.2 Analisis Univariat
Tabel 2. Data Statistik Insomnia
Data Statistik Lansia Tinggal
Bersama Keluarga
LansiaTinggal di
Panti
Skor terendah 9 8
Skor tertinggi 21 23
Rata-rata 15,19 16,84
Median 15,00 17,00
Standar Deviasi 3,66 3,84
No. Karakteristik Responden
Lansia Tinggal
Bersama Klg Lansia Tinggal di Panti
Frek % N Frek % N
1. JENIS KELAMIN 31 31
Laki-laki 11 35,5 11 35,5
Perempuan 20 64,5 20 64,5
2. UMUR 31 31
60 – 65 tahun 16 51,6 8 25,8
66 – 70 tahun 7 22,6 9 29,0
71 – 75 tahun 5 16,1 4 12,9
≥76 tahun 3 9,7 10 32,3
3. TINGKATPENDIDIKAN 31 31
Tidak sekolah 0 0,0 18 58,1
SD 3 9,7 3 9,7
SMP 6 19,4 7 22,6
SMA 11 35,5 3 9,7
Diploma 6 19,4 0 0,0
Perguruan Tinggi 5 16,1 0 0,0
6
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Insomnia
INSOMNIA
Lansia Tinggal Bersama
Keluarga Lansia Tinggal di Panti
Frek % Frek %
Tidak 0 0,0 0 0,0
Ringan 11 35,5 2 6,5
Sedang 12 38,7 15 48,4
Berat 8 25,8 14 45,2
3.3 Analisis Bivariat
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-
Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hasil Tinggal panti .292 31 .000 .750 31 .000
Tinggal bersama klg .228 31 .000 .803 31 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hasil Based on Mean .908 1 60 .345
Based on Median .577 1 60 .450
Based on Median and with
adjusted df .577 1 59.961 .450
Based on trimmed mean .910 1 60 .344
Tabel 6. Hasil Uji Mann Whitney U insomnia
Tempat Tinggal Mean Nilai Z p value Kesimpulan
Di panti 36,77 -2,477 0,013 Ho ditolak
Bersama Keluarga 26,23
7
3.4 Karakteristik Responden
3.4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin menunjukkan pada kedua
kelompok sebagian besar adalah perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden adalah perempuan sehingga sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh para ahli dan hasil penelitian terdahulu. Sebuah penelitian
menyimpulkan lansia yang mengalami insomnia kategori tinggi paling banyak yaitu
perempuan. Perempuan lebih memiliki kemungkinan untuk mengalami mimpi
buruk, kesulitan tidur dan sering terbangun dibandingkan pria. Secara psikologis
perempuan memiliki mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan laki-laki
dalam mengatasi masalah, dengan adanya gangguan secara psikologis tersebut maka
wanita akan mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan
mengakibatkan seseorang lansia perempuan lebih sering mengalami kejadian
insomnia dibandingkan laki-laki (Nengah I & Istri Aa, 2014).
Menurut penelitian Hantsoo (2013) mengemukakan bahwa insomnia secara
tidak proporsional mempengaruhi pada perempuan, dibandingkan dengan laki-laki.
Sebuah meta-analisis dari 31 studi yang terdiri lebih dari satu juta peserta
menemukan bahwa wanita menderita insomnia secara signifikan lebih banyak dari
pada laki-laki. Perbedaan jenis kelamin pada persepsi stres dan respon dapat
mendorong lebih tinggi insomnia pada wanita. Dalam sebuah penelitian sebagian
besar kejadian yang penuh stres dan mengalami insomnia, pria dan wanita
melaporkan angka yang sama dari kehidupan yang penuh stres.
Namun, perempuan dinilai lebih stres. Perempuan juga lebih cenderung untuk
kesulitan tidur dan malam hari terbangun daripada pria. Meningkat reaktivitas
emosional yang negatif pada wanita dapat menyebabkan perbedaan gender pada
insomnia. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih emosi terhadap stres atau
rangsangan negatif daripada pria. Dalam penelitian ini sebagian besar responden
adalah perempuan, hal ini disebabkan kebetulan saja responden yang terpilih dalam
penelitian sebagian besar adalah perempuan.
3.4.2 Karakteristik Umur Responden
Distribusi frekuensi umur responden pada kedua kelompok menunjukkan sebagian
besar berumur 60 - 65 tahun. Pertambahan umur lansia berhubungan terjadinya
degenerasi fisik dan psikologis seseorang termasuk perubahan peran sosial.
8
Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada pola hidup lansia termasuk
timbulnya insomnia. Arysta (2013) menjelaskan bahwa bertambahnya umur, lansia
sudah tidak produktif lagi, dengan kata lain gejala insomnia sering terjadi pada
lanjut usia. Bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami
kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya. Serta dengan bertambahnya
umur lansia kemampuan fisik maupun mental mulai menurun, tidak mampu lagi
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat, memasuki masa pensiun, ditinggal
mati pasangan, stress menghadapi kematian dan depresi, munculnya berbagai
macam penyakit dan juga dapat insomnia.
3.4.3 Karakteristik Pendidikan Responden
Distribusi frekuensi pendidikan responden rata-rata pada kedua kelompok sebagian
besar adalah tidak bersekolah. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang
datang dari luar. Menurut Hapsari (2009) presentase penduduk dengan tingkat
pendidikan SMA ke atas memiliki status kesehatan baik yang paling banyak jika
dibandingkan SD, SMA ataupun yang tidak lulus SD. Dapat dikatakan, penduduk
yang tingkat pendidikannya rendah berpeluang 1,7 kali berstatus kesehatan yang
kurang baik dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi, sedang yang
berpendidikan rata-rata sedang hanya berpeluang 1,2 kali memiliki kesehatan yang
buruk dari pada penduduk berpendidkan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa, semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik status kesehatannya. Sebaliknya
makin rendah tingkat pendidikan seseorang maka makin buruk status kesehatannya.
3.5 Gambaran Insomnia pada Lansia
Distribusi frekuensi tingkat insomnia menunjukkan kedua kelompok penelitian pada
lansia yang tinggal di panti wredha dan tinggal bersama keluarga, sebagian besar
mengalami insomnia sedang yaitu 27 orang (43,5%), sementara sementara
responden menderita insomnia berat sebanyak 22 orang (35,5%) dan responden
yang menderita insomnia ringan sebanyak 13 orang (21,0%).
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk
melakukannya. Keluhan-keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tidur,
sering terbangun, ketidakmampuan untuk tidur kembali, dan terbangun pada dini
hari. Insomnia merupakan gejala maka diberikan perhatian pada faktor-faktor
9
emosional, biologis, medis yang berperan, dan kebiasaan tidur yang buruk (Stanley
M, 2007).
Insomnia merupakan gejala atau kelainan dalam tidur yang berupa sulit untuk
tertidur atau mempertahankan tidurnya walaupun berkesempatan untuk itu.
Insomnia bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi gejala yang memiliki
penyebab seperti halnya kelainan emosional, fisik dan pemakaian obat-obatan, pola
tidur tidak teratur, pola hidup tidak sehat, bahkan kadang adanya permasalahan
psikologi sehingga menyebabkan stres yang berkepanjangan (Nugroho, 2008).
Kondisi fisik dan psikologis responden seiring dengan terjadinya proses
penuaan berdampak pada terjadinya insomnia pada lansia. Dengan adanya
gangguan tidur, para lansia tidak dapat mengembalikan kondisi tubuhnya dengan
baik sehingga mengakibatkan kondisi mudah marah, kelelahan, pusing, cemas dan
stres. Lansia yang tinggal di panti jompo, terutama lansia yang biasa bekerja dan
setelah di panti jompo tidak bekerja, suasana yang berkabung, ataupun hidup sendiri
tanpa keluarga.
Berkurangnya kemampuan adaptasi lansia terhadap perubahan-perubahan
merupakan hal yang normal pada lansia. Perubahan-perubahan ini bersamaan
dengan perubahan fisik dan lain (Arysta & Dr. Gusti, 2013). Terjadinya perubahan
fisik dan psikologis yang menyebabkan insomnia pada lansia sesuai dengan hasil
penelitian Amir (2007), menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-
50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami
gangguan tidur yang serius, sedangkan prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup
tinggi yaitu sekitar 67%.
3.6 Perbedaan Kejadian Insomnia Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti
Wredha dengan yang Tinggal Bersama Keluarga
Hasil uji Mann Whitney U test insomnia antara kelompok lansia yang tinggal di
Panti Wredha dan tinggal bersama keluarga, diperoleh nilai Z sebesar -2,477 dengan
nilai signifikansi (p-value) 0,013 sehingga keputusan uji H0 ditolak dan dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kejadian insomnia pada
lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga.
Penelitian ini memiliki nilai rerata kejadian insomnia pada kelompok lansia
yang tinggal di panti sebesar 36,77 dan pada lansia yang tinggal bersama keluarga
10
sebesar 26,23 yang dapat diartikan bahwa kejadian insomnia pada lansia yang
tinggal di Panti Wredha lebih tinggi dibandingkan pada lansia yang tinggal bersama
keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyuningrum (2015) tentang Hubungan
Tingkat Depresi Dengan Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia Di Upt Panti
Wredha “Mojopahit” Kabupaten Mojokerto. Dalam penelitian ini,dari 32 responden
lansia di panti yang diteliti hanya terdapat 5 lansia yang tidak mengalami insomnia.
Berdasarkan penelitian ini, kejadian insomnia di panti dipicu dengan adanya depresi
pada lansia, hal ini telah dibuktikan melalui analisa Rank Spearman dengan hasil
yang diperoleh (ρ=0,001 < α=0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia yang tinggal di Upt
Panti Wredha “Mojopahit” Kabupaten Mojokerto.Kejadian depresi diawali dengan
penurunan psikologis pada lansia, yang merupakan akibat dari kurangnya dukungan
keluarga. Hal inilah yang memicu terjadinya insomnia maupun gangguan kesehatan
lain. Menurut penelitian Febriastuti (2015) meneliti tentang Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Dusun Krodan Maguwoharjo
Depok Sleman Yogyakarta, melalui pengujian hipotesis dengan uji chi square secara
statistic dengan hasil (ρ=0,012 < α=0,05). Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kejadian insomnia pada lansia di dusun Krodan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Berdasarkan, data penelitian terdahulu yang merujuk pada penelitian ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa lingkungan yang kurang baik atau berada di tempat yang
baru bagi lansia dapat menimpulkan rasa kurang nyaman bagi lansia sehingga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada
tinggal panti.
4 PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian
ini adalah:
a. Kejadian insomnia lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, pada
kisaran usia 60-65 tahun, dengan tingkat pendidikan rata-rata tidak
bersekolah.
11
b. Tingkat insomnia pada kedua kelompok penelitian menunjukkan sebagian
besar lansia mengalami insomnia sedang.
c. Kejadian insomnia pada lansia yang tinggal di panti wredha lebih tinggi
dibandingkan lansia yang tingal bersama keluarga.
d. Terdapat perbedaan yang bermakna kejadian insomnia pada lansia yang
tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga.
4.2 Saran
a. Bagi Lansia, untuk mengisi waktu luang dengan berbagai kesibukan yang
tidak memerlukan tenaga dan menyita pikiran yang berlebihan untuk
mengurangi tingkat insomnia.
b. Bagi Pengurus Panti Lansia, pengurus panti hendaknya menyediakan sarana
dan prasarana yang dapat mendukung upaya penurunan tingkat insomnia pada
lansia.Penurunan tingkat insomnia lansia berarti bahwa kualitas tidur lansia
meningkat sehingga kesehatan dan kebugaran lansia lebih meningkat.
c. Bagi keluarga yang mempunyai lansia hendaknya melaksanakan peran dan
tugasnya dalam perawatan lansia, karena keluarga merupakan support system
utama bagi lansia dalam upaya mempertahankan derajat kesehatannya.
d. Bagi Peneliti selanjutnya. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan
penelitian ini sebagai pijakan untuk melakukan penelitian lanjutan, misalnya
dengan menggunakan suatu intervensi atau mencari faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan penurunan tingkat insomnia lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. Z., Arsin, A. A., & Yahya, M. (2012). Determinan Insomnia pada
Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional , 7 (4).
Amir, N. (2007). Gangguan Tidur Pada Lansia, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No. 15 , 196-206.
Arysta, P. D., & Dr. Gusti, I. I. (2013). Angka Kejadian serta Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werda Wana Seraya Denpasar Bali. Jurnal Kedokteran Universitas
Udayana .
Dewi, P. A., & Ardani, I. G. (2013). Angka Kejadian serta Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Wreda Wana Seraya Denpasar Bali. Jurnal, Universitas Udayana .
12
Febriastuti, H. N. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian
Insomnia Pada Lansia Di Dusun Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan: STIKES Aisyiah Yogyakarta .
Hantsoo, L., Khou, C. S., White, C. N., & Ong, J. C. (2013). Gender and
Cognitive-Emotional Factor as Predictor of Pre-Sleep Arousal and
Hyperarousal in Insomnia. Journal Psychosom Res. April; 74 (4) , 283-
289.
Hapsari, S. (2009). Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Gangguan Mental
Emosional pada Lansia di DKI Jakarta. Jurnal Penelitian. Jakarta: FKM
Universitas Indonesia .
Jaya, H., & Rosmina. (2010). Keperawatan Gerontik. Catatan Ke 3. (P. A. Salam,
Ed.) Makasar, Makasar: Pustaka As Salam.
Kemenkes. (2013). Lanjut Usia di Indonesia. https://www.depkes.go.id.
Kemenkes RI, Pusdatin;. (2016). Situasi Lanjut Usia (LANSIA) di Indonesia.
https://www.depkes.go.id.
Kim, W.-H., Kim, B.-S., Kim, S.-K., Chang, S.-M., Lee, D.-W., Cho, M.-J., et al.
(2013). Prevalence of insomnia and associated factors in a community
sample of elderly individuals in South Korea. South Korea International
Psychogeriatrik Journal , 25 (10).
Lo C, M., & Lee, P. (2012). Prevalence and Impacts of Poor Sleep on Quality of
Life and Associated Factors of Good Sleepers in a Sample of Older
Chinese Adults. RESEARCH, Health and Quality of Life Outcomes.
http://www.hqlo.com/content/10/1/72.
Luo, J., Zhu, G., Zhao, Q., Guo, Q., Meng, H., Hong, Z., et al. (2008). Prevalence
and Risk Factors of Poor Sleep Quality among Chinese Elderly in an
Urban Community: Results from the Shanghai Aging Study. Sleep Quality
among Urban Chinese Elderly Research , 8 (11).
Maryam, R., Ekasari, M., Rosidawati, & Jubaedi. A, B. I. (2008). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakara: Salemba Medika.
Nengah I, S., & Istri Aa, L. (2014). Faktor Yang Mennyebabkan Gangguan Tidur
(Insomnia) Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan
Denpasar .
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Nugroho, W. (2015). Keperawatan Gerontik & Geriatrik (3 ed.). Jakarta: EGC.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
13
Potter, P., & Perry, A. (2009). Fundamental Keperawatan (7 ed.). (D. Nurfitriani,
O. T, & F. D, Trans.) Jakarta: Salemba Medika.
Sa'adah, A. N. (2015). Mereka Memilih Panti Jomp daripada Rumah Anak.
HUMANIORA. https://www.kompasiana.com.
Saryono, & Anggraeni, M. D. (2013). Meodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam bidang Kesehatan (1 ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
Sayekti, N. P., & Hendrati, L. Y. (2015). Analisis Resiko Depresi, Tingkat Sleep
Hygiene dan Penyakit Kronis Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia.
Jurnal Berkala Epidemologi , 3, No. 2, 181-193.
Soamole, R. I., & Firmawati, E. (2017). Pengaruh Adab Tidur Menurut Sunah
Rasul Terhadap Insomnia Pada Lansia Di Dukauh Ngebel, Bantul,
Yogyakarta. repository.umy.ac.id .
Stanley M, B. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). Jakarta:
EGC.
Syamsuddin. (2008). Peguatan Eksistensi Panti Wredha ditengah Pergeseran
Budaya dan Keluarga. www.depsos.go.id.
Wahyuningrum, T., Saudah, N., & Hermansyah, L. (2015). Hubungan Tingkat
Depresi Dengan Gangguan Tidur (Insominia) Pada Lansia Di Upt Panti
Werdha “Mojopahit” Kabupaten Mojokerto. Jurnal Ilmu Kesehatan
Universitas Bina Sehat PPNI , 4 (1).
Wreksoatmodjo, B. R. (2013). Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang tinggal
di keluarga dengan yang tinggal di panti di Jakarta Barat. Majalah Cermin
Dunia Kedokteran , 40: 738-745.
* Novita Tyas Wulandari; Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
** Arina Maliya, S.Kep., Ns., M.Si. Med; Dosen Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Kartasura