perceraian di lingkungan kerja (studi kasus pt....
TRANSCRIPT
1
PERCERAIAN DI LINGKUNGAN KERJA
(Studi Kasus PT. Morich Indo Fashion Kecamatan Karang jati
Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Mirza Ghulam Akhmad
NIM : 21112042
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
2
3
4
5
MOTTO
ILMU YANG BERMANFAAT ADALAH ILMU YANG
MINIMAL MANFAAT UNTUK DIRI SENDIRI
6
PERSEMBAHAN
Untuk bapak dan emak yang selalu memdoakan, mendukung,mendidik
dan tentunya menyayangi. Love you full
Untuk kakak pertama rohmatul ummah yang selalu mendukung dan
memotivasi
Untuk kakak kedua yang telah mengalah, merelakan untuk memberi
kesempatan buat saya kuliah
Untuk mas abdul majid wawan rosadi dan mas amin yang mendukung
dalam penulisan skripsi
Terimakasih untuk para janda-janda yang ikhlas berbagi pengalaman
hidupnya
Terimakasih buat teman-teman pejuang skripsi edisi oktober 2017
Terimakasih untuk teman AHS angkatan 2012 yang tidak bisa penulis
sebut satu-persatu
7
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmad dan nikmat kepada semua hamba-Nya
sehingga penulian skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa
tetap tercurah kepada Nabi Agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat
serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikan suri tauladan. Beliaulah
yang membawa umat dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang dan
semoga kita semua mendapat syafaatnya nanti di yaumul qiyamah. Amin ya
robbal alamin.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan bahwa penulisan
skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Skripsi yang berjudul
“PERCERAIAN DI LINGKUNGAN KERJA ( Studi Kasus PT. Morich Indo
fashion Kecamatan Karang Jati Kabupaten Semarang)” ini disusun untuk
melengkapi syarat-syarat mencapai gelar sarjana Hukum (S1) pada fakultas
Syari‟ah jurusan Hukum Keluarga Islam di IAIN Salatiga. Meskipun bentuknya
masih sederhana dan tentunya masih banyak kekurangan.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Yang terhormat Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Yang terhormat Dra. Siti Zumrotun M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah
IAIN Salatiga
3. Yang terhormat Bapak Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si selaku ketua jurusan
Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah) IAIN Salatiga
4. Yang terhormat ibu Heni Satar. SH., M.Si selaku pembimbing skripsi yang
telah rela menysihkan dan meluangkan waktunyauntuk membimbing dengan
penuh kebijaksanaan dan memberi petunjuk-petunjuk dan dorongan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Yang terhormat, seluruh bapak/ibu dosen yang telah memberi pelajaran dan
mencurahkan pengetahuan dan bimbingan selama penulis kuliah sampai
menyelesaikan sekripsi ini.
6. Yang terhormat kepada HRD PT.Morich Indo fashion yang telah memberi izin
untuk melakukan penelitian.
8
7. Yang terhormat kepada kelima karyawati yang telah berbagi pengalaman hidup
dan yang telah sukarela memberikan informasi untuk mendukung penulisan
skripsi tersebut.
8. Yang terhormat dan yang tercinta, ayahanda dan ibunda dan kakak-kakak yang
selalu memberi dukungan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis
supaya dapat mewujudkan cita-cita.
9. Yang tercinta kepada teman-teman dan pihak yang telah memberi dukungan
dan bantuan selama menempuh studi, khususnya dalam proses penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Atas semua bantuan dan dukunganya yang telah sukarela diberikan kepada
penulis dalam studi maupun dalam penyusunan skripsi, mudah-mudahan semua
kebaikanya dibalas dengan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Serta
seluruh proses yang penulis alami bermanfaat dikemudian hari sebagai bekal
untuk mengarungi kehidupan selanjutnya.penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan dan perlu penyempurnaan baik dari
isi maupun metodologi. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang
konstruktif dari semua pihak guna kesempurnaan skripsi ini.
Magelang, 24 September 2017
Penulis
9
ABSTRAK
Akhmad, Mirza Ghulam, 2017: Perceraian Di Lingkungan Kerja (Studi kasus PT.
Morich Indo Fashion Kecamatan karang Jati Kabupaten
Semarang), Skripsi, Fakultas Syariah, Jurusan Hukum
Keluarga Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Heni Satar Nurhaida. SH., M.Si
Kata Kunci: Perceraian, Lingkungan Kerja,
Penelitian ini bertujuan untuk menguak banyaknya perceraian yang terjadi di
lingkungan kerja. Perceraian tersebut terjadi pada sebuah PT. Morich Indo
Fashion yang berada di Desa Gembongan Kecamatan Karang Jati Kabupaten
Semarang. Dalam penelitian ini meneliti lima pelaku perceraian sebagai sampel.
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Apakah
faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian karyawati dilingkungan kerja PT.
Morich Indo fashion? (2) Apakah perceraian tersebut mempunyai dampak sosial
yang signifikan terhadap karyawati PT. Morich Indo Fashion?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan sosiologi. Lokasi penelitian ini berada di PT. Morich Indo Fashion
yang terletak di Desa Gembongan Kecamatan Karang Jati Kabupaten Semarang.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dilingkungan kerja pada
PT. Morich Indo Fashion terjadi banyak perceraian. Perceraian ini terjadi pada
para karyawati PT. Morich Indo Fashion. Adapun faktor-faktor yang melatar
belakangi terjadinya perceraian pada karyawati tersebut adalah faktor ekonomi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan faktor perselingkuhan atau faktor
orang ketiga. Perceraian yang terjadi di PT Morich Indo Fashion tersebut terdapat
dua dampak yaitu: (1) dari segi pekerjaan, dari segi pekerjaan dampak terjadinya
perceraian tidak mempengaruhi hasil kerja atau pkerjaanya. (2) dari segi sosiologi,
pergaulanya dengan masyarakat atau dengan teman satu kerjaan lebih tertutup
akan tetapi dengan teman dekat yang lawan jenis semakin lebih terbuka. (3) dari
segi psikologi, dampak perceraian tersebut menjadi beban bagi pelaku perceraian
karena mereka mempunyai status janda.
10
11
12
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan untuk hidup
berpasang-pasangan guna membentuk keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah yang dapat diwujudkan dalam sebuah ikatan pernikahan. Maka
jelas bahwa pernikahan telah menjadi seruan agama yang patut dijalankan
oleh manusia yang telah mampu untuk berkeluarga.Pernikahan sejatinya
merupakan sunnatullah yang tidak hanya berlaku pada manusia akan tetapi
suatu kaidah umum yang berlaku pada semua makhluk-Nya baik itu pada
hewan maupun tumbuh-tumbuhan.Lebih khusus bagi manusia, pernikahan
kemudian menjadi suatu lembaga yang mempunyai peran sangat vital
dalam kehidupan sosial yaitu sebagai perantara untuk menyatukan dua hati
yang berbeda dan untuk saling memberikan kasih sayang dan kepedulian
antara laki-laki dan perempuan secara legal dalam suatu bahtera berbentuk
rumah tangga. Lebih jauh, lembaga pernikahan digunakan sebagai media
untuk menjaga keberlangsungan keturunan secara sah. Kesemuanya itu
telah disyariatkan semata – mata sebagai jalan menuju kehidupan bahagia
di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho Ilahi
(Sosroatmodjo & Aulawi, 1981:33).
Menurut syara‟ nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan
untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga. Imam syafi‟i menegaskan
14
secara rinci bahwa pernikahan sebagai salah satu syariat adalah suatu akad
yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan
wanita. Pemahaman serupa masih terus dipegang setidaknya oleh para
sarjana sampai pada masa keilmuan modern ini, salah satunya adalah Prof.
Ibrrahim Hosen yang memahami nikah tetap sebagai suatu akad yang
dengan itu menjadi halal suatu hubungan kelamin antara pria dan
wanita.(Ibrahim, 1971:65). Sehingga tidak keliru mengatakan bahwa
menurut syara‟makna nikah tidak keluar dari seluruh pemaknaan diatas
(Azzam, 2009:38). Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS. Yasin: 36
سبحان الذي خلق الزواج كلها ما تنبت الرض ومن أنفسهم وما ل ي ل ن
Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan pasangan
pasangan semuanya, baikdariapa yang ditumbuhkan oleh bumi
dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Selaras dengan itu semua dalam UU No.1 Tahun 1974 juga
dikatakan bahwa, “tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tujuan itu dapat tercapai lewat perkawinan yang sah dan baik menurut
agama dan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, sehingga dari sini
akan tercipta kehidupan harmonis yang didambakan oleh setiap keluarga.
Lawan dari harmonisasi keluarga seperti diatas adalah perceraian, ia
cenderung salah satu hasil dari perkembangan yang terjadi di masyarakat
yang dipandang tidak sejalan dengan tujuan perkawinan. Untuk mengatur
15
atau lebih tepatnya mempersempit ruang perceraian, di Indonesia
diberlakukan Undang-Undang perkawinan yakni peraturan pemerintah No.
9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Perceraian berdasarkan pasal 38 undang – undang perkawinan no. 1 tahun
1974 adalah salah satu dari tiga penyebab putusnya perkawinan.
Sementara itu perceraian dalam istilah fiqh adalah “Talaq atau Furqah”.
adapun arti dari pada talak adalah membuka ikatan, membatalkan
perjanjian sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul.
Guna mencapai tujuan mulia seperti disebut diawal dan
menghindari sejauh – jauhnya perceraian itu maka pernikahan sekurang –
kurangnya haruslah dilandasi oleh rasa cinta, rela, mengasihi serta
menyayangi yang secara implisit tertulis dalam Pasal 6 Undang – Undang
Perkawinan sebagai salah satu syarat terjadinya perkawinan yang berbunyi
perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Setelah itu
masing masing pihak yang terikat dalam suatu pernikahan tentunya
memegang hak dan kewajiban masing – masing yang harus dijalankan
dengan baik untuk menegakan sendi sendi kehidupan rumah tangga.
Pada dasarnya setiap pihak baik suami maupun istri menempati
posisi yang seimbang. Disebutkan dalam pasal 30 Undang – Undang
Perkawinan bahwa keduanya memikul kewajiban yang luhur untuk
mengakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat. Pasal 31 kemudian menegaskan bahwa suami berperan
sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Pasal 34
16
Undang – Undang Perkawinan selanjutnya merinci bahwa sebagai kepala
keluarga seorang suami mempunyai kewajiban untuk melindungi isterinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya. Sedang istri wajib mengatur urusan rumah
tangganya sebaik mungkin.
Dari pasal 34 tersebut diatas jelas terlihat bahwa tugas untuk
mencukupi segala kebutuhan rumah tangga pada dasarnya hanya
dibebankan kepada satu pihak saja yaitu kepada suami. Pihak istri dapat
dengan abai menuntut pemenuhan kewajiban tersebut dari sang suami
tanpa memperhatikan kondisi suami. Namun pemahaman tersebut tidak
statis dan masih berlanjut dengan adanya keharusan dari kedua belah pihak
untuk menyadari serta mengukur kemampuan pihak suami dalam upaya
mencari nafkah adalah hanya sesuai dengan kemampuannya. Sehingga
pihak istri tidak dapat secara sepihak menaruh beban kewajiban mencari
fasilitas penghidupan keluarga kepada pihak suami diatas kemampuan
sang suami. Akan tetapi tidak jarang suatu masalah muncul saat ini bahwa
dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dan menghitung
kebutuhan rumah tangga yang dirasa tidak pernah menurun tapi justri
selalu mengalami peningkatan yang signifikan yang pada akhirnya
mengantarkan pada sebuah simpulan yaitu jumlah pendapatan keluarga
selalu lebih kecil dari jumlah pengeluaran sehingga perlu adanya upaya
peningkatan penghasilan. Dari satu titik masalah perekonomian ini
kemudian wajar memunculkan anti masalahnya. Ketika suami sudah
17
terbatas dengan kemampuannya namun dirasa baik oleh salah satu pihak
atau keduanya masih belum mencukupi kebutuhan keluarga mereka maka
tidak salah kemudian jika istri memberikan bantuan kepada suami untuk
mengisi kekurangan tersebut. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang
tertulis dalam Pasal 33 Undang – Undang Perkawinan yang mewajibkan
baik suami maupun istri untuk saling mencintai, menghormati, setia, serta
memberi bantuan lahir dan batin kepada satu pihak yang lain.
Berangkat dari salah satu atau mungkin semuanya baik asas tolong
menolong diatas atau dengan menimbang ketersediaan peluang kerja yang
ada di lingkungan sekitar atau bahkan diluar keduanya saat ini banyak para
istri yang ikut berperan mencari nafkah sebagai karyawati di sebuah
perusahaan. Kenyataan semacam itu saat ini dapat ditemui di PT. Morich
Indo Fashion sebuah perusahaan garment yang mayoritas pekerjanya
adalah perempuan. Dari segi ekonomi keluarga, idealnya kegiatan para
istri disitu sangat membantu perekonomian keluarga mereka masing –
masing sehingga dapat memperkokoh bangunan rumah tangga mereka.
Namun realitanya ada beberapa peristiwa anomali di perusahaan tersebut
yang dapat dikatakan telah menjadi sebuah pola, yaitu terdapat beberapa
perceraian yang terjadi pada keluarga karyawati PT. Morich Indo Fashion
justru saat mereka dalam posisi sebagai karyawati aktif perusahaan
tersebut. Inilah letak urgensi penelitian ini, untuk mengetahui akar masalah
dari perceraian yang menimpa pada para karyawati PT. Morich Indo
Fashion. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah
18
kegiatan para istri di Morich mempunyai dampak baik secara langsung
maupun tidak terhadap pola perceraian tersebut. Kemudian sebagai bentuk
upaya penanggulangan maupun pencegahan, penelitian ini akan berujung
pada pembahasan mengenai dampak dampak yang mungkin terjadi dari
pola perceraian di PT. Morich Indo Fashion.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Perceraian di Lingkungan Kerja (Studi Kasus PT. Morich Indo
Fashion Kecamatan Karang Jati Kabupaten Semarang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian karyawati
dilingkungan kerja PT. Morich Indo fashion.?
2. Apakah perceraian tersebut mempunyai dampak sosial yang signifikan
terhadap karyawati PT. Morich Indo Fashion?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penyusun merumuskan
tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian
karyawati dilingkungan kerja PT. Morich Indo Fashion.
2. Untuk mengetahui signifikansi dampak sosial pola perceraian tersebut
terhadap karyawan maupun karyawati PT. Morich Indo Fashion.
19
D. Kegunaan penelitian
Dari penulisan ini tentunya penulis berharap agar tulisan ini
mempunyai kegunaan atau kemanfaatan. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan masukan
pemikiran terhadap masyarakat tentang hukum pernikahan khususnya
tentang perceraian, sehingga diharapkan masyarakat dapat
menghindari perceraian. Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian
mencari solusi ilmiah mengenai angka perceraian, khususnya
perceraian dilingkungan kerja.
2. Bagi akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan ilmiah bagi
penelitian-penelitian selanjutnya tentang perkembangan faktor-faktor
penyebab perceraian. Diharapkan hasil penelitian ini juga bermanfaat
untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum
islam dan juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam
Negeri (IAIN).
E. Penegasan istilah
Untuk memudahkan pemahaman dan kejelasan judul tersebut maka
penulis memberikan penegasan atau pengertian terhadap judul penelitian
ini. Antara lain sebagai berikut:
20
1. Perceraian
Perceraaian berasal dari kata cerai yaitu pisah, putus hubungan antara
suami istri. Dalam hukum Islam talak adalah melepaskan ikatan tali
perkawinan (sayyid, sabiq. 1980: 10)
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting
didalam karyawan melakukan aktifitas bekerjanya.( Suyotno, 2012:
43) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
karyawan pada saat bekerja ,baik dalam bentuk fisik maupun
berbentuk non fisik, langsung maupun tidak langsung yang dapat
mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
F. Tinjauan pustaka
Penelitian ini tentu saja bukan penelitian yang pertama kali
dilakukan dengan mengusung tema yang sama yaitu seputar perceraian.
Sudah banyak sekali penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berkaitan
masalah perceraian ini, namun tentunya fokus penelitianya yang berbeda.
Ada beberapa literal kajian karya ilmiah yang pernah ditulis baik berupa
skripsi, artikel maupun dalam bentuk buku yang pernah dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya.
Terdapat beberapa penelitian yang pernah ada yang juga menjadi
acuan penulis dalam menyusun penelitian tersebut, yang pertama adalah
penelitian oleh Muchimah (2015), mahasiswi fakultas syari‟ah dan hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN) Yogyakarta.
21
Dalam skripsinya yang berjudul “Faktor-Faktor Penyebab Perceraian
Dikalangan Buruh Migran (Studi Kasus Di Desa Banjar Sari Kecamatan
Nusawungu Kabupaten Cilacap”) peneliti tersebut menggunakan metode
penelitian Field Research. Penelitian ini berusaha mengetahuai faktor-
faktor penyebab perceraian, diantaranya dari pihak istri yang tidak bisa
menjaga kehormatan suaminya, istri beranggapan bahwa suami tidak adil
dalam masalah harta keluarga. Kedua, pihak suami yang tidak memberikan
kabar, tidak memberikan nafkah dalam waktu panjang, adanya ketidak
harmonisan antara istri dan keluarga biasanya dalam pendapatan suami.
Secara umum sebab-sebab atau alasan tersebut bisa dijadikan sebagai
gugatan perceraian di Indonesia.
Penelitian yang selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh
Hayatul Izzah dengan judul “faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian
TKI atau TKW di kecamatan paciran kab. Lamongan tahun 1998”.
Terjadinya perceraian itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
tidak ada tanggung jawab perkawinan melahirkan hak dan kewajiban
antara suami dan istri. Apabila salah satu pihak tidak bertanggung jawab
terhadap hak dan kewajibanya maka hancur rumah tangganya. Tidak ada
tanggung jawab menjadi salah satu faltir terjadinya perceraian.faktor lain
yaitu tidak ada keharmonisan, adanya perselisihan disebabkan adanya
kenyataan tidak sesuai dengan harapan mengenai masalah rezeki, adanya
krisis akhlak dari salah satu pihak, hal ini disebabkan salah satu dari
mereka berbuat serong atau selingkuh dengan orang lain.
22
Selanjutnya penelitian dari Nurul Fadilah dengan penelitianya yang
berjudul “Faktor-Faktor Penyebab Perceraian (Studi Terhadap
Perceraian di Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang” mahasiswi
jurusan Syariah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) tahun 2013. Penelitian ini juga
menjelaskan tentang faktor-faktor perceraian, penulis menjelaskan bahwa
munculnya masalah dalam rumah tangga dapat disebabkan banyak hal
diantaranya karena factor ekonomi, biologis, psikologi, perbedaan
pandangan hidup dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan krisis
rumah tangga serta mengancam sendi-sendinya. Besar kecilnya persoalan
yang dihadapi tergantung dari pandangan dan cara mereka menyelesaikan
persoalan tersebut, tidak sedikit dari pasangan suami istri merasa bahwa
perkawinan mereka sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan kemudian
mereka memutuskan untuk mengakhiri masalah rumah tangga mereka
dengan jalan perceraian.
Dari penelitian yang pernah dilakukan diatas mereka sama – sama
mefokuskan penelitian mereka pada pola perceraian dengan mengambil
suatu lokasi tertentu yang menarik sebagai latarnya. Penelitian ini pun
berangkat dari keadaan yang serupa. Namun ada beberapa poin pembeda
yang menjadikan penelitian ini tetap menarik serta masih cukup relevan
dengan kondisi masyarakat dewasa ini. Jika Muchimah dalam skripsinya
yang berjudul “Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Dikalangan Buruh
Migran (Studi Kasus Di Desa Banjar Sari Kecamatan Nusawungu
23
Kabupaten Cilacap”)bertolak dari sisi patriarchi atau laki-laki, maka
penelitian ini menempatkan diri secara berbeda untuk menyoroti objek
perceraian dari sisi matriarchi atau sudut masalah perempuan.Berbeda dari
Hayatul Izzah dengan judul skripsinya “faktor-faktor penyebab terjadinya
perceraian TKI atau TKW di kecamatan paciran kab. Lamongan tahun
1998” yang menghadapi masalah jarak, komunikasi , serta kedekatan
batin, penelitian ini secara harfiah tidak mengalaminya sehingga
seharusnya kecil kemungkinan peluang terjadinya perceraian.Oleh karena
itu, penelitian ini cukup relevan dan menarik untuk dikaji.
G. Metode penelitian
1. Jenis penelitian dan pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field research.
Jenis penelitian ini biasa juga disebut penelitian kualitatif yang mana
penelitian dilakukan pada kondisi alami (Sugiyono, 2013:8). Tujuan
yang ingin disasar yaitu untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian secara holistic/menyeluruh, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah (Moleong, 2007:6). Menurut Milles dan Michael sebagaimana
dikutip oleh maslikhah (2013: 319) penelitian jenis ini akan
mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber
dari dekripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat
penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
24
Penelitian ini dapat memahami alur peristiwa secara kronologis,
menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan
memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat serta dapat
memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya
untuk membentuk kerangka teoritis baru. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variable dan keadaan
yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan data apa
adanya.
Penelitian ini menggungakan pendekatan penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk
menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data.
Penelitian deskriptif dan kualitatif menafsirkan dan menuturkan data
yang bersangkutan dengan situasi yang terjadi, sikap pandanag yang
terjadi dalam masyarakat, pertentangan dua keadaan atau lebih,
hubungan antara fariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap
suatu kondisidan lain-lain. Dan yang terakhir adalah pendekatan
sosiologis, yaitu pendekata yang melandaskan pada fenomena atau
gejala-gejala yang berkembang ditengah-tengah masyarakat guna
memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat (soekanto,
1999:45)
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini dimaksudkan mencari atau menelusuri penyebab
terjadinya perceraian yang terjadi di lingkungan kerja dan faktor-faktor
25
apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian yang terjadi pada
karyawan tersebut.
2. Sumber data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah observasi,
wawancara, dokumen, (dokumen sermi atau pribadi, dan foto). Sumber
data dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber primer, yakni
sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut (Amirin,
1990:132). Macam macam data sekunder adalah sebagai berikut: 1.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk mendapatkan
informasinya tentang informasi dan kondisi latar belakang
penelitian. Jadi seorang informan harus banyak mempunyai
pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan
berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian
walaupun hanya bersifat informa 1. Sebagai anggota tim dengan
kebaikanya dan dengan kesukarelaanya iya dapat memberikan
pandangandari segi orang dalam, tentang nilai-nilai sikap,
bangunan proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian
setempat (Moleong. 2002:90) dalam penelitian ini adalah
karyawati yang bekerja di PT. Morich Indo Fashion yang berlokasi
di kecamatan karang jati kabupaten semarang. 2. Dokumen
adalahsetiap bahan tertulis atau film (Moleong. 2002: 161).
Sumber tertulis adalah sumber buku dan majalah ilmiah, sumber
26
arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong. 2002:
113).dalam penelitian ini yang harus diambil adalah data
karyawanti dan data perceraian yang terjadi di lingkungan kerja
PT.Morich Indo Fashion. Data tersebut digunakan untuk
memperoleh data tentang PT. Morich Indo Fashion yang berada di
kecamatan karang jati kabupaten semarang. Dan data-data dan
informasi yang menunjang atau memudahkan dalam penelitian ini.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi tesis,
disertasi dan peraturan perundang-undangan (Ali, 2009: 106).
3. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan (nazir, 1988: 211). Teknik
dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara/interiew
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawawncara untuk memperoleh informasidari terwawancara
(Arikunto, 1998: 145). Data dikumpulkan dengan mewawancarai
pelaku perceraian. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab perceraian yang terjadi dilingkungan kerja
tepatnya di PT. Morich Indo Fashion.
27
b. metode observasi atau pengamatan
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalahmelengkapinya dengan formatatau blangko
pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-
item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan
terjadi (Arikunto. 2006. 229)
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan
pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian . metode
ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan PT.
Morich Indo Fashion di Kecamatan Karang Jati Kabupaten
Semarang. Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian
pengamatan dengan menggunakan alat indera pengliatan dan
pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti.
c. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara
membaca dan mengutip dengan dokumen-dokumen yang ada dan
dipandang relevan. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang
Dimaksud adalah pengambilan beberapa data tentang perceraian
karyawati yang terjadi dilingkungan kerja PT. Morich Indi
Fashion.
4. Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses menata, menyetrukturkan, dan
memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & holloway, 2008:368).
28
Data yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu
menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan kasus
perceraian di lingkungan kerja tepatnya di PT. Morich Indi Fashion
sehingga didapat suatu kesimpulanyang obyektif, logis, konsisten, dan
sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam
penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini tidak keluar dari pokok bahasan dan kerangka yang
telah ditentukan, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut:
1. BAB I: Dalam bab ini berisi pendahuluan yang menjelaskan:
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penegasan Istilah
F. Tinjauan Istilah
G. Metode penelitian yang terdiri dari:
1. Jenis penelitian dan pendekatan
2. Sumber data
3. metodepengumpulan data
4. Analisi data
H. Sistematikan penulisan
29
2. BAB II: Tinjauan Umum Tentang Perceraian
A. Pengertian perkawinan
B. Tujuan dan hikmah perkawinan
C. Dasar Hukum Perkawinan
D. Pengertian Perceraian
E. Dasar Hukum perceraian
F. Rukun dan syarat-syarat perceraian
G. Sebab-sebab terjadinya perceraian
H. Macam-macam perceraian
I. Akibat atas putusnya perkawinan
3. BAB III: Paparan Hasil Penelitian terdiri dari:
A. Gambaran umum PT. Morich Indo Fashion Kecamatan Karang Jati
kabupaten Semarang. Yang meliputi:
1. Letak geografis PT. Morich indo fashion
2. Keadaan karyawan dan karyawati
B. Data Penelitian
1. Profil dan keadaan keluarga karyawati yang melakukan
perceraian setelah masuk menjadi karyawati PT. Morich Indo
Fashion Kecamatan Karang Jati Kabupaten Semarang.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian dan dampak sosial
terhadap karyawan dan karyawati dilingkungan kerja PT.
Morich Indo Fashion
30
4. BAB IV: Pembahasan
A. Analisis faktor-faktor terjadinya perceraian PT, Morich Indo
Fashion Kecamatan karang Jati Kabupaten Semarang
B. Dampak signifikan setelah terjadinya perceraian PT. Morich Indo
Fashion Kecamatan Karang jati Kabupaten Semarang
5. BAB V: Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran
31
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
A. Pengertian Perkawinan
Dalam Bahasa Indonesia, seperti dibaca dalam beberapa kamus
diantaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan (1)
perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah (2) (sudah)
beristri atau berbini (3) dalam bahasa pergaulan yaitu bersetubuh. Dalam
Kamus Bahasa Lengkap Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan menjalin
kehidupan baru dengan bersuami atau beristri, menikah, melakukan hubungan
seksual, bersetubuh.
Sedangkan pengertian nikah atau perkawinan dalam Al-qur‟an dan
Hadist, perkawinan disebut dengan an-nikh dan az-ziwajatauaz-zijah. Secara
harfiah, an-nikh berarti al-wath’u, adh-dhammu dan al-jam’u, berjalan diatas
melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh
atau bersenggama. Adh-dhammu, yang terambil dari akar kata dhamma –
yadhummu – dahamman, secara harfiah berarti mengumpulkan, memegang,
menggenggam, menyatukan, menggabungkan, menyadarkan merangkul,
memeluk dan menjumlahkan. Juga berarti bersikap lunak dan ramah.
Sedangkan al-jam’u yang berasal dari akar kata jama’a – yajma’u – jam’an,
berarti: mengumpulkan dan menyusun. Itulah mengapa sebabnya bersetubuh
atau bersenggama dalam istilah fiqih disebut dengan al-jima’ mengingat
32
persetubuhan secara langsung mengisaratkan semua aktifitas yang terkandung
dalam makna-makna harfiah dari kata al-jam’u (Amin Summa, 2005: 42-43).
Sedangkan definisi nikah, menurut beberapa ulama atau sebagian ulama
Hanafiah, “nikah adalah akad yang memberikan faedah (mengakibatkan)
kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria
dan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan biologis”.
Sedangkan menurut sebagian mazhab Maliki, nikah adalah sebuah ungkapan
(sebutan) atau titel bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan
untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata”.
Oleh mazhab Syafi‟iah nikah dirumuskan dengan “akad yang menjamin
kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan redaksi (lafal)” nikah
atau tazwi; atau turunan (makna) dari keduanya. Sedangkan ulama‟ Hanabilah
mendefinisikan nikah dengan “akad (yang dilakukan dengan menggunakan)
kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenagan (bersenang-senang).
(Summa, 2005: 45).
Akad nikah atau ikatan perkawinan adalah sebuah rukun dari rangkaian
strategis praktis untuk membangun sebuah keluarga yang sudah digariskan
Islam. Inilah suatu sistem yang kontras dan serasi, dimana seorang laki-laki
dan perempuan dipersatukan dalam mahligai rumah tangga dengan ikatan
yang kokoh lagi mulia atas dasar saling menyukai, yang disahkan dengan ijab
qobul sebagai sebuah perwujudan keinginan untuk bersatu. Akad nikah juga
adalah sebuah persaksian bahwa kedua pihak tersabut saling membutuhkan
satu sama lain. Sistem inilah yang diridhoi Allah untuk membentuk keluarga
33
Islami, kehidupan dan perkawinan yang aman dan tentram untuk menumbuh
kembangkan putra putri yang diabuahkan dari hubungan tersebut sebagai
pelipurlara dan penyejuk hati dari kehidupan dunia yang membutuhkan
bimbingan dan penanganan profesional, karena mereka adalah pilar-pilar
masyarakat muslim dan cikal bakalnya sebagai penerus. Karena itulah islam
sangat antipati terhadap sistem lain yang sesat, bahkan islam ingin menumpas
dan menghancurkanya (Kisyik, 2005: 56).
Definisi perkawinan juga dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden
Nomor 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan
demikian: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasrkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Definisi ini jauh lebih representif, jelas serta tegas dibandingkan dengan
definisi perkawnian dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 yang berbunyi
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.”
B. Tujuan dan hikmah perkawinan
a. Tujuan pernikahan
Tujuan pernikahan dalam Islam bukan hanya untuk melampiaskan
hawa nasfsu biologis atau hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual
34
semata, akan tetapi memiliki beberapa tujuan penting yang berkaitan
dengan sosial, psikologis, dan agama. Diantaranya yang terpenting
adalah sebagai berikut:
1. Untuk memelihara generasi manusia, pernikahan sebagai sarana untuk
memelihara keberlangsungan generasi manusia, alat reproduksi, dan
regenerasi dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia akan
dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari
Allah.
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Didalamnya
terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. Seseorang akan
merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaanya,
yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia
dan menjadi mulia dari pada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin
cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan
suami istri sesungguhnya adalah ketenganan jiwa, kasih sayang, dan
memandang.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri
kemanusiaan dan menjauhkan dari pelarangan-pelarangan yang
diharamkan dalam agama.
4. Melawan hawa nafsu, nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi
terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak
istri dan mendidik anak-anak mereka. Nikah juga melatih kesabaran
35
terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki petunjuk
jalan agama (Azzam & Hawwas, 39)
Sedangkan tujuan pernikahan menurut undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentan perkawinan dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal,
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga artinya
membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan
suami istri dalam suatu wadah yang disebut rumah kediaman bersama.
Bahagia artinya ada kerukunan hubungan antara suami dan istri, atau antara
suami istri dan anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus
menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau
dibubarkan menurut kehendak pihak-pihak. Perkawinan berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa artinya perkawinan tidak terjadi begitu saja
menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia Tuhan kepada
manusia sebagai makhluk beradab. Karena itu perkawinan dilakukan dengan
berkeadaban pula, sesuai ajaran yang diturunkan Tuhan kepada manusia
(Muhammad, 1993: 75).
b. Hikmah perkawinan
Mengetahui bahwa perkawinan itu adalah hal yang baik dan sangat
dianjurkan oleh hukum Islam dan sunnah Nabi, maka tentunya terdapat
hikmah-hikmah yang dapat kita ambil dan kita pelajari dari perkawinan
36
tersebut. Dan dibalik semua perintah dan bahkan larangan dari Allah
untuk melakukan dan tidak boleh dilakukan bagi hamba-Nya selalu saja
terdapat hikmah yang luhur dan mulia. Allah Swt telah menetapkan
pernikahan dan menjadikannya sebagai suatu keharusan karena ada
banyak manfaat yang tidak bisa dihitung serta derajatnya yang mulia. Dan
diantara hikmah menikah tersebut adalah:
1. Pernikahan adalah ajaran yang sesuai, selaras dan sejalan dengan
fitrah manusia. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Baihaqi dari Sa‟ad bin Abu Waqas r.a.:
sesungguhnya Allah Swt memberi tuntunan kepada kita menuju jalan
tauhid dan berpegang teguh pada agama yang lurus.pada pernikahan
ada benteng untuk menjaga diri dari godaan setan, menyalurkan
kerinduan yang terpendam, mencegah kebrutalan nafsu, memelihara
pandangan, dan menjaga kemaluan. Pernikahan juga merupakan
penenang jiwa melalui kebersamaan suami-istri, penyejuk hati dan
memotifasi untuk senantiasa beribadah. Karena pada dasarnya, jiwa
manusia itu cenderung lari dari kebenaran.
Allah berfirman dalam QS Ar-Rum: 21 yang berbunyi:
ىا وج ل ا ۦكن ا ل سو ج أز أنفسكم خلق لكم من أن ۦ ا و ومن
ل ل م ة ورحنكم م دة س رة ] ٢١ ي يفكرون م لق تۦ ن
[ ٢١,الروم
37
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Arti litaskunu pada ayat diatas adalah “cenderung kepadanya
(pasanganmu)” dan “memperlakukannya dengan lemah lembut”
karena masalah seksualitas menjadi sebab guna mempererat hubungan
atau sebaliknya menjadi sebab pertentangan dan ketidak harmonisan.
Sedangkan bainakum berarti “antara laki-laki da perempuan yang
sudah diikat oleh tali perkawinan dalam kondisi saling mengenal,
penuh cinta dan kasih sayang”. Sementara kata muwaddah adalah
kaisan dari hubungan intim antara suami istri dan dan kata rahmah
kiasan dari anak yang dihasilkanya.
2. Melahirkan anak. Karena maksud dari sebuah pernikahan adalah
ikatan syariat yang kuat, menyalurkan hasrat jiwa dan memperbanyak
keturunan dan dengan maksud mendekatkan diri pada Allah Swt. Dan
mengharap ridhoNya. Karena Allah tidak mengharuskan hamba-Nya
yang saleh menemui-Nya dalam keadaan masih membujang. Dalam
memenuhi perintah Allah untuk menikah, Imam Ghozali memberikan
beberapa hukmah bila ditinjau dari segi meghasilkan keturunan:
a. Sejalan dengan kecintaan manusia kepada Allah dalam usaha
memperbanyak keturunan untuk melestarikan jenis manusia
dimuka bumi.
38
b. Sesuai dengan kecintaan umat manusia kepada Rasulullah Saw
untuk memperbanyak jumlah ummat yang dibanggakan.
c. Mencari berkah dengan doa anak-anaknya yang saleh.
d. Mengharapkan syafaat Nabi jika anak yang dilahirkan meninggal
waktu kecil.
3. Hikmah menikah yang ketiga adalah memenuhi keinginan hati untuk
membina rumah tangga dan saling berbagi rasa dengan cara
menyiapkan hidangan untuk keluarga, membersihkan dan menyiapkan
tempat tidur, membereskan alat-alat rumah tangga dan mencari rezeki.
Abu Sulaiman Ad-Darani berpendapat bahwa istri yang baik bukan
melulu mementingkan urusan dunia tetapi juga mementingkan akhirat,
diantaranya adalah pengorbanan untuk membina dan menata rumah
tangga sebaik-baiknya sekaligus mengurangi hawa nafsu.
4. Memantapkan jiwa dengan ajakan kasih-sayang dan pelaksanaan hak
serta kewajiban terhadap keluarga, menyabarkan diri terhadap tingkah
laku istri dan ucapanya, berusaha meluruskan dan membimbingnya
kepada agama untuk selalu memperoleh yang halal demi kebaikan diri
dan terlaksananya pendidikan putra putri tercinta. Rasulullah bersabda
“satu hasil menjadi wali yang adil terhadap keluaga bagi Allah Swt
adalah lebih baik ketimbang ibadah 70 tahun”. Karena itu, setiap
pengorbanan untuk keluarga dan anak kedudukanya sama dengan
berperang membela Agama. Dalam hal ini besar menjelaskan bahwa
imam Hambali melarang tiga perkara demi mendapatkan sesuatu yang
39
halal untuk diri sendiri dan orang lain sebagaimana sabda Rasulullah,
“apapun yang diberikan seseorang demi kebaikan keluarganya
adalah sedekah. Sesungguhnya seorang suami mendapatkan pahala
untuk setiap suapan yang masuk kedalam mulut istri dan anak-
anaknya”.
Perhatikanlah tiga perkara larangan tersebut:
a. Keengganan seorang untuk memperoleh yang halal karena
khawatir tertutup jalan untuk memperoleh rezeki meskipun dengan
mengikuti keinginan-keinginan yang tidak terpuji dan menjual
akhirat untuk membeli dunia.
b. Melalaikan hak dan kewajiban terhadap keluarga serta tidak
bersabar atas tingkah laku dan ucapan istri. Ini berbahaya karena
seorang suami adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas
kepemimpinanya. Rasulullah bersabda “berdosa seorang yang
melalaikan tanggung jawabnya”. Dan Allahberfirman
“selamatkanlah diri dan keluargamu dari api neraka”. Dengan ini
berarti Allah Swt memerintahkan kita untuk menyelamatkan
keluarga dari neraka sebagaimana kita menyelamatkan diri sendiri.
c. Keluarga dan putra putrinya tidak memperhatikan ibadah-ibadah
kepada Allah Swt tetapi sangat tertarik akan kehidupan dunia;
menganggap cukup hanya dengan menanamkan cara hidup kepada
anak-anaknya untuk mengumpulkan harta demi memperoleh
kebanggaan hanya membelaki mereka dengan harta benda dan
40
membuatnya semakin jauh dari Allah Swt. Dengan urusan
keluarga, harta, dan anak-anak. Selalu optimis dalam mendapatkan
segala yang diciptakan dan menikmatinya hingga membuatnya
tenggelam dalam eksploitasi seks dengan mempermainkan wanita.
Ibrahim bin Adhan berpendapat bahwa barang siapa yang hanya
memikirkan kesenangan dengan wanita tidak akan mendapatkan
apapun (Kisyik, 2003: 17-19)
C. Dasar hukum perkawinan
Dasar hokum perkawinan merupakan bagian penting dari syari‟at Islam,
yang tidak terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak Islam. Hukum Islam
menetapkan lembaga perkawinan dalam bentuk ikatan sacral antara laki-laki
dan perempuan atas dasar perasaan rasa cinta dan kasih sayang, hal ini dapat
kita lihat dari salah satu firman Allah dalam surah annur ayat 32 yang
berbunyi:
وأنكح ا ال امى منكم والصالين من عبادكم و مائكم ن ك ن ا فيقرا
ي نهم اللو من ف لو واللو واس ع عل مع 32. Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Dari firman Allah tersebut diperintahkan kepada orang-orang yang masih
sendiri baik seorang laki-laki yang belum mempunyai istri atau pun seorang
41
perempuan yang belum mempunyai suami supaya menikah. Dan bahwa
seseorang takut jikalau mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
keseharianya setelah menikah karena mereka miskin maka Allah akan
mencukupkan kebutuhan mereka.
Mengenai hukum perkawinan, terdapat beberapa pembagian dari hukum-
hukum tersebut. Adapun beberapa hukum perkawinan adalah sebagai berikut:
1. Pernikahan atau perkawinan yang hukumnya wajib adalah perkawinan
bagi orang yang sudah mampu dan amat besar keinginannya untuk itu.
Jika tidak segara dilaksanakan dikhawatirkan terjadi zina. Nikah adalah
pencegahan untuk menjaga diri dan kesuciannya dari perbuatan haram.
Karena hal ini tidak bisa direndam lagi kecuali dengan menikah.
Imam qurthubi berpendapat “bagi seorang yang sudah mampu dan ia
khawatir akan membahayakan diri dan agamanya, jika tidak segera
menikah bisa saja ia terjerumus kedalam hal-hal yang menyimpang dan
tidak dapat ditolong kecuali dengan pernikahan. Jika sudah ada keinginan,
namun belum mampu memberi nafkah kepada istrinya niscaya Allah akan
memberinya karunia dengan keliasaanNya. Seperti dalam QS An-Nur: 33
yang berbunyi:
ول س ي فف الذ ن ل يدون نكاحةا حت ي ن يهم اللو من ف لو والذ ن
يب ي ن الك اب ما ملكت أيانكم فكاتب ىم ن عل م ف هم خ يرةا
وآت ىم من مال اللو الذي آتاكم ول تكرى ا في ي اتكم على الب ا ن
42
ني ا ومن كرىن فإن اللو من بي د أردن تصنةا ل ب ي ا عرض ال اة الد
كراىهن ف رع رح مع 33. dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-
Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian
dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu
paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.
2. Pernikahan sunnah, ialah bagi orang yang sudah mampu menikah dan
punya keinginan kuat untuk menikah, namun ia dapat meredamnya dan
merasa aman dari melakukan perbuatan yang dilarang Allah, maka
menikah disunnahkan baginya. Akan tetapi jika diputuskan untuk
menikah jauh lebih baik ketimbang hidup menyendiri dengan hanya
beribadah. karena para pendeta yang hanya sibuk dengan ibadahnya
namun tidak menikah sama sekali bukan termasuk ajaran Islam (kisyik,
2005: 58).
3. Pernikahan makruh ialah pernikahanya bagi seorang yang tidak mampu
memberi nafkah lahir batin kepada istrinya kelak. Dan jika iya
pelaksanaanya akan berakibat buruk terhadap wanita kaya yang
43
diminatinya, sedangkan wanita itu tidak berkeinginan kuat untuk
menikah. Jika dengan menikahinya akan menyebabkan terganggunya
ketaatan wanita tersebut kepada Allah Swt. Dan kecintaanya pada ilmu
pengetehuan, maka semakin dimakruhkan dan dilarang untuk
menikahinya.
4. Pekawinan yang dibolehkan yaitu perkawinan yang dilakukan tanpa ada
faktor-faktor yang mendorong (memaksa) atau menghalang-
halangiperkawinan Ibahah ini yang umum terjadiditengah-tengah
masyarakat luas, dan oleh kebanyakan ulama dinyatakan sebagai hukum
dasar atas hukum asal dari nikah (Amin Summa, 2005: 92).
Adapun hukum perkawinan menurut perundang-undangan dari segi
penerapanya termasuk hukum Islam yang memerlukan bantuan kekuasaan
negara. Artinya dalam rangka pelaksanaanya Negara harus memberikan
landasan yuridisnya, karena Negara merupakan kekuasaan yang memiliki
legalitas dan kekuatan dalam halitu. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah
mempunyai undang-undang yang mengatur mengenai perkawinan yang
dikenal dengan Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tetang perkawinan telah
merumuskan kriteria keabsahan suatu perkawinan, yang diatur dalam pasal 2
yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hokum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu dan tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
44
Pada umumnya, masyarakat Indonesia memandang asal mula hukum
perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama
syafi‟iyah,. Sedang menurut beberapa ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah,
dan Hambaliyah, hukum melangsungkan pernikahan itu adalah sunnat.
Terlepas dari imam madzhab, berdasar nash-nash baik Al-qur‟an
maupun As-Sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin yng mampu
untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian, kalau dilihat dari segi
kondisi orang yang melakukan serta tujuan melakukan perkawinan itu dapat
dikenakan hukum wajib, sunnah, haram, makruh maupun mubah (DEPAG,
1985: 59).
D. Pengertian perceraian
Perceraian adalah perceraian secara bahasa talaq (perceraian) bermakna
melepas, mengurai, atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali
pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat
perkawinan (Supriatna, 2009: 19).
Adapun perceraian menurut istilah ahli fiqh disebut talaq atau fuqarah.
Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian, sedangkan
fuqarah berarti bercerai. Kemudian dua kata ini sering digunakan oleh ahli
fiqh sebagai satu istilah yang berarti alhi fiqh mempunyai arti yang dan arti
yang khusus. Arti umumnya adalah sebagai bentuk perceraian yang
dijatuhkan oleh suami, perceraian yang ditetapkan oleh halim dan perceraian
alamiah seperti kematian salah satu diantara suami atau istri. Adapun arti
45
khususnya adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja. Perceraian
adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama
dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya nikah ( Harjono, 1987:
234).
Perceraian merupakan alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat
dilaluioleh suami istri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat
dipertahankan keutuhaan dan kelanjutanya. Sifat alternatif terakhir dimaksud,
berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk mencari kedamaian
diantara kedua belah pihak, baik melalui hakam(arbitrator) dari kedua belah
pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh Al-qur‟an dan
Al-hadits (Ali, 2006: 73)
Oleh karena itu, peraturan dalam hukum Islam senantiasa mengandung
pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak mempermudah perceraian. Moral
Islam menghendaki untuk menjadikan perkawinan sesuatu yang berusia kekal
dan abadi untuk selama hidup. Hanya kematian sajalah satu-satunya sebab
yang menjadi alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah
menjadi satu kesatuan sebagai suami isti (Harjono, 1987: 235). Dari beberapa
pengertian taesebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak
merupakan berakhirnya hubungan suami istri dengan kata-kata tertentu yang
bermakna memutuskan tali perkawinwn serta mempunyai akibat bagi suami
istri tersebut.
46
E. Dasar Hukum Perceraian
Hukum perceraian, para ahli salih berpendapat dalam menetapkan
hukum perceraian. Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang
menyatakan bahwa perceraian itu terlarang. Mereka yang berpendapat begini
adalah golongan Hanafi dan Hambali. Dilarangnya perceraian,karena
merupakan salah satu bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah SWT yaitu
perkawinan. Kufur terhadap nikmat yang diberikan Allah merupakan hal
yang haram, kecuali karena darurat. Kategori darurat yang membolehkan
perceraian adalah apabila suami meragukan kebersihan tingkah laku istri atau
sudah tidak saling mencintai lagi. Dalam pandangan para ulama perceraian
mempunyai beberapa macam hukum sesuai dengan keadaan dan masalah
yang dihadapi oleh keluarga tersebut, ada akalanya wajib, mubah, makruh,
dan haram (Sabiq, 1980: 9).
Akan tetapi hukum talak atau perceraian dapat dilihat dari keadaan dan
situasi tertentu, maka hukum talak ada empat:
1. Sunat yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan
dan seandainya dipertahankan kemudaratan yang lebih banyak akan
timbul.
2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian
dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu,
sedangkan manfaatnya juga ada.
3. Wajib yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap
seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai
47
masa tertentu, sedangkan iya tidak mau membayar kaffarah sumpah agar
ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakanya itu memudaratkan istrinya.
4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasaan sedangkan istri dalam keadaan
haid atau suci yang dalam massa itu ia telah digauli (Syarifudin, 2003:
127).
Adapun ayat Al-Qur‟an tentang perceraian, dalam At-Tallaq ayat 1:
ة واتيق ا اللو تن وأحص ا ال د ا أ يها النب ا طلق م النسا فطلق ىن ل د
ربكم ل ترج ىن من بي تن ول يرجن ل أن أتين بفاحش مبي ين وتل
حدود اللو ومن ي ي د حدود اللو فيقد ظلم نيفسو ل تدري ل ل اللو يدث
بي د ل أمرةا
1. Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah,
Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru.
48
F. Rukun dan Syarat Perceraian
Rukun perceraian (talak) ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak
dan terwujudnya talak taegantung adanya dan lengkapnya unsur-unsur
dimaksud. Rukun dan syarat talak adalah sebagai berikut:
a. Suami yang sah akad nikah dengan istrinya, disamping itu suami dalam
keadaan baligh, sebagai suatu perjanjian hukum, perceraian tidak sah
dilakukan oleh orang yang belum baligh. Berakal sehat, selain sudah
baligh suami yang akan menceraikan istrinya juga harus mempunyai akal
yang sehat, maka dari itu orang gila tidaklah sah untuk menjatuhkan talak
kepada istrinya. Atas kemauan sendiri, perceraian karena adanya paksaan
dari orang lain bukan atas daasar kemauan daan kesadarnya sendiri
adalah perceraian yang tidak sah.
b. Istri unsur yang kedua dari perceraian adalah istri. Untuk sahnya talak
istri harus dalam kekuasaan suami, yaitu istri tersebut belum pernah
ditalak atau sudah ditalak tetapi masih dalam masa iddah.
c. Sighat perceraian, yang dimaksud dalam hal ini adalah lafal yang
diucapkan oleh suami atau wakilnya diwaktu menjatuhkan cerai kepada
istrinya. semua lafal yang artinya memutuskan ikatan perkawinan dapat
dipakai untuk perceraian. Sighat perceraian ada diucapkan dengan
menunjukkan kepada makna yang jelas, disamping itu ada pula sighat
yang diucapkan dengan kata-kata sindiran, baik sindiran itu dengan lisan,
tulisan, isyarat (bagi suami tuna wicara), ataupun dengan suruhan orang
lain.Kesemuanya itu dapat dianggap sah kalau suami dalam keadaan
49
sadar serta atas kemauan sendiri. Sighat cerai dalam penjelasan tersebut
dihukumi sah apabila ucapan suami itu disertai dengan niat menjatuhkan
cerai dengan istrinya. suami harus menyatakan kepada hakim, bahwa
maksud ucapannya itu untuk menyatakan keinginannya menjatuhkan
cerai kepada istrinya. apabila tujuan suami dengan perkataannya itu,
bukan untuk menyatakan keinginan menjatuhkan cerai kepada istrinya,
maka sighat talak yang demikian sah cerainya tidak jatuh (Ghazaly,
2003: 201).
G. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian
Adapun sebab-sebab terjadinya peceraian atau putusnya perkawinan
setidaknya ada sembilan macam, yaitu: talak, khuluk, syiqaq, fashakh, taklik
talak, illa, zhihar, li‟an, dan kematian (wasman, 2011: 86). Oleh karena itu
masing-masing alkan dijelaskan sebagai berikut:
a. Thalaq yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan
menggunakan kata-kata talak kepada istri.
b. Khuluk yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak istri dengan membayar
„iwad atau tebusan kepada suami.
c. Syiqaq yaitu perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang
hakam, yaitu seorang hakam dari piha suami dan hakam dari pihak istri
d. Fasakh yaitu rusak atau melepaskan ikatan perkawinan. Fasakh dapat
terjadi karena sebab yang berkenaan akad (sah atau tidaknya) atau dengan
sebab yang datang setelah berlakunya akad
50
e. Takliq talaq yaitu talaq yang digantungkan kepada suatu hal yang mungkin
terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu.
f. Illa‟ yaitu sumpah dengan Allah untuk tidak menggauli istrinya
g. Zhihar yaitu dari kata zahr, artinya punggung, maksudnya suami berkata
kepada istri, “engkau dan aku seperti punggung ibuku”. Bahwa zhihar
menurut istilah yaitu ucapan kasar yang diucpakan suami kepada istrinya
dengan menyerupakan istri itu dengan ibu atau mahramsuami, dengan
ucapan itu dimaksudkan untuk mengharamkan istri bagi suami.
h. Li‟an secara bahasa berarti jauh, laknat atau terkutuk, sedangkan menurut
istilah adalah orang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak
mengajukan empat orang saksi, maka dia harus bersumpah dengan
menyebut nama Allah sebanyak empat kali bahwa dia benar dalam
tuduhannya itu, dan ditambah bersumpah satu kali bahwa dia akan terkena
laknat Allah jika dalam tuduhannya dia berdusta.
i. Kematian, putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian
salah satu dari suami atau istri. Dengan kematian salah satu pihak, maka
hak lain mempunyai hak waris atas harta peninggalan yang meninggal.
Walaupun dengan kematian, hubungan suami dan istri tidak dimungkinkan
disambung lagi, namun bagi istri yang suaminya telah meninggal tidak
boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain sebelum
masa iddah habis, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.
51
Dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan mengenai sebab-sebab
putusnya perkawinan ini yang tercantum dalam pasal 116 yaitu: perceraian
dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pamadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun brturut-turut
tanpa izinpihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuanya.
c. Salah satu mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukum yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak memdapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar takliq talaq
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam
rumah tangga.
Selain itu penyebab munculnya perceraian dalam rumah tangga karena
terjadinya marjinalisai antara suami dan istri, dimana suami sebagai kepala
rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga yang begitu paten diyakini
52
dalam keluarga. Padahal untuk menciptakan suatu keluarga yang bahagia,
kedua-duanya saling melengkapi tanpa ada suatu perlakuan diskriminatif dan
subordinatif. Tetapi untuk membangun sebuah rumah tangga yang demikian
itu perlu adanya kekuatan penyadaran intelektual terhadap dimensi sosial,
terutama bagaimana teks-teks agama itu dapat dipahami masyarakat secara
konstektual. Misalnya dalam QS An-Nisa‟ yang berbunyi:
الرجال قي ام ن على النسا با ف ل اللو بي هم على بي ض وبا أنيفق ا من
أم الم فالصالات قان اتع حافظاتع لل ب با حفظ اللو واللات تاف ن
نش زىن ف ظ ىن واىجروىن ال اج واضرب ىن فإن أط نكم فلا
تيبي ا عل هن سب لا ن اللو كان عل ا كبيرةا
34. kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Ayat tersebut pada intinya menerangkan bahwa laki-laki itu pemimpin bagi
perempuan, hal tersebut yang sering dijadikan sebagai pijakan kaum
suami/laki-laki bertindak sewenang-wenang.
53
H. Macam-Macam Perceraian
Perceraian (talak) dapat dibagi menjadi beberapa bentuk dengan melihat
kepada waktu menjatuhkanya, kemungkinan suami kembali ke istrinya, cara
menjatuhkannya, kondisi suami pada waktu mentalak, dan lain-lain
(supriatna, 2009: 31). Dalam hal ini ada beberapa bentuk perceraian ialah
sebagai berikut:
a. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah
seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula
hubungan perkawinan.
b. Putusnya perkawinan atas kehendak sang suami oleh alasan tertentu dan
dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam
bentuk ini disebut talak.
c. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat suatu
yang menghendaki putusnya perkawinan sedangkan si suami tidak
berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang
disampaikan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh
suami dan dilanjutkan dengan ucapanya untuk memutus perkawinan itu.
Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu‟.
d. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah
melihat adanya suatu pada suami atau pada istri yang memdaka tidak
dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan
dalam bebtuk ini disebut fasakh (Syarifuddin, 2006: 197)
54
Selain itu ada pula hal-hal yang menyebabkan suami istri tidak dapat
melakukan hubungan suami istri atau menyebabkan hubungan suami istri
tidak dapat dilakukan, namun tidak memutuskan perkawinan itu secara
syara‟.Terhentinya hubungan perkawinan dalam hal ini ada beberapa bentuk
yaitu sebagai berikut:
a. Suami tidak boleh menggauli istri karena ia telah menyamakan istrinya
dengan ibunya. Iya dapat meneruskan hubungan suami istri bila si suami
telah membayar kafarah. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebut
zhihar.
b. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah bersumpah untuk
tidak menggauli istrinya dalam masa-masa tertentu, sebelum iya
membayar kafarahatas sumpahnya itu,namun perkawinan tetap utuh.
Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebut ila‟.
c. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyatakan sumpah
atas kebenaran tuduhannya terhadap istrinya yang berbuat zina, sampai
selesai proses li‟an dan perceraian dimuka hakim. Terhentinya perkawinan
dalambentuk ini disebut li‟an (Syarifuddin, 2006: 198). Akan tetapi ada
satu pengecualian yaitu tentang masalah li‟an setelah diputus oleh
pengadilan maka perceraian akan putus untuk selama-lamanya.
Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknya suami ruju‟ kembali
kepada istrinya setelah ditalak, maka perceraian ini ada dua bentuk, yaitu:
55
a. Talak raj‟i
Adalah raj‟i talak yang si suami diberi hak untuk kembali kepada istri
yang ditalaknya tanpa harus melalui akad nikah yang baru, selama istri masih
dalam masa iddah. Talak raj‟i tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama
sekali. Yang termasuk dalam talak raj‟i ialah talak satu dan talak dua.
الطلاق مرتان فإمساكع ب روف أو تسر حع بإحسان ول يل لكم أن
تأخذوا ما آتي ىن ش ئةا ل أن يافا أل ق ا حدود اللو فإن خف م أل
ق ا حدود اللو فلا جناح عل ه ا ف ا افي دت بو تل حدود اللو فلا
تي دوىا ومن ي ي د حدود اللو فأولئ ىم الظال ن 229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh ister iuntuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim.
b. Talak ba‟in
Adalah talak yang tidak diberikan hak kepada suami untuk rujuk kepada
istrinya. apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya, harus dilakukan
56
dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-
syaratnya. Talak ba‟in ini menghilangkan tali ikatan suami istri. Talak ba‟in
ini dibagi menjadi dua macam yaitu talak ba‟in sughra dan kubra. Talak
ba‟in sughra ialah talak yang tidak memberikan hak rujuk kepada suami tetapi
bisa menikah kembali kepada istrinya dengan tidak disyaratkan istri harus
menikah dahulu dengan laki-laki lain. Yang termasuk talak ba‟in sughra ialah
talak satu dan talak dua. Talak ba‟in kubra ialah talak apabila suami ingin
kembali kepada mantan istrinya, selain harus dilakukan dengan akad nikah
yang baru, disyaratkan istri harus terlebih dahulu harus menikah dengan
orang lain dan telah diceraiakan. Yang termasuk talak ba‟in kubra ialah talak
yang ketiga kalinya.
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkan talak oleh suami, maka talak dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak sunni
Talak sunni yaitu talak yang dalam pelaksanaanya sesuai dengan
ketentuan agama, yaitu seorang mentalak istrinya yang telah dicampurinya
itu dengan sekali talak dimasa suci dan istrinya itu belum ia sentuh lagi
selama masa suci itu.
b. Taalak bid‟i
Talak bid‟i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau
bertentangan dengan agama. Maksutnya talak yang dijatuhkan pada waktu
istri dalam keadaan suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut
(Depag, 1985: 227).
57
Ditinjau dari segi lafal atau ucapan yang digunakan, talak terbagi dua
macam:
a. Talak sharih
Talak sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang
jelas dan tegas. Maksudnya kata-kata yang keluar dari mulut suami itu
tidak ragu-ragu lagi bahwa ucapanya itu untuk memutuskan hubungan
perkawinannya. Misalnya kata-kata suami: “engkau saya talak sekarang
juga” atau “engkau saya lepas sekarang juga”.
b. Talak kinayah
Talak kinayah yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran
atau samar-samar.talak dengan kata-kata kinayah tergantung dengan niat
suami, artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud
menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud. Sebaliknya, jika
suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan
talak, tidak dinyatakan jatuh. Misalnya, kata-kata suami: “pulanglah
engkau kerumah keluargamu” atau “pergilah dari sini” (Rasjid, 1994:
403)
I. Akibat Hukum Putusnya Perceraian
Putusnya perkawinan yang terjadi antara seorang suami dan istridapat
menimbulkan akibat hukum dari putusnya perkawinan tersebut yang dapat
kita lihat dari beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam Undang-
Undang perkawinan maupun dalam KHI.
58
Putusnya perkawinan yang dimaksud dapat dikelompokkan menjadi
beberapa karateristik, yaitu:
1. Akibat dari talak
Putusnya ikatan perkawinan karena suami mentalak istrinya
menimbulkan beberapa akibat hukum berdasarkan pasal 149 Kompilasi
Hukum Islam, yakni sebagai berikut:
Pasal 149 KHI, bila perkawinan putus karena talak, maka bekas
suami wajib:
a. Memberikan mut‟ah (sesuatu) yang layak kepada bekas istrinya
tersebut, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut
qabla al-dukhul.
b. Memberi nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian)
kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas istri telah
dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila
qabla al-dukhul.
d. Memberi biaya hadlanah (pemeliharaan anak)untuk anak yang belum
mencapai umur 21 tahun.
2. Akibat dari Cerai Gugat
Cerai gugat yaitu seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai
melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan
gugatan yang dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (istri)
dengan tergugat (suami) perkawinan (Ali, 2006: 77).
59
Dalam pasal 156 KHI mengatur putusnya perkawinan sebagai
akibat perceraian cerai gugat, yaitu:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari
ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya
diganti oleh wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibunya, ayah,
wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah, saudara perempuan
dari anak yang bersangkutan, wanita-wanita dari kerabat sedarah
menurut garis samping dari ibu maupun dari ayah.
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadlanah dari ayah atau ibunya.
c. Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jesmani dan rohani dari anak, meskipun biaya nafkah dan
hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hadlanah kepada
kerabat lain yang mempunyai hak hadlanah pula.
d. Semuah biaya hadlanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
memcapau dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
e. Bila mana terjadi perselisihan mengenai hadlanah dan nafkah anak,
pengadilan agama memberikan putusnya berdasarkan huruf (a), (b),
(c), dan (d).
60
f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak yang tidak turut padanya.
3. Akibat dari khulu‟
Khulu‟ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isrti dengan
memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas persetujuan
suaminya. Perceraian yang terjadi akibat khulu‟ yaitu suatu ikatan
perkawinan yang putus karena pihak istri telah memberikan hartanya
untuk membebaskan hartanya untuk membebaskan dirinya dari ikatan
perkawinan. Perceraian tersebut mengurangi julmah talak dan tidak dapat
dirujuk kembali. Hal ini berdasrkan pasal 161 KHI yang berbunyi
“perceraian dengan jalan khulu‟ mengurangi jumlah talak dan tak dapat
dirujuk”.
4. Akibat dari li‟an
Dengan putusnya perkawinan akibat li‟an, anak yang dikandung oleh
istri dinasabkan kepada ibunya (ibu anak) sebagai akibat li‟an.hal ini
sesuai dalam pasal 162 KHI yang berbunyi “bila mana li‟an ini terjadi
maka perkawinan ini putus untuk selamanya dan anak yang dikandung
dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban
memberi nafkah”.
5. Akibat ditinggal mati suaminya
Putus perkawinan akibat meninggalnya sang suami, maka istri
menjalani masa iddahdan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
61
anak-anaknya serta mendapatkan bagian harta warisan dari suaminya.
Hal ini sesuai dengan pasal 157 KHI yang berbunyi” harta bersama
dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut daka pasal 96 dan 97”.
Pasal 96 KHI: 1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama
menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2. Pembagian harta
bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang,
harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau
matinta secara hukum atas dasar putusnya pengadilan agama. Dalam
pasal 97 KHI: “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak
seperdua dari harta sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
Didalam Undang-Undang perkawinan juga membicarakan tentang
akibat dari perceraian. Hal ini terdapat dalam pasal 41 UUP yang
berbunyi:
1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberi
putusannya.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
62
BAB III
PERCERAIAN DI LINGKUNGAN KERJA PT. MORICH INDO FASHION
A. Gambaran Umum PT. Morich Indo fashion
1. Profil PT Morich Indo fashion
PT. Morich Indo Fashion adalah salah satu perusahaan garment yang
memproduksi
salah satu dari puluhan atau hampir ratusan perusahaan yang terletak
dikawasan Industri sepanjang jalan Bawen – Ungaran. Produksi PT.
Morich sangatlah berkembang pesat, sehingga PT. Morich tersebut
membangun satu gedung lagi yang terletak tidak jauh dengan gedung
yang utama. Gedung yang dibangun pada tahun 2008 tersebut dikenal
dengan PT. Morich Indo Fashion II. Sehingga PT. Morich tersebut
mempunyai dua gedung pabrik yang sama-sama terletak di Dusun
Gembongan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Jarak antara
PT. Morich pertama dengan yang kedua kurang lebih 500m. PT.
Morich II berdiri pada tahun 2008 dan PT.Morich II lah yang menjadi
obyek penelitian penulis. Jarak PT. Morich Indo Fashion II dari jalan
utama Soekarno - Hatta 200 m dengan batas wilayah dengan
perusahaan sekitar lain sebagai berikut :
Utara : PT. Vision Land, berjarak 500m.
Timur : Berdampingan langsung dengan rumah warga
Selatan : PT. Hesed, berjarak 50 m.
Barat : PT. Argo Mas, berjarak 400 m.
63
PT. Morich terdiri dari beberapa bagian baik produksi maupun
administrasi untuk menghasilkan hasil produksi layak ekspor yaitu :
Gudang
Cutting
Sewing
Finishing
Umum
Office
2. Keadaan Karyawan PT. Morich Indo Fashion II
Jumlah keseluruhan karyawan PT. Morich kurang lebih 3000 orang
yang kemudian terbagi kedalam berbagai divisi. Agama mayoritas
yang dianut oleh mereka adalah Islam, sesuai dengan agama yang
dianut kebanyakan masyarakat Indonesia. Tingkat pendidikan
kebanyakan karyawan PT. Morich Indo Fashion adalah SMA kebawah
kecuali mereka yang masuk dalam bagian administrasi dan
perencana.Dilihat dari status kontrak kerja, sebagian besar karyawan di
PT. Morich adalah karyawan outscorcing meskipun sudah ada
sebagian kecil yang berstatus karyawan tetap.Jumlah kebanyakan
tersebut menerima gaji kurang lebihRp. 1.700.000 yang merupakan
Upah Minimum Regional Kabupaten Semarang atau biasa dikenal
dengan UMR.
Dengan gaji minimum mereka terpaksa memenuhi segala
kebutuhan hidupnya baik pangan, pendidikan, pakaian, sampai tempat
64
tinggal. Terkait urusan tempat tinggal, karena dari 3000 karyawan
diatas bukanlah semuanya masyarakat asli sekitar, maka logis bila
sebagian dari mereka banyak yang menyewa rumah kos atau kontrakan
guna tempat tinggal mereka. Sehingga pengeluaran bagi mereka
penghuni indekos lebih banyak dari masyarakat asli. Dari rangkaian
paragraf yang menjelaskan gambaran umum keadaan karyawan PT.
Morich Indo Fashion diatas maka tidak dapat dipungkiri bahwa
kebanyakan dari mereka adalah masyarakat kelas bawah.
3. Fasilitas PT.Morich II
Ketersediaan fasilitas - fasilitas pendukung di suatu perusahaan sudah
tentu akan menjaga dan meningkatkan kenyamanan dan keamanan
karyawan dalam bekerja. Fasilitas pendukung yang dimaksud diawal
meskipun tidak begitu lengkap tetapi sudah tersedia di PT.Morich
seperti masjid/musola yang terdapat di dalam lingkungan pabrik
tersebut. Terdapat tiga musola yang disediakan PT.Morich, pertama
musola yang berada disebelah ujung utara perusahaan, kedua ditengah
– tengah pusat produksi, dan yang terakhir berada disebelah timur
perusahaan. Sedang jarak antara musola satu dengan yang lainnya
sekitar 70 - 100 m. Keadaan ini tentunya bermaksud memudahkan para
pegawai atau karyawan dan karyawati untuk menjalankan ibadahnya
yang tidak bisa ditinggalkan yaitu seperti solat dzuhur bagi karyawan
yang beragama Islam.
65
Selain itu disediakan pula satu poli klinik yang tentunya sangat
penting keberadaannya, untuk menyediakan ruang khusus bagi
karyawan yang mungkin sedang sakit atau karyawan yang mengalami
kecelakaan kerja. Terdapat pula ruang asi yang berada disebelah pos
utamayang berdekatan dengan koprasi. ruang asi ini tentunya sangatlah
mendukung bagi para karyawati yang mungkin sedang menyusui, agar
anaknya tetap mendapat asupan asi dari ibunya.
Dari beberapa fasilitas diatas, Terdapat pula fasilitas non fisik
diantaranya adalah koperasi bagi para karyawan, yaitu koperasi
morindo yang terletak disebelahselatan yang berdekatan dengan ruang
asi.Adanya koperasi tersebut dapat memudahkan karyawan ketika
mendapat masalah kebutuhan finansial. Selain itu terdapat pula BPJS
yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan para karyawan dan
karyawati dalam bekerja. Misalnya terdapat salah satu karyawan yang
mengalami kecelakaan dalam bekerja, BPJS Lah yang akan
menanggung biaya perawantan atau pengobatan tersebut. Sehingga
para karyawan dan karyawati akan merasa aman dalam melakukan
pekerjaanya.
Dari beberapa fasilitas pendukung yang tersedia di PT.Morich
tersebut, dapat dikatakanbahwa PT. Morich sudah cukup
memperhatikan faktor pendukung kenyamanan dan keamanan dari
para karyawan.
66
B. Profil Pelaku Perceraian
Dari sejumlah perceraian yang terjadi di lingkungan kerja PT. Morich
dan berdasarkan tujuan penelitian ini maka peneliti telah memilih dan
mengambil beberapa kasus yang relevan dengan inti permasalahan
penelitian ini yaitu perceraian-perceraian yang terjadi pada karyawati PT.
Morich Indo Fashion. Peneliti total berhasil mengumpulkan informasi dari
limakaryawati yang bercerai ketika mereka berstatus sebagai karyawati
PT. Morich. Pembahasan mengenai profil pelaku perceraian yang
dimaksud disini adalah narasi atau cerita yang melatarbelakangi mereka
menjadi karyawati PT. Morich Indo Fashion, berikut adalah profil dari
kelima karyawati tersebut :
1. Mn binti Sn. Seorang perempuan asli Kudus berusia saat ini 32 tahun
yang semula berdomisili di Dusun Krajan RT 001 RW 002 Desa
Kalongan Kecamatan Ungaran. Latar belakang pendidikan MN adalah
sampai menempuh SLTA/SMA kemudian karena akibat percekcokan
dengan suaminya hingga saat pasca perceraiannya dengan suaminya
kini memilih bermukim di sebuah rumah kos milik Bapak Juwanto di
Lingkungan Ngempon RT 004 RW 005 Kelurahan Ngempon
Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Ia terpaksa bekerja di PT.
Morich Indo Fashion karena suaminya kala itu Jk bin Md tidak dapat
memenuhi nafkah lahir atau kebutuhan berumah tangga kepadanya
seperti pernyataan yang tertera dalam putusan Pengadilan Ambarawa
bernomor 0839/Pdt.G/2015/PA.Amb pada halaman 5 “Bahwa saksi
67
pernah mendengar sendiri Penggugat dan Tergugat bertengkar karena
masalah nafkah, Tergugat tidak memberi nafkah yang layak kepada
Penggugat sehingga Penggugat terpaksa bekerja untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga.”Saudari Mn telah hampir 4 tahun menjadi
karyawati PT. Morich sejak masuk bulan Desember 2013 di bagian
sewing atau menjahit hingga sampai penelitian ini disusun.
2. DW binti ST. adalah seorang perempuan asal semarang yang diperistri
oleh YP bin M. Karena sebab pernikahan ia menetapatau tinggal ikut
suaminya yang menetap di Gembongan RT.009 RW.004 Kelurahan
karang jati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. DW bekerja di
PT Morich Indo Fashion sebagai sewing atau menjahit, ia bekerja
sejak PT tersebut berdiri atau mulai beroprasi tepatnya pada tahun
2008. DW terpaksa bekerja di PT tersebut karena YP bin M sebagai
suami tidak bisa memenuhi nafkah atau tidak bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari pernyataan saudari DW dan dalam rumah
tangga tersebut sering bertengkar karena sang suami yang pekerjaanya
tidak jelas, sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah
tangganya.
3. AB adalah seorang wanita berusia 29 tahun kelahiran Demak. Mulai
bekerja di PT. Morich pada 2009 hingga sampai sekarang. Berstatus
karyawan tetap sebagai operator jahit di Line 02b. Sekarang ia tinggal
di rumah kosnya di Dusun Gembongan yang masih satu area dengan
PT. Morich. Menikah dengan Purwadi pada 12 Maret2012. Kemudian
68
keduanya setelah menikah tinggal bersama di kediaman nenek Purwadi
tepatnya di Dusun Coblong rt04/06, Desa Pakopen, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang selama 4 bulan sampai akhir bulan
Juli. Setelah itu mereka tinggal di rumah kos beralamat Dusun
Gembongan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
4. LN adalah seorang wanita berusia 33 tahun saat ini tinggal di rumah
kos Dusun Gembongan. Ia berasal dari Banyumanik, Kota Semarang.
Mulai bekerja di PT. Morich pada tahun 2008 sampai sekarang. Di PT.
Morich bekerja sebagai operator jahit dan sudah berstatus karyawan
tetap. Jika ia tidak kerja lembur ia hanya akan menerima gaji bulanan
sesuai dengan Upah Minimum Regional
5. LS, wanita berusia 26 tahun asli Kota Magelang yang bertempat
tinggal di rumah kos di Desa Ngempon, Kecamatan Bergas,
Kabupaten Semarang. Ia telah menjadi seorang karyawan PT. Morich
semenjak tahun 2011 setelah 2,5 tahun menikah dengan suaminya
hingga sampai sekarang. Ia bekerja sebagai operator mesin jahit dan
telah berstatus karyawan tetap. Ia menerima gaji perbulan sesuai UMR.
C. faktor-faktor penyebab perceraian
Perceraian karyawati dari kelima narasumber diatas tentulah
mempunyaifaktor-faktor dan prosesnya masing-masing. Berikut ini
paparan tentang bagaimana perceraian dari kelima karyawati tersebut
bermula hingga sampai kemudian berakhir.
69
1. Mn binti Sn menikah dengan Jk bin Md pada tanggal 05 Maret 2000.
Mereka melangsungkan pernikahan di Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal sebagaimana Kutipan Akta Nikah nomor 856/11/III/2000.
Setelah akad nikah mereka hidup rukun bersama di kediaman bersama
di Dusun Kajangan RT 001 RW 002 Desa Kalongan Kecamatan
Ungaran Timur Kabupaten Semarang selama 13 tahun 11 bulan pada
Oktober 2015. Dari pernikahan ini mereka berdua dikarunia dua anak
perempuan bernama FTH binti JM berumur 13 tahun 7 bulan dan
ADY binti Jk berusia 8 tahun pada Oktober 2015. Namun kerukunan
keluarga tersebut mulai goyah sejak awal bulan Desember 2013 sebab
mereka kemudian sering terlibat pertengkaran saat Jk sering bermalas-
malasan dalam bekerja sehingga Jk tidak dapat lagi memenuhi nafkah
keluarga.
Setelah sekitar 3 bulan pertengkaran itu berlangsung akhirnya
pada bulan Februari 2014 pertengakaran itu mengalami puncaknya.
Akibatnya Mn memutuskan untuk pergi dari rumah kediaman bersama
untuk kemudian menyewa rumah kos di Lingkungan Ngempon.
Setelah peristiwa februari tersebut Mn dan Jk sudah tidak lagi saling
menjalin hubungan lahir maupun batin. Hubungan Mn dengan Jk
benar-benar berakhir ketika gugatan cerai atas nama Mn tertanggal 03
September 2015 yang diajukan ke Pengadilan Ambarawa dikabulkan
oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut pada tanggal 15
Oktober 2015.
70
2. DW binti ST dengan YP bin M melangsungkan pernikahan pada tahun
1993. Mereka hidup rukun dan harmonis dikediaman mertua atau
dirumahnya bapak M selaku bapak dari YP suami dari ibu DW,
tepatnya di desa gembongan RT.009RW. 004 kecamatan karang jati
kabupaten semarang. Setelah berjalanya waktu sekitar satu tahun
kemudian mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama A.
Setelah beberapa waktu berjalan kehidupan rumah tangga mereka
mendapat cobaan, yaitu sang suami terlibat kasus pencurian barang di
gudang tempat ia bekerja. Mulai dari itu kehidupan rumah tangga
mereka mulai goyah dikarenakan YP kehilangan pekerjaan dan
menjadi pengangguran. Akibatnya hubungan mereka sudah tidak lagi
harmonis karena YP yang tidak bekerja sering keluar rumah dengan
alasan tidak jelas, sehingga hubungan mereka benar-benar sudah tidak
bisa didamaikan dan DW mengajukan cerai gugat dipengadilan agama
pada tahun 2010.
3. AB beralasan menggugat cerai suaminya kala itu karena sedari awal
pernikahan sifat sifat buruk suaminya mulai terlihat seperti berjudi
dengan cara menyabung ayam, malas bekerja, tidak menafkahi
keluarga dengan baik dan cukup. Keburukan keburukan itu terus
terjadi meskipun P (suaminya)tahu saat itu istrinya sedang
mengandung. Bahkan saat kandungan istrinya semakin beranjak tua
justru P minggat entah kemana yang sampai saat ini tidak diketahui
keberadaanya. Berdasarkan keadaan seperti yang disebutkan, maka
71
beranilah AB menggugat cerai suaminya. Surat gugatan cerai
disampaikan oleh AB ke Ketua Pengadilan Agama Demak pada sekitar
bulan April, dua bulan setelah kelahiran putra mereka. Diceritakan
oleh AB bahwa selama persidangan P tidak pernah hadir atau akhirnya
diputus verstek oleh majelis hakim pada sekitar bulan Juni 2013. Anak
dari pernikahan mereka diasuh oleh nenek AB di Demak dibawah
tanggung jawab AB
4. LY menikah dengan IS pada Februari 2003. IS bekerja di sebuah
perusahaan garment semacam PT. Morich sampai 2014 pasca
perceraian. Hanya saja IS sudah cukup sering berpindah perusahaan.
Sudah menjadi suatu kewajaran di daerah pusat industry pakaian
seorang yang mempunyai ketrampilan menjahit dapat sesuka hati
berpindah perusahaan. Setelah menikah mereka kemudian tinggal
bersama di rumah orang tua IS yang beralamat di Dusun Srumbung
Jurang rt 05/02, Desa Bergas kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang. Selama perkawinan, mereka telah dikaruniai satu orang
anak laki-laki bernama EPS yang lahir pada 2 November 2006.
Pernikahan mereka terus berlangsung harmonis dan normal.
Percekcokan serius mulai muncul pada 2013 dikarenakan IS secara
sembunyi-sembunyi telah berselingkuh dengan seorang teman
kerjanya. Di katakana secara tidak gambling oleh LY, sebenarnya ada
factor-faktor lain selain perselingkuhan tsb yang melatarbelakangi
gugatan cerai yang ia layingkan ke Pengadilan Agama Kota Semarang,
72
namun semuanya dapat ia redamkan. LY dan IS akhirnya resmi
bercerai pada tahun 2014 di saat usia perkawinan mereka telah
mencapai 11 tahun.
5. LS menikah dengan WR pada 10 Desember 2009, beberapa bulan
setelah ia lulus SMA. Suamimya, dahulu adalah teman satu SMA,
yang sejak lepas SMA ia bekerja di PT. sido muncul sebagai operator
mesin. Setelah menikah keduanya tinggal dirumah orang tua WR di
Desa Gedanganak, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang
bersama dengan 2 adiknya yang masih sekolah di SD dan SMP.
Rumah tangga mereka berjalan normal dan dikaruniai satu anak
perempuan saat ini berusia 6 tahun. Permasalahan mulai terjadi ketika
ayah WR` yang adalah mertua LS meninggal dunia pada awal tahun
2011.
Kemudian Mertua LS yang adalah tulang punggung keluarga telah
tiada yang kemudian menimbulkan permasalahan ekonomi. WR diakui
oleh LS memang berbudi baik, ia menyadari tanggung jawab ayahnya
telah beralih kepadanya sehingga saat itu dia memikul tanggung jawab
dua keluarga yaitu keluarga kecilnya yang telah dikarunia satu anak
dan keluarga peninggalan ayahnya dengan dua adik dan satu ibu. Sadar
dengan tanggung jawab besar suaminya LS pun akhirnya dengan
ikhlas dan niat baik melamar kerja kebeberapa perusahaan, yang
akhirnya diterima di PT. Morich pada tahun 2011 Sehingga Ekonomi
mereka cukup membaik.
73
Namun menurut LS, perselisihan antara WR dan LS muncul ketika
setelah ia bekerja suaminya sama sekali tidak member uang
kepadanya. LS tahu uang itu, semuanya kemungkinan diberikan untuk
keluarga ibunya. Mulanya LS menerima kondisi semacam itu. Namun
lama kelamaan, dengan ditambah kurangnya komunikasi antara
mereka, LS merasa tidak betah. LS mengatakan, seharusnya WR itu
ijin dulu atau rembugan dulu kalau membantu dalam jangka waktu
lama. Masih menurut LS, sebenarnya saudara WR cukup banyak tapi
kenapa hanya WR yang menanggung beban kemudian mengganggu
tanggung jawabnya pada LS dan anaknya. Belum lagi memang diakui
oleh LS selera hidup WR semenjak SMA agak lebih dari teman-
temannya, pakaian pakaiannya setidaknya harus bermerk. Dulu
sebelum mertuanya meninggal, LS tidak menjadikan hal itu sebagai
sebuah persoalan. Namun lain hal setelah ayahnya meninggal,
bukannya memikirkan anak istrinya WR justru tetap harus tampil beda
dengan kondisi sulit seperti yang dijelaskan diawal. LS sudah sering
mencoba menegur suaminya dan berkomunikasi untuk mencari solusi
lain, namun WR justru terus mengabaikan. Kesabaran LY akhirnya
habis, ia sudah lama hidup mandiri menghidupi anaknya dan mampu.
Cinta LS pun perlahan hilang oleh sikap tak acuh dan kurangnya
tanggung jawab WR. Akhirnya LY menggugat cerai WR di Pengadilan
Agama Kota Magelang. Semenjak gugatan didaftarkan pada Mei 2016,
semenjak itu pula LY dan WR sudah tidak tinggal serumah. LY
74
memilih tinggal di rumah kos di Ngempon. Mereka pun akhirnya
bercerai secara sah semenjak September 2016. Anak dari pernikahan
LS dan WR kini dibawah pengasuhan LS.
75
BAB IV
ANALISA FAKTOR DAN DAMPAK PERCERAIAN DI PT. MORICH
INDO FASHION
A. Analisis Faktor Perceraian
Dari hasil wawancara dengan kelima karyawati PT. Morich Indo
Fashion pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa faktor – faktor
penyebab perceraian dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu faktor
umum dan faktor identik. Adapun Faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Faktor umum
Umum merupakan istilah dalam bahasa Indonesia yang
mempunyai definisi yaitu kebiasaan yang sudah baku, umum mengacu
pada hal-hal yang sudah bias terjadi masyarakat, begutu juga faktor
umum penyebab perceraian, faktor-faktor tersebut adalah faktor
ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan.
2. faktor identik
kata identik menurut kamus bahasa Indonesia adalah sama, benar
mengidentikan berarti menyamakan dua hal yang yang seolah olah
keduanya merupakan hal yang sama apakah itu bentuk, karakteristik
ataujuga jenis. Seperti pada faktor perceraian yang menjadi penelitian
penulis, yaitu fakto-faktor penyebab perceraian yang sama jenisnya.
Faktor tersebut adalah kemandirian istri yang tidak diberi nafkah.
Dalam faktor kemandirian tersebut para karyawati berani mengambil
keputusan untuk berani cerai atau menta cerai gugat dikarenakan istri-
76
istri yang bekerja di PT. Morich sudah mempunyai gaji dan bisa hidup
mandiri.
Dengan mengamati dari jawaban narasumber tersebut, maka jelas
jawaban para narasumber mengenai faktor perceraian tidaklah sama
jawaban dari kelima narasumber tersebut begitu fariatif. Sebagian
narasumber memberikan beberapa jawaban atas faktor-faktor penyebab
terjadinya perceraian yang mereka alami. Hal ini begitu jelas, sebab
masalah sosial yang sering terkait antara satu dengan yang lainnya.
Permasalahan yang timbul dari keluarga dapat disebabkan dari dalam
keluarga maupun luar keluarga itu sendiri, misalnya sikap dan perikalu
suami atau istri yang tidak lagi sejalan dengan tujuan pernikahan yang
mereka bangun atau karena sudah merasa tidak cocok lagi dengan
pasanganya yang semua itu akan menghilangkan rasa hormat dan
menghormarti antara suami dengan istri.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis akan menganalisis
sesuai dengan hasil wawancara dari kelima narasumber tersebut. Adapun
faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian yang dialami para
narasumber yang pertama adalah sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi adalah alasan yang paling banyak dari jawaban
narasumber, pasalnya dari kelima narasumber yang diteliti tiga dari
lima narasumber menjawab bahwa faktor ekonomilah yang menjadi
alasannya. Ketiga narasumber tersebut menjelaskan bahwa mereka
77
nafkahnya kurang tercukupi akibat suaminya yang bekerjanya tidak
menentu atau bahkan pengangguran. Hal ini bertentangan dengan
kewajiban suami untuk mencari nafkah untuk anak istrinya.
nafkah (nafaqah) merupakan suatu kewajiban suami terhadap
istrinya dalam bentuk materi. Hukum membayar nafkah untuk istri,
baik dalam bentuk perbelanjaan, pakaian adalah wajib. Kewajiban itu
bukan karena istri membutuhkanya bagi kehidupan rumah tangga,
tetapi kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat kepada
keadaan istri. Bahkan diantara ulama‟ syi‟ah menetapkan bahwa
meskipun istri orang kaya dan tidak memerlukan bantuan atau bisa
tercukupi tanpa suami memberi nafkah, namun suami tetap membayar
nafkah (syarifuddin, 166: 2006).
Dasar kewajiban suami memberi nafkah, terdapat dalam Al-Qur‟an
Ath-Thalaq ayat 7.
ل ينفق و س من س و ومن قدر عل و رزقو فيل ينفق ما آتاه اللو
ل كلف اللو نيفسةا ل ما آتاىا س ج ل اللو بي د عسر سرةا7. hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.
Dalam kehidupan rumah tangga sudah ada kewajiban yang harus
dijalankan oleh masing-masing pihak suami maupun istri. Seorang
78
suami sebagai kepala rumah tangga berkewajiban mencari nafkah
kepada istri dan anaknya, begitupun sebaliknya seorang istri itu
mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah tangga.
Ada hukum umum yang mengatakan bahwa setiap orang yang
ditahan untuk hak dan manfaat lainya, maka nafkahnya kepada orang
yang menahanya ini. Kaidah inilah yang dianut Islam dan syariatnya
yang agung. Seorang suami wajib memberikan nafkahnya untuk
istrinya bila akad nikahnya sudah sah dan benar. Maka sejak itu suami
wajib menanggung nafkah istrinya bukan orang lain dan ini berarti
berlakulah segala konsekuensinya secara spontanitas. Istri juga
menjadi tidak bebas lagi setelah dikukuhkanya ikatan tadi sehingga
timbul hikmah pernikahan dengan terjaga dan terhindarnya diri dari
hal-hal yang haram (kisyik, 2005: 134)
Dalam Islam sudah jelas bahwa suami yang harus memberikan
nafkah kepada anak dan istrinya. apabila seorang suami tidak bekerja
maka kewajiban suami untuk mencari nafkah tersebut terlimpahkan
kepada istrinya atau seorang istri harus mengganti peran menjadi
pencari nafkah dalam keluarganya. Hal tersebut akan menimbulkan
perselisihan dan menunjukan bahwa tujuan hidup berumah tangga
sudah tidak sejalan lagi. Dan mereka menganggap bahwa sudah tidak
bisa lagi diselesaikan dan jalan satu-satunya yaitu perceraian.
Menurut pendapat penulis seharusnya antara suami istri itu harus
mengedepankan kebutuhan bersama. Apabila tedapat masalah dalam
79
rumah tangga harusnya dapat diselesaiakn terlebih dahulu oleh anggota
keluarga tersebut,karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
Selain rasa kasih sayang yang harus dimiliki setiap anggota keluarga,
ekonomi sabagai pemenuh kebutuhan keluarga harus tetap terpenuhi.
Tugas suami harus berusaha memberikan nafkah kepada keluarganya
sedangkan istri harus mensyukuri hasil jerih payahnya seorang suami,
agar tidak timbul lagi perselisihan karena hal ekonomi yang dapat
berujung perceraian.
2. Faktor KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)
Dalam kehidupan rumah tangga tidak akan selalu berjalan mulus,
pasti terdapat masalah-masalah yang timbul, tinggal bagaimana
pasangan suami istri tersebut menyikapi segala permasalahan yang
timbul. Seperti yang dialami oleh beberapa responden bahwa
kekerasan rumah tangga bisa terjadi karena hal-hal sepele. Seperti
yang dialami oleh salah satu responden, ia menyatakan:
Awale kulo di amuk kaleh bojoku ki mung gara-gara aku nyimpenke
duwite bojoku sek mbok delehke neng lemari, na pas malam niku kulo
teturon teng ngarep tivi nyambi ngeloni anak kulo, lha sekitar jam
sepuluhan wengi bojo kulo wangsul ajeng mendut duwite mau. Bojo
kulo langsung muring-muring pas ngertos duwite mboten enten teng
lemari. Lha pas kulo posisi ngeloni anak kulo niku langsung di
tendangi lan dijotosi geger kulo sampe biru-biru. Kulo nganti ajeng
diusir saking omah.
Artinya: pertama saya dihajar oleh suami saya itu hanya gara-gara saya
menyimpankan uang suami saya yang di taruh di almari. Dan pada saat
itu saya yang lagi tiduran didepan televisi sambil menidurkan anak
saya. Lha sekitar jam sepuluhan malam suami saya pulang ingin
mengambil uangnya tadi. Suami saya langsung marah-marah pada saat
mengetahui bahwa uang yang di almari itu tidak ada. Pada saat posisi
sayamenidurkan anak saya itu langsung saya ditendang dipukul sampai
punggung saya biru-biru semua. Sampai saya mau diusir dari rumah.
80
Hal tersebut menunjukkan bahwa hal sepele seperti kurangnya
komunikasi dalam kasus tersebut dapat mngengakibatkan kekerasan
dalam rumah tangga, sebenarnya hal tersebut dapat dihindarkan
dengan adanya komunikasi yang baik terlebih dahulu.
Ketika dalam rumah tangga sering diwarnai pertengkaran dan sudah
merasa tidak cocok lagi, maka hal tersebut sering dijadikan alasan
untuk melakukan perceraian. Mereka menganggap bercerailah adalah
solusi yang paling tepat.
Pada dasarnya agama Islam pun memberi ijin pihak ketiga dalam
menyelesaikan masalah rumah tangga yang sedang mengalami
masalah, yaitu dengan mendatangkan seorang hakim, atau orang yang
mampu menjadi penengah dari keluarga yang sedang berselisih.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an:
ا من أىلها ا من أىلو وحك ة و ن خف م شقاق بي نه ا فابي ث ا حك ة
ا خبيرةا نيه ا ن اللو كان عل ة ا ي فق اللو بي ي ن ر دا صلاحة35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam[juru pendamai] dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam
itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.(An-Nisa: 35)
Dari hasil wawancara dengan responden, perselisihan yang terjadi
dikarenakan kurangnya komunikasi antara suami dan istri, oleh karena
81
itu kedua belah pihak tidak mengerti apa maksud dan tujuan satu sama
yang lain. Terdapat juga yang disebabkan oleh watak dari kedua belah
pihak yang sukar untuk ditemukan. Sehingga masalah atau perselisihan
yang terjadi menjadi semakin berlarut-larut dan akan enjadi semakin
sulit untuk didamaikan.
Menurut pendapat penulis, perselisihan yang terjadi tersebut
seharusnya dijadikan intropeksi dari kedua belah pihak. Supaya saling
menyadari apa penyebab dan masalah yang memicu terjadinya
perselisihan tersebut, Agar tidak terjadi lagi perselisihan antara kedua
belah pihak. Karena dengan mengintropeksi diri, mereka dapat belajar
dari kesalahan yang pernah dialami sehingga pasangan tersebut bisa
saling menghargai dan menyayangi satu sama lain. Sikap menyayangi
dan menghargai itu perlu dalam rumah tangga karena hal tersebut
dapat menghindarkan perbuatan yang menyakitkan hati dan
menghindarkan dari perselisihan yang dapat berujung perceraian.
3. Faktor Gangguan Orang Ketiga (Perselingkuhan)
Dari hasil penelitian, faktor penyebab perselingkuhan dalam
perkawinan yang dialami para karyawati PT.Morich. terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan perselingkuhan itu terjadi, diantaranya
pasanagan suami yang memiliki wanita idaman lain atau istri yang
mempunyai pria idaman lain. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya
akhlak yang baik. Dapat juga disebabkan karena kurangnya
pemehaman agama tentang hak dan kwajiba suami istri. Yang
82
membuat mereka tidak faham akan tujuan pernikahan atau perkawinan
itu sendiri. mereka hanya memandang bahwa tujuan perkawinan
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan bologisnya saja tanpa
memperhatikan tujuan dari sisi ibadahnya.
Jika melihat alasan-alasan perceraian yang terdapat dalam undang-
undang No.1 tahun 1974, dikaranakan perselingkuhan dalam
perkawinan tidak dicantumkan. Akan tetapi setelah perkara dibawah ke
pengadilan kasus perselingkuhan dimaukkan kedalam hukum yang
lain, misal perceraian itu karena tidak ada kharmonisan.
Kasus perselingkuhan tersebut bukan lagi hal yang tabu,
perselingkuhan tersebut dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Akan
tetapi, alangkah baiknya bagi orang-orang yang sudah berkeluarga
supaya sadar bahwa perselingkuhan tersebut bukan sebagai
pelampiasan dari ketidakharmonisan dalam rumah tanggga, hal ini
akan menambah masalah yang baru. Karena keinginan hati mau
mencari kasihsayang dari orang lain tetapi disisi lain ada pihak yang
merasa dirugikan dan tersiksa, karena seorang istrilah yang berhak
memberi kasih sayang terhadap suaminya karena istri yang
mempunyai ikatan yang sah. Upaya untuk mencegah terjadinya hal
tersebut dapat dihindari dengan cara membenahi hati dan selalu
mengingat apa yang menjadi tujuan pernikahan/perkawinan.
83
4. Faktor kemandirian karyawati
Dalam faktor ini kemandirian yang dimiliki oleh para karyawati yang
telah melakukan perceraian adalah penyebab dari percerian tersebut,
walaupun faktor ini awalnya dipicu dari permasalahan yang terjadi
dalam rumah tangga yang dibangun sebelumnya.permasalahan tersebut
bisa terjadi karna faktor ekonomi, faktor KDRT (kekerasan dalam
rumah tangga.
Sebagai seorang istri ketika hak-haknya tidak terpenuhi oleh suami dan
mereka telah mempunyai penghasilan sendiri dan bisa menghidupi diri
sendiri, maka istri tersebut menjadi lebih berani untuk menjalani hidup
sendiri atau berpisah dengan suaminya. Akan tetapi bagi istri yang
hanya mengandalkan nafkah suami atau tidak mandiri maka ketika
hak-haknya idak terpenuhi kemungkinan besar merekan akan tetap
bertahan dan tidak berani untuk berpisah dengan suaminya.
B. Analisa Dampak Sosial Perceraian
Sosiolagi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang
pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok serta lapisan. Proses sosial adalah pengaruh timbal
balik antara berbagai segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan
politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama antara
segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya.
84
Menurut Roucek dan Werren dalam Soekanto (2001: 20)
mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
manusia dengan kelompok-kelompok. Menurut Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi dalam Soekanto (2001: 21). Menyatakan bahwa
sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial
dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Dampak adalah sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
suatu aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia dan
fisik biologi (soemarwoto, 2009: 38). Dampak sosial merupakan
perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang diakibatkan
oleh aktifitas pembangunan atau kalau menurut istilah PP 51/1993 disebut
sebagai rencana usaha atau kegiatan. Perubahan itu menurut armour
meliputi aspek-aspek:
a. Cara hidup (way of life) termasuk didalamnya bagaimana manusia dan
masyarakat itu hidup, bekerja, bermain dan berinteraksi satu sama lain.
b. Budaya termasuk didalamnya sistem nilai, norma dan kepercayaan.
Contohnya dengan adanya suatu aktifitas industri dan proyek, irama
kerja penduduk menjadi lebih kaku sehingga tidak lagi memiliki
kesempatan untuk turut dalam krgiata-kegiatan yang pernah mereka
lakukan sebelumnya.
c. Komunitas meliputi struktur penduduk, kohesi sosial, stabilitas
masyarakat, estetika, sarana dan prasarana yang diakui sebagai fasilitas
public oleh masyarakat yang bersangkutan. Sering kali kehadiran
85
proyek yang menimbulkan dampak perpindahan penduduk
menimbulkan renggangnya kohesi social serta kerawanan sosial.
Mereka harus pindah ketempat lain yang tidak selalu sama dengan
tetangga sebelumnya.
Pada dasarnya perceraian adalah suatu hal yang diperbolehkan sunnah
seperti dalam penggalan ayat Al-Qur‟an dalam surat Al-Baqarah yang
artinya: “dan berbuat baiklah, karena Allah sesungguhnya menyukai
orang-orang yang berbuat baik” dan mempunyai tujuan untuk
menghindari mudharat yang akan terjadi jika perkawinan tetap
dipertahankan. Meskipun begitu perceraian jelas hal yang dibenci Allah
seperti dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud dalam kitab sunnah-Nya:
perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak, dan pastinya
mempunyai dampak negatif baik secara individu maupun sosial, di
lingkungan kerja PT. Morich Indo Fashion, perceraian juga berdampak
terhadap individu para pelaku maupun secara sosial di lingkungan kerja
PT. Morich. Berikut ini adalah dampak – dampak yang berhasil peneliti
kumpulkan dari para informan:
1. Dampak perceraian terhadap lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Jika karyawan
menyayangi lingkungan kerja diaman dia bekerja, maka karyawan
tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan aktifitasnya
sehingga waktu waktu kerja dipergunakan secara efektif.
86
Menurut (Simanjuntak, 2003: 39) lingkungan kerja dapat diartikan
sebagai keseluruhan alat perkakas yang dihadapi, lingkungan
sekitarnya dimana seorang bekerja, metode kerjanya sebagai pengaruh
kerjanya baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.
Perceraian tentusaja menimbulkan dampak signifikan terhadap
kehidupan sehari-hari si pelaku perceraian. Hal ini juga akan
berdampak terhadap pelaku dan lingkungan kerjanya, apalagi pelaku
perceraian ini adalah seorang karyawati yang bekerja di PT. Morich
Indo Fashion, dampak atau pengaruh dari perceraian nyang telah
penulis wawancarai, salah satunya adalah dara saudara Amin Faizin
(profil) mengatakan status mereka tidak berpengaruh pada hasil kerja
mereka. Akan tetapi ketika bergaul terjadi sedikit perbedaan
pendekatan, semisal ada teman kerja laki-laki menjadi lebih agresif.
2. Dampakperceraian terhadap masyarakat
Setelah perceraian, tentu saja terdapat dampak yang signifika terhadap
lingkungan masyarakat. Seperti pernyataan dari informan yang telah
penulis wawancarai yang bernama saudari Nita (profil) juga pernah
mempunyai teman perempuan yang sedang menghadapi perceraian
ketika bekerja di PT. Morich menegaskan bahwa hasil kerja mereka
tetap tidak terpengaruh oleh keadaan pribadi atau masalah keluarga
mereka. Singkatnya mereka tetap bersikap profesional. Hanya memang
mereka menjadi lebih akrab dengan aktifitas berkaraoke dengan lawan
jenis. Dan dalam pergaualan dalam masyarakat yang kebetulan
87
berdampingan denagn rumah kos ia sedikit tertutup dan tidak banyak
bergaul dengan masyrakat sekitar.
3. Dampak dari pelaku perceraian
Dampak dari pelaku perceraian terlebih bagi wanita yang menyandang
predikat janda. Menjadi seorang janda cerai jauh lebih berat dari pada
janda ditinggal mati. Tekanan sosial menjadi salah satu hal yang harus
diterima seorang janda. Akan tetapi tidak berpengaruh terhadap kelima
karyawati yang menjadi narasumber. satu pikiran bahwa dengan status
mereka sebagai janda tidak ada perubahan dalam melakukan aktifitas
di lingkungan kerja PT. Morich. Mereka tetap bisa menjaga
profesionalitas kerja. Karena jika mereka ikut terpengaruh, maka posisi
mereka di perusahaan akan ikut berpengaruh yang tentunya akan
mempengaruhi penghasilan dan kemandirian mereka.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis faktor-faktor penyebab
terjadinya perceraian karyawati dilingkungan kerja PT. Morich Indo
Fashion tepatnya di desa gembongan kecamatan bergas kabupaten
semarang, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut:
1. Dari hasil wawancara terhadap lima karyawati PT. Morich sebagai
pelaku perceraian dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan percerian terhadap karyawati tersebut disebabkan oleh
faktor ekonomi, faktor kekerasan dalam rumah tangga atau
penganiayaan, faktor perselingkuhan, dan faktor kemandirian yang
tidak diberi nafkah. Faktor kemandirian ini adalah faktor yang
menyebabkan seorang istri yang sudah mandiri akan lebih berani untuk
mengajukan cerai gugat.sehingga ini menjadi salah satu alasan
penyebab perceraian
2. Terjadinya kasus perceraian yang dialami karyawan PT. Morich Indo
Fashion tidak mempunyai dampak yang signifikan terhadap kelima
pelaku perceraian tersebut. Tidaka ada perubahan dan tetap profesional
dalam bekerja. Akan tetapi menurut beberapa karyawan lain yang juga
teman kerja para pelaku perceraian, dari tiga karyawn mwnyatakaan
bahwa terdapat perubahan sikap dan pergaulanya setelah mereka
89
mempunyai status menjadi janda. Perubahan tersebut ditujnukan
dengan pergaulan yang sering berkaraoke dengan lawan jenis. Dan ada
juga yang menjadi lebih pendiam dan lebih menutup diri. Dari
pernyataan diatas terdapat dua pendapat yang pertama dari pelaku
tidak ada dampak dalam bekerja dan yang kedua terdapat dampak
dalam pergaulan terhadap karyawan lain.
B. Saran
Berdasarkan kenyataan dalam penelitian dan dalam kesimpilan diatas,
maka diberikan saran-saran, saran-saran tersebut adalah:
1. Kepada pasangan suami istri seharusnya dapat lebih meningkatkan
keimananya dan lebih menyadari lagi dengan apa yang menjadi tujuan
perkawinan tersebut agar dapat memahami bahwa rumah tangga yang
dibangun melalui perkawinan dengan atas dasar saling mencintai itu
bisa lebih harmonis dan langgeng sampai ajal memisahkan. Bukan
hanya berfikir bahwa perkawinan tersebut sekedar jalan pemenuh
kebutuhan biologis akan tetapi perfikir bahwa perkawinan itu
merupakan ibadah kepada Allah SWT.
2. Pada karyawati yang mempunyai kemandirian atau mempunyai
penghasilan sendiri harus tetap memprioritaskan keluarga karena
keluargalah tempat dimana kita kembali. Harus membangun
komunikasi yang baik antara suami istri. Karena dengan komunikasi
dapat lebih mengerti antara satu dengan yang lain.
90
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Ali, zainuddin. 2009. Metode penelitian hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Amin Summa, Muhammad. 2005. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam.Jakarta:
Rajawali Pers
Amirin, Tatang. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: CV Rajawali
Arikunto. Suhaesimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta :PT Rineka .
Azzam, Abdul Aziz M & Abdul Wahhab Syayyed Hawas. 2009. Fiqh Munakahat
(Khitbah Nikah dan Talak). Jakarta: Amzah
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2009. Fiqh Munakahat.Jakarta: Sinar Grafika
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.
Daymon, Christine & Holloway Immy. 2008. Metode-Metode Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Bintang.
Ghazali, Abdul Rahman. 2003. Hukum Perdata Islam. Jakarta kencana.
Hamid Kisyik, Abdul. 2003. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga sakinah
Keluarga Sakinah. Bandung: PT Mizan Pustaka
Hamid Kisyik, Abdul. 2005. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga
Sakinah. Bandung. PT Mizan Pustaka
Ibrahim, Hosen. 1971. Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah,Talak dan
Rujuk. Jakarta: Ihya Ulmuddin
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta:
Trustmedia
91
Moleong, Leksi J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Muhammad, Abdulkadir. 1993. Hukum Perdata Islam. Bandung: PT Cipta Aditya
Bakti.
Nazir, mohammad. 1988. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Rasjid, sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Soekanto, Soerjono &mamudji, Sri. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Pers
Sosroatmodjo, Arso & A Wasit Aulawi, 1981. Hukum Perkawinan di Indonesia :
Jakarta PT Renika Cipta.
Syarifuddin , Amir. 2003. Hukum Perkawinan Islam di Indonersia: Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan . Jakarta: Kencana
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta Kencana.
Syayid, Sabiq. 1980. Fiqh Sunnah , Terjemahan Muhammad Thalib, “fiqh
sunnah”. Bandung: PT Al-Ma‟arif.
Tihami, Sohari Sahrani . 2009. Fiqh Munakahat kajian fiqh nikah Lengkap.
Jakarta: Rajawali Pers
Wasman, Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di indonesia.
Yogyakarta: Teras
Undang-Undang
Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 Tentang Akibat Hukum Perceraian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
92