perempuan dan media
TRANSCRIPT
Perempuan dan Media
Media harus memimpin jalan menujukesetaraan gender melalui konten yang sensitif gender dan transformatif gender. Untuk itu, diperlukan kebijakan, aturan, dan mekanisme yang koheren di semua tingkatan, dimulai dengan kebijakan media nasional dan swa-regulasi industri media.
Media membantu membentuknilai-nilai socialkita dan menjadi alat yang ampuh untukmengadvokasi penghapusan kekerasan terhadapperempuan dan mempromosikan kesetaraan gender.
Media melaporkan kejadian terkini, memberikan kerangka kerja untuk interpretasi, memobilisasi warga terkait dengan berbagai isu, mereproduksi budaya dan masyarakat yang dominan, danbersifat menghibur (Llanos dan Nina, 2011).
Media dapat menjadi aktor penting dalammempromosikan kesetaraan gender, baik dalam lingkungan kerja (dalam hal ketenagakerjaan danpromosi staf perempuan di semua tingkatan) dan dalamrepresentasi perempuan dan laki-laki (dalam halpenggambaran gender yang adil dan penggunaan daribahasa netral dan non-gender).
Pentingnya Media
Akses Perempuanterhadap Internet
Perempuan dan AksesInternet
Angka perempuan yang memiliki telepongenggam hampir samadengan laki-laki, tetapikurang dari sepertigaperempuan dengan usia, tingkat pendidikan, danstatus ekonomi yang sama dengan laki-lakisepertiga lebih kecilmenggunakan ponseluntuk mengaksesInternet.
Menurut world wide web foundation (2015)
37% perempuan menggunakan internet59% laki-laki menggunakan internetDengan melihat pengaruh pendidikan dan pendapatan rumahtangga, kemungkinan wanita menggunakan Internet sekitar 50% lebih rendah dibandingkan pria.
Sebuah laporan UNESCO menyatakan bahwa setelahkemiskinan dan kekerasan, tantangan utama ketigayang dihadapi perempuan di negara berkembangadalah akses ke informasi (Primo 2003).
36%
50%
31%
Jumlah Pendudukyang Menggunakan
Internet
Laki-laki yangMengakses Internet
Perempuan yangMengakses Internet
57 61 50 5945
6642 53
76
20 21 31 33 36 36 46 4771
Nairobi (Kenya) Kampala (Uganda) Jakarta (Indonesia) Maputo (Mozambique) Yaounde (Cameroon) Lagos (Nigeria) Manila (Philippines) New Delhi (India) Bogota (Colombia)
Total Laki-laki yang Mengakses Internet Total Perempuan yang Mengakses Internet
Perempuan dengan Akses Internet di Negara Berkembang
Sumber: Women's Rights Online Translating Access into Empowerment, World Wide Web Foundation, 2015
19 24
58
83
2 11
43
78
Pendidikan Non Formal Pendidikan Dasar Pendidikan Tingkat Menengah Pendidikan Tingkat AtasLaki-laki Perempuan
Perempuan yang memiliki pendidikan tingkat menengahenam kali lebih mungkin untuk online daripada wanita yang memiliki pendidikan dasar atau tidak berpendidikan.
Di antara wanita yang disurvei, 92% wanita yang menggunakanInternet telah menempuh setidaknya pendidikan menengah. Hanya 2% perempuan yang tidak bersekolah mengaksesinternet (online).
Di antara penduduk dengan pendidikan tinggi, selisihpersentase pria dengan wanita yang mengakses hanyasekitar 6%, penduduk dengan pendidikan menengahkesenjangannya adalah 35%, tetapi di antara merekayang memiliki pendidikan dasar, kesenjangan tersebutmeroket hingga 100%.
Dengan meningkatnya tingkatpendidikan, kesenjangangender dalam akses terhadapinternet berkurang
Pendidikan adalah Kunci
Jakarta, salah satu kotadengan kesenjangangender tertinggi di tingkatpendidikan, jugamerupakan kota yang dilaporkan memilikikesenjangan gender tertinggi dalam aksesInternet.
Kesenjangan Gender dalamAkses dan PenggunaanInternet
Pengguna Internet berdasarkan latar belakangpendidikan di negara berkembang
Sumber: Women's Rights Online Translating Access into Empowerment, World Wide Web Foundation, 2015
Lebih dari 60% wanita dan priamiskin di perkotaan berusiaantara 18-29 tahun memilikiakses terhadap internet, dibandingkan penduduk usia30-39 tahun (kurang dari 50%) dan yang berusia di atas 40-an (hanya 25%).
Usia PendapatanSemakin miskin seseorang, semakin kecil kemungkinanmereka menggunakan Internet. Hanya 21% perempuan di kelompok berpenghasilanterendah yang menggunakaninternet, dibandingkan dengan39% perempuan di kelompokmenengah dan 44% perempuandi kelompok tertinggi
71 54
41 21
51 33
20 15
18-29 30-39 40-49 50-59
Laki-laki Perempuan
26
55 59
21
39 44
Rendah Menengah Tinggi
Laki-laki Perempuan
Pengguna Internet BerdasarkanUsia
Pengguna Internet Berdasarkan Status Ekonomi
Negara-negaradengan biayaInternet tertinggi(sebagai proporsidari pendapatan per kapita rata-rata) memiliki jumlahwanita daring terendah dankesenjangan gender terbesar dalampenggunaanInternet.
Kendala Mengakses Internet bagi Perempuan(Yang Tidak Memakai Internet)
16%
34%
14%
11%
4%
13%
8% Biaya
Cara Menggunakan
TingkatKebutuhan/KetertarikanWaktu
Infrastruktur
Akses terhadap Alat
Lainnya
Kendala Mengakses Internet bagi Perempuan(Yang Memakai Internet)
20%
3%
16%
29%
11%
6%
15%Biaya
Cara Menggunakan
TingkatKebutuhan/Ketertarikan
Waktu
Infrastruktur
Akses terhadap Alat
Lainnya
Kesenjangan Gender dalamAkses dan PenggunaanInternet
Sumber: Women's Rights Online Translating Access into Empowerment, World Wide Web Foundation, 2015
Modal Sosial49% pengguna media sosial wanita dan59% pengguna media sosial priamelaporkan bahwa mereka juga memperluas jaringan denganmenjalin pertemanan dan koneksi baru secara online.
Pengetahuan terhadap Informasi
Perempuan 20% lebihkecil kemungkinannyadibandingkan pria dalammenggunakan internet untuk mencari informasi.
49
12 3 0
Pendidikan Atas PendidikanMenengah
Pendidikan Dasar Tidak bersekolah
Yaounde Bogota New Delhi Jakarta Nairobi Maputo Lagos Manila Kampala
Tidak Pernah Mencari Informasi Terkait Kesehatan Seksual dan Reproduksi Tidak Pernah Mencari Informasi Terkait Hak Hukum
Frekuensi perempuan mencari informasi secaraonline (berdasarkan pendidikan)
Persentase Perempuanyang Tidak PernahMencari informasi terkaitKesehatan Seksual danReproduksi serta HakHukum
Keterlibatan Warga dan Suara Politik62% wanita melaporkanbahwa merekamenggunakan Internet sebagai ruang untukmengomentari isupenting.
Persentase yang menganggap internet sebagai tempatuntuk mengomentari isu sosial, ekonomi dan politik yang mereka anggap penting
65%
62%Laki-laki
Perempuan
Peluang Ekonomi
Teknologi digital dapat membuka peluangbaru bagi wirausahawan, membuka akseske layanan keuangan dan kredit, ataubahkan menciptakan pekerjaan berbasisrumahan yang fleksibel.
34% pengguna Internet wanita 39% pengguna Internet pria mencari pekerjaan secara online
32%
42%
Laki-laki
Perempuan
Persentase pengguna internet yang merasakan peningkatan pendapatansetelah mengakses internet
Kesenjangan Gender dalamPemberdayaan Digital
Sumber: Women's Rights Online Translating Access into Empowerment, World Wide Web Foundation, 2015
KendalaPelecehan Online
Wanita dan pria yang pernah mengalami ancaman atauperundungan langsung secara pribadi (termasuk pelecehan ataupenguntitan) saat menggunakan ponsel dalam dua tahunterakhir
Sikap patriarkal terhadap InternetStudi kami menunjukkan bahwa secara keseluruhantiga dari 10 pria yang disurvei (tetapi hanya dua dari10 wanita) percaya bahwa:• Pria memiliki prioritas daripada wanita dalam hal
mengakses Internet• Pria memiliki tanggung jawab untuk membatasi
akses wanita di Internet• Wanita harus dilarang menggunakan Internet di
tempat umum sendirian
Keterlibatan sipil dan politik secara offline dan pendidikan(yang sering dikaitkan dengan status sosial yang lebihtinggi) adalah faktor-faktor yang meningkatkankemungkinan perempuan akan terhubung danmenggunakan Internet untuk berpartisipasi dalamkehidupan publik, untuk meningkatkan peluang ekonomiatau untuk memperluas koneksi di komunitas.
Marginalisasi offline
Sumber: Women's Rights Online Translating Access into Empowerment, World Wide Web Foundation, 2015
19%28%
Laki-laki Perempuan
Kendala Perempuan dalamMengakses Internet
Pelecehan online jauh lebih tinggi di antara wanita danpria berusia 18-24 tahun
lebih dari enam dari sepuluhwanita dan pria usia 18-24 tahunpernah mengalaminya
tujuh dari sepuluh wanita muda yang menggunakan Internet setiap hari jugamengalami pelecehan online
Peran Sosial Media dalam meningkatkankesadaran publik akanisu gender
Meneriakkan isu perempuan lewat tandapagar di social media#BringBackOurGirlspada tahun 2013, kampanye #BringBackOurGirls menjangkau lebih dari 1 jutatweet, membantu meningkatkan kesadaran aktor nasional dan internasionaltentang perlunya membantu menyelamatkan siswi Nigeria yang diculik(Tomchak, 2014).
#HeForSheKampanye #HeForShe UN Women melibatkan lebih dari 1,2 miliar orang, menyoroti kebutuhan untuk melibatkan pria dan anak laki-laki untuk mencapaikesetaraan gender.
#metooGerakan #metoo merupakan suatu gerakan yang dicetuskan pada tahun 2017. Tagar ini merupakan kampanye dalam jaringan untuk menggerakan para penyintas pelecehan dan kekerasan seksual baik perempuan maupun laki-lakiagar berani bersuara.
#womensmarchHastag ini merupakan seruan untuk melakukan adanya long march atau pawai. Pawai ini berkampanye untuk menentang kekerasan berbasis gender denganmendesak disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja RumahTangga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Media sosial semakin banyak digunakan olehorganisasi akar rumput perempuan untukmenyerukan akuntabilitas publik yang lebih besarterhadap kesetaraan gender.Menyusul pemerkosaan berkelompok pada seorang wanita mudadi Delhi tahun 2012, kampanye tagar #DelhiGangRape membawakekerasan berbasis gender di India menjadi sorotan. Kampanyehashtag mendukung mobilisasi jalan publik yang membuatpemerintah memperkenalkan ketentuan khusus anti-pemerkosaandalam KUHP (Sharma, 2014).
Sumber: OECD Development Centre, 2015c
Media Sosial danIsu Perempuan
Akuntabilitas publik menujukesetaraan gender
Media Sosial danKeterlibatan PolitikPerempuan
Hambatan badan politik wanita juga direplikasi dalamaktivisme online wanita. Beberapa tantangannya yaitu:
Akses wanitaterhadapteknologi baruyang terbatasbuta huruf, kendala bahasadan digital serta tidakmeratanya infrastrukturantara pedesaan danperkotaan
Koneksi yang terbatas denganpelakukelembagaanPeluang berkoneksi terhadapmitra lintas lembaga, termasukpembuat keputusan dan tokohmasyarakat yang rendah dapatberdampak negatif padakeberhasilan aktivisme online wanita.
Informasiberlebihan danpeningkatanskalaMembludaknya kampanye-kampanye kecil online tentang masalah tertentudapat membuat kewalahandan menyebabkan kelelahanaktivisme.
Sensor danpelecehanPelecehan seksualterhadap aktivisperempuan telahdilaporkan didiskusi online dan situs web yang menyediakaninformasi tentang topikyang berkaitan dengankesehatan seksualdan hak reproduksi telahdinonaktifkan.
Keterlibatan perempuan dalamkehidupan publik dan proses
pengambilan keputusan berdampakpada pembuatan kebijakan publik
yang responsif gender (Brody, 2009).
Sumber: OECD Development Centre, 2015c
Perempuan danJurnalisme
Budaya patriarki yang ada di Indonesia dan kurangnya
database narasumberperempuan di redaksi media di Indonesia mengakibatkan bias
gender dalam pemberitaanmedia di Indonesia.
Data menunjukkan, dari 10 jurnalis, hanya ada 2 sampai 3 jurnalisperempuan. Di luar kota Jakarta, terutama di kota-kotamadya, ketimpangan jumlah jurnalisperempuan dan laki-laki sangat terasa danmemprihatinkan.
https://www.voaindonesia.com/a/pemberitaan-media-di-indonesia-masih-bias-gender/5032225.html
https://magdalene.co/story/riset-hanya-11-perempuan-jadi-narasumber-media-di-indonesia
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/12060341/gambaran-perempuan-di-media-penyiaran-dinilai-masih-erat-dengan?page=all
Sekitar 60% jurnalis perempuanbekerja sebagai pekerja kontrak, sisanya atau 40% berstatuskaryawan tetap. Jumlah pekerja perempuan bestatus kontraklebih banyak di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar.
Yolanda Stellarosa dan Martha Warta Silaban. 2018. “Perempuan, Media dan Profesi Jurnalis Jurnal Ilmu Komunikasi” Volume 16, Nomor 3, September - Desember 2018,
Hanya 6% jurnalis perempuan yang duduk sebagai petinggi redaksi.Mayoritas jurnalis perempuan bekerja sebagai reporter atau bukan pengambil keputusan redaksional. Kecilnyajumlah jurnalis perempuan dalam redaksi, membuatbanyak kebijakan media kurang ramah terhadapkebutuhan perempuan, termasuk dalam tugas peliputandan masalah pengupahan.
Jejak Jurnalis Perempuan Pemetaan kondisi kerja jurnalis perempuan di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen 2012
Perempuan dan Jurnalisme
60%
40%
Pegawai Kontrak Pegawai Tetap
Jurnalis perempuan paling banyak bekerja di media cetak, selanjutnya televisi, radio danpaling sedikit bekerja di media online. • Hanya 17,46% jurnalis perempuan yang mendapatkan
pelatihan gender. • Sekitar 33% jurnalis perempuan yang masuk di organisasi
wartawan.
Narasumber
Sumber: https://magdalene.co/story/riset-hanya-11-perempuan-jadi-narasumber-media-di-indonesiahttps://www.voaindonesia.com/a/pemberitaan-media-di-indonesia-masih-bias-gender/5032225.html
Hanya 11% Perempuan Jadi Narasumber Media di IndonesiaHasil penelitian yang dilakukan Tempo Institute serta Pusat Data dan AnalisisTempo (PDAT) menunjukkan bahwa bahwa.dari 22.900 narasumber yang dikutip media, hanya 11% atau 2.525 orang di antaranya yang perempuan.
Jumlah narasumber perempuan yang menguasai isu-isu politik, ekonomi, teknologi masih minim. Umumnya narasumber perempuan hanya menguasai isu-isu tertentu saja. Dengan sedikitnya jumlah perempuan di bidang tertentu ini, media makinmeremehkan posisi narasumber perempuan dibandingkan narasumber laki-laki yang jumlahnya lebih banyak.
Tak sampai 6% jurnalis perempuan yang mendudukiposisi sebagai redaktur maupun pengambil keputusandi redaksi.
Jurnalis perempuan (di industry televisi) lebih banyakdirekrut berdasarkan kecantikan atau tubuh danwajah yang dianggap menarik oleh standar industri.
Perempuan hanya diberikan peran padasektor domestik serta isu kehamilan, pengasuhan dan pendidikan,
Perempuandalam topikberita dantopik utama(GMMP, 2005)
Diskriminasi Perempuandalam Media
Narasumber Perempuan
28 2822 22 20
14
Selebriti, seni dan olahraga Sosial dan legal Kriminal dan kekerasan Sains dan kesehatan Ekonomi Politik dan pemerintahan
Diskriminasi
Mayoritas media masih melakukan seksualisasiatau menjadikan perempuan sebagai objekseksual. Dalam meliput tokoh-tokoh perempuan, media cenderung berfokus pada ketubuhan perempuan (seksisme danstereotipe).
Dalam konten-konten beritakekerasan terhadapperempuan seperti pelecehanseksual atau pemerkosaan, etika jurnalisme masih seringdiabaikan seperti menyebutnama dan data korban, menggunakan konotasi untuk“memperhalus” pemerkosaan: “menggagahi”, “menodai”, ”ditiduri”
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/12060341/gambaran-perempuan-di-media-penyiaran-dinilai-masih-erat-dengan?page=allhttp://www.jurnalperempuan.org/warta-feminis/summit-on-girls-2019-memotret-peran-media-di-indonesia-dalam-mempromosikan-kesetaraan-gender
The Global Media Monitoring Project menemukanbahwa perempuan lebih mungkin ditampilkansebagai korban dalam berita dibandingkan laki-laki.
Wanita juga jauh lebih kecil kemungkinannyadibandingkan pria untuk ditampilkan dalam tajukberita dunia, dan untuk diandalkan sebagai 'jurubicara' atau sebagai 'ahli'.
Kategori wanita tertentu, seperti orang miskin, wanita yang lebih tua, atau mereka yang termasukdalam etnis minoritas, bahkan kurang terlihat.
Stereotip juga lazim di media sehari-hari. Wanitasering kali digambarkan hanya sebagai ibu rumahtangga dan pengasuh keluarga, bergantung padapria, atau sebagai objek perhatian pria.
Seksualitas dan StereotipePerempuan di Media
Perempuan dalamLayar
30%
15%
2%
15%
5%7% 8%0,50%
4% 1%
Pakaian terbuka Sebagian tanpabusana
tanpa busana Menjadi objekseksual
Mendapatkanpelecehan seksual
Laki-laki Perempuan
Film
67%
33%Laki-laki
Perempuan
Berdasarkan apa yang dilihat di layar kaca, anak
Tidak ada film yang disutradarai oleh perempuan
Partisipasi Perempuan dalamLayar
Proporsi pemeran utama
*dalam film dengan penjualan tertinggi 2018
Hanya satu dari empat film memiliki setidaknya satu
produser perempuan
Hanya satu dari 10 film mempunyai setidaknya satu
perempuan dalam tim penulis
Perempuan sebagai objek seksual dalam layar
Perempuan dalam Produksi Film
Berdasarkan studi, M. Lauzen & D. Dozier (2019), jumlah sutradara maupun tim penulisperempuan berdampak pada jumlahpemeran utama perempuan yang lebihbanyak, juga karakter dan dialog olehperempuan.
Sumber: Rewrite Her Story, The State of The World’s Girls, 2019
They also said that children and young people look up to and are inspired by the role models they identify in characters on their screens and are influenced by the advertising images that surround them as they go about their everyday lives.
Diskriminasi dan StereotipeGender
sebagian besar media menggambarkanperempuan dalamperan tradisional: ibu rumah tangga, ibu, atau, perempuan dengan pekerjaanyang bersifat klerikal dan posisilain yang dipandang secaratradisional disediakan untukperempuanTuchman (1978)
86% 91% 100%71% 84%
Korporat Politik Agama Akademis Entertainmen
Dominasi laki-laki terhadap perandi bidang tertentu
Anak-anak dan remaja perempuan memandang danterinspirasi oleh model peran yang mereka lihat dalamkarakter di layar dan iklan di sekitar mereka setiap harinya.
“If you can see it, you can be it”
42%
81%57%
27%
62%44%
Pemeran Utama Pribadi yang Cerdas Pribadi yang efektif
Laki-laki Perempuan
Stereotipe Perempuan
Film-film paling populer di duniamengirimkan pesan kepada anakperempuan dan perempuan mudabahwa kepemimpinan lebih banyakuntuk laki-laki.
Di sisi lain, perempuan dan anakperempuan dari kelas menengahbawah mengonsumsi tayangansinetron di televisi yang menggambarkan perempuan-perempuan sebagai objek, perempuan tidak berdaya, danperempuan sebagai korban.
Sumber: Rewrite Her Story, The State of The World’s Girls, 2019
They also said that children and young people look up to and are inspired by the role models they identify in characters on their screens and are influenced by the advertising images that surround them as they go about their everyday lives.
Upaya
Beberapa gerakan di Indonesia yang telahterorganisasi mendirikan situs dan akun di media sosial. Gerakan tersebut antara lain Indonesia Feminis dan Laki-laki baru. Di sisilain, media digital yang fokus pada isu-isu gender, seksualitas, danperbedaan juga muncul seperti Magdalene. Selain itu terdapat berbagaigerakan lain yang mengikuti perkembangan di dunia barat sepertiWomen March.
Sumber: Gender-Sensitive Indicators for Media, UNESCO, 2012Inda Marlina. 2018. Paham Gender Melalui Media Sosial , Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi Vol. 2 No.2 September 2018 p.225-242http://kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35961-saatnya-perempuan-menjadi-penentu-kualitas-siaran?detail3=10781&detail5=11607http://www.jurnalperempuan.org/warta-feminis/summit-on-girls-2019-memotret-peran-media-di-indonesia-dalam-mempromosikan-kesetaraan-gender
Gender-Sensitive Indicators for Media, UNESCO, 2012menyediakan kerangka kerja yang komprehensif bagi media untukmenganalisis konten dan operasi mereka, dan membentuk dasar untukinisiatif pelatihan yang melibatkan organisasi media di seluruh dunia.
Solidaritas Perempuan bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen(AJI) dan CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) menyusun modulCEDAW Promosi Budaya Adil Gender melalui penyebaran nilai-nilaibudaya adil gender yang diperuntukkan bagi jurnalis dan media.
Girls Get Equal yang diluncurkan Plan Internasional pada tahun 2018Girls Get Equal sendiri adalah kampanye perubahan sosial yang dipimpin oleh anak muda. Pesan utama gerakan kampanye tersebutbertujuan memastikan setiap anak perempuan dan perempuan mudamemiliki kuasa terhadap hidupnya dan bisa mempengaruhi dunia di sekitarnya.
Dalam konferensi regional perempuanBeijing+20di Bangkok tahun 2014, serta konferensi yang sama di tingkatinternasional di New York tahun 2015, stereotipe perempuan di media merupakan salah satu pembahasan utama.
Webinar Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa(GLSP) dengan tajuk “Perempuan dan Media”Memiliki tujuan untuk menciptakan nilai-nilai pemberdayaan danpenghormatan terhadap hak-hak perempuan yang selama ini sedikitbanyak ditampilkan di layar kaca dengan gambaran yang eksploitasi. Perempuan masih menjadi obyek berita maupuan obyek program siaran
Upaya menciptakanKesetaraan Gender lewatMedia