peringatan - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files2/skr.12.50.07136.pdf · perkembangan...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KEL AS 2
SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF
(Kajian berdasarkan Theory of Planned Behavior dari Icek Ajzen)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh :
ANINDA DWI WAYANTHY
NPM. 10050007136
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2012
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KEL AS 2
SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF
NAMA : ANINDA DWI WAYANTHY
NPM : 10050007136
Bandung, September 2012
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A. Fanni Putri, M.Psi.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Psikologi,
DR. H. Umar Yusuf, M.Si., Psikolog
MOTTOMOTTOMOTTOMOTTO
ا���ر ���� ا��� وإ�� ا��رض � و� ا����وات � � و���
AliAliAliAli 'ImranImranImranImran. {109109109109}
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan
kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.
Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya....”
(HR. alHR. alHR. alHR. al----BukhBukhBukhBukhāāāāriy dan Muslim)riy dan Muslim)riy dan Muslim)riy dan Muslim)
Skripsi ini kupersembahkanSkripsi ini kupersembahkanSkripsi ini kupersembahkanSkripsi ini kupersembahkan sebagai tanda sebagai tanda sebagai tanda sebagai tanda
terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih, baktibaktibaktibakti dan sayangku kepada ayah, dan sayangku kepada ayah, dan sayangku kepada ayah, dan sayangku kepada ayah,
mammammammama, kakaka, kakaka, kakaka, kakak dan adikdan adikdan adikdan adik----adikku yangadikku yangadikku yangadikku yang senantiasa senantiasa senantiasa senantiasa
memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan
yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasayang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasayang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasayang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa
menuntun,menuntun,menuntun,menuntun, memberikan memberikan memberikan memberikan rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta
kemudahakemudahakemudahakemudahan dalam segala sesuatu yang kitan dalam segala sesuatu yang kitan dalam segala sesuatu yang kitan dalam segala sesuatu yang kita lakukan. lakukan. lakukan. lakukan.
Amien..Amien..Amien..Amien..
i
ABSTRAK
ANINDA DWI WAYANTHY 10050007I36. STUDI MENGENAI INT ENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF
Perilaku merokok merupakan hal yang tidak mengherankan lagi di dunia pendidikan. Banyak peningkatan jumlah perokok yang terjadi, terutama pada remaja. Fenomena ini juga terlihat pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang memiliki jumlah perokok yang lebih tinggi dibandingkan siswa SMAN Bandung lainnya. Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung, siswa memiliki pandangan yang positif untuk merokok namun ada sebagian dari siswa yang masih ragu menampilkan perilaku merokok tersebut. Dalam hal ini siswa yang menampilkan perilaku merokok, salah satunya di karena siswa mendapat dorongan dari teman-temannya yang selalu bersama untuk merokok dan yakin akan mendapatkan konsekuensi yang menguntungkan baginya, sedangkan siswa yang tidak merokok memiliki pandangan yang negatif terhadap konsekuensi yang didapat dari perilaku merokok seperti hanya akan merusak kesehatan, takut akan dihukum jika ketahuan merokok dan membuang-buang uang jajan mereka.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai intensi untuk menampilkan perilaku merokok pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung dilihat dari sikap terhadap perilaku merokok, norma subjektif terhadap perilaku merokok, dan perceived behavioral control terhadap perilaku merokok.
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian deskriptif. Penentuan sampel menggunakan teknik population.
Didapatkan sampel sebanyak 44 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, dan intensi sesuai dengan Theory Planned of Behavior dari Icek Ajzen. Data yang diperoleh merupakan data yang berskala interval dan dilakukan pengujian statistik analisis jalur.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa sebanyak 54,55% responden memiliki intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok atau hampir sebagian siswa memiliki kecenderungan yang besar untuk merokok. Selain itu faktor yang paling berkontribusi terhadap kekuatan intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok adalah norma subjektif terhadap perilaku merokok yaitu sebesar 25,669%. Hal ini menunjukkan persepsi siswa yang positif terhadap harapan orang-orang yang penting serta adanya dorongan yang kuat untuk memenuhi harapan yang dianggap penting dalam menampilkan perilaku merokok siswa.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur Kehadirat Allah S.W.T atas
segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK
MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI
PENDEKATAN DESKRIPTIF” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
sarjana psikologi S1 di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan Oleh
karena itu, segala kritik dan saran sangatlah berharga bagi peneliti. Karena kritik dan
saran tersebut merupakan alat motivasi bagi peneliti untuk dapat berkarya lebih baik
lagi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, September 2012
Peneliti
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdullilah berkat bantuan serta bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan
ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, kasih sayang,
kesehatan, keluarga, persahabatan, serta kenikmatan lainnya yang tak
terhitung jumlahnya.
2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan do’a, dukungan dan kepercayaan
kepada peneliti.
3. Kakak dan adik-adikku yang selalu membantu serta memberikan do’a dan
semangat kepada peneliti.
4. Ibu Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A., selaku pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktunya, pemikirannya, bimbingan, nasihat dan masukan-
masukan yang sangat berharga untuk membantu keberhasilan peneliti dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Fanni Putri, M.Psi., selaku pembimbing II yang selalu dengan sabar
memberikan banyak masukan mengenai ilmu-ilmunya kepada peneliti.
6. Oki Mardiawan, M.Psi, selaku dosen wali yang telah memberikan waktunya,
ilmu dan bimbingan dalam menempuh perkuliahan selama ini.
iv
7. Drs. Adjat Sudrajat, M.Si., Selaku kepala sekolah SMAN 22 Bandung yang
telah memberikan izin kepada peneliti sehingga penelitian selesai dengan
baik.
8. Bapak Haris selaku STAF Kepustakaan serta seluruh guru SMAN 22
Bandung yang telah membantu peneliti dalam memberikan informasi serta
membantu mendapatkan data-data yang diperlukan.
9. Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
10. Teman-teman Psikologi 2007 yang selalu mendukung peneliti dan semua
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas
dengan kebaikan yang berlipat. Amin.
Bandung, September 2012
Peneliti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
KATA PENGHANTAR ............................................................................................ ii
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Maksud danTujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Remaja.................................................................................................................... 8
2.1.1 Tugas-tugas perkembangan pada masa ramaja.............................................. 8
2.1.2 Ciri-ciri masa remaja..................................................................................... 9
2.2 Perilaku merokok...................................................................................................10
vi
2.2.1 Tipe perilaku merokok..................................................................................10
2.3 Theory of Planned Behavior……………………………………………………. 11
2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior)…..…...…….. 14
2.3.2 Norma Subyektif (Subjective norms)…..………………….……..………. 16
2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku ( Perceived Behavior Control)…19
2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation)………...……..…. 22
2.3.5 Intensi………………………...……………………………….....……...... 24
2.3.6 Dampak variabel eksternal terhadap intensi……….....…………...........… 24
2.4 Kerangka Berfikir……………………………………………………………..... 26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................................... 29
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................................... 29
3.3 Identifikasi Variabel ............................................................................................ 30
3.3.1 Definisi Konseptual .................................................................................... 30
3.3.2 Definisi Operasional ................................................................................... 30
3.4 Populasi Penelitian…............................................................................................ 31
3.5 Instrumen Penelitian............................................................................................. 31
3.5.1 Tahap Elisitasi ............................................................................................ 31
3.5.2 Tahap Penyusunan Alat Ukur .................................................................... 34
3.5.3 Kisi-kisi Alat Ukur ..................................................................................... 34
3.5.4 Sistem Penilaian Alat Ukur......................................................................... 37
vii
3.5.5 Norma Alat Ukur ........................................................................................ 37
3.5.6 Teknik Analiasi Data................................................................................... 39
3.5.7 Reabilitas Alat Ukur ................................................................................... 43
3.5.8 Validitas Alat Ukur dan Analisis Item......................................................... 44
3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 45
3.6.1 Tahap Persiapan........................................................................................... 45
3.6.2 Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data........................................................ 45
3.6.3 Tahap Pengolahan Data............................................................................... 46
3.6.4 Tahap Pembahasan...................................................................................... 46
3.6.5 Tahap Penyelesaian..................................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................................... 48
4.1.1 Deskripsi Kategori Intensi Merokok .......................................................... 48
4.1.2 Deskripsi Kategori Determinan-determinan Intensi Menurut Kategori
Intensi ......................................................................................................... 49
4.1.3 Deskripsi Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi
dengan Intensi Merokok.............................................................................. 51
4.1.4 Perhitungan Dalam Analisis Jalur .............................................................. 53
4.1.5 Pengaruh Determinan-determinan Intensi Secara Parsial Terhadap Intensi
Merokok...................................................................................................... 59
4.2 Pembahasan ......................................................................................................... 64
viii
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................................. 75
5.2 Saran .................................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3 : The Theory of planned behavior……………….……………….….13
Tabel 2.3.6 : The role of background factors in the theory of planned behavior..25
Tabel 2.4 : Kerangka pikir..................................................................................28
Tabel 3.5.3 : Kisi-kisi alat ukur belief, attitude and behavior dan intensi…….....35
Tabel 3.5.5 a : Norma Alat Ukur Intensi…………………………………………..38
Tabel 3.5.5 b : Norma Alat Ukur Sikap....................................................................38
Tabel 3.5.5 c : Norma Alat Ukur Norma Subjektif..................................................38
Tabel 3.5.5 d : Norma Alat Ukur Perceived behavioral control..............................38
Tabel 4.1.1 : Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi Merokok Siswa.............48
Tabel 4.1.2 : Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-determinan Intensi
(Attitude Toward Behavior (X1), Subjective norms (X2) , dan
Perceived behavior control (X3) )………………………………….49
Tabel 4.1.3 : Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi
dengan Kategori Intensi....................................................................51
Tabel 4.1.4 : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test……..................................54
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 2 : Rekapitulasi data mentah
Lampiran 3 : Skor interval untuk setiap item
Lampiran 4 : Hasil perhitungan statistik analisisi jalur
Lampiran 5 : Hasil elisitasi
Lampiran 6 : Alat ukur
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan taraf
perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat
disebut anak kecil lagi, tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Taraf
perkembangan ini pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, terjadi pencarian jati diri
sehingga perilaku mereka sering terpengaruh oleh lingkungan yang ada disekitarnya
terutama lingkungan luar. Terkadang, terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan
psikis dan sosial dimana upaya pencarian jati diri tidak selalu dapat berjalan sesuai
dengan harapan masyarakat.
Remaja umumnya berada pada tingkat pendidikan SMP dan SMA. Pada
tingkat ini mereka merupakan sasaran didik yang memiliki sejumlah potensi. Potensi
yang dimiliki remaja perlu dibina dan dimanfaatkan sehingga dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal menjadi manusia yang berkompeten. Saat berjalannya
proses pendidikan, banyak yang didapat oleh individu baik berupa pengetahuan,
keterampilan, serta kesempatan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya.
Pembelajaran di berbagai aspek yang mereka dapatkan, tak lain untuk menjadikan
para remaja berguna baik bagi dirinya sendiri maupun bagi bangsa.
BAB I PENDAHULUAN
2
SMAN 22 Bandung adalah salah satu sekolah menengah atas negeri yang
berada di Bandung, yang banyak diminati oleh siswa SMP yang akan memasuki
Sekolah Menengah Atas. SMA ini memiliki akreditasi A (Baik Sekali) dan memiliki
siswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Hal ini
terlihat dari prestasi yang diraih antara lain Juara II Sains Se-Bandung, juara II lomba
baca berita SMA Se-Bandung, Juara I Cheerleading Competition dan masih banyak
prestasi lainnya.
Dari adanya visi SMAN 22 Bandung yaitu, mewujudkan sumber daya
manusia yang berakhlak mulia yang mampu bersaing secara global, harapannya
adalah dapat menghasilkan siswa yang berkualitas dan memiliki kompetensi tidak
hanya ditingkat nasional tetapi di tingkat internasional. SMAN 22 Bandung juga
memiliki penyaringan yang ketat dalam menerima murid baru yang masuk yaitu
memiliki standar NEM sekolah yang tinggi, yaitu 36,3 (Data passing grade SMAN
22 Bandung 2009/2010) selain itu, sekolah ini memiliki program jalur prestasi bagi
siswa yang memiliki prestasi dibidang tertentu, seperti prestasi dibidang akademik
maupun non akademik. Diharapkan nantinya dapat memiliki siswa-siswa yang
unggul baik dalam proses belajarnya maupun lulusannya. Akan tetapi dalam dunia
pendidikan yang sedang mereka jalani ini ditemukan sebuah fenomena yang telah
menjadi kebiasaan dikalangan remaja, yaitu perilaku merokok. Hal ini terlihat jelas
pada siswa SMA dan sudah menjadi semacam trend atau bukan merupakan suatu hal
yang mengherankan lagi. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan
peraturan yang tertib dan ketat seperti mengadakan pemeriksaan dan razia yang
BAB I PENDAHULUAN
3
dilakukan secara berkala selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa
yang melanggar dan tidak peduli
Fenomena merokok pada remaja di SMAN 22 Bandung ini banyak terlihat
pada siswa-siswi kelas 2, banyak siswa yang ketahuan merokok oleh guru pada saat
proses belajar berlangsung. Mereka sengaja keluar kelas dan mengajak siswa lain
mencari tempat-tempat tersembunyi di sekolah untuk merokok seperti toilet, tempat
mereka berkumpul dalam sekolah maupun di kantin sekolah. Siswa juga lebih
memilih membeli rokok diwarung dekat sekolah dari pada membeli makanan atau
minuman, dan jika siswa tidak memiliki rokok mereka akan berusaha meminta rokok
kepada siswa yang membawa rokok. Menurut informasi dari guru BP, jumlah
perokok siswa-siswi kelas 2 lebih banyak dibandingkan kelas 1 dan kelas 3, bahkan
siswa kelas 2 lebih sering tertangkap basah sedang merokok saat mereka berada
dalam kelompoknya di dalam sekolah. Siswa juga sering merokok di tempat
berkumpul mereka diluar sekolah baik diwarung maupun minimarket yang ada
disekitar SMA tersebut, dan ternyata rokok termasuk barang yang cukup laku, ada
sekitar kurang lebih 30-40 batang rokok terjual setiap harinya pada setiap warung dan
pembelinya adalah siswa yang masih berseragam sekolah.
Sejak 1987, Depdiknas telah mengeluarkan larangan merokok di kawasan
sekolah mulai SD hingga perguruan tinggi, sehingga para siswa, guru, karyawan dan
mereka yang berada di ruang sekolah tidak dapat merokok seenaknya.
Tingginya jumlah perokok di kalangan remaja sangat mengkhawatirkan.
Menurut laporan Dr Budiono, Kepala Balitbang Depdiknas, (Gatra, 2001) sekitar
BAB I PENDAHULUAN
4
13,2 % dari remaja Indonesia usia 15-19 tahun telah merokok. Pada tahun 2007
jumlah perokok usia 10 tahun keatas hanya 23 ,7 persen. Berdasarkan hasil riset dasar
kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2010 jumlah perokok anak berusia di atas 10
tahun sejak tahun 2007 mengalami peningkatan, dengan prevalensi mencapai 28,2
persen (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2010). Artinya terjadi kenaikan sekitar lima
persen dimana mereka memiliki resiko kanker paru-paru sebesar 20-25 persen.
(Merokok akan mengakibatkan 25 jenis penyakit, antara lain kanker paru dan
tenggorokan, jantung dan hipertensi). Karena itu, Depdiknas terus meningkatkan
kampanye bahaya merokok bagi kesehatan, dimulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA
hingga perguruan tinggi melalui pembentukan kawasan bebas rokok di setiap
sekolah. Profesional kesehatan juga melakukan pergeseran penekanan dalam
mencegah pemberlakuan merokok di kalangan dewasa menjadi lebih terfokus pada
kalangan remaja atau anak-anak (McCaul et al, 1982.), Karena hampir semua
perokok dewasa memulai kebiasaan selama masa remaja, biasanya antara usia 12-14
(Evans, Henderson, Hill, & Raines, 1979). Selain itu pencegahan merokok di
kalangan remaja dianggap penting bukan hanya karena efek merusak kesehatannya,
tetapi karena bukti menunjukkan bahwa merokok dapat bertindak sebagai gateway
untuk obat lain dan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan (Kandel, 1975).
Berdasarkan hasil survei dan wawancara awal kepada 375 siswa kelas 2
SMAN 22 Bandung, terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16
siswa wanita. Mereka menyatakan bahwa mereka pernah mencoba merokok baik
sekedar hanya mencoba-coba, merokok karena ajakan teman, stress ataupun hanya
BAB I PENDAHULUAN
5
untuk kesenangan semata. Mereka juga mengatakan bahwa sering sembunyi atau
diam-diam merokok di dalam toilet sekolah karena takut ketahuan oleh guru, sebab
guru melarang siswa merokok saat berada di lingkungan sekolah. Guru atau pihak
sekolah akan menghukum atau memberi peringatan apabila ada siswa tertangkap
basah sedang merokok. Oleh karena itu, banyak siswa memilih merokok di tempat
mereka berkumpul atau di warung dekat sekolah. Rata-rata rokok yang mereka
konsumsi perhari adalah satu bungkus rokok untuk siswa pria sedangkan siswi wanita
rata-rata 3-5 batang rokok. Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan
jumlah rokok yang dihisap dalam sehari yaitu perokok ringan menghabiskan 1-4
batang rokok, perokok sedang menghabiskan 5-14 batang rokok dalam sehari dan
perokok berat menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
Perilaku merokok yang ditunjukkan siswa sering terlihat saat mereka sedang
bersama dengan teman-temannya dan mereka mengatakan lebih memilih untuk
membeli rokok dibandingkan untuk membeli makanan atau minuman. Selain itu
siswa sering merokok saat tidak ada guru saat di sekolah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terlihat bahwa terdapat
kecenderungan siswa untuk merokok. Untuk menjelaskan permasalahan tersebut,
maka peneliti menggunakan Theory of Planned Behavior dari Ajzen & Fishbein
untuk menjelaskan kemunculan suatu tingkah laku yang ditandai dengan adanya
kecenderungan (intensi) individu untuk bertingkah laku tertentu. Maka, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung.
BAB I PENDAHULUAN
6
1.2 Identifikasi Masalah
Setiap siswa yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada berbagai
permasalahan, diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya.
Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh
pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Dengan proses peralihan yang
masih ada pada siswa SMAN 22 Bandung, terlihat perilaku yang tidak diharapkan
yaitu perilaku merokok disekolah. Menurut laporan yang didapat dari guru BP,
siswa-siswi kelas 2 jumlah perokoknya lebih banyak dari pada kelas 1 dan kelas 3.
Intensi merupakan indikasi seberapa besar seorang individu akan berusaha
untuk memunculkan tingkah laku tertentu ( Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Menurut
Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar.
Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah
laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan
pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir
adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku
(Perceived behavioral control).
Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini mengatakan bahwa dengan
merokok mereka merasa lebih percaya diri, terbebas dari stres dan terlihat lebih
dewasa, hal ini menggambarkan Attitudes Toward Behavior. Mereka mengajak siswa
lain berkumpul untuk merokok dan saling menawarkan rokok satu sama lain, yang
menggambarkan Subjective norms. Saat guru tidak ada, mereka juga secara diam-
diam mencari tempat untuk merokok baik di toilet maupun dikantin sekolah, hal ini
BAB I PENDAHULUAN
7
mengambarkan Perceived behavioral control. Perilaku merokok pada siswa ini
didasari oleh adanya dorongan teman sebaya, adanya tempat dan kesempatan serta
keyakinan yang mereka yakini atau keyakinan kelompok remaja tersebut untuk
merokok, hal ini menggambarkan bahwa siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini
memiliki keyakinan atau kecenderungan untuk merokok.
Berdasarkan permasalahan yang telah peneliti kemukakan pada latar belakang
masalah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ”Bagaimanakah
gambaran intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, mengkaji
dan mengorganisasikan informasi teoritik dan empirik tentang gambaran secara
deskriptif mengenai intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis ingin memberikan informasi secara deskriptif mengenai intensi
untuk merokok ditinjau dari Theory of planned behavior pada siswa kelas 2 SMAN
22 Bandung.
BAB I PENDAHULUAN
8
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru
maupun orang tua, lembaga atau pihak yang terkait mengenai intensi untuk merokok
yang dilakukan oleh siswa SMAN 22 Bandung.
9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Remaja
Remaja (adolecence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-
emosional (Santrock, 2003:26).
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan
masa kanak kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah
dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses
pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan
bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk
fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir
secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001)
2.1.1 Tugas- Tugas Perkembangan pada Masa Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja
menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali, 2008 : 10) adalah :
1. Mampu menerima keadaan fisiknya;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
10
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis;
4. Mencapai kemandirian emosional;
5. Mencapai kemandirian ekonomi;
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa;
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
2.1.2. Ciri- Ciri masa Remaja
Ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja Hurlock (1992). Masa
remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya . Ciri-
ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
11
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa.
2.2 Perilaku Merokok
Perilaku merokok didefinisikan sebagai kegiatan menghisap asap tembakau
yang telah menjadi cerutu kemudian disulut api. Tembakau berasal dari tanaman
nicotiana tabacum. Ada dua tipe merokok, pertama adalah menghisap rokok secara
langsung yang disebut perokok aktif, dan yang kedua mereka yang secara tidak
langsung menghisap rokok, namun turut menghisap asap rokok disebut perokok pasif
(Oskamp 1984).
2.2.1 Tipe Perilaku Merokok.
Ada 4 tahap perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok
(Lavental & Clearly, dalam Komalasari & Helmi, 2000), yaitu :
1. Tahap Preparatory. Seorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,
melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat
untuk merokok.
2. Tahap Initiation. tahap perintisan merokok yaitu tahap apakan
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
12
3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah
mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari maka
mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking. Pada tahap ini merokok sudah
menjadi salah satu bagian dari pengaturan diri (Self Regulation).
Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang
menyenangkan.
Menurut Smet (1994) Ada tiga tipe perokok yang dapat
diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok
tersebut adalah:
1. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2.3 Theory of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior berpijak pada asumsi bahwa individu pada
umumnya bertingkah laku secara rasional, yakni selalu mempertimbangkan
informasi-informasi dan implikasi dari tindakannya baik secara implisit maupun
eksplisit. Teori ini mempostulatkan kecenderungan (intensi) seseorang untuk
menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku, yang merupakan determinan
paling dekat dengan tingkah laku yang ditampilkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
13
Fishbein dan Ajzen pada tahun 1975 (dalam Ajzen, 1988) mendefinisikan
intensi sebagai lokasi dalam suatu dimensi kemungkinan subyektif individu untuk
melakukan tingkah laku tertentu (Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Intensi merupakan
indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk memunculkan
tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi kecenderungan
untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk
merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan kecenderungan
bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.
Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga
determinan dasar. Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu
sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah
faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms).
Determinan terakhir adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap
kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Skema dari Theory of Planned
Behavior disajikan pada bagan berikut ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
14
Gambar 2.3. The Theory of planned behavior
Seperti ditunjukkan pada bagan, kekuatan intensi ditentukan oleh tiga macam
faktor. Faktor-faktor ini adalah sikap terhadap tingkah laku tertentu (Attitudes
Toward the Behavior), norma subyektif (Subjektif Norms) dan persepsi mengenai
kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Ketiga faktor ini dipengaruhi
oleh belief. Belief adalah informasi yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri
dan dunianya (Ajzen, 1988:122). Ketiga belief ini antara lain belief tentang
konsekuensi dari tingkah laku yang mungkin terjadi (behavioral belief), belief
harapan tentang orang lain terhadap dirinya yang berkaitan dengan nilai-nilai
(normative belief) dan belief tentang keberadaan faktor-faktor yang dapat
memfasilitasi maupun menghalangi munculnya tingkah laku tersebut (control belief).
Faktor-faktor penentu intensi, adalah:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
15
2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior)
a. Pengertian Sikap
“Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a
particular entity with some degree of favor or disafavor.” (The Psychological
of Attitude , 1993).
“Sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk berespon
terhadap suatu obyek yang dinyatakan secara konsisten dalam perasaan menyukai
atau tidak menyukai suatu obyek tersebut.” (Attitudes, Personality, and Behavior,
Icek Ajzen, 1988).
Dari definisi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein tersebut,
terdapat tiga aspek dasar dari sikap:
1. Sikap merupakan hal yang dipelajari
2. Sikap merupakan predisposisi dari tindakan
3. Tindakan tersebut secara konsisten menunjukan perasaan suka atau tidak
suka terhadap suatu obyek.
Sikap terhadap tingkah laku (Attitudes toward behaviors) di
definisikan sebagai,
“...the individual’s positif or negative evaluation of performing the particular
of interest.” (Attitudes, Personality, and Behavior, Icek Ajzen, 1988).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
16
Sikap terhadap tingkah laku adalah evaluasi positif atau negatif terhadap
konsekuensi dari tingkah laku yang akan dimunculkan. (Attitudes, Personality,
and Behavior, Icek Ajzen, 1988).
b. Obyek sikap (Attitudinal Objects)
Suatu evaluasi selalu dibuat berdasarkan jumlah bentuk (entity) atau
sesuatu yang menjadi obyek dari evaluasi (attitudinal objects). Segala sesuatu
yang nyata dapat dibedakan, maka dapat dievaluasi dan berfungsi sebagai obyek
sikap. Beberapa obyek sikap adalah abstrak dan beberapa lainnya adalah
kongkrit. Bentuk tertentu dapat berfungsi sebagai obyek sikap seperti juga bentuk
lainnya, tingkah laku dan jenis-jenis tingkah laku dapat berfungsi sebagai obyek
sikap.
c. Determinan dari sikap terhadap tingkah laku (Determinants of Attitude
Toward Behavior)
Fishbein (1993:168) menyebutkan Attitudes toward behaviors sebagai,
“...a function of behavioral beliefs, which represents the perceived
consequences of the act.”
Dalam model ini, sikap ditentukan oleh dua hal, yaitu keyakinan (beliefs) dan
evaluasi terhadap konsekuensi atau hasil (outcomes). Beliefs mempresentasikan
konsekuensi yang didapat dari suatu tindakan (behavioral beliefs), dan beliefs ini
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
menghubungkan dengan evaluasi subjek terhadap konsekuensi dalam
memunculkan suatu sikap.
Beliefs yang berhubungan dengan sikap terhadap tingkah laku tertentu
disebut behavioral beliefs. Individu yang yakin bahwa jika ia melakukan tingkah
laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi tertentu, yaitu konsekuensi
terhadap hasil yang positif, ia akan menganggapnya sebagai suatu tingkah laku
yang disukai (favorable attitude). Individu yang yakin bahwa melakukan tingkah
laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi terhadap hasil yang
negatif, ia akan menganggapnya sebagai tingkah laku yang tidak disukai
(unfavorable attitude).
2.3.2 Norma Subyektif
a. Pengertian Norma Subyektif
Norma subyektif berkaitan dengan pengaruh lingkungan sosial. Ajzen dan
Fishbein (1975) mendefinisikan norma subyektif sebagai berikut:
“...is the person’s perception that most people who important to him think
he should or not perform the behavior in question.”
Norma subyektif adalah persepsi individu terhadap dorongan dari
significant person yang mengharapkan individu menampilkan atau tidak
menampilkan suatu tingkah laku.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
18
Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai dorongan yang
dipersepsikan oleh seseorang untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri
dalam sebuah perilaku.
Dorongan ini dapat berasal dari orang-orang yang dianggap penting bagi
individu (significant person) dan menjadi acuan (referent) yang memunculkan
motivasi individu untuk memenuhi atau tidak memenuhi harapan orang-orang
tersebut, misalnya orangtua, teman dalam kelompok, pasangan, dan sebagainya.
Individu akan memiliki intensi untuk menampilkan suatu tingkah laku
ketika ia mengevaluasi bahwa melakukan tingkah laku tersebut merupakan suatu
hal yang positif dan ketika ia yakin bahwa orang-orang yang penting baginya
(secara perorangan maupun kelompok) mengharapkan ia menampilkan tingkah
laku yang diinginkan.
Normative beliefs sendiri merupakan keyakinan individu bahwa orang-
orang tertentu dalam hidupnya berpikir bahwa individu tersebut harus melakukan
atau tidak melakukan tingkah laku tertentu. Individu yang berpikir bahwa
kebanyakan orang-orang yang menjadi rujukannya beranggapan ia seharusnya
tidak melakukan tingkah laku tertentu, akan memiliki norma subyektif yang
menekan individu untuk menghindari tingkah laku tersebut, demikian juga
sebaliknya.
Norma subyektif dapat langsung diketahui dengan cara menanyakan
kepada subyek, sejauh mana orang yang dianggap berarti baginya akan setuju
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
19
atau mengharapkan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu tingkah
laku tertentu.
b. Determinan dari Norma Subjektif (Determinant of Subjective norms)
Dalam model ini, norma subyektif adalah fungsi dari normative beliefs
dan motivasi. Normative beliefs mempresentasikan persepsi terhadap persetujuan
orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya
ditampilkan dalam suatu tingkah laku. Anggota keluarga (orang tua), teman
dekat, pasangan, dan guru bisa menjadi rujukan seorang individu (remaja) dalam
bertingkah laku. Motivation to comply merupakan dorongan seseorang untuk
memenuhi harapan dari orang terdekat atau rujukan untuk menampilkan tingkah
laku tersebut.
Seorang individu akan mempersepsikan harapan atau keyakinan dari
orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya
dilakukan. Individu akan mencoba mempersepsikan apakah dirinya telah sesuai
dengan harapan dari orang-orang yang signifikan bagi dirinya atau dipersepsikan
memberi kesetujuan untuk bertingkah laku tertentu, maka hal tersebut akan
menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu tersebut dalam melakukan
tingkah laku tertentu.
Begitu pula sebaliknya, jika kebanyakan orang yang signifikan dipersepsi
seorang individu memberikan ketidaksetujuannya untuk bertingkah laku tertentu,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
20
maka hal tersebut akan menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu
untuk tidak melakukan tingkah laku tersebut.
2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku (Perceived Behavior Control)
a. Pengertian Percieved Behavioral Control
Ajzen (1988) mendefinisikan Perceived behavioral control sebagai
berikut,
“...this factor refers to the perceived ease or difficulty of performing the
behavior and it assumed to reflect past experience as well as anticipated
impediment and abstracles.”
Faktor ini menggambarkan persepsi individu mengenai mudah atau
sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu yang diasumsikan sebagai refleksi
pengalaman masa lalu dan hambatan yang diantisipasi.
Gambar 2.1 menunjukkan dua hal penting dari Theory of Planned
Behavior. Pada gambar diatas terdapat dua jalur hubungan antara Perceived
behavioral control (PBC) dan perilaku :
1. Garis penuh menuju perantara intensi
2. Garis Putus-putus tanpa melalui intensi
Hal penting pertama, teori ini berasumsi bahwa Perceived behavioral
control memiliki sumber daya kesempatan untuk menampilkan perilaku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21
tertentu cenderung tidak membentuk intensi yang kuat untuk melakukannya
walaupun jika ia memiliki sikap yang favorable terhadap perilaku itu dan ia
percaya bahwa orang-orang terdekatnya akan mendukung perilakunya itu. Hal
ini menggambarkan bahwa asosiasi antara Perceived behavioral control dan
intensi tidak di tengahi oleh sikap dan norma subjektif. Hal ini di gambarkan
oleh panah yang menghubungkan Perceived behavioral control dan intensi
(Ajzen, 2005).
Hal penting kedua adalah hubungan langsung antara Perceived
behavioral control dan perilaku yang digambarkan dengan panah putus-putus.
Dalam beberapa contoh menunjukkan bahwa perilaku tidak hanya tergantung
pada motivasi untuk melakukannya, namun juga pada kontrol yang cukup
kuat terhadap perilaku yang hendak diramalkan. Kontrol perilaku aktual
(actual behavioral control) merupakan derajat sejauh mana seseorang
memiliki keterampilan, sumber-sumber daya, dan prasyarat-prasyarat lain
yang dibutuhkan untuk menampilkan sebuah perilaku. Keberhasilan dalam
menampilkan sebuah perilaku tidak hanya bergantung pada intensi yang
favorabel, tetapi juga tergantung pada tingkat Perceived behavioral control.
Sejauh mana Perceived behavioral control itu akurat, maka Perceived
behavioral control juga dapat menjadi wakil (proxy) dari kontrol perilaku
akurat, serta dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya perilaku (Ajzen,
2005).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
22
b. Determinan dari persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Determinant of
Perceived behavioral control)
Pada dasarnya Perceived behavioral control mengindikasikan bahwa
motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana tingkat kesulitan dari suatu
perilaku yang disadari menjadi nyata, sebagaimana persepsi mengenai bagaimana
seorang individu yang sukses mampu menampilkan suatu perilaku.
Perceived behavioral control ditentukan oleh sejumlah control belief
tertentu yang memberikan sarana bagi terbentuknya perilaku. Perceived control
behavior, diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan, keyakinan ini tentang ada
atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku
(Ajzen, 2005). Misalnya keyakinan mengenai adanya faktor-faktor yang dapat
memfasilitasi atau menghalangi munculnya suatu tingkah laku tertentu. Lebih
fokus lagi kekuatan dari masing-masing control belief dipengaruhi oleh kekuatan
dari adanya kesadaran akan faktor-faktor yang mampu dikontrol dan hasil-hasil
yang mampu diperoleh (perceived power).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perceived behavioral control
terbentuk dari keyakinan-keyakinan (belief) yang disebut control belief dan
persepsi individu terhadap hambatan realistis yang ada ketika menampilkan
tingkah laku tertentu.
Perceived behavioral control diasumsikan mempunyai implikasi
motivasional terhadap intensi. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana
tingkat kesulitan dari suatu perilaku yang disadari menjadi nyata, sebagaimana
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
23
persepsi mengenai bagaimana seorang individu mampu menampilkan suatu
perilaku.
2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation)
Menurut Ajzen dan Fishbein (1975) keyakinan atau belief mengenai suatu
objek merupakan dasar dari pembentukan sikap terhadap obyek yang pada akhirnya
akan menentukan intensi perilakunya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa keyakinan
merupakan peluang penilaian individu terhadap aspek-aspek khusus dalam dunia
yang dihayatinya. Secara khusus disebutkan bahwa keyakinan merupakan hubungan
probabilitas subyektif antara individu dengan suatu obyek keyakinan seperti nilai-
nilai, konsep-konsep, atau atribut-atribut tertentu.
Dari definisi tersebut dapat dinilai bahwa pembentukan keyakinan melibatkan
kaitan antara dua aspek dari dunia individu. Pembentukan keyakinan tergantung pada
informasi yang diperoleh dan pengolahan informasi tersebut oleh individu.
Keyakinan-keyakinan yang terbentuk berbeda, sesuai dengan informasi yang
diperoleh. Proses pembentukan belief atau keyakinan ini dapat dibedakan menjadi
tiga proses (Ajzen dan Fishbein, 1975), yaitu:
a. Melalui pengalaman langsung dengan objek yang berhubungan yang akan
membentuk descriptive beliefs. Descriptive beliefs diperoleh 25 melalui
observasi langsung bahwa suatu objek memiliki airibut tertentu mengenai
indera-indera yang dimiliki, misalnya seorang dapat merasakan atau melihat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
24
bahwa cincin itu bulat, atau dapat mencium sate kambing yang sedang
dibakar, atau melihat wanita yang cantik.
b. Melalui suatu proses penyimpulan dari data atau fenomena yang ada (logika
berfikir individu) yang akan membentuk inferential beliefs. Belief yang
terbentuk melalui proses ini biasanya berupa beliefs mengenai karakteristik
yang tidak terobservasi langsung, misalnya jujur, ramah, tertutup, sopan atau
pintar. Kesimpulan yang diambil mengenai beliefs tersebut didasarkan pada
descriptive beliefs yang sudah ada, atau didasarkan pada inferesntial beliefs
yang sudah ada.
c. Melalui penerimaan informasi yang tersedia di luar dirinya yang akan
membentuk informational beliefs. Informasi yang diterima bisa berasal dari
koran, buku, majalah, televisi, radia, pengajat, teman, saudara, rekan kerja.
Informasi yang terdia dapat juga menghasilkan descriptive beliefs artinya
bahwa individu akan meyakini bahwa sumber tersebut akan menyediakan
informasi mengenai hubungan suatu objek dengan beberapa atribut tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa beliefs dapat dibentuk melalui setidaknya dua cara
yaitu melalui pengalaman langsung dalam suatu situasi sehingga individu akan
menyedari atau mengetahui adanya hubungan antara objek dengan suatu atribut, dan
atau individu dapat diberitahu melalui sumber yang ada di dalam dirinya bahwa suatu
objek memiliki hubungan dengan atribut tertentu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
25
2.3.5 Intensi
Ajzen dan Fisbein mendefinisikan intensi sebagai beliefs seseorang mengenai
apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku, atau harapan seseorang mengenai
apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku atau harapan seseorang mengenai
tingkah laku mereka sendiri dalam setting yang ada (Eagly, 1993: 184).
Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi
merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa
tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap tingkah laku
tersebut. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan
perilaku tersebut.
2.3.6 Dampak Variabel Eksternal terhadap Intensi
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti sikap terhadap
target, sifat-sifat kepribadian, dan karakteristik-karakteristik demografis sering kali
berhubungan dengan tingkah laku. Walaupun mengakui arti penting faktor-faktor
tersebut. Ajzen dan Fishbein tidak memasukkan faktor-faktor tersebut sebagai
bagian yang menyatu dalam teorinya, tetapi menempatkannya sebagai variabel
eksternal.
Menurut Ajzen dan Fishbein, secara tidak langsung variabel eksternal dapat
mempengaruhi belief yang dipegang oleh individu atau relativitas derajat kepentingan
belief yang berhubungan dengan sikap dan pertimbangan normatif (Azjen dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
26
Fishbein, 2005:134). Variabel eksternal tersebut dapat berupa jenis kelamin, suku,
agama, pendidikan, pekerjaan, intelegensi, dan lain-lain.
Berikut peranan background factors pada teori planned behavior dalam
Azjen (2005):
Gambar 2.3.6 The role of background factors in the theory of planned
behavior
Variabel eksternal akan mempengaruhi pembentukan beliefs dengan beberapa
cara:
1. Mempengaruhi individu untuk memiliki beliefs tertentu
2. Mempengaruhi kekuatan satu atau beberapa beliefs yang dipegang oleh individu
3. Mempengaruhi penilaian atau evaluasi individu terhadap hasil tingkah laku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
27
2.4 Kerangka Pikir
Masalah merokok pada remaja bukanlah suatu hal yang baru ditemukan di
Indonesia, karena jumlah pelajar yang merokok semakin meningkat. Seperti halnya
yang terjadi pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung, jumlah perokok pada siswa kelas
2, lebih banyak dari pada jumlah perokok pada siswa kelas 1 dan kelas 3 termasuk
siswi wanita. Terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16 siswa
wanita yang melakukan perilaku merokok baik dikalangan sekolah maupun diluar
sekolah. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan peraturan yang tertib
dan ketat seperti mengadakan pemeriksaan dan razia yang dilakukan secara berkala
selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa yang melanggar dan tidak
peduli.
Perilaku merokok siswa ini menggambarkan adanya kecenderungan atau
intensi seperti yang dijelaskan Menurut Fishbein dan Ajzen (1975:288). Intensi
merupakan indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk
memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi
kecenderungan untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh
individu untuk merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan
kecenderungan bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.
Oleh karena itu, ekspresi intensi dari seorang individu dapat memberikan prediksi
yang akurat akan tingkah laku yang muncul. Menurut Theory of planned behavior,
intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar. Determinan pertama adalah
faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
28
Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu
norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir adalah berhubungan dengan
kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control).
Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi SMAN 22 Bandung, mereka
mengatakan bahwa merokok dapat membuat mereka merasa lebih percaya diri,
terlihat lebih hebat dari pada orang lain dan merasa lebih dewasa yang
menggambarkan adanya sikap terhadap perilaku merokok (Attitude Toward
Behavior), bahkan mereka secara diam-diam mencari tempat untuk merokok yang
tidak diketahui oleh guru atau pihak sekolah, hal ini menggambarkan adanya persepsi
terhadap faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok siswa (Perceived
behavioral control). Siswa – siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini sering terlihat
merokok dan saling mengajak serta menawarkan rokok saat mereka sedang
berkumpul dengan teman-temannya yang merokok, hal ini menggambarkan adanya
dorongan sosial dari orang terdekat yang yang mempengaruhi subjek untuk merokok
(Subjective norms). Selain itu, mereka mengatakan sering menghabiskan banyak
rokok hingga sebungkus dalam sehari.
Perilaku merokok pada siswa tersebut merupakan kecenderungan atau
indikasi yang didasari oleh belief atau keyakinan terhadap tujuan yang mereka
harapkan setelah melakukannya, hal ini juga karena mereka mendapatkan dukungan
teman serta kesempatan atau kemudahan dalam melakukan perilaku merokok
tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
29
Intensi siswa untuk merok ok
Siswa terlihat merokok saat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya dan saling menawarkan/ mengajak siswa lain untuk rokok
Siswa berusaha mencari tempat untuk merokok, seperti: di toilet sekolah, di kantin sekolah dan warung dekat sekolah saat sekolah sepi dan guru tidak ada
Siswa yakin merokok karena merasa lebih percaya diri, merasa nyaman dan terlihat lebih dewasa
Behavioral Beliefs
Control Beliefs
Normative Beliefs
Perilaku merokok siswa
SMAN 22 Bandung
Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi
merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa
tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap suatu
tingkah laku. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan
tingkah laku tersebut. Sama halnya dengan perilaku merokok remaja dalam penelitian
ini yaitu siswa yang berperilaku merokok akan terus berperilaku seperti itu, karena
kecenderungan dan keyakinan yang dimilikinya untuk melakukan perilaku merokok.
Bagan 2.4 Kerangka Pikir
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tidak
memerlukan pengontrolan terhadap suatu perlakuan, juga tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, namun hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya
tentang suatu variabel, keadaan atau suatu gejala (Suharsimi Arikunto:2006).
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui gambaran mengenai intensi untuk
merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.
Metode penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan
untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah
maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang
satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).
3.2. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Intensi untuk merokok
pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.
BAB III METODE PENELITIAN
31
3.3. Identifikasi Variabel
3.3.1 Definisi Konseptual
Intensi adalah indikasi seberapa besar atau seberapa keras usaha seseorang
untuk menampilkan atau melakukan suatu perilaku yang mereka rencanakan (Ajzen,
1988:113). intensi dipengaruhi secara langsung oleh sikap dan keyakinan yang
dimiliki seseorang atau yang dimiliki oleh orang lain (Ajzen, 1975).
3.3.2 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, intensi merupakan seberapa besar atau kecil usaha siswa
kelas 2 SMAN 22 Bandung untuk melakukan perilaku merokok.
Aspek-aspek atau faktor-faktor penentu intensi yang akan diukur menurut
Theory of planned behavior :
1. Sikap terhadap tingkah laku merokok (Attitude toward behavior) adalah
keyakinan siswa terhadap konsekuensi positif atau negatif akan perilaku
merokok serta evaluasi siswa atas konsekuensi yang didapat dari perilaku
merokok tersebut.
2. Norma subyektif (Subjective norms) dalam penelitian ini adalah persepsi
siswa terhadap harapan dari orang terdekat yang dianggap penting seperti:
teman, keluarga, guru, kakak kelas untuk memunculkan perilaku merokok
serta seberapa kuat dorongan siswa tersebut untuk memenuhi harapan dari
orang-orang terdekat.
BAB III METODE PENELITIAN
32
3. Persepsi mengenai kontrol tingkah laku untuk merokok (Perceived behavioral
control) adalah keyakinan akan faktor yang mengendalikan perilaku
merokok serta penghayatan atau pemaknaan siswa terhadap faktor yang
dipersepsikan mengendalikan perilaku merokok tersebut.
3.4 Populasi Penelitian
3.4.1 Populasi
Menurut Suharsimi (1996: 115) populasi adalah keseluruhan obyek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang
temasuk perokok ringan, sebanyak 44 orang. Oleh karena itu penelitian ini dikatakan
studi terhadap populasi.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini terdiri dari dua alat ukur, yang pertama
kuesioner elisitas belief yang digunakan untuk bisa melihat salient belief responden,
dan kuesioner intensi (berdasarkan model Fishbein dan Ajzen, 2006) untuk merokok
pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang digunakan untuk melihat determinan-
determinan intensi serta intensi itu sendiri.
3.5.1 Pedoman Pernyataan Elisitas Belief
Ajzen (2006) menyatakan bahwa dalam Theory of planned behavior
terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, norma
subjektif, persepsi terhadap kontrol tingkah laku dan intensi. Metode pertama
BAB III METODE PENELITIAN
33
yaitu pengukuran langsung dimana item-item pernyataan disusun berdasarkan
konstruk teoritis. Konstruk teoritis diperoleh melalui menanyakan beberapa
pertanyaan yang diambil sesuai keinginan peneliti, atau dengan mengadaptasi
dari penelitian dengan konstruk penelitian yang sama yng sudah dilakukan
sebelumnya.
Metode yang kedua adalah pengukuran tak langsung. Pada metode ini
item-item kuesioner disusun berdasarkan proses elisitas salient belief dari
kelompok responden penelitian. Belief memainkan peranan penting dalam
Theory of planned behavior. Mereka diasumsikan menyediakan dasar kognitif
dan afeksi untuk sikap, Subjective norms, dan Perceived behavioral control.
Informasi yang kita peroleh setelah mengukur belief sangat tidak ternilai
harganya untuk mendesain program intervensi tingkah laku yang efektif.
Peneliti menggunakan metode pengukuran tidak langsung dalam
penelitian ini, sehingga pengumpulan data dilaksanakan dalam dua tahap yaitu
elisitas salient belief dan kuesioner model fishbein dan ajzen. Elisitas salient
belief bertujuan untuk mengkonstruk urutan modal salient belief atau dalam
kata lain daftar beliefs yang umum ada dalam populasi penelitian. Modal
salient beliefs tersebut nantinya dapat menjadi dasar untuk menyusun
kuesioner utama penelitian. Perlu diketahui sebelumnya elisitas salient beliefs
diperoleh dengan mengajukan beberapa peryataan mengikuti pedoman yang
diberikan oleh Ajzen (2006). Berikut adalah pernyataan yang diajukan peneliti
kepada responden penelitian :
BAB III METODE PENELITIAN
34
Behavioral Belief :
1. Apa keuntungan-keuntungan yang anda yakini akan anda peroleh apabila
anda merokok?
2. Apa kerugian-kerugian yang anda yakini akan anda peroleh apabila anda
merokok?
3. apakah ada hal lain yang muncul di pikiran anda, yang merupakan
konsekuensi dari perilaku merokok yang anda lakukan?
Normative Belief:
1. Siapa sajakah individu atau kelompok yang mendukung anda untuk
merokok?
2. Siapa sajakah individu atau kelompok yang menghambat anda untuk
merokok?
3. Siapa sajakah individu atau kelompok lain yang muncul dipikiran anda, yang
mempengaruhi perilaku anda untuk merokok?
Control Belief
1. Hal apa sajakah yang mendukung anda untuk merokok?
2. Hal apa sajakah yang menghambat anda untuk merokok?
3. Apa kendala/kesulitan yang anda hadapi untuk merokok?
3.5.1.1 Responden elisitas
Sebelum melakukan pengambilan kuesioner penelitian, peneliti
melakukan tahap elisitas salient belief. Jumlah responden yang diteliti pada
BAB III METODE PENELITIAN
35
tahap elisitas salient beliefs mengacu pada Godin dan dok, 2004 (dalam
Iswari, 2007) yaitu sebanyak 25 orang. Jumlah partisipan yang direncanakan
untuk pengambilan data minimal adalah 44 orang.
3.5.2 Tahap Penyusunan Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner Model Fishbein dan
Ajzen (2006). Tujuannya adalah untuk mengukur perilaku remaja untuk merokok
pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. Alat ukur dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner dengan skala Osgood. Tujuan dari skala ini adalah menempatkan individu
pada titik tertentu pada kuantinum yang didasarkan pada norma dari alat ukur yang
telah disusun. Angket menurunkan indikator berdasarkan konsep teori dari Theory of
Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen yang membagi intensi menjadi 3
determinan yaitu Attitudes Toward Behavior, Subjective norms dan Perceived
behavioral control.
3.5.3 Kisi-kisi Alat Ukur Intensi
Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari satu buah kuesinoner
yang didalamnya mengukur intensi untuk merokok dan kuesioner sikap terhadap
perilaku merokok siswa, Norma subjektif siswa terhadap perilaku merokok siswa dan
persepsi mengenai kontrol perilaku merokok siswa.
Alat ukur ini berisi item-item yang disusun untuk mengukur intensi dan
determinan penyusunan secara langsung (direct measures). Item-item yang digunakan
BAB III METODE PENELITIAN
36
merupakan item-item yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian yang
menggunakan Theory of Planned Behavior yang disesuaikan dengan tingkah laku
yang diteliti yaitu perilaku merokok remaja. Dibawah ini adalah kisi-kisi alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.5.3. Kisi-kisi alat ukur belief, attitude and behavior dan Intensi
ASPEK SUB ASPEK INDIKATOR ITEM Attitudes Toward Behavior
Behavioral belief (Keyakinan subjek tentang konsekuensi perilaku merokok)
Merasa yakin bahwa merokok akan mendapatkan keuntungan Merasa yakin bahwa merokok akan mendapatan kerugian.
25, 26, 27, 28, 29(-),
30(-), 31(-), 32(-), 33(-)
Outcome evaluation (Evaluasi hasil tentang konsekuensi dari perilaku merokok)
Penilaian akan konsekuensi perilaku merokok akan mendapatkan keuntungan Penilaian akan konsekuensi perilaku merokok akan mendapatkan kerugian
1, 2, 3, 4, 5(-), 6(-), 7(-), 8(-),
9(-)
Subjective norms
Normative belief (Persepsi subyek terhadap harapan orang-orang yang berpengaruh dalam menampilkan perilaku merokok)
Persepsi terhadap harapan teman dalam menampilkan perilaku merokok. Persepsi terhadap harapan orang tua dalam menampilkan perilaku merokok. Persepsi terhadap harapan guru dalam menampilkan perilaku merokok.
54
55(-)
56(-)
Motivation to Comply (dorongan untuk memenuhi harapan orang-orang yang dianggap penting/ berpengaruh berkaitan dengan perilaku merokok)
Dorongan untuk memenuhi harapan teman terhadap perilaku merokok Dorongan untuk memenuhi harapan orang tua terhadap perilaku merokok Dorongan untuk memenuhi harapan guru terhadap perilaku merokok
22
23(-)
24(-)
BAB III METODE PENELITIAN
37
Perceived behavior control
Control belief (Keyakinan terhadap faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok)
Keyakinan terhadap peran teman perokok dalam mengendalikan perilaku merokok Keyakinan terhadap adanya tempat dalam mengendalikan perilaku merokok Keyakinan terhadap peran orang tua dalam mengendalikan perilaku merokok Keyakinan terhadap peran aturan sekolah dalam mengendalikan perilaku merokok
34, 35, 36
37, 38(-)
39(-), 40(-)
41(-), 42(-), 43(-)
Perceived power (Penghayatan/pemaknaan mengenai faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok)
Penghayatan/pemaknaan terhadap peran teman dalam mengendalikan perilaku merokok Penghayatan/pemaknaan terhadap adanya tempat dalam mengendalikan perilaku merokok Penghayatan/pemaknaan terhadap keberadaan orang tua dalam mengendalikan perilaku merokok Penghayatan/pemaknaan terhadap keberadaan aturan sekolah dalam megendalikan perilaku merokok
44, 45, 46
47, 48(-)
49(-), 50(-)
51(-), 52(-), 53(-)
Intensi 10(-), 11, 12, 13, 14, 15, 16(-), 17(-), 18,
19(-), 20, 21
BAB III METODE PENELITIAN
38
3.5.4 Sistem Penilaian Alat Ukur
Data yang dihasilkan oleh kedua alat ukur ini merupakan data yang
berskala interval dan dilakukan pengujian statistik analisis jalur (akan
dijelaskan kemudian).
3.5.5 Norma Alat Ukur
Untuk membedakan derajat intensi perilaku merokok, maka dibuat dua
kelompok derajat kekuatan intensi. Pembagian dua kelompok derajat kekuatan
intensi ini dimaksudkan akar terlihat perbedaan yang jelas antara responden
yang memiliki intensi yang kuat dan responden yang memiliki intensi yang
lemah.
Kategorisasi ini diperoleh dari perhitungan nilai skor maksimum dan
minimum dari setiap alat ukur sesuai dengan validitas. Kemudian skor
maksimum dikurangi skor minimun dan dibagi menjadi dua untuk mengetahui
rentang kategori. Kategori ini diperoleh dari rata-rata skor, kemudian dibagi
menjadi dua bagian, yaitu intensi kuat dan intensi lemah. Kategori sikap,
norma subjektif, dan Perceived behavioral control
Berdasarkan prosedur diatas maka diperoleh kategori derajat kekuatan
intensi sebagai berikut :
BAB III METODE PENELITIAN
39
Tabel 3.5.5 a Norma Alat Ukur Intensi
Rentang Skor Kategori
9 – 31 Intensi kuat
31,5 – 54 Intensi lemah
Tabel 3.5.5 b Norma Alat Ukur Sikap
Rentang Skor Kategori
13 – 45 Sikap negatif
45,5 – 78 Sikap positif
Tabel 3.5.5 c Norma Alat Ukur Norma Subjektif
Rentang Skor Kategori
6 – 20 Norma Subjektif Lemah
21 – 36 Norma Subjektif Kuat
Tabel 3.5.5 d Norma Alat Ukur Perceived behavioral control
Rentang skor Kategori
12 – 41 Perceived behavioral control lemah
42 – 72 Perceived behavioral control kuat
BAB III METODE PENELITIAN
40
3.5.6 Teknik Analisis Data
Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
deskriptif dan metode inferens.
3.5.5.1. Statistik Deskriptif
Metode statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman
pada tabulasi dari Sitepu (1995:18) yang menyebutkan bahwa :
1. Nilai Indeks Minimum, yaitu skor minimum dikali jumlah pertanyaan
2. Nilai Indeks Maksimum, yaitu skor maksimum dikali jumlah pertanyaan
3. Jenjang Range, yaitu selisih antara nilai indeks maksimum dikurangi nilai indeks
minimum dibagi dengan jumlah jenjang yang diinginkan yaitu rendah dan tinggi.
Analisis Jalur
Metode statistik inferens yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
jalur. Analisis jalur bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel
sebab terhadap variabel akibat, di mana di antara variabel-variabel sebabnya saling
berkorelasi dalam mempengaruhi variabel akibat. Dalam analisis jalur mensyaratkan
data minimal berskala pengukuran interval dan berdistribusi normal. Data dalam
penelitian ini menggunakan skala Semantic Diffrential yang berskala pengukuran
interval. Mengingat analisis jalur merupakan analisis statistik parametrik, maka data
penelitian X1, X2, X3, dan Y perlu memenuhi asumsi data berdistribusi normal.
Salah satu cara pengujian asumsi normalitas data adalah menggunakan Uji
Kolmogorov-Smirnov.
BAB III METODE PENELITIAN
41
Setelah diketahui bahwa data dalam penelitian telah memenuhi asumsi
berdistribusi normal, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan yang diperlukan
dalam analisis jalur. Langkah-langkah dalam analisis jalur adalah sebagai berikut:
a. Gambarkan diagram jalur untuk hubungan antara variabel secara lengkap,
yang mencerminkan hipotesis konseptual yang diajukan, sehingga tampak
jelas yang mana variabel sebab dan yang mana variabel akibat.
b. Hitung koefisien jalur untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel
sebab dan variabel akibat.
Dalam penelitian ini, perhitungan koefisien jalur dilakukan dengan
menggunakan metode modifikasi Al-Rasyid, sebagai berikut:
- Berdasarkan data dengan skor yang skalanya minimal interval dihitung
koefisien korelasi antara variabel sebab dengan variabel akibat dan
koefisien korelasi antara variabel sebab dengan variabel sebab, dengan
rumus sebagai berikut:
ki
XjhXnXihXn
XXXXnr
n
hjh
n
h
n
hih
n
h
n
h
n
hjhih
n
hjhih
Yx ...,2,1;2
11
2
2
11
2
1 111
=
−
−
−=
∑∑∑∑
∑ ∑∑
====
= ==
di mana : k = banyaknya variabel sebab Xi = variabel sebab Y = variabel akibat
BAB III METODE PENELITIAN
42
dan
kji
XjhXnXihXn
XXXXnr
n
hjh
n
h
n
hih
n
h
n
h
n
hjhih
n
hjhih
xx j...,2,1;
2
11
2
2
11
2
1 111
=≠
−
−
−=
∑∑∑∑
∑ ∑∑
====
= ==
di mana : k = banyaknya variabel sebab Xi = variabel sebab Xj = variabel sebab lainnya
- Masukkan harga koefisien korelasi antara variabel sebab dengan variabel
akibat yang diperoleh ke dalam sebuah matriks korelasi yang bentuknya:
Y
kk X
X
X
YX
YX
YX
MM
2
1
2
1
- Masukkan harga koefisien korelasi antara variabel sebab dengan variabel
sebab yang diperoleh ke dalam sebuah matriks korelasi yang bentuknya:
X1 X2 ... Xk
kkkkk
K
K
X
X
X
XXX
XXX
XXX
M
K
MMMM
K
K
2
1
21
22221
11211
- Hitung matriks invers korelasi antara variabel sebab dengan variabel
sebab.
X1 X2 ... Xk
BAB III METODE PENELITIAN
43
KKKKK
K
K
X
X
X
CRCRCR
CRCRCR
CRCRCR
M
K
MMMM
K
K
2
1
21
22221
11211
- Hitung koefisien jalur dengan rumus modifikasi dari Al Rasyid dalam
(Sitepu, 1994: 19) yaitu :
k ...., 2, 1,;1
==∑=
iCRP r YXi
K
JijYXi
Keterangan : PYXi = Merupakan koefisien jalur dari variabel Xi terhadap variabel Y. rYXi = Unsur atau elemen pada baris ke i dan kolom ke j dari matriks
invers korelasi. atau menggunakan rumus :
=
YXk
YX
YX
kkkk
k
k
YXk
YX
YX
r
r
r
CRCRCR
CRCRCR
CRCRCR
P
P
P
M
L
MMMM
L
L
M
2
1
21
22221
11212
2
1
- Hitung koefisien determinasi total dari X1, X2, dan X3 terhadap Y untuk
mengetahui pengaruh X1, X2, dan X3 terhadap Y secara keseluruhan
dengan rumus:
[ ]
=
YXk
YX
YX
YXkYXYXXXYX
r
r
r
PPPRM
L2
1
213212
- Hitung koefisien jalur antara variabel lain yang tidak diteliti (epsilon)
terhadap variabel akibat untuk mengetahui pengaruh variabel lain yang
tidak diteliti (epsilon) terhadap variabel akibat:
BAB III METODE PENELITIAN
44
c. Lakukan pengujian koefisien jalur bila data penelitian yang digunakan adalah
data sampel. Bila data yang digunakan adalah data populasi, maka pengujian
koefisien jalur tidak diperlukan. Mengingat dalam penelitian ini menggunakan
data populasi, maka tidak dilakukan pengujian koefisien jalur.
Menurut Sugiono (1999:209) mengatakan bahwa apabila penelitian dilakukan
pada seluruh populasi, maka tidak diperlukan pengukuran signifikansi
terhadap koefisien yang ditemukan. Hal ini berarti peneliti tidak merumuskan
dan menguji instrumen statistik. Hal ini dikarenakan hasil penelitian yang
diperoleh telah menggambarkan populasi penelitian.
d. Ambil kesimpulan atau interpretasikan hasil analisis jalur.
3.5.7 Reliabilitas Alat Ukur
Suatu tes dikatakan reliabel bila tes tersebut dapat diandalkan untuk
menghasilkan skor yang sesuai dengan keadaan dari subjeknya. Oleh karena
itu, hasil tes yang didapat dari seorang subjek tidak akan berubah kecuali
subjek tersebut telah mengalami penambahan pengetahuan atau perubahan
karakteristik.
Untuk memastikan alat ukur pada penelitian ini memiliki reliabilitas
yang baik, maka perlu diadakan perhitungan reliabilitas. Perhitungan xx
reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach,
yaitu :
23211 XXYXY RP −=ε
BAB III METODE PENELITIAN
45
−
−= ∑
x1
1xx
2
2
ααi
K
KR
Keterangan :
k = Jumlah Item
σi² = Varians tiap item
σ²x = Varians tes
∑σi² = Jumlah varian tiap item
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui derajat reliabilitas dari alat ukur
adalah kriteria Brown Thompson, yaitu :
σ > 0,7 berarti alat ukur dapat diandalkan
σ < 0,7 berarti alat ukur tidak dapat diandalkan
3.5.8 Validitas Alat Ukur dan Analisis Item
Analisis validitas menyatakan karakteristik apa yang diukur oleh alat
tes (Friedenberg, 1995:221). Suatu alat tes dikatakan valid jika dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan menganalisa validitas dari alat
tes, kita dapat mengetahui apakah karakteristik yang diukur oleh suatu alat tes
memang mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian.
Untuk memperoleh validitas yang baik, perumusan item-item dalam
kuesioner ini disusun berdasarkan pada teori yang melandasinya yaitu theory of
planned behavior . Dengan cara ini, diharapkan akan diperoleh alat ukur yang
BAB III METODE PENELITIAN
46
memiliki validitas konstruk yang baik, yaitu ada kesesuaian yang tinggi antara
konsep dengan hasil pengukuran yang diperoleh.
3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Dalam Pelaksanaan penelitian ini, terdapat prosedur yang harus dilakukan
yang dibagi ke dalam beberapa tahap. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
3.6.1 Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi awal di SMAN 22 Bandung untuk membicarakan
masalah perizinan dan menjaring permasalahan yang ada.
b. Melakukan studi kepustakaan mengenai landasan teoritis tentang variabel-
variabel penelitian.
c. Mempersiapkan surat izin yang diperlukan untuk melakukan penelitian
dari Pihak Fakultas Psikologi UNISBA.
d. Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan yang
akan diteliti.
e. Menetapkan populasi penelitian
f. Menetapkan desain penelitian dan alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data
a. Menyelesaikan urusan perizinan di SMAN 22 Bandung
BAB III METODE PENELITIAN
47
b. Memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian yang
dilakukan dan memohon kesediaan para siswa dan siswi untuk di jadikan
sebagai responden dalam penelitian ini kemudian mereka diberikan
petunjuk mengenai tata cara pengisian kuesioner.
c. Melaksanakan pengambilan data, yaitu subjek diminta untuk mengisi
kuesioner yang telah disediakan dan dilakukan secara individual.
3.6.3 Tahap Pengolahan data
a. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.
b. Melakukan skoring dengan menilai setiap hasil kuesioner yang telah diisi
oleh responden dan merangking data yang diperoleh pada setiap alat ukur
tersebut.
c. Menghitung, mentabulasikan data yang diperoleh kemudian
memasukkannya kedalam tabel data.
d. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk
menguji hipotesis penelitian dan korelasi antara variabel penelitian.
3.6.4 Tahap pembahasan
a. Menginterpretasikan hasil analisis statistik yang dibahas berdasarkan teori
dan kerangka pikir yang digunakan.
b. Membuat kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengujian
statistik.
BAB III METODE PENELITIAN
48
3.6.5 Tahap penyelesaian
a. Menyusun laporan hasil penelitian.
b. Memperbaiki dan menyempurnakan hasil penelitian secara keseluruhan.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari 44
orang subjek, yang memuat data mengenai intensi secara keseluruhan dan data
mengenai determinan-determinan pembentuk intensi dengan menggunakan analisis
jalur
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Kategori Intensi Merokok
Berikut akan dideskripsikan kategori frekuensi dan persentase kategori
determinan-determinan intensi yang dimiliki oleh siswa dalam penelitian ini:
Tabel 4.1.1 Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi Merokok Siswa
Intensi Merokok (Y) F %
Rendah 20 45,45
Tinggi 24 54,55
Jumlah 44 100
Bila divisualisasikan dalam bentuk gambar adalah sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
50
Gambar 4.1.1
Diagram Pie Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi Merokok Siswa
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 54,55% (24 orang) siswa
memiliki intensi merokok tinggi. Sedangkan 45,45% (20 orang) siswa lainnya
memiliki intensi merokok rendah.
4.1.2. Deskripsi Kategori Determinan-determinan Intensi (Attitudes toward
behavior, Subjective norms, dan Perceived Behavior Control)
Berikut akan dideskripsikan frekuensi dan persentase kategori determinan-
determinan intensi yang dimiliki oleh siswa dalam penelitian ini:
Tabel 4.1.2 Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-determinan Intensi
(Attitude Toward Behavior (X1), Subjective norms (X2) , dan Perceived behavior control (X3) )
Determinan-determinan Intensi (X1, X2, X3) F %
Ketiga Determinan Tinggi X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Tinggi 11 25,00 Dua Determinan Tinggi, Satu Determinan Rendah
X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Rendah 1 2,27 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Tinggi 14 31,82
Dua Determinan Rendah, Satu Determinan Tinggi
X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Rendah 3 6,82 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Tinggi 5 11,36
Ketiga Determinan Rendah X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Rendah 10 22,73 Jumlah 44 100
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
51
Bila divisualisasikan dalam bentuk gambar adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1.2 Diagram Pie Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-determinan Intensi
(Attitude Toward Behavior (X1), Subjective norms (X2) , dan Perceived behavior
control (X3) )
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 25% (11 orang) siswa
memiliki ketiga determinan intensi yang tinggi (Attitudes toward behavior tinggi,
Subjective norms tinggi, dan Perceived behavior control tinggi). Kemudian, terdapat
34,09% (15 orang) siswa memiliki dua determinan intensi yang tinggi dan satu
determinan intensi yang rendah, yang terdiri dari 2,27% (1 orang) siswa memiliki
Attitudes toward behavior tinggi, Subjective norms tinggi, dan Perceived behavior
control rendah serta 31,82% (14 orang) siswa memiliki Attitudes toward behavior
tinggi, Subjective norms rendah, dan Perceived behavior control tinggi. Selanjutnya,
terdapat 18,18% (8 orang) siswa memiliki dua determinan intensi yang rendah dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
52
satu determinan intensi yang tinggi, yang terdiri dari 6,82% (3 orang) siswa memiliki
Attitudes toward behavior tinggi, Subjective norms rendah, dan Perceived behavior
control rendah serta 11,36% (5 orang) siswa memiliki Attitudes toward behavior
rendah, Subjective norms rendah, dan Perceived behavior control tinggi. Berikutnya,
terdapat 22,73% (10 orang) siswa memiliki ketiga determinan intensi yang rendah
(Attitudes toward behavior rendah, Subjective norms rendah, dan Perceived behavior
control rendah).
4.1.3. Deskripsi Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi
(Attitudes toward behavior (X1) , Subjective norms (X2) dan Perceived behavior
control (X3) dengan Intensi Merokok.
Untuk mendeskripsikan keterkaitan antara Kategori determinan-determinan
intensi dengan Kategorinya intensi yang dimiliki oleh siswa dalam penelitian ini
dapat ditunjukkan melalui tabulasi silang antara Kategori determinan-determinan
intensi dengan Kategorinya intensi yang dimiliki oleh siswa, sebagai berikut:
Tabel 4.1.3 Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi dengan
Kategori Intensi
Intensi Merokok (Y) Rendah Tinggi Jumlah Determinan-determinan Intensi (X1, X2,
X3) F % f % F %
X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Tinggi 0 0.00 11 25.00 11 25.00 X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Rendah 0 0.00 1 2.27 1 2.27 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Tinggi 2 4.55 12 27.27 14 31.82 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Rendah 3 6.82 0 0.00 3 6.82 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Tinggi 5 11.36 0 0.00 5 11.36 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Rendah 10 22.73 0 0.00 10 22.73
Jumlah 20 45.45 24 54.55 44 100
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
53
Bila divisualisasikan dalam bentuk gambar adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1.3 Diagram Pie Tabulasi Silang antara Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-
determinan Intensi dengan Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat 25% (11 orang) siswa yang
memiliki determinan intensi Attitudes toward behavior tinggi (ATB), Subjective
norms (SN) tinggi, dan Perceived Behavior Control (PBC) tinggi, seluruhnya
memiliki intensi merokok yang tinggi, tidak ada seorangpun yang memiliki intensi
merokok rendah. Kemudian, dari 34,09% (15 orang) siswa memiliki dua determinan
intensi yang tinggi dan satu determinan intensi yang rendah (ATB tinggi, SN tinggi,
dan PBC rendah dan ATB tinggi, SN rendah, dan PBC tinggi), 29,54% (13 orang)
siswa memiliki intensi merokok yang tinggi, sedangkan hanya 4,55% (2 orang) siswa
yang memiliki determinan-determinan intensi ATB tinggi, SN rendah, dan PBC
tinggi, memiliki intensi merokok yang rendah dan tidak seorangpun siswa yang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
54
memiliki determinan-determinan intensi ATB tinggi, SN tinggi, dan PBC rendah,
memiliki intensi merokok yang rendah. Selanjutnya, dari 18,18% (8 orang) siswa
memiliki dua determinan intensi yang rendah dan satu determinan intensi yang tinggi
(ATB tinggi, SN rendah, dan PBC rendah dan ATB rendah, SN rendah, dan PBC
tinggi), seluruhnya memiliki intensi merokok yang rendah, tidak ada seorang
siswapun yang memiliki intensi merokok tinggi. Berikutnya, dari 22,73% (10 orang)
siswa memiliki ketiga determinan intensi yang rendah (ATB rendah, SN rendah, dan
PBC rendah), seluruhnya memiliki intensi merokok yang rendah, tidak seorangpun
yang memiliki intensi merokok tinggi.
4.1.4. Perhitungan dalam Analisis Jalur
a. Perhitungan Uji Normalitas Data
Sebelum melakukan analisis jalur, maka sebelumnya dilakukan uji
normalitas data dahulu. Hal ini dikarenakan syarat analisis jalur, datanya harus
berdistribusi normal. Untuk mempermudah perhitungan dalam uji asumsi normalitas
data digunakan alat bantu program SPSS. Berikut hasil uji normalitas data dengan
menggunakan SPSS:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
55
Tabel 4.1.4 a Tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test X1 X2 X3 Y
N 44 44 44 44 Normal iParametersa,,b
Mean 50.07 16.82 45.70 30.20 Std. Deviation
9.827 6.252 10.099 8.717
Most Extreme Differences
Absolute .088 .103 .119 .127 Positive .065 .097 .100 .082 Negative -.088 -.103 -.119 -.127
Kolmogorov-Smirnov Z .585 .680 .791 .843 Asymp. Sig. (2-tailed) .884 .744 .559 .476
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Dari tabel di atas, dapat dilihat nilai asymp.sig. 0,884 untuk variabel Attitudes
toward behavior (X1), nilai asymp.sig. 0,744 untuk variabel Subjective norms (X2),
dan nilai asymp.sig. 0,559 untuk variabel Perceived behavior control (X3)
(Determinan-determinan Intensi) serta nilai asymp.sig. 0,476 untuk variabel Y
(Intensi Merokok) lebih besar dari α = 0,05. Ini menunjukkan data variabel X1, X2, X3
dan Y berdistribusi normal.
b. Perhitungan Koefisien Jalur
Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh Determinan Attitudes toward
behavior (X1), Determinan Subjective norms (X2), dan Determinan Percieved
behavior control (X3) terhadap Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung, di mana determinan-determinan intensi Atitttude toward behavior,
Subjective norms dan Perceived behavior control (X1, X2, dan X3) sebagai variabel
sebab saling berkorelasi dalam mempengaruhi intensi merokok sebagai variabel
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
56
akibat. Oleh karena itu, analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
jalur.
Mengingat penelitian ini dilakukan pada populasi penelitian, maka dalam
penelitian tidak perlu melakukan pengujian signifikansi terhadap koefisien jalur yang
ditemukan baik secara simultan maupun secara parsial. Menurut Sugiono (1999:209)
mengatakan bahwa apabila penelitian dilakukan pada seluruh populasi, maka tidak
diperlukan pengukuran signifikansi terhadap koefisien jalur yang ditemukan. Hal ini
berarti peneliti tidak merumuskan dan menguji instrumen statistik. Hal ini
dikarenakan hasil penelitian yang diperoleh telah menggambarkan populasi
penelitian.
Dalam melakukan analisis jalur, terlebih dahulu digambarkan terlebih dahulu
diagram jalur untuk hubungan antara variabel secara lengkap, yang mencerminkan
hipotesis konseptual yang diajukan, sehingga tampak jelas yang mana variabel sebab
dan yang mana variabel akibat,
Gambar 4.1.4 b
Diagram Jalur Lengkap dari Pengaruh Determinan-determinan Intensi Terhadap Intensi
Merokok pada Siswa SMAN 22 Bandung
Pyx2
Pyx3
Pyx1
rx2x3
rx1x2
rx1x3
X1
X2
X3
Ű
Y
PyŰ
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
57
Berdasarkan diagram jalur di atas, kemudian dihitung koefisien jalur untuk
mengetahui pengaruh dari variabel sebab Determinan-determinan Intensi yaitu,
Atitttudes toward behavior, Subjective norms dan Perceived behavior control (X1,
X2, dan X3) terhadap variabel akibat Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN
22 Bandung. Dari hasil pengolahan data diperoleh:
a. Matriks korelasi antar variabel sebab (X1, X2, dan X3) dengan variabel akibat
(Y):
=
YYYXYXYX
YXXXXXXX
YXXXXXXX
YXXXXXXX
rrrr
rrrr
rrrr
rrrr
R
321
3332313
2322212
1312111
=
10,622350,713820,69945
0,6223510,504530,47614
0,713820,5045310,62517
0,699450,476140,625171
b. Matriks korelasi antar variabel sebab (X1, X2, dan X3):
=
332313
322212
312111
XXXXXX
XXXXXX
XXXXXX
x
rrr
rrr
rrr
R
=10,504530,47614
0,5045310,62517
0,476140,625171
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
58
c. Invers matriks korelasi antar variabel sebab (X1, X2, dan X3):
=−
333231
232221
1312111
CCC
CCC
CCC
XR
=1,422390,48302-0,37529-
0,48302-1,805610,89882-
0,37529-0,89882-1,74060
Untuk memperoleh koefisien jalur, maka matriks invers korelasi dikalikan
dengan matriks korelasi antar variabel sebab (X1, X2, dan X3) dengan variabel akibat
Y (Intensi merokok), sebagai berikut:
=
YX3
YX2
YX1
333231
232221
131211
YX3
YX2
YX1
r
r
r
CCC
CCC
CCC
P
P
P
=0,62235
0,71382
0,69945
1,422390,48302-0,37529-
0,48302-1,805610,89882-
0,37529-0,89882-1,74060
=0,27794
0,35960
0,34230
Dengan demikian, diperoleh koefisien jalur ATB (X1) terhadap Y PYX1 =
0,34320, koefisien jalur X2 terhadap Y PYX2 = 0,35960, dan koefisien jalur PBC (X3)
terhadap Y PYX3 = 0,27794.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
59
Setelah koefisien jalur diperoleh, maka besar pengaruh Determinan ATB (X1),
Determinan NS (X2), dan Determinan PBC (X3) secara keseluruhan terhadap Intensi
Merokok (Y) pada Siswa SMAN 22 Bandung dapat ditentukan:
( ) [ ]
=
3
2
1
321321
YX
YX
YX
YXYXYX2
XXYX
r
r
r
PPPR
( ) [ ]
=0,62235
0,71382
0,69945
27794,035960,034230,0R2XXYX 321
( ) 0,66909R2XXXYX 4321
=
Jadi besarnya pengaruh determinan-determinan intensi terhadap intensi
merokok adalah sebesar 66,909%. Nilai R2 ini menunjukkan derajat pengaruh
determinan-determinan intensi terhadap intensi merokok siswa yang sangat kuat
jika dibandingkan variabel lain yang tidak diteliti. Sedangkan besarnya pengaruh
dari variabel lain yang tidak diteliti dalam persentase adalah sebesar 33,091%.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diagram jalur dapat digambarkan
beserta nilai koefisien-koefisien jalur variabel sebab terhadap variabel akibat dan
koefisien korelasi di antara variabel sebab untuk mempermudah dalam interpretasi
hasil analisis jalur:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
60
di mana :
rx1x2 0,62517 rx1x3 0,47614 rx2x3 0,50453 Pyx1 0,34230 Pyx2 0,35960 Pyx3 0,27794 Pyε 0,57525
Gambar 4.1.4.c Diagram Jalur Lengkap Beserta Nilai Koefisien Jalur Variabel Sebab Terhadap
Variabel Akibat dan Koefisien Korelasi Antara Variabel Sebab
4.1.5. Pengaruh Determinan-determinan Intensi Secara Parsial Terhadap
Intensi Merokok Pada Siswa SMAN 22 Bandung
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa mengingat penelitian ini
dilakukan pada populasi penelitian, maka dalam penelitian tidak perlu melakukan
pengujian signifikansi terhadap koefisien jalur yang ditemukan baik secara simultan
maupun secara parsial. Menurut Sugiono (1999:209) mengatakan bahwa apabila
penelitian dilakukan pada seluruh populasi, maka tidak diperlukan pengukuran
signifikansi terhadap koefisien jalur yang ditemukan. Hal ini berarti peneliti tidak
Pyx2
Pyx3
Pyx1
rx2x3
rx1x2
rx1x3
X1
X2
X3
Ű
Y
PyŰ
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
61
merumuskan dan menguji instrumen statistik. Hal ini dikarenakan hasil penelitian
yang diperoleh telah menggambarkan populasi penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil yaitu terdapat pengaruh
antara Determinan Attitudes toward behavior (X1), Determinan Subjective norms
(X2), dan Determinan Perceived Behavior Control (X3), terhadap Intensi Merokok
(Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. Untuk melihat lebih jauh tentang
besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dari masing-masing variabel sebab
terhadap variabel akibat (secara parsial). Berikut disajikan rincian pengaruh langsung
dan tidak langsung,
4.1.5.1. Besar Pengaruh Determinan Attitudes toward behavior Secara Parsial
Terhadap Intensi Merokok.
Pengaruh langsung Determinan Attitudes toward behavior (X1) terhadap
Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung (PYX1)2 adalah sebesar
(0,34230)2 = 0,11717. Artinya Determinan Attitudes toward behavior (X1)
mempengaruhi Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung secara
langsung sebesar 11,717%, sedangkan pengaruh tidak langsung Determinan Attitudes
toward behavior (X1) melalui Determinan Subjective norms (X2) dan Determinan
Perceived Behavior Control (X3) terhadap Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2
SMAN 22 Bandung sebesar 12,225% dengan rincian sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
62
Pengaruh X1 langsung terhadap Y (0,34230)2 = 0,11717
Pengaruh X1 terhadap Y melalui X2 = (0,34230) (0,62517) (0,35960) = 0,07695
Pengaruh X1 terhadap Y melalui X3 = (0,34230) (0,47614) (0,27794) = 0,04530
Pengaruh total X1 ke Y = 0,23942
Dengan demikian, pengaruh Determinan Attitudes toward behavior (X1)
terhadap Intensi Merokok (Y) secara keseluruhan pada Siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung sebesar 0,23942 atau 23,942%.
4.1.5.2. Besar Pengaruh Determinan Subjective norms Secara Parsial Terhadap
Intensi Merokok.
Pengaruh langsung Determinan Subjective norms (X2) terhadap Intensi
Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung (PYX2)2 adalah sebesar
(0,35960)2 = 0,12931. Artinya Determinan Subjective norms (X2) mempengaruhi
Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung secara langsung sebesar
12,931%, sedangkan pengaruh tidak langsung Determinan Subjective norms (X2)
melalui Determinan Attitudes toward behavior (X1) dan Determinan Perceived
Behavior Control (X3) terhadap Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung sebesar 12,738% dengan rincian sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
63
Pengaruh X2 langsung terhadap Y (0,35960)2 = 0,12931
Pengaruh X2 terhadap Y melalui X1 = (0,35960) (0,62517) (0,34230) = 0,07695
Pengaruh X2 terhadap Y melalui X3 = (0,35960) (0,50453) (0,27794) = 0,05043
Pengaruh total X2 ke Y = 0,25669
Dengan demikian, pengaruh Determinan Subjective norms (X2) terhadap
Intensi Merokok (Y) secara keseluruhan pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung
sebesar 0,25669 atau 25,669%.
4.1.5.3. Besar Pengaruh Determinan Perceived Behavior Control Secara Parsial
Terhadap Intensi Merokok.
Pengaruh langsung Determinan Perceived Behavior Control (X3) terhadap
Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung (PYX3)2 adalah sebesar
(0,27794)2 = 0,07725. Artinya Determinan Perceived Behavior Control (X3)
mempengaruhi Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung secara
langsung sebesar 7,725%, sedangkan pengaruh tidak langsung Determinan Perceived
Behavior Control (X3) melalui Determinan Attitudes toward behavior (X1) dan
Determinan Subjective norms (X2) terhadap Intensi Merokok (Y) pada Siswa kelas 2
SMAN 22 Bandung sebesar 11,423% dengan rincian sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
64
Pengaruh langsung X3 terhadap Y = (0,27794)2 = 0,07725
Pengaruh X3 terhadap Y melalui X1 = (0,27794) (0,47614) (0,34230) = 0,04530
Pengaruh X3 terhadap Y melalui X2 = (0,27794) (0,50453) (0,35960) = 0,05043
Pengaruh total X3 ke Y = 0,17297
Dengan demikian, pengaruh Determinan Perceived Behavior Control (X3)
terhadap Intensi Merokok (Y) secara keseluruhan pada Siswa Kelas 2 SMAN 22
Bandung sebesar 0,17297 atau 17,297%.
4.1.5.4. Pengaruh Determinan-determinan Intensi Secara Simultan Terhadap
Intensi merokok Pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung
Pengaruh determinan-determinan Intensi (Attitudes toward behavior (X1),
Subjective norms (X2), dan Perceived Behavior Control (X3)) secara simultan
(bersama-sama) terhadap intensi merokok (Y) dapat diketahui dari penjumlahan
pengaruh total Attitudes toward behavior (X1) ke Intensi merokok (Y), pengaruh
total Subjective norms (X2) ke Intensi merokok (Y), dan pengaruh total Perceived
Behavior Control (X3) ke Intensi merokok (Y), yaitu: 0,23942 + 0,25669 + 0,17297
= 0,66909 atau melalui koefisien determinansi total dari X1, X2, dan X3 terhadap Y
yaitu: R2YX1X2X3 = 0,66909. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa besarnya
pengaruh antara determinan-determinan Intensi (X1, X2, dan X3) terhadap intensi
merokok (Y) secara keseluruhan adalah sebesar 66,909%.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
65
4.1.5.5. Pengaruh Variabel Lain (Epsilon/variabel yang tidak diteliti) Terhadap Intensi merokok pada Siswa SMAN 22 Bandung
Pengaruh lain (epsilon) di luar Determinan-determinan Intensi terhadap
Intensi Merokok pada Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung adalah sebesar P2Yε =
(0,57525)2 atau 33,091%. Adapun besaran pengaruh lain tersebut adalah pengaruh
dari variabel lain yang tidak diteliti dalam mempengaruhi Intensi Merokok, seperti :
faktor pribadi (emosi, intelligence, general attitudes, personal trait), faktor sosial
(umur, jenis kelamin, kebudayaan, pendidikan, agama, pendapatan) dan faktor
informasi (pengalaman, pengetahuan, media).
4. 2 Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini berdasarkan pada Theory of planned
behavior melalui kerangka pemikiran yang telah dipaparkan sebelumnya. Ajzen
(2005) mengemukakan bahwa intensi adalah kecenderungan seseorang untuk
melakukan suatu tingkah laku tertentu. Intensi merupakan indikasi atau usaha siswa
untuk memunculkan tingkah laku sehingga dianggap sebagai determinan yang paling
dekat dengan tingkah laku. Tingkah laku yang menjadi objek intensi dalam penelitian
ini adalah perilaku merokok siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.
Dari hasil pengolahan data dan pengelompokan norma, diperoleh sebanyak 24
orang atau 54,55 % siswa penelitian memiliki intensi yang kuat untuk merokok.
Dengan demikian siswa tersebut memiliki kecendrungan yang besar untuk merokok,
yaitu siswa akan terus sengaja keluar kelas dan mengajak siswa lain mencari tempat-
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
66
tempat tersembunyi di sekolah untuk merokok, Siswa juga akan lebih memilih
membeli rokok diwarung dekat sekolah dari pada membeli makanan atau minuman,
dan jika siswa tidak memiliki rokok mereka akan berusaha meminta rokok kepada
siswa yang membawa rokok. Padahal SMAN 22 Bandung sudah menerapkan
peraturan yang ketat dengan mengadakan razia, melarang siswanya membawa rokok
kesekolah, menegur siswa yang ketahuan merokok dan memberikan hukuman bagi
siswa-siswa yang ketahuan merokok di dalam sekolah.
Berbagai kemungkinan dapat terjadi sehingga menyebabkan siswa memiliki
intensi untuk merokok yang kuat. Kemungkinan tersebut bergantung pada determinan
pembentuknya, yang akan dijelaskan berikut ini.
Dari hasil pengukuran terhadap tiga determinan pembentuk intensi. Pada
kelompok siswa dengan intensi yang kuat, sebagian besar memiliki determinan
pembentuk intensi yang positif. Sedangkan kelompok siswa dengan intensi yang
lemah, memiliki determinan pembentuk intensi yang negatif. Hal ini menandakan
bahwa semakin positif determinan Attitudes toward behavior, Subjective norms dan
Perceived behavioral control siswa terhadap perilaku merokok maka akan semakin
kuat intensinya untuk merokok. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif determinan
Attitudes toward behavior, Subjective norms dan Perceived behavioral control untuk
merokok, maka akan semakin lemah intensi merokoknya.
Salah satu determinan yang paling berkontribusi dalam pembentukan intensi
yang tinggi tersebut adalah Subjective norms yaitu sebesar 25,669%, yang
mengindikasikan bahwa siswa yang merokok memiliki keyakinan bahwa mereka
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
67
merokok karena melihat teman-temannya yang merokok dan siswa terdorong untuk
menampilkan hal yang sama serta siswa yakin adanya ajakan teman memperkuat
perilaku mereka untuk menampilkan perilaku merokok. Hal ini menunjukkan bahwa
kecenderungan siswa untuk merokok dipengaruhi oleh persepsi siswa terhadap
harapan dari orang terdekat yang dianggap penting (significant persons) yaitu teman,
orang tua dan guru. Selain itu terdapat dorongan yang kuat dari siswa untuk
memenuhi harapan dari significant persons tersebut. Setelah itu diikuti determinan
sikap sebesar 23,942%, yang mengindikasikan bahwa siswa merokok karena yakin
dengan keuntungan yang didapat dari melakukan perilaku tersebut, seperti : siswa
yakin merokok membuat percaya diri, yakin dengan merokok membuat lebih dewasa.
Hal ini di evaluasi siswa dengan positif bahwa konsekuensi-konsekuensi merokok
tersebut menguntungkan baginya.
Kemudian sebanyak 20 orang atau sebanyak 45,45% siswa memiliki intensi
yang lemah untuk merokok atau dapat dikatakan siswa memiliki kecenderungan lebih
besar untuk tidak merokok disebabkan oleh sikap mereka yang merasa bahwa
merokok akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, menuruti perintah
orang tua dan guru untuk tidak merokok, dan siswa mampu mengendalikan
perilakunya untuk tidak merokok. Sikap siswa tersebut karena melihat dari
pengalaman masa lalu orang lain dan belum siap menanggung konsekuensi negatif
yang akan didapatkannya, sehingga intensi merokoknya lemah.
Berdasarkan determinan-determinan intensi, terdapat 11 siswa yaitu sebesar
25,00% yang masuk pada kriteria tinggi dalam ketiga determinan intensi (Atittude
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
68
toward behvior tinggi, Subjective norms tinggi dan perceived behavioral tinggi). Hal
ini mengindikasikan bahwa kecenderungan siswa tersebut untuk merokok termasuk
intensi merokok tinggi. Hal ini disebabkan karena siswa yakin terhadap perilaku
merokok yang akan ditampilkannya dan yakin akan mendapatkan konsekuensi yang
positif, yaitu siswa yakin merokok akan membuatnya terlihat lebih dewasa, lebih
percaya diri, membuat terbebas dari masalah. Dari konsekuensi-konsekuensi tersebut
siswa mengevaluasi keyakinan tersebut sebagai sesuatu hal yang positif dan mereka
menyukai perilaku tersebut. Keyakinan siswa ini juga didukung oleh peran teman
yang mendorong dan mengajak siswa untuk merokok serta adanya keyakinan dan
penghayatan siswa yang memfasilitasi atau mendukung siswa untuk merokok seperti
adanya tempat untuk merokok, kesempatan untuk merokok dan longgarnya aturan
sekolah dan aturan di rumah sehingga mereka memiliki kecenderungan yang kuat
untuk merokok.
Terdapat satu siswa atau sebesar 2,27% dengan Attitudes toward behavior
tinggi, Subjective norms tinggi dan Perceived behavioral rendah. Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki kecenderungan untuk merokok,
yang ditandai dengan adanya keyakinan siswa bahwa merokok akan membuat lebih
terlihat dewasa, percaya diri, merasa terbebas dari stres atau masalah. Hal ini
diperkuat dengan adanya penghayatan siswa terhadap pengaruh teman yang
mendorong atau mengajak untuk menampilkan perilaku merokok, walaupun ada
faktor-faktor yang memfasilitasi siswa untuk tidak merokok seperti ada aturan
sekolah yang memberatkan bagi perokok, kurang adanya fasilitas dan tempat untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
69
merokok, hal tersebut tidak membuat kecendrungan siswa untuk merokok menjadi
lebih rendah.
Terdapat 14 siswa atau sebesar 31,82% dengan determinan Attitudes toward
behavior tinggi , Subjective norms rendah dan perceived behavior control tinggi, hal
ini mengindikasikan bahwa siswa memiliki keyakinan yang tinggi dalam dirinya
untuk merokok walaupun peran teman-temannya tidak terlalu memberikan pengaruh
yang besar. Bahkan, lebih banyak orang-orang penting baginya yang menginginkan
siswa untuk tidak merokok, namun siswa yakin untuk tetap merokok karena memiliki
keyakinan akan mendapatkan konsekuensi yang positif seperti, membuat dirinya
percaya diri, merasa terbebas dari stres dan terlihat lebih dewasa sehingga siswa
memiliki kecenderungan untuk merokok. Selain itu siswa memiliki keyakinan dan
penghayatan yang kuat terhadap faktor-faktor yang mengendalikan dan yang
memfasilitasinya untuk merokok seperti mencari tempat untuk merokok jika bertemu
kawasan bebas rokok, tetap merokok walaupun aturan sekolah tidak memperbolehkan
dan hal ini didasari pula atas keyakinannya yang tertanam untuk tetap merokok. Dari
data yang diperoleh juga terdapat 2 siswa atau 4,55% yang memiliki intensi rendah.
Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh dari variabel lain atau variabel eksternal
yang tidak diteliti oleh penelitian ini, antara lain kondisi emosi yang lebih berperan
dalam menampilkan perilaku merokok.
Selain itu, terdapat 3 siswa atau sebesar 6,82% yang memiliki intensi rendah
dengan determinan Attitudes toward behavior tinggi, Subjective norms rendah dan
perceived behavioral rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
70
intensi rendah untuk menampilkan perilaku merokok, siswa memiliki keyakinan
bahwa merokok membuat percaya diri, terlihat lebih dewasa, dan terbebas dari stres
tetapi di lain sisi siswa mempersepsi bahwa pengaruh dari teman-temannya yang
mengajak untuk merokok merupakan hal yang kurang baik. Selain itu, siswa juga
menghayati jika ada faktor-faktor yang dapat mengendalikan siswa tersebut untuk
tidak merokok, serta siswa takut jika perilaku merokoknya akan mendapatkan
hukuman. Pada siswa kelompok ini, ada kesadaran bahwa banyak orang-orang yang
penting (orang tua, guru) menginginkan dirinya untuk tidak merokok.
Selanjutnya terdapat 11,36% atau 5 siswa yang memiliki intensi yang rendah,
dengan determinan Attitudes toward behavior rendah, subjective norms rendah dan
perceived behavior control tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa memiliki
kecenderungan untuk tidak merokok, yang ditandai dengan adanya keyakinan bahwa
merokok hanya akan merusak kesehatan dan membuang uang jajan mereka dan
orang-orang penting disekitar mereka, seperti: teman, orang tua dan guru mendorong
untuk tidak merokok walaupun ada faktor-faktor yang mendukung mereka untuk
menampilkan perilaku merokoknya tersebut, seperti adanya tempat bebas merokok
dan warung atau minimarket yang menjual rokok. Namun siswa akan memiliki
kecenderungan untuk merokok apabila actual behavioral controlnya kuat. Sebab
perilaku tidak hanya tergantung pada memotivasi untuk melakukannya, namun juga
pada kontrol yang kuat terhadap perilaku yang hendak diramalkan. Keberhasilan
dalam menampilkan sebuah perilaku tidak hanya bergantung pada intensi yang
favorable, tetapi juga tergantung pada tingkat perceived behavior control.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
71
Hasil berikutnya adalah siswa yang memiliki persentasi rendah di ketiga
determinan yaitu Attitudes toward behavior rendah, Subjective norms rendah dan
perceived behavior control rendah sebanyak 10 orang atau 22,73%. Hal ini
mengindikasikan bahwa mereka memiliki kecenderungan yang rendah untuk terus
merokok sebab mereka memiliki sikap yang negatif terhadap merokok, adanya
dukungan dari orang yang mereka anggap penting yang melarang siswa tersebut
untuk merokok, persepsi siswa yang positif terhadap faktor-faktor yang memfasilitasi
untuk tidak menampilkan perilaku merokok.
Sikap negatif siswa dibentuk oleh belief siswa dan evaluasinya. Menurut
Ajzen dan Fishbein (1975) keyakinan atau belief tentang suatu objek merupakan
dasar dari pembentukan sikap, yang kemudian akan menentukan intensi perilakunya.
Kemudian dikemukakan bahwa belief adalah peluang penilaian oleh siswa terhadap
aspek-aspek khusus dalam dunia yang dihayatinya. Pembentukan belief siswa
melibatkan kaitan antara dua aspek dari dunia subjektifnya.
Pembentukan belief tergantung pada informasi yang diperoleh dan pengolahan
informasi tersebut oleh siswa. Belief-belief yang terbentuk dapat berbeda sesuai
dengan informasi yang diperoleh. Proses pembentukan belief ini menurut Ajzen dan
Fishbein dapat dibentuk melalui setidaknya dua cara. Pertama yaitu melalui
pengalaman langsung oleh siswa dalam suatu situasi sehingga siswa menyadari atau
mengetahui informasi mengenai perilaku merokok serta konsekuensi-konsekuensinya
yang akan didapat, namun siswa lebih melihat konsekuensi negatif yang bisa
diperolehnya. Kedua yaitu siswa mendapat informasi melalui sumber yang ada di luar
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
72
dirinya bahwa merokok memiliki konsekuensi tertentu di masa yang akan datang.
Dilihat dari sifat belief yang lebih kuat mengakar dalam pikiran siswa maka hal itu
yang membuat sikap siswa negatif terhadap perilaku merokok. Siswa yang yakin
bahwa jika merokok akan mengarahkannya pada hasil (outcomes) yang negatif, maka
ia akan menganggapnya sebagai tingkah laku yang tidak disukai.
Dari hasil analisis data kontribusi determinan-determinan intensi terhadap
intensi merokok siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung memiliki kecenderungan yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok
yaitu sebesar 66,909%. Hal ini disebabkan karena intensi juga ditentukan oleh ketiga
determinan yang tinggi yaitu Subjective norms dan Attitudes toward behavior. Hasil
juga menunjukkan bahwa determinan penentu tersebut mengindikasikan
kecenderungan siswa untuk menampilkan perilaku merokok, walaupun salah satu
determinan seperti Perceived behavior control hanya memfasilitasi siswa sebesar
17,297%. Dapat dikatakan Perceived behavior control memberikan pengaruh yang
tidak terlalu besar dalam pembentukan perilaku merokok siswa, berbeda dengan
determinan Subjective norms dan Attitudes toward behavior yang memiliki peluang
yang besar sebagai faktor penentu siswa untuk merokok. Oleh karena itu, dari hasil
penelitian ini tergambar bahwa terdapat dua determinan yang mendukung siswa kelas 2
SMAN 22 Bandung untuk merokok dari pada untuk tidak merokok.
Menurut Ajzen, pada umumnya seorang individu lebih berniat untuk
melakukan tingkah laku jika ia merasa mampu untuk melakukannya. Dari hasil
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
73
perhitungan memperlihatkan bahwa siswa dengan intensi yang tinggi yaitu sebanyak
54,55% siswa memiliki persepsi yang positif terhadap kemampuan menampilkan
perilaku untuk merokok. Siswa dengan intensi yang tinggi ini secara umum
merencanakan, berusaha, tertarik mengajak teman-temannya untuk merokok. Oleh
karena itu terdapat kemungkinan yang besar bahwa siswa kelas 2 yang memiliki
intensi tinggi ini cenderung meneruskan untuk merokok. Salah satu hal yang dapat
menentukan kuatnya intensi pada siswa untuk merokok adalah adanya kesetujuan
atau ketidaksetujuan dari orang-orang yang penting baginya (significant persons)
yang mengharapkan atau tidak mengharapkan siswa untuk merokok. Adapun orang-
orang penting dalam penelitian ini adalah teman, orang tua dan guru, Namun yang
sangat berperan dalam pembentukan intensi dalam penelitian ini adalah peran teman.
Kemudian di dukung oleh determinan sikap yang merupakan keyakinan siswa untuk
merokok dengan konsekuensi yang akan didapatkannya seperti merokok membuat
siswa lebih percaya diri, merokok membuat siswa tenang dan nyaman serta membuat
siswa terlihat lebih dewasa.
Dari berbagai penjelasan diatas, terlihat bahwa ketiga determinan menentukan
kekuatan dari intensi siswa. Ketiga determinan pembentuk intensi merokok siswa ini
juga mampu memprediksi keputusan siswa mengenai apakah siswa akan meneruskan
untuk merokok atau tidak. Selain itu, berbagai faktor-faktor untuk merokok dapat
menentukan lemahnya kekuatan intensi merokok pada siswa. Faktor yang
mempengaruhi siswa untuk merokok terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
74
Dilihat dari penjelasan diatas dan dikaitkan dengan faktor internal, dapat kita lihat
bahwa ternyata siswa cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap harapan dari
temannya untuk merokok serta siswa memiliki keinginan memenuhi harapan dari
orang yang dianggap penting tersebut sehingga intensi merokok siswa tinggi. Maka
dalam hal perilaku merokok siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung ini, penghayatan siswa
mengenai ada atau tidaknya dorongan sosial (significant persons) yang
mengharapkan siswa untuk merokok atau Subjective Norms merupakan hal yang
paling dipertimbangkan oleh siswa. Selain itu, faktor keyakinan terhadap konsekuensi
positif yang didapat dari merokok (Attitudes toward behavior) juga memperkuat
intensi merokok siswa.
Berbeda dengan determinan Perceived behavior control yang memberikan
pengaruh namun tidak sebesar kedua determinan lain yaitu yaitu Attitudes toward
behavior dan Subjective norms. Siswa dengan determinan Perceived Behavior control
yang tinggi untuk tidak merokok ini, erat kaitannya dengan sampel penelitian yang
merupakan pelajar SMA atau remaja yang dimana mereka masih takut untuk
merokok dan takut mendapatkan hukuman jika mereka ketahuan merokok. Siswa
lebih menghayati bahwa hambatan untuk menampilkan perilaku merokok lebih besar,
seperti larangan orang tua dan guru serta larangan dari teman terdekat yang tidak
merokok, juga tidak adanya tempat dan kesempatan yang memfasilitasi siswa untuk
merokok. Selain itu adanya aturan sekolah bahkan aturan rumah yang mereka hayati
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
75
harus dipenuhi agar tidak mendapatkan konsekuensi yang negatif (hukuman) yang
merugikan mereka sendiri.
76
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan kontribusi dari ketiga determinan intensi merokok
terhadap intensi merokok siswa sebesar 66,909%, menunjukkan bahwa
perilaku merokok siswa dipengeruhi secara signifikan oleh determinan
penentu intensi merokok siswa sehingga siswa memiliki kecenderungan
yang tinggi untuk merokok.
2. Sebanyak 54,55% (24 orang) siswa memiliki intensi yang tinggi untuk
merokok. Hal ini berarti bahwa lebih dari setengah siswa kelas 2 yang
termasuk perokok ringan memiliki kecenderungan yang besar untuk
merokok atau lebih dari setengah siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung
memiliki kecenderungan untuk merokok.
3. Dari tiga faktor penentu intensi Norma subjektif (Subjective norms) dan
sikap terhadap perilaku (Attitudes toward behavior) untuk merokok
merupakan determinan yang paling memberikan pengaruh dalam
menentukan kuatnya intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22
Bandung.
4. Sebanyak 45,45% dari siswa memiliki intensi yang rendah untuk
merokok, yang berarti bahwa sebagian siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung
memiliki kecenderungan untuk tidak merokok. Hal ini dapat disebabkan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
77
karena Siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung memiliki persepsi mengenai
kontrol tingkah laku yang baik terhadap dampak yang negatif dari perilaku
merokok dan dikarenakan adanya pengalaman masa lalu siswa yang
memandang bahwa merokok merusak kesehatan, serta adanya perasaan
takut akan dihukum jika ketahuan merokok.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti
merumuskan beberapa hal yang dapat disaran adalah sebagai berikut :
1. Subjective norms merupakan determinan yang paling menentukan
tingginya intensi pada siswa untuk merokok. Untuk mengubah persepsi
siswa akan harapan dari significant persons serta dorongan untuk
memenuhi harapan untuk merokok, dapat diupayakan dengan mengubah
belief yang terdapat dalam normative belief yang negatif menjadi positif
dan membentuk belief baru bahwa kebanyakan orang-orang yang menjadi
rujukannya beranggapan ia seharusnya tidak merokok, kondisi ini akan
membentuk norma subyektif baru yang menekan individu untuk
menghindari tingkah laku merokok
2. Pembentukan atau belief baru dapat dilakukan dengan cara memberikan
informasi tentang merokok lewat penyuluhan- penyuluhan ke sekolah atau
kelas yang rutin diselenggarakan. Penyuluhan ini dapat berisi mengenai
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
78
sesuatu yang praktis mengenai apa itu rokok, bahaya merokok, cara-cara
untuk berhenti merokok, profil orang-orang yang sakit akibat merokok.
3. Bagi pihak Sekolah sebaiknya memperketat peraturan sekolah terutama
dalam pelarangan merokok sebab siswa memiliki kecenderungan yang
tinggi untuk melakukan perilaku merokok. Selain itu pihak sekolah
hendaknya memberikan hukuman yang tegas dan konsisten kepada siswa
yang ketahuan merokok.
4. Bagi orang tua hendaknya mendampingi dan mendukung kearah perilaku
yang baik secara fisik maupun secara psikologis bagi perkembangan
anaknya, sehingga anak-anaknya tidak salah memilih lingkungan atau
teman yang dapat membuat mereka menjadi perokok.
5. Sangat diharapkan siswa-siswi mampu untuk bisa bersikap Asertif, yaitu
mampu mengatakan secara tegas dan lugas pada orang lain tanpa
menyakiti, dalam artian siswa-siswi mampu menolak ajakan teman untuk
tidak merokok. Hal ini dapat membantu siswa untuk meminimalisir
tingginya intensi merokok siswa sebab peran dari teman-teman (Subjektive
norms) memberikan pengaruh terbesar dalam menentukan intensi
merokok siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.
6. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya memperluas variabel penelitian
sebab terdapat pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini sebesar Ű = 33,091% yang berkontribusi dalam membentuk
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
79
intensi merokok siswa, seperti : faktor pribadi (emosi, intelligence,
general attitudes, personal trait), faktor sosial (umur, jenis kelamin,
kebudayaan, pendidikan, agama, pendapatan) dan faktor informasi
(pengalaman, pengetahuan, media).
Daftar Pustaka
Ajzen, Icek. 2005 Attitude, Personality and Behavior. Milton Keynes: Open
University Press.
Fishbein, M & Ajzen. l. 1975. Belief, Attitude, Intention and behavior, an Intro in
Theory and Research. Sddison-wesley Publishing Company. Reading,
Massacusetts.
Mc Gee, dkk. (2005). Is Cigarette Smoking Associated With Suicidal Ideation
Among Young People? : The American Journal of Psychology. Washington.
http://www.proquest.com/. (on-line).
Aritonang, M.R (1997). Fenomena Wanita Merokok. Jurnal Psikologi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press
Komalasari, Dian & Helmi, Avin Fadilla. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku
Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 28: 37-47.
Mengapa Remaja Merokok, 2004.
http://www.mqmedia.com/tabloid_mq/apr03/mq_remaja_pernik.htm (on line)
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT. Gramedia
Chakravarti, Laha, and Roy, (1967). Handbook of Methods of Applied
Statistics,Volume I, John Wiley and Sons, pp. 392-394.
http://www.teori/perilaku/merokok/«unik-unik/bagus/nih.htm
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/03/ciri-ciri-remaja /
http://episentrum.com/search/teori/remaja.
http://www.jevuska.com/topic/teori+remaja.html.
http://www.bascommetro.com/2009/11/teori-tentang-remaja.html.
Santrock, John W. 1995. Live-span development edisi kelima Jilid II. Jakarta :
Erlangga.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia.
LAMPIRAN
Lampiran 1 UJI VALIDITAS
No. Item rshit Keterangan 1 0.95 Diterima
2 0.00 Ditolak
3 0.48 Diterima
4 0.67 Diterima
5 0.56 Diterima
6 0.14 Ditolak
7 0.00 Ditolak
8 1 Diterima
9 0.63 Diterima
10 0.63 Diterima
11 0.51 Diterima
12 1 Diterima
13 0.37 Diterima
14 0.56 Diterima
15 0.79 Diterima
16 0.62 Diterima
17 0.32 Diterima
18 0.37 Diterima
19 0.14 Ditolak
20 0.02 Ditolak
21 0.07 Ditolak
22 0.86 Diterima
23 0.65 Diterima
24 0.76 Diterima
25 0.00 Ditolak
26 0.37 Diterima
27 0.71 Diterima
28 1 Diterima
29 0.53 Diterima
30 0.00 Ditolak
31 0.46 Diterima
32 0.56 Diterima
33 0.62 Diterima
34 0.41 Diterima
35 0.29 Ditolak
36 0.12 Ditolak
37 0.76 Diterima
38 0.37 Diterima
39 0.86 Diterima
40 0.89 Diterima
41 0.11 Ditolak
42 0.2 Ditolak
43 1 Diterima
44 0.37 Diterima
45 0.49 Diterima
46 0.4 Diterima
47 0.4 Diterima
48 0.32 Diterima
49 0.2 Ditolak
50 0.48 Diterima
51 0.12 Ditolak
52 0.09 Ditolak
53 0.2 Ditolak
54 0.37 Diterima
55 0.41 Diterima
56 0.32 Diterima
UJI RELIABILITAS
Reliability Attitude Toward Behavior
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 44 100.0
Excludeda 0 .0
Total 44 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.857 13
Reliability Subjective Norms
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 44 100.0
Excludeda 0 .0
Total 44 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.842 6
Reliability Perceived Behavioral control
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 44 100.0
Excludeda 0 .0
Total 44 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.825 12
Reliability Intensi
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 44 100.0
Excludeda 0 .0
Total 44 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.816 9
Lampiran 2 DATA VARIABEL X1
Responden
Attitude Toward Behavior (X1) Total
01 03 04 05 08 09 26 27 28 29 31 32 33 1 6 3 6 6 6 6 5 2 5 1 3 2 3 54 2 5 4 6 5 5 6 5 4 4 1 4 1 4 54 3 6 5 6 6 6 6 1 2 1 5 4 6 6 60 4 5 4 6 6 6 5 2 1 4 2 4 4 2 51 5 5 4 6 5 5 6 4 5 6 5 4 2 3 60 6 5 3 5 5 4 3 5 4 5 5 5 5 5 59 7 5 4 4 5 5 6 4 2 3 2 4 3 3 50 8 5 3 6 6 6 6 2 2 2 1 2 1 2 44 9 6 6 6 6 6 6 6 5 6 4 4 4 6 71 10 3 3 4 5 5 6 4 2 5 2 5 3 3 50 11 6 4 6 6 5 6 3 1 2 1 1 1 1 43 12 6 5 5 3 4 6 5 3 5 2 3 3 3 53 13 5 4 5 5 6 5 4 2 5 4 4 5 5 59 14 5 3 5 3 3 2 5 4 4 3 4 3 5 49 15 6 5 6 4 4 4 6 5 6 4 5 5 6 66 16 6 3 5 5 6 6 2 1 2 2 1 1 2 42 17 5 4 5 6 5 5 4 4 4 2 3 2 5 54 18 6 5 6 6 6 6 4 4 5 1 3 2 2 56 19 5 3 6 6 5 5 1 1 2 4 3 2 5 48 20 6 4 6 6 4 6 1 1 1 1 6 1 1 44 21 6 6 6 2 5 3 5 6 6 2 3 2 4 56 22 5 5 6 3 3 1 6 5 6 3 5 5 6 59 23 4 4 5 6 6 4 4 3 5 1 4 1 3 50 24 6 4 6 6 6 4 4 2 6 1 1 1 4 51 25 4 3 6 5 5 6 3 2 3 2 5 4 3 51 26 4 5 6 5 4 6 3 3 4 1 3 3 6 53 27 4 5 6 6 6 3 5 5 5 1 6 6 6 64 28 5 5 3 2 5 4 4 3 3 2 2 2 3 43 29 6 6 6 6 4 6 4 2 6 1 4 3 4 58 30 5 6 6 6 6 5 5 4 5 1 6 2 5 62 31 6 5 6 5 5 5 6 4 6 3 2 3 4 60 32 2 4 2 1 1 1 3 4 6 4 3 1 5 37 33 4 4 2 6 6 6 5 4 5 2 5 2 1 52 34 1 1 1 6 6 6 1 1 1 1 6 1 6 38 35 2 2 2 2 5 5 1 1 1 6 6 6 6 45 36 1 1 1 6 6 6 1 1 1 1 6 1 6 38 37 1 1 1 6 6 6 1 1 1 1 1 1 1 28 38 3 3 5 2 4 5 4 2 6 1 1 1 3 40 39 3 2 2 6 6 6 5 2 3 3 3 2 4 47 40 1 1 6 6 6 6 1 1 1 1 1 1 3 35 41 4 4 4 6 6 3 4 4 4 6 6 6 3 60 42 1 2 2 2 6 6 1 1 1 1 1 1 1 26 43 6 5 5 1 1 3 4 5 5 2 2 2 2 43 44 4 3 4 5 5 3 3 2 3 3 1 2 2 40
DATA VARIABEL X2 Responden
Subjective Norms (X2) Total
22 23 24 54 55 56 1 4 3 3 2 3 3 18 2 4 3 3 5 6 6 27 3 1 1 2 2 2 2 10 4 4 1 3 6 1 4 19 5 2 2 2 2 2 2 12 6 5 4 4 5 6 5 29 7 5 2 2 5 2 2 18 8 1 1 1 4 1 1 9 9 5 5 5 4 3 3 25
10 5 2 2 6 3 3 21 11 6 1 1 4 1 1 14 12 1 1 1 2 6 6 17 13 5 4 4 5 1 3 22 14 5 2 4 2 1 1 15 15 5 4 6 5 2 1 23 16 1 1 2 5 1 1 11 17 4 3 3 5 2 2 19 18 4 2 3 6 1 1 17 19 3 4 4 4 4 4 23 20 1 1 1 1 1 1 6 21 3 4 4 3 2 2 18 22 3 5 5 4 3 2 22 23 3 3 4 2 1 1 14 24 2 3 3 3 3 3 17 25 3 3 3 1 6 6 22 26 5 5 2 5 1 2 20 27 1 6 6 1 6 6 26 28 2 2 2 2 5 5 18 29 4 2 2 6 1 1 16 30 4 5 5 1 6 6 27 31 4 4 5 4 4 5 26 32 1 3 6 6 3 1 20 33 3 1 1 1 1 1 8 34 1 1 1 1 1 1 6 35 6 1 1 1 1 1 11 36 1 1 1 1 1 1 6 37 1 1 1 6 1 1 11 38 3 1 6 1 2 4 17 39 5 2 2 4 1 1 15 40 6 1 1 1 1 1 11 41 3 3 3 6 1 1 17 42 1 1 1 1 1 1 6 43 2 2 2 3 1 1 11 44 6 5 2 4 1 2 20
DATA VARIABEL X3 Responden
Perceived Behavior Control (X3) Total
34 37 38 39 40 43 44 45 46 47 48 50 1 1 5 5 5 1 3 2 1 1 3 2 4 33 2 3 6 5 4 3 2 4 5 4 3 3 2 44 3 6 1 1 1 5 1 4 4 3 2 1 4 33 4 6 2 2 3 4 4 6 5 5 5 3 3 48 5 6 5 2 2 4 2 5 6 6 4 2 6 50 6 6 4 3 3 4 3 5 5 5 3 4 3 48 7 5 1 3 2 5 3 5 4 4 4 4 3 43 8 5 2 1 1 6 2 4 4 4 1 1 1 32 9 6 6 4 4 6 6 6 6 6 6 6 6 68 10 4 3 2 2 4 4 5 5 4 4 2 3 42 11 6 1 1 1 5 6 1 1 1 2 1 2 28 12 6 1 4 4 6 6 6 5 6 1 1 1 47 13 5 4 4 5 4 6 5 5 5 5 3 2 53 14 5 4 2 2 5 5 6 5 6 2 1 1 44 15 6 4 4 5 5 5 6 6 6 1 4 1 53 16 3 3 3 4 3 4 3 4 3 1 1 1 33 17 1 6 3 4 3 2 5 6 6 6 5 4 51 18 1 6 3 4 2 3 6 6 6 2 5 3 47 19 2 4 6 4 6 2 5 5 5 6 6 5 56 20 2 4 5 2 2 4 1 1 6 1 1 1 30 21 6 6 4 4 5 4 6 6 6 2 4 2 55 22 6 1 1 6 6 3 6 6 6 1 4 5 51 23 6 2 4 3 2 2 6 6 6 6 1 6 50 24 6 3 4 4 4 5 5 6 6 4 1 1 49 25 5 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 55 26 6 6 4 4 5 3 6 6 5 4 1 4 54 27 5 1 2 2 5 3 1 1 1 6 6 6 39 28 5 2 4 4 2 3 5 5 4 3 2 2 41 29 6 3 6 6 2 6 6 6 6 5 6 5 63 30 5 5 3 3 5 5 6 5 4 5 5 6 57 31 6 4 3 3 5 5 6 6 6 6 5 5 60 32 1 4 6 3 5 6 6 6 1 5 1 4 48 33 6 6 3 1 6 5 6 6 6 4 1 2 52 34 6 6 4 4 4 3 1 1 1 6 6 6 48 35 3 4 2 2 5 5 1 1 2 1 1 1 28 36 6 6 4 4 3 3 1 1 1 6 6 6 47 37 6 4 1 1 6 5 6 6 1 1 1 1 39 38 6 5 6 6 4 4 3 6 5 6 6 6 63 39 5 3 5 5 6 3 5 5 5 1 1 1 45 40 6 6 1 1 6 6 1 1 1 6 6 6 47 41 3 6 3 3 1 4 1 1 1 6 6 6 41 42 4 3 1 1 5 6 1 1 1 1 1 1 26 43 5 2 1 1 5 3 3 2 6 2 1 2 33 44 3 4 6 2 3 4 3 4 4 2 1 1 37
DATA VARIABEL Y Responden
Intensi (Y) Total
10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 5 2 2 4 5 3 2 2 3 28 2 5 6 4 4 5 1 5 1 4 35 3 1 1 1 4 2 1 1 2 2 15 4 3 4 4 6 6 3 2 1 4 33 5 6 4 5 4 4 3 2 2 2 32 6 3 4 5 6 4 4 5 3 4 38 7 3 2 3 3 3 5 3 2 2 26 8 2 1 2 6 5 1 2 1 5 25 9 5 2 5 6 6 6 6 2 6 44 10 4 3 3 5 5 5 2 2 5 34 11 1 1 1 6 3 2 2 1 1 18 12 5 1 3 4 6 3 1 1 5 29 13 5 2 5 5 5 3 3 2 5 35 14 6 3 4 6 6 4 4 5 6 44 15 6 1 6 6 6 4 5 1 6 41 16 2 1 2 3 4 1 1 1 3 18 17 4 5 2 6 6 2 4 2 5 36 18 5 6 4 6 6 1 1 1 4 34 19 6 2 6 6 2 6 6 2 5 41 20 6 1 2 6 6 1 1 1 1 25 21 5 1 6 6 6 4 2 2 6 38 22 6 5 5 6 6 5 1 4 6 44 23 4 3 4 6 5 1 4 1 4 32 24 3 3 5 6 6 3 1 1 4 32 25 6 1 4 1 6 6 4 6 4 38 26 5 4 4 6 4 4 3 3 3 36 27 4 6 3 6 6 1 6 6 4 42 28 2 2 2 5 3 2 2 3 2 23 29 6 1 4 6 6 4 1 1 6 35 30 5 3 6 6 6 4 2 2 5 39 31 5 3 4 6 6 4 1 1 6 36 32 4 4 3 5 2 3 1 3 3 28 33 5 3 5 6 6 4 3 1 4 37 34 1 1 1 6 1 1 1 1 1 14 35 1 1 1 6 6 1 1 1 1 19 36 1 1 1 6 1 1 1 1 1 14 37 1 1 1 6 6 1 1 1 1 19 38 4 1 2 6 3 3 1 2 2 24 39 4 1 4 3 4 3 6 6 3 34 40 1 1 1 6 6 1 1 6 1 24 41 1 1 6 4 1 6 1 1 6 27 42 1 1 1 6 6 1 1 1 1 19 43 2 1 2 6 5 2 1 1 2 22 44 3 3 3 4 3 1 1 2 2 22
DATA SKOR VARIABEL X1, X2, X3 DAN Y
Responden X1 X2 X3 Y
1 54 18 33 28 2 54 27 44 35 3 60 10 33 15 4 51 19 48 33 5 60 12 50 32 6 59 29 48 38 7 50 18 43 26 8 44 9 32 25 9 71 25 68 44 10 50 21 42 34 11 43 14 28 18 12 53 17 47 29 13 59 22 53 35 14 49 15 44 44 15 66 23 53 41 16 42 11 33 18 17 54 19 51 36 18 56 17 47 34 19 48 23 56 41 20 44 6 30 25 21 56 18 55 38 22 59 22 51 44 23 50 14 50 32 24 51 17 49 32 25 51 22 55 38 26 53 20 54 36 27 64 26 39 42 28 43 18 41 23 29 58 16 63 35 30 62 27 57 39 31 60 26 60 36 32 37 20 48 28 33 52 8 52 37 34 38 6 48 14 35 45 11 28 19 36 38 6 47 14 37 28 11 39 19 38 40 17 63 24 39 47 15 45 34 40 35 11 47 24 41 60 17 41 27 42 26 6 26 19 43 43 11 33 22 44 40 20 37 22
Lampiran 3
PERHITUNGAN KRITERIA TINGGI RENDAH VARIABEL X1, X2, X3 DAN Y
a. Aspek Sikap (X1) Jumlah Pertanyaan = 13 Skor Maksimum = 6 Skor Minimum = 1 Kemungkinan Maksimum = 78 Kemungkinan Minimum = 13 Rentang = 65 Jumlah Jenjang = 2 Jenjang Range = 32,5 Interval Kelas Kategori = Rendah = 13 - 45 Tinggi = 45,5 - 78
b. Aspek Norma (X2) Jumlah Pertanyaan = 6 Jawaban Terbesar = 6 Jawaban Terkecil = 1 Kemungkinan Maksimum = 36 Kemungkinan Minimum = 6 Rentang = 30 Jumlah Jenjang = 2 Jenjang Range = 15 Interval Kelas Kategori = Rendah = 6 - 20 Tinggi = 21 - 36
c. Aspek Kontrol (X3) Jumlah Pertanyaan = 12 Jawaban Terbesar = 6 Jawaban Terkecil = 1 Kemungkinan Maksimum = 72 Kemungkinan Minimum = 12 Rentang = 60 Jumlah Jenjang = 2 Jenjang Range = 30 Interval Kelas Kategori =
Rendah = 12 - 41 Tinggi = 42 - 72
d. Intensi Merokok (Y)
Jumlah Pertanyaan = 9 Jawaban Terbesar = 6 Jawaban Terkecil = 1 Kemungkinan Maksimum = 54 Kemungkinan Minimum = 9 Rentang = 45 Kategori = 2 Jenjang Range = 22,5 Interval Kelas Kategori = Rendah = 9 - 31 Tinggi = 31,5 - 54
DATA SKOR DAN KRITERIA VARIABEL X1, X2, X3 DAN Y
Responden X1 X2 X3 Y
SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA SKOR KRITERIA 1 54 Tinggi 18 Rendah 33 Rendah 28 Rendah 2 54 Tinggi 27 Tinggi 44 Tinggi 35 Tinggi 3 60 Tinggi 10 Rendah 33 Rendah 15 Rendah 4 51 Tinggi 19 Rendah 48 Tinggi 33 Tinggi 5 60 Tinggi 12 Rendah 50 Tinggi 32 Tinggi 6 59 Tinggi 29 Tinggi 48 Tinggi 38 Tinggi 7 50 Tinggi 18 Rendah 43 Tinggi 26 Rendah 8 44 Rendah 9 Rendah 32 Rendah 25 Rendah 9 71 Tinggi 25 Tinggi 68 Tinggi 44 Tinggi 10 50 Tinggi 21 Tinggi 42 Tinggi 34 Tinggi 11 43 Rendah 14 Rendah 28 Rendah 18 Rendah 12 53 Tinggi 17 Rendah 47 Tinggi 29 Rendah 13 59 Tinggi 22 Tinggi 53 Tinggi 35 Tinggi 14 49 Tinggi 15 Rendah 44 Tinggi 44 Tinggi 15 66 Tinggi 23 Tinggi 53 Tinggi 41 Tinggi 16 42 Rendah 11 Rendah 33 Rendah 18 Rendah 17 54 Tinggi 19 Rendah 51 Tinggi 36 Tinggi 18 56 Tinggi 17 Rendah 47 Tinggi 34 Tinggi 19 48 Tinggi 23 Tinggi 56 Tinggi 41 Tinggi 20 44 Rendah 6 Rendah 30 Rendah 25 Rendah 21 56 Tinggi 18 Rendah 55 Tinggi 38 Tinggi 22 59 Tinggi 22 Tinggi 51 Tinggi 44 Tinggi 23 50 Tinggi 14 Rendah 50 TinIggi 32 Tinggi 24 51 Tinggi 17 Rendah 49 Tinggi 32 Tinggi 25 51 Tinggi 22 Tinggi 55 Tinggi 38 Tinggi 26 53 Tinggi 20 Rendah 54 Tinggi 36 Tinggi 27 64 Tinggi 26 Tinggi 39 Rendah 42 Tinggi 28 43 Rendah 18 Rendah 41 Rendah 23 Rendah 29 58 Tinggi 16 Rendah 63 Tinggi 35 Tinggi 30 62 Tinggi 27 Tinggi 57 Tinggi 39 Tinggi 31 60 Tinggi 26 Tinggi 60 Tinggi 36 Tinggi 32 37 Rendah 20 Rendah 48 Tinggi 28 Rendah 33 52 Tinggi 8 Rendah 52 Tinggi 37 Tinggi 34 38 Rendah 6 Rendah 48 Tinggi 14 Rendah 35 45 Rendah 11 Rendah 28 Rendah 19 Rendah 36 38 Rendah 6 Rendah 47 Tinggi 14 Rendah 37 28 Rendah 11 Rendah 39 Rendah 19 Rendah 38 40 Rendah 17 Rendah 63 Tinggi 24 Rendah 39 47 Tinggi 15 Rendah 45 Tinggi 34 Tinggi 40 35 Rendah 11 Rendah 47 Tinggi 24 Rendah 41 60 Tinggi 17 Rendah 41 Rendah 27 Rendah 42 26 Rendah 6 Rendah 26 Rendah 19 Rendah 43 43 Rendah 11 Rendah 33 Rendah 22 Rendah 44 40 Rendah 20 Rendah 37 Rendah 22 Rendah
HASIL PERHITUNGAN FREKUENSI DAN PERSENTASE TINGGI RENDAH ASPEK-ASPEK INTENSI
(X1, X2, X3)
Aspek-aspek Intensi (X1, X2, X3) F % Ketiga Aspek Tinggi X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Tinggi 11 25,00
Dua Aspek Tinggi, Satu Aspek Rendah X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Rendah 1 2,27 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Tinggi 14 31,82
Dua Aspek Rendah, Satu Aspek Tinggi X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Rendah 3 6,82 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Tinggi 5 11,36
Ketiga Aspek Rendah X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Rendah 10 22,73 Jumlah 44 100
HASIL PERHITUNGAN FREKUENSI DAN PERSENTASE
TINGGI RENDAH INTENSI MEROKOK (Y)
Intensi Merokok (Y) F % Rendah 20 45,45 Tinggi 24 54,55
Jumlah 44 100
HASIL PERHITUNGAN TABULASI SILANG FREKUENSI DAN
PERSENTASE ANTARA ASPEK-ASPEK INTENSI (X1, X2, X3) DAN TINGGI RENDAH
INTENSI MEROKOK (Y)
Intensi Merokok (Y) Rendah Tinggi Jumlah
Aspek-aspek Intensi (X1, X2, X3) f % f % f % X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Tinggi 0 0.00 11 25.00 11 25.00 X1 Tinggi, X2 Tinggi, X3 Rendah 0 0.00 1 2.27 1 2.27 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Tinggi 2 4.55 12 27.27 14 31.82 X1 Tinggi, X2 Rendah, X3 Rendah 3 6.82 0 0.00 3 6.82 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Tinggi 5 11.36 0 0.00 5 11.36 X1 Rendah, X2 Rendah, X3 Rendah 10 22.73 0 0.00 10 22.73
Jumlah 20 45.45 24 54.55 44 100
Lampiran 4
HASIL PERHITUNGAN UNTUK NILAI-NILAI YANG DIPERLUKAN
DALAM PERHITUNGAN KOEFISIEN JALUR DENGAN MENGGUNAKAN
PROGRAM SPSS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
X1 X2 X3 Y N 44 44 44 44
Normal Parametersa,,b
Mean 50.07 16.82 45.70 30.20
Std. Deviation
9.827 6.252 10.099 8.717
Most Extreme Differences
Absolute .088 .103 .119 .127
Positive .065 .097 .100 .082
Negative -.088 -.103 -.119 -.127
Kolmogorov-Smirnov Z .585 .680 .791 .843
Asymp. Sig. (2-tailed) .884 .744 .559 .476
Correlations
X1 X2 X3 X1 Pearson Correlation 1 .625** .476**
Sig. (2-tailed) .000 .001 N 44 44 44
X2 Pearson Correlation .625** 1 .505** Sig. (2-tailed) .000 .000 N 44 44 44
X3 Pearson Correlation .476** .505** 1 Sig. (2-tailed) .001 .000 N 44 44 44
Model Summary
Model R R
Square 1 .818a .669
Correlations X1 X2 X3 Y
X1 Pearson Correlation 1 .625** .476** .699** Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 N 44 44 44 44
X2 Pearson Correlation .625** 1 .505** .714** Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 N 44 44 44 44
X3 Pearson Correlation .476** .505** 1 .622** Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 N 44 44 44 44
Y Pearson Correlation .699** .714** .622** 1 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 N 44 44 44 44
HASIL PERHITUNGAN MATRIKS INVERS YANG DIPERLUKAN DALAM PERHITUNGAN KOEFISIEN JALUR
DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MINITAB
MTB > Read 3 3 M1. DATA> 1 0.62517 0.47614 DATA> 0.62517 1 0.50453 DATA> 0.47614 0.50453 1 3 rows read. MTB > print M1
Data Display Matrix M1 1.00000 0.62517 0.47614 0.62517 1.00000 0.50453 0.47614 0.50453 1.00000 MTB > Invert M1 M2. MTB > PRINT M2
Data Display Matrix M2 1.74060 -0.89882 -0.37529 -0.89882 1.80561 -0.48302 -0.37529 -0.48302 1.42239
PROSES PERHITUNGAN ANALISIS JALUR
A. Hitung Matrik Korelasi dari Variabel Bebas (X 1, X2, dan X3) dan Variabel Tak Bebas (Y)
=
YYYXYXYX
YXXXXXXX
YXXXXXXX
YXXXXXXX
rrrr
rrrr
rrrr
rrrr
R
321
3332313
2322212
1312111
=
10,622350,713820,69945
0,6223510,504530,47614
0,713820,5045310,62517
0,699450,476140,625171
B. Hitung Matrik Korelasi Antar Variabel Bebas
=
332313
322212
312111
XXXXXX
XXXXXX
XXXXXX
x
rrr
rrr
rrr
R
=10,504530,47614
0,5045310,62517
0,476140,625171
C. Hitung Matriks Invers Dari R X
=−
333231
232221
1312111
CCC
CCC
CCC
XR
=1,422390,48302-0,37529-
0,48302-1,805610,89882-
0,37529-0,89882-1,74060
D. Hitung Koefisien Jalur Secara Matriks
=
YX3
YX2
YX1
333231
232221
131211
YX3
YX2
YX1
r
r
r
CCC
CCC
CCC
P
P
P
=0,62235
0,71382
0,69945
1,422390,48302-0,37529-
0,48302-1,805610,89882-
0,37529-0,89882-1,74060
=0,27794
0,35960
0,34230
E. Hitung R2 Berdasarkan Koefisien Jalur yang Diperoleh
( ) [ ]
=
3
2
1
321321
YX
YX
YX
YXYXYX2
XXYX
r
r
r
PPPR
( ) [ ]
=0,62235
0,71382
0,69945
27794,035960,034230,0R2XXYX 321
= 0,66909
Selanjutnya dihitung Pyε
( ) 0,575250,669091R1 2XXYX 321
=−=−=εyp
Setelah keseluruhan koefisien jalur dihitung, maka diagram jalur dapat
digambarkan beserta nilai koefisien-koefisien jalur variabel sebab terhadap
variabel akibat dan koefisien korelasi di antara variabel sebab untuk
mempermudah dalam interpretasi hasil analisis jalur:
di mana :
rx1x2 0,62517 rx1x3 0,47614 rx2x3 0,50453 Pyx1 0,34230 Pyx2 0,35960 Pyx3 0,27794 Pyε 0,57525
F. Besarnya Pengaruh Secara Parsial
a. X1 ke Y Pengaruh X1 langsung terhadap Y (0,34230)2 = 0,11717 Pengaruh X1 terhadap Y melalui X2 = (0,34230) (0,62517) (0,35960) = 0,07695 Pengaruh X1 terhadap Y melalui X3 = (0,34230) (0,47614) (0,27794) = 0,04530 Pengaruh total X1 ke Y = 0,23942
b. X2 ke Y Pengaruh X2 langsung terhadap Y (0,35960)2 = 0,12931
Pengaruh X2 terhadap Y melalui X1 = (0,35960) (0,62517) (0,34230) = 0,07695 Pengaruh X2 terhadap Y melalui X3 = (0,35960) (0,50453) (0,27794) = 0,05043 Pengaruh total X2 ke Y = 0,25669
c. X3 ke Y Pengaruh langsung X3 terhadap Y = (0,27794)2 = 0,07725 Pengaruh X3 terhadap Y melalui X1 = (0,27794) (0,47614) (0,34230) = 0,04530 Pengaruh X3 terhadap Y melalui X2 = (0,27794) (0,50453) (0,35960) = 0,05043 Pengaruh total X3 ke Y = 0,17297
d. Besarnya pengaruh keseluruhan yang diterima oleh Y yang berasal dari X1,
X2, dan X3 = 0,23942 + 0,25669 + 0,17297 = 0,66909 atau 66,909% e. Pengaruh yang diterima oleh Y bukan hanya dari X1, X2, dan X3 saja, tetapi
masih banyak pengaruh dari variabel lain yang secara keseluruhan dilambangkan oleh ε. Jadi besarnya pengaruh variabel-variabel lain ke Y di luar X1, X2, dan X3 = 1- 0,66909 = 0,33091 atau 33,091%.
Pyx2
Pyx3
Pyx1
rx2x3
rx1x2
rx1x3
X1
X2
X3
Ű
Y
PyŰ
Lampiran 5
Hasil Elisitasi beliefs dari 25 responden :
Berdasarkan elisitas, diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut:
Behavioral beliefs merupakan keyakinan atas konsekuensi yang akan didapat dari perilaku
merokok siswa.
No Beliefs Persentase (%)
1 Membuat percaya diri 16
2 Melupakan masalah yang dihadapi sehingga tidak stress 12
3 Terlihat dewasa 12
4 Membuat tenang dan nyaman 12
5 Memiliki kesehatan yang buruk 8
6 Mengurangi uang jajan 8
7 Menghabiskan uang 8
8 Merusak kesehatan 8
9 Masalah tidak terselesaikan 8
10 Kelihatan macho 4
11 Biar lebih gaul 4
12 Memunculkan ide 4
Normative Beliefs merupakan keyakinan siswa atas pengaruh significant person dalam melakukan
atau tidak melakukan perilaku merokok. Berikut significant person yang diperoleh dari elisitasi:
No Beliefs Persentase (%)
1 Teman 56
2 Orang tua 24
3 Guru 20
Control beliefs merupakan keyakinan siswa atas keberadaan hal-hal yang mendukung atau
menghambat perilaku merokok.
No Beliefs Persentase (%)
1 Bertemu dengan teman yang merokok 16
2 Bertemu teman yang membawa rokok 14
3 Berkumpul dengan teman yang merokok 12
4 Menemukan area bebas rokok 12
5 Sulit merokok jika banyak guru disekolah 10
6 Jika bersama orang tua sulit merokok 10
7 Sulit merokok jika tidak diberi uang jajan 8
8 Mematuhi tata tertib sekolah sulit merokok 8
9 Sulit merokok saat dirumah 4
10 Jika ada razia sulit untuk merokok 4
RAHASIA
Asalamuallaikum Wr. Wb
Saya Aninda Dwi Wayanthy, mahasiswa Fakultas Psikologi Unisba yang sedang
melaksanakan penelitian guna penyusunan skripsi sebagai tugas akhir. Berkenaan dengan
hal tersebut, saya meminta kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner mengenai intensi
merokok. Kuesioner ini dilengkapi dengan petunjuk pengisian, dan identitas saudara akan
saya rahasiakan. Atas kerjasama dan kesediaan saudara, saya ucapkan terima kasih.
Wasalamuallaikum Wr. Wb
Nama (Boleh Inisial) :
JenisKelamin : L / P
Usia :
Petunjuk Pengisian
1. Pada halaman berikut terdapat pertanyaan-pertanyaan yang memperlihatkan
keyakinan, perasaan, kontrol tingkah laku dan intensi yang berkaitan dengan
perilaku merokok Anda diminta untuk menjawab sesuai dengan keadaan anda
2. Anda diminta untuk memberikan hanya satu jawaban terhadap setiap pertanyaan,
dengan cara melingkari (O) salah satu angka diantara 1 sampai dengan 6 yang
sesuai dengan keadaan anda
Contoh :
Saya yakin bahwa merokok akan merusak kesehatan
Semakin anda yakin bahwa merokok akan merusak kesehatan maka pilihlah
angka yang semakin besar, begitu pula sebaliknya bila Anda yakin bahwa
merokok tidak akan merusak kesehatan, maka lingkarilah angka yang semakin
kecil.
Tidak yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Yakin
3. Pastikan tidak ada nomor yang anda lewatkan
4. Jawablah sesuai dengan keadaan anda
5. Bekerjalah dengan teliti
6. Identitas anda akan kami rahasiakan
SELAMAT MENGERJAKAN
RAHASIA
Silahkan menjawab setiap pertanyaan dengan melingkari angka yang paling
menggambarkan pendapat anda Beberapa pertanyaan mungkin tampak mirip, tetapi
dalam mengatasi masalah tersebut yang agak berbeda Silakan baca setiap pertanyaan
dengan hati-hati
Instruksi untuk no 1-9
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan apa yang anda rasakan bila anda
merokok
1. Bagi saya memiliki kepercayaan diri itu
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
2. Bagi saya kehilangan masalah yang dapat membuat saya terbebas dari stres
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
3. Bagi saya menjadi terlihat lebih dewasa
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
4. Bagi saya mendapatkan ketenangan dan kenyamanan
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
5. Bagi saya memiliki kesehatan yang buruk
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
6. Bagi saya pengurangan jatah uang jajan
Sangat penting : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak penting
7. Bagi saya menghabiskan uang untuk kegiatan yang tidak bermanfaat
Sangat penting : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak penting
RAHASIA
8. Bagi saya melakukan sesuatu yang merusak kesehatan
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
9. Bagi saya memiliki masalah yang tidak dapat diselesaikan adalah
Sangat baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat buruk
Instruksi untuk no 10-21
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan seberapa besar kecenderungan anda
untuk merokok
10. Bagi saya untuk tidak merokok adalah hal
Sangat sulit : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat mudah
11. Kebanyakan orang yang penting bagi saya, seperti orang tua dan guru berfikir
bahwa
Saya akan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Saya tidak akan
Berhenti untuk merokok
12. Saya berencana untuk tetap merokok
Sangat mungkin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak mungkin
13. Keputusan saya untuk tetap merokok atau berhenti merokok adalah sepenuhnya
terserah kepada saya
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
14. Sebagian teman saya yang tidak terlalu saya kenal juga banyak yang merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai
15. Bagi saya untuk terus merokok adalah
Sangat bermanfaat : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak bermanfaat
RAHASIA
16. Saya yakin jika saya ingin, saya pasti bisa untuk tidak merokok
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
17. Orang tua dan guru mengharapkan saya untuk tidak terus merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
18. Bagi saya untuk tetap merokok
Sangat mungkin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak mungkin
19. Kebanyakan orang berpendapat bahwa mereka mendukung saya untuk tidak
merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai
20. Bagi saya merokok adalah hal
Sangat penting : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tak penting
21. Saya berniat tetap merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai
Instruksi untuk no 22-24
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan seberapa kuat keinginan anda untuk
memenuhi harapan dari orang-orang terdekat untuk merokok
22. Secara umum, seberapa pedulikah anda terhadap pendapat teman anda sehingga
anda terdorong untuk merokok?
Sangat tidak peduli : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat peduli
23. Secara umum, seberapa pedulikah anda terhadap pendapat orang tua anda
sehingga anda tidak terdorong untuk merokok?
Sangat tidak peduli : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat peduli
RAHASIA
24. Secara umum, seberapa pedulikah anda terhadap pendapat guru anda sehingga
anda tidak terdorong untuk merokok?
Sangat tidak peduli : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat peduli
Instruksi untuk no 25-33
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan seberapa yakin anda atas konsekuensi
yang diperoleh dari merokok
25. Merokok membuat saya percaya diri
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
26. Merokok membuat saya terbebas dari stres
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
27. Merokok membuat saya terlihat lebih dewasa
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
28. Merokok membuat saya merasa tenang dan nyaman
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
29. Merokok membawa dampak yang buruk bagi kesehatan
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
30. Merokok hanya membuang-buang uang jajan saya
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
31. Merokok sebagai pelampiasan yang tidak bermanfaat, seperti menghabiskan uang
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
32. Merokok adalah hal yang tidak bermanfaat sebab merusak kesehatan
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
RAHASIA
33. Merokok membuat masalah yang saya hadapi tidak dapat diselesaikan
Sangat yakin : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak yakin
Instruksi untuk no 34-43
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan keyakinan terhadap faktor-faktor yang
menghambat atau mendorong anda untuk merokok
34. Seberapa sering anda melihat teman-teman anda merokok di depan anda?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
35. Seberapa sering anda melihat teman anda membawa rokok?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
36. Seberapa sering anda berkumpul bersama teman-teman anda yang merokok?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
37. Seberapa sering anda menemukan area bebas merokok?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
38. Seberapa sering anda berada di rumah?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
39. Seberapa sering anda bersama dengan orang tua anda?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
40. Seberapa sering orang tua anda tidak memberikan uang jajan?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
41. Seberapa sering anda mematuhi tata-terib sekolah ?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
RAHASIA
42. Seberapa sering anda bertemu dengan guru di sekolah?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
43. Seberapa sering anda mengalami razia di sekolah?
Sangat jarang : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat Sering
Instruksi untuk no 44-53
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan penghayatan terhadap faktor-faktor
yang menghambat atau mendorong anda untuk merokok
44. Jika saya bertemu dengan teman-teman yang merokok, akan membuat saya lebih
mudah untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
45. Jika saya bertemu dengan teman saya yang membawa rokok, akan membuat saya
lebih mudah untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
46. Jika saya berkumpul dengan teman-teman yang merokok, akan membuat saya
lebih mudah untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
47. Jika saya menemukan area bebas rokok, akan membuat saya lebih sulit untuk
merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
48. Jika saya berada di rumah, akan membuat saya lebih sulit untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
49. Jika saya bersama orang tua, akan membuat saya lebih sulit untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
RAHASIA
50. Jika orang tua saya tidak memberikan saya uang jajan, membuat saya lebih sulit
untuk membeli rokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
51. Jika saya mematuhi tata-tertib sekolah, membuat saya lebih sulit untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
52. Jika banyak guru yang memantau di sekolah, membuat saya lebih sulit untuk
merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
53. Jika diadakan razia di dalam sekolah, membuat saya lebih sulit untuk merokok
Sangat setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak setuju
Instruksi untuk no 54-56
Pertanyaan dibawah ini berkaitan dengan bagaimana anda mempersepsi tekanan
dari orang-orang terdekat anda untuk merokok
54. Teman-teman saya berfikir bahwa saya harus merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai
55. Orang tua saya berfikir bahwa saya seharusnya tidak merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai
56. Guru saya berfikir bahwa saya seharusnya tidak merokok
Sangat sesuai : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : Sangat tidak sesuai