perkembangan moral anak usia sekolah dasar

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada priode anak adalah memiliki seperangkat nilai atau sistem etis untuk menjadi pedoman dalam bertingkah laku dalam menjalani kehidupan dimasyarakat. Selama usia anak-anak, pengusaha moral anak mulai diperhatikan secara berangsur-angsur mereka mulai menguasai dan menyakini nilai-nilai yang bersifat universal.nilai- nilai yang dimiliki sebagi seorang anak membimbing cara berinteraksi dengan orang lain,dan dalam menghadapi berbagai problematik kehidupan, sehingga memungkinkan anak menjalani kehidupan secara seimbang dan tentram. Tercapainya perkembangan moral memberi arti bagi peningkatan sosialisasi sehingga anak benar-benar siap memasuki kehidupan dewasa atau remajanya. ”Secara bertahap minat psikologi bergeser ke arah perkembangan moral – kepola yang normal untuk aspek perkembangan ini dan usia seorang anak dapat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat”(Elizaberh B. Hurlock, 1978: 74 ). Budaya sangat mempengaruhi perkembangan manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari terutama perkembangan 1

Upload: arkhamul

Post on 04-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada priode anak

adalah memiliki seperangkat nilai atau sistem etis untuk menjadi pedoman dalam

bertingkah laku dalam menjalani kehidupan dimasyarakat. Selama usia anak-anak,

pengusaha moral anak mulai diperhatikan secara berangsur-angsur mereka mulai

menguasai dan menyakini nilai-nilai yang bersifat universal.nilai-nilai yang

dimiliki sebagi seorang anak membimbing cara berinteraksi dengan orang lain,dan

dalam menghadapi berbagai problematik kehidupan, sehingga memungkinkan

anak menjalani kehidupan secara seimbang dan tentram. Tercapainya

perkembangan moral memberi arti bagi peningkatan sosialisasi sehingga anak

benar-benar siap memasuki kehidupan dewasa atau remajanya.

”Secara bertahap minat psikologi bergeser ke arah perkembangan moral –

kepola yang normal untuk aspek perkembangan ini dan usia seorang anak dapat

diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat”(Elizaberh B.

Hurlock, 1978: 74 ). Budaya sangat mempengaruhi perkembangan manusia dalam

melakukan kegiatan sehari-hari terutama perkembangan moral anak yang

merupakan penerus bangsa yang selanjutnya. Yang sangat menonjol sekali adalah 

perkembangan moral yang mana menurut Kolhberg menyatakan ”adanya tahap-

tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan” (Sunarto dan B. Agung

Hartono, 2006 :176).

Pada masa ini, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma

aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga

lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai

memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah

tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi

mereka juga makin beragam.

1

Page 2: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Dengan penjelasan dari atas maka kami memgangkat makalah dengan

judul ”Perkembangan Moral pada Anak Usia Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian moral ?

2. Bagaimana tahap-tahap perkembangan moral ?

3. Bagaimana perkembangan dan pengembangan moral anak usia sekolah

dasar ?

C. Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui pengertian moral

- Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan moral

- Untuk mengetahui perkembangan dan pengembangan moral anak usia

sekolah dasar

2

Page 3: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian moral

Moral berasal dari bahasa Latin "mos" (jamak: mores) yang berarti

kebiasaan, adat. Kata "mos" (mores) dalam bahasa Latin sama artinya dengan

etos dalam bahasa Yunani. Di dalam bahasa Indonesia, kata moral

diterjemahkan dengan arti susila. Adapun pengertian moral yang paling

umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide yang diterima

umum, yaitu berkaitan dengan makna yang baik dan wajar. Dengan kata lain,

pengertian moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran-

ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau

lingkungan tertentu. Kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya

perbuatan manusia sebagai manusia. Telah banyak ahli yang mencoba

memberikan pengertian moral. Seperti apa pengertian moral menurut mereka?

Berikut ini beberapa Pengertian Moral Menurut para Ahli:

Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada

akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau

adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.

Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara,

kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi

anggota suatu budaya.

Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang

berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar

salah dan baik buruknya tingkah laku.

Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral adalah

suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan

kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral

3

Page 4: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

sangat berhubungan dengan benar salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri,

dan lingkungan sosial.

B. Tahap-tahap Perkembangan Moral

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya

moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti

yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar

dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat

teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring

penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa

logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.

Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa

proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan

keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada

dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

Tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal diseluruh dunia

adalah yang dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlbert (1995), yaitu

sebagai berikut:

a. Tingkat Prakonvensional

Tingkat prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan

moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang

akan diterimanya baik berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan.

Tingkat prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik

buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat

tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk pada

kekuasaan tanpa mempersoalkannya.

4

Page 5: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental

Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang

merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan

kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia

diipandang seperti huubungan di pasar yang berorientasi pada untung-rugi.

b. Tingkat Konvensional

Tingkat konvensional atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan

ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga,

kelompok, atau masyarakat.

Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi

“Anak Manis”

Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan

dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka.

Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap,

penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata

melakukan kewajiban sendiri, menhormati otoritas, aturan yang tetap, dan

penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu

yang bernilai dalam dirinya.

c. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berdasarkan Prinsip

Tingkat pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-

ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan

prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari

otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip tersebut dan

terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.

Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalitas

Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian.

Artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak

dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah

5

Page 6: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat kesadaran yang jelas

mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi sesuai dengan relativisme

nilai tersebut. Terdapat penekanan atas aturan prosedural untuk mencapai

kesepakatan, terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional

dan demokratis, dan hak adalah masalah nilai dan pendapat pribadi.

Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan

penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan

pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang hukum,

persetujuan bebas, dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban .

Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika universal

Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prinsip-

prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada

komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis. Prinsip-

prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral

konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan,

resiprositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada

manusia sebagai pribadi.

C. Perkembangan Dan Pengembangan Moral anak usia Sekolah Dasar

Perilaku moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode

moral dari kelompok sosialnya. Moral berasal dari bahsa

latin: mores berarti tatakrama atau kebiasaan. Perilaku moral dikendalikan

oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam bertingkah laku, dimana

anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yang

diharapkan oleh masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah

perilaku yang gagal menyesuaikan pada harapan sosial. Perilaku tersebut

tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial. Perilaku unmoral adalah

perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya.

Perilaku ini cenderung terlihat pada kanak-kanak. Ketika masih kanak-

kanak, anak tidak diharapkan untuk mengenal seluruh tata krama dari

6

Page 7: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

suatu kelompok. Begitu anak memasuki usia remaja dan menjadi anggota

suatu kelompok, anak dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan

kebiasaan kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai dengan aturan tidak

hanya sesuai dengan dasar-dasar yang ditetapkan secara sosial tetapi juga

perlu diikuti secara suka rela. Hal ini terjadi pada otoritas eksternal

maupun internal. Dalam perkembangan moral kelak anak-anak harus

belajar mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian, begitu anak

bertambah besar, ia harus tahu alasan mengapa sesuatu dianggap benar

sementara yang lain tidak. Dengan demikian, anak perlu dilibatkan dalam

aktivitas kelompok, tetapi yang terpenting tetap perlu mengembangkan

harapan melakukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak

mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang

benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak

mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran

moral. Jadi, menurut piaget relativitasme moral menggantikan moral yang

kaku. Misalnya bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan

anak yang lebih sadar bahwa dalam bebarapa situasi, berbohong

dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.

Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari

perkembangan moral moral akhir masa kanak-kanak sebagai

tingkat moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan

penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini oleh

Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan

untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-

hubunganyang baik. Dalam tahap kedua, kohlberg mengatakan bahwa

kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi

semua anggota kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan

untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan.

7

Page 8: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Jean Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara

tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan

lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak

memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang

ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada

dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung

melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang

sudah ada dalam pikiran) dan proses akomodasi (proses memanfaatkan

konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses

tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama

dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara

bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan

lingkungannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat

dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya.

Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses

belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. 

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada

rentang usia sekolah dasar tersebut anak mulai menunjukkan perilaku

belajar sebagai berikut:

(1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek

situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara

serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara

berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)

Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip

ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5)

Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan

berat.

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,

kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

8

Page 9: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

(1) Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-

hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan

diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai

sumber belajar.  Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan

hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan

dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,

sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya

lebih dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Integratif; Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu

yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-

milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir

anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

(3) Hierarkis; Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar

berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal

yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu

diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan

keluasan serta kedalaman materi.

1. Usaha Pengembangan Tingkah Laku Bermoral

Sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan, perlu diupayakan suatu

sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan ketrampilan

peserta didik yang unggul, yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, manusia yang kreatif, cakap, terampil, jujur, dapat

dipercaya, disiplin, bertanggung jawab dan memiliki solidaritas sosial

yang tinggi. Untuk mewujudkan manusia yang unggul perlu diberikan

landasan pendidikan yang kokoh. Oleh karena itulah kebutuhan dasar

siswa harus terpenuhi lebih dahulu, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan

rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan akan harga

diri. Bangsa kita sebenarnya telah memiliki pilar pendidikan yang sangat

fundamental, yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro, Ing Ngarso Sun

Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, namun

implementasinya dalam pendidikan kita masih rendah. Empat pilar

9

Page 10: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

pendidikan yang dijadikan fondasi pendidikan pada era informasi dan

jaringan global ini dalam meraih dan merebut pasar internasional.

Keempat pilar tersebut adalah:

1. Learning to Know (belajar untuk tahu)

Pada proses pembelajaran melalui penerapan paradigma ini, peserta

didik akan dapat memahami dan menghayati bagaimana suatu

pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam

lingkungannya. Untuk mengkondisikan masyarakat belajar yang efektif

dewasa ini, diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu

diketahui, “bagaimana” mendapatkan Ilmu pengetahuan, “mengapa’ ilmu

pengetahuan perlu diketahui, “untuk apa” dan “siapa” yang akan

menggunaka ilmu pengetahuan itu. Belajar untuk tahu diarahkan pada

peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan fleksibel, adaptable,

value added dan siap memakai bukan siap pakai. Sebab, salah satu ukuran

luar yang dapat dipakai untuk melihat sejauh mana tingkat kemjuan

diskursus suatu disiplin ilmu adalah dengan melihat upaya-upaya dan hasil

diskursus mengenai disiplin tersebut.

2. Learning to Do (Belajar untuk melakukan)

Proses pembelajaran dengan penekanan agar peserta didik menghayati

proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna ‘’Active

Learning‘’. Peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih

untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang

dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan

menggali dan menemukan informasi (information searching and

exploring), mengolah dan informasi dan mengambil keputusan

(information processing and decision making skill), serta memecahkan

masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Menurut John

Dewey bahwa pembelajaran yang dapat dilakukan dengan: 1). Belajar

peserta didik dengan berpikir kreatif, 2). Keterampilan proses, 3).

Problem solving approach, 4). Pendekatan inkuiri, 5). Program sekolah

yang harus terpadu dengan kehidupan masyarakat, dan 6). Bimbingan

10

Page 11: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

sebagai bagian dari mengajar. Beberapa bentuk Active Learning ;

Kegiatan Active learning dilakukan dengan kegiatan mandiri, peserta didik

membaca sendiri bahan yang akan dibahas di kelas. 

3. Learning to be (Belajar untuk menjadi diri sendiri)

Proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik

dengan sikap mandiri. Kemandirian belajar merupakan kunci terbentuknya

rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk berkembang secara

mandiri. Sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan

diri secara tepat. Belajar mandiri harus didorong melalui penumbuhan

motivasi diri. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan

dalam melatih kemandirian peserta didik, misalnya; pendekatan sinektik,

problem soving, keterampilan proses, discovery, inquiry, kooperatif, dan

sebagainya Pendekatan pembelajaran tersebut mengutamakan keterlibatan

peserta didik secara efektif. Pendekatan-pendektan pembelajaran ini pada

dasarnya suatu proses sosial, peserta didik dibantu dalam melakukan peran

sebagai pengamat yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi.

Meskipun guru dapat memberikan situasi masalah, namun dalam

penerapannya, peserta didik mencari, menanyakan, memeriksa dan

berusaha menemukan sendiri hal-hal yang dipelajari. Para peserta didik

mulai berpikir berdasarkan kemampuan dan pengalamannya masing-

masing secara logis. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan salah satu

alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran. 

4. Learning To Live Together (Belajar untuk Hidup Bersama)

Proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati

hubungan antar manusia secara intensif dan terus menerus untuk

menghindarkan pertentangan ras/etnis, agama, suku, keyakinan politik,

dan kepentingan ekonomi. Peningkatan pendidikan nilai kemanusiaan,

moral, dan agama yang melandasi hubungan antar manusia.

Untuk mewujudkan makna pendidikan dan fondasi pembelajaran yang

terintegrasikannya nilai-nilai kemanusiaan dalam kepribadian dan perilaku

11

Page 12: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

selama proses pembelajaran diperlukan proses pembelajaran yang efektif.

Keefektifan proses pembelajaran merupakan pencerminan dalam mencapai

tujuan pembelajaran tepat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan. Keefektifan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan,

upaya, teknik dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan

pembelajaran secara optimal, tepat dan cepat (Nana Sudjana, 1996 : 52).

Sekolah tidak hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai

masyarakat, namun juga harus memberikan keaktifan kepada peserta didik

dan secara kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial, dan harus

mengadakan usaha pemecahan masalah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran antara

lain kemampuan guru dalam menggunakan strategi. Penerapan strategi

pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik, situasi,

fasilitas dan pembelajaran itu sendiri. Dengan menerapkan metode yang

tepat, proses pembelajaran akan berlangsung lebih efektif sehingga hasil

pembelajaran akan lebih baik dan mantap. Salah satu strategi pembelajaran

yang memberikan perhatian pengembangan potensi peserta didik adalah

strategi keterampilan proses (proses pemecahan masalah).

2. Orang Tua dan Pengembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Orang tua sangat besar peranannya dalam perkembangan moral anak.

Tidak seorang pun ahli perkembangan moral anak yang membantah bahwa

moral anak terbentuk melalui hubungan sosial. Hubungan sosial pertama

yang dialami anak dalam hidupnya adalah orang tuanya. Orang tua brperan

besar dalam membentuk tingkah laku altruitis, role taking,dan perasaan

bersalah pada anak. Kasih sayang orang tua terhadap anak, membangun

sistem interaksi yang bermoral antara anak dengan orang lain. Hubungan

dengan orang tua yang hangat, ramah, gembira, dan kasih sayang,

merupakan pupuk bagi perkembangan moral anak.

Pengembangan tingkah laku  moral tidak lepas dari berbagai peran 

keluarga adalah sebagai berikut:

a.Memperkenalkan nilai moral yang berlaku di masyarakat.

12

Page 13: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Di negara kita ada empat sumber nilai yang dijadikan pedoman

dalam bertingkah laku, yaitu agama, ilmu pengetahuan, nilai-nilai luhur

bangsa Indonesia (Pancasila) dan adat istiadat. Anak harus

diperkenalkan dengan aturan-aturan berhubungan sosial yang sesuai

dengan keempat sumber nilai itu. Kebiasaan yang berlaku di

masyarakat tidak boleh bertentangan dengan keempat sumber nilai itu.

Kalau terjadi pertentangan nilai yang berlaku di masyarakat dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam keempat  sumber itu, maka anak akan

mengikuti kebiasaan yang berlaku di masyarakat, karena seperti yang

dikatakan sebelumnya bahwa anak akan bertingkah laku yang dianggap

baik oleh orang dewasa  sekitarnya walaupun tidak sesuai dengan

moral. Dalam bertingkah laku mereka belum mempunyai kesadaran

untuk berpegang teguh pada prinsip moral, tetapi cenderung mengikuti

kebiasaan-kebiasaan orang dewasa dalam masyarakat sekitarnya.

b.Memperkuat tingkah laku altruistik

Seperti halnya pengembangan tingkah laku sosial, tingkah laku

altruistik memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan

moral anak. Tingkah laku suka menolong, membagi milik sendiri

kepada teman sebaya merupakan contoh tingkah laku altruistik. Pada

periode sekolah dasar, tingkah laku altruistik dapat dikembangkan

secara baik dengan merangsang perkembangan tingkah laku empati

terlebih dahulu. Hoffman (Dalam Elida, 2005: 175) mengungkapkan

bahwa ”penguasaan tingkah laku empati merupakan dasar bagi

perkembangan moral anak”. Tingkah laku empati dapat dilihat dari

kemampuan anak untuk merasakan orang lain. Misalnya, seorang anak

melihat temannya yang bersedih karena kehilangan pencil. Anak  itu

dapat menghayati perasaan temannya dan mengerti bahwa temannya

sedang sedih. Kalau anak menghibur atau membantu kawannya itu

tidak sedih, maka tingkah laku ini disebut altruistik.

13

Page 14: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

c.Membangkitkan perasaan bersalah

Untuk membangkitkan perasaan  bersalah jika melakukan sesuatu

yang melanggar moral, orang tua dan guru perlu memahami tentang

timbulnya perasaan bersalah dari aspek moral dalam diri anak, seperti

yang dikemukan oleh Hoffman (Dalam Elida, 2005:177) sebagai

berikut : 

1)      Perasaan bersalah mulai dapat dialami anak pada umur dua

tahun namun belum sempurna. Pada umur enam tahun anak telah

memiliki perasaan bersalah yang sempurna.

2)      Pembiasaan disiplin yang mementingkan kesadaran anak

tentang akibat tingkah lakunya terhadap orang lain dapat

mengembangkan  perasaan bersalah. Disiplin seprti ini disebut disiplin

dengan teknik induksi.

3)       Membangkitkan perasaan empati atau cepat merasakan

perasaan orang lain sehingga dapat meningkatkan perasaan bersalah.

4)      Timbulnya perasaan bersalah dalam diri anak, dapat mengubah

atau memperbaiki tingkah laku anak terhadap korban kejahatan.

5)      Perasaan bersalah kadang – kadang menimbulkan tingkah laku

meninjau dan menilai diri sendiri, sehingga dalam bertindak tidak

dikuasai oleh kepentingan diri sendiri.

6)      Perasaan bersalah dapat juga dikembangkan  dengan

memberikan contoh.

7)      Perasaan bersalah dapat juga dilakukan dengan disiplin

penarikan cinta.

d. Memperkuat  kata hati

Pengembangan kata hati merupakan usaha memperkuat kata hati

itu sendiri. Memperkuat kata hati berarti mengembangkan tingkah

laku altruistik, role taking, dan perasaan bersalah. Oleh karena itu,

sebenarnya cara mengembangkan kata hati tidak berbeda  dengan

pengembangkan tingkah laku altruistik, role taking, dan perasaan

bersalah.

14

Page 15: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

3. Guru dan Pengembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Tak jauh beda dengan orang tua , guru juga memiliki peranan penting

dalam mengembangkan moral anak usia sekolah dasar .

Guru diartikan sebagai orang yang bekerja pada bidang pendidikan dan

pengajaran yang ikut bertanggungjawab membentuk anak-anak mencapai

kedewasaan masing-masing. Pendidik memberikan peranan yang sangat

besar dalam menentukan keberhasilan pengajaran di sekolah. Banyak

unsur-unsur manusiawi yang dimilikinya seperti, sikap, sistem nilai,

perasaan, motivasi, kebiasaan, dan keteladanan yang diharapkan dari

proses pembelajaran yang tidak dapat mungkin dicapai kecuali melalui

pendidik.

Secara umum tugas pendidik adalah mendidik, yaitu membantu dalam

mengupayakan perkembangan peserta didik dalam mengoptimalkan segala

potensi hidupnya.

Peranan guru di sekolah yaitu dengan menanamkan hidup bersih dan

teratur, menciptakan lingkungan yang menunjang, kebiasaan dan disiplin

yang tinggi, memberikan tanggung jawab terhadap semua anak, membina

kerjasam yang baik, tenggang rasa, peercaya diri melalui mdel-model dan

lain-lain. Kepada anak diberikan fasilitas dan kesempatan yang cukup

dalam memberdayakan alat-alat yang ada di sekolah, di bawah

pengawasan dan bimbingan guru. Guru harus dapat membina kerjasama

yang baik dengan orang tua siswa, masyarakat dan semua orang-orang

yang terlibat dalam kelancaran proses pendidkan di sekolah.

Baik orang tua maupun guru dalam melayani perkembangan tersebut

janganlah bersikap otoriter, karena tipe yang demikian akan menghambat

tugas perkembangan anak. Setiap kegiatan anak dapat diajak untuk

bekerjasama dan bermusyawarah. Dengan sikap demikian sangat

menentukan keberhasilan perkembangan anak.

4. Teman Sebaya dan Pengembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Hubungan antarteman sebaya pada masa kecil itu sangat besar

kontribusinya terhadap keefektifan fungsi individu pada masa-masa

15

Page 16: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, Hartup (1992) menyimpulkan

bahwa kualitas hubungan anak dengan anak-anak lain merupakan

prediktor terbaik bagi kemampuan adaptasinya pada masa dewasanya.

Hubungan dengan teman sebaya tampak mempunyai berbagai macam

fungsi, yang banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses belajar dan

perkembangan anak. Melalui hubungan teman sebaya, anak memperoleh

kesempatan untuk belajar keterampilan sosial yang penting untuk

kehidupannya, terutama keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai dan

memelihara hubungan sosial dan untuk memecahkan konflik sosial, yang

mencakup keterampilan berkomunikasi, berkompromi, dan berdiplomasi

(Asher et al., 1982 - dalam Burton, 1986). Di samping mengajari anak

cara bertahan hidup di kalangan sesamanya, hubungan teman sebaya

memberikan kepada anak konteks untuk dapat membandingkan dirinya

dengan orang lain serta memberi kesempatan untuk belajar berkelompok.

Combs dan Slaby (Budd, 1985) menemukan bahwa hubungan teman sebaya

yang baik secara konsisten terkait langsung dengan dimensi keramahan,

partisipasi, pengayoman (nurturance), kemurahan hati, dan responsif dalam

interaksi teman sebaya. Di samping itu, anak yang banyak melibatkan dirinya

dengan teman sebayanya juga dapat memperoleh kesempatan untuk membangun

rasa percaya diri sosial (social self-confidence (Burton, 1986). Anak-anak ini

dapat memupuk kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri untuk mencapai

tujuan interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa kecewa dengan

pasang/surutnya interaksi sosial. Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap

kemampuan penyesuaian sosial dan profesionalnya di kemudian hari (Burton,

1986).

Interaksi sosial memberikan kepada anak kesempatan untuk belajar

dari reaksi teman sebayanya. Berbagai studi tentang penguatan

(reinforcement) dari teman sebaya menunjukkan bahwa anak lebih

cenderung untuk mengerem penggunaan strategi agresif terhadap teman

sebayanya yang memberikan perlawanan terhadap agresi tersebut (Jewett,

1992). Karena hubungan anak dengan teman sebayanya itu bersifat

egaliter, maka interaksi antara teman sebaya memperkenalkan kepada anak

16

Page 17: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

perilaku saling memberi dan menerima, yang sangat penting untuk

memupuk sosialisasi dan menekan agresi(Budd, 1985). Lebih jauh,

sejumlah kajian literatur (Ladd & Asher, 1985; Hartup, 1992),

menunjukkan bahwa perolehan dan pemeliharaan berbagai bentuk perilaku

sosial, disposisi kepribadian, dan sikap yang diperoleh pada masa kanak-

kanak (misalnya pola bahasa, isyarat altruistik, popularitas di kalangan

teman sebaya, keyakinan moral) sebagian tergantung pada reaksi yang

diperoleh anak dari teman-teman sebayanya. Berbagai studi juga

menunjukkan bahwa anak belajar dengan memperhatikan dan meniru

perilaku teman-teman sebayanya. Perilaku prososial maupun agresif anak

diperoleh dengan memperhatikan teman-teman sebayanya melakukan

respon semacam itu, begitu juga dengan perilaku spesifik laki-laki atau

perempuan, standar untuk penguatan diri (self-reinforcement) dan perilaku

yang menunjukkan sifat pemberani (Bandura,dalam Nelson-Jones, 1995;

Ladd & Asher, 1985).

Hartup (1992) mengidentifikasi empat fungsi hubungan teman sebaya, yang

mencakup:

1) Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik

untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress;

2) Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk

pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan;

3) Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar

(misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan

keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan

4) Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk

hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih

harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan

anak-anak prasekolah telah terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-

anak itu dengan adiknya.

Hartup mengemukakan bahwa sebagai sumber emosi, pertemanan bagi

anak memberi rasa aman untuk memasuki wilayah baru, bertemu dengan

orang baru atau hal-hal baru, dan mengatasi persoalan- persoalan baru.

17

Page 18: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

Di samping itu, dengan teman sebaya, anak saling memberikan dukungan

dalam mengatasi stress dan menciptakan suasana yang menyenangkan.

Pada gilirannya, keadaan ini dapat memberikan “basis yang aman” untuk

melakukan social learning lebih lanjut dan membuat temuan-temuan baru.

Studi yang dilakukan oleh Freud dan Dann (Ladd & Asher, 1985) terhadap

enam orang anak yatim piatu korban Perang Dunia II menunjukkan bahwa

dalam ketidakhadiran orang dewasa sebagai pengasuh, anak

mengembangkan pola hubungan yang menyerupai hubungan oran tua-

anak. Hasil yang serupa ditunjukkan oleh penelitian Schwarz dan Ispa

(Ladd & Asher, 1985) yang menunjukkan bahwa bila anak dihadapkan

pada situasi baru atau situasi yang mungkin membahayakan, sahabat

sebayanya dapat berfungsi sebagai penghibur atau penurun ketegangan,

satu fungsi yang biasanya ditunjukkan oleh orang tuanya. Sebagai sumber

kognitif, hubungan teman sebaya memungkinkan anak untuk saling

mengajari dalam banyak situasi, dan pada umumnya kegiatan ini efektif.

Hartup (1992) mengidentifikasi empat jenis pengajaran antarteman

sebaya, yaitu peer tutoring, cooperative learning, peer collaboration dan

peer modeling. Peer tutoring adalah transmisi informasi secara

didaktik dari satu anak ke anak lain, biasanya dari “ahli” kepada

“pemula”. Cooperative learning adalah cara belajar yang menuntut

anak untuk saling berkontribusi dalam pemecahan masalah dan

berbagi imbalannya. Peer collaboration terjadi bila semua anggota

kelompok belajar itu adalah pemula yang bekerjasama untuk

menyelesaikan suatu tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri-

sendiri. Peer modeling adalah transmisi informasi melalui peniruan

antarteman sebaya.

18

Page 19: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang

sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau

pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar salah, baik

buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.

Tahap-tahap perkembangannya yaitu:

1. Tingkat prakonvensional

2. Tingkat konvensional

3. Tingkat pascakonvensional

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,

kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

(1) Konkrit

(2) Integratif

(3) Hierarkis

Dalam meningkatkan perkembangan dan pengembangan moral

diperlukan usaha-usaha seperti, peran dari orang tua, guru, maupun dari

teman sebaya.

B. SARAN

Sejak dini, anak-anak harus diberikan pelatihan untuk mengembangkan

moralnya agar menjadi pribadi yang baik. Olehnya itu, diperlukan peran

dari berbagai pihak untuk membuat moral anak tersebut menjadi bagus.

19

Page 20: Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

www.tengertian%20Moral%20Menurut%20para%20Ahli

%20%20%20Pengertian%20Ahli.htm

www.tahap%20perkembangan%20moral%20Kohlberg%20-

%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm

www.ihya%20Yusriati%20%20Perkembangan%20Moral%20pada

%20Anak%20Usia%20SD.htm

www._I%20_L_GGE_%20AR__%20D_NIE_.._..htm

www.(1)%20Dunia%20ilmu%20-%20MAKALAH

%20PERKEMBANGAN%20MORAL%20MENURUT

%20HAVIGHURST....htm

www.butiran%20Kata%20%20PERAN%20ORANGTUAN

%20MENGEMBANGKAN%20MORAL%20ANAK%20UMR%206-

12%20TAHUN.htm

20