perlak
TRANSCRIPT
[Type the company name]
PERLAKUAN PANAS
ANNEALING
ANGGOTA :I MADE PASEK K. 2710100006SHEILA PRAMUSIWI R. 2710100082M. ARLIN ILHAMI 2710100101
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGIFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia industri terutama yang berhubungan dengan masalah
pemilihan bahan dan penggunaannya. Untuk penggunaan sebagai bahan industri sifat-sifat
khas dari material logam harus diketahui, sebab logam tersebut akan digunakan untuk
berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat
mekaniknya, sifat termal, sifat kimia, kemampuan di mesin, kemampuan kekerasan dan lain-
lain. Adapun dalam percobaan ini yang akan diuji adalah sifat mekanik dari logam terutama
sifat kekerasannya.
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan yang dilakukan oleh bahan terhadap
desakan kedalam yang tetap yang disebabkan oleh sebuah alat pendesak dengan bentuk
tertentu di bawah pengaruh gaya tertentu., suat hasil desakan yang kecil menunjukkan
kekerasan yang besar. Dengan mengetahui tingkat kekerasan logam maka dapat diketahui
suatu logam yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi atau nilai ekonomis yang rendah,
dalam industri juga sangat diperlukan untuk menghemat biaya pemeliharaan bahan atau
penggantian bahan.
Kekerasan suatu bahan erat hubungannya dengan kekuatan bahan. Hubungan keduanya
yaitu semakin keras suatu bahan tersebut akan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
Untuk mengetahui suatu kekerasan bahan atau logam sebagai ukuran ketahanan logam
tersebut terhada deformasi plastik maka dilakukanlah suatu pengujian kekerasan yang
ditunjukkan dengan angka Brinell, Rockwel, dan Vickers.Sedangkan untuk mengetahui
kemampuan pengerasan logam (baja) dengan menentukan ketebalan dan distribusi kekerasan
yang dicapai bila diberikan perlakuan panas tertentu, maka dilakukanlah pengujian Jominy
test.
I. 2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum Heat Treatment ini adaalah
1. Mengetahui hardenability baja VCL 140 dengan metode Jominy
2. Mengetahui struktur mikro yang terdapat pada baja VCL 140 setelah dilakukan heat
tereatment
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Perlakuan Panas
Perlakuan panas atau heat treatment dapat didefinisikan sebagai kombinasi antara
operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam dalam keadaan padat dengan waktu
tertentu dengan maksud memperoleh sifat tertentu. Langkah pertama dalam setiap perlakuan
panas adalh memanaskan logam itu sampai ke suatu temperatur tertentu, lalu menahan
beberapa saat pada temperatur tersebut, dan kemudian mendinginkannya dengan laju
pendinginan tertentu. Selama pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa
perubahan struktur mikro, dapat juga peruterjadi perubahan fase dan atau bentuk atau ukuran
butiran kristalnya. ( Wahid Suherman, 2001)
Tujuan dari proses perlakuan panas ini pada umumnya ialah untuk memperbaiki sifat
mekanik dari suatu material, misalnya untuk menaikkan kekuatan dan kekerasan pada logam.
Selain untuk menaikkan kekerasan dan kekuatan, proses perlakuan panas juga ditujukan
untuk menghilangkan tegangan sisa pada suatu logam akibat proses produksi yang telah
dialami, misalnya proses rolling.
II.2.2 Diagram Transformasi
Diagram fase memang suatu dasar yang sangat penting bagi proses perlakuan panas.
Akan tetapi diagram tersebut hanya menunjukkan perubahan fase pada saat kondisi yang
equilibrium atau pada saat proses pemanasan atau pendinginan dari suatu baja tersebut
berjalan secara sangat lambat sehingga dimungkinkan suatu pendinginan yang setimbang.
Sedangkan untuk proses perlakuan panas yang digunakan menggunakan suatu proses
pendinginan yang cepat atau dapat dikatakan pendinginan yang terjadi merupakan
pendinginan non-equilibrium. Oleh karena itu dibuatlah diagram lain yang dapat
merepresentatifkan suatu perubahan non equilibrium. Diagram ini dinamkan diagran
transformasi, diagram ini menunjukkan perkembangan transformasi terhadap waktu dan
temperatur.
Gambar 2.3 Diagram Isotermal Transformation untuk Baja Eutektoid (Callister,
2007)
Diagram di atas merupakan isothermal transformation diagram atau biasa disebut
juga time-temperature-transformation diagram (TTT diagram). Dapat dilihat pada diagram
tersebut bahwa seiring dengan perlakuan yang diterima, baja akan mengalami perubahan
struktur. Selanjutnya akan dibahas struktur apa saja yang akan terbentuk dan bagaimana
mekanisme pembentukannya sesuai dengan diagram transformasi di atas.
II.2.2.1 Pembentukan Pearlite
Bila austenit didinginkan di bawah temperatur A1 maka setelah beberapa saat austenit
akan mengalami tranformasi. Pembentukan perlite dimulai dengan inti sementit di batas butir
austenit. Atom karbon dari austenit di sekitar inti sementit akan berdifusi keluar dengan inti
sementit yang sudah terbentuk. Dengan keluarnya atom karbon dari austenit maka kadar
karbon austenit yang berada disekitar sementit akan sangat sedikit sehingga austenit akan
bertransformasi menjadi ferit. Keluarnya karbon dari austenit ini berlangsung secara terus
menerus sehingga diperoleh struktur yang berlapis-lapis (lamelar) yang terdiri dari lamel-
lamel ferit dan sementit. (Wahid Suherman, 2001)
Gambar. 2.4Mekanisme Transformasi Austenit Menjadi Pearlite (Callister,2007)
Dari gambar 2.4 dapat dilihat bahwa dengan pendinginan agak cepat, strultur pearlite
yang akan dihasilkan adalah perlite dengan ketebalan lamel yang cukup tebal (Coarse
Pearlite). Hal ini dapat terjadi karena dengan pendinginan yang agak lambat maka waktu
untuk karbon berdifusi akan semakin lama yang mengakibatkan lamel-lamel pearlite akan
menjadi tebal. Apabila pendinginannya agak dipercepat maka yang akan terbentuk adalah
lamel-lamel pearlite yang cukup tipis (fine pearlite).
Gambar 2.5 (a) Coarse Pearlite, (b) Fine Pearlite (Callister, 2007)
II.2.2 Pembentukan Martensite
Struktur martensit dapat terbentuk karena proses pendinginan yang sangat cepat pada
austenit. Pada diagram transformasi pada gambar 2.3 dapat dilihat apabila pendinginan
dilakukan sangat cepat dan mencapai temperatur Ms maka martensit akan mulai terbentuk.
Pendinginan yang sangat cepat pada austenit ini akan menyeabkan austenit akan
mengalami driving force yang sangat besar untuk berubah dari FCC menjadi BCC. Driving
force ini akan menimbulkan shear stress terhadap atom – atom pada FCC. Shear force ini
yang menyebabkan atom-atom FCC akan sedikit tergeser berupaya untuk membentuk BCC,
akan tetapi karena didalam sistem kristal tersebut masih banyak karbon yang seharusnya
berdifusi keluar akan tetapi sudah tidak bisa berdifusi karena temperatur sudah terlalu rendah
maka struktur BCC tidak akan bisa tercapai, salah satu rusuh dari sel tersebut akan lebih
panjang dari pada yang lain. Sel tersebut akan menjadi BCT (Body Centered Tetragonal).
Gambar 2.7 Struktur BCT dari Martensit (Callister, 2007)
Struktur BCT yang terbentuk akan sangat tegang akibat dari perubahan struktur yang
terjadi secara dipaksakan. Karena strukturnya sangat tegang inilah yang menyebabkan
martensit menjadi sangat keras, kuat, dan getas. Di bawah mikroskop optik martensit tampak
seperti jarum-jarum yang tersebar.
Gambar 2.8 Struktur Martensit yang Berbentuk Seperti Jarum
Kekerasan pada martensit bergantung pada kadar karbon yang berada pada
autenitnya. Semakin tinggi kadar karbon karbon martensit yang terbentuk akan semakin
keras. Kadar karbon juga mempengaruhi Ms dan Mf. Kadar karbon yang tinggi akn
menyebabkan temperatur Ms dan Mf turun sehingga akan menyebabkan akan semakin
banyak austenit sisa yang terbentuk.
II.4 Pengujian Hardenabiliti Jominy
Pengujian ini disebut juga end quench hardenability test karena pada pengujian ini digunakan
spesimen yang berbentuk batang silindrik berdiameter 1” (25 mm) dengan panjang 4 “ (100
mm) yang didinginkan pada salah satu ujungnya. Untuk test ini digunakan alat dengan lubang
tempat spesimen pada puncaknya. Tepat di bawah spesimen terdapat nozzle berdiameter ½“
(12,5 mm) umtuk menyemprotkan air pendingin dengan tinggi pancaran bebas 2 ½” (65 mm).
Jarak antara ujung spesimen dengan nozzle sebesar ½” (12,5 mm).
Spesimen dipanaskan pada temperatur asutenisasinya dengan waktu tahan biasanya
20 menit, lalau diambil cepat dan dimasukkan ke dalam lubang jominy untuk dilakukan
pengujian.
Gambar 2.9 Standard Pengujian Jominy (Totten, 2006)
Setalah dilakukan proses pendinginan sisi silinder diratakan lalu diukur
kekerasannya sepanjang sisi tersebut ( setipa jarak 1/16”, titik jominy) dan hasilnya di
plot pada grafik kekerasan – jarak dari ujung jominy (Jominy Distance)
Gambar 2.10 Cara Memperoleh Kurva Jominy (Totten, 2006)
Kurva Jominy dapat diperkirakan dengan perhitungan berdasarkan komposisi kimia.
Field mengembangkan metoda berdasarkan asumsi bahwa: (1) kekerasan di titik jominy
pertama (1/16” dari ujung), dinamakan initial hardness (IH), hanya tergantung pada kadar
karbon, (2) kekerasan pada titik jominy selanjutnya, dinamakan Distance Hardness (DH),
adalah fungsi dari DI, dan perbandingan IH/DH, dinamakan faktor pembagi (DF,
harganya dicari dari gambar ), adalah fungsi konstan dari diameter kritis ideal.
Untuk kekerasan Jominy dengan jarak 0-6 mm :
J0−6=60×√C+20 HRC
Untu kekerasan Jominy dengan jarak 6-80 mm :
J6−80=95√C−0 .0028 s2√C+20 Cr+38 Mo+14 Mn+6Ni+6 Si+39 V +96 P
−0 .8 K−12√s+0 .9 s−13 HRC
dimana
J = JominyHardness (HRC)
S = JarakJominy(mm)
K = ASTM grain size number
Simbol unsur menunjukkan persentase kadar unsur tersebut. (Wahid Suherman, 2001)
Start
Preparasi spesimen
Spesimen diuji Jominy
Spesimen diuji Hardness
Rockwell C
Struktur mikrospesimen diamati
Hasil dibandingkan dengan perhitungan teori
End
BAB III
METODOLOGI
III.1 Diagram Alir Percobaan
III.2 Alat dan Bahan Percobaan
III.2.1 Alat-alat Percobaan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sebagai berikut :
1. Alat pengujian Jominy 1 buah
2. Baja VCL 140 2 buah
3. Gerinda mesin 1 buah
4. Polisher 1 buah
5. Kikir 1 buah
6.Kain bludru secukupnya
7. Hand grinding dengan grade 100, 200, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000 8.
Rockwell C 1 buah
10. Mikroskop optik 1 buah
III.1.2 Bahan percobaan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut :
1. Air secukupnya
2. Alkohol 96% 96 ml
3. HNO368% 4 ml
4. Autosol mesin poles secukupnya
5. Sodium Metabisulfat
III.3 Prosedur Percobaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam percobaan adalah sebagai berikut :
1. Memotong specimen baja VCL 140 menjadi tiga (3) bagian yaitu spesimen yang
digunakan untuk jominy3. Untuk spesimen yang digunakan untuk jominy berbentuk
bantang silindrik berdiameter 25 mm dengan panjang 100 mm.
4. Dalam jominy test, specimen dipanaskan hingga temperature 860 ˚C, diholding selama 30
menit dan didinginkan dengan air.
5. Meratakan sisi dari specimen yang telah diuji jominy dan memberi tanda sebanyak 22 titik
untuk dilakukan uji hardness.
6. Menguji kekerasan dengan mesin Hardness Rockwell C di setiap titik yang telah ditandai
pada sisi specimen dan membuat grafik dari hasil uji kekerasan.
8. Melakukan pengujian metalografi
BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1 ANALISA DATA Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji kekerasan dalam
bentuk tabel untuk baja VCL 4140. Berikut tabel hasil uji kekerasan untuk baja AISI
4140 :
IV.1.2 Struktur Mikro
Perbesaran 100x
Ferrit
Martensit
Perlit
Perbesaran 500x
IV.2 PEMBAHASANHardness
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa pada Jarak Terluar dari spesimen
memiliki hardness sebesar 30,5 HRC Kemudian ke tengah sebesar 35,5 HRC dan Tengah
memiliki hardness 39 HRC dan memiliki nilai Kekerasan Rata rata sebesar36 HRC
Metode Grossman
Pada metode grossman terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
memperoleh besar nilai Ideal Critical diameter, namun secara garis besar diketahui bahwa hal
mendasar pada penelusuran besar nilai diameter kritisnya adalah penggunaan tabel pengali
untuk pengaruh masing-masing unsur paduan yang ada pada baja (spesimen) dan juga faktor
pengali berupa nilai Ideal diameter akibat dari kadar karbon. Adapun langkah-langkahnya
akan dijelaskan sebagai berikut.
Penelusuran data-data awal
Kadar karbon (% C), dalam laporan ini referensi yang ada yaitu sebesar 0.40 % C
Ukuran butir yang diperoleh pada pengujian ini ditampilkan pada analisa data
sebelumnya tentang ASTM Grain Size Number dengan metode Heyn Intercept,
dan diperoleh besarnya ASTM grain sizenya adalah 8.
Nilai kadar dari unsur paduan diambil dari beberapa referensi. Namun
dikarenakan sumber referensi yang digunakan menampilkan bahwa kadar unsur
paduan dar baja AISI 4140 Berada kisaran seperti gambar berikut.
Ferrit
Martensit
Perlit
Menentukan besar Ideal diameter dengan menggunakan hubungan nilai kadar karbon dan
ukuran ASTM grain size dari spesimen AISI 4140 yang kemudian memanfaatkan bantuan
grafik.
Gambar Hubungan antara Di, kadar karbon dan ukuran butir austenit dari baja karbon
(sumber: Suherman, Wahid. Perlakuan Panas, hal:58, gambar:4.6. 2001.ITS.Surabaya)
Dari grafik tersebut dapat diperoleh besar ideal diameternya yakni 0.198
Menentukan nilai faktor pengali
Nilai faktor pengali dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan grafik ini.
Gambar Hubungan antara Di, kadar karbon dan ukuran butir austenit dari baja karbon
(sumber: Suherman, Wahid. Perlakuan Panas, hal:98, gambar:4.7. 2001.ITS.Surabaya)
Maka diperoleh hasil sebagai berikut
C = 0,216
Mn = 3,333
Si = 1,2
Cr = 3,376
Mo = 1,6
Menentukan besar Ideal Critical Diameter (DI)
Langkah terakhir ini dilakukan dengan melakukan perkalian ideal diameter dengan faktor
pengali unsur paduan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
Diameter (DI) = 0,216 x 3,33 x 1,2 x 3,376 x 1,6
= 4,66
Maksimum Hardness
0,41% Carbon 57 HRc
J1= IHDH
= 571
= 57 HRc
J6= IHDH
= 57
1,04 = 54,8 HRc
J7= IHDH
= 57
1,07 = 53,7 HRc
J8= IHDH
= 571,1
= 51,8 HRc
J9= IHDH
= 57
1,12 = 50,9 HRc
J10= IHDH
= 57
1,16 = 49,13 HRc
J12= IHDH
= 57
1,22 = 46,7 HRc
J14= IHDH
= 57
1,28 = 44,53 HRc
J16= IHDH
= 57
1,36 = 41,9 HRc
J18= IHDH
= 571,4
= 40.7 HRc
J20= IHDH
= 57
1,43 = 39,8 HRc
J24= IHDH
= 571,5
= 38 HRc
J28= IHDH
= 571,6
= 35,6 HRc
J32= IHDH
= 57
1,68 = 33,9 HRc
1 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 3220
25
30
35
40
45
50
55
60
HRc
HRc
Gambar kurva hardenability berdasarkan perhitungan grossman
Pengaruh Unsur PaduanBaja AISI 4140 memiliki komposisi kimia yang beragam yaitu :
C = 0.4 % Mn = 0.7% Si = 0.3% Cr = 1,1% Ni= 0.2% Mo= 0.2%
Unsur paduan Silikon sebesar 0,25 yang dapat meningkatkan hardenabiliti, ketahanan
terhadap panas namun dapat menurunkan regangan. Unsur Mangan sebesar 0,7 dapat
meningkatkan kemampuan temper dan ketahanan terhadap aus (wear resistance), namun
dapat menurunkan machinability. Unsur Chrom sebesar 1 % dapat meningkatkan kekerasan,
kekuatan, ketahanan aus, hardenabiliti, tahan panas, tahan korosi dan mudah dipoles namun
dapat menurunkan regangan. Unsur Molibdenum sebesar 0,25 dapat meningkatkan kekuatan
tarik, ketahanan panas, fatigue limit namun dapat menurunkan regangan. 0,2 % Nickel (Ni)
menurunkan temperature perubahan gamma-alpha dengan cepat. Baja dengan kadar nickel
yang tinggi berstruktur austenit. Baja ini anti karat, tahan panas, ketahanan impact dan vatic
tinggi tapi tidak dapat dikeraskan.
Dari gambar dapat dilihat bahwa struktur yang terbentuk ada ferrit dan tetap ada perlit
yang diselingi dengan Martensit yang banyak. Proses Annealing pada praktikum ini
ditujukan proses perlakuan panas yang digunakan untuk meniadakan pengaruh
dari cold work, dan juga berfungsi untuk membuat material menjadi lebih lunak
dan meningkatkan ductility.
Berdasarkan hasil Uji kekerasan Rockwell pada percobaan didapatkan bahwa pada
Jarak Terluar dari spesimen memiliki hardness sebesar 30,5 HRC Kemudian dibawahnya
sebesar 35,5 HRC dan Tengah memiliki hardness 39 HRC dan memiliki rata rata 36 HRC
Dari penjelasan di atas terlihat perbedaan struktur sebagai berikut :
Faktor pembeda Tanpa perlakuan Hardening
1. Struktur mikro
2. Kekerasan
Perlit dan Ferrit
Rata-rata kekerasan 30 HRC
(Referensi)
Martensit Yang masih terdapat
Ferrit dan Perlit
Rata-rata kekerasan 53,16 HRC
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang menghasilkan gambar foto struktur mikro diketahui:
1. Struktur mikro dari baja VCL 140/AISI 4140 yang telah mengalami perlakuan
annealing terdiri dari Ferrit-perlit-dan Martensit
2. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa pada Jarak Terluar dari spesimen
memiliki hardness sebesar 30,5 HRC Kemudian ke tengah sebesar 35,5 HRC dan
Tengah memiliki hardness 39 HRC dan memiliki nilai Kekerasan Rata rata sebesar36
HRC
3. Pengaruh perlakuan annealing pada baja AISI 4140 dapat menurunkan nilai kekerasan
tetapi meningkatkan nilai