perlindungan hukum terhadap peserta jaminan kesehatan yang ...eprints.ums.ac.id/67264/1/naskah...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA JAMINAN
KESEHATAN YANG DILAKSANAKAN OLEH BPJS
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Oleh:
VIVI PUTRI ARYANTI
C. 100.140.247
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA JAMINAN KESEHATAN
YANG DILAKSANAKAN OLEH BPJS
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
VIVI PUTRI ARYANTI
C. 100.140.247
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
( )
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JAMINAN KESEHATAN
YANG DILAKSANAKAN OLEH BPJS
Oleh:
VIVI PUTRI ARYANTI
C. 100.140.220
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ,... .................. ..........
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji,
1. (…………………………)
(Ketua Dewan Penguji)
2. (…………………………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. (…………………………)
(Anggota II Dewan Penguji)
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
(Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum)
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka
akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 5 September 2018
Penulis
VIVI PUTRI ARYANTI
C. 100.140.247
1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA JAMINAN KESEHATAN
YANG DILAKSANAKAN OLEH BPJS
Abstrak
BPJS merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk pemerataan pelayanan
kesehatan dan juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima
oleh masyarakat, namun kenyataannya, kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
BPJS masih kurang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum
terhadap jaminan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS. Jenis penelitian yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian
hukum ini bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif
dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaduan keluhan
terhadap pelayanan kesehatan yang telah diberikan yaitu dengan kotak saran,
mengadukannya secara langsung kepada dokter atau perawat yang menanganinya
serta kepala bidang pelayanan medik. Penyelesaian sengketa dalam sengketa
pelayanan kesehatan menggunakan dua jalur, yaitu litigasi dan non litigasi.
Kata Kunci : perlindungan hukum, jaminan kesehatan, BPJS.
Abstrack
BPJS is a program launched by the government for the distribution of health services
and also to improve the quality of health services received by the community, but in
reality, community satisfaction with BPJS services is still lacking. This study aims to
analyze the legal protection of health insurance carried out by BPJS. The type of
research used by the authors in this study is empirical legal research. This legal
research is descriptive. This research was conducted with a qualitative approach. Data
analysis techniques in this study the authors use qualitative analysis with interactive
models. The results showed that complaints about complaints about health services
that had been given were with a suggestion box, complaining directly to the doctor or
nurse who handled it and the head of the medical service. Dispute resolution in health
service disputes uses two lines, namely litigation and non litigation.
Keywords: legal protection, health insurance, BPJS.
1. PENDAHULUAN
Jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga Negara, dengan
memiliki jaminan kesehatan tersebut setiap warga Negara berhak mendapat layanan
kesehatan. Jaminan ini diatur dalam pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), yang menegaskan bahwa
2
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan
layanan kesehatan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan sejak 1 Januari 2014
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masayrakat melalui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) menyelenggarakan Jaminan Kesehatan.1 Dengan demikian
pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan
kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah, hal tersebut
tercantum didalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 15
yang menyatakan bahwa:
“Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas
kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya”.2
Berdasarkan hal itu, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan fasilitas atau
layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan dengan pelayanan yang berkualitas, dalam
rangka memenuhi kepuasan pasien.
Ketertarikan masyarakat terhadap program BPJS ditunjukkan dengan besarnya
minat masyarakat menjadi peserta program BPJS. Data bulan september 2014 jumlah
peserta BPJS Kesehatan di Indonesia sebanyak 127,3 juta jiwa (65%) dan terus
meningkat, pada bulan November 2017 tercatat 183.579.086 peserta atau sekitar
70%.3
BPJS merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk pemerataan
pelayanan kesehatan dan juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
diterima oleh masyarakat, namun kenyataannya, banyak penelitian yang melaporkan
bahwa kepuasan masyarakat terhadap pelayanan BPJS masih kurang, seperti
penelitian Ahmad, dkk. (2014) melaporkan bahwa kualitas pelayanan pasien BPJS di
1 Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.
2 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3 https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2017/529/Percepat-Validasi-Data-Peserta-
PBI-BPJS-Kesehatan-Integrasikan-Sistem-Informasi-dengan-Kemensos
3
Rumah Sakit Mojowarno Kabupaten Jombang masih rendah.4 Penelitian Ulinuha
(2014) yang meneliti kepuasan pasien BPJS terhadap pelayanan di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Permata Medika Semarang Tahun 2014 Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan relatif rendah,
yaitu rata-rata kepuasan yang dicapai berkisar antara 50%-55%.5 Wahyuni, dkk.
(2015) meneliti tentang perbandingan preferensi peserta BPJS terhadap kualitas
pelayanan di Rumah Sakit DR. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun
2015 menyimpulkan bahwa preferensi kualitas pelayanan pasien BPJS di kedua rumah
sakit relatif sama, yaitu faktor kecepatan pengambilan tindakan merupakan faktor
yang paling dominan menurunkan penilaian pasien terhadap kualitas pelayanan.6
Mote (2008) berpendapat bahwa pelayanan kesehatan khususnya sektor publik
masih banyak kendala dan hambatan terutama dalam hal kualitas pelayanan,7
sedangkan Endang (2008) melaporkan bahwa menurut laporan Bank Dunia dari 157
Negara, Indonesia berada pada urutan ke-135 dalam kualitas layanan publik. Suatu
pelayanan dinilai memuaskan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka itu menandakan bahwa pelayanan publik di suatu
negeri tersebut berada dalam keadaan tidak efektif dan tidak efisien.8
Pelayanan kesehatan, tidak baik akan berakibat merugikan kepentingan
masyarakat yang memerlukan pelayanan medis. Terlebih apabila rumah sakit tidak
memberikan pelayanan yang layak sesuai prosedur yang diatur dalam Kitab
UndangUndang Hukum Pidana, yang dapat menyebabkan pasien menderita kerugian
sehingga mengakibatkan menderita kecacatan ataupun kematian maka hal tersebut
4 Ahmad, N dan Kiki, H. Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien
Pengguna Kartu BPJS Kesehatan di Puskesmas Mojowarno Kabupaten Jombang. (Program Studi
Pendidikan Profesi Ners, STIKES Pemkab Jombang, 2014), hlm. 122. 5 Ulinuha, F.E. Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit
Permata Medika Semarang. (Semarang: Jurnal Keperawatan, 2014), hlm. 2 6 Wahyuni WT, Arma AJ dan Fitria M. Perbandingan Preferensi Peserta BPJS terhadap Kualitas
Pelayanan di RS. Dr. Pirngadi dan RS Martha Friska Medan Tahun 2015. Jurnal Kependudukan.
(Medan: Departemen Kependudukan dan Biostratistik. FKM USU, 2015), hlm. 1. 7 Mote, Frederik. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap. Pelayanan Publik di
Puskesmas Ngesrep Semarang. (Tesis. Universitas Diponegoro Semarang, 2008), hlm. 72. 8 Endang. Analisis Biaya Per Kapita sebagai Upaya Advokasi Pengendalian Biaya Progam
Jaminan Kesehatan. (Bali: Jembrana, 2008), Vol 11. No 1.
4
merupakan tindak pidana dan dapat dipidanakan sesuai hukum yang berlaku di
Indonesia. Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan rumah sakit yang
mengakibatkan kerugian pasien, seharusnya perlu adanya perhatian pemerintah untuk
menangani permasalahan ini lebih serius lagi sehingga tidak akan terjadi kerugian
yang lebih parah bagi masyarakat.9
Banyaknya kasus Rumah Sakit yang mengakibatkan kerugian pada pasien
merupakan contoh buruknya pelayanan rumah sakit terhadap pasien. Salah satu contoh
terhadap buruknya pelayanan kesehatan yaitu: Dera meninggal setelah ditolak delapan
rumah sakit saat membutuhkan perawatan medis. Bayi Dera memiliki kelainan
pencernaan sehingga kondisi fisiknya naik turun. Hermansyah, sudah berusaha sekuat
tenaga membawa Dera ke Rumah Sakit. Awalnya, dia membawa bayi itu ke RS
pemerintah dikawasan Jaksel, RS Fatmawati. Namun pihak rumah sakit mengatakan
penuh, tidak ada kamar kosong untuk bayi. Kemudian, mereka membawa Dera ke
RSCM di Salemba, Jakarta Pusat. Namun hasilnya sama. Selanjutnya, Eliyas (ayah
dera) dengan ditemani ayahnya bergerak ke RS Harapan Kita di Slipi, Jakarta Barat,
jawaban yang diterima tidak jauh beda, yakni tidak ada kamar kosong. Mereka terus
menyisir seluruh Rumah Sakit besar di Jakarta. Antara lain, RS Harapan Bunda Pasar
Rebo, RS Tria Dipa, RS Asri Duren Tiga, RS Budi Asih, dan RS Jakarta Medical
Center (JMC) Buncit. Namun dalam lima hari tak ada yang bisa merawat putri
pertama pasangan itu. Akhirnya, Dera meninggal dunia.10
Tindakan penolakan dalam bidang kesehatan diketahui sebagai tindakan yang
telah melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, salah
satunya tenaga kesehatan atau rumah sakit dilarang menolak pasien yang
membutuhkan pertolongan pertama dengan alasan apapun, sehingga pasien BPJS
harus mendapatkan perlindungan hukum terhadap jaminan kesehatan yang
dilaksanakan oleh BPJS.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan pokok
9 Cahyo Agi Wibowo, Hari Wahyudi dan Sudarto. Penolakan Pelayanan Medis oleh Rumah Sakit
terhadap Pasien yang Membutuhkan Perawatan Darurat. (Surabaya: Justitia Jurnal Hukum, 2017),
hlm. 81 10
Jawa Pos, Selasa 19 Februari 2013, Hlm.10
5
permasalahan sebagai berikut (1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS? (2) Bagaimanakah konsep kedepan
perlindungan hukum yang baik terhadap peserta jaminan kesehatan oleh BPJS?
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris. Penelitian hukum ini bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif. Penulis memilih lokasi penelitian di BPJS Kesehatan Cabang
Surakarta Jl. Ki Mangun Sarkoro No. 114, Sumber, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa
Tengah yang dianggap merupakan institusi yang berwenang dalam kaitannya dengan
perlindungan hukum jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS. Sumber data
dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer diperoleh langsung dari lapangan berdasarkan keterangan dari
pihak-pihak terkait dalam hal ini adalah keterangan dari pihak BPJS Kesehatan
Cabang Surakarta terkait dengan permasalahan yang diteliti. Sedangkan sumber data
sekunder terdiri atas badan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan
data yang digunkan penulis dalam penelitian ini adalah dengan studi lapangan dan
studi pustaka. Teknik analisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis
kualitatif dengan model interaktif, Proses interktif ini dilakukan dengan
membandingkan data yang telah diperoleh lewat wawancara dengan data hasil
obsevasi, arsip, dan sebagainya sebagai usaha pemantapan kesimpulan yang dicoba
untuk dikembangkan dan validitas datanya dengan melihat tingkat kesamaannya,
perbedaannya, atau kemungkinannya lainnya11
.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Perlindungan Hukum terhadap Jaminan Kesehatan yang Dilaksanakan oleh
BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS sendiri
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
11
H.B Sutopo, Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian, Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 2006, hlm.107
6
sosial. BPJS sendiri terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Tugas utama BPJS Kesehatan
adalah menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga negara
Indonesia. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai sesuai kebutuhan medis yang diperlukan.
Namun dalam penerapan program BPJS Kesehatan sering ditemukannya
permasalahan-permasalahan yang terjadi diantaranya permasalahan antara pihak
Peserta BPJS Kesehatan dan pihak rumah sakit sehingga pihak Peserta BPJS
Kesehatan merasa tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan cenderung merasa dirugikan oleh pihak rumah sakit sendiri.
Kemudian terkait dengan Perlindungan hukum terhadap jaminan kesehatan
yang dilaksanakan oleh BPJS, berdasarkan hasil penelitian penulis dasar
pemberian perlindungan hukum tersebut diatur di dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu sebagai berikut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen yang rumusan pasalnya menyebutkan jaminan
kesehatan yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan pada jaminan kesehatan. Dan UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang mana didalamnya diatur secara jelas mengenai hak-hak
pasien dan kewajiban pasien, hak-hak tenaga kesehatan dan kewajiban tenaga
kesehatan itu sendiri dengan demikian didalamnya terdapat suatu hubungan antara
pasien sebagai konsumen dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa konsumen
yang pada akhirnya menimbulkan suatu perlindungan hukum terhadap pasien itu
sendiri.
Terkait dengan perlindungan hukum terhadap jaminan kesehatan yang
dilakukan oleh BPJS dalam hal ini penulis telah melakukan wawancara dengan
Kepala BPJS Cabang Surakarta, menurut Dr. Agus Purwono, MM., AAK terkait
dengan apabila pasien merasa dirugikan kemanakah pasien dapat
mengadukannya, dalam hal ini pasien dapat mengadukannya di bidang pelayanan,
7
jika ada keluhan biasanya berkaitan dengan bidang pelayanan dan tanggapan tentu
saja aka nada dari bidang pelayanan tersebut dan biasanya akan langsung diambil
tindakan tertentu. Selain itu sudah disediakan kotak saran untuk menampung
keluhan-keluhan dari pasien dan dari pasien yang diterima dari kotak saran
nantinya akan menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit”.12
Kemudian dalam hal ini penulis melakukan wawancara terhadap empat
orang di kota Surakarta pengguna jasa layanan BPJS terkait dengan perlindungan
hukum terhadap jaminan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS, yaitu sebagai
berikut:
Pertama, menurut Santoso, terkait dengan perlindungan hukum ini
berkaitan selalu ketika terjadi permasalahan hukum terkait dengan jaminan
kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS, lebih lanjut menurut Santoso biasanya dia
langsung ke dokter yang merawatnya atau ke kepala instalasinya langsung,
biasanya dokter langsung menanggapinya dan memberikan informasi mengenai
apa yang harus saya lakukan dan juga dokter mengambil tindakan secara
langsung.13
Dan menurut Santosa sebagai pengguna layanan BPJS Kesehatan,
dalam memberikan perlindungan tersebut BPJS terlalu berbelit-belit dan memiliki
prsedur yang membingungkan dengan demikian menurutnya perlindungannya
tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi.
Kedua, menurut Agus Trifanto14
terkait dengan perlindungan hukum
terhadap Jaminan Kesehatan yang Dilaksanakan oleh BPJS menyatakan ketika dia
dilakukan rawat inap di rumah sakit bahwa dia sebagai Pasien BPJS Kesehatan
yang mengaku tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik seperti saat melakukan rawat inap maupun pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang kurang memiliki standar yang baik. Padahal bapak
agus tersebut sudah melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah
12
Agus Purwono, Kepala BPJS Cabang Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Senin, 9 Juli
2018, Pukul 09:00 WIB. 13
Bapak Santoso, Pasien yang menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan Cabang Surakarta,
Wawancara Pribadi, Surakarta Rabu, 11 Juli 2018, Pukul 10:00 WIB. 14
Agus Trifanto, Pasien yang menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan Cabang Surakarta,
Wawancara Pribadi, Surakarta Rabu, 15 Agustus 2018, Pukul 11:00 WIB.
8
ditentukan oleh pihak BPJS Kesehatan maupun pihak rumah sakit dengan
demikian bapak agus tersebut merasa dirugikan dalam proses pelayanan kesehatan
dan menggap pelayanan kesehatan yang dilaksanakan BPJS tidak memberikan
perlindungan hukum yang baik. Dalam hal ini bapak agus santosa hanya
melakukan pengaduan langsug dengan dokter yang langsung menangani.
Ketiga, menurut Vanida Lingga Binayu,15
terkait dengan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh BPJS yang pernah ia alami, bahwa ia pernah ditolah
oleh salah satu rumah sakit di Kota Surakarta dengan alasan apabila kamar sudah
penuh. Padahal rumah sakit tersebut menyediakan layanan BPJS. Dengan
demikian menurut Vanida Lingga Binayu, seharusnya pihak rumah sakit tidak
serta merta untuk menolak pasien dengan alasan kamar penuh, seharusnya rumah
sakit melakukan pengalihan ke kamar lain. Karena di sini ketika ia melakukan
kewajiban BPJS dia juga mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperoleh seperti
salah satunya adalah pelayanan dan pengobatan demi kesembuhan pasien. Dengan
demikian menurutnya perlindungan hukum yang dilakukan oleh BPJS belum
berjalan sebagaimana mestinya. Terkait dengan kejadian ini narasumber
melakukan pengaduan melalui kotak dan saran yang tersedia di rumah sakit dan
melakukan complain ke pihak BPJS tapi tanggapan yang diberikan juga tidak
memuaskan.
Keempat, Menurut ibu Titik,16
menyatakan apabila perlindungan hukum
yang dilakukan oleh BPJS terkait dengan pelayanan kesehatan belum sepenuhnya
berjalan dengan baik. Dalam hal ini ibu titik mengungkapkan pengalamannya
ketika dirawat dengan mengggunakan layanan BPJS bahwa terdapat perbedaan
pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit terhadap pasien yang
menggunakan BPJS dan pasien yang tidak menggunakan BPJS, dimana pasien
BPJS dilayani oleh dokter dengan ala kadarnya begitupula dengan pelayanan yang
lain, hal ini sangat kontras apabila pasien tidak menggunakan layanan BPJS atau
15
Vanida Lingga Binayu, Pasien yang menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan Cabang Surakarta,
Wawancara Pribadi, Surakarta Rabu, 15 Agustus 2018, Pukul 13:00 WIB. 16
Titik, Pasien yang menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Wawancara
Pribadi, Surakarta Rabu, 15 Agustus 2018, Pukul 14:00 WIB.
9
dapat dikatakan menggunakan dana pribadi bilamana pelayanan yang diberikan
oleh rumah sakit lebih baik. Dalam hal kejadian yang terjadi tersebut narasumber
melakukan pengaduan langsung terhadap perawat dengan mengeluh terhadap
buruknya pelayanan yang diberikan.
Berdasarkan hasil-hasil wawancara yang dilakukan tersebut dapat dilihat
sebagai contoh bahwa apabila perlindungan hukum terhadap jaminan kesehatan
yang dilaksanakan oleh BPJS terdapat permasalahan-permasalahan yang
melanggar hak-hak yang dimiliki oleh pengguna layanan BPJS yang kemudian
menunjukan apabila perlindungan hukum yang diberikan tidak maksimal karena
tidak ada tindakan langsung dari BPJS.
Selain itu juga pihak BPJS terlihar kurang melakukan sosialisasi terhadap
pengguna layanan BPJS hal ini terlihat seperti cara pesien mengadukan keluhan
terhadap layanan kesehatan yang telah diberikan dengan tiga cara yaitu dengan
kotak saran, mengadukannya secara langsung kepada dokter atau perawat yang
menanganinya serta kepala bidang pelayanan medik. Padahal terkait dengan
permasalahn tersebut Undang-undang Perlindungan Konsumen yang disebutkan di
dalam Pasal 4 huruf e dan h serta Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan pasal 58 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pasien mempunyai hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
secara patut dan mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang/jasa tidak sesuai dengan sebagaimana
mestinya.
Terkait dengan hal ini Dr. Agus Purwono, MM., AAK Kepala BPJS
Cabang Surakarta menyampaikan bahwa Seringkali keluhan yang disampaikan
oleh pasien itu tidak memberikan kepuasan kepada salah satu pihak, dengan
demikian bisa terjadi sengketa antara pasien dengan penyelenggara kesehatan,
untuk itu dilakukan penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan melalui jalur
litigas dan non litigasi.17
Dalam melakukan penyelesaian sengketa dalam sengketa
17
Agus Purwono, Kepala BPJS Cabang Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Senin, 9 Juli
2018, Pukul 09:10 WIB.
10
pelayanan kesehatan menggunakan dua jalur, yaitu litigasi dan non litigasi
(Alternative Dispute Resolution).
Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa
yaitu Negosiasi, Mediasi, Arbitrasi, Konsiliasi. Keempat bentuk penyelesaian
sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan
pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha.
Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan
sengketa dengan cara musyawarah negosiasi dan menghadirkan pihak yang
berfungsi sebagai perantara dan juga sudah banyak dilakukan .18
Jalur non litigasi
berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Bentuk-bentuk
penyelesaian lingkungan hidup di luar pengadilan ini menganut konsep Alternative
Dispute Resolution (ADR).19
Sedangkan jalur Litigasi digunakan dengan cara memasukkan gugatan
kepada lembaga peradilan umum atau dapat pula mengajukan gugatan ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dr. Agus Purwono, MM., AAK
Kepala BPJS Cabang Surakarta menyampaikan bahwa Secara umum penyelesaian
sengketa melalui jalur litigasi dengan sengketa yang sampai masuk gugatannya di
peradilan umum ataupun BPSK Kota Surakarta jarang terjadi, hal tersebut
disebabkan karena apabila pasien mengalami kerugian atas pelayanan kesehatan
yang diterima maka oleh pihak pelayanan kesehatan akan segera
bertanggungjawab untuk memberikan ganti rugi.20
Jadi dalam hal ini BPJS lebih
memilih untuk menyelesaikan kasus sengeketa yang terjadi dengan menggunakan
jalun Non-Litigasi
Meskipun kelalaian tersebut bukanlah suatu unsur kesengajaan yang
dilakukan dengan tujuan untuk merugikan pasien BPJS. Sebelum mengajukan
gugatan di peradilan umum sebagai salah satu penyelesaian sengketa, oleh
18
Absori, 2005, Pengekan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam era perdagangan bebas,
Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal. 92 19
Absori, dkk, 2009, Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Lembaga
Alternatif.,Mimbar Hukum Vol 20, no 2, hlm.376 20
Agus Purwono, Kepala BPJS Cabang Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Senin, 9 Juli
2018, Pukul 09:20 WIB.
11
Undang-Undang diwajibkan menggunakan mediasi sebagai upaya penyelesaian
sengketa. Mediasi sendiri merupakan upaya sederhana dan praktis dalam
menyelesaikan persengketaan yang didahului dengan cara mencari dan
mempertemukan kesepakatan pemecahan masalah, dengan dibantu oleh seorang
atau lebih selaku penengah yang besifat netral dan hanya berfungsi sebagai
fasilitator. Keputusan akhir berada pada kekuasaan pihak yang bersengketa yang
diyuangkan dalam suatu keputusan bersama.21
Dengan demikian menurut penulis dalam pelaksanaan perlidungan hukum
terhadap jaminan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS belum berjalan dengan
sebagaimana mestinya dan terdapat dua hal yang menghambat maupun
mendukung perlindungan hukum terhadap pasien tersebut. Faktor penghambat dan
pendukung yaitu:
1) Faktor Internal
Dr. Agus Purwono, MM., AAK Kepala BPJS Cabang Surakarta
menyampaikan bahwa faktor internal yang menghambat perlindungan hukum
adalah komunikasi yang kurang antara pasien dengan tenaga kesehatan, fasilitas
pengaduan bagi pasien BPJS yang belum ada, Fasilitas tenaga kesehatan/dokter
yang kurang memadai, lingkungan kerja.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal yang menjadi penghambat adalah pasien yang tidak
membawa persyaratan dengan lengkap, tagihan yang terhenti karena kekeliruan
saat peserta BPJS Kesehatan akan membayar iurannya, kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat yang menggunakan BPJS Kesehatan, tentang bagaimana cara
penggunaan dan syarat apa saja yang harus dibawa”.22
21
Hamdi. 2016, Alternative Dispute Resolution (ADR) Penyelesaian Sengekta Pencemaran
Lingkungan (Studi Kaus di Kelurahan Wonoyono Kabupaten Pekalongan), Tesis Program Megister
Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 13. 22
Agus Purwono,Kepala BPJS Cabang Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Senin, 9 Juli
2018, Pukul 09:30 WIB.
12
3.2 Konsep Kedepan Perlindungan Hukum yang Baik terhadap Peserta Jaminan
Kesehatan oleh BPJS
Ide negara kesejahteraan telah menjadi praktik diskursif sejak pertengahan abad
ke-20 (1970-an). Studi kontemporer tentang negara kesejahteraan modern telah
menarik para sejarawan, ilmuwan politik, dan ilmuwan sosial lainnya. Negara
kesejahteraan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk bentuk
keterlibatan negara dalam mempromosikan kesejahteraan rakyat. Munculnya
fakta-fakta empiris tentang kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat meningkatkan keyakinan ini.23
Globalisasi telah membatasi kapasitas negara untuk mempromosikan
perlindungan sosial. Pengurangan peran dan fungsi strategis negara-negara bagian,
yang dapat memperburuk kemiskinan dan kesenjangan sosial dan menyebabkan
konflik sosial dan perang saudara. Transformasi paradigma kapitalistik mengalami
lompatan ekstrim menuju neoliberalisme. Neoliberalisme semakin tidak
menyisakan ruang negara, bahkan untuk kebijakan yang ditujukan untuk keadilan
sosial. Subsidi, jaminan layanan publik dasar, dan jaminan sosial lainnya dianggap
tidak efisien. Pendidikan, kesehatan, dan hak asasi manusia telah menjadi
komoditas yang diperdagangkan. Neoliberalisme telah menjadikan sistem ekonomi
kapitalis dan sistem perdagangan bebas sebagai alat untuk melakukan kejahatan
pasar. John Perkin menyebut praktik-praktik ini sebagai kejahatan Corporatokrasi
atau jaringan yang bertujuan mendapatkan keuntungan melalui korupsi, kolusi, dan
nepotisme dari negara-negara dunia ketiga dan bekerja seperti mafia.24
Dalam garis besarnya, negara kesejahteraan menunjuk kepada sebuah
model ideal di dalam pembangunan yang difokuskan kepada peningkatan
kesejahteraan dengan pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam
memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada
warganya. Karena Negara dalam hal ini merupakan organisasi tertinggi di antara
23
Absori. dkk, 2018, The formulation of welfare state: the perspective of Maqāṣid al-Sharī‘ah,
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol. 8, no.1 (2018), pp. 117-146, doi :
10.18326/ijims.v8i1. hal. 119 24
Ibid, hal.119-120.
13
satu kelompok atau di dalam beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai
cita-cita untuk bersatu hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.25
Pelayanan sosial tersebut termasuk pemberian
jaminan kesehatan terhadap peserta BPJS.
Kemudian terkait dengan kekurangan-kekurangan sebagaimana disebutkan
dalam bab sebelumnya, di dalam pembahasan kali ini penulis akan menguraikan
Perlindungan hukum yang baik dalam pelaksanaan jaminan kesehatan oleh BPJS
yaitu sebagai berikut :
3.2.1 Sarana dan Prasarana
Berkaitan dengan hal ini perlinudngan hukum terkait dengan jaminan kesehatan
yang dilakukan oleh BPJS akan baik apabila didukung dengan sarana dan prasaran
yang menunjang dalam pemberian pelayanan kesehataan terhadap peserta BPJS.
Dengan adanya sarana dan prasarana yang sebagaiaman dimaskud tersebut di
maksudkan agar dapat mempermudah proses pelayanan dan sangat membantu
dalam melayani peserta BPJS.
3.2.2 Kualitas Pelayanan
Pada dasarnya setiap peserta BPJS Kesehatan berhak memperoleh pelayanan
kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis yang diperlukan. Dengan demikian apabila setiap pelayanan-pelayanan
tersebut dapat berjalan dengan baik amak akan memberikan kualitas pelayanan
yang baik.
Pelayanan kesehatan tersebut merupakan hak mutlak bagi setiap peserta
BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi semua fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan namun pada praktiknya
sebagaimana yang telah diruaikan di atas dalam pemberian layanan kesehatan
yang dilakasanakan oleh BPJS mengalami kendala-kendala yang salah satunya
adalaha sengketa antara pasien BPJS dan BPJS itu sendiri.
25
Moh Mahfud MD, 2001, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi), Jakarta:
Renaka Cipta, hal 64.
14
Dengan demikian pihak BPJS dalam upaya memberikan perlinudngan
hukum yang baik ada beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh peserta
BPJS untuk menuntut kerugian yang telah dilakukan oleh pihak rumah sakit,
seperti mediasi (non litigasi) dan pengajuan gugatan melalui pengadilan (litigasi).
Upaya hukum mediasi (non litigasi) diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Penyelesaian pengaduan atau sengketa melalui
jalur mediasi harus dilakukan terlebih dahulu, Hal ini bermakud apabila
penyelesaian sengekta yang terjadi dengan menggunakan jalur Non-litigasi dengan
tujuan tercapainya perlindungan hukum terhadap peserta BPJS agar tercapainya
win-win solution antara para pihak..
3.2.3 Informasi Pelayanan Kesehatan
Pelrlindungan hukum yang baik guna terlaksananya jamianan kesehatan bagi
pasien BPJS maka menurut penulis perlu adanya suatu kebijakan institusi
pemerintah penyelenggara kesehatan untuk mewajibkan kepada rumah sakit yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk menyediakan sarana media informasi
tentang ketersediaan kamar rawat inap dan paket-paket biaya pengobatan pada
bagian-bagian yang menangani hal tersebut yang dapat dilihat secara umum oleh
peserta BPJS Kesehatan.
Hal tersebut sesuai dengan isi Pasal 13 (E) dan (F) Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan tentang pemberian informasi kepada
peserta BPJS Kesehatan mengenai hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan.
Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
ditegaskan bahwa pelayanan kesehatan perorangan ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan dan keluarga.
Disamping itu, berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan diatur mengenai penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merta dan non
diskriminatif. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
15
Maka dengan demikian Untuk mencerminkan nilai keadilan, hukum
kesehatan harus memenuhi nilai-nilai yang menjadi perwujudan keadilan itu
sendiri, yaitu keadilan sebagai keadilan, sehingga diperlukan kesepakatan yang
adil pada semua pihak sebagai kunci keadilan yang diperoleh dari prosedur yang
tidak memihak, Dalam proses mematuhi prosedur murni keadilan, semua pihak
harus berada di posisi semula dan semua pihak tidak tertarik dan netral. Untuk
mewujudkan keadilan berdasarkan hukum kesehatan berdasarkan kesetaraan
profesi pada keadilan sosial, hukum kesehatan harus menggunakan pendekatan
adaptif dengan memasukkan kondisi nilai-nilai keadilan dengan pemahaman
bahwa hukum kesehatan bukan hanya norma positif dalam legislasi atau hanya
keputusan hakim secara konkrit, tetapi Perlu dipahami bahwa perilaku sosial dan
faktor-faktor di sekitarnya sebagai variabel empiris dalam interaksi adalah
terminologi hukum yang tidak hanya memenuhi jaminan penuh hukum tetapi juga
bermanfaat dan adil.26
3.2.4 Responsibilitas
Sebagai tindak lanjut dari imlementasi pembangunan berkelanjutan pemerinah
Indonesia telah memprakarsai Kesepakatan Nasional dan Rencana tindak
pembangunan berkelanjutan, yang dimana rumusan rencana tindak salah satunya
adalah untuk sektor kesehatan.27
Namun pada praktiknya sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya yang dimana pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit yang bekerjasama dengan BPJS belum sesuai atau belum melaksanakan
adminsitasi yang baik. Dengan demikian diperlukan penyetaraan kualitas yang
dimiliki setiap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS dan juga pihak
BPJS untuk selalu aktif untuk melakukan sosialisasi-sosialisasi berkenaan dengan
system administrasi dalam penggunaan BPJS. Dalam hal ini diperlukan respon
atau kesigapan petugas loket pendaftaran untuk mengenali, memahami kebutuhan
26
Absori, Ta’adi Samsuri, Khudzaifah Dimyati, 2018, JUSTICE-BASED HEALTH LAW: STUDY
OF PROFESSION EQUALITY- BASED JUSTICE ON SOCIAL JUSTICE, Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 18 No. 2, May 2018, hal. 170 27
Absori, 2006, Deklarasi Pembangunan Berkelanjutan Dan Implikasinya di Indonesia, Jurnal
Ilmu Hukum, vol.9, No.1 Maret 2006, hal:46.
16
peserta BPJS, hal ini dilakukan untuk membantu masyarakat dengan
disediakannya tempat menampung aspirasi seperti kotak saran dan behakan nomor
telepon dari pihak BPJS sendiri.
3.2.5 Akuntabilitas
Salah faktor yang paling penting dan untuk melihat sejauh mana adanya
perlindungan hukum di suatu rumah sakit adalah terpenuhinya hak-hak pasien
yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan informasi. Hak atas informasi
ini terproses secara revolusi, sejalan dengan perkembangan dari hak asasi manusia.
Inti dari hak atas informasi ini adalah hak pasien untuk mendapatkan informasi
dari dokter, tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal
terjadi hubungan dokter dan pasien, adalah tindakan yang baik bila dokter
menginformasikan kepada pasien tentang kesehatannya.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan Pertama, terkait
dengan perlindungan hukum terhadap jaminan kesehatan yang Dilaksanakan oleh
BPJS adalah (1) pengaduan keluhan terhadap pelayanan kesehatan yang telah
diberikan yaitu dengan kotak saran, mengadukannya secara langsung kepada dokter
atau perawat yang menanganinya serta kepala bidang pelayanan medik. (2) Jaminan
upaya hukum pasien apabila merasa dirugikan hak-haknya sudah dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan serta rumah sakit dengan implikasi baik, hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya kotak surat yang disediakan oleh rumah sakit sebagai saranan
menampung keluhan-keluahn pasien, pasien juga dapat mengadukan keluhannya
kepada dokter atau perawat apabila merasa dirugikan dengan pelayanan kesehatan
yang diberikan serta adanya bidang pelayanan yang merespon positif terhadap
keluhan-keluahan dari pasien dengan baik. (3) Penyelesaian sengketa dalam sengketa
pelayanan kesehatan menggunakan dua jalur, yaitu litigasi dan non litigasi. Litigasi
digunakan dengan cara memasukkan gugatan kepada lembaga peradilan umum atau
dapat pula mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Sementara itu faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap
17
Jaminan Kesehatan yang Dilaksanakan BPJS yaitu Faktor internal yang menghambat
perlindungan hukum adalah komunikasi yang kurang antara pasien dengan tenaga
kesehatan, fasilitas pengaduan bagi pasien BPJS yang belum ada, Fasilitas tenaga
kesehatan/dokter yang kurang memadai, lingkungan kerja. Dan Faktor eksternal yang
menjadi penghambat adalah pasien yang tidak membawa persyaratan dengan lengkap,
tagihan yang terhenti karena kekeliruan saat peserta BPJS Kesehatan akan membayar
iurannya, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat yang menggunakan BPJS
Kesehatan, tentang bagaimana cara penggunaan dan syarat apa saja yang harus
dibawa.
Kedua, Perlindungan hukum yang baik dalam pelaksanaan jaminan kesehatan
oleh BPJS yaitu dengan menggunakan beberapa indicator yaitu (1) Sarana dan
Prasarana, yaitu dukungan dengan sarana dan prasaran yang menunjang dalam
pemberian pelayanan kesehataan terhadap peserta BPJS. (2) Kualitas Pelayanan,
peserta BPJS Kesehatan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. (3)
Informasi Pelayanan Kesehatan, perlu adanya suatu kebijakan institusi pemerintah
penyelenggara kesehatan untuk menyediakan sarana media informasi (4)
Responsibilitas, perlu penyetaraan kualitas yang dimiliki setiap pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh BPJS. (5) Akuntabilitas, terpenuhinya hak-hak pasien yang salah
satunya adalah hak untuk mendapatkan informasi.
Dalam Skripsi ini penulis memberikan saran yaitu, Pertama, penyedia
pelayanan kesehatan di Kota Surakarta, dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada
pasien BPJS juga harus ditunjang dengan adanya perbaikan fasilitas. Kedua, Bagi
penyelenggaraan jaminan sosial yang dilaksanakan oleh BPJS yang bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik. Ketiga, Bagi penggunan jaminan kesehatan BPJS
diharapkan dalam menerima pelayanan kesehatan lebih berani dalam mengungkapkan
keluhan atas pelayanan yang diterima (tidak pasif).
18
PERSANTUNAN
Penulis mengucapkan terimakasih dan mempersembahkan karya ilmiah ini kepada:
Pertama, kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam
pembuatan karya ilmiah ini. Kedua, saudara yang telah memberikan semangat kepada
penulis untuk menulis karya ilmiah ini. Ketiga, teman yang selalu memberikan
semangat, memberi masukan dan membantu dalam penulisan karya ilmiah ini.
Keempat, Ibu Kuswadhani, S.H.,M.Hum selaku dosen pembimbing pembuatan karya
ilmiah ini yang telah memberikan bimbingan, nasihat dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Absori. dkk, (2018), The formulation of welfare state: the perspective of Maqāṣid al-
Sharī‘ah, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol. 8, no.1
(2018), pp. 117-146, doi : 10.18326/ijims.v8i1.
Absori, (2005), Pengekan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam era perdagangan
bebas, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
Absori, dkk, (2009), Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Lembaga
Alternatif.,Mimbar Hukum Vol 20, no 2.
Absori dan Muhammad Syiblunnur, (2017), Perlindungan Hukum Pada Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama Di Kabupaten Kotwaringin Timur, Surakarta:
Tesis Megister llmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Absori, Ta’adi Samsuri, Khudzaifah Dimyati, (2018), JUSTICE-BASED HEALTH
LAW: STUDY OF PROFESSION EQUALITY- BASED JUSTICE ON SOCIAL
JUSTICE, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 18 No. 2, May 2018.
Absori, (2006), Deklarasi Pembangunan Berkelanjutan Dan Implikasinya di
Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, vol.9, No.1 Maret 2006.
Ahmad, N dan Kiki, H. (2014). Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan
Kepuasan Pasien Pengguna Kartu BPJS Kesehatan di Puskesmas Mojowarno
Kabupaten Jombang. Program Studi Pendidikan Profesi Ners, STIKES
Pemkab Jombang.
Cahyo Agi Wibowo, Hari Wahyudi dan Sudarto. (2017). Penolakan Pelayanan Medis
oleh Rumah Sakit terhadap Pasien yang Membutuhkan Perawatan Darurat.
Surabaya: Justitia Jurnal Hukum.
19
Endang. (2008). Analisis Biaya Per Kapita sebagai Upaya Advokasi Pengendalian
Biaya Progam Jaminan Kesehatan. Bali: Jembrana.
Hamdi. (2016), Alternative Dispute Resolution (ADR) Penyelesaian Sengekta
Pencemaran Lingkungan (Studi Kaus di Kelurahan Wonoyono Kabupaten
Pekalongan), Tesis Program Megister Ilmu Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
MD, Moh Mahfud, (2001), Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi
Revisi), Jakarta: Renaka Cipta.
Mote, Frederik. (2008). Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap.
Pelayanan Publik di Puskesmas Ngesrep Semarang. Tesis. Universitas
Diponegoro Semarang.
Sutopo, H.B. (2006). Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ulinuha, F.E. (2014). Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Di Unit Rawat
Jalan Rumah Sakit Permata Medika Semarang. Semarang: Jurnal
Keperawatan.
Wahyuni WT, Arma AJ dan Fitria M. (2015). Perbandingan Preferensi Peserta BPJS
terhadap Kualitas Pelayanan di RS. Dr. Pirngadi dan RS Martha Friska
Medan Tahun 2015. Jurnal Kependudukan. Medan: Departemen
Kependudukan dan Biostratistik. FKM USU.
Referensi lain:
Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2017/529/Percepat-Validasi-
Data-Peserta-PBI-BPJS-Kesehatan-Integrasikan-Sistem-Informasi-dengan-
Kemensos