permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di...

181
i PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI SD “SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh : Fitri Damayanti NIM : 141134168 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

i

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI

SD “SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Fitri Damayanti

NIM : 141134168

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, karunia, anugerah, dan

kemudahan yang Ia berikan kepadaku.

2. Orang tuaku, Bapak Sarjiyo dan Ibu Ponisah yang selalu memberikan doa,

kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga sampai aku ditempat ini.

3. Kakakku Risa Widhiatmaka dan Samsul Zulmihadi yang selalu

mendukungku.

4. Ibu Erlita dan Ibu Laura selaku dosen pembimbing yang selalu membantu

dan membimbingku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Sahabat-sahabatku, Sihrumanti, Tyas, Prama, Eri dan Norman yang selalu

memberikan canda tawa dan semangat bagiku.

6. Teman-teman seperjuangan skripsi, Sihrumanti, Eri, Prama, Hera, Annisa,

Ely, Dhiana, Anin dan mbak Asti yang selalu memberikan semangat dan

bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Almamaterku Universitas Sanata Dharma, tempatku menimba ilmu dan

pengalaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

v

MOTTO

“Yang terus menerus kita kerjakan akan menjadi semakin mudah,

bukan karena secara alamiah hal itu berubah,

tetapi karena kemampuan untuk melakukannya telah meningkat.”

(Ralph Waldo Emerson)

“Susunlah semua kegagalanmu menjadi anak tangga keberhasilanmu.”

“Setiap pagi kau selalu punya dua pilihan :

melanjutkan mimpimu dalam lelap,

atau segera bangun untuk mewujudkannya.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Mei 2018

Peneliti

Fitri Damayanti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Fitri Damayanti

Nomor Mahasiswa : 141134168

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI

SD “SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 8 Mei 2018

Yang menyatakan

Fitri Damayanti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

viii

ABSTRAK

PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH

DI SD “SUKA ILMU” WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO

Fitri Damayanti

Universitas Sanata Dharma

2018

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk hak bagi warga negara dalam

memperoleh pendidikan terutama bagi yang memiliki kebutuhan khusus agar

pengetahuan, bakat dan keterampilannya dapat diasah untuk masa depannya yang

lebih baik. Sekolah yang telah ditunjuk oleh dinas pendidikan untuk

menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu memperhatikan aspek-aspek yang

berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Tujuan penelitian ini

adalah mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi salah satu sekolah dasar

yang ditunjuk Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo dalam

menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode

studi kasus. Peneliti mengumpulkan data dengan teknik wawancara semi

terstruktur, observasi dan dokumentasi. Permasalahan yang dihadapi SD “Suka

Ilmu” dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah (1) tidak adanya

pendampingan dari guru pendamping khusus selama proses PPDB, (2) kurangnya

pendidik yang mampu menangani anak berkebutuhan khusus, (3) belum adanya

fasilitas khusus untuk anak berkebutuhan khusus, (4) tidak adanya kurikulum

adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

dan media pembelajaran yang belum sesuai dengan kebutuhan masing-masing

anak berkebutuhan khusus, dan (6) tidak adanya perbedaan evaluasi pembelajaran

dan KKM untuk anak berkebutuhan khusus.

Kata Kunci: Sekolah inklusi, penyelenggaraan pendidikan inklusi, anak

berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

ix

ABSTRACT

LOWER GRADE INCLUSION SCHOOL PROBLEM IN “SUKA ILMU”

ELEMENTARY SCHOOL KULON PROGO REGENCY

Fitri Damayanti

Sanata Dharma University

2018

Inclusion school is one of the rights for all of citizens in obtaining

education, especially for those who have special needs in order to develop their

knowledge, talents, and skills so that they can have a better future. Schools that

have been designated by the Department of Education are expected to pay

attention to the aspect which are related to the implementation o the inclusive

education. The purpose of this research is to describe the problems faced by one

of the elementary school is that has been designated by the Department of

Education of Kulon Progo in organizing the inclusive education.

This research is a descriptive-qualitative research that using case study as

the method. The researcher collected the data by doing semi structured interview,

observation, and documentation. The problems faced by "Suka Ilmu" elementary

school in organizing the inclusive education are (1) they are not accompanied by

shadow teachers during the process of learning, (2) the lack of educators who are

able to deal with special needs students, (3) the lack of facilities for the students

with special needs, (4) there is no adaptive curriculum, (5) the materials, lesson

plans, learning activities, and media are incapable to fulfill the students’ needs,

and (6) there is no difference between the learning evaluation and minimum

mastery criteria for the students with special needs.

Keywords: inclusion school, implementation of inclusive education, children with

special needs.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua anugrah

serta kesempatan yang diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi

yang berjudul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Bawah di SD

“Suka Ilmu” Wilayah Kabupaten Kulon Progo”. Skripsi ini dibuat sebagai

salah satu syarat kelulusan untuk memenuhi gelar Sarjana Pendidikan.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini lahir dengan adanya kekurangan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S. Si., M. Pd., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Kintan Limiansih, S. Pd., M. Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S. Psi., M. Psi., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan kritik, saran, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan

bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penyusunan skripsi

ini.

5. Laurensia Aptik Evanjeli, S. Psi., M. A., selaku dosen pembimbing II yang

telah memberikan kritik, saran, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan

bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penyusunan skripsi

ini.

6. Kepala Sekolah SD “Suka Ilmu” di Kulon Progo yang telah memberikan

ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

7. Guru Kelas I-III SD “Suka Ilmu” di Kulon Progo yang membantu dan

menjadi narasumber dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku, Bapak Sarjiyo dan Ibu Ponisah yang selalu

memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xi

9. Kedua kakakku, Risa Widhiatmaka dan Samsul Zulmihadi yang selalu

mendukungku.

10. Sahabat-sahabatku, Sihrumanti, Tyas, Prama, Eri dan Norman yang selalu

memberikan canda tawa dan semangat bagiku.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi, Sihrumanti, Eri, Prama, Hera, Annisa,

Ely, Dhiana, Anin dan mbak Asti yang selalu memberikan semangat dan

bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan.

Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi

peneliti lain yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan inklusi.

Peneliti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................. iv

HALAMAN MOTTO .............................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii

ABSTRAK ........................................................................................................... viii

ABSTRACT ............................................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................. x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN............................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

E. Asumsi Penelitian ........................................................................................... 5

F. Definisi Operasional ....................................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka ................................................................................................ 7

1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi ........................................................ 7

2. Sekolah Dasar Inklusi ............................................................................. 10

a. Pendidikan Inklusi ............................................................................ 10

b. Sekolah Dasar Inklusi ....................................................................... 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xiii

c. Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................. 14

d. Aspek Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi .................................... 16

3. Kelas Bawah ........................................................................................... 29

B. Penelitian yang Relevan ............................................................................... 29

C. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 34

B. Setting Penelitian .......................................................................................... 35

C. Desain Penelitian .......................................................................................... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 40

E. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 45

F. Kredibilitas dan Transferabilitas .................................................................. 48

G. Teknik Analisis Data .................................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian ...................................................................................... 53

B. Hasil Penelitian ............................................................................................. 55

C. Pembahasan .................................................................................................. 83

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................... 98

B. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 99

C. Saran ........................................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 101

LAMPIRAN ......................................................................................................... 104

BIOGRAFI PENELITI ........................................................................................ 165

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xiv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Literatur Map ......................................................................... 31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ................................................................................... 36

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ............................................................................ 45

Tabel 3.3 Pedoman Catatan Anekdot .................................................................... 47

Tabel 3.4 Daftar Ceklist Dokumen ....................................................................... 48

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara ........................................................... 54

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaann Observasi Kelas dan Kegiatan Pembelajaran ...... 54

Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Studi Dokumentasi ............................................... 55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian .......................................................................... 104

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................................ 105

Lampiran 3 Reduksi Hasil Wawancara ................................................................ 106

Lampiran 4 Reduksi Hasil Observasi ................................................................... 142

Lampiran 5 Hasil Studi Dokumentasi ................................................................. 149

Lampiran 6 Display Data Wawancara dan Observasi ......................................... 153

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab I ini, peneliti membahas tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan definisi

operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia dalam menghadapi

perubahan dan perkembangan zaman, teknologi, dan budaya. Melalui

pendidikan, sumber daya manusia dapat berkembang guna menghadapi

tantangan zaman yang akan datang. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

mencantumkan tujuan Negara Indonesia, salah satunya adalah untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, pemerintah memiliki tugas

dan tanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 5 menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk mengeyam pendidikan yang bermutu dan warga negara yang memiliki

kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau potensi

kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.

Melalui Undang-Undang tersebut telah ditegaskan bahwa setiap warga negara

berhak memperoleh pendidikan tanpa terkecuali bagi anak berkebutuhan

khusus. Pada kenyataannya masih banyak anak berkebutuhan khusus yang

belum dapat merasakan haknya untuk memperoleh pendidikan.

Pendidikan yang mengakomodasi anak berkebutuhan khusus dimulai

pada tahun 1948 dengan adanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

yang berisi berbagai macam hak setiap individu, salah satunya adalah

pendidikan. Melalui Deklarasi ini, mulai terbentuk kesadaran masyarakat

untuk memperoleh pendidikan. Namun bagi kelompok-kelompok tertentu

misalnya yang memiliki kecacatan masih mendapat diskriminasi dalam

memperoleh pendidikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

2

Pada tahun 1994, muncullah Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi

yang mendatangkan istilah pendidikan inklusi sebagai salah satu cara untuk

mengatasi diskriminasi dalam dunia pendidikan. Di Indonesia, Pendidikan

Inklusi mulai diterapkan dengan adanya Deklarasi Bandung tahun 2004 yang

menyatakan kesiapan Indonesia menuju inklusi. Dalam Deklarasi ini, anak

berkebutuhan khusus mendapat kesamaan hak dalam berbicara, memperoleh

pendidikan, kesejahteraan, keagamaan, dan kesehatan. Selanjutnya pada

tahun 2009, muncullah Permendiknas nomor 70 tentang Pendidikan Inklusif

menyatakan semua peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus dapat

mengikuti layanan pendidikan dalam satu lingkungan bersama dengan peserta

didik pada umumnya. Berdasarkan sejarah pendidikan inklusi tersebut, terjadi

pergeseran paradigma mengenai anak berkebutuhan khusus dalam dunia

pendidikan. Negara Indonesia menjadi lebih memperhatikan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus.

Anak berkebutuhan khusus sendiri dapat menempuh pendidikannya di

Sekolah luar biasa (SLB) atau sekolah inklusi. Sekolah luar biasa merupakan

salah satu layanan pendidikan yang menempatkan anak berkebutuhan khusus

dalam kelompok yang memiliki karakteristik khusus sama. Sekolah inklusi

adalah penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada

semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan

dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dalam satu

lingkungan pendidikan bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Meskipun akses pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus terbuka

lebar, namun kenyataan yang terjadi di Indonesia masih memprihatinkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah

anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia ada sebanyak 1,6 juta

(kemdikbud.go.id). Sebanyak 159.001 anak telah mengenyam pendidikan

(nasional.tempo.co). Ini berarti bahwa baru 10% anak berkebutuhan khusus

yang merasakan pendidikan dan masih ada 90% anak berkebutuhan khusus

yang belum memperoleh pendidikan. Data ini menunjukkan bahwa masih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

3

jauhnya harapan untuk seluruh anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh

pendidikan yang layak.

Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009

pasal 4 menetapkan bahwa setiap kecamatan harus menunjuk paling sedikit

satu sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama untuk

menyelenggarakan pendidikan inklusi. Permendiknas ini juga menyebutkan

tujuan pendidikan inklusi adalah untuk memberikan kesempatan kepada

peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan

yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta untuk

mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman

dan tidak mendiskriminasi peserta didik. Diharapkan dengan adanya

peraturan ini semakin membuka kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus

untuk mengenyam pendidikan.

Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data yang diperoleh dari

penelitian yang dilakukan oleh Sabatiana (2017), di wilayah Kabupaten

Kulon Progo terdapat 26 (dua puluh enam) sekolah dasar yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi. Jumlah sekolah tersebut sudah

menyebar ke seluruh wilayah Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari 12

(dua belas) kecamatan. Masing-masing kecamatan setidaknya sudah memiliki

1 (satu) sekolah dasar inklusi.

Ketika sebuah sekolah menyelenggarakan pendidikan tentunya akan

menghadapi masalah atau kendala. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Sabatiana (2017) mengenai survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di

wilayah Kabupaten Kulon Progo diketahui bahwa terdapat permasalahan

yang dihadapi sekolah dalam memberikan layanan pendidikan bagi peserta

didik berkebutuhan khusus. Sabatiana (2017) mengambil sampel sebanyak 11

(sebelas) sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Menurut

hasil penelitian tersebut, 7 (tujuh) sekolah sudah mampu menerapkan

kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi, 3 (tiga) sekolah yang

memenuhi 7 (tujuh) aspek dan 1 (satu) sekolah dasar yang baru menerapkan 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

4

(enam) aspek penyelenggaraan sekolah inklusi. Hal ini menunjukkan bahwa

dua aspek yang belum dapat diterapkan oleh sekolah tersebut masih

mengalami kendala dalam penerapannya. Melalui penelitian yang telah

dilakukan Sabatiana (2017) ini, peneliti tertarik untuk lebih memperdalam

permasalahan yang dialami oleh sekolah dasar yang paling rendah dalam

menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi.

Permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut dengan mendeskripsikan

secara rinci sesuai dengan keadaan di lapangan. Oleh karena itu, peneliti

mengangkat judul “Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Bawah di SD

“Suka Ilmu” Wilayah Kabupaten Kulon Progo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang

dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana permasalahan sekolah dasar

inklusi kelas bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, peneliti telah menentukan tujuan penelitian

yaitu mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah dasar inklusi

kelas bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam

menyelenggarakan pendidikan inklusi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

langsung dan tidak langsung antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

permasalahan yang dihadapi sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD

“Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam menyelenggarakan

pendidikan inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Melalui penelitian ini, sekolah dapat mengkaji dan melakukan

evaluasi untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusi kelas bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah

Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya sekolah dapat melakukan

tindak lanjut untuk memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan

tersebut.

b. Bagi Guru

Guru dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi sekolah dan

melaksanakan tindak lanjut yang telah diputuskan oleh pihak sekolah

untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusi.

c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mendeskripskan permasalahan yang dihadapi oleh

sekolah dasar kelas bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten

Kulon Progo. Peneliti juga dapat belajar mengenai aspek-aspek apa

saja yang harus penuhi dan permasalahan yang mungkin terjadi

dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi.

E. Asumsi Penelitian

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh sekolah

penyelenggara pendidikan inklusi. Aspek-aspek tersebut menjadi standar

untuk memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus. Sabatiana

(2017) melakukan penelitian mengenai survei penyelenggaraan pendidikan

inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan 8 (delapan)

aspek dari Kustawan dan Hermawan (2013). Kedelapan aspek tersebut adalah

(1) penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak, (2)

identifikasi, (3) asesmen, (4) adaptasi kurikulum, (5) merancang bahan ajar

dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, (6) penataan kelas yang ramah

anak, (7) pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, serta (8)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

6

penilaian dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian

Sabatiana (2017), peneliti berasumsi bahwa SD “Suka Ilmu” belum

menerapkan beberapa aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi. Penelitian

Sabatiana menunjukkan hasil bahwa dari 11 (sebelas) sekolah dasar inklusi

yang menjadi sampel survei terdapat 4 (empat) sekolah dasar yang belum

menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi. SD “Suka

Ilmu” adalah salah satu sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel survei, di

mana sekolah ini belum menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

permasalahan yang dihadapi SD “Suka Ilmu” dalam memberikan layanan

pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.

F. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang dijelaskan sebagai

berikut.

1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi

Permasalahan sekolah dasar inklusi adalah kendala-kendala yang

dihadapi oleh sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dalam

memberikan layanan kepada peserta didik berkebutuhan khusus dan tidak

berkebutuhan khusus.

2. Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar regular yang ditempuh

minimal selama enam tahun di mana peserta didiknya ada yang

kebutuhan khusus dan tidak kebutuhan khusus dalam kelas yang sama.

Masing-masing peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk

mengembangkan potensinya secara optimal.

3. Kelas Bawah

Kelas bawah adalah masa pendidikan yang ditempuh di sekolah dasar

yaitu kelas I (satu), kelas II (dua), dan kelas III (tiga).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini peneliti menjelaskan mengenai kajian pustaka, penelitian

yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

1. Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi

Dalam memberikan layanan pendidikan pasti terdapat masalah atau

kendala yang dihadapi oleh pengelola maupun pemberi layanan pendidikan.

Terlebih lagi bagi sekolah inklusi, di mana banyak hal yang menjadi

perhatian khusus dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi dibandingkan

dengan sekolah regular.

Kustawan dan Hermawan (2013:34-36), menyebutkan beberapa

permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan inklusi yaitu sebagai

berikut:

a. Adanya diskriminasi atau penolakan terhadap kelompok anak tertentu yang

berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan untuk memperoleh

pendidikan yang sama dengan kelompok mayoritas.

b. Banyaknya anak-anak cacat (berkebutuhan khusus) yang belum mendapat

akses pendidikan.

c. Kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yang belum sesuai dengan

kebutuhan anak.

d. Proses pembelajaran yang belum memperhatikan karakter setiap anak namun

lebih menekankan pada penyelesaian program.

e. Proses pembelajaran yang sangat kompetitif, menghargai yang menang dan

tak menghiraukan yang kalah.

f. Sistem yang kaku dan seragam sehingga mengabaikan keberagaman yang

dimiliki oleh masing-masing anak.

g. Pembelajaran yang memaksakan anak, tidak menyesuaikan dengan hambatan

dan kebutuhan anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

8

Ilahi (2013:63-67) menyebutkan permasalahan-permasalahan

pendidikan inklusi, yaitu sebagai berikut :

a. Guru yang belum bersikap proaktif dan ramah terhadap semua anak.

b. Kebijakan sekolah yang belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga

profesional, organisasi, atau institusi terkait.

c. Proses pembelajaran yang belum menggunakan sistem team teaching.

d. Sistem pengajaran yang belum tentu memberikan jaminan akan keberhasilan

anak berkebutuhan khusus dalam menangkap materi.

e. Kurangnya fasilitas dan media pembelajaran.

f. Kondisi guru yang kurang bersemangat dalam menangani anak berkebutuhan

khusus.

g. Sistem pendukung dalam pelaksanaan pendidikan inklusi yang belum

memadai.

Tarnoto (Jurnal Pendidikan, vol. 13), memaparkan permasalahan-

permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan sekolah inklusi yaitu dibagi

menjadi 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

a. Guru

Pemasalahan yang muncul dari kategori guru adalah kurangnya jumlah

Guru Pendamping Kelas (GPK), kurangnya kompetensi guru dalam

menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), kesulitan guru yang dialami

dalam kegiatan belajar mengajar, kurangnya pemahaman guru tentang ABK

dan sekolah inklusi, latar belakang pendidikan guru yang tidak sesuai, beban

administrasi yang semakin berat untuk guru, kurangnya kesabaran guru dalam

menghadapi ABK, dan kesulitan guru dalam menangani orang tua ABK.

b. Orang tua

Permasalahan yang dikeluhkan guru terkait dengan orang tua adalah

kurangnya kepedulian orang tua terhadap penanganan ABK, kurangnya

pemahaman orang tua mengenai ABK, orang tua yang merasa malu sehingga

menyekolahkan anaknya di sekolah umum, toleransi dari orang tua siswa

regular yang kurang terhadap ABK, orang tua yang kurang sabar menangani

ABK, dan pengasuhan orang tua tunggal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

9

c. Siswa

Permasalahan yang dikemukakan oleh guru terkait dengan siswa adalah

ABK dengan permasalahan yang berbeda-beda memerlukan penanganan yang

berbeda, ABK kesulitan dalam mengikuti materi pelajaran, ABK yang tidak

bisa mengikuti aturan sehingga mengganggu proses KBM, permasalahan

siswa regular dengan ABK, dan jumlah ABK yang melebihi batas kuota di

setiap kelas.

d. Manajemen sekolah

Permasalahan yang dikeluhkan guru mengenai manajemen sekolah

adalah belum siapnya sekolah dengan program inklusi baik dari segi

administrasinya dan Sumber Daya Manusia (SDM), proses KBM yang belum

berjalan maksimal, dan belum ada pertemuan rutin antara orang tua dan

sekolah.

e. Pemerintah

Permasalahan terkait pemerintah yang diungkapkan guru adalah

kurangnya perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap pelaksanaan

sekolah inklusi, belum jelasnya kebijakan tentang pelaksanaan sekolah

inklusi, belum ada modifikasi kurikulum khusus sekolah inklusi, dan

kurangnya pelatihan kepada guru mengenai pendidikan inklusi.

f. Masyarakat

Permasalahan yang dikemukakan guru mengenai masyarakat adalah

minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pendidikan inklusi dan ABK,

pandangan negatif masyarakat terhadap ABK dan sekolah inklusi, dan

kurangnya dukungan masyarakat terkait pelaksaan pendidikan inklusi.

g. Lain-lainnya

Pemasalahan lain yang diungkapkan oleh guru adalah kurangnya sarana

dan prasarana yang mendukung pelaksanaan inklusi, kurangnya keterlibatan

semua pihak (akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah, orang tua, dan

pemerintah) dalam pelaksanaan sekolah inklusi, latar belakang sosial yang

mempengaruhi ABK, predikat sekolah inklusi membuat kehilangan siswa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

10

cerdas, dan belum adanya kesepahaman tentang pelaksanaan inklusi dari

berbagai pihak.

Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

permasalahan sekolah dasar inkusi adalah berbagai macam kendala atau

masalah yang dihadapi oleh sekolah dasar yang menyelenggarakan

pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus. Banyak sekali

permasalahan yang dihadapi sekolah inklusi dalam menyelenggarakan

pendidikan inklusi. Dalam melaksanakan penyelenggaraan pendidikan inklusi

bukan berarti hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah ataupun guru di

kelas saja, tetapi merupakan tanggung jawab dari semua pihak. Kerja sama

dari semua pihak (sekolah, guru, pemerintah, siswa, orang tua, dan

masyarakat) dapat membantu terciptanya layanan pendidikan inklusi yang

mengakomodasi setiap peserta didik dalam mengembangkan bakat dan

potensinya tanpa memandang kekurangan yang dimiliki masing-masing

peserta didik.

2. Sekolah Dasar Inklusi

Pada sub bab ini peneliti membahas mengenai pendidikan inklusi,

sekolah dasar inklusi, anak berkebutuhan khusus, dan aspek penyelenggaraan

pendidikan inklusi.

a. Pendidikan Inklusi

Aphroditta (2012:69) memaparkan mengenai pendidikan inklusi yaitu

pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama

dengan anak pada umumnya untuk mengembangkan keterampilan yang

dimilikinya. Salamanca Statement mengartikan pendidikan inklusi sebagai

berikut.

Pendidikan atau sekolah yang harus mengakomodasi semua anak tanpa

mempedulikan keadaan fisik, intektualm sosial, emosi, bahasa, atau

kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak penyandang cacat, anak-anak

berbakat, pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-

anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-anak yang

tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat.

Salamanca Statement (dalam Kustawan dan Hermawan, 2013:8)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

11

Kustawan dan Hermawan (2013:10), menambahkan pendidikan inklusi

adalah sebagai strategi untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu agar semua

individu dapat memperoleh pendidikan (education for all). Pendidikan

tersebut harus memenuhi kebutuhan pendidikan masing-masing individu

yang beragam dalam jalur utama pendidikan (pendidikan regular). O’Neil

(dalam Ilahi, 2013:27) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan

dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama dengan teman

seusianya. Pendidikan inklusi mengupayakan untuk memberikan kesempatan

yang sama kepada semua anak, termasuk yang berkebutuhan khusus untuk

memperoleh akses yang sama seperti anak tidak berkebutuhan khusus dalam

memperoleh pendidikan.

Ilahi (2013:27) menambahkan bahwa pendidikan inklusi sebagai

pendidikan yang memberikan layanan terbuka bagi siapa saja yang memiliki

keinginan untuk mengembangkan potensi-potensinya secara optimal.

Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta

didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa, menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem

penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua

peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu

lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada

umumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, pendidikan inklusi dapat

diartikan sebagai layanan pendidikan yang mengakomodasi semua anak baik

yang berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus untuk

memperoleh pendidikan yang sama dengan teman-teman seusianya pada

kelas yang sama. Melalui pendidikan inklusi, setiap anak berkebutuhan

khusus dapat memperoleh pelayanan pendidikan di sekolah terdekat untuk

mengembangkan bakat, potensi, dan keterampilan yang dimilikinya secara

optimal. Pendidikan inklusi mencakup layanan pendidikan serta akses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

12

pendidikan yang sama untuk semua anak dalam upaya memenuhi kebutuhan

masing-masing individu dengan kemampuan dan keterampilannya yang

beragam.

b. Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan enam tahun (Bafadal, 2006:3). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar menyebutkan

bahwa sekolah dasar adalah program pendidikan dasar yang ditempuh selama

enam tahun. Triwiyanto (2014) mengungkapkan bahwa sekolah dasar

merupakan salah satu bentuk pendidikan dasar. Pedoman Umum PPDB

menjelaskan bahwa sekolah dasar (SD) adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan sekolah yang menyediakan program pendidikan dasar bagi anak

usia 7 (tujuh) tahun sampai 12 (dua belas) tahun.

Peneliti menyimpulkan bahwa sekolah dasar adalah salah satu bentuk

pendidikan dasar yang diselenggarakan selama enam tahun. Sekolah dasar

merupakan tingkatan pertama yang dilalui siswa dalam menempuh pendikan.

Siswa menempuh pendidikan selama enam tahun dari usia 7 (tujuh) tahun

sampai 12 (dua belas) tahun kemudian dilanjutkan pada jenjang pendidikan

yang lebih tinggi. Sekolah dasar terdiri dari enam tingkatan kelas yang terdiri

dari kelas satu hingga kelas enam.

Sebelum peneliti membahas mengenai sekolah dasar inklusi, terlebih

dulu peneliti membahas mengenai sekolah inklusi. Ilahi (2013:87)

mengartikan sekolah inklusi sebagai sekolah regular yang

mengakomodasikan dan mengintegrasikan anak tidak berkebutuhan khusus

dan anak berkebutuhan khusus dalam program yang sama. Murtie (2014:225)

menjelaskan bahwa sekolah inklusi merupakan sekolah yang dibuat untuk

mendidik anak-anak pada umumnya, namun menyediakan tempat juga bagi

anak-anak berkebutuhan khusus yang mampu didik. Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi oleh Departemen Pendidikan Nasional

Pendidikan Luar Biasa menjelaskan mengenai sekolah inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

13

Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas

yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap

siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para

guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu sekolah inklusi merupakan

tempat bagi semua anak diterima menjadi bagian kelas maupun dalam

anggota masyarakat lainnya agar kebutuhan individu dapat terpenuhi.

Peneliti mengartikan sekolah inklusi sebagai sekolah regular yang

mengakomodasi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan

khusus pada program pendidikan yang sama dalam upaya mengurangi

eksklusifitas dalam kegiatan pendidikan. Program pendidikan yang diberikan

oleh sekolah inklusi disesuaikan dengan keragaman kemampuan dan

kebutuhan masing-masing peserta didik. Selain sekolah inklusi, Hermawan

(2012:56-60) mengungkapkan terdapat model layanan pendidikan anak

berkebutuhan khusus lain dengan menganut sistem persekolahan yaitu

sekolah segregasi dan sekolah integrasi. Sekolah segregasi adalah sekolah

khusus untuk peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Sarana dan

prasarana yang disediakan khusus, gurunya dikhususkan untuk menangani

anak berkebutuhan khusus, serta kegiatan pembelajaran dan lingkungan

belajar khusus. Sekolah integrasi adalah sekolah regular (umum) yang

memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bersama

peserta didik tidak berkebutuhan khusus pada kelas yang sama. Sekolah

integrasi memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk

mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah umum, gurunya

merupakan guru umum, alat pembelajarannya tidak memiliki kekhususan,

serta guru menganggap anak berkebutuhan khusus bisa mengikuti

pembelajaran sebagaimana anak tidak berkebutuhan khusus sebayanya.

Peneliti telah memaparkan pendapat para ahli mengenai pendidikan

inklusi, sekolah dasar, dan sekolah inklusi. Berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut, peneliti merangkumnya menjadi sebuah istilah baru yaitu sekolah

dasar inklusi. Sekolah dasar inklusi adalah salah satu bentuk pendidikan dasar

yang ditempuh selama enam tahun di mana sekolah memberikan layanan

yang mengakomodasi anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

14

berkebutuhan khusus tanpa memandang kekurangan dan kelebihan masing-

masing anak guna mengembangkan bakat, potensi, dan keterampilan yang

dimilikinya.

c. Anak Berkebutuhan Khusus

Membahas mengenai pendidikan inklusi tidak lengkap jika tidak

membahas mengenai anak berkebutuhan khusus, maka peneliti mencari

sejumlah informasi mengenai anak berkebutuhan khusus yaitu pengertian

anak berkebutuhan khusus dan macam-macam anak berkebutuhan khusus.

Delphie (2006:1) mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK)

merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)”

yang menandakan adanya kelainan khusus. Murtie (2014:8) memaparkan

bahwa anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak-anak yang memiliki

karakteristik berbeda, baik secara fisik, emosi, ataupun mental dengan anak-

anak yang lain seusianya. Ilahi (2013:138) menjelaskan anak berkebutuhan

khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau

permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.

Peneliti dapat menarik kesimpulan dari ketiga tokoh yang telah

mengungkapkan pendapatnya mengenai anak berkebutuhan khusus yaitu

anak-anak yang memiliki kelainan baik secara fisik, emosi, atau mental

dibandingkan dengan anak seusianya. Kelainan yang dimiliki anak

berkebutuhan khusus ini dapat bersifat sementara atau permanen, sehingga

ketika memperoleh pendidikan mereka memerlukan layanan yang berbeda.

Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda

antara satu dan lainnya, sehingga Kauffman dan Hallahan (dalam Delphie,

2006:15) mengungkapkan ada sepuluh macam anak berkebutuhan khusus

yang paling banyak mendapat perhatian guru dilihat dari karakteristik yang

dimilikinya. Delphie (2006) menjelaskan kesepuluh macam anak

berkebutuhan tersebut sebagai berikut.

1) Tunagrahita (mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan hendaya

perkembangan (child with development impairment), memiliki kesulitan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

15

dalam belajar karena terhambat perkembangan inteligensi, mental, emosi,

sosial, dan fisik.

2) Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah

(specific learning disability), memiliki masalah dalam perkembangan

kognitif, emosi dan sosialnya. Anak memiliki prestasi yang rendah untuk

bidang akademik tertentu atau keseluruhan bidang akademik. Kemampuan

kognitif anak kurang mampu mengadopsi proses informasi. Perkembangan

emosi dan sosialnya sangat memerlukan perhatian.

3) Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive) memiliki ciri-ciri

yang dapat dilihat antara lain selalu berjalan, tidak mau diam, suka

mengganggu teman, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah, dan

bermasalah dalam belajar.

4) Tunalaras (emotional or behavior disorder) memiliki hambatan emosional

atau kelainan perilaku, karakteristik suka membuat keributan secara

berlebihan dan berpotensi kearah perilaku kriminal.

5) Tunarungu wicara (communication disorder and deafness) memiliki

hambatan pendengaran dan kesulitan berkomunikasi secara lisan dengan

orang lain. Anak tunarungu wicara mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya, diakibatkan karena tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran.

6) Tunanetra (partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak yang

mengalami hambatan dalam penglihatan memiliki hambatan untuk

menggunakan indera penglihatannya.

7) Anak autistik (autistic children) mengalami kelainan berbicara, gangguan

kemampuan intelektual dan fungsi saraf. Kelainan yang dimiliki anak autistik

meliputi kelainan bicara, kelainan fungsi saraf, intelektual, dan perilaku yang

ganjil. Anak autistik mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat

seperti orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari

lingkungan hidupnya.

8) Tunadaksa (physical disability) memiliki kelainan pada tulang, persendian,

dan saraf yang menggerakkan otot-otot tubuhnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

16

9) Tunaganda (multiple handicapped) memiliki kelainan perkembangan

neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan

kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi

masyarakat. Kelainan perkembangan ganda juga mencakup kelainan

perkembangan fungsi adaptif. Mereka umumnya memerlukan layanan-

layanan pendidikan khusus dengan modifikasi metode secara khusus.

10) Anak berbakat (giftedness and special talents) memiliki kemampuan-

kemampuan yang unggul dalam segi intelektual, fisik, dan perilaku sosial.

Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009

tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan

Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa menjelaskan peserta

didik yang memiliki kelainan berhak mengikuti pendidikan secara inklusif

pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya. Peserta didik tersebut adalah (1) tunanetra, (2) tunarungu,

(3) tunawicara, (4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7) berkesulitan

belajar, (8) lamban belajar, (9) autis, (10) memiliki gangguan motorik, (11)

menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif

lainnya, (12) memiliki kelainan lainnya, dan (13) tunaganda. Aturan Menteri

Pendidikan Nasional ini menunjukkan bahwa setiap individu berhak

memperoleh layanan pendidikan, meskipun memiliki kelainan atau kebutuhan

khusus.

d. Aspek Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

Menurut Kustawan dan Hermawan (2013) dalam bukunya yang

berjudul “Model Implementasi Pendidikan Inklusif Ramah Anak” terdapat 8

(delapan) aspek yang perlu diterapkan dalam menyelenggarakan pendidikan

inklusif yaitu :

1) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua

Anak

Ilahi (2013:24) mengungkapan bahwa konsep pendidikan inklusi

merupakan representasi keseluruhan aspek yang berkaitan dengan

keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

17

hak dasar mereka sebagai warga negara. Salah satu bentuk keterbukaan

sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dalam menerima anak

berkebutuhan khusus adalah melalui pelaksanaan penerimaan peserta didik

baru yang pelaksanaanya dilakukan sebelum tahun pelajaran baru. Pedoman

Umum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD, dan SMP

Tahun Pelajaran 2017/2018 memberikan pengertian Penerimaan Peserta

Didik Baru (PPDB) sebagai kegiatan penerimaan calon peserta didik yang

memenuhi syarat tertentu untuk memperoleh pendidikan pada satuan

pendidikan, mengikuti suatu jenjang pendidikan atau jenjang pendidikan yang

lebih tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang

pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki

potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa menambahkan bahwa dalam

pendidikan inklusi memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang

memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan

secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Ilahi (2013:24),

menjelaskan bahwa pendidikan inklusi memang mencerminkan pendidikan

untuk semua tanpa terkecuali, apakah dia mengalami keterbatasan fisik atau

tidak memiliki kemampuan secara finansial. Sependapat dengan Ilahi,

Kustawan dan Hermawan (2013:90) menyatakan bahwa guru perlu

memahami keberagaman anak dalam haknya untuk memperoleh pendidikan

yang bermutu tanpa melihat perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi atau

kondisi lainnya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang

mengakomodasi semua anak adalah kegiatan penerimaan calon peserta didik

tanpa memandang kelainan atau kecerdasan/bakat istimewa yang dimiliki

seseorang untuk memperoleh haknya mendapat pendidikan yang bermutu

dalam satu lingkungan pendidikan bersama dengan peserta didik lainnya.

Pada proses PPDB, pengelola sekolah perlu mempertimbangkan sumber daya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

18

yang dimiliki sekolah yaitu sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan,

sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya biaya.

Kustawan dan Hermawan (2013:91-92), berpendapat bahwa sekolah

perlu membentuk Panitia PPDB yang dilengkapi oleh Guru Pendamping

Khusus (GPK) dan/atau konselor. Dalam proses PPDB ini perlu dilaksanakan

asesmen (asesmen awal) untuk menjaring dan menempatkan siswa

berkebutuhan khusus agar sekolah dapat mengetahui kekuatan, kelemahan,

kebutuhan dan standar awal siswa berkebutuhan khusus tersebut. Asesmen

awal ini dapat dilakukan oleh guru pendamping khusus dan/atau konselor.

Sekolah perlu menyusun panduan PPDB yang mengakomodasi peserta

didik baru berkebutuhan khusus yang berisi persyaratan dan mekanisme

penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus. Pedoman Umum Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD, dan SMP Tahun Pelajaran

2017/2018 memaparkan persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu)

adalah berusia 7 (tujuh) tahun wajib diterima sebagai peserta didik dan

berusia paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli 2017. Persyaratan

usia calon peserta didik tersebut dibuktikan dengan membawa Akta Kelahiran

atau Surat Keterangan Lahir yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang

dan dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

SD/MI penyelenggara pendidikan inklusi perlu mempertimbangkan

sumber daya yang dimikili sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk

peserta didik berkebutuhan khusus. Pada Pedoman Umum Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB) telah ditentukan jumlah peserta didik setiap

rombongan belajar untuk Sekolah Dasar (SD) paling banyak 28 (dua puluh

delapan) siswa. Kustawan dan Hermawan (2013:91) memaparkan bahwa

setiap rombongan belajar perlu mengalokasikan paling sedikit 1 (satu) peserta

didik berkebutuhan khusus dan paling banyak 3 (tiga) peserta didik

berkebutuhan khusus.

Friend dan Bursuck (2015:68) mengungkapkan ada dua sumber daya

pendidik dan tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusi yaitu guru

pendidikan umum dan guru pendidikan khusus. Guru pendidikan umum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

19

adalah tenaga profesional yang mengetahui paling banyak tentang keseharian,

keunggulan, serta kebutuhan dari ABK. Guru pendidikan umum atau yang

dapat disebut sebagai guru kelas inilah yang akan mengarahkan perhatian

tenaga profesional lainnya untuk lebih fokus pada ABK. Ketika guru kelas

mencurigai ada kelainan pada siswa, guru kelas akan mencatat ciri-ciri khusus

dan perilaku yang dianggap mengkhawatirkan. Guru pendidikan khusus dapat

juga disebut sebagai guru pendamping khusus. Yuwono (dalam Murtie,

2014:126), menjelaskan bahwa guru pendamping khusus adalah mereka yang

memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang anak-anak kebutuhan

khusus. Murtie (2014:126) menambahkan bahwa guru pendamping untuk

ABK biasanya memiliki latar belakang pendidikan luar biasa atau tenaga ahli

lain seperti psikolog. Idealnya satu guru pendamping khusus maksimal

menangani tidak lebih dari lima orang anak berkebutuhan khusus. Tugas

utama guru pendamping khusus adalah untuk membantu atau bekerja sama

dengan guru kelas dalam menciptakan pembelajaran yang inklusif. Sejalan

dengan Murtie, Friend dan Bursuck (2015:70) menambahkan informasi

bahwa guru pendidikan khusus memiliki tanggung jawab untuk (a) mengelola

dan mengatur layanan yang diterima seorang siswa, meliputi penyusunan dan

pelaksanaan program pendidikan individual (Individualized Education

Program/IEP), dan (b) melakukan rapat dengan guru kelas untuk memantau

kemajuan siswa, menyelesaikan persoalan yang menjadi perhatian secara

bersama-sama dengan guru kelas, dan mengoordinasikan layanan bagi siswa

ABK.

Pendidik dan tenaga kependidikan dalam sekolah inklusi perlu

mendapatkan berbagai macam pelatihan atau sosialiasi mengenai anak

berkebutuhan khusus. Hal ini berguna untuk meningkatkan kemampuan dari

sumber daya manusia yang ada di sekolah inklusi dalam upaya

menyelenggarakan pendidikan inklusi secara optimal. Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesi Nomor 70 Tahun 2009 tentang

Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki

Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa pasal 10 ayat (3) dan ayat (5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

20

menjelaskan bahwa pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi

wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik

dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara inklusif.

Ayat (6) memaparkan peningkatan kompetensi sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (3) dan ayat (5) dapat dilakukan melalui: (a) Pusat Pengembangan

dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), (b) Lembaga

Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), (c) Perguruan Tinggi (PT), (d) Lembaga

pendidikan dan pelatihan lainnya di lingkungan pemerintah daerah,

Departemen Pendidikan Nasional dan/atau Departemen Agama, (e)

Kelompok Kerja Guru/Kepala Sekolah (KKG, KKS), Kelompok Kerja

Pengawas Sekolah (KKPS), MGMP, MPS, dan sejenisnya.

2) Identifikasi

Kustawan dan Hermawan (2013:93) memaparkan bahwa identifikasi

adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk

menemukan dan mengenali anak yang mengalami

hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan

sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan

kebutuhan khususnya. Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif (dalam

Kustawan, 2013: 93) menjelaskan bahwa identifikasi dapat diartikan sebagai

upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus dengan berbagai gejala-

gejala yang menyertainya.

Guru dapat melakukan identifikasi dengan cara mengamati atau

melakukan observasi pada gejala-gejala yang nampak yaitu berupa gejala

fisik, gejala perilaku, dan gejala hasil belajar. Tujuan guru melakukan

identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang

anak mengalami kelainan atau penyimpangan dalam pertumbuhan atau

perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil

identifikasi digunakan sebagai dasar untuk menyusun program pembelajaran

sesuai dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyusun program dan

pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya

(Kustawan dan Hermawan, 2013:93-94).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

21

3) Asesmen

Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (dalam

Kustawan dan Hermawan, 2013:93) menjelaskan bahwa asesmen adalah

suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya)

untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami

kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku)

dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Kustawan dan

Hermawan (2013:97) menjelaskan bahwa asesmen merupakan berbagai

informasi siswa berkebutuhan khusus yang digunakan guru dalam

merencanakan sebuah pembelajaran yang efektif. Informasi tersebut

diharapkan dapat menjadi dasar dalam memberikan layanan yang berorientasi

pada kebutuhan dan karakteristik siswa. Overton (dalam Friend dan Bursuck,

2015:209) menjelaskan bahwa asesmen adalah proses pengumpulan

informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan

ketika diperlukan.

Asesmen dapat diartikan sebagai upaya penjaringan terhadap anak

yang mengalami kelainan atau penyimpangan dengan cara mengumpulkan

berbagai informasi mengenai perkembangan anak. Melalui asesmen, guru

dapat menyusun pembelajaran efektif yang berorientasi pada kebutuhan

masing-masing anak, sehingga kemampuan anak dapat berkembang secara

optimal. Friend dan Bursuck (2015:210-217) memaparkan guru dapat

berkontribusi dalam proses asesmen informasi pada enam ranah penting

pengambilan keputusan yaitu screening, diagnosis, penempatan program,

penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program.

a) Screening

Screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan

seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya

sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran atau pada akhirnya

asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

22

b) Diagnosis

Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan

atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum

bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau

tidak.

c) Penempatan program

Bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan

ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang

diterima siswa, misalnya di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber,

atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. Tim perencana program

atau guru dapat melakukan penyesuaian program dengan kemampuan yang

dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Pelaksanan program ini juga

berkaitan dengan tempat pelaksanaan program lebih baik dilaksanakan di

dalam ruang kelas pendidikan umum atau ruang kelas pendidikan yang

terpisah.

d) Penempatan kurikulum

Penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang

akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai

penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan

pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa

penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum.

e) Evaluasi pengajaran

Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk

melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada

siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.

f) Evaluasi program

Keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan,

melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

23

4) Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Kustawan dan Hermawan (2013:107) memaparkan bahwa kurikulum

fleksibel yakni mengakomodasikan anak dengan berbagai latar belakang dan

kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka

mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan

kemampuan dan kebutuhannya. Sekolah reguler yang menyelenggarakan

pendidikan inklusif ramah anak harus mampu mengembangkan kurikulum

sesuai dengan tingkat, perkembangan, dan karakteristik anak agar lulusan

memiliki kompetensi untuk bekal hidup (life skill). Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesi Nomor 70 Tahun 2009 tentang

Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki

Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa pasal 7 memaparkan bahwa

satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi menggunakan kurikulum

tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan

peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.

Kurikulum penting untuk menata arah dan tujuan kependidikan yang

sesuai dengan kebutuhan anak didik tanpa mengabaikan hak-haknya yang

belum terpenuhi. Setiap kurikulum yang dikembangkan hendaknya

memahami karakeristik dan tingkat kebutuhan anak dalam mengikuti proses

pembelajaran sehingga tidak terkesan mendapatkan tekanan psikologis yang

bisa mempengaruhi mental mereka. Kurikulum merupakan bagian penting

dari setiap perencanaan pendidikan yang memengaruhi arah dan tujuan anak

didik dalam lembaga pendidikan. Arah dan tujuan pendidikan yang hendak

dicapai tidak bisa terlaksana dengan sendirinya tanpa adanya perencanaan

yang matang dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat

kecerdasan mereka (Ilahi, 2013:168).

Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah

reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan

tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbngkan

karakteristik dan tingkat kecerdasannya. Kurikulum yang sesuai dengan

kebutuhan anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi tiga macam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

24

Pertama, anak dengan kemampuan akademik rata-rata dan di atas tinggi

disiapkan kurikulum terpadu dengan kurikulum normal atau kurikulum

modifikasi. Kedua, anak dengan kemampuan akademik sedang (di bawah

rata-rata) disiapkan kurikulum fungsional/vokasional. Ketiga, anak dengan

kemampuan akademik sangat rendah disiapkan kurikulum pengembangan

bina diri. Juga perlu disiapkan kurikulum kompensatoris, yaitu kurikulum

khusus untuk meminimalisasi barier pada setiap ABK sebelum belajar aspek

akademik. (Ilahi, 2013:171).

Kustawan dan Hermawan (2013:109) menambahkan fleksibilitas

kurikulum ini bagi anak berkebutuhan khusus tertentu misalnya bagi peserta

didik yang memiliki hambatan kecerdasan perlu mengimplementasikan dalam

bentuk Program Pembelajaran Individual (PPI). PPI merupakan program

pembelajaran yang disusun sesuai kebutuhan individu dengan bobot materi

berbeda dari kelompok dalam kelas dan dilaksanakan dalam seting klasikal.

5) Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak

Guru dapat melakukan penyesuaian kegiatan pembelajaran dengan

membuat kegiatan yang interaktif sehingga setiap anak berpartisipasi penuh

dalam kegiatan pembelajaran. Bahan ajar atau materi pembelajaran fleksibel

atau ramah anak terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus

diajarkan kepada siswa berkebutuhan khusus untuk mencapai standar

kompetensi yang telah ditetapkan. Seluruh bahan ajar untuk siswa

berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak atau

sesuai dengan jenis kelainannya (Kustawan dan Hermawan, 2013:111).

Guru harus mampu menyusun bahan ajar yang sesuai dengan tingkat

kemampuan peserta didik dalam menyerap pengetahuan dan keterampilan

yang diajarkan. Bahan ajar atau materi untuk anak berkebutuhan khusus yang

memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler

dapat diperluas dan diperdalam dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada

di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting

untuk anak berbakat. Sementara untuk anak berkebutuhan khusus yang

memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

25

dapat tetap dipertahankan atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

Demikian pula untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di

bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum

sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya

atau bahkan dihilangkan bagian tertentu. (Ilahi, 2013:172-173)

Ketika mengajar di kelas tentunya guru memiliki tujuan yang ingin

dicapainya, dalam mencapai tujuan tersebut seorang guru perlu menentukan

metode apa yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Cara guru dalam

menentukan cara atau langkah dalam kegiatan pembelajaran disebut sebagai

metode pembelajaran. Ada banyak sekali metode pembelajaran yang dapat

digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah duanya adalah

metode ceramah dan metode tanya jawab. Hamdayama (2014:167),

menjelaskan bahwa ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan

oleh guru terhadap peserta didik. Metode ceramah dapat digunakan dalam

kondisi ketika guru ingin mengajarkan topik baru pada kegiatan pendahuluan

dalam proses belajar mengajar atau ketika guru menghadapi jumlah peserta

didik yang cukup banyak. Metode ceramah memiliki kelebihan antara lain

dapat menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang terbatas,

mudah dilaksanakan, dan kemudahan yang diperoleh guru ketika harus

menyampaikan materi untuk jumlah peserta didik yang besar. Metode

ceramah juga memiliki kekurangan yaitu membuat peserta didik pasif, mudah

membuat peserta didik bosan, dan kegiatan pembelajaran lebih mengandalkan

pada informasi-informasi yang diberikan oleh guru. Anita (dalam

Hamdayama, 2014:168) menuturkan bahwa ceramah yang baik adalah

ceramah yang bervariasi yang dilengkapi dengan berbagai macam media, dan

alat belajar sehingga terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dan

pendidik.

Hamdayama (2014:170) menambahkan bahwa dalam metode

ceramah, ada kemungkinan bagi guru untuk menyisipkan pertanyaan-

pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan guru dapat digunakan untuk mengukur

pemahaman peserta didik terhadap materi yang sebelumnya telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

26

disampaikan. Guru dapat mengkolaborasikan metode ceramah dan metode

tanya jawab, ceramah untuk menyampaikan materi dan tanya jawab untuk

mengukur pemahaman siswa secara spontan. Menurut Yamin (2009:156)

menjelaskan bahwa metode tanya jawab tepat digunakan bila dalam

pelaksanaannya bertujuan untuk meninjau ulang pelajaran atau ceramah yang

telah lalu, menyelingi pembicaraan agar perhatian peserta didik tetap fokus,

dan mengarahkan pengamatan dan pemikiran peserta didik. Yamin

menambahkan metode tanya jawab kurang cocok untuk menilai kemajuan

peserta didik.

Ketika guru mengajar di kelas, ia perlu mempersiapkan diri dalam

upaya melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru perlu mengembangkan

kompetensinya agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

mengadaptasikan kurikulum dan metode mengajar yang sesuai dengan

kebutuhan dan keberagaman anak (Kustawan dan Hermawan (2013:49).

6) Penataan Kelas Ramah Anak

Penataan kelas ramah anak dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan

ruang kelas tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran bagi anak

berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus. Everton dan

Weintein (dalam Friend dan Bursuck, 2015:285) mengemukakan bahwa

pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru

demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari

mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Pengelolaan ruang kelas

dapat meliputi (a) Penataan unsur fisik seperti penggunaan dinding, lebar

ruangan, dan pencahayaan. (b) Rutinitas ruang kelas untuk kegiatan akademis

maupun non-akademis. (c) Iklim ruang kelas atau sikap terhadap perbedaan

individual. (d) Pengelolaan perilaku, seperti peraturan kelas dan

pemantauannya (e) Pemanfaatan waktu untuk kegiatan pengajaran dan non-

pengajaran.

Friend dan Bursuck (2015:288-292) menuturkan penataan unsur fisik

yang ada di ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi

anak yang berkebutuhan khusus dan anak yang tidak berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

27

Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan

ruang kelas, meliputi area dinding, pencahayaan, penataan perabotan, serta

ruang penyimpanan. Area dinding dapat dimanfaatkan untuk menempel

dekorasi, peraturan kelas, hasil karya siswa, dan papan buletin kelas.

Pencahayaan ruang kelas baik dari jendela maupun penerangan lampu dapat

berpengaruh terhadap anak berkebutuhan khusus, misalnya untuk peserta

didik yang mengalami keterbatasan visual akan mengami kendala di ruangan

yang tidak memiliki pencahayaan bagus. Guru perlu memperhatikan

pemilihan jenis lantai dan penataan perabotan kelas perlu karena sangat

berpengaruh terhadap peserta didik yang berkebutuhan khusus. Lantai yang

licin menyulitkan anak berkebutuhan khusus yang menggunakan kursi roda

dan pergerakan bagi peserta didik yang memiliki hambatan motorik. Penataan

perabotan kelas juga perlu disusun untuk memudahkan peserta didik untuk

melakukan aktivitas pembelajaran. Ruang penyimpanan juga diperlukan bagi

peserta didik yang memiliki tambahan peralatan khusus seperti alat perekam

audio, buku braille, dan alat pembesar bagi peserta didik yang mengalami

hambatan visual.

Semiawan Cony dkk (dalam Kustawan dan Hermawan, 2013:115)

menjelaskan bahwa menciptakan suasana belajar yang menggairahkan perlu

memperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas/belajar. Peyusunan dan

pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak didik duduk

berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa. Dalam

pengaturan ruang belajar, hal-hal yang harus diperhatikan :

a) Ukuran dan bentuk kelas

b) Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik

c) Jumlah anak didik dalam kelas

d) Jumlah anak didik dalam setiap kelompok

e) Jumlah kelompok dalam kelas

f) Komposisi anak didik dalam kelompok (seperti anak didik pandai dengan

anak didik kurang pandai, pria dengan wanita).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

28

7) Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

Kustawan dan Hermawan (2013:115-117) berpendapat bahwa media

pembelajaran merupakan alat bantu dalam kegiatan pembelajaran. Bagi guru

media pembelajaran sangat membantu tugasnya untuk menyampaikan pesan-

pesan atau materi pembelajaran kepada peserta didik. Media pembelajaran

harus memenuhi syarat yaitu sesuai dengan kebutuhan anak sehingga

pengetahuan yang didapat dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

Media pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus juga perlu

dirancang untuk dapat menyesuaikan dengan keadaan anak atau adaptif.

Media pembelajaran adaptif yaitu media pembelajaran yang disesuaikan

dengan hambatan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus. Media

pembelajaran adaptif dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam kegiatan

pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus karena dapat bermanfaat atau

berguna dan cocok dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan dan

karakteristik anak yang menunjang efisiensi dan efektifitas proses dan hasil

pembelajaran. Contoh penggunaan media pembelajaran adaptif adalah guru

dapat menggunakan media tiruan peta timbul Indonesia untuk memberikan

gambaran kondisi geografis Indonesia kepada anak tunanetra. Media visual

seperti poster dan gambar yang memudahkan anak tunarungu memahami

materi.

8) Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Kustawan (2013:118-124) menjelaskan bahwa penilaian dilakukan

untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai prestasi peserta didik

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil penilaian yang diperoleh

digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap ketuntasan belajar anak dengan

cara membandingkannya dengan kriteria ketuntasan maksimal (KKM) yang

telah ditetapkan. Hasil penilaian digunakan untuk mengevaluasi dan

memperbaiki proses pembelajaran yang telah berlangsung, menilai

kemampuan peserta didik, dan bahan penyusun laporan hasil belajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

29

Ilahi (2013:47) memaparkan bahwa dalam sistem penilaian yang

diharapkan di sekolah inklusi adalah sistem penilaian yang fleksibel.

Penilaian disesuaikan dengan kebutuhan anak termasuk anak berkebutuhan

khusus. Guru perlu mempertimbangkan kebutuhan anak berkebutuhan khusus

dan tidak berkebutuhan khusus karena anak berkebutuhan khusus memiliki

tingkat kemampuan yang lebih rendah.

Ilahi (2013:189) menambahkan bagi anak berkebutuhan khusus, jenis

evaluasi yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan

kecerdasannya dalam menerima materi pelajaran. Pada pendidikan regular,

sekolah akan menetapkan sistem acuan yang sama untuk seluruh siswa.

Sistem acuan yang ditetapkan oleh sekolah ini dapat disebut kriteria

ketuntasan minimal (KKM). Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan

inklusi lebih cocok menggunakan KKM berbeda untuk masing-masing

peserta didik. Sejalan dengan Ilahi, Kustawan dan Hermawan (2013:120)

mengungkapkan bahwa KKM bagi anak berkebutuhan khusus dapat

ditetapkan berbeda dengan KKM bagi anak tidak berkebutuhan khusus, hal

ini dikarena kemampuan yang dimiliki masing-masing anak berbeda.

Penetapan nilai KKM ini berdasarkan hasil asesmen untuk masing-masing

individu yang telah dilakukan oleh guru dan timnya.

3. Kelas Bawah

Wiyani (2014:70) membagi masa usia Sekolah Dasar (SD) menjadi

dua fase, antara lain:

a. Masa kelas rendah SD, saat peserta didik berada pada kelas 1, 2, dan 3 di

usia sekitar 6 sampai dengan 9 tahun

b. Masa kelas atas SD, saat peserta didik berada pada kelas 4, 5, dan 6 di usia

sekitar 9-13 tahun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

30

B. Penelitian yang Relevan

Berikut ini dijelaskan tiga penelitian yang relevan dengan penelitian

yang berjudul permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di SD “Suka

Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Tarnoto (Jurnal Pendidikan,

Vol. 13) dengan judul Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah

Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD. Penelitian ini memiliki

keterkaitan mengenai topik penelitian yaitu menganalisis permasalahan yang

terjadi di sekolah dasar inklusi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

permasalahan-permasalahan yang dialami guru dalam penyelenggarakan

pendidikan inklusi di sekolah dasar Kota Yogyakarta. Subjek penelitian ini

adalah guru yang mengajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.

Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis menggunkan teknik

koding. Hasil penelitian menunjukkan ada berbagai permasalahan yang

ditemui guru dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi.

Penelitian yang dilakukan Tarmansyah (2009) dengan judul

Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota

Padang memiliki keterkaitan tentang topik penelitian yaitu menganalisis

permasalahan sekolah dasar inklusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan secara objektif tentang pelaksanaan pendidikan inklusi,

kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi dan

usaha-usaha apakah yang telah dilakukan sekolah dalam mengatasi kendala

pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang Utara. Jenis

penelitian yang dilakukan adalah deskripsi dengan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusi di SD

Negeri 02 Alai Padang masih belum terlaksana dengan baik.

Penelitian yang dilakukan Sabatiana (2017) dengan judul Survei

Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo,

relevansi penelitian ini terlihat dari topik penelitian yaitu permasalahan dalam

menyelenggarakan aspek-aspek pendidikan inklusi. Penelitian ini bertujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

31

untuk mengetahui sejauh mana sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon

Progo sudah menerapkan aspek-aspek pendidikan inklusi. Pendekatan yang

digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan kuantitatif non

eksperimental dengan metode survei cross sectional. Data diperoleh dengan

cara mengirim angket kepada 66 (enam puluh enam) guru di 11 (sebelas)

sekolah dasar inklusi. Guru yang bersedia mengisi angket dan mengirim

kembali ada 65 (enam puluh lima) orang. Hasil olah data menunjukkan

bahwa 63,63% sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo sudah

menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi.

Keterkaitan antar ketiga peneltian yang telah dijelaskan di atas dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dapat diamati pada literature

map berikut ini.

Bagan 2.1 Literatur map

Ketiga penelitian tersebut membahas mengenai penyelenggaraan

pendidikan inklusi di sekolah dasar. Topik penelitian tersebut memiliki

hubungan dan dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti

Permasalahan Sekolah

Dasar Inklusi Kelas

Bawah di SD “Suka

Ilmu” Wilayah

Kabupaten Kulon Progo

Tarnoto (Vol. 13)

Permasalahan-

Permasalahan yang Dihadapi Sekolah

Penyelenggara

Pendidikan Inklusi

pada Tingkat SD

Sabatiana (2017)

Survei Penyelenggaraan

Sekolah Dasar Inklusi

di Wilayah Kabupaten

Kulon Progo

Tarmansyah (2009) Pelaksanaan

Pendidikan Inklusif di

SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota

Padang

Menganalisis

permasalahan SD inklusi di Kota

Yogyakarta

Menyurvei SD inklusi di Kab. Kulon Progo

dalam menerapkan 8

aspek penyelenggaraan

pendidika inklusi

Menganalisis permasalahan yang

dihadapi SD dalam

memberikan layanan

pendidikan inklusi

kepada ABK

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

32

yaitu mengenai Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas Bawah di SD

“Suka Ilmu” Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini memiliki

kekhasan dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu pada fokus penelitian

di mana peneliti mengkaji permasalahan yang dihadapi oleh salah satu

sekolah dasar di wilayah Kabupaten Kulon Progo pada kelas bawah dalam

menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi.

C. Kerangka Berpikir

Pemerintah telah menunjuk beberapa sekolah dasar untuk

menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi. Penunjukkan menjadi sekolah

inklusi ini membuat pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, dan

administrator) berupaya mengakomodasi anak berkebutuhan khusus untuk

mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak tidak berkebutuhan khusus.

Layanan yang diberikan oleh sekolah inklusi berbeda dengan sekolah pada

umumnya, di mana sekolah berupaya untuk tidak bersikap diskriminasi dan

menerima dengan terbuka siapapun yang akan menempuh pendidikan di

sekolah tersebut. Seperti yang tertuang pada Permendiknas nomor 70 tahun

2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan

dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa bahwa tujuan

pendidikan inklusi adalah memberikan pendidikan seluas-luasnya kepada

semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan

sosial atau memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sabatiana (2017) mengenai

survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon

Progo menghasilkan data bahwa terdapat 4 (empat) sekolah dasar inklusi

yang belum mampu menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Kustawan dan Hermawan (2013:90-131) menyebutkan

kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi tersebut terdiri dari

penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasi semua anak, identifikasi,

asesmen, adaptasi kurikulum, merancang bahan ajar dan kegiatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

33

pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, pengadaan

dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, serta penilaian dan evaluasi

pembelajaran. Keempat sekolah tersebut tentunya telah berupaya untuk

memberikan layanan pendidikan inklusi, namun dalam pelaksanaannya

mengalami kendala atau masalah. Peneliti akan mengkaji lebih dalam

mengenai permasalahan yang dihadapi salah satu sekolah dasar yang paling

rendah dalam menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan

inklusi.

Peneliti mengambil judul Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi Kelas

Bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitati deskriptif dengan metode studi kasus. Peneliti

akan mengumpulkan data dengan melakukan wawancara, observasi, dan studi

dokumentasi. Data tersebut diolah dengan melakukan reduksi data, display

data, dan penarikan kesimpulan, sehingga peneliti dapat mendeskripsikan

permasalahan yang dihadapi sekolah dalam menerapkan kedelapan aspek

penyelenggaraan pendidikan inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab III ini, peneliti membahas tentang jenis penelitian yang

digunakan, setting penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data,

instrumen penelitian, kredibilitas dan transferabilitas, serta teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi kelas bawah di

SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo ini menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif. Creswell (dalam Herdiansyah, 2012:8)

menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah

yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam

konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks

yang disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi,

serta dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun

dari peneliti. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menggali

permasalahan yang dihadapi oleh SD “Suka Ilmu” dalam menerapkan

kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi. Peneliti menyajikan

data dari para narasumber sesuai dengan keadaan yang nyata di lapangan

tanpa adanya intervensi peneliti.

Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis dari berbagai informasi yang diperoleh di lapangan. Tohirin (2012:3)

memaparkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang

bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sugiyono (2014:1) menambahkan

bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

35

triangulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Yin (dalam

Tohirin, 2012:20) mengungkapkan bahwa studi kasus digunakan untuk

mengetahui lebih dalam dan rinci tentang suatu permasalahan atau fenomena

yang hendak diteliti. Studi kasus dapat memberi fokus terhadap makna

dengan menunjukkan situasi mengenai apa yang terjadi, dilihat, dan dialami

dalam lingkungan sebenarnya secara mendalam dan menyeluruh. Metode

studi kasus dipilih karena peneliti ingin memaparkan permasalahan yang

dihadapi kelas bawah SD “Suka Ilmu” dalam memberikan layanan

pendidikan inklusi kepada peserta didiknya baik yang berkebutuhan khusus

maupun tidak berkebutuhan khusus. Penelitian ini mengkaji secara mendalam

mengenai masalah apa yang sekolah alami dengan melakukan wawancara

dengan narasumber, observasi lingkungan dan kegiatan sekolah, serta

melakukan studi dokumentasi.

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar inklusi di wilayah

Kabupaten Kulon Progo. Peneliti menyamarkan nama sekolah ini dengan

sebutan SD “Suka Ilmu” untuk menjaga privasi sekolah. Pemilihan tempat

penelitian ini berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh

Sabatiana (2017) tentang survei penyelenggaraan pendidikan inklusi di

wilayah Kabupaten Kulon Progo. Hasil survei tersebut diketahui bahwa

SD “Suka Ilmu” paling rendah dalam menerapkan kedelapan aspek

penyelenggaraan pendidikan inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

36

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Juni 2017 sampai dengan April 2018. Berikut

ini jadwal pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

N

o Kegiatan

Tahun 2017 Tahun 2018

Jun

Jul

Ag

s

Sep

Ok

t

No

v

Des

Jan

Feb

Mar

Ap

r

1. Permohonan ijin

2. Penyusunan proposal

3.

Pelaksanaan

penelitian

(wawanara,

observasi, dan studi

dokumentasi)

4. Pengolahan data

5. Penyusunan laporan

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru kelas bawah SD

“Suka Ilmu” yang terdiri dari guru kelas I, guru kelas II, dan guru kelas

III.

4. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah permasalahan di salah satu sekolah dasar

inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam menerapkan kedelapan

aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi. Sekolah dasar yang menjadi

tempat penelitian adalah SD “Suka Ilmu”, dimana pada penelitian

sebelumnya sekolah ini diketahui menduduki peringkat paling rendah

dalam survei penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah Kabupaten

Kulon Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

37

C. Desain Penelitian

Creswell dan Clark (dalam Bandur, 2016:17) menjelaskan bahwa

desain penelitian mengacu pada rancangan atau rencana tindakan penelitian

yang menghubungkan kerangka filosofis penelitian dengan metode-metode

penelitian. Emzir (2012:14-17) menambahkan secara umum tahap-tahap

dalam melakukan penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus

Topik penelitian biasanya diidentifikasi berdasarkan pengalaman,

observasi pada setting penelitian, dan bacaan tentang topik tersebut.

Meskipun topik ditentukan pada awal studi, fokus studi dapat ditulis

kembali selama fase pengumpulan data.

2. Melakukan tinjauan pustaka

Peneliti melakukan tinjauan pustaka untuk mengidentifikasi informasi

penting yang relevan dengan studi dan untuk menulis suatu pernyataan

penelitian (rumusan masalah). Tinjauan pustaka terus berlanjut hingga

data terkumpul dan memungkinkan peneliti mendefinisikan kembali

pertanyaan penelitian.

3. Mendefinisikan peran peneliti

Peneliti harus menetapkan tingkat keterlibatannya dengan partisipan.

Peneliti harus mampu memahami sudut pandang partisipan dalam

memandang suatu masalah.

4. Mengelola jalan masuk dan menjaga hubungan baik di lapangan

Peneliti harus menetapkan tempat penelitiannya. Ketika peneliti

memasuki tempat penelitian, dia harus mempersiapkan, memperkenalkan

dirinya kepada pengelola tempat penelitian dan menceritakan tujuan

penelitiannya. Peneliti juga memerlukan izin dari lembaga dan partisipan

dalam melaksanakan penelitian. Selama berinteraksi dengan pengelola

dan pertisipan penelitian, peneliti harus menjaga hubungan baik dengan

peka terhadap situasi, komunikasi yang dilandasi kejujuran, dan interaksi

yang tidak mengadili partisipan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

38

5. Memilih partisipan

Peneliti memilih partisipan yang dapat menyediakan informasi penting

yang dibutuhkan oleh peneliti, yaitu kunci untuk studi tersebut.

6. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan

Peneliti merancang pertanyaan bayangan berdasarkan topik yang sudah

diidentifikasi oleh peneliti. Pertanyaan bayangan membantu peneliti

untuk tetap fokus mengumpulkan data dan memungkinkan

mengumpulkan data dalam cara yang sistematis.

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum mencakup

observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Peneliti biasanya

menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk validasi

temuan. Sumber-sumber data yang berbeda-beda ini kemudian

dibandingkan dengan teknik lain dalam suatu proses yang disebut

triangulasi.

8. Analisis data

Data dalam penelitian kualitatif dianalisis melalui membaca dan

mereview data (catatan observasi, transkrip wawancara) untuk

mendeteksi tema-tema dan pola-pola yang muncul.

9. Interpretasi dan disseminasi hasil

Peneliti merangkum dan menjelaskan tema-tema dalam pola-pola (hasil)

dalam bentuk naratif. Intepretasi mungkin juga melibatkan diskusi

tentang bagaimana temuan studi yang berkaitan dengan temuan-temuan

pada studi sebelumnya. Lebih lanjut peneliti membagikan hasil temuan

mereka melalui jurnal, laporan, webside, dan pertemuan formal maupun

informal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

39

Berdasarkan tahap-tahap dalam melakukan penelitian kualitatif

yang dilakukan oleh Emzir, berikut tahap-tahap yang dilakukan oleh

peneliti.

1. Mengidentifikasi sebuah topik atau fokus

Peneliti memilih topik penelitian berdasarkan hasil penelitian yang

sebelumnya dilakukan oleh Sabatiana (2017) mengenai survei

penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon

Progo. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, penelitian kali ini lebih

fokus pada permasalahan sekolah inklusi di salah satu sekolah dasar di

Kulon Progo. Nama sekolah dasar ini peneliti samarkan dengan nama SD

“Suka Ilmu”.

2. Melakukan tinjauan pustaka

Peneliti melakukan tinjauan pustaka dengan melihat jurnal, hasil

penelitian, maupun buku-buku yang mendukung dan menambah

wawasan mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi. Peneliti

melakukan tinjauan pustaka untuk mengidentifikasi informasi penting

yang relevan dengan topik penelitian ini.

3. Mendefinisikan peran peneliti

Peneliti perlu untuk menetapkan tingkat keterlibatannya dalam proses

pengambilan data. Peneliti perlu bersikap objektif terhadap proses

pengambilan data dan hasil data yang diperoleh. Peneliti harus mampu

memahami sudut pandang partisipan dalam memberikan pandangannya.

4. Mengelola jalan masuk dan menjaga hubungan baik di lapangan

Peneliti terlebih dahulu memohon izin, memperkenalkan diri, dan

menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilakukan kepada kepala

sekolah dan guru-guru yang ada di SD “Suka Ilmu”. Hal ini berguna agar

peneliti dapat menjaga hubungan dengan pihak sekolah yang menjadi

tempat pelaksanaan penelitian.

5. Memilih partisipan

Peneliti memilih partisipan yang dapat menyediakan informasi mengenai

penelitian yang dibutuhkan. Fokus penelitian ini adalah guru kelas bawah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

40

SD “Suka Ilmu”, sehingga partisipan yang dipilih oleh peneliti adalah

guru kelas I, guru kelas II, dan guru kelas III serta ditambah kepala

sekolah.

6. Menulis pertanyaan-pertanyaan bayangan

Peneliti menyusun pertanyaan yang sesuai dengan topik penelitian untuk

memudahkan peneliti tetap fokus dalam mengumpulkan data yang

dibutuhkan. Peneliti juga mengembangkan daftar pertanyaan yang

relevan sesuai dengan pedoman wawancara.

7. Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data-data yang telah

diperoleh kemudian dibandingkan dengan triangulasi data sumber, teknik

pengumpulan data, dan waktu.

8. Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah pengumpulan

data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

9. Interpretasi dan disseminasi hasil

Peneliti merangkum dan menjelaskan hasil analisis data dalam bentuk

deskripsi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2014:62) memaparkan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan

utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik

pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan

studi dokumentasi.

1. Wawancara

Moleong (dalam Herdiansyah, 2012:118), mengartikan wawancara

sebagai percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

41

dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama bagi penelitian

ini. Melalui wawancara peneliti menggali berbagai informasi secara rinci

sesuai dengan tujuan penelitian tentang permasalahan yang dihadapi oleh

SD “Suka Ilmu” dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Peneliti

datang ke sekolah secara langsung, memohon ijin, dan menjelaskan tujuan

dilakukannya wawancara kepada narasumber. Narasumber wawancara

pada penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru-guru kelas bawah yang

terdiri dari guru kelas I, guru kelas II, dan guru kelas III. Saat narasumber

dan peneliti telah sepakat menentukan waktu dan tempat berlangsungnya

wawancara, peneliti dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai

dengan tujuan penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara

semiterstruktur. Esterberg (dalam Sugiyono, 2014:73-74) menjelaskan ada

3 (tiga) bentuk wawancara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

data yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan wawancara tidak

terstruktur. Esterberg mengartikan wawancara semiterstruktur sebagai

berikut.

Pelaksanaan wawancara semiterstruktur lebih bebas dibandingkan

wawancara terstruktur. Peneliti telah menyusun pedoman pertanyaan

yang dapat dikembangkan ketika pelaksanaan wawancara sesuai

dengan kebutuhan penelitian. Narasumber dapat memberikan

jawaban sesuai dengan keadaan yang dialami tanpa ada ikatan

jawaban baku. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan

permasalahan yang sedang diteliti, dimana narasumber diminta

memberikan pendapat atau ide-idenya. Esterberg (dalam Sugiyono,

2014:73-74)

Wawancara semiterstruktur dipilih karena lebih memudahkan

peneliti dalam menemukan permasalahan yang dihadapi SD “Suka Ilmu”

dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Bentuk wawancara ini lebih

fleksibel dengan tidak ada pedoman baku dalam peneliti memberikan

pertanyaan dan narasumber bebas memberikan jawaban. Meskipun

peneliti memiliki padoman pertanyaan yang berguna untuk menghindari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

42

pembicaraan yang menyimpang, peneliti dapat mengembangkan

pertanyaan sesuai kondisi untuk menggali tujuan penelitian lebih dalam

lagi.

Herdiansyah (2012:32), menjelaskan ciri dari wawancara semi

terstruktur adalah sebagai berikut:

a. Pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan.

Dengan pertanyaan terbuka, narasumber diberikan kebebasan untuk

menjawab pertanyaan tetapi peneliti dapat mengingatkan narasumber

jika jawaban yang diberikan keluar dari tema dan alur pembicaraan.

b. Kecepatan wawancara dapat diprediksi

Kecepatan dan waktu wawanara dapat diprediksi, namun peneliti

perlu mengontrol waktu wawancara agar pembicaraan tidak melebar

kepada hal-hal yang tidak penting.

c. Fleksibel, tetapi terkontrol

Pertanyaan dan jawaban yang diberikan bersifat fleksibel sesuai

dengan situasi dan kondisi alur pembicaraan. Peneliti perlu

mengontrol pertanyaan dan jawaban narasumber agar sesuai dengan

tema wawancara.

d. Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan

dan penggunaan kata

Pedoman wawancara digunakan sebagi patokan atau kontrol dalam

alur pembicaraan. Pedoman wawancara yang digunakan tidak kaku

seperti pada wawancara terstruktur. Pada wawancara semiterstruktur,

pedoman wawancara berupa topik-topik pembicaraan yang mengacu

pada tujuan wawancara. Peneliti bebas mengembangkan pertanyaan

sesuai dengan topik dan tema yang telah ditentukan yang dapat

berguna sebagai kontrol pembicaraan.

e. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena

Tujuan wawancara semi terstruktur adalah untuk memahami suatu

fenomena atau permasalahan tertentu, sehingga dengan wawancara

semiterstruktur membantu peneliti untuk memahami suatu fenomena.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

43

2. Observasi

Sudaryono dkk (2013:38) menjelaskan bahwa observasi yaitu

melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat

dari dekat kegiatan yang dilakukan. Observasi atau pengamatan

merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Herdiansyah (2013:131) menambahkan bahwa observasi adalah suatu

proses melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku

secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi itu suatu kegiatan

mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan

atau diagnosis.

Observasi digunakan oleh peneliti untuk mencari data dengan

melihat, mengamati, dan ikut merasakan kegiatan atau lingkungan yang

ada SD “Suka Ilmu”. Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti

adalah mengamati kegiatan penerimaan peserta didik baru, lingkungan

sekolah, kegiatan pembelajaran, dan kondisi ruang kelas yang ada di SD

“Suka Ilmu”. Yusuf (2014:384) mengungkapkan bahwa ada dua bentuk

observasi yaitu participant observer dan non-participation observer.

a. Participant observer

Pada bentuk observasi ini, observer (pengamat) berpartisipasi dan

terlibat dalam kegiatan yang sedang diamati. Dalam kegiatan ini,

observer berfungsi ganda yaitu sebagai peneliti yang tidak diketahui

dan dirasakan oleh anggota lain dan sebagai anggota kelompok,

peneliti berperan aktif sesuai dengan tugasnya dalam kelompok.

b. Non-participation observer

Pengamat (observer) tidak terlibat langsung dalam kegiatan kelompok

atau kegiatan yang sedang diamatinya. Tugas pengamat di sini murni

sebagai observer.

Bentuk observasi yang peneliti gunakan adalah non-participation

observer. Bentuk observasi ini dipilih karena peneliti hanya bertugas untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

44

mengamati lingkungan sekolah dan kegiatan pembelajaran tanpa adanya

keterlibatan peneliti dalam kegiatan tersebut.

Observasi memiliki berbagai macam metode dalam mengumpulkan

data. Herdiansyah (2012:133-141) membagi metode observasi ini dibagi

lima metode yang disesuaikan dengan tujuan dan sasaran perilaku yang

diamati. Kelima metode tersebut adalah anecdotal record, behavior

checklist, participation charts, rating scale, dan behavior tallying and

charting. Metode yang digunakan dalam observasi pada penelitian ini

adalah dengan anecdotal record. Herdiansyah (2012:133) menuturkan

bahwa dengan metode anecdotal record, peneliti hanya membawa kertas

kosong saat melakukan observasi untuk mencatat perilaku khas, unik, dan

penting yang dilakukan oleh subjek penelitian. Observer perlu mencatat

dengan teliti hal-hal yang dianggap penting setelah kejadian tersebut

terjadi. Catatan yang dibuat harus detail sesuai dengan kejadian yang

sebenarnya terjadi tanpa mengubah kronologinya. Anecdotal record dipilih

oleh peneliti karena dengan metode ini peneliti dipermudah dalam

mendeskripsikan perilaku, kejadian, atau hal-hal penting secara rinci

selama terjadinya pengamatan.

3. Studi Dokumentasi

Sudaryono dkk (2013:41) menjelaskan bahwa dokumentasi

ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,

meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan,

foto-foto, film dokumenter, data yang relevan dengan penelitian.

Herdiansyah (2012:143) menambahkan studi dokumentasi adalah salah

satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis

dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain

tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil

wawancara atau observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat lebih

dipercaya dengan adanya bukti-bukti dokumen yang memperkuat

pernyataan narasumber maupun hasil pengamatan peneliti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

45

E. Instrumen Penelitian

Suharsimi (dalam Sudaryono dkk, 2013:30) mengartikan instrumen

pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti

dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai instrumen wawancara,

pedoman catatan anekdot sebagai instrumen observasi, dan pedoman daftar

dokumen sebagai instrumen studi dokumentasi.

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti berfungsi sebagai

pedoman pertanyaan yang diajukan kepada narasumber agar topik

pembicaraan tidak menyimpang dari fokus penelitian. Pedoman

wawancara ini berisi pertanyaan panduan bagi peneliti untuk

memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi sekolah

dasar inklusi dalam menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Berikut ini adalah pedoman wawancara yang

digunakan peneliti.

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara

No Prinsip Indikator Pertanyaan Pokok

1

Penerimaan

Peserta Didik

Baru (PPDB)

yang

mengakomodasi

semua anak

Menerima semua tipe

anak berkebutuhan

khusus

Tipe anak berkebutuhan

khusus seperti apa yang

diterima di sekolah ini?

Mengukur sumber

daya pendidikan dan

tenaga kependidikan

yang ada di sekolah

Apakah sekolah memiliki

konselor/psikologi/GPK

untuk mendampingi

penerimaan peserta didik

baru?

Mempersiapkan sarana

dan prasarana

Apakah sekolah telah

menyiapkan fasilitas yang

dibutuhkan untuk menerima

peserta didik baru?

Merencanakan sumber

daya biaya

Bagaimana perencanaan

sumber daya biaya yang

digunakan sekolah untuk

PPDB?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

46

2 Identifikasi

Mengidentifikasi tipe

anak berkebutuhan

khusus

Bagaimana cara sekolah

mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus?

3 Assesmen

Upaya pengumpulan

informasi untuk

memantau kemajuan

pendidikan

Bagaimana cara guru untuk

memantau kemajuan hasil

belajar siswa?

Melakukan

penyaringan atau

screening

Apakah sekolah melakukan

penyaringan atau screening

secara berkala?

Melakukan diagnosis

menyangkut kelayakan

atas layanan

pendidikan khusus

Bagaimana cara sekolah

mendiagnosis kelayakan

atas layanan pendidikan

khusus?

Melakukan

penempatan program

pada anak

berkebutuhan khusus

Program apa yang diberikan

sekolah pada anak

berkebutuhan khusus?

Melakukan

penempatan kurikulum

untuk memulai

pengajaran siswa

Bagaimana guru

menerapkan kurikulum

untuk memulai pengajaran

siswa di kelas?

Melakukan evaluasi

pengajaran untuk anak

berkebutuhan khusus

Bagaimana bentuk evaluasi

pengajaran untuk anak

berkebutuhan khusus?

Melakukan evalusi

program pada anak

berkebutuhan khusus

Bagaimana pelaksanaan

evaluasi program pada anak

berkebutuhan khusus?

4

Adaptasi

Kurikulum

(Kurikulum

Fleksibel)

Menyusun kurikulum Bagaimana sekolah

merancang kurikulum yang

dapat memenuhi anak

berkebutuhan khusus?

5

Merancang

bahan ajar dan

kegiatan

pembelajaran

yang ramah

anak

Menentukan

perencanaan

pembelajaran bagi

siswa

Apakah penyusunan

perencanaan pembelajaran

di sekolah telah sesuai

dengan kebutuhan siswa?

Menentukan bahan ajar

yang terdiri dari

pengetahuan,

keterampilan, dan

sikap

Bagaimana sekolah

menentukan bahan ajar

yang mengaitkan antara

pengetahuan, keterampilan,

dan sikap?

6

Penataan kelas

yang ramah

anak

Mengelola kelas untuk

mengoptimalkan

proses belajar

mengajar

Bagaimana cara guru

memanajemen kelas untuk

mengoptimalkan proses

belajar mengajar?

Mengarahkan

pengelompokkan siswa

untuk pengajaran di

ruang kelas

Bagaimana cara guru

memposisikan siswa

berkebutuhan khusus dan

tidak berkebutuhan khusus

di kelas?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

47

7

Pengadaan dan

pemanfaatan

media

pembelajaran

adaptif

Memahami pentingnya

media pembelajaran

adaptif sebagai sarana

dalam pembelajaran

Apakah sekolah

mengadakan dan

memaksimalkan

penggunaan media

pembelajaran adaptif?

8

Penilaian dan

evaluasi

pembelajaran

Menentukan KKM Bagaimana sekolah/guru

menentukan KKM bagi

anak berkebutuhan khusus

dan anak tidak

berkebutuhan khusus?

Menjelaskan

karakteristik evaluasi

Bagaimana bentuk evaluasi

yang digunakan?

Menunjukkan

kegunaan kegiatan

evaluasi

Apa tujuan dari

dilakukannya kegiatan

evaluasi bagi siswa?

2. Pedoman Catatan Anekdot

Pedoman catatan anekdot digunakan sebagai panduan bagi peneliti ketika

melakukan observasi. Panduan observasi ini berisi hal-hal yang perlu

peneliti amati saat berada di lapangan agar informasi yang dibutuhkan

tidak tertinggal. Peneliti perlu mendeskripsikan hasil pengamatannya

pada tabel yang telah tersedia. Berikut ini adalah pedoman catatan

anekdot yang digunakan peneliti.

Tabel 3.3 Pedoman Catatan Anekdot

No Aspek Deskripsi Hasil Pengamatan

1. Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB) yang mengakomodasi

semua anak

2. Identifikasi

3. Asesmen

4. Adaptasi kurikulum (Kurikulum

Fleksibel)

5. Merancang bahan ajar dan

kegiatan pembelajaran yang

ramah anak

6. Penataan kelas ramah anak

7. Pengadaan dan pemanfaatan

media pembelajaran adaptif

8. Penilaian dan evaluasi

pembelajaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

48

3. Pedoman Daftar Dokumen

Pedoman daftar dokumen digunakan oleh peneliti ketika melakukan studi

dokumen. Daftar ceklist dokumen ini dapat memudahkan peneliti untuk

menentukan dokumen apa saja yang diperlukan untuk memperkuat hasil

wawancara atau untuk menemukan informasi baru. Berikut ini adalah

pedoman daftar dokumen yang digunakan peneliti.

Tabel 3.4 Daftar Ceklist Dokumen

No Dokumen Keterangan

Deskripsi Ada Tidak

1.

Surat Keputusan Penunjukkan

Sekolah Penyelenggara

Pendidikan Inklusi (SPPI)

2. Dokumen syarat-syarat PPDB

3. Pedoman PPDB

4. Formulir PPDB

5. Susunan Kepanitiaan PPDB

6. Dokumen Hasil Asesmen

7. Kurikulum

8. RPP Kelas I

9. RPP Kelas II

10. RPP Kelas III

11. Soal Ulangan Harian Kelas I

12. Soal Ulangan Harian Kelas II

13. Soal Ulangan Harian Kelas III

14. KKM Kelas III

F. Kredibilitas dan Transerabilitas

1. Kredibilitas

Lincon dan Guba (dalam Bandur, 2016:284) menjelaskan mengenai

kredibel yang berarti bahwa peneliti dipercaya telah mengumpulkan data

yang real di lapangan serta menginterpretasikan data autentik tersebut

dengan akurat. Uji kredibilitas yang dilakukan pada penelitian ini

menggunakan teknik triangulasi. Sugiyono (2014:83) mengartikan istilah

triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada.

Sugiyono (2014:127) menambahkan bahwa triangulasi terbagi

menjadi triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

49

Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek data yang telah

diperoleh dengan beberapa sumber. Narasumber pada penelitian ini

adalah kepala sekolah, guru kelas I, guru kelas II, dan guru kelas III.

Peneliti melakukan tringulasi sumber dengan mengecek data yang

diperoleh dari salah satu narasumber dan narasumber lainnya. Data yang

diperoleh dari satu narasumber dapat diperkuat dengan data yang

diperoleh dari narasumber lainnya, namun ketika data yang diperoleh

dari narasumber berbeda, peneliti melakukan triangulasi teknik.

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik

dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh peneliti dari

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Apabila hasil dari

triangulasi teknik masih menunjukkan data yang berbeda, peneliti

melakukan triangulasi waktu. Triangulasi waktu dilakukan dengan

melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain

dalam waktu atau situasi yang berbeda. Peneliti melakukan diskusi lebih

lanjut dari hasil data-data yang telah peneliti peroleh sebelumnya baik

dari triangulasi sumber maupun triangulasi teknik. Ketiga macam

triangulasi ini berguna agar data yang diperoleh dapat dipercaya

kebenarannya, dapat dipertanggungjawabkan, dan sesuai dengan kondisi

yang terjadi dilapangan.

2. Transferabilitas

Indrawan (2014:154) mengungkapkan bahwa transferability

(keteralihan) merupakan konsep validitas yang menyatakan bahwa

generalisasi suatu data penelitian dapat berlaku atau diterapkan pada

konteks lain yang berkarakteristik sama (representatif). Hal ini juga

dilakukan untuk membuktikan bahwa setiap data sesuai konteks, artinya

peneliti membuat deskripsi data secara detail dan mengembangkannya

sesuai kondisi nyata yang dihadapi. Sugiyono memberikan pendapat

mengenai transferabilitas yaitu sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

50

Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif

sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian

tersebut, maka peneliti perlu memberikan uraian yang rinci, jelas,

sistematis, dan dapat dipercaya pada laporan yang dibuatnya.

Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian

tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.

(Sugiyono, 2014:130)

Peneliti melakukan transferabilitas dengan menyajikan data yang

diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi secara

rinci sehingga pembaca dapat mengaplikasikan penelitian ini untuk

penelitian yang lain.

G. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2014:89) mengungkapkan bahwa analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik analisis data yang digunakan

pada peneliti adalah menurut Miles dan Huberman (dalam Herdiansyah,

2012:164-179) terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, display data, dan

penarikan kesimpulan.

1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Saat peneliti melakukan

wawancara dengan narasumber, apa yang diucapkan oleh narasumber

adalah data yang dapat dianalisis oleh peneliti. Ketika peneliti terjun ke

lapangan, peneliti dapat mengamati linkungan, kegiatan, dan suasana

yang terjadi di lapangan. Apa yang peneliti lihat dan rasakan dapat

menjadi data yang mendukung teknik pengumpulan data dengan

wawancara. Dokumen-dokumen yang ada di SD “Suka Ilmu” merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

51

data yang berguna bagi peneliti untuk mengetahui permasalahan yang

dihadapi oleh sekolah dapam menyelenggarakan pendidikan inklusi.

2. Reduksi Data

Herdiansyah (2012:165) berpendapat bahwa reduksi data adalah

proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang

diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis.

Sedangkan Sugiyono (2014:92) menjelaskan tentang reduksi yaitu

sebagai kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari pola dan temanya,

sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang

lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk menganalisis data

selanjutnya. Pada tahap ini peneliti memilih dan merangkum data-data

yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Peneliti melakukan pemilihan data yang sesuai dengan kebutuhan

peneliti dalam menjawab rumusan masalah.

3. Display Data

Sugiyono (2014:95) menjelaskan bahwa setelah data direduksi,

maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau dapat disebut

menyajikan data. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014:95)

memaparkan penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart

dan sejenisnya. Penyajian paling sering adalah dengan teks bersifat

naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah dipahami.

Data yang telah peneliti rangkum pada tahap sebelumnya peneliti

gabungkan dan ditampilkan dalam sebuah tabel. Hal ini peneliti lakukan

untuk mempermudah dalam membandingkan data dan menarik

kesimpulan dari data yang telah peneliti peroleh. Dengan adanya display

data ini, peneliti dapat melihat perbandingan data hasil wawancara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

52

dengan data hasil pengamatan, apakah data observasi dapat memperkuat

data wawancara.

4. Penarikan Kesimpulan

Herdiansyah (2012:178) mengungkapkan kesimpulan merupakan

tahap terakhir dalam rangkaian analisis data kualitatif menurut model

interaktif yang dikembangkan oleh Miles & Huberman. Kesimpulan

menjurus kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan

sebelumnya dan mengungkapkan “apa” dan “bagaimana” dari temuan

penelitian tersebut. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2014:99)

menyatakan bahwa langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal masih bersifat sementara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang mendukung pada

tahap pengumpulan data. Tetapi bila kesimpulan awal didukung oleh

bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel. Sugiyono (2014:99)

menambahkan bahwa kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-

remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

Pada tahap analisis data yang terakhir ini, peneliti menarik

kesimpulan dari berbagai macam data yang telah didapatkan. Kesimpulan

yang disusun oleh peneliti berlandaskan pada teori yang kuat sehingga

hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti menyusun

kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu

mengenai bagaimana permasalahan yang terjadi di sekolah dasar inklusi

kelas bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti menjelaskan mengenai deskripsi penelitian, hasil

penelitian, pembahasan, dan hasil temuan lain.

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode

studi kasus. Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang dihadapi

oleh sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah dasar

yang menjadi tempat penelitian ini dipilih peneliti berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sabatiana (2017) dengan

judul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten

Kulon Progo”. Penelitian yang dilakukan oleh Sabatiana bertujuan untuk

mengetahui penerapan aspek-aspek pendidikan inklusi di sekolah dasar

inklusi wilayah Kabupaten Kulon Progo. Sabatiana menyebarkan angket

untuk 11 (sebelas) sekolah dasar yang terdaftar menjadi sekolah inklusi di

Kulon Progo. Berdasarkan hasil survei terhadap 11 (sebelas) sekolah dasar

tersebut, ditemukan sekolah dasar inklusi yang menerapkan aspek pendidikan

inklusi paling rendah. Hasil Sabatiana ini kemudian digunakan peneliti

sebagai objek penelitian selanjutnya mengenai permasalahan sekolah dasar

inklusi dalam menerapkan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi.

Sekolah dasar yang menjadi tempat peneliti mengambil data terletak di

wilayah Kabupaten Kulon Progo. Nama sekolah dasar ini peneliti samarkan

menjadi SD “Suka Ilmu” yang selanjutnya digunakan peneliti untuk

menyebutkan nama sekolah dasar tempat dilakukannya penelitian. Nama

samaran digunakan untuk menjaga privasi pihak sekolah. SD “Suka Ilmu”

adalah sekolah dasar negeri yang tetapkan menjadi sekolah dasar inklusi sejak

tahun 2012 melalui Surat Keputusan (SK) Penunjukkan Sekolah

Penyelenggara Pendidikan Inklusi dengan nomor surat 400/300/KPTS/2012

yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo. Surat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

54

Keputusan ini sekolah terima karena sebelum ditetapkan sebagai sekolah

dasar inklusi, SD “Suka Ilmu” telah memiliki dua peserta didik, salah satunya

memiliki hambatan penglihatan dan yang lain mengalami down syndrome.

Penelitian ini lebih mengkhususkan permasalahan yang terjadi di kelas

bawah SD “Suka Ilmu”. Kelas bawah terdiri dari kelas satu (I), kelas II (dua),

dan kelas III (tiga), sehingga subjek pada penelitian ini adalah kepala sekolah

dan guru-guru kelas bawah yang terdiri dari guru kelas I, guru kelas II, dan

guru kelas III. Nama asli narasumber yang ada pada penelitian ini telah

peneliti samarkan untuk menjaga privasi dari masing-masing narasumber.

Nama peserta didik yang disebutkan pada penelitian ini juga telah peneliti

samarkan dengan nama lain.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan

wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Sebelum peneliti

melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti meminta izin dan

mengatur waktu antara peneliti dengan narasumber. Jadwal peneliti dalam

mengumpulkan data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara

No Hari, Tanggal Wawancara Subjek Wawancara

1. Selasa, 4 Juli 2017 Guru Kelas I (PPDB)

2. Jumat, 27 Oktober 2017 Kepala Sekolah

3. Selasa, 7 November 2017 Guru Kelas I

4. Selasa, 7 November 2017 Guru Kelas II

5. Selasa, 7 November 2017 Guru Kelas III

6. Kamis, 8 Maret 2018 Guru Kelas I

7. Senin, 12 Maret 2018 Guru Kelas III

8. Selasa, 13 Maret 2018 Guru Kelas II

Tabel 4.2. Jadwal Pelaksanaan Observasi Kelas dan Kegiatan Pembelajaran

No Hari, Tanggal Observasi Tempat Dilakukannya

Observasi

1. Selasa, 4 Juli 2017 Ruang Guru (Pelaksanaan PPDB)

2. Selasa, 28 November 2017 Ruang Kelas I

3. Selasa, 28 November 2017 Ruang Kelas II

4. Kamis, 30 November 2017 Ruang Kelas III dan lingkungan

sekolah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

55

Tabel 4.3. Jadwal Pelaksanaan Studi Dokumentasi

No Hari, Tanggal Pengamatan

Dokumentasi

Tempat Pengamatan

Dokumentasi

1. Senin, 27 November 2017 Ruang Kepala Sekolah

2. Selasa, 28 November 2017 Ruang Kelas I

3. Selasa, 28 November 2017 Ruang Kelas II

4. Kamis, 30 November 2017 Ruang Kelas III

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan data dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang

telah dilakukan peneliti mengenai permasalahan sekolah dasar inklusi kelas

bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam

menerapkan aspek-aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi diperoleh hasil

sebagai berikut :

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua

Anak

Syarat utama yang ditetapkan untuk menerima peserta didik baru di

SD “Suka Ilmu” adalah usia tujuh tahun dan kurang dari tujuh tahun jika

kuota masih tersedia. Pernyataann ini sesuai dengan jawaban yang

diberikan guru kelas I (satu), “kalau syarat dari Dinas itu yang pertama

usia. Usia kan minimal tujuh tahun. Tujuh tahun itu kan kalau di sini ya

satu dua ada yang tujuh tahun. Seandainya ada yang kurang dari tujuh

tahun ya diterima. Karena muridnya kurang.” (WII.GKI.07112017.1-4).

Sejalan dengan pernyataan guru kelas I (satu), guru kelas II

mengungkapkan, “Yang diterima itu yang diutamakan umur yang paling

tua, kalau udah manurun menurun, terus yang berikutnya kalau masih ada

kuotanya ya diterima semua” (WII.GKII.13032018.1-3). Guru kelas III

juga mengungkapkan bahwa syarat penerimaan peserta didik baru adalah

usia tujuh tahun. Hal ini sesuai dengan hasil studi dokumentasi yang

peneliti lakukan terhadap dokumen Pedoman Umum PPDB yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

56

digunakan SD “Suka Ilmu” Tahun Pelajaran 2017/2018 bahwa usia yang

wajib diterima adalah tujuh tahun dan usia enam tahun paling rendah.

Dokumen yang dibutuhkan untuk melengkapi identitas peserta didik

baru antara lain fotokopi akta kelahiran, kartu keluarga, Kartu Tanda

Penduduk (KTP) orang tua, Ijazah Taman Kanak-Kanak (TK) jika ada,

dan kartu-kartu seperti Kartu Indonesia Sehat jika ada. Guru kelas I

mengungkapkan dokumen yang perlu dikumpulkan ketika mendaftar

antara lain “… membawa syarat-syaratnya itu fotokopi Ijazah TK jika ada,

kemudian Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, KTP orang tua…”

(WII.GKI.07112017.7-9). Sejalan dengan pernyataan guru kelas I, guru

kelas II mengungkapkan bahwa, “Syaratnya itu cuma KTP orang tua,

Akta, tapi yang terutama itu Akta.” (WII.GKII.13032018.8-9). Peneliti

juga mengamati dokumen yang diperlukan untuk syarat PPDB antara lain

adalah fotokopi akta kelahiran anak, kartu keluarga, KTP orang tua, Ijazah

TK jika anak tersebut sebelumnya bersekolah TK, dan Kartu Indonesia

Sehat jika memiliki. Peneliti juga telah melakukan studi dokumentasi

mengenai dokumen yang diperlukan sebagai syarat PPDB saat

melaksanakan observasi kegiatan PPDB di SD “Suka Ilmu”. Hasil studi

dokumentasi, diketahui bahwa memang benar dokumen-dokumen yang

sudah disebutkan sebelumnya digunakan sebagai dokumen pelengkap bagi

calon peserta didik baru yang mendaftar.

SD “Suka Ilmu” menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus

kerena sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Penunjukkan Sekolah

Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Peneliti sudah melihat dokumen

tersebut dengan nomor surat 400/300/KPTS/2012 yang dikeluarkan oleh

Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo. Pihak sekolah menerima

semua tipe anak berkebutuhan khusus atas anjuran yang ada pada SK

tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh guru kelas I,

“Sini semua diterima mbak, karena memang aturan dari dinas, sekolah

inklusi itu semua harus diterima. Kelainan apa saja harus diterima.”

(WI.GKI.PPDB.04072017.11-13) dan diperkuat oleh pernyataan guru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

57

kelas III, “Kalo sini sih pokok’e siap berapa pun, apapun, diterima karena

sudah menjadi konsekuensinya karena sudah ditunjuk menjadi SD Inklusi.

Sudah dapat SK. Apa pun berkebutuhan khususnya, bentuknya siap

menerima.” (WI.GKIII.07112017.1-4)

SD “Suka Ilmu” menyusun Panitia PPDB, namun kepanitian ini

tidak diganti dari tahun ke tahun. Pembagian tugas untuk masing-masing

guru kurang jelas. Ada guru yang selalu bertugas pada bagian pendaftaran

namun ada guru yang tidak terlibat dalam proses PPDB. Hal ini

diungkapkan oleh guru kelas I, “Ada panitianya. Susunannya ada ketua,

wakil ketua, sekertaris, bendahara kemudian anggota. Hanya sederhana.

Kepanitiannya. Tiap tahun ada, walaupun orangnya sama. Biasanya saya

itu selalu dibagian pendaftaran. Supaya bisa langsung ketemu anaknya.”

(WII.GKI.07112017.14-18). Guru kelas II yang mendukung pernyataan

guru kelas I mengungkapkan “Itu ya istilahnya itu yo nek le mbentuk

bentuk… tapi ya waktu sampai sekarang itu sama, orangnya sama,

susunannya sama. Saya terus terang yo nek le ngerti ngerti tapi tidak

mengikuti kepanitiaan secara langsung.” (WI.GKII.07112017.11-14).

Serta guru kelas III yang mengungkapkan, “Biasanya untuk panitia PPDB

itu guru kelas satu, guru agama, guru olahraga, kepala sekolah. Guru lain

itu juga ada tapi jarang ngurusi, cuma yang bersangkutan aja. Nanti yang

tau kan kayak Bu Fatimah yang ngajar di kelas satu itu, yang langsung

menerima karena dia yang langsung menangani anak.”

(WII.GKIII.12032018.17-21). Saat peneliti melakukan observasi pada

kegiatan PPDB memang terlihat bahwa guru yang paling aktif melakukan

proses pendaftaran untuk menerima dan memasukkan data calon peserta

didik adalah guru kelas I. Susunan kepanitiaan PPDB ini juga tidak

mencantumkan guru pendamping khusus (GPK) atau konselor. Hal ini

peneliti ketahui dari hasil studi dokumentasi terhadap susunan kepanitiaan

PPDB yang terlihat bahwa nama Guru Pendamping Khusus (GPK) atau

konselor tidak terdaftar dalam susunan kepanitiaan yang dibuat oleh pihak

sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

58

Panduan PPDB berasal dari dinas pendidikan, sekolah tidak

menyusun panduan PPDB. Hal ini dijelaskan oleh guru kelas I,

“Panduannya itu dari dinas.” (WII.GKI.07112017.23). Guru kelas II juga

mengungkapkan hal yang sama bahwa panduan PPDB berasal dari

pemerintah, “…istilahnya yo aturannya sama dari pemerintah.”

(WI.GKII.07112017.15). Hal ini juga peneliti buktikan dengan melihat

dokumen panduan PPDB yang digunakan SD “Suka Ilmu”. Panduan ini

disusun berdasarkan pada Peraturan Kepala Dinas DIKPORA Nomor 110

Tahun 2017.

Guru Pendamping Khusus (GPK) atau konselor tidak mendampingi

proses PPDB di SD “Suka Ilmu”. Proses PPDB ini lebih mengutamakan

kehadiran guru kelas satu. Pernyataan ini sejalan dengan apa yang

diungkapkan oleh guru kelas I, “Tidak. Saat pembelajaran biasa aja guru

pendampingnya datang satu minggu sekali. Guru kelas satu yang penting”

(WII.GKI.07112017.23-24). Guru kelas III yang menjelaskan bahwa GPK

tidak hadir saat proses PPDB, “Ndak ada. Guru pendamping khusus itu

hadirnya cuma satu minggu satu kali, cuma hari Jumat thok. Itupun kalau

hari libur dia gak datang, kan waktu penerimaan siswa baru kan hari

libur. Yo gak hadir.” (WII.GKIII.12032018.42-45). Saat peneliti

melakukan observasi kegiatan PPDB, tidak terlihat GPK, psikolog, atau

konselor yang hadir untuk melaksanakan asesmen awal terhadap peserta

didik baru yang mendaftar.

Guru kelas III mengungkapkan bahwa proses identifikasi saat PPDB

dilakukan dengan melihat isi dari formulir pendaftaran yang berisi riwayat

penyakit dan kelainan yang dimiliki oleh calon peserta didik baru. Jika

calon peserta didik baru memiliki suatu penyakit atau kelainan yang

dimiliki, orang tua akan menuliskan pada formulir pendaftaran tersebut.

“Yo memang dikasih formulir, umpamanya umur, umpamanya ada

penyakit, penyakit apa yang parah. Oh ini punya paru-paru. Ini

penglihatan agak kurang, ini kan dijelaskan di data itu.”

(WI.GKIII.07112017.25-28). Guru kelas III juga mengungkapkan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

59

identifikasi awal anak berkebutuhan khusus saat proses PPDB dapat dilihat

dari kondisi fisiknya, misalnya dari kondisi mata dan kondisi fisik lain

yang terlihat secara kasat mata. “Tapi kalau anak ABK kan dilihat saja

dari fisiknya kan udah nampak. Kayak Mutia yang matanya sipit, ininya

lebar kan, udah ciri-ciri anak-anak… udah nampak. Nanti kalau ada….,

anak yang biasa nampak biasa” (WI.GKIII.07112017.32-35). Setelah

dilakukan identifikasi awal, guru akan mengkonsultasikan kondisi calon

peserta didik baru kepada guru lain dan kepala sekolah. Calon peserta

didik ini akan tetap diterima meskipun setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran beberapa waktu dan tidak mengalami perkembangan akan

dirujuk ke sekolah yang lebih mampu menangani ABK tersebut. Hal ini

diungkapkan oleh guru kelas I, “Yoo kalo ada yang ABK nanti konsultasi

sama yang lain. Sama kepala sekolah. Sama yang lain. Biasanya harus

diterima kerena apa takut dengan aturan. Walaupun nanti seperti yang

kemaren itu Mutia akhirnya setengah tahun di sini gak ada perkembangan

akhirnya dirujuk. Tapi kalau yang pertama harus diterima.”

(WII.GKI.07112017.25-30).

SD “Suka Ilmu” memiliki seorang Guru Pendamping Khusus (GPK)

yang ditugaskan dari dinas pendidikan, hadir ke sekolah satu minggu

sekali setiap hari Jumat. GPK ini mendampingi kelas yang memiliki anak

berkebutuhan khusus, terutama untuk mendampingi ABK di kelas tiga.

Selain itu, SD “Suka Ilmu” juga memiliki seorang guru pendamping yang

diminta oleh orang tua ABK di kelas tiga untuk mendampingi anaknya di

kelas setiap hari selama kegiatan pembelajaran. Hal ini peneliti ketahui

dari hasil wawancara dengan guru kelas I, “Kalo sekarang tinggal satu

hari, hari Jumat saja. Itu dari SLB sana… Matahari. Terus sekarang yang

Fajar itu malah dicarikan pendamping khusus dari orang tuanya yang

mbak hitam-hitam itu. Mendampingi khusus setiap hari.”

(WII.GKI.07112017.31-35). Guru kelas II yang mengungkapkan “Itu

satu. Satu aja cuma dua hari di sini, apa malah sehari yo. Oh sehari.

Masalahnya ada tugas lain. Terus ada pendamping lain itu satu. Yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

60

guru ABK itu bantuan dari Dinas, kalau yang satu lagi itu dari orang tua

siswa. Tapi yang dimasuki itu cuma kelas-kelas yang ada ABK. Kalau

kelas dua kan cuman agak lambat. Paling-paling cuma kelas tiga yang

didampingi ini.” (WII.GKII.13032018.20-25). Guru kelas III yang

menjelaskan “Kalau sekarang yang kelas tiga itu ada yang mendampingi,

tapi bukan guru ABK itu. Malah dia datang setiap hari tapi yang

mencarikan wali siswa.” (WII.GKII.13032018.35-37).

Guru kelas III mengungkapkan bahwa SD “Suka Ilmu” kekurangan

GPK yang dapat mendampingi ABK di kelas. Menurut keterangan guru

kelas III, pihak sekolah tidak bisa meminta tambahan GPK ke dinas

pendidikan karena jumlah GPK yang terbatas. Orang tua siswa kelas tiga

merasa anaknya memerlukan tambahan guru pendamping. Orang tua siswa

tidak dapat mengandalkan GPK yang hadir satu minggu sekali, sehingga

mencarikan seorang guru pendamping yang dapat hadir setiap hari

mendampingi anaknya. Orang tua tersebut yang memberikan gaji kepada

guru pendamping, namun guru pendamping ini tidak memiliki latar

belakang pendidikan maupun penanganan ABK. Keterangan ini peneliti

peroleh dari hasil wawancara dengan guru kelas III, “Ya kan udah dikirim

dari guru SLB itu, setiap hari Jumat aja. Jadi kita udah gak cari lagi.

Kalau kekurangan ya kekurangan, cuman kan kita mau ngusulkan juga

gak bisa karena guru GPK juga terbatas. Terbatas sekali. Ndak bisa kita

mau minta lagi. SLB itu dulu ngasih waktu seminggu dua kali aja

sekarang tinggal sekali. Kalau yang Bu Rahma ini orang tua siswa sendiri

yang mencari. Digaji sama orang tuanya. Dia lulusan PPKn itu. Buat

penanganan ABK nya juga gak bisa, cuma sebisanya aja. Dia gak ada

latar belakang penanganan ABK.” (WII.GKIII.12032018.46-54). Guru

kelas I yang menambahkan informasi, “Iya guru pendamping buat ABK

nya hanya satu. Itu yang ngasih dari Dinas. Terus yang kelas tiga itu

Fajar, orang tuanya cari sendiri untuk mendamping setiap hari. GPK nya

itu mendampingi yang kelas tiga mbak, untuk Fajar. Setiap datang kesini

nanti masuk ke kelas tiga.” (WIII.GKI.08032018.36-40).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

61

Guru pendamping khusus yang saat ini ada di SD “Suka Ilmu”

ditunjuk oleh dinas pendidikan. Ketiga guru yang diwawancarai oleh

peneliti tidak mengetahui bagaimana proses penunjukkan atau penerimaan

GPK yang mendampingi sekolah inklusi. “Kita menerima begitu saja dari

Dinas. Kita gak tau gimana bisa ditunjuk oleh Dinas.”

(WIII.GKI.08032018.41-42) ungkap guru kelas I ketika wawancara. Dinas

pendidikan yang menunjuk atau menerima GPK untuk mendampingi SD

“Suka Ilmu” dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Guru kelas I

menambahkan informasi, “Syarat yang menentukan GPK itu dari dinas,

mbak. Jadi kita gak tau. Kalau taunya sini itu, katanya yang sudah jadi

guru di SLB Matahari.” (WIII.GKI.08032018.44-46). Guru kelas I dan II

mengungkapkan bahwa GPK yang mendampingi SD “Suka Ilmu” berasal

dari salah satu SLB yang ada di Kulon Progo. GPK tersebut mendampingi

SD “Suka Ilmu” dalam penyelenggaraan sekolah inklusi untuk memenuhi

jumlah jam mengajar. Guru kelas I memaparkan bahwa, “Itu untuk

menambah jam, kan udah dapet sertifikasi kemudian kalau hanya disana

itu jamnya kurang. Kemudian kalau disini itu nambah jam, supaya jamnya

itu genep. Untuk syarat sertifikasi.” (WIII.GKI.08032018.47-50). Sejalan

dengan pernyataan guru kelas I, guru kelas II mengungkapkan, “Itu kan

yang mencarikan itu dari Dinas. Jadi dari Dinas menunjuk guru ABK

untuk membantu sekolah ini untuk menangani anak ABK. Dia itu juga

ngajar di sekolah lain terus nunjuk sini untuk nambah jam.”

(WII.GKII.13032018.31-34).

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan jika GPK hanya

mendampingi ABK belajar di kelas, menjelaskan materi, menjelaskan apa

yang diterangkan oleh guru, dan membantu mengerjakan soal

(membacakan, membimbing). “Tugas GPKnya itu hanya mendampingi

anak ketika belajar, yo mungkin membantu tho. Kalau ada soal yang gak

bisa ya dia membantu membacakan, menjelaskan detailnya.”

(WII.GKIII.12032018.55-57) ungkap guru kelas III. Hal ini diperkuat

dengan pernyataan guru kelas II, “Ya kelihatannya tidak eh, malah njuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

62

semata-mata hanya mendampingi.” (WII.GKII.13032018.39-40). GPK

tidak membuat RPP khusus untuk ABK. Guru kelas I mengatakan, “GPK

nya gak pernah buat RPP untuk ABK nya. Selama ini saya juga belum

pernah liat. Jadi selama ini cuman bantu-bantu di kelas mendampingi

yang ABK. Padahal aturannya juga harus buat RPP untuk yang inklusi.”

(WIII.GKI.08032018.51-54). Berdasarkan keterangan guru kelas II, guru

kelas yang membuat RPP untuk seluruh siswa baik berkebutuhan khusus

maupun tidak berkebutuhan khusus. “Belum. Nah itu, kalau RPP nya yo

sama dari guru kelas, jadi RPP nya yo sama untuk seluruh siswa.”

(WII.GKII.13032018.44-45). “Kalau RPP buat ABK yo saya gak bikin

dari sana yo tidak memberi.” (WII.GKII.13032018.46-47). Guru kelas III

menambahkan bahwa GPK juga tidak membuat program untuk ABK.

“Nggak blas. Gak mau dia disuruh itu. Padahal dari sananya itu harus

ada program, tapi dia gak pernah buat.” (WII.GKIII.12032018.61-62).

Tidak semua guru kelas bahwa SD “Suka Ilmu” memiliki

pengalaman atau ilmu untuk menangani Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK). Guru kelas II mengungkapkan bahwa beliau belum pernah

mengikuti sosialisasi penanganan ABK. “Kalau pelatihan sepertinya

belum pernah ikut, kan sebetulnya saya basicnya itu di SMP atau SMA.”

(WI.GKII.07112017.49-50) “Ya karena ilmunya yang ABK kan saya

belum mempelajari,…” (WI.GKII.07112017.52-53). Begitu pula untuk

guru kelas I juga belum pernah mengikuti sosialisasi penanganan ABK,

“Iya sosialisasi penanganan anak berkebutuhan khusus. Hanya belum

semua. Yang sering itu kelas tiga, Bu Rita itu sering. Saya belum pernah.”

(WII.GKI.07112017.55-57). Hal berbeda terjadi pada guru kelas III yang

telah sering mengikuti pelatihan untuk ABK, “Yo ada, kan ikut diklat tho

mbak. Saya kalo ada pelatihan dua hari, bergiliran. Sering saya ikut.”

(WI.GKIII.07112017.54-55).

SD “Suka Ilmu” tidak menyediakan fasilitas khusus bagi siswa

berkebutuhan khusus. Fasilitas yang diberikan oleh pihak sekolah sama

untuk seluruh siswa. Hal ini diungkapkan oleh kepala sekolah, “Iya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

63

fasilitas khusus tidak ada.” (WI.KS.27102017.1) dan guru kelas II,

“Fasilitasnya kelihatannya sama.” (WI.GKII.07112017.55). Guru kelas

III mengungkapkan bahwa sekolah memiliki keterbatasan dalam

memberikan fasilitas khusus untuk ABK. Pihak sekolah akan mendapatkan

bantuan pegangan besi untuk berjalan yang memudahkan siswa ABK

membantu berjalan, namun bantuan tersebut belum terealisasikan. “Ndak

ada. Fasilitasnya ndak ada. Cuman kalau kita mau memberi fasilitas, kan

sekolah negeri. Terbatas tho mbak, kecuali mungkin sekolah swasta.”

(WI.GKIII.07112017.67-69) “Dulu sini tu akan menerima bantuan

fasilitas seperti tangga berjalan, sini kan ada besinya pegangan. Tapi

belum sampai sekarang.” (WI.GKIII.07112017.71-73). Berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan peneliti, sekolah tidak memiliki fasilitas khusus

untuk anak berkebutuhan khusus. Semua fasilitas yang disediakan sama

untuk seluruh siswa. Lantai yang ada di SD “Suka Ilmu” masih terbuat

dari ubin. Kamar mandi siswa sama untuk seluruh siswa, tidak ada

pembedaan untuk anak berkebutuhan khusus atau tidak berkebutuhan

khusus. Tidak ada besi pegangan yang membantu anak berkebutuhan

khusus berjalan.

Guru kelas II dan III mengungkapkan bahwa sumber dana biaya

sekolah berasal dari dana BOS Pusat dan BOS tingkat daerah (BOSDA).

Hal ini terlihat dari hasil wawancara guru kelas II, “Biaya operasional

sekolah itu dari BOS Pusat, dari BOS tingkat daerah juga ada.”

(WII.GKII.13032018. 61-62) dan guru kelas III, “Dananya semuanya dari

BOS dan BOSDA.” (WII.GKIII.12032018.76). Guru kelas I menambahkan

bahwa SD “Suka Ilmu” tidak mendapat tambahan dana operasional

penyelenggaraan sekolah inklusi, “Dananya sama memakali dana BOS.

Dana BOS semua baik sekolah reguler atau sini. Kalau tambahan dana

kayaknya tidak ada. Soal dana, sekolah tidak masalah karena

kelainannya kan masih wajar, tidak membutuhkan biaya yang banyak,…”

(WII.GKI.07112017.62-65). Besarnya sumber daya biaya yang diterima

sekolah inklusi maupun sekolah reguler (umum) sama, meskipun dana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

64

operasional yang diterima sama namun SD “Suka Ilmu” tidak mengalami

masalah dalam memenuhi kebutuhan ABK karena kelainan yang dimiliki

ABK masih wajar yang tidak membutuhkan banyak biaya.

Sumber dana biaya sekolah untuk keperluan sekolah terutama yang

berkaitan dengan kebutuhan ABK ditanggung dari dana BOS. Kegiatan

seperti PPDB, asesmen, pengadaan media pembelajaran, evaluasi

pembelajaran (pengadaan soal) menggunakan dana BOS untuk

membiayainya. Pernyataan ini didukung dari hasil wawancara guru kelas I,

“Untuk PPDB itu gak ada eh… Yang perlu hanya blanko tho. Blanko

hanya sekedar saja. Kalau untuk biaya asesmen itu ditanggung sekolah,

juga diambilkan dari BOS. Dan tiap tahun tidak mesti… tidak mesti

mengundang asesmen. Hanya bila diperlukan saja. Biayanya juga dari

BOS. Semua biaya operasional dari BOS. Mau untuk membeli media

pembelajaran, fotokopi soal itu dari BOS.” (WIII.GKI.08032018.68-74).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh guru kelas II, “Jadi semua

pengeluaran sekolah ini ditanggung dana BOS.” (WII.GKII.13032018.67-

68).

2. Identifikasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, proses

identifikasi dilakukan oleh guru kelas. Guru melakukan identifikasi

dengan melihat kemampuan kognitif siswa dan kondisi fisik siswa itu

sendiri. Kepala sekolah mengungkapkan identifikasi kognitif siswa

dilakukan saat kegiatan pembelajaran. “Begitu guru mengajar anak-anak

yang diajarnya kan, oh ini kok sulit sekali menerima pelajaran. Terus

nanti diassesmenkan anak-anak yang lambat belajar tadi diassesmen.”

(WI.KS.27102017.3-6). Guru kelas I menyatakan proses identifikasi siswa

berkebutuhan khusus dapat dilihat berdasarkan kondisi fisiknya, “Kalo

Mutia sudah kelihatan itu, gak usah diteskan udah kelihatan memang dari

wajahnya kan sudah terlihat yang sama sedunia itu tho? Yang pesek-pesek

terus putih wajahnya. Biasanya kalau yang satu seperti down syndrome itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

65

sudah kelihatan dari wajahnya ya, kalo yang lambat belajar itu dari

kemampuan berpikir.” (WII.GKI.07112017.81-86). Guru kelas III juga

menambahkan informasi bahwa identifikasi ABK yang dilakukan oleh

guru dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya, kondisi fisik dan laporan

dari orang tua mengenai kondisi anaknya. “Kan di sini ada dua macam

tho, yang lambat belajar sama yang down syndrome. Kalau yang lambat

belajar itu yo ikut pelajaran aja gak bisa, misalnya dijelaskan itu gak

nerima, hasil nilainya itu gak bisa maksimal katakanlah. Kan anak yang

belajarnya lambat nah itu nanti kok setiap ulangan gak pernah nyampai

KKM itu pun ndak pernah separuh KKM itu dideteksi anak lambat belajar.

Nanti didaftarkan ikut asesmen tes, baru ketahuan kalau dia betul-betul

anak lambat belajar. Kalau Fajar itu gak usah diasesmenkan udah masuk

inklusi itu. Sudah kelihatan dari fisiknya itu. Dan orang tuanya sendiri

sudah menyampaikan kalau anak saya inklusi.” (WII.GKIII.12032018.94-

104).

Guru kelas III mengungkapkan bahwa tujuan dari identifikasi adalah

untuk mengetahui keadaan, kemampuan, dan latar belakang anak yang

menjadi bekal bagi guru dalam menentukan cara mengajar di kelas. “Ya

untuk mengetahui keadaan siswa tho, diidentifikasi. Lha kalau kita mau

mulang kan harus tahu dulu kemampuan anak, latar belakang anak.

Pengaruh untuk cara mengajar kita. Identifikasi itu sebagai bekal kita,

sebagai pengetahuan kita.” (WII.GKIII.12032018.105-108). Guru kelas I

mengungkapkan tujuan dari identifikasi supaya anak cepat tertangani

melalui bimbingan khusus atau diserahkkan kepada GPK. “Cepat-cepat

tertangani secara tepat seandainya itu memang berkebutuhan khusus nanti

ada bimbingan khusus atau diserahkan kepada itu GPK nya.”

(WIII.GKI.08032018.89-91).

Ada berbagai macam tindakan yang dilakukan guru setelah

melakukan identifikasi terhadap siswa yang dicurigai memiliki kebutuhan

khusus. Guru kelas I mengatakan bahwa siswa yang teridentifikasi

berkebutuhan khusus perlu mendapat penanganan dari guru kelas dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

66

menambah waktu bimbingan individu. “Setelah identifikasi ya

tindakannya, pertama karena guru GPK nya satu yo khusus ditangani

guru kelas sendiri, terutama tambah waktu, privat sendiri. Biasanya kan

lambat belajar, karena yang paling banyak itu lambat belajar.”

(WIII.GKI.08032018.92-95). Guru perlu menyampaikan mengenai

keadaan ABK kepada kepala sekolah dan guru-guru yang lain melalui

rapat kerja atau rapat sekolah. “Itu pada waktu rapat kerja, rapat sekolah

itu disampaikan kepada kepala sekolah dan guru-guru yang lain. Anak ini

gini… anak ini gini… kemudian setiap rapat kenaikan kelas itu juga kalau

anak itu dinaikkan dengan syarat ini ini ini nanti disampaikan kepada

guru yang lebih tinggi, sebagai catatan. Ini mohon diperhatikan lebih

khusus atau ditempatkan di bangku depan, ini harus diperhatikan lebih.”

(WIII.GKI.08032018.100-106). Guru kelas II mengatakan bahwa cara

guru menyampaikan materi tetap sama seperti sebelum siswa

diidentifikasi. Jika siswa merasa kesulitan guru akan membantu

mendampingi secara pribadi. “Kalau kemarinkan ngertinya sudah

diasesmen itu, terus saya yo menyampaikan materinya yo biasa. Tapi

kalau belum bisa istilahnya itu njuk dibantu. Dibantu secara pribadi, yo

didampingi secara pribadi.” (WII.GKII.13032018.79-82). Guru kelas III

mengungkapkan bahwa setelah dilakukan identifikasi anak berkebutuhan

khusus, guru dapat menentukan acuan dalam menyampaikan materi. “Kita

bisa tahu berapa persen yang mampu berapa persen yang belum mampu,

jadi kita mau menyampaikan materi bisa menyesuaikan bisa lambat atau

cepat. Oh yang tidak mampu tujuh puluh persen, jadi kita harus pelan.

Lha kalau yang mampu hampir lima puluh persen levelnya agak

ditinggikan.” (WII.GKIII.12032018.110-114).

3. Asesmen

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala

sekolah, guru kelas I, guru kelas II, dan guru kelas III dapat diketahui

bahwa sekolah melakukan proses asesmen dengan mendatangkan tim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

67

khusus asesmen atau psikolog. Penyelenggaraan asesmen tidak selalu di

lakukan di SD “Suka Ilmu”. Asesmen dilakukan di salah satu sekolah

kemudian sekolah lain dapat ikut mendaftarkan siswanya untuk melakukan

asesmen. “Kami tidak bisa mengasesmen. Kami memang harus

mengundang dari SLB di mana itu? Eeh daerah… atau mana itu, SLB

yang sana, yang ahlinya. Kami dulu memang mengadakan asesmen di

seluruh sekolah yang ada di (menyebutkan nama kecamatan sekolah)

kemudian tempatnya di sini. Jadi nanti sekolah-sekolah yang mempunyai

anak berkebutuhan khusus terus daftarnya di sini. Terus tempatnya di sini

waktu itu pelaksanaannya.” (WI.KS.27102017.10-16). Siswa yang

mengikuti tes asesmen adalah siswa yang telah diidentifikasi oleh guru

memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diungkapkan oleh guru kelas II, “Ya

ada diassesmen itu. Diassesmen tapi nganu itu… petugas dari luar.”

(WI.GKII.07112017.87-88) “Tapi sekolah sini kan cuma memandang

siapa yang pantas diassesmen ini ini ini.. Tidak semuanya,…”

(WI.GKII.07112017.89-91).

Tugas guru selama proses asesmen adalah melakukan identifikasi

ABK yang akan diasesmen. Hal ini diungkapkan oleh guru kelas II, “Tapi

sebelum ada asesmen itu kita melihat anak, ini kira-kira perlu gak

diasesmen, oh ini perlu didaftar, ini tidak.” (WII.GKII.13032018.103-

105). Guru kelas III menambahkan, “Ya kalau sekolah itu sih awalnya

cuman karena anak itu dirasa tidak bisa, nah terus diikutkan assesmen.”

(WI.GKIII.07112017.140-141). Guru kelas melaporkan hasil

identifikasinya kepada kepala sekolah untuk selanjutnya ditindaklanjuti

dengan mengundang tim asesmen. “Dari guru kelas, lapor dulu nanti

kepala sekolah menindak lanjuti terus dikumpulkan seberapa, kalau

kurang dari sepuluh ya dititipkan asesmen dimana.”

(WII.GKIII.12032018.131-133). Proses asesmen sepenuhnya diserahkan

kepada tim asesmen (psikolog). Pengolahan asesmen diserahkan kepada

tim asesmen. “Tugas saya hanya lihat kelainan yang dialami anak itu.

Kira-kira anak itu kok punya kelainan atau kok berbeda dengan yang lain,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

68

kemampuannya kok agak kurang. Baru mendatangkan psikolog untuk

asesmen. Selama proses asesmen itu langsung menyerahkan ke

psikolognya. Kan saya juga gak bisa mengasesmen. Termasuk hasilnya

yang ngolah juga psikolognya.” (WIII.GKI.08032018.111-116).

Sekolah selalu melakukan tes asesmen setiap tahun untuk siswa yang

dicurigai memiliki kebutuhan khusus jika memang pada tahun itu ada.

“Kayaknya tidak tentu itu, tapi setahun itu pasti kok. Kalau ada, kalau

memang ada yo diasesmen kalau memang anaknya gak ada yo gak

asesmen.” (WI.GKII.07112017.93-95). Tes asesmen ini hanya dilakukan

satu kali selama ABK menjadi siswa berkebutuhan khusus di SD “Suka

Ilmu”. “Tes asesmennya hanya dilakukan sekali aja. Kan buat asesmen

aja ada biayanya itu. Sampai anak itu kelas enam juga cuma dilakukan

sekali itu.” (WII.GKI.07112017.140-142). “Jadi tidak tentu terus setahun

sekali. Kan misalnya kelas satu itu belum, barang kali le daftarkan kelas

dua bisa saja. Tidak harus kelas satu saja le daftarke assesmen.”

(WI.GKII.07112017.96-99). “Tidak. Assesmennya cuma sekali itu sampai

dia kelas enam.” (WI.GKII.07112017.100).

Menurut kepala sekolah, dokumen hasil asesmen disimpan olehnya.

“Iya, sudah saya simpan.” (WI.KS.27102017.17). Guru kelas yang

mengajar siswa berkebutuhan khusus tidak mengetahui bagaimana hasil

asesmen dari masing-masing siswa di kelas yang diampunya.

“Dokumennya ada. Tapi nyimpannya dimana saya gak tau.”

(WII.GKI.07112017.117). “Yo terus terang tertulis, tapi saya belum

pernah liat dokumennya.”. (WII.GKII.13032018.106). Guru kelas III

menjelaskan bahwa dari dokumen hasil asesmen dapat diketahui tingkat

IQ ABK. Tim asesmen yang akan memutuskan siswa tersebut memiliki

kebutuhan khusus atau tidak. “Jarang liat, cuma ada nilai bahwa IQ 50.

Rata-rata kan di bawah 50 itu kan bisa masuk inklusi. Bentuknya itu hasil

IQ.” (WII.GKIII.12032018.144-145). “Kita tinggal terima hasilnya. Oh

ini dinyatakan inklusi. Ini dinyatakan tidak. Hanya itu saja.”

(WII.GKIII.12032018.147-149). Berdasarkan studi dokumen yang peneliti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

69

lakukan terhadap salah satu dokumen hasil asesmen ABK di kelas III,

diketahui bahwa dokumen hasil asesmen berisi hasil perkembangan anak

dalam fisik, kognitif, dan sikap anak berkebutuhan khusus. Dokumen ini

juga menjelaskan penanganan yang dapat dilakukan oleh guru dan orang

tua atau terapi dalam meningkatkan perkembangan ABK.

Cara guru memantau kemajuan hasil belajar siswa adalah dengan

melihat perkembangan anak, ada peningkatan atau tidak. “Ya dilihat dari

itu… anaknya ini.. perkembangan anak, kemampuan anak ini. Oh anak ini

maju, sudah ada peningkatan belum. Bisa dari segi nilai.”

(WII.GKI.07112017.137-139). Pemantauan ini bisa dilihat dari

kemampuan anak dalam memahami materi saat pembelajaran, pengamatan

sikap anak dalam keseharian, dan hasil ulangan anak. “Untuk

mengumpulkan informasi perkembangan anak bisa dilihat langsung dari

anaknya, keadaan anak tiap harinya itu. Ya bisa saat pembelajarannya,

kemudian saat bergaul dengan teman juga bisa.”

(WIII.GKI.08032018.133-136). “Ya terus terang sikapnya di kelas itu

bagaimana, menganggu temannya yang lain atau tidak. Terus sudah bisa

memahami materi atau belum. Misalnya dari hasil ulangan-ulangan juga

bisa tahu bagaimana perkembangan anak.” (WII.GKII.13032018.111-

114).

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan bahwa belum pernah ada

kegiatan yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan layanan pendidikan

inklusi. “Uji kelayakan? Kayaknya belum. Dari awal pokoknya seperti

ini.” (WII.GKI.07112017.143). “Masalah apa itu tadi? Evaluasi layanan

ABK itu saya terus terang nganu ra ngerti ada evaluasi atau tidak.”

(WI.GKII.07112017.120-122). “Diagnosis kelayakan inklusi? Belum

pernah.” (WI.GKIII.07112017.151).

Tindakan yang dilakukan oleh guru kelas I dan II setelah anak

berkebutuhan khusus mendapat asesmen adalah melakukan bimbingan

pribadi dengan ABK, menambah waktu bimbingan, dan lebih

memperhatikan ABK. Guru kelas II mengutarakan, “Itu sama eh,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

70

penyampaiannya sama, kalau kurang jelas yo njuk didampingi, ditanya

yang belum jelas yang mana. Itu tambahannya yo didekati didampingi.

Kalau ngajarnya berbeda itu yo tidak.” (WII.GKII.13032018.108-110).

Cara guru mengajar di kelas sama, tidak ada perubahan dari sebelum

asesmen maupun setelah asesmen. Pernyataan ini diperkuat dari hasil

wawancara dengan guru kelas I yang mengatakan, “Setelah asesmen tidak

ada perubahan mbak. Kalau pengajarannya sama. Hanya nambah itu,

nambah waktu untuk anak berkebutuhan khusus. Kalau merubah cara

ngajarnya itu repot mbak. Anaknya kan lain-lain. Nanti yang normal

repot. Yang anak-anak biasa kan repot. Ngajarnya disamakan dengan

yang normal, hanya ditambah waktu untuk yang ABK. Tambah perhatian,

perhatian khusus.” (WIII.GKI.08032018.127-132). RPP yang dibuat oleh

guru kelas I berlaku untuk semua siswa, baik yang berkebutuhan khusus

maupun tidak berkebutuhan khusus. “…Walaupun saya sudah lihat hasil

asesmennya tapi saya masih buat RPP secara umum. Jadi untuk

keseluruhan, masih umum, lambat belajar maupun yang seperti Fajar.”

(WIII.GKI.08032018.119-124).

Masing-masing guru kelas mempunyai program-program khusus

untuk ABK yang berbeda. Guru kelas I menambah waktu belajar untuk

ABK dan memberi bimbingan ketika ABK mengerjakan soal. “Biasanya

guru langsung memutuskan untuk menambah waktu belajar lagi.”

(WIII.GKI.08032018.146-147). “…ulangan harian, ada tengah semester,

ada akhir semester. Di sini soal yang diberikan semuanya masih sama.

Hanya kalau yang berkebutuhan khusus itu dibimbing,…”

(WII.GKI.07112017.151-153). Guru kelas II melakukan pendampingan

individu ketika siswa yang lain mengerjakan latihan soal. Guru akan

mengulangi materi yang telah disampaikan. “Sama, tapi nanti ada

penambahan. Penambahannya cuman didampingi dan diperjelas.

Pendampingannya individu, yang lainnya mengerjakan latihan soal

kemudian saya mengulangi penjelasan untuk Fajar.”

(WII.GKII.13032018.125-128). Guru kelas III meminta semua siswa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

71

setiap pagi untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan guru dari

berbagai mata pelajaran dan tanya jawab mengenai materi pelajaran. Hal

ini berguna bagi guru untuk memantau perkembangan pemahaman materi

siswa. “Pagi kan saya suruh ambil soal seperti arisan digulung. Soalnya

kan tak gulung banyak kayak arisan mulai dari IPA, IPS, PKn, Bahasa,

Bahasa Jawa, Matematika lalu dimasukkan dalam toples, kayak arisan.

Nanti anak datang ambil, masing-masing ambil satu soal. Terus nanti

dikerjakan pada kertas itu. Nanti yang banyak dapat seratus atau banyak

dapat nolnya. Bisa untuk mantau.” (WII.GKIII.12032018.153-159).

“Kalau makan siangnya saya tanya jawab, mau perkalian, kalau IPA

tanya jawab. Setelah doa terus siapa yang bisa jawab soal yang saya

berikan terus ngacung, yang bisa jawab langsung pulang dulu, yang ndak

bisa sampek terakhir lima enam anak gak bisa jawab setiap pertayaan,

apapun sulit. Nanti terus soalnya lebih dimudahkan dimudahkan sampai

dimana dia mampu. Soalnya bisa macem-mecem, bisa Matematika, IPA,

IPS, semua mapel. Jadi kan njur ketok angger sik ora iso jawab kae kae

kae ajeg.” (WII.GKIII.12032018.162-170). Guru kelas III akan

memberikan perlakukan lebih khusus untuk ABK dengan memberikan

kasih sayang, sikap lemah lembut, dan perhatian yang lebih kepada ABK.

“Jadi targetnya sama dengan siswa yang lain, cuman perlakuannya

berbeda. Perlakuannya yo seperti lebih memberi kasih sayang tersendiri,

dengan lemah lembut terus perhatiannya lebih. Misalnya sering dilihat

ditanya.” (WII.GKIII.12032018.171-174).

4. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan bahwa kurikulum yang

digunakan sama bagi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak

berkebutuhan khusus. “Tapi masalah materi, masalah kurikulum sama.

Buku-bukunya juga sama.” (WI.GKII.07112017.136-137). Berdasarkan

keterangan guru kelas I, pihak sekolah belum mengusahakan untuk

membuat kurikulum yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

72

“Kalau di sini belum. Kurikulumnya masih sama untuk yang umum sama

yang ABK. Harusnya ada mbak, karena pembimbingnya tidak membuat yo

sini diam aja.” (WII.GKI.07112017.157-160). Guru kelas III menjelaskan

bahwa meskipun kurikulum yang digunakan sama, tetapi ada perbedaan

indikator bagi ABK. “Kurikulumnya sama, cuman tadi mbak yang

membedakan indikator tadi.” (WI.GKIII.07112017.175-176). Berdasarkan

hasil studi dokumentasi yang dilakukan peneliti terhadap dokumen

kurikulum SD “Suka Ilmu”, diketahui bahwa ada dua macam kurikulum

yang diterapkan yaitu Kurikulum 2013 untuk kelas I dan kelas IV serta

Kurikulum KTSP untuk kelas II, III, V, dan VI. Dokumen kurikulum

tersebut menunjukkan bahwa sekolah tidak melakukan modifikasi

kurikulum untuk memudahkan anak berkebutuhan khusus mengikuti

pembelajaran. Sama dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada

guru kelas I, II, dan III serta hasil studi dokumentasi yang dilakukan oleh

peneliti diketahui bahwa kurikulum yang digunakan berlaku sama untuk

seluruh siswa.

Menurut kepala sekolah, SD “Suka Ilmu” mengalami kesulitan

dalam merancang kurikulum yang adaptif bagi siswa karena keterbatasan

sekolah. “Seharusnya kurikulum memang perlu dirancang khusus mbak.

Tetapi memang keterbatasan kami.” (WI.KS.27102017.25-26).

Sependapat dengan pernyataan kepala sekolah, guru kelas I

mengungkapkan bahwa pihak sekolah kesulitan menyusun kurikulum

adaptif karena belum mengusahakan untuk bertanya kepada Dinas

pendidikan. “Mungkin ya mbak ya, kesulitan. Dan belum berusaha tanya

kepada dinas.” (WII.GKI.07112017.162-163). Hal berbeda diungkapkan

oleh guru kelas II bahwa sekolah tidak mengalami masalah dalam

menyusun kurikulum adaptif untuk siswa berkebutuhan khusus.

“Kelihatannya tidak ada masalah eh, ya biasa, istilahnya tidak ada yang

mengeluh, yo biasa.” (WI.GKII.07112017.138-139).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

73

5. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah

Anak

Semua siswa mendapatkan bahan ajar dan materi yang sama dalam

kegiatan pembelajarannya. Kepala sekolah mengungkapkan bahwa

meskipun perencanaanya sama, harus ada batasan yang ditetapkan untuk

siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya.

“Perencanaannya sama, tapi nanti memang harus dikasih untuk yang

anak-anak LB hanya sampai sekian itu sebenarnya. Jadi harus

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Bahan ajar,

kurikulum itu sama, materinya lebih mudah maksudnya.”

(WI.KS.27102017.31-34). Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh

kepala sekolah, guru kelas I menyusun materi dan kegiatan yang sama

untuk seluruh siswa karena kelas I belum dilakukan identifikasi siswa yang

memiliki kebutuhan khusus, namun bagi siswa yang mengalami kesulitan

akan dibimbing secara khusus. “Untuk kelas satu sama. Dari materi,

kegiatan pembelajaran sama. Samanya karena kelas satu belum

diidentifikasi. Kan baru masuk mbak. Bahan ajar tidak ada penyesuaian.

Semuanya sama, hanya nanti dibimbing secara khusus.”

(WII.GKI.07112017.166-169). Sama seperti guru kelas I, guru kelas II

mengatakan bahwa bahan ajar dan materi yang digunakan sama untuk

seluruh siswa, namun jika siswa mendapat nilai di bawah KKM akan

dilakukan perbaikan dengan soal yang lebih mudah. “Sama, mbak. Materi,

buku, kurikulum dan yang lainnya itu sama. Tapi bedanya kalau nilainya

jelek, itu perbaikannya cuma perbedaannya dimudahkan.”

(WI.GKII.07112017.140-142). Hal yang sama juga terjadi untuk guru

kelas III, bahan ajar yang digunakan harus sama untuk seluruh siswa

karena penyampaian materi dilakukan bersamaan, perbedaannya adalah

seberapa mampu siswa berkebutuhan khusus menyerap pengetahuan akan

dibantu oleh guru. “Gak iso mbak, harus sama. Karena kan tetep sama,

karena apa yo…. Kita kan menyampaikan materi secara umum kan mbak,

iya sama. Cuman dia seberapa dia pandai menyerap, nah nanti dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

74

seberapa pandai dia menyerap kita bantu.” (WI.GKIII.07112017.185-

188). Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran di kelas yang

telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa materi yang

diberikan untuk seluruh siswa sama, tidak ada perbedaan untuk anak

berkebutuhan khusus ataupun tidak berkebutuhan khusus. Guru kelas I

menggunakan buku siswa Kurikulum 2013 sebagai panduan bahan ajar

yang digunakan. Materi yang diberikan oleh guru berlaku sama untuk

seluruh siswa. Guru kelas II lebih memfokuskan untuk membahas soal

UAS tahun sebelumnya sebagai persiapan menghadapi UAS semester

ganjil. Pembahasan soal juga berlaku untuk seluruh siswa. Guru kelas III

memberikan 10 (sepuluh) soal latihan matematika tentang satuan. Soal

latihan ini dikerjakan oleh seluruh siswa termasuk ABK yang ada di kelas

III. Guru kelas memberikan toleransi kepada ABK untuk mengerjakan soal

sesuai dengan kemampuannya.

RPP yang digunakan oleh guru kelas II dan III sama untuk seluruh

siswa, baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus.

“RPP juga sama. Terus terang cen sama eh, tidak ada bedanya.”

(WI.GKII.07112017.143). Guru kelas III menambahkan informasi bahwa

meskipun RPP yang digunakan sama, tetapi ada perbedaan jumlah

indikator untuk ABK. Perbedaan jumlah indikator ini untuk menyesuaikan

dengan kemampuan yang dimiliki ABK. Guru tidak boleh memaksakan

kemampuan ABK dan juga ada aturan bahwa ABK tidak boleh tinggal

kelas. “Sama. Di buat sama. Semua sama, kurikulum sama, RPP sama.

Cuman dia bisanya ngambil indikator yang mana. Makanya kita

nyampaikan misalnya tiga indikator, dia cuma mampu satu aja udah

cukup, gak dimasalahkan. Kan sudah dibilang tadi kalau anak inklusi itu

nilai seberapapun gak masalah, gak boleh ditekan. Itu kan udah aturan.

Kan gak boleh tidak menaikkan anak inklusi.” (WII.GKIII.12032018. 196-

201). Hasil dari studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap

RPP kelas I, RPP kelas II, dan RPP kelas III terlihat bahwa RPP yang telah

disusun berlaku untuk seluruh siswa. Dari ketiga guru yang menjadi subjek

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

75

penelitian tidak ada yang membuat RPP khusus untuk siswa berkebutuhan

khusus dan tidak ada dokumen yang menunjukkan adanya RPP khusus

untuk ABK.

Metode mengajar yang paling banyak digunakan oleh guru kelas I,

II, dan III adalah dengan metode ceramah. Guru kelas I mengungkapkan

bahwa beliau kesulitan untuk meninggalkan metode ceramah. “Jujur saja

ya… penyampaian materinya itu masih ceramah. Harusnya tidak lho. Jadi

kan ada beberapa metode di RPP ini, tapi ya jujur saja kalau saya ini

tetep gak bisa meninggalkan metode ceramah.” (WIII.GKI.08032018.178-

181). Guru kelas II dan III menambahkan metode tanya jawab dalam

kegiatan pembelajarannya. “Yo biasanyakan yang utama ceramah.

Kadang pakai metode tanya jawab, itu utama juga. Yang pertama

ceramah, baru tanya jawab lalu baru kita ulang lagi. Kita lihat saja, kalau

guru tua itu metode yang digunakan itu gak usah dilihat yang ada di

RPP.” (WII.GKIII.12032018.202-205). Hasil observasi kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari ketiga

guru yaitu guru kelas I, II, dan III lebih banyak menggunakan metode

ceramah dalam menyampaikan materi, disela-sela pembelajaran guru juga

mengajukan pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang sedang

disampaikan guru.

6. Penataan Kelas yang Ramah Anak

Cara guru dalam memanajemen kelas agar dapat melakukan proses

pembelajaran secara optimal adalah dengan melakukan bimbingan khusus

kepada siswa berkebutuhan khusus. Kepala sekolah mengungkapkan

bahwa guru kelas akan menambah jam belajar setelah pulang sekolah atau

ketika ada ujian kelas enam. “Cuma untuk anak-anak yang seperti itu oleh

guru kelasnya, anak-anak yang lain sudah pulang atau pas ada hari…

hari apa yo… umpanya kelas enem pas ujian kan ada gurunya yang tidak

mengajar itu anak yang berkebutuhan khusus itu disuruh masuk trus di

privat. Kami memberi privat.” (WI.KS.27102017.40-44). Guru kelas I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

76

mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan berkeliling mendatangi

setiap siswa untuk membimbing individu dan menerapkan tutor sebaya

untuk membantu guru membimbing teman-temannya yang lain.

“Dibimbing khusus.” (WII.GKI.07112017.186). “Tapi kalau yang belum

kan masih bimbingan, muter. Atau nanti minta bantuan yang sudah bisa.”

(WII.GKI.07112017.187-189). Guru kelas II melakukan pendekatan

dengan bertanya materi yang belum jelas kepada siswa berkebutuhan

khusus yang ada di kelasnya dan memberikan sanksi mendidik bagi siswa

yang membuat kegaduhan, misalnya diminta untuk berpidato di depan

kelas. “Yo itu usahanya yo pendekatan itu, dalam arti lainnya tidak

didekati itu, didekati terus ditanya kesulitannya apa atau yang belum jelas

mana itu malah agak banyak itu malah agak banyak waktunya untuk

itu…” (WI.GKII.07112017.154-157). “Ya kalau ada yang rame ya

istilahnya diberi sanksi yang sifatnya mendidik. Kan nanti terus istilahnya

gak berani terlalu ramai. Ya.. contohnya kalau ada yang ramai disuruh

maju pidato atau apa.” (WI.GKII.07112017.158-160). Guru kelas III akan

mengajukan pertanyaan kepada siswa yang berbicara saat guru

menjelaskan materi. “Jadi siapa yang ngomong di kelas ditanya materi.

Kalau sudah ngomong di kelas kan berarti udah pinter. Udah nanti tenang

sendiri.” (WII.GKIII.12032018.209-211).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penataan tempat

duduk untuk setiap kelas diserahkan kepada guru kelas yang mengampu.

Kepala sekolah mengungkapkan tidak ada pengelompokkan untuk siswa

berkebutuhan khusus di kelas, semua berbaur dengan teman-temannya

yang lain. “Jadi satu. Enggak ada kelompok yang ini ABK ini bukan.

Cuman didampingi oleh GPK…” (WI.KS.27102017.48-49). Guru kelas I

menempatkan siswanya yang belum lancar membaca di bangku depan

untuk memudahkan guru dalam membimbing, terkadang juga membentuk

kelompok kecil dengan kemampuan siswa yang beragam. “Kadang-

kadang yang belum lancar membaca saya jadikan satu di depan-depan.

Itu untuk memudahkan mengajari. Kadang-kadang dicampur,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

77

dikelompokkan.” (WII.GKI.07112017.190-192) “Dibimbing khusus.

Biasanya yang sudah dapat itu didiamkan saja selesai dengan sendirinya,

betul semua dengan sendirinya. Tapi kalau yang belum kan masih

bimbingan, muter. Atau nanti minta bantuan yang sudah bisa.”

(WII.GKI.07112017.186-189). Hal yang sama terlihat saat peneliti

melakukan observasi di kelas I. Tempat duduk siswa disusun secara

berkelompok. Satu kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa.

Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam setiap kelompok ada siswa yang

sudah pandai membaca dan yang belum pandai membaca sehingga

memudahkan dalam melakukan tutor sebaya.

Guru kelas II menempatkan siswa berkebutuhan khusus terutama

siswa lambat belajar di bangku depan yang dapat memudahkan guru untuk

membimbingnya. Hal ini juga dimaksud agar siswa tidak mudah gaduh.

“Sama itu, malah justu yang ABK itu malah di depan. Tujuannya kalau

nanti mendekatinya kan gampang.” (WI.GKII.07112017.161-162).

“Biasanya depan, tujuannya biat tidak banyak rame. Kalau guru pingin

mendekati itu bisa cepet le mendekati. Kebanyakan di depan kalau yang

lambat belajar.” (WII.GKII.13032018.164-166). Sejalan dengan hasil

wawancara dengan guru kelas II, peneliti melakukan observasi di kelas

dan mendapat keterangan dari guru bahwa siswa-siswi yang diidentifikasi

mengalami lambat belajar telah ditempatkan di bangku depan agar guru

lebih mudah dalam memantau perkembangan siswa tersebut.

Guru kelas III menempatkan siswa berkebutuhan khusus di bangku

belakang karena jika di depan ia akan mengganggu temannya yang lain.

Meskipun siswa berkebutuhan khusus ditempatkan di belakang namun ia

didampingi oleh guru pendamping, sehingga menurut guru kelas III tidak

menimbulkan masalah. “Tempat duduk itu saya taruh depan sendiri,

karena anak itu sering ngompol sering buang air besar badannya juga

besar nutupi temannya, maka saya taruh belakang. Memang sebenarnya

saya salah kalau ditaruh di belakang. Nah karena ada pendamping maka

gak jadi masalah.” (WI.GKIII.07112017.212-216) “Dulu waktu belum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

78

ada pendampingnya Bu Rahma saya taruh di depan sendiri.”

(WI.GKIII.07112017.219-220). Sesuai dengan apa yang telah dikatakan

oleh guru kelas III, peneliti telah melakukan observasi di kelas dan melihat

bahwa anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas III duduk sendiri di

bangku belakang. Guru pendamping yang dicarikan orang tua siswa selalu

mendampingi ABK tersebut.

Peneliti melakukan observasi mengenai kondisi kelas I, II, dan III.

Lebar ruang kelas I cukup memadai untuk siswa yang berjumlah 18

(delapan belas) siswa. Ventilasi dan pencahayaan ruang kelas bagus

membuat ruang kelas tidak pengap dan gelap. Ukuran meja terlalu berat

dan besar untuk siswa kelas I, sedangkan untuk kursinya ringan dan mudah

dipindahkan. Penyusunan meja membuat siswa dan guru kesulitan untuk

bergerak karena penataannya yang terlalu dekat antara satu dengan yang

lain. Meja dan kursi yang tidak terpakai kurang tertata rapi di belakang

kelas. Sama seperti luas ruangan kelas I, luas ruangan kelas II dan III

cukup memadai untuk siswa kelas II yang berjumlah 21 (dua puluh satu)

siswa dan kelas III yang berjumlah 15 (lima belas) siswa. Ventilasi udara

baik membuat kelas tetap sejuk dan tidak pengap, namun pencahayaan di

ruang kelas II dan III kurang memadai karena cahaya matahari dari luar

tidak dapat masuk ke dalam kelas dan lampu yang tersedia hanya ada satu

lampu kecil yang belum cukup menerangi ruang kelas. Meja dan kursi

yang ada di ruang kelas II dan III, ringan dan mudah dipindahkan sehingga

tidak memberatkan siswa ketika ada aktifitas membentuk kelompok.

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

SD “Suka Ilmu” belum memiliki media pembelajaran adaptif yang

menunjang kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Media pembelajaran

yang digunakan bersifat umum digunakan untuk semua siswa. Guru kelas I

mengungkapkan, “Media pembelajarannya masih umum, gak ada yang

khusus buat ABK.” (WIII.GKI.08032018.197-198). Guru kelas II dan III

juga mengungkapkan hal yang sama bahwa tidak ada media pembelajaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

79

khusus untuk ABK, namun guru kelas III menambahkan bahwa terkadang

guru menggunakan media gambar yang ditampilkan menggunakan HP

atau digambar oleh guru sendiri dan siswa diajak untuk mengamati benda

konkret yang sesuai dengan materi. “Kalau media pembelajaran disini itu

sama. Fajar itu gak ada bedanya dengan anak umum, kalo pakai media ya

sama dengan yang kain, gak ada media khusus. Paling kita pakek media

gambar. Kalau enggak dicarikan gambar lewat HP terus diliatkan ke

anak-anak. Atau kita gambar sendiri.” (WII.GKIII.12032018.225-229)

“Atau dengan benda yang nyata. Oh tentang tumbuhan, yo diajak keluar

kelas kalau gak ada media yang menunjang, anak disuruh bawa,…”

(WII.GKIII.12032018.233-235). Berdasarkan hasil observasi yang peneliti

lakukan, diketahui bahwa guru kelas I, II, dan III tidak menggunakan

media adaptif khusus dalam menjelaskan materi kepada ABK. Pada saat

peneliti melakukan observasi di kelas I, peneliti melihat 3 media gambar

yang tertempel di papan tulis. Ketiga gambar tersebut digunakan oleh guru

untuk menjelaskan materi mengenai kegiatan yang dapat dilakukan di saat

pagi, siang, dan sore hari. Media gambar tersebut tidak digunakan guru

pada saat peneliti melakukan observasi namun pada kegiatan pembelajaran

hari sebelumnya. Hal ini peneliti ketahui dari hasil berbincang-bincang

dengan guru setelah peneliti mengobservasi kelas I. Ketika peneliti

melakukan observasi kegiatan pembelajaran di kelas II, diketahui bahwa

guru tidak menggunakan media pembelajaran untuk menjelaskana materi.

Hasil observasi peneliti di kelas III menunjukkan hasil bahwa guru kelas

III menggunakan jari tangan untuk membantu memudahkan ABK

menghitung.

Guru kelas I dan II mengungkapkan bahwa media pembelajaran

sangat membantu siswa untuk memahami materi karena dapat memahami

secara langsung bukan dalam angan-angan. “Membantu sekali. Anak itu

secara real, secara nyata bisa langsung memahami. Tidak hanya angan-

angan saja.” (WIII.GKI.08032018.200-201). Sependapat dengan guru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

80

kelas I, guru kelas II juga mengungkapkan bahwa media pembelajaran

dapat menambah pemahaman siswa terhadap materi ajar.

8. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Guru kelas I dan II mengungkapkan bahwa ada target nilai yang

harus dicapai oleh siswa yaitu nilai KKM. Nilai KKM yang ditetapkan

sama untuk seluruh siswa baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak

berkebutuhan khusus. “Target yang dibuat itu malalui nilai KKM.

Termasuk KKM tho itu, bisa jadi target. Ya itu… secara umum untuk satu

kelas itu KKM sudah ditentukan, nah untuk yang berkebutuhan khusus itu

KKM sama hanya materinya yang diturunkan, disederhanakan.”

(WIII.GKI.08032018.217-220). Guru kelas I menambahkan meskipun

KKM yang ditetapkan sama namun ada penurunan materi untuk anak

berkebutuhan khusus. Guru kelas I menjelaskan bahwa target nilai

minimal untuk sikap adalah baik dan nilai keterampilan sama dengan nilai

KKM. “Tapi untuk kenaikan kelas yang kurikulum tiga belas itu sikapnya

minimal baik. Kalau cukup belum bisa naik. Keterampilan itu dengan

nilai, angka. Angka juga sama dengan nilai pengetahuan. Sama dengan

nilai KKM.” (WIII.GKI.08032018.223-226). Guru kelas II menjelaskan

bahwa siswa yang belum tuntas mencapai nilai KKM melakukan

perbaikan dengan soal yang dibuat lebih mudah. “Yo namanya nilai kan

itu yo sama. Nilainya yo sama, maksudnya aturan ketuntasan belajar itu

sama. KKM nya sama. Tapi nanti kok itu kurang belum tuntas terus

perbaikannyakan soalnya lebih mudah.” (WII.GKII.13032018.186-189).

Penetapan KKM sama untuk seluruh siswa, hal ini diungkapkan oleh

kepala sekolah, guru kelas I, guru kelas II dan guru kelas III. “Untuk KKM

kan sama.” (WI.KS.27102017.53). Guru kelas I menambahkan keterangan

bahwa meskipun nilai KKM disamakan, namun materinya lebih

disederhanakan. “Ya itu… secara umum untuk satu kelas itu KKM sudah

ditentukan, nah untuk yang berkebutuhan khusus itu KKM sama hanya

materinya yang diturunkan, disederhanakan.” (WIII.GKI.08032018.218-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

81

220). Guru kelas II mengungkapkan bahwa untuk soal ulangan perbaikan

dibuat lebih mudah. “KKM juga sama, perbedaannya ulangan perbaikan

itu dipermudah.” (WI.GKII.07112017.181-182). Guru kelas III

memberikan alasan bahwa KKM dibuat sama untuk seluruh siswa karena

materi pembelajarannya sama untuk seluruh siswa. “KKM sama. Gimana

KKM mau bedakke kalau pelajarannya aja sama.”

(WII.GKIII.12032018.242-243). Sesuai dengan apa yang diungkapkan

oleh guru kelas III, hasil dari peneliti melakukan studi dokumentasi juga

membuktikan bahwa KKM yang ditetapkan di kelas III sama untuk

seluruh siswa.

Bentuk evaluasi pembelajaran di SD “Suka Ilmu” menggunakan soal

yang sama untuk ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan

kenaikan kelas. Kepala sekolah menyatakan, “Evalusinya sama dengan

yang lain. Ulangan harian, ulangan tengah semester, UTS, UAS, UKK,…”

(WI.KS.27102017.63-64). Hal serupa juga diungkapkan oleh guru kelas I

dan II. Guru kelas I menambahkan informasi bahwa soal UTS dan UAS

berasal dari Dinas pendidikan, belum ada soal khusus untuk ABK

sehingga ketika mengerjakan guru perlu mendampingi ABK. “Iya soal

evaluasi UTS, UAS itu dari Dinas. Soal khusus untuk anak inklusi itu

belum ada, jadi kalau pas anak itu mengerjakan soal-soal itu ya ekstra

ditunggui, bahkan malah dibantu, malah diwarahi.”

(WIII.GKI.08032018.210-212). Hasil studi dokumentasi yang dilakukan

peneliti terhadap soal ulangan harian untuk kelas I, II, dan III diketahui

bahwa tidak ada perbedaan soal ulangan harian untuk anak berkebutuhan

khusus dan tidak berkebutuhan khusus. Semua soal yang disusun oleh guru

untuk ulangan harian berlaku sama untuk seluruh siswa. Hal ini juga sudah

peneliti pastikan dari hasil wawancara di atas.

Terdapat beberapa perbedaan penerapan dalam penilaian dan

evaluasi pembelajaran di SD “Suka Ilmu” dibandingkan sekolah pada

umumnya. Kepala sekolah mengungkapkan bahwa seharusnya soal untuk

ABK dibuat lebih mudah karena materi yang didapatkan ABK juga lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

82

mudah. “Soalnya memang seharusnya lebih mudah mbak. Harusnya lebih

mudah. Soalnya materinya juga lebih mudah. Seharusnya memang harus

beda. Seperti kalo ujian anak-anak yang LB memang harus beda.”

(WI.KS.27102017.65-68). Guru kelas I mengungkapkan bahwa dengan

soal evaluasi yang sama diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dan

tidak berkebutuhan maka untuk ABK membutuhkan bimbingan lebih

khusus. “Iya oleh guru kelas, ada ulangan harian, ada tengah semester,

ada akhir semester. Di sini soal yang diberikan semuanya masih sama.

Hanya kalau yang berkebutuhan khusus itu dibimbing,…”

(WII.GKI.07112017.204-206). Guru kelas II mengungkapkan bahwa soal

evaluasi yang diberikan sama namun ketika siswa melakukan perbaikan

nilai, soal yang diberikan lebih mudah dari soal ulangan sebelumnya. “Yo

namanya nilai kan itu yo sama. Nilainya yo sama, maksudnya aturan

ketuntasan belajar itu sama. KKM nya sama. Tapi nanti kok itu kurang

belum tuntas terus perbaikannyakan soalnya lebih mudah.”

(WII.GKII.13032018.186-189). Guru kelas III memberikan informasi

bahwa penilaian dan evaluasi untuk ABK diberikan keleluasaan untuk

menyelesaikan soal ulangan sesuai dengan kemampuannya. “Sama

ulangannya. Mata pelajaran sama. Cuman kita kan sak rampunge Fajar le

garap. Oh dia mampu garap sepuluh ya sudah, sepuluh itu gak boleh

dipaksa.” (WI.GKIII.07112017.244-246).

Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui kemampuan

siswa, keberhasilan belajar mengajar, evaluasi bagi guru, memberikan

pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajaran, dan melihat

perkembangan siswa. Guru kelas I berkata, “…untuk mengetahui

kemampuan anak ini sampai dimana. Untuk mengetahui keberhasilan

belajar mengajar juga. Berhasil atau tidaknya. Jadi guru bisa

mengevaluasi diri.” (WII.GKI.07112017.213-215). Guru kelas II

menambahkan informasi, “Ya tujuannya evaluasi kalau ada kekurangan

ya jalan keluarnya ini, kalau misalnya ini menyampaikannya ini belum

jelas terus berubah itu.” (WI.GKII.07112017.183-185). Bagi guru kelas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

83

III, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui perkembangan siswa, “Ya

untuk melihat perkembangan anak terutama. Mampu atau tidak.”

(WI.GKIII.07112017.255-256).

C. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kelas bawah SD “Suka

Ilmu”, peneliti mengetahui bahwa sekolah menghadapi permasalahan dalam

menerapkan kedelapan aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi untuk

memberikan layanan pendidikan yang optimal kepada peserta didik

berkebutuhan khususnya. Aspek penyelenggaraan pendidikan inklusi

tersebut, yaitu (1) penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang

mengakomodasi semua anak, (2) identifikasi, (3) asesmen, (4) adaptasi

kurikulum (kurikulum fleksibel), (5) merancang bahan ajar dan kegiatan

pembelajaran yang ramah anak, (6) penataan kelas yang ramah anak, (7)

pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan (8) penilaian

dan evaluasi pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti adalah dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Peneliti

menyajikan hasil penelitian dengan membuat deskripsi secara rinci dari data

telah diperoleh sesuai dengan kategori dari kedelapan aspek penyelenggaraan

pendidikan inklusi tersebut.

SD “Suka Ilmu” adalah salah satu sekolah dasar inklusi yang ada di

Kabupaten Kulon Progo. Sekolah ini ditunjuk sebagai sekolah inklusi karena

pada mulanya sekolah pernah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus

yaitu seorang siswa tunanetra dan seorang siswa down syndrome. Pada tahun

2012, SD “Suka Ilmu” mendapat Surat Keputusan dari Dinas Pendidikan

Kabupaten Kulon Progo yang berisi penunjukkan SD “Suka Ilmu” sebagai

sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Sejak menerima SK tersebut,

terhitung mulai tahun 2012, SD “Suka Ilmu” telah memberikan layanan

pendidikan inklusi kepada peserta didiknya tanpa memilih jenis anak

berkebutuhan khusus apa yang dapat diterima di sekolah. Sekolah secara

terbuka menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus tanpa memandang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

84

kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh anak. Saat ini, di kelas bawah

SD “Suka Ilmu” ada satu peserta didik berkebutuhan khusus yang sudah

diasesmen dan telah dinyatakan memiliki karakteristik kelainan tunagrahita.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas II dan guru kelas III, masih

ada beberapa peserta didik yang teridentifikasi mengalami lambat belajar,

namun belum dilakukan asesmen.

Ketika memasuki tahun pelajaran baru, setiap sekolah perlu

mempersiapkan diri untuk menerima peserta didik baru, tanpa terkecuali bagi

SD “Suka Ilmu”. Sekolah perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan

dengan persiapan penerimaan peserta didik baru (PPDB), antara lain

persyaratan apa saja yang diperlukan bagi calon peserta didik untuk

mendaftar, panitia PPDB, panduan PPDB, sumber daya pendidik dan tenaga

kependidikan, sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya biaya.

Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan

oleh peneliti, syarat utama yang ditetapkan oleh SD “Suka Ilmu” untuk

menerima peserta didik baru adalah usia tujuh tahun wajib diterima dan

kurang dari tujuh tahun jika kuota rombongan belajar masih tersedia. Hal ini

sesuai dengan persyaratan dalam Pedoman Umum Penerimaan Peserta Didik

Baru (PPDB) pada TK, SD, dan SMP Tahun Pelajaran 2017/2018 yang

menjelaskan bahwa persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) adalah

berusia 7 (tujuh) tahun wajib diterima sebagai peserta didik dan berusia

paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli 2017. Pada tahun pelajaran

ini, SD “Suka Ilmu” mendapat 18 (delapan belas) peserta didik baru. Jumlah

ini kurang dari ketetapan yang ada pada Pedoman Umum PPDB yaitu

sebanyak 28 (dua puluh delapan) siswa untuk setiap rombongan belajar,

sehingga pihak sekolah tidak melakukan seleksi dan langsung menerima

seluruh calon peserta didik baru yang mendaftar.

Persyaratan usia calon peserta didik baru perlu dibuktikan oleh orang

tua dengan membawa dokumen akta kelahiran. Hal ini sejalan dengan

pernyataan yang ada pada Pedoman Umum PPDB yaitu persyaratan usia

calon peserta didik tersebut dibuktikan dengan membawa akta kelahiran atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

85

surat keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan

dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. Dokumen tambahan yang dapat

disertakan untuk melengkapi identitas calon peserta didik adalah fotokopi

kartu keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang tua, Ijazah Taman

Kanak-Kanak (TK) jika ada, dan Kartu Indonesia Sehat jika ada.

Hasil wawancara dengan guru kelas I, II, dan III, peneliti mengetahui

bahwa SD “Suka Ilmu” menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus,

tidak ada pengecualian tipe kebutuhan khusus tertentu akan ditolak oleh pihak

sekolah. Artinya pihak sekolah terbuka terhadap keberagaman dalam

menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus dalam haknya untuk

mendapatkan pendidikan yang sama dengan peserta didik lain. Hal senada

dengan pernyataan Kustawan dan Hermawan (2013:90) di mana menyatakan

bahwa guru perlu memahami keberagaman anak dalam haknya untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa melihat perbedaan fisik,

intelektual, sosial, emosi atau kondisi lainnya. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta

didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa menambahkan bahwa dalam pendidikan inklusi memberikan

kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau

pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan

peserta didik pada umumnya.

Dalam pelaksanaan PPDB, sekolah perlu membentuk Panitia yang

bertugas menghimpun identitas calon peserta didik yang telah mendaftar.

Bagi penyelenggara pendidikan inklusi, kepanitiaan PPDB perlu dilengkapi

Guru Pendamping Khusus (GPK). Hasil wawancara yang dilakukan peneliti

diketahui bahwa GPK tidak pernah mendampingi pelaksanaan PPDB di SD

“Suka Ilmu”. Sehingga tidak adanya asesmen awal untuk calon peserta didik

baru yang diidentifikasi memiliki kebutuhan khusus oleh GPK atau konselor.

Sementara Kustawan dan Hermawan (2013:91-92) berpendapat bahwa

asesmen awal perlu dilakukan oleh GPK atau konselor dalam proses PPDB

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

86

untuk menjaring dan menempatkan siswa berkebutuhan khusus agar sekolah

dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, kebutuhan dan standar awal siswa

berkebutuhan khusus tersebut. Pelaksanaan asemen awal di SD “Suka Ilmu”

dilakukan oleh guru yang hadir dengan melihat kondisi fisik dan isi dari

formulir pendaftaran yang berisi riwayat penyakit dan kelainan yang dimiliki

oleh calon peserta didik baru. GPK atau konselor sangat dibutuhkan dalam

pelaksanaan PPDB karena dengan dilakukannya asesmen sedini mungkin

akan lebih mempermudah GPK maupun guru kelas dalam menangani anak

berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah.

SD “Suka Ilmu” memiliki satu orang Guru Pendamping Khusus (GPK)

yang ditugaskan oleh dinas pendidikan, hadir ke sekolah satu minggu sekali

setiap hari Jumat. Dinas pendidikan yang melakukan perekrutan GPK untuk

mendampingi SD “Suka Ilmu” dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi.

GPK ini berasal dari salah satu SLB yang ada di Kulon Progo. GPK tersebut

melakukan pendampingan ABK di SD “Suka Ilmu” karena di SLB tempatnya

mengajar GPK kekurangan jam mengajar, sehingga GPK menambah jam

mengajar di sekolah lain untuk memenuhi target jam mengajarnya. GPK ini

lebih banyak mendampingi anak berkebutuhan khusus di kelas III, sedangkan

di kelas atas masih ada sepuluh siswa lambat belajar yang memerlukan

pendampingan GPK. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang harus ditangani

oleh satu orang GPK tersebut tidak mencukupi dengan daya penanganan satu

orang GPK. Murtie (2014:126) menjelaskan bahwa idealnya satu guru

pendamping khusus maksimal menangani tidak lebih dari lima orang anak

berkebutuhan khusus. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Murtie,

pihak sekolah merasa kekurangan dengan jumlah satu orang GPK yang dapat

mendampingi ABK di kelas terutama dengan waktu satu minggu sekali setiap

hari Jumat. Meskipun merasa kekurangan GPK namun sekolah tidak dapat

meminta tambahan GPK kepada dinas pendidikan karena jumlah GPK yang

terbatas.

Orang tua anak berkebutuhan khusus tunagrahita yang ada di kelas III

tidak dapat mengandalkan GPK yang hadir satu minggu sekali untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

87

mendampingi anaknya sehingga mencarikan seorang guru pendamping yang

dapat hadir setiap hari. Guru pendamping ini tidak memiliki latar belakang

pendidikan maupun penanganan anak berkebutuhan khusus karena

pendidikan yang sebelumnya ditempuh adalah Program Studi Pendidikan

Kewarganegaraan. Sementara hal berbeda diungkapkan oleh Murtie

(2014:126) bahwa guru pendamping untuk ABK biasanya memiliki latar

belakang pendidikan luar biasa atau tenaga ahli lain seperti psikolog. Latar

belakang pendidikan yang dimiliki oleh guru pendamping tentunya

mempengaruhi cara guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Guru

pendamping yang memiliki latar belakang pendidikan luar bisa dapat

memberikan bantuan kepada guru kelas dengan membuat program untuk serta

dapat melakukan intervensi (penanganan) terhadap anak berkebutuhan

khusus. Hal ini tentunya akan meringankan tugas guru kelas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga guru kelas bawah diketahui

bahwa tugas GPK selama hadir di SD “Suka Ilmu” adalah mendampingi

ABK belajar di kelas yaitu menjelaskan materi, menjelaskan kembali apa

yang diterangkan oleh guru, dan membantu mengerjakan soal (membacakan,

membimbing). GPK tidak membuat RPP khusus untuk ABK. RPP yang

digunakan saat pembelajaran adalah RPP yang dibuat oleh guru kelas dan

berlaku untuk seluruh siswa. Friend dan Bursuck (2015:70) menjelaskan

bahwa guru pendidikan khusus memiliki tanggung jawab untuk (a) mengelola

dan mengatur layanan yang diterima seorang siswa, meliputi penyusunan dan

pelaksanaan program pendidikan individual (Individualized Education

Program/IEP), dan (b) melakukan rapat dengan guru kelas untuk memantau

kemajuan siswa, menyelesaikan persoalan yang menjadi perhatian secara

bersama-sama dengan guru kelas, dan mengoordinasikan layanan bagi siswa

ABK. Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Friend dan Bursuck

sebelumnya, peran GPK di SD “Suka Ilmu” perlu ditingkatkan lagi untuk

membantu dan meringankan tugas guru kelas dalam menangani ABK. Guru

kelas dan GPK memerlukan kerja sama tim (team teaching) sehingga tugas

masing-masing dapat dijalankan dengan baik dan hak masing-masing anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

88

berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan bakat,

potensi, dan keterampilannya dapat tercapai.

Tidak semua guru kelas bawah di SD “Suka Ilmu” memiliki

pengalaman atau ilmu dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Guru

kelas I dan II belum pernah mengikuti pelatihan ataupun sosialisasi mengenai

penanganan ABK, sedangkan guru kelas III pernah mengikuti pelatihan untuk

ABK. Bertentangan dengan keadaan di lapangan, Permendiknas Nomor 70

Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki

Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa

memaparkan bahwa pemerintah mengupayakan peningkatan kompetensi bagi

pendidik dan tenaga kependidikan di bidang pendidikan inklusi. Peningkatan

kompetensi tersebut memang sudah dapat diselenggarakan misalnya melalui

kegiatan diklat dan pelatihan, namun belum merata bagi semua guru sekolah

regular yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sehingga terjadi

kesenjangan antar guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus

ketika GPK tidak hadir.

Kustawan dan Hermawan (2013) menyatakan bahwa dalam

menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu mempertimbangkan sumber daya

yang dimiliki sekolah yaitu sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan,

sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya biaya. Sumber daya

pendidik dan tenaga kependidikan telah peneliti uraikan sebelumnya. Selain

sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, sekolah inklusi perlu

mempersiapkan sumber daya sarana dan prasarana serta sumber daya biaya.

Berdasarkan hasil observasi lingkungan sekolah dan wawancara dengan

guru, peneliti belum melihat fasilitas khusus yang disediakan oleh sekolah

untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Fasilitas yang diberikan sama untuk

seluruh peserta didik. Pemberian fasilitas yang sama untuk seluruh siswa

disebabkan karena ABK yang ada belum memerlukan fasilitas secara khusus.

Sumber daya biaya SD “Suka Ilmu” berasal dari dana BOS Pusat dan BOS

tingkat daerah (BOSDA). Dana operasional yang diperoleh sekolah sama

dengan dana yang diterima oleh sekolah regular. Dana BOS dan BOSDA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

89

yang diperoleh sekolah digunakan untuk membiayai semua kebutuhan

operasional sekolah. Pengeluaran dana untuk kegiatan PPDB, asesmen,

pengadaan media pembelajaran, evaluasi pembelajaran menggunakan dana

BOS dan BOSDA. Meskipun dana operasional yang diterima sama dengan

sekolah regular, namun SD “Suka Ilmu” tidak mengalami permasalahan

dalam memenuhi kebutuhan ABK karena kebutuhan khusus yang dimiliki

ABK masih wajar dan tidak membutuhkan banyak biaya.

Ketika calon peserta didik sudah diterima oleh pihak sekolah, peserta

didik akan mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Seiring dengan

berjalannya waktu, guru dapat memiliki kecurigaan terhadap peserta didik

yang memiliki kebutuhan khusus. Kecurigaan yang dimiliki guru perlu

dibuktikan dengan identifikasi. Identifikasi di SD “Suka Ilmu” dilakukan oleh

masing-masing guru kelas. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan

melihat kemampuan kognitif, kondisi fisik peserta didik, dan laporan dari

orang tua peserta didik mengenai kelainan atau kebutuhan yang dialami oleh

anaknya. Identifikasi kondisi fisik siswa berkebutuhan khusus dapat

dilakukan dengan melihat secara langsung menggunakan indera manusia

(indera penglihatan dan indera pendengaran), sedangkan identifikasi kognitif

siswa dilakukan saat kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat

Kustawan dan Hermawan (2013:93) yang menyatakan bahwa guru dapat

melakukan identifikasi dengan cara mengamati atau melakukan observasi

pada gejala-gejala yang nampak yaitu berupa gejala fisik, gejala perilaku, dan

gejala hasil belajar. Kustawan dan Hermawan (2013) menambahkan bahwa

dengan identifikasi, guru (pendidik) dan tenaga kependidikan dapat

mengupayakan pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan

kebutuhan khusus masing-masing ABK.

Tujuan dari identifikasi yang diungkapkan oleh guru kelas I dan III

adalah untuk mengetahui keadaan, kemampuan dan latar belakang anak yang

menjadi bekal bagi guru dalam menentukan cara mengajar guru di kelas serta

upaya yang dapat diusahakan oleh guru maupun GPK dalam menangani

ABK. Kustawan dan Hermawan (2013:93-94) mengungkapkan bahwa tujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

90

guru melakukan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data

apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam

pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada

umumnya. Hasil identifikasi digunakan sebagai dasar untuk menyusun

program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk

menyusun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan

dengan hambatannya. Sesuai dengan ungkapan Kustawan dan Hermawan,

hasil identifikasi digunakan oleh guru kelas sebagai panduan untuk menyusun

program-program khusus untuk ABK seperti menambah waktu bimbingan

individu dan guru dapat menentukan cara mengajar guru sebagai acuan

baginya untuk menyampaikan materi.

SD “Suka Ilmu” melakukan proses asesmen dengan mendatangkan tim

khusus asesmen atau psikolog. Penyelenggaraan asesmen tidak selalu

dilakukan di SD “Suka Ilmu”, asesmen dapat dilakukan di salah satu sekolah

yang ada di Kulon Pogo kemudian sekolah lain dapat ikut mendaftarkan

peserta didiknyanya untuk melakukan asesmen. Pelaksanaan asesmen ini

sesuai dengan pengertian asesmen menurut Buku Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan, 2013:93) yang

menjelaskan bahwa asesmen adalah suatu upaya seseorang (orang tua, guru

maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan

terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual,

sosial, emosional/tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan

yang sesuai. Hal ini berarti bahwa sekolah telah berupaya untuk memberikan

salah satu pelayanan yang optimal bagi anak berkebutuhan khusus dengan

melakukan penjaringan terhadap peserta didik yang telah diidentifikasi oleh

guru kelas melalui kegiatan asesmen.

Seluruh proses dan hasil asesmen diserahkan kepada psikolog. Guru

hanya mengetahui siapa saja yang masuk daftar anak berkebutuhan khusus.

Ketiga guru kelas bawah yang peneliti wawancarai menyatakan tidak

mengetahui secara rinci hasil asesmen yang telah dilakukan. Kondisi seperti

ini tidak sesuai dengan tujuan dilakukannya asesmen yang diungkapkan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

91

Kustawan dan Hermawan (2013) bahwa asesmen merupakan berbagai

informasi siswa berkebutuhan khusus yang digunakan guru dalam

merencanakan sebuah pembelajaran yang efektif. Informasi tersebut

diharapkan dapat menjadi dasar dalam memberikan layanan yang berorientasi

pada kebutuhan dan karakteristik siswa. Sementara dalam dokumen hasil

asesmen berisi hasil perkembangan anak dalam fisik, kognitif, dan sikap anak

berkebutuhan khusus. Dokumen ini juga menjelaskan penanganan yang dapat

dilakukan oleh guru dan orang tua atau terapi dalam meningkatkan

perkembangan anak berkebutuhan khusus. Dokumen hasil asesmen ini sangat

membantu bagi guru kelas ataupun GPK dalam menyusun program ataupun

melakukan penanganan terhadap masing-masing anak berkebutuhan khusus.

Guru belum memanfaatkan hasil asesmen tersebut untuk menyusun program

pembelajaran dan penanganan yang disesuaikan dengan karakteristik serta

kemampuan masing-masing anak berkebutuhan khusus.

Guru melakukan pemantauan kemajuan hasil belajar peserta didik di

kelas dengan melihat perkembangan anak, apakah ada peningkatan atau tidak.

Pemantauan ini bisa dilihat dari kemampuan anak dalam memahami materi

saat pembelajaran, pengamatan sikap anak dalam keseharian dan hasil

ulangan anak. Hal ini telah sesuai dengan fungsi dilakukannya pemantauan

hasil belajar menurut Friend dan Bursuck (2015:209) yang menyatakan

pendapatnya bahwa pemantauan kemajuan hasil belajar yaitu proses

pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil

keputusan pendidikan ketika diperlukan.

Melihat dari hasil pemantauan kemajuan tersebut, guru membuat

keputusan untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan

khusus. Layanan pendidikan yang diberikan oleh guru dapat berupa program

khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Masing-masing guru kelas

mempunyai program khusus yang berbeda untuk menangani anak

berkebutuhan khusus yang ada di kelasnya. Guru kelas I layanan untuk anak

berkebutuhan khusus dengan menambahkan waktu belajar dan memberikan

bimbingan ketika anak berkebutuhan khusus mengerjakan soal. Guru kelas II

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

92

melakukan pendampingan individu ketika siswa yang lain mengerjakan

latihan soal. Guru juga akan mengulangi materi yang telah disampaikan

sampai siswa memahami materi tersebut. Guru kelas III meminta semua

siswa untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan guru dari berbagai mata

pelajaran dan melakukan tanya jawab mengenai materi pelajaran. Hal ini

berguna bagi guru untuk selalu memantau perkembangan pemahaman materi

peserta didik. Perbedaan sikap guru dalam menghadapi anak berkebutuhan

khusus dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan lebih khusus dengan

memberikan kasih sayang, kesabaran, sikap lemah lembut, dan perhatian

yang lebih kepada ABK. Sesuai dengan penempatan program yang telah

dilakukan oleh guru, Friend dan Bursuck (2015) mengungkapkan

pendapatnya mengenai penempatan program di mana tim perencana program

atau guru dapat melakukan penyesuaian program dengan kemampuan yang

dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Pelaksanaan program ini juga

berkaitan dengan tempat pelaksanaan program lebih baik dilaksanakan di

dalam ruang kelas pendidikan umum atau ruang kelas pendidikan yang

terpisah.

Kurikulum yang digunakan oleh SD “Suka Ilmu” sama dan berlaku

untuk seluruh siswa. Kustawan dan Hermawan (2013:107) memberikan

pendapat mengenai kurikulum fleksibel yakni mengakomodasikan anak

dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat

satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar

pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Sekolah

reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusif ramah anak harus

mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan tingkat, perkembangan,

dan karakteristik anak agar lulusan memiliki kompetensi untuk bekal hidup

(life skill). Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui

bahwa pihak sekolah belum merancang kurikulum yang adaptif karena

kesulitan, adanya keterbatasan dari pihak sekolah, dan juga belum adanya

usaha untuk bertanya kepada Dinas pendidikan. Berdasarkan teori dari

Kustawan dan Hermawan yang telah dijelaskan sebelumya, dapat diartikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

93

bahwa SD “Suka Ilmu” belum merancang kurikulum adaptasi yang

disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak berkebutuhan khusus

sehingga pihak sekolah belum dapat memberikan layanan pendidikan inklusi

yang optimal.

Selain kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik

anak berkebutuhan khusus, bahan ajar dan kegiatan pembelajaran juga perlu

disusun oleh guru sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Bahan

ajar yang disusun oleh guru kelas bawah SD “Suka Ilmu” berlaku sama untuk

seluruh peserta didik. Ilahi (2013:172-173) menjelaskan bahwa bahan ajar

atau materi bagi anak berkebutuhan khusus dapat ditentukan berdasarkan

tingkat inteligensinya. Bagi ABK yang memiliki inteligensi di atas normal

dapat diberikan materi yang lebih luas. ABK yang memiliki inteligensi

normal dapat menggunakan materi yang sama dengan sekolah regular. ABK

yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita)

materi yang diberikan dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya.

Berdasarkan apa yang telah Ilahi jelaskan sebelumnya, bahan ajar yang tidak

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing anak berkebutuhan

khusus membuatnya kesulitan dalam menangkap materi, terlebih lagi bagi

anak berkebutuhan khusus yang kemampuan inteligensinya di bawah normal

akan sangat kesulitan dalam menguasai materi yang seharunya diperuntukkan

untuk peserta didik yang tidak berkebutuhan khusus.

Selain menyiapkan bahan ajar, guru juga perlu mempersiapkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP yang dibuat oleh guru kelas bawah di

SD “Suka Ilmu” sama untuk seluruh siswa. Kustawan dan Hermawan

(2013:109) mengungkapkan bahwa fleksibilitas kurikulum bagi anak

berkebutuhan khusus dapat diimplementasikan dengan membuat Program

Pembelajaran Individu (PPI). PPI merupakan program pembelajaran yang

disusun sesuai kebutuhan individu dengan bobot materi berbeda dari

kelompok dalam kelas dan dilaksanakan dalam setting klasikal. Hal berbeda

dari apa yang diungkapkan Kustawan dan Hermawan, peneliti menemukan

data di lapangan bahwa bahan ajar dan RPP yang dibuat belum disesuaikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

94

dengan keberagaman yang dimiliki masing-masing anak berkebutuhan

khusus. Masing-masing guru kelas dapat menyusun PPI sebagai bentuk

program layanan pendidikan inklusi kepada anak berkebutuhan khusus. Guru

pendamping khusus dapat ikut serta membantu untuk membuat PPI karena

GPK dapat menentukan langkah strategi penanganan yang tepat disesuaikan

dengan kondisi masing-masing ABK.

Metode mengajar yang paling sering digunakan oleh guru kelas bawah

SD “Suka Ilmu” dalam kegiatan pembelajarannya adalah ceramah dan tanya

jawab. Metode ceramah memiliki kekurangan yang diungkapkan oleh

Hamdayama (2014) yaitu membuat peserta didik pasif, mudah membuat

peserta didik bosan, dan kegiatan pembelajaran lebih mengandalkan pada

informasi-informasi yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Yamin

(2009:156) metode tanya jawab tepat digunakan ketika meninjau ulang

pelajaran atau ceramah yang telah lalu, kembali membuat fokus peserta didik

dan mengarahkan pengamatan dan pemikiran peserta didik. Penggunaan

metode ceramah dan tanya jawab ini kurang sesuai dengan kegiatan

pembelajaran yang diharapkan oleh Kustawan dan Hermawan (2013) yaitu

guru dapat melakukan penyesuaian kegiatan pembelajaran dengan membuat

kegiatan yang interaktif sehingga setiap anak berpartisipasi penuh dalam

kegiatan pembelajaran. Metode ceramah dan tanya jawab yang digunakan

oleh guru kelas kurang menimbulkan partisipasi aktif bagi peserta didik.

Kegiatan pembelajaran lebih banyak tertuju pada guru atau bersifat teacher

center learning.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, guru perlu melakukan

manajemen kelas agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.

Hal senada diungkapkan oleh Everton dan Weintein (dalam Friend dan

Bursuck, 2015:285) bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal

yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar

yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi.

Manajemen pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru kelas bawah di SD

“Suka Ilmu” antara lain dengan melakukan bimbingan khusus kepada anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

95

berkebutuhan khusus dan memberikan sanksi ketika peserta didik

mengganggu proses pembelajaran

Selain dengan pengelolaan tingkah laku peserta didik, guru kelas perlu

melakukan pengelolaan tempat duduk bagi anak berkebutuhan khusus.

Penataan tempat duduk merupakan wewenang yang dimiliki oleh guru kelas

untuk mengelola kelasnya. Penataan tempat duduk untuk masing-masing

kelas di SD “Suka Ilmu” berbeda. Kepala Sekolah mengungkapkan tidak ada

pengelompokkan untuk siswa berkebutuhan khusus di kelas, semua berbaur

dengan teman-temannya yang lain. Guru kelas I menempatkan siswa yang

belum lancar membaca di bangku depan untuk memudahkan guru dalam

membimbing, terkadang membentuk kelompok kecil dengan kemampuan

siswa yang beragam agar dapat saling membimbing antar teman. Guru kelas

II menempatkan siswa berkebutuhan khusus di bangku depan agar dapat

memudahkan guru untuk membimbingnya. Guru kelas III menempatkan

siswa berkebutuhan khusus di bangku belakang karena jika di depan ia akan

mengganggu temannya yang lain. Meskipun siswa berkebutuhan khusus

ditempatkan di belakang namun ia didampingi oleh guru pendamping,

sehingga menurut Guru Kelas III tidak menimbulkan masalah. Penataan

tempat duduk yang dilakukan oleh guru kelas dapat mempengaruhi proses

pembelajaran. Hal ini juga merupakan salah satu cara pengelolaan ruang kelas

menurut Everton dan Weintein (dalam Friend dan Bursuck, 2015:285) yang

sebelumnya telah dijelaskan yaitu mengenai mengatur siswa-siswi dalam

penempatan tempat duduk. Anak berkebutuhan khusus yang ditempatkan di

bangku depan lebih mudah memusatkan perhatiannya dan dijangkau oleh

guru untuk dibimbing, hal ini juga memudahkan guru dalam memantau

perkembangan peserta didik tersebut.

Ruang kelas I, II, dan III cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan

pembelajaran. Ventilasi udara membuat ruang kelas tetap sejuk dan tidak

pengap. Pencahayaan ruang kelas I cukup terang, namun untuk kelas II dan

III kurang karena cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam kelas dan ada

satu lampu yang membantu penerangan. Meja dan kursi di ruang kelas I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

96

cukup berat, namun meja dan kursi di kelas II dan III sesuai dengan

kemampuan peserta didik ketika memindahkan benda tersebut. Pengamatan

ruang kelas ini sesuai dengan apa yang Semiawan Cony dkk dalam Kustawan

dan Hermawan (2013:115) jelaskan bahwa menciptakan suasana belajar

memerlukan perhatian dalam mengatur ruang kelas. Peneliti melihat bahwa

pengaturan ruang kelas sudah sesuai dengan kebutuhan guru dalam

melaksanakan pembelajaran, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

lagi seperti pencahayaan ruang kelas dan meja serta kursi yang ada di kelas

perlu disesuaikan dengan peserta didiknya.

Ketika guru mengajar akan lebih baik jika menggunakan media

pembelajaran yang sesuai dengan materinya. Media pembelajaran adalah alat

bantu yang memudahkan bagi guru untuk menjelaskan bahan ajarnya dan

membantu siswa untuk memahami materi. Selama kegiatan pembelajaran

berlangsung, peneliti belum melihat guru menggunakan media pembelajaran

adaptif yang membantu anak berkebutuhan khusus menangkap materi

pembelajaran. Media pembelajaran adaptif yang dimaksud adalah alat bantu

bagi siswa berkebutuhan khusus untuk memahami materi pelajaran.

Sementara Kustawan dan Hermawan (2013:115-117) menjelaskan mengenai

media pembelajaran adaptif yaitu media pembelajaran yang disesuaikan

dengan hambatan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus. Media

pembelajaran adaptif dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam

kegiatan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus karena dapat

bermanfaat atau berguna dan cocok dengan tujuan, kebutuhan, materi,

kemampuan dan karakteristik anak yang menunjang efisiensi dan efektifitas

proses dan hasil pembelajaran. Guru kelas I dan II mengungkapkan bahwa

adanya media pembelajaran sangat membantu peserta didik dalam

memahami materi secara konkret. Berdasarkan pendapat Kustawan dan

Hermawan serta guru kelas I dan guru kelas II tersebut, diketahui bahwa

media pembelajaran adaptif dapat membantu anak berkebutuhan khusus

untuk memahami materi pelajaran terlebih lagi dengan adanya manfaat yang

dirasakan bagi guru dan peserta didik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

97

Selama proses pembelajaran, evaluasi sangat diperlukan untuk

mengetahui keberhasilan kegiatan pembelajaran yang selama ini guru

lakukan. Dalam evaluasi, diperlukan batas penentu sebagai kriteria dalam

mencapai tujuan pembelajaran. Batas penentu tersebut adalah Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). KKM yang ditetapkan oleh SD “Suka Ilmu”

berlaku sama untuk semua peserta didik baik yang berkebutuhan khusus

maupun tidak berkebutuhan khusus. Hal yang berbeda Kustawan dan

Hermawan ungkapkan mengenai penetapan KKM bagi anak berkebutuhan

khusus. Kustawan dan Hermawan (2013:120) menjelaskan bahwa KKM bagi

anak berkebutuhan khusus dapat ditetapkan berbeda dengan KKM bagi anak

tidak berkebutuhan khusus, hal ini dikarena kemampuan yang dimiliki

masing-masing anak berbeda. Jika KKM yang ditetapkan sama untuk seluruh

peserta didik akan membuat anak berkebutuhan khusus kesulitan untuk

mencapai nilai KKM tersebut, sehingga penetapan nilai KKM dapat

didasarkan pada hasil asesmen untuk masing-masing individu.

Soal evaluasi yang dibuat untuk peserta didik berkebutuhan khusus

seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak

berkebutuhan khusus karena karakteristiknya yang berbeda. Ilahi (2013:189)

menuturkan bahwa bagi anak berkebutuhan khusus, jenis evaluasi yang

diberikan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kecerdasannya

dalam menerima materi pelajaran. Keadaan di lapangan menunjukkan hal

yang berbeda, diketahui bahwa seluruh peserta didik di kelas bawah SD

“Suka Ilmu” mendapatkan soal evaluasi pembelajaran yang sama untuk

ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Anak

berkebutuhan khusus kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut karena tidak

sesuai dengan tingkat kemampuan dan kecerdasannya, sehingga guru kelas

membantu peserta didik dengan melakukan bimbingan kepada anak

berkebutuhan khusus. Bantuan yang diberikan oleh guru adalah dengan cara

membacakan soal atau memberikan penjelasan tambahan kepada ABK.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

98

BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Bab V ini membahas tentang kesimpulan peneliti, keterbatasan penelitian,

dan saran untuk penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di salah satu sekolah dasar

inklusi Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Peneliti dapat menyimpulkan

bahwa SD “Suka Ilmu” menghadapi permasalahan dalam menerapkan

delapan aspek penyelenggaraan pendidikan Inklusi. Permasalahan tersebut

terjadi pada aspek penyelenggaran pendidikan inklusi sebagai berikut:

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua

anak

Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SD “Suka Ilmu”

tidak didampingi oleh guru pendamping khusus (GPK) atau konselor.

Pihak sekolah kekurangan pendidik yang memiliki kemampuan untuk

menangani anak berkebutuhan khusus. Jumlah GPK kurang memadai

kebutuhan SD “Suka Ilmu”. Guru kelas kurang memiliki pengalaman dan

latar belakang pendidikan yang menunjang dalam menangani anak

berkebutuhan khusus di kelas. Fasilitas khusus yang disediakan untuk

peserta didik berkebutuhan khusus belum nampak di SD “Suka Ilmu”.

2. Asesmen

Guru kelas bawah di SD “Suka Ilmu” belum memanfaatkan hasil

asesmen untuk menyusun program pembelajaran dan penanganan yang

disesuaikan dengan karakteristik serta kemampuan masing-masing anak

berkebutuhan khusus.

3. Adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel)

SD “Suka Ilmu” belum merancang kurikulum adaptif yang

disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak berkebutuhan khusus.

Kurikulum yang berlaku di sekolah masih sama untuk seluruh siswa baik

yang berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

99

4. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak

Bahan ajar dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

disusun oleh masing-masing guru kelas berlaku sama untuk seluruh

peserta didik. Guru kelas maupun guru pendamping khusus belum

membuat program pembelajaran individu (PPI) yang disesuaikan dengan

kemampuan dan kecerdasan masing-masing anak berkebutuhan khsusus.

Guru kelas lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab

sehingga kegiatan pembelajaran lebih bersifat teacher center learning.

5. Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif

Media pembelajaran adaptif yang membantu anak berkebutuhan

khusus menangkap materi pembelajaran masih belum nampak selama

kegiatan pembelajaran berlangsung.

6. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

Evaluasi pembelajaran yang digunakan di SD “Suka Ilmu” sama

untuk anak berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus.

Nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah berlaku sama untuk seluruh

peserta didik.

B. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan keterbatasan

penelitian sebagai berikut :

1. Peneliti tidak melakukan wawancara dengan guru pendamping khusus

(GPK) karena kesibukan GPK mengajar di sekolah luar biasa yang

diampunya.

2. Adanya kendala komunikasi antara peneliti dan narasumber yang

disebabkan oleh perbedaan pemahaman antara pertanyaan yang diajukan

peneliti dengan jawaban yang diberikan oleh narasumber sehingga proses

proses pengumpulan data dengan teknik wawancara kurang mendalam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

100

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan saran untuk

penelitian selanjutnya sebagai berikut :

1. Peneliti sebaiknya tetap berusaha untuk melakukan wawancara dengan

guru pendamping khusus (GPK).

2. Peneliti dapat melakukan diskusi lebih lanjut dengan narasumber untuk

menyamakan pemahaman mengenai topik penelitian yang sedang

dibahas sehingga peneliti dapat mengumpulkan data lebih dalam lagi

sesuai dengan tujuan penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

101

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung

Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

Ahmadi, Rulam. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Ar Ruzz

Media.

Alfian. (2013). Pendidikan Inklusif di Indonesia. Jurnal Pendidikan Volume 4.

Aphroditta, M. (2012). Panduan Lengkap Orang Tua & Guru untuk Anak dengan

Disgrafia (Kesulitan Menulis). Yogyakarta : Javalitera.

Bafadal, Ibrahim. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari

Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Bandur, Agustinus. (2014). Penelitian Kualitatif Metodologi, Desain & Teknik

Analisis Data denga NVIVO10. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita (Suatu Pengantar

Pendidikan Inklusi). Bandung: Refika Aditama.

Depdiknas. (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.

Jakarta: Depdiknas.

Dikpora. (2017). Pedoman Umum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada

TK, SD, dan SMP Tahun Pelajaran 2017/2018. Kulon Progo: Dikpora.

Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

Friend, Marilyn dan William D Bursuck. (2015). Menuju Pendidikan Inklusi

Panduan Praktis untuk Mengajar Edisi Ketujuh. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Hamdayama, Jumanta. (2014). Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan

Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hermawan. (2012). Pengelolaan Kelas Anak Berkebutuhan Khusus. Surakarta:

UNS Press.

Ilahi, Mohammad Takdir. (2013). Pendidikan inklusif konsep dan aplikasinya.

Yogyakarta : Arr-Ruzz Media.

Indrawan, Rully dan Poppy Yaniawati. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan

Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

102

Herdiasyah, Haris. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.

Herdiasyah, Haris. (2013). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai

Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Kustawan, Dedy dan Budi Hermawan. (2013). Model Implementasi Pendidikan

Inklusif Ramah Anak. Jakarta: Luxima.

Maulipaksi, Desliana. (2017). Sekolah Inklusi dan Pembangunan SLB Dukung

Pendidikan Inklusi.

Diambil dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/02/sekolah-

inklusi-dan-pembangunan-slb-dukung-pendidikan-inklusi diakses pada 17

November 2017.

Menteri Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik

yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat

Istimewa. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Murtie, Afin. (2014). Ensiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:

Maxima.

Pemerintah Republik Indonesia. (1990). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Jakarta:

Pemerintah Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris

Negara Republik Indonesia.

Sabatiana, Rosita Cahayani. (2017). Survei Penyelenggara Sekolah Dasar Inklusi

di Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Universitas Sanata Dharma.

Sudaryo, Gaguk Margono, dan Wardani Rahayu. (2013). Pengembangan

Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung :Alfabeta.

Tarmansyah. (2009). Pelaksanaan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 03 Alai

Padang Utara Kota Padang. Jurnal Ilmu Pendidikan Volume IX No. 1

April 2009.

Tarnoto, Nissa. Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah

Penyelenggara Pendidikan Inklusi Pada Tingkat SD. Jurnal Humanitas

Vol.13 No. 1. 50-61.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

103

Tempo.co. (2017). Sarana Pendidikan Inklusi Harus Diperluas.

Diambil dari https://nasional.tempo.co/read/911696/sarana-pendidikan-

inklusif-harus-diperluas diakses pada 17 November 2017.

Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan

Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Triwiyanto, Teguh. (2014). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wiyani, Novan Ardy. (2014). Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang

Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Yamin, Martinis. (2009). Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yusuf, Muri. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

104

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

105

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

106

Lampiran 3 Reduksi Hasil Wawancara

REDUKSI HASIL WAWANCARA

Aspek Uraian Wawancara Kesimpulan

Penerimaan

Peserta Didik Baru

(PPDB) yang

mengakomodasi

semua anak

Uum.. kalau syarat dari dinas itu yang pertama usia. Usia kan

minimal tujuh tahun. Tujuh tahun itu kan kalau di sini ya satu

dua ada yang tujuh tahun. Seandainya ada yang kurang dari

tujuh tahun ya diterima. Karena muridnya kurang. Tapi kalau

sekolah-sekolah yang favorit seperti SD Sumber Ilmu itu harus

tujuh tahun. Kalau di sini ada yang enam setengah, enam lebih dua.

Kayaknya hanya itu. Umur. Usia. Gak boleh ngetes kemampuan.

WII.GKI.07112017.1-4

Yang diterima itu yang diutamakan umur yang paling tua,

kalau udah manurun menurun, terus yang berikutnya kalau

masih ada kuotanya ya diterima semua, kalau kuotanya habis ya

harus dipilih berdasarkan umur itu tadi. WII.GKII.13032018.1-3

Ndak ada, kecuali umur. Iya, umur tujuh tahun. Mau ini, ibaratnya

mau tuna netra, mau tuna rungu, tuna apa… kalau memang… gak

apa-apa. Syaratnya umurnya sesuai tujuh tahun. Kalau kita

sudah jadi inklusi kok menolak anak berkebutuhan khusus, kita

dipanggil dinas. WI.GKIII.07112017.15

Syarat utama yang ditetapkan untuk

menerima peserta didik di SD “Suka

Ilmu” adalah usia minimal tujuh tahun.

Hal ini sesuai dengan peraturan dari

Dinas Pendidikan yang menetapkan

batas usia penerimaan peserta didik

baru untuk Sekolah Dasar adalah tujuh

tahun. Jika kuota masih tersedia, siswa

yang belum genap berumur tujuh tahun

dapat diterima oleh sekolah.

Biasanya datang dengan orang tua, terus membawa syarat-

syaratnya itu fotokopi Ijazah TK jika ada, kemudian Akta

Kelahiran, Kartu Keluarga, KTP orang tua. Itu kalau ada

kartu-kartu jaminan umpanya Kartu Indonesia Sehat. WII.GKI.07112017.7-10

Dokumen yang dibutuhkan untuk

melengkapi identitas peserta didik baru

antara lain fotokopi Akta kelahiran,

Kartu Keluarga, KTP orang tua, Ijazah

TK jika ada, dan kartu-kartu seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

107

Syaratnya itu cuma KTP orang tua, Akta, tapi yang terutama

itu Akta. Jadi paling tidak Akta itu. Kalau yang lain itu enggak eh.

Jadi dokumen yang paling penting itu Akta Kelahiran.

WII.GKII.13032018.8-9

Kartu Indonesia Sehat jika ada.

Sini semua diterima mbak, karena memang aturan dari dinas,

sekolah inklusi itu semua harus diterima. Kelainan apa saja

harus diterima. Nanti pendampingnya menyusul. Disini ada

pendamping dua, yang satu dari SLB Mentari.

WI.GKI.PPDB.04072017.11-13

ABK saja tetap diterima asalkan umurnya cukup. Jadi selama

ini yang saya ketahui semua diterima. Jadi gak bisa milih-milih,

mau itu ABK atau enggak. WII.GKII.13032018.5-6

Kalo sini sih pokok’e siap berapa pun, apapun, diterima karena

sudah menjadi konsekuensinya karena sudah ditunjuk menjadi

SD Inklusi. Sudah dapat SK. Apa pun berkebutuhan

khususnya, bentuknya siap menerima. Dulu waktu awal pertama

menerima seperti Fajar, kan ada dua, satu Fajar satu Mutia. Itu kan

kayaknya kita takut, takutnya nanti kalau gak jadi dapat murid

karena anak yang lain, wali murid kalo melihat yang gitu kan

takutnya anak-anak dia terus gimana, tapi ternyata tidak. Mereka

yang normal aja nerima anak-anak. Jadi ndak… pokoknya ndak itu.

Setelah ditunjuk sebagai SD Inklusi, apapun siswanya apapun siap..

ya seperti waktu Fajar daftar terus yang satu Mutia. Mutia itu lebih

parah dari Fajar. Ya kita tu cuma agak tersenyum gimana karena

mau ndak mau itu sudah menjadi tugas kita, ndak papa.

SD “Suka Ilmu” menerima semua tipe

anak berkebutuhan khusus kerena sudah

mendapatkan Surat Keputusan

Penunjukkan Sekolah Penyelenggara

Pendidikan Inklusi. Pihak sekolah

menerima semua tipe anak

berkebutuhan khusus atas anjuran yang

ada pada SK tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

108

WI.GKIII.07112017.1-4

Ada panitianya. Susunannya ada ketua, wakil ketua, sekertaris,

bendahara kemudian anggota. Hanya sederhana.

Kepanitiannya. Tiap tahun ada, walaupun orangnya sama.

Biasanya saya itu selalu dibagian pendaftaran. Supaya bisa

langsung ketemu anaknya. Oh kira-kira ini besok anak seperti apa

itu sudah bisa ngira-ngira tho mbak. Bisa ngetes sedikit-sedikit.

Udah bisa baca apa belum. Tanya-tanya. Sekedarnya.

WII.GKI.07112017.14-18

Itu ya istilahnya itu yo nek le mbentuk bentuk… tapi ya waktu

sampai sekarang itu sama, orangnya sama, susunannya sama.

Saya terus terang yo nek le ngerti ngerti tapi tidak mengikuti

kepanitiaan secara langsung. WI.GKII.07112017.11-14

Biasanya untuk panitia PPDB itu guru kelas satu, guru agama,

guru olahraga, kepala sekolah. Guru lain itu juga ada tapi

jarang ngurusi, cuma yang bersangkutan aja. Nanti yang tau

kan kayak Bu Fatimah yang ngajar di kelas satu itu, yang

langsung menerima karena dia yang langsung menangani anak. Kalau kita ya cuma nemenin aja. WII.GKIII.12032018.17-21

Sekolah menyusun Panitia PPDB,

namun kepanitian ini tidak diganti dari

tahun ke tahun. Pembagian tugas untuk

masing-masing guru kurang jelas. Ada

guru yang selalu dibagian pendaftaran

namun ada guru yang tidak terlibat

dalam proses PPDB.

Panduannya itu dari dinas. WII.GKI.07112017.22

Yo itu… istilahnya yo aturannya sama dari pemerintah.

WI.GKII.07112017.15

Panduan PPDB berasal dari Dinas

Pendidikan, sekolah tidak menyusun

panduan PPDB.

Tidak. Saat pembelajaran biasa aja guru pendampingnya

datang satu minggu sekali. Guru kelas satu yang penting, mungkin nanti yang lain membantu kadang, yang mau, yang mau

Pada proses PPDB, SD “Suka Ilmu”

tidak didampingi oleh Guru

Pendamping Khusus (GPK) atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

109

membantu. WII.GKI.07112017.23-24

Tidak, ya istilahnya yang ngurusi itu cuma satu itu, guru kelas

satu, Bu Fatimah. WII.GKII.13032018.18-19

Ndak ada. Guru pendamping khusus itu hadirnya cuma satu

minggu satu kali, cuma hari Jumat thok. Itupun kalau hari

libur dia gak datang, kan waktu penerimaan siswa baru kan

hari libur. Yo gak hadir. WII.GKIII.12032018.42-45

konselor. Proses PPDB lebih

mengutamakan kehadiran guru kelas

satu.

Yoo kalo ada yang ABK nanti konsultasi sama yang lain. Sama

kepala sekolah. Sama yang lain. Biasanya harus diterima

kerena apa takut dengan aturan. Walaupun nanti seperti yang

kemaren itu Intan akhirnya setengah tahun di sini gak ada

perkembangan akhirnya dirujuk. Tapi kalau yang pertama

harus diterima. Karena takut dengan aturan. WII.GKI.07112017.25-30

Kalau pas PPDB itu yo… cuma guru sini, tapi nganu.. kan yo

dilihat yo beda itu, yang ABK yang tidak kan sudah kelihatan

beda itu. WI.GKII.07112017.16-17

Belum… Belum… Cuma nanti kan anak eeh wali kan eeh guru sini

kan memberikan formulir, terus mengisi data. Kalau ada kelainan

yang apa kan.. punya penyakit apa kan kelainan apa baru diisi

setelah… baru dikumpulkan. Yo memang dikasih formulir,

umpamanya umur, umpamanya ada penyakit, penyakit apa

yang parah. Oh ini punya paru-paru. Ini penglihatan agak

kurang, ini kan dijelaskan di data itu. WI.GKIII.07112017.25-28

Identifikasi pada saat PPDB ditangani

oleh guru kelas yang hadir dengan

melihat kondisi anak dari fisiknya dan

orang tua yang mengisi formulir tentang

kondisi, riwayat penyakit, dan

kebutuhan yang dimiliki oleh calon

peserta didik. Orang tua juga akan

mengungkapkan kelainan atau

kebutuhan anaknya kepada guru yang

ada. Guru akan mengkonsultasikan

kondisi calon peserta didik baru kepada

guru lain dan kepala sekolah, dengan

catatan akan tetap diterima meskipun

setelah beberapa lama mengikuti

kegiatan pembelajaran kemudian tidak

ada perkembangan akan dirujuk ke

sekolah yang mampu menangani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

110

Ya ditanya nama, umur, biasanya. Terus dari TK mana, cuman itu

biasa ditanya. Ditanya udah bisa baca belum? Belum, umpamanya

ya dijawab belum. Nanti terus orang tuanya kan, Bu lare kula ini eh

ini… ini…. Disebut. Tapi kalau anak ABK kan dilihat saja dari

fisiknya kan udah nampak. Kayak Mutia yang matanya sipit,

ininya lebar kan, udah ciri-ciri anak-anak… udah nampak. Nanti kalau ada…., anak yang biasa nampak biasa, Bu dia

kebiasaannya kede, seperti kelas dua. Kidal tangannya. Terus celat.

Kalau ditanya orang tuanya yang terus menjawab, seperti itu.

WI.GKIII.07112017.32-35

Nanti kan orang tuanya sendiri yang akan mengatakan anak itu

berkebutuhan khusus atau tidak. Jadi orang tua sendiri yang

mengatakan, karena untuk kitapun siswa yang berkebutuhan khusus

harus kita terima karena sini SD Inklusi. WII.GKIII.12032018.38-

39

GPK nya kalo dulu itu rutin tiap Rabu sama Sabtu. Kalo sekarang

tinggal satu hari, hari Jumat saja. Itu dari SLB sana…

Matahari. Terus sekarang yang Fajar itu malah dicarikan

pendamping khusus dari orang tuanya yang mbak hitam-hitam

itu. Mendampingi khusus setiap hari. Tapi juga sulit. Ketok’e

sulit untuk bisa kalau Fajar. WII.GKI.07112017.31-35

Itu satu. Satu aja cuma dua hari di sini, apa malah sehari yo.

Oh sehari. Masalahnya ada tugas lain. Terus ada pendamping

lain itu satu. Yang guru ABK itu bantuan dari Dinas, kalau

yang satu lagi itu dari orang tua siswa. Tapi yang dimasuki itu

SD “Suka Ilmu” memiliki seorang

Guru Pendamping Khusus (GPK) yang

ditugaskan dari Dinas Pendidikan, hadir

ke sekolah satu minggu sekali setiap

hari Jumat. GPK ini mendampingi kelas

yang memiliki anak berkebutuhan

khusus, terutama untuk mendampingi

ABK di kelas tiga. Selain itu, SD “Suka

Ilmu” juga memiliki seorang guru

pendamping yang diminta oleh orang

tua ABK di kelas tiga untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

111

cuma kelas-kelas yang ada ABK. Kalau kelas dua kan cuman

agak lambat. Paling-paling cuma kelas tiga yang didampingi

ini. WII.GKII.13032018.20-25

Kalau sekarang yang kelas tiga itu ada yang mendampingi, tapi

bukan guru ABK itu. Malah dia datang setiap hari tapi yang

mencarikan wali siswa. Tapi waktu kelas dua belum ada

pendampingnya itu. WII.GKII.13032018.35-37

mendampingi anaknya di kelas setiap

hari selama kegiatan pembelajaran.

Satu…. Iya guru pendamping buat ABKnya hanya satu. Itu

yang ngasih dari Dinas. Terus yang kelas tiga itu Fajar, orang

tuanya cari sendiri untuk mendamping setiap hari. GPK nya itu

mendampingi yang kelas tiga mbak, untuk Fajar. Setiap datang

kesini nanti masuk ke kelas tiga. WIII.GKI.08032018.36-40

Kalau sekarang tidak. Masalahnya cukup. Yang berat itu di kelas

tiga, dan seminggu itu dijatah sehari, karena dia juga jadi guru di

sekolah lain. Jadi istilahnya kesini itu cuma nambah jam agar dua

puluh empat jam mengajar perminggu itu. Jadi sini juga pasrah

mau dibantu sehari atau dua hari. WII.GKII.13032018.29-30

Ya kan udah dikirim dari guru SLB itu, setiap hari Jumat aja.

Jadi kita udah gak cari lagi. Kalau kekurangan ya kekurangan,

cuman kan kita mau ngusulkan juga gak bisa karena guru GPK

juga terbatas. Terbatas sekali. Ndak bisa kita mau minta lagi.

SLB itu dulu ngasih waktu seminggu dua kali aja sekarang

tinggal sekali. Kalau yang Bu Rahma ini orang tua siswa sendiri

yang mencari. Digaji sama orang tuanya. Dia lulusan PPKn itu.

Buat penanganan ABK nya juga gak bisa, cuma sebisanya aja.

Guru kelas III mengungkapkan bahwa

SD “Suka Ilmu” kekurangan GPK yang

dapat mendampingi ABK di kelas.

Menurut keterangan guru kelas III,

pihak sekolah tidak bisa meminta

tambahan GPK ke Dinas Pendidikan

karena jumlah GPK yang terbatas.

Orang tua siswa kelas tiga merasa

anaknya memerlukan tambahan guru

pendamping. Orang tua siswa tidak

dapat mengandalkan GPK yang hadir

satu minggu sekali, sehingga

mencarikan seorang guru pendamping

yang dapat hadir setiap hari

mendampingi anaknya. Orang tua

tersebut yang memberikan gaji kepada

guru pendamping, namun guru

pendamping ini tidak memiliki tidak

memiliki latar belakang penanganan

ABK.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

112

Dia gak ada latar belakang penanganan ABK.

WII.GKIII.12032018.46-54

Iya menerima. Kita menerima begitu saja dari Dinas. Kita gak

tau gimana bisa ditunjuk oleh Dinas. Tau-taunya Bu Sasa itu

yang bertugas mendampingi anak ABK di sekolah ini.

WIII.GKI.08032018.41-42

Syarat yang menentukan GPK itu dari dinas, mbak. Jadi kita

gak tau. Kalau taunya sini itu, katanya yang sudah jadi guru di

SLB Matahari. Yayasan tho itu bukan negeri. Gurunyapun juga

Yayasan, belum PNS. Itu untuk menambah jam, kan udah dapet

sertifikasi kemudian kalau hanya disana itu jamnya kurang.

Kemudian kalau disini itu nambah jam, supaya jamnya itu

genep. Untuk syarat sertifikasi. WIII.GKI.08032018.44-46 dan

WIII.GKI.08032018.47-50

Itu kan yang mencarikan itu dari Dinas. Jadi dari Dinas

menunjuk guru ABK untuk membantu sekolah ini untuk

menangani anak ABK. Dia itu juga ngajar di sekolah lain terus

nunjuk sini untuk nambah jam. WII.GKII.13032018.31-34

GPK yang saat ini ada di SD “Suka

Ilmu” ditunjuk oleh Dinas Pendidikan.

Ketiga guru yang diwawancarai oleh

peneliti tidak mengetahui bagaimana

proses penunjukkan atau penerimaan

GPK yang mendampingi sekolah

inklusi. Dinas Pendidikan yang

menunjuk atau menerima GPK untuk

mendampingi SD “Suka Ilmu” dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusi.

Guru kelas II dan III mengungkapkan

bahwa GPK yang mendampingi SD

“Suka Ilmu” berasal dari salah SLB

yang ada di Kulon Progo. GPK tersebut

mendampingi SD “Suka Ilmu” dalam

penyelenggaraan sekolah inklusi untuk

memehuni jumlah jam mengajar.

Iya, GPK nya gak pernah buat RPP untuk ABKnya. Selama ini

saya juga belum pernah liat. Jadi selama ini cuman bantu-

bantu di kelas mendampingi yang ABK. Padahal aturannya

juga harus buat RPP untuk yang inklusi. Ya sini mau nanyakan

juga gak enak. WIII.GKI.08032018.51-54

Ya kelihatannya tidak eh, malah njuk semata-mata hanya

mendampingi. Mungkin le mendampingi sambil ketika ada

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan

jika GPK hanya mendampingi ABK

belajar di kelas, menjelaskan materi,

menjelaskan apa yang diterangkan oleh

guru, dan membantu mengerjakan soal

(membacakan, membimbing). GPK

tidak membuat RPP khusus untuk ABK.

Guru kelas yang membuat RPP yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

113

ulangan-ulangan ya itu, nek pas ada. Tapi nek pas gak datang ya itu

saya dekati, saya damping, njuk ada keterangan penambahan itu,

karena yang guru ABK itu hanya mendampingi saat pembelajaran

saja. WII.GKII.13032018.39-40

Belum. Nah itu, kalau RPP nya yo sama dari guru kelas, jadi

RPP nya yo sama untuk seluruh siswa. Nek penilaian yo sama,

nek nilainya kurang berhasil njuk soal dipermudah, cuman itu.

Kalau RPP buat ABK yo saya gak bikin dari sana yo tidak

memberi. Ada atau tidak terus terang saya yo tidak tanya.

WII.GKII.13032018.44-45 dan WII.GKII.13032018.46-47

Tugas GPKnya itu hanya mendampingi anak ketika belajar, yo

mungkin membantu tho. Kalau ada soal yang gak bisa ya dia

membantu membacakan, menjelaskan detailnya. Kalau kita

yang menjelaskan dia gak nerima. Katakanlah penjelasan kita bisa

diterima anak 70%, dia 10%. Nah dia yang mendetailkan apa yang

disampaikan guru kelas secara pribadi. WII.GKIII.12032018.55-57

Nggak blas. Gak mau dia disuruh itu. Padahal dari sananya itu

harus ada program, tapi dia gak pernah buat. Pernah disuruh

buat tapi malah gak suka ditanya-tanya. “Itu kan bukan

wewenangnya saya.” WII.GKIII.12032018.61-62

berlaku untuk seluruh siswa. GPK juga

tidak membuat program untuk ABK.

Iya sosialisasi penanganan anak berkebutuhan khusus. Hanya

belum semua. Yang sering itu kelas tiga, Bu Rita itu sering. Saya belum pernah. Kelas enam pernah. Kelas satu kelas dua

belum pernah. WII.GKI.07112017.55-57

Guru kelas I dan II tidak memiliki

pengalaman maupun pengetahuan

dalam menangani anak berkebutuhan

khusus. Guru kelas III sering mengikuti

pelatihan mengenai anak berkebutuhan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

114

Kalau pelatihan sepertinya belum pernah ikut, kan sebetulnya

saya basicnya itu di SMP atau SMA. Tapi kemarin ada

kekurangan guru SD tahun dua ribu dua belas itu terus guru SMP

SMA itu dipindahkan di SD. Sebetulnya ya SMP SMA, tapi

diterima. Dulu bukan dari SPG. Ya karena ilmunya yang ABK

kan saya belum mempelajari, terus terang saya ndak nganu…

WI.GKII.07112017.49-50 dan WI.GKII.07112017.52-53

Yo ada, kan ikut diklat tho mbak. Saya kalo ada pelatihan dua

hari, bergiliran. Sering saya ikut. Bu Lili kan yang pertama, awal

kan baru ada Bu Lili yang pertama suruh ikut urusan inklusi itu kan

saya. WI.GKIII.07112017.64-65

khusus.

Iya, fasilitas khusus tidak ada. Kalo fasilitas khusus, mungkin

untuk tuna daksa itu mungkin. Kalo disini gak ada.

WI.KS.27102017.1

Fasilitas kayaknya belum ada. Tidak ada. Ada beasiswa mbak.

Fasilitasnya ada beasiswa. Beasiswa inklusi ada untuk yang benar-

benar berkebutuhan khusus, lambat belajar tetapi sudah masuk tes,

lulus tes dari psikolog itu. WII.GKI.07112017.58

Kelihatannya sama. Fasilitasnya kelihatannya sama. Wong

misalnya ada bantuan dari pemerintah ya tetep itu diikutkan

masalah lain itu sama. WI.GKII.07112017.55

Ndak ada. Fasilitasnya ndak ada. Cuman kalau kita mau

memberi fasilitas, kan sekolah negeri. Terbatas tho mbak,

kecuali mungkin sekolah swasta. Kalau sekolah negeri itu.. Ya

SD “Suka Ilmu” tidak menyediakan

fasilitas khusus bagi siswa

berkebutuhan khusus. Fasilitas yang

diberikan oleh pihak sekolah sama

untuk seluruh siswa. Guru kelas III

mengungkapkan bahwa sekolah

memiliki keterbatasan dalam

memberikan fasilitas khusus untuk

ABK. Pihak sekolah belum

mendapatkan bantuan pegangan besi

untuk berjalan yang memudahkan siswa

ABK membantu berjalan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

115

pokoknya… Kemungkinan lho ini, kalau negeri menerima anak

yang berkebutuhan khusus saya rasa sama aja. Dulu sini tu akan

menerima bantuan fasilitas seperti tangga berjalan, sini kan

ada besinya pegangan. Tapi belum sampai sekarang.

WI.GKIII.07112017.67-69 dan WI.GKIII.07112017.71-73

Biaya operasional sekolah itu dari BOS Pusat, dari BOS tingkat

daerah juga ada. Jadi ada dua BOS Pusat dan BOS daerah.

WII.GKII.13032018. 61-62

Dari BOS. Dananya semuanya dari BOS dan BOSDA.

WII.GKIII.12032018.76

Sumber dana biaya sekolah berasal dari

dana BOS Pusat dan BOS tingkat

daerah (BOSDA).

Dananya sama memakali dana BOS. Dana BOS semua baik

sekolah reguler atau sini. Kalau tambahan dana kayaknya tidak

ada. Soal dana, sekolah tidak masalah karena kelainannya kan

masih wajar, tidak membutuhkan biaya yang banyak, seperti

tuna netra itu kan banyak. Kalo tuna netra kan ada yang khusus tho.

Harus ada alat-alat khusus untuk nulis, kemudian tongkat, alat

peraga yang lain. WII.GKI.07112017.62-65

Kelihatannya tidak kok, asal dananya sama. Malah justru

kadang-kadang dari sekolah yang ada ABK nya malah dapat

bantuan itu. Dapat bantuan pendidikan itu dari pemerintah. Jadi

malah yang tidak ada yo malah tidak. Tetap diperhatikan. Jadi yo

malah justru ada penambahan. WI.GKII.07112017.57

Sama, gak ada perbedaan. Mau itu sekolah inklusi, mau biasa

dananya sama. WI.GKIII.07112017.74-75

SD “Suka Ilmu” tidak mendapatkan

tambahan dana operasional

penyelenggaraan sekolah inklusi.

Besarnya sumber daya biaya yang

diterima sekolah inklusi maupun

sekolah reguler (umum) sama. Guru

kelas I menambahkan bahwa untuk

memenuhi kebutuhan ABK sekolah

tidak mengalami masalah karena

kelainan atau kebutuhan yang dimiliki

ABK masih wajar yang tidak

membutuhkan banyak biaya.

Dananya apa ya? Untuk PPDB itu gak ada eh… Yang perlu Sumber dana biaya sekolah untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

116

hanya blanko tho. Blanko hanya sekedar saja. Kalau untuk

biaya asesmen itu ditanggung sekolah, juga diambilkan dari

BOS. Dan tiap tahun tidak mesti… tidak mesti mengundang

asesmen. Hanya bila diperlukan saja. Biayanya juga dari BOS.

Semua biaya operasional dari BOS. Mau untuk membeli media

pembelajaran, fotokopi soal itu dari BOS.

WIII.GKI.08032018.68-74

Saya rasa dari BOS itu je. Tapi kan waktu pendaftaran itu

tidak terlalu banyak biaya, beda kalau PPDB SMP. Biaya

asesmennya juga dari sekolah. Biayanya lima puluh ribu kalau

gak salah. Tapi mendatangkan psikolog kalau itu, jadi mengundang

petugasnya. Kalau untuk siswa yang masuk itu istilahnya gak ada

biaya. Jadi semua pengeluaran sekolah ini ditanggung dana

BOS. WII.GKII.13032018.63-65 dan WII.GKII.13032018.67-68

Dari BOS juga, yang PPDB kan cuma ngisi formulir itu mbak.

Paling biayanya cuman buat fotokopi formulir aja. Asesmen itu

juga ditanggung sekolah, menggunakan dana BOS.

WII.GKIII.12032018.77-79

keperluan sekolah terutama yang

berkaitan dengan kebutuhan ABK

ditanggung dari dana BOS. Kegiatan

seperti PPDB, asesmen, pengadaan

media pembelajaran, evaluasi

pembelajaran (pengadaan soal)

menggunakan dana BOS untuk

membiayainya.

Identifikasi Sudah ketoro mbak. Biasanya guru kelas satu. Begitu guru

mengajar anak-anak yang diajarnya kan, oh ini kok sulit sekali

menerima pelajaran. Terus nanti diassesmenkan anak-anak

yang lambat belajar tadi diassesmen. WI.KS.27102017.3-6

Biasanya guru kelas. Anak ini kok sulit sekali diajarkan sudah

berkali-kali gak dong-dong, terus seperti ada anak ini udah kelas

empat sampai sekarang belum bisa membaca. Itu.. Kan ya ndak

Identifikasi yang dilakukan oleh guru

dilihat dari pengamatan fisik siswa dan

pada saat kegiatan pembelajaran di

kelas. Siswa yang mengalami kesulitan

dalam menerima pembelajaran, nilainya

tidak mencapai nilai KKM dicurigai

memiliki kebutuhan khusus. Guru

melakukan mengidentifikasi siswa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

117

wajar. Saya kan selama kelas satu sudah 20 tahun lebih itu semua

bisa membaca. Hanya satu sampai kelas empat itu gak bisa, sampek

di rumah juga dileskan itu. Padahal anak’e nek diwulang yo manut

mbak. Tapi sampai kelas empat itu belum bisa membaca. Heran

saya juga. Kalo Intan sudah kelihatan itu, gak usah di teskan

udah kelihatan memang dari wajahnya kan sudah terlihat yang

sama sedunia itu tho? Yang pesek-pesek terus putih wajahnya.

Biasanya kalau yang satu seperti down syndrome itu sudah

kelihatan dari wajahnya ya, kalo yang lambat belajar itu dari

kemampuan berpikir. Seperti Fajar yang kelainan tuna daksa itu

dari bentuk tubuhnya sudah kelihatan. Kalau jalan itu bisa

ndrinding-ndrinding, mau roboh. Kan sudah tampak.

WII.GKI.07112017.75-76 dan WII.GKI.07112017.81-86

Kalau pengamatan saya karena saya terus terang tidak

mempelajari detail masalah keilmuan ABK itu kalau

diterangkan kok tidak jelas tidak jelas. Yang lain sudah jelas

kok itu belum jelas belum jelas. Jadi kelihatannya gak bisa

mengikuti pelajaran, jadi agak lambat. Lainnya udah jelas, yang ini

sudah dua kali tiga kali diterangkan kok gak jelas jelas. Kalau dari

pengetahuan saya cuman seperti itu. WII.GKII.13032018.69-71

Fisiknya juga bisa itu. Itu yang sekarang kelas tiga itu fisiknya

aja sudah keliatan. Berbicara saja gak begitu jelas, kalau

berjalan aja gak bisa tegak, kemampuannya juga diajak

ngomong itu diam aja. Itu yang sudah saya alami.

WII.GKII.13032018.75-77

dengan melihat penampilan fisik antara

lain dari wajahnya, cara berbicara, dan

cara berjalan. Orang tua siswa yang

sudah melakukan asesmen akan

menyampaikan informasi jika anaknya

memiliki kebutuhan khusus. Siswa yang

dicurigai memiliki kebutuhan khusus

kemudian diasesmenkan oleh pihak

sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

118

Ya itu tadi dari assesmen. Kita kan ngajar anak, kok anak ini

ndak bisa ndak bisa terus, tetep ndak bisa. Kita lapor ke kepala

sekolah. Bu anak ini ndak bisa, betul-betul ndak bisa. Nah nanti

kalau ada assesmen tes kan ada guru ABK tho. Nah nanti guru ABK

itu menginformasikan ada assesmen tes dimana, misal Kulon Progo

dimana. Nanti kita ikut daftar. Daftar anak. Entah tiga orang atau

dua orang. Tapi ya khusus paling yang berkebutuhan khusus, kalau

Fajar itu kan assesmennya sudah langsung dari nganu… udah dapat

dari itu… kan udah nanpak. Ndak usah diidentifikasi saja sudah

jelas. Tapi biasanya tetap diikutkan. WI.GKIII.07112017.80-82

Cara mengenali gejala ABK? Contohnya kayak Fajar cuman kalau

dia ikut pelajarankan gak sampai. Berarti dia kan sudah benar-benar

anak yang lambat belajar atau berkebutuhan khusus. Kalau dia

sudah nampak sekali berkebutuhan khusus kan sudah ada laporan

dari orang tua. Jadi sudah tahu yang lambat belajar. Kan di sini ada

dua macam tho, yang lambat belajar sama yang down syndrome.

Kalau yang lambat belajar itu yo ikut pelajaran aja gak bisa,

misalnya dijelaskan itu gak nerima, hasil nilainya itu gak bisa

maksimal katakanlah. Kan anak yang belajarnya lambat nah

itu nanti kok setiap ulangan gak pernah nyampai KKM itu pun

ndak pernah separuh KKM itu dideteksi anak lambat belajar.

Nanti didaftarkan ikut asesmen tes, baru ketahuan kalau dia

betul-betul anak lambat belajar. Kalau Fajar itu gak usah

diasesmenkan udah masuk inklusi itu. Sudah kelihatan dari

fisiknya itu. Dan orang tuanya sendiri sudah menyampaikan

kalau anak saya inklusi. WII.GKIII.12032018.94-104

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

119

Ya tujuannya itu agar anak bisa tertangani. Cepat-cepat tertangani

secara tepat seandainya itu memang berkebutuhan khusus

nanti ada bimbingan khusus atau diserahkan kepada itu GPK

nya. WIII.GKI.08032018.89-91

Ya untuk mengetahui keadaan siswa tho, diidentifikasi. Lha

kalau kita mau mulang kan harus tahu dulu kemampuan anak,

latar belakang anak. Pengaruh untuk cara mengajar kita.

Identifikasi itu sebagai bekal kita, sebagi pengetahuan kita.

WII.GKIII.12032018.105-108

Guru kelas III mengungkapkan bahwa

tujuan dari identifikasi adalah untuk

mengetahui keadaan anak, kemampuan

anak, latar belakang anak yang menjadi

bekal untuk guru dalam menentukan

cara mengajar. Guru kelas I

mengungkapkan tujuan dari identifikasi

supaya anak cepat tertangani melalui

bimbingan khusus atau diserahkkan

kepada GPK.

Setelah identifikasi ya tindakannya, pertama karena guru GPK

nya satu yo khusus ditangani guru kelas sendiri, terutama

tambah waktu, privat sendiri. Biasanya kan lambat belajar,

karena yang paling banyak itu lambat belajar. Itu biasanya

ditangani guru kelas sendiri-sendiri, kan tiap kelas itu pasti ada.

Satu dua pasti ada. Ho’o… pasti ada itu yang lambat belajar. Dan

yang nangani guru kelas dengan cara menambah jam, misalnya

yang lain sudah pulang yang itu ditambah waktunya.

WIII.GKI.08032018.92-95

Melapor. Iya melapor. Itu pada waktu rapat kerja, rapat sekolah

itu disampaikan kepada kepala sekolah dan guru-guru yang

lain. Anak ini gini… anak ini gini… kemudian setiap rapat

kenaikan kelas itu juga kalau anak itu dinaikkan dengan syarat

ini ini ini nanti disampaikan kepada guru yang lebih tinggi,

sebagai catatan. Ini mohon diperhatikan lebih khusus atau

ditempatkan di bangku depan, ini harus diperhatikan lebih.

WIII.GKI.08032018.100-106

Ada berbagai macam tindakan yang

dilakukan guru setelah melakukan

identifikasi terhadap siswa yang

dicurigai memiliki kebutuhan khusus.

Guru kelas I mengatakan bahwa siswa

yang teridentifikasi berkebutuhan

khusus perlu mendapat penanganan dari

guru kelas dengan menambah waktu

bimbingan individu. Guru perlu

menyampaikan mengenai keadaan ABK

kepada kepala sekolah dan guru-guru

yang lain melalui rapat kerja atau rapat

sekolah. Guru kelas II mengatakan

bahwa cara guru menyampaikan materi

tetap sama seperti sebelum siswa

diidentifikasi. Jika siswa merasa

kesulitan guru akan membantu

mendampingi secara pribadi. Guru kelas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

120

Kalau kemarinkan ngertinya sudah diasesmen itu, terus saya yo

menyampaikan materinya yo biasa. Tapi kalau belum bisa

istilahnya itu njuk dibantu. Dibantu secara pribadi, yo

didampingi secara pribadi. Tapi itu tidak terus menerus. Kalau

hanya itu yang didampingi, diatasi, diurusi nah yang lain

ketinggalan. Jadi terus terang ya cuman sebagian, tidak semua

waktu untuk mendampingi Fajar terus, nanti malah mengalahkan

yang lain. Seharusnya kan tidak disini, masalahnya kan sudah jelas

gak bisa mengikuti. WII.GKII.13032018.79-82

Yo tindak lanjutnya kalau kita udah ngajar itu coro dhene wes ngerti

celah-celah’e anak. Kita bisa tahu berapa persen yang mampu

berapa persen yang belum mampu, jadi kita mau

menyampaikan materi bisa menyesuaikan bisa lambat atau

cepat. Oh yang tidak mampu tujuh puluh persen, jadi kita

harus pelan. Lha kalau yang mampu hampir lima puluh persen

levelnya agak ditinggikan. Entah dua tiga kali pertemuan sudah

selesai. Kalau yang ndak bisa umpamanya matematika ada satu dua

tiga empat lima enam yang gak bisa ulangi lagi. Ulangi sampai

enam kali tujuh kali sampai dia bisa menemukan mengerti baru kita

tambah, yang sudah bisa, biasa kita kasih soal. Kalau enggak nanti

pribadi, dua orang atau berapa, caranya itu seperti ini. Kalau kita

sudah identifikasi anak, kita tahu mana yang lemah, mana yang

bagus. WII.GKIII.12032018.110-114

III mengungkapkan bahwa setelah

dilakukan identifikasi anak

berkebutuhan khusus, guru dapat

menentukan acuan dalam

menyampaikan materi.

Asesmen Kami tidak bisa mengasesmen. Kami memang harus

mengundang dari SLB di mana itu? Eeh daerah… atau mana

itu, SLB yang sana, yang ahlinya. Kami dulu memang

Asesmen dilakukan oleh tim asesmen

yang diundang oleh pihak sekolah yang

akan menyelenggarakan tes asesmen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

121

mengadakan asesmen di seluruh sekolah yang ada di

(menyebutkan nama kecamatan sekolah) kemudian tempatnya

di sini. Jadi nanti sekolah-sekolah yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus terus daftarnya di sini. Terus tempatnya

di sini waktu itu pelaksanaannya. WI.KS.27102017.10-16

Di panggilkan.. mendatangkan psikolog. Kemudiankan dites.

Psikolognya datang hanya mungkin kalau kira-kira ada anak

yang itu… berkebutuhan khusus baru mendatangkan. Tidak

setiap tahun. Ini sudah agak lama ini. Nanti yang mendatangkan itu

guru pendamping. WII.GKI.07112017. 107-109

Ya ada diassesmen itu. Diassesmen tapi nganu itu… petugas

dari luar. Bukan dari sini. Yang mengundang itu bidang yang

ngasesmen itu. Ya sini yang mendaftarkan, njuk ngundang.

Ditesnya di sekolah sini. Tapi sekolah sini kan cuma memandang

siapa yang pantas diassesmen ini ini ini.. Tidak semuanya, kan

sudah kelihatan kalo beda dengan yang lain. WI.GKII.07112017.87-

88 dan WI.GKII.07112017.89-91

… Nah nanti kalau ada assesmen tes kan ada guru ABK tho. Nah

nanti guru ABK itu menginformasikan ada assesmen tes

dimana, misal Kulon Progo dimana. Nanti kita ikut daftar. Daftar anak. Entah tiga orang atau dua orang. Tapi ya khusus paling

yang berkebutuhan khusus… WI.GKIII.07112017.121-123

Siswanya. Bayarnya satu anak aja lima puluh ribu. Diassesmen

memang langsung. Dulu ada satu yang terakhir itu diassesmen aja

Sekolah lain dapat ikut melakukan

asesmen untuk siswanya dan mendaftar

di sekolah penyelenggara tersebut.

Siswa yang mengikuti tes asesmen

adalah siswa yang telah diidentifikasi

oleh guru memiliki kebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

122

numpang di Pengasih sana. Kalo assesmen kan ndak boleh

kurang dari berapa anak. Petugasnya gak mau datang.

Makanya kalau hanya satu nanti diikutkan dimana. Nanti di

Kulon Progo akan diadakan assesmen test dimana. dan

WI.GKIII.07112017.127-129

Tugas saya hanya lihat kelainan yang dialami anak itu. Kira-

kira anak itu kok punya kelainan atau kok berbeda dengan

yang lain, kemampuannya kok agak kurang. Baru

mendatangkan psikolog untuk asesmen. Selama proses asesmen

itu langsung menyerahkan ke psikolognya. Kan saya juga gak

bisa mengasesmen. Termasuk hasilnya yang ngolah juga

psikolognya. WIII.GKI.08032018.111-116

Itu kembali pada guru ABK. Terus terang yang mengurusi guru

ABK itu. Guru kelas itu tidak terlibat, cuman ngurusi yang di kelas

thok. Tapi sebelum ada asesmen itu kita melihat anak, ini kira-

kira perlu gak diasesmen, oh ini perlu didaftar, ini tidak.

WII.GKII.13032018.103-105

Dari guru kelas, lapor dulu nanti kepala sekolah menindak

lanjuti terus dikumpulkan seberapa, kalau kurang dari sepuluh

ya dititipkan asesmen dimana. Ada sekolah mana yang

mengadakan asesmen kan biasa ada informasi SD ini yang

mengasesemen, siapa yang mau ikut. WII.GKIII.12032018.131-133

Kalau proses asemen itu petugasnya dari sana mbak, kita gak

hadir. Tidak ikut berperan. Soalnya juga dari sana, semua dari

sana, bentuk soal dari sana. Hasilnyapun dua minggu atau tiga

Tugas guru selama proses asesmen

adalah melakukan identifikasi ABK

yang akan diasesmen. Guru kelas

melaporkan identifikasinya kepada

kepala sekolah untuk selanjutnya

ditindaklanjuti mengundang tim

asesmen. Proses asesmen sepenuhnya

diserahkan kepada tim asesmen

(psikolog). Pengolahan asesmen

diserahkan kepada tim asesmen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

123

minggu baru keluar. Lama. Kita aja saat tes gak boleh masuk.

WII.GKIII.12032018.136-139

Ya kalau sekolah itu sih awalnya cuman karena anak itu dirasa

tidak bisa, nah terus diikutkan assesmen. Anak yang bisa ikut

assesmen aja gak lolos. WI.GKIII.07112017.140-141

Iya, harus itu. Tiap tahun pasti ada asesmen untuk anak, tapi

kebetulan tahun ini untuk anak kelas satu baru mau akan saya

asesmenkan. Tapi yang kelas atasnya sudah. WI.KS.27102017.7

Tes asesmennya hanya dilakukan sekali aja. Kan buat asesmen

aja ada biayanya itu. Sampai anak itu kelas enam juga cuma

dilakukan sekali itu. WII.GKI.07112017.140-142

Kayaknya tidak tentu itu, tapi setahun itu pasti kok. Kalau ada,

kalau memang ada yo diasesmen kalau memang anaknya gak

ada yo gak asesmen. Tapi anaknya memang… yang penting belum,

yang belum assesmen itu didaftarkan. Yang sudah kelihatannya

tidak kok. Jadi tidak tentu terus setahun sekali. Kan misalnya

kelas satu itu belum, barang kali le daftarkan kelas dua bisa

saja. Tidak harus kelas satu saja le daftarke assesmen.

WI.GKII.07112017.93-95 dan WI.GKII.07112017.96-99

Tidak. Assesmennya cuma sekali itu sampai dia kelas enam.

Tapi bisa terjadi kelas satunya tidak, kelas dua atau kelas tiga bisa

terjadi. WI.GKII.07112017.100

Sekolah selalu melakukan tes asesmen

setiap tahun untuk siswa yang dicurigai

memiliki kebutuhan khusus. Tes

asesmen ini hanya dilakukan satu kali

selama ABK menjadi siswa

berkebutuhan khusus di SD “Suka

Ilmu”.

Iya, sudah saya simpan. Ada. Itu bukti assesmen itu untuk

lampiran beasiswa, harus ada bukti assesmen. WI.KS.27102017.17

Dokumen hasil asesmen disimpan oleh

kepala sekolah. Guru kelas yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

124

Dokumennya ada. Tapi nyimpannya dimana saya gak tau. Kepala sekolah apa ya. WII.GKI.07112017.117

Yo terus terang tertulis, tapi saya belum pernah liat

dokumennya. Karena yang ngurusi guru ABK nya itu.

WII.GKII.13032018.106

Ada dokumennya, kayak kalau tes IQ itu lho. Seperti itu

bentuknya. WII.GKIII.12032018.143

Jarang liat, cuma ada nilai bahwa IQ 50. Rata-rata kan di

bawah 50 itu kan bisa masuk inklusi. Bentuknya itu hasil IQ. Kalau soal-soal buat tes nya aja dikembalikan. Jadi soalnya kalau

selesai digarap anak dibawa pulang psikolognya itu. Jadi kita cara-

cara wes tompo resik. Kita tinggal terima hasilnya. Oh ini

dinyatakan inklusi. Ini dinyatakan tidak. Hanya itu saja. Kalau

sudah nanti dilaporkan ke Dispora yang bagian SLB. Kita gak tau

hasilnya, cuma nilaiya dibawah 50 itu inklusi.

WII.GKIII.12032018.144-145 dan WII.GKIII.12032018.147-149

mengajar siswa berkebutuhan khusus

tidak mengetahui bagaimana hasil

asesmen dari masing-masing siswa di

kelas yang diampunya. Guru kelas III

menjelaskan bahwa dari dokumen hasil

asesmen dapat diketahui tingkat IQ

ABK. Tim asesmen yang akan

memutuskan siswa tersebut memiliki

kebutuhan khusus atau tidak.

Cara memantau? Ya dilihat dari itu… anaknya ini..

perkembangan anak, kemampuan anak ini. Oh anak ini maju,

sudah ada peningkatan belum. Bisa dari segi nilai. Dari segi nilai

bisa. WII.GKI.07112017.137-139

Apa ya? Untuk mengumpulkan informasi perkembangan anak

bisa dilihat langsung dari anaknya, keadaan anak tiap harinya

itu. Ya bisa saat pembelajarannya, kemudian saat bergaul

Cara guru memantau kemajuan hasil

belajar siswa dilihat dari perkembangan

anak, ada peningkatan atau tidak.

Pemantauan ini bisa dilihat dari

kemampuan anak dalam memahami

materi saat pembelajaran, pengamatan

sikap anak dalam keseharian, dan hasil

ulangan anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

125

dengan teman juga bisa. WIII.GKI.08032018.133-136

Ya terus terang sikapnya di kelas itu bagaimana, menganggu

temannya yang lain atau tidak. Terus sudah bisa memahami

materi atau belum. Misalnya dari hasil ulangan-ulangan juga

bisa tahu bagaimana perkembangan anak. Kemudian dilihat juga

secara fisik itu bagaimana. Peningkatannya waktu kemarin Fajar di

kelas dua itu mengganggu temannya mulai berkurang, sudah bisa

mengerjakan soal ulangan. Tapi diberi soal kok nilainya nol brarti

gak ada peningkatan itu. Ngukurnya bisa pakai nilai juga.

WII.GKII.13032018.111-114

Uji kelayakan? Kayaknya belum. Dari awal pokoknya seperti

ini. Mestinya sini layak karena sudah ditetapkan sebagai sekolah

inklusi. Itu yang menilai dinas. WII.GKI.07112017.143

Kalau itu nganu mbak, terus terang yang gurunya inklusi mbak itu.

Yang paling mendalam itu gurunya itu. Masalah apa itu tadi?

Evaluasi layanan ABK itu saya terus terang nganu ra ngerti ada

evaluasi atau tidak. Ya ada gurunya karena gurunya itu dua

sekolahan gurunya satu jadi ya tidak tiap hari kesini. Terus terang

saya tidak bisa menjawab itu. Evalusi hasilnya saya nggak ngerti.

WI.GKII.07112017.120-122

Tidak ada evaluasi program inklusi. Kalau waktu saya dulu itu

cuma didekati, didampingi, pengulangan keterangan penjelasan itu.

Tidak terus diadakan pertemuan khusus untuk membahas

perkembangan anak itu enggak. WII.GKII.13032018.129

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan

bahwa belum pernah ada kegiatan yang

bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan

layanan pendidikan inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

126

Kayaknya enggak eh, belum pernah kayaknya. Belum pernah

kayaknya. Apa tadi? Diagnosis kelayakan inklusi? Belum pernah.

WI.GKIII.07112017.151

Tindakannya setelah melihat dokumen asesmen yo itu, secara

khusus itu, bimbingan khusus. Karena kebetulan yang disini itu

lambat belajar yo itu tadi bimbingan khusus, privat. Walaupun

saya sudah lihat hasil asesmennya tapi saya masih buat RPP

secara umum. Jadi untuk keseluruhan, masih umum, lambat

belajar maupun yang seperti Fajar. Kan harusnya yang nyusun

itu GPK, guru pendamping khusus itu untuk anak yang

berkebutuhan khusus. Tapi kayaknya untuk GPK juga belum buat.

WIII.GKI.08032018.119-124

Setelah asesmen tidak ada perubahan mbak. Kalau

pengajarannya sama. Hanya nambah itu, nambah waktu untuk

anak berkebutuhan khusus. Kalau merubah cara ngajarnya itu

repot mbak. Anaknya kan lain-lain. Nanti yang normal repot.

Yang anak-anak biasa kan repot. Ngajarnya disamakan dengan

yang normal, hanya ditambah waktu untuk yang ABK.

Tambah perhatian, perhatian khusus. WIII.GKI.08032018.127-

132

Itu sama eh, penyampaiannya sama, kalau kurang jelas yo njuk

didampingi, ditanya yang belum jelas yang mana. Itu

tambahannya yo didekati didampingi. Kalau ngajarnya

berbeda itu yo tidak. WII.GKII.13032018.108-110

Tindakan yang dilakukan oleh guru

ketika anak berkebutuhan khusus

mendapat asesmen adalah melakukan

bimbingan pribadi dengan ABK,

menambah waktu bimbingan, dan lebih

memperhatikan ABK. Cara guru

mengajar di kelas sama, tidak ada

perubahan dari sebelum asesmen

maupun setelah asesmen. RPP yang

dibuat oleh guru kelas I berlaku untuk

semua siswa, baik yang berkebutuhan

khusus maupun tidak berkebutuhan

khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

127

Biasanya guru langsung memutuskan untuk menambah waktu

belajar lagi. Walaupun tidak diasesmenkan guru sudah tau oh anak

ini gini. Seiring berjalannya waktu, setelah beberapa hari atau

beberapa bulan. Anak ini kok angel, itu langsung ditangani. Gak

usah menanti asesmen. WIII.GKI.08032018.146-147

Guru kelas. Iya oleh guru kelas, ada ulangan harian, ada tengah

semester, ada akhir semester. Di sini soal yang diberikan

semuanya masih sama. Hanya kalau yang berkebutuhan khusus

itu dibimbing, mengerjakannya dibimbing. Dipancing-pacing

kayak gitu. Karena belum ada kurikulumnya khusus. Mungkin kalau

ada kurikulumnya khusus, penilaiannya juga khusus.

WII.GKI.07112017.151-153

Sama, tapi nanti ada penambahan. Penambahannya cuman

didampingi dan diperjelas. Pendampingannya individu, yang

lainnya mengerjakan latihan soal kemudian saya mengulangi

penjelasan untuk Fajar. WII.GKII.13032018.125-128

Makanya setiap pagikan selalu saya kasih sarapan pagi. Pagi kan

saya suruh ambil soal seperti arisan digulung. Soalnya kan tak

gulung banyak kayak arisan mulai dari IPA, IPS, PKn, Bahasa,

Bahasa Jawa, Matematika lalu dimasukkan dalam toples,

kayak arisan. Nanti anak datang ambil, masing-masing ambil

satu soal. Terus nanti dikerjakan pada kertas itu. Nanti yang

banyak dapat seratus atau banyak dapat nolnya. Bisa untuk

mantau. Pokoknya ambil satu soal, kalau udah pernah ketemu soal

itu dikembalikan ambil yang lain. Lengkap semua mapel. Ini baru

Masing-masing guru kelas memberikan

program-program khusus untuk ABK.

Guru kelas I menambah waktu belajar

untuk ABK dan memberi bimbingan

ketika ABK mengerjakan soal. Guru

kelas II melakukan pendampingan

individu ketika siswa yang lain

mengerjakan latihan soal. Guru akan

mengulangi materi yang telah

disampaikan. Guru kelas III meminta

semua siswa setiap pagi untuk

mengerjakan soal yang telah disiapkan

guru dari berbagai mata pelajaran dan

tanya jawab mengenai materi pelajaran.

Hal ini berguna bagi guru untuk

memantau perkembangan pemahaman

materi siswa. Guru kelas III akan

memberikan perlakukan lebih khusus

untuk ABK dengan memberikan kasih

sayang, sikap lemah lembut, dan

perhatian yang lebih kepada ABK.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

128

mau saya ganti soal baru. Hasilnya nanti dipajang di samping kelas

itu. Kalau makan siangnya saya tanya jawab, mau perkalian,

kalau IPA tanya jawab. Setelah doa terus siapa yang bisa jawab

soal yang saya berikan terus ngacung, yang bisa jawab

langsung pulang dulu, yang ndak bisa sampek terakhir lima

enam anak gak bisa jawab setiap pertayaan, apapun sulit. Nanti

terus soalnya lebih dimudahkan dimudahkan sampai dimana

dia mampu. Soalnya bisa macem-mecem, bisa Matematika,

IPA, IPS, semua mapel. Jadi kan njur ketok angger sik ora iso

jawab kae kae kae ajeg. WII.GKIII.12032018.153-159 dan

WII.GKIII.12032018.162-170

Enggak. Ditargetpun gak bisa. Jadi targetnya sama dengan siswa

yang lain, cuman perlakuannya berbeda. Perlakuannya yo

seperti lebih memberi kasih sayang tersendiri, dengan lemah

lembut terus perhatiannya lebih. Misalnya sering dilihat

ditanya. WII.GKIII.12032018.171-174

Adaptasi

kurikulum

(Kurikulum

Fleksibel)

Membedakan dengan yang umum ya? Kalau di sini belum.

Kurikulumnya masih sama untuk yang umum sama yang ABK.

Harusnya ada mbak, karena pembimbingnya tidak membuat yo

sini diam aja. Harusnya ada. Dulu waktu akreditasi juga ditanyakan

itu. “Apakah ada kurikulum inklusi?” “Belum.”

WII.GKI.07112017.157-160

Kurikulum sama. Tapi kalau misalnya ada perbaikan-perbaikan

bedanya itu yang ABK agak mudah. Bedanya itu kalau ulangan-

ulangan. Misalnya nilainya belum bagus, perbaikannya yang ABK

yang agak mudah. Pokoknya beda. Tapi masalah materi, masalah

Kurikulum yang digunakan di SD

“Suka Ilmu” masih sama untuk anak

berkebutuhan khusus dan anak tidak

berkebutuhan khusus. Berdasarkan

keterangan guru kelas I, pihak sekolah

belum mengusahakan untuk membuat

kurikulum yang sesuai untuk anak

berkebutuhan khusus. Guru kelas III

menjelaskan bahwa meskipun

kurikulum yang digunakan sama, tetapi

ada perbedaan indikator bagi ABK.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

129

kurikulum sama. Buku-bukunya juga sama.

WI.GKII.07112017.136-137

Kurikulumnya sama, cuman tadi mbak yang membedakan

indikator tadi. Pamanya pembelajaran Matematika, ukuran waktu,

yang penting Si Fajar tahu, “sekarang jam berapa Fajar?” “Jam

sebelas Bu Guru.” Ngertine jam sebelas ya udah jam sebelas. Nanti

dijelaskan dijelaskan, dia tahu menyebutkan jam tiga lewat lima

menit udah syukur. “Satu minggu berapa hari, Mas Fajar?” “Tujuh

kan. Sebutkan harinya!” “Senin, selasa”, pelan-pelan bisa. Dia

sudah bisa menyebutkan. Satu bulan kan tiga puluh hari, nanti

dijelaskan karena dia gak jelas ya udah. Apa yang bisa kita

terangkan. WI.GKIII.07112017.175-176

Sama. Gak ada bedanya. Kurikulumnya itu tetap sama untuk

semua. WII.GKIII.12032018.184

Kurikulum memang harus dimodifikasi dalam arti materinya

mbak. Materinya itu di apa.. diturunkan materinya seandainya

untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus itu seandainya

kalau anak yang normal harus sudah bisa menghitung sampai lima

puluh seumpamanya, untuk anak yang berkebutuhan khusus nanti

tersendiri hanya bisa menghitung sampai sepuluh katakanlah. Maka

materi diturunkan. Tetapi untuk KKM nya tetap. Seharusnya

kurikulum memang perlu dirancang khusus mbak. Tetapi

memang keterbatasan kami. Seharusnya memang seperti itu,

sudah ada contohnya. Memang membutuhkan waktu yang cukup

banyak, tenaga yang cukup banyak, pemikiran yang cukup banyak,

kompleks. Sementara kami kan pekerjaannya sudah full seperti itu

Menurut kepala sekolah dan guru kelas

I, SD “Suka Ilmu” mengalami kesulitan

dalam merancang kurikulum yang

adaptif bagi siswa karena keterbatasan

sekolah dan belum menanyakan kepada

Dinas Pendidikan. Menurut guru kelas

II, sekolah tidak mengalami masalah

dalam menyusun kurikulum adaptif

untuk siswa berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

130

ya nanti disesuaiakan. WI.KS.27102017.19-21 dan

WI.KS.27102017.25-26

Eem.. eem.. emm… Mungkin ya mbak ya, kesulitan. Dan belum

berusaha tanya kepada dinas. Jadikan kepala sekolah sama guru

inklusi. Mungkin belum. Hanya kurang koordinasi dengan dinas.

Tapi harusnya iya. WII.GKI.07112017.162-163

Kelihatannya tidak ada masalah eh, ya biasa, istilahnya tidak

ada yang mengeluh, yo biasa. WI.GKII.07112017.138-139

Merancang bahan

ajar dan kegiatan

pembelajaran yang

ramah anak

Iya. Iya. Perencanaannya sama, tapi nanti memang harus

dikasih untuk yang anak-anak LB hanya sampai sekian itu

sebenarnya. Jadi harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-

masing anak. Bahan ajar, kurikulum itu sama, materinya lebih

mudah maksudnya. WI.KS.27102017.31-34

Kelas satu? Untuk kelas satu sama. Dari materi, kegiatan

pembelajaran sama. Samanya karena kelas satu belum

diidentifikasi. Kan baru masuk mbak. Bahan ajar tidak ada

penyesuaian. Semuanya sama, hanya nanti dibimbing secara

khusus. Umpamane yang sudah lancar bisa selesai duluan, nanti

yang belum dibimbing satu-satu, mutar. Atau nanti yang sudah

lancar membaca disuruh diminta membantu yang belum itu mau

mbak. Tutor sebaya itu mau. WII.GKI.07112017.166-169

Sama, mbak. Materi, buku, kurikulum dan yang lainnya itu

sama. Tapi bedanya kalau nilainya jelek, itu perbaikannya

cuma perbedaannya dimudahkan. Cuma itu selisihnya itu.

Semua siswa mendapatkan bahan ajar

dan materi yang sama dalam kegiatan

pembelajarannya. Kepala sekolah

mengungkapkan bahwa meskipun

perencanaanya sama, harus ada batasan

yang ditetapkan untuk siswa

berkebutuhan khusus sesuai dengan

kebutuhannya. Guru kelas satu

menyusun materi dan kegiatan yang

sama untuk seluruh siswa kerena di

kelas I belum diidentifikasi siswa yang

memiliki kebutuhan khusus, namun

bagi siswa yang mengalami kesulitan

akan dibimbing secara khusus. Guru

kelas II mengatakan bahwa bahan ajar

dan materi yang digunakan sama untuk

seluruh siswa, namun jika siswa

mendapat nilai di bawah KKM akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

131

WI.GKII.07112017.140-142

Gak iso mbak, harus sama. Karena kan tetep sama, karena apa

yo…. Kita kan menyampaikan materi secara umum kan mbak,

iya sama. Cuman dia seberapa dia pandai menyerap, nah nanti

dalam seberapa pandai dia menyerap kita bantu. Kita bantu.

WI.GKIII.07112017.185-188

dilakukan perbaikan dengan soal yang

lebih mudah. Menurut guru kelas III,

bahan ajar yang digunakan harus sama

untuk seluruh siswa karena

penyampaian materi dilakukan

bersamaan, perbedaannya adalah

seberapa mampu siswa berkebutuhan

khusus menyerap pengetahuan akan

dibantu oleh guru.

RPP juga sama. Terus terang cen sama eh, tidak ada bedanya.

Kadang bedanya pelaksanaanya itu. Pelaksanaanya kok belum jelas-

jelas, terus didekati ditanya. Bedanya cuma itu. Lainnya sama.

WI.GKII.07112017.143

Sudah lancar. Kalau Fajar enggak, umpamanya yang lain

indikatornya lima katakanlah tiga indikator atau empat

indikator, Fajar satu indikator saja kalau sudah lancar sudah

bagus. Programnya sih sama cuman indikatornya yang

berbeda. Itukan sudah dikasih rambu-rambu dari sananya

waktu diklat. “Pamane bu guru, sing umum indikator’e telu lha

yang inklusi satu indikator ini saja mampu, bagus.”

WI.GKIII.07112017.189-193

Sama. Di buat sama. Semua sama, kurikulum sama, RPP sama.

Cuman dia bisanya ngambil indikator yang mana. Makanya

kita nyampaikan misalnya tiga indikator, dia cuma mampu satu

aja udah cukup, gak dimasalahkan. Kan sudah dibilang tadi

kalau anak inklusi itu nilai seberapapun gak masalah, gak

RPP yang digunakan oleh guru kelas II

dan III sama untuk seluruh siswa, baik

yang berkebutuhan khusus maupun

tidak berkebutuhan khusus. Guru kelas

III menambahkan informasi bahwa

meskipun RPP yang digunakan sama,

tetapi ada perbedaan jumlah indikator

untuk ABK. Perbedaan jumlah indikator

ini untuk menyesuaikan dengan

kemampuan yang dimiliki ABK. Guru

tidak boleh memaksakan kemampuan

ABK dan juga ada aturan bahwa ABK

tidak boleh tinggal kelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

132

boleh ditekan. Itu kan udah aturan. Kan gak boleh tidak

menaikkan anak inklusi. WII.GKIII.12032018. 196-201

Jujur saja ya… penyampaian materinya itu masih ceramah.

Harusnya tidak lho. Jadi kan ada beberapa metode di RPP ini,

tapi ya jujur saja kalau saya ini tetep gak bisa meninggalkan

metode ceramah. Apalagi kelas satu, dipancing-pancing itu bisa

mengeluarkan isi hatinya itu kan bagi anak-anak yang termasuk

anak-anak yang sudah bisa, yang terampil. Kalau enggak kan yo

melempem, kok ini gak bisa-bisa keluar walaupun sudah dipancing-

pancing. Tapi saya juga masih pancing anak-anak untuk tanya

jawab. WIII.GKI.08032018.178-181

Yo kelihatannya campuran, ada kegiatan tanya jawab ada juga

dengan metode ceramah itu. Tapi terkadang banyak

ceramahnya. Sebenarnya mau pakek metode selain ceramah tapi

terus terang alatnya gak ada. WII.GKII.13032018.148-149

Yo biasanyakan yang utama ceramah. Kadang pakai metode

tanya jawab, itu utama juga. Yang pertama ceramah, baru

tanya jawab lalu baru kita ulang lagi. Kita lihat saja, kalau

guru tua itu metode yang digunakan itu gak usah dilihat yang

ada di RPP. Kalau kita ngikuti metode di RPP gak jalan.

Bagaimana anak itu menerima itulah metode penyampaian yang

lebih mudah digunakan. WII.GKIII.12032018.202-205

Metode mengajar yang paling banyak

digunakan oleh guru kelas I, II, dan III

adalah dengan metode ceramah. Guru

kelas I mengungkapkan bahwa beliau

kesulitan untuk meninggalkan metode

ceramah. Guru kelas II dan III

menambahkan metode tanya jawab

dalam kegiatan pembelajarannya.

Penataan kelas

yang ramah anak

Dijadikan satu. Nanti kalo anak malah disendirikan nanti anak

malah, kan nggak anu tho mbak malah dhewekke itu istilahnya njuk

malah anak semakin down. Justru disamakan dengan teman yang

lain itu karena termotivasi woh aku padha yang lain. Nanti kalo

Cara guru dalam memanajemen kelas

agar dapat melakukan proses

pembelajaran secara optimal adalah

dengan melakukan bimbingan khusus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

133

disendirikan malah nanti membuat anak jadinya lebih minder kan.

Enggak, nggak ada. Kami tidak memberikan. Cuma untuk anak-

anak yang seperti itu oleh guru kelasnya, anak-anak yang lain

sudah pulang atau pas ada hari… hari apa yo… umpanya kelas

enem pas ujian kan ada gurunya yang tidak mengajar itu anak

yang berkebutuhan khusus itu disuruh masuk trus di privat.

Kami memberi privat. Anak-anak yang sudah pulang, oh kowe

mengko keri yo tak tuturi iki sek. Seperti itu. Gurunya seperti itu.

Gurunya banyak memberi privat pada anak-anak yang berkebutuhan

khusus. WI.KS.27102017.40-44

Kadang-kadang yang belum lancar membaca saya jadikan satu

di depan-depan. Itu untuk memudahkan mengajari. Kadang-

kadang dicampur, dikelompokkan. Itu ada empat kelompok, itu

dicampur. Ada yang sudah pinter membaca, ada yang belum. Sini

ada yang pinter. Kaya gitu. WII.GKI.07112017.190-192

Dibimbing khusus. Biasanya yang sudah dapat itu didiamkan

saja selesai dengan sendirinya, betul semua dengan sendirinya.

Tapi kalau yang belum kan masih bimbingan, muter. Atau

nanti minta bantuan yang sudah bisa. “Mbak itu temannya

diajari.” WII.GKI.07112017.186-189

Pas ngajar? Ya mengenai mengalami yo jelas mengalami, tapi saya

yo terus dengan kemampuan segitu saya tidak terus memaksa diri.

Jadi dah ngerti dengan kemampuan segitu yo udah, tapi tetep usaha.

Tetapnya tetap usaha. Yo itu usahanya yo pendekatan itu, dalam

arti lainnya tidak didekati itu, didekati terus ditanya

kepada siswa berkebutuhan khusus.

Kepala sekolah mengungkapkan bahwa

guru kelas akan menambah jam belajar

setelah pulang sekolah atau ketika ada

ujian kelas enam. Guru kelas I

mengoptimalkan kegiatan pembelajaran

dengan berkeliling mendatangi setiap

siswa untuk membimbing individu dan

menerapkan tutor sebaya untuk

membantu guru membimbing teman-

temannya yang lain. Guru kelas II

melakukan pendekatan dengan bertanya

materi yang belum jelas kepada siswa

berkebutuhan khusus yang ada di

kelasnya dan memberikan sanksi

mendidik bagi siswa yang membuat

kegaduhan, misalnya diminta untuk

berpidato di depan kelas. Guru kelas III

akan mengajukan pertanyaan kepada

siswa yang berbicara saat guru

menjelaskan materi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

134

kesulitannya apa atau yang belum jelas mana itu malah agak

banyak itu malah agak banyak waktunya untuk itu…

WI.GKII.07112017.154-157

Ya kalau ada yang rame ya istilahnya diberi sanksi yang

sifatnya mendidik. Kan nanti terus istilahnya gak berani terlalu

ramai. Ya.. contohnya kalau ada yang ramai disuruh maju

pidato atau apa. WI.GKII.07112017.158-160

Kalau misalnya kelas lagi rame dikasih soal, biasanya siapa yang

ngomong tak kasih soal. Jadi siapa yang ngomong di kelas

ditanya materi. Kalau sudah ngomong di kelas kan berarti

udah pinter. Udah nanti tenang sendiri.

WII.GKIII.12032018.209-211

Enggak. Jadi satu. Enggak ada kelompok yang ini ABK ini

bukan. Cuman didampingi oleh GPK itu dituturi seperti itu. Kan

ada pendampingya kan. Guru pendamping khusus itu ngajari anak-

anak, didampingilah, seperti yang ada di kelas tiga, itu didampingi

yo semampunyalah. WI.KS.27102017.48-49

Kadang-kadang yang belum lancar membaca saya jadikan satu

di depan-depan. Itu untuk memudahkan mengajari. Kadang-

kadang dicampur, dikelompokkan. Itu ada empat kelompok, itu

dicampur. Ada yang sudah pinter membaca, ada yang belum. Sini ada yang pinter. Kaya gitu. WII.GKI.07112017.190-192

Sama itu, malah justu yang ABK itu malah di depan.

Tujuannya kalau nanti mendekatinya kan gampang. Istilahnya

Penataan tempat duduk untuk setiap

kelas diserahkan kepada guru kelas

yang mengampu. Kepala sekolah

mengungkapkan tidak ada

pengelompokkan untuk siswa

berkebutuhan khusus di kelas, semua

berbaur dengan teman-temannya yang

lain. Guru kelas I menempatkan

siswanya yang belum lancar membaca

di bangku depan untuk memudahkan

guru dalam membimbing, terkadang

juga membentuk kelompok kecil

dengan kemampuan siswa yang

beragam. Guru kelas II menempatkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

135

itu malah di nganu… agak diperhatikan. WI.GKII.07112017.161-

162

Biasanya depan, tujuannya biat tidak banyak rame. Kalau guru

pingin mendekati itu bisa cepet le mendekati. Kebanyakan di

depan kalau yang lambat belajar. Kalau yang sudah lumayan itu

di belakang. Kalau di depan kan suaranya terdengar, kalau benar-

benar memperhatikan lebih jelas yang di depan. Kan tujuannya

seperti itu. WII.GKII.13032018.164-166

Tempat duduk itu saya taruh depan sendiri, karena anak itu

sering ngompol sering buang air besar badannya juga besar

nutupi temannya, maka saya taruh belakang. Memang

sebenarnya saya salah kalau ditaruh di belakang. Nah karena

ada pendamping maka gak jadi masalah. Di belakang. Harusnya

Si Fajar itu di depan. Nutupi temennya, ngrusak, umpamanya

bangku yo jadi mencot sana mencot sini. Dorong sana dorong sini,

dipancal. Makanya saya kasih belakang sendiri. Dulu waktu belum

ada pendampingnya Bu Rahma saya taruh di depan sendiri.

WI.GKIII.07112017.212-216 dan WI.GKIII.07112017.219-220

siswa berkebutuhan khusus terutama

siswa lambat belajar di bangku depan

yang dapat memudahkan guru untuk

membimbingnya. Hal ini juga dimaksud

agar siswa tidak mudah gaduh. Guru

kelas III menempatkan siswa

berkebutuhan khusus di bangku

belakang karena jika di depan ia akan

mengganggu temannya yang lain.

Meskipun siswa berkebutuhan khusus

ditempatkan di belakang namun ia

didampingi oleh guru pendamping,

sehingga menurut guru kelas III tidak

menimbulkan masalah.

Pengadaan dan

pemanfaatan media

pembelajaran

adaptif

Belum ada. Media pembelajarannya belum ada yang khusus,

yaa.. sama semua. WII.GKI.07112017.195-196

Belum. Belum. Media pembelajarannya masih umum, gak ada

yang khusus buat ABK. Media yang ada itu contohnya ada media

IPA, IPS, ada rambu-rambu lalu lintas. WIII.GKI.08032018.197-

198

SD “Suka Ilmu” belum memiliki media

pembelajaran adaptif yang menunjang

kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

Media pembelajaran yang digunakan

bersifat umum digunakan untuk semua

siswa. Guru kelas III menambahkan

bahwa terkadang guru menggunakan

media gambar yang ditampilkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

136

Oh medianya itu tidak nganu mbak, istilahnya tidak… alatnya

tho? Terus terang tidak menggunakan. WI.GKII.07112017.169-

170

Iya ndak ada. Karena juga ndak ada bantuan. Mungkin karena

ABK nya hanya satu dua itu. Jadi media buat ABK juga ndak

ada. Tapi kalau nanti sudah umpamanya hampir tiga puluh

persennya, mungkin. Kalau ndak ya seperti biasa.

WI.GKIII.07112017.221-222

Kalau media pembelajaran disini itu sama. Fajar itu gak ada

bedanya dengan anak umum, kalo pakai media ya sama dengan

yang kain, gak ada media khusus. Paling kita pakek media

gambar. Kalau enggak dicarikan gambar lewat HP terus

diliatkan ke anak-anak. Atau kita gambar sendiri. Misalnya

kalau menjelaskan bangun datar nanti saya menggunkan gambar

persegi, persegi panjang, segitiga. Nanti mereka mengamati gambar

tersebut, lalu buat menjelaskan ciri-ciri bangun datar. Misalnya

gambar bunga mawar, biasanya warnanya merah, punya duri.

Seperti itu, jadi mereka belajar dari mengamati gambar. Atau

dengan benda yang nyata. Oh tentang tumbuhan, yo diajak

keluar kelas kalau gak ada media yang menunjang, anak

disuruh bawa, misalnya bawa bunga sepatu untuk menjelaskan

mana bunga sempurna mana bunga tidak sempurna. Alat peraganya

yo ambil dari lingkungan. Gambar mungkin. Kalau tanam-tanaman

ya bawa sendiri. Daun misalnya, kan ada jenis-jenis daun yang

menjadi, menyirip. Jadi daunnya itu bawa dari rumah. Kan biasanya

anak-anak bawa daun yang beda-beda nanti dikelompokkan sesuai

menggunakan HP atau digambar oleh

guru sendiri dan siswa diajak untuk

mengamati benda konkret yang sesuai

dengan materi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

137

dengan ciri-cirinya. WII.GKIII.12032018.225-229 dan

WII.GKIII.12032018.233-235

Membantu sekali. Anak itu secara real, secara nyata bisa

langsung memahami. Tidak hanya angan-angan saja. Kan

barangnya benar-benar nyata. WIII.GKI.08032018.200-201

Jelas menambah, asalkan anak itu mau menggunakan. Kalau

tidak mau menggunakan yo tidak ada fungsinya.

WII.GKII.13032018.171

Guru kelas I dan II mengungkapkan

bahwa media pembelajaran sangat

membantu siswa untuk memahami

materi karena dapat memahami secara

langsung bukan dalam angan-angan.

Penilaian dan

evaluasi

pembelajaran

Target yang dibuat itu malalui nilai KKM. Termasuk KKM tho

itu, bisa jadi target. Ya itu… secara umum untuk satu kelas itu

KKM sudah ditentukan, nah untuk yang berkebutuhan khusus

itu KKM sama hanya materinya yang diturunkan,

disederhanakan. Targetnya untuk sikap… Apa ya? Untuk yang

sikap itu sudah ada kriteria A, B, C. Sangat baik, baik, cukup. Yang

untuk penilaian tho? Ho’o itu. Berdasarkan penilaian sangat baik,

baik, cukup. Tapi untuk kenaikan kelas yang kurikulum tiga

belas itu sikapnya minimal baik. Kalau cukup belum bisa naik.

Keterampilan itu dengan nilai, angka. Angka juga sama dengan

nilai pengetahuan. Sama dengan nilai KKM.

WIII.GKI.08032018.217-220 dan WIII.GKI.08032018.223-226

Yo namanya nilai kan itu yo sama. Nilainya yo sama,

maksudnya aturan ketuntasan belajar itu sama. KKM nya

sama. Tapi nanti kok itu kurang belum tuntas terus

perbaikannyakan soalnya lebih mudah. KKMnya, Silabusnya,

RPPnya sama. Tapi yang bedanya itu kalau penilaiannya belum

tuntas itu diberi soal yang mudah. WII.GKII.13032018.186-189

Guru kelas I dan II mengungkapkan

bahwa ada target nilai yang harus

dicapai oleh siswa yaitu nilai KKM.

Nilai KKM yang ditetapkan sama untuk

seluruh siswa baik yang berkebutuhan

khusus maupun tidak berkebutuhan

khusus. Guru kelas I menambahkan

meskipun KKM yang ditetapkan sama

namun ada penurunan materi untuk

anak berkebutuhan khusus. Guru kelas I

menjelaskan bahwa target nilai minimal

untuk sikap adalah baik dan nilai

keterampilan sama dengan nilai KKM.

Guru kelas II menjelaskan bahwa siswa

yang belum tuntas mencapai nilai KKM

melakukan perbaikan dengan soal yang

dibuat lebih mudah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

138

Untuk KKM kan sama. Memang dalam penentuan KKM kan

ditentukan berdasar tiga ranah. Tentang KKM itu dari intaq artinya

dari fasilitas fasilitasnya memadai atau gak, kemudian dari

kemampuan siswa kemampuan siswanya ada yang LB mungkin

agak rendah. Kemudian yang satu berdasarkan materi. Kalo

materinya ya sulit KKM nya agak rendah, kalo materinya yang

mudah KKM nya yang tinggi. Tiga macam itu yang bisa

menentukan KKM. Jadi yang rendah juga menentukan, menentukan

dalam menentukan keputusan KKM. Jadi membuat KKM tidak

terus harus tinggi, wah ini anak-anaknya seperti ini kemampuannya.

Jadi kemampuan anak juga menentukan. WI.KS.27102017.53

KKM disamakan. WII.GKI.07112017.203

Ya itu… secara umum untuk satu kelas itu KKM sudah

ditentukan, nah untuk yang berkebutuhan khusus itu KKM

sama hanya materinya yang diturunkan, disederhanakan.

WIII.GKI.08032018.218-220

KKM juga sama. Tapi sayangnya itu, perbedaannya ulangan

perbaikan itu dipermudah. Pokoknya segalanya sama.

WI.GKII.07112017.181-182

KKM sama. Gimana KKM mau bedakke kalau pelajarannya

aja sama. WII.GKIII.12032018.242-243

Penetapan KKM sama untuk seluruh

siswa, hal ini diungkapkan oleh kepala

sekolah, guru kelas I, guru kelas II dan

guru kelas III. Guru kelas I

menambahkan keteranga bahwa

meskipun nilai KKM disamakan,

namun materinya lebih disederhanakan.

Guru kelas II mengungkapkan bahwa

untuk soal ulangan perbaikan dibuat

lebih mudah. Guru kelas III

memberikan alasan bahwa KKM dibuat

sama untuk seluruh siswa karena materi

pembelajarannya sama untuk seluruh

siswa.

Iya, otomatis sama. Evalusinya sama dengan yang lain. Ulangan

harian, ulangan tengah semester, UTS, UAS, UKK, ulangan

akhir semester atau ulangan kenaikan kelas itu.

Bentuk evaluasi pembelajaran di SD

“Suka Ilmu” menggunakan soal yang

sama untuk ulangan harian, ulangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

139

WI.KS.27102017.63-64

Iya soal evaluasi UTS, UAS itu dari Dinas. Soal khusus untuk

anak inklusi itu belum ada, jadi kalau pas anak itu

mengerjakan soal-soal itu ya ekstra ditunggui, bahkan malah

dibantu, malah diwarahi. WIII.GKI.08032018.210-212

Ohh itu memang KKM nya sudah ada. Terus nanti yang dilihat

hasilnya itu, lewat ulangan-ulangan itu. Baik ulangan harian,

ulangan tengah semester. WI.GKII.07112017.178-180

tengah semester, dan ulangan kenaikan

kelas. Guru kelas I menungkapkan

untuk soal UTS dan UAS berasal dari

Dinas Pendidikan, belum ada soal

khusus untuk ABK sehingga ketika

mengerjakan guru perlu mendampingi

ABK.

Soalnya memang seharusnya lebih mudah mbak. Harusnya

lebih mudah. Soalnya materinya juga lebih mudah. Seharusnya

memang harus beda. Seperti kalo ujian anak-anak yang LB

memang harus beda. WI.KS.27102017.65-68

Guru kelas. Iya oleh guru kelas, ada ulangan harian, ada tengah

semester, ada akhir semester. Di sini soal yang diberikan

semuanya masih sama. Hanya kalau yang berkebutuhan khusus

itu dibimbing, mengerjakannya dibimbing. Dipancing-pacing

kayak gitu. Karena belum ada kurikulumnya khusus. Mungkin kalau

ada kurikulumnya khusus, penilaiannya juga khusus.

WII.GKI.07112017.204-206

Sama. Tapi kalau misalnya ada perbaikan-perbaikan bedanya

itu yang ABK agak mudah. Bedanya itu kalau ulangan-

ulangan. Misalnya nilainya belum bagus, perbaikannya yang

ABK yang agak mudah. Pokoknya beda. Tapi masalah materi,

masalah kurikulum sama. Buku-bukunya juga sama.

Terdapat beberapa perbedaan penerapan

dalam penilaian dan evaluasi

pembelajaran di SD “Suka Ilmu”

dibandingkan sekolah pada umumnya.

Kepala sekolah mengungkapkan bahwa

seharusnya soal untuk ABK dibuat lebih

mudah karena materi yang didapatkan

ABK juga lebih mudah. Guru kelas I

menjelaskan bahwa dengan soal

evaluasi yang sama diberikan kepada

anak berkebutuhan khusus dan tidak

berkebutuhan maka untuk ABK

membutuhkan bimbingan lebih khusus.

Guru kelas II mengungkapkan bahwa

soal evaluasi yang diberikan sama

namun ketika siswa melakukan

perbaikan nilai, soal yang diberikan

lebih mudah dari soal ulangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

140

WI.GKII.07112017.173-176

Yo namanya nilai kan itu yo sama. Nilainya yo sama,

maksudnya aturan ketuntasan belajar itu sama. KKM nya

sama. Tapi nanti kok itu kurang belum tuntas terus

perbaikannyakan soalnya lebih mudah. KKMnya, Silabusnya,

RPPnya sama. Tapi yang bedanya itu kalau penilaiannya belum

tuntas itu diberi soal yang mudah. WII.GKII.13032018.186-189

Sama ulangannya. Mata pelajaran sama. Cuman kita kan sak

rampunge Fajar le garap. Oh di mampu garap sepuluh ya

sudah, sepuluh itu gak boleh dipaksa. Tapi kalau Ibunya yang

damping, ya udah Ibune nunggu, sampek diwarahi mungkin sama

Ibunya. Ditunggu sampai anak itu selesai. Kalau kita kan menurut

sananya gak boleh. Umpamanya soalnya tiga puluh, Fajar bisa

sepuluh atau lima belas sudah, ambil yang mudah-mudah.

Umpamanya nomor satu mudah, boleh Fajar kerjakan, bisa Fajar?

Terus nomor tiga kok sulit, kita lewati dulu. Ini bisa? Bisa. Nggak

masalah. Kalau saya seperti itu penerimaan saya dari sananya, tidak

boleh memaksa dan tidak boleh tidak menaikkan anak inklusi.

Apapun tetep naik. WI.GKIII.07112017.244-246

sebelumnya. Guru kelas III memberikan

informasi bahwa penilaian dan evaluasi

untuk ABK diberikan keleluasaan untuk

menyelesaikan soal ulangan sesuai

dengan kemampuannya.

Tujuan evaluasi ya…. untuk mengetahui kemampuan anak ini

sampai dimana. Untuk mengetahui keberhasilan belajar

mengajar juga. Berhasil atau tidaknya. Jadi guru bisa

mengevaluasi diri. Leh ku mulang ki berhasil po ora.

WII.GKI.07112017.213-215

Ya tujuannya evaluasi kalau ada kekurangan ya jalan

Tujuan dilakukannya evaluasi adalah

untuk mengetahui kemampuan siswa,

keberhasilan belajar mengajar, evaluasi

bagi guru, memberikan pemecahan

masalah dalam kegiatan pembelajaran,

dan melihat perkembangan siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

141

keluarnya ini, kalau misalnya ini menyampaikannya ini belum

jelas terus berubah itu. Begitu. WI.GKII.07112017.183-185

Tujuan evaluasi? Ya untuk melihat perkembangan anak

terutama. Mampu atau tidak. Ya yang utama itu aja mbak karena

apa yo.... Dilihat dari yang lain kan tidak ada. Terus dia mampu

mandiri atau tidaknya. Tapi setelah kelas tiga ini kayaknya

lumayan. Kalau dia mau buang air kecil sudah tau, “aku arep pipis.”

Tapi kalau BAB, kalau gak ditanya, gak…. Tapi yang utama untuk

memantau perkembangannya kira-kira mampu atau tidak. Karena

kalau kita pantau tidak mampu dan sulit itu nanti bisa dirujuk ke

SLB. Memang boleh. SLB memang menerima rujukan. Disinikan

sudah satu yang dirujuk. WI.GKIII.07112017.255-256

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

142

Lampiran 4 Reduksi Hasil Observasi

REDUKSI HASIL OBSERVASI

Aspek Deskripsi Hasil Pengamatan Kesimpulan

Penerimaan Peserta

Didik Baru (PPDB)

yang Mengakomodasi

Semua Anak

Observasi dilakukan pada hari selasa, 4 Juli 2017.

Panitia PPDB terdiri dari seluruh guru yang ada di SD “Suka

Ilmu”. Hal pertama yang disiapkan oleh panitia adalah

formulir pendaftaran dan ruangan untuk pelaksanaan PPDB

yaitu di ruang guru SD “Suka Ilmu”. Peneliti mengamati

bahwa pembangian tugas antar guru yang bertugas kurang

jelas. Hal ini dapat dibuktikan dengan hanya satu guru yang

terlihat aktif melakukan proses pendaftaran yaitu untuk

memasukkan data calon peserta didik.

Calon peserta didik baru datang ke sekolah didampingi

oleh orang tua atau walinya. Dokumen yang perlu diserahkan

sebagai syarat pendaftaran adalah Akta Kelahiran, Kartu

Keluarga, KTP Orang Tua, Ijazah TK (jika ada), dan Kartu

Indonesia Pintar atau Kartu Indonesia Sehat (jika ada).

Petugas pendaftaran akan mengecek kelengkapan dokumen

tersebut dan menuliskan data pribadi calon peserta didik baru.

Selanjutnya, petugas memberikan formulir pendaftaran untuk

mengisi data pribadi calon peserta didik lebih rinci.

Berdasarkan kebijakan dari sekolah, formulir pendaftaran ini

dapat dikumpulkan saat hari pertama masuk sekolah.

Pada proses PPDB, peneliti tidak melihat ada Guru

Pendamping Khusus atau Konselor yang mendampingi proses

penerimaan peserta didik baru. Peneliti juga melihat tidak ada

SD “Suka Ilmu” membentuk panitia

PPDB dalam proses penerimaan peserta

didik baru namun pembagian tugas dalam

proses ini kurang jelas antara satu guru

dengan guru yang lainnya. Dokumen

yang perlu disiapkan untuk melengkapi

pendaftaran adalah Akta Kelahiran, Kartu

Keluarga, KTP Orang Tua, Ijazah TK

(jika ada), dan Kartu Indonesia Pintar atau

Kartu Indonesia Sehat (jika ada). Guru

pendamping khusus atau konselor tidak

ikut mendampingi dalam proses

penerimaan peserta didik baru serta pihak

sekolah belum melakukan identifikasi

terhadap calon peserta didik yang telah

mendaftar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

143

proses identifikasi anak berkebutuhan khusus dalam proses

PPDB tersebut.

Peneliti melakukan observasi fasilitas di SD “Suka

Ilmu” pada tanggal 30 November 2017. Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti, sekola tidak memiliki fasilitas khusus

untuk anak berkebutuhan khusus. Semua fasilitas yang disedia

sama untuk seluruh siswa. Lantai yang ada di SD “Suka Ilmu”

masih terbuat dari ubin. Kamar mandi siswa sama untuk

seluruh siswa, tidak ada pembedaan untuk anak berkebutuhan

khusus atau tidak berkebutuhan khusus. Tidak ada besi

pegangan yang membantu anak berkebutuhan khusus berjalan.

Fasilitas yang disediakan oleh sekolah

sama untuk selurauh siswa, tidak ada

perbedaan fasilitas untuk anak

berkebutuhan khusus atau anak tidak

berkebutuhan khusus.

Identifikasi - Tidak terlihat

Asesmen - Tidak terlihat

Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum Fleksibel) - Tidak terlihat

Merancang Bahan Ajar

dan Kegiatan

Pembelajaran yang

Ramah Anak

Kelas I :

Observasi dilakukan pada hari selasa, 28 November

2017. Guru mengajar berdasarkan materi yang ada pada

panduan buku guru dan buku siswa Kurikulum 2013. Siswa di

kelas I masih banyak yang belum lancar membaca. Selama

peneliti melakukan observasi, kegiatan pembelajaran lebih

banyak difokuskan untuk melatih anak membaca namun guru

juga tetap memberikan materi pada siswanya.

Selama kegiatan pembelajaran, guru selalu melibatkan

siswanya. Siswa aktif menjawab ketika guru mengajukan

pertanyaan. Guru berkeliling dan mengajari siswa-siswa yang

masih kesulitan membaca. Guru juga melibatkan siswa yang

sudah pandai membaca untuk mengajari teman lainnya yang

Guru mengajar berdasarkan buku guru

dan buku siswa Kurikulum 2013.

Hambatan yang dialami guru dikelas

adalah masih banyak siswa yang belum

lancar membaca sehingga dalam kegiatan

pembelajaran lebih banyak untuk berlatih

membaca. Kegiatan pembelajaran

berlangsung interaktif. Siswa aktif

menjawab ketika guru mengajukan

pertanyaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

144

belum lancar membaca.

Kelas II :

Peneliti melakukan observasi di kelas II pada kamis, 30

November 2017. Kegiatan pembelajaran hari itu adalah

persiapan Ulangan Akhir Semester dengan pembahasan

bersama soal UAS tahun sebelumnya. Guru kurang

melibatkan siswa dalam pembahasan, terbukti dengan hanya

beberapa anak yang ikut menjawab soal ataupun pertanyaan

guru, siswa yang lain diam memperhatikan. Ketika guru

mengajukan pertanyaan, siswa kurang antusias menjawabnya.

Jika siswa mengetahui jawabannya ia akan bersuara, tetapi

jika tidak mengetahui jawabannya ia akan diam.

Guru terpaku di depan kelas saat mengajar, tetapi jika

ada siswa yang tidak memperhatikan pembelajaran beliau

akan menghampiri. Guru tidak menghampiri siswa yang

kesulitan ketika membahas soal bersama.

Kegiatan pembelajaran berlangsung menyenangkan. Di

kelas siswa tidak merasa tegang karena terkadang guru juga

melemparkan candaan.

Kegiatan pembelajaran fokus untuk

membahas soal UAS tahun sebelumnya

sebagai persiapan menghadapi UAS.

Kegiatan pembelajaran kurang interaktif

dan lebih banyak berpusat pada guru.

Kelas III :

Pada hari selasa 28 November 2017, peneliti melakukan

observasi kegiatan pembelajaran di kelas III. Guru

memberikan 10 soal latihan matematika tentang satuan yang

dituliskan di papan tulis. Guru mendatangi satu persatu

siswanya untuk mengecek pemahaman setiap siswa. Ketika

mengoreksi soal bersama, guru menunjuk beberapa siswa

untuk menjawab soal.

Guru melakukan pemdampingan terhadap siswa

Guru kurang interaktif dalam

menyampaikan materi, dalam kegiatan

pembelajarannya siswa kurang aktif dan

masih berpusat pada guru. Guru kelas

dibantu oleh GPK dalam penanganan

siswa berkebutuhan khusus. Guru kelas

tidak memaksakan kemampuan siswa

berkebutuhan khusus dalam meneriman

materi maupun mengerjakan tugas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

145

berkebutuhan khusus dengan menghampiri tempat duduknya

dan mengajari secara personal. Guru mengajari siswa tersebut

dengan pelan-pelan.

Setelah Guru Pendamping Khusus (GPK) datang,

pendampingan siswa berkebutuhan khusus diambil alih oleh

GPK. GPK ini merupakan GPK pribadi dari orang tua siswa.

Guru memberikan toleransi kepada siswa berkebutuhan

khusus untuk mengerjakan soal sesuai dengan

kemampuannya. Guru kelas maupun GPK tidak memaksakan

siswa berkebutuhan khusus untuk selalu menyelesaikan

tugasnya, namun mereka selalu mengingatkan siswa tersebut

untuk kembali mengerjakan tugas.

Guru kelas dan GPK juga memberikan pelajaran sikap

kepada siswa berkebutuhan khusus dengan selalu

mengingatkan siswa. Saat peneliti melakukan observasi, sikap

siswa tersebut yang diingatkan oleh guru adalah ketika akan

menghapus tulisan pensil di bukunya dengan ludah, sikap

duduknya kadang kurang sopan dengan menaikkan kaki ke

kursi.

Kegiatan pembelajaran berlangsung kondusif, guru

sangat tegas dan selalu mengingatkan siswanya ketika mulai

gaduh. Siswa yang sudah selesai mengerjakan soal diminta

untuk membantu temannya yang belum bisa (tutor sebaya).

Ketika guru menjelaskan materi dan ada yang belum

dimengerti, ada satu siswa yang berani bertanya.

Penataan Kelas yang

Ramah Anak

Kelas I :

Observasi penataan kelas I dilakukan pada hari selasa,

28 November 2017. Lebar ruangan kelas cukup memadai

Ruang kelas memadai dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran, namun penataan

meja kurang rapi membuat siswa dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

146

untuk siswa yang berjumlah 18 siswa. Ventilasi dan

pencahayaan ruang kelas bagus membuat ruang kelas tidak

pengap dan gelap. Ukuran meja terlalu berat dan besar untuk

siswa kelas I, sedangkan untuk kursinya ringan dan mudah

dipindahkan.

Tempat duduk siswa disusun secara berkelompok. Satu

kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Berdasarkan pengamatan

peneliti, dalam setiap kelompok ada siswa yang sudah pandai

membaca dan yang belum pandai membaca sehingga

memudahkan dalam melakukan tutor sebaya.

Penyusunan meja membuat siswa dan guru kesulitan

untuk bergerak karena penataannya yang terlalu dekat antara

satu dengan yang lain. Meja dan kursi yang tidak terpakai

kurang tertata rapi di belakang kelas.

guru sulit bergerak. Tempat duduk siswa

disusun berkelompok dengan kemampuan

siswa yang beragam.

Kelas II :

Observasi di kelas II dilakukan pada Kamis, 30

November 2017. Luas ruang kelas cukup memadai untuk

siswa yang berjumlah 21 siswa. Ventilasi udara baik membuat

kelas tidak terasa pengap. Pencahayaan ruang kelas kurang

terang karena cahaya matahari dari luar tidak dapat masuk ke

kelas dan lampu hanya ada 1 kurang memadai untuk

pencahayaan di dalam kelas. Meja dan kursi ringan dan

mudah dipindahkan untuk siswa kelas II.

Tempat duduk siswa disusun berbaris, terdiri dari 4

baris. Masing-masing meja ada siswa yang duduk sendiri dan

ada yang berdua dengan teman sebangku. Siswa di kelas II

belum dilakukan asesmen, namun siswa yang dicurigai

gurunya mengalami lambat belajar ditempatkan di bangku

Ruang kelas cukup memadai untuk siswa,

namun pencahayaan ruang kelas kurang

terang. Tempat duduk siswa disususn

berbaris. Siswa yang memerlukan

pendampingan lebih dibandingkan siswa

lain ditempatkan di bangku depan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

147

depan agar guru mudah dalam memantau perkembangan

siswa tersebut.

Kelas III :

Luas ruang kelas III cukup memadai untuk 15 siswa.

Ventilasi yang ada dikelas membuat ruangan tetap sejuk.

Pencahayaan yang ada dikelas kurang memadai, ada satu

lampu kecil di tengah ruangan sebagai penerangan. Cahaya

dari luar ruangan kurang bisa masuk ke dalam kelas. Meja dan

kursi sesuai dengan kebutuhan siswa kelas III, ringan dan

mudah dipindahkan.

Tempat duduk siswa disusun berbaris terdiri dari 4

baris. Setiap bangku berisi dua siswa. Siswa berkebutuhan

khusus duduk sendiri di bangku belakang. GPK selalu

mendampingi siswa berkebutuhan khusus tersebut.

Luas ruangan cukup memadai untuk

siswa, namun pencahayaan membuat

ruang kelas kurang terang. Tempat duduk

siswa disususn berbaris. Siswa

berkebutuhan khusus duduk sendiri di

bangku belakang. GPK selalu

mendampingi siswa berkebutuhan khusus

tersebut.

Pengadaan dan

Pemanfaatan Media

Pembelajaran Adaptif

Kelas I :

Saat dilakukan observasi pembelajaran di kelas I, guru

tidak menggunakan media pembelajaran yang memudahkan

siswa menangkap materi. Guru hanya menggunakan buku

siswa Kurikulum 2013 sebagai panduan mengajar. Di papan

tulis ada 3 buah gambar yang menunjukkan kegiatan yang

dapat dilakukan saat pagi, siang, dan sore hari. Media gambar

ini tidak digunakan guru pada saat peneliti melakukan

observasi namun pada kegiatan pembelajaran pada hari

sebelumnya.

Guru tidak selalu menggunakan media

pembelajaran adaptif dalam setiap

kegiatan pembelajarannya. Buku guru dan

buku siswa Kurikulum 2013 digunakan

sebagai panduan untuk mengajar.

Kelas II :

Saat peneliti melakukan observasi kegiatan

pembelajaran di kelas II, guru tidak menggunakan media

pembelajaran yang memudahkan siswa untuk memahami

Guru tidak menggunakan media

pembelajaran adaptif dalam menjelaskan

materi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

148

materi. Guru menggunakan soal-soal UAS tahun sebelumnya

yang sudah dibagikan kepada seluruh siswa.

Kelas III :

Guru menggunakan jari tangan untuk membantu

memudahkan siswa berkebutuhan khusus untuk menghitung,

sedangkan untuk GPK mengajari siswa dengan alat bantu

selembar kertas dan jari untuk membantu menghitung

penjumlahan. Ketika peneliti melakukan observasi, diketahui

bahwa siswa berkebutuhan khusus kesulitan dalam

menghitung menggunakan jari. Terkadang ketika

menyebutkan bilangan, tangannya terlambat ditekuk atau

tangannya sudah tertekuk mendahului bilangan yang akan

diucapkan.

Guru dan GPK menggunakan jari tangan

dalam memudahkkan siswa berkebutuhan

khusus memahami operasi bilangan,

namun siswa berkebutuhan khusus

mengalami kesulitan ketika menggunakan

metode hitung seperti ini.

Penilaian dan Evaluasi

Pembelajaran

Kelas I :

Tidak ada kegiatan evaluasi saat peneliti melakukan

observasi kelas.

Tidak terlihat

Kelas II :

Guru tidak melakukan penilaian maupun evalusi saat

peneliti melakukan observasi kelas.

Tidak terlihat

Kelas IIII :

Saat dilakukan observasi oleh peneliti, guru tidak

melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran.

Tidak terlihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

149

149

Lampiran 5 Hasil Studi Dokumentasi

HASIL STUDI DOKUMENTASI

No. Dokumen Keterangan

Diskripsi Ada Tidak

1. Surat Keputusan

Penunjukkan Sekolah

Penyelenggara

Pendidikan Inklusi

(SPPI)

Surat Keputusan Penunjukkan

Sekolah Penyelenggara

Pendidikan Inklusi (SPPI)

Dinas Pendidikan Kabupaten

Kulon Progo bernomor

400/300/KPTS/2012

2. Dokumen syarat PPDB

Dokumen yang diperlukan

untuk melengkapi identitas

calon peserta didik baru antara

lain fotokopi akta kelahiran,

kartu keluarga, KTP orang tua,

Ijazah TK jika ada, dan Kartu

Indonsia Sehat jika ada.

3. Panduan PPDB

Panduan PPDB yang

digunakan SD “Suka Ilmu”

adalah Panduan Umum PPDB

pada TK, SD, dan SMP Tahun

Pelajaran 2017/2018 menurut

Peraturan Kepala Dinas

DIKPORA Nomor 110 Tahun

2017.

Pada Panduan PPDB ini,

jadwal pelaksanaan PPDB SD

dimulai pendaftaran pada 4-6

Juli 2017. Persyaratan calon

peserta didik baru kelas I SD

adalah berusia tujuh tahun

wajib diterima dan berusia

paling rendah enam tahun pada

tanggal 1 Juli 2017. Pada

Panduan ini ada peraturan

sistem zonasi.

4. Dokumen Formulir

Pendaftaran

Pada dokumen formulir

pendaftaran siswa baru

berisikan identitas calon siswa,

identitas orang tua, dan asal

mula anak. Di dalam dokumen

ini ada keterangan penyakit

yang pernah diderita anak yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

150

150

digunakan oleh guru sebagai

asesmen awal.

5. Susunan Kepanitiaan

PPDB

Susunan kepanitian PPDB yang

ditunjukkan kepala sekolah

adalah susunan kepanitiaan

tahun ajaran 2016/2017. Kepala

sekolah memberikan informasi

bahwa kepanitiaan PPDB

tersebut sama setiap tahunnya.

Dalam dokumen susunan

kepanitiaan tersebut, peneliti

tidak melihat nama Guru

Pendamping Khusus (GPK),

sehingga ketika sekolah

melaksanakan PPDB, GPK

yang ada di sekolah tidak

terlibat.

6. Dokumen Hasil

Asesmen

Dokumen hasil asesmen berisi

hasil perkembangan anak

dalam fisik, kognitif dan sikap

siswa berkebutuhan khusus.

Dokumen ini juga menjelaskan

penanganan yang dapat

diilakukan oleh guru dan orang

tua atau terapi dalam

meningkatkan perkembangan

siswa berkebutuhan khusus.

7. Kurikulum

SD “Suka Ilmu” menggunakan

dua macam kurikulum.

Kurikulum 2013 untuk kelas I

dan kelas IV serta Kurikulum

KTSP untuk Kelas II, III, V,

dan VI. Dokumen kurikulum

menunjukkan bahwa sekolah

tidak melakukan modifikasi

kurikulum untuk memberikan

kemudahan bagi siswa

berkebutuhan khusus dalam

mengikuti pembelajaran.

Kurikulum yang digunakan

sama untuk seluruh siswa.

8. RPP Kelas I

RPP yang disusun oleh Guru

Kelas I berisi Kompetensi,

Indikator yang harus dicapai

oleh siswa, materi/bahan ajar,

langkah-langkah kegiatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

151

151

pembelajaran, serta penilaian.

Guru tidak menyusun RPP bagi

siswa berkebutuhan khusus,

tidak ada pembedaan indikator,

bahan ajar, langkah

pembelajaran maupun evaluasi

dalam RPP tersebut.

9. RPP Kelas II

RPP yang disusun Guru Kelas

II berisi kompetensi dan

indikator yang harus dicapai

oleh siswa serta langkah

pembelajarannya. Materi/bahan

ajar tidak tercantum dalam

RPP. Evaluasi yang digunakan

oleh guru tidak terlihat dalam

RPP. RPP tersebut digunakan

untuk seluruh siswa, tidak ada

perbedaan untuk siswa

berkebutuhan khusus atau tidak

berkebutuhan khusus.

10. RPP Kelas III

Guru Kelas III menyususn RPP

kurikulum KTSP, di dalam

RPP tersebut berisi kompetensi

dan indikator yang harus

dicapai oleh siswa, langkah

kegiatan pembelajaran serta

soal evaluasi yang digunakan

oleh guru. Materi/bahan ajar

tidak terlihat di dalam RPP.

RPP ini berlaku untuk seluruh

siswa tidak ada perbedaan bagi

siswa berkebutuhan khusus dan

siswa tidak berkebutuhan

khusus.

11. Soal Ulangan Harian

Kelas I √

Soal ulangan harian yang

disusun oleh Guru Kelas I

bersifat tematik. Soal

digunakan untuk seluruh siswa.

12. Soal Ulangan Harian

Kelas II

Guru Kelas II menyusun soal

ulangan untuk setiap mata

pelajaran yang digunakan

untuk mengevaluasi semua

siswa.

13. Soal Ulangan Harian

Kelas III √

Guru Kelas II menyusun soal

ulangan untuk setiap mata

pelajaran yang digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

152

152

untuk mengevaluasi semua

siswa baik siswa berkebutuhan

khusus dan siswa tidak

berkebutuhan khusus.

14. KKM Kelas III

KKM yang ditetapkan oleh

Guru Kelas III sama untuk

seluruh siswa. Dokumen KKM

tidak menunjukkan perbedaan

KKM bagi siswa berkebutuhan

khusus dan siswa yang tidak

berkebebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

153

1

5

3

Lampiran 6 Display Data Wawancara dan Observasi

DISPLAY DATA WAWANCARA DAN OBSERVASI

No Aspek yang Digali Wawancara Observasi

1 Penerimaan Peserta

Didik Baru (PPDB)

yang

Mengakomodasi

Semua Anak

Syarat utama yang ditetapkan untuk menerima peserta didik di

SD “Suka Ilmu” adalah usia minimal tujuh tahun. Hal ini

sesuai dengan peraturan dari Dinas Pendidikan yang

menetapkan batas usia penerimaan peserta didik baru untuk

Sekolah Dasar adalah tujuh tahun. Jika kuota masih tersedia,

siswa yang belum genap berumur tujuh tahun dapat diterima

oleh sekolah.

SD “Suka Ilmu” membentuk panitia

PPDB dalam proses penerimaan

peserta didik baru namun pembagian

tugas dalam proses ini kurang jelas

antara satu guru dengan guru yang

lainnya. Dokumen yang perlu

disiapkan untuk melengkapi

pendaftaran adalah Akta Kelahiran,

Kartu Keluarga, KTP Orang Tua,

Ijazah TK (jika ada), dan Kartu

Indonesia Pintar atau Kartu Indonesia

Sehat (jika ada). Guru pendamping

khusus atau konselor tidak ikut

mendampingi dalam proses

penerimaan peserta didik baru serta

pihak sekolah belum melakukan

identifikasi terhadap calon peserta

didik yang telah mendaftar.

Dokumen yang dibutuhkan untuk melengkapi identitas peserta

didik baru antara lain fotokopi Akta kelahiran, Kartu

Keluarga, KTP orang tua, Ijazah TK jika ada, dan kartu-kartu

seperti Kartu Indonesia Sehat jika ada.

SD “Suka Ilmu” menerima semua tipe anak berkebutuhan

khusus kerena sudah mendapatkan Surat Keputusan

Penunjukkan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi.

Pihak sekolah menerima semua tipe anak berkebutuhan

khusus atas anjuran yang ada pada SK tersebut.

Sekolah menyusun Panitia PPDB, namun kepanitian ini tidak

diganti dari tahun ke tahun. Pembagian tugas untuk masing-

masing guru kurang jelas. Ada guru yang selalu dibagian

pendaftaran namun ada guru yang tidak terlibat dalam proses

PPDB.

Panduan PPDB berasal dari Dinas Pendidikan, sekolah tidak

menyusun panduan PPDB.

Pada proses PPDB, SD “Suka Ilmu” tidak didampingi oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

154

1

5

4

Guru Pendamping Khusus (GPK) atau konselor. Proses PPDB

lebih mengutamakan kehadiran guru kelas satu.

Identifikasi pada saat PPDB ditangani oleh guru kelas yang

hadir dengan melihat kondisi anak dari fisiknya dan orang tua

yang mengisi formulir tentang kondisi, riwayat penyakit, dan

kebutuhan yang dimiliki oleh calon peserta didik. Orang tua

juga akan mengungkapkan kelainan atau kebutuhan anaknya

kepada guru yang ada. Guru akan mengkonsultasikan kondisi

calon peserta didik baru kepada guru lain dan kepala sekolah,

dengan catatan akan tetap diterima meskipun setelah

beberapa lama mengikuti kegiatan pembelajaran kemudian

tidak ada perkembangan akan dirujuk ke sekolah yang mampu

menangani.

SD “Suka Ilmu” memiliki seorang Guru Pendamping Khusus

(GPK) yang ditugaskan dari Dinas Pendidikan, hadir ke

sekolah satu minggu sekali setiap hari Jumat. GPK ini

mendampingi kelas yang memiliki anak berkebutuhan khusus,

terutama untuk mendampingi ABK di kelas tiga. Selain itu,

SD “Suka Ilmu” juga memiliki seorang guru pendamping

yang diminta oleh orang tua ABK di kelas tiga untuk

mendampingi anaknya di kelas setiap hari selama kegiatan

pembelajaran.

Guru kelas III mengungkapkan bahwa SD “Suka Ilmu”

kekurangan GPK yang dapat mendampingi ABK di kelas.

Menurut keterangan guru kelas III, pihak sekolah tidak bisa

meminta tambahan GPK ke Dinas Pendidikan karena jumlah

GPK yang terbatas. Orang tua siswa kelas tiga merasa

anaknya memerlukan tambahan guru pendamping. Orang tua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

155

1

5

5

siswa tidak dapat mengandalkan GPK yang hadir satu minggu

sekali, sehingga mencarikan seorang guru pendamping yang

dapat hadir setiap hari mendampingi anaknya. Orang tua

tersebut yang memberikan gaji kepada guru pendamping,

namun guru pendamping ini tidak memiliki tidak memiliki

latar belakang penanganan ABK.

GPK yang saat ini ada di SD “Suka Ilmu” ditunjuk oleh Dinas

Pendidikan. Ketiga guru yang diwawancarai oleh peneliti

tidak mengetahui bagaimana proses penunjukkan atau

penerimaan GPK yang mendampingi sekolah inklusi. Dinas

Pendidikan yang menunjuk atau menerima GPK untuk

mendampingi SD “Suka Ilmu” dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusi. Guru kelas II dan III mengungkapkan

bahwa GPK yang mendampingi SD “Suka Ilmu” berasal dari

salah SLB yang ada di Kulon Progo. GPK tersebut

mendampingi SD “Suka Ilmu” dalam penyelenggaraan

sekolah inklusi untuk memehuni jumlah jam mengajar.

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan jika GPK hanya

mendampingi ABK belajar di kelas, menjelaskan materi,

menjelaskan apa yang diterangkan oleh guru, dan membantu

mengerjakan soal (membacakan, membimbing). GPK tidak

membuat RPP khusus untuk ABK. Guru kelas yang membuat

RPP yang berlaku untuk seluruh siswa. GPK juga tidak

membuat program untuk ABK.

Guru kelas I dan II tidak memiliki pengalaman maupun

pengetahuan dalam menangani anak berkebutuhan khusus.

Guru kelas III sering mengikuti pelatihan mengenai anak

berkebutuhan khusus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

156

1

5

6

SD “Suka Ilmu” tidak menyediakan fasilitas khusus bagi

siswa berkebutuhan khusus. Fasilitas yang diberikan oleh

pihak sekolah sama untuk seluruh siswa. Guru kelas III

mengungkapkan bahwa sekolah memiliki keterbatasan dalam

memberikan fasilitas khusus untuk ABK. Pihak sekolah

belum mendapatkan bantuan pegangan besi untuk berjalan

yang memudahkan siswa ABK membantu berjalan.

Fasilitas yang disediakan oleh sekolah

sama untuk selurauh siswa, tidak ada

perbedaan fasilitas untuk anak

berkebutuhan khusus atau anak tidak

berkebutuhan khusus.

Sumber dana biaya sekolah berasal dari dana BOS Pusat dan

BOS tingkat daerah (BOSDA).

-

SD “Suka Ilmu” tidak mendapatkan tambahan dana

operasional penyelenggaraan sekolah inklusi. Besarnya

sumber daya biaya yang diterima sekolah inklusi maupun

sekolah regular sama. Guru kelas I menambahkan bahwa

untuk memenuhi kebutuhan ABK sekolah tidak mengalami

masalah karena kelainan atau kebutuhan yang dimiliki ABK

masih wajar yang tidak membutuhkan banyak biaya.

Sumber dana biaya sekolah untuk keperluan sekolah terutama

yang berkaitan dengan kebutuhan ABK ditanggung dari dana

BOS. Kegiatan seperti PPDB, asesmen, pengadaan media

pembelajaran, evaluasi pembelajaran (pengadaan soal)

menggunakan dana BOS untuk membiayainya.

2. Identifikasi Identifikasi yang dilakukan oleh guru dilihat dari pengamatan

fisik siswa dan pada saat kegiatan pembelajaran di kelas.

Siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima

pembelajaran, nilainya tidak mencapai nilai KKM dicurigai

memiliki kebutuhan khusus. Guru melakukan

mengidentifikasi siswa dengan melihat penampilan fisik

antara lain dari wajahnya, cara berbicara, dan cara berjalan.

-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

157

1

5

7

Orang tua siswa yang sudah melakukan asesmen akan

menyampaikan informasi jika anaknya memiliki kebutuhan

khusus. Siswa yang dicurigai memiliki kebutuhan khusus

kemudian diasesmenkan oleh pihak sekolah.

Guru kelas III mengungkapkan bahwa tujuan dari identifikasi

adalah untuk mengetahui keadaan anak, kemampuan anak,

latar belakang anak yang menjadi bekal untuk guru dalam

menentukan cara mengajar. Guru kelas I mengungkapkan

tujuan dari identifikasi supaya anak cepat tertangani melalui

bimbingan khusus atau diserahkkan kepada GPK.

Ada berbagai macam tindakan yang dilakukan guru setelah

melakukan identifikasi terhadap siswa yang dicurigai

memiliki kebutuhan khusus. Guru kelas I mengatakan bahwa

siswa yang teridentifikasi berkebutuhan khusus perlu

mendapat penanganan dari guru kelas dengan menambah

waktu bimbingan individu. Guru perlu menyampaikan

mengenai keadaan ABK kepada kepala sekolah dan guru-guru

yang lain melalui rapat kerja atau rapat sekolah. Guru kelas II

mengatakan bahwa cara guru menyampaikan materi tetap

sama seperti sebelum siswa diidentifikasi. Jika siswa merasa

kesulitan guru akan membantu mendampingi secara pribadi.

Guru kelas III mengungkapkan bahwa setelah dilakukan

identifikasi anak berkebutuhan khusus, guru dapat

menentukan acuan dalam menyampaikan materi.

3. Asesmen Asesmen dilakukan oleh tim asesmen yang diundang oleh

pihak sekolah yang akan menyelenggarakan tes asesmen.

Sekolah lain dapat ikut melakukan asesmen untuk siswanya

dan mendaftar di sekolah penyelenggara tersebut. Siswa yang

-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

158

1

5

8

mengikuti tes asesmen adalah siswa yang telah diidentifikasi

oleh guru memiliki kebutuhan khusus.

Tugas guru selama proses asesmen adalah melakukan

identifikasi ABK yang akan diasesmen. Guru kelas

melaporkan identifikasinya kepada kepala sekolah untuk

selanjutnya ditindaklanjuti mengundang tim asesmen. Proses

asesmen sepenuhnya diserahkan kepada tim asesmen

(psikolog). Pengolahan asesmen diserahkan kepada tim

asesmen.

Sekolah selalu melakukan tes asesmen setiap tahun untuk

siswa yang dicurigai memiliki kebutuhan khusus. Tes

asesmen ini hanya dilakukan satu kali selama ABK menjadi

siswa berkebutuhan khusus di SD “Suka Ilmu”.

Dokumen hasil asesmen disimpan oleh kepala sekolah. Guru

kelas yang mengajar siswa berkebutuhan khusus tidak

mengetahui bagaimana hasil asesmen dari masing-masing

siswa di kelas yang diampunya. Guru kelas III menjelaskan

bahwa dari dokumen hasil asesmen dapat diketahui tingkat IQ

ABK. Tim asesmen yang akan memutuskan siswa tersebut

memiliki kebutuhan khusus atau tidak.

Cara guru memantau kemajuan hasil belajar siswa dilihat dari

perkembangan anak, ada peningkatan atau tidak. Pemantauan

ini bisa dilihat dari kemampuan anak dalam memahami materi

saat pembelajaran, pengamatan sikap anak dalam keseharian,

dan hasil ulangan anak.

Guru kelas I, II, dan III mengungkapkan bahwa belum pernah

ada kegiatan yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan

layanan pendidikan inklusi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

159

1

5

9

Tindakan yang dilakukan oleh guru ketika anak berkebutuhan

khusus mendapat asesmen adalah melakukan bimbingan

pribadi dengan ABK, menambah waktu bimbingan, dan lebih

memperhatikan ABK. Cara guru mengajar di kelas sama,

tidak ada perubahan dari sebelum asesmen maupun setelah

asesmen. RPP yang dibuat oleh guru kelas I berlaku untuk

semua siswa, baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak

berkebutuhan khusus.

Masing-masing guru kelas memberikan program-program

khusus untuk ABK. Guru kelas I menambah waktu belajar

untuk ABK dan memberi bimbingan ketika ABK

mengerjakan soal. Guru kelas II melakukan pendampingan

individu ketika siswa yang lain mengerjakan latihan soal.

Guru akan mengulangi materi yang telah disampaikan. Guru

kelas III meminta semua siswa setiap pagi untuk mengerjakan

soal yang telah disiapkan guru dari berbagai mata pelajaran

dan tanya jawab mengenai materi pelajaran. Hal ini berguna

bagi guru untuk memantau perkembangan pemahaman materi

siswa. Guru kelas III akan memberikan perlakukan lebih

khusus untuk ABK dengan memberikan kasih sayang, sikap

lemah lembut, dan perhatian yang lebih kepada ABK.

4. Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum

Fleksibel)

Kurikulum yang digunakan di SD “Suka Ilmu” masih sama

untuk anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan

khusus. Berdasarkan keterangan guru kelas I, pihak sekolah

belum mengusahakan untuk membuat kurikulum yang sesuai

untuk anak berkebutuhan khusus. Guru kelas III menjelaskan

bahwa meskipun kurikulum yang digunakan sama, tetapi ada

perbedaan indikator bagi ABK.

-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

160

1

6

0

Menurut kepala sekolah dan guru kelas I, SD “Suka Ilmu”

mengalami kesulitan dalam merancang kurikulum yang

adaptif bagi siswa karena keterbatasan sekolah dan belum

menanyakan kepada Dinas Pendidikan. Menurut guru kelas II,

sekolah tidak mengalami masalah dalam menyusun kurikulum

adaptif untuk siswa berkebutuhan khusus.

5. Merancang Bahan

Ajar dan Kegiatan

Pembelajaran yang

Ramah Anak

Semua siswa mendapatkan bahan ajar dan materi yang sama

dalam kegiatan pembelajarannya. Kepala sekolah

mengungkapkan bahwa meskipun perencanaanya sama, harus

ada batasan yang ditetapkan untuk siswa berkebutuhan khusus

sesuai dengan kebutuhannya. Guru kelas satu menyusun

materi dan kegiatan yang sama untuk seluruh siswa kerena di

kelas I belum diidentifikasi siswa yang memiliki kebutuhan

khusus, namun bagi siswa yang mengalami kesulitan akan

dibimbing secara khusus. Guru kelas II mengatakan bahwa

bahan ajar dan materi yang digunakan sama untuk seluruh

siswa, namun jika siswa mendapat nilai di bawah KKM akan

dilakukan perbaikan dengan soal yang lebih mudah. Menurut

guru kelas III, bahan ajar yang digunakan harus sama untuk

seluruh siswa karena penyampaian materi dilakukan

bersamaan, perbedaannya adalah seberapa mampu siswa

berkebutuhan khusus menyerap pengetahuan akan dibantu

oleh guru.

Kelas I:

Guru mengajar berdasarkan buku guru

dan buku siswa Kurikulum 2013.

Hambatan yang dialami guru dikelas

adalah masih banyak siswa yang belum

lancar membaca sehingga dalam

kegiatan pembelajaran lebih banyak

untuk berlatih membaca. Kegiatan

pembelajaran berlangsung interaktif.

Siswa aktif menjawab ketika guru

mengajukan pertanyaan.

Kelas II:

Kegiatan pembelajaran fokus untuk

membahas soal UAS tahun

sebelumnya sebagai persiapan

menghadapi UAS. Kegiatan

pembelajaran kurang interaktif dan

lebih banyak berpusat pada guru.

Kelas III:

Guru kurang interaktif dalam

menyampaikan materi, dalam kegiatan

pembelajarannya siswa kurang aktif

RPP yang digunakan oleh guru kelas II dan III sama untuk

seluruh siswa, baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak

berkebutuhan khusus. Guru kelas III menambahkan informasi

bahwa meskipun RPP yang digunakan sama, tetapi ada

perbedaan jumlah indikator untuk ABK. Perbedaan jumlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

161

1

6

1

indikator ini untuk menyesuaikan dengan kemampuan yang

dimiliki ABK. Guru tidak boleh memaksakan kemampuan

ABK dan juga ada aturan bahwa ABK tidak boleh tinggal

kelas.

dan masih berpusat pada guru. Guru

kelas dibantu oleh GPK dalam

penanganan siswa berkebutuhan

khusus. Guru kelas tidak memaksakan

kemampuan siswa berkebutuhan

khusus dalam meneriman materi

maupun mengerjakan tugas.

Metode mengajar yang paling banyak digunakan oleh guru

kelas I, II, dan III adalah dengan metode ceramah. Guru kelas

I mengungkapkan bahwa beliau kesulitan untuk meninggalkan

metode ceramah. Guru kelas II dan III menambahkan metode

tanya jawab dalam kegiatan pembelajarannya.

6. Penataan Kelas yang

Ramah Anak

Cara guru dalam memanajemen kelas agar dapat melakukan

proses pembelajaran secara optimal adalah dengan melakukan

bimbingan khusus kepada siswa berkebutuhan khusus. Kepala

sekolah mengungkapkan bahwa guru kelas akan menambah

jam belajar setelah pulang sekolah atau ketika ada ujian kelas

enam. Guru kelas I mengoptimalkan kegiatan pembelajaran

dengan berkeliling mendatangi setiap siswa untuk

membimbing individu dan menerapkan tutor sebaya untuk

membantu guru membimbing teman-temannya yang lain.

Guru kelas II melakukan pendekatan dengan bertanya materi

yang belum jelas kepada siswa berkebutuhan khusus yang ada

di kelasnya dan memberikan sanksi mendidik bagi siswa yang

membuat kegaduhan, misalnya diminta untuk berpidato di

depan kelas. Guru kelas III akan mengajukan pertanyaan

kepada siswa yang berbicara saat guru menjelaskan materi.

Kelas I:

Ruang kelas memadai dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran,

namun penataan meja kurang rapi

membuat siswa dan guru sulit

bergerak. Tempat duduk siswa disusun

berkelompok dengan kemampuan

siswa yang beragam.

Kelas II:

Ruang kelas cukup memadai untuk

siswa, namun pencahayaan ruang kelas

kurang terang. Tempat duduk siswa

disususn berbaris. Siswa yang

memerlukan pendampingan lebih

dibandingkan siswa lain ditempatkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

162

1

6

2

Penataan tempat duduk untuk setiap kelas diserahkan kepada

guru kelas yang mengampu. Kepala sekolah mengungkapkan

tidak ada pengelompokkan untuk siswa berkebutuhan khusus

di kelas, semua berbaur dengan teman-temannya yang lain.

Guru kelas I menempatkan siswanya yang belum lancar

membaca di bangku depan untuk memudahkan guru dalam

membimbing, terkadang juga membentuk kelompok kecil

dengan kemampuan siswa yang beragam. Guru kelas II

menempatkan siswa berkebutuhan khusus terutama siswa

lambat belajar di bangku depan yang dapat memudahkan guru

untuk membimbingnya. Hal ini juga dimaksud agar siswa

tidak mudah gaduh. Guru kelas III menempatkan siswa

berkebutuhan khusus di bangku belakang karena jika di depan

ia akan mengganggu temannya yang lain. Meskipun siswa

berkebutuhan khusus ditempatkan di belakang namun ia

didampingi oleh guru pendamping, sehingga menurut guru

kelas III tidak menimbulkan masalah.

di bangku depan.

Kelas III:

Luas ruangan cukup memadai untuk

siswa, namun pencahayaan membuat

ruang kelas kurang terang. Tempat

duduk siswa disususn berbaris. Siswa

berkebutuhan khusus duduk sendiri di

bangku belakang. GPK selalu

mendampingi siswa berkebutuhan

khusus tersebut.

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media

Pembelajara Adaptif

SD “Suka Ilmu” belum memiliki media pembelajaran adaptif yang menunjang kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

Media pembelajaran yang digunakan bersifat umum

digunakan untuk semua siswa. Guru kelas III menambahkan

bahwa terkadang guru menggunakan media gambar yang

ditampilkan menggunakan HP atau digambar oleh guru

sendiri dan siswa diajak untuk mengamati benda konkret yang

sesuai dengan materi.

Kelas I: Guru tidak selalu menggunakan media pembelajaran

adaptif dalam setiap kegiatan

pembelajarannya. Buku guru dan buku

siswa Kurikulum 2013 digunakan

sebagai panduan untuk mengajar.

Kelas II: Guru tidak menggunakan

media pembelajaran adaptif dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

163

1

6

3

Guru kelas I dan II mengungkapkan bahwa media

pembelajaran sangat membantu siswa untuk memahami

materi karena dapat memahami secara langsung bukan dalam

angan-angan.

menjelaskan materi.

Kelas III: Guru dan GPK

menggunakan jari tangan dalam

memudahkkan siswa berkebutuhan

khusus memahami operasi bilangan,

namun siswa berkebutuhan khusus

mengalami kesulitan ketika

menggunakan metode hitung seperti

ini.

8. Penilaian dan

Evaluasi

Pembelajaran

Guru kelas I dan II mengungkapkan bahwa ada target nilai

yang harus dicapai oleh siswa yaitu nilai KKM. Nilai KKM

yang ditetapkan sama untuk seluruh siswa baik yang

berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus.

Guru kelas I menambahkan meskipun KKM yang ditetapkan

sama namun ada penurunan materi untuk anak berkebutuhan

khusus. Guru kelas I menjelaskan bahwa target nilai minimal

untuk sikap adalah baik dan nilai keterampilan sama dengan

nilai KKM. Guru kelas II menjelaskan bahwa siswa yang

belum tuntas mencapai nilai KKM melakukan perbaikan

dengan soal yang dibuat lebih mudah. -

Penetapan KKM sama untuk seluruh siswa, hal ini

diungkapkan oleh kepala sekolah, guru kelas I, guru kelas II

dan guru kelas III. Guru kelas I menambahkan keteranga

bahwa meskipun nilai KKM disamakan, namun materinya

lebih disederhanakan. Guru kelas II mengungkapkan bahwa

untuk soal ulangan perbaikan dibuat lebih mudah. Guru kelas

III memberikan alasan bahwa KKM dibuat sama untuk

seluruh siswa karena materi pembelajarannya sama untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

164

1

6

4

seluruh siswa.

Bentuk evaluasi pembelajaran di SD “Suka Ilmu”

menggunakan soal yang sama untuk ulangan harian, ulangan

tengah semester, dan ulangan kenaikan kelas. Guru kelas I

menungkapkan untuk soal UTS dan UAS berasal dari Dinas

Pendidikan, belum ada soal khusus untuk ABK sehingga

ketika mengerjakan guru perlu mendampingi ABK.

Terdapat beberapa perbedaan penerapan dalam penilaian dan

evaluasi pembelajaran di SD “Suka Ilmu” dibandingkan

sekolah pada umumnya. Kepala sekolah mengungkapkan

bahwa seharusnya soal untuk ABK dibuat lebih mudah karena

materi yang didapatkan ABK juga lebih mudah. Guru kelas I

menjelaskan bahwa dengan soal evaluasi yang sama diberikan

kepada anak berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan

maka untuk ABK membutuhkan bimbingan lebih khusus.

Guru kelas II mengungkapkan bahwa soal evaluasi yang

diberikan sama namun ketika siswa melakukan perbaikan

nilai, soal yang diberikan lebih mudah dari soal ulangan

sebelumnya. Guru kelas III memberikan informasi bahwa

penilaian dan evaluasi untuk ABK diberikan keleluasaan

untuk menyelesaikan soal ulangan sesuai dengan

kemampuannya.

Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui

kemampuan siswa, keberhasilan belajar mengajar, evaluasi

bagi guru, memberikan pemecahan masalah dalam kegiatan

pembelajaran, dan melihat perkembangan siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: PERMASALAHAN SEKOLAH DASAR INKLUSI KELAS BAWAH DI …repository.usd.ac.id/27150/2/141134168_full.pdf · adaptif, (5) bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

165

BIOGRAFI PENELITI

Fitri Damayanti lahir di Kulon Progo, 28 Februari

1996 dari pasangan Bapak Sarjiyo dengan Ibu Ponisah.

Anak ketiga dari tiga bersaudara menempuh pendidikan

non formal di TK PKK Putra Giri lulus pada tahun 2002,

dilanjutkan dengan menempuh pendidikan formal di SD

Negeri Niten lulus pada tahun 2008, SMP Negeri 1 Wates

lulus pada tahun 2011, dan SMA Negeri 1 Wates lulus

pada tahun 2014. Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma.

Selama menempuh pendidikan S1 di PGSD USD, peneliti mengikuti

berbagai macam kegiatan, antara lain:

1. Peserta Kuliah Umum Pendidikan Berbasis Montessori tahun 2015

2. Sebagai Anggota Divisi Acara Insipro tahun 2015

3. Peserta Seminar Kurikulum untuk Terstandarisasi (Cambridge) tahun 2016

4. Sebagai Koordinator Divisi Acara Insipro tahun 2016

5. Sebagai peserta Kuliah Umum Implementasi Kurikulum Tiga Belas di

Sekolah Dasar.

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis

skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Permasalahan Sekolah Dasar Inklusi

Kelas Bawah di SD “Suka Ilmu” wilayah Kabupaten Kulon Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI