pernikahan melangkahi kakak menurut adat...
TRANSCRIPT
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT ADAT SUNDA
( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )
Oleh:
NUR FAIZAH
NIM. 103044128039
KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
��� ا ا���� ا�����
KATA PENGANTAR
Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala puji
dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai lagi
Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada seluruh hamba-Nya
dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Nabi besar
Muhammad SAW, semoga kita termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya
kelak di hari kiamat, amin.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan
dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah
membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH.,MA.,MM Dekan Fakultas Syariah dan.
Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag pembantu dekan I bagian akademik. Untuk Ibu
Afidah Wahyuni dosen pembimbing akademik, beserta para staf akademik
lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran
penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia
meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing
penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis
Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih
sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang
sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin
oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka
didunia dan akhirat. Amin.
4. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,
Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih
atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat
tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama
tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :
Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,
Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas
bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.
Jakarta, Rabiul Awal 1431
Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6
D. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ............................................................... 9
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
A. Pengertian Pernikahan............................................................... 11
B. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15
C. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19
D. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27
E. Hikmah Pernikahan................................................................... 31
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY
SUKABUMI JAWA BARAT
A. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35
B. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat ................................................................................ 36
BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT
SUNDA
A. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47
B. Adat Istiadat ................................................................................ 47
C. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang
Hukum Adat dan Hukum Islam................................................ 52
D. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan
Melangkahi Kakak .................................................................... 57
E. Analisis Penulis ........................................................................ 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 63
B. Saran-Saran............................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
ا ا���� ا����� .6
7. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia
meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing
penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis
Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih
sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang
sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin
oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka
didunia dan akhirat. Amin.
9. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,
Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih
atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat
tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama
tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :
Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,
Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas
bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.
Jakarta, Rabiul Awal 1431
Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
F. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
G. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6
H. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6
I. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7
J. Sistematika Penulisan ............................................................... 9
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
F. Pengertian Pernikahan............................................................... 11
G. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15
H. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19
I. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27
J. Hikmah Pernikahan................................................................... 31
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY
SUKABUMI JAWA BARAT
C. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35
D. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat ................................................................................ 36
BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT
SUNDA
F. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47
G. Adat Istiadat ................................................................................ 47
H. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang
Hukum Adat dan Hukum Islam................................................ 52
I. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan
Melangkahi Kakak .................................................................... 57
J. Analisis Penulis ........................................................................ 59
BAB V PENUTUP
C. Kesimpulan............................................................................... 63
D. Saran-Saran............................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT ADAT SUNDA
( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah
Oleh:
NUR FAIZAH
NIM:103044128039
Di Bawah Bimbingan
Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag
NIP. 19711212 199503 1 001
KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
��� ا ا���� ا�����
KATA PENGANTAR
Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala puji
dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai lagi
Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada seluruh hamba-Nya
dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Nabi besar
Muhammad SAW, semoga kita termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya
kelak di hari kiamat, amin.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan
dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah
membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :
11. Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, SH.,MA.,MM Dekan Fakultas Syariah dan.
Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag pembantu dekan I bagian akademik. Untuk Ibu
Afidah Wahyuni dosen pembimbing akademik, beserta para staf akademik
lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran
penyelesaian skripsi ini.
12. Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia
meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing
penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis
Bpk. H. Djamal Abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, atas doa dan kasih
sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang
sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin
oleh orang tua sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka
didunia dan akhirat. Amin.
14. Untuk kakakku Nur Fauziah Gamal dan adik-adikku ( Nur Afriani Aziziah,
Muhammad Husein Tabrani, Abdul Wahab, dan Abdul Majid ), terimakasih
atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat
tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini.
15. Teman - teman di Fakultas Syariah angkatan 2003, kelas A dan B, terutama
tim KKN. Sahabat-sahabat terbaikku yang tak pernah membiarkanku sendiri :
Dede Ibnu Yusipa, Muhammad Yaseer Arafat, Nur Laila Sari, Rahmat,
Firman, Jati, Fa’i, Farhan dan Syifa Solahuddin, terimakasih atas
bantuan,semangat dan persahabatan terindah yang kalian berikan.
Jakarta, Rabiul Awal 1431
Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
K. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
L. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6
M. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6
N. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7
O. Sistematika Penulisan ............................................................... 9
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
K. Pengertian Pernikahan............................................................... 11
L. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15
M. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19
N. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27
O. Hikmah Pernikahan................................................................... 31
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY
SUKABUMI JAWA BARAT
E. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35
F. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat ................................................................................ 36
BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT
SUNDA
K. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47
L. Adat Istiadat ................................................................................ 47
M. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang
Hukum Adat dan Hukum Islam................................................ 52
N. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan
Melangkahi Kakak .................................................................... 57
O. Analisis Penulis ........................................................................ 59
BAB V PENUTUP
E. Kesimpulan............................................................................... 63
F. Saran-Saran............................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT ADAT SUNDA
( Studi di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah
Oleh:
NUR FAIZAH
NIM:103044128039
Di Bawah Bimbingan
Dr. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag
NIP. 19711212 199503 1 001
KONSENTRASI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
P. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
Q. Pembatasan Dan Perumusan Masalah........................................ 6
R. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................. 6
S. Metode dan Teknik Penelitian................................................... 7
T. Sistematika Penulisan ............................................................... 9
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
P. Pengertian Pernikahan............................................................... 11
Q. Dasar Hukum Pernikahan.......................................................... 15
R. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................... 19
S. Tujuan Pernikahan .................................................................... 27
T. Hikmah Pernikahan................................................................... 31
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG DESA CIJUREY
SUKABUMI JAWA BARAT
G. Kondisi Geografis dan Sosial ................................................... 35
H. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat ................................................................................ 36
BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT
SUNDA
P. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak .................................... 47
Q. Adat Istiadat ................................................................................ 47
R. Pernikahan Melangkahi Kakak Dilihat Dalam Sudut Pandang
Hukum Adat dan Hukum Islam................................................ 52
S. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan
Melangkahi Kakak .................................................................... 57
T. Analisis Penulis ........................................................................ 59
BAB V PENUTUP
G. Kesimpulan............................................................................... 63
H. Saran-Saran............................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
BAB I
PENDAHULUAN
U. Latar Belakang Masalah
Di muka bumi ini Allah SWT menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya mereka saling mengenal, banyak cara yang terjadi di dalam
prosesnya dan pernikahan adalah salah satu media manusia untuk bisa
berinteraksi dengan manusia lainnya yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Peristiwa saling mengenal ( ta’aruf ) tersebut seperti tercantum dalam surat Al-
Hujuuraat ayat 13 :
��ر)"ا و'&�%$ #�"!� و�����آ� وأن�� ذآ� �� آ������ إن� ا���س ��أ����*� )13: 49//�ت-ا�(...
Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS.Al-Hujuraat/49:13)
Pada dasarnya pernikahan merupakan Sunnah Rasulullah yang di syariatkan
Allah SWT kepada hamba-hambanya, karena pernikahan itu tidak hanya sebagai
kebutuhan biologis semata namun juga sebuah institusi untuk menciptakan suatu
rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah baik di dunia maupun di
akhirat.
Pernikahan dapat ditinjau dari berbagai segi: Ditinjau dari segi Hukum,
Pernikahan merupakan suatu perjanjian. Dari segi Agama, Pernikahan adalah
lembaga yang suci dan upacara pernikahan adalah suatu cara yang membantu
proses kesakralan perjanjian tersebut tanpa meninggalkan nama Allah di
dalamnya. Dan yang terakhir adalah dari segi Sosial, yaitu bahwa orang yang
berkeluarga ( menikah ) atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang
lebih dihargai dari pada orang yang tidak berkeluarga.
Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kepada laki-laki atau
perempuan yang telah memiliki kesiapan lahir dan bathin untuk segera
melangsungkan pernikahan, selain untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh
agama, menikah juga dapat memberikan jaminan rezeki kepada orang yang
melakukan pernikahan tersebut, apabila orang yang akan menikah takut akan
berkurangnya harta mereka, atau kepada orang yang tidak mampu ( miskin)
namun ingin melangsungkan pernikahan. Sebagaimana Firman Allah SWT :
)��اء 7�"ن"ا إن وإ��%7� >&�دآ� �� وا�:��-9� ��7� ا�8���� وأن7-"ا���?� @ )32: 24/ا��"ر (>9�� واCD وا��@ )A�@ �� ا��
Artinya; “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( berkahwin ) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas ( pemberian- Nya ) lagi Maha Mengetahui.”
( Q.S.An-Nur/24-32 )
Dari ayat diatas dapat memberikan gambaran bahwa hendaknya pernikahan
itu tidak ditunda-tunda atau bahkan dilarang dengan alasan di luar syar’i,
maksudnya dilarang adalah ada salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai
adat bahwa seorang adik yang ingin menikah dilarang untuk melangsungkan
pernikahan apabila kakaknya belum menikah, padahal adik tersebut telah siap
lahir dan bathin untuk melakukan suatu pernikahan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu proses pernikahan juga tidak akan
pernah lepas dari adat istiadat yang berlaku di suatu daerah, karena pernikahan
merupakan suatu budaya yang juga mengikuti perkembangan budaya manusia itu
sendiri, yang pastinya masih berada dalam lingkup kemasyarakatan.
Seperti yang berlaku dalam adat istiadat pernikahan masyarakat sunda, ada
salah satu daerah sunda yang mempunyai tradisi atau adat istiadat yang seakan
telah berada diluar ketentuan agama, seperti tradisi peraturan pernikahan, upacara
pernikahan, dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dan menjadi hukum dan
adat istiadat pernikahan yang harus diikuti oleh masyarakat sunda.
Hukum adat dalam pernikahan yang dimaksud disini adalah hukum
masyarakat (hukum rakyat) yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan
negara yang mengatur tata tertib perkawinan. Apabila terjadi pelanggaran
terhadap hukum adat maka yang mengadili adalah peradilan adat ( peradilan
masyarakat, keluarga atau kerabat ) yang bersangkutan.1
Bahkan mereka mempunyai spesifikasi sendiri tentang suatu pernikahan,
yang pernikahan itu sendiri oleh mereka di bagi menjadi dua bagian :
1. Pernikahan Biasa
1 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1990 ), cet ke IV, h. 14-15.
Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di negara ini.
2. Pernikahan Diam-diam
Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan adat istiadat atau
tradisi yang berlaku di daerah ini. Dalam pernikahan ini terbagi menjadi
beberapa macam, yaitu: Kawin Gantung, Kawin Pendok ( keris ), Kawin
Sembunyi, Kawin dengan Pria Pendatang, Ditarik Kawin, Kawin Kias, Kawin
Panyela, Kawin Tua Sama Tua, Nyalindung Kagelung, Manggih Kaya, Turun
Karanjang dan Kawin Unggah Karanjang.2 Untuk pengertiannya akan
dijabarkan pada bab II.
Ada suatu istilah pernikahan yang sering digunakan oleh masyarakat sunda
khususnya di desa Cijurey yaitu “Karunghal” atau lebih dikenal dengan istilah
pernikahan melangkahi kakak kandung. Artinya adalah suatu pernikahan yang
tidak diizinkan terjadi apabila pengantin yang akan menikah melangkahi kakak
perempuannya yang belum menikah, karena menurut adat tersebut itu merupakan
suatu hal yang tidak baik yang bisa juga dianggap melanggar larangan adat itu
sendiri karena pengantin menikah melangkahi orang yang lebih tua diatasnya
yaitu kakak perempuan yang belum menikah.
Efek yang terjadi dengan adanya ketentuan di atas adalah terhalangnya
pernikahan adik karena kakaknya belum menikah, karena pernikahannya tidak
akan diizinkan oleh kakak atau orang tua pengantin. Sekalipun itu bisa terjadi
2 Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara
Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta, 1982 ), h.64-69
mereka harus memberikan uang pelangkah kepada kakaknya yang belum
menikah, yang secara tidak langsung hal ini dapat menimbulkan beban kepada
mereka yang mengakibatkan tertundanya atau bahkan batalnya pernikahan
tersebut.
Dari pemaparan di atas terjadi perbedaan pendapat yang timbul di kalangan
masyarakat sunda sendiri, ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung
dengan adat atau tradisi tersebut, bagi yang mendukung mereka berpendapat akan
sangat tidak baik bagi seorang adik menikah melangkahi kakaknya yang belum
menikah karena menurut mereka hal itu sangatlah buruk karena harusnya sang
adik bersabar sampai kakaknya menikah, sehingga tidak menyakiti perasaan
kakaknya atau bahkan yang terburuk kakaknya dapat mengalami gangguan
psikologis karena masalah tersebut, sedangkan bagi mereka yang tidak setuju
mereka mengkhwatirkan akan adanya perbuatan zina karena pengantin sudah siap
menikah namun harus ditunda atau dampak negatif yang timbul dan cenderung
mempersulit proses perkawinan yang akan terjadi akibat dari tertundanya
pernikahan itu sendiri.
Oleh karena adanya perbedaan pendapat seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membahas tentang kasus tersebut ke
dalam judul skripsi penulis. Adapun judul dari skripsi tersebut adalah :
“PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK MENURUT ADAT SUNDA”
(Studi Kasus Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat )
V. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar lingkup bahasannya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
penelitian hanya sekitar pernikahan melangkahi kakak, menurut hukum islam
dan adat sunda itu sendiri, serta akan membahas tentang uang pelangkah yang
ada dalam syarat apabila ingin menikah melangkahi kakaknya yang terjadi di
Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat.
2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian di atas maka penulis akan mengemasnya ke dalam
bentuk pertanyaan di bawah ini :
a. Bagaimana tradisi pernikahan adat sunda Desa Cijurey Sukabumi Jawa
Barat ?
b. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat
terhadap pernikahan melangkahi kakak ?
W. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Mengetahui tradisi pernikahan adat Sunda Desa Cijurey Sukabumi Jawa
Barat.
b. Mengetahui latar belakang berlakunya tradisi pernikahan adat Sunda
tersebut, khususnya yang berlaku pada Desa Cijurey Sukabumi Jawa
Barat.
c. Mengetahui pandangan masyarakat Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat
terhadap tradisi yang berlaku pada pernikahan mereka.
d. Mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap tradisi pernikahan adat
Sunda.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis. Mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan program
studi penulis, tambahan refrensi guna penelitian lanjutan serta kontribusi
untuk data perpustakaan.
b. Secara Praktis. Kontribusi hasanah bagi masyarakat Islam dan golongan
education pada umumnya. Lebih khusus terhadap lembaga-lembaga yang
menangani masalah perkawinan agar lebih merujuk pada aturan – aturan
yang ditetapkan.
X. Metode dan Tekhnik Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa metode
kualitatif, yang merupakan metode penelitian yang berukur pada data-data
berupa pandangan-pandangan tentang study etnografi ( etnis ) dalam
perkawinan adat sunda ditinjau dari perspektif Hukum Islam. Dan metode
Hukum yang digunakan bersifat Doktriner ( normatif ), yaitu penelitian
berdasarkan data-data yang ada sesuai dengan ketentuan Hukum Fiqh dan
Hukum Positif.
Yang dimaksud fiqh adalah pendapat ulama yang bersumber dari Al-
qur’an, Al-hadits, ijma’ dan qiyas. Yang dimaksud Hukum Positif dalam
penelitian ini ialah Peraturan Perundang-undangan bidang Perkawinan yakni :
Undang-Undang No.1 tahun 1974 dan Instruksi Presiden Republik
Indonesia N0.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
2. Sumber Penelitian
a. Sumber Primer
Sumber data primer diperoleh dari wawancara dengan tokoh
masyarakat dan penduduk desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat. Al-qur’an,
Al-hadits serta Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Serta buku-buku, dan data lainnya yang memuat keterangan dan
penjelasan seputar tema dan pokok penjelasan.
b. Sumber Sekunder
Di dalam penelitian Hukum, digunakan pula data sekunder yang
memiliki kekuatan mengikat ke dalam,
1) Bahan Hukum sekunder, berupa buku-buku, makalah seminar, jurnal-
jurnal, laporan penelitian, artikel,majalah dan Koran.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan di
dasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi
perpustakaan (Library Research) guna memperoleh data primer maupun
sekunder, yang ada korelasinya dengan pembahasan ini.
Dalam proses analisa data penulis menggunakan metode analisis
eksploratif berupa metode deskriptif yang berdasarkan pendekatan rasional
dan logis secara induktif dan deduktif terhadap susunan penelitian.
Mengenai tekhnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman
penulisan skripsi fakultas Syari’ah dan Hukum yang diterbitkan oleh fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Press 2007 cetakan ke 1, dengan pengecualian sebagai berikut :
a. Al-qur’an tidak diberi footnote, tetapi langsung disebut surat dan ayatnya
dengan di beri syakal serta diterjemahkan.
b. Ayat –ayat Al-qur’an dan Al-hadits di tulis dengan satu spasi.
Y. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan. Dengan memuat Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode
dan Tekhnik Penelitian dan yang terakhir adalah Sistematika
Penulisan.
BAB II Pernikahan Menurut Bahasa, Hukum Islam dan Hukum Positif.
Pada bab ini penulis akan mengulas secara umum tentang
Pengertian Pernikahan, Syarat dan Rukun Pernikahan, Tujuan
Pernikahan, dan Hikmah Pernikahan.
BAB III Deskripsi Umum Tentang Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat,
Membahas Tentang Kondisi Geografis dan Sosial, Adat Istiadat,
serta Tata Cara Pernikahan Yang Berlaku di Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat
BAB IV Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi Kasus
Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat). Membahas Tentang Definisi
Melangkahi, Melangkahi dari Sudut Pandang Adat dan Hukum
Islam, serta Analisis Penulis tentang Ketiganya.
BAB V Penutup. Berisi tentang Kesimpulan dan Saran-saran
BAB II
PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
U. Pengertian Pernikahan
1. Menurut Bahasa
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia asal kata dari Perkawinan
adalah“ kawin “ yang menurut arti bahasanya adalah membentuk keluarga
dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.3 Kata
“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan ( coitus ), juga
untuk arti akad nikah.4
Di dalam literatur fiqh yang berbahasa arab Perkawinan atau Pernikahan
disebut dengan dua kata, yaitu nikah (ا����ح) dan zawaj ( جازو ). Kata-kata
tersebut sangat erat sekali dengan kehidupan sehari-hari dari orang Arab dan
juga banyak terdapat dalam Al-qur’an dan hadits nabi.5 Sedangkan kata na-
ka-ha banyak terdapat dalam Al-qur’an dengan arti kawin, seperti dalam
surat An-Nisa ayat 3 :
3 Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1994 ), cet.ke-3,
edisi kedua, h.456
4 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, ( Beirut : Dar al-Fikr,1989 ),cet ke-3,
h. 29
5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, ( Kencana, 2006 ), cet 1
وإن M�*� أ�� تKF�"ا )J ا�9*��� )�ن7-"ا �� �Iب �7� �� ا���FGء ��� وث��ث ور!�ع )Sن M�*� أ�� ت�Q�"ا )"احQة أو �� O7�� أ�N�ن7� �
� )3:3/ا���Fء ("�"اذ�W أدن� أ�� ت
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim
maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi,
dua, tiga, atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku
adil, cukup satu orang” ( QS.An-Nisa’/3:3 )
Karena arti kata nikah berarti “ bergabung” ( �ا�� ), “hubungan
kelamin” ( ��ا�س� ) dan juga berarti “akad” jadi adanya dua kemungkinan
arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur’an memang
mengandung dua arti tersebut6. Seperti kata nikah yang terdapat dalam surat
An-Nur ayat 32:
وأن7-"ا ا�8���� ��7� وا�:��-9� �� >&�دآ� وإ��%7� إن 7�"ن"ا �9�< CDوا @ )32: 24/ا��"ر ()��اء �?��� ا��@ �� )A�@ وا��
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak ( berkahwin ) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan....” (Q.S.
An-Nur/24:32 )
2. Menurut Hukum Islam
Sedangkan dalam Hukum Islam, para ulama fiqh masing-masing
mempunyai pendapatnya sendiri, antara lain sebagai berikut:
6 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, ( Kencana, 2006 ), cet, h.36
a. Imam Abu Hanifah :
G��اQ9M� Q�< @�Q:' Yا�7ح !8ن*N�ا W�� 7 Artinya : “Nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki kesenangan
secara sengaja.”.
b. Imam Maliki:
د�/� ��< Q�< @�Y ا�*�\ذ !�د�"� �9[ Y9�N9' Z*��ا���7Gح !8ن*� @�&' Y�9&! �9[8
Artinya: “Nikah adalah suatu akad yang mengandung ketentuan hukum
semata-mata untuk membolehkan watha’,bersenang-senang
dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang
perempuan yang boleh dinikahinya ”.
c. Imam Syafi’i :
و�_ او ����ه�N @ !8نا���7Gح � W�� وطء !aM� إن�7ح او تNA*� Q�<9
Artinya : “Nikah adalah suatu akad yang mengandung pemilikan ”wathi”
dengan menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan
atau kata lain yang menjadi sinonimnya ”.
d. Imam Hambali :
�Y اN*Dc*�عا���7GحM�� ��< _�و 10 ه" >aM�! Q� إن7�ح أو ت
Artinya : “ Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafdz-lafadz
inkah atau tazwij untuk manfaat (menikmati) kesenangan ”.
Dilihat dari beberapa pengertian yang telah diberikan oleh para
Imam diatas, dapat disimpulkan bahwa nikah adalah diizinkannya
seorang suami bersenang-senang atau memanfaatkan apa yang ada pada
7 Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Fiqh Al-Mazahib Al-Arba’ah, Mishr : tp, t.th, h.2
8 Ibid., h.2
9 Ibid, h.3
10 Ibid., h.4
diri istrinya, karena sudah menjadi halal baginya kehormatan dan
keseluruhan dari apapun yang dimiliki oleh seorang istri untuk suaminya
dan begitupun sebaliknya, karena hal tersebut sudah sesuai dengan Syara’
atau ketentuan yang berlaku, hal ini dapat terjadi tidak terlepas dari sudah
adanya suatu aqad atau ikatan legal baik menurut hukum agama ataupun
hukum negara yang telah mereka lakukan.
3. Menurut Hukum Positif
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 1; “Pernikahan adalah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan
membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Adapun pengertian menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) adalah
sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.11
V. Dasar Hukum Pernikahan
Menurut para jumhur ulama hukum pernikahan atau perkawinan itu adalah
sunnah, hal ini didasari dari banyaknya perintah allah dalam Al-Qur’an dan juga
11 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 14
hadits-hadits nabi yang beberapa diantaranya berisi anjuran untuk melangsungkan
pernikahan.12
Seperti firman Allah berikut ini :
وأن7-"ا ا�8���� ��7� وا�:��-9� �� >&�دآ� وإ��%7� إن 7�"ن"ا )��اء @�A( �� @ )32: 24/ا��"ر... (�?��� ا��
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( untuk kawin ) di antara hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya ( Q.S. An-Nur/24:32 )
Sedangkan kenapa nikah menurut Rasul adalah sunnah, karena beliau
sendiri sudah melaksanakan hal tersebut, dan beliau menginginkan para umatnya
menjalankan apa yang beliau sendiri telah jalani dan beliau lakukan. Seperti salah
satu hadits rasulullah :
� '�ل�D9�@ و< eص$ ا J&�7 أن� : >� ا!� ���W رضJ اe >�@ أن ا��� h9�( �*�D �< Z[ر �N( ء�FG��وج ا أص�G� وأن�م وأص"م وأ)K� وأت
�G��)��F� روام(
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya nabi SAW memuji Allah dan
menyanjung-Nya, beliau berkata ; Akan tetapi aku sholat, aku tidur, aku
berpuasa, aku makan dan aku mengawini perempuan ; barang siapa
yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku ”. ( H. R. Muslilm )
Sedangkan asal hukum nikah itu sendiri adalah Mubah.13
Hukum tersebut
bisa berubah sesuai dengan keadaan seseorang yang akan melakukan pernikahan,
12 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia. Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, ( Jakarta: Kencana, 2006 ) h.43
hukum itu bisa menjadi wajib, sunnah, haram atau makruh.14
Berikut adalah
definisinya :
1. Wajib
Apabila seseorang sudah mampu untuk menikah, kebutuhan
biologisnya sudah mendesak dan dia takut atau khawatir akan menuju ke hal
yang diharamkan oleh agama ( berzina ) maka diwajibkanlah untuk orang
yang seperti itu menikah, karena untuk menjauhkan diri dari hal yang haram
adalah suatu hal yang wajib, dan tidak ada jalan lain kecuali menikah.15
Seperti firman Allah berikut :
@�kM ا�\�� �� �/Qون ن�7ح� ح*� �?�9�� ا��*F9�و@�A( �� ... )33: 24/ا��"ر(
Artinya: “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah mereka
menjaga kesucian ( diri ) nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia- Nya......... “ .( Q.S. An-Nur/24:33 )
2. Sunnah
Seseorang yang telah di sunnnatkan untuk menikah adalah seseorang
yang sudah mempunyai kesanggupan untuk menikah dan sudah mampu untuk
memelihara diri sendiri dari segala perbuatan yang terlarang. Karena sudah
13 H. Abdul Fatah Idris dan H. Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, ( Jakarta : Rineka Cipta,
1994), h. 198.
14 Ibid h.5
15 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.13
jelas, pernikahan adalah suatu hal yang bagus dan baik bagi dirinya, dan juga
Rasulullah melarang seseorang hidup sendirian tanpa menikah.16
Sesuai dengan sabdanya :
�Q !� : >� ا!� #��ب أن@ '�لD CND @9Z أنlN�ا �! Q9�D أ�&�ن�$�"ن ان �*&*A� �! ن�N�)�n�� رD"ل اe . أ!� و'�ص ��"ل اراد >
W�ز�@ ذ��و�" أ ��D9�@ و< eا )رواn ا�&�rر(q�*:9�� , ص�� “ Bersumber dari Ibnu Syihab, sesungguhnya dia berkata : “ Sa’id bin Al
Musyyab bercerita kepadaku, bahwa dia pernah mendengar Sa’ad bin Abu
Waqqash mengatakan : “ Ustman bin Madh’un bermaksud akan membujang
terus, namun kemudian Rasulullah SAW melarangnya. Seandainya beliau
merestuinya niscaya kami akan melakukan pengkibirian”. (HR. Bukhori)17
3. Makruh
Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan adalah
Seseorang yang belum pantas untuk menikah, belum mempunyai keinginan
untuk menikah, serta belum mempunyai bekal untuk melangsungkan
pernikahan. Namun ada juga orang yang telah mempunyai bekal untuk
menikah, namun fisiknya mengalami cacat, seperti impoten, usia lanjut
berpenyakit tetap, dan kekurangan fisik lainnya18.
4. Haram19
16 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta : Bulan Bintang,
1993 ), h.16
17 Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Shahih Muslim, Muslim Abu Husein, ( Beirut Dar al-
Fikr, 1983 ) 18 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia. Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, ( Jakarta: Kencana, 2006 ) h.43-44
19 Ibid, h. 17
Seseorang diharamkan untuk menikah, alasannya adalah orang
tersebut sebenarnya mempunyai kesanggupan untuk menikah akan tetapi
apabila ia melakukan pernikahan ia akan menimbulkan atau memberikan
kemudharatan kepada pasangannya, seperti contoh, orang gila, orang yang
suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan
pasangannya ataupun orang-orang di sekitarnya, atau juga orang yang tidak
mampu memenuhi nafkah lahir batin pasangannya, serta kebutuhan
biologisnya tidak mendesak, maka orang tersebut haram untuk menikah.20
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa suatu hukum pernikahan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan
keadaan orang yang akan melakukan pernikahan tersebut, sesuai dengan
penjelasan sebelumnya. Apabila dia sudah memenuhi kriteria dengan
beberapa hukum di atas, maka dia harus melaksanakannya, karena dalam
islam, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan juga merupakan suatu
bentuk pengamalan ibadah kita kepada Allah SWT.
W. Rukun dan Syarat Pernikahan
1. Menurut Hukum Positif
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2
ayat 1 menyatakan : “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
Hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu ”
20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.14
Dalam pasal lain Undang-Undang Perkawinan menetapkan beberapa
syarat, yaitu dalam pasal 6 disebutkan :
a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
( dua puluh satu ) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup di peroleh dari orang tua yang masih
hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin di peroleh dari
wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan
dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
e. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2),(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka
tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum
tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Dalam Kompilasi Hukum Islam bab IV pasal 14, yang berisi tentang
rukun dan syarat perkawinan adalah sebagai berikut :21
a. Calon Suami;
b. Calon Istri;
c. Wali Nikah;
d. Dua Orang Saksi;
e. Ijab dan Kabul.
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II pasal 5 dan pasal
6 yang berisikan tentang dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22
Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Pasal 6
21 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 18
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapkan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
tidak mempunyai kekuatan Hukum.22
2. Menurut Hukum Islam
Dalam Islam, rukun dan syarat merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena kebanyakan dari setiap aktivitas
ibadah yang ada dalam agama islam, senantiasa ada yang namanya rukun dan
syarat, sehingga bisa dibedakan dari pengertian keduanya adalah syarat yang
merupakan suatu hal yang harus ada dan terpenuhi sebelum melakukan suatu
perbuatan, sedangkan rukun merupakan suatu hal yang harus ada atau
terpenuhi pada saat perbuatan dilaksanakan. Kaitannya dengan perkawinan
adalah bahwa rukun perkawinan merupakan sebagian dari hakikat
perkawinan, seperti harus adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan,
wali, akad nikah dan saksi. Semua itu adalah sebagian dari hakikat
perkawinan dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak ada salah
22 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia, ( Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h.
satu dari rukun perkawinan di atas. Maka yang demikian itu dinamakan
Perkawinan.23
Adapun Syarat merupakan suatu yang mesti ada dalam perkawinan
dan merupakan salah satu bagian hakikat perkawinan tersebut, misalnya saja
syarat bahwa wali itu laki-laki, baligh, berakal ( tidak gila ), seorang muslim,
tidak sedang ihram, dan harus adil, ini menjadi penting karena disini selain
menjadi saksi pernikahan, wali mempunyai posisi atau hak penuh untuk
mengizinkan kedua mempelai itu boleh menikah atau tidak
Para ulama sepakat bahwa rukun dan syarat perkawinan itu terdiri dari
beberapa bagian, seperti:
a. Rukun Pernikahan
1) Adanya calon suami
2) Adanya calon isteri
Seperti yang sudah penulis utarakan sebelumnya bahwa sudah menjadi
ketetapan Allah bahwa manusia diciptakan di dunia ini berpasang-
pasangan, maksudnya adalah sebagai makhluk sosial, manusia jelas
membutuhkan teman hidup dalam masyarakat yang diawali dengan
membentuk keluarga sebagai unsur masyarakat terkecil. Seperti fiman
Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat 51:49 yang berbunyi :
7� ت\آ�ون�� )49:51/ا�\ار��ت (و�� آ$J# Gء ����� زو�9� �
23 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, ( Jakarta : PT.Hidakarya Agung,
1996), h. 34
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah “(QS. Adz
Dzariyat/51: 49)
3) Adanya wali dari pihak calon perempuan
Aqad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang
akan menikahkan sang mempelai, karena wali mempunyai peranan
penting dalam pernikahan tersebut.
4) Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan aqad nikah akan sah apabila ada dua orang yang
menyaksikan aqad nikah tersebut, sebagaimana Hadits Rasulullah
S.A.W, yang diriwayatkan oleh ad Daruquthny dari ‘ Aisyah, bahwa
Rasulullah S.A.W bersabda :
!"�GJ و#�هQى qن7�ح اqلQ< )��K'ارQ�ا n24)روا
Artinya : “Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua orang
saksi yang adil”(HR.Daruquthny)
5) Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin pria.
Ini menunjukkan betapa penting dan berartinya kehadiran seorang
wali atau wakilnya, karena tanpa adanya wali atau wakilnya maka
tidak akan bisa berlangsung suatu pernikahan.
24 Daaruquthny, Sunan Daruquthuny, ( Beirut : Dar al- Fikr, 1994 ), Jilid 3, h.139
Kaitannya dengan pernyataan diatas, penulis ingin memaparkan
tentang adanya beberapa definisi wali yang ada dan fungsi dari wali-wali
tersebut :
1) Wali Mujbir
Merupakan wali yang dapat memaksakan suatu pernikahan kepada
anaknya, karena wali mujbir merupakan ayah,kakek atau seterusnya
yang masih berhubungan satu garis darah dengan pengantin wanita
2) Wali Nasab
Merupakan seorang pria yang masih mempunyai hubungan keluarga
dengan pengantin wanita yang masih satu garis darah dengan ayah dari
pengantin wanita (saudara laki-laki sebapak beserta keturunannya
yang laki-laki dan paman (kandung/sebapak) beserta keturunannya)
3) Wali Hakim
Merupakan orang yang ditunjuk untuk menjadi wali dengan
persetujuan dari kedua belah pihak, bisa dari KUA ataupun yang
lainnya, selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak
b. Syarat – Syarat Pernikahan
Selain adanya lima rukun nikah yang sudah dijabarkan oleh
penulis, perkawinan juga mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh
kedua calon mempelai agar perkawinan itu sah dan tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.
Adapun syarat-syarat sah perkawinan :
1) Syarat bagi mempelai laki-laki
a) Calon istrinya ini bukan mahramnya baik karena pertalian darah (
nasab ) maupun karena sepersusuan dan kekeluargaan.
b) Tidak beristeri empat;
c) Tidak dipaksa ( dengan kemauannya sendiri );
d) Tertentu orangnya baik laki-laki ataupun yang perempuan
e) Jelas ia seorang laki-laki ( tidak banci );
f) Mengetahui siapa calonnya isterinya;
g) Ia sedang tidak melaksanakan ihram;
h) Seorang muslim.25
2) Syarat bagi mempelai wanita
a) Calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepertalian
darah (nasab) maupun karena sepersusuan dan hubungan
kekeluargaan.
b) Tidak atau bukan isteri orang lain;
c) Tidak dalam masa iddah dari suaminya;
d) Tidak dipaksa ( kemauan sendiri );
e) Seorang muslimah atau seorang ahli kitab ( perempuan Nasrani
atau yahudi );
f) Jelas ia seorang perempuan;
g) Tertentu orangnya;
h) Ia sedang tidak mengerjakan ihram;26
25 Abd Rahman Gazali, Fiqih Munakahat, ( Bogor: Kencana, 2003 ), h.50
3) Syarat bagi wali nikah
a) Baligh;
b) Berakal ( tidak gila );
c) Laki-laki;
d) Seorang muslim;
e) Ia tidak sedang ihram;
f) Harus adil.27
4) Syarat-syarat saksi
a) Baligh;
b) Seorang muslim;
c) Laki-laki;
d) Merdeka;
e) Adil;
f) Tidak tuli;
g) Tidak buta;
h) Tidak bisu;
i) Mengerti maksud ijab qabul;
j) Tidak ghafil ( pikun);
k) Berakal baik ( tidak gila );
l) Tidak ditentukan jadi wali;28
26 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, ( Jakarta : PT. Dian Karya, 1986 ), h.32
27 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998 ),
h.71
Berikut firman Allah tentang betapa pentingnya kehadiran seorang
saksi dalam sebuah perkawinan :
ه" )N9��$ و��9@ !���Qل واQ�l*Dوا Q9�#�� �� ر���S( �7ن �� � ت�ض"ن �� ا�Q��lاء N� $ وا��أت�ن�9�� )��7�"ن� ر
)282: 2/ا�&��ة(
Artinya: “Dan adakanlah dua orang saksi dari saksi laki-laki
kalanganmu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka cukup
seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu sukai
untuk menjadi saksi”. ( Q.S. Al-Baqarah/2:282 ).
X. Tujuan Pernikahan
Tujuan dari sebuah perkawinan atau pernikahan adalah terciptanya suatu
keadaan bersatunya dua insan yang berbeda yang tidak pernah mengenal satu
sama lainnya namun dapat bertemu dan bersatu dalam sebuah ikatan yang disebut
pernikahan, yang tentunya sesuai dengan perintah Allah yaitu untuk membina
sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah serta dapat melahirkan
putra atau putri yang shalih atau shalihah dan berguna bagi bangsa dan
agamanya, serta mendapatkan rizqi yang berlimpah, karena sesuai dengan firman
Allah SWT :
�"ات ��l�ا �Zس ح���� �G�ة ز�K��N�9� اI����9� وا�ء وا�&�FG��ال .. ( ا )�N</3 :14ان
Artinya: “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diinggini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak.......” ( Q.S. Ali Imran/3:14 )
28 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia..., h.72
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 bahwa tujuan dari perkawinan
adalah untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum
Islam ( KHI ), tujuan dari perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Tujuan lain dari perkawinan dalam Islam ialah untuk memenuhi tuntutan
hajat tabiat kemanusiaan yaitu berhubungannya antara laki-laki dan wanita dalam
rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan rasa cinta kasih sayang
untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti
ketentuan syara’29
Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat Islam.
Diantaranya adalah :
1. Beribadah kepada Allah SWT
2. Melahirkan atau mendapatkan keturunan-keturunan yang sah yang mampu
melahirkan generasi yang akan datang yang mampu berguna bagi bangsa dan
agamanya.30
Hal ini tercantum dalam surat Al-Nisa ayat 1:
���� v��ة وQواح hMي 7���� �� ن\��أ���� ا���س ات�"ا ر!7� ا� ���N� ر���� آ�9�ا x!�� و�ءزو�Fء... (ون�F��1:4/ا(
29 Moh.Idris Romulya, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang no.1
tahun 1974 dan KHI, ( Jakarta, Bumi Aksara, 1996 ), cet ke 1. h.27 30 Ibid, h.46
Artinya : “ Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan mu yang
menjadikan kamu dari diri yang satu dari pada Allah menjadikan
istri-istri dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan yang
banyak, laki-laki dan perempuan”. (QS. Al-Nisa/4:1)
Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau
garizah umat manusia bahkan juga garizah bagi makhluk hidup yang
diciptakan Allah. Untuk maksud itu Allah menciptakan bagi manusia nafsu
Syahwat yang dapat mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk
menyalurkan nafsu syahwat tersebut. Dan untuk menyalurkan nafsu syahwat
tersebut secara sah dan legal adalah melalui lembaga perkawinan, karena
Allah akan sangat membenci apabila ada manusia yang melakukan penyaluran
syahwatnya secara tidak legal atau tidak sah baik menurut agama maupun
negara, atau yang biasa disebut atau dikenal dengan nama zina atau berzina.
3. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan
rasa kasih sayang, serta menjadi keluarga yang sakinah mawaddah
warrahmah, baik itu di dunia maupun di akhirat
4. Untuk menjaga diri dari pandangan mata dari segala sesuatu yang berbau
maksiat dan sebagainya, juga mencegah terjadinya perzinahan yang sangat
dibenci oleh Allah SWT.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim :
D9�@ و< eا �"د '�ل ��� رD"ل اe ص$F� �! eا Q&< �<�� :&�بl�ا �l�وج �� ا�K*Dع ��7� ا�&�ءة��� *9�( �:&�� �y[ن@ أS(
"م )Sن@ �@ و��ء وأح:�:��! @9��( CK*F� رواM�� ) n�ج و�� ����Fرى و��r&�31)ا
Artinya : “Dari Abdullah bin Masud r.a ia berkata : Rasulullah bersabda
kepada kami : “ hai kaum pemuda, apabila diantara kaum kuasa
untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa
untuk menjaga mata dan kemaluan : dan barang siapa tidak kuasa
hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu penjaga baginya.
(HR.Bukhori dan Muslim)
Sedangkan menurut M.Yunus, yang menjadi tujuan dari sebuah
perkawinan adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh ketentraman yang
sah dalam masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.32
Y. Hikmah Pernikahan
Sayyid Sabiq menyatakan ada beberapa hikmah yang bisa di dapatkan dari
sebuah pernikahan, antara lain sebagai berikut : 33
1. Menikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi
mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta
memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan
2. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana
hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan ramah, cinta dan
31 Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-Quasasy
Misbah, ( Semarang: Wicaksono, 1989 ), h. 356 32 M.Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, ( Jakarta : CV. Al-Hidayah, 1964), h.48
33 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Beirut : Dar al-Fikr, 1992 ) Jilid 2, Juz 6, h.10-12. dan
M.Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, ( Bandung Irsyad Baitus Salam (IBS), 1995), cet ke
1, h. 34-36
sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan
seseorang.
3. Menimbulkan rasa tanggung jawab di antara suami isteri, baik sebagai
pasangan ataupun sebagai orang tua.
4. Mempererat tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta di
antara keluarga
5. Naluri seks merupakan naluri yang paling kuat yang selamanya menuntut
jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskannya maka
banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan kekacauan serta
mengambil jalan pintas ( kejahatan ). Dengan menikah merupakan jalan
terbaik untuk melampiaskan naluri tersebut, dan membuat diri memiliki
pribadi yang baik, jiwa yang tenang, mata terpelihara, dan perasaan tenang.
Sedangkan Ali Ahmad Al-Jurjawi mempunyai pendapat bahwa
sebenarnya hikmah-hikmah perkawinan itu banyak sekali, diantaranya sebagai
berikut :34
.
1. Untuk memperoleh ketentraman dan ketertiban hidup.
2. Untuk memberi kehidupan yang lebih layak, lebih makmur pada kehidupan
masing-masing, karena laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang
berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat
dengan berbagai macam pekerjaan.
34 Ali Ahad Al –Jurjawi, Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatuh ( Falsafah dan Hikmah Hukum
Islam), penerjemah : Hadi Mulyo dan Sobahus Surur, ( Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992 ), h.256-258
3. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang
dikasihi. Adanya istri bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri
berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong dalam mengatur
kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur rumah tangga yang merupakan
sendi penting bagi kesejahteraannya. Seperti firman Allah dalam surat al-
A’raf ayat 189:
... ه" ا�\ي 7���� �� نhM واحQة و��$ ���� زو��� �7F9� إ�9�� )189:7/اq>�اف(
Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan
daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang
kepadanya….”(QS. Al-A’raf/7:189)
Dari firman Allah tersebut, membenarkan firman atau ayat-ayat dari yang
telah penulis uraikan sebelumnya, bahwa memang benar sudah menjadi ketetapan
Allah kepada manusia atau para umatnya bahwa di bumi ini mereka memang
diciptakan secara berpasang-pasangan, ini dibuktikan dengan diciptakannya Siti
Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam yang mengartikan bahwa pasangan suami
istri bukan hanya untuk melengkapi satu sama lain namun juga merupakan
pasangan jiwa yang kekal dan abadi, walaupun kadang ada yang sudah menikah
bertahun-tahun namun pada akhirnya mereka bercerai, banyak hal yang dapat
menyebabkan sebuah perceraian, mulai dari sudah tidak adanya kecocokan antar
pasangan, atau ada juga pasangan yang mengatakan bahwa jodoh mereka sudah
habis, alasan tersebut masuk diakal karena seperti yang sudah kita ketahui
bersama bahwa jodoh, rezeki dan usia ( mati ) yang mengetahui semua itu
hanyalah Allah semata, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah landasan
dibolehkannya sebuah perceraian, karena Allah sendiri sangat membenci
perceraian.
Kesimpulannya adalah kesadaran untuk menjaga sebuah pernikahan tidak
hanya bergantung dengan istilah yang mengatakan bahwa si pasangan adalah
jodoh saya atau jodohnya sudah habis, karena selain campur tangan Allah yang
mempertemukan mereka, dibutuhkan kesadaran penuh pada diri pasangan-
pasangan tersebut bahwa dengan dipertemukannya mereka ada rencana indah
Allah untuk menyatukan mereka dan mereka wajib untuk menjaga rencana indah
tersebut dengan segenap hati dan jiwa mereka hingga mereka bisa membangun
keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah sampai akhir hayat, dan dapat
memberikan atau melahirkan putra dan putri yang shalih dan shalihah, yang
dapat mensyiarkan agama Allah kepada generasi-generasi yang akan datang,
menjadi suri tauladan yang baik, dan dapat berguna bagi bangsa dan terutama
adalah agamanya.
BAB III
DESKRIPSI UMUM TENTANG
DESA CIJUREY SUKABUMI JAWA BARAT
I. Kondisi Geografis dan Sosial
Desa Cijurey berada di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, yang memiliki
landskap lereng dan berada di punggung bukit dengan topografi yang datar.
Jumlah penduduk keseluruhan adalah + 101.100 jiwa, dengan perincian laki-laki
dewasa sebanyak + 45495 jiwa, perempuan dewasa berjumlah + 50550 jiwa dan
anak-anak berjumlah + 15165 jiwa.
Berada di lereng bukit, masyarakat didesa ini mayoritas adalah petani
sebanyak + 45495 ( 45 % ) dan pedagang + 20220 ( 20 % ), sisanya merupakan
pengangguran atau dengan pekerjaan tidak tetap, serta masih dalam tahap
pendidikan.35
Masyarakat desa Cijurey terdiri dari berbagai etnis. Mayoritas adalah etnis
Sunda + 6066 jiwa ( 60 % ), etnis-etnis lain sebagai minoritas terdiri dari etnis
Jawa + 1011 jiwa ( 10 % ), Melayu + 2022 jiwa ( 20 % ) dan kumpulan etnis yang
berasal dari wilayah Indonesia Timur + 1011 jiwa ( 10 % ).
Dari segi pendidikan, masyarakat desa Cijurey sudah memiliki kesadaran
untuk menempuh jenjang pendidikan yang tinggi atau sekurang-kurangya sampai
35 BPS, Podes, 2000
dengan tingkat menengah atas. Berdasarkan data yang penulis dapat bahwa +
15165 jiwa ( 15 % ) penduduk sudah memiliki ijazah S1, sementara + 40440 ( 40
% ) sudah atau sedang menempuh pendidikan tingkat menengah atas ( SLTA ).
Sedangkan sisanya masih dalam tahap pendidikan tingkat menengah pertama
( SLTP ), sedangkan sisanya Sekolah Dasar dan juga yang tidak sekolah sama
sekali.
Dari segi Agama, mayoritas penduduk di desa Cijurey adalah Agama
Islam + 70770 jiwa ( 70 % ), Kristen + 20220 jiwa ( 20 %) dan Hindu-Budha
+10110 jiwa ( 10 % ). Meski begitu, walaupun penduduk ddesa Cijurey mayoritas
beragama Islam dan sudah mempunyai latar belakang pendidikan yang bagus,
namun para penduduk di desa ini masih cenderung percaya kepada adat istiadat
atau ajaran dari leluhur dan nenek moyang mereka tentang agama kepercayaan
atau adat istiadat yang ada pada zaman leluhur atau nenek moyang mereka. Hal
inilah yang melandasi banyaknya praktik atas nama tradisi yang dianggap syar’i
oleh masyarakat luas khususnya oleh penganut Agama Islam di desa tersebut.
J. Tata Cara Pernikahan Masyarakat Desa Cijurey
Seperti yang telah penulis utarakan di atas bahwa para penduduk desa
Cijurey atau masyarakat sunda masih sangat kental dalam menjalankan tradisi
yang ada di desa mereka, khususnya dalam hal Pernikahan. Bahkan mereka
mempunyai spefiikasi terhadap sebuah Pernikahan, seperti yang telah penulis
uraikan pada bab sebelumnya, Pernikahan dalam adat sunda di bagi menjadi dua,
diantaranya sebagai berikut :
a. Pernikahan Biasa
Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di negara ini.
b. Pernikahan Diam-Diam
Pernikahan yang aturan dan tata caranya sesuai dengan adat istiadat atau
tradisi yang berlaku di daerah tersebut. Dalam pernikahan ini terbagi menjadi
beberapa macam jenis pernikahan atau perkawinan, yaitu: 36
a. Kawin Gantung
Kawin yang ditangguhkan, baik itu kawinnya itu ditangguhkan maupun
cara bergaulnya. Maksudnya disini adalah, adanya kesepakatan dari kedua
orang tua dari dua orang anak kecil yang berlainan jenis ( laki-laki dan
perempuan ) yang mana kedua orang tua tersebut mempunyai rencana
apabila dua orang anak kecil tersebut ( laki-laki dan perempuan ) sudah
dewasa, mereka akan menyatukan kedua anak kecil tersebut kedalam
sebuah ikatan pernikahan, kesepakatan ini dilakukan ketika kedua anak
kecil tersebut masih kecil dan belum mengerti akan arti dari sebuah
pernikahan, kesepakatan ini hanya dilaksanakan oleh kedua orang tua dari
anak kecil tersebut dan disaksikan oleh sanak saudara dari kedua belah
36 Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaaan Daerah Jakarta, Upacara Perkawinan
Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta, 1982 ), h. 64-69
pihak yang diikuti oleh acara selamatan sekedarnya saja, tanpa perlu
dihadiri oleh petugas dari KUA.
b. Kawin Ngarah Gawe
Perkawinan yang dilakukan antara anak perempuan yang belum dewasa
dan belum akil balig dengan seorang lelaki dewasa, yang sesudah
perkawinan dilangsungkan pengantin wanita wajib mondok atau tinggal di
rumah mertuanya. Karena pengantin perempuannya belum balig, maka
tidak dibolehkan adanya hubungan suami istri antara pengantin
perempuan dan pengantin laki-laki. Tujuan sebenarnya dari adanya
perkawinan ini adalah sang mertua menjadikan sang menantu sebagai
tenaga pembantu ( Ngarah Gawe ) baik itu untuk membantu dirumah
ataupun di kebun, karena tujuan awal dari diadakannya perkawinan ini
adalah agar sang mertua mempunyai tenaga pembantu baik untuk dirumah
ataupun di kebun, tanpa harus memberikan upah atau gaji kepada
menantunya.
c. Kawin Pendok ( Keris )
Perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sudah beristri. Maksudya
adalah, seorang suami yang ingin mempunyai istri lagi tapi tidak mau
diketahui oleh istri pertamanya, cara yang dilakukan agar tidak diketahui
oleh istri pertamanya adalah, laki-laki tersebut tidak datang sendiri
ketempat calon istrinya dan melangsungkan akad nikah bersama,
melainkan mengutus orang lain sebagai wakilnya yang wakilnya tersebut
membawa sebuah pendok (keris) milik dari laki-laki tersebut, jadi yang
melakukan ijab qabul di depan penghulu atau KUA adalah sang wakil
namun dengan membawa pendok (keris) tersebut, ini sebagai tanda bahwa
dia hanya mewakili pernikahan tersebut. Ada 2 alasan kenapa bisa terjadi
perkawinan semacam ini, Pertama ; Karena mempelai pria menjaga
martabatnya ( gengsi ) karena harus menikah dengan wanita yang tidak
selevel dengannya, Kedua; Menjaga agar jangan sampai pernikahan
tersebut diketahui baik oleh istri, keluarga ataupun orang banyak.
d. Kawin Sembunyi
Perkawinan yang dilangsungkan oleh suami yang sudah beristri, namun
ingin menikah lagi tanpa diketahui oleh istri sebelumnya, ini sama dengan
perkawinan pendok ( keris ) hanya bedanya pengantin pria datang sendiri
untuk melangsungkan perkawinan tanpa harus menggunakan wakil.
e. Kawin dengan Pria Pendatang
Perkawinan yang dilangsungkan oleh orang tua sang gadis kepada pria
pendatang, tamu atau perantau dari daerah lain.
f. Ditarik Kawin
Khusus Untuk Ditarik Kawin ada 2 Persepsi:
1) Ditarik Kawin I
Perkawinan yang dilakukan karena dorongan atau adanya desakan dari
kedua orang tua calon pengantin, khususnya orang tua pengantin
wanita kepada pengantin pria, karena mereka menganggap hubungan
yang terjalin sudah cukup lama namun belum juga diresmikan, apabila
sang pengantin pria atau orang tuanya belum mampu secara materi,
maka orang tua dari pengantin wanita siap menganggung semua biaya
pernikahan dan segala resikonya asalkan pernikahan tersebut bisa
segera dilangsungkan.
2) Ditarik Kawin II
Perkawinan yang dilangsungkan karena sudah terjadi kehamilan
sebelum menikah, akibat dari sudah terlalu lama bergaul atau
berhubungannya kedua pasangan tapi belum juga menikah, pernikahan
ini diminta oleh orang tua perempuan kepada orang tua laki-laki
sebagai bentuk tanggung jawab. Perkawinan ini biasanya dilakukan
tanpa adanya resepsi atau berlangsung biasa-biasa saja karena orang
tua dari kedua pengantin malu.
g. Kawin Kias
Menurut adat perkawinan ini juga disebut kawin tamba karunghal.
Digunakan istilah kawin kias karena kawinnya itu merupakan kiasan agar
adiknya tida kawin mendahului kakaknya.
h. Kawin Panyela
Perkawinan yang menggunakan orang ketiga. Perkawinan ini dilakukan
oleh suami yang telah mentalak istriinya dengan talak tiga, namun ingin
rujuk kembali dengan istrinya, oleh karena itu sang istri harus menikah
dulu dengan orang lain kemudian setelah habis masa iddahnya orang
tersebut harus menceraikan sang wanita, agar dapat menikah lagi dengan
suaminya, oleh karena itu orang lain tersebut adalah orang dari suruhan
suami. Untuk seluruh biaya perkawinan, orang lain tersebut yang
membayar, namun orang lain tersebut mendapatkan upah atau bayaran
dari sang suami, jadi setelah habis masa iddahnya sang suami bisa
langsung menikah lagi dengan mantan istrinya
i. Kawin Tua Sama Tua
Perkawinan yang dilakukan oleh duda yang sudah tua dengan janda yang
sudah tua pula.
j. Nyalindung Ka Gelung
Perkawinan Nyalindung Ka Gelung yang menurut bahasa Indonesia
adalah berlindung di ( bawah ) sanggul. Artinya adalah seorang suami
yang menikahi istrinya, namun sang istri lebih kaya dan mempunyai
kemampuan lebih daripada suaminya, oleh karena itu di pribahasakan
berlindung di bawah sanggul ( istrinya )
k. Manggih Kaya
Perkawinan ini adalah kebalikan dari Nyalindung Ka Gelung, yaitu
Perkawinan antara lelaki yang kaya dengan perempuan yang miskin, bagi
perkawinan ini juga tidak ada syarat yang nyata, ini hanya pendapat
dilingkungan hukum yang berlaku disana, bila perkawinan dapat disebut
demikian.
l. Kawin Turun Karanjang
Maksudnya adalah Perkawinan yang terjadi apabila sang pengantin
menikah dengan bekas adik istrinya atau adik bekas suaminya
m. Kawin Unggah Karanjang
Ini kebalikan dari Kawin Turun Karanjang, yaitu Perkawinan yang terjadi
apabila sang pengantin menikah dengan kakak mantan istrinya atau kakak
mantan suaminya.
Tidak hanya ada pengspesifikasian terhadap Pernikahan, namun ada juga
beberapa upacara kebudayaan yang mewarnai pernikahan kedua calon mempelai,
rangkaian demi rangkaian upacara adat ini harus dilakukan bagi kedua mempelai
baik dilakukan sebelum ataupun dalam proses pernikahan mereka. Berikut adalah
Tata Caranya :37
2. Nendeun Omong.
Pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat mempersunting
seorang gadis.
2. Lamaran
Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai
seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara
3. Tunangan.
Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna
pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan ( 3-7 hari sebelum pernikahan )
37 Sri Saadah Soepomo, dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di
Kota Bandung, ( Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998), h.32-35
Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot
dapur, makanan, dan lain-lain.
5. Ngeuyeuk Seureuh.
Dilakukan sebelum melakukan seserahan ,diserahkan 3-7 hari sebelum
pernikahan, apabila tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat
sebelum akad nikah.
6. Membuat Lungkun.
Dua lembar daun sirih bertangkai saling dihadapkan, Digulung menjadi satu
memanjang, Diikat dengan benang kanteh, Diikuti kedua orang tua dan para
tamu yang hadir.
7. Berebut Uang di Bawah Tikar Sambil di Sawer.
Melambangkan berlomba mencari rizki dan disayang keluarga.
8. Upacara Prosesi Pernikahan
a. Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita.
b. Ngabageakeun.
Ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati
kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
c. Akad Nikah.
Petugas KUA, Para Saksi, Pengantin Pria sudah berada di tempat nikah.
Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu
didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung
panjang, yang berati penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung
baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
d. Sungkeman.
Kedua Mempelai masing-masing memohon restu kepada para orang tua
mereka.
e. Wejangan.
Dilakukan oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya, yang ditujukan
kepada kedua calon mempelai.
f. Saweran.
Kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer
dinyanyikan, pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita,
kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning
atau kunyit ke atas payung.
g. Meuleum Harupat.
Pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram
pengantin wanita dengan kendi air, lantas Harupat dipatahkan oleh
pengantin pria.
h. Nincak Endog.
Pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah, lantas kakinya di
cuci dengan air bunga dan dilap pengatin wanita.
i. Buka Pintu.
Diawali mengetuk pintu tiga kali, diadakan tanya jawab dengan pantun
bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah, setelah kalimat Syahadat
dibacakan, pintu dibuka dan pengantin masuk menuju pelaminan.
Setelah penulis menguraikan tata cara yang terjadi pada saat pernikahan di
desa tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap rangkaian prosesi acara
memiliki nilai tersendiri bagi kedua mempelai. Mulai dari do’a agar memperoleh
rezeki yang melimpah, memperoleh keturunan yang sholeh sampai dengan
kerukunan atau kelanggengan rumah tangga sang mempelai, yang kesemuanya
dilakukan dan dilaksanakan dengan sangat suka cita dan penuh dengan ke
khidmatan dengan harapan supaya apa yang telah mereka laksanakan tersebut
dapat terwujud dan menjadi suatu hal yang baik bagi kelangsungan pernikahan
mereka ke depannya nanti dan agar nantinya mereka menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah warrahmah.
Dari serangkaian upacara pernikahan yang telah penulis uraikan di atas,
dapat diambil beberapa nilai filosofis yang dapat kita pelajari serta kita ambil
hikmahnya, diantaranya sebagai berikut :
1. Kemudahan Rezeki.
Ditandai dengan saweran, seperti membagi-bagikan uang dalam bentuk
pecahan uang logam dan permen manis merupakan tanda sekaligus do’a agar
diberi rezeki yang melimpah. Dengan saweran, para tamu dan penduduk
sekitar akan merasa senang dan dengan sendirinya akan memberikan do’a
yang baik kepada kedua mempelai.
2. Sungkeman serta Wejangan
Ini dapat diartikan bahwa sang mempelai masih menghormati jasa-jasa para
kedua orangtua dari para mempelai dan mengharapkan nasihat atau petuah
yang dapat dicontoh atau dipelajari oleh kedua mempelai untuk mengarungi
biduk rumah tangga mereka.
3. Prosesi Injak Telur
Prosesi ini melambangkan bahwa sebagai seorang isteri, mempelai wanita
harus siap untuk mengabdikan diri sepenuhya kepada suami, karena dalam
suatu pernikahan suami akan menjadi imam dalam kehidupan rumah tangga
mereka.
4. Pembuatan Lungkun
Ini dimaknai dengan maksud atau tujuan apabila kedua mempelai di masa
depannya dalam berumah tangga mempunyai rezeki yang berlebih mereka
dapat membantu keluarga atau membagi-bagikan kepada para handai taulan
yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan.
5. Lamaran.
Melambangkan kamantapan dan keabadian dalam menjalankan bahtera rumah
tangga.
Semua prosesi yang dilakukan diatas, selain untuk menghormati dan
mentaati adat istiadat yang berlaku di desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat, namun
juga untuk mengharapkan ridho dan restu dari banyak orang dan tentunya Allah
SWT, agar pernikahan mereka dapat berjalan dengan baik dan menjadi keluarga
Sakinah, Mawaddah Warrahmah.
BAB IV
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK
MENURUT MASYARAKAT DESA CIJUREY
A. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak
Kata melangkahi berasal dari kata langkah yang artinya adalah melewati
atau mendahului. Disini ada tiga pengertian yang Pertama; melangkahi artinya
mendahului kawin, yang Kedua; pelangkah artinya barang yang diberikan oleh
calon pengantin pria kepada kakak calon pengantin wanita yang belum menikah
(yang dilangkahi atau yang didahului kawin) dan yang Ketiga; pelangkahan
artinya proses, cara, perbuatan melangkahi atau melangkahkan, permulaan
melakukan sesuatu (pekerjaan; perjalanan).38
Kaitannya dengan skripsi ini,
penulis mengambil pengertian yang pertama yaitu melangkahi atau mendahului
kawin ( menikah ).
B. Adat Istiadat
Istilah hukum adat pertama kali digunakan oleh Snouch Hurgronje karena
hukum adat itu adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda yaitu
“adatrecht”. Snouch Hurgronje menggunakan istilah “adatrecht” didalam
karyanya De Atjehihers yang isinya membahas perihal adat istiadat suku bangsa
38 “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, artikel diakses pada 23 Januari 2010 dari http://
www.google.com
aceh.39
Adatrecht disini adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku
bagi bumi putera dan orang Timur Asing yang mempunyai upaya memaksa lagi
pula tidak dikodifikasikan.40
Sedangkan kata adat itu sendiri berasal dari bahasa arab yang berati
“kebiasaan”.41
Kebiasaan yang dimaksud disini adalah semua perilaku yang
dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang tidak menyimpang
dari norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut.
Ahli hukum adat mempunyai definisi tentang pemahaman dan pengertian
tentang hukum adat, diantaranya sebagai berikut :
a. Prof. Bushar Muhammad, S.H.
Hukum adat itu adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia
Dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman
dan kebiasaan ( kesusilaan ) yang benar-benar hidup di masyarakat itu,
maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal
sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para
penguasa adat yaitu mereka mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi
keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah yang terdiri dari lurah, penghulu
agama, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim.42
39 A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, ( Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989 ),
cet.ke II, h.4 40 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia,(Jakarta:CV. Rajawali,
1990), cet. Ke IV, h.25 41 A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1989) h.83 42 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Ada :Suatu Pengantar, ( Jakarta, Pradnya
Paramita, 1994 ), cet.ke 8, h.64
b. Prof. Dr. R. Soepomo
Hukum adat itu ialah keseluruhan hukum yang tidak tertulis, dalam peraturan
legislatif dan hidup sebagai konvensi dilembaga-lembaga negara serta hukum
yang timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum yang hidup sebagai
peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup.
Sedangkan Menurut Para Ahli Hukum Islam, yang mana mereka melihat
bahwa prinsip-prinsip adat sebagai salah satu sumber hukum Islam yang
sekunder. Artinya adat (‘urf ) terjadi ketika sumber-sumber yang primer tidak
memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang muncul.43
Seperti contoh, Imam Malik, dalam membina mazhabnya beliau lebih
menitik beratkan pada amaliah ulama Madinah, sebab syariat Islam banyak
dilandaskan penetapan hukumnnya atas ‘urf atau adat masyarakat setempat,
karena hal itulah mengapa adat istiadat dapat dijadikan pertimbangan sebagai
sumber hukum asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syariat
Islam.
Dalam praktiknya, ada beberapa syarat agar adat itu dapat dijadikan
sebagai salah satu hukum islam, berikut pemaparannya :
1. Untuk dapat diterima kedalam salah satu hukum islam, adat tersebut harus
dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat, serta mendapatkan pengakuan
43 Ratna Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia,
(Jakarta:INIS, 1998 ), h.8
dari khalayak umum, maksudnya tidak bertentangan dengan hati nurani dan
bisa diterima dengan akal sehat orang banyak
2. Hal atau adat tersebut sudah sering terjadi dan menjadi perilaku umum dalam
kehidupan masyarakat itu sendiri
3. Adat tersebut memang sudah ada sebelum atau ketika suatu hal akan
dilaksanakan yang berkenaan dengan adat itu sendiri.
4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak, maksudnya
adalah apapun itu mereka secara tidak langsung bersedia untuk mengikuti
akan apa yang sudah menjadi ketetapan dalam adat mereka.
5. Yang pastinya adat tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah
dari Nabi Muhammad SAW, atau dengan kata lain, adat tersebut tidak
bertentangan dengan Syariat Islam.
Dalam hal sering terjadi penggunaan atau pemakaian suatu adat istiadat
di suatu daerah, hal ini tidak terlepas dari pengaruh atau doktrin dari para sesepuh
atau orang yang dihormati di daerah tersebut, selain mereka sendiri juga meyakini
bahwa mereka memang patut untuk melaksanakan adat istiadat tersebut. Di
beberapa daerah di Indonesia ada sebagian masyarakat yang mempunyai klan atau
kelompok-kelompok mereka sendiri, mereka mempunyai marga atau garis
identitas kelompok mereka sendiri.
Kaitannya dengan pernikahan adalah bahwa para klan atau kelompok-
kelompok tersebut memasukkan suatu adat istiadat yang wajib dilaksanakn oleh
para pengikutnya atau para kerabatnya, ini ditujukan untuk melestarikan adat
istiadat dari klan mereka sendiri, karena dapat melahirkan generasi-generasi yang
akan melanjutkan adat istiadat atau kebudayaan mereka.44
Karena menurut Ter
Haar sebuah pernikahan atau perkawinan dapat menghentikan atau dapat
mendamaikan sebuah pertikaian atau suatu perselisihan yang sudah lama
berlangsung antara dua kerabat atau klan mereka.45
Di dalam Pernikahan masyarakat adat yang dikaitkan dengan pengaruh
hukum agama, ada tiga macam yang memungkinkan sah atau tidaknya pernikahan
tersebut, antara lain sebagai berikut :
1. Di dalam pernikahan masyarakat adat, Hukum Perkawinan atau Pernikahan
Islam menjadi penentu untuk sah atau tidaknya suatu pernikahan, bahkan
menolak segala hal yang berhubungan dengan ketentuan hukum adat,
termasuk didalamnya upacara-upacara nikah.
2. Suatu perkawinan atau pernikahan dapat dianggap sah apabila dalam akad
nikahnya sudah dilakukan menurut hukum Islam. Walaupun sebelumnya atau
sesudahnya tetap dilakukan upacara adat.
3. Suatu perkawinan atau pernikahan belum dianggap sah apabila perayaan
upacara perkawinan secara adat belum dilakukan walaupun sebelumnya sudah
dilakukan akad nikah secara Islam. Hal seperti ini terjadi di daerah Paminggir
( Lampung ), Tapanuli, dan Minangkabau.46
44 Imam Sudiyat, Hukum Adat ; Sketsa Asas. ( Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1981 ) Cet.
Ke-2, h. 107 45 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta : Pradnya Paramita, 1974 ) h.187 46 Surojo Wigbjadipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta:Gunung Agung
1982 ),cet.ke IV, h. 33
C. Melangkahi Dilihat Dari Sudut Pandang Adat dan Hukum Islam
1. Sudut Pandang Adat
Dalam Adat Sunda dikenal suatu istilah “Karunghal” ( mendahului)47
.
Karunghal atau yang lebih dikenal dengan istilah pernikahan melangkahi
kakak kandung. Artinya adalah suatu pernikahan yang tidak diizinkan terjadi
apabila pengantin yang akan menikah melangkahi kakak perempuannya yang
belum menikah.
Pada masyarakat sunda khususnya di Desa Cijurey, pernikahan
semacam ini sangat dilarang, karena para masyarakat atau penduduk desa ini
percaya bahwa apabila ada seorang kakak perempuan yang belum menikah
dan dilangkahi pernikahannya oleh sang adik, maka niscaya kehidupan dari
kakak perempuan tersebut tidak akan bagus kedepannya, terutama untuk
masalah jodoh. Dan juga kakak ataupun keluarga yang akan dilangkahi
menikah oleh sang adik akan mendapatkan dampak ( kesialan ) atau akibat
yang tidak enak bagi keluarga terutama bagi kakaknya, belum lagi kelakuan
sang kakak yang dapat mengecewakan orang tua, karena pelampiasan dari
dilangkahi oleh adiknya, yaitu didahului menikah.48
Hal ini didasari dari adanya pantangan turun temurun ( kapamalian ) dari
para pendahulu keluarga bahwa seorang adik dilarang keras untuk menikah
47 Sri Saadah Soepomo, dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di
Kota Bandung, (Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998 ), h.32-35 48 Hasil Wawancara dengan Bpk. Firman, Tokoh Masyarakat Desa Cijurey pada tanggal 06
Desember 2008
sebelum kakak wanitanya menikah. Bahkan karena kerasnya larangan ini
apabila memang sudah sangat mendesak sang adik harus menikah ( hamil di
luar nikah atau hal lain ) maka sang adik wajib memberikan uang pelangkah
kepada kakak wanita yang akan dilangkahi ( uang pelangkah ).49
Bahkan karena tidak mau melanggar peraturan adat selain memberikan
uang pelangkah ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu mengawinkan sang
kakak perempuan terlebih dahulu, tidak peduli apakah perkawinan sang kakak
kedepannya bagus atau tidak, atau dengan jalan perkawinan, kawin sekarang
besok cerai ( kawin sore, pegat isuk ) tidak menjadi masalah, kawin yang
semacam ini juga disebut “kawin tamba karunghal” atau “kawin kias”.50
Dalam hal ini, kedudukan uang pelangkah menjadi sangat penting
karena secara tidak langsung itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang adik
untuk memberikan pelangkah, baik berupa uang ataupun barang.
Namun akan berubah menjadi buruk apabila sang adik tidak dapat
memberikan uang pelangkah kepada kakaknya, karena keterbatasan dana atau
lain hal, apabila pelangkah yang diminta dapat dipenuhi maka pernikahan
dapat berlangsung namun apabila pelangkah yang diminta tidak dapat
dipenuhi akan terjadi penundaan bahkan batalnya pernikahan tersebut, karena
yang dilangkahi belum mendapatkan persyaratan yang dia minta.
49 Hasil Wawancara dengan Bpk. Firman, Tokoh Masyarakat Desa Cijurey pada tanggal 06
Desember 2008 50 Ibid, h.31
Karena adanya hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak buruk
kepada calon pengantin, karena harusnya mereka sudah menikah harus
tertunda karena tidak sanggup memberikan syarat pelangkah yang diberikan
oleh kakaknya. Yang akhirnya membawa dampak buruk, seperti adanya
perzinahan ataupun gangguan kejiwaan pada sang adik karena keingginannya
harus tertahan atau bahkan batal ( tidak jadi ).
Jadi menurut adat, pernikahan melangkahi kakak kandung sangat
dilarang karena :
a. Melanggar aturan adat yang sudah berlaku beratus-ratus tahun yang lalu
b. Melanggar aturan keluarga yang sudah ada secara turun temurun
(kapamalian)
c. Adanya dampak yang akan terjadi kepada sang kakak apabila sang adik
tetap melakukan pernikahan (selain menyakiti perasaan kakaknya, hal
tersebut dapat mengganggu kejiwaan sang kakak)
d. Dikucilkannya sang adik oleh masyarakat, karena tidak mau bersabar
untuk kakaknya
2. Sudut Pandang Hukum Islam
Pada dasarnya larangan menikah melangkahi kakak, terjadi karena
adanya kebiasaan yang dilakukan oleh para pendahulu di daerah tersebut,
yang menjadi doktrin bagi para keturunannya untuk mau mengikuti peraturan
tersebut. Bahkan sampai ada orang tua yang melarang dan menolak lamaran
seseorang hanya karena kakaknya atau saudaranya yang lebih tua belum
menikah, karena mereka sangat menjungjung tinggi adat istiadat yang telah
ada dari leluhurnya, sehingga mereka berani mengesampingkan hak dan nasib
dari anak mereka sendiri. Sedangkan dalam Islam, apa yang mereka lakukan
tidak pernah ada dalam dalil dan syariat islam. Karena dalam Hukum Islam
tidak pernah ada larangan ataupun hadits yang melarang seseorang untuk
menunda suatu pernikahan, justru islam sangat menganjurkan agar seseorang
menyegerakan suatu pernikahan. Sebagaimana sabda rasulullah :
eا "� 51)روا��F� n(وا>Q�"ا !9� أو qدآ� , إت
Artinya : “Bertakwalah kepada allah dan berbuat adillah diantara anak-anak
kalian.”
Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa, tidak ada satu orang pun
yang dapat menghalangi niat seseorang untuk menikah, orang tua sekalipun
tidak akan bisa, bahkan rasulullah sangat menyarankan apabila ada seorang
anak gadis yang akan menikah dan sudah ada orang yang meminangnya dan
orang tersebut sudah sesuai dan sekufu dengan sang gadis dan tentunya
dengan syarat orang tersebut harus berakhlak mulia dan berakhlak dengan
akhlak Islam52 walaupun sang gadis masih mempunyai saudara yang belum
menikah maka mereka harus segera dinikahkan, karena untuk mencegah
timbulnya fitnah atau hal buruk lainnya. Seperti sabda Rasulullah :
51 Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Shahih Muslim, Muslim Abu Husein, ( Beirut Dar
al-Fikr, 1983) juz 9, h.176
52 Muhammad Ali Ss-Syahbuni, Pernikahan Dini Yang Islami, (Jakarta, Pustaka
Amani, 1996), cet. Ke. 1,h.90)
��D9�@ و< eص�� ا eل ا"Dإذا أت�آ� �� , >� أ!� ه���ة '�ل رn"�Gو ��"ا ت*( �7�Y )� اqرض, ت�ض"ن د��@ و���@ )Mت qد , إ�F(و
y��<)@ وا�*��\ى�إ!� �� nروا( Artinya : “ Bila datang meminang kepadamu orang yang kamu sukai agama
dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia. Jika tidak kamu lakukan,
maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan ada kerusakan
yang besar. ( H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi )
Pada dasarnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)
hanyalah sebuah istilah yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh masyarakat.
Namun karena sudah berlangsung sekian lama dan turun temurun maka
masyarakat menjadikan hal tersebut menjadi hukum ( adat ) di daerah mereka.
Karena dasar itulah walaupun ia berasal dari hukum adat, hal itu tidak bisa
dijadikan patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut hukum islam.
Walaupun ada kaedah fiqih yang menyebutkan al-‘ adatu muhakkamat,
namun itu tidak bisa menjadi dasar adat bisa masuk dalam hukum islam.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, mengatakan bahwa adat dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber hukum Islam. Akan tetapi hanya dalam urusan
muamalah (kemasyarakatan) saja sedangkan dalam urusan ibadah, orang tidak
boleh menambah atau mengurangi terhadap apa-apa yang telah ditetapkan
oleh Allah seperti yang telah diatur dalam Al-qur’an dan Sunnah Rasulnya.
Tidak sedikit masalah-masalah fiqiyah yang bersumber dari adat
kebiasaan ( urf ) yang berlaku pada kebiasaan masyarakat tertentu. Adat yang
tidak bertentangan ini disebut adat istiadat yang shahih, sedangkan larangan
pernikahan melangkahi kakak kandung dapat dikategorikan sebagai adat yang
fasaid yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal manusia tapi berlawanan
dengan hukum Islam ( Abdul wahab khallaf, ilmu ushul fiqh, ( jakarta, majlis
al-a’ala. 1972), h.89) hal tersebut dianggap telah mempersulit dan menentang
salah satu perintah allah swt. Sebagaimana firman allah dalam surat Al-Hajj
ayat 78 dan surat Al-Baqarah ayat 185.
)78: 22/ا�-_(� ��$ >J( �79� ا��GQ� �� ح�ج و�
Artinya : “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan”. ( Q.S Al-Haj/22:78)
Q����ة و�*G&7�وا ا��@ ا��@ !7� ا�F9� و�� Q��� !7� ا��F� و�*N7�"ا ا�Q7� ت7l�ون�� )185: 2/ا�&��ة (>�� �� هQاآ� و�
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”. ( Q.S. Al-baqarah/2:185)
D. Pandangan Masyarakat Desa Cijurey tentang Pernikahan Melangkahi
Kakak
Dalam perkembangannya, tradisi pernikahan melangkahi kakak kandung
sudah mulai agak ditinggalkan, karena sudah tidak relevan lagi untuk
diaplikasikan pada masa sekarang, hal ini bisa dilihat dari mulai adanya
perbedaan pendapat dikalangan masyarakat Desa Cijurey, ada sebagian
masyarakat yang masih setia dan menjalani tradisi tersebut, namun ada juga
sebagian masyarakat yang tidak menghiraukan dan tetap melaksanakan
pernikahan seperti biasa.
Bagi mereka yang masih menjalani tradisi tersebut, para masyarakat itu
masih sangat percaya apabila seorang kakak yang belum menikah harus
dilangkahi menikah oleh sang adik, maka kehidupan sang kakak tidak akan bagus
untuk kedepannya, baik untuk masalah jodoh ataupun karir, karena alasan itulah
kadang ada orang tua yang tidak mengizinkan apabila ada anak yang lebih tua
harus dilangkahi menikah oleh sang adik, terutama apabila sang kakak itu
perempuan, mereka tidak akan mengizinkan sang adik untuk melakukan
pernikahan kecuali sang adik dapat memberikan persyaratan yang diberikan oleh
kakaknya, baik berupa barang ataupun uang. Sedangkan apabila sang adik belum
bisa memberikan persyaratan dari sang kakak, maka hal tersebut kembali kepada
kesepakatan antara sang kakak dan adiknya
Sedangkan untuk yang tidak setuju atau sudah tidak mengikuti adat
istiadat tersebut, apabila sang adik ingin menikah, maka orang tua ataupun sang
kakak akan dengan senang hati menerima kabar baik tersebut. Menurut mereka
hal tersebut jauh lebih baik daripada harus melarang sang adik menikah yang
nantinya justru akan mendatangkan hal yang tidak baik untuk adiknya. Seperti
contoh sang adik yang ingin melangsungkan pernikahan namun harus dilarang,
maka imbasnya adalah, sang adik dapat melakukan zina ataupun kawin lari, oleh
karenanya mereka akan dengan senang hati untuk mengizinkannya.53
E. Analisis Penulis
53 Hasil Wawancara dengan Ibu Aas, Ibu Rumah Tangga pada tanggal 08 Desember 2008.
Pada awalnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)
hanyalah sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari bagi penduduk desa
Cijurey, namun sejalan dan dengan seiringnya waktu, banyak keluarga yang
menerapkan sistem pernikahan seperti ini, dan mereka mengaplikasikannya
kepada keturunan mereka, sehingga dari awalnya yang hanya kebiasaan, lama
kelamaan menjadi tradisi dan menjadi adat dalam kehidupan masyarakat desa
Cijurey.
Dalam pengaplikasiannya ada pro dan kontra yang terjadi, ada perbedaan
pendapat yang timbul di kalangan masyarakat, yaitu; ada yang setuju dan ada
yang tidak setuju tentang pernikahan melangkahi kakak kandung ( karunghal /
dirunghal ), diantaranya sebagai berikut :
Bagi yang setuju :
1. Mereka mengikuti adat yang sudah ada secara turun temurun, dan sudah
menjadi tradisi di desa mereka, dan untuk menghormati peninggalan leluhur
mereka.
2. Mereka beranggapan bahwa apabila ada kakak yang belum menikah namun
dirunghal / dilangkahi oleh adiknya, maka mereka khawatir sang kakak akan
lama mendapatkan jodohnya.
3. Sugesti yang menjadi doa, maksudnya, kenapa sang kakak lama mendapatkan
jodoh, karena berawal dari rasa khawatir orang tua yang anak perempuannya (
kakak yang dilangkahi oleh adiknya ) belum menikah, menjadi terwujud
karena ucapan atau doa dari orang tua perempuan yang selalu berkata, kapan
anak saya akan mendapatkan jodohnya, sehingga secara tidak langsung
pikiran tersebut menjadi nyata, yang menyebabkan sang anak lama
mendapatkan pendamping hidup. Padahal apabila orang tua tersebut realistis
dan mau menerima kenyataan serta selalu berdoa secara positif maka bukan
tidak mungkin sang kakak yang dilangkahi oleh adiknya dapat segera
mendapatkan jodohnya
4. Menjaga perasaan sang kakak yang akan dilangkahi ( dirunghal ) oleh adiknya
agar tidak sakit hati dan berdampak buruk untuk kejiwaan sang kakak yang
dikhwatirkan akan timbul prilaku aneh dari sang kakak, sang kakak menjadi
pendiam ataupun bertingkah laku aneh.
Bagi yang tidak setuju :
1. Efek yang terjadi dari tertundanya pernikahan tersebut adalah, sang adik
melakukan zina atau perbuatan buruk lainnya, karena sang adik telah siap
menikah namun harus ditunda karena harus menunggu kesiapan atau izin dari
sang kakak.
2. Efek berkelanjutan dari mulanya cuma sekedar ditunda, namun menjadi gagal
akibat rasa kecewa dari pihak mempelai lainnya, karena harus terlalu lama
menunggu kesiapan dari sang kakak.
3. Persyaratan yang timbul ( uang pelangkah) yang tidak dapat dipenuhi oleh
sang adik, dikhawatirkan akan mempengaruhi keputusan sang kakak yang
akhirnya melarang sang adik menikah karena tidak mau dilangkahi.
4. Tidak ada dasar hukum yang mendukung adanya pernikahan melangkahi
kakak kandung, karena dilihat dari segi agama dan negara manapun
pernikahan melangkahi kakak tidak pernah ada, karena itu timbul dari adat
istadat dan kebiasaan yang timbul dari mayarakat sunda, khususnya yang
terjadi di Desa Cijurey.
5. Islam tidak pernah melarang seorang adik untuk menikah melangkahi
kakaknya, bahkan ada beberapa hadits nabi dan fiman allah yang
menganjurkan untuk mensegerakan suatu pernikahan, apabila kedua calon
mempelai sudah siap lahir bathin, dan telah siap segalanya. Berikut kutipan
hadits dan firman allah SWT :
Salah satu hadits dari Rasulullah SAW tentang Pernikahan :
� '�ل�D9�@ و< eص$ ا J&�7 : >� ا!� ���W رضJ اe >�@ أن ا��� �*�D �< Z[ر �N( ء�FG��وج ا أن� أص�G� وأن�م وأص"م وأ)K� وأت
�G�� h9�()��F� nروا(
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya nabi SAW memuji Allah dan
menyanjung-Nya, beliau berkata ; Akan tetapi aku sholat, aku tidur,
aku berpuasa, aku makan dan aku mengawini perempuan ; barang
siapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku ”. ( H. R. Muslilm )
Salah satu Firman Allah SWT tentang Pernikahan :
وأن7-"ا ا�8���� ��7� وا�:��-9� �� >&�دآ� وإ��%7� إن 7�"ن"ا �9�< CDوا @ )32: 24/ا��"ر()��اء �?��� ا��@ �� )A�@ وا��
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak ( untuk kawin ) di antara hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya ( Q.S.
An-Nur/24:32 )
Tidak pernah ada suatu agama, suatu negara atau orang tua manapun yang
dapat melarang seseorang atau seorang anak untuk melangsungkan suatu
pernikahan, karena menikah adalah hak dari seorang manusia, bahkan dalam
Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 1; “Pernikahan adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk
keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Pada bab ini penulis akan mengemas beberapa kesimpulan dari perumusan
masalah pada bab 1, diantaranya sebagai berikut :
1. Tradisi Pernikahan di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat masih sangat kental
dengan adat istiadat para leluhur, hal ini bisa dilihat dari masih adanya
penggunaan tata cara perkawinan seperti: Nendeun Omong, Lamaran,
Tunangan, Seserahan, Ngeuyeuk Seureuh, Membuat Lungkun, Berebut Uang
di Bawah Tikar Sambil di Sawer, Upacara Prosesi Pernikahan, Akad Nikah,
Sungkeman, Wejangan, Saweran, Meuleum Harupat, Nincak Endog, Buka
Pintu.
2. Pada awalnya adat istiadat ini diterima dan dijalani oleh masyarakat Desa
Cijurey Sukabumi Jawa Barat dengan biasa, maksudnya mereka menerima
dengan baik adat istiadat tersebut. Namun dengan berjalannya waktu dan
berkembangnya zaman mulai timbul pro dan kontra yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat tersebut. Bagi yang Pro mereka sangat percaya apabila
seorang kakak perempuan yang belum menikah harus dilangkahi menikah
oleh adiknya, mereka percaya bahwa kehidupan sang kakak kedepannya nanti
tidak akan berjalan dengan baik, terutama untuk masalah jodoh, oleh
karenanya para orang tua dan kakak perempuan di desa tersebut tidak akan
pernah mengizinkan seorang adik untuk menikah melangkahi kakak
perempuannya yang belum menikah, kecuali sang adik dapat memberikan
uang pelangkah atau dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh sang
kakak kepada adiknya. Sedangkan untuk yang Kontra mereka tidak setuju
dengan adat istiadat tersebut karena menurut mereka hanya ada efek buruk
yang akan timbul, terutama untuk kejiwaan sang adik, sang adik yang tertunda
atau gagal menikah akan merasa sangat depresi karena harusnya dia sudah
menikah namun harus tertunda hanya karena harus mengikuti adat istiadat
tersebut, yang akhirnya dapat membuat sang adik berbuat nekat dengan cara
melakukan kawin lari atau yang paling buruk adalah berzina.
Di dalam Hukum Islam, Allah tidak pernah melarang kaum atau umatnya
untuk melakukan pernikahan, justru Allah sangat menganjurkan untuk adanya
suatu pernikahan.
Pada dasarnya pernikahan melangkahi kakak kandung (karunghal)
hanyalah sebuah istilah yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh masyarakat.
Namun karena sudah berlangsung sekian lama dan turun temurun maka
masyarakat menjadikan hal tersebut menjadi hukum ( adat ) di daerah mereka.
Karena dasar itulah walaupun ia berasal dari hukum adat, hal itu tidak bisa
dijadikan patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut hukum islam.
Walaupun ada kaedah fiqih yang menyebutkan al-‘ adatu muhakkamat, namun itu
tidak bisa menjadi dasar adat bisa masuk dalam hukum islam.
J. Saran-Saran
1. Kepada para orang tua, sebaiknya tidak terlalu masuk kedalam urusan pribadi
sang anak, karena menikah adalah hak dari seorang anak dan tugas dari para
orang tua adalah merestui serta membimbing pernikahan sang anak. Untuk
masalah jodoh sang kakak yang telah dilangkahi ( dirunghal ) oleh adiknya,
para orang tua harus yakin dan percaya bahwa jodoh, rezeki dan hidup
seseorang sudah digariskan oleh Allah SWT, maka tidak mungkin sang kakak
tidak akan atau jauh dari jodohnya, karena masing-masing umat di dunia
sudah ditentukan jodohnya oleh Allah SWT, hanya mungkin adiknyalah yang
terlebih dahulu dipertemukan jodohnya oleh Allah SWT.
2. Bagi para kakak perempuan yang mempunyai adik, bersikap bijaklah apabila
salah satu dari adik kalian akan menikah mendahului kalian, karena mungkin
adik kalianlah yang terlebih dahulu dipertemukan jodohnya oleh Allah SWT,
percaya bahwa diluar sana Allah telah menyiapkan jodoh untuk kalian, hanya
mungkin masih menunggu saat yang tepat untuk dipertemukan dengan kalian.
Selalu jaga hubungan baik dengan sang adik, sehingga apabila ada satu atau
lain hal yang mengganjal di hati kalian akan ada jalan keluar yang baik bagi
kakak ataupun sang adik. Jangan membebankan ataupun menghalangi suatu
hal yang diluar kendali kalian kepada adik kalian, apabila hal itu terjadi maka
posisikanlah diri kalian kepada sang adik yang akan menikah.
3. Untuk sang adik yang akan menikah, cobalah untuk berbicara secara terbuka
kepada kakak kalian, diskusikan kenapa kalian mempunyai alasan untuk
menikah lebih dulu, apabila memang pernikahan tersebut dapat menunggu
sampai kakak kalian menikah itu akan menjadi hal yang sangat bagus sekali,
tentunya sesuai dengan kesepakatan dari kalian berdua, namun apabila tidak
dapat menunggu bicarakanlah dengan kakak dan orang tua kalian, jalan keluar
apa yang dapat memberikan hasil yang terbaik, baik bagi kakak, adik ataupun
bagi orang tua kalian.
4. Untuk Masyarakat Sunda khususnya yang berada di Desa Cijurey Sukabumi
Jawa Barat, ataupun untuk para masyarakat Indonesia pada kalangan ataupun
posisi apapun, tanpa membedakan suku dan budaya yang beragam dan hidup
di negara ini.
Hendaklah lebih terbuka akan segala sesuatu hal yang baru dan mungkin
bertentangan dengan adat ataupun tradisi di daerah kalian. Karena didalam
Islam tidak ada suatu larangan untuk seseorang melakukan suatu hal yang
baik ( menikah ), jangan terlalu dibenturkan oleh adat dan tradisi, yang pada
dasarnya hal tersebut sudah sangat tidak mungkin untuk diterapkan pada masa
sekarang, dalam hal ini melarang seorang adik untuk menikah mendahului
kakaknya.
5. Kepada Para Sesepuh, Alim Ulama ataupun Orang yang dituakan di Desa
Cijurey ataupun desa-desa lain yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat
istiadat dan tradisi di daerah masing-masing. Berikanlah pemahaman dan
dasar –dasar ilmu agama islam kepada para masyarakat yang tinggal di daerah
tersebut, bahwasanya di dalam agama islam tidak pernah ada larangan untuk
seseorang melakukan suatu pernikahan, karena hal tersebut merupakan suatu
ibadah yang Allah sendiri sangat menganjurkan kepada seluruh umatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al Karim
Asqalani, al dan Ibnu Hajar, al Hafidzh. Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-
Quasasy Misba. Semarang: Wicaksono, 1989
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta : PT. Dian Karya, 1986
As-Syahbuni, Muhammad Ali, Pernikahan Dini Yang Islami, Jakarta, Pustaka
Amani, 1996
BPS, Podes, 2000
Daaruquthny, Sunan Daruquthuny, Beirut : Darur Fikr, 1994
Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Gazali, Abd Rahman, Fiqih Munakahat, Bogor: Kencana, 2003
Haar, Ter, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1974
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990
Halim, A.Ridwan, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1989
Idris, Abdul Fatah, Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, Jakarta : Rineka Cipta, 1994
Jaziri, al, Abdurrahman. Kitab Fiqh Al-Mazahib Al-Arba’ah. Mishr : T, TH.
Jurjawi, al, Ali Ahad. Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatush ( Falsafah dan Hikmah
Hukum Islam), Penerjemah : Hadi Mulyo dan Sobahus Surur, Semarang:
CV, Asy-Syifa, 1992
Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama R.I th. 2001
Lukito, Ratna, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia,
Jakarta: INIS, 1998
Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Ada : Suatu Pengantar, Jakarta, Pradnya
Paramita, 1994
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta : Bulan
Bintang, 1993
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara
Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
1982
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998
Romulya, Moh.Idris, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-
Undang no.1 tahun 1974 dan KHI, Jakarta, Bumi Aksara, 1996
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut : Dar al-Fikr, 1992
Sabiq, Sayyid, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, Bandung Irsyad Baitus Salam
(IBS), 1995
Soekanto, Soerjono, Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, CV.
Rajawali, 1990
Soepomo, Sri Saadah, Dra., Hartati, Dra., Simanullang, Binsar, Drs., Pandangan
Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Di Kota Bandung,Jakarta,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998
Sudiyat, Imam, Hukum Adat ; Sketsa Asas, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1981
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006
Yunus, M. Ahmad, H. Prof. Dr., Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta : CV. Al-
Hidayah, 1964
_______________, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta : PT.Hidakarya
Agung, 1996
Zuhaili, al, Wabah. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuh, Beirut : Dar al-Fikr,1989