pers dan wacana nasionalisme · pdf fileanalisis wacana ... melalui wacana tersebut kompas...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERS DAN WACANA NASIONALISME (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di
Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009)
Oleh:
MUHAMMAD AZIS SAFRODIN
D0206073
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul:
Pers dan Wacana Nasionalisme
(Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di
Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009)
Oleh:
Nama : Muhammad Azis Safrodin
NIM : D0206073
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 25 Mei 2011
Pembimbing Utama,
Drs. Mursito BM, S.U. NIP. 19530727 198003 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN
Telah Diterima dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari : Rabu Tanggal : 25 Mei 2011
Panitia Penguji Skripsi:
Ketua : Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D. (..................................) NIP. 197102171998021001 Sekretaris : Drs. Kandyawan (..................................) NIP. 196104131990031002 Penguji : Drs. Mursito BM, S.U. (..................................) NIP. 195307271980031001
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Pawito, Ph.D. NIP. 19540805 198503 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Mulai” itu kata sederhana tapi penuh makna
(penulis)
Berfikir cerdas, bekerja keras, berhati ikhlas
(K.H. Abdullah Gymnastiar)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk:
Allah SWT Dzat Sebaik-baik Pencipta dan Penjaga;
Ibunda, dengan segala kasih sayang dan do’anya telah membesarkanku;
Bapak, yang tak henti-hentinya berikhtiar dan berdoa demi keluarga;
Kakakku Nanunk yang selalu menyemangatingu di saat aku lemah;
Sahabat-sahabat terbaik dan teman-teman Komunikasi 2006 yang tidak dapat
saya sebutkan satu-persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas skripsi
dengan judul PERS DAN PEMBERITAAN NASIONALISME (Analisis
Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian
Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009) dengan baik dan lancar.
Penelitian untuk skripsi ini berawal dari sebuah pandangan bahwa
keberadaan atau munculnya sebuah wacana tidak lepas dari komunikator sebagai
faktor sentral atau penentu. Dalam penelitian ini sajian berita tulis di rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” dalam harian Kompas, tidak hanya akan dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas obyektif saja tetapi terdapat wacana tertentu
yang diusung media tersebut. Dengan kata lain, Kompas sebagai komunikator
tidak semata-mata menyajikan informasi tetapi juga mempunyai gagasan dan
maksud-maksud tertentu yang dituangkan dalam pemberitaannya.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis hendak menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Supriyadi, SN, S.U. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
2. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
3. Drs. Mursito BM, S.U. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu, arahan, dan masukan.
4. Drs. H. Dwi Tiyanto, S.U. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran dan perhatiannya.
5. Semua staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, atas
ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan. Semoga semua ilmu yang
telah Bapak/ Ibu berikan bermanfaat dunia akhirat dan menjadi amal
jariyah.
6. Bapak Achmadi dan Ibu Abanah selaku orangtau penulis, yang tiada henti
berdo’a untuk kesuksesan putra-putrinya.
7. Nurochmah Hidayati, kakak kandung penulis yang bersedia menjadi
tempat berbagi suka dan duka.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Dimas Ragil Achirrudin, Ahsan Zakky,
Citra Nove Perdana Siwi, Ragil Satriyo Gumilang, Vera Metty Anggriana,
dan Adinda Nusantari yang telah banyak membantu kelancaran dalam
pengerjaan skripsi ini.
9. Keluarga kost “Santosa”: Yestha Fajar Pahlevi, Taufan Yusuf Nugroho,
Hafidz Novalsyah, Herka Yanis, Faka Yudhistira, dan Genadi Adha.
10. Teman-teman “Dadu Rangers”: Wahyu Subekti, Henricus Hans, Rohmah
Fajri Susetyo, Barlian Anung Prabandono, Aang Wahyu Ariesta Sari,
Ayunda Agung I. Putri, Ria Rahajeng, Suharsiwi, Arumtyas Puspanjani,
dan Nur Karima Sinta yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
11. Keluarga besar Komunikasi 2006, semoga sukses selalu.
12. Harian Kompas.
13. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima
kasih atas sebaga bantuannya.
Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis
berharap bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ........................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
ABSTRAK ..................................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................... 8
C. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 8
D. MANFAAT PENELITIAN ................................................................. 9
E. TELAAH PUSTAKA
1. Komunikasi Sebagai Wacana .......................................................... 9
2. Wacana Sebagai Hasil Konstruksi Realitas .................................... 10
3. Pers Sebagai Komunikasi Massa .................................................... 18
4. Media Sebagai Sarana Konstruksi Realitas .................................... 23
5. Berita dan Feature ........................................................................... 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Nasionalisme ................................................................................... 37
7. Nasionalisme Soekarno dan Nasionalisme Indonesia .................... 42
F. DEFINISI KONSEP
1. Nasionalisme Indonesia ................................................................. 47
2. Nasionalisme di Tapal Batas ........................................................... 47
3. Analisis Wacana .............................................................................. 48
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian ................................................................................ 48
2. Metode Penelitian ........................................................................... 49
3. Obyek Penelitian ............................................................................. 49
4. Sumber Data .................................................................................... 49
5. Teknik Analisis Data ....................................................................... 50
6. Validitas dan Triangulasi Penelitian ............................................... 59
BAB II. GAMBARAN UMUM KOMPAS
A. SEJARAH UMUM KOMPAS
1. Sejarah Singkat ................................................................................ 60
2. Falsafah ........................................................................................... 64
B. VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL
1. Visi .................................................................................................. 65
2. Misi.................................................................................................. 66
3. Kebijakan Redaksional .................................................................... 67
C. STRUKTUR ORGANISASI............................................................... 69
D. RUBRIKASI ....................................................................................... 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB III. PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS RUBRIK
“NASIONALISME DI TAPAL BATAS” DI HARIAN
KOMPAS
A. ANALISIS STRUKTUR MAKRO (TEMATIK) ............................... 76
B. ANALISIS WACANA BERITA KOMPAS
1. Tema: Daerah Tapal Batas Indonesia yang Dituntut Mandiri,
Tanpa Kehadiran Serius dari Negara .............................................. 80
a. Analisis Struktur Makro ............................................................. 80
b. Analisis Superstruktur ................................................................ 82
c. Analisis Struktur Mikro .............................................................. 84
c.1. Semantik ............................................................................. 84
c.1.1. Latar .......................................................................... 85
c.1.2. Detil........................................................................... 88
c.1.3. Maksud ...................................................................... 90
c.2. Sintaksis .............................................................................. 92
c.2.1. Bentuk Kalimat ......................................................... 93
c.2.2. Koherensi .................................................................. 95
c.2.3. Kata Ganti ................................................................. 98
c.3. Leksikon .............................................................................. 99
c.4. Retoris ................................................................................. 101
c.4.1. Grafis......................................................................... 101
c.4.2. Metafora .................................................................... 103
2. Tema: Stigmatisasi dan Ketakutan yang Dirasakan Masyarakat
di Daerah Tapal Batas Indonesia .................................................... 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
a. Analisis Struktur Makro ............................................................. 104
b. Analisis Superstruktur ................................................................ 106
c. Analisis Struktur Mikro .............................................................. 107
c.1. Semantik ............................................................................. 107
c.1.1. Latar .......................................................................... 108
c.1.2. Detil........................................................................... 110
c.1.3. Maksud ...................................................................... 111
c.2. Sintaksis .............................................................................. 112
c.2.1. Bentuk Kalimat ......................................................... 113
c.2.2. Koherensi .................................................................. 114
c.3. Leksikon .............................................................................. 116
c.4. Retoris ................................................................................. 118
c.4.1. Grafis......................................................................... 118
c.4.2. Metafora .................................................................... 119
3. Tema: Kondisi Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan
Masyarakat di Daerah Tapal Batas Indonesia ................................ 119
a. Analisis Struktur Makro ............................................................. 119
b. Analisis Superstruktur ................................................................ 124
c. Analisis Struktur Mikro .............................................................. 126
c.1. Semantik ............................................................................. 126
c.1.1. Latar .......................................................................... 126
c.1.2. Detil........................................................................... 131
c.1.3. Maksud ...................................................................... 136
c.2. Sintaksis .............................................................................. 138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
c.2.1. Bentuk Kalimat ......................................................... 138
c.2.2. Kata Ganti ................................................................. 140
c.3. Leksikon .............................................................................. 141
c.4. Retoris ................................................................................. 143
c.4.1. Grafis......................................................................... 144
c.4.2. Metafora .................................................................... 145
4. Tema: Potensi Daerah yang Masih Minim Perhatian Negara ........ 146
a. Analisis Struktur Makro ............................................................. 146
b. Analisis Superstruktur ................................................................ 147
c. Analisis Struktur Mikro .............................................................. 148
c.1. Semantik ............................................................................. 148
c.1.1. Latar .......................................................................... 148
c.1.2. Detil........................................................................... 151
c.1.3. Maksud ...................................................................... 153
c.2. Sintaksis .............................................................................. 153
c.2.1. Bentuk Kalimat ......................................................... 153
c.2.2. Koherensi .................................................................. 155
c.3. Leksikon .............................................................................. 156
c.4. Retoris ................................................................................. 156
c.4.1. Grafis......................................................................... 157
5. Tema: Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Infrasktruktur
Publik Yang Masih Minim ............................................................. 158
a. Analisis Struktur Makro ............................................................. 158
b. Analisis Superstruktur ................................................................ 160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
c. Analisis Struktur Mikro .............................................................. 162
c.1. Semantik ............................................................................. 162
c.1.1. Latar .......................................................................... 162
c.1.2. Detil........................................................................... 163
c.1.3. Maksud ...................................................................... 165
c.2. Sintaksis .............................................................................. 166
c.2.1. Bentuk Kalimat ......................................................... 166
c.3. Leksikon .............................................................................. 167
c.4. Retoris ................................................................................. 169
c.4.1. Grafis......................................................................... 169
c.4.2. Metafora .................................................................... 170
BAB IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................................. 171
B. SARAN ............................................................................................... 172
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 174
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR BAGAN
Tabel I.1 Model Konstruksi Realitas Melalui Media ................................ 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Elemen Wacana Van Dijk ......................................................... 51
Tabel III.1 Tematik Berita Kompas ............................................................. 78
Tabel III.2 Skematik Tema Pertama ............................................................ 83
Tabel III.3 Skematik Tema Kedua ............................................................... 106
Tabel III.4 Skematik Tema Ketiga .............................................................. 124
Tabel III.5 Skematik Tema Keempat ........................................................... 147
Tabel III.6 Skematik Tema Kelima ............................................................. 160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
ABSTRAK
Muhammad Azis Safrodin, D0206073, PERS DAN WACANA NASIONALISME (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009), 175 halaman. Penelitian untuk skripsi ini berawal dari sebuah pandangan bahwa keberadaan atau munculnya sebuah wacana tidak lepas dari komunikator sebagai faktor sentral atau penentu. Munculnya rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” yang dimuat harian Kompas edisi 10 – 21 Agustus 2009 menunjukkan kecenderungan Kompas mempunyai perhatian khusus di daerah-daerah tapal batas di Indonensia. Dalam penelitian ini sajian berita yang ditulis Kompas di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, tidak hanya akan dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif saja tetapi terdapat wacana tertentu yang diusung media tersebut. Dengan kata lain, Kompas sebagai komunikator tidak semata-mata menyajikan informasi tetapi juga mempunyai gagasan dan maksud-maksud tertentu yang dituangkan dalam pemberitaannya. Dengan paradigma konstruktivisme tersebut, penulis kemudian menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dalam penelitian. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, menguji hipotesa, atau membuat prediksi, melainkan bermaksud untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman secara lebih mendalam tentang bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk membedah wacana nasionalisme yang terkandung dalam rubrik berita Kompas “Nasionalisme di Tapal Batas”. Penelitian ini hanya difokuskan pada pembedahan wacana pada level teks dengan menggunakan model analisis teks Teun A. van Dijk. Dalam pandangan van Dijk, sebuah wacana terbagi atas tiga tingkatan/struktur yang masing-masing terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lain. Dengan beberapa penyesuaian, elemen-elemen wacana tersebut digunakan untuk membedah sajian teks berita Kompas. Hasil analisis dalam penelitian ini mendapati adanya wacana yang digambarkan Kompas terkait nasionalisme yaitu: rasa nasionalisme di daerah-daerah perbatasan Indonesia yang kian terkikis dan terancam hilang sebagai bagian dari keutuhan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan demokrasi dan keadailan sosial sebagai cara untuk mewujudkan dan menjaga rasa nasionalisme, minim atau bahkan belum dirasakan masyarakat perbatasan Indonesia. Melalui wacana tersebut Kompas ingin menyampaikan pesan kritis kepada pemerintah yang memiliki posisi ideal dalam mewujudkan nasionalisme secara utuh di Indonesia, tak terkecuali di wilayah perbatasan. Kompas menyampaikan bahwa tugas negara dalam mewujudkan nasionalisme yang utuh dan menyeluruh masih berat. Hal itu ditandai dengan berbagai persoalan yang terjadi di tapal batas Indonesia dan belum ada penyelesaian yang nyata. Kata kunci: analisis wacana, nasionalisme, berita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
ABSTRACT
Muhammad Azis Safrodin, D0206073, PRESS AND NATIONALISM DISCOURSE (Discourse Analysis Toward Nationalism in Kompas’ Rubric "Nasionalisme di Tapal Batas" From August10th to August21th 2009), 175 pages.
This research was derived from a view that the existence or the emergence of a discourse cannot be separated from the communicator as a central or decisive factor. The appearance of the rubric "Nasionalisme di Tapal Batas" in Kompas daily edition from August10 to August21 2009, shows that Kompas has a special interest in the border areas in Indonensia. In this study, the text of news produced by Kompas at "Nasionalisme di Tapal Batas", is not just a tool providing objective reality. But, in the field of communication studies, the text bought a certain discourse produced by the media. In other words, as communicator, Kompas does not merely present information but also had the idea and the specific purposes set forth in its news. This research belongs to the qualitative research, with constructivist paradigm. According to the qualitative, this study did not seek or explain relationships, test hypotheses, or make predictions, but intended to bring a picture and a deeper understanding of how a phenomenon or a reality of the communication occurred.
This study aimed to dissect the discourse of nationalism that is contained within the rubric of "Nasionalisme di Tapal Batas". This study only focused on the surgical level of discourse on the text using discourse analysis model by Teun A. van Dijk. Accoording to van Dijk, a discourse is divided into three levels / structures. They are macrorule, superstucture, and microstructure. Each level consist of some elements which are interconnected and support each other. With some adjustmets, the elements of discourse are used to dissect the Kompas’ news text.
Researcher found that Kompas provided certain discourse related to the nationalism issues, described as follows: a sense of nationalism in Indonesia's border areas are increasingly eroded and in danger of missing as part of the whole nation of Indonesia. That is because democracy and social justice as a way to achieve and maintain a sense of nationalism, were too low or even not yet felt the Indonesian border citizen.
Through that discourse, Kompas wanted to convey a critical message to the government, who has an ideal position to prove the holistic nationalism in Indonesia, including the border region. Kompas said that the state’s duty in achieving a full and comprehensive nationalism is still heavy. It was marked with various problems occuring the border region in Indonesia and there has been no real solution yet. Key words: discourse analysis, nationalism, news
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemerdekaan membawa beribu makna untuk setiap insan manusia. Ada
yang mengartikan merdeka berarti terbebas dari belenggu penjajah, ada yang
mengartikan terbebas dari keterbelakangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Ada juga mereka yang mengartikan merdeka sebagai tetap terjaganya kedaulatan
negara di bawah gempuran arus globalisasi yang mengakibatkan kian menipisnya
jiwa nasionalisme suatu bangsa.
Sudah 65 tahun Indonesia merdeka dan memiliki kedaulatan yang utuh
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam konteks kedaulatan
Negara Indonesia, kedaulatan intern Negara Indonesia dapat ditunjukkan dengan
bentuk dan bangunan Negara Indonesia sebagai suatu Negara Kesatuan yang
berciri Nusantara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 25A Undang-Undang Dasar
1945.1 Namun kemerdekaan dan kedaulatan RI yang telah dicapai selama lebih
dari setengah abad tersebut ternyata belum ditopang rasa dan jiwa nasionalisme
oleh seluruh bangsa Indonesia secara utuh.
Terlebih lagi bagi masyarakat yang mendiami daerah-daerah tapal batas
negara Indonesia dengan negara-negara tetangga. Kurangnya perhatian
pemerintah terkait jaminan dan fasilitas kesejahteraan mengakibatkan rasa
nasionalisme mereka mengalami fluktuatif. Bagi mereka yang mendiami daerah
1 Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Batas Wilayah Negara Indonesia Dimensi, Permasalahan, dan Strategi Penanganan Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis. Yogyakarta: Gaya Media. Hal 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
tapal batas NKRI, seakan mereka dianaktirikan dari penguasa negeri ini.2 Seperti
halnya penduduk Sebatik yang hidup di daerah perbatasan Serawak dan Sabah
(Malaysia), mereka lebih menggantungkan diri dengan negara tetangga. Untuk
mencukupi kebutuhan hidup, mereka lebih memilih transaksi perdagangan hasil
lintas batas dengan alasan kepastian pasar yang jelas dan harga jual yang lebih
tinggi. Sehingga kesejahteraan hidup mereka setidaknya bisa terpenuhi.3
Rasa skeptis publik terkait suku-suku di daerah tapal batas juga masih
mewarnai keutuhan negara kepulauan ini. Hal ini dialami masyarakat suku
Amungme dan Komoro di Papua. Keinginan hidup tenang di kediaman mereka
terusik dengan aktivitas PTFI (PT. Freeport Indonesia) yang menjadikan Gunung
Ertsberg dan Grasberg – yang dari generasi ke generasi menjadi tempat tinggal,
bercocok tanam, sekaligus tempat spiritual suku Amungme – sebagai lahan
bengkel Tembagapura. Sehingga ketika muncul kasus terkait PTFI seperti kasus
penembakan maka orang-orang suku Amungme dan Komoro selalu menjadi
sasaran dan sisudutkan.4
Jika fakta-fakta tersebut dibiarkan, maka hal ini tentuanya akan
mengancam keharmonisan dan kedaulatan NKRI sehingga tak jarang muncul
protes dari daerah-daerah tapal batas yang berujung pada pemisahan diri dari
NKRI. Terlebih lagi negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga
gencar melakukan klaim-klaim ke beberapa daerah yang masih menjadi wilayah
Indonesia. Seperti halnya yang dikhawatirkan oleh penduduk Sebatik yang sering
2 Genta Demokrasi. 22 Agustus 2010. Metro TV. 3 Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Perbatsan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5 4 Kompas. Kamis 20 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Dulu Sumber Penghidupan Kini Sumber Persoalan. Hal 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
melakukan transaksi perdagangan ke wilayah Serawak dan Sabah. Hal yang
menjadi kekhawatiran mereka adalah tindakan Malaysia yang melancarkan klaim
di beberapa areal pertanian milik Sebatik yang masuk wilayah negara tersebut.
Saat kasus Ambalat memanas, beberapa warga Desa Sungai Pancang, Kecamatan
Sebatik, sempat dikejutkan dengan pemasangan patok-patok kayu dari pemerintah
Malaysia di areal persawahan seluas 290 hektar.5 Jika hal ini tidak mendapat
perhatian, maka tak menutup kemungkinan keutuhan NKRI kembali terancam
seperti kasus Ligitan dan Sipadan.
Hal ini bukan karena para penduduk yang tidak memiliki jiwa
nasionalisme dan patriotisme untuk senantiasa menjaga keutuhan NKRI namun
lebih pada realitas yang mereka alami. Hidup di daerah perbatasan dan jauh dari
kesejahteraan membuat mereka tidak bisa menutup diri daerah perhatian
pemerintah negara tetangga. Sehingga pada akhirnya negara tetangga seperti
Malaysia akan mudah melancarkan klaim ke beberapa wilayah perbatasan untuk
diakui sebagai wilayah negaranya karena mereka sudah mendapat hati dari
penduduk daerah tersebut.
Berkaitan dengan fenomena tersebut, media massa memiliki peran,
tanggung jawab serta kewajiban untuk ikut menangani masalah tersebut. Merujuk
Pasal 6 UU Pokok Pers No. 40 / 1999, Pers memiliki kewenangan yang sangat
besar yaitu: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai
demokrasi; mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia
serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan
5 Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Perbatasan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi,
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan
memperjuangkan keadilan dan kebenaran.6
Berbatasan dengan beberapa negara serumpun seperti Malaysia,
Singapura, Brunai, dan Filipinina membuat daerah-daerah tapal batas Indonesia
tidak pernah sepi dari pemberitaan media; baik itu media elektronik, media cetak,
ataupun media internet. Isu-isu dalam pemberitaan-pemberitaan tersebut terkait
dengan konflik-konflik di daerah perbatasan, permasalahan patok perbatasan antar
negara, kemiskinan serta keterbatasan sarana dan prasarana dasar sosial dan
ekonomi7, masalah gradual menyangkut kehadiran dan peran negara yang masih
minim, lemahnya pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana publik.8
Kompas sebagai salah satu koran nasional juga tak lepas dari pemberitaan
daerah-daerah tapal batas Indonesia. Memuat berita yang menonjolkan nilai-nilai
humanisme dalam tampilan tulisannya seakan sudah menjadi ciri khas dari
Kompas, sehingga bisa menyentuh hati pembaca. Jakob Oetama, Pemimpin
Umum Kelompok Kompas Gramedia mengatakan bahwa jiwa dari Harian
Kompas adalah humanisme. Nilai-nilai humanis tersebut tersebar dalam berita,
laporan, analisis, maupun opini yang ada dalam Harian Kompas.9
6 AS Haris Sumadiria. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal 25 7 Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Op.Cit. Hal 106 8 Kompas. Jum’at 21 Agustus 2009. Nasionalisme Pripurna di Tapal Batas. Hal 1 9 Sindhunata dalam St. Sularto (ed.). 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 Tahun Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal 3-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Sindhunata, Pemimpin Redaksi Majalah Basis Yogyakarta, menyatakan
bahwa sajian berita Kompas tidak lepas dari sosok Jakob Oetama dengan tiga
pokok pemikirannya yang kental akan nilai humanisme.
Pertama, membawa pencerahan. Jakob Oetama berulang kali mengatakan,
selain menyebar informasi, berkomunikasi dan membantu kecerdasan bangsa,
sebagai koran nasional Kompas bertugas memberikan enlighment kepada
sebanyak mungkin masyarakat di seluruh Indonesia. Tercakup dalam peran
pencerahan adalah pencerdasan akal budi, pergulatan suara hati, pergualatan
peradaban, serta pembangunan kebudayaan. Kedua, memanfaatkan momentum
sejarah untuk meraih pembebasan. Menurut Jakob Oetama, hanya dengan
mempelajari sejarahlah, kita bisa mengambil keputusan-keputusan dengan tepat
dan benar. Ketiga, wartawan tak boleh kering hati dan emosi. Ia mengajak
wartawannya untuk menyuarakan mereka yang tak bisa bersuara.10
Tanggal 17 Agustus menjadi momentum yang memiliki nilai sejarah
terbesar bagi negara Indonesia. Perjuangan dari berbagai daerah, berbagai
golongan untuk mencapai sebuah kemerdekaan dan kedaulatan negara menjadi
harga mati sebuah perjuangan. Dalam rangka memperingati dan memanfaatkan
momentum terbesar bangsa Indonesia yaitu Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia ke-64, 17 Agustus 2009, koran Kompas menerbitkan laporan peliputan
yang mengusung wacana nasionalisme. “Nasionalisme di Tapal Batas” menjadi
tema yang dipilih karena masalah nasionalisme negeri ini kian kritis. Dalam
konteks di wilayah-wilayah perbatasan, kekritisan masalah ini semakin terasa.
10 Ibid. Hal 1-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Dalam perspektif politik nasional dan konstelasi politik regional, masalah pun
kian kompleks.11
Rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sajian peliputan Kompas di
sepuluh daerah yang menjadi daerah terluar Indonesia dan berbatasan langsung
dengan negara-negara tetangga, dimana pemberitaan tersebut tersaji di koran ini
selama 10 hari berturut-turut (mulai senin tanggal 10 - 21 Agustus 2009). Daerah-
daerah tersebut ialah Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan Siberut
(Sumatra Barat), Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur,
Kepulauan Miangas dan Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan
NTT-Timor Leste, Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua
Niugini.
Banyak persoalan di wilayah perbatasan Indonesia yang diberitakan
Kompas. Diantaranya, stigma di daerah Sawang NAD yang hingga kini masih
kental dirasakan penduduk setempat. Oleh karena itu masih sulit bagi Sawang
yang di masa lalu menjadi basis pejuang GAM, untuk maju dan berkembang.12
Dalam hal pendidikan, daerah pedalaman Siberut Kepulauan Mentawai masih
jauh dari layak. Belum adanya fasilitas sekolah formal membuat daerah tersebut
haus akan tercukupinya kebutuhan pendidikan.13
Lemahnya pembangunan sarana dan infrastruktur publik dirasakan di
sebagian besar Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Bagi
mereka yang mendiami kepulauan tersebut, kesenjangan pembangunan sangat
11 Kompas. 10 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Pengantar. Hal 1 12 Kompas. 10 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Menerawang Aceh dari Sawang. Hal 4 13 Kompas. 11 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Satu Nusa Satu Bangsa di Pedalaman Siberut. Hal 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
terasa antara daerahnya dengan negara tetangga Singapura, sehingga
menimbulkan isu-isu yang kerap melemahkan sendi-sendi nasionalisme.14
Sedangkan daerah lain seperti Pulau Morotai, infrastruktur publik seperti jalan
sebagai sarana perhubungan yang ada masih mengandalkan peninggalan kaum
penjajah.15 Hal ini menunjukkan belum adanya pemerataan pembangunan.
Dalam hal kesejahteraan, kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan
juga tidak berbeda jauh dari dunia pendidikan, dimana kesejahteraan bagi mereka
menjadi barang yang mahal. Hal ini yang dialami daerah Sebatik, mereka
dibiarkan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menggantungkan negara
tetangga Malaysia.16 Sama halnya yang dialami masyarakat Miangas dan Marore.
Berbatasan dengan Filipina dan karakter perairan terbuka karena berada di bibir
Samudra Pasifik, membuat daerah ini seakan tak terlihat di mata pemerintah.
Negara seolah tak mau mengurus salah satu daerah yang memiliki nilai strategis
di bidang politik tersebut, sebagai titik tolak penjaga kedaulatan RI.17
Dari pemberitaan-pemberitaan Kompas tersebut, bagaimana wacana
nasionalisme yang diusung Kompas melalui pemberitaan selama 10 hari berturut-
turut mulai tanggal 10 hingga 21 Agustus 2009, menarik untuk diteliti. Berita
yang disajikan tidak hanya sebatas informasi yang harus diketahui publik namun
juga terdapat pesan-pesan yang mendidik dan membangun. Hal ini sejalan dengan
14 Kompas. 12 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Tak Indonesia Hilang di Hati… Hal 15 15 Kompas. 15 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Pulau Morotai, AS Membangun Jalan RI Kasih Aspal Saja… Hal 15 16 Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009 Nasionalisme di Tapal Batas, Perbatasan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5 17 Kompas. 15 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Ironi di Antara Simbol dan Realitas Hal 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
tujuan para pendahulu bangsa dan negara ini dimana mereka bercita-cita
mewujudkan Indonesia sebagai negara bangsa yang utuh dan menyeluruh. Selain
itu, berita tersebut juga bisa menjadi bahan kajian berbagai pihak dalam
menyikapi semangat nasionalisme Indonesia yang mengalami pasang surut.
Teks-teks berita tersebut, dalam perspektif komunikasi erat kaitannya
dengan pesan dan makna. Pesan sendiri merupakan poin sentral dalam
komunikasi, sehingga menarik untuk diteliti. Tentu saja, tanpa menafikkan unsur-
unsur komunikasi lainnya seperti komunikator, komunikan, atau efek. Tanpa
adanya pesan, komunikasi tidak akan mungkin terjadi.18
Teks yang ada dalam berita tersebut selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode analisis wacana. Melalui metode ini, peneliti ingin
membedah wacana yang ada dalam sebuah teks. Dalam hal ini, bagaimana
Kompas menggambarkan nasionalisme di Indonesia melalui pemberitaan di tapal
batas.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana Kompas menggambarkan wacana nasionalisme
melalui pemberitaan di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui bagaimana Kompas
menggambarkan wacana nasionalisme melalui pemberitaan di rubrik
Nasionalisme di Tapal Batas.
18 Ibnu Hamad. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: LaToFi. Hal 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis-akademis, penelitian ini diharapkan mempunyai
signifikansi dalam membedah penggambaran wacana nasionalisme
melalui pemberitaan suratkabar Kompas melalui penelitian isi media
dengan menggunakan analisis wacana.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat berfungsi bagi media dalam mengemas
dan mewacanakan semangat nasionalisme yang kian kritis. Sehingga
dalam fungsinya sebagai kontrol sosial, media bisa ikut andil dalam
membantu pemerintah beserta masyarakat untuk menentukan kebijakan-
kebijkan yang bisa menjaga dan memupuk jiwa nasionalisme bangsa.
E. TELAAH PUSTAKA
1. Komunikasi Sebagai Wacana
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal
dari kata Latin communis yang berarti sama “sama”, communico,
communicatio, communicare yang berarti “membuat sama”.19 Berbagai pakar
telah membuat definisi tentang apa itu komunikasi. Salah satu definisi yang
kerap dikutip adalah pengertian dari Harrold Lasswell. Laswell mengatakan
bahwa komunikasi adalah jawaban dari pertanyaan Who Says What In Which
Channel to Whom With What Effect? Atau Siapa mengatakan Apa Dengan
Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?20
Dari definisi di atas, setidaknya ada beberapa unsur komunikasi yang
bisa ditangkap, diantaranya komunikator, media, komunikan, konteks, proses, 19 Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal 41 20 Ibid. Hal 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dan dampak. Tanpa ada pesan, tidak ada peristiwa komunikasi. Komunikasi
adalah proses menciptakan dan menafsirkan pesan. Tanpa ada pertukaran
pesan, tidak ada makna yang diperoleh oleh para peserta komunikasi.
Sedangkan makna itulah yang dikandung dalam pesan yang dipertukarkan
dalam komunikasi.21
Dalam perkembangannya, para pelaku komunikasi tidak hanya
menyampaikan pesan dalam sebuah proses komunikasi namun teknik
pengemasan pesan (message packaging) juga menjadi hal penting agar
mereka memperoleh tujuan-tujuan komunikasinya. Mereka tak lagi sekedar
membuat, menampilkan dan mengirimkan pesan berdasarkan apa yang
diinginkannya, tetapi merancang pesan dengan dilandasi dan dipengaruhi oleh
“visi dan misi strategis”-nya. Dalam konteks ini, para pelaku komunikasi
mengembangkan suatu wacana tertentu dalam menyampaikan pesan dalam
suatu proses komunikasi.22
2. Wacana Sebagai Hasil Konstruksi Realitas
Wacana adalah terjemahan dari bahasa Inggris “discourse”. Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa wacana merupakan kelas
kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut: 23
a. ucapan; perkataan; tuturan;
b. keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;
21 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 7 22 Ibid. Hal 9 23 Tim. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 1005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
c. satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk
karangan yang utuh, seperti novel, buku, atau artikel.
Jusuf Syarif Badudu memberikan batasan tentang wacana sebagai
berikut: 24
a. Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna
yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
b. Wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di
atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang
berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan atau tertulis.
Secara ilmiah teoritik beberapa pakar telah mendefinisikan perdebatan
tentang wacana atau discourse. Fiske mendefinisikan wacana sebagai bahasa
atau sistem representasi yang dibangun secara sosial dalam suatu tertib untuk
membuat dan mengedarkan seperangkat makna yang koheren tentang suatu
topik penting.25 Roger Fowler mendefinisikan wacana adalah komunikasi
lisan maupun tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan
kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan
dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman. Sedangkan
Foucault mengatakan wacana ini: kadang kala sebagai bidang dari semua
24 Jusuf Syarif Badudu dalam Eriyanto. 2005. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS. Hal 2 25 Mursito BM. 2006. Memahami Institusi Media Sebuah Pengantar. Surakarta: Lindu Pustaka dan SPIKOM. Hal 239
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok
pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat sari
sejumlah pernyataan.26
Dalam kenyataan, wujud dari bentuk wacana dapat dilihat dalam
beragam karya:27
a. Text (wacana dalam bentuk tulisan/grafis) yang antara lain berupa
surat, e-mail, berita, features, artikel opini, puisi, syair, cerpen,
novel, komik dan sebagainya.
b. Talk (wacana dalam bentuk lisan/percakapan) yang antara lain
berupa rekaman wawancara, monolog, dialog, obrolan, pidato,
diskusi dan sebagainya.
c. Act (wacana dalam bentuk tindakan, gerakan) yang antara lain
adalah pantomim, drama, tarian, film, defile, demonstrasi dan
sebagainya.
d. Artifact (wacana dalam bentuk bangunan, tata-letak) yang antara
lain dalam wujud bangunan, lanskap, puing, fashion, dan lain
sebagainya.
James P. Gee membedakan wacana (discourse) menjadi dua jenis,
yaitu: 28
26 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 2 27 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 44-45 28 Ibid. Hal 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
a. discourse (dengan d kecil) yang melihat bagaimana bahasa
digunakan pada tempatnya (on site) untuk memerankan kegiatan,
pandangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik.
b. Discourse (dengan d besar) yang merangkaikan unsur linguistik
pada discourse (dengan d kecil) bersama-sama unsur non-linguistik
(non-language stuff) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan
identitas. Bentuk non-language stuff ini dapat berupa kepentingan
ideologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-
language stuff itu juga yang membedakan cara beraksi,
berinteraksi, berperasaan, kepercayaan, dan penilaian satu
komunikator dari komunikator lain dalam mengenali atau
mengakui diri sendiri dan orang lain.
Satu hal harus digarisbawahi dari teori yang disampaikan oleh James
P. Gee, bahwa wacana atau Discourse (dengan d besar) adalah kepentingan
dalam wacana. Setiap tindakan komunikasi pada dasarnya selalu mempunyai
tujuan, terlebih komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, majalah,
televisi, radio, dan sebagainya. Karena itu, bisa dikatakan bahwa setiap
tindakan komunikasi adalah suatu wacana. Dalam pandangan communication
as Discourse ini, komunikasi dilakukan dalam rangka menciptakan
“kenyataan lain” atau “kenyataan kedua” dalam bentuk wacana (discourse)
dari “kenyataan pertama”. Cara yang ditempuh dalam pembentukan wacana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
(realitas kedua) itu adalah sebuah proses yang disebut konstruksi realitas
(construction of reality).29
Lalu, bagaimana keterkaitan wacana dengan realitas? Mengenai hal
ini, Michel Foucault memiliki pendapat bahwa realitas dipahami sebagai
seperangkat konstruk yang dibentuk melalui wacana.
Realitas tidak bisa didefinisikan jika kita tidak mempunyai akses
dengan pembentukan struktur diskursif tersebut. Kita mempersepsi dan
bagaimana kita menafsirkan obyek dan peristiwa dalam sistem makna
tergantung pada struktur diskursif; dan struktur diskursif inilah yang
membuat obyek atau peristiwa terlihat nyata oleh kita. Persepsi kita tentang
suatu obyek atau peristiwa dibentuk dengan dibatasi oleh praktik diskursif:
dibatasi oleh pandangan yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini benar
dan yang lain tidak. Wacana tertentu membatasi pandangan khalayak,
mengarahkan pada jalan pikiran tertentu dan menghayatinya sebagai sesuatu
yang benar.30
Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis
wacana, yaitu positive-empiris, paradigma konstruksitivisme, dan paradigma
kritis.31 Pandangan positive-empirisme melihat bahasa sebagai jembatan
manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia
dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa
29 Ibnu Hamad. Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi: Sebuah Telaah Ringkas, Universitas Indonesia. Hal 1 30 Michel Foucault, The Archeology of Knowledge, dalam Sara Mills, “Knowing Your Place: A Marxist Feminist Stylistic Analysis”, dalam Michael Toolan (ed.), Language, Text, and Context: Essays in Stylistic, dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 73 31 Ibid. Hal 4-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai
pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan
pengalaman empiris. Salah satu ciri pemikiran ini adalah pemisahan antara
pemikiran dan realitas. Jadi, orang tidak perlu mengetahui makna-makna
subjektif atau nilai yang mendasari pernyataanya, sebab yang penting adalah
apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan
semantik. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan
kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan
pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik).32
Dalam pandangan konstruksivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari
subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap
subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-
hubungan sosialnya. A.S. Hikam mengatakan bahwa subjek memiliki
kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam
setiap wacana. Bahasa diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan
memiliki tujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan
makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang
pembicara.33 Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu
analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu.
Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang
32 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 4 33 Mohammad A. S. Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran Discursive Practice”, dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru, dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan
diantaranya dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan
penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.34
Sedangkan dalam pandangan kritis, analisis wacana tidak dipusatkan
pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau penafsiran seperti
pada analisis konstruktivisme, melainkan menekankan pada konstelasi
kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu
tidak dianggap sebagai subjek netral yang bisa menafsirkan secara bebas
sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh
kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa dipahami sebagai
representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema
wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu,
analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap
proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana,
perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat
bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam
pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam
masyarakat.35
Penelitian ini menggunakan pandangan atau paradigma
konstruktivisme dengan pertimbangan bahwa subyek, dalam hal ini Kompas,
dianggap sebagai faktor sentral yang mempunyai peran utama dalam kegiatan
wacana yang disampaikan dalam terbitan surat kabarnya. Keberadaan atau
34 Eriyanto. 2005. Op.Cit. 5-6. 35 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
munculnya wacana nasionalisme sangat ditentukan oleh Kompas sebagai
subyek yang mempunyai gagasan dan maksud-maksud tertentu sesuai dengan
nilai-nilai dasar (visi) yang menjadi pedomannya. Berita yang disajikan
dalam rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” tidak hanya akan dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas obyektif saja dan dipisahkan dari subyek
sebagai penyampai pesan.
Dalam buku Discourse Analysis, Gillian Brown dan George Yule
mengatakan: “The analysis of discourse is, necessarily, the analysis of
language in use”.36 Dari batasan tersebut dapat diketahui bahwa analisis
wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, analisis
wacana mengkaji untuk apa bahasa digunakan. Dalam paragraf yang sama
kedua ahli ini menyebutkan: “That function which language serves in the
expression of ‘content’ we will describe as transactional, and that function
involved in expressing social relations and personal attitudes we will
describe as interactional”.37 Dengan pernyataan tersebut bisa dipahami
bahwa, di dalam analisisnya, Brown dan Yule memfokuskan pada dua fungsi
bahasa, yaitu fungsi untuk mengungkapkan isi (transaksional) dan fungsi yan
berkaitan dengan pengungkapan hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi
(interaksional).
Dengan demikian, analisis wacana, tidak hanya digunakan untuk
mengungkapkan isi bahasa melainkan juga sikap-sikap atau karakter
penyampai bahasa (wacana). 36 Gillian Brown dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Hal 1 37 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3. Pers sebagai Komunikasi Massa
Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh manusia juga mengalami
perkembangan cukup pesat. Tidak hanya melalui komunikasi antarpersonal
yang hanya melibatkan orang-orang terbatas, tetapi komunikasi yang menjadi
sebuah kebutuhan manusia juga dilakukan dengan melibatkan orang banyak
(heterogen), atau yang lebih dikenal dengan komunikasi massa.
De Fleur dan McQuails mendefinisikan komunikasi massa sebagai:
“Suatu proses melalui komunikator dengan menggunakan media untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terus-menerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai cara”.38 Definisi lain datang dari Little John, yang menulis:
“Komunikasi massa adalah suatu proses dengan mana organisasi-organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan-pesan kepada publik yang besar, melalui proses dimana pesan-pesan itu dicari, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audience”.39
Pusat dari studi komunikasi massa ialah media. Organisasi media
mendistribusikan berbagai pesan, untuk mempengaruhi dan merefleksikan
kultur masyarakat, dan mereka injeksi informasi secara stimulan keleluasaan
audiens yang heterogen, membuat media menjadi alat dari salah satu
kekuatan institusi kemasyarakatan.40 Media yang digunakan dalam
38 Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 3 39 Ibid. 40 Septian Santana K. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 221
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
komunikasi massa lebih dikenal dengan istilah media massa atau istilah lain
disebut dengan nama pers.
Pers mengandung dua arti, dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti
sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar,
tabloid, dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk
pada media cetak berkala melainkan juga mencakup medai elektronik auditif
dan media elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film, dan
media on line internet.41
Secara yuridis formal, seperti dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UU
Pokok Pers No. 40 / 1999, definisi Pers adalah:
“Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”.42 Pers memiliki lima fungsi utama yang berlaku universal. Disebut
universal karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di
dunia yang menganut paham demokrasi, yakni:43
a. Informasi (to inform)
Pers memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi secepat-cepatnya
kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang
disampaikan harus memenuhi kriteria dasar: aktual, akurat, faktual,
41 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 31 42 Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 2-3 43 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 32-35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menarik atau penting, benar, lengkap-utuh, jelas-jernih, jujur-adil,
berimbang, bermanfaat, dan etis.
b. Edukasi (to educate)
Sebagai sebuah lembaga kemasyarakatan pers juga memiliki tugas
mendidik. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut
berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Namun orientasi dan misi komersial itu, sama sekali tidak boleh
mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial
pers. Pers harus mau dan memerankan dirinya sebagai guru bangsa.
Wilbur Schramm dalam Men, Messages and Media (1973)
mengatakan bahwa pers adalah watcher, teacher, and forum
(pengamat, guru, dan forum).
c. Koreksi (to influence)
Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Dalam kerangka ini pers dimaksudkan untuk mengawasi
atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar
kekuasan mereka tidak menjadi korup dan absolut. Negara yang
menganut paham demokrasi menempatkan pers sebagai sebuah
lembaga pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function).
Dengan fungsi kontrol sosial tersebut pers menjadi institusi sosial yang
tidak pernah tidur dan juga memiliki sikap independen atau menjaga
jarak yang sama terhadap semua kelompok dan organisasi yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Rekreasi (to entertain)
Pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang
menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
e. Mediasi (to mediate)
Pers juga harus bisa menjadi penghubung atau faslitator. Dengan
fungsi ini, pers mampu menghubungkan tempat satu dengan tempat
yang lain, peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, ataupun orang
yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. McLuhan
dalam bukunya Understanding Media (1966) mengatakan bahwa pers
adalah perpanjangan dan perluasan manusia (the extented of man).
Dalam tugasnya sebagai media yang melakukan kegiatan di bidang
jurnalistik, maka pers harus menggunakan prinsip-prinsip jurnalisme dalam
pemberitaannya. Bill Kovach dan Tom Rosential dalam bukunya The
Elements of Jurnalism menjelaskan 9 prinsip jurnalisme sebagai berikut:44
a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Jurnalisme tidak sekedar mengejar kebenaran dalam arti
filosofis/absolut. Melainkan kebenaran funsional yang mana dapat
diterapkan secara praktis. Untuk itu, sebuah laporan berita harus adil,
terpercaya, berlaku untuk saat ini, dan menjadi bahan untuk investigasi
lanjutan.
b. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga
44 Disarikan dari buku Bill Kovach dan Tom Rosential. 2004. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Media harus dapat mengatakan dan menjamin kepada audiensnya
bahwa liputan yang dilakukan tidak diarahkan demi kepentingan
kawan dan pemasang iklan. Komitmen utama adalah untuk melayani
publik.
c. Inti jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi.
Untuk melakukan verifikasi, wartawan harus menerapkan metode yang
obyektif sebelum menyampaikan fakta ke dalam berita.
d. Wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang diliput.
Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan jiwa dan pemikiran
wartawan.
e. Menjadi pemantau yang bebas terhadap kekuasaan dan menyuarakan
kaum tak bersuara.
Prinsip ini menekankan pentingnya peran penjagaan (watchdog). Pers
tidak boleh menjadi corong kekuasaan. Selain itu, tugas pers adalah
memperjuangkan kamu minoritas yang sering kali terabaikan.
f. Jurnalisme sebagai forum publik
Diskusi publik dapat melayani masyarakat dengan baik bila mereka
mendapatkan informasi berdasarkan fakta. Bukan atas dasar prasangka
atau dugaan-dugaan.
g. Menarik dan relevan
Jurnalisme harus dapat menyeimbangkan antara apa yang diinginkan
publik dengan apa yang mereka tidak harapkan, tetapi sesungguhnya
mereka butuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
h. Menjadikan berita proporsional dan komprehensif
Berita tidak boleh menghilangkan sesuatu yang penting, serta tidak
menggelembungkan fakta demi sensasi.
i. Wartawan bertanggung jawab pada nurani
Wartawan harus memiliki tanggung jawab modal dalam melaporkan
berita. Diantaranya menjalankan kode etik.
4. Media Sebagai Sarana Konstruksi Realitas
Satu hal penting dalam teori komunikasi sebagai wacana
(communication as discourse) adalah usaha untuk memproduksi realitas
dalam bentuk wacana. Usaha ini merupakan pekerjaan sentral baik dalam
kegiatan komunikasi antar pribadi secara tatap muka maupun antar individu
melalui media. Dalam mengkonstruksi realitas, dengan dipengaruhi oleh
faktor-faktor innocencity, internality, dan externality, para pihak
mendayagunakan bahasa (strategi signing), mengatur fakta (strategi framing)
dan menyesuaikan waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan (strategi
priming).45
Dalam kegiatan komunikasi yang menggunakan media, praktik
komunikasi mengkonstruksi realitas ini tampak semakin kentara. Hal ini
dikarenakan wacana yang dihasilkan dimediasikan, baik dalam bentuk text,
talk, act, maupun dalam bentuk artefact. Dalam membuat sebuah wacana itu,
sudah dipastikan bahwa pembuatnya telah dengan sengaja mengatur tiga
45 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
strategi: signing, framing, dan priming. Mereka juga pasti sudah
mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal mereka dalam
mengatur tiga strategi itu guna menciptakan efek tertentu di tengah khalayak
(lihat gambar berikut)46
Konstruksi realitas atau konstruksi sosial tidak akan dapat dilepaskan
dengan penggunaan simbol. Sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi
(dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbiter (berubah-ubah) dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran disebut dengan kata atau
bahasa.47 Oleh karena itu, yang dimaksud signing adalah strategi penggunaan
tanda-tanda bahasa, baik bahasa verbal (dalam bentuk kata-kata) maupun
nonverbal (dalam bentuk gambar, grafik, gerakan, dan sebagainya).
46 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 45 47 Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Hal 42
Bagan I. 1 Model Konstruksi Realitas Melalui Media
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Proses Kontruksi Realitas oleh Konstrukor
Discourse dalam Media: (dengan strategi signing,
framing, dan priming)
Efek di Tengah Khalaya
k
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dalam pembuatan wacana, sistem tanda merupakan alat utama proses
kontruksi realitas. Mengacu pada pemikiran Berger, Peter L dan Thomas
Luckman, sistem tanda merupakan instrumen pokok untuk menceritakan
realitas. Proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang konstruktor
melakukan objektifikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi
terhadap suatu objek. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan melalui proses
persepsi itu diinternalisasikan ke dalam diri seorang konstruktor. Dalam tahap
ini dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Langkah
terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari proses perenungan
secara internal tadi melalui pernyataan-pernyataan. Alat untuk membuat
pernyataan tersebut tiada lain adalah kata-kata atau konsep atau bahasa.48
Strategi framing atau praktik pemilahan dan pemilihan yang (tidak)
akan dimasukkan ke dalam wacana merupakan hal yang tak bisa dihindari
dalam pembuatan wacana. Penyebabnya adalah fakta yang terkait dengan
realitas sering lebih banyak dibandingkan dengan tempat dan waktu yang
tersedia.49 Di dunia media massa, pemilahan dan pemilihan fakta dilandasi
oleh pertimbangan waktu dan tempat. Media cetak memiliki keterbatasan
kolom dan halaman; sementara pada media elektronik memiliki keterbatasan
durasi dan jadwal siaran.
Sedangkan strategi priming, adalah strategi mengatur ruang atau waktu
untuk pemublikasian wacana di hadapan khalayak. Dalam media massa,
praktik penonjolan suatu isu terlebih dahulu dikenal dengan teori agenda 48 Berger, Peter L dan Thomas Lukman, The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociology of Knowledge, dalam Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 49-50 49 Ibid. Hal 62-63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
setting. Asumsi teori ini adalah perhatian masyarakat terhadap suatu isu
sangat bergantung pada kesediaan media massa memberi tempat pada isu
tersebut. Semakin besar tempat yang diberikan oleh media massa semakin
besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak.50
Adapun mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
media dalam mengkonstruksi realitas adalah faktor innocently yang
mencakup kekurang-mampuan dan kesalah-pahaman; faktor internality
karena adanya minat dan kepentingan; dan faktor externality karena adanya
sponsor dan pasar.
Meskipun dalam pembuatan berita, media mengkontruksi realitas
fisik/empirik menjadi realitas media (simbolik) dengan ketiga strategi
(signing, framing, priming) serta adanya faktor internal dan eksternal dalam
membentuk sebuah wacana tertentu, media tetap berpegang dengan kaidah-
kaidah jurnalistik yang berlaku. Sebuah berita dituntut memenuhi kaidah
5W+1H (What, Where, When, Who, Why, dan How) dan memiliki news value
(nilai berita). Secara umum, suatu kejadian dianggap mempunyai nilai berita
jika mengandung satu atau beberapa unsur di bawah ini51:
a. Significance (penting), yaitu kejadian yang berkemungkinan
mempengaruhi kehidupan orang banyak, atau mempunyai akibat
terhadap kehidupan pembaca. Misalnya berita kenaikan BBM yang
menaikkan harga-harga kebutuhan lain.
50 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 70-72 51 Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 180-181
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b. Magnitude (besar), yaitu kejadian menyangkut jumlah atau angka-
angka yang besar (fantastis). Misalnya bencana yang merenggut
ribuan jiwa.
c. Timeliness (waktu), yaitu kejadian menyangkut hal-hal yang baru
terjadi atau baru dikemukakan.
d. Proximity (dekat), yaitu kejadian yang dekat dengan pembaca, baik
secara geografis maupun emosional. Kejadian di Solo lebih
menarik perhatian masyarakat Solo dari pada orang Palembang.
e. Prominence (tenar), yaitu kejadian menyangkut hal-hal yang
terkenal atau populer. Misalnya berita perceraian seorang bintang
film.
f. Human Interest (manusiawi), yaitu kejadian yang memberikan
sentuhan perasaan bagi pembaca. Misalnya kejadian yang
menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa, atau sebaliknya.
Pada dasarnya, inti jurnalistik adalah adanya suatu fakta yang
direkontruksi kembali oleh wartawan atau lembaga media yang kemudian
disampaikan kepada masyarakat luas. Dalam merekontrusksi suatu fakta,
wartawan bukan sekedar melakukan pekerjaan teknis melainkan pekerjaan
intelektual, di mana wartawan memberikan interpretasinya atas suatu
peristiwa.
Menurut Ignas Kleden, berita yang disajikan dalam koran misalnya,
bukanlah reproduksi mekanis dari suatu peristiwa, melainkan hasil pergulatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dan dialektika yang intens antara peristiwa tersebut dengan persepsi dan
kesadaran sang wartawan. 52
Dengan demikian, seorang wartawan tidak hanya bertugas
menyampaikan berita sesuai dengan aturan jurnalistik yang presisi. Namun,
mereka juga harus bergulat dengan berbagai hal yang melibatkan tanggung
jawab sosial dan integritas intelektualnya.
Bagaimana menyampaikan berita itu sehingga sanggup mencerminkan
keadaan sebenarnya, tetapi sekaligus mempertimbangkan manfaat dan
kebaikan yang diberikan oleh pemberitaan itu terhadap masyarakat pembaca,
sambil memberikan perspektif dan warna pemberitaan yang mencerminkan
nilai yang dianut oleh wartawan atau koran yang dilayaninya.53
Selanjutnya, masyarakatlah yang berhak menginterpretasikan berita
dan memberikan konteks tertentu atas informasi yang diterimanya.
Menurut John Fiske, ada tiga proses yang dihadapi wartawan saat
menampilkan obyek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang.54 Level
pertama adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana peristiwa itu dikonstruksi sebagai realitas oleh
wartawan/media. Dalam tahap ini, realitas selalu siap ditandakan, ketika kita
menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagi suatu realitas.
Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana relaitas itu digambarkan. Dalam tahap ini,
52 Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Perspektif Pers Indonesia. Jakarta: LP3ES. Hal xiv 53 Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal xiv 54 John Fiske dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
digunakan perangkat secara teknis seperti kata, kalimat atau proposisi,
gambar, grafik, dan sebagainya. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau proposisi
tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima khalayak. Pada
tahap terakhir, bagaimana peristiwa itu diorganisir ke dalam konvensi-
konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi
dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas
sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Saat kita melakukan representasi, menurut Fiske, tidak bisa dihindari
kemungkinan menggunakan ideologi.55 Hal ini dikarenakan ideologi
merupakan sistem kepercayaan yang darinya lahir nilai-nilai dasar (visi)
sebagai acuan dalam memandang dan menyikapi suatu peristiwa.
Dalam setiap terbitannya, sebuah surat kabar selalu mengacu pada
kebijakan institusi surat kabar. Secara khusus mengenai penyampaian pesan
yang berupa berita, surat kabar selalu mengacu pada kebijakan redaksional
surat kabar yang merupakan penjabaran dari visi surat kabar tersebut. Melalui
kebijakan redaksional yang diterapkan, sebuah surat kabar akan berusaha
mewujudkan visinya sebagai media komunikasi massa dalam masyarakat.
Visi itu juga memberikan bobot, warna, dan dimensi kepada kejadian-
kejadian yang diangkat menjadi bahan berita, baik dalam proses seleksi
maupun dalam proses memberikan makna dan bentuk.56
Visi surat kabar, tentu saja, menjadi visi yang dihayati bersama oleh
para wartawan yang bekerja pada surat kabar tersebut. Visi atau pandangan
55 John Fiske dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 114 56 Yakob Utama. 1987. Op.Cit.Hal 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pokok tersebut diaktualisasikan oleh para wartawan dalam pekerjaan dan
karyanya, melalui pergulatannya dengan realitas serta pemikiran yang mereka
olah menjadi berita. Nilai-nilai yang dianut inilah yang menjadikan sebuah
surat kabar tidak dapat bersikap “bebas nilai”.
Ignas Kleden menyatakan bahwa, setiap penerbitan surat kabar
hendaknya mempunyai seperangkat nilai yang menjadi referensinya, baik
sebagai dasar bagi visi dan posisi yang hendak dibelanya, maupun sebagai
kriteria untuk melakukan kritik terhadap diri sendiri. 57
Referensi nilai inilah yang kemudian menentukan mengapa suatu
kejadian diberitakan secara massif sementara kejadian lainnya hanya
diberitakan secara singkat. Dari sinilah dapat terlihat watak dan kepribadian
sebuah media.
Usaha dan perjuangan wartawan untuk tetap setia kepada referensi
nilainya, sambil berikhtiar untuk mempertahankan obyektivitas dan aktualitas
pemberitaan, dan sekaligus harus memperhitungkan efek pemberitaannya
untuk pembaca, sebetulnya adalah usaha untuk mencari perimbangan
maksimal antara kesetiaan kepada hati nurani wartawan dan korannya,
kepentingan fakta, dan kepentingan masyarakat pembaca.58
Hal inilah yang menjadikan tampilan dan isi surat kabar memiliki ciri
khas atau karakter yang berbeda dengan surat kabar yang lain. Dengan kata
lain, surat kabar secara konsisten mempunyai kepribadian yang tercermin
dalam keseluruhan isi pesan, bentuk, struktur, gaya, warna, dan dimensi; dan
57 Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal xiv-xv 58 Ibid. Hal xiv-xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dengan kepribadian tersebut, surat kabar mampu membangun bersama suatu
tingkat kredibilitas tertentu.59
5. Berita dan Feature
Williard C. Bleyer dalam bukunya News Writing and Editing60
memberi pengertian berita, yaitu: sesuatu yang termasa yang dipilih oleh
wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena hal tersebut menarik atau
mempunyai makna bagi pembaca surat kabar. Sedangkan William S.
Maulsby dalam Getting the News61 menjelaskan berita adalah suatu penuturan
secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting
dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang
memuat berita tersebut.
Secara singkat, berita dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk yaitu:
hard news dan soft news. Hard news adalah berita yang padat berisi informasi
fakta dari kejadian yang baru saja terjadi yang menarik perhatian sebagian
besar publik dan harus segera disampaikan secepat mungkin, yang disusun
berdasarkan urutan dari yang paling penting.62 Sedangkan soft news adalah
berita yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi.63
Salah satu produk soft news adalah feature. Daniel R. Williamson
merumuskan bahwa reportase feature sebagai penulisan cerita yang kreatif,
subyektif, yang dirancang untuk menyampaikan informasi dan hiburan
59 Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal 18 60 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 64 61 Ibid. Hal 64 62 Luwi Ishwara. 2007. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal 58 63 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
kepada kepada pembaca. Penekanan pada kata-kata kreatif, subyektif,
informasi, dan hiburan adalah untuk membedakan dengan berita yang
disampaikan secara langsung pada berita lugas (hard news).64
Dalam cerita feature, penulis mengontrol fakta dengan cara seleksi,
struktur, dan interpretasi, daripada fakta yang mengontrol penulis.
Mengontrol fakta bukan berarti mengekpresikan opini atau bahkan
memfriksikannya. Bukan pula memanipulasi fakta demi keuntungan suatu
pandangan tetapi berusaha memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai
suatu realitas.
Tulisan kreatif non-fiksi sering disebut literatur yang berlandaskan
fakta. Pembaca menginginkan fakta, tetapi fakta itu harus disajikan kreatif,
menarik dan menghibur. Tulisan semacam ini mengisyaratkan seorang
sebagai pencerita dan kemampuan riset seorang wartawan. Penulis tidak
hanya menyampaikan fakta melainkan menggugah pembaca pada pengertian
yang lebih dalam mengenai topik yang ditulis. Penulis membuat pembaca
merasa terlibat dan merasa dekat dengan peristiwa, tindakan atau pribadi yang
digambarkan penulis.65
Tergolong dalam kategori soft news, feature dibagi dalam beberapa
jenis sebagai berikut:66
a. Bright
64 Daniel R. Williamson, “Feature Writing for Newspapes”, dalam Luwi Ishwara. 2007. Op.Cit. Hal 59 65 Ibid. Hal 60 66 Ibid. Hal 61-65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Bright juga sering disebut brite, yaitu sebuah tulisan kecil yang
menyangkut human interest.
b. Sidebar
Cerita ini mendampingi atau melengkapi berita utama.
c. Sketsa kepribadian atau profil
Suatu sketsa biasanya pendek dan hanya mengenai satu aspek dari
kepribadian. Sedangkan profil lebih panjang dari sketsa, lebih detil,
dan secara psikologis lebih dalam.
d. Profil organisasi atau proyek
Sama dengan sketsa kepribadian atau profil; hanya artikel
organisasi/poyek ini mengenai grup atau perusahaan, bukan
individu.
e. Berita feature (Newsfeature)
Ini adalah sebuah berita yang ditulis dengan gaya feature.
f. Berita feature yang komprehensif (comprehensive newsfeature)
Tulisan ini menggambarkan arah dan perkembangan suatu isu
berita. Jenis tulisan ini mendasarkan riset yang lebih baik daripada
berita-berita lainnya, sebab berasal dari berbagai sumber yang luas.
g. Artikel pengalaman pribadi
Ditulis oleh seorang wartawan atau wartawan yang menulis (ghost-
write) untuk orang lain yang mengalami peristiwa yang unik.
h. Feature layanan (servce feature)
Ini adalah cerita tentang “bagaimana-caranya” (how-to).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
i. Wawancara
Feature wawancara khusus melukiskan suatu dialog antara seorang
wartawan dengan orang lain. Terkadang ditulis dalam format
tanya-jawab.
j. Untaian mutiara
Ini adalah suatu feature “kolektif”, seperti pada seri anekdot
mengenai topik umum.
k. Narasi
Narasi ini bagaikan cerita pendek, namun berhubungan dengan
materi yang faktual. Narasi memaparkan adegan demi adegan
dengan memanfaatkan deskripsi, karakterisasi, dan plot.
Sebagai sebuah cerita, feature memiliki anatomi atau susunan rangka
yang bersifat organik terdiri atas: judul, lead atau intro, perangkai, tubuh, dan
penutup. Semua bagian dari kerangka feature tersebut erat dan saling
berhubungan.67
Jenis-jenis lead atau intro dalam feature adalah sebagai berikut:68
a. Lead ringkasan
Lead ringkasan sama dengan lead dalam penulisan straight news
dengan teknik melaporkan, menggunakan ola piramida terbalik,
dan merujuk kepada rumus 5W+1H.
67 Luwi Ishwara. 2007. Op.Cit. Hal 138 68 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 198 – 216
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
b. Lead bercerita
Jenis lead ini mengajak untuk dan sekaligus menempatkan
pembaca ke dalam realitas kisah cerita.
c. Lead deskriptif
Lead ini untuk menggambarkan atau mendiskripsikan sesuatu.
d. Lead kutipan
Lead ini ditandai adanya penggunaan kutipan di dalam lead
tersebut.
e. Lead pertanyaan
Lead ini berisi pertanyaan yang ditujukan kepada pembaca.
f. Lead menuding langsung
g. Lead penggoda
Lead ini bertujuan untuk menggoda keingintahuan pembaca.
h. Lead Unik
i. Lead gabungan
Lead ini terdiri dari beberapa lead yang digabung menjadi satu.
j. Lead kontras
Lead ini menonjolkan suatu fakta atau tindakan berlawanan dari
apa yang seharusnya dilakukan oleh subyek pelaku peristiwa sesuai
dengan fungsinya.
k. Lead dialog
Lead ini menyajikan tanya jawab, dialog, atau percakapan
langsung pua pelaku peristiwa atau lebih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
l. Lead menjerit
Lead ini menampilkan sautu jeritan atau teriakan secara tiba-tiba
dan tak terduga.
Sedangkan untuk bagian ending atau penutup, bisa dibedakan menjadi
beberapa jenis sebagai berikut:69
a. Penutup ringkasan
Penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikuti ujung-ujung bagian
cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead atau intro.
b. Penutup penyengat
Penutup ini mengagetkan pembaca. Penulis hanya menggunakan
tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang
tidak terduga.
c. Penutup klimaks
Penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
Penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas dan tidak
menambah bagian setelah klimaks.
d. Penutup menggantung
Bagian penutup dimana penulis dengan sengaja mengakhiri cerita
dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak
terjawab.
69 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 217 - 221
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
e. Penutup ajakan bertindak
Bagian penutup dimana penulis melontarkan saran, imbauan,
seruan, atau ajakan kepada pembaca untuk melakukan tindakan
tertentu yang relevan dan mendesak.
6. Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari bahasa Inggris yaitu nation
(bangsa/sekelompok masyarakat) dan isme (paham). Menurut Benedict
Anderson, nation (bangsa) adalah komuntas politis dan dibayangkan sebagai
suatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan, bangsa
merupakan sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa terkecil sekali
pun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota lain, tidak akan
bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar
tentang mereka.70
Karena kebanyakan orang dalam suatu bangsa tidak akan pernah
bertemu satu dengan yang lainnya, ikatan mereka adalah konstruksi sosial
sebagai penjamin komunikasi di antara mereka. Sejalan dengan itu, Kevin
Coe dan Rico Neumann, mengutip Hutcheson, mengatakan identitas nasional
sebagai “a constructed and public national self-image based on membership
in a political community as well as history, myths, symbols, language, and
cultural norms commonly held by members of a nation”. 71 Konstruksi sosial
tersebut bisa dalam bentuk keanggotaan politik dalam suatu masyarakat,
70 Benedict Anderson. 2008. Imagined Communities Komunitas-Komunitas Terbayang (alih bahasa Omi Intan Naomi). Yogyakarta: INSIST Press. Hal 8 71 http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/872/563 (diakses tanggal 3 Mei 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
sejarah, simbol, bahasa, dan norma-norma budaya yang umumnya dipegang
oleh suatu bangsa.
Sartono Kartodirdjo berpendapat bahwa nation menunjuk suatu
komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup pelbagai
unsur yang berbeda dalam aspek etnik, kelas atau golongan sosial, aliran
kepercayaan, kebudayaan linguistik, dan lain sebagainya, yang
terintegrasikan dalam perkembangan historis sebagai kesatuan sistem politik
berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan politik bersama.72
Sedangkan menurut Aminuddin, nation yang berarti bangsa memiliki
dua pengertian, yaitu: dalam pengetian antropologis – sosiologis, dan dalam
pengertian politis.73 Dalam pengertian antropologis – sosiologis, bangsa
adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang
berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa
satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Persekutuan
hidup tersebut bisa merupakan persekutuan hidup mayoritas dan dapat pula
merupakan persekutuan hidup minoritas. Bahkan dalam satu negara, anggota
dari persekutuan hidup (bangsa) tersebut bisa saja tersebar di beberapa
negara. Adapun yang dimaksud dengan bangsa dalam pengertian politis
adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
72 Sartono Kartodirdjo, “Nasionalisme, Lampau dan Kini”, dalam Dance I. Palit dkk (ed.). 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma (YBD). Hal 1 73 Aminuddin Nur dalam Badri Yatim. 1999. Sekarno, Islam, dan Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal 57-58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Nation (bangsa) dalam pengertian politik inilah yang kemudian
merupakan pokok pembahasan tentang nasionalisme. Namun bangsa dalam
pengertian antropologis tidka begitu saja ditinggalkan, sebab ia memiliki
faktor obyektif. Meskipun tidak merupakan hal pokok, namun sering ikut
menentukan terbentuknya bangsa dalam pengetian politis. Jadi dalam kedua
pengertian bangsa itu, ada kaitan yang erat dan penting.74
Mengenai definisi nasionalisme, ada beberapa rumusan yang
dikemukakan oleh para ahli:75
a. Encyclopedia Britannica; nasionalisme meruapakan jiwa dimana
individu merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam
keduniaan (sekuler) tertinggi kepada suatu negara kebangsaan.
b. Huszer dan Stevenson; nasionalisme adalah yang menetukan
bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya.
c. International Encyclopedia of The Social Sciences; nasionalisme
adalah ikatan politik yang mengikat kesatuan masyarakat modern
dan memberi pengabsahan terhadap klaim (tuntutan) kekuasaan.
d. L. Stoddard; nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu
kepercayaan, dianut oleh sejumlah besar manusia perseorangan
sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme
adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.
e. Hans Kohn; nasonalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan
adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik,
74 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 58 75 Ibid. Hal 58-59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan
kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Dari beberapa definisi tersebut, meski terdapat perbedaan dalam
perumusannya, terdapat unsur penting yang disepakati yaitu kemauan untuk
bersatu dalam bidang politik dalam suatu negara kebangsaan (nasional). Jadi
rasa nasionalisme itu sudah dianggap muncul ketika suatu bangsa memiliki
cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu negara kebangsaan.76
Akar-akar nasionalisme berawal dari dunia Barat kemudian menyebar
ke Timur. Gerakan Puritanisme pada abad ke-17 di Inggris mengilhami
lahirnya konsepsi kemerdekaan seseorang yang pada akhirnya melahirkan ide
nasionalisme. Nasionalisme Inggris inilah yang menjadi cikal bakal
nasionalisme Barat, karena Inggris unggul dalam penemuan-penemuan
ilmiah, perdagangan dan perkembangan pemikiran serta aktivis politik.
Munculnya nasionalisme Amerika (1775) dan Revolusi Prancis merupakan
perkembangan lanjut dari nasionalisme Inggris.77 Selanjutnya di dunia Timur
atau bagi Dunia Ketiga, nasionalisme terjadi sebagai bentuk reaksi politik
terhadap kolonialisme dan imperialisme yang diterapkan negara-negara
Barat.78
Istilah nasionalisme sering disamakan dengan patriotisme. Keduanya
sama-sama menekankan nilai penentuan nasib sendiri dan solidaritas antar
warga suatu negara bangsa. Namun, nasionalisme adalah prinsip yang
76 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 59 77 Ibid. Hal 65 78 Sartono Kartodirdjo. 1999. Op.Cit. Hal 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mengatur penyatuan entitas sosial yang berbeda melalui identitas nasional
umum yang banyak dianut meski tidak semua masyarakat menganutnya.
Tentang hal ini, John Murray mengatakan:79
Although the terms emphasize the value of self-determination and solidarity among members of nation-states, nationalism is the governing principle that unifies disparate social entities through a common national identity that is made accessible to many but not all members of the public. Terdapat beberapa hal esensial dalam nasionalisme, baik yang
berkembang di Barat maupun di Dunia Ketiga. Prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut:80
a. Kesatuan (unity) yang mentranformasikan hal-hal yang polimorfik
menjadi monomorfik sebagai produk proses integrasi;
b. Kebebasan (liberty), khususnya bagi negeri-negeri jajahan yang
memperjuangkan pembebasan dari kolonialisme;
c. Kesamaan (equality) sebagai bagian implisit dari masyarakat
demokratis yang merupakan antithese dari masyarakat kolonial
yang dismkriminatif dan otoriter;
d. Kepribadian (identitas) yang lenyap karena negasi kaum kolonial;
e. Prestasi amat diperlukan untuk menjadi sumber insprirasi dan
kebanggaan bagi warga negara kebangsaan.
79 http://find.galegroup.com/gtx/retrieve.do?contentSet=IAC-Documents&resultListType=RESULT_LIST&qrySerId=Locale(en,,):FQE%3D(KE,None,11)nationalism$&sgHitCountType=None&inPS=true&sort=DateDescend&searchType=BasicSearchForm&tabID=T002&prodId=SPJ.SP01&searchId=R1¤tPosition=10&userGroupName=ptn063&docId=A250663671&docType=IAC (diakses tanggal 3 Mei 2011). 80 Sartono Kartodirdjo. 1999. Op.Cit. Hal 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
7. Nasionalisme Soekarno dan Nasionalisme Indonesia
Sebagai seorang intelektual Indonesia yang aktif berpolitik sejak masa
mudanya dan juga menjadi salah satu pendiri partai nasional, Soekarno
memiliki konsep tentang nasionalisme. Soekarno memberi definisi tentang
nasionalisme dengan mengutip pendapat yang pernah ditulis para ilmuwan,
kemudian menyimpulkan dalam konsepnya sendiri tentang nasionalisme.
Pertama, Soekarno mengutip pendapat Ernest Renan bahwa syarat
bangsa adalah kehendak akan bersatu, orang-orangnya merasa diri satu, dan
mau bersatu. Kedua, menurut Otto Bauer, bangsa adalah satu kesatuan
perangai yang timbul karena peratuan nasib. Ketiga, menurut Ki Bagoes
Hadikusumo atau Munandar, bangsa adalah persatuan antara orang dan
tempat. Dari tiga pendapat tersebut, Soekarno memadukannya, bahwa
nasionalisme terdiri dari rasa ingin bersatu, persatuan perangai dan nasib serta
persatuan antara orang dan tempat.81
Dalam pandangannya, Soekarno membedakan antara nasionalisme
Barat dan Nasionalisme Timur. Beberapa ciri nasionalisme Barat dalam
pandangan Soekarno adalah sebagai berikut:82
a. Nasionalisme Barat mengandung prinsip demokrasi yang berawal
dari revolusi Prancis. Demokrasi yang dijalankan hanya demokrasi
politik, bukan dalam ekonomi. Kemenangan kaum borjuis pada
revolusi Prancis melahirkan demokrasi parlementer, yang biasa
81 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 60 82 Ibid. Hal. 72-75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
disebut demokrasi liberal. Demokrasi semacam ini kemudian
melahirkan kapitalisme.
b. Perkembangan nasionalisme yang dijiwai oleh kapitalisme telah
melahirkan imperialisme, suatu stelsel yang mencelakakn manusia.
Munculnya imperialisme tersebut disebabkan adanya kebutuhan
akan bahan mentah dalam perindustriannya. Di samping itu karena
adanya rasa kebangsaan yang agresif.
c. Lahirnya nasionalisme yang didasarkan atas kekuatan dan selef
interest memunculkan nasionalisme sempit atau rasa cinta tanah air
yang mengejapkan mata dan ekstrem dan berakibat lebih lanjut
pada munculnya konflik, permusuhan dan pertikaian antara
nasionalisme-nasionalisme.
d. Fasisme yang lahir di Barat, yang biasa disebut dengan
Nasionalisme Sosialisme sebagai salah satu bentuk jawaban
terhadap perkembangan Nasionalisme Barat yang dijiwai oelh
kapitalisme dan demokrasi parlementer.
Sedangkan pandangan Soekarno mengenai nasionalisme Timur adalah
sebagai berikut:83
a. Suatu nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai suatu
wahyu, dan menjalankan rasa hidupnya itu sebagi suatu bakti.
b. Nasionalisme yang di dalam kelebarannya dan keluasannya
memberi tempat cinta pada lain-lain bangsa sebagai lebar dan
83 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
luasnya udara, yang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu
untuk hidupnya segala hal yang hidup.
c. Nasionalisme yangmembuat kita menjadi “perkakas Tuhan” dan
membuat kita hidup dalam roh…dengan nasionalisme yang
demikian maka negeri kita dan rakyat kita sebagian negeri dan
rakyat Asia dan juga dunia.
d. Nasionalisme yang sama dengan “rasa kemanusiaan”.
Nasioanalisme Timur menurut pandangan Soekarno ini telah
mewahyui Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, C.R.Das, Arabindo
Ghose, Mustafa Kamil, Jose Rizal, Dr. Sut Yat Sen, Amanullah Khan, Arabi
Pasha, dan tokoh lainnya yang berbeda dari apa pun paham nasionalisme
Barat.84 Adanya kesamaan pendapat dari beberapa tokoh tersebut disebabkan
beberapa faktor, di antaranya adalah kenyataan bahwa tokoh-tokoh tersebut
bersama dengan bangsanya adalah sesama bangsa Timur yang sama-sama
sengsara karena adanya penjajah Barat (terutama Eropa), dan sama-sama
berjuang untuk mencapai kemerdekaan. Oleh karena itu gerakan nasional di
setiap negara-negara Timur saling memperngaruhi.85
Sebagai bagian dari negara Timur, Indonesia menganut paham
nasionalisme Timur yang menolak prinsip-prinsip yang terkandung dalam
nasionalisme Barat. Nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme yang
anti-imperialisme dan kolonialisme, anti-kapitalisme, prinsip-prinsip yang
84 Benedict Anderson. 2008. Op.Cit. Hal xxxix 85 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
terkandung dalam nasionalisme Barat, dan yang sangat dikecam oleh
nasionalisme Timur.
Corak nasionalisme Indonesia juga dipengaruhi oleh pergerakan
nasionalisme di negara-negara Asia yang lain. Sebagai suatu gerakan yang
diwahyui dan dipengaruhi oleh gerakan-gerakan di negeri-negeri Asia,
Soekarno melihat bahwa prinsip yang terkandung dalam nasionalisme Timur
juga dimiliki oleh gerakan nasionalisme Indonesia. Soekarno menyebutkan
bahwa gerakan nasionalisme di dunia Timur “berkawin” dengan Marxisme
dan membentuk nasionalisme baru, dimana gerakan nasionalisme tersebut
bukan hanya menjadi abdi dan mencintai tanah tumpah darah sendiri namun
juga menjadi abdi dan mencintai bangsa lain.86
Selain menggabungkan paham Marxisme, Seokarno juga
menggabungkan Islamisme dalam konsep nasionalismenya. Bagi Soekarno,
nasionalisme pada dasarnya mengandung prinsip kemanusiaan, cinta tanah air
yang bersendikan pengetahuan, tidak chauvinis. Marxisme, menurut
Soekarno mengandung prinsip persahabatan dan gotong-royong, anti
kapialisme dan imperialisme. Sedangkan islam meskipun merupakan ajaran
yang menganut paham tanpa bangsa, tetapi tidak memusuhi atau anti
nasionalisme, dan bersifat sosialis. Ketiga aliran tersebut bersepakat dalam
hal kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sama-sama bersifat sosialistis
dan sama-sama anti imperialisme dan kapitalisme.87
86 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 86 87 Ibid. Hal 88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Konsep nasionalisme yang dicetuskan Soekarno itulah yang menjadi
asas gerakan nasionalisme Indonesia. Seokarno mengatakan: “Azas
(nasionalisme) tidak boleh kita lepaskan, tidak boleh kita buang, walaupun
kita sudah mencapai Indonesia merdeka, bahkan malahan sesudah tercapainya
Indonesia merdeka itu kita harus menjadi dasar caranya kita menyusun kita
punya masyarakat.”88
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, agama,
bahasa, tradisi, dan sejarah. Kondisi-kondisi tersebut merupakan unsur
obyektif yang mendorong nasionalisme Indonesia. Sedangkan kehendak dan
tujuan untuk membentuk negara adalah unsur subyektif nasionalisme
Indonesia.89 Sesuai dengan slogan “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan
cerminan Indonesia yang terdiri beragam suku, agama, etnis, tradisi, budaya,
dan bahasa; namun adanya kesadaran diri untuk membentuk suatu negara
yaitu Indonesia merupakan prinsip nasionalisme Indonesia.
Inti dari nasionalisme Indonesia adalah masalah keutuhan dan
kemerdekaan bangsa. Meski kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan
tanggal 17 Agustus 1945, namun persoalan keutuhan dan kemerdekaan
bangsa itu sendiri sifatnya dinamis, berkembang susul-menyusul sesuai
perkembangan kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri. 90
Dari hari ke hari, Indonesia dihadapkan bagaimana meningkatkan
kualitas hidup berbangsa dan juga dihadapkan pada masalah kualitas
88 Soekarno. 1964. Di Bawah Bendera Revolusi. Hal 249 89 Bambang Suteng Sulasmono, “Nasionalisme Indonesia Dewasa Ini: Masalah dan Tantangan Generasi Muda dalam dalam Dance I. Palit dkk (ed.). 1999. Op.Cit. Hal 289 90 Ibid. Hal 290
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kemerdekaan hidup berbangsa. Kedua hal tersebut bisa terwujud dengan
adanya demokrasi dan keadilan sosial di negeri ini. Dengan demokrasi,
persamaan hak dan derajad di antara warga bangsa yang beraneka ragam
bahasa, budaya, suku, kedudukan sosial-ekonominya bisa dijamin
perwujudannya. Serta, memang hanya dengan demokrasi, hak sebagai bangsa
untuk menentukan nasibnya sendiri bisa diwujudkan tanpa merusak persatuan
dan kesatuan. Sedangkan di sisi lain, keutuhan kehidupan berbangsa hanya
dapat dijamin apabila kesejahteraan atau kemajuan yang dicapai oleh negeri
ini dapat dinikmati oleh seluruh warga bangsa Indonesia secara adil.91
F. DEFINISI KONSEP
1. Nasionalisme Indonesia
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme diartikan
sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensiaal
atau aktual bersama-sama mencapai mencapai, mempertahankan, dan
mengabadikan identitas, integritas, dan kekuatan bangsa itu.92 Nasionalisme
Indonesia mengandung prinsip kemanusiaan, cinta tanah air yang bersendikan
pengetahuan, tidak chauvinis, dan menentang kapialisme dan imperialisme.93
Nasionalisme tersebut akan terwujud dengan adanya demokrasi dan keadilan
sosial.
2. Nasionalisme di Tapal Batas
91 Bambang Suteng Sulasmono. 1999. Op.Cit. Hal 291 92 Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibid. 93 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebuah rubrik dalam
pemberitaan Kompas (edisi 10 - 21 Agustus 2009) yang melaporkan berita
terkait nasionalisme di daerah-daerah tapal batas Indonesia yaitu: Nangroe
Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan Siberut (Sumatra Barat), Kepulauan
Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur, Kepulauan Miangas dan
Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan NTT-Timor Leste,
Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua Niugini. Rubrik
tersebut disajikan melalui pemberitaan dengan gaya penulisan feature.
3. Analisis Wacana
Analisis wacana berkenaan dengan analisis isi pesan komunikasi.
Analisis wacana (discourse analysis) adalah suatu cara atau metode untuk
mengkaji wacana (discourse) yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-
pesan komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual.94 Dalam
penelitian ini analisis wacana digunakan untuk membedah wacana Kompas
terkait pemberitaan nasionalisme yang ada di rubrik “Nasionalisme di Tapal
Batas”.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian ini
tidak mencari atau menjelaskan hubungan, menguji hipotesa, atau membuat
prediksi, melainkan bermaksud untuk mengemukakan gambaran dan
pemahaman tentang bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.
94 Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS. Hal 170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguak makna-makna dan
maksud-maksud tertentu dari suatu wacana. Untuk itu, metode yang
digunakan adalah analisis wacana.
Analisis wacana memungkinkan kita melihat bagaimana pesan-pesan
diorganisasikan, digunakan, dan dipahami. Di samping itu, analisis wacana
juga dapat memungkinkan kita melacak variasi cara yang digunakan oleh
komunikator dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu
melalui pesan-pesan berisi wacana-wacana tertentu yang disampaikan.95
3. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah berita-berita yang dimuat Kompas
di rubrik Nasonalisme di Tapal Batas dari edisi 10 - 21 Agustus 2009
(sepuluh hari).
4. Sumber Data
Data merupakan seluruh unit pengamatan, yaitu keterangan-keterangan
yang berhasil kita catat.96 Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara
dokumentasi. Menurut Sugiyono, dokumen bisa berbentuk tulisan (misalnya
catatan harian, cerita, peraturan, biografi, dan sebagainya), gambar (misalnya
95 Pawito. loc. cit. 96 Sugiyanto. 2004. Analisis Statistik Sosial. Malang: Bayumedia Publishing. Hal 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
foto, sketsa, dan sebagainya), atau karya-karya monumental dari seseorang
(misalnya film, patung, dan sebagainya).97
Dilihat dari sumbernya, data terbagi menjadi dua, yaitu data primer
(utama) dan data sekunder (tambahan).98 Sumber data utama dalam penelitian
ini adalah terbitan surat kabar harian Kompas selama periode 10 - 21 Agustus
2009 yang memuat berita-berita di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas.
Sedangkan data tambahan yang digunakan untuk membantu penelitian ini
diperoleh dari buku-buku literature, kamus, surat kabar, jurnal, skripsi,
makalah, dan website.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis Teun
A. Van Dijk. Ia mengelaborasi elemen-elemen analisisi wacana sehingga bisa
digunakan dan dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini
sering disebut sebagai “kognisi sosial”, dimana penelitian wacana tidak cukup
hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, tetapi juga melihat
bagaimana teks diproduksi, sehingga memperoleh pengetahuan kenapa teks
bisa semacam itu. Wacana oleh Van Dijk dikelompokan menjadi tiga
dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis
wacana Van Dijk adalah menggabungkan ketiga aspek tersebut ke dalam
kesatuan analisis.99
97 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal 240 98 Sugiyono. 2009. Op.Cit. Hal 225 99 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 221
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan
yang masing-masing bagian saling mendukung. Ketiga struktur itu ialah:100
a. Struktur makro. Ini merupakan makna global / umum dari suatu
teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita.
b. Superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang
menghubungkan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-
bagian teks tersusun ke dalam berita secra utuh.
c. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari
bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak
kalimat, parafrase, dan gambar.
Berikut uraian elemen wacana Van Dijk: 101
Tabel I. 1 Elemen Wacana Van Dijk
Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen Struktur Makro Tematik
Tema / topik yang dikedepankan dalm suatu
berita
Topik
Superstruktur Skematik Bagaimana bagian dan urutan
berita dikemas dalam teks berita utuh
Skema
Struktur Mikro Semantik makna yang ingin ditekankan
dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada
satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan
mengurangi detil sisi lain
Latar, Detil, Maksud,
Struktur Mikro Sintaksis Bentuk kalimat,
100 Ibid. Hal 225-226 101 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 228-229
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Bagaimana kalimat meliputi (bentuk, susunan) yang dipilih
Koherensi, Kata Ganti
Struktur Mikro Stilistik Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita.
Leksikon
Struktur Mikro Retoris Bagaimana dan dengan cara
penekanan dilakukan
Grafis, Metafora,
Analisis Van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual – yang
memusatkan melulu pada tekstual – ke arah analisis yang komprehensif
bagaimana teks berita itu diproduksi baik dalam hubungannya dengan
individu wartawan maupun dengan masyarakat.
Penelitian ini akan difokuskan pada analisis wacana dari dimensi teks.
Menurutnya meskipun terdapat berbagai elemen, semua elemen tersebut
merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan saling mendukung satu
sama lainnya.
Berikut uraian elemen-elemen wacana Van Dijk:
a. Tematik
Elemen tematik menunjukan pada gambaran umum dari suatu teks.
Bisa juga disebut gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari
suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan
oleh wartawan dalam pemberitaannnya. Topik menunjukan konsep
dominan, sentral dan paling penting dari isi suatu berita. Topik ini
akan didukung oleh subtopik-subtopik yang saling mendukung
terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh
serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang saling
mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara
keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.102
b. Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana
bagian-bagian dari teks disusun dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan arti meskipun mempunyai bentuk dan skema
yang beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai dua
kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai
dengan adanya dua elemen yakni judul dan lead. Kedua story,
yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik
juga mempunyai subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni
proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang
ditampilkan dalam teks.103
c. Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik
(arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke
arah mana pandangan hendak dibawa. Ini merupakan cerminan
ideologis, di mana wartawan dapat menyajikan latar belakang dapat
juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka.104
102 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 229-230 103 Ibid. Hal 231-232 104 Ibid. Hal 235
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
d. Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara
berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang
baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah
yang sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu
merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan
komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi
juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil
yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang
dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada
khalayak.105
e. Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya
informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit
dan tersembunyi. Tujuannya adalah publik hanya disajikan
informasi yang menguntungkan komunikator. Dalam konteks
media, elemen maksud menunjukan bagaimana secara implisit dan
tersembunyi wartawan menggunakan praktek bahasa tertentu untuk
105 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 238
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula
menyingkirkan versi kebenaran lain.106
f. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan
cara berfikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Logika kasualitas ini
kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek
(yang menerangkan) atau objek (yang diterangkan). Bentuk kalimat
ini bukan hanya teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan
makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Yang juga penting
dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah proposisi dalam
kalimat. Bagaimana proposisi-proposisi diatur dalam rangkaian
kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruh makna yang timbul
karena akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan
kepada khalayak.107
g. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat
dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda
dapat dihubungkan sehingga nampak koheren, sehingga fakta yang
tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika
seseorang menghubungkannya. Koherensi ini secara mudah dapat
diamati diantaranya dari kata hubung (konjungsi) yang dipakai
untuk menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang
106 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 240-241 107 Ibid. Hal 251-253
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
sebagian hubungan kausal (sebab-akibat), hubungan keadaan,
waktu, kondisi dan sebagainya.108
h. Koherensi Kondisional
Koherensi kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat
sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, di mana kalimat kedua
menjadi penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang
dihubungkan dengan kata hubung. Kalimat kedua fungsinya dalam
kalimat semata hanya penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau
tidak ada anak kalimat tidak mempengaruhi arti kalimat. Anak
kalimat itu menjadi kepentingan komunikator karena ia dapat
memberikan keterangan yang baik/buruk terhadap suatu
pernyataan.109
i. Koherensi Pembeda
Koherensi Pembeda ini berhubungan dengan pertanyaan bagaimana
dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa
dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan bersebrangan
(contrast) dengan koherensi ini. Efek koherensi pembeda ini
bermacam- macam. Akan tetapi yang terlihat nyata adalah
bagaimana pemaknaan yang diterima oleh khalayak berbeda.
Karena satu fakta atau realitas dibandingkan dengan realitas yang
lain. Di sini yang harus dikritisi adalah bagaimana realitas yang
perbandingkan dan dengan cara apa perbandingan itu dilakukan.
108 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 242-243 109 Ibid. Hal 244
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Apa efek dari perbandingan tersebut, apakah membuat satu fakta
menjadi lebih baik atau bertambah buruk.110
j. Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktek wacana yang
menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang
ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran merupakan
bentuk strategi wacana di mana wartawan tidak secara tegas dan
eksplisit menyampaikan pendapat dan gagasannya kepada
khalayak. Pengingkaran adalah sebuah elemen di mana kita bisa
membongkar sikap atau ekspresi wartawan yang disampaikan
secara tersembunyi itu dilakukan oleh wartawan seolah ia
menyetujui pendapat, padahal yang ia inginkan adalah sebaliknya.
Oleh karena itu, perlu dikritisi apa maksud yang sesungguhnya dari
penulis atau wartawan dan bagaimana pengingkaran itu
dilakukan.111
k. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen yang memanipulasi bahasa
dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan
di mana posisi seseorang dalam wacana.112
110 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 247-248 111 Ibid. Hal 249-250 112 Ibid. Hal 253
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
l. Leksikon
Leksikon Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana
seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan
kata yang tersedia. Pemilihan kata bukan terjadi secara kebetulan
tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan
seseorang terhadap fakta atau realitas.113
m. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau yang ditonjolkan (yang berarti dianggap penting)
oleh seseorang yang diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis
ini biasanya muncul lewat tulisan atau bagian yang ditulis lain
dibandingkan dengan lain. Bagian yang dicetak berbeda adalah
bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia
menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian
tersebut.114
n. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya
menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,
ungkapan, metafora, juga sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
113 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 255 114 Ibid. Hal 257-258
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
berita. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi
petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.115
6. Validitas dan Triangulasi Penelitian
Validitas dalam penelitian kualitatif sangat bergantung pada teknik
triangulasi yang diterapkan. Untuk mencapai validitas tersebut, penelitian ini
menggunakan triangulasi. Teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah triangulasi data. Triangulasi data menunjuk pada upaya peneliti
untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh
data berkenaan dengan persolaan yang sama.116 Peneliti melakukan
penelusuran data yang mendukung penelitian, misalnya buku, artikel, dll yang
terkait.
115 Ibid. Hal 259 116 Pawito. 2007. Op.Cit. Hal 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB II
GAMBARAN UMUM KOMPAS
A. SEJARAH UMUM KOMPAS
Berikut ini akan diuraikan sejarah singkat dan falsafah harian Kompas
yang disarikan dari Buku Panduan Kompas.117
1. Sejarah Singkat
Kompas terbit pertama kali empat halaman tanggal 28 Juni 1965
dengan oplah 6.800 eksemplar. Latar belakang terbitnya Kompas diawali
dengan telepon Menteri/Panglima Angkatan Darat (1962-1965) Letnan
Jenderal TNI Achmad Yani kepada Menteri Perkebunan Frans Seda.
Keduanya pada masa itu menghadapi masalah bersama. TNI-AD menghadapi
tuntutan Partai Komunis Indonesia yang menghendaki dipersenjatainya buruh
dan tani menjadi Angkatan Kelima setelah Angkatan Darat, Laut, Udara, dan
Kepolisian. Sementara, Menteri Perkebunan menghadapi Partai Komunis
Indonesia yang hendak merebut perkebunan-perkebunan milik Negara.
Dalam percakapan telepon itu, Achmad Yani mengemukakan perlunya
kekuatan Pancasila sesudah diberedelnya koran-koran nonkomunis. Letjen
Achmad Yani mengusulkan kepada Drs. Frans Seda, Ketua Partai Katolik,
agar partainya memiliki sebuah media. Frans Seda lalu menghubungi dua
rekan yang berpengalaman menangani media massa, yakni Petrus Kanisius
117 Tim Buku Kompas dalam Muhammad Syofi. 2010 “Representasi Visi Surat Kabar Dalam Foto Jurnalistik: Studi Analisis Wacana Tentang Pendidikan sebagai Representasi Visi Surat Kabar Harian Kompas dalam Foto Bencana Alam Pergantian Tahun 2007/2008 di Jawa Tengah” Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
(PK) Ojong dan Jakob Oetama. Mereka berdua, dua tahun sebelumnya,
mendirikan majalah Intisari. Jakob Oetama sebelumnya redaktur mingguan
Penabur dan PK Ojong pemimpin redaksi mingguan Star Weekly.
Mereka itu--yang satu berlatar belakang budaya Jawa dan memiliki
latar belakang pendidikan humaniora yang kuat, yang satu lagi berlatar
belakang Tionghoa-Sumatera Barat dan memiliki latar belakang pendidikan
hukum yang tegas--lantas menggodok terbitnya sebuah surat kabar harian. PK
Ojong dan Jakob Oetama, itulah dua perintis dan pendiri harian Kompas,
sebuah surat kabar nasional dalam arti hadir di semua provinsi dan isinya
mencoba mencakup peristiwa yang berskala nasional.
Tanggal 25 Juni 1965 Frans Seda selaku Menteri Perkebunan (1964-
1966) bertemu dengan Presiden Sukarno di Istana. Presiden menanyakan
nama koran yang akan terbit. Frans Seda mengatakan bahwa koran itu
bernama Bentara Rakyat. Spontan Bung Karno memberi komentar, nama
koran itu mirip koran PKI, Harian Rakyat. “Mengapa koranmu tak
dinamakan Kompas, artinya penunjuk arah,” kata Presiden.
Nama itulah yang yang kemudian dipakai untuk nama koran baru
tersebut, sedangkan Bentara Rakyat dipakai untuk nama penerbit koran
Kompas, yakni Yayasan Bentara Rakyat. Awal penerbitannya Kompas
mendapat dukungan kuat dari Ignatius Joseph Kasimo dan masyarakat
Katolik yang berhadapan dengan PKI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tahun 1985, sesuai dengan aturan bahwa yayasan tidak bisa lagi
menjadi penerbit, nama Yayasan Bentara Rakyat diganti menjadi PT Kompas
Media Nusantara.
Sejak tanggal 13 Maret 1990 Kompas terbit 16 halaman, jumlah
halaman maksimum yang diijinkan pemerintah. Sejak 17 September 1978,
selain edisi harian, Kompas juga menerbitkan edisi Minggu. Sejak 22
September 1993, tiga kali dalam seminggu Kompas menambah halamannya
menjadi 20. Tiga tahun kemudian, tepatnya 8 April 1996, Kompas terbit 24
halaman.
Tahun 2007 Kompas rata-rata terbit 500.000 eksemplar per hari, yang
pada penerbitan dalam rangka ulang tahun ke-40 tampil dengan wajah baru:
lebih kecil, lebih compact, berwarna-warni, dengan penekanan pada
jurnalisme visual tanpa meninggalkan jati diri Kompas. Desain ulang ini hasil
konsultasi dengan seorang pakar desain, Mario Garcia, dari Amerika Serikat.
Kalau pada awal kelahirannya hanya diawaki 15 wartawan, pada usia
lepas 42 tahun ini Kompas memiliki 958 karyawan, 257 di antaranya
wartawan. Jumlah itu merupakan sebagian dari sekitar 11.000 karyawan unit
usaha dan kelompok usaha yang tergabung dalam Kompas Gramedia.
Sampai saat ini Kompas pernah dua kali dilarang terbit. Pertama,
tanggal 2-5 Oktober 1965, ketika Kompas diminta untuk tidak terbit dulu
sampai keadaan memungkinkan. Itu terjadi ketika beberapa hari setelah
pemberontakan G30S tahun 1965, militer langsung memberedel koran-koran
yang dinilai kiri seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, Warta Bhakti, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Suluh Indonesia. Yang boleh terbit hanya media militer seperti harian
Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Kantor Pusat Pemberitaan Angkatan
Bersenjata, dan LKBN Antara. Kompas terbit kembali tanggal 6 Oktober
1965.
Pelarangan terbit kedua terjadi pada 21 Januari-5 Februari 1978.
Kompas yang dinilai meliput secara intensif gerakan mahasiswa 1977-1978
ditutup bersama Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times,
Sinar Pagi, dan Pos Sore. Pada waktu bersamaan dilarang terbit juga
sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiswa di Jakarta, Yogyakarta, Bandung,
dan Palembang.
Saat ini, dalam kaitan perluasan terbitan edisi Kompas, di empat
daerah (Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat)
diterbitkan tambahan 8 halaman. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
memberikan tambahan informasi dan selaras dengan otonomi daerah. Terbit
juga dua halaman tambahan edisi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara,
menggantikan dua halaman rubrik Metropolitan edisi nasional.
Untuk menampung keinginan pembaca memperoleh informasi yang
aktual, diterbitkan Kompas Update sejak 4 Januari 2008, dengan mengganti
beberapa judul di halaman 1 dan 15. Namun, Kompas Update berubah
menjadi Kompas edisi siang sejak 1 April, tanpa ada berita yang diperbarui
lagi. Dengan berbagai pertimbangan, di antaranya kenaikan harga kertas yang
mencapai 20 persen per Mei 2008, Kompas Update dihentikan penerbitannya
tanggal 30 Juni 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2. Falsafah
Harian umum Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan
terbuka, tidak melibatkan diri dalam kelompok yang bersifat politik, agama,
sosial, budaya, dan ekonomi. Kompas akan selalu berusaha secara aktif
membuka interaksi positif dan dialog di antara kelompok-kelompok yang ada
melalui persamaan asas-asas kemanusiaan yang disepakati. Cita-cita ini
diwujudkan dalam sistem rekrutmen karyawan, khususnya wartawan, dengan
tidak mempermasalahkan latar belakang, suku, agama, ras, dan keturunan
tetapi lebih menekankan kemampuan intelektual dan karakter.
Humanisme transendental atau kemanusiaan yang beriman, yang
berarti menempatkan nilai dan asas kemanusiaan sebagai nilai tertinggi,
diterjemahkan dalam bidang kegiatan yang menunjang sepak terjang Kompas
sesuai dengan konteks wilayah kerja masing-masing, meliputi unit Redaksi,
Bisnis, Teknologi Informasi, Penelitian dan Pengembangan, dan Sumber
Daya Manusia-Umum.
Selain modal dan teknologi serta aset lain (segala aset menurut teori
ekonomi klasik serta informasi sebagai aset ekonomi moderen) sumber daya
manusia menjadi aset yang terpenting. Sifat-sifat utamanya adalah pribadi
yang memiliki kemampuan, kompetensi, dan karakter untuk suatu pekerjaan
dan sepakat dengan sikap dan pandangan Kompas. Siapapun bisa bergabung
di dalamnya sejauh memenuhi syarat secara profesional dan menerima nilai-
nilai, visi, dan misi Kompas yang digagas dan dicoba diwujudkan sejak
kelahirannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Dalam unit Redaksi dicoba disampaikan kualitas informasi dan
jurnalistik yang berbobot melalui upaya intelektual yang penuh empati. Ciri
pokok yang mengiringinya adalah pendekatan rasional, tetapi selalu berusaha
untuk memahami jalan pikiran dan argumentasi lain; selalu berusaha
mendukung persoalan dengan penuh pertimbangan, tetapi tetap kritis dan
teguh pada prinsip; dan disampaikan dengan cara dan bahasa yang santun.
Selain karakter sebagai dasar aset manusia yang utama, perlu
dikembangkan gaya manajemen yang tepat untuk menumbuhkan sistem kerja
dan budaya kerja yang disemangati sikap profesional, serta mekanisme
birokrasi yang bersifat kreatif, bukan birokrasi sebagai beban tambahan yang
mematikan inisiatif. Sasarannya selalu mencari sesuatu yang lebih baik untuk
memperbesar kemampuan menerjemahkan sasaran secara konkret, termasuk
di dalamnya mengoreksi yang keliru dan membakukan apa yang sudah baik,
mengelaborasi kelebihan yang lain, dan meminimalkan kekurangannya.
B. VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL
Berikut ini akan diuraikan tentang visi, misi, dan kebijakan redaksional
Kompas yang disarikan dari Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di
Harian Umum Kompas Biro Jawa Tengah.118
1. Visi
Visi Kompas adalah “Menjadi institusi yang memberikan pencerahan
bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat,
serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan.” 118 Bagus Sandi Tratama. 2007. Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di Harian Umum Kompas Biro Jawa Tengah, Laporan Kuliah Kerja Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 10-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Manusia dan kemanusian merupakan faktor yang ingin ditempatkan
secara sentral dalam visi Kompas. Karena itu manusia dan kemanusiaan
senantiasa diusahakan menjadi nafas dalam setiap pemberitaan. Hal ini
mendorong Kompas selalu berusaha peka terhadap nasib manusia dan
berkeyakinan apabila manusia dan kemanusiaan menjadi faktor sentral dalam
pemberitaan, nilai-nilai itu akan memberi makna, kekayaan, dan warna lebih
dalam produk jurnalistik.
Sejak lepas dari Partai Katolik pada tahun 1973, Kompas tidak terikat
pada kepentingan kelompok manapun, termasuk Partai Katolik yang
memprakarsai berdirinya harian umum ini. Oleh karena itu, dalam setiap
pemberitaannya, Kompas bertindak untuk kepentingan masyarakat dan
bangsa secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu.
Sikap mengedepankan kepentingan bangsa tersebut menjadikan Kompas
sebagai rujukan yang pantas disimak setiap orang tanpa membedakan suku,
agama, ras, dan golongan.
2. Misi
Misi Kompas adalah “Mengantisipasi dan merespon dinamika
masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan dengan
menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang terpercaya.”
Misi yang diemban harian Kompas adalah mengasah nurani dan
membuat cerdas. Artinya, pemberitaan Kompas selalu mementingkan dimensi
kemanusiaan, hak asasi manusia, keadilan, kesetaraan, anti diskriminasi, dan
perlawanan terhadap penindasan. Sesuai dengan misinya, Kompas akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
membuat pembacanya tidak hanya cerdas secara kognitif, tapi lebih dari itu,
setelah mencapai tahap pengetahuan yang cukup, pembaca diharapkan dapat
memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Kompas juga mengajak pembacanya untuk berpikir dan memberikan
interpretasinya sendiri terhadap berita-berita yang disajikan. Tugas redaksi
hanya sampai pada proses memberikan informasi yang berimbang. Dengan
cara yang tidak memberikan justifikasi atas suatu permasalahan, pembaca
diharapkan memiliki ruang tersendiri untuk memaknai suatu realitas.
Atas dasar itu, Kompas tidak pernah menyajikan berita yang
sensasional. Artinya, tidak ada fakta yang dikemas secara hiperbolik dalam
rangka untuk mengejar oplah. Sebuah ciri khas yang dimiliki Kompas sejak
kelahirannya. Terlebih lagi karena saat ini, Kompas berada dalam level yang
sudah tidak lagi mengejar oplah.
3. Kebijakan Redaksional
Kebijakan redaksional merupakan hasil penjabaran dari visi media.
Kebijakan redaksional menjadi pedoman dan ukuran dalam menentukan
kejadian seperti apa yang akan dipilih dan diangkat menjadi bahan
pemberitaan.
Kompas dalam setiap penerbitannya, baik dalam penyajian peristiwa
dan masalah sebagai berita maupun komentar, berusaha ikut membangun dan
mengembangkan budaya demokrasi. Jika ada persoalan, masyarakat dididik
untuk memahami bahwa mungkin ada pandangan lain atau dimensi lain. Dan
saat mengalami kemajuan pun diingatkan jika mungkin masih ada yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
tertinggal. Sebuah ungkapan dalam dunia jurnalistik yang merupakan
pelukisan dari tanggung jawab pers dalam hal ini adalah: Liput dua belah
pihak, dengarkan masing-masing pihak, jangan-jangan ada kemungkinan
lain!
Untuk lebih jelasnya, kebijakan redaksional Kompas tertuang dalam
beberapa pertanyaan berikut:
a. Kompas bukan semata-mata berpihak pada satu golongan, partai,
maupun agama.
b. Tidak membenarkan mengkritik seseorang mengenai hal-hal yang
bersifat pribadi.
c. Tidak membenarkan wartawannya mencari keuntungan pribadi.
d. Menggunakan sistem check and recheck dalam mencari berita.
e. Tidak memihak salah satu golongan, kelompok, atau pihak-pihak
tertentu dalam menangani kasus-kasus pemberitaan.
f. Menghargai hal-hal yang bersifat off the record.
g. Menghormati hak jawab, baik dalam bentuk berita maupun surat
pembaca.
h. Kompas tidak memuat hal-hal yang berbau SARA.
i. Pola pemberitaan dalam lingkup nasional dan tidak ada kebijakan
prosentase setiap daerah.
j. Tidak ada kebijakan prosentase volume atau isi yang akan dimuat,
baik politik, ekonomi, dan lain-lain. Dengan kata lain, Kompas
akan memuat berita atau komentar dengan pertimbangan mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
yang dirasa aktual, dapat dijadikan proses pemikiran dan
pemahaman pembaca seperti yang dirasakan serta dicoba untuk
dikembangkan oleh para wartawannya.
C. STRUKTUR ORGANISASI
Dibandingkan dengan kebanyakan surat kabar lain di Indonesia, Kompas
bisa disebut sebagai surat kabar yang telah matang dalam hal manajemen
organisasi dan redaksinya. Hal ini dikarenakan usianya yang telah lebih dari 40
tahun. Kompas tentu saja telah banyak mengecap asam garam dunia
persuratkabaran di tanah air. Berikut ini adalah struktur organisasi redaksi dan
perusahaan surat kabar harian Kompas:
Pendiri : P.K. Ojong (1920-1980), Jakob Oetama
Pemimpin Umum: Jakob Oetama
Wakil Pemimpin Umum: St. Sularto, Agung Adiprasetyo
Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Rikard Begun
Wakil Pemimpin Redaksi: Trias Kuncahyono, Taufik H. Mihardja
Redaktur Senior: Ninok Leksono
Redaktur Pelaksana: Budiman Tanuredjo
Wakil Redaktur Pelaksana: Andi Suruji, James Luhulima
Sekretaris Redaksi: Retno Bintarti
D. RUBRIKASI
Setiap harinya Kompas terbit sebanyak 32 halaman, selain itu juga
terdapat halaman-halaman tambahan, di antaranya halaman Fokus, Kompas
Muda, Kompas Kampus, Teropong, Karier, Inspiratorial, dan sebagainya. Namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
khusus untuk edisi Kompas Minggu, konten di dalamnya berbeda dengan hari
biasa. Untuk halaman utama, rubrik-rubrik yang ada di dalamnya yaitu :
1. Berita Utama. Yakni pada halaman 1, yang berisi berita headline peristiwa
nasional, terdiri dari hard news dan feature serta dilengkapi dengan foto.
2. Politik & Hukum pada halaman 2-5, yang berisi berita yang terkait dengan
peristiwa-peristiwa penting pada bidang politik dan hukum yang terjadi di
Indonesia.
3. Opini pada halaman 6-7, pada rubrik ini Kompas menyediakan halaman
khusus untuk menyuarakan opini, pendapat, gagasan tentang suatu
permasalahan berbagai hal. Pendapat bisa berasal dari pihak Kompas
sendiri, pihak luar yang ahli, dan masyarakat umum melalui surat
pembaca.
4. Internasional pada halaman 8-11, khusus untuk rubrik ini Kompas
menyediakan tempat untuk berita-berita yang bersifat internasional.
Berita-berita tersebut bisa berasal dari seluruh penjuru dunia.
5. Pendidikan dan kebudayaan pada halaman 12-13, Kompas dalam
kiprahnya sebagai media nasional juga memberikan perhatian terhadap
dua bidang ini. Segala bentuk peristiwa ataupun hal-hal yang terkait
dengan dua bidang ini dan terjadi di tanah air di beritakan.
6. Pengetahuan dan teknologi pada halaman 14, untuk bidang pengetahuan
dan teknologi ini, Kompas juga memberikan bagian tersendiri. Meskipun
hanya satu halaman, namun isi dari berita yang disampaikan merupakan
sumber informasi yang sangat penting bagi pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
7. Umum pada halaman 15, pada bagian ini surat kabar Kompas mengulas
beberapa hal yang bersifat umum. Tentu saja bukan sesuatu yang
merupakan bidang-bidang yang telah disebutkan di atas. Berita-berita
umum yang disampaikan juga tidak kalah penting dengan rubrik
pemberitaan lainnya.
8. Sosok pada halaman 16, Kompas selalu mengulas tentang sosok-sosok
orang yang dianggap mempunyai andil besar dalam kemajuan masyarakat.
Bisa dibilang bahwa sosok-sosok yang diberitakan pada bagian ini
merupakan orang-orang yang berjasa dan berpengaruh.
9. Bisnis & Keuangan pada halaman 17-21, pada bagian ini, Kompas secara
khusus mengulas tentang peristiwa atau pun hal yang terkait dengan bisnis
dan keuangan. Di dalamnya terdapat berbagai informasi tentang kurs nilai
mata uang, perkembangan ekonomi tanah air dan dunia global termasuk
berita-berita lain yang terjadi di tanah air.
10. Nusantara pada halaman 22-24, untuk rubrik ini Kompas memberitakan
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di seluruh tanah air.
11. Metropolitan pada halaman 25-27, pada rubrik ini Kompas hanya
memberitakan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan
ibukota Jakarta. Kompas sengaja mengulas secara khusus karena faktor
posisi Jakarta sebagai ibukota negara yang mempunyai nilai berita yang
penting menyangkut aktivitas sebagai pusat segala aspek kehidupan tanah
air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
12. Olahraga pada halaman 28-31, Kompas pada rubrik ini mengkhususkan
pemberitaan tentang dunia olahraga. Berita yang disampaikan tidak hanya
tentang dunia olahraga tanah air, akan tetapi juga peristiwa olahraga yang
terjadi di berbagai belahan dunia lainnya.
13. Nama dan Peristiwa pada halaman 32, khusus untuk rubrik ini, Kompas
memberitakan tentang kegiatan tokoh-tokoh terkemua di bidang masing-
masing. Kebanyakan mengulas tentang aktivitas yang dijalani oleh artis-
artis baik domestik maupun internasional.
Perlu diketahui pula bahwa Kompas membagi isi pemberitaannya menjadi
tiga bagian pokok. Pertama yaitu bagian utama yang terdiri dari berita-berita
(news) yang terdiri atas hard news dan soft news. Bagian kedua yaitu opini (view)
yang terdiri dari tajuk rencana, karikatur, surat pembaca (“Redaksi Yth”), dan
kolom-kolom yang ditulis oleh para ahli. Kemudian pada bagian ketiga yaitu
advertising yang berisi kolom iklan, info lowongan kerja, dll.
Kompas Lokal
Untuk lebih mendekatkan diri dengan khalayaknya di daerah, sebelum
dilakukannya perombakkan pada tubuh Kompas, media tersebut juga menerbitkan
KOMPAS lembar daerah di beberapa propinsi di Indonesia. Lembar daerah ini
berisi tentang berita yang terjadi secara lebih spesifik mencakup daerah propinsi
tersebut. Beberapa propinsi ini seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogyakarta, Jawa
Timur, Sumatera Bagian Barat, dan Sumatera Bagian Selatan. Akan tetapi, saat ini
Kompas tidak lagi mengikutsertakan halaman-halaman yang berisi berita yang
terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Setelah tanggal 1 Januari 2011, Kompas secara resmi telah memisahkan halaman-
halaman daerah tersebut ke dalam media yang lain, yang kini dikenal dengan
nama surat kabar Warta Kota.
Sebelum ada perombakan tersebut, rubrikasi Kompas lokal adalah sebagai
berikut:
Teropong Senin (halaman 33-45), Teropong Kamis (halaman 33-36) dan
Teropong Rabu (halaman 33-40); pada rubrik ini Kompas memberikan
informasi kepada pembaca tentang sesuatu topik yang menarik.
Pembahasannya bersifat terfokus dan mengupas lebih dalam seluk beluk
tentang suatu hal.
Selasa, Kompas Kampus dan Inspiratorial (halaman 41-44), pada rubrik
ini Kompas memberikan informasi kepada pembaca tentang berbagai hal yang
terkait dengan dunia pendidikan. Kompas menyajikan secara lebih spesifik
tentang aktivitas dan serba-serbi dunia pendidikan. Sedangkan inspirational
merupakan halaman yang berisi tentang hal-hal yang bisa dijadikan inspirasi
dalam kehidupan sehari-hari. Bisa berusaha seorang tokoh, ataupun aktivitas
yang dilakukan sekelompok orang.
Jumat Sport (halaman 33-44) dan Fokus (45-52), rubrik sport merupakan
halaman khusus yang diberikan Kompas untuk mengulas berita-berita tentang
olahraga. Berbagai informasi yang terkait dengan berbagai cabang olahraga
baik yang terjadi di tanah air maupun luar negeri. Semuanya terangkum
dengan sangat menarik dan informastif bagi para pembaca. Sedangkan rubrik
fokus lebih mengedepankan pada pembahasan lebih mendalam (id-depth
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
repoting) tentang isu-isu yang menarik dan berkembang di kalangan
masyarakat.
Sabtu Karier (halaman 33-42), khusus untuk rubrik ini Kompas
menyediakan beberapa halaman khusus untuk para pencari pekerjaan di tanah
air. Lowongan pekerjaan yang ditampilkan tersebar di seluruh Indonesia.
Kompas Minggu
Untuk rubrikasi Kompas Minggu adalah sebagai berikut:
Halaman 1 utama
Halaman 2 umum
Halaman 3 nusantara
Halaman 4 metropolitan
Halaman 5 -8 olahraga
Halaman 9 iklan
Halaman 10 internasional
Halaman 11 umum
Halaman 12 foto pekan ini, pada edisi Minggu, Kompas memberika ruang
khusus bagi para penggemar fotografi untuk memperdalam ilmu tentang dunia
fotografi, dengan menampilkan picture story.
Halaman 13 – 19 tren, Kompas pada halaman ini menampilkan tren-tren di
masyarakat yang sendang aktual. Informasi yang dihadirkan kepada
masyarakat setidaknya bisa menjadi rujukan bagi para pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Halaman 20-22 seni, pada halaman ini Kompas memberikan informasi
tentang dunia seni.
Halaman 23 surat pembaca, dalam rangka mengikutsertakan masyarakat
dalam menyampaikan opininya, Kompas menyediakan halaman khusus untuk
menyuarakan kritik, pendapat tentang beberapa hal. Termasuk keluhan-
keluhan yang dialami masyarakat.
Halaman 24 nama dan peristiwa, Kompas pada halaman ini khusus
memberikan informasi tentang tokoh-tokoh yang dianggap penting serta
menyuguhkan informasi tentang peristiwa khusus yang sedang terjadi.
Halaman 25-27 urban
Halaman 28-29 anak, Kompas juga sangat perduli tentang perkembangan
anak-anak. Hal ini dibuktikan dengan adanya halaman khusus yang
memberikan informasi tentang serba-serbi dunia anak.
Halaman 30 kartun dan teka-teki silang, pada halaman ini Kompas
menyajikan hiburan yaitu cerita kartun dan teka-teki silang berhadiah.
Halaman 31 32 kehidupan, untuk rubrik ini Kompas memberikan informasi
penting tentang filosofi kehidupan. Di sini, Kompas berusaha menghadirkan
sebuah informasi penting dari berbagai tokoh tentang pernak-pernik
kehidupan.
Halaman 33-36 klasika, Kompas pada halaman ini menyediakan kolom
khusus untuk para pembaca baik perseorangan maupun lembaga untuk
menawarkan barang maupun jasa kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS RUBRIK “NASIONALISME DI
TAPAL BATAS” DI HARIAN KOMPAS
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dengan diikuti langsung
analisisnya. Hal ini untuk lebih memudahkan peneliti dalam memahami analisis
data tersebut.
Penelitian itu dimaksudkan untuk membedah bagaimana Kompas
menggambarkan wacana nasionalisme di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas di
harian Kompas edisi 10 - 21 Agustus 2009. Peneliti menggunakan model analisis
Teun A. van Dijk. Penelitian ini difokuskan pada analisis wacana dari dimensi
teks. Teks sebagai salah satu media kontruksi dalam wacana akan dianalisis
melalui tiga elemen yang disampaikan van Dijk yaitu: Struktur makro,
superstruktur, dan struktur mikro.
Berikut urutan tiga elemen yang disampaikan Van Dijk:
Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik Tema / topik yang dikedepankan dalm
suatu berita
Topik
Superstruktur Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita
dikemas dalam teks berita utuh
Skema
Struktur Mikro Semantik makna yang ingin ditekankan dalam
teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain
Latar, Detil, Maksud,
Praanggapan,
Struktur Mikro Sintaksis Bagaimana kalimat meliputi (bentuk,
susunan) yang dipilih
Bentuk kalimat, Koherensi, Kata
Ganti Struktur Mikro Stilistik Leksikon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita.
Struktur Mikro Retoris Bagaimana dan dengan cara penekanan
dilakukan
Grafis, Metafora, Ekspresi
Keseluruhan elemen-elemen tersebut merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan mendukung satu dengan yang lainnya.
Rubrik Nasionalisme di Tapal Batas terdiri dari 25 berita features
pemberitaan Kompas yang melaporkan berita terkait nasionalisme di daerah-
daerah tapal batas Indonesia yaitu: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan
Siberut (Sumatra Barat), Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur,
Kepulauan Miangas dan Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan
NTT-Timor Leste, Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua
Niugini.
Penyajian data beserta analisis dalam penelitian ini diruntutkan dengan
membedah satu tematik, kemudian dilanjutkan pembedahan tematik-tematik
berikutnya. Pembedahan satu tema tersebut mulai dari elemen struktur makro,
superstruktur, dan mikro struktur yang ada dalam sajian berita-berita Kompas. Hal
ini untuk mempermudah pemahaman dan peneliti bisa fokus membedah wacana
dari satu tema secara keseluruhan dengan analisis model Teun A van Dijk. Setelah
pembedahan satu tema yang terdiri dari beberapa berita yang memiliki tematik
sama, dilanjutkan pembedahan tema yang lain dengan menggunakan cara analisis
yang sama. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil 23 features dari sajian
rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, hal tersebut disesuaikan dengan beberapa
tema pokok yang ditemukan peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
A. ANALISIS STRUKTUR MAKRO (TEMATIK)
Analisis struktur makro dalam berita teks adalah menganalisis elemen tema
atau topik dalam sajian berita tersebut. Struktur makro dalam sajian berita teks
menjelaskan tentang tema yang diusung oleh Elemen tematik menunjuk pada
gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti,
ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin
diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaanya. Topik menunjukkan konsep
dominan, sentral, dan paling penting dari isi berita.119
Elemen tematik atau topik ini baru dapat dipahami ketika teks telah dibaca
secara keseluruhan. Ada enam tema pokok dari 23 berita features yang disajikan
Kompas di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”. Berikut keenam tema pokok
tersebut.
Tabel III.1 Tematik Berita Kompas
Tematik Edisi Judul berita Daerah tapal batas
Indonesia yang dituntut mandiri,
tanpa kehadiran serius dari negara
Kompas, 10 Agustus 2009
Menguji “Kreativitas” Di Aceh
Kompas, 13 Agustus 2009
Mereka Yang Ingin Meraih Kemandirian
Kompas, 16 Agustus 2009
Warga Kepulauan Yang Dibiarkan Berjalan Sendiri
Kompas, 21 Augtus 2009
Kehadiran Negara Miangas Nun Jauh Di Mata
Stigmatisasi dan ketakutan yang
dirasakan masyarakat di daerah tapal batas
Indonesia
Kompas, 10 Agustus 2009
Menerawang Aceh Dari Sawang
Kompas, 18 Agustus 2009
Mereka Memilih Bertemu Di Tapal Batas
Kompas, 20 Agustus 2009
Dulu Sumber Penghidupan, Kini Sumber Persoalan
119 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 229
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Kompas, 20 Agustus 2009
Kekerabatan Papua-Papua Niugini
Membangun Harapan Tanpa Rasa Takut
Kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan
masyarakat di daerah tapal batas Indonesia
Kompas, 11 Agustus 2009
Satu Nusa Satu Bangsa di Pedalaman Siberut
Kompas, 13 Agustus 2009
Sanggau Perbatasan Burung-Burung Enggang
Yang Terpanggang Kompas, 14 Agustus
2009
Perbatasan Kaltim Menembus Malam Ke Negeri
Seberang Kompas, 15 Agustus
2009 Miangas-Marore
Nasionaslisme Itu Mahal Kompas, 18 Agustus
2009 Perbatasan RI-Timor Leste
Hidup Kami Ini Keras, Mama…
Kompas, 19 Agustus 2009
Lilin Selalu Menyala Di Ufuk Timur
Kompas, 21 Agustus 2009
Kumparan fatamorgana Transformasi Sosial Tak
Beararah Kompas, 21 Agustus
2009 Perbatasan NTT-Timor Leste
Daftar Masalah Di Tapal Batas
Potensi daerah yang masih minim
perhatian negara
Kompas, 11 Agustus 2009
Mendandani Si Cantik Nan Eksotis…
Kompas, 12 Agustus 2009
Pulau Nipah Simbol Pertahanan Negara
Kepulauan Kompas, 14 Agustus
2009 Nunukan, Kota “Daur Ulang”
Untuk Penghasil Devisa Pembangunan
prasarana, sarana, dan infrasktruktur publik yang masih minim
Kompas, 12 Agustus 2009
Tak Indonesia Hilang Di Hati…
Kompas, 15 Agustus 2009
Ironi Di Antara Simbol Dan Realitas
Kompas, 16 Agustus 2009
Pulau Morotai AS Membangun Jalan, RI
Kasih Aspal Saja… Kompas, 19 Agustus
2009 Perbatasan RI-Papua Niugini
Mengharapkan Investasi Yang Berdamai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Untuk memudahkan dan lebih memfokuskan pembedahan wacana yang ada
dalam sajian berita-berita Kompas, maka analisis tema pertama diikuti langsung
analisis dari elemen superstruktur dan struktur mikro yang ada. Kemudian
dilanjutkan ke tema yang kedua hingga tema kelima.
B. ANALISIS WACANA BERITA KOMPAS
1. Tema: Daerah Tapal Batas Indonesia yang Dituntut Mandiri, Tanpa
Kehadiran Serius dari Negara
a. Analisis Struktur Makro
Dalam tema pertama tersebut Kompas menyajikan empat berita.
Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh Feery Mursyidan Baldan mengakui, tiga tahun perjalanan UU Pemerintahan Aceh, pelaksanaannya belum mencapai tujuan. Di antara penyebabnya adalah harmonisasi penyelenggara pemerintahan pusat, Provinsi Aceh, dan kabupaten/kota.
(Korpus 1: Kompas, 10 Agustus 2009)
Ketidakharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah membuat
daerah tapal batas Indonesia masih sulit berkembang. Mereka dituntut
untuk mandiri, padahal butuh waktu yang tidak singkat dan juga
keberpihakan negara untuk mewujudkannya. Korpus 1 menunjukkan
bahwa meski Aceh sudah terbebas dari konflik dan kembali bisa
melanjutkan pembangunan, bukan berarti Aceh bisa berjalan sendiri,
melainkan masih perlu kawalan serius dari pemerintah pusat.
“Bagi warga perbatasan, NKRI adalah harga mati. Namun, jika perbatasan tidak diurus, yang bisa digeser tidak hanya tanah, tetapi juga warganya ke negeri seberang,” kata Raden Thalib, tokoh masyarakat Entikong.
(Korpus 2: Kompas, 13 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Bagi warga Entikong perbatasan Kalbar-Malaysia, kemandirian
untuk sekedar bisa hidup layak benar-benar dituntut tanpa perhatian serius
pemerintah. Sehingga bekerja di Malaysia menjadi satu-satunya pilihan.
Transportasi laut yang dibangun oleh masyarakat inilah yang selama ini menghubungkan Morotai di bibir Samudra Pasifik dengan pusat perekonomian di Maluku Utara, seperti Tobelo dan Ternate, serta Bitung di Sulawesi Utara. Lalu lintas barang dan penumpang serta geliat perekonomian sengat bergantung pada pelayaran rakyat.
(Korpus 3: Kompas, 16 Agustus 2009)
Meski keperpihakan pemerintah masih terbatas, namun hal ini tak
menyurutkan para penduduk Morotai untuk mengembangkan
perekonomiannya. Mereka membangun pelayaran rakyat agar bisa
menjalankan roda perekonomian, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk
pemenuhan kesejahteraan bisa tercapai. Seharusnya, dengan modal
kreativitas yang dimiliki warga Morotai, pemerintah akan lebih mudah
mengembangkan pembangunan, bukannya membiarkan Morotai berjalan
sendiri.
Dulu orang-orang perbatasan juga kerap berkomentar mengenai keragu-raguan atas kehidupan mereka. “Mereka bilang ‘kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina,” kata Shelley Sondakh, Kepala BIMP EAGA Perwakilan Sulawesi Utara.
(Korpus 7: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seprti dialami pekerja kita di Malaysia. Program repatriasi, pemulangan ke Tanah Air, yang pernah disampaikan beberapa pejabat Departemen Luar Negeri sangat sulit dilakukan.
(Korpus 8: Kompas, 21 Agustus 2009)
“Semua pembangunan baik, tetapi lebih baik jika kami diberi kail untuk hidup,” kata Betoel Dalupa. Kail dimaksud adalah kapal-kapal penampung ikan dan pabrik es untuk menampung ikan-ikan tengkapan nelayan perbatasan.
(Korpus 9: Kompas, 21 Agustus 2009)
Ketidakhadiran negara pun semakin terasa bagi masyarakat
Miangas. Hanya untuk bisa bertahan dan memperoleh taraf hidup yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
layak, mereka masih bergantung ke negara tetangga Filipina. Sebagai
bagian dari kedaulatan NKRI, mereka juga memiliki hak untuk
memperoleh kehidupan yang baik yang tertera di UUD ’45. Oleh karena
itu, pemerintah harus lebih konkret memperhatikan daerah dengan
karakteristik pantai terbuka tersebut. Sebab secara politis Pulau Miangas
memiliki nilai strategis, sebagai penjaga kedaulatan negara. Namun
realitas kehidupan yang ada, nilai strategis itu hanya jargon usang karena
jaminan kesejahteraan dari negara belum bisa mereka rasakan.
b. Analisis Superstruktur
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-
bagian dalam teks disusun dan diurutkan diurutkan sehingga membentuk
kesatuan arti. Berita juga mempunyai skematik meskipun tidak disusun
dengan kerangka yang linier seperti halnya tulisan dalam jurnal ilmiah.120
Secara hipotetik, berita umumnya memiliki dua kategori skema
besar.121 Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen
yakni judul dan lead. Elemen skema ini yang dipandang paling penting.
Judul dan lead menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan
dalam pemberitaannya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan
apa yang ingin dikatakan sebelum masul dalam isi berita secara lengkap.
Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara
hipotetik juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi
120 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 231-232 121 Teun A. van Dijk, “News as Discourse”, dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 232
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang
ditampilkan dalam teks.
Seperti juga pada struktur tematik, supertruktur ini dalam
pandangan van Dijk, dilihat sebagai suatu kesatuan yang koheren dan
padu. Apa yang diungkapkan dalam superstruktur pertama akan diikuti dan
didukung oleh bagian-bagian lain dalam berita. Apa yang diungkapkan
dalam lead dan menjadi gagasan utama dalam teks berita akan diikuti dan
didukung oleh bagian skema berita yang lain seperti dalam kisah dan
kutipan. Arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk
mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun
bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan
mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai
strategi untuk menyembunyikan informasi penting.122
Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema pertama
rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”:
Tabel III.2 Skematik Tema Pertama
No. Edisi Judul Berita Skematik 1. Kompas, 10
Agustus 2009
Menguji “Kreativitas” Di Aceh
Jenis berita features. Lead menggoda keingintahuan pembaca. Bagian awal dipaparkan kesulitannya lembaga-lembaga pemerintah untuk melanjutkan pembangunan di Aceh. Kemudian dijelaskan kurang harmonisnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga semakin menyulitkan pembangunan di Aceh. Di bagian akhir dipaparkan bahwa kesempatan Aceh untuk memanfaatkan peluang-peluang sekecil apapun untuk pembangunan.
122 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 233-234
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
2. Kompas, 13 Agustus 2009
Mereka Yang Ingin Meraih Kemandirian
Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Dilanjutkan penjelasan pengalaman TKI yang meloloskan diri dari Malaysia karena menjadi korban TKI ilegal. Tidak adanya lapangan kerja serta minimnya penghasilan di negeri sendiri membuat masyarakat di perbatasan Kalbar menggantungkan diri di Malaysia. Di bagian akhir, mempertanyaan keberpihakan pemerintah bagi masyarakat perbatasan Kalbar-Malaysia.
3. Kompas, 16 Agustus 2009
Warga Kepulauan Yang Dibiarkan Berjalan Sendiri
Jenis berita features. Lead mendiskripsikan keadaan Pelabuhan HMS Lastory menunggu kapal berlabuh. Dilanjutkan penjelasan aktivitas ekonomi dari masyarakat sekitar. Minimnya perhatian dan infrastruktur pemerintah tidak menghentikan kreativitas dari masyarakat Morotai hanya untuk sekedar bisa tetap bertahan hidup. Di bagian akhir ditutup dengan ketidakseriusan pemerintah daerah Morotai untuk memajukan daerahnya yang merupakan daerah pemekaran.
4. Kompas, 21 Agustus 2009
Kehadiran Negara Miangas Nun Jauh Di Mata
Jenis berita features. Lead berisi ringkasan dari features. Bagian awal berisi pemaparan kondisi warga Miangas yang masih bergantung dengan Filipina. Dilanjutkan penjelasan masih minimnya perhatian pemerintah Indonesia dalam pembangunan perekonomian di daerah tersebut. Di bagian akhir dipaparkan sikap apatis masyarakat Miangas yang hanya menunggu janji-janji pemerintah yang tak kunjung terwujud.
c. Analisis Struktur Mikro
Dalam model analisis Teun A van Dijk, mikrostruktur terdiri dari 4
elemen yaitu: semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
c. 1. Semantik
Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa
yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
makna gramatikal. Semantik dalam skema van Dijk dikategorikan
sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari hubungan
antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna
tertentu dalam suatu bangunan teks. Semantik tidak hanya
mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana, tapi
juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa.123
Elemen dari semantik ini adalah: latar, detil, dan maksud.
c. 1.1. Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi
semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih
menentukan ke arah mana pandangan hendak dibawa. Ini
merupakan cerminan ideologis, di mana wartawan dapat
menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung pada
kepentingan mereka.124
Elemen latar digunakan sebagai penguat dan mendukung
pendapat yang disampaikan sang penulis agar terkesan beralasan.
Dengan demikian latar dapat digunakan untuk menyelidiki
bagaimana seseorang memberikan makna atas suatu peristiwa.
Berikut pemaparan latar yang terdapat di tema pertama
rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”:
Salah satu yang acap dikeluhkan soal penyelenggaraan pemerintahan di Aceh adalah belum tuntasnya peraturan pelaksanaan yag diamanatkan UU Nomor 11 Tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh…
123 Alex Sobur. 2006. Op.Cit. Hal 78 124 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 235
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Merujuk surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ketua DPR, Maret 2009, baru 2 peraturan pelaksanaan UU No. 11/2006 yang telah ditetapkan, dan masih tersisa 10 perturan pelaksanaan lainnya.
(Korpus 10: Kompas, 10 Agustus 2009)
Sebagai pemerintahan yang tergolong baru karena baru saja
lepas dari konflik, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih
banyak berbenah agar bisa membentuk pemerintahan yang maju
dan berkembang. Sektor pembangunan menjadi sasaran utama
pemerintah Aceh. Namun belum tuntasnya penetapan UU No.
11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menjadi wewenang
pemerintah pusat, membuat Aceh kesulitan untuk mengembangkan
pembangunan tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi
ketidakharmonisan pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat
sehingga berimbas pada tidak maksimalnya proses pembangunan di
Aceh. Pemerintah dan masyarakat Aceh dituntut kreatif dalam
melanjutkan pembangunan dengan masih minimnya peraturan yang
ada.
Para gadis remaja ini – rata-rata beraparas cantik – umumnya lulusan SMP dan kurang keterampilan, dan kedai atau pelayan toko menjadi kesempatan pertama mereka sekadar bisa mandiri. Lia, misalnya, sudah berpenghasilan Rp 500.000 di kedai, tetapi ingin ke Malaysia hanya untuk mencari 250 ringgit per bulan (sekitar Rp 650.000).
(Korpus 13: Kompas, 13 Agustus 2009)
Beruntung ada inisiatif sejumlah pihak. Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Mata Pencaharian (LPPMP) memberi beasiswa penuh bagi 26 anak putus sekolah di perbatasan Entikong untuk belajar di SMP Taruna Mandiri di Kabupaten Malang Jatim. “Pendidikan siswa di perbatasan harus diperhatikan benar. Kalau tidak ada yang peduli, jangan salahkan mereka kalau tidak sekolah atau malah bekerja di Malaysia,” kata Ketua LPPMP Ishaq Maulana.
(Korpus 14: Kompas, 13 Agustus 2009)
Keadaan yang memaksa untuk memilih bekerja di Malaysia
hanya sekedar untuk bisa mandiri ditempuh para remaja di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
perbatasan Kalimantan Barat. Bukan hanya dari terbatasnya
lapangan pekerjaan dan minimnya upah yang diterima, namun
belum terpenuhinya kebutuhan pendidikan membuat mereka tidak
bisa bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dengan
pertimbangan upah yang didapat lebih besar, para remaja yang rata-
rata lulusan SMP lebih memilih bekerja di Malaysia.
Kedatangan kapal selalu menggairahkan masyarakat Pulau Morotai di Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang berbatasan laut dengan Republik Palau. Kapal pelayaran rakyat selalu membawa rezeki bagi buruh angkut, ojek, dan pelaku ekonomi mikro lainnya.
(Korpus 15: Kompas, 16 Agustus 2009)
Minimnya infrastruktur yang disediakan pemerintah itu telah memicu perdagangan dengan masyarakat di Timor Leste. Mereka menukar hasil bumi dan beras dengan minyak atau barang lain. Bahkan, sebagian warga Wetar jika sakit berobat ke Dili karena hanya 4 jam perjalanan kapal. Barter juga terjadi antara warga Sopi di ujung Morotai dan para nelayan Filipina.
(Korpus 16: Kompas, 16 Agustus 2009)
Minimnya fasilitas transportasi laut di Pulau Morotai,
Maluku Utara, tidak menyiutkan kreativitas masyarakat di pulau
tersebut untuk membangun sarana transportasi laut yang
menghubungkan Pulau Morotai dengan daerah yang menjadi pusat
perekonomian di Maluku Utara. Dengan begitu, masyarakat bisa
memiliki perekonomian yang lebih baik. Selain itu, minimnya
infrastruktur yang disediakan pemerintah juga memicu masyarakat
untuk melakukan perdagangan lintas batas dengan negara Timor
Leste. Gambaran kehidupan ini menjadi latar pemberitaan Kompas,
dimana masyarakat perbatasan dibiarkan berjalan sendiri untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
mewujudkan kesejahteraan, dan belum ada keperpihakan yang
cukup dari pemerintah.
Hal itu dipengaruhi banyak faktor, terutama ketersediaan lapangan kerja dan lahan ekonomi yang digarap. Lagi pula aspek interaksi di bidang sosial budaya terjadi proses kawin-mawin membuat banyak warga Sangihe enggan kembali ke wilayah leluhurnya.
(Korpus 19: Kompas, 21 Agustus 2009)
Kenyataannya, perhitungan ekonomis pragmatis yang selalu menjadi jenderal di atas segalanya, termasuk nasionalisme. Masalahnya, kebijakan ekonomi yang pragmatis itu pun sering tidak cocok seperti berlakunya pola pikir kontinental untuk negara kepualuan ini. Belum lagi masalah yang timbul di lapangan, termasuk penyelewengan dan upaya mengejar proyek semata.
(Korpus 20: Kompas, 21 Agustus 2009)
Masyarakat Miangas semakin merasakan jauhnya peran
negara. Mereka lebih menggatungkan kehidupannya dengan negara
tetangga, Filipina. Hal ini berasalan karena di Filipina mereka
memperoleh pekerjaan yang lebih baik dibandingkan di Miangas
sendiri. Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah juga
tidak memperhatikan keadaan alam Miangas yang merupakan
kepulauan dengan laut terbuka di bibir samudera Pasifik. Sehingga
arus pemenuhan barang-barang kebutuhan pokok sering tersendat
kondisional alam. Imbasnya mereka semakin terisolasi dan
dibiarkan hidup sendiri.
c. 1.2. Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi
yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan
secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra
yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
jumlah yang sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau
hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan
komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi
juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil
yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang
dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada
khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau
berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau
kegagalan dirinya.125
Penggunaan detil pada tema pertama rubrik “Nasionalisme
di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
…Misalnya, Kepala Badan Pengelola Kawasan Bebas Sabang T Syaiful Ahmad mengatakan, ketiadaan peraturan peralihan pengelolaan aset dari PT Pelindo II kepada lembaganya untuk mengelola pelabuhan Sabang menjadi salah satu penghambat pengembangan perekonomian kawasan ini. Ketiadaan peraturan peralihan membuat calon investor pelabuhan Sabang mundur.
(Korpus 21: Kompas, 10 Agustus 2009)
Dalam korpus 21 tersebut, Kompas menunjukkan detil
kesulitan pengembangan perkenomian di Sabang NAD yang
disebabkan belum jelasnya peraturan yang ada. Hal ini membuat
calon investor mundur dari proyek pembangunan di kawasan
pelabuhan Sabang karena jaminan payung hukum kepada calon
investor tidak terpebuhi.
Gairah seperti itu juga dijumpai di sebagian besar wilayah Maluku dan Maluku Utara yang berisi 954 pulau. Kapal selalu dinanti, mulai dari Pulau Wetar di ujung tenggara yang berbatasan dengan Timor Leste hingga Morotai di ujung utara di perbatasan Indonesia-Palau. Pelayaran
125 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 238
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
rakyat mengisi ruang kosong jalur pelayaran kapal-kapal PT Pelni dan perintis.
(Korpus 22: Kompas, 16 Agustus 2009)
Setali tiga uang, di Morotai kondisi transportasi antarpulau sangat minim. Transportasi laut yang lancar hanya di Daruba. Setiap hari ada pelayaran rakyat bolak-balik rute Daruba-Tobelo. Kapal perintis KM Kie Raha 2 dari Ternate datang sekali sebukan. Ada juga feri penyeberangan Tobelo-Daruba. Ibu kota kecamatan lain, yaitu Sangowo (Morotai Timur), Berebere (Morotai Utara), Wayabula (Morotai Selatan Barat), dan Sopi (Morotai Jaya), sangat bergantung pada pelayaran rakyat. Itu pun macet total saat musim gelombang besar, seperti Juli-Agustus. Pada Oktober-Desember pelayaran macet karena ombak Pasifik sekitar 4 meter tingginya…
(Korpus 23: Kompas, 16 Agustus 2009)
Dalam korpus 22 dan 23, detil berkisar tentang keberadaan
pelayaran rakyat di Morotai yang menjadi tulang punggung sarana
transportasi di daerah tersebut. Secara kreatif masyarakat
membangun pelayaran rakyat sendiri untuk mengisi kekosongan
jalur kekosongan kapal-kapal PT Pelni dan perintis yang disediakan
pemerintah. Dengan seperti itu, seharusnya pemerintah lebih bisa
memperhatikan pembangunan infrastruktur di Morotai terutama
fasilitas transportasi, karena para penduduk di pulau tersebut sudah
bisa berpikir maju dan mandiri meskipun itu masih dalam lingkup
kecil.
c. 1.3. Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya
informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit
dan tersembunyi. Tujuannya adalah publik hanya disajikan
informasi yang menguntungkan komunikator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Penggunaan strategi maksud pada tema pertama rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Pemerintah pusat juga terlambat menelurkan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh (UUPA). Jajaran pemerintah pusat mesti memahami kondisi psikopolitik masyarakat Aceh dengan kebijakan khususnya. Keterlambatan itu karena sebagian jajaran pemerintah pusat menerapkan kebijakan sektoral tidak dengan mengacu kepada UU PA. Keterlambatan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai kesungguhan pemerintah pusat.
(Korpus 24: Kompas, 10 Agustus 2009)
Dalam korpus 24, elemen maksud Kompas menjelaskan
pemerintah pusat seharusnya memahami keadaan pemerintah Aceh
pasca konflik dan tsunami. Meski sudah mengakui keberadaan eks
GAM dalam konstitusi NKRI melalui keterlibatan mereka dalam
struktur pemerintahan di Aceh, namun keadaan psikopolitik di
NAD masih belum kondusif. Hal tersebut seharusnya menjadi
pertimbangan pemerintah pusat untuk lebih memperhatikan Aceh
dengan melihat keadaan dan mengacu kepentingan di daerah
tersebut. Keterlambatan dalam menetapkan peraturan-perturan,
membuat pemerintah pusat terkesan tidak sungguh-sungguh dalam
memperhatikan Aceh.
Dalam konteks perbatasan negara, pemerintah selalu gandrung dengan slogan nasionalisme. Masyarakat pun selalu terguncang dengan isu-isu pencaplokan sumber daya alam dan wilayah yang dilakukan negara tetangga. Namun, bercermin pada masyarakat Pulau Miangas yang masyarakatnya bertahan hidup di tengah bahan bakar minyak yang nyaris tak ada air bersih susah, listrik hanya enam jam sehari, serta sinyal dari operator seluler yang terbatas untuk tujuh pengguna pada aera tertentu, muncul sebuah pertanyaan, siapa yang peduli pada nasionalisme?
(Korpus 25: Kompas, 21 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Elemen maksud dalam korpus 25 menjelaskan melalui
pertanyaan retoris Kompas terkait nasonalisme di daerah tapal
batas. Ketika muncul isu-isu terkait pencaplokan sumber daya dan
wilayah melalui klaim-klaim dari negara tetangga tetangga
pemerintah dengan tegas meneriakkan slogan nasionalisme, dengan
mengajak masyarakat perbatasan untuk berjuang mempertahankan
kedaulatan NKRI. Namun perhatian yang selama ini diberikan
pemerintah masih belum dirasakan para penduduk Pulau Miangas.
Masyarakat Miangas tetap terbelakang dan masih menggantungkan
Filipina sebagai tempat untuk mencari penghidupan. Bagi
masyarakat perbatasan seperti Pulau Miangas, mereka bukan tidak
memiliki jiwa nasionalisme untuk menjaga keutuhan NKRI, namun
ketika perhatian pemerintah masih minim sehingga mereka hanya
bisa bergantung ke negara untuk sekedar mencari penghidupan
yang lebih baik, tidak sepantasnya mereka disebut warga Indonesia
yang tidak nasionalis. Pemerintah seharusnya bisa menyadari
bahwa keperpihakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
di perbatasan harus nyata sehingga isu-isu terkait nasionalisme di
daerah perbatasan yang kian menipis bisa dipupuk kembali.
c. 2. Sintaksis
Dimensi sintaksis adalah dimensi untuk melihat makna dari
sebuah kalimat. Unit pengamatan dari sintaksis adalah melihat makna
rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” dari level teks selama periode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
penelitian. Terdapat beberapa strategi dari Kompas sebagai
komunikator dalam level sintaksis ini, seperti: penggunaan bentuk
kalimat tertentu, koherensi, dan kata ganti. Tujuan dari strategi ini
adalah untuk menciptakan citra yang baik di depan khalayak dari
kelompok atau orang yang didukungnya.
c. 2.1. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan
dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Logika
kasualitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi
susunan subjek (yang menerangkan) atau objek (yang diterangkan).
Bentuk kalimat ini bukan hanya teknis kebenaran tata bahasa, tetapi
menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Yang juga
penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah proposisi
dalam kalimat. Bagaimana proposisi-proposisi diatur dalam
rangkaian kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruh makna
yang timbul karena akan menunjukan bagian mana yang lebih
ditonjolkan kepada khalayak.126
Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks dalam tema
pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”:
Yang mengherankan, aparat keamanan tak juga menindak para pedagang manusia itu meski para korban melaporkannya.
(Korpus 26: Kompas, 13 Agustus 2009)
“Kalau pemerintah mau melarang, sebaiknya berkaca dulu. Kehadiran pemerintah sudah bisa menjamin kebutuhan masyarakat apa belum,” kata Simon.
(Korpus 27: Kompas, 16 Agustus 2009)
126 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 251-253
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seperti dialami pekerja kita di Malaysia.
(Korpus 28: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 26, 27, dan 28 bentuk kalimat yang digunakan
adalah kalimat aktif. Dari semua korpus tersebut memberikan
kesan bahwa pemerintah berada dalam posisi aktif/di atas.
Sedangkan rakyat kecil dalam hal ini masyarakat tapal batas berada
dalam posisi yang pasif/di bawah. Kata “menindak”, “melarang”,
dan “mengurus” memberi kesan pemerintah berada posisi aktif.
Walaupun sajian berita dalam ketiga korpus di atas menjelaskan
peran pemerintah yang masih minim, namun untuk menunjukkan
citra sebagai penguasa, Kompas menggunakan bentuk kalimat aktif
dalam menjelaskan hal-hal yang dilakukan pemerintah.
Selain menggunakan bentuk kalimat aktif, Kompas juga
menggunakan kalimat-kalimat pasif sebagai strategi sintaksis
dalam pemeritaannya:
Perlu diintensifkan komunikasi antara jajaran pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh berikut kabupaten/kota untuk mengurangi ketidakpercayaan antarpihak.
(Korpus 29: Kompas, 10 Agustus 2009)
Lia dan Yunita, yang kemudian juga ditampung selama dua minggu di kantor LAB, menunggu sidang kasus mereka sebagai korban trafficking.
(Korpus 30: Kompas, 13 Agustus 2009)
Betapa mahal ongkos transportasi yang dibayar rakyat Maluku Utara. (Korpus 31: Kompas, 16 Agustus 2009)
“Mereka dimanfaatkan oleh juragan-juragan kapal Filipina dalam rangka kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial,” katanya.
(Korpus 32: Kompas, 21 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Korpus 29, 30, 31, dan 32 menunjukkan bentuk kalimat
yang digunakan adalah kalimat pasif. Pada korpus 29, bentuk
kalimat pasif yang digunakan adalah bentuk kalimat pasif tanpa
subyek, hal ini dimaksudkan agar sang komunikator (Kompas)
terhindar dari kesan “menuduh” pihak-pihak tertentu. Sedangkan
korpus 30, 31, dan 32 menunjukkan rakyat perbatasan yang tidak
berdaya dan hanya menjadi obyek belaka.
c. 2.2. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau antar
kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta
yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.127
Ada beberapa koherensi yang digunakan komunikator
(Kompas) sebagai strategi dalam mengutarakan maksudnya, antara
lain koherensi sebab-akibat, koherensi kondisional, koherensi
pembeda, dan pengingkaran.
Dalam tema pertama, strategi koherensi yang digunakan
Kompas adalah koherensi sebab-akibat, dengan beberapa contoh
kalimat sebagai berikut:
Ketua Badan Pengembangan Perkebunan Aceh (BPPA) Rustam Effendi pusing. Nota kesepahaman yang akan dibuat antara pemerintah Aceh dan lembaga asal Malaysia itu tidak bisa ditandatangani hingga saat ini. Alhasil, lembaga ini belum bisa melaksanakan program kerjanya untuk membangun perkebunan, terutama kelapa sawit.
(Korpus 33: Kompas, 10 Agustus 2009)
127 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 242
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
“Kalau pemerintah mau melarang, sebaiknya berkaca dulu. Kehadiran pemerintah sudah bisa menjamin kebutuhan masyarakat apa belum,” kata Simon.
(Korpus 34: Kompas, 16 Agustus 2009) “kalau omba’ tinggi tra (tidak) bisa berangkat. Harga barang dan jasa jadi mahal,” kata Bahrudin, nakhoda KM Sandra Jaya, rute Daruba-Tobelo.
(Korpus 35: Kompas, 16 Agustus 2009)
Menurut Victor, kehidupan mereka di Balut jauh lebih baik jika dibandingkan tinggal di Sangihe karena pendapatannya lebih besar.
(Korpus 36: Kompas, 21 Agustus 2009)
Dari korpus-korpus di atas, penggunaan koherensi sebab-
akibat digunakan untuk menggabungkan dua buah secara sebab-
akibat dengan menggunakan kata hubung tertentu. Seperti pada
korpus 33, Kompas menggunakan kata hubung “alhasil” untuk
menggabungkan fakta kesulitan yang dialami pemerintah Aceh dan
lembaga asal Malaysia dalam menandatangani nota kesepahaman
pembangunan perkebunan sawit sehingga mengakibatkan program
pengembangan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat
Aceh tersebut belum bisa dilaksanakan. Kesulitan itu karena belum
adanya kejelasan UU PA yang bisa dijadikan payung hukum dalam
mengatur kesepakatan tersebut.
Pada korpus 34 dan 35, Kompas menggunakan kata hubung
“kalau”. Melalui korpus 34, Kompas ingin menyampaikan wacana
bahwa kehadiran pemerintah masih menjadi pertanyaan besar bagi
masyarakat perbatasan. Salah satu tokoh masyarakat Morotai,
Simon, menolak larangan pemerintah terkait perdagangan lintas
batas yang dilakukan masyarakat Morotai dengan Timor Leste. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
itu karena pemerintah masih minim memberikan perhatian dan
jaminan kesejahteraan masyarakat Morotai. Larangan itu bisa saja
dilakukan oleh masyarakat Morotai asalkan pemerintah bisa
menjamin kebutuhan untuk menungjang kesejahteraan masyarakat
Morotai. Namun yang selama ini terjadi masyarakat Morotai
dibiarkan berjalan sendiri, salah satunya dengan melalukan
perdagangan lintas batas dengan Timor Leste.
Sedangkan korpus 35, menjelaskan fakta yang dihadapi
nahkoda kapal di Daruba, Morotai. Karakter perairan laut yang
tidak menentu membuat kapal-kapal berlayar menyesuaikan
kondisi ombak. Ketika ombak tinggi, kapal-kapal baik itu kapal
penumpang ataupun barang tidak bisa berlayar. Akibatnya barang-
barang untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat perbatasan di
Morotai tersebut menjadi mahal karena terbatas. Sedangkan tarif
kapal penumpang menjadi mahal karena kadang para nahkoda
memaksa untuk berlayar ketika keadaan perairan berbahaya.
Sebagai kompensasi resiko tersebut, tarif angkutan menjadi
semakin mahal. Dengan fakta-fakta tersebut Kompas kembali
menegaskan wacana masyarakat perbatasan yang dibiarkan dan
dituntut mandiri tanpa ada kehadiran serius dari negara. Seharusnya
pemerintah memberikan solusi dengan membangun infrastruktur
dan sarana publik di daerah tapal batas yang disesuaikan dengan
karakter daerah yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Pada korpus 36, Kompas menggunakan kata penghubung
“jika” untuk menggabungkan dua fakta yang saling kausal.
Kompas menjelaskan warga Sangihe Miangas yang lebih memilih
hidup dan tinggal di Balut Filipina daripada di Sangihe karena
pendapatan di Balut lebih besar. Kompas ingin menunjukkan
belum optimalnya kehadiran pemerintah membuat masyarakat tapal
batas Indonesia menggantungkan hidup dengan negara tetangga.
c. 2.3. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen yang memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan
di mana posisi seseorang dalam wacana.128 Dalam tema pertama
rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menggunakan kata
ganti “kami”.
Di Desa Melenggang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, kami bertemu puluhan warga tua dan muda hilir-mudik siang dan petang berkubang di penggalan aliran sungai, mendulang emas.
(Korpus 37: Kompas, 13 Agustus 2009)
Dalam korpus 37 di atas, penggunaan kata ganti “kami”
memberikan kesan Kompas selaku komunikator sebagai
“pengamat”. Kata ganti “kami” digunakan Kompas untuk
menunjukkan Kompas sebagai satu-satunya “pengamat” yang
mengamati kehidupan masyarakat Melenggang, Kecamatan
Sekayam, Kabupaten Sanggau, perbatasan Kalbar-Kuching.
128 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 253
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Sehingga Kompas terkesan dekat dengan masyarakat kecil, dalam
hal ini masyarakat yang mendiami tapal batas Indonesia.
Selain kata ganti “kami”, Kompas juga menggunakan kata
ganti “kita”. Penggunaan kata ganti tersebut tampak dalam korpus
sebagai berikut:
Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seperti dialami pekerja kita di Malaysia.
(Korpus 38: Kompas, 21 Agustus 2009)
Penggunaan kata ganti “kita” dalam korpus 38 di atas
menunjukkan apa yang disampaikan Kompas menumbuhkan kesan
solidaritas bersama, perasaan bersama, dan refleksi bersama. Hal
tersebut bertujuan untuk mengurangi kritik atau oposisi atas apa
yang Kompas sampaikan karena seolah-olah itu bukan pendapat
pribadi Kompas sebagai penulis, melainkan sebuah refleksi
bersama antara komunikator dengan khalayak.
c. 3. Leksikon
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
Pemilihan kata bukan terjadi secara kebetulan tetapi juga secara
ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta
atau realitas.129
Penggunaan strategi leksikon dalam pemberitaan Kompas
adalah sebagai berikut:
129 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 255
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Padahal, rencananya, lembaga itu akan mengelola 150.000 hektar kebun sawit yang akan dibagikan kepada ribuan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka.
(Korpus 39: Kompas, 10 Agustus 2009) Bobolnya kas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp 220 miliar, dan salah satu tersangkanya anggota tim asistensi Bupati Aceh Utara, menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Mawardi Ismail menunjukkan bentuk kinerja buruk tim asistensi di daerah.
(Korpus 40: Kompas, 10 Agustus 2009)
Pemerintah pusat juga terlambat menelurkan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh (UUPA).
(Korpus 41: Kompas, 10 Agustus 2009)
Keduanya urung menjadi korban perdagangan perempuan ke Malaysia setelah Kepolisian Sektor Entikong menangkap Mursid, agen yang hendak menyelundupkan mereka melewati PPLB Entikong.
(Korpus 42: Kompas, 13 Agustus 2009)
Alasan konsultasi penyusunan program kerja itu ditertawakan oleh seorang staf perencanaan di Bappeda Maluku Utara sebab para pejabat baru itu ternyata tak pernah muncul untuk berkonsultasi.
(Korpus 43: Kompas, 16 Agustus 2009)
Nasionalisme akan jadi jargon usang saat dibenturkan dengan perhitungan ekonomis.
(Korpus 44: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 39, Kompas memilih kata “kombatan”. Dengan
menggunakan kata tersebut Kompas ingin menunjukkan citra negatif
yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai salah satu gerakan
pemberontak yang menentang keutuhan NKRI.
Pada korpus 40, 41, dan 43, Kompas menunjukkan citra negatif
pemerintah. Penggunaan kata “bobolnya” menunjukkan kinerja
pemerintah yang buruk. Kata “menelorkan” memberi kesan kritik
kepada kinerja pemerintah pusat yang belum optimal. Sedangkan kata
“ditertawakan” memberi kesan pemerintah diremehkan. Hal tersebut
terjadi karena pemerintah memang masih minim dalam memperhatikan
masyarakat tapal batas Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Selanjutnya, pada korpus 42 Kompas memilih kata
“perdagangan manusia” dalam sajian pemberitaannya. Dengan kata itu
Kompas seakan memposisikan masyarakat tapal batas Indonesia yang
menjadi korban TKI ilegal sebagai sosok lemah, tidak berdaya, hanya
menjadi obyek perdagangan yang menguntungkan segelintir orang tak
bertanggung jawab. Dengan begitu mereka para korban TKI ilegal
tersebut selayaknya mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Sedangkan pada korpus 44 Kompas menggunakan kata “jargon
usang”. Kompas memberi kesan negatif bagi mereka yang
mempertanyakan jiwa nasionalisme masyarakat tapal batas.
c. 4. Retoris
Dalam dimensi ini yang diamati adalah gaya bahasa yang
dipakai oleh Kompas selaku komunikator. Stategi ini digunakan untuk
memberikan tekanan tertentu pada teks, sehingga pembaca atau
khalayak mempunyai perhatian yang lebih terhadap teks, kemudian
makna yang dikehendaki oleh komunikator akan sampai kepada
khalayak. Strategi ini menggunakan elemen grafis dan metafora.
c. 4.1. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau yang ditonjolkan (yang berarti dianggap penting)
oleh seseorang yang diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis
ini biasanya muncul lewat tulisan atau bagian yang ditulis lain
dibandingkan dengan lain. Bagian yang dicetak berbeda adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia
menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian
tersebut.130
Strategi grafis Kompas tersaji dalam beberapa kalimat
sebagai berikut:
Minggu (1/2) pukul 05.00 menjadi momentum “kemerdekaan” bagi Juliana (19).
(Korpus 45: Kompas, 13 Agustus 2009)
Mereka sadar, Pemerintah RI tidak jarang sekadar menyorongkan janji-janji surga demi kepentingan politik sesaat. Sebaliknya, masyarakat menyambut baik “bantuan pura-pura” ini sekenanya.
(Korpus 46: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 45, Kompas memakai tanda (“) untuk
menandai kata “kemerdekaan” dan “bantuan pura-pura”. Kompas
memberi penekanan pada kata “kemerdekaan” tersebut, karena
dalam kasus tersebut Juliana bisa lepas dari tindak sewenang-
wenang majikannya ketika bekerja sebagai TKI di Malaysia.
Dengan memberi tekanan pada kata tersebut, Kompas terkesan
memberi simpati lebih kepada Juliana, masyarakat perbatasan
Kalbar-Kuching. Sedangkan dalam kata “bantuan pura-pura”,
Kompas memberi penekanan pada kata tersebut karena ingin
menunjukkan kepada publik bahwa selama ini perhatian
pemerintah masih sekedar janji-janji belaka untuk menyejahterakan
masyarakat perbatasan, tanpa ada bukti yang nyata.
“Dua minggu lalau kami nyaris celaka, sepanjang perjalanan kapal dihantam ombak 3 meteran. Setiap kali anjungan naik, air masuk di
130 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 257-258
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
bagian belakang. Kondisi seperti itu sudah jadi ‘makanan’ kami,” ujar Atta (34), awak KM Sandra Jaya.
(Korpus 46: Kompas, 16 Agustus 2009)
“Mereka bilang ‘kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina’,” kata Shelley Sondakh, Kepala BIMP EAGA Perwakilan Sulawesi Utara.
(Korpus 47: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 46 dan 47, Kompas menggunakan tanda (‘)
untuk memberikan penekanan pada kata “makanan” dan kalimat
“kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina”. Penekanan pada kata
“makanan” memberi kesan Kompas ingin menonjolkan kepada
khalayak tentang kesulitan berlayar para nahkoda dan awak kapal
yang disebabkan karakter perairan Morotai dengan gelombang
lautnya yang ekstrim, sehingga perlu perhatian pemerintah dalam
penyediaan sarana transportasi yang cocok untuk perairan terbuka
seperti Morotai. Sedangkan penekanan Kompas dalam kalimat
“kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina” memberi kesan Kompas
menonjolkan kehidupan masyarakat perbatasan yang masih
menggantungkan dengan negara tetangga, belum ada perhatian dan
keberpihakan yang optimal dari pemerintah Indonesia.
c. 4.2. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya
menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,
ungkapan, metafora, juga sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
berita. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi
petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu
dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada
publik.131
Berikut penggunaan strategi metafora dalam sajian
pemberitaan-pemberitaan Kompas:
Harapan perbaikan nasib dari pemekaran pun masih kabur, seperti Pulau Morotai dari kejauan yang tertutup buih-buih ombak.
(Korpus 48: Kompas, 16 Agustus 2009)
Ibarat sebuah rumah, rona kehidupan Miangas dan Marore masih bergerak di dapur, bukan berada sebagaimana slogan pembangunan wilayah perbatasan. Miangas seperti berada nun jauh di mata.
(Korpus 49: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada kedua korpus di atas, penggunakan ungkapan dalam
menggambarkan Pulau Morotai dan Pulau Miangas, sekali lagi
menunjukkan Kompas ingin menonjolkan daerah perbatasan yang
masih terbelakang dan tidak ada perhatian dari pemerintah, seperti
ungkapan “tertutup buih-buih ombak” dan “berada nun jauh di
mata”.
2. Tema: Stigmatisasi dan Ketakutan yang Dirasakan Masyarakat di
Daerah Tapal Batas Indonesia
a. Analisis Struktur Makro
Dalam tema kedua ini, Kompas menyajikan empat berita.
Musawwir (29), warga Lamdingin, Banda Aceh, tidak pernah membayangkan bisa memasuki wilayah Sawang. Menyebut Sawang berarti menujuk wilayah paling hitam dalam sejarah konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia lebih dari 30 tahun.
(Korpus 50: Kompas, 21 Agustus 2009)
Stigma itu masih melekat hingga kini mesti konflik bersenjata sudah berakhir hampir empat tahun lalu, sejalan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) Damai Helsinki, Agustus 2005.
(Korpus 51: Kompas, 21 Agustus 2009)
131 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 259
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Stigma sebagai basis pejuang GAM masih melekat bagi warga
yang mendiami Sawang, meski konflik sudah berakhir seiring
penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) Damai Helsinki.
Menurut petugas Imigrasi Motaain, Jasser, tapal batas di Motaain – yang berjarak sekitar 34 kilometer dari Atambua – cukup sering dijadikan tempat pertemuan warga kedua negara. Sebab, mereka pada umumnya tidak memiliki paspor, di samping menghindari pengurusan dan pembayaran fiskal.
(Korpus 52: Kompas, 18 Agustus 2009)
Alasan lain mengadakan pertemuan di perbatasan adalah karena warga eks Timor Timur umumnya merasa belum aman mudik ke kampung mereka. “Baru-baru ini (2 Agustus 2009) ada seorang pedagang asal Pulau Adonara (NTT) yang dibunuh di sana (Timor Leste). Itu kasus pertama warga negara Indonesia yang menggunakan paspor dibunuh di sana,” kata Jasser.
(Korpus 53: Kompas, 18 Agustus 2009)
Ketakutan dirasakan oleh warga perbatasan NTT-Timor Leste,
khususnya warga eks Timor Timur yang memiliki kerabat di Timor Leste.
Sehingga mereka lebih memilih bertemu di perbatasan ketika mereka ingin
berjumpa dengan kerabat mereka. Selain karena tidak memiliki paspor, hal
itu mereka lakukan untuk menghindari ancaman pembunuhan dari warga
Timor Leste. Melihat hal seperti ini, meski Indonesia sudah 65 tahun
merdeka dan konflik Indonesia-Timor Leste sudah berakhir beberapa
tahun yang lalu, namun jaminan keamanan oleh negara masih belum bisa
mereka rasakan.
Anggota DPRD Kabupaten Mimika, Martinus Maturbongs, berpendapat, skeptisasi publik itu buah trauma panjang masyarakat suku Amungme dan Kamoro akibat berbagai peristiwa sejak PTFI beroperasi di tanah ulayat mereka.
(Korpus 54: Kompas, 20 Agustus 2009)
Bagi masyarakat Suku Amungme-Komoro di Merauke, aktivitas
PTFI justru memunculkan berbagai masalah. Skeptisasi publik terkait
tragedi penembakan di areal PTFI membuat kedua suku ini menjadi
sasaran. Aktivitas PTFI yang mengambil tanah ulayat kedua suku di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Mimika ini, membuat mereka menjadi sasaran stigma buruk ketika muncul
tragedi penembakan PTFI. Padahal belum tentu mereka terlibat, karena
sampai saat ini kedua suku ini juga belum terbukti terlibat dalam tragedi
tersebut. Pemerintah seharusnya bisa menjadi mediator antara masyarakat
pribumi dan PTFI agar kecurigaan itu tidak terus berlanjut.
Apalagi hingga saat ini wilayah di kawasan Keerom dan sekitarnya masih dianggap sebagai wilayah rawan kehadiran anggota OPM. Terakhir, pada paruh akhir Juli lalu, beberapa anggota OPM yang dihumpun Lambert Peukikir muncul di Wembi, tak jauh dari Banda.
(Korpus 55: Kompas, 20 Agustus 2009)
Cap sebagai sarang OPM pun makin sulit dihilangkan. Pater Jhon Djonga Pr yang pernah bertugas di Banda mengatakan, stigmatisasi itu membuat warga di Waris sulit berkembang dan maju, ada suasana kecurigaan. Hal senada juga diungkapkan oleh Pater Silas Wayan SVD yang saat ini bekerja di Banda.
(Korpus 56: Kompas, 20 Agustus 2009)
Stigma buruk juga dirasakan Perbatasan Papua-Papua Niugini.
Dicap sebagai sarang Organisasi Papua Merdeka (OPM) membuat daerah
perbatasan Keerom sulit untuk berkembang.
b. Analisis Superstruktur
Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema kedua
rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”:
Tabel III.3 Skematik Tema Kedua
No. Edisi Judul Berita Skematik 1. Kompas,
10 Agustus 2009
Keindonesiaan Di Aceh Menerawang Aceh Dari Sawang
Jenis berita features. Jenis lead deskritif, menggambarkan bagaimana keberadaan Sawang. Dilanjutkan penjelasan bahwa Sawang di masa lalu merupakan basis GAM (Gerakan Aceh Merdeka), namun stigma itu masih melekat mesti konflik Aceh telah berakhir. Meskipun begitu, ada upaya untuk melebur kembali mantan GAM ke masyarakat, dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan sistem perekonomian, politik, dan melanjutkan pembangunan. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
bagian akhir berisi ringkasan bahwa perdamaian saja belum cukup, ketika ketimpangan yang mencolok maka berpotensi memunculkan konflik baru.
2. Kompas, 18 Agustus 2009
Mereka Memilih Bertemu Di Tapal Batas
Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Dilanjutkan penjelasan beberapa orang NTT yang sedang menunggu kerabatnya yang tinggal di Timor Leste untuk bertemu di perbatasan. Kemudian dijelaskan alasan tapal batas yang sering digunakan orang-orang untuk bertemu kerabatnya.
3. Kompas, 20 Agustus 2009
Dulu Sumber Penghidupan, Kini Sumber Persoalan
Jenis berita features. Keberadaan lead untuk menggoda pembaca. Bagian awal feature menjelaskan beberapa orang yang dituduh terlibat tragedi PT Freeport Indonesia (PTFI) yang ditangkap polisi. Tragedi itu menjadikan sketisasi publik terhadap suku Amungme –Komoro di Mimika. Di bagian ending dijelaskan ringkasan berbagai masalah yang harus dihadapi kedua suku tersebut.
4. Kompas, 20 Agustus 2009
Kekerabatan Papua-Papua Niugini Membangun Harapan Tanpa Rasa Takut
Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Kemudian dipaparkan pengalaman warga yang tinggal di perbatasan Papua-Papua Niugini yang sering menerima kunjungan kerabat dari Papua Niugini. Dilanjutkan penjelasan stigma yang masih melekat bagi masyarakat tersebut sehingga mereka kesulitan untuk maju dan berkembang, serta berhubungan dengan kerabat di Papua Niugini. Di bagian akhir berisi pemaparan tidak disiplinnya petugas imigrasi dalam menjaga perbatasan.
c. Analisis Struktur Mikro
c. 1. Semantik
Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu:
latar, detil, dan maksud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
c. 1.1. Latar
Penggunaan strategi latar dalam tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Pada masa lalu, Sawang dikenal sebagi basis pejuang GAM. Sebagian orang mengenalnya sebagai “Pentagon GAM”. Saat konflik memuncak, seiring dengan operasi pemantapan penyelenggaraan pemerintahan, Sawang lumpuh. Sebagai daerah berkategori hitam, Sawang mesti dipimpin oleh camat dari kalangan militer-sekalipun tetap saja pemerintahan tidak bisa berjalan efektif.
(Korpus 57: Kompas, 10 Agustus 2009)
Sawang merupakan daerah paling kelam di masa konflik
GAM. Secara implisit Kompas menyebut daerah tersebut sebagai
“Pentagon GAM”, karena daerah itu merupakan basis pejuang
pemberontak. Meski konflik telah berakhir, namun stigma negatif
masih melekat bagi Sawang. Sehingga meski pemerintahan di
daerah ini dipimpin kalangan militer sekalipun tetap saja belum
bisa berjalan efektif. Keadaan buram yang dialami Sawang tersebut
yang menjadi latar Kompas. Melihat Aceh dari Sawang
menegaskan bahwa perdamaian saja tidak cukup menjadi modal
pembangunan. Ketika stigma buruk masih dirasakan daerah ini
maka sulit bagi Sawang untuk maju dan justru bisa memunculkan
konflik baru.
Tanah ulayat Gunung Ertsberg dan Grasberg dari generasi ke generasi menghidupi suku Amungme; sebagai tempat tinggal, lahan bercocok tanam, sekaligus tempat spiritual suku Amungme. Dalam pandangan orang Amungme, gunung itu adalah ibu, yang air susunya menghidupi mereka. “Namun, kami harus pergi meninggalkan tempat-tempat itu karena aktivitas pertambangan PTFI. Salah satu lokasi keramat kami, misalnya, kini menjadi bengkel di Temabagapura,” tutur Thomas Wamang.
(Korpus 58: Kompas, 20 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Permasalahan yang dihadapi oleh suku Amungme-Kamoro
di Timika, Mimika, Papua masih terus berlanjut hingga kini.
Tragedi-tragedi yang terjadi di PTFI sering menyudutkan kedua
suku ini, karena aktivitas PTFI memang mengambil lahan dari
tanah ulayat suku Amungme-Kamoro. Selama ini tanah ulayat yang
menjadi penghidupan kedua suku itu, yaitu Gunung Ertsberg dan
Grasberg, menjadi salah satu lokasi aktivitas pertambangan PTFI.
Dengan munculnya aktivitas PTFI tersebut, maka masyarakat
kedua suku ini harus meninggalkan tanah ulayat tersebut.
Persoalaan tanah ulayat inilah yang menjadi latar pemberitaan
Kompas. Munculnya skeptisasi publik kepada suku Amungme-
Komoro yang mendiami Gunung Ertsberg dan Garsberg
merupakan buah pengambilan kedua tanah ulayat tersebut oleh
PTFI.
Namun, pengalaman masa lalu itu pula yang membuat warga Waris hingga saat ini akrab dengan kehadiran aparat keamanan, seperti polisi, tantara, dan pasukan khusus.
(Korpus 59: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada suatu masa, kehadiran pasukan itu dirasakan intimidatif. Mereka kerap datang ke rumah-rumah warga menanyakan siapa yang pernah terlibat dalam OPM atau memiliki kerabat yang menjadi anggota OPM, menyimpan senjata atau apa pun yang terkait dengan OPM.
(Korpus 60: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kabupaten Keerom, yang merupakan daerah perbatasan
Papua-Papua Niugini, juga tak luput dari stigmatisasi. Pengalaman
masa lalu yaitu adanya pemberontakan Organisasi Papua Merdeka
(OPM) menjadikan daerah ini sebagai daerah yang rawan
kehadiran OPM. Nuansa kecurigaan masih kental di daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
tersebut sehingga sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang dan
maju. Kompas menjadikannya latar pemberitaan, bahwasannya
perbatasan Papua-Papua Niugini juga tak luput dari stigma sarang
pemberontak dan konflik, sehingga suasana damai dan jaminan
negara terkait keamanan sebagai modal untuk perkembangan dan
pembangunan belum juga dirasakan oleh masyarakat di daerah
Keerom, Papua.
c. 1.2. Detil
Penggunaan detil dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme
di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
“Mana mau? Sekarang pun mereka hanya lewat untuk melihat kebunnya yang puluhan hektar, naik mobil mewah, kaca tertutup,” kata Teuku Sayed Azhar (29) sambil menyebut salah satu mantan petinggi GAM. Sayed, bapak satu anak itu, bekas anggota pasukan GAM di Deli. Masuk GAM sejak usia 17 tahun, Sayed berkualifikasi sebagai pasukan komando. Sayed adalah otak sejumlah peledakan di Medan. Tertangkap, Sayed masuk ke Penjara Tanjung Gusta, Medan, 2003. Vonis 12 tahun hanya dijalaninya sampai 2006, seiring dengan perjanjian MOU Helsinki. Tak heran jika ketimpangan semacam itu membangkitkan protes di lingkup internal GAM. Misalnya, di Sawang sempat muncul “pasukan pedang” yang antara lain juga tidak sejalan dengan eks GAM yang tergabung dalam Komite Peralihan Aceh. Menurut Sayed, hal itu muncul karena pasukan GAM sejak awal telah didoktrin untuk melawan yang dianggap tidak benar. “Kalau sudah masuk ke pemerintah, mereka jadi orang lain. Salah pun akan kami katakan salah,” ujar Sayed berapi-api.
(Korpus 61: Kompas, 10 Agustus 2009)
Stigma yang dirasakan oleh para mantan GAM di Sawang
NAD masih begitu lekat, bahkan dari mereka yang sama-sama
dulunya juga merupakan anggota GAM. Hal tersebut karena masih
besarnya ketimpangan kehidupan sosial ekonomi di antara mereka.
Sehingga yang terjadi mereka tidak saling membantu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
memberikan kepercayaan bagi mereka, para eks GAM, yang belum
memiliki kehidupan sosial ekonomi yang baik, agar bisa
berkembang dan hidup layak.
Komandan Komando Resor Militer 161/Wirasakti Kupang Kolonel Dody Usodo Hargo Suseno menceritakan, 9 Agustus lalu, Sekretaris Camat Kobalima Martinus Bere, warga Dusun Lekekun Atas Selatan, Kabupaten Belu, NTT – yang memasuki wilayah Timor Leste bersama istrinya – ditangkap kepolisian Timor Leste di Dili. “Padahal Martinus ke sana dilengkapi dokumen keiimigrasian resmi. Martinus saat itu hendak mengunjungi keluarganya di Distrik Suai. Ia dituduh bekas anggota milisi (tahun 1999). Padahal, Komisi Kebenaran dan Persahabatan antara Timor Leste dan Indonesia telah selesai (membahas persoalan masa lalu). Sampai sekarang Martinus masih ditahan di Dili,” papar Dody.
(Korpus 62: Kompas, 18 Agustus 2009)
Dalam korpus 133, detil menjelaskan tentang permasalahan
yang dihadapi oleh salah satu warga perbatasan NTT-Timor Leste,
yang hendak mengungjungi kerabatnya yang ada di Timor Leste.
Meski sudah dilengkapi dokumen-dokumen resmi untuk
melakukan perjalanan lintas batas negara, namun pihak kepolisisan
Timor Leste masih menangkap dan mempersoalkan salah satu WNI
tersebut. Hal ini menunjukkan jaminan keamanan kedua negara
masih belum bisa mereka rasakan, meski segala persyaratan untuk
melakukan perjalanan lintas batas negara sudah lengkap dan
konflik antara Indonesia-Timor Leste sudah berakhir beberapa
tahun yang lalu.
c. 1.3. Maksud
Penggunaan strategi maksud dalam tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Tengku Muhammad Hasan di Tiro – lebih dikenal sebagai Wali Nanggroe – dalam pidato saat kembali ke Aceh setelah lebih dari 30 tahun tinggal dan menetap di Swedia menyatakan konflik sudah berakhir. Yang harus dilakukan rakyat Aceh adalah melanjutkan pembangunan menuju kesejahteraan.
(Korpus 63: Kompas, 10 Agustus 2009) Dalam korpus di atas, strategi maksud Kompas menjelaskan
bahwa konflik GAM sudah berakhir seiring ditandatanganinya
perjanjian MoU Helsinki, maka yang harus dilakukan rakyat NAD
adalah melanjutkan pembangunan guna mencapai kesejahteraan.
Oleh karena itu, seyogyanya stigma kepada para eks GAM baik
yang muncul dari masyarakat ataupun dari para sesama mantan
anggota GAM harus dihilangkan.
Namun, dengan situasi batin dan pengalaman sejarah masa lalu, ada perasaan lain bergelayut dalam benak warga. Warga, sebagaimana diungkapkan oleh Julce May, berharap kehadiran pemerintah lebih tampak dalam bentuk-bentuk pelayanan publik yang lebih optimal.
(Korpus 64: Kompas, 20 Agustus 2009) Stategi maksud dalam korpus di atas menjelaskan bahwa
meski masih melekat dengan ketakutan karena pengalaman
masalalu, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan daerah
perbatasan Papua-Papua Niugini tersebut. Sehingga hubungan
harmonis antara masyarakat dan pemerintah akan terwujud
sehingga stigma dan ketakutan masyarakat kian memudar karena
pemberontakan semacam OPM tidak akan muncul kembali.
c. 2. Sintaksis
Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk
kalimat dan koherensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
c. 2.1. Bentuk Kalimat
Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas:
Menyebut Sawang berarti menunjuk wilayah paling hitam dalam sejarah konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia lebih dari 30 tahun.
(Korpus 65: Kompas, 10 Agustus 2009)
Alasan lain mengadakan pertemuan di perbatasan adalah karena warga eks Timor Timur umumnya merasa belum aman mudik ke kampung mereka.
(Korpus 66: Kompas, 18 Agustus 2009)
Tidak selalu kunjungan dari kerabat menggembirakan. Meski tidak harus mempersiapkan banyak hal, di tengah berbagai macam keterbatasan, kunjungan tersebut tetap dirasakan merepotkan meski hanya untuk bermalam saja.
(Korpus 67: Kompas, 20 Agustus 2009)
Warga yang tinggal di Banda, tak jauh dari tapal batas pun terpaksa pergi meninggalkan kampung mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka takut dituduh terlibat gerombolan.
(Korpus 68: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 65, 66, 67, dan 68, Kompas menggunakan
bentuk kalimat aktif. Kata “menyebut” pada korpus 65 memberi
kesan Kompas stigma pada Sawang sangat kuat. Namun agar
terkesan tak “menuduh” pihak-pihak tertentu, Kompas tidak
menyertakan subyek dalam kalimat tersebut. Sedangkan kata
“mengadakan”, “menggembirakan”, dan “meninggalkan” yang
tersaji pada korpus 66, 67, dan 68 memberi kesan ketakutan
masyarakat perbatasan masih lekat. Masyarakat perbatasan menjadi
subyek dalam merasakan ketakutan tersebut.
Sawang mesti dipimpin oleh camat dari kalangan militer-sekalipun tetap saja pemerintahan tidak bisa berjalan efektif.
(Korpus 69: Kompas, 10 Agustus 2009)
Motaain, satu dari tujuh pos lintas batas di NTT, menurut Jasser maupun Isnin Muhammah (dari Bea dan Cukai Motaain), setiap hari dimanfaatkan sekitar 100 pelintas batas.
(Korpus 70: Kompas, 18 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Jonas, Victor, dan puluhan orang lainnya akhirnya dilepas polisi karena tak cukup bukti terlibat aksi penembakan di lereng Gunung Ertsberg dan Grasberg.
(Korpus 71: Kompas, 20 Agustus 2009)
“Trauma masyarakat Amungme-Kamoro berlangsung sejak tahun 1970-an dan sampai sekarang tidak ada proses hukum (atas pelanggaran HAM yang terjadi). Bagaimana orang dimasukkan dalam kontainer, dihilangkan. Masyarakat Amungme dan Kamoro merasa selalu jadi sasaran dan disudutkan,” kata Maturbongs di Timika, 24 Juli.
(Korpus 72: Kompas, 20 Agustus 2009)
Warga yang tinggal di Banda, tak jauh dari tapal batas pun terpaksa pergi meninggalkan kampung mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka takut dituduh terlibat gerombolan.
(Korpus 73: Kompas, 20 Agustus 2009) Pada korpus 69, 70, 71, 72, dan 73, Kompas menggunakan
bentuk kalimat pasif. Dengan bentuk kalimat tersebut menunjukkan
Kompas ingin memberi kesan bahwa masyarakat dan daerah yang
terstigmatisasi publik, tidak berdaya, hanya menjadi obyek semata.
c. 2.2. Koherensi
Koherensi yang digunakan Kompas dalam tema kedua
adalah pengingkaran. Berikut sajian kalimat Kompas yang
menggunakan strategi pengingkaran:
Melihat Aceh dari Sawang, menegaskan kenyataan; perdamaian saja belum cukup. Ketika kemiskinan tidak terkurangi dan ketimpangan sedemikian mencolok, api kemarahan sewaktu-waktu bisa dilampiaskan.
(Korpus 74: Kompas, 10 Agustus 2009)
Pada era kemerdekaan ini, warga kedua negara bertetangga itu memang relatif bebas bergerak. Tapi, bisakah dikatakan mereka sudah benar-benar “merdeka”?
(Korpus 75: Kompas, 18 Agustus 2009)
Perputaran uang besar di Timika pun menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Timika dan menghasilkan persoalan sosial yang tak berujung.
(Korpus 76: Kompas, 20 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Meskipun sedikit merepotkan, kedatangan itu tetap disambut dengan tangan terbuka, apalagi kekerabatan di antara mereka tak hanya terikat oleh darah, tetapi juga pengalaman pada masa lalu.
(Korpus 77: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada keempat Korpus di atas, Kompas menggunakan
strategi pengingkaran untuk menyampaikan wacana stigma dan
ketakutan yang dirasakan warga perbatasan Indonesia. Pada Korpus
74, dijelaskan bahwa konflik di Aceh telah berakhir. Namun
pengingkaran Kompas disebutkan bahwa meski konflik berakhir
bukan berarti tidak akan muncul konflik serupa seperti GAM,
karena kehidupan sosial yang terjadi masih memarjinalkan mereka
para eks GAM sehingga muncul ketimpangan yang bisa
memunculkan konflik kembali.
Pada korpus 75, Kompas menggunakan strategi
pengingkaran dengan pertanyaan retoris. Saat ini memang
Indonesia telah merdeka, dan konflik di Timor Leste juga telah
berakhir. Namun lemahnya jaminan keamanan bagi warga NTT
yang melakukan kunjungan lintas batas ke Timor Leste untuk
bertemu kerabat mereka, menunjukkan mereka belum merasakan
kemerdekaan tersebut.
Pada korpus 76, pengingkaran Kompas menjelaskan
kehidupan industri di Mimika yang menguntungkan dan sekaligus
merugikan. Beberapa pihak diuntungkan karena kehidupan industri
di Mimika menjadi lahan penghasilan yang cukup besar. Namun
persoalah PTFI yang menguras tanah ulayat masyarakat pribumi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
justru memunculkan problem sosial yang sampai saat ini tak
kunjung selesai. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya
konflik yang berujung stigma buruk bagi masyarakat pribumi.
Pada korpus 77, pengingkaran Kompas menjelaskan mereka
warga perbatasan Papua yang ketakutan ketika menerima
kunjungan kerabat dari Papua Niugini, tetapi tetap menerima
dengan baik kunjungan tersebut karena kekerabatan di antara
mereka cukup baik.
c. 3. Leksikon
Strategi leksikon dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di
Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Jika perubahan fundamental yang pernah dijanjikan tidak kunjung mewujud, antiklimaks bisa terjadi.
(Korpus 78: Kompas, 10 Agustus 2009)
Perputaran uang besar di Timika pun menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Timika dan menghasilkan persoalan sosial yang tak berujung.
(Korpus 79: Kompas, 20 Agustus 2009)
Enam jam sebelumnya, Jonas Uwamang, mertua Atina, dicocok polisi. (Korpus 80: Kompas, 20 Agustus 2009)
Mereka takut dituduh terlibat gerombolan.
(Korpus 81: Kompas, 20 Agustus 2009)
Saat itu tentara beroperasi di kampung-kampung untuk memburu orang-orang yang diduga terlibat gerakan OPM.
(Korpus 82: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kepala Polresta Jayapura Ajun Komisaris Besar Robert Djenso mengakui, banyak warga negara tetangga yang berkeliaran hingga ke Kota Jayapura secara bebas.
(Korpus 83: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 78 dan 79, strategi leksikon yang disajikan
Kompas adalah untuk menghaluskan makna. Kata “perubahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
fundamental” dapat diartikan perubahan kehidupan rakyat Aceh
terutama eks GAM yang masih miskin dan terstigma buruk. Untuk
mengurangi kesan negatif Kompas menggunakan kata “antiklimaks”
dalam menjelaskan akibat stigma bagi para eks GAM yang mendiami
Aceh. Sedangkan kata “persoalan sosial” digunakan Kompas untuk
menjelaskan problem stigma dan cap buruk yang disematkan bagi
mereka penduduk Mimika Papua.
Selain leksikon yang bertujuan untuk menghaluskan makna,
Kompas juga menggunakan pilihan-pilihan kata untuk mengkasarkan
makna, hal itu tersaji pada korpyus 80, 81, 82, dan 83. Kata “dicocok”
dapat diartikan ditangkap. Kata “dicocok” tersebut digunakan Kompas
untuk menguatkan kesan stigma negatif pada masyarakat perbatasan.
Kata “gerombolan” pada korpus 81 menjelaskan anggota Organisasi
Papua Merdeka (OPM). Pada korpus 82, Kompas memilih kata
“memburu” dalam menjelaskan penangkapan para orang-orang yang
diduga sebagai OPM, hal itu untuk menguatkan kesan negatif bagi para
pemberontak yang bertujuan mengacaukan NKRI. Sedangkan kata
“berkeliaran” digunakan Kompas dalam menjelaskan banyaknya
warga negara Papua Niugini yang datang ke Papua tanpa mematuhi
persyaratan hukum yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
c. 4. Retoris
Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan
metafora.
c. 4.1. Grafis
Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan
Kompas:
Pada masa lalu, Sawang dikenal sebagi basis pejuang GAM. Sebagian orang mengenalnya sebagai “Pentagon GAM”.
(Korpus 84: Kompas, 10 Agustus 2009)
Pendatang baru yang memasuki Sawang butuh “izin khusus” dari berbagai pihak yang kenal kondisi wilayah itu.
(Korpus 85: Kompas, 10 Agustus 2009)
Namun, Thomas Wamang justru berpendapat kucuran uang besar itu menjadi masalah baru. “Dahulu kami sangat berhati-hati dengan uang. Sekarang, uang yang atur kehidupan kami. Ketika uang di saku, yang terjadi justru bar-bir-bor (pergi ke bar, mabur bir, lalu ke lokalisasi).”
(Korpus 86: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 84 dan 85, Kompas mengguakan tanda (“)
dalam stategi grafisnya untuk menandai kata “Pentagon GAM” dan
“izin khusus”. Hal itu bertujuan agar khalayak lebih
memperhatikan dua kata yang diberi tanda tersebut. Kata
“Pentagon GAM” menjelaskan bahwa Sawang merupakan basis
pemberontak GAM seperti halnya kota Pentagon yang menjadi
basis pemberontak. Sedangkan kata “izin khusus” memberi kesan
bahwa orang yang ingin berkunjung atau tinggal di Sawang perlu
perizinan yang lebih kompleks dan berbeda dari perizinan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
lazimnya orang ingin tinggal atau berkunjung ke suatu tempat di
Indonesia.
Pada korpus 86, Kompas menggunakan kata yang dicetak
miring untuk menunjukkan strategi grafisnya. Kata bar-bir-bor
diartikan sebagai pola hidup yang sebatas foya-foya. Hal tersebut
terjadi karena masyarakat pribumi di Papua gagap dengan pola
hidup modern sehingga justru dirugikan dengan mudahnya
mendapatkan uang.
c. 4.2. Metafora
Untuk strategi metafora, Kompas hanya menyajikan satu
korpus sebagai berikut:
Dalam pandangan orang Amungme, gunung itu adalah ibu, yang air susunya menghidupi mereka.
(Korpus 88: Kompas, 20 Agustus 2009)
Penggunaan kalimat kiasan pada korpus di atas
menunjukkan kesan begitu pentingnya tanah ulayat masyarakat
suku Amungme yaitu Gunung Erstberg dan Garsberg dalam
kehidupan mereka. Seharusnya kedua tempat itu tidak menjadi
salah satu lokasi aktivitas PTFI.
3. Tema: Kondisi Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan
Masyarakat di Daerah Tapal Batas Indonesia
a. Analisis Struktur Makro
Kompas berusaha intens dalam pemberitaan terkait tema ketiga
rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” ini dengan menyajikan delapan
berita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Ketiadaan sekolah formal membuat sekolah hutan yang didirikan lembaga swadaya masyarakat Yayasan Citra Mandiri sejak setahun lalu itu langsung disambut gembira warga Sangong. Begitu haus akan pendidikan, kini ada dua kelompok masyarakat tetangga Sangong yang berebut agar sekolah hutan diadakan di dekat daerah mereka.
(Korpus 89: Kompas, 20 Agustus 2009)
Keterbatasan fasilitas pendidikan bukanlah satu-satunya persoalan di pelosok Siberut itu. Pelayanan kesehatan juga tidak ada di Sangong. Sejak tahun 2007 memang telah ada sebuah puskesmas di Siberut Selatan dengan 2 dokter, 21 perawat, dan 5 bidan. Namun, sampai sekarang tidak satu pun tenaga medis itu yang ada di Sangong. Akibatnya, pengetahuan dan kualitas kesehatan warga dusun tersebut sangat minim.
(Korpus 90: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kondisi pendidikan di pedalaman Siberut masih jauh dari layak.
Hal ini disebabkan karena minimnya sarana penunjang belajar seperti
sekolah, sehingga ada beberapa warga yang berinisiatif mendirikan
sekolah hutan. Selain pendidikan, pengetahuan dan kualitas kesehatan
masyarakat pedalaman Siberut juga masih sangat minim. Tugas
pemerintah untuk memberikan jaminan dan pelayanan kesehatan juga
belum maksimal, malah cenderung menurun dengan tidak adanya tenaga
dan ahli medis yang bertugas di Sangong, Siberut.
Sebagai veteran, Nayau rupanya tak lagi mendapat pensiun – sebagaimana nasib panglima Abio di Dusun Punti Tapou, Desa Nekan, Kecamatan Entikong.
(Korpus 91: Kompas, 20 Agustus 2009)
Abio dan Nayau, karena ketidakmapuan ekonomi mereka, hingga kini masih tinggal di tanah dusun kelahiran mereka. Uang pensiun dan jatah beras tak lagi mereka terima, kecuali pangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda) tituler karena jasanya.
(Korpus 92: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kondisi kesejahteraan bagi masyarakat di perbatasan Kalbar-
Serawak juga belum membaik. Hal itu dipertegas dengan korpus 30 dan 31
Kompas yang memberitakan panglima-panglima di perbatasan yang
berjuang untuk menjaga keutuhan NKRI namun balas jasa yang diberikan
negara tak setimpal dengan jasa yang mereka berikan. Mereka yang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
masalalu ikut berjuang menjaga kestabilan keamanan, sehingga
kesejahteraan masyarakat bisa terwujud, namun timbal balik yang
diberikan negara belum bisa memberi kesejahteraan bagi mereka.
Untuk di wilayah utara Kaltim, kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Nunukan Jabbar, pertanian di Sebatik paling maju. Kemajuan ini terjadi selain karena para petaninya rajin dan tanahnya subur, mereka juga bergairah lantaran memiliki pasar yang jelas, yakni ke Tawau.
(Korpus 93: Kompas, 20 Agustus 2009)
Yang mesti dilakukan pemerintah sekarang, kata Syafaruddin, adalah memacu pembangunan di wilayah perbatasan kaltim ini dengan fokus memajukan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan sebaliknya, mereka terus dibiarkan mencari hidup sendiri terus bergantung dari negeri jiran.
(Korpus 94: Kompas, 20 Agustus 2009)
Untuk daerah perbatasan Kaltim-Malaysia, kesejahteraan disana
jauh lebih baik. Hal ini karena mereka bisa mengembangkan pertanian di
kawasan perbatasan dengan baik. Namun ketergantungan dengan negeri
tetangga masih kuat. Para petani Sebatik lebih memilih menjual hasil-hasil
buminya ke Tawau Malaysia dengan alasan pasar yang jelas, sehingga
hasil bumi mereka habis terjual. Melihat hal ini, seharusnya pemerintah
lebih memberikan perhatian dan kontribusi nyata melalui pembangunan-
pembangunan fasilitas yang bisa mendukung terpenuhinya kesejahteraan
masyarakat dengan lebih baik, bukannya membiarkan penduduk
perbatasan tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
menggantungkan diri kepada negara Malaysia.
Akan tetapi, postulat bahwa pembangunan untuk kesejahteraan rakyat nyaris terabaikan. Ketersediaan listrik dan bahan bakar minyak serta ekonomi yang hidup menjadi persoalan krusial. “Rasanya kami mau mati saja. Apa gunanya ada beras kalau tidak bisa masuk,” kata Nico Tindi, Camat Karatung. Untuk mengambil kayu di hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus.
(Korpus 95: Kompas, 20 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Masyarakat Miangas dan Marore juga sangat merasakan beban hidup menyusul merosotnya pendapatan perikanan yang menjadi sumber hidup sebagian masyarakat. Itu karena harga BBM sangat tinggi.
(Korpus 96: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pernyataan Dalope boleh jadi merupakan kompensasi rakyat yang sudah lama menderita dan merasakan ketimpangan ekonomi. “Tak semata soal uang, tetapi rakyat sudah lama hidup susah,” kata Camat Miangas Sepno Lantaa menambahkan.
(Korpus 97: Kompas, 20 Agustus 2009)
Keadaan masyarakat Pulau Miangas dan Marore, yang merupakan
perbatasan Indonesia-Filipina, lebih memprihatinkan. Sarana penunjang
kesejahteraan begitu mahal untuk bisa mereka dapatkan. Ketersediaan
kebutuhan-kebutuhan pokok yang masih terbatas dan juga harganya tinggi
membuat mereka tak bisa berbuat banyak. Karakter Miangas dan Marore
yang merupakan pulau dengan perairan terbuka karena berada di bibir
Samudra Pasifik, membuat penyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok
seperti BBM banyak terganggu aktivitas cuaca. Namun bukan berarti
mereka dibiarkan sendiri, pemerintah harus bisa memecahkan
permasalahan tersebut sehingga masyarakat Miangas dan Marore tidak
terlantarkan lantaran faktor kondisi alam yang kurang mendukung.
Daerah-daerah perbatasan di NTT pada umumnya gersang. Pada musim kemarau ini tanah mengeras seperti batu. Karena itu, saat mengolah lahan atau ladang, umumnya warga menggunakan linggis, bukan cangkul seperti di Pulau Jawa. Itu sebabnya, mulai dari anak-anak hingga kaum ibu, mereka semua setiap hari disibukkan pekerjaan mencari air bersih sekadar untuk masak dan minum.
(Korpus 98: Kompas, 20 Agustus 2009)
Air bersih dan pengetahuan kesehatan yang minim, juga kondisi ekonomi yang pas-pasan bahkan kurang, membuat sebagian besar penduduk perbatasan hanya bisa mengenakan pakaian berwarna kumal dan lusuh.
(Korpus 99: Kompas, 20 Agustus 2009)
Daerah perbatasan NTT-Timor Leste pada umumnya merupakan
daerah gersang, sehingga sulit bagi masyarakat yang mendiami perbatasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
tersebut untuk mengembangkan pertanian demi memenuhi kepentingan
ekonominya. Kondisi alam yang seperti itu membuat anak-anak dan kaum
ibu sibuk mencari air bersih sekedar untuk masak dan minum. Selain itu
pengetahuan dan kesadaran kesehatan masyarakat juga masih minim.
Realitas kehidupan seperti itulah yang di alami para penduduk eks Timor
Timur yang sekarang mendiami NTT.
Terletak di ujung timur wilayah republik ini, pelaku pendidikan di Merauke selalau ketinggalan menerima perkembangan informasi terbaru mengenai kebijakan pendidikan yang sentralistik.
(Korpus 100: Kompas, 20 Agustus 2009)
Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke. Karakteristik tumbuh kembang anak-anak itu lekat dengan alam raya.
(Korpus 101: Kompas, 20 Agustus 2009)
Lenda tahapari, guru SD di Erambu, dekat pos perbatasan RI-Papua Niugini, menjadikan pembelajaran kontekstual sekaligus sebagai kiat untuk merangsang anak giat bersekolah.
(Korpus 102: Kompas, 20 Agustus 2009)
Selalu ketinggalan dalam mendapatkan informasi terbaru tentang
pendidikan, itulah yang dialami sekolah-sekolah yang ada di Merauke.
Kebijakan dunia pendidikan yang sentralistik justru membuat pendidikan
di Merauke sulit berkembang, karena keterlambatan dalam segala hal, baik
itu informasi pendidikan atau pun sarana dan fasilitas belajar. Oleh karena
itu, para guru pengajar di Merauke juga memanfaatkan cara-cara belajar
kontekstual, seperti memanfaat alam sebagai sarana pendidikan.
Thomas Wamang, warga suku Amungme, meratapi kaummnya yang kini justru mendewakan uang. Uang yang selayaknya jadi sarana lantas berubah menjadi tujuan dan bahayanya telah mengubah cara hidup masyarakatnya. Uang tidak lagi menjadi sarana membangun, tetapi menjadi energi yang menjerumuskan.
(Korpus 103: Kompas, 20 Agustus 2009)
Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi.
(Korpus 104: Kompas, 20 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Di Mimika, transformasi sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan
justru malah menjadi hal sebaliknya. Perubahan menuju modern terkesan
gagap karena masih minimnya pengetahuan penduduk pribumi.
Pembangunan dan investasi yang berkembang di Mimika justru
mengasingkan masyarakat pribumi, sehingga kehidupan modern tersebut
menjadi permasalahan baru, bukan mengurangi keterbelakangan yang
dialami oleh masyarakat pribumi tersebut.
b. Analisis Superstruktur
Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema ketiga
rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”:
Tabel III.4 Skematik Tema Ketiga
No. Edisi Judul Berita Skematik 1. Kompas,
11 Agustus 2009
Satu Nusa Satu Bangsa Di Pedalaman Siberut
Jenis berita features.Lead berisi kutipan lagu “Satu Nusa Satu Bangsa”. Bagian awal dijelaskan kondisi pendidikan di Daerah Pedalaman Siberut. Dilanjutkan penjelasan kondisi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang masih minim. Bagian ending berisi sengatan dengan pertanyaan dimana kehadiran negara untuk memperbaiki kesejateraan rakyatnya?
2. Kompas, 13 Agustus 2009
Sanggau Perbatasan Burung-Burung Enggang Yang Terpanggang
Jenis berita features. Jenis lead yang digunakan adalah lead yang bercerita, menceritakan kondisi kampung Panglima Abio dan Nayau. Bagian awal menceritakan pengalaman kedua Panglima yang berjuang untuk menjaga keutuhan NKRI. Namun jasa yang diberikan kedua panglima itu tak setimpal dengan imbalan kesejahteraan yang diberikan negara. Di bagian akhir berisi tempat tinggal kedua panglima tersebut yang nasibnya sama, belum memiliki taraf hidup yang layak.
3. Kompas, 14 Agustus
Perbatasan Kaltim
Jenis berita features. Lead bercerita tentang penduduk Sebatik yang sering melintas portal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
2009 Menembus Malam Ke Negeri Seberang
perbatasan. Kemudian dipaparkan penduduk Sebatik yang memanfaatkan tanah perbatasan sebagai lahan pertanian, namun para petani masih menggantungkan penjualan hasil bumi tersebut dengan negara Malaysia. Di bagian akhir ditulis potongan balik bahwa pemerintah hendaknya fokus memajukan kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat tidak terus bergantung ke negara tetangga.
4. Kompas, 15 Agustus 2009
Miangas-Marore Nasionaslisme Itu Mahal
Jenis berita features. Lead bercerita perjalanan menuju Miangas. Dilanjutkan pemaparan karakter Miangas dengan keadaan perairan cukup terbuka dan cukup memiriskan. Kemudian penjelasan keadaan kesejahteraan masyarakat Miangas yang haus akan taraf hidup layak. Di bagian akhir berisi kekecewaan masyarakat Miangas akan sikap pemerintah yang tidak kunjung memberi perhatian serius.
5. Kompas, 18 Agustus 2009
Perbatasan RI-Timor Leste Hidup Kami Ini Keras, Mama…
Jenis berita features. Diawali lead yang menceritakan suasana anak-anak pulang sekolah. Dilanjutkan penjelasan keadaan perbatasan NTT-Timor Leste yang gersang dan minim air bersih. Kehidupan masyarakat juga masih jauh dari sejahtera, ditambah lagi kondisi pendidikan yang juga belum optimal. Di bagian akhir ditutup ringkasan mengenai kehidupan masyarakat perbatasan NTT-Timor Leste yang belum bisa berfikir maju dan hanya tahu bagaimana mengisi waktu untuk bertahan hidup.
6. Kompas, 19 Agustus 2009
Lilin Selalu Menyala Di Ufuk Timur
Jenis berita features. Keberadaan lead untuk menggoda pembaca. Dilanjutkan penjelasan kegiatan belajar-mengajar yang menggunakan cara-cara kontekstual untuk merangsang anak-anak giat bersekolah. Ketinggalan menerima perkembangan informasi kebijakan pendidikan dari pusat, keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas belajar menjadi protret kondisi pendidikan di daerah ini. Di bagian akhir berisi pemaparan ketekunan tenaga pengajar di Merauke meski fasilitas yang ada masih terbatas.
7. Kompas, 21 Agustus 2009
Kumparan Fatamorgana Transformasi
Jenis berita features. Lead berisi ringkasan dari features. Bagian awal berisi pemaparan perubahan pola masyarakat pribumi menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Sosial Tak Beararah
mendewakan uang karena mereka tidak bisa menggunakannya dengan baik. Kemudian penjelasan proses transformasi masyarakat pribumi ke kehidupan modern yang tidak berjalan baik. Bagian akhir berisi pemaparan agar harmonisasi pemerintah dan masyarakat pribumi lebih serius sehingga kedua pihak sama-sama diuntungkan.
8. Kompas, 21 Agustus 2009
Perbatasan NTT-Timor Leste Daftar Masalah Di Tapal Batas
Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Di bagian awal dipaparkan keadaan kesejahteraan masyarakat eks Timor Timor yang tinggal di NTT, yang masih hidup di barak-barak pengungsian. Kemudian dijelaskan kehidupan mereka yang masih jauh dari layak karena miskinnya lapangan pekerjaan. Persoalan lain adalah persoalan batas kedua negara yang masih menjadi perdebatan sehingga menyusahkan warga yang tinggal di perbatasan. Di bagian akhir berisi pemaparan yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di perbatasan NTT-timor Leste.
c. Analisis Struktur Mikro
c. 1. Semantik
Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu:
latar, detil, dan maksud.
c. 1.1. Latar
Penggunaan strategi latar dalam tema ketiga rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Sementara pendidikan formal, meski hanya setingkat SD, menjadi hal mahal. SD terdekat dari Sangong ada di Dusun Saliguma yang berjarak sekitar 12 kilometer atau tiga jam perjalanan kaki dengan menembus hutan dan bukit.
(Korpus 105: Kompas, 11 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Keterbatasan sekolah formal di pedalaman Siberut menjadi
latar pemberitaan Kompas untuk menggambarkan keadaan
pendidikan di daerah itu yang masih jauh dari layak. Anak-anak
pedalaman Siberut baru bisa menikmati sekolah hutan yang digagas
maka lembaga swadaya Yayasan Citra Mandiri, untuk sekedar
mengerti pendidikan.
Perikehidupan dan kondisi kampung halaman Panglima Abio (68) dan Panglima Nayau (82) boleh jadi mirip situasi dua patung “Sandung” yang kami temukan di pedalaman Kecamatan Melenggang. Patung di dusun Melenggang dan Miru tersebut kepanasan di bawah sengatan matahari.
(Korpus 106: Kompas, 13 Agustus 2009)
Kompas secara eksplisit menggambarkan keadaan
kesejahteraan masyarakat kampung halaman Panglima Abio dan
Panglima Nayau seperti dua patung “Sandung” yaitu patung burung
rangkok yang terpanggang kepanasan. Masyarakat di kampung
kedua panglima itu masih haus akan kehidupan yang layak. Kedua
panglima tersebut adalah dua pahlawan yang ikut berjuang untuk
menyelesaikan konfrontasi RI-Malaysia tahun 1965-1972 dan saat
Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan
Sewarak). Namun sampai saat ini, 65 tahun Indonesia merdeka,
keadaan dua kampung halaman dari dua panglima yang pernah
berjasa untuk menjaga keutuhan NKRI masih sama, belum ada
perkembangan yang signifikan. Dua patung “Sanggau” yang
kepanasan itulah yang diambil sebagai latar pemberitaan Kompas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
untuk menggambarkan keadaan kesejahteraan dua kampung di
perbatasan Kalbar-Malaysia ini.
“Tujuan mereka cuma menjual hasil pertanian ke Tawau. Semua terjual karena sudah pesanan para pedagang di sana,” kata Khumson, Koordinator Penyuluh Pertanian Sebatik.
(Korpus 107: Kompas, 14 Agustus 2009)
Selama ini, perdagangan lintas batas tidak bermasalah. Sebab, para petani tidak pernah merusak atau menggeser patok batas kedua negara.
(Korpus 108: Kompas, 14 Agustus 2009)
Para petani di sana justru memanfaatkan lahan perbatasan untuk bertani. Kepentingannya hanya satu, hasil usaha tani ini terus terserap pasar di Tawau. Dengan begitu, kehidupan mereka juga bisa terpenuhi.
(Korpus 109: Kompas, 14 Agustus 2009)
Perbatasan Sebatik-Malaysia merupakan daerah yang subur,
yang dimanfaatkan masyarakat perbatasan untuk bertani. Hasil
pertanian itu yang nantinya akan dijual ke Pasar Tawau, Malaysia.
Masyarakat memilih perdagangan lintas batas dengan alasan harga
jual yang lebih tinggi dan kejelasan pembeli, sehingga hasil-hasil
pertanian tersebut laku terjual semuanya. Ketiga korpus di atas
menjadi latar pemberitaan Kompas, dimana masyarakat Sebatik
memanfaatkan lahan pertanian di daerah perbatasan dan menjual
hasil bumi tersebut ke Tawau, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kekecewaan masyarakat Miangas dan Marore akan hadirnya “Indonesia” di sana agak emosional, sebab sampai Indonesia merayakan kemerdekaan ke-64 rahun ini, belum ada seorang pun presiden yang berkunjung ke sana. “Kami rindu kunjungan presiden. Biar lihat rakyat perbatasan,” kata Betoel Dalope, warga Miangas.
(Korpus 110: Kompas, 15 Agustus 2009)
Kompas menggambarkan latar pemberitaan secara eksplisit,
bahwa kehidupan masyarakat Miangas-Marore benar-benar masih
jauh dari layak. Kekecewaan akan minimnya perhatian negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
masih begitu kental. Meski kemerdekaan Indonesia telah berumur
64 tahun, namun kehidupan masyarakat Miangas-Marore masih
terbelakang. Mereka merasakan begitu mahalnya untuk bisa
sejahtera, padahal mereka juga bagian dari negara Indonesia yang
berhak memperoleh perhatian pemerintah.
Terletak di ujung timur wilayah republik ini, pelaku pendidikan di Merauke selalau ketinggalan menerima perkembangan informasi terbaru mengenai kebijakan pendidikan yang sentralistik. Contohnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diterapkan secara nasional, tetapi di Merauke baru gencar disosialisasikan, terutama di sekolah swasta.
(Korpus 111: Kompas, 19 Agustus 2009)
Bagi Hendrikus Kariwop, Ketua Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Merauke, yang menaungi 163 SD-perguruan tinggi di Merauke dan sekitarnya, kisah di atas membuatnya gundah dan optimistis.
(Korpus 112: Kompas, 19 Agustus 2009)
Gundah karena pada era otonomi sekoah, substansi dan proses pendidikan masih saja harus berformat sentralistik, termasuk kurikulum. Optimis karena di tengah keterbatasan fasilitas, guru tetap bersemangat untuk menjalankan tugas pembelajaran dengan segala daya upayanya.
(Korpus 113: Kompas, 19 Agustus 2009)
Selalu tertinggal, itulah yang dialami dunia pendidikan di
daerah perbatasan. Terletak di ujung timur Indonesia membuat
pendidikan di Merauke masih sulit untuk berkembang. Hal itu
dikarenakan oleh sifat kurikulum yang masih sentralistik dan
terlambatnya informasi dari pusat yang diterima oleh daerah
tersebut. Untuk membantu proses pembelajaran maka kreativitas-
kreativitas guru sangat diperlukan di tengah keterbatasan fasilitas,
sehingga cara-cara kontekstual sering dipakai para guru dalam
menyampaikan pengetahuan kepada muridnya. Hal ini
menunjukkan bagaimana negara belum begitu serius untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
memajukan pendidikan sebagai salah satu hak seluruh bangsa
Indonesia, tak terkecuali daerah perbatasan.
Mungkin, saat ini, emas boleh jadi adalah nadi kehidupan di Timika. Nyaris semua kumparan dinamika kehidupan masyarakat Timika berpusat padanya. Namun, emas pula yang telah membuat wajah tua Pius Nimaipouw, Kepala Suku Komoro yang tinggal di Ayuka, Mimika, mengeras.
(Korpus 114: Kompas, 21 Agustus 2009) Memang sebagai kompensasi atas persoalan itu, PT Freeport memberikan dana perwalian yang besarnya masing-masing 1 juta dolar AS per tahun kepada delapan kampung yang langsung terdampak, Ayuka adalah salah satunya. Namun, sayang, dana itu justru mengubah cara hidup warga Ayuka.
(Korpus 115: Kompas, 21 Agustus 2009)
Kegagapan masyarakat pribumi (istilah Dewan Adat Papua untuk mengartikan indigenous people) Papua memasuki kehidupan modern yang kompetitif dan materialistis menurut Kepala Pemerintahan Adat Papua (DAP) Fadel Alhamid terjadi secara menyeluruh di Papua. Alasannya, tidak pernah ada rekayasa sosial yang dilakukan untuk menyiapkan masyarakat pribumi masuk dalam sistem kehidupan modern.
(Korpus 116: Kompas, 21 Agustus 2009)
Kegagapan akan cara hidup yang modern dengan
tercukupinya kebutuhan materi dialami oleh sebagian besar
masyarakat Timika. Uang sebagai kompensasi dana perwalian dari
PTFI, yang selayaknya menjadi alat pemehuan kebutuhan, namun
karena belum siap menuju cara hidup modern yang lebih baik,
justru memunculkan permasalahan baru. Hal itu merupakan
kegagalan transformasi sosial, dimana pemerintah tidak optimal
sebagai mediator antara masyarakat pribumi dengan dunia modern.
Awal Agustus lalu, Konsul Jenderal Republik Demokratik Timor Leste di Kupang, Caetamo Gutteres, dalam suatu pertemuan dengan Menteri Sekretaris Negara Bidang Keamanan Timor Leste Fransisco Gutteres di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan, sejak tahun 2002 hingga saat ini sudah ribuan warga eks Timor Timur yang minta dipulangkan ke Timor Leste. “Ekonomi keluarga jauh dari memadai. Menyekolahkan anak pun tak mampu,” demikian alasan pemohon.
(Korpus 117: Kompas, 21 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Warga eks Timor Timur yang kini mendiami perbatasan
NTT-Timor Leste, merasakan beban hidup yang kian berat. Jauh
dari kehidupan yang layak, kualitas pendidikan dan kesehatan yang
minim, membuat mereka putus asa. Sehingga mereka memohon
kepada Pemerintah untuk dipulangkan ke Timor Leste, dengan
harapan memiliki kehidupan yang lebih baik. Padahal secara
keadaulatan mereka menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang
menjadi tanggung jawab negara Indonesia. Oleh karena itu sudah
menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah Indonesia untuk lebih
memperhatikan kesejahteraan masyarakat eks warga Timor Timur,
sehingga mereka bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dan
tidak putus asa.
c. 1.2. Detil
Penggunaan detil dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme
di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Suendi memakai lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” sebagai salah satu media mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah hutan. Semua murid di sekolah yang menempati salah satu ruangan rumah panggung Mentawai milik Aman Sabba itu dikumpulkan di satu ruangan meski umur mereka amat beragam, dari tujuh hingga belasan tahun. Meski dari sisi umur sebagian siswa sekolah itu sudah layak lulus sekolah dasar (SD), mereka umumnya masih sulit berbahasa Indonesia, juga menulis dan berhitung. Dengan demikian, materi harus diajarkan dalam bahasa Mentawai. Kesulitan memahami bahasa Indonesia membuat anak-anak tidak mudah bercakap dengan pendatang atau membaca buku sehingga pengetahuan dari luar sedikit sekali terserap.
(Korpus 118: Kompas, 11 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas menjelaskan terkait kondisi
pendidikan yang masih terbelakang di pedalaman Siberut terjadi
karena ketidakmampuan para siswa untuk berbahasa Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
dengan baik dan benar. Sementara literatur-literatur dan sarana
pembelajaran yang ada, meski masih minim, sebagian besar
menggunakan bahasa Indonesia. Hal inilah mengakibatkan ilmu
pengetahuan yang bisa diserap oleh mereka sangat minim.
“Ini kehamilan saya ke-11. Sebenarnya saya sudah capek hamil. Tapi, bagaimana caranya agar tidak hamil?” tanya Bai Seggeilolo, warga Sangong, yang tengah mengandung delapan bulan. Anak nomor 10 Bai Seggeilolo berusia sekitar 1 tahun, seusia dengan cucu dari putra pertama Bai Seggeilolo. Sementara Bai Jetti, tetangga Bai Seggeilolo, hamil ke-10 kalinya lantaran sang suami masih mengharapkan tambahan anak laki-laki yang akan menjadi pewaris harta keluarga Mentawai. Dari sembilan kehamilannya terdahulu, bai Jetti mendapatkan dua anak laki-laki, tiga perempuan, dua meninggal semasa balita, dan dua kali keguguran.
(Korpus 119: Kompas, 11 Agustus 2009)
Keterbelakangan pendidikan tidak hanya dialami oleh
masyarakat di pedalaman Siberut, Mentawai, Sumatera Barat.
Pemahaman yang masih minim ditambah kurangnya tenaga medis
dan fasilitas kesehatan yang ada membuat kualitas kesehatan
masyarakat di daerah tersebut masih rendah. Hal itu yang dialami
oleh beberapa ibu yang ada di pedalaman Siberut. Mereka kesulitan
untuk mengatur kehamilan mereka lantaran pemahaman tentang
kehamilan yang sehat tidak mereka ketahui.
Sebagian besar produksi padi dijual ke Tawau karena harganya cukup tinggi Rp 4.760-Rp6.500 per kilogram. “Para petani di sana rela membeli beras lainnya yang lebih murah dengan harga Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram,” katanya. Untuk pisang, misalnya sehari saja pengiriman ke Tawau melalui satu tempat pengumpulan di terminal agrobisnis bisa, misalnya, mencapai 8 ton. Kakao mencapai 10 ton, durian mencapai 5 ton, dan cempedak 2 ton. Adapun harganya, kakao 4 sampai 6,5 ringgit atau Rp 11.200-Rp 18.200 per kilogram. Pisang satu tandan sekitar 4 ringgit (Rp 11.200) atau satu sisir seharga 70 sen (Rp 2.100). sedangkan kopi 6 ringgit (Rp 16.800) per kg. kelapa sawit 140 ringgit (Rp 392.000) per ton. Buah-buahan, seperti durian dan duku, dijual 3 ringgit (Rp 8.400) per kg.
(Korpus 120: Kompas, 14 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
“Kepastian pasar yang demikian tidak didapatkan kalau menjaul ke Tarakan atau Samarinda. Sebab, selain jaraknya jauh, ongkos angkutnya mahal, juga belum tentu terjual habis. Inilah keunggulan bertani di Sebatik,” tuturnya.
(Korpus 121: Kompas, 14 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas menjelaskan alasan para petani
Sebatik masih menggantungkan proses jual-beli hasil bumi mereka
di Pasar Tawau, Malaysia. Selain kepastian pasar yang jelas
sehingga mereka bisa menjual semua hasil pertaniannya, harga jual
di pasar tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pasar-pasar yang
ada di Kaltim seperti Tarakan dan Samarinda, yang disediakan
pemerintah. Selain itu mahalnya biaya angkut ke Tarakan dan
Samarinda juga menjadi pertimbangan bagi para petani, sehingga
mereka lebih memilih menjual barang dagangan mereka ke pasar
Tawau.
Hibor Banerah, warga di sana, mengkritik sikap pemerintah yang melarang warga membawa bensin ataupun minyak tanah yang dibeli dari Manado dimuat di kapal-kapal perintis. Kebijakan itu dinilai tidak bijaksana. “Padahal kami membawa minyak tanah hanya 10 liter dipakai masuk,” tambahnya. Masyarakat Miangas dan Marore juga sangat merasakan beban hidup menyusul merosotnya pendapatan perikanan yang menjadi sumber hidup sebagian masyarakat. Itu karena harga BBM sangat tinggi. Di Miangas dan Marore harga bensin Rp 15.000 per liter dan minyak tanah Rp 10.000 per liter. Harga bensin paling murah Rp 8.000 dan bisa dinikmati Cuma seminggu setelah pasokan BBM datang saat perahu motong datang dari Melonguane. Di Melonguane sendiri harga bensin Rp 6.000 per liter. “Orang Jakarta yang uangnya banyak membeli bensin Rp 4.500, kami yang miskin justru membeli bensin Rp 15.000. Inikah keadilan pembangunan,” tambah Hibor.
(Korpus 122: Kompas, 15 Agustus 2009)
Bukan hanya kesulitan dalam mendapatkannya, tetapi harga
BBM di Miangas dan Marore juga tinggi dan sangat memberatkan
penduduk yang tinggal di dua pulau tersebut. Mereka tidak bisa
lepas dari BBM karena 80 persen penduduk di Miangas dan Marore
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
berprofesi sebagai nelayan. Namun dengan harga BBM yang cukup
tinggi, penghasilan mereka tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan untuk melaut. Ketimpangan yang cukup besar memang
masih menjadi persoalan negeri ini, dimana mereka yang justru
mendapatkan fasilitas dan pembangunan infrastruktur publik lebih
baik, seperti di Pulau Jawa, lebih murah dan mudah untuk
memperoleh BBM. Sedangkan di Miangas dan Marore yang
notabene merupakan daerah terbelakang karena miskinnya fasilitas
dan infrastruktur publik, justru masyarakat di daerah tersebut harus
merasakan berat dan mahalnya memperoleh BBM, sekedar untuk
bisa memenuhi kebutuhan hidup. Seharusnya pemerintah bisa lebih
meratakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat
Indonesia, tak terkecuali bagi mereka yang hidup di perbatasan.
Hari itu, Senin, 3 Agustus 2009, siswa kelas VI SD Yos Sudarso, Kampung Kuper, Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Papua, itu belajar materi pelajaran tetang transaksi jual beli. Supardi (41) tak ingin menjejali siswanya dengan bahan teks. Karena itu, ia mengajak muridnya ke pasar desa, tak jauh dari sekolah mereka. Sementara itu, murid-murid kelas V dengan riuh merubung sebuah sumur di halaman sekolah. Dari bibir tembok para siswa melongok mengamati timba yang ditarik ulur seorang murid. Di sekolah itu, timba, sumur, dan airnya adalah alat peraga untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya tentang gravitasi atau gaya tarik bumi. Adapun pasar tradisional yang mempertemukan beragam komunitas suku Marind-anim dan suku-suku pendatang adalah alat peraga Ilmu Pengetahuan Sosial. Untuk pelajaran Biologi, Yoseph Ngara, guru SMP di Erambu, mengarahkan siswanya bercocok tanam di halaman sekolah. Tanaman kacang-kacangan diharapkan membangun pemahaman siswa tentang perkecambahan, fotosintesis, dan pembuahan pada tumbuhan.
(Korpus 123: Kompas, 19 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas berkisar tentang kreativitas para
guru di sekolah-sekolah di Merauke dalam memanfaatkan cara-cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
kontekstual dalam mengajar. Di tengah keterbatasan sarana dan
fasilitas sekolah, tidak membuat para guru dan murid di beberapa
sekolah di Merauke putus semangat dalam belajar. Mereka
menggunakan cara-cara kontekstual dengan memanfaatkan kondisi
alam sekitar dan lingkungan yang ada untuk merangsang dan
membantu pemahaman siswa-siswa terkait mata pelajaran yang
diberikan.
Ia mencontohkan, peluang dari pembangunan jalan oleh Pemerintah Kabupaten Sarmi ternyata tidak dapat ditangkap oleh masyarakat pribumi. Mereka justru menjual tanah di tepi jalan kepada pendatang. “Akhirnya, bukan masyarakat pribumi yang memetik manfaat terbesar dari jalan yang dibangun,” kata Alhamid. Sebaliknya, Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi. “Ketika pembukaan perkebunan sawit di Arso, Kabupaten Keerom, hutan sagu dibabat. Ketika hutan sagu dibabat, masyarakat pribumi harus makan beras. Beras harus dibeli sehingga masyarakat pribumi tiba-tiba membutuhkan uang. Tidak ada proses transformasi yang mendahului pembabatan hutan itu. Masyarakat pribumi diberikan pekerjaan di kebun sawit, padahal mereka peramu yang belum terbiasa bekerja. Mereka akhirnya dipecat, lalu bagaimana mereka akan bertahan?” Alhamid mempertanyakan.
(Korpus 124: Kompas, 19 Agustus 2009)
Detil dalam korus di atas menjelaskan tentang kegagapan
masyarakat pribumi Papua terhadap kehidupan modern yang
bertujuan untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik.
Kegagapan itu terjadi karena tidak ada proses transformasi yang
baik dari pemerintah kepada masyarakat pribumi, sehingga
pembangunan dan investasi yang diperuntukkan untuk kemajuan
kesejahteraan masyarakat pribumi gagal terwujud. Pembangunan
infrastruktur publik dan pembukaan lahan untuk pertanian tidak
bisa dimanfaatkan secara maksimal lantaran hal itu di luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
kebutuhan masyarakat pribumi, yang selama ini bertahan hidup
dengan cara meramu.
c. 1.3. Maksud
Penggunaan strategi maksud dalam tema ketiga rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Persoalan ini perlu penyelesaian sebaik-baiknya agar tidak menjadi masalah krusial natinya. Alasannya, kata Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Kabupaten Nunukan Syafaruddin, masalah pergeseran patok atau kasus Ambalat yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ini seperti menjadi lanjutan aksi Malaysia setelah merebut Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia.
(Korpus 125: Kompas, 14 Agustus 2009) Dalam korpus di atas, strategi maksud Kompas menjelaskan
bahwasannya pemerintah perlu menyelesaikan dengan baik perihal
patok perbatasan, salah satunya Indonesia-Malaysia di Sebatik.
Selama ini masyarakat di Sebatik memanfaatkan lahan di
perbatasan tersebut untuk bertani, karena lahan tersebut tergolong
subur. Namun Malaysia sering melakukan klaim-klaim di daerah
perbatasan yang selama ini dimanfaatkan oleh petani Sebatik
tersebut. Seperti halnya kasus Ambalat, jika pemerintah Indonesia
masih buruk dalam menangani patok perbatasan, maka tidak
menutup kemungkinan daerah Sebatik juga bisa diambil Malaysia,
karena selama ini para petani Sebatik juga menggantungkan diri
dengan Malaysia dalam menjual hasil buminya.
Sonny dan Hendrikus mengkritik iklan layanan sekolah gratis yang gencar ditayangkan televisi sebagai informasi menyesatkan. Gratis yang dimaksudkan pemerintah adalah gratis terbatas, hanya pada aspek tertentu.
(Korpus 126: Kompas, 19 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Bagi sekolah-sekolah di Merauke, baik itu swasta maupun
negeri, adanya BOS dari pemerintah justru tidak mendukung proses
belajar-mengajar. Hal itu karena gratis yang dimaksudkan
pemerintah hanya pada hal-hal tertentu. Sedangkan hal yang
ditangkap masyarakat Merauke gratis tersebut mencakup semua
aspek. Seharusnya pemerintah bisa memberi informasi dengan jelas
sehingga tidak merugikan berbagai pihak, terlebih informasi
pendidikan.
Akan tetapi, pemerintah sepatutnya memprioritaskan penyelesaian masalah-masalah yang belum tertangani itu, terutama dalam kaitan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan masyarakat, serta kedaulatan negara.
(Korpus 127: Kompas, 21 Agustus 2009) Dalam korpus di atas, Kompas dengan jelas menjelaskan
prioritas yang harus diambil oleh pemerintah dalam menangani
permasalahan-permasalahan di daerah tapal batas Indonesia. Untuk
mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan
masyarakat, selian memacu pembangunan, pemerintah hendaknya
mengoptimalkan kinerja lembaga-lembaga pelayanan publik.
Sedangkan terkait permasalahan kedaulatan negara, pemerintah
juga harus tegas dalam menentukan batas-batas tersebut dengan
pembangunan patok-patok perbatasan serta melakukan pengawasan
yang lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
c. 2. Sintaksis
Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk
kalimat dan kata ganti.
c. 2.1. Bentuk Kalimat
Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks dalam tema
ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”:
“Baru satu bulan ini mereka bisa menyanyikan lagu tersebut. Sementara baru sebatas mampu menghafal syair dan belum mengerti maknanya,” ucap Suedi (24), pemuda Dusun Salappak, Siberut Selatan, yang mengajarkan lagu itu.
(Korpus 128: Kompas, 11 Agustus 2009)
Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke.
(Korpus 129: Kompas, 19 Agustus 2009)
Sebagai veteran, Nayau rupanya tak lagi mendapat pensiun – sebagaimana nasib panglima Abio di Dusun Punti Tapou, Desa Nekan, Kecamatan Entikong.
(Korpus 130: Kompas, 13 Agustus 2009) Suatu waktu penduduk kekurangan pangan karena tak ada kapal yang berani masuk. Terpaksa warga mengonsumsi galuga, kelapa yang dikeringkan dimakan dengan daun ubi talas.
(Korpus 131: Kompas, 15 Agustus 2009)
Tapi, apa arti terminal jika warga tak bisa memasarkan hasil perkebunan dan perikanan.
(Korpus 132: Kompas, 15 Agustus 2009)
Tapi, sebagian besar masyarakat tetap harus mengambil air ke sumber air yang jauh.
(Korpus 133: Kompas, 18 Agustus 2009)
Yang membuat mereka khawatir justru adanya tindakan aparat Malaysia yang melancarkan klaim di beberapa areal pertanian milik warga Sebatik yang masuk wilayah negara tersebut.
(Korpus 134: Kompas, 14 Agustus 2009)
Tidak hanya itu, limpahan uang ternyata lebih banyak mengalir keluar dari Timika karena hampir 100 persen sektor ekonomi dikuasai pendatang.
(Korpus 135: Kompas, 21 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Pada Korpus 128 dan 129, Kompas menggunakan bentuk
kalimat aktif untuk menjelaskan kondisi pendidikan di daerah
perbatasan yang masih terbelakang. Stategi penggunaan kalimat
aktif tersebut memberi kesan bahwa mereka yang hidup di wilayah
aktif dalam memenuhi kebutuhan pendidikan meski kondisi
pendidikan di daerah tersebut masih belum layak.
Selanjutnya pada korpus 130, 131, 132, dan 133, bentuk
kalimat aktif digunakan Kompas untuk menjelaskan kondisi
kesejahteraan masyarakat perbatasan yang masih jauh dari layak.
Masyarakat perbatasan tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya karena minimnya fasilitas pemenuhan
kebutuhan hidup dan keadaan alam yang kurang mendukung.
Sedangkan pada korpus 134 dan 135, bentuk kalimat aktif
digunakan Kompas untuk menjelaskan pihak-pihak yang bukan
merupakan masyarakat pribumi perbatasan yang mengusasai
daerah perbatasan. Hal itu memberikan kesan pihak luar berada di
atas, sedangkan masyarakat perbatasan berada di bawah atau
sebagai obyek.
Selain penggunaan bentuk kalimat aktif, Kompas juga
menggunakan bentuk kalimat pasif:
Kelimanya dihormati dan disegani karena jasa-jasa mereka. (Korpus 136: Kompas, 13 Agustus 2009)
Pada saat kasus Ambalat memanas Juni lalu, misalnya, beberapa warga Desa Sungai Pancang, Kecamatan Sebatik, semapat dikejutkan dengan pemasangan patok-patok kayu di areal persawahan seluas 290 hektar.
(Korpus 137: Kompas, 14 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Untuk mengambil kayu di hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus.
(Korpus 138: Kompas, 15 Agustus 2009)
Masyarakat perbatasan terkesan merupakan orang-orang yang pasrah pada keadaan. Mereka perlu terus dimotivasi untuk bangkit dan maju.
(Korpus 139: Kompas, 18 Agustus 2009)
Seperti diceritakan Petrus Naif (43) dan Tobias Bifel (47), dalam seminggu biasanya mereka hanya dua kali makan nasi.
(Korpus 140: Kompas, 19 Agustus 2009)
Hal itu diperparah oleh ketiadaan akulturasi antara masyarakat pribumi dan sistem nilai modern.
(Korpus 141: Kompas, 21 Agustus 2009) Buku pelajaran Bahasa Indonesia, Sains, dan Matematika yang mestinya digunakan taun 2008 baru tiba di sekolah itu awal Agustus 2009.
(Korpus 142: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 136, 137, 138, 139, 140, dan 141, bentuk
kalimat pasif yang digunakan Kompas memberi kesan penduduk
perbatasan yang serasa kecil, tak bisa berbuat banyak dalam
mewujudkan kesejahteraan hidup, dan memprihatinkan.
Sedangkan pada korpus 142, bentuk kalimat pasif
digunakan Kompas untuk menunjukkan pendidikan di wilayah
perbatasan yang masih tertinggal. Hal itu dengan sajian
pemberitaannya terkait penyediaan fasilitas pendidikan yang
terlambat didatangkan dari pemerintah pusat.
c. 2.2. Kata Ganti
Strategi penggunaan kata ganti Kompas hanya muncul
dalam satu sajian berita dengan pemakaian kata ganti “kami”.
“Kita berhenti dulu. Minum dululah, terik sekali,” ujar Nimus Mulyadi, Kepala Desa Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, yang memandu kami di perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar)-Serawak di Desa Lubuk Sabuk, Kecamatan Melenggang, Sanggau, Kalbar.
(Korpus 143: Kompas, 13 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Penggunaan kata ganti “kami” tersebut memberi kesan ada
jarak antara Kompas sebagai komunikator dengan khalayak.
Sehingga Kompas menjadi satu-satunya media yang mengamati
kehidupan masayarakat di tapal batas, kemudian menjelaskan
kepada khalayak melalui berita-beritanya.
c. 3. Leksikon
Strategi leksikon dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di
Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Pakaian dan tubuh mereka lusuh dan basah karena lumpur sungai, tetapi wajah berbedak debu jalanan.
(Korpus 144: Kompas, 13 Agustus 2009)
Orang-orang desa mencari nafkah ke sungai atau membakar hutan dengan hati ringan untuk bercocok tanam.
(Korpus 145: Kompas, 13 Agustus 2009) Padahal, beras yang dijual ke Tawau itu bukan padi yang baru dipanen, tetapi hasil panen tahun lalu. Ini memperlihatkan manajemen ketahanan pangan warga perbatasan juga berjalan baik.
(Korpus 146: Kompas, 14 Agustus 2009)
Sedangkan tiga kapal perintis yang disubsidi pemerintah untuk melayari pulau-pulau di kawasan perbatasan enggan masuk.
(Korpus 147: Kompas, 15 Agustus 2009)
Mereka hanya tahu bagaimana mengisi waktu untuk bertahap hidup. (Korpus 148: Kompas, 18 Agustus 2009)
Kepala SD Inpres Mopah Baru, LL Salamun, menggerutu karena buku-buku pelajaran kiriman Departemen Pendidikan Nasional tela tiba di sekolah.
(Korpus 149: Kompas, 19 Agustus 2009)
Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke.
(Korpus 150: Kompas, 19 Agustus 2009)
Sebaliknya, Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi.
(Korpus 151: Kompas, 21 Agustus 2009)
Supardi (41) tak ingin menjejali siswanya dengan bahan teks. Karena itu, ia mengajak muridnya ke pasar desa, tak jauh dari sekolah mereka.
(Korpus 152: Kompas, 19 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Sonny dan Hendrikus mengkritik iklan layanan sekolah gratis yang gencar ditayangkan televisi sebagai informasi menyesatkan.
(Korpus 153: Kompas, 19 Agustus 2009)
Thomas Wamang, warga suku Amungme, meratapi kaummnya yang kini justru mendewakan uang.
(Korpus 154: Kompas, 21 Agustus 2009)
Sebenarnya, apa yang menyebabkan keterpurukan warga eks Timor Timur (kini Timor Leste) itu, dan adakah peluang mereka untuk maju di negeri ini?
(Korpus 156: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, dan 151,
strategi leksikon Kompas adalah untuk mengahaluskan makna. Kata
“berbedak” memberi kesan masyarakat perbatasan yang hidup serba
terbatas dan belum layak namun tetap menjalani kehidupan tersebut
dengan ikhlas. Kata “hati ringan” pada korpus 145 digunakan Kompas
untuk menjelaskan masyarakat perbatasan yang belum bisa berpikir
panjang cara bercocok tanam yang baik dan benar. Kata “manajemen
ketahanan pangan” memberi kesan masyarakat yang hidup di
perbatasan Sebatik sudah bisa berpikir maju dan modern sehingga
memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. Pada korpus 147 dan 151,
penggunaan kata “enggan” dan “memarjinalkan” menunjukkan
Kompas secara halus mengkritik kebijakan-kebijakan pada pemerintah.
Pada korpus 148 kalimat “mengisi waktu bertahan hidup”
menjelaskan kehidupan masyarakat perbatasan khususnya bagi warga
eks Timor-Timur yang mendiami NTT, masih sangat memprihatinkan.
Selain kesejahteraan hidup yang belum layak, mereka juga belum bisa
berpikir maju. Sedangkan kata “menggeturu” pada korpus 149
memberi kesan bahwa pengajar di wilayah perbatasan sebagai sosok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
yang lemah, tidak bisa berbuat banyak dalam mengkritik kebijakan
pemerintah yang sebenarnya cukup merepotkan bagi perkembangan
dunia pendidikan di wilayah perbatasan. Untuk kata “formula jitu”
pada korpus 150 menunjukkan semangat dan kreativitas para tenaga
pengajar di wilayah perbatasan yang masih minim fasilitas dan sarana
penunjang pendidikan.
Selain penggunaan strategi leksikon yang bertujuan untuk
menghaluskan makna, Kompas juga menggunakan leksikon untuk
mengasarkan makna. Pada korpus 152, kata “tak ingin menjejali”
memberi kesan siswa sekolah di perbatasan masih tertinggal sehingga
dalam mengajar para guru tidak ingin terlalu banyak dalam
mengajarkan materi. Kata “informasi menyesatkan” menunjukkan
pemerintah salah dalam melakukan sosialisasi di dunia pendidikan.
Pada korpus 154 kata “mendewakan” memberi kesan penduduk Papua
di wilayah perbatasan yang tidak siap dengan cara hidup modern
sehingga salah menggunakan uang sebagai alat pemenuh kebutuahan.
Sedangkan kata “keterpurukan” menunjukkan banyak warga eks
Timor-Timur yang mendiami NTT jatuh miskin dan belum bisa
bangkit dari kemiskinan tersebut.
c. 4. Retoris
Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan
metafora.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
c. 4.1. Grafis
Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan
Kompas:
Perikehidupan dan kondisi kampung halaman Panglima Abio (68) dan Panglima Nayau (82) boleh jadi mirip situasi dua patung “Sandung” yang kami temukan di pedalaman Kecamatan Melenggang.
(Korpus 157: Kompas, 13 Agustus 2009)
Namun, sebagai “pahlawan”, sebagai teladan yang sejak muda mengorbankan nasionalisme, keadaan mereka pahit dalam kenyataan hidup.
(Korpus 158: Kompas, 13 Agustus 2009)
Megawati mengatakan, faktor paling penting adalah meningkatkan peran manusianya dan paradigma bahwa perbatasan adalah halaman belakang dan wilayah pinggiran, harus dirubah menjadi “halaman depan Indonesia”.
(Korpus 159: Kompas, 15 Agustus 2009) Kekecewaan masyarakat Miangas dan Marore akan hadirnya “Indonesia” di sana akal emosional, sebab sampai Indonesia merayakan kemerdekaan ke-64 rahun ini, belum ada seorang pun presiden yang berkunjung ke sana.
(Korpus 160: Kompas, 15 Agustus 2009)
Dalam strategi grafisnya, Kompas menggunakan tanda (“)
untuk menandai kata-kata yang dianggap penting oleh Kompas.
Pada korpus 157 kata “Sandung” diartikan patung tua sepasang
burung enggang dan orang-orangan di bawahnya, yang panas
tersengat matahari. Kompas menggambarkan kehidupan
masyarakat di perbatasan Kalbar-Malaysia yang masih haus
kesejahteraan layaknya patung “Sandung” yang tersengat matahari.
Pada korpus 158 kata “pahlawan” ditandai Kompas karena ingin
menunjukkan bahwa Panglima Abio dan Panglima Nayau adalah
seorang pahlawan namun kehidupan mereka saat ini belum layak.
Hal itu dikarenakan sikap pemerintah dalam menjamin kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
pahlawan tersebut tidak sepadan dengan balas jasa yang mereka
berikan.
Selanjutnya pada korpus 159 , kalimat “halaman depan
Indonesia” memberikan arti bahwa wilayah perbatasan penting
untuk diperhatikan. Akan tetapi, untuk menambah pentingnya
pesan tersebut Kompas memberikan penandaan pada kalimat
tersebut. Kompas yang melakukan peliputan di wilayah perbatasan
melihat pemetintah belum optimal mewujudkan kesejahteraan di
wilayah perbatasan Indonesia, sehingga Kompas ingin
menunjukkan begitu pentingnya perhatian negara bagi wilayah
perbatasan.
c. 4.2. Metafora
Untuk strategi metafora, dalam tema ketiga rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menyajikan 2 korpus.
“Hidup kami keras, mama…. Tais (tenunan) yang kami buat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu, kami juga harus mencari pekerjaan lain, seperti mencari pekerjaan lain, seperti mencari kayu bakar untuk dijual atau membersihkan ladang orang lain agar mendapat upah dua,” kata mereka kompak.
(Korpus 161: Kompas, 18 Agustus 2009)
Mereka ibarat lilin tak kenal padam. (Korpus 162: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 161, penggunaan kiasan “hidup kami keras,
mama…” menjelaskan kehidupan masyarakat perbatasan masih
jauh dari layak. Sedangkan pada korpus162, penggunaan kiasan
“mereka ibarat lilin tak kenal padam” adalah penggambaran
Kompas akan semangat para pengajar di perbatasan Papua. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
tengah keterbatasan dan kebijakan pendidikan sentralistik yang
kurang mendukung perkembangan pendidikan di wilayah tersebut,
para guru pengajar secara kreatif memanfaatkan cara-cara
kontekstual untuk mendukung pemahaman para siswa.
4. Tema: Potensi Daerah yang Masih Minim Perhatian Negara
a. Analisis Struktur Makro
Dalam tema keempat ini, Kompas menyajikan tiga berita.
Menurut Jazali, hampir setiap minggu ada saja turis asing – biasanya dari Amerika dan Eropa – yang menginap 1-2 malam di uma. Ada dua daya tarik di situ: mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang eksotis serta menikmati aliran Sungai Butui nan jernih serta dikelilingi pasir dan bebatuan putih di depan uma.
(Korpus 163: Kompas, 20 Agustus 2009) Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar.
(Korpus 164: Kompas, 20 Agustus 2009)
Namun, berbagai keunggulan itu seolah belum mampu membuat negara untuk melihat Mentawai secara lebih serius. Fasilitas umum seperti kesehatan dan pendidikan di daerah kaya itu umumnya masih terbekalai. Aliran listrik dan jalan amat terbatas.
(Korpus165: Kompas, 20 Agustus 2009)
Potensi wisata yang dimiliki pedalaman Siberut, Mentawai,
Sumatera Barat, membuat banyak wisatawan asing sering berkunjung.
Namun eksotisme yang disuguhkan suku Mentawai beserta pemadangan
alam yang dimilikinya, belum bisa menggugah pemerintah untuk lebih
serius memperhatikan dan mengembangkan potensi pariwisata tersebut.
Padahal jika hal itu dikembangkan, banyak pihak yang diuntungkan.
Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. Keberadaan pulau Nipah – yang hampir lenyap saat air laut pasang sebelum direklamasi – menunjukkan betapa penting pulau terluar sebagai titik batas wilayah NKRI, termasuk titik tolak perundingan batas wilayah.
(Korpus 166: Kompas, 20 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi.
(Korpus 167: Kompas, 20 Agustus 2009)
Sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Pulau Nipah
merupakan salah satu simbol pertahanan di batas perairan Indonesia. Oleh
karena itu, sudah menjadi keharusan bagi negara untuk memperhatikan
pulau ini dan pulau-pulau lain di tapal batas perairan Indonesia, karena
pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis di bidang politik yaitu sebagai
penjaga kedaulatan wilayah NKRI. Selain sebagai simbol pertahanan di
batas perairan, Pulau Nipah juga memiliki nilai strategis lain yang bisa
dikembangkan, yaitu dari segi ekonomi dan konservasi.
Karena kondisi inilah para TKI ilegal yang dideportasi menjadi incaran PJTKI. Mereka dipekerjakan kembali di Sabah. Cara ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan harus mengongkosi pengiriman para calon TKI yang didatangkan seperti dari Nusa Tenggara, Jawa, dan Sulawesi.
(Korpus 168: Kompas, 20 Agustus 2009)
Di perbatasan Kaltim-Malaysia, potensi penghasilan devisa negara
melalui pengiriman TKI ke Malaysia cukup banyak, namun banyak juga
dari mereka merupakan TKI ilegal. Banyaknya TKI ilegal ini yang
kemudian difasilitasi dan dikirim kembali oleh PJTKI.
b. Analisis Superstruktur
Skematik berita-berita Kompas dalam tema keempat rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Tabel III.5 Skematik Tema Keempat
No. Edisi Judul Berita Skematik 1. Kompas,
11 Agustus 2009
Potensi Wisata Mentawai Mendandani Si Cantik Nan
Jenis berita features. Keberadaan lead untuk menggoda pembaca. Bagian awal berisi tentang kehadiran para turis asing untuk menikmati keesoktisan wisata di Butui, Mentawai. Dijelaskan pula tempat-tempat di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Eksotis… Butui yang mengundang kunjungan para wisatawan asing tersebut. Bagian ending mempertanyakan kehadiran pemerintah untuk lebih memperhatikan Butui yang memiliki potensi eksotis tersebut.
2. Kompas, 12 Agustus 2009
Pulau Nipah Simbol Pertahanan Negara Kepulauan
Jenis berita features. Lead berisi deskripsi tentang Pulau Nipah. Bagian awal dijelaskan keadaaan perairan di perbatasan Pulau Nipah dengan Singapura. Kemudian dijelaskan nilai strategis Pulau Nipah sebagai simbol pertahanan di wilayah perbatasan. Di bagian akhir berisi diskripsi peran negara untuk lebih memperhatikan pembangunan di pulau-pulau terluar Indonesia.
3. Kompas, 14 Agustus 2009
Nunukan, Kota “Daur Ulang” Untuk Penghasil Devisa
Jenis berita features. Gabungan beberapa lead menjadi awal feature ini. Dilanjutkan penjelasan kondisi para TKI ilegal yang dideportasi kemudian ditampung PJTKI di Nunukan. Para TKI tersebut kemudian akan dibantu PJTKI untuk melengkapi dokumen-dokumen agar bisa kembali bekerja sebagai TKI di Sabah. Kegiatan “daur ulang” TKI ilegal di Nunukan itu masih subur.
c. Analisis Struktur Mikro
c. 1. Semantik
Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu:
latar, detil, dan maksud.
c. 1.1. Latar
Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Kehadiran wisatawan asing ini membuat Jazali memperoleh pemasukan yang lumayan karena setiap rombongan biasa memberinya uang sebelum pergi. Selain itu, juga membuatnya mampu sedikit berbahasa Indonesia, Inggris, dan berhitung.
(Korpus 169: Kompas, 11 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
Potensi eksotis yang dimiliki pedalaman Siberut mampu
mengundang daya tarik turis asing untuk berkunjung ke tempat itu.
Bisa mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai dan menikmati
indahnya keindahan alam di Mentawai adalah alasan bagi para turis
menghabiskan waktu satu hingga dua hari untuk berwisata di Butui,
Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai,
Sumatera Barat. Dengan kehadiran para turis tersebut, masyarakat
Mentawai memperoleh pemasukan. Tidak hanya itu, para turis juga
mengajari mereka berbahasa Inggris, Indonesia, dan berhitung.
Dengan demikian, keduanya sama-sama diuntungkan. Hal inilah
yang menjadi latar pemberitaan Kompas, dimana potensi yang
dimiliki Mentawai yang jelas mendatangkan keuntungan
seharusnya mendapatkan perhatian dan dikembangkan pemerintah.
Pada 10 Maret 2009, Pemerintah RI dan Singapura menandatangani perjanjian batas wilayah laut di antara kedua negara untuk segmen barat. Perundingan untuk menyepakati batas laut di atas Pulau Nipah. (Kompas, 11/3).
(Korpus 170: Kompas, 12 Agustus 2009)
Kesepakatan itu memiliki arti penting bagi Indonesia. Apalagi Indonesia sudah diakui dunia internasional sebagai negara kepulauan (archipelagic state) melalui ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 dengan UU No 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS.
(Korpus 171: Kompas, 12 Agustus 2009)
Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. Keberadaan pulau Nipah – yang hampir lenyap saat air laut pasang sebelum direklamasi – menunjukkan betapa penting pulau terluar sebagai titik batas wilayah NKRI, termasuk titik tolak perundingan batas wilayah.
(Korpus 172: Kompas, 12 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Pulau Nipah menjadi salah satu pulau terluar Indonesia
yang bisa menjadi simbol pertahanan negara dalam menjaga
keutuhan negara. Dengan diakuinya Indonesia sebagai negara
kepulauan (archipelagic state) melalui ratifikasi UNCLOS tahun
1982 dengan UU N0. 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS, maka
Indonesia bisa menjadikan aturan itu sebagai dasar untuk lebih
memperhatikan pulau-pulau terluar Indonesia, karena pulau-pulau
tersebut sebagai penjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu
perhatian konkret negara dalam mengurus pulau-pulau terluar perlu
diwujudkan.
Mereka mendata sebanyak-banyaknya TKI ilegal tersebut. Para petugas PJTKI itu menjadi penjamin untuk mereka yang terdata selama di Nunukan.
(Korpus 173: Kompas, 14 Agustus 2009)
Oleh orang-orang yang menjadi penjamin tadi, mereka dibawa ke rumah-rumah yang menjadi tempat penampungan. Dari proses inilah sebagian besar mereka kembali terlibat dalam “daur ulang” untuk bisa masuk lagi ke Sabah menjadi TKI lagi.
(Korpus 174: Kompas, 14 Agustus 2009)
Persoalan TKI ilegal memang cukup familiar bagi negara
ini. Hal tersebut juga dialami oleh Nunukan, Kalimantan Timur.
Persolaan TKI ilegal yang dideportasi dari Sabah, Malaysia, itulah
yang menjadi salah satu peluang PJTKI untuk memfasilitasi
mereka agar bisa bekerja lagi sebagai TKI secara ilegal. Fasilitas
tersebut seperti penampungan, pemberian pembekalan, dan
pengurusan surat-surat untuk kelengkapan TKI. Kegiataan itu lebih
menguntungkan bagi PJTKI karena tidak perlu mengeluarkan biaya
terlalu besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
c. 1.2. Detil
Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Eksotisme ala Butui tersebut masih ditambah indahnya perjalanan untuk mencapainya, yaitu naik pompang – perahu kayu dengan mesin tempel – selama sekitar 4 jam dari Muara Siberut, ibu kota Kecamatan Siberut Selatan menuju Desa Madobag. Dari Madobag, berjalan kaki sekitar 1,5 jam melalui hutan untuk menuju uma.
(Korpus 175: Kompas, 11 Agustus 2009)
Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar. Ombak di kepulauan Mentawai – oleh berbagai organisasi selancar – merupakan terbaik ketiga sejagat setelah Hawaii dan Tahiti. Di Mentawai, selancar biasanya dilakukan di Pulau Nyangnyang, Karang Majat, Masilok, Botik, dan Mainuk. Puncak kunjungan wisatawan ada di bulan Juli dan Agustus. Saat itu ketinggian ombak di Mentawai mencapai 7 meter.
(Korpus 176: Kompas, 11 Agustus 2009)
Potensi wisata yang dimiliki Pulau Mentawai, Sumatera
Barat benar-benar mengundang kunjungan wisata mancanegara.
Selain ingin mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang
eksotis, Kompas memberi keterangan detil mengenai eksotisme
yang dimiliki Mentawai. Perjalanan menuju Butui – salah satu
daerah di pedalaman Mentawai yang masih kental dengan nuansa
kehidupan suku Mentawai – menjadi salah satu daya tarik
tersendiri. Daya tarik tersebut dimana perjalanan yang memakan
waktu kurang lebih 5,5 jam menaiki perahu pompang dan berjalan
kaki, disuguhi indahnya pemandangan hutan selama perjalanan.
Selain itu, eksotisme juga dimiliki oleh pantai-pantai di Pulau
Mentawai dengan suguhan ombak yang oleh berbagai organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
selancar, mengkategorikan ombak di pantai-pantai Pulau Mentawai
menjadi terbaik ketiga setelah Hawaii dan Tahiti. Oleh sebab itu
daerah pantai di Mentawai bermunculan resor mewah untuk para
turis. Dengan beragamnya potensi eksotis yang dimiliki Pulau
Mentawai ini, seharusnya pemerintah lebih serius untuk
memperhatikan dan memajukan sektor pariwisata di daerah
tersebut, bukan membiarkan daerah tersebut berkembang sendiri
dengan dengan mengandalkan pengelolaan pihak asing.
Itulah yang menjadi alasan kuat mengapa Pulau Nipah direklamasi sejak 2004. Dari sekian banyak pulau terluar di Indonesia, hanya Pulau Nipah yang direklamasi secara besar-besaran. Pulau Nipah jadi simbol pertahanan di wilayah perbatasan. Direktur Rawa dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Jaya Murni mengungkapkan, biaya reklamasi Pulau Nipah sejak 2004 mencapai Rp 365 miliar. Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi. Untuk zona pertahanan, pemerintah tetap menempatkan Pos TNI AL dan dermaga TNI AL. untuk zona ekonomi, kemungkinan dibuat tempat transit kapal-kapal tanker untuk pengisian bahan bakar, air, dan kebutuhan pokok. Untuk zona konservasim ditanam tanaman bakau.
(Korpus 177: Kompas, 12 Agustus 2009)
Keberadaan Pulau Nipah di perairan perbatasan Indonesia-
Singapura memiliki nilai strategis secara politis. Hal itu karena
Pulau Nipah menjadi salah satu simbol pertahanan kedaulatan
Indonesia. Korpus 139 dan 140 tentang arti penting Pulau Nipah
tersebut, sehingga pemerintah secara besar-besaran mereklamasi
keberadaan pulau tersebut. Potensi Pulau Nipah juga tidak hanya
sebatas nilai strategis secara politis sebagai penjaga pertahanan
kedaulatan NKRI, melainkan juga bisa dikembangkan dari sektor
ekonomi dan konservasi. Oleh sebab itu rencana pemerintah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
mengembangkan zona ekonomi terbatas dan konservarium di Pulau
Nipah sudah seharusnya segera diwujudkan.
c. 1.3. Maksud
Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Negara perlu mengatur jangan sampai kekayaan alam ini jatuh ke tangan asing, antara lain membekali kemampuan masyarakat setempat mengelola kawasan mereka. Jika tidak, kekayaan alam Mentawai nan cantik ini sangat mungkin diserahkan pengelolaannya ke tangan asing.
(Korpus 178: Kompas, 11 Agustus 2009) Dalam korpus di atas, maksud dari pemberitaan Kompas
sangat jelas yaitu kehadiran pemerintah untuk mengatur kekayaan
alam Mentawai yang bisa dikembangkan dari sektor pariwisata.
Selama ini pembangunan pariwisata di Mentawai sudah didahului
oleh investor-investor asing dengan mendirikan beberapa resor
mewah di pantai-pantai yang ada di Mentawai. Jika pemerintah
tidak mengatur dan memanfaatkan dengan baik para investor asing
ini, maka tidak menutup kemungkinan pengelolaan pariwisata di
Mentawai akan dikuasai pihak asing.
c. 2. Sintaksis
Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk
kalimat dan koherensi.
c. 2.1. Bentuk Kalimat
Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar.
(Korpus 179: Kompas, 11 Agustus 2009)
Dalam enam bulan terakhir, Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan mencatat sedikitnya 2.000 orang dipulangkan dari Sabah.
(Korpus 180: Kompas, 14 Agustus 2009)
Kedua korpus di atas menggunakan bentuk kalimat aktif.
Pada korpus 179, bentuk kalimat aktif tersebut untuk menunjukkan
pihak asing yang mengembangkan potensi pariwisata di Mentawai
di tengah minimnya perhatian negara. Hal itu untuk menguatkan
bahwa selama ini pemerintah masih membiarkan potensi wisata di
pedalaman Siberut dan justru mengandalkan pihak asing dalam
pengelolaannya. Padahal seharusnya pemerintah menjadi pengatur
pengelolaan pariwisata di wilayah itu agar nantinya tidak jatuh ke
tangan asing. Sedangkan Pada korpus 180, bentuk kalimat aktif
menjelaskan tugas pemerintah dalam mengurus permasalahan TKI
ilegal yang begitu besar di Indonesia.
Selain penggunaan bentuk kalimat aktif, Kompas juga
menggunakan bentuk kalimat pasif.
Sejumlah aset di daerah itu juga mulai dikelola orang asing, seperti resor mewah di sejumlah lokasi selancar.
(Korpus 181: Kompas, 11 Agustus 2009)
Saat diminta keluar satu per satu dari kapal, tidak ada kegembiraan di wajah para TKI ilegal tersebut. Yang ada hanyalah wajah-wajah kelelahan.
(Korpus 182: Kompas, 14 Agustus 2009)
Pada korpus 181, bentuk kalimat pasif menjelaskan daerah
Mentawai yang mulai dikuasai pihak asing. Penduduk setempat
tidak bisa mengembangkan potensi wisata tersebut dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
minimnya pengetahuan dan modal dalam pengelolaannya.
Sedangkan perhatian pemerintah untuk mengembangkan potensi
wisata di daerah tersebut belum optimal sehingga yang terjadi
pihak asinglah yang banyak mengambil keuntungan. Sedangkan
pada korpus 182, bentuk kalimat pasif menjelaskan para TKI ilegal
yang terlibat berbagai masalah sehingga dideportasi ke Indonesia.
Penggunaan bentuk kalimat pasif untuk menambah kesan lemahnya
para TKI ilegal yang dideportasi seperti makna dari pemberitaan
Kompas, dimana tidak ada kegembiraan pada wajah para TKI
tersebut.
c. 2.2. Koherensi
Jenis koherensi yang digunakan Kompas pada tema
keempat adalah koherensi kondisional.
Eksotisme ala Butui tersebut masih ditambah indahnya perjalanan untuk mencapainya, yaitu naik pompang – perahu kayu dengan mesin tempel – selama sekitar 4 jam dari Muara Siberut, ibu kota Kecamatan Siberut Selatan menuju Desa Madobag. Dari Madobag, berjalan kaki sekitar 1,5 jam melalui hutan untuk menuju uma.
(Korpus 183: Kompas, 11 Agustus 2009)
Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi. Untuk zona pertahanan, pemerintah tetap menempatkan Pos TNI AL dan dermaga TNI AL. untuk zona ekonomi, kemungkinan dibuat tempat transit kapal-kapal tanker untuk pengisian bahan bakar, air, dan kebutuhan pokok. Untuk zona konservasim ditanam tanaman bakau.
(Korpus 184: Kompas, 12 Agustus 2009)
Dalam strategi koherensi kondisionalnya Kompas
menggunakan kata “yaitu” untuk menjelaskan potensi yang
dimiliki dua daerah perbatasan di Indonesia, yaitu Mentawai dan
Pulau Nipah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
c. 3. Leksikon
Strategi leksikon dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di
Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Ada dua daya tarik di situ: mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang eksotis serta menikmati aliran Sungai Butui nan jernih serta dikelilingi pasir dan bebatuan putih di depan uma.
(Korpus 185: Kompas, 11 Agustus 2009)
Ombaik di kepulauan Mentawai – oleh berbagai organisasi selancar – merupakan terbaik ketiga sejagat setelah Hawaii dan Tahiti.
(Korpus 186: Kompas, 11 Agustus 2009)
Namun, pengurusan dokumen TKI di Nunukan sekarang melesu. (Korpus 187: Kompas, 14 Agustus 2009)
Kata “eksotis” pada korpus 185 digunakan Kompas untuk
menggambarkan kehidupan suku Mentawai yang masih memegang
teguh adat-istiadat dan budaya setempat, sehingga hal itu menjadi daya
tarik wisatawan untuk mengunjungi dan merasakan secara langsung
keseharian kehidupan suku Mentawai. Sedangkan pada korpus 186,
Kompas memilih kata “sejagat”. Hal itu memberi kesan lebih
menguatkan akan pesona alam yang dimiliki kepulauan Mentawai.
Untuk kata “melesu” pada korpus 187 memberi kesan TKI malas
dalam mengurus dokumen sebagai persyaratan TKI yang sah untuk
bekerja di Malaysia, akibatnya akan muncul lagi persoalan TKI ilegal.
c. 4. Retoris
Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema keempat rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
c. 4.1. Grafis
Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan
Kompas:
“Tempat tidur itu untuk para turis. Mereka juga yang membelinya, juga barang lain seperti tas,” kata Aman Jazali, sikerei yang menghuni rumah adat tersebut. Sikerei adalah pemimpin upacara adat.
(Korpus 188: Kompas, 11 Agustus 2009) Pulau seluas sekitar 1,5 hektar saat air laut pasang ini sebelum direklamasi berupa karang saja, tidak berpenghuni, dan nyaris “tenggelam” bila air laut pasang.
(Korpus 189: Kompas, 12 Agustus 2009)
Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan.
(Korpus 190: Kompas, 12 Agustus 2009)
Hanya dalam hitungan satu jam, para TKI itu sudah “ludes” dari pelabuhan tersebut.
(Korpus 191: Kompas, 14 Agustus 2009)
Tidak heran kegiatan “daur ulang” TKI ilegal di Nunukan masih subur.
(Korpus 192: Kompas, 14 Agustus 2009)
Ada dua macam tanda yang digunakan Kompas untuk
menunjukkan strategi grafisnya, yaitu kata yang dicetak miring dan
penggunaan tanda (“). Pada korpus 188, kata “sikerei” dicetak
miring. “Sikerei” adalah pemimpin upacara adat. Selain Kompas
sudah memberikan pengertian pada kata tersebut, namun
penandaan pada kata tersebut memberi kesan untuk lebih
menunjukan eksotisme kehidupan suku Mentawai yang masih
menjunjung tingi adat-istiadat dan budaya setempat.
Sedangkan pada korpus 189, 190, 191, dan 192, Kompas
memakai tanda (“) dalam penggunaan strategi grafisnya. Kata
“tenggelam” dan “secuil” pada korpus 189 dan 190 memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
kesan meski luas Pulau Nipah kecil tetapi menjadi hal penting
sebagai penjaga kedaulatan NKRI, sehingga dibuat agar pulau
tersebut jangan sampai tenggelam meski air laut pasang.
Sedangkan kata “ludes” menjelaskan bahwa pendataan PJTKI
terkait TKI ilegal yang dideportasi Malaysia berlangsung sangat
cepat dan segera ditampung untuk kemudian diberikan
pembekalan. Pada korpus 192 kata “daur ulang” digunakan
Kompas untuk menjelaskan kegiatan pengiriman TKI bermasalah
yang dideportasi setelah diberi pembekalan dan pengurusan
dokumen-dokumen yang sah sebagai TKI.
5. Tema: Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Infrasktruktur Publik
Yang Masih Minim
a. Analisis Struktur Makro
Dalam tema kelima ini, Kompas menyajikan empat berita.
Jangankan di kampung-kampung nelayan, infrastruktur pembangunan di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, saja masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan kota-kota kecamatan di Pulau Jawa. Satu-satunya bangunan baru yang relatif bisa dikedepankan hanya kantor bupati. Itu pun sangat sederhana.
(Korpus 193: Kompas, 12 Agustus 2009)
…karakteristik realitas sosial kemasyarakatan berikut penanganan daerah perbatasan oleh pemerintah relatif sama. Tertinggal dan seperti ditinggalkan! Untuk kasus Kepulauan Riau, perasaan ditinggalkan dalam proses pembangunan itu kerap jadi isu yang bisa melemahkan sendi-sendi nasionalisme.
(Korpus 194: Kompas, 12 Agustus 2009)
Minimnya perhatian pemerintah dalam membangun sarana,
prasarana dan infrastruktur publik dapat meruntuhkan sendi-sendi
nasionalisme. Hal itu yang dialami masyarakat di Kepuluan Riau yang
berbatasan dengan Singapura. Kota Daik sebagai ibu kota Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
Lingga, pembangunan sarana dan infrastruktur publik masih jauh
ketinggalaan jika dibandingkan kecamatan di Pulau Jawa.
Gagasan tentang keindonesiaan dibangun lewat simbol-simbol fisik. Di depan dermaga, Monumen Santiago – pahlawan setempat – yang beratnya lebih dari 1,5 ton sedang dibangun. Monumen yang rencananya akan diresmikan Panglima TNI ini akan menjadi tugu keempat setelah Tugu Perbatasan Negara yang diresmikan tahun 2008, Tugu BKRI yang ditandatangani LB Moerdani, dan sebuag tugu tak selesai yang disebut masyarakat Tugu Megawati. Masalahnya, pengembangan nasionalisme lewat simbol-simbol monumen, tetapi tanpa dibarengi perhatian terhadap realitas sehari-hari, justru menimbulkan ironi. Dan masyarakat merasakan ironi seperti itu.
(Korpus 195: Kompas, 15 Agustus 2009) Di Pulau Miangas, gagasan tentang nasionalisme dibangun melalui
simbol-simbol fisik dengan pembangunan beberapa monumen. Namun
pembangunan itu tidak dibarengi penyediaan sarana dan fasilitas publik
yang memadai sehingga menimbulkan ironi antara simbol nasionalisme
dengan realitas kehidupan yang ada.
Seluruh jalan di sini yang membangun tentara Amerika. Orang Jakarta hanya sekali kasih aspal, itu pun sepenggal (sepotong) saja dan sekarang sudah rusak,” kata Yahya Baba (51), warga Desa Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara, 3 Agustus lalu.
(Korpus 196: Kompas, 15 Agustus 2009) Kondisi lebih parah saat menyusuri jalan Daruba-Berebere di Morotai Utara sepanjang 90 kilometer. Jalan beraspal hanya sampai Daeyo, sekitar 20 kilometer dari Daruba. Seterusnya jalan tanah dan perkerasan koral.
(Korpus 197: Kompas, 15 Agustus 2009) Jaringan jalan di Pulau Morotai sebagian besar berada di Daruba. Jalan beraspal hanya sekitar 55 kilometer dan kondisinya rusak. Jalan tanah sekitar 100 kilometer yang jika hujan becek dan licin.
(Korpus 198: Kompas, 15 Agustus 2009) Kondisi fasilitas publik di perbatasan Indonesia memang masih
jauh dari memadai. Hal ini dipertegas pemberitaan Kompas tentang
fasilitas jalan utama di Pulau Morotai yang rusak. Bahkan sebagian besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
jalan utama yang ada di Morotai masih mengandalkan bekas peninggalan
para tentara Amerika dan minim perbaikan oleh pemerintah.
Mulai tahun 2002, Boven Digoel bersama Mappi dan Asmat lepas dari Merauke dan berdiri sendiri sebagai kabupaten otonomi. Namun, tujuh tahun pascapemekaran wilayah, perekonomian tiga kabupaten batu itu masih saja bergantung pada Merauke. Penyebabnya adalah lemahnya infrastruktur. Investasi yang mengalir masuk ke Merauke dan sekitarnya tidak diimbangi dengan penyediaan jalan penghubung antardaerah. Jadilah Merauke ibarat gula yang dirubung semut sendirian tanpa berupaya menebar gual ke daerah-daerah sekitarnya.
(Korpus 199: Kompas, 19 Agustus 2009)
Di ujung timur Indonesia, perbatasan Papua-Papua Niugini, hal
yang sama dialami daerah ini, yaitu lemahnya pembangunan infrastruktur.
Sehingga meskipun ada program pemekaran, tetap saja Boven Digoel,
Mappi, dan Asmat, masih bergantung dengan Merauke yang lebih maju.
Pemerintah seolah tidak paham investasi kunci dalam pembangunan
sehingga pembangunan yang dijalankan tidak bisa mendorong
pengembangan sektor lain. Hal itu ditunjukkan dengan belum memadainya
prasarana dan sarana perhubungan, dimana hal tersebut merupakan kunci
bagi pengembangan sektor lain.
b. Analisis Superstruktur
Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema kelima
rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”:
Tabel III.6 Skematik Tema Kelima
No. Edisi Judul Berita Skematik 1. Kompas,
12 Agustus 2009
Tak Indonesia Hilang Di Hati…
Jenis berita features.Lead berisi kutipan lagu “Sri Mersing”. Bagian awal berisi pengalaman Leman yang menyayangkan daerahnya yang masih miskin tetapi sumber kekayaan alamanya disedot. Dilanjutkan penjelasan daerah Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura yang masih minim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
pembangunan infrastruktur publik. Di bagian akhir mempertanyakan sampai kapan mereka menunggu pembangunan itu sementara kualitas nasionalisme mereka untuk menjaga keutuhan NKRI masih terjaga.
2. Kompas, 15 Agustus 2009
Ironi Di Antara Simbol Dan Realitas
Jenis berita features. Lead menceritakan bagaimana perjalananan menuju Pulau Miangas. Kemudian dijelaskan keadaan kehidupan masyarakat Miangas yang sangat miskin prasarana dan fasilitas publik sebagai penunjang kesejahteraan. Dilanjutkan penjelasan gagasan keindonesiaan lewat simbol-simbol fisik yang tidak dibarengi perhatian terhadap realitas kehidupan keseharian masyarakat, dan itu menimbulkan ironi.
3. Kompas, 16 Agustus 2009
Pulau Morotai AS Membangun Jalan, RI Kasih Aspal Saja…
Jenis berita features. Lead memperkuat judul. Bagian awal menjelaskan keadaan jalan di Morotai yang sudah rusak tapi masih menjadi tumpuan utama sarana transportasi di pulau itu. Pembangunan infrastruktur untuk menunjang urat nadi ekonomi masyarakat masih sangat minim, padahal pulau ini juga memiliki beberapa potensi yang bisa dikembangkan. Pascapemekaran, Morotai kini ingin berusaha untuk berlari mengatasi ketertinggalan.
4. Kompas, 19 Agustus 2009
Mengharapkan Investasi Yang Berdamai
Jenis berita features. Lead menceritakan suasana Bandar Udara Mopah, Merauke. Bagian awal dipaparkan kerugian yang dialami para pedagang yang gagal terbang ke Boven Digoel. Dilanjutkan penjelasan daerah Boven Digoel yang merupakan daerah pemekaran namun masih bergantung dengan Merauke. Hal itu terjadi karena masih lemahnya infrastruktur publik. Di bagian akhir dipaparkan peluang Boven Digoel untuk maju dengan memanfaatkan investasi untuk pembangunan infrastruktur yang bisa disinergikan dengan keadaan alamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
c. Analisis Struktur Mikro
c. 1. Semantik
Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu:
latar, detil, dan maksud.
c. 1.1. Latar
Penggunaan strategi latar dalam tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Sentuhan pada kebutuhan masyarakat oleh pemerintah mereka rasakan kesannya setengah hati. Lihat saja, selama 2005-2008 ada 10 motor tempel dan 7 perahu motor diberikan pemerintah ke kawasan itu. Namun, semuanya teronggok – sebab tanpa suplai BBM secara rutin ke kepulauan itu. Ironis, atau yang begini sudah jatuh menjadi tragis? Tiga tangki minyak selalu kosong sejak dibangun setahun lalu. Demikian juga gudang Dolog (Depot Logistik) yang megah tetapi melompong sejak berdiri. Pasar yang dibangun tanpa melihat budaya barter masyarakat kini tinggal reruntuhan. Satu lagi tambahan ironi…
(Korpus 200: Kompas, 15 Agustus 2009)
Pulau Miangas merupakan pulau yang berada paling utara
di Indonesia. Kesejahteraan masyarakat di pulau ini masih jauh dari
layak. Pembangunan pemerintah masih hanya sebatas simbol-
simbol fisik dengan dalih nasionalisme. Pembangunan tersebut
tidak dibarengi pembangunan yang berfokus kepada kesejahteraan
rakyat. Korpus di atas menunjukkan latar pemberitaan Kompas,
dimana di Miangas infrastruktur dan fasilitas publik yang
seharusnya lebih diprioritaskan untuk menunjang kesejahteraan
masyarakat, penanganannya masih terbengkelai. Sehingga hal ini
menimbulkan ironi antara simbol dengan dalih nasionalisme dan
realitas kehidupan masyarakat Miangas yang masih belum layak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
“Seperti inilah Morotai tidak banyak berubah sejak Indonesia merdeka, tetap miskin. Kami sering berpikir, kenapa dulu tidak ikut Amerika saja,” ujar Mirod bane (34), warga Morotai.
(Korpus 201: Kompas, 15 Agustus 2009)
Kondisi infrastruktur perhubungan yang sangat minim dan menghambat pertumbuhan ekonomi itu membuat masyarakat Morotai merasa dilupakan.
(Korpus 202: Kompas, 15 Agustus 2009) Dalam korpus di atas, latar Kompas menjelaskan tentang
keadaan masyarakat Morotai yang masih miskin dikarenakan
kondisi infrastruktur perhubungan yang ada sangat minim, bahkan
masih mengandalkan jalan koral peninggalan tentara Amerika.
Padahal ketersediaan infrastruktur perhubungan merupakan kunci
bagi pembangunan-pembangunan lain yang berfokus untuk
kesejahteraan masyarakat.
Hingga usia republik ini mencapai 64 tahun, Boven Digoel rupanya masih saja lekat dengan kesan angker. Dikelilingi hutan belantara serta rawa, sarang nyamuk malaria dan buaya, ungkapan “Boven Digoel” membuat bulu kuduk merinding.
(Korpus 203: Kompas, 19 Agustus 2009)
Kompas secara eksplisit menjelaskan kondisi alam Boven
Digoel yang masih sulit terjamah. Dengan kondisi semacam itu
maka sulit bagi Boven Digoel untuk lepas dari Merauke, sebagai
salah satu daerah pemekaran. Hal itu dikarenakan lemahnya
infrastruktur perhubungan yang ada sehingga Digoel sebagai salah
satu kabupaten yang memiliki otonomi daerah, masih kesulitan
mengembangkan pembangunan.
c. 1.2. Detil
Penggunaan strategi latar dalam tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
Kota Daik tak ubahnya seperti pedukuhan di Jawa. Hanya berupa kumpulan rumah panggung di atas rawa. Tak ada kendaraan angkutan umum kecuali ojek sepeda motor. Tak ada tempat belanja kecuali warung-warung kecil di pinggir jalan. Rumah makan hanya kedai kecil. Penginapan pun amat bersahaja dengan bonus penerangan listrik yang kerap mati tiba-tiba.
(Korpus 204: Kompas, 12 Agustus 2009)
Korpus 138 memberikan keterangan detil terkait keadaan
kota Daik belum seperti kota-kota kabupaten di Pulau Jawa,
dimana setidaknya fasilitas dan infrastruktur publik sudah
memadai. Ini menunjukkan bahwa pembangunan fasilitas dan
infrastruktur publik di Indonesia belum merata, masih didominasi
di daerah tertentu.
Jalanan berlapis aspal tipis itu sudah berhubung di sana-sini menyingkap tatanan koral di bawahnya. Jika ada mobil atau motor yang melaju, debu putih mengepul memerihkan mata dan menyesakkan napas. Kendaraan pun sering harus zig-zag menghindari lubang-lubang menganga.
(Korpus 205: Kompas, 15 Agustus 2009)
Saat masih menjadi bagian Kabupaten Halmahera Utara, dana dari pemerintah pusat hanya cukup untuk membangun 2 kilometer jalan aspal per tahun. Jika kondisi itu terus bertahan, paling tidak butuh 100 tahun membangun jalan lingkar Morotai sepanjang 287 kilometer.
(Korpus 206: Kompas, 15 Agustus 2009) Dari kedua korpus di atas, detil menjelaskan kerusakan
jalan di Morotai yang cukup parah dan miskin penanganan dari
pemerintah. Bahkan ketika Morotai belum berdiri sendiri sebagai
sebuah kabupaten, pembangunan infrastruktur perbuhungan
memakan waktu yang lama, lebih dari 100 tahun. Hal ini jelas
menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah dalam membangun
dan memperbaiki infrastruktur publik.
Berharap pada jalan darat adalah mustahil. Jalan darat poros Merauke-Tanah Merah sepanjang 600 km lebih identik sebagai kubangan kerbau ketimbang jalan raya. Tanah lempung berwarna kuning kemerah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
merahan itu umumnya belum dilapisi aspal dan pengerasan. Setiap hujan turun tak kenal musim, tanah tersebut langsung membubur. Berharap pada angkutan sungai juga tidak mungkin. Nyaris tak ada pengusaha angkutan sungai tertarik menyediakan moda transportasi pada Sungai Digoel, Moro, dan Biran. Padahal, ketika sungai yang bermuara di Laut Arafuru itu lebarnya 100-120 meter, mirip sungai-sungai di Kalimantan.
(Korpus 207: Kompas, 19 Agustus 2009) Detil dalam korpus menjelaskan sarana perhubungan baik
itu darat maupun sungai yang cukup memprihatinkan. Padahal
tidak ada cara lain bagi masyarakat di kawasan perbatasan timur
Indonesia tersebut agar bisa menuju Merauke, untuk melakukan
kegiatan makro dan mikro ekonomi guna memenuhi kebutuhan
hidup. Dengan kondisi infrastruktur yang masih buruk tersebut,
sulit bagi masyarakat memperoleh kehidupan yang layak.
c. 1.3. Maksud
Penggunaan strategi maksud dalam tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Ekonom dari Universitas Negeri Musamus Merauke, Frederikus Gebze, mengingatkan perlunya pola investasi yang berdamai dengan komunitas dan alam. Memberikan manfaat bagi pihak luar, tetapi tidak menghancurkan tatanan masyarakat lokal, termasuk kearifan ekologi yang dijunjung turun-temurun.
(Korpus 208: Kompas, 19 Agustus 2009)
Dengan karakter alam yang sulit terjamah, dan tatanan
kehidupan masyarakat pribumi yang masih menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, maka hal yang dilakukan
pemerintah adalah menjadi mediator yang baik dalam menentukan
arah pembangunan di kawasan perbatasan timur Indonesia. Melalui
korpus di atas, strategi maksud pemberitaan Kompas menjelaskan
perlunya pola investasi yang bisa bersinergi dengan kondisi alam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
dan tata kehidupan masyarakat pribumi di perbatasan Papua-Papua
Niugini. Sehingga semua pihak yang terlibat dalam pembangunan
infrastruktur dan sarana publik tersebut sama-sama diuntungkan.
c. 2. Sintaksis
Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk
kalimat.
c. 2.1. Bentuk Kalimat
Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas:
Tidak ada perahu motor yang berani mengangkut BBM karena jarak dengan pusat kecamatan tetangga, Nanusa, sekitar 232 kilometer, sementara tinggi gelombang bisa mencapai 7 meter.
(Korpus 209: Kompas, 15 Agustus 2009)
Jika kondisi itu terus bertahan, paling tidak butuh 100 tahun membangun jalan lingkar Morotai sepanjang 287 kilometer.
(Korpus 210: Kompas, 16 Agustus 2009)
Pengangkutan dari Merauke ke daerah sekitarnya belakangan lebih banyak mengandalkan pesawat kecil berkapasitas 12 orang yang sangat rentan terhadap cuaca.
(Korpus 211: Kompas, 19 Agustus 2009)
Lihatlah kehidupan masyarakat di Pulau Singkep yang kehilangan darah segarnya setelah kekayaan perut bumi mereka (baca: timah) disedot habis, lalu ditinggalkan.
(Korpus 212: Kompas, 12 Agustus 2009)
“Kami, masyarakat Miangas, mau percaya sama siapa lagi kalau terus dibohongi pemerintah,” kata Gusti Papea.
(Korpus 213: Kompas, 15 Agustus 2009) Investasi yang mengalir masuk ke Merauke dan sekitarnya tidak diimbangi dengan penyediaan jalan penghubung antardaerah.
(Korpus 214: Kompas, 19 Agustus 2009) Pada korpus 209, 210, dan 211 Kompas menggunakan
bentuk kalimat aktif. Penggunaan kata “mengangkut” dan
“membangun” memberi kesan pemerintah berada di atas (aktif)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
dalam penyediaan dan perbaikan fasilitas publik, meski yang
dilakukan pemerintah terkait dua hal tersebut belum optimal.
Sedangkan kata “mengandalkan” pada korpus 211 menjelaskan
penduduk Merauke yang masih bergantung pada transportasi udara
tanpa ada pembangunan untuk sarana transportasi lain.
Sedangkan pada korpus 212, 213, dan 214 bentuk kalimat
yang digunakan Kompas adalah bentuk pasif. Penggunaan kata
“disedot” dan “ditinggalkan” pada korpus 212 memberi kesan
wilayah perbatasan yang hanya menjadi obyek yang
menguntungkan pihak tertentu tanpa ada timbal balik pada wilayah
perbatasan tersebut. Sementara kata “dibihongi” pada korpus 213
menunjukkan penduduk perbatasan yang tidak bisa berbuat apa-apa
akan perlakuan pemerintah yang hanya sebatas janji-janji dalam
melakukan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah
perbatasan seperti di Pulau Miangas. Pada korpus 214, kata “tidak
diimbangi” dipakai Kompas untuk menguatkan pembanguan
infrastruktur di wilayah Merauke dan sekitarnya yang tidak paham
investasi kunci, sehingga pembangunan infrastruktur tersebut tidak
bisa menjadi pemicu pembangunan di bidang lain.
c. 3. Leksikon
Strategi leksikon dalam tema kelima rubrik “Nasionalisme di
Tapal Batas” adalah sebagai berikut:
Penginapan pun amat bersahaja dengan bonus penerangan listrik yang kerap mati tiba-tiba.
(Korpus 215: Kompas, 12 Agustus 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
Akan tetapi, posisi masyarakat lokal selalu di pinggiran: sekadar jadi penonton!
(Korpus 216: Kompas, 12 Agustus 2009) Sentuhan pada kebutuhan masyarakat oleh pemerintah mereka rasakan kesannya setengah hati.
(Korpus 217: Kompas, 15 Agustus 2009)
Jalan darat poros Merauke-Tanah Merah sepanjang 600 km lebih identik sebagai kubangan kerbau ketimbang jalan raya.
(Korpus 218: Kompas, 19 Agustus 2009) Ekonom dari Universitas Negeri Musamus Merauke, Frederikus Gebze, mengingatkan perlunya pola investasi yang berdamai dengan komunitas dan alam.
(Korpus 219: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 215, Kompas memilih kata “bersahaja”. Hal itu
untuk menguatkan kesederhanaan pembangunan di kota Daik yang
merupakan ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Kata “di
pinggiran: sekedar menjadi penonton” menjelaskan penduduk
perbatasan di Kepulauan Riau kehilangan wilayah-wilayah akibat
kebijakan pemerintah yang menetapkan beberapa wilayah di kepulauan
itu sebagai kawasan industri. Kebijakan tersebut tanpa dibarengi
penyediaan dan pembangunan infrastruktur untuk kesejahteraan
penduduk setempat. Pada korpus 217, kata “setengah hati” dipakai
Kompas untuk menunjukkan penyediaan fasilitas dan infrastruktur
publik oleh pemerintah belum optimal. Hal itu ditunjukkan dengan
tidak adanya suplai BBM rutin di Pulau Miangas. Sedangkan kata
“kubangan kerbau” pada korpus 218 menjelaskan tidak adanya
perbaikan jalan – di pedalaman Merauke – yang dilakukan pemerintah.
Untuk kata “pola investasi yang berdamai” menjelaskan bahwa
hendaknya pemerintah melakukan pembangunan di wilayah Merauke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
dengan mempertimbangkan kehidupan masyarakat pribumi dan
keadaan alam. Sehingga pembangunan itu tidak hanya menguntungkan
pihak investor tetapi juga dirasakan masyarakat lokal setempat.
c. 4. Retoris
Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan
metafora.
c. 4.1. Grafis
Dalam strategi grafisnya, Kompas memakai tanda (“) dan
kata yang dicetak miring untuk menadai bagian-bagian yang
dianggap Kompas penting.
Akhirnya, cara satu-satunya adalah dengan menyembunyikan jeriken minyak ke koper, dibungkus dengan baju-baju. Bensin dan minyak tanah “selundupan” itu dijual dengan harga Ep 15.000 dan Rp 12.000 per liter.
(Korpus 220: Kompas, 15 Agustus 2009)
Setelah Amerika dan Jenderal Mac Arthur membangun hingga meninggalkan kenangan indah di Morotai seharusnya penguasa di Jakarta tak hanya melabur aspal di jalan yang dibangun para Saebees.
(Korpus 221: Kompas, 16 Agustus 2009)
Pada korpus 220 kata “selundupan” diberi tanda oleh
Kompas. Kompas ingin menjelaskan bahwa masyarakat Miangas
terpaksa melakukan hal tersebut karena memang tidak ada pilihan
lain agar bisa membawa BBM untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Sedangkan kata “saebes” pada korpus 221, penandaan
Kompas memberi kesan bahwa jalan-jalan utama di wilayah
Morotai masih mengandalkan peninggalan tentara Amerika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
(saebees) dan minim perbaikan pemerintah apalagi pembangunan
jalan baru.
c. 4.2. Metafora
Untuk strategi metafora, dalam tema kelima rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menyajikan 2 korpus.
Meski diperlakukan pemerintah pusat tak ubahnya sekadar “properti”, di luar urusan ekonomi yang terkait langsung dengan persoalan hidup sehari-hari, rasa kebangsaan masyarakat di daerah ini tak pernah surut.
(Korpus 222: Kompas, 12 Agustus 2009)
Meminjam gaya ungkap Hang Tuah ketika mengobarkan semangat “tak Melayu hilang di Bumi” pada masa silam, masyarakat Kepulauan Riau sekarang pun masih bisa berkata lantang: tak Indonesia hilang di hati! Tapi sampai kapan?
(Korpus 223: Kompas, 12 Agustus 2009)
Pada korpus 222, kiasan yang disajikan Kompas
menjelaskan masyarakat Kepulauan Riau yang hanya sebagai
penonton kebijakan pemerintah yang menetapkan beberapa wilayah
di Kepulauan tersebut menjadi kawasan industri, tanpa ada
pembangungan dan penyediaan infrastruktur publik yang bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Sedangkan
pada korpus 223, kiasan yang digunakan Kompas menjelaskan
bahwasanya meski perhatian yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat perbatasan masih minim terkait penyediaan dan
pembanguan sarana dan infrastruktur publik, namun rasa
kebangsaan masyarakat perbatasan tersebut tidak pernah luntur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Munculnya rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” di harian Kompas edisi
10 Agustus 2009 sampai dengan 21 Agustus 2009, yang menjadi kajian dalam
penelitian ini menunjukkan kecenderungan Kompas, sebagai Komunikator,
mempunyai perhatian khusus terhadap permasalahan di tapal batas Indonesia.
Dengan memanfaatkan momentum kemerdekaan, Kompas melontarkan wacana
nasionalisme melalui pemberitaan-pemberitaan yang menyorot keadaan-keadaan
di tapal batas Indonesia.
Hasil analisis dalam penelitian ini mendapati adanya wacana yang
digambarkan Kompas terkait nasionalisme yaitu: rasa nasionalisme di daerah-
daerah perbatasan Indonesia yang kian terkikis dan terancam hilang sebagai
bagian dari keutuhan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan demokrasi dan
keadailan sosial sebagai cara untuk mewujudkan dan menjaga rasa nasionalisme,
minim atau bahkan belum dirasakan masyarakat perbatasan Indonesia.
Persoalan-persolaan yang dialami wilayah perbatasan sebagai wujud belum
adanya demokrasi dan keadilan sosial tersebut di antaranya: daerah tapal batas
Indonesia yang dituntut mandiri tanpa kehadiran serius dari negara; stigmatisasi
dan ketakutan yang dirasakan masyarakat di daerah tapal batas Indonesia; kondisi
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat di tapal batas Indonesia;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
potensi daerah yang masih minim perhatian negara; dan pembangunan prasarana,
sarana, dan infrastruktur publik yang masih minim.
Melalui wacana tersebut Kompas ingin menyampaikan pesan kepada
pemerintah yang memiliki posisi ideal dalam mewujudkan nasionalisme secara
utuh di Indonesia, tak terkecuali di wilayah perbatasan. Kompas menyampaikan
bahwa tugas negara dalam mewujudkan nasionalisme yang utuh dan menyeluruh
masih berat, hal itu ditandai dengan berbagai persoalan yang terjadi di tapal batas
Indonesia dan belum ada penyelesaian yang nyata.
Sebagai media yang lekat dengan humanisme, Kompas menyajikan
pemberitaan-pemberitaan terkait kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah perbatasan yang masih memprihatinkan. Kompas secara
intens memunculkan berita-berita terkait persoalan tersebut. Melalui pemberitaan-
pemberitaan tersebut, Kompas telah melaksanakan prinsip-prinsip jurnalisme dan
fungsi pers sebagai kontrol sosial dan tanggung jawab sosial. Dengan begitu, baik
pemerintah maupun masyarakat luas akan memperoleh informasi dan bahan
diskusi sehingga bisa memberikan kontribusi nyata dalam menyelesaikan
persoalan yang ada, dalam hal ini persoalan-persoalan di wilayah perbatasan
Indonesia.
B. SARAN
Penelitian ini hanya berfokus dari penafsiran level teks pada rubrik
“Nasionalisme di Tapal Batas” di harian Kompas dengan menerapkan metode
analasis wacana model van Dijk. Dalam analisisnya, peneliti menemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
berbagai wacana terkait persoalan di wilayah perbatasan yang perlu mendapat
perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat. Dari hasil analisis yang telah
disimpulkan di atas, maka peneliti memiliki beberapa saran. Pertama, penelitian
ini hanya sebatas meneliti dari level teks sehingga banyak unsur subyektifitas dari
peneliti. Orang lain sangat dimungkinkan mempunyai penafsiran dan interpretasi
yang berbeda dalam memhami teks ini. Oleh karena itu, bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian serupa, dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan metode Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) yang
melihat penekanan konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna. Kedua, adanya visi, misi, dan kebijakan lain sebagai pijakan
dasar sebuah media, menjadikan media tersebut mengusung wacana tertentu
terkait berita yang disajikan. Oleh karena itu hendaknya media tetap berpegang
teguh pada kaidah jurnalistik sehingga pemberitaan yang disajikan berimbang dan
tetap faktual. Ketiga, berbagai persoalan di tapal batas yang belum mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat luas seperti yang diberitakan oleh
Kompas hendaknya menjadi pertimbangan bagi pemerintah bersama masyarakat
untuk lebih memperhatikan dan ikut andil menyelesaikan persoalan-persoalan di
daerah tapal batas Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Anderson, Benedict. 2008. Imagined Communities Komunitas-Komunitas
Terbayang (alih bahasa Omi Intan Naomi). Yogyakarta: INSIST Press.
AS Haris Sumadiria. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Badri Yatim. 1999. Seokarno, Islam, dan Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge:
Cambridge University Press.
Dance Palit dkk (ed.). 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan
Bina Darma (YBD).
Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Eriyanto. 2005. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LkiS.
FX Koesworo dkk. 1994. Di Balik Kuli Tinta. Surakarta: Sebelas Maret
Unibersity Press dan Yayasan Pusataka Nusantara.
Ibnu Hamad. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana, Jakarta: LaToFi.
Kovach, Bill dan Tom Rosential. 2004. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta:
Institut Studi Arus Informasi.
Mursito BM. 2006. Memahami Institusi Media Sebuah Pengantar. Surakarta:
Lindu Pustaka dan SPIKOM.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.
Septian Santana. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
Sugiyanto. 2004. Analisis Statistik Sosial. Malang: Bayumedia Publishing.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sularto (ed.). 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 Tahun
Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Batas Wilayah Negara Indonesia Dimensi,
Permasalahan, dan Strategi Penanganan Sebuah Tinjauan Empiris dan
Yuridis. Yogyakarta: Gaya Media.
Tim. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yakob Utama. 1987. Perspektif Pers Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Jurnal
Coe, Kevin dan Rico Neumann. 2011. Finding Foreigners in American National
Identity: Presidential Discourse, People, and the International
Community. International Journal of Communication 5 (2011), 819–840.
Murray, John. 2011. Nationalism, Patriotism, and New Subjects of Ideological
Hegemony. Journal of Philosophy: A Cross Disciplinary Inquiry 6.14
(2011): 30+. Gale Education, Religion and Humanities Lite Package.
Skripsi:
Muhammad Syofri Kurniawan. 2006. Representasi Visi Surat Kabar Dalam Foto
Jurnalistik: Studi Analisis Wacana Tentang Pendidikan sebagai
Representasi Visi Surat Kabar Harian Kompas dalam Foto Bencana Alam
Pergantian Tahun 2007/2008 di Jawa Tengah. Surakarta: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
Laporan Magang:
Bagus Sandi Tratama, 2007. Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di
Harian Umum Kompas Biro Jawa Tengah. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
Makalah:
Ibnu Hamad. Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi: Sebuah
Telaah Ringkas. Universitas Indonesia.