persamaan schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

20
KULIAH 2 Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger adalah persamaan yang paling fundamental dalam mekanika kuantum. Persamaan ini dapat menjelaskan perilaku partikel-partikel yang memiliki massa, misalnya elektron, yang bergerak cukup lambat dibandingkan dengan cahaya. Persamaan Schrödinger telah mencakup aspek-aspek unik mekanika kuantum seperti keberadaan tingkat energi eigen serta dualitas partikel dan gelombang. Persamaan Schrödinger merupakan suatu persamaan gelombang, tetapi dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku partikel. Pada bagian ini kita akan memperkenalkan bentuk paling sederhana dari persamaan Schrödinger, yakni persamaan Schrödinger tak bergantung waktu. Versi bergantung waktu akan diberikan belakangan. Dari de Broglie ke Schrödinger Kebanyakan fisikawan meyakini bahwa persamaan Schrödinger tidak dapat diturunkan dari persamaan lainnya karena menjadi suatu persamaan pokok ataupun induk dari mekanika kuantum. Meski demikian, kita bisa memperoleh persamaan ini berdasarkan hipotesis de Broglie terkait dualitas partikel dan gelombang. Hipotesis de Broglie menyebutkan bahwa elektron memiliki panjang gelombang, λ, yang didefinisikan sebagai berikut: λ = h p , (2.1) dengan p sebagai momentum elektron dan h adalah konstanta Planck: h 6, 626 × 10 -34 Js 4, 136 × 10 -15 eV s. Sebagai contoh, elektron dapat berperilaku seperti suatu gelombang datar (plane wave) dengan “fungsi gelombang” ψ exp(2πiz/λ), yang berarti bahwa elektron tersebut merambat pada arah z. Bentuk kompleks dari fungsi gelombang sengaja digunakan karena memudahkan operasi matematika dalam mekanika kuantum. Selain itu, kelak 1

Upload: others

Post on 08-May-2022

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

KULIAH 2

Persamaan Schrödinger

Persamaan Schrödinger adalah persamaan yang paling fundamental dalam mekanikakuantum. Persamaan ini dapat menjelaskan perilaku partikel-partikel yang memilikimassa, misalnya elektron, yang bergerak cukup lambat dibandingkan dengan cahaya.Persamaan Schrödinger telah mencakup aspek-aspek unik mekanika kuantum sepertikeberadaan tingkat energi eigen serta dualitas partikel dan gelombang. PersamaanSchrödinger merupakan suatu persamaan gelombang, tetapi dapat digunakan untukmenjelaskan perilaku partikel. Pada bagian ini kita akan memperkenalkan bentuk palingsederhana dari persamaan Schrödinger, yakni persamaan Schrödinger tak bergantungwaktu. Versi bergantung waktu akan diberikan belakangan.

Dari de Broglie ke Schrödinger

Kebanyakan fisikawan meyakini bahwa persamaan Schrödinger tidak dapat diturunkandari persamaan lainnya karena menjadi suatu persamaan pokok ataupun induk darimekanika kuantum. Meski demikian, kita bisa memperoleh persamaan ini berdasarkanhipotesis de Broglie terkait dualitas partikel dan gelombang.

Hipotesis de Broglie menyebutkan bahwa elektron memiliki panjang gelombang, λ,yang didefinisikan sebagai berikut:

λ =h

p, (2.1)

dengan p sebagai momentum elektron dan h adalah konstanta Planck:

h ≈ 6, 626× 10−34 J s ≈ 4, 136× 10−15 eV s.

Sebagai contoh, elektron dapat berperilaku seperti suatu gelombang datar (plane wave)dengan “fungsi gelombang” ψ ∝ exp(2πiz/λ), yang berarti bahwa elektron tersebutmerambat pada arah z. Bentuk kompleks dari fungsi gelombang sengaja digunakankarena memudahkan operasi matematika dalam mekanika kuantum. Selain itu, kelak

1

Page 2: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

2 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

kita akan memahami bahwa keterlibatan bilangan kompleks dalam fungsi gelombangmerupakan karakteristik alami mekanika kuantum.

Sesuatu yang berperilaku seperti gelombang memerlukan persamaan gelombangyang bersesuaian dengan gelombang tersebut. Dari beberapa jenis ataupun bentukpersamaan gelombang, elektron dengan fungsi gelombang semacam ψ ∝ exp(2πiz/λ)

dapat memenuhi persamaan Helmholtz. Di antara alasannya adalah karena amplitudofungsi gelombang elektron ψ berupa skalar (bukan vektor) dan asumsi bahwa elektronhanya memiliki satu panjang gelombang seperti gelombang monokromatis, yang dapatdiakomodasi dalam persamaan Helmholtz.

Persamaan Helmholtz pada satu dimensi dapat dituliskan sebagai:

d2ψ

dz= −k2ψ, k =

λ, (2.2)

dengan k merupakan bilangan gelombang (wave number). Persamaan ini memilikisolusi-solusi yang mengandung suku-suku semacam sin(±kz), cos(±kz), exp(±ikz). Padatiga dimensi, persamaan Helmholtz untuk fungsi gelombang ψ(r) adalah:

∇2ψ ≡ ∂2ψ

∂x2+∂2ψ

∂y2+∂2ψ

∂z2= −k2ψ, (2.3)

dengan r = (x, y, z) koordinat Cartesius. Solusi persamaan tiga dimensi ini memilikisuku-suku semacam sin(±kr), cos(±kr), exp(±ikr), dengan k adalah vektor gelombangyang besarnya k = |k| = 2π/λ seperti bilangan gelombang yang sudah didefinisikan.

Kita ingin mengubah persamaan Helmholtz menjadi suatu persamaan yang memilikisuku massa, momentum, dan energi, supaya gelombang dapat “dikaitkan” dengan suatupartikel bermassa. Dari hipotesis de Broglie λ = h/p dan definisi bilangan gelombangk = 2π/λ, kita bisa tuliskan:

k = 2πp

h=p

~. (2.4)

Konstanta ~ (dibaca “h bar”) adalah bentuk reduksi dari konstanta Planck h, yakni:

~ =h

2π≈ 1, 055× 10−34 J s ≈ 6, 582× 10−16 eV s.

Substitusikan k = p/~ ke persamaan Helmholtz sehingga:

∇2ψ = −p2

~2ψ, (2.5)

atau

−~2∇2ψ = p2ψ. (2.6)

Untuk elektron bermassa m0, kita dapat bagi kedua ruas persamaan di atas dengan m0:

− ~2

2m0∇2ψ =

p2

2m0ψ = Tψ, (2.7)

Page 3: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

3

dengan T adalah energi kinetik elektron yang rumusnya kita ketahui dari mekanikaklasik:

T =p2

2m0.

Dari mekanik klasik, secara umum kita juga dapat menuliskan energi total E sebagaienergi kinetik T ditambah dengan energi potensial V (r):

E = T + V (r). (2.8)

sehingga energi kinetik yang dinyatakan dalam energi total dan energi potensial adalah:

T = E − V (r).

Substitusikan hubungan ini ke persamaan (2.7) untuk mendapatkan:

− ~2

2m0∇2ψ = [E − V (r)]ψ, (2.9)

yang dapat disusun menjadi [− ~2

2m0∇2 + V (r)

]ψ = Eψ. (2.10)

Persamaan ini adalah persamaan Schrödinger untuk elektron bermassam0. Selanjutnya,kita dapat membuat postulat bahwa persamaan ini berlaku untuk partikel apapun yangmemiliki massa m:

[− ~2

2m∇2 + V (r)

]ψ = Eψ (2.11)

Persamaan (2.11) secara formal dikenal sebagai persamaan Schrödinger tak bergantungwaktu (time-independent Schrödinger equation).

Perhatikan bahwa kita telah mengubah persamaan Helmholtz menjadi persamaanSchrödinger. Namun, perlu diingat, kita tidak benar-benar “menurunkan” persamaanSchrödinger. Persamaan ini awalnya merupakan postulat bahwa partikel bisa dijelaskansebagai gelombang sehingga dualitas partikel dan gelombang berdasarkan hipotesisde Broglie (yang terbukti melalui eksperimen difraksi elektron) perlu dimasukkan kedalam suatu persamaan gelombang. Pada akhirnya, persamaan Schrödinger dianggapvalid karena sejauh ini dibuktikan oleh banyak eksperimen dapat menjelaskan perilakupartikel-partikel pada skala mikroskopis dengan sangat akurat. Status persamaan inibisa dikatakan setara dengan hukum Newton dalam mekanika klasik yang juga tidakbisa “diturunkan” karena menjadi landasan utama dari suatu fenomena alam.

Page 4: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

4 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

Contoh Soal: Solusi Persamaan Schrödinger

Dari fungsi-fungsi berikut ini: (a) ψ(x) = eikx, (b) ψ(x) = sin(kx), dan(c) ψ(x) = e−x, manakah yang dapat menjadi solusi persamaan Schrödinger takbergantung waktu untuk kasus partikel bebas? [Catatan: partikel bebas adalahpartikel yang tidak dipengaruhi potensial apapun, yakni V (r) = 0]

Jawaban:Sebelum menguji setiap fungsi, untuk V (r) = 0, kita bisa tuliskan persamaanSchrödinger tak bergantung waktu:

− ~2

2m∇2ψ = Eψ.

Variabel E dapat dikaitkan dengan bilangan gelombang k melalui momentump = ~k:

E =p2

2m=

~2k2

2m,

sehingga persamaan Schrödinger untuk kasus ini adalah

∇2ψ = −k2ψ

Perhatikan bahwa fungsi ψ(x) dalam soal adalah fungsi berdimensi satu. Dengandemikian, operasi ∇ pun harus dilakukan dalam satu dimensi:

∇2ψ(x) =d2ψ

dx2= −k2ψ(x).

Sekarang kita uji satu per satu apakah ψ(x) dalam soal dapat memenuhihubungan di atas.

(a) ψ(x) = eikx → d2ψdx2 = d2

dx2 [eikx] = (ik) d

dx [eikx] = (ik)2eikx = −k2eikx =

−k2ψ(x). Fungsi (a) memenuhi syarat sebagai solusi.

(b) ψ(x) = sin(kx) → d2ψdx2 = d2

dx2 [sin(kx)] = k ddx [cos(kx)] = −k

2 sin(kx) =

−k2ψ(x). Fungsi (b) memenuhi syarat sebagai solusi.

(c) ψ(x) = e−x → d2ψdx2 = d2

dx2 (e−x) = − d

dx (e−x) = e−x = ψ(x). Fungsi (c)

tidak memenuhi syarat sebagai solusi karena pasti menghasilkan k2 =

−1. Nilai k2 tidak boleh negatif karena energi kinetik dalam ruang bebastidak bisa bernilai negatif. Dengan demikian, fungsi (c) bukanlah solusifisis.

Page 5: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

5

Sifat linear persamaan Schrödinger

Salah satu aspek matematis terpenting dari persamaan Schrödinger adalah sifat linearpersamaan tersebut. Perhatikan bahwa jika kita mengalikan kedua ruas persamaanSchrödinger dengan suatu konstanta a, persamaan ini tetap akan berlaku. Kita bisa lihatpada persamaan Schrödinger, fungsi gelombang ψ hanya muncul dalam orde pertama,tidak ada suku-suku ψ berorde lebih tinggi semacam ψ2 atau ψ3. Sebagai akibatnya,jika ψ adalah solusi persamaan Schrödinger, demikian pula aψ dapat menjadi solusidari persamaan tersebut.

Lebih jauh lagi, sifat linear persaman Schrödinger bermakna bahwa jika ada beberapafungsi gelombang yang menjadi solusi persamaan Schrödinger, superposisi linear darifungsi-fungsi itu pun merupakan solusi persamaan Schrödinger. Sebagai contoh, jikadua buah fungsi yang berbeda, u(x) dan v(x), masing-masing adalah solusi persamaanSchrödinger, kita bisa katakan ψ(x) = au(x) + bv(x) turut menjadi solusi persamaanSchrödinger (dengan a dan b adalah suatu konstanta bilangan riil atau kompleks).

Secara sederhana, kita dapat membuktikan superposisi linear yang menjadi solusidari persamaan Schrödinger dengan pertama-tama menuliskan persamaan Schrödingerpada satu dimensi, [

−~2

2m

d2

dx2+ V (x)

]ψ = Eψ. (2.12)

Selanjutnya, misalkan u(x) dan v(x) sebagai solusi persamaan Schrödinger sehinggapersamaan untuk keduanya masing-masing adalah

−~2

2m

d2u

dx2+ V (x)u(x) = Eu(x),

dan

−~2

2m

d2v

dx2+ V (x)v(x) = Ev(x).

Kalikan persamaan u(x) dengan a, sedangkan persamaan v(x) dengan b:

−~2

2m

d2

dx2[au(x)] + V (x)au(x) = E[au(x)],

−~2

2m

d2

dx2[bv(x)] + V (x)bv(x) = E[bv(x)].

Jumlahkan dua persamaan terakhir ini, hasilnya adalah:

−~2

2m

d2

dx2[au(x) + bv(x)] + V (x)[au(x) + bv(x)] = E[au(x) + bv(x)].

Jika dimisalkan ψ(x) = au(x) + bv(x), kita akan kembali mendapatkan persamaanSchrödinger seperti pada bentuk (2.12). Berdasarkan argumen ini, terbukti bahwasuperposisi linear au(x) + bv(x) merupakan solusi persamaan Schrödinger.

Page 6: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

6 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

Postulat Born dan normalisasi fungsi gelombang

Setelah memahami sekilas bentuk persamaan Schrödinger dan contoh fungsi gelombangψ(r) yang dapat memenuhinya, masalah kita sekarang adalah seputar tafsiran danmakna dari ψ(r) itu sendiri. Jika kita tinjau gelombang klasik seperti gelombang airdan gelombang suara, fungsi gelombang pada kedua contoh ini memiliki makna yangbisa langsung dipahami sebagai amplitudo dari besaran riil yang bisa kita ukur. Untukgelombang air, contoh besaran yang bisa diukur diukur ketinggian permukaan air. Untukgelombang suara, contoh besaran yang diukur adalah tekanan udara. Lantas, bagaimanadengan fungsi gelombang sebagai solusi persamaan Schrödinger?

Tafsiran gelombang mekanika kuantum tampaknya tidak bisa langsung dikaitkandengan besaran tertentu. Bahkan, sampai sekarang para fisikawan masih berdebatapakah kita bisa benar-benar mengukur fungsi gelombang itu sendiri. Meski demikian,pada tahun 1926, Max Born mengusulkan sebuah tafsiran untuk fungsi gelombang, yangdipegang mayoritas fisikawan hingga saat ini dan masih selalu berhasil digunakan untukmenjelaskan berbagai fenomena kuantum. Born menyatakan bahwa kuadrat modulusfungsi gelombang pada titik tertentu haruslah sebanding dengan probabilitas (peluang)menemukan suatu partikel di sekitar titik tersebut. Dengan demikian, |ψ(r)|2 dapatdipandang sebagai kerapatan probabilitas (perhatian: bukan probabilitas itu sendiri),sedangkan ψ(r) kerap disebut sebagai amplitudo probabilitas atau amplitudo mekanikakuantum.

Postulat Born

Probabilitas P (r) untuk menemukan sebuah elektron di dekat titik r berbandinglurus dengan kuadrat modulus dari amplitudo gelombang ψ(r):

P (r) ∝ |ψ(r)|2,

sehingga

|ψ(r)|2 ≡ kerapatan probabilitas,

dan

ψ(r) ≡ amplitudo probabilitas.

Postulat Born murni merupakan tafsiran probabilistik terhadap mekanika kuantumsehingga menyebabkan sebagian fisikawan agak “terganggu” dengan ide tersebut. Padamasanya, Albert Einstein adalah tokoh paling terkenal yang tak sepakat dengan deskripsidunia probabilistik, yang tertuang dalam pernyataan fenomenal beliau, “Tuhan tidakbermain dadu dengan alam semesta (God does not play dice with the universe).” Einsteintampaknya keberatan bahwa, meski ujung-ujungnya tafsiran probabilitas ini bekerja

Page 7: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

7

dengan baik, bisa saja ada suatu teori yang bersifat lebih “pasti” (atau deterministik)dan sebenarnya yang kita amati dalam mekanika kuantum hanyalah keluaran statistikdari teori deterministik itu. Sebagai contoh klasik, nilai temperatur suatu gas bisadijelaskan sebagai keluaran statistik dari teori kinetik gas yang bersifat “deterministik”karena berdasarkan pada posisi “pasti” dan momentum “pasti” dari atom-atom ataumolekul-molekul penyusun gas tersebut.

Terlepas dari perbedaan penafsiran mekanika kuantum dari beberapa fisikawan, kitaakan selalu menggunakan postulat Born untuk menghitung besaran-besaran riil yangdapat terukur. Ingat bahwa fungsi gelombang pada dasarnya adalah bilangan kompleks.Dengan cara Born mengambil kuadrat modulus fungsi gelombang, ia berhasil menjaminbilangan tersebut merupakan bilangan riil yang tak mungkin negatif. Tentunya kitatidak ingin berurusan dengan kerapatan probabilitas yang negatif, bukan? Deskripsiini juga konsisten dengan beberapa penggunaan kuadrat amplitudo gelombang dalammekanika klasik. Misalnya, kuadrat amplitudo gelombang dalam mekanika klasik terkaiterat dengan intensitas gelombang. Akan tetapi, kita mesti selalu ingat bahwa analogidengan fenomena klasik tersebut tidak sepenuhnya akurat karena (sekali lagi) amplitudofungsi gelombang pada mekanika kuantum tidak langsung terkait dengan besaran riiltertentu.

Perhitungan amplitudo probabilitas dan kerapatan probabilitas merupakan salahsatu konsep yang paling krusial dalam mekanika kuantum. Kita akan selalu menghitungamplitudo tersebut (fungsi gelombang) dengan menjumlahkan seluruh kontribusi yangterlibat (misalnya seluruh seluruh lintasan hamburan gelombang pada suatu eksperimendifraksi), lalu ambil kuadrat modulus dari amplitudo tersebut untuk memperoleh suatubesaran yang dapat terukur. Efek dari penjumlahan amplitudo semacam itu, yakniinterferensi, tampak jelas pada fenomena difraksi elektron (eksperimen yang dilakukanDavission-Germer pada tahun 1927) sebagai bukti dualitas partikel dan gelombang yangdiusulkan de Broglie beberapa tahun sebelumnya. Nanti kita akan lihat sepintas tentangdifraksi elektron ini melalui contoh difraksi dua celah (eksperimen celah ganda).

Sekarang perhatikan kembali postulat Born. Kita telah mendefinisikan probabilitasP (r) untuk menemukan sebuah partikel di dekat titik r sebanding dengan kerapatanprobabilitas |ψ(r)|2. Artinya, untuk suatu volume yang sangat kecil sekitar r (yaknid3r = dxdydz), probabilitas ditemukannya partikel pada volume tersebut sebandingdengan |ψ(r)|2d3r. Sedikit masalah yang kita hadapi di sini adalah bahwa probabilitastotal di seluruh ruang (volume) tersebut haruslah bernilai 1:∫

P (r)d3r = 1. (2.13)

Padahal, ketika kita memecahkan persamaan Schrödinger, sangat besar kemungkinansolusi ψ(r) tidak memberikan hasil integral ruang sebesar satu, yakni

∫|ψ(r)|2d3r 6= 1,

karena memang integral tersebut bisa bernilai bilangan riil positif apa saja. Lalu, fungsigelombang macam apa yang dapat memenuhi persamaan (2.13)? Jawabnya adalah

Page 8: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

8 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

fungsi gelombang yang ternormalisasi. Secara umum, kita bisa tuliskan∫|ψ(r)|2d2r =

1

|a|2, (2.14)

dengan a adalah suatu bilangan yang biasanya riil, tetapi boleh juga kompleks. Dari sifatlinear persamaan Schrödinger, kita ketahui bahwa jika ψ adalah sebuah solusi, ψN = aψ

akan turut menjadi solusi dari persamaan Schrödinger. Jadi,

∫|ψN (r)|2d3r = 1 (2.15)

Fungsi gelombang ψN (r) inilah yang disebut sebagai fungsi gelombang ternormalisasi.

Contoh Soal: Normalisasi Fungsi Gelombang

Hitunglah konstanta riil A dari fungsi gelombang

ψ(x) =

√A

π1/4e−2x

2

sehingga ψ(x) menjadi fungsi gelombang yang ternormalisasi. Asumsikan batasintegral dari −∞ ke∞. Petunjuk tambahan:

∫∞−∞ e−x

2

dx =√π

Jawaban:Untuk menormalisasi fungsi gelombang, integral dari kuadrat modulus fungsitersebut harus bernilai satu,∫ ∞

−∞

( √A

π1/4e−2x

2

)2

dx =A√π

∫ ∞−∞

e−4x2

dx = 1.

Untuk menyelesaikan permasalahan integral ini, kita bisa melakukan substitusiu2 = 4x2 → u = 2x sehingga du = 2dx → dx = du/2. Setelah substitusi padaintegral, kita peroleh

A

2√π

∫ ∞−∞

e−u2

du = 1.

Sekarang masukkan nilai integral∫∞−∞ e−u

2

du =√π:

A

2√π

√π =

A

2= 1

∴ A = 2.

Dengan demikian, nilai A = 2 akan menormalisasi ψ(x). Fungsi gelombangternormalisasi dapat dituliskan sebagai:

ψN (x) =

√2

π1/4e−2x

2

.

Page 9: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

9

Eksperimen celah ganda

Kita telah menyebutkan elektron dapat berkelakuan seperti gelombang dan memenuhipersamaan Schrödinger, disertai dengan asumsi bahwa kerapatan probabilitas |ψ(r)|2

sebanding dengan peluang menemukan elektron pada posisi r. Sekarang kita akanmembahas salah satu eksperimen yang dapat menunjukkan sifat gelombang elektron,yakni difraksi elektron, khususnya dengan menggunakan dua celah yang menghasilkaninterferensi gelombang. Eksperimen ini biasa disebut sebagai eksperimen celah ganda(double-slit experiment).

Dalam ranah fisika klasik, eksperimen celah ganda telah dilakukan Thomas Youngpada tahun 1801, jauh sebelum mekanika kuantum dirumuskan, untuk membuktikanteori gelombang cahaya. Pada tahun 1927, Davisson dan Germer beranggapan bahwajika elektron memiliki sifat gelombang, seharusnya elektron memiliki kelakuan yangsama seperti gelombang cahaya dalam eksperimen celah ganda, yakni menghasilkanpola interferensi berupa sinyal gelap dan terang. Sesuai dugaan mereka, elektron yangmelalui dua celah pada perangkat eksperimen celah ganda terbukti menghasilkan polainterferensi.

Gambar 2.1 menunjukkan skema eksperimen celah ganda jika dilihat dari atas. Marikita perhatikan gambar 2.1(a). Sejumlah elektron diasumsikan sebagai gelombangbidang dengan vektor gelombang sebesar k memasuki dua celah yang terbuka. Celah 1dan 2 terpisah sejauh s, sementara layar fosforesens yang dapat mendeteksi keberadaanelektron diletakkan pada jarak z0 dari kedua celah tersebut. Layar fosforesens akanberpendar dengan intensitas tertentu ketika elektron yang melewati celah menumbukpermukaan layar. Kedua celah dianggap sangat sempit dibandingkan dengan panjanggelombang λ = 2π/k dan jarak s.

Intensita

s

?

(a) (b) (c)

Layar

Gambar 2.1 Skema eksperimen celah ganda, tampak atas. Pada subgambar (a), berkas-berkaselektron yang diasumsikan sebagai gelombang bidang akan memasuki celah 1 dan celah 2.Kedua celah ini terpisah sejauh s. Layar fosforesens diletakkan pada jarak z0 dari kedua celah.Subgambar (b) menunjukkan pola yang terbentuk setelah berkas elektron melewati celah 1 dan2. Jarak antara dua pola terang (atau pola gelap) terdekat direpresentasikan oleh d. Subgambar(c) adalah diagram bantu untuk perhitungan fungsi gelombang pada suatu titik yang berjarak xdari tengah layar.

Page 10: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

10 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

Selanjutnya, setiap celah menjadi sumber gelombang sendiri-sendiri dengan bentukmuka gelombang yang tersebar melingkar, seperti pada gambar 2.1(b). Gelombangini secara matematis (dan dalam aproksimasi yang paling sederhana) dapat dituliskandalam bentuk eikr, dengan r adalah jarak terpendek untuk titik tertentu diukur darisalah satu celah. Perpotongan dari garis-garis gelombang akan terlihat sebagai polaterang pada layar, yakni intensitasnya maksimum. Pola terang (serta pola gelap) munculsecara periodik dengan jarak dua garis pola terang (atau pola gelap) terdekat dinyatakandalam notasi d.

Sekarang kita akan hitung fungsi gelombang elektron yang menerpa layar padaposisi x yang diukur dari tengah layar. Diagram bantu perhitungan diberikan padagambar 2.1(c). Karena setiap celah dianggap sebagai sumber gelombang, pada kasusini kita memiliki dua sumber gelombang yang berkontribusi terhadap fungsi gelombangtotal. Celah 1 terletak pada posisi s/2, sedangkan celah 2 terletak pada posisi −s/2.Sesuai dengan aproksimasi yang telah disebutkan, efek gelombang yang bersumber dicelah 1 terhadap titik x berbanding lurus dengan eiks1 , dengan s1 adalah jarak titik xdari celah 1. Demikian pula, efek gelombang dari celah 2 pada titik x sebanding denganeiks2 . Kita bisa hitung s1 and s2 dengan asumsi bahwa sudut-sudut yang dibentuks1 dan s2 terhadap garis horizontal z0 cukup kecil (x � z0) sehingga uraian Taylor√1 + ε ≈ 1 + ε/2 + . . . (dengan ε suatu angka yang kecil) dapat berlaku. Dari sini, kita

bisa tuliskan

s1 =

√z20 +

(x− s

2

)2= z0

√1 +

(x− s/2)2z20

' z0 +(x− s/2)2

2z0

= z0 +x2

2z0+

s2

8z0− sx

2z0,

dan

s2 =

√z20 +

(x+

s

2

)2= z0

√1 +

(x+ s/2)2

z20

' z0 +(x+ s/2)2

2z0

= z0 +x2

2z0+

s2

8z0+

sx

2z0.

Fungsi gelombang total, ψs(x), dapat dinyatakan sebagai penjumlahan kontribusidari setiap sumber gelombang:

ψs(x) ∝ eiks1 + eiks2 . (2.16)

Substitusikan ekspresi s1 dan s2 pada persamaan (2.16), kita peroleh

ψs(x) ∝ eiα[eik(sx/2z0) + e−ik(sx/2z0)

], (2.17)

Page 11: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

11

dengan α = k(z0 +

x2

2z0+ s2

8z0

)adalah bilangan riil.

Ingat dari hubungan Euler pada pelajaran kalkulus, eiθ = cos θ + i sin θ, sehinggaeiθ + e−iθ = 2 cos θ. Dengan menggunakan hubungan tersebut, disertai k = 2π/λ, kitabisa sederhanakan ψs(x) sebagai berikut:

ψs(x) ∝ 2eiα cos

(ksx

2z0

)= 2eiα cos

(πsx

λz0

).

Jadi, intensitas berkas gelombang yang muncul pada layar adalah

|ψs(x)|2 ∝ cos2(πsx

λz0

)=

1

2

[1 + cos

(2πsx

λz0

)], (2.18)

atau lebih sederhananya

|ψs(x)|2 ∝ cos

(2π

dx

), (2.19)

yang diperoleh dengan mendefinisikan:

d =λz0s

(2.20)

Untuk memahami makna fisis dari d, perhatikan bahwa fungsi cosinus bersifat periodik.Berdasarkan persamaan (2.19), nilai maksimum dan minimum masing-masing berulangdengan periode d. Nilai maksimum |ψs(x)|2 terkait dengan pola terang, sedangkan nilaiminimumnya terkait dengan pola gelap. Implikasinya, jarak antara dua pola terang(atau pola gelap) terdekat pada layar haruslah sebesar d, seperti yang sudah diasumsikanpada gambar 2.1(b) dan memang teramati demikian pada eksperimen celah ganda.

Kita bisa memvariasikan eksperimen celah ganda dengan menutup salah satu celah(misalkan celah 1) sehingga elektron hanya dapat melalui celah yang lain (celah 2).Pada kondisi itu, kita akan melihat intensitas tumbukan elektron yang melebar sepanjanglayar. Dengan kata lain, elektron terdifraksi oleh celah, suatu hal yang bertolak belakangdengan anggapan elektron sebagai partikel. Seharusnya satu titik yang sangat cerahdapat muncul pada layar ketika elektron berkelakuan sebagai partikel karena elektronmestinya melintasi celah dalam garis lurus.

Sekarang jika celah 1 yang tadinya ditutup itu mendadak kita buka, beberapa bagianlayar yang tadinya memiliki intensitas akan tiba-tiba berubah menjadi gelap sehinggamuncul pola interferensi gelap dan terang seperti yang sudah dijelaskan. Tentunyaaneh, bagaimana mungkin celah bertambah (dari satu celah menjadi dua celah), tetapiintensitas tumbukan elektron pada layar fosforesens malah berkurang di beberapa bagianlayar? Kita tidak bisa memahami fenomena ini dengan menganggap elektron sebagaipartikel. Mau tidak mau, kita harus menerima kenyataan bahwa elektron bisa memilikiperilaku seperti gelombang.

Page 12: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

12 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

Gambar 2.2 Akumulasi titik-titik lokasi elektron yang tiba pada layar berpendar, dari kondisiketika masih sedikit elektron yang menumbuk layar (gambar paling kiri) hingga sangat banyakelektron (gambar paling kanan). Sumber: Wikipedia.

Variasi lain dari eksperimen celah ganda adalah dengan mengontrol jumlah elektronyang masuk ke dalam celah. Salah satu caranya dengan “meredupkan” sumber elektron.Misalkan sumber elektron ini dapat dibuat sangat redup sehingga rata-rata hanya satutitik tertentu pada layar fosforesens yang berpendar setiap sekian detik. Perlakuanini ditujukan untuk menjamin elektron bergerak “sendiri-sendiri” dari sumber ke layar,tidak bersama-sama elektron yang lain. Jika elektron adalah partikel, mestinya elektronakan selalu menumbuk lokasi yang sama pada layar, berbeda dengan gelombang yangmenyebar mengisi ruang, seredup apapun intensitasnya.

Apa yang terjadi setelah ada cukup banyak elektron yang menumbuk layar? Pola apayang akan terbentuk? Di sinilah keajaiban mekanika kuantum dapat terlihat. Perhatikangambar 2.2. Dari data eksperimen, diperoleh akumulasi titik-titik yang pada akhirnyamenunjukkan pola interferensi (gelap dan terang) seperti dalam eksperimen celah gandadengan gelombang. Artinya, elektron memang memiliki sifat gelombang meskipunsekumpulan elektron tidak secara kolektif membentuk gelombang yang persis sepertigelombang klasik.

Contoh Soal: Difraksi Elektron dan Pola Interferensinya

Misalkan kita melakukan eksperimen celah ganda dengan menggunakanelektron sampai teramati pola interferensi pada layar.

(a) Jika energi elektron yang datang ke celah ganda diperbesar, sedangkanvariabel lainnya dijaga konstan, apa yang akan terjadi dengan periode polainterferensi pada layar?

(b) Elektron pada eksperimen diatur agar memiliki energi E = 1 eV yangmasuk melalui celah ganda dengan jarak antara kedua celah sebesar0, 6mm. Jika jarak antara layar dan celah ganda adalah 1m, berapakahjarak antara dua pola terang terdekat yang teramati pada layar? Nyatakanjawaban dalam satuan µm.

Page 13: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

13

Jawaban:

(a) Periode pola interferensi, d, berbanding lurus dengan panjang gelombangde Broglie dari elektron, λ. Sementara itu, λ = h/p, dengan momentumelektron p terkait energi melalui formula energi kinetik, E = p2/2m, ataup =

√2mE. Dari sini dapat disimpulkan bahwa d ∝ 1/

√E. Jika energi

elektron diperbesar, kita akan dapatkan periode pola yang mengecil, tetapitidak linear.

(b) Besaran yang ditanyakan di sini adalah nilai periode pola interferensi. Kitahitung dulu panjang gelombang elektron,

λ =h

p=

h√2mE

=6, 626× 10−34 J s√

2(9, 11× 10−31 kg)(1, 602× 10−19 J)

≈ 1, 22nm.

Dengan demikian, nilai periode pola interferensi adalah

d =λz0s

=1, 22× 10−9 m× 1m

0, 6× 10−6 m≈ 2, 033µm.

Partikel dalam kotak

Setelah mengetahui beberapa ciri khas persamaan Schrödinger serta menerima faktaadanya dualitas sifat partikel-gelombang untuk objek-objek kuantum semacam elektron,sekarang saatnya kita gunakan persamaan Schrödinger untuk memecahkan berbagaipermasalahan dalam mekanika kuantum. Kita mulai dari sistem yang sangat sederhana,yakni sebuah partikel yang terperangkap dalam suatu kotak. Sistem ini tak hanyamemunculkan keadaan-keadaan “diskret” (discrete states) yang khas dalam mekanikakuantum berupa tingkat-tingkat energi, tetapi juga memberikan model matematis yangsangat berguna untuk aplikasi beberapa perangkat elektronik.

Mari kita tinjau sebuah partikel dengan massa m yang dipengaruhi oleh potensialsatu dimensi, V (x), yang bervariasi hanya pada arah sumbu x. Kita dapat menuliskanpersamaan Schrödinger satu dimensi:

− ~2

2m

d2ψ(x)

dx2+ V (x)ψ(x) = Eψ(x), (2.21)

dengan E sebagai energi partikel dan ψ(x) adalah fungsi gelombang. Untuk modelpartikel dalam kotak, potensial V (x) dapat diasumsikan sebagai suatu “sumur potensial”dengan kedalaman tak hingga dan ketebalan L seperti ditunjukkan pada gambar 2.3(a).

Page 14: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

14 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

0 L 0 L

Partikel

Kotak(Sumur Potensial)

E1

E2

E3

E4

n = 1

n = 2

n = 3

n = 4

(a) (b)

Gambar 2.3 Sketsa dari (a) potensial V (x) untuk partikel dalam kotak dan (b) tingkat-tingkatenergi En dan fungsi gelombang ψn yang menjadi keadaan partikel dalam kotak.

Partikel yang terperangkap di dalam sumur potensial ini merasakan potensial V (x) = 0

untuk 0 < x < L serta merasakan V (x) = ∞ untuk x ≤ 0 dan x ≥ L. Sebagaiakibatnya, kita tidak mungkin berpeluang menemukan partikel di luar sumur. Partikelini hanya bisa berada di dalam sumur dengan V (x) = 0 sambil memenuhi persamaanSchrödinger:

− ~2

2m

d2ψ(x)

dx2= Eψ(x), (2.22)

yang disertai syarat batas pada kedua dinding sumur:

ψ(0) = 0, ψ(L) = 0. (2.23)

Fungsi gelombang ψ = 0 berlaku juga pada x < 0 dan x > L. Oleh karena itu, kitaakan fokus pada keadaan partikel di interval 0 < x < L yang memungkinkan kita untukmenemukan partikel di dalamnya.

Solusi umum untuk persamaan (2.22) dapat dituliskan dalam kombinasi fungsi sinusdan cosinus:

ψ(x) = A sin(kx) +B cos(kx), (2.24)

dengan A dan B adalah koefisien yang nilainya ditentukan dari syarat batas. Selain itu,supaya persamaan (2.24) bisa menjadi solusi untuk persamaan (2.22), kita memerlukank =

√2mE/~2 yang bisa dibuktikan dengan substitusi persamaan (2.24) ke (2.22).

Berdasarkan syarat batas pada persamaan (2.23), ψ(0) = A sin(0) + B cos(0) = 0

sehingga kita dapatkan B = 0 karena sin(0) = 0 dan cos(0) = 1. Dari perhitunganini, hanya fungsi sinus yang tersisa sebagai solusi ψ(x), yakni

ψ(x) = A sin(kx). (2.25)

Perhatikan kita masih memiliki syarat batas ψ(L) = 0 atau ψ(L) = A sin(kL) = 0.Kondisi ini membuat kL menjadi kelipatan bulat dari π, yakni kL = nπ atau

k =

√2mE

~2=nπ

L. (2.26)

Page 15: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

15

Jadi, fungsi gelombang dan energi partikel dalam kotak akan bertingkat mengikutikeadaan (state) n. Kita bisa tuliskan fungsi gelombang ψ(x) menjadi:

ψn(x) = An sin(nπxL

), (2.27)

sedangkan tingkat energi partikel dalam kotak dapat dituliskan dari relasiE = ~2k2/2m,yakni

En =~2

2m

(nπL

)2; n = 1, 2, . . . (2.28)

Gambar 2.3(b) menunjukkan ilustrasi tingkat-tingkat energi En untuk n = 1 sampain = 4 beserta fungsi gelombang ψn yang bersesuaian.

Nilai n dapat dibatasi hanya bilangan bulat positif n = 1, 2, . . . karena sifat fungsisinus sin(−a) = − sin(a) untuk sembarang bilangan riil a. Artinya, fungsi gelombangdengan n negatif pada dasarnya memiliki bentuk yang sama seperti fungsi gelombangdengan n positif terlepas dari pengali−1 yang terkait dengan faktor fase. Tingkat-tingkatenergi En dengan n negatif pun memiliki nilai yang sama seperti n positif karenaEn berbanding lurus dengan n2. Sementara itu, n = 0 akan menghasilkan fungsigelombang yang trivial, ψ0 = 0, yang tidak terkait dengan keadaan fisis apapun.

Kita juga bisa menormalisasi fungsi gelombang untuk partikel dalam kotak sehinggakonstanta An memiliki nilai tertentu:∫ L

0

|An|2 sin2(nπxL

)dx = |An|2

L

2= 1

∴ |An| =√

2

L.

Perhatikan bahwa ekspresi normalisasi |An| =√2/L mengisyaratkan An secara umum

merupakan bilangan kompleks. Namun, untuk kemudahan pembahasan, kita cukupambil An yang berupa bilangan riil. Dengan demikian, fungsi gelombang ψn yang sudahdinormalisasi untuk partikel dalam kotak adalah:

ψn(x) =

√2

Lsin(nπxL

); n = 1, 2, . . . (2.29)

Solusi persamaan Schrödinger seperti yang telah dijabarkan, dengan himpunan spesifiknilai yang dibolehkan untuk suatu parameter (misalnya energi) dan juga fungsi yangterkait erat dengan parameter tersebut, dikenal dengan istilah solusi eigen. Jadi, Enbisa disebut sebagai energi eigen, sedangkan ψn adalah fungsi eigen.

Dari solusi permasalahan partikel dalam kotak ini, ada beberapa poin mendasaryang juga terpenuhi untuk efek pengurungan kuantum (quantum confinement) secara

Page 16: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

16 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

umum, yang karakteristiknya cukup berbeda dengan apa yang mungkin kita bayangkandalam fisika klasik. Pertama, kita telah melihat bahwa nilai energi partikel membentukhimpunan diskret atau dengan kata lain terkuantisasi. Kedua, ada energi minimumuntuk keberadaan partikel. Untuk kasus partikel dalam kotak ini, energi terendah terkaitdengan n = 1, yakni E1 = (~2/2m)(π/L)2. Energi minimum semacam ini biasanyadisebut dengan “energi titik nol” (zero point energy). Terakhir, peluang menemukanpartikel yang direpresentasikan oleh |ψn|2 tidaklah tersebar merata sepanjang kotak,tetapi berbeda-beda untuk setiap tingkat energinya. Untuk n 6= 1 pada gambar 2.3 kitabahkan bisa melihat ada beberapa titik simpul fungsi sinus dengan ψn = 0 yang tidakmungkin menjadi tempat keberadaan elektron meskipun bukan di dinding kotak.

Contoh Soal: Energi Eigen dan Peluang Menemukan Partikel dalam Kotak

Sebuah elektron berada pada suatu sumur potensial tak hingga pada keduasisinya dengan ketebalan 1nm.

(a) Berapakah selisih tingkat energi pertama (terendah) dan ketiga? Nyatakanjawaban dalam satuan eV.

(b) Misalkan elekron berada pada tingkat energi terendah dari sumur potensialtersebut. Hitunglah probabilitas untuk menemukan elektron di antaraposisi 0, 1 dan 0, 2nm yang diukur dari salah satu sisi sumur?

Jawaban:

(a) Energi eigen atau tingkat-tingkat energi untuk suatu partikel dalam kotakdapat dihitung dengan rumus

En =~2

2m

(nπL

)2.

Tingkat energi pertama (n = 1) adalah:

E1 =~2π2

2mL2=

(1, 055× 10−34 J s)2 × π2

2× 9, 11× 10−31 kg× (10−9 m)2× 1 eV

1, 602× 10−19 J s

≈ 0, 376 eV.

Tingkat energi ketiga (n = 3) adalah

E1 =9~2π2

2mL2= 9E1.

Jadi, selisih tingkat energi pertama dan ketiga adalah:

E3 − E1 = 9E1 − E1 = 8E1 = 8× 0, 376 eV ≈ 3 eV.

(b) Probabilitas atau peluang menemukan elektron berbanding lurus dengankuadrat modulus amplitudo fungsi gelombang (kerapatan probabilitas).

Page 17: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

17

Fungsi gelombang ternormalisasi untuk partikel dalam kotak adalah

ψn(x) =

√2

Lsin(nπxL

).

Masukkan n = 1 dan L = 1 (dalam nm), kita peroleh ψ1 = 2 sin(πx).Selanjutnya, kita bisa lakukan integrasi kerapatan probabilitas |ψ1(x)|2

dengan batas bawah 0, 1nm dan batas atas 0, 2nm untuk menghitungpeluang menemukan elektron di antara kedua batas tersebut:

P =

∫ 0,2

0,1

|ψ1(x)|2dx =

∫ 0,2

0,1

2 sin2(πx)dx

=

∫ 0,2

0,1

[1− cos(2πx)]dx

= 0, 1−∫ 0,2

0,1

cos(2πx)dx

= 0, 1− 1

2π[sin(2π × 0, 2)− sin(2π × 0, 1)]

= 0, 042.

Degenerasi dan paritas

Dalam beberapa permasalahan mekanika kuantum, kita bisa menemukan sifat simetrissistem yang ditinjau. Di sini kita akan mengenal sekilas tentang degenerasi tingkatenergi dan paritas fungsi gelombang.

Konsep degenerasi dalam mekanika kuantum terkait dengan kondisi ketika satutingkat energi (nilai eigen) memiliki lebih dari satu fungsi eigen. Banyaknya fungsi eigendengan nilai eigen yang sama disebut dengan degenerasi dari keadaan eigen tersebut.Jika ada (misalkan saja) tiga keadaan yang memiliki nilai eigen yang sama, atau dengankata lain memiliki tingkat energi yang sama, maka nilai degenerasi dari keadaan tersebutadalah tiga dan keadaannya disebut sebagai keadaan terdegenerasi (degenerate state).Sementara itu, tingkat energi lainnya yang hanya memiliki satu fungsi eigen dikatakansebagai tingkat energi yang tidak terdegenerasi (nondegenerate state). Contoh keadaanterdegenerasi dapat ditemukan pada kasus partikel dalam kotak kubus tiga dimensi.

Untuk kotak tiga dimensi, kita misalkan setiap dinding kotak pada arah sumbu x,sumbu y, maupun sumbu z memiliki panjang yang sama, L, dan masing-masing dindingdipengaruhi potensial V (x, y, z) =∞, sedangkan di dalam kotak berlaku V (x, y, z) = 0.Sebagai akibat dari simetri, permasalahan ini dapat dipecah menjadi tiga persamaanSchrödinger satu dimensi yang tidak terkopel, masing-masing untuk arah sumbu x,sumbu y, dan sumbu z. Dengan demikian, fungsi gelombang yang memenuhi persamaan

Page 18: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

18 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

Schrödinger untuk partikel dalam kotak tiga dimensi merupakan perkalian dari tigasolusi independen permasalahan partikel dalam kotak satu dimensi, yaitu

ψnx,ny,nz(x, y, z) =

√2

Lsin(nxπx

L

)×√

2

Lsin(nyπy

L

)×√

2

Lsin(nzπz

L

)=

√8

L3sin(nxπx

L

)sin(nyπy

L

)sin(nzπz

L

).

Untuk mempermudah penulisan, kita dapat menggunakan notasi (nx, ny, nz) sebagairepresentasi fungsi gelombang ψnx,ny,nz .

Energi eigen total yang terkait dengan keadaan (nx, ny, nz) pada kasus tiga dimensiini diperoleh dengan menjumlahkan kontribusi energi eigen satu dimensi dari setiapsumbu:

En = Enx + Eny + Enz =~2π2

2mL2(n2x + n2y + n2z)

Kita bisa hitung beberapa keadaan energi:

n = 1→ (nx, ny, nz) = (1, 1, 1)→ E1 = 3~2π2/2mL2,

n = 2→ (nx, ny, nz) = (2, 1, 1)→ E2 = 6~2π2/2mL2,

n = 3→ (nx, ny, nz) = (1, 2, 1)→ E3 = 6~2π2/2mL2,

n = 4→ (nx, ny, nz) = (1, 1, 2)→ E4 = 6~2π2/2mL2,

dan seterusnya. Jika kita perhatikan, keadaan kedua, keadaan ketiga, dan keadaankeempat memiliki nilai energi yang sama, yakni E2 = E3 = E4 = 6~2π2/2mL2,meskipun fungsi gelombang dari ketiga keadaan itu berbeda-beda. Dengan demikian,keadaan-keadaan itu adalah keadaan terdegenerasi dengan degenerasi tiga, sedangkankeadaan pertama (keadaan terendah) tidak terdegenerasi.

Kembali ke persoalan satu dimensi, kita bisa lihat bahwa fungsi gelombang daripartikel dalam kotak memiliki bentuk simetris tertentu terhadap garis lurus vertikal

n = 1

n = 2

n = 3

n = 4

Gambar 2.4 Pada kasus partikel dalam kotak satu dimensi, keadaan n = 1, 3, . . . memiliki paritasgenap, sedangkan n = 2, 4, . . . memiliki paritas ganjil.

Page 19: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

19

yang melewati tengah kotak seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Untuk n = 1, 3, . . .

(bilangan ganjil), fungsi gelombang di sisi kanan adalah cerminan fungsi gelombangdi sisi kiri jika kita mengambil garis tengah sebagai referensi. Fungsi semacam iniadalah fungsi genap, atau bisa juga disebut memiliki “paritas” genap (even parity).Sementara itu, untuk n = 2, 4, . . . (bilangan genap), fungsi gelombang di sisi kananadalah cerminan terbalik dari fungsi gelombang di sisi kiri. Fungsi ini adalah fungsiganjil, atau paritas ganjil (odd parity).

Perlu diperhatikan, tidak semua sistem mekanika kuantum memiliki paritas ataupundegenerasi seperti partikel dalam kotak yang potensialnya sangat simetris. Meskipundemikian, kita nanti akan belajar lebih jauh bahwa sifat simetris tertentu (semacamparitas dan degenerasi) dari suatu permasalahan mekanika kuantum akan memudahkankita menghitung besaran fisis yang dapat teramati atau yang tidak dapat teramati.

Contoh Soal: Paritas Suatu Fungsi

Dari dua buah fungsi ini, sin(x) dan eix, manakah yang memiliki paritas tertentuterhadap titik x = 0? Tentukan apakah paritasnya genap atau ganjil!

Jawaban:

Kita bisa menentukan paritas untuk fungsi dalam soal dengan meninjau perilakuf(−x) terhadap f(x).

• Untuk f(x) = sin(x), kita bisa cek:

f(−x) = sin(−x) = − sin(x) = −f(x).

Jadi, sin(x) memiliki paritas ganjil.

• Untuk f(x) = eix:

f(x) = eix = cos(x) + i sin(x),

f(−x) = e−ix = cos(x)− i sin(x).

Jadi, kita tidak bisa menyatakan paritas tertentu untuk eix.

Latihan

1. Untuk fungsi-fungsi gelombang berikut ini, tentukan fungsi mana saja yang sudahternormalisasi!

(a) ψ(x) = eix pada interval [− 12 ,

12 ].

(b) ψ(x) = sin(πx) pada interval [0, 1].

(c) ψ(x) = (8/π)1/4

e−4x2

pada interval [−∞,∞].

Page 20: Persamaan Schrödinger - flex.phys.tohoku.ac.jp

20 Kuliah 2. Persamaan Schrödinger

2. Dalam suatu eksperimen celah ganda, berkas-berkas proton (inti atom hidrogen)ditembakkan pada dua celah yang memiliki jarak antarcelah sebesar 5nm. Massaproton sekitar 1836 kali massa elektron. Proton ini dipercepat oleh potensialsebesar 1V. Pola interferensi teramati pada layar fosforesens yang berjarak 10 cmdari celah. Berapa jarak antara dua pola terang (atau pola gelap) terdekat yangdapat muncul pada layar?

3. Misalkan kita memiliki partikel dalam kotak satu dimensi dengan sumur potensialtak hingga yang memiliki lebar Lz pada arah z (dengan kata lain, energi potensialbernilai tak hingga untuk z ≥ 0 dan z ≤ Lz, sedangkan pada z lainnya energipotensial bernilai nol). Apakah fungsi-fungsi f(z) di bawah ini merupakan solusidari persamaan Schrödinger (tak bergantung waktu) untuk kasus partikel dalamkotak tersebut?

(a) f(z) = sin(7πz/Lz)

(b) f(z) = cos(2πz/Lz)

(c) f(z) = 0, 5 sin(3πz/Lz) + 0, 2 sin(πz/Lz)

(d) f(z) = e(−0,4i) sin(2πz/Lz)

4. Terhadap titik x = 0, tentukanlah paritas (genap atau ganjil) dari fungsi-fungsif(x) berikut ini!

(a) f(x) = (x− a)(x+ a)

(b) f(x) = eix + e−ix

(c) f(x) = x(x2 − 1)