persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru bahasa...
TRANSCRIPT
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar
guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik sebagai prediktor munculnya motivasi belajar
pada siswa SMP Kristen 1 di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan teknik pengambilan data stratified random sampling dan metode analisis regresi.
Partisipan penelitian ini melibatkan 164 siswa SMP Kristen 1 Surakarta dengan kriteria siswa
yang mengikuti kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris di SMP Kristen 1 di Kota Surakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa koefesien nilai Beta persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris sebesar 0.268 dengan nilai t = 3.301 maka secara
mandiri dapat menjadi prediktor munculnya terhadap motivasi belajar. dan angka koefisien nilai
Beta efikasi diri akademik sebesar 0.205 dengan nilai t = 2.530 maka efikasi diri akademik siswa
dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajar. Maka persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik siswa secara bersama-sama dapat
menjadi prediktor munculnya motivasi belajar Bahasa Inggris pada siswa SMP Kristen 1
Surakarta.
Kata Kunci : Persepsi, kompetensi mengajar guru, efikasi diri akademik, motivasi belajar.
ii
Abstract
The purpose of this study was to determine the students' perception of English teachers teaching
competence and academic self-efficacy as a predictor of the emergence of junior high school
students motivation to learn at SMP Kristen 1 Surakarta. This study used quantitative methods of
data collection techniques stratified random sampling and regression analysis method.
Participants of this study involving 164 students SMP Kristen 1 Surakarta with the criteria of
students who participated in the teaching and learning English in junior SMP Kristen 1
Surakarta. Results from this study indicated that the Beta coefficient value students' perceptions
of the competence of teachers to teach English by 0268 with a value of t = 3301 then
independently can be a predictor of the emergence of the motivation to learn. and the number of
academic self-efficacy coefficient Beta value of 0205 with a value of t = 2.530, the student
academic self-efficacy can be a predictor of the emergence of motivation to learn. Then the
students' perception of teaching English teacher competence and student acedemic self-efficacy
together can be a predictor of the emergence of motivation to learn English in students SMP
Kristen 1 Surakarta.
Keywords: Perception, teachers teaching competence, academic self-efficacy, motivation to
learn.
1
PENDAHULUAN
Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan sebab manusia membutuhkan pendidikan
dan sebagai kunci dari masa depan manusia yang dibekali oleh akal dan pikiran. Dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi manusia yang
memiliki sumber daya berkualitas. Setara dengan penelitian yang dilakukan oleh Dinda dan
Melly (2012), sumber daya manusia yang berkualitas menjadi salah satu modal penting bagi
pembangunan suatu bangsa. Suatu bangsa yang memiliki sumber daya manusia bermutu tinggi
akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dengan meningkatkan sumber
daya manusia akan terciptanya peningkatan mutu pendidikan nasional. Kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan pendidikan
menjadi salah satu aspek penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Salah satunya adalah dengan adanya era pasar bebas ASEAN (AFTA) 2015, menuntut setiap
individu untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang handal terutama di bidang
Komunikasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Durand (2006) menyatakan bahwa sebagai sarana komunikasi global Bahasa Inggris
dapat digunakan untuk menguasai teknologi dengan baik dan diperlukan pengetahuan yang
memadai agar dapat menghadapi tuntutan dunia global yang sarat dengan persaingan yang
kompetitif. Dalam hal ini Bahasa Inggris mempunyai peranan penting dalam menguasai
teknologi komunikasi maupun berinteraksi secara langsung terutama dengan hadirnya media
internet yang mau tidak mau memaksa individu mempelajari bahasa inggris dan menjadikannya
memiliki peran penting dalam komunikasi dunia internasional (Crystal, 2003). Hal tersebut
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stella (2012), apabila siswa memiliki
kemampuan Bahasa Inggris yang baik, maka akan terbuka kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan yang baik terutama di perusahaan multinasional yang memang mensyaratkan
kemampuan bahasa inggris yang baik. Selanjutnya kemampuan tersebut dapat memberikan
potensi untuk memperluas pergaulan di dunia internasional. Hal ini dikarenakan Bahasa Inggris
merupakan bahasa pergaulan internasional dan secara umum bermanfaat untuk dapat bersaing di
era globalisasi. Tetapi apabila siswa tidak dapat menguasai Bahasa Inggris dengan baik maka
akan menjadi kendala bagi siswa untuk mendapatkan kesempatan kerja yang bagus di
perusahaan atau lembaga-lembaga swasta atau pemerintahan, tidak dapat berkomunikasi maupun
2
berinteraksi dalam dunia IPTEK dan kerjasama dalam dunia bisnis dengan para pengusaha di
negara lain. Menyadari akan pentingnya Bahasa Inggris, adanya Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Indonesia Nomor 060/U/1993 Tanggal 25 Februari 1993 tentang
Dimungkinkannya Progam Bahasa Inggris Diajarkan Lebih Dini sebagai Satu Mata Pelajaran
Muatan Lokal. Mata Pelajaran ini dapat dimulai pada pendidikan sekolah dasar sesuai anjuran
pemerintah.
Namun perkembangan Bahasa Inggris di Indonesia saat ini belum dapat dikatakan
berhasil. Sebagian besar kemampuan berbahasa Inggris para siswa yang secara formal telah
mempelajari Bahasa Inggris sejak tingkat sekolah dasar masih dikatakan belum memadai (Yusuf,
2010). Kenyataan tersebut dibuktikan dengan beberapa temuan di lapangan menunjukkan Nilai
Akhir (NA) siswa SMP yang diterima Disdikpora dari Kemendikbud Kota Solo mengungkapkan
bahwa dari 11.305 siswa yang mengikuti Ujian Nasional, dinyatakan 164 siswa tidak lulus. Maka
untuk presentase prestasi kelulusan hanya mencapai 98.55%. Selanjutnya, dari 164 siswa yang
tidak lulus tersebut memiliki nilai rendah pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
Untuk mencapai prestasi siswa tersebut, Syafi (2008) menyatakan bahwa proses belajar
mengajar tidak bisa terlepas dari berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi dan
menunjang keberlangsungannya. Salah satu penunjang utamanya adalah adanya peran motivasi
belajar bagi peserta didik. Dengan adanya peran motivasi yang dimiliki siswa dalam proses
pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau
bantuan kepada siswa untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran (Sarwono, 1989).
Beberapa hasil penelitian tentang pentingnya motivasi belajar dalam Bahasa Inggris
menunjukkan bahwa motivasi dalam pembelajaran Bahasa Inggris dapat digunakan sebagai
penggerak utama yang membawanya pada keberhasilan mempelajari Bahasa Inggris (Marlina,
2007).
Motivasi merupakan faktor psikologis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang
khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar.
(Sardiman, 1994). Sehingga seorang siswa yang memiliki motivasi yang kuat berarti memiliki
banyak energi untuk belajar. Seorang siswa yang memiliki intelegensi tinggi mungkin akan gagal
dalam pelajaran apabila kurang memiliki motivasi. Sedangkan hasil yang baik akan tercapai bila
adanya motivasi yang kuat (Nasution, 1986). Maka motivasi belajar sangat penting dimiliki oleh
3
siswa dalam proses kegiatan belajar. Motivasi belajar yang ada dalam diri diri siswa bukan
merupakan suatu kondisi namun motivasi timbul dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu dengan
adanya keinginan untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu dengan baik dan benar.
Rettob (1990), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
siswa, yaitu faktor internal (dari dalam individu) dan faktor eksternal (dari lingkungan). Senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Melinda dan Melly (2012), motivasi dirumuskan sebagai
dorongan untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan,
yang diakibatkan dari faktor luar (eksternal) yaitu persepsi pada kompetensi mengajar guru. Pada
faktor dari luar yaitu persepsi pada kompetensi mengajar guru. Persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru mempunyai peran penting dalam menumbuhkan motivasi belajar
siswa.
Menurut Walgito (2003), persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses
pengindraan yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau disebut
proses sensori. Persepsi merupakan proses subjektif pengolahan bagaimana manusia menilai
suatu objek. Menurut Alisuf (1993), persepsi yaitu pandangan atau pengertian bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi merupakan hal yang penting karena
pandangan seseorang berperilaku terhadap suatu objek atau individu lain tidaklah sama. Dalam
kegiatan belajar persepsi siswa mengarah pada bagaimana siswa memandang dan menilai
kompetensi mengajar guru.
Menurut Usman (2005), kompetensi mengajar guru adalah kemampuan dan kewenangan
guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan
faktor penting seperti bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang
dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak
didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. sehingga seorang guru
diharapkan memiliki kompetensi mengajar profesional berkaitan dengan perannya sebagai
tenaga pendidik. Menurut Purwanto (2007) maka persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar
guru adalah proses ketika siswa menerima, mengorganisasikan, dan menginterpretasi
kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang dimiliki gurunya pada saat mengajar.
Kompetensi dalam mengajar guru menarik untuk dikaji, mengingat guru sebagai sentral dalam
proses belajar mengajar. Guru dipandang sebagai gudangnya ilmu dan metodologi, sekaligus
4
tempat bertanya siswa. Oleh karenanya, kemampuan guru mengajar menjadi keharusan yang
harus terpenuhi. Maka peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila didukung oleh
kompetensi mengajar guru yang berkualitas. Menurut Suryadi (1992), guru yang berkualitas
memiliki kemampuan profesional, upaya profesional dan waktu yang dicurahkan untuk kegiatan
profesionalnya. Untuk menjadi seorang guru yang profesional selain harus menguasai materi
namun juga dapat melakukan penyampaian materi belajar yang tepat agar tercipta
keberlangsungan proses belajar mengajar yang tepat pula untuk peserta didik.
Dalam kegiatan belajar mengajar persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru
dapat memunculkan motivasi belajar siswa. Apabila siswa memiliki persepsi yang positif
terhadap kompetensi mengajar guru maka semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki siswa.
Dengan adanya motivasi belajar, siswa memiliki semangat untuk memperhatikan materi yang
diajarkan guru dan siswa memiliki hasil belajar yang baik. Namun apabila siswa memiliki
persepsi yang buruk terhadap kompetensi mengajar guru maka rendahnya motivasi belajar siswa.
Dan rendahnya motivasi belajar siswa maka akan membuat siswa menjadi malas belajar materi
yang diajarkan dan memiliki hasil belajar yang buruk. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian
yang dilakukan oleh Pangky (2010) menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara
persepsi kompetensi mengajar guru dengan motivasi belajar siswa namun tidak dipengaruhi oleh
efikasi diri siswa, sedangkan menurut Monks (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar siswa adalah cita-cita dan aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi
lingkungan siswa, unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, upaya guru dalam
membelajarkan siswa. Secara khusus kondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan kondisi rohani.
Kondisi rohani dapat dikaitkan dengan kondisi psikis karena mempunyai kesamaan yaitu kondisi
dalam diri yang berkaitan dengan pikiran, akal, ingatan, termasuk proses kesadaran maupun
ketidaksadaran. Efikasi diri akademik merupakan bagian dari kondisi rohani yang berkaitan
dengan keyakinan dalam diri. Dalam hal ini tinggi rendahnya efikasi diri akademik yang dimiliki
siswa berkaitan dengan motivasi belajar siswa.
Tentang efikasi diri (self-efficacy), Bandura (1977) mendefinisikan sebagai keyakinan
diri dalam pertimbangan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan
menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai kinerja yang diinginkan. Hal ini tidak
tergantung pada jenis ketrampilan atau keahlian yang dimiliki seseorang, tetapi berhubungan
5
dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan menyangkut seberapa besar usaha yang
dikeluarkan seseorang dalam suatu tugas dan seberapa lama seseorang akan bertahan. Keyakinan
yang kuat akan kemampuan diri menyebabkan seseorang terus berusaha sampai tujuannya
tercapai. Namun, apabila keyakinan diri itu tidak kuat seseorang cenderung akan mengurangi
usahanya bila menemui masalah. Penilaian terhadap diri sendiri dapat membantu seseorang
untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri dan potensi apa yang menonjol dari diri sendiri
sehingga seseorang dapat mengasah potensi tersebut untuk membentuk manusia yang memiliki
kualitas sumber daya yang tinggi. Pada akhirnya, kondisi ini dapat memunculkan motivasi
belajar pada siswa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ridaul, Trisno dan Hary (2012), dalam tugas
pada siswa berupa Ujian Akhir Nasional, siswa yang memiliki efikasi diri akademik tinggi
mempunyai kemantapan dan komitmen dalam mencapai tujuan yang diinginkan, merasa mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, mengembangnya perilaku positif dalam
mengerjakan tugas. Dengan adanya keyakinan positf dalam diri atau efikasi diri akademik tinggi
yang dimiliki siswa tersebut akan memunculkan rasa tidak mudah menyerah dalam
menyelesaikan tugas yang sedang dikerjakannya. Pada akhirnya kondisi tersebut dapat
memunculkan motivasi pada siswa. Namun Siswa yang memiliki keyakinan diri yang buruk atau
efikasi diri akademik rendah yaitu merasa tidak yakin dapat menyelesaikan tugas yang diberikan
kepadanya, tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik apabila tidak dibantu oleh orang lain,
mudah menyerah apabila menghadapi kesulitan, dan sering kali rendah diri melihat temannya
yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik maka akan sulit bagi siswa untuk memiliki
motivasi belajar.
Dari hasil wawancara dengan salah satu guru Bahasa Inggris SMP Kristen 1 Surakarta
menyatakan bahwa saat guru mengajar siswa terpaku pada buku teks, mengerjakan soal latihan
yang diberikan guru, merumuskan materi dari buku cetak dan pemberian PR sehingga siswa
merasa jenuh, kurang tertarik, kurang merespon pada materi pelajaran, tidak pernah mencatat apa
yang telah dijelaskan oleh guru, sering menguap, lama berespon dalam mengerjakan tugas,
terlihat mengantuk, dan sering berbicara dengan teman disampingnya. Kondisi seperti itu
menyebabkan siswa menjadi kurang adanya motivasi untuk belajar dan berpengaruh pada
prestasi belajar siswa khusus mata pelajaran Bahasa Inggris kelas VII semester 1 tahun 2013
6
terutama mengenai batas tuntas mata pelajaran tersebut adalah 60, ternyata yang tuntas sekitar
60% dari 30 siswa di kelas tersebut bahkan terdapat peserta didik yang nilainya kurang dari 60.
Mengingat pentingnya peran Bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang masuk dalam
ujian nasional, sehingga mata pelajaran ini agak mencemaskan atau dikhususkan dalam mata
pelajaran. Terkait dengan fungsi dan peran Bahasa Inggris, siswa harus berusaha meningkatkan
prestasinya dengan berbagai cara. Namun pengalaman menunjukkan bahwa masih banyak
kendala-kendala yang dihadapi siswa karena tidak semua siswa menerima pelajaran Bahasa
Inggris sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Dari hasil observasi pada bulan Agustus 2014 khususnya kelas VII di SMP Kristen 1
Surakarta terdapat permasalahan yaitu siswa jarang mencatat materi yang telah disampaikan oleh
guru, siswa tidak aktif dalam pembelajaran berlangsung, dan setiap kali siswa diberikan tugas
siswa jarang mengerjakan. Dari permasalahan di atas menunjukkan perilaku siswa yang kurang
termotivasi dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran Bahasa Inggris adalah masalah serius.
Dari sini penulis mencoba untuk mengetahui apakah persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik dapat menjadi prediktor munculnya
motivasi belajar siswa.
Berdasarkan paparan di atas, maka pentingnya dilakukan penelitian ini dikarenakan
belum ada penelitian yang menguji apakah persepsi terhadap kompetensi mengajar guru dan
efikasi diri akademik dapat sebagai prediktor munculnya motivasi belajar siswa.
Motivasi Belajar
Berbicara mengenai motivasi, maka sangat erat hubungannya dengan corak, pola, alasan
seseorang melakukan sesuatu (Zul & Ratu 1989). Selain itu dalam psikologi motif adalah daya
penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas demi suatu tujuan tertentu.
Menurut para ahli, Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan
kegigihan perilaku. Yang artinya, perilaku yang memiliki motivasi perilaku yang penuh energi,
terarah, dan bertahan lama. Selajutnya menurut Barelson dan Stamer dalam Koontz (2001)
mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong,
mengaktifkan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan. Menurut Winkel (2004), motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
7
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan
belajar itu demi mencapai suatu tujuan.
Sudjana (2006) mengemukakan bahwa motivasi belajar yang ada dalam diri seseorang
memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Minat dan perhatian terhadap mata pelajaran artinya menaruh perhatian dan minat siswa
terhadap kegiatan-kegiatan itu.
b. Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya artinya rajin dalam
mengerjakan tugas sekolah
c. Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya artinya tidak pernah
mengabaikan tugas sekolah, dan berani mengakui kesalahan ketika mengerjakan tugas
sekolah
d. Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru artinya senang
memperhatikan guru ketika sedang mengajar dan aktif bertanya di ruang kelas
e. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan artinya dalam
mengerjakan tugas-tugas memusatkan perhatian sepenuhnya, tidak mudah
menyerah/putus asa, dan berusaha mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Selain dari aspek-aspek motivasi belajar siswa, Rettob (1990) menyatakan bahwa dalam
aktifitas belajar, siswa membutuhkan dorongan atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan
dapat tercapai. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, antara
lain :
1. Faktor Internal
a. Pandangan seseorang tentang bahasa yang sedang dipelajari. Jika siswa memiliki
padangan positif terhadap bahasa yang dipelajari maka ia akan memiliki motivasi yang
positif. Dalam kaitannya dengan hal ini, semakin siswa tertarik pada Bahasa Inggris
karena adanya pandangan bahwa Bahasa Inggris semakin banyak digunakan dalam
dunia internasional.
8
b. Sikap seseorang terhadap bahasa yang dipelajari. Sikap tersebut diantaranya adalah
dengan adanya keyakinan diri (efikasi diri) bahwa siswa mampu untuk menguasai
Bahasa Inggris dengan baik. Sikap dan motivasi sangat berkaitan dan mengacu pada
keterarahan tingkah laku.
2. Faktor Eksternal:
a. Faktor orang tua yang digolongkan pada peran aktif dan pasif terhadap anaknya yang
belajar Bahasa Inggris. Orang tua yang berperan aktif akan bersikap mendorong
anaknya untuk belajar dengan baik.
b. Persepsi siswa terhadap lingkungan sosial tempat pembelajar itu berada. Hal tersebut
juga termasuk tentang kompetensi mengajar guru.
Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa di atas, penulis dapat
memahami bahwa adanya faktor tersebut dapat memberikan suatu kejelasan tentang proses
belajar yang dipahami oleh siswa. Dengan demikian seorang guru harus benar-benar memahami
dan memperhatikan adanya faktor tersebut pada siswa, sehingga di dalam memberikan dan
melaksanakan proses belajar mengajar harus memperhatikan faktor tersebut, baik dari psikologis,
lingkungan dengan kata lain faktor intern dan ekstren.
Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Mengajar Guru
Persepsi didefinisikan sebagai penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda,
manusia atau situasi yang bersifat positif maupun negatif. (Atkinson & Hilgard, 1987).
Sedangkan Thoha (1986), menyatakan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap
orang dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik lewat penglihatan, pendengaran,
penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Dari beberapa pengertian di atas, persepsi adalah sebagai proses mental pada individu
dalam usahanya mengenal sesuatu yang meliputi aktifitas mengolah suatu stimulus yang
ditangkap indera dari suatu obyek, sehingga didapat pengertian dan pemahaman tentang stimulus
tersebut. Persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri individu di saat ia menerima
stimulus dari lingkungannya.
Winkel (1996), mengemukakan bahwa setiap siswa yang memandang belajar di sekolah
pada umumnya, atau bidang studi tertentu. Sesuatu yang bermanfaat baginya akan memberikan
9
penilaian terhadap semua aspek yang berkaitan dengan hal tersebut. Sebaliknya, siswa yang
memandang itu semua sebagai sesuatu yang tidak berguna akan memberikan penilaian yang
negatif.
Dalam kaitannya dengan bidang studi Bahasa Inggris, persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru adalah tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap
kemampuan dan kewenangan guru Bahasa Inggris dalam menjalankan profesi keguruannya,
terutama dalam hal melaksanakan proses belajar mengajar bidang studi Bahasa Inggris di kelas.
Siswa menerima rangsangan-rangsangan atau stimulus-stimulus berupa guru dan proses
pengajaran yang dilakukannya, yang selanjutnya diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai
suatu pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16/2007, aspek-
aspek kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi professional. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Selvy (2007)
menyatakan bahwa kompetensi guru terbagi ke dalam tiga area yaitu kompetensi mata pelajaran,
kompetensi pedagogik, dan kompetensi budaya. Namun tidak berbeda dengan kompetensi guru
yang disebutkan oleh Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 16/2007 karena pengertian
kompetensi pedagogik adalah sama, sedangkan kompetensi mata pelajaran diberi arti sama
dengan kompetensi profesional guru, sedangkan kompetensi sosial dan kepribadian dijadikan
satu istilah kompetensi budaya. Berdasarkan hasil penelitian Selvy (2007), kompetensi
profesional guru mencakup sembilan seperangkat kompetensi yaitu :
1. Kompetensi mata pelajaran yaitu kompetensi utama guru yang dijadikan acuan untuk
mengajar materi pada siswa sesuai dengan konten mata pelajaran.
2. Kompetensi penelitian meliputi kompetensi metode penelitian dan teknik, merancang dan
melaksanakan penelitian di bidang guru.
3. Kompetensi kurikulum yaitu terbagi menjadi dua, kompetensi pengembangan kurikulum
dan kompetensi pelaksanaan kurikulum.
4. Kompetensi belajar sepanjang hayat yaitu mengharuskan guru mengambil tanggung jawab
mereka dalam bertindak untuk pembelajar mereka sendiri dalam proses belajar sepanjang
hayat.
10
5. Kompetensi sosial-budaya meliputi pengetahuan tentang latar belakang sosial budaya siswa
lokal maupun nasional dan nilai-nilai internasional, demokrasi dan isu-isu hak asasi
manusia, team dan guru mampu bekerja secara kolaboratif.
6. Kompetensi emosional yaitu terdiri dari nilai, moral, kepercayaan, sikap, kecemasan,
motivasi, dan empati yang harus dimiliki guru.
7. Kompetensi komunikasi meliputi model komunikasi, interaksi diantara guru, siswa,
lingkungan sosial dan topik pembelajaran.
8. Kompetensi teknologi informasi dan komunikasi yaitu digunakan sebagai alat dan
peralatan teknis untuk menjangkau dan mentranfer pengetahuan kepada siswa.
9. Kompetensi lingkungan dapat didefinisikan sebagai kompetensi untuk sikap dan
keterampilan guru tentang sistem ekologi dan lingkungan.
Efikasi Diri Akademik
Menurut teori Bandura (1977), efikasi diri didefinisikan sebagai keyakinan seseorang
tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan progam tindakan yang
diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Bandura juga menyatakan bahwa efikasi diri
membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan
ketekunan yang mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan dan derajat kecemasan atau
ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakupi
kehidupan mereka. Berkaitan dengan bidang akademik dalam teori yang dikemukakan oleh
Baron dan Byrne (2003) menyatakan bahwa efikasi diri akademik merupakan keyakinan diri
seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas akademik yang diberikan dan
menandakan level kemampuan dirinya.
Bandura (1977) menjelaskan bahwa individu yang memiliki efikasi diri akademik
tinggi cenderung memilih terlibat langsung dalam mengerjakan suatu tugas, sedangkan
individu yang memiiliki efikasi diri akademik rendah cenderung mengerjakan suatu tugas
tertentu meskipun tugas-tugas tersebut dirasa sulit. Mereka yang gagal dalam melaksanakan
sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali efikasi diri akademik setelah mengalami
kegagalan tersebut.
Bandura (1977) juga menyatakan bahwa individu yang memiliki efikasi diri akademik
tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha keras, pengetahuan dan
11
ketrampilan. Namun pada invidu yang memiliki efikasi diri akademik rendah akan menjauhi
tugas-tugas yang sulit kerena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi mereka. Individu
tersebut memliki aspirasi yang rendah serta komitmen yang rendah dalam mencapai suatu
tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan dan individu tidak berpikir bagaimana cara
yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Selain itu individu cenderung lamban
dalam membenahi kembali efikasi diri akademik ketika mereka menghadapi kegagalan.
Dari penyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
efikasi diri akademik tinggi memiliki ciri-ciri cenderung memilih terlibat langsung dalam
mengerjakan suatu tugas, cenderung mengerjakan tugas tertentu, sekaligus tugas yang dirasa
sulit, menganggap kegagalan sebagai akibat kurangnya usaha, pengetahuan dan ketrampilan,
gigih dalam berusaha, percaya pada kemampuan diri yang dimiliki, hanya sedikit
menampakkan keragu-raguan, suka mencari situasi baru. Sedangkan individu yang memiliki
efikasi diri akademik rendah cenderung menghindari tugas, ragu-ragu akan kemampuannya,
tugas yang sulit dipandang sebagai ancaman, lamban dalam membenahi diri ketika mendapat
kegagalan, sspirasi dan komitmen pada tugas lemah, tidak berfikir bagaimana cara menghadapi
masalah, tidak suka mencari situasi yang baru.
Efikasi diri akademik yang dimiliki seseorang berbeda-beda, dapat dilihat berdasarkan
aspek yang mempunyai implikasi penting pada perilaku. Bandura (1977), mengemukakan ada
tiga aspek dalam efikasi diri, yaitu :
1. Magnitude. yaitu tingkat masalah berkaitan dengan derajat kesulitan tugas siswa.
Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba siswa berdasar
ekspetasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Siswa akan berusaha melakukan tugas
tertentu yang siswa persepsikan dapat dilaksanakannya dan siswa akan menghindari
situasi dan perilaku yang siswa persepsikan di luar batas kemampuannya.
2. Generality, yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang perilaku dimana siswa
merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan
dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian
aktivitas dan situasi yang lebih dan bervariasi.
3. Strength, yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan siswa atas kemampuannya.
Pengharapan yang kuat dan mantap pada siswa atas kemampuannya. Pengharapan
12
yang kuat dan mantap pada siswa akan mendorong untuk gigih dalam berupaya
mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang
menunjang. Sebaliknya pengharapn yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri
akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.
Kerangka Berpikir
Persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru adalah proses ketika siswa
menerima, mengorganisasikan, dan menginterpretasi kemampuan, pengetahuan, ketrampilan
dan perilaku yang dimiliki gurunya pada saat mengajar (Purwanto, 2007). Menurut Alisuf
(1993), siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, yaitu persepsi
yang tinggi atau persepsi yang rendah. Persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru
merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan motivasi belajar siswa (Melinda dan Melly,
2012).
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan arah
pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkel 2004).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Pangky (2010), menunjukkan bahwa adanya
hubungan positif antara persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru terhadap motivasi
belajar siswa. Apabila siswa memiliki persepsi pada kompetensi mengajar guru yang tinggi
maka hal tersebut dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Dengan adanya motivasi
belajar, siswa memiliki semangat untuk memperhatikan materi yang diajarkan guru dan siswa
memiliki hasil belajar yang baik. Namun apabila siswa memiliki persepsi yang buruk pada
kompetensi mengajar guru maka motivasi belajar siswa akan rendah. Dengan rendahnya
motivasi belajar siswa maka siswa menjadi malas belajar pada materi yang diajarkan guru dan
memiliki hasil belajar yang buruk.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah efikasi diri
akademik. Efikasi diri akademik dalam teori yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2003)
menyatakan bahwa efikasi diri akademik merupakan keyakinan diri seseorang bahwa dirinya
mampu untuk melakukan tugas akademik yang diberikan dan menandakan level kemampuan
dirinya.
13
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ridaul, Trisno dan Hary (2012), menyebutkan
bahwa siswa yang memiliki efikasi diri akademik yang tinggi akan memunculkan rasa tidak
mudah menyerah dalam menyelesaikan tugas yang sedang dikerjakannya yang pada akhirnya
akan memunculkan motivasi belajar siswa. Dibandingkan dengan siswa yang memiliki efikasi
diri akademik rendah, siswa merasa tidak yakin dapat menyelesaikan tugas yang diberikan
kepadanya, tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik apabila tidak dibantu oleh orang lain,
mudah menyerah apabila menghadapi kesulitan, dan sering kali rendah diri melihat temannya
menyelesaikan tugas dengan baik maka akan sulit bagi siswa untuk memiliki motivasi belajar.
Syafi (2008) menyatakan bahwa jika seorang siswa memiliki motivasi belajar yang
tinggi, maka ia akan semangat dan terdorong untuk belajar rajin, aktif, dan giat sehingga akan
berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa. Selain itu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi belajar siswa terdiri dari faktor eksternal yaitu faktor dari lingkungan
dan faktor internal yaitu faktor dari dalam individu. Oleh karena itu, persepsi siswa yang baik
pada kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik yang tinggi, maka siswa menjadi
semangat dan menikmati kegiatan belajar bersama gurunya, siswa akan terdorong untuk giat
dan rajin belajar sehingga kedua hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa (Rettob, 1990).
Berdasarkan uraian kerangka berpikir, maka peneliti menggambarkan model kerangka
berpikir antara tiga variabel yaitu persepsi siswa pada kompetensi mengajar guru, efikasi diri
akademik, dan motivasi belajar. Kerangka berpikir persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru dan efikasi diri akademik sebagai prediktor munculnya motivasi belajar dapat
dilihat pada Gambar 1.1
Persepsi siswa pada kompetensi
mengajar guru
Efikasi diri akademik siswa
(y)
Motivasi belajar
14
Gambar 1.1.
Skema Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Mengajar Guru Bahasa Inggris dan
Efikasi Diri Akademik Sebagai Prediktor Munculnya Motivasi Belajar Pada Siswa
SMP Kristen 1 Kota Surakarta
Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa pada kompetensi mengajar guru
Bahasa Inggris dengan motivasi belajar Bahasa Inggris siswa SMP Kristen 1 Surakarta.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri akademik siswa dengan motivasi
belajar Bahasa Inggris siswa SMP Kristen 1 Surakarta.
3. Persepsi siswa pada kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik
dapat menjadi prediktor bagi munculnya motivasi belajar Bahasa Inggris siswa SMP
Kristen 1 Surakarta.
METODE PENELITIAN
A. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMP Kristen 1 Surakarta. Dalam
menentukan jumlah sampel yang akan diambil, peneliti menggunakan rumus pengambilan
sampel yang berasal dari Slovin yaitu :
Keterangan
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : margin error (5% = 0,05)
Jumlah populasi SMP Kristen 1 Surakarta berjumalah 536 siswa. Maka penelitian ini
melibatkan sejumlah 164 siswa, dari kelas VII 67 siswa dan kelas VIII 97 siswa, seluruhnya
berjenis kelamin pria dan wanita, berusia antara 12 sampai 15 tahun. Teknik pengambilan
15
sampel menggunakan stratified random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dan
berstrata (Azwar, 2003). karena di setiap kelas VII dan kelas VIII memiliki beberapa
karakteristik yang tidak homogen dan berstrata secara proportional. Kriteria subjek adalah
siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris di SMP Kristen 1 Surakarta.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 - 28 Februari 2015 di SMP Kristen 1 Kota
Surakarta.
B. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala untuk mengungkap
respon pribadi subjek. Skala yang digunakan yaitu skala motivasi belajar, skala persepsi pada
kompetensi mengajar guru, dan skala efikasi diri akademik. adapun ketiga skala tersebut
sebagai berikut :
1. Skala Motivasi Belajar
Skala motivasi belajar digunakan untuk mengukur motivasi belajar siswa-siswi
kelas Bahasa Inggris. Penyusunan skala ini diadaptasi dan kemudian diperbaiki oleh
penulis dari penelitian skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
oleh Franklin G.J (2011). Skala motivasi belajar ini mengacu pada aspek-aspek yang
dikemukakan Sudjana (2006) yang terdiri dari lima aspek yaitu minat dan perhatian
terhadap mata pelajaran, semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya,
tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya, reaksi yang
ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru, rasa senang dan puas dalam
mengerjakan tugas yang diberikan.
Pola dasar pengukuran skala motivasi belajar ini mengikuti pola metode skala
likert. Pilihan jawaban memiliki 4 alternatif yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun kriteria pemberian nilai
adalah sebagai berikut : untuk aitem instrinsik yang berfungsi sebagai aitem
favorable, jawaban SS mendapat nilai 4, jawaban S mendapat nilai 3, jawaban TS
mendapat nilai 2, dan STS mendapat nilai 1. Sedangkan untuk aitem ekstrinsik yang
berfungsi sebagai aitem unfavorable adalah sebagai berikut : jawaban SS mendapat
nilai 1, jawaban S mendapat nilai 2, jawaban TS mendapat nilai 3, dan jawaban STS
mendapat nilai 4. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin
16
instrinsik motivasi belajar siswa dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh
subjek berarti semakin ekstrinsik motivasi belajar siswa.
Dari hasil uji coba sebanyak satu putaran yang telah dilakukan penelitian
sebelumnya oleh Franklin G.J (2011), uji daya diskriminasi item terhadap 30 item
angket motivasi belajar, 30 item dinyatakan valid. Dengan koefisien daya
diskriminasi item sebesar 0,355 – 0,634. Kemudian uji reliabilitas dengan
menggunakan cronbach’s alpha didapatkan hasil koefisien reliabilitias sebesar 0.884.
Maka, alat ukur motivasi belajar termasuk dalam kategori reliabel dan baik digunakan
sebagai alat ukur motivasi belajar.
Dari hasil uji daya diskriminasi item yang telah dilakukan penulis sebanyak dua
putaran terhadap 30 item angket motivasi belajar, 18 item bertahan sedangkan 12
item dinyatakan gugur. Item-item tersebut mempunyai koefisien daya diskriminasi
item sebesar 0,346 – 0,746. Kemudian, pengujian terhadap reliabilitas alat ukur ini
dengan menggunakan cronbach’s alpha. Dari uji reliabilitas didapatkan hasil
koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Maka, alat ukur motivasi belajar termasuk dalam
kategori reliabel. Dalam alat ukur motivasi belajar, semua aspek terwakili oleh 18
item yang bertahan.
2. Skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Mengajar Guru
Skala kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi siswa pada
kompetensi mengajar guru. Skala ini digunakan untuk mengukur persepsi siswa-siswi
pada kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris. Penyusunan skala ini diadaptasi dan
kemudian diperbaiki oleh penulis dari penelitian tesis Progam Pasca Sarjana Magister
Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana oleh Basori (2011). Skala
ini mengacu pada aspek-aspek persepsi siswa pada kompetensi mengajar guru yang
dikemukakan oleh Selvy (2007), yaitu kompetensi mata pelajaran, kompetensi
penelitian, kompetensi kurikulum, kompetensi belajar sepanjang hayat, kompetensi
sosial-budaya, kompetensi emosional, kompetensi komunikasi, kompetensi informasi
dan teknologi, dan kompetensi lingkungan.
Pola dasar pengukuran persepsi pada kompetensi mengajar guru ini mengikuti
pola metode skala likert. Pilihan jawaban memiliki 4 alternatif yaitu Sangat Setuju
17
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun kriteria
pemberian nilai adalah sebagai berikut : untuk aitem instrinsik yang berfungsi sebagai
aitem favorable, jawaban SS mendapat nilai 4, jawaban S mendapat nilai 3, jawaban
TS mendapat nilai 2, dan STS mendapat nilai 1. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek berarti semakin instrinsik persepsi pada kompetensi mengajar guru dan
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin ekstrinsik
persepsi pada kompetensi mengajar guru.
Dari hasil uji coba sebanyak satu putaran yang telah dilakukan penelitian
sebelumnya oleh Basori (2011), uji daya diskriminasi item terhadap 47 item angket
motivasi belajar, 47 item dinyatakan valid. Dengan koefisien daya diskriminasi item
sebesar 0,303 – 0,498. Kemudian uji reliabilitas dengan menggunakan cronbach’s
alpha didapatkan hasil koefisien reliabilitias sebesar 0.852. Maka, alat ukur persepsi
siswa terhadap kompetensi mengajar guru termasuk dalam kategori reliabel dan baik
digunakan sebagai alat ukur persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru.
Dari hasil uji daya diskriminasi item yang telah dilakukan oleh penulis sebanyak
satu putaran terhadap 47 item angket persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar
guru, dinyatakan 47 item tersebut bertahan. Item-item tersebut mempunyai koefisien
daya diskriminasi item sebesar 0,317 – 0,652. Kemudian, pengujian terhadap
reliabilitas alat ukur ini dengan menggunakan cronbach’s alpha. Dari uji reliabilitas
didapatkan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Maka, alat ukur persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru termasuk dalam kategori sangat reliabel. Dalam
alat ukur persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru, semua aspek terwakili
oleh 47 item yang bertahan.
3. Skala Efikasi Diri Akademik
Skala ketiga yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala efikasi diri
akademik. skala ini digunakan untuk mengukur efikasi diri akademik siswa kelas
Bahasa Inggris. Penyusunan skala efikasi diri akademik yang disusun oleh penulis ini
mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bandura (1977), yang terdiri dari
tiga aspek, yaitu aspek magnitude, generality, strength.
18
Pola dasar pengukuran skala Efikasi Diri Akademik ini mengikuti pola metode
skala likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu (1), Sangat Tidak Percaya
Diri (2), Tidak Percaya Diri (3), Percaya Diri dan (4), Sangat Percaya Diri. Semakin
tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin instrinsik efikasi diri akademik dan
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin ekstrinsik
efikasi diri akademik.
Dari hasil uji daya diskriminasi item yang telah dilakukan oleh penulis sebanyak
dua putaran terhadap 18 item angket efikasi diri akademik, 17 item bertahan
sedangkan 1 item dinyatakan gugur. Item-item tersebut mempunyai koefisien daya
diskriminasi item sebesar 0,456 – 0,667. Kemudian, pengujian terhadap reliabilitas
alat ukur ini dengan menggunakan cronbach’s alpha. Dari uji reliabilitas didapatkan
hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,899. Maka, alat ukur efikasi diri akademik
termasuk dalam kategori reliabel. Dalam alat ukur efikasi diri akademik, semua aspek
terwakili oleh 17 item yang bertahan.
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi dengan bantuan
progam Statistical Packages for Sosial Science (SPSS) for Windows release 16.0. Analisis
regresi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan
antara dua atau lebih variabel yang berupa hubungan kasual atau fungsional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data Deskriptif
Sebelum dilakukan uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Peneliti
menguji statistik deskriptif setiap variabel. Untuk mengetahui tinggi, sedang, dan rendah maka
dilakukan kategorisasi terhadap skala yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan distribusi
kurva normal dengan menggunakan rumus deviasi standar. (Sugiyono, 2005)
19
Tabel 1
Kategorisasi Skor Skala Motivasi Belajar
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Presentase Mean SD
Tinggi 67 ≤ x ≤ 120 21 12.80%
Sedang 52 ≤ x < 67 115 70.12% 89.47 7.08
Rendah 30 ≤ x < 52 28 17.07%
Keterangan x = motivasi belajar
Dari hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 21 siswa (12.80%)
menyatakan bahwa motivasi belajar dalam kriteria tinggi, 115 siswa (70.12%) menyatakan
bahwa motivasi belajar dalam kriteria sedang. Dan 28 siswa (17.07%) menyatakan bahwa
motivasi belajar dalam criteria rendah. Rata-rata dari skor motivasi belajar sebesar 89.47.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata subjek memiliki motivasi belajar
yang masuk dalam kategori sedang.
Tabel 2
Kategori Skor Skala Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Mengajar Guru
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Presentase Mean SD
Tinggi 164 ≤ x ≤ 188 23 14.02%
Sedang 133 ≤ x < 164 108 65.85% 148.48 15.92
Rendah 47 ≤ x < 133 33 20.12%
Keterangan x = persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru
Dari hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 23 siswa (14.02%)
menyatakan bahwa persepsi ssiwa terhadap kompetensi mengajar guru dalam kriteria tinggi, 108
siswa (65.85%) menyatakan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dalam
kriteria sedang. Dan 33 siswa (20.12%) menyatakan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru dalam kriteria rendah. Rata-rata dari skor persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru sebesar 148.48. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata
subjek memiliki persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru yang masuk dalam kategori
sedang.
20
Tabel 3
Kategori Skor Skala Efikasi Diri Akademik
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Presentase Mean SD
Tinggi 59 ≤ x ≤ 60 21 12.80%
Sedang 46 ≤ x < 59 112 68.29% 55.09 6.89
Rendah 15 ≤ x < 46 31 18.90%
Keterangan x = efikasi diri
Dari hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 21 siswa (12.80%)
menyatakan bahwa efikasi diri akademik dalam kriteria tinggi, 112 siswa (68.29%) menyatakan
bahwa efikasi diri akademik dalam kriteria sedang. Dan 31 siswa (18.90%) menyatakan bahwa
efiksai diri akademik dalam kriteria rendah. Rata-rata dari skor efikasi diri akademik sebesar
55.09. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata subjek memiliki efikasi diri
akademik masuk dalam kategori sedang.
Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Dari penelitian ini menunjukkan
hasil bahwa ketiga variabel berdistribusi dengan normal, yaitu variabel motivasi belajar dengan
K-S Z 0,888 yang memiliki signifikansi 0,409 (p > 0,05), variabel persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru dengan K-S Z 0,890 yang memiliki signifikansi 0,407 (p > 0,05), dan
variabel efikasi diri akademik dengan K-S Z 1.316 yang memiliki signifikansi 0,063 (p > 0,05).
Uji Linearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linear antara variabel persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik (variabel bebas) terhadap variabel motivasi
belajar (variabel tergantung). Peneliti melakukan uji linearitas (p > 0,05). Dari kedua hubungan
tersebut kedua variabel persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri
akademik tidak memiliki hubungan bersifat linear, yaitu uji linearitas antara persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dengan variabel motivasi belajar (F = 0.925) yang memiliki
21
signifikansi sebesar 0,621 (p < 0,05) dan uji linearitas antara variabel efikasi diri akademik
dengan motivasi belajar (F = 0.610) yang memiliki signifikansi sebesar 0,945 (p < 0,05).
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas variabel yaitu jika terjadi korelasi antarvariabel bebas dengan nilai yang
sangat tinggi mendekati 1. Multikolinearitas dapat dilihat dari pearson correlation. Nilai korelasi
antara variabel persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dengan efikasi diri akademik
sebesar 0,461. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam korelasi antar variabel bebas
persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik menunjukkan
bahwa tidak terjadinya multikolinearitas karena nilai tersebut masih jauh di bawah 0.9 (Ghozali,
2005).
Uji Regresi
Hasil perhitungan uji korelasi diperoleh besarnya hubungan antara variabel persepsi
siswa terhadap kompetensi mengajar guru dengan motivasi belajar sebesar r = 0,363 (p < 0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel positif signifikan artinya jika jumlah
persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru meningkat jumlah motivasi belajar juga
meningkat. Besarnya hubungan antara efikasi diri akademik dengan motivasi belajar sebesar r =
0,329 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel positif signifikan artinya
jika jumlah efikasi diri akademik meningkat, jumlah motivasi belajar juga meningkat.
Setelah mengetahui korelasi dari masing-masing variabel, bahwa variabel persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik yang berkorelasi positif signifikan
dengan variabel motivasi belajar. Maka peneliti melakukan uji regresi yang melibatkan dua
variabel bebas yaitu persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri
akademik, serta satu variabel tergantung yaitu motivasi belajar. Selain itu peneliti juga menguji
kelayakan model regresi dalam penelitian ini. Dengan ketentuan (p < 0,05).
22
Tabel 4
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1346.717 2 673.359 15.868 .000a
Residual 6832.063 161 42.435
Total 8178.780 163
a. Predictors: (Constant), Efikasi Diri Akademik, Persepsi Siswa
Terhadap Kompetensi Mengajar Guru
b. Dependent Variable: Motivasi Belajar
Pada tabel 4, menunjukkan besarnya angka signifikansi pada perhitungan ANOVA yang
akan digunakan untuk uji kelayakan model regresi. Dalam hasil uji ANOVA, penelitian ini
menghasilkan angka F = 15.868 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan nilai R = 0,406.
Karena angka signifikansi 0,000 (p < 0,05), maka model regresi ini sudah layak digunakan untuk
memprediksi motivasi belajar.
Setelah mengetahui bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa
Inggris dan efikasi diri akademik sebagai prediktor munculnya motivasi belajar pada siswa di
SMP Kristen 1 Surakarta. Kemudian peneliti menguji besarnya peranan variabel bebas yaitu
persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik
terhadap variabel tergantung yaitu motivasi belajar.
Tabel 5
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .406a .165 .154 6.51423 1.915
a. Predictors: (Constant), Efikasi Diri Akademik, Persepsi Siswa
Terhadap Kompetensi Mengajar Guru
b. Dependent Variable: Motivasi Belajar
Nilai Adjusted R Square dalam tabel 5 di atas sebesar 0,154. Angka tersebut
menunjukkan bahwa 0,154 atau 15% motivasi belajar dapat dijelaskan dengan menggunakan
variabel persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri
akademik. Maka persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi
23
diri akademik berperan sebanyak 15% terhadap motivasi belajar pada siswa SMP Kristen 1
Surakarta. Dan pada bagian standar error of the estimate yang bernilai 6,514 dan jumlah ini
lebih kecil dari nilai standar deviasi motivasi belajar (7.083), hal ini berarti persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik sudah cukup layak
dijadikan prediktor untuk munculnya motivasi belajar siswa SMP Kristen 1 Surakarta.
Selain itu dalam tabel ini dapat dilihat otokorelasi. Otokorelasi adalah terjadinya korelasi
dalam variabel bebas yang menganggu hubungan variabel bebas (persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik) tersebut dengan variabel tergantung
(motivasi belajar). Otokorelasi tidak terjadi jika angka Durbin-Watson (DW) : 1 < DW < 3. Nilai
Durbin - Watson pada penelitian ini sebesar 1,915 (1 < DW < 3). Yang berarti bahwa otokorelasi
tidak terjadi dalam penelitian regresi ini.
Setelah didapatkan hasil bahwa adanya kelayakan persepsi siswa terhadap kompetensi
mengajar guru Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik dalam memprediksi motivasi belajar,
peneliti kemudian melakukan koefisien regresi.
Tabel 6
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 30.319 5.207 5.823 .000
Persepsi Siswa
Terhadap Kompetensi
Mengajar Guru
.119 .036 .268 3.301 .001
Efikasi Diri .218 .086 .205 2.530 .012
a. Dependent Variable: Motivasi Belajar
Uji koefisien regresi dapat dilihat dari Standardized Coefficients yang menunjukkan
besarnya nilai yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas secara parsial
(mandiri atau sendiri-sendiri) terhadap variabel tergantung.
Angka koefisien nilai Beta persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru sebesar
0,268 dengan nilai t = 3.301 (p < 0,05). Maka persepsi terhadap kompetensi mengajar guru
24
secara mandiri dapat menjadi prediktor terhadap motivasi belajar. Dan angka koefisien nilai Beta
efikasi diri akademik sebesar 0,205 dengan nilai t = 2.530 (p < 0,05). Maka efikasi diri akademik
siswa dapat dikatakan sebagai prediktor munculnya motivasi belajar.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru
Bahasa Inggris dan efikasi diri akademik dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajar
pada siswa, dari pengujian regresi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik berpengaruh terhadap motivasi
belajar pada siswa SMP Kristen 1 Surakarta. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengujian yang telah
dilakukan, nilai R = 0,406 dengan nilai F = 15.868 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p <
0,05), model regresi ini yang melibatkan variabel persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar
guru dan efikasi diri akademik sudah layak dijadikan prediktor munculnya motivasi belajar.
Peranan atau pengaruh variabel persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi
diri akademik (variabel bebas) terhadap variabel motivasi belajar (variabel tergantung) sebesar
0,154 atau 15%. Hal ini berarti 15% motivasi belajar dapat dijelaskan oleh persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik. Maka persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik berperan sebanyak 15% terhadap motivasi
belajar pada siswa SMP Kristen 1 Surakarta. Dari pengujian regresi yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri
akademik dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajar pada siswa. Maka H1 yang
pertama diterima, karena persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri
akademik dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajar pada siswa SMP Kristen 1
Surakarta.
Dari hasil penelitian diatas dikarenakan sudah baiknya persepsi siswa terhadap
kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris. Ketika siswa menganggap guru Bahasa Inggris
sebagai figur yang menarik dan menyenangkan maka minat siswa untuk mengikuti mata
pelajaran Bahasa Inggris yang diampunya akan meningkat. Seperti yang dikatakan oleh
Djamaran (2008) yang menyatakan bahwa minat adalah alat motivasi utama, siswa akan
termotivasi jika dalam dirinya tumbuh minat yang kuat dan menghasilkan sesuatu yang positif
25
jika disertai oleh perasaan yang positif. Maka persepsi yang dimiliki siswa menentukan
bagaimana siswa menentukan sikapnya, siswa yang memiliki persepsi positif terhadap
kompetensi mengajar guru, seringkali juga akan memiliki sikap yang positif juga. Seperti siswa
memiliki semangat untuk memperhatikan materi pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan guru
Bahasa Inggris di kelas. Selain itu Syah (2000), juga menyatakan bahwa sikap siswa yang positif
terhadap kompetensi mengajar guru merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajarnya.
Sikap yang positif dari siswa ini akan meningkatkan motivasi belajarnya. Pangky (2010), dalam
penelitian sebelumnya menyatakan bahwa adanya hubungan positif antara persepsi terhadap
kompetensi mengajar guru dengan motivasi belajar siswa, yaitu siswa yang memiliki persepsi
positif terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris maka siswa akan lebih rajin belajar
materi pelajaran Bahasa Inggris dan siswa akan memiliki hasil belajar Bahasa Inggris yang baik.
Dari pengujian koefisien regresi, didapatkan hasil bahwa efikasi diri akademik dengan
motivasi belajar memiliki nilai Beta sebesar 0,205 dengan nilai t = 2.530 (p > 0,05). Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri akademik juga layak menjadi prediktor munculnya
motivasi belajar pada siswa. Maka H1 yang kedua dalam penelitian ini diterima, karena efikasi
diri akademik dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajar pada siswa SMP Kristen 1
Surakarta.
Dari penelitian diatas, kemungkinan disebabkan oleh besarnya keyakinan diri siswa
untuk dapat menguasai Bahasa Inggris. Dalam hal efikasi diri akademik terhadap motivasi
belajar, hal ini didukung oleh Bandura (1977) yang menyatakan bahwa setiap siswa memiliki
seberapa besar usaha yang dimiliki siswa dalam suatu tugas dan seberapa lama siswa tersebut
akan bertahan, keyakinan diri yang kuat akan kemampuan diri menguasai Bahasa Inggris
menyebabkan siswa terus berusaha sampai tujuannya tercapai. Dengan begitu siswa dapat
memberikan penilaian terhadap diri sendiri yang membantu siswa untuk dapat lebih mengenal
dirinya sendiri dan mengenal potensi apa yang menonjol dari diri sendiri sehingga siswa dapat
mengasah potensi tersebut untuk membentuk diri sendiri memiliki kualitas sumber daya yang
tinggi. Senada dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ridaul, Trisno dan Hary
(2012) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki efikasi diri tinggi empunyai kemantapan
dan komitmen dalam mencapai tujuan yang diinginkan, merasa mampu menyelesaikan tugas-
26
tugas yang diberikan kepadanya, mengembangkan perilaku positif dalam mengerjakan tugas. Hal
ini tentunya berhubungan dan dapat memunculkan motivasi belajar pada siswa. Siswa akan
merasa lebih mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan mengetahui kiat
yang pas untuk menyelesaikan berbagai macam tugas sulit maupun mudah.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi mengajar
guru dan efikasi diri akademik secara bersama-sama dapat menjadi prediktor terhadap motivasi
belajar siswa pada siswa SMP Kristen 1 Surakarta. Kedua variabel bebas yaitu persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik hanya berkontribusi sebesar 15%
motivasi belajar pada siswa, menurut pengujian yang telah dilakukan variabel persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik sudah layak menjadi prediktor
munculnya motivasi belajar pada siswa.
Saran
Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian, Penelitian ini memberikan saran kepada sekolah untuk
memfasilitsi dan memberikan progam-progam yang dapat meningkatkan efikasi diri akademik
siswa yaitu dengan adanya pembinaan yang berkesinambungan mengenai pentingnya memiliki
motivasi belajar Bahasa Inggris sehingga siswa memilki penilaian yang positif terhadap dirinya
sendiri dan kepala sekolah melakukan pembinaan karir kepada guru Bahasa Inggris untuk
meningkatkan kompetensi mengajar. Penilaian yang positif terhadap kompetensi mengajar guru
yang disertai dengan keyakinan diri siswa yang positif bahwa mereka mampu menguasai Bahasa
Inggris dapat menjadi prediktor munculnya motivasi belajarnya sehingga seorang anak akan
mendapatkan prestasi yang baik dalam bidang pelajaran Bahasa Inggris.
Guru
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran bagi guru Bahasa Inggris untuk
dapat mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam praktek mengajar di kelas kemudian ada
27
kemauan untuk memperbaiki kelemahan-kelamahan dalam kompetensinya mengajar Bahasa
Inggris secara berkelanjutan agar siswa dapat memiliki penilaian yang positif terhadap
kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris. Serta memberikan reward (penghargaan) kepada
siswa dalam setiap hasil belajar siswa untuk menumbuhkan keyakinan yang positif terhadap
motivasi belajar Bahasa Inggris bahwa mereka mampu menguasai Bahasa Inggris dengan baik.
Siswa
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran bagi siswa untuk dapat
meningkatkan penilaian yang positif terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris
sehingga siswa akan dapat dapat mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dengan baik. Dan siswa
diharapkan dapat mengembangkan keyakinan dirinya dalam kemampuan menguasai Bahasa
inggris dengan baik. Penilaian yang positif terhadap kompetensi mengajar guru Bahasa Inggris
dan adanya keyakinan diri akan kemampuannya menguasai Bahasa Inggris dapat digunakan
siswa untuk meningkatkan motivasi belajar dan mendorong tercapainya tujuan belajar.
Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran bagi peneliti selanjutnya untuk
meneliti faktor lain yang dapat meningkatkan munculnya motivasi belajar selain persepsi siswa
terhadap kompetensi mengajar guru dan efikasi diri akademik seperti kondisi siswa, kondisi
lingkungan siswa, upaya guru dalam membelajarkan siswa.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alisuf, S. (1993). Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Atkinson, R.L.,Atkinson, R.C. & Hilgard, E.R. (1987). Pengantar Psikologi. Jilid Dua. Alih
Bahasa : Widjaja Kusuma. Batam : Interaksara.
Bandura, A. (1977). Self Efficacy : The Exercise of Control. New York : W. H. Freeman and
Company (a)
___________ (1977). Self-efficacy : Toward a Unifying Theory of Behavioral Change.
Psychological Review,2.191-215. (b)
Byrne, D. (2003). Teaching Writing Skills. London: Longmann, MA.
Crystal, D. (2003). English as a Global Languange (second edition). Cambridge : Cambridge
University Fress.
Dinda, A. N. & Melly, L. (2012). Harga Diri, Efikasi Diri, Motivasi Belajar, dan Prestasi
Akademik Siswa SMA pada Model Berbagai Model Pembelajaran. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen, 5, 138-146.
Depniknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan NasionalReplubik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 Tentang Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta :
Depdiknas
Direktorat Tenaga Kependidikan, (2003), Pedoman Pelaksanaan Program Guru Bantu Tahun
2003, Direktorat Tenaga Kependidikan; Dirjen Dikdasmen; Departemen
Pendidikan Nasional.
Durand, V. M., & Barlow, D. H. (2006). Intisari Psikologi Abnormal Edisi Keempat.
Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
29
Gideon. M..(2005). Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Siswa
Kelas XI SMA Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi. Salatiga : Fakultas
Psikologi UKSW.
Ghozali, I, (2005), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga,
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Koontz, H., C. O’Donnell, & H. Wehrich, (1991),Manajemen, Jilid 2, Terjemahan, Erlangga :
Jakarta
Laporan Hasil Ujian Nasional SMP Tahun 2012-2013. Surakarta : Dinas Dikmenti Surakarta
Marlina, L. (2007). Motivation and Language Learning: A Case of EFL Students. Jurnal
KOLITA. Unika Atma Jaya.
Monks, F.J., Knoers, A.M.J., & Haditono, S.R. (1992). Psikologi perkembanganpengantar
berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Nasution. S. (1986). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jemhur
Pangky, I, (2010). Hubungan Persepsi Terhadap Kompetensi Mengajar Guru Dengan Motivasi
Berprestasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Tirto.
(http://eprints.undip.ac.id/24804/1/Persepsi_Kompetensi_Guru.pdf).
Purwanto, N. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Ridaul, I., Trisno, M. & Hary, S. (2013). Pengaruh Kompetensi guru, motivasi belajar siswa, dan
fssilitas belajar terhadap prestasi belajar mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas
XI IPS SMA Negeri 1 Lasem Jawa Tengah Tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal
Pendidikan Insan Mandiri, 1, 1.
30
Rettob, A. (1990). Penggunaan Strategi Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di SDN Manaruwi II Kecamatan Bangil
Kabupaten Pasuruan.
(http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=43886.)
Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grasinod
Persada
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.
Santrock, J. W. (2007). Educational Psychology, New York: Mc Graw-Hill,
Selvy, K. (2007). “The English language Teacher Competencies, presented pape.” The Fifth
International JTET Conference Conducted at The Meeting The University of.
Debrecen. 2007 : 1-10
Stella. (2012). Pengaruh Price to Earnings Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset dan
Price to Book Value Terhadap Harga Pasar Saham. Jurnal Bisnis dan Akuntansi
Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan Ketujuh. Bandung : PT.
Remaja Rosdakaya
Sugiyono (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Suryadi, D. (1992). Alat Peraga dan Pengajaran Guru Matematika. Jakarta : Ditjen Dikdasmen
D2 Karunika UT
Syafi, I. (2008). Proses Belajar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
31
Thoha, M. (2009). Perilaku Organisasi : Konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta : PT. Raja
Grasindo Persada
Usman, U, (2002), Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Yusuf, H. (2010). Motivasi Dalam Pembelajaran Bahasa inggris. Jakarta : PT. Grasindo
Persada.
Walgito, B. (2003). Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta : Andi
Winkel, W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Grasindo (a)
___________ (2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi (b)
Zul, F. & Ratu A. S. (1989). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta : Difa Publisher