perubahan sosial warga bukit duri...
TRANSCRIPT
PERUBAHAN SOSIAL WARGA BUKIT DURI PASCA
NORMALISASI SUNGAI CILIWUNG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Arief Subangkit
NIM: 1113054100041
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017
i
ABSTRAK
Arief Subangkit
Perubahan Sosial Warga Bukit Duri Pasca Normalisasi Sungai Ciliwung
Skripsi ini menganalisis perubahan sosial warga Bukit Duri yang
direlokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek Pasca Normalisasi Sungai Ciliwung
beserta dampak yang ditimbulkannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan perubahan-perubahan sosial warga relokasi dari dimensi
struktural, kultural dan interaksional. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik
wawancara, dokumentasi dan observasi. Data diolah dan dianalisa melalui teknik
tiga tahap penyandian data: penyandian terbuka, penyandian aksial dan
penyandian selektif. Argumen dirumuskan melalui analisis dengan menggunakan
teori perubahan sosial dari Himes dan Moore dan Indikator Dampak dari Edi
Suharto, Ph.D.
Dari hasil analisis peneliti ditemukan bahwa terjadi perubahan sosial
akibat adanya kebijakan relokasi yang dialami warga Bukit Duri. Dengan ditinjau
dari perubahan sosial dalam dimensi struktural melihat perubahan mata
pencaharian serta perubahan peran, perubahan akses aktifitas keseharian dan
perubahan dalam memanfaatkan lembaga sosial dan fasilitas-fasilitas yang
ditawarkan Rumah Susun Rawa Bebek. Perubahan sosial dalam dimensi kultural
dapat dilihat dari adanya kebiasaan atau ritual warga yang ditinggalkan setelah
menempati rusun serta penyesuaian terhadap aturan-aturan baru yang berlaku.
Selain itu, dimensi kultural perubahan sosial warga relokasi juga melihat
keyakinan dan penilaian warga terhadap pemerintah termasuk kebijakannya serta
bagaimana penilaian warga relokasi tentang kondisi kehidupan di rusun.
Perubahan sosial dalam dimensi interaksional terutama meyoroti tentang
perubahan frekuensi dan keintiman interaksi antar warga.
Dampak dari perubahan sosial yang terjadi dari ketiga dimensi tersebut
terdapat dua indikator dampak, yaitu aspek sosial dan aspek ekonomi, dalam
aspek sosial, hilangnya kebudayaan atau kebiasaan dan pendidikan anak-anak
warga Bukit Duri. Untuk aspek ekonomi dampaknya yaitu menurunnya
pendapatan ekonomi, dilihat dari kehilangan mata pencahariaan.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan
kepada Allah SWT senantiasa memberikan rahmat karunia-Nya dan selalu
menuntun ke arah yang lebih baik, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, sebagai persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana strata I. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada
baginda Nabi besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan umatnya.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, masih banyak kekurangan yang terjadi baik dari penulisan maupun
materi dalam skripsi. Masukan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan guna penyempurnaan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dari mulai proses persiapan, penyusunan sampai dengan skripsi
ini selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
Suparto, M. Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr.
Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Adminitrasi Umum. Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Hj. Nunung Khairiyah, MA selaku Sekertaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial, yang telah memberikan motivasi dan
arahan dengan baik.
4. Bapak Ahmad Zaky, M.Si Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sabar,
bijakasana memberikan bimbingan dan nasehat serta meluangkan
waktunya selama penelitian dan penulisan skripsi.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan waktu, tenaga dan
fikiran dalam mendidik dan memberikan wawasan yang bermanfaat
selama perkuliahan, juga membimbing dengan penuh kesabaran.
6. Kedua Orang Tua tercinta Drs. Sugiyanto MM dan Susanti atas jasa-
jasanya, kesabaran, doa, dan tidak pernah lelah dalam mendidik,
memberikan motivasi, serta cinta yang tulus dan ikhlas kepada penulis
semenjak kecil.
7. Kedua adik tercinta juga anggota keluarga dan kerabat yang senantiasa
memberikan doa dan dukungan semangat kepada penulis.
8. Kementriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang telah
memberikan rekomendasi surat izin penelitian kepada Rumah Susun Rawa
Bebek, sehingga peneliti bisa melakukan penelitian di tempat tersebut.
iv
9. Ibu Nur Sawitri Selaku Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Rawa Bebek
dan Ibu Ade Selaku Bidang Pelayanan Unit Pengelola Rumah Susun Rawa
Bebek, yang telah memberikan arahan dan informasinya serta izin
penelitian di Rusun Rawa Bebek.
10. Kantor Walikota Jakarta Selatan yang telah memberikan surat
rekomendasi izin penelitian, sehingga peneliti bisa memperoleh data dari
Instansi terkait.
11. Kelurahan Bukit Duri yang telah memberikan pelayanan dan informasinya
dengan baik.
12. Warga Rusun Rawa Bebek yang telah bersedia berpartisipasi secara
terbuka dalam memberikan informasi yang diperlukan penulis dalam
skripsi ini.
13. Sahabat seperjuangan dikampus yang diberi nama grup Kuwuk dan
beranggotakan 9 orang yaitu, Agus, Ridwan, Faiz, Bahir, Akhmad Sidiq,
Putra Persada, Zaky, Alfa yang telah menemani dan membantu penulis
selama aktivitas perkuliahan selama kurang lebih 4 tahun lamanya, serta
menerima apa adanya kekurangan serta keluh dan kesah dari penulis.
14. Teman sepermainan yang ada dirumah, Roto, Dilah, Nunu, Lutfi, Agil,
Apri, Abi, serta lainnya, yang telah memberikan hiburan sehingga penulis
merasa tidak jenuh dalam mengerjakan skripsi ini.
15. Bang Rusydan Fisip UIN dan Arief Mardiansyah IISIP yang telah
memberikan motivasi dan membagikan ilmunya ketika penulis mengalami
kesulitan dalam mengerjakan skripsi ini.
v
16. Semua teman-teman seperjuangan Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 khususnya kelas B, atas
kebersamaan dalam menjalani aktivitas perkuliahan selama kurang lebih 4
tahun yang akan memberikan cerita dan menjadi sebuah kisah klasik
dimasa depan.
Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang bersangkutan, semoga dukungan yang diberikan
dibalas dengan baik oleh Allah SWT. Penulis juga berharap bahwa skripsi ini
bisa memberikan pengetahuan baru dan manfaat bagi penulis, para mahasiswa
Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
masyarakat umum.
Jakarta, 09 September 2017
Arief Subangkit
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 11
D. Metodelogi Penelitian ....................................................................... 12
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 18
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 21
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perubahan Sosial ............................................................................... 23
a. Revolusi ...................................................................................... 24
b. Evolusi ........................................................................................ 24
c. Evolusioner ................................................................................. 25
d. Konflik ........................................................................................ 26
e. Fungsionalis ................................................................................ 26
f. Siklus ........................................................................................... 27
B. Dimensi Perubahan Sosial dari Himes dan Moore ........................... 27
a. Dimensi Struktural ...................................................................... 27
b. Dimensi Kultural ......................................................................... 29
c. Dimensi Interaksional ................................................................. 30
vii
C. Dampak Perubahan .......................................................................... 31
a. Pengertian Dampak .................................................................... 31
b. Indikator Dampak........................................................................ 31
1. Aspek Sosial .......................................................................... 33
2. Aspek Ekonomi ..................................................................... 34
D. Kebijakan Publik ............................................................................... 34
E. Kebijakan Sosial................................................................................ 36
F. Normalisasi Sungai ........................................................................... 37
G. Bentuk Kebijakan Pemerintah........................................................... 37
1. Peraturan Presiden Nomer 38 Tahun 2011 ................................. 37
2. Peraturan Gubernur Nomer 163 Tahun 2012 .............................. 38
3. Peraturan Gubernur Nomer 2181 Tahun 2014 ............................ 39
BAB III GAMBARAN UMUM RUSUN
A. Gambaran Umum Rusun .................................................................. 40
B. Tugas dan Fungsi Unit Pengelola Rumah Susun .............................. 41
C. Site Plan Rusun Rawa Bebek ............................................................ 42
D. Blok Cluster Cempaka ...................................................................... 43
E. Fasilitas Umum Rusun ...................................................................... 43
F. Kegiatan Pemberdayaan Warga Rumah Susun ................................. 44
G. Kegiatan Pelayanan Rumah Susun .................................................... 44
H. Struktur Organisasi UPRS ................................................................. 45
I. Mekanisme Penghuni Rusun ............................................................. 46
J. Tarif Sewa Rusun ............................................................................. 46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Perubahan Sosial Warga ................................................................... 47
1. Perubahan Sturktural Warga ................................................... 48
a. Perubahan Mata Pencaharian dan Perubahan Peran ......... 48
b. Perubahan Akses Aktifitas Keseharian ............................. 62
c. Perubahan Pemanfaatan Lembaga Sosial dan
Ketersediaan Fasilitas........................................................ 65
viii
2. Perubahan Kultural Warga ...................................................... 76
a. Kebiasaan atau Ritual yang Ditinggalkan ......................... 78
b. Menyesuaikan dengan Aturan Baru yang Berlaku............ 86
c. Keyakinan, Penilaian dan Harapan ................................... 92
3. Perubahan Interaksional Warga .............................................. 102
a. Frekuensi dan Keintiman Interaksi ................................... 103
b. Kenyamanan Menempati Hunian ...................................... 108
B. Dampak Perubahan Warga Bukit Duri Ke Rusun............................. 110
1. Aspek Sosial .......................................................................... 111
2. Aspek Ekonomi ..................................................................... 115
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 119
B. Saran-Saran ....................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 124
LAMPIRAN -LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Statistik Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta ......................... 2
2. Tabel 2 Teknik Pemilihan Informan ...................................................... 14
3. Tabel 3 Perubahan Struktural ................................................................ 75
4. Tabel 4 Perubahan Kultural ................................................................... 102
5. Tabel 5 Perubahan Interaksional ........................................................... 110
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Site Plan Rusun Rawa Bebek ............................................ 42
Gambar 3.2 Blok Cluster Cempaka ....................................................... 43
Gambar 3.3 Struktur Organisasi UPRS Rawa Bebek ............................ 45
Gambar 4.1 Toko Perlengkapan Kue Informan Zek dan Istri ............... 51
Gambar 4.2 Salah Satu Warga Relokasi dengan Usahanya .................. 58
Gambar 4.3 Salah Satu Warga yang Usahanya Gulung Tikar .............. 59
Gambar 4.4 Bus Transjakarta Untuk membantu Mobilitas Warga ....... 70
Gambar 4.5 Beberapa Fasilitas Rumah Susun Rawa Bebek ................. 72
Gambar 4.6 Keamanan Lingkungan Rumah Susun Rawa Bebek ......... 73
Gambar 4.7 Kebersihan Lingkungan Rumah Susun Rawa Bebek ........ 74
Gambar 4.8 Lingkungan Rusun yang Bersih......................................... 80
Gambar 4.9 Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia di Rusunawa ....... 82
Gambar 4.10 Hunian Horisontal dan Vertikal ......................................... 85
Gambar 4.11 Wilayah Bukit Duri Sebelum dan Sesudah di Relokasi .... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta sebagai daerah perkotaan dengan status Ibukota Negara (undang-
undang No. 10 tahun 1964). Jakarta merupakan Kota metropolitan di
Indonesia yang sedang berkembang pesat dengan banyaknya perkembangan
bisnis, industri, dan juga pembangunan. Masyarakatnya terdiri dari kelompok-
kelompok sosial yang bermacam-macam serta jenis kehidupan yang berbeda-
beda. Demikian pula kualitas hidup manusia sebagian besar ditentukan oleh
tingkat pendapatan dan kondisi pemukimannya, termasuk lingkungan
hidupnya.1
Namun disisi lain, masih ada orang-orang di Kota Jakarta yang memiliki
masalah seperti banjir, pengangguran, miskin, kelaparan, anak-anak kurang
gizi, pemukiman kumuh dan tidak bersekolah karena miniminya pendapatan
ekonomi keluarganya.2 Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tolok
ukur maju tidaknya sebuah Negara maupun Kota. Namun kondisi tersebut
seiring waktu ditambah dengan jumlah penduduk warga Jakarta yang terus
bertambah dari tahun ke tahun.
1 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), “Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta”, diakses pada 1 Juni 2017, Dari
www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8627/231/ 2 Athallah Arsyaf, “Jakarta adalah Kota Dua Sisi”, diakses pada 20 Mei 2017, Dari
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/jakarta-kota-dua-sisi
2
TABEL 1
Statistik Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (ribu) Laju Pertumbuhan
Penduduk per Tahun
2010 2014 2015 2010-
2015 2014-2015
1 2 3 4 5 6
1 Kepulauan
Seribu 21 414 23 011 23 340 1,74 1,43
2 Jakarta Selatan 2 071
628
2 164
070
2 185
711 1,08 1,00
3 Jakarta Timur 2 705
818
2 817
994
2 843
816 1,00 0,92
4 Jakarta Pusat 895 371 910 381 914 182 0,42 0,42
5 Jakarta Barat 2 292
997
2 430
410
2 463
560 1,45 1,36
6 Jakarta Utara 1 653
178
1 729
444
1 747
315 1,11 1,03
DKI Jakarta 9.640.
406
10.075.
310
10.177.
924 1,09 1,02
sumber : Data BPS Indonesia, Statistik Pertumbuhan Penduduk Tahun 2010-2015
Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010-2015,
pertumbuhan penduduk Kota Jakarta meningkat jumlah penduduk setiap
tahunnya, terbukti bahwa Kota Jakarta terbilang sangat padat penduduknya,
terlihat pada tahun 2015 jumlahnya sudah mencapai angka 10.177.924 juta
jiwa.3 Terlepas dari banyaknya jumlah penduduk tersebut tidak jarang
berbagai konflik sosial pun timbul melihat dari ketatnya persaingan ekonomi
yang ada di Kota tersebut. Kota Jakarta memang belum sepenuhnya
memenuhi persyaratan kota yang nyaman untuk tempat tinggal atau layak huni
yang ideal, namun banyak orang dari Luar Kota Jakarta, khususnya dari
daerah pedesaan membuat Jakarta sebagai tujuan utama untuk mencari nafkah,
sehingga tempat tinggal pun menjadi terbatas dan sulit dimiliki.
3 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, diakses pada 20 Mei 2017, Dari
https://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/91
3
Kehidupan di Kota, memang mengalami berbagai problematika. Tidak
hanya dari segi teknis tata ruang dan bangunan fisik yang harus tertib, teratur
dan konsisten, tetapi juga dari segi sosial masyarakat penghuninya yang harus
patuh aturan, serta harus bisa menyesuaikan diri sesuai karakter perkotaan dan
berdisiplin.4 Dalam rangka mewujudkan tata kehidupan Kota Jakarta yang
tertib, tentram, nyaman, bersih dan indah, diperlukan adanya perubahan dalam
pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu melindungi warga Kota
Jakarta.
Dikutip dari salah satu berita di media, berikut permasalahan hasil dari
laporan-laporan warga yang menggunakan aplikasi media sosial, Qlue,
sepanjang tahun 2015. Sampah 24,1 %, pelanggaran 16 %, fasilitas umum
12,7 %, parkir liar 9,1 %, kemacetan 7,4 %, pedagang kaki lima (PKL) 6,5 %,
lampu jalan umum 5 %, iklan tidak berizin 4,8 %, Banjir 4,5 %, Pohon
Tumbang 3,5 %, pelanggaran pembangunan 3%, Transjakarta, 1,8 %,
kebakaran 1,5 %, kawasan bebas rokok 1,2 %, Joki three in one 1 %, ojek
online 0,8 %, pajak abnormal 0,5 %, makanan non-higinis 0,3 %, ojek liar 0,2
%.5
Namun salah satu permasalahan yang setiap tahunnya tidak kunjung usai
yaitu banjir, Walaupun jumlah laporannya hanya 4,5 %, banjir ini hampir
setiap tahunnya sangat mengganggu aktivitas perekonomian Ibu Kota. Sejak
tahun 1932, Jakarta yang dulunya bernama Batavia sudah dilanda banjir. Sejak
4 Anthon P Sinaga, “Jakarta Menuju Kota Layak Huni Yang Ideal”, diakses pada 19
Januari 2017, Dari http://www.tubasmedia.com/jakarta-menuju-kota-layak-huni-yang-ideal/ 5 Robertus Belarminus, “Ini Masalah-Masalah Yang Dikeluhkan Warga Jakarta
Sepanjang 2015”, diakses pada 19 Januari 2017, dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/08/13593701/
4
itu banjir seolah menjadi bagian yang tidak terlepas dari kota Jakarta. Bahkan
seorang sejarawan menyebut banjir layaknya sahabat bagi Jakarta. Pada
permasalahan banjir ini sebenarnya pemerintah sudah melakukan analisa
penyebab terjadinya banjir. Banjir itu muncul sangat erat kaitannya dengan
lingkungan aliran kali atau sungai yang tidak sesuai dengan kapasitas
tampungan aliran air dan lingkunganya, sehingga air keluar dari batas kali atau
sungai. Dalam hal ini, salah satu yang menjadi fokus perhatian yaitu Kali
Ciliwung yang ada di Kota Jakarta, Kali Ciliwung ini pun sering menimbulkan
banjir tahunan di Jakarta terutama wilayah hilirnya. Terlebih lagi, Jakarta
mempunyai banyak sungai yang membelah wilayahnya dari selatan ke utara
yaitu Kali Angke, Krukut, Grogol, Ciliwung, Gunungsahari, dan Sunter.6
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) T Iskandar menjelaskan kepada
Kompas.com, Kamis (20/8/2015). Menurut dia, analisa hidrolika sudah
dilakukan, dan telah dibuat perencanaan untuk membangun trase atau jalan
inspeksi dalam program normalisasi Sungai Ciliwung. Kondisi Sungai
Ciliwung saat ini sudah sangat kritis, baik kapasitas tampung aliran air
maupun lingkungannya.
Dari kondisi yang ada saat ini, lanjut Iskandar, lebar Sungai Ciliwung
sudah menyempit, dan dibutuhkan pelebaran. Untuk itu perlu dilakukan upaya
normalisasi kondisi sungai yang ada dengan lebar 20 meter hingga 30 meter
menjadi 50 meter. Dari kapasitas tampung aliran Sungai Ciliwung hanya
mampu menampung air dengan debit lebih kurang 200 meter kubik per detik.
6 Anda Nurlaila, “Ciliwung”, diakses pada 23 Mei 2017, Dari
www.jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Ciliwung
5
Padahal, kapasitas tampung aliran harus dapat menampung lebih kurang 570
meter kubik per detik. Iskandar mengatakan: "Jadi, dengan kondisi Kampung
Pulo, Bukit Duri yang sesak dengan permukiman, dan banyak pemukiman
yang berada di dalam bantaran Sungai Ciliwung, menjadi penyebab banjir
Jakarta.”7
Kemudian bangunan liar di pinggir kali atau sungai yang dibangun di
atas tanah negara merupakan permasalahan yang kompleks jika tidak
ditangani secara serius, karena bangunan tersebut juga merupakan salah satu
penyebab timbulnya masalah banjir di Kota Jakarta. Bangunan liar juga
menimbulkan permasalahan sosial, seperti yang mana dapat kita lihat di
beberapa tempat di pinggir kali ataupun sungai sekitar Jakarta yang dibangun
rumah secara liar, rata-rata bangunannya tersebut tidak beraturan, dan tidak
layak huni, bukan hanya itu saja bangunan liar tersebut dilihat dari posisi
lingkunganya yang berada dipinggir kali atau sungai, sangat terkesan kumuh,
ditambah lagi banyaknya masyarakat sekitar lingkungan tersebut yang
membuang sampah ke kali atau sungai, sehingga itu bisa cepat menimbulkan
banjir.
Kemudian jika dilihat dari aspek kesehatan, berbagai penyakitpun
mudah menyerang kesehatan warga yang tinggal di bantaran sungai karena
lingkungan yang kumuh dan tidak sehat. kondisi lingkungan seperti itu sangat
berbahaya khususnya bagi para anak-anak. Hal tersebut diperkuat oleh salah
satu media yang mengatakan bahwa penertiban permukiman di bantaran
7 Hilda B Alexander, "Permukiman di Bantaran Sungai Ciliwung Penyebab Banjir Jakarta",
diakses pada 23 Mei 2017, Dari
http://properti.kompas.com/read/2015/08/21/070000821/.Permukiman.di.Bantaran.Sungai.Ciliwung.Pe
nyebab.Banjir.Jakarta.
6
Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, bukan hanya untuk
mengatasi banjir. Namun, bisa juga menjadi salah satu bagian dari kegiatan
mengurangi kawasan kumuh di DKI Jakarta.8
Bukit Duri adalah salah satu pemukiman warga pinggiran yang ada di
tengah Kota Jakarta. Warganya begitu ragam dan sangat sederhana, seperti
layaknya warga pinggiran lainnya di Jakarta. Bukit Duri merupakan salah satu
pemukiman warga yang terletak di bantaran sungai Ciliwung. Kampung ini
selalu menjadi sorotan media ketika Jakarta dilanda banjir, selain Kampung
Pulo di seberangnya.9
Melihat hal tersebut, oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini
mengeluarkan kebijakan yang berkaitan untuk menangani permasalahan sosial
tersebut, yaitu Program Normalisasi Sungai atau Kali. Program Normalisasi
ini dilakukan dalam upaya mengembalikan sungai ke fungsi awalnya yaitu
upaya yang dilakukan untuk memperbaiki penampang sungai (river
improvement), yakni dengan cara melebarkan sungai dan memperdalam
sungai (mengeruk) agar kapasitas sungai bertambah sehingga dapat
menampung debit banjir. Kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep
yang terkait sebagai sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia kearah
perubahan yang lebih baik, pembangunan adalah konteks dimana kebijakan
beroperasi.10
Kebijakan publik merupakan bagian dari kebijakan sosial.
8 Bayu Marhaenjati, “Penertiban Di Bukit Duri Kurangi Kawasan Kumuh”, diakses pada
20 Januari 2017, Dari http://www.beritasatu.com/megapolitan/391162-penertiban-di-bukit-duri-
kurangi-kawasan-kumuh.html 9 Deny Tjakra, Adisurya, “Kampung Bukit Duri dan Ciliwung Merdeka di mata seorang
relawan pendamping”, diakses pada 23 Mei 2017, Dari https://ciliwungmerdeka.org/kampung-
bukit-duri-dan-ciliwung-merdeka-di-mata-seorang-relawan-pendamping/ 10
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Public, Alfabeta, Bandung, 2015, h.1
7
Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan atau rencana-
rencana untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial.11
Namun disisi lain Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra dari
masyarakat. Karena dalam kebijakan tersebut, pemerintah harus melakukan
proses relokasi terhadap warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai
ciliwung dalam rangka terealisasinya program tersebut. Karena dalam
implementasinya program Normalisasi Sungai tersebut kegiatanya melebarkan
Kali atau Sungai agar sesuai dengan kebutuhan untuk menampung aliran air
sungai yang mengalir, sehingga perlu bagi Pemprov DKI untuk melakukan
relokasi bagi warga yang tinggal di wilayah yang menjadi sasaran program
tersebut.
Relokasi merupakan salah satu alternatif untuk memberikan kesempatan
kepada masyarakat yang tanahnya musnah, baik sebagian maupun seluruhnya,
untuk menata kembali dan melanjutkan kehidupannya di tempat yang baru,
dengan perubahan yang lebih baik. Prinsip utama relokasi adalah kesukarelaan
masyarakat untuk bersama-sama pindah ke lokasi yang baru. Untuk ini,
diperlukan transparansi dan akses informasi bagi masyarakat yang bersedia
ikut dalam program relokasi berkenaan dengan fasilitas yang mereka peroleh
dalam lokasi yang baru.12
Pro dan Kontra beradu opini antara warga dengan pemerintah terjadi
pada Program Normalisasi Sungai Ciliwung yang dalam kegiatannya harus
melakukan proses Relokasi sebagian warga yang tinggal di wilayah Bukit
Duri Kecamatan Tebet Jakarta Selatan ke Rumah Susun (Rusun) Rawa Bebek
11
Ibid., h.10 12
Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi,
Kompas, Jakarta, 2005, h.92
8
Memang yang digusur terutama adalah warga RT 11, 12, dan 15 di RW
10 Bukit Duri, Kecamatan Tebet, yang tak punya sertifikat dan rumahnya
berada di bantaran sungai. Tapi penggusuran merupakan masalah sensitif.
Dalam sebuah kutipan berita tentang penggusuran, Antropolog Australia, Lea
Jellinek, menggambarkan dampak sosial penggusuran warga Kebon Kacang,
Jakarta Pusat. Dalam bukunya, Seperti Roda Berputar: Perubahan Sosial
Sebuah Kampung di Jakarta, digambarkan lemahnya daya hidup warga miskin
Kebon Kacang setelah penggusuran.13
Dalam kasus relokasi warga Bukit Duri,
bahwa hanya sekitar 40 kepala keluarga yang bertahan dari sekitar 363 KK
yang tinggal di wilayah itu, dan selebihnya bersedia dipindahkan ke rumah
susun sederhana sewa Rawa Bebek di Cakung, bukan berarti warga ikhlas.
Mereka mengaku tidak bisa menolak program pemerintah karena terpaksa dan
takut.
Pemerintah seolah-olah tidak mau belajar dari banyak penggusuran
dalam dua tahun terakhir, mulai dari Kampung Pulo, Bidaracina, Pinangsia,
Menteng Dalam, Waduk Pluit, Pusat Pasar Ikan, sampai Kalijodo. Problem
seperti rumah susun terjadi lagi. Banyak warga mengeluhkan biaya sewa
rumah susun Rawa Bebek, Cakung, Jakarta, tipe 36 yang mencapai Rp 1,2 juta
per bulan. Kemudian juga lokasinya yang jauh dari sekolah anak-anak dan
tempat kerja. Selain itu, bagaimana rumah susun tersebut hanya dapat
ditinggali satu kepala keluarga, sementara banyak penduduk yang satu
rumahnya ditinggali lebih dari satu KK.14
13
Priyombodo, “Merumahkan Kembali, Bukan Asal Memindah…”, diakses pada 16
Maret 2017, Dari http:/megapolitan.kompas.com/read/2015/08/12/15220061/ 14
Opini, “Penggusuran Bukit Duri”, diakses pada 4 Januari 2017, Dari
https://www.tempo.co/read/opiniKT/2016/09/30/13052/penggusuran-bukit-duri
9
Penggusuran yang akhir-akhir ini banyak terjadi di DKI Jakarta dengan
dalih normalisasi kali menyasar pemukiman warga di tepi sungai. Hal tersebut
menyebabkan dampak dan perubahan sosial yang tidak sedikit, dari sisi yang
paling nyata adalah kehilangan tempat tinggal atau rumah. Secara sosial
rumah tidak hanya sebagai bangunan untuk tempat berlindung dari cuaca
panas dan hujan, beristirahat, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya
proses sosialisasi keluarga pertama kali untuk diperkenalkan kepada norma
dan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yang mana hal tersebut
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan karakter nanti menjalani
kehidupan.
Selain hilang tempat tinggal dan rusaknya barang-barang terdapat dua
kelompok yang paling rentan menjadi korban ketika terjadi korban
penggusuran paksa, yaitu anak-anak dan perempuan. Perubahan sosial yang
terjadi terhadap anak-anak dapat bermacam-macam, seperti gangguan
psikologis trauma, tidak bisa sekolah, kehilangan keceriaan, dan perubahan
lainnya.
Penggusuran yang disertai dengan penghancuran rumah dan barang
menyebabkan terhambatnya pendidikan anak dan bahkan tidak dapat
melanjutkan sekolahnya. Belum lagi anak yang tidak mau sekolah malu atau
mendapat bully dari teman-temannya karena tidak punya rumah lagi.
Terhambatnya sekolah anak bisa juga karena orang tua yang juga korban
10
penggusuran tidak dapat lagi membiayai anaknya sekolah. Hal ini jelas sangat
merugikan anak dan terlanggar haknya untuk mendapatkan pendidikan. 15
Jika dilihat dari berbagai persoalan yang ada tersebut dan menimbulkan
berbagai pertanyaan mengenai perubahan yang terjadi dari Relokasi ke Rumah
Susun Rawa Bebek yang dilakukan oleh Pemprov DKI, maka dari itu penulis
tertarik untuk mengambil judul peneilitian tentang PERUBAHAN SOSIAL
WARGA BUKIT DURI PASCA NORMALISASI SUNGAI CILIWUNG
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang di atas, karena melihat wilayah Daerah Aliran
Sungai di Jakarta yang luas dan pembahasan terkait permasalahan
tersebut begitu kompleks, serta untuk mengefektifkan keterbatasan
waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti perlu
membatasi penelitian ini yaitu Penelitian tersebut terfokus pada
Perubahan Sosial yang terjadi pasca Program Normalisasi Sungai
Ciliwung terkait warga yang direlokasi ke Rumah Susun Rawa
Bebek, dilihat dari aspek sosial, ekonomi, budaya.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka yang
menjadi perumusan masalah yaitu:
1. Bagaimanakah Perubahan Sosial warga Bukit Duri yang di
Relokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek dari Kebijakan
Program Normalisasi Sungai Ciliwung tersebut?
15
Handika Febrian, “Anak dan Perempuan Dalam Pusaran Penggusuran Paksa”, diakses
pada 4 Januari 2017, Dari http://www.bantuanhukum.or.id/web/anak-dan-perempuan-dalam-
pusaran-penggusuran-paksa/
11
2. Bagaimana dampak dari perubahan sosial warga Bukit Duri
yang di Relokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek dari Kebijakan
Program Normalisasi Sungai Ciliwung?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan
Penelitian ini adalah:
1) Mendeskripsikan dimensi perubahan sosial warga Bukit Duri yang
di Relokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek dari Kebijakan Program
Normalisasi Sungai Ciliwung.
2) Mengetahui dampak dari perubahan sosial warga Bukit Duri yang
di Relokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek dari Kebijakan Program
Normalisasi Sungai Ciliwung.
2. Manfaat Penelitian
1) Secara Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa Kesejahteraan
Sosial dan menjadi bahan dasar tinjauan pustaka penelitian
yang berkaitan tentang Perubahan Sosial Dari Kebijakan
Pemerintah Pada Program Normalisasi Sungai Ciliwung di
Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan. Serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi atau bahan kepustakaan bagi
pengembangan ilmu Kesejahteraan Sosial dalam menganalisis
kebijakan sosial atau kebijakan publik.
12
2) Secara Praktis
Penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan untuk mengetahui
Perubahan Sosial dari Kebijakan Pemerintah pada program
Normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Jakarta Selatan.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Dalam penelitian tentang Perubahan Sosial dari Kebijakan
Pemerintah pada Program Normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit
Duri, yang di relokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek, penulis
menggunakan pendekatan dengan metode penelitian kualitatif yaitu
suatu penelitian yang berupa menghimpun data, mengelola data dan
menganalisa data secara kualitatif dan menafsirkannya secara
kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan dan Tylor
metodologi penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilakan data berupa kata kata, tulisan dan lisan dari orang-
orang yang diamati.16
Metode yang digunakan dengan memperdalam
pertanyaan wawancara seputar penelitian lebih mendalam, agar
memperoleh data berupa kata-kata atau lisan yang lebih luas.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Rawa Bebek, Jl.
Inspeksi Kanal Timur RT.5/RW.1, Pulo Gebang, Cakung, Jakarta
Timur, DKI Jakarta 13950
16
Lexy J.Maleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1998, h.158.
13
b. Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada bulan April 2017 sampai
dengan bulan Juni 2017.
3. Teknik Pemilihan Informan/Sampel
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini yaitu purposive
sampling (bertujuan) yang memberikan keleluasaan kepada peneliti
dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Karena purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini
misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang
kita harapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi
obyek/situasi sosial yang diteliti.17
Dalam teknik ini, siapa yang akan
diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan
pengumpul data yang menurutnya sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian.18
Dan apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak
lagi ditemukan variasi informan maka peneliti tidak perlu untuk
mencari informan baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.
Berikut ini tabel informan dalam pengumpulan data yang
diperlukan dalam penelitian:
17
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2009, h 54. 18
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesos
Dan Ilsos Lainnya, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, h.63.
14
Tabel 2
Teknik Pemilihan Informan
No. Informasi Yang Dicari Informan Jumlah 1. Profil Rumah Susun, jumlah
penghuni, dan kegiatan Rumah
Susun
Kepala Unit
Pelayanan Rusun
(UPRS) Rawa Bebek
1 orang
2.
Profil wilayah Bukit Duri, data
warga yang wilayahnya di
relokasi
Kepala Kelurahan
Bukit Duri,Tebet
Jakarta Selatan
1 orang
3 Sejarah Bukit Duri Tokoh Warga Bukit
Duri
1 orang
4 Perubahan-Perubahan Sosial
yang terjadi setelah direlokasi ke
Rumah Susun Rawa Bebek
beserta dampaknya
Warga Bukit Duri
yang di Relokasi Ke
Rumah Susun
4 orang
4. Sumber Data
Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi
dua bagian yakni :
a. Data Primer
Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan
pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui wawancara
dengan informan. Dalam penelitian ini data primernya adalah
perwakilan dari lembaga pemerintah (Kepala Unit Pelayanan
Rumah Susun Rawa Bebek, Kepala Kelurahan Bukit Duri), warga
relokasi dan Stake holder dari Bukit Duri yang tinggal di Rumah
Susun Rawa Bebek, dengan hasil pertanyaan sesuai dengan masalah
yang ditulis.
15
b. Data Skunder
Data skunder adalah data yang dikumpulkan melalui sumber-
sumber informasi tidak langsung seperti perpustakaan, dokumentasi
masa lampau.
5. Instrumen Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, yang menjadi instrumen adalah
penulis sendiri. Penulis menjadi media yang membantu dalam
pengolahan data dan penganalisisan data melalui wawancara dan
observasi.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data
dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan
menjawab permasalahan ini.Teknik pengumpulan data ini dilakukan
dengan :
a. Wawancara adalah proses memperoleh data dengan cara tanya
jawab serta secara langsung.19
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan wawancara tak terstruktur secara terbuka,
wawancara seperti ini dilakukan bertujuan memberikan kondisi
informal dan santai serta kebebasan kepada informan untuk
mengutarakan apa yang ada dipikarannya tanpa terikat oleh
peneliti (Nasution, 1988). Teknik dokumentasi dan alat yang
digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis, Kamera dan
Tape Recorder.
19
Adang Rukhyat, Panduan Penelitian Bagi Remaja , h.51
16
b. Dokumentasi
Dokumentasi hanyalah nama lain dari analisis tulisan atau
analisis terhadap isi visual dari suatu dokumen. Buku, teks,
Essay, surat kabar, novel, artikel, majalah, buku resep, pidato
politik, iklan, gambar nyata, dan isi dari hampir setiap jenis
komunikasi visual dapat dianalisis dengan berbagai cara.20
Dalam teknik ini penulis berusaha memperoleh dokumentasi
yang berkaitan dengan pengumpulan foto-foto, profil wilayah,
mempelajari arsip-arsip, serta berbagai bentuk data tertulis
lainnya.
c. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan dengan
menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya
selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan
kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang
untuk menggunakan pengamatannya, melalu hasil kerja
pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra
lainnya.21
Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
mendatangi langsung ke lokasi penelitian, kemudian mengamati
keadaan yang ada di Bukit Duri dan Rusun Rawa Bebek.
Melalui pencatanan apa yang terlihat, didengar dan diraba
kemudian penulis tuangkan dalam laporan peneliti sesuai data
yang dibutuhkan.
20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Bumi Aksara, Jakarta,
2013, h.176 21
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya, Kencana, Jakarta, 2007, h. 115
17
7. Keabsahan Data
Yaitu teknik pemerikasaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekkan atau
pembanding terhadap data tersebut. Hal ini akan dicapai dengan
membandingakan data hasil wawancara di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi dan dokumen yang berkaitan.22
8. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti
menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta
2007.
9. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam
metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti
dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian23
Sehingga untuk memecahkan masalah penelitian dari data
mentah yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dan
dianalisis, dengan kata lain yaitu akan dilakukan penyandian
(coding) sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Neuman membagi proses pengkategorian atau penyandian ke
dalam tiga tahap, yaitu penyandian terbuka, penyandian aksial dan
penyandian selektif. Artinya, data mentah yang diperoleh pertama-
tama akan diringkas menjadi konsep atau kode analisis awal.
22
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung,
2002, h.178 23
Moh. Nasir D, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993) h.405
18
Dalam prosesnya tahap awal dilakukan penyandian terbuka
(open coding) terhadap data mentah hasil wawancara, selanjutnya
penyandian aksial (axial coding) mengelompokkan data mentah
hasil wawancara tersebut kedalam beberapa kelompok kaitannya
dengan teori, terakhir dilakukan penyandian selektif (selective
coding) yaitu memilih data yang lebih fokus mendukung untuk
menjawab pertanyaan penelitian, 24
kemudian setelah dilakukan
coding terakhir selanjutnya menganalisis kesimpulan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap
beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:
1. Nama : Erlangga. W. P
Universitas : Universitas Sumatera Utara
Jurusan : Kesejahteraan Sosial
Tahun : 2012
Judul Skripsi : Reaksi Sosial Terhadap Normalisasi Sungai Deli (Studi
Kasus di Kelurahan Sei Meti, Kecamatan Medan Maimun)
Skripsi tersebut membahas reaksi sosial yang timbul dimasyarakat
terhadap normalisasi sungai deli yang membedakan skripsi ini dengan
skripsi penulis yakni mengenai pembahasan rumusan masalah penelitian,
skripsi ini membahas reaksi sosial dari normalisasi Sungai Deli, sedangan
penulis dalam pembahasan rumusan masalahnya membahas perubahan
24
W.Lawrence Neuman, Metodelogi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (edisi k-7), (terjemahan E.T.Sofia), PT. Indeks, Jakarta, 2013, h.563
19
sosial, dan yang membedakan juga pada tempat lokasi penelitianya yaitu di
bantaran sungai deli (Medan), sedangkan peneliti di Rumah Susun Rawa
Bebek (Jakarta).Sedangkan persamaan dengan penulis ialah sama-sama
meneliti subjek dari Kebijakan Normalisasi Sungai dan sama-sama
menggunakan tipe penelitian deskriptif. Kesimpulan dari skripsi yang di
buat oleh Erlangga. W.P yakni (1) dalam melakukan aksi menentang
normalisasi sungai Deli, masyarakat dan para organizer menggunakan
strategi yang bersifat konflik dengan taktik bekerjasama dan taktik
berkampanye. (2) bahwa masyarakat kelurahan Sei Mati yang pernah
mengikuti aksi menentang normalisasi sungai Deli, memiliki harapan.
Harapan tersebut adalah harapan bahwa keterlibatan mereka dalam
mengikuti aksi setidaknya dapat menciptakan peluang dan kemungkinan
tercapainya tujuan mereka yakni terwujudnyasebuah perubahan . (3) bahwa
normalisasi sungai deli ternyata tidak membawa manfaat sama sekali bagi
masyarakat Sei Mati, justru mendatangkan kerugian yang besar. (4)
normalisasi sungai Deli telah menyebabkan frekuensi banjir semakin
meningkat jika terjadi hujan yang lebat.(5) bahwa seluruh responden setuju
dengan pengembalian kondisi sungai Deli seperti semula. Penulis
menggutip beberapa alinea dari kajian teori terkait normalisasi sungai untuk
digunakan sebagai bahan literatur di kajian teori skripsi ini.
2. Nama : Muslim Sabarisman
Tahun : 2012
Jurnal : Sosio Konsepsia (Vol 17, No 3)
Judul : Perubahan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat
20
Miskin Perkotaan (Pemberdayaan Melalui KUBE di
Kelurahan Sayangsayang Kota Mataram).
Jurnal tersebut membahas tentang perubahan sosial dalam
pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan dalam KUBE. Yang berbeda
dengan skripsi ini yaitu skripsi tersebut membahas perubahan sosial dari
pemberdayaan masyakarat melalui KUBE, sedangkan penulis membahas
perubahan sosial dari kebijakan program normalisasi sungai ciliwung
terkait dengan warga yang direlokasi kerumah susun. Penulis menggutip
beberapa alinea dari kajian teori jurnal tersebut untuk digunakan sebagai
bahan literatur di kajian teori skripsi ini.
3. Nama : Yossi Nurvitasari
Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan : Sosiologi
Tahun : 2016
Judul Skripsi : Alih Fungsi Ruang Publik Dari Fungsi Sosial ke Fungsi
Ekonomi Perspektif Perubahan Sosial. (Studi atas Okupasi
Pedagang para trotoar Jl. Raden Fatah Kecamatan
Ciledug)
Skripsi tersebut membahas perubahan sosial yang timbul
dimasyarakat terhadap Ruang public yaitu trotoar yang dialih fungsikan
menjadi tempat berjualan para pedagang, yang membedakan skripsi ini
dengan skripsi penulis yakni mengenai pembahasan rumusan masalah
penelitian, skripsi ini membahas perubahan sosial dari alih fungsi ruang
publik, sedangan penulis dalam pembahasan rumusan masalahnya
21
membahas perubahan sosial yang terjadi karena adanya Kebijakan
Normalisasi Sungai dalam hal merelokasi warga kerumah Susun Rawa
Bebek, dan yang membedakan juga pada tempat lokasi penelitianya yaitu
di Jl. Raden Fatah Kecamatan Ciledug, sedangkan peneliti di Rumah
Susun Rawa Bebek, Jakarta Timur. Sedangkan untuk persamaan dengan
penulis ialah sama-sama meneliti mengenai perubahan sosial dan metode
penelitiannya menggunakan Kualitatif Deskriptif. Penulis menggutip
beberapa alinea dari kajian teori terkait perubahan sosial untuk digunakan
sebagai bahan literatur di kajian teori skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan ini, maka penulis membagi
sistematika penulisan ke dalam lima bab yang rinciannya sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka serta
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI YANG DIGUNAKAN
Bab ini membahas mengenai Kerangka Teori yang
berkaitan dengan fokus penelitian yaitu Perubahan Sosial
Warga Bukit Duri Pasca Normalisasi Sungai Ciliwung.
BAB III : GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini menjelaskan Letak Geografis, informasi dan lokasi
penelitian.
22
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi hasil temuan penelitian, berisi tentang
pembahasan atau diskusi mengenai hasil penelitian yang
diperoleh. Bagaimana keterkaitan penelitian dengan teori
yang sudah ada serta bagaimana peneliti menjelaskan hasil
temuannya berdasarkan sudut pandang subjek penelitian
yang disandingkan dengan sudut pandang teoritis dan
analisis perubahan sosial bagi warga bukit duri yang
direlokasi kerumah susun Rawa Bebek, serta dampak dari
perubahan sosial tersebut.
BAB V : PENUTUP
Penutupan adalah hasil penelitian atau kesimpulan dan
saran yang berisi masukan bagi Masyarakat, Pemerintah,
saran bagi peneliti lain, dan Prodi Kesejahteraan Sosial
atas Kebijakan Program Normalisasi Sungai Ciliwung di
Bukit Duri Jakarta Selatan yang merelokasi warga ke
Rumah Susun Rawa Bebek.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perubahan Sosial
Gillin dan Gillin mengartikan perubahan sosial sebagai, suatu variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena
perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi maupun penemuan-pemenuan baru
dalam masyarakat tersebut.1Sedangkan Selo Soemardjan menyatakan
perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola
perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Kingsley Davis
mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Selanjutnya William Ogburn menyatakan ruang lingkup perubahan
sosial, mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materiil (fisik)
maupun immaterial (nonfisik) dengan menekankan pengaruh besar dari
unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur immaterial.2
Dari penjelasan keempat tokoh diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi di masyarakat. Unsur-
unsur yang berubah meliputi lembaga-lembaga sosial, nilai dan norma sosial,
pola perilaku, interaksi sosial, struktur sosial serta kekuasaan dan wewenang.
1 Elly M Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi “Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Kencana, Jakarta, 2011, h. 610 2 Ibid., h 610
24
Pada dasarnya Perubahan sosial memliki berbagai aspek, perubahan sosial
tidak berarti kemajuan, tetapi dapat pula kemunduran, meskipun dinamika
sosial selalu diarahkan kepada gejala transformasi (pergeseran) yang bersifat
linier. Secara garis besar, perubahan sosial dipengaruhi oleh faktor yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri seperti perubahan pada kondisi
ekonomi, sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun
yang berasal dari luar masyarakat biasanya ialah yang terjadi diluar
perencanaan manusia seperti bencana alam. Kedua faktor-faktor ini
memunculkan teori perubahan sosial, diantaranya :3
a. Revolusi
Revolusi adalah wujud perubahan sosial yang paling
spektakuler; sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses
historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan
pembentukan ulang manusia. Revolusi tak menyisakan apa pun
seperti keadaannya sebelumnya. Revolusi menutup epos lama dan
membuka epos baru Di saat revolusi, masyarakat mengalami
puncak agennya, meledakkan potensi transformasi dirinya sendiri.
Segera sesudah revolusi, masyarakat dan anggotanya seperti
dihidupkan kembali, hampir menyerupai kelahiran kembali.4
b. Evolusi
Teori evolusi dalam konteks social itu menggambarkan
perkembangan masyarakat. Antara lain :
3 Ibid., h. 611
4 Pior Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Penanda Media Group, Jakarta, 2007,
h.357
25
1. Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial
merupakan gerakan searah seperti garis lurus.
Masyarakatnya berkembang dari masyarakat primitive
menuju masyarakat maju.
2. Teori evolusi membaurkan antara pandangan subjektif
tentang nilai dan tujuan akhir perubahan social. Perubahan
menuju bentuk masyarakat modern, merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu masyarakat
modern merupakan bentuk masyarakat yang dicita-citakan.5
c. Evolusioner
Perubahan sosial dapat dikatakan terjadi secara lambat hanya
apabila dilihat dari waktunya. Biasanya waktu perubahan ini terjadi
secara lambat, memerlukan rentetan perubahan kecil secara lamban
yang ditunjukan oleh sikap dan perilaku masyarakat yang
menyesuaikan dirinya dengan adanya pergeseran sosial dengan
keperluan, keadaan, dan kondisi yang baru dan sejalan dengan
adanya proses pertumbuhan ini. Ada berbagai macam teori
pertumbuhan evolusioner yang dipilih ke dalam beberapa kategori,
sebagai berikut:6
Unlinier Theories of Evolution
Herbert Spencer mengatakan bahwa masyarakat merupakan
hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok
heterogen baik sifat maupun sususannya. Teori ini berpendapat
5 George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Kreasi Wacana, Bantul, 2014
h.38 6 Ibid., h.612
26
bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaanya)
senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-
tahapan tetentu dari bentuk kehidupan yang sederhana ke bentuk
kehidupan yang sempurna (kompleks)7
Multilined Theories Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian
terhadap tahap perkembangan hal tertentu dalam evolusi
masyarakat, misalnya mengadakan penelitian perihal pengaruh
perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke sistem
pertanian, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat dan
seterusnya.8
d. Konflik
Teori ini memandang masyarakat dalam dualisme kelas yang
tersusun atas kelas borjuis dan proletariat. Sumber perubahan
adalah dualism kelas sosial yang selalu bertentangan sebagai akibat
ketidakadilan dalam pembagian aset-aset sosial ekonomi.9
e. Fungsionalis
Teori ini memandang penyebab dari perubahan adalah
adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang
berlaku pada masa ini yang mempengaruhi pribadi mereka.
Meskipun terdapat satu kesinambungan antara unsur sosial satu
dan yang lain, namun dalam perubahan ternyata masih ada
7 Ibid., h.613
8 Ibid., h.614
27
sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain
masih dalam keadaaan tetap.10
f. Siklus
Teori ini menggambarkan bahwa perubahan sosial bagai roda
yang sedang berputar, yang artinya perputaan zaman adalah
sesuatu yang tidak dapat di elak oleh siapapun dan tidak dapat
dikendalikan oleh siapapun. Bangkit dan mundurnya sebuah
peradaban merupakan bagian dari sifat alam yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia.11
B. Dimensi Perubahan Sosial dari Himes dan Moore
Menurut Himes dan Moore mengatakan bahwa perubahan sosial
mempunyai tiga dimensi, yaitu:
1. Dimensi Struktural
Dimensi struktural dari perubahan sosial mengacu
pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat. Struktur sosial merupakan bangunan sosial
yang terdiri dari berbagai unsur pembentuk masyarakat
dimana masing-masing unsur berhubungan secara
fungsional.
Perubahan struktural mengacu pada perubahan dalam
bentuk struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam
peranan, munculnya peranan baru, perubahan struktur
10
Ibid,. h.618. 11
Ibid., h.619.
28
kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga sosial.12
Struktur masyarakat dibentuk oleh dua unsur yaitu status
dan peranan.13
Status merujuk pada kedudukan seseorang
dalam kehidupan sosial. Peranan merupakan hak dan
kewajiban yang dimiliki seseorang sesuai dengan status
atau kedudukannya.
Untuk lebih jelas, Himes dan Moore menjelaskan
cakupan perubahan sosial dalam dimensi struktural:
a) Bertambah dan berkurangnya kadar peranan.
b) Aspek perilaku dan kekuasaan.
c) Adanya peningkatan atau penurunan sejumlah
peranan.
d) Terjadinya pergeseran dari wadah atau kategori
peranan.
e) Terjadinya modifikasi saluran komunikasi diantara
peranan.
f) Terjadinya perubahan sejumlah tipe dan daya guna
fungsi.14
Struktur sosial juga dapat dengan jelas dilihat dalam
keberadaan lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat
untuk mengikat perilaku anggota masyarakat agar
12
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, 2014, h. 6 13
Elly M Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi “Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Kencana, Jakarta, 2011, h. 45. 14
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, 2014, h. 6
29
berperilaku sesuai dengan tatanan aturan yang menjadi
kesepakatan kelompok sosial.15
2. Dimensi Kultural
Culture (Kultur) dapat diartikan sebagai budaya.16
Perubahan kultural yang terjadi pada relokasi terkait juga
dengan perubahan struktural. Tidak dapat dielakkan lagi,
bahwa perubahan sosial mencakup perubahan budaya, kita
menyebutnya sebagai perubahan sosial budaya. Perubahan
yang terjadi pada lembaga-lembaga masyarakat senantiasa
mempengaruhi nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku
dalam kelompok masyarakat.17
Perubahan sosial dalam
dimensi kultural adalah perubahan yang terjadi pada nilai-
nilai yaitu sesuatu konsep abstrak mengenai keyakinan,
pemikiran atau pandangan dan juga perilaku masyarakat.
Wujud nyata dari nilai-nilai sosial adalah norma
sosial. Norma sosial merupakan bentuk konkret hasil
penjabaran nilai-nilai yang berisi aturan, kaidah atau panduan
berperilaku masyarakat baik tertulis maupun tidak dan
disertai dengan adanya sanksi.18
Mengacu pada perubahan budaya dalam
masyarakat, perubahan ini meliputi:
15
Elly M Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi “Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Kencana, Jakarta, 2011, h. 47. 16
Selo Sumardjan & Soelaiman Soemardi, “Setangkai Bunga Sosiologi”, UI Press,
Jakarta, 1964, h. 113.
17
Elly M Setiadi & Usman Kolip, “Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Kencana, Jakarta, 2011, h. 642.
18 Ibid, hlm 131.
30
a) Inovasi kebudayaan, merupakan komponen internal
yang memunculkan perubahan sosial dalam suatu
masyarakat.
b) Difusi, merupakan komponen eksternal yang
mampu menggerakkan terjadinya perubahan sosial.
c) Integrasi, merupakan wujud perubahan budaya yang
“relative lebih halus”.19
3. Dimensi Interaksional
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa
membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Fakta tersebut berarti bahwa manusia senantiasa
berinteraksi dengan manusia lain. Interaksi sosial
merupakan hubungan yang dinamis antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok maupun antara
kelompok dengan kelompok berdasarkan norma-norma
sosial yang berlaku.20
Mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat. Dimensi ini meliputi:
19
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, 2014, h. 7
20 Setiadi Elly M & Kolip Usman, Pengantar Sosiologi “Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”, Kencana, Jakarta, 2011, h. 64.
31
a) Frekuensi
b) Jarak sosial
c) Perubahan perantara
d) Perubahan aturan atau pola-pola
e) Perubahan bentuk interaksi21
C. Dampak Perubahan
a. Pengertian Dampak
Dampak menurut kamus besar indonesia adalah benturan,
pengaruh kuat yang mendatang akibat baik negatif maupun positif
serta benturan yang cukup hebat antara dua benda sehingga
menyebabkan perubahan yang berarti momentum (pusa) sistem
yang alami itu.22
Sedangkan pengaruh sebagai perubahan yang
terjadi terhadap klien atau pemangku kepentingan sebagai akibat
dari intervensi yang dilakukan oleh program.23
b. Indikator Dampak
Secara umum, indikator dapat didefinisikan sebagai suatu
alat ukur untuk menunjukkan atau menggambarkan suatu kadaan
dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Indikator dapat
menyangkut suatu fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses
suatu usaha peningkatan kualitas. Indikator dapat berbentuk
ukuran, angka, atribut atau pendapat yang menunjukkan suatu
21
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, PT.RajaGrafindo, Jakarta, 2014, h. 7 22
Tim Penyusun Kamus Besar, Kamus Besar Bahasa, Kamus Besar bahasa Indonesia
Edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta 2002, h.234 23
Wirawan, Evaluasi (Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi), Rajawali Press,
Jakarta, 2008, h.110
32
keadaan. Indikator seringkali dirumuskan dalam bentuk variable
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan
memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadapp perubahan-
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.24
indikator digunakan
apabila aspek yang akan dinilai perubahannya tidak dapat secara
langsung seperti halnya tinggi badan, berat badan atau harga suatu
barang yang secara kuantitatif mudah di ukur (Surbakti,1996 dalam
Suharto, 1997).25
Selain itu, indikator juga bisa dikelompokkan ke dalam dua
kategoti yaitu indikator kinerja dan indikator hasil atau keluaran
(Suharto,2005d):
1. Indikator Kinerja: mengindikasikan keadaan masukan
dan proses pelayanan sosial yang dilakukan oleh lembaga
dan aktor-aktor yang terkait.
2. Indikator Keluaran: menunjukkan hasil langsung (output)
maupun tidak langsung atau dampak(outcome) dari suatu
kegiatan pelayanan.26
Dalam hal ini penulis menggunakan indikator dampak
sebagai indikator dampak kebijakan relokasi warga ke Rusun.
Dimana sebuah kebijakan pemerintah dari implementasi Program
24
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT.Rafika Aditama,
Bandung, 2005, h.126. 25
Ibid., h. 127 26
Ibid., h. 128
33
Normalisasi Sungai Ciliwung, mengharuskan warga untuk di
relokasi ketempat yang lebih tepat, dalam hal ini pemerintah
menyiapkan hunian Rumah Susun. Kemudian dari pemindahan
warga ke Rusun ternyata memiliki berbagai perubahan-perubahan
yang terjadi. Kegiatan relokasi penduduk akan memiliki dampak
baik secara sosial maupun ekonomi bagi masyarakat yang
direlokasi, diharapkan dari kegiatan relokasi penduduk ini bisa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik dari
keadaan sebelumnya.27
Karena fenomena sosial bersifat
multidimensional kita tidak selalu mudah untuk membuat indikator
secara tepat dan objektif. Ini dikarenakan yang kita hadapi tidak
hanya cara mengukur masing-masing dimensi, tetapi juga
bagaimana keseluruhan dimensi dapat direpresentasikan dalam satu
ukuran, namun demikian beberapa kriteria dasar yang digunakan
umumnya tidak berbeda.28
Indikator dampak yang digunakan
penulis sebagai berikut:
1. Aspek Sosial
Aspek sosial mempertahankan keanekaragaman budaya,
dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan
seluruh bangsa, dan dengan memahami dan menggunakan
pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan
27
Diakses pada 01 Oktober 2017, Dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16904/ 28
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT.Rafika Aditama,
Bandung, 2005, h.128
34
pembangunan ekonomi. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal
dalam pengambilan keputusan.29
2. Aspek Ekonomi
Pada aspek ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong
efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Tiga
elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan
meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal
tersebut dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi
mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik,
mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi
kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk
pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi
pendapatan dan aset.30
D. Kebijakan Publik
Shafritz dan Russel mengatakan bahwa kebijakan merupakan suatu
keputusan yang sifatnya hirarkis mulai dari tingkat paling tinggi sampai
pada paling bawah (start level). Sedangkan Hoogwood dan Gunn pernah
membeberkan serangkaian definisi tentang kebijakan (policy) yang
menunjukan makna yang berbeda-beda. Policy dapat diartikan label bagi
suatu kegiatan seperti kebijakan ekonomi, kebijakan industri, kebijakan
29
M. Rozikin, “Analisis Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu”, Jurnal
Review Politik Volume 02, Nomor 02, Desember 2012, Universitas Brawijaya Malang, h.2297 30 M. Rozikin, “Analisis Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu”, Jurnal
Review Politik Volume 02, Nomor 02, Desember 2012, Universitas Brawijaya Malang, h.228
35
ketertiban dan hukum. Selanjutnya kebijakan juga bisa dilihat sebagai
keputusan pemerintah seperti keputusan presiden, sebagai otorisasi formal
seperti ketetapan parlemen, sebagai program seperti program kesehatan
wanita dan juga sebagai proses seperti penetapan tujuan dan pembuatan
keputusan untuk implementasi dan evaluasi.31
Chandler dan Plano
beranggapan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang stratetgis
terhadap sumberdaya-sumberdaya untuk memecahkan masalah-masalah
publik atau pemerintah.32
Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik, ada beberapa
konsep kunci kebijakan publik yang di kemukakan oleh Young dan Quin,
yaitu :
1) Tindakan pemerintah berwenang. Kebijakan publik adalah
tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan
pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan
finansial untuk melakukannya.
2) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.
Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan
kongkrit yang berkembang di masyarakat.
3) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan
publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan
terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat
untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
31
Yerimas T. Keban, Enam Dimensi Strategis“Administrasi Publik”Konsep, Teori dan
Isu, Gavamedia, Yogyakarta, 2014, hlm 59-60 32
Ibid. h. 60
36
4) Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif
untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa
juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial
akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada
dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
5) Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang
actor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi
terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah
dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum
dirumuskan. Keputusan yang yang telah dirumuskan dalam
kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah,
maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah.33
E. Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial menurut Edi Suharto adalah seperangkat tindakan,
perangkat kerja, petunjuk, rencana, peta, atau strategi yang dirancang
untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke
dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
kesejahteraan sosial. Karena urusan kesejahteraan sosial senantiasa
menyangkut banyak orang, maka kebijakan sosial seringkali diidentikan
dengan kebijakan publik.34
33
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik “Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung, 2014. h 10 34
Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT Refika
Aditama, Bandung, 2014, hlm. 107
37
Kebijakan sosial mencakup bidang-bidang kemasyarakatan yang
umumnya dikategorikan sebagai “bidang sosial” yang luas mencakup
kesehatan, pendidikan, perumahan, atau bahkan makanan. Namun
demikian, kebijakan sosial memiliki makna dan bidang garapannya sendiri
yang relative berbeda dengan bidang kemasyarakatan pada umumnya.35
F. Normalisasi Sungai
Mengendalikan banjir di hilir dengan pelurusan sungai disebut
dengan istilah normalisasi. Pada kenyataannya berbagai sungai seperti
ciliwung, cisadane, dan deli telah di normalisasi. Normalisasi ini
dilaksanakan dengan melakukan pelurusan, penembokan, penimbunan,
pengerasan dinding sungai, pembuatan tanggul, pengerukan, serta
penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir dan batuan di tepi sungai.36
G. Bentuk Kebijakan Pemerintah
Dalam hal ini bentuk Kebijakan Pemerintah dalam melakukan
Relokasi dari Program Normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri Jakarta
Selatan, yaitu berdasarkan :
a. Peraturan Presiden Nomer 38 Tahun 2011
Tentang Sungai, Menimbang : bahwa dalam rangka
konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya
rusak air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3),
Pasal 36 ayat (2), dan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomer 7
35
Ibid., hlm 109 36
Erlangga. W.P, Skripsi: “Reaksi Sosial Terhadap Normalisasi Sungai Deli”, Medan:
Universitas Sumatra Utara, 2007, h. 23
38
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Sungai.37
b. Peraturan Gubernur Nomer 163 Tahun 2012
Tentang Penguasaan Perencanaan /Peruntukkan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Rencana
Trace Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai-Kampung Melayu.
Menimbang :
a. Bahwa dalam rangka penataan system pengelolaan drainase
kota dan pengendalian banjir serta mengembalikan fungsi
Sungai Ciliwung sebagai jalur utama drainase dan
pengendali banjir di Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, perlu adanya pengaturan pengairan yang terarah
antara lain dengan pembangunan Rencana Trace Kali
Ciliwung dan Pintu Air Manggarai-Kampung Melayu;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Rencana Trace Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai-
Kampung Melayu;38
37
Di akses tanggal 20 Juli 2017, dari
http://p2t.jatimprov.go.id/uploads/KUMPULAN%20PERATURAN%20PERIZINAN%20PER%2
0SEKTOR%202014/PENGAIRAN/pp2011_38.pdf 38
Di akses pada tanggal 24 Juli 2017, dari
http://www.jakarta.go.id/v2/produkhukum/download/2638/PERGUB_NO_163_TAHUN_2012.pd
f
39
c. Peraturan Gubernur Nomer 2181 Tahun 2014
Tentang Perpanjangan Penetapan Lokasi Untuk
Pelaksanaan Pembangunan Trace Kali Ciliwung Dari Pintu Air
Manggarai Sampai Dengan Kampung Melayu, Menimbang:
1. Bahwa berdasarkan Peraturan Gubernur Nomer 163
Tahun 2012 telah ditetapkan Penguasaan
Perencanaan/Peruntukan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Rencana Trace
Kali Ciliwung Dari Pintu Air Manggarai-Kampung
Melayu;
2. Bahwa penguasaan/perencanaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a belum selesai dilaksanakan
sedangkan masa berlaku Peraturan Gubernur Nomer 163
Tahun 2012 telah berakhir sehingga untuk kelanjutan
pelaksanaan pembangunan Trace Kali Ciliwung dari Pintu
Air Manggarai-Kampung Melayu, perlu melakukan
perpanjangan penetapan lokasi;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan
Gubernur tentang Perpanjangan Penetapan Lokasi Untuk
Pelaksanaan Pembangunan Trace Kali Ciliwung Dari
Pintu Air Manggarai Sampai Dengan Kampung Melayu;39
39
Di akses pada tanggal 25 Juli 2017, dari
http://www.jakarta.go.id/v2/produkhukum/download/4417/KEPGUB_NO_2181_TAHUN_2014.p
df
40
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Rusun
Rusun Rawa Bebek mulai dibangun pada tahun 2015 terletak
diJalan Inspeksi Kanal Banjir Timur Kel. Pulo Gebang Kec.
Cakung Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas lahan kurang
lebih 17 hektar. Rusun Rawa Bebek terdapat 14 blok, yang terdiri
dari:
a. 6 blok yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat diperuntukan untuk para pekerja (Lajang)
dengan type 24 yang berpenghasilan UMR, dengan jumlah unit
hunian sebanyak 750 unit,
b. 4 blok dengan jumlah hunian 400 unit dengan type 36 yang
dibangun oleh pengembang (PT. Summarecon).
c. 4 blok lainnya dengan jumlah unit hunian yang sama sebanyak
400 unit dengan type 36 dibangun oleh APBD.
Saat ini sedang dalam tahap pembangunan 1 Tower type 36
dengan 16 lantai untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal warga
DKI Jakarta.
41
B. Tugas dan Fungsi Unit Pengelola Rumah Susun
Sesuai Peraturan Gubernur no 351 Tahun 2016 Pasal 4 Ayat
1 Unit Pengelola Rumah Susun mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan rumah susun dan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan
anggaran/rencana bisnis anggaran Unit Pengelola
Rumah Susun.
2. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen
pelaksanaan anggaran/rencana bisnis anggaran Unit
Pengelola Rumah Susun.
3. Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan
Pengelolaan Rumah Susun.
4. Pemantauan, monitoring dan evaluasi kelaikan
penghunian/penggunaan rumah susun.
5. Pengelolaan tarif layanan penghunian/penggunaan
rumah susun.
6. Pelaksanaan pengembangan teknis pengelolaan rumah
susun.
7. Pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan Sarana dan
Prasarana Rumah Susun, fasilitas serta utilitas,
kebersihan, keindahan dan keamanan lingkungan rumah
susun.
42
8. Pelaksanaan inventarisasi dan seleksi para calon
penghuni rumah susun.
9. Pelaksanaan bimbingan, penyuluhan dan konsultasi
teknis bagi calon atau penghuni rumah susun.
10. Pengawasan, pengendalian dan penertiban penghunian/
penggunaan Sarusun baik dari segi peruntukan maupun
dari segi status haknya.
11. Pengelolaan Sarana dan Prasarana rumah susun.
12. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan
ketatausahaan Unit Pengelola Rumah Susun.
13. Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian, keuangan dan
barang Unit Pengelola Rumah Susun.
C. Site Plan Rusun Rawa Bebek
Gambar 3.1
Sumber: Kantor Unit Pengelola Rusun Rawa Bebek
4 BLOK 400 UNIT (Cluster Cempaka)
4 BLOK 400 UNIT (Cluster Bougenville)
2 TOWER PROSES PEMBANGUNAN
6 BLOK 720 UNIT (Cluster Anggrek)
43
Keterangan :
i. Luas Lahan ± 17 hektar
ii. Rencana Pematangan TA. 2015
iii. Rencana Rusunawa Rawa Bebek 14 Blok dan 2 Tower
dengan jumlah 2060 unit hunian
D. Blok Cluster Cempaka
Gambar 3.2
Sumber: Kantor Unit Pengelola Rumah Susun Rawa Bebek
Blok Cluster Cempaka, ditempati oleh mayoritas warga
Relokasi dari Bukit Duri, Jakarta Selatan, untuk saat ini jumlahnya
mencapai 215 KK warga Bukit Duri yang menempati 4 blok
tersebut.
E. Fasilitas Umum Rusun
- Klinik - Koperasi
- Paud - Aula
- Perpustakaan - Kios usaha
- Feeder busway - Tempat parker Motor
- Bus sekolah - Ruang Duka
- Lapangan olahraga - Ruang Sekertariat RT dan RW
- Mushola - Bank DKI dan atm
- Toilet umum
BLOK GELATIK BLOK MERPATI
BLOK CENDRAWASIH BLOK MERAK
44
F. Kegiatan Pemberdayaan Warga Rumah Susun
Kegiatan pemberdayaan di Rumah Susun Rawa Bebek
dilaksanakan oleh CSR dan Instansi SKPD/UKPD terkait yang
ditetapkan berdasarkan Pergub 131 tahun 2016 Tentang
Optimalisasi Pengelolaan Rusun Meliputi:
- Penanggulangan Bahaya Narkoba/HIV/AIDS
- Simulasi Kebakaran
- Pelatihan Tata Boga (Bogasari)
- Pelatihan Menjahit/Konveksi (GKI) dan (Little Baby)
- Pelatihan Membatik (Dekranasda)
- Pelatihan Menenun (Jakarta Kreatif)
- Pelatihan Paskibraka Usia SMP Dan SMA
- Pelatihan Menari Usia SD
- Pelatihan Pertanian (Hydroponik) Dan Perikanan
G. Kegiatan Pelayanan Rumah Susun
Kegiatan pelayanan di Rumah Susun dilaksanakan oleh Instansi
SKPD/UKPD terkait terdiri dari:
o Pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk)
o Pembuatan SP ( Surat Perjanjian) yang diperpanjang setiap 2
tahun sekali
o Pembuatan Kartu Rusun (Bank DKI)
o Pembuatan KJP (Kartu Jakarta Pintar)
o Pembuatan BPJS
45
46
H. Mekanisme Penghuni Rusun
Mekanisme penghunian Rumah Susun sesuai dengan Pergub
Nomor 111 Tahun 2014:
1. Prosedur penghunian
2. Prosedur Penertiban ST.I (3 Hari), ST.II (3 Hari), Segel (7
Hari), SP I (3 Hari), SP II (3 Hari), Pengosongan (1 Hari).
3. Prosedur Pembayaran Sewa menggunakan Sistem AUTO
DEBET via Bank DKI (CMS) / Cash Management System
I. Tarif Sewa Rusun
a. Cluster Bougenville dan Cempaka
Lantai 1 : Rp. 301.000
Lantai 2 : Rp. 275.000
Lantai 3 : Rp. 250.000
Lantai 4 : Rp. 227.000
Lantai 5 : Rp. 206.000
b. Cluster Anggrek (Lajang)
Lantai 1 : Rp. 460.000
Lantai 2 : Rp. 460.000
Lantai 3 : Rp. 460.000
Lantai 4 : Rp. 460.000
Lantai 5 : Rp. 460.000
47
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi data hasil temuan dan analisis berdasarkan pengolahan data
yang dilakukan. Analisis data yang dilakukan bertujuan sesuai dengan rumusan
atau pertanyaan penelitian ini. Dengan kata lain, bab ini mendeskripsikan
Perubahan Sosial Warga Bukit Duri Pasca Normalisasi Sungai Ciliwung serta
melihat dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut.
A. Perubahan Sosial Warga
Selo Soemardjan menyatakan, perubahan sosial adalah segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-
kelompok masyarakat.1 Warga Bukit Duri yang direlokasi ke Rumah
Susun Rawa Bebek sebagai akibat dari kebijakan normalisasi daerah aliran
sungai (DAS) Ciliwung telah mengalami gejala-gejala perubahan sosial
beserta dampak atau permasalahannya tersendiri.
Perubahan sosial tersebut dapat dilihat secara jelas dari berbagai
dimensi dan atau indikator perubahan sosial. Perubahan sosial warga Bukit
Duri yang direlokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek dapat dilihat dari
perubahan secara struktur, perubahan budaya atau kebiasaan dan
perubahan interaksi antar warga. Hal tersebut menunjukkan relevansinya
1 Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta, Kencana, 2011, h. 610.
48
dengan dimensi-dimensi utama perubahan sosial, yaitu dimensi struktural,
dimensi kultural dan dimensi interaksional.
1. Perubahan Struktural Warga
Menurut Himes dan Moore dimensi struktural dari perubahan
sosial mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat.2 Masyarakat bukan hanya memiliki struktur, mereka
senantiasa hidup di dalamnya. Struktur sosial merupakan bangunan
sosial yang terdiri dari berbagai unsur pembentuk masyarakat dimana
masing-masing unsur berhubungan secara fungsional.
Perubahan sosial dalam dimensi struktural yang terjadi pada
warga Bukit Duri yang direlokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek
mencakup: Perubahan mata pencaharian dan perubahan peran,
perubahan akses aktifitas keseharian dan perubahan dalam
pemanfaatan lembaga sosial serta ketersediaan fasilitas di rusun.
a. Perubahan Mata Pencaharian dan Perubahan Peran
Menurut Himes dan Moore, dimensi struktural
mengacu pada perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan dan
munculnya peranan baru.3 Hal demikian dikarenakan,
struktur masyarakat dibentuk oleh dua unsur yaitu status
dan peranan.4 Status merujuk pada kedudukan seseorang
dalam kehidupan sosial. Peranan merupakan hak dan
2 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, Rajawali, 2014, h. 6.
3 Ibid, h. 6.
4 Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta, Kencana, 2011, h. 45.
49
kewajiban yang dimiliki seseorang sesuai dengan status atau
kedudukannya.
Dari data yang diperoleh peneliti, ditemukan
beberapa perubahan yang dialami oleh warga Bukit Duri
yang direlokasi ke Rumah Susun Rawa Bebek. Dalam hal
ini, keterkaitannya dengan perubahan munculnya peranan
baru yang dialami oleh informan maupun anggota keluarga
informan.
Implikasi nyata dari kebijakan relokasi yang dialami
warga Bukit Duri, terdapat sejumlah perubahan berkenaan
dengan struktur ekonomi dalam hal ini mata pencaharian.
Perubahan tersebut berupa: Bergantinya mata pencaharian
dan berubahnya pendapatan, kehilangan mata pencaharian
serta perubahan peran di dalam keluarga.
Kondisi demikian tidak bisa dihindari mengingat
warga Bukit Duri banyak yang menggantungkan hidupnya
yaitu mencari nafkah untuk keluarganya di sekitar Bukit
Duri.
Informan Zek (52) yang merupakan salah satu warga
Rumah Susun Rawa Bebek (Rusunawa) berbagi ceritanya
terkait hal ini. Menurutnya, kehidupan di Bukit Duri jauh
lebih menyenangkan dibandingkan dengan di Rusunawa.
Pernyataan tersebut mengkhususkan pada kondisi mencari
mata pencahaharian. Zek mengatakan:
50
“Cara mencari pencarian, yang tadi saya bilang
kehidupan itu enggak ada kehidupan disini, susah.
Contoh, mereka biasa dagang ini, di sini jadi susah.
Mereka untuk bisa makan aja udah bagus untuk
sekolah, nah untuk bayar enggak dapet, syukur-
syukur bisa tapi buat nabung kita enggak bisa. Untuk
makan sama sekolah aja udah pas. Makanya
kemaren kita minta ke pak gubernur untuk dikasih
lah arahan.”5
Dari apa yang dikatakan oleh informan Zek, dengan
kata lain, dia ingin mengatakan bahwa relokasi warga ke
Rusunawa oleh pemerintah tidak begitu berdampak baik
bagi warga. Zek menambahkan:
“Nyari duitnya enakan di Bukit Duri, warga Bukit
Duri pagi-pagi udah pergi kesana semua, ngojek,
kerja, nyari makan, 70% kesana semua tiap pagi,
pulang malem. Walau dikata pinggir kali tapi
kehidupan usaha enakan disana, disini tempat sih
nyaman, cuma buat usaha kita susah.”6
Dari pernyataan tersebut, kita melihat bahwa akifitas
mencari nafkah warga sebagian besar masih dilakukan di
Bukit Duri. Namun demikian, seperti telah peneliti sebutkan
sebelumnya, bahwa ada perubahan yang terjadi pada
pekerjaan warga. Salah satunya juga dialami Zek yang juga
merupakan tokoh masyarakat di Bukit Duri menjelaskan:
“Ya RT aja, cuma ada usaha kecil-kecilan bareng
sama adek, sampe sekarang sih masih, pas disini ya
belom ada. Pas jadi RT pemasukan ya ada aja lah,
disini enggak ada sama sekali... Istri sih dagang pas
di sini aja, karena jenuh kita enggak ada kegiatan,
untungnya mah ga seberapa, cuma ngilangin stress
aja.”7
5 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
6 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
7 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
51
Dapat dilihat ternyata perubahan mata pencaharian
dialami oleh Zek dan istrinya. Khusus bagi Zek sendiri,
profesinya sebagai ketua RT saat di Bukit Duri merupakan
sumber penghasilan utamanya. Namun, ketika di Rusunawa,
hal itu tidak lagi bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan.
Sementara istrinya, saat di Bukit Duri tidak bekerja.
Sedangkan di sini memilih untuk berjualan dengan berbagai
alasan. Zek menambahkan penjelasannya terkait hal ini:
“di sana enggak, ibu rumah tangga aja, bantu-bantu
saya aja, ada aja lobang-lobang uang disana, jauh
sama disini, disini jadi usaha, disana istri enggak
usaha, warga bilang bu RT biasa tukang beli
sekarang malah dagang.”8
Gambar 4.1: Toko Perlengkapan Kue Informan
Zek
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Di foto terlihat peneliti bersama informan Zek
dengan latar belakang toko perlengkapan kue sebagai usaha
8 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
52
kecil-kecilan Ia dan istrinya. Ini dilakukan untuk menambah
penghasilan dan menghilangkan jenuh.9
Dengan demikian, kita dapat mengidentifikasi
bahwa bukan hanya terjadi perubahan mata pencaharian dan
pendapatan yang dialami oleh Zek dan keluarganya. Ini
dikarenakan terjadi juga perubahan peran antara Zek dan
Istrinya. Hal itu terlihat dari peran sang istri yang berdagang
dengan tujuan mengisi waktu luang dan menambah
pemasukan rumah tangga.
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dijelaskan oleh
Endang (64), yang merupakan pengurus salah satu masjid
warga ketika di Bukit Duri. Dia menerangkan:
“Disana memang kebanjiran, tapi disana istilahnya
hidup udah mapan, saya kan disana pengurus masjid
jadi ada pemasukan setiap bulannya, bersih-bersih
masjid, sumbangan dari warga ada, paling sedikit
sebulan 500 mas, kalau disini kosong.”10
Jelas, Endang lebih memilih untuk hidup di tengah
bayang-bayang bencana tahunan kota Jakarta yaitu banjir
tetapi memiliki sumber pendapatan yang pasti. Endang
dengan tegas menegaskan bahwa relokasinya ke Rusunawa
menyebabkan dia tidak lagi memiliki penghasilan.
Beruntung bagi Endang, anaknya masih bekerja dan mampu
diandalkan sebagai sumber penghasilan keluarga. Endang
menjelaskan:
9 Observasi tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
10
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
53
“Kendalanya disini cuma kehidupan aja disini, kalau
enggak ada dari anak enggak ada pemasukan, kalau
disana uang satu juta bisa, disini enggak sama sekali
nerima uang selain dari anak.”11
Kondisi yang sama juga dialami oleh istrinya.
Menurut penuturan Endang, saat di Bukit Duri, istrinya
membantu perekonomian keluarga dengan berjualan
(warung sembako). Sementara ketika di Rusunawa tidak
dapat melakukannya lagi. Berikut penjelasan Endang:
“Enggak, cuma ibu rumah tangga aja, semenjak
hidup, cuma dulu kan di rumah dagang juga,
ngewarung sembako, kalau disini enggak, karena
memang faktor utama usia udah enggak mampu
tenaganya, yang kedua memang udah biasa jualan di
rumah, disini enggak bisa.”12
Salah satu alasan berhenti berjualan adalah faktor
usia dan tempat berjualan. Di Bukit Duri Ia lebih mudah
berjualan karena berjualan di rumah tanpa harus naik-turun
seperti halnya jika berjualan di rusun. Endang merasa
kesulitan dikarenakan bentuk hunian vertikal rumah susun
itu sendiri. Endang melanjutkan penjelasannya:
“Yang punya warung aja pada tutup, abis
pembelinya lingkungan disini juga, enggak ada
orang luar, enggak ada pegawai tingginya, kalau
disana ada pegawai tingginya, ada orang Telkom,
kepala bank...13
”
Sejauh yang dijelaskan oleh Endang bahwa di Bukit
Duri usaha lebih cepat laku, karena pembelinya rame dan
dari berbagai kalangan, sedangkan di Rusun pembelinya
11 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
12
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
13
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
54
warga Rusun aja yang ekonominya rata-rata sama. memang
terlihat Ia lebih memilih untuk tidak direlokasi. Panjang
lebar Endang menceritakan:
“kalau disana walaupun di pinggir kali,
kelebihannya itu kita duduk-duduk sambil serokin
botol-botol, seminggu 20.000 atau 50.000 nerima,
yang penting kita rajin. Modalnya datang sendiri,
kita lagi duduk di pinggir kali tau-tau orang buang
gabus bekas TV yang besar kita ikat digabungin
bikin perahu, terus botol-botol plastik atau gelas-
gelas, ada kegiatan ngumpulin. Tukang abu lewat,
borongin, 30.000 atau 20.000, enggak pake tenaga
berat, Kalau disini enggak ada... rejeki di depan
mata. Rumah enggak bayar, tanah ke belakang
masih ada 4 meter, nanam belimbing, cabe, sayuran
itu bisa cuma ruginya kalau air dateng aja, kalau
musim keringnya lama. Bisa ternak ayam, telor
ayam kampung kan 3000, cuma ruginya kalau lagi
banjir besar ilang kerendem, tapi 3 hari ada lagi dari
orang.”14
Terakhir, dalam penjelasan panjang lebar Endang
menegaskan bahwa di Bukit Duri lebih mudah
mendapatkan pendapatan tambahan berbeda dengan di
rusun sekarang dirinya memang tidak memiliki pekerjaan
yang menjadi sumber pendapatan sama sekali:
“Turun naik ngurus peliharaan, diempanin.”15
Sebuah pernyataan singkat yang padat makna.
Peneliti memahami bahwa pernyataan tersebut
menggambarkan perubahan struktural yang jelas dilihat
dari indikator mata pencaharian dan peran. Hal itu hanya
bermuara pada satu penjelasan, bahwa Endang yang
14 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
15
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
55
dulunya menjadi pengurus masjid saat di Bukit Duri kini
benar-benar menjadi pengangguran dan tidak memiliki
penghasilan ketika menghuni rusun.
Hal serupa juga dijelaskan warga Bukit Duri lain
yaitu Ardi (55). Dia berpendapat bahwa hidup di Bukit
Duri lebih mudah dibandingkan di Rusunawa. Berikut
perkataannya:
“Bedanya jauh, disana apa-apa gampang, nyari
usaha gampang, semua gampang deh di Bukit Duri
daripada disini... Nyari duit gampang gitu, kerja apa
aja bisa, disini kerja harus ada ijazahnya SMA, kalau
enggak ada ijazah SMA enggak bisa kerja, ya mau
kerja apaan, terus bayar rusun dari mana kalau kita
enggak kerja, bingung.”16
Dapat dibenarkan bahwa ekonomi merupakan faktor
utama yang menentukan kenyamanan kehidupan
seseorang. Dalam hal ini, analisa struktural ekonomi yang
digunakan adalah pekerjaan yang dimiliki. Dan hal inilah
yang dirasa sulit oleh Ardi dan juga informan lainnya.
Namun demikian, tidak seperti Zek dan Endang
yang sama sekali tidak lagi bekerja, Ardi tetap bekerja,
dalam artian Ia hanya merubah mata pencahariannya.
Berikut penjelasan Ardi:
“Pembersihan, bawa gerobak, bawa-bawain sampah
warga. Sekarang berhenti, sekarang saya kerjanya
ngojek udah, ngojeknya di Bukit Duri, ya karena
emang gampangan disana usahanya... Karena jauh,
jadi kan kita anak sama bini kerja disana jadi kita
16 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
56
anter jemput anak bini aja sekalian ngojek, pulang
malem sekalian jemput kita balik” 17
Namun demikian, dapat diidentifikasi bahwa
meskipun Ardi memiliki pekerjaan yang berbeda ketika di
Bukit Duri dan ketika di Rusunawa, tetapi tetap pekerjaan
tersebut dilakukan di Bukit Duri. Sama halnya dengan
Ardi, istrinya pun memiliki pekerjaan di Bukit Duri. Ardi
menyampaikan:
“Momong anak bayi, kaya suster aja gitu, di Bukit
Duri, disini kerjaan susah, usahanya disana-sana
juga, kalau enggak punya kendaraan bingung juga
sih.”18
Ardi mengalami perubahan pekerjaan akan tetapi
tetap berlokasi di Bukit Duri. Sementara itu istrinya tetap
pada pekerjaannya yang lama dan juga berlokasi di Bukit
Duri. Ardi kembali menegaskan bahwa kehidupan
memang lebih mudah diarungi di Bukit Duri. Sesuai
pembahasan pada bagian ini, hal itu terkait dengan
pekerjaan dan penghasilan:
“Semua-muanya enakan di Bukit Duri, mau ngapain,
mau dagang, gampang aja kalau disini yang beli
orang-orang sini juga orang luarnya enggak ada,
kalau di Bukit Duri orang dari mana aja ada kesitu
kalau mau belanja... Bingungnya disini nyari kerjaan
susah, kalau disana mau apaan aja, mau jadi kuli
panggul bisa, nah disini mau jadi kuli panggung
gimana. Terus disana bisa jualan kantong kresek,
lumayan. Disni ijazah SMA kalo kerja, terus
kerjaannya nyapu, mana mau juga ijazah SMA
17 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
18
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
57
nyapu, SD juga bisa nyapu, saya juga pernah kerja
cleaning service tapi sistemnya kontrak.”19
Kondisi yang dijelaskan oleh Syamsudin (64) juga
tidak jauh berbeda. Seirama dengan apa yang disampaikan
informan lain. Menurut Syamsudin:
“Kalau saya disana memang udah tua enggak punya
kerjaan tetap ya serabutan aja, hari-hari memang
numpang sama anak saya disana, disini juga
numpang, disini mah udah enggak ngapa-ngapain
enggak ada kerjaan, kalau di Bukit Duri masih bisa
kerja serabutan, masih bisa disuruh-suruh orang,
bisa dandanin rumah, ngumpulin kardus bisa dapat
uang, kalau disini mah cuma turun naik. Sama sekali
enggak ada kegiatan disini.”20
Intinya, penjelasan Syamsudin ialah bahwa
kehidupan di Bukit Duri lebih memungkinkan untuk
mendatangkan pendapatan jika dibandingkan dengan
kehidupan di Rusunawa. Terlepas dari jenis pekerjaan
tersebut tergolong ke dalam sektor informal tetap saja itu
merupakan sumber penghasilan, dalam bahasa Syamsudin
yakni kerja serabutan. Sama halnya Syamsudin, Tina (35)
mengungkapkan:
“Kalo cari pencariaan disana paling enak, kalo
disinikan kurang, udah gitu juga buka-buka ruko
juga agak sepi kalo disana kan rame... Iya beda,
mendingan di Bukit Duri pendapatan, kita bisa,
misalkan kaya saya, biasa ada nyuci nyetrika kan
ada tambahan buat suami, kalau disini enggak,
susah, pemasukan paling suami doang.”21
19 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
20
Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
21
Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
58
Tina merasakan bahwa kehidupan di Bukit Duri
dapat dijalani dengan lebih mudah dibandingkan dengan
di Rusunawa. Penilaian tersebut hadir dengan beberapa
pertimbangan yang mengarah kepada struktur ekonomi
(pekerjaan dan penghasilan). Terlepas apakah pekerjaan
tersebut sektor informal, yang terpenting bagi mereka
adalah mereka mampu memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menghidupi
keluarganya.
Gambar 4.2: Salah Satu Warga Relokasi dengan
Usahanya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Foto di atas merupakan salah satu warga relokasi
yang memilih untuk membuka usaha kecil-kecilan.
Menurut pengakuannya, saat di Bukit Duri Ia tidak perlu
bekerja, hanya menjadi Ibu Rumah tangga. Keputusan
tersebut dilakukan untuk menambah penghasilan terutama
59
untuk membayar kebutuhan hidup seperti air dan listrik
serta sewa rusun.22
Gambar 4.3: Salah Satu Warga Relokasi yang
Usahanya Gulung Tikar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menurut pengakuan warga yang memiliki usaha
seperti foto di atas, Ia terpaksa gulung tikar karena
berjualan di rusun sepi pelanggan. Kondisi yang sangat
berbeda jika dibandingkan dengan berjualan di Bukit
Duri.23
Penjelasan Kepala Unit Pelayanan Rumah Susun
(UPRS) Rawa Bebek, Nur Sawitri berikut ini mendukung
pernyataan-pernyataan informan seperti telah disebutkan.
Nur Sawitri menjelaskan:
“Kadang-kadang rumahnya tuh hanya depannya aja,
dapurnya aja, jadi mereka kadang-kadang masih
tinggal disana mereka belom pindah kesini dengan
alasan mungkin mata pencahariaan dia kan deket
disana.”24
22 Hasil Observasi, 22 Agustus 2017 di Rusunawa.
23
Hasil Observasi, 22 Agustus 2017 di Rusunawa.
24
Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
60
Dari penjelasan Nur, dapat diketahui bahwa benar
mayoritas warga Bukit Duri bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari di sekitar Bukit Duri. Bahkan,
meskipun sebagian rumahnya telah digusur, ada warga yang
enggan untuk pindah ke Rumah Susun Rawa Bebek
dikarenakan faktor pekerjaan tersebut. Dengan kata lain,
faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang menentukan
kesediaan warga untuk direlokasi.
Nur melanjutkan penjelasannya:
“ya ada sih yang ngeluh, bu Nuri saya jualan disana
jualan aqua aja saya laku, jualan nasi uduk laku
keras, karena disitu kan banyak yang dateng kan
orang luar banyak yang lewat dateng beli gitu, lah
kalo disini kan cuman warga rusun sama-sama
ekonominya susah, saya jual nasi uduk bu Nuri,
disini modal saya 100 ribu, lah saya disini laku nasi
uduknya cuman 20 ribu bu Nuri, gimana saya mau
bisa bayar sewa, gitu alasannya ekonomi.”25
Dari pengakuan Nur selaku Kepala UPRS Rawa
Bebek, keluhan warga yang datang kepadanya merupakan
hal mendasar, yaitu segi ekonomi. Sumber penghasilan
yang dikeluhkan oleh warga adalah terkait keberadaan
tempat tinggal mereka yang baru yaitu menempati Rumah
Susun Rawa Bebek. Data yang ditemukan menunjukkan ada
warga yang tetap bertahan pada mata pencahariannya
sehari-hari ketika di Bukit Duri dan ada pula yang memilih
25 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
61
berganti mata pencaharian atau bahkan benar-benar
kehilangan mata pencaharian.
Hal demikian bisa terjadi, tidak dipungkiri juga
diakui Nur selaku Kepala UPRS Rawa Bebek bahwa
penyebabnya adalah internal UPRS sendiri. Nur
menjelaskan bahwa unit-unit usaha yang ada sekarang
berada di dalam rusun. Kenyataan demikian menyebabkan
kurangnya jangkauan terhadap konsumen. Nur menyatakan:
“...untuk faktor ekonominya ya mungkin ya, kalo
untuk selama ini kan unit-unit usahanya mereka itu
di dalam rusun, jadi kalo bisa sih nanti mendekatkan
ke warga sekitar yang lainnya gitu, jadi agak
kedepan gitu, kalo bisa warga yang direlokasi itu
jangan terlalu jauh jaraknya dulu dia itu punya mata
pencaharian gitu soalnya ya... mungkin itusih
kendala-kendalanya.”26
Penjelasan Tina, Syamsudin, Ardi, Endang dan Zek
dan warga relokasi lain yang disebut dalam penjelasan
masing-masing informan telah mengalami perubahan
sosial dalam dimensi struktural dengan kasus yang hampir
seragam. Mayoritas warga termasuk informan saat di
Bukit Duri memiliki pekerjaan pada sektor informal
seperti berjualan atau bekerja serabutan. Ketika direlokasi
ke Rusunawa, mata pencaharian tersebut berubah dan
bahkan tidak ada sama sekali.
Perubahan struktural yang terjadi secara jelas dilihat
dari indikator pekerjaan dan pendapatan serta peran. Peran
26 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
62
yang dimaksud ialah perubahan peran dikaitkan dengan
aspek perilaku dan kekuasaan. Terkait hal ini, perubahan
peran dapat dilihat sebagai perubahan dalam dimensi
struktural karena menyangkut aspek perilaku dan
kekuasaan.27
Perilaku dan kekuasaan dimana peneliti lebih
menyebutnya sebagai perilaku dominan dalam sebuah
keluarga. Artinya siapa yang lebih dominan menjadi
sumber penghasilan di dalam sebuah keluarga.
b. Perubahan Akses Aktifitas Keseharian
Pada pembahasan sebelumnya, tidak dapat
dipungkiri bahwa mata pencaharian menyinggung persoalan
akses aktifitas keseharian. Dalam hal ini, yang dimaksud
dengan akses aktifitas keseharian adalah kemudahan warga
beraktifitas (bekerja). Hal itu meliputi: Pertama, bagi warga
yang berjualan seperti yang dilakukan oleh beberapa
informan maupun warga lain; Kedua, bekerja serabutan
yang ditekuni oleh informan sendiri. Aktifitas tersebut lebih
memungkinkan dilakukan ketika mereka berada di Bukit
Duri dibandingkan saat di Rusunawa.
Terkait hal ini, Zek menuturkan:
“Cara mencari pencarian, yang tadi saya bilang
kehidupan itu enggak ada kehidupan disini, susah.
Contoh, mereka biasa dagang ini, mereka untuk bisa
makan aja udah bagus untuk sekolah, nah untuk
bayar enggak dapet, syukur-syukur bisa tapi buat
nabung kita enggak bisa. Untuk makan sama sekolah
27 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial (Jakarta: Rajawali, 2014), h. 6.
63
aja udah pas. Makanya kemaren kita minta ke pak
gubernur untuk dikasih lah arahan. Nyari duitnya
enakan di Bukit Duri, warga Bukit Duri pagi-pagi
udah pergi kesana semua, ngojek, kerja, nyari
makan, 70% kesana semua tiap pagi, pulang malem.
Walau dikata pinggir kali tapi kehidupan usaha
enakan disana, disini tempat sih nyaman, cuma buat
usaha kita susah.”28
Sama halnya Zek, Endang menjelaskan:
“Disana memang kebanjiran, tapi disana istilahnya
hidup udah mapan, saya kan disana pengurus masjid
jadi ada pemasukan setiap bulannya, bersih-bersih
masjid, sumbangan dari warga ada, paling sedikit
sebulan 500 mas, kalau disini kosong... Yang punya
warung aja pada tutup, abis pembelinya lingkungan
disini juga, enggak ada orang luar, enggak ada
pegawai tingginya, kalau disana ada pegawai
tingginya, ada orang Telkom, kepala bank, kalau
disana walaupun di pinggir kali, kelebihannya itu
kita duduk-duduk sambil serokin botol-botol,
seminggu 20.000 atau 50.000 nerima, yang penting
kita rajin. Modalnya datang sendiri, kita lagi duduk
di pinggir kali tau-tau orang buang gabas bekas TV
yang besar kita ikat digabungin bikin perahu, terus
botol-botol plastik atau gelas-gelas, ada kegiatan
ngumpulin. Tukang abu lewat, borongin, 30.000
atau 20.000, enggak pake tenaga berat, Kalau disini
enggak ada.”29
Ardi menyampaikan hal yang sama secara singkat:
“Bedanya jauh, disana apa-apa gampang, nyari
usaha gampang, semua gampang deh di Bukit Duri
daripada disini.”30
Tidak berbeda dengan informan lain, Syamsudin
mengaku bahwa:
“Kalau di Bukit Duri masih bisa kerja serabutan,
masih bisa disuruh-suruh orang, bisa dandanin
rumah, ngumpulin kardus bisa dapat uang, kalau
28 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
29
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
30
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
64
disini mah cuma turun naik. Sama sekali enggak ada
kegiatan disini.”31
Tina pun mendukung penjelasan-penjelasan
informan sebelumnya. Menurutnya:
“Kalo cari pencariaan disana paling enak, kalo
disinikan kurang, udah gitu juga buka-buka ruko
juga agak sepi kalo disana kan rame... Iya beda,
mendingan di Bukit Duri pendapatan, kita bisa,
misalkan kaya saya, biasa ada nyuci nyetrika kan
ada tambahan buat suami, kalau disini enggak,
susah, pemasukan paling suami doang.”32
Dari pernyataan-pernyataan informan tersebut
terdapat benang merah terkait akses aktifitas keseharian.
Pertama, informan sepakat bahwa aktifitas lebih mudah
dijalani ketika hidup di Bukit Duri. Kedua, relokasi
memaksa mereka untuk berganti mata pencaharian atau
bahkan sama sekali kehilangan mata pencaharian. Ketiga,
bagi mereka yang memilih untuk tetap pada mata
pencahariannya ketika direlokasi, konsekuensinya adalah
tetap beraktifitas di Bukit Duri.
Yang terakhir, dari pernyataan-pernyataan informan
tersebut berbicara perihal kemudahan akses dalam
menjangkau lokasi aktifitas. Telah diketahui bahwa
aktifitas tetap dilakukan di Bukit Duri atau lebih dekat
dengan Bukit Duri jika dibandingkan dengan Rumah
Susun Rawa Bebek. Endang menceritakan sedikit terkait
hal ini:
31 Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
32
Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
65
“Yang bekerja sekarang anak aja, kita cuma
ngandelin anak kalo dibilang sekarang mah. Iya jadi
cuma dari anak aja, sedangkan anak aja gajimya
cuma UMR kerja di Carefour, perlu transport.
Karena di Casablangka, lebih deket dari Bukit Duri
itu juga.”33
Situasi dan Kondisi demikian tidak dipungkiri telah
menjadi masalah tersendiri dalam rangkaian kebijakan
relokasi warga Bukit Duri ke Rusunawa. Seperti yang
diungkapkan oleh Nur Sawitri selaku Kepala UPRS Rawa
Bebek:
“...kadang-kadang masih tinggal disana mereka
belom pindah kesini dengan alasan mungkin mata
pencahariaan dia kan deket disana...untuk faktor
ekonominya ya mungkin ya, kalo untuk selama ini
kan unit-unit usahanya mereka itu di dalam rusun,
jadi kalo bisa sih nanti mendekatkan ke warga
sekitar yang lainnya gitu, jadi agak kedepan gitu,
kalo bisa warga yang direlokasi itu jangan terlalu
jauh jaraknya dulu dia itu punya mata pencaharian
gitu soalnya ya... mungkin itu sih kendala-
kendalanya.”34
c. Perubahan Pemanfaatan Lembaga Sosial dan
Ketersediaan Fasilitas
Lembaga sosial adalah alat untuk mengikat perilaku
anggota masyarakat agar berperilaku sesuai dengan tatanan
aturan yang menjadi kesepakatan kelompok sosial.35
Perubahan sosial warga dalam memanfaatkan lembaga
sosial dalam hal ini dilihat dari pemanfaatan lembaga
33 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
34
Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
35
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, Rajawali, 2014, h. 7.
66
pendidikan formal khususnya sekolah. Di sisi lain, Zek
menjelaskan kendala yang dihadapi anaknya terkait dengan
akses untuk memanfaatkan lembaga pendidikan. Zek
mengatakan bahwa:
“Anak sekolah angkutannya enggak satu arah sama
sekolahan ini masih banyak yang masih sekolah di
Bukit Duri, karena ada busway gratis kan. Iya kalau
di Bukit Duri busway sampe sekolahan, lebih enak
kesana daripada disini, disini susah, bis sekolah
sampe jalan raya, turun terus jalan lagi sampe
sekolahan jauh.”36
Penjelasan Zek adalah perihal jarak dan ketersediaan
fasilitas. Zek mengaku bahwa masih banyak anak-anak
yang tetap bersekolah ke Bukit Duri namun fasilitas
transportasi bus untuk mengantarkan anak ke sekolah tidak
searah dan jauh untuk tepat menuju kedepan sekolahnya.
Sementara khusus anaknya sendiri, Zek sendiri yang
mengantarkannya berangkat ke sekolah di bilangan Kayu
Manis, Jakarta Timur:
“SMK di Kayu Manis, jauh, asal pagi saya
nganterin, anak saya ngeluh terus pengen pindah ke
Bukit Duri lagi karena capek kejauhan, disini ada
sekolah tapi anak saya tanggung, kan enggak bisa
juga disana swasta enggak bisa masuk negeri
disini.”37
Selain masalah jarak dari Rusunawa ke sekolah,
faktor yang menentukan anak-anak tetap bersekolah pada
sekolah yang dulu adalah perihal kenyamanan. Seperti yang
diungkapkan oleh Endang berikut ini:
36 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
37
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
67
“Masih banyak yang sekolah disana, pada enggak
mau, kalau disana masih mendingan ada bantuan-
bantuan kalau lihat orang tuanya mata pencariannya
kecil.”38
Sementara itu penjelasan Ardi tidak mendukung
kedua penjelasan informan sebelumnya. Ardi menjelaskan
bahwa:
“Sekolah sih deket disitu tinggal jalan kaki aja,
nyebrang kali, sekolah SMA sama SMP itu. SDnya
deket, di belakang gedung ini, SMP sama SMA
nyebrang pakai getek. TK ada ada disini, di gedung
ini. Ada 2 TK”39
Dari yang disampaikan oleh ketiga informan di atas,
kita menemukan beberapa hal. Pertama, sebenarnya UPRS
memang tidak mengabaikan persoalan sekolah bagi anak-
anak yang direlokasi. Ini dibuktikan dengan tersedianya
lembaga pendidikan informal di Rusunawa untuk program-
program pelatihan atau kursus keterampilan. Selain itu,
UPRS dan pemerintah juga telah menyediakan bus sekolah
dan Trans Jakarta sebagai sarana transportasi menuju
sekolah. Kedua, meskipun demikian, ada informan yang
tetap merasa jarak menuju sekolah masih lebih mudah
diakses dari Bukit Duri dibandingkan dari Rusunawa.
Ketiga, namun ada juga warga yang mengakui bahwa
lembaga pendidikan formal yaitu TK, SD, SMP sampai
SMA lokasinya dekat dengan Rusunawa dan tidak
mempermasalahkan hal tersebut. Dengan demikian, terdapat
38 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
39
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
68
dua pendapat yang berseberangan terkait pemanfaatan
lembaga sosial (sekolah).
Sebagai tambahan, menurut keterangan Kepala
UPRS Rawa Bebek, Nur Sawitri, UPRS membantu anak-
anak yang direlokasi untuk tetap bersekolah dan
menyediakan juga sarana pendidikannya. Nur menuturkan:
“Jadi deket-deket sini kalo warga relokasi kita bantu
juga pindah sekolah deket-deket sini, kerja sama
dengan dikdas, udah gitu kalo disini anak-anaknya
juga ada latihan menari, kemudian juga tpa ada,
bimbel, ada dari komunitas mahasiswa, kalo nari
dari sudin pariwisata, jadi emang semua UKPD itu
masuk ke rusun.”40
Dari penuturan Nur, ternyata bagi anak-anak usia
sekolah yang direlokasi bukan hanya dapat menempuh
pendidikan formal melainkan juga informal. Ini merupakan
perubahan yang positif karena ketika di Bukit Duri, orang
tua mereka hanya menyekolahkan ke lembaga pendidikan
formal. Namun ketika berada di Rusunawa, anak-anak juga
dapat mengikuti les menari dan mengikuti bimbingan
belajar yang disediakan oleh UPRS.
Bukan hanya bagi anak-anak, bagi orang dewasa
pun UPRS memfasilitasi hal serupa berupa pemberdayaan
wirausaha dan pelatihan atau kursus-kursus keterampilan.
Berikut pengakuan Kepala UPRS:
“Misalnya untuk pemberdayaan kafe-kafe itu ada,
misalnya pelatihan perikanan, sayur mayor
40 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
69
hidroponik terus, dari tata boga ada, menjahit
konveksi ada, terus batik juga ada, tapi ya gitu warga
rusun pada saat daftar bisa 30 orang 40 orang, lama-
lama rontok jadi 7 orang, 5 orang dengan alasan dia
gak ada yang jaga anak, anaknya masih kecil,
kemudian apa namanya, gak ada yang nganter anak
sekolah, terus dilarang sama suaminya, disuruh jaga
rumah aja gitu, gak bakat, iya jadi lama-lama pada
rontok”41
Ini menandakan bahwa memang secara struktur,
perubahan yang terjadi pada lembaga pendidikan adalah
tersedianya lembaga pendidikan informal di samping
lembaga pendidikan formal. Selanjutnya dikembalikan
kepada warga relokasi yang dalam hal ini, tinggal
bagaimana warga mau atau mampu memanfatkan hal
tersebut. Karena tidak dipungkiri bahwa hal demikian
memiliki masalahnya tersendiri.
Kendala yang dihadapi menurut pengakuan Nur
selaku Kepala UPRS adalah datang dari internal warga
relokasi itu sendiri. Faktor internal tersebut mencakup
beberapa alasan-alasan yang disebutkan Nur dan penjelasan
informan-informan seperti telah disebutkan di atas.
41 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
70
Gambar 4.4: Bus Trans Jakarta Untuk Membantu
Mobilitas Warga Relokasi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selanjutnya, dilihat dari ketersediaan fasilitas
terlihat bahwa sebenarnya UPRS menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh warga relokasi. Untuk lebih jelas, kita
perhatikan apa yang dijelaskan oleh Nur selaku Kepala
UPRS Rawa Bebek:
“Jadi para ukpd-ukpd, skpd itu dia harus masuk ke
rusun, misalnya untuk pemberdayaan kafe-kafe itu
ada, misalnya pelatihan perikanan, sayur mayor
hidroponik terus, dari tata boga ada, menjahit
konveksi ada, terus batik juga ada.”42
Penjelaskan Nur di atas merupakan fasilitas-fasilitas
yang disediakan oleh UPRS dalam hal pemberdayan
mencakup pelatihan-pelatihan ataupun kursus-kursus.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, permasalahannya
adalah terletak pada masalah internal warga Rusunawa itu
sendiri. Selain itu, Rumah Susun Rawa Bebek
42 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
71
menyediakan fasilitas-fasilitas lain. Terkait hal ini, Endang
mengatakan bahwa:
“Air kalau dibawah gratis untuk wudhu, kalau
dirumah kita bayar, per kubiknya 5500... fasilitas
ada, disediain lapangan basket... Puskesmas ada
disini, kapan aja dilayanin... Jadi setiap blok dikasih
satu ruangan buat masjid, tapi belom, katanya nanti
tahun 2018.”43
Tina menjelaskan:
“sorean rame pada maen sepeda segala macem,
maen bola ada lapangan bola. Kalau fasilitas
bermain di sini cukup memadai sih ada
fasilitasnya.”44
Air yang dimaksud adalah air bersih yang tersedia
untuk digunakan oleh para penghuni rumah susun.
Walaupun air harganya berbeda dengan di Bukit Duri,
ketersediaan fasilitas air bersih cukup baik. Selain itu,
fasilitas bermain anak (lapangan basket dan lapangan
bola), puskesmas dan masjid juga akan melengkapi
Rusunawa. Ini merupakan hal positif karena kebutuhan
warga relokasi dan juga fasilitas penunjang aktifitas telah
tersedia.
Berkenaan dengan kondisi hunian yang mereka
tempati, Ardi menuturkan:
“Luas sih, 2 kamar, ruang tengah, ruang tamu, lega,
ada kamar mandinya sendiri, jemurnya sendiri, buat
cuci piringnya sendiri, satu rumah semua ada.”45
43 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
44
Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
45
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
72
Kondisi hunian seperti dijelaskan Ardi sudah dalam
kategori baik. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan
hunian warga sebelumnya yang notabene adalah bangunan
semi permanen karena berada di DAS Ciliwung.
Gambar 4.5: Beberapa Fasilitas Rumah Susun Rawa
Bebek
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Foto A merupakan salah satu lapangan untuk sarana
bermain anak-anak warga relokasi. Foto B merupakan
tempat parkir. Foto C merupakan toilet rusun yang juga
mengkhususkan toilet bagi penyandang difable. Foto D
merupakan masjid atau sarana beribadah bagi warga
relokasi yang beragama Islam.
Setelah itu, menyoroti perihal kebersihan dan
keamanan, kedua aspek ini terlihat jelas perubahannya
berdasarkan penjelasan informan. Pertama, melihat
A B A
A
C D
73
persoalan keamanan lingkungan, perhatikan pernyataan Zek
berikut ini:
“Kalau siskamling ada security sih, pernah ngadain
juga tapi ya karena udah capek, jadi ngasih duitnya
aja. Di Bukit Duri ada siskamling.”46
Endang menjelaskan:
“Disini satpam yang jaga. Enak, aman.”47
Sama halnya Zek dan Endang, Ardi menjelaskan:
“Disana ada ronda, kalau disini kayanya udah
enggak ada, kan ada satpam yang jaga, satu gedung
3 orang, enggak ada ronda, kalau disana kan ronda
10 atau 20 orang...”48
Dari pernyataan ketiga informan di atas, struktur
fasilitas keamanan lingkungan jelas telah berganti. Hal itu
dapat dilihat dari sistem keamanan lingkungan
(siskamling) dengan cara “ronda” yang dilakukan
beramai-ramai (oleh warga) ketika di Bukit Duri,
digantikan dengan 2 sampai 3 satpam (security) untuk
melakukan piket jaga di Rusunawa.
Gambar 4.6: Keamanan Lingkungan Rumah Susun
Rawa Bebek
Sumber: Dokumentasi Peneliti
46 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
47
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
48
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
74
Sama halnya dengan struktur keamanan lingkungan
yang mengalami perubahan, struktur kebersihan
lingkungan juga nampak demikian.
“memang pengelola ini ada kebersihan, paling kita
setiap dia libur aja, padahal disana kita aktif gotong
royong, warga semua turun, kebersihan itu itu aktif
kita walapun di pinggir kali.”49
Ardi menerangkan:
“Terus juga kalau disana juga seminggu sekali ada
kerja bakti warganya kalau disini enggak ada karena
ada petugas pembersihan...”50
Gambar 4.7: Kebersihan Lingkungan Rumah Susun
Rawa Bebek
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Foto di atas merupakan foto lingkungan Rusunawa
yang dapat dikatakan terjaga kebersihannya. Memang,
tidak dapat dipungkiri, kebersihan lingkungan Rusunawa
lebih terjamin jika dibandingkan dengan lingkungan warga
ketika di Bukit Duri. (Hasil Observasi, 25 dan 26 Juli dan
12 dan 22 Agustus 2017).
Akhirnya kita dapat menegaskan bahwa struktur
keamanan dan kebersihan mengalami perubahan sama
halnya dengan aspek-aspek lain dalam dimensi struktural
49 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
50
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
75
yang telah dijelaskan lebih dulu. Dengan kata lain,
perubahan terjadi pada sejumlah tipe dan daya guna fungsi
sebagai akibat perubahan struktur yang terjadi.51
Dalam
hal ini khsusnya struktur keamanan dan kebersihan
lingkungan.
Untuk memperjelas keseluruhan perubahan sosial
warga Bukit Duri pasca normalisasi sungai Ciliwung yang
terjadi dalam dimensi struktural dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3
Perubahan Struktural
Informan Mata Pencaharian
Sebelum Sesudah
Zek Ketua RT dan Bekerja
Serabutan
Tidak Bekerja
Endang Pengurus Masjid dan
Bekerja Serabutan
Tidak Bekerja
Ardi Petugas Kebersihan dan
Bekerja Serabutan
Mengojek
Syamsudin Bekerja Serabutan Tidak Bekerja
Tina Bekerja Serabutan Tidak Bekerja
Informan Akses Aktifitas
Sebelum Sesudah
Zek Mudah Sulit
Endang Mudah Sulit
Ardi Mudah Sulit
51 Dikutip dari Bab II, hlm 30.
76
Syamsudin Mudah Sulit
Tina Mudah Sulit
Fasilitas Lembaga Sosial dan Fasilitas
Sebelum Sesudah
Pendidikan Tersedia lembaga
pendidikan formal saja
Tersedia lembaga
pendidikan formal dan
informal
Air Bersih Tersedia Tersedia dengan
membayar
Tempat
Parkir
Khusus
Tidak tersedia Tersedia
Keamanan Ronda warga Satpam / Security
Kebersihan Kerja Bakti Warga Petugas Kebersihan
Tempat
Ibadah
Tersedia Tersedia
Lapangan
Bermain
Tidak tersedia Tersedia
2. Perubahan Kultural Warga
Culture (Kultur) dapat diartikan sebagai budaya.52
Perubahan
kultural yang terjadi pada relokasi terkait juga dengan perubahan
struktural. Tidak dapat dielakkan lagi, bahwa perubahan sosial
mencakup perubahan budaya, kita menyebutnya sebagai perubahan
sosial budaya. Perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
52
Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta: UI
Press, 1964), h.113.
77
masyarakat senantiasa mempengaruhi nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-
pola perilaku dalam kelompok masyarakat.53
Dengan demikian, pada tahap awal, kita dapat mengidentifikasi
perubahan sosial dalam dimensi kultural adalah perubahan yang terjadi
pada nilai-nilai yaitu sesuatu konsep abstrak mengenai keyakinan,
pemikiran atau pandangan dan juga perilaku masyarakat. Wujud nyata
dari nilai-nilai sosial adalah norma sosial. Norma sosial merupakan
bentuk konkret hasil penjabaran nilai-nilai yang berisi aturan, kaidah
atau panduan berperilaku masyarakat baik tertulis maupun tidak dan
disertai dengan adanya sanksi.54
Kemudian, kita dapat melihat perubahan kultural secara umum
melalui kebiasaan-kebiasaan atau cara hidup yang umum dalam
kelompok masyarakat tertentu.
Sementara itu, perubahan kultural itu sendiri memiliki beberapa
indikator. Dimensi Kultural perubahan sosial dapat dilihat dari inovasi,
difusi dan integrasi yang terjadi dalam proses perubahan budaya
masyarakat.55
Berdasarkan olah data yang dilakukan, ditemukan 3
tema pokok terkait perubahan kultural warga: perubahan budaya, ritual
atau kebiasaan, perubahan aturan atau norma-norma dan perubahan
nilai-nilai.
53 Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, 2011), h 642.
54
Ibid, h. 131.
55
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial (Jakarta: Rajawali, 2014), h. 7.
78
a. Kebiasaan atau Ritual yang Ditinggalkan
Ada beberapa kebiasaan yang tidak lagi lagi dapat
dilakukan atau terpaksa ditinggalan. Hal ini juga
dipengaruhi oleh perubahan secara struktural yang
mengawali perubahan-perubahan yang terjadi pada warga
relokasi.
Gotong royong, seperti telah disinggung sebelumnya
merupakan kebiasaan warga Bukit Duri. Namun, setelah
direlokasi, warga mengakui bahwa kebiasaan tersebut kian
memudar. Zek menjelaskan:
“Kaya kerja gotong royongnya kita juga kurang,
memang pengelola ini ada kebersihan, paling kita
setiap dia libur aja, padahal disana kita aktif gotong
royong, warga semua turun, kebersihan itu itu aktif
kita walapun di pinggir kali.”56
Menurut penuturan Zek, kebiasaan warga untuk
gotong royong, khususnya dalam hal ini ketika
membersihkan lingkungan sudah mulai berkurang. Dilihat
dari penyebabnya yaitu adanya petugas kebersihan di rusun,
ini menandakan bahwa perubahan struktural berakibat pada
perubahan kultural. Agak sedikit berbeda dari penjelasan
Zek, Endang menjelaskan bahwa:
“Soal gotong royong sebenernya sih disini sama,
tapi kan ekonomi disini semua jadi melemah, kan
orang semangat dari ekonomi disana. Jadi lebih
semangat di Bukit Duri kalo yang saya rasain”57
56 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
57
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
79
Meskipun dijelaskan dengan nada yang sedikit
berbeda, kita dapat melihat bahwa ada persaman antara
pendapat Zek dan Endang yaitu perubahan struktural
mempengaruhi perubahan kultural. Dalam hal ini, struktur
ekonomi (mata pencaharian) maupun penghasilan yang
mempengaruhi semangat untuk bergotong-royong.
Terkait dengan frekuensi kebiasaan gotong-royong
warga, Ardi menjelaskan:
“Terus juga kalau disana juga seminggu sekali ada
kerja bakti warganya kalau disini enggak ada karena
ada petugas pembersihan...”58
Berkurangnya frekuensi gotong-royong warga
bahkan sama sekali tidak ada menurut pengakuan Ardi
disebabkan oleh adanya petugas kebersihan yang mengganti
tugas warga dalam menjaga kebersihan lingkungan. Ini
berarti, penjelasan Ardi mendukung penjelasan informan
lain yaitu perubahan struktural yang terjadi menyebabkan
perubahan kultural pada warga
58 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
80
Gambar 4.8: Lingkungan Rusun yang Bersih
Membuat Gotong Royong Membersihkan Lingkungan
Tidak Lagi Dilakukan Warga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Adanya petugas kebersihan, ditambah dengan
lingkungan rusun yang berbeda jika dibandingkan dengan
lingkungan tempat tinggal warga ketika di Bukit Duri yang
berada di DAS Ciliwung membuat kebiasaan gotong-
royong berkurang.59
Selanjutnya, kebiasaan lain warga Bukit Duri adalah
adanya “Pasar Rakyat”. Zek, Ardi dan Tina menceritakan
terkait hal ini.
Zek bercerita bahwa:
“Iya dulu di Bukit Duri ada pasar rakyat kita rutin
tapi disini udah ngga ada...”60
Sama halnya Zek, Ardi menjelaskan bahwa:
“Di Bukit Duri kita ada pasar rakyat gitulah. Iya
disana rutin pasar rakyatnya.”61
59 Hasil Observasi, 25 Juli 2017 di Rusunawa.
60
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
61
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
81
Mendukung Zek dan Ardi, Tina menuturkan bahwa:
“Pasar rakyat pas beberapa hari mau 17-an ada, rutin
dilaksanain di Bukit Duri, kalau disini enggak ada,
paling disini bazar gitu doang bazar biasa aja...”62
Pernyataan-pernyataan informan tersebut adalah
bulat satu suara: Kebiasaan pasar rakyat yang rutin
diadakan ketika di Bukit Duri tidak lagi diadakan semenjak
pindah ke Rusunawa.
Meskipun pasar rakyat yang rutin diadakan warga
menjelang perayaan hari kemerdekaan Indonesia sudah
tidak lagi terlihat, tetapi perayaan hari kemerdekaan tetap
dilakukan. Warga relokasi tidak mau ketinggalan untuk
memaknai dan merayakan hari kemerdekaan Indonesia.
Peneliti melihat bahwa masih dapat ditemukan lomba-
lomba khas perayaan 17 Agustus di lingkungan
Rusunawa.63
62 Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
63
Hasil Observasi, 17 Agustus 2017 di Rusunawa.
82
Gambar 4.9: Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia
di Rusunawa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain kebiasaan-kebiasaan yang telah disebutkan,
secara umum ada kebiasaan-kebiasaan warga yang juga
berubah, cenderung hilang (tidak lagi atau tidak mungkin
dilakukan). Zek menceritakan:
“Kita punya kompos juga, tapi lahannya enggak ada,
kita pake Kampung Pulo gabung lahannya, itu
masyarakat sampah yang ada kita beli, kita olah jadi
pupuk, nah itu penghijauan kita pake, karena banjir
terus, ilang terus itu pohon, saya minta gambaran
juga dari aktivis UI...”64
Sebagai warga yang tinggal di DAS, tentunya
membuat kondisi mereka sudah beradaptasi dengan bencana
banjir kota Jakarta. Dengan demikian, warga Bukit Duri
64 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
83
dapat dikatakan sudah terbiasa menghadapinya. Apa yang
dijelaskan oleh Zek merupakan gambaran bagaimana warga
melakukan pemberdayaan yaitu mengolah sampah untuk
dijadikan pupuk.
Ketika pindah ke Rusunawa, bentuk pemberdayaan
ketika dilakukan di Bukit Duri tidak lagi dilakukan. Panjang
lebar Endang menceritakan terkait kebiasaan-kebiasaan
yang ada ketika di Bukit Duri:
“Ya yang jelas mah karena sudah lama tinggal
disana, sudah lama mengenal, ada pegawai tinggi-
tinggi banyak jadi sedekah-sedekah ke tetangga
dulu. Kadang-kadang orang-orang tua diajak ke
hotel mana sama pak kiayi, dapet amplop 500.000
per orangnya. Kadang-kadang Cina butuh selametan,
kan aneh, disiapin mobil, dibawain nasi bungkus
kita, amplop juga, itu yang lucunya sering yang
Cina-Cina begitu, pernah di hotel senayan,
pengusaha alkohol, pokoknya suka ada aja, kalau
disini sama sekali enggak ada...”65
Endang melanjutkan ceritanya:
“Iya senang disana, sepertinya mudah, walaupun
satu rupiah, karena faktor utama donatur yang keluar
misal ada acara maulid di masjid, yang diutamakan
kan orang kaya lebih gede ngasinya, kalau disini
sama karena ukurannya sama, disana masih kenal
sama warga yang luar.”66
Dari cerita Endang, dapat diidentifikasi beberapa
kebiasaan yang dapat ditemukan atau dilakukan warga di
Bukit Duri. Kebiasaan tersebut di antaranya: Selametan dari
pengusaha Cina dan Maulid. Namun, penjelasan Endang
terkait hal tersebut mengarah kepada penjelasan ekonomi.
65 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
66
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
84
Namun demikian, meskipun beberapa kebiasaan
warga reloaksi saat di Bukit Duri telah hilang, warga tetap
memiliki kegiatan pemberdayaan lain yang dapat dilakukan
di rusun. Permasalahannya adalah, masih banyak warga
yang enggan untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan
tersebut. Kepala UPRS Rawa Bebek, Nur Sawitri
menceritakan:
“Iya ada, tapi warganya aja yang kadang-kadang
kurang apa ya, ya misalnya gini dia misalanya
tukang cuci kalo seandainya dia kadang disuruh
belajar menjahit, membatik ya dia kadang ngga bisa,
yaitu terkendalanya kadang-kadang karena
pendidikan, jadi gak maksimal gitu ada
pemberdayaan, mereka tuh maunya, kalo ada
sembako gratis, baru deh mereka berbondong-
bondong, ntar kalo gak dapet protes.”67
Terakhir, perubahan kebiasaan (dimensi kultural)
yang lagi-lagi seperti beberapa penjelasan sebelumnya
terjadi karena adanya perubahan struktural yang
mendahuluinya. Dalam hal ini, perubahan struktural yang
dimaksud ialah relokasi itu sendiri (pemindahan hunian dari
horisontal menuju hunian vertikal).
Terkait dengan berpindahnya hunian horisontal
menuju hunian vertikal, dipastikan menjadi hambatan atau
tantangan warga. Karena, perubahan struktural tersebut jelas
membawa perubahan pada dimensi kultural dan pada
akhirnya juga dimensi interaksional. Nur Sawitri sebagai
67 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
85
Kepala UPRS menjelaskan bahwa memang masyarakat
belum terbiasa dengan pola tempat tinggal vertikal, untuk
itulah harus ada penyesuaian dari warga maupun solusi atau
langkah yang diambil oleh UPRS terkait.
“Ya memang sih warga itu kan di Bukit Duri yang
tadinya tempat tinggalnya horisontal, bertetangganya
secara horisontal terus di sini yang huniannya
vertikal pasti ngerasa ada perbedaan. Jadi masing-
masing harus ada penyesuaian, yang terpenting sih
mau untuk menyesuaikan diri deh. Karena
perubahan itu ada pasti, dari cara bertetangga aja kan
udah keliatan mas.”68
Gambar 4.10: Hunian Horisontal dan Hunian Vertikal
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar A merupakan tempat tinggal warga di Bukit
Duri yang termasuk ke dalam jenis hunian horisontal.
Gambar B merupakan tempat tinggal warga di Rumah
Susun Rawa Bebek yang termasuk ke dalam jenis hunian
vertikal.
68 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
A B
86
b. Menyesuaikan dengan Aturan Baru yang Berlaku
Dimensi Kultural perubahan sosial salah satunya
melihat perubahan budaya (aturan baru yang berlaku) atau
difusi di dalam masyarakat.69
Perubahan budaya yang
dimaksud ialah perubahan aturan-aturan yang berlaku.
Warga relokasi harus menyesuaikan diri dengan beberapa
aturan atau kebijakan yang ditetapkan pengelola Rumah
Susun Rawa Bebek. Penerapan aturan atau kebijakan baru
tersebut tentunya berbeda dengan kebiasaan warga atau
kondisi ketika tinggal di Bukit Duri.
Pertama, kita dapat melihat dengan jelas bahwa
Rumah Susun Rawa Bebek menetapkan tarif atau biaya
sewa atas fasilitas yang diberikan. Zek menjelaskan:
“Bedanya disini bayar, disini serba bayar, dan
mereka kan adaptasi semua dari kehidupan terus
sekolah dan lain-lain... Disini air pam aja kita mahal,
listrik kita langsung beli pake voucher, kalau air
sama hak sewa digabung.”70
Penjelasan Zek terdapat informasi bahwa warga
Rusunawa harus membayar sewa hunian termasuk air bersih
dan juga membayar listrik. Zek melanjutkan penjelasannya:
“Iuran sampah itu masuknya uang sewa gedung...”71
Dengan demikian dapat diketahui bahwa biaya sewa
hunian telah mencakup keamanan dan kebersihan. Tidak
69 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, 2014, h. 7
70
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
71
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
87
dapat dipungkiri bahwa kelayakan hunian lebih terlihat di
Rusunawa jika dibandingkan dengan di Bukit Duri.
Meskipun memang tersedianya fasilitas dan jaminan akan
kebutuhan lingkungan yang bersih dan nyaman
mengharuskan warga relokasi menyisihkan pendapatannya
untuk hak-hal tersebut. Endang menuturkan:
“Kalau buat enak, nyaman lebih nyaman disini,
cuma rumah kan dulu disana enggak bayar, sekarang
bayar, aer bayar.”72
Pernyataan Endang mengisyaratkan bahwa benar
warga Bukit Duri yang direlokasi ke Rusunawa haruslah
beradaptasi dengan aturan-aturan baru. Dalam hal ini,
adalah membayar sewa. Endang melanjutkan
penjelasannya:
“Disini hampir kenanya keseluruhan hampir
600.000, listrik rumah air, kalau rumah 300 lebih
kalau lantai 1... Air kalau dibawah gratis untuk
wudhu, kalau dirumah kita bayar, per kubiknya
5500.”73
Mengenai biaya sewa, memang terdapat perbedaan
antara warga relokasi yang satu dengan warga relokasi yang
lain. Hal itu ditentukan oleh hunian yang mereka tempati di
Rumah Susun Rawa Bebek. Terkait hal ini Ardi
menjelaskan:
“Iya beda-beda sih, kalau saya cuma 270.000,
murah. Kalau lantai 2 atau lantai 1 sih hampir mau
400.000.”74
72 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
73
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
74
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
88
Terkait dengan biaya sewa yang berbeda-beda
memang benar adanya. Kepala UPRS Rawa Bebek, Nur
Sawitri menjelaskan:
“Diundi, tapi kita upayakan yang tua-tua dulu kita
berikan dilantai yang satu, dua gitu, baru nanti yang
muda-mudanya dilantai atas-atasnya. Ya pokoknya
kan ada datanya aja nih, pokoknya ni yang usianya
diatas 60 tahun itu baru diundi tapi dilantai 1 gitu
ditaronya... Beda-beda, bentar aku liat dulu di hp,
aku gak hafal. Kalo lagi dicari gini susah, tapi ada
sih soalnya saya itu gak hafal, yang paling mahal itu
303.000 rupiah itu kalo gak salah, paling murah 200,
tapi nanti dulu ya ada sih satu-satu gitu datanya. Tar
dulu ini ya, soalnya saya tuh gak hafal, oh nih 275,
250.”75
Adanya perbedaan biawa sewa dikarenakan
perbedaan hunian di Rusunawa. Biawa sewa ditentukan dari
lokasi hunian berdasarkan lantai bawah (sewa lebih tinggi)
sampai ke lantai atas (sewa lebih rendah).
Selanjutnya, berkenaan dengan regulasi baru yang
menghampiri warga relokasi, terlihat dari aturan mengenai
keamanan rusun. Mengenai hal ini, Ardi menjelaskan:
“Kalau waktu bebas, awalnya bebas orang mana aja
boleh masuk, kalau sekarang udah enggak bebas,
ditanya orang mana, sodara siapa, tetangga siapa,
KTP ditahan, beda. Karena disini banyak maling,
karena kan orang luar boleh masuk, sekarang kan
ditanyain keluarga siapa, yaudah orangnya disuruh
datang.”76
Serupa dengan penjelasan Ardi, Tina menjelaskan:
“Kalo di Bukit Duri sih gak terlalu banyak aturan,
kalo disini banyak aturan, paling udeh jam berapa
75 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
76
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
89
disuruh naik sama security. Beda kalo di Bukit Duri
anak-anak ngumpul sampe pagi juga gapapa, kalo
disini mah, paling udeh jam berapa , sampe jam 10
udeh disuruh naik sama security, dibatasin sama
security, jadi disini gak boleh sampe 24 jam. Ngga
boleh, kalo disanakan Bukit Duri bebas kan 24 jam,
warung juga buka 24 jam kayak indomie rebus, kalo
disinimah dibatasin, paling maghrib udah pada
tutup itu warung-warung, kalo disana kan sampe 24
jam.”77
Aturan mulai diberlakukan dengan lebih ketat di
Rusunawa terkait dengan aturan jam malam. Apa yang
dijelaskan oleh Ardi, teridentifikasi bahwa adanya
perubahan yang mana hal itu disebabkan gangguan
keamanan di Rusunawa. Yang dimaksud dengan gangguan
keamanan, perhatikan penjelasan Zek:
“...tapi ngga boleh malem-malem soalnya udah ada
yang keilangan motor di sini...”78
Pengakuan Zek dibenarkan oleh penjelasan
Syamsudin berikut ini:
“Ya paling jaga ketertiban aja yaa, waktu bebas,
enggak terkekang, anak-anak sampe pagi, tapi
sekarang mulai ngga dibolehin juga sih gara-gara
ada maling motor tuh pernah kemalingan disini
padahal ada satpam. Emang harusnya ronda kaya di
Bukit Duri... Ya sebenernya sih engga ada larangan
apa-apa, yang penting tahu batas-batas aja.”79
Akhirnya, dapat ditegaskan bahwa perubahan aturan
terkait dengan keamanan menjadi lebih ketat dikarenakan
kasus pencurian sepeda motor yang terjadi di Rusunawa.
Menurut pendapat Syamsudin, harusnya hal tersebut bisa
77 Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
78
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
79
Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
90
dihindari karena ada satpam yang bertugas. Syamsudin juga
menyarankan atau paling tidak merasa bahwa seharusnya
tetap dilakukan ronda seperti yang biasa dilaksanakan oleh
warga Bukit Duri sebelum direlokasi.
Datangnya aturan baru yang berbeda dengan aturan
lama tentu saja membawa masalahnya sendiri. Proses
penyesuaian memang tidak begitu saja berhasil. Butuh
waktu agar kelompok masyarakat menerima dan mengakui
aturan-aturan baru tersebut.
Sementara itu, diidentifikasi bahwa permasalahan
utama yang melanda warga relokasi adalah terkait biaya
sewa rusun. Kebiasaan lama yang tidak mengharuskan
warga memikirkan membayar sewa rumah telah membuat
warga kesulitan dalam membayar beberapa kebutuhan di
Rusunawa. Ini berarti permasalahan terjadi karena faktor
ekonomi. Seperti telah kita ketahui pada bagian perubahan
struktural, warga mengaku bahwa untuk mencari mata
pencaharian dan atau akses aktifitas keseharian dalam hal
mata pencaharian membuat warga merasa kesulitan. Peneliti
kembali ingin menegaskan bahwa perubahan struktural
tersebut berhubungan erat dengan perubahan kultural yang
terjadi.
Untuk menutup pembahasan pada bagian ini, kita
akan melihat bagaimana kepala UPRS Rawa Bebek
91
menceritakan kendala-kendala yang dihadapi aturan-aturan,
khususnya biaya sewa baik dari sudut pandang warga
maupun sudut pandang UPRS sendiri. Nur Sawitri
bercerita:
“Ah banyak, namanya warga relokasi - relokasi
banyak banget, ketika kita kasih surat penertiban,
teguran, itu udah ini, ya gimana ya, namanya warga
relokasi ya. Ada sekitar 60 persen an yang belum
bayar, tapi ya mereka jadi memang alasanya
ekonomi ya, ekonomi gitu, jadi mau gak mau ya
gimana gitu. Harusnya sih sanksinya diusir kalo
sampe lebih dari 6 bulan gitu gak bayar gitu
harusnya diusir, tapi kan ini warga relokasi, saya gak
berani ngusir, nanti saya salah lagi kan gitu, kalo
warga umum gitu baru ya kita berani ngusir, tapi kan
kalo warga relokasi kan ya gak berani gitu. Iya
harusnya diusir kan kita harusnya tegas, harusnya
memang diusir, tapi kan kalo warga relokasi saya
gak berani, takutnya nanti dia lapor ke gubernur gitu
kan, kesalahan lagi kitanya. ada yang sampe 6 bulan
ada, udah disegel juga rumahnya udah disegel, tapi
ya gak tau juga nih kalo memang gubernurnya suruh
usir ya usir gitu kan, tapi takutnya kalo kita warga
relokasi diusir emang mau tinggal dimana? Emang
dia disuruh tinggal dikolong jembatan lagi gitu dia
kan ditertibin gitu kan masa, gimana ya serba salah
jadinya. padahal udah ditertibin harusnya. Biasanya
kita kasih surat peringatan 1, 2, 3, nah nantikan ada
penyegelan gitu, tapi kan kita yaudah gitu, nanti kan
mereka berdatangan gitu, tapi kalo mereka yang gak
datang kita panggil, terus saya bilang “kamu tuh
punya utang loh, nanti saya suruh keluarin loh” terus
dia jawab “iya bu, nanti kalo gitu pasti dicicil bu”
gitu, tapi kan tetep aja misal dia utangnya 6 bulan,
tapi dia baru bisa cicil 2 bulan, tapi kan tetep jadinya
utang,utang,utang, tapi yang penting kalo kita sih
ada niat dari dia tuh bayar gitu aja, kalo untuk warga
relokasi begitu pak, yang penting ada niat dia untuk
bayar, nah walaupun dicicil-dicicil gitu, cicilannya
tuh ngga langsung lunas gitu gak bisa, jadi bertahap
gitu.”80
80 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
92
c. Keyakinan, Penilaian dan Harapan
Pembahasan terakhir pada bagian perubahan kultural
adalah mendeskripsikan keyakinan, penilaian dan harapan
warga relokasi. Keyakinan yang dilihat adalah keyakinan
warga terhadap kebijakan pemerintah khususnya mengenai
kebijakan relokasi. Penilaian dilihat dari pandangan warga
mengenai kondisi hidup saat di Bukit Duri maupun setelah
direlokasi ke Rawa Bebek. Harapan merupakan keinginan
warga atas apa yang harusnya pemerintah lakukan.
Mengenai keyakinan, Zek menjelaskan:
“...karena dia janji ke masyarakat, kan yang udah-
udah janji ya cuma janji aja. Warga Bukit Duri
sangat mendukung program DKI yang dijalankan
sama gubernur tapi saya harap bisa musyawarah tapi
mereka enggak mau musyawarah, duduk bareng
untuk tau maunya masyarakat, kalau memang
enggak bisa ganti rugi ya kita minta kebijakan untuk
memperhatikan usaha-usaha masyarakat, enggak ada
sama sekali.”81
Penjelasan Zek merupakan keyakinannya terhadap
kebijakan pemerintah. Menurut penuturannya, warga Bukit
Duri percaya dan mendukung kebijakan relokasi warga
Bukit Duri ke Rusunawa. Kepercayaan tersebut jelas
dibuktikan dengan bersedianya Zek dan keluarga pindah ke
Rusunawa. Hal yang disayangkan oleh Zek, menurutnya
pemerintah tidak mau berdiskusi bersama warga untuk
81 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
93
mengetahui keinginan masyarakat (menemukan beberapa
solusi untuk masalah-masalah warga relokasi).
“Makanya saya mau ketemu sama gubernur
kemarin, dia enggak mau nemuin tokohnya, saya
dulu ketua di RT 05 RW 15 Bukit Duri, dan mereka
enggak mau ketemu sama kita, menurut saya
pemindahan kemari harus ada kordinasi yang baik,
mereka kan menggusur kita dengan salah, mereka
kan pake perda, dan isi dari perda itu kita disebut
bangunan liar. Jadi pertama musyawarah, kedua
tindakan hukum terkait, ketiga tindakan hukum hak
adat. Itu hak adat yang mau digunakan untuk
kepentingan umum harus ada koordinasi yang baik
tapi ini enggak ada... Kalau kemarin saya liat di
berita bahwa kerugian Pemprov DKI untuk warga
hampir 2 milyar menurut saya itu salah, harusnya
enggak bicara gitu, gak etis, kan pemda DKI itu
untuk masyarakat.”82
Zek sangat mengharapkan adanya musyawarah
antara pemerintah dengan warga Bukit Duri. Hal demikian
diimpikan Zek karena menurutnya ada beberapa hal yang
perlu dikoordinasikan lebih baik terkait dengan rangkaian
kebijakan relokasi warga. Namun sebenarnya, Zek
menegaskan bahwa Ia mempercayai program-program dan
kebijakan-kebijakan pemprov DKI Jakarta:
“Saya pribadi mendukung program-program yang
dilakukan di Jakarta, cuma saya minta kebijakannya,
rumah warga saya di pinggiran kali terus kita
diminta pindah bayar ke Pantai Indah Kapuk, itu kan
enggak mungkin, cuma itu yang diminta, kalau bisa
ganti untung, kalau enggak bisa ya ganti rugi, kalau
enggak bisa juga kita minta diperhatiin di sini,
didanain lah usahanya, sampe 3 atau 6 bulan aja
cukup mereka dikasih pendanaan. Kita ini disuruh
cepat-cepat pindah sama camat sama lurah, turunnya
itu bukan dari gubernur.”83
82 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
83
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
94
Pada intinya menurut Zek, kebijakan relokasi yang
meskipun sebenarnya baik, tetapi masih memiliki beberapa
masalah-masalah mendasar yang itu diterima oleh warga
relokasi sendiri. Seperti telah dijelaskan, beberapa
perubahan dalam dimensi struktural dan kultural membawa
masalahnya masing-masing bagi warga relokasi.
Tidak jauh berbeda dengan Zek, Endang pun
meskipun merasa dirugikan akibat adanya penggusuran dan
relokasi, tapi Ia menyadari bahwa kesalahan terletak pada
dirinya. Namun, seharusnya pemerintah juga lebih matang
melaksanakan rangkaian kebijakan relokasi:
“Jadi tetap merasa tersingkirkan, tapi memang bukan
haknya, tapi saya sadar memang itu bukan tanah
sendiri, tanah pemerintah, kita harus sadar lah.
Kendalanya disini cuma kehidupan aja disini, kalau
enggak ada dari anak enggak ada pemasukan, kalau
disana uang satu juta bisa, disini enggak sama sekali
nerima oang selain dari anak.”84
Lagi-lagi kendala yang muncul sebenarnya buka
kesediaan warga untuk direlokasi. Karena pada dasarnya,
baik Zek maupun Endang bersedia untuk direlokasi.
Masalah muncul ketika perubahan terjadi baik dalam
dimensi struktural maupun kultural. Khusus dalam
penjelasan Endang yaitu adanya masalah pada sumber
penghasilan.
84 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
95
Lebih lanjut Endang menjelaskan kekecewaannya
terhadap pemerintah:
Enggak, sepeser pun enggak, tapi dulu janjinya
memang begitu sebelum digusur, kan ini manusia,
harus dimanusiakan, kan begitu, untuk apa waktu itu
diukur-ukur rumah kita, cuma nyeneng-nyenengin,
dihargain sekian buat ukuran sekian, ya saat itu kita
seneng terima aja. Ya tapi sekarang terima aja apa
adanya, tapi kan sekarang jadi bahan omongan,
karena janji, coba kalau enggak janji... Yahhh sama
sih semuanya, kalau mau dipilih janjinya enak, dulu
biasa-biasa aja enggak merasa, kalau sekarang
merasa disingkirinnya... Dulu janjinya ada bantuan
dari pemerintah, tapi belum ada, baru sembako pas
baru-baru, sekarang enggak ada udah berapa bulan,
mungkin dulu mau nyari masa juga kali. Yang
katanya beras miskin aja enggak ada disini, enggak
tau yang lain, cuma dulu-dulu ada...”85
Sama halnya Zek dan Endang, Ardi menyampaikan
pendapatnya mengenai pemerintah dan kebijakannya:
“Bukit Duri, dari kecil saya, mangkaya pas digusur
kayanya ngenes. Rumah saya digusur, emang rumah
bikinnya enggak pake duit, kan pake duit, digusur
aja, penggantiannya enggak ada... Pengeluaran
sejuta, coba nanti November kalau gubernur udah
jadi datang enggak kesini terus jadi gratis, jangan
janj-janji doang. Harusnya janji ada suratnye pake
materai, jangan udah jadi terus janji doang sama aja
boong milih dia.”86
Ardi merasa kecewa dengan pemerintah.
Kekecewaan tersebut bukan tanpa alasan. Sama seperti
informan lain, Ia merasa dibohongi oleh pemerintah karena
menurut pengakuannya, ada beberapa janji yang tidak
ditepati oleh pemerintah.
85 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
86
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
96
Dengan demikian, berdasarkan pemaparan Zek,
Endang dan Ardi kita dapat menarik beberapa kesamaan.
Pertama, mereka sebenarnya percaya dan mendukung
kebijakan pemerintah. Kedua, mereka sadar bahwa tinggal
di DAS Ciluwung adalah sebuah kesalahan. Terakhir,
bagaimanapun, mereka tetap merasa dirugikan dan
dikecewakan karena kebijakan relokasi memiliki masalah-
masalah mendasar.
Gambar 4.11: Wilayah Bukit Duri Sebelum dan
Sesudah Relokasi
Sumber: https://assets.kompas.com
Gambar di atas merupakan kondisi Bukit Duri
sebelum penggusuran (kiri) dan setelah dimulai proses
penggusuran (kanan).
Selanjutnya, peneliti menyoroti perihal penilaian
atau pandangan warga relokasi terkait perbendaan
kehidupan dengan di Bukit Duri. Zek menjelaskan:
“Saya lebih milih yang kumuh tapi nyaman nyari
uang, enak tidur, enggak mikirin utang, enggak
mikir bayar aer, saya lebih baik rumah gembel
daripada rumah mewah tapi buat makan susah,
katanya anak Bapak sehat enggak kebanjiran lagi,
ahhh anak saya sehat-sehat aja, malah seneng dapet
hiburan, disini bete.”87
87 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
97
Dari pernyataan Zek, kita dapat melihat adanya
perbedaan antara yang diyakini olehnya dengan yang
diyakini oleh pemerintah. Bagi Zek, faktor ekonomilah
yang paling menentukan kenyamanan dalam menjalani
hidup.
Seirama dengan pandangan atau penilaian Zek,
Endang menuturkan:
“Memang kelihatannya kebanjiran kasihan, buat
orang pinggir kali, subhanallah semuanya itu
hikmah. Kita enggak ngeluh kalau banjir, malah
seneng, dibilang senengnya kenapa, rumah kita
kebanjiran ada aja rejekinya. Cuma memang
salahnya tinggalnya di pinggir kali, bukan haknya.
Ya menurut orang pemerintah sih kita dienakin,
memang secara logika, untuk sehari-harinya ini,
tanya orang semua orang pinggir kali yang udah
puluhan tahun...”88
Demikian halnya dengan Zek dan Endang, Ardi pun
menilai bahwa tinggal di Bukit Duri lebih mudah dijalani
karena faktor ekonomi khususnya sumber penghasilan. Ia
menerangkan:
“...masih enakan di Bukit Duri daripada disini, nyari
kerja gampang, kerja apa aja gampang, kalau disini
nanyainnya ijazah. Emang yang kerja ijazahnya, kan
yang kerja manusianya.”89
Baik Zek, Endang dan Ardi menilai bahwa
kehidupan lebih mudah dijalani di Bukit Duri. Hal demikian
dikarenakan faktor ekonomi (tersedianya sumber
penghasilan). Bagi Zek dan Endang, penjelasan mereka
88 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
89
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
98
menekankan bahwa “banjir kota Jakarta” bukanlah musibah
bagi mereka, melainkan hikmah. Karena dengan adanya
banjir justru membawa berkah bagi warga Bukit Duri.
Sementara itu, sama halnya Zek dan Endang,
meskipun tidak menyinggung soal manfaat banjir, tetapi
maksud dari pernyataannya sama dengan Zek dan Endang.
Apa yang coba dijelaskan oleh Ardi adalah bahwa di Bukit
Duri tersedia akses pekerjaan sektor informal sedangkan di
lokasi relokasi lebih tersedia pekerjaan sektor formal. Bagi
Ardi, dirinya lebih mampu mengakses pekerjaan sektor
formal dibandingkan sektor informal.
Salain melihat keyakinan terhadap pemerintah dan
penilaian warga terhadap kondisi hidup, kita akan melihat
harapan warga terhadap pemerintah terkait dengan
kebijakan yang sudah diterapkan. Terkait hal ini, Tina
menyatakan:
“Sama aja busway sama buat anak sekolah enggak
dipisah, gabung jadi penuh, apalagi kalau udah ada
orang dari sana jadi disini enggak kebagian. Ya
harapannya itu lah biar ada bis sekolah, untuk itu
khusus, jadi enggak padat.”90
Harapan Tina mengkhususkan pada akses aktifitas
keseharian dalam hal ini tersedianya bus sekolah. Karena
meskipun busway masuk ke dalam lokasi Rusunawa akan
90 Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
99
tetapi tidak cukup mampu menampung penumpang dari
rusun karena berdesak-desakan menurut pengakuan Tina.
Beda halnya dengan Tina, apa yang diharapkan oleh
Zek jauh lebih kompleks. Kompleks dalam artian mencakup
beberapa kebijakan-kebijakan pemerintah. Zek mengatakan:
“Maunya gini, mereka ini kan punya warisan paling
enggak gitu kan, beda sama yang ngontrak, tolong
dibedain aja, kalau disini bisa hak milik warga itu
enggak keberatan, karena itu solusi, ya kita bayar air
sama listrik enggak keberatan asal sewanya ilangin
aja, mau minta sama gubernur seperti itu karena
janjinya dia. Kita pernah ngajuin rumah deret pas
pak Jokowi, kita juga buat yang di bawah buat
aktivitas masyarakat, udah ada di sentiong,
contohnya itu, pak Jokowi langsung mau.”91
Namun demikian, apa yang diharapkan oleh Zek
sebenarnya adalah faktor ekonomi. Bukan cuma itu, berikut
ini merupakan pernyataan Zek yang menarik untuk disimak:
Kalau nguburin di Bukit Duri 500 paling gede,
pemakanan 300, yang gali 200. Mati aja susah, disini
ada kematian kalang kabut nyari kain kafan, tapi di
Bukit Duri ada aja yang nyumbang, sampe yang
mandiinnya, cuma bayar kuburan doang, disini saya
bingung gimana. Emang bener kalau ujan enggak
keujanan, banjir enggak kebanjiran, tapi disana kita
nyaman, duit ada, gampang, memang bener anak-
anak disana enggak punya halaman, disini
berlebihan, cuma masalah ekonomi ini kita bingung,
kit mah cuma berdoa aja, mudah-mudahan ada rejeki
lancar bisa buat bayar rumah, bisa buat makan.”92
Pernyataan tersebut menandakan bahwa dalam akses
aktifitas keseharian mkhususnya perihal mengurus
pemakaman, Zek merasa sulit dilaksanakan di Rusunawa.
91 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
92
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
100
Sehingga akhirnya, apa yang dia harapkan lagi-lagi terkait
dengan faktor ekonomi.
Sementara itu, Endang berharap serupa tetapi
dengan bahasa berbeda:
“Harapan mungkin disini nanti ada perubahan untuk
kehidupan masyarakat setempat yang mayoritas
pendidikannya hehe, menengah ke bawah,
sepertinya gitu, jadi ada bantuan apa kek gitu untuk
kesejahteran.”93
Berbeda dengan Zek, Endang bahkan Tina, Ardi
menyampaikan sesuatu yang bernada pesimis. Berikut
ungkapan Ardi:
“Saya sih enggak ada harapan untuk pemerintah, ya
kacau dah gitu, masih enakan di Bukit Duri daripada
disini, nyari kerja gampang, kerja apa aja gampang,
kalau disini susah apa-apa juga.”94
Bahkan, Ardi tidak menyampaikan sepatah katapun
terkait dengan apa yang diharuskan pemerintah. Namun
demikian kita tetap dapat melihat garis besarnya bahwa
semua informan mengharapkan perbaikan terkait dengan
sumber pemghasilan.
Pernyataan-pernyataan informan tersebut dibenarkan
oleh Kepala UPRS Rawa Bebek, Nur Sawitri:
“Sebenernya ini sih udah bagus ya, sudah diperbaiki
ya, ya mungkin kalo untuk kedepannya itu, untuk
faktor ekonominya ya mungkin ya, kalo untuk
selama ini kan unit-unit usahanya mereka itu di
dalam rusun, jadi kalo bisa sih nanti mendekatkan ke
warga sekitar yang lainnya gitu, jadi agak kedepan
gitu, kalo bisa warga yang direlokasi itu jangan
93 Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
94
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
101
terlalu jauh jaraknya dulu dia itu punya mata
pencaharian gitu soalnya ya. Ya misalnya kan warga
Pasar Ikan yang biasa melaut kan dipindahin kesini
jauh kan gitu, ya itu kan mungkin kendala-
kendalanya itu... Sebenernya ini sih udah bagus ya,
sudah diperbaiki ya.”95
Dari pernyataan Nur, dapat kita lihat bahwa Ia tidak
menyalahkan pendapat informan karena memang benar
adanya. Selain itu, Ia menyatakan bahwa pemerintah sudah
melakukan yang terbaik dan akan terus berusaha
memperbaiki segala sesuatunya terkait kebutuhan warga
relokasi.
Untuk memperjelas keseluruhan perubahan sosial
warga Bukit Duri yang terjadi dalam dimensi struktural
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
95 Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS Rawa
Bebek.
102
Tabel 4
Perubahan Kultural
Kegiatan Kebiasaan Warga Bukit Duri
Sebelum Sesudah
Kerja Bakti
membersihkan
lingkungan
Rutin dilaksanakan Masih dilaksanakan
tetapi rekuensinya
berkurang
Mengadakan
Pasar Rakyat
menjelang hari
kemerdekaan
R.I
Rutin dilaksanakan Tidak diadakan
Aturan Baru yang Berlaku
Sebelum Sesudah
Menempati
Hunian
Tidak bayar sewa Bayar sewa rusun
Keamanan
Lingkungan
Tidak ada jam malam
(bebas 24 jam)
Ada jam malam
3. Perubahan Interaksional Warga
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan
manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fakta tersebut
berarti bahwa manusia senantiasa berinteraksi dengan manusia lain.
Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis antara individu
dnegan individu, individu dengan kelompok maupun antara kelompok
dengan kelompok berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku.96
Dimensi interaksional mengacu pada perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat yang mencakup hal utama yaitu perubahan
96 Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta, Kencana, 2011, h. 64.
103
frekuensi dan keintiman interaksi.97
Pada gilirannya bagian ini akan
mendeskripsikan perubahan-perubahan yang yang menyangkut
interaksi antar sesama warga relokasi. Terdapat dua hal terkait hal
tersebut: frekuensi dan keintiman interaksi warga relokasi serta
kenyamanan menempati hunian.
Kenyamanan menempati hunian yang dilihat adalah bagaimana
warga menilai kehidupan saat di Bukit Duri dibandingkan dengan saat
di Rusunawa. Penilaian tersebut dikaitkan atau dilihat melalui
perspektif interaksinya. Bagaimanapun, kenyamanan menempati
hunian tidak bisa dilepaskan dari hubungan (interaksi) antara penghuni
yang satu dengan yang lainnya.
a. Frekuensi dan Keintiman Interaksi
Kita mengetahui pada pembahasan sebelumnya
bagaimana perubahan struktural dan kultural saling
berhubungan serta merambat juga kepada dimensi
interaksional. Bagian ini tidak lain merupakan penegasan
dalam melihat hubungan saling mempengaruhi ketiga
dimensi perubahan yang dikhususkan dilihat melalui sudut
pandang interaksi warga relokasi.
Berkenaan dengan frekuensi yakni dilihat dari
bertambah dan berkurangnya interaksi warga setelah
direlokasi coba dijelaskan oleh Zek. Menurutnya,
berkurangnya frekuensi interaksi warga disebabakan faktor
97 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial, Jakarta, Rajawali, 2014, h. 7.
104
struktural Rusunawa yaitu adanya petugas kebersihan yang
berfungsi menggantikan kebiasaan warga bergotong-
royong. Zek menuturkan:
“Kaya kerja gotong royongnya kita juga kurang,
memang pengelola ini ada kebersihan, paling kita
setiap dia libur aja, padahal disana kita aktif gotong
royong, warga semua turun, kebersihan itu itu aktif
kita walapun di pinggir kali.”98
Sama halnya Zek, Endang mengaku bahwa frekuensi
interaksi di Rusunawa telah berkurang jika dibandingkan
dengan saat tinggal di Bukit Duri:
“Agak berkurang ya, mungkin dari ekonomi agak
berkurang dia, kana apa-apa perlu dana, mereka
pada sibuk bekerja atau ya mungkin ekonominya,
enggak ada tambahan disini. Ngumpul tetep, cuma
berkurang jauh. Kadang kan ada perkumpulan ini
ada patungannya, terus kita lagi ga ada uangnya jadi
minder.”99
Dari penjelasan Endang dan Zek, terjadi karena
dipengaruhi faktor ekonomi. Perubahan struktural pada segi
ekonomi telah menyebabkan berkurangnya frekuensi
interaksi antar warga. Hal demikian berbeda jika
dibandingkan ketika warga masih tinggal di Bukit Duri.
Endang menjelaskan:
“Semenjak datang ke Bukit Duri kita nyaman,
enggak pernah ada perkelahian, berantem antar
tetangga enggak ada, hubungannya harmonis. Soal
kehidupan sih disana, mudah bergaul, saling
mengenalnya cepet.”100
98 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
99
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
100
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
105
Pernyataan Endang tersebut mengisyaratkan kondisi
harmonis dan tidak adanya jarak sosial antar warga ketika
tinggal di Bukit Duri. Dengan kata lain, pernyataan Endang
bukan hanya mempersoalkan frekuensi, melainkan juga
perihal keintiman. Terkait dengan keintiman, Zek
menceritakan:
“Sebenernya sama, kita tau sifatnya kan, apalagi
saya sebagai RT tau warga-warga saya, ada apa-apa
lapor ke saya, tapi anak saya kan di sini gantiin saya
RT, karena saya enggak mau, sementara anak saya
kerja, jadi saya juga turun, warga kesulitan tetep
ngadu ke saya. Ada warga sepuluh bulan enggak
bayar rumahnya disegel dan harus keluar... Sama aja
sebenernya disana sama disini, mereka paham, cuma
sekarang ini agak sulit juga memang, kalau saya di
gedung ini agak rapih, itu ada sumbangan warga tapi
kembali lagi buat warga, operasional, 5000 atau
1000, misal ada yang meninggal bisa dari situ, nah
disini memang banyak warga bayar, kita tunjukin
kita dibilang kumuh, dibilang miskin, tapi kita bisa
bayar kewajiban kita dan bisa merawat gedung ini,
setiap ada pertemuan itu saya bahas terus.”101
Meskipun frekuensi interaksi berkurang, tetapi
berdasarka pernyataan Zek terlihat bahwa keintiman
interaksi warga tetap terjaga. Ini terbukti dari loyalitas
mereka. Loyalitas yang dimaksud adalah adanya
kepercayaan, keterbukaan serta kekompakaan antar warga.
Dalam hal ini, warga dalam lingkungan rukun tetangga Zek.
Tidak berbeda dengan Endang, Ardi pun
menyampaikan hal yang seirama. Ia menceritakan bahwa
frekuensi dan keintiman interaksi warga yang Ia rasakan
101 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
106
setelah direlokasi mengalami penurunan kualitas. Panjang
lebar ardi bercerita:
“Disana seminggu sekali ada kerja bakti warganya
kalau disini enggak ada karena ada petugas
pembersihan. Kalau disana kerja bakti, ada yang
enggak mau ikut ya tapi harus nyumbang buat ngopi,
rokok atau makanan ke warga yang kerja bakti,
kompak. Sekarang kan enggak ada... Enakan di
Bukit Duri, soalnya warga enggak ada yang cekcok
gitu, enggak ada yang rebut, kalau disini ribut mulu.
Enggak boleh ada pintu gabruk, pintu gabruk kan
bukan kita yang gabrukin itu angin, disangka kita
yang jadi ribut. Enggak boleh ada anak kecil main
berantakan, namanya anak kecil berantakan wajar
kan enggak ngerti, misal anak kecil nyampah
diomelin dikata kita yang berantakin. Dibilang kita
enggak pernah nyapu atau ngepel. Ribut mulu gitu,
makanya enakan di Bukit Duri, enggak pernah ribut
saya. Soal anak atau soal apa juga enggak pernah
ribut. Kita segen ribut, kalau di Bukit Duri aman-
aman aja.”102
Syamsudin pun sependapat dengan yang lain.
Menurutnya frekuensi dan keintiman interaksi warga lebih
baik saat di Bukit Duri dibandingkan ketika menempati
Rusunawa. Syamsudin mengungkapkan:
“Iya enakan disana, lebih akrab di Bukit Duri
kayanya menyatu antar warga... Udah kurang,
sosialisasi dengan tetangga itu udah kurang.”103
Melengkapi pendapat Zek, Endang, Ardi maupun
Syamsudin, Tina menuturkan pendapatnya terkait
perubahan frekuensi dan keintiman interaksi warga:
“Warga-warga sononya beda sama sini, orang-
orangnya kan bertetanggaan, beda sama sini, kalo
diisni agak kurang kan paling kalo disini udah ini
langsung naik kalo disini, udeh nggak ngobrol-
102 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
103
Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
107
ngobrol, kalo di Bukit Duri enak rame terus bisa
sambil ngobrol-ngobrol kalo disono kan begitu enak
rame terus... Kalo disini kan soal kekompakkan
tetangganya kurang ini, kalo di Bukit Duri kompak
orangnya, sore nih di Bukit Duri sering ngumpul ada
yang diomongin gini gini, kalo disini mah susah
udah masing-masing lah beda. Kayak di Bukit Duri,
beda ya... Kalo di Bukit Duri ada lah kayak saling
ngebantu masalah apa gitu, kalo disini warganya
kurang tau juga sih, belom pernah minta bantuan
gitu juga kurang deket. Walaupun udah kenal kalo
apa iya disini walauapun disana deket kalo disini
udah mencar beda-beda, susah ngumpul misal dari 5
ke atas susah capek juga tuh, apalagi gak ada lift...
Iya jarang, mungkin disana udah akrab, tapi pas
pindah kesini udah beda, namanya beda lantai, dulu
sering ngobrol, sekarang udah susah.”104
Inti dari pernyataan Tina tidak berbeda dengan
informan lainnya. Ia menerangkan bahwa frekuensi dan
keintiman interaksi warga lebih baik ketika di Bukit Duri
jika dibandingkan saa di Rumah Susun Rawa Bebek. Yang
menarik dari penjelasan Tina adalah persoalan lift yang
tersedia di rusun. Hal ini berkaitan dengan perubahan dari
hunian horizontal ke hunian vertikal. Menurutnya hal itu
juga berpengaruh bagi penurunan kualitas interaksi warga.
Dengan kata lain, kondisi tersebut bermakna bahwa
perubahan struktural mempengaruhi perubahan
interaksional.
104 Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
108
b. Kenyamaan Menempati Hunian
Kenyamanan menempati hunian tidak dapat
dilepaskan dari sudut pandang interaksional warga. Seperti
telah kita bahas bahwa perubahan struktural, kultural dan
interaksional saling berhubungan. Terutama terdapat peran
struktural yang dominan dalam mempengaruhi perubahan
kultural dan interaksional warga. Pembahasan tersebut
mengantarkan pada penjelasan bahwa perubahan-perubahan
yang terjadi mampu membawa perubahan kenyamanan
warga menempati hunian.
Zek menjelaskan:
“Saya lebih milih yang kumuh tapi nyaman nyari
uang, enak tidur, enggak mikirin utang, enggak
mikir bayar aer, saya lebih baik rumah gembel
daripada rumah mewah tapi buat makan susah,
katanya anak Bapak sehat enggak kebanjiran lagi,
ahhh anak saya sehat-sehat aja, malah seneng dapet
hiburan, disini bete.”105
Penjelasan Zek bermakna bahwa Ia lebih nyaman
menempati hunian di Bukit Duri dibandingkan dengan di
Rusunawa.
Syamsudin menyampaikan kepada peneliti:
“Kalau bedanya yaa, enak di Bukit Duri walaupun
namanya sering kebanjiran karena kita lama disana
jadi enak disana. Kalau namanya disini dibetah-
betahin aja karena enggak ada tempat tinggal lain.
Nyaman mah enak disana karena emang kita lama
disana, sejak kecil, jadi apapun yang disana enak aja.
Ya emang sih disini fasilitasnya enak,enggak
105 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
109
kebanjiran, tapi dibandingin disana betahan
disana.”106
Syamsudin menyampaikan pendapatnya dengan
lebih halus. Ia mencoba memberikan perimbangan antara
kenyamanan di rusun dengan kenyamanan di Bukit Duri.
Namun tetap saja, penegasan Syamsudin jatuh kepada
pernyataannya yang berbunyi “dibandingin disana betahan
disana.”
Selanjutnya, giliran Tina yang juga menyampaikan
pendapatnya tentang kenyamanan menempati hunian:
“Saya lebih suka tinggal di Bukit Duri enakan disana
istilahnya lebih nyaman mas... Yang pada tau
lingkungan sini itu bilangnya enakan disono, disini
sepi udah gitu banyak nyamuk, karena deket rawa
mungkin ya... Ya paling bagusnya kalo disana kan
banjir, nah disini nyamuk. sama disini bersih karena
kan dibersihin ada yang bersihin.”
Menyetujui pendapat informan sebelumnya, Tina
juga menuturkan lebih nyaman tinggal di Bukit Duri
dibandingkan dengan di rusun. Namun lebih jauh, Tina
mencoba membandingkan plus dan minus antara Bukit Duri
dan Rawa Bebek. Lagi-lagi, nilai plus Rusunawa karena
lokasinya yang bebas banjir ditambah dengan
kebersihannya yang jauh lebih terjaga. Permasalahannya
adalah baik Tina maupun informan lain lebih mengakui
bahwa mereka lebih nyaman tinggal di Bukit Duri.
106 Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
110
Sebenarnya, tidak ada yang salah dari kebijakan
relokasi warga yang dilakukan pemerintah. Warga pun
mengakui bahwa kondisi rusun lebih baik jika
dibandingkan dengan di Bukit Duri. Tapi
permasalahannya adalah masih ada beberapa hal mendasar
seperti faktor ekonomi yang menurut warga belum
diselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah dalam
rangkaian kebijakan relokasi.
Tabel 5
Perubahan Interaksional
Frekuensi Interaksi
Sebelum Sesudah
Dapat dikatakan bahwa
frekuensi interaksi
warga masih sering
terjadi
Dapat dikatakan bahwa
frekuensi interaksi warga mulai
berkurang
Keintiman Interaksi
Sebelum Sesudah
Dapat dikatakan bahwa
keintiman interaksi
warga tergolong intim
Dapat dikatakan bahwa
keintiman interaksi warga mulai
berkurang
B. Dampak Perubahan Warga Bukit Duri Ke Rusun
Dampak menurut kamus besar indonesia adalah benturan,
pengaruh kuat yang mendatang akibat baik negatif maupun positif.107
Sedangkan pengaruh sebagai perubahan yang terjadi terhadap klien atau
107
Tim Penyusun Kamus Besar, Kamus Besar Bahasa, Kamus Besar bahasa Indonesia
Edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta 2002, h.234
111
pemangku kepentingan sebagai akibat dari intervensi yang dilakukan oleh
program.108
Untuk melihat suatu dampak diperlukan adanya indikator,
Indikator dapat menyangkut suatu fenomena sosial, ekonomi, penelitian,
proses suatu usaha peningkatan kualitas.109
Dalam hal ini peneliti
menganalisis pengaruh dampak dari kebijakan relokasi warga ke Rumah
Susun Rawa Bebek dengan membagi dua aspek dampak dari perubahan,
yaitu:
1. Aspek Sosial
Aspek sosial mempertahankan keanekaragaman budaya,
dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan
kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan
menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat
masyarakat dan pembangunan ekonomi. Mendorong pertisipasi
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.110
Dari
kebijakan relokasi ke Rumah Susun warga terdapat dampak
dari segi kebudayaan sebelumnya di Bukit Duri yang biasa
dilakukan, Zek menjelaskan:
“Kaya kerja gotong royongnya kita juga kurang,
memang pengelola ini ada kebersihan, paling kita setiap
dia libur aja, padahal disana kita aktif gotong royong,
warga semua turun, kebersihan itu itu aktif kita walapun
di pinggir kali.”111
108
Wirawan, Evaluasi (Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi), Rajawali Press,
Jakarta, 2008, h.110 109
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,( Bandung: PT.Rafika
Aditama,2005), Cet ke-1, h.126. 110
M. Rozikin, “Analisis Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu”,
Jurnal Review Politik Volume 02, Nomor 02, Desember 2012, Universitas Brawijaya Malang,
h.2297
111
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
112
Menurut apa yang dijelaskan oleh Zek, bahwa dampak
yang ditimbulkan dari relokasi ke rumah susun ternyata
memiliki dampak terhadap aspek sosial yaitu pada nilai gotong
royong, sehingga warga kehilangan tradisi budaya dari gotong
royong tersebut.
Terkait dengan gotong royong, Ardi menambahkan:
“Terus juga kalau disana juga seminggu sekali ada kerja
bakti warganya kalau disini enggak ada karena ada
petugas pembersihan...”112
Dalam hal ini menurut Ardi tradisi Gotong Royong
menghilang, karena perubahan ketika pindah ke rusun,
mengharuskan warga Bukit Duri mengikuti aturan rusun,
karena rusun sudah ada petugas kebersihan dan membuat
lingkungan rusun bersih, sehingga warga tidak lagi melakukan
kegiatan kerja bakti.
Selanjutnya aspek sosial lain yang berubah ada pada
kebiasaan mengadakan “Pasar Rakyat”. Zek, Ardi dan Tina
menceritakan terkait hal ini.
Zek bercerita bahwa:
“Iya dulu di Bukit Duri ada pasar rakyat kita rutin
tapi disini udah ngga ada...”113
Sama halnya Zek, Ardi menjelaskan bahwa:
“Di Bukit Duri kita ada pasar rakyat gitulah. Iya
disana rutin pasar rakyatnya.”114
Mendukung Zek dan Ardi, Tina menuturkan bahwa:
112 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
113
Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
114
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
113
“Pasar rakyat pas beberapa hari mau 17-an ada, rutin
dilaksanain di Bukit Duri, kalau disini enggak ada,
paling disini bazar gitu doang bazar biasa aja...”115
Pernyataan-pernyataan informan tersebut adalah
bulat satu suara: Kebiasaan pasar rakyat yang rutin
diadakan ketika di Bukit Duri tidak lagi diadakan semenjak
pindah ke Rusunawa. Ini menandakan dari kebijakan
relokasi menimbulkan dampak terhadap hilangnya
kebudayaan warga yang sudah ada sebelumnya dan biasa
dilakukan di Bukit Duri.
Namun disisi lain, pada aspek sosial tidak terlalu
ternyata tidak terlalu berdampak pada anak-anak:
“Sama, fasilitas ada, disini disediain lapangan
basket.”116
Untuk fasilitas bermain anak-anak dirusun, ternyata
pemerintah sudah menyediakan dengan baik, agar anak-
anak bisa bermain seperti biasa ketika di Bukit Duri dan
keadaanya lebih baik karena disediakan lapangan bermain,
jadi aspek sosial anak-anak untuk berinteraksi dengan
teman-temannya difasilitasi oleh pemerintah dengan baik.
Kemudian dari aspek sosial untuk pendidikan juga
ternyata juga cukup baik, terbukti menurut pernyataan Ardi:
“Sekolah sih deket disitu tinggal jalan kaki aja,
nyebrang kali, sekolah SMA sama SMP itu. SDnya
deket, di belakang gedung ini, SMP sama SMA
115 Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
116 Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
114
nyebrang pakai getek. TK ada ada disini, di gedung
ini. Ada 2 TK.”117
Kemudian Nur, selaku UPRS juga menambahkan:
“Jadi deket-deket sini kalo warga relokasi kita bantu
juga pindah sekolah deket-deket sini, kerja sama
dengan dikdas, udah gitu kalo disini anak-anaknya
juga ada latihan menari, kemudian juga tpa ada,
bimbel, ada dari komunitas mahasiswa, kalo nari
dari sudin pariwisata, jadi emang semua UKPD itu
masuk ke rusun.”118
Dari beberapa pernyataan tersebut, mengatakan
bahwa pemerintah sangat memperhatikan pendidikan
dengan baik, sehingga anak-anak tetap bisa bersekolah.
Dari apa yang dijelaskan beberapa informan
mengenai dampak dari segi aspek sosial tersebut, dalam hal
ini peneliti melihat bahwa dampak pada aspek sosial dari
kebijakan relokasi, lebih terasa kepada kebudayaan atau
rutinitas warga yang hilang, dikarenakan sturuktur aturan
yang berlaku di rusun berubah dan kurang mendorong
partisipasi masyarakat, namun kebijakan relokasi tidak
terlalu berdampak terhadap kondisi anak-anak yang di
relokasi ke rusun, karena anak-anak tetap bisa bermain dan
bersekolah.
Namun di sisi lain ada beberapa anak yang masih
ingin tetap disekolah yang lama, karena alasan bantuan
ekonomi lebih banyak di peroleh di sekolah sebelumnya.
117
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa. 118
Wawancara dengan Nur Sawitri pada tanggal 25 Juli 2017 di Kantor UPRS
115
“Masih banyak yang sekolah disana, pada enggak
mau, kalau disana masih mendingan ada bantuan-
bantuan kalau lihat orang tuanya mata pencariannya
kecil.”
Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa anak-anak
banyak tidak mau pindah sekolah di dekat Rusun Rawa
bebek, salah satu alasannya karena kalo sekolah di tempat
yang sebelumnya banyak bantuan-bantuan yang diberikan
kepada anak-anak.
2. Aspek Ekonomi
Pada aspek ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong
efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan
nasional.119
dari perubahan struktural yang ada di Rusun,
ternyata menimbulkan dampak kearah yang kurang baik,
karena berdampak terhadap menghilangnya mata pencaharian
warga, terbukti menurut Zek, menjelaskan:
“Cara mencari pencarian, yang tadi saya bilang
kehidupan itu enggak ada kehidupan disini, susah.
Contoh, biasa dagang ini, di sini jadi susah. untuk bisa
makan aja udah bagus untuk sekolah, nah untuk bayar
enggak dapet, syukur-syukur bisa tapi buat nabung kita
enggak bisa. Untuk makan sama sekolah aja udah pas.
Dari apa yang dikatakan oleh informan Zek, dengan
kata lain, dia ingin mengatakan bahwa relokasi warga ke
Rusunawa oleh pemerintah tidak begitu berdampak baik
bagi perekonomian. Zek menambahkan:
119
M. Rozikin, “Analisis Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu”,
Jurnal Review Politik Volume 02, Nomor 02, Desember 2012, Universitas Brawijaya Malang,
h.228
116
“Nyari duitnya enakan di Bukit Duri, warga Bukit
Duri pagi-pagi udah pergi kesana semua, ngojek,
kerja, nyari makan, 70% kesana semua tiap pagi,
pulang malem. Walau dikata pinggir kali tapi
kehidupan usaha enakan disana, disini tempat sih
nyaman, cuma buat usaha kita susah.”120
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dijelaskan oleh
Endang (64), yang merupakan pengurus salah satu masjid
warga ketika di Bukit Duri. Dia menerangkan:
“Disana memang kebanjiran, tapi disana istilahnya
hidup udah mapan, saya kan disana pengurus masjid
jadi ada pemasukan setiap bulannya, bersih-bersih
masjid, sumbangan dari warga ada, paling sedikit
sebulan 500 mas, kalau disini kosong.”121
Pada kenyataanya, Endang dengan tegas
menegaskan bahwa relokasinya ke Rusunawa menyebabkan
dia tidak lagi memiliki penghasilan.
Namun demikian, tidak seperti Zek dan Endang
yang sama sekali tidak lagi bekerja, Ardi tetap bekerja,
dalam artian Ia hanya merubah mata pencahariannya.
Berikut penjelasan Ardi:
“disana kerjaannya pembersihan, bawa gerobak,
bawa-bawain sampah warga. Sekarang berhenti,
sekarang saya kerjanya ngojek udah, ngojeknya di
Bukit Duri, ya karena emang gampangan disana
usahanya...” 122
Pada dasarnya apa yang di ungkapkan oleh Ardi
tidak jauh berbeda dengan informan Zek dan Endang,
mereka sama-sama merasakan kehilangan mata
120 Wawancara dengan Zek pada tanggal 12 Agustus 2017 di Rusunawa.
121
Wawancara dengan Endang pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
122
Wawancara dengan Ardi pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa.
117
pencahariaan, sehingga pendapatan ekonomi menurun
ditambah lagi mereka juga harus membayar biaya sewa
rusun, ini berdampak pada melemahnya perekonomian
keluarga.
Seirama dengan apa yang disampaikan informan
lain. Menurut Syamsudin:
“Kalau saya disana memang udah tua enggak punya
kerjaan tetap ya serabutan aja, hari-hari memang
numpang sama anak saya disana, disini juga
numpang, disini mah udah enggak ngapa-ngapain
enggak ada kerjaan, kalau di Bukit Duri masih bisa
kerja serabutan, masih bisa disuruh-suruh orang,
bisa dandanin rumah, ngumpulin kardus bisa dapat
uang, kalau disini mah cuma turun naik. Sama sekali
enggak ada kegiatan disini.”123
Intinya, penjelasan Syamsudin ialah bahwa
kehidupan di Bukit Duri lebih memungkinkan untuk
mendatangkan pendapatan ekonomi jika dibandingkan
dengan kehidupan di Rusunawa. Terlepas dari jenis
pekerjaan tersebut tergolong ke dalam sektor informal
tetap saja itu merupakan sumber penghasilan, dalam
bahasa Syamsudin yakni kerja serabutan. Sama halnya
Syamsudin, Tina (35) mengungkapkan:
“Kalo cari pencariaan disana paling enak, kalo
disinikan kurang, udah gitu juga buka-buka ruko
juga agak sepi kalo disana kan rame... Iya beda,
mendingan di Bukit Duri pendapatan, kita bisa,
misalkan kaya saya, biasa ada nyuci nyetrika kan
ada tambahan buat suami, kalau disini enggak,
susah, pemasukan paling suami doang.”124
123 Wawancara dengan Syamsudin pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
124
Wawancara dengan Tina pada tanggal 26 Juli 2017 di Rusunawa
118
Tina merasakan bahwa kehidupan di Bukit Duri
dapat dijalani dengan lebih mudah dibandingkan dengan
di Rusunawa. Penilaian tersebut hadir dengan beberapa
pertimbangan yang mengarah kepada struktur ekonomi
(pekerjaan dan penghasilan). Terlepas apakah pekerjaan
tersebut sektor informal, yang terpenting bagi mereka
adalah mereka mampu memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menghidupi
keluarganya, dalam hal ini secara keseluruhan dampak
kebijakan relokasi warga pada aspek ekonomi sangat
terasa dari kebijakan relokasi tersebut, warga benar-benar
merasa ekonominya melemah karena kehilangan
pendapatan.
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan sosial dalam dimensi struktural yang terjadi pada warga
Bukit Duri pasca normalisasi sungai Ciliwung mencakup: Perubahan mata
pencaharian dan perubahan peran, Perubahan akses aktifitas keseharian dan
Perubahan dalam pemanfaatan lembaga sosial serta ketersediaan fasilitas di
rusun.
Perubahan mata pencaharian dan perubahan peran dapat dilihat dari:
Perubahan pekerjaan dan pendapatan, perubahan anggota keluarga yang
mencari nafkah. Perubahan akses aktifitas keseharian dapat dilihat dari:
kemudahan warga dalam beraktifitas memperoleh pekerjaan dan menuju
tempat kerja saat pindah ke rusun. Perubahan pemanfaatan lembaga sosial
dan ketersediaan fasilitas dapat dilihat dari: Akses ke lembaga pendidikan
(sekolah formal dan informal) dan fasilitas-fasilitas umum maupun fasilitas
yang disediakan oleh rusun.
Perubahan sosial dalam dimensi kultural yang terjadi pada warga
Bukit Duri pasca normalisasi sungai Ciliwung mencakup: Kebiasaan dan
ritual yang ditinggalkan, Penyesuaian dengan aturan-aturan baru yang berlaku
di rusun dan Keyakinan, harapan dan penilaian warga.
Kebiasaan atau ritual yang ditinggalkan berarti ada hal-hal yang tidak
ada, tidak dilakukan atau tidak memungkinkan dilakukan ketika pindah ke
rusun. Hal ini dapat dilihat dari: Kebiasaan-kebiasaan umum terkait budaya
warga seperti pasar rakyat, gotong royong. Menyesuaikan dengan aturan-
120
aturan baru yang berlaku, dilihat dari penerapan aturan atau kebijakan
pengelola rusun. Keyakinan, penilaian dan harapan dilihat dari bagaimana
warga memandang, berargumen atau berharap terutama kepada pemerintah
dan kondisinya dalam menempati rusun.
Perubahan sosial dalam dimensi interaksional yang terjadi pada warga
Bukit Duri pasca normalisasi sungai Ciliwung mencakup: Perubahan
frekuensi interaksi dan keintiman, serta Kenyamanan warga menempati rusun
terkait dengan interaksinya sehari-hari.
Perubahan frekuensi dilihat dari bertambah atau berkurangnya
intensitas interaksi dan keintiman interaksi berkaitan dengan loyalitas
(keterbukaan dan kekompakkan) antar warga. Kenyamanan warga dalam
menempati rusun dilihat dari intensitas interaksi
Namun demikian, kebijakan relokasi tetap saja menimbulkan pro dan
kontra di masyarakat. Terlebih bahwa kebijakan relokasi memiliki dampak
tersendiri. Terdapat beberapa dampak akibat dari perubahan-perubahan sosial
yang terjadi dari relokasi warga Bukit Duri ke Rusun Rawa Bebek, dalam hal
ini dampaknya tersebut dilihat dalam dua indikator, yaitu aspek sosial dan
aspek ekonomi. Dampak terhadap aspek sosial, lebih terlihat kepada
menghilangnya berbagai kebudayaan atau kebiasaan rutinitas warga.
Kemudian dari peran sebagai pencari nafkah juga banyak yang berubah
sehingga menyebabkan hilangnya keberfungsiaan sosial pada keluarga.
namun untuk dampak terhadap anak-anak ternyata lebih baik, karena dirusun
dilengkapi dengan fasilitas bermain dan pendidikan yang cukup memadai.
Dampak terhadap aspek ekonomi, terlihat bahwa melemahnya perekonomian
121
warga, karena pekerjaan yang dimilikinya hilang ketika dipindahkan ke
Rusun Rawa Bebek, ditambah dengan akses pekerjaan yang sedikit dan biaya
untuk membayar biaya sewa rusun menjadi kewajiban para penghuni rusun,
sehingga menyebabkan kebutuhan pokok dirumah cukup, namun tidak bisa
untuk kebutuhan lebih. Untuk itulah, penelitian ini diharapkan menjadi data
yang berguna bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan kebijakan
kedepannya agar dalam hal perencanaan kebijakan berkelanjutan. Dengan
demikian, penelitian ini diharapkan mampu memiliki nilai kebermanfaatan
bagi pemerintah dan masyarakat.
B. Saran-Saran
Temuan-temuan yang telah dipaparkan tentang perubahan sosial
warga Bukit Duri pasca normalisasi sungai Ciliwung terjadi dalam tiga
dimensi: struktural, kultural dan interaksional. Ketiga dimensi tersebut tidak
dapat dibahas secara terpisah. Ketiganya merupakan hubungan yang saling
berkaitan, mempengaruhi satu sama lain.
Saran bagi pemerintah ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan,
sudah seharusnya melakukan komunikasi dua arah dengan instansi terkait
yang menangani permasalahan sosial, serta warga relokasi terkait dengan
program maupun kebijakan sebelum merelokasi warga dan kehidupan di
tempat yang baru dalam hal ini yaitu rusun. Tidak ada salahnya untuk
mengadakan musyawarah demi mendengar atau mengetahui apa yang
dibutuhkan warga relokasi melalui perspektif warga relokasi itu sendiri. Pada
dasarnya kebijakan normalisasi DAS dan relokasi warga yang dilakukan
122
pemerintah sudah baik. Selain itu, kebijakan tersebut juga dapat dikatakan
berhasil. Namun, keberhasilan itu lebih jelas jika berdasarkan pada sudut
pandang pemerintah. Sementara, warga Bukit Duri yang menerima kebijakan
merasakan dampak yang kurang tepat dari kebijakan tersebut.
Saran bagi warga relokasi khususnya, tentu saja harus senantiasa
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan rusun. Adaptasi
tersebut terutama menyangkut perubahan struktural dalam hal ini adalah
struktur ekonomi. Warga relokasi diharapkan bersedia untuk memanfaatkan
semua fasilitas yang disediakan oleh UPRS serta mengikuti program-program
pelatihan atau pemberdayaan yang digalakkan oleh UPRS. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Selain itu, warga relokasi
diharapkan mampu terbiasa dengan pola hubungan yang berada dalam hunian
vertikal. Mereka harus menyadari perbedaan hunian vertikal dengan hunian
horisontal dimana hal ini mempengaruhi dimensi kultural dan interaksional
masyarakat.
Saran bagi peneliti lain, mereka dapat melakukan penelitian serupa
dengan beberapa pembaruan yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan
misalnya dengan membedakan kerangka berpikir, fokus kajian, rumusan
permasalahan maupun metode penelitian yang digunakan. Dalam hal ini,
secara khusus peneliti menyarankan penelitian tersebut dilakukan dengan
melihat dari segi hubungan relasi sosial antar warga dan metode yang
berbeda. Penelitian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode
kuantitatif ataupun mengombinasikan metode kuantitatif dengan kualitatif.
123
Hal ini disebabkan, tidak terlepas dari kelemahan penelitian ini maupun
keterbatasan peneliti sendiri.
Terakhir, Saran bagi jurusan Kesejahteraan Sosial kedepannya agar
menambah waktu terkait materi mengenai analisis masalah kebijakan publik,
melihat begitu kompleksnya permasalahan sosial yang ada. Kemudian untuk
para mahasiswa lulusan sarjana dari program studi kesejahteraan sosial
kedepannya agar bisa ikut berkontribusi langsung dalam menganalisis
pembuatan kebijakan publik oleh pemerintah, agar dalam hal pengambilan
kebijakan tidak merugikan pihak-pihak manapun.
124
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.
George Ritzer, dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi, Bantul: Kreasi Wacana,
2014.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Irawan Soehartono. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesos Dan Ilsos Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000.
Keban, Yerimas T. Enam Dimensi Strategis “Administrasi Publik” Konsep, Teori
dan Isu. Yogyakarta: Gavamedia, 2014.
Moh. Nasir D, Metode Penelitian, Jakarta Ghalia: Indonesia, 1993.
Moleong, Lexy. J. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2002.
Nanang Martono. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali, 2014
Neuman, W. L. Metodelogi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Edisi ke-7. Terj E.T.Sofia. Jakarta: PT. Indeks, 2013.
Rukhyat, Adang. Panduan Penelitian Bagi Remaja. Jakarta: Dinas Olah Raga
dan Pemuda, 2003.
Setiadi Elly M, Kolip Usman. Pengantar Sosiologi “Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya”. Jakarta:
Kencana, 2011.
125
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009.
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, 2015.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT
Refika Aditama, 2014.
Sumardjono, Maria S.W. Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan
Implementasi. Jakarta: Kompas, 2005.
Sumardjan, Selo dan Soemardi Soelaiman. ”Setangkai Bunga Sosiologi”. Jakarta:
UI Press, 1964.
Sztompka, Pior. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Penanda Media Group,
2007.
Tim Penyusun Kamus Besar, Kamus Besar Bahasa, Kamus Besar bahasa
Indonesia Edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta 2002.
Wirawan, Evaluasi (Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi), Rajawali Press,
Jakarta, 2008.
Sumber Artikel, Jurnal, Tesis dan Skripsi:
Erlangga W.P. 2012. (Skripsi Reaksi Sosial Terhadap Normalisasi Sungai Deli
Studi Kasus di Kelurahan Sei Meti, Kecamatan Medan Maimun).
Universitas Sumatera Utara.
Jurnal Sosio Konsepsia (Perubahan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat
Miskin Perkotaan (Pemberdayaan Melalui KUBE di Kelurahan
Sayangsayang Kota Mataram) ) Muslim Sabarisman, Volume 17, Nomor
03, Kementerian Sosial RI (KEMENSOS) (Jakarta, 2012).
Jurnal Review Politik (Analisis Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan
di Kota Batu) M. Rozikin, Volume 02, Nomor 02, Universitas Brawijaya Malang
(Desember, 2012)
126
Yossi Nurvitasari. 2016. (Skripsi Alih Fungsi Ruang Publik Dari Fungsi Sosial ke
Fungsi Ekonomi Perspektif Perubahan Sosial. (Studi atas Okupasi Pedagang
para trotoar Jl. Raden Fatah Kecamatan Ciledug). Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sumber Internet:
http://bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8627/231/. Diakses pada 1
Juni 2017.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/jakarta-kota-dua-sisi. Diakses pada
20 Mei 2017.
https://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/91. Diakses pada 20 Mei 2017.
http://beritasatu.com/megapolitan/407432-bps-4891-persen-penduduk-dki-tak-
punya-rumah.html. Diakses pada 29 Mei 2017.
http://tubasmedia.com/jakarta-menuju-kota-layak-huni-yang-ideal/. Diakses pada
19 Mei 2017.
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/08/13593701/. Diakses pada 19
Januari 2017 .
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Ciliwung . Diakses pada 23 Mei
2017.
http://properti.kompas.com/read/2015/08/21/070000821/.Permukiman.di.Bantaran
.Sungai.Ciliwung.Penyebab.Banjir.Jakarta. Diakses pada 23 Mei 2017.
http://beritasatu.com/megapolitan/391162-penertiban-di-bukit-duri-kurangi-
kawasan-kumuh.html. Diakses pada 20 Januari 2017 .
https://ciliwungmerdeka.org/kampung-bukit-duri-dan-ciliwung-merdeka-di-mata-
seorang-relawan-pendamping/. Diakses pada 23 Mei 2017.
http:/megapolitan.kompas.com/read/2015/08/12/15220061/. Diakses pada 20
Maret 2017
https://tempo.co/read/opiniKT/2016/09/30/13052/penggusuran-bukit-duri.
Diakses pada 4 Januari 2017.
http://bantuanhukum.or.id/web/anak-dan-perempuan-dalam-pusaran-
penggusuran-paksa/. Diakses pada 4 Januari 2017
127
http://p2t.jatimprov.go.id/uploads/KUMPULAN%20PERATURAN%20PERIZIN
AN%20PER%20SEKTOR%202014/PENGAIRAN/pp2011_38.pdf Di
akses pada 20 Juli 2017
http://www.jakarta.go.id/v2/produkhukum/download/2638/PERGUB_NO_163_T
AHUN_2012.pdf. Di akses pada 24 Juli 2017.
http://www.jakarta.go.id/v2/produkhukum/download/4417/KEPGUB_NO_2181_
TAHUN_2014.pdf . Di akses pada 25 Juli 2017.
https://assets.kompas.com. Diakses pada 31 Agustus 2017.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16904/ Di akses pada 01 Oktober
2017
PEDOMAN WAWANCARA
A. Gambaran Umum
No Pertanyaan Kunci / Tema Pokok
1. Latar Belakang
2. Sejarah
3. Data
B. Perubahan Struktural
No Pertanyaan Kunci / Tema Pokok
1. Perubahan peran kepala keluarga
2. Perubahan peran ibu rumah tangga
3. Perubahan peran anggota keluarga lainnya
4. Aktifitas kepala keluarga
5. Aktifitas ibu rumah tangga
6. Aktifitas anggota keluarga lainnya
7. Fungsi lembaga sosial (pendidikan, kesehatan, rukun warga/tetangga)
C. Perubahan Kultural
No Pertanyaan Kunci / Tema Pokok
1. Kebiasaan atau budaya warga Bukit Duri
2. Nilai-nilai (keyakinan, penilaian, harapan)
3. Norma atau aturan-aturan yang berlaku
D. Perubahan Interaksional
No Pertanyaan Kunci / Tema Pokok
1. Frekuensi
2. Loyalitas (kekompakan, keterbukaan) antar warga
E. Dampak Perubahan
No Pertanyaan Kunci / Tema Pokok
1. Aspek Sosial
2. Aspek Ekonomi
Kalo untuk pendaftaran sendiri misalnya harus
bawa apa gitu bu?
KTP, PM1, KK, keterangan penghasilan,
kemudian foto ya, terus surat nikah. PM 1 itu
keterangan tidak mempunyai rumah, itu dari
kelurahan itu pak PM1, iya keteranganya tidak
punya rumah memang datanya dari kelurahan,
kalo warga relokasi itu jadi gini, kita terima
datanya, didata dari kelurahan, jadi kelurahan
datang, bilang jadi ini loh bu warga yang
direlokasi yang mau menempati rusun, tapi di
warganya sekalian bawa data-datanya semua
gitu, melampirkan data, jadi bukan untuk
umum disini.
Maaf bu kan kebetulan saya mau melihat ini
bu, perubahan sosial dari warga Bukit Duri
itu, setelah pindah kerusun ini, jadi itu
rekomendasi dari kelurahan ya?
Bukan rekomendasi dari kelurahan, itu
program pemda DKI, agar kan mereka selama
ini tinggalnya kan di pinggir-pinggir kali, nah
itu kan karena untuk mungkin kan
menghindari, merekakan tinggalnya di daerah-
daerah illegal gitu kan, harusnya kan itu untuk
penampungan air sungainya, dia itu kan di
pinggir-pinggir kali kan, mengakibatkan
banjir, makannya dipindahkan disini gitu, jadi
memang bukan keinginan warga, tapi program
pemda DKI gitu.
Berarti yang buat program ini dari pemda DKI
ya, oh, berarti yang berhak tinggal warga yang
direlokasi aja ya bu, terus kalo misalnya apa
namanya bu dari masing-masing di rumah
susun itu sendiri, berapa sih maksimal
keluarga yang boleh menempati setiap satu
rumah?
Memang aturannya belum ada, tapi selama ini
ya kita tuh menerima yang misalnya gini ada
di KK tuh ada orang tuanya, ibu, bapak, anak
cucu gitu aja, tidak melebih dari 8 jiwa gitu
kalo bisa, tapi kan warga relokasi biasanya
kan kadang-kadang suka lebih. ini yang
khusus aja ini sih kasuistik aja sih, hanya
mungkin ada beberapa gitu, tapi kalo pada
saat penertiban ada rusun yang kosong ya
kami berikan kepada warga yang istilahnya
yang melebihi yah kapasitasnya itu, tapi kalo
ada rusun yang kosong. Mungkin masih ada
beberapa yang kosong karena sebagian warga
Bukit Duri kadang-kadang warga direlokasi
tuh ngga semuanya rumahnya tuh direlokasi,
bongkar, kadang-kadang rumahnya tuh hanya
depannya aja, dapurnya aja, jadi mereka
kadang-kadang masih tinggal disana mereka
belom pindah kesini dengan alasan mungkin
mata pencahariaan dia kan deket disana, jadi
ada sih yang memang yang kosong, memang
warganya belum datang aja itu sih, tapi kalo
udah selama 3 bulan atau 6 bulan ya kami
tertibkan, tapi kalo udah itu sebenernya itu
udah kelamaan itu, harus kami tertibkan.
Kalo untuk blok khusus masing-masing ada
gak sih bu, misalnya blok Bukit Duri atau
Pasar Ikan ada gak sih bu?
Yang disana 4 rusun blok sana, itu Bukit Duri
semua itu. Merpati, Gelatik, Merak,
Cendrawasih.
Terus bu kalo mau tau bu disini pemilihan
rumahnya sendiri, sistemnya gimana bu?
Diundi, tapi kita upayakan yang tua-tua dulu
kita berikan dilantai yang satu, dua gitu, baru
nanti yang muda-mudanya dilantai atas-
atasnya. Ya pokoknya kan ada datanya aja
nih, pokoknya ni yang usianya diatas 60 tahun
itu baru diundi tapi dilantai 1 gitu ditaronya.
Kalo bayar sewanya sendiri bu dari masing- Beda-beda, bentar aku liat dulu di hp, aku gak
masing lantai sama atau beda bu? hafal. Kalo lagi dicari gini susah, tapi ada sih
soalnya saya itu gak hafal, yang paling mahal
itu 303.000 rupiah itu kalo gak salah, paling
murah 200, tapi nanti dulu ya ada sih satu-satu
gitu datanya. Tar dulu ini ya, soalnya saya tuh
gak hafal, oh nih 275, 250.
Kalo untuk teknis pembayaranya sendiri bu,
mereka bayar sendiri-sendiri atau gimana bu?
Atau debet ke bank, ke bank DKI langsung di
auto debet, dari tanggal 1 sampai 20 jadi
proses kita ngga ada yang megang uang tunai
gitu nggak ada, ke bank DKI gitu.
Kalo selama ini bu, ada gak sih bu yang
terlambat?
Ah banyak, namanya warga relokasi - relokasi
banyak banget, ketika kita kasih surat
penertiban, teguran, itu udah ini, ya gimana
ya, namanya warga relokasi ya. Ada sekitar 60
persen an yang belum bayar, tapi ya mereka
jadi memang alasanya ekonomi ya, ekonomi
gitu, jadi mau gak mau ya gimana gitu.
Harusnya sih sanksinya diusir kalo sampe
lebih dari 6 bulan gitu gak bayar gitu harusnya
diusir, tapi kan ini warga relokasi, saya gak
berani ngusir, nanti saya salah lagi kan gitu,
kalo warga umum gitu baru ya kita berani
ngusir, tapi kan kalo warga relokasi kan ya
gak berani gitu. Iya harusnya diusir kan kita
harusnya tegas, harusnya memang diusir, tapi
kan kalo warga relokasi saya gak berani,
takutnya nanti dia lapor ke gubernur gitu kan,
kesalahan lagi kitanya. ada yang sampe 6
bulan ada, udah disegel juga rumahnya udah
disegel, tapi ya gak tau juga nih kalo memang
gubernurnya suruh usir ya usir gitu kan, tapi
takutnya kalo kita warga relokasi diusir emang
mau tinggal dimana? Emang dia disuruh
tinggal dikolong jembatan lagi gitu dia kan
ditertibin gitu kan masa, gimana ya serba
salah jadinya. padahal udah ditertibin
harusnya. Biasanya kita kasih surat peringatan
1, 2, 3, nah nantikan ada penyegelan gitu, tapi
kan kita yaudah gitu, nanti kan mereka
berdatangan gitu, tapi kalo mereka yang gak
datang kita panggil, terus saya bilang “kamu
tuh punya utang loh, nanti saya suruh keluarin
loh” terus dia jawab “iya bu, nanti kalo gitu
pasti dicicil bu” gitu, tapi kan tetep aja misal
dia utangnya 6 bulan, tapi dia baru bisa cicil 2
bulan, tapi kan tetep jadinya
utang,utang,utang, tapi yang penting kalo kita
sih ada niat dari dia tuh bayar gitu aja, kalo
untuk warga relokasi begitu pak, yang penting
ada niat dia untuk bayar, nah walaupun
dicicil-dicicil gitu, cicilannya tuh ngga
langsung lunas gitu gak bisa, jadi bertahap
gitu
Kalo disini ada gak sih bu, aturan atau
program khusus dari rusun sendiri?
Nah itu kan memang udah ada ingub nya ya
diatur, jadi para ukpd-ukpd, skpd itu dia harus
masuk ke rusun, misalnya untuk
pemberdayaan kafe-kafe itu ada, misalnya
pelatihan perikanan, sayur mayor hidroponik
terus, dari tata boga ada, menjahit konveksi
ada, terus batik juga ada, tapi ya gitu warga
rusun pada saat daftar bisa 30 orang 40 orang,
lama-lama rontok jadi 7 orang, 5 orang
dengan alasan dia gak ada yang jaga anak,
anaknya masih kecil, kemudian apa namanya,
gak ada yang nganter anak sekolah, terus
dilarang sama suaminya, disuruh jaga rumah
aja gitu, gak bakat, iya jadi lama-lama pada
rontok.
Dari warganya sendiri ada gak sih bu keluhan-
keluhan gitu, biasanya ada saran atau masukan
ke UPRS gak bu? Contoh misal aksesnya bu?
Ngga kita ada pelayanan busway gratis kok,
dari sini ke rusun ketempat dia direlokasi ada,
dari sini ke bukit duri ada, dari Rawa Bebek
ke Pasar Ikan ada, dari Rawa Bebek ke
Pulogadung ada ada gratis, ada bus sekolah ya
gratis, poliklinik ada, paud ada, mushollah
ada, koperasi ya itu diberikan kios, nanti bank
DKI bentar lagi ada, jadi disini fasilitas-
fasilitas olah raga juga lengkap ya.
Kalo sekolah-sekolah disini juga bu? Ngga – nggak jadi deket-deket sini kalo warga
relokasi kita bantu juga pindah sekolah deket-
deket sini, kerja sama dengan dikdas, udah
gitu kalo disini anak-anaknya juga ada latihan
menari, kemudian juga tpa ada, bimbel, ada
dari komunitas mahasiswa, kalo nari dari
sudin pariwisata, jadi emang semua UKPD itu
masuk ke rusun.
Jadi memang disini ada pemberdayaanya juga
ya bu?
Iya ada, tapi warganya aja yang kadang-
kadang kurang apa ya, ya misalnya gini dia
misalanya tukang cuci kalo seandainya dia
kadang disuruh belajar menjahit, membatik ya
dia kadang ngga bisa, yaitu terkendalanya
kadang-kadang karena pendidikan, jadi gak
maksimal gitu ada pemberdayaan, mereka tuh
maunya, kalo ada sembako gratis, baru deh
mereka berbondong-bondong, ntar kalo gak
dapet protes, tapi kalo istilahanya ada yang
bangsarnya pendidikan gitu daftarnya banyak
lama-lama rontok.
Kalo untuk keluhan sendiri dari warga ke ibu
ada ngga?
Ya saya tegor kalo gak bayar sewa, ekonomi
alasanya, memang kan kalo di rusun ini dia
kan dipindahkan ya akar rumputnya ya,
mungkin disana dia ya ada sih yang ngeluh,
bu Nuri saya jualan disana jualan aqua aja
saya laku, jualan nasi uduk laku keras, karena
disitu kan banyak yang dateng kan orang luar
banyak yang lewat dateng beli gitu, lah kalo
disini kan cuman warga rusun sama-sama
ekonominya susah, “saya jual nasi uduk bu
Nuri, disini modal saya 100 ribu, lah saya
disini laku nasi uduknya cuman 20 ribu bu
nuri, gimana saya mau bisa bayar sewa, gitu
alasanya ekonomi.
Terakhir nih bu, kalo dari ibu sendiri ada gak
sih bu saran, pesan atau masukan untuk warga
atau pemerintah? Apa yang harus diperbaiki?
Sebenernya ini sih udah bagus ya, sudah
diperbaiki ya, ya mungkin kalo untuk
kedepannya itu, untuk faktor ekonominya ya
mungkin ya, kalo untuk selama ini kan unit-
unit usahanya mereka itu di dalam rusun, jadi
kalo bisa sih nanti mendekatkan ke warga
sekitar yang lainnya gitu, jadi agak kedepan
gitu, kalo bisa warga yang direlokasi itu
jangan terlalu jauh jaraknya dulu dia itu punya
mata pencaharian gitu soalnya ya. Ya
misalnya kan warga Pasar Ikan yang biasa
melaut kan dipindahin kesini jauh kan gitu, ya
itu kan mungkin kendala-kendalanya itu.
Nama Informan : Pak Zek Jasandi (52)
Status Informan : Warga (Tokoh Masyarakat saat di Bukit Duri)
Pertanyaan Jawaban
Kalau bedanya disini
sama disana apa ya
pak?
Bedanya disini bayar, disini serba bayar, dan mereka kan adaptasi
semua dari kehidupan terus sekolah dan lain-lain.
Pengalaman yang
paling menonjol yang
tidak bisa dilupakan?
Pengalaman pahit warga, itu rumah warga atau tanah adat enggak
dibayar seharusnya ada korordinasi yang baik, warga pindah kesini
kan bukan kemauan masyarakat, karena dipaksa juga. Rumah saya
disana masih ada sedikit, masih layak dipakai sih. Nah itu semuanya
hampir 800 warga yang dipindahin kesana, di blok cendrawasih,
merak, gelatik, sama merpati, disana blok b sama blok g, jadi
campur juga sama yang baru, Pasar Ikan sama Kampung Melayu
sedikit, paling banyak Bukit Duri, banyak juga yang dibuang ke pulo
gebang sama PIK , sama Cakung yang enggak dapet disini.
Kalau dari segi
kesejahteraan gimana
ketika pindah kesini?
Makanya saya mau ketemu sama gubernur kemarin, dia enggak mau
nemuin tokohnya, saya dulu ketua di RT 05 RW 15 Bukit Duri, dan
mereka enggak mau ketemu sama kita, menurut saya pemindahan
kemari harus ada kordinasi yang baik, mereka kan menggusur kita
dengan salah, mereka kan pake perda, dan isi dari perda itu kita
disebut bangunan liar. Jadi pertama musyawarah, kedua tindakan
hukum terkait, ketiga tindakan hukum hak adat. Itu hak adat yang
mau digunakan untuk kepentingan umum harus ada koordinasi yang
baik tapi ini enggak ada.
Bapak sudah berapa
lama di rawa bebek?
Sudah 11 bulan.
Yang terasa selama 11
bulan dari sama kesini
apa pak?
Cara mencari pencarian, yang tadi saya bilang kehidupan itu enggak
ada kehidupan disini, susah. Contoh, mereka biasa dagang ini,
mereka untuk bisa makan aja udah bagus untuk sekolah, nah untuk
bayar enggak dapet, syukur-syukur bisa tapi buat nabung kita enggak
bisa. Untuk makan sama sekolah aja udah pas. Makanya kemaren
kita minta ke pak gubernur untuk dikasih lah arahan. Nyari duitnya
enakan di Bukit Duri, warga Bukit Duri pagi-pagi udah pergi kesana
semua, ngojek, kerja, nyari makan, 70% kesana semua tiap pagi,
pulang malem. Walau dikata pinggir kali tapi kehidupan usaha
enakan disana, disini tempat sih nyaman, cuma buat usaha kita susah,
warga juga merasa disini nyaman kalau gratis, saya juga mengajukan
ke DPRD tolong ada buat warga, kedepannya warga minta solusinya
dari gubernur apa sih, cuma warga minta nanti ada hak milik untuk
warga, sementara masih bayar, tapi pemprov DKI bilang nanti akan
membayar ke penglola pengembang bisa enggak tuh, nanti hak
miliknya untuk warga. Disini air pam aja kita mahal, listrik kita
langsung beli pake voucher, kalau air sama hak sewa digabung.
Kalau kemarin saya liat di berita bahwa kerugian Pemprov DKI
untuk warga hampir 2 milyar menurut saya itu salah, harusnya
enggak bicara gitu, gak etis, kan pemda DKI itu untuk masyarakat.
Kalau perubahan
positif sama negatifnya
setelah pindah kesini
bagaiamana?
Ya positif negatif, positifnya anak-anak ada tempat bermain, terus
jauh dari banjir, tapi masalah ekonomi lah, disini anak sekolah
angkutannya enggak satu arah sama sekolahan ini masih banyak yang
masih sekolah di Bukit Duri, karena ada busway gratis kan. Iya kalau
di bukit duri busway sampe sekolahan, lebih enak kesana daripada
disini, disini susah, bis sekolah sampe jalan raya, turun terus jalan
lagi sampe sekolahan jauh, misal ada berapa persen dari disni yang
sekolah di SD 05, apa salahnya sih bis sekolah masuk kesitu. Buat
apa ada bis sekolah tapi masih jalan kaki juga, terus kalau jumat suka
enggak ada bis sekolah, saya mengharap guberbur karena dia janji ke
masyarakat, kan yang udah-udah janji ya cuma janji aja. Warga Bukit
Duri sangat mendukung program DKI yang dijalankan sama
gubernur tapi saya harap bisa musyawarah tapi mereka enggak mau
musyawarah, duduk bareng untuk tau maunya masyarakat, kalau
memang enggak bisa ganti rugi ya kita minta kebijakan untuk
memperhatikan usaha-usaha masyarakat, enggak ada sama sekali.
Waktu di Bukit Duri
mata pencaharian
bapak apa?
Ya RT aja, cuma ada usaha kecil-kecilan bareng sama adek, sampe
sekarang sih masih, pas disini ya belom ada. Pas jadi RT pemasukan
ya ada aja lah, disini enggak ada sama sekali, disana bantuan dari
mana aja ada, iya disana ada aja, bantuan banyak. Pas puasa namanya
acara buka bersama aja enggak ada, di bukit duri itu SMA 8
perhatian buka bersamanya, dari bank BCA, Depsos juga, kebutuhan
pokok ada aja dapetnya. Saya selama hampir setahun enggak ada, di
bukit duri pas puasa itu sembako dapet aja, disini sekali-kalinya
dapet dari kapolda ngasih sembako, kemaren banyak karena partai
pengen dipilih. Saya lebih milih yang kumuh tapi nyaman nyari uang,
enak tidur, enggak mikirin utang, enggak mikir bayar aer, saya lebih
baik rumah gembel daripada rumah mewah tapi buat makan susah,
katanya anak Bapak sehat enggak kebanjiran lagi, ahhh anak saya
sehat-sehat aja, malah seneng dapet hiburan, disini bete.
Perubahan Aktivitas
dan interaksi sesama
warga?
Sebenernya ama aja, kita udah tau sifat-sifatnya kan, apalagi saya
sebagai RT udah tau warga-warga saya, tapi tetep mereka nganggep
saya RT aja padahal bukan, ada apa-apa lapor ke saya, tapi anak saya
kan RT, karena saya enggak mau, tetep aja anak saya kan kerja, jadi
saya juga turun, warga kesulitan tetep ngadu ke saya. Ada warga
sepuluh bulan enggak bayar rumahnya disegel dan harus keluar.
Mereka bisa bayar air sama listirk udah bagus, ini digabungi,
seharusnya jangan digabung, untuk sewanya dipisah. Kalau disegel
warga mau pindah kemana, sewa di luar kan lumayan,
kemanusiaannya dimana? Disini kan kebijakan dari dia kan karena
itu tugas dari Pemprov, warga juga memang ada yang bener-bener
enggak mampu, saya minta SKTM dari kelurahan pulo gebang itu
dikasih, emang harus dibantu, mereka emang enggak bisa bayar. Jadi
kan digusurnya Desember, setelah kampung pulo, itu saya bertahan
setahun setengah. Saya pribadi mendukung program-program yang
dilakukan di Jakarta, cuma saya minta kebijakannya, rumah warga
saya di pinggiran kali terus kita diminta pindah bayar ke pantai indah
kapuk, itu kan enggak mungkin, cuma itu yang diminta, kalau bisa
ganti untung, kalau enggak bisa ya ganti rugi, kalau enggak bisa juga
kita minta diperhatiin di sini, didanain lah usahanya, sampe 3 atau 6
bulan aja cukup mereka dikasih pendanaan. Kita ini disuruh cepat-
cepat pindah sama camat sama lurah, turunnya itu bukan dari
gubernur.
Kalau bapak istri
memang sudah dagang
dari masih disana?
Istri sih dagang pas di sini aja, karena jenuh kita enggak ada kegiatan,
untungnya mah ga seberapa, cuma ngilangin stress aja, kan kalau
disana kita kehidupan terbuka, ke pasar deket, mau dimana aja,
puskesmas deket, enak disana, angkutan apa aja ada, disini mau ke
pasar mester juga jalan kaki, disini terisolir. Disana strategis, mau ke
pasar, sekolah.
Disini trasnportasi
umum enggak 24 jam?
Enggak, busway aja sampe jam 10, ini baru di tambah lagi. Pasar
jauh, jalan kaki kalau enggak punya motor, busway harus tambah
lagi. Kebanyakan warga Bukit Duri maunya disediain bis sekolah
yang sampe bukit duri jangan disambung naik angkutan umum lagi,
karena kan gampang diitung lah sama pengelola gedung ini anak
sekolahnya banyaknya di bukit duri, jadi apa salahnya sih sediain bis
sekolah, jadi mengganggu bis yang biasa antri gitu, kadang-kadang
enggak kebagian, anak sekolah itu berangkatnya jam setengah 5.
Disini masih ada
RT/RW atau RT aja?
Ada, cuma enggak digaji, kalau disana dapet satu juta setengah.
Harusnya kan operasional ada, cuma buat ngayomin warga setempat
aja, kalau enggak ada kan ribet juga, ini kemana enggak keluar,
harusnya per 3 bulan atau 6 bulan sekali keluar. Sebenernya RT juga
enggak ngarepin itu, dengan uang itu kegiatan warga bisa berjalan
juga. Kemaren orang meninggal untuk pemakaman disini agak sulit,
bisa dati 2,5 juta, kain kafan 1 juta udah 3,5 juta, belum nyewa mobil
kalau dimakamin jauh, itu udah hampir 5 juta, udah jatoh ketiban
tangga. Disini saya belum adaptasi, kain kafan mau minta kemana.
Kalau nguburin di Bukit Duri 500 paling gede, pemakanan 300, yang
gali 200. Nah kalau yang di Cakung enggak bisa masuk kalau enggak
ada keluarga. Mati aja susah, disini ada kematian kalang kabut nyari
kain kafan, tapi di Bukit Duri ada aja yang nyumbang, sampe yang
mandiinnya, cuma bayar kuburan doang, disini saya bingung gimana.
Emang bener kalau ujan enggak keujanan, banjir enggak kebanjiran,
tapi disana kita nyaman, duit ada, gampang, memang bener anak-
anak disana enggak punya halaman, disini berlebihan, cuma masalah
ekonomi ini kita bingung, kit mah cuma berdoa aja, mudah-mudahan
ada rejeki lancar bisa buat bayar rumah, bisa buat makan.
Istri dulu disana usaha
juga?
Enggak, ibu rumah tangga aja, bantu-bantu saya aja, ada aja lobang-
lobang uang disana, jauh sama disini, disini jadi usaha, disana istri
enggak usaha, warga bilang bu RT biasa tukang beli sekarang malah
dagang, istri dagang lontong buat tambah-tambahan aja, anak saya
jajan 30 ribu, SMK di Kayu Manis, jauh, asal pagi saya nganterin,
anak saya ngeluh terus pengen pindah ke Bukit Duri lagi karena
capek kejauhan, disini ada sekolah tapi anak saya tanggung, kan
enggak bisa juga disana swasta enggak bisa masuk negeri disini.
Aturan jam di rusun? Sewajarnya ya semua kan ada aturannya, tapi ngga boleh malem-
malem soalnya udah ada yang keilangan motor. Terus mobil juga
enggak bisa masuk. Karena dia kan menganggap kalangan miskin
disini, ehhh ternyata mobil banyak. Kan saya bilang tadi, keadilan itu
harusnya dibedain sama kalangan yang bawah sama kalangan atas.
Iya harusnya dia bikin tipenya beda, ini sama rata. Mobil parkir
disana agak jauh, karena mereka itu menganggap kita itu orang liar
enggak bakal punya mobil.
Bagaimana komunikasi
sesama warga?
Nanti yang lantai atas kalau mau ngobrol lompat itu.
Saya denger kalau
disana nyamuknya
malah lebih dikit pak?
Disana nyamuk enggak ada, walaupun pinggir kali tapi enggak ada
nyamuk. Walaupun kumuh tapi enggak ada nyamuk. Disini bekas
rawa, masih ada noh disana kali-kali yang item-tem menggenang,
masih ada. Kita udah pake autan sama kipas angin tapi masih aja.
Saya disini beda sama anak tinggalnya, saya lantai 3, anak saya lantai
2.
Bapak usia sudah
berapa?
52.
Anak kerja dimana
pak?
Kelapa Gading.
Masukan atau saran
untuk pemerintah?
Maunya gini, mereka ini kan punya warisan paling enggak gitu kan,
beda sama yang ngontrak, tolong dibedain aja, kalau disini bisa hak
milik warga itu enggak keberatan, karena itu solusi, ya kita bayar air
sama listrik enggak keberatan asal sewanya ilangin aja, mau minta
sama gubernur seperti itu karena janjinya dia. Kita pernah ngajuin
rumah deret pas pak Jokowi, kita juga buat yang di bawah buat
aktivitas masyarakat, udah ada di sentiong, contohnya itu, pak
Jokowi langsung mau.
Kalau sejarah nama
bukit duri?
Karena kali itu banyak duri-duri, bukit kan tinggi, banyak duri-duri
itu ada pabrik peluru kan masih masuk bukit duri, itu buat senjata itu
buat latian nembak, terus lari ke gudang peluru buat penjara wanita
disitu.
Siapa yang ngasih
nama pak?
Ya memang tokoh situ, tokoh masyarakat, seharusnya jalan itu juga
dibikin nama, jalan Abdullah syafii sempet dibuat, sempet bukit duri
pangkalan karena banyak matrial kusen, pembangunan, kan jaman
pak harto pembangunan di galakin, banyak juga sejarahnya, karena
dari dulu tanah adat, pengairan lebih kuat kan irigasi, kerjasamanya
PU, pengairan, sama pemda DKI, tapi tiga itu enggak ada yang
merespon warga, harusnya ada solusi, kalau mau ngakuin itu
sebenernya tanah PJKA, PJKA udah ngakuin buat masyarakat, dia
cuma ambil jalan kiri sama kanan, bahkan sebelum ada undang-
undang mereka udah ada dulu. Itu saya 200 tahun, belum yang lain-
lainnya yang lebih tua.
Adakah perbedaan dari
segi gotong royong?
Sama aja sebenernya disana sama disini, mereka paham, cuma
sekarang ini agak sulit juga memang, kalau saya di gedung ini agak
rapih, itu ada sumbangan warga tapi kembali lagi buat warga,
operasional, 5000 atau 1000, misal ada yang meninggal bisa dari situ,
nah disini memang banyak warga bayar, kita tunjukin kita dibilang
kumuh, dibilang miskin, tapi kita bisa bayar kewajiban kita dan bisa
merawat gedung ini, setiap ada pertemuan itu saya bahas terus.
Ada juga iuran
sampah?
Enggak, iuran sampah itu masuknya uang sewa gedung, kalau
kalangan menengah dimanjain, transportasi ada, fasilitas, bis sekolah
ada walaupun kurang. Tapi kan disini juga banyak kalangan bawah,
dengan kebutuhan mereka segitu, pas-pasan saya maunya juga kaya
di bukit duri sampe jam 1 jam 2 saya bisa ngobrol, sekarang gimana
mau ngobrol, mereka pagi-pagi berangkat, pulang kecapean terus
tidur, saya mau ngobrol sama siapa. Saya juga udah himbau agar ada
kegiatan masyarakat, tapi karena mereka jenuh dan kecapean kayak
orang komplek jadinya.
Kalau disini masih ada
siskamling atau enggak
pak?
Kalau siskamling ada security sih, pernah ngadain juga tapi ya karena
udah capek, jadi ngasih duitnya aja. Di bukit duri ada siskamling,
sampe waktu itu diserang sama kampung pulo itu dia iri kita kok
enggak digusur-gusur, sampe dibakar petasan itu rumah-rumah, nah
saya ke polda metro jaya tolong saya minta personil.
Status tanah di bukit
duri sudah sertifikat
atau masih girik?
Kalau itu kan PBB bayar, karena itu bukan hak kepemilikan,
seharusnya mereka diarahkan sampai 20 tahun nah ini kemana
pemerintah kan. Kalau sertifikat nih contoh masyarakat punya
sertifikat bisa ditingkatnya, seharusnya, itu kan ada program pro
masyarakat dapet tapi enggak banyak, yang dapet itu yang punya duit
semua, harus bayar, nah seharusnya itu diarahin semua masyarakat
sebelum digusur, yang diganti yang punya sertifikat, yang enggak
punya enggak diganti. Ahok juga pernah bicara di media bahwa
sejarah Bukit Duri sama Kampung Pulo itu kuat, dia ngakuin, tapi
kan kebijakannya beda, makanya musyawarah saya minta, duduk
bareng.
Dulu ada pasar rakyat
ya pak?
Iya dulu di Bukit Duri ada pasar rakyat kita rutin tapi disini udah
ngga ada.
Boleh diceritain pak
apa yang menarik
disana?
Disana memang kebanjiran, tapi disana istilahnya hidup udah mapan,
saya kan disana pengurus masjid jadi ada pemasukan setiap
bulannya, bersih-bersih masjid, sumbangan dari warga ada, paling
sedikit sebulan 500 mas, kalau disini kosong. Sekarang masjidnya
lagi dibangun lagi, kan kena digusur, waqaf dari mertua. Yang
diingat, faktor utama itu sudah lama disana, merasa orang sana asli,
dari umur 15 tahun belum pindah kemana-mana, sampe nikah terus
punya anak-punya cucu disitu terus, dari enggak punya gubuk sampe
punya gubuk, jadi tetap merasa tersingkirkan, tapi memang bukan
haknya, tapi saya sadar memang itu bukan tanah sendiri, tanah
pemerintah, kita harus sadar lah. Kendalanya disini cuma kehidupan
aja disini, kalau enggak ada dari anak enggak ada pemasukan, kalau
disana uang satu juta bisa, disini enggak sama sekali nerima oang
selain dari anak.
Bapak dulu di RT
berapa pak? Sekarang
di blok apa?
Di RT 06 RW 10, blok blatik sini.
Bapak keluarga berapa
orang disini?
-
Saya sekeluarga sama anak satu, anak perempuan, yang lagi pisah
sama suaminya, ehh sama cucu, aslinya anak saya 5, udah pada
berumah tangga, Alhamdulillah masing-masing pada punya rumah
sendiri.
Istri bekerja pak?
-
Enggak, cuma ibu rumah tangga aja, semenjak hidup, cuma dulu kan
dirumah dagang juga, ngewarung sembako, kalau disini enggak,
karena memang faktor utama usia udah enggak mampu tenaganya,
yang kedua memang udah biasa jualan di rumah, disini enggak bisa.
Jadi cuma dari anak aja, sedangkan anak aja gajimya cuma UMR
kerja di Carefour, perlu transport. Karena di Casablangka, lebih deket
dari bukit duri.
Berarti saat ini bapak
penghasilannya
berkurang ya pak?
-
Bukan berkurang lagi, tapi kosong, disana banjir itu juga ada
hikmahnya, hikmahnya itu dapet bantuan supermi atau indomie
hampir enggak kemakan sebulan, baju bekas, baju baru, kadang-
kadang orang asing, orang arab ya ngasih uang 50.000 udah kaya
ngasih seribu rupiah, saya kan di kampung arab, dulu tuh dari mereka
beras 5kg dapet, sekarang udah enggak ada.
Aktivitas bapak
sekarang?
Turun naik ngurus peliharaan, diempanin.
Jadi bapak merasa
lebih nyaman disana
ya?
-
Kalau buat enak, nyaman lebih nyaman disini, cuma rumah kan dulu
disana enggak bayar, sekarang bayar, aer bayar.
Bapak perbulan berapa
bayarnya?
-
Disini hampir kenanya keseluruhan hampir 600.000, listrik rumah
air, kalau rumah 300 lebih kalau lantai 1, ini listrik saya belom bayar
3 bulan, banyak kebutuhan soalnya, orang tua di kampung sakit, jadi
gaji anak untuk kesana, orang tua di Sukabumi, kalau ibu asli orang
sini.
Bagaimana sejarah
Bukit Duri zaman
dahulu?
Semenjak datang kesitu kita nyaman, enggak pernah ada perkelahian,
berantem antar tetangga enggak ada, hubungannya harmonis. Soal
kehidupan sih disana, mudah bergaul, saling mengenalnya cepet.
Intensitas warga
berkumpul apakah
sama dengan sat
dibukit duri?
-
Eeee agak berkurang ya, mungkin dari ekonomi agak berkurang dia,
kana apa-apa perlu dana, mereka pada sibuk bekerja atau ya mungkin
ekonominya, enggak ada tambahan disini. Ngumpul tetep, cuma
berkurang jauh. Kadang kan ada perkumpulan ini ada patungannya,
terus kita lagi ga ada uangnya jadi minder. Kalau di Bukit Duri suka
dapat aja sih, kadang-kadang ada tetangga yang baik buat bayarin
sekalian. Karena disana tetangga ada pegawai bank, pegawai
Telkom, dia tahu merasa dari pada sedekah ke orang jauh mending ke
tetangga yang deket.
Berarti kalau aktivitas
bapak lebih senang
disana ya?
-
Iya senang disana, sepertinya mudah, walaupun satu rupiah, karena
faktor utama donatur yang keluar misal ada acara maulid di masjid,
yang diutamakan kan orang kaya lebih gede ngasinya, kalau disini
sama karena ukurannya sama, disana masih kenal sama warga yang
luar. Misal disana di kampung melayu pengusaha jual beli mobil,
karenya rumah sama showroomnya kegusur disini lama-lama duitnya
abis juga, ada tetangga saya 3 orang, padahal 1 rumahnya aja masuk
13 mobil, digusur karena di pinggir jalan.
Status tanah disana
seperti apa?
Kalau status tanah bapak kurang paham, mungkin AJB, ada yang
pemerintah, ada yang sertifikat.
Bapak dapat ganti rugi
atau tidak?
Enggak, sepeser pun enggak, tapi dulu janjinya memang begitu
sebelum digusur, kan ini manusia, harus dimanusiakan, kan begitu,
untuk apa waktu itu diukur-ukur rumah kita, cuma nyeneng-
nyenengin, dihargain sekian buat ukuran sekian, ya saat itu kita
seneng terima aja. Ya tapi sekarang terima aja apa adanya, tapi kan
sekarang jadi bahan omongan, karena janji, coba kalau enggak janji.
Bagaimana
kepercayaan bapak
terhadap pemerintah?
Yahhh sama sih semuanya, kalau mau dipilih janjinya enak, dulu
biasa-biasa aja enggak merasa, kalau sekarang merasa disingkirinnya.
Bagaimana harapan
bapak ke depannya?
Harapan mungkin disini nanti ada perubahan untuk kehidupan
masyarakat setempat yang mayoritas pendidikannya hehe, menengah
ke bawah, sepertinya gitu, jadi ada bantuan apa kek gitu untuk
kesejahteran.
Apakah ada pelatihan
keterampilan disini?
Ada tuh jait, bordir, segala tari, tapi saya enggak ikut itu karena udah
enggak memungkinkan usia, anak saya juga ngga karena enggak
sempet kan kerja.
Apakah kebutuhan
pokok sehari-hari
selama sebulan
terpenuhi?
Kalau dari anak saya aja lebih kurang sih, tapi memang sekarang
semuanya ya serba kurang sih.
Apakah ada aturan
khusus di dalam rusun?
Seperti aturan jam
berapa keluar rumah?
Enggak ada sih ya, yang penting enggak melanggar peraturan.
Sudah berapa lama
tinggal di rusunawa?
Sudah 10 bulan, semuanya hampir sama.
Kalau disini masih ada
aktivitas ngobrol
bareng sesama warga?
Iya ada antar warga, orang tua-orang tua itu kan, pengangguran
semua, tapi mayoritas bukan pengangguran pensiunan, memang
pengangguran aja, ngandelin dari anak aja. Ya ngobrol sekedarnya
aja ngga kaya dulu.
Sekarang ekonominya
kaya lagi merosot ya
pak?
Iya dulu anak saya pernah kerja pemasaran apartemen, studi
bandingnya ke Hongkong, Singapore. Tinggalnya di Ciledug,
kantornya di Bintaro, tiap bulan udah hampir enggak juga ngasih
bulanan. Karena dia tidak ada pemasukan, kan kalau 3 bulan tidak
ada penjualan dipotong gajinya.
Sekarang berarti bapak
ngandelin dari anak
yang perempuan?
Iya yang kerja di Carefour, itu kerja istilahnya apa, ngelayanin
pembeli gitu, jadi kasir. Carefour juga enakan dulu masih punya
Perancis, ada tunjangan kesehatan, anak, sekolah dijamin, sekarang
kesehatan BPJS, sekarang kan yang punya Trans.
Untuk kesehatan
apakah ada puskesmas
disini?
Ada disini, kapan aja dilayanin, tapi gimana ya kalau puskesmas itu,
tetep ada harus ke dokter luar dokter luar keluar duitnya seratus atau
dua ratus paling sedikit.
Kalau usaha di bawah
sini kurang ya pak?
Yang punya warung aja pada tutup, abis pembelinya lingkungan
disini juga, enggak ada orang luar, enggak ada pegawai tingginya,
kalau disana ada pegawai tingginya, ada orang Telkom, kepala bank,
kalau disana walaupun di pinggir kali, kelebihannya itu kita duduk-
duduk sambil serokin botol-botol, seminggu 20.000 atau 50.000
nerima, yang penting kita rajin. Modalnya datang sendiri, kita lagi
duduk di pinggir kali tau-tau orang buang gabas bekas TV yang besar
kita ikat digabungin bikin perahu, terus botol-botol plastik atau gelas-
gelas, ada kegiatan ngumpulin. Tukang abu lewat, borongin, 30.000
atau 20.000, enggak pake tenaga berat, Kalau disini enggak ada.
Kalau disana
kebanjiran bagaimana
pak?
Ya itu udah enggak merasa pokoknya, yang penting hikmahnya aja
yang didapet, semakin banjir besar ya itu beras numpuk, indomie
numpuk, uang saku numpuk, baju bekas tinggal pilih, kadang-kadang
dapet yang bagus. Dari orang kaya ngasih baju bekas baju belom
dipake ada.
Kalau disana
kebutuhan pokok lebih
dari cukup ya pak?
Memang kelihatannya kebanjiran kasihan, buat orang pinggir kali,
subhanallah semuanya itu hikmah. Kita enggak ngeluh kalau banjir,
malah seneng, dibilang senengnya kenapa, rumah kita kebanjiran ada
aja rejekinya. Cuma memang salahnya tinggalnya di pinggir kali,
bukan haknya. Ya menurut orang pemerintah sih kita dienakin,
memang secara logika, untuk sehari-harinya ini, tanya orang semua
orang pinggir kali yang udah puluhan tahun, itu kalau enggak mau
gitu bodoh banget istilahnya, rejeki di depan mata. Rumah enggak
bayar, tanah ke belakang masih ada 4 meter, nanam belimbing, cabe,
sayuran itu bisa cuma ruginya kalau air dateng aja, kalau musim
keringnya lama. Bisa ternak ayam, telor ayam kampung kan 3000,
cuma ruginya kalau lagi banjir besar ilang kerendem, tapi 3 hari ada
lagi dari orang. Memang keliahatan sama orang luar kasihan orang
pinggir kali kebanjiran, tapi hikmahnya banyak. Apalagi anak-anak
muda tuh berenang ngumpulin tuh galon, bagi dah tuh uangnya,
tabung gas.
Tengah malem masih bisa berenang, kan bantuan dari pemda ada
juga perahu karet, ya mungkin pemerintah juga bosen, udah gitu
sorotan dari negeri orang, yang ngerasain mah banyak hikmahnya.
Ya yang jelas mah karena sudah lama tinggal disana, sudah lama
mengenal, ada pegawai tinggi-tinggi banyak jadi sedekah-sedekah ke
tetangga dulu. Kadang-kadang orang-orang tua diajak ke hotel mana
sama pak kiayi, dapet amplop 500.000 per orangnya. Kadang-kadang
Cina butuh selametan, kan aneh, disiapin mobil, dibawain nasi
bungkus kita, amplop juga, itu yang lucunya sering yang Cina-Cina
begitu, pernah di hotel senayan, pengusaha alkohol, pokoknya suka
ada aja, kalau disini sama sekali enggak ada.
Berarti aktivitas disini
berkurang?
Iya, enggak ada penghasilan, kalau buat nyaman emang disini tapi ya
karena enggak kena kebanjiran aja, padahal kalau menurut bapak
banjir itu hikmah, tadinya enggak punya uang sama sekali jadi punya
uang.
Jadi masih banyak
warga yang ke Bukit
Duri ya pak?
Masih, nyari kehidupan tetap disana, yang muda-muda tuh, jadi kuli
nyuci, ngojek. Kalau yang muda-muda mah, beda di waktu, tetep dia
merasa rugi di waktu, mungkin jam berapa harus istirahat, belom
kena macetnya, belom kena musibah di jalan. Waktunya lebih tersita,
beda 3 jam bias.
Disini memang enggak
ada kerjaan yang bisa
dikerjain?
Enggak ada lah, kita kan belom saling kenal, baru setahun,
sosialisasi, kan butuh waktu, apalagi yang tua begini, apa yang mau
di sosialisasikan. Dulu janjinya ada bantuan dari pemerintah, tapi
belum ada, baru sembako pas baru-baru, sekarang enggak ada udah
berapa bulan, mungkin dulu mau nyari masa juga kali. Yang katanya
beras miskin aja enggak ada disini, enggak tau yang lain, cuma dulu-
dulu ada.
Suasana untuk bermain
masih sama?
Sama, fasilitas ada, disediain lapangan basket.
Untuk air ada enggak?
Air kalau dibawah gratis untuk wudhu, kalau dirumah kita bayar, per
kubiknya 5500.
Kalau sekolah?
Masih banyak yang sekolah disana, pada enggak mau, kalau disana
masih mendingan ada bantuan-bantuan kalau lihat orang tuanya mata
pencariannya kecil.
Katanya nyamuknya
banyak?
Waduh nyamuk, kadang susah tidur, musim panas udah mulai,
waduuhh, belum pernah ada fooging tapi kalau disana hampir setiap
bulan, apalagi kalau habis banjir. Disini belom ada, mungkin
dinilainya bersih, belum ada laporan yang terjangkit.
Suasananya harus
menyesuaikan lagi ya
pak?
Orang masjid jumatan paling dapet 200 atau 300 ribu, lebaran haji
cuma dapet sejuta lebih di masjid ini, saking minim ekonominya
mungkin. Kalau di Tebet Al-Ihtihad, solat id dapet 65 juta berapa
gitu, solat jumat dapet 25 juta komplek gudang peluru tiap bulan
ngasih beras 20kg. Kalau lebaran haji daging kambing enggak
kemakan, kalau disini cuma nerima dari pemda doang sebungkus,
disana sekulkas penuh. Mungkin karena saling mengenal lama
mengenal jauh, akrab.
Kalau gotong royong?
Waahh lebih enak di bukit duri, soal gotong royong disini sih sama,
tapi kan ekonomi semua melemah, kan orang semangat dari ekonomi
disana 50.000 enggak susah banget, disini 5000 aja susah,
penghasilannya sama.
Tadinya belum ada
fasilitas cuma ruangan
aja?
Iya, dikasih speaker satu, terus juga bantuan dari luar, ambulan tuh
dari ada tapi bukan dari pemerintah. Pemerintah mah janjinya aja
dulu gitu enak-enak, padahal.
Kalau parkiran aman
pak?
Enak, aman, tapi tetep aja tetangga pernah kehilangan motor tuh.
Disini masjidnya
dimana?
Jadi setiap blok dikasih satu ruangan buat masjid, tapi belom, katanya
nanti tahun 2018. Engga tau juga beneran apa cuma janji lagi.
Kalau di setiap rumah
ada nomernya pak?
Nomer pintu ada, dari 1 sampe 50, kan 50, saya di blok belatik 104,
lantai 1, kalau pak Udin di blok merpati, ada cendrawasih, merak
enggak ada tulisannya, cuma yang tahu warga aja.
Jadi rata-rata yang di
Bukit Duri di 4 blok
itu?
Semuanya bukit duri 8 blok, saya di Kampung Melayu tapi
kelurahannya Bukit Duri, kena juga normalisasi, di bawah rusunnya
Kampung Pulo, di belakang rumah sakit hermina.
Ada hikmahnya pak
ya?
Iya emang itu tinggal disana hikmahnya banyak, tetangga tuh kapan
aja, sakit, meninggal, pasti dateng apalagi orang lama, terus apalagi
kalau hari libur berbondong-bondong takziah, bisa dapet 5 juta sampe
10 juta.
Pak kalo untuk dampak
terhadap anak-anak
sendiri gimana pak?
Jadi kalo anak-anak itu ngga ada, paling ya dari ekonominya, kayak
kemaren saya jual tv, pas gak punya duit buat bayar rusun, saya jual
aja tv saya lumayan gede led, cuman satu buat nonton anak, tapi kan
kalo saya mah orangnya gak biasa punya utang, jadi mending gitu
Nama Informn : Pak Ardi (55)
Status Informan : Warga (Petugas Kebersihan saat di Bukit Duri)
Pertanyan Jawaban
Disini kemana-mana
jauh ya pak?
Disini kemana-mana jauh, susah. Iya, kalau enggak punya kendaraan
yaudah jalan kaki.
Adakah kesan-kesan
yang diingat?
Bedanya jauh, disana apa-apa gampang, nyari usaha gampang, semua
gampang deh di Bukit Duri daripada disini, disini kan jaraknya, dari
sana kalau dari Bukit Duri ke Kampung Melayu kan dekat, nah kalau
dari sini pegelnya minta ampun. Nyari duit gampang gitu, kerja apa
aja bisa, disini kerja harus ada ijazahnya SMA, kalau enggak ada
ijazah SMA enggak bisa kerja, ya mau kerja apaan, terus bayar rusun
dari mana kalau kita enggak kerja, bingung. Anak saya kerja di
Kasablangka, supir. Dulu saya disana kerja pembersihan sampah
warga, kalau disini kan harus pake ijazah, ijazah tinggi-tingginya ya
SMA, kalau SD sama SMP enggak kepake disini.
Kalau tempat
tinggalnya bagaimana
pak lebih nyaman
disini atau disana?
Enakan di Bukit Duri, ini banyakan pegawai negeri kerjanya di
Tebet, Pancoran, iya ada tinggal disini separuhnya, separuhnya
tinggal di tempat kerjaannya.
Kalau bapak dulu
aktivitasnya apa pak?
Pembersihan, bawa gerobak, bawa-bawain sampah warga. Sekarang
berhenti, sekarang saya kerjanya ngojek udah, ngojeknya di Bukit
Duri, ya karena emang gampangan disana usahanya.
Bapak tadinya bawa
gerobak terus kenapa
jadi ngojek?
Karena jauh, jadi kan kita anak sama bini kerja disana jadi kita anter
jemput anak bini aja sekalian ngojek, pulang malem sekalian jemput
kita balik.
Kalau keluarga ada
berapa?
Anak 3, yang kerja baru 1, yang 2 lulusan SMA belom kerja
Kalau istri kerjanya apa
pak?
Momong anak bayi, kaya suster aja gitu, di Bukit Duri, disini kerjaan
susah, usahanya disana-sana juga, kalau enggak punya kendaraan
bingung juga sih, makanya sekalian anter jemput istri sekalian
ngojek, pulang malem.
Berarti kerjanya jadi
berubah ya pak?
Iya berubah, takut nanti anak sama istri enggak di jemput.
Bapak tinggal di blok? Merpati, lantai 5.
Kalau bayaran masing-
masing lantai berbeda
pak?
Iya beda-beda sih, kalau saya cuma 270.000, murah. Kalau lantai 2
atau lantai 1 sih hampir mau 400.000.
Kalau ruangannya luas
pak?
Luas sih, 2 kamar, ruang tengah, ruang tamu, lega, ada kamar
mandinya sendiri, jemurnya sendiri, buat cuci piringnya sendiri, satu
rumah semua ada.
Kalau disini, untuk
kekerabatan atau
kekompakan dengan
warga bagaimana?
Enakan di Bukit Duri, soalnya kayanya warga enggak ada yang
cekcok gitu, enggak ada yang rebut, kalau disini ribut mulu. Enggak
boleh ada pintu gabruk aja, pintu gabruk kan bukan kita yang
gabrukin itu angin, disangka kita yang nutup jadi ribut. Enggak boleh
ada anak kecil main berantakan, namanya anak kecil berantakan
wajar kan enggak ngerti, misal anak kecil nyampah diomelin dikata
kita yang berantakin. Dibilang kita enggak pernah nyapu atau ngepel.
Ribut mulu gitu, makanya enakan di Bukit Duri, enggak pernah ribut
saya. Soal anak atau soal apa juga enggak pernah ribut. Kita segen
ribut, kalau di Bukit Duri aman-aman aja. Semua-muanya enakan di
Bukit Duri, mau ngapain, mau dagang, gampang aja kalau disini
yang beli orang-orang sini juga orang luarnya enggak ada, kalau di
Bukit Duri orang dari mana aja ada kesitu kalau mau belanja.
Apakah ada aturan
khusus untuk penghuni
rusun?
Kalau waktu bebas, awalnya bebas orang mana aja boleh masuk,
kalau sekarang udah enggak bebas, ditanya orang mana, sodara siapa,
tetangga siapa, KTP ditahan, beda. Karena disini banyak maling,
karena kan orang luar boleh masuk, sekarang kan ditanyain keluarga
siapa, yaudah orangnya disuruh datang.
Kalau disini ada
RT/RWnya pak?
Ada, masing-masing blok, blok ini RTnya lain RWnya lain.
Bagaimana akses disini
menurut bapak?
Ya jauh, keluar dulu ke walikota baru ada kendaraan, kalau disini,
kan busway di walikota, dari situ turun lagi naik mobil, jauh disini,
mendingan di bukit duri, kita jalan kaki sampe tongtek udah ada
kendaraan yang mau ke jurusan senen atau blok m atau yang lain itu
ada. kalau disini ke jurusan blok M susah nyarinya, semua jauh, jadi
bingung kalau enggak punya kendaraan sendiri, urusannya bisa telat
kerja.
Keamanan seperti
siskamling di Bukit
Duri? terus ada
bedanya enggak sama
disini?
Disana ada ronda, kalau disini kayanya udah enggak ada, kan ada
satpam yang jaga, satu gedung 3 orang, enggak ada ronda, kalau
disana kan ronda 10 atau 20 orang.
Kalau listrik disini
gimana pak?
Listriknya listrik pulsa, kalau abis ngisi, kaya hp aja gitu pulsanya
habis ngisi, jadi puyeng.
Bagaimana akses
sekolah untuk anak-
anak?
Sekolah sih deket disitu tinggal jalan kaki aja, nyebrang kali, sekolah
SMA sama SMP itu. SDnya deket, di belakang gedung ini, SMP
sama SMA nyebrang pakai getek. TK ada ada disini, di gedung ini.
Ada 2 TK.
Harapan atau saran
kedepan untuk
pemerintah?
Saya sih enggak ada harapan untuk pemerintah, ya kacau dah gitu,
masih enakan di Bukit Duri daripada disini, nyari kerja gampang,
kerja apa aja gampang, kalau disini nanyainnya ijazah. Emang yang
kerja ijazahnya, kan yang kerja manusianya. Misal kita punya ijazah
tinggi tapi pas kerja enggak ngerti, die bingung apaan yang mau
dikerjain. Kalau saya kan udah biasa kerja pembersihan itu cium bau
bangke udah biasa aja, udah kebal karena udah sepuluh tahun lebih
kerja, kalau yang belum pernah kerja enggak mau kan. Iya saya kan
udah lama, cuma pagi kerja terus sore ngojek nyari tambah-
tambahan. Sekarang penghasilan dari ngojek lumayan juga sih. Udah
enggak kerja pembersihan karena kalau saya enggak berenti, anak
sama istri siapa yang jemput, anak masih pada sekolah. Enakan di
Bukit Duri dari pada disini.
Kalau bapak lahirnya
dimana pak?
Bukit Duri, dari kecil saya, mangkaya pas digusur kayanya ngenes.
Rumah saya digusur, emang rumah bikinnya enggak pake duit, kan
pake duit, digusur aja, penggantiannya enggak ada. Bingungnya
disini nyari kerjaan susah, kalau disana mau apaan aja, mau jadi kuli
panggul bisa, nah disini mau jadi kuli panggung gimana. Terus
disana bisa jualan kantong kresek, lumayan. Disni ijazah SMA kalo
kerja, terus kerjaannya nyapu, mana mau juga ijazah SMA nyapu, SD
juga bisa nyapu, saya juga pernah kerja cleaning service tapi
sistemnya kontrak.
Berarti bapak pernah
ngelamar kerja disini?
Pernah cuma engga ada ijazah, padahal saya kan juga pernah kerja
dikantor jadi cleaning servis. Ada sambilan juga, seandainya sabtu
minggu disuruh ngecat kantor ya saya kerjain. Saya biar rumah
disana cuma sepotong mending disana, rumah enggak bayar, paling
wajar bayar. Disni bayar tiap bulan, rumah bayar, listrik sama air
bayar, sampah juga bayar, kan emang enggak pusing nyari duitnya,
kalau nyari duitnya gampang mah engga masalah, enggak dipusingin.
Kalau enggak bayar-bayar bisa disita.
Kalau udah berapa
bulan enggak bayar
pak?
Kalau udah satu tahun enggak bayar disita rumahnya, dikasih surat
peringatan, katanya sih kalau gubernur ini memang semuanya jadi
gratis enggak bayar sama sekali, katanya sih begitu, entar kalau udah
jadi bayar juga, biasanya begitu pemerintah ngomongnye manis.
KTP bapak udah
pindah kesini juga?
Iya udah, keluarga udah kesini semua, udah ngga jadi orang Bekasi.
Pengeluarannya berapa
pak?
Pengeluaran sejuta, coba nanti November kalau gubernur udah jadi
datang enggak kesini terus jadi gratis, jangan janj-janji doang.
Harusnya janji ada suratnye pake materai, jangan udah jadi terus janji
doang sama aja boong milih dia.
Kegiatan kebudayaan
seperti pasar rakyat di
Bukit Duri apakah
masih dijalankan
disini?
Iya disana runtin ada pasar rakyat. Terus juga kalau disana juga
seminggu sekali ada kerja bakti warganya kalau disini enggak ada
karena ada petugas pembersihan. Kalau disana kerja bakti, ada yang
enggak mau ikut ya tapi harus nyumbang buat ngopi, rokok atau
makanan ke warga yang kerja bakti, kompak. Sekarang kan enggak
ada, ronda ada, enggak ada, padahal banyak maling, harusnya
dirondain juga disini kan. Terus nih kalau ada yang meninggal,
nguburin disini susah, mintanye 2.500.000, kalau disana juga paling
500.000 jadi ngubur.
Nama Informan : Pak Syamsudin (64)
Status Informan : Warga (Tokoh Agama saat di Bukit Duri)
Pertanyaan Jawaban
Saya disana tuh sejak kecil, sampe terakhir tahun 2016 eh 2017
pindah kemari.
Kalau sejarah awal
Bukit Durinya itu tahu
enggak pak?
Kalau awalnya sih saya enggak tahu, karena saya pindah, saya
awalnya dari kemayoran, pindah ke Bukit Duri. Gang 1, bukit duri
tanjakan
Bapak siapa namanya
pak?
Syamsudin, Usia 73.
Kalau bapak tinggalnya
dari dulu?
Yaa sejak usia 8 tahunan.
Kalau boleh tahu pak,
apa kesan-kesan di
Bukit Duri? dan
bedanya sama disini?
Kalau bedanya yaa, enak di Bukit Duri walaupun namanya sering
kebanjiran karena kita lama disana jadi enak disana. Kalau namanya
disini dibetah-betahin aja karena enggak ada tempat tinggal lain.
Nyaman mah enak disana karena emang kita lama disana, sejak kecil,
jadi apapun yang disana enak aja. Ya emang sih disini fasilitasnya
enak,enggak kebanjiran, tapi dibandingin disana betahan disana.
Bapak keluarga ada
berapa orang
Anak 1, tapi udah keluarga, saya ikut cucu disini, anak sih misah,
lantai 5 saya blok merpati
Berarti udah lama
tinggal di Bukit Duri?
Iya, disini baru setengah tahunan, eh sejak September, sepuluh bulan
lebih.
Kalau yang kerja di
rumah siapa pak?
Kalau saya disana memang udah tua enggak punya kerjaan tetap ya
serabutan aja, hari-hari memang numpang sama anak saya disana,
disini juga numpang, disini mah udah enggak ngapa-ngapain enggak
ada kerjaan, kalau di Bukit Duri masih bisa kerja serabutan, masih
bisa disuruh-suruh orang, bisa dandanin rumah, ngumpulin kardus
bisa dapat uang, kalau disini mah cuma turun naik. Sama sekali
enggak ada kegiatan disini.
Bagaimana keakraban
warga?
Iya enakan disana, lebih akrab di Bukit Duri kayanya menyatu antar
warga.
Kalau disini berarti
agak kurang ya pak?
Udah kurang, sosialisasi dengan tetangga itu udah kurang.
Apakah ada aturan
khusus disini?
Ya paling jaga ketertiban aja yaa, waktu bebas, enggak terkekang,
anak-anak sampe pagi, tapi sekarang mulai ngga dibolehin juga sih
gara-gara ada maling motor tuh pernah kemalingan disini padahal
ada satpam. emang harusnya ronda kaya di Bukit Duri. Kan
banyakan yang ronda daripada satpan disini cuma 2 orang. Ya
sebenernya sih engga ada larangan apa-apa, yang penting tahu batas-
batas aja.
Nama Informan : Bu Tina (35)
Status Informan : Warga Biasa
Pertanyaan Jawaban
Bu tina usianya berapa
bu?
35.
Kalo ibu asli warga
Bukit Duri bu?
Iya dari lahir udah tinggal di Bukit Duri
Ada kesan-kesan yang
beda ngga bu antara di
sana sama disini?
Pengalaman di Bukit Duri mah enakan di Bukit Duri kalo di Bukit
Duri mah enakan disana, kalo disini mah sepi.
Apa bu bedanya? Kalo cari pencariaan disana paling enak, kalo disinikan kurang, udah
gitu juga buka-buka ruko juga agak sepi kalo disana kan rame.
Kalo yang beda apa bu,
suasana apa yang
terkenang gitu?
Paling suasananya banjir terus hehehe.
Apa bu selain itu? Apa ya paling itu udah sana kesini masalah banjir paling, warga-
warga sononya beda sama sini, orang-orangnya kan bertetanggaan,
beda sama sini, kalo diisni agak kurang kan paling kalo disini udah
ini langsung naik kalo disini, udeh nggak ngobrol-ngobrol, kalo di
Bukit Duri enak rame terus bisa sambil ngobrol-ngobrol kalo disono
kan begitu enak rame terus.
Kalo disana ada gak sih
bu, kebiasaan gitu yang
gak ada disini gitu bu?
Disana sering ngumpul, disini udah jarang yang biasa ngumpul
disono disini udah pisah, beda-beda lantai, yang lantai 5 males turun
kebawah kan jadinya gitu.
Oh iya bu kalo disini
ada gak bu aturan-
aturan yang beda gitu
bu sama di Bukit Duri
bu?
Kalo di Bukit Duri sih gak terlalu banyak aturan, kalo disini banyak
aturan, paling udeh jam berapa disuruh naik sama security. Beda kalo
di Bukit Duri anak-anak ngumpul sampe pagi juga gapapa, kalo
disini mah, paling udeh jam berapa , sampe jam 10 udeh disuruh naik
sama security, dibatasin sama security, jadi disini gak boleh sampe
24 jam. Ngga boleh, kalo disanakan Bukit Duri bebas kan 24 jam,
warung juga buka 24 jam kayak indomie rebus, kalo disinimah
dibatasin, paling maghrib udah pada tutup itu warung-warung, kalo
disana kan sampe 24 jam.
Disini ibu aktifitasnya
apa aja bu?
Ibu rumah tangga, sama nganter sekolah. Suami, suami kerja
ngegrab.
Kalo disini, ini gak sih
bu kayak kekompakkan
beda gak sih bu sama
di Bukit Duri? Apa bu
yang beda?
Kalo disini kan soal kekompakkan tetangganya kurang ini, kalo di
Bukit Duri kompak orangnya, sore nih di Bukit Duri sering ngumpul
ada yang diomongin gini gini, kalo disini mah susah udah masing-
masing lah beda. Kayak di Bukit Duri, beda ya.
Terus kalo sama warga
sendiri ada gak saling
ngebantu gitu, kayak
ibu tadi bilang?
Kalo di Bukit Duri ada lah kayak saling ngebantu masalah apa gitu,
kalo disini warganya kurang tau juga sih, belom pernah minta
bantuan gitu juga kurang deket. Walaupun udah kenal kalo apa iya
disini walauapun disana deket kalo disini udah mencar beda-beda,
susah ngumpul misal dari 5 ke atas susah capek juga tuh, apalagi gak
ada lift.
Kalo untuk disini
tempatnya gimana
menurut ibu?
Kalo di Bukit Duri enak rame, kalo disini juga enak cuman gitu sepi,
malem takbiran juga sepi, masih ramean disana Bukit Duri walaupun
di pinggir kali.
Kalo ibu ngeliat dari
segi pemerintah sendiri
gimana bu atas relokasi
ini bu? Lebih seneng
atau gimana?
Hmm seneng sih mas bisa ngebantu, kadang kalo ini masalah busway
itu kurang, busway kan cuman 3, masih ada pengusulan juga sih tapi.
Nunggu busway lama paling setengah jam setengah jam, kadang
sampe sejam juga.
Kalo pagi buat anak
sekolah ada bus khusus
bu?
Sama aja busway sama buat anak sekolah enggak dipisah, gabung
jadi penuh, apalagi kalau udah ada orang dari sana jadi disini enggak
kebagian. Ya harapannya itu lah biar ada bis sekolah, untuk itu
khusus, jadi enggak padat.
Kalau pendapatan
sendiri gimana bu? Ada
perbedaan enggak bu?
Iya beda, mendingan di Bukit Duri pendapatan, kita bisa, misalkan
kaya saya, biasa ada nyuci nyetrika kan ada tambahan buat suami,
kalau disini enggak, susah, pemasukan paling suami doang. Masih
kurang, rumah kan bayar 300, belum air, belum listrik.
Kalau sistemnya disini
tuh ditempatin dari sini
atau ibu milih? Warga
boleh milih di bagian
mana?
Dari sini, ditentuin sama pemerintahnya, enggak boleh milih. Kalo
saya sih, tapi gatau kalo yang lain mungkin ada yang milih sendiri.
Disini ada atau enggak
kegiatan-kegiatan yang
disana enggak
dilakukan disini?
Pasar rakyat pas beberapa hari mau 17-an ada, rutin dilaksanain di
Bukit Duri, kalau disini enggak ada, paling disini bazar gitu doang
bazar biasa aja.
Berarti aktivitas disini
dibatasi sampai jam 10
malam aja bu?
Iyaa jam 10, setelah jam 10 malam enggak boleh keluar lagi. Enggak,
soalnya kemaren banyak yang kemalingan lebih aman di Bukit Duri
daripada di sini.
Kalau ngumpul-
ngumpul sama warga
juga jarang ya bu?
Iya jarang, mungkin disana udah akrab, tapi pas pindah kesini udah
beda, namanya beda lantai, dulu sering ngobrol, sekarang udah susah.
Kalau ibu lebih suka
tinggal dimana?
Disana, Bukit Duri.
Kalau sekolah disini
ada TK, SD?
SD ada, malah masih ada yang SD disana , berangkatnya bangunnya
jam 4 sebelum subuh. Masih, masih banyak yang bolak- balik
kesana, apalagi anak mudanye kalau malem minggu, masih pada
demen nongkrong disana daripada disini, lingkungannya sepi, jauh
juga sama tetangga yang enggak kena kegusuran.
Bagaimana awal mula
ibu bisa tinggal di
Bukit Duri?
Nah kalau itu sejarahnya yang tua-tua yang pada tau, kaya orang tua
saya, orang tua saya disini.
Biasanya penghasilan
saat di Bukit Duri bisa
dapat berapa bu?
Paling nyuci nyetrika seratus, bisa buat tambahan belanja, buat jajan,
disini enggak ada.
Jadi saya pengen tahu
perbedaan disana sama
disini enakan dimana?
Yang pada tahu lingkungan sini itu bilangnya enakan disono, disini
sepi, udah gitu banyak nyamuk, mungkin karena deket rawa.
Mendingan disana, enggak terlalu banyak, disini banyak banget, di
kamar sama diluar sama aja.
Kalau disini bagusnya
apa bu?
Ya paling bagusnya, kan kalau disana kan banjir, kalau disini ya
nyamuk, bagusnya juga bersih, karena ini kan dibersihin.
Kalau anak-anak maen
gimana?
Kalau jam segini sepi, sorean rame pada maen sepeda segala macem,
maen bola ada lapangan bola. Kalau fasilitas bermain di sini cukup
memadai sih ada fasilitasnya.
Kalau di Bukit Duri
anak-anak gimana
mainnya?
Yaa paling depan rumah doang maen sepeda, kalau disini bisa kan,
yang punya motor ya motor.
Disini lama ya bu
nunggu bisnya?
Iya.
Kalau anggota keluarga
yang lain ada yang
kerja atau enggak bu?
Enggak, orang tua saya kuli nyuci juga dari sini ke bukit duri, orang
tua yang perempuan 60an usianya, masih kerja disana, jalan pagi jam
5, pulang jam 5 sore, nunggu busway agak lama juga, yak karena
pencariannya disana jadi enggak bisa berenti, disini enggak bisa,
soalnya jauh dari perumahan komplek, disini kan ya rusun-rusun aja.
Jadi pendapatannya
berkurang ya bu?
Iya pendapatan jadi berkurang, susah kalo di sini.
MATRIKS DATA 1 (Open Coding)
No Kode Awal Ditemukan
1. Administrasi
2. Aktifitas-Aktifitas
3. Aturan-Aturan yang Berlaku
4. Harapan
5. Keamanan
6. Kebiasaan
7. Ketersediaan Fasilitas
8. Kepercayaan terhadap Pemerintah
9. Loyalitas
10. Nilai-Nilai
11. Pemanfaatan Lembaga Sosial
12. Perasaan Nyaman Menempati Hunian
13. Perubahan Peran
MATRIKS DATA 2 (Axial Coding)
1. Perubahan Struktural
Teknik
Pengumpulan
Data
Administrasi Aktifitas-Aktifitas Keamanan dan
Kebersihan
Lingkungan
Ketersediaan
Fasilitas
Pemanfaatan
Lembaga Sosial
Perubahan
Peran
Wawancara Informan Bu
Nur:
KTP, PM1,
KK,
keterangan
penghasilan,
kemudian foto
ya, terus surat
nikah. PM 1
itu keterangan
tidak
mempunyai
rumah, itu dari
kelurahan itu
pak PM1, iya
keteranganya
tidak punya
rumah
memang
datanya dari
kelurahan,
kalo warga
relokasi itu
jadi gini, kita
terima
datanya,
didata dari
kelurahan, jadi
kelurahan
datang, bilang
Informan Bu Nur:
Kadang-kadang rumahnya tuh
hanya depannya aja, dapurnya aja,
jadi mereka kadang-kadang masih
tinggal disana mereka belom
pindah kesini dengan alasan
mungkin mata pencahariaan dia
kan deket disana... Ngga kita ada
pelayanan busway gratis kok, dari
sini ke rusun ketempat dia
direlokasi ada, dari sini ke bukit
duri ada, dari Rawa Bebek ke
Pasar Ikan ada, dari Rawa Bebek
ke Pulogadung ada ada gratis, ada
bus sekolah ya gratis, poliklinik
ada, paud ada, mushollah ada,
koperasi ya itu diberikan kios,
nanti bank DKI bentar lagi ada,
jadi disini fasilitas-fasilitas olah
raga juga lengkap ya... Ya saya
tegor kalo gak bayar sewa,
ekonomi alasanya, memang kan
kalo di rusun ini dia kan
dipindahkan ya akar rumputnya
ya, mungkin disana dia ya ada sih
yang ngeluh, bu Nuri saya jualan
disana jualan aqua aja saya laku,
jualan nasi uduk laku keras,
karena disitu kan banyak yang
dateng kan orang luar banyak
Informan Bu
Nur:
-
Informan Pak
Zek:
Kalau
siskamling ada
security sih,
pernah ngadain
juga tapi ya
karena udah
capek, jadi
ngasih duitnya
aja. Di Bukit
Duri ada
siskamling,
sampe waktu itu
diserang sama
kampung pulo
itu dia iri kita
kok enggak
digusur-gusur,
sampe dibakar
petasan itu
rumah-rumah,
nah saya ke
Polda Metro
Jaya tolong saya
minta
Informan Bu
Nur:
Nah itu kan
memang udah ada
ingub nya ya
diatur, jadi para
ukpd-ukpd, skpd
itu dia harus
masuk ke rusun,
misalnya untuk
pemberdayaan
kafe-kafe itu ada,
misalnya
pelatihan
perikanan, sayur
mayor hidroponik
terus, dari tata
boga ada,
menjahit konveksi
ada, terus batik
juga ada, tapi ya
gitu warga rusun
pada saat daftar
bisa 30 orang 40
orang, lama-lama
rontok jadi 7
orang, 5 orang
dengan alasan dia
gak ada yang jaga
anak, anaknya
Informan Bu Nur:
Ngga – nggak jadi
deket-deket sini
kalo warga relokasi
kita bantu juga
pindah sekolah
deket-deket sini,
kerja sama dengan
Dikdas...
Informan Pak
Zek:
SMK di Kayu
Manis, jauh, asal
pagi saya nganterin,
anak saya ngeluh
terus pengen pindah
ke Bukit Duri lagi
karena capek
kejauhan, disini ada
sekolah tapi anak
saya tanggung, kan
enggak bisa juga
disana swasta
enggak bisa masuk
negeri disini...
Informan Pak
Endang:
Masih banyak yang
Informan Bu
Nur:
-
Informan Pak
Zek:
sebagai RT udah
tau warga-warga
saya, tapi tetep
mereka nganggep
saya RT aja
padahal bukan,
ada apa-apa lapor
ke saya, tapi anak
saya kan RT,
karena saya
enggak mau, tetep
aja anak saya kan
kerja, jadi saya
juga turun, warga
kesulitan tetep
ngadu ke saya.
Ada warga
sepuluh bulan
enggak bayar
rumahnya disegel
dan harus keluar...
Istri sih dagang
pas di sini aja,
karena jenuh kita
jadi ini loh bu
warga yang
direlokasi
yang mau
menempati
rusun, tapi di
warganya
sekalian bawa
data-datanya
semua gitu,
melampirkan
data, jadi
bukan untuk
umum disini...
Langsung
tunai atau
debet ke bank,
ke bank DKI
langsung di
auto debet,
dari tanggal 1
sampai 20 jadi
proses kita
ngga ada yang
megang uang
tunai gitu
nggak ada, ke
bank DKI
gitu...
Informan
Pak Zek:
-
Informan
Pak Endang:
yang lewat dateng beli gitu, lah
kalo disini kan cuman warga
rusun sama-sama ekonominya
susah, “saya jual nasi uduk bu
Nuri, disini modal saya 100 ribu,
lah saya disini laku nasi uduknya
cuman 20 ribu bu Nuri, gimana
saya mau bisa bayar sewa, gitu
alasanya ekonomi... Sebenernya
ini sih udah bagus ya, sudah
diperbaiki ya, ya mungkin kalo
untuk kedepannya itu, untuk
faktor ekonominya ya mungkin
ya, kalo untuk selama ini kan
unit-unit usahanya mereka itu di
dalam rusun, jadi kalo bisa sih
nanti mendekatkan ke warga
sekitar yang lainnya gitu, jadi
agak kedepan gitu, kalo bisa
warga yang direlokasi itu jangan
terlalu jauh jaraknya dulu dia itu
punya mata pencaharian gitu
soalnya ya. Ya misalnya kan
warga Pasar Ikan yang biasa
melaut kan dipindahin kesini jauh
kan gitu, ya itu kan mungkin
kendala-kendalanya itu...
Informan Pak Zek:
Cara mencari pencarian, yang tadi
saya bilang kehidupan itu enggak
ada kehidupan disini, susah.
Contoh, mereka biasa dagang ini,
mereka untuk bisa makan aja
udah bagus untuk sekolah, nah
untuk bayar enggak dapet,
personil....
Informan Pak
Endang:
Enak, aman,
tapi tetep aja
tetangga pernah
kehilangan
motor...
Informan Pak
Ardi:
Kalau waktu
bebas, awalnya
bebas orang
mana aja boleh
masuk, kalau
sekarang udah
enggak bebas,
ditanya orang
mana, sodara
siapa, tetangga
siapa, KTP
ditahan, beda.
Karena disini
banyak maling,
karena kan
orang luar boleh
masuk, sekarang
kan ditanyain
keluarga siapa,
yaudah
orangnya
disuruh datang...
Disana ada
ronda, kalau
masih kecil,
kemudian apa
namanya, gak ada
yang nganter anak
sekolah, terus
dilarang sama
suaminya, disuruh
jaga rumah aja
gitu, gak bakat,
iya jadi lama-
lama pada
rontok... Ngga –
nggak jadi deket-
deket sini kalo
warga relokasi
kita bantu juga
pindah sekolah
deket-deket sini,
kerja sama
dengan dikdas,
udah gitu kalo
disini anak-
anaknya juga ada
latihan menari,
kemudian juga tpa
ada, bimbel, ada
dari komunitas
mahasiswa, kalo
nari dari sudin
pariwisata, jadi
emang semua
UKPD itu masuk
ke rusun... Iya
ada, tapi
warganya aja
yang kadang-
sekolah disana,
pada enggak mau,
kalau disana masih
mendingan ada
bantuan-bantuan
kalau lihat orang
tuanya mata
pencariannya
kecil...
Informan Pak
Ardi:
Sekolah sih deket
disitu tinggal jalan
kaki aja, nyebrang
kali, sekolah SMA
sama SMP itu.
SDnya deket, di
belakang gedung
ini, SMP sama
SMA nyebrang
pakai getek. TK ada
ada disini, di
gedung ini. Ada 2
TK...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu
Tina:
-
enggak ada
kegiatan,
untungnya mah ga
seberapa, cuma
ngilangin stress
aja... Enggak, ibu
rumah tangga aja,
bantu-bantu saya
aja, ada aja
lobang-lobang
uang disana, jauh
sama disini, disini
jadi usaha, disana
istri enggak
usaha, warga
bilang bu RT
biasa tukang beli
sekarang malah
dagang, istri
dagang lontong
buat tambah-
tambahan aja...
Informan Pak
Endang:
Jadi cuma dari
anak aja,
sedangkan anak
aja gajimya cuma
UMR kerja di
Carefour, perlu
transport. Karena
di Casablangka,
lebih deket dari
bukit duri... kalau
enggak ada dari
-
Informan
Pak Ardi:
Ada, masing-
masing blok,
blok ini
RTnya lain
RWnya lain...
Informan
Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu
Tina:
-
syukur-syukur bisa tapi buat
nabung kita enggak bisa. Untuk
makan sama sekolah aja udah pas.
Makanya kemaren kita minta ke
pak gubernur untuk dikasih lah
arahan. Nyari duitnya enakan di
Bukit Duri, warga Bukit Duri
pagi-pagi udah pergi kesana
semua, ngojek, kerja, nyari
makan, 70% kesana semua tiap
pagi, pulang malem. Walau dikata
pinggir kali tapi kehidupan usaha
enakan disana, disini tempat sih
nyaman, cuma buat usaha kita
susah... Ya positif negatif,
positifnya anak-anak ada tempat
bermain, terus jauh dari banjir,
tapi masalah ekonomi lah, disini
anak sekolah angkutannya enggak
satu arah sama sekolahan ini
masih banyak yang masih sekolah
di Bukit Duri, karena ada busway
gratis kan. Iya kalau di bukit duri
busway sampe sekolahan, lebih
enak kesana daripada disini, disini
susah, bis sekolah sampe jalan
raya, turun terus jalan lagi sampe
sekolahan jauh, misal ada berapa
persen dari disni yang sekolah di
SD 05, apa salahnya sih bis
sekolah masuk kesitu. Buat apa
ada bis sekolah tapi masih jalan
kaki juga, terus kalau jumat suka
enggak ada bis sekolah... Ya RT
aja, cuma ada usaha kecil-kecilan
bareng sama adek, sampe
disini kayanya
udah enggak
ada, kan ada
satpam yang
jaga, satu
gedung 3 orang,
enggak ada
ronda, kalau
disana kan
ronda 10 atau 20
orang...
Sekarang kan
enggak ada,
ronda ada,
enggak ada,
padahal banyak
maling,
harusnya
dirondain juga
disini kan... .
Terus juga kalau
disana juga
seminggu sekali
ada kerja bakti
warganya kalau
disini enggak
ada karena ada
petugas
pembersihan...
Informan Pak
Syamsudin:
Dulu waktu di
Bukit Duri kita
sering ngadain
kerja bakti
kadang kurang
apa ya, ya
misalnya gini dia
misalanya tukang
cuci kalo
seandainya dia
kadang disuruh
belajar menjahit,
membatik ya dia
kadang ngga bisa,
yaitu
terkendalanya
kadang-kadang
karena
pendidikan, jadi
gak maksimal gitu
ada
pemberdayaan,
mereka tuh
maunya, kalo ada
sembako gratis,
baru deh mereka
berbondong-
bondong, ntar
kalo gak dapet
protes, tapi kalo
istilahanya ada
yang bangsarnya
pendidikan gitu
daftarnya banyak
lama-lama
rontok....
Informan Pak
Zek:
anak sekolah
anak enggak ada
pemasukan, kalau
disana uang satu
juta bisa, disini
enggak sama
sekali nerima
oang selain dari
anak...
Informan Pak
Ardi:
-
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu
Tina:
-
sekarang sih masih, pas disini ya
belom ada. Pas jadi RT
pemasukan ya ada aja lah, disini
enggak ada sama sekali... disana
bantuan dari mana aja ada, iya
disana ada aja, bantuan banyak.
Pas puasa namanya acara buka
bersama aja enggak ada, di bukit
duri itu SMA 8 perhatian buka
bersamanya, dari bank BCA,
Depsos juga, kebutuhan pokok
ada aja dapetnya. Saya selama
hampir setahun enggak ada, di
Bukit Duri pas puasa itu sembako
dapet aja, disini sekali-kalinya
dapet dari kapolda ngasih
sembako, kemaren banyak karena
partai pengen dipilih... Istri sih
dagang pas di sini aja, karena
jenuh kita enggak ada kegiatan,
untungnya mah ga seberapa, cuma
ngilangin stress aja, kan kalau
disana kita kehidupan terbuka, ke
pasar deket, mau dimana aja,
puskesmas deket, enak disana,
angkutan apa aja ada, disini mau
ke pasar mester juga jalan kaki,
disini terisolir. Disana strategis,
mau ke pasar, sekolah... Pasar
jauh, jalan kaki kalau enggak
punya motor, busway harus
tambah lagi. Kebanyakan warga
Bukit Duri maunya disediain bis
sekolah yang sampe bukit duri
jangan disambung naik angkutan
umum lagi, karena kan gampang
bersihin
lingkungan ya
karena kita
kesadaran
tinggal di kali
dan tetangga
juga pada
kompak jadi
digalakin itu
yang namnya
kerja bakti
bersihin sampah
seminggu
sekali.
Informan Bu
Tina:
Disini sekarang
dibatesin kaya
ada jam malem.
Soalnya pernah
ada yang
kemalingan...
Yang Ibu-
Ibunya yang
perempuan nih
kan suaminya
kerja bakti, nah
mereka pada
ngasih makanan
buat yang kerja
bakti...
angkutannya
enggak satu arah
sama sekolahan
ini masih banyak
yang masih
sekolah di Bukit
Duri, karena ada
busway gratis
kan. Iya kalau di
Bukit Duri
busway sampe
sekolahan, lebih
enak kesana
daripada disini,
disini susah, bis
sekolah sampe
jalan raya, turun
terus jalan lagi
sampe sekolahan
jauh, misal ada
berapa persen dari
disni yang
sekolah di SD 05,
apa salahnya sih
bis sekolah masuk
kesitu. Buat apa
ada bis sekolah
tapi masih jalan
kaki juga, terus
kalau jumat suka
enggak ada bis
sekolah...
Informan Pak
Endang:
Ada tuh jait,
diitung lah sama pengelola
gedung ini anak sekolahnya
banyaknya di bukit duri, jadi apa
salahnya sih sediain bis sekolah,
jadi mengganggu bis yang biasa
antri gitu, kadang-kadang enggak
kebagian, anak sekolah itu
berangkatnya jam setengah 5...
Ada, cuma enggak digaji, kalau
disana dapet satu juta setengah.
Harusnya kan operasional ada,
cuma buat ngayomin warga
setempat aja, kalau enggak ada
kan ribet juga, ini kemana enggak
keluar, harusnya per 3 bulan atau
6 bulan sekali keluar. Sebenernya
RT juga enggak ngarepin itu,
dengan uang itu kegiatan warga
bisa berjalan juga... Kemaren
orang meninggal untuk
pemakaman disini agak sulit, bisa
dati 2,5 juta, kain kafan 1 juta
udah 3,5 juta, belum nyewa mobil
kalau dimakamin jauh, itu udah
hampir 5 juta, udah jatoh ketiban
tangga. Disini saya belum
adaptasi, kain kafan mau minta
kemana. Kalau nguburin di Bukit
Duri 500 paling gede, pemakanan
300, yang gali 200... Enggak, ibu
rumah tangga aja, bantu-bantu
saya aja, ada aja lobang-lobang
uang disana, jauh sama disini,
disini jadi usaha, disana istri
enggak usaha, warga bilang bu
RT biasa tukang beli sekarang
bordir, segala tari,
tapi saya enggak
ikut itu karena
udah enggak
memungkinkan
usia, anak saya
juga ngga karena
enggak sempet
kan kerja... Air
kalau dibawah
gratis untuk
wudhu, kalau
dirumah kita
bayar, per
kubiknya 5500...
fasilitas ada,
disediain
lapangan basket...
Ada disini, kapan
aja dilayanin, tapi
gimana ya kalau
puskesmas itu,
tetep ada harus ke
dokter luar dokter
luar keluar
duitnya seratus
atau dua ratus
paling sedikit...
Jadi setiap blok
dikasih satu
ruangan buat
masjid, tapi
belom, katanya
nanti tahun 2018.
Engga tau juga
beneran apa cuma
malah dagang, istri dagang
lontong buat tambah-tambahan
aja, anak saya jajan 30 ribu...
SMK di Kayu Manis, jauh, asal
pagi saya nganterin, anak saya
ngeluh terus pengen pindah ke
Bukit Duri lagi karena capek
kejauhan, disini ada sekolah tapi
anak saya tanggung, kan enggak
bisa juga disana swasta enggak
bisa masuk negeri disini... Iya
kasihan, kaya dulu dagang,
mereka habis dimakan, tutup. Nah
saya kemaren ngajuin, saya minta
tolong kebijakan walikota Jakarta
Timur, saya minta warga saya
disubsidi dari UKMnya, kasihan
mereka saya bilang, tapi sampe
sekarang belum turun. Saya kan
cukup tahu juga masyarakat
kebutuhannya ini itu. Saya juga
masih mikirin warga saya yang
disegel, penghasilan dapet tapi
habis buat makan. Seharusnya
pemerintah juga bergerak, yang
saya minta dari ukm, itu tanah kan
tanah DKI tuh itu mau saya ajuin
buat pasar rakyat, itu membantu
masyarakat, kita kekurung,
terisolasi, sekarang kalau mereka
semua mau dagang yang beli
siapa coba. Kasihan, karena susah
untuk hidup disini, saya mau
tindakan gubernur baru nanti.
Saya bilang ke walikota, saya
enggak punya pilihan pindah
janji lagi...
Informan Pak
Ardi:
Luas sih, 2 kamar,
ruang tengah,
ruang tamu, lega,
ada kamar
mandinya sendiri,
jemurnya sendiri,
buat cuci
piringnya sendiri,
satu rumah semua
ada... Sekolah sih
deket disitu
tinggal jalan kaki
aja, nyebrang kali,
sekolah SMA
sama SMP itu.
SDnya deket, di
belakang gedung
ini, SMP sama
SMA nyebrang
pakai getek. TK
ada ada disini, di
gedung ini. Ada 2
TK...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu
Tina:
Walaupun udah
kenal kalo apa iya
kesini, saya punya dosa sampai
mati, terus dia bingung tanya
kenapa, sekarang gini kita
ngambil di cakung sama bayar
300 tapi punya hak milik,
sementara disini kita sewa,
enggak bisa warisini ke anak dan
istri, kan punya dosa sampai mati,
itu enggak bisa jawab. Kasihan
keluarga saya mau dibawa
kemana, saya udah fleksibel saya
bilang, nah sekarang saya
memohon untuk dipermudah lah,
pemprov DKI bisa lah 300 ribu,
warga tinggal bayar listrik sama
air, itu aja dulu usahain, memang
kewajiban mereka untuk menjaga
gedung ini, warga bayar listrik aja
sama air, saya sih enggak
keberatan, tapi warga mereka,
orang taunya dikasih enak, tapi
enggak, di bukit duri
Alhamdulillah pendidikan kepada
anak meningkat. Saya ambil
keputusan fleksibel, kehidupan
masyarakat, coba lihat semuanya
enggak ada yang enggak anarkis
kalau penggusuran, tapi saya
bilang saya persuasif, saya jamin
kondusif. Saya enggak jamin
mereka yang punya rumah enggak
ada sertifikat tolong dibantu,
kalau mereka berontak saya
enggak tanggung jawab, saya
bilang. Perjuangannya panjang,
Alhamdulillah sampai saat ini
disini walauapun
disana deket kalo
disini udah
mencar beda-
beda, susah
ngumpul misal
dari 5 ke atas
susah capek juga
tuh, apalagi gak
ada lift... Kalau
jam segini sepi,
sorean rame pada
maen sepeda
segala macem,
maen bola ada
lapangan bola.
Kalau fasilitas
bermain di sini
cukup memadai
sih ada
fasilitasnya...
saya sehat, bisa bantu lagi...
Informan Pak Endang:
Disana memang kebanjiran, tapi
disana istilahnya hidup udah
mapan, saya kan disana pengurus
masjid jadi ada pemasukan setiap
bulannya, bersih-bersih masjid,
sumbangan dari warga ada, paling
sedikit sebulan 500 mas, kalau
disini kosong... Kendalanya disini
cuma kehidupan aja disini, kalau
enggak ada dari anak enggak ada
pemasukan, kalau disana uang
satu juta bisa, disini enggak sama
sekali nerima oang selain dari
anak... Enggak, cuma ibu rumah
tangga aja, semenjak hidup, cuma
dulu kan dirumah dagang juga,
ngewarung sembako, kalau disini
enggak, karena memang faktor
utama usia udah enggak mampu
tenaganya, yang kedua memang
udah biasa jualan di rumah, disini
enggak bisa... Turun naik ngurus
peliharaan, diempanin... Yang
punya warung aja pada tutup, abis
pembelinya lingkungan disini
juga, enggak ada orang luar,
enggak ada pegawai tingginya,
kalau disana ada pegawai
tingginya, ada orang Telkom,
kepala bank, kalau disana
walaupun di pinggir kali,
kelebihannya itu kita duduk-
duduk sambil serokin botol-botol,
seminggu 20.000 atau 50.000
nerima, yang penting kita rajin.
Modalnya datang sendiri, kita lagi
duduk di pinggir kali tau-tau
orang buang gabas bekas TV yang
besar kita ikat digabungin bikin
perahu, terus botol-botol plastik
atau gelas-gelas, ada kegiatan
ngumpulin. Tukang abu lewat,
borongin, 30.000 atau 20.000,
enggak pake tenaga berat, Kalau
disini enggak ada... rejeki di
depan mata. Rumah enggak
bayar, tanah ke belakang masih
ada 4 meter, nanam belimbing,
cabe, sayuran itu bisa cuma
ruginya kalau air dateng aja, kalau
musim keringnya lama. Bisa
ternak ayam, telor ayam kampung
kan 3000, cuma ruginya kalau
lagi banjir besar ilang kerendem,
tapi 3 hari ada lagi dari orang.
Memang kelihatan sama orang
luar kasihan orang pinggir kali
kebanjiran, tapi hikmahnya
banyak. Apalagi anak-anak muda
tuh berenang ngumpulin tuh
galon, bagi dah tuh uangnya,
tabung gas...
Informan Pak Ardi:
Disini kemana-mana jauh, susah.
Iya, kalau enggak punya
kendaraan yaudah jalan kaki...
Bedanya jauh, disana apa-apa
gampang, nyari usaha gampang,
semua gampang deh di Bukit Duri
daripada disini, disini kan
jaraknya, dari sana kalau dari
Bukit Duri ke Kampung Melayu
kan dekat, nah kalau dari sini
pegelnya minta ampun. Nyari duit
gampang gitu, kerja apa aja bisa,
disini kerja harus ada ijazahnya
SMA, kalau enggak ada ijazah
SMA enggak bisa kerja, ya mau
kerja apaan, terus bayar rusun dari
mana kalau kita enggak kerja,
bingung. Anak saya kerja di
Kasablangka, supir. Dulu saya
disana kerja pembersihan sampah
warga, kalau disini kan harus
pake ijazah, ijazah tinggi-
tingginya ya SMA, kalau SD
sama SMP enggak kepake disini...
Pembersihan, bawa gerobak,
bawa-bawain sampah warga.
Sekarang berhenti, sekarang saya
kerjanya ngojek udah, ngojeknya
di Bukit Duri, ya karena emang
gampangan disana usahanya..
Karena jauh, jadi kan kita anak
sama bini kerja disana jadi kita
anter jemput anak bini aja
sekalian ngojek, pulang malem
sekalian jemput kita balik...
Momong anak bayi, kaya suster
aja gitu, di Bukit Duri, disini
kerjaan susah, usahanya disana-
sana juga, kalau enggak punya
kendaraan bingung juga sih,
makanya sekalian anter jemput
istri sekalian ngojek, pulang
malem... Semua-muanya enakan
di Bukit Duri, mau ngapain, mau
dagang, gampang aja kalau disini
yang beli orang-orang sini juga
orang luarnya enggak ada, kalau
di Bukit Duri orang dari mana aja
ada kesitu kalau mau belanja... Ya
jauh, keluar dulu ke walikota baru
ada kendaraan, kalau disini, kan
busway di walikota, dari situ
turun lagi naik mobil, jauh disini,
mendingan di bukit duri, kita
jalan kaki sampe tongtek udah ada
kendaraan yang mau ke jurusan
senen atau blok m atau yang lain
itu ada. kalau disini ke jurusan
blok M susah nyarinya, semua
jauh, jadi bingung kalau enggak
punya kendaraan sendiri,
urusannya bisa telat kerja...
Bingungnya disini nyari kerjaan
susah, kalau disana mau apaan
aja, mau jadi kuli panggul bisa,
nah disini mau jadi kuli panggung
gimana. Terus disana bisa jualan
kantong kresek, lumayan. Disni
ijazah SMA kalo kerja, terus
kerjaannya nyapu, mana mau juga
ijazah SMA nyapu, SD juga bisa
nyapu, saya juga pernah kerja
cleaning service tapi sistemnya
kontrak... Terus nih kalau ada
yang meninggal, nguburin disini
susah, mintanye 2.500.000, kalau
disana juga paling 500.000 jadi
ngubur...
Informan Pak Syamsudin:
Kalau saya disana memang udah
tua enggak punya kerjaan tetap ya
serabutan aja, hari-hari memang
numpang sama anak saya disana,
disini juga numpang, disini mah
udah enggak ngapa-ngapain
enggak ada kerjaan, kalau di
Bukit Duri masih bisa kerja
serabutan, masih bisa disuruh-
suruh orang, bisa dandanin
rumah, ngumpulin kardus bisa
dapat uang, kalau disini mah
cuma turun naik. Sama sekali
enggak ada kegiatan disini...
Informan Bu Tina:
Kalo cari pencariaan disana
paling enak, kalo disinikan
kurang, udah gitu juga buka-buka
ruko juga agak sepi kalo disana
kan rame... Iya beda, mendingan
di Bukit Duri pendapatan, kita
bisa, misalkan kaya saya, biasa
ada nyuci nyetrika kan ada
tambahan buat suami, kalau disini
enggak, susah, pemasukan paling
suami doang... Enggak, orang tua
saya kuli nyuci juga dari sini ke
Bukit Duri, orang tua yang
perempuan 60an usianya, masih
kerja disana, jalan pagi jam 5,
pulang jam 5 sore, nunggu
busway agak lama juga, yak
karena pencariannya disana jadi
enggak bisa berenti, disini enggak
bisa, soalnya jauh dari perumahan
komplek, disini kan ya rusun-
rusun aja...
2. Perubahan Kultural
Teknik
Pengumpulan
Data
Aturan-Aturan yang
Berlaku
Kebiasaan Harapan Kepercayaan terhadap
Pemerintah
Nilai-Nilai
Wawancara Informan Bu Nur:
Kalo di rumah susun Rawa
Bebek itu kan ada satu
rusun lajang, rusun lajang
yang didepankan itu ada 6
blok, itu di khususkan
untuk pekerja yang
memang gajinya di umr ya,
gaji UMR nah itu tadinya
untuk rencanakan para
pekerja kawasan industri
didaerah-daerah sini gitu,
itu ada 6 blok, kemdian
kalo disini yang satu
gedung dengan kantor
UPRS Rawa Bebek ada 8
blok, blok itu untuk warga
relokasi, relokasi Bukit
Duri yang 4 blok disana,
itu sebanyak 400 KK, kalo
yang disini 4 blok disini
185 itu warga Pasar Ikan
dan gang arus, dan yang
215 nya itu dari warga
Bukit Duri... Memang
aturannya belum ada, tapi
selama ini ya kita tuh
menerima yang misalnya
gini ada di KK tuh ada
orang tuanya, ibu, bapak,
anak cucu gitu aja, tidak
melebih dari 8 jiwa gitu
Informan Bu Nur:
Mungkin masih ada
beberapa yang kosong
karena sebagian warga
Bukit Duri kadang-
kadang warga
direlokasi tuh ngga
semuanya rumahnya
tuh direlokasi, bongkar,
kadang-kadang
rumahnya tuh hanya
depannya aja, dapurnya
aja, jadi mereka
kadang-kadang masih
tinggal disana mereka
belom pindah kesini
dengan alasan mungkin
mata pencahariaan dia
kan deket disana... Iya
ada, tapi warganya aja
yang kadang-kadang
kurang apa ya, ya
misalnya gini dia
misalanya tukang cuci
kalo seandainya dia
kadang disuruh belajar
menjahit, membatik ya
dia kadang ngga bisa,
yaitu terkendalanya
kadang-kadang karena
pendidikan, jadi gak
maksimal gitu ada
Informan Bu Nur:
Sebenernya ini sih
udah bagus ya, sudah
diperbaiki ya, ya
mungkin kalo untuk
kedepannya itu,
untuk faktor
ekonominya ya
mungkin ya, kalo
untuk selama ini kan
unit-unit usahanya
mereka itu di dalam
rusun, jadi kalo bisa
sih nanti
mendekatkan ke
warga sekitar yang
lainnya gitu, jadi
agak kedepan gitu,
kalo bisa warga yang
direlokasi itu jangan
terlalu jauh jaraknya
dulu dia itu punya
mata pencaharian gitu
soalnya ya. Ya
misalnya kan warga
Pasar Ikan yang biasa
melaut kan
dipindahin kesini
jauh kan gitu, ya itu
kan mungkin
kendala-kendalanya
itu...
Informan Bu Nur:
Sebenernya ini sih udah
bagus ya, sudah
diperbaiki ya...
Informan Pak Zek:
saya mengharap
guberbur karena dia janji
ke masyarakat, kan yang
udah-udah janji ya cuma
janji aja. Warga Bukit
Duri sangat mendukung
program DKI yang
dijalankan sama
gubernur tapi saya harap
bisa musyawarah tapi
mereka enggak mau
musyawarah, duduk
bareng untuk tau maunya
masyarakat... Kalau itu
kan PBB bayar, karena
itu bukan hak
kepemilikan, seharusnya
mereka diarahkan sampai
20 tahun nah ini kemana
pemerintah kan. Kalau
sertifikat nih contoh
masyarakat punya
sertifikat bisa
ditingkatnya, seharusnya,
itu kan ada program pro
masyarakat dapet tapi
Informan Bu Nur:
-
Informan Pak Zek:
Pengalaman pahit warga,
itu rumah warga atau
tanah adat enggak dibayar
seharusnya ada
korordinasi yang baik,
warga pindah kesini kan
bukan kemauan
masyarakat, karena
dipaksa juga. Rumah saya
disana masih ada sedikit,
masih layak dipakai sih.
Nah itu semuanya hampir
800 warga yang
dipindahin kesana, di blok
cendrawasih, merak,
gelatik, sama merpati,
disana blok b sama blok g,
jadi campur juga sama
yang baru, Pasar Ikan
sama Kampung Melayu
sedikit, paling banyak
Bukit Duri, banyak juga
yang dibuang ke pulo
gebang sama PIK , sama
Cakung yang enggak
dapet disini... Makanya
saya mau ketemu sama
gubernur kemarin, dia
kalo bisa, tapi kan warga
relokasi biasanya kan
kadang-kadang suka lebih.
ini yang khusus aja ini sih
kasuistik aja sih, hanya
mungkin ada beberapa gitu,
tapi kalo pada saat
penertiban ada rusun yang
kosong ya kami berikana
kepada warga yang
istilahnya yang melebihi
yah kapasitasnya itu, tapi
kalo ada rusun yang
kosong. Mungkin masih
ada beberapa yang kosong
karena sebagian warga
Bukit Duri kadang-kadang
warga direlokasi tuh ngga
semuanya rumahnya tuh
direlokasi, bongkar,
kadang-kadang rumahnya
tuh hanya depannya aja,
dapurnya aja, jadi mereka
kadang-kadang masih
tinggal disana mereka
belom pindah kesini
dengan alasan mungkin
mata pencahariaan dia kan
deket disana, jadi ada sih
yang memang yang
kosong, memang warganya
belum datang aja itu sih,
tapi kalo udah selama 3
bulan atau 6 bulan ya kami
tertibkan, tapi kalo udah itu
sebenernya itu udah
pemberdayaan, mereka
tuh maunya, kalo ada
sembako gratis, baru
deh mereka
berbondong-bondong,
ntar kalo gak dapet
protes, tapi kalo
istilahanya ada yang
bangsarnya pendidikan
gitu daftarnya banyak
lama-lama rontok...
Informan Pak Zek:
Iya dulu di Bukit Duri
ada pasar rakyat kita
rutin tapi disini udah
ngga ada... Kaya kerja
gotong royongnya kita
juga kurang, memang
pengelola ini ada
kebersihan, paling kita
setiap dia libur aja,
padahal disana kita
aktif gotong royong,
warga semua turun,
kebersihan itu itu aktif
kita walapun di pinggir
kali. Kita punya
kompos juga, tapi
lahannya enggak ada,
kita pake kampung
pulo gabung lahannya,
itu masyarakat sampah
yang ada kita beli, kita
olah jadi pupuk, nah itu
penghijauan kita pake,
Informan Pak Zek:
Maunya gini, mereka
ini kan punya warisan
paling enggak gitu
kan, beda sama yang
ngontrak, tolong
dibedain aja, kalau
disini bisa hak milik
warga itu enggak
keberatan, karena itu
solusi, ya kita bayar
air sama listrik
enggak keberatan asal
sewanya ilangin aja,
mau minta sama
gubernur seperti itu
karena janjinya dia.
Kita pernah ngajuin
rumah deret pas pak
Jokowi, kita juga buat
yang di bawah buat
aktivitas masyarakat,
udah ada di sentiong,
contohnya itu, pak
Jokowi langsung
mau... saya
mengharap guberbur
karena dia janji ke
masyarakat, kan yang
udah-udah janji ya
cuma janji aja. Warga
Bukit Duri sangat
mendukung program
DKI yang dijalankan
sama gubernur tapi
enggak banyak, yang
dapet itu yang punya duit
semua, harus bayar, nah
seharusnya itu diarahin
semua masyarakat
sebelum digusur, yang
diganti yang punya
sertifikat, yang enggak
punya enggak diganti.
Ahok juga pernah bicara
di media bahwa sejarah
Bukit Duri sama
Kampung Pulo itu kuat,
dia ngakuin, tapi kan
kebijakannya beda,
makanya musyawarah
saya minta, duduk
bareng...
Informan Pak Endang:
jadi tetap merasa
tersingkirkan, tapi
memang bukan haknya,
tapi saya sadar memang
itu bukan tanah sendiri,
tanah pemerintah, kita
harus sadar lah.
Kendalanya disini cuma
kehidupan aja disini,
kalau enggak ada dari
anak enggak ada
pemasukan, kalau disana
uang satu juta bisa, disini
enggak sama sekali
nerima oang selain dari
anak... Enggak, sepeser
enggak mau nemuin
tokohnya, saya dulu ketua
di RT 05 RW 15 Bukit
Duri, dan mereka enggak
mau ketemu sama kita,
menurut saya pemindahan
kemari harus ada
kordinasi yang baik,
mereka kan menggusur
kita dengan salah, mereka
kan pake perda, dan isi
dari perda itu kita disebut
bangunan liar. Jadi
pertama musyawarah,
kedua tindakan hukum
terkait, ketiga tindakan
hukum hak adat. Itu hak
adat yang mau digunakan
untuk kepentingan umum
harus ada koordinasi yang
baik tapi ini enggak ada...
Kalau kemarin saya liat di
berita bahwa kerugian
Pemprov DKI untuk
warga hampir 2 milyar
menurut saya itu salah,
harusnya enggak bicara
gitu, gak etis, kan pemda
DKI itu untuk
masyarakat... Saya lebih
milih yang kumuh tapi
nyaman nyari uang, enak
tidur, enggak mikirin
utang, enggak mikir bayar
aer, saya lebih baik rumah
gembel daripada rumah
kelamaan itu, harus kami
tertibkan... Diundi, tapi kita
upayakan yang tua-tua dulu
kita berikan dilantai yang
satu, dua gitu, baru nanti
yang muda-mudanya
dilantai atas-atasnya. Ya
pokoknya kan ada datanya
aja nih, pokoknya ni yang
usianya diatas 60 tahun itu
baru diundi tapi dilantai 1
gitu ditaronya... Beda-beda,
bentar aku liat dulu di hp,
aku gak hafal. Kalo lagi
dicari gini susah, tapi ada
sih soalnya saya itu gak
hafal, yang paling mahal
itu 303.000 rupiah itu kalo
gak salah, paling murah
200, tapi nanti dulu ya ada
sih satu-satu gitu datanya.
Tar dulu ini ya, soalnya
saya tuh gak hafal, oh nih
275, 250... Atau debet ke
bank, ke bank DKI
langsung di auto debet, dari
tanggal 1 sampai 20 jadi
proses kita ngga ada yang
megang uang tunai gitu
nggak ada, ke bank DKI
gitu... Ah banyak, namanya
warga relokasi - relokasi
banyak banget, ketika kita
kasih surat penertiban,
teguran, itu udah ini, ya
gimana ya, namanya warga
karena banjir terus,
ilang terus itu pohon,
saya minta gambaran
juga dari aktivis UI...
Informan Pak
Endang:
Iya senang disana,
sepertinya mudah,
walaupun satu rupiah,
karena faktor utama
donatur yang keluar
misal ada acara maulid
di masjid, yang
diutamakan kan orang
kaya lebih gede
ngasinya, kalau disini
sama karena ukurannya
sama, disana masih
kenal sama warga yang
luar... Yang punya
warung aja pada tutup,
abis pembelinya
lingkungan disini juga,
enggak ada orang luar,
enggak ada pegawai
tingginya, kalau disana
ada pegawai tingginya,
ada orang Telkom,
kepala bank, kalau
disana walaupun di
pinggir kali,
saya harap bisa
musyawarah tapi
mereka enggak mau
musyawarah, duduk
bareng untuk tau
maunya masyarakat,
kalau memang
enggak bisa ganti
rugi ya kita minta
kebijakan untuk
memperhatikan
usaha-usaha
masyarakat, enggak
ada sama sekali...
Informan Pak
Endang:
Harapan mungkin
disini nanti ada
perubahan untuk
kehidupan
masyarakat setempat
yang mayoritas
pendidikannya hehe,
menengah ke bawah,
sepertinya gitu, jadi
ada bantuan apa kek
gitu untuk
kesejahteran...
Informan Pak Ardi:
Saya sih enggak ada
harapan untuk
pemerintah, ya kacau
dah gitu, masih
enakan di Bukit Duri
pun enggak, tapi dulu
janjinya memang begitu
sebelum digusur, kan ini
manusia, harus
dimanusiakan, kan
begitu, untuk apa waktu
itu diukur-ukur rumah
kita, cuma nyeneng-
nyenengin, dihargain
sekian buat ukuran
sekian, ya saat itu kita
seneng terima aja. Ya
tapi sekarang terima aja
apa adanya, tapi kan
sekarang jadi bahan
omongan, karena janji,
coba kalau enggak janji...
Yahhh sama sih
semuanya, kalau mau
dipilih janjinya enak,
dulu biasa-biasa aja
enggak merasa, kalau
sekarang merasa
disingkirinnya... Dulu
janjinya ada bantuan dari
pemerintah, tapi belum
ada, baru sembako pas
baru-baru, sekarang
enggak ada udah berapa
bulan, mungkin dulu
mau nyari masa juga
kali. Yang katanya beras
miskin aja enggak ada
disini, enggak tau yang
lain, cuma dulu-dulu
ada...
mewah tapi buat makan
susah, katanya anak Bapak
sehat enggak kebanjiran
lagi, ahhh anak saya sehat-
sehat aja, malah seneng
dapet hiburan, disini
bete... Mereka bisa bayar
air sama listirk udah
bagus, ini digabungi,
seharusnya jangan
digabung, untuk sewanya
dipisah. Kalau disegel
warga mau pindah
kemana, sewa di luar kan
lumayan, kemanusiaannya
dimana? Disini kan
kebijakan dari dia kan
karena itu tugas dari
Pemprov, warga juga
memang ada yang bener-
bener enggak mampu,
saya minta SKTM dari
kelurahan pulo gebang itu
dikasih, emang harus
dibantu, mereka emang
enggak bisa bayar. Jadi
kan digusurnya Desember,
setelah kampung pulo, itu
saya bertahan setahun
setengah. Saya pribadi
mendukung program-
program yang dilakukan
di Jakarta, cuma saya
minta kebijakannya,
rumah warga saya di
pinggiran kali terus kita
relokasi ya. Ada sekitar 60
persen an yang belum
bayar, tapi ya mereka jadi
memang alasanya ekonomi
ya, ekonomi gitu, jadi mau
gak mau ya gimana gitu.
Harusnya sih sanksinya
diusir kalo sampe lebih dari
6 bulan gitu gak bayar gitu
harusnya diusir, tapi kan
ini warga relokasi, saya
gak berani ngusir, nanti
saya salah lagi kan gitu,
kalo warga umum gitu baru
ya kita berani ngusir, tapi
kan kalo warga relokasi
kan ya gak berani gitu. Iya
harusnya diusir kan kita
harusnya tegas, harusnya
memang diusir, tapi kan
kalo warga relokasi saya
gak berani, takutnya nanti
dia lapor ke gubernur gitu
kan, kesalahan lagi kitanya.
ada yang sampe 6 bulan
ada, udah disegel juga
rumahnya udah disegel,
tapi ya gak tau juga nih
kalo memang gubernurnya
suruh usir ya usir gitu kan,
tapi takutnya kalo kita
warga relokasi diusir
emang mau tinggal
dimana? Emang dia
disuruh tinggal dikolong
jembatan lagi gitu dia kan
kelebihannya itu kita
duduk-duduk sambil
serokin botol-botol,
seminggu 20.000 atau
50.000 nerima, yang
penting kita rajin.
Modalnya datang
sendiri, kita lagi duduk
di pinggir kali tau-tau
orang buang gabas
bekas TV yang besar
kita ikat digabungin
bikin perahu, terus
botol-botol plastik atau
gelas-gelas, ada
kegiatan ngumpulin.
Tukang abu lewat,
borongin, 30.000 atau
20.000, enggak pake
tenaga berat, Kalau
disini enggak ada...
Apalagi anak-anak
muda tuh berenang
ngumpulin tuh galon,
bagi dah tuh uangnya,
tabung gas. Tengah
malem masih bisa
berenang, kan bantuan
dari pemda ada juga
perahu karet, ya
mungkin pemerintah
juga bosen, udah gitu
daripada disini, nyari
kerja gampang, kerja
apa aja gampang,
kalau disini
nanyainnya ijazah...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu Tina:
Sama aja busway
sama buat anak
sekolah enggak
dipisah, gabung jadi
penuh, apalagi kalau
udah ada orang dari
sana jadi disini
enggak kebagian. Ya
harapannya itu lah
biar ada bis sekolah,
untuk itu khusus, jadi
enggak padat...
Informan Pak Ardi:
Bukit Duri, dari kecil
saya, mangkaya pas
digusur kayanya ngenes.
Rumah saya digusur,
emang rumah bikinnya
enggak pake duit, kan
pake duit, digusur aja,
penggantiannya enggak
ada... Pengeluaran sejuta,
coba nanti November
kalau gubernur udah jadi
datang enggak kesini
terus jadi gratis, jangan
janj-janji doang.
Harusnya janji ada
suratnye pake materai,
jangan udah jadi terus
janji doang sama aja
boong milih dia...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu Tina:
-
diminta pindah bayar ke
pantai indah kapuk, itu
kan enggak mungkin,
cuma itu yang diminta,
kalau bisa ganti untung,
kalau enggak bisa ya ganti
rugi, kalau enggak bisa
juga kita minta diperhatiin
di sini, didanain lah
usahanya, sampe 3 atau 6
bulan aja cukup mereka
dikasih pendanaan. Kita
ini disuruh cepat-cepat
pindah sama camat sama
lurah, turunnya itu bukan
dari gubernur... Kemaren
orang meninggal untuk
pemakaman disini agak
sulit, bisa dati 2,5 juta,
kain kafan 1 juta udah 3,5
juta, belum nyewa mobil
kalau dimakamin jauh, itu
udah hampir 5 juta, udah
jatoh ketiban tangga.
Disini saya belum
adaptasi, kain kafan mau
minta kemana. Kalau
nguburin di Bukit Duri
500 paling gede,
pemakanan 300, yang gali
200. Nah kalau yang di
Cakung enggak bisa
masuk kalau enggak ada
keluarga. Mati aja susah,
disini ada kematian kalang
kabut nyari kain kafan,
ditertibin gitu kan masa,
gimana ya serba salah
jadinya. padahal udah
ditertibin harusnya.
Biasanya kita kasih surat
peringatan 1, 2, 3, nah
nantikan ada penyegelan
gitu, tapi kan kita yaudah
gitu, nanti kan mereka
berdatangan gitu, tapi kalo
mereka yang gak datang
kita panggil, terus saya
bilang “kamu tuh punya
utang loh, nanti saya suruh
keluarin loh” terus dia
jawab “iya bu, nanti kalo
gitu pasti dicicil bu” gitu,
tapi kan tetep aja misal dia
utangnya 6 bulan, tapi dia
baru bisa cicil 2 bulan, tapi
kan tetep jadinya
utang,utang,utang, tapi
yang penting kalo kita sih
ada niat dari dia tuh bayar
gitu aja, kalo untuk warga
relokasi begitu pak, yang
penting ada niat dia untuk
bayar, nah walaupun
dicicil-dicicil gitu,
cicilannya tuh ngga
langsung lunas gitu gak
bisa, jadi bertahap gitu...
Informan Pak Zek:
Bedanya disini bayar,
disini serba bayar, dan
sorotan dari negeri
orang, yang ngerasain
mah banyak
hikmahnya. Ya yang
jelas mah karena sudah
lama tinggal disana,
sudah lama mengenal,
ada pegawai tinggi-
tinggi banyak jadi
sedekah-sedekah ke
tetangga dulu. Kadang-
kadang orang-orang tua
diajak ke hotel mana
sama pak kiayi, dapet
amplop 500.000 per
orangnya. Kadang-
kadang Cina butuh
selametan, kan aneh,
disiapin mobil,
dibawain nasi bungkus
kita, amplop juga, itu
yang lucunya sering
yang Cina-Cina begitu,
pernah di hotel
senayan, pengusaha
alkohol, pokoknya suka
ada aja, kalau disini
sama sekali enggak
ada... Waahh lebih
enak di Bukit Duri,
soal gotong royong
disini sih sama, tapi
tapi di Bukit Duri ada aja
yang nyumbang, sampe
yang mandiinnya, cuma
bayar kuburan doang,
disini saya bingung
gimana. Emang bener
kalau ujan enggak
keujanan, banjir enggak
kebanjiran, tapi disana kita
nyaman, duit ada,
gampang, memang bener
anak-anak disana enggak
punya halaman, disini
berlebihan, cuma masalah
ekonomi ini kita bingung,
kit mah cuma berdoa aja,
mudah-mudahan ada
rejeki lancar bisa buat
bayar rumah, bisa buat
makan...
Informan Pak Endang:
Bukan berkurang lagi, tapi
kosong, disana banjir itu
juga ada hikmahnya,
hikmahnya itu dapet
bantuan supermi atau
indomie hampir enggak
kemakan sebulan, baju
bekas, baju baru, kadang-
kadang orang asing, orang
arab ya ngasih uang
50.000 udah kaya ngasih
seribu rupiah, saya kan di
mereka kan adaptasi semua
dari kehidupan terus
sekolah dan lain-lain...
Disini air pam aja kita
mahal, listrik kita langsung
beli pake voucher, kalau air
sama hak sewa digabung...
tapi ngga boleh malem-
malem soalnya udah ada
yang keilangan motor.
Terus mobil juga enggak
bisa masuk. Karena dia kan
menganggap kalangan
miskin disini, ehhh ternyata
mobil banyak. Kan saya
bilang tadi, keadilan itu
harusnya dibedain sama
kalangan yang bawah sama
kalangan atas. Iya harusnya
dia bikin tipenya beda, ini
sama rata. Mobil parkir
disana agak jauh, karena
mereka itu menganggap
kita itu orang liar enggak
bakal punya mobil...
Enggak, iuran sampah itu
masuknya uang sewa
gedung, kalau kalangan
menengah dimanjain,
transportasi ada, fasilitas,
bis sekolah ada walaupun
kurang. Tapi kan disini
juga banyak kalangan
bawah, dengan kebutuhan
mereka segitu, pas-pasan
saya maunya juga kaya di
kan ekonomi semua
melemah, kan orang
semangat dari ekonomi
disana 50.000 enggak
susah banget, disini
5000 aja susah,
penghasilannya sama...
Informan Pak Ardi:
Iya saya kan udah
lama, cuma pagi kerja
terus sore ngojek nyari
tambah-tambahan.
Sekarang penghasilan
dari ngojek lumayan
juga sih. Udah enggak
kerja pembersihan
karena kalau saya
enggak berenti, anak
sama istri siapa yang
jemput, anak masih
pada sekolah. Enakan
di Bukit Duri dari pada
disini... Pernah cuma
engga ada ijazah,
padahal saya kan juga
pernah kerja dikantor
jadi cleaning servis.
Ada sambilan juga,
seandainya sabtu
minggu disuruh ngecat
kantor ya saya kerjain.
kampung arab, dulu tuh
dari mereka beras 5kg
dapet, sekarang udah
enggak ada... Iya senang
disana, sepertinya mudah,
walaupun satu rupiah,
karena faktor utama
donatur yang keluar misal
ada acara maulid di
masjid, yang diutamakan
kan orang kaya lebih gede
ngasinya, kalau disini
sama karena ukurannya
sama, disana masih kenal
sama warga yang luar...
Ya itu udah enggak
merasa pokoknya, yang
penting hikmahnya aja
yang didapet, semakin
banjir besar ya itu beras
numpuk, indomie
numpuk, uang saku
numpuk, baju bekas
tinggal pilih, kadang-
kadang dapet yang bagus.
Dari orang kaya ngasih
baju bekas baju belom
dipake ada... Memang
kelihatannya kebanjiran
kasihan, buat orang
pinggir kali, subhanallah
semuanya itu hikmah. Kita
Bukit Duri sampe jam 1
jam 2 saya bisa ngobrol,
sekarang gimana mau
ngobrol, mereka pagi-pagi
berangkat, pulang
kecapean terus tidur, saya
mau ngobrol sama siapa.
Saya juga udah himbau
agar ada kegiatan
masyarakat, tapi karena
mereka jenuh dan kecapean
kayak orang komplek
jadinya...
Informan Pak Endang:
Kalau buat enak, nyaman
lebih nyaman disini, cuma
rumah kan dulu disana
enggak bayar, sekarang
bayar, aer bayar... Disini
hampir kenanya
keseluruhan hampir
600.000, listrik rumah air,
kalau rumah 300 lebih
kalau lantai 1... Air kalau
dibawah gratis untuk
wudhu, kalau dirumah kita
bayar, per kubiknya 5500...
Informan Pak Ardi:
Iya beda-beda sih, kalau
saya cuma 270.000, murah.
Kalau lantai 2 atau lantai 1
sih hampir mau 400.000...
Kalau waktu bebas,
awalnya bebas orang mana
Saya biar rumah disana
cuma sepotong
mending disana, rumah
enggak bayar, paling
wajar bayar. Disni
bayar tiap bulan, rumah
bayar, listrik sama air
bayar, sampah juga
bayar, kan emang
enggak pusing nyari
duitnya, kalau nyari
duitnya gampang mah
engga masalah, enggak
dipusingin. Kalau
enggak bayar-bayar
bisa disita... Iya disana
runtin ada pasar rakyat.
Terus juga kalau disana
juga seminggu sekali
ada kerja bakti
warganya kalau disini
enggak ada karena ada
petugas pembersihan...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu Tina:
Disana sering ngumpul,
disini udah jarang yang
biasa ngumpul disono
enggak ngeluh kalau
banjir, malah seneng,
dibilang senengnya
kenapa, rumah kita
kebanjiran ada aja
rejekinya. Cuma memang
salahnya tinggalnya di
pinggir kali, bukan
haknya. Ya menurut orang
pemerintah sih kita
dienakin, memang secara
logika, untuk sehari-
harinya ini, tanya orang
semua orang pinggir kali
yang udah puluhan tahun,
itu kalau enggak mau gitu
bodoh banget istilahnya,
rejeki di depan mata.
Rumah enggak bayar,
tanah ke belakang masih
ada 4 meter, nanam
belimbing, cabe, sayuran
itu bisa cuma ruginya
kalau air dateng aja, kalau
musim keringnya lama.
Bisa ternak ayam, telor
ayam kampung kan 3000,
cuma ruginya kalau lagi
banjir besar ilang
kerendem, tapi 3 hari ada
lagi dari orang. Memang
keliahatan sama orang luar
aja boleh masuk, kalau
sekarang udah enggak
bebas, ditanya orang mana,
sodara siapa, tetangga
siapa, KTP ditahan, beda.
Karena disini banyak
maling, karena kan orang
luar boleh masuk, sekarang
kan ditanyain keluarga
siapa, yaudah orangnya
disuruh datang... Pernah
cuma engga ada ijazah,
padahal saya kan juga
pernah kerja dikantor jadi
cleaning servis. Ada
sambilan juga, seandainya
sabtu minggu disuruh
ngecat kantor ya saya
kerjain. Saya biar rumah
disana cuma sepotong
mending disana, rumah
enggak bayar, paling wajar
bayar. Disni bayar tiap
bulan, rumah bayar, listrik
sama air bayar, sampah
juga bayar, kan emang
enggak pusing nyari
duitnya, kalau nyari
duitnya gampang mah
engga masalah, enggak
dipusingin. Kalau enggak
bayar-bayar bisa disita...
Informan Pak
Syamsudin:
Ya paling jaga ketertiban
disini udah pisah, beda-
beda lantai, yang lantai
5 males turun kebawah
kan jadinya gitu... Kalo
di Bukit Duri enak
rame, kalo disini juga
enak cuman gitu sepi,
malem takbiran juga
sepi, masih ramean
disana Bukit Duri
walaupun di pinggir
kali... Pasar rakyat pas
beberapa hari mau 17-
an ada, rutin
dilaksanain di Bukit
Duri, kalau disini
enggak ada, paling
disini bazar gitu doang
bazar biasa aja...
kasihan orang pinggir kali
kebanjiran, tapi
hikmahnya banyak.
Apalagi anak-anak muda
tuh berenang ngumpulin
tuh galon, bagi dah tuh
uangnya, tabung gas.
Tengah malem masih bisa
berenang, kan bantuan
dari pemda ada juga
perahu karet, ya mungkin
pemerintah juga bosen,
udah gitu sorotan dari
negeri orang, yang
ngerasain mah banyak
hikmahnya...
Informan Pak Ardi:
masih enakan di Bukit
Duri daripada disini, nyari
kerja gampang, kerja apa
aja gampang, kalau disini
nanyainnya ijazah. Emang
yang kerja ijazahnya, kan
yang kerja manusianya.
Misal kita punya ijazah
tinggi tapi pas kerja
enggak ngerti, die bingung
apaan yang mau dikerjain.
Kalau saya kan udah biasa
kerja pembersihan itu
cium bau bangke udah
biasa aja, udah kebal
aja yaa, waktu bebas,
enggak terkekang, anak-
anak sampe pagi, tapi
sekarang mulai ngga
dibolehin juga sih gara-
gara ada maling motor tuh
pernah kemalingan disini
padahal ada satpam. emang
harusnya ronda kaya di
Bukit Duri. Kan banyakan
yang ronda daripada satpan
disini cuma 2 orang. Ya
sebenernya sih engga ada
larangan apa-apa, yang
penting tahu batas-batas
aja...
Informan Bu Tina:
Kalo di Bukit Duri sih gak
terlalu banyak aturan, kalo
disini banyak aturan, paling
udeh jam berapa disuruh
naik sama security. Beda
kalo di Bukit Duri anak-
anak ngumpul sampe pagi
juga gapapa, kalo disini
mah, paling udeh jam
berapa , sampe jam 10
udeh disuruh naik sama
security, dibatasin sama
security, jadi disini gak
boleh sampe 24 jam. Ngga
boleh, kalo disanakan
Bukit Duri bebas kan 24
jam, warung juga buka 24
jam kayak indomie rebus,
karena udah sepuluh tahun
lebih kerja, kalau yang
belum pernah kerja
enggak mau kan...
Informan Pak
Syamsudin:
-
Informan Bu Tina:
-
kalo disinimah dibatasin,
paling maghrib udah pada
tutup itu warung-
3. Perubahan Interaksional
Teknik
Pengumpulan
Data
Loyalitas Perasaan Nyaman Menempati Hunian
Wawancara Informan Bu Nur:
-
Informan Pak Zek:
Sebenernya ama aja, kita udah tau sifat-sifatnya kan, apalagi saya sebagai RT
udah tau warga-warga saya, tapi tetep mereka nganggep saya RT aja padahal
bukan, ada apa-apa lapor ke saya, tapi anak saya kan RT, karena saya enggak
mau, tetep aja anak saya kan kerja, jadi saya juga turun, warga kesulitan tetep
ngadu ke saya. Ada warga sepuluh bulan enggak bayar rumahnya disegel dan
harus keluar... Sama aja sebenernya disana sama disini, mereka paham, cuma
sekarang ini agak sulit juga memang, kalau saya di gedung ini agak rapih, itu
ada sumbangan warga tapi kembali lagi buat warga, operasional, 5000 atau
1000, misal ada yang meninggal bisa dari situ, nah disini memang banyak
warga bayar, kita tunjukin kita dibilang kumuh, dibilang miskin, tapi kita bisa
bayar kewajiban kita dan bisa merawat gedung ini, setiap ada pertemuan itu
saya bahas terus... Kaya kerja gotong royongnya kita juga kurang, memang
pengelola ini ada kebersihan, paling kita setiap dia libur aja, padahal disana
kita aktif gotong royong, warga semua turun, kebersihan itu itu aktif kita
walapun di pinggir kali. Kita punya kompos juga, tapi lahannya enggak ada,
kita pake kampung pulo gabung lahannya, itu masyarakat sampah yang ada
kita beli, kita olah jadi pupuk, nah itu penghijauan kita pake, karena banjir
terus, ilang terus itu pohon, saya minta gambaran juga dari aktivis UI. Untuk
kampung deret, waktu Jokowi sempet tapi keburu naik, memang responnya
Jokowi, skalanya dipikirkan juga, jangan sama rata begitu...
Informan Pak Endang:
Bukan berkurang lagi, tapi kosong, disana banjir itu juga ada hikmahnya,
Informan Bu Nur:
-
Informan Pak Zek:
warga juga merasa disini nyaman kalau gratis, saya
juga mengajukan ke DPRD tolong ada buat warga,
kedepannya warga minta solusinya dari gubernur apa
sih, cuma warga minta nanti ada hak milik untuk
warga, sementara masih bayar, tapi pemprov DKI
bilang nanti akan membayar ke penglola pengembang
bisa enggak tuh, nanti hak miliknya untuk warga... saya
mengharap guberbur karena dia janji ke masyarakat,
kan yang udah-udah janji ya cuma janji aja. Warga
Bukit Duri sangat mendukung program DKI yang
dijalankan sama gubernur tapi saya harap bisa
musyawarah tapi mereka enggak mau musyawarah,
duduk bareng untuk tau maunya masyarakat, kalau
memang enggak bisa ganti rugi ya kita minta kebijakan
untuk memperhatikan usaha-usaha masyarakat, enggak
ada sama sekali... Saya lebih milih yang kumuh tapi
nyaman nyari uang, enak tidur, enggak mikirin utang,
enggak mikir bayar aer, saya lebih baik rumah gembel
daripada rumah mewah tapi buat makan susah, katanya
anak Bapak sehat enggak kebanjiran lagi, ahhh anak
saya sehat-sehat aja, malah seneng dapet hiburan, disini
bete... Kemaren orang meninggal untuk pemakaman
disini agak sulit, bisa dati 2,5 juta, kain kafan 1 juta
hikmahnya itu dapet bantuan supermi atau indomie hampir enggak kemakan
sebulan, baju bekas, baju baru, kadang-kadang orang asing, orang arab ya
ngasih uang 50.000 udah kaya ngasih seribu rupiah, saya kan di kampung arab,
dulu tuh dari mereka beras 5kg dapet, sekarang udah enggak ada... Semenjak
datang kesitu kita nyaman, enggak pernah ada perkelahian, berantem antar
tetangga enggak ada, hubungannya harmonis. Soal kehidupan sih disana,
mudah bergaul, saling mengenalnya cepet... Eeee agak berkurang ya, mungkin
dari ekonomi agak berkurang dia, kana apa-apa perlu dana, mereka pada sibuk
bekerja atau ya mungkin ekonominya, enggak ada tambahan disini. Ngumpul
tetep, cuma berkurang jauh. Kadang kan ada perkumpulan ini ada
patungannya, terus kita lagi ga ada uangnya jadi minder. Kalau di Bukit Duri
suka dapat aja sih, kadang-kadang ada tetangga yang baik buat bayarin
sekalian. Karena disana tetangga ada pegawai bank, pegawai Telkom, dia tahu
merasa dari pada sedekah ke orang jauh mending ke tetangga yang deket...
Memang kelihatannya kebanjiran kasihan, buat orang pinggir kali, subhanallah
semuanya itu hikmah. Kita enggak ngeluh kalau banjir, malah seneng, dibilang
senengnya kenapa, rumah kita kebanjiran ada aja rejekinya. Cuma memang
salahnya tinggalnya di pinggir kali, bukan haknya. Ya menurut orang
pemerintah sih kita dienakin, memang secara logika, untuk sehari-harinya ini,
tanya orang semua orang pinggir kali yang udah puluhan tahun, itu kalau
enggak mau gitu bodoh banget istilahnya, rejeki di depan mata. Rumah enggak
bayar, tanah ke belakang masih ada 4 meter, nanam belimbing, cabe, sayuran
itu bisa cuma ruginya kalau air dateng aja, kalau musim keringnya lama. Bisa
ternak ayam, telor ayam kampung kan 3000, cuma ruginya kalau lagi banjir
besar ilang kerendem, tapi 3 hari ada lagi dari orang. Memang keliahatan sama
orang luar kasihan orang pinggir kali kebanjiran, tapi hikmahnya banyak.
Apalagi anak-anak muda tuh berenang ngumpulin tuh galon, bagi dah tuh
uangnya, tabung gas. Tengah malem masih bisa berenang, kan bantuan dari
pemda ada juga perahu karet, ya mungkin pemerintah juga bosen, udah gitu
sorotan dari negeri orang, yang ngerasain mah banyak hikmahnya. Ya yang
jelas mah karena sudah lama tinggal disana, sudah lama mengenal, ada
pegawai tinggi-tinggi banyak jadi sedekah-sedekah ke tetangga dulu. Kadang-
udah 3,5 juta, belum nyewa mobil kalau dimakamin
jauh, itu udah hampir 5 juta, udah jatoh ketiban tangga.
Disini saya belum adaptasi, kain kafan mau minta
kemana. Kalau nguburin di Bukit Duri 500 paling
gede, pemakanan 300, yang gali 200. Nah kalau yang
di Cakung enggak bisa masuk kalau enggak ada
keluarga. Mati aja susah, disini ada kematian kalang
kabut nyari kain kafan, tapi di Bukit Duri ada aja yang
nyumbang, sampe yang mandiinnya, cuma bayar
kuburan doang, disini saya bingung gimana. Emang
bener kalau ujan enggak keujanan, banjir enggak
kebanjiran, tapi disana kita nyaman, duit ada, gampang,
memang bener anak-anak disana enggak punya
halaman, disini berlebihan, cuma masalah ekonomi ini
kita bingung, kit mah cuma berdoa aja, mudah-
mudahan ada rejeki lancar bisa buat bayar rumah, bisa
buat makan... Disana nyamuk enggak ada, walaupun
pinggir kali tapi enggak ada nyamuk. Walaupun kumuh
tapi enggak ada nyamuk. Disini bekas rawa, masih ada
noh disana kali-kali yang item-tem menggenang, masih
ada. Kita udah pake autan sama kipas angin tapi masih
aja. Saya disini beda sama anak tinggalnya, saya lantai
3, anak saya lantai 2...
Informan Pak Endang:
Oh, disana walaupun kebanjiran, kendalanya memang
disana banjir, tapikalau buat hidup enakan disana, udah
puluhan tahun, udah 50 tahun... Iya, enggak ada
penghasilan, kalau buat nyaman emang disini tapi ya
karena enggak kena kebanjiran aja, padahal kalau
menurut bapak banjir itu hikmah, tadinya enggak
punya uang sama sekali jadi punya uang...
Informan Pak Ardi:
Informan Pak Enakan di Bukit Duri, ini banyakan
pegawai negeri kerjanya di Tebet, Pancoran, iya ada
kadang orang-orang tua diajak ke hotel mana sama pak kiayi, dapet amplop
500.000 per orangnya. Kadang-kadang Cina butuh selametan, kan aneh,
disiapin mobil, dibawain nasi bungkus kita, amplop juga, itu yang lucunya
sering yang Cina-Cina begitu, pernah di hotel senayan, pengusaha alkohol,
pokoknya suka ada aja, kalau disini sama sekali enggak ada... Enggak ada lah,
kita kan belom saling kenal, baru setahun, sosialisasi, kan butuh waktu, apalagi
yang tua begini, apa yang mau di sosialisasikan... Orang masjid jumatan paling
dapet 200 atau 300 ribu, lebaran haji cuma dapet sejuta lebih di masjid ini,
saking minim ekonominya mungkin. Kalau di Tebet Al-Ihtihad, solat id dapet
65 juta berapa gitu, solat jumat dapet 25 juta komplek gudang peluru tiap
bulan ngasih beras 20kg. Kalau lebaran haji daging kambing enggak kemakan,
kalau disini cuma nerima dari pemda doang sebungkus, disana sekulkas penuh.
Mungkin karena saling mengenal lama mengenal jauh, akrab... Waahh lebih
enak di bukit duri, soal gotong royong disini sih sama, tapi kan ekonomi semua
melemah, kan orang semangat dari ekonomi disana 50.000 enggak susah
banget, disini 5000 aja susah, penghasilannya sama... Iya emang itu tinggal
disana hikmahnya banyak, tetangga tuh kapan aja, sakit, meninggal, pasti
dateng apalagi orang lama, terus apalagi kalau hari libur berbondong-bondong
takziah, bisa dapet 5 juta sampe 10 juta...
Informan Pak Ardi:
Enakan di Bukit Duri, soalnya kayanya warga enggak ada yang cekcok gitu,
enggak ada yang rebut, kalau disini ribut mulu. Enggak boleh ada pintu gabruk
aja, pintu gabruk kan bukan kita yang gabrukin itu angin, disangka kita yang
nutup jadi ribut. Enggak boleh ada anak kecil main berantakan, namanya anak
kecil berantakan wajar kan enggak ngerti, misal anak kecil nyampah diomelin
dikata kita yang berantakin. Dibilang kita enggak pernah nyapu atau ngepel.
Ribut mulu gitu, makanya enakan di Bukit Duri, enggak pernah ribut saya.
Soal anak atau soal apa juga enggak pernah ribut. Kita segen ribut, kalau di
Bukit Duri aman-aman aja... Iya disana runtin ada pasar rakyat. Terus juga
kalau disana juga seminggu sekali ada kerja bakti warganya kalau disini
enggak ada karena ada petugas pembersihan. Kalau disana kerja bakti, ada
tinggal disini separuhnya, separuhnya tinggal di tempat
kerjaannya... masih enakan di Bukit Duri daripada
disini, nyari kerja gampang, kerja apa aja gampang,
kalau disini nanyainnya ijazah. Emang yang kerja
ijazahnya, kan yang kerja manusianya. Misal kita
punya ijazah tinggi tapi pas kerja enggak ngerti, die
bingung apaan yang mau dikerjain. Kalau saya kan
udah biasa kerja pembersihan itu cium bau bangke
udah biasa aja, udah kebal karena udah sepuluh tahun
lebih kerja, kalau yang belum pernah kerja enggak mau
kan... Terus nih kalau ada yang meninggal, nguburin
disini susah, mintanye 2.500.000, kalau disana juga
paling 500.000 jadi ngubur...
Syamsudin:
Kalau bedanya yaa, enak di Bukit Duri walaupun
namanya sering kebanjiran karena kita lama disana jadi
enak disana. Kalau namanya disini dibetah-betahin aja
karena enggak ada tempat tinggal lain. Nyaman mah
enak disana karena emang kita lama disana, sejak kecil,
jadi apapun yang disana enak aja. Ya emang sih disini
fasilitasnya enak,enggak kebanjiran, tapi dibandingin
disana betahan disana...
Informan Bu Tina:
Saya lebih suka tinggal di Bukit Duri enakan disana
istilahnya lebih nyaman mas... Yang pada tau
lingkungan sini itu bilangnya enakan disono, disini sepi
udah gitu banyak nyamuk, karena deket rawa mungkin
ya... Ya paling bagusnya kalo disana kan banjir, nah
disini nyamuk. sama disini bersih karena kan dibersihin
ada yang bersihin...
yang enggak mau ikut ya tapi harus nyumbang buat ngopi, rokok atau
makanan ke warga yang kerja bakti, kompak. Sekarang kan enggak ada...
Informan Pak Syamsudin:
Iya enakan disana, lebih akrab di Bukit Duri kayanya menyatu antar warga...
Udah kurang, sosialisasi dengan tetangga itu udah kurang...
Informan Bu Tina:
Pengalaman di Bukit Duri mah enakan di Bukit Duri kalo di Bukit Duri mah
enakan disana, kalo disini mah sepi... Apa ya paling itu udah sana kesini
masalah banjir paling, warga-warga sononya beda sama sini, orang-orangnya
kan bertetanggaan, beda sama sini, kalo diisni agak kurang kan paling kalo
disini udah ini langsung naik kalo disini, udeh nggak ngobrol-ngobrol, kalo di
Bukit Duri enak rame terus bisa sambil ngobrol-ngobrol kalo disono kan
begitu enak rame terus... Kalo disini kan soal kekompakkan tetangganya
kurang ini, kalo di Bukit Duri kompak orangnya, sore nih di Bukit Duri sering
ngumpul ada yang diomongin gini gini, kalo disini mah susah udah masing-
masing lah beda. Kayak di Bukit Duri, beda ya... Kalo di Bukit Duri ada lah
kayak saling ngebantu masalah apa gitu, kalo disini warganya kurang tau juga
sih, belom pernah minta bantuan gitu juga kurang deket. Walaupun udah kenal
kalo apa iya disini walauapun disana deket kalo disini udah mencar beda-beda,
susah ngumpul misal dari 5 ke atas susah capek juga tuh, apalagi gak ada lift...
Iya jarang, mungkin disana udah akrab, tapi pas pindah kesini udah beda,
namanya beda lantai, dulu sering ngobrol, sekarang udah susah...
MATRIKS DATA 3 (Selectiv Coding)
A. Perubahan Sosial Warga Bukit Duri
Perubahan Struktural Perubahan Kultural Perubahan Interaksional
Wawancara Mata Pencaharian dan
Perubahan Peran
Informan Nur:
Kadang-kadang rumahnya tuh
hanya depannya aja, dapurnya aja,
jadi mereka kadang-kadang masih
tinggal disana mereka belom
pindah kesini dengan alasan
mungkin mata pencahariaan dia
kan deket disana... Ya saya tegor
kalo gak bayar sewa, ekonomi
alasanya, memang kan kalo di
rusun ini dia kan dipindahkan ya
akar rumputnya ya, mungkin
disana dia ya ada sih yang ngeluh,
bu Nuri saya jualan disana jualan
aqua aja saya laku, jualan nasi
uduk laku keras, karena disitu kan
banyak yang dateng kan orang
luar banyak yang lewat dateng beli
gitu, lah kalo disini kan cuman
warga rusun sama-sama
ekonominya susah, “saya jual nasi
uduk bu Nuri, disini modal saya
100 ribu, lah saya disini laku nasi
uduknya cuman 20 ribu bu Nuri,
gimana saya mau bisa bayar sewa,
gitu alasanya ekonomi... untuk
faktor ekonominya ya mungkin
Kebiasaan dan Ritual yang Ditinggalkan
Informan Nur:
Iya ada, tapi warganya aja yang kadang-
kadang kurang apa ya, ya misalnya gini dia
misalanya tukang cuci kalo seandainya dia
kadang disuruh belajar menjahit, membatik ya
dia kadang ngga bisa, yaitu terkendalanya
kadang-kadang karena pendidikan, jadi gak
maksimal gitu ada pemberdayaan, mereka tuh
maunya, kalo ada sembako gratis, baru deh
mereka berbondong-bondong, ntar kalo gak
dapet protes...
Informan Zek:
Iya dulu di Bukit Duri ada pasar rakyat kita
rutin tapi disini udah ngga ada... Kaya kerja
gotong royongnya kita juga kurang, memang
pengelola ini ada kebersihan, paling kita setiap
dia libur aja, padahal disana kita aktif gotong
royong, warga semua turun, kebersihan itu itu
aktif kita walapun di pinggir kali. Kita punya
kompos juga, tapi lahannya enggak ada, kita
pake kampung pulo gabung lahannya, itu
masyarakat sampah yang ada kita beli, kita
olah jadi pupuk, nah itu penghijauan kita pake,
karena banjir terus, ilang terus itu pohon, saya
minta gambaran juga dari aktivis UI...
Informan Endang:
Frekuensi dan Keintiman
Interaksi
Informan Nur:
-
Informan Zek:
Sebenernya ama aja, kita udah tau
sifat-sifatnya kan, apalagi saya
sebagai RT udah tau warga-warga
saya, tapi tetep mereka nganggep
saya RT aja padahal bukan, ada
apa-apa lapor ke saya, tapi anak
saya kan RT, karena saya enggak
mau, tetep aja anak saya kan kerja,
jadi saya juga turun, warga
kesulitan tetep ngadu ke saya. Ada
warga sepuluh bulan enggak bayar
rumahnya disegel dan harus
keluar... Sama aja sebenernya
disana sama disini, mereka paham,
cuma sekarang ini agak sulit juga
memang, kalau saya di gedung ini
agak rapih, itu ada sumbangan
warga tapi kembali lagi buat warga,
operasional, 5000 atau 1000, misal
ada yang meninggal bisa dari situ,
nah disini memang banyak warga
bayar, kita tunjukin kita dibilang
kumuh, dibilang miskin, tapi kita
ya, kalo untuk selama ini kan unit-
unit usahanya mereka itu di dalam
rusun, jadi kalo bisa sih nanti
mendekatkan ke warga sekitar
yang lainnya gitu, jadi agak
kedepan gitu, kalo bisa warga
yang direlokasi itu jangan terlalu
jauh jaraknya dulu dia itu punya
mata pencaharian gitu soalnya ya.
Ya misalnya kan warga Pasar Ikan
yang biasa melaut kan dipindahin
kesini jauh kan gitu, ya itu kan
mungkin kendala-kendalanya itu...
Informan Zek:
Cara mencari pencarian, yang tadi
saya bilang kehidupan itu enggak
ada kehidupan disini, susah.
Contoh, mereka biasa dagang ini,
mereka untuk bisa makan aja udah
bagus untuk sekolah, nah untuk
bayar enggak dapet, syukur-
syukur bisa tapi buat nabung kita
enggak bisa. Untuk makan sama
sekolah aja udah pas. Makanya
kemaren kita minta ke pak
gubernur untuk dikasih lah arahan.
Nyari duitnya enakan di Bukit
Duri, warga Bukit Duri pagi-pagi
udah pergi kesana semua, ngojek,
kerja, nyari makan, 70% kesana
semua tiap pagi, pulang malem.
Walau dikata pinggir kali tapi
kehidupan usaha enakan disana,
Iya senang disana, sepertinya mudah,
walaupun satu rupiah, karena faktor utama
donatur yang keluar misal ada acara maulid di
masjid, yang diutamakan kan orang kaya lebih
gede ngasinya, kalau disini sama karena
ukurannya sama, disana masih kenal sama
warga yang luar... Waahh lebih enak di Bukit
Duri, soal gotong royong disini sih sama, tapi
kan ekonomi semua melemah, kan orang
semangat dari ekonomi disana... yang
ngerasain mah banyak hikmahnya. Ya yang
jelas mah karena sudah lama tinggal disana,
sudah lama mengenal, ada pegawai tinggi-
tinggi banyak jadi sedekah-sedekah ke
tetangga dulu. Kadang-kadang orang-orang
tua diajak ke hotel mana sama pak kiayi, dapet
amplop 500.000 per orangnya. Kadang-
kadang Cina butuh selametan, kan aneh,
disiapin mobil, dibawain nasi bungkus kita,
amplop juga, itu yang lucunya sering yang
Cina-Cina begitu, pernah di hotel senayan,
pengusaha alkohol, pokoknya suka ada aja,
kalau disini sama sekali enggak ada...
Informan Ardi:
Iya disana runtin ada pasar rakyat. Terus juga
kalau disana juga seminggu sekali ada kerja
bakti warganya kalau disini enggak ada karena
ada petugas pembersihan...
Informan Syamsudin:
-
Informan Tina:
bisa bayar kewajiban kita dan bisa
merawat gedung ini, setiap ada
pertemuan itu saya bahas terus...
Kaya kerja gotong royongnya kita
juga kurang, memang pengelola ini
ada kebersihan, paling kita setiap
dia libur aja, padahal disana kita
aktif gotong royong, warga semua
turun, kebersihan itu itu aktif kita
walapun di pinggir kali. Kita punya
kompos juga, tapi lahannya enggak
ada, kita pake kampung pulo
gabung lahannya, itu masyarakat
sampah yang ada kita beli, kita
olah jadi pupuk, nah itu
penghijauan kita pake, karena
banjir terus, ilang terus itu pohon,
saya minta gambaran juga dari
aktivis UI. Untuk kampung deret,
waktu Jokowi sempet tapi keburu
naik, memang responnya Jokowi,
skalanya dipikirkan juga, jangan
sama rata begitu...
Informan Endang:
Bukan berkurang lagi, tapi kosong,
disana banjir itu juga ada
hikmahnya, hikmahnya itu dapet
bantuan supermi atau indomie
hampir enggak kemakan sebulan,
baju bekas, baju baru, kadang-
kadang orang asing, orang arab ya
ngasih uang 50.000 udah kaya
ngasih seribu rupiah, saya kan di
disini tempat sih nyaman, cuma
buat usaha kita susah... Ya RT aja,
cuma ada usaha kecil-kecilan
bareng sama adek, sampe
sekarang sih masih, pas disini ya
belom ada. Pas jadi RT
pemasukan ya ada aja lah, disini
enggak ada sama sekali... Istri sih
dagang pas di sini aja, karena
jenuh kita enggak ada kegiatan,
untungnya mah ga seberapa, cuma
ngilangin stress aja... Ada, cuma
enggak digaji, kalau disana dapet
satu juta setengah. Harusnya kan
operasional ada, cuma buat
ngayomin warga setempat aja,
kalau enggak ada kan ribet juga,
ini kemana enggak keluar,
harusnya per 3 bulan atau 6 bulan
sekali keluar. Sebenernya RT juga
enggak ngarepin itu, dengan uang
itu kegiatan warga bisa berjalan
juga... Enggak, ibu rumah tangga
aja, bantu-bantu saya aja, ada aja
lobang-lobang uang disana, jauh
sama disini, disini jadi usaha,
disana istri enggak usaha, warga
bilang bu RT biasa tukang beli
sekarang malah dagang, istri
dagang lontong buat tambah-
tambahan aja, anak saya jajan 30
ribu... Iya kasihan, kaya dulu
dagang, mereka habis dimakan,
tutup...
Disana sering ngumpul, disini udah jarang
yang biasa ngumpul disono disini udah pisah,
beda-beda lantai, yang lantai 5 males turun
kebawah kan jadinya gitu... Kalo di Bukit
Duri enak rame, kalo disini juga enak cuman
gitu sepi, malem takbiran juga sepi, masih
ramean disana Bukit Duri walaupun di pinggir
kali... Pasar rakyat pas beberapa hari mau 17-
an ada, rutin dilaksanain di Bukit Duri, kalau
disini enggak ada, paling disini bazar gitu
doang bazar biasa aja...
Menyesuaikan dengan Aturan-Aturan
Baru
Informan Nur:
Memang aturannya belum ada, tapi selama ini
ya kita tuh menerima yang misalnya gini ada
di KK tuh ada orang tuanya, ibu, bapak, anak
cucu gitu aja, tidak melebih dari 8 jiwa gitu
kalo bisa, tapi kan warga relokasi biasanya
kan kadang-kadang suka lebih. ini yang
khusus aja ini sih kasuistik aja sih, hanya
mungkin ada beberapa gitu, tapi kalo pada
saat penertiban ada rusun yang kosong ya
kami berikana kepada warga yang istilahnya
yang melebihi yah kapasitasnya itu, tapi kalo
ada rusun yang kosong. Mungkin masih ada
beberapa yang kosong karena sebagian warga
Bukit Duri kadang-kadang warga direlokasi
tuh ngga semuanya rumahnya tuh direlokasi,
bongkar, kadang-kadang rumahnya tuh hanya
depannya aja, dapurnya aja, jadi mereka
kadang-kadang masih tinggal disana mereka
belom pindah kesini dengan alasan mungkin
kampung arab, dulu tuh dari
mereka beras 5kg dapet, sekarang
udah enggak ada... Semenjak
datang kesitu kita nyaman, enggak
pernah ada perkelahian, berantem
antar tetangga enggak ada,
hubungannya harmonis. Soal
kehidupan sih disana, mudah
bergaul, saling mengenalnya
cepet... Eeee agak berkurang ya,
mungkin dari ekonomi agak
berkurang dia, kana apa-apa perlu
dana, mereka pada sibuk bekerja
atau ya mungkin ekonominya,
enggak ada tambahan disini.
Ngumpul tetep, cuma berkurang
jauh. Kadang kan ada perkumpulan
ini ada patungannya, terus kita lagi
ga ada uangnya jadi minder. Kalau
di Bukit Duri suka dapat aja sih,
kadang-kadang ada tetangga yang
baik buat bayarin sekalian. Karena
disana tetangga ada pegawai bank,
pegawai Telkom, dia tahu merasa
dari pada sedekah ke orang jauh
mending ke tetangga yang deket...
Memang kelihatannya kebanjiran
kasihan, buat orang pinggir kali,
subhanallah semuanya itu hikmah.
Kita enggak ngeluh kalau banjir,
malah seneng, dibilang senengnya
kenapa, rumah kita kebanjiran ada
aja rejekinya. Cuma memang
salahnya tinggalnya di pinggir kali,
Informan Endang:
Disana memang kebanjiran, tapi
disana istilahnya hidup udah
mapan, saya kan disana pengurus
masjid jadi ada pemasukan setiap
bulannya, bersih-bersih masjid,
sumbangan dari warga ada, paling
sedikit sebulan 500 mas, kalau
disini kosong... Kendalanya disini
cuma kehidupan aja disini, kalau
enggak ada dari anak enggak ada
pemasukan, kalau disana uang
satu juta bisa, disini enggak sama
sekali nerima oang selain dari
anak... Enggak, cuma ibu rumah
tangga aja, semenjak hidup, cuma
dulu kan dirumah dagang juga,
ngewarung sembako, kalau disini
enggak, karena memang faktor
utama usia udah enggak mampu
tenaganya, yang kedua memang
udah biasa jualan di rumah, disini
enggak bisa... Turun naik ngurus
peliharaan, diempanin... Yang
punya warung aja pada tutup, abis
pembelinya lingkungan disini
juga, enggak ada orang luar,
enggak ada pegawai tingginya,
kalau disana ada pegawai
tingginya, ada orang Telkom,
kepala bank, kalau disana
walaupun di pinggir kali,
kelebihannya itu kita duduk-duduk
mata pencahariaan dia kan deket disana, jadi
ada sih yang memang yang kosong, memang
warganya belum datang aja itu sih, tapi kalo
udah selama 3 bulan atau 6 bulan ya kami
tertibkan, tapi kalo udah itu sebenernya itu
udah kelamaan itu, harus kami tertibkan...
Diundi, tapi kita upayakan yang tua-tua dulu
kita berikan dilantai yang satu, dua gitu, baru
nanti yang muda-mudanya dilantai atas-
atasnya. Ya pokoknya kan ada datanya aja nih,
pokoknya ni yang usianya diatas 60 tahun itu
baru diundi tapi dilantai 1 gitu ditaronya...
Beda-beda, bentar aku liat dulu di hp, aku gak
hafal. Kalo lagi dicari gini susah, tapi ada sih
soalnya saya itu gak hafal, yang paling mahal
itu 303.000 rupiah itu kalo gak salah, paling
murah 200, tapi nanti dulu ya ada sih satu-satu
gitu datanya. Tar dulu ini ya, soalnya saya tuh
gak hafal, oh nih 275, 250... Atau debet ke
bank, ke bank DKI langsung di auto debet,
dari tanggal 1 sampai 20 jadi proses kita ngga
ada yang megang uang tunai gitu nggak ada,
ke bank DKI gitu... Ah banyak, namanya
warga relokasi - relokasi banyak banget,
ketika kita kasih surat penertiban, teguran, itu
udah ini, ya gimana ya, namanya warga
relokasi ya. Ada sekitar 60 persen an yang
belum bayar, tapi ya mereka jadi memang
alasanya ekonomi ya, ekonomi gitu, jadi mau
gak mau ya gimana gitu. Harusnya sih
sanksinya diusir kalo sampe lebih dari 6 bulan
gitu gak bayar gitu harusnya diusir, tapi kan
ini warga relokasi, saya gak berani ngusir,
nanti saya salah lagi kan gitu, kalo warga
bukan haknya. Ya menurut orang
pemerintah sih kita dienakin,
memang secara logika, untuk
sehari-harinya ini, tanya orang
semua orang pinggir kali yang
udah puluhan tahun, itu kalau
enggak mau gitu bodoh banget
istilahnya, rejeki di depan mata.
Rumah enggak bayar, tanah ke
belakang masih ada 4 meter, nanam
belimbing, cabe, sayuran itu bisa
cuma ruginya kalau air dateng aja,
kalau musim keringnya lama. Bisa
ternak ayam, telor ayam kampung
kan 3000, cuma ruginya kalau lagi
banjir besar ilang kerendem, tapi 3
hari ada lagi dari orang. Memang
keliahatan sama orang luar kasihan
orang pinggir kali kebanjiran, tapi
hikmahnya banyak. Apalagi anak-
anak muda tuh berenang
ngumpulin tuh galon, bagi dah tuh
uangnya, tabung gas. Tengah
malem masih bisa berenang, kan
bantuan dari pemda ada juga
perahu karet, ya mungkin
pemerintah juga bosen, udah gitu
sorotan dari negeri orang, yang
ngerasain mah banyak hikmahnya.
Ya yang jelas mah karena sudah
lama tinggal disana, sudah lama
mengenal, ada pegawai tinggi-
tinggi banyak jadi sedekah-sedekah
ke tetangga dulu. Kadang-kadang
sambil serokin botol-botol,
seminggu 20.000 atau 50.000
nerima, yang penting kita rajin.
Modalnya datang sendiri, kita lagi
duduk di pinggir kali tau-tau orang
buang gabas bekas TV yang besar
kita ikat digabungin bikin perahu,
terus botol-botol plastik atau
gelas-gelas, ada kegiatan
ngumpulin. Tukang abu lewat,
borongin, 30.000 atau 20.000,
enggak pake tenaga berat, Kalau
disini enggak ada... rejeki di depan
mata. Rumah enggak bayar, tanah
ke belakang masih ada 4 meter,
nanam belimbing, cabe, sayuran
itu bisa cuma ruginya kalau air
dateng aja, kalau musim keringnya
lama. Bisa ternak ayam, telor
ayam kampung kan 3000, cuma
ruginya kalau lagi banjir besar
ilang kerendem, tapi 3 hari ada
lagi dari orang...
Informan Ardi:
Bedanya jauh, disana apa-apa
gampang, nyari usaha gampang,
semua gampang deh di Bukit Duri
daripada disini... Nyari duit
gampang gitu, kerja apa aja bisa,
disini kerja harus ada ijazahnya
SMA, kalau enggak ada ijazah
SMA enggak bisa kerja, ya mau
kerja apaan, terus bayar rusun dari
umum gitu baru ya kita berani ngusir, tapi kan
kalo warga relokasi kan ya gak berani gitu. Iya
harusnya diusir kan kita harusnya tegas,
harusnya memang diusir, tapi kan kalo warga
relokasi saya gak berani, takutnya nanti dia
lapor ke gubernur gitu kan, kesalahan lagi
kitanya. ada yang sampe 6 bulan ada, udah
disegel juga rumahnya udah disegel, tapi ya
gak tau juga nih kalo memang gubernurnya
suruh usir ya usir gitu kan, tapi takutnya kalo
kita warga relokasi diusir emang mau tinggal
dimana? Emang dia disuruh tinggal dikolong
jembatan lagi gitu dia kan ditertibin gitu kan
masa, gimana ya serba salah jadinya. padahal
udah ditertibin harusnya. Biasanya kita kasih
surat peringatan 1, 2, 3, nah nantikan ada
penyegelan gitu, tapi kan kita yaudah gitu,
nanti kan mereka berdatangan gitu, tapi kalo
mereka yang gak datang kita panggil, terus
saya bilang “kamu tuh punya utang loh, nanti
saya suruh keluarin loh” terus dia jawab “iya
bu, nanti kalo gitu pasti dicicil bu” gitu, tapi
kan tetep aja misal dia utangnya 6 bulan, tapi
dia baru bisa cicil 2 bulan, tapi kan tetep
jadinya utang,utang,utang, tapi yang penting
kalo kita sih ada niat dari dia tuh bayar gitu
aja, kalo untuk warga relokasi begitu pak,
yang penting ada niat dia untuk bayar, nah
walaupun dicicil-dicicil gitu, cicilannya tuh
ngga langsung lunas gitu gak bisa, jadi
bertahap gitu...
Informan Zek:
Bedanya disini bayar, disini serba bayar, dan
orang-orang tua diajak ke hotel
mana sama pak kiayi, dapet amplop
500.000 per orangnya. Kadang-
kadang Cina butuh selametan, kan
aneh, disiapin mobil, dibawain nasi
bungkus kita, amplop juga, itu
yang lucunya sering yang Cina-
Cina begitu, pernah di hotel
senayan, pengusaha alkohol,
pokoknya suka ada aja, kalau disini
sama sekali enggak ada... Enggak
ada lah, kita kan belom saling
kenal, baru setahun, sosialisasi, kan
butuh waktu, apalagi yang tua
begini, apa yang mau di
sosialisasikan... Orang masjid
jumatan paling dapet 200 atau 300
ribu, lebaran haji cuma dapet sejuta
lebih di masjid ini, saking minim
ekonominya mungkin. Kalau di
Tebet Al-Ihtihad, solat id dapet 65
juta berapa gitu, solat jumat dapet
25 juta komplek gudang peluru
tiap bulan ngasih beras 20kg. Kalau
lebaran haji daging kambing
enggak kemakan, kalau disini cuma
nerima dari pemda doang
sebungkus, disana sekulkas penuh.
Mungkin karena saling mengenal
lama mengenal jauh, akrab...
Waahh lebih enak di bukit duri,
soal gotong royong disini sih sama,
tapi kan ekonomi semua melemah,
kan orang semangat dari ekonomi
mana kalau kita enggak kerja,
bingung... Pembersihan, bawa
gerobak, bawa-bawain sampah
warga. Sekarang berhenti,
sekarang saya kerjanya ngojek
udah, ngojeknya di Bukit Duri, ya
karena emang gampangan disana
usahanya.. Karena jauh, jadi kan
kita anak sama bini kerja disana
jadi kita anter jemput anak bini aja
sekalian ngojek, pulang malem
sekalian jemput kita balik...
Momong anak bayi, kaya suster
aja gitu, di Bukit Duri, disini
kerjaan susah, usahanya disana-
sana juga, kalau enggak punya
kendaraan bingung juga sih,
makanya sekalian anter jemput
istri sekalian ngojek, pulang
malem... Semua-muanya enakan
di Bukit Duri, mau ngapain, mau
dagang, gampang aja kalau disini
yang beli orang-orang sini juga
orang luarnya enggak ada, kalau di
Bukit Duri orang dari mana aja
ada kesitu kalau mau belanja...
Bingungnya disini nyari kerjaan
susah, kalau disana mau apaan aja,
mau jadi kuli panggul bisa, nah
disini mau jadi kuli panggung
gimana. Terus disana bisa jualan
kantong kresek, lumayan. Disni
ijazah SMA kalo kerja, terus
kerjaannya nyapu, mana mau juga
mereka kan adaptasi semua dari kehidupan
terus sekolah dan lain-lain... Disini air pam aja
kita mahal, listrik kita langsung beli pake
voucher, kalau air sama hak sewa digabung...
tapi ngga boleh malem-malem soalnya udah
ada yang keilangan motor... Enggak, iuran
sampah itu masuknya uang sewa gedung,
kalau kalangan menengah dimanjain,
transportasi ada, fasilitas, bis sekolah ada
walaupun kurang. Tapi kan disini juga banyak
kalangan bawah, dengan kebutuhan mereka
segitu, pas-pasan...
Informan Endang:
Kalau buat enak, nyaman lebih nyaman disini,
cuma rumah kan dulu disana enggak bayar,
sekarang bayar, aer bayar... Disini hampir
kenanya keseluruhan hampir 600.000, listrik
rumah air, kalau rumah 300 lebih kalau lantai
1... Air kalau dibawah gratis untuk wudhu,
kalau dirumah kita bayar, per kubiknya 5500...
Informan Ardi:
Iya beda-beda sih, kalau saya cuma 270.000,
murah. Kalau lantai 2 atau lantai 1 sih hampir
mau 400.000... Kalau waktu bebas, awalnya
bebas orang mana aja boleh masuk, kalau
sekarang udah enggak bebas, ditanya orang
mana, sodara siapa, tetangga siapa, KTP
ditahan, beda. Karena disini banyak maling,
karena kan orang luar boleh masuk, sekarang
kan ditanyain keluarga siapa, yaudah
orangnya disuruh datang...
disana 50.000 enggak susah banget,
disini 5000 aja susah,
penghasilannya sama... Iya emang
itu tinggal disana hikmahnya
banyak, tetangga tuh kapan aja,
sakit, meninggal, pasti dateng
apalagi orang lama, terus apalagi
kalau hari libur berbondong-
bondong takziah, bisa dapet 5 juta
sampe 10 juta...
Informan Ardi:
Enakan di Bukit Duri, soalnya
kayanya warga enggak ada yang
cekcok gitu, enggak ada yang
rebut, kalau disini ribut mulu.
Enggak boleh ada pintu gabruk aja,
pintu gabruk kan bukan kita yang
gabrukin itu angin, disangka kita
yang nutup jadi ribut. Enggak
boleh ada anak kecil main
berantakan, namanya anak kecil
berantakan wajar kan enggak
ngerti, misal anak kecil nyampah
diomelin dikata kita yang
berantakin. Dibilang kita enggak
pernah nyapu atau ngepel. Ribut
mulu gitu, makanya enakan di
Bukit Duri, enggak pernah ribut
saya. Soal anak atau soal apa juga
enggak pernah ribut. Kita segen
ijazah SMA nyapu, SD juga bisa
nyapu, saya juga pernah kerja
cleaning service tapi sistemnya
kontrak...
Informan Syamsudin:
Kalau saya disana memang udah
tua enggak punya kerjaan tetap ya
serabutan aja, hari-hari memang
numpang sama anak saya disana,
disini juga numpang, disini mah
udah enggak ngapa-ngapain
enggak ada kerjaan, kalau di Bukit
Duri masih bisa kerja serabutan,
masih bisa disuruh-suruh orang,
bisa dandanin rumah, ngumpulin
kardus bisa dapat uang, kalau
disini mah cuma turun naik. Sama
sekali enggak ada kegiatan disini...
Informan Tina:
Kalo cari pencariaan disana paling
enak, kalo disinikan kurang, udah
gitu juga buka-buka ruko juga
agak sepi kalo disana kan rame...
Iya beda, mendingan di Bukit Duri
pendapatan, kita bisa, misalkan
kaya saya, biasa ada nyuci
nyetrika kan ada tambahan buat
suami, kalau disini enggak, susah,
pemasukan paling suami doang...
Enggak, orang tua saya kuli nyuci
juga dari sini ke Bukit Duri, orang
tua yang perempuan 60an usianya,
Informan Syamsudin:
Ya paling jaga ketertiban aja yaa, waktu
bebas, enggak terkekang, anak-anak sampe
pagi, tapi sekarang mulai ngga dibolehin juga
sih gara-gara ada maling motor tuh pernah
kemalingan disini padahal ada satpam. emang
harusnya ronda kaya di Bukit Duri... Ya
sebenernya sih engga ada larangan apa-apa,
yang penting tahu batas-batas aja...
Informan Tina:
Kalo di Bukit Duri sih gak terlalu banyak
aturan, kalo disini banyak aturan, paling udeh
jam berapa disuruh naik sama security. Beda
kalo di Bukit Duri anak-anak ngumpul sampe
pagi juga gapapa, kalo disini mah, paling udeh
jam berapa , sampe jam 10 udeh disuruh naik
sama security, dibatasin sama security, jadi
disini gak boleh sampe 24 jam. Ngga boleh,
kalo disanakan Bukit Duri bebas kan 24 jam,
warung juga buka 24 jam kayak indomie
rebus, kalo disinimah dibatasin, paling
maghrib udah pada tutup itu warung-warung,
kalo disana kan sampe 24 jam...
Keyakinan, Harapan dan Penilaian
Informan Nur:
Sebenernya ini sih udah bagus ya, sudah
diperbaiki ya, ya mungkin kalo untuk
kedepannya itu, untuk faktor ekonominya ya
mungkin ya, kalo untuk selama ini kan unit-
unit usahanya mereka itu di dalam rusun, jadi
kalo bisa sih nanti mendekatkan ke warga
sekitar yang lainnya gitu, jadi agak kedepan
ribut, kalau di Bukit Duri aman-
aman aja... Iya disana runtin ada
pasar rakyat. Terus juga kalau
disana juga seminggu sekali ada
kerja bakti warganya kalau disini
enggak ada karena ada petugas
pembersihan. Kalau disana kerja
bakti, ada yang enggak mau ikut ya
tapi harus nyumbang buat ngopi,
rokok atau makanan ke warga yang
kerja bakti, kompak. Sekarang kan
enggak ada...
Informan Syamsudin:
Iya enakan disana, lebih akrab di
Bukit Duri kayanya menyatu antar
warga... Udah kurang, sosialisasi
dengan tetangga itu udah kurang...
Informan Tina:
Pengalaman di Bukit Duri mah
enakan di Bukit Duri kalo di Bukit
Duri mah enakan disana, kalo
disini mah sepi... Apa ya paling itu
udah sana kesini masalah banjir
paling, warga-warga sononya beda
sama sini, orang-orangnya kan
bertetanggaan, beda sama sini, kalo
diisni agak kurang kan paling kalo
disini udah ini langsung naik kalo
disini, udeh nggak ngobrol-
ngobrol, kalo di Bukit Duri enak
masih kerja disana, jalan pagi jam
5, pulang jam 5 sore...
Akses Aktifitas Keseharian
Informan Nur:
-
Informan Zek:
Istri sih dagang pas di sini aja,
karena jenuh kita enggak ada
kegiatan, untungnya mah ga
seberapa, cuma ngilangin stress
aja... Enggak, ibu rumah tangga
aja, bantu-bantu saya aja, ada aja
lobang-lobang uang disana, jauh
sama disini, disini jadi usaha,
disana istri enggak usaha, warga
bilang bu RT biasa tukang beli
sekarang malah dagang, istri
dagang lontong buat tambah-
tambahan aja... Jadi cuma dari
anak aja, sedangkan anak aja
gajimya cuma UMR kerja di
Carefour, perlu transport. Karena
di Casablangka, lebih deket dari
bukit duri...
Informan Endang:
Jadi cuma dari anak aja,
sedangkan anak aja gajimya cuma
UMR kerja di Carefour, perlu
transport. Karena di Casablangka,
lebih deket dari bukit duri...
gitu, kalo bisa warga yang direlokasi itu
jangan terlalu jauh jaraknya dulu dia itu punya
mata pencaharian gitu soalnya ya. Ya
misalnya kan warga Pasar Ikan yang biasa
melaut kan dipindahin kesini jauh kan gitu, ya
itu kan mungkin kendala-kendalanya itu...
Sebenernya ini sih udah bagus ya, sudah
diperbaiki ya...
Informan Zek:
Maunya gini, mereka ini kan punya warisan
paling enggak gitu kan, beda sama yang
ngontrak, tolong dibedain aja, kalau disini bisa
hak milik warga itu enggak keberatan, karena
itu solusi, ya kita bayar air sama listrik enggak
keberatan asal sewanya ilangin aja, mau minta
sama gubernur seperti itu karena janjinya dia.
Kita pernah ngajuin rumah deret pas pak
Jokowi, kita juga buat yang di bawah buat
aktivitas masyarakat, udah ada di sentiong,
contohnya itu, pak Jokowi langsung mau...
saya mengharap guberbur karena dia janji ke
masyarakat, kan yang udah-udah janji ya
cuma janji aja. Warga Bukit Duri sangat
mendukung program DKI yang dijalankan
sama gubernur tapi saya harap bisa
musyawarah tapi mereka enggak mau
musyawarah, duduk bareng untuk tau maunya
masyarakat, kalau memang enggak bisa ganti
rugi ya kita minta kebijakan untuk
memperhatikan usaha-usaha masyarakat,
enggak ada sama sekali... Kalau itu kan PBB
bayar, karena itu bukan hak kepemilikan,
seharusnya mereka diarahkan sampai 20 tahun
rame terus bisa sambil ngobrol-
ngobrol kalo disono kan begitu
enak rame terus... Kalo disini kan
soal kekompakkan tetangganya
kurang ini, kalo di Bukit Duri
kompak orangnya, sore nih di
Bukit Duri sering ngumpul ada
yang diomongin gini gini, kalo
disini mah susah udah masing-
masing lah beda. Kayak di Bukit
Duri, beda ya... Kalo di Bukit Duri
ada lah kayak saling ngebantu
masalah apa gitu, kalo disini
warganya kurang tau juga sih,
belom pernah minta bantuan gitu
juga kurang deket. Walaupun udah
kenal kalo apa iya disini walauapun
disana deket kalo disini udah
mencar beda-beda, susah ngumpul
misal dari 5 ke atas susah capek
juga tuh, apalagi gak ada lift... Iya
jarang, mungkin disana udah akrab,
tapi pas pindah kesini udah beda,
namanya beda lantai, dulu sering
ngobrol, sekarang udah susah...
Kenyamanan Menempati Hunian
Informan Nur:
-
Informan Zek:
warga juga merasa disini nyaman
kalau gratis, saya juga mengajukan
ke DPRD tolong ada buat warga,
Informan Ardi:
-
Informan Syamsudin:
-
Informan Tina:
-
Pemanfaatan Lembaga Sosial
dan Ketersedian Fasilitas
Informan Nur:
Nah itu kan memang udah ada
ingub nya ya diatur, jadi para
ukpd-ukpd, skpd itu dia harus
masuk ke rusun, misalnya untuk
pemberdayaan kafe-kafe itu ada,
misalnya pelatihan perikanan,
sayur mayor hidroponik terus, dari
tata boga ada, menjahit konveksi
ada, terus batik juga ada, tapi ya
gitu warga rusun pada saat daftar
bisa 30 orang 40 orang, lama-lama
rontok jadi 7 orang, 5 orang
dengan alasan dia gak ada yang
jaga anak, anaknya masih kecil,
kemudian apa namanya, gak ada
yang nganter anak sekolah, terus
dilarang sama suaminya, disuruh
jaga rumah aja gitu, gak bakat, iya
jadi lama-lama pada rontok...
Ngga – nggak jadi deket-deket sini
kalo warga relokasi kita bantu
nah ini kemana pemerintah kan. Kalau
sertifikat nih contoh masyarakat punya
sertifikat bisa ditingkatnya, seharusnya, itu
kan ada program pro masyarakat dapet tapi
enggak banyak, yang dapet itu yang punya
duit semua, harus bayar, nah seharusnya itu
diarahin semua masyarakat sebelum digusur,
yang diganti yang punya sertifikat, yang
enggak punya enggak diganti. Ahok juga
pernah bicara di media bahwa sejarah Bukit
Duri sama Kampung Pulo itu kuat, dia
ngakuin, tapi kan kebijakannya beda, makanya
musyawarah saya minta, duduk bareng...
Pengalaman pahit warga, itu rumah warga
atau tanah adat enggak dibayar seharusnya ada
korordinasi yang baik, warga pindah kesini
kan bukan kemauan masyarakat, karena
dipaksa juga. Rumah saya disana masih ada
sedikit, masih layak dipakai sih. Nah itu
semuanya hampir 800 warga yang dipindahin
kesana, di blok cendrawasih, merak, gelatik,
sama merpati, disana blok b sama blok g, jadi
campur juga sama yang baru, Pasar Ikan sama
Kampung Melayu sedikit, paling banyak
Bukit Duri, banyak juga yang dibuang ke pulo
gebang sama PIK , sama Cakung yang
enggak dapet disini... Makanya saya mau
ketemu sama gubernur kemarin, dia enggak
mau nemuin tokohnya, saya dulu ketua di RT
05 RW 15 Bukit Duri, dan mereka enggak
mau ketemu sama kita, menurut saya
pemindahan kemari harus ada kordinasi yang
baik, mereka kan menggusur kita dengan
salah, mereka kan pake perda, dan isi dari
kedepannya warga minta solusinya
dari gubernur apa sih, cuma warga
minta nanti ada hak milik untuk
warga, sementara masih bayar, tapi
pemprov DKI bilang nanti akan
membayar ke penglola
pengembang bisa enggak tuh, nanti
hak miliknya untuk warga... saya
mengharap guberbur karena dia
janji ke masyarakat, kan yang
udah-udah janji ya cuma janji aja.
Warga Bukit Duri sangat
mendukung program DKI yang
dijalankan sama gubernur tapi saya
harap bisa musyawarah tapi mereka
enggak mau musyawarah, duduk
bareng untuk tau maunya
masyarakat, kalau memang enggak
bisa ganti rugi ya kita minta
kebijakan untuk memperhatikan
usaha-usaha masyarakat, enggak
ada sama sekali... Saya lebih milih
yang kumuh tapi nyaman nyari
uang, enak tidur, enggak mikirin
utang, enggak mikir bayar aer, saya
lebih baik rumah gembel daripada
rumah mewah tapi buat makan
susah, katanya anak Bapak sehat
enggak kebanjiran lagi, ahhh anak
saya sehat-sehat aja, malah seneng
dapet hiburan, disini bete...
Kemaren orang meninggal untuk
pemakaman disini agak sulit, bisa
dati 2,5 juta, kain kafan 1 juta udah
juga pindah sekolah deket-deket
sini, kerja sama dengan dikdas,
udah gitu kalo disini anak-anaknya
juga ada latihan menari, kemudian
juga tpa ada, bimbel, ada dari
komunitas mahasiswa, kalo nari
dari sudin pariwisata, jadi emang
semua UKPD itu masuk ke
rusun... Iya ada, tapi warganya aja
yang kadang-kadang kurang apa
ya, ya misalnya gini dia misalanya
tukang cuci kalo seandainya dia
kadang disuruh belajar menjahit,
membatik ya dia kadang ngga
bisa, yaitu terkendalanya kadang-
kadang karena pendidikan, jadi
gak maksimal gitu ada
pemberdayaan, mereka tuh
maunya, kalo ada sembako gratis,
baru deh mereka berbondong-
bondong, ntar kalo gak dapet
protes, tapi kalo istilahanya ada
yang bangsarnya pendidikan gitu
daftarnya banyak lama-lama
rontok.... Ngga – nggak jadi deket-
deket sini kalo warga relokasi kita
bantu juga pindah sekolah deket-
deket sini, kerja sama dengan
Dikdas...
Informan Zek:
Kalau siskamling ada security sih,
pernah ngadain juga tapi ya karena
udah capek, jadi ngasih duitnya
perda itu kita disebut bangunan liar. Jadi
pertama musyawarah, kedua tindakan hukum
terkait, ketiga tindakan hukum hak adat. Itu
hak adat yang mau digunakan untuk
kepentingan umum harus ada koordinasi yang
baik tapi ini enggak ada... Kalau kemarin saya
liat di berita bahwa kerugian Pemprov DKI
untuk warga hampir 2 milyar menurut saya itu
salah, harusnya enggak bicara gitu, gak etis,
kan pemda DKI itu untuk masyarakat... Saya
lebih milih yang kumuh tapi nyaman nyari
uang, enak tidur, enggak mikirin utang,
enggak mikir bayar aer, saya lebih baik rumah
gembel daripada rumah mewah tapi buat
makan susah, katanya anak Bapak sehat
enggak kebanjiran lagi, ahhh anak saya sehat-
sehat aja, malah seneng dapet hiburan, disini
bete... Mereka bisa bayar air sama listirk udah
bagus, ini digabungi, seharusnya jangan
digabung, untuk sewanya dipisah. Kalau
disegel warga mau pindah kemana, sewa di
luar kan lumayan, kemanusiaannya dimana?
Disini kan kebijakan dari dia kan karena itu
tugas dari Pemprov, warga juga memang ada
yang bener-bener enggak mampu, saya minta
SKTM dari kelurahan pulo gebang itu dikasih,
emang harus dibantu, mereka emang enggak
bisa bayar. Jadi kan digusurnya Desember,
setelah kampung pulo, itu saya bertahan
setahun setengah. Saya pribadi mendukung
program-program yang dilakukan di Jakarta,
cuma saya minta kebijakannya, rumah warga
saya di pinggiran kali terus kita diminta
pindah bayar ke pantai indah kapuk, itu kan
3,5 juta, belum nyewa mobil kalau
dimakamin jauh, itu udah hampir 5
juta, udah jatoh ketiban tangga.
Disini saya belum adaptasi, kain
kafan mau minta kemana. Kalau
nguburin di Bukit Duri 500 paling
gede, pemakanan 300, yang gali
200. Nah kalau yang di Cakung
enggak bisa masuk kalau enggak
ada keluarga. Mati aja susah, disini
ada kematian kalang kabut nyari
kain kafan, tapi di Bukit Duri ada
aja yang nyumbang, sampe yang
mandiinnya, cuma bayar kuburan
doang, disini saya bingung gimana.
Emang bener kalau ujan enggak
keujanan, banjir enggak kebanjiran,
tapi disana kita nyaman, duit ada,
gampang, memang bener anak-
anak disana enggak punya
halaman, disini berlebihan, cuma
masalah ekonomi ini kita bingung,
kit mah cuma berdoa aja, mudah-
mudahan ada rejeki lancar bisa
buat bayar rumah, bisa buat
makan... Disana nyamuk enggak
ada, walaupun pinggir kali tapi
enggak ada nyamuk. Walaupun
kumuh tapi enggak ada nyamuk.
Disini bekas rawa, masih ada noh
disana kali-kali yang item-tem
menggenang, masih ada. Kita udah
pake autan sama kipas angin tapi
masih aja. Saya disini beda sama
aja. Di Bukit Duri ada siskamling,
sampe waktu itu diserang sama
kampung pulo itu dia iri kita kok
enggak digusur-gusur, sampe
dibakar petasan itu rumah-rumah,
nah saya ke Polda Metro Jaya
tolong saya minta personil.... anak
sekolah angkutannya enggak satu
arah sama sekolahan ini masih
banyak yang masih sekolah di
Bukit Duri, karena ada busway
gratis kan. Iya kalau di Bukit Duri
busway sampe sekolahan, lebih
enak kesana daripada disini, disini
susah, bis sekolah sampe jalan
raya, turun terus jalan lagi sampe
sekolahan jauh, misal ada berapa
persen dari disni yang sekolah di
SD 05, apa salahnya sih bis
sekolah masuk kesitu. Buat apa
ada bis sekolah tapi masih jalan
kaki juga, terus kalau jumat suka
enggak ada bis sekolah... SMK di
Kayu Manis, jauh, asal pagi saya
nganterin, anak saya ngeluh terus
pengen pindah ke Bukit Duri lagi
karena capek kejauhan, disini ada
sekolah tapi anak saya tanggung,
kan enggak bisa juga disana
swasta enggak bisa masuk negeri
disini...
Informan Endang:
Enak, aman, tapi tetep aja tetangga
enggak mungkin, cuma itu yang diminta,
kalau bisa ganti untung, kalau enggak bisa ya
ganti rugi, kalau enggak bisa juga kita minta
diperhatiin di sini, didanain lah usahanya,
sampe 3 atau 6 bulan aja cukup mereka
dikasih pendanaan. Kita ini disuruh cepat-
cepat pindah sama camat sama lurah, turunnya
itu bukan dari gubernur... Kemaren orang
meninggal untuk pemakaman disini agak sulit,
bisa dati 2,5 juta, kain kafan 1 juta udah 3,5
juta, belum nyewa mobil kalau dimakamin
jauh, itu udah hampir 5 juta, udah jatoh
ketiban tangga. Disini saya belum adaptasi,
kain kafan mau minta kemana. Kalau
nguburin di Bukit Duri 500 paling gede,
pemakanan 300, yang gali 200. Nah kalau
yang di Cakung enggak bisa masuk kalau
enggak ada keluarga. Mati aja susah, disini
ada kematian kalang kabut nyari kain kafan,
tapi di Bukit Duri ada aja yang nyumbang,
sampe yang mandiinnya, cuma bayar kuburan
doang, disini saya bingung gimana. Emang
bener kalau ujan enggak keujanan, banjir
enggak kebanjiran, tapi disana kita nyaman,
duit ada, gampang, memang bener anak-anak
disana enggak punya halaman, disini
berlebihan, cuma masalah ekonomi ini kita
bingung, kit mah cuma berdoa aja, mudah-
mudahan ada rejeki lancar bisa buat bayar
rumah, bisa buat makan...
Informan Endang:
Harapan mungkin disini nanti ada perubahan
untuk kehidupan masyarakat setempat yang
anak tinggalnya, saya lantai 3, anak
saya lantai 2...
Informan Endang:
Oh, disana walaupun kebanjiran,
kendalanya memang disana banjir,
tapikalau buat hidup enakan disana,
udah puluhan tahun, udah 50
tahun... Iya, enggak ada
penghasilan, kalau buat nyaman
emang disini tapi ya karena enggak
kena kebanjiran aja, padahal kalau
menurut bapak banjir itu hikmah,
tadinya enggak punya uang sama
sekali jadi punya uang...
Informan Ardi:
Enakan di Bukit Duri, ini banyakan
pegawai negeri kerjanya di Tebet,
Pancoran, iya ada tinggal disini
separuhnya, separuhnya tinggal di
tempat kerjaannya... masih enakan
di Bukit Duri daripada disini, nyari
kerja gampang, kerja apa aja
gampang, kalau disini nanyainnya
ijazah. Emang yang kerja
ijazahnya, kan yang kerja
manusianya. Misal kita punya
ijazah tinggi tapi pas kerja enggak
ngerti, die bingung apaan yang mau
dikerjain. Kalau saya kan udah
biasa kerja pembersihan itu cium
bau bangke udah biasa aja, udah
kebal karena udah sepuluh tahun
pernah kehilangan motor... Ada
tuh jait, bordir, segala tari, tapi
saya enggak ikut itu karena udah
enggak memungkinkan usia, anak
saya juga ngga karena enggak
sempet kan kerja... Air kalau
dibawah gratis untuk wudhu,
kalau dirumah kita bayar, per
kubiknya 5500... fasilitas ada,
disediain lapangan basket... Ada
disini, kapan aja dilayanin, tapi
gimana ya kalau puskesmas itu,
tetep ada harus ke dokter luar
dokter luar keluar duitnya seratus
atau dua ratus paling sedikit... Jadi
setiap blok dikasih satu ruangan
buat masjid, tapi belom, katanya
nanti tahun 2018. Engga tau juga
beneran apa cuma janji lagi...
Masih banyak yang sekolah
disana, pada enggak mau, kalau
disana masih mendingan ada
bantuan-bantuan kalau lihat orang
tuanya mata pencariannya kecil...
Informan Ardi:
Kalau waktu bebas, awalnya bebas
orang mana aja boleh masuk,
kalau sekarang udah enggak
bebas, ditanya orang mana, sodara
siapa, tetangga siapa, KTP
ditahan, beda. Karena disini
banyak maling, karena kan orang
luar boleh masuk, sekarang kan
mayoritas pendidikannya hehe, menengah ke
bawah, sepertinya gitu, jadi ada bantuan apa
kek gitu untuk kesejahteran... jadi tetap
merasa tersingkirkan, tapi memang bukan
haknya, tapi saya sadar memang itu bukan
tanah sendiri, tanah pemerintah, kita harus
sadar lah. Kendalanya disini cuma kehidupan
aja disini, kalau enggak ada dari anak enggak
ada pemasukan, kalau disana uang satu juta
bisa, disini enggak sama sekali nerima oang
selain dari anak... Enggak, sepeser pun
enggak, tapi dulu janjinya memang begitu
sebelum digusur, kan ini manusia, harus
dimanusiakan, kan begitu, untuk apa waktu itu
diukur-ukur rumah kita, cuma nyeneng-
nyenengin, dihargain sekian buat ukuran
sekian, ya saat itu kita seneng terima aja. Ya
tapi sekarang terima aja apa adanya, tapi kan
sekarang jadi bahan omongan, karena janji,
coba kalau enggak janji... Yahhh sama sih
semuanya, kalau mau dipilih janjinya enak,
dulu biasa-biasa aja enggak merasa, kalau
sekarang merasa disingkirinnya... Dulu
janjinya ada bantuan dari pemerintah, tapi
belum ada, baru sembako pas baru-baru,
sekarang enggak ada udah berapa bulan,
mungkin dulu mau nyari masa juga kali. Yang
katanya beras miskin aja enggak ada disini,
enggak tau yang lain, cuma dulu-dulu ada...
Bukan berkurang lagi, tapi kosong, disana
banjir itu juga ada hikmahnya, hikmahnya itu
dapet bantuan supermi atau indomie hampir
enggak kemakan sebulan, baju bekas, baju
baru, kadang-kadang orang asing, orang arab
lebih kerja, kalau yang belum
pernah kerja enggak mau kan...
Terus nih kalau ada yang
meninggal, nguburin disini susah,
mintanye 2.500.000, kalau disana
juga paling 500.000 jadi ngubur...
Informan Syamsudin:
Kalau bedanya yaa, enak di Bukit
Duri walaupun namanya sering
kebanjiran karena kita lama disana
jadi enak disana. Kalau namanya
disini dibetah-betahin aja karena
enggak ada tempat tinggal lain.
Nyaman mah enak disana karena
emang kita lama disana, sejak
kecil, jadi apapun yang disana enak
aja. Ya emang sih disini
fasilitasnya enak,enggak
kebanjiran, tapi dibandingin disana
betahan disana...
Informan Tina:
Saya lebih suka tinggal di Bukit
Duri enakan disana istilahnya lebih
nyaman mas... Yang pada tau
lingkungan sini itu bilangnya
enakan disono, disini sepi udah gitu
banyak nyamuk, karena deket rawa
mungkin ya... Ya paling bagusnya
kalo disana kan banjir, nah disini
nyamuk. sama disini bersih karena
ditanyain keluarga siapa, yaudah
orangnya disuruh datang... Disana
ada ronda, kalau disini kayanya
udah enggak ada, kan ada satpam
yang jaga, satu gedung 3 orang,
enggak ada ronda, kalau disana
kan ronda 10 atau 20 orang...
Sekarang kan enggak ada, ronda
ada, enggak ada, padahal banyak
maling, harusnya dirondain juga
disini kan... . Terus juga kalau
disana juga seminggu sekali ada
kerja bakti warganya kalau disini
enggak ada karena ada petugas
pembersihan... Luas sih, 2 kamar,
ruang tengah, ruang tamu, lega,
ada kamar mandinya sendiri,
jemurnya sendiri, buat cuci
piringnya sendiri, satu rumah
semua ada... Sekolah sih deket
disitu tinggal jalan kaki aja,
nyebrang kali, sekolah SMA sama
SMP itu. SDnya deket, di
belakang gedung ini, SMP sama
SMA nyebrang pakai getek. TK
ada ada disini, di gedung ini. Ada
2 TK... Sekolah sih deket disitu
tinggal jalan kaki aja, nyebrang
kali, sekolah SMA sama SMP itu.
SDnya deket, di belakang gedung
ini, SMP sama SMA nyebrang
pakai getek. TK ada ada disini, di
gedung ini. Ada 2 TK...
ya ngasih uang 50.000 udah kaya ngasih
seribu rupiah, saya kan di kampung arab, dulu
tuh dari mereka beras 5kg dapet, sekarang
udah enggak ada... Iya senang disana,
sepertinya mudah, walaupun satu rupiah,
karena faktor utama donatur yang keluar misal
ada acara maulid di masjid, yang diutamakan
kan orang kaya lebih gede ngasinya, kalau
disini sama karena ukurannya sama, disana
masih kenal sama warga yang luar... Ya itu
udah enggak merasa pokoknya, yang penting
hikmahnya aja yang didapet, semakin banjir
besar ya itu beras numpuk, indomie numpuk,
uang saku numpuk, baju bekas tinggal pilih,
kadang-kadang dapet yang bagus. Dari orang
kaya ngasih baju bekas baju belom dipake
ada... Memang kelihatannya kebanjiran
kasihan, buat orang pinggir kali, subhanallah
semuanya itu hikmah. Kita enggak ngeluh
kalau banjir, malah seneng, dibilang
senengnya kenapa, rumah kita kebanjiran ada
aja rejekinya. Cuma memang salahnya
tinggalnya di pinggir kali, bukan haknya. Ya
menurut orang pemerintah sih kita dienakin,
memang secara logika, untuk sehari-harinya
ini, tanya orang semua orang pinggir kali yang
udah puluhan tahun, itu kalau enggak mau
gitu bodoh banget istilahnya, rejeki di depan
mata. Rumah enggak bayar, tanah ke belakang
masih ada 4 meter, nanam belimbing, cabe,
sayuran itu bisa cuma ruginya kalau air dateng
aja, kalau musim keringnya lama. Bisa ternak
ayam, telor ayam kampung kan 3000, cuma
ruginya kalau lagi banjir besar ilang
kan dibersihin ada yang bersihin...
Informan Syamsudin:
Dulu waktu di Bukit Duri kita
sering ngadain kerja bakti bersihin
lingkungan ya karena kita
kesadaran tinggal di kali dan
tetangga juga pada kompak jadi
digalakin itu yang namnya kerja
bakti bersihin sampah seminggu
sekali...
Informan Tina:
Disini sekarang dibatesin kaya ada
jam malem. Soalnya pernah ada
yang kemalingan... Yang Ibu-
Ibunya yang perempuan nih kan
suaminya kerja bakti, nah mereka
pada ngasih makanan buat yang
kerja bakti... Walaupun udah kenal
kalo apa iya disini walauapun
disana deket kalo disini udah
mencar beda-beda, susah ngumpul
misal dari 5 ke atas susah capek
juga tuh, apalagi gak ada lift...
Kalau jam segini sepi, sorean rame
pada maen sepeda segala macem,
maen bola ada lapangan bola.
Kalau fasilitas bermain di sini
cukup memadai sih ada
fasilitasnya...
kerendem, tapi 3 hari ada lagi dari orang.
Memang keliahatan sama orang luar kasihan
orang pinggir kali kebanjiran, tapi hikmahnya
banyak. Apalagi anak-anak muda tuh
berenang ngumpulin tuh galon, bagi dah tuh
uangnya, tabung gas. Tengah malem masih
bisa berenang, kan bantuan dari pemda ada
juga perahu karet, ya mungkin pemerintah
juga bosen, udah gitu sorotan dari negeri
orang, yang ngerasain mah banyak
hikmahnya...
Informan Ardi:
Saya sih enggak ada harapan untuk
pemerintah, ya kacau dah gitu, masih enakan
di Bukit Duri daripada disini, nyari kerja
gampang, kerja apa aja gampang, kalau disini
nanyainnya ijazah... Bukit Duri, dari kecil
saya, mangkaya pas digusur kayanya ngenes.
Rumah saya digusur, emang rumah bikinnya
enggak pake duit, kan pake duit, digusur aja,
penggantiannya enggak ada... Pengeluaran
sejuta, coba nanti November kalau gubernur
udah jadi datang enggak kesini terus jadi
gratis, jangan janj-janji doang. Harusnya janji
ada suratnye pake materai, jangan udah jadi
terus janji doang sama aja boong milih dia...
masih enakan di Bukit Duri daripada disini,
nyari kerja gampang, kerja apa aja gampang,
kalau disini nanyainnya ijazah. Emang yang
kerja ijazahnya, kan yang kerja manusianya.
Misal kita punya ijazah tinggi tapi pas kerja
enggak ngerti, die bingung apaan yang mau
dikerjain. Kalau saya kan udah biasa kerja
pembersihan itu cium bau bangke udah biasa
aja, udah kebal karena udah sepuluh tahun
lebih kerja, kalau yang belum pernah kerja
enggak mau kan...
Informan Syamsudin:
-
Informan Tina:
Sama aja busway sama buat anak sekolah
enggak dipisah, gabung jadi penuh, apalagi
kalau udah ada orang dari sana jadi disini
enggak kebagian. Ya harapannya itu lah biar
ada bis sekolah, untuk itu khusus, jadi enggak
padat...
Studi Dokumen Menurut Himes dan Moore (dalam
Soelaiman, 1998), dimensi
struktural dari perubahan sosial
mengacu pada perubahan-
perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat (Martono, 2014).
Menurut Himes dan Moore dikutip
(Soelaiman, 1998), dimensi
struktural mengacu pada
perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat, menyangkut
perubahan dalam peranan dan
munculnya peranan baru
(Martono, 2014).
Himes dan Moore (dalam
Soelaiman, 1998) menyatakan
bahwa perubahan dalam dimensi
struktural di antaranya meliputi:
bertambah atau berkurangnya
Dimensi Kultural perubahan sosial salah
satunya melihat perubahan budaya (aturan
baru yang berlaku) – difusi di dalam
masyarakat (Himes dan Moore dalam
Soelaiman, 1998, dikutip Martono, 2014).
Kebiasaan yang dalam hal ini adalah perilaku
keseharian dapat mengalami perubahan atau
penyesuaian – inovasi. Individu dan atau
kelompok dituntut untuk kreatif dalam
memenuhi kebutuhan atau menyesuaikan
kehidupan (Himes dan Moore dalam
Soelaiman, 1998, dikutip Martono, 2014).
Integrasi merupakan wujud perubahan kultural
yang lebih halus – terjadi penyesuaian unsur-
unsur kebudayaan yang saling bertemu
(Himes dan Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
Integrasi merupakan wujud perubahan kultural
yang lebih halus – terjadi penyesuaian unsur-
Dimensi interaksional mengacu
pada perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat mencakup di
antaranya: frekuensi dan keintiman
interaksi serta jarak sosial (Himes
dan Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
Dimensi interaksional mengacu
pada perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat mencakup di
antaranya: frekuensi dan keintiman
interaksi serta jarak sosial (Himes
dan Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
kadar peranan dan peningkatan
atau penurunan sejumlah peranan
(Martono, 2014).
Perubahan sejumlah tipe dan daya
guna fungsi sebagai akibat
perubahan struktur juga termasuk
ke dalam dimensi perubahan
struktural (Himes dan Moore
dalam Soelaiman, 1998 dikutip
Martono, 2014).
Perubahan pada lembaga sosial
juga termasuk ke dalam dimensi
perubahan struktural (Himes dan
Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
Perubahan pada lembaga sosial
juga termasuk ke dalam dimensi
perubahan struktural (Himes dan
Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
Perubahan peran dapat dilihat
sebagai perubahan dalam dimensi
struktural karena menyangkut
aspek perilaku dan kekuasaan
(Himes dan Moore dalam
Soelaiman, 1998, dikutip Martono,
2014).
unsur kebudayaan yang saling bertemu
(Himes dan Moore dalam Soelaiman, 1998,
dikutip Martono, 2014).
Dimensi Kultural perubahan sosial dapat
dilihat dari inovasi, difusi dan integrasi – yang
terjadi dalam proses perubahan budaya
masyarakat (Himes dan Moore dalam
Soelaiman, 1998, dikutip Martono, 2014).
Observasi Hari : Sabtu
Tanggal : 08 April 2017
Hari ini penulis menuju ke Bukit Duri untuk melihat situasi, untuk melihat situasi yang ada di Bukit Duri, lokasinya cukup
dekat dengan pasaraya manggarai, penulis sempat sedikit kebingungan mencari lokasi wilayah yang direlokasi, akhirnya
penulis bertanya kepada seseorang pedagang, dan penulis diarahkan melalui jalan Bukit Duri tanjakan dan diminta
mengikuti jalan sampai bertemu sungai atau kali dan itu tepatnya wilayah yang direlokasi, setelah sampai penulis
mengamati sebagian wilayah Bukit Duri ada yang sudah rata dengan tanah, penulis kemudian mampir ke warung,
sekaligus bertanya-tanya kepada warga tersebut. Warga tersebut menceritakan banyak mengenai relokasi warga, dan
mengatakan sebagian wilayah sudah di gusur semenjak 28 september 2016, dan tampak warung tempat saya membeli air
ditemboknya sudah diberi tanda akan digusur juga, namun tidak tahu waktunya, terlihat dengan menggunakan cat
bertuliskan “bidang 143” . kemudian penulis mengakhiri penulusaran karena sudah menjelang larut malam.
Hari : Senin
Tanggal : 12 Juni 2017
Hari ini penulis menuju ke Bukit Duri untuk melakukan perizinan ke Kelurahan Bukit Duri, namun kelurahan minta
penulis untuk mengajukan perizinan melalui Kantor Walikota Jakarta Selatan, namun selain itu tujuan penulis datang ke
Bukit Duri, untuk menentukan responden yang bisa menjawab pertanyaan penelitian.
Penulis kemudian bertemu dan berbincang-bincang kepada beberapa warga yang sedang berada di luar rumah Bu Lina, Bu
Leha, dan Pak Puat, namun pertama kali bertemu warga juga terlihat canggung dalam berbicara saya disangka oleh warga
merupakan orang dari pemerintah yang ingin menjadi mata-mata, namun disitu saya sekaligus menjelaskan maksud dan
tujuan penulis, sehingga warga mengerti maksud tujuan penulis menanyakan mengenai tokoh masyarakat yang sudah lama
tinggal dan kemudian direlokasi kerusun rawa bebek, kebetulan sebelumnya saya sudah pernah beli minum di warung Bu
Lina kemudian beberapa warga memberikan referensi nama orang yang mengerti dan tinggal lama di Bukit Duri yaitu Pak
Zek, Pak Endang, Pak Ardi, Bu Tina, Pak Boy, Pak Opik.
Dalam penelusuran kali ini penulis banyak mengamati, lingkungan Bukit Duri, sangat terasa sekali suasana
perkampungannya, apalagi di waktu sore hari warga-warga pun banyak yang nongkrong didepan rumah sambil ngobrol-
ngobrol santai, rumah-rumahnya pun tidak beraturan dan berdampingan dekat. walaupun didepan rumah pemandangannya
sungai, warga terlihat ramai. Karena waktu sudah menjelang sholat maghrib, penelusuran hari ini penulis cukupkan.
Hari : Selasa
Tanggal : 25 Juli 2017
Hari ini penulis menuju ke Rusun Rawa Bebek, menurut penulis ketika pertama tiba di Rusun Rawa Bebek, penulis
melihat akses menuju kelokasi cukup jauh dari jalan utama, selanjutnya penulis ke ruang kantor UPRS untuk bertemu
dengan kepala UPRS yaitu melakukan wawancara terkait informasi yang penulis butuhkan, setelah selesai mewawancarai
penulis langsung mengamati lingkungan sekitar Rusun, penulis melihat bangunan Rusun Rawa Bebek seperti semi
apartement, terlihat tertata rapih dan bersih, berbeda sekali kondisi ketika penulis melihat kondisi bangungan yang ada
dibantaran sungai di Bukit Duri, yang tidak bersih dan rapih seperti Rusun Rawa Bebek ini.
Penulis juga melihat tempat parkir motor yang tertata rapih, dan ada beberapa satpam yang berjaga di masing-masing blok
rusun, serta banyak disediakan ruko di lantai dasar untuk warga rusun berdagang, terlihat juga taman disekitar Rusun dan
ada beberapa petugas kebersihan yang melakukan perawatan taman dan kebersihan lingkungan rusun. Penulis juga melihat
ada lapangan olah raga di dalam sekitar rusun walaupun ukurannya tidak terlalu besar, kemudian juga ada sekolah Paud,
dan penulis mengamati lingkungan sekitar rusun yang menurut penulis agak tertutup dari warga asli sekitar rawa bebek,
karena lokasinya berada terpisah cukup jauh dari warga asli sekitar dan diberi dinding pembatas.
Hari : Rabu
Tanggal : 26 Juli 2017
Pada pagi ini penulis membawa surat rekomendasi dari Kantor Walikota Jakarta Selatan, kemudian menuju ke Kantor
Kelurahan Bukit Duri, karena sebelumnya sudah membuat janji dengan Pak Harisman bidang pemerintahan, saya sedikit
melakukan wawancara mengenai wilayah mana saja yang di relokasi, serta meminta data monografi wilayah Bukit Duri,
setelah selesai dari Kantor Kelurahan, saya langsung menuju ke Rusun Rawa Bebek.
Sampai dirusun rawa bebek saya langsung menuju ke 4 blok , yaitu cendrawasih, merak, merpati, dan gelatik. Pertama
saya mengunjungi salah satu informan yang saya dapat rekomendasi dari warga sekitar rusun, yaitu pak Endang, menurut
warga pak Endang merupakan orang yang sudah puluhan tahun tinggal di Bukit Duri dan menjadi pengurus salah satu
Masjid di Bukit Duri.
Tidak terlalu sulit saya menemui Pak Endang, menurut penuturan warga beliau tidak bekerja saat ini dan rutinitasnya
sholat di Masjid, saya kemudian menunggu waktu sampai zhuhur di sekitar Masjid, kemudian saya bertanya kepada
warga, untuk mengetahui keberadaan Pak Endang, ternyata Pak Endang sedang duduk berada di samping Masjid dan
menunggu waktu sholat, dan saya mengamati informan Pak Endang tersebut sedang duduk melamun, seperti orang
kebingungan. Kemudian saya menghampiri, sekaligus memperkenalkan diri serta menyebutkan maksud dan tujuan saya,
kemudian akhirnya beliau mau diwawancarai.
Kemudian setelah penulis mewawancarai Pak Endang, lalu penulis menanyakan nama Bu Tina, lalu Pak Endang lalu
menunjuk Bu Tina yang sedang menunggu Bus TransJakarta, lalu saya bertemu dengan Bu Tina, sama seperti tadi
memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan, akhirnya saya diperbolehkan mewawancarai Bu Tina. Setelah
itu penulis melanjutkan mewawancarai Tokoh Agama yaitu Pak Syamsudin yang menjadi Imam Masjid.
Selesai wawancara dengan Pak Syamsudin saya kemudian istirahat dan sholat Ashar, lalu saya melanjutkan untuk
mewawancarai Pak Ardi, saya menemui beliau di Rumahnya, dan beliau mengajak saya mengobrol di lantai dasar,
menggunakan jaket untuk ngojeg, menurutnya sekalian bersiap-siap untuk berangkat ngojeg ke Bukit Duri. Hari ini
penulis mencukupkan melakukan observasi.
Hari : Sabtu
Tanggal : 12 Agustus 2017
Pada hari ini penulis kembali lagi menuju ke Rusun Rawa Bebek, disini penulis sudah membuat janji dengan Informan
Pak Zek sebelumnya melalui telepon. Kemudian penulis bertemu dengan Pak Zek di Toko Perlengkapan Kue miliknya,
ketika penulis datang, penulis melihat bahwa Tokonya terlihat sepi pembeli dan Pak Zek sedang merokok sambil ngobrol
bersama Istrinya. Kemudian saya mewawancara Pak Zek dan Istri.
Ketika saya sedang mewawancarai Pak Zek, tampak anaknya datang menghampiri yang masih memakai seragam sekolah,
dan meminta uang jajan.
Namun yang saya amati kurang lebih 1 jam saya duduk dan ngobrol bersama, tidak terlihat satupun orang yang datang
membeli, terlihat usahanya tidak terlalu laku.
Hari : Kamis
Tanggal : 17 Agustus 2017
Siang ini setelah selesai menjadi panitia acara lomba 17 an, saya menuju ke Rumah Susun Rawa Bebek, ketika saya
sampai ternyata acaranya hampir mau selesai, namun saya mengamati bahwa acara lomba 17 an tersebut terlihat ramai dan
meriah, terlihat dari yang muda sampai yang tua hadir ikut berpartisipasi di acara tersebut. Acara lomba 17 an tersebut
dilakukan hampir dimasing-masing halaman Blok Rusun.
Menurut perbincangan dengan warga, acara tersebut cukup meriah, dan tidak berbeda jauh ketika waktu di Bukit Duri,
hanya mungkin di Bukit Duri sebelum 17 an diadakan acara Pasar Rakyat, namun di Rusun belum mulai dilakukan lagi,
dan tempat juga di Bukit Duri acara 17 an diadakan di gang sempit, di Rusun lebih luas tempatnya.
Kesimpulan Perubahan sosial dalam dimensi
struktural yang terjadi pada warga
Bukit Duri yang direlokasi ke
Rusunawa mencakup: Perubahan
mata pencaharian dan perubahan
peran, Perubahan akses aktifitas
keseharian dan Perubahan dalam
pemanfaatan lembaga sosial serta
ketersediaan fasilitas di rusun.
Perubahan mata pencaharian dan
perubahan peran dapat dilihat dari:
Perubahan pekerjaan dan
perubahan pendapatan.
Perubahan akses aktifitas
keseharian dapat dilihat dari:
kemudahan warga dalam
Perubahan sosial dalam dimensi kultural yang
terjadi pada warga Bukit Duri yang direlokasi
ke Rusunawa mencakup: Kebiasaan dan ritual
yang ditinggalkan, Penyesuaian dengan
aturan-aturan baru yang berlaku di rusun dan
Keyakinan, harapan dan penilaian warga.
Kebiasaan atau ritual yang ditinggalkan berarti
ada hal-hal yang tidak ada, tidak dilakukan
atau tidak memungkinkan dilakukan ketika
pindah ke rusun. Hal ini dapat dilihat dari:
Kebiasaan-kebiasaan umum – terkait aktifitas
keseharian, budaya warga seperti pasar rakyat,
gotong royong, memeriahkan hari
kemerdakaan dan kebiasaan-kebiasaan ketika
bulan suci ramadhan.
Menyesuaikan dengan aturan-aturan baru
Perubahan sosial dalam dimensi
interaksional yang terjadi pada
warga Bukit Duri yang direlokasi
ke Rusunawa mencakup:
Perubahan frekuensi dan interaksi
antar warga dan Kenyamanan
warga menempati rusun terkait
dengan interaksinya sehari-hari.
Perubahan frekuensi dan interaksi
warga dilihat dari bertambah atau
berkurangnya intensitas dan
keintiman interaksi tersebut –
mengaitkannya dengan loyalitas –
keterbukaan dan kekompakkan
antar warga.
Kenyamanan warga dalam
beraktifitas sehari-hari saat pindah
ke rusun. Dalam hal ini akses
mendapatkan pekerjaan.
Perubahan pemanfaatan lembaga
sosial dan ketersediaan fasilitas
dapat dilihat dari: Akses ke
lembaga pendidikan (sekolah
formal) dan akses fasilitas-fasilitas
umum maupun fasilitas yang
disediakan oleh rusun.
yang berlaku dilihat dari penerapan aturan
atau kebijakan pengelola rusun.
Keyakinan, harapan dan penilaian dilihat dari
bagaimana warga memandang, berargumen,
berharap terutama kepada pemerintah dan
kondisinya dalam menempati rusun.
menempati rusun dilihat dari
pendapat mereka, hubungan sosial
mereka serta aktifitasnya dalam
menggunakan fasilitas yang ada di
rusun.