perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar...

23
1 Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun sebelum Tsunami Samudera Hindia 2004 a Charles M. Rubin 1,2* , Benjamin P. Horton 1, 2, 3 , Kerry Sieh 1,2 , Jessica E. Pilarczyk 4 , Patrick Daly 1 , Nazli Ismail 5 , Andrew C. Parnell 6 Kedahsyatan Tsunami Samudera Hindia 2004 terlewatkan dari perhatian masyarakat pesisir dan para peneliti kebencanaan, sampai peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Serangkaian penelitian yang dilakukan pada cekungan Samudera India menemukan adanya bukti-bukti tsunami pada masa pra-sejarah, tetapi waktu dan interval perulangan dari kejadian-kejadian demikian tidak jelas. Pada penelitian ini kami menyajikan bukti perulangan stratigrafi endapan tsunami pra- sejarah yang luar biasa dalam 7400 tahun dari sebuah gua pantai di Aceh, Indonesia. Rekaman ini menunjukan setidaknya terdapat 11 bukti tsunami pada masa pra-sejarah yang melanda pantai Aceh antara 7400 sampai 2900 tahun yang lalu. Rentang waktu rata-rata antara satu kejadian dengan kejadian tsunami berikutnya adalah sekitar 450 tahun yaitu dari interval yang terlama, periode dorman sampai 2000 tahun, hingga beberapa kali kejadian tsunami yang berulang dalam rentang satu abad. Meskipun terdapat bukti bahwa kemungkinan gempabumi yang berpotensi tsunami di Propinsi Aceh relatif tinggi, interval-interval perulangan variabel ini menyiratkan bahwa periode dorman dengan tanpa kejadian yang sangat lama memungkinkan terjadi gempabumi-gempabumi pada megathurst Sunda sebesar kejadian tsunami Samudera Hindia 2004. a Diterjemahkan dari: Rubin, C., Horton, B., Sieh, K., Pilarczyk, J., Daly, P. , Ismail, N., and Parnell, A. Highly variable recurrence of tsunamis in the 7,400 years prior to the 2004 Indian Ocean tsunami. Nature Communications, 16019 doi:10.1038/ncomms16019. 1 Earth Observatory of Singapore, Nanyang Technological University, 639798 Singapore. 2 Asian School of the Environment, Nanyang Technological University, 639798, Singapore. 3 Department of Marine and Coastal Sciences, Rutgers University, New Brunswick, NJ 08901. 4 Division of Marine Science, University of Southern Mississippi, Stennis Space Center, Mississippi 39529. 5 Department of Physics/Geophysics, Faculty of Mathematic and Natural Sciences, Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia. 6 School of Mathematics and Statistics, Insight Centre for Data Analytics, University College Dublin, Belfield, Dublin 4, Ireland.

Upload: ngodat

Post on 18-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

1

Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam

7400 tahun sebelum Tsunami Samudera Hindia

2004a

Charles M. Rubin1,2*, Benjamin P. Horton1, 2, 3, Kerry Sieh1,2, Jessica E. Pilarczyk4,

Patrick Daly1, Nazli Ismail5, Andrew C. Parnell6

Kedahsyatan Tsunami Samudera Hindia 2004 terlewatkan dari perhatian masyarakat pesisir dan

para peneliti kebencanaan, sampai peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Serangkaian penelitian

yang dilakukan pada cekungan Samudera India menemukan adanya bukti-bukti tsunami pada

masa pra-sejarah, tetapi waktu dan interval perulangan dari kejadian-kejadian demikian tidak

jelas. Pada penelitian ini kami menyajikan bukti perulangan stratigrafi endapan tsunami pra-

sejarah yang luar biasa dalam 7400 tahun dari sebuah gua pantai di Aceh, Indonesia. Rekaman ini

menunjukan setidaknya terdapat 11 bukti tsunami pada masa pra-sejarah yang melanda pantai

Aceh antara 7400 sampai 2900 tahun yang lalu. Rentang waktu rata-rata antara satu kejadian

dengan kejadian tsunami berikutnya adalah sekitar 450 tahun yaitu dari interval yang terlama,

periode dorman sampai 2000 tahun, hingga beberapa kali kejadian tsunami yang berulang dalam

rentang satu abad. Meskipun terdapat bukti bahwa kemungkinan gempabumi yang berpotensi

tsunami di Propinsi Aceh relatif tinggi, interval-interval perulangan variabel ini menyiratkan

bahwa periode dorman dengan tanpa kejadian yang sangat lama memungkinkan terjadi

gempabumi-gempabumi pada megathurst Sunda sebesar kejadian tsunami Samudera Hindia

2004.

aDiterjemahkan dari: Rubin, C., Horton, B., Sieh, K., Pilarczyk, J., Daly, P., Ismail, N., and Parnell,

A. Highly variable recurrence of tsunamis in the 7,400 years prior to the 2004 Indian Ocean tsunami. Nature Communications, 16019 doi:10.1038/ncomms16019.

1Earth Observatory of Singapore, Nanyang Technological University, 639798 Singapore.

2Asian School of the Environment, Nanyang Technological University, 639798, Singapore.

3Department of Marine and Coastal Sciences, Rutgers University, New Brunswick, NJ 08901.

4Division of Marine Science, University of Southern Mississippi, Stennis Space Center,

Mississippi 39529. 5Department of Physics/Geophysics, Faculty of Mathematic and Natural

Sciences, Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia. 6School of Mathematics and

Statistics, Insight Centre for Data Analytics, University College Dublin, Belfield, Dublin 4, Ireland.

Page 2: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

Lebih dari 2 juta umat manusia diperkirakan

meninggal akibat bencana gempabumi dan

tsunami pada abad ke-21 ini1. Meskipun

perkembangan ilmu dalam bidang geodesi dan

seismologi juga telah dapat memberikan

pemahaman kepada kita tentang pola-pola

rupture dari gempa-gempa besar, namun

demikian kerusakan yang diakibatkan oleh

Tsunami Tohoku 2011 dan Tsunami Samudera

Hindia 2004 menyadarkan kita bahwa perkiraan

potensi gempabumi dan tsunami pada

hakikatnya masih belum memadai. Waktu

perulangan tsunami-tsunami besar tersebut

dapat terjadi dalam rentang waktu ratusan

hingga ribuan tahun2-5 dan informasinya tidak

semua diperoleh dalam rekaman sejarah atau

melalui kegiatan penggalian2-3. Pemahaman yang

sangat rinci tentang rentang waktu dan

perulangan kejadian tsunami-tusnami besar

sangat dibutuhkan dalam melakukan kajian

kerentanan pada masyarakat pesisir.

Gempabumi Sumatra-Andaman telah

memicu tsunami dahsyat yang meluluh-lantakan

Asia Tenggara dan Asia Selatan5-6. Pada saat itu

tidak ada rekaman sejarah yang dapat dijadikan

contoh untuk rupture sepanjang 1500 km yang

terjadi di sepanjang megathrust Sunda5 dengan

slip melebihi 20 m6-7. Dalam satu dekade sejak

tsunami Samudera Hindia, pengkajian untuk

perkiraan perulangan gempabumi dan potensi

tsunami yang terjadi pada masa pra-sejarah

masih sukar untuk dipahami. Sebagian besar

rekontruksi genangan tsunami pada masa

lampau didasarkan pada penentuan anomali

lapisan-lapisan pasir pada lingkungan yang

berenergi rendah, seperti rawa-rawa air payau

atau air tawar, danau-danau di pinggir pantai,

atau tanah sengkedan8-9. Kejadian tsunami-

tsunami purba dipelajari berdasarkan rekaman-

rekaman geologis yang diperoleh di pantai utara

Sumatra10-12, Thailand13-17, Kepulauan Andaman18,

Sri Lanka19, India timur20, dan Maladewa21, akan

tetapi timeline rekontruksinya terbatas atau

sepotong-sepotong, terhalangi oleh masalah

kelestarian rekaman, pengerjaan ulang, dan

minimnya tempat yang memungkinkan

tersimpanya endapan22.

Kami memperkenalkan gua-gua di pinggir

pantai sebagai lingkungan pengendapan yang

baru untuk rekontruksi rekaman-rekaman

tsunami. Dari itu kami menunjukan rekaman

5000 tahunan endapan tsunami secara

berkesinambungan dari sebuah gua pantai di

Sumatra, Indonesia (Gambar 1). Pada Gambar 1

Gambar 1 Keadaan tektonik dan beberapa rupture

dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang

megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture dari Gempa Bumi Samudera Hindia

20046. Bagian berwarna merah adalah perkiraan area

rupture gempa bumi Nias-Simeulue 200560

. Bagian

berwarna oranye dan hijau menandakan area gempa bumi

1881 dan 1907. Lingkaran kuning menunjukan lokasi gempa bumi 2002, 2008, dan 2010. Garis tegas menggambarkan

lintasan patahan-patahan utama secara umum dikutip dari Singh et al.

61. Pivot line menunjukan lokasi pengangkatan

dan penurunan dasar laut selama gempa bumi 20045.

Pergerakan relatif lempeng diadopsi dari Prawirodirdjo and Bock

62

ditampilkan perulangan yang tidak teratur

sebanyak 11 kejadian tsunami antara 7400

sampai 2900 tahun yang lalu. Rekaman endapan

sedimen di dalam gua tersebut menunjukan

bahwa rupture pada megathrust Sunda

bervariasi antara yang besar (yang

membangkitkan Tsunami Samudera Hindia

2004) dan yang slip lebih kecil. Kronologi dari

kejadian-kejadian tersebut menunjukan bahwa

telah terjadi perulangan beberapa kejadian

tsunami kecil dalam periode yang sangat singkat,

diikuti dengan periode akumulasi strain yang

sangat lama dan diikuti oleh kejadian tsunami-

tsunami besar. Data yang diperoleh dari gua

tersebut menujukan bahwa tsunami 2004 adalah

tsunami besar yang terbaru dalam satu

rangakaian tsunami-tsunami yang dahsyat yang

pernah terjadi paling kurang sejak awal Holosen

dan tersirat bahwa sangat memungkinkan terjadi

tsunami serupa di Samudera Hindia pada waktu-

waktu mendatang. Endapan-endapan sedimen

yang tersimpan di gua pantai tersebut

Projections of fatalities due to catastrophic earthquakes andtsunamis will likely exceed 2 million lives in the twenty-firstcentury1. Advances in geodesy and seismology have

contributed to our understanding of rupture patterns of largeearthquakes, but the devastation caused by the 2011 Tohoku-okiand the 2004 Indian Ocean tsunamis make it clear that estimatesof earthquake size and tsunami potential are woefully inadequate.The repeat times of such giant tsunamis can occur centuriesto millennia apart2–5 and are not fully captured in historicaland instrumental records2,3. A more refined understanding ofthe long-term variations in timing and recurrence of gianttsunamis is essential for producing realistic vulnerabilityassessments for coastal communities.

The great Sumatra–Andaman earthquake triggered a tsunamithat devastated south and southeast Asia5,6. At the time, there wasno known historic precedent for the 1,500 km rupture of the Sundamegathrust5, with slip exceeding over 20 m (refs 6,7). In the decadesince the Indian Ocean tsunami, the search for prehistoric estimatesof earthquake recurrence and tsunami potential remains elusive.Most reconstructions of past tsunami inundation are based onidentifying anomalous beds of sand in low-energy environments,such as salt and freshwater marshes, coastal lakes or swales8,9.Prehistoric tsunamis have been identified using such geologicalrecords from northern Sumatra10–12, Thailand13–17, AndamanIslands18, Sri Lanka19, Eastern India20 and the Maldives21, but thetimeline of their reconstructions is limited or fragmentary,hindered by preservation problems, reworking and a lack ofaccommodation space22.

We identify coastal caves as a new depositional environmentfor reconstructing tsunami records and present a 5,000 yearrecord of continuous tsunami deposits from a coastal cave inSumatra, Indonesia (Fig. 1), which shows the irregular recurrenceof 11 tsunamis between 7,400 and 2,900 years BP. Thesedimentary record in the cave shows that ruptures of the Sundamegathrust vary between large (which generated the 2004 IndianOcean tsunami) and smaller slip failures. The chronology ofevents suggests the recurrence of multiple smaller tsunamiswithin relatively short time periods, interrupted by long periodsof strain accumulation followed by giant tsunamis. The datademonstrates that the 2004 tsunami was just the latest in asequence of devastating tsunamis stretching back to at least theearly Holocene and suggests a high likelihood for future tsunamisin the Indian Ocean. The sediments preserved in the costalcave provide a unique opportunity to refine our understandingof the behaviour of the Sunda megathrust, as well as study indetail the sedimentology and hydrological characteristics oftsunami deposits.

ResultsGeologic setting. The coastal cave site is located along thenorthwestern coast of Aceh Province near the village of Lhong,35 km south of Banda Aceh (Fig. 2). This segment of the Sundamegathrust (Fig. 1) slipped as much as 20 m during the 2004rupture6,7 and produced nearly 1 m of subsidence. The 2004tsunami inundated the cave and removed vegetation off the verysteep limestone cliff to a height of B24 m above mean tidal level(MTL) which was over 10 m above the top of the cave entrance(Fig. 2). The cave entrance is 100 m back from the swash zone witha rock sill at its entrance that sits 1 m above mean tidal level(Fig. 2). The cave extends nearly 120 m into the cliff. We excavatedsix trenches at the rear of the cave (Fig. 2) and found sedimentarysequences up to 2 m thick above a limestone basement.

2004 tsunami deposit. The 2004 tsunami deposited a sand bed inall trenches, which was 20–43 cm thick. The 2004 tsunami sand

bed is laterally continuous, well-sorted, composed of fine tovery fine grained sand. In the trench nearest the cave entrance(Trench 6), the 2004 tsunami sand bed has three pulses ofcoarse material followed by subsequent fining upwards sequences(Fig. 3; Supplementary Fig. 1; Supplementary Tables 1 and 2).Basal rip-up clasts, lenticular laminations and fragments ofweathered cave chalk are common in the 2004 sand bed in alltrenches. The 2004 sand bed contains abundant, pristineforaminifera, mostly of benthic subtidal origin23, but with anotable planktonic offshore presence. Organic debris, transportedinto the cave by the tsunami and guano from the insect-feedingbats (Microchiroptera) that inhabit the cave, littered the surface ofthe 2004 tsunami deposit. The basal contact of the 2004 deposit isan erosional unconformity.

Prehistoric tsunami deposits. Beneath the 2004 tsunami deposit,we found an additional 11 sand beds (A–K) that we interpret astsunami deposits (Fig. 4). The 11 sand beds consist ofwell-sorted, normally graded, very fine sand to silt with a sharpbasal contact. There is no evidence of unconformities in thestratigraphic sequences from the trench-wall exposures(Supplementary Figs 1 and 2). Sand beds G–J have thin deposits(2–7 cm), whereas sand bed F has the thickest deposit (23 cm).Some of the sand beds have a rip-up clast-rich lower portionand a lenticular-laminated upper portion. The rip-up clasts arevery similar to the deposits that underlie them. Large detritalweathered fragments of cave chalk are preserved in the sand beds.Foraminifera are abundant, in particular in sand beds I–K (Fig. 5;Supplementary Tables 3 and 4). The provenance of theforaminifera ranges from intertidal to subtidal to offshore23.A large percentage of the foraminiferal assemblage in each sandbed is pristine (Fig. 5).

Su

nd

am

eg

at h

r us t

0 200 km100

1881(~7.9)

2005 (8.6)1861(~ 8.5)

1907(~7.6)

2004 (9.2)

Sunda plate

Indian plate53mm per year

Figure 2

N

Su

ma

t r a

2002 (7.2)2008 (7.3)2010 (7.2)

Malaysia

Pi v

ot

li n

e

98°E96°E94°E92°E

8°N

6°N

4°N

2°N

Coastalcave

Figure 1 | Tectonic setting and ruptures of major earthquakes along theSunda megathrust. The pink patch is the estimated rupture area of the2004 Indian Ocean earthquake6. The red patch is the estimated rupturearea of the 2005 Nias–Simeulue earthquake60. Orange and green patchesshow the area of the 1881 and 1907 earthquakes. Yellow circles show thelocation of the 2002, 2008 and 2010 eathquakes. Solid lines depict primaryfaults generalized from Singh et al.61. Pivot line shows location of uplift andsubsidence of the seafloor during the 2004 earthquake5. Relative platemotion is from Prawirodirdjo and Bock62.

ARTICLE NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019

2 NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications

Page 3: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

3

memberikan peluang kepada kami untuk

mengkaji lebih detail lagi pemahaman kita

terhadap aktivitas megathrust Sunda. Di

samping itu, endapan tersebut juga dapat

dijadikan untuk karakteristik sedimentologi dan

hidrologi dari endapan tsunami secara detail.

Hasil

Kondisi geologi. Gua pantai yang dikaji

terletak di pantai barat laut Provinsi Aceh,

Kecamatan Lhong, Kabupaten Aceh Besar,

dengan jarak sekitar 35 km ke selatan dari Banda

Aceh (Gambar 2). Dalam rangkaian Megathrust

Sunda (Gambar 1), pada segmen ini terjadi slip

20 m selama rupture 20046-7 dan menyebabkan

penurunan tanah hampir 1 m. Tsunami 2004

menggenangi gua tersebut dan menyapu

vegetasi yang tumbuh pada tebing batu gamping

yang curam sampai ketinggian 24 m di atas rata-

rata ketinggian pasut (MTL), yaitu mencapai 10

m dari atas pintu masuk gua (Gambar 2). Pintu

masuk gua terletak 100 meter dari zona

hempasan pantai dengan satu batuan besar pada

pintu masuknya pada ketinggian 1 m di atas MTL

(Gambar 2). Ruang gua tersebut terbentang

hampir 120 m masuk ke dalam tebing. Kami telah

melakukan eskavasi enam buah parit pada

bagian belakang gua (Gambar 2) dan

menemukan urut-urutan pelapisan sedimen

dengan ketebalan sampai 2 m di atas dasar gua

yang terbentuk dari batu gamping.

Endapan tsunami 2004. Endapan tsunami

2004 tersimpan pada semua parit dengan

ketebalan 20 – 43 cm. Lapisan pasir tsunami

2004 berkesinambungan secara lateral, sangat

terpilah, terbentuk dari ukuran butiran pasir

halus sampai dengan sangat halus. Pada parit

dekat pintu masuk gua (Parit 6), lapisan pasir

tsunami mempunyai tiga kali perulangan material

kasar yang diikuti oleh sekuensi pasir yang

semakin halus ke bagian atas (Gambar 3;

suplamentari Gambar 1; suplementari Tabel 1 dan

2). Klastis rip-up dasar, laminasi lentikuler dan

fragmen-fragmen kapur gua yang terlapukan

banyak ditemukan dalam lapisan pasir tsunami

2004 pada semua parit. Lapisan pasir 2004

banyak mengandung foraminifera yang masih

utuh, sebagian besar berasal dari subtidal benthic23, tetapi dengan kehadiran plankton

lepas laut yang sangat jelas. Debris organik,

terangkut ke dalam gua bersamaan dengan

tsunami, dan guano berupa sisa serangga yang

dimakan oleh kelelawar (Microchiroptera) yang

menghuni gua, menutupi permukaan endapan

tsunami 2004. Kontak dasar dari endapan

tsunami 2004 dalam bentuk ketidakselarasan

erosional.

Endapan-endapan tsunami purba. Di

bawah endapan tsunami 2004, kami menemukan

lagi 11 lapisan pasir (A-K) yang kami

interpretasikan sebagai endapan-endapan

tsunami purba (Gambar 4). Kesebelas lapisan

pasir tersebut terbentuk dari material yang

sangat terpilah, bergradasi normal, berupa pasir

sangat halus dan lanau dengan kontak yang

sangat tajam pada bagian dasar. Tidak terdapat

bukti ketidakselarasan dalam sekuensi stratigrafi

dari dinding parit yang dibuka (Suplementari

Gambar 1 dan 2). Lapisan G-J mempunyai

endapan-enadapan yang tipis (2 sampai 7 cm),

sedangkan lapisan pasir F mempunyai endapan

yang paling tebal (23 cm). Sebagian dari lapisan

pasir tersebut banyak mengandung klastis rip-up

pada bagian bawah dan laminasi lentikuler pada

bagian atas. Pecahan klastis tersebut sangat

sama dengan endapan yang terletak di

bawahnya. Banyak fragment detrital terlapukan

dari kapur gua tersimpan di dalam lapisan pasir

tersebut. Keberadaan foraminifera melimpah,

khususnya dalam lapisan pasir I – K (Gambar 5;

Suplementari Tabel 3 dan 4). Foraminifera

tersebut berasal dari area intertidal (zona

pasang-surut), subtidal (zona yang terkena

hempasan ombak dan daerah di bawah pasang

tertinggi dan surut terendah), sampai dengan

laut lepas23. Persentasi terbesar kumpulan

foraminifera dalam setiap lapisan pasir adalah

utuh (Gambar 5).

Lapisan-lapisan interkalasi. Lapisan-

lapisan yang banyak mengandung organik

ditemukan ditemukan antara 11 lapisan pasir

tersebut (A – K), mencerminkan kejadian

akumulasi sedimen yang sangat lambat selama

jeda antar-kejadian satu tsunami ke tsunami

berikutnya. Lapisan organik tersebut umumnya

terlaminasi sangat bagus dan memiliki rentang

ketebalan dari <1 mm sampai 9 cm (Gambar 4;

Suplementari Gambar 1 dan 2). Lapisan

interkalasi tersebut terbentuk dari pasir, teraduk

oleh tetesan air secara periodik dari atas diding

gua pada saat hujan lebat dan oleh lubang galian

serangga. Organik-organik tersebut sepertinya

Page 4: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

Gambar 2 Peta menunjukan lokasi-lokasi penelit ian dan topografi dari gua. (a) Lokasi gua dan tanah tertimbun pasir tsunami dari pantai barat laut Propinsi Aceh

12. (b) Fotografi pintu masuk gua dan garis potongan tsunami

2004 yang masih terlihat pada pepohonan. Garis potongan tersebut sekitar 10 m di atas pintu masuk gua. (c) Peta topografi

gua pantai. (d) Peta menunjukan lokasi eskavasi di gua pantai. (e) Profile topografi dari zona swash ke gua pantai.

Gambar 3 Endapan tsunamani Samudera Hindia 2004. Fotografi yang menunjukan tiga urutan endapan pasir berbutir kasar dan semakin ke bagian atas terlihat pada Parit 6. Sampel ukuran butir dari endapan 2004 yang diambil

dari Parit 6 ditampilkan pada Lampiran Tabel 3. Lihat Gambar 2 untuk lokasi Parit 6.

Intercalated beds. Organic-rich beds are found between the 11sand beds (A–K), reflecting slow sediment accumulation duringintervals between tsunamis. The organic beds are commonlyfinely laminated and range in thickness from o1 mm to 9 cm(Fig. 4; Supplementary Figs 1 and 2). The intercalated bedsconsist of sands, reworked by periodic drips of water throughthe cave ceiling during periods of high precipitation andinsect burrowing. The organics were likely produced by the sameprocesses that produce organic debris on the surface of the 2004tsunami and have been broken down by post-depositional

processes. Foraminifera are absent or in low abundances with afragmented and abraded assemblage of intertidal to subtidalto offshore species (Fig. 5), further suggesting the intercalatedbeds are reworked from the tsunami sand beds A–K. Inmany intercalated beds, we found small, pristine and fragilechalk florets.

Four mud beds appear between sand beds B–H with thicknessesup to 25 cm (Figs 4 and 5; Supplementary Figs 1 and 2). Theupper contact of the mud beds is sharp and locally eroded,consistent with the presence of rip-up clasts within the overlying

T1

T4

T2T5T6

A’

T1= Trench 1

‘A

0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 m

MTL

A Swashzone Berm Cave entrance

Coastal cave site

0 10 km

95.50°95.33°95.16°

5.16°

5.33°

5.50°

S u m a t r a

Entrance to coastal cave

2 0 0 4 t r i m l i n eCave

Hei

ght

(m)

Figure C

Pulot

Seungko Meulat

Banda Aceh

Figure D

0 20 m 0 10 m

Cr e s t

Cr e s t

50 cm

30 cm

0 cm

50 cm70 cmN

a

N

N

b

c d

e

1 m

2 m

0

T1

MTL

Limit of accommodation space

A

A’

Figure 2 | Map showing site locations and topography of the cave site. (a) Location of coastal cave site and buried soils from the northwestern coastof Aceh Province12. (b) Photograph of the coastal cave entrance and the 2004 trim line. The trim line is about 10 m above the entrance to the cave.(c) Topographic map of the coastal cave site. (d) Map showing excavations in the coastal cave. (e) Topographic profile from the swash zone tothe coastal cave.

0 25 cm

Fin

ing

upw

ards

Fin

ing

upw

ards

Fin

ing

upw

ards

25 cm

C o ars e p u ls e 1

C o ar s e p u ls e 2

C o ar s e p u ls e 3

Figure 3 | 2004 Indian Ocean tsunami deposit. Photograph showing three coarse pulses and fining upwards sequences exposed in Trench 6. Grain sizesamples for the 2004 deposit collected from Trench 6 are shown in Supplementary Table 3. See Fig. 2 for location of Trench 6.

NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019 ARTICLE

NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications 3

Intercalated beds. Organic-rich beds are found between the 11sand beds (A–K), reflecting slow sediment accumulation duringintervals between tsunamis. The organic beds are commonlyfinely laminated and range in thickness from o1 mm to 9 cm(Fig. 4; Supplementary Figs 1 and 2). The intercalated bedsconsist of sands, reworked by periodic drips of water throughthe cave ceiling during periods of high precipitation andinsect burrowing. The organics were likely produced by the sameprocesses that produce organic debris on the surface of the 2004tsunami and have been broken down by post-depositional

processes. Foraminifera are absent or in low abundances with afragmented and abraded assemblage of intertidal to subtidalto offshore species (Fig. 5), further suggesting the intercalatedbeds are reworked from the tsunami sand beds A–K. Inmany intercalated beds, we found small, pristine and fragilechalk florets.

Four mud beds appear between sand beds B–H with thicknessesup to 25 cm (Figs 4 and 5; Supplementary Figs 1 and 2). Theupper contact of the mud beds is sharp and locally eroded,consistent with the presence of rip-up clasts within the overlying

T1

T4

T2T5T6

A’

T1= Trench 1

‘A

0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 m

MTL

A Swashzone Berm Cave entrance

Coastal cave site

0 10 km

95.50°95.33°95.16°

5.16°

5.33°

5.50°

S u m a t r a

Entrance to coastal cave

2 0 0 4 t r i m l i n eCave

Hei

ght

(m)

Figure C

Pulot

Seungko Meulat

Banda Aceh

Figure D

0 20 m 0 10 m

Cr e s t

Cr e s t

50 cm

30 cm

0 cm

50 cm70 cmN

a

N

N

b

c d

e

1 m

2 m

0

T1

MTL

Limit of accommodation space

A

A’

Figure 2 | Map showing site locations and topography of the cave site. (a) Location of coastal cave site and buried soils from the northwestern coastof Aceh Province12. (b) Photograph of the coastal cave entrance and the 2004 trim line. The trim line is about 10 m above the entrance to the cave.(c) Topographic map of the coastal cave site. (d) Map showing excavations in the coastal cave. (e) Topographic profile from the swash zone tothe coastal cave.

0 25 cm

Fin

ing

upw

ards

Fin

ing

upw

ards

Fin

ing

upw

ards

25 cm

C o ars e p u ls e 1

C o ar s e p u ls e 2

C o ar s e p u ls e 3

Figure 3 | 2004 Indian Ocean tsunami deposit. Photograph showing three coarse pulses and fining upwards sequences exposed in Trench 6. Grain sizesamples for the 2004 deposit collected from Trench 6 are shown in Supplementary Table 3. See Fig. 2 for location of Trench 6.

NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019 ARTICLE

NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications 3

Page 5: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

Gambar 4 Unit-unit stratigrafi gua pantai dan

lapisan-lapisan pasir tsunami. (a) Unit-unit stratigrafi menunjukan ke-11 lapisan pasir tsunami (A - K)

dan endapan tsunami 2004. Angka-angka yang berwarna merah merujuk pada sampel radiokarbon (Tabel 1). (b)

Fotomosaik Parit 1 menujukan lokasi kesebelas lapisan pasir

tsunami, A – K. Lihat Gambar 2 untuk lokasi Parit 1.

dihasilkan oleh proses yang sama dengan

tumpukan organik di atas permukaan endapan

tsunami 2004 dan telah dirusak oleh proses-

proses setelah pengendapan. Tidak terdapat

foraminifera atau jika ada dalam jumlah yang

sangat sedikit dengan kumpulan yang

terfragmentasi dan terabrasi berasal dari spesies

zona intertidal sampai pada subtidal dan laut

lepas (Gambar 5), selain itu juga menunjukan

bahwa lapisan-lapisan interkalasi tersebut

terbentuk ulang dari lapisan-lapisan pasir

tsunami A – K. Dalam beberapa lapisan

interkalasi, kami menemukan sedikit chalk floret

yang utuh dan rapuh.

Empat lapisan lumpur terdapat antara

lapisan-lapisan pasir B – H dengan ketebalan

sampai 25 cm (Gambar 4 dan 5; Suplementari

Gambar 1 dan 2). Kontak bagian atas dari

lapisan-lapisan lumpur ini sangat tegas dan telah

mengalami pengikisan secara lokal, konsisten

dengan keberadaan runtuhan klastis dalam

lapisan pasir tsunami di atasnya. Dalam dua

lapisan lumpur terdapat foraminifera dalam

jumlah yang tidak banyak, didominasi oleh

kumpulan-kumpulan intertidal (Gambar 5;

Suplementari Tabel 3 dan 4). Akan tetapi, tidak

terdapat foraminifera dalam kedua lapisan

lumpur yang lainnya, ini menandakan bahwa

proses pengendapannya berasal dari kolam air

tawar yang ada di dalam gua. Kapur gua utuh

ditemukan di dalam beberapa lapisan lumpur

tersebut, in menunjukan bahwa proses

pengendapan terjadi dalam kondisi energi

rendah.

Batas-batas Kronologi. Kami menentukan

accelerator mass spectrometry (AMS) umur

radiokarbon detrital arang kayu dan keseluruhan

moluska yang terdapay di dalam, di bawah dan di

atas lapisan-lapisan pasir (Gambar 6; Tabel 1).

Kami menginterpretasikan sampel yang berasal

dari atas dan bawah untuk membatasi umur

maksimum dan minimum dari waktu

pengendapan lapisan pasir. Fragmen-fragmen

arang kayu dari lapisan yang banyak

mengandung sisa-sisa organik pada dasar

sekuensi sedimentari menhghasilkan umur

maksimum dari 7.672 – 7.588 tahun BP untuk

lapisan pasir A. Arang kayu dari sebuah lapisan

lumpur (5.583 – 5.331 tahun BP) adalah umur

maksimum untuk lapisan pasir F. Cangkang

kerang utuh dalam lapisan pasir F memberikan

umur sekitar 5.258 – 4.552 tahun BP. Arang kayu

menghasilkan umur sekitar 3.362 – 3.246 tahun

BP dan 3.363 – 3.245 tahun BP, masing-masing

untuk lapisan pasir G dan H. Umur arang kayu

tsunami sand beds. In two mud beds foraminifera are present inlow abundances, dominated by , intertidal assemblages (Fig. 5;Supplementary Tables 3 and 4). However, foraminifera are absentin the other two mud beds, suggesting deposition by freshwater

ponding in the cave. Pristine cave chalk is found in some mudbeds, further supporting deposition in low-energy conditions.

Chronological constraints. We obtained accelerator massspectrometry (AMS) radiocarbon ages on pieces of detritalcharcoal and whole molluscs from within, below and above thesand beds (Fig. 6; Table 1). We interpret the two bracketing datesas maximum and minimum ages for the timing of sand beddeposition. Fragments of charcoal from an organic-rich bed at thebase of the sedimentary sequence yield a maximum age of 7,672–7,588 years BP for sand bed A. Charcoal from a mud bed (5,583–5,331 years BP) is the maximum age for sand F. A pristinemollusc shell within the sand bed F provide an age of 5,258–4,552years BP. Charcoal yield ages of 3,362–3,246 years BP and 3,363–3,245 years BP for sand beds G and H, respectively. Multiplecharcoal dates from sand beds I, J and K provide age ranges of3,366–3,221 years BP, 3,464–3,068 years BP and 2,975–2,772years BP, respectively.

DiscussionCoastal caves have not previously yielded prehistoric records oftsunamis. Indeed, the cave’s sheltered location and absenceof human activity suggest that these sand beds represent thebest-preserved and most complete tsunami history for the IndianOcean between 7,400 and 2,900 years BP. The cave’s interiorprotects the tsunami deposits from erosion. The rock sill near thecave entrance (Fig. 2) mitigated the erosional impact of tsunamisthat are found at elevations beneath the sill. However, depositsabove the rock sill are vulnerable to scouring from subsequentevents. The cave’s location also disfavours sand bed deposition orre-working by intense storms12,14. Exposure to tropical cyclonesis limited due to the lack of Coriolis force near the equator24,25.In addition, the track of any tropical cyclones that originate inIndian Ocean will move towards India, Bangladesh or Myanmarwithout producing a storm surge in Sumatra14,26. Althoughtropical cyclones do strike eastern Thailand, they dissipate aftercrossing the Malay Peninsula and Sumatra before movingoffshore along Sumatra’s west coast (for example, tropicalstorm Vamei in 2001 (refs 27,28)).

The stratigraphic and microfossil data of the 11 prehistoricsand beds (A–K) resemble the 2004 tsunami as well as tsunamideposits described elsewhere. Rip-up clasts at the base ofsand beds and sharp basal contacts suggest erosion occurred atthe beginning of the tsunami inundation as the surgeentered the cave. Normally graded sand beds indicate settlingfrom suspension following tsunami inundation in the cave9,29.The normal grading suggests that each bed resulted from a single(rather than multiple) instance of the cave filling with water anddraining. The foraminifera assemblage of the sand beds weredominated by intertidal to subtidal to offshore species.Marine foraminifera often dominate tsunami deposits becauseof the landward transport and deposition of scoured marinesediment23,30. The taphonomic (or surface) condition of indivi-dual foraminifera distinguishes the tsunami sand beds and theintercalated beds (Fig. 5). The foraminifera of the tsunami sandbeds is predominantly pristine suggesting the foraminifera wereentrained from a protected subtidal substrate31,32.

We have also identified cave chalk weathering as a newindicator of tsunami inundation. Large fragments of weatheredcave chalk are preserved in the sand beds. These fragments mostlikely fell from the cave ceiling and were weathered due toabrasion by tsunami transport. In contrast, we found pristine andfragile chalk florets in the organic and mud beds.

Holocene relative sea-level reconstructions from the Indo-Pacificregion are characterized by a mid-Holocene sea-level high stand of

t1183/82

other sandorganic-rich sandother sand

t6 (72)other sand

other sandorganic-rich sand

other sand

Organic — rich grey to black sand

T1

t6

t8 (74)t9

T2

Muddy clayMuddy clay

A

B

C

D

E

F

GHIJ

K

2004

Sand A

Sand B

Sand C

Sand D

Sand E

Sand F

Sand GSand HSand ISand J

Sand K

2004

Mud - tanto brown

Sand — very fine to fine grey sand

Bedrock

Other sand — very fine brown to red sand

cm

0 20 40

Centimeters along trench wall

a

b

1

2

15

3

14*

13

12

11

456 7

8 910

14C detrital charcoal

14C bivalve

0

20

40

60

80

100

120

140

14C gastropod

* Projected from other trench wall

Figure 4 | Coastal cave stratigraphic units and the tsunami sand beds.(a) Stratigraphic units showing the 11 tsunami sand beds (A–K) and the2004 tsunami deposit. Red numbers refer to the radiocarbon samples(Table 1). (b) Photomosaic of Trench 1 showing location of the 11 sand beds,A–K. See Fig. 2 for location of Trench 1.

ARTICLE NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019

4 NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications

Page 6: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

6

Gambar 5 Stratigrafi dan bukti mikrofosil yang menandakan kejadian-kejadian tsunami. Panah-panah vertikal menunjukan pasir yang berbutur semakin halus ke bagian atas dan panah-panah horisontal menunjukan

urutan pasir kasar. Rata-rata ketebalan dari unit-unit yang diambil tampilan vertikal Parit 1, dinding-dinding parit A, B, C, dan

D. Ukuran butir dari Lampiran Tabel 1; data foraminifera dari Lampiran Tabel 2.

dari lapisan pasir I diperoleh sekitar 3.366 –

3.221 tahun BP, lapisan J sekitar 3.464 – 3.068

tahun BP, dan lapisan K sekitar 2.975 – 2.772

tahun BP.

a few decimetres to several metres33,34, but the presence or absenceof such a highstand may be controlled by local tectonic processes35.A record of buried soils from the northwestern coast of AcehProvince suggest that relative sea-level rose during the early andmid-Holocene from ! 5 m at B7,900 years BP to ! 1.6 m atB5,700 years BP12. Relative sea-level was below present until atleast 3,800 years BP. In the late Holocene, relative sea-levelstabilized within 0.4 m of modern sea-level12,22,33. This graduallong-term relative sea-level rise without a mid-Holocene highstand

created a time-window for tsunami deposits and intercalated bedsto aggrade without a significant interruption in sedimentation36

(Fig. 7).The cave probably contained stratigraphic evidence of recent

historic tsunamis from 2,900 years BP to the 2004 Indian Oceantsunami that have been identified elsewhere in the region10,14, butthese were most likely removed by subsequent tsunamisinundating the cave as indicated by the erosional unconformitybeneath the 2004 deposit (Figs 4 and 7; Supplementary Fig. 1).

A

Str

atig

raph

ic th

ickn

ess

(cm

)

1,500 3,000

1,500 3,000

No. individualsper 1 cm3

No foraminifera

For

amin

ifera

lta

xono

my

For

amin

ifera

lta

phon

omy

Concentration offoraminifera

Planktic

SubtidalIntertidal

Pristine

Fragmented

Abraded

2004 tsunami

B

C

D

E

F

GH

I

J K

w

w

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Stratigraphy Grainsize Event # Evidence for tsunami

S:

R:

F:

L:

F L Co ChS R Fu Cp

w

p Pristine

Weathered

None

Cave chalk

Co:

Ch:

Fu:

Cp:

Stratigraphy

Rip up clast

Faulting

Liquefaction

Collapse pit

Channelling

Fining upward

Coarse pulse

Breccia

Laminated organic sandand guano

Sand — very fine to fine grey sand

Other sand — very fine brown tored sand

Mud — tan to brown

Cav

e ch

alk

taph

onom

y

8

12

11

10.110

98.38.2

7.1

5.3

5.1

4.1

3.2

2.2

1.3

1.1

1

6

7.2

2

8.1

2.1

7.3

10.2

5.5

5.2

4

1.4

5

3

1.2

5.4

3.1

Unconformity

Unit #

p

p

w

w

p

w

w

w

w

w

w

wp

X

X

X

p

Figure 5 | Stratigraphic and microfossil evidence for tsunamis. Vertical arrows show fining upwards sand and horizontal arrows indicate coarse sandpulse. Average thickness of units taken from Trench 1 vertical exposures, trench walls A, B, C and D. Grain size from Supplementary Table 1; foraminiferadata from Supplement Table 2.

NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019 ARTICLE

NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications 5

Page 7: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

7

Gambar 6 Model Bayesian menunjukan waktu dari kejadian-kejadian tsunami (a) Kami menggunakan

model Bayesian bias untuk lapisan-lapisan pasir A – K yang secara simultan mengkalibrasi semua umur radiokarbon, menggabungkan prinsip superposisi dan batasan dari rentang umur, yang mana terletak antara atau di luar rentang umur

tsunami secara langsung (lihat pada bagian metode). Model tersebut cocok menggunakan pendekatan Markov chain Monte

Carlo55,63

. Umur radiokarbon dikalibrasi dengan Calib rev. 6.0.053

, rentang umur muncul dengan 95.4% HDR (standar deviasi ~2), di mana tahun ‘sebelum sekarang’ (BP) adalah tahun-tahun sebelum 1950 A.D. (Tabel 1). (b) Ketebalan sedimen dari

lapisan-lapisan pasir dan endapan tsunami Samudera Hindia 2004. Ketebalan stratigrafi tersebut adalah ketebalan rata-rata melintang 29 bagian vertikal dari Parit 1 penampang A dan C (Lampiran Tabel 5).

Pembahasan

Gua-gua pantai sebelumnya belum pernah

dimanfaatkan untuk kajian rekaman tsunami

purba. Lokasi gua pantai ini yang terlindung dan

ketiadaan aktivitas manusia menjamin bahwa

lapisan-lapisan pasir di dalam gua ini terawetkan

dengan baik dan menyajikan rekaman sejarah

gempa yang lengkap untuk Samudera Hindia

antara 7.400 dan 2.900 tahun BP. Interior gua

tersebut melindungi endapan-endapan tsunami

dari proses erosi. Bongkahan batu mendatar

dekat dengan pintu masuk gua (Gambar 2)

menjaga pengaruh erosi yang terjadi akibat

tsunami yang lapisan pengendapannya terdapat

di bawah ketinggian batu pada pintu masuk gua

tersebut. Akan tetapi endapan-endapan yang

berada di atas bongkah batu ini sangat rentan

untuk terkikiskan dari kejadian-kejadian

setelahnya. Letak dan posisi gua tersebut juga

The missing stratigraphic record coincides with the continuedaggradation of the nearby coastal plain12. Stratigraphical recordsof late Holocene tsunamis are generally restricted to environ-ments with sufficient accommodation space, such as interveningcoastal swales between ridges10,14, estuaries and ponds whereoverwash deposits are protected from erosion by rapid growth ofvegetation or deposition of sediment36.

Independent evidence for tsunami inundation in the cavecomes from stratigraphy of nearby coastal lowlands12,37. Threecoseismic subsidence events and seven tsunamis between B7,500and 3,800 years BP are documented in the stratigraphy of thewest coast of northern Sumatra12. During this time interval,the cave sequence preserves an identical number of tsunamis(that is, sand beds A–G; Fig. 6 and Table 1). Offshore of Sumatra,Patton et al.38 identified 11 deep-sea turbidites along theAndaman–Aceh slip patch between B6,500 and 2,700 yearsBP. Although the number of events is the same, the timing of theevents is different. The deep-sea turbidite record does not capturethe tightly clustered tsunamis (sand beds G–J) and the large gapin time between tsunamis F and G. The discrepancies suggest thatruptures along the Sunda megathrust do not always trigger bothtsunami deposits and turbidites.

Since the 2004 tsunami, considerable evidence for prehistorictsunamis has been obtained from sites around the IndianOcean13–16,18,20,21,39–43. However, studies with time spanscomparable to the cave are restricted to Sri Lanka19 and theMaldives21. In southern Sri Lanka, Jackson et al.19, identifiedseven tsunami sand beds between B6,700 and 2,400 year BP.Klostermann et al.21 identified three tsunami sand beds betweenB5,600 and B2,900 years BP in the Maldives. However, thesefar-field records do not capture the tightly clustered tsunamis(sand beds G–J) and have events that span the large gap in timebetween tsunami sand beds F and G. The far-field seismic sourcesfor these tsunamis are uncertain. For example, slip along themegathrust near the Andaman–Nicobar Islands are potentialseismic sources for tsunamis in Sri Lanka and the Maldives44.In addition, the faults along the southern coast of Pakistanare potential seismic sources for tsunamis in the Maldives44.The immediate proximity of the cave to the Sunda megathrustprovides a more reliable indicator of tsunamis generated byruptures of the megathrust than far-field records.

The chronology from accelerator mass spectrometry (AMS)radiocarbon ages from the sand beds of the coastal cave and thestratigraphy of the nearby coastal lowlands12,37, combined within a

K

7,5007,0006,5006,0005,5005,0004,5004,0003,5003,000Age (years BP)

J

I

H

G

F

E

D

C

B

A

Dated tsunami (this study)

Known, undated tsunami14

Dated buried soil14

Dated, known tsunami14

3025201550

HGFEDCBA

IJK

2004

San

d la

yers

Stratigraphic thickness (cm)10

ab

2,164 year gap

Clusteredtsunamis

Figure 6 | Bayesian model showing timing of tsunamis. (a) We use a custom Bayesian model for sand beds A–K that simultaneously calibrates allradiocarbon dates, incorporates the law of superposition and the constraints of limiting dates, which lie between or beyond the range of the directly datedtsunamis (Methods section). The model is fitted using a Markov chain Monte Carlo approach55,63. Radiocarbon ages calibrated with Calib rev. 6.0.0(ref. 53), age ranges appear with 95.4% highest density region (HDR) (B2 s.d.), where years ‘before present’ (BP) is years before A.D. 1950 (Table 1). (b)Sediment thickness of the sand beds and the 2004 Indian Ocean tsunami deposit. The stratigraphic thickness is the average thickness across 29 verticalsections in Trench 1 Faces A and C (Supplementary Table 5).

ARTICLE NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019

6 NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications

Page 8: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

8

Gambar 7. Model endapan tsunami di bagian dalam gua. Model kami menunjukan perkembangan

tempat pengendapan dan akumulasi tumpukan lapisan-lapisan tsunai A – K dan tsunami Samudera Hindia 2004 di

dalam gua pantai tersebut.

tidak memungkinkan terjadinya pengendapan

atau pengerjaan ulang sedimen pasir akibat dari

angin badai12,14. Paparan terhadap siklon tropis

sangat terbatas karena kecilnya gaya koriolis

pada kawasan dekat karis khatulistiwa24,25. Selain

itu, jejak-jejak siklon tropis yang berasal dari

Samudera Hindia biasanya bergerak menuju

kawasan India, Bangladesh atau Myanmar tanpa

menghasilkan gelombang badai di Sumatera14,26.

Meskipun siklon-siklon tropis ada yang melanda

bagian timur Thailand, siklon tersebut akan

melemah ketika memotong Semenanjung Malaya

dan Sumatera sebelum bergerak ke laut lepas

sepanjang pantai barat Sumatera (yaitu siklon

tropis Vamei pada tahun 200127, 28).

Data stratigrafi dan microfossil dari 11 lapisan

pasir tsunami purba (A – K) menyerupai tsunami

2004 dan endapan tsunami yang dipelajari pada

tempat-tempat lain. Runtuhan klastis pada dasar

lapisan pasir dan kontak yang tajam dengan

dasar menandakan bahwa terjadi erosi pada

tahap awal genangan tsunami ketika arus masuk

ke dalam gua. Lapisan-lapisan pasir yang

tergradasi normal menunjukan bahwa terjadi

pendiaman genangan setelah tsunami masuk ke

dalam gua9,29. Grading normal menunjukan

bahwa setiap lapisan dihasilkan dari satu kali

proses masuk dan keluarnya air di dalam gua

(bukan proses berkali-kali). Kumpulan

foraminifera dari lapisan-lapisan pasir tersebut

didominasi oleh spesies-spesies dari intertidal,

subtidal sampai laut lepas. Foraminifera marin

sering mendominasi endapan-endapan tsunami,

karena transportasi ke darat dan pengendapan

kikisan sedimen laut23,30. Keadaan taphonomic

(permukaan) dari setiap foraminifera

membedakan lapisan-lapisan pasir tsunami dan

lapisan-lapisan interkalasi (Gambar 5).

Foraminifera dari lapisan-lapisan pasir tsunami

tersebut umumnya masih utuh menunjukan

foraminifera tersebut masuk dari subtrat subtidal

yang terlindungi31,32.

Kami juga mengidentifikasikan kapur gua

yang terlapukan sebagai indikator baru genangan

tsunami. Pecahan-pecahan besar dari kapur gua

terlapukan awet dalam lapisan-lapisan pasir

tersebut. Pecahan-pecahan ini umumnya jatuh

dari langit-langit gua dan terlapukan karena

abrasi oleh transpor tsunami. Sebaliknya kami

menemukan pecahan kapur yang utuh dan rapuh

dalam lapisan-lapisan lumpur dan organik

tersebut. Bayesian framework (Fig. 6; Methods section), provides thechronology of tsunamis between 7,400 and 2,900 years BP(Table 1). The chronology suggests an average recurrence interval

of 456 years between 7,400 and 2,900 years BP with a largeuncertainty (95% C.I. 1–2,210) (Fig. 6; Supplementary Table 7). Asimilar average recurrence interval (600–900 years) was estimatedfrom the nearby coastal lowlands of northwestern Aceh Provincebetween 7,400 and 3,800 years BP12. The tsunami record from SriLanka19 suggested an average recurrence interval of B360 yearsbetween 6,600 and 4,200 year BP.

The tsunami record from the cave, however, indicates a dramaticvariation in recurrence interval. Between 7,400 and 5,500 years BP,the recurrence interval for tsunamis A to F was 681 years (95% C.I.11–2,222) (Fig. 6). But after 5,500 years BP, the coastal cave has anage gap of 2,164 years (95% C.I. 1,997–2,247) between tsunamisF and G. Four tightly clustered tsunamis (G–J) occurred between3,400 and 3,300 years BP with an average recurrence interval of 16years (95% C.I. 0–55). The most recent tsunami (K) recorded in thecoastal cave occurred at 2,900 years BP, with a recurrence intervalof 426 years (95% C.I. 357–505). Although the time span of thenorthern Simeulue coral microatoll record is limited to the lastmillennium, it shows a similar large variation of recurrenceintervals from 56 years to B550 years39.

There is a correlation between the thickness of tsunami sandbeds and recurrence intervals in the cave (Fig. 6). The thinner sandbeds (G–J) have the smallest recurrence intervals and werepreceded by the largest age gap between tsunamis (Suppleme-ntary Fig. 4). The thickest sand bed (F) preceded the large age gap,with a thickness similar to the 2004 tsunami sand bed. Althoughvariations of offshore sediment availability or lateral shorelinechanges might play a role in the thickness of tsunami beds45, wesuggest that the thickness of the sand beds may reflect the size ofslip along the megathrust. It is possible that sand bed F wasdeposited by a giant tsunami produced by a large slip that wasfollowed by a very long dormant, interseimic period withsubstantial strain accumulation. Subsequently, partial, smaller slipfailures occurred in rapid succession between 3,400 and 3,300 yearsBP, producing sand beds G–J. The very long dormant periodsuggests that the Sunda megathrust is capable of accumulating largeslip deficits between earthquakes. Such a high slip rupture wouldproduce a substantially larger earthquake than the 2004 event.

The dramatic variation in tsunami recurrence intervals suggests acontinuum of recurrence behaviour from large slip ruptures (2004tsunami and sand bed F), earthquake super cycles or doubletearthquake2,4,11,39 to smaller slip failures (for example, sand bedsG–J) similar to the October 2010 Mentawai tsunamigenicearthquake (Fig. 1). Variations in recurrence may result fromtemporal changes in coupling or locking depth, or very long-termslow non-tsunamigenic slip events46,47. If thickness of the tsunamideposit (Fig. 6) reflects slip and the size of the slip patch, thethickness of the 2004 tsunami deposit implies a long dormant perioduntil the next large slip event. Slow non-tsunamigenic slip eventsmight predominate during such long periods of quiescence andprecede clustering smaller slip failures along the megathrust. Theremarkable variability of recurrence suggests that regional hazardmitigation plans should be based upon the high likelihood of futuredestructive tsunami demonstrated by the cave record and otherpaleotsunami sites, rather than estimates of recurrence intervals.

MethodsField methods and data collection. The evidence for prehistoric tsunamis isderived principally from stratigraphic relations found in six trench-wall exposuresand other smaller pits in the cave. The stratigraphy is visually striking, because of astrong contrast in colour between alternating beds of sand, mud and laminatedorganic sand (Supplementary Figs 1 and 2).

We identified and described stratigraphic units in Trench 1 and the trench wallswere mapped from high-resolution photos of the vertical surfaces. The alternatingbeds of sand, clay and laminated organic sand allow stratigraphic correlation ofindividual beds within the trench-wall exposure (Supplementary Figs 1 and 2). Wedivided the stratigraphy into 12 units, from Unit 1, which is the oldest and deepest,

Today

2004 tsunami

Removal of last ~2,900 years BP of accumulation due to scouring

~2,900 years BP

Maximum accommodation

space

Tsunamideposition

Beginning of

tsunami record

Tsunami~7,400 years BP

Scouring

Cavecollapse

RSL below present and waves unable to reach cave

Tsunami>7,400 years BP

Cave sill

2004 tsunami deposit

Figure 7 | Model of tsunamis deposits in cave interior. Our model showsthe development of accommodation space and the accumulation of stackedtsunami beds A–K and the 2004 Indian Ocean tsunami in the coast cave.

NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019 ARTICLE

NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications 7

Page 9: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

9

Rekontruksi permukaan laut relatif Holosen

dari kawasan Indo-Pacific dicirikan oleh

permukaan laut tertinggi pada pertengahan

Holosen dalam beberapa desimeter sampai

beberapa meter33-34, tetapi ada atau tidaknya

ketinggian permukaan tersebut dipengaruhi oleh

proses-proses tektonik lokal35. Rekaman tanah

humus yang terpendam dari pantai barat laut

Aceh menunjukan bahwa permukaan air laut

relatif meningkat selama awal sampai

pertengahan Holosen dari -5 m pada ~7.900

tahun BP sampai -1,6 m pada ~5700 m BP12.

Permukaan laut relatif pada masa itu di bawah

kondisi sekarang hingga 3800 tahun BP. Pada

akhir Holosen, permukaan air laut relatif

terstabilkan dalam 0,4 m dari permukaan air laut

sekarang12, 22, 33. Kenaikan permukaan laut relatif

secara perlahan dan sangat lama ini dengan

tidak terbentuk suatu time-window untuk

endapan-endapan tsunami dan lapisan-lapisan

interkalasi tanpa gangguan sedimentasi yang

signifikan pada pertengahan Holosen36 (Gambar

7).

Pada gua tersebut barangkali terdapat bukti

stratigrafi dari tsunami-tsunami yang lebih baru

terjadi dari 2900 tahun BP sampai tsunami 2004

yang telah diidetifikasi pada tempat-tempat lain

di kawasan tersebut10,14, tetapi endapan tersebut

sepertinya telah terkikis oleh serangkaian

genangan tsunami di dalam gua tersebut seperti

yang ditunjukan oleh adanya ketidak-selarasan

erosional di bawah endapan 2004 (Gambar 4 dan

Gambar 7; Suplementari Gambar 1). Stratigrafi

yang hilang ini bersesuaian dengan sambungan

agradasi di bagian pantai yang dekat dengan

lokasi12. Rekaman-rekaman stratigrafi dari

tsunami-tsunami akhir Holosen umumnya

terbatas pada ruang akomodasi yang memadai,

seperti lahan yang rendah yang terdapat di

antara gundukan bukit kecil di sekitar pantai10,14,

estuari-estuari dan kolam-kolam yang

memungkinkan endapan-endapannya terlindungi

dari erosi oleh pertumbuhan vegetasi yang cepat

dan pengendapan sedimen36.

Bukti independen untuk genangan tsunami di

dalam gua berasal dari stratigrafi dataran rendah

pantai terdekat12,37. Tiga kejadian penurunan

tanah setelah gempa bumi dan tujuh tsunami

antara 7.500 dan 3.800 tahun BP terekam dalam

stratigrafi pada pantai barat bagian utara

Sumatera12. Selama rentang waktu ini, urutan

endapan di dalam gua mengawetkan suatu

jumlah kejadian tsunami yang identik (yaitu

lapisan pasir A sampai G; Gambar 6 dan Table 1).

Bagian lepas pantai Sumatra, Patton et al.38

mengidentifikasikan 11 turbiditas laut dalam

sepanjang slip patch Andaman-Aceh antara

6.500 dan 2.700 tahun BP. Meskipun jumlah

kejadiannya sama, tetapi waktu-waktu

kejadiannya berbeda. Rekaman turbiditas dari

laut dalam tidak menggambarkan secara jelas

kelompok-kelompok tsunami (lapisan pasir G –

J) dan jeda yang sangat lama antara tsunami F

dan G. Perbedaan-perbedaan ini menunjukan

bahwa rupture yang terjadi sepanjang

megathrust Sunda tidak selalu memicu endapan-

endapan tsunami dan turbiditas.

Sejak tsunami 2004, bukti yang dapat

dianggap sebagai bukti tsunami purba telah

diidentifikasi dari berbagai tempat di sekitar

Samudera Hindia13-16, 18, 20-21, 39-43. Akan tetapi,

kajian-kajian dengan rentang waktu yang

sebanding dengan temuan di gua tidak dapat

dibandingkan dengan temuan Sri Lanka19 dan

Maladewa21. Di selatan Sri Lanka, Jackson et al.19,

mengidentifikasikan tujuh lapisan pasir tsunami

antara 6.700 sampai 2.400 tahun BP.

Klostermann et al.21 mengidentifikasikan tiga

lapisan pasir tsunami antara 5.600 dan 2.900

tahun BP di Maladewa. Akan tetapi, rekaman dari

kawasan yang agak jauh dari Aceh ini tidak

menunjukan secara jelas kelompok-kelompok

tsunami tersebut (lapisan pasir G-J) dan

mempunyai kejadian-kejadian yang dalam

rentang jeda waktu yang sangat lama antara

lapisan pasir tsunami F dan G. Sumber-sumber

seismik jauh untuk tsunami-tsunami tersebut

tidak jelas. Sebagai contoh, slip sepanjang

megathrust dekat kepulauan Andaman-Nicobar

berpotensi sebagai sumber gempa bumi untuk

tsunami yangg terjadi di Sri Lanka dan

Maladewa44. Selain itu, patahan-patahan

sepanjang pantai selatan Pakistan juga

berpotensi sebagai sumber-sumber gempa bumi

untuk tsunami-tsunami di Maladewa. Pendekatan

langsung dari temuan gua terhadap Megathurst

Sunda memberikan indikator yang lebih

terpercaya untuk tsunami-tsunami yang

dihasilkan oleh ruptures megathurst

dibandingkan dengan rekaman-rekaman dari

yang sumber jauh.

Kronologi dari penntuan umur radiokarbon

dengan menggunakan accelerator mass

spectroscopy (AMS) dari lapisan-lapisan pasir

gua pantai dan stratigrafi dataran rendah pantai

terdekat12,37, tergabung dalam kerangka

Page 10: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

10

Bayesian (Gambar 6; pada bagian Metode)

menghasilkan kronologi tsunami-tsunami antara

7.400 dan 2.900 tahun BP (Tabel 1). Dari

kronologi tersebut dapat disimpulkan bahwa

interval perulangan rata-rata 456 tahun antara

7.400 dan 2.900 tahun BP dengan

ketidakpastian terbesar (95% C.I. 1-2210)

(Gambar 6; Supplementari Tabel 7). Interval

perulangan rata-rata yang serupa (600-900

tahun) diprediksikan dari dataran rendah pantai

terdekat di barat laut Propinsi Aceh antara tahun

7.400 dan 3.800 tahun BP12. Rekaman tsunami

dari Sri Lanka19 menunjukan interval perulangan

rata-rata sekitar 360 tahun antara 6.600 dan

4.200 tahun BP.

Rekaman tsunami dari gua menunjukan

variasi yang dramatis dari interval

perulangannya. Antara 7.400 dan 5.500 tahun

BP, interval perulangan untuk tsunami-tsunami A

sampai F adalah 681 taun (95% C.I. 11-2222)

(Gambar 6). Tetapi setelah 5.500 tahun BP, gua

pantai tersebut mempunyai jeda umur dari 2.164

tahun (95% C.I. 1997-2247) antara tsunami F dan

G. Empat kelompok tsunami (G-J) terjadi antara

3.400 dan 3.300 tahun BP dengan interval

perulangan rata-rata 16 tahun (95% C.I. 0-55).

Tsunami terbaru (K) terekam di gua pantai

tersebut terjadi pada 2.900 tahun BP, dengan

interval perulangan 426 tahun (95% C.I. 357-

505). Meskipun bentang waktu dari rekaman

microatoll koral di utara Simeulue terbatas pada

akhir millenium, rekaman tersebut menunjukan

variasi besar yang serupa dengan interval

perulangan dari 56 tahun sampai 550 tahun39.

Terdapat korelasi antara ketebalan lapisan-

lapisan pasir tsunami dan interval-interval

perulangan di dalam gua (Gambar 6). Lapisan

pasir yang paling tipis (G ke J) mempunyai

interval-interval perulangan terkecil dan diawali

oleh jeda umur antara tsunami-tsunami tersebut

(Supplementari Gambar 4). Lapisan pasir yang

paling tebal (F) didahului jeda masa yang besar,

dengan ketebalan serupa dengan lapisan pasir

tsunami 2004. Meskipun variasi keberadaan

sedimen lepas pantai atau perubahan garis

pantai lateral dapat berperan dalam ketebalan

lapisan-lapisan tsunami tersebut45, kami

berkesimpulan bahwa ketebalan lapisan-lapisan

pasir tersebut dapat mencerminkan ukuran slip

sepanjang megathrust. Kemungkinan bahwa

lapisan pasir F terendapkan oleh tsunami besar

yang dihasilkan oleh suatu slip yang besar yang

diikuti dengan masa dormansi yang sangat lama,

periode inter-sesimik dengan akumulasi strain

yang memadai. Kemudian, secara parsial, slip

failures terjadi dalam perselingan yang cepat

antara 3.400 dan 3.300 tahun BP, menghasilkan

lapisan-lapisan pasir G-J. Periode dorman yang

paling lama menunjukan bahwa megathrust

Sunda mampu mengakumulasikan defisit slip

besar di antara kejadian-kejadian gempa bumi.

Rupture slip besar seperti itu dapat menimbulkan

gempa bumi yang secara substansial lebih besar

dari kejadian 2004.

Variasi yang dramatis dalam interval-interval

perulangan tsunami tersebut menunjukan

serangkaian sifat perulangan dari slip ruptures

besar (tsunami 2004 dan lapisan pasir F), yaitu

siklus gempa bumi super atau gempa bumi

doublet2,4,11,39 ke slip failures lebih kecil (seperti

lapisan pasir G-J) yang serupa dengan gempa

bumi berpotensi tsunami di Mentawai tahun

2010 (Gambar 1). Variasi dalam perulangan

dapat dihasilkan dari perubahan temporal dalam

kedalaman kopling atau locking, atau kejadian

slip yang tidak berpotensi tsunami yang sangat

panjang dalam waktu lama46-47. Jika ketebalan

endapan tsunami (Gambar 6) merefleksikan slip

dan ukuran slip patch tersebut, ketebalan

endapan tsunami 2004 menunjukan bahwa

periode dormansi yang panjang hingga kejadian

slip besar berikutnya. Kejadian-kejadian slip tak

berpotensi tsunami yang lama dapat

mendominasi selama periode tanpa kejadian

yang panjang tersebut dan mendahului kluster

slip failures kecil pada megathrust. Variabilitas

yang luar biasa dari perulangan tersebut

menunjukan bahwa perencanaan mitigasi bahaya

secara regional harus didasarkan pada peluang

terbesar kejadian bencana tsunami pada masa

depan seperti yang ditampilkan pada rekaman

gua dan tempat-tempat paleotsunami lainnya,

dari pada didasarkan pada perkiraan interval

perulangan.

Metodologi

Metode lapangan dan koleksi data.

Bukti untuk tsunami-tsunami purba pada

dasarnya diturunkan dari hubungan-hubungan

stratifigrafi yang ditemukan pada singkapan

pada enam dinding parit dan lubang bor kecil

lainnya yang digali di dalam gua. Stratigrafi

tersebut terlihat secara jelas, sebab kuatnya

kontras warna antara berbagai lapisan pasir,

Page 11: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

11

lumpur, dan pasir bercampur organik (Supplementari Gambar. 1 dan 2).

Kami telah mengidentifikasikan dan

mendiskripsikan satuan-satuan stratigrafi dalam

Parit 1 dan dinding parit tersebut dipetakan dari

foto-foto beresolusi tinggi dalam bentuk

permukaan vertikal. Perubahan lapisan-lapisan

pasir, lempung, dan pasir organik terlaminasi

memudahkan korelasi stratigrafi dari masing-

masing lapisan di dalam singkapan dinding parit

tersebut (Supplementari Gambar 1 dan 2). Kami

bagi stratigrafi tersebut dalam 12 unit, dari Unit 1,

yaitu unit tertua dan terdalam yang terendapkan

di atas batuan dasar berupa batu gamping di

dalam gua tersebut, sampai Unit 12, yaitu unit

termuda yang terletak di bawah endapan pasir

Tsunami 2004 (Gambar 5). Sampel-sampel

kolom diambil secara melintang tiap batas

pelapisan stratigrafi, yang menyajikan sampel untuk ukuran butir, mikrofosil, dan kronologi.

Data topografi didasarkan pada pengukuran

total station pada tahun 2011 dan 2012 (Gambar

2). Eskavasi keenam parit di dalam gua dilakukan

pada tahun 2011 dan 2012. Kami melakukan

pengukuran sedimentologi dan stratigrafi di lapangan.

Lapisan-lapisan Pasir Tsunami. Kami

menggunakan beberapa garis bukti stratigrafi

yang yang berasal dari tsunami untuk lapisan-

lapisan pasir A sampai K, termasuk hubungan

stratigrafi, litologi, derajad pemilahan, struktur-

struktur internal, seperti lapisan dengan ukuran

butir semakin halus ke atas, klatis rip-up lumpur,

ketajaman kontak-kontak stratigrafi, uniformitas

dalam ketebalan lapisan dan kontinuitas lateral

dari lapisan-lapisan8,48-50. Selain itu, kami

menggunakan fitur sekunder seperti likuifaksi,

bedding-plane faults (décollements), dan

patahan normal yang barangkali terpicu dari

guncangan seismik8.

Kami menganalisis kumpulan-kumpulan

foraminiferal (Gambar 5; Supplementari Tabel 3

dan 4) dari sebagian besar unit-unit untuk

mengkomfirmasikan genangan air laut dan

mengindikasikan asal luapan pasir32. Selain itu

kami menggunakan taphonomy uji foraminifera51

untuk mengungkapkan keadaan deposisional dan

post-depositional (Supplementari Gambar 3;

Supplementari Tabel 3 dan 4). Analisis

foraminiferal tersebut dapat membantu

memperjelas asal pasokan sedimen dan

membantu identifikasi pasir tsunami dalam

berbagai setting lingkungan.

Kami menggunakan taphonomy kapur gua

sebagai indikator baru untuk lingkungan

pengendapan. Kapur gua tersebut ditemukan

dalam unit-unit sedimentari yang sepertinya

jatuhan dari langit-langit gua karena proses

pelapukan. Kapur tersebut terjadi dalam dua

bentuk: (1) kecil, rapuh, dan bongkahan floret

utuh; dan (2) fragmen-fragmen bulat detrital

yang tidak mempunyai struktur floret yang bagus

(Supplementari Gambar 3). Karena florets

tersebut tidak menunjukan bukti transpor air

(seperti bentuk bundar), kami menyimpulkan

bahwa florets halus tersebut terbatas pada

lapisan-lapisan pasir tidak diendapkan oleh

tsunami. Sebaliknya, fragmen-fragmen kapur

bundar hanya ditemukan dalam lapisan-lapisan

pasir yang dihasilkan oleh tsunami. Kami percaya

bahwa fragmen-fragmen bundar tersebut

disebabkan oleh peristiwa abrasi gelombang-gelombang tsunami.

Data ukuran butir dan ketebalan dapat

digunakan untuk membandingkan sedimen-

sedimen tsunami 2004 dengan lapisan-lapisan

pasir purba (Gambar 5 dan 6; Supplementari

Tabel 1). Selain itu, kecenderungan tekstur butir

yang semakin halus ke atas pada beberapa

lapisan pasir tsunami menunjukan bawah

deposisi terjadi oleh gelombang tsunami

(Gambar 5; Supplementari Tabel 1). Mengikuti

aliran air tinggi mula-mula, penurunan kecepatan

aliran dapat menyebabkan lapisan-lapisan pasir

terendapkan dalam bentuk grading, ukuran butir

cenderung semakin ke atas semakin halus9, 52.

Sebagai contoh, sepanjang pantai Aceh, lapisan

pasir tsunami 2004 merekam jelas urut-urutan

endapan pasir yang semakin halus ke atas52,

demikian juga dengan lapisan pasir tsunami

2004 yang tersimpan di dalam gua pantai.

Sampel-sampel untuk foraminifera, kapur gua,

dan analisis ukuran butir berasal dari Parit 1 dan

4 (Gambar 5; Supplementari Tabel 1, 2, 3, dan 4).

Umur radiokarbon. Kami mengumpulkan

fragmen-fragmen detrital batubara dari tujuh

unit stratigrafi (Unit 1, 5, 8, 9, 10, dan 11), dan dua

gastropoda utuh dari Unit 6. Umur radiokarbon

dapat menentukan waktu kejadian tsunami;

umur radiokarbon yang terkalibrasi dapat

membatasi waktu kejadian tsunami-tsunami

tersebut. Detrital batubara dan gastropoda diambil dari unit-unit tersebut untuk ditentukan

Page 12: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

Tabel 1. Analisis radiokarbeom dari arang dan cangkang-cangkang kerang. Sampel-sampel diurutkan berdasarkan urutan stratigrafi. Rentang-rentang umur terkalibrasi (tahun BP) pada 95.4% HDR, menggunakan Calib rev.

6.0.053

dan nilai ΔR dari 15 ±119 untuk pengaruh resevoir laut54

. Ketidakpastian analitik adalah 1s dan merefleksikan total ketidakpastian pengukuran tersebut. Umur kejadian bergabung dengan umur-umur radiokarbon AMS dari lapisan-lapisan pasir gua pantai dan stratigrafi dataran rendah dekat bantai

12, 37, dalam kerangka Bayesian. Batas-batas kepercayaan 5%

sampai 95% ditampilkan pada tabel. *UBS, tanah terpendam bagian atas; MBS, tanah terpendam bagian bawah; LBS, tanah terpendam bagian bawah; umur-umur dariurutan stratigrafi dalam Kelsey et al.

12

umur radiokarbon dan dianalisis oleh GNS, Rafter

Radiocarbon Laboratory, New Zealand (Tabel 1).

Kami mengkalibrasikan umur radiokarbon

dengan Calib rev. 6.0.053. Umur terkalibrasi

dengan 95.4% HDR (simpangan standar ~2), nilai

tahun BP dihitung berdasarkan tahun sebelum

1950 (Tabel 1). Juga, kami mengkoreksi umur-

umur cangkang gastropoda untuk efek reservoir

marin menggunakan nilai ΔR 15 ± 11954 untuk

memperhitungkan keadaan bahwa air Samudera

Hindia menujukan pengurangan substansi 14C

akibat pergerakan arus ke atas (upwelling).

Untuk lebih membatasi kronologi, kami

menganalisa lapisan-lapisan guano organik yang

dihasilkan dari kelelawar pemakan serangga yang

menghuni gua pantai. Kami melakukan sampling

enam lapisan yang kaya organik pada stratigrafi

tipis mendatar (3-6 mm). Meskipun analisa

radiokarbon tersebut menunjukan lapisan-

lapisan pasir gelap secara keseluruhan berasal

dari pertengahan akhir Holosen, terdapat tiga

umur radiokarbon yang tidak konsisten dengan

posisi stratigrafi. Kami menyimpulkan bahwa

perbedaan umur guano disebabkan oleh: (1)

sample mengandung campuran organik yang

tidak diketahui variabel umurnya, dan

merepresentasikan umur rata-rata dari sampel

tersebut; dan (2) perlokasi air tanah sepanjang

rekahan dalam gua gamping tersebut,

menyebabkan pengaruh eksogen, karbon yang

lebih tua masuk ke dalam lapisan-lapisan

organik.

Model umur kedalaman Bayesian. Kami

menerapkan model umur kedalaman Bayesian

terhadap ke-19 umur radiokarbon dari gua pantai

tersebut dan dataran rendah pantai terdekat12.

Umur radio karbon tersebut juga secara

resting on the limestone bedrock of the cave, through Unit 12, which is theyoungest unit that underlies the 2004 Indian Ocean tsunami sand bed (Fig. 5).Column samples were taken across each stratigraphic interface, providing samplesfor grain size, microfossil and chronology.

Topographic data were based on a total station survey in 2011 and 2012 (Fig. 2).Excavation of six trenches within the cave interior was conducted in 2011 and2012. We made measurements of sedimentology and stratigraphy in the field.

Tsunami sand beds. We use several lines of stratigraphic evidence that point to atsunami origin for sand beds A–K that includes stratigraphic relations, lithology,degree of sorting, internal structures, such as fining upwards beds, rip-up clasts ofmud, sharpness of stratigraphic contacts, uniformity in bed thickness and lateralcontinuity of beds8,48–50. In addition, we use secondary features such asliquefaction, bedding-plane faults (decollements) and normal faults that areperhaps triggered by seismic shaking8.

We analysed foraminiferal assemblages (Fig. 5; Supplementary Tables 3 and 4)from most units to confirm marine inundation and indicate the provenance of theoverwash sands32. In addition, we used foraminiferal test taphonomy51 to revealdepositional and post-depositional environmental conditions (SupplementaryFig. 3; Supplementary Tables 3 and 4). The foraminiferal analyses helpconstrain sediment provenance and help identify tsunami sands in a variety ofenvironmental settings.

We used the taphonomy of cave chalk as a new indicator of the environmentof deposition. The cave chalk found in the sedimentary units most likely fell fromthe cave ceiling due to weathering. The chalk occurs in two forms: (1) small, fragile,pristine florets; and (2) large detrital rounded fragments that do not have adelicate floret structure (Supplementary Fig. 3). Since the florets do not showevidence of water transport (for example, rounding), we suggest that the delicateflorets are limited to sand beds not deposited by tsunamis. In contrast, the roundedchalk fragments are only found in sand beds that were produced by a tsunami. Webelieve the rounding of the fragments is due to abrasion by the tsunami waves.

Grain size and thickness data allows comparison of the 2004 tsunami sedimentswith the prehistoric sand beds (Figs 5 and 6; Supplementary Table 1). Further, thegeneral fining upwards trends in many tsunami beds suggests deposition bytsunami waves (Fig. 5; Supplementary Table 1). Following an initial high waterflow, a decreased flow velocity often causes sand beds to deposit in graded,fining upwards sequences9,52. For example, along the Aceh coastline, the2004 tsunami sand bed records distinct fining upwards sequences of sanddeposition52, similar to the 2004 tsunami sand bed preserved in the coastal

cave. Samples for foraminifera, cave chalk and grain size analyses are fromTrenches 1 and 4 (Fig. 5; Supplementary Tables 1, 2, 3 and 4).

Radiocarbon dating. We collected detrital charcoal fragments from sevenstratigraphic units (Units 1, 5, 8, 9, 10 and 11), and two intact gastropods fromUnit 6. The radiocarbon ages constrain ages of tsunamis; calibrated radiocarbonages helped constrain the timing of tsunamis. Detrital charcoal and gastropodswere collected from units for radiocarbon dating and were analysed by GNS, RafterRadiocarbon Laboratory, New Zealand (Table 1).

We calibrated radiocarbon ages with Calib rev. 6.0.0 (ref. 53). The calibrated ageranges appear with 95.4% HDR (B2 standard deviations), where years ‘beforepresent’ (BP) is years before A.D. 1950 (Table 1). Also, we corrected the ages of thegastropod shells for the marine reservoir effect using a DR value of 15±119(ref. 54) to account for the fact that Indian Ocean waters show substantial 14Cdepletion due to upwelling.

To further constrain chronology, we analysed the organic guano beds derivedfrom insect-feeding bats that occupy the coastal cave. We sampled six organic-richbeds along thin stratigraphic horizons (3–6 mm). Although the radiocarbonanalyses indicate the dark sand beds are broadly mid-late Holocene in age, threeradiocarbon dates are not consistent with stratigraphic position. We suggest thatthe discrepancies of the bulk guano dates are due to: (1) bulk samples containing anunknown mixture of organic material of variable age, and representing an averageage of the sample; and (2) groundwater percolating along cracks in the limestonecave, and introducing exogenous, old carbon into the organic beds.

Bayesian age-depth model. We apply a Bayesian age-depth model to 19radiocarbon dates from the coastal cave and the nearby coastal lowlands12.The radiocarbon dates either directly date a tsunami or provide maximum orminimum age limits for a tsunamis (Fig. 6; Table 1) (Supplementary Tables 6and 7). Our Bayesian modelling approach provides control over the model fittingprocess and flexibility in the modelling assumptions. The code is available athttps://github.com/andrewcparnell/tsunamis.

We use the following notation to build our model. yi is the calendar age oftsunami i, where i runs from 1 to 11. These are the parameters we are mostinterested in estimating. Together, we write these values as y. xij is the directradiocarbon date j of tsunami i, where j¼ 1,y,ni with ni the number of direct datesfor tsunami i. These values have associated fixed 1-sigma errors sij. Note, that forsome tsunamis there are no direct dates, in which case ni¼ 0. Thus, while we have13 direct dates in total, five tsunamis are without direct dates. Together, we write

Table 1 | Radiocarbon analyses of charcoal and shells.

Sandlayer

No. Unit Materialdated

Laboratorycode

14C age(1r error)

d13C Calibrated(95.4% HDR)

Age of event(years BP)

Notes

K 1 11 Charcoal MnL-12-4D-1 2,822±20 " 25.47 2,862–2,975 2,815–2,916 Age of K2 11 Wood MnL-12-1D-5 2,725±20 " 26.22 2,772–2,859 Age of K

J 3 10.1 Charcoal MnL-12-1A-3 2,965±20 " 26.71 3,068–3,236 3,270–3,341 Age of J4 10.1 Charcoal MnL-12-4A-1 3,065±20 " 25.38 3,219–3,356 Age of J5 10.1 Charcoal MnL-12-1C-2ii 3,093±21 " 25.85 3,260–3,370 Age of J6 10.1 Charcoal MnL-12-1C-2i 3,210±21 " 25.89 3,383–3,464 Age of J7 10 Charcoal MnL-12-1C-1 3,217±21 " 28.06 3,269–3,396 Age of J

I 8 9 Charcoal MnL-12-4C-2 3,085±21 " 26.24 3,252–3,366 3,278–3,346 Age of I9 9 Charcoal MnL-12-1C-3 3,069±20 " 26.95 3,221–3,358 Age of I

H 10 8.2 Charcoal MnL-12-4A-2 3,078±21 " 28.45 3,245–3,363 3,287–3,353 Age of HG 11 8 Charcoal MnL-12-4C-4 3,077±20 " 26.17 3,246–3,362 3,304–3,363 Age of G

UBS* Wood SM 11 13A 182 3,540±30 " 29.74 3,717–3,902 Maximum age of GF 12 6 Gastropod MnL-12-4-5 4,666±43 " 9.75 4,552–5,258 5,357–5,575 Age of F

13 6 Bivalve MnL-12-4-12 4,638±43 "9.38 4,513–5,231 Age of F14 5.4 Charcoal MnL-12-1D-4 4,742±23 " 26.78 5,331–5,583 Maximum age of F and

minimum age of EE 5,480–5,770D MBS* Wood PU 07 04 265 5,090±40 " 28.30 5,743–5,917 5,578–5,866 Maximum age of D and

minimum age of CC 5,857–6,680B LBS* Wood PU 07 03 426 6,060±40 " 25.80 6,791–7,142 6,083–6,915 Maximum age of B and

minimum age of AA 15 1.1 Charcoal MnL-12-1C-5 6,788±26 7,588–7,672 7,324–7,529 Maximum age of A

LBS* Wood SM 11 13 490 6,560±35 7,424–7,558 Maximum age of A

LBS, lower buried soil; MBS, middle buried soil; UBS, upper buried soil.Samples are listed in stratigraphic order. Calibrated age ranges (year BP) at 95.4% HDR, using Calib rev. 6.0.0 (ref. 53) and a DR value of 15±119 for the marine reservoir effect54. Analytical uncertaintiesare 1s and reflect the total uncertainty in the measurement. The age of event combines the AMS radiocarbon ages from the sand beds of the coastal cave and the stratigraphy of the nearby coastallowlands12,37, within a Bayesian framework. The 5–95% confidence limits are shown.*UBS; MBS; LBS; dates from stratigraphic sequences in Kelsey et al.12

ARTICLE NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019

8 NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications

Page 13: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

13

langsung memberikan informasi umur tsunami

atau batas umur maksimum dan minimum dari

suatu tsunami (Gambar 6; Tabel 1)

(Suplementari Tabel 6 dan 7). Pendekatan

pemodelan Bayesian yang kami gunakan dapat

mengontrol proses model fitting dan fleksibelitas

dalam asumsi pemodelan tersebut. Koding

program yang digunakan tersedia pada https://github.com/andrewcparnell/tsunamis.

Kami menggunakan notasi berikut untuk

mengembangkan model . 𝜃! adalah umur

kalender dari i, dimana i bergerak dari 1 ke 11. Ini

merupakan parameter-parameter yang sangat

penting dalam estimasi tersebut. Bersamaan

dengan itu, kami menulis nilai-nilai ini sebagai θ.

𝑥!" adalah umur radiokarbon langsung j dari

tsunami i, di mana 𝑗 = 1,… , 𝑛! dengan 𝑛! jumlah

umur langsung untuk tsunami i. Nilai-nilai ini

mempunyai 1-sigma errors 𝜎!". Catatan, bahwa

untuk beberapa tsunami tidak ada umur

langsung, di mana kasus 𝑛! = 0. Maka, secara

total kami mempunyai 13 umur langsung, lima

tsunami tanpa umur langsung. Bersamaan

dengan itu, kami menuliskan nilai-nilai ini sebagai

x. 𝜃!∗ adalah umur kalender dari batas umur yang

terletak antara tsunami i dan i+1. Data tersebut

merupakan parameter gangguan. Bersamaan

dengan itu, kami menuliskan nilai ini sebagai

θ∗. 𝑥!"∗ adalah umur radiokarbon batas j terletak

antara tsunami i dan i+1. Nilai-nilai ini

mengasosiasikan sebagai fixed 1-sigma errors

𝜎!"∗ . Di sini 𝑗 = 1,… , 𝑛!∗, di mana 𝑛!∗ merepresentasikan jumlah umur batasan untuk

tsunami i. Seperti di atas, sebagian nilai ini

adalah 0. Bersamaan dengan itu, kami

menuliskan nilai-nilai ini sebagai 𝑥∗. 𝛾! adalah

umur kalender menggeser batas waktu yang

memberikan umur tsunami maksimum dari

tsunami i. Nilai-nilai ini merupakan parameter

gangguan yang kami tuliskan bersama sebagai γ.

𝑥!"∗∗ adalah umur radiokarbon terbatas j untuk

tsunami i, memberikan bukti suatu umur

maksimum. Nilai-nilai ini diasosiasikan fixed 1-

sigma errors 𝜎!"∗∗. Di sini 𝑗 = 1,… , 𝑛!∗∗, di mana n!∗∗ merepresentasikan jumlan umur terbatas untuk

tsunami i. kembali, beberapa nilai-nilai 𝑛!∗∗ adalah

0, kami hanya mempunyai tiga umur demikian.

Bersama itu juga kami menuliskan nilai-nilai ini

sebagai 𝑥∗∗. Catatan bahwa nilai terkalibrasi dari

umur radiokarbon 𝑥!"∗∗ adalah 𝜃! + 𝛾!, yaitu umur

kalender dari tsunami dengan pergeseran yang

menunjukan berapa tua umur radiokarbon di luar

tsunami itu sendiri. 𝑟(𝜃) adalah kurva kalibrasi

IntCal13 yang mempunyai distribusi probabilitas

𝑟 𝜃 ∼ 𝑁(𝜇 𝜃 , 𝜏! 𝜃 ). Kami mengasumsikan

bahwa 𝜇() dand𝜏!() sebagai fungsi-fungsi yang

diketahui.

Tujuan keseluruhan kami adalah mendapatkan distribusi posterior:

yang berhubungan dengan distribusi gamma

dengan rata-rata 200 dan simpangan 200.

Sementara distribusi ini menyebar, dimana

sangat informatif untuk umur maksimum.

Distribusi tersebut berkaitan dengan probabilitas

95% bahwa umur maksimum tidak lebih dari 600

tahun lebih tua tsunami yang ingin dikaji.

Model kami cocok dengan Markov chain Monte

Carlo menggunakan langkah Metropolis-Hastings

untuk semua parameter karena urutan umur

tsunami diperumit oleh distribusi awalnya55.

Model tersebut sensitif terhadap nilai-nilai awal

dari parameter-parameter disebabkan oleh

batasan orde, oleh karena itu kami mensimulasi

nilai-nilai yang sesuai dengan mengkalibrasi

umur secara individual, dan mensampling dari

distribusi-distribusi ini dengan batasan ekstra

dalam pengorderan. Kami menjalankan model

tersebut dengan berbagai nilai awal yang

berbeda, dan memeriksa konvergensi dengan

menggunakan plot trace dan diagnostik

konvergensi Geweke55. Model akhir yang

dihasilkan setelah iterasi 1 juta, pengangkatan

100000 untuk suatu burn-in period, dan

menjaganya hanya setiap iterasi ke-450.

Lapisan Pasir Tsunami 2004. Lapisan

pasir Tsunami 2004 memiliki ketebalan antara

20 sampai 43 cm yang terukur pada singkapan-

singkapan diding parit (Gambar 3; Supplementari

these values as x. y!i are the calendar ages of limiting dates lying between tsunamisi and iþ 1. They are nuisance parameters. Together, we write these values as y! . x!ijis a limiting radiocarbon date j lying between tsunamis i and iþ 1. These valueshave associated fixed 1-sigma errors s!ij . Here j ¼ 1; . . . ; n!i , where n!i representsthe number of limiting dates for tsunami i. As above, some of these are 0. Together,we write these values as x! . gi are the calendar age shifts of the limiting dates whichprovide a maximum age of tsunami i. They are nuisance parameters which wewrite together as g. x!!ij is a limiting radiocarbon date j for tsunami i, providingevidence of a maximum age. These values have associated fixed 1-sigma errors s!!ij .Here j ¼ 1; . . . ; n!!i ; where n!!i represents the number of limiting dates fortsunami i. Again, some of the n!!i values are 0, as we have only three such dates.Together we write these values as x!! . Note that the calibrated value of aradiocarbon age x!!ij is yiþ gi, that is, the calendar age of the tsunami plus a shiftindicating how much older the radiocarbon date is beyond that of the tsunamiitself. r(y) is the IntCal13 calibration curve which has the probability distributionr(y)BN(m(y),t2(y)).We assume that both m() and t2() are known functions.

Our overall goal is to find the posterior distribution:

p y;y!;g x;x!;x!!; rjð Þ /Yn

i¼1

Yni

j¼1

p xij yij! "

&Yn

i¼1

Yn!i

j¼1

p x!ij y!i

##$ %

&Yn

i¼1

Yn!!i

j¼1

p x!!ij yi; gij$ %

&p yð Þ&p gð Þ;

ð1Þ

where

xij yi ' N m yið Þ;s2ij þ t2 yið Þ

$ %### ð2Þ

x!ij y!i ' N m y!i

! "; s!ij$ %2

þ t2 y!i! "& '#### ð3Þ

x!!ij yi; gi ' N m yi þ gið Þ; s!!ij$ %2

þ t2 yi þ gið Þ& '#### ð4Þ

are the likelihood terms. The prior distribution p(y) is set to enforce theordering of the dates:

p yð Þ y14y!14y24y!24 . . . 4y11! "

; ð5Þwhere I is an indicator function. The prior distribution on the excesses gi is the

only informative prior in the model. We use:

gi ' Ga 1; 0:005ð Þ; ð6Þ

which corresponds to a gamma distribution with a mean of 200 and a s.d. of 200.While this distribution is diffuse, it is informative for the maximum ages. Thedistribution corresponds to a 95% probability that the maximum ages are no morethan 600 years older than the tsunami they are aiming to represent.

Our model is fitted with Markov chain Monte Carlo using Metropolis-Hastingssteps for all parameters since ordering the tsunami dates was complicated by theirprior distribution55. The model is sensitive to starting values of the parameters dueto the ordering constraint, so we simulate suitable values by calibrating datesindividually, and sampling from these distributions with an extra restriction on theordering. We run the model with multiple different starting values, and checkconvergence using trace plots and the Geweke convergence diagnostic55. The finalmodel run created 1 million iterations, removing 100,000 for a burn-in period andthen keeping only every 450th iteration.

2004 tsunami sand bed. The 2004 tsunami sand bed ranges from about 20 to43 cm in thickness in trench-wall exposures (Fig. 3; Supplementary Figs 1 and 2). Itis a light grey, normally graded fine to very fine sand (mean¼ 2.7F; %sand¼ 91.9%), with abundant laminations, some of which can be traced more thana metre.

In Trench 6, the 2004 tsunami sand bed records three distinct beds (Fig. 3),delineated by three pulses of coarse material followed by subsequent finingupwards sequences (Fig. 3; Supplementary Table 1). We interpret each combinedcoarse pulse and fining upwards sequence as individual tsunami waves. The firstcoarse pulse at the base of the 2004 sand (41–42 cm) is marked by an influx of fineto medium sand (mean¼ 2.1F; % sand¼ 94.1%), which fines upwards until 34 cm(mean¼ 2.7F; % sand¼ 90.6%). The second coarse pulse occurs from 31–33 cm(mean¼ 2.3F; % sand¼ 95.6%) and fines slightly up to 24 cm (mean¼ 2.7F; %sand¼ 92.5%). The final coarse pulse is located between 22 and 24 cm(mean¼ 2.5F; % sand¼ 96.3%), and fines upwards to a very fine sand(mean¼ 3.7F; % sand¼ 74.0%) at the top of the sequence (0–1 cm).

Rip-up clasts, consisting of organic-rich granules, wood and shells are common,especially in the lower part of the 2004 deposit. Abundant (2,500–3,246 individualsper 1 cm3) foraminifera that are predominantly pristine (41–52%) and sourcedfrom subtidal (52–58%), intertidal (33–38%) and offshore (for example, planktic)(8–14%) environments are present, as are weathered fragments of cave chalk(Fig. 5, Supplementary Fig. 3; Supplementary Table 4). The 2004 sand has thehighest diversity foraminiferal assemblage, with Pararotalia sp., Amphistegina sp.and Calcarina sp. dominating. A sharp and erosional contact marks the boundarybetween the 2004 tsunami sand and the underlying Unit 11. The erosional removalof pre-2004 sediment is variably preserved in trenches and on the cave walls asalternating remnants of sand and organic-rich sand.

Unit 1 sand bed A. The lowest stratigraphic unit (Unit 1) above the limestone cavefloor is an irregular, laminated, dark, organic layer. Overlying the Unit 1 organiclayer is fine sand (Unit 1.1; mean¼ 3.0F; % sand¼ 77.4%) that does not containforaminifera or cave chalk. Unit 1.2 is discontinuous marine-influenced clay(grain size data not available) that pinches out toward the corner of Trench 1. Theclay bed contains relatively low numbers of foraminifera (20 individuals per 1 cm3).The species assemblage is dominated by intertidal (71%) and subtidal (29%)species, with a paucity of planktic and deeper-dwelling benthic foraminifera. Thetaphonomic assemblage is dominated by abraded (52%) and fragmented (48%)individuals, with no pristine individuals present (Fig. 5; Supplementary Table 1).Unit 1.2 is devoid of cave chalk.

Unit 1.2 is overlain by a 5.4 cm thick fine sand (Unit 1.3; mean¼ 2.9F;% sand¼ 74.9%) with sparse laminations and abundant rip-up clasts derived fromthe underlying clay. The lower stratigraphic contact between Unit 1.3 and theunderlying clay is sharp (B2 mm), along an erosional and irregular surface. On thebasis of the abundance of rip-up clasts, we interpret Unit 1.3 as the oldest tsunamibed, labelled Sand Bed A. Unit 1.3 sand contains a low number of foraminifera(21–62 individuals per 1 cm3) consisting predominantly of subtidal (38–58%) andintertidal (41–62%) species. The assemblage is dominated by the subtidal speciesEpinoides sp., Cibicides lobatulus and Pararotalia spp., with a near absence ofplanktics. Individual foraminifera were both abraded (68–77%) and fragmented(14–30%), with only 2–9% in pristine condition (Fig. 5; Supplementary Table 3).Overlying Unit 1.3 (sand bed A) is a laminated, dark, organic layer (Unit 1.4;mean¼ 2.3F; % sand¼ 85.0%); the contact between the units is gradational over afew centimetres.

Angular fragments of detrital charcoal from Unit 1.1 yielded a calibrated agerange of 7,650–7,510 cal. years BP (Table 1), which we interpret as the maximumage of Sand Bed A or Unit 1.3.

Unit 2 sand bed B. Units 2.0 and 2.1 consist of a dark, red to brown sand withlaminations of varying thickness. The grain size is fine sand (Units 2 and 2.1:mean¼ 2.6F; % sand¼ 85.1%). The units contain abundant delicate (pristine) cavechalk florets (Fig. 5; Supplementary Fig. 3) that suggest a non-tsunami source forthe sand. These units have moderate abundances of foraminifera (68–94 indivi-duals per 1 cm3), and are dominated by intertidal species (55–66%), which aremostly abraded (49–58%) and fragmented (31–34%) (Fig. 5; SupplementaryTables 3 and 4), and probably reworked from Sand Bed A (Unit 1.3).

Overlying Unit 2.1 is a B6 cm thick fining upwards, fine to very fine sand(Unit 2.2; mean¼ 3.5F; % sand¼ 75.2%; Supplementary Fig. 1; SupplementaryTable 1). Along the base of Unit 2.2, pebble-sized clay rip-up clasts are abundant.Locally, Unit 2.2 grades into a thin, discontinuous dark sand. Unit 2.2 containsweathered cave chalk and moderate abundances of foraminifera (76–89 individualsper 1 cm3) from subtidal (41–47%) and intertidal (51–59%) environments(Fig. 5; Supplementary Tables 3 and 4). Unlike the underlying Unit 2.1foraminiferal-bearing sediments, species within Unit 2.2 (Fig. 5) include thedeeper-dwelling Lagena sp., and Operculina ammonoides. The rip-up clasts, normalgrading and the presence of subtidal foraminifera and weathered cave chalk in Unit2.2 imply deposition by a tsunami (sand Bed B). However, the foraminiferalassemblage of sand bed B, unlike most other candidate tsunami sand beds in thecave sequence, is mostly fragmented (47–55%), and contains only minorabundances of pristine individuals (9–12%). The contact between Unit 2.2 and theoverlying Unit 3 clay is sharp (B2 mm), but irregular.

Unit 3 sand bed C. The base of Unit 3 consists of a 3.6 cm thick marine-influencedclayey mud (mean¼ 4.2F; % clay¼ 11.9; % silt¼ 34.7). Although in lowabundance (32–55 individuals per 1 cm3), the presence of foraminifera fromintertidal (46–51%) and subtidal (49–54%) environments, many of which werepristine (43–45%), implies deposition in a quiet intertidal environment. Cave chalkat the bottom of Unit 3 is absent, but present as pristine florets at the top. OveryingUnit 3 is a 9.2 cm thick, slightly normal graded, fine sand (Unit 3.1: mean¼ 2.0F; % sand¼ 87.5%) which grades into a massive to faintly laminated fine sand overa few centimetres (Unit 3.2; mean¼ 2.5F; % sand¼ 85.9%) (Fig. 5; SupplementaryTable 1). The base of Unit 3.1 contains abundant pebble-sized angular rip-up clastsfrom underlying mud (mean¼ 4.2F; % sand¼ 53.3%). Scouring of Unit 3clayey mud before deposition of Unit 3.1 is clear in several places in Trench 1. Thesand of Units 3.1 and 3.2 contains weathered cave chalk and abundant (146–412individuals per 1 cm3) foraminifera that are predominantly pristine (32–41%) andfrom subtidal (46–61%), intertidal (37–45%) and planktic (2–9%) environments(Fig. 5; Supplementary Table 3). Dominant species include Elphidium craticulatum,Cibicides lobatulus and Epinoides repandus. The abundance of rip-up clasts,graded bedding, subtidal foraminifera and weathered cave chalk suggests atsunami origin for Units 3.1 and 3.2, labelled Sand Bed C. Overlying Unit 3.2 isa laminated fine organic-rich sand (Unit 4: mean¼ 2.3F; % sand¼ 90.2%) thatis devoid of foraminifera and cave chalk, and has a sharp (B2 mm) but irregularcontact.

Unit 4 sand bed D. The base of Unit 4 consists of a 4-cm thick, laminated,organic-rich sand. The laminations are clear but discontinuous, and vary fromblack to dark red-brown. Thickness also varies markedly, from o1–12 cm. The

NATURE COMMUNICATIONS | DOI: 10.1038/ncomms16019 ARTICLE

NATURE COMMUNICATIONS | 8:16019 | DOI: 10.1038/ncomms16019 | www.nature.com/naturecommunications 9

Page 14: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

14

Gambar 1 dan 2). Warnanya abu-abu cerah, butir

pasir berukuran dari halus sampai sangat halus

(rata-rata = 2.7 Φ; % pasir = 91.9%), dengan

laminasi melimpah, sebagian di antaranya dapat ditelusuri lebih dari satu meter.

Pada parit 6, lapisan pasir tsunami 2004

merekam tiga lapisan yang berbeda (Gambar 3),

terdelineasi oleh tiga pengendapan material

kasar diikuti oleh urutan material yang semakin

ke atas semakin halus. (Gambar 3;

Supplementari Tabel 1). Kami

menginterpretasikan setiap kombinasi

pengendapan material kasar dan urutan material

yang semakin halus ke atas tersebut sebagai

satu gelombang tsunami. Pengendapan material

kasar yang pertama pada bagian dasar pasir

tsunami 2004 (41 – 42 cm) ditandai oleh

pengendapan pasir yang berukuran halus sampai

yang berukuran menengah (rata-rata = 2.1 Φ; %

pasir = 94.1%), butiran pasir tersebut semakin

halus ke atas hingga 34 cm (rata-rata = 2.7 Φ; %

pasir = 90.6%). Pengendapan butiran kasar yang

kedua terjadi pada kedalaman 31 – 33 cm (rata-

rata = 2.3 Φ; % pasir = 95.6%), dan semakin

menghalus sampai ke 24 cm (rata = 2.7 Φ; %

pasir= 92.5%). Pengendapan kasar yang terakhir

terletak antara 22 dan 24 cm (rata-rata = 2.5 Φ;

% pasir = 96.3%), dan ukuran butir yang halus ke

atas sampai ukuran sangat halus (rata-rata = 3.7

Φ; % pasir = 74.0%) pada bagian atas lapisan (0

- 1 cm).

Pecahan batuan klastis, umumnya terdiri dari

butiran-butiran yang kaya dengan organik, kayu,

dan cangkang-cangkang kerang, khususnya pada

bagian bawah lapisan tsunami 2004. Kelimpahan

foraminifera (2500 – 3246 buah per 1 cm3) yang

umumnya masih utuh (41 – 52 %) dan berasal

dari kawasan subtidal dekat pantai (52 – 58%),

intertidal (33 – 38%), dan lepas pantai (misalnya

plankton) (8 -14%), seperti halnya fragmen

pelapukan dari kapur gua (Gambar 5,

Supplementari Gambar 3; Supplementari Tabel

4). Pasir tsunami 2004 mempunyai kumpulan

foraminifera yang sangat beragam, dengan

dominasi Pararotalia sp., Amphistegina sp., dan Calcarina sp.. Kontak erosaional dan sangat

tajam menanandai batas antara pasir tsunami

2004 dan unit 11 yang berada di bawahnya.

Pengikisan erasional endapan sebelum 2004

tersimpan secara bervariasi di dalam parit-parit

dan pada dinding-dinding gua sebagai bentuk

perselingan lapisan pasir dan pasir yang kaya dengan organik.

Unit 1 Lapisan Pasir A. Unit stratigrafi

paling bawah (Unit 1) di atas dasar gua batu

gamping tersebut tidak beraturan, terlaminasi,

gelap, dan lapisan organik. Di atas lapisan

organik Unit 1 adalah pasir halus (Unit 1.1; rata-

rata = 3.0 Φ; % pasir = 77.4%) yang tidak

mengandung foraminifera atau kapur gua. Unit

1.2 adalah lempung yang dipengaruhi oleh laut

yang diskontinyu (data ukuran butir tidak

tersedia) yang menyempit ke arah sudut Parit 1.

Lapisan lempung tersebut mengandung jumlah

foraminifera yang relatif rendah (20 buah per 1

cm3). Kumpulan spesies didominasi oleh spesies

intertidal (71%) dan subtidal (29%), sedikit

plankton dan foraminifera bentos yang berasal

dari tempat yang lebih dalam. Kumpulan

taphonomi didominasi oleh yang terabrasi (52%)

dan terfragmentasi (48%), tidak ada satu pun

yang utuh (Gambar 5; Tabel S1). Unit 1.2 tidak

terdapat kapur gua.

Unit 1.2 ditutupi oleh pasir halus setebal 5.4

cm (Unit 1.3; rata-rata = 2.9 Φ; % pasir = 74.9%)

dengan laminasi jarang dan banyak pecahan

klastis yang berasal dari lempung di atasnya.

Kontak stratigrafi terendah antara Unit 1.3 dan

lapisan lempung di atasnya sangat tajam (~2

mm), sepanjang permukaan yang tidak teratur

dan tererosi. Berdasarkan dari kelimpahan

pecahan klastis, kami menginterpretasikan Unit

1.3 sebagai lapisan tsunami yang paling tua,

disebut sebagai Lapisan Pasir A. Unit 1.3

mengandung jumlah foraminifera rendah (21 –

62 buah per cm3) umumnya terdiri dari spesies

subtidal (38 – 58%) dan intertidal (41 – 62%).

Kumpulan tersebut didominasi oleh spesies

subtidal Epinoides sp., Cibicides lobatulus, dan

Pararotalia spp., dengan tidak ada plankton yang

dekat. Setiap foraminifera baik yang terabrasi

(68 - 77%) maupun yang terfragmentasi (14 -

30%), dengan hanya 2 - 9% yang keadaannya

masih utuh (Gambar 5; Supplementari Tabel 3).

Unit 1.3 di atasnya (lapisan pasir A) adalah

terlaminasi, gelap, lapisan organik (Unit 1.4; rata-

rata = 2.3 Φ; % pasir = 85.0%); kontak antara

unit-unit tersebut terlihat secara gradasi dalam

beberapa centimeter. Fragmen-fragmen angular

dari butiran arang detrital dari Unit 1.1

menghasilkan rentang umur 7650 - 7510 tahun

yang lalu (Tabel 1), yang kami interpretasikan

Page 15: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

15

sebagai umur maksimum dari Lapisan Pasir A atau Unit 1.3.

Unit 2 Lapisan Pasir B. Unit 2.0 dan 2.1

terdiri dari pasir berwarna gelap, merah sampai

coklat dengan laminasi dalam berbagai

ketebalan. Ukuran butir adalah pasir halus (Units

2 dan 2.1: rata-rata = 2.6 Φ; % pasir = 85.1%; Unit

32: rata-rata = 2.5 Φ; % pasir = 89.6%). Unit-unit

tersebut mengandung banyak floret kapur gua

utuh (Gambar 5; Supplementari Gambar 3) yang

memberikan ide bahwa berasal dari pasir bukan

karena tsunami. Satuan ini mempunyai

kelimpahan foraminifera moderat (68 – 94 buah

per 1 cm3), dan didominasi oleh spesies intertidal

(55 – 66%), yang umumnya terabrasi (49 –

58%) dan terfragmentasi (31 – 34%) (Gambar 5;

Supplementari Tabel 3 dan 4), dan kemungkinan

terjadi reworked dari Lapisan Pasir A (Unit 1.3).

Unit 2.1 di atasnya memiliki ketebalan sekitar

6 cm yang semakin halus ke bagian atas, antara

pasir halus dan sangat halus (Unit 2.2; rata-rata =

3.5 Φ; % pasir = 75.2%; Supplementari Gambar

1; Supplementari Tabel 1). Sepanjang bagian

dasar Unit 2.2 banyak terdapat pecahan klastis

lempung berukuran pebble. Secara lokal, Unit 2.2

menjadi tipis, pasir gelap tak kontinu. Unit 2.2

mengandung kapur gua yang terlapukan dan

kelimpahan foraminifera yang menengah (76 –

89 buah per 1 cm3) dari lingkungan subtidal (41 –

47%) dan intertidal (51 – 59%) (Gambar 5;

Supplementari Tabel 3 dan 4). Tidak seperti

sedimen foraminifera Unit 2.1, spesies-spesies

dalam Unit 2.2 (Fig. 5), termasuk Lagena sp., dan

Operculina ammonoides berasal dari tempat

dalam. Pecahan klastis tersebut, grading normal

dan kehadiran foraminifera subtidal dan kapur

gua terlapukan di dalam Unit 2.2 menunjukan

bahwa terendapkan oleh tsunami (Lapisan Pasir

B). Namun demikian, kumpulan foraminifera

tersebut dari lapisan pasir B sebagian besar

terfragmentasi (47 – 55%) dan mengandung

hanya sedikit kelimpahan individual utuh (9 –

12%), tidak seperti lapisan-lapisan tsunami

lainnya di dalam urutan gua tersebut. Kontak

antara Unit 2.2 dan lempung Unit-3 di atasnya tajam (sekitar 2 mm) tetapi tidak teratur.

Unit 3 Lapisan Pasir C. Bagian dasar dari

lumpur lempungan yang terpengaruh oleh laut

setebal 3,6 cm (rata-rata = 4.2 Φ; % lempung =

11.9; % lanau = 34.7). Meskipun dalam jumlah

yang sedikit (32 - 55 buah per 1 cm3), kehadiran

foraminifera dari lingkungan intertidal (46 - 51%)

dan subtidal (49 - 54%), yang sebagian besar

adalah utuh (43 – 45%), menunjukan deposisi

dalam lingkungan pasang-surut yang tenang.

Tidak terdapat kapur gua pada bagian dasar Unit

3, tetapi hadir dalam bentuk florets utuh pada

bagian atas. Ketebalan overlaying Unit 3 adalah

9.2 cm, grade agak normal, pasir halus (Unit 3.1:

rata-rata = 2.0 Φ; % pasir = 87.5%) yang

tergradasi dalam pasir halus terlaminasi dari

yang masif sampai yang sedikit mencapai

ketebalan beberapa centimeter (Unit 3.2; rata-

rata = 2.5 Φ; % pasir = 85.9%) (Gambar 5;

Supplementari Tabel 1). Bagian dasar Unit 3.1

mengandung banyak pecahan klastis angular

berukuran pebble dari lumpur di bawahnya (rata-

rata = 4.2 Φ; % pasir= 53.3%). Pengikisan dari

lempung-lumpur Unit 3.0 sebelum deposisi Unit

3.1 adalah jelas pada beberapa tempat di Parit 1.

Pasir pada Unit 3.1 dan Unit 3.2 mengandung

kapur gua terlapukan dan kaya dengan

foraminifera (146 – 412 buah per 1 cm3) yang

didominasi foraminifera utuh (32 - 41%) dan dari

lingkungan subtidal (46 – 61%), intertidal (37 -

45%) dan plankton (2 - 9%) (Gambar 5;

Supplementari Tabel 3). Spesies-spesies

dominan termasuk Elphidium craticulatum,

Cibicides lobatulus, dan Epinoides repandus.

Kelimpahan pecahan klastis, bedding tergradasi,

foraminifera subtidal, dan kapur gua terlapukan

menunjukan bahwa berasal dari tsunami untuk

Unit 3.1 dan Unit 3.2, disebutkan sebagai Lapisan

Pasir C. Unit 3.2 ditutupi oleh laminasi pasir yang

kaya organik (Unit 4: rata-rata = 2.3 Φ; % pasir =

90.2%) tanpa foraminifera dan kapur batu, dan

memiliki ketajaman batas (~2 mm) tetapi tidak teratur.

Unit 4 Lapisan Pasir D. Bagian dasar Unit 4

terdiri dari pasir ketebalan 4 cm yang terlaminasi

dan kaya organik. Laminasi tersebut jelas tetapi

tidak kontinyu, dan bervariasi dari warna hitam

sampai merah kecoklatan gelap. Ketebalan juga

sangat bervariasi, kurang dari 1 cm sampai 12

cm. Pasir tersebut mengandung foraminifera dan

kapur gua yang dalam jumlah yang tidak banyak.

Di atas Unit 4 adalah pasir halus setebal 3 cm

(Unit 4.1; rata-rata = 2.5 Φ; % pasir = 86.8%;

Gambar 5, Supplementari Tabel 1). Kontak

stratigrafi antara pasir halus Unit 4.1 dan Unit 4

di bawahnya sangat tajam (hanya beberapa mm

saja), sepanjang permukaan yang tidak teratur.

Page 16: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

16

Unit 4.1 mengandung jumlah foraminifera yang

sedikit (19 buah per 1 cm3). Sebagian besar telah

mengalami abrasi (78%) dan terfragmentasi

(22%) serta tidak ada satu pun yang msaih utuh.

Kehadiran foraminifera berasal dari intertidal

(83%; Ammonia convexa, Ammonia parkinsoniana) atau subtidal (17%; Pararotalia sp.) (Gambar 5; Supplementari Tabel 4). Tidak

ditemukan kapur gua dari Unit 4.1. Berdasarkan

kehadiran pasir halus, dengan kontak erosional

pada dasar dan foramninifera subtidal dalam Unit

4.1, kami menyimpulkan secara spekulatif bahwa

unit ini merupakan lapisan tsunami, dinamakan

Lapisan Pasir D (Supplementari Gambar 1). Di

atas Unit 4.1 adalah lempung berlumpur (Unit 5)

dengan kontak yang tajam (~2 mm) tetapi tidak

teratur.

Unit 5 Lapisan Pasir E. Unit 5 terdiri dari

lempung-lumpur non-marin yang ekstensif.

Ketebalan lempung-lumpur tersebut adalah 11

cm, tetapi ketebalannya bervariasi antara 4 cm

sampai 15 cm. Lempung yang masif mengandung

kapur gua utuh, tetapi tidak ada foraminifera dan

sepertinya seperti endapan oleh kolam di dalam

gua yang disebabkan oleh periode peningkatan

curah hujan. Kontak bagian atas dari lempung

tersebut adalah sangat halus dan menunjukan

hanya minor, bukti lokal dari erosi. Di atas

lempung berlumpur tersebut adalah lapisan pasir

sangat halus yang masif setebal 3 cm (Unit 5.1;

rata-rata = 3.4 Φ; % pasir = 72.9%) yang

memiliki kumpulan foraminfera sangat sedikit

(35 – 42 individuals per 1 cm3; Gambar 5,

Supplementari Tabel 1 dan 3). Foraminifera

tersebut sangat terabrasi (63 - 66%) dan

umumnya dari lingkungan intertidal (Ammonia parkinsoniana, and Elphidium advenum) (56 -

62%). Pada Unit 5.1 tidak terdapat kapur gua.

Berdasarkan kehadiran pasir dan foraminifera

marin yang masif, kami yakin bahwa Unit 5.1

(disebut Lapisan Pasir E) merepresentasikan

endapan dari tsunami. Ketidakhadiran pecahan

batuan klastik dari lempung di bawahnya

menunjukan bahwa aliran air di dalam gua sangat

lemah, sehingga tidak mampu menggerus

lempung di bawahnya. Sebagai tambahan, adalah

sangat sukar untuk menjelaskan bagaimana

lapisan pasir masif tersebut dapat terdeposisi

dari proses-proses lain di dalam gua. Di atas Unit

5.1 adalah pasir yang sangat halus, terlaminasi,

setebal 3 cm yang bervariasi dari warna hitam,

lamina yang banyak guano sampai lamina

anorganik yang coklat kemerah-merahan (Unit

5.2: rata = 4.0 Φ; % pasir = 58.3%). Sepanjang

bukaan dinding parit, pasir halus yang tipis dan

masif (Unit 5.3: tidak ada data ukuran butir)

menutupi Unit 5.1. Pasir halus tersebut

mengandung pecahan batuan klastis, dan

mengandung fragment-fragmen kapur gua yang

utuh dan sangat sedikit jumlah (2 buah per cm3)

dari foraminifera yang terabrasi (100%),

merepresentasikan reworking dari unit-unit yang

lebih tua. Kontak antara Unit 5.1 (lapisan pasir E)

dan penutup unit-unit tesebut tidak teratur. Di

atas pasir halus yang tipis dan kaya organik

tersebut (Unit 5.2) adalah lapisan-lapisan

lempung-lumpur non-marine paling tebal yang

tampak dalam urutan sedimen gua (Units 5.4 dan

5.5; tidak tersedia data ukuran butir)

(Supplementari Ganmbar 1 dan 2). Kombinasi

lapisan-lapisan tersebut memiliki rentang

ketebalan sampai 25 cm. Lempung-lumpur

tersebut terdeferensiasi dalam dua unit terpisah

berdasarkan pada warnanya: bagian atas

lempung-lumpur tersebut (yaitu Unit 5.3) adalah

lebih gelap (banyak mengandung organik) dari

pada bagian bawah dari lempung tersebut (Unit

5.4). Kedua unit tersebut tidak mengandung

foraminifera dan sepertinya terdeposisi oleh

proses yang sama yang membentuk Unit 5. Unit-

unit tersebut tidak banyak mengandung kapur

gua.

Fragment-fragmen arang detritus dari

penutup Unit-5.4 lempung-lumpur menghasilkan

kalibrasi rentang umur dari 5583 - 5331 tahun BP

, yang mana kami interpretasikan sebagai umur

minimum lapisan pasir E.

Bukti lebih lanjut dari lipatan sekunder Unit

5.1 dan Unit 5.2 dan pemotongan unit-unit ini

sepanjangn bagian atas lempung-lumpur Unit-5.3

memberikan ide bahwa getaran tanah lokal

(Supplementari Gambar 2c). Berdasarkan

kontinuitas stratigrafi intak dari Unit 5.3 dan Unit

5.4, getaran tanah harusnya terjadi sebelum pengendapan Unit 5.3.

Unit 6 Lapisan Pasir F. Di atas unit-unit

lempung-lumpur adalah urutan dua lapisan pasir

setebal 23 cm dengan pecahan batuan klastis

serta foraminifera subtidal dan plankton.

Lapisan-lapisan pasir Unit 6 merupakan yang

paling tebal pada Parit 1 dan 4 (Gambar 6b;

Supplementari Gambar 1 dan 2; Supplementari

Tabel 5). Ketebalannya mencapai 30 cm pada

Parit 1 sampai dengan 20 cm pada Parit 4. Pasir

Page 17: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

17

terbawah dari Unit 6 adalah pasir halus yang

masif (rata-rata = 2.9 Φ; % pasir = 78.9%)

dengan limpahan pecahan batuan klastis

berukuran pebble dan cobble dari bagian bawah

Unit 5.4 dan Unit 5.5 (Supplementari Gambar 1

dan 2; Supplementari Tabel 1 dan 2). Pasir masif

tersebut tergolong dalam pasir halus terlaminasi

(rata-rata = 2.7 Φ; % pasir = 87.3%). Kontak

antara Unit 6 dan lapisan bawah lempung-lumpur

(Unit 5.5) tajam dan erosional dengan ketebalan

lebih dari beberapa centimeter. Unit 6

mengandung foramninifera subtidal (43 - 68%),

intertidal (18 - 53%) dan planktic (4 - 14%) (198 -

296 buah per 1 cm3) (Gambar 5; Supplementari

Tabel 3 dan 4) dengan dominasi kelompok

Elphidium advenum, Calcarina spp., dan

Operculina ammonoides. Sedangkan pasir

bagian bawah Unit-6 mengandung fragmen

kapur gua terlapukan dan pasir bagian atas tanpa

fragmen tersebut. Kelimpahan pecahan klastis,

lapisan bersusun tergradasi, foraminifera

subtidal, dan kapur gua terlapukan menunjukan

bahwa lapisan tersebut berasal dari tsunami, Unit

6 disebut Lapisan Pasir F. Seperti halnya unit-

unit pasir lainnya yang merepresentasikan

endapan-endapan tsunami, termasuk endapan

tsunami 2004, sebagian besar foraminifera

umumnya utuh (41 – 69%). Di atas Unit 6

(Supplementari Gambar 1 dan 2; lapisan pasir F)

adalah pasir organik hitam dengan ketebalan

kurang dari 2 cm yang tergolong dalam pasir

abu-abu heterogen yang terlaminasi (Unit 7).

Kontak antara Unit 6 dan penutup Unit 7

tersebut besifat tajam (hanya dalam beberapa milimeter saja) dan tidak teratur.

Dua cangkang gastropoda utuh dari Unit 6

menghasilkan rentang umur terkalibrasi anatar

5231 - 4515 tahun BP dan 5258 - 4552 tahun BP,

yang kami interpretasikan sebagai umur Lapisan Pasir F.

Unit 7 Lapisan Pasir G. Di bawah Unit 7.1

adalah pasir halus organik hitam dengan

ketebalan 1,5 cm (Unit 7: rata-rata = 2.6 Φ; %

pasir = 89.4%) dengan laminasi diskontinyu.

Ketebalannya bervariasi dari beberapa milimeter

sampai sekitar 5 cm. Kontak antara Unit 7 dan

Unit 7.1 di atasnya adalah tajam (~2 mm)

sepanjang permukaan erosional. Unit 7.1 terdiri

dari pasir halus terlaminasi secara tidak teratur

(rata-rata = 3,0 Φ; % pasir = 79.8%) yang

memiliki rentang ketebalan dari 1 sampai 4 cm.

Ukuran butir pasir Unit 7.1 semakin halus ke atas

dari pasir halus pada bagian dasar (rata-rata =

2.6 Φ; % pasir = 85.1%) sampai pasir sangat

halus pada bagian atas (rata-rata = 3.6 Φ; %

pasir = 72.8%; Supplementari Gambar 2;

Supplementari Tabel 1 dan 2). Unit 7.1

mengandung kapur gua terlapukan dan

foraminifera (93 - 105 buah per 1 cm3) yang

umumnya utuh (65 - 82%) dan subtidal (71 -

77%; Supplementari Gambar 2; Supplementari

Tabel 4). Pararotalia sp., dan Cibicides spp.

mendominiasi kumpulan foraminifera. Pada

beberapa tempat , laminasi pasir halus

dipertegas oleh mineral-mineral berat. Grading

normal, kehadiran foraminifera subtidal dan

kapur gua terlapukan menunjukan bahwa proses

deposisi oleh tsunami (Fig 5; lapisan pasir G).

Lapisan pasir G (Unit 7.1) dilapisi oleh lempung-

lumpur tipis (Unit 7.2: rata-rata = 4.5 Φ; %

lempung = 14.7; % lanau = 34.6) yang

diskontinyu secara lateral. Unit 7.2 tanpa

kehadiran foraminifera dan fragmen-fragmen

kapur gua. Kontak tersebut bergradasi di atas beberapa milimeter.

Unit 8 Lapisan Pasir H. Penutup lempung-

lumpur (Unit 7.2) adalah pasir masif setebal ~4,5

cm yang semakin halus ke bagian atas dari pasir

halus pada bagian dasar (Unit 8; rata-rata = 2.3

Φ; % pasir = 82.3%) sampai dengan pasir sangat

halus pada bagian atas (rata-rata = 3.8 Φ; %

pasir = 71.7%; Supplementari Gambar 2;

Supplementari Tabel 1 dan 2). Fragmen-fragmen

terlapukan dari kapur gua ukuran diameternya

mencapai beberapa cm juga terdapat di dalam

pasir Unit-8. Unit 8 mengandung foraminifera

dengan kelimpahan menengah (55 - 62

individuals per 1 cm3) yang umumnya secara

eksklusif berasal dari lingkungan subtidal (98 –

100%), 39 - 44% di antaranya utuh (Fig. 5;

Supplementary Table 3 and 4). Spesies dominan

termasuk Lagena sp., Operculina ammonoides,

dan Pararotalia stellate dari tempat yang lebih dalam.

Kelimpahan lapisan bersusun (graded

bedding), foraminifera subtidal, dan kapur gua

terlapukan menunjukan berasal dari endapan

tsunami untuk Unit 8, disebut lapisan pasir H

(Supplementari Gambar 1 dan 2). Di atas Unit 8

atau lapisan pasir H adalah lapisan lempung-

lumpur yang tipis (Unit 8.1: rata-rata = 4,6 Φ; %

pasir = 53.5%) yang hanya terlihat pada Parit 4.

Kontak antara Unit 8.1 dan bagian bawah lapisan

Page 18: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

18

pasir H (Unit 8.1) tidak teratur, tetapi tajam di atas beberapa milimeter.

Unit 8.2 terdiri dari pasir halus masif

terlaminasi (rata = 3,2 Φ; % pasir = 82.9%). Unit

8.2 tanpa kehadiran foraminifera dan kapur gua.

Unit 8.3 terdiri dari pasir-lumpur organik

berwarna abu-abu dan gelap dengan ketebalan

tipis (rata-rata = 5.7 Φ; % pasir = 19.8%),

ketebalan sekitar 2 cm. Pasir-lumpur organik

hitan mengandung kapur gua utuh dan

foraminifera dalam jumlah yang sedikit (20 buah

per 1 cm3) yang umumnya terabrasi (96%)

berasal dari lingkungan intertidal (55%) dan

subtidal (45%). Kontak antara Unit 8.2 dan lapisan bawah pasir Unit-9 tajam dan tak teratur.

Bukti lanjut yang diperoleh dari keberadaan

patahan normal yang memotong dari Unit 1

sampai Unit 7 (Supplementary Fig. 1e), bahwa

sesar terjadi sebelum pengendapan Unit 8 atau lapisan pasir H.

Fragment-fragmen arang detritus dari Unit 7

menghasilkan rentang umur terkalibrasi antara

3362-3246 tahun BP, yang kami interpretasi

sebagai umur lapisan pasir H.

Unit 9 Lapisan Pasir. Unit 9, mengandung

pasir halus yang masif dan terang (rata-rata = 2.3

Φ; % pasir = 86.3%), ketebalan mencapai 3 cm,

dengan fragmen-fragmen detritus kapur gua

terlapukan, khususnya pada setengah bagian

atas unit tersebut (Supplementari Gambar 2;

Supplementari Tabel 4). Juga terdapat fragmen-

fragmen angular dari detritus arang. Laminasi

lemah juga terdapat, khususnya pada bagian

dasar unit tersebut. Namun demikian, Unit 9

secara lokal mengisi gerusan kecil memotong

underlying pasir-lumpur Unit 8.3. Ini menunjukan

erosi minor sebelum deposisi. Foraminifera

melimpah (256 buah per 1 cm3), dan umumnya

spesies subtidal (58%) (Pararotalia stellata,

Epinoides repandus, and Cibicides refulgens);

sekitar 44% dari kumpulan foraminifera tersebut

adalah utuh (Gambar 5; Supplementari Tabel 3

dan 4). Kehadiran pasir halus, foramninifera

subtidal, dan kapur batu terlapukan menunjukan

bahwa deposisi oleh tsunami, diberi nama

Lapisan Pasir I (Gambar 5; Lapisan Pasir I). Pasir

Unit-9 (lapisan pasir I) ditutupi oleh lapisan

organik berwarna hitam, ketebalan hanya

beberapa mm (Unit 9.1: tidak ada data ukuran

butir), dengan kotak yang tajam. Kumpulan

foraminifera yang kurang melimpah (4 buah per 1

cm3) terdiri dari yang terbarasi (82%), intertidal

(54%), dan subtidal (46%) dan ditemukan

fragment-fragmen utuh kapur gua dalam unit ini,

dan berasal dari lapisan pasir I di bawahnya (Unit

9). Fragment-fragmen arang detrital dari Unit 9

menghasilkan dua rentang umur terkalibrasi,

yaitu 3358 - 3221 tahun BP dan 3366 - 3252

tahun BP, umur ini kami interpretasikan sebagai

umur Lapisan Pasir I. Sebagai tambahan,

fragmen-fragmen arang detrital dari bagian atas

pasir Unit 9 menghasilkan rentang umur

terkalibrasi 3363- 3245 tahun BP, umur tersebut

kami interpretasikan sebagai umur maksimum

Lapisan Pasir I.

Bukti lanjut dari pemotongan Unit-unit 8.1,

8.2, and 8.3 menunjukan patahan paralel lapisan

sepanjang bagian atas Unit 8 (Supplementary

Fig. 1c). pelipatan sekunder dari unit-unit ini di

atas patahan paralel lapisan menunjukan bahwa

displasmen terjadi setelah deposisi Unit 8.3 tetapi sebelum deposisi Unit 9 (Lapisan Pasir I).

Unit 10 Lapisan Pasir J. Unit 10 adalah

lapisan tipis pasir sangat halus (rata-rata = 3.2 Φ;

% pasir = 75.6%) dengan laminasi merah-coklat.

Unit 10 mengandung kumpulan foraminifera

(86% spesies intertidal) dengan kelimpahan kecil

(9 buah per 1 cm3) dan terlapukan (76%

terfragmen dan 24% terkikis), dengan fragmen-

fragmen kapur gua utuh. Unit ini

merepresentasikan akumulasi guano kelelawar

dan pasir teremobilisasi dari pasir Unit 9 yang

mendasarinya. Bagian atas pasir sangat halus

berwarna merah Unit 10 tersebut, sepanjang

kontak yang tajam, adalah pasir tipis (2 cm)

halus masif (Unit 10.1; rata-rata = 2.8 Φ; % pasir

= 85.9%; Supplementari Gambar 1 dan 2;

Supplementari Tabel 1 dan 2), dengan

kelimpahan fragmen kapur gua terlapukan

berukuran pebble. Pasir Unit 10.1 mengandung

kelimpahan foraminifera (190 buah per 1 cm3)

yang umumnya utuh (53%) dan berasal dari

lingkungan subtidal (51%) dan intertidal (45%),

dengan kehadiran spesies plankton hanya dalam

jumlah persentasi yang kecil (4%; Supplementari

Gambar 2; Supplementary Tabel 3 dan 4).

Spesies dominan termasuk Ammonia parkinsoniana, Elphidium craticulatum, dan

Heterolepa sp. Kontak dengan Unit 10 di

bawahnya adalah tajam. Berdasarkan kehadiran

pasir sangat halus dan tersortasi bagus dan

foraminifera subtidal, kami menyimpulkan bahwa

Unit 10.1 (Gambar 5; diberi nama lapisan pasir J)

Page 19: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

19

merepresentasikan deposisi hasil dari tsunami.

Di atas Unit 10.1 (lapisan pasir J) adalah pasir

halus, organik, masif berwarna dari hitam ke

coklat gelap (Unit 10.2; rata-rata = 2.5 Φ; % pasir

= 87.8%). Unit 11 telah terkikis dari semua

penampakan pada parit-parit yang lain. Unit 10.2

adalah pasir halus, organik, masif, dan berwarna

dari hitam ke coklat gelap dengan ketebalan

sekitar 1,5 cm, yang merepresentasikan

akumulasi guano kelelawar dan remobilisasi pasri dari Unit 10.1.

Fragmen-fragmen arang detrital dari Unit 10.1

menghasilkan umur terkalibrasi dari: 3464 - 3383

tahun BP, 3370 - 3260 tahun BP. BP, 3356 - 3219

tahun BP, 3236 - 3068 tahun BP. Umur

terklaibrasi ini merepresentasikan umur lapisan

pasir J. sebagai tambahan, fragmen-fragmen

arang detrital dari Unit 10 menghasilkan rentang

umur terkalibrasi 3396 - 3269 tahun BP,

sehingga umur tersebut kami interpretasikan

sebagai umur maksimum lapisan pasir J.

Unit 11 Lapisan Pasir K. Unit 11 adalah

lapisan setebal 8,4 cm berurutan semakin ke

atas semakin halus dari ukuran pasir medium

(Unit 11; rata-rata = 1.9 Φ; % pasir = 95.5%) pada

bagian dasar sampai pada ukuran pasir halus

(rata-rata = 2.4 Φ; % pasir = 94.3%) dengan

banyak laminasi pada bagian atas

(Supplementari Gambar 1 dan 2; Supplementari

Tabel 1 dan 2). Unit tersebut mengandung

banyak pecahan klastis yang dihasilkan dari Unit

10.2 di bawahnya. Bagian paling atas pasir

sangat halus terlaminasi dan hampir tidak

terlihat pada galian-galian yang lain karena

proses erosi, tetapi terdapat pada penampakan

Parit 1 (Supplementari Gambar 1). Fragmen-

fragmen kapur gua terlapukan terdapat

melimpah dan rentang berukuran sampai 3 cm.

Unit 11 juga berlimpah foraminifera (1976 - 2485

buah per cm3) dan 49 - 55% dari foraminifera

tersebut masih utuh. Spesies Subtidal adalah

dmoniminan (48 – 61%) yaitu (Pararotalia sp.,

Asterorotalia sp., and Epinoides repandus)

dengan kehadiran plankton foraminifera, tetapi

dalam jumlah yang sedikit (9 – 14%; Gambar 5,

Supplementari Tabel 3 dan 4 ). Berdasarkan

pada grading normal, kelimpahana pecahan

klastis, dan foraminifera subtidal, kami

menyimpulkan bahwa lapisan pasir ini

merepresentasikan endapan tsunami (Gambar 4;

dinamakan sebagai lapisan pasir K). Lapisan

pasir K (Unit 11) dipisahkan dari pasir halus (Unit

12: tidak ada data ukuran butir) terlaminasi, tipis

dan berwarna hitam sampai abu-abu oleh suatu

lapisan tidak selaras erosional. Unit 12 adalah

breksi pebble berpasir halus dengan tertutupi

pasir organik yang hitam tak teratur. Klastis

berkisar sampai panjangnya 10 cm dan

umumnya tidak teratur.

Fragmen-fragmen arang detrital dari Unit 11

menghasilkan dua rentang umur terkalibrasi

yaitu 2859 – 2772 tahun BP dan 2975 – 2862

tahun BP. Kami menginterpretasikan rentang

umur ini sebagai umur lapisan pasir K.

Analisis ukuran butir. Kami telah

menganalisa ukuran butir pada resolusi 1 cm

dengan peralatan Malvern MS 3000 laser particle

size analyzer (mengukur ukuran butir sampai

1800 µm). Sebelum dianalisa, kami telah

menghilangkan material-material organik dengan

hidrogen perosida 30% dan karbonat dengan

asam hidroklorik 10%. Setelah itu, kami

membiarkan sampel-sampel tersebut mengurai

dalam larutan sodium heksametafosfat selama 24 jam.

Kami menghitung nilai-nilai ukuran butir

dengan Wentworth-Phi scale56, menggunakan

metode the average of three runs. Diskripsi

ukuran butir untuk setiap interval sampling

menggunakan metode yang didefinsikan oleh

Blott dan Pye57 dan memperhitungkan rata-rata

(rata-rata ukuran butir), mode (ukuran butir

dominan), simpangan (derajad sorting), dan

persentase lempung, lanau, dan pasir. Kami

menunjukan kedalaman dari awal urutan

kekasaran dan urutan butir yang semakin halus ke bagian atas pada Gambar 5.

Analisis Foraminifera dan kapur gua.

Kami menguji 42 sampel dari Unit 1 sampai Unit

12 untuk foraminiferal taxa (Supplementari Tabel

8) dan taphonomi (kondisi permukaan dari uji

foraminifera). Taxonomi foraminifera membatasi

asal dari ekologi dan taphonomi dapat

menentukan waktu tinggal dan sejarah

transportasi. Untuk anlisis foraminifera dan

kapur gua, kami mengsub-sampel-kan setiap

lapisan 5 cm3, melakukan ayakan basah material

pada >63 µm, pengeringan pada 25°C, dan

mengujinya di bawah mikroskop binokular.

Ayakan smpel yang telah kering dipisahkan untuk

menentukan hitungan sekitar 300 foraminifera

per sample58. Untuk setiap sampel, jumlah total

forminifera yang ada dalam 5 cm3 (konsentrasi

Page 20: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

20

total) dihitung sebagai persentasi setiap spesies

yang ada (kelimpahan). Taksonomi foraminifera

mengikuti Loeblich dan Tappan59. Selanjutnya

foraminifera dikategorikan merujuk pada

keadaan taphonomik yang diuji seperti yang

didefinsikan oleh Pilarczyk and Reinhardt51, yaitu

individual yang utuh yaitu yang secara

taphonomi tidak berubah; individual terabrasi

yaitu yang tepinya telah bulat atau korosi; dan

individual terfragmen yaitu yang telah pecah

dengan sisinya angular (Supplementari Gambar

3). Dalam setiap sampel, kami dokumentasikan

kehadiran atau ketidak-hadiran kapur gua. Pada

sampel yang terdapat kapur gua maka kami

kategorikan kondisi permukaan setiap fragmen

kapur gua apakah utuh atau terlapukan.

Fragmen-fragmen yang utuh adalah kecil, rapuh,

dan memiliki struktur floret baru; fragmen-

fragmen yang terlapukan berukuran besar, lebih halus/bulat, dan tidak memiliki struktur floret.

Ketersediaan Data. Data dan code-code

pemodelan yang telah berkontribusi dari hasil

yang dilaporkan tersedia pada corresponding author berdasarkan permintaan.

Referensi

1 Holzer, T. & Savage, J. Global earthquake

fatalities and population. Earthq. Spectra

29, 155-175 (2013).

2 Satake, K. & Atwater, B. F. Long-term

perspectives on giant earthquakes and

tsunamis at subduction zones. Annual Rev. Earth Planet. Sci. 35, 349-374

(2007).

3 Lay, T. & Kanamori, H. Insights from the

great 2011 Japan earthquake. Phys. Today 64, 33 (2011).

4 Sieh, K. et al. Earthquake supercycles

inferred from sea‐level changes recorded

in the corals of West Sumatra. Science

322, 1674-1678 (2008).

5 Meltzner, A. J. et al. Uplift and subsidence

associated with the great Aceh-Andaman

earthquake of 2004. J. Geophys. Res. 111,

B02407 (2006).

6 Chlieh, M. et al. Coseismic slip and

afterslip of the great Mw 9.15 Sumatra-

Andaman earthquake of 2004. Bull.

Seismol. Soc. Am. 97, s152-s173 (2007).

7 Surarya, C. et al. Plate-boundary

deformation associated with the great

Sumatra-Andaman earthquake. Nature

440, 46-51 (2006).

8 Martin, M. & Bourgeois, J. Vented

sediments and tsunami deposits in the

Puget Lowland, Washington –

differentiating sedimentary processes.

Sedimentology 59, 419-444 (2011).

9 Jaffe, B. E. et al. Identification and

interpretation of tsunami deposits from

the June 23, 2001 Peru tsunami.

Proceedings of the International Conference on Coastal Sediments 2003.

[World Scientific Publishing Corp and East

Meets West Productions, Corpus Christi,

TX, USA] (2003).

10 Monecke, K. et al. 1,000 year sediment

record of tsunami recurrence in northern

Sumatra. Nature 455, 1232-1234 (2008).

11 Sieh, K. et al. Penultimate predecessors of

the 2004 Indian Ocean tsunami in Aceh,

Sumatra: Stratigraphic, archeological, and

historical evidence. J. Geophys. Res. 120,

1-18 (2015).

12 Kelsey, H. M. et al. Accommodation space,

relative sea level and the archiving of

paleoearthquakes along subduction

zones. Geology 43, 675-678 (2015).

13 Harper, S. B. Bedded shell deposit at Ao

Nang, Krabi Province, southern Thailand:

A record of a prehistoric tsunami event or

extreme storm event or neither. Abstract Volume of the Geological Society of America 37, (2005).

14 Jankaew, K. et al. Medieval forewarning of

the 2004 Indian Ocean tsunami in

Thailand. Nature 455, 1228-1231 (2008).

15 Brill, D. et al. OSL dating of tsunami

deposits from Phra Thong Island,

Thailand. Quat Geochronol. 10, 224-229

(2012).

16 Brill, D. et al. Local inundation distances

and regional tsunami recurrence in the

Indian Ocean inferred from luminescence

dating of sandy deposits in Thailand. Nat. Hazards Earth Syst. Sci. 12, 2177-2192

(2012).

Page 21: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

21

17 Gouramanis, C. et al. High-frequency

coastal overwash deposits from Phra

Thong Island, Thailand. Sci. Rep. 7,

doi:10.1038/srep43742 (2017).

18 Malik, J. N. et al. Geological evidence for

two pre-2004 earthquakes during recent

centuries near Port Blair, South Andaman

Island, India. Geology 39, 559-562 (2011).

19 Jackson, K. et al. Holocene Indian Ocean

tsunami history in Sri Lanka. Geology. 42,

859-862 (2014).

20 Rajendran, C. P., Rajendran, K, Andrade,

V. & Srinivasalu, S. Ages and relative sizes

of pre-2004 tsunamis in the Bay of Bengal

inferred from geological evidence in the

Andaman and Nicobar Islands. J. Geophys. Res. 118, 1345-1362 (2013).

21 Klostermann, L., Gischler, E., Storz, D. &

Hudson, J. H. Sedimentary record of late

Holocene event beds in a mid-ocean atoll

lagoon, Maldives, Indian Ocean: Potential

for deposition by tsunamis. Mar. Geol. 348, 37-43 (2014).

22 Dura, T. et al. The role of Holocene relative

sea-level change in preserving records of

subduction zone earthquakes. Curr. Clim. Change. Rep. doi:10.1007/s40641-016-

0041-y (2016).

23 Hawkes, A. D. et al. Sediments deposited

by the 2004 Indian Ocean tsunami along

the Malaysia-Thailand Peninsula. Mar. Geol. 242, 169-190 (2007).

24 Anthes, R. (ed). Tropical Cyclones: The Evolution, Structure and Effects.

American Meteorological Society, (1982).

25 McBride, J. L. Tropical cyclone formation.

In Global Perspectives on Tropical Cyclones. (ed Elsberry, L.) Geneva: WMO

693, 63-105 (1995).

26 Murty, T. S. & Flather, R. A. Impact of

storm surges in the Bay of Bengal. J. Coast. Res. 12, 149-161 (1994).

27 Chang, C. P., Liu, C. H. & Kuo, H. C.

Typhoon Vamei: an equatorial tropical

cyclone formation. Geophys. Res. Lett. 30, 1151-1154 (2003).

28 Grandau, F. & Engel, G. Annual Tropical Cyclone Report. U.S. Naval Pacific

Meteorology and Oceanography

Center/Joint Typhoon Warning Center

(2002).

29 Goff, J., Chagué-Goff, C., Nichol, S., Jaffe,

B. & Dominey-Howes, D. Progress in

palaeotsunami research. Sed. Geol. 243,

70-88 (2012).

30 Mamo, B., Strotz, L. & Dominey-Howes, D.

Tsunami sediments and their

foraminiferal assemblages. Earth-Sci. Rev. 96, 263-278 (2009).

31 Glenn-Sullivan, E. C. & Evans, I. The

effects of time-averaging and taphonomy

on the identification of reefal sub-

environments using larger foraminifera:

Apo Reef, Mindoro, Philippines. Palaios 16, 399-408 (2001).

32 Pilarczyk, J. E. et al. Microfossils in coastal

environments as indicators of

paleoearthquakes, tsunamis, and storms.

Palaeogeogr. Palaeoclimatol. Palaeoecol. 413, 144-157 (2014).

33 Horton, B. P., Gibbard, P. L, Milne, G. M.,

Morley, R. J. & Purintavaragul, C.

Holocene sea levels and

palaeoenvironments, Malay-Thai

peninsula, southeast Asia. Holocene 15,

1199-1213 (2005).

34 Meltzner, A. J. et al. Half-metre sea-level

fluctuations on centennial timescales

from mid-Holocene corals of Southeast

Asia. Nat. Commun. DOI:10.1038/ncomms14387 (2017).

35 Briggs, R. et al. Persistent elastic behavior

above a megathrust rupture patch: Nias

Island, West Sumatra. J. Geophys. Res. 113, 1-28 (2008).

36 Peters, R., Jaffe, B. & Gelfenbaum, G.

Distribution and sedimentary

characteristics of tsunami deposits along

the Cascadia margin of western North

America. Sediment. Geol. 200, 372-386

(2007).

37 Grand Pre, C. A. et al. Stratigraphic

evidence for an early Holocene

earthquake in Aceh, Indonesia. Quat. Sci. Rev. 54, 142-151 (2012).

38 Patton, J. R. et al. A 6,600 year

earthquake history in the region of the

2004 Sumatra-Andaman subduction zone

Page 22: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

22

earthquake. Geosphere 11, 2067-2129

(2015).

39 Meltzner, A. J. et al. Coral evidence for

earthquake recurrence and an A.D. 1390–

1455 cluster at the south end of the 2004

Aceh-Andaman rupture. J. Geophys. Res. 115, 1-46, B10402 (2010).

40 Prendergast, A., Cupper, M. L., Jankaew,

K. & Sawai, Y. Indian Ocean tsunami

recurrence from optical dating of tsunami

sand sheets in Thailand. Mar. Geol. 295-

298, 20-27 (2012).

41 Rajendran, C. P. et al. Evidence of ancient

sea surges at the Mamallapuram coast of

India and implications for previous Indian

Ocean tsunami events. Current Science

91, 1242-1247 (2006).

42 Rajendran, C. P. et al. Geoarchaeological

evidence of a Chola-period tsunami from

an ancient port at Kaveripattinam on the

southeastern coast of India.

Geoarchaeology 26, 867-887 (2011).

43 Rhodes, B. P., Kirby, M. E., Jankaew, K. &

Choo-wong, M. Evidence for a mid-

Holocene tsunami deposit along the

Andaman coast of Thailand preserved in a

mangrove environment. Mar. Geol. 282,

255-267 (2011).

44 Okal, E. & Synolakis, C. Far-field tsunami

hazard from mega-thrust earthquakes in

the Indian Ocean. Geophys. J. Int. 172,

995-1015 (2008).

45 Witter, R. C., Kelsey, H. M. & Hemphill-

Haley, E. Pacific storms, El Nino and

tsunamis: competing mechanisms for

sand deposition in a coastal marsh,

Euchre Creek, Oregon. J. Coast. Res. 17,

563-583 (2001).

46 Peng, Z. & Gomberg, J. An integrated

perspective of the continuum between

earthquakes and slow-slip phenomena.

Nat. Geosci. 3, 599-607 (2010).

47 Wallace, L. M., Beavan, J., Bannister, S. &

Williams, C. Simultaneous long-term and

short-term slow slip events at the

Hikurangi subduction margin, New

Zealand: Implications for processes that

control slow slip event occurrence,

duration, and migration. J. Geophys. Res. 117, 1-18 B11402 (2012).

48 Atwater, B.F. & Moore, A.L. A tsunami

about 1000 years ago in Puget Sound,

Washington. Science 258, 1614-1617

(1992).

49 Nelson, A. R., Shennan, I. & Long, A. J.

Identifying coseismic subsidence in tidal‐wetland stratigraphic sequences at the

Cascadia subduction zone of western

North America. J. Geophys. Res. 101,

6115-6135 (1996).

50 Sawai, Y., Namegaya, Y., Okamura, Y.,

Satake, K. & Shishikura, M. Challenges of

anticipating the 2011 Tohoku earthquake

and tsunami using coastal geology.

Geophys. Res. Lett. 39, L21309 (2012).

51 Pilarczyk, J. E. & Reinhardt, E. G. Testing

foraminiferal taphonomy as a tsunami

indicator in a shallow arid system lagoon:

Sur, Sultanate of Oman. Mar. Geol., 295-

298, 128-136 (2012).

52 Moore, A., Nishimura, Y., Gelfenbaum, G.,

Kamataki, T. & Triyono, R. Sedimentary

deposits of the 26 December 2004

tsunami on the northwest coast of Aceh,

Indonesia. Earth Planets Space 58, 253-

258 (2006).

53 Reimer P. J., Bard, E., Bayliss, A. & Beck,

J. W. IntCal13 and Marine13 Radiocarbon

Age Calibration Curves 0–50,000 Years

cal BP. Radiocarbon 55, 1869-1887

(2013).

54 Southon, J., Kashgarian, M., Fontugne, M.,

Metivier, B. & Yim, W. W.-S. Marine

reservoir corrections for the Indian Ocean

and Southeast Asia. Radiocarbon 44, 167-

180 (2002).

55 Brooks, S., Gelman, A., Jones, G., Meng,

X.L. (eds) Handbook of Markov Chain Monte Carlo. CRC Press (2011).

56 Krumbein, W.C. Size frequency

distributions of sediments. J. Sediment. Petrol. 4, 65-77 (1934).

57 Blott, S. J. & Pye, K. Gradistat: a grain size

distribution and statistics package for the

analysis of unconsolidated sediments.

Earth Surf. Proc. Land. 26, 1237-1248

(2001).

Page 23: Perulangan tsunami yang sangat bervariasi dalam 7400 tahun ... · dari gempa bumi- gempa bumi besar sepanjang megathrust Sunda. Bagian berwarna merah muda adalah perkiraan area rupture

23

58 Patterson, R. et al. Relative utility of

foraminifera, diatoms and macrophytes

as high resolution indicators of paleo-sea

level in coastal British Columbia, Canada.

Quat. Sci. Rev. 24, 2002-2014 (2005).

59 Loeblich, A. R. & Tappan, H. Foraminiferal Genera and Their Classification. Van

Nostrand Rienhold Co. New York (1987).

60 Briggs, R. et al. Deformation and slip along

the Sunda megathrust in the great 2005

Nias-Simeulue earthquake. Science 35,

1897-1901 (2006).

61 Singh, S. C. et al. Seismic evidence of

bending and unbending of subducting

oceanic crust and the presence of mantle

megathrust in the 2004 Great earthquake

rupture zone. Earth Planet. Sci. Lett. 321,

166-176 (2012).

62 Prawirodirdjo, L. & Bock, Y. Instantaneous

global plate motion model from 12 years

of continuous GPS observations. J. Geophys. Res. 109, 1-15 B08405 (2004).

63 Bronk Ramsey, C. Deposition models for

chronological records. Quaternary. Sci. Rev. 27, 42–60 (2008).

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini didukung oleh the National

Research Foundation Singapore and the

Singapore Ministry of Education under the

Research Centers of Excellence initiative (grant

M443B50147), National Science Foundation

award (EAR #0809392, 0809417, 0809625) dan

the Asia Research Institute and National

University of Singapore. Kami berterimakasih

pada Simon Engelhart, Andrea Hawkes, Harvey

Kelsey, Jedrzej (Yen) Majewski, Adam Switzer,

dan Christopher Vane untuk diskusinya yang

sangat membantu dan dukungan lapangan dari

Y. Ramayati, Aceh Heritage Community dan T.

Djubiantono, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Arkeologi Nasional. Akhirnya,

kami berterimakasih pada masyarakat pada

kawasan yang terdampak dengan gempa bumi

atas kemauannya membagi data-data observasi

yang mereka miliki.. Tulisan ini merupakan suatu

kontribusi terhadap PALSEA2 (Paleo-Constraints

on Sea-Level Rise 2) dan terhadap International

Geoscience Programme (IGCP) Project 639, ‘Sea

Level Change from Minutes to Millennia’.

Penelitian ini melibatkan Earth Observatory of

Singapore kontribusi no. 144. Penelitian ini

didukung oleh the National Research Foundation

Singapore dan the Singapore Ministry of

Education di bawah inisiatif the Research

Centres of Excellence.

Author Contributions

C.M.R. memantau semua aspek penelitian dan

memimpin pekerjaan lapangan. C.M.R., B.P.H.,

K.S., J.P. and P.D. membantu arahan intelektual

penelitian ini. C.M.R., B.P.H, K.S., P.D. dan N.I.

membantu pekerjaan lapangan. N.I. dan P.D.

menyediakan dukungan logistik untuk pekerjaan

lapangan. C.M.R., B.P.H., K.S., J.P. dan P.D

menyelesaikan analisa stratigrafi, sedimentologi,

foraminifera dan/atau radiokarbon. A.P. dan

B.P.H. melaksanakan analisis statistik Bayesian

untuk geokronologi. Beberapa bagian dari

manuskrip dat/atau suplemen ditulis oleh semua

penulis. Semua penulis mereview manuskrip ini.

Informasi Tambahan: Informasi

supplementary menyertai tulisan ini pada

www.nature.com. Informasi pencetakan ulang

dan izin tersedia pada www.nature.com/reprints.

Koresoponden dan permintaan material dapat

dialamatkan pada [email protected]