pidato sastra
TRANSCRIPT
PIDATO SATRA MENGENAI
CERPEN ROH KARYA PUTU WIJAYA
Assalamu’alaikum wr.wb.
Bapak Sumedi selaku guru pembimbing Sastra Indonesia yang saya hormati dan
teman-teman XII Bahasa yang saya cintai. Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehinngga kita dapat
berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat tak kurang suatu apapun.
Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Sumedi dan teman-teman yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pada kesempatan hari ini
tentang sebuah cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul ROH.
Bapak Semedi dan teman-teman yang berbahagia. Dalam cerita "Roh", Putu Wijaya
menceritakan seorang pembantu yang bernama Roh yang sangat menginginkan hari ulang
tahunnya dirayakan selayaknya pembantu-pembantu yang lain. Roh tidak bisa merayakan
ulang tahunya karena tidak mengerti huruf atau buta huruf, sulit bagi majikannya untuk
membantu Roh merayakan ulang tahunya. Akhrinya, ulang tahun Roh terlaksana juga setelah
terjadi beberapa kali perundingan yang dilakukan majikannya. Tetapi setelah keinginan Roh
terwujud, dua orang anak majikannya merasa iri dan tidak menyukai Roh. Apalagi Roh
menginginkan ulang tahunnya di rayakan lagi untuk yang kedua kalinya dengan meminta
uang gajinya selama enam bulan kedepan.
Bapak Semedi yang saya hormati dan teman-teman yang saya banggakan. Terlihat
dalam cerita pertama bahwasannya pengarang menitik beratkan terhadap keinginan roh untuk
merayakan ulang tahunnya dan kebaikan majikan terhadap Roh yang berlebihan tanpa
menghiraukan perasaan anak-anak yang iri padanya. Dengan adanya perayaan ulang tahun
Roh, kedua anak manjikannya semakin merasa mengistimewakan seoarang pembantu. Hal ini
Widya Aditya Wulandari
Kelas XII Bahasa
No. Absen 32
juga menjadikan Roh ingin terus merayakan ulang tahunnya lagi meskipun masih ditahun
yang sama.
Bapak Semedi yang saya hormati dan teman-teman yang saya sayangi. Keberatan
yang menonjol ketika dikemukakan mengenai psikologi cerita yang menggambarkan ejekan
pada beberapa majikan yang di dunia nyata selalu digambarkan menyiksa pembantu.
Rupanya, Putu Wijaya secara tegas ingin melawan nilai-nilai di dunia nyata dengan nilai-nilai
dalam karya sastra. Nilai-nilai yang ada dalam karyanya menjadi amanat tersembunyi bagi
pembaca. Pengarang ingin menunjukkan bahwa majikan tidak selamanya bersikap kasar dan
sebaiknnya majikan di seluruh dunia dapat berlaku seperti dalam cerita tersebut. Tapi,
ternyata kumpulan cerpen ini masih jarang dibaca oleh kaum majikan di Indonesia, sebagai
bukti di negara ini masih banyak majikan yang menyiksa pembantunya. Dengan demikian
pembaca akan merasa bahwa konsep seperti ini hanya ada dalam dunia cerita saja.
Bapak Sumedi dan temen-yemen yang saya banggakan. Jadi, dalam cerita karya Putu
Wijaya ini pengarang membuat cerita tersebut bersifat satire, dengan penuh kekonyolan.
Namun, Pengarang ingin menunjukkan bahwa majikan tidak selamanya bersikap kasar dan
sebaiknnya majikan di seluruh dunia dapat berlaku seperti dalam cerita tersebut. Walaupun
dalam kehidupan nyata ini masih saja ada majikan yang menyiksa pembantunya.
Maka kita sebagai generasi muda, sebagai generasi penerus, mari kita kita tunjukkan
bahwa kita merupakan orang-orang yang terpelajar, terdidik, dan bermoral, sehingga mari
kita junjung hak asasi manusia dan jangan suka merendahkan apa lagi sampai menganiaya
sesama manusia yang pada dasarnya di mata Tuhan kita itu sama.
Demikian yang dapat saya sampaikan, apabila ada salah kata saya mohon maaf dan
terima kasih atas waktu yang diberikan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.