pikiran rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/pikiranrakyat-2011… · kukan...

2
Pikiran Rakyat ~~"~~~~~~~=~~~~~~~,,~~~~~~,~~~~,v~~~~~~c~,~~~~~~~~~~~ o Selasa Rabu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu . __ ._._._._--------_ .._----_ .._----------_. __ ._----------_ .._.__ ._------_._--_.- 456 789 10 11 12 13 14 15 16 _______ .__ .. ~~ 21 !~~~ __ 3._4 ~_~. 2~ ~~__ ~~_~~~_ 31 o Mar 0 Apr 0 Me; 0 Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt Nov 0 Des Kaum Terpelajar dan Perilaku DO iplin Oleh Bum RAJAB M EREFLEK- SIKAN hasil pe- ngamatan atas kon- disi lalu lintas sehari-hari di Kota Bandung, terlihat sem- . rawut, jauh dari apa yang dise- but tertib berlalu lintas. Lalu lintas dijalanan sepertinya ti- dak "berpola", tidak menun- jukkan keteraturan. Para pemakai jalan, apakah itu pejalan kaki, pengguna se- peda, pemakai kendaraan pribadi roda dua (motor) dan kendaraan roda empat (mo- bil), kendaraan angkutan umum, bisa dikatakan se- maunya sendiri, tidak mem- perhatikan aturan lalu lintas: menyeberang di sembarang tempat, trotoar untuk pejalan kaki dipakai kendaraan roda dua, berhenti tiba-tiba dan bukan di tempatnya, berbelok dan berbalik arah semba- rangan. Masing-masing peng- guna jalan menunjukkan kee- goisannya, tidak peduli satu samalain. Tak pelak lagi,kemacetanlah yang terjadi! Dan sesungguh- nya kemacetan tersebut lebih banyak didorong perbuatan pemakai jalan yang menon- jolkan kepentingan pribadinya, bukan melulu karena alasan jalannya keeil atau sempit atau karena terlalu banyaknya ken- daraan di jalanan. Mungkin dapat dikatakan, hampir se- mua penggunajalan dijalanan bertindak seenaknya, tidak mau teratur,apalagi mengatur diri. Itulah keadaan lalu lintas yang polanya "kacau", yang rawan untuk berlangsungnya kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang memakan korban, apakah.kendaraannya yang rusak atau pengguna jalannya luka ringan sampai yang mati seperti yang wajar saja, bukan kejadian luar biasa, saking se- ringnya kecelakaan terjadi. Ja- di, kecelakaan lalu lintas terse- but umumnya berlangsung karena human error, para,pe- makai jalan yang banyak memberi peluang bagi ter- jadinya kecelakaan. ** LEBIH ironis lagi, kesem- rawutan lalu lintas di Kota Bandung ini, juga di kota-kota lain di wilayah nusantara, se- lain terjadi di depan pasar- pasar tradisonal rakyat yang para penjajanya menggelar da- gangan hingga ke badan jalan (umum menyebut pasar tum- pah), atau supermarket, pusat perbelanjaan, mal, berlang- sung juga dijalan-jalan di de- pan gedung-gedung sekolah. Mungkin bisa dikatakan, di de- pan gedung-gedung sekolah yang megah dan mentereng tersebut identik dengan keti- daktertiban lalu lintas. Padahal, secara ideal nor- matif, institusi-institusi pen- didikan sekolah itu di samping tempat mengasah otak (intel- lectual exercise) untuk me- nambah dan memperluas wa- wasan serta agarpara peserta didik dapat menganalisis berbagai gejalan alam dan manusia, juga merupakan lembaga yang mengajari ke- disiplinan. Sepertinya civitas academica, siswa, mahasiswa, pengajar, dan pegawai lainnya, berperilaku seenaknya, bertin- dak egosentrik dalam mema- kai jalan. Mereka yang dikate- gorikan sebagai kaum terpela- jar, anak-anak bangsa terpilih yang akan memimpin bangsa Indonesia, temyata sama saja dengan golongan lain berpar- tisipasi dalam membuat ke- semrawutan berlalu lintas. Kenapa, kok, golongan ter- pelajar, yang merupakan kaum elite ini tidak memperlihatkan sikap yang tertib dan teratur, berdisiplin? Bukankah kaum elite itu, dalam perspektif sosi- ologis, menunjuk pada insan- insan yang selalu berupaya keras berpegang dan berorien- tasi pada aturan, norma, dan etika yang berlaku, yang mere- ka buat? Tidakkah golongan elite ini dalam bersikap selalu dipenuhi dengan tindak tan- duk kesopansantunan dan ke- tenangan? Dalam sejarah du- nia, bukahkah kaum elite ini disebut sebagai kelompok stra- tegis yang selalu berkreasi dan kemudian mengembangkan peradaban lewat pemikiran- pemikiran yang metodis dan reflektif serta melakukan tin- dakan-tindakan berdisiplin? Namun, mengapa kaum ter- pelajar kita dalam perbuatan- perbuatannya, kok, jauh dari cerminan sebagai orang-orang yang membangun kebudayaan yang beradab? Kedisiplinan di ruang-ruang publik atau tempat-tempat umum, termasuk di jalanan, merupakan salah satu indika- tor (penanda) dari masyarakat beradab (civil society). Akan tetapi, kelihatannya pada masyarakat kita hal itu belum banyak terwujud, karena go- longan yang seharusnya bera- da di baris terdepan dalam mengadabkan masyarakat, menjadi bagian dari pembuat kesemrawutan lalu lintas. Mungkin karena itu, Robert W. Hefner, pengkaji kebu- dayaan kontemporer Indone- sia, menyebutkan, hidup kese- harian warga negara-bangsa Indonesia umumnya relatif jauh dari keadaban (unciviO. ** Kliping Humas Unpad 2011 -----------.

Upload: others

Post on 12-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/pikiranrakyat-2011… · kukan penelitian mengenai perubahan sosialdiIndonesia mulai 1950-an, menemukan, telah terjadi

Pikiran Rakyat~~"~~~~~~~=~~~~~~~,,~~~~~~,~~~~,v~~~~~~c~,~~~~~~~~~~~o Selasa • Rabu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu

.__ ._._._._--------_ .._----_ .._----------_. __ ._----------_ .._.__ ._------_._--_.-4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

_______.__.. ~~ 21 !~~~__3._4 ~_~. 2~ ~~__ ~~_~~~_ 31o Mar 0Apr 0Me; 0Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt • Nov 0 Des

Kaum Terpelajar dan Perilaku DO iplinOleh Bum RAJAB

M EREFLEK-SIKAN hasil pe-ngamatan atas kon-

disi lalu lintas sehari-hari diKota Bandung, terlihat sem-. rawut, jauh dari apa yang dise-but tertib berlalu lintas. Lalulintas dijalanan sepertinya ti-dak "berpola", tidak menun-jukkan keteraturan.Para pemakai jalan, apakah

itu pejalan kaki, pengguna se-peda, pemakai kendaraanpribadi roda dua (motor) dankendaraan roda empat (mo-bil), kendaraan angkutanumum, bisa dikatakan se-maunya sendiri, tidak mem-perhatikan aturan lalu lintas:menyeberang di sembarangtempat, trotoar untuk pejalankaki dipakai kendaraan rodadua, berhenti tiba-tiba danbukan di tempatnya, berbelokdan berbalik arah semba-rangan. Masing-masing peng-guna jalan menunjukkan kee-goisannya, tidak peduli satusamalain.Tak pelak lagi, kemacetanlah

yang terjadi! Dan sesungguh-nya kemacetan tersebut lebihbanyak didorong perbuatanpemakai jalan yang menon-jolkan kepentingan pribadinya,bukan melulu karena alasanjalannya keeil atau sempit ataukarena terlalu banyaknya ken-daraan di jalanan. Mungkindapat dikatakan, hampir se-mua penggunajalan dijalananbertindak seenaknya, tidakmau teratur,apalagi mengaturdiri.Itulah keadaan lalu lintas

yang polanya "kacau", yangrawan untuk berlangsungnyakecelakaan. Kecelakaan lalulintas yang memakan korban,apakah.kendaraannya yangrusak atau pengguna jalannyaluka ringan sampai yang matiseperti yang wajar saja, bukankejadian luar biasa, saking se-ringnya kecelakaan terjadi. Ja-di, kecelakaan lalu lintas terse-but umumnya berlangsungkarena human error, para, pe-makai jalan yang banyak

memberi peluang bagi ter-jadinya kecelakaan.

**LEBIH ironis lagi, kesem-

rawutan lalu lintas di KotaBandung ini, juga di kota-kotalain di wilayah nusantara, se-lain terjadi di depan pasar-pasar tradisonal rakyat yangpara penjajanya menggelar da-gangan hingga ke badan jalan(umum menyebut pasar tum-pah), atau supermarket, pusatperbelanjaan, mal, berlang-sung juga dijalan-jalan di de-pan gedung-gedung sekolah.Mungkin bisa dikatakan, di de-pan gedung-gedung sekolahyang megah dan menterengtersebut identik dengan keti-daktertiban lalu lintas.Padahal, secara ideal nor-

matif, institusi-institusi pen-didikan sekolah itu di sampingtempat mengasah otak (intel-lectual exercise) untuk me-nambah dan memperluas wa-wasan serta agarpara pesertadidik dapat menganalisisberbagai gejalan alam danmanusia, juga merupakanlembaga yang mengajari ke-disiplinan. Sepertinya civitasacademica, siswa, mahasiswa,pengajar, dan pegawai lainnya,berperilaku seenaknya, bertin-dak egosentrik dalam mema-kai jalan. Mereka yang dikate-gorikan sebagai kaum terpela-jar, anak-anak bangsa terpilihyang akan memimpin bangsa

Indonesia, temyata sama sajadengan golongan lain berpar-tisipasi dalam membuat ke-semrawutan berlalu lintas.Kenapa, kok, golongan ter-

pelajar, yang merupakan kaumelite ini tidak memperlihatkansikap yang tertib dan teratur,berdisiplin? Bukankah kaumelite itu, dalam perspektif sosi-ologis, menunjuk pada insan-insan yang selalu berupayakeras berpegang dan berorien-tasi pada aturan, norma, danetika yang berlaku, yang mere-ka buat? Tidakkah golonganelite ini dalam bersikap selaludipenuhi dengan tindak tan-duk kesopansantunan dan ke-tenangan? Dalam sejarah du-nia, bukahkah kaum elite inidisebut sebagai kelompok stra-tegis yang selalu berkreasi dankemudian mengembangkanperadaban lewat pemikiran-pemikiran yang metodis danreflektif serta melakukan tin-dakan-tindakan berdisiplin?Namun, mengapa kaum ter-pelajar kita dalam perbuatan-perbuatannya, kok, jauh daricerminan sebagai orang-orangyang membangun kebudayaanyang beradab?Kedisiplinan di ruang-ruang

publik atau tempat-tempatumum, termasuk di jalanan,merupakan salah satu indika-tor (penanda) dari masyarakatberadab (civil society). Akantetapi, kelihatannya padamasyarakat kita hal itu belumbanyak terwujud, karena go-longan yang seharusnya bera-da di baris terdepan dalammengadabkan masyarakat,menjadi bagian dari pembuatkesemrawutan lalu lintas.Mungkin karena itu, RobertW. Hefner, pengkaji kebu-dayaan kontemporer Indone-sia, menyebutkan, hidup kese-harian warga negara-bangsaIndonesia umumnya relatifjauh dari keadaban (unciviO.

**

Kliping Humas Unpad 2011 -----------.

Page 2: Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/pikiranrakyat-2011… · kukan penelitian mengenai perubahan sosialdiIndonesia mulai 1950-an, menemukan, telah terjadi

torik), tetapi juga mengajaripeserta didik mengembangkanperilaku dan sikap yang di-dasari aturan-aturan kedisi-plinan (pendidikan afektif).W.F. Wertheim yang mela-kukan penelitian mengenaiperubahan sosial di Indonesiamulai 1950-an, menemukan,telah terjadi perubahan posisisosial, yakni dengan muncul-nya elite-elite barn, kaurn ter-pelajar, orang yang berpen-didikan sekolah lanjutan atasdan perguruan tinggi, yangmendesak kaum elite yangberlatar belakang kebangsa-wanan. Di antara mereka adayang jadi pejabat tinggi, poli-tisi, saudagar atau pengusaha,konsultan teknik dan jasa,yang menempati posisi-posisi.strategis dalam pengambilankeputusan penting bagi publik.Namun kemunculan elite-

elite barn yang berasal daripendidikan sekolah tersebuttidak banyak berbuah pada pe-rubahan perilaku dan sikap.Perilaku kaurn elite baru itu re-latif tetap sama dengan golon-gan kebanyakan, yang membe-dakannya hanya kaurn elite itumempunyai dan menguasaisarana ekonomi yang strategisdan penggunaan barang-barang konsumsi yang lebihbermutu, lebih mewah, be-ragam, dan jumlahnya lebihbanyak. Akan tetapi, dilihatpada tingkatan sikapnya, tidakberbeda jauh dengan kaumawam lain: kurang berkonsen-trasi dalam menjalani profesi,jauh dari kedisiplinan tatkalaberada di ruang publik; malahyang menonjol dari cara hidupmereka adalah arogansi, mem-pertunjukkan gaya hidupglamor, tindak tanduk snobis,dan kerap mempermainkanaturan hukum.Dengan demikian, walau

pendidikan sekolah telahmemunculkan kaum elite ba-ru, dan bahkan pendidikansekolah ini sampai sekarangtetap merupakan sarana uta-ma bagi warga negara yang in-gin naik kelas sosial-ekonomi,perubahan yank dibawanyalebih ~da tataran fisik-materi-

al-ekonomi, belurn sampaimengubah aspek sikap. Kedisi-plinan profesional yang ber-surnber dari pengalaman pen-didikan sekolah dan yang se-harusnya menjadi bagian daridinamika dan perkembanganmasyarakat yang beradab, ti-dak banyak muncul ke permu-kaan karena kaum terpelajar-nya, produk dari pendidikansekolah itu, membiarkan danmalah terlibat dalam me-langgengkan ketidaktertiban. -

**PENDIDIKAN sekolah ini

tampaknya belurn dapat me-ngubah tataran psikokulturalpeserta didik. Sekolah barnmampu mendorong pesertadidik untuk dapat mengasahotak, sementara kemampuan-nya untuk mengubah sikap,katakanlah peserta didik men-jadi manusia yang tertib danteratur atau disiplin dalam tin-dak tanduknya, masih cukupterbatas. Dengan kata lain,pendidikan sekolah ini barusampai mengubah tatarankognitif peserta didik, tetapiaspek afektifnya belurn banyakmengalamiperubahan berarti.Memang, pendidikan seko-

lah hingga sekarang lebihmenekankan pendidikan kog-nitif, bagaimana agar pesertadidik menjadi pintar secara in-telektual. Padahal penelitian-penelitian psikologis dan sosi-ologis menunjukkan bahwapenekanan yang relatif ber-lebih pada pendidikan afektifsampai tingkat sekolah me-nengah malah kian merang-sang pada percepatan kemam-puan kognitif peserta didik.Dengan kata-kata yang seder-hana: orang yang disiplin cen-derung akan menjadi orangpintar. Kedisiplinan men-dahului kepintaran!Bila pendidikan sekolah in-

gin menjadi pembawa panji pe-rubahan peradaban, dan me-mang seharusnya demikian, ya,pemelajaran afektif mesti men-jadi prioritas utama. ***

Penulis, staf pengajar Ju-rusan Antropologi, FISIPUnpad.