pikiranrakyat -...

2
Pikiran Rakyat o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12~13 14 15 19 20 21 22 23 24 25 26 31 27 28 29 30 OPeb o Mar OApr o Me; OJun OJul '0 Ags Sep OOkt ONov ODes Bandung dan Kaum Difabe Oleh DJOKO SUBINARTO K OTA Bandung baru saja merayakan hari jadinya. Ibu kota Jawa Barat ini genap berusia 200 tahun, Sabtu (25/9) lalu. Seba- gai kota yang kerap menjadi acuan bagi kota-kota lainnya di Jawa Barat, pengelola Kota Bandung tampaknya masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah bagai- mana mewujudkan kota yang dulu berjuluk "Paris-nya Jawa" ini menjadi kota yang benar- benar ramah bagi kaum difa- bel. Masalah khusus Oliver (1990) mendefinisikan kaum difabel sebagai kelompok individu yang memiliki masalah khusus sehingga mereka menja- di berbeda dengan penduduk normal lainnya. Meskipun mereka berbeda, sebagai warga negara mereka memiliki hak yang sama seperti warga negara lainnya. Namun faktanya, se- jauh ini kaum difabel tidak jarang menjadi warga yang ter- marginalisasi. . Mereka, misalnya, masih mendapat kesulitan untuk ma- suk ke pasar kerja, kurang mendapat kesempatan untuk bisa mengakses sumber-sum- ber sosial kultural hingga sulit- nya mendapatkan akses ter- hadap berbagai fasilitas publik. Akibatnya, sebagian kalangan menilai bahwa kaum difabel kerap mendapatkan perlakuan yang diskriminatif di kota di mana mereka tinggal. Glesson (2001) melihat seti- daknya ada tiga bentuk per- lakuan diskrimantif yang lazim dialami kalangan difabel. Per- tama, hambatan fisik. Banyak kaum difabel menjadi terbatas geraknya karena pengelola ko- ta tidak menyediakan fasilitas jalan dan rambu jalan serta petunjuk-petunjuk lain yang memadai bagi mereka. Kedua, arsitektur bangunan/ gedung yang tidak ramah bagi para di- fabel. Ini menyebabkan hanya orang-orang normal yang bisa mengakses berbagai bangu- nan/gedung yang ada. Ketiga, sarana transportasi yang hanya mengutamakan layanan kepada mereka yang normal. Akibatnya, kaum difabel ke- sulitan tatkala harus menggu- nakan moda transportasi yang ada. Dengan berbagai kesulitan dan hambatan yang dial ami kaum difabel, mereka tentu sa- ja belum bisa merukmati kuali- tas kehidupan secara maksi- mal. Di samping itu, mereka mengalami kesulitan untuk mampu mengembangkan sege- nap potensi diri yang mereka miliki. Peran pengelola kota Idealnya, kondisi sosial dan lingkungan fisik sebuah kota harus diupayakan untuk senantiasa bergerak ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, segenap warga kota, termasuk kaum difabel, dapat mengembangkan segenap potensi sekaligus menikmati kualitas kehidupan secara maksimal. Kota sebagai salah satu ben- tuk umum dari organisasi sosial mestinya bisa mernper- lengkapi dirinya dengan aneka fasilitas dan sarana. Hal itu diperlukan untuk memberikan peluang yang sama bagi par- tisipasi seluruh warganya. Pengelola kota memikul tanggung jawab dalam soal bagaimana melihat dan mema- hami secara cermat perbedaan yang ada di kalangan warga ko- ta sekaligus mengupayakan berbagai hal yang dibutuhkan mereka sehingga seluruh warga kota, tanpa terkecuali, terper- hatikan, dan terlayani segenap haknya. Hak-hak apa saja yang harus dipenuhi pengelola kota? Hak- hak yang harus dipenuhi di an- taranya, hak menerima pela- yanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, hak perlindun- gan dari eksploitasi, kekerasan dan perundungan; hak menda- patkan air minum yang aman serta sanitasi yang baik; hak mendapatkan pekerjaan yang layak; hak untuk berpartisipasi dalam keluarga, komunitas dan masyarakat; hak menjadi war- Kliping Humas Unpad 2010 1

Upload: dangkiet

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PikiranRakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/...20100927-bandungdankaumdifabel.pdfta tidak menyediakan fasilitas jalan dan rambu jalan serta ... bagaimana melihat

Pikiran Rakyato Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12~13 14 1519 20 21 22 23 24 25 26 3127 28 29 30

OPeb oMar OApr oMe; OJun OJul '0 Ags Sep OOkt ONov ODes

Bandung dan Kaum DifabeOleh DJOKO SUBINARTO

KOTA Bandung barusaja merayakan harijadinya. Ibu kota Jawa

Barat ini genap berusia 200tahun, Sabtu (25/9) lalu. Seba-gai kota yang kerap menjadiacuan bagi kota-kota lainnya diJawa Barat, pengelola KotaBandung tampaknya masihmemiliki setumpuk pekerjaanrumah yang harus diselesaikan.Salah satunya adalah bagai-mana mewujudkan kota yangdulu berjuluk "Paris-nya Jawa"ini menjadi kota yang benar-benar ramah bagi kaum difa-bel.

Masalah khususOliver (1990) mendefinisikan

kaum difabel sebagai kelompokindividu yang memiliki masalahkhusus sehingga mereka menja-di berbeda dengan penduduknormal lainnya. Meskipunmereka berbeda, sebagai warganegara mereka memiliki hakyang sama seperti warga negaralainnya. Namun faktanya, se-jauh ini kaum difabel tidakjarang menjadi warga yang ter-marginalisasi. .

Mereka, misalnya, masihmendapat kesulitan untuk ma-suk ke pasar kerja, kurangmendapat kesempatan untukbisa mengakses sumber-sum-ber sosial kultural hingga sulit-nya mendapatkan akses ter-hadap berbagai fasilitas publik.Akibatnya, sebagian kalangan

menilai bahwa kaum difabelkerap mendapatkan perlakuanyang diskriminatif di kota dimana mereka tinggal.

Glesson (2001) melihat seti-daknya ada tiga bentuk per-lakuan diskrimantif yang lazimdialami kalangan difabel. Per-tama, hambatan fisik. Banyakkaum difabel menjadi terbatasgeraknya karena pengelola ko-ta tidak menyediakan fasilitasjalan dan rambu jalan sertapetunjuk-petunjuk lain yangmemadai bagi mereka. Kedua,arsitektur bangunan/ gedungyang tidak ramah bagi para di-fabel. Ini menyebabkan hanyaorang-orang normal yang bisamengakses berbagai bangu-nan/gedung yang ada. Ketiga,sarana transportasi yanghanya mengutamakan layanankepada mereka yang normal.Akibatnya, kaum difabel ke-sulitan tatkala harus menggu-nakan moda transportasi yangada.

Dengan berbagai kesulitandan hambatan yang dial amikaum difabel, mereka tentu sa-ja belum bisa merukmati kuali-tas kehidupan secara maksi-mal. Di samping itu, merekamengalami kesulitan untukmampu mengembangkan sege-nap potensi diri yang merekamiliki.

Peran pengelola kotaIdealnya, kondisi sosial dan

lingkungan fisik sebuah kotaharus diupayakan untuksenantiasa bergerak ke arahyang lebih baik. Dengandemikian, segenap warga kota,termasuk kaum difabel, dapatmengembangkan segenappotensi sekaligus menikmatikualitas kehidupan secaramaksimal.

Kota sebagai salah satu ben-tuk umum dari organisasisosial mestinya bisa mernper-lengkapi dirinya dengan anekafasilitas dan sarana. Hal itudiperlukan untuk memberikanpeluang yang sama bagi par-tisipasi seluruh warganya.

Pengelola kota memikultanggung jawab dalam soalbagaimana melihat dan mema-hami secara cermat perbedaanyang ada di kalangan warga ko-ta sekaligus mengupayakanberbagai hal yang dibutuhkanmereka sehingga seluruh wargakota, tanpa terkecuali, terper-hatikan, dan terlayani segenaphaknya.

Hak-hak apa saja yang harusdipenuhi pengelola kota? Hak-hak yang harus dipenuhi di an-taranya, hak menerima pela-yanan dasar seperti pendidikandan kesehatan, hak perlindun-gan dari eksploitasi, kekerasandan perundungan; hak menda-patkan air minum yang amanserta sanitasi yang baik; hakmendapatkan pekerjaan yanglayak; hak untuk berpartisipasidalam keluarga, komunitas danmasyarakat; hak menjadi war-

Kliping Humas Unpad 2010

1

Page 2: PikiranRakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/...20100927-bandungdankaumdifabel.pdfta tidak menyediakan fasilitas jalan dan rambu jalan serta ... bagaimana melihat

ga yang setara dan memilikiakses kepada semua layananpublik tanpa memandang et-nik, agama, pendapatan, gen-der, atau cacat tubuh yangdimilikinya serta hak untukmemiliki akses ke berbagai ru-ang terbuka hijau danberekreasi dengan aman.

Dengan demikian, semuawarga kota, baik 'yang terma-suk kelompok normal maupunkaum difabel, memiliki pelu-ang yang sama dalam berbagaibidang kehidupan. Tidak bolehada semacam marginalisasiataupun diskriminasi bagi sia-papun.

Jika demikian, pertanyaan-nya, hal apa saja yang mestidiperhatikan pengelola kota?

Tidak sedikit pemerhati danpeneliti masalah-masalah per-kotaan menyoroti soallemah-nya perencanaan kota yangmenjadikan kaum difabel ker-ap tidak terperhatikan dan ter-layani hak-haknya oleh parapengelola kota.

Sudah waktunya pengelolakota membuat setiap peren-canaan kotanya dengan selalumemperhatikan keberadaankaum difabel. Dalam konteksini, beberapa hal yang bisa di-lakukan pengelola kota.

Pertama, melakukan pen-dataan dan pemetaan kaum di-fabel menyangkut di manamereka tinggal dan di man amereka sekolah dan atau be-kerja. Pendataan ini dilakukansecara teratur dan berkesinam-

bungan.Kedua, melengkapi kota

dengan berbagai fasilitas -- ter-masuk menyediakan furniturkhusus pada bangunan-bangu-nan publik -- yang diperlukankaum difabel sehingga me-mungkinkan mereka dapatmenikmati berbagai layananumum yang tersedia, sama hal-nya seperti warga kota yanglainnya.

Ketiga, merancang dan me-nyediakan berbagai programkhusus dalam bidang sosialdan kebudayaan bagi kaum di-fabel serta menyediakan berba-gai kursus serta pelatihan se-hingga mereka dapat mengem-bangkan segenap potensi dankemampuan diri yang dimi-likinya dan berkontribusi bagikemajuan masyarakat.

Bagaimanapun, sama seper-ti warga lainnya, kaum difabelmemiliki hak untuk berpartisi-pasi dalam semua bidang ke-hidupan. Mereka juga memili-ki hak untuk menikmati ke-hidupan yang lebih baik.

Pengelola kota dalam hal inimemiliki peran krusial dantanggung jawab besar dalammengupayakan agar kaum di-fabel tidak menjadi kelompokwarga yang senantiasa terping-girkan.

Semoga Bandung bisa segeramenjadi kota yang benar-benarramah bagi para difabel.***

Penulis, alumnus Universi-tas Padjadjaran.

1