piromania
TRANSCRIPT
PIROMANIA
Oleh:
Nama : ERWIN SAHAT H. SIREGAR
NIM : 070100093
Supervisor : Prof. dr. BAHAGIA LOEBIS, Sp.KJ(K)
DEPARTEMEN PSIKIATRI
FK USU / RSJ PROVSU
MEDAN
2011
PIROMANIA
Karya Tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik dibagian
PSIKIATRI FK USU
Oleh:
Nama : ERWIN SAHAT H. SIREGAR
NIM : 070100093
Supervisor : Prof. dr. BAHAGIA LOEBIS, Sp.KJ(K)
DEPARTEMEN PSIKIATRI
FK USU / RSJ PROVSU
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dokter pembimbing yang telah
memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran dalam
kepaniteraan klinik senior. Penulisan makalah ini merupakan salah satu untuk melengkapi
persyaratan Departemen Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap agar makalah
ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2. Tujuan …………………………………………………………………………. 2
1.3. Manfaat …………………………………………………………….................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ……………………………………………………………………….. 3
2.2. Epidemiologi ………………………………………………………................. 6
2.2. Etiologi ………………………………………………….................................. 6
2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis ………………………………………………
2.5. Diagnosis Banding ……………………………………………………………
2.6. Penatalaksanaan ………………………………………………………………
2.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis …………………………………………...
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Enam kategori gangguan pengendalian impuls yang tidak diklasifikasikan di tempat
lain (impulse-control disorders not elsewhere classified) dituliskan di dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi keeempat (DSM-IV): gangguan eksplosif
intermiten, kleptomania, piromania, berjudi patologis, trikotilomania, dan gangguan
pengendalian impuls yang tidak ditentukan.1
Kita tahu bahwa seseorang yang mencuri tidak selalu menderita kleptomania. Hal
yang sama juga berlaku bahwa tidak semua orang yang melalukan pembakaran dianggap
menderita piromania. Gangguan ini jarang dan piromania terdiagnosis diantara kurang empat
persen arsonists (pelaku pembakaran rumah). Karena begitu sedikitnya orang yang
didiagnosis dengan gangguan ini, penelitian tentang etiologi dan penanganannya nyaris tidak
ada.2
Hampir setiap gejala kejiwaan dapat dikaitkan dengan kriminalitas, karena gejala
dapat merusak penilaian dan melanggar norma-norma sosial. Sebuah penelitian individu
dengan gangguan psikotik menemukan bahwa mereka dengan penyakit mental yang
bertanggung jawab hanya 5% dari semua kejahatan kekerasan. Pengecualian aturan ini
melibatkan pelaku seksual yang memiliki tingkat tinggi gangguan penggunaan zat, parafilia,
gangguan mood, gangguan pengendalian impuls, gangguan kecemasan, gangguan makan,
dan gangguan kepribadian antisosial. Pengecualian lainnya termasuk gangguan kepribadian
antisosial dan penyalahgunaan zat.3
Sejarah psikiatrik terdokumentasi yang hadir dalam 90% dari pelaku pembakaran,
skizofrenia atau gangguan bipolar hadir di 36% dari orang-orang. Orang-orang yang
mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan yang digunakan selama aktivitas pembakaran terjadi
sebanyak 64%. Meskipun beberapa laporan catatan hubungan antara pembakaran dan
epilepsi, piromania didiagnosis hanya dalam 3 dari 283 kasus.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan luas mengenai
piromania.
1.3. Manfaat
1. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan serta wawasan mengenai
piromania.
2. Untuk penulisan makalah yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Piromania adalah sebuah gangguan pengendalian impuls yang melibatkan adanya
dorongan yang tak dapat ditolak untuk melakukan pembakaran di mana orang itu merasakan
ketegangan atau rangsangan sebelum melakukan pembakaran dan ada perasaan puas atau
lega.2
Ciri penting dari piromania adalah menciptakan kebakaran yang bertujuan dan
disengaja lebih dari sekali, adanya ketegangan atau perangsangan afektif sebelum
menciptakan kebakaran, pesona, minat, rasa ingin tahu, atau daya tarik terhadap kebakaran
dan aktivitas dan peralatan yang berhubungan dengan pemadam kebakaran, dan kesenangan,
kepuasan, atau peredaan jika menciptakan kebakaran atau menyaksikan atau berperan serta
dalam peristiwa sesudahnya.1
2.2. Epidemiologi
Piromania merupakan gangguan yang jarang, bahkan diantara kelompok pembakar,
hanya dua sampai tiga persen yang dianggap piromania. Sama dengan judi patologis,
piromania umumnya diderita oleh laki-laki dimana sebagian besar bakar patologis mulai
ditunjukkan pertama kali pada masa kanak-kanak. Dalam banyak contoh, gairah seksual telah
dilaporkan berperan dalam perilaku pembakaran kompulsif yang menunjukkan adanya dalam
beberapa kasus piromania sebenarnya bisa dianggap sebagai perilaku fetisistik parafilik.
Namun, penelitian sistematis telah dilakukan untuk mengkonfirmasi gagasan ini.2
Gangguan ini ditemukan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita, dan orang
yang menciptakan kebakaran lebih mungkin agak terbelakang dibandingkan populasi umum.
Beberapa penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa adanya peningkatan insidensi
penyalahgunaan alkohol pada orang yang menciptakan kebakaran. Orang dengan piromania
biasanya memiliki riwayat sifat antisosial, seperti membolos, melarikan diri dari rumah, dan
kenakalan.1
Tidak ada informasi yang tersedia untuk prevalensi piromania karena begitu
sedikitnya rang yang didiagnosis dengan gangguan ini, penelitian tentang etiologi dan
penanganannya nyaris tidak ada. Diantara anak-anak yang dibawa ke klinik psikiatrik rawat
jalan, kira-kira 20 persen memiliki riwayat membuat api sewaktu-waktu.2,4
2.3. Etiologi
Sigmund Freud memandang api sebagai simbol seksualitas dimana kehangatan yang
dipancarkan oleh api menimbulkan sensasi yang sama yang menyertai keadaan rangsangan
seksual, dan bentuk serta pergerakan nyala api menyatakan suatu falus dalam aktivitas.
Psikoanalisis lain mengaitkan piromania dengan keinginan hebat yang abnormal akan
kekuatan dan gengsi sosial.
Beberapa pasien piromania adalah sukarelawan pemadam api yang menciptakan
kebakaran untuk membuktikan bahwa dirinya adaalah pemberani, untuk memaksa petugas
pemadam api lainnya bertindak, atau untuk menunjukkan kekuatan mereka untuk
memadamkan api. Tindakan pembakaran rumah merupakan suatu cara untuk mengeluarkan
kemarahan yang bertumpuk terhadap frustasi yang disebabkan oleh rasa inferioritas sosial,
fisik, atau seksual. Sejumlah penelitian mencatat bahwa ayah pasien dengan piromania tidak
tinggal di rumah. Hal ini menjelaskan mengenai pembuatan api mencerminkan keinginan
agar ayah yang tidak ada kembali ke rumah sebagai penyelamat, menyingkirkan api, dan
menyelamatkan si anak dari posisinya yang sulit.
Pencipta kebakaran wanita, di samping jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki,
tidak memulai menyalakan api dengan menggunakan pemantik api dalam tindakannya.
Promiskuitas tanpa kenikmatan dan pencurian kecil-kecilan, seringkali menyerupai
kleptomania, sering ditemukan merupakan kecenderungan pada pencipta kebakaran wanita.
Secara biologis, rendahnya kadar 5-HIAA dan 3-metoksi-4-hidrosifenilglikol
(MHPG) yang signifikan di dalam cairan serebrospinal telah ditemukan pada pembuat api,
yang memungkinkan adanya keterlibatan serotonergik atau adrenergik. Adanya hipoglikemia
reaktif, berdasarkan kadar gula darah pada uji toleransi glukosa telah dikemukakan sebagai
penyebab piromania.1,4
Dalam Archives de Neurologie pada bulan Desember tahun 1904, Dr Raoul Leroy
melakukan penelitian pada orang dengan piromania dan didapatkan kesimpulan bahwa faktor
keturunan yang sehat pada kedua sisi ayah dan ibu akan menghasilkan otak yang dapat
bertanggung jawab terhadap gangguan dan mudah diprovokasi untuk impuls (dalam hal ini
kasus piromania) pada terjadinya tekanan dalam perkembangan mental selama masa kritis
pubertas.5
2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Orang dengan piromania biasanya secara teratur mengamati kebakaran di lingkungan
sekitarnya, sering membuat atau mematikan alarm palsu, dan menunjukkan minat dalam
perlengkapan petugas pemadam api. Rasa ingin tahu mereka sangat menonjol, tetapi mereka
tidak menunjukkan rasa penyesalan dan tidak memperdulikan nyawa atau barang milik orang
lain. Orang dengan piromania mungkin mendapatkan kepuasan dari mengakibatkan
kerusakan, dan seringkali mereka meninggalkan petunjuk yang jelas. Ciri penyerta yang
sering adalah intoksikasi alkohol, disfungsi sesksual, tingkat intelegensia (I.Q.) yang lebih
rendah dari rata-rata, frustasi pribadi yang kronik, dan kebencian atau kemarahan terhadap
tokoh yang berkuasa. Pada beberapa kasus, pencipta kebakaran menjadi terangsang secara
seksual dengan api. Jika menciptakan kebakaran terjadi dalam gangguan konduksi dan
gangguan kepribadian antisosial, ini dalah suatu tindakan yang disengaja, bukannya suatu
kegagalan untuk menahan impuls.1,4
Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah berulang-ulang melakukan
pembakaran tanpa motif yang jelas (misalnya motif untuk mendapatkan uang, balas dendam,
atau alasan politis), sangat tertarik menonton peristiwa kebakaran, dan perasaan tegang
meningkat sebelum melakukan, dan sangat terangsang (intense excitement) segera setelah
berhasil melakukan pembakaran.6
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Piromania
A. Menciptakan kebakaran yang disengaja dan bertujuan pada lebih dari satu kejadian.
B. Ketegangan atau rangsangan afektif sebelum tindakan.
C. Terpesona kepada, tertarik kepada, ingin tahu tentang, atau terpikat kepada api dan
konteks situasionalnya (misalnya, parafernalia, pemakaiaannya, akibatnya).
D. Rasa senang, puas, atau reda jika menimbulkan kebakaran, atau jika menyaksikan atau
berperan serta dalam kejadiannya.
E. Menciptakan kebakaran bukan dilakukan untuk tujuan moneter, sebagai ekspresi ideology
sosiopolitik, untuk mengekspresikan kemarahan atau balas dendam, untuk memperbaiki
lingkungan hidupnya, atau sebagai akibat gangguan pertimbangan (misalnya, pada
demensia, retardasi mental, intoksikasi zat).
F. Menciptakan kebakaran tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan konduksi,
episode manik, atau gangguan kepribadian antisosial.
2.5. Diagnosis Banding
Sulit untuk membedakan antara piromania dan ketertarikan banyak anak untuk
bermain korek api, pemantik api, dan api sebagai bagian dari investigasi normalnya terhadap
lingkungan. Piromania juga harus dipisahkan dengan tindakan sabotase pembakaran yang
dilakukan oleh pengacau politik yang bertentangan atau oleh pelaku bayaran yang dinamakan
arsonist di dalam sistem hukum.
Bakar patologis (piromania) harus dibedakan dari:
a. sengaja melakukan pembakaran tanpa gangguan jiwa yang nyata
b. pembakaran oleh anak muda dengan gangguan tingkah laku, dimana didapatkan
gangguan perilaku lain seperti mencuri, agresi, atau membolos sekolah.
c. pembakaran oleh orang dewasa dengan gangguan kepribadian dissosial, dimana
didapatkan gangguan perilaku sosial lain yang menetap seperti agresi, atau indikasi lain
perihal kurangnya peduli terhadap minat dan perasaan orang lain.
d. pembakaran pada skizofrenia, dimana kebakaran adalah khas ditimbulkan sebagai respons
terhadap ide-ide waham atau perintah dari suara halusinasi.
e. pembakaran pada gangguan mental organik, dimana kebakaran ditimbulkan karena
kecelakaan akibat adanya kebingungan (confusion), kurangnya daya ingat, atau
kurangnya kesadaran akan konsekuensi dari tindakannya, atau campuran dari faktor-
faktor tersebut.6
Bila pembuatan api terdapat di dalam gangguan tingkah laku dan gangguan
kepribadian antisosial, perilaku ini merupakan suatu tindakan yang disengaja, bukan karena
kegagalan untuk menolak suatu impuls. Pasien dengan skizofrenia atau mania dapat membuat
api sebagai respons terhadap waham atau halusinasi. Pasien dengan disfungsi otak seperti
demensia, retardasi mental, atau intoksikasi zat dapat membuat api karena kegagalan untuk
memahami akibat dari perbuatannya.4
2.6. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih sedikit tulisan mengenai terapi piromania. Menerapi orang
dengan piromania sulit dilakukan karena tidak adanya motivasi pada diri mereka. Pendekatan
yang tepat saat ini adalah dengan menggunakan sejumlah modalitas, termasuk pendekatan
perilaku. Karena sifat piromania yang berulang, setip program terapi harus mencakup
pengawasan pasien untuk mencegah episode berulang perilaku pembuat api. Penahanan
mungkin merupakan metode satu-satunya yang ada untuk mencegah rekurensi.
Penanganannya pada umumnya bersifat kognitif behavioral dan melibatkan tindakan
membantu orang itu ntuk mengidentifikasi tanda-tanda yang mencetuskan dorongan itu dan
mengajarkan strategi coping untuk menolak godaan menyulut kebakaran.2
Menciptakan kebakaran pada anak-anak juga harus diobati secara serius. Intervensi
yang efektif harus diambil jika mungkin tetapi sebagai tindakan terapeutik dan preventif,
bukan sebagai hukuman. Di dalam kasus anak dan remaja, terapi piromania atau perilaku
membuat api harus mencakup terapi keluarga.1,4
intervensi psikologis yang paling umum digunakan untuk piromania bergantung pada
prinsip-prinsip perilaku. Teknik yang paling terkenal ini adalah grafik, awalnya
dikembangkan untuk mengobati anak-anak yang terlibat dalam pembakaran. Dalam
mengikuti metode ini, dokter dan klien membangun grafik yang sesuai dengan sejarah
individu perilaku, perasaan, dan pengalaman berhubungan dengan pembakaran. Agaknya,
presentasi visual dari sejarah kronologis perilaku ini memungkinkan klien untuk menyadari
hubungan sebab-akibat, dan untuk menjadi selaras dengan sinyal bahwa dorongan untuk
melakukan pembakaran adalah tentang untuk menyerang. Individu dapat belajar untuk
menggantikan cara-cara yang lebih tepat untuk melepaskan ketegangan dalam menanggapi
sinyal. Teknik ini telah efektif dalam membantu banyak individu untuk berhenti membakar,
tetapi hanya komponen awal dari terapi yang kemudian harus fokus pada pengembangan
wawasan yang lebih dalam perilaku berbahaya.7
Dalam studi kasus saat ini, obat psikotropika seperti olanzapin dan natrium valproat
dikaitkan dengan remisi dari psikosis yang disertai dengan perbaikan yang signifikan dalam
kognisi dan fungsi adaptif. Secara khusus, pasien menunjukkan kinerja yang ditingkatkan
pada tindakan perhatian dan kontrol eksekutif, bermanifestasi secara klinis sebagai
pengaturan perilaku. Pada awalnya data penelitian menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal
mungkin memiliki peran dalam pengelolaan gangguan kontrol impuls dan membutuhkan
studi lebih lanjut.8
2.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Piromania biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, usia khas onset piromania
belum diketahui. Jika onset pada masa remaja atau dewasa, menciptakan kebakaran
cenderung bersifat merusak yang disengaja. Perilaku membuat api pada piromania bersifat
episodik dan frekuensinya naik turun.1,4
Sebagian besar individu dengan piromania memiliki satu atau lebih masalah lain atau
gangguan, dan dalam kebanyakan kasus gangguan ini berakar pada masalah anak-anak dan
perilaku membakar. Dalam upaya untuk memahami bagaimana pola membakar terkendali
dimulai dan dalam upaya untuk mengembangkan program intervensi dini, peneliti telah
melakukan studi ekstensif membakar pada anak-anak yang melakukan pembakaran. Seorang
anak membakar tidak selalu tumbuh menjadi seorang piromanik. Perilaku membakar antara
anak-anak dan remaja muncul dari berbagai masalah. Wooden (1985) menggambarkan empat
jenis pencipta api kecil, yaitu anak-anak yang penasaran dan sengaja mulai membakar sambil
bermain dengan korek api, pemuda yang menghadapi masalah yang tampaknya akan
menangis keluar untuk mendapatkan perhatian dan bantuan, penjahat yang menggunakan api
untuk bertindak melawan otoritas, dan kelompok dengan gangguan psikologi yang membakar
di masa dewasa. Diantara kasus-kasus ekstrim, Wooden menggambarkan dua tipe
kepribadian. Jenis pertama adalah sabar, hiperaktif, dan rentan terhadap kerusakan dan
pencurian. Tipe kedua adalah pengalaman, perubahan suasana hati, kemarahan yang intens,
berbagai fobia, dan wilayah rawan terhadap kekerasan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kolko dan Kazdin pada anak yang terjebak dalam
perilaku membakar berulang memberitahu kita lebih banyak tentang bagaimana anak-anak ini
berbeda dari rekan-rekan mereka. Anak memiliki daya tarik-menarik dan keingintahuan
tentang kebakaran, yang biasanya berkembang sebagai hasil dari pengamatan dan pemodelan
perilaku membakar dewasa. Mereka tahu lebih banyak tentang apa yang diperlukan untuk
mendapatkan api dan biasanya mereka memiliki pengetahuan yang mengesankan tentang
bahan yang mudah terbakar. Selain itu, masalah keluarga, terutama yang berkaitan dengan
kedisiplinan, dan faktor-faktor yang berpengaruh. Orangtua dari anak-anak yang membakar
lebih cenderung untuk menggunakan hukuman ringan yang tidak efektif. Hubungan anak-
orangtua sering ditandai dengan inkonsistensi, gangguan emosional, dan pelecehan, sehingga
mengembangkan perilaku-perilaku yang tidak wajar seperti membakar.7
Prognosis baik untuk anak yang mendapatkan terapi, dan remisi penuh realistik untuk
dicapai. Prognosis untuk orang dewasa adalah sulit dan terbatas, karena mereka sering
menyangkal tindakan yang mereka lakukan, menolak untuk bertanggung jawab,
ketergantungan pada alkohol, dan tidak adanya tilikan.1,4
BAB III
KESIMPULAN
Piromania merupakan dorongan berbahaya dan kompulsif untuk membakar. Sifat-
sifat khas pada orang dengan piromania, antara lain (1) ada dorongan untuk menyiapkan,
membakar danmelihat kebakaran. Sebelum membuat kebakaran pelaku merasa tegang, dan
setelah membuat kebakaran mengalami perasaan gembira yang mendalam, juga puas dan
lega, (2) tingkah laku ini tidak didorong oleh motif kriminal dan financial, (3) jarang terjadi,
(4) lebih banyak pada laki-laki yang dimulai pada masa kanak-kanak, dan (5) pada banyak
kejadian: dorongan seksual memegang perana penting (maka sering disamakan dengan
tingkah laku parafilia atau fetistik) Terapi yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
perlakuan behavioral, yaitu teknik grafing dimana pelaku membuat tulisan tentang riwayat
tingkah laku, perasaan dan pengalamannya tentang membakar. Diperkirakan bila riwayat ini
ditunjukkan secara kronologis akan membuat pelaku sadar akan sebab-akibat dan akan peka
terhadap sinyal-sinyal bahwa kompulsif membakar akan datang, sehingga individu dapat
mengganti dengan cara-cara yang lebih sesuai untuk menghilangkan ketegangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H, Benjamin J, Jack A, Gangguan Pengendalian Impuls yang Tidak
Diklasifikasikan. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. 2010. h.
238;242-244.
2. Durand V, David H., Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. h.
167.
3. Menaster M., Psychiatric Illness Associated With Criminality. 2011. Accessed on: 11 th
september 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/294626-
overview
4. Sadock, Benjamin J. Piromania. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2.
Jakarta: EGC. 2010. h. 356-358.
5. The British Journal of Psychiatry. Pyromania, a Psychosis of Puberty. 2005. Accessed on:
11th september 2011. Available from:
http://bjp.rcpsych.org/content/186/6/543.2.full.pdf+html?sid=e632a2f1-a9e5-4c77-889f-
ee283cd9775d
6. Maslim R., Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2001. h. 108.
7. Halgin R, Susan K., Abnormal Psychology. USA: Brown & Benchmark Publishers. 1997.
h. 462-463.
8. Parks W, Russel D, Sobhi G, Michael D, Peter W, Sean A., Response of Pyromania to
Biological Treatment in a Homeless Person. 2005. Accessed on: 11th september 2011.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2416759/pdf/ndt-0103-
277.pdf