pkm gt asuransi pertanian
TRANSCRIPT
-
1
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
ASURANSI PERTANIAN BERBASIS INDEKS IKLIM SEBAGAI SOLUSI
PENYELAMATAN PETANI DARI GAGAL PANEN AKIBAT
IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA
BIDANG KEGIATAN
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
Mujibur Rahman G84070020 2007
Harryade Putra G24070000 2007
Azmi Azhari G84080050 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2012
-
2
DAFTAR ISI
iv
-
3
RINGKASAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang seluruh wilayahnya dipengaruhi oleh angin laut, termasuk didalamnya iklim. Sebagai Negara agraris
tentu saja iklim menjadi pengaruh yang penting dalam kegiatan pertanian. selain itu iklim merupakan pengaruh utama dari penyebab gagal panen petani belakangan ini, seperti terjadinya kekeringan dan kebanjiran. Hal ini tentu saja
berdampak negatif bagi perekonomian para petani. Ditambah lagi kondisi petani kita pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan dengan tingkat
kesejahteraan yang rendah. Apabila pemerintah tidak turun tangan dalam mengatasi hal ini maka bukan tidak mungkin di tahun-tahun mendatang jumlah rakyat miskin Indonesia akan meningkat pesat.
Perlu rencana yang terintegrasi dalam mengatasi masalah ini, yaitu adanya campur tangan dari pemerintah dalam mengantisipasi dari gejala ekstrim ini.
Pemerintah sebagai pemanku kebijakan harus mengupayakan langkah mitigasi yang baik dalam menyelamatkan para petani dari kerugian akibat gagal panen. Salah satunya adalah dengan menerapkan asuransi pertanian. karena penyebab
yang paling dominan gagal panen adalah pengaruh iklim, maka jenis asuransi pertanian yang paling pas adalah asuransi berbasi indeks iklim. Asuransi indeks
iklim ini akan menyelamatkan para petani dari kerugian akibat pengaruh iklim, yang diasuransikan pada sistem asuransi ini adalah indeks iklim, ketika indeks iklim tidak dicapai untuk kegiatan pertanian, maka pihak asuransi akan
memberikan polis asuransi kepada pemegan polis tanpa harus adanya bukti gagal panen. Di lain sisi penerapan sistem asuransi ini perlu adanya suatu alat untuk
mengukur kondisi iklim daerah pertanian untuk memastikan bahwa kondisi iklim yang ingin dicapai terpenuhi atau tidak.
Dengan adanya polis asuransi ini, diharapkan kekeringan bukan penyebab
bertambahnya penduduk miskin di negeri ini. Selain itu, petani akan terus belajar tentang dampak dari iklim ekstrim sehingga mampu beradaptasi dengan iklim dan
perkembangan teknologi prakiraan cuaca yang ada saat ini, sehingga para petani bisa lebih berhati-hati dan mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan pertanian dimasa mendatang.
-
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Posisi Indonesia secara geologis maupun geografis, menyimpan potensi berbagai bentuk bencana, baik meteorologis, klimatologis maupun geofisis. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global telah meningkatkan
frekwensi kejadian bencana terutama meteorologis dan klimatologis, seperti: banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan longsor. Sebagai negara kepulauan dan
terletak di wilayah tropika, dampak perubahan iklim tersebut akan semakin memperparah kondisi kesiapan dan kesigapan dalam menjalankan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan oleh dampak perubahan iklim yang secara langsung
bersinggungan dengan berbagai sektor pembangunan, antara lain: pertanian, pengairan, energi, kesehatan, pengairan, kesehatan, pekerjaan umum, pariwisata
dan perhubungan (Joseph et al. 2011). Sebagai salah satu negara agraris yang terdiri dari gugusan pulau-pulau
membuat Indonesia sangat rentan oleh perubahan iklim, sehingga menyebabkan
sumber daya alam semakin langka dan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya. Salah satu pengaruh dari perubahan iklim adalah; ketika terjadi
musim kemarau lahan- lahan pertanian menjadi kering dan sangat sulit untuk dimanfaatkan untuk pertanian karena keterbatasannya itu. Di sisi lain, ketika musim penghujan tiba, lahan pertanian menjadi tergenang sehingga menyebabkan
kegagalan panen. Hal ini tentu saja memberikan dampak buruk bagi perekonomian rumah tangga petani dan negara pada umumnya. Bahkan menurut
ABD (2009), apabila dampak ini terus berlanjut, maka diprediksikan pada tahun 2080, sektor pertanian Indonesia akan mengalami kerugian mencapai 6,33 miliar USD. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan adanya upaya yang terencana dan
terintegrasi, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak semakin besar, baik terhadap sistem alam nusantara maupun kehidupan masyarakat (Susanta & Hari
2008).
Gambar 1 Prediksi turunya produksi pertanian akibat pengaruh iklim dari tahun
2000 hingga 2100, apabila tidak ada perencanaan yang tepat maka kerugian ditaksir seperti kurva tersebut. A2 (garis bawah), S550 (garis tengah), S450 (garis atas) (ADB 2009)
1
-
5
Oleh karena itu, untuk menyelamatkan petani dari gejala ekstrim ini harus segera
dilakukan, sebagai bagian dari strategi dalam menyelamatkan petani dari kerugian akibat gagal panen. Selain itu dengan adanya upaya mitigasi, diharapkan kerugian
itu dapat ditekan bahkan dengan adanya upaya tambahan lainnya dampak negatif dari perubahan iklim bisa diminimalisir atau dihilangkan (Noordwijk 2009).
Petani Indonesia pada umumnya kurang bisa melakukan adaptasi dengan
perubahan iklim ini, dikarenakan latar belakang pendidikan mereka yang masih rendah dan terkendala oleh modal, penguasaan teknologi yang kurang, serta akses
pasar yang masih terbatas. Sehingga mereka sangat rentan terhadap perubahan iklim. Sedangkan pendekatan konvensioan dengan menerapkan kombinasi strategi produksi pemasaran, finansial, dan pemanfaatan kredit informal masih tidak
efektif. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem proteksi yang handal melalui pengembangan asuransi pertanian. Dengan adanya asuransi pertanian diharapkan
mampu menyelamatkan petani dari kerugian akibat gagal panen karena perubahan iklim yang tidak menentu, selain itu dengan adanya sistem asuransi pertanian mampu menyemangati petani untuk tidak menyerah dan putus asa akibat dari
gagal menggarap lahan akibat kekeringan atau kebanjiran. Beberapa media sudah memberitakan dampak dari perubahan iklim ini
misalnya; sebanyak 75 hektar di Bali, 1200 hektar di garut, dan 378,5 hektar di Brebes mengalami kekeringan sehingga tanaman pertanian seperti padi, jagung, dan palawija mengalami gagal panen (Anonim 2011, Fakhruddin 2011, Hidayat
2011). Sedangkan disisi lain, akibat curah hujan yang telalu tinggi menyebabkan lahan-lahan pertanian tergenang yang berakhir dengan hal yang sama, yaitu gagal
panen. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, salah satu faktor yang paling dominan penyebab gagal panen adalah faktor iklim dan ini sesuai dengan yang ditulis Yuli dalam KOMPAS (2010). Petani Indonesia sebagian besar masih awam terhadap
fenomena iklim ini, sehingga mereka menjadi tidak berdaya ketika menghadapi kondisi seperti ini. Sehingga dibutukan suatu sistem proteksi yang sesuai dalam
menangatasi faktor iklim yang ekstrim ini, yaitu dengan menerapkan sistem asuransi berbasis indeks iklim.
Sebagai negara yang berada di jantung khatulistiwa, Indonesia adalah
negara yang memiliki kondisi alam paling baik dalam bercocok tanam. Namun dengan adanya pengaruh dari global warming, maka dampak yang ditimbulkan
semakin besar. Baik itu terhadap sistem pertanian maupun perekonomian rumah tangga petani. Melihat kondisi ini, maka salah satu asuransi yang paling cocok untuk diterapkan dalam menyelamatkan petani adalah dengan menerapkan
asuransi berbasis indeks iklim. Produk asuransi berbasis indeks iklim sudah mulai diterapkan dibeberapa negara berkembang. Sistem ini memberikan pembayaran
pada pemegang polis ketika kondisi cuaca/iklim yang tidak diharapkan terjadi. Selain itu, melalu asuransi ini dapat mempercepat penerimaan petani terhadap teknologi adaptasi atau integrasi informasi prakiraan iklim bagi petani untuk
memulai kegiatan bercocok tanam. Dalam sistem asuransi ini, diperlukan suatu alat untuk melakukan diagnosis dalam menggambarkan kondisi dari sistem iklim
yang dapat disusun dari satu atau beberapa unsur iklim atau faktor pengendali iklim lainnya, seperti perbedaan tekanan udara, rata-rata suhu permukaan laut, dan curah hujan di suatu tempat. Dan unsur yang dipakai dalam menerapkan sistem
asuransi ini yaitu curah hujan.
2
-
6
Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan informasi
dan solusi kepada petani dalam mengatasi kondisi iklim ekstrim Indonesia, yaitu
dengan memperkenalkan asuransi berbasi indeks iklim. Mengingat penyebab
utama gagal panen yang paling dominan adalah akibat dari pengaruh iklim. Selain
itu juga mengajarkan kepada petani dan pemerintah akan pentingnya penerapan
polis asuransi ini, sehingga kedepannya petanik tidak perlu merasa khawatir jika
terjadi perubahan iklim yang menyebabkan lahan pertanian tidak menghasilkan
produksi. Selain itu, petani dapat belajar mengenai prakiraan musim bercocok
tanam yang baik dimasa mendatang, sehingga kerugian di pihak petani dapat di
minimalisir.
Manfaat
Adapun manfaat yang bisa dicapai dengan adanya sistem asuransi berbasis
indeks iklim ini adalah, bisa mendukung dan mendorong petani untuk belajar dan
mengadopsi teknologi untuk adaptasi dari perubahan iklim yang ekstrim. Selain
itu, apabila cara tersebut gagal maka pihak petani masih memiliki polis asuransi,
sehingga kerugian yang disebabkan dapat diminimalisir. Ditambah lagi, dengan
adanya sistem ini akan membantu petani dalam meningkatkan efektifitas dalan
penanggulanagn dampak bencana yang sudah pernah terjadi.
GAGASAN
Kondisi Kertekinian Pertanian dan Iklim Indonesia
Sektor pertanian merupakan sumber kehidupan rakyat indonesia.
Pendapatan per kapita penduduk Indonesia salah satunya dibentuk oleh sektor
pertanian. Sampai dengan tahun 1990 sektor pertanian masih merupakan
penyumbang utamam pendapatan negara. Hafidhuddin (2007) mengatakan bahwa,
pentingnya sektor pertanian terefleksi dalam beberapa hal. Pertama, besarnya
jumlah tenaga keja yang bekerja di sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (2010)
melaporkan bahwa, hingga februari 2010 kurang lebih 42,83 juta orang (39,8%)
dari total penduduk menyatakan bekerja di sektor pertanian. Kedua, besarnya luas
lahan yang digunakan. BPS (2010) menyebutkan bahwa 71,33% dari seluruh luas
lahan di Indonesia digunakan untuk sektor pertanian.
Sebagai negara agraris yang yang berada tepat di garis khatulistiwa dan
terdiri dari gugusan pulau-pulau, Indonesia sangat rentan oleh perubahan iklim,
sehingga dampak dari perubahan iklim sangat terasa dan berdampak buruk
terhadap ketahanan pangan dan keberlangsungan hidup dari petani Indonesia.
Sebagai negara kepulaua, iklim Indonesia memiliki kondisi iklim yang ekstrim.
3
-
7
Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 2, dimana sebagian besar wilayah Indonesia
berada pada indeks kekeringan yang rawan, dan sangat rawan untuk beberapa
wilayah sumatera dan jawa. Variasi cuaca/iklim sangat mempengaruhi prakiraan
musim tanam dan panen (Haryati 2002).
Gambar 2 Peta rawan iklim di Indonesia
(Haryati 2002)
Mengingat besarnya penduduk Indonesia yang mengadu nasib di bidang
pertanian, maka dampak dari perubahan iklim ini sangat terasa bagi mereka.
Terutana bagi petani yang membutuhkan musim tertentu dengan waktu yang
terbilang lama untuk bercocok tanam, Misalnya; Padi membutuhkan waktu 120
hari dengan curah hujan 120mm/tahun. Apabila kondisi ini tidak terpenuhi, maka
tanaman padi tidak bisa di panen. Karena keterbatasan teknologi dan informasi
menjadi salah satu penyebab tidak adanya antisipasi dari para petani, yang
berakibat pada gagalnya panen. Apabila hal ini terus berlanjut tanpa adanya upaya
terencana dan terintegrasi, bukan tidak mungkin jumlah penduduk miskin dimasa
mendatang akan terus meningkat.
Langkah- langkah mitigasi yang ditujukan untuk mengatasi masalah ini
sudah banyak diambil dan dibahas di berbagai forum, namun hingga sekarang
belum ditemukan cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah ini. Seperti
yang kita ketahui bersama, jumlah peteni di Indonesia sangat banyak, sebagian
besar garis kehidupan mereka berada di bawah rata-rata. Bantuan dari pemerintah
seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dianggap masih belum tepat sasaran,
sehingga masih banyak orang yang seharusnya menerima bantuan tersebut, tidak
memperolehnya. Selain itu jenis asuransi pertanian saat ini juga belum mampu
dalam menjawab permasalahan ini. Melihat dari sisi utama penyebab gagal panen
adalah iklim, maka jenis asuransi yang paling cocok adalah asuransi indeks iklim
(Sudarmanto 2006).
4
-
8
Asuransi Indeks Iklim (Interval) dan Penerapannya.
Pertanian merupakan salah satu usaha yang rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan yang dapa t menyebabkan
gagal panen. Hal ini berpotensi melemahkan motivasi petani untuk mengembangkan usaha tani, bahkan dapat mengancaman ketahanan pangan. Maka dari itu dibutuhkan suatu cara yang tepat untuk menyelamatkan rumah
tangga petani ini. Salah satunya melalui asuransi pertanian berbasis indeks iklim. Dalam sistem asuransi indeks iklim, yang diasuransikan ialah indeks
Iklimnya bukan tanaman, misalnya; curah hujan dalam setahun, apabila kondisi curah hujan tidak dicapai atau terlewati maka pihak asuransi akan membayar polis kepada pemegang polis asuransi. Disini yang dilihat adalah interval curah hujan
yang dibutuhkan suatu tanaman untuk mampu tumbuh optimal.
Pembayaran dilakukan berdasarkan curah hujan pada batas-batas tersebut.
Apabila curah hujan berada di batas bawah, maka lahan pertanian akan mengalami kekeringan, sehingga petani akan mengalami gagal panen. Sama hal-nya dengan batas atas, ketika curah hujan terlalu tinggi. Maka lahan bisa
mengalami kebanjiran, sehingga petani-pun akan mengalami gagal panen. Dari pemikirin ini dibutuhkan cara penetapan asuransi berdasarkan interval curah hujan
pada suatu daerah dihubungkan dengan jenis tanaman yang di budidayakan Penerapan asuransi indeks iklim ini bisa menjadi salah satu cara mitigasi
yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan petani dari gagal panen akibat dari
iklim yang ekstrim. Asuransi Indeks iklim merupakan produk finansial yang dikaitkan dengan suatu index iklim dan berkorelasi erat dengan keragaman
produksi tanaman atau proses lainnya. Misalnya curah hujan dengan produksi tanaman (Boer dalam Prabowo 2010). Penerapan Asuransi Indeks iklim (Modifikasi dari Boer) :
5
Curah yang hujan
yang dibutuhkan
Batas Bawah
Kekeringan Batas Atas
Kebanjiran
Kondisi Iklim
Indonesia
Varietas
Tanaman
Topologi
Tanah
Simulasi
Hubungan Curah hujan
dan Hasil
Penetapan Batas bawah
dan atas Indeks
Survei Ekonomi
Rumah Tangga petani
Penetapan
Nilai Polis dan Klaim
-
9
Adapun yang harus diperhatikan dalam menerapkan asuransi ini adalah ;
1. periode asuransi ditetapkan satu musim tanam (120 hari). 2. Petani akan dibayar untuk setiap milimeter kekurangan atau kelebihan hujan
dari yang dibutuhkan yang diukur dari stasiun hujan yang sudah ditetapkan. 3. Besar pembayaran dilakukan secara otomatis sesuai dengan perjanjian antara
petani dan pihak penyelengara asuransi.
4. Semua jenis tanaman bisa di Asuransikan berdasarkan kondisi iklim yang diperlukan oleh tanaman tersebut untuk tumbuh.
Setelah hal yang diatur terebut dapat dipahami antara kedua belah pihak,
yaitu penyedia polis asuransi dan petani, maka dapat dibuat kesepakatan
selanjutnya. Yaitu mengenai jumlah premi yang harus dibayar petani kepada pihak asuransi. Kemudian kesepakatan dari batas atas dan batas bawah curah
hujan per tahun di tempat petani menggarap ladang. Selain itu, pihak penyedia polis harus menyiapkan alat pengukur curah hujan atau bekerja sama dengan pihak BMKG setempat.
Penerapan
Ada 3 tahapan yang harus dilaksanakan dalam penerapan asuransi ini,
yaitu desain produk, pemasaran, dan monitoring. 1. Desain Produk
Pada desain produk hal yang harus dilakukan adalah interview dengan petani untuk mengetahui kondisi lapang. Selain itu, perlu adanya interview dengan pemangku kepentingan yaitu pemerintah. Pemerintah diharapkan
menjadikan asuransi pertanian berbasis indeks iklim ini sebagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pihak pemerintah yang harus
bekerja sama adalah Departemen Keuangan, dan Kementrian Pertanian. Pemodelan juga diperlukan untuk mengetahui nilai polis dan nilai klaim. Dihubungkan interaksi antara curah hujan dengan varietas, dan historis iklim.
Diperlukan juga survey rumah tangga petani dan analisis biaya dan manfaat (Gambar 6).
Setelah nilai polis dan faktor faktor penunjang untuk pembukaan polis terpenuhi, maka diujicobakan polis untuk mengetahui kinerja dari polis tersebut. Setelah diujicobakan lalu diadakan evaluasi untuk pembuatan polis dan perjanjian
asuransi dengan lebih baik. 2. Pemasaran
Pemasaran bertujuan untuk menyampaikan produk kepada calon konsumen. Dalam pemasaran akan dikenalkan produk dan penjelasan kepada calon konsumen. Pada saat itu, terjadi umpan balik dari konsumen dan terjadi
pembelian polis. Ketika pembelian polis sudah terjadi, maka pemegang polis membayarkan premi kepada perusahaan asuransi. 3. Monitoring
Monitoring bertujuan untuk memantau curah hujan dalam hal ini pihak yang berwenang seperti pihak BMKG. Perusahaan asuransi akan berinteraksi
dengan BMKG dan BMKG akan melaporkan kepada perusahaan asuransi. Selain
6
-
10
itu, pemegang polis akan diberikan informasi dari pihak BMKG sebagai kontrol
terhadap monitoring curah hujan dan ketika curah hujan tidak terpenuhi maka pemegang polis berhak melakukan klaim.
Metode Pelaksanaan
Pembayaran premi dilakukan oleh pemegang polis sebesar 15% dari modal dalam satu kali masa tanam dan dibayarkan secara premi tunggal yaitu
premi sekaligus. Pembayaran premi ini dapat dilakukan oleh pemegang polis berkerja sama dengan pemerintah yaitu program bantuan premi.
Premi yang dibayarkan akan dikelola oleh perusahaan asuransi dalam bentuk unit link. Produk unit link, akan membantu kedua belah pihak memperoleh keuntungan ganda yaitu proteksi dan investasi. Investasi berguna untuk masa
depan pemegang polis. Selain itu, Perusahaan asuransi akan berkerja sama dengan BMKG untuk memantau curah hujan dan BMKG akan melaporkan curah hujan
terhadap perusahaan asuransi dan pemegang polis. Syarat Asuransi terdiri dari
1. Pemegang Polis adalah pemilik lahan.
2. Pihak perusahaan akan membuka polis jika kuota minimal terpenuhi misalnya setelah perhitungan tertentu jumlah minimal 100 orang petani
dengan varietas yang sama ikut asuransi. Hal ini berguna untuk sumbang silih pada saat terjadi klaim.
3. Berlaku 1 kali masa tanam.
4. Varietas yang di ikutkan asuransi harus sesuai dengan perkiraan cuaca. Perusahaan asuransi akan membuka polis dan produk manakala kondisi
iklim yang diperkirakan sesuai sehingga terhindar dari kerugian yang terlalu tinggi.
5. Faktor-faktor seperti Topologi tanah, kelembaban, dan hama yang dapat
menyebabkan gagal panen tidak dapat diklaim kecuali curah hujan. 6. Pembayaran Klaim dilakukan tiap fase tanaman dengan total klaim sesuai
dengan perjanjian polis.
1. Klaim
Klaim dapat dilakukan dengan dengan perhitungan tertentu sesuai dengan curah hujan tanaman yang diasuransikan. Klaim dapat dilakukan per fase dengan
hitungan tersendiri sesuai modal yang dibutuhkan. Agar lebih jelas, dibawah ini adalah simulasinya. Seorang petani dengan modal Rp.500.000 diikutkan asuransi dengan
membayar 15% sebagai premi. Nilai total klaim yang akan dibayarkan adalah maksimal Rp. 500.000 karena sesuai modal. Gambar dibawah ini adalah range
curah hujan tanaman yang diasuransikan. Pada kondisi A adalah kondisi 110-130 mm curah hujan per fase yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal. Pada kondisi ini klaim tidak dapat dilakukan karena kondisi tersebut sesuai dengan curah hujan
yang dibutuhkan. Pada kondisi B, dapat diklaim sesuai range. Jika kondisi curah hujan mencapai 108 mm atau 132 mm maka dapat diklaim sesuai range. Jika fase
vegetatif (Gambar 3) yang membutuhan modal Rp. 200.000, maka nilai ini dibagi 5. Karena range adalah 100 mm-110 mm dan 130 mm-140 mm. Nilai total klaim pada kondisi tersebut adalah Rp.40.000. Pada kondisi C, hanya dapat diklaim
maksimal modal per fase.
7
-
11
Gambar 2 Curah hujan tanaman X Pada gambar 3, diperlihatkan nilai total klaim perfase sesuai dengan modal yang dibutuhkan. Pada fase vegetatif membutuhkan modal Rp.200.000,
reproduktif dan vegetatif Rp.300.000 dan pemasakan, reproduktif dan vegetatif membutuhkan modal Rp.500.000. maka nilai ini dapat diklaim sesuai modal.
Misalnya pada fase vegetatif sudah diklaim sebesar Rp.100.000, maka pada fase reproduktif hanya dapat diklaim sebesar Rp.200.000. dan jika sudah diklaim Rp.200.000, maka pada fase pemasakan hanya dapat diklaim maksimal
Rp.300.000. Total modal yang dibutuhkan pada setiap kali masa tanam adalah Rp.500.000 maka total klaim maksimal hanya sebatas nilai modal tersebut.
Gambar 3 Nilai klaim maksimal per fase tanam.
2. Instrumen Pelaksanaan
Pada saat asuransi berlangsung instrumen yang diperlukan adalah alat untuk mengetahui curah hujan, pada tempat-tempat tertentu. Selain itu, adanya polis asuransi juga diperlukan sebagai bentuk perjanjian antara perusahaan dan
konsumen.
Seberapa Jauh Gagasan ini Dapat Memperbaiki Keadaan
Dengan adanya asuransi indeks iklim ini, tentu saja akan memberikan berbagai dampat positif bagi petani Indonesia, terutama petani kecil yang lebih rentan terkena imbas dari pengaruh cuaca iklim. Asuransi ini tidak hanya berlaku
bagi tanaman padi saja, akan tetapi juga bisa diberlakukan untuk berbagai jenis tanaman yang bersifat ekonomi. Karena yang diasuransikan adalah iklimnya
dalam hal ini curah hujan, maka apabila ketika tanaman terkena dampak dari perubahan iklim, namum petani masih bisa panen. Petani tetap mendapatkan polis asuransi, asalkan batas indeks iklim yang disepakati tidak dicapai atau terlewati.
Selain itu, pembayaran premi kepada prusahaan asuransi bisa dilakukan berdasarkan contoh diatas, yaitu per mm curah hujan dalam setahun. Sedangkan
nilai yang harus dibayar tergantung perjanjian antara pihak petani dan perusahaan asuransi.
8
-
12
Tantangan dalam Pengembangan Sistem Asuransi ini
Penerapan sistem asuransi ini, tentu saja masih memiliki banyak tantangan kedepannya. Kondisi Indonesia, dari segi musim, sering dikaitkan dengan
rumitnya persoalan prakiraan musim. letak Indonesia yang tepat di garis khatulistiwa menyebabkan kompleksitas perubahan parameter cuaca/iklim di
Indonesia berbeda dengan di negara-negara lain seperti di wilayah subtropika yang lebih teratur dan mudah diprakirakan. Selain itu kombinasi daratan dan lautan serta dua samudra yang mengapit Indonesia memberikan kontribusi
kerumitan prakiraan, baik dari segi informasi atmosferis maupun karakteristik angin. kompleksitas ini semakin diperparah pengaruh pergeseran iklim akibat
pemanasan global. Penerapan skema asuransi cuaca di Indonesia, di satu pihak memerlukan
pengukuran teliti dan berkualitas. Di pihak lain, diperlukan proses edukasi bagi
petani kecil yang selama ini termarginalkan. Untuk memberikan fasilitasi hasil pengukuran curah hujan yang sahih dan dapat dipahami secara adil oleh pihak
perusahaan maupun petani, diperlukan: (1) penyajian data yang tepercaya, (2) data tersebut terbaca dan dipahami maknanya oleh kedua belah pihak, (3) perlu perangkat perundangan yang memungkinkan diterapkannya mekanisme aktuaria
bagi petani kecil (Sakya AE 2011). Sedangkan tantangan dipihak pengelola asuransi masih terbatasnya ilmu
dan teknologi dalam melakukan pengamatan terhadap fenomena perubahan iklim. Serta mensinergiskannya dengan prakiraan iklim dalam menjual polis asuransi sebelum dan sesudah prakiraan informasi dikeluarkan. Hal ini dikarenakan,
teknologi prakiraan iklim di Indonesia masih sangat terbatas, selain itu tidak semua tempat memiliki alat yang mampu bekerja cepat dalam mengukur
kelembaban udara dan perubahan iklim secara mendadak. Akan tetapi dengan ada kerja sama dengan pihak pemerintah, khususnya Departemen Meterorogi dan Geofisika, maka hal tersebut dapat diatasi. Mengingat departemen tersebut sudah
memiliki alat yang memadai dalam prakiraan cuaca saat ini.
Pihak-pihak yang terlibat
Pengembangan sistem asurasni indeks iklim ini memerlukan kerja sama
dari berbagai pihak, diantaranya instansi pendidikan, swasta (perusahan asuransi), dan pemerintah. Terutama departemen Meteorologi dan Geofisika dalam mengukur perubahan iklim di Indonesia. Selain itu pihak pemerintah harus
berperan dalam mendukung kedua bleah pihak melalui program regulasi yang memudahkan kerja sama diantara petani dan perusahaan asuransi. Media massa
sebagai pihak luar yang juga terlibat langsung memiliki peranan yang penting dalam menggencarkan berita di kalangan masyarakat, khususnya petani. Sehingga sistem asuransi ini bisa diterima dan diterapkan di Indonesia. Dan pada akhirnya
akan menyelamatkan petani dari kerugian akibat dari iklim yang ekstrim.
9
-
13
KESIMPULAN
Polis asurasni indeks iklim berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat Indonesia Negara kepulauan yang rentan akan perubahan iklim yang
ekstrim. Dengan dikembangnya polis asuransi ini diharapkan kerugian akibat dari gagal panen bisa ditekan sekecil mungkin. Sehingga fenomena gagal panen akibat iklim tidak menjadi isu publik dalam menambah jumlah penduduk miskin di
Indonesia. Selain itu perlu diterapkan mekanisme subsidi untuk pembayaran premi yang mampu di tutup oleh pemegang polis, dalam hal ini petani. Mengingat
sebagian besar petani Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan. Dengan adanya asuransi berbasis indeks iklim petani tidak lagi perlu khawati akan mengalami kerugian ketika memulai musim bercocok tanam. Karena sudah
memiliki jaminan dari polis asuransi yang diikutinya.
DAFTAR PUSTAKA
ADB. 2009. Rethinking transport and climate change.ADB.org/ISSN 12132328.
Anonim. 2009. Peluang Pengembangan Asuransi Pertanian di Indonesia. Warta Penelitian dan pengembangan Pertanian vol.31:16-18.
Anonim. 2011. 75 hektar sawah kekeringan gagal panen. Beritabali. http://beritabali.com/index.php/page/berita/tbn/detail/13/09/2011/75-Hektar-Sawah-Kekeringan-Gagal-Panen-/201107020485 (2 Maret 2012)
Boer R. State of the Arts Riset Agroklimat untuk strategi dan adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim. CCROM SEAP-IPB
Boer R dalam Prabowo HE. 2010. Asuransi Iklim Saatnya Diberlakukan. http://nasional.kompas.com/read/2010/05/27/04582625/ [2 Maret 2012]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tenaga kerja pertanian capai 1074 juta orang. Dalam wartapedia. http://wartapedia.com/nasional/statistik/323-bps-
tenaga-kerja-pertanian-capai-1074-juta-orang.html (20 Februari 2012)
Fakhruddin M. 2011. Kekeringan ancam warga gagal panen. Republika. http://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/11/09/07/lr5avr-kekeringan-ancam-warga-gagal-panen (2 Maret 2012)
Hafidhuddin D. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: GEma Insani Press.
Haryati. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping serta Peluang dan Kendala Adopsinya di Lahan Kering DAS Bagian Hulu. Makalah
Pengantar
10
-
14
Hidayat M. 2011. 1200 hektar sawah garut gagal panen akibat kekeringan. Detik.
http://finance.detik.com/read/2011/09/20/143819/1726454/4/1200-hektar-sawah-garut-gagal-panen-akibat-kekeringan (2 Maret 2012)
Joseph B, Jini D, Ajisha SU. 2011. Fight global warming with genetikally altered trees (review). Asian J Biotechnol 1: 1-8.
Mavi HS, Tupper GJ. 2004. Agrometeorology: Principles and Applications of Climate Studies in Agriculture. USA
Noordwijk MV. 2009. Beyond the acronym soup of cpenhagen.
http://www.thejakartapost.com/news/2010/17/beyond-acronym-soup-copenhagen.html
Sakya AE. 2011. Ketahanan Petani Lewat Asuransi Iklim. Jurnal Nasional. http://www.jurnas.com/halaman/10/2011-12-31/193956 [1 Maret 2012]
Sudarmanto B. 2006. Strategi Penyuluhan Pertanian Menghadapi Iklim Ekstrim di Indonesia. Baliklimat.
Susanta G, Hari S. 2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global. Bogor:Penebarplus+.
Yuli. 2010. Cuaca Ekstrim, Petani Padi Gagal Panen. KOMPAS. http://regional.kompas.com/read/2010/11/13/05362224/Cuaca.Ekstrim.Pet
ani.Padi.Gagal.Panen (2 Maret 2012)
AZMI : Coba diskusi dengan orang kantor (PRUDENTIAL) mengenai ini, cara
pembayaran premi, dan klaim.
11